BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa (Cocos nucifera ...

2 downloads 206 Views 620KB Size Report
Selain itu sabut kelapa tua juga sering dimanfaatkan masyarakat ... Di bagian dalam, tempurung kelapa dapat diolah secara tradisional menjadi gayung air,.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L) Kelapa merupakan tanaman komoditas bernilai tinggi yang banyak memberikan manfaat bagi sebagian besar penduduk di daerah tropis.Demikian besar manfaat tanaman tersebut sehingga ada yang menamakannya sebagai "pohon kehidupan" (“the tree of life”) atau "pohon surga" (“the heaven tree”; Chan & Elevitch, 2006). Kelapa memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan budaya penduduk tropis khususnya di Indonesia.Daun kelapa muda sering digunakan masyarakat sebagai pembungkus ketupat (Gambar 2.1.A) maupun umbul-umbul dalam upacara pernikahan dan upacara adat lain di Jawa dan Bali. Tidak hanya daun yang muda, daun kelapa yang tua dapat dianyam dan dipergunakan sebagai atap, sedangkan lidinya dapat digunakan sebagai bahan pembuat sapu lidi (Warisno, 1998).Bahkan (Warisno, 1998) menjelaskan akar muda pada pohon kelapa juga sering dimanfaatkan sebagai obat sakit perut. Selain itu akar muda pada tanaman kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan zat warna alami (Kristina & Syahid, 2007). Kelapa juga memiliki nilai ekonomi cukup tinggi seperti batang kelapa yang sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan maupun bahan baku pembuatan mebel (Gambar 2.1. B). Bagian utama dari tanaman kelapa yang sering dimanfaatkan adalah buah kelapa sehingga buah kelapa memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Hutapea et al., 2007). Buah mudanya sering dimanfaatkan sebagai minuman segar seperti es kelapa muda(Gambar 2.1. C; Hutapea et al., 2007).Dari sabut buah kelapa yang tua banyak dimanfaatkan untuk bahan tali, anyaman keset, matras dan jok kendaraan sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Tarigans, 2005; Mahmud & Ferry, 2005).Selain itu sabut kelapa tua juga sering dimanfaatkan masyarakat

Filipina sebagai produk olahan ecomat, ecolog dan twine, yang dapat digunakan dalam mengatasi erosi tanah pada kontruksi jalan dengan topografi miring (Tarigans, 2005).

A

D

B

C

E

F

Gambar 2.1. Berbagai produk olahan kelapa (A) ketupat dari daun kelapa (B) bahan baku mebel (C) es kelapa muda (D) arang tempurung (E) nata de cocosebagai produk olahan air kelapa (F) virgin coconut oil (VCO) sebagai produk olahan dari daging buah kelapa; (Produkkelapa.wordpress.com) Di bagian dalam, tempurung kelapa dapat diolah secara tradisional menjadi gayung air, mangkuk atau diolah menjadi arang, briket arang, dan akar aktif (Gambar 2.1.D). Dari tempurung kelapa dapat dihasilkan arang aktif yang memiliki kualitas tinggi yang berguna dalam industri farmasi, pertambangan, pembersih udara ruangan karena mampu menyerap polusi dan bau tidak sedap (Mahmud & Ferry, 2005). Air kelapa juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan ethyl acetate, jelly, ragi, maupun nata de coco (Mahmud & Ferry, 2005).Nata de coco merupakan makanan dengan kadar air tinggi (98 %) dan berkalori rendah sehingga sangat baik dikonsumsi untuk kesehatan terutama untuk keperluan diet (Gambar 2.1. E; Tarigans, 2005).Permintaan yang tinggi terhadap produk nata de coco membuat industri nata de coco

