Bab II

21 downloads 157 Views 137KB Size Report
barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan. ... aktivitas ekonomi yang keluarannya bukanlah produk atau kontruksi fisik, yang.
12

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jasa Menurut Kotler (2004: 476) merumuskan jasa sebagai berikut adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak yang lain secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik. Sedangkan Berry, seperti dikutip oleh Ziethmal dan Bitner (2000:2) mendefinisikan jasa itu sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas) proses-proses dan kerja untuk yang intangible. Dalam rumusan yang agak mirip dengan Kotler (2004), Payne (1993), dalam Peter et al (2000:3), merumuskan jasa sebagai aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau manfaat) intangible yang berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan pelanggan atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Perubahan dalam kondisi bisa saja muncul dan produksi suatu jasa bisa memiliki atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk fisik. Zeithmal dan Bitner (2000:5) memberi solusi, dengan cara merangkum semua definisi jasa diatas, yang menurut mereka, jasa itu mencakup semua aktivitas ekonomi yang keluarannya bukanlah produk atau kontruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama dan

12

13

nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, secara prinsip, intangible bagi pembeli pertama). Sedangkan menurut Gilbert (2003:7) menyatakan bahwa jasa memiliki tiga karakteristik yang membedakannya dari barang, yaitu tidak tampak secara fisik (intangible) tidak tahan lama (perishability), dan dapat berubah setiap saat (variability). Engel (2004:10) mengkategorikan jasa menjadi dua yaitu : 1) Visible service, yaitu jasa yang dilihat langsung oleh pelanggan, yakni jasa yang dapat disediakan oleh personil yang langsung bertatap muka dengan

pelanggan.

Misalnya

restoran,

jasa

dokter,

perawat

memberikan layanan kepada pasien. 2) Invisible service, yaitu jasa yang tidak dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pelanggan, tapi menunjang sistem visible service, misalnya karyawan bagian akuntansi, petugas gizi rumah sakit, koki restoran, dan lain-lain. Terdapat tiga karakteristik utama dari produk jasa yang membedakannya dengan produk “retail” (Engel, 2004:16), yaitu : a) Relative intangibility of service, di mana pelanggan tidak mendapatkan “sesuatu barang” dari hasil sebuah jasa, sehingga hasil dari jasa lebih berupa pengalaman dan bukan kepemilikan. b) Simultaneous of service production and consumption, yaitu adanya tenggang waktu antara produksi dan pelanggan, di mana untuk produk manufaktur ada tenggang waktu antara diproduksinya suatu barang dan

14

dikonsumsi, sedangkan untuk jasa antara produksi dan pelanggan terjadi pada saat yang bersamaan. c) Customer participation, artinya jasa tidak akan ada tanpa adanya partisipasi pelanggan untuk, menciptakan suatu jasa. Oleh karena itu dari definisi di atas, maka jasa bisa dikarakteristikan sebagai berikut (Gilbert, 2003:15): a. Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (more intangible than tangible). b. Produksi dan konsumsi bersamaan waktu (simulataneouns production and cunsumtion). c. Kurang memiliki standar dan keseragaman (less standardized and uniform). Industri jasa tumbuh secara bervariasi di pemerintah, nirlaba swasta, realestate, manufaktur dan bisnis. Pertumbuhan ini mengundang pertanyaan logis, apakah sebenarnya binis jasa itu, bagaimana klasifikasinya, karakteristiknya yang menonjol, bagaimana kualitasnya dan aspek-aspek yang membuatnya sukses. Adanya berbagai jenis jasa tersebut menimbulkan pemahaman bahwa jasa memiliki klasifikasi dan masing-masing punya karakteristik yang berbeda. Tetapi apakah sesungguhnya jasa itu ? Secara definitive jasa ialah kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, serta produksi jasa mungkin berkaitan atau mungkin tidak berkaitan dengan fisik (Kotler, 2008:24). Komponen jasa bisa merupakan bagian

15

kecil atau bagian utama dari keseluruhan penawaran. Kotler (2008:38) membedakan penawaran sektor ini menjadi lima kategori. Pertama disebut penawaran barang berwujud murni, yang penawarannya hanya terdiri atas barang berwujud, dan tidak ada jasa yang menyertai produk yang ditawarkan itu. Kedua disebut penawaran barang berwujud disertai jasa. Penawaran ini terdiri atas barang berwujud disertai satu atau sejumlah jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. Misalnya, Levitt (1972, dalam Rangkuti, 2005:39) mengamati bahwa “semakin canggih teknologi produk umum (seperti mobil dan komputer), penjualannya semakin tergantung kepada kualitas dan tersedianya pelayanan pelanggan yang menyertainya. Contohnya : ruang pameran, pengiriman, perbaikan dan pemeliharaan, petunjuk penggunaan, pelatihan operator, nasihat pemasangan, pemenuhan jaminan. Dalam hal ini, General Motors lebih padat jasa daripada manufaktur, dan tanpa jasa penjualannya akan menyusut. Dalam realitanya banyak produsen menemukan peluang untuk menjual jasa mereka sebagai pusat laba terpisah. Ketiga disebut campuran yang menjelaskan penawaran terdiri atas barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Misalnya, restoran didukung oleh makanan dan pelayanannya. Keempat, jasa utama disertai barang dan jasa tambahan. Penawaaran ini terdiri atas jasa utama dengan jasa tambahan serta barang pelengkap. Kelima ialah jasa murni. Penawaran ini hanya terdiri atas jasa. Misalnya jasa psikoterapi, jasa memijat, atau jasa menjaga bayi.

16

2.1.1. Aspek Sukses Industri Jasa Sebagai akibat bauran barang ke jasa yang bervariasi dan berbeda-beda itu, sulit untuk menyamaratakan jasa kecuali dengan perbedaan lebih lanjut. Jasa berbeda berdasarkan basis peralatan atau basis orang, berdasarkan kehadiran klien, berdasarkan kebutuhan perorangan, kebutuhan bisnis dan perbedaan dalam sasarannya Kolter ( 2008:211). Umumnya, jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama-sama. Jasa tidak seperti produk fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan melalui berbagai penjual, kemudian barulah dikonsumsi. Jika jasa dilakukan oleh orang, penyediaannya ialah bagian dari jasa itu. Oleh karena klien hadir ketika jasa tersebut dilakukan, interaksi penyedia jasa merupakan ciri khusus dari

pemasaran

jasa.

