BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...

10 downloads 312188 Views 383KB Size Report
beladiri pencak silat, permainan tradisional, permainan bola kecil dan permainan ... besar terutama sepakbola dan bola voli yang paling disenangi oleh siswa ...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Pra Survey Data prasurvey diperoleh dari hasil penyebaran angket, hasil dari wawancara dan observasi sesuai dengan masalah yang teliti. Penyebaran angket dilakukan terhadap siswa Sekolah Dasar kelas VI yang tersebar di 7 Kecamatan Kabupaten Sumedang yang masing-masing kecamatan diwakili oleh dua SD sesuai dengan sample penelitian yang telah ditetapkan. Selain melalui angket, kegiatan prasurvey juga dilakukan melalui observasi dan wawancara. Observasi dilakukan kepada subjek penelitian sesuai dengan jumlah sample yang telah direncanakan, yaitu 14 Sekolah Dasar. Wawancara dilakukan kepada 14 orang guru pendidikan jasmani dan 14 orang Kepala Sekolah SD yang tersebar di 7 Kecamatan Kabupaten Sumedang. Hasil dari pengolahan data kegiatan pra survey dari setiap instrument penelitian seperti angket, observasi, dan wawancara tersebut sesuai dengan permasalahan penelitian, kemudian dijadikan dasar pertimbangan untuk pengembangan model pembelajaran kuantum dalam pendidikan jasmani yang berbasis kompetensi. Hasil penelitian ini difokuskan untuk melihat enam hal berikut: (1) Kondisi pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar saat ini, (2) Proses pengembangan model pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar, (3) Model Pembelajaran Kuantum Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, (4) Implementasi Pembelajaran Kuantum pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, (5) Dampak pembelajaran kuantum terhadap peningkatan hasil belajar pendidikan jasmani, dan (6) Efektivitas Pembelajaran Kuantum dalam pendidikan jasmani.

193

Secara rinci hasil penelitian sekaligus disertakan pembahasannya, seperti terangkum pada uraian berikut ini: 1.

Kondisi Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar saat ioi Hasil pra survei lapangan menunjukan bahwa: Pertama, kondisi Sekolah Dasar

hampir sepenuhnya menjalankan kebijakan pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan seperti pelaksanaan kurikulum 2004 (KBK) bagi siswa kelas 1, 2, 4, dan 5, sedangkan kelas 3 dan kelas 6 masih melaksanakan kurikulum 1994. Tenaga pengajar di Sekolah Dasar sebagai guru kelas dan guru bidang studi seperti Agama dan Penjas dengan latar belakang pendidikan rata-rata D2, dan sebagian SI. Rata-rata jumlah siswa setiap Sekolah Dasar dari tahun ke tahun ada peningkatan antara 10 - 15 %. Kondisi Sekolah Dasar seperti ruangan kelas cukup memadai namun lapangan olahraga sangat terbatas dan rata-rata halaman sekolah digunakan untuk praktek pembelajaran pendidikan jasmani. Peralatan olahraga seperti bola voli, sepak bola, bola basket, kayu pemukul kasti, matras, dan raket Bulutangkis relatif masih bagus dan memiliki standar tertentu. Setiap Sekolah Dasar berupaya memiliki peralatan dan media pembelajaran termasuk pendidikan jasmani yang memadai walaupun sekolah sangat terbatas pendanaannya. Adanya

keterbatasan dana diupayakan oleh sekolah melalui pengadaan sarana dan

prasarana pembelajaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seperti alat-alat olahraga dan pembinaan olahraga pada program ekstrakurikuler. Sedangkan pengadaan alat-alat olahraga yang dapat dimodifikasi seperti bola voli dari plastik, bola kasti dari kertas, pemukul dari kayu yang lebar dapat diperoleh hasil kerjasama antara guru Penjas dengan siswa dan mendapat dukungan dari orang tua murid-

194

Kedua, Sekolah Dasar telah melakukan penyempurnaan dan pengembangan kurikulum yang dilakukan setiap 3-5 tahun sekali. Latar belakang dilaksanakannya pengembangan kurikulum adalah terjadinya perubahan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan, perubahan kebijakan baru pemerintah. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pakar pendidikan, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, alumni dan kalangan perguruan tinggi. Waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan kurikulum sekitar 2 -3 tahun. Pengembangan kurikulum dilaksanakan sekaligus dengan evaluasi kurikulum, sehingga hasil evaluasi tersebut dijadikan masukan untuk menyempurnakan dan mengembangkan kurikulum baru. Ketiga, Guru Sekolah Dasar rata-rata berlatar belakang pendidikan D2 PGSD guru kelas dan PGSD Pendidikan Jasmani, namun saat ini banyak diantara mereka yang melanjutkan studi ke program SI berbagai jurusan di luar PGSD dan program SI PGSD guru kelas dan guru Penjas. Mereka juga sering mengikuti pelatihan dan penataran yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota dan Propinsi walaupun belum pernah menulis buku tentang materi bidang studi yang diajarkannya yang dipublikasikan secara luas. Pada awal semester sebelum hari belajar efektif dimulai, biasanya para guru melakukan diskusi untuk memahami kurikulum dan silabus, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan program semester dan satuan pelajaran dalam suatu forum yang dinamakan forum guru Penjas.

Hal yang paling dirasakan hambatan dalam

mempersiapkan pembelajaran adalah keterbatasan sumber belajar. Umumnya mereka dalam mengelola pembelajaran mengutamakan pengalaman pada masa pendidikan dibandingkan dengan informasi baru hasil penataran dan pelatihan tadi.

195

Pada guru merasa senang mengajar mata pelajaran pendidikan jasmani karena sesuai dengan keahlian dan merasa dipercaya mengajar mata pelajaran Penjas apalagi dapat mengangkat martabat sekolah dalam Pekan Olahraga dan Seni (PORSENI) yang setiap tahun diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten. Sebelum mengajar guru berupaya mempersiapkan diri agar pelaksanaan pembelajaran berjalan lancar dan baik. Pada saat mengajar, mereka berusaha menyajikan materi pembelajaran sebaikbaiknya walaupun dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Lapangan terbuka untuk praktek pembelajaran sepak bola, bola voli dan bermain kasti rata-rata berada jauh dari sekolah karena ikut menumpang bersama masyarakat sehingga sering kehilangan waktu efektif belajar pendidikan jasmani. Belum lagi guru Penjas dipusingkan oleh peralatan praktek yang jumlahnya sangat terbatas dan kualitas peralatan praktek tersebut berstandarkan orang dewasa dan sangat sulit digunakan oleh anak-anak Sekolah Dasar. Metode belajar yang banyak digunakan adalah demonstrasi dengan pendekatan dril] berulang-ulang disertai dengan penjelasan (ekspositori) dan penugasan. Sistematika pembelajaran Pendidikan Jasmani yang rata-rata dilakukan guru Penjas diawali dari pemanasan, inti, dan berakhir dengan penutup. Pada kegiatan pemanasan berisikan senam-senam khusus dan permainan tanpa alat, sedangkan pada inti bermaterikan atletik, senam lantai, senam kebugaran jasmani, senam si buyung, beladiri pencak silat, permainan tradisional, permainan bola kecil dan permainan bola besar terutama sepakbola dan bola voli yang paling disenangi oleh siswa Sekolah Dasar. Pada kegiatan penutup sering guru Penjas hanya menyampaikan umpan balik pada materi inti melalui penjelasan ulang dan kadang-kadang berisikan kegiatan selingan dengan menyanyi, setelah itu membereskan alat-alat langsung anak-anak kembali ke kelas masing-masing.

196

Guru Penjas rata-rata menggunakan gaya mengajar komando dengan guru sebagai pusat kegiatan mulai persiapan mengajar, mempersiapkan peralatan, menentukan tempat belajar, pelaksanaan di lapangan, dan mengevaluasi, keseluruhannya dilaksanakan penuh oleh guru Penjas. dijadikan

subjek

Saat survei dilakukan, dari 14 orang guru Penjas yang

penelitian

masih

sebagian

besar

menggunakan

pendekatan

konvensional seperti metode praktek berlatih berulang-ulang (drill) secara bagian, keseluruhan, campuran bagian-keseluruhan, latihan berdistribusi dan latihan padat Mayoritas tanggapan siswa terhadap guru Penjas bahwa sejak memulai pembelajaran, menerapkan metode belajar, menyampaikan materi pelajaran, penggunaan media belajar, hubungan dan komunikasi dengan siswa, mengelola kelas, melaksanakan penilaian proses dan akhir kegiatan memberikan respon sangat baik (80%- 100%). Tanggapan siswa pada guru Penjas sudah berkatagori baik (70%-80%) pada aspekaspek pelibatan siswa dalam setiap kegiatan, memberikan keleluasan waktu untuk belajar keterampilan gerak, dan pernyataan siswa memberikan

penilaian yang

bervareasi. Kelima, masih ada tanggapan siswa kurang baik terhadap guru Penjas berkaitan dengan pernyataan mengkaitkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari. Tanggapan kurang baik siswa dengan materi pelajaran yang menarik perhatian dan kebutuhan siswa. Tanggapan kurang baik siswa terhadap metode yang menarik perhatian pembelajaran berkaitan dengan pernyataan mengenai beragam bentuk kegiatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Tanggapan kurang baik siswa terhadap manfaat pembelajaran berkaitan dengan pernyataan tentang kemampuan menarik

perhatian

siswa

mengikuti

pembelajaran

dan

pernyataan

keberanian

mendemonstrasikan kemampuan dihadapan sesama teman, kemampuan menggunakan

197

metode pembelajaran yang tepat, meningkatkan motivasi membantu teman yang kesulitan, suasana menyenangkan selama pembelajaran, kemampuan menciptakan tantangan untuk menguji keberanian siswa, sikap saling menghargai sesama teman yang keinginan yang kurang menguasai dan meningkatkan prestasi melalui perlombaan antar siswa. Keenam, harapan siswa terhadap guru Penjas adalah penggunaan metode pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan, membangkitkan rasa ingin tahu, penggunaan variasi metode mengajar yang disesuaikan dengan materi pelajaran, pengembangan metode mengajar yang mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk menganalisis, berpikir kritis dan memecahkan masalah. Menggunakan metode yang memberikan kesempatan kepada banyak siswa untuk melakukan aktivitas yang tinggi, mengulang-ngulang gerakan hingga terampil, memberikan kesempatan bertanya dan mengemukakan pendapat; terjalin interaksi dan saling membelajarkan di antara siswa, serta penyajian materi pelajaran yang mengkaitkan konsep teori dengan kondisi nyata di masyarakat melalui praktek pembelajaran pendidikan jasmani di lapangan. 2. Pembahasan Hasil Prasurvey Hasil

penelitian

prasurvey

tersebut,

pada

intinya

menunjukkan

bahwa

pembelajaran pendidikan jasmani selama ini belum mampu secara optimal memenuhi hasrat bergerak peserta didik yang merupakan karateristik utama pelajaran pendidikan jasmani. Hal ini dapat dapat diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dari subjek penelitian dan hasilnya dapat dirangkum seperti berikut ini: Pertama, guru Penjas sebagai leading sektor pembelajaran belum mampu bertindak sebagai fasilitator belajar yang efektif bagi siswa, sehingga kurang memahami kebutuhan dan karakteristik siswa Sekolah Dasar yang sebagian besar hidupnya

198

memenuhi hasrat bergerak sebab energi yang diperolehnya untuk kebutuhan bergerak. Bagi guru Penjas, memahami kebutuhan dan karakteristik siswa merupakan modal dasar untuk melakukan pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif. Kedua, guru Penjas belum mampu menelaah kurikulum pembelajaran pendidikan jasmani menjadi materi pembelajaran yang operasional dan fleksibel, karena yang dilakukan hanya mengajarkan berbagai keterampilan gerak berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa pendidikan dahulu ditambah hasil diskusi sesama guru Penjas dan buku-buku teks pendidikan jasmani untuk SD yang dijadikan sumber belajar, kemudian dipelajari, membuat ringkasan dan menyampaikan pada siswa dan memberi contoh sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya.