merupakan industri yang menjanjikan dengan harga jual nata de coco yang cukup tinggi dan pemasarannya juga cukup mudah (Tarigans, 2005). Daging buah merupakan komponen yang paling tinggi manfaatnya, baik untuk bahan pangan maupun bahan non pangan. Hasil penting dari pengolahan daging kelapa segar dapat berupa desiccated coconut (DC), coconut cream (CC), coconut milk (CM) dan coconut crude oil (CCO) maupun virgin coconut oil (VCO; Gambar 2.1. F; Mahmud & Ferry, 2005). Masyarakat Indonesia memanfaatkan buah kelapa untuk diolah menjadi VCO yang telah terbukti mampu meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan di tingkat petani kelapa (Tarigans, 2005). 2.2.Budidaya Kelapa di Indonesia dan Permasalahannya Tanaman kelapa banyak dibudidayakan dan tumbuh subur di daerah tropis di wilayah Asia dan Pasifik seperti Indonesia. Adkins (2008) menyatakan bahwa 12 juta hektar luas areal tanaman kelapa tersebar di lebih dari 90 negara.Di Indonesia luas areal kelapa mencapai 4 juta ha, hal tersebut sekaligus menempatkan Indonesa sebagai negara dengan perkebunan kelapa terluas di dunai Allorerung et al., 2005) dan sekaligus negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Dari total areal tersebut, luas perkebunan kelapa pulau Sumatera mencapai 34,5%, Jawa 23,2%, Bali, NTB dan NTT 8,0%, Kalimantan 7,2%, Sulawesi 19,6%, Maluku dan Papua 7,5% (Allorerung et al., 2005). Petani Indonesia membudidayakan kelapa sebagai mata pencaharian utama khsususnya para petani di dataran rendah. Kasryno (1993) melaporkan jumlah pendudukyang menggantungkan hidupnya secara langsungmaupun tidak langsung pada kelapa diperkirakan tidak kurang dari 20 juta jiwa (Kasryno, 1993; Tarigans, 2005). Kepemilikan rata – rata lahan perkebunan kelapa hanya sekitar 0,5 ha / petani (Tarigans, 2005). Dengan kondisi tersebut maka tingkat pendapatan petani sangat rendah, diperkirakan tidak lebih dari 4 juta rupiah per tahun

(Mahmud & Ferry, 2005). Total pendapatan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar petani kelapa berada dibawah garis kemiskinan (Tarigans, 2002). Kendala lain pada budidaya kelapa di Indonesia adalah kondisi tanaman yang sudah tua dan mulai rusak. Hal ini berdampak pada produksi kelapa di Indonesia dari tahun – ke tahun mengalami penurunan baik secara kwantitas maupun kualitas. Pada tahun 2009, produksi kelapa di Indonesia mencapai hampir 21.5 juta ton kelapa, sedangkan pada tahun 2010 produksi tersebut menurun menjadi sekitar 20,5 juta ton (FAO, 2012). Hasil survey menunjukkan terdapat sekitar 470.000 ha (12,1%) perkebunan kelapa membutuhkan peremajaan dan rehabilitasi secepatnya (FAO, 2012). Peremajaan perkebunan kelapa seharusnya dilakukan secara berkala, dengan demikian kebutuhan akan bibit kelapa yang berkualitas mengalami peningkatan. 2.3.Pembibitan Kelapa Program penyediaan bibit kelapa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara konvensional maupun pembibitan melalui teknik kultur jaringan. Pada umumnya para petani Indonesia melakukan pembibitan kelapa secara konvensional dengan menggunakan biji (Gambar 2.2.). Biji kelapa yang sudah tua (berumur sekitar 11-12 bulan) buah disemai dan dipelihara selama 6 bulan untuk mendapatkan bibit tanaman kelapa yang baru (Setyamidjaja, 1984).

A

B

C

Gambar 2.2. Pembibitan kelapa secara alami. A. Pemilihan bibit kelapa, B. Penyemaian kelapa, C. Bibit kelapa siap tanam;(Setyamidjaja, 1984).

Kelebihan dari pembibitan secara konvensional adalah cara yang sangat sederhana dan memerlukan waktu yang singkat ± 6 bulan waktu yg di butuhkan untuk mendapatkan bibit kelapa yang baru. Akan tetapi pembibitan kelapa dengan cara konvensional memiliki kendala dalam transport pemindahan bibit tanaman kelapa. Buah kelapa yang besar memiliki berat 1,5 sampai 2 kg/butir (Sidik, 2011). Tidak hanya itu, penggunaan buah dalam pembibitan memungkinkan bibit penyakit dapat terbawa pada saat pemindahan bibit kelapa. Alternatif lainya adalah pembibitan kelapa dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan mengisolasi sekelompok sel atau jaringan tanaman dan ditumbuhkan dalam kondisi aseptic (Mashud & Manaroinsong, 2007). Terdapat dua macam teknik kultur jaringan yang biasa digunakan untuk menyediakan bibit kelapa yaitu melalui teknik embryogenesis somatik dan melalui teknik kultur embryo zigotik. Embriogenesis somatik adalah suatu proses berkembangnya sel somatik menjadi suatu tumbuhan tanpa melalui pembentukan gamet (Trijatmiko dan Harjorudarmo, 1996; Arnod, 2002). Pada kelapa, teknik ini telah diaplikasikan pada beberapa eksplan, seperti pucuk (Weerakoon, 2004), perbungaan yang belum matang (Branton & Blake, 1983), daun (Pannetier & Boffard-Morel 1982), embryo belum matang (Karunatatne & Periyap peruma, 1989 ; Fernando & Gamage, 2000), plumulae (Hornung, 1955 ; Chan et al., 1998), maupun zygotik embryo yang telah matang (Sukendah, 2009). Namun teknik tersebut belum dapat diaplikasikan secara masal karena tingkat keberhasilannya masih sangat rendah (Perera et al., 2009). 2.4. Kultur Embryo Kelapa Teknik lain yang sering digunakan dalam pembibitan kelapa adalah dengan teknik kultur embryo. Kultur embryo merupakan suatu teknik menumbuhkan embryo zigotik yang diisolasi dari biji pada medium tertentu dalam kondisi steril (Raghavan, 2003). Menurut Mashud et al..