Dengan

demikian,

penyediaannya

maupun

klien

mempengaruhi hasil jasa. Dalam hal hiburan dan profesional, pembeli amat berminat kepada penyedia yang spesifik. Suatu konser akan berbeda jika Krisdayanti sakit dan digantikan oleh Melly Guslaw, atau jika suatu pembelaan hukum dilakukan oleh Farhat karena Buyung Nasution tidak hadir. Jika klien memiliki preferensi yang kuat terhadap penyedia jasa, harga meningkat karena terbatasnya waktu penyedia yang lebih disukai. Ada beberapa aspek sukses yang dapat dilakukan untuk membangun strategi keberhasilan. Penyedia jasa dapat belajar bekerja sama dengan kelompok yang lebih besar. Penjual jamu gendong dapat bergerak dari penjualan kepada orang perorang dengan mengelilingkan dagangan dari kampung ke kampung ke

17

kelompok kecil hingga kelompok besar hingga lebih dari 100 orang di luar lobby hotel berbintang. Penyedia jasa dapat bekerja lebih spesifik dan cepat dengan menghabiskan sedikit waktu untuk melayani para pengguna hotel berbintang. Meskipun jasa juga bisa berupa produk fisik, tetapi pada umumnya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa tersebut dibeli. Sesorang yang membutuhkan makanan tradisional untuk memenuhi seleranya tidak dapat menikmati harapannya sebelum membeli jasa itu. Untuk mengurangi ketidak pastian, pembeli akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa tersebut. Mereka akan menarik simpulan mengenai kualitas jasa dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, symbol, dan harga yang dilihatnya. Diduga dimensi-dimensi kualitas tersebut ada di dalam produk campuran (fisik dan jasa), harga, pelayanan, serta rasa yang dikembangkan oleh penyedianya. Oleh karena itu, penyedia jasa bertugas mengelola dimensi-dimensi itu untuk mewujudkan yang tidak berwujud. Jika pemasar produk ditantang untuk menambah gagasan abstrak, pemasar jasa ditantang untuk menempatkan bukti fisik dan pengkodean (perumpamaan) pada penawaran abstrak mereka (Kotler, 2008: 551). Sementara itu Cristian Gronroos menyatakan, pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal, tetapi juga pemasaran internal dan interaktif (Griffin, 2002:36-44). Pemasaran eksternal menggambarkan pekerjaan normal yang

dilakukan

perusahaan

untuk

menyiapkan,

menetapkan

harga,

mendistribusikan, dan mempromosikan jasa ke pelanggan. Sedangkan pemasaran internal menggambarkan pekerjaan yang dilakukan perusahaan untuk melatih dan

18

memotivasi karyawannya agar melayani pelanggannya secara baik. Adapun pemasaran interaktif menjelaskan keahlian karyawan dalam melayani pelanggan. Meskipun demikian, pelanggan tidak hanya menilai kualitas jasa dari segi mutu teknis, tetapi juga dari segi kualitas fungsionalnya. Ada berbagai dimensi dalam kualitas fungsional pelayanan yang diyakini merupakan penentu respon pelanggan ialah konsistensi, kepedulian, empati, jaminan, dan bukti nyata. Pemberian dimensi-dimensi tersebut secara nyata merupakan salah satu wujud kesuksesan dari penyedia jasa, yang tentu saja pada akhirnya berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, serta dapat menimbulkan loyalitas pelanggan. Berbagai kajian yang telah dilakukan menunjukkan pemasar jasa sering mengeluh tentang kesulitan membedakan jasanya dengan jasa para pesaingnya. Dalam hal ini Kotler (2008:557) menjelaskan, deregulasi beberapa industri jasa utama komunikasi, transportasi, energi, perbankan, mengakibatkan persaingan harga yang ketat. Sukses awal perusahaan penerbangan People’s Express menunjukkan banyak penumpang jarak pendek lebih memperhatikan biaya perjalanan dari pada pelayanan. Sukses besar Charles Schwab dalam jasa perantara yang menawarkan diskon menunjukkan bahwa banyak pelanggan tidak terlalu setia kepada badan perantara yang lebih mapan bila mereka dapat menghemat uang. Ditegaskan, sepanjang pelanggan melihat suatu jasa cukup homogen, mereka lebih memperhatikan harga daripada penyediaannya. Solusi untuk kompetisi harga ialah mengembangkan penawaran, penyampaian, dan kesan yang berbeda. Penawaran itu dapat mencakup keistimewaan inovatif untuk membedakannya dari penawaran pesaing.

19

Diyakini, apa yang diharapkan pelanggan ialah paket jasa primer (utama) yang bisa ditambah dengan keistimewaan jasa sekunder (tambahan khas). Meskipun sejumlah besar inovasi jasa mudah ditiru, namun perusahaan jasa meriset dan memperkenalkan inovasi jasa secara teratur akan mendapatkan keuntungan melebihi pesaingnya, dan reputasi yang bisa dimanfaatkan untuk menahan pelanggan yang menginginkan yang terbaik. Perusahaan jasa dapat membedakan penyampaian jasanya melalui orang, lingkungan fisik, atau lewat proses. Perusahaan jasa dapat membedakan dirinya dengan memiliki orang yang lebih mampu dan lebih dipercaya untuk menghubungi pelanggan daripada pesaingnya. Ia juga bisa membuat lingkungan fisik yang lebih menarik ditempat jasa itu dilakukan, atau merancang proses penyampaian jasa secara lebih unggul atau lebih berkualitas. Sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu mengelola ketiga aspek berikut : 1) Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan. 2) Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut. 3) Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan. Model kesatuan dari ketiga aspek tersebut dikenal sebagai segitiga jasa, di mana sisi segitiga mewakili setiap aspek. Kegagalan disatu sisi menyebabkan segitiga robah. Artinya industri jasa tersebut gagal. Dengan demikian, pembahasan industri jasa harus meliputi perusahaan, karyawan serta pelanggan.

20

Status dan peran perusahaan, karyawan serta pelanggan adalah sebagai berikut :

Pelanggan

External Marketing menetapkan janji mengenai produk/jasa yang akan disampaikan

Interractive Marketing menyampaikan produk/jasa sesuai yang telah dijanjikan.

Manajemen

Karyawan

Internal Marketing membuat agar produk/jasa yang disampaikan sesuai dengan yang dijanjikan. Gambar 2.1 Diagram Segitiga Pemasaran Jasa Sumber : Kotler, 2004:60

a. Perusahaan -

Status

: fasilitator terhadap karyawan agar mampu melayani pelanggan

-

Peran

: -

Sebagai penyelidik keinginan pelanggan Sebagai pembuat spesifikasi jasa yang akan disampaikan.

