BAB II

95 downloads 1508 Views 158KB Size Report
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis dimana terjadi ... darah sistolik dan diastolik dapat dibandingkan, persentasi penurunan tekanan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu yang lama). Pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka, angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi atau sistolik, angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi atau diastolik. Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai normal. Tekanan darah tinggi biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, diukur dikedua lengan tiga kali dalam jangka waktu beberapa minggu (Guyton dan Hall, 2001). Tabel 2.1.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa menurut JNC VII Kategori Normal Pre-hipertensi Stadium 1 Stadium 2

Tekanan (mmHg) < 120 120-139 140-159 ≥ 160

darah

Sistolik Tekanan Darah Diastolik (mmHg) (dan) < 80 (atau) 80-89 (atau) 90-99 (atau) ≥ 100

Hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan

6

7

dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Pada pasien dengan diabetes melitus atau penyakit ginjal beberapa penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah diatas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor risiko dan sebaiknya diberikan perawatan (Benowitz, 2002). 2.1.1. Tekanan Darah Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Untuk meningkatkan tekanan darah tikus putih jantan dilakukan dengan cara hipertensi buatan. Tekanan darah sistolik dan diastolik tikus putih yang fisiologis adalah 100/80mmHg, Hipertensi buatan diharapkan tekanan darah tikus akan meningkat dari tekanan darah fisiologis 100/80mmHg menjadi 170-200 mmHg sistolik dan diastolik. Pengukuran tekanan darah tikus dapat dilakukan sebelum pemberian perlakuan dan setelah pemberian perlakuan. Rerata tekanan darah sistolik dan diastolik dapat dibandingkan, persentasi penurunan tekanan darah tikus jantan galur Wistar dapat dihitung dan dibandingkan (Malkoff, 2005). 2.1.2. Pengaturan Tekanan Darah Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu: jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Karena arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, maka pembuluh arteri tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung terpaksa melalui pembuluh darah yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan

8

darah yang terjadi pada penderita usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteiole) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya

cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan

meningkatnya tekanan darah karena terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat dan tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya apabila aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih rendah. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis) (Whiteley, 2004). 2.1.3. Perubahan Fungsi Ginjal Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, sehingga menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin dan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, oleh karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa

9

menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi (Sherwood, 2001). 2.1.4. Sistem Saraf Otonom Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon fight-orflight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar), juga bisa meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung, mempersempit sebagian besar arteriole. Sistem saraf simpatis bisa mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh. Fungsi lainnya adalah melepaskan hormon epinephrine dan nor-epinephrine yang merangsang jantung dan pembuluh darah (Ganong, 2000). 2.1.5. Gejala dan Penyebab Hipertensi Sebagian besar pada penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala. Gejala umum yang terjadi pada penderita hipertensi adalah sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, gelisah, dan pandangan kabur. Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua jenis: 1.

Hipertensi primer atau essensial hipertensi yang tidak atau belum

diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi) 2.

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai

akibat dari adanya penyakit lain

10

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui maka disebut dengan hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal, sedangkan sekitar 1-2 % penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinephrine atau nor-epinephrine. Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol, dan garam dalam makanan bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang yang memiliki kepekaan yang diturunkan (genetik). Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal (Ganong, 2000). 2.1.6 Terapi Hipertensi Pengobatan hipertensi ada 3 macam, yaitu: a. Terapi non farmakologis . Langkah awal dalam mengobati hipertensi dapat dilakukan secara non farmakologis. Pembatasan asupan natrium dapat merupakan pengobatan efektif bagi banyak pasien dengan hipertensi ringan. Diet rata rata orang Amerika mengandung sekitar 200 meq natrium setiap harinya. Diet yang dianjurkan untuk pengobatan hipertensi adalah 70100 meq natrium setiap harinya, dapat dicapai dengan tidak memberi garam pada makanan selama atau sesudah memasak dan menghindari

11

makanan yang diawetkan dengan kandungan natrium besar. Kepatuhan dalam pembatasan natrium dapat ditentukan dengan mengukur ekskresi natrium urine setiap 24 jam, yang dapat memperkirakan masukan natrium sebelum dan sesudah petunjuk untuk melakukan diet. Diet yang kaya buah dan sayuran dengan sedikit produk rendah lemak efektif menurunkan tekanan darah, diduga berkaitan dengan tinggi kalium dan kalsium pada diet tersebut. Pengurangan berat badan, walaupun tanpa pembatasan natrium, telah terbukti dapat menormalkan tekanan darah sampai dengan 75% pada pasien kelebihan berat dengan hipertensi ringan hingga sedang. Olah raga teratur telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi (Benowitz, 2002). b. Terapi farmakologis. Obat –obat hipertensi dibagi menjadi beberapa golongan yaitu; 1.

