BAB 4

9 downloads 776 Views 1MB Size Report
Notaris Kartini Muljadi, S.H., berdasarkan Akta Pendirian No. 199 tanggal 23 .... Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan,.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1

PT BAT Indonesia Tbk

4.1.1.1 Sejarah Perseroan PT BAT Indonesia Tbk (Perseroan) didirikan dalam kerangka UndangUndang No. 1 tahun 1976 tentang Penanaman Modal Asing yang dibuat dihadapan Notaris Kartini Muljadi, S.H., berdasarkan Akta Pendirian No. 199 tanggal 23 September 1979, yang telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Y.A.5/421/20 tanggal 13 Oktober 1979 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 92 tanggal 16 November 1979. Anggaran Dasar Perseroan telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir perubahan berdasarkan Akta Notaris Singgih Susilo, S.H., No. 9 dan 10 tanggal 6 Agustus 2002 berkaitan dengan perluasan bidang usaha serta jumlah dan susunan dewan komisaris. Akta Notaris No. 9 telah disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Surat Keputusan No. C-15697 HT.01.04 TH.2003 tanggal 20 Agustus 2002 dan Akta Notaris No. 10 telah diserahkan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tanggal 3 September 2002 dan telah

40

41

didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di Departemen Perindustrian dan Perdagangan tanggal 23 September 2002. Perseroan didirikan pada tahun 1917, lalu tahun 1923 Perseroan menjadi anak perusahaan yang seluruhnya dimiliki oleh “British-American Tobacco Company Limited”, London, Inggris (BAT). Pada tahun 1949 namanya diganti menjadi “British-American Tobacco Manufacturers (Indonesia) Limited”. Tahun 1955 Perseroan membeli saham-saham dua anak perusahaan BAT lainnya di Indonesia, yaitu Java Leaf Tobacco Development Company (Indonesia) Limited dan BritishAmerican Tobacco Company (Indonesia) Limited, lalu menggabungkan kedua usaha anak perusahaan tersebut dengan usahanya sendiri, maka maka keduanya dilikuidasi. Sesuai dengan undang-undang yang berlaku nama Perseroan diganti menjadi “PT British-American Tobacco Manufacturers (Indonesia) Limited” pada tahun 1958. Kemudian pada tahun 1964 Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih usaha Perseroan sampai tahun 1967 ketika penguasaan dikembalikan pada BAT. Nama Perseroan diganti menjadi PT BAT Indonesia pada bulan Oktober 1979. Perusahaan induk Perseroan yang langsung adalah BAT (London) yang merupakan anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh BAT Industries Limited, sebuah perseroan Inggris yang mempunyai kepentingan-kepentingan besar di seluruh dunia dalam bidang usaha tembakau, kertas, kosmetika, dan perdagangan eceran (retailing). BAT Group merupakan kelompok perusahaan swasta terbesar dan paling berpengalaman di dunia dalam bidang produk-produk yang berasal dari tembakau. Perseroan membayar kepada BAT (London) untuk bantuan teknis dan bimbingan dari perusahaan induk secara tahunan.

42

Pada tahun 1979, Perseroan mengadakan Penawaran Umum Perdana Saham kepada masyarakat sebanyak 6.600.000 lembar saham atau 30% dari 22.000.000 saham yang ditempatkan dan disetor penuh, yang dicatatkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 20 Desember 1979 dan Bursa Efek Surabaya (BES) pada tanggal 16 Juni 1989. Kemudian pada tanggal 23 Maret 2000, Perseroan mengajukan Pernyataan Pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sehubungan dengan Penawaran Umum Terbatas I Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Penawaran Umum Terbatas I) sebanyak 44.000.000 saham Perseroan. Pernyataan pendaftaran tersebut menjadi efektif tanggal 24 April 2000 dan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu tersebut telah dilaksanakan sepenuhnya pada tanggal 25 Mei 2000. Komposisi pemegang saham Perseroan pada tanggal 30 September 2004 adalah British American Tobacco (Investments) Ltd. (71%), Bank of Bermuda Ltd. (HK) (8%), BONY II (7%), dan lain-lainya yang masing-masing dengan kepemilikan dibawah 5% (14%). Kantor Pusat Perseroan berada di Jalan Jendral S. Parman 14-16, Slipi, Jakarta dan merupakan pusat perencanaan dan pengambilan keputusan dan dari situlah Direksi Perseroan beroperasi, sedangkan pabriknya berada di Cirebon.

4.1.1.2 Kegiatan Usaha Perseroan Perseroan tidak memiliki perkebunan sendiri, namun membeli daun tembakau dari para penjual tembakau lokal dengan harga pasar yang disetujui pada

43

saat pembelian. Perseroan melakukan segala aspek kegiatan mulai dari pengolahan daun tembakau, proses produksi rokok sampai pemberian bimbingan dan penyuluhan pada rangkaian penyalurannya. Perseroan bergerak di bidang industri, pemasaran, dan penjualan cerutu, rokok dan produk-produk lain yang dibuat dengan atau dari tembakau, ekspor, impor dan distribusi. Perseroan memulai kegiatan komersialnya pada tanggal 7 Agustus 1917 dengan nama N.V. Indo-Egyptian Cigarette Company. Perseroan mempunyai kepemilikan langsung pada anak perusahaan berikut: 1. PT BAT Kareb (BATK). Kegiatan usahanya adalah pemrosesan daun tembakau. 2. PT Rothmans of Pall Mall Indonesia (RPMI). Kegiatan usahanya adalah pembuatan rokok putih.

4.1.1.3 Struktur Organisasi Perseroan Susunan Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan pada tanggal 30 September 2004 adalah: Komisaris Frans Seda

:

Presiden Komisaris

Robert James Clark

:

Komisaris

Subarto Zaini

:

Komisaris

Djoko Moeljono

:

Komisaris

:

Presiden Direktur

Direksi Ian Thomas Morton

44

Rohit Anand

:

Direktur

Lekir Amir Daud

:

Direktur

Lutful Huda Chowdhury

:

Direktur

Masudil Badri

:

Direktur

Perseroan dan anak perusahaan mempunyai karyawan tetap sejumlah 660 orang pada tanggal 30 September 2004.

4.1.2

PT Gudang Garam Tbk

4.1.2.1 Sejarah Perseroan PT Gudang Garam Tbk (“Perseroan”) semula bernama PT Perusahaan Rokok Tjap “Gudang Garam” Kediri (PT Gudang Garam) dan didirikan dengan Akta Suroso, S.H., wakil Notaris sementara di Kediri, tanggal 30 Juni 1971 No. 10, lalu diubah dengan akte Notaris yang sama tanggal 13 Oktober 1971 No. 13; akte-akte ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. J.A.5/197/7 tanggal 17 November 1971, dan didaftarkan di Pengadilan Negeri Kediri dengan No. 31/1971 dan No. 32/1971 tanggal 26 November 1971, dan diumumkan dalam Tambahan No. 586 pada berita Negara No. 104 tanggal 28 Desember 1971. Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan, dimana perubahan yang terakhir dalam rangka penyesuaian dengan Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dilakukan dengan Akta Wachid Hasyim, S.H., Notaris di Surabaya, tanggal 19 Juni 1997 No. 58 yang antara lain merubah nama Perseroan menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam Tbk

45

(disingkat PT Gudang Garam Tbk), yang disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C2.1873 HT.01.04.TH 98 tanggal 19 maret 1998 dan didaftarkan dengan No. TDP 13111300014 pada Kantor Pendaftaran Perusahaan Kotamadya Kediri, agenda No. 17/BH.13.11/VI/1998 tanggal 4 Juni 1998, dan diumumkan dalam Tambahan No. 4426 pada Berita Negara No. 62 tanggal 4 Agustus 1998. Perseroan merupakan kelanjutan dari perusahaan Perseorangan yang didirikan oleh Almarhum Surya Wonowidjojo pada tanggal 26 Juni 1958 di Jalan Semampir II/1 Kediri, dengan jumlah 50 kerabat kerja, di atas tanah sewa seluas 1.000 m2 yang kini disebut Unit I, dimana Perseroan hanya memproduksi Sigaret Kretek Klobot (SKL) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan hasil produksi hanya sekitar limapuluh juta batang. Pada tahun 1969 Perusahaan beralih status menjadi Firma dan akhirnya pada tahun 1971 berubah menjadi Perseroan Terbatas. Operasi komersial dimulai tahun 1958. Pada tanggal 17 Juli 1990 dengan izin Menteri Keuangan No. SI126/SHM/KMK.10/1990 Perseroan telah melakukan penawaran umum kepada masyarakat melalui pasar modal sejumlah 57.807.800 saham nominal Rp 1.000 per saham. Dengan surat PT Bursa Efek Surabaya No. 372/D-129/BES/VIII/90 tanggal 21 Agustus 1990 telah disetujui untuk dicatatkan di Bursa Efek Surabaya sebanyak 96.204.400 saham Perseroan sejak 27 Agustus 1990 dan dengan surat PT Bursa Efek Jakarta No. S-204/BEJ/VI/92 tanggal 24 Juni 1992 telah disetujui untuk dicatatkan di Bursa Efek Jakarta sejumlah saham yang sama. Dengan surat PT Bursa Efek Surabaya No. 48/EMT/LIST/BES/V/94 tanggal 26 Mei 1994 dan surat PT Bursa Efek Jakarta No. S-359/BEJ.I.1.V/1994 tanggal 27 Mei 1994 telah dicatatkan lagi sejumlah

46

384.817.600 saham Perseroan di kedua Bursa tersebut sehingga seluruh saham Perseroan yang beredar saat itu telah dicatatkan, yaitu 481.022.000 saham. Telah dilakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dalam tahun 1996 dari Rp 1.000 menjadi Rp 500 per saham dan pengeluaran satu saham bonus untuk setiap saham yang beredar sehingga jumlah saham beredar bertambah dari 481.022.000 menjadi 1.924.088.000. Dengan surat PT Bursa Efek Jakarta No. S-039/BEJ.I.2/0596 tanggal 24 Mei 1996 dan surat PT Bursa Efek Surabaya No. 31/EMT/LIST/BES/V/96 tanggal 27 Mei 1996 seluruh saham Perseroan yang beredar, yaitu sebanyak 1.924.088.000 saham telah dicatatkan seluruhnya di kedua Bursa tersebut. Susunan pemegang saham Perseroan per 30 September 2004 adalah Tn. Rachman Halim (0,94%), Ny. Juni Setiawati Wonowidjojo (0,52%), Tn. Susilo Wonowidjojo (0,28%), PT Suryaduta Investama (66,80%), PT Suryamitra Kusuma (5,32%), dan lainnya (26,14%). Perseroan berlokasi di Indonesia dengan Kantor Pusat di Jl. Semampir II/1 Kediri, Jawa Timur, Kantor Perwakilan Jakarta di Jl. Jendral A. Yani 79, dan Kantor Perwakilan Surabaya di Jl. Pengenal 7-15, Surabaya, Jawa Timur. Adapun falsafah Perseroan adalah: 1. Kehidupan yang bermakna dan berfaedah bagi masyarakat luas merupakan suatu kebahagiaan. 2. Kerja keras, ulet, jujur, sehat, dan beriman adalah prasyarat kesuksesan. 3. Kesuksesan tidak dapat terlepas dari peranan dan kerjasama dengan orang lain. 4. Karyawan adalah mitra usaha yang utama.

47

4.1.2.2 Kegiatan Usaha Perseroan Sesuai dengan pasal 3 Anggaran Dasarnya, Perseroan bergerak di bidang industri rokok dan yang terkait dengan industri rokok. Berikut adalah anak-anak perusahaan Perseroan: 1. PT Surya Pamenang. Didirikan dengan Akta Suroso, S.H., Notaris di Kediri pada tanggal 26 November 1990 No. 47 lalu diubah dengan Akta Notaris yang sama tanggal 27 Februari 1991 No. 37, dan keduanya disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C2642 HT.01.01.Th.91 tanggal 2 Maret 1991, didaftarakan di Pengadilan Negeri Kediri dengan No. 5/1991 dan No. 6/1991 tanggal 11 Maret 1991, dan diumumkan dalam Tambahan no. 1420 pada berita Negara No. 42 tanggal 24 Mei 1991. Bidang usahanya adalah dalam berbagai bidang, namun sampai akhir September 2004 anak perusahaan bergerak di bidang industri kertas; produksi komersial dimulai 1 Juli 1993. Kantor pusatnya di Jl. Semampir II/1, Kediri, Jawa Timur, dan pabriknya di desa Ngebrak, Kediri, Jawa Timur. 2. PT Pandya Perkasa. Didirikan dengan Akta Paulus Bingadiputra, S.H., Notaris di Kediri pada tanggal 18 Agustus 1992 No. 31, yang disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C210497 HT.01.01.Th.92 tanggal 26 Desember 1992, didaftarkan di Pengadilan Negeri Surabaya dengan No. 212/1993 tanggal 15 Februari 1993, dan diumumkan dalam Tambahan No. 379 pada Berita Negara No. 67 yanggal 20 Agustus 1993. Bidang usahanya adalah pada berbagai bidang usaha, namun sampai akhir

48

September 2003 anak perusahaan bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Kantornya di Jl. Pengenal 7-15, Surabaya, Jawa Timur. 3. PT Surya Madisurindo. Didirikan dengan Akta Sudarti Hadi Suwito, S.H., Notaris kediri, tanggal 8 Maret 2002 No. 02, yang disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C-08930 HT.01.01.TH,2004 tanggal 1 April 2004. Bidang usahanya adalah pada berbagai bidang usaha. Kantornya di Jl. Raya Kebayoran Lama Pal 7 No. 24, Jakarta 11540.

4.1.2.3 Struktur Organisasi Perseroan Susunan pengurus Perseroan pada akhir September 2004 adalah: Komisaris Rachman Halim

:

Presiden Komisaris

Yudiono Muktiwidjojo

:

Komisaris

Juni Setiawati Wonowidjojo

:

Komisaris

Frank Willem van Gelder

:

Komisaris

Djajusman Surjowijono

:

Presiden Direktur

Susilo Wonowidjojo

:

Wakil Presiden Direktur

Mintarya

:

Wakil Presiden Direktur

Haji Rinto Harno

:

Direktur

Hadi Soetirto

:

Direktur

Direksi

49

Gabriel Tasman

:

Direktur

Heru Budiman

:

Direktur

Mintarjo Widya

:

Direktur

Djohan Harijono

:

Direktur

Widijanto

:

Direktur

Perseroan mempekerjakan 40.114 karyawan per 30 September 2004.

4.1.3

PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk

4.1.3.1 Sejarah Perusahaan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (Perusahaan) didirikan pada tanggal 19 Oktober 1963 berdasarkan akta Notaris Anwar Mahajudin, S.H., No. 69, yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. J.A.5/59/15 pada tanggal 30 April 1964 serta diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 94 tanggal 24 November 1964. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir dengan akta No. 82 tanggal 15 Juli 2004 dari Aulia Taufani, S.H., pengganti Sutjipto, S.H., Notaris di Jakarta, sehubungan dengan penurunan modal ditempatkan dan disetor penuh, yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No. C20646.HT.01.04.TH.2004 tanggal 16 Agustus 2004. Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diaktakan dengan Akta Notaris No. 187 tanggal 27 Juni 2003 dari Aulia Taufani, S.H., pengganti Sutjipto, S.H., Notaris

50

di Jakarta, para pemegang saham Perusahaan menyetujui perolehan kembali sejumlah saham Perusahaan (dengan nilai nominal Rp 100,0 per saham) dengan jumlah dana maksimum sebesar Rp 417 miliar yang berasal dari sebagian laba bersih Perusahaan tahun 2002. Perolehan kembali saham-saham Perusahaan telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2004 hingga bulan Mei 2004. Jumlah saham yang diperoleh kembali adalah sebanyak 8.869.500 saham dengan harga perolehan keseluruhan sebesar Rp 40,7 miliar. Awalnya, Almarhum Liem Seeng Tee, seorang imigran keturunan Cina yang datang ke Indonesia, mendirikan suatu perusahaan industri rumah tangga penghasil Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan merek Dji Sam Soe (234), yang merupakan salah satu rokok kretek pertama dengan campuran tembakau dan cengkeh, pada tahun 1913 di Surabaya. Pada tahun 1930 perusahaan industri rumah tangga ini diresmikan dengan dibentuknya NVBM Handel Maatschapij Sampoerna, yang selanjutnya berubah menjadi PT Handel Maatschpij Sampoerna (“Handel”) pada tahun 1959. Seiring dengan pertumbuhan industri rokok, putera kedua Almarhum, Aga Sampoerna, dan kakaknya mendirikan PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas (PDIP) yang bekedudukan di Surabaya. Pada tahun 1980, putera kedua Aga Sampoerna yaitu Putera Sampoerna mengambil alih manajemen Handel dan PDIP, lalu memutuskan untuk melakukan modernisasi dan ekspansi yang salah satunya diwujudkan dengan menghasilkan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Pada tahun 1988 PDIP berubah nama menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna (Perseroan) dan pada tanggal 2 Maret 1989 berdasarkan akta No. 1 yang dibuat dihadapan Sastra Kosasih, yang pada saat itu Notaris di Surabaya, Perseroan telah mengambil alih aktiva,

51

kewajiban dan operasional Handel, sehingga Handel tidak beroperasi lagi. Pada tahun yang sama pula, Perseroan mendirikan anak perusahaan baru yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan produk Sampoerna dengan nama yang sama dengan PDIP, yaitu PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas (“Panamas”). Pada tahun 1990, Perusahaan mengadakan Penawaran Umum Saham kepada masyarakat sebanyak 15% (lima belas persen) dari modal ditempatkan dan disetor penuh atau sebanyak Rp 27.000.000 (dua puluh juta) saham dengan nilai nominal Rp 1.000 (seribu Rupiah) per saham dan harga penawarannya Rp 12.600 (dua belas ribu enam ratus Rupiah) per saham melalui Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Setelah mengalami beberapa perubahan, pada tahun 2002, PT Anggarda Sampoerna dan Putera Sampoerna

masing-masing

telah

menghibahkan

1.198.500.000

saham

dan

180.800.000 saham miliknya di perusahaan kepada Sampoerna Family Holdings Limited, Mauritius, sehingga pada tanggal 30 September 2004 susunan para pemegang saham Perusahaan adalah DuBuis Holdings Limited, Mauritius (Dahulu Sampoerna Family Holdings Limited, Mauritius) dengan presentase kepemilikan sebesar 33,28%, Norbax, Inc., Amerika Serikat dengan presentase kepemilikan sebesar 4,72%, PT Lancar Sampoerna Bestari dengan presentase kepemilikan sebesar 5,34%, Komisaris: Boedi Sampoerna (2,00%), Soetjahjono Winarko (0,02%), James Paul Barnes (0,00%), dan lain-lainnya yang masing-masing dengan kepemilikan kurang dari 5% dengan jumlah presentase kepemilikan sebesar 54,64%. Perusahaan berkedudukan di Surabaya dengan kantor pusat berlokasi di Jl. Rungkut Industri Raya No. 18, Surabaya serta memiliki pabrik yang berlokasi di Surabaya, Pandaan, dan Malang. Adapun kredo Perusahaan adalah Menuju

52

Kesempurnaan, dimana Perusahaan menganjurkan, memupuknya, dan menuntut kesempurnaan, yang juga menjadi tolak ukur untuk para karyawan, produk-produk, perusahaan-perusahaan, hubungan kerja, dan untuk diri sendiri.

