1 SISTEM PENDIDIKAN DAKWAH PONDOK PESANTREN NURUL ...

122 downloads 173 Views 231KB Size Report
untuk mendeskripsikan karakteristik pendidikan Pondok Pesantren Nurul. Haromain ..... Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah ...
SISTEM PENDIDIKAN DAKWAH PONDOK PESANTREN NURUL HAROMAIN PUJON, MALANG DAN PERKEMBANGANNYA

Muhammad Addib Zubaidi Prodi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 05 Malang E-mail: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini secara

garis besar dilaksanakan dengan tujuan

untuk mendeskripsikan karakteristik pendidikan Pondok Pesantren Nurul Haromain Pujon, Malang (PP. Nurul Haromain). Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiologi pendidikan dan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus bertipe historicalorganizational case studies. Penelitian ini menghasilkan simpulan berupa karakteristik pendidikan PP. Nurul Haromain yaitu: (a) visi dan misi pendidikan mencetak kader-kader dakwah; (b) menganut faham Sunni Ahlussunah wal Jama‟ah tetapi tidak condong atau terikat terhadap kelompok tertentu; (c) pelajaran diperoleh dari kiai bukan dari ustadz dan belajar bersama (mudzakarah); (d) input pendidikan merupakan santri yang sudah mampu membaca kitab kuning/kitab gundul dengan baik (alumni pesantren); (e) interaksi pelaku pendidikan bersifat shuhbah (berkawan, terbuka, akrab dan saling mendukung); (f) kurikulum pendidikan berupa pengembangan keilmuan melalui ilmu Al-Qur’an-Hadits dan praktik dakwah; (g) sumber belajar menggunakan kitab-kitab tingkat tinggi; (h) poses belajar-mengajar terdiri dari pembelajaran di dalam pondok dan di luar pondok; (i) santri bebas biaya pendidikan; (j) tersedia alat-alat pendidikan modern di pondok pesantren. Kata kunci: sistem pendidikan, dakwah, pondok pesantren.

Eksistensi pesantren sejak berabad-abad yang silam telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Dari kurun waktu berabad-abad, jumlah pesantren bertambah banyak, memiliki aneka ragam bentuk, jenis dan

1

spesifikasi masing-masing. Hal tersebut selaras dengan perkembangan zaman yang menuntut perubahan dalam berbagai aspek kehidupan terpengaruh oleh orientasi modernitas zaman. Terbentuknya pondok pesantren dengan model baru yang berbeda dengan model dasar yang sudah ada seperti halnya pondok pesantren salafiyah merupakan hal yang menarik untuk dikaji (Rahardjo, 1995:17). Menurut Rahardjo (1995:24) sesuatu yang unik pada dunia pesantren adalah begitu banyaknya variasi antara pesantren yang satu dengan pesantren lainnya, meskipun dalam beberapa aspek ditemukan persamaan-persamaan. Dengan berkembangnya pondok pesantren seperti tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perkembangan pondok pesantren pada zaman sekarang. Melalui penelitian tentang karakteristik suatu pondok pesantren akan diketahui bahwa terjadi pengkhususan/spesifikasi dari sekian banyak model pondok pesantren yang telah berkembang secara historis. Dengan demikian akan memperkuat pengetahuan bahwa pondok pesantren secara historis merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang ikut berperan aktif dalam menyelenggarakan pendidikan nasional melalui model pendidikan yang khas. Dengan mengetahui model pendidikan yang khas yang diperoleh dengan menggali nilai-nilai yang terdapat pada pendidikan pondok pesantren, maka dapat digunakan sebagai referensi dalam mengembangkan pendidikan, baik pendidikan umum maupun bagi pendidikan pondok pesantren sendiri. Penelitian memiliki fokus berupa: a) sejarah berdiri dan profil pengasuh; b) sistem pendidikan dakwah PP. Nurul Haromain; c) perkembangan sistem pendidikan dakwah PP. Nurul Haromain; d) hasil penerapan sistem pendidikan dakwah PP. Nurul Haromain. Pendidikan sebagai suatu sistem menyangkut tiga unsur pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses usaha, dan unsur hasil usaha (Ihsan, 2010:110). Menurut Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo (2008:51-52) unsur-unsur pendidikan yang membangun suatu sistem meliputi: (a) subjek yang dibimbing (peserta didik), (b) orang yang membimbing (pendidik), (c) interaksi antara peserta didik dan pendidik (interaksi edukatif), (d) ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan), (e) pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan), (f) cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode), (g) tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).

2

Sependapat dengan Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, P.H. Comb (dalam Ihsan, 2010:111-113) mengemukakan dua belas unsur/komponen pendidikan yaitu: (a) tujuan dan prioritas, (b) peserta didik, (c) manajemen/pengelolaan, (d) struktur dan jadwal waktu, (e) isi dan bahan pengajaran, (f) guru dan pelaksana, (g) alat bantu belajar, (h) fasilitas, (i) teknologi, (j) pengawasan mutu, (k) penelitian, (l) biaya. Sedangkan dalam dunia pendidikan pesantren, menurut Mastuhu (1994:68), unsur-unsur sistem pendidikannya dapat dikelompokkan menjadi sebelas unsur yaitu: (1) tujuan, (2) filsafat dan tata nilai, (3) struktur organisasi pesantren, (4) lingkungan kehidupan pesantren, (5) kiai dan ustadz, (6) santri dan pengurus, (7) interaksi pelaku, (8) kurikulum dan sumber belajar, (9) proses belajar-mengajar dan evaluasi, (10) pengelolaan dan dana, (11) sarana dan alat-alat pendidikan. Dari kesebelas unsur tersebut menjalin kesatuan yang saling berhubungan dan mempengaruhi dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem (Nasir, 2005:28).

METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi pendidikan dan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Pendekatan sosiologi pendidikan menggambarkan secara khusus tentang interaksi diantara individuindividu, interaksi antar kelompok, institusi-institusi sosial, proses sosial, relasi sosial, dimana di dalam dan dengannya manusia memperoleh dan mengorganisir pengalamannya (Padil&Suprayitno, 2007:14). Penelitian kualitatif berdasarkan pendapat Denzin dan Lincoln tahun 1987 (dalam Moleong, 2005:5) adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode penelitian. Metode yang digunakan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Sedangkan jenis penelitian studi kasus merupakan serangkaian kegiatan penyelidikan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara intensif dan terperinci suatu gejala atau unit sosial tertentu, seperti individu, kelompok, komunitas atau lembaga (Wiyono, 2007:77). Penelitian ini menggunakan tipe studi kasus historical-organizational case studies yaitu memiliki fokus pada suatu lembaga tertentu yang berusia cukup tua. Studi

3

ini dapat digunakan untuk melacak perkembangan yang telah dialami oleh suatu lembaga. Sesuai dengan pendapat Lofland dan Lofland tahun 1984 (dalam Moleong, 2005:157) sumber data utama dalam penelitian ini ialah kata-kata, dan tindakan, serta data tambahan seperti dokumen. Jenis data dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto, dan statistik. Adapun sumber data tersebut adalah: (1) kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui perekaman video/audio atau pengambilan foto kegiatan; (2) bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat berupa dokumen administrasi kependidikan pondok pesantren, dokumen pribadi pondok pesantren seperti buku catatan harian pondok pesantren; (3) foto, ada dua kategori yang dapat dimanfaatkan yaitu foto yang diambil dari dokumentasi pondok pesantren dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri pada saat observasi. Foto dapat berupa kegiatan pendidikan, foto kiai, dan foto bangunan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: (1) wawancara mendalam; (2) pengamatan partisipasi; (3) analisis dokumen. Setelah data terkumpul dilakukan analisis data. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data jenuh. Terdapat tiga langkah dalam proses analisis data, yaitu: (a) reduksi

data;

(b)

display

data;

dan

(c)

verifikasi

data/kesimpulan

(Miles&Huberman dalam Wiyono, 2007:93). Setelah analisis data dilakukan, langkah selanjutnya adalah pengecekan keabsahan data. Sebagaimana menurut Sugiyono (2008:121) uji kredibilitas data merupakan pengecekan keabsahan yang utama.

Uji

kredibilitas

dilakukan

dengan

perpanjangan

pengamatan,

meningkatkan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, member check, dan analisis kasus negatif.

4

HASIL PENELITIAN Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa: Sejarah Berdiri PP. Nurul Haromain dan Profil Pengasuh PP. Nurul Haromain merupakan pondok pesantren yang didirikan pada tahun 1987 M oleh Sayyid Muhammad Alawy Al-Maliki dan pembukaan atau penyelenggaraan pendidikan dimulai pada tahun 1991 M. Pengasuh pesantren adalah KH. Muhammad Ihya’ Ulumuddin. Sistem Pendidikan Dakwah PP. Nurul Haromain Sistem pendidikan dakwah PP. Nurul Haromain merupakan suatu keseluruhan dari unsur-unsur (komponen) pendidikan yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain serta saling mempengaruhi, dalam satu kesatuan. Unsur-unsur pendidikan tersebut meliputi tujuan pendidikan untuk mencetak kader-kader da’i, paham pondok pesantren adalah Sunni ahlussunah wa aljama‟ah, kepemimpinan kiai bersifat demokratis, status kelembagaan pesantren milik pribadi kiai, lingkungan kehidupan sekitar pesantren pluralitas agama termasuk aliran kepercayaan, pengajaran kitab diasuh oleh kiai bukan ustadz, santri disyaratkan mempunyai bekal keilmuan yang siap dikembangkan, kepengurusan dilakukan secara bersama-sama baik kiai maupun santri. Selain itu, interaksi pelaku bersifat shuhbah, kurikulum berupa pengembangan keilmuan melalui Al-Qur’an-Hadits dan praktik dakwah, sumber belajar adalah kitab-kitab utama berupa Hadits, Tafsir Al-Qur’an, dan FikihHadits, selain itu juga bidang dakwah dan ideologi, proses belajar-mengajar dilaksanakan di dalam dan di luar pondok pesantren, evaluasi pendidikan ditempuh dalam waktu 3 tahun dengan menggunakan kurikulum kitab dan praktek dakwah, pengelolaan dan dana bersifat mandiri dengan mempunyai beberapa badan usaha pesantren dan santri bebas biaya pendidikan, sarana-prasarana pendidikan bersifat sederhana berupa mushalla, sakan dan perpustakaan, alat-alat pendidikan sudah terdapat alat-alat modern. Perkembangan Sistem Pendidikan Dakwah PP. Nurul Haromain Perkembangan sistem pendidikan dakwah PP. Nurul Haromain meliputi perkembangan unsur-unsur pendidikan yang saling mempengaruhi dalam satu kesatuan