Diuretik.

Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesi

simpanan

natrium

tubuh.

Awalnya,

diuretik

menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah jantung, sehingga tahanan perifer menurun. Setelah 6-8 minggu , curah jantung kembali normal karena tahanan vaskular perifir menurun. Natrium dapat menyebabkan tahanan vaskular dengan meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan reaktivitas saraf, yang diduga berkaitan dengan terjadinya peningkatan

12

pertukaran natrium-kalsium dengan hasil akhir peningkatan kalsium intraseluler. Efek tersebut dapat dikurangi dengan pemberian diuretik atau pengurangan natrium. Contoh obat diuretik yang sering digunakan untuk menurunkan hipertensi adalah: spironolactone,

dan

hydrochlorothiazide

(thiazide)

yang

mempunyai efek cukup kuat sebagai diuretik dan efektif untuk menurunkan tekanan darah dalam dosis yang rendah (Benowitz, 2002). 2.

Obat simpatoplegik

Mempunyai mekanisme kerja menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan tahanan perifer, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan pengumpulan vena didalam pembuluh darah kapasitans (dua efek terakhir menyebabkan penurunan curah jantung). Contoh obat golongan ini adalah: Methyldopa dan clonidine (Benowitz, 2002). 3.

Obat vasodilator langsung.

Semua vasodilator yang digunakan untuk hipertensi merelaksasi otot polos arteriol, sehingga dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik. Penurunan tahanan arteri dan rata-rata penurunan tekanan darah arteri menimbulkan respon kompensasi, dilakukan oleh baroreseptor dan sistem saraf simpatis, seperti halnya renin angiotensin dan aldosteron. Respon-respon kompensasi tersebut melawan efek anti hipertensi vasodilator. Vasodilator bekerja

13

dengan baik apabila dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain yang melawan respon kompensasi kardiovaskular. Contoh obat –obat vasodilator adalah; Hydralazine dan minoxidil (Benowitz, 2002). 4.

Obat yang menyekat produksi atau efek Angiotensin.

Rilis renin dari korteks ginjal distimulasi oleh penurunan tekanan arteri ginjal, stimulasi saraf simpatis dan penurunan pengiriman natrium atau peningkatan konsentrasi natrium pada tubulus distalis ginjal. Renin bekerja terhadap angiotensin untuk melepaskan angiotensin I dekapeptida yang tidak aktif. Angiotensin I kemudian dikonversi, terutama oleh enzim pengubah angiotensin endothelial (endothelial angiotensin-converting enzyme,

ACE), menjadi

oktapeptida angiotensin II vasokonstriktor arterial, yang akan dikonversi menjadi angiotensin III didalam kelenjar adrenal. Angiotensin II mempunyai aktifitas vasokonsriktor

dan retensi

natrium.Angiotensin II dan III menstimulasi rilis aldosteron. Contoh obat golongan ini adalah ; captopril,enalapril dan lisinopril (Benowitz, 2002). c. Terapi dengan ekstrak buah mengkudu Salah satu obat tradisional yang dapat menurunkan tekanan darah adalah buah mengkudu. Tahun 1993 peneliti Universitas Hawaii berhasil memisahkan zat-zat scopoletin dari buah mengkudu. Zat ini mempunyai khasiat antihipertensi atau dapat menurunkan tekanan

