BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian pendidikan ...

7 downloads 212 Views 138KB Size Report
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian pendidikan kewarganegaraan. Secara bahasa, istilah “Civic Education” diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA  

A. Pengertian pendidikan kewarganegaraan Secara bahasa, istilah “Civic Education” diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah “Pendidikan Kewargaan” diwakili oleh Azra dan Tim ICCE (Indonesia Center for Civic Education) dari Universitas Islam Negri (UIN) Jakarta, sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi. Penggunaan istilah ” Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh Winaputa dkk dari Tim CICED (Center Indonesia for Civic Education), Tim ICCE (2005:6) Menurut Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2004:4), mengemukakan bahwa Citizenship education or civics education di definisikan sebagai berikut: Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and learning ) in that preparatory process. Berdasarkan definisi tersebut dapat di jelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawab sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya

persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan

warganegara tersebut. Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai “ the foundational course work in the school designed to prepare young citizens for an active role in their adult lives”,maksudnya adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif

dalam masyarakat.Menurut Zamroni ( Tim ICCE, 2005: 7) pengertian pendidikan kewarganegaraaan adalah: “Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat”. Diharapakan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia. Hakekat NKRI adalah negara kebangsaan modern”. Sementara itu, PKn di Indonesia dapat diharapkan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat Negara Kesatuan Republik indonesia adalah negara kesatuan modern. Negara kebangsaan adalah negara yang pembentuknya didasarkan pada pembentukan semangat kebangsaan dan nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakt untuk membangun masa depan bersama dibawah satu negara yang sama.walaupun warga masyarakaat itu berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. Pendidikan Kewarganegaraan dijelaskan dalam Depdiknas (2006:49), Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mefokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Lebih lanjut Somantri (2001: 154) menyatakan bahwa: “PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasaryang berkenan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi warga negara agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”. Menurut Branson (fajar 1999:4) civic education dalam demokrasi adalah pendidikan untuk mengembangkan dan memperkuat dalam pemerintahan otonom (self goverman).

Pemerintah otonom demokratis berarti bahwa negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri mereka tidak hanya menerima dikte orang lain dengan pengembangan PKn, antara lain.Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn antara lain

(Somantri,

2001:158) : 1) Hubungan pengetahuan interseptif dengan pengembangan ekstraseptif atau antara agama dengan ilmu. 2) Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional. 3) Disiplin ilmu atau pendidikan, terutama psikologi pendidikan. 4) Displin ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” ilmu kewarganegraaan. 5) Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan negara serta sejarah perjuangan bangsa. 6) Kegiatan dasar manusia. 7) Pengertian pendidikan IPS. Sehubungna dengan itu, PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik, maka batasan pengertian PKn dapat dirumuskan sebagai berikut (Somantri, 2001:159): “Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS”. Beberapa faktor yang lebih menjelaskan mengenai pendidikan kewarganegraaan antara lain (Somantri, 2001: 161): 1) PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikan diorganisasikan secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu sosial. Humaniora, dokumen negara, terutama pancasila, UUD 1945, GBHN, dan perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga negara dan bahan pendidikan yang berkenan dengan bela negar. 2) Pkn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai displin ilmu sosial, humaniora, pancasila, UUD 1945 dan dokumen negara lainnya yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. 3) PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi. 4) Dalam mengembangkan dan melaksnakan PKn, kita harus berfikir secara integratif, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan pengetahuan

intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstaseptif (ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan nasional, pancasila, UUD 1945, GBHN, filsafat pendidikan, psikologi pendidikan, pengembangan kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, kemudian dibuat program pendidikannya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii) bahan pendidikan, (iii) metode pendidiken, (iv) evaluasi. 5) PKn menitikberatkan pada kemampuan ketrampilan berpikir aktif warga negara, terutama generasi muda, dalam mengintemalisasikan nilai-nilai warga negara yang baik (good citizen) dalam suasana demokratis dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civic affairs). 6) Dalam keputusan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu batasnya ialah “seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan demokrasi”. Pendapat di atas menjelaskan bahwa betapa pentingnya PKn untuk siswa sebagai generasi penerus, karena PKn menggiring untuk menjadikan siswa sadar akan politik, sikap demokratis dan sebagai mata pelajaran yang wajib dibelajarkan di sekolah. PKn sebagai pendidikan nilai dapat membantu para siswa membantu siswa memilih sistem nilai yang dipilihnya dan mengembangkan aspek afektif yang akan ditampilkan dalam perilakunya. Seperti yang diungkapkan Suwarna Al-Muctar dalam hand out Strategi Belajar Mengajar (2001:33), mengemukakan bahwa: “Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik menumbuhkan dan memperkuat sistem nilai dipilihnya untuk dijadikan pengembangan sikap (afektif) oleh karena itu berbeda dengan belajar mengajar dengan pendidikan kognitif atau psikomotor. pendidikan nilai secara formal di Indonesia diberikan pada mata pelajaran PPKn yang merupakn pendiidkan nilai pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang fungsional”. 1. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Branson (1997:7) tujuan Civic Education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut: 1) Berpikir kritis rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2) Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Berkembanga secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan pembelajaran PKn secara umum mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan berkepribadian, baik dalam lingkungan lokal, regional, maupun global. Sedangkan Tujuan PKn menurut Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut 1) Secara umum tujuan PKn ajeg dalam mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu :” Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab masyarakat dan kebangsaan”. 2) Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu prilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan YME dalam masyarakat yang terdiri dari golongan agama, prilaku yang bersifat, kemanusiaan yang adil dan beradap, prilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan dan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta prilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan tujuan PKn yang telah dikemukakan di atas, di asumsikan pada hakekatnya setiap tujuan membekali kemampuan –kemampuan kepada peserta didik dalam hal tanggung jawabnaya sebagai warga negara, yaitu warga negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME berpikir kritis, rasional dan keratif, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, berbangsa dan bernegara membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain. Sedangkan menurut Sapriya (2000), tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah :

“Partisipasi yang penuh nalar dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut untuk dikembangkan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat”. Sedangkan tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agara menjadi warga negara yang baik, yang dapat di lukiskan “ warga negara yang patiotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis pancasila sejati” (Somantri, 2001:279). Fungsi dari pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI Tahun 1945. Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30 ), yang meliputi: 1) Ilmu pengetahuan, meliputi hirarki: fakta, konsep dan generalisasi teori 2) Keterampilan intelektual 3) Sikap:nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal efektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dijabarkan. 4) Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa di jabarkan dalam ketermpilan sosial yaitu keterampilan yang dapat memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secra terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Nauman Somantri, 1975:30 ). Mengkerangkakan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan(a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn: (b) tujuan instruksionsal, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya. Secara umum, menurut Bunyamin M dan Sapriya (2005:30) bahwa : “Tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik ( to be good citizens ) yakni warga negara yang memiliki kecerdasan ( civics intelegence ) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual: memiliki rasa bangga dan tanggung jawab ( civics responsibility ) dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran yang tidak hanya sosok programan pola KBM yang mengaju pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai. a. Konteks Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia. Istilah pendidikan kewarganegaraan di Indonesia mengaami perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan pendidikan kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama civic education di USA menunjukan adanya perluasan dari waktu ke waktu.Secara historis pertumbuhan Civic Education dapat digambarkan sebagai berikut (Sumantri, 1975:31): 1) 2) 3) 4) 5)