4.1.3.2 Kegiatan Usaha Perusahaan Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan, antara lain meliputi industri dan perdagangan rokok serta investasi saham pada perusahaan-perusahaan lain. Dalam situs resminya didapati unit-unit bisnis Perusahaan meliputi industri rokok (Tobacco), properties (Taman Dayu), retail (Alfa), packaging (SPP), transport (STN), distribusi (PT Panamas), dan information technology (IBSA). Berikut adalah anak-anak perusahaan yang dimiliki langsung sebagai berikut: 1. PT Sampoerna Printpack (SPP). SPP (dahulu PT Sampoerna Percetakan Nusantara) didirikan dengan nama PT Jawa Print, berdasarkan Akta No. 44 tanggal 26 Februari 1982 yang dibuat dihadapan Sastra Kosasih, saat itu Notaris di Surabaya, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C26705.HT.01.01.TH.86, tanggal 27 September 1986 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 95 tanggal 28 November 1986, Tambahan No. 1476. Bidang usaha SPP adalah percetakan dan industri produk kemasan terpadu.

53

2. PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas (Panamas). Panamas didirikan berdasarkan Akta No. 8 tanggal 8 juli 1989, yang dibuat dihadapan Sastra Kosasih, pada saat itu Notaris di Surabaya, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C28628.HT.01.01.TH.89 tanggal 13 September 1989 dan telah diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia No. 96 tanggal 1 Desember 1989, Tambahan No. 3320. Bidang usaha Panamas adalah mendistribusikan produk Perseroan (rokok) dimana seluruh pendapatan Panamas berasal dari distribusi produk Perseroan. 3. PT Sampoerna Transport Nusantara (STN). STN didirikan dengan nama PT Jawa Transport berdasarkan Akta No. 22 tanggal 11 November 1981 yang dibuat dihadapan Sastra Kosasih, pada saat itu Notaris di Surabaya, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-6706.HT.01.01.TH.86, tanggal 27 September 1986 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 95 tanggal 28 November 1986, Tambahan No. 1477. Bidang usaha STN adalah jasa pengangkutan darat dengan kegiatan utama mengangkut seluruh produk-produk Perseroan dari lokasi-lokasi produksi ke cabang-cabang Panamas di seluruh Indonesia dan juga memperoleh pendapatan dari jasa pengangkutan barang pihak ketiga yang jumlahnya mencapai kurang lebih 13,1%. 4. PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT). SAT didirikan berdasarkan Akta No. 21 tanggal 22 Februari 1989 yang dibuat dihadapan Gde Kertayasa, S.H., Notaris di Jakarta, yang disahkan oleh Menteri

54

Kehakiman

Republik

Indonesia

dengan

Surat

Keputusan

No.

C2-

7158.HT.01.01.TH.89 tanggal 7 Agustus 1989. Bidang usaha SAT adalah perdagangan eceran terutama untuk rokok dan barang-barang konsumsi lainnya. 5. PT Citra Investasi Nusa. PT Citra Investasi Nusa (dahulu PT Sampoerna Food Products Nusantara) didirikan berdasarkan Akta No. 78 tanggal 19 April 1990 yang dibuat dihadapan Ny. Rukmasanti Hardjasatya, S.H., pada saat itu Notaris di Jakarta, yang kemudian diubah dengan Akta No. 27 tanggal 10 Oktober 1991, dan Akta No. 104 tanggal 28 November 1991, keduanya dari Notaris yang sama, ketiga akta tersebut telah memperoleh pengesahan dari menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Keputusan No. C2-7649.HT.01.01.TH.91 tanggal 14 Desember 1991 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 29 tanggal 11 Maret 1995, Tambahan No. 3165. Bidang usaha PT Citra Investasi Nusa adalah perdagangan umum dan jasa. 6. PT Integrated Business Solution Asia (IBSA). Bidang usaha IBSA adalah jasa teknologi informasi. 7. PT Taman Dayu (TD). TD didirikan berdasarkan Akta No. 19 tanggal 19 Juni 1978 yang dibuat dihadapan Soehartono, S.H., pada saat itu Notaris di Surabaya, dan selanjutnya diubah dengan Akta No. 23 tanggal 28 September 1978, dari Notaris yang sama, kedua akta disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat keputusan No. Y.A. 5/342/8 tanggal 21 November 1978 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 93 tanggal 22

55

November 1983, Tambahan No. 994. Bidang usaha TD dan anak perusahaannya yaitu PT Golf Taman Dayu adalah pengembang properti, sarana pendukungnya dan lapangan golf. 8. PT Wahana Sampoerna (WS). WS didirikan berdasarkan Akta No. 7 tanggal 10 April 1989 yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C27620.HT.01.01.TH.89 tanggal 19 Agustus 1989. Bidang usaha WS adalah konstruksi yang bertanggung jawab membangun, mengembangkan dan merawat properti dan fasilitas Perseroan dan Anak Perusahaan. 9. PT Sampoerna International Pte. Ltd. (SI). SI didirikan berdasarkan hukum Singapura dan telah berbadan hukum berdasarkan Memorandum and Articles of Association tanggal 21 Februari 1995. Bidang usaha SI adalah investasi, yang melalui anak-anak perusahaannya mempunyai kegiatan usaha utama mengembangkan bidang usaha rokok diluar negeri. SI memiliki 6 anak perusahaan secara langsung dan beberapa anak perusahaan SI juga memiliki anak perusahaan, sehingga terdapat 16 perusahaan dibawah SI. Perusahaan-perusahaan yang berada dibawah SI tersebar di negaranegara Singapura, Malaysia, Filipina, Myanmar, Hong Kong, Brasil, Cyprus, British Virgin Islands dengan bidang usaha industri rokok, distribusi, perdagangan dan investasi.

56

10. Sampoerna International Finance Company B.V. (SIFC). SIFC didirikan berdasarkan hukum Negara Belanda pada tanggal 1 Mei 1996 sebagaimana dinyatakan dalam Statuten tanggal 1 mei 1996. Bidang usaha SIFC adalah pendanaan, utamanya pendanaan kepada Perseroan. 11. PT Sampoerna Air Nusantara. Bidang usaha PT Sampoerna Air Nusantara adalah jasa transportasi udara. 12. PT Graha Sampoerna. Bidang usaha PT Graha Sampoerna adalah properti.

4.1.3.3 Struktur Organisasi Perusahaan Susunan anggota komisaris dan direksi Perusahaan pada tanggal 30 September 2004 berdasarkan Rapat Umum Pemengang Saham Tahunan pada tanggal 27 Juni 2002, yang diaktakan dengan akta Notaris No. 140 tanggal 27 Juni 2002 dari Devita Kumalasari, S.H., pengganti Sutjipto, S.H., Notaris di Jakarta, adalah sebagai berikut: Komisaris Putera Sampoerna

:

Presiden Komisaris

Boedi Sampoerna

:

Wakil Presiden Komisaris

Soetjahjono Winarko

:

Komisaris

Ekadharmajanto Kasih

:

Komisaris

Phang Cheow Hock

:

Komisaris Independen

James Paul Barnes

:

Komisaris Independen

57

Direksi Michael Joseph Sampoerna :

Presiden Direktur

Hendra Prasetya

:

Direktur

Djoko Susanto

:

Direktur

Edward Harvey Frankel

:

Direktur

Sugiarta Gandasaputra

:

Direktur

Angky Camaro

:

Direktur

Perusahaan dan anak perusahaan memiliki kurang lebih 40.018 orang karyawan tetap pada tanggal 30 September 2004.

4.1.4

PT Bentoel Internasional Investama Tbk (d/h PT Transindo Multi Prima Tbk)

4.1.4.1 Sejarah Perusahaan PT

Bentoel

Internasional

Investama

Tbk

(Perusahaan)

didirikan

berdasarkan Akta Misahardi Wilamarta, S.H., Notaris di Jakarta, No. 247 tanggal 11 April 1987, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-1219.HT.01.01.Th.89 tanggal 4 Februari 1989 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 90 tanggal 10 November 1989, Tambahan No. 2990/1989. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir pada tahun 2001 berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perusahaan No. 102 tanggal 30 Mei 2001 dari Eliwaty

58

Tjitra, S.H., Notaris di Jakarta, dimana pemegang saham menyetujui peningkatan modal dasar Perusahaan, dan Akta ini pun telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C01751.HT.01.04.TH.2001 tanggal 8 Juni 2001, dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 91 tanggal 13 November 2001, Tambahan No. 7129/2001. Bentoel dibangun sebagai perusahaan keluarga pada tahun 1930-an oleh Ong Hok Liong. Beliau sebelumnya bekerja sebagai asisten di perusahaan tembakau milik ayahnya. Pada tahun 1951 Ia mendirikan NV. Percetakan Hien An, yang kemudian diubah statusnya menjadi perseroan terbatas dan diganti namanya menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel di tahun 1955. Pada tahun 1960-an, Bentoel telah menancapkan posisinya sebagai produsen rokok modern yang menggunakan mesin linting dan pembungkus plastik BOPP yang sekarang menjadi standar di industri rokok nasional dan memperkenalkan rokok kretek filter yang pertama di Indonesia. Perubahan mulai dilakukan di tahun 1991 ketika manajemen Bentoel diminta para kreditur utamanya untuk diambil alih oleh Grup Rajawali dikarenakan penurunan kinerja perusahaan akibat kesulitan keuangan. Restrukturisasi hutang juga dilakukan dan berhasil dicapai di tahun 1997. Selanjutnya manajemen Bentoel berkonsentrasi untuk mengembangkan perusahaan. Pada tahun 2000, Bentoel menjadi perusahaan publik ketika PT Bentoel Internasional Investama Tbk menguasai kepemilikan 75% saham di dua perusahaan, yaitu PT Bentoel Prima dan PT Lestariputra Wirasejati, melaui Penawaran Umum Terbatas dengan nilai Rp 350 miliar. Setelah terjadi beberapa perubahan, komposisi pemegang saham Perusahaan adalah sebagai berikut:

59

PT Danareksa Sekuritas (24,09%), PT Rajawali Corporation (11,73%), PT Semesta Indovest (12,69%), dan Masyarakat (51,49%). Kantor pusat Perusahaan beralamat di Menara Rajawali Lantai 23, Jalan Mega Kuningan Lot#5.1, Jakarta 12950.

4.1.4.2 Kegiatan Usaha Perusahaan Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, bidang usaha Perusahaan adalah perdagangan umum, industri, pembangunan, kehutanan, dan jasa. Saat ini Perusahaan bertindak sebagai induk perusahaan (holding company) dengan jumlah karyawan 15 karyawan pada tanggal 30 Sepetember 2004. Pada tanggal 30 September 2004 Perusahaan memiliki anak-anak perusahaan yang kesemuanya berdomisili di Malang, Jawa Timur, yaitu: 1. PT Leastariputra Wirasejati (LW). Didirikan untuk memproduksi rokok kretek mild terkemuka bermerek Star Mild dan rokok kretek tangan Prins1p. 2. PT Bentoel Prima (BP). Didirikan untuk memproduksi rokok kretek tangan dengan merek Bentoel Merah dan Bentoel Sejati, rokok kretek mesin Bentoel Klasik dan Bentoel Prima, serta rokok kretek mild dengan merek Bentoel Mild. BP sendiri mempunyai empat anak perusahaan diantaranya PT Perusahaan Dagang dan Industri Suburaman yang memproduksi rokok kretek mesin regular Inter Biru, PT Perusahaan Dagang

60

dan Industri Tresno yang memproduksi rokok putih Country, PT Taman Bentoel, dan PT Perusahaan Dagang dan percetakan Amiseta.

4.1.4.3 Struktur Organisasi Perusahaan Susunan Direksi dan komisaris Perusahaan pada tanggal 30 September 2004 sebagai berikut: Komisaris Yaya Winanrno Junardy

:

Presiden Komisaris

Frans Setiawan Widjaja

:

Komisaris

Harianto Mangkusasono

:

Komisaris Independen

Darjoto Setyawan

:

Presiden Direktur

Henryanto Komala

:

Direktur

Nicolaas Bernadus Tirtadinata

:

Direktur

Yohanes Tedja

:

Direktur

Albertus Setiawan Tjahyadi

:

Direktur

Hirawan Djajakirana

:

Direktur

Direksi

61

4.2

Trend Perusahaan dalam Industri Rokok di Bursa Efek Jakarta

4.2.1 PT BAT Indonesia Tbk (BATI) Tabel 4.1 Rasio Keuangan BATI (1999-2004) Financial Ratios: Current Ratio (X) Acid-Test Ratio (X) Average Collection Period (Days) Accounts Receivable (A/R) Turnover Inventory Turnover (X) Operating Income Return on Investment/OIROI (%) Operating Profit Margin (%) Net Profit Margin (%) Total Asset Turnover (X) Return on Assets/ROA (%) Fixed Assets Turnover (X) Debt Ratio (%) Debt to Equity Ratio/DER Times Interest Earned/TIE Return on Equity/ROE (%)

1999 0.86 0.18

2000 1.34 0.19

2001 1.66 0.36

2002 1.88 0.34

2003 2.29 0.46

2004 2.09 0.77

12.60

9.27

10.08

6.05

3.65

10.91

28.97 1.31

39.38 0.99

36.20 0.77

60.33 0.86

99.95 0.77

33.45 0.91

14.98 12.91 2.72 1.21 3.16 5.85 88.23 7.50 2.99 26.87

15.57 14.47 6.57 1.04 7.07 4.58 53.04 1.13 4.10 15.06

24.82 25.41 15.89 0.93 15.52 3.84 44.83 0.81 11.38 28.13

24.30 22.75 15.89 1.04 16.97 4.39 41.91 0.72 26.92 29.21

11.63 12.75 8.35 0.88 7.61 3.73 35.49 0.55 16.68 11.80

3.27 3.99 2.62 0.87 2.15 3.90 40.63 0.68 19.94 3.62

62

Data perusahaan dalam bentuk rasio keuangan untuk periode 1999-2004 diatas akan dianalisis satu per satu sebagai berikut: 4. Current Ratio 3.00

2.50

Ratio (X)

2.00

BATI Industry

1.50

1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.1 Current Ratio BATI dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Current Ratio BATI adalah 0,86. Seiring dengan berjalannya waktu selama empat tahun berturut-turut, Current Ratio BATI terus meningkat hingga mencapai 2,29 pada tanggal 31 Desember 2003. Akan tetapi, di akhir Desember 2004 terjadi penurunan sebesar 0,2 dari tahun sebelumnya. Dari data ini dapat diketahui bahwa setelah terjadi kenaikan yang terus-menerus akhirnya ada

63

sedikit penurunan dari hutang jangka pendek Perseroan, namun tetap dapat melunasi kewajiban jangka pendek, karena masih adanya aset Perseroan yang liquid.

5. Acid-Test Ratio 0.90

0.80

0.70

Ratio (X)

0.60

0.50 BATI Industry 0.40

0.30

0.20

0.10

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.2 Acid-Test Ratio BATI dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Acid-test Ratio atau Quick Ratio BATI adalah 0,18 dan terus meningkat menjadi 0,19 (2000) dan 0,36 di tahun 2001, namun kemudian menunjukkan sedikit penurunan di tahun berikutnya menjadi 0,34. Untungnya hal ini tidak berlangsung selamanya, karena mulai tahun 2003 Acid-test Ratio BATI menunjukkan peningkatan kembali menjadi 0,46 dan 0,78 di akhir tahun 2004. Pada

64

akhirnya hal ini turut mendukung keterangan sebelumnya bahwa Perseroan memiliki aset liquid yang melebihi short-term debt-nya.

6. Average Collection Period 18

16

14

Ratio (Days)

12

10 BATI Industry 8

6

4

2

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.3 Average Collection Period BATI dan Industri

Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat liquidity Perseroan selain dengan Current Ratio dan Acid-test Ratio adalah dengan melakukan penghitungan Average Collection Period. Pada akhir tahun 1999, Average Collection Period BATI adalah 13 hari, lalu menurun menjadi 9 hari di tahun berikutnya dan naik lagi menjadi 10 hari di akhir 2001. Selama dua tahun berikutnya, BATI

65

mengalami penurunan Average Collection Period menjadi 6 hari (2002) dan 4 hari (2003). Tetapi kenaikan yang signifikan terjadi pada tahun berikutnya sehingga pada akhir Desember 2004 menjadi 11 hari. Dari sini dapat kita nilai bahwa meskipun aset BATI cukup mampu untuk menutupi kewajibannya, namun di periode terakhir terlihat bahwa kemampuan BATI untuk mengumpulkan pembayaran piutang dalam jangka pendeknya semakin memerlukan waktu yang lama.

7. Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio 120

100

Ratio (X)

80

BATI Industry

60

40

20

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.4 Account Receivable (A/R) Turnover BATI dan Industri

66

Kesimpulan yang sama dapat diambil dengan melakukan penghitungan Account Receivable Turnover Ratio. Pada tanggal 31 Desember 1999, A/R Turnover BATI adalah 28,97 kali per tahun, lalu meningkat menjadi 39,38 kali per tahun di akhir tahun berikutnya. Kemudian A/R Turnover BATI menurun kembali menjadi 36,20 kali per tahun, namun sempat terjadi kenaikan pada akhir tahun 2002 dan 2003 sebelum akhirnya turun lagi pada akhir Desember 2004 menjadi 33,45 kali per tahun, jauh dibawah A/R Turnover pada keempat tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya semakin kecil perputaran yang dapat dilakukan dari piutangpiutangnya selama setahun dan memberitahukan bahwa manajemen atas piutang Perseroan belum efektif atau kurangnya usaha untuk menekan waktu dari kebijakan pengumpulan piutangnya.

67

8. Inventory Turnover Ratio 100

90

80

70

Ratio (X)

60 BATI Industry

50

40

30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.5 Inventory Turnover Ratio BATI dan Industri

Untuk mengetahui berapa banyak perputaran atas inventories yang dapat dilakukan selama setahunnya, maka dapat dihitung Inventory Turnover-nya. Diketahui bahwa pada akhir tahun 1999 BATI memiliki rasio sebesar 1,31 kali per tahun, namun mulai menurun pada tahun-tahun berikutnya menjadi 0,99 kali per tahun, 0,77 kali per tahun, 0,86 kali per tahun, dan 0,77 kali per tahun diakhir tahun 2003. Namun, terakhir pada tanggal 31 Desember 2004 rasionya menjadi 0,91 kali per tahun atau dengan kata lain kemampuan BATI untuk menjual inventory-nya rata-

68

rata adalah dalam waktu 401 hari atau lebih dari satu tahun. Hal ini tentu buruk sekali karena menunjukkan masih kurang efektifnya manajemen BATI atas inventory-nya.

9. Operating Income Return on Investment (OIROI) 30

25

Ratio (%)

20

BATI Industry

15

10

5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.6 Operating Income Return on Investment (OIROI) BATI dan Industri

Pada tanggal 31 Desember 1999 OIROI BATI menunjukkan 14,98% dan mulai meningkat di tahun berikutnya menjadi 15,57% (2000), 24,82% (2001), dan sedikit menurun di tahun 2002 menjadi 24,30%, lalu terus menurun menjadi 11,63% dan akhirnya pada tanggal 31 Desember 2004 menjadi 3,27%. Hal ini menunjukkan

69

manajemen BATI tidak efisien dalam menekan biaya operasional sehingga profit atau keuntungan operasionalnya semakin menurun selama tiga tahun terakhir.

