6005a-PEMETAAN-LUAS-KERAPATAN ... - (EAFM) Indonesia

8 downloads 225 Views 465KB Size Report
PEMETAAN LUAS KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI. KAWASAN ... teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan untuk memetakan dan.
1

PEMETAAN LUAS KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI LAUT DI NUSA LEMBONGAN, BALI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS Penulis: Firman Setiawan, Abrella Qisthy, Asep Irwan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Luas hutan mangrove di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh luas hutan Indonesia tetapi hanya 2,5 juta dalam keadaan baik( Nontji, 2005). Permasalahan utama yang terjadi saat ini adalah banyaknya hutan mangrove yang mengalami kerusakan atau telah hilang sama sekali karena aktivitas manusia seperti konversi lahan mangrove, penebangan liar, pembangunan di kawasan pesisir dan polusi yang berasal dari daratan. Dalam hal ini pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan untuk memetakan dan menginventarisasi data luas kerapatan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi laut. Data citra yang digunakan adalah data citra satelit ALOS di Nusa Lembongan, Bali tahun 2007 dengan menggunakan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Hasil Penelitian ini masih berupa peta tentatif luas kerapatan hutan mangrove di Nusa Lembongan tahun 2007 dengan 5 klasifikasi ; sangat jarang, jarang, sedang, rapat dan sangat rapat. Pada peta tersebut didominasi oleh kelas kerapatan “sedang” dengan luas 736,000 meter2. Tujuan Penelitian ini adalah salah satu metode kajian untuk memetakan kerapatan mangrove di Indonesia sebagai salah satu kawasan konservasi. Kata Kunci : Mangrove, SIG, ALOS dan Konservasi. ABSTRACT Area of mangrove forests in Indonesia is estimated around 4.25 million hectares or 3.98% of the total forest area of Indonesia but only 2.5 million in good condition (Nontji, 2005). The main problem is happening right now is the number of mangrove forests were damaged or had disappeared altogether due to human activities such as mangrove land conversion, illegal logging, development in coastal areas and pollution coming from the mainland. In this case the use technology of Geographic Information Systems (GIS) is used to map and inventory data density of the mangrove forest area as a marine conservation area. Image data used is the ALOS satellite image data in Nusa Lembongan, Bali in 2007 using NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). The result of this research is still a tentative map of area density of mangrove forests in Nusa Lembongan in 2007 with 5 classification; very rare, rare, medium, and meeting very tight. On the map is dominated by density class "being" with an area of 736.000 meter2. The purpose of this study is one method of study to map the density of mangrove in Indonesia as one of the conservation area. Keywords: Mangrove, GIS, ALOS and Conservation.

2

I. PENDAHULUAN Luas hutan mangrove di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh luas hutan Indonesia tetapi hanya 2,5 juta dalam keadaan baik (Nontji, 2005). Untuk hutan mangrove di Bali tersebar di beberapa lokasi pada areal seluas 3067,71 Ha, terdiri dari 2177,5 Ha berada dalam kawasan hutan dan 890,21 Ha di luar kawasan hutan. Tiga lokasi terluas dimana terdapat hutan mangrove adalah Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai (1373,5 Ha), Nusa Lembongan (202 Ha), dan Taman Nasional Bali Barat (602 Ha) (Mangrove Information Center/MIC, 2004). Permasalahan utama yang terjadi saat ini adalah banyaknya hutan mangrove yang mengalami kerusakan atau telah hilang sama sekali karena aktivitas manusia seperti konversi lahan mangrove, penebangan liar, pembangunan di kawasan pesisir dan polusi yang berasal dari daratan. Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat diantaranya adalah , sebagai daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya. Penghasil sejumlah besar detritus (hara) bagi plankton, pemasok larva (nener) ikan, udang, dan biota laut lainnya, dan juga sebagai tempat wisata.(Nontji, 2005) Didasarkan pada manfaat hutan mangrove, diperlukan adanya perhatian khusus bagi komunitas hutan mangrove ini. Salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi yang ada dan sekarang sudah banyak digunakan yaitu teknologi penginderaan jauh dengan satelit. Letak geografi ekosistem mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan obyek vegetasi darat lainnya. Efek perekaman tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteritik spektral ekosistem mangrove, hingga dalam identifikasi memerlukan suatu transformasi tersendiri. Pada umumnya untuk deteksi vegetasi digunakan transformasi indeks vegetasi (Danoedoro, 1996). Inventarisasi luas hutan mangrove dilakukan di Nusa Lembongan yang merupakan salah satu pulau yang berada di deretan tiga pulau yang terletak di sebelah