-

Sebagai

pemberdaya

mampu

menyampaikan

karyawan jasa

agar kepada

21

pelanggan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. b. Karyawan -

Status

: penyampaian jasa

-

Peran

: -

Sebagai jasa itu sendiri (pelayan,

-

Sebagai personifikasi atau gambaran

dokter)

dari perusahaan. -

Sebagai pemasar jasa secara tidak langsung.

c. Pelanggan -

Status

: penerima jasa

-

Peran

: sebagai penilai kualitas jasa

2.2. Kualitas Jasa Kualitas jasa adalah total pengalaman yang hanya dapat dievaluasi oleh pelanggan (Zeithmal, 2000:28). Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan (Wyckof dalam Lovelock (1998) dalam Tjiptono (2000:46)). Menurut

Parasuraman

(2006:108),

ada

dua

faktor

utama

yang

mempengaruhi kualitas jasa yaitu Expected Service dan Perceived Service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan lebih menyenangkan dibanding harapannya, maka akan menimbulkan kepuasan, sebaliknya apabila jasa yang

22

diterima atau dirasakan kurang dari harapan, maka dikatakan bahwa kualitas layanan jelek. Kualitas mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan. Dengan demikian, perusahaan bisa meningkatkan kepuasan pelanggan di mana perusahaan memaksimalkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimalkan ketidakpuasan. Kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetian atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas memuaskan. Kualitas layanan juga dapat mengurangi biaya. Adanya pengurangan biaya ini pada gilirannya akan memberikan keunggulan kompetitif berupa peningkatan profitabilitas dan pertumbuhan. Di mana kedua faktor ini dapat memberikan sarana dan dana bagi investasi lebih lanjut. Kualitas total suatu jasa terdiri dari tiga komponen (Gilbert:2003:98) : 1) Technical Quality : yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan. 2) Fuctional Quality : yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa. 3) Corporate Image : yaitu profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.

23

Ahli pemasaran yang lain Parasuraman (2006:170) mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa dimensi kualitas layanan jasa terdiri dari sepuluh dimensi yaitu : a) Reliability : terdiri dari konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya. b) Responsiveness : yaitu kemampuan atau kesiapan karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. c) Competence : kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan karyawan dalam memberikan jasa. d) Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. e) Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan. f) Communication, memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah dipahami. g) Credibility, sifat jujur dan dapat dipercaya. h) Security, aman dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. i) Understanding/Knowing the customer usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. j) Tangibles, bukti fisik dari jasa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik. Dalam perkembangan selanjutnya, dari kesepuluh dimensi kualitas tersebut ternyata bisa dirangkum atau dikelompokkan ke dalam 5 dimensi yang sering digunakan sampai sekarang.

24

Kelima dimensi hasil temuannya Parasuraman (2006:190), tersebut sebagai bukti : 1) Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi. 2) Keandalan (reliability) yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3) Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4) Jaminan (assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya. 5) Empaty meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian dan memahami kebutuhan para pelanggan. Kualitas jasa yang unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan pelanggan yang pada gilirannya akan memberikan berbagai manfaat (Tjiptono, 2000:94). Jasa dalam perekonomian secara mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Karena itu jasa bisa dinikmati masyarakat semakin meningkat jumlah dan jenisnya. Contoh-contoh bisnis jasa yang perkembangannya cukup pesat adalah : 1. Bisnis jasa : konsultan, keuangan, perbankan. 2. Perdagangan jasa : eceran, pemeliharaan. 3. Jasa infrastruktur : komunikasi, transportasi. 4. Jasa personal/sosial : restoran, penawaran. 5. Administrasi umum : pendidikan.

25

Dari contoh-contoh bisnis jasa di atas maka perusahaan komunikasi termasuk jasa infrastruktur (komunikasi dan transportasi). 2.3. Kualitas Produk Terrence (2003) dalam penelitian yang bersampel 5000 orang menemukan bahwa kepuasan pelanggan dan loyalitas dipengaruhi oleh pengalaman, kualitas produk, rasa, harga dan estetika. Tampilan, kelengkapan bumbu, konsistensi rasaaroma-warna, dan keawetan merupakan dimensi-dimensi kualitas produk. Dalam literatur disebutkan adanya sejumlah faktor yang mempengaruhi pelanggan untuk membeli sesuatu produk. Salah satu diantaranya, ialah keunggulan bersaing, yang salah satu dimensinya berupa kecakapan produksi dan berbagai kompetensi perusahaan dalam menambah kemampuannya menanggapi perubahan peluang yang berubah secara cepat. Meskipun demikian, faktor lingkungan perusahaan, lokasi, sumber bahan baku, dan kebijakan publik, merupakan hal-hal yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian pelanggan. Bersama-sama dengan dimensi faktor penentu respon pelanggan yang lain, kualitas produk harus menjadi faktor dominan yang dipandang memiliki daya pengaruh terhadap respon pelanggan. Produk adalah suatu sifat yang kompleks baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya (Stanton, 2004:179). Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan. Menurut Kahn, et al. (2002), kualitas produk pada perusahaan

26

jasa, pengukurannya dilakukan pada 4 aspek, yaitu (1) Free of Error (tanpa kesalahan), (2) Concise Representation (tampilan ringkas), (3) Completeness (lengkap), dan (4) Consistent Representation (tampilan konsisten), Accessibility (kemudahan dalam mengakses), dan Value Added (nilai tambah). 2.4. Kualitas Hubungan (Relationship Quality) Menurut Lages (2005), kualitas hubungan atau relationship quality adalah mengukur kualitas hubungan antara organisasi dengan pelanggannya. Peneliti mengembangkan sebuah skala pengukuran yang baru (dalam skala RELQUAL) untuk menilai tingkat kualitas hubungan antara pelanggan dan produsen (dalam bidang exportir firm dan importer). Dalam skala RELQUAL, temuan menunjukkan bahwa kualitas hububungan diukur dengan Keempat skala multiitem (1) jumlah berbagi informasi, (2) kualitas komunikasi, (3) orientasi jangka panjang, serta (4) kepuasan dengan hubungan. Menurut Chakrabarty (2007) kualitas hubungan diindikasikan oleh lima hal, yaitu kepercayaan (trust), komitmen (commitment), kualitas komunikasi (communication quality), kesamaan budaya (cultural similarity), dan kesamaan (balance interdependence) adalah seluruh efek positif dari kualitas hubungan. Kelima faktor ini secara positif mengukur kualitas hubungan. Beberapa peneliti telah melakukan pengujian pengaruh antara kelima faktor tersebut dalam pengukuran kualitas hubungan, seperti yang telah dilakuan oleh De Wulf, et al. (2001), yang mengukur korelasi antara communication, trust, dan commitment terhadap kualitas hubungan yang memperoleh nilai koefisien korelasi yang positif dan signifikan.

27

2.5. Kualitas Pelayanan Proses pelayanan terhadap pelanggan, yang merupakan keseluruhan aktivitas untuk mempermudah pelanggan, serta perolehan pelayanan, jawaban, maupun penyelesaian masalah secara cepat dan memuaskan sangat menentukan tercapainya kepuasan pelanggan. Dalam berbagai kajian dan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan ada beberapa dimensi kualitas pelayanan yang dapat membangun kepuasan pelanggan. Ada tiga dimensi kualitas pelayanan (Gronroos, dalam Irawan, 2003:57). Yang Pertama disebut sebagai technical quality yang berhubungan dengan hasil suatu pelayanan. Kedua ialah functional quality lebih banyak berhubungan dengan “bagaimana pelayanan diberikan kepada pelanggan”, dan Ketiga adalah image atau reputasi produsen penyedia jasa. Yang paling popular hingga saat ini ialah Serv Qual yang secara sederhana terdapat lima dimensi: nyata (tangible), dapat dipercaya (reliability), kecepatan (responsiveness),

jaminan/

kepastian

(assurance),

empati

(empathy).