yaitu

tujuan

pendidikan

tidak

mengalami

perubahan

yaitu

5

mengembangkan keilmuan melalui Al-Qur’an-Hadits dan mencetak kader-kader da’i, paham pondok pesantren tetap Sunni ahlussunah wa al-jama‟ah, kepemimpinan kiai bersifat demokratis dan status kelembagaan tidak berubah yaitu milik pribadi, lingkungan kehidupan pesantren semakin Islami dengan adanya kegiatan dakwah santri di daerah-daerah binaan. Selain perkembangan tersebut, perkembangan lainnya yaitu pada dasarnya kiai pengasuh pesantren adalah KH. Muhammad Ihya’ Ulumuddin dan sejak tahun 2008 dibantu KH. Syihabuddin Syifa’, sejak awal tidak terdapat ustadz yang memberikan pelajaran kepada santri sebagaimana pesantren yang menerapkan sistem klasikal, santri tetap harus melalui tes masuk untuk selanjutnya dikembangkan secara keilmuan, kepengurusan tetap dilaksanakan secara bersamasama melibatkan kiai maupun santri, interaksi pelaku tetap bersifat shuhbah, kurikulum tetap berupa pengembangan keilmuan dan praktik dakwah di masyarakat, sumber belajar mengalami pengurangan pelajaran tafsir, ilmu AlQur’an, ilmu Hadits dan ushul fiqh tetapi sejak tahun 2008 juga mengalami penambahan berupa kitab-kitab pemikiran Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki. Selain itu, proses belajar-mengajar tidak mengalami perbedaan yang menyolok dari tahun ke tahun seperti ta‟lim (bandongan), mudzakarah, ma‟arif „am, majelis ta‟lim dan pembelajaran di luar pondok seperti pada zaman sekarang, evaluasi pada awalnya menggunakan sistem umum bersifat non formal tetapi pada tahun 1995 sudah menerapkan evaluasi sistem pondok pesantren yang bersifat non formal, pondok pesantren mempunyai badan usaha mandiri, dana pendidikan santri tetap yaitu bebas biaya, sarana-prasarana utama pendidikan tetap sederhana berupa mushalla, sakan dan perpustakaan dan alat-alat pendidikan pada awalnya bersifat sederhana tetapi sejak tahun 2009 sudah mengalami modernisasi. Hasil Penerapan Sistem Pendidikan Dakwah PP. Nurul Haromain Hasil penerapan sistem pendidikan PP. Nurul Haromain berupa: (a) menghasilkan alumni yang memiliki spesifikasi keilmuan dalam bidang Al-Quran dan Hadits; (b) menghasilkan alumni yang memiliki keilmuan tidak hanya bersifat teoritis tetapi praktis; (c) menghasilkan alumni yang memiliki sikap tawasuth (tengah-tengah dan tidak ekstrim atau kaku) dalam menghadapi suatu masalah keagamaan; (d) menghasilkan kader-kader da’i.

6

PEMBAHASAN Sejarah Berdiri PP. Nurul Haromain dan Profil Pengasuh Berdasarkan peresmian PP. Nurul Haromain pada tanggal 13 Robi’ul Akhir tahun 1408 H/04 Desember 1987 M dan pembukaan pada 1991 M, maka menurut pendapat David Thomson (dalam Notosusanto, Nugroho, 1978:7), PP. Nurul Haromain berdiri pada zaman kontemporer. David Thomson mengatakan bahwa Scope (lingkup) sejarah kontemporer adalah abad kedua puluhan. Dengan demikian sejarah berdirinya PP. Nurul Haromain adalah dalam lingkup zaman kontemporer.

Sedangkan

berdasarkan

kajian

sejarah

menurut

pendapat

Kuntowijoyo (2001:79), sejarah berdiri PP. Nurul Haromain dapat digolongkan dalam wilayah kajian sejarah kontemporer. Hal itu dapat dianalogikan dari periode pembahasan wilayah kajian sejarah kontemporer yaitu dari tahun 1942 sampai masa kini. Profil pengasuh PP. Nurul Haromain adalah riwayat pendidikan KH. Muhammad Ihya’ Ulumuddin dan pengalaman beliau merintis dakwah. Berdasarkan riwayat pendidikannya, KH. Muhammad Ihya’ Ulumuddin menempuh pendidikan sebagai berikut: 1) Sekolah Rakyat (SR) tamat tahun 1964 M; 2) Pondok Pesantren Langitan (1965-1974 M); 3) YAPI Bondowoso (19741976 M); 4) At-Tarbiyah As-Sayyid Muhammad Alawy Al-Maliki (1976-1980 M). Sedangkan pengalaman pribadi ketika mulai merintis dakwah adalah: 1) mengisi pengajian Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di rumah mertua di Keputran, Kejambon Surabaya; 2) menjadi salah seorang perintis dakwah di kampus-kampus negeri di Surabaya; 3) mengisi pengajian bulanan di rumah H. Maki, Madura; 4) menjadi pengasuh PP. Nurul Haromain sejak tahun 1991 M. Eksistensi Sistem Pendidikan Dakwah PP. Nurul Haromain Dalam sistem pendidikan dakwah PP. Nurul Haromain memiliki karakteristik sebagai berikut: Visi dan misi PP. Nurul Haromain identik dengan visi dan misi pondok pesantren pada umumnya. Selain untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim (Mastuhu, 1994:55), tujuan pendidikan PP. Nurul Haromain juga selaras dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan oleh Forum Pesantren (Nafi’, 2007:50) yaitu lebih menekankan pada akhlak atau kepribadian,