Civics (1790) Community Civics (1970, A.W.Dunn) Civic Education (1901, Harold Wilson) Civic-citizenship Education (1945, John mahoney) Civic-citizenship Education (1971, NCSS) Pelajaran Civic mulai diperkenalkan pada tahun, 1790 di Amerika Serikat

dalam rangka “meng-Amerikakan “ bangsa amerika terkenal dengan “Teory of Amercanization” penerbit majalah “The Citizen” dan “Civic” pada tahun 1886, Henry Randall Waite merumuskan Civic dengan “the science of citizenship the relation of man, the individual, to man in organized collection-the individual in the relation to the state, Creshore, Education”(Somantri, 1975:31). Penjelasan mengenai Civic mempunyai kesamaan yang sama yaitu membahas mengenai “goverman” hak dan kewajiban sebagai warga negara. Akan tetapi, arti Civic

dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi “goverman” saja, kemudian dikenal dengan istilah Community Civics, Ekonomic Civics, dan Vocational Civics. Gerakan “Community Civics” pada tahun 1970 dipelopori oleh W.A Dunn adalah untuk menghadapkan pelajar pada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungnnya dengan ruang lingkup lokal,

nasional maupun internasional. Gerakan

“Community Civics” disebabkan pula karena pelajaran civics pada waktu itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintah saja, akan tetapi kurang memperhatikan lingkungan sosial.Selain gerakan Community civics, timbul pula gerakan civic education atau banyak disebut pula sebagai Citizenship Education. Ruang lingkup Civics Education (Somantri, 1975:33), antara lain: 1) Civic Education meliputi seluruh program dari sekolah. 2) Civics Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar, yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis. 3) Dalam Civic Education termasuk pul hal-hal yang menyangkut, pengalaman, kepentingan masyarakaat, pribadi dan syarat-syarat obyektif hidup bernegara. NCSS (Somantri, 1975:33 ) merumuskan mengenai Citizenship Education sebagai berikut: “Citizenship Education is aproses comprising all the positive influences which are intended to shape a citizhen view to his role in society. It comes partly from formal schooling, partly from parental influences and partly from learning outside the classroom and the home. Trough Citizhenshhip Education, our youth are helped to gain an understanding of our national ideas, the common good, and the prosess of the self goverman”. Berdasarkan defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan cakupan PKn lebih luas, karena bahannya selain mencakup program sekolah juga meliputi pengaruh belajar diluar kelas, dan pendidikan di rumah. Selanjutnya PKn digunakan untuk membantu generasi muda memperoleh pemahamn cita-cita nasional/tujuan negara dan dapat

mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah pribadi, masyarakat dan negara. Unsur-unsur civiv education yang dapat menjadi acuan bagi para pelajar, antara lain: mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional; dan dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas.Kuhn

(Winataputra

dan

Budimansyah,

2007:71)

menyatakan

bahwa

perkembangan istilah Civics Education di Indonesia terjadi pada tahun: 1) Kewarganegaraan (1957), membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaran. 2) Civics (1962), tampil dalam bentuk indoktrinasi politik. 3) Pendidikan Kewargaan Negara (1968) sebagai unsur dari pendidikan kewargaan negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial. 4) Pendidikan Kewargaan Negara (1960) tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS. 5) Pendidikan Kewargaan Negara (1973) yang diidentikan dengan pengajaran IPS. 6) Pendidikan moral pancasila (1975 dan 1984) tampil menggantikan PKN dengan isi pembahasan P4. 7) Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (1994) sebagai penggabungan bahan kajian pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari pancasila dan P4. b. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Karakteristik merupakan suatu ciri khas yang menunjukan adanya perbedaan dengan lainnya, begitu pula pelajaran pendidikan kewarganegaran yang memiliki karakteristik yang membedakan dengan mata pelajaran yang lainnya yang di ajarakan di sekolahan pada umumnya. Adapun karakteristik pendidikan kewarganegaraan menurut Branson, (1999:4) materi pendidikan kewarganegaraan harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skill (kecakapan kewarganegaraan) dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan). Komponen pertama Civic Knowledge “berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara”(Branson, 1999:8). Aspek ini menyangkut kemampuan

akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran pendiidkan kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner. Keduan, Civic Skill

meliputi keterampilan intektual (intelectual skills) dan

keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misal merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajiban dibidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui. Ketiga, Civic Dispossition (watak-watak kewarganegaraan) merupakan dimensi yang paling subtantif dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai”muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif. Berdasarkan rumusan PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain menyatakan antara lain menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, pada jenjang pendidikan menengah, terdiri atas lima kelompok mata pelajaran. PKn termasuk dalam kelompok mata

pelajaran kewarganegaraan dan

kepribadian. kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan untuk peningkatkan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitasnya dirinya sebagai manusia. Didalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan wajib dimasukkan didalam kurikulum pendidikan kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Dalam penjelasan pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdinas,

menyatakan bahwa pendidikan

kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. c. Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan Kurikulum sebagai salah satu subtansi pendidikan perlu didisentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaan yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, sarana dan prasarana sekolah. Dengan demikian, sekolah memiliki kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, pengalaman belajar, dan penilaian hasil belajar. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan

dijelaskan: 1) Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan membaca, dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi ( pasal 6 Ayat 6) 2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/kota yang bertanggung jawab terhadap pendidikan untuk TK/SD/SMP/SMA/SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintah di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK (Pasal 17 ayat 2 ) 3) Perencanaan pembelajaran meliputti silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar ( Pasal 20 ).

Bahan ajar memiliki peran yang penting dalam pembelajaran termasuk dalam pembelajaran PKn. Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Depdiknas, 2006:49) : 1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebangsaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ketrbukaan dan Jaminan Keadilan. 2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku dalam bermasyarakat, Peraturan-Peraturan daerah, Norama-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional. 3) Hak asasi manusia meliputi : Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. 4) Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara 5) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi Kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi. 6) Kekuasaan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintahan pusat, Demokrasi dan madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat dmokrasi. 7) Pancasila meliputi: Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan idiologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. 8) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi. 2. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Djahiri (1995/1996: 28) dalam bukunya Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT dan Games dalam VCT, bahwa metode merupakan kumpulan sejumlah teknik. Terdapat dua motto dalam pembelajaran PKn yang dikemukakan Djahiri (1985: 36), antara lain sebagi berikut:

a. Ceramah Pada umumnya metode pembelajaran

memerlukan ceramah, sehingga tidak

benar pernyataan bahwa metode ini jelek dan harus dibuang. Akn tetapi, yang harus dihindari adalah penggunaan metode ceramah selama satu jam pelajaran penuh terus menerus dengan memakai pola ceramah murni yang naratif, monoton dan bersifat normatif imperatif. Beberapa kegunaan dari metode ceramah, antara lain: 1) Setiap orang memiliki potensi dan kemahiran untuk cerama (lepas dari benar-salah) 2) Merupakan kiprah umum bahkan “membudaya” dikalangan perguruan/sekolah 3) Bersifat praktis, mudah, murah dan cepat menyampaikan subtensi sehingga target waktu bisa dikejar. 4) Mampu menyelaraskan ketimpangan waktu dan banyaknya bahan 5) Tidak dapat membutuhkan persiapan pengembangan media 6) Mampu mengungkap dan mengklarifikasikan isis atau pesan dalam bahasa yang komunikatif dan cepat. Hampir semua hal dapat diungkap secara verbal 7) Mampu menguasai kelas dalam ukuran bagai manapun juga 8) Bila ada kekeliruan bisa segera diperbaiki 9) Sejumlah hasil pengiring yang dapat dihasilkan dari metode ini adalah: a) Melatih daya tangkap dan analitis ucapan orang lain b) Latihan soal untuk tatap muka dan etika dengan dan bicara 10) Mampu mengangkat hal yang tidak ada dalam buku atau belum diungkap sumber atau pihak lain. Kelebihan metode ceramah menurut Taniredja dkk (2011: 45) adalah: 1) Cepat untuk menyampaikan informasi.

2) Dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar (Taniredja dkk, 2011: 45) Kelemahan metode ceramah antara lain: 1) Bisa menimbulkan pembelajaran yang tidak sistematis. 2) Karena adanya keterbatasan daya dengar manusia, maka dapat menyebabkan pembelajaran yang melelahkan, membosankan dan mengantuk. 3) “melanggar” kemampuan daya ajar manusia, karena tidak semua siswa mampu menyimak dan menangkap ‘pesan lisan’ serta menulisnya dengan cepat. 4) Kecepatan dan intonasi suara guru yang tidak teratur menybabkan hilangnya kesempatan siswa untuk berpikir, bereaksi dan berekspresi. 5) Ceramah murni yang menyamaratakan semua siswa adalah salah satu penyabab lahirnya ketimpangan daya serap siswa. b. Ekspositorik ‘Ekpositorik’

berasal

dari

kata

‘ekspose’

yang

berarti

menunjukan,

memperagakan dan atau memperlihatkan. Metode belajar ekspositorik adalah metode belajar yang memperagakan sesuatu untuk menciptakan KBM dan khususnya KBS yang terarah dan terkendali menuju target sasaran guru atau pengajar. c. Metode pengajaran konsep Sebelum menggunakan metode pengajaran kosep, seorang pengajar terlebih dahulu harus memahami pengertian data dan fakta. Djahiri (1995/1996: 44), bahwa: 1) Data adalah realita yang ada, kejadian atau hal baik fisik-non fisik, mareriil dan personal-kondisional. 2) Fakta adalah sejumlah data yang memiliki keterkaitan menunjuk kepada suatu kosep.