14

darah. Scopoletin berfungsi memperlebar saluran pembuluh darah yang menyempit dan melancarkan peredaran darah. Mekanisme kerja scopoletin untuk menurunkan tekanan darah adalah sebagai vasodilator yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos vaskular sehingga tekanan darah arteri menurun, tekanan darah juga menurun. Selain scopoletin, mengkudu juga mengandung zat aktif yang lain yaitu xeronine. Zat ini pertama kali ditemukan oleh Heinikle (1992) seorang ahli biokimia. Salah satu fungsi utama xeronine adalah sebagai diuretik atau meningkatkan produksi air kencing. Mekanisme kerja xeronine dalam menurunkan tekanan darah adalah dengan mengurangi volume darah dan mengeluarkan simpanan natrium dari dalam tubuh sehingga tekanan darah akan menurun (Waha, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Djoyosugito (2001), diperoleh hasil bahwa ekstrak buah mengkudu mempunyai pengaruh hipotensi, yaitu menurunkan tahanan aliran darah atau vasodilatasi pembuluh darah tungkai bawah kelinci, sedangkan ekstrak alkohol buah mengkudu memberikan efek menurunkan tahanan perifer dengan vasodilatasi, menurunkan frekuensi, dan kekuatan denyut jantung kelinci. Ekstrak alkohol buah mengkudu ini juga dapat menurunkan tekanan darah arteri femoralis kelinci. Dibandingkan dengan alpranolol efeknya dalam menurunkan tekanan darah kelinci lebih lemah (Djoyosugito dkk., 2001).

15

2.2. Mengkudu (Morinda citrifolia) 2.2.1. Deskripsi Tumbuhan Mengkudu (Morinda citrifolia) Mengkudu merupakan tanaman obat tropis yang termasuk suku rubiaceae (kopi-kopian) dan sudah dimanfaatkan manusia sejak zaman dahulu. Mengkudu berasal dari Asia Tenggara, ditemukan kira-kira 100 tahun sebelum masehi dan dibawa oleh penduduk asli yang bermigrasi ke kepulauan Polinesia. Peran mengkudu dalam pengobatan tradisional sangat menarik para ilmuwan untuk meneliti khasiat mengkudu secara intensif. Berdasarkan hasil penelitian ilmiah terbukti bahwa pada beberapa organ tanaman mengkudu mengandung metabolit sekunder yang berguna untuk pengobatan dan kesehatan manusia (Kandi, 2006).

Gambar 2.2 Buah mengkudu Sumber : www.herbal.com

Buah mengkudu ada yang menghasilkan biji dan ada yang tidak berbiji. Mengkudu yang berkhasiat obat adalah mengkudu yang berbiji. Ada dua jenis mengkudu, jenis yang pertama adalah Morinda citrifolia, mengkudu ini memiliki

16

daun lonjong dan berwarna hijau mengkilap. Jenis kedua adalah Morinda elliptica, yang berdaun jorong atau ellips. Panjang daun umumnya 1,5-2 kali lebar daun jenis pertama. Kedua jenis mengkudu ini termasuk ke dalam famili rubiaceae atau kopi-kopian. Menurut K. Heyne ada beberapa jenis mengkudu, antara lain : M. citrifolia, M. braceata, M. speciosa, M. elliptica, M. tinctoria, M. oleifera. Semua jenis mengkudu ini termasuk genus Morinda, famili Rubiaceae. Menurut Guppy (1990), genus Morinda terdiri dari 80 spesies. Penyebarannya dari India sampai pulau-pulau kecil di samudra Pasifik. Morinda citrifolia mempunyai nama lain Morinda braceata. Jenis ini merupakan mengkudu yang paling terkenal di masyarakat luas, termasuk masyarakat Indonesia (Tadjoedin dan Iswanto, 2004). 2.2.2 Karakteristik Fisik Mengkudu Tanaman mengkudu mudah sekali tumbuh, terutama di daerah tropis dan sekitarnya. Biasanya tanaman ini tumbuh secara liar. Tanaman mengkudu termasuk tanaman tahunan (parenial), berbatang kecil, dan berdaun lebar. Bagian tanaman mengkudu terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Akar (radix) tanaman mengkudu memiliki struktur perakaran tunggang yang menembus tanah cukup dalam. Akar cabang dan bulu akar tumbuh ke segala arah. Batang (caulis) dan cabang (ramus) berbentuk bulat panjang, pada umumnya bengkok, berkulit kasar, dan berwarna coklat tua. Secara alamiah tinggi tanaman dapat mencapai kira-kira 6 meter. Cabang tanaman berdiameter 0,5 cm, berbuku-buku, dan dari tiap buku keluar sepasang daun berukuran 12 cm x 28 cm. Daun (folium) mengkudu tumbuh berpasangan pada tiap buku atau cabang. Daunnya berwarna