(Parasuraman, Zeithmal dan Berry, 2006) Sesuai kajian pustaka, suatu pelayanan tidak dapat dilihat, tidak dapat dicium, dan tidak bisa diraba. Oleh karena itu, “nyata” menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Dalam hal ini, pelanggan akan menilai apa yang diterimanya mengenai pelayanan dengan menggunakan inderanya. Pelanggan akan memiliki persepsi bahwa rumah makan atau warung memiliki pelayanan yang baik jika ruang tempat makannya mewah dengan keramik dan lampu kristal. Pelanggan memberikan penilaian yang baik jika warung makanan tradisional menyajikan makanan dalam tempat makan (piring

28

atau mangkuk) yang terbuat dari marmer, atau keramik yang mengkilat bersih. Pelanggan tetap merasa mendapatkan kepuasan ketika makan diwarung yang demikian, meskipun harganya sewajar yang ia rasakan, karena warung itu dinilainya telah memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi. Selain gedung dan peralatan, pelanggan akan menilai pakaian dan penampilan fisik karyawan. Dengan seragam dan penampilan fisik yang baik, sebuah perusahaan akan mampu memberikan impresi yang positif (Irawan, 2005:58). Disamping itu, seragam yang baik dapat memberikan kenikmatan penglihatan pelanggan. Demikian pula atribut-atribut tangible lainnya, seperti materi promosi, brosur, leaflet yang dipajang akan mempengaruhi pelanggan dalam menilai kualitas pelayanan. Tangible yang baik dapat mempengaruhi persepsi pelanggan. Ia juga merupakan salah satu sumber yang mempengaruhi harapan pelanggan, disamping itu, tangible yang baik menjadikan responden menjadi meningkat atau tinggi. Oleh karena itu, penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui seberapa jauh aspek “nyata” yang paling tepat, yaitu masih memberikan impresi positif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan namun tidak menyebabkan harapan pelanggan menjadi terlalu tinggi. Hal ini penting disadari oleh setiap pengusaha, karena tangible amat cocok bagi pelanggan baru. Tingkat kepentingan aspek ini umumnya relatif lebih rendah bagi pelanggan yang telah lama menjalin hubungan dengan penyedia jasa. Implikasinya, jika perusahaan amat fokus mengandalkan pelanggan lama sebagai strategi pertumbuhannya, maka investasi dalam dimensi tangible ini harus selektif.

29

Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi “dapat dipercaya” atau reliability. Dimensi ini mengukur kehandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dibandingkan dengan empat dimensi kualitas pelayanan lainnya, dimensi ini sering dipersepsi paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa. Dalam dimensi ini ada dua aspek yang perlu diperhatikan perusahaan. Yang Pertama ialah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan seperti yang telah dijanjikan, dan yang Kedua ialah seberapa jauh perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat. Dengan demikian, perusahaan harus benar-benar memegang teguh ketepatan dalam “janji”, dan “tidak melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan”. Setidaknya, ada 3 hal utama yang bisa dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan tingkat reliability. Masing-masing ialah pembentukan budaya kerja, infrastruktur yang memberikan pelayanan tanpa kesalahan atau no mistake, dan tes yang diadakan sebelum suatu pelayanan dijalankan. Disamping itu, kualitas pelayanan juga ditentukan oleh responsiveness, yaitu dimensi yang menjelaskan tentang kecepatan pelayanan. “Zero waiting for” ialah solusi sempurna bagi penciptaan kesan pelayanan yang baik, sebab pelanggan dibebaskan dari “waktu menunggu”.

Tetapi,

pencapaian

prestasi

ini

membutuhkan

kemampuan

mengkoordinasi antar dimensi pelayanan, sehingga sebuah pelayanan cepat bisa dilaksanakan. Seperti halnya dimensi pelayanan yang lain, kepuasan terhadap dimensi “cepat” ini didasarkan persepsi dan bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis lain, maka faktor komunikasi dan situasi fisik di

30

seputar pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi penilaian pelanggan. Seseorang akan memiliki toleransi yang lebih besar jika menunggu di rumah makan atau di warung yang nyaman. Tempat duduk yang empuk, suasana ruangan yang asri, berangin sejuk, bersinar lembut, waiter yang tampak rapi, serta hiasan-hiasan yang menarik pada dinding rumah makan, akan membuat pelanggan mampu menunggu selama beberapa puluh menit sebelum makanan dihidangkan. Sebaliknya, pelanggan yang sama akan memberikan toleransi yang lebih kecil jika menunggu di rumah makan/ restoran yang tidak nyaman (comfort). Oleh karena itu, mengkomunikasikan kepada pelanggan mengenai proses pelayanan yang diberikan akan membentuk persepsi lebih positif. Pelayanan yang tanggap juga amat dipengaruhi oleh sikap pelayan (front line staff), seperti kesigapannya maupun ketulusannya dalam menjawab pertanyaan, atau permintaan pelanggan. Disamping itu, kepuasan pelanggan juga ditentukan oleh kualitas perusahaan dan pelayanan dalam menanamkan rasa percaya kepada pelanggan. Berdasarkan berbagai riset yang telah dilakukan, ada empat aspek dalam dimensi ini, yakni keramahan, kompetensi, dan keamanan. Senyuman seorang pelayan ialah the moment of truth awal yang menentukan persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan. Dimensi ini paling murah untuk dilaksanakan, dan sering menjadi program utama peningkatan kepuasan pelanggan di berbagai perusahaan. Selanjutnya, mungkin seorang pelanggan ingin mendapatkan informasi mengenai menu. Dalam hal ini, pelayan harus bisa menjawabnya. Pelayan yang cerdas dan pintar mampu membangun

31

keyakinan pelanggan terhadap kualitas pelayanannya. Demikian pula dalam hal reputasi perusahaan. Melalui pengetahuan yang cukup lengkap mengenai sejarah rumah makan, prestasi dan konsistensinya dalam membuat menu, seorang pelanggan sebuah rumah makan merasa mendapatkan jaminan mengenai “ketetapan rasa, ketetapan mutu makanan, atau lainnya” dan dengan itu ia menilai rumah makan itu telah menjamin kepuasan atau harapannya. Pelanggan pun mempunyai rasa aman dalam melakukan transaksi, sebab perusahaan jujur dalam melakukan transaksi, jujur dalam berproduksi, dan memberikan kepastian kepadanya. Sementara itu, pelanggan kelompok menengah atas punya harapan yang tinggi agar penyedia jasa mengenalnya secara pribadi, seperti mengetahui namanya, kebutuhannya secara spesifik, bahkan karakter personal lainnya. Bagi mereka dimensi pelayanan yang ini penting karena merupakan kebutuhan yang bersifat ego dan aktualisasi diri. Mereka pergi kerumah makan bukan sekedar memenuhi kebutuhan pembebasan rasa lapar atau hausnya saja. Ia ingin menjawab ego-nya. Ia berharap dapat mengaktualisasikan dirinya. Kebutuhan mengenai dua hal ini dalam teori Maslow dikatakan banyak berhubungan dengan dimensi empati. 2.6. Kepuasan Pelanggan Secara singkat, Kotler (2004:40) telah mendefinisikan “Satifaction is a person’s feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s perceived performance (or outcome) in relation to his or her expectation.” Definisi ini menjelaskan bahwa kepuasan ialah tingkat perasaan