3

tenggara Bali selain Nusa Penida dan Nusa Ceningan. Pulau Lembongan ini memiliki panjang sekitar 4,6 km dan lebar 1,5 km yang memiliki pantai berpasir putih dengan laut jernih dan berbagai jenis ikan berwarna-warni serta terumbu karang yang indah dan beraneka warna. Kondisi lingkungannya masih alami dan dihuni sekitar 4.000 jiwa dimana sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani rumput laut dan dari pariwisata bahari. Secara umum Perairan Nusa Lembongan memiliki 202 hektar area hutan bakau, 1.800 hektar terumbu karang, dan perairannya terkenal dengan MolaMola (M. mola), Pari Manta (Manta birostris), Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Dugong (Dugong dugong), Paus Sperma (Physeter catodon), dan beberapa jenis lumba-lumba. Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang diterapkan terhadap citra satelit, untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, Leaf Area Index (LAI), konsentrasi klorofil. Atau lebih praktis, indeks vegetasi adalah merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus untuk menghasilkan citra baru yang lebih representatif dalam menyajikan aspek-aspek yang berkaitan dengan vegetasi (Danoedoro, 1996). Selanjutnya dikatakan Jensen (1998) bahwa metode analisa indeks vegetasi ada beberapa macam antara lain ; NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), GI (Green Indeks) dan WI (Wetness Index). Berdasarkan atas fenomena tersebut maka perlu dilakukan pengkajian tentang kerapatan ekosistem mangrove dengan menggunakan transformasi indeks vegetasi, dalam hal ini menggunakan metode analisa NDVI untuk identifikasi kerapatan mangrove. ALOS/AVNIR-2 (Advanced Land Observing Satelite/Advanced and Near Infrared Radiometer type 2) merupakan citra yang digunakan dalam penelitian ini untuk menginventarisasi luas hutan mangrove yang ada di Nusa Lembongan. Satelit ALOS ini digunakan untuk observasi daratan dan pantai khususnya untuk menghasilkan peta tutupan lahan mangrove dalam memonitoring kerapatan hutan mangrove di Nusa Lembongan sebagai suatu kawasan konservasi laut.

4

II. TUJUAN Tujuan dari program penelitian ini adalah (1). Aplikasi formulasi NDVI dalam pengolahan data citra untuk luasan mangrove. (2). Memetakan luasan kerapatan mangrove berdasarkan klasifikasi formulasi NDVI yang berlokasi di Nusa Lembongan, Bali. (3). Selain itu menjadi salah satu metode kajian untuk memetakan kerapatan mangrove di Indonesia sebagai salah satu kawasan konservasi. III. METODOLOGI Penelitian ini berdasarkan pengolahan data citra satelit ALOS (AVNIR-2) untuk pembuatan peta luasan hutan mangrove di Nusa Lembongan dengan menggunakan data citra satelit Alos 2007. Pengolahan dilakukan menggunakan software ENVI 4.4 dan Arc GIS 9.3 yang kemudian hasilnya berupa peta dengan beberapa klasifikasi kerapatannya. (Lampiran 1) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam mengolah data citra pada penelitian ini menggunakan software ENVI 4.4. Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data citra Alos pada tahun 2007. Tujuannya untuk menginventarisasi data kerapatan luas hutan mangrove pada tahun 2007 dan memetakan kerapatannya berdasarkan klasifikasi formulasi NDVI yang berlokasi di Nusa Lembongan, Bali. Selain itu menjadi salah satu metode kajian untuk memetakan kerapatan mangrove di Indonesia sebagai salah satu kawasan konservasi. Pada pengolahan data citra dilihat luasan atau kerapatan hutan mangrove dari digital numbernya yang didapat dari hasil NDVI dan dasar pengklasifikasian menggunakan digital number. Luasan yang didapat dari hasil pengklasifikasian luas area hutan mangrove, dan peta luas kerapatan hutan mangrove yang didapat dari hasil pengolahan pada software Arc GIS 9.3. Proses pengolahan data secara digital ini menggunakan Software ENVI 4.4 yang terdiri dari komposit band,masking citra, klasifikasi, serta overlay citra (overlay