17

hijau tua, tidak berbulu, dan berbentuk oval dengan urat daun menyirip. Bunga (flos) tanaman mengkudu berukuran kecil, tumbuh di antara dua daun, dan berkelompok rapat manyatu, serta tersusun dalam tandan (bunga majemuk). Kumpulan bunga akan menghasilkan kumpulan buah berukuran kecil. Buah (fructus) mengkudu berbentuk bulat atau bulat panjang dengan ujung makin kecil dan tumpul, berbenjol-benjol, dan memiliki mata seperti buah nanas. Pada saat masih muda, buah berwarna hijau, semakin tua semakin kuning atau putih, dan setelah matang menjadi warna kecoklatan lembek dan berbau. Biji (semen) mengkudu mengisi hampir 50% dari volume buah. Biji berbentuk oval, berukuran kecil, padat, berwarna coklat kehitaman (Suprapti, 2005). 2.2.3. Kandungan Buah Mengkudu Berdasarkan

hasil

penelitian,

senyawa

metabolit

sekunder

yang

terkandung pada mengkudu telah banyak dilaporkan sejumlah literatur dan publikasi ilmiah. Ternyata hampir semua bagian tanaman mengkudu mengandung berbagai macam metabolit sekunder yang berguna bagi kesehatan manusia. awalnya ilmuwan menduga ada zat yang berbeda dalam buah mengkudu yang bekerja secara bersama-sama menghasilkan efek yang baik bagi tubuh. Namun setelah ditelususri ternyata dalam akar, kulit, daun, dan bunganya juga mengandung senyawa metabolit sekunder yang berkhasiat sebagai obat (Kandi 2006). Buah mengkudu mengandung senyawa terpenoid, scopoletin, acubin, alizarin, antrakuinon, xeronine, proxeronine, xerotin (Suprapti, 2005). Senyawa terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik yang juga terdapat pada

18

lemak/minyak esensial, yaitu sejenis lemak yang sangat penting bagi tubuh. Zat terpenoid membantu tubuh dalam proses sintesis organik dan pemulihan sel-sel tubuh. Scopoletin adalah senyawa fitonutrien yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah yang menyempit sehingga zat ini mampu untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Sedangkan xeronine adalah senyawa yang berfungsi sebagai diuretik (Waha, 2008). Sari buah mengkudu mengandung berbagai senyawa penting yang sangat berguna dalam pengobatan dan nutrisi seperti vitamin A, vitamin C, niamcin, thiamin, riboflavin, besi (fe), kalsium, kalium, natrium, protein, karbohidrat, dan lemak. Buah mengkudu juga mengandung senyawa metabolit sekunder yang bermanfaat obat dan terdapat sejumlah asam seperti asam askorbat, asam kaproat, dan asam kaprilik yang dapat menghasilkan bau busuk (Suratman, 2008). Asam askorbat yang terdapat dalam buah mengkudu adalah sumber vitamin C yang luar biasa. Vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang hebat. Antioksidan bermanfaat untuk menetralisir radikal bebas yang dapat merusak materi genetik dan merusak kekebalan tubuh (Waha, 2008). Mengkudu juga mengandung anthraquinon yang bersifat antiseptik dan antibakteri yang sensitif terhadap E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus aureus. Sari buah mengkudu sudah sejak dulu terkenal sebagai penyembuhan luka (Waha, 2008). Kandungan kimia yang terdapat dalam bagian-bagian tanaman mengkudu antara lain :

19

a.

Kulit akar : morindin, morindon, morindanigrin, aligarin-d-

methyleter,

soranjidiol,

antrakuinon,

chlororubin,

rubiadin,

morindadiol,

morindol,

monometileter. b.

Akar :

damnachantal,

asperulosida,

morindon, morindil, soranjidiol, sterol, resin, antrakuinon, glikosida c.

Daun : zat kapur, protein, zat besi, karoten, arginin, asam glutamat,

tirosin, asam askorbat, asam ursolat, thiamin, antrakuinon d.