3) Konsep adalah label/nama/istilah yang merupakan rangkaian sejumlah fakta menuju suatu pengertian/makna isi-pesan dan atau fungsi peran atau harga/nilai. Jadi, konsep merupakan suatu yang memiliki ciri esensil tertentu.

d. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab ini memiliki kadar CBSA yang tinggi, karena pertanyaan akan menggugah dan mengundang potensi dari siswa. e. Partisipatori Partisipatori sebagai metode dalam kegiatan belajar mengajar, membelajarkan siswa mengenai kehidupan atu kegiatan nyata ataupun yang simulatif. Satana untuk berpartisipatorik adalah kehidupan keliarga atau masyarakat, istansi kedinasan atau kemasyarakatan, laboratorium, atau pusat modeling. Jenis partisipatorik antara lain, studi lapangan, kegiatn bakti sosial, magang, modeling atau simulasi dan studi proyek. f. Diskusi dan kelompok belajar Ciri khas dari diskusi sebagai pola kegiatan belajar mengajar, yakni demokratis. Metode diskusi mengundang dan melibatkan banyak orang serta tidak ada dominasi seseorang, memiliki indikator CBSA yang tinggi karena memiliki daya analisis dan evaluatif terhadap masalah yang dilontarkan atau tanggapan dan sanggahan terhadap orang lain, Djahiri (1995/1996: 53) mengungkapkan bahwa diskusi adalah kegiatan belajar siswa dialogistik secara intra potensi orang lain serta potensi dunia keilmuan dan kehidupan.

Ciri esensial dari diskusi, antara lain: 1. Adanya proses dialogistik, yakni interaksi antara struktur kognitif dengan afektif dan psikomotor, antara potensi diri kita dengan orang lain atau dengan dunia nyata serta keilmuan. 2. Adanya shering ideas (pertukaran pikiran/pendapat, berargumentasi yang benar dan memiliki landasan) ada proses berproduksi. 3. Adanya arahan inkuiri/meneliti dan mendapatkan sesuatu 4. Adanya proses sosialisasi diri. Bentuk-bentuk diskusi menurut Djahiri (1995/1996: 58), antara lain: 1) Diskusi kelas 2) Diskusi kelompok 3) Diskusi panel 4) Seminar 5) Lokakarya 6) Diskusi penjaring Kelompok belajar adalah kelompok sejumlah siswa untuk melakukan kegiatan belajar bersama secara terarah dan teratur. Djahiri (1995/1996: 20). Mengemukakan bahwa “kelompok belajar yang sesuai dengan pembelajaran PKn adalah kelompok belajar kooperatif. Kelompok belajar kooperatif merupakan paduan antara kelompok belajar dan pola kegiatan kooperatif. Hakikat ini kooperatif ialah kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. Kelompok belajar kooperatif merupakan kegiatan belajar yang dapat menciptakan pasangan yang sehat, dalam arti pasangan yang ada, tidak mendidik siswa untuk bersifat individualis.

g. Metode Inkuiri dan Pemecahan Masalah Kedua metode ini pada hakekatnya ama, perbedaanya bahwa dalam metode pemecahan

masalah

hanya

sampai

pada

proses

penentuan

alternatif

pemecahan/keputusan, sedangkan dalam inkuiri sampai pada tahapan penetapan keputusan yang terbaik. Keunggulan kedua metode ini menurut Djahiri (1995/1996: 58), antara lain: 1) Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar 2) Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata 3) Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi rasional/berlandas 4) Mensosialisaikan siswa 5) Mendaya gunakan aneka sumber dan lingkungan belajar Jenis inkuiri adalah inkuiri sederhana, lengkap dan nilai. Inkuiri sederhana tidak memerlukan keseluruhan proses dilaksanakan, hanya hakekat dasarnya saja, yakni mengkaji, mencari, dan menentukan pilihan. Inkuiri yang lengkap merupakan metode khusus yang langkah dan prosesnya telah baku. Sedangkan, inkuiri nilai adalah pola inkuiri sederhana yang fokus substansinya pada nilai moral. 3. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber pengajaran. Djahiri (1995/1996: 31), mengemukakan bahwa sumber pembelajaran merupakan tempat di mana butir mata pelajaran dan media bisa dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku, perpustakaan, media cetak, kehidupan nyata dll. Sedangkan, media pembelajaran lebih diutamakan pada fungsi dan perannya. Djahiri (1995/1996: 31) mengemikakan bahwa dengan adanya media pembelajaran diharapkan dapat berperan untuk:

a) Menjadi fasilitator proses Kegitan Belajar Siwa dan meningkatkan Hasil Belajar Siswa. b) Meningkatkan kadar proses CBSA atu proses Kegiatan Mengajar Guru interaktifreaktif. c) Meningkatkan motivasi belajar atau suasana belajar yang baik. d) Meningkatkan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran dan keberhasilan pengajaran e) Meningkatkan proses Kegiatan Belajar Mengajar secara efektif, efisien dan optimal. f) Menyegarkan kegiatan belajar mengajar. Jenis dan bentuk media antra lain: a. b. c. d. e.

Materil, berupa alat perga, media cetak (koran, majalah dll) Immaterial, seperti iklim, setatus sosial masyarakat dll. Personal, yaitu tokoh, pahlawan, narasumber dll. Audiovisual Gerak atu penampilan seperti simulasi, permainan (games). Penggunan media dalam Kegiatan Belajar Mengajar hendaknya memperhatikan

kualifikasi standar kompentensi, kompetensi dasar dan metode pembelajaran yang akan digunakan. 4. Civic Skill ( Kecakapan Kewarganegaraan ) Merupakan salah satu kompetensi dalam pendidikan kewarganegaraan yang harus dicapai dan dikembangkan Civic Skill (kecakapan kewarganegaraan) yang memiliki dua komponen yang mana komponen tersebut harus dikembangkan dan ditingkatakan sebaik mungkin agar visi dan misi pendidikan kewarganegaraan tercapai secara maksimal.. Civic skills mencakup intelectual skills (ketrampilan intelektual) dan participation skills (ketrampilan partisipasi). Ketrampilan intelektual yang terpenting bagi terbentuknya warga negara yang berwawasan luas, efektif dan bertanggung jawab antara lain adalah ketrampilan berpikir kritis. Ketrampilan berpikir kritis meliputi mengidentifikasi, menggambarkan / mendeskripsikan, menjelaskan, menganalisis,

mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah – masalah publik. Pentingnya ketrampilan partisipasi dalam demokrasi telah digambarkan oleh Aristoteles ( Supandi, 2010). Aristoteles menyatakan , “Jika kebebasan dan kesamaan sebagaimana menurut sebagaian pendapat orang dapat diperoleh terutama dalam demokrasi, maka kebebasan dan kesamaan itu akan dapat dicapai apabila semua orang tanpa kecuali ikut ambil bagian sepenuhnya dalam pemerintahan”. Dengan kata lain cita – cita demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya bila setiap warga negara dapat berpartisipasi dalam pemerintahannya. Sedangkan ketrampilan partisipasi meliputi : berinteraksi, memantau, dan mempengaruhi. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Kewarganegaraan (2004) tampak ketrampilan partisipasi telah disentuh, dalam rumusan kompetensi dasar dengan eksplisit “kemampuan berpartisipasi”. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic skill) merupakan kecakapan yang dikembangkan

dari

pengetahuan

kewarganegaraan,

yang

dimaksudkan

agar

pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara (Supandi:2010). Kecakapan-kecakapan kewarganegaraan sekalipun dapat dibedakan namun satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warga negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai kemampuan berpikir kritis. The National Standards of Civic and Government dan The Civic Framework for 1998 National Assessment of Educational Progress (NAEPP) membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini adalah

“identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking, and defending positions on publik issues” (Branson, 1998:8). Civic Education yang bermutu memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna yang berarti pada sesuatu yang berwujud seperti bendera, lambang negara, lagu kebangsaan, monument nasional, atau peristiwa-peristiwa politik dan kenegaraan seperti hari kemerdekaan. Civic Education juga memberdayakan seseorang untuk memberi makna atau arti penting pada sesuatu yang tidak berwujud seperti nilai-nilai ideal bangsa, citacita dan tujuan negara, hak-hak mayoritas dan minoritas, civil society, dan konstitusionalisme. Kemampuan untuk mengidentifikasi bahasa dan simbol-simbol emosional juga sangat penting bagi seorang warga negara. Mereka harus mampu menangkap dengan jelas maksud-maksud hakiki dari bahasa dan simbol-simbol emosional yang digunakan. Kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh Civic Education yang bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan fungsifungsi dan proses-proses seperti sistem checks and balances atau judicial review menunjukan adanya pemahaman. Melihat dengan jelas dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan

seperti

berpartisipasi

dalam

kehidupan

kewarganegaraan, imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang aktual dalam pola jangka waktu yang lama. Civic Education yang bermutu berusaha mengembangkan kompetensi dalam menjelaskan dan menganalisis. Bila warga negara dapat menjelaskan sebagaimana sesuatu seharusnya berjalan, misalnya sistem pemerintahan presidensial, sistem checks

and balances, dan sistem hukum, maka mereka akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mencari dan mengkoreksi fungsi-fungsi yang tidak beres. Warga negara juga perlu memiliki kemampuan untuk menganalisis hal-hal tertentu sebagai komponenkomponen dan konsekuensi cita-cita, proses-proses sosial, ekonomi, atau politik, dan lembaga-lembaga. Kemampuan dalam menganalisis ini akan memungkinkan seseorang untuk membedakan antara fakta dengan opini atau antara cara dengan tujuan. Hal ini juga membantu warga negara dalam mengklarifikasi berbagai macam tanggung jawab seperti misalnya antara tanggung jawab publik dan privat, atau antara tanggung jawab para pejabat – baik yang dipilih atau diangkat – dengan warga negara biasa, (Subehi:2010). Dalam masyarakat yang otonom, warga negara adalah pembuat keputusan. Oleh karena itu, mereka perlu mengembangkan dan terus mengasah kemampuan mengevaluasi, mengambil, dan mempertahankan pendapat. Kemampuan itu sangat penting jika nanti mereka diminta menilai isu-isu yang ada dalam agenda publik, dan mendiskusikan penilaian mereka dengan orang lain dalam masalah privat dan publik. Disamping

mengisyaratkan

pengetahuan

dan

kemampuan

intelektual,

pendidikan untuk warga negara dan masyarakat demokratis harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggung jawab, efektif, dan ilmiah, dalam proses politik dalam civil society. Kecakapan-kecakapan tersebut jika meminjam istilah Branson (Supandi: 2010) dapat dikategorikan sebagai interacting, monitoring, and influencing. Interaksi (interacting) berkaitan dengan kecakapan-kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Berinterkasi adalah menjadi tanggap terhadap warga negara yang lain.

Interkasi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan jujur. Memonitor (monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga negara. Akhirnya, kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi, mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan – baik proses-proses formal maupun informal – dalam masyarakat. Pengembangan dimensi civic skills dilandasi oleh civic knowledge. Dimensi civic skills ini dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan “…the knowledge and skills required to participate effectively, practical experience in participation design to foster among students a sense of competence and efficay”, dan mengembangkan “…an understanding fo the importance of citizen participation” (Quigley, dkk dalam Supandi 2010), yakni pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berperanserta secara efektif dalam masyarakat, pengalaman berperanserta yang dirancang untuk memperkuat kesadaran berkemampuan dan berprestasi unggul dari siswa, dan mengembangkan pengertian tentang pentingnya peran serta aktif warga negara. Untuk dapat berperan serta secara aktif tersebut diperlukan “a knowledge of the fundamental concepts, history, contemporary events, issues, and facts related to the matter and capacity to apply this knowledge to the situation; a disposition to act in accord with the traits of civic characters; and a commitment to the realization of the fundamental values and principles” (Quigley, dkk dalam Subehi ,2010) Yang dimaksud adalah pengetahuan tentang konsep fundamental, sejarah, isu dan peristiwa aktual, dan fakta yang berkaitan

dengan substansi dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan itu secara kontekstual, dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan watak dari warga negara.

B. Pengertian Kesadaran Politik Kesadaran politik dapat juga diartikan sebagai melek politik, untuk membahasan kesadran politik, kita lihat dahulu apa yang di maksud dengan kesadarn dan apa yang di maksud dengan politik. Kesadaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Putri,1988:765) berati keinsyafan, keadaan mengerti, sedangkan menurut Petir Pudjantoronyang di kutip oleh Sri Mulyani mengemukakan kesadaran adalah merupakan proses batin yang di tandai dengan pengertian, pemahaman penghayatan yang mendalam terhadap suatu serta melaksanakanya dalam tingkah laku serta perbuatan yang didasari oleh pengertian, pemahaman, serta penghayatan terhadap suatu yang dilaksanakanya secara mendalam (Sukadi,1992:256)’’. Kesadaran politik adalah suatu kondisi psikologis siswa yang di tandai oleh adanya pengertian , pemahaman , penghayatan, dan pengamalan pola-pola hidup bangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pola hidup yang mencerminkan kesadaran politik dapat dilihat dari ciri-ciri, watak dan kepribadian. Inilah yang di gunakan untuk mengukur suatu kesadaran seseorang warga negara yang sadar politik. Menurut Gabriel A.Almond dan Sydney Verba ( Putri, 1990:65-71) dalam penelitiannya tentang kesadaran politik dilima negara menggunakan dua kreteria untuk mengukur dimensi kesadaran politik. Kedua kreteria yang di maksud adalah : 1) Mengikuti segala kegiatan pemerintah. 2) Mengikuti laporan mengenai aktivitas pemerintah melalui berbagai media. Seseorang yang memiliki kesadaran politik adalah ia yang senantiasa mengikuti segala kegiatan pemerintah dan mengikuti segala kegiatan laporan mengenai aktivitas pemerintah melalui berbagai media. Seseorang yang memiliki kesadaran politik adalah ia yang senantiasa mengikuti segala kegiatan pemerintah dan mengikuti segala kegiatan laporan

mengenai aktivitas pemerintah melalui berbagai media. Sukadi dan Eni Hernawati dalam penelitianya tentang kesadaran politik, masing-masing menggunakan ciri-ciri, watak dan kepribaian dari generasi muda inonesia yang terdapat dalam Impres No. 12 tahun 1982 tentang pendidikan politik bagi generasi muda sebagai tolak ukur kesadaran politik . Ciri-ciri, watak dan kepribaian dari generasi muda sadar politik adalah : a. Sadar akan hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya terhadap kepentingan bangsa dan negara. b. Sadar dan taat pada hukum dan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Memiliki disiplin pribadi, sosial dan nasional. d. Memiliki tekad perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa depan yang disesuaikan dengan kemampuan obyektif bangsa ini. e. Mendukung sistem kehidupan nasional yang demokratis sesuai dengan pancasila dan UUD’45. f. Berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam kehidupan bangsa dan bernegara khususnya dalam usaha pembangunan nasional. g. Aktif menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dan kesadaran akan keanekaragaman suku bangsa. h. Sadar akan perlunya pemeliharaan lingkungan hidup dan alam sekitar secara selaras, serasi dan seimbang. i. Mampu melakukan penilaian terhadap gagasan nilai serta ancaman yang bersumber dari ideologi lain di luar Pancasila UUD’45 atas dasar pada pikiran atau penalaran logis mengenai Pancasila dan UUD 1945.

Ciri-ciri tersebut akan nampak dalam perilaku warga negara yang sadar politik. Sadar politik merupakan sikap dan perilaku yang perlu di tanamkan kepada generasi muda indonesia, kesadaran ini merupakan manifestasi dari rasa tanggung jawab yang tinggi atas kelangsungan hidup bangsa di dalam negara Republik Inonesia. Sadar politik yang semakin dewasa memang sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara . Sadar politik bukan hanya harus dimiliki oleh politikus, oleh pemimpin dan anggota partai politik saja, melainkan harus mendarah daging bagi seluruh rakyat. Hal ini sangat penting sebab tegak atau runtuhnya suatu negara, kuat atau lemahnya suatu bangsa pada akhirnya terletak pada kesadarn bangsa itu sendiri. Sadar politik yang tinggi sangat penting artinya bagi yang memelihara stabilitas nasional yang dinamis dan untuk menjamin kelestarian cita-cita bangsa. Selain itu sadar politik juga diperlukan untuk memantapkan sendi-sendi dasar kehidupan kenegaraan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk meningkatkan kesadaran politik generasi muda khususnya siswa diperlukan pendidikan politik. Pendidikan politik merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945. Selain pendidikan politik upaya yang dapat di lakukan untuk meningkatkan kesadaran politik siswa adalah dengan cara indoktrinasi politik yaitu dengan cara paksaan. Baik pendidikan politik maupun indoktrinasi politik kedua-duanya merupakan proses sosialisasi politik.Sosialisasi politik memang harus di lakukan sedini mungkin karena hal itu merupakan salah satu langkah yang amat penting dalam meningkatkan kualitas demokrasi di masa depan adalah pembinaan watak demokrasi dikalangan generasi muda. Dalam keadaan sadar sepenuhnya, seseorang sensitif terhadap berbagai jenis ransangan yang diterima, namun dalam menerima ransangan, tubuh akan memilih jenis