5

antara citra hasil klasifikasi dan citra hasil formulasi NDVI). Proses Penggabungan (komposit) band ini dapat dilakukan untuk proses klasifikasi. Pemilihan band yang akan digunakan harus disesuaikan dengan tujuan klasifikasi. Pemilihan kombinasi band untuk pengamatan daerah vegetasi mangrove menggunakan komposit citra dengan kombinasi band band 4 (infra merah), 3 (merah) dan 2 (hijau). berdasarkan komposit kombinasi ketiga band ini vegetasi dapat dengan mudah dikenali berdasarkan beda kenampakannya serta dapat membedakan antara vegetasi mangrove dan vegetasi non mangrove. Saat memfokuskan daerah pengamatan di daerah darat/pesisir (untuk vegetasi mangrove) dapat menutup daerah yang bukan daerah pengamatan, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu nilai antar batas daratan dan lautan, kemudian dilanjutkan dengan teknik masking. Hal ini dilakukan agar daratan dan lautan lebih mudah dipisahkan. Cropping Image dapat dilakukan dengan cara memfokuskan pengamatan hanya pada suatu daerah dengan Data spatial/spectralnys. Transformasi NDVI memanfaatkan beberapa saluran dari citra satelit ALOS AVNIR2 antara lain ; band 3 yang lebih dikenal dengan saluran merah dan band 4 yang lebih dikenal dengan saluran inframerah dekat. Kelebihan kedua saluran ini untuk identifikasi vegetasi adalah obyek akan memberikan tanggapan spektral yang tinggi (Swain, 1978) . Transformasi NDVI mengikuti persamaan berikut (Jensen, 1998)

Dalam pengklasifikasian nilai NDVI kemudian dicari nilai terbesar dan terkecilnya serta dibuat 5 kelas untuk menentukan klasifikasi kerapatan mangrove di Nusa Lembongan. Kemudian data NDVI dan pengklasifikasian kelas tersebut kita perhalus tampilannya menggunakan clumpclass agar setelah kita convert ke data shapefile tampilannya bagus. Tampilkan nilai klasifikasi dalam bentuk layout peta

6

menggunakan software Arc GIS 9.3 yang sebelumnya data dari ENVI 4.4 di convert ke data shapefile. Dari nilai digital number dapat dilakukan untuk dasar pengklasifikasian kerapatan hutan mangrove dengan digital number yang kita dapat dari hasil pengolahan statistika. Adapun nilai digital numbernya : Tabel 1. Hasil nilai digital number TAHUN

NILAI MINIMAL

NILAI MAKSIMAL

2007

0.000554

0.329545

Setelah mengetahui nilai digital number kemudian kita klasifikasikan nilai digital number tersebut dengan rumus statistika, yaitu :

Pembagian klasifikasi ini agar kita mengetahui luas area hutan mangrove di Nusa Lembongan, Bali. Pengklasifikasian pada penelitian ini dibagi menjadi 5 kelas antara lain; sangat jarang, jarang, sedang, rapat dan sangat rapat. Kemudian akan didapat luasan kerapatan hutan mangrove berdasarkan klasifikasinya, sebagai berikut: Tabel 2. Luas Area Hutan Mangrove Tahun 2007 No.

Kelas

Luas Area (Ha)

1

SangatJarang

27.080 Ha

2

Jarang

47.640 Ha

3

Sedang

73.600 Ha

4

Rapat

31.070 Ha

5

SangatRapat

1.780 Ha

Σ

Jumlah

181.17 Ha

7

Setelah itu data pengklasifikasian dan transformasi NDVI pengolahan berlanjut dengan penghalusan citra agar data yang didapat lebih bagus. Hasil dari klasifikasi citra tersebut kemudian di export ke format shapefile.

Gambar 1. Hasil export data citra dari raster ke vector Untuk keperluan layout peta digunakan software ArCGIS 9.3 dimana software ini mempermudah peneliti untuk membuat peta sesuai dengan kaidah kartografi yaitu kaidah-kaidah dalam pembuatan peta yang menyangkut unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah peta. Adapun hasil peta tentatif kerapatan hutan mangrove tahun 2009.

8

Gambar 2. Peta luasan kerapatan hutan mangrove tahun 2007 V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data citra dapat disimpulkan bahwa ekosisem hutan mangrove di Nusa Lmbongan pada tahun 2009 dengan menggunakan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) didapatkan nilai Digital Number dengan nilai minimalnya 0.003518 dan nilan maksimalnya 0.48503 dan diklasifikasikan menjadi 5 kelas antara lain ; sangat jarang. Jarang, sedang, rapat dan sangat rapat. Pada ekosistem hutan mangrove di Nusa Lembongan tersebut didominasi oleh klasifikasi kerapatan “rapat” dari 5 kelas yaitu sebesar 1,316,500 Meters². Dengan adanya inventarisasi data luasan atau kerapatan dan perubahan ekosistem mangrove dengan pemanfaatan teknologi Sistem informasi Geografis menggunakan data citra satelit seperti yang dilakukan di Nusa Lembongan tersebut, maka dapat dijadikan salah satu metode kajian untuk memetakan kerapatan mangrove di Indonesia sebagai salah satu kawasan konservasi.

9

Lampiran 1 Skema Metodologi Penelitian Pembuatan peta luasan hutan mangrove

Studi literature : Penginderaan Jauh (pengolahan data citra) Ekosistem Mangrove

Pengumpulan Data

Data Citra 1.

Pengolahan Data Citra ALOS menggunakan ENVI

2.

