31 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Psikologi Perkembangan Orang ...

124 downloads 514 Views 248KB Size Report
perkembangan kognitif dewasa awal usia 20 tahunan sampai pertengahan 30 tahun, kebanyakan orang dewasa akan berubah peran dan tanggung jawab ...
BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1.

Psikologi Perkembangan Orang Dewasa

2.1.1. Psikologi Perkembangan Menurut Zimbardo (2000), psikologi perkembangan adalah ilmu ilmiah yang mempelajari tentang perubahan kemajuan psikologis yang terjadi pada manusia dalam setiap periode hidupnya. Perkembangan manusia adalah proses pertumbuhan dan perubahan seumur hidup manusia yang meliputi fisik, kognitif (intelektual) dan sosio emosional. Menurut Zimbardo (2000), teori psikologi perkembangan membagi periode perkembangan manusia menjadi 8 tahap utama yaitu: 1. Masa sebelum lahir sampai lahir (dalam kandungan) 2. Masa pertumbuhan dan awal masa berjalan (dari lahir sampai18 bulan) 3. Masa kanak-kanak awal (18 bulan sampai 6 tahun) 4. Masa kanak-kanak akhir (6 sampai 12 tahun) 5. Masa remaja (12 sampai sekitar 20 tahun) 6. Masa dewasa awal (20 sampai 45 tahun) 7. Masa dewasa tengah (45 sampai 65 tahun) 8. Masa dewasa akhir (65 tahun sampai meninggal) Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian pada perkembangan masa dewasa awal yaitu dari usia 20 tahun sampai 45 tahun.

31

2.1.2. Karakteristik Individu pada Masa Perkembangan Dewasa Awal Dalam kehidupan manusia selama masa dewasa awal, interaksi terjadi diantara berbagai aspek perkembangan seperti fisik, intelektual, dan sosio emosional sangat jelas terlihat dan menarik perhatian. Berbagai aspek ini terlihat perubahannya seiring dengan berkembangnya kehidupan individu. 2.1.2.1. Perkembangan Fisik Masa Dewasa Awal Dalam perkembangan fisik, masa dewasa awal usia 20-30 tahun merupakan masa puncaknya. Ketangkasan jari tangan dan pergerakan tangan mulai menurun setelah usia pertengahan 30 tahun (Troll dalam Papalia, 1995). Kekuatan, koordinasi, kecerdasan, kecekatan dan ketangkasan tangan, kecepatan merespon, ketajaman pandangan dan indera perasa semuanya berada di puncaknya sebelum usia 30 tahun. Dan mulai menurun sekitar usia 40 tahun saat kecenderungan menuju penurunan jarak pandang jauh yang membuat usia 40 tahunan mengenakan kacamata untuk membantu ketajaman penglihatannya. Pendengaran berkurang dimulai dari usia 25 tahun dan semakin nyata dan jelas setelahnya, khususnya terhadap suara yang melengking (Papalia, 1995). 2.1.2.2. Perkembangan Kognitif (Intelektual) Masa Dewasa Awal Menurut Wikipedia, perkembangan kognitif didefinisikan sebagai perkembangan pemikiran, pemecahan masalah, membuat keputusan, konsep pengertian, proses informasi, perkembangan bahasa, ingatan dan inteligensi dari masa kecil ke pubertas sampai masa dewasa. Piaget (dalam Papalia, 1995) menyatakan bahwa perkembangan kognitif dari bayi sampai pubertas menghasilkan kombinasi kematangan dan pengalaman. Dalam masa dewasa awal, pengalaman memainkan peranan penting dalam fungsi intelektual. 32

Pengalaman orang dewasa menjadikan mereka untuk mengevaluasi ulang kriteria mereka dalam menentukan apa yang benar dan adil. Pengalaman pula yang memiliki peranan penting seorang dewasa dalam memecahkan masalahnya. Karena pengalaman setiap orang dewasa berbeda-beda, maka efek yang ditimbulkan ke perkembangan kognitifnya pun berbeda. Namun, dalam segi psikologis secara umumnya, dalam masa perkembangan kognitif dewasa awal usia 20 tahunan sampai pertengahan 30 tahun, kebanyakan orang dewasa akan berubah peran dan tanggung jawab menuju kematangan, belajar berbisnis, memilih pekerjaan atau memiliki tujuan karir, mengejar pendidikan yang lebih tinggi, dan menikah. Serta memperoleh atau membangun kemampuan, hobi atau minat baru. Sementara di usia 40 tahunan, orang dewasa cenderung untuk lebih mantap dan pasti dalam kehidupannya, membuat komitmen yang lebih dalam dalam pekerjaan dan keluarganya, menyusun waktu untuk mencapai tujuan hidup lain yang lebih spesifik (Havighurst dalam Wrightsman, 1994). 2.1.2.3. Perkembangan Sosio Emosional Masa Dewasa Awal Dalam perkembangan sosio emosional, seorang dewasa akan mengalami perubahan hubungan dewasa dengan orang tuanya, membangun hubungan yang dekat dan aman dengan sekitarnya, bekerja sama dengan sekitarnya, memiliki kemampuan untuk berhubungan lebih baik dengan orang lain, mengekspresikan dan mengatur emosi, kemampuan untuk menghadapi kehidupan dengan sikap serius, serta kemampuan dan kesediaan untuk mengatasi kesulitan. Beberapa pemaparan aspek penting dalam perkembangan masa dewasa awal diatas secara tidak langsung mempengaruhi orang dewasa dalam hal pembelajaran. Dalam subbab selanjutnya, penulis akan membahas mengenai konsep pembelajaran orang dewasa. 33