Guru Penjas belum

memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, berkolaborasi dengan nara sumber belajar yang ada di lingkungan masyarakat, menjadikan lingkungan sekolah sebagai laboratorium belajar seperti pembuatan peralatan olahraga hasil modifikasi. Pemahaman esensi sumber belajar masih bersifat sempit yakni terbatas pada buku paket, guru Penjas belum memanfaatkan sumber belajar yang tersebar luas di tengah masyarakat Sehingga sinergitas hasil belajar dengan kehidupan sehari-hari siswa masih sangat jauh. Pembelajaran pendidikan jasmani diartikan sebatas formal mempelajari teknik cabangcabang olahraga yang akibatnya aktivitas belajar pada diri siswa cenderung rendah dan monoton. Pembelajaran Penjas kering dari nilai-nilai kehidupan sehari-hari di masyarakat. Ketiga, guru Penjas belum mampu membelajarkan siswa secara optimal, karena guru hanya melaksanakan empat aktivitas yaitu: membuka pelajaran, menyajikan materi mulai pemanasan sampai penutup, memberi kesempatan tanya jawab, dan menutup pembelajaran. Aktivitas guru Penjas saat membuka pembelajaran adalah memberikan

199

salam,

mengingatkan

kembali

materi

yang

telah

dibahas

sebelumnya,

dan

menginformasikan materi yang akan disajikan. Aktivitas guru Penjas saat menyajikan materi adalah penyampaian materi dengan metode demonstrasi yang selalu memberikan contoh gerak ideal yang harus ditiru anak didik. Dalam kegiatan belajar mengajar, sebagian besar guru Penjas menggunakan alat praktek seperti bola kasti atau bola voli sudah standar, namun ada pula yang tidak samakah menggunakan media apapun seperti belajar lompat jauh di rumput yang rawan cidera di bagian tungkai terus dipaksakan. Aktivitas guru Penjas saat melakukan kegiatan pokok adalah memberi kesempatan pada siswa melakukan latihan berulang dan bergiliran sesama temannya kemudian ada siswa yang bertanya tentang materi atau cara melakukan yang belum jelas dan memberi kesempatan bagi siswa lain untuk menjawab melalui contoh demonstrasi gerak tertentu. Setelah itu, guru Penjas memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang belum mendapat jawaban optimal dan menyempurnakan gerakan yang dilakukan siswa melalui contoh gerak ideal ditambah koreksi atas kesalahan gerak yang sering dilakukan siswa. Pada penutupan pembelajaran, guru Penjas menyimpulkan materi yang disajikan, menginformasikan materi berikutnya, mengecek kehadiran siswa, dan memberi salam perpisahan. Jadi rangkaian pembelajaran yang diperankan oleh guru Penjas memberikan pemanasan sebagai kegiatan awal, menyajikan materi yang diambil dari bahan dari buku sumber, kemudian menyampaikan kepada siswa, dan menduga kira-kira siswa sudah menguasainya, diakhiri kegiatan penutup maka selesai kegiatan belajar mengajar untuk setiap kali pertemuan dan terus diulang pada pertemuan berikutnya. Dominasi kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani masih berpusat pada guru dan sebagian kecil anak didik, maka sumber pembelajaran utama adalah materi dari guru Penjas dan sebagaian lain dari buku-buku teks. Namun sayangnya, buku teks yang tersedia dirasakan masih

200

terbatas ditambah penguasaan siswa terhadap pengalaman belajar sebelumnya minim, maka

pembelajaran

Penjas

memberikan

kesan

sebuah

kegiatan

rutin

yang

membosankan siswa. Hal itu menunjukan bahwa sumber pembelajaran yang lain belum digali secara optimal, padahal banyak sumber belajar lain yang dapat dimanfaatkan seperti; kolaborasi sekolah dengan masyarakat, top-top organisasi olahraga, instansi pemerintah maupun swasta serta lingkungan tempat tinggal siswa. Pembelajaran

pendidikan

jasmani

dirasakan

siswa

sebagai

pengalihan

pengetahuan yang lebih menekankan pada aspek teori dan kurang membahas kondisi aktual masyarakat maupun aplikasi teori ke dalam praktek. Tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pendidikan jasmani dititikberatkan

pada sejauhmana

penguasaan cara-cara melakukan suatu keterampilan bukan pada pemahaman mengapa gerak itu dilakukan. Mestinya pengembangan aspek psikomotor itu tidak hanya dalam bentuk kegiatan praktek sebagai fungsi gerak dinamis, akan tetapi dikembangkan sebagai refleksi kekuatan jiwa dan pemantapan sistim keyakinan diri siswa. Hal itu dapat dilihat dari aktivitas siswa yang ditampilkan selama pembelajaran pendidikan jasmani

yaitu:

hadir,

melakukan

keterampilan

sesuai

dengan

contoh

guru,

mendengarkan/ memperhatikan, mencatat hal-hal penting, kalau belum mengerti bertanya,

mengerjakan

tugas,

dan

mengikuti

tes

praktek.

Aktivitas tersebut

menggambarkan bahwa guru berperan sebagai subyek dan siswa adalah obyeknya. Komunikasi pembelajaran 90% didominasi guru, sisanya diberi kesempatan kepada siswa melakukan pengulangan gerak dan bertanya pada akhir kegiatan. Tidak semua siswa mempunyai kesempatan bertanya atau mengemukakan pendapat, karena kekurangberanian mengemukakan persoalan pembelajaran. Pembelajaran pendidikan jasmani kurang menggambarkan interaksi yang kuat antara guru Penjas dengan siswa

yang seimbang, apalagi interaksi yang tinggi antar siswa dengan siswa lain daf£3«mp^^-belajar masih dalam wacana. Proses pembelajaran Penjas dirasakan belum mampu membelajarkan siswa, karena dianggap sebagai pelaksanaan target tugas yang harus dicapai oleh guru pada setiap kali pertemuan belajar. Keempat, guru Penjas belum menguasai model pembelajaran yang sesuai dengan minat siswa. Metode pembelajaran pendidikan jasmani yang sering digunakan adalah metode demonstrasi drill

dan ceramah atau ekspositori, walaupun ada juga yang

menggunakan metode kelompok Metode kelompok yang dipergunakan adalah dengan membagi kelas ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok diberi tugas dan melakukan latihan suatu keterampilan secara berulang-ulang sesuai instruksi guru tanpa inovasi bentuk gerak yang lainnya, kemudian mendemonstrasikan dihadapan guru dan teman sekelasnya.

Tugas-tugas yang harus dikerjakan tersebut disajikan pada

pembelajaran Penjas untuk mendapat tanggapan dari kelompok lain. Cara ini dirasakan masih kurang, karena siswa yang aktif orangnya tetap, siswa lain hanya ikut-ikutan sehingga penguasaan materi pelajaran tarasa dangkal dan kurang jelas, terkesan siswa merasa tidak menguasai materi. Interaksi pembelajaran lebih condong dari guru kepada siswa karena pola inipun peran guru sangat dominan. Guru masih sebagai subyek yang mengatur dan menentukan segala hal, sedang siswa berperan sebagai obyek, pendengar, pencatat, penanya dan pelaku, penghafal, dan pengingat. Siswa juga sebagai penerima yang pasrah atas penilaian guru dan pelayanan yang diberikan sekolah. Kelima, guru belum memanfaatkan media belajar yang bersumber dari lingkungan secara optimal. Hasil observasi menunjukan tidak semua guru memahami bahwa lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai media belajar, seperti bola kasti dari gulungan kertas, bat tenis meja dari kayu, bola sepak dari plastik, dan matras yang terbuat dari

202

kumpulan sabut kelapa. Guru belum meyakinkan siswa bahwa belajar dengan peralatan yang dimodifikasi selain memudahkan menguasai materi juga memerlukan aktivitas gerak yang tinggi. Hal yang sering terjadi sebagian besar guru Penjas berpendapat bahwa belajar menggunakan peralatan Penjas yang sudah standar, para siswa lebih senang dan lebih cepat menguasai materi sehingga lebih berprestasi, walaupun kondisi belajar mereka tidak semua siswa harus memahami secara keseluruhan dengan alasan kesempatan belajar siswa untuk berlatih berkurang. Keenam, guru Penjas memahami konsep tiga hasil belajar yakni kognitif, afektif dan psikomotor cenderung bervareasi dan berbeda. Pandangan yang berbeda terletak pada sudut pandang masing-masing yang satu melihat dari aspek proses dan lainnya melihat dari hasil, padahal ketiga aspek potensial itu dapat dilihat dari fungsi hubungan yang saling berpengaruh dan membentuk sinergitas potensi hasil belajar Penjas. Dalam pembelajaran Penjas ketiga hasil belajar tersebut terangkum dalam sebuah penguasaan sebuah keterampilan yang mampu anak didik kuasai, dan tidak dalam bentuk parsial penampakan masing-masing. Ketujuh, guru kurang memberikan umpan balik segera, khususnya mengenai kesalahan permanen yang dialami oleh siswa. Hal itu menyebabkan siswa tidak mengetahui segera kelebihan dan kekurangannya, sehingga motivasi untuk belajar lebih baik berkurang pada pembelajaran berikutnya. Apabila kesalahan gerak sudah permanen yang dilakukan sejak dini, maka gerak yang benar akan sulit dibetulkan, kalaupun bisa memerlukan jangka waktu yang lama. Uraian di atas menjelaskan bahwa kurangnya pemahaman guru Penjas terhadap karakteristik siswa dan cara merancang pembelajaran Penjas yang efektif dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar, menyebabkan pembelajaran pendidikan jasmani dirasakan siswa sebagai pengalihan pengetahuan dan pelaksanaan tugas.

203

Pembelajaran tidak mampu menarik perhatian dan minat siswa serta belum mampu meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar. Hasil belajar siswa yang tidak pernah dievaluasi secara objektif dan terus menerus serta tidak ada tindak lanjut yang jelas menyebabkan siswa tidak mengetahu kelebihan dan kekurangannya. Siswa tidak termotivasi menampilkan perilaku belajar selama pembelajaran berlangsung dan tidak berupaya memperbaiki diri dalam pembelajaran berikutnya. Berdasarkan uraian tersebut siswa sebenarnya memerlukan model pembelajaran yang baru karena memiliki beberapa alasan; Pertama, adanya kesadaran guru pendidikan jasmani untuk berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan menyenangkan siswa. Kedua, adanya tanggapan siswa yang menyatakan bahwa kualitas pembelajaran pendidikan jasmani masih kurang baik dan metode mengajar yang digunakan guru monoton dan menjemukan. Ketiga, munculnya keinginan siswa untuk memenuhi hasrat belajar melalui pembaharuan model pembelajaran yang baru dan mampu : a) menambah jumlah model pembelajaran pembelajaran pendidikan jasmani yang sudah ada, b) meningkatkan kualitas hasil belajar dengan harapan saling melengkapi diantara model-model pembelajaran yang dipergunakan, c) mendorong siswa belajar mempersiapkan diri sebelum pembelajaran pendidikan jasmani dilaksanakan, senantiasa aktif belajar selama pembelajaran Penjas berlangsung dan mendalami materi yang telah diajarkan setelah pembelajaran beratur, d) meningkatkan jumlah siswa yang aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran seperti aktif bertanya, menjawab, berdiskusi sesama teman, bergilir mendemontrasikan keterampilan gerak dan dapat berargumentasi, e) menciptakan proses interaksi dan saling membelajarkan diantara siswa, f) meningkatkan kepekaan siswa terhadap masalah kesulitan belajar Penjas baik di dalam maupun di luar sekolah, g) memberikan

204

penghargaan terhadap hasil belajar siswa. Keempat, adanya harapan siswa agar materi pembelajaran tidak bersifat formal hanya dipenuhi sejumlah prinsip-prinsip dan konsepkonsep teknik gerak cabang olahraga tetapi memperbesar bobot empirik prakrik lebih berorientasi pada gerak yang dibutuhkan anak didik sehari-hari yang cenderung lebih praktis. Kelima, kondisi Sekolah Dasar saat ini khususnya pembelajaran pendidikan jasmani memerlukan pembenahan terutama dalam mengelola mata pelajaran pendidikan jasmani agar menarik minat dan perhatian siswa. Karena itu, model pembelajaran kuantum dalam pendidikan jasmani yang berbasis kompetensi memungkinkan untuk dapat diimplementasikan pada siswa Sekolah Dasar, walaupun pemahaman terhadap kompetensi oleh guru pendidikan jasmani di lapangan cenderung bervariasi. Namun demikian semua pihak sepakat bahwa kompetensi hasil belajar merupakan sinergisilas tiga aspek potensi belajar siswa, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

B. Proses Pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Pendidikan Jasmani Sesuai dengan prosedur penelitian, serta memperhatikan kajian pra survey tentang model pembelajaran Penjas yang selama ini dilakukan, maka dalam proses perencanaan pengembangan model diawali dengan melakukan diskusi dengan para pengajar Penjas di SD. Diskusi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang hakekat pembelajaran Pendidikan jasmani sebagai mata pelajaran kemampuan motorik dan dapat digunakan untuk mengembangkan prilaku sikap yang dilandasi kemampuan berfikir siswa. Mata pelajaran Pendidikan jasmani dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa terutama peningkatan sumber daya manusia yang bermartabat. Setelah dilakukan diskusi, selanjutnya peneliti bersama guru Penjas di SD melakukan pengkajian dan review desain model pembelajaran kuantum pendidikan

