bab ii tinjauan umum terhadap komik team medical dragon, konflik ...

7 downloads 113 Views 313KB Size Report
Shogakukan Manga Award merupakan salah satu penghargaan komik ... cerita komik Team Medical Dragon adalah sistem senioritas yang berbelit-belit.
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON, KONFLIK DALAM KOMIK TEAM MEDICAL DRAGON, DAN ETIKA MORAL DI JEPANG

2.1 Komik Team Medical Dragon Team Medical Dragon adalah manga spesialisasi medis yang digambar oleh Nogizaka Tarou, sedangkan konsep ceritanya ditulis oleh Akira Nagai; seorang dokter dan jurnalis yang sukses. Team Medical Dragon menerima penghargaan Shogakukan Manga Award yang ke-50 pada tahun 2005. Shogakukan Manga Award merupakan salah satu penghargaan komik terbesar di Jepang yang diadakan oleh penerbit Shogakukan. Seperti halnya karya sastra lainnya, komik juga memiliki unsur-unsur yang membangun ceritanya, baik unsur instrinsik (unsur yang berasal dari dalam karya sastra) dan juga unsur ekstrinsik (unsur yang berasal dari luar karya sastra). Untuk melihat unsur-unsur yang turut serta membangun cerita dalam komik Team Medical Dragon akan dibahas beberapa unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik yang terdapat didalam cerita ini. Beberapa unsur instrinsik yang akan dibahas adalah: Tema, Plot/ alur cerita, Tokoh, dan Setting. Sedangkan unsur ekstrinsiknya adalah biografi pengarang.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Unsur Instrinsik a. Tema Setiap karya fiksi tentulah mengandung dan atau menawarkan tema, namun apa isi tema itu sendiri tak mudah ditunjukkan. Ia haruslah dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dan unsur-unsur pembangun cerita yang lain, dan itu merupakan kegiatan yang sering tidak mudah dilakukan. Tema, menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1995 : 67), adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita itu, maka masalahnya adalah makna khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema itu. Untuk menentukan makna pokok sebuah cerita, diperlukan kejelasan pengertian tentang makna pokok, atau tema, itu sendiri. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 1995:68). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema dalam banyak

hal bersifat

“mengikat” kehadiran atau

ketidakhadiran peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsur instrinsik yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian diatas, tema yang ingin diangkat oleh pengarang dalam cerita komik Team Medical Dragon adalah sistem senioritas yang berbelit-belit yang tidak cocok dengan pekerjaan medis. Pada cerita ini dipaparkan bagaimana sistem senioritas yang rumit dan berbelit-belit dimana segala sesuatunya harus sepengetahuan dan seizin atasan, berbenturan dengan pekerjaan medis yang membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat guna keselamatan nyawa pasien.

b. Plot/ Alur Cerita Plot, secara tradisional, juga sering disebut alur atau jalan cerita. Plot merupakan unsur fiksi yang penting, sebab kejelasan plot akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, plot yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita menkadi lebih sulit dipahami. Stanton dalam Nurgiyantoro (1995 : 113), mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sedangkan plot menurut Foster dalam Nurgiyantoro (1995 : 113) adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Plot sebuah cerita haruslah bersifat padu, unity. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan yang kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan.

Universitas Sumatera Utara

Untuk

memperoleh

keutuhan

sebuah

plot

cerita,

Aristoteles

mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap akhir (end) (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995 : 142). a) Tahap awal Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Misalnya, berupa penunjukkan dan pengenalan latar, seperti nama tempat, suasana alam, waktu kejadian, dan lain-lain. Fungsi pokok tahap awal sebuah cerita adalah untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan. Pada tahap awal cerita, di samping untuk memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita, konflik sedikit demi sedikit juga sudah mulai dimunculkan. b) Tahap Tengah Tahap tengah cerita yang dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Konflik dapat berupa konflik internal (konflik yang terjadi dalam diri seorang tokoh), maupun konflik eksternal (konflik atau pertentangan yang terjadi antar tokoh cerita).