Buah : alkaloid terpenoid, scopoletin, acubin, alizarin, antrakuinon,

asam benzoat, asam oleat, asam palmitat, glukosa, eogenol, hexanal. e.

Bunga :

glikosida

antrakuinon,

acasetin-7-O-beta-d

(+)-

glukopiranosida (Wijayakusuma, 2007).

Tabel 2.2.1 Kandungan (%) bahan-bahan terpenting dalam 100 gr buah mengkudu

Jenis Bahan Protein Lemak Air Abu Serat Karbohidrat

Kandungan Bahan 0,75 1,51 7,12 4,48 33,38 52,42

Sumber : Aalbersberg et al (1993)

20

Tabel 2.2.2 Kandungan nutrisi hasil analisa dari 1200 mg sari buah mengkudu Jenis Nutrisi Vitamin A Vitamin C Niamicin Thiamin Riboflavin Besi (Fe) Kalsium Natrium (sodium) Kalium (potassium) Protein Lemak Karbohidrat Kalori

Jumlah Kandungan 4,750 IU 2,100 IU 0,030 mg 0,002 mg 0,004 mg 0,110 mg 3,900 mg 4,020 mg 13,380 mg 9,000 mg 18,000 mg 620,000 mg 2,000 mg

Sumber : Solomons (1998)

2.2.4 Khasiat dan Kegunaan Buah Mengkudu Buah mengkudu dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit misalnya tumor, gangguan pencernaan, depresi, kurang nafsu makan, sariawan, sembelit, sakit perut, menghilangkan rasa sakit setelah persalinan, menyembuhkan luka, pengerasan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, dan sebagai vasodilator. Gillani dkk (2002) meneliti efek vasodilator pada buah mengkudu dengan menggunakan aorta tikus dan kelinci secara terpisah sebagai bahan percobaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efek vasodilator pada berbagai spesies. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak buah mengkudu memiliki efek vasodilator yang cukup kuat terhadap aorta tikus dan kelinci tersebut.

21

Mekanisme kerja ekstrak buah mengkudu dengan merelaksasi otot polos dari aorta (kelinci dan tikus) (Suprapti, 2005)

2.3. Tikus Putih (Rattus norvegicus) Tikus putih lebih besar dari famili tikus umumnya dimana tikus ini panjangnya dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai ujung ekor, dan berat 140-500 gr. Tikus jantan biasanya memiliki ukuran yang lebih besar dari tikus betina, berwarna putih, memiliki ukuran ekor yang lebih panjang dari tubuhnya. Data biologi tikus disajikan pada tabel berikut (Kusumawati 2004). Tabel 2.3.1. Data Biologi Tikus Putih No Kondisi Biologi 1 Berat badan Jantan Betina 2 Lama hidup 3 Temperatur tubuh 4 Kebutuhan air Kebutuhan makanan

Jumlah

5 6 7

50-60 hari 57-70 ml/kg

8 9 10

Umur dewasa Volume darah Tekanan darah Sistolik Diastolik Frekuensi jantung Frekuensi respirasi Tidal volume

300-400 gr 250-300 gr 2,5-3 tahun 37,5oC 8-11 ml/100 grBB 5 gr/100 grBB

84-174 mmHg 58-145 mmHg 330-480 / menit 66-114 / menit 0,6-1,25 mm

22

Klasifikasi tikus Putih menurut Armitage (2006), adalah sebagai berikut : Kingdom

: Animalia

Fillum

: Chordata

Klas

: Mammalia

Ordo

: Rodentia

Famili

: Muridae

Genus

: Rattus

Spesies

: Rattus norvegicus

2.4. Menentukan LD 50 Ekstrak Buah Mengkudu Untuk menentukan efek toksik suatu bahan obat dapat ditentukan dengan menghitung LD50 (Lethal dose 50), artinya dosis yang dapat membunuh 50% binatang percobaan. Makin tinggi nilai LD50, berarti bahan obat tersebut makin aman untuk dikonsumsi. Dalam literature didapatkan bahwa LD 50 ekstrak buah mengkudu adalah 5,39 gr/kgBB tikus putih jantan (praktis tidak toksik) berarti LD 50 ekstrak buah mengkudu cukup tinggi sehingga aman untuk dikonsumsi (Waspodo, 2000)