205

jasmani. Model pembelajaran ini merupakan model belajar pendidikan jasmani yang berisikan aktivitas jasmani yang bernuansa penuh kegembiraan dalam mempelajari materi gerak jasmani agar siswa memiliki kompetensi dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi sesuai dengan karakteristik kuantum Penjas, terdapat modifikasi terutama dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang lebih berorientasi pada peningkatan kemampuan motorik dasar siswa. Modifikasi KBM Penjas dilakukan terhadap peraturan permainan dan perlombaan, peralatan standar yang biasa digunakan dan sarana prasarana yang disederhanakan. Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, review dilakukan pada tiga bentuk desain pembelajaran yaitu desain perencanaan pembelajaran, desain pelaksanaan, dan desain evaluasi. Hasil review terhadap model pembelajaran selanjutnya menghasilkan model pembelajaran awai kuantum pendidikan jasmani yang berbasis kompetensi bagi siswa SD. Model pembelajaran kuantum pendidikan jasmani ini merupakan draf awal yang akan dikembangkan lebih lanjut dalam tahapan uji coba terbatas. Dari review bersama guru Penjas tadi diperoleh desain awal model pembelajaran kuantum Penjas, yaitu model perencanaan, model pelaksanaan dan model evaluasi. 1. Desain Awal Perencanaan Model Pembelajaran Kuantum Penjas Komponen-komponen pada model perencanaan pembelajaran kuantum Penjas mengacu pada kerangka rancangan belajar kuantum yang berisikan tumbuhkan, alami, namai, demostrasikan, ulangi, dan rayakan disingkat TANDUR. Tumbuhkan berisikan kegiatan mengungkapkan apersepsi, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan Rancangan model pembelajaran kuantum Penjas ini diharapkan guru Penjas mampu mengelola suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik untuk berkonsentrasi belajar. Suasana akan terwujud apabila dalam proses pembelajaran

206

terjadi interaksi yang harmonis antara komponen-komponen yang terlibat seperti guru, siswa dan lingkungan sekitar. Memanfaatkan lingkungan sekitar dalam pembelajaran kuantum Penjas ini berisikan iringan musik sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pembelajaran Penjas di SD dengan maksud sebagai media dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat dan gairah dalam melakukan kegiatan pendidikan jasmani. Iringan musik yang dimaksud seperti musik dan lagu anak-anak, lagu-lagu perjuangan, musik Senam Aerobik, musik Senam Kebugaran Jasmani, Senam PocoPoco dan musik lain yang disenangi oleh anak-anak Sekolah Dasar. Pertimbangan penggunaan musik ini berdasarkan pada hampir di setiap Sekolah Dasar tipe recorder selalu ada karena terbiasa digunakan pada pelaksanaan senam kesegaran jasmani yang dilaksanakan setiap pagi sebelum masuk jam pelajaran. Model Pembelajaran Kuantum Penjas digambarkan pada bagan di bawah ini. a. Tahapan Kegiatan Tumbuhkan (Apersepsi} Tahapan

kegiatan

apersepsi

dimaksudkan

agar

siswa

didorong

untuk

mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Tahapan ini diawali memberikan pertanyaan-pertanyaan yang problematik tentang

pengalaman

belajar yang telah dimiliki siswa yang berkaitan dengan tema yang dibahas.

Siswa

diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan dan menghayati pemahaman tentang konsep gerak yang dilakukan. Kemudian melalui pengalaman belajar dari hasil interaksi dengan lingkungan akan tumbuh keinginan dan hasrat untuk melakukan aktivitas gerak. b. Tahapan Kegiatan Eksplorasi {Mengalami/Namai)

207

Tahapan berikutnya adalah mengadakan penyelidikan untuk menemukan konsep yang benar melalui kegiatan pengumpulan, pengorganisasian, menginterprestasikan dan mencari alternatif yang tepat untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Kegiatan bisa dilakukan secara berkelompok untuk mendiskusikan, mendemontrasikan tentang materi dan topik gerak yang baru dipelajarinya. Materi pembelajaran dirancang dan ditentukan oleh guru, bersumber dari pokok bahasan dan sub pokok bahasan seperti tercantum pada kurikulum khususnya Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). c. Tahapan Kegiatan Demonstrasikan Pada komponen ini dirumuskan dan menerapkan model pembelajaran kuantum pendidikan jasmani dengan empat tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan, pengembangan fitness, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Sistematika pembelajaran Penjas ini berdasarkan pada model-model pembelajaran Penjas yang ada dengan beberapa inovasi terhadap kelemahan yang dimilikinya. Pada setiap tahapan kegiatan tersebut guru memberikan bimbingan belajar ketika siswa menemukan kesulitan untuk melakukan sua tu gerak yang dipelajarinya. Disini guru berperan hanyalah sebagai fasilitator terhadap belajar siswa. Diharapkan melalui pengalaman belajar siswa akan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sendiri atau bersama-sama kelompok mendemonstrasikan tentang konsep yang dipelajari. Dari hasil pengalaman belajar itu maka dapat menemukan bagaimana sebaiknya gerak itu dilakukan dengan baik. d. Tahapan Kegiatan Ulangi (Mengulang-ulang) Pada tahapan ini siswa mengulang bahan pelajaran yang telah dikuasai sebelumnya dan mendemontrasikan hasil belajar yang baru diperolehnya secara berulang-ulang hingga menguasai gerak yang dipelajarinya dilakukan secara otomatis. Setelah itu siswa memberikan penjelasan tentang kegiatan yang berhasil diperolehnya

208

kemudian diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari,

sehingga

siswa memiliki

pengalaman belajar dan tidak meragukan lagi tentang konsepnya. Peran pendidik berusaha

menciptakan

iklim

pembelajaran

yang

memungkinkan

siswa

dan

mengaplikasikan serta mengembangkan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan seharihari. Melalui pengalaman belajar yang direncanakan diharapkan siswa memiliki keterampilan untuk meningkatkan gerak dasar yang harus dikuasainya e. Tahapan Kegiatan Rayakan (Refleksi dan Revisi) Tahapan terakhir rencana kegiatan pembelajaran adalah guru memacu anak untuk melakukan perbaikan terhadap struktur pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya sehingga mencapai keberhasilan belajar. Apabila proses kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan yang telah dibuat tapi masih ada kekurangan maka dilakukan perbaikan. Sebaliknya apabila mereka berhasil mencapai tujuan maka dilakukan penguatan (reinfocement) melalui "tepuk tangan" dari teman-teman dan pujian dari guru seperti acungan jempol atau ucapan bagus. Namun bagi mereka yang belum berhasil mendemonstrasikannya maka diberikan suport "pasti kamu bisa", demikian keberartian dari konsep "rayakan" keberhasilan.Revisi dalam arti perbaikan, dilakukan untuk

pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model

kuantum pendidikan jasmani, sebagai model pembelajaran yang lebih menekankan kepada suasana pembelajaran yang menyenangkan (joyful) siswa. Alat evaluasi yang menggunakan observasi penampilan dengan memperhatikan deskriptor dan tes perbuatan dengan menggunakan skala penilaian.

209

Bagan 4-1 Desain Awal Perencanaan Model Pembelajaran Kuantum Penjas Tahapan Kegiatan

Tujuan

Uraian Kegiatan

Tumbuhkan

• Mengungkapkan pengalaman belajar siswa sebagai apersepsi • Menanamkan pentingnya materi pelajaran yang dibahas • Memotivasi siswa untuk memusatkan perhatian kepada topik yang akan dibahas

• Pertanyaan permasalahan dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari • Siswa menanggapi topik yang dibahas • Menugaskan siswa menjawab permasalahan dengan berbagai alternatif jawaban • Pembentukan kelompok diskusi membahas masingmasing materi pelajaran • Presentasi hasil diskusi kelompok dan mendemonstrasikan gerak djhadapan teman-temannya

Alami dan Namai • Mengadakan penyelidikan

Demonstrasikan

dengan berbagai alternatif sehingga menemukan jawaban • Melalaikan berbagai upaya mulai pengumpulan data, mengorganisasikan dan menerapkan sendiri materi pelajaran • Siswa memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah melalui berbagai tahapan belajar • Kemampuan menjelaskan materi, mendemontrasikannya dan menemukan sendiri gerakan yang harus dilakukan

• Memberi kesempatan kepada kelompok untuk mengulang gerakan yang ditemukannya • Menyusun penjelasan sendiri tentang materi yang didemonstrasikan hasil penemuannya

Ulangi

• Siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya ke dalam pengalaman belajar sehari-hari • Menguasai materi melalui pengulangan belajar yang cukup hingga menjadi gerak otomatis

• Tiap kelompok bergiliran untuk mendemontrasikan hasil pengalaman belajarnya • Mengkombinasikan antara pengalaman belajar yang baru dikuasai dengan sebelumnya • Setiap individu menunjukan gerak yang berhasil dikuasai

Rayakan

• Mengevaluasi keberhasilan belajar dan penyebab yang belum dikuasai siswa • Melakukan umpan balik terhadap siswa yang belum berhasil melalui perbaikan belajar • Memberikan penguatan kepada siswa yang telah berhasil menguasai materi pelajaran

• Secara bergiliran dan bersifat perorangan melakukan demontrasi gerak yang dipelajari untuk dinilai • Penilaian penampilan hasil belajar siswa secara perorangan • Terhadap siswa yang berhasil diberikan penguatan dan sebaliknya yang belum berhasil diberikan suport

210

2. Desain Awal Model Implementasi Pembelajaran Kuantum Penjas Desain awal model implementasi pembelajaran kuantum Penjas terdiri dari empat tahapan kegiatan pokok, yaitu tahap kegiatan pembukaan (Introductory activity), pengembangan fitness (Fitness development activity), kegiatan inti (Lesson focus), dan kegiatan penutup (Clossing Activity). Untuk lebih jelasnya desain awal implementasi model pembelajaran kuantum Penjas dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Bagan 4-2 Desain Awal Model Implementasi Kuantum Penjas TAHAPAN KEGIATAN KEGIATAN PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN FFTNESS

KEGIATAN INTI

KEGIATAN PENUTUP

KEGIATAN GURU Mengemukakan topik pembelajaran, mengajukan berbagai pertanyaan, merencanakan tugas-tugas, dan menyusun kriteria keberhasilan pelaksanaan tugas, serta mempersiapkan alat peraga Merancang kegiatan yang mengarah berbagai vareasi latihan kondisi fisik, menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan melalui musik pengiring latihan, melakukan pengulangan latihan dan membimbing pelaksanaan tugas gerak Menyampaikan pokok bahasan, mengelompokan siswa, memberikan bahkan terhadap gerak yang benar, memberikan penjelasan/peragaan dengan iringan musik dan berusaha agar siswa berhasil mencapai tujuan Menyimpulkan materi pelajaran, menyatakan penghargaan kepada siswa yang berhasil, melakukan umpan balik, dan mengomunikasikan kepada siswa hal-hal yang harus dilakukan sesuai dengan kriteria

KEGIATAN SISWA Menerima pemberian tugas, menjawab pertanyaan yang diajukan, memilih tugas yang tersedia, melakukan penafsiran sendiri, melakukan persiapan menuju inti pembelajaran Melakukan berbagai vareasi latihan yang mengarah kepada fungsional penampilan fisik, mengikuti irama musik dengan gerak, melakukannya dengan penuh semangat dan menyenangkan Menerima pembelajaran, menerima umpan balik, mengulang latihan, berusaha memperbaiki penampilan dan membandingkan dengan kriteria yang ada, dan aktif melakukan diskusi dengan sesama teman kelompoknya Menerima kriteria untuk memperbaiki penampilan, menerima umpan balik, menyediakan waktu belajar sendiri, memverifikasi pemecahan yang telah dilakukan denga kriteria yang dimiliki guru, dan mempersiapkan pelajaran berikutnya

211

Berdasarkan bagan tersebut, desain awal implementasi model pembelajaran kuantum Penjas terdiri dari empat tahapan kegiatan pokok, yaitu tahapan kegiatan pendahuluan, kegiatan pengembangan fitness, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Selanjutnya setiap tahapan kegiatan model kuantum pembelajaran pendidikan jasmani dijelaskan sbb.: a. Tahap kegiatan pendahuluan Pada langkah kegiatan pendahuluan merupakan langkah awal dalam model kuantum Penjas. Pada tahap ini peranan guru memberikan motivasi pada siswa melalui membangkitkan minat, kemauan, dan keinginan agar tercipta kondisi belajar yang sungguh-sungguh. Latihan-latihan yang ditugaskan guru untuk melakukan pemanasan, pertanyaan yang diajukan guru untuk direspons oleh anak, balikan anak yang sesuai dengan kriteria dan permasalahan yang harus dijawab oleh siswa. Rangkaian kegiatan ini harus dipersiapkan sebelumnya baik oleh guru maupun anak dalam menghadapi kegiatan berikutnya, b. Tahap pengembangan fisik Kegiatan ini dilakukan hampir sama dengan kegiatan pendahuluan hanya berbeda dari segi pembobotan atau pengulangan, karena yang menjadi sasaran adalah meningkatkan kondisi tubuh agar memiliki komponen-komponen kesegaran jasmani. Jika dalam pendahuluan diberikan tugas lari keliling lapangan maka latihan lari tersebut dilakukan secara berulang. Begitu juga latihan permainan dilakukan dalam waktu tertentu dan tidak hanya cukup satu kali saja. Latihan kekuatan baring duduk dalam waktu satu menit atau mencapai hitungan tertentu dengan maksud adanya peningkatan kemampuan fisik khususnya kekuatan dan daya tahan yang merupakan bagian dari kebugaran jasmani.