2.2. Konsep Pembelajaran 2.2.1. Konsep Pembelajaran Orang Dewasa Salah satu aspek penting dalam pendidikan yang perlu mendapat perhatian adalah konsep pembelajaran orang dewasa. Teori untuk mengajar orang dewasa disebut andragogi. Andragogi berasal dari bahasa Yunani. Aner artinya orang dewasa dan agogus artinya memimpin. Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar dan belajar orang dewasa, kebalikan dari pedagogi yang diartikan sebagai seni mengajar anak kecil. Andragogi muncul pertama kali pada tahun 1833 di penulisan buku dari seorang guru dari Jerman bernama Alexander Kapp. Beliau mengulas teori pendidikan Plato dan membedakan andragogy (andr- berarti man-dewasa) dengan pedagogy (paid- berarti child- anak-anak) dan agogos berarti petunjuk. Semenjak itu konsep andragogi digunakan secara tidak teratur, lalu kemudian baru dipopulerkan lagi oleh Malcolm S.Knowles pada tahun 1979 di Amerika Serikat. Dan Knowles juga ditunjuk sebagai “Ayah Pembelajaran Orang Dewasa”. Dalam bukunya The Modern Practice of Adult Education (1980), Knowles menegaskan andragogi sebagai “seni pembelajaran orang dewasa”. Asumsi-asumsi Knowles mengenai orang dewasa adalah sebagai berikut : 1. Konsep diri : ketika seseorang matang, konsep dirinya pindah dari seseorang yang bergantung pada yang lain menjadi seseorang yang bisa mengarahkan dirinya sendiri. 2. Pengalaman : seseorang yang matang sudah mengumpulkan dan memiliki banyak pengalaman untuk belajar.

34

Dalam situasi belajar, seorang dewasa diharapkan bisa menggunakan pengalaman terdahulu untuk membantu orang dewasa belajar. Oleh karena itu, pelajar dewasa menggunakan sekaligus pengalaman lama dan pengalaman barunya untuk menganalisa pembelajaran. 3. Kesiapan belajar : mereka siap untuk belajar saat melihat adanya peran atau tugas baru. 4. Orientasi belajar : orang dewasa belajar untuk memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan baru secepatnya. 5. Motivasi belajar : saat seseorang dewasa, motivasi untuk belajar bisa saja datang dari luar (seperti kenaikan pangkat, gaji tinggi, dan sebagainya), tetapi motivasi pendorong dari dalamlah yang lebih berpengaruh (seperti kualitas kehidupan, penghargaan dan sebagainya) (baru ditambahkan Knowles pada tahun 1984). Orang dewasa adalah orang yang sudah matang baik secara fisik maupun psikologis. Kematangan psikologis orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa atau dimanipulasi oleh orang lain. Dengan demikian apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya untuk menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang, termasuk dalam hal belajar. Secara jelas Knowles (1980) menyatakan apabila pelajar sudah berusia 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya menjadi suatu kelayakan. Karena upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. 35

Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan ketrampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Sebaliknya, dalam pembelajaran orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dialaminya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam suatu pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar. Walaupun orang dewasa tidak secepat kanak-kanak dan remaja dalam hal menyerap informasi, namun mereka dapat menukarnya dengan segudang pengalaman yang dapat mendukung proses pembelajaran. Dewasa adalah seorang yang mempunyai pengalaman dan kaya akan informasi. Kebanyakan orang dewasa sudah mendapat pendidikan lewat pengalaman-pengalaman selama hidupnya. Menurut Knowles (1980), bagi orang dewasa, proses belajar merupakan process of becoming a person, bukan process of being shaped, karena identitas diri seorang dewasa sudah terbentuk dari pengalaman masa lalu mereka. Pengalaman orang dewasa merupakan sumber belajar yang penting. Pembelajaran mereka akan lebih berkesan melalui teknik yang berasaskan pengalaman seperti perbincangan dan penyelesaian masalah. Orang dewasa menghubungkan pengetahuan dan informasi baru mereka dengan pengalaman-pengalaman mereka terdahulu. Oleh karena itu, orang dewasa sangatlah menghargai pengalamannya dan jika mereka tidak bisa menggunakan pengalaman-pengalaman mereka tersebut atau pengalaman mereka ditolak, maka bisa disamakan bahwa mereka ditolak secara individu. 36

Mereka juga lebih kritis dalam menerima informasi baru, khususnya jika informasi tersebut terlihat bertentangan dengan apa yang mereka percayai sebelumnya. Kebanyakan pelajar dewasa mengalami keragu-raguan dan cemas mengenai usia dan performa mereka. Mereka ini biasanya merasa kurang percaya diri, merasa bahwa pengetahuannya kurang mencukupi dan ragu untuk berbicara di kelas. Mereka takut berbuat kesalahan atau terlihat konyol atau gagal di depan yang lain. Mereka juga merasakan kewajiban untuk memberikan kepuasan bagi instruktur mereka daripada pelajar yang lebih muda. Mereka cenderung rendah hati terhadap kemampuan dan pengalaman mereka. Dan mereka akan merasa tidak sabar jika mereka merasa bahwa materi pembelajaran mereka tidak berguna bagi mereka. Aslanian dan Brickell (1980) menyatakan bahwa 83% dari pelajar dewasa mendeskripsikan bahwa “beberapa perubahan masa lalu, masa sekarang dan masa depan dalam kehidupan mereka menjadi alasan untuk belajar”. Mereka menghadapi perubahan yang di dalamnya mewajibkan mereka untuk belajar untuk membuat perubahan tersebut sukses. Alasan orang dewasa untuk belajar bermacam-macam, yaitu perubahan karir, pendapatan yang lebih baik, pencapaian aktualisasi diri, kebutuhan dengan rekan bisnis dan teman, penghargaan untuk diri sendiri, memuaskan pikiran akan suatu hal atau bahkan untuk suatu alasan yang sederhana, sebuah gelar. Bahkan ada orang dewasa yang memang menyukai belajar dan ingin melakukannya sepanjang hidup mereka (Papalia, 1995). Dalam penelitian, mayoritas orang dewasa (sebanyak 56%) mengatakan alasan mereka untuk belajar adalah demi perubahan karir yang lebih baik. Mayoritas orang dewasa yang belajar adalah wanita sebanyak 58% (Aslanian dan Brickell, 1980).