10. Operating Profit Margin 30

25

Ratio (%)

20

BATI Industry

15

10

5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.7 Operating Profit Margin BATI dan Industri

Pada akhir tahun 1999 Operating Profit Margin BATI adalah 12,91%, lalu terus meningkat selama dua tahun berikutnya menjadi 14,47% (2000) dan 25,41% (2001), tetapi kemudian menurun terus hingga akhir Desember 2004 yang ditunjukkan dengan angka 22,75%, 12,75%, dan 3,99%. Hal ini sekali lagi sangat

70

disayangkan, karena manajemen BATI tidak dapat menaikkan jumlah sales dan menekan biaya operasional dengan baik.

11. Net Profit Margin 18

16

14

Ratio (%)

12

10 BATI Industry 8

6

4

2

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.8 Net Profit Margin BATI dan Industri

Diketahui Net Profit Margin BATI pada akhir tahun 1999 adalah 2,72% yang lalu meningkat menjadi 6,57% di tahun 2000, meningkat lagi menjadi 15,89% di akhir tahun 2001 dan bertahan sampai di akhir tahun 2002. Sayangnya hal ini tidak dapat dipertahankan, karena pada akhir tahun 2003 turun menjadi 8,35% bahkan pada akhir Desember 2004 menjadi 2,62%. Artinya pendapatan dibandingkan dengan sales

71

semakin kecil sehingga profit ataupun keuntungan bersih yang diperoleh juga semakin kecil.

12. Total Asset Turnover 2.50

2.00

Ratio (X)

1.50 BATI Industry 1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.9 Total Asset Turnover BATI dan Industri

Total Asset Turnover BATI pada akhir tahun 1999 adalah 1,21, lalu menurun menjadi 1,04 di akhir tahun 2000 dan 0,93 di akhir tahun 2001. Ada sedikit kenaikan di akhir tahun 2002 (1,04), namun kembali terjadi penurunan di akhir tahun 2003 (0,88) dan terakhir di akhir Desember 2004 menjadi 0,87. Hal ini juga menunjukkan kurang efektifnya manajemen BATI dalam mengelola semua aset karena setelah

72

dibandingkan dengan sales, rasionya semakin menurun dan akhirnya hanya menembus angka 0,87.

13. Return on Assets (ROA) 18

16

14

Ratio (%)

12

10 BATI Industry 8

6

4

2

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.10 Return on Assets (ROA) BATI dan Industri

Pada tanggal 31 Desember 1999 ROA BATI adalah 3,16%, lalu meningkat di tiga tahun berikutnya menjadi 7,07% (2000), 15,52% (2001), dan 16,97% (2002), namun kemudian turun menjadi 7,61% di akhir tahun 2003, bahkan lebih buruk lagi di akhir Desember 2004 dimana ROA BATI hanya 2,15%. Hal ini menunjukkan

73

adanya penurunan pendapatan yang seperti telah disinggung sebelumnya dikarenakan manajemen BATI tidak dapat menaikkan jumlah sales.

14. Fixed Assets Turnover 100

90

80

70

Ratio (X)

60 BATI Industry

50

40

30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.11 Fixed Assets Turnover BATI dan Industri

Senada dengan Total Asset Turnover-nya, Fixed Asset Turnover pada akhir tahun 1999 adalah 5,85, lalu menurun menjadi 4,58 di tahun 2000 dan 3,84 di tahun 2001. Ada sedikit kenaikan di tahun 2002 (4,39), namun kembali terjadi penurunan di tahun 2003 (3,73) dan terakhir di akhir Desember 2004 terjadi sedikit kenaikan kembali menjadi 3,90. Hal ini juga mendukung keterangan masih kurang efektifnya

74

manajemen BATI dalam mengelola Fixed Asset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya hanya semakin menurun, walaupun pada akhirnya ada kenaikan, tetapi tipis sekali atau hanya sebesar 0,17.

15. Debt Ratio 100

90

80

70

Ratio (%)

60 BATI Industry

50

40

30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.12 Debt Ratio BATI dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Debt Ratio BATI menunjukkan 88,23% yang kemudian terus-menerus menurun selama empat tahun berikutnya hingga menjadi 35,49% di akhir tahun 2003. Namun, pada akhir Desember 2004 terjadi kenaikan

75

menjadi 40,63%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki BATI semakin sedikit sejak 1999, namun kembali meninggi di akhir tahun 2004.

16. Debt to Equity Ratio (DER) 8.00

7.00

6.00

Ratio (X)

5.00

BATI Industry

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.13 Debt to Equity Ratio (DER) BATI dan Industri

Seperti ditunjukkan di atas, DER BATI adalah 7,50 yang terus-menerus turun hingga akhir tahun 2003 menjadi 0,55, namun ada sedikit kenaikan yaitu menjadi 0,68 di akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki BATI dibandingkan dengan equity pada dasarnya semakin kecil, walaupun terjadi sedikit kenaikan pada periode terakhir.

76

17. Times Interest Earned (TIE) 30

25

Ratio (X)

20

BATI Industry

15

10

5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.14 Times Interest Earned (TIE) BATI dan Industri

Pada akhir tahun 1999, TIE BATI adalah 2,99 dan terus meningkat sampai menjadi 26,92 di akhir tahun 2002. Kemudian di akhir tahun 2003 terlihat ada penurunan sebesar 10,24 dari tahun sebelumnya. Pada akhir Desember 2004 terjadi sedikit kenaikan menjadi 19,94. TIE menunjukkan kemampuan BATI untuk menutupi beban bunganya dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya dan dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa BATI dapat membayar bunga dari hutangnya.

77

18. Return on Equity (ROE) 35.00

30.00

25.00

Ratio (%)

20.00 BATI Industry 15.00

10.00

5.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.15 Return on Equity (ROE) BATI dan Industri

Seperti tertulis diatas, ROE BATI pada akhir tahun 1999 adalah 26,87%. Pada tahun berikutnya terjadi penurunan menjadi 15,06%, namun terjadi kenaikan di tahun 2001 dan 2002. Di akhir tahun 2003 terjadi penurunan hingga terakhir di akhir Desember 2004 menjadi 3,62%. Hal ini menunjukkan adanya turun naik pendapatan Perseroan dibandingkan dengan equity para pemegang saham sampai akhirnya terjadi penurunan paling buruk di akhir tahun 2004.

78

4.2.2 PT Gudang Garam Tbk (GGRM) Tabel 4.2 Rasio Keuangan GGRM (1999-2004) Financial Ratios: Current Ratio (X) Acid-Test Ratio (X) Average Collection Period (Days) Accounts Receivable (A/R) Turnover Inventory Turnover (X) Operating Income Return on Investment/OIROI (%) Operating Profit Margin (%) Net Profit Margin (%) Total Asset Turnover (X) Return on Assets/ROA (%) Fixed Asset Turnover (X) Debt Ratio (%) Debt to Equity Ratio/DER Times Interest Earned/TIE Return on Equity/ROE

1999 3.11 1.13

2000 2.00 0.42

2001 2.20 0.40

2002 2.08 0.38

2003 1.97 0.40

2004 1.67 0.40

31.05

34.60

33.00

26.57

24.68

29.49

11.75 2.32

10.55 1.89

11.06 1.66

13.74 1.74

14.79 1.97

12.38 2.01

37.30 23.73 17.93 1.74 28.19 9.14 28.27 0.39 64.06 39.30

30.02 21.75 14.99 1.58 20.69 9.96 43.64 0.77 35.76 36.71

25.21 18.86 11.62 1.48 15.52 9.41 39.04 0.64 8.83 25.46

22.36 16.50 9.97 1.45 13.51 6.99 37.17 0.59 7.81 21.49

16.90 12.67 7.95 1.41 10.60 5.30 36.73 0.58 8.65 16.76

15.35 12.53 8.05 1.33 9.86 4.39 42.02 0.72 11.51 17.00

79

Data perusahaan dalam bentuk rasio keuangan untuk periode 1999-2004 diatas akan dianalisis satu per satu sebagai berikut: 1. Current Ratio 3.50

3.00

2.50

Ratio (X)

2.00 GGRM Industry 1.50

1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.16 Current Ratio GGRM dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Current Ratio GGRM adalah 3,11 yang kemudian turun di tahun berikutnya sebesar 1,11 dan naik lagi sebesar 0,2 di akhir Desember 2001. Mulai akhir tahun selanjutnya tampak penurunan terus-menerus hingga pada akhir Desember 2004 mencapai 1,67. Dari data ini dapat diketahui bahwa adanya penurunan dari hutang jangka pendek Perseroan, namun tetap masih dapat melunasi kewajiban jangka pendek, karena masih adanya aset Perseroan yang liquid.

80

2. Acid-Test Ratio 1.20

1.00

Ratio (X)

0.80

GGRM Industry

0.60

0.40

0.20

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.17 Acid-Test Ratio GGRM dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Acid-test Ratio atau Quick Ratio GGRM adalah 1,13 dan terus menurun menjadi 0,42 (2000), namun kemudian terjadi penurunan sedikit demi sedikit hingga mencapai 0,40 di akhir Desember 2004. Pada akhirnya hal ini turut mendukung keterangan sebelumnya bahwa Perseroan masih memiliki aset liquid yang melebihi short-term debt-nya, walaupun lebih kecil dibandingkan pada akhir tahun 1999, 2000, dan 2001.

81

3. Average Collection Period 40.00

35.00

30.00

Ratio (Days)

25.00

GGRM Industry

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.18 Average Collection Period GGRM dan Industri

Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat liquidity Perseroan selain dengan Current Ratio dan Acid-test Ratio adalah dengan melakukan penghitungan Average Collection Period. Pada akhir tahun 1999, Average Collection Period GGRM adalah 31 hari, lalu meningkat menjadi 35 hari di tahun berikutnya dan turun sedikit menjadi 33 hari di akhir 2001. Hal ini terus berlanjut pada tahuntahun sesudahnya sampai akhir Desember 2003 mencapai 25 hari. Kemudian pada akhir Desember 2004 tampak terjadi lagi kenaikan sebesar 5 hari. Dari sini dapat kita nilai bahwa meskipun aset GGRM cukup mampu untuk menutupi kewajibannya,

82

namun di periode terakhir terlihat bahwa kemampuan GGRM untuk mengumpulkan pembayaran piutang dalam jangka pendeknya masih memerlukan waktu rata-rata 30 hari.

4. Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio 60.00

50.00

Ratio (X)

40.00

GGRM Industry

30.00

20.00

10.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.19 Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio GGRM dan Industri

Kesimpulan yang sama dapat diambil dengan melakukan penghitungan Account Receivable Turnover Ratio. Pada tanggal 31 Desember 1999, A/R Turnover GGRM adalah 11,75 kali per tahun, lalu menurun menjadi 10,55 kali per tahun di akhir tahun berikutnya. Kemudian A/R Turnover GGRM mengalami peningkatan

83

pada tiga tahun berikutnya hingga mencapai 14,79 kali per tahun pada akhir Desember 2003 sebelum kemudian turun lagi menjadi 12,38 kali per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Perseroan memerlukan waktu lebih lama untuk mengumpulkan piutang-piutangnya dibandingkan dua tahun sebelumnya dan memberitahukan bahwa pada dasarnya manajemen atas piutang Perseroan masih dapat lebih efektif lagi untuk menekan waktu dari kebijakan pengumpulan piutangnya.

5. Inventory Turnover Ratio 100.00

90.00

80.00

70.00

Ratio (X)

60.00 GGRM Industry

50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

Tahun

Grafik 4.20 Inventory Turnover Ratio GGRM dan Industri

2004

84

Untuk mengetahui berapa banyak perputaran atas inventories yang dapat dilakukan selama setahunnya, maka dapat dihitung Inventory Turnover-nya. Diketahui bahwa pada akhir tahun 1999 GGRM memiliki rasio sebesar 2,32 kali per tahun, namun mulai menurun pada tahun-tahun berikutnya menjadi 1,89 kali per tahun dan 1,66 kali per tahun sebelum akhirnya terus mengalami peningkatan hingga pada akhir Desember 2004 menjadi 2,01 kali per tahun. Dengan kata lain kemampuan GGRM untuk menjual inventory-nya rata-rata adalah dalam waktu 182 hari atau hampir setengah tahun. Hal ini tentu masih harus diperbaiki lagi agar Inventory Turnover-nya lebih cepat lagi di masa mendatang.

85

6. Operating Income Return on Investment (OIROI) 40.00

35.00

30.00

Ratio (%)

25.00

GGRM Industry

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.21 Operating Income Return on Investment (OIROI) GGRM dan Industri

Pada tanggal 31 Desember 1999 OIROI GGRM menunjukkan 37,30% yang kemudian terus-menerus menurun hingga mencapai 15,35% pada tanggal 31 Desember 2004. Hal ini menunjukkan manajemen GGRM tidak efisien dalam menekan biaya operasional sehingga profit atau keuntungan operasionalnya semakin menurun dari tahun ke tahun.

86

7. Operating Profit Margin 25.00

20.00

Ratio (%)

15.00 GGRM Industry 10.00

5.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.22 Operating Profit Margin GGRM dan Industri

Pada akhir tahun 1999 Operating Profit Margin GGRM adalah 23,73%, lalu terus-menerus menurun sehingga pada akhir Desember 2004 menjadi 12,53%. Hal ini sekali lagi sangat disayangkan, karena berarti manajemen GGRM tidak dapat menaikkan jumlah sales dan menekan biaya operasional dengan baik, terbukti dengan semakin menurunnya margin profit atau keuntungan operasional Perseroan.

87

8. Net Profit Margin 20.00

18.00

16.00

14.00

Ratio (%)

12.00 GGRM Industry

10.00

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.23 Net Profit Margin GGRM dan Industri

Diketahui Net Profit Margin GGRM pada akhir tahun 1999 adalah 17,93% yang lalu menurun terus hingga akhir Desember 2003 menjadi 7,95%. Pada periode terakhir tanggal 31 Desember 2004 terjadi sedikit kenaikan menjadi 8,05%. Artinya pendapatan dibandingkan dengan sales masih relatif lebih kecil sehingga profit ataupun keuntungan bersih yang diperoleh juga lebih sedikit dibandingkan dengan pada akhir tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

88

9. Total Asset Turnover 2.50

2.00

Ratio (X)

1.50 GGRM Industry 1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.24 Total Asset Turnover GGRM dan Industri

Total Asset Turnover GGRM pada akhir tahun 1999 adalah 1,74, lalu terus terjadi penurunan hingga menjadi 1,33 di akhir tahun 2004. Hal ini juga menunjukkan tidak efektifnya manajemen GGRM dalam mengelola semua aset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya bukan semakin meningkat melainkan semakin menurun sampai pada periode terakhir.

89

10. Return on Assets (ROA) 30.00

25.00

Ratio (%)

20.00

GGRM Industry

15.00

10.00

5.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.25 Return on Assets (ROA) GGRM dan Industri

Pada tanggal 31 Desember 1999 ROA GGRM adalah 28,19% yang kemudian mengalami penurunan terus-menerus hingga pada akhir Desember 2004 ROA GGRM tinggal menjadi 9,86%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan pendapatan yang dikarenakan manajemen GGRM tidak dapat menaikkan jumlah sales.

90

11. Fixed Assets Turnover 100.00

90.00

80.00

70.00

Ratio (X)

60.00 GGRM Industry

50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.26 Fixed Assets Turnover GGRM dan Industri

Fixed Asset Turnover GGRM pada akhir tahun 1999 adalah 9,14, lalu sedikit meningkat menjadi 9,96 pada akhir tahun berikutnya, namun kemudian terus mengalami penurunan hingga periode terakhir tanggal 31 Desember 2004 menjadi 4,39. Hal ini juga mendukung keterangan masih kurang efektifnya manajemen GGRM dalam mengelola Fixed Asset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya semakin menurun.

91

12. Debt Ratio 70.00

60.00

50.00

Ratio (%)

40.00 GGRM Industry 30.00

20.00

10.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.27 Debt Ratio GGRM dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Debt Ratio GGRM menunjukkan 28,27% yang kemudian meningkat sebesar 15,37% di tahun berikutnya sebelum menurun terus selama tiga tahun selanjutnya hingga menjadi 36,73% pada akhir Desember 2003. Pada akhir Desember 2004 sempat naik lagi menjadi 42,02%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki GGRM sebelumnya sejak tahun 2000 mulai menurun, namun pada akhir tahun 2004 meningkat lagi presentasenya menjadi diatas rata-rata rasio tiga tahun sebelumnya.

92

13. Debt to Equity Ratio 3.00

2.50

Ratio (X)

2.00

GGRM Industry

1.50

1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.28 Debt to Equity Ratio (DER) GGRM dan Industri

Seperti ditunjukkan di atas, DER GGRM adalah 0,39 yang kemudian sempat naik menjadi 0,77 di tahun berikutnya sebelum turun terus hingga akhir Desember 2003 (0,58) dan naik lagi menjadi 0,72 di akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki GGRM dibandingkan dengan equity cenderung menurun di tahun-tahun 2001, 2002, dan 2003, tetapi mengalami sedikit peningkatan di periode terakhir.

93

14. Times Interest Earned (TIE) 70.00

60.00

50.00

Ratio (X)

40.00 GGRM Industry 30.00

20.00

10.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.29 Times Interest Earned (TIE) GGRM dan Industri

Pada akhir tahun 1999, TIE GGRM adalah 64,06 dan terus menurun sampai menjadi 7,81 di akhir tahun 2002 sebelum kemudian meningkat terus menjadi 8,65 di akhir Desember 2003 dan 11,51 di akhir Desember 2004. Dengan demikian diketahui kemampuan GGRM untuk menutupi beban bunganya atau membayar bunga atas hutangnya dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya masih kurang efisien dan masih harus ditingkatkan lagi agar bisa seperti di akhir tahun 1999 dan 2000 atau bahkan lebih baik lagi.

94

15. Return on Equity (ROE) 45.00

40.00

35.00

Ratio (%)

30.00

25.00 GGRM Industry 20.00

15.00

10.00

5.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.30 Return on Equity (ROE) GGRM dan Industri

Seperti tertulis diatas, ROE GGRM pada akhir tahun 1999 adalah 39,30% dan kemudian menurun terus hingga akhir Desember 2003 menjadi 16,76%, lalu naik sedikit menjadi 17% pada akhir tahun 2004. Hal ini menunjukkan pada akhirnya ada sedikit kenaikan pendapatan dibandingkan dengan equity para pemegang saham meskipun belum sebaik ROE atau pendapatan di akhir tahun 1999 sampai 2002.