(2003), kultur embryo kelapa adalah teknik mengisolasi embryo kelapa secara aseptik dan menumbuhkannya pada medium buatan yang mengandung unsur makronutrient, mikronutrient, vitamin, zat pengatur tumbuh, dan senyawa organik lain dalam kondisi aseptik. Teknik kultur embryo telah berhasil digunakan pada tanaman kelapa, aplikasi teknik ini memiliki berbagai macam tujuan antara lainnya adalah untuk koleksi dan pengiriman plasma nutfah kelapa (Mashud, 2008), perbanyakan bibit kelapa dan penyelamatan aksesi kelapa dari kepunahan (Mashud& Manaroinsong, 2007). Adkins (2008) menjelaskan pertukaran plasma nutfah akan lebih praktis dan aman apabila dikirim dalam bentuk embryo. Mashud (2008) juga menyatakan bahwa kultur embryo dapat digunakan untuk menyelamatkan kelapa dari kepunahan khususnya kelapa spesifik dan unggul seperti kelapa kopyor dan kelapa kenari. Pada tanaman kelapa kopyor karena ketidakmampuan embrio kelapa kopyor untuk berkecambah yang disebabkan oleh abnormalitas endosperma buah kelapa kopyor (Sukendah et al.,2008). Di Indonesia jenis medium yang banyak digunakan dalam memelihara kelapa adalah Hybrid Embryo Culture (HEC) medium (Rillo, 2004). Media HEC merupakan media dengan komposisi Y3 makro dan mikro nutrient (Eeuwen, 1976) dan dikombinasikan dengan Fe-EDTA (Rillo,2004). Dengan menggunakan media ini induksi perkecambahan dapat mencapai 81 – 100 % (Rillo et al., 2002; Sriyanti, 2010 ;Sidik, 2011). Dalam teknik kultur jaringan ada 6 tahap yang harus dilakukan dalam pelaksanaan embryo, tahap (1) pengumpulan embryo, (2) persiapan media, (3) sterilisasi, (4) penanaman eksplan (5) sub kultur (6) aklimatisasi (Mashud &Manaroinsong, 2007). Tahap pertama adalah dengan memanen buah kelapa, pengupasan dan pengambilan endosperma (Mashud et al.,2003). Pengambilan endosperma pada mata aktif (activeeye)dilakukan dengan menggunakan pipa besi berukuran0.5inci (Pech-y-Ake et al., 2002). Tahap kedua adalah persiapan media, yaitu membuat