37

Sudah jelas bahwa orang dewasa belajar karena mereka ingin memperoleh dan menggunakan pengetahuan. Orang dewasa memiliki kesadaran penuh dalam mempelajari sesuatu yang baru. Biasanya mereka mau mempelajari hal tersebut dikarenakan mereka ingin mendapatkan pengetahuan ataupun skill dari hal yang mereka pelajari itu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik atau memperbaiki kehidupan mereka di masa depan. Dari hal itu pula, oleh karena itu orang dewasa siap untuk belajar. Orang dewasa adalah pelajar yang bisa mengatur dirinya sendiri dan secara umum mampu untuk memonitor kemajuan diri mereka sendiri dalam hal belajar. Saat si pelajar semakin bertambah usianya, waktu semakin terbatas dan berharga (Draves, 1984) Mereka sangat menghargai waktu karena mengingat semakin bertambahnya usia mereka dan kesadaran bahwa mereka tidak dapat mengembalikan waktu yang hilang. Dalam teori andragoginya, Knowles juga menyebutkan bahwa anak kecil lebih memiliki orientasi belajar dengan memusatkan pada subjeknya, sementara orang dewasa lebih mengarah pada belajar untuk menyelesaikan masalah. Dan apa yang dipelajari dan situasi belajar seperti apa, harus berdasarkan pada keinginan dan kebutuhan orang dewasa tersebut. Perlu juga dipahami apa pendorong bagi orang dewasa yang belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang ingin dipelajarinya, apa yang diharapkannya, bagaimana seorang dewasa dapat belajar dengan paling maksimal dan sebagainya. Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana belajar yang baik, orang dewasa dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa harus memiliki perasaan bahwa dalam suatu situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh 38

berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, dicemooh, dan sebagainya).

Dengan menanamkan sikap seperti ini, maka halangan psikologis kurang percaya diri yang ada di kebanyakan orang dewasa belajar akan hilang, dan bisa mempercepat kemajuan pembelajaran mereka. Menurut Lunandi dalam bukunya Pendidikan Orang Dewasa (1993), kemampuan orang dewasa belajar dapat diperkirakan sebagai berikut : (a) 1% melalui indera perasa, (b) 1,5% melalui indera perasa, (c) 3,5% melalui indera penciuman, (d) 11% melalui indera pendengaran, dan (e) 83% melalui indera penglihatan. Selain itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat melihat sekaligus mendengarkan. 2.2.2. Perbandingan Pembelajaran antara Anak Usia Sekolah dengan Orang Dewasa Belajar bahasa adalah proses seumur hidup, dimulai dari bulan pertama dalam hidup dan terus berlanjut sampai dewasa. Dalam masa kanak-kanak awal, kemajuan seseorang paling banyak adalah dalam hal mempelajari bahasa. Dalam usia 6 tahun, seorang anak sudah menguasai pengucapan dasar dan dasar tata bahasa. Juga menguasai lebih dari 10.000 kata kosakata dasar (90%) dalam bahasa asli mereka (Corsini, 1994). Anak sebelum usia sekolah memperoleh sebagian besar bahasa pertamanya secara informal dari orang-orang sekitarnya, televisi, ataupun di lingkungan. Mereka belajar bahasa tanpa suatu kesadaran dan tanpa suatu usaha. Banyak teori yang mengatakan bahwa dalam mempelajari bahasa asing, anak kecil lebih sukses jika dibandingkan dengan orang dewasa. Salah satu teori yang

39

terkenal adalah dari seorang ahli bahasa bernama Eric Lenneberg dalam bukunya Biological Foundation of Language (1967) yang menyatakan bahwa masa kritis dalam mempelajari suatu bahasa berakhir di sekitar umur 12 tahun atau masa pubertas.

Beliau menyatakan bahwa bila tidak mempelajari sebuah bahasa asing sebelum umur tersebut, maka perolehan bahasa akan mengalami kesulitan. Karena menurutnya, otak anak umur di bawah 12 tahun masih dalam masa perkembangan sehingga akan lebih mudah untuk mempelajari suatu bahasa. Secara logika, dalam ilmu syaraf, fungsi otak dari anak usia sebelum pubertas lebih ‘plastis’ dalam arti masih berkembang. Dan setelah usia pubertas lewat, maka otak secara bertahap akan kehilangan ‘plastisitas’nya dan kematangan akan menghentikan masa kritis perolehan bahasa asing. Pada saat ini, struktur otak yang biasanya digunakan untuk belajar dan memroses bahasa akan kehilangan fungsinya dan digantikan oleh fungsi lainnya. Pendukung utama teori masa kritis adalah seorang ahli bahasa yang terkenal yaitu Noam Chomsky. Chomsky (dalam Crain, 2000) menyatakan bahwa otak manusia memiliki language acquisition device (LAD : alat untuk memperoleh bahasa), yaitu sebuah mekanisme atau proses yang menyebabkan anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Menurut teori ini, semua anak terlahir dengan universal grammar (tata bahasa umum) yang mana membuat mereka bersifat menerima terhadap seluruh bahasa. Oleh karena latar belakang ini, maka anak kecil dengan mudah menyerap sebuah bahasa saat mereka terekpos oleh bahasa tersebut. Teori ini juga didukung dengan studi yang dilakukan oleh Johnson dan Newport (1989) yang membahas mengenai maturational state hypothesis (hipotesis tingkatan 40

kematangan) yang menyatakan bahwa saat masa awal kehidupan (dari bayi sampai pubertas) manusia memiliki kemampuan terbaik untuk memperoleh bahasa. Kemampuan ini menghilang seiring dengan meningkatnya kematangan.