95

4.2.3 PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) Tabel 4.3 Rasio Keuangan HMSP (1999-2004) Financial Ratios: Current Ratio (X) Acid-Test Ratio (X) Average Collection Period (Days) Accounts Receivable (A/R) Turnover Inventory Turnover (X) Operating Income Return on Investment/OIROI (%) Operating Profit Margin (%) Net Profit Margin (%) Total Asset Turnover (X) Return on Assets/ROA (%) Fixed Asset Turnover (X) Debt Ratio (%) Debt to Equity Ratio/DER Times Interest Earned/TIE Return on Equity/ROE (%)

1999 2.05 0.69

2000 2.64 0.58

2001 2.53 0.55

2002 3.29 0.78

2003 4.07 1.34

2004 2.16 0.90

5.06

5.01

5.08

6.10

5.37

4.55

72.13 2.50

72.84 2.18

71.85 2.12

59.83 1.98

67.99 2.03

80.18 2.46

30.16 26.42 19.06 1.27 21.76 4.51 52.30 1.10 8.61 45.61

24.08 20.46 10.11 1.34 11.89 5.49 55.17 1.23 6.46 26.53

28.01 18.86 6.79 1.56 10.09 7.23 56.06 1.28 5.95 22.96

27.78 18.03 11.05 1.57 17.02 8.07 47.02 0.89 6.95 32.13

23.46 16.30 9.59 1.47 13.80 7.44 43.43 0.77 7.05 24.39

30.64 20.75 13.25 1.58 19.56 7.87 48.04 0.92 10.65 37.65

96

Data perusahaan dalam bentuk rasio keuangan untuk periode 1999-2004 diatas akan dianalisis satu per satu sebagai berikut: 1. Current Ratio 4.50

4.00

3.50

Ratio (X)

3.00

2.50 HMSP Industry 2.00

1.50

1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.31 Current Ratio HMSP dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Current Ratio HMSP adalah 2,05 yang kemudian meningkat sedikit menjadi 2,64 di akhir tahun berikutnya sebelum kemudian menurun lagi menjadi 2,53. Pada akhir kedua tahun berikutnya terlihat bahwa kenaikan berturut-turut sebagai berikut: 3,29 dan 4,07. Tanggal 31 Desember 2004 terlihat bahwa Current Ratio HMSP kembali turun menjadi 2,16. Dari data ini dapat diketahui bahwa walaupun sempat terjadi kenaikan dan penurunan, pada akhirnya

97

HMSP masih mampu membayar hutang jangka pendeknya, karena masih adanya aset Perusahan yang liquid.

2. Acid-Test Ratio 1.60

1.40

1.20

Ratio (X)

1.00

HMSP Industry

0.80

0.60

0.40

0.20

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.32 Acid-Test Ratio HMSP dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Acid-test Ratio atau Quick Ratio HMSP adalah 0,69 yang kemudian meningkat menjadi 0,58 pada akhir tahun 2000, namun sedikit mengalami penurunan menjadi 0,55 pada akhir tahun 2001. Pada dua tahun berikutnya terjadi kenaikan menjadi 0,78 (2002) dan 1,34 (2003), tetapi kembali tampak terjadi penurunan pada akhir Desember 2004 sebesar 0,90. Pada akhirnya hal

98

ini turut mendukung keterangan sebelumnya bahwa Perusahaan masih memiliki aset liquid yang melebihi short-term debt-nya.

3. Average Collection Period 18

16

14

Ratio (Days)

12

10 HMSP Industry 8

6

4

2

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.33 Average Collection Period HMSP dan Industri

Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat liquidity Perusahaan selain dengan Current Ratio dan Acid-test Ratio adalah dengan melakukan penghitungan Average Collection Period. Pada akhir tahun 1999, Average Collection Period HMSP adalah 5 hari yang mengalami kestabilan selama 2 (dua) tahun berikutnya. Namun kemudian mengalami kenaikan menjadi 6 hari di akhir

99

tahun 2002. Setelah itu mulai terjadi penurunan kembali berturut-turut menjadi 5 hari pada akhir Desember 2003 dan 4,55 hari pada akhir Desember 2004. Dari sini dapat kita nilai bahwa kemampuan HMSP untuk mengumpulkan pembayaran piutangnya semakin memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

4. Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio 90

80

70

Ratio (X)

60

50 HMSP Industry 40

30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.34 Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio HMSP dan Industri

100

Kesimpulan yang sama dapat diambil dengan melakukan penghitungan Account Receivable Turnover Ratio. Pada tanggal 31 Desember 1999, A/R Turnover HMSP adalah 72,13 kali per tahun, lalu sedikit meningkat menjadi 72,84 kali per tahun pada akhir tahun 2000. Kemudian A/R Turnover HMSP turun menjadi 71,85 kali per tahun yang dilanjutkan menjadi 59,83 kali per tahun di akhir tahun berikutnya. Namun, mulai akhir Desember 2003 terlihat A/R Turnover HMSP mengalami peningkatan menjadi 67,99 kali per tahun dan akhirnya mencapai 80,18 kali per tahun atau rata-rata setiap 5 hari pada akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya piutang-piutang Perusahaan dapat lebih cepat dikumpulkan dan bahwa manajemen atas piutang Perusahaan telah lebih efektif sehingga dapat menekan waktu dari kebijakan pengumpulan piutangnya.

101

5. Inventory Turnover Ratio 100

90

80

70

Ratio (X)

60 HMSP Industry

50

40

30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.35 Inventory Turnover Ratio HMSP dan Industri

Untuk mengetahui berapa banyak perputaran atas inventories yang dapat dilakukan selama setahunnya, maka dapat dihitung Inventory Turnover-nya. Diketahui bahwa pada akhir tahun 1999 HMSP memiliki rasio sebesar 2,50 kali per tahun, namun mulai menurun pada tahun-tahun berikutnya menjadi 2,18 kali per tahun, 2,13 kali per tahun, dan 1,98 kali per tahun. Mulai akhir Desmber 2003 baru terlihat kenaikan menjadi 2,03 kali per tahun dan akhirnya mencapai 2,46 kali per tahun di periode terakhir. Dari sini terlihat bahwa kemampuan HMSP untuk menjual inventory-nya rata-rata adalah dalam waktu 148 hari. Hal ini tentu masih belum

102

cukup baik dan menunjukkan masih kurang efektifnya manajemen HMSP atas inventory-nya.

6. Operating Income Return on Investment (OIROI) 35

30

25

Ratio (%)

20 HMSP Industry 15

10

5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.36 Operating Income Return on Investment (OIROI) HMSP dan Industri

Pada tanggal 31 Desember 1999 OIROI HMSP menunjukkan 30,16% dan menurun di akhir tahun 2000 menjadi 24,08%, namun kemudian meningkat lagi di tahun berikutnya menjadi 28,01%. Pada kedua tahun setelahnya terjadi penurunan hingga mencapai 23,46% di akhir tahun 2003. Pada akhir Desember 2004 terjadi kenaikan sehingga mencapai presentase yang lebih tinggi daripada di akhir 1999,

103

yaitu menjadi 30,64%. Hal ini menunjukkan manajemen HMSP mulai berusaha untuk menekan biaya operasional sehingga profit atau pendapatan operasional yang diperoleh lebih baik pada periode yang terakhir.

7. Operating Profit Margin 30

25

Ratio (%)

20

HMSP Industry

15

10

5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.37 Operating Profit Margin HMSP dan Industri

Pada akhir tahun 1999 Operating Profit Margin HMSP adalah 26,42%, lalu terus mengalami penurunan hingga akhir Desember 2003 menjadi 16,30%. Pada akhir Desember 2004 presentase margin sudah meningkat kembali ke 20,75%. Hal ini menggambarkan bahwa pada akhirnya manajemen HMSP masih dapat menaikkan

104

jumlah sales dan menekan biaya operasional dengan cukup baik jika dibandingkan dengan margin selama empat tahun sebelumnya.

8. Net Profit Margin 25

20

Ratio (%)

15 HMSP Industry 10

5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.38 Net Profit Margin HMSP dan Industri

Diketahui Net Profit Margin HMSP pada akhir tahun 1999 adalah 19,06% yang lalu mengalami penurunan di dua tahun berikutnya menjadi 10,11% (2000) dan 6,79% (2001). Kemudian marginnya sempat naik sebesar 4,26% di akhir tahun 2002 dan turun lagi di akhir Desember 2003 menjadi 9,59%. Pada akhir Desember 2004 terjadi peningkatan menjadi 13,25%, melebihi presentase margin di keempat tahun

105

sebelumnya. Hal ini berarti pendapatan dibandingkan dengan sales masih cukup meningkat di periode yang terakhir sehingga profit ataupun keuntungan bersih yang diperoleh bisa dikatakan lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya, meskipun terlihat masih jauh lebih baik di akhir tahun 1999.

9. Total Asset Turnover 2.50

2.00

Ratio (X)

1.50 HMSP Industry 1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.39 Total Asset Turnover HMSP dan Industri

Total Asset Turnover HMSP pada akhir tahun 1999 adalah 1,27, lalu meningkat terus selama tiga tahun berikutnya hingga mencapai 1,57 di akhir Desember 2002. Ada sedikit penurunan di akhir tahun 2003 (1,47), namun kembali

106

terjadi peningkatan di akhir tahun 2004 menjadi 1,58. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya manajemen HMSP terlihat bahwa sudah lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam mengelola semua aset setelah dibandingkan dengan sales-nya. Meskipun demikian diharapkan akan semakin lebih efisien lagi di waktu yang akan datang.

10. Return on Assets (ROA) 25

20

Ratio (%)

15 HMSP Industry 10

5

0 1999

2000

2001

2002

2003

Tahun

Grafik 4.40 Return on Assets (ROA) HMSP dan Industri

2004

107

Pada tanggal 31 Desember 1999 ROA HMSP adalah 21,76%, lalu menurun di dua tahun berikutnya menjadi 11,89% (2000) dan 10,09% (2001). Pada akhir tahun 2002 tampak peningkatan sehingga menjadi 17,02%, namun kembali sekali lagi menurun pada akhir tahun berikutnya menjadi 13,80%. Pada akhir Desember 2004 terlihat bahwa ROA kembali melonjak menjadi 19,56%. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya manajemen HMSP cukup dapat menaikkan jumlah sales, terlihat dari terjadinya kenaikan pendapatan di akhir Desember 2004 dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya.

11. Fixed Assets Turnover 100

90

80

70

Ratio (X)

60 HMSP Industry

50

40

30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

Tahun

Grafik 4.41 Fixed Assets Turnover HMSP dan Industri

2004

108

Senada dengan Total Asset Turnover-nya, Fixed Asset Turnover pada akhir tahun 1999 adalah 4,51, lalu meningkat terus hingga akhir tahun 2002 menjadi 8,07 sebelum kembali terjadi penurunan menjadi 7,44 dan kemudian naik lagi sedikit menjadi 7,87 pada akhir Desember 2004. Hal ini berarti manajemen HMSP masih dapat ditingkatkan lagi keefektifannya dalam mengelola Fixed Asset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya masih cukup besar dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya, namun masih tampak lebih baik pada akhir periode 2002.

12. Debt Ratio 70

60

50

Ratio (%)

40 HMSP Industry 30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

Tahun

Grafik 4.42 Debt Ratio HMSP dan Industri

2004

109

Pada akhir tahun 1999, Debt Ratio HMSP menunjukkan 52,30% yang kemudian meningkat terus di kedua tahun berikutnya hingga mencapai 56,06% pada akhir Desember 2001. Pada akhir Desember 2002 terlihat menurun dan berlanjut ke tahun berikutnya hingga menjadi 43,43%. Namun demikian pada akhir Desember 2004 tampak terjadi lonjakan sebesar 4,60%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki HMSP sampai pada periode terakhir sedikit mengalami kenaikan dibandingkan dua tahun sebelumnya.

13. Debt to Equity Ratio (DER) 3.00

2.50

Ratio (X)

2.00

HMSP Industry

1.50

1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

Tahun

Grafik 4.43 Debt to Equity Ratio (DER) HMSP dan Industri

2004

110

Seperti ditunjukkan di atas, DER HMSP adalah 1,10 yang terus-menerus meningkat mencapai 1,28 di akhir Desember 2001. Meskipun demikian, ada penurunan pada dua tahun berikutnya sehingga menjadi 0,77. Pada akhir Desember 2004 terjadi kenaikan sebesar 0,15 dari akhir tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki HMSP dibandingkan dengan equity pada dasarnya semakin kecil, walaupun ada sedikit kenaikan seperti tampak di periode terakhir.

14. Times Interest Earned (TIE) 20

18

16

14

Ratio (X)

12 HMSP Industry

10

8

6

4

2

0 1999

2000

2001

2002

2003

Tahun

Grafik 4.44 Times Interest Earned (TIE) HMSP dan Industri

2004

111

Pada akhir tahun 1999, TIE HMSP adalah 8,61 yang kemudian menurun pada kedua tahun berikutnya mencapai 5,95 pada akhir tahun 2001, tetapi mulai akhir tahun selanjutnya terlihat bahwa peningkatan yang terus-menerus hingga mencapai 10,65 pada tanggal 31 Desember 2004. Hasil perhitungan TIE ini menunjukkan kemampuan HMSP untuk membayar bunga dari hutangnya dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya terlihat semakin lebih baik selama tiga periode terakhir.

15. Return on Equity (ROE) 50.00

45.00

40.00

35.00

Ratio (%)

30.00 HMSP Industry

25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

Tahun

Grafik 4.45 Return on Equity (ROE) HMSP dan Industri

2004

112

Seperti tertulis diatas, ROE HMSP pada akhir tahun 1999 adalah 45,61%. Pada tahun berikutnya terjadi penurunan sebesar 19,08% dan hal ini berlanjut hingga akhir tahun 2001 menjadi 22,96%. Pada akhir Desember 2002 terlihat presentase ROE cukup meningkat menjadi 32,13%, namun turun kembali pada akhir tahun berikutnya. Terakhir pada tanggal 31 Desember 2004, terjadi peningkatan presentase ROE yang cukup baik sebesar 13,26%. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa adanya turun naik pendapatan Perusahaan dibandingkan dengan equity para pemegang sahamnya, meskipun masih adanya kenaikan di akhir periode, tetapi belum sebaik di akhir tahun 1999.

113

4.2.4 PT

Bentoel

Internasional

Investama

Tbk

(d/h

PT

Transindo Multi Prima Tbk) / RMBA Tabel 4.4 Rasio Keuangan RMBA (1999-2004) Financial Ratios: Current Ratio (X) Acid-Test Ratio (X) Average Collection Period (Days) Accounts Receivable (A/R) Turnover Inventory Turnover (X) Operating Income Return on Investment/OIROI (%) Operating Profit Margin (%) Net Profit Margin (%) Total Asset Turnover (X) Return on Assets/ROA (%) Fixed Asset Turnover (X) Debt Ratio (%) Debt to Equity Ratio/DER Times Interest Earned/TIE Return on Equity/ROE (%)

1999 0.79 0.76

2000 2.17 0.71

2001 2.29 0.98

2002 2.00 0.96

2003 1.82 0.98

2004 1.92 1.13

8.46

9.41

13.25

13.99

15.85

13.62

43.13 337.46

38.80 4.46

27.54 3.92

26.08 5.05

23.02 5.23

26.81 5.82

-3.28 -0.94 1.14 4.60 3.96 335.68 69.48 2.28 0.00 12.98

8.19 6.25 6.02 2.60 7.89 9.80 54.66 1.63 5.12 23.50

12.92 6.68 6.11 2.11 11.82 8.75 50.17 0.22 5.53 5.14

3.22 1.40 2.11 2.34 4.86 11.02 47.13 0.89 1.69 9.20

-2.36 -1.11 -0.51 2.10 -1.09 9.92 46.86 0.88 -1.26 -2.06

0.76 0.36 1.43 2.11 3.03 10.02 45.23 0.83 0.78 5.53

114

Data perusahaan dalam bentuk rasio keuangan untuk periode 1999-2004 diatas akan dianalisis satu per satu sebagai berikut: 1. Current Ratio 3.00

2.50

Ratio (X)

2.00

RMBA Industry

1.50

1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.46 Current Ratio RMBA dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Current Ratio RMBA adalah 0,79 yang kemudian naik di kedua tahun berikutnya (2,17 dan 2,29) dan turun di kedua tahun setelahnya (2 dan 1,82). Akan tetapi, di akhir Desember 2004 terjadi sedikit kenaikan sebesar 0,09 dari tahun sebelumnya. Dari data ini dapat diketahui adanya kenaikan dan penurunan dari hutang jangka pendek Perusahaan dari tahun 1999 sampai 2003, dan adanya sedikit kenaikan di periode akhir yang menggambarkan bahwa Perusahaan

115

dapat melunasi kewajiban jangka pendek, karena masih adanya aset Perseroan yang liquid.

2. Acid-Test Ratio 1.20

1.00

Ratio (X)

0.80

RMBA Industry

0.60

0.40

0.20

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.47 Acid-Test Ratio RMBA dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Acid-test Ratio atau Quick Ratio RMBA adalah 0,76 dan menurun pada angka 0,71 (2000). Tetapi, ada kenaikan di akhir tahun 2001, walaupun sempat pula turun kembali di tahun berikutnya menjadi 0,96, namun setelah itu terus meningkat hingga mencapai 1,13 di akhir Desember 2004. Pada

116

akhirnya hal ini turut mendukung keterangan sebelumnya, yaitu bahwa Perusahaan memiliki aset liquid yang melebihi short-term debt-nya.

3. Average Collection Period 18

16

14

Ratio (Days)

12

10 RMBA Industry 8

6

4

2

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.48 Average Collection Period RMBA dan Industri

Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat liquidity Perusahaan selain dengan Current Ratio dan Acid-test Ratio adalah dengan melakukan penghitungan Average Collection Period. Pada akhir tahun 1999, Average Collection Period RMBA adalah 8 hari, lalu terus-menerus meningkat selama empat tahun sesudahnya. Namun, pada akhir Desember 2004 terjadi penurunan menjadi

117

13,62 hari. Dari sini dapat kita nilai bahwa meskipun aset RMBA cukup mampu untuk menutupi kewajibannya, namun di periode terakhir terlihat bahwa kemampuan RMBA untuk mengumpulkan pembayaran piutang jangka pendeknya mengalami penurunan yang artinya memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dua tahun sebelumnya.

4. Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio

60

50

Ratio (X)

40

RMBA Industry

30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.49 Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio RMBA dan Industri

118

Kesimpulan yang sama dapat diambil dengan melakukan penghitungan Account Receivable Turnover Ratio. Pada tanggal 31 Desember 1999, A/R Turnover RMBA adalah 43,13 kali per tahun, lalu terus menurun sampai akhirnya menjadi 23,02 kali per tahun pada akhir tahun 2003. Kemudian A/R Turnover RMBA kembali naik menjadi 26,81 kali per tahun di akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya piutang-piutang Perusahaan dapat dikumpulkan rata-rata setiap 14 hari sekali dan bahwa manajemen atas piutang Perusahaan masih harus lebih ditingkatkan keefektifannya dengan mencoba untuk lebih menekan lagi waktu dari kebijakan pengumpulan piutangnya.

119

5. Inventory Turnover Ratio 400

350

300

Ratio (X)

250

RMBA Industry

200

150

100

50

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.50 Inventory Turnover Ratio RMBA dan Industri

Untuk mengetahui berapa banyak perputaran atas inventories yang dapat dilakukan selama setahunnya, maka dapat dihitung Inventory Turnover-nya. Diketahui bahwa pada akhir tahun 1999 RMBA memiliki rasio sebesar 337,46 kali per tahun yang menurun drastis menjadi 4,46 di tahun berikutnya dan 3,92 di akhir tahun 2001. Pada akhir tahun 2002 terlihat adanya sedikit kenaikan (5,05) yang berlajut terus sedikit demi sedikit sampai akhir tahun 2004 (5,82). Dengan kata lain kemampuan RMBA untuk menjual inventory-nya rata-rata adalah dalam kurun waktu 63 hari atau sekitar dua bulanan. Hal ini cukup baik dan menunjukkan cukup

120

efektifnya manajemen RMBA atas inventory-nya, walaupun tentu saja masih harus lebih ditingkatkan lagi di kemudian hari.