Universitas Sumatera Utara

Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Sebab pada bagian inilah pembaca memperoleh “cerita”, memperoleh sesuatu dari kegiatan pembacaannya. c) Tahap Akhir Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut sebagai tahap pelaraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Bagian ini antara lain berisi bagaimanakah akhir sebuah cerita. Dalam teori klasik yang berasal dari Aristoteles, penyelesaian cerita dibedakan ke dalam dua macam kemungkinan: kebahagiaan (happy end) dan kesedihan (sad end). Sementara jika melihat model-model tahap akhir karya fiksi hingga dewasa ini, penyelesaian sebuah cerita dapat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu penyelesaian tertutup dan penyelesaian terbuka. Penyelesaian yang bersifat tertutup menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang memang sudah selesai sesuai dengan tuntutan logika cerita yang dikembangkan. Sedangkan penyelesaian yang bersifat terbuka, menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang sebenarnya masih belum berakhir, masih potensial untuk dilanjutkan dan konflik belum sepenuhnya diselesaikan. Berdasarkan uraian di atas, penahapan plot dalam cerita komik Team Medical Dragon adalah sebagai berikut: 1. Tahap awal : Pada tahap awal dalam cerita Team Medical Dragon ini dijelaskan bahwa latar tempat adalah sebuah rumah sakit bernama Rumah Sakit Universitas Mei Shin yang berada di kota Tokyo. Kemudian diperkenalkan pula tokoh utama cerita yang berprofesi sebagai dokter bedah dada dan jantung bernama Ryutaro Asada. Ia

Universitas Sumatera Utara

digambarkan sebagai sosok seorang dokter yang jenius dan selalu mendahulukan keselamatan pasien,

namun juga

memiliki sifat

pembangkang dan sulit diatur. Selain itu, diperkenalkan pula tokohtokoh cerita lainnya seperti Dr. Akira Kato yaitu asisten profesor wanita yang meminta bantuan Ryutaro untuk menyelesaikan thesisnya, Prof. Takeo sebagai atasan Ryutaro yang memiliki sifat licik dan tamak, para dokter anggota tim batista, dan tokoh-tokoh lain yang mendukung cerita. Pada tahap ini juga mulai terjadi konflik antara para tokoh cerita, terutama tokoh utama dengan tokoh pendukung lainnya. 2. Tahap tengah : Pada tahap ini konflik mulai intens diperlihatkan. Tokoh utama digambarkan kerap membuat masalah terutama dengan atasannya. Selain itu, digambarkan pula adanya konflik perebutan kekuasaan hingga gerakan reformasi dunia medis yang diusulkan oleh tokoh utama. Setiap tokoh yang yang berkonflik mulai menunjukkan sifat buruk masingmasing, dan berusaha saling menjatuhkan satu sama lain. 3. Tahap Akhir : Tahap akhir cerita dalam komik ini belum dapat dipastikan. Sebab ceritanya belum berakhir dan masih akan terus berkembang seiring bertambahnya volume/ edisi komik Team Medical Dragon ini.

c. Tokoh Tokoh merupakan salah satu unsur instrinsik yang sangat penting, sebab tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Universitas Sumatera Utara

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995 : 165), adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh (-tokoh) yang hany dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang lebih pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama dalam sebuah cerita, mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tak (selalu) sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh-tokoh dalam cerita Team Medical Dragon mulai dari volume 1 hingga volume 10 sangatlah banyak. Tokoh utama dalam cerita tersebut berjumlah 3 orang, yaitu Dr.Ryutaro Asada, Dr.Akira Sato, dan Noboru Iijuin. Walaupun ketiganya merupakan tokoh utama, namun dari segi kadar keutamaan, tokoh Ryutaro Asada menempati posisi yang teratas karena kadar kemunculan dan porsi penceritaan yang paling banyak. Sedangkan para tokoh tambahan yaitu Prof. Takeo sebagai pemimpin rumah sakit, dr.Kihara selaku tangan kanan Prof. Takeo, Miki Satohara, Dr.Keisuke Fujiyoshi, dan Dr.Arase sebagai anggota tim Batista, Dr.Kira,

Universitas Sumatera Utara

Dr.Gunji Kirishima sebagai musuh Dr. Akira Sato, Prof.Sofue, serta tokoh-tokoh lainnya.

d. Setting/ Latar Latar menurut Stanton (2007 : 35) adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwaperistiwa yang sedang berlangsung. Selain itu, latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995 : 217). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi sehingga memudahkan pembaca untuk mengembangkan daya imajinasinya. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Namun dalam kesempatan ini, hanya akan dibahas mengenai setting waktu dan tempat. 1) Setting/ Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.