7

penguatan kompetensi santri yaitu kompetensi bidang dakwah, dan penyebaran ilmu. Sebagaimana menurut Kemenag RI (2011:15) pesantren merupakan “sekolah kader” (Ahlussunnah wal jama‟ah, Muhammadiyah, Mujahidin, dan seterusnya). Selaras dengan pernyataan di atas, PP. Nurul Haromain mengikuti akidah/ideologi/faham Islam Sunni Ahlussunah wal Jama‟ah. Status kelembagaan di PP. Nurul Haromain adalah milik pribadi. Menurut Nasir, R. (2005:126), kelebihan pondok pesantren milik pribadi adalah: a) bebas menentukan langkah tanpa campur tangan pihak lain, b) bebas menentukan pola pembinaan dan pengembangan, c) tidak terikat aturan-aturan dari pihak lain yang kadangkala tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh pondok pesantren. Sedangkan kelemahan status kelembagaan milik pribadi adalah: a) adanya unsur ketergantungan terhadap perorangan (individu), b) kurang konsisten dalam melaksanakan kebijaksanaan karena tidak terstruktur dalam suatu pola yang dapat memberikan masukan-masukan/saran-saran dari berbagai pihak sebagai evaluasi, c) umur pesantren tergantung pada pemiliknya. Menurut Fadjar, A.M. (2004:4), kelemahan kepemimpinan di pesantren adalah kukuhnya pola kepemimpinan sentralistik dan hierarkis yang berpusat pada satu orang kiai. Di dalam struktur organisasi terdapat Ahlu as-Syuro (badan pertimbangan) sebagai pemberi pertimbangan dan melibatkan seluruh warga pesantren untuk berkhidmah menjalankan kepengurusan. M. M. Billah (dalam Fadjar, A.M., 2004:5) memberikan ciri kontekstual pada pesantren yaitu ciri-ciri lingkungan sekitar (sosial maupun fisik) pesantren memberikan warna pada ciri-ciri pesantren. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh M.M. Billah, lingkungan sekitar pondok pesantren yang tergolong minus agama menambah pentingnya pembagian waktu santri PP. Nurul Haromain untuk belajar di dalam pondok dan dakwah ke luar pondok. Tidak seperti di pondok pesantren pada umumnya, di PP. Nurul Haromain kiai dipanggil dengan sebutan Abi sebagai bentuk rasa kedekatan. Kata Abi berasal dari bahasa Arab yang berarti “bapak”. Gazalba (1995:63) berpendapat bahwa hubungan kiai dengan para santrinya tidak terbatas hanya hubungan guru dan murid, akan tetapi hubungan timbal balik di mana santri menganggap kiainya

8

sebagai bapaknya sendiri dan sebaliknya kiai menganggap santrinya sebagai titipan Tuhan yang senantiasa harus dilindungi. Di PP. Nurul Haromain, kiai memberikan pendidikan dan pengajaran secara langsung kepada para santri sehingga tidak terdapat ustadz sebagai wakil kiai untuk memberikan materi pelajaran kepada santri (Mastuhu, 1994:126 dan Maunah, 2009:130). Calon santri harus melalui tes masuk yang berupa tes membaca Al-Qur’an, membaca kitab gundul dan tes psikologi. Tes tersebut untuk mengetahui keilmuan santri apakah sudah siap untuk dikembangkan dan melaksanakan tugas-tugas dakwah di masyarakat. Pengadaan tes masuk tersebut selaras dengan pendapat Mastuhu (1994:136) bahwa selama belajar di pesantren santri baru mempelajari ilmu-ilmu agama yang bersifat dasar dan umum. Menurut Mastuhu (1994:140), pada umumnya pengurus pesantren juga adalah kiai, ustadz, dan santri senior yang juga alumni dari pesantren yang bersangkutan. Seperti di PP. Nurul Haromain kepengurusan dilakukan secara bersama-sama oleh segenap warga pondok pesantren. Masing-masing santri mempunyai amanah untuk melaksanakan khidmah (pelayanan harian). Hubungan kiai dan santri di PP. Nurul Haromain adalah sistem pendidikan shuhbah (berkawan, terbuka, akrab, saling mendukung). Berbeda dengan pondok pesantren salafiyah dimana interaksi kiai dan santri adalah sistem talmadzah. Berkaitan dengan hubungan kiai dan santri tersebut, Abdurrahman Wahid (dalam Suharto, 2011:85) dan Binti Maunah (2009:127) memandang relasi kiai dan santri sebagai sebuah kultur feodalisme. Hubungan antar santri di PP. Nurul Haromain bersifat terbuka. Terdapat istilah tabayyun (forum blak-blakan). Hubungan antara santri dan seniornya tetap menjaga kesetaraan sebagaimana menurut Kemenag RI (2011:16) bahwa kultur pesantren berupa pengakuan dan penghormatan terhadap senior tetap menjaga asas kesetaraan dan keadilan. Seperti pondok pesantren salafiyah (tradisional), kurikulum di PP. Nurul Haromain tidak menggunakan kurikulum dalam pengertian seperti kurikulum pada lembaga pendidikan formal. Kurikulum pada pondok pesantren salafiyah tidak dalam bentuk jabaran silabus, tetapi berupa funun (macam-macam) kitab yang diajarkan kepada para santri (Depag, 2003:31). Kurikulum diartikan sebagai pelajaran atau daftar mata pelajaran yang akan diterima anak didik (santri) dalam