32

seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakannya dibandingkan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Pelanggan dapat mengalami salah satu dari beberapa tingkat kepuasan yang umum : sangat puas, puas, agak puas, ragu-ragu/tak ada pendapat (no comment), agak tidak puas, tidak puas (kecewa), sangat tidak puas. Ada tiga kategori. Jika kinerja di bawah harapan, pelanggan kecewa. Kalau kinerja sesuai harapan, pelanggan puas, dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas, sangat gembira atau senang. Tanggung jawab utama setiap pelaku bisnis mengarah kepada suatu pencapaian maksimal, yakni kepuasan pelanggan (Kotler, 2004:40). Sejak abad ke-20, kepuasan pelanggan telah menjadi fokus perhatian para praktisi bisnis di seluruh dunia. Ia merupakan hal penting. Naiman Marcus, misalnya, yang bergerak dalam bidang bisnis ritel telah mengingatkan seluruh anak buahnya untuk “menjual kepuasan dan tidak hanya barang dagangan” (Peter, 2000:1). Kepuasan pelanggan bahkan mampu mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Pelanggan yang puas berasa mendapat nilai dari pemasok, produsen, atau penyedia jasa. Nilai tersebut dapat bersumber dari produk, harga, pelayanan, dan rasa sebagai sesuatu yang bersifat emosi. Jika pelanggan mengatakan bahwa nilai itu produk yang berkualitas, kepuasan terjadi jika pelanggan mendapatkan produk yang berkualitas. Jika pelanggan mengatakan nilai itu comfort atau kenyamanan, kepuasan terjadi bila pelayanan yang diperolehnya benar-benar nyaman. Jika pelanggan mengatakan nilai ialah harga yang wajar, pelanggan akan puas bila pengusaha memberikan harga yang paling bersaing (competitive).

33

Profesor Claes Fornell (1992) dari University of Michigan berhasil melakukan pengamatan terhadap kepuasan pelanggan dengan temuan : (1) Kepuasan pelanggan akan lebih rendah pada industri yang menawarkan produk homogen kepada pasar yang heterogen. Di sisi lain, industri yang menawarkan produk homogen berkualitas tinggi ke pasar yang homogen mendapat tingkat kepuasan tinggi; (2) Kepuasan pelanggan lebih rendah kalau pembeli menghadapi biaya tinggi untuk berganti pemasok. Mereka kini terpaksa membeli dari pemasoknya, meskipun tingkat kepuasan mereka rendah; (3) Industri yang tergantung pembelian ulang umumnya memiliki tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi; dan (4) Sejalan dengan meningkatnya pangsa pasar, kepuasan pelanggan bisa turun. Penyebabnya ialah lebih banyak pelanggan dengan permintaan heterogen yang ditarik untuk membeli barang yang relatif homogen. Berpijak dari temuan Fornell tersebut dapat dikatakan, pelanggan yang puas ialah pelanggan yang berbagi kepuasan yang diperolehnya dengan penyedia jasa, dan bahkan dengan pelanggan yang lain. Hal ini kemudian akan menjadi referensi bagi perusahaan atau penyedia jasa. Oleh karena itu, kepuasan yang terjadi merupakan faktor keuntungan dua pihak, yakni pelanggan dan pengusaha. Penglihatan seperti ini semakin mempertegas pandangan bahwa kepuasan pelanggan menjadi salah satu tujuan yang dicapai perusahaan. Meskipun kepuasan pelanggan sebagai sesuatu yang penting bagi perusahaan tidak lagi diperdebatkan kebenarannya, namun secara definitif kepuasan pelanggan masih belum mencapai kata sepakat, terutama di kalangan para akademisi. Jika dilihat dari sudut bahasa, kata satisfaction dalam bahasa latin

34

terdiri atas : satis berarti cukup atau dalam bahasa Inggrisnya enough, dan facere yang berarti melakukan atau dalam bahasa Inggrisnya to do. Berdasarkan penglihatan ini, dapat diyakini sebuah produk atau jasa yang bisa memuaskan ialah produk atau jasa yang sanggup memenuhi kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan. Pemenuhan tersebut tentu saja mencakup faktor-faktor responsinya terhadap nilai kepuasan. Pada tahun 1996 Fornell mengembangkan model kepuasan pelanggan seperti Gambar 2.2 di bawah ini:

Perceived Quality

Customer Complain Perceived Value Overall Customers Satisfaction

Customer Expectation

Customer Loyalty

Gambar 2.2 The American Customer Satisfaction Index (ACSI) Model Sumber : Fornell, 1996, Journal of Marketing, P. 7 – 18. Gambar di atas menunjukkan kepuasan nilai yang dirasakan dan harapan pelanggan. Kualitas yang dirasakan secara langsung mempunyai efek positif terhadap kepuasan pelanggan keseluruhan, demikian juga nilai yang dirasakan dari harapan pelanggan. Keseluruhan pada akhirnya berpengaruh negatif yang merupakan complain pelanggan dan berpengaruh positif menyebabkan loyalitas.

35

Dari segi teori perilaku pelanggan, kepuasan lebih banyak didefinisikan berdasarkan persepektif pengalaman pelanggan sesudah mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa. Dalam hal ini, Richard Oliver mendefinisikan. Kepuasan pelanggan ialah hasil penilaian atau respon pelanggan terhadap produk atau pelayanan yang telah memberikan tingkat kenikmatan yang lebih atau kurang (Irawan, 2002:3). Sementara Irawan sendiri mendefinisikan kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapan pelanggan. Atas dasar ini, logis pelanggan tidak puas bila harapannya belum terpenuhi, dan puas jika persepsinya sama atau lebih daripada yang diharapkan. Dalam pandangan seperti itu kepuasan yang terjadi amat bergantung pada total persepsi yang diberikan oleh pelanggan bukan kepada “yang aktual”. Dengan demikian dapat terjadi, secara aktual suatu produk memiliki potensi untuk memenuhi harapan pelanggan tetapi secara nyata hasil persepsi pelanggan tidaklah sama dengan yang diinginkan oleh produsen. Hal ini bisa terjadi karena adanya jarak (gap) dalam komunikasi. Disisi lain, kepuasan pelanggan amat bergantung kepada harapan pelanggan. Oleh karena itu, strategi pencapaian kepuasan pelanggan haruslah didahului oleh pengetahuan yang rinci dan akurat mengenai harapan pelanggan. Tentu saja harapan tersebut merupakan faktorfaktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan. Untuk itu, setiap pengusaha harus menyadari bahwa kepuasan pelanggan merupakan akumulasi penggunaan produk atau jasa yang dilakukan oleh pelanggan. Dengan demikian, setiap transaksi atau pengalaman baru akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Jadi, kepuasan pelanggan