Universitas Sumatera Utara

Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misalnya Jakarta, Surabaya, dan lain-lain. Tempat dengan inisial tertentu, biasanya berupa huruf awal (kapital) nama suatu tempat, juga menyaran pada tempat tertentu, tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri, misalnya Kota M, S, T, dan lain-lain. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, dan sebagainya. Latar atau setting tempat dalam komik Team Medical Dragon sebagian besar bertempat di lingkungan Rumah Sakit Universitas Mei Shin yang berada di ibukota Jepang, yaitu Tokyo. 2) Setting/ Latar Waktu Setting waktu berhubungan dengan masalah.”kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Adanya persamaan perkembangan dan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi. Setting waktu dalam cerita Team Medical Dragon ini terjadi pada masa kini, tepatnya tahun 2004.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik yang akan dilihat dari komik Team Medical Dragon ini adalah biografi dari pengarangnya. Pengarang merupakan unsur ekstrinsik yang berpengaruh akan bangun cerita dari sebuah karya fiksi. Keberadaan unsur ekstrinsik dalam hal ini pengarang secara tidak langsung sangat mempengaruhi hasil dari karya sastra fiksi. Komik Team Medical Dragon ini merupakan hasil karya dari dua orang yang berlainan profesi, yaitu Nogizaka Taro dan Nagai Akira. Nogizaka Taro yang seorang mangaka bertugas menggambar, sedangkan Nagai Akira yang berprofesi sebagai seorang dokter dan jurnalis bertanggung jawab membuat konsep cerita. Tidak banyak data yang didapatkan mengenai kedua sosok tersebut. Nagai Akira lahir pada tanggal 10 Desember 1947 di Mihara, Hiroshima, Jepang. Ia berprofesi sebagai seorang dokter serta jurnalis medis yang sukses. Nagai Akira meninggal dunia pada tanggal 7 Juli 2004 akibat komplikasi penyakit kanker hati yang dideritanya. Sedangkan data mengenai biografi Nogizaka Taro sangat sulit ditemukan. Namun komik Team Medical Dragon ini merupakan satu-satunya karya Nogizaka Taro yang bergenre medis. Ia biasanya lebih dikenal sebagai komikus yang kerap menciptakan karya-karya vulgar. Ia juga dikenal karena teknik penggambarannya yang bagus dan detail dalam mengekspresikan emosi dan perasaan tokoh cerita.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Jenjang Kedudukan di Rumah Sakit dalam Komik Team Medical Dragon Profesor Asisten P f Para Dokter Dokter Magang Perawat Pasien

2.2 Konflik Dalam Komik Team Medical Dragon 2.2.1 Konflik Sosial dalam Komik Team Medical Dragon Dalam sebuah karya fiksi, konflik (conflict) merupakan unsur yang penting dalam pengembangan plot. Kemampuan menciptakan konflik melalui berbagai peristiwa akan sangat menentukan kadar kemenarikan, kadar suspense, cerita yang dihasilkan. Konflik

menyaran pada

pengertian

sesuatu

yang

bersifat

tidak

menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita yang, jika tokoh (-tokoh) itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya (Meredith & Fitzgerald dalam Nurgiyantoro, 1995 : 122). Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (2002: 124) konflik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu konflik internal dan eksternal.

Universitas Sumatera Utara

1. Konflik internal atau kejiwaan adalah konflik yang terjadi dalam hati jiwa seorang tokoh cerita. Jadi konflik ini adalah konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. 2. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu dengan di luar dirinya. Konflik eksternal ini dibedakan dalam dua kategori lagi, yaitu konflik fisik dan konflik sosial: a. Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. b. Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia. Dalam ilmu sosiologi, pengertian konflik tidak jauh berbeda dengan pengertian konflik yang dijabarkan dalam ilmu sastra. Konflik bukan merupakan suatu hal yang asing didalam hidup manusia. Sejarah mencatat bahwasanya konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia, sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik dimuka bumi ini baik itu konflik antar individu maupun antar kelompok. Jika konflik antara perorangan tidak bisa diatasi secara adil dan proposional, maka hal itu dapat berakhir dengan konflik antar kelompok. Untuk itu, konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat. Fenomena konflik tersebut mendapat perhatian bagi manusia, sehingga muncul penelitian-penelitan yang menciptakan dan mengembangkan berbagai pandangan tentang konflik. Diantaranya

ialah

Charles

Watkins

dalam http://grms.multiply.com/journal/item/28 yang memberikan suatu analisis

Universitas Sumatera Utara

tajam tentang kondisi dan prasyarat terjadinya suatu konflik. Menurutnya, konflik terjadi bila terdapat dua hal. Pertama, konflik bisa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktis/operasional dapat saling menghambat. Secara potensial artinya, mereka memiliki kemampuan untuk menghambat. Secara praktis/operasional maksudnya kemampuan tadi bisa diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan perwujudannya secara mudah. Artinya, bila kedua belah pihak tidak dapat menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak akan terjadi. Kedua, konflik dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua pihak, namun hanya salah satu pihak yang akan memungkinkan mencapainya. Kemudian, Joyce Hocker dan William Wilmt di dalam bukunya yang berjudul

interpersonal

conflict

(http://grms.multiply.com/journal/item/28),

berupaya untuk memahami pandangan tentang konflik. Pada umumnya pandangan tentang konflik dapat digambarkan sebagai berikut; Pertama, konflik adalah hal yang abnormal karena hal normal adalah keselarasan. Bagi mereka yang menganut pandangan ini pada dasarnya bermaskud menyampaikan bahwa, suatu konflik hanya merupakan gangguan stabilitas. Kedua,

konflik sebenarnya

hanyalah suatu perbedaan atau salah paham. Mereka yang perpendapat seperti ini menganggap bahwasanya konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik, sehingga pihak lain tidak dapat memahami maksud kita yang sesungguhnya. Ketiga, konflik adalah gangguan yang hanya terjadi karena kelakuan orang-orang yang tidak beres. Menurut penganut pendapat ini, penyebab suatu konflik adalah anti sosial.

Universitas Sumatera Utara

Team Medical Dragon adalah manga spesialisasi medis yang digambar oleh Tarou Nagizaka dan ditulis oleh Akira Nagai; seorang jurnalis dan dokter yang sukses. Team Medical Dragon menerima Shogakukan Manga Award yang ke-50 pada tahun 2005. Hal menarik dari komik ini adalah permasalahan yang diangkatnya. Komik ini sarat akan konflik, terutama konflik sosial yang terkandung didalamnya. Mengangkat cerita tentang perjuangan sekelompok dokter untuk mendapatkan keadilan bagi para pasien ditengah arus sistem senioritas yang dikuasai oleh seorang atasan yang tamak akan harta dan kekuasaan. Konflik disebabkan karena adanya perbenturan antara sistem senioritas yang berlaku di jepang dengan pekerjaan medis. Sistem senioritas dalam komik ini terutama berkaitan dengan hubungan atasan-bawahan, dimana bawahan wajib untuk menghormati dan tunduk terhadap atasan. Sistem ini juga mengharuskan agar segala tindakan yang diambil oleh bawahan harus atas sepengetahuan dan seizing atasan. Sistem seperti ini menjadikan negosiasi berjalan sangat alot dan berbelit-belit. Sementara pekerjaan medis membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat guna menyelamatkan nyawa pasien. Sehingga terkadang izin dari atasan menjadi tidak penting lagi asalkan dapat segera menyelamatkan nyawa pasien. Hal inilah yang dilakukan oleh Ryutaro Asada bersama beberapa rekannya yang memang sangat mempedulikan keselamatan pasien. Mereka kerap melakukan tindakan-tindakan medis penyelamatan pasien tanpa sepengetahuan dan seizin dari atasan mereka sebelumnya. Karena tindakan yang dilakukan tanpa izin tersebut, mereka dianggap telah melakukan penentangan terhadap atasan.

Universitas Sumatera Utara

Sehingga menyebabkan kemarahan dari atasan yang berujung pada terjadinya konflik. Selain itu, konflik diperparah karena prilaku atasan yang tamak dan semenamena-mena. Ambisi sang atasan untuk meraih kekuasaan dan kedudukan setinggitingginya telah merubah dirinya menjadi pribadi yang egois, licik, dan sama sekali tidak peduli dengan kondisi orang lain, termasuk pasien dan bawahannya sendiri. Yang terpenting baginya adalah keselamatan diri sendiri, walaupun untuk mendapatkannya ia harus mengorbankan orang lain. Oleh karena itu, apa pun tindakan yang dianggap akan membahayakan kedudukannya, sekalipun tindakan itu adalah untuk keselamatan nyawa pasiennya sendiri, ia akan melarangnya. Ulah atasan yang tidak bermoral inilah yang menambah kebencian bawahannya, yaitu Ryutaro Asada bersama teman-temannya. Sehingga mereka tidak hanya melakukan penentangan, tetapi juga berencana untuk menjatuhkan kekuasaan sang atasan yang diktator dengan cara merebut kekuasaan

2.2.2 Teori Sosiologi Konflik Klasik Teori sosiologi konflik klasik memetakan empat tema sosiologi klasik, yaitu : A. Konflik Kelompok dan Perjuangan Kelas Tokoh yang mengemukakan teori ini yaitu Ibnu Khaldun (1332 – 1406) dan Karl Marx (1818 – 1883). Masa Khaldun ditandai oleh dinamika konflik perebutan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang hidup di zaman itu. Sosiologi konflik Ibnu Khaldun memperlihatkan bagaimana dinamika konflik dalam sejarah manusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan kelompok sosial

Universitas Sumatera Utara

(‘ashobiyah) berbasis pada identitas, golongan, etnis, maupun tribal. Hal ini dipengaruhi oleh sifat asal manusia yang sama dengan hewan. Nafsu adalah kekuatan hewani yang mampu mendorong berbagai kelompok sosial menciptakan berbagai gerakan untuk memerangi (to wi ) dan menguasai (to rule). Sosiologi konflik Marx dipengaruhi oleh filsafat dialektika Hegel. Melalui perkembangan pikirannya, Marx menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika material. Marx mengajukan konsepsi penting tentang konflik, yaitu tentang masyarakat kelas dan perjuangan kelas. Kelas, menurut Marx, adalah entitas dari perubahan-perubahan sosial. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada waktu itu, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam struktur sosial yang hierarkhis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis. Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas borjuis dan proletar melahirkan gerakan sosial besar dan radikal, yaitu revolusi. Berkaitan dengan konflik sebagai bagian dari sejarah manusia, Marx menyatakan “...tanpa konflik, tidak ada perkembangan; itu adalah hukum pada peradaban sampai sekarang” (Dahrendorf dalam Susan, 2009 : 34).

B. Stratifikasi Sosial dan Konflik Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Max Weber (1864 – 1920). Max Weber sejalan dengan filsafat Marx yang melihat ada kepentingan alamiah dalam setiap diri manusia. Kepentingan alamiah inilah yang mendorong manusia untuk terus bergerak mencapai kekayaan (wealth) serta menciptakan tujuan-tujuan

Universitas Sumatera Utara

penting dan nilai-nilai dalam masyarakat. Berkebalikan dengan Marx bahwa kelas adalah determinisme ekonomi, Weber dalam The Theory of Social and Economic Organization (1947) memberikan konsep sosiologis kelas yang komprehensif. Strtifikasi tidak hanya ditentukan oleh ekonomi semata melainkan juga prestige (status), dan power (kekuasaan). Konflik muncul dalam setiap entitas stratifikasi sosial. Setiap stratifikasi adalah posisi yang pantas diperjuangkan oleh manusia dan kelompoknya. Sehingga mereka memperoleh posisi yang lebih tinggi. Ini berarti stratifikasi sosial Weberian bisa disebut sebagai lembaga pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Yang menarik dari sosiologi konflik Max Weber adalah unsur dasar dari setiap tipe ideal hubungan sosial, yaitu kekuasaan. Kekuasaan merupakan generator dinamika sosial yang mana individu dan kelompok dimobilisasi atau memobilisasi. Pada saat bersamaan kekuasaan menjadi sumber dari hubungan konflik.

C. Kesadaran Kolektif dan Gerakan Sosial Tokoh sosiologi yang mengemukakan gagasan ini adalah Emile Durkheim (1879 – 1912). Struktur sosial yang ditandai oleh konflik dari berbagai kelompok melalui kesadaran kolektifnya dan pergeseran-pergeseran moral (kesadaran) yang memengaruhi Durkheim dalam menciptakan sosiologi memerhatikan tatanan sosial. Salah satu kunci analisis gerakan sosial Durkheim adalah konsepnya mengenai kesadaran kolektif yang mengikat individu-individu melalui berbagai

Universitas Sumatera Utara

simbol dan norma sosial. Kesadaran kolektif ini merupakan unsur mendasar dari terjaganya eksistensi kelompok. Anggota dari kelompok bisa menciptakan bunuh diri altruistik untuk membela eksistensi kelompok. Artinya, melalui kesadaran kolektif, gerakan sosial bisa memunculkan berbagai ketegangan dan konflik berdarah.

D. Sosialisasi dan Konflik Alamiah George Simmel ((1858 – 1918) adalah tokoh yang mengemukakan teori ini. Simmel adalah bapak dari sosiologi konflik. Menurut Simmel dalam Susan (2009 : 41) sosialisasi adalah bentuk (dinyatakan dalam berbagai cara yang begitu banyak) para individu tumbuh bersama ke dalam kesatuan dan di dalam kepentingan-kepentingan mereka yang terealisasikan. Fenomena konflik pun dipandang sebagai proses sosialisasi. Sosialisasi bisa menciptakan asosialisasi, yaitu para individu yang berkumpul sebagai kesatuan kelompok masyarakat. Sebaliknya juga bisa melahirkan disasosialisasi yaitu para indivisu mengalami interaksi saling bermusuhan karena adanya feeling of hostility secara alamiah. Simmel menyatakan : “The actually dissociating elements are the causes of the conflict- hatred and envy, want and desire” (Unsurunsur yang sesungguhnya dari disasosialisasi adalah sebab-sebab konflikkebencian dan kecemburuan, keinginan dan nafsu) (Simmel dalam Susan, 2009 : 42). Selanjutnya menurut Simmel dalam Susan (2009 : 42), ketika konflik menjadi bagian dari interaksi sosial, maka konflik menciptakan batasan-batasan

Universitas Sumatera Utara

antar kelompok dengan memperkuat kesadaran internal yang membuat kelompok tersebut terbedakan dan terpisah dari kelompok lain.

2.3 Etika Moral di Jepang 2.3.1 Hubungan Interaksi Sosial Pada Masyarakat Jepang Warisan budaya leluhur yang mengutamakan hidup kedamaian dengan alam mengajarkan generasi Jepang dewasa ini untuk senantiasa memelihara alam dalam keseimbangan. Ajaran ini lahir dari rasa keinginan hidup tenang dengan keselarasan alam dan manusia yang saling berinteraksi. Pada awal kebudayaan jaman Yayoi, interaksi dengan alam diwujudkan dengan pemeliharaan dan penyeimbangan segala mahluk hidup. Dalam proses interaksi antara manusia, diwujudkan dengan penegakan nilai-nilai moral untuk saling memahami satu sama lainnya. Kemudian setelah masuknya agama Budha sekitar abad ke-6, hubungan antar manusia tidak sekedar mengacu pada alam saja, tetapi juga kesinambungan antara manusia dengan manusianya. Lalu dalam perkembangan berikutnya sistem stratifikasi semakin jelas, terutama setelah masuknya sistem pemerintahan Bakufu. Menurut

Chie

Nakane

dalam

bukunya

Masyarakat

Jepang

(dalam http://bahasa-jepang.com/sosial/42-stratifikasi-sosial-masyarakat-jepang), hubungan antar manusia di Jepang umumnya menganut azas hubungan vertikal. Struktur masyarakat Jepang yang menggunakan hubungan atas-bawah ini sangat mempengaruhi sikap, tindakan, kebiasaan dan etos kerja bangsa Jepang. Menurut Ruth Benedict (1982 : 50) setiap usaha untuk memahami bangsa Jepang harus dimulai dari pengertian mereka tentang apa yang dimaksud dengan “seseorang

Universitas Sumatera Utara

harus mengambil tempatnya yang sesuai”, yang kemudian turut mendasari lahirnya sistem moralitas di Jepang. Bangsa Jepang selalu mengatur dunia mereka dengan berpatokan pada hirarki. Keyakinan bangsa Jepang akan hirarki telah mendasar di dalam seluruh gagasannya tentang hubungan antarmanusia dan tentang hubungan manusia dengan negara. Usia, generasi, jenis kelamin, dan kelas mendiktekan tingkah laku yang sesuai dalam hubungan antar-keluarga dan pribadi. Di dalam pemerintahan, keagamaan, ketentaraan dan industri, bidang-bidang dipisahkan dengan saksama ke dalam hirarki-hirarki, dimana baik yang menjadi atasan maupun bawahan tidak diperkenankan melewati batas-batas hak istimewa masing-masing tanpa hukuman. Dengan menempatkan andalannya pada “tempat yang sesuai”, bangsa Jepang juga berpaling kepada peraturan-peraturan hidup yang tertanam di dalam diri mereka oleh pengalaman sosialnya. Setiap salam, setiap kontak harus menunjukkan jenis dan tingkat jarak sosial antara manusia. Setiap kali orang mengatakan “makan” dan “duduk” kepada orang lain, ia menggunakan kata-kata yang berbeda, bergantung kepada siapa yang disapanya; apakah yang disapa itu seorang yang akrab dengan si penyapa ataukah seorang atasan. Segala tingkah laku itu diatur oleh aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang sangat cermat; orang tidak hanya perlu mengetahui kepada siapa ia harus membungkukkan badan, tetapi perlu juga mengetahui serendah apa membungkukkan badan. Selama “tempat yang sesuai” tetap dijaga, bangsa Jepang tidak melakukan protes. Hubungan atas-bawah dalam masyarakat Jepang dapat digambarkan melalui konsepsi berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Hubungan Oyabun-Kobun (bapak dan anak) Prinsip hubungan Bapak dan Anak, manajer dan bawahan, bos dan anak buah, penguasa dan rakyat, ini mengandung filosofi pangayom dan orang yang diayomi, pelindung dan yang dilindungi. Konsepsi Oyabun-Kobun ini diterapkan dalam kerjasama perusahaan yang saling menguntungkan. Sebuah perusahaan besar akan memelihara perusahaan kecil, demikian juag perusahaan kecil akan menyediakan kebutuhan perusahaan besar. 2. Hubungan Senpai-Kohai (senior dan yunior). Hubungan senioritas bagi orang Jepang adalah sesuatu yang harus dipertahankan demi menjaga dan memelihara kepatuhan, penghormatan, dan disiplin kerja. Senioritas tidak dimaknai sebagai arogansi terhadap yunior, melainkan sebagai pembelajaran yang harus dipatuhi secara moral. Sistem hubungan ini tidak membatasi usia melainkan siapa yang lebih dulu memahami nilai pekerjaan itu, maka akan dihormati sebagai senior. 3. Orientasi tanggung jawab kelompok. Jenis interaksi ini mungkin lebih tepat bersifat integritas horizontal, artinya kekuasaan dan tanggung jawab tidak berada pada satu orang saja. Tanggung jawab dijunjung sebagai jabatan funsional atau status sosial dalam masyarakat. Dalam perusahaan, hubungan ini melahirkan etos kerja bahwa adanya hasrat untuk melakukan semua pekerjaan sesuai dengan keahlian, kemampuan masingmasing secara proporsional. Kode etik yang mengatur hubungan atas-bawah ini telah diatur sejak masa Keshogunan Tokugawa pada zaman Edo. Kesadaran di lapisan atas dan bawah dari masyarakat ini bertujuan untuk bertumpunya loyalitas seluruh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

kepada pemerintah pusat. Pada Jaman ini golongan sosial bangsa Jepang dibagi dalam empat golongan yang dikenal sebagai shinoukoshou, yaitu; 1. Shi berasal dari kata bushi (golongan militer). 2. Nou berasal dari kata noumin (golongan petani). 3. Kou berasal dari kata kouin (golongan pegawai). 4. Shou berasal dari kata shounin (pedagang). Untuk kebutuhan sarana integrasi atau sarana legalisasi kekuasaan tersebut pemerintah Tokugawa mengadopsi pemikiran baru yang didasarkan pada Konfusionis. Para kangakusha (pemikir di pemerintahan) menyebutnya Dogaku (pelajaran moral) atau Rigaku (pelajaran budi pekerti) atau disebut juga dengan Seirigaku (pelajaran kehidupan). Dogaku (ilmu tentang moral), pada zaman Edo berpusat pada pelajaran akan kesadaran perbedaan status tuan dan pengikut, ayah dan anak, suami dan istri dan hubungan atas bawah lainnya, sehingga tuan menjadi benar-benar tuan dan pengikut menjadi pengikut yang baik (Okada dalam Situmorang, 1995 : 44). Watsuji dalam Situmorang (1995 : 44), pemikiran ini disebut dengan gorin. Gorin artinya lima macam etika tentang kesadaran, yaitu pengabdian pengikut terhadap tuan, pengabdian anak terhadap ayah, pengabdian adik laki-laki terhadap kakak laki-laki, pengabdian istri terhadap suami, dan hubungan orang sederajat. Pemikiran kesadaran terhadap gorin tersebut dirumuskan dalam shido. Shido adalah jalan hidup bushi dalam struktur masyarakat shi, no, ko, sho. Bushi (shi) adalah golongan tertinggi dalam masyarakat. Pada zaman Edo, bushi disebut juga sebagai guru masyarakat, yang merupakan golongan yang menjadi teladan di masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan moral Tokugawa telah mengubah orientasi nilai bagi masyarakat Jepang zaman Edo. Orientasi nilai pada masyarakat Jepang zaman Edo, menurut Saito dalam Situmorang (1995 : 70), diwujudkan dalam pandangan koshi kannen (pandangan umum dan privat/ atas dan bawah), ko adalah lebih penting dari shi. Pemikiran ini adalah sesuai dengan pemikiran Soko (Watsuji dalam Situmorang, 1995 : 70), dimana dalam pendidikan shido harus disadari bahwa tuan lebih penting dari anak buah, kakak laki-laki lebih penting dari adik laki-laki, suami lebih penting dari istri, sesuai dengan prinsip gorin. Selain prinsip gorin, ada pula ajaran yang mengatur hubungan manusia. Ajaran tersebut yaitu wu-lun (5 hubungan manusia); (1) hubungan pimpinan dan bawahan, (2) hubungan suami dan istri, (3) hubungan orangtua dan anak, (4) hubungan

kakak

dan

adik,

dan

(5)

hubungan

kawan

dan

sahabat

(http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Khonghucu). Secara garis besar dijelaskan bahwa mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi atau mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat, kesetiaan. Perasaan demikian disebut on (rasa utang budi). Orang-orang yang tidak mempedulikan on kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral. Kemudian ada pula istilah giri yang dapat dapat diterjemahkan kira-kira sebagai kewajiban moral dari orang-orang yang merasa menanggung on terhadap orang-orang tertentu. Contoh nyata dari ungkapan rasa on yang diwujudkan dalam

Universitas Sumatera Utara

pemberian yang bersifat giri (kewajiban secara moral) adalah antara lain pemberian hadiah akhir tahun atau tengah tahun dari orangtua murid kepada guru.

2.3.2 Sistem Senioritas di Jepang Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang bersifat vertikal, artinya berdasarkan hubungan atas-bawah, sekaligus bersifat patriakal. Sistem ini tidaklah terkait dengan kelas-kelas dalam masyarakat, melainkan lebih pada penekanan terhadap kesenioran. Hubungan kesenioran bisa diartikan sebagai hubungan antara atasan-bawahan, antara siswa kelas yang lebih atas dan siswa kelas yang bawah di sekolah, atau bisa juga hubungan antara orangtua-anak. Sistem vertikal dan patriakal ini pada dasarnya masih tetap berakar dalam masyarakat Jepang karena Jepang belum sampai satu setengah abad terlepas dari sistem feudal masa lampaunya. Dapat dikatakan bahwa dalam kenyataan kehidupan Jepang, kesadaran tentang kesenioran ini sangat berperan dalam masyarakat Jepang, terutama dalam menjaga berlangsungnya tatanan sosial secara baik. Untuk itu, ada aturan-aturan moral yang menjaga kelancaran dan kelanggengan hubungan demikian. Mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi atau mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat dan kesetiaan. Perasaan demikian disebut on (rasa utang budi). Orang-orang yang tidak mempedulikan on kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral.

Universitas Sumatera Utara

Hubungan senioritas bagi orang Jepang adalah sesuatu yang harus dipertahankan demi menjaga dan memelihara kepatuhan, penghormatan, dan disiplin kerja. Senioritas tidak dimaknai sebagai arogansi terhadap yunior, melainkan sebagai pembelajaran yang harus dipatuhi secara moral. Senioritas adalah erat kaitannya dengan umur dan status, karena bagi mereka pengalaman adalah segalanya maka umur seringkali mengalahkan status. Jadi jarang sekali junior mampu melebihi senior dalam status jabatan, walaupun secara kemampuan si junior mampu melebihi kemampuan si senior. Sistem senioritas disebut juga nenkō joretsu. Sistem nenko adalah sistem urutan senioritas di Jepang dalam mendapatkan atau menduduki suatu jabatan, berdasarkan lamanya pengalaman bekerja di suatu perusahaan atau organisasi yang sama. Keuntungan sistem ini adalah memungkinkan para karyawan yang lebih tua untuk mencapai tingkat gaji yang lebih tinggi sebelum pensiun, dan mereka biasanya membawa lebih banyak pengalaman kepada jajaran eksekutif. Kerugian sistem ini adalah bahwa tidak memungkinkan digabungkannya karyawan baru yang berbakat dengan karyawan yang berpengalaman, serta orangorang dengan keahlian khusus tidak dapat dipromosikan ke jajaran eksekutif yang sudah penuh sesak. Sistem ini juga tidak menjamin atau bahkan berupaya untuk menempatkan "orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat". Selain itu, sistem ini juga memungkinkan terbukanya peluang penyalahgunaan wewenang. Orangorang yang memiliki status sosial lebih tinggi merasa memiliki hak istimewa untuk dihormati, sehingga mereka cenderung bersikap sesuka hati dan semenamena terhadap bawahan maupun juniornya.

Universitas Sumatera Utara

Sistem Nenkō juga terdapat di pemerintah Jepang. Kursi parlemen Jepang umumnya dipenuhi dengan anggota-anggota yang berusia tua dari berbagai partai. Setelah gelembung ekonomi meledak di Jepang pada akhir tahun 80-an dan krisis modal ventura (dot-com) di tahun 90-an, Sistem Nenkō telah menjadi kurang populer

di

kalangan

bisnis

karena

banyak

perusahaan

tidak

mampu

mempertahankan karyawan yang lebih tua dengan gaji tinggi. Banyak eksekutif level menengah yang menaiki tangga perusahaan melalui Sistem Nenkō, menjadi korban dari restrukturisasi perusahaan.

Universitas Sumatera Utara