ransangan yang paling dikehendaki. Keadaan sadar normal, adalah keadaan di mana seseorang sadar/ tahu akan segala sesuatu yang akan terjadi di sekitarnya, dapat melihat/ mengamati benda-benda, situasi dan orang-orang di sekitarnya. Mengambil makna dari apaapa yang di lihat, dan memberikan reaksi secara eksplisit. Karakteristik dari keadaan sadar penuh adalah adanya perubahan terus-menerus dalam intensitas dalam fokus kesadaran. Menurut Kihlstrom(1984) kesadaran melibatkan (a) pemantauan diri sendiri dan lingkungan sehingga persepsi,memori dan proses berpikir direpresentasikan dalam kesadaran; dan (b) mengendalikan diri sendiri dan lingkungan sehingga mampu melalui dan mengakhiri aktivitas perilaku dan kognitif. Kesadaran itu timbul sebagai akibat dari adanya input ransangan internal maupun eksternal yang di terima oleh otak melalui mekanisme sistem saraf. Dengan kata lain, Segala sesuatu yang di ketahui atau dirasakan dari lingkungan luar adalah hasil penginderaan (panca indera) dari pesan-pesan atau isyarat yang di mengerti oleh otak yang memiliki kemampuan mengingat atau menyimpan informasi yang di terima dari sesuatu obyek. Oleh karena itu, kesadaran seseorang sangat di tentukan oleh kemampuanya dalam mengamati dan merasakan sesuatu. Berpikir dan mengambil keputusan atau menarik makna dari suatu obyek dan memberi reaksi terhadapnya.Kesadaran politik sebenarnya berkisar pada pikiran-pikiran yang menganggap bahwa kesadaran dalam diri masyarakat merupakan suatu faktor yang menentukan bagi kehidupan demokrasi. Pada awalnya masalah kesadaran politik timbul di dalam proses penerapan sistem politik berdasarkan hukum positif. Di dalam prosestersebut timbul masalah- masalah dalam kehidupan spesial politik yaitu, adanya ketidak sesuaian antara dasar sahnya sistem politik yang diatur dalam konstitusi dengan kenyataan-kenyataan

politik dan dipenuhinya atau tidak ditaatinya konstitusi tersebut. Idealnya harus ada keserasian secara proposional antara pengendalian sosial oleh penguasa, kesadaran warga masyarakat , dan kenyataanya dipatuhinya kostitusi. Hal itu sebenarnya sejalan dengan ide tentang kesadaran warga masyarakat sebagai dasar sahnya suatu hukum positif ditemukan didalam ajaran-ajaran rechtsgefuhl atau rechtsbewusstsein yang intinya tidak ada hukum yang mengikat warga masyarakat, kecuali atas kesadaran hukumnya. Demikian dengan sadar politik dalam masyarakat yang sadar politik , oleh karena itu sadar politik erat hubungannya dengan kesadaran politik. Kesadaran politik merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat didalam diri manusia mengenai politik, taat hukum dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai politik yang mengendap dalam diri warga negara pada dasarnya; merupakan abstraksi dari pengalaman pribadi, sebagai akibat dari proses interaksi sosial yang kontineu; senantiasa harus selalu diisi dan bersifat dinamis, karena didasarkan pada interaksi sosial yang dinamis pula; merupakan suatu kriteria untuk memilih tujuan-tujuan di dalam kehidupan sosial; merupakan suatu yang menjadi penggerak manusia kearah pemenuhan hasrat hidupnya,sehingga nilai-nilai merupakan faktor yang sangat penting di dalam pengarahan kehidupan sosial maupun kehidupan pribadi manusia. Kesadaran politik sebagai unsur penting dalam melaksanakan sistem politik mengandung; persepsi, pengenalan, pengetahuan, ingatan, dan pengertian tentang politik, termasuk

konsekuensi-konsekuensinya;

harapan,

kepercayaan

bahwa

politik

dapat

memberikan suatu kegunaan serta memberikan perlindungan dan jaminannya dengan kepastian dan rasa keadilan;perasaan perlu dan butuh akan jasa-jasa politik, dan karena itu bersedia menghormatinya. Perasaan khawatir dan takut melanggar hukum, karena jika

melanggar maka sanksi-sanksinya dapat ; dan orientasi,perhatian, kesanggupan, kemauan baik, sikap, dan kesediaan serta keberanian menaati konstitusi dalam hak maupun kewajibanya, karena kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum itu adalah kepentingan umum. Kesadaran politik berkaitan erat dengan kepatuhan atau ketaatan hukum terhadap sistem politik yang berlaku sebagaimana di atur dalam konstitusi/UUD, yang dikonkretkan dalam sikap atau perilaku manusia. Abdurrahman (1979:31) mengemukakan bahwa ada suatu asumsi yang menyatakan semakin tinggi taraf kesadaran seseorang akan semakin tinggi pula ketaatan terhadap sistem politik, dan sebaliknya. Kesadaran politik beerpangkal pada adanya suatu pengetahuan tentang politik dan nilai-nilai konstitusi yang mengatur kehidupan politik. Dari pengetahuan inilah akan lahir suatu pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, sehingga timbul sikap penghayatan terhadap sistem politik tersebut. Bila telah terdapat suatu penghayatan terhadap konstitusi, maka dengan sendirinya ketaatan dan kepatuhan terhadap sistem politik terwujud. Jika kondisi yang demikian sudah tercipta berarti kesadaran politik telah terbina di dalam suatu masyarakat. 1. Indikator Kesadaran Politik Indikator kesadaran politik sebenarnya merupakan petunjuk yang relatif konkret tentang adanya taraf kesadaran konstitusi, maka seseorang yang mempunyai perhatian pada kesadaran politik akan mengetahui indikator-indikator kesadaran politik antara lain; pengetahuan konstitusi dan sistem politik, artinya seseorang mengetahui bahwa perilaku politik tertentu diatur oleh konstitusi; pemahaman politik, artinya seseoraang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan politik tertentu, terutama dari segi isinya ; sikap politik artinya seseorang mempunyai

kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap perilaku politik; perilaku politik.artinya seseorang berprilaku sesuai dengan konstitusi dan sistem politik yang berlaku. Dengan demikian kesadaran politik sama dengan kesadaran konstitusi atau hukum. Pendapat tersebut mengacu pada pendapat B.Kutsneky (Soekanto, 1982:159) tentang indikator-indikator dari kesadaran hukum sebagai berikut;aPengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum (law awarenes); b, Pengetahuan tentang isi peraturanperaturan hukum (law acquaintance); c. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude); d. Pola-pola perikelakuan hukum (legal behavior). Pengetahuan politik tidak mempengaruhi secara positif maupun negatif pada kesadaran politik masyarakat. Demikian pula dengan peengetahuan tentang isi konstitusi sukar sekali secara pasti menetapkan derajat kesadaran politik masyarakat, karena teladan dari elit politik dan mekanisme politik turut menentukan pula. Oleh karena itu kesadaran politik paling tidak di pengaruhi oleh; derajat pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep politik; sikap instrumental timbul karena adanya pengetahuan tentang isi perturan dan menonjolkan kepentingan pribadi, sedangkan sikap fundamental ditentukan dengan adanya pemahaman dan pengertian tentang isi peraturan tersebut; proses pelembagaan dan internalisasi; kepatuhan disebabkan karena sikap fundamental,misalnya tingkat usia, tingkat pendirian, dan lama tinggal.(Nurhayani,2003:41). Indikator yang selanjutnya yaitu pola prilaku politik, dan ini yang sangat mempengaruhi derajat kesadaran politik. Menurut Kutschincky setiap indikator tersebut menunjukan tingkat kesadaran politik tertentu, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Kesadaran politik bermula dari adanya pengetahuan seseorang tentang politik, dan sistem politik yang berlaku di dalam masyarakat, tujuanya untuk menciptakan