36

memiliki dimensi waktu, sehingga hal ini menjadi bagian dari strategi pemasaran jangka panjang atau terus menerus. Yang perlu digaris bawahi dari uraian di atas ialah pelanggan merupakan bagian penting perusahaan, dan dalam hal ini mereka yang tidak bergantung kepada perusahaan namun sebaliknya. Pelanggan dengan demikian menjadi landasan bagi perusahaan untuk membangun suatu orientasi. Dengan pijakan demikian, sebuah perusahaan menjadikan dirinya sebagai bagian dari kepentingan pasar. Banyak studi dalam bidang kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan yang telah memberikan simpulan bahwa 70% kegagalan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang diharapkan pelanggan disebabkan oleh human factor. Sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor teknologi dan sistem (Tjiptono, 2000:78). Atas pertimbangan temuan ini diyakini perusahaan tidak dapat mendasarkan peningkatan kualitas pelayanannya hanya kepada perubahan teknologi. Ia harus menyiapkan infrastruktur lain yang penting dalam konteks pencapaian kualitas pelayanan, antara lain : kehandalan (reliability), kecepatan (responsiveness), empati, jaminan, dan bukti yang nyata (tangible). Ada dua aspek reliability yang harus dijaga dan dikembangkan oleh perusahaan. Pertama ialah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua ialah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan

secara

akurat

atau

pelayanan

tanpa

kesalahan.

Sedangkan

responsiveness merupakan dimensi kualitas pelayanan paling dinamis, dan dipastikan dapat berubah dari waktu ke waktu. Pengalaman pelanggan dalam mendapatkan pelayanan di masa lalu yang akan mengubah harapan pelanggan.

37

Beberapa puluh tahun yang lalu, pelanggan telkom dapat menunggu berbulanbulan untuk mendapatkan pelayanan atas sambungan telpon rumah. Tetapi, lima tahun yang lalu kesanggupan itu pastilah berubah dalam bentuk pemberian toleransi oleh pelanggan selama hanya satu minggu saja untuk menunggu sambungan telpon rumahnya dipasang pihak telkom. Kini, perusahaan telekomunikasi ini hanya membutuhkan waktu 24 jam untuk memasang sambungan baru telpon rumah. Bahkan untuk jenis telepon seluler, pelanggan tak perlu menunggu waktu karena semuanya telah siap pakai. Dengan demikian terbukti bahwa kecepatan pelayanan memberikan manfaat positif kepada pelanggan. Sementara itu, jaminan merupakan dimensi pelayanan yang ditimbulkan oleh kemampuan perusahaan penyedia jasa dalam menanamkan rasa percaya dan yakin kepada para pelanggan. Berdasarkan banyak riset yang telah dilakukan para ahli, ada empat aspek yang membentuk dimensi ini: keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan. Pelayanan yang memberikan nilai-nilai dimensional jaminan ini cukup signifikan dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepuasan pelanggan juga ditandai oleh kesediaannya membayar dengan harga premium, biaya pemasaran (khususnya iklan) yang lebih efektif karena sebagian besar promosi dilakukan oleh pelanggan sendiri dari mulut ke mulut. Sebaliknya, pelanggan yang tidak puas akan menjadi penyebar kesan negatif yang efektif. Dengan demikian, perusahaan yang lebih banyak memiliki pelanggan baik umumnya lebih efisien biaya operasinya, terutama dalam hal “re-do”. Disamping

38

itu, pelanggan yang puas akan memberikan lebih banyak cross selling atau membeli lebih banyak produk atau jasa. Akan tetapi, pembelian ulang sering mensyaratkan pemecahan masalah yang berlanjut. Beberapa faktor respon pelanggan dapat menjadi penyebab hal ini. Salah satu yang penting ialah kekecewaan dengan pilihan yang dibeli sebelumnya. Pergantian jenis produk mungkin terjadi. Tetapi, hal ini juga terjadi jika stok produk kosong atau sulit didapatkan dalam suatu waktu. Sekarang, pelanggan (pembeli) harus mempertimbangkan konsekuensi dari investasi waktu dan energi dalam pembelian di tempat lain. Demikian pula, wajar untuk berganti produk hanya karena pencarian variasi, karena hal ini merupakan respon dari “mengapa tak mencobanya?” serta sering diakibatkan oleh adanya pilihan yang serupa. Meskipun demikian, Itamar Simonson (2005:32-45) meyakini bahwa simpulan tentang pilihan cenderung tidak stabil dan rentan terhadap berbagai pengaruh tidak berlaku sama untuk semua tingkat pilihan. Khususnya, banyak riset yang mendukung gagasan bahwa pilihan disusun dan rentan terhadap berbagai pengaruh yang tampaknya tidak releven berlaku pilihan-pilihan dengan nilai atribut yang berbeda, yang ada pada kategori yang berbeda bisa sulit dan rentan terhadap pengaruh, namun pilihan akan kategori atau tipe produk dan jasa lebih stabil dan didefinisikan secara baik. Kepuasan pelanggan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu badan usaha. Hal ini didukung oleh pernyataan Hoffman dan Bateston (1997:270), yaitu: “without customers, the service firm has no reason to exist”. Definisi kepuasan pelanggan menurut Mowen (1995:511) : “Customer

39

satisfaction is defined as the overall attitudes regarding goods or services after it’s acquisition and uses”. Oleh karena itu, badan usaha harus menyediakan produk atau layanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sehingga mencapai kepuasan pelanggan dan lebih jauh lagi dapat menciptakan kesetiaan pelanggan, sebab bila tidak dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan menyebabkan ketidakpuasan pelanggan, yang akhirnya pelanggan beralih ke produk atau layanan lain yang disediakan oleh badan usaha pesaing (rivals). Pelanggan yang puas akan mendukung pengembangan badan usaha tetapi pelanggan yang tidak puas dapat menghancurkan badan usaha. Badan usaha harus memperhatikan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pemenuhan persyaratan yang diinginkan oleh pelanggan hal mutlak bagi badan usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan. Hal ini didukung oleh Huriyati (2005:59), sebagai berikut : “sales product or service must satisfy the customer’s objectives and requirements”. Untuk mengukur kepuasan pelanggan, digunakan atribut-atribut yang berisi tentang bagaimana pelanggan menilai suatu produk atau layanan yang ditinjau dari sudut pandang pelanggan. Menurut Dutka (1995:41), kepuasan pelanggan dapat diukur melalui atribut-atribut pembentuk kepuasan yang terdiri atas : “1) attributes related to the product; 2) attributes related to the service; 3) attributes related to the purchase”.