9

waktu tertentu untuk memperoleh ijazah atau kemampuan tertentu (Shonhadji dalam Halim, A. 2005:16). Kurikulum mata pelajaran di PP. Nurul Haromain mengkaji ilmu-ilmu terutama berupa Hadits dan tafsir Al-Qur’an, fikih-Hadits, akidah/ideologi dan dakwah. Hal ini berbeda dengan pondok pesantren di Indonesia yang fikih oriented (Mansur (2004:17), Qomar, M. (2006:126), Madjid, N. dalam Yasmadi (2002:78), Van Bruinessen, M. (1999:112), dan Hasan, M.T. dalam Fadjar, A.M., (2004:5)). Pandangan tentang fikih oriented tersebut disadari oleh pihak PP. Nurul Haromain seperti yang diungkapkan oleh KH. Syihabuddin Syifa’ bahwa secara umum pondok pesantren salafiyah pokok perluasan mata pelajaran adalah bidang nahwu (ilmu alat) dan fikih. Di PP. Nurul Haromain menggunakan metode pembelajaran bandongan, halaqoh Qur‟an, mudzakarah/halaqoh, sorogan, majelis ta‟lim, hafalan, muhawarah, dan ma‟arif „am (forum pengetahuan umum). Selain itu juga terdapat kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di luar pondok pesantren yaitu tugas dakwah, halqoh, rihlah, dan ABS. Menurut Mastuhu (1994:61), Depag RI (2002:13-14), dan Sholeh, A. (2004:34-36), beberapa metode pembelajaran tersebut (yaitu bandongan, halaqoh Qur‟an, mudzakarah/halaqoh, sorogan, dan hafalan) merupakan metode pembelajaran tradisional. Sedangkan Nurhayati, A. (2010:56) menambahkan dalam metode pembelajaran tradisional selain metode wetonan, sorogan dan bandongan, terdapat metode muhawarah, mudhakarah dan majelis ta‟lim. Pendidikan di PP. Nurul Haromain ditempuh dalam waktu 3 tahun dengan menggunakan kurikulum kitab dan praktek dakwah. Evaluasi pendidikan seperti ini sesuai dengan kurikulum pada pondok pesantren salafiyah yang berupa tidak dalam bentuk jabaran silabus, tetapi berupa funun (macam-macam) kitab yang diajarkan kepada para santri dalam waktu tertentu untuk memperoleh ijazah atau kemampuan tertentu (Depag, 2003:31 dan Shonhadji, 2005:16). Evaluasi kelulusan santri di PP. Nurul Haromain tidak berorientasi pada otoritas restu dari kiai untuk mempelajari kitab yang tinggi tingkatannya dan boleh mengajarkan kepada orang lain (Mastuhu, 1994:145 dan Mansur, 2003:48) tetapi lebih diutamakan “Ilmuhu wa naf‟uhu linnas”.

10

Pada umumnya sumber dana pondok pesantren dikelola secara swadaya (Ahmad, R., dkk, 2005:25). Begitu juga di PP. Nurul Haromain, memiliki beberapa bidang usaha pesantren seperti Swalayan Al-Ghina, Enha farm (perkebunan/pertanian, biogas), Annuha publishing, dan air minum Hexagonal Zulal serta bantuan dari LAZIS Al-Haromain (Lembaga Amil, Zakat, Infaq dan Shodaqah). Pada dasarnya sesuai dengan pendapat Dhofier, Z. (2011:79), PP. Nurul Haromain telah memenuhi unsur-unsur pokok sebuah pesantren yaitu terdapat kiai, santri, pengajaran kitab-kitab klasik, pondok, dan masjid/mushalla. Sarana pendidikan di PP. Nurul Haromain tergolong sederhana. Tempat belajar dan mengajar berlangsung di musholla, sakan/tempat istirahat santri dan perpustakaan. Adapun alat-alat pendidikan yang digunakan sudah tergolong modern seperti laptop/komputer, LCD, peralatan shoting (kamera), internet, stasiun radio, dan TV internet/on-line. Penambahan alat-alat pendidikan modern di PP. Nurul Haromain tersebut sesuai dengan kaidah hukum yaitu “ Almuhafadhotu „ala al-qadimi assholih wa al-akhdu bi al-jadidi al-ashlah (Memelihara nilai atau tradisi lama yang baik dan memberlakukan nilai baru/kontemporer yang lebih baik)” (Depag RI (2003:82) dan Azra, A. (2011:213). Perkembangan Sistem Pendidikan Dakwah PP. Nurul Haromain Perkembangan PP. Nurul Haromain dari tahun ke tahun menjadikan pondok pesantren mengikuti pola tertentu. Berdasarkan variasai bentuknya (Depag, 2003:15) PP. Nurul Haromain memiliki kecondongan terhadap tipe A yaitu dimana para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama lingkungan pondok pesantren dengan pengajaran yang berlangsung secara tradisional (sistem wetonan atau sorogan). Sedangkan berdasarkan klasifikasi Nasir, R. (2005:87) variasi bentuk PP. Nurul Haromain memiliki kecondongan terhadap tipe pondok pesantren Salaf yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) salaf. Sistem klasikal di PP. Nurul Haromain tidak seperti madrasah formal tetapi dilakukan dengan berkumpul di dalam ruang seperti kelas untuk mengaji (yaitu sistem bandongan saat ta‟lim di musholla).