Mereka juga menyatakan bahwa pelajar yang terekspos bahasa asing di masa dewasa menunjukkan performa yang lebih rendah daripada mereka yang terekspos di masa kecil awal. David Singleton (1995) menyatakan bahwa dalam mempelajari bahasa asing, ‘semakin muda = lebih baik’. Tetapi beliau juga mengatakan banyak pengecualian, menambahkan bahwa 5% dari pelajar bahasa asing dewasa menguasai bahasa asing dengan fasih walaupun mereka mulai mempelajarinya saat mereka sudah dewasa, jauh sesudah masa kritis berlalu. Banyak penelitian yang juga menunjukkan bahwa teori masa kritis ini tidaklah sepenuhnya benar. Penelitian oleh seorang profesor dari Harvard, Chaterine E.Snow (2002) menunjukkan bahwa dalam mempelajari bahasa asing, walaupun anak kecil memiliki keuntungan dapat mencapai pelafalan native speaker, namun sesungguhnya orang dewasa lebih cepat dalam mempelajari bahasa. Dan dalam mempelajari bahasa asing, antara orang dewasa dan anak kecil memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Tabel berikut di bawah ini merupakan perbandingan pembelajaran antara anak kecil dengan orang dewasa. Anak Kecil a. Pembelajarannya berpusat pada subjek

Orang Dewasa a. Pembelajarannya berpusat pada

41

pelajaran, bersifat kompetitif dan formal.

masalah, bersifat respektif dan informal.

b. Pelajarannya bersifat transmisi, guru

b. Pelajarannya bersifat diskusi dan

berkata, murid mendengarkan.

pembicaraan masalah dengan teknik pengalaman.

c. Bergantung pada orang dewasa untuk

c. Bergantung pada diri sendiri untuk

mengatur hidupnya dan memutuskan apa

mengatur hidupnya, menentukan sendiri

yang mereka mereka pelajari dan

apa yang ingin mereka pelajari dan kuasai.

menganggapnya penting karena diberitahu

Mengetahui apa saja yang mereka

bahwa itu penting dan akan

butuhkan untuk menunjang kehidupannya

menguntungkan mereka di masa depan.

di masa depan.

d. Belum memiliki pengalaman hidup, oleh d. Memiliki banyak pengalaman hidup, karena itu mereka cenderung terbuka

menggunakan pengalaman baru dan lama

terhadap informasi baru dan siap untuk

sekaligus untuk menyerap informasi.

menerimanya. Tanpa ragu mereka akan

Walaupun mereka cenderung lebih lama

belajar apa disuruhkan oleh orang tuanya

dalam menyerap informasi baru yang

dan menyerap informasi walaupun tanpa

diberikan, namun seorang dewasa benar-

secara detil.

benar menyerap dengan detail seluruh informasi yang diberikan.

e. Sistem kognitif anak-anak yang belum

e. Sistem kognitif orang dewasa sudah

berkembang sempurna, belum memiliki

berkembang sempurna sehingga mereka

kemampuan untuk membuat teknik dan

bisa membuat teknik dan strategi

strategi untuk kemajuan belajar mereka.

bagaimana cara terbaik mereka untuk mendapat hasil yang baik dalam belajar.

42

f. Anak kecil belajar karena disuruh oleh

f. Orang dewasa berharap bahwa hasil

orang tuanya dan belum memikirkan hasil

pembelajarannya itu dapat digunakan

pembelajarannya akan digunakan untuk

sesegera mungkin dalam waktu dekat.

apa. g. Anak-anak lebih mampu untuk

g. Dalam hal menguasai tata bahasa,

memahami kata dan mendengar perbedaan

mereka lebih maju dibandingkan dengan

kecil dalam bunyi yang seringkali

anak kecil, karena kemampuan sistem

dilewatkan oleh orang dewasa yang mana

kognitif mereka sudah berkembang matang

menyebabkan pemahaman lebih sulit. Dan

dan dapat memroses bahasa dalam level

mereka lebih bersedia untuk

lebih tinggi (pemahaman hubungan

bereksperimen dengan suara atau

kalimat dan kosakata serta struktur bahasa)

rangkaian bunyi-bunyi asing.

dan kemampuan untuk menerjemahkan.

h. Anak kecil belajar tanpa kesadaran dan

h. Orang dewasa belajar dengan kesadaran

mereka dapat menggunakan sebagian besar penuh dan motivasi. Motivasi sangat waktu mereka untuk belajar. Mereka tidak

mendukung orang dewasa dalam belajar

butuh motivasi untuk mempelajari bahasa

dan membantu mereka untuk maju

asing, dimana kesuksesan pembelajaran

(perasaan akan keberhasilan, penghargaan

orang dewasa sebagian juga tergantung

terhadap diri sendiri, kehidupan yang

dari motivasi mereka untuk

lebih baik dan sebagainya).

mempelajarinya. i. Anak kecil lebih sulit untuk beradaptasi

i. Orang dewasa lebih mudah beradaptasi

dengan kelas baru dan metode pengajaran

dengan metode pembelajaran dan suasana

yang asing dan baru.

kelas yang baru dan asing.