ketertiban guna mewejudkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Kemudian dari pengetahuan tersebut akan timbul pengakuan dan penghargaan orang bersangkutan terhadap ketentuan konstitusi yang berlaku, dan kemudian timbul sikap penghayatan terhadap hukum tersebut. Apa bila terdapat suatu penghayatan terhadap konstitusi, maka warga negara akan menaati atau mematuhi sistem politik tersebut, dia akan berprilaku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Indikator kesadaran politik tidak selalu saling berkorelasi, karena adakalanya orang yang mengerti politik, sikap dan prilakunya bertentangan dengan sistem politik yang berlaku, dia mengetahui dan memahami konstitusi yang berlaku namun dia melanggar, tidak menaati atau memahami sistem politik tersebut. Namun, apabila ingin melihat tingkat kesadaran politik seseorang yang tinggi dapat, dapat di lihat dari ketaatan/kepatuhannya terhadap hukum. Apabila tingkakat ketaatan/kepatuhan hukumnya tinggi, maka dapat dikatakan tingkat kesadaran politiknya tinggi, sebaliknya apabila tingkat ketaatan / kepatuhan hukumnya rendah maka tingkat kesadaran politiknya rendah. Kesadaran politik berkorelasi dengan kesadaran hukum, Bull(Djahiri, 1985:24) mengemukakan ada 4 tingkat kesadaran hukum;(1). Kesadaran yang bersifat Anomous, kesadaran atau kepatuhan yang tidak jelas dasar dan alasan atau orientasinya. Tentunya ini yang paling rendah dan labil; (2). Bersifat Heteronomous, yaitu, kesadaraan/ kepatuhan yang berlandaskan pada dasar/orientasi/motifasi yang beraneka ragam atau berganti-ganti. Ini pun kurang baik, sebab mudah berubah oleh keadaan atau situasi; (3). Kepatuhan yang bersifat sosio-nomous, yaitu yang berorientasi kepada kiprah umum atau khalayak ramai;(4). Kesadaran yang bersifat Autonomous, adalah yang terbaik, karena di dasari oleh konsep atau landasan yang ada dalam diri sendiri.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Politik Kesadran politik timbul dari pengetahuan yang diterima atau di peroleh seseorang tentang politik, dari pengetahuan ini akan lahir suatu pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan konstitusi, sehingga timbul sikap penghayatan terhadap konstitusi dan sistem politik tersebut. Kesadran politik merupakan perasaan dan keyakinan politik seseorang dalam masyarakat.(Soekanto,1999: 147). Efektifitas sistem politik terlihat bila konstitusi dan sistem politik yang berlaku warga masyarakat menaatinya, dan ini terwujud dalam prilaku politiknya, yaitu perilaku yang sesuai dengan konstitusi yang berlaku didalam masyarakat. Menurut Friedman (Taneko, 1993:50)’’ perilaku politik adalah soal pilihan yang berurusan dengan motif dan gagasan yang menurut friedman dapat mempengaruhi perilaku politik seseorang terdiri atas (a) kepentingan sendiri; (b) sensitif terhadap sanksi;(c) tanggapan terhadap pengaruh sosial;(d) kepatuhan politik. Menurut friedman, karena adanya kepentingan pribadi membuat orang menaati hukum, dan apabila tidak di ikuti justru akan akan menimbulkan kerugian pada dirinya. Tetapi bisa juga karena sensitif terhadap sanksi, di mana seseorang menaati aturan disebabkan karena takut akan sanksnyai, karena dia mengetahui bahwa sanksi hukum atau peraturan yang bersangkutan itu sifatnya tegas dan nyata, sifat pentaatannya heteronom, maksudnya ada kekuatan diluar dirinya yang memaksa agar peraturan tadi harus ditaati, setiap orang mau tidak mau harus menaatinya, karena berusaha menghindari sanksi tadi. Adakalanya orang berprilaku politik tersebut itu disebabkan kaarena adanya pengaruh sosial atau pengaruh lingkungan (keluarga,teman,anggota keolmpoknya atau pimpinan), yang

hukum dapat juga disebabkan karena mereka

berpikir bahwa apabila dilanggar, maka perbuatanya itu dikatakan bersifat ilegal atau amoral. Dilihat

dari

kepentingan

pribadi

tidak

terlalu

mensyaratkan

pengenalan/pengetahuan politik seseorang yang mendalam tentang politik. Namun, untuk unsur yang lain seperti: sensitif terhadap sanksi, tanggap terhadap pengaruh sosial dan kepatuhan, mensyaratkan pengenalan atau pengetahuan yang memadai terhadap politik. Dengan demikian dapat dilihat kesadaran politik itu dari indikator sebagai berikut; 1.Patuh/ sadar karena takut kepada orang /kekuasaan/paksaan(authority oriented ) ; 2. Patuh karena ingin dipuji (good boy-nice girl).3.Patuh karena kiprah umum / masyarakat (contract legality). 4. Taat atas dasar adanya aturan dan hukum serta untuk ketertiban (law and order oriented).5. Taat karena dasar keuntungan atau kepentingan(utilitishedonis).6.Taat karena memang hal tersebut memuaskan bagianya.7. Patuh karena dasar prinsip etis yang layak universal(universal ethical principle). Tingkat kesadran politik terendah disebabkan karena adanya unsur ketakutan dari orang yang bersangkutan, dia mematuhi aturan karena takut akan sanksinya dan ini yang sering terjadi, dia merasa terpaksa. Ada pula karena ingin dipuji, ikut-ikutan atau memang karena keinginanya sendiri, karena diyakininya bahwa aturan tadi sesuain dengan prinsip politiknya, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat dan untuk menyalurkan aspirasi politiknya.

3. Pendidikan Politik Untuk Meningkatkan Kesadaran Politik Warga Negara Istilah pendidikan politik dalam bahasa Inggris sering disamakan dengan istilah political socialization. Istilah political socialization jika diartikan secara harfiah ke dalam bahasa indonesia akan bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu, dengan

menggunakan istilah political socialization banyak yang mensinonimkan istilah pendidikan politik dengan istilah sosialisasi politik. Karena keduanya memiliki makna yang hampir sama. Dengan kata lain, sosialisaasi politik adalah pendidikan politik dalaam arti sempit. Menurut Surbakti (Putri, 1999:117) dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu berpendapat mengenai sosialisasi bahwa : Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan . Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah,pemerintah, dan partai politik. Pendapat diatas secara tersirat menyatakan bahwa pendidikan politik merupakan bagian dari sosialisasi politik. Pendidikan politik mengajarkan masyarakat untuk lebih mengenal sistem politik negaranya. Dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. David Easton dan Jack Dennis (Suwarma Al Muchtaar, 2000:39) dalam bukunya Children in The Political System memberikan batasan mengenai political socialzation yaitu bahwa “political socialization is the development process which persons acquire orientations and patterns of behaviour’’. Sedangkan Fredl.Greenstain (Suwarma Al Muchtar, 2000:39) dalam bukunya political socialzation berpendapat bahwa: Political socialization is all political learning formal dan informal, deliberate and unplanned, at every stage of the life cycle including not only explicit political learning but also nominally non political learning of political lie relevant sosial attitudes and the acquisition of politically relevant personality characteristics.

Kedua pendapat di atas mengungkapkan bahwa pendidikan politik adalah suatu bentuk pendidikan yang di jalankan secara terencana dan disengaja baik dalam bentuk formal maupun informal yang mencoba untuk mengajarkan kepada setiap individu agar sikap dan perbuatanya dapat sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku secara sosial. Dalam hal ini dapat terlihat bahwa pendidikan politik tidak hanya mempelajari sikap dan tingkah laku individu. Namun, pendidikan politik mencoba untuk mengaitkan sikap dan tingkah laku individu tersebut dengan stabilitas dan eksistensi sistem politik. Katini Kartono (Putri,1990:vii ) memberikan pendapatnya tentang hubungan antara pendidikan dengan politik yaitu “....pendidikan dilihat sebagai faktor politik dan kekuatan politik. Sebabnya, pendidikan dan sekolah pada hakekatnya juga merupakan pencerminan dari kekuatan-kekuatan sosial-politik yang tengah berkuasa, dan merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada’’. Bedasarkan pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa pendidikan dan politik adalah dua unsur yang paling mempengaruhi. Pengembangan sistem pendidikan harus selalu berada dalam kerangka sistem politik yang sedang dijalankan oleh pemerintah masa itu. Oleh karena itu, segala permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan akan berubah menjadi permasalahan politik pada saat pemerintah dilibatkan untuk memecahkanya. Pengertian dari pendidikan politik yang lebih spesifik dapat diambil dari pendapatnya Alfian (Putri,1981:235) yang mengatakan bahwa “pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik yang ideal yang hendak dibangun’’.