11

Berdasarkan pola pesantren, menurut klasifikasi Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) (1982:23), PP. Nurul Haromain memiliki kecondongan terhadap pola II yaitu pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang disediakan para santri yang datang dari daerah lain. Sedangkan berdasarkan klasifikasi dari Daulay, H.P. (2001:33), PP. Nurul Haromain memiliki kecondongan terhadap pola I: Materi pelajaran yang dikemukakan bersumber dari kitab-kitab klasik. Metode penyampaian adalah wetonan dan sorogan, tidak memakai sistem klasikal. Meskipun begitu, di PP. Nurul Haromain juga mengkaji kitab karangan ulama abad ke-20 M. Hasil Penerapan Sistem Pendidikan Dakwah PP. Nurul Haromain Pengembangkan keilmuan melalui Al-Qur’an-Hadits dan praktik dakwah menghasilkan alumni yang memiliki keilmuan tidak hanya bersifat teoritis tetapi mencapai tahap praktis. Berdasarkan taksonomi Benyamin S. Bloom dkk. (dalam Saputro, 1993:29 dan Nasution, 2011:24), yang membagi tujuan pengajaran menjadi tiga aspek (aspek kognitif, afektif, dam psikomotorik), maka pendidikan di PP. Nurul Haromain juga mencakup ketiga tujuan pengajaran tersebut. Pada aspek kognitif, tujuan pengajaran dibagi dalam enam kelompok utama yaitu mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi (Salam, 2002:108). Kemampuan dalam aspek kognitif tersebut diperoleh santri dalam proses belajar-mengajar di dalam pondok, seperti mengetahui dan memahami melalui ta‟lim, menganalisis, mensintesis suatu permasalahan hukum Islam melalui mudzakaroh/diskusi, menerapkan teori ilmu tata bahasa melalui sorogan kitab dan mengevaluasi hasil musyawarah melalui pertemuan halqoh kubro. Pada aspek afektif tujuan pengajaran dibagi dalam lima kelompok yaitu menerima, menanggapi, menghargai, membentuk (organization), dan berpribadi (Salam, 2002:109). Kemampuan aspek afektif diperoleh santri dalam proses belajar-mengajar seperti menerima, menanggapi, menghargai dalam mudzakaroh/diskusi, membentuk nilai-nilai melalui halqoh, dan berkepribadian seperti tugas khidmah/pengabdian. Menurut Nasution (2011:25), tujuan afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, dan nilai-nilai yang sering disebut perkembangan emosional dan moral.

12

Sedangkan aspek psikomotorik tujuan pengajaran dibagi menjadi tujuh yaitu mengindera, menyiagakan diri, bertindak secara terpimpin, bertindak secara mekanik, complex overt response, penyesuaian, dan originasi (Saputro, 1993:37). Kemampuan aspek psikomotorik diperoleh santri dalam proses pembelajaran di luar pondok seperti mengindera, menyiagakan diri, originasi/kreatifitas dalam mengajar TPQ dan mengisi majelis ta’lim, complex overt response/terampil dalam mengisi majelis ta’lim dan khotbah, sedangkan bertindak secara terpimpin, bertindak secara mekanik, dan penyesuaian diperoleh dalam tugas dakwah di tengah masyarakat di daerah-daerah binaan santri. Menurut Nasution (2011:25), tujuan psikomotorik berkenaan dengan perkembangan keterampilan motoris (bersifat gerak). Pengembangan keilmuan santri melalui ilmu Hadits dan tafsir Al-Qur’an yang diterapkan dalam mengkaji hukum Islam 4 madzhab/fikih 4 madzhab menghasilkan alumni yang memiliki pemahaman luas sehingga timbul sikap tawasuth (tengah-tengah dan tidak ekstrim atau kaku). Konsep penguatan kajian dalam bidang Al-Qur’an, Hadits, dan fikih 4 madzhab tersebut juga selaras dengan apa yang dituturkan oleh Anwar Jundi (dalam Maunah, 2009:33), bahwa pendidikan akan lebih bermanfaat apabila bertujuan meningkatkan pengetahuan anak didik dan di dalamnya terdapat tiga tahapan yang harus dipelajari olehnya. Pertama, anak didik diberi pengetahuan tentang prinsip permasalahan secara global; contoh dalam poin ini adalah pengembangan keilmuan santri melalui studi tafsir Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian santri memiliki pandangan yang luas dengan bekal pengetahuan prinsipil terhadap hukum dasar (Al-Qur’an dan Hadits). Kedua, anak didik diberikan perincian masalah-masalah tersebar serta perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya; contoh dalam poin ini adalah santri mempelajari berbagai macam hukum Islam dari 4 madzhab fikih. Ketiga, dijelaskan berbagai hal yang selama ini tertutup baginya; contoh dalam poin ini adalah santri belajar fikih juga melihat secara langsung kepada sumber-sumber kitab tafsir, Hadits, dan menggunakan fikih-Hadits karena belajar fikih biasanya kurang melihat langsung kepada Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukumnya seperti yang telah diungkapkan oleh Van Bruinessen, M. (1999:161) bahwa para santri menjumpai banyak Hadits dalam mengkaji karya-karya fikih selama