212

c Tahapan kegiatan inti Dalam tahap ini guru berusaha untuk mengeksplorasi kemampuan anak melalui multi kegiatan dalam upaya penguasaan materi pelajaran. Menggali potensi anak dilakukan dengan cara menggunakan multi metode, teknik bertanya, situasi menantang siswa, pemberian contoh peragaan, mengulang-ngulang gerakan yang sudah dikuasai, dan mempelajari gerak yang baru dengan alur kegiatan yang dikontrol dan mendapat balikan dari guru. Siswa secara maksimal melakukan aktivitas gerak dan diperlakukan sebagai seorang yang berposisi sebagai decision maker. Mereka mengambil keputusan sendiri untuk melakukan gerak yang sesuai dengan tugas yang dihadapinya. Siswapun mendapat kesempatan untuk; menilai dirinya sendiri dan masukan dari teman sebaya tentang gerak yang dilakukannya, apakah sesuai dengan acuan kriteria yang dibuatkan guru atau belum memperolehnya. Kegiatan belajar sambil bermain menjadi semboyan pembelajaran Penjas di Sekolah Dasar. Guru Penjas hanya berperan membantu siswa ketika siswa menemukan gerak yang sukar untuk dipecahkan. Selama siswa belum menemukan alternatif terbaik terhadap gerak yang dilakukan selama itu pula siswa harus terus menerus mengadakan pembelajaran yang tepat. d.Tahap kegiatan penutup Pada tahapan ini guru

menilai penampilan dan umpan balik yang dilakukan

selama atau sesudah pelaksanaan tugas-tugas yang telah diberikan. Guru berusaha mengumpulkan keterangan dan informasi lain lalu membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan. Pemberian penilaian positif atau negative terhadap penampilan siswa, harus dimaksudkan dalam umpan balik yang bersifat korektif agar ada gunanya 1

bagi kemajuan siswa. Guru menyimpulkan apakah penampilan benar atau salah dan menyampaikan hal-hal tentang penilaian penampilan kepada siswa.

u u v

3. Desain Awal Model Evaluasi Pembelajaran Kuantum Penjas Sesuai dengan prinsip pedoman model pembelajaran kuantum Penjas yaitu segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman belajar, akui setiap usaha dan merayakan keberhasilan, maka model evaluasi diarahkan untuk menilai kemampuan siswa dalam keterampilan gerak dasar, pemahaman kognitif terhadap persoalan yang diajukan, dan sikap positif terhadap aktivitas jasmani serta kepribadian yang mantap. Evaluasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan deskritor hasil observasi, sedangkan penilaian akhir dilakukan dengan menggunakan skala penilaian yang disusun berdasarkan pertimbangan kualitas gerak yang ditampilkan. Kriteria peningkatan keterampilan gerak dasar siswa dalam penelitian ini ditinjau dari aspek pola gerak lokomotor, pola gerak non lokomotor, dan pola gerak manipulatif. Gerak lokomotor adalah gerak berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain, diantaranya: jalan, lari, lompat dan lainnya. Gerak non lokomotor adalah gerakan tubuh ke berbagai arah tapi tetap di tempat, antara lain gerakan meliukan badan, membungkuk, memutar dan lain sebagainya. Sedangkan gerak manipulatif merupakan keterampilan yang berhubungan dengan benda di luar dirinya yang harus dimanipulasi sedemikian rupa sehingga

terbentuk

sebuah keterampilan,

menendang, menyetop, dan memukul dengan raket Melakukan

seperti melempar, keterampilan

gerak

tidak dapat dipisahkan dari kemampuan kognitif seperti kemampuan dan kelancaran berfikir. Aspek kemampuan kognitif adalah kemampuan siswa mengeluarkan gagasan dan ide-ide secara verbal yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang sedang dibahas. Selain itu kelancaran berfikir yang menekankan kemampuan memberikan

214

ke berbagai arah tapi tetap di tempat, antara lain gerakan meliukan badan, membungkuk, memutar dan lain sebagainya. Sedangkan gerak manipulatif merupakan keterampilan yang berhubungan dengan benda di luar dirinya yang harus dimanipulasi sedemikian rupa sehingga terbentuk sebuah keterampilan, menendang, menyetop, dan memukul dengan raket. Melakukan

seperti

melempar,

keterampilan

gerak

tidak dapat dipisahkan dari kemampuan kognitif seperti kemampuan dan kelancaran berfikir. Aspek kemampuan kognitif adalah kemampuan siswa mengeluarkan gagasan dan ide-ide secara verbal yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang sedang dibahas. Selain itu kelancaran berfikir yang menekankan kemampuan memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri dengan memperjelas jawaban melalui ilustrasi contoh-contoh yang sesuai dengan taraf berfikir anak-anak. Sikap positif terhadap pendidikan jasmani dapat digambarkan saat siswa belajar dalam situasi senang, memiliki kemauan untuk berpartisipasi aktif, kreatif, dan kritis. Dengan demikian proses evaluasi yang diterapkan harus dilakukan secara kontinuitas disertai pengamatan untuk mencapai sasaran kemampuan gerak dasar, kecakapan berfikir serta prilaku positif terhadap pelajaran Pendidikan jasmani. Bagan 4-3 Desain Awal Model Evaluasi Pembelajaran Penjas Dilakukan

menggunakan

kegOiatan

pengamatan,

pencatatan dan dokumentasi. Komponen yang dievaluasi meliputi kemampuan fisik-motorik, kognitif, sosial dan PROSEDUR EVALUASI

emosional pada setiap tahapan proses pembelajaran Pendidikan jasmani. Jenis penilaian yang dikembangkan cenderung pada penilaian kualitatif dengan penjelasan deskriftor pada gerak yang dilakukan.

215

Menggunakan ALAT/TEKNIK

pedoman

observasi(daftar

cek)pada

deskriptor dalam bentuk rating scale sebagai patokan penilaian Penjas

SASARAN

Keterampilan gerak dasar, kecakapan berfikir, dan sikap positif terhadap pembelajaran Penjas

C. Hasil Uji Coba Terbatas Uji coba terbatas adalah uji coba yang dilakukan untuk mengembangkan model awal seperti yang telah dirancang sebelumnya. Tujuan penelitian pada tahap ini adalah untuk menemukan sosok model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa yang dianggap memadai sesuai dengan kondisi lapangan dan kurikulum saat ini. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, proses uji cobapun berguna untuk meningkatkan kemampuan gerak siswa ditinjau dari segi keterampilan melakukan gerak dasar, kecerdasan berfikir memecahkan permasalahan dan sikap positif dalam melakukan pendidikan jasmani. Uji coba terbatas dilaksanakan di SD Negeri Sukamaju kelas VI dalam beberapa kali putaran. Penentuan banyakna putaran tersebut didasarkan kepada keberhasilan guru Penjas

mengimplementasikan model pembelajaran kuantum Penjas

berbabasis

kompetensi sesuai dengan tujuan pengembangan model yang telah ditentukan, hingga pada akhirnya ditemukan model pembelajaran yang dianggap memadai. Hasil penelitian setiap putaran dalam uji coba terbatas, hasilnya diuraikan di bawah ini. 1. Uji coba Terbatas Pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Pendidikan Jasmani Berbasis Kompetensi Putaran Pertama a. Perencanaan Pembelajaran

216

Sesuai dengan model awal pembelajaran kuantum Penjas yang telah ditentukan, komponen-komponen model perencanaan terdiri dari komponen menumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan. Komponen tumbuhkan berisi tentang konsep pengetahuan awal yang akan dibahas berisikan bahan apersepsi yang berkaitan dengan kenyataan sehari-hari. Komponen alami memberikan pengalaman nyata pada siswa untuk mencoba berbagai kebutuhan gerak, komponen namai berisikan uraian kegiatan mencari, menyelidiki dan menemukan cara melakukan materi pendidikan jasmani melalui belajar gerak secara mencoba langsung merasakan kompleksitas gerak hingga memperoleh alternatif gerak ideal yang dimginkan. Komponen demonstrasikan berisi tentang kegiatan interaksi guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang terdiri dari empat langkah kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, pengembangan fitness, inti, dan penutup. Komponen ulangi berisikan kegiatan membangun pengetahuan dan keterampilan gerak yang dipelajarinya secara berulang-ulang hingga siswa merasakan konsep yang telah dipelajarinya untuk digunakan pada kondisi kehidupan sehari-hari. Komponen rayakan berisikan tentang kegiatan umpan balik langsung atau tidak langsung pada belajar keterampilan gerak yang telah dimilikinya sesuai dengan yang telah

direncanakan, sebagai respon

pengakuan yang proporsional, b. Implementasi uji coba terbatas putaran pertama Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Model Pembelajaran Kuantum Pendidikan Jasmani Berbasis Kompetensi (MPKPK) terdiri dari empat langkah pokok yaitu langkah kegiatan pendahuluan, pengembangan fitness, inti dan penutup. Tahap kegiatan pendahuluan

217

Tahap kegiatan pendahuluan yang dilakukan guru pada putaran ini, tidak berjalan sesuai dengan harapan. Pada tahap ini, guru tidak dapat membangkitkan semangat siswa untuk mencoba memahami permasalahan yang diajukan. Hal ini disebabkan teknik bertanya guru tidak mencerminkan sebagai teknik bertanya yang dapat merangsang hasrat bergerak siswa, kemudian guru juga belum biasa menggunakan model pembelajaran seperti MPKPK. Misalkan ketika tidak ada seorangpun siswa yang menjawab

atas

pertanyaan

yang

diajukan

guru

tentang

siapa

yang

bisa

mendemonstrasikan gerak langkah kaki dan tangan sesuai dengan irama musik yang diperdengarkan kepada siswa,

maka guru menjawab dan menunjukan sendiri

pertanyaan dan mendemonstrasikan dihadapan siswa. Beberapa kali guru melakukan pengulangan semacam ini tanpa disadari bahwa hal itu menyalahi skenario pembelajaran yang telah ditentukan. Malahan guru ketika siswa berfikir mencari jawaban melalui peragaan gerak tersebut tidak sabar untuk segera menjawab sendiri pertanyaan dan mendemonstrasikan gerakan yang dimaksudkan. Tahap kegiatan pengembangan fitness Seperti pada tahap pendahuluan, pada tahap inipun guru menemui kesulitan mengajak siswa untuk melakukan latihan gerak secara berulang-ulang sebagai latihan pemanasan yang bertujuan meningkatkan suhu tubuh, meregang otot-otot agar siap melakukan aktivitas berikutnya. Kesulitan ini terjadi disebabkan kelemahan guru dalam meyakinkan siswa untuk berlatih secara intensif dan kelemahan lain guru terlalu terburu-buru tidak sabar menunggu bangkitnya respon gerak yang dimiliki siswa. Misalkan ketika guru meminta pendapat dan menunjukkan gerakan peregangan (senam khusus), teknik berlari yang benar, siswa acuh tak acuh kurang memperhatikan bentuk gerak yang benar itu. Akhirnya guru menunjukkan demonstrasi gerak seperti

218

peregangan otol-otot tungkai, badan, tangan dan leher yang benar, setelah siswa tidak ada seorangpun yang berminat melaksanakannya. Tahap kegiatan fokus/inti pelajaran Pada tahap ini, nampaknya guru juga gagal menggali potensi kemampuan dan hasrat bergerak siswa yang sebenarnya. Sebetulnya siswa menginginkan kebebasan bergerak secara lebih leluasa, namun guru seolah-olah mempatok gerak yang benar seperti dicontohkan guru. Misalkan ketika guru memberikan teknik dan menangkap bola kasti menunjukan sikap kaki, tangan, badan, dan koordinasi mata tangan melalui bola, guru asik sendiri mendemonstrasikan gerak yang benar sesuai yang diharapkan. Kondisi siswa saat itu bermain sendiri-sendiri seperti memainkan bola kasti dengan sesama temannya, saling kejar mengajar dan tak mau diberhentikan oleh guru. Akhirnya guru kembali mengumpulkan siswa memberikan penjelasan ulang tanpa memahami apa kesulitan sebenarnya yang dialami siswa tersebut. Tahap kegiatan penutup Pada tahap ini, nampaknya guru kurang berhasil memberikan penguatan tentang penting dan manfaat melakukan suatu keterampilan pendidikan jasmani untuk kehidupan sehari-hari. Saat guru menutup pelajaran, sebagian siswa masih aktif bermain sesama temannya dan kurang perhatian terhadap penyampaian pentingnya pembahasan materi pelajaran tersebut Misalkan ketika guru mengoreksi kesalahan gerak secara umum, sebahagian siswa tanpa memperdulikan penjelasan guru. Malahan siswa bercengkrama dengan temannya dan menginginkan cepat dibubarkan karena meminta izin ganti pakaian dan pergi ke kantin sekolah. c Hasil observasi dan rekomendasi uji coba terbatas pada putaran pertama

219

Hasil observasi dan diskusi dengan guru Penjas sebagai subjek penelitian, pengembangan model pada tahap uji coba terbatas putaran pertama dapat disimpulkan sebagai berikut: Ditinjau dari proses pembelajaran yang dilakukan guru Penjas, maka sosok model MPKPK, sebagai suatu model yang diharapkan untuk memperbaiki proses pembelajaran Penjas

di Sekolah Dasar saat ini belum dapat dikembangkan, artinya sosok model

pembelajaran

yang

diinginkan

belum

secara

menyeluruh

dapat

ditemukan.