6. Operating Income Return on Investment (OIROI) 25

20

Ratio (%)

15

RMBA Industry

10

5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

-5 Tahun

Grafik 4.5 Operating Income Return on Investment (OIROI) RMBA dan Industri

Pada tanggal 31 Desember 1999 OIROI RMBA sangat memprihatinkan, yaitu -3,28%. Pada akhir tahun 2000 dan 2001 terjadi kenaikan masing-masing menjadi 8,19% dan 12,92%. Namun sayang sekali kemudian mulai terjadi penurunan sehingga menjadi 3,22 bahkan di akhir tahun 2003 mencapai -2,36% (lebih baik daripada di akhir tahun 1999). Pada tanggal 31 Desember 2004 terlihat adanya

121

kenaikan menjadi 0,76% dan hal ini menunjukkan manajemen RMBA tidak efisien dalam menekan biaya operasional sehingga profit atau keuntungan operasionalnya sangat rendah bahkan sempat minus atau tidak ada profit sebanyak dua kali.

7. Operating Profit Margin 20

15

Ratio (%)

10 RMBA Industry 5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

-5 Tahun

Grafik 4.52 Operating Profit Margin RMBA dan Industri

Pada akhir tahun 1999 Operating Profit Margin RMBA adalah -0,94%, lalu terus meningkat selama dua tahun berikutnya menjadi 6,25% (2000) dan 6,68% (2001), tetapi kemudian menurun terus bahkan sempat minus lagi di akhir tahun 2003. Pada akhir tahun 2004 presentase margin sudah kembali positif, namun masih

122

kecil sekali. Hal ini sekali lagi sangat disayangkan, karena artinya manajemen RMBA masih belum dapat menaikkan jumlah sales dan menekan biaya operasional dengan baik.

8. Net Profit Margin 12

10

8

Ratio (%)

6 RMBA Industry 4

2

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

-2 Tahun

Grafik 4.53 Net Profit Margin RMBA dan Industri

Diketahui Net Profit Margin RMBA pada akhir tahun 1999 adalah 1,14% yang lalu meningkat menjadi 6,02% di tahun 2000, meningkat lagi menjadi 6,11% di akhir tahun 2001, tetapi kemudian menurun terus bahkan sampai mencapai -0,51% di akhir tahun 2003. Pada akhir Desember 2004 tampak ada sedikit kenaikan menjadi

123

1,43%. Artinya pendapatan dibandingkan dengan sales masih sangat kecil sehingga profit ataupun keuntungan bersih yang diperoleh juga kecil.

9. Total Asset Turnover 5.00

4.50

4.00

3.50

Ratio (X)

3.00 RMBA Industry

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.54 Total Asset Turnover RMBA dan Industri

Total Asset Turnover RMBA pada akhir tahun 1999 adalah 4,60, lalu menurun menjadi 2,60 di akhir tahun 2000 dan 2,11 di akhir tahun 2001. Ada sedikit kenaikan di akhir tahun 2002 (2,34), namun kembali terjadi penurunan di akhir tahun 2003 (2,10) dan terakhir di akhir Desember 2004 sedikit meningkat menjadi 2,11. Hal ini menunjukkan masih kurang efektifnya manajemen RMBA dalam mengelola

124

semua aset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya tidak menampakkan adanya kenaikan yang berarti.

10. Return on Assets (ROA) 16

14

12

Ratio (%)

10

8 RMBA Industry 6

4

2

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

-2 Tahun

Grafik 4.55 Return on Assets (ROA) RMBA dan Industri

Pada tanggal 31 Desember 1999 ROA RMBA adalah 3,96%, lalu meningkat di dua tahun berikutnya menjadi 7,89% (2000) dan 11,82% (2001). Kemudian terjadi penurunan di akhir tahun 2002 yang berlanjut bahkan mencapai minus di akhir tahun berikutnya. Pada akhir Desember 2004 terlihat bahwa ROA kembali meningkat menjadi 3,03%. Ini menunjukkan bahwa manajemen RMBA tidak dapat menaikkan

125

jumlah sales, terlihat dari terjadinya penurunan pendapatan bahkan sampai minus di akhir tahun 2003, walau sempat pula naik pada periode terakhir, tetap saja ROA-nya masih tergolong kecil.

11. Fixed Assets Turnover 400

350

300

Ratio (X)

250

RMBA Industry

200

150

100

50

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.56 Fixed Assets Turnover RMBA dan Industri

Senada dengan Total Asset Turnover-nya, Fixed Asset Turnover pada akhir tahun 1999 adalah 335,68, lalu menurun drastis menjadi 9,80 di tahun 2000 dan 8,75 di akhir tahun 2001. Ada sedikit kenaikan di akhir tahun 2002 (11,02), namun kembali terjadi penurunan di akhir tahun 2003 (9,92) dan terakhir di akhir Desember

126

2004 terjadi sedikit kenaikan kembali menjadi 10,02. Hal ini juga mendukung keterangan masih kurang efektifnya manajemen RMBA dalam mengelola Fixed Asset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya hanya semakin menurun, walaupun pada akhirnya ada kenaikan, tetapi tipis sekali atau hanya sebesar 0,10.

12. Debt Ratio 80

70

60

Ratio (%)

50

RMBA Industry

40

30

20

10

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.57 Debt Ratio RMBA dan Industri

Pada akhir tahun 1999, Debt Ratio RMBA menunjukkan 69,48% yang kemudian terus-menerus menurun sampai pada akhir Desember 2004 menjadi

127

45,23%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki RMBA semakin sedikit setiap tahunnya.

13. Debt to Equity Ratio (DER) 3.00

2.50

Ratio (X)

2.00

RMBA Industry

1.50

1.00

0.50

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

Tahun

Grafik 4.58 Debt to Equity Ratio (DER) RMBA dan Industri

Seperti ditunjukkan di atas, DER RMBA adalah 2,28 yang terus-menerus turun hingga mencapai angka paling rendah pada akhir tahun 2001, yaitu 0,22. Tetapi, ada sedikit kenaikan pada akhir tahun berikutnya, walaupun kemudian turun kembali menjadi 0,88 di akhir tahun 2003 dan berlanjut menjadi 0,83 pada akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki RMBA

128

dibandingkan dengan equity pada dasarnya semakin kecil seperti tampak di periode terakhir.

14. Times Interest Earned (TIE) 20

15

Ratio (X)

10 RMBA Industry 5

0 1999

2000

2001

2002

2003

2004

-5 Tahun

Grafik 4.59 Times Interest Earned (TIE) RMBA dan Industri

Pada akhir tahun 1999, TIE RMBA menembus angka 0, namun terjadi peningkatan menjadi 5,12 di akhir tahun 2000 dan 5,53 di akhir tahun 2001. Kemudian mulai terjadi lagi penurunan pada akhir tahun berikutnya bahkan sampai mencapai -1,26 di akhir tahun 2003. Ada sedikit kenaikan di akhir Desember 2004 dimana TIE mencapai 0,79. Hal ini menunjukkan kemampuan RMBA untuk

129

menutupi beban bunganya dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya pada umumnya masih kurang baik.

15. Return on Equity (ROE) 35.00

30.00

25.00

Ratio (%)

20.00

RMBA Industry

15.00

10.00

5.00

0.00 1999

2000

2001

2002

2003

2004

-5.00 Tahun

Grafik 4.60 Return on Equity (ROE) RMBA dan Industri

Seperti tertulis diatas, ROE RMBA pada akhir tahun 1999 adalah 12,98%. Pada tahun berikutnya terjadi kenaikan yang cukup baik menjadi 23,50%. Namun, penurunan terjadi pada akhir tahun 2001 menjadi 5,14% dan kenaikan sempat terjadi di akhir tahun selanjutnya. Akan tetapi, pada akhir tahun 2003, terlihat adanya penurunan yang cukup besar bahkan ROE sempat mencapai minus. Pada akhir

130

Desember 2004, ROE RMBA naik kembali menjadi 5,53%. Hal ini menunjukkan adanya turun naik pendapatan Perseroan dibandingkan dengan equity para pemegang saham, bahkan sempat terjadi penurunan paling buruk di akhir Desember 2003.

4.3

Analisis Industri Rokok di BEJ Secara Keseluruhan

4.3.1 Tahun 1999 Pada tahun 1999, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio lancar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 3,11 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah RMBA (0,79 kali). Rasio Cepat (Acid Test Ratio) GGRM dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu

131

sebesar 1,13 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah BATI (0,18 kali). Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) HMSP, RMBA dan BATI adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 6 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 32 hari, sekitar dua kali lipat dari ratarata industri (15 hari). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) HMSP dan RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat perputaran piutang usaha

132

yang paling tinggi, yaitu 72,13 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya dalam periode tersebut. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 11,75 kali, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata industri (39 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Dengan demikian, RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang paling tinggi, yaitu 337,46 kali. Hal ini disebabkan karena jumlah persediaan yang dimiliki oleh RMBA memang sangat kecil jika dibandingkan dengan perusahaan yang lain. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaannya adalah BATI, yaitu sebesar 1,31 kali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa BATI harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang.

133

Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 37,3%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai -3,28%. OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 26,42%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai -0,95%. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 19,06%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan

134

paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 1,14%. OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva berada di atas rata-rata industri. Dengan demikian, RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran total aktiva yang paling tinggi, yaitu 4,6 kali sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 1,21 kali. Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return On Assets) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan

tersebut

dibandingkan,

GGRM

memiliki

tingkat

rasio

pengembalian atas total aktiva yang lebih tinggi, yaitu sebesar 28,19% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI (3,16%). Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

135

Demikian pula halnya dengan RMBA yang tingkat rasio pengembalian atas total aktivanya masih berada 10,31% di bawah rata-rata industri. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) RMBA (335,68 kali) merupakan perusahaan satu-satunya yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Hal ini disebabkan karena total aktiva tetap yang dimiliki oleh RMBA sangat kecil jika dibandingkan dengan perusahaan yang lain. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah HMSP, dimana rasionya hanya mencapai 4,51 kali. Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah yaitu sebesar 28,27%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah BATI (88,23%). Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) GGRM, HMSP dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,39 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan

136

hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah BATI, yaitu sebesar 7,5 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) GGRM merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri, yaitu sebesar 64,06 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Sedangkan perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 45,61% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA (12,98%). Oleh karena itu, RMBA harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan BATI yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitasnya masih berada sekitar 4,31% di bawah rata-rata industri.

137

4.3.2 Tahun 2000 Pada tahun 2000, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas : Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio lancar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 2,64 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. GGRM yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama bila dilihat dari rasio lancarnya, pada tahun 2000 berada di posisi ketiga. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah BATI (1,34 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena

tingkat

rasio

lancar

seluruh

perusahaan

tersebut

melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 0,71 kali

138

yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. GGRM yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama bila dilihat dari rasio cepatnya, pada tahun 2000 berada di posisi ketiga. Perubahan posisi GGRM tersebut sama, bila dilihat dari rasio lancarnya. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah BATI (0,19 kali). Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) HMSP, BATI dan RMBA adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 6 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 35 hari, sekitar dua kali lipat dari ratarata industri (15 hari). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan.

139

Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) HMSP adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Dengan demikian, HMSP merupakan perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang paling tinggi, yaitu 72,84 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya dalam periode tersebut. BATI dan RMBA memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang hampir sama pada tahun ini, yaitu sekitar 39 kali. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 10,55 kali, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata industri (40,39 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Dengan demikian, RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang paling tinggi, yaitu 4,46 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999, dimana posisi

140

pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM, BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaannya adalah BATI, yaitu sebesar 0,99 kali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa BATI harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 30,02%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 8,19%. OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 21,75%, mengungguli HMSP yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan

141

yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 6,25%, walaupun

telah

terjadi peningkatan tingkat marjin laba operasi RMBA

sekitar 7,19%. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 14,99%, mengungguli HMSP yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 6,02%, walaupun telah terjadi peningkatan tingkat margin laba bersih RMBA sekitar 4,88% bila dibandingkan dengan tahun 1999. OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva berada di atas rata-rata industri. Dengan demikian, RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran total aktiva yang paling tinggi, yaitu 2,6 kali sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh GGRM, HMSP dan BATI.

142

Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 1,04 kali. Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan

tersebut

dibandingkan,

GGRM

memiliki

tingkat

rasio

pengembalian atas total aktiva yang lebih tinggi, yaitu sebesar 20,69% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999, dimana posisi pertama diperoleh GGRM, kemudian diikuti oleh HMSP, RMBA dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI (7,07%), meskipun rasio pengembalian atas total aktiva BATI telah meningkat sekitar 3,91% bila dibandingkan dengan tahun 1999. Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan RMBA yang tingkat rasio pengembalian atas total aktivanya masih berada sekitar 4% di bawah rata-rata industri. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) GGRM dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih

143

tinggi yaitu sebesar 9,96 kali, mengungguli RMBA yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 4,58 kali, padahal pada tahun sebelumnya, tingkat perputaran aktiva tetap BATI berada pada posisi ketiga. Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) GGRM merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri, yaitu sebesar 43,64%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah HMSP (55,17%). Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,77 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah RMBA, yaitu sebesar 1,63 kali.

144

Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) GGRM merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri, yaitu sebesar 35,76 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Sedangkan perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah BATI (4,1 kali), walaupun telah mengalami peningkatan sekitar 1,11 kali bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 36,71% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI (15,06%), menurun sekitar 11,81% bila dibandingkan dengan akhir tahun 1999. Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan RMBA yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitasnya masih berada sekitar 1,95% di bawah rata-rata industri.

145

4.3.3 Tahun 2001 Pada tahun 2001, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas : Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP, RMBA dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio lancar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 2,53 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh HMSP, kemudian diikuti oleh RMBA, GGRM dan BATI. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah BATI (1,66 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena tingkat rasio lancar seluruh perusahaan tersebut melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) RMBA (0,98 kali) merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk

146

memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah BATI, yaitu sebesar 0,36 kali, meskipun telah mengalami peningkatan sekitar 0,17 kali bila dibandingkan dengan tahun 2000. Walaupun demikian, pada tahun ini tingkat rasio cepat yang diperoleh BATI hampir sama dengan yang diperoleh GGRM. Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) HMSP, BATI dan RMBA adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 6 hari, sama seperti pada tahun 2000. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana posisi pertama diperoleh HMSP, kemudian diikuti oleh BATI, RMBA dan GGRM. Sehingga perusahaan yang paling lama ratarata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 33 hari, kembali sekitar dua kali lipat dari rata-rata industri (16 hari). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat

147

pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) HMSP adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Dengan demikian, HMSP merupakan perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang paling tinggi, yaitu 71,85 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya dalam periode tersebut. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh HMSP, kemudian diikuti oleh BATI, RMBA dan GGRM. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 11,06 kali, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata industri (36,66 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran persediaan yang paling tinggi yaitu 3,92 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut

148

memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999 dan 2000, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM, BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaannya adalah BATI, yaitu sebesar 0,77 kali dan dapat disimpulkan bahwa BATI harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Demikian pula halnya dengan GGRM yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang masih berada dibawah rata-rata industri. Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) HMSP, GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HSMP memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 28,01%, mengungguli GGRM yang pada akhir tahun 2000 berada di posisi pertama. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif dan merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat OIROI-nya berada di bawah rata-rata industri adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 12,92%, dan di lain pihak tingkat OIROI BATI dari tahun ke tahun telah mengalami peningkatan. OIROI: Komponen 1

149

Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) BATI, GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 25,41 kali, padahal pada tahun 1999 dan 2000 tingkat margin laba operasi BATI hanya menempati posisi ketiga dan juga berada dibawah rata-rata industri. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan sangat berhasil dalam meningkatkan laba operasi perusahaan. GGRM dan HMSP memiliki tingkat margin laba operasi yang sama yaitu sekitar 18,86%. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 6,68%. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 15,89%, mengungguli GGRM yang pada tahun sebelumnya berada di posisi pertama sebesar 4,27%. Padahal pada tahun 2000, BATI hanya berada pada posisi ketiga bila dilihat dari tingkat margin laba bersihnya. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 6,11%, hampir sama dengan yang dicapai pada tahun 2000.

150

OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran aktiva yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,11 kali, sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan.. Sedangkan GGRM yang pada akhir tahun 2000 menempati posisi kedua, pada akhir tahun 2001 tingkat perputaran aktivanya menempati posisi ketiga dan juga berada dibawah rata-rata industri, yaitu sebesar 1,48 kali. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 0,93 kali. Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan

tersebut

dibandingkan,

GGRM

memiliki

tingkat

rasio

pengembalian atas total aktiva yang sama dengan BATI, yaitu sebesar 15,52% yang

mengindikasikan

bahwa

kedua

perusahaan

tersebut

memiliki

kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Dengan demikian pada tahun 2001, BATI mengalami peningkatan rasio pengembalian atas total aktiva yang cukup signifikan yaitu sebesar 8,45%, karena pada tahun sebelumnya BATI hanya berada pada posisi

151

keempat. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah HMSP (10,09%), meskipun pada tahun sebelumnya perusahaan tersebut berada pada posisi ke dua. Oleh karena itu HMSP harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan RMBA yang tingkat rasio pengembalian atas total aktivanya masih berada 1,42% di bawah rata-rata industri. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) GGRM dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat perputaran aktiva tetapnya berada di atas rata-rata industri. Padahal pada tahun 1999 hanya GGRM yang berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih tinggi yaitu sebesar 9,41 kali sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh GGRM, kemudian diikuti oleh RMBA, HMSP dan BATI. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 3,84 kali. Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah yaitu sebesar 39,04%. Hal ini

152

mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh GGRM, kemudian diikuti oleh BATI, RMBA dan HMSP. Sehingga perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah HMSP (56,06%), meningkat sekitar 0,89% bila dibandingkan dengan tahun 2000. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) RMBA dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,22 kali, menurun sekitar 1,41 kali bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Padahal pada tahun 2000, RMBA hanya menduduki posisi terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah HMSP, yaitu sebesar 1,28 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio kemampuan membayar bunga yang lebih tinggi yaitu sebesar 11,38 kali. Padahal pada tahun sebelumnya tingkat rasio kemampuan membayar bunga yang dimiliki BATI hanya berada pada posisi terakhir.

153

Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Sedangkan perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA yaitu sebesar 5,53 kali. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) BATI, GGRM, dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 28,13% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat pengembalian atas ekuitas yang dimiliki BATI mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun ini, karena pada tahun sebelumnya BATI hanya menduduki posisi terakhir. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA (5,14%), menurun sekitar 18,36% bila dibandingkan dengan tahun 2000. Oleh karena itu RMBA harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

154

4.3.4 Tahun 2002 Pada tahun 2002, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP (3,29 kali) merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. GGRM memperoleh posisi kedua mengungguli RMBA sekitar 0,08 kali. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah BATI (1,88 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena tingkat rasio lancar seluruh perusahaan tersebut melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 0,96 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Tetap tidak terjadi

155

perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000 dan 2001, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah BATI, yaitu sebesar 0,34 kali, selisih sekitar 0,04 kali dengan GGRM. Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) BATI dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang sama dengan HMSP, yaitu 7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa kedua perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 27 hari, kembali sekitar dua kali lipat dari rata-rata industri (14 hari). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) BATI dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang hampir

156

sama dengan HMSP yaitu sebesar 59,83 kali. Hal ini menunjukkan bahwa BATI memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 13,74 kali, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan ratarata industri (40 kali). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA (5,05 kali) adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999-2001, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaannya adalah BATI, yaitu sebesar 0,86 kali dan dapat disimpulkan bahwa BATI harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Demikian pula halnya dengan HMSP dan GGRM yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang masih berada dibawah rata-rata industri.

157

Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) HMSP, BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Terjadi pergeseran posisi kembali dari tahun 2001 dimana sekarang BATI berada di posisi kedua, mengungguli GGRM. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 27,78%, dimana persentase tersebut hampir sama dengan yang diperoleh HMSP pada tahun 2001. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif dan merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat OIROI-nya kembali berada di bawah rata-rata industri adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 3,22%, menurun sekitar 9,7% dari tahun 2001. OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) BATI, HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, BATI tetap berada di posisi pertama dimana memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 22,75%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Terjadi perubahan posisi antara HMSP dan GGRM dimana pada tahun 2002 ini HMSP (18,03%) mengungguli posisi GGRM

158

(16,5%). Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 1,4%, menurun sekitar 5,28% dari tahun 2001. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) BATI, HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 15,89%, hampir sama seperti yang diperoleh pada tahun 2001. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Terjadi perubahan posisi antara HMSP dan GGRM dimana pada tahun ini, HMSP berhasil memperoleh posisi kedua mengungguli GGRM dengan selisih sekitar 1,05%. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya hanya mencapai 2,11%, menurun sekitar 4% dari tahun 2001. OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA (2,34 kali) merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva berada di atas rata-rata industri sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan. Tetap tidak terjadi perubahan posisi sama sekali bila dibandingkan dengan tahun 2000 dan 2001, dimana posisi pertama tetap diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 1,04 kali.

159

Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) HMSP, BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan

tersebut

dibandingkan,

HMSP

memiliki

tingkat

rasio

pengembalian atas total aktiva yang paling tinggi yaitu sebesar 17,02% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Peningkatan yang dicapai oleh HMSP memang sangat signifikan karena pada tahun sebelumnya perusahaan tersebut hanya berada di posisi ke empat. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA yang hanya mencapai 4,86%, menurun sekitar 6,96% bila dibandingkan dengan tahun 2001. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran aktiva tetapnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih tinggi yaitu sebesar 11,02 kali sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Tingkat perputaran aktiva tetap GGRM (6,99 kali) menempati posisi ketiga, padahal pada tahun sebelumnya GGRM menempati posisi pertama. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya adalah 4,39 kali.

160

Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah yaitu sebesar 37,17%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah HMSP dan RMBA yaitu sekitar 47%. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,59 kali (nilai tersebut stabil bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya). Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah HMSP dan RMBA, yaitu sebesar 0,89 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) BATI adalah satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri, yaitu sebesar 26,92 kali, (meningkat sekitar 15,54 kali). Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran

161

biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2001, dimana posisi pertama diperoleh BATI, kemudian diikuti oleh GGRM, HMSP dan RMBA. Sehingga perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA yaitu sebesar 1,69 kali, menurun sekitar 3,84 kali bila dibandingkan dengan tahun 2001. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) HMSP dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 32,13% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat pengembalian atas ekuitas yang dimiliki HMSP mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun ini, karena pada tahun sebelumnya HMSP hanya menduduki posisi ketiga. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA (9,2%), walaupun tingkat pengembalian atas ekuitas RMBA telah mengalami peningkatan sekitar 4,06% bila dibandingkan dengan tahun 2001. Oleh karena itu RMBA harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan GGRM yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitasnya masih berada sekitar 1,52% di bawah rata-rata industri.

162

4.3.5 Tahun 2003 Pada tahun 2003, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP (4,07 kali) merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Disamping itu, HMSP selalu memperoleh posisi pertama dari tahun 2000. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. BATI yang sebelumnya selalu berada di posisi keempat dari tahun 2000, pada tahun ini memperoleh posisi kedua mengungguli GGRM dan RMBA sekitar 0,32 kali dan 0,47 kali. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah RMBA (1,82 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena tingkat rasio lancar seluruh perusahaan tersebut melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) HMSP dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1,34 kali,

163

mengungguli RMBA sekitar 0,36 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah GGRM, yaitu sebesar 0,4 kali, padahal sebelumnya dari tahun 2000 sampai 2002, GGRM menempati posisi ketiga, yaitu diatas BATI. Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) BATI dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 4 hari, selisih 2 hari dengan HMSP. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2002, dimana BATI memperoleh posisi pertama, kemudian diikuti oleh HMSP, RMBA dan GGRM. Sehingga perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 25 hari, kembali sekitar dua kali lipat dari rata-rata industri (13 hari) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan.

164

Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) BATI dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang paling tinggi, yaitu 99,95 kali (meningkat sekitar 39,62 kali dari tahun 2002). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2002, dimana posisi pertama diperoleh BATI, kemudian diikuti oleh HMSP, RMBA dan GGRM. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 14,79 kali, kirakira sepertiga dari rata-rata industri (51,44 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA (5,23 kali) adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999-2002, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling

165

rendah tingkat perputaran persediaanya adalah BATI yaitu sebesar 0,77 kali dan dapat disimpulkan bahwa BATI harus berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Demikian juga halnya dengan HMSP dan GGRM yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang masih berada dibawah rata-rata industri. Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Terjadi pergeseran posisi kembali dari tahun 2002 dimana sekarang GGRM kembali menyusul BATI berada di posisi kedua, sedangkan tingkat OIROI BATI menjadi di bawah rata-rata industri, sama seperti tahun 1999 dan 2000. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 23,46%. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2001-2003, HMSP merupakan perusahaan yang memiliki tingkat OIROI tertinggi bila dibandingkan dengan pesaingnya.

Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat

disimpulkan sebagai perusahaan yang mampu mempertahankan kinerjanya selain efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, bahkan tingkat OIROI-nya kembali mencapai nilai negatif, sama seperti tahun 1999. Tingkat OIROI yang dicapai RMBA adalah -2,36%.

166

OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) HMSP, BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP berada di posisi pertama sama seperti pada tahun 1999, dimana HMSP memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 16,3%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. BATI (12,75%) dan GGRM (12,67%) memiliki tingkat margin laba operasi yang hampir sama pada tahun 2003 ini. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya kembali mencapai negatif yaitu -1,11%, hampir sama dengan tahun 1999. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) HMSP, BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 9,59%, mengungguli BATI yang sebelumnya berada pada posisi pertama sekitar 1,24%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sementara itu persentase tingkat margin laba bersih yang diperoleh GGRM pada tahun ini hampir sama dengan BATI. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA, dimana rasionya malah mencapai -0,51%, kembali menurun sekitar 2,62% dari tahun 2002.

167

OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva tetap berada di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, tingkat perputaran total aktiva RMBA berada di posisi pertama yaitu sebesar 2,1 kali, mengungguli HMSP sekitar 0,63 kali. Sehingga dapat disimpulkan RMBA mampu mempertahankan keefektifannya mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan, terbukti dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini, tingkat perputaran total aktiva RMBA tetap menempati posisi pertama. Tetap tidak terjadi perubahan posisi sama sekali bila dibandingkan dengan tahun 2001 dan 2002, dimana posisi pertama tetap diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM, BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI, dimana rasio perputaran aktivanya hanya mencapai 0,88 kali sedangkan tingkat perputaran total aktiva GGRM berada di posisi ketiga yaitu sebesar 1,41 kali, selisih sekitar 0,06 kali dengan HMSP yang berada di posisi kedua dalam tingkat perputaran total aktiva. Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan

tersebut

dibandingkan,

HMSP

memiliki

tingkat

rasio

pengembalian atas total aktiva yang paling tinggi yaitu sebesar 13,8% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang

168

paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Terjadi perubahan posisi antara GGRM dan BATI, dimana GGRM berhasil mengungguli BATI sekitar 2,99%. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA yang malah rasionya mencapai -1,09%, menurun sekitar 5,95% bila dibandingkan dengan tahun 2002. Oleh karena itu, RMBA harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan perusahaan. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran aktiva tetapnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih tinggi yaitu sebesar 9,92 kali. Sedangkan HMSP memiliki tingkat perputaran aktiva tetap sebesar 7,44 kali. Dengan demikian tingkat perputaran aktiva tetap RMBA berada di posisi pertama (sama seperti akhir tahun 2002) sehingga perusahaan tersebut disimpulkan dapat mempertahankan kinerjanya sebagai perusahaan yang paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2002, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya adalah 3,73 kali menurun sekitar 0,66 kali dari tahun 2002.

169

Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah dari GGRM yaitu sebesar 35,49%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Tingkat rasio hutang HMSP berada di posisi ketiga dengan persentase sebesar 43,43%. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah RMBA yaitu sebesar 46,86%, hampir sama dengan tahun 2002. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang sama dengan GGRM yaitu sebesar 0,6 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah RMBA, yaitu sebesar 0,88 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) BATI dan GGRM adalah perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio kemampuan membayar bunga yang lebih tinggi dari GGRM yaitu sebesar 16,68 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa

170

perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2001 dan 2002, dimana posisi pertama diperoleh BATI, kemudian diikuti oleh GGRM, HMSP dan RMBA. Sehingga perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA, bahkan rasionya mencapai negatif yaitu sebesar -1,26 kali, menurun sekitar 2,95 kali bila dibandingkan dengan tahun 2002. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 24,39% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA dimana tingkat pengembalian atas ekuitasnya malah mencapai negatif yaitu sebesar -2,06%, menurun sekitar 11,26% bila dibandingkan dengan tahun 2002. Oleh karena itu RMBA harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan tersebut.

171

4.3.6 Tahun 2004 Pada tahun 2004, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio lancar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 2,16 kali, Disamping itu, HMSP selalu memperoleh posisi pertama dari tahun 2000. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. BATI pada tahun ini tetap memperoleh posisi kedua mengungguli RMBA dan GGRM. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah GGRM (1,67 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena

tingkat

rasio

lancar

seluruh

perusahaan

tersebut melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1,13 kali,

172

mengungguli HMSP sekitar 0,23 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah GGRM, yaitu sebesar 0,4 kali, sama seperti yang diperoleh pada tahun 2003. Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) HMSP, BATI dan RMBA adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 30 hari, kembali sekitar dua kali lipat dari rata-rata industri (15 hari) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) HMSP merupakan satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri, yaitu 80,18 kali. Hal ini

173

menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 12,38 kali, kira-kira sepertiga dari rata-rata industri (38,2 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA (5,82 kali) adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999-2002, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaanya adalah BATI yaitu sebesar 0,91 kali dan dapat disimpulkan bahwa BATI harus berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Demikian juga halnya dengan HMSP dan GGRM yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang masih berada dibawah rata-rata industri.

174

Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 30,64%. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2001-2004, HMSP merupakan perusahaan yang memiliki tingkat OIROI tertinggi bila dibandingkan dengan pesaingnya. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat disimpulkan sebagai perusahaan yang mampu mempertahankan kinerjanya selain efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana tingkat OIROI-nya mencapai nilai 0,76%. OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP berada di posisi pertama sama seperti pada tahun 2003, dimana HMSP memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 20,75%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 0,36 %.

175

Margin Laba Bersih (Net profit margin) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 13,25%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 1,43%. OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva tetap berada di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, tingkat perputaran total aktiva RMBA berada di posisi pertama yaitu sebesar 2,11 kali, mengungguli HMSP sekitar 0,53 kali. Sehingga dapat disimpulkan RMBA mampu mempertahankan keefektifannya mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan, terbukti dari tahun 1999 sampai tahun 2004 ini, tingkat perputaran total aktiva RMBA tetap menempati posisi pertama. Tetap tidak terjadi perubahan posisi sama sekali bila dibandingkan dengan tahun 2001 dan 2002, dimana posisi pertama tetap diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM, BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI, dimana rasio perputaran total aktivanya hanya mencapai 0,87 kali.

176

Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan

tersebut

dibandingkan,

HMSP

memiliki

tingkat

rasio

pengembalian atas total aktiva yang paling tinggi yaitu sebesar 19,56% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI yang rasionya mencapai 2,15%. Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan perusahaan. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran aktiva tetapnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih tinggi yaitu sebesar 10,02 kali. Sedangkan HMSP memiliki tingkat perputaran aktiva tetap sebesar 7,87 kali. Dengan demikian tingkat perputaran aktiva tetap RMBA berada di posisi pertama (sama seperti akhir tahun 2002 dan 2003) sehingga perusahaan tersebut disimpulkan dapat mempertahankan kinerjanya sebagai perusahaan yang paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2002, dimana posisi pertama diperoleh RMBA,

177

kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya adalah 3,9 kali. Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah dari GGRM yaitu sebesar 40,63%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah HMSP yaitu sebesar 48,04%. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,68 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah HMSP, yaitu sebesar 0,92 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) BATI dan GGRM adalah perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio kemampuan membayar bunga yang lebih

178

tinggi dari GGRM yaitu sebesar 19,94 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2001-2003, dimana posisi pertama diperoleh BATI, kemudian diikuti oleh GGRM, HMSP dan RMBA. Sehingga perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 0,78 kali. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 37,65% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI dimana tingkat pengembalian atas ekuitasnya mencapai nilai 3,62%. Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi.

179

4.4

Analisis

Industri

Rokok

di

BEJ

Berdasarkan

Pengelompokan Rasio Berdasarkan buku Keown, ada empat pengelompokan rasio yang umumnya dikenal, yaitu: 1. Likuiditas (Liquidity). Berdasarkan rata-rata setiap industri rokok di BEJ dari tahun 1999-2004 yang menduduki posisi pertama bila dilihat dari sisi likuiditasnya adalah HMSP dan RMBA. HMSP menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat rasio lancar (current ratio), tingkat rata-rata waktu pencairan piutang usaha (average collection period), tingkat perputaran piutang usaha (account receivable turnover). Sedangkan RMBA menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat rasio cepat (acid test ratio) dan tingkat perputaran persediaan (inventory turnover). Hal ini dikarenakan jumlah persediaan RMBA yang relatif kecil. 2. Profitabilitas (Profitability). Berdasarkan rata-rata setiap industri rokok di BEJ dari tahun 1999-2004 yang menduduki posisi pertama bila dilihat dari sisi profitabilitasnya adalah HMSP, RMBA dan GGRM. HMSP menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat OIROI (operating income return on investment), tingkat margin laba operasi (operating profit margin). RMBA menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat perputaran total aktiva (total assets turnover), tingkat perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover). Hal ini menunjukkan bahwa RMBA merupakan perusahaan yang paling efektif dalam mengelola aktivanya termasuk aktiva

180

tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Sedangkan GGRM menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat margin laba bersih (net profit margin), tingkat rasio pengembalian atas total aktiva (return on assets). Hal ini menunjukkan bahwa GGRM merupakan perusahaan yang menghasilkan persentase laba bersih yang paling tinggi bila dibandingkan dengan penjualan dan aktivanya. Jadi walaupun yang memiliki tingkat laba operasi yang paling tinggi adalah HMSP, namun GGRM memiliki tingkat beban bunga yang lebih rendah bila dibandingkan dengan HMSP. 3. Pengelolaan Hutang/Pembiayaan (Leverage). Berdasarkan rata-rata setiap industri rokok di BEJ dari tahun 1999-2004 yang menduduki posisi pertama bila dilihat dari sisi leverage-nya adalah GGRM. GGRM menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat rasio hutang (debt ratio), tingkat rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio), tingkat rasio kemampuan membayar bunga (time interest earned ratio). Sehingga GGRM dapat disimpulkan sebagai perusahaan yang paling rendah menggunakan pinjaman untuk membiayai keuangan perusahaannya. 4. Pengembalian Investasi (ROE). Berdasarkan rata-rata setiap industri rokok di BEJ dari tahun 1999-2004 yang menduduki posisi pertama bila dilihat dari sisi pengembalian investasinya adalah HMSP. HMSP menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat rasio pengembalian atas ekuitas (return on equity).

181

4.5

Analisis DuPont

4.5.1 Analisis DuPont BATI 1999

182

Return on Equity 26,87%

Return on Assets 3,16%

Net Profit Margin 2,72%

Net Income 27.661

divided by

divided by

1 – 0,8823

multiplied by

Sales 1.015.354

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,16

divided by

Sales 1.015.354

Total Assets 874.736

Sales 1.015.354 less Total Costs and Expenses 987.693

Current Assets 631.074

Fixed Assets 188.955

Costs of Goods Sold 613.446

Cash 71.368

Cash Operating Expenses 296.692

Accounts Receivable 22.294

Depreciation 2.206

Inventory 499.487

Interest Expense 43.864

Other Current Assets 37.925

Taxes 31.485

Gambar 4.1 DuPont Analysis BATI 1999

Other Assets 54.707

183

ROE BATI pada tahun 1999 sebesar 26,87% lebih kecil daripada industri (59,48%). Hal ini karena ROA BATI yaitu sebesar 3,16% lebih kecil daripada industri (24,05%) meskipun debt ratio BATI (0,88) lebih besar dari industri (0,60). ROA BATI lebih kecil daripada rata-rata industri karena net profit margin yang dimiliki sebesar 2,72% lebih kecil daripada industri 17,56% dan total asset turnover BATI 1,16 lebih kecil dari industri 1,37.

4.5.2 Analisis DuPont GGRM 1999

184

Return on Equity 39,30%

Return on Assets 28,19%

Net Profit Margin 17,93%

Net Income 2.276.632

divided by

divided by

1 – 0,2827

multiplied by

Sales 12.694.605

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,57

divided by

Sales 12.694.605

Total Assets 8.076.916

Sales 12.694.605 less Total Costs and Expenses 10.417.973

Current Assets 6.666.280

Fixed Assets 1.379.508

Costs of Goods Sold 8.943.319

Cash 1.080.734

Cash Operating Expenses 441.044

Accounts Receivable 1.194.404

Depreciation 106.615

Inventory 4.250.502

Interest Expense 47.021

Other Current Assets 140.640

Taxes 879.974

Gambar 4.2 DuPont Analysis GGRM 1999

Other Assets 31.128

185

Pada tahun 1999, ROE GGRM adalah sebesar 39,30% lebih kecil dari industri 59,48%. Hal ini dikarenakan debt ratio GGRM (0,28) lebih kecil dari industri (0,60) meskipun ROA GGRM lebih besar dari industri. ROA GGRM 28,19% sedangkan industri 24,05%. ROA lebih besar dari industri karena net profit margin GGRM 17,93% lebih besar daripada industri 17,56% dan total asset turnover GGRM yaitu sebesar 1,57 lebih besar dari industri (1,37).