13

mengikuti pelajaran, tetapi Hadits-Hadits tersebut sudah diproses, diseleksi, dan dikutip menurut keperluan pengarangnya. Pengembangkan keilmuan melalui Al-Qur’an-Hadits dan praktik dakwah juga menghasilkan alumni yang memiliki kompetensi dalam bidang dakwah. Latihan-latihan dakwah yang dilakukan para santri di masyarakat menghasilkan pengalaman dakwah. Dengan bekal keilmuan dan pengalaman tersebut menghasilkan alumni kader-kader da’i. Berdasarkan output pendidikan di PP. Nurul Haromain yang berupa alumni yang telah mengikuti proses pendidikan pengembangan keilmuan melalui Al-Qur’an dan Hadits, kajian 4 madzhab dan pencetak kader-kader da’i dengan banyak melakukan latihan praktik dakwah, maka dapat diketahui bahwa fungsi pondok pesantren tidak hanya sebagai lembaga tafaqquh fi ad-din (mengkaji dan mendalami ilmu agama) tetapi juga sebagai lembaga „Amar ma‟ruf nahi munkar” yaitu secara partisipatif menjadi lembaga dakwah (KH. Yusuf Hasyim dalam Oepen, M.&Karcher W. 1988:91 dan Depag, 2003:89). Sebagaimana kategori oleh Depag (2003:89), bahwa peranan pondok pesantren sebagai pusat pengembangan dakwah Islamiyah dibagi ke dalam tiga peranan pokok: a. Peranan

Institusi/Kelembagaan;

menyelenggarakan

kegiatan

dimana

pengajian

dan

PP.

Nurul

pendidikan

Haromain

maka

secara

kelembagaan pondok pesantren merupakan institusi yang dapat menyebarkan pengetahuan kepada orang-orang sekitarnya atau masyarakat di wilayahnya. b. Peranan Instrumental; PP. Nurul Haromain memiliki sarana-sarana yang menjadi media dalam upaya aplikasi tujuannya. Diaplikasikan dalam bentuk pendidikan dan pengajaran yang diperlukan untuk mencapai tujuan pondok pesantren. c. Peranan Sumber Daya Manusia; di PP. Nurul Haromain, para santri oleh kiai akan dijadikan tenaga-tenaga profesional yang handal dalam agama (berdakwah). Dengan takhassus pendidikan sebagai pondok pesantren dakwah, sesuai dengan yang dinyatakan oleh Depag RI (2003:85), maka metode dakwah PP. Nurul Haromain lebih menekankan pada metode dakwah bi al-hal (dakwah dengan aksi atau terjun langsung dan pemberian contoh di masyarakat). Meskipun

14

demikian dalam berdakwah pasti juga memakai metode dakwah bi al-lisan (dakwah melalui bahasa agama/seruan). Sedangkan berdasarkan pendapat Azyumardi Azra (dalam Ilaihi&Hefni, 2007:183) dapat disimpulkan bahwa fungsi PP. Nurul Haromain tidak hanya sebagai

transmisi

ilmu

pengetahuan

Islam

(pendidikan

keilmuan)

dan

pemeliharaan tradisi Islam (misalnya acara maulid Nabi dan tahlil), tetapi juga pembinaan calon-calon ulama (dengan latihan-latihan dakwah di masyarakat). Secara umum berdasarkan output pendidikan PP. Nurul Haromain yang telah dikembangkan melalui kajian keilmuan berupa Al-Qur’an-Hadits, 4 madzhab dan praktik dakwah maka sesuai dengan pendapat Hasbullah (1999:2425), tujuan terbentuknya PP. Nurul Haromain dapat dikatakan sebagai berikut: (1) Tujuan umum yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya; (2) Tujuan khusus yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama serta mengamalkannya dalam masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian pustaka, paparan data dan pembahasan dalam penelitian yang penulis lakukan mengenai “Sistem Pendidikan Dakwah Pondok Pesantren Nurul Haromain dan Perkembangannya” dapat dipaparkan temuantemuan pokok sebagai berikut: Pondok Pesantren Nurul Haromain merupakan pondok pesantren yang tergolong kontemporer karena berdiri pada tahun 1987 M dan mulai menyelenggarakan pendidikan pada tahun 1991 M. Sedangkan profil pengasuh yaitu KH. Muhammad Ihya’ Ulumuddin merupakan seorang kiai alumni Pondok Pesantren Langitan, Tuban (tahun 1965-1974 M), YAPI Bondowoso (1974-1976 M) dan At-Tarbiyah As-Sayyid Muhammad Alawy Al-Maliki, Makkah, Arab Saudi (tahun 1976-1980 M). Sedangkan pengalaman pribadi ketika mulai merintis dakwah adalah: (a) mengisi pengajian Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di rumah mertua di Keputran, Kejambon Surabaya; (b) menjadi salah seorang perintis

15

dakwah di kampus-kampus negeri di Surabaya; (c) mengisi pengajian bulanan di rumah H. Maki, Madura; d. menjadi pengasuh PP. Nurul Haromain sejak tahun 1991 M. Sistem pendidikan dakwah PP. Nurul Haromain merupakan suatu keseluruhan dari unsur-unsur pendidikan yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain serta saling mempengaruhi, dalam satu kesatuan. Ada beberapa karakteristik atau ciri khusus dalam unsur-unsur sistem pendidikan dakwah PP. Nurul Haromain yaitu: (a) visi dan misi pendidikan mencetak kader-kader da’i; (b) meskipun menganut faham Sunni Ahlussunah wal Jama‟ah tidak menjadikan pondok pesantren condong atau terikat terhadap kelompok tertentu; (c) santri mendapatkan pelajaran langsung dari kiai dan belajar bersama (mudzakarah) bukan dari ustadz; (d) input pendidikan merupakan santri yang sudah mampu membaca kitab kuning/kitab gundul dengan baik (alumni pesantren); (e) interaksi pelaku pendidikan bersifat shuhbah (berkawan, terbuka, akrab dan saling mendukung); (f) kurikulum pendidikan berupa pengembangan keilmuan melalui ilmu Al-Qur’an-Hadits dan praktik dakwah; (g) sumber belajar menggunakan kitab-kitab tingkat tinggi; h. poses belajar-mengajar terdiri dari pembelajaran di dalam pondok dan di luar pondok; (i) santri bebas biaya pendidikan; (j) tersedia alat-alat pendidikan modern di pondok pesantren. Berdasarkan perkembangan sistem pendidikannya, PP. Nurul Haromain dapat diklasifikasikan menurut variasi bentuk dan pola tertentu yaitu: a. Variasi bentuk: Menurut klasifikasi Depag tahun 2003, PP. Nurul Haromain memiliki kecondongan terhadap tipe A yaitu para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama lingkungan pondok pesantren dengan pengajaran yang berlangsung secara tradisional (sistem wetonan atau sorogan). Berdasarkan klasifikasi oleh Ridlwan Nasir variasi bentuk PP. Nurul Haromain memiliki kecondongan terhadap tipe pondok pesantren Salaf yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) salaf.