Ketidakberhasilan ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak berfungsinya rencana pembelajaran yang telah disusun sebagai pedoman

pembelajaran. Proses

belajar mengajar berlangsung seperti sebelum adanya model ini. Tahapan-tahapan pembelajaran seperti yang sudah direncanakan tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Kedua, gaya guru dalam mengembangkan pembelajaran masih dipengaruhi oleh model pembelajaran yang selama ini digunakan di lapangan. Guru masih terlalu dominan berperan sebagai penyampai informasi dan pelatih atau instruktur seperti yang ditunjukkan dari kebiasaan guru menjawab dan sekaligus memberikan contoh serta menjelaskan sendiri pertanyaan yang diajukan kepada siswa. Guru juga tidak berusaha mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan gerak melalui pemberian pengalaman belajar seluas mungkin. Ketiga, penggunaan media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar tidak diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan gerak secara penuh. Media lebih cenderung difungsikan sebagai pajangan yang hanya digunak

220

Keempat, desain evaluasi yang telah direncanakan tidak berjalan secara mulus, oleh karena kemampuan dan penampilan gerak siswa tidak muncul secara optimal sehingga kesulitan untuk mendeskripsikannya. Sebagai konsekuensi peran dan gaya guru dalam pembelajaran, maka pada putaran pertama ini keterlibatan siswa dalam setiap tahapan pembelajaran sama sekali belum nampak. Siswa tidak berperan sebagai subjek belajar, akan tetapi lebih dominan sebagai objek yang siap menerima informasi dan intruksi dari guru. Kemampuan siswa baik dilihat dari aspek berfikir sistimatis maupun penampilan keterampilan gerak sama sekali belum nampak. Hal ini bukan karena disebabkan oleh tidak adanya upaya guru untuk memberikan semangat dan meningkatkan hasrat bergerak siswa, akan tetapi nampak ada keraguan siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dianggap wajar mengingat model pembelajaran ini bagi siswa tidak biasa melakukan berbeda dengan sebelumnya. Berdasarkan hasil observasi seperti yang telah dijelaskan di atas, maka untuk memperbaiki desain mode) pembelajaran disarankan sebagai berikut: Pertama, khusus untuk aspek perencanaan dalam komponen kegiatan belajar mengajar sebaiknya guru membuat skenario pembelajaran yang akan dilakukan secara lengkap dan rinci. Hal ini dimaksudkan agar guru memahami benar tindakan apa yang akan dilakukan manakala terjadi kemacetan pembelajaran, misalkan apa yang akan dilakukan ketika diantara siswa tidak seorangpun yang tahu bagaimana meniru gerak seperti lari kijang. Ini harus diantisipasi mengingat proses pembelajaran tetap harus berlangsung.

221

Kedua, guru juga disarankan untuk memfungsikan perencanaan yang telah disusun rapih sebagai pedoman pembelajaran. Hal ini sangat penting agar proses pembelajaran terkontrol dan berlangsung secara efektif dan efisien. Ketiga, dalam proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan MPKPK, sebaiknya didahului dengan langkah apersepsi sebagai pendahuluan. Pada langkah ini guru perlu menjelaskan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran serta apa yang harus dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Langkah ini dimaksudkan agar siswa memahami tugas pembelajaran, sehingga diharapkan mereka siap untuk berperan secara aktif dalam proses pembelajaran selanjutnya. Keempat, guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan teknikteknik penguatan pada siswa baik yang dapat menjawab maupun yang tidak terhadap pertanyaan yang diajukan guru, dan perlu diupayakan agar guru tidak menjawab sendiri pertanyaan yang diberikan kepada siswa tesebut.

2.

Uji Coba Terbatas Pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Penjas Berbasis Kompetensi Putaran kedua

a. Perencanaan Pembelajaran Sesuai dengan model awal pembelajaran kuantum Penjas pada putaran pertama, ada beberapa penyempurnaan pada aspek perencanaan model pembelajaran yang telah direkomendasikan yaitu

pendeskripsian

pada

langkah

apersepsi,

eksplorasi,

demonstrasi, pengembangan aplikasi, refleksi dan revisi. Komponen apersepsi berisi tentang konsep pengetahuan awal yang akan dibahas berisikan problema yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Komponen diskoveri dan eksplorasi berisikan uraian kegiatan latihan materi pendidikan jasmani yang baru

222

dikaitkan dengan materi belajar pendidikan jasmani yang telah dikuasai sebelumnya kemudian dilakukan secara berulang-ulang, hingga menguasai keterampilan gerak tersebut Komponen penjelasan konsep dan demonstrasi berisi tentang kegiatan guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang terdiri dari empat langkah kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, pengembangan fitness, inti, dan penutup. Komponen pengembangan aplikasi berisikan kegiatan dalam bentuk kompetisi baik beregu maupun perorangan atau pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk yang sebenarnya sesuai peraturan baik perlombaan maupun pertandingan. Komponen refleksi dan revisi berisikan tentang kegiatan umpan balik langsung atau tidak langsung pada belajar keterampilan gerak yang telah dimilikinya sesuai dengan yang telah direncanakan, kemudian mengklasifikasikan mana siswa yang sudah menguasai, belum sepenuhnya menguasai, dan sama sekali belum menguasai tentang materi pendidikan jasmani.

b. Implementasi Uji Coba Terbatas Putaran Kedua Berdasarkan perencanaan model tersebut, desain awal implementasi model pembelajaran kuantum Penjas terdiri empat tahapan pokok, yaitu tahapan kegiatan pendahuluan, kegiatan pengembangan fitness, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada putaran kedua ini topik yang akan dijadikan bahan pembelajaran adalah tentang "Aktivitas Ritmik". Selanjutnya setiap tahapan kegiatan model pembelajaran kuantum jasmani dijelaskan sbb.: Tahap kegiatan pendahuluan

pendidikan

223

Pada langkah kegiatan pendahuluan merupakan langkah awal dalam model kuantum Penjas. Pada tahap ini guru memberikan motivasi pada siswa melalui iringan musik yang dapat membangkitkan minat, kemauan, dan keinginan agar dapat melakukan gerak sesuai ritme musik tersebut. Belajar langkah kaki, ayunan tangan dan gerakan ditempat, diikuti gerak maju mundur, kanan kiri dalam iringan musik yang lambat Dijelaskan oleh guru bahwa belajar topik ini, pada siswa dianjurkan mengikuti gerak instruktur dahulu, kemudian melakukannya sendiri. Rangkaian kegiatan ini harus dilakukan secara bertahap mulai irama tepukan tangan kemudian menggunakan musik pengiring dalam tempo yang lambat Program ini dipersiapkan sebelumnya baik oleh guru maupun siswa agar menghadapi kegiatan berikut sudah siap. Prosedur pembelajaran yang harus ditempuh siswa pada tahapan pendahuluan ini, nampaknya ada kemajuan yang semula selalu bergantung sepenuhnya kepada guru, namun kali ini secara kuantitatif jumlah yang berpartisipasi dalam melakukan gerak sudah ada peningkatan, walaupun belum maksimal. Kesan masih canggung, malu-malu meliukan badan sesuai irama musik sangat jelas terlihat. Tahap pengembangan fisik Kegiatan ini dilakukan hampir sama dengan kegiatan pendahuluan hanya berbeda dari segi pembobotan atau pengulangan, karena yang menjadi sasaran adalah meningkatkan kondisi tubuh agar memiliki komponen-komponen kesegaran jasmani. Jika dalam pendahuluan diberikan latihan pemanasan untuk gerakan ditempat, maka latihan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Begitu juga latihan gerak yang lambat maka ditingkatkan porsi latihan menjadi gerak melompat yang dilakukan dalam waktu dan frekuensi yang ditambah serta tidak hanya cukup satu kali saja. Latihan kekuatan ditingkatkan menjadi latihan daya tahan dalam kualitas dan kuantitas baik penambahan

224

waktu maupun penambahan freuensi latihan mutlak diperlukan dengan maksud adanya peningkatan kemampuan fisik khususnya kekuatan dan daya tahan yang merupakan bagian dari kebugaran jasmani. Tahapan kegiatan inti Dalam tahap ini guru berusaha untuk mengeksplorasi kemampuan anak melalui multi kegiatan dalam upaya penguasaan materi pelajaran. Menggali potensi anak dilakukan dengan cara menggunakan multi metode, teknik bertanya, situasi menantang siswa, pemberian contoh peragaan, mengulang-ngulang gerakan yang sudah dikuasai, dan mempelajari gerak yang baru dengan alur kegiatan yang dikontrol dan mendapat balikan dari guru. Siswa secara maksimal melakukan aktivitas gerak ritmik dimulai pengenalan, pelaksanaan gerakan dengan iringan musik, dilakukan baik secara berkelompok maupun perorangan. Guru memberikan keleluasaan untuk berinisiatif sendiri baik meniru gerakan maupun menciptakan gerakan sendiri, posisi siswa diperlakukan sebagai seorang yang decision maker. Mereka mengambil keputusan sendiri untuk melakukan gerak yang sesuai dengan tugas yang dihadapinya. Siswapun mendapat kesempatan untuk menilai dirinya sendiri dan masukan dari teman sebaya tentang gerak yang dilakukannya, apakah sesuai dengan acuan kriteria yang dibuatkan guru atau belum memperolehnya. Kegiatan belajar sambil bermain menjadi semboyan pembelajaran Penjas di Sekolah Dasar. Guru Penjas hanya berperan membantu siswa ketika siswa menemukan gerak yang sukar untuk dipecahkan. Selama siswa belum menemukan alternatif terbaik terhadap gerak yang dilakukan selama itu pula siswa harus terus menerus mengadakan pembelajaran yang tepat. Prosedur seperti ini sayang guru tidak berusaha keras untuk memahami kesulitan siswa agar dapat mengikuti gerakan sesuai dengan patokan, misalkan gerak yang

225

dilakukan sesuai dengan ketukan atau ritme musik pengiring dilakukan secara perlahanlahan sesuai tuntutan musik tadi. Oleh karena itu, pada proses pembelajaran selanjutnya nampaknya guru mengalami kesulitan untuk mengaitkan gerak yang dilakukan siswa dengan musik pengiring, sehingga masih ada kerancuan dalam aktivitas ritmik. Tahap kegiatan penutup Setelah kegiatan inti dilakukan yang menuntut aktivitas gerak yang dominan, maka dalam kegiatan penutup grafiknya menurun (cooling down). Karena itu latihan yang mesti dilakukan biasanya tidak memerlukan tenaga yang besar, maka kandungan materi pada kegiatan penutup harus dilakukan dengan senang dan gembira sehingga tenaganya pulih untuk siap-siap menuju pada kegiatan berikutnya. Pada tahapan ini guru

menilai penampilan dan umpan balik yang dilakukan

selama atau sesudah pelaksanaan tugas-tugas yang telah diberikan. Guru berusaha mengumpulkan keterangan dan informasi lain lalu membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan. Pemberian penilaian positif atau negative terhadap penampilan siswa, harus dimaksudkan dalam umpan balik yang bersifat korektif agar ada gunanya bagi kemajuan dan mengelompokan siswa. c. Hasil Observasi dan Rekomendasi Uji Coba Terbatas Putaran Kedua Berdasarkan hasil observasi, pada uji coba terbatas pengembangan model pembelajaran tahap kedua dijelaskan sebagai berikut: Ditinjau dari cara guru mengembangkan model pembelajaran, maka pola pembelajaran mulai berubah, walaupun pola model pembelajaran kuantum Penjas sebagai model pembelajaran yang memiliki suasana yang menyenangkan untuk meningkatkan kemampuan gerak siswa Sekolah Dasar masih belum dapat terlihat dengan sempurna. Adanya perubahan model pembelajaran ini nampak dan proses

226

pembelajaran yang tidak lagi sepenuhnya berpusat pada guru, siswa melakukan berbagai aktivitas inisistif sendiri, serta ada upaya guru untuk mengembangkan dialog melalui proses pemecahan masalah bersama. Beberapa kelemahan yang nampak berdasarkan hasil observasi yang memberi kesan bahwa model ini tidak nampak berjalan mulus adalah pertama guru masih kurang memfungsikan rencana pembelajaran. Proses pembelajaran sering keluar dari skenario yang telah disusun, akibatnya pembahasan persoalan inti menjadi sedikit sedangkan persoalan penunjang menjadi melebar. Kedua, dalam pelaksanaan setiap tahapan proses guru nampaknya masih kurang mampu menggunakan sistematika yang sesuai dengan tuntutan model akan tetapi berkutat pada paradigma lama dimana mode! konvensional kadang-kadang digunakan tanpa disadari. Ketiga, guru masih kurang mampu untuk menunggu respon siswa sehingga guru masih banyak memberikan contoh karena siswa belum berani menampilkan kemampuannya padahal sebenarnya mereka bisa hanya masih penuh keraguan

untuk

menampilkannya.

Keempat,

penggunaan

sarana

dan

media

pembelajaran dirasakan masih tidak berfungsi sebagai pembentukan keterampilan akan tetapi masih bersifat sebagai ajang pencapaian prestasi dalam perlombaan bukan memenuhi sifat hasrat bergerak siswa.' Dilihat dari kepentingan siswa, nampak ada sedikit peningkatan keterampilan dan keberanian untuk melakukan walaupun belum sempurna. Posisi siswa mulai ada perubahan dari yang bersifat hanya sebagai objek belajar, akan tetapi sudah mulai bergeser sebagai subjek belajar. Beberapa orang siswa nampak mulai menunjukkan keberaniannya untuk bertanya tentang bagaimana seharusnya keterampilan gerak tertentu dilakukan, memberikan jawaban ketika ditanya, walaupun masih kurang nyambung antara pertanyaan dengan jawaban yang sesuai dengan inti permasalahan.