media yang diformulasikan khusus untuk jaringan kelapa serta dapat pula dimodifikasi dengan menambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) pada kosentrasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan embryo maupun tahapan kultur (Mashud et al., 2003). Tahap ketiga dalam pelaksanaan kultur embryo adalah sterilisasi. Kegiatan ini diawali dengan merendam embryo dengan menggunakan 3 % larutan natrium hipoklorit selama 15 menit lalu dicuci selama beberapa saat dengan menggunakan akuades (Weerakon et al., 2002 ). Tahap keempat kultur jaringan adalah penanaman eksplan. Embryo yang sudah disterilisasi kemudian ditanam pada media secara aseptic yang dilakukan didalam LAF ( Lamina Air Flow ). Tahap kelima adalah sub kultur, sub kultur adalah proses pemindahan dari media lama ke media yang baru. Tahap yang terakhir pada teknik kultur jaringan adalah tahap aklimatisasi. Aklimatisasi merupakan tahap penyesuaian dimana bibit dari kondisi kultur (in vitro)ke kondisi lingkungan luar (ex vitro) atau lapang yang mengharuskan bibit tumbuh secara autotrofik (Mashud et al., 2003). Kultur embryo telah banyak digunakan untuk menghasilkan bibit kelapa di dunia. Akan tetapi keberhasilan pada tiap – tiap negara berbeda – beda tergantung kondisi laboratorium dan tingkat ketrampilan para petugas laboratorium. Di Sri Lanka dan Filipina tingkatkeberhasil kultur embryo untuk menyediakan bibit kelapa sangat tinggi (94 -98 %; Weerakoon, 2002; Rillo et al., 2002). Namun di Indonesia dan India keberhasilannya masih rendah (61 – 67 %; Mashud, 2002; Karun et al., 2002). Kelemahan lain dari teknik kultur embryo adalah dari satu embryo yang ditanam hanya akan menghasilkan satu bibit tanaman kelapa (Nunez, 1998). Akibatnya, diperlukan pemecahan masalah guna mengatasi hal tersebut seperti menggunakan teknik embryo belah.

2.5. Emb bryo Belah dan d Embryo Toreh Em mbryo kelapaa sama halnnya dengan embryo paalma lain, em mbryo kelappa memilikii dua daerah pertumbuhan yaitu daeraah proksimall yang akan tumbuh menjadi sumbuu pada kecam mbah dan daeraah distal yan ng akan berkkembang meenjadi haustoorium (Sulissetijono, 19997). Pada daaerah proksimaal terdapat dua d titik tum mbuh pada saat s awal peerkecambahaan, titik terssebut adalahh titik tumbuhnnya tunas dan n titik tumbuuhnya akar (G Gambar 2.33.).

mpang melinntang embrrio palma (Sulisetijono, 1997) yanng menunjuukkan Gambarr 2.3. Penam letak bakal tunas dan bakal akar a (radikulla). kt: Kotiiledon, nk: Nodus N kotileedon, d kesatuu, p2: primoordium daunn kedua, po: protoderm m, pr: p1: prrimordium daun prokam mbium, rd: radikula, rgg: rongga dekat plamula((Sulisetijonoo, 1997). Daeerah proksim mal inilah yaang diduga menentukan m j jumlah tunaas yang dihassilkan dari teeknik embryo belah maup pun embryo toreh. Kettepatan mem mbelah titikk tumbuh tuunas menenttukan keberhasilan teknik tersebut dalam d mengghasilkan lebih dari saatu tunas. Jika J pembellahan dilakukann tepat dian ntara titik tum mbuh tunas dan titik tuumbuh akar maka hanyaa akan dihassilkan satu buahh tunas dan satu s akar saja. Em mbryo belah adalah a teknikk perbanyakkan bibit kelaapa dengan cara c embryoo dibelah meenjadi dua atauu empat daan kemudiann dipeliharaa di dalam media kulltur jaringann secara asseptis (Sukendaah, 2009). Penerapan P t teknik ini belum b banyak dilakukaan pada kulltur embryoo dan keberhasilannya pun n masih renddah. Hasil penelitian p yaang dilakukaan Sukendahh (2009) deengan