43

j. Anak kecil belajar tanpa paksaan dan

j. Orang dewasa belajar dengan sungguh-

kesungguhan. Konsentrasi anak kecil

sungguh dan berkonsentrasi dalam

sering terpecah, karena anak kecil di dalam mempelajari suatu hal baru untuk tujuan kelas lebih tertarik melihat teman

yang jelas dan berguna bagi keperluan

sekelasnya melakukan apa daripada

hidup mereka. Mereka akan mengeluarkan

memperhatikan apa yang diucapkan oleh

kemampuan terbaiknya jika melihat

guru.

adanya keuntungan dari hasil belajarnya dapat membuat hidupnya lebih baik.

k. Anak-anak dapat berbicara dengan

k. Orang dewasa lebih condong untuk

lantang dalam bahasa asing, mereka dapat

merasa tidak percaya diri dan malu dalam

bertanya kapanpun dan dimanapun tanpa

berbicara bahasa asing, mereka takut akan

harus khawatir akan membuat kesalahan.

membuat kesalahan dan terlihat konyol di

Walaupun mereka salah berbicara, mereka

hadapan orang lain.

tidak merasakan malu atau apapun. l. Anak dalam usia masa kritis yang

l. Walaupun orang dewasa menghasilkan

mempelajari bahasa asing mendapatkan

pelafalan dengan aksen bahasa ibunya,

satu keuntungan yang pasti yaitu pelafalan

tetapi secara keseluruhan mereka dapat

bahasa asing yang fasih seperti native

menguasai bahasa asing dengan fasih.

speaker. Penelitian oleh Oyama (1976) menyatakan bahwa semakin muda seseorang belajar bahasa asing, maka mereka akan semakin mendekati kefasihan pelafalan seperti seorang native speaker.

44

Chaterine E.Snow juga memberikan bukti-bukti yang menentang teori masa kritis. Dalam penelitiannya yang membandingkan antara anak kecil dan orang dewasa belajar bahasa asing, membuktikan bahwa pelajar di atas usia masa kritis (pubertas atau 12 tahun) memiliki performa yang lebih baik daripada anak kecil di bawah kondisi terkontrol, kecuali dalam hal pelafalan. Dalam bukti-bukti tersebut jelas memperlihatkan bahwa tidak ada masa kritis untuk mempelajari bahasa asing. Bahwa tidak ada penetapan dalam batas kapan seharusnya seseorang mempelajari bahasa asing. Tetapi, memang ada banyak sekali perbedaan antara pelajar dewasa dan pelajar anak dalam mempelajari suatu hal yang baru seperti kimia, musik, matematika, dan sebagainya termasuk bahasa. Dalam hal belajar, orang dewasa memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Dan semua keuntungan dan kerugian itu memiliki variasi dalam berbagai usia pula. Robertson (2002) mengamati bahwa dalam memperoleh kesuksesan dalam mempelajari bahasa asing tidak hanya dilihat dari faktor usia saja, bahwa banyak faktor utama lain yang mempengaruhi perolehan bahasa asing tersebut seperti motivasi diri, kecemasan, kemampuan pemahaman dan pengekspresian, pengaturan dan komitmen waktu dan sebagainya. Beberapa keahlian menguasai bahasa asing memang lebih baik jika diperoleh saat usia muda, namun beberapa juga lebih baik diperoleh di saat usia dewasa. Anak usia sekolah lebih unggul dari pelajar dewasa dalam pemahaman pendengaran dan kemampuan berkomunikasi (kefasihan berbicara dan aksen, yang mana bisa diperoleh dari pendidikan informal), dimana keuntungan pelajar dewasa adalah pemahaman membaca dan kemampuan akademik bahasa (kemampuan menerjemahkan dan

45

kemampuan lain yang dapat diperoleh dari pendidikan formal) (Cummins, dalam Taylor 1990). Jika seorang anak belajar bahasa asing dalam masa usia 6-12 tahun, biasanya mereka berbicara dengan kefasihan tanpa disertai aksen bahasa ibunya. Tetapi bila pembelajaran ditunda sampai setelah usia 12 tahun, maka aksen bahasa asli akan jelas terlihat (Birdsong dalam Smith, 2005). Penelitian beliau mengindikasikan bahwa masa kritis memang ada di sekitar usia 6-12 tahun. Ini disebabkan karena seiring dengan bertambahnya usia, kita kehilangan kapasitas untuk mengadaptasi otak kita dari pelafalan bahasa asli ke pelafalan bahasa asing yang baru (seperti konsonan dan vokal). Teori ini didukung oleh Kennedy (dalam Smith, 2005) yang menyatakan jika sistim pelafalan sudah terpaku mati dalam otak kita, maka bahasa asli kita akan menolak segala jenis perubahan ataupun penambahan yang mencakup segala bunyi baru atau pelafalan baru dari bahasa asing. Ditambah dengan faktor fisik seperti otot bicara. Saat usia muda, otot yang mengontrol logat bicara kita masih lunak dan bisa dilatih dan bisa mencapai pelafalan seperti native. Dan selanjutnya dengan bertambahnya usia, maka otot-otot pun semakin melemah dan kaku. Inilah sebabnya mengapa dalam usia masa kritis, anak-anak lebih mudah mencapai pelafalan bahasa asing seperti native tetapi tidak dengan orang dewasa. Penelitian oleh Coppetier dan Scovel (1981) menyatakan bahwa bahkan pelajar bahasa asing dewasa yang sudah di tingkat kemahiran tinggi tidak berperfoma secara sempurna dalam pelafalan. Oyama (1976) menyatakan pelajar bahasa asing dewasa hampir selalu memiliki aksen bahasa ibu mereka dalam pengucapan bahasa asing yang mereka pelajari, aksen mereka hampir selalu dapat dikenali bahkan termasuk mereka 46