Hal ini adanya kemajuan yang disebabkan siswa sudah mulai memahami apa mereka lakukan dalam proses pembelajaran seperti yang diutarakan guru pada tahapan eksplorasi. Berdasarkan hasil observasi, ada beberapa pandangan peneliti yang perlu dijelaskan untuk mengembangkan model pembelajaran kuantum Penjas yang berbasis kompetensi sebagai berikut: Pertama, pola pembelajaran sudah mulai ada perubahan dengan adanya kegiatan pelibatan siswa dalam proses pemecahan masalah. Namun masih nampak guru kesulitan memerankan sistematika pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran kuantum, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran sering terhambat. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya guru tidak bisa langsung begitu saja mampu merubah dari model yang biasa dilakukan pada model yang baru tentunya perlu waktu dan kesempatan untuk terus dilakukan secara berulang-ulang. Kesulitan lain datang dari siswa kurang memahami persoalan yang dijelaskan oleh guru dikarenakan bahan pembelajaran mungkin terlalu sulit jauh dari pengalaman belajar siswa sehingga tidak dapat terjangkau oleh kemampuan mereka. Atas dasar itulah agar model pembelajaran ini yang merupakan model pembelajaran yang menyenangkan suasana belajar siswa dapat diterapkan, maka sebaiknya guru memahami terlebih dahulu pengalaman belajar siswa. Pemahaman akan pengalaman belajar siswa itu selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah berikutnya. Untuk memahami pengalaman dan kemampuan siswa berdasarkan kesepakatan hasil diskusi sebelum melakukan tahap

penjelasan konsep melalui demonstrasi perlu dilakukan tahapan

pelacakan pengalaman secara lebih mendalam tentang kemampuan siswa.

228

. ' f

Kedua, dalam proses implementasi model untuk merealisasikan penambahan

komponen atau langkah eksplorasi, guru perlu meningkatkan kemampuan bertanya terutama teknik pertanyaan yang bersifat terbuka, disamping melatih kesabaran untuk menahan jawaban sendiri atas pertanyaan yang diajukan kepada siswa serta menahan diri untuk tidak serta merta menampilkan gerak sebagai contoh. Di samping itu pula, guru perlu memberikan penguatan terahadap respons yang diberikan siswa baik penguatan dengan ucapan maupun dengan isyarat atau gerakan. Ketiga, media dan sumber belajar perlu dipersiapkan lebih matang dan digunakan bukan hanya untuk kepentingan sumber belajar akan tetapi juga untuk kepentingan peningkatan keterampilan siswa. Keempat, guru perlu memfungsikan rencana pembelajaran dengan lebih cermat, agar proses pembelajaran dengan model kuantum Penjas berbasis kompetensi tidak keluar dari tema pembelajaran.

3. Uji Coba Terbatas Pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Penjas Berbasis Kompetensi Putaran Ketiga a. Perencanaan Pembelajaran Secara umum perencanaan pembelajaran tidak mengalami perubahan sesuai dengan model awal pembelajaran kuantum Penjas pada putaran pertama dan kedua, namun ada sedikit penyempurnaan pada aspek perencanaan model pembelajaran yang telah direkomendasikan yaitu pada kompetensi yang harus dicapai dan penekanan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari siswa khususnya pada kegiatan apersepsi. Kegiatan eksplorasi, demonstrasi, pengembangan aplikasi, refleksi dan revisi seperti model awal pembelajaran kuantum Penjas pada putaran sebelumnya.

229

Komponen apersepsi berisi tentang konsep pengetahuan awal yang akan dibahas berisikan problema yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Komponen diskoveri dan eksplorasi berisikan uraian kegiatan latihan materi pendidikan jasmani yang baru dikaitkan dengan materi belajar pendidikan jasmani yang telah dikuasai sebelumnya kemudian dilakukan secara berulang-ulang, hingga menguasai keterampilan gerak tersebut Komponen penjelasan konsep dan demonstrasi berisi tentang kegiatan guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang terdiri dari empat langkah kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, pengembangan fitness, inti, dan penutup. Komponen pengembangan aplikasi berisikan kegiatan dalam bentuk kompetisi baik beregu maupun perorangan atau pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk yang sebenarnya sesuai peraturan baik perlombaan maupun pertandingan. Komponen refleksi dan revisi berisikan tentang kegiatan umpan balik langsung atau tidak langsung pada belajar keterampilan gerak yang telah dimilikinya sesuai dengan yang telah

direncanakan,

kemudian mengklasifikasikan mana siswa yang sudah menguasai, belum sepenuhnya menguasai, dan sama sekali belum menguasai tentang materi pendidikan jasmani, b. Implementasi Uji Coba Terbatas Putaran Ketiga Berdasarkan perencanaan model tersebut, desain awal implementasi model pembelajaran kuantum Penjas terdiri empat tahapan pokok, yaitu tahapan kegiatan pendahuluan, kegiatan pengembangan fitness, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada putaran ketiga ini tema yang akan dijadikan bahan pembelajaran adalah tentang 7

"Aktivitas Uji diri dan Ritmik '. Selanjutnya setiap tahapan kegiatan model pembelajaran kuantum jasmani dijelaskan sbb.: Tahap kegiatan pendahuluan

pendidikan

230

Pada langkah kegiatan pendahuluan merupakan langkah awal dalam model kuantum Penjas. Pada tahap ini guru memberikan motivasi pada siswa melalui iringan musik yang dapat membangkitkan minat, kemauan, dan keinginan agar dapat melakukan gerak sesuai ritme musik tersebut. Belajar melompat-lompat di tempat, kemudian melompat-lompat di tempat dengan mengubah arah, meragakan meliukan tubuh, membungkukan badan, meragakan gerakan berjalan, berlari, berhenti, merobah arah kecepatan dan berbagai latihan keseimbangan. Dijelaskan oleh guru bahwa belajar topik ini, pada siswa dianjurkan mengikuti irama musik dan lakukan sesuai dengan apresiasi sendiri tanpa selalu diberikan istruksi atau contoh dari guru tetapi inisiatif sendiri. Rangkaian kegiatan ini harus dilakukan secara bertahap mulai irama tepukan tangan kemudian menggunakan musik pengiring dalam tempo yang lambat. Program ini dipersiapkan sebelumnya baik oleh guru maupun siswa

agar menghadapi kegiatan

berikut sudah siap. Langkah-langkah pembelajaran yang harus ditempuh siswa pada tahapan pendahuluan ini, nampaknya sudah ada kemajuan yang semula selalu bergantung sepenuhnya kepada instruksi guru, namun kali ini mereka sudah memahami kegiatan yang mesti dilakukan dan sudah sebagian tugas diambil alih mereka. Secara kualitas gerakan yang dilakukannya sudah ada peningkatan, walaupun mereka melakukannya masih bersifat kelompok- Kesan kurang rasa percaya diri masih nampak dan belum berani tampil ke depan masih menghinggapi pikiran siswa, seperti mengkoordinasikan gerak tangan, kaki, dan meliukan badan sesuai irama musik belum dilakukan secara optimal. Tahap pengembangan fisik

231

Kegiatan ini dilakukan hampir sama dengan kegiatan pendahuluan hanya berbeda dari segi kualitas dan kuantitas gerak yang dilakukannya. Segi kualitas gerakan dilakukan dengan benar-benar dan terasa manfaatnya karena yang menjadi sasaran adalah meningkatkan kondisi tubuh agar fit atau kesegaran jasmani. Jika dalam pendahuluan diberikan Latihan pemanasan untuk gerakan ditempat, maka latihan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Begitu juga latihan gerak berjalan atau berlari mulai lambat dahulu maka ditingkatkan menjadi cepat dan frekuensi yang ditambah menjadi beberapa kali sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Melakukan gerakan kekuatan, kelentukan, kelincahan, daya tahan dan keseimbangan ditingkatkan jumlah latihannya seperti penambahan waktu dan penambahan hitungan. Latihan pengembangan fisik diperlukan dengan maksud adanya peningkatan kemampuan fisik khususnya kekuatan, kelentukan, kelincahan, daya tahan dan keseimbangan yang merupakan bagian dari kebugaran jasmani.

Tahapan kegiatan inti Dalam tahap ini guru berusaha untuk mengeksplorasi kemampuan anak melalui multi kegiatan dalam upaya penguasaan materi pelajaran. Menggali potensi anak dilakukan dengan cara menggunakan berbagai kegiatan dengan variasi metode, teknik bertanya, situasi menantang siswa, demonstrasi berbagai gerakan, mengulang-ngulang gerakan yang sudah dikuasai, dan mempelajari gerak yang baru dengan alur kegiatan yang dikontrol dan mendapat balikan dari guru. Siswa secara maksimal melakukan bentuk-bentuk ketangkasan yang lebih kompleks dimulai pengenalan, pelaksanaan dan kontrol gerakan dengan iringan musik, dilakukan baik secara berkelompok maupun perorangan. Guru memberikan keleluasaan untuk berinisiarif sendiri baik meniru

232

gerakan maupun menciptakan gerakan sendiri, posisi siswa diperlakukan sebagai subjek belajar. Mereka mengambil keputusan sendiri untuk melakukan gerak yang sesuai dengan tugas yang dihadapinya. Siswapun mendapat kesempatan untuk menilai dirinya sendiri dan masukan dari teman sebaya tentang gerak yang dilakukannya, apakah sesuai dengan acuan kriteria yang dibuatkan guru atau belum sesuai. Kegiatan belajar sambil bermain menjadi semboyan pembelajaran Penjas di Sekolah Dasar. Guru Penjas hanya berperan membantu siswa ketika siswa menemukan gerak yang sukar untuk dipecahkan. Selama siswa belum menemukan alternatif terbaik terhadap gerak yang dilakukan selama itu pula siswa harus terus menerus mengadakan pembelajaran yang tepat. Prosedur pembelajaran melakukan observasi, mencoba sendiri gerakan yang sesuai dengan materi yang dibahas baik dilakukan secara kelompok maupun individu. Siswa berusaha mencatat hal-hal yang mereka temukan di lapangan dengan pengalaman belajar yang telah mereka tentukan sebelumnya merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam model ini, walaupun prosedur ini belum sepenuhnya dilakukan siswa. Pada tahapan ini nampaknya guru tidak berusaha keras untuk memahami kesulitan siswa agar dapat mengikuti gerakan sesuai dengan patokan, misalkan gerak yang dilakukan sesuai dengan ketukan atau ritme musik pengiring dilakukan secara perlahanlahan sesuai tuntutan musik tadi. Oleh karena itu, pada proses pembelajaran selanjurnya nampaknya guru mengalami kesulitan untuk mengaitkan gerak yang dilakukan siswa dengan musik pengiring, sehingga masih ada kerancuan dalam melakukan aktivitas ritmik. Tahap kegiatan penutup Setelah kegiatan inti dilakukan yang menuntut aktivitas gerak yang dominan, maka dalam kegiatan penutup grafiknya menurun (cooling down). Karena itu latihan

233

yang mesti dilakukan biasanya tidak memerlukan tenaga yang besar, maka kandungan materi pada kegiatan penutup harus dilakukan dengan senang dan gembira sehingga tenaganya pulih untuk siap-siap menuju pada kegiatan berikutnya. Pada tahapan ini guru

menilai penampilan dan umpan balik yang dilakukan

selama atau sesudah pelaksanaan tugas-tugas yang telah diberikan. Guru berusaha mengumpulkan keterangan dan informasi lain lalu membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan. Pemberian penilaian positif atau negative terhadap penampilan siswa, harus dimaksudkan dalam umpan balik yang bersifat korektif agar ada gunanya bagi kemajuan dan mengelompokan siswa. Kondisi seperti ini masih sebagaian dilakukan oleh guru Penjas saat melakukan tahapan ini. Kampak sebagian siswa begitu selesai bagian inti pelajaran mengiriginkan secepatnya selesai kembali ke kelas masingmasing. Sebagian siswa masih beranggapam bahwa umpan balik dari guru, masukan dari sesama teman tentang gerak yang mesti dilakukan belum menganggap penting karena makna dari pembelajaran Penjas masih belum tertanam secara utuh. c Hasil Observasi dan Rekomendasi Uji Coba Terbatas Putaran Ketiga Berdasarkan hasil observasi, pada uji coba terbatas pengembangan model pembelajaran tahap ketiga dijelaskan sebagai berikut: Ditinjau dari cara guru mengembangkan model pembelajaran, maka pola pembelajaran mulai berubah, walaupun pola model pembelajaran kuantum Penjas sebagai model pembelajaran yang memiliki suasana yang menyenangkan untuk meningkatkan kemampuan gerak siswa Sekolah Dasar masih belum dapat terlihat dengan sempurna. Adanya perubahan model pembelajaran ini nampak dari proses guru,