40

Attributes related to the product meliputi : 1) Value to price relationship adalah hubungan antara harga yang ditetapkan oleh badan usaha untuk dibayar pelanggan dengan nilai atau manfaat yang diperoleh pelanggan. Apabila nilai yang diperoleh pelanggan melebihi biaya yang telah dikeluarkan berarti suatu dasar yang penting dari kepuasan pelanggan telah tercipta. 2) Product quality adalah penilaian dari kualitas produk atau layanan yang dihasilkan oleh badan usaha. 3) Product benefit adalah manfaat yang diperoleh oleh pelanggan dari produk yang dihasilkan oleh badan usaha. 4) Product feature adalah karakteristik atau ciri-ciri tertentu yang mendukung fungsi dasar dari suatu produk sehingga berbeda dengan produk yang ditawarkan pesaing. 5) Product design adalah proses untuk merancang tampilan dan fungsi produk. 6) Product reliability and consistency adalah keandalan dan keakuratan produk yang dihasilkan oleh suatu badan usaha. 7) Range of product or service adalah macam dari produk atau layanan yang ditawarkan oleh badan usaha. Attributes related to the service meliputi : 1) Guarantee or warranty adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh badan usaha dengan harapan dapat memuaskan pelanggannya.

41

2) Delivery

communication

adalah

pesan

atau

informasi

yang

disampaikan oleh badan usaha kepada pelanggannya. 3) Complaint handling adalah sikap badan usaha dalam menangani keluhan dari pelanggan. Resolution of problem adalah tanggapan badan usaha dalam membantu memecahkan masalah pelanggan berkaitan dengan layanan yang dikonsumsi. Selanjutnya attributes related to purchase meliputi : 1) Couresy adalah kesopanan, perhatian dan keramahan karyawan. 2) Communication adalah kemampuan karyawan dalam melakukan komunikasi dengan pelanggan. 3) Ease or convenience of acquisition adalah kemudahan yang diberikan oleh badan usaha kepada pelanggan untuk mendapatkan produk atau layanan yang ditawarkan. 4) Company reputation adalah baik tidaknya reputasi yang dimiliki badan usaha. 5) Company competence adalah baik tidaknya kemampuan badan usaha dalam melayani pelanggan. 2.7. Loyalitas pelanggan Pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang memegang sikap yang akan datang dari perusahaan, kesepakatan untuk membeli ulang barang atau jasa dan merekomendasi produk ke yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa ada hubungan yang positif antara loyalitas pelanggan dengan profitabilitas (Bowen & Chen,

42

2001). Loyalitas pelanggan sulit untuk didefinisikan secara umum, ada 3 (tiga) pendekatan yang jelas untuk mengukur loyalitas (Bowen & Chen, 2001) : 1. Ukuran perilaku Ukuran perilaku yang konsisten, perilaku pembelian ulang sebagai indikator loyalitas/kesetiaan. 2. Ukuran sikap Ukuran sikap menggunakan data untuk merefleksikan emosional dan psikologi sebagai pelengkap dalam loyalitas. 3. Ukuran gabungan Pendekatan ini menggabungkan dimensi pertama dan kedua dan ukuran loyalitas oleh kesukaan produk pelanggan, kesukaan propensitas perpindahan brand, frekuensi pembelian, pembelian baru dan total jumlah pembelian (Pritchard & Howard, 1997; Hunter, 1998; Wong, 1999). Dengan menggunakan keduanya, yaitu perilaku dan sikap dalam mendefinisikan loyalitas akan meningkatkan kekuatan dalam memprediksi loyalitas (Pritchard & Howard, 1997). Gabungan dua dimensi ukuran tersebut cocok untuk mengerti/memahami loyalitas pelanggan dalam beberapa bidang misalnya retail, rekreasi, skala hotel dan airlines (Day, 1969; Jacoby and Kyner, 1973; Backman and Crompton, 1991; Pritchard, 1992; Pritchard and Howard, 1997).

43

Pelanggan yang loyal akan membantu mempromosikan perusahaan. Mereka akan melakukan word of mouth yang kuat, menciptakan penyerahan bisnis, memberikan referensi dan memberikan nasehat kepada orang lain atau merekomendasi (Raman, 1999 dalam Bowen & Chen, 2001). Dengan adanya kegiatan bagi para pelanggan yang loyal/setia, maka ada beberapa keuntungan sebagaimana dijelaskan di atas, akan tetapi disamping itu loyalitas pelanggan juga akan meningkatkan penjualan melalui pembelian yang lebih luas dan membuat frekuensi pembelian lebih banyak. Sebagaimana dikatakan Bowen & Shoemaker (1998) bahwa dalam industri hotel, pelanggan yang loyal lebih banyak membeli makanan dan persediaan dibanding pelanggan yang tidak loyal. Sejumlah keuntungan akan diperoleh organisasi yang mempertahankan dan mengembangkan dasar-dasar kesetiaan pelanggan, yang antara lain berupa: 1) Meningkatkan pembelian Hasil study yang dilakukan Reicheld dan Sasser (dikutip dari Zeithmal dan Bitner, 1996) memperlihatkan bahwa pada akhir-akhir ini, setiap tahun pelanggan dari berbagai industri cenderung semakin terlibat dalam hubungan partnership daripada periode-periode sebelumnya. Begitu pelanggan mengenal perusahaan dan puas dengan kualitas jasa perusahaan relatif terhadap jasa pesaing, pelanggan akan cenderung berbisnis lebih banyak dengan perusahaan. Dan begitu pelanggan menginjak dewasa (dalam umur, tahapan kehidupan, dan

44

pertumbuhan bisnis), mereka semakin memerlukan sesuatu pelayanan khusus. 2) Mengurangi biaya Ada sejumlah biaya pembukaan (start-up) yang berkaitan dengan penarikan pelanggan baru. Biaya-biaya itu mencakup biaya periklanan dan promosi lainnya, biaya persiapan, pengorbanan waktu untuk mengenal pelanggan. Dalam jangka pendek, kadang-kadang biaya-biaya awal ini dapat melebihi pendapatan yang diharapkan dari pelanggan baru. Secara umum sipenjamin tidak bisa menutup biaya-biaya persiapan penjualan sampai usia hubungan pelanggan dengan perusahaan berjalan 9 bulan. Jadi, dari sisi pandang profit kelihatannya diperlukan biaya yang besar unntuk mempertahankan pelanggan begitu investasi awal untuk membina hubungan dengannya telah ditanamkan. Ongkos pemeliharaan hubungan akan turun seiring dengan berjalannya waktu. Contoh, pada awal hubungan seorang pelanggan mungkin mempunyai sejumlah pertanyaan dan problem waktu nyata begitu si pelanggan menggunakan jasa yang dimaksud. Begitu proses belajar berlangsung problem dan pertanyaan-pertanyaan pelanggan akan semakin berkurang (diasumsikan kualitas jasa dipertahankan pada tingkat yang tinggi), dan pemberi jasa hanya memerlukan biaya yang semakin sedikit untuk melayani pelanggan tersebut

45

3) Mempertahankan karyawan Keuntungan tidak langsung dari mempertahankan hubungan dengan pelanggan adalah mempertahankan karyawan. Perusahaan akan lebih mudah mempertahankan karyawannya apabila perusahaan itu mempuyai landasan yang stabil berupa pelanggan yang terpuasi. Orang suka untuk bekerja kepada perusahaan yang para pelanggannya bahagia dan setia. Karena pekerjaan mereka lebih memuaskan dan para karyawan juga akan lebih mampu mempergunakan waktunya untuk memperkuat hubungan dengan pelanggan daripada berjuang untuk memperoleh pelanggan baru. Pada gilirannya, pelanggan akan lebih terpuasi dan bahkan akan menjadi konsumen yang lebih baik. Oleh karena karyawan bekerja lebih lama pada suatu perusahaan, kualitas jasa meningkat, biaya turnover bisa ditekan, sehingga semakin menambah profit. Harga-harga para pesaing akan mempengaruhi tingkat permintaan barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan dan karenanya harus dipertimbangkan dalam proses penetapan harga. Dalam berbagai situasi tertentu, pelanggan melakukkan penilaian atau menghitung-hitung tentang apa yang akan mereka peroleh sebagai balasan atas apa yang mereka berikan. Dengan demikian, harga merupakan pembatasan (trade off) untuk sejumlah benefit (nilai) yang akan diberikan oleh suatu produk (barang atau jasa) dengan sejumlah biaya yang dikaitkan dengan penggunaan produk tersebut.

46

Consumer Loyalty merupakan dasar obyektif untuk perencanaan strategi pemasaran (Kotler, 2004) dan menggambarkan pentingnya untuk pengembangan keunggulan kompetitif yang bisa merealisasi usaha pemasaran. Ada enam prinsip loyalty yang disampaikan oleh Frederick F. Reicheld (2001). 1) Preach what you practice (mengerjakan apa yang dilakukan) Untuk memperoleh loyalitas pelanggan tidak cukup hanya memiliki nilai yang baik maka harus dijelaskan kepada mereka dan menekankan pada pelanggan, pekerja, penyedia dan pemegang saham. 2) Play to win-win Jika ingin membangun loyalitas, tidak hanya harus kehilangan pesaing, pesaing juga harus menang, artinya bahwa dalam upaya untuk meraih loyalitas, maka pesaing kalau bisa juga ikut menang. 3) Bepicky (menjadi berpilih-pilih) Pada perusahaan yang loyalitasnya tinggi, anggota adalah hak dan tanggung jawab. Menjelaskan perbedaan antara loyalitas dan jabatan. 4) Keep it simple Secara

kompleks,

orang

membutuhkan

team

kecil

untuk

mempermudah responsibility dan akuntabilitas. Mereka juga butuh aturan sederhana untuk petunjuk membuat keputusan. 5) Reward the right result

47

Simpanlah bagian terbaikmu untuk loyaliltas pelanggan, dan simpan peluang terbaikmu untuk loyalitas pekerja dan pasangan. 6) Listen hard, talk stright Kunjungi pusat panggilan, ruang internet dan dimanapun pelanggan akan balik. Secara tradisional loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai ukuran variasi perilaku untuk menggambarkan data panel. Ukuran ini termasuk proporsi dari pembelian (Conningham, 1996). Urutan pembelian (Kahn, Kalwani & Morrison, 1986) dan kemungkinan pembelian (Massey, Montgomery dan Morrison, 1970). Day (1969) memandang brand loyalty sebagai pengulangan pembelian yang konsisten oleh kekuatan internal. Dari perspektif ini pembelian yang tidak ditunjukan oleh kekuatan sikap konkomitan tetapi oleh situasi darurat yang dilabeli sebagai “spurius loyalty” (loyalitas palsu). Ada dua dimensi loyalitas pelanggan, yaitu perilaku dan sikap (Julander, 1997) dalam Kandampully dan Suhartanto (2000). Dimensi perilaku mengarah pada perilaku pelanggan untuk pengulangan pembelian, indikasi kesukaan untuk brand atau layanan berikutnya (Bowen & Soemaker, 1998). Dimensi sikap pada sisi lain mengarah pada intensitas pelanggan pada pembelian ulang dan rekomendasi yang merupakan indikator yang baik dari loyalitas pelanggan (Gretty and Thomson, 1994). Loyalitas pelanggan sangat penting dalam suatu perusahaan, karena loyalitas tersebut akan mengakibatkan pembelian ulang. Oleh karena itu

48

perusahaan berusaha untuk memberikan palayanan yang baik sehingga pelanggan akan kembali memakai produknya pada waktu yang akan datang (Smith, 1999). Dengan

demikian,

upaya

yang

dilakukan

perusahaan

adalah

mempertahankan pasar yang sudah ada dengan cara meningkatkan kesetiaan pelanggan (loyalitas) yang diharapkan akan mendatangkan keuntungan jangka panjang. Perusahaan-perusahaan yang selalu berusaha menyenangkan pelanggan menangguk keuntungan paling tinggi (Lele & Sheth, 1995). Menurut Dick Basu (1994) Kunci keunggulan bersaing dalam situasi sekarang adalah kemampuan perusahaan untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan. Begitu pentingnya kesetiaan pelanggan terhadap suatu perusahaan, bisa dikatakan bahwa kesetiaan (Loyalty) pelanggan merupakan suatu asset (Aaker, 1996). Kesetiaan pelanggan berkaitan erat dengan kepuasan terhadap produk/jasa maka akan semakin besar kemungkinan orang tersebut untuk membeli lagi dan makin kecil kemungkinan berpindah ke produk lain (Lele & Sheth, 1995). Pada mulanya kesetiaan pelanggan lebih dikaitkan dengan perilaku, hal ini bisa dilihat dari teori belajar tradisional (Classical & Instrumental Conditioning) yang cenderung melihat kesetiaan dari aspek perilaku. Jacob & Keynes dalam Horton (1984) mendefinisikan kesetiaan sebagai: (1) the biased (i.e.non random), (2) behavioral responses (i.e. purchases), (3) expressed over time (4) by some decision making unit, (5) with respect to one or more alternative brands out of set such brands, (6) a function of psicological (i.e. decision making evaluatioon) process.

49

Kadampully (2000) mendefinisikan loyalitas sebagai: 1. Pemakaian ulang 2. Merekomendasikan/menganjurkan 3. Menyampaikan hal-hal positif 4. Mendorong/mempengaruhi 5. Mempertimbangkan