4.5.3 Analisis DuPont HMSP 1999

186

Return on Equity 45,61%

Return on Assets 21,76%

Net Profit Margin 19,06%

Net Income 1.412.659

divided by

divided by

1 – 0,5230

multiplied by

Sales 7.412.032

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,14

divided by

Sales 7.412.032

Total Assets 6.492.685

Sales 7.412.032 less Total Costs and Expenses 5.999.373

Current Assets 3.373.020

Fixed Assets 1.706.883

Costs of Goods Sold 4.715.521

Cash 251.432

Cash Operating Expenses 341.287

Accounts Receivable 101.775

Depreciation 101.767

Inventory 2.242.541

Interest Expense 227.554

Other Current Assets 777.272

Taxes 613.244

Gambar 4.3 DuPont Analysis HMSP 1999

Other Assets 1.412.782

187

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa ROE HMSP sebesar 45,61% lebih kecil dari industri 59,48%. Hal ini karena ROA HMSP yaitu sebesar 21,73% lebih kecil daripada industri (24,05%) dan debt ratio 0,52 lebih kecil dari industri 0,60. ROA HMSP lebih kecil dari industri karena total asset turnover 1,14 lebih kecil dari industri 1,37 meskipun net profit margin yang dimiliki 19,06% lebih besar dari industri 17,56%.

4.5.4 Analisis DuPont RMBA 1999

188

Return on Equity 12,77%

Return on Assets 3,96%

Net Profit Margin 1,14%

Net Income 553,22

divided by

divided by

1 – 0,6948

multiplied by

Sales 48.473,16

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 3,47

Sales 48.473,16

divided by

Total Assets 13.966,17

Sales 48.473,16 less Total Costs and Expenses 47.919,94

Current Assets 7.655,04

Fixed Assets 17,81

Costs of Goods Sold 47.586,87

Cash 4.267,88

Cash Operating Expenses -227.511,28

Accounts Receivable 2.242,87

Depreciation 2,64

Inventory 281,03

Interest Expense 227.554

Other Current Assets 863,26

Taxes 287,71

Gambar 4.4 DuPont Analysis RMBA 1999

Other Assets 6.293,32

189

ROE RMBA seperti ditunjukkan pada gambar diatas adalah sebesar 12,77% yang lebih kecil dari industri (59,48%), dimana hal ini disebabkan ROA RMBA yaitu sebesar 3,96% lebih kecil dari industri 24,05% dan debt ratio RMBA (0,69) lebih besar dari industri yang hanya (0,60). ROA RMBA lebih kecil dari industri karena net profit margin yang dimiliki yaitu sebesar 1,14% lebih kecil dari industri 17,56% meskipun total asset turnover RMBA yaitu sebesar 3,47 lebih besar dari industri 1,37.

4.5.5 Analisis DuPont BATI 2000

190

Return on Equity 15,06%

Return on Assets 7,07%

Net Profit Margin 6,57%

Net Income 57.464

divided by

divided by

1 – 0,5304

multiplied by

Sales 874.202

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,08

divided by

Sales 874.202

Total Assets 812.466

Sales 874.202 less Total Costs and Expenses 816.738

Current Assets 552.180

Fixed Assets 192.506

Costs of Goods Sold 479.702

Cash 26.503

Cash Operating Expenses 274.564

Accounts Receivable 22.101

Depreciation 14.457

Inventory 472.260

Interest Expense 30.848

Other Current Assets 31.316

Taxes 17.167

Gambar 4.5 DuPont Analysis BATI 2000

Other Assets 67.780

191

Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa ROE BATI pada tahun 2000 adalah sebesar 15,06% lebih kecil daripada rata-rata industrinya, yaitu 32,60%. Hal ini terjadi karena ROA BATI (7,07%) lebih kecil dari industrinya (15,77%) walaupun debt ratio-nya, yaitu 0,53 lebih besar dari rata-rata industrinya (0,52). ROA BATI kecil dikarenakan net profit margin dan total asset turnover BATI sama-sama lebih kecil dari industri, dimana net profit margin-nya sebesar 6,57% dibandingkan dengan industrinya 12,28% dan total asset turnover-nya sebesar 1,08 dibandingkan industrinya yaitu sebesar 1,28.

4.5.6 Analisis DuPont GGRM 2000

192

Return on Equity 36,71%

Return on Assets 20,69%

Net Profit Margin 14,99%

Net Income 2.243.215

divided by

divided by

1 – 0,4364

multiplied by

Sales 14.964.674

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,38

divided by

Sales 14.964.674

Total Assets 10.843.195

Sales 14.964.674 less Total Costs and Expenses 12.721.459

Current Assets 9.130.444

Fixed Assets 1.626.388

Costs of Goods Sold 10.837.213

Cash 201.875

Cash Operating Expenses 737.873

Accounts Receivable 1.642.503

Depreciation 116.178

Inventory 7.197.500

Interest Expense 91.016

Other Current Assets 88.566

Taxes 939.179

Gambar 4.6 DuPont Analysis GGRM 2000

Other Assets 86.363

193

Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa ROE GGRM (36,71%) lebih besar dari industrinya (32,60%). ROE besar karena ROA GGRM, yaitu sebesar 20,69% lebih besar dari industrinya (15,77%) dan debt ratio GGRM (0,44) lebih kecil dari rata-rata industrinya (0,52). ROA lebih besar dari industri karena net profit margin dan total asset turnover yang dimiliki lebih besar bila dibandingkan industrinya, dimana net profit margin GGRM 14,99% dibandingkan dengan industrinya 12,28% dan total asset turnover GGRM 1,38 lebih besar dibandingkan dengan industrinya, yaitu 1,28.

4.5.7 Analisis DuPont HMSP 2000

194

Return on Equity 26,53%

Return on Assets 11,89%

Net Profit Margin 10,11%

Net Income 1.013.897

divided by

divided by

1 – 0,5517

multiplied by

Sales 10.029.401

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,18

Sales 10.029.401

divided by

Total Assets 8.524.815

Sales 10.029.401 less Total Costs and Expenses 9.015.504

Current Assets 5.299.591

Fixed Assets 1.948.528

Costs of Goods Sold 6.932.271

Cash 778.076

Cash Operating Expenses 1.066.102

Accounts Receivable 173.613

Depreciation 194.060

Inventory 4.125.651

Interest Expense 317.576

Other Current Assets 222.251

Taxes 505.495

Gambar 4.7 DuPont Analysis HMSP 2000

Other Assets 1.276.696

195

Pada tahun 2000, ROE HMSP, yaitu 26,53% lebih kecil dari industrinya 32,60%. Hal dikarenakan ROA HMSP (11,89%) lebih kecil dari industrinya (15,77%) meskipun debt ratio HMSP (0,55) lebih besar dari industrinya (0,52). ROA HMSP lebih kecil dari industri dikarenakan net profit margin dan total asset turnover HMSP lebih kecil dibandingkan dengan industrinya. Net profit margin HMSP adalah 10,11% sedangkan industrinya 12,28% dan total asset turnover HMSP 1,18 sedangkan industrinya 1,28.

4.5.8 Analisis DuPont RMBA 2000

196

Return on Equity 17,41%

Return on Assets 7,89%

Net Profit Margin 6,02%

divided by

Net Income 132.408,04

multiplied by

Sales 2.198.931,06

divided by

Total Debt Total Assets

1-

1 – 0,5466

Total Asset Turnover 1,31

divided by

Sales 2.198.931,06

Total Assets 1.677.351,08

Sales 2.198.931,06 less Total Costs and Expenses 2.066.523,02

Current Assets 1.215.378,25

Fixed Assets 448.722,12

Costs of Goods Sold 1.820.543,19

Cash 276.433,45

Cash Operating Expenses 163.141,63

Accounts Receivable 111.102,48

Depreciation 46.943,39

Inventory 816.899,15

Interest Expense 26.814,91

Other Current Assets 10.943,62

Taxes 9.079,90

Gambar 4.8 DuPont Analysis RMBA 2000

Other Assets 13.250,71

197

Masih pada tahun 2000, ROE RMBA (17,41%) lebih kecil dari industrinya, yaitu 32,60%. Hal ini disebabkan ROA RMBA lebih kecil dari industri, yaitu 7,89% dan industri 15,77% meskipun debt ratio RMBA, yaitu 0,55 lebih besar dari industri (0,52). ROA RMBA lebih kecil dari industri disebabkan net profit margin RMBA, yakni 6,02% lebih kecil dibandingkan dengan industrinya 12,28% walaupun total asset turnover RMBA (1,31) lebih besar dari industrinya (1,28).

4.5.9 Analisis DuPont BATI 2001

198

Return on Equity 28,31%

Return on Assets 15,52%

Net Profit Margin 15,89%

Net Income 113.420

divided by

divided by

1 – 0,4483

multiplied by

Sales 713.986

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 0,98

Sales 713.986

divided by

Total Assets 730.886

Sales 713.986 less Total Costs and Expenses 600.566

Current Assets 502.379

Fixed Assets 179.069

Costs of Goods Sold 334.430

Cash 49.205

Cash Operating Expenses 199.633

Accounts Receivable 17.344

Depreciation 21.565

Inventory 392.531

Interest Expense 15.951

Other Current Assets 43.299

Taxes 28.987

Gambar 4.9 DuPont Analysis BATI 2001

Other Assets 49.438

199

Pada tahun 2001, ROE BATI menunjukkan 28,31% lebih besar dari rata-rata industri 25,21%. Hal ini didukung oleh ROA BATI yang juga lebih besar dari ratarata industrinya sebesar 2,29% meskipun debt ratio yang dimiliki BATI, yaitu 0,45 lebih kecil dari rata-rata industri, yaitu 0,48. ROA BATI lebih besar daripada ROA industrinya dikarenakan net profit margin BATI (15,89%) lebih besar daripada ratarata industri (9,26%) walaupun total asset turnover BATI, yaitu 0,98 lebih kecil dari industri (1,43).

4.5.10 Analisis DuPont GGRM 2001

200

Return on Equity 25,46%

Return on Assets 15,57%

Net Profit Margin 11,62%

Net Income 2.087.361

divided by

divided by

1 – 0,3904

multiplied by

Sales 17.970.450

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,34

divided by

Sales 17.970.450

Total Assets 13.448.124

Sales 17.970.450 less Total Costs and Expenses 15.883.089

Current Assets 11.123.218

Fixed Assets 2.191.965

Costs of Goods Sold 13.519.452

Cash 237.848

Cash Operating Expenses 927.992

Accounts Receivable 1.607.293

Depreciation 153.809

Inventory 9.103.779

Interest Expense 384.106

Other Current Assets 174.298

Taxes 897.730

Gambar 4.10 DuPont Analysis GGRM 2001

Other Assets 132.941

201

ROE GGRM pada tahun 2001 adalah 25,46% lebih besar dari rata-rata industri, yaitu 25,21%. Hal ini disebabkan ROA GGRM 15,52% lebih besar dari industri 13,23% meskipun debt ratio GGRM 0,39 lebih kecil dari industrinya 0,48. ROA besar dikarenakan net profit margin yang dimiliki lebih besar, yaitu 11,62% bila dibandingkan dengan industrinya 9,26% meskipun total asset turnover GGRM 1,34 lebih kecil dari industri 1,43.

4.5.11 Analisis DuPont HMSP 2001

202

Return on Equity 22,96%

Return on Assets 10,09%

Net Profit Margin 6,79%

Net Income 955.413

divided by

divided by

1 – 0,5606

multiplied by

Sales 14.066.515

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,49

divided by

Sales 14.066.515

Total Assets 9.470.540

Sales 14.066.515 less Total Costs and Expenses 13.111.102

Current Assets 6.761.987

Fixed Assets 1.942.925

Costs of Goods Sold 9.993.830

Cash 890.963

Cash Operating Expenses 1.901.615

Accounts Receivable 217.955

Depreciation 50.960

Inventory 5.294.415

Interest Expense 446.101

Other Current Assets 358.654

Taxes 718.596

Gambar 4.11 DuPont Analysis HMSP 2001

Other Assets 765.628

203

Tahun 2001, ROE HMSP adalah sebesar 22,96% lebih kecil bila dibandingkan dengan industri, yaitu 25,21%, dimana hal ini dikarenakan ROA HMSP 10,09% lebih kecil dari industrinya, yaitu 13,23% meskipun debt ratio yang dimiliki sebesar 0,56 lebih besar dari industri (0,48). ROA HMSP lebih kecil dari industri dikarenakan net profit margin HMSP (6,79%) lebih kecil dari industri (9,26%) meskipun total asset turnover HMSP 1,49 lebih besar dari industri (1,43).

4.5.12 Analisis DuPont RMBA 2001

204

Return on Equity 23,72%

Return on Assets 11,82%

Net Profit Margin 6,11%

Net Income 236.555,55

divided by

multiplied by

Sales 3.872.953,08

divided by

Total Debt Total Assets

1-

1 – 0,5017

Total Asset Turnover 1,94

divided by

Sales 3.872.953,08

Total Assets 2.001.056,47

Sales 3.872.953,08 less Total Costs and Expenses 3.636.397,53

Current Assets 1.545.411,61

Fixed Assets 436.738,76

Costs of Goods Sold 3.334.881,02

Cash 442.743,21

Cash Operating Expenses 176.085,33

Accounts Receivable 170.139,66

Depreciation 41.217,62

Inventory 883.598,36

Interest Expense 46.770,17

Other Current Assets 48.930,38

Taxes 37.443,39

Gambar 4.12 DuPont Analysis RMBA 2001

Other Assets 18.906,10

205

Dari gambar terlihat bahwa ROE RMBA pada tahun ini lebih kecil dari ratarata industri. ROE RMBA, yaitu 23,72% sedangkan industrinya sebesar 25,21%. ROE RMBA lebih kecil dari industri disebabkan ROA RMBA lebih kecil dari industri, dimana ROA RMBA sebesar 11,82% sedangkan industrinya sebesar 13,23% meskipun debt ratio RMBA (0,50) lebih besar dari industri (0,48). ROA RMBA lebih kecil dari industri karena net profit margin RMBA 6,11% lebih kecil dari industri, yaitu 9,26% walaupun total asset turnover RMBA 1,94 lebih besar dari industri 1,43.

4.5.13 Analisis DuPont BATI 2002

206

Return on Equity 29,21%

divided by

Return on Assets 16,97%

Net Profit Margin 15,89%

Net Income 118.180

divided by

1 – 0,4191

multiplied by

Sales 743.855

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,07

divided by

Sales 743.855

Total Assets 696.440

Sales 743.855 less Total Costs and Expenses 625.675

Current Assets 479.855

Fixed Assets 159.873

Costs of Goods Sold 338.023

Cash 24.826

Cash Operating Expenses 206.708

Accounts Receivable 7.314

Depreciation 21.643

Inventory 392.566

Interest Expense 6.286

Other Current Assets 55.149

Taxes 53.015

Gambar 4.13 DuPont Analysis BATI 2002

Other Assets 56.712

207

Pada tahun ini, ROE BATI 29,21% lebih besar dari rata-rata industrinya 25,02% karena ROA BATI 16,97% lebih besar dari industri 14,18% meskipun debt ratio 0,42 lebih kecil bila dibandingkan dengan industri 0,43. ROA BATI lebih besar dari industri disebabkan net profit margin BATI 15,89% lebih besar dari industri (9,56%) walaupun total asset turnover BATI (1,07) lebih kecil dari rata-rata industrinya (1,48).

4.5.14 Analisis DuPont GGRM 2002

208

Return on Equity 21,49%

Return on Assets 13,51%

Net Profit Margin 9,97%

Net Income 2.086.891

divided by

divided by

1 – 0,3717

multiplied by

Sales 20.939.084

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,36

divided by

Sales 20.939.084

Total Assets 15.452.703

Sales 2.086.891 less Total Costs and Expenses 18.852.193

Current Assets 11.491.018

Fixed Assets 3.800.069

Costs of Goods Sold 16.108.007

Cash 464.982

Cash Operating Expenses 1.178.095

Accounts Receivable 1.441.422

Depreciation 203.921

Inventory 9.381.700

Interest Expense 442.351

Other Current Assets 202.914

Taxes 919.819

Gambar 4.14 DuPont Analysis GGRM 2002

Other Assets 161.616

209

ROE GGRM pada tahun 2002 sebesar 21,49% lebih kecil dari industri 25,02% karena ROA GGRM lebih kecil dari industri, yaitu 13,51% sedangkan industri 14,18% dan debt ratio GGRM (0,37) juga lebih kecil dari industri 0,43. ROA GGRM lebih kecil dari industri karena total asset turnover GGRM lebih kecil dari industri, dimana total asset turnover GGRM sebesar 1,36 lebih kecil dari industri 1,48 meskipun net profit margin lebih besar dari industri, dimana net profit margin 9,97% sedangkan industri 9,56%.

4.5.15 Analisis DuPont HMSP 2002

210

Return on Equity 32,13%

Return on Assets 17,02%

Net Profit Margin 11,05%

Net Income 1.671.084

divided by

divided by

1 – 0,4702

multiplied by

Sales 15.128.664

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,54

divided by

Sales 15.128.664

Total Assets 9.817.074

Sales 15.128.664 less Total Costs and Expenses 13.457.580

Current Assets 6.983.776

Fixed Assets 1.806.252

Costs of Goods Sold 10.517.229

Cash 1.115.599

Cash Operating Expenses 1.639.561

Accounts Receivable 287.740

Depreciation 43.596

Inventory 5.333.008

Interest Expense 392.422

Other Current Assets 247.429

Taxes 864.772

Gambar 4.15 DuPont Analysis HMSP 2002

Other Assets 1.027.046

211

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa ROE HMSP 32,13% lebih besar dari industrinya 25,02% karena ROA HMSP dan debt ratio-nya lebih besar dari rata-rata industri. ROA HMSP 17,02% sedangkan industri 14,18% dan debt ratio 0,47 sedangkan industri 0,43. ROA HMSP lebih besar dari rata-rata industri karena net profit margin dan total asset turnover HMSP lebih besar dari rata-rata industri. Net profit margin HMSP sebesar 11,05% lebih besar dari industri, yaitu 9,56% dan total asset turnover HMSP sebesar 1,54 sedangkan industrinya 1,48.

4.5.16 Analisis DuPont RMBA 2002

212

Return on Equity 9,20%

Return on Assets 4,86%

Net Profit Margin 2,11%

divided by

Net Income 100.779,57

multiplied by

Sales 4.770.685,64

divided by

Total Debt Total Assets

1-

1 – 0,4713

Total Asset Turnover 2,30

divided by

Sales 4.770.685,64

Total Assets 2.072.801,40

Sales 4.770.685,64 less Total Costs and Expenses 4.669.906,07

Current Assets 1.558.401,17

Fixed Assets 429.364,17

Costs of Goods Sold 4.276.774,63

Cash 481.859

Cash Operating Expenses 305.729,39

Accounts Receivable 195.676,62

Depreciation 38.930,50

Inventory 810.669,61

Interest Expense 39.403,54

Other Current Assets 70.195,94

Taxes 9.068,01

Gambar 4.16 DuPont Analysis RMBA 2002

Other Assets 85.036,06

213

Pada tahun 2002, ROE RMBA sebesar 9,20% lebih kecil dari industri 25,02% dikarenakan ROA RMBA 4,86% lebih kecil dari industri 14,18% meskipun debt ratio RMBA 0,47 lebih besar dari industri (0,43). ROA RMBA lebih kecil dari industri disebabkan net profit margin RMBA 2,11% lebih kecil dari industrinya (9,56%) walaupun total asset turnover RMBA (2,3) lebih besar dari rata-rata industri (1,48).

4.5.17 Analisis DuPont BATI 2003

214

Return on Equity 11,80%

divided by

Return on Assets 7,61%

Net Profit Margin 8,35%

Net Income 49.347

divided by

1 – 0,3549

multiplied by

Sales 591.188

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 0,91

divided by

Sales 591.188

Total Assets 648.344

Sales 591.188 less Total Costs and Expenses 541.841

Current Assets 456.971

Fixed Assets 156.946

Costs of Goods Sold 290.269

Cash 20.389

Cash Operating Expenses 227.857

Accounts Receivable 4.516

Depreciation 1.052

Inventory 365.959

Interest Expense 4.521

Other Current Assets 66.107

Taxes 18.142

Gambar 4.17 DuPont Analysis BATI 2003

Other Assets 34.427

215

Pada tahun 2003, ROE BATI sebesar 11,80% lebih kecil dari industri 18,27% karena baik ROA BATI maupun debt ratio BATI lebih kecil dari rata-rata industri. ROA BATI sebesar 7,61% sedangkan industrinya sebesar 10,85% dan debt ratio BATI 0,35 sedangkan industri 0,41. ROA BATI lebih kecil daripada industri karena total asset turnover BATI (0,91) lebih kecil dari industri (1,41) meskipun net profit margin-nya 8,35% lebih besar dari industri 7,67%.

4.5.18 Analisis DuPont GGRM 2003

216

Return on Equity 16,76%

Return on Assets 10,60%

Net Profit Margin 7,95%

Net Income 1.838.673

divided by

divided by

1 – 0,3673

multiplied by

Sales 23.137.376

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,33

divided by

Sales 23.137.376

Total Assets 17.338.899

Sales 23.137.376 less Total Costs and Expenses 21.298.703

Current Assets 11.923.663

Fixed Assets 4.936.413

Costs of Goods Sold 18.615.630

Cash 413.718

Cash Operating Expenses 1.495.425

Accounts Receivable 1.687.062

Depreciation 58.162

Inventory 9.528.579

Interest Expense 338.744

Other Current Assets 294.304

Taxes 790.742

Gambar 4.18 DuPont Analysis GGRM 2003

Other Assets 478.823

217

ROE GGRM pada tahun 2003 adalah sebesar 16,76% lebih kecil dari industri 18,27%. Hal ini disebabkan ROA GGRM sebesar 10,60% lebih kecil dari industri 10,85% dan debt ratio (0,37) lebih kecil dari industri (0,41). ROA GGRM lebih kecil dari industri karena total asset turnover-nya 1,33 sedangkan industri 1,41 meskipun net profit margin GGRM 7,95% lebih besar dari industri, yaitu 7,67%.

4.5.19 Analisis DuPont HMSP 2003

218

Return on Equity 24,39%

Return on Assets 13,80%

Net Profit Margin 9,59%

Net Income 1.406.844

divided by

divided by

1 – 0,4343

multiplied by

Sales 14.675.125

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,44

divided by

Sales 14.675.125

Total Assets 10.197.768

Sales 14.675.125 less Total Costs and Expenses 13.268.281

Current Assets 6.956.154

Fixed Assets 2.139.524

Costs of Goods Sold 10.152.735

Cash 1.887.008

Cash Operating Expenses 1.973.843

Accounts Receivable 143.943

Depreciation 35.219

Inventory 4.658.728

Interest Expense 339.195

Other Current Assets 266.475

Taxes 767.289

Gambar 4.19 DuPont Analysis HMSP 2003

Other Assets 1.102.090

219

Dilihat dari gambar diatas, diketahui bahwa ROE HMSP pada tahun 2003 adalah sebesar 24,39% yang lebih besar dari industrinya 18,27%. Hal ini dikarenakan ROA HMSP sebesar 13,80% lebih besar dari industri 10,85% meskipun debt ratio HMSP 0,43 lebih kecil dari industri yang sebesar 0,41. ROA lebih besar dari industri karena net profit margin HMSP 9,59% lebih besar dari industri 7,67% dan total asset turnover 1,44 lebih besar dari industri 1,41.

4.5.20 Analisis DuPont RMBA 2003

220

Return on Equity -2,06%

Return on Assets -1,09%

Net Profit Margin -0,51%

Net Income -21.804,92

divided by

multiplied by

Sales 4.264.617,45

divided by

Total Debt Total Assets

1-

1 – 0,4686

Total Asset Turnover 2,14

divided by

Sales 4.264.617,45

Total Assets 1.994.489,37

Sales 4.264.617,45 less Total Costs and Expenses 4.286.422,37

Current Assets 1.488.055,25

Fixed Assets 430.485,87

Costs of Goods Sold 3.907.086,11

Cash 537.749,32

Cash Operating Expenses 287.597,57

Accounts Receivable 174.782,25

Depreciation 43.044,28

Inventory 683.260,80

Interest Expense 37.333,99

Other Current Assets 92.262,88

Taxes 11.360,42

Gambar 4.20 DuPont Analysis RMBA 2003

Other Assets 75.948,25

221

Pada tahun ini, ROE RMBA adalah sebesar -2,06% lebih kecil bila dibandingkan dengan industrinya 18,27% karena ROA RMBA -1,09% lebih kecil dari industri, yaitu 10,85% meskipun debt ratio 0,47 lebih besar dari industri 0,41. ROA RMBA lebih kecil dari industri sebab net profit margin -0,51% lebih kecil dari industri 7,67% meskipun total asset turnover (2,14) lebih besar dari industri (0,41).

4.5.21 Analisis DuPont BATI 2004

222

Return on Equity 3,62%

divided by

Return on Assets 2,15%

Net Profit Margin 2,62%

Net Income 15.581,33

divided by

1 – 0,4063

multiplied by

Sales 593.784

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 0,82

divided by

Sales 593.784

Total Assets 724.213

Sales 593.784 less Total Costs and Expenses 578.202,67

Current Assets 546.261

Fixed Assets 147.782

Costs of Goods Sold 324.921,33

Cash 99.607

Cash Operating Expenses 239.601,67

Accounts Receivable 30.988

Depreciation 545

Inventory 344.527

Interest Expense 1.188

Other Current Assets 71.139

Taxes 11.946,67

Gambar 4.21 DuPont Analysis BATI 2004

Other Assets 30.170

223

Dari gambar diatas, terlihat ROE BATI sebesar 3,62% lebih kecil dari industrinya 22,43% dimana hal ini disebabkan ROA BATI dan debt ratio BATI sama-sama lebih kecil dari rata-rata industri. ROA BATI, yaitu 2,15% lebih kecil dari industrinya, yakni 12,57% dan debt ratio sebesar 0,41 lebih kecil dari industrinya (0,44). ROA BATI kecil dikarenakan net profit margin dan total asset turnover BATI lebih kecil dari rata-rata industri. net profit margin BATI, yaitu 2,62% lebih kecil dari rata-rata industri 9,30% dan total asset turnover BATI, yaitu 0,82 lebih kecil dari rata-rata industri, yakni 1,35.

4.5.22 Analisis DuPont GGRM 2004

224

Return on Equity 17%

Return on Assets 9,86%

Net Profit Margin 8,05%

Net Income 2.025.074,67

divided by

multiplied by

Sales 25.167.082,67

divided by

Total Debt Total Assets

1-

1 – 0,4202

Total Asset Turnover 1,22

divided by

Sales 25.167.082,67

Total Assets 20.546.125

Sales 25.167.082,67 less Total Costs and Expenses 23.142.008

Current Assets 13.785.282

Fixed Assets 6.532.319

Costs of Goods Sold 20.133.942,67

Cash 608.947

Cash Operating Expenses 1.791.820

Accounts Receivable 2.379.894

Depreciation 59.849,33

Inventory 10.494.531

Interest Expense 273.958,67

Other Current Assets 301.910

Taxes 882.437,33

Gambar 4.22 DuPont Analysis GGRM 2004

Other Assets 228.524

225

Dapat dilihat diatas bahwa ROE GGRM (17%) lebih kecil dari rata-rata industri, yakni 22,43%. Hal ini dikarenakan ROA GGRM dan debt ratio-nya lebih kecil daripada rata-rata industri. ROA GGRM adalah 9,86% sedangkan industrinya 12,57% dan debt ratio GGRM 0,42 sedangkan industri 0,44. Dari ROA GGRM tersebut dapat kita telusuri bahwa net profit margin dan total asset turnover GGRM lebih kecil dari rata-rata industrinya, dimana net profit margin 8,05% sedangkan industri 9,30% dan total asset turnover 1,22 lebih kecil dari industrinya 1,35.

4.5.23 Analisis DuPont HMSP 2004

226

Return on Equity 37,65%

Return on Assets 19,56%

Net Profit Margin 13,25%

Net Income 2.301.598,67

divided by

divided by

1 – 0,4804

multiplied by

Sales 17.375.848

Total Debt Total Assets

1-

Total Asset Turnover 1,48

divided by

Sales 17.375.848

Total Assets 11.766.015

Sales 17.375.848 less Total Costs and Expenses 15.074.249,33

Current Assets 8.138.463

Fixed Assets 2.275.892

Costs of Goods Sold 11.585.800

Cash 730.328

Cash Operating Expenses 1.971.017,33

Accounts Receivable 289.470

Depreciation 47.664

Inventory 4.768.194

Interest Expense 338.480

Other Current Assets 350.471

Taxes 1.131.288

Gambar 4.23 DuPont Analysis HMSP 2004

Other Assets 1.351.660

227

Dari gambar tersebut, terlihat bahwa ROE HMSP lebih besar dari rata-rata industri. ROE HMSP sebesar 37,65% sedangkan industri 22,43% dikarenakan ROA HMSP, yaitu 19,56% lebih besar dari rata-rata industrinya, yaitu 12,57% dan debt ratio HMSP (0,48) juga lebih besar dari rata-rata industrinya yang hanya 0,44. ROA HMSP tersebut lebih besar dari industri dikarenakan net profit margin HMSP, yaitu 13,35% lebih besar dari rata-rata industri, yaitu 9,30% dan total asset turnover HMSP, yakni 1,48 juga lebih besar dari rata-rata industrinya, yang sebesar 1,35.

4.5.24 Analisis DuPont RMBA 2004

228

Return on Equity 5,53%

Return on Assets 3,03%

Net Profit Margin 1,43%

Net Income 60.464,88

divided by

multiplied by

Sales 4.219.018,87

divided by

Total Debt

1-

Total Assets 1 – 0,4523

Total Asset Turnover 2,11

divided by

Sales 4.219.018,87

Total Assets 1.996.540,97

Sales 4.219.018,87 less Total Costs and Expenses 4.158.553,99

Current Assets 1.476.749,21

Fixed Assets 411.985,47

Costs of Goods Sold 3.756.586,30

Cash 619.587,57

Cash Operating Expenses 332.960,78

Accounts Receivable 139.981,32

Depreciation 20.533,89

Inventory 607.332,64

Interest Expense 19.467,97

Other Current Assets 109.847,68

Taxes 29.005,05

Gambar 4.24 DuPont Analysis RMBA 2004

Other Assets 107.806,29

229

Pada tahun 2004, ROE RMBA sebesar 5,53% lebih kecil dari rata-rata industrinya, yaitu 22,43%. Hal itu disebabkan ROA RMBA (3,03%) lebih kecil dari rata-rata industrinya, yaitu 12,57% meskipun debt ratio RMBA 0,45 lebih besar dari industri 0,44. ROA RMBA kecil karena net profit margin RMBA lebih kecil dari rata-rata industri, dimana net profit margin-nya 1,43% sedangkan industrinya 9,30% walaupun total asset turnover RMBA (2,11) lebih besar dari industri (0,56).

4.6

Analisis Return Saham Industri Rokok Tabel 4.5 Return Saham Industri 1999-2004

Company HMSP BATI GGRM RMBA

1999 236.97% 280.00% 61.37% 33.33%

2000 -16.17% -78.77% -30.85% -68.75%

Return Saham 2001 2002 2003 2004 -78.52% 15.63% 20.95% 48.60% -47.93% 42.06% -9.50% 11.11% -33.46% -4.05% 63.86% -0.37% -72.00% -10.71% -28.00% 22.22%

Average 37.91% 32.83% 9.42% -20.65%

230

300%

250%

200%

Return Saham

150% BATI GGRM HMSP RMBA

100%

50%

0% 1999

2000

2001

2002

2003

2004

-50%

-100% Tahun

Grafik 4.61 Return Saham Industri 1999-2004

Rata-rata return saham selama 6 (enam) tahun berturut-turut dapat diketahui bahwa rata-rata return yang paling tinggi dari keempat perusahaan rokok yang ada di Bursa Efek Jakarta adalah PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Sedangkan perusahaan yang berada dibawah HMSP adalah BATI, dengan rata-rata return saham sebesar 32,83% (selisih 5,08% dengan HMSP). Sedangkan perusahaan yang memiliki rata-rata return saham yang paling kecil adalah RMBA, dengan rata-rata sebesar -20,65%.

231

4.7

Analisis Risiko Untuk mengetahui tingkat risiko dari masing-masing perusahaan dapat

diketahui dengan cara menggunakan standard deviasi (σ) dan juga beta saham.

4.7.1 Standard Deviasi (σ) Tabel 4.6 Standard Deviasi Company BATI HMSP RMBA GGRM

Standard Deviasi (σ) 1.28 1.07 0.44 0.43

Dari data tabel diatas, dapat diketahui bahwa perusahaan yang memiliki standard deviasi terbesar adalah BATI sebesar 1,28. Hal ini menujukkan bahwa perubahan harga saham terbesar dimiliki oleh BATI, berarti dari segi total risiko, BATI merupakan perusahaan yang paling berisiko diantara ketiga perusahaan rokok lainnya. Perusahaan yang memiliki standard deviasi terkecil adalah GGRM sebesar 0,43, yang artinya bahwa GGRM tidak lebih berisiko dibandingkan ketiga perusahaan lainnya.

232

4.7.2

Beta Saham

4.7.2.1 PT BAT Indonesia Tbk 200%

150%

BATI Return

100%

50%

y = 0.0190 + 0.5497x

0% -20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-50%

-100% IHSG Return

Grafik 4.62 BATI dan IHSG Return (Januari 1999-Juni 2003)

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa Beta saham BATI adalah sebesar 0,5497, yang mempunyai arti bahwa jika pasar berubah sebesar 1%, BATI akan berubah sebesar 0,5497.

233

4.7.2.2 PT Gudang Garam Tbk 60%

50%

40%

30%

y = -0.0029 + 0.8795x GGRM Return

20%

10%

0% -20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-10%

-20%

-30%

-40% IHSG Return

Grafik 4.63 GGRM dan IHSG Return (Januari 1999-Juni 2003)

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa Beta saham GGRM adalah sebesar 0,8795. Hal ini menunjukkan bahwa jika pasar berubah sebesar 1%, GGRM akan berubah sebesar 0,8795.

234

4.7.2.3 PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk 120%

100%

80%

60%

y = 0.0129 + 1.2618x HMSP Return

40%

20%

0% -20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-20%

-40%

-60%

-80%

-100% IHSG Return

Grafik 4.64 HMSP dan IHSG Return (Januari 1999-Juni 2003)

Beta saham yang dimiliki oleh HMSP berdasarkan gabungan data dari Januari 1999 sampai dengan Juni 2003 adalah sebesar 1,2618, yang mempunyai arti bahwa jika pasar berubah sebesar 1%, HMSP akan berubah sebesar 1,2618.

235

4.7.2.4 PT Bentoel Internasional Investama Tbk 400%

350%

300%

250%

RMBA Return

200%

150%

100%

y = 0.0422 - 0.1329x 50%

0% -20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-50%

-100%

-150% IHSG Return

Grafik 4.65 RMBA dan IHSG Return (Januari 1999-Juni 2003)

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa Beta saham RMBA adalah sebesar -0,1329, yang mempunyai arti bahwa jika pasar berubah sebesar 1%, RMBA akan berubah sebesar -0,1329.

236

4.7.2.5 Beta Saham Keempat Perusahaan Dari keempat perusahaan, nilai Beta dapat diurutkan seperti dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.7 Beta Keempat Perusahaan Company HMSP GGRM BATI RMBA

Beta 1,2618 0,8795 0,5497 -0,1329

Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat risiko yang paling tinggi pada industri rokok yang ada di Bursa Efek Jakarta adalah HMSP, karena Beta yang dimiliki paling besar diantara ketiga perusahaan rokok lainnya. Sedangkan perusahaan yang paling kecil dalam hal tingkat risikonya adalah RMBA sebesar -0,1329.

4.8

Uji Hipotesis Return Saham dengan ROE Tabel 4.8 Return Saham dengan ROE 1999-2004

Tahun

1999

2000

Company BATI GGRM HMSP RMBA BATI GGRM HMSP RMBA

ROE (X) 26.87% 39.30% 45.61% 12.98% 15.06% 36.71% 26.53% 23.50%

Return Saham (Y) 280.00% 61.37% 236.97% 33.33% -78.77% -30.85% -16.17% -68.75%

237

Tahun

2001

2002

2003

2004

Company BATI GGRM HMSP RMBA BATI GGRM HMSP RMBA BATI GGRM HMSP RMBA BATI GGRM HMSP RMBA

ROE (X)

Return Saham (Y)

28.13% 25.46% 22.96% 5.14% 29.21% 21.49% 32.13% 9.20% 11.80% 16.76% 24.39% -2.06% 3.62% 17.00% 37.65% 5.53%

-47.93% -33.46% -78.52% -72.00% 42.06% -4.05% 15.63% -10.71% -9.50% 63.86% 20.95% -28.00% 11.11% -0.37% 48.60% 22.22%

Langkah-langkah dalam menguji hipotesis antara Return Saham dengan Return on Equity (ROE) adalah sebagai berikut: 13. Persamaan Regresi : Return Saham = ∂0 + ∂1 ROE

238

300%

250%

200%

Return Saham

150%

100%

y = -0.456 + 2.8184x 50%

0% -10%

0%

10%

20%

30%

-50%

-100% ROE

Grafik 4.66 ROE dan Return Saham

14. Hipotesis: H0 : ∂1 = 0 (Tidak ada hubungan antara Return Saham dengan ROE) H1 : ∂1 ≠ 0 (Ada hubungan antara Return Saham dengan ROE) 15. Tes Statistik: t (n - 2) =



1

s (∂ ) 1 2,184 = 1,36851 = 2,0595

40%

50%

239

a. Jika α = 0,050 maka t(0,050;22) = 1,717 < 2,0595 b. Jika α = 0,025 maka t(0,025;22) = 2,074 > 2,0595 16. Kesimpulan a. Jika α = 0,050 maka tolak H0, yang berarti bahwa ada hubungan antara ROE dan Return Saham. b. Jika α = 0,025 maka terima H0, yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara ROE dan Return Saham. Menurut teori, memang seharusnya ada hubungan antara Return on Equity (ROE) dengan Return Saham dan ternyata terbukti dengan didukung oleh data pada tingkat signifikan 0,05 atau taraf uji dengan α = 0,05.