234

untuk mengembangkan dialog melalui proses pemecahan masalah bersama. Beberapa kelemahan yang nampak berdasarkan hasil observasi yang memberi kesan bahwa model ini tidak nampak berjalan mulus adalah: Pertama guru masih kurang memfungsikan rencana pembelajaran dalam pelaksaan proses sering keluar dari skenario yang telah disusun, akibatnya pembahasan persoalan inti menjadi sedikit sedangkan persoalan penunjang menjadi melebar. Kedua, dalam pelaksanaan setiap tahapan proses guru nampaknya masih kurang mampu menggunakan sistematika yang sesuai dengan tuntutan model akan tetapi berkutat pada paradigma lama dimana model konvensional kadang-kadang digunakan tanpa disadari. Ketiga, guru masih kurang mampu untuk menunggu respon siswa sehingga guru masih banyak memberikan contoh karena siswa belum berani bertanya, kurang percaya diri dan menampilkan kemampuannya padahal sebenarnya mereka bisa hanya masih penuh keraguan untuk menampilkannya. Keempat, penggunaan sarana dan media pembelajaran dirasakan masih tidak berfungsi sebagai pembentukan keterampilan akan tetapi masih bersifat sebagai ajang pencapaian tujuan peningkatan prestasi dalam perlombaan bukan memenuhi sifat hasrat bergerak yang dibutuhkan oleh siswa. Dilihat dari kepentingan siswa; nampak ada sedikit peningkatan keterampilan dan keberanian untuk melakukan walaupun belum sempurna. Posisi siswa mulai ada perubahan dari yang bersifat hanya sebagai objek belajar, akan tetapi sudah mulai bergeser sebagai subjek belajar. Beberapa orang siswa nampak mulai menunjukkan keberaniannya untuk bertanya tentang bagaimana seharusnya keterampilan gerak tertentu dilakukan, memberikan jawaban ketika ditanya, walaupun masih kurang nyambung antara pertanyaan dengan jawaban yang sesuai dengan inti permasalahan. Malahan pada putaran ketiga ini sebagian siswa sudah mulai berani menunjukkan

235

menampilan gerak sambil dipadukan dengan irama musik, walaupun terkesan masih ada ragu-ragu takut salah dan ditertawakan sesama teman belajar. Hal ini adanya kemajuan yang disebabkan siswa sudah mulai memahami apa yang harus mereka lakukan dalam proses pembelajaran seperti yang diutarakan guru pada tahapan eksplorasi. Berdasarkan hasil observasi, ada beberapa pandangan peneliti yang perlu dilakukan untuk mengembangkan model pembelajaran kuantum Penjas yang berbasis kompetensi dijelaskan sebagai berikut: Pertama, pola pembelajaran sudah mulai ada perubahan dengan adanya kegiatan pelibatan siswa dalam proses pemecahan masalah. Namun masih nampak guru kesulitan memerankan langkah-langkah pembelajaran antara persiapan pembelajaran dengan pelaksanaan di lapangan seuai dengan skenario model pembelajaran kuantum, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran sering tersendat-sendat antara alur pertama dan berikutnya oleh kebiasaan guru pada gaya lama yang masih konvensional. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya guru tidak bisa langsung begitu saja mampu merubah dari model yang biasa dilakukan pada model yang baru secara tiba-tiba tentunya perlu waktu dan kesempatan untuk terus dilakukan secara berulangulang. Kesulitan lain datang dari siswa belum biasa melakukan gerak atas dasar inisiatif dan kreativitas sendiri, mengujicobakan dengan teman sebagai bagian jawaban terhadap persoalan yang ditanyakan guru, mereka terbiasa selalu kegiatan pembelajaran atas dasar instruksi, tidak percaya diri dan kurang berani menampilkan hasil belajar gerak secara utuh. Jika mereka menampilkan kemampuan gerak masih belum optimal dikarena pengalaman belajar geraknya masih terbatas. Atas dasar itulah agar model pembelajaran kuantum yang merupakan model pembelajaran yang memiliki suasana menyenangkan siswa tetap dapat diterapkan, maka sebaiknya guru memberikan terlebih

236

dahulu pengalaman belajar siswa sebanyak-banyaknya. Pemahaman akan pengalaman belajar siswa itu selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah berikutnya. Untuk memahami pengalaman dan kemampuan siswa berdasarkan kesepakatan hasil diskusi sebelum melakukan tahap

penjelasan konsep melalui

demonstrasi perlu dilakukan tahapan pelacakan pengalaman secara lebih mendalam tentang kemampuan siswa. Kedua, dalam proses implementasi model untuk merealisasikan penambahan komponen atau langkah eksplorasi, guru perlu meningkatkan kemampuan bertanya terutama teknik pertanyaan yang bersifat terbuka, disamping melatih kesabaran untuk menahan jawaban sendiri atas pertanyaan yang diajukan kepada siswa serta menahan diri untuk tidak serta merta menampilkan gerak sebagai contoh. Di samping itu pula, guru perlu memberikan penguatan terhadap respons yang diberikan siswa baik penguatan dengan ucapan maupun dengan isyarat atau gerakan. Ketiga, media dan sumber belajar perlu dipersiapkan lebih matang dan dignakan bukan hanya untuk kepentingan sumber belajar akan tetapi juga untuk kepentingan peningkatan keterampilan siswa. Keempat, guru perlu memfungsikan rencana pembelajaran dengan lebih cermat, agar proses pembelajaran dengan model kuantum Penjas berbasis kompetensi tidak keluar dari tema pembelajaran. 4. Interpretasi Hasil Uji Coba Terbatas Berdasarkan data hasil uji coba terbatas yang diperoleh dari setiap putaran, maka nampaknya bahwa model pembelajaran kuantum Penjas

ini, sebagai model

pembelajaran yang dianggap baru baik bagi guru maupun siswa tidak serta merta dapat dipahami dan dilakukan secara utuh. Hal ini disebabkan guru dan siswa seakan-akan telah memiliki pola yang baku dan standar dalam pembelajaran Penjas. Dengan

237

demikian untuk mengembangkan format model pembelajaran kuantum ini yang ideal diperlukan proses adaptasi terlebih dahulu. Pada putaran pertama misalnya, walaupun sebelum pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung guru mengaku telah memahami baik secara konseptual maupun secara operasional tentang model yang akan dikembangkan, akan tetapi pada pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan baik yang datang dari guru maupun siswa. Hambatan dari guru antara lain adalah kurangnya kemampuan dalam mengembangkan dialog, komunikasi, membangkitkan motivasi, dan penguatan keberhasilan yang dicapai siswa, yang merupakan kunci keberhasilan model ini. Selain itu kelemhan lain, guru kurang mampu mengembangkan variasi jenis pertanyaan termasuk

pertanyaan

yang dapat memancing siswa mengeluarkan

gagasannya sebagai jalan utama untuk membuka dialog, akan tetapi juga keterampilan membagi pertanyaan dan kesabaran menunggu respon siswa. Oleh karena itu, suasana pembelajaran kuantum Penjas yang dikondisikan menyenangkan dan menggairahkan suasana tidak dapat dibangun secara sempurna. Hambatan yang datangnya dari siswa, diantaranya adalah siswa merasa ragu, kurang percaya diri dan kurang berani mengemukakan bahwa belajar Penjas tidak hanya semata-mata yang dipelajari bentukbentuk keterampilan akan tetapi pelibatan unsur berfikir dan bersikap sangat dibutuhkan dalam pembelajaran Penjas. Siswa sulit melepaskan diri dari pola pembelajaran lama, yaitu pola pembelajaran yang sentralistik bergantung sepenuhnya pada instruksi dan contoh guru dan menganggap sumber belajar hanya satu-satunya yakni guru. Mereka tidak terbiasa membangun pengetahuan, bersikap dan bertindak atas inisiatif dari diri sendiri, mereka terbiasa menghafalkan bahan pelajaran sampai tuntas. Pada putaran kedua, setelah diadakan serangkaian diskusi dengan guru dan observer lainnya sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan putaran selanjutnya,

238

kelemahan-kelemahan tersebut mulai dapat dipecahkan. Tahapan mendemonstrasikan secara berulang-ulang yang dilakukan oleh siswa secara bertahap di bawah bimbingan guru sebagai fasilitator pembelajaran menunjukkan kebermaknaan dalam pembelajaran yang sangat berpengaruh positif terhadap keberhasilan belajar siswa. Hambatan pembelajaran Penjas seperti masih ada miskomunikasi antara guru dan siswa, kevakuman dialog, dan kurang percaya diiri sedikit demi sedikit dapat diatasi, sehingga pada akhirnya pada putaran-putaran selanjutnya model pembelajaran kuantum im dapat mewarnai dan terbangun secara utuh dalam proses pembelajaran Penjas. Apalagi kemampuan gerak siswa dapat berkembang dengan baik dengan disediakan sejumlah alat peraga yang sesuai dengan minat siswa, sehingga mereka melakukan peragaan secara berulang kali. Hal lain yang sangat penting adalah, bagaimana model pembelajaran kuantum Penjas dapat mendorong siswa untuk mampu merumuskan kesimpulan dari topik yang didiskusikan kemudian didemonstrasikan secara berulang-ulang dalam kegiatan inti. Tahapan ini merupakan proses yang harus dilakukan siswa dalam rangka memenuhi tujuan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum pendidikan jasmani. Siswa memiliki kemampuan meragakan suatu keterampilan gerak, nampaknya sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaran pendidikan jasmani, bahwa mengandung sejumlah materi pelajaran yang harus dikuasai siswa. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis dalam rangka penilaian keberhasilan belajar siswa. Dalam

proses

pengembangan

model

pembelajaran

kuantum,

awal-awal

pelaksanaan uji coba terbatas memang merupakan langkah-langkah yang sangat kritis. Sampai akhir putaran pertama, guru hampir menolak model kuantum ini sebagai model pembelajaran dalam pendidikan jasmani. Karena pada awal pengembangan ini guru

belum mendapatkan sosok utuh dan model yang diinginkan, sehingga guru q e M f t ^ ^ ^ ^ / menangkap makna dan hakekat dari model itu sendiri. Ketika dilakukan wawancara misalnya, guru mengatakan bahwa model pembelajaran kuantum dianggap sebagai model yang hanya membuang waktu belajar siswa, oleh karena itu proses pembelajaran hampir-hampir siswa tidak memiliki atau tidak mencapai tujuan yang diharapkan, baik tujuan yang berhubungan dengan

kemampuan berfikir maupun tujuan yang

berhubungan dengan hasil belajar. Hal ini menurut guru siswa tidak terbiasa untuk belajar seperti itu. Menurut guru pula, pembelajaran kuantum lebih berorientasi pada proses belajar dan tidak pada hasil khususnya apalagi dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Setelah selesai beberapa kali putaran, lambat laun pembelajaran kuantum Penjas diakui oleh guru Penjas sebagai salah satu model yang menyenangkan. Melalui model ini siswa menjadi semangat untuk mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani. Hal ini dapat dilihat dari cara belajar mereka, serta dari pengakuan mereka sendiri yang berhasil peneliti wawancarai. Pada intinya siswa melalui pembelajaran kuantum, nampaknya mereka lebih bergairah, bersemangat, dan menyenangkan dalam belajar. Menurut mereka pembelajaran kuantum lebih memberikan kesempatan yang leluasa, tidak terikat dengan aturan yang mengikat dari guru, tetapi guru memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman belajar kepada siswa secara lebih mendalam. Malahan menurut guru, jika pembelajaran kuantum diterapkan memiliki kecenderungan siswa akan lebih cepat menguasai materi pelajaran karena lebih bersifat terbuka penuh dengan pengalaman praktik belajar gerak yang dilakukan secara berulang-ulang.

D. Perbaikan Model Pembelajaran

240

Pada awalnya,

model pembelajaran yang bertumpu kepada peningkatan

kemampuan keterampilan motorik dikembangkan melalui tiga tahapan pokok yaitu pendahuluan, inti dan penutup. Berdasarkan hasil uji coba terbatas, untuk memperoleh sosok model yang dianggap memadai sesuai dengan kondisi yang ada dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dilakukan pengembangan tahapan model menjadi empat tahapan, yaitu tahap pendahuluan, pengembangan fisik, inti dan penutup. Pengembangan tahapan ini dilakukan oleh karena seperti telah digambarkan pada hasil uji coba putaran pertama dengan pola tiga tahap, tampaknya model pembelajaran kuantum Penjas tidak dapat berkembang dengan utuh. Ketidakutuhan itu disebabkan, selama ini pembelajaran pendidikan jasmani di SD seakan-akan memiliki pola pembelajaran yang baku, yaitu instruksi, melihat contoh, mencoba latihan secara berulang-ulang, dan penutupan. Oleh karena itu, ketika guru dan siswa mencoba dengan model pembelajaran

yang baru tentunya berbeda pijakannya dengan selama ini

dilakukan, terjadilah keraguan, kegamangan dan kekakuan malahan kurang respon. Siswa dan guru seakan akan tidak memahami apa yang mesti dilakukan dengan model pembelajaran yang baru itu Untuk menghindari kesalahpahaman itu, diperlukan tahapan sosialisasi model pembelajaran kuantum secara bertahap, dimulai dari penjelasan konsep, penanaman konsep terlebih dahulu pada tiap-tiap kegiatan. Tahapan ini bagi guru berfungsi untuk mengingatkan peran yang harus dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, sedangkan bagi siswa berfungsi selain untuk mengarahkan pembelajaran juga untuk memahami apa saja yang harus dicapai dari proses pembelajaran itu. Oleh sebab itu, maka pada tahapan menumbuhkan berisikan tentang penjelasan tujuan yang harus dicapai oleh siswa dan proses pembelajaran yang harus

241

dijalankan. Tahapan ini penting, sebab penegasan proses pembelajaran kuantum Penjas, berbeda dengan model pembelajaran yang selama ini dilakukan. Berdasarkan pengamatan, perbaikan model melalui penambahan tahapan ini nampaknya cukup efektif sebagai awal pengembangan model pembelajaran kuantum Penjas. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran, seperti kondisi pembelajaran yang menyenangkan, terjadi tanya jawab guru dan siswa, partisipasi belajar siswa meningkat, pembelajaran yang interaktif semakin nampak. Hal ini disebabkan, adanya variasi belajar yang begitu hetrogen, disertai penjelasan tujuan dan prosedur pembelajaran yang harus ditempuh, siswa menjadi faham apa yang hendak dilakukan. Tahapan alami dan namai dalam kegiatan pembelajaran inti, merupakan penyisipan tahapan

pembelajaran untuk

perbaikan

dan pengembangan

model

pembelajaran kuantum Penjas. Penambahan tahapan ini dilakukan dengan tujuan agar proses pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan keterampilan siswa berjalan lebih teratur dan terukur. Tahapan ini diperlukan, sebab ketika proses kegiatan

pembelajaran

berlangsung,

tanpa

didasari

pemahaman

guru tentang

pengalaman belajar yang dimiliki siswa, maka proses pembelajaran menjadi kurang efektif. Siswa nampaknya ragu bahkan tidak dapat mengikuti sepenuhnya proses pembelajaran, karena guru sering memberikan tugas gerak di luar kemampuan dan pengalaman siswa, bahkan guru memberikan tugas gerak yang dilakukan siswa keluar dari konten pembelajaran, akibatnya guru menjawab sendiri dan melakukan sendiri tugas gerak yang dilontarkannya. Oleh sebab itu, untuk meminimalisir kejadian tersebut, guru Penjas terlebih dahulu memahami pengalaman belajar dan kemampuan siswa melalui tahapan awal dalam kegiatan pendahuluan sebelum pada tahapan inti

242

pembelajaran. Bertitik tolak dari itulah selanjutnya guru dapat mengembangkan pengalaman belajar dan tugas gerak yang sesuai dengan kemampuan dan tingkat keterampilan gerak yang dimiliki siswa. Penyisipan tahapan demonstrasi dan ulangi nampaknya modei pembelajaran kuantum Penjas berkembang lebih baik, karena tumpuan model pembelajaran ini berusaha memperbaiki dan meningkatkan model yang sudah ada dan berupaya meningkatkan keterampilan gerak siswa. Melalui pengulangan belajar dengan cara diragakan, siswa tidak hanya mengingat konsep tetapi lebih jauh dari itu, yakni melakukan gerak yang merupakan pengalaman hidup sehari-hari, sehingga akan lebih tertanam dalam ingatan mereka. Karena itu melalui tahapan ini guru dapat memberikan variasi belajar yang menarik siswa, kemudian menyesuaikan dengan kondisi belajar siswa, maka akan melancarkan tahapan belajar berikutnya. Sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), maka Penjaspun di SD berfungsi bukan hanya sekedar alat untuk melatih keterampilan gerak saja, melainkan dapat melatih keterampilan berfikir dan perilaku gerak yang harus dimiliki dan dipahami siswa. Karena itu pelajaran Penjas di SD seharusnya dapat mengakomodir ketiga hal tersebut. Artinya mata pelajaran Penjas tidak hanya berorientasi pada kemampuan dan keterampilan gerak akan tetapi kemampuan berfikir dan perilaku gerak siswa merupakan hal-hal yang mesti berjalan secara simultan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Atas dasar pertimbangan itu, maka dalam proses pembelajaran kuantum Penjas diperlukan tahapan lain, yaitu tahapan rayakan yang bertumpu pada penilaian keberhasilan belajar siswa. Tahapan ini peneliti mengacu pada model sport education dari Siedentop (1995), dimana pemberian penghargaan akan membangkitkan motivasi belajar siswa. Merayakan keberhasilan

243

merupakan puncak kegiatan belajar setelah melakukan proses kegiatan belajar secara berangkai dan bertahap dan melelahkan. Proses penilaian yang dilakukan selalu menitikberatkan pada usaha memberikan penghargaan demi adanya perbaikan belajar siswa. Tahapan pengembangan merayakan merupakan lanjutan dari tahapan mengulangi dan demonstrasi. Pada tahapan ini diharapkan siswa membentuk pengetahuan baru berdasarkan hasil pengalaman belajar pada tahapan demonstrasi. Melalui tahapan merayakan diharapkan siswa lebih memahami arti dan makna setiap keterampilan yang mereka dapatkan. Selanjutnya secara sistimatis bentuk model pembelajaran kuantum pendidikan jasmani yang berbasis kompetensi, sebagai hasil ujicoba terbatas digambarkan pada bagan berikut:

244

Teknologi Pembelajaran Pengelolaan Desain Penggunaan Pengembangan Evaluasi

Strategi Pembelajaran Kuantum Tumbuhkan Alami Ulangi Namai Ravakan Demonstrasikan

Kegiatan Pembelajaran Penjas

Tumbuhkan

4 Memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang topik yang dibahas • Mengungkapkan pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa * Memperlihatkan gambar-gambar aJctivitas penjas sesuai dengan topik yang dibahas •

Alami

Melakukan pengulangan gerak yang sudah dan pengenalan gerakan yang baru disajikan 4 Berusaha menjawab dengan cara mencari alternatif yang tepat dalam melakukan aktivitas gerak * Mendiskusikan dan mendemonstrasikan tentang topik yang dibahas masing-masing kelompok

4

Namai

Setiap individu mencoba melakukan aktivitas yang bani dipelajari * Mencari pgsisi dan mengumpulkan sumbersumber belajar 4 Mencari informasi tentang gerak ideal yang mesti dilakukan

Atomi

4 Melakukan pengulangan gerak yang sudah dan pengenalan gerakan yang baru disajikan 4 Berusaha menjawab dengan cara mencari alternatif yang tepat dalam melakukan aktivitas gerak 4 Mendiskusikan dan mendemonstrasikan tentang topik yang dibahas masing-masing kelompok

4 Utangi

4

4 Rayakan

Demonstrasikan

4 Melakukan latihan yang baru dipelajari secara berulang-ulang 4 Mempelajari keterampilan gerak yang baru secara sampai terampil 4 Mengapresiasi pengalaman belajar gerak secara bervariasi

4 4

Berusaha mengkordinasikan gerak baru dipelajari dengan kriteria gerak yang ideal Mengulang-ulang gerakan yang bani dipelajari sampai otomatis dan terampil Memberikan pujian atas keberhasilan yang dicapai siswa saat meragakan Memberikan penghargaan hasil belajar yang telah diperolehnya Merayakan keberhasilan belajar gerak dan berusaha memperbaiki penampilan gerak sesuai dengan kriteria ideal

Bagan 4-4 Desain MPKPK Perbaikan Hasil Uji Coba Terbatas

245

E. Hasil Uji Coba yang Lebih Luas 1. Deskripsi Fokus uji coba yang lebih luas adalah proses pengembangan model yang dilakukan oleh guru Penjas di lapangan sebagai bahan penyempurnaan dari model yang sudah dihasilkan dari hasil uji coba terbatas serta pengaruhnya terhadap kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai pada uji coba yang lebih luas itu adalah menemukan model pembelajaran kuantum pendidikan jasmani sebagai suatu model standar yang dapat digunakan dalam setiap kategori sekolah yang bukan saja memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan proses belajar, akan tetapi model yang memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran melalui kemampuan menampilkan keterampilan motorik dasar siswa SD. Desain perencanaan, implementasi dan evaluasi dalam uji coba yang lebih luas ini menggunakan pola seperti pada uji coba terbatas. Dengan demikian, dalam uji coba ini analisis dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran siswa. Uji coba yang lebih luas dilakukan di SD Babakan Hurip Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang sebagai sekolah kategori baik, SD Negeri Cimalaka 3 Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang sebagai sekolah kategori sedang dan SD Negeri Neglasari Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang sebagai sekolah kategori kurang. Uji coba yang lebih luas dilakukan dalam tiga kali putaran. Penentuan banyaknya putaran tersebut didasarkan kapada keyakinan peneliti baik berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dan sikap guru maupun berdasarkan hasil perhitungan statistik, model pembelajaran dianggap telah memadat

246

sebagai model yang memiliki pengaruh positif terhadap proses pembelajaran maupun terhadap hasil belajar. Selanjutnya, secara lengkap hasil penelitian baik mengenai proses maupun hasil pembelajaran pada setiap kategori sekolah diuraikan di bawah ini. a. Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Sekolah Berkategori Baik 1) Hasil Uji Coba yang Lebib Luas pada Putaran Pertama Analisis Proses pembelajaran Pada uji coba di sekolah yang berkategori baik, topik yang dibahas adalah "Aktivitas Ritmik" dengan sub topik "Melakukan gerak dengan Aba-aba Irama". Pada putaran pertama ini, secara keseluruhan Model Pembelajaran Kuantum Penjas sebagai model pembelajaran dalam penjas yang bertumpu kepada peningkatan keterampilan gerak siswa sudah mewarnai proses pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan guru sesuai dengan kekhasan Model Pembelajaran Kuantum Penjas. Dalam setiap langkah tersebut guru berusaha untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan motorik siswa disertai kemampuan berpikir dan bertindak. Dalam cara meragakan gerak misalnya, guru mampu meyakinkan siswa sebelum melakukannya dengan memberikan teknik-teknik bertanya dengan cukup baik, seperti dalam mengembangkan berbagai jenis pertanyaan tertutup maupun pertanyaan terbuka. Dalam cara memberikan pertanyaan dan cara menunggu respon siswa, sebelum meragakan gerak nampaknya masih mengandung beberapa kelemahan. Dalam cara memberi peluang melakukan pergerakan yang didahului dengan pertanyaan misalnya, guru masih terfokus kepada orang-orang tertentu sehingga tidak seluruh terlebit dalam proses pembelajaran secara aktif. Demikian juga dalam merespon siswa, nampak guru masih belum sabar menunggu jawaban siswa, sehingga guru masih sering menjawab

247

pertanyaan dan melakukan sendiri. Hal lain yang dianggap cukup menarikyang ditemukan dalam putaran pertama adalah terletak pada langkah ekplorasi. Pada langkah ini pertanyaan yang dibangun guru kurang mampu membimbing siswa untuk menemukan sendiri gerak yang seharusnya dilakukan. Guru sering memberikan contoh dan membuat kesimpulan terlebih dahulu tanpa menunggu respon siswa. Demikian juga mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru pada langkah ini cenderung terlalu sempit yang terfokus kepada materi pembelajaran. Misalnya, ketika guru sampai pada pembahasan bahwa lakukan gerak tadi sesuai dengan irama musik, guru bertanya seperti di bawah ini."Anak-anak, lakukan gerakan secara bebas apa saja yang anda ketahui dengan cara setiap gerak sesuaikan dengan irama musik, usahakan dilakukan dengan semangat dan gerak yang tepat, coba ada diantara kalian yang dapat membuktikannya?" Pola pertanyaan yang bersifat deduktif seperti itu, jelas memiliki kecenderungan berorientasi kepada materi pelajaran. Dalam pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Penjas pertanyaan dan pernyataan tersebut akan sulit ditangkap oleh siswa, sebab kebebasan berfikir dan bertindak mereka akan terikat oleh kesimpulan yang dibuat sebelumnya. Misalnya dalam langkah ekplorasi guru tidak membuat kesimpulan terlebih dahulu seperti itu, akan tetapi siswa didorong untuk menemukan fakta-fakta konkrit sesuai dengan pengalamannya melalui cara berpikir induktif. Contohnya, guru dapat mengajukan pertanyaan tertutup: "Adakah diantara kalian yang bisa melakukan gerak kaki, tangan, dan tubuh lainnya sesuai dengan ritme musik ini? Atau "Coba kalian cari gerakan yang sesuai dengan irama musik, silahkan bebas lakukan? Atau" Pernahkah kamu menonton pertunjukan joged dangdut di sekitar rumahmu? Dan lain sebagainya. Dari perubahan pola bertanya semacam itu selanjutnya dapat dikembangkan dialog hingga akhirnya siswa dapat menemukan sendiri berdasarkan pengalamannya

248

bahwa gerak yang dilakukannya sesuai dengan ketukan irama musik. Perubahan pola bertanya semacam itu bukan hanya dapat menggiring siswa untuk menemukan fakta konkrit akan tetapi juga dapat memperbaiki proses keterampilan dan berpikir siswa. Hal ini yang jarang malahan tidak dilakukan guru selama ini, walaupun demikian, seperti yang telah dikemukakan pada putaran pertama ini secara keseluruhan proses pembelajaran yang diperagakan guru mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya. Analisis Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada tahap uