Notaris Kartini Muljadi, S.H., berdasarkan Akta Pendirian No. 199 tanggal 23 ....
Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan,.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1
PT BAT Indonesia Tbk
4.1.1.1 Sejarah Perseroan PT BAT Indonesia Tbk (Perseroan) didirikan dalam kerangka UndangUndang No. 1 tahun 1976 tentang Penanaman Modal Asing yang dibuat dihadapan Notaris Kartini Muljadi, S.H., berdasarkan Akta Pendirian No. 199 tanggal 23 September 1979, yang telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Y.A.5/421/20 tanggal 13 Oktober 1979 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 92 tanggal 16 November 1979. Anggaran Dasar Perseroan telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir perubahan berdasarkan Akta Notaris Singgih Susilo, S.H., No. 9 dan 10 tanggal 6 Agustus 2002 berkaitan dengan perluasan bidang usaha serta jumlah dan susunan dewan komisaris. Akta Notaris No. 9 telah disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Surat Keputusan No. C-15697 HT.01.04 TH.2003 tanggal 20 Agustus 2002 dan Akta Notaris No. 10 telah diserahkan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tanggal 3 September 2002 dan telah
40
41
didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di Departemen Perindustrian dan Perdagangan tanggal 23 September 2002. Perseroan didirikan pada tahun 1917, lalu tahun 1923 Perseroan menjadi anak perusahaan yang seluruhnya dimiliki oleh “British-American Tobacco Company Limited”, London, Inggris (BAT). Pada tahun 1949 namanya diganti menjadi “British-American Tobacco Manufacturers (Indonesia) Limited”. Tahun 1955 Perseroan membeli saham-saham dua anak perusahaan BAT lainnya di Indonesia, yaitu Java Leaf Tobacco Development Company (Indonesia) Limited dan BritishAmerican Tobacco Company (Indonesia) Limited, lalu menggabungkan kedua usaha anak perusahaan tersebut dengan usahanya sendiri, maka maka keduanya dilikuidasi. Sesuai dengan undang-undang yang berlaku nama Perseroan diganti menjadi “PT British-American Tobacco Manufacturers (Indonesia) Limited” pada tahun 1958. Kemudian pada tahun 1964 Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih usaha Perseroan sampai tahun 1967 ketika penguasaan dikembalikan pada BAT. Nama Perseroan diganti menjadi PT BAT Indonesia pada bulan Oktober 1979. Perusahaan induk Perseroan yang langsung adalah BAT (London) yang merupakan anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh BAT Industries Limited, sebuah perseroan Inggris yang mempunyai kepentingan-kepentingan besar di seluruh dunia dalam bidang usaha tembakau, kertas, kosmetika, dan perdagangan eceran (retailing). BAT Group merupakan kelompok perusahaan swasta terbesar dan paling berpengalaman di dunia dalam bidang produk-produk yang berasal dari tembakau. Perseroan membayar kepada BAT (London) untuk bantuan teknis dan bimbingan dari perusahaan induk secara tahunan.
42
Pada tahun 1979, Perseroan mengadakan Penawaran Umum Perdana Saham kepada masyarakat sebanyak 6.600.000 lembar saham atau 30% dari 22.000.000 saham yang ditempatkan dan disetor penuh, yang dicatatkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 20 Desember 1979 dan Bursa Efek Surabaya (BES) pada tanggal 16 Juni 1989. Kemudian pada tanggal 23 Maret 2000, Perseroan mengajukan Pernyataan Pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sehubungan dengan Penawaran Umum Terbatas I Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Penawaran Umum Terbatas I) sebanyak 44.000.000 saham Perseroan. Pernyataan pendaftaran tersebut menjadi efektif tanggal 24 April 2000 dan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu tersebut telah dilaksanakan sepenuhnya pada tanggal 25 Mei 2000. Komposisi pemegang saham Perseroan pada tanggal 30 September 2004 adalah British American Tobacco (Investments) Ltd. (71%), Bank of Bermuda Ltd. (HK) (8%), BONY II (7%), dan lain-lainya yang masing-masing dengan kepemilikan dibawah 5% (14%). Kantor Pusat Perseroan berada di Jalan Jendral S. Parman 14-16, Slipi, Jakarta dan merupakan pusat perencanaan dan pengambilan keputusan dan dari situlah Direksi Perseroan beroperasi, sedangkan pabriknya berada di Cirebon.
4.1.1.2 Kegiatan Usaha Perseroan Perseroan tidak memiliki perkebunan sendiri, namun membeli daun tembakau dari para penjual tembakau lokal dengan harga pasar yang disetujui pada
43
saat pembelian. Perseroan melakukan segala aspek kegiatan mulai dari pengolahan daun tembakau, proses produksi rokok sampai pemberian bimbingan dan penyuluhan pada rangkaian penyalurannya. Perseroan bergerak di bidang industri, pemasaran, dan penjualan cerutu, rokok dan produk-produk lain yang dibuat dengan atau dari tembakau, ekspor, impor dan distribusi. Perseroan memulai kegiatan komersialnya pada tanggal 7 Agustus 1917 dengan nama N.V. Indo-Egyptian Cigarette Company. Perseroan mempunyai kepemilikan langsung pada anak perusahaan berikut: 1. PT BAT Kareb (BATK). Kegiatan usahanya adalah pemrosesan daun tembakau. 2. PT Rothmans of Pall Mall Indonesia (RPMI). Kegiatan usahanya adalah pembuatan rokok putih.
4.1.1.3 Struktur Organisasi Perseroan Susunan Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan pada tanggal 30 September 2004 adalah: Komisaris Frans Seda
:
Presiden Komisaris
Robert James Clark
:
Komisaris
Subarto Zaini
:
Komisaris
Djoko Moeljono
:
Komisaris
:
Presiden Direktur
Direksi Ian Thomas Morton
44
Rohit Anand
:
Direktur
Lekir Amir Daud
:
Direktur
Lutful Huda Chowdhury
:
Direktur
Masudil Badri
:
Direktur
Perseroan dan anak perusahaan mempunyai karyawan tetap sejumlah 660 orang pada tanggal 30 September 2004.
4.1.2
PT Gudang Garam Tbk
4.1.2.1 Sejarah Perseroan PT Gudang Garam Tbk (“Perseroan”) semula bernama PT Perusahaan Rokok Tjap “Gudang Garam” Kediri (PT Gudang Garam) dan didirikan dengan Akta Suroso, S.H., wakil Notaris sementara di Kediri, tanggal 30 Juni 1971 No. 10, lalu diubah dengan akte Notaris yang sama tanggal 13 Oktober 1971 No. 13; akte-akte ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. J.A.5/197/7 tanggal 17 November 1971, dan didaftarkan di Pengadilan Negeri Kediri dengan No. 31/1971 dan No. 32/1971 tanggal 26 November 1971, dan diumumkan dalam Tambahan No. 586 pada berita Negara No. 104 tanggal 28 Desember 1971. Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan, dimana perubahan yang terakhir dalam rangka penyesuaian dengan Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dilakukan dengan Akta Wachid Hasyim, S.H., Notaris di Surabaya, tanggal 19 Juni 1997 No. 58 yang antara lain merubah nama Perseroan menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam Tbk
45
(disingkat PT Gudang Garam Tbk), yang disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C2.1873 HT.01.04.TH 98 tanggal 19 maret 1998 dan didaftarkan dengan No. TDP 13111300014 pada Kantor Pendaftaran Perusahaan Kotamadya Kediri, agenda No. 17/BH.13.11/VI/1998 tanggal 4 Juni 1998, dan diumumkan dalam Tambahan No. 4426 pada Berita Negara No. 62 tanggal 4 Agustus 1998. Perseroan merupakan kelanjutan dari perusahaan Perseorangan yang didirikan oleh Almarhum Surya Wonowidjojo pada tanggal 26 Juni 1958 di Jalan Semampir II/1 Kediri, dengan jumlah 50 kerabat kerja, di atas tanah sewa seluas 1.000 m2 yang kini disebut Unit I, dimana Perseroan hanya memproduksi Sigaret Kretek Klobot (SKL) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan hasil produksi hanya sekitar limapuluh juta batang. Pada tahun 1969 Perusahaan beralih status menjadi Firma dan akhirnya pada tahun 1971 berubah menjadi Perseroan Terbatas. Operasi komersial dimulai tahun 1958. Pada tanggal 17 Juli 1990 dengan izin Menteri Keuangan No. SI126/SHM/KMK.10/1990 Perseroan telah melakukan penawaran umum kepada masyarakat melalui pasar modal sejumlah 57.807.800 saham nominal Rp 1.000 per saham. Dengan surat PT Bursa Efek Surabaya No. 372/D-129/BES/VIII/90 tanggal 21 Agustus 1990 telah disetujui untuk dicatatkan di Bursa Efek Surabaya sebanyak 96.204.400 saham Perseroan sejak 27 Agustus 1990 dan dengan surat PT Bursa Efek Jakarta No. S-204/BEJ/VI/92 tanggal 24 Juni 1992 telah disetujui untuk dicatatkan di Bursa Efek Jakarta sejumlah saham yang sama. Dengan surat PT Bursa Efek Surabaya No. 48/EMT/LIST/BES/V/94 tanggal 26 Mei 1994 dan surat PT Bursa Efek Jakarta No. S-359/BEJ.I.1.V/1994 tanggal 27 Mei 1994 telah dicatatkan lagi sejumlah
46
384.817.600 saham Perseroan di kedua Bursa tersebut sehingga seluruh saham Perseroan yang beredar saat itu telah dicatatkan, yaitu 481.022.000 saham. Telah dilakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dalam tahun 1996 dari Rp 1.000 menjadi Rp 500 per saham dan pengeluaran satu saham bonus untuk setiap saham yang beredar sehingga jumlah saham beredar bertambah dari 481.022.000 menjadi 1.924.088.000. Dengan surat PT Bursa Efek Jakarta No. S-039/BEJ.I.2/0596 tanggal 24 Mei 1996 dan surat PT Bursa Efek Surabaya No. 31/EMT/LIST/BES/V/96 tanggal 27 Mei 1996 seluruh saham Perseroan yang beredar, yaitu sebanyak 1.924.088.000 saham telah dicatatkan seluruhnya di kedua Bursa tersebut. Susunan pemegang saham Perseroan per 30 September 2004 adalah Tn. Rachman Halim (0,94%), Ny. Juni Setiawati Wonowidjojo (0,52%), Tn. Susilo Wonowidjojo (0,28%), PT Suryaduta Investama (66,80%), PT Suryamitra Kusuma (5,32%), dan lainnya (26,14%). Perseroan berlokasi di Indonesia dengan Kantor Pusat di Jl. Semampir II/1 Kediri, Jawa Timur, Kantor Perwakilan Jakarta di Jl. Jendral A. Yani 79, dan Kantor Perwakilan Surabaya di Jl. Pengenal 7-15, Surabaya, Jawa Timur. Adapun falsafah Perseroan adalah: 1. Kehidupan yang bermakna dan berfaedah bagi masyarakat luas merupakan suatu kebahagiaan. 2. Kerja keras, ulet, jujur, sehat, dan beriman adalah prasyarat kesuksesan. 3. Kesuksesan tidak dapat terlepas dari peranan dan kerjasama dengan orang lain. 4. Karyawan adalah mitra usaha yang utama.
47
4.1.2.2 Kegiatan Usaha Perseroan Sesuai dengan pasal 3 Anggaran Dasarnya, Perseroan bergerak di bidang industri rokok dan yang terkait dengan industri rokok. Berikut adalah anak-anak perusahaan Perseroan: 1. PT Surya Pamenang. Didirikan dengan Akta Suroso, S.H., Notaris di Kediri pada tanggal 26 November 1990 No. 47 lalu diubah dengan Akta Notaris yang sama tanggal 27 Februari 1991 No. 37, dan keduanya disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C2642 HT.01.01.Th.91 tanggal 2 Maret 1991, didaftarakan di Pengadilan Negeri Kediri dengan No. 5/1991 dan No. 6/1991 tanggal 11 Maret 1991, dan diumumkan dalam Tambahan no. 1420 pada berita Negara No. 42 tanggal 24 Mei 1991. Bidang usahanya adalah dalam berbagai bidang, namun sampai akhir September 2004 anak perusahaan bergerak di bidang industri kertas; produksi komersial dimulai 1 Juli 1993. Kantor pusatnya di Jl. Semampir II/1, Kediri, Jawa Timur, dan pabriknya di desa Ngebrak, Kediri, Jawa Timur. 2. PT Pandya Perkasa. Didirikan dengan Akta Paulus Bingadiputra, S.H., Notaris di Kediri pada tanggal 18 Agustus 1992 No. 31, yang disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C210497 HT.01.01.Th.92 tanggal 26 Desember 1992, didaftarkan di Pengadilan Negeri Surabaya dengan No. 212/1993 tanggal 15 Februari 1993, dan diumumkan dalam Tambahan No. 379 pada Berita Negara No. 67 yanggal 20 Agustus 1993. Bidang usahanya adalah pada berbagai bidang usaha, namun sampai akhir
48
September 2003 anak perusahaan bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Kantornya di Jl. Pengenal 7-15, Surabaya, Jawa Timur. 3. PT Surya Madisurindo. Didirikan dengan Akta Sudarti Hadi Suwito, S.H., Notaris kediri, tanggal 8 Maret 2002 No. 02, yang disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C-08930 HT.01.01.TH,2004 tanggal 1 April 2004. Bidang usahanya adalah pada berbagai bidang usaha. Kantornya di Jl. Raya Kebayoran Lama Pal 7 No. 24, Jakarta 11540.
4.1.2.3 Struktur Organisasi Perseroan Susunan pengurus Perseroan pada akhir September 2004 adalah: Komisaris Rachman Halim
:
Presiden Komisaris
Yudiono Muktiwidjojo
:
Komisaris
Juni Setiawati Wonowidjojo
:
Komisaris
Frank Willem van Gelder
:
Komisaris
Djajusman Surjowijono
:
Presiden Direktur
Susilo Wonowidjojo
:
Wakil Presiden Direktur
Mintarya
:
Wakil Presiden Direktur
Haji Rinto Harno
:
Direktur
Hadi Soetirto
:
Direktur
Direksi
49
Gabriel Tasman
:
Direktur
Heru Budiman
:
Direktur
Mintarjo Widya
:
Direktur
Djohan Harijono
:
Direktur
Widijanto
:
Direktur
Perseroan mempekerjakan 40.114 karyawan per 30 September 2004.
4.1.3
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
4.1.3.1 Sejarah Perusahaan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (Perusahaan) didirikan pada tanggal 19 Oktober 1963 berdasarkan akta Notaris Anwar Mahajudin, S.H., No. 69, yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. J.A.5/59/15 pada tanggal 30 April 1964 serta diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 94 tanggal 24 November 1964. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir dengan akta No. 82 tanggal 15 Juli 2004 dari Aulia Taufani, S.H., pengganti Sutjipto, S.H., Notaris di Jakarta, sehubungan dengan penurunan modal ditempatkan dan disetor penuh, yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No. C20646.HT.01.04.TH.2004 tanggal 16 Agustus 2004. Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diaktakan dengan Akta Notaris No. 187 tanggal 27 Juni 2003 dari Aulia Taufani, S.H., pengganti Sutjipto, S.H., Notaris
50
di Jakarta, para pemegang saham Perusahaan menyetujui perolehan kembali sejumlah saham Perusahaan (dengan nilai nominal Rp 100,0 per saham) dengan jumlah dana maksimum sebesar Rp 417 miliar yang berasal dari sebagian laba bersih Perusahaan tahun 2002. Perolehan kembali saham-saham Perusahaan telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2004 hingga bulan Mei 2004. Jumlah saham yang diperoleh kembali adalah sebanyak 8.869.500 saham dengan harga perolehan keseluruhan sebesar Rp 40,7 miliar. Awalnya, Almarhum Liem Seeng Tee, seorang imigran keturunan Cina yang datang ke Indonesia, mendirikan suatu perusahaan industri rumah tangga penghasil Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan merek Dji Sam Soe (234), yang merupakan salah satu rokok kretek pertama dengan campuran tembakau dan cengkeh, pada tahun 1913 di Surabaya. Pada tahun 1930 perusahaan industri rumah tangga ini diresmikan dengan dibentuknya NVBM Handel Maatschapij Sampoerna, yang selanjutnya berubah menjadi PT Handel Maatschpij Sampoerna (“Handel”) pada tahun 1959. Seiring dengan pertumbuhan industri rokok, putera kedua Almarhum, Aga Sampoerna, dan kakaknya mendirikan PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas (PDIP) yang bekedudukan di Surabaya. Pada tahun 1980, putera kedua Aga Sampoerna yaitu Putera Sampoerna mengambil alih manajemen Handel dan PDIP, lalu memutuskan untuk melakukan modernisasi dan ekspansi yang salah satunya diwujudkan dengan menghasilkan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Pada tahun 1988 PDIP berubah nama menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna (Perseroan) dan pada tanggal 2 Maret 1989 berdasarkan akta No. 1 yang dibuat dihadapan Sastra Kosasih, yang pada saat itu Notaris di Surabaya, Perseroan telah mengambil alih aktiva,
51
kewajiban dan operasional Handel, sehingga Handel tidak beroperasi lagi. Pada tahun yang sama pula, Perseroan mendirikan anak perusahaan baru yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan produk Sampoerna dengan nama yang sama dengan PDIP, yaitu PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas (“Panamas”). Pada tahun 1990, Perusahaan mengadakan Penawaran Umum Saham kepada masyarakat sebanyak 15% (lima belas persen) dari modal ditempatkan dan disetor penuh atau sebanyak Rp 27.000.000 (dua puluh juta) saham dengan nilai nominal Rp 1.000 (seribu Rupiah) per saham dan harga penawarannya Rp 12.600 (dua belas ribu enam ratus Rupiah) per saham melalui Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Setelah mengalami beberapa perubahan, pada tahun 2002, PT Anggarda Sampoerna dan Putera Sampoerna
masing-masing
telah
menghibahkan
1.198.500.000
saham
dan
180.800.000 saham miliknya di perusahaan kepada Sampoerna Family Holdings Limited, Mauritius, sehingga pada tanggal 30 September 2004 susunan para pemegang saham Perusahaan adalah DuBuis Holdings Limited, Mauritius (Dahulu Sampoerna Family Holdings Limited, Mauritius) dengan presentase kepemilikan sebesar 33,28%, Norbax, Inc., Amerika Serikat dengan presentase kepemilikan sebesar 4,72%, PT Lancar Sampoerna Bestari dengan presentase kepemilikan sebesar 5,34%, Komisaris: Boedi Sampoerna (2,00%), Soetjahjono Winarko (0,02%), James Paul Barnes (0,00%), dan lain-lainnya yang masing-masing dengan kepemilikan kurang dari 5% dengan jumlah presentase kepemilikan sebesar 54,64%. Perusahaan berkedudukan di Surabaya dengan kantor pusat berlokasi di Jl. Rungkut Industri Raya No. 18, Surabaya serta memiliki pabrik yang berlokasi di Surabaya, Pandaan, dan Malang. Adapun kredo Perusahaan adalah Menuju
52
Kesempurnaan, dimana Perusahaan menganjurkan, memupuknya, dan menuntut kesempurnaan, yang juga menjadi tolak ukur untuk para karyawan, produk-produk, perusahaan-perusahaan, hubungan kerja, dan untuk diri sendiri.
4.1.3.2 Kegiatan Usaha Perusahaan Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan, antara lain meliputi industri dan perdagangan rokok serta investasi saham pada perusahaan-perusahaan lain. Dalam situs resminya didapati unit-unit bisnis Perusahaan meliputi industri rokok (Tobacco), properties (Taman Dayu), retail (Alfa), packaging (SPP), transport (STN), distribusi (PT Panamas), dan information technology (IBSA). Berikut adalah anak-anak perusahaan yang dimiliki langsung sebagai berikut: 1. PT Sampoerna Printpack (SPP). SPP (dahulu PT Sampoerna Percetakan Nusantara) didirikan dengan nama PT Jawa Print, berdasarkan Akta No. 44 tanggal 26 Februari 1982 yang dibuat dihadapan Sastra Kosasih, saat itu Notaris di Surabaya, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C26705.HT.01.01.TH.86, tanggal 27 September 1986 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 95 tanggal 28 November 1986, Tambahan No. 1476. Bidang usaha SPP adalah percetakan dan industri produk kemasan terpadu.
53
2. PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas (Panamas). Panamas didirikan berdasarkan Akta No. 8 tanggal 8 juli 1989, yang dibuat dihadapan Sastra Kosasih, pada saat itu Notaris di Surabaya, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C28628.HT.01.01.TH.89 tanggal 13 September 1989 dan telah diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia No. 96 tanggal 1 Desember 1989, Tambahan No. 3320. Bidang usaha Panamas adalah mendistribusikan produk Perseroan (rokok) dimana seluruh pendapatan Panamas berasal dari distribusi produk Perseroan. 3. PT Sampoerna Transport Nusantara (STN). STN didirikan dengan nama PT Jawa Transport berdasarkan Akta No. 22 tanggal 11 November 1981 yang dibuat dihadapan Sastra Kosasih, pada saat itu Notaris di Surabaya, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-6706.HT.01.01.TH.86, tanggal 27 September 1986 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 95 tanggal 28 November 1986, Tambahan No. 1477. Bidang usaha STN adalah jasa pengangkutan darat dengan kegiatan utama mengangkut seluruh produk-produk Perseroan dari lokasi-lokasi produksi ke cabang-cabang Panamas di seluruh Indonesia dan juga memperoleh pendapatan dari jasa pengangkutan barang pihak ketiga yang jumlahnya mencapai kurang lebih 13,1%. 4. PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT). SAT didirikan berdasarkan Akta No. 21 tanggal 22 Februari 1989 yang dibuat dihadapan Gde Kertayasa, S.H., Notaris di Jakarta, yang disahkan oleh Menteri
54
Kehakiman
Republik
Indonesia
dengan
Surat
Keputusan
No.
C2-
7158.HT.01.01.TH.89 tanggal 7 Agustus 1989. Bidang usaha SAT adalah perdagangan eceran terutama untuk rokok dan barang-barang konsumsi lainnya. 5. PT Citra Investasi Nusa. PT Citra Investasi Nusa (dahulu PT Sampoerna Food Products Nusantara) didirikan berdasarkan Akta No. 78 tanggal 19 April 1990 yang dibuat dihadapan Ny. Rukmasanti Hardjasatya, S.H., pada saat itu Notaris di Jakarta, yang kemudian diubah dengan Akta No. 27 tanggal 10 Oktober 1991, dan Akta No. 104 tanggal 28 November 1991, keduanya dari Notaris yang sama, ketiga akta tersebut telah memperoleh pengesahan dari menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Keputusan No. C2-7649.HT.01.01.TH.91 tanggal 14 Desember 1991 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 29 tanggal 11 Maret 1995, Tambahan No. 3165. Bidang usaha PT Citra Investasi Nusa adalah perdagangan umum dan jasa. 6. PT Integrated Business Solution Asia (IBSA). Bidang usaha IBSA adalah jasa teknologi informasi. 7. PT Taman Dayu (TD). TD didirikan berdasarkan Akta No. 19 tanggal 19 Juni 1978 yang dibuat dihadapan Soehartono, S.H., pada saat itu Notaris di Surabaya, dan selanjutnya diubah dengan Akta No. 23 tanggal 28 September 1978, dari Notaris yang sama, kedua akta disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat keputusan No. Y.A. 5/342/8 tanggal 21 November 1978 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 93 tanggal 22
55
November 1983, Tambahan No. 994. Bidang usaha TD dan anak perusahaannya yaitu PT Golf Taman Dayu adalah pengembang properti, sarana pendukungnya dan lapangan golf. 8. PT Wahana Sampoerna (WS). WS didirikan berdasarkan Akta No. 7 tanggal 10 April 1989 yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C27620.HT.01.01.TH.89 tanggal 19 Agustus 1989. Bidang usaha WS adalah konstruksi yang bertanggung jawab membangun, mengembangkan dan merawat properti dan fasilitas Perseroan dan Anak Perusahaan. 9. PT Sampoerna International Pte. Ltd. (SI). SI didirikan berdasarkan hukum Singapura dan telah berbadan hukum berdasarkan Memorandum and Articles of Association tanggal 21 Februari 1995. Bidang usaha SI adalah investasi, yang melalui anak-anak perusahaannya mempunyai kegiatan usaha utama mengembangkan bidang usaha rokok diluar negeri. SI memiliki 6 anak perusahaan secara langsung dan beberapa anak perusahaan SI juga memiliki anak perusahaan, sehingga terdapat 16 perusahaan dibawah SI. Perusahaan-perusahaan yang berada dibawah SI tersebar di negaranegara Singapura, Malaysia, Filipina, Myanmar, Hong Kong, Brasil, Cyprus, British Virgin Islands dengan bidang usaha industri rokok, distribusi, perdagangan dan investasi.
56
10. Sampoerna International Finance Company B.V. (SIFC). SIFC didirikan berdasarkan hukum Negara Belanda pada tanggal 1 Mei 1996 sebagaimana dinyatakan dalam Statuten tanggal 1 mei 1996. Bidang usaha SIFC adalah pendanaan, utamanya pendanaan kepada Perseroan. 11. PT Sampoerna Air Nusantara. Bidang usaha PT Sampoerna Air Nusantara adalah jasa transportasi udara. 12. PT Graha Sampoerna. Bidang usaha PT Graha Sampoerna adalah properti.
4.1.3.3 Struktur Organisasi Perusahaan Susunan anggota komisaris dan direksi Perusahaan pada tanggal 30 September 2004 berdasarkan Rapat Umum Pemengang Saham Tahunan pada tanggal 27 Juni 2002, yang diaktakan dengan akta Notaris No. 140 tanggal 27 Juni 2002 dari Devita Kumalasari, S.H., pengganti Sutjipto, S.H., Notaris di Jakarta, adalah sebagai berikut: Komisaris Putera Sampoerna
:
Presiden Komisaris
Boedi Sampoerna
:
Wakil Presiden Komisaris
Soetjahjono Winarko
:
Komisaris
Ekadharmajanto Kasih
:
Komisaris
Phang Cheow Hock
:
Komisaris Independen
James Paul Barnes
:
Komisaris Independen
57
Direksi Michael Joseph Sampoerna :
Presiden Direktur
Hendra Prasetya
:
Direktur
Djoko Susanto
:
Direktur
Edward Harvey Frankel
:
Direktur
Sugiarta Gandasaputra
:
Direktur
Angky Camaro
:
Direktur
Perusahaan dan anak perusahaan memiliki kurang lebih 40.018 orang karyawan tetap pada tanggal 30 September 2004.
4.1.4
PT Bentoel Internasional Investama Tbk (d/h PT Transindo Multi Prima Tbk)
4.1.4.1 Sejarah Perusahaan PT
Bentoel
Internasional
Investama
Tbk
(Perusahaan)
didirikan
berdasarkan Akta Misahardi Wilamarta, S.H., Notaris di Jakarta, No. 247 tanggal 11 April 1987, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-1219.HT.01.01.Th.89 tanggal 4 Februari 1989 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 90 tanggal 10 November 1989, Tambahan No. 2990/1989. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir pada tahun 2001 berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perusahaan No. 102 tanggal 30 Mei 2001 dari Eliwaty
58
Tjitra, S.H., Notaris di Jakarta, dimana pemegang saham menyetujui peningkatan modal dasar Perusahaan, dan Akta ini pun telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C01751.HT.01.04.TH.2001 tanggal 8 Juni 2001, dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 91 tanggal 13 November 2001, Tambahan No. 7129/2001. Bentoel dibangun sebagai perusahaan keluarga pada tahun 1930-an oleh Ong Hok Liong. Beliau sebelumnya bekerja sebagai asisten di perusahaan tembakau milik ayahnya. Pada tahun 1951 Ia mendirikan NV. Percetakan Hien An, yang kemudian diubah statusnya menjadi perseroan terbatas dan diganti namanya menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel di tahun 1955. Pada tahun 1960-an, Bentoel telah menancapkan posisinya sebagai produsen rokok modern yang menggunakan mesin linting dan pembungkus plastik BOPP yang sekarang menjadi standar di industri rokok nasional dan memperkenalkan rokok kretek filter yang pertama di Indonesia. Perubahan mulai dilakukan di tahun 1991 ketika manajemen Bentoel diminta para kreditur utamanya untuk diambil alih oleh Grup Rajawali dikarenakan penurunan kinerja perusahaan akibat kesulitan keuangan. Restrukturisasi hutang juga dilakukan dan berhasil dicapai di tahun 1997. Selanjutnya manajemen Bentoel berkonsentrasi untuk mengembangkan perusahaan. Pada tahun 2000, Bentoel menjadi perusahaan publik ketika PT Bentoel Internasional Investama Tbk menguasai kepemilikan 75% saham di dua perusahaan, yaitu PT Bentoel Prima dan PT Lestariputra Wirasejati, melaui Penawaran Umum Terbatas dengan nilai Rp 350 miliar. Setelah terjadi beberapa perubahan, komposisi pemegang saham Perusahaan adalah sebagai berikut:
59
PT Danareksa Sekuritas (24,09%), PT Rajawali Corporation (11,73%), PT Semesta Indovest (12,69%), dan Masyarakat (51,49%). Kantor pusat Perusahaan beralamat di Menara Rajawali Lantai 23, Jalan Mega Kuningan Lot#5.1, Jakarta 12950.
4.1.4.2 Kegiatan Usaha Perusahaan Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, bidang usaha Perusahaan adalah perdagangan umum, industri, pembangunan, kehutanan, dan jasa. Saat ini Perusahaan bertindak sebagai induk perusahaan (holding company) dengan jumlah karyawan 15 karyawan pada tanggal 30 Sepetember 2004. Pada tanggal 30 September 2004 Perusahaan memiliki anak-anak perusahaan yang kesemuanya berdomisili di Malang, Jawa Timur, yaitu: 1. PT Leastariputra Wirasejati (LW). Didirikan untuk memproduksi rokok kretek mild terkemuka bermerek Star Mild dan rokok kretek tangan Prins1p. 2. PT Bentoel Prima (BP). Didirikan untuk memproduksi rokok kretek tangan dengan merek Bentoel Merah dan Bentoel Sejati, rokok kretek mesin Bentoel Klasik dan Bentoel Prima, serta rokok kretek mild dengan merek Bentoel Mild. BP sendiri mempunyai empat anak perusahaan diantaranya PT Perusahaan Dagang dan Industri Suburaman yang memproduksi rokok kretek mesin regular Inter Biru, PT Perusahaan Dagang
60
dan Industri Tresno yang memproduksi rokok putih Country, PT Taman Bentoel, dan PT Perusahaan Dagang dan percetakan Amiseta.
4.1.4.3 Struktur Organisasi Perusahaan Susunan Direksi dan komisaris Perusahaan pada tanggal 30 September 2004 sebagai berikut: Komisaris Yaya Winanrno Junardy
:
Presiden Komisaris
Frans Setiawan Widjaja
:
Komisaris
Harianto Mangkusasono
:
Komisaris Independen
Darjoto Setyawan
:
Presiden Direktur
Henryanto Komala
:
Direktur
Nicolaas Bernadus Tirtadinata
:
Direktur
Yohanes Tedja
:
Direktur
Albertus Setiawan Tjahyadi
:
Direktur
Hirawan Djajakirana
:
Direktur
Direksi
61
4.2
Trend Perusahaan dalam Industri Rokok di Bursa Efek Jakarta
4.2.1 PT BAT Indonesia Tbk (BATI) Tabel 4.1 Rasio Keuangan BATI (1999-2004) Financial Ratios: Current Ratio (X) Acid-Test Ratio (X) Average Collection Period (Days) Accounts Receivable (A/R) Turnover Inventory Turnover (X) Operating Income Return on Investment/OIROI (%) Operating Profit Margin (%) Net Profit Margin (%) Total Asset Turnover (X) Return on Assets/ROA (%) Fixed Assets Turnover (X) Debt Ratio (%) Debt to Equity Ratio/DER Times Interest Earned/TIE Return on Equity/ROE (%)
1999 0.86 0.18
2000 1.34 0.19
2001 1.66 0.36
2002 1.88 0.34
2003 2.29 0.46
2004 2.09 0.77
12.60
9.27
10.08
6.05
3.65
10.91
28.97 1.31
39.38 0.99
36.20 0.77
60.33 0.86
99.95 0.77
33.45 0.91
14.98 12.91 2.72 1.21 3.16 5.85 88.23 7.50 2.99 26.87
15.57 14.47 6.57 1.04 7.07 4.58 53.04 1.13 4.10 15.06
24.82 25.41 15.89 0.93 15.52 3.84 44.83 0.81 11.38 28.13
24.30 22.75 15.89 1.04 16.97 4.39 41.91 0.72 26.92 29.21
11.63 12.75 8.35 0.88 7.61 3.73 35.49 0.55 16.68 11.80
3.27 3.99 2.62 0.87 2.15 3.90 40.63 0.68 19.94 3.62
62
Data perusahaan dalam bentuk rasio keuangan untuk periode 1999-2004 diatas akan dianalisis satu per satu sebagai berikut: 4. Current Ratio 3.00
2.50
Ratio (X)
2.00
BATI Industry
1.50
1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.1 Current Ratio BATI dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Current Ratio BATI adalah 0,86. Seiring dengan berjalannya waktu selama empat tahun berturut-turut, Current Ratio BATI terus meningkat hingga mencapai 2,29 pada tanggal 31 Desember 2003. Akan tetapi, di akhir Desember 2004 terjadi penurunan sebesar 0,2 dari tahun sebelumnya. Dari data ini dapat diketahui bahwa setelah terjadi kenaikan yang terus-menerus akhirnya ada
63
sedikit penurunan dari hutang jangka pendek Perseroan, namun tetap dapat melunasi kewajiban jangka pendek, karena masih adanya aset Perseroan yang liquid.
5. Acid-Test Ratio 0.90
0.80
0.70
Ratio (X)
0.60
0.50 BATI Industry 0.40
0.30
0.20
0.10
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.2 Acid-Test Ratio BATI dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Acid-test Ratio atau Quick Ratio BATI adalah 0,18 dan terus meningkat menjadi 0,19 (2000) dan 0,36 di tahun 2001, namun kemudian menunjukkan sedikit penurunan di tahun berikutnya menjadi 0,34. Untungnya hal ini tidak berlangsung selamanya, karena mulai tahun 2003 Acid-test Ratio BATI menunjukkan peningkatan kembali menjadi 0,46 dan 0,78 di akhir tahun 2004. Pada
64
akhirnya hal ini turut mendukung keterangan sebelumnya bahwa Perseroan memiliki aset liquid yang melebihi short-term debt-nya.
6. Average Collection Period 18
16
14
Ratio (Days)
12
10 BATI Industry 8
6
4
2
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.3 Average Collection Period BATI dan Industri
Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat liquidity Perseroan selain dengan Current Ratio dan Acid-test Ratio adalah dengan melakukan penghitungan Average Collection Period. Pada akhir tahun 1999, Average Collection Period BATI adalah 13 hari, lalu menurun menjadi 9 hari di tahun berikutnya dan naik lagi menjadi 10 hari di akhir 2001. Selama dua tahun berikutnya, BATI
65
mengalami penurunan Average Collection Period menjadi 6 hari (2002) dan 4 hari (2003). Tetapi kenaikan yang signifikan terjadi pada tahun berikutnya sehingga pada akhir Desember 2004 menjadi 11 hari. Dari sini dapat kita nilai bahwa meskipun aset BATI cukup mampu untuk menutupi kewajibannya, namun di periode terakhir terlihat bahwa kemampuan BATI untuk mengumpulkan pembayaran piutang dalam jangka pendeknya semakin memerlukan waktu yang lama.
7. Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio 120
100
Ratio (X)
80
BATI Industry
60
40
20
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.4 Account Receivable (A/R) Turnover BATI dan Industri
66
Kesimpulan yang sama dapat diambil dengan melakukan penghitungan Account Receivable Turnover Ratio. Pada tanggal 31 Desember 1999, A/R Turnover BATI adalah 28,97 kali per tahun, lalu meningkat menjadi 39,38 kali per tahun di akhir tahun berikutnya. Kemudian A/R Turnover BATI menurun kembali menjadi 36,20 kali per tahun, namun sempat terjadi kenaikan pada akhir tahun 2002 dan 2003 sebelum akhirnya turun lagi pada akhir Desember 2004 menjadi 33,45 kali per tahun, jauh dibawah A/R Turnover pada keempat tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya semakin kecil perputaran yang dapat dilakukan dari piutangpiutangnya selama setahun dan memberitahukan bahwa manajemen atas piutang Perseroan belum efektif atau kurangnya usaha untuk menekan waktu dari kebijakan pengumpulan piutangnya.
67
8. Inventory Turnover Ratio 100
90
80
70
Ratio (X)
60 BATI Industry
50
40
30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.5 Inventory Turnover Ratio BATI dan Industri
Untuk mengetahui berapa banyak perputaran atas inventories yang dapat dilakukan selama setahunnya, maka dapat dihitung Inventory Turnover-nya. Diketahui bahwa pada akhir tahun 1999 BATI memiliki rasio sebesar 1,31 kali per tahun, namun mulai menurun pada tahun-tahun berikutnya menjadi 0,99 kali per tahun, 0,77 kali per tahun, 0,86 kali per tahun, dan 0,77 kali per tahun diakhir tahun 2003. Namun, terakhir pada tanggal 31 Desember 2004 rasionya menjadi 0,91 kali per tahun atau dengan kata lain kemampuan BATI untuk menjual inventory-nya rata-
68
rata adalah dalam waktu 401 hari atau lebih dari satu tahun. Hal ini tentu buruk sekali karena menunjukkan masih kurang efektifnya manajemen BATI atas inventory-nya.
9. Operating Income Return on Investment (OIROI) 30
25
Ratio (%)
20
BATI Industry
15
10
5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.6 Operating Income Return on Investment (OIROI) BATI dan Industri
Pada tanggal 31 Desember 1999 OIROI BATI menunjukkan 14,98% dan mulai meningkat di tahun berikutnya menjadi 15,57% (2000), 24,82% (2001), dan sedikit menurun di tahun 2002 menjadi 24,30%, lalu terus menurun menjadi 11,63% dan akhirnya pada tanggal 31 Desember 2004 menjadi 3,27%. Hal ini menunjukkan
69
manajemen BATI tidak efisien dalam menekan biaya operasional sehingga profit atau keuntungan operasionalnya semakin menurun selama tiga tahun terakhir.
10. Operating Profit Margin 30
25
Ratio (%)
20
BATI Industry
15
10
5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.7 Operating Profit Margin BATI dan Industri
Pada akhir tahun 1999 Operating Profit Margin BATI adalah 12,91%, lalu terus meningkat selama dua tahun berikutnya menjadi 14,47% (2000) dan 25,41% (2001), tetapi kemudian menurun terus hingga akhir Desember 2004 yang ditunjukkan dengan angka 22,75%, 12,75%, dan 3,99%. Hal ini sekali lagi sangat
70
disayangkan, karena manajemen BATI tidak dapat menaikkan jumlah sales dan menekan biaya operasional dengan baik.
11. Net Profit Margin 18
16
14
Ratio (%)
12
10 BATI Industry 8
6
4
2
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.8 Net Profit Margin BATI dan Industri
Diketahui Net Profit Margin BATI pada akhir tahun 1999 adalah 2,72% yang lalu meningkat menjadi 6,57% di tahun 2000, meningkat lagi menjadi 15,89% di akhir tahun 2001 dan bertahan sampai di akhir tahun 2002. Sayangnya hal ini tidak dapat dipertahankan, karena pada akhir tahun 2003 turun menjadi 8,35% bahkan pada akhir Desember 2004 menjadi 2,62%. Artinya pendapatan dibandingkan dengan sales
71
semakin kecil sehingga profit ataupun keuntungan bersih yang diperoleh juga semakin kecil.
12. Total Asset Turnover 2.50
2.00
Ratio (X)
1.50 BATI Industry 1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.9 Total Asset Turnover BATI dan Industri
Total Asset Turnover BATI pada akhir tahun 1999 adalah 1,21, lalu menurun menjadi 1,04 di akhir tahun 2000 dan 0,93 di akhir tahun 2001. Ada sedikit kenaikan di akhir tahun 2002 (1,04), namun kembali terjadi penurunan di akhir tahun 2003 (0,88) dan terakhir di akhir Desember 2004 menjadi 0,87. Hal ini juga menunjukkan kurang efektifnya manajemen BATI dalam mengelola semua aset karena setelah
72
dibandingkan dengan sales, rasionya semakin menurun dan akhirnya hanya menembus angka 0,87.
13. Return on Assets (ROA) 18
16
14
Ratio (%)
12
10 BATI Industry 8
6
4
2
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.10 Return on Assets (ROA) BATI dan Industri
Pada tanggal 31 Desember 1999 ROA BATI adalah 3,16%, lalu meningkat di tiga tahun berikutnya menjadi 7,07% (2000), 15,52% (2001), dan 16,97% (2002), namun kemudian turun menjadi 7,61% di akhir tahun 2003, bahkan lebih buruk lagi di akhir Desember 2004 dimana ROA BATI hanya 2,15%. Hal ini menunjukkan
73
adanya penurunan pendapatan yang seperti telah disinggung sebelumnya dikarenakan manajemen BATI tidak dapat menaikkan jumlah sales.
14. Fixed Assets Turnover 100
90
80
70
Ratio (X)
60 BATI Industry
50
40
30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.11 Fixed Assets Turnover BATI dan Industri
Senada dengan Total Asset Turnover-nya, Fixed Asset Turnover pada akhir tahun 1999 adalah 5,85, lalu menurun menjadi 4,58 di tahun 2000 dan 3,84 di tahun 2001. Ada sedikit kenaikan di tahun 2002 (4,39), namun kembali terjadi penurunan di tahun 2003 (3,73) dan terakhir di akhir Desember 2004 terjadi sedikit kenaikan kembali menjadi 3,90. Hal ini juga mendukung keterangan masih kurang efektifnya
74
manajemen BATI dalam mengelola Fixed Asset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya hanya semakin menurun, walaupun pada akhirnya ada kenaikan, tetapi tipis sekali atau hanya sebesar 0,17.
15. Debt Ratio 100
90
80
70
Ratio (%)
60 BATI Industry
50
40
30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.12 Debt Ratio BATI dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Debt Ratio BATI menunjukkan 88,23% yang kemudian terus-menerus menurun selama empat tahun berikutnya hingga menjadi 35,49% di akhir tahun 2003. Namun, pada akhir Desember 2004 terjadi kenaikan
75
menjadi 40,63%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki BATI semakin sedikit sejak 1999, namun kembali meninggi di akhir tahun 2004.
16. Debt to Equity Ratio (DER) 8.00
7.00
6.00
Ratio (X)
5.00
BATI Industry
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.13 Debt to Equity Ratio (DER) BATI dan Industri
Seperti ditunjukkan di atas, DER BATI adalah 7,50 yang terus-menerus turun hingga akhir tahun 2003 menjadi 0,55, namun ada sedikit kenaikan yaitu menjadi 0,68 di akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki BATI dibandingkan dengan equity pada dasarnya semakin kecil, walaupun terjadi sedikit kenaikan pada periode terakhir.
76
17. Times Interest Earned (TIE) 30
25
Ratio (X)
20
BATI Industry
15
10
5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.14 Times Interest Earned (TIE) BATI dan Industri
Pada akhir tahun 1999, TIE BATI adalah 2,99 dan terus meningkat sampai menjadi 26,92 di akhir tahun 2002. Kemudian di akhir tahun 2003 terlihat ada penurunan sebesar 10,24 dari tahun sebelumnya. Pada akhir Desember 2004 terjadi sedikit kenaikan menjadi 19,94. TIE menunjukkan kemampuan BATI untuk menutupi beban bunganya dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya dan dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa BATI dapat membayar bunga dari hutangnya.
77
18. Return on Equity (ROE) 35.00
30.00
25.00
Ratio (%)
20.00 BATI Industry 15.00
10.00
5.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.15 Return on Equity (ROE) BATI dan Industri
Seperti tertulis diatas, ROE BATI pada akhir tahun 1999 adalah 26,87%. Pada tahun berikutnya terjadi penurunan menjadi 15,06%, namun terjadi kenaikan di tahun 2001 dan 2002. Di akhir tahun 2003 terjadi penurunan hingga terakhir di akhir Desember 2004 menjadi 3,62%. Hal ini menunjukkan adanya turun naik pendapatan Perseroan dibandingkan dengan equity para pemegang saham sampai akhirnya terjadi penurunan paling buruk di akhir tahun 2004.
78
4.2.2 PT Gudang Garam Tbk (GGRM) Tabel 4.2 Rasio Keuangan GGRM (1999-2004) Financial Ratios: Current Ratio (X) Acid-Test Ratio (X) Average Collection Period (Days) Accounts Receivable (A/R) Turnover Inventory Turnover (X) Operating Income Return on Investment/OIROI (%) Operating Profit Margin (%) Net Profit Margin (%) Total Asset Turnover (X) Return on Assets/ROA (%) Fixed Asset Turnover (X) Debt Ratio (%) Debt to Equity Ratio/DER Times Interest Earned/TIE Return on Equity/ROE
1999 3.11 1.13
2000 2.00 0.42
2001 2.20 0.40
2002 2.08 0.38
2003 1.97 0.40
2004 1.67 0.40
31.05
34.60
33.00
26.57
24.68
29.49
11.75 2.32
10.55 1.89
11.06 1.66
13.74 1.74
14.79 1.97
12.38 2.01
37.30 23.73 17.93 1.74 28.19 9.14 28.27 0.39 64.06 39.30
30.02 21.75 14.99 1.58 20.69 9.96 43.64 0.77 35.76 36.71
25.21 18.86 11.62 1.48 15.52 9.41 39.04 0.64 8.83 25.46
22.36 16.50 9.97 1.45 13.51 6.99 37.17 0.59 7.81 21.49
16.90 12.67 7.95 1.41 10.60 5.30 36.73 0.58 8.65 16.76
15.35 12.53 8.05 1.33 9.86 4.39 42.02 0.72 11.51 17.00
79
Data perusahaan dalam bentuk rasio keuangan untuk periode 1999-2004 diatas akan dianalisis satu per satu sebagai berikut: 1. Current Ratio 3.50
3.00
2.50
Ratio (X)
2.00 GGRM Industry 1.50
1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.16 Current Ratio GGRM dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Current Ratio GGRM adalah 3,11 yang kemudian turun di tahun berikutnya sebesar 1,11 dan naik lagi sebesar 0,2 di akhir Desember 2001. Mulai akhir tahun selanjutnya tampak penurunan terus-menerus hingga pada akhir Desember 2004 mencapai 1,67. Dari data ini dapat diketahui bahwa adanya penurunan dari hutang jangka pendek Perseroan, namun tetap masih dapat melunasi kewajiban jangka pendek, karena masih adanya aset Perseroan yang liquid.
80
2. Acid-Test Ratio 1.20
1.00
Ratio (X)
0.80
GGRM Industry
0.60
0.40
0.20
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.17 Acid-Test Ratio GGRM dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Acid-test Ratio atau Quick Ratio GGRM adalah 1,13 dan terus menurun menjadi 0,42 (2000), namun kemudian terjadi penurunan sedikit demi sedikit hingga mencapai 0,40 di akhir Desember 2004. Pada akhirnya hal ini turut mendukung keterangan sebelumnya bahwa Perseroan masih memiliki aset liquid yang melebihi short-term debt-nya, walaupun lebih kecil dibandingkan pada akhir tahun 1999, 2000, dan 2001.
81
3. Average Collection Period 40.00
35.00
30.00
Ratio (Days)
25.00
GGRM Industry
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.18 Average Collection Period GGRM dan Industri
Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat liquidity Perseroan selain dengan Current Ratio dan Acid-test Ratio adalah dengan melakukan penghitungan Average Collection Period. Pada akhir tahun 1999, Average Collection Period GGRM adalah 31 hari, lalu meningkat menjadi 35 hari di tahun berikutnya dan turun sedikit menjadi 33 hari di akhir 2001. Hal ini terus berlanjut pada tahuntahun sesudahnya sampai akhir Desember 2003 mencapai 25 hari. Kemudian pada akhir Desember 2004 tampak terjadi lagi kenaikan sebesar 5 hari. Dari sini dapat kita nilai bahwa meskipun aset GGRM cukup mampu untuk menutupi kewajibannya,
82
namun di periode terakhir terlihat bahwa kemampuan GGRM untuk mengumpulkan pembayaran piutang dalam jangka pendeknya masih memerlukan waktu rata-rata 30 hari.
4. Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio 60.00
50.00
Ratio (X)
40.00
GGRM Industry
30.00
20.00
10.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.19 Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio GGRM dan Industri
Kesimpulan yang sama dapat diambil dengan melakukan penghitungan Account Receivable Turnover Ratio. Pada tanggal 31 Desember 1999, A/R Turnover GGRM adalah 11,75 kali per tahun, lalu menurun menjadi 10,55 kali per tahun di akhir tahun berikutnya. Kemudian A/R Turnover GGRM mengalami peningkatan
83
pada tiga tahun berikutnya hingga mencapai 14,79 kali per tahun pada akhir Desember 2003 sebelum kemudian turun lagi menjadi 12,38 kali per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Perseroan memerlukan waktu lebih lama untuk mengumpulkan piutang-piutangnya dibandingkan dua tahun sebelumnya dan memberitahukan bahwa pada dasarnya manajemen atas piutang Perseroan masih dapat lebih efektif lagi untuk menekan waktu dari kebijakan pengumpulan piutangnya.
5. Inventory Turnover Ratio 100.00
90.00
80.00
70.00
Ratio (X)
60.00 GGRM Industry
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Grafik 4.20 Inventory Turnover Ratio GGRM dan Industri
2004
84
Untuk mengetahui berapa banyak perputaran atas inventories yang dapat dilakukan selama setahunnya, maka dapat dihitung Inventory Turnover-nya. Diketahui bahwa pada akhir tahun 1999 GGRM memiliki rasio sebesar 2,32 kali per tahun, namun mulai menurun pada tahun-tahun berikutnya menjadi 1,89 kali per tahun dan 1,66 kali per tahun sebelum akhirnya terus mengalami peningkatan hingga pada akhir Desember 2004 menjadi 2,01 kali per tahun. Dengan kata lain kemampuan GGRM untuk menjual inventory-nya rata-rata adalah dalam waktu 182 hari atau hampir setengah tahun. Hal ini tentu masih harus diperbaiki lagi agar Inventory Turnover-nya lebih cepat lagi di masa mendatang.
85
6. Operating Income Return on Investment (OIROI) 40.00
35.00
30.00
Ratio (%)
25.00
GGRM Industry
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.21 Operating Income Return on Investment (OIROI) GGRM dan Industri
Pada tanggal 31 Desember 1999 OIROI GGRM menunjukkan 37,30% yang kemudian terus-menerus menurun hingga mencapai 15,35% pada tanggal 31 Desember 2004. Hal ini menunjukkan manajemen GGRM tidak efisien dalam menekan biaya operasional sehingga profit atau keuntungan operasionalnya semakin menurun dari tahun ke tahun.
86
7. Operating Profit Margin 25.00
20.00
Ratio (%)
15.00 GGRM Industry 10.00
5.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.22 Operating Profit Margin GGRM dan Industri
Pada akhir tahun 1999 Operating Profit Margin GGRM adalah 23,73%, lalu terus-menerus menurun sehingga pada akhir Desember 2004 menjadi 12,53%. Hal ini sekali lagi sangat disayangkan, karena berarti manajemen GGRM tidak dapat menaikkan jumlah sales dan menekan biaya operasional dengan baik, terbukti dengan semakin menurunnya margin profit atau keuntungan operasional Perseroan.
87
8. Net Profit Margin 20.00
18.00
16.00
14.00
Ratio (%)
12.00 GGRM Industry
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.23 Net Profit Margin GGRM dan Industri
Diketahui Net Profit Margin GGRM pada akhir tahun 1999 adalah 17,93% yang lalu menurun terus hingga akhir Desember 2003 menjadi 7,95%. Pada periode terakhir tanggal 31 Desember 2004 terjadi sedikit kenaikan menjadi 8,05%. Artinya pendapatan dibandingkan dengan sales masih relatif lebih kecil sehingga profit ataupun keuntungan bersih yang diperoleh juga lebih sedikit dibandingkan dengan pada akhir tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
88
9. Total Asset Turnover 2.50
2.00
Ratio (X)
1.50 GGRM Industry 1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.24 Total Asset Turnover GGRM dan Industri
Total Asset Turnover GGRM pada akhir tahun 1999 adalah 1,74, lalu terus terjadi penurunan hingga menjadi 1,33 di akhir tahun 2004. Hal ini juga menunjukkan tidak efektifnya manajemen GGRM dalam mengelola semua aset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya bukan semakin meningkat melainkan semakin menurun sampai pada periode terakhir.
89
10. Return on Assets (ROA) 30.00
25.00
Ratio (%)
20.00
GGRM Industry
15.00
10.00
5.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.25 Return on Assets (ROA) GGRM dan Industri
Pada tanggal 31 Desember 1999 ROA GGRM adalah 28,19% yang kemudian mengalami penurunan terus-menerus hingga pada akhir Desember 2004 ROA GGRM tinggal menjadi 9,86%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan pendapatan yang dikarenakan manajemen GGRM tidak dapat menaikkan jumlah sales.
90
11. Fixed Assets Turnover 100.00
90.00
80.00
70.00
Ratio (X)
60.00 GGRM Industry
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.26 Fixed Assets Turnover GGRM dan Industri
Fixed Asset Turnover GGRM pada akhir tahun 1999 adalah 9,14, lalu sedikit meningkat menjadi 9,96 pada akhir tahun berikutnya, namun kemudian terus mengalami penurunan hingga periode terakhir tanggal 31 Desember 2004 menjadi 4,39. Hal ini juga mendukung keterangan masih kurang efektifnya manajemen GGRM dalam mengelola Fixed Asset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya semakin menurun.
91
12. Debt Ratio 70.00
60.00
50.00
Ratio (%)
40.00 GGRM Industry 30.00
20.00
10.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.27 Debt Ratio GGRM dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Debt Ratio GGRM menunjukkan 28,27% yang kemudian meningkat sebesar 15,37% di tahun berikutnya sebelum menurun terus selama tiga tahun selanjutnya hingga menjadi 36,73% pada akhir Desember 2003. Pada akhir Desember 2004 sempat naik lagi menjadi 42,02%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki GGRM sebelumnya sejak tahun 2000 mulai menurun, namun pada akhir tahun 2004 meningkat lagi presentasenya menjadi diatas rata-rata rasio tiga tahun sebelumnya.
92
13. Debt to Equity Ratio 3.00
2.50
Ratio (X)
2.00
GGRM Industry
1.50
1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.28 Debt to Equity Ratio (DER) GGRM dan Industri
Seperti ditunjukkan di atas, DER GGRM adalah 0,39 yang kemudian sempat naik menjadi 0,77 di tahun berikutnya sebelum turun terus hingga akhir Desember 2003 (0,58) dan naik lagi menjadi 0,72 di akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki GGRM dibandingkan dengan equity cenderung menurun di tahun-tahun 2001, 2002, dan 2003, tetapi mengalami sedikit peningkatan di periode terakhir.
93
14. Times Interest Earned (TIE) 70.00
60.00
50.00
Ratio (X)
40.00 GGRM Industry 30.00
20.00
10.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.29 Times Interest Earned (TIE) GGRM dan Industri
Pada akhir tahun 1999, TIE GGRM adalah 64,06 dan terus menurun sampai menjadi 7,81 di akhir tahun 2002 sebelum kemudian meningkat terus menjadi 8,65 di akhir Desember 2003 dan 11,51 di akhir Desember 2004. Dengan demikian diketahui kemampuan GGRM untuk menutupi beban bunganya atau membayar bunga atas hutangnya dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya masih kurang efisien dan masih harus ditingkatkan lagi agar bisa seperti di akhir tahun 1999 dan 2000 atau bahkan lebih baik lagi.
94
15. Return on Equity (ROE) 45.00
40.00
35.00
Ratio (%)
30.00
25.00 GGRM Industry 20.00
15.00
10.00
5.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.30 Return on Equity (ROE) GGRM dan Industri
Seperti tertulis diatas, ROE GGRM pada akhir tahun 1999 adalah 39,30% dan kemudian menurun terus hingga akhir Desember 2003 menjadi 16,76%, lalu naik sedikit menjadi 17% pada akhir tahun 2004. Hal ini menunjukkan pada akhirnya ada sedikit kenaikan pendapatan dibandingkan dengan equity para pemegang saham meskipun belum sebaik ROE atau pendapatan di akhir tahun 1999 sampai 2002.
95
4.2.3 PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) Tabel 4.3 Rasio Keuangan HMSP (1999-2004) Financial Ratios: Current Ratio (X) Acid-Test Ratio (X) Average Collection Period (Days) Accounts Receivable (A/R) Turnover Inventory Turnover (X) Operating Income Return on Investment/OIROI (%) Operating Profit Margin (%) Net Profit Margin (%) Total Asset Turnover (X) Return on Assets/ROA (%) Fixed Asset Turnover (X) Debt Ratio (%) Debt to Equity Ratio/DER Times Interest Earned/TIE Return on Equity/ROE (%)
1999 2.05 0.69
2000 2.64 0.58
2001 2.53 0.55
2002 3.29 0.78
2003 4.07 1.34
2004 2.16 0.90
5.06
5.01
5.08
6.10
5.37
4.55
72.13 2.50
72.84 2.18
71.85 2.12
59.83 1.98
67.99 2.03
80.18 2.46
30.16 26.42 19.06 1.27 21.76 4.51 52.30 1.10 8.61 45.61
24.08 20.46 10.11 1.34 11.89 5.49 55.17 1.23 6.46 26.53
28.01 18.86 6.79 1.56 10.09 7.23 56.06 1.28 5.95 22.96
27.78 18.03 11.05 1.57 17.02 8.07 47.02 0.89 6.95 32.13
23.46 16.30 9.59 1.47 13.80 7.44 43.43 0.77 7.05 24.39
30.64 20.75 13.25 1.58 19.56 7.87 48.04 0.92 10.65 37.65
96
Data perusahaan dalam bentuk rasio keuangan untuk periode 1999-2004 diatas akan dianalisis satu per satu sebagai berikut: 1. Current Ratio 4.50
4.00
3.50
Ratio (X)
3.00
2.50 HMSP Industry 2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.31 Current Ratio HMSP dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Current Ratio HMSP adalah 2,05 yang kemudian meningkat sedikit menjadi 2,64 di akhir tahun berikutnya sebelum kemudian menurun lagi menjadi 2,53. Pada akhir kedua tahun berikutnya terlihat bahwa kenaikan berturut-turut sebagai berikut: 3,29 dan 4,07. Tanggal 31 Desember 2004 terlihat bahwa Current Ratio HMSP kembali turun menjadi 2,16. Dari data ini dapat diketahui bahwa walaupun sempat terjadi kenaikan dan penurunan, pada akhirnya
97
HMSP masih mampu membayar hutang jangka pendeknya, karena masih adanya aset Perusahan yang liquid.
2. Acid-Test Ratio 1.60
1.40
1.20
Ratio (X)
1.00
HMSP Industry
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.32 Acid-Test Ratio HMSP dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Acid-test Ratio atau Quick Ratio HMSP adalah 0,69 yang kemudian meningkat menjadi 0,58 pada akhir tahun 2000, namun sedikit mengalami penurunan menjadi 0,55 pada akhir tahun 2001. Pada dua tahun berikutnya terjadi kenaikan menjadi 0,78 (2002) dan 1,34 (2003), tetapi kembali tampak terjadi penurunan pada akhir Desember 2004 sebesar 0,90. Pada akhirnya hal
98
ini turut mendukung keterangan sebelumnya bahwa Perusahaan masih memiliki aset liquid yang melebihi short-term debt-nya.
3. Average Collection Period 18
16
14
Ratio (Days)
12
10 HMSP Industry 8
6
4
2
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.33 Average Collection Period HMSP dan Industri
Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat liquidity Perusahaan selain dengan Current Ratio dan Acid-test Ratio adalah dengan melakukan penghitungan Average Collection Period. Pada akhir tahun 1999, Average Collection Period HMSP adalah 5 hari yang mengalami kestabilan selama 2 (dua) tahun berikutnya. Namun kemudian mengalami kenaikan menjadi 6 hari di akhir
99
tahun 2002. Setelah itu mulai terjadi penurunan kembali berturut-turut menjadi 5 hari pada akhir Desember 2003 dan 4,55 hari pada akhir Desember 2004. Dari sini dapat kita nilai bahwa kemampuan HMSP untuk mengumpulkan pembayaran piutangnya semakin memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
4. Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio 90
80
70
Ratio (X)
60
50 HMSP Industry 40
30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.34 Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio HMSP dan Industri
100
Kesimpulan yang sama dapat diambil dengan melakukan penghitungan Account Receivable Turnover Ratio. Pada tanggal 31 Desember 1999, A/R Turnover HMSP adalah 72,13 kali per tahun, lalu sedikit meningkat menjadi 72,84 kali per tahun pada akhir tahun 2000. Kemudian A/R Turnover HMSP turun menjadi 71,85 kali per tahun yang dilanjutkan menjadi 59,83 kali per tahun di akhir tahun berikutnya. Namun, mulai akhir Desember 2003 terlihat A/R Turnover HMSP mengalami peningkatan menjadi 67,99 kali per tahun dan akhirnya mencapai 80,18 kali per tahun atau rata-rata setiap 5 hari pada akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya piutang-piutang Perusahaan dapat lebih cepat dikumpulkan dan bahwa manajemen atas piutang Perusahaan telah lebih efektif sehingga dapat menekan waktu dari kebijakan pengumpulan piutangnya.
101
5. Inventory Turnover Ratio 100
90
80
70
Ratio (X)
60 HMSP Industry
50
40
30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.35 Inventory Turnover Ratio HMSP dan Industri
Untuk mengetahui berapa banyak perputaran atas inventories yang dapat dilakukan selama setahunnya, maka dapat dihitung Inventory Turnover-nya. Diketahui bahwa pada akhir tahun 1999 HMSP memiliki rasio sebesar 2,50 kali per tahun, namun mulai menurun pada tahun-tahun berikutnya menjadi 2,18 kali per tahun, 2,13 kali per tahun, dan 1,98 kali per tahun. Mulai akhir Desmber 2003 baru terlihat kenaikan menjadi 2,03 kali per tahun dan akhirnya mencapai 2,46 kali per tahun di periode terakhir. Dari sini terlihat bahwa kemampuan HMSP untuk menjual inventory-nya rata-rata adalah dalam waktu 148 hari. Hal ini tentu masih belum
102
cukup baik dan menunjukkan masih kurang efektifnya manajemen HMSP atas inventory-nya.
6. Operating Income Return on Investment (OIROI) 35
30
25
Ratio (%)
20 HMSP Industry 15
10
5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.36 Operating Income Return on Investment (OIROI) HMSP dan Industri
Pada tanggal 31 Desember 1999 OIROI HMSP menunjukkan 30,16% dan menurun di akhir tahun 2000 menjadi 24,08%, namun kemudian meningkat lagi di tahun berikutnya menjadi 28,01%. Pada kedua tahun setelahnya terjadi penurunan hingga mencapai 23,46% di akhir tahun 2003. Pada akhir Desember 2004 terjadi kenaikan sehingga mencapai presentase yang lebih tinggi daripada di akhir 1999,
103
yaitu menjadi 30,64%. Hal ini menunjukkan manajemen HMSP mulai berusaha untuk menekan biaya operasional sehingga profit atau pendapatan operasional yang diperoleh lebih baik pada periode yang terakhir.
7. Operating Profit Margin 30
25
Ratio (%)
20
HMSP Industry
15
10
5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.37 Operating Profit Margin HMSP dan Industri
Pada akhir tahun 1999 Operating Profit Margin HMSP adalah 26,42%, lalu terus mengalami penurunan hingga akhir Desember 2003 menjadi 16,30%. Pada akhir Desember 2004 presentase margin sudah meningkat kembali ke 20,75%. Hal ini menggambarkan bahwa pada akhirnya manajemen HMSP masih dapat menaikkan
104
jumlah sales dan menekan biaya operasional dengan cukup baik jika dibandingkan dengan margin selama empat tahun sebelumnya.
8. Net Profit Margin 25
20
Ratio (%)
15 HMSP Industry 10
5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.38 Net Profit Margin HMSP dan Industri
Diketahui Net Profit Margin HMSP pada akhir tahun 1999 adalah 19,06% yang lalu mengalami penurunan di dua tahun berikutnya menjadi 10,11% (2000) dan 6,79% (2001). Kemudian marginnya sempat naik sebesar 4,26% di akhir tahun 2002 dan turun lagi di akhir Desember 2003 menjadi 9,59%. Pada akhir Desember 2004 terjadi peningkatan menjadi 13,25%, melebihi presentase margin di keempat tahun
105
sebelumnya. Hal ini berarti pendapatan dibandingkan dengan sales masih cukup meningkat di periode yang terakhir sehingga profit ataupun keuntungan bersih yang diperoleh bisa dikatakan lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya, meskipun terlihat masih jauh lebih baik di akhir tahun 1999.
9. Total Asset Turnover 2.50
2.00
Ratio (X)
1.50 HMSP Industry 1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.39 Total Asset Turnover HMSP dan Industri
Total Asset Turnover HMSP pada akhir tahun 1999 adalah 1,27, lalu meningkat terus selama tiga tahun berikutnya hingga mencapai 1,57 di akhir Desember 2002. Ada sedikit penurunan di akhir tahun 2003 (1,47), namun kembali
106
terjadi peningkatan di akhir tahun 2004 menjadi 1,58. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya manajemen HMSP terlihat bahwa sudah lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam mengelola semua aset setelah dibandingkan dengan sales-nya. Meskipun demikian diharapkan akan semakin lebih efisien lagi di waktu yang akan datang.
10. Return on Assets (ROA) 25
20
Ratio (%)
15 HMSP Industry 10
5
0 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Grafik 4.40 Return on Assets (ROA) HMSP dan Industri
2004
107
Pada tanggal 31 Desember 1999 ROA HMSP adalah 21,76%, lalu menurun di dua tahun berikutnya menjadi 11,89% (2000) dan 10,09% (2001). Pada akhir tahun 2002 tampak peningkatan sehingga menjadi 17,02%, namun kembali sekali lagi menurun pada akhir tahun berikutnya menjadi 13,80%. Pada akhir Desember 2004 terlihat bahwa ROA kembali melonjak menjadi 19,56%. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya manajemen HMSP cukup dapat menaikkan jumlah sales, terlihat dari terjadinya kenaikan pendapatan di akhir Desember 2004 dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya.
11. Fixed Assets Turnover 100
90
80
70
Ratio (X)
60 HMSP Industry
50
40
30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Grafik 4.41 Fixed Assets Turnover HMSP dan Industri
2004
108
Senada dengan Total Asset Turnover-nya, Fixed Asset Turnover pada akhir tahun 1999 adalah 4,51, lalu meningkat terus hingga akhir tahun 2002 menjadi 8,07 sebelum kembali terjadi penurunan menjadi 7,44 dan kemudian naik lagi sedikit menjadi 7,87 pada akhir Desember 2004. Hal ini berarti manajemen HMSP masih dapat ditingkatkan lagi keefektifannya dalam mengelola Fixed Asset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya masih cukup besar dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya, namun masih tampak lebih baik pada akhir periode 2002.
12. Debt Ratio 70
60
50
Ratio (%)
40 HMSP Industry 30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Grafik 4.42 Debt Ratio HMSP dan Industri
2004
109
Pada akhir tahun 1999, Debt Ratio HMSP menunjukkan 52,30% yang kemudian meningkat terus di kedua tahun berikutnya hingga mencapai 56,06% pada akhir Desember 2001. Pada akhir Desember 2002 terlihat menurun dan berlanjut ke tahun berikutnya hingga menjadi 43,43%. Namun demikian pada akhir Desember 2004 tampak terjadi lonjakan sebesar 4,60%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki HMSP sampai pada periode terakhir sedikit mengalami kenaikan dibandingkan dua tahun sebelumnya.
13. Debt to Equity Ratio (DER) 3.00
2.50
Ratio (X)
2.00
HMSP Industry
1.50
1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Grafik 4.43 Debt to Equity Ratio (DER) HMSP dan Industri
2004
110
Seperti ditunjukkan di atas, DER HMSP adalah 1,10 yang terus-menerus meningkat mencapai 1,28 di akhir Desember 2001. Meskipun demikian, ada penurunan pada dua tahun berikutnya sehingga menjadi 0,77. Pada akhir Desember 2004 terjadi kenaikan sebesar 0,15 dari akhir tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki HMSP dibandingkan dengan equity pada dasarnya semakin kecil, walaupun ada sedikit kenaikan seperti tampak di periode terakhir.
14. Times Interest Earned (TIE) 20
18
16
14
Ratio (X)
12 HMSP Industry
10
8
6
4
2
0 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Grafik 4.44 Times Interest Earned (TIE) HMSP dan Industri
2004
111
Pada akhir tahun 1999, TIE HMSP adalah 8,61 yang kemudian menurun pada kedua tahun berikutnya mencapai 5,95 pada akhir tahun 2001, tetapi mulai akhir tahun selanjutnya terlihat bahwa peningkatan yang terus-menerus hingga mencapai 10,65 pada tanggal 31 Desember 2004. Hasil perhitungan TIE ini menunjukkan kemampuan HMSP untuk membayar bunga dari hutangnya dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya terlihat semakin lebih baik selama tiga periode terakhir.
15. Return on Equity (ROE) 50.00
45.00
40.00
35.00
Ratio (%)
30.00 HMSP Industry
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Grafik 4.45 Return on Equity (ROE) HMSP dan Industri
2004
112
Seperti tertulis diatas, ROE HMSP pada akhir tahun 1999 adalah 45,61%. Pada tahun berikutnya terjadi penurunan sebesar 19,08% dan hal ini berlanjut hingga akhir tahun 2001 menjadi 22,96%. Pada akhir Desember 2002 terlihat presentase ROE cukup meningkat menjadi 32,13%, namun turun kembali pada akhir tahun berikutnya. Terakhir pada tanggal 31 Desember 2004, terjadi peningkatan presentase ROE yang cukup baik sebesar 13,26%. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa adanya turun naik pendapatan Perusahaan dibandingkan dengan equity para pemegang sahamnya, meskipun masih adanya kenaikan di akhir periode, tetapi belum sebaik di akhir tahun 1999.
113
4.2.4 PT
Bentoel
Internasional
Investama
Tbk
(d/h
PT
Transindo Multi Prima Tbk) / RMBA Tabel 4.4 Rasio Keuangan RMBA (1999-2004) Financial Ratios: Current Ratio (X) Acid-Test Ratio (X) Average Collection Period (Days) Accounts Receivable (A/R) Turnover Inventory Turnover (X) Operating Income Return on Investment/OIROI (%) Operating Profit Margin (%) Net Profit Margin (%) Total Asset Turnover (X) Return on Assets/ROA (%) Fixed Asset Turnover (X) Debt Ratio (%) Debt to Equity Ratio/DER Times Interest Earned/TIE Return on Equity/ROE (%)
1999 0.79 0.76
2000 2.17 0.71
2001 2.29 0.98
2002 2.00 0.96
2003 1.82 0.98
2004 1.92 1.13
8.46
9.41
13.25
13.99
15.85
13.62
43.13 337.46
38.80 4.46
27.54 3.92
26.08 5.05
23.02 5.23
26.81 5.82
-3.28 -0.94 1.14 4.60 3.96 335.68 69.48 2.28 0.00 12.98
8.19 6.25 6.02 2.60 7.89 9.80 54.66 1.63 5.12 23.50
12.92 6.68 6.11 2.11 11.82 8.75 50.17 0.22 5.53 5.14
3.22 1.40 2.11 2.34 4.86 11.02 47.13 0.89 1.69 9.20
-2.36 -1.11 -0.51 2.10 -1.09 9.92 46.86 0.88 -1.26 -2.06
0.76 0.36 1.43 2.11 3.03 10.02 45.23 0.83 0.78 5.53
114
Data perusahaan dalam bentuk rasio keuangan untuk periode 1999-2004 diatas akan dianalisis satu per satu sebagai berikut: 1. Current Ratio 3.00
2.50
Ratio (X)
2.00
RMBA Industry
1.50
1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.46 Current Ratio RMBA dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Current Ratio RMBA adalah 0,79 yang kemudian naik di kedua tahun berikutnya (2,17 dan 2,29) dan turun di kedua tahun setelahnya (2 dan 1,82). Akan tetapi, di akhir Desember 2004 terjadi sedikit kenaikan sebesar 0,09 dari tahun sebelumnya. Dari data ini dapat diketahui adanya kenaikan dan penurunan dari hutang jangka pendek Perusahaan dari tahun 1999 sampai 2003, dan adanya sedikit kenaikan di periode akhir yang menggambarkan bahwa Perusahaan
115
dapat melunasi kewajiban jangka pendek, karena masih adanya aset Perseroan yang liquid.
2. Acid-Test Ratio 1.20
1.00
Ratio (X)
0.80
RMBA Industry
0.60
0.40
0.20
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.47 Acid-Test Ratio RMBA dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Acid-test Ratio atau Quick Ratio RMBA adalah 0,76 dan menurun pada angka 0,71 (2000). Tetapi, ada kenaikan di akhir tahun 2001, walaupun sempat pula turun kembali di tahun berikutnya menjadi 0,96, namun setelah itu terus meningkat hingga mencapai 1,13 di akhir Desember 2004. Pada
116
akhirnya hal ini turut mendukung keterangan sebelumnya, yaitu bahwa Perusahaan memiliki aset liquid yang melebihi short-term debt-nya.
3. Average Collection Period 18
16
14
Ratio (Days)
12
10 RMBA Industry 8
6
4
2
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.48 Average Collection Period RMBA dan Industri
Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat liquidity Perusahaan selain dengan Current Ratio dan Acid-test Ratio adalah dengan melakukan penghitungan Average Collection Period. Pada akhir tahun 1999, Average Collection Period RMBA adalah 8 hari, lalu terus-menerus meningkat selama empat tahun sesudahnya. Namun, pada akhir Desember 2004 terjadi penurunan menjadi
117
13,62 hari. Dari sini dapat kita nilai bahwa meskipun aset RMBA cukup mampu untuk menutupi kewajibannya, namun di periode terakhir terlihat bahwa kemampuan RMBA untuk mengumpulkan pembayaran piutang jangka pendeknya mengalami penurunan yang artinya memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dua tahun sebelumnya.
4. Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio
60
50
Ratio (X)
40
RMBA Industry
30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.49 Accounts Receivable (A/R) Turnover Ratio RMBA dan Industri
118
Kesimpulan yang sama dapat diambil dengan melakukan penghitungan Account Receivable Turnover Ratio. Pada tanggal 31 Desember 1999, A/R Turnover RMBA adalah 43,13 kali per tahun, lalu terus menurun sampai akhirnya menjadi 23,02 kali per tahun pada akhir tahun 2003. Kemudian A/R Turnover RMBA kembali naik menjadi 26,81 kali per tahun di akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya piutang-piutang Perusahaan dapat dikumpulkan rata-rata setiap 14 hari sekali dan bahwa manajemen atas piutang Perusahaan masih harus lebih ditingkatkan keefektifannya dengan mencoba untuk lebih menekan lagi waktu dari kebijakan pengumpulan piutangnya.
119
5. Inventory Turnover Ratio 400
350
300
Ratio (X)
250
RMBA Industry
200
150
100
50
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.50 Inventory Turnover Ratio RMBA dan Industri
Untuk mengetahui berapa banyak perputaran atas inventories yang dapat dilakukan selama setahunnya, maka dapat dihitung Inventory Turnover-nya. Diketahui bahwa pada akhir tahun 1999 RMBA memiliki rasio sebesar 337,46 kali per tahun yang menurun drastis menjadi 4,46 di tahun berikutnya dan 3,92 di akhir tahun 2001. Pada akhir tahun 2002 terlihat adanya sedikit kenaikan (5,05) yang berlajut terus sedikit demi sedikit sampai akhir tahun 2004 (5,82). Dengan kata lain kemampuan RMBA untuk menjual inventory-nya rata-rata adalah dalam kurun waktu 63 hari atau sekitar dua bulanan. Hal ini cukup baik dan menunjukkan cukup
120
efektifnya manajemen RMBA atas inventory-nya, walaupun tentu saja masih harus lebih ditingkatkan lagi di kemudian hari.
6. Operating Income Return on Investment (OIROI) 25
20
Ratio (%)
15
RMBA Industry
10
5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
-5 Tahun
Grafik 4.5 Operating Income Return on Investment (OIROI) RMBA dan Industri
Pada tanggal 31 Desember 1999 OIROI RMBA sangat memprihatinkan, yaitu -3,28%. Pada akhir tahun 2000 dan 2001 terjadi kenaikan masing-masing menjadi 8,19% dan 12,92%. Namun sayang sekali kemudian mulai terjadi penurunan sehingga menjadi 3,22 bahkan di akhir tahun 2003 mencapai -2,36% (lebih baik daripada di akhir tahun 1999). Pada tanggal 31 Desember 2004 terlihat adanya
121
kenaikan menjadi 0,76% dan hal ini menunjukkan manajemen RMBA tidak efisien dalam menekan biaya operasional sehingga profit atau keuntungan operasionalnya sangat rendah bahkan sempat minus atau tidak ada profit sebanyak dua kali.
7. Operating Profit Margin 20
15
Ratio (%)
10 RMBA Industry 5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
-5 Tahun
Grafik 4.52 Operating Profit Margin RMBA dan Industri
Pada akhir tahun 1999 Operating Profit Margin RMBA adalah -0,94%, lalu terus meningkat selama dua tahun berikutnya menjadi 6,25% (2000) dan 6,68% (2001), tetapi kemudian menurun terus bahkan sempat minus lagi di akhir tahun 2003. Pada akhir tahun 2004 presentase margin sudah kembali positif, namun masih
122
kecil sekali. Hal ini sekali lagi sangat disayangkan, karena artinya manajemen RMBA masih belum dapat menaikkan jumlah sales dan menekan biaya operasional dengan baik.
8. Net Profit Margin 12
10
8
Ratio (%)
6 RMBA Industry 4
2
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
-2 Tahun
Grafik 4.53 Net Profit Margin RMBA dan Industri
Diketahui Net Profit Margin RMBA pada akhir tahun 1999 adalah 1,14% yang lalu meningkat menjadi 6,02% di tahun 2000, meningkat lagi menjadi 6,11% di akhir tahun 2001, tetapi kemudian menurun terus bahkan sampai mencapai -0,51% di akhir tahun 2003. Pada akhir Desember 2004 tampak ada sedikit kenaikan menjadi
123
1,43%. Artinya pendapatan dibandingkan dengan sales masih sangat kecil sehingga profit ataupun keuntungan bersih yang diperoleh juga kecil.
9. Total Asset Turnover 5.00
4.50
4.00
3.50
Ratio (X)
3.00 RMBA Industry
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.54 Total Asset Turnover RMBA dan Industri
Total Asset Turnover RMBA pada akhir tahun 1999 adalah 4,60, lalu menurun menjadi 2,60 di akhir tahun 2000 dan 2,11 di akhir tahun 2001. Ada sedikit kenaikan di akhir tahun 2002 (2,34), namun kembali terjadi penurunan di akhir tahun 2003 (2,10) dan terakhir di akhir Desember 2004 sedikit meningkat menjadi 2,11. Hal ini menunjukkan masih kurang efektifnya manajemen RMBA dalam mengelola
124
semua aset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya tidak menampakkan adanya kenaikan yang berarti.
10. Return on Assets (ROA) 16
14
12
Ratio (%)
10
8 RMBA Industry 6
4
2
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
-2 Tahun
Grafik 4.55 Return on Assets (ROA) RMBA dan Industri
Pada tanggal 31 Desember 1999 ROA RMBA adalah 3,96%, lalu meningkat di dua tahun berikutnya menjadi 7,89% (2000) dan 11,82% (2001). Kemudian terjadi penurunan di akhir tahun 2002 yang berlanjut bahkan mencapai minus di akhir tahun berikutnya. Pada akhir Desember 2004 terlihat bahwa ROA kembali meningkat menjadi 3,03%. Ini menunjukkan bahwa manajemen RMBA tidak dapat menaikkan
125
jumlah sales, terlihat dari terjadinya penurunan pendapatan bahkan sampai minus di akhir tahun 2003, walau sempat pula naik pada periode terakhir, tetap saja ROA-nya masih tergolong kecil.
11. Fixed Assets Turnover 400
350
300
Ratio (X)
250
RMBA Industry
200
150
100
50
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.56 Fixed Assets Turnover RMBA dan Industri
Senada dengan Total Asset Turnover-nya, Fixed Asset Turnover pada akhir tahun 1999 adalah 335,68, lalu menurun drastis menjadi 9,80 di tahun 2000 dan 8,75 di akhir tahun 2001. Ada sedikit kenaikan di akhir tahun 2002 (11,02), namun kembali terjadi penurunan di akhir tahun 2003 (9,92) dan terakhir di akhir Desember
126
2004 terjadi sedikit kenaikan kembali menjadi 10,02. Hal ini juga mendukung keterangan masih kurang efektifnya manajemen RMBA dalam mengelola Fixed Asset karena setelah dibandingkan dengan sales, rasionya hanya semakin menurun, walaupun pada akhirnya ada kenaikan, tetapi tipis sekali atau hanya sebesar 0,10.
12. Debt Ratio 80
70
60
Ratio (%)
50
RMBA Industry
40
30
20
10
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.57 Debt Ratio RMBA dan Industri
Pada akhir tahun 1999, Debt Ratio RMBA menunjukkan 69,48% yang kemudian terus-menerus menurun sampai pada akhir Desember 2004 menjadi
127
45,23%. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki RMBA semakin sedikit setiap tahunnya.
13. Debt to Equity Ratio (DER) 3.00
2.50
Ratio (X)
2.00
RMBA Industry
1.50
1.00
0.50
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Grafik 4.58 Debt to Equity Ratio (DER) RMBA dan Industri
Seperti ditunjukkan di atas, DER RMBA adalah 2,28 yang terus-menerus turun hingga mencapai angka paling rendah pada akhir tahun 2001, yaitu 0,22. Tetapi, ada sedikit kenaikan pada akhir tahun berikutnya, walaupun kemudian turun kembali menjadi 0,88 di akhir tahun 2003 dan berlanjut menjadi 0,83 pada akhir Desember 2004. Hal ini menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki RMBA
128
dibandingkan dengan equity pada dasarnya semakin kecil seperti tampak di periode terakhir.
14. Times Interest Earned (TIE) 20
15
Ratio (X)
10 RMBA Industry 5
0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
-5 Tahun
Grafik 4.59 Times Interest Earned (TIE) RMBA dan Industri
Pada akhir tahun 1999, TIE RMBA menembus angka 0, namun terjadi peningkatan menjadi 5,12 di akhir tahun 2000 dan 5,53 di akhir tahun 2001. Kemudian mulai terjadi lagi penurunan pada akhir tahun berikutnya bahkan sampai mencapai -1,26 di akhir tahun 2003. Ada sedikit kenaikan di akhir Desember 2004 dimana TIE mencapai 0,79. Hal ini menunjukkan kemampuan RMBA untuk
129
menutupi beban bunganya dibandingkan dengan pendapatan operasionalnya pada umumnya masih kurang baik.
15. Return on Equity (ROE) 35.00
30.00
25.00
Ratio (%)
20.00
RMBA Industry
15.00
10.00
5.00
0.00 1999
2000
2001
2002
2003
2004
-5.00 Tahun
Grafik 4.60 Return on Equity (ROE) RMBA dan Industri
Seperti tertulis diatas, ROE RMBA pada akhir tahun 1999 adalah 12,98%. Pada tahun berikutnya terjadi kenaikan yang cukup baik menjadi 23,50%. Namun, penurunan terjadi pada akhir tahun 2001 menjadi 5,14% dan kenaikan sempat terjadi di akhir tahun selanjutnya. Akan tetapi, pada akhir tahun 2003, terlihat adanya penurunan yang cukup besar bahkan ROE sempat mencapai minus. Pada akhir
130
Desember 2004, ROE RMBA naik kembali menjadi 5,53%. Hal ini menunjukkan adanya turun naik pendapatan Perseroan dibandingkan dengan equity para pemegang saham, bahkan sempat terjadi penurunan paling buruk di akhir Desember 2003.
4.3
Analisis Industri Rokok di BEJ Secara Keseluruhan
4.3.1 Tahun 1999 Pada tahun 1999, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio lancar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 3,11 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah RMBA (0,79 kali). Rasio Cepat (Acid Test Ratio) GGRM dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu
131
sebesar 1,13 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah BATI (0,18 kali). Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) HMSP, RMBA dan BATI adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 6 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 32 hari, sekitar dua kali lipat dari ratarata industri (15 hari). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) HMSP dan RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat perputaran piutang usaha
132
yang paling tinggi, yaitu 72,13 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya dalam periode tersebut. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 11,75 kali, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata industri (39 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Dengan demikian, RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang paling tinggi, yaitu 337,46 kali. Hal ini disebabkan karena jumlah persediaan yang dimiliki oleh RMBA memang sangat kecil jika dibandingkan dengan perusahaan yang lain. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaannya adalah BATI, yaitu sebesar 1,31 kali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa BATI harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang.
133
Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 37,3%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai -3,28%. OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 26,42%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai -0,95%. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 19,06%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan
134
paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 1,14%. OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva berada di atas rata-rata industri. Dengan demikian, RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran total aktiva yang paling tinggi, yaitu 4,6 kali sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 1,21 kali. Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return On Assets) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan
tersebut
dibandingkan,
GGRM
memiliki
tingkat
rasio
pengembalian atas total aktiva yang lebih tinggi, yaitu sebesar 28,19% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI (3,16%). Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
135
Demikian pula halnya dengan RMBA yang tingkat rasio pengembalian atas total aktivanya masih berada 10,31% di bawah rata-rata industri. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) RMBA (335,68 kali) merupakan perusahaan satu-satunya yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Hal ini disebabkan karena total aktiva tetap yang dimiliki oleh RMBA sangat kecil jika dibandingkan dengan perusahaan yang lain. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah HMSP, dimana rasionya hanya mencapai 4,51 kali. Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah yaitu sebesar 28,27%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah BATI (88,23%). Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) GGRM, HMSP dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,39 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan
136
hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah BATI, yaitu sebesar 7,5 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) GGRM merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri, yaitu sebesar 64,06 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Sedangkan perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 45,61% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA (12,98%). Oleh karena itu, RMBA harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan BATI yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitasnya masih berada sekitar 4,31% di bawah rata-rata industri.
137
4.3.2 Tahun 2000 Pada tahun 2000, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas : Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio lancar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 2,64 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. GGRM yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama bila dilihat dari rasio lancarnya, pada tahun 2000 berada di posisi ketiga. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah BATI (1,34 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena
tingkat
rasio
lancar
seluruh
perusahaan
tersebut
melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 0,71 kali
138
yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. GGRM yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama bila dilihat dari rasio cepatnya, pada tahun 2000 berada di posisi ketiga. Perubahan posisi GGRM tersebut sama, bila dilihat dari rasio lancarnya. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah BATI (0,19 kali). Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) HMSP, BATI dan RMBA adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 6 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 35 hari, sekitar dua kali lipat dari ratarata industri (15 hari). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan.
139
Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) HMSP adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Dengan demikian, HMSP merupakan perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang paling tinggi, yaitu 72,84 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya dalam periode tersebut. BATI dan RMBA memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang hampir sama pada tahun ini, yaitu sekitar 39 kali. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 10,55 kali, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata industri (40,39 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Dengan demikian, RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang paling tinggi, yaitu 4,46 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999, dimana posisi
140
pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM, BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaannya adalah BATI, yaitu sebesar 0,99 kali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa BATI harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 30,02%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 8,19%. OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 21,75%, mengungguli HMSP yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan
141
yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 6,25%, walaupun
telah
terjadi peningkatan tingkat marjin laba operasi RMBA
sekitar 7,19%. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 14,99%, mengungguli HMSP yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 6,02%, walaupun telah terjadi peningkatan tingkat margin laba bersih RMBA sekitar 4,88% bila dibandingkan dengan tahun 1999. OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva berada di atas rata-rata industri. Dengan demikian, RMBA adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran total aktiva yang paling tinggi, yaitu 2,6 kali sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh GGRM, HMSP dan BATI.
142
Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 1,04 kali. Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan
tersebut
dibandingkan,
GGRM
memiliki
tingkat
rasio
pengembalian atas total aktiva yang lebih tinggi, yaitu sebesar 20,69% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999, dimana posisi pertama diperoleh GGRM, kemudian diikuti oleh HMSP, RMBA dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI (7,07%), meskipun rasio pengembalian atas total aktiva BATI telah meningkat sekitar 3,91% bila dibandingkan dengan tahun 1999. Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan RMBA yang tingkat rasio pengembalian atas total aktivanya masih berada sekitar 4% di bawah rata-rata industri. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) GGRM dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih
143
tinggi yaitu sebesar 9,96 kali, mengungguli RMBA yang pada tahun 1999 berada di posisi pertama. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 4,58 kali, padahal pada tahun sebelumnya, tingkat perputaran aktiva tetap BATI berada pada posisi ketiga. Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) GGRM merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri, yaitu sebesar 43,64%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah HMSP (55,17%). Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,77 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah RMBA, yaitu sebesar 1,63 kali.
144
Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) GGRM merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri, yaitu sebesar 35,76 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Sedangkan perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah BATI (4,1 kali), walaupun telah mengalami peningkatan sekitar 1,11 kali bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 36,71% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI (15,06%), menurun sekitar 11,81% bila dibandingkan dengan akhir tahun 1999. Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan RMBA yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitasnya masih berada sekitar 1,95% di bawah rata-rata industri.
145
4.3.3 Tahun 2001 Pada tahun 2001, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas : Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP, RMBA dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio lancar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 2,53 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh HMSP, kemudian diikuti oleh RMBA, GGRM dan BATI. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah BATI (1,66 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena tingkat rasio lancar seluruh perusahaan tersebut melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) RMBA (0,98 kali) merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk
146
memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah BATI, yaitu sebesar 0,36 kali, meskipun telah mengalami peningkatan sekitar 0,17 kali bila dibandingkan dengan tahun 2000. Walaupun demikian, pada tahun ini tingkat rasio cepat yang diperoleh BATI hampir sama dengan yang diperoleh GGRM. Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) HMSP, BATI dan RMBA adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 6 hari, sama seperti pada tahun 2000. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana posisi pertama diperoleh HMSP, kemudian diikuti oleh BATI, RMBA dan GGRM. Sehingga perusahaan yang paling lama ratarata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 33 hari, kembali sekitar dua kali lipat dari rata-rata industri (16 hari). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat
147
pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) HMSP adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Dengan demikian, HMSP merupakan perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang paling tinggi, yaitu 71,85 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya dalam periode tersebut. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh HMSP, kemudian diikuti oleh BATI, RMBA dan GGRM. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 11,06 kali, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata industri (36,66 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran persediaan yang paling tinggi yaitu 3,92 kali. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
148
memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999 dan 2000, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM, BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaannya adalah BATI, yaitu sebesar 0,77 kali dan dapat disimpulkan bahwa BATI harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Demikian pula halnya dengan GGRM yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang masih berada dibawah rata-rata industri. Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) HMSP, GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HSMP memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 28,01%, mengungguli GGRM yang pada akhir tahun 2000 berada di posisi pertama. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif dan merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat OIROI-nya berada di bawah rata-rata industri adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 12,92%, dan di lain pihak tingkat OIROI BATI dari tahun ke tahun telah mengalami peningkatan. OIROI: Komponen 1
149
Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) BATI, GGRM dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 25,41 kali, padahal pada tahun 1999 dan 2000 tingkat margin laba operasi BATI hanya menempati posisi ketiga dan juga berada dibawah rata-rata industri. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan sangat berhasil dalam meningkatkan laba operasi perusahaan. GGRM dan HMSP memiliki tingkat margin laba operasi yang sama yaitu sekitar 18,86%. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 6,68%. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 15,89%, mengungguli GGRM yang pada tahun sebelumnya berada di posisi pertama sebesar 4,27%. Padahal pada tahun 2000, BATI hanya berada pada posisi ketiga bila dilihat dari tingkat margin laba bersihnya. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 6,11%, hampir sama dengan yang dicapai pada tahun 2000.
150
OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran aktiva yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,11 kali, sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan.. Sedangkan GGRM yang pada akhir tahun 2000 menempati posisi kedua, pada akhir tahun 2001 tingkat perputaran aktivanya menempati posisi ketiga dan juga berada dibawah rata-rata industri, yaitu sebesar 1,48 kali. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 0,93 kali. Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan
tersebut
dibandingkan,
GGRM
memiliki
tingkat
rasio
pengembalian atas total aktiva yang sama dengan BATI, yaitu sebesar 15,52% yang
mengindikasikan
bahwa
kedua
perusahaan
tersebut
memiliki
kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Dengan demikian pada tahun 2001, BATI mengalami peningkatan rasio pengembalian atas total aktiva yang cukup signifikan yaitu sebesar 8,45%, karena pada tahun sebelumnya BATI hanya berada pada posisi
151
keempat. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah HMSP (10,09%), meskipun pada tahun sebelumnya perusahaan tersebut berada pada posisi ke dua. Oleh karena itu HMSP harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan RMBA yang tingkat rasio pengembalian atas total aktivanya masih berada 1,42% di bawah rata-rata industri. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) GGRM dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat perputaran aktiva tetapnya berada di atas rata-rata industri. Padahal pada tahun 1999 hanya GGRM yang berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih tinggi yaitu sebesar 9,41 kali sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh GGRM, kemudian diikuti oleh RMBA, HMSP dan BATI. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 3,84 kali. Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah yaitu sebesar 39,04%. Hal ini
152
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000, dimana posisi pertama diperoleh GGRM, kemudian diikuti oleh BATI, RMBA dan HMSP. Sehingga perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah HMSP (56,06%), meningkat sekitar 0,89% bila dibandingkan dengan tahun 2000. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) RMBA dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,22 kali, menurun sekitar 1,41 kali bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Padahal pada tahun 2000, RMBA hanya menduduki posisi terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah HMSP, yaitu sebesar 1,28 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio kemampuan membayar bunga yang lebih tinggi yaitu sebesar 11,38 kali. Padahal pada tahun sebelumnya tingkat rasio kemampuan membayar bunga yang dimiliki BATI hanya berada pada posisi terakhir.
153
Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Sedangkan perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA yaitu sebesar 5,53 kali. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) BATI, GGRM, dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 28,13% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat pengembalian atas ekuitas yang dimiliki BATI mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun ini, karena pada tahun sebelumnya BATI hanya menduduki posisi terakhir. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA (5,14%), menurun sekitar 18,36% bila dibandingkan dengan tahun 2000. Oleh karena itu RMBA harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
154
4.3.4 Tahun 2002 Pada tahun 2002, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP (3,29 kali) merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. GGRM memperoleh posisi kedua mengungguli RMBA sekitar 0,08 kali. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah BATI (1,88 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena tingkat rasio lancar seluruh perusahaan tersebut melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 0,96 kali yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Tetap tidak terjadi
155
perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2000 dan 2001, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah BATI, yaitu sebesar 0,34 kali, selisih sekitar 0,04 kali dengan GGRM. Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) BATI dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang sama dengan HMSP, yaitu 7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa kedua perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 27 hari, kembali sekitar dua kali lipat dari rata-rata industri (14 hari). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) BATI dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang hampir
156
sama dengan HMSP yaitu sebesar 59,83 kali. Hal ini menunjukkan bahwa BATI memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 13,74 kali, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan ratarata industri (40 kali). Sehingga dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA (5,05 kali) adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999-2001, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaannya adalah BATI, yaitu sebesar 0,86 kali dan dapat disimpulkan bahwa BATI harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Demikian pula halnya dengan HMSP dan GGRM yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang masih berada dibawah rata-rata industri.
157
Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) HMSP, BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Terjadi pergeseran posisi kembali dari tahun 2001 dimana sekarang BATI berada di posisi kedua, mengungguli GGRM. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 27,78%, dimana persentase tersebut hampir sama dengan yang diperoleh HMSP pada tahun 2001. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif dan merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat OIROI-nya kembali berada di bawah rata-rata industri adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 3,22%, menurun sekitar 9,7% dari tahun 2001. OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) BATI, HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, BATI tetap berada di posisi pertama dimana memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 22,75%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Terjadi perubahan posisi antara HMSP dan GGRM dimana pada tahun 2002 ini HMSP (18,03%) mengungguli posisi GGRM
158
(16,5%). Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 1,4%, menurun sekitar 5,28% dari tahun 2001. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) BATI, HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 15,89%, hampir sama seperti yang diperoleh pada tahun 2001. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Terjadi perubahan posisi antara HMSP dan GGRM dimana pada tahun ini, HMSP berhasil memperoleh posisi kedua mengungguli GGRM dengan selisih sekitar 1,05%. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya hanya mencapai 2,11%, menurun sekitar 4% dari tahun 2001. OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA (2,34 kali) merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva berada di atas rata-rata industri sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan. Tetap tidak terjadi perubahan posisi sama sekali bila dibandingkan dengan tahun 2000 dan 2001, dimana posisi pertama tetap diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya hanya mencapai 1,04 kali.
159
Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) HMSP, BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan
tersebut
dibandingkan,
HMSP
memiliki
tingkat
rasio
pengembalian atas total aktiva yang paling tinggi yaitu sebesar 17,02% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Peningkatan yang dicapai oleh HMSP memang sangat signifikan karena pada tahun sebelumnya perusahaan tersebut hanya berada di posisi ke empat. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA yang hanya mencapai 4,86%, menurun sekitar 6,96% bila dibandingkan dengan tahun 2001. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran aktiva tetapnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih tinggi yaitu sebesar 11,02 kali sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Tingkat perputaran aktiva tetap GGRM (6,99 kali) menempati posisi ketiga, padahal pada tahun sebelumnya GGRM menempati posisi pertama. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya adalah 4,39 kali.
160
Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah yaitu sebesar 37,17%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah HMSP dan RMBA yaitu sekitar 47%. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) GGRM dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, GGRM memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,59 kali (nilai tersebut stabil bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya). Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah HMSP dan RMBA, yaitu sebesar 0,89 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) BATI adalah satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri, yaitu sebesar 26,92 kali, (meningkat sekitar 15,54 kali). Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran
161
biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2001, dimana posisi pertama diperoleh BATI, kemudian diikuti oleh GGRM, HMSP dan RMBA. Sehingga perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA yaitu sebesar 1,69 kali, menurun sekitar 3,84 kali bila dibandingkan dengan tahun 2001. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) HMSP dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 32,13% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat pengembalian atas ekuitas yang dimiliki HMSP mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun ini, karena pada tahun sebelumnya HMSP hanya menduduki posisi ketiga. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA (9,2%), walaupun tingkat pengembalian atas ekuitas RMBA telah mengalami peningkatan sekitar 4,06% bila dibandingkan dengan tahun 2001. Oleh karena itu RMBA harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Demikian pula halnya dengan GGRM yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitasnya masih berada sekitar 1,52% di bawah rata-rata industri.
162
4.3.5 Tahun 2003 Pada tahun 2003, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP (4,07 kali) merupakan satu-satunya perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Disamping itu, HMSP selalu memperoleh posisi pertama dari tahun 2000. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. BATI yang sebelumnya selalu berada di posisi keempat dari tahun 2000, pada tahun ini memperoleh posisi kedua mengungguli GGRM dan RMBA sekitar 0,32 kali dan 0,47 kali. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah RMBA (1,82 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena tingkat rasio lancar seluruh perusahaan tersebut melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) HMSP dan RMBA merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1,34 kali,
163
mengungguli RMBA sekitar 0,36 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah GGRM, yaitu sebesar 0,4 kali, padahal sebelumnya dari tahun 2000 sampai 2002, GGRM menempati posisi ketiga, yaitu diatas BATI. Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) BATI dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 4 hari, selisih 2 hari dengan HMSP. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2002, dimana BATI memperoleh posisi pertama, kemudian diikuti oleh HMSP, RMBA dan GGRM. Sehingga perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 25 hari, kembali sekitar dua kali lipat dari rata-rata industri (13 hari) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan.
164
Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) BATI dan HMSP adalah perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat perputaran piutang usaha yang paling tinggi, yaitu 99,95 kali (meningkat sekitar 39,62 kali dari tahun 2002). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2002, dimana posisi pertama diperoleh BATI, kemudian diikuti oleh HMSP, RMBA dan GGRM. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 14,79 kali, kirakira sepertiga dari rata-rata industri (51,44 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA (5,23 kali) adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999-2002, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling
165
rendah tingkat perputaran persediaanya adalah BATI yaitu sebesar 0,77 kali dan dapat disimpulkan bahwa BATI harus berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Demikian juga halnya dengan HMSP dan GGRM yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang masih berada dibawah rata-rata industri. Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Terjadi pergeseran posisi kembali dari tahun 2002 dimana sekarang GGRM kembali menyusul BATI berada di posisi kedua, sedangkan tingkat OIROI BATI menjadi di bawah rata-rata industri, sama seperti tahun 1999 dan 2000. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 23,46%. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2001-2003, HMSP merupakan perusahaan yang memiliki tingkat OIROI tertinggi bila dibandingkan dengan pesaingnya.
Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat
disimpulkan sebagai perusahaan yang mampu mempertahankan kinerjanya selain efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, bahkan tingkat OIROI-nya kembali mencapai nilai negatif, sama seperti tahun 1999. Tingkat OIROI yang dicapai RMBA adalah -2,36%.
166
OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) HMSP, BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP berada di posisi pertama sama seperti pada tahun 1999, dimana HMSP memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 16,3%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. BATI (12,75%) dan GGRM (12,67%) memiliki tingkat margin laba operasi yang hampir sama pada tahun 2003 ini. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya kembali mencapai negatif yaitu -1,11%, hampir sama dengan tahun 1999. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) HMSP, BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 9,59%, mengungguli BATI yang sebelumnya berada pada posisi pertama sekitar 1,24%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sementara itu persentase tingkat margin laba bersih yang diperoleh GGRM pada tahun ini hampir sama dengan BATI. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA, dimana rasionya malah mencapai -0,51%, kembali menurun sekitar 2,62% dari tahun 2002.
167
OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva tetap berada di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, tingkat perputaran total aktiva RMBA berada di posisi pertama yaitu sebesar 2,1 kali, mengungguli HMSP sekitar 0,63 kali. Sehingga dapat disimpulkan RMBA mampu mempertahankan keefektifannya mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan, terbukti dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini, tingkat perputaran total aktiva RMBA tetap menempati posisi pertama. Tetap tidak terjadi perubahan posisi sama sekali bila dibandingkan dengan tahun 2001 dan 2002, dimana posisi pertama tetap diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM, BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI, dimana rasio perputaran aktivanya hanya mencapai 0,88 kali sedangkan tingkat perputaran total aktiva GGRM berada di posisi ketiga yaitu sebesar 1,41 kali, selisih sekitar 0,06 kali dengan HMSP yang berada di posisi kedua dalam tingkat perputaran total aktiva. Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan
tersebut
dibandingkan,
HMSP
memiliki
tingkat
rasio
pengembalian atas total aktiva yang paling tinggi yaitu sebesar 13,8% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang
168
paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Terjadi perubahan posisi antara GGRM dan BATI, dimana GGRM berhasil mengungguli BATI sekitar 2,99%. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA yang malah rasionya mencapai -1,09%, menurun sekitar 5,95% bila dibandingkan dengan tahun 2002. Oleh karena itu, RMBA harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan perusahaan. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran aktiva tetapnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih tinggi yaitu sebesar 9,92 kali. Sedangkan HMSP memiliki tingkat perputaran aktiva tetap sebesar 7,44 kali. Dengan demikian tingkat perputaran aktiva tetap RMBA berada di posisi pertama (sama seperti akhir tahun 2002) sehingga perusahaan tersebut disimpulkan dapat mempertahankan kinerjanya sebagai perusahaan yang paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2002, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya adalah 3,73 kali menurun sekitar 0,66 kali dari tahun 2002.
169
Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah dari GGRM yaitu sebesar 35,49%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Tingkat rasio hutang HMSP berada di posisi ketiga dengan persentase sebesar 43,43%. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah RMBA yaitu sebesar 46,86%, hampir sama dengan tahun 2002. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang sama dengan GGRM yaitu sebesar 0,6 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah RMBA, yaitu sebesar 0,88 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) BATI dan GGRM adalah perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio kemampuan membayar bunga yang lebih tinggi dari GGRM yaitu sebesar 16,68 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa
170
perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2001 dan 2002, dimana posisi pertama diperoleh BATI, kemudian diikuti oleh GGRM, HMSP dan RMBA. Sehingga perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA, bahkan rasionya mencapai negatif yaitu sebesar -1,26 kali, menurun sekitar 2,95 kali bila dibandingkan dengan tahun 2002. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 24,39% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA dimana tingkat pengembalian atas ekuitasnya malah mencapai negatif yaitu sebesar -2,06%, menurun sekitar 11,26% bila dibandingkan dengan tahun 2002. Oleh karena itu RMBA harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan tersebut.
171
4.3.6 Tahun 2004 Pada tahun 2004, analisis industri keempat perusahaan berdasarkan rasio keuangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertanyaan 1: Seberapa likuid perusahaan tersebut? Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 1 Rasio Lancar (Current Ratio) HMSP dan BATI merupakan perusahaan yang tingkat rasio lancarnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio lancar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 2,16 kali, Disamping itu, HMSP selalu memperoleh posisi pertama dari tahun 2000. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya. BATI pada tahun ini tetap memperoleh posisi kedua mengungguli RMBA dan GGRM. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio lancarnya adalah GGRM (1,67 kali). Namun walaupun demikian, keempat perusahan tersebut tetap dapat dikatakan likuid bila dilihat dari rasio lancarnya, karena
tingkat
rasio
lancar
seluruh
perusahaan
tersebut melebihi 1 kali. Rasio Cepat (Acid Test Ratio) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat rasio cepatnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat rasio cepat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1,13 kali,
172
mengungguli HMSP sekitar 0,23 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang sudah jatuh tempo dengan aktiva lancarnya tanpa termasuk persediaan. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat rasio cepatnya adalah GGRM, yaitu sebesar 0,4 kali, sama seperti yang diperoleh pada tahun 2003. Pengukuran Likuiditas: Pendekatan 2 Rata-rata Waktu Pencairan Piutang Usaha (Average Collection Period) HMSP, BATI dan RMBA adalah perusahaan yang memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha di bawah rata-rata industri. Bila ketiga perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki rata-rata waktu pencairan piutang usaha yang paling kecil, yaitu 5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling cepat menerima pembayaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling lama rata-rata waktu pencairan piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 30 hari, kembali sekitar dua kali lipat dari rata-rata industri (15 hari) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempercepat pengumpulan piutang usahanya menjadi uang tunai, sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Piutang Usaha (A/R Turnover) HMSP merupakan satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran piutang usaha di atas rata-rata industri, yaitu 80,18 kali. Hal ini
173
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi untuk mengumpulkan piutang usahanya karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling banyak tingkat perputaran piutang usahanya. Sedangkan perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran piutang usahanya adalah GGRM, yaitu sebesar 12,38 kali, kira-kira sepertiga dari rata-rata industri (38,2 kali) dan dapat disimpulkan bahwa GGRM harus lebih berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran piutang usahanya sehingga tidak terjadi penumpukan piutang usaha atau tagihan. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) RMBA (5,82 kali) adalah satu-satunya perusahaan yang memiliki tingkat perputaran persediaan di atas rata-rata industri. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam mengkonversi dana yang tertanam dalam persediaan untuk diputar kembali menjadi uang kas. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 1999-2002, dimana posisi pertama diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling rendah tingkat perputaran persediaanya adalah BATI yaitu sebesar 0,91 kali dan dapat disimpulkan bahwa BATI harus berusaha untuk mempertinggi tingkat perputaran persediaannya sehingga dapat dihindari penumpukan persediaan yang berlebihan di gudang. Demikian juga halnya dengan HMSP dan GGRM yang memiliki tingkat perputaran persediaan yang masih berada dibawah rata-rata industri.
174
Pertanyaan 2: Apakah manajemen mampu menghasilkan laba operasi yang cukup maksimal dengan aktiva perusahaan? OIROI (Operating Income Return on Investment) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat OIROI berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat OIROI yang lebih tinggi, yaitu sebesar 30,64%. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2001-2004, HMSP merupakan perusahaan yang memiliki tingkat OIROI tertinggi bila dibandingkan dengan pesaingnya. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat disimpulkan sebagai perusahaan yang mampu mempertahankan kinerjanya selain efektif mengelola aktivanya dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana tingkat OIROI-nya mencapai nilai 0,76%. OIROI: Komponen 1 Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba operasi berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP berada di posisi pertama sama seperti pada tahun 2003, dimana HMSP memiliki tingkat margin laba operasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 20,75%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba operasi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 0,36 %.
175
Margin Laba Bersih (Net profit margin) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat margin laba bersih berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat margin laba bersih yang lebih tinggi yaitu sebesar 13,25%. Oleh karena itu, perusahaan tersebut dapat dikatakan paling efektif dalam menghasilkan laba bersih perusahaan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 1,43%. OIROI: Komponen 2 Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran total aktiva tetap berada di atas rata-rata industri. Bila kedua perusahaan tersebut dibandingkan, tingkat perputaran total aktiva RMBA berada di posisi pertama yaitu sebesar 2,11 kali, mengungguli HMSP sekitar 0,53 kali. Sehingga dapat disimpulkan RMBA mampu mempertahankan keefektifannya mengelola seluruh aktivanya dalam menghasilkan penjualan, terbukti dari tahun 1999 sampai tahun 2004 ini, tingkat perputaran total aktiva RMBA tetap menempati posisi pertama. Tetap tidak terjadi perubahan posisi sama sekali bila dibandingkan dengan tahun 2001 dan 2002, dimana posisi pertama tetap diperoleh RMBA, kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM, BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif berdasarkan rasio ini adalah BATI, dimana rasio perputaran total aktivanya hanya mencapai 0,87 kali.
176
Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva (Return on Assets) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas total aktiva berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan
tersebut
dibandingkan,
HMSP
memiliki
tingkat
rasio
pengembalian atas total aktiva yang paling tinggi yaitu sebesar 19,56% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola aktivanya untuk menghasilkan keuntungan dan juga menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI yang rasionya mencapai 2,15%. Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola aktivanya lebih baik lagi untuk menghasilkan keuntungan perusahaan. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) RMBA dan HMSP merupakan perusahaan yang tingkat perputaran aktiva tetapnya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, RMBA memiliki tingkat perputaran aktiva tetap yang lebih tinggi yaitu sebesar 10,02 kali. Sedangkan HMSP memiliki tingkat perputaran aktiva tetap sebesar 7,87 kali. Dengan demikian tingkat perputaran aktiva tetap RMBA berada di posisi pertama (sama seperti akhir tahun 2002 dan 2003) sehingga perusahaan tersebut disimpulkan dapat mempertahankan kinerjanya sebagai perusahaan yang paling efektif mengelola aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2002, dimana posisi pertama diperoleh RMBA,
177
kemudian diikuti oleh HMSP, GGRM dan BATI. Sehingga perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI, dimana rasionya adalah 3,9 kali. Pertanyaan 3: Bagaimana perusahaan membiayai aktivanya? Rasio Hutang (Debt Ratio) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio hutangnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio hutang yang lebih rendah dari GGRM yaitu sebesar 40,63%. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling sedikit membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman. Sedangkan perusahaan yang paling banyak membiayai aktivanya dengan modal asing atau pinjaman adalah HMSP yaitu sebesar 48,04%. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) BATI dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitasnya berada di bawah rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio perbandingan hutang dan ekuitas yang lebih rendah yaitu sebesar 0,68 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling kecil perbandingan hutang terhadap ekuitasnya. Sedangkan perusahaan yang paling tinggi rasio perbandingan hutang terhadap ekuitasnya adalah HMSP, yaitu sebesar 0,92 kali. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned) BATI dan GGRM adalah perusahaan yang tingkat rasio kemampuan membayar bunganya berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, BATI memiliki tingkat rasio kemampuan membayar bunga yang lebih
178
tinggi dari GGRM yaitu sebesar 19,94 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam menutupi atau memenuhi pembayaran biaya bunga yang jatuh tempo dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi para kreditur. Tetap tidak terjadi perubahan posisi bila dibandingkan dengan tahun 2001-2003, dimana posisi pertama diperoleh BATI, kemudian diikuti oleh GGRM, HMSP dan RMBA. Sehingga perusahaan yang memiliki kemampuan membayar bunga yang paling kecil adalah RMBA, dimana rasionya mencapai 0,78 kali. Pertanyaan 4: Apakah pemilik (pemegang saham) menerima pengembalian (return) yang cukup sesuai dengan investasi mereka? Rasio Pengembalian Atas Ekuitas (Return On Equity) HMSP dan GGRM merupakan perusahaan yang tingkat rasio pengembalian atas ekuitas berada di atas rata-rata industri. Jika kedua perusahaan tersebut dibandingkan, HMSP memiliki tingkat rasio pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi, yaitu sebesar 37,65% yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengelola ekuitasnya untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan perusahaan yang paling tidak efektif adalah BATI dimana tingkat pengembalian atas ekuitasnya mencapai nilai 3,62%. Oleh karena itu BATI harus berusaha untuk mengelola ekuitasnya lebih baik lagi.
179
4.4
Analisis
Industri
Rokok
di
BEJ
Berdasarkan
Pengelompokan Rasio Berdasarkan buku Keown, ada empat pengelompokan rasio yang umumnya dikenal, yaitu: 1. Likuiditas (Liquidity). Berdasarkan rata-rata setiap industri rokok di BEJ dari tahun 1999-2004 yang menduduki posisi pertama bila dilihat dari sisi likuiditasnya adalah HMSP dan RMBA. HMSP menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat rasio lancar (current ratio), tingkat rata-rata waktu pencairan piutang usaha (average collection period), tingkat perputaran piutang usaha (account receivable turnover). Sedangkan RMBA menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat rasio cepat (acid test ratio) dan tingkat perputaran persediaan (inventory turnover). Hal ini dikarenakan jumlah persediaan RMBA yang relatif kecil. 2. Profitabilitas (Profitability). Berdasarkan rata-rata setiap industri rokok di BEJ dari tahun 1999-2004 yang menduduki posisi pertama bila dilihat dari sisi profitabilitasnya adalah HMSP, RMBA dan GGRM. HMSP menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat OIROI (operating income return on investment), tingkat margin laba operasi (operating profit margin). RMBA menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat perputaran total aktiva (total assets turnover), tingkat perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover). Hal ini menunjukkan bahwa RMBA merupakan perusahaan yang paling efektif dalam mengelola aktivanya termasuk aktiva
180
tetapnya dalam menghasilkan penjualan. Sedangkan GGRM menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat margin laba bersih (net profit margin), tingkat rasio pengembalian atas total aktiva (return on assets). Hal ini menunjukkan bahwa GGRM merupakan perusahaan yang menghasilkan persentase laba bersih yang paling tinggi bila dibandingkan dengan penjualan dan aktivanya. Jadi walaupun yang memiliki tingkat laba operasi yang paling tinggi adalah HMSP, namun GGRM memiliki tingkat beban bunga yang lebih rendah bila dibandingkan dengan HMSP. 3. Pengelolaan Hutang/Pembiayaan (Leverage). Berdasarkan rata-rata setiap industri rokok di BEJ dari tahun 1999-2004 yang menduduki posisi pertama bila dilihat dari sisi leverage-nya adalah GGRM. GGRM menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat rasio hutang (debt ratio), tingkat rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio), tingkat rasio kemampuan membayar bunga (time interest earned ratio). Sehingga GGRM dapat disimpulkan sebagai perusahaan yang paling rendah menggunakan pinjaman untuk membiayai keuangan perusahaannya. 4. Pengembalian Investasi (ROE). Berdasarkan rata-rata setiap industri rokok di BEJ dari tahun 1999-2004 yang menduduki posisi pertama bila dilihat dari sisi pengembalian investasinya adalah HMSP. HMSP menempati posisi pertama bila dilihat dari tingkat rasio pengembalian atas ekuitas (return on equity).
181
4.5
Analisis DuPont
4.5.1 Analisis DuPont BATI 1999
182
Return on Equity 26,87%
Return on Assets 3,16%
Net Profit Margin 2,72%
Net Income 27.661
divided by
divided by
1 – 0,8823
multiplied by
Sales 1.015.354
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,16
divided by
Sales 1.015.354
Total Assets 874.736
Sales 1.015.354 less Total Costs and Expenses 987.693
Current Assets 631.074
Fixed Assets 188.955
Costs of Goods Sold 613.446
Cash 71.368
Cash Operating Expenses 296.692
Accounts Receivable 22.294
Depreciation 2.206
Inventory 499.487
Interest Expense 43.864
Other Current Assets 37.925
Taxes 31.485
Gambar 4.1 DuPont Analysis BATI 1999
Other Assets 54.707
183
ROE BATI pada tahun 1999 sebesar 26,87% lebih kecil daripada industri (59,48%). Hal ini karena ROA BATI yaitu sebesar 3,16% lebih kecil daripada industri (24,05%) meskipun debt ratio BATI (0,88) lebih besar dari industri (0,60). ROA BATI lebih kecil daripada rata-rata industri karena net profit margin yang dimiliki sebesar 2,72% lebih kecil daripada industri 17,56% dan total asset turnover BATI 1,16 lebih kecil dari industri 1,37.
4.5.2 Analisis DuPont GGRM 1999
184
Return on Equity 39,30%
Return on Assets 28,19%
Net Profit Margin 17,93%
Net Income 2.276.632
divided by
divided by
1 – 0,2827
multiplied by
Sales 12.694.605
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,57
divided by
Sales 12.694.605
Total Assets 8.076.916
Sales 12.694.605 less Total Costs and Expenses 10.417.973
Current Assets 6.666.280
Fixed Assets 1.379.508
Costs of Goods Sold 8.943.319
Cash 1.080.734
Cash Operating Expenses 441.044
Accounts Receivable 1.194.404
Depreciation 106.615
Inventory 4.250.502
Interest Expense 47.021
Other Current Assets 140.640
Taxes 879.974
Gambar 4.2 DuPont Analysis GGRM 1999
Other Assets 31.128
185
Pada tahun 1999, ROE GGRM adalah sebesar 39,30% lebih kecil dari industri 59,48%. Hal ini dikarenakan debt ratio GGRM (0,28) lebih kecil dari industri (0,60) meskipun ROA GGRM lebih besar dari industri. ROA GGRM 28,19% sedangkan industri 24,05%. ROA lebih besar dari industri karena net profit margin GGRM 17,93% lebih besar daripada industri 17,56% dan total asset turnover GGRM yaitu sebesar 1,57 lebih besar dari industri (1,37).
4.5.3 Analisis DuPont HMSP 1999
186
Return on Equity 45,61%
Return on Assets 21,76%
Net Profit Margin 19,06%
Net Income 1.412.659
divided by
divided by
1 – 0,5230
multiplied by
Sales 7.412.032
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,14
divided by
Sales 7.412.032
Total Assets 6.492.685
Sales 7.412.032 less Total Costs and Expenses 5.999.373
Current Assets 3.373.020
Fixed Assets 1.706.883
Costs of Goods Sold 4.715.521
Cash 251.432
Cash Operating Expenses 341.287
Accounts Receivable 101.775
Depreciation 101.767
Inventory 2.242.541
Interest Expense 227.554
Other Current Assets 777.272
Taxes 613.244
Gambar 4.3 DuPont Analysis HMSP 1999
Other Assets 1.412.782
187
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa ROE HMSP sebesar 45,61% lebih kecil dari industri 59,48%. Hal ini karena ROA HMSP yaitu sebesar 21,73% lebih kecil daripada industri (24,05%) dan debt ratio 0,52 lebih kecil dari industri 0,60. ROA HMSP lebih kecil dari industri karena total asset turnover 1,14 lebih kecil dari industri 1,37 meskipun net profit margin yang dimiliki 19,06% lebih besar dari industri 17,56%.
4.5.4 Analisis DuPont RMBA 1999
188
Return on Equity 12,77%
Return on Assets 3,96%
Net Profit Margin 1,14%
Net Income 553,22
divided by
divided by
1 – 0,6948
multiplied by
Sales 48.473,16
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 3,47
Sales 48.473,16
divided by
Total Assets 13.966,17
Sales 48.473,16 less Total Costs and Expenses 47.919,94
Current Assets 7.655,04
Fixed Assets 17,81
Costs of Goods Sold 47.586,87
Cash 4.267,88
Cash Operating Expenses -227.511,28
Accounts Receivable 2.242,87
Depreciation 2,64
Inventory 281,03
Interest Expense 227.554
Other Current Assets 863,26
Taxes 287,71
Gambar 4.4 DuPont Analysis RMBA 1999
Other Assets 6.293,32
189
ROE RMBA seperti ditunjukkan pada gambar diatas adalah sebesar 12,77% yang lebih kecil dari industri (59,48%), dimana hal ini disebabkan ROA RMBA yaitu sebesar 3,96% lebih kecil dari industri 24,05% dan debt ratio RMBA (0,69) lebih besar dari industri yang hanya (0,60). ROA RMBA lebih kecil dari industri karena net profit margin yang dimiliki yaitu sebesar 1,14% lebih kecil dari industri 17,56% meskipun total asset turnover RMBA yaitu sebesar 3,47 lebih besar dari industri 1,37.
4.5.5 Analisis DuPont BATI 2000
190
Return on Equity 15,06%
Return on Assets 7,07%
Net Profit Margin 6,57%
Net Income 57.464
divided by
divided by
1 – 0,5304
multiplied by
Sales 874.202
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,08
divided by
Sales 874.202
Total Assets 812.466
Sales 874.202 less Total Costs and Expenses 816.738
Current Assets 552.180
Fixed Assets 192.506
Costs of Goods Sold 479.702
Cash 26.503
Cash Operating Expenses 274.564
Accounts Receivable 22.101
Depreciation 14.457
Inventory 472.260
Interest Expense 30.848
Other Current Assets 31.316
Taxes 17.167
Gambar 4.5 DuPont Analysis BATI 2000
Other Assets 67.780
191
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa ROE BATI pada tahun 2000 adalah sebesar 15,06% lebih kecil daripada rata-rata industrinya, yaitu 32,60%. Hal ini terjadi karena ROA BATI (7,07%) lebih kecil dari industrinya (15,77%) walaupun debt ratio-nya, yaitu 0,53 lebih besar dari rata-rata industrinya (0,52). ROA BATI kecil dikarenakan net profit margin dan total asset turnover BATI sama-sama lebih kecil dari industri, dimana net profit margin-nya sebesar 6,57% dibandingkan dengan industrinya 12,28% dan total asset turnover-nya sebesar 1,08 dibandingkan industrinya yaitu sebesar 1,28.
4.5.6 Analisis DuPont GGRM 2000
192
Return on Equity 36,71%
Return on Assets 20,69%
Net Profit Margin 14,99%
Net Income 2.243.215
divided by
divided by
1 – 0,4364
multiplied by
Sales 14.964.674
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,38
divided by
Sales 14.964.674
Total Assets 10.843.195
Sales 14.964.674 less Total Costs and Expenses 12.721.459
Current Assets 9.130.444
Fixed Assets 1.626.388
Costs of Goods Sold 10.837.213
Cash 201.875
Cash Operating Expenses 737.873
Accounts Receivable 1.642.503
Depreciation 116.178
Inventory 7.197.500
Interest Expense 91.016
Other Current Assets 88.566
Taxes 939.179
Gambar 4.6 DuPont Analysis GGRM 2000
Other Assets 86.363
193
Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa ROE GGRM (36,71%) lebih besar dari industrinya (32,60%). ROE besar karena ROA GGRM, yaitu sebesar 20,69% lebih besar dari industrinya (15,77%) dan debt ratio GGRM (0,44) lebih kecil dari rata-rata industrinya (0,52). ROA lebih besar dari industri karena net profit margin dan total asset turnover yang dimiliki lebih besar bila dibandingkan industrinya, dimana net profit margin GGRM 14,99% dibandingkan dengan industrinya 12,28% dan total asset turnover GGRM 1,38 lebih besar dibandingkan dengan industrinya, yaitu 1,28.
4.5.7 Analisis DuPont HMSP 2000
194
Return on Equity 26,53%
Return on Assets 11,89%
Net Profit Margin 10,11%
Net Income 1.013.897
divided by
divided by
1 – 0,5517
multiplied by
Sales 10.029.401
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,18
Sales 10.029.401
divided by
Total Assets 8.524.815
Sales 10.029.401 less Total Costs and Expenses 9.015.504
Current Assets 5.299.591
Fixed Assets 1.948.528
Costs of Goods Sold 6.932.271
Cash 778.076
Cash Operating Expenses 1.066.102
Accounts Receivable 173.613
Depreciation 194.060
Inventory 4.125.651
Interest Expense 317.576
Other Current Assets 222.251
Taxes 505.495
Gambar 4.7 DuPont Analysis HMSP 2000
Other Assets 1.276.696
195
Pada tahun 2000, ROE HMSP, yaitu 26,53% lebih kecil dari industrinya 32,60%. Hal dikarenakan ROA HMSP (11,89%) lebih kecil dari industrinya (15,77%) meskipun debt ratio HMSP (0,55) lebih besar dari industrinya (0,52). ROA HMSP lebih kecil dari industri dikarenakan net profit margin dan total asset turnover HMSP lebih kecil dibandingkan dengan industrinya. Net profit margin HMSP adalah 10,11% sedangkan industrinya 12,28% dan total asset turnover HMSP 1,18 sedangkan industrinya 1,28.
4.5.8 Analisis DuPont RMBA 2000
196
Return on Equity 17,41%
Return on Assets 7,89%
Net Profit Margin 6,02%
divided by
Net Income 132.408,04
multiplied by
Sales 2.198.931,06
divided by
Total Debt Total Assets
1-
1 – 0,5466
Total Asset Turnover 1,31
divided by
Sales 2.198.931,06
Total Assets 1.677.351,08
Sales 2.198.931,06 less Total Costs and Expenses 2.066.523,02
Current Assets 1.215.378,25
Fixed Assets 448.722,12
Costs of Goods Sold 1.820.543,19
Cash 276.433,45
Cash Operating Expenses 163.141,63
Accounts Receivable 111.102,48
Depreciation 46.943,39
Inventory 816.899,15
Interest Expense 26.814,91
Other Current Assets 10.943,62
Taxes 9.079,90
Gambar 4.8 DuPont Analysis RMBA 2000
Other Assets 13.250,71
197
Masih pada tahun 2000, ROE RMBA (17,41%) lebih kecil dari industrinya, yaitu 32,60%. Hal ini disebabkan ROA RMBA lebih kecil dari industri, yaitu 7,89% dan industri 15,77% meskipun debt ratio RMBA, yaitu 0,55 lebih besar dari industri (0,52). ROA RMBA lebih kecil dari industri disebabkan net profit margin RMBA, yakni 6,02% lebih kecil dibandingkan dengan industrinya 12,28% walaupun total asset turnover RMBA (1,31) lebih besar dari industrinya (1,28).
4.5.9 Analisis DuPont BATI 2001
198
Return on Equity 28,31%
Return on Assets 15,52%
Net Profit Margin 15,89%
Net Income 113.420
divided by
divided by
1 – 0,4483
multiplied by
Sales 713.986
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 0,98
Sales 713.986
divided by
Total Assets 730.886
Sales 713.986 less Total Costs and Expenses 600.566
Current Assets 502.379
Fixed Assets 179.069
Costs of Goods Sold 334.430
Cash 49.205
Cash Operating Expenses 199.633
Accounts Receivable 17.344
Depreciation 21.565
Inventory 392.531
Interest Expense 15.951
Other Current Assets 43.299
Taxes 28.987
Gambar 4.9 DuPont Analysis BATI 2001
Other Assets 49.438
199
Pada tahun 2001, ROE BATI menunjukkan 28,31% lebih besar dari rata-rata industri 25,21%. Hal ini didukung oleh ROA BATI yang juga lebih besar dari ratarata industrinya sebesar 2,29% meskipun debt ratio yang dimiliki BATI, yaitu 0,45 lebih kecil dari rata-rata industri, yaitu 0,48. ROA BATI lebih besar daripada ROA industrinya dikarenakan net profit margin BATI (15,89%) lebih besar daripada ratarata industri (9,26%) walaupun total asset turnover BATI, yaitu 0,98 lebih kecil dari industri (1,43).
4.5.10 Analisis DuPont GGRM 2001
200
Return on Equity 25,46%
Return on Assets 15,57%
Net Profit Margin 11,62%
Net Income 2.087.361
divided by
divided by
1 – 0,3904
multiplied by
Sales 17.970.450
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,34
divided by
Sales 17.970.450
Total Assets 13.448.124
Sales 17.970.450 less Total Costs and Expenses 15.883.089
Current Assets 11.123.218
Fixed Assets 2.191.965
Costs of Goods Sold 13.519.452
Cash 237.848
Cash Operating Expenses 927.992
Accounts Receivable 1.607.293
Depreciation 153.809
Inventory 9.103.779
Interest Expense 384.106
Other Current Assets 174.298
Taxes 897.730
Gambar 4.10 DuPont Analysis GGRM 2001
Other Assets 132.941
201
ROE GGRM pada tahun 2001 adalah 25,46% lebih besar dari rata-rata industri, yaitu 25,21%. Hal ini disebabkan ROA GGRM 15,52% lebih besar dari industri 13,23% meskipun debt ratio GGRM 0,39 lebih kecil dari industrinya 0,48. ROA besar dikarenakan net profit margin yang dimiliki lebih besar, yaitu 11,62% bila dibandingkan dengan industrinya 9,26% meskipun total asset turnover GGRM 1,34 lebih kecil dari industri 1,43.
4.5.11 Analisis DuPont HMSP 2001
202
Return on Equity 22,96%
Return on Assets 10,09%
Net Profit Margin 6,79%
Net Income 955.413
divided by
divided by
1 – 0,5606
multiplied by
Sales 14.066.515
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,49
divided by
Sales 14.066.515
Total Assets 9.470.540
Sales 14.066.515 less Total Costs and Expenses 13.111.102
Current Assets 6.761.987
Fixed Assets 1.942.925
Costs of Goods Sold 9.993.830
Cash 890.963
Cash Operating Expenses 1.901.615
Accounts Receivable 217.955
Depreciation 50.960
Inventory 5.294.415
Interest Expense 446.101
Other Current Assets 358.654
Taxes 718.596
Gambar 4.11 DuPont Analysis HMSP 2001
Other Assets 765.628
203
Tahun 2001, ROE HMSP adalah sebesar 22,96% lebih kecil bila dibandingkan dengan industri, yaitu 25,21%, dimana hal ini dikarenakan ROA HMSP 10,09% lebih kecil dari industrinya, yaitu 13,23% meskipun debt ratio yang dimiliki sebesar 0,56 lebih besar dari industri (0,48). ROA HMSP lebih kecil dari industri dikarenakan net profit margin HMSP (6,79%) lebih kecil dari industri (9,26%) meskipun total asset turnover HMSP 1,49 lebih besar dari industri (1,43).
4.5.12 Analisis DuPont RMBA 2001
204
Return on Equity 23,72%
Return on Assets 11,82%
Net Profit Margin 6,11%
Net Income 236.555,55
divided by
multiplied by
Sales 3.872.953,08
divided by
Total Debt Total Assets
1-
1 – 0,5017
Total Asset Turnover 1,94
divided by
Sales 3.872.953,08
Total Assets 2.001.056,47
Sales 3.872.953,08 less Total Costs and Expenses 3.636.397,53
Current Assets 1.545.411,61
Fixed Assets 436.738,76
Costs of Goods Sold 3.334.881,02
Cash 442.743,21
Cash Operating Expenses 176.085,33
Accounts Receivable 170.139,66
Depreciation 41.217,62
Inventory 883.598,36
Interest Expense 46.770,17
Other Current Assets 48.930,38
Taxes 37.443,39
Gambar 4.12 DuPont Analysis RMBA 2001
Other Assets 18.906,10
205
Dari gambar terlihat bahwa ROE RMBA pada tahun ini lebih kecil dari ratarata industri. ROE RMBA, yaitu 23,72% sedangkan industrinya sebesar 25,21%. ROE RMBA lebih kecil dari industri disebabkan ROA RMBA lebih kecil dari industri, dimana ROA RMBA sebesar 11,82% sedangkan industrinya sebesar 13,23% meskipun debt ratio RMBA (0,50) lebih besar dari industri (0,48). ROA RMBA lebih kecil dari industri karena net profit margin RMBA 6,11% lebih kecil dari industri, yaitu 9,26% walaupun total asset turnover RMBA 1,94 lebih besar dari industri 1,43.
4.5.13 Analisis DuPont BATI 2002
206
Return on Equity 29,21%
divided by
Return on Assets 16,97%
Net Profit Margin 15,89%
Net Income 118.180
divided by
1 – 0,4191
multiplied by
Sales 743.855
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,07
divided by
Sales 743.855
Total Assets 696.440
Sales 743.855 less Total Costs and Expenses 625.675
Current Assets 479.855
Fixed Assets 159.873
Costs of Goods Sold 338.023
Cash 24.826
Cash Operating Expenses 206.708
Accounts Receivable 7.314
Depreciation 21.643
Inventory 392.566
Interest Expense 6.286
Other Current Assets 55.149
Taxes 53.015
Gambar 4.13 DuPont Analysis BATI 2002
Other Assets 56.712
207
Pada tahun ini, ROE BATI 29,21% lebih besar dari rata-rata industrinya 25,02% karena ROA BATI 16,97% lebih besar dari industri 14,18% meskipun debt ratio 0,42 lebih kecil bila dibandingkan dengan industri 0,43. ROA BATI lebih besar dari industri disebabkan net profit margin BATI 15,89% lebih besar dari industri (9,56%) walaupun total asset turnover BATI (1,07) lebih kecil dari rata-rata industrinya (1,48).
4.5.14 Analisis DuPont GGRM 2002
208
Return on Equity 21,49%
Return on Assets 13,51%
Net Profit Margin 9,97%
Net Income 2.086.891
divided by
divided by
1 – 0,3717
multiplied by
Sales 20.939.084
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,36
divided by
Sales 20.939.084
Total Assets 15.452.703
Sales 2.086.891 less Total Costs and Expenses 18.852.193
Current Assets 11.491.018
Fixed Assets 3.800.069
Costs of Goods Sold 16.108.007
Cash 464.982
Cash Operating Expenses 1.178.095
Accounts Receivable 1.441.422
Depreciation 203.921
Inventory 9.381.700
Interest Expense 442.351
Other Current Assets 202.914
Taxes 919.819
Gambar 4.14 DuPont Analysis GGRM 2002
Other Assets 161.616
209
ROE GGRM pada tahun 2002 sebesar 21,49% lebih kecil dari industri 25,02% karena ROA GGRM lebih kecil dari industri, yaitu 13,51% sedangkan industri 14,18% dan debt ratio GGRM (0,37) juga lebih kecil dari industri 0,43. ROA GGRM lebih kecil dari industri karena total asset turnover GGRM lebih kecil dari industri, dimana total asset turnover GGRM sebesar 1,36 lebih kecil dari industri 1,48 meskipun net profit margin lebih besar dari industri, dimana net profit margin 9,97% sedangkan industri 9,56%.
4.5.15 Analisis DuPont HMSP 2002
210
Return on Equity 32,13%
Return on Assets 17,02%
Net Profit Margin 11,05%
Net Income 1.671.084
divided by
divided by
1 – 0,4702
multiplied by
Sales 15.128.664
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,54
divided by
Sales 15.128.664
Total Assets 9.817.074
Sales 15.128.664 less Total Costs and Expenses 13.457.580
Current Assets 6.983.776
Fixed Assets 1.806.252
Costs of Goods Sold 10.517.229
Cash 1.115.599
Cash Operating Expenses 1.639.561
Accounts Receivable 287.740
Depreciation 43.596
Inventory 5.333.008
Interest Expense 392.422
Other Current Assets 247.429
Taxes 864.772
Gambar 4.15 DuPont Analysis HMSP 2002
Other Assets 1.027.046
211
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa ROE HMSP 32,13% lebih besar dari industrinya 25,02% karena ROA HMSP dan debt ratio-nya lebih besar dari rata-rata industri. ROA HMSP 17,02% sedangkan industri 14,18% dan debt ratio 0,47 sedangkan industri 0,43. ROA HMSP lebih besar dari rata-rata industri karena net profit margin dan total asset turnover HMSP lebih besar dari rata-rata industri. Net profit margin HMSP sebesar 11,05% lebih besar dari industri, yaitu 9,56% dan total asset turnover HMSP sebesar 1,54 sedangkan industrinya 1,48.
4.5.16 Analisis DuPont RMBA 2002
212
Return on Equity 9,20%
Return on Assets 4,86%
Net Profit Margin 2,11%
divided by
Net Income 100.779,57
multiplied by
Sales 4.770.685,64
divided by
Total Debt Total Assets
1-
1 – 0,4713
Total Asset Turnover 2,30
divided by
Sales 4.770.685,64
Total Assets 2.072.801,40
Sales 4.770.685,64 less Total Costs and Expenses 4.669.906,07
Current Assets 1.558.401,17
Fixed Assets 429.364,17
Costs of Goods Sold 4.276.774,63
Cash 481.859
Cash Operating Expenses 305.729,39
Accounts Receivable 195.676,62
Depreciation 38.930,50
Inventory 810.669,61
Interest Expense 39.403,54
Other Current Assets 70.195,94
Taxes 9.068,01
Gambar 4.16 DuPont Analysis RMBA 2002
Other Assets 85.036,06
213
Pada tahun 2002, ROE RMBA sebesar 9,20% lebih kecil dari industri 25,02% dikarenakan ROA RMBA 4,86% lebih kecil dari industri 14,18% meskipun debt ratio RMBA 0,47 lebih besar dari industri (0,43). ROA RMBA lebih kecil dari industri disebabkan net profit margin RMBA 2,11% lebih kecil dari industrinya (9,56%) walaupun total asset turnover RMBA (2,3) lebih besar dari rata-rata industri (1,48).
4.5.17 Analisis DuPont BATI 2003
214
Return on Equity 11,80%
divided by
Return on Assets 7,61%
Net Profit Margin 8,35%
Net Income 49.347
divided by
1 – 0,3549
multiplied by
Sales 591.188
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 0,91
divided by
Sales 591.188
Total Assets 648.344
Sales 591.188 less Total Costs and Expenses 541.841
Current Assets 456.971
Fixed Assets 156.946
Costs of Goods Sold 290.269
Cash 20.389
Cash Operating Expenses 227.857
Accounts Receivable 4.516
Depreciation 1.052
Inventory 365.959
Interest Expense 4.521
Other Current Assets 66.107
Taxes 18.142
Gambar 4.17 DuPont Analysis BATI 2003
Other Assets 34.427
215
Pada tahun 2003, ROE BATI sebesar 11,80% lebih kecil dari industri 18,27% karena baik ROA BATI maupun debt ratio BATI lebih kecil dari rata-rata industri. ROA BATI sebesar 7,61% sedangkan industrinya sebesar 10,85% dan debt ratio BATI 0,35 sedangkan industri 0,41. ROA BATI lebih kecil daripada industri karena total asset turnover BATI (0,91) lebih kecil dari industri (1,41) meskipun net profit margin-nya 8,35% lebih besar dari industri 7,67%.
4.5.18 Analisis DuPont GGRM 2003
216
Return on Equity 16,76%
Return on Assets 10,60%
Net Profit Margin 7,95%
Net Income 1.838.673
divided by
divided by
1 – 0,3673
multiplied by
Sales 23.137.376
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,33
divided by
Sales 23.137.376
Total Assets 17.338.899
Sales 23.137.376 less Total Costs and Expenses 21.298.703
Current Assets 11.923.663
Fixed Assets 4.936.413
Costs of Goods Sold 18.615.630
Cash 413.718
Cash Operating Expenses 1.495.425
Accounts Receivable 1.687.062
Depreciation 58.162
Inventory 9.528.579
Interest Expense 338.744
Other Current Assets 294.304
Taxes 790.742
Gambar 4.18 DuPont Analysis GGRM 2003
Other Assets 478.823
217
ROE GGRM pada tahun 2003 adalah sebesar 16,76% lebih kecil dari industri 18,27%. Hal ini disebabkan ROA GGRM sebesar 10,60% lebih kecil dari industri 10,85% dan debt ratio (0,37) lebih kecil dari industri (0,41). ROA GGRM lebih kecil dari industri karena total asset turnover-nya 1,33 sedangkan industri 1,41 meskipun net profit margin GGRM 7,95% lebih besar dari industri, yaitu 7,67%.
4.5.19 Analisis DuPont HMSP 2003
218
Return on Equity 24,39%
Return on Assets 13,80%
Net Profit Margin 9,59%
Net Income 1.406.844
divided by
divided by
1 – 0,4343
multiplied by
Sales 14.675.125
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,44
divided by
Sales 14.675.125
Total Assets 10.197.768
Sales 14.675.125 less Total Costs and Expenses 13.268.281
Current Assets 6.956.154
Fixed Assets 2.139.524
Costs of Goods Sold 10.152.735
Cash 1.887.008
Cash Operating Expenses 1.973.843
Accounts Receivable 143.943
Depreciation 35.219
Inventory 4.658.728
Interest Expense 339.195
Other Current Assets 266.475
Taxes 767.289
Gambar 4.19 DuPont Analysis HMSP 2003
Other Assets 1.102.090
219
Dilihat dari gambar diatas, diketahui bahwa ROE HMSP pada tahun 2003 adalah sebesar 24,39% yang lebih besar dari industrinya 18,27%. Hal ini dikarenakan ROA HMSP sebesar 13,80% lebih besar dari industri 10,85% meskipun debt ratio HMSP 0,43 lebih kecil dari industri yang sebesar 0,41. ROA lebih besar dari industri karena net profit margin HMSP 9,59% lebih besar dari industri 7,67% dan total asset turnover 1,44 lebih besar dari industri 1,41.
4.5.20 Analisis DuPont RMBA 2003
220
Return on Equity -2,06%
Return on Assets -1,09%
Net Profit Margin -0,51%
Net Income -21.804,92
divided by
multiplied by
Sales 4.264.617,45
divided by
Total Debt Total Assets
1-
1 – 0,4686
Total Asset Turnover 2,14
divided by
Sales 4.264.617,45
Total Assets 1.994.489,37
Sales 4.264.617,45 less Total Costs and Expenses 4.286.422,37
Current Assets 1.488.055,25
Fixed Assets 430.485,87
Costs of Goods Sold 3.907.086,11
Cash 537.749,32
Cash Operating Expenses 287.597,57
Accounts Receivable 174.782,25
Depreciation 43.044,28
Inventory 683.260,80
Interest Expense 37.333,99
Other Current Assets 92.262,88
Taxes 11.360,42
Gambar 4.20 DuPont Analysis RMBA 2003
Other Assets 75.948,25
221
Pada tahun ini, ROE RMBA adalah sebesar -2,06% lebih kecil bila dibandingkan dengan industrinya 18,27% karena ROA RMBA -1,09% lebih kecil dari industri, yaitu 10,85% meskipun debt ratio 0,47 lebih besar dari industri 0,41. ROA RMBA lebih kecil dari industri sebab net profit margin -0,51% lebih kecil dari industri 7,67% meskipun total asset turnover (2,14) lebih besar dari industri (0,41).
4.5.21 Analisis DuPont BATI 2004
222
Return on Equity 3,62%
divided by
Return on Assets 2,15%
Net Profit Margin 2,62%
Net Income 15.581,33
divided by
1 – 0,4063
multiplied by
Sales 593.784
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 0,82
divided by
Sales 593.784
Total Assets 724.213
Sales 593.784 less Total Costs and Expenses 578.202,67
Current Assets 546.261
Fixed Assets 147.782
Costs of Goods Sold 324.921,33
Cash 99.607
Cash Operating Expenses 239.601,67
Accounts Receivable 30.988
Depreciation 545
Inventory 344.527
Interest Expense 1.188
Other Current Assets 71.139
Taxes 11.946,67
Gambar 4.21 DuPont Analysis BATI 2004
Other Assets 30.170
223
Dari gambar diatas, terlihat ROE BATI sebesar 3,62% lebih kecil dari industrinya 22,43% dimana hal ini disebabkan ROA BATI dan debt ratio BATI sama-sama lebih kecil dari rata-rata industri. ROA BATI, yaitu 2,15% lebih kecil dari industrinya, yakni 12,57% dan debt ratio sebesar 0,41 lebih kecil dari industrinya (0,44). ROA BATI kecil dikarenakan net profit margin dan total asset turnover BATI lebih kecil dari rata-rata industri. net profit margin BATI, yaitu 2,62% lebih kecil dari rata-rata industri 9,30% dan total asset turnover BATI, yaitu 0,82 lebih kecil dari rata-rata industri, yakni 1,35.
4.5.22 Analisis DuPont GGRM 2004
224
Return on Equity 17%
Return on Assets 9,86%
Net Profit Margin 8,05%
Net Income 2.025.074,67
divided by
multiplied by
Sales 25.167.082,67
divided by
Total Debt Total Assets
1-
1 – 0,4202
Total Asset Turnover 1,22
divided by
Sales 25.167.082,67
Total Assets 20.546.125
Sales 25.167.082,67 less Total Costs and Expenses 23.142.008
Current Assets 13.785.282
Fixed Assets 6.532.319
Costs of Goods Sold 20.133.942,67
Cash 608.947
Cash Operating Expenses 1.791.820
Accounts Receivable 2.379.894
Depreciation 59.849,33
Inventory 10.494.531
Interest Expense 273.958,67
Other Current Assets 301.910
Taxes 882.437,33
Gambar 4.22 DuPont Analysis GGRM 2004
Other Assets 228.524
225
Dapat dilihat diatas bahwa ROE GGRM (17%) lebih kecil dari rata-rata industri, yakni 22,43%. Hal ini dikarenakan ROA GGRM dan debt ratio-nya lebih kecil daripada rata-rata industri. ROA GGRM adalah 9,86% sedangkan industrinya 12,57% dan debt ratio GGRM 0,42 sedangkan industri 0,44. Dari ROA GGRM tersebut dapat kita telusuri bahwa net profit margin dan total asset turnover GGRM lebih kecil dari rata-rata industrinya, dimana net profit margin 8,05% sedangkan industri 9,30% dan total asset turnover 1,22 lebih kecil dari industrinya 1,35.
4.5.23 Analisis DuPont HMSP 2004
226
Return on Equity 37,65%
Return on Assets 19,56%
Net Profit Margin 13,25%
Net Income 2.301.598,67
divided by
divided by
1 – 0,4804
multiplied by
Sales 17.375.848
Total Debt Total Assets
1-
Total Asset Turnover 1,48
divided by
Sales 17.375.848
Total Assets 11.766.015
Sales 17.375.848 less Total Costs and Expenses 15.074.249,33
Current Assets 8.138.463
Fixed Assets 2.275.892
Costs of Goods Sold 11.585.800
Cash 730.328
Cash Operating Expenses 1.971.017,33
Accounts Receivable 289.470
Depreciation 47.664
Inventory 4.768.194
Interest Expense 338.480
Other Current Assets 350.471
Taxes 1.131.288
Gambar 4.23 DuPont Analysis HMSP 2004
Other Assets 1.351.660
227
Dari gambar tersebut, terlihat bahwa ROE HMSP lebih besar dari rata-rata industri. ROE HMSP sebesar 37,65% sedangkan industri 22,43% dikarenakan ROA HMSP, yaitu 19,56% lebih besar dari rata-rata industrinya, yaitu 12,57% dan debt ratio HMSP (0,48) juga lebih besar dari rata-rata industrinya yang hanya 0,44. ROA HMSP tersebut lebih besar dari industri dikarenakan net profit margin HMSP, yaitu 13,35% lebih besar dari rata-rata industri, yaitu 9,30% dan total asset turnover HMSP, yakni 1,48 juga lebih besar dari rata-rata industrinya, yang sebesar 1,35.
4.5.24 Analisis DuPont RMBA 2004
228
Return on Equity 5,53%
Return on Assets 3,03%
Net Profit Margin 1,43%
Net Income 60.464,88
divided by
multiplied by
Sales 4.219.018,87
divided by
Total Debt
1-
Total Assets 1 – 0,4523
Total Asset Turnover 2,11
divided by
Sales 4.219.018,87
Total Assets 1.996.540,97
Sales 4.219.018,87 less Total Costs and Expenses 4.158.553,99
Current Assets 1.476.749,21
Fixed Assets 411.985,47
Costs of Goods Sold 3.756.586,30
Cash 619.587,57
Cash Operating Expenses 332.960,78
Accounts Receivable 139.981,32
Depreciation 20.533,89
Inventory 607.332,64
Interest Expense 19.467,97
Other Current Assets 109.847,68
Taxes 29.005,05
Gambar 4.24 DuPont Analysis RMBA 2004
Other Assets 107.806,29
229
Pada tahun 2004, ROE RMBA sebesar 5,53% lebih kecil dari rata-rata industrinya, yaitu 22,43%. Hal itu disebabkan ROA RMBA (3,03%) lebih kecil dari rata-rata industrinya, yaitu 12,57% meskipun debt ratio RMBA 0,45 lebih besar dari industri 0,44. ROA RMBA kecil karena net profit margin RMBA lebih kecil dari rata-rata industri, dimana net profit margin-nya 1,43% sedangkan industrinya 9,30% walaupun total asset turnover RMBA (2,11) lebih besar dari industri (0,56).
4.6
Analisis Return Saham Industri Rokok Tabel 4.5 Return Saham Industri 1999-2004
Company HMSP BATI GGRM RMBA
1999 236.97% 280.00% 61.37% 33.33%
2000 -16.17% -78.77% -30.85% -68.75%
Return Saham 2001 2002 2003 2004 -78.52% 15.63% 20.95% 48.60% -47.93% 42.06% -9.50% 11.11% -33.46% -4.05% 63.86% -0.37% -72.00% -10.71% -28.00% 22.22%
Average 37.91% 32.83% 9.42% -20.65%
230
300%
250%
200%
Return Saham
150% BATI GGRM HMSP RMBA
100%
50%
0% 1999
2000
2001
2002
2003
2004
-50%
-100% Tahun
Grafik 4.61 Return Saham Industri 1999-2004
Rata-rata return saham selama 6 (enam) tahun berturut-turut dapat diketahui bahwa rata-rata return yang paling tinggi dari keempat perusahaan rokok yang ada di Bursa Efek Jakarta adalah PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Sedangkan perusahaan yang berada dibawah HMSP adalah BATI, dengan rata-rata return saham sebesar 32,83% (selisih 5,08% dengan HMSP). Sedangkan perusahaan yang memiliki rata-rata return saham yang paling kecil adalah RMBA, dengan rata-rata sebesar -20,65%.
231
4.7
Analisis Risiko Untuk mengetahui tingkat risiko dari masing-masing perusahaan dapat
diketahui dengan cara menggunakan standard deviasi (σ) dan juga beta saham.
4.7.1 Standard Deviasi (σ) Tabel 4.6 Standard Deviasi Company BATI HMSP RMBA GGRM
Standard Deviasi (σ) 1.28 1.07 0.44 0.43
Dari data tabel diatas, dapat diketahui bahwa perusahaan yang memiliki standard deviasi terbesar adalah BATI sebesar 1,28. Hal ini menujukkan bahwa perubahan harga saham terbesar dimiliki oleh BATI, berarti dari segi total risiko, BATI merupakan perusahaan yang paling berisiko diantara ketiga perusahaan rokok lainnya. Perusahaan yang memiliki standard deviasi terkecil adalah GGRM sebesar 0,43, yang artinya bahwa GGRM tidak lebih berisiko dibandingkan ketiga perusahaan lainnya.
232
4.7.2
Beta Saham
4.7.2.1 PT BAT Indonesia Tbk 200%
150%
BATI Return
100%
50%
y = 0.0190 + 0.5497x
0% -20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-50%
-100% IHSG Return
Grafik 4.62 BATI dan IHSG Return (Januari 1999-Juni 2003)
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa Beta saham BATI adalah sebesar 0,5497, yang mempunyai arti bahwa jika pasar berubah sebesar 1%, BATI akan berubah sebesar 0,5497.
233
4.7.2.2 PT Gudang Garam Tbk 60%
50%
40%
30%
y = -0.0029 + 0.8795x GGRM Return
20%
10%
0% -20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-10%
-20%
-30%
-40% IHSG Return
Grafik 4.63 GGRM dan IHSG Return (Januari 1999-Juni 2003)
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa Beta saham GGRM adalah sebesar 0,8795. Hal ini menunjukkan bahwa jika pasar berubah sebesar 1%, GGRM akan berubah sebesar 0,8795.
234
4.7.2.3 PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk 120%
100%
80%
60%
y = 0.0129 + 1.2618x HMSP Return
40%
20%
0% -20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-20%
-40%
-60%
-80%
-100% IHSG Return
Grafik 4.64 HMSP dan IHSG Return (Januari 1999-Juni 2003)
Beta saham yang dimiliki oleh HMSP berdasarkan gabungan data dari Januari 1999 sampai dengan Juni 2003 adalah sebesar 1,2618, yang mempunyai arti bahwa jika pasar berubah sebesar 1%, HMSP akan berubah sebesar 1,2618.
235
4.7.2.4 PT Bentoel Internasional Investama Tbk 400%
350%
300%
250%
RMBA Return
200%
150%
100%
y = 0.0422 - 0.1329x 50%
0% -20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-50%
-100%
-150% IHSG Return
Grafik 4.65 RMBA dan IHSG Return (Januari 1999-Juni 2003)
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa Beta saham RMBA adalah sebesar -0,1329, yang mempunyai arti bahwa jika pasar berubah sebesar 1%, RMBA akan berubah sebesar -0,1329.
236
4.7.2.5 Beta Saham Keempat Perusahaan Dari keempat perusahaan, nilai Beta dapat diurutkan seperti dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.7 Beta Keempat Perusahaan Company HMSP GGRM BATI RMBA
Beta 1,2618 0,8795 0,5497 -0,1329
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat risiko yang paling tinggi pada industri rokok yang ada di Bursa Efek Jakarta adalah HMSP, karena Beta yang dimiliki paling besar diantara ketiga perusahaan rokok lainnya. Sedangkan perusahaan yang paling kecil dalam hal tingkat risikonya adalah RMBA sebesar -0,1329.
4.8
Uji Hipotesis Return Saham dengan ROE Tabel 4.8 Return Saham dengan ROE 1999-2004
Tahun
1999
2000
Company BATI GGRM HMSP RMBA BATI GGRM HMSP RMBA
ROE (X) 26.87% 39.30% 45.61% 12.98% 15.06% 36.71% 26.53% 23.50%
Return Saham (Y) 280.00% 61.37% 236.97% 33.33% -78.77% -30.85% -16.17% -68.75%
237
Tahun
2001
2002
2003
2004
Company BATI GGRM HMSP RMBA BATI GGRM HMSP RMBA BATI GGRM HMSP RMBA BATI GGRM HMSP RMBA
ROE (X)
Return Saham (Y)
28.13% 25.46% 22.96% 5.14% 29.21% 21.49% 32.13% 9.20% 11.80% 16.76% 24.39% -2.06% 3.62% 17.00% 37.65% 5.53%
-47.93% -33.46% -78.52% -72.00% 42.06% -4.05% 15.63% -10.71% -9.50% 63.86% 20.95% -28.00% 11.11% -0.37% 48.60% 22.22%
Langkah-langkah dalam menguji hipotesis antara Return Saham dengan Return on Equity (ROE) adalah sebagai berikut: 13. Persamaan Regresi : Return Saham = ∂0 + ∂1 ROE
238
300%
250%
200%
Return Saham
150%
100%
y = -0.456 + 2.8184x 50%
0% -10%
0%
10%
20%
30%
-50%
-100% ROE
Grafik 4.66 ROE dan Return Saham
14. Hipotesis: H0 : ∂1 = 0 (Tidak ada hubungan antara Return Saham dengan ROE) H1 : ∂1 ≠ 0 (Ada hubungan antara Return Saham dengan ROE) 15. Tes Statistik: t (n - 2) =
∂
1
s (∂ ) 1 2,184 = 1,36851 = 2,0595
40%
50%
239
a. Jika α = 0,050 maka t(0,050;22) = 1,717 < 2,0595 b. Jika α = 0,025 maka t(0,025;22) = 2,074 > 2,0595 16. Kesimpulan a. Jika α = 0,050 maka tolak H0, yang berarti bahwa ada hubungan antara ROE dan Return Saham. b. Jika α = 0,025 maka terima H0, yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara ROE dan Return Saham. Menurut teori, memang seharusnya ada hubungan antara Return on Equity (ROE) dengan Return Saham dan ternyata terbukti dengan didukung oleh data pada tingkat signifikan 0,05 atau taraf uji dengan α = 0,05.