yang berbicara dengan tata bahasa yang sempurna. Berbeda dengan anak kecil di bawah usia pubertas yang mempelajari bahasa asing, mereka hampir tidak memiliki aksen dalam pelafalan bahasa asing yang mereka peroleh. Ini menjelaskan pengalaman melihat anak kecil berbicara bahasa asing dengan natural dan melihat orang dewasa berbicara bahasa asing dengan aksen yang tidak natural. Namun bagi anak kecil yang ingin memperoleh pelafalan seperti native harus diekspos secara cukup untuk memperoleh pelafalan yang alami. Orang dewasa memiliki kemajuan yang lebih cepat dalam masa pembelajaran bahasa asing di tahap awal, tetapi bagi mereka yang menerima ekspos bahasa asing secara alami selama masa kecilnya, secara hebat dapat meraih level yang lebih tinggi dalam pelafalannya (Krashen, Long, dan Scarcella, 1979). Singleton (1995) menyatakan bahwa tidak ada masa kritis untuk belajar kosakata bahasa asing bagi orang dewasa. Perbedaan gaya belajar orang dewasa yang belajar secara analisis dan anak kecil yang belajar secara natural adalah hal yang membedakan pembelajaran bahasa dan perolehan bahasa mereka. 2.2.3. Faktor Halangan dalam Proses Belajar Orang Dewasa Menurut Verner dan Davidson dalam Lunandi (1993) ada 6 faktor utama yang secara fisik dan psikologis dapat menghambat orang dewasa dalam belajar: 1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai bergerak menjauh. Pada usia 20 tahun, seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia 40 tahun, titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm. 2. Begitu pula dengan titik jauh penglihatan. Seiring dengan bertambahnya usia, titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. 47

Sekitar usia 40 tahunan, kesulitan untuk membaca huruf kecil adalah umum. Karena disebabkan oleh penambahan ukuran lensa yang ditambah dengan otot mata yang melemah yang mengakibatkan mata untuk sulit memfokuskan objek (Berk, 2003).

3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 watt cahaya, maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 watt cahaya dan pada usia 70 tahun seterang 300 watt baru cukup untuk dapat melihat secara jelas. 4. Pendengaran atau kemampuan menerima suara berkurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11% dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51% dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran. 5. Kemampuan untuk membedakan bunyi juga semakin mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan demikian bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya dan bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d. 6. Makin bertambah usia, lebih sulit untuk membedakan warna-warna lembut, hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang 48

kontras untuk alat-alat peraga. Selain halangan-halangan di atas, orang dewasa belajar juga memiliki halanganhalangan lain, yaitu orang dewasa yang mempelajari suatu hal cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyerap informasi-informasi baru di dalam otaknya. Mereka tidak sebaik anak muda dalam mengingat kembali hal yang sudah dipelajari. Kecepatan bekerja otak menurun seiring bertambahnya usia. Juga adanya penurunan kecepatan di pergerakan dan waktu bereaksi. Menurunnya proses kecepatan otak menyulitkan orang dewasa yang berusia 40 tahunan untuk membagi perhatian dan konsentrasi mereka dalam belajar. Juga lebih menyulitkan dalam hal mengubah dari tugas yang satu langsung ke tugas yang lain (Berk, 2003). Jika dibandingkan dengan anak muda, dalam mempelajari sesuatu orang dewasa akan mengalami krisis percaya diri. Kecemasan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah seseorang dapat sukses dalam hal belajarnya atau tidak. Orang dewasa biasanya akan lebih takut akan kegagalan dan terlihat atau terdengar konyol di hadapan orang lain (Twyford dalam Smith, 2005). Ini bisa menghalangi kemajuan seseorang dalam belajar. Kurangnya percaya diri seperti ini lebih menghalangi orang dewasa dalam belajar daripada penurunan fisik itu sendiri. Selain perubahan fisik berpengaruh dalam kemampuan belajar, faktor usia pun bisa menyebabkan fungsi otak juga menurun seperti kapasitas ingatan, kecepatan menghitung, kecepatan mengingat kembali dan sebagainya. Selain itu juga, hambatan seperti gangguan sirkulasi darah, depresi, stress ataupun penyakit kronis bisa menjadi halangan bagi seorang dewasa untuk belajar (Merriam, 2001). Edward L.Thorndike (1927) melaporkan bahwa kemampuan untuk belajar menurun perlahan sebanyak 1% setiap tahunnya setelah usia 25 tahun. Bagi sebagian 49

orang dewasa, mempelajari suatu bahasa asing yang baru merupakan pekerjaan yang sulit. Setiap tahunnya, jutaan pelajar SMU dan mahasiswa yang mempelajari bahasa asing, hanya sedikit dari mereka yang benar-benar fasih. Orang dewasa dapat menggunakan kemampuan intelektualnya yang sudah matang untuk menggantikan kemampuan memori mereka yang menurun dan kontrol motor mereka (Steinburg dalam Taylor, 1990). Dan juga walaupun orang dewasa tidak secepat anak muda dalam hal belajar, namun mereka bisa menambal kekurangan ini dengan kayanya pengalaman mereka yang terkadang bisa membantu mereka dalam menganalisis permasalahan. Walaupun orang dewasa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk belajar, namun mereka mempelajari hal tersebut di level yang lebih dalam dan relevan dengan hal lainnya. Penelitian menunjukkan dengan bertambahnya usia jika orang dewasa menjaga kesehatannya dan tetap aktif secara mental, maka kemampuan intelektual dan kemampuan belajarnya tidak akan menurun (Ostwald dan Williams, 1981) 2.3. Bahasa Mandarin Bahasa Mandarin merupakan bahasa utama bagi suku Han, yang juga merupakan bahasa nasional Negara China. Bahasa Mandarin atau Putonghua adalah Standar Bahasa Mandarin yang dipakai sekarang ini, sesuai dengan dialek dari bagian utara. 2.3.1. Huruf Han Menurut Wikipedia, tulisan huruf Mandarin berasal dari China sekitar 3500 tahun yang lalu. Memiliki sekitar 5000 karakter umum yang digunakan untuk mewakili sebuah morfem. Tidak seperti huruf abjad, huruf Mandarin tersusun dari karakter. Kombinasi dari berbagai karakter menghasilkan huruf Han.

50

Kebanyakan dari huruf Han tersusun dari satu atau dua karakter, sebagian besar dari karakter tersusun dari satu atau dua radikal akar. Sekitar 90% dari karakter huruf Mandarin disusun dan dikembangkan menurut prinsip 形声 (xíng shēng), yaitu prinsip yang memiliki unsur simbol dan unsur nada yang tergabung menjadi satu membentuk satu huruf baru. Cara dari prinsip ini adalah menggunakan satu bentuk radikal yang memiliki arti dan satu karakter lagi yang dibaca sama sesuai radikalnya. Pengertian dan pemakaian prinsip ini sangat leluasa digunakan. 2.3.2. Keistimewaan Karakteristik Bahasa Mandarin Dibandingkan dengan Bahasa Asing Lain Bahasa Mandarin merupakan salah satu dari bahasa asing yang sulit dipelajari bersamaan dengan bahasa Jepang, bahasa Korea dan bahasa Arab. Tidak semua bahasa asing sulit untuk dipelajari, tergantung bahasa ibu si pelajar tersebut. Seorang Indonesia akan lebih mudah mempelajari bahasa Inggris yang menggunakan bahasa alfabet yang sama dibandingkan jika mempelajari bahasa Mandarin yang menggunakan bahasa simbol. Seorang Amerika akan lebih mudah mempelajari bahasa Spanyol jika dibandingkan dengan seorang Jepang. Dengan banyaknya karakteristik dan keistimewaan tersendiri yang terdapat dalam bahasa Mandarin menjadikan bahasa ini merupakan bahasa yang sulit bagi orangorang yang ingin mempelajarinya. Beberapa karakteristik bahasa Mandarin yang istimewa sekaligus merupakan aspek kesulitan dalam mempelajarinya adalah sebagai berikut : 1.

Huruf Han yang merupakan tulisan bahasa Mandarin menggunakan huruf simbol. Sistem tulisan bahasa Mandarin menggunakan karakter dan setiap

51

karakter mewakili morfem atau suku kata. Total karakter huruf Han yang ada sebanyak 47035 kata dalam kamus Kangxi (Wikipedia). Karakter umum yang biasa digunakan sekitar 1400-2500 huruf. 2.

Penulisan huruf Han memiliki aturan dalam menulis setiap susunan guratan. Guratan yang ditulis harus berdasarkan urutan-urutan tertentu dan jika salah atau kurang guratan maka arti dari huruf tersebut pun akan berbeda atau salah.

3.

Bahasa Mandarin memiliki 4 intonasi nada. Setiap huruf dengan nada yang berbeda memiliki arti yang berbeda. Dan ada banyak suku kata dengan bunyi dan pelafalan yang sama namun dengan arti yang berbeda. Contoh 跟 (gēn) yang mempunyai arti mengikuti dengan 根 (gēn) yang mempunyai arti akar tumbuhan. Total tulisan pinyin (ejaan) dengan arti yang ada sebanyak 1382 pinyin (ejaan).

4.

Dalam mempelajari bahasa Mandarin, kita harus membiasakan lidah untuk membedakan huruf konsonan dengan jelas seperti j, q, zh, ch, sh, z, s, c, x, dan sebagainya. Untuk menguasai hal ini, harus banyak berlatih dengan mengucapkannya dengan berulang-ulang.

5.

Jika sudah mempelajari cukup kosakata yang umum, secara perlahan sudah bisa membaca sebuah paragraf atau kalimat. Tetapi bentuk penulisan kalimat dalam bahasa Mandarin merupakan kalimat yang mengalir dengan karakter tanpa menggunakan spasi untuk membagi-bagi kalimat tersebut kedalam kata atau frase. Untuk bisa membaca dengan lancar, si pembaca harus bisa dengan cepat mengenali yang mana kata ganti kata benda, kata depan, kata bilangan, kata singkatan dan sebagainya. Dan banyak huruf Mandarin dalam kalimat yang

52

disingkat seperti 已经(yǐ jīng) menjadi 已 (yǐ). 6.

Untuk melihat suatu huruf dalam kamus, membutuhkan waktu dan kecepatan mencari. Karena mencari huruf Mandarin di dalam kamus, pertama harus menemukan radikal akar dari karakter tersebut, kemudian baru mencarinya dengan huruf pinyin (ejaan). Hal itu membutuhkan waktu dibandingkan dengan mencari arti kata dalam bahasa alfabet.

7.

Keistimewaan dari grammar bahasa Mandarin adalah peraturannya tidak terlalu ketat. Tidak ada perubahan dalam kata benda dan tidak menggunakan perbedaan bahasa bagi wanita dan pria. Bahasa Mandarin sangat bergantung pada ketepatan pengaturan huruf dan kegunaan kata itu sendiri, tepatnya pada penggunaan partikel yang mengindikasikan sebuah tindakan atau kejadian yang sudah terjadi (了 le), yang sedang terjadi (着 zhē) ataupun yang sudah dialami (过 guò).

8.

Seperti yang kita ketahui, otak kita terbagi menjadi 2 bagian yaitu otak sebelah kiri (left hemisphere) dan otak sebelah kanan (right hemisphere). Seperti yang diketahui, kemampuan untuk berbahasa berada di otak sebelah kiri. Di 95% orang bertangan kanan, bagian kiri otaknya dominan untuk bahasa. Bahkan di 60-70% orang bertangan kidal, otak kirinya juga dominan untuk bahasa. Setiap bagian dari otak terbagi untuk beberapa fungsi, seperti di otak kanan yang lebih berfungsi untuk spatial abilities (kemampuan yang berhubungan dengan ruang atau tempat), pengenalan wajah, imaginasi visual, dan musik. Sementara otak kiri lebih mempunyai fungsi yaitu untuk bahasa, matematika dan logika. Mempelajari bahasa Mandarin tidak sama seperti mempelajari bahasa Inggris.

53

Bahasa Mandarin merupakan bahasa simbol dan juga bahasa ucapan. Peneliti Dr. Sophie Scott dari Wellcome Trust dari Inggris, menemukan bahwa orang yang mempelajari bahasa Mandarin menggunakan kedua bagian otaknya untuk memahami bahasa tersebut. Dibandingkan dengan bahasa Inggris sebagai bahasa alfabet yang hanya menggunakan satu sisi dari otaknya yaitu sebelah kiri yang memang berfungsi untuk memroses bahasa. Perbedaan intonasi nada dalam bahasa Mandarin dipercaya oleh para peneliti menjadi alasan mengapa orang yang

belajar

Mandarin

menggunakan

kedua

bagian

otaknya

untuk

memahaminya. Karena otak sebelah kanan biasanya dihubungkan dengan fungsi untuk memproses musik atau nada. Penelitian lain (Hatta, Tzeng, Hung, Cotton & Wang dalam Taylor, 2001) menemukan bahwa untuk memproses sebuah karakter dalam bahasa Mandarin menggunakan otak sebelah kanan, yang mana salah satu fungsinya adalah imaginasi visual atau gambar. Sementara memroses dua buah karakter huruf Mandarin, menggunakan otak sebelah kiri. Dengan penjelasan sebagai berikut jika kita mencari arti sebuah karakter di dalam kamus, kita akan mengingatnya dengan otak sebelah kanan yang berfungsi sebagai imaginasi visual atau gambar. Tetapi jika kita membaca dua buah karakter, proses itu akan beralih ke otak sebelah kiri yang mana fungsinya adalah untuk memroses tata bahasa. Oleh karena itu mempelajari bahasa Mandarin yang merupakan bahasa simbol, bahasa alfabet (pinyin), dan bahasa yang menggunakan intonasi untuk pengucapannya, serta membutuhkan kedua bagian otak untuk memahami keseluruhannya, menjadikan bahasa Mandarin lebih sulit untuk dipelajari.

54

2.4. Kerangka Pemikiran Peneliti Dalam penelitian ini, penulis membahas mengenai proses belajar orang dewasa. Mengingat bahasa Mandarin merupakan bahasa yang cukup penting dan banyak orang dewasa yang mulai mempelajarinya di masa sekarang ini dan di masa depan nantinya, maka menginspirasi penulis untuk memilih tema kesulitan orang dewasa dalam mempelajari bahasa Mandarin. Penulis memfokuskan penelitian ini pada orang dewasa awal dalam cakupan usia 20-45 tahun yang belajar bahasa Mandarin di tempat kursus di Jakarta. Dalam penelitian ini, penulis memasukkan teori perkembangan orang dewasa awal, konsep pembelajaran orang dewasa awal, dan teori faktor halangan orang dewasa belajar. Penulis juga membandingkan pembelajaran antara anak kecil dengan orang dewasa untuk memperlihatkan apa perbedaan pembelajaran dan perolehan bahasa asing antara anak kecil dan orang dewasa. Karena ada teori yang mengatakan bahwa belajar bahasa asing sebelum usia pubertas (12 tahun) lebih mudah daripada usia dewasa. Teori oleh Eric Lenneberg menyatakan bahwa masa kritis (critical period) untuk mempelajari bahasa asing harus dilakukan sebelum usia 12 tahun atau masa pubertas, karena otak anak usia di bawah 12 tahun masih berkembang sehingga mengakibatkan kemudahan dalam hal belajar bahasa. Teori lain yang menentang teori tersebut adalah penelitian dari Chaterine E.Snow yang menyatakan bahwa dalam mempelajari bahasa orang dewasa dan anak kecil memiliki keuntungan dan kerugiannya tersendiri. Begitu pula dengan Robertson yang menyatakan bahwa dalam memperoleh kesuksesan belajar bahasa tidak hanya dilihat dari faktor usia saja. Banyak faktor lain yang juga mempengaruhi perolehan bahasa asing. 55

Dalam penelitian ini, penulis membagi responden menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I (20-34 tahun) dan kelompok II (35-45 tahun), karena faktor halangan untuk dewasa usia 20 tahun berbeda dengan usia 40 tahun. Selain ingin mengetahui secara umum kesulitan orang dewasa awal di Jakarta yang mempelajari bahasa Mandarin, penulis juga ingin meneliti apakah halangan belajar dewasa usia 20 tahun dengan usia 40 tahun sama ataukah berbeda dilihat dari halangan segi fisik dan psikologisnya. Penulis menggunakan metode kuesioner dengan menyebarkan kuesioner kepada 120 orang (60 orang dewasa usia 20-34 tahun dan 60 orang dewasa usia 35-45 tahun) yang belajar bahasa Mandarin di berbagai tempat les di Jakarta. Untuk bagian landasan teori, penulis menggunakan metode kepustakaan untuk mendapatkan berbagai sumber teori. Selain teori-teori yang telah disebutkan di atas, penulis juga memasukkan karakteristik keistimewaan bahasa Mandarin dibandingkan dengan bahasa asing lain yang mana menyebabkan bahasa Mandarin lebih sulit untuk dipelajari dibandingkan dengan bahasa lain bagi pelajar yang bahasa ibunya merupakan bahasa alfabet.

56