Dari dua definisi yang tertera diatas, dapat kita ambil dua tujuan utama yang dimiliki oleh pendidikan politik. Pertama, dengan adanya pendidikan politik diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang di terapkan. Kedua, bahwa dengan adanya pendidikan politik setiap individu tidak hanya sekedar tahu saja tapi juga lebih jauh dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukan dengan adanya perubahab sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik. Kartaprawira (Putri,1998:54) mengartikan pendidikan politik sebagai ‘‘upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Berdasarkan pendapat Kartaprawira tersebut, maka pendidikan politik perlu dilaksanakan secara berkesinabungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan pemahamannya terhadap dunia politik yang selalu mengalami perkembangan. Pembelajaran pendidikan politik yang bersinambungan diperlukan mengingat masalahmasalah di bidang politik sangat kompleks, bersegi banyak, dan berubah-ubah. Merujuk pada semua pengertian pendidikan politik yang disampaikan oleh beberapa ahli diatas, pada akhirnya telah membawa penulis sampai pada kesimpulan yang menyeluruh. Bahwa yang di maksud dengan pendidikan politik adalah suatu upaya sadar yang dilakukan antara pemerintah dan para anggota masyarakat secara terencana, sistematis, dan dialogis dalam rangka untuk mempelajari dan menurunkan berbagai konsep,simbol,nilai-nilai, dan norma-norma politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Kesadaran politik siswa dapat di bentuk dengan melalui pembelajaran PKn. Pendapat tersebut telah dipertegas oleh salah satu misi PKn yang di kemukakan oleh Maftuh dan Sapriya ( 2005: 321) bahwa: PKn sebagai pendidikan politik, yang berarti program pendidikan ini memberikan pengetahuan, sikap dan ketrampilan kepada siswa agar mereka mampu hidup sebagai warga negara yang memiliki tingkat kemelekan politik(political literaty) dan kesadarn politik (political awarenes) serta kemampuan berparti sipasi politik(political participatian) yang tinggi. 4. Perkembangan Pendidikan Politik di Indonesia Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya bahu- membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat disuatu negara. Lebih dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik disuatu negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan yang ada di negara tersebut. Di Indonesia, kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik sudah mulai berkembang dalam wacana publik, walaupun belum menjadi suatu bidang kajian akademik, publikasi berbagai seminar ataupun diskusi yang mengangkat teman tentang pendidikan dan politik masih kurang terdengar. Andaipun ada, fokus bahasanya belum begitu menyentuh aspek-aspek ideologis politik pendidikan. Walaupun demikian, keyakinan akan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara politik dan pendidikan sudah mulai terbentuk.

Harian The jakarta post edisi 16 maret 2001 pada halaman utamanya pernah menyebutkan ‘‘politics is inspereable from education, unless the country plans to generate ‘illiterate politicans’ who could not be expected to lead the republic out of the current crise’’. Secara sederhana, harian tersebut menjelaskan bahwa politik dengan pendidikan sangat tidak bisa di pisahkan, kecuali jika negeri ini ingin memiliki generasi yang buta politik, yang tidak bisa di andalkan untuk mengeluarkan negeri ini dari krisis. Mochtar Buchori (M.Shirosi,2005:30) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang mendukung mulai berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pendidikan dan politik yaitu.Pertama adanya kesadaran tentang hubungan yang erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam membentuk corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diprlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima, pentingnya pendidikan kewarganegaraan(civic education). Penjelasn Mochtar Buchori di atas, menggabarkan suatu keyakinan terhadap hubungan erat antara pendidikan dan politik.Terdapat keyakinan yang sangat kuat bahwa melaui pendidikan dapat menghasikan pemimpin politik yang berkualitas. Pada penjelasan di atas, pada akhirnya dapat menimbulkan suatu pertanyaan mengenai hubungan pendidikan dengan politik. Akankah politik harus memasuki wilayah pendidikan untuk menjalankan fungsi dan tujuanya dan juga sebaliknya? Melalui pendidikan seorang siswa akan paham secara tidak langsung mengenai seluk beluk politik. Begitu pula sebaliknya, bahwa dunia politik adalah salah satu sarana untuk menaplikasikan berbagai ilmu yang telah di dapat siswa melalui dunia pendidikan. Para

siswa tidak dapat acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi diluar dunia sekolahnya. Sekiranya penjelasan di atas dapat menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang erat dan tak dapat dipisahkan antara pendidikan dan politik. Kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dan saling membutuhkan satu sama lain.Untuk lebih jelas memahami kaitan antara pendidikan politik di jalur persekolahan, akan dipaparkan secara lebih lanjut mengenai konsep pendidikan politik dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam bahasan selanjutnya.

5. Landasan Hukum Pendidikan Politik Pendidikan politik merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik harus berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa indonesia. Secara tidak langsung, pendidikan politik merupakan bagian integral dari keseluruhan pembangunan bangsa yang di laksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan bangsa indonesia. Berdasarkan Inpres No. 12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda ( Putri,1982: 13), maka yang menjadi landasan hukum pendidikan politik adalah sebagai berikut : 1) Landasan ideologis, yaitu Pancasila 2) Landasan konstitusi, yaitu UUD 1945 3) Landasan operasional, yaitu GBHN 4) Landasan historis, yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945’’

Landasan yang tersebut diatas merupakan landasan pokok pendidikan politik yang disertai landasan kesejarahan. Hal ini penting karena warga negara terutama siswa harus mengetahui sejarah perjuangan bangsa agar memiliki jiwa,semangat,dan nilai-nilai kejuangan 1945.

6. Fungsi Pendidikan Politik Fungsi pendidikan politik sangat penting sebab pendidikan politik meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik yang pada giliranya akan mendorong timbulnya kesdaran politik secara maksimal dalam suatu sistem politik. Merujuk kepada beberapa pengertian pendidikan politik yang telah di sebutkan sebelumnya, maka pendidikan politik mempunyai dua tujuan utama . Pertama, fungsi pendidikan politik adalah untuk mengubah dan membentuk tata perilaku seseorang agar sesuai dengan tujuan politik yang diterapkan yaitu agar dapat menjadikan setiap individu sebagai partisipan politik yang bertanggung jawab . Kedua, fungsi pendidikan politik dalam arti yang lebih luas yaitu untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan tuntutan politik yang ingin diterapkan. Inti dari pendidikan politik adalah mengenai bagaimana rakyat direkrut dan di sosialisasikan. Jadi, fungsi dari pendidikan politik adalah untuk menjelaskan proses perekrutan dan upaya sosialisasi kepada rakyat untuk mengerti mengenai perananya dalam sistem politik serta agar dapat memiliki orientasi kepada sistem politik. Fungsi yang disampaikan di atas lebih menonjolkan fungsi pendidikan politik dalam mengubah tatanan masyarakat yang ada menjadi lebih baik dan lebih mendukung tercapainya proses demokrasi. Sedangkan fungsi pendidikan politik bagi individu antara lain adalah:

1) Peningkatan kemampuan individu supaya setiap orang mampu berpacu dalam lalu lintas kemasyarakatan yang menjadi semakin padat penuh sesak dan terpolusi oleh dampak bermacam-maacam penyakit sosial dan kedurjanaan. 2) Disamping mengenai kekuasaan; memahami mekanismenya, ikut mengendalikan dan mengontrol pelaksanaan kekuasaan di tengah masyarakat. Fungsi pendidikan politik bagi individu yang tertera di atas tidak hanya mengubah individu tapi juga membentuk individu baru. Dalam artian bahwa seorang individu dengan melalui pendidikan politik tidak hanya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang politik tetapi juga mempunyai kesadaran dan sensitifitas dalam berpolitik yang direalisasikan dalam bentuk perbuatan yaitu dengan ikut berpartisipasi atau ditunjukan dengan sikap dan prilaku politik yang lebih luas dalam usahanya untuk mencapai tujuan politik.

7. Tujuan Pendidikan Politik Tujuan diadakanya pendidikan politik secara formal terdapat dalam Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyatakan bahwa: Tujuan pendidikan politik adalah memberikan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan tujuan pendidikan politik lainya ialah menciptakan generasi muda Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Berdasarkan pemaparan tentang tujuan pendidikan politik diatas, penulis berpendapat bahwa yang menjadi tujuan utama dari pendidikan politik adalah agar generasi muda saat ini memiliki kemampuan untuk memahami situasi sosial politik penuh konflik. Aktivitas yang dilakukan pun diarahkan pada proses demokratisasi serta

berani bersikap kritis terhadap kondisi masyarakat di lingkunganya. Pendidikan politik mengajarkan mereka untuk mampu mengembangkan semua bakat dan kemampuanya (aspek kognitif, wawasan, kritis,sikap positif, dan keterampilan politik).Kesemua itu dirancang agar mereka dapat mengaktualisasikan diri dengan jalan ikut berpartisipasi secara aktif dalam bidang politik. Dari tujuan pendidikan politik di atas, dapat dilihat bahwa antara tujuan pendidikan politik dengan fungsi yang dimilikinya hampir sama. Tercapainya fungsi dan tujuan pendidikan politik merupakan keberhasilan dari diadakanya pendidikan politik itu sendiri.

8. Media Sosialisasi politik Sosialisasi politik merupakan proses dimana seseorang individu bisa mengetahui dan memahami masalah-masalah politik dalam negara Indonesia yang nantinya memiliki sikap orientasi terhadap pola kehidupan politik yang berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI Tahun 1945. Media yang digunakan untuk sosialisasi politik di sekolah adalah sebagai berikut: 1. Mata Pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang di gunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berlaku pada budaya bangsa indonesia yang di harapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan seharihari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota dari masyarakat dan mahluk tuhan yang Maha Esa. Disamping itu pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan

dengan hubungan antar warga negara serta pendidikan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. 2. Melalui Kegiatan Sekolah dan OSIS a. OSIS Kegiatan sekolah seperti upacara bendera, bakti sosial dijadikan media untuk sosialisasi politik. Demikian pula dengan OSIS pada hakekatnya OSIS merupakan wadah untuk membina dan mengembangkan siswa sesuai dengan minatnya. Kegiatan OSIS dapat dilihat dalam pembinaan dan pengembangan siswa dibidang olah raga, kesenian dan lain-lain. Sedangkan dalam pemilihan pengurus dilakukan oleh majelis permusyawarahan kelas (MPK) dan mendapat persetujuan dari Kepala Sekolah. Untuk menjadi calon pengurus OSIS biasanya sekolah melakukan latihan-latihan kepemimpinan bagi siswa yang telah menjadi pengurus kelas. Dalam hal ini memberikan dasar-dasar tentang organisasi, kepemimpinan dan kesekretariatan. Di samping itu osis juga bertugas menegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan lingkungan sekolah, OSIS juga mengkoordinasi kegiatan- kegiatan paskibra dan PMR di sekolah. Maksud kegiatan PMR adalah menyadarkan para siswa akan pentingnya sikap dan prilaku saling tolong menolong sesama manusia. b.

Melalui Kegiatan Pramuka Media sosialisasi politik lainya adalah pramuka, pramuka merupakan salah satu

wadah pembinaan dan pengembangan para remaja, baik yang berada di lingkungan sekolah maupun yang non sekolah. Pramuka membina dan mengembangkan sikap dan prilaku para remaja lebih sesuai dengan sikap dan prilaku umum yang terdapat dalam masyarakat. Pendapat yang

menjelaskan sebagai media sosialisasi politik di kemukakan oleh presiden Soeharto ( 1992 : 191 ) sebagai berikut : Gerakan pramuka merupakan wahana yang sangat tepat untuk mengembangkan dan menanamkan kesadaran sosial, budaya dan lingkungan hidup sebagai generasi muda bangsa kita. Dengan menanamkan dan menumbuhkan kesadaran sosial, budaya dan lingkungan hidup itu pada hakekatnya menumbuhkan makna yang dinamis dan rasa cinta tanah air. c. Melalui Media Masa Media lainya adalah Media masa cetak, seperti TV, Radio, Majalah, dan surat kabar yang biasanya berada di perpustakaan memuata masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, dan budaya serta masalah lingkungan hidup dan sebagainya yang aktual dan faktual. Dengan media masa cetak ini para siswa membaca dan memahami isi tulisan itu. d. Media kontak sossial Kontak sosial dapat berlangsung dalam 3 bentuk yaitu: 1) Kontak perorangan. 2) Kontak antara perorangan dengan kelompok atau sebaliknya. 3) Kontak antar kelompok dengan kelompok lainya.

9. Urgensi Pendidikan Politik Pendidikan politik dapat dikatakan sebagai media penyampaian konsep politik yang memiliki tujuan akhir untuk membuat warga negara menjadi lebih sadar politik. Warga negara yang sadar politik adalah warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban sehingga dapat ikut serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam setiap proses

pembangunan. Pendidikan politik diperlukan keberadaannya terutama untuk mendidik generasi muda saat ini yang nantinya akan menjadi penerus generasi bangsa. Eksistensi Pendidikan Politik disini adalah sebagai tongkat estafet kepada generasi selanjutnya dalam memahami konsep-konsep politik kenegaraan. Fungsi Pendidikan Politik yang paling penting adalah sebagai penyaring (filter) terhadap berbagai pemikiran baru, ideologi baru, dan berbagai ancaman, tantangan, hambatan,serta gangguan baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah telah meenyadari bahwa generasi muda saat ini tengah hidup di dalam era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan kompetensi antar individu. Kebeebasan menjadi suatu bagian yang penting dalam era ini. Sadar akan hal tersebut, pemerintah mecoba untuk membangun tameng yang dapat melindungi generasi muda saat ini dari pelunturan dan penghitungan jati diri bangsa. Kekhawatiran pemerintah ini tercermin dalam Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang didalamnya menyebutkan bahwa : Kaum muda dalam perkembangannya berada dalam proses pembangunan dan modernisasi dengan segala akibat sampinganya yang bisa mempengaruhi proses pendewasaannya sehingga apa bila tidak memperoleh arah yang jelas maka corak dan warna masa depan negara dan bangsa akan menjadi lain dari pada yang dicita-citakan. Perkembangan zaman yang terasa sangat cepat jika tidak dibarengi dengan wawasan berfikir yang luas hanya akan membawa generasi muda bangsa ini ke dalam kehidupan yang lepas kendali. Oleh karena itu, pendidikan politik diperlukan sebagai filter terhadap segala pengaruh buruk yang mungkin datang. Jadi, pada kesimpulanya Pendidikan Politik merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam

memberikan arah pada generasi muda saat ini agar memiliki pemahaman yang jelas terhadap arah tujuan bangsa.

10. Pokok Pokok Materi Pendidikan Politik Pokok-pokok materi Pendidikan Politik sepenuhnya tertuang sebagai muatan yang terkandung dalam kurikulum Pendidikan Politik. Kurikulum Pendidikan Politik adalah jarak yang harus ditempuh oleh seorang siswa dalam mencapai target yaitu kesadaran politik yang ditandai dengan menguatnya daya nalar terhadap berbagai aktivitas politik dalam infrastruktur maupun suprastruktur politik. Brownhill

(Putri,1989

:

110)

mengajukan

beberapa

hal

yang

harus

dipertimbangkan dalam proses pemuatan kurikulum Pendidikan Politik, yaitu: 1) On ethical base shouild be develop, which would include respect for others tolerances, and an understanding of the principle of treating others as one would like to be treated one self; 2) A consideration of how rules can be changed; 3) Nature of rules and authority; 4) Concept of obligation to legitimate authority; 5) An understanding of some basic political concepts, e.g freedom, equality, justise, the rule of law, and of some of the arguments related to these concepts; 6) An understanding of the basic structure of central an local government; 7) Some understanding of the working of the national and international economy; 8) Some knowledge of recent British and international history; 9) Self analysis; Berdasarkan

pendapat

Brownhill

diatas,

jelas

terlihat

bahwa

dalam

mengembangkan kurikulum Pendidikan Politik, seorang guru harus pula memasukan mata pelajaran lain yang sekiranya ada hubungannya dengan Pendidikan Politik, seperti diatas disebutkan yaitu mata pelajaran sejarah dan ekonomi. Dalam artian bahwa mata pelajaran lain tersebut sebagai pelengkap(komplementer) terhadap Pendidikan Politik.

Kurikulum Pendidikan Politik yang dicanangkan oleh Robert Brownhill di atas telah cukup lengkap. Seperti kita lihat, Brownhill tidak hanya memasukan unsur materi politik namun juga terdapat unsur etika, ketaatan pada hukum dan kekuasaan, pemahaman terhadap jalannya pemerintahan dan pembuatan kebijakan serta masalah ekonomi dan sejarah. Hal-hal yang mengenai kurikulum pendidikan politik diatur dalam Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyebutkan bahwa bahan Pendidikan Politik antara lain: a) Penanaman kesadaran berideologi, berbangsa, dan bernegara; b) Kehidupan dan kerukunan hidup beragama; c) Motivasi berprestasi; d) Pengalaman kesamaan hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan penghormatan atas harkat dan martabat manusia; e) Pengembangan kemampuan politik dan kemampuan pribadi untuk mewujudkan kebutuhan dan keinginan ikut serta dalam politik; f) Disiplin pribadi,sosial,dan nasional; g) Kepercayaan kepada pemerintah; h) Kepercayaan pada pembengunan yang berkesinambungan; Berdasarkan penjelasan diatas, dapat kita lihat bahwa terdapat satu materi yang membedakan kurikulum Pendidikan Politik menurut Brownhill dengan bahan kurikulum Pendidikan Politik di Indonesia. Dalam kurikulum Pendidikan Politik di Indonesia, telah memasukan unsur materi agama yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia dalam bahan Pendidikan Politik.

Bahan Pendidikan Politik di Indonesia harus bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, dan berbagai makna yang dipetik dari perjuangan bangsa Indonesia. Semua bahan ajar Pendidikan Politik tersebut telah tercakup dalam mata pelajaran PKn.