cara membelah embryo kelapa kopyor dan menumbuhkannya ke dalam medium tanam diperoleh hasil yang belum menggembirakan, yaitu kurang dari 60 % embryo tumbuh menjadi plantlet ataupun akar saja. Pembelahan tunas berumur 1 – 1,5 bulan hanya mampu menghasilkan dua pasang bibit kelapa sedangkan tunas yang lain tidak dapat tumbuh (Nunez, 1998). Kurang berhasilnya aplikasi teknik embryo belah dalam perbanyakan bibit kelapa secara in vitro di duga karena pembelahan akan menyebabkan luka pada embryo (Cranston et al.,1996). Percobaan yang dilakukan oleh Cranson et al., (1996) membuktikan bahwa perlukaan pada embryo dapat menyebabkan meningkatnya produksi senyawa fenolik. Adanya luka, peningkatan pelepasan senyawa fenolik yang diikuti dengan pencoklatan jaringan (browning) akibat oksidasi senyawa fenolik tersebut dapat mempercepat proses penuaan dan meningkatkan jumlah sel yang mati (George & Sherrington,1984). Cara lain untuk mengurangi sinthesis senyawa – senyawa fenolik adalah dengan memberi luka yang lebih sedikit yaitu melalui embryo toreh. Embryo ditoreh menjadi dua atau empat bagian dengan kedalaman sayatan yang lebih dangkal sehingga tidak menyebabkan embryo terbelah. Dengan lebih sedikitnya luka sayatan dibandingkan dengan teknik embryo belah maka diharapkan dapat menurunkan respon pencoklatan jaringan dan jumlah sel yang mati sehingga dapat meningkatkan perkecambahan bibit kelapa. Faktor lain yang diduga mempengaruhi keberhasilan embrio belah adalah penambahan ZPT ( Zat Pengatur Tumbuh). Pada umumnya terdapat lima kelompok ZPT pada tanaman yaitu auksin, giberalin, sitokinin, etilen dan asam absisat (Salisbury & Ross 1995). Masing – masing ZPT memiliki ciri khas dan pengaruh yang berbeda terhadap proses fisiologis tanaman. ZPT yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah ZPT dari golongan sitokinin seperti 6benzylamino purin (BAP; Salisbury & Ross 1995)

2.6.6-ben nzylamino Purin P (BAP) 2.6.1. Peengertian da an Peran BA AP pada Taanaman Sitookinin meru upakan salahh satu zat peengatur tumbbuh (ZPT) yang y memiliki peran dalam d memacu pembelahan n sel (sitokinnesis), memppercepat pem matangan buah, merangssang pembunngaan dan merrangsang pembentukann buah,Sitokkinin juga dilaporkann mampu menambah m daya perkecam mbahan tunas, menunda penuaan padda tanaman, dan memaccu pertumbuuhan tunas akksiler (Salisburry & Ross, 1995). Salah satu sito okinin yang banyak diguunakan dalaam perbanyaakan tanamaan melalui kultur k jaringan adalah 6-ben nzylaminopuurine (BAP). BAP meruppakan generrasi pertama sitokinin sinntetik yang mem miliki kandu ungan karboon, hidrogen dan oksigenn dengan ruumus kimia C12H11N5 deengan berat moolekul 225,31 gr/mol (G Gambar 2.44.; Salisburyy & Ross, 1995). Kemaampuan sitookinin dalam meningkatkan m n multiplikaasi tunas diiduga karenna keberadaan sitokininn dapat mem macu pengaktiffan sintesis RNA R dan meerangsang siintesis proteiin (George &Sherrington & n, 1984).

Gambarr 2.4. Rumuss bangun 6-bbenzyl aminoo purin BAP P (Salisbury & Ross, 19995) Sepperti halnyaa sitokinin yang y lain, BAP B dilapoorkanmampuu meningkattkan multipllikasi tunas. Hasil yang saama juga diilaporkan olleh Hasrini (2002) berhhasil melakuukan multipllikasi tunas pissang abakadeengan dengaan penambahhan 5 mg /l medium. Peercobaan lainn yang dilakkukan Astri (20010) menunju ukkan bahw wa dengan peenambahan 2 ppm BAP pada mediuum tanam beehasil menginduuksi tunas saampai 33,3% % pada tanam man mulberrry himalaya (Morus ( maccraura).

2.6.2. Peran BAP dalam Kultur Embryo Kelapa Penambahan BAP dalam menginduksi multiplikasi tunas memang telah banyak diaplikasikan pada berbagai macam tanaman. Pada kultur embryo kelapa, BAP telah dicobakan untuk meningkatkan persentase embryo yang berkecambah maupun mempersingkat waktu yang dibutuhkan oleh embryo untuk berkecambah. Hasil penelitian yang dilakukan Sukendah (2009) menyatakan bahwa penambahan BAP pada medium tanam mampu meningkatkan jumlah planlet yang dihasilkan, dengan persentase eksplan tumbuh diatas 58%. Pada embryo belah penambahan BAP dengan kosentrasi 5.0-7.5 mg/l mampu meningkatkan perolehan planlet sampai 100%.Namun tidak semua planlet yang dihasilkan tumbuh menjadi planlet utuh dengan tunas dan akar,sebagian besar plantlet yang tumbuh tunas atau akar saja (Sukendah, 2009). Konsentrasi BAP yang paling baik untuk menghasilkan planlet lebih banyak adalah 5 mg/l. Pada embyro toreh, BAP belum pernah dilaporkan mampu meningkatkan jumlah embryo untuk berkecambah.