16

b. Pola pesantren: Berdasarkan klasifikasi Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) (1982:23), PP. Nurul Haromain memiliki kecondongan terhadap pola II yaitu pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang disediakan untuk para santri yang datang dari daerah lain. Berdasarkan klasifikasi dari Haidar Putra Daulay, PP. Nurul Haromain memiliki kecondongan terhadap pola I yaitu materi pelajaran yang dikemukakan bersumber dari kitabkitab klasik. Metode penyampaian adalah wetonan dan sorogan, tidak memakai sistem klasikal. Meskipun begitu di PP. Nurul Haromain juga menggunakan kitabkitab karangan ulama abad ke-20. Hasil penerapan sistem pendidikan PP. Nurul Haromain berupa: (a) alumni yang memiliki keilmuan tidak hanya bersifat teoritis tetapi praktis, (b) alumni yang memiliki sikap tawasuth (tengah-tengah dan tidak ekstrim atau kaku) dalam menghadapi suatu masalah keagamaan, (c) alumni adalah kader-kader da’i. Saran Dari kesimpulan hasil penelitian tersebut, secara umum dapat disarankan bahwa pondok pesantren hendaknya mengembangkan pendidikannya sesuai dengan potensi dan ciri khas masing-masing sehingga menumbuhkan karakter setiap pondok pesantren. Sedangkan secara teoritik, khususnya bagi peneliti selanjutnya yaitu sebelum meneliti tentang suatu pondok pesantren hendaknya mempunyai bekal pengetahuan yang cukup terhadap pondok pesantren salafiyah sebagai bentuk dasar/awal pondok pesantren sehingga dapat lebih mudah memahami fenomena-fenomena perkembangan pondok pesantren pada zaman sekarang.

DAFTAR RUJUKAN Ahmad, R. dkk. (Ed). 2005. Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri Dengan Metode Daurah Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Azra, A. 2011. Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

17

Daulay, H.P. 2001. Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta : P.T. Tiara Wacana Yogya. Depag RI. 2002. Pedoman Pondok Pesantren: Panduan Teknis Penyelenggaraan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Pada Pondok Pesantren Salafiyah. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. . 2003. Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Depag. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Dhofier, Z. 2011. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES. Fadjar, A.M. 2004. Sintesa Antara Perguruan Tinggi Dengan Pesantren (Upaya Menghadirkan Wacana Pendidikan Alternatif). Malang: UIN Malang. Gazalba, S. (Ed). 1995. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Halim, A., dkk. 2005. Manajemen Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Ihsan, F. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ilaihi, W. & Hefni, H. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana. Kemenag RI. 2011. Pengembangan Kultur Kepesantrenan Dalam Program Sekolah Berbasis Pesantren (SBP). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya. Mansur. 2004. Moralitas Pesantren: Meneguk Kearifan Dari Telaga Kehidupan. Yogyakarta: Safaria Insania Press. Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS. Maunah, B. 2009. Tradisi Intelektual Santri: Dalam Tantangan dan Hambatan Pendidikan Pesantren di Masa Depan. Yogyakarta: TERAS. Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kuaitatif. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.

18

Nafi’, M. dkk. 2007. Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara. Nasir, M.R. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasution. 2011. Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Notosusanto, N. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Yayasan Idayu Press. Nurhayati, A. 2010. Kurikulum Inovatif: Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: TERAS. Oepen, M.&Karcher, W. Dinamika Pesantren: Dampak Pesantren dalam pendidikan dan pengembangan masyarakat. Terjemahan Sonhaji Saleh. 1988. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Padli, M. dan Supriyatno, T. 2007. Sosiologi Pendidikan. Malang: UIN Malang. Prasodjo, S. dkk. 1982. Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren AlFalak dan Delapan Pesantren Lain di Bogor. Jakarta: LP3ES. Qomar, M. 2006. Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi. Jakarta: Erlangga. Rahardjo, D., dkk. (Ed). 1995. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES. Salam, B. 2002. Pengantar Pedagogik: Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Saputro, S. 1993. Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran Umum. Malang: IKIP Malang. Sholeh, A. 2004. Belajar Di Pondok Pesantren. Jakarta: P.T. Balai Pustaka. Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: cv. Alvabeta. Suharto, B. 2011. Dari Pesantren Untuk Umat: Reinventing Eksistensi Pesantren di Era Globalisasi. Surabaya: Imtiyaz. Tirtarahardja, U. dan La Sulo, S.L. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Van Bruinessen, M. 1999. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

19

Wiyono, B.B. 2007. Metode Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Action Research). Malang: FIP UM. Yasmadi. 2002. Modernisasi Pesantren: Kritikan Nurcholis Majid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta: Ciputat Press.

20