Penghitungan NDVI untuk Pembagian Klasifikasi Kerapatan Mangrove

Pengolahan data menggunakan : ENVI 4.4 Arc GIS

Hasil Akhir Peta Kerapatan Luasan Hutan Mangrove di Nusa Lembongan

Analisis dan Kesimpulan

10

VI. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Balai Riset Observasi Kelautan (Seacorm), Bapak Syawaludin A Harahap, Keluarga Besar Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran yang saya banggakan. DAFTAR PUSTAKA As-Syukur Rahman, A dan Adnyana Sandi, I.W. 2008. Analisa INdeks Vegetasi Menggunakan Citra Alos/Avnir-2 Dan Sistem Informasi (SIG) Untuk Evaluasi Tata Ruang Kota Denpasa. www.ejournal.unud.ac.id.pdf diakses tanggal 1 Juli 2010. Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumber Daya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, Bogor, 29 Oktober- 3 November 2001. Dahuri, M., J.Rais., S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia. Danoedoro. P, 1996. Pengolahan Citra Digital, Teori dan Aplikasinya dalam Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 253 hal Faisal Ahmad dan Amran Anshar, M. 2005. Model Transformasi Indeks Vegetasi yang Efektif Untuk Prediksi Kerapatan Mangrove Rhizopora Mucronata. www.06_ahmadfaisal.model.trans.ac.id.pdf diakses tanggal 1 Juli 2010 FAO, 1982. Management and Utilization of Mangroves in Asia and the Pasific. FAO Environmental Paper 3.FAO, Rome. Saenger, P.,E.J.Hegerl, and J.P.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. Comission on Ecology Papers No.3, IUCN Hutchings, P and Peter, S, 1987. Ekologi of mangroves. University of Queensland. London Jensen, J.R. 2000. Remote Sensing of the Environmental Earth Resource Prespecive. Prentice Hall. New Jersey-USA Lillesand, dan Kiefer. 1993. Penginderaan jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Nontji, Anugerah, 2005. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.

11

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Ketua Pelaksana Nama

: Firman Setiawan

NPM

: 230210080057

Tempat/Tanggal lahir : Bandung, 26 Mei 1990 Jenis Kelamin

: Laki-laki

Berat / Tinggi badan

: 60 kg / tinggi 170

Agama

: Islam

Kewarganegaraan

: Indonesia

Status pernikahan

: Belum menikah

Hobi

: Menulis

Riwayat Pendidikan : TK

: TK Melati Mekar

SD

: SDN 1 Jamika 2002

SMP

: SMPN 25 2005

SMA

: SMAN 2 Bandung

Pengalaman Organisasi : - Wakil Ketua Lembaga Keprofesian Mahasiswa Ilmu Kelautan UNPAD 2009-2010 - Ketua Divisi Internal LK MAHAIKA 2010-2011 - Anggota aktif Organisasi Selam Perikanan dan Kelautan

Firman Setiawan NPM. 230210080057

12

1. Anggota Satu Nama

: Abrella Qisthy

NIM

: 230210080035

Tempat/Tanggal lahir : Bandung, 13 Desember 1989 Jenis Kelamin

: Perempuan

Berat / Tinggi badan

: 55 Kg / 165 cm

Agama

: Islam

Kewarganegaraan

: Indonesia

Status pernikahan

: Belum menikah

Hobi

: Membaca, Belajar.

Riwayat Pendidikan : TK

: TK Tunas Harapan

SD

: SDN Angkasa 5 2002

SMP

: SMPN 3 Bandung 2005

SMA

: SMAN 17 Bandung 2008

Pengalaman Organisasi : - Sekertaris Lembaga Keprofesian Mahasiswa Ilmu Kelautan Unpad 2010-2011 - Staff Divisi eksternal LK MAHAIKA Unpad 2009-2010 - Anggota OSIS 2006-2007

Abrella Qisthy NPM. 230210080035

13

2. Anggota Dua Nama

: Asep Irwan

NIM

: 230210090056

Tempat/Tanggal lahir : Tasikmalaya, 2 Desember 1990 Jenis Kelamin

: Laki-laki

Berat / Tinggi badan : 65 Kg / 170 cm Agama

: Islam

Kewarganegaraan

: Indonesia

Status pernikahan

: Belum menikah

Hobi

: Volley ball, bermain gitar, menciptakan lagu

Riwayat Pendidikan : SD

: SDN Munjuljaya 4 Purwakarta

SMP

: SMP Negeri 5 Purwakarta

SMA

: SMA Negeri 2 Purwakarta

Pengalaman Organisasi : - Anggota aktif Organisasi Selam Perikanan dan Ilmu Kelautan 2010 - Sekretaris divisi Internal Lembaga Keprofesian Mahasiswa Ilmu Kelautan

Asep Irwan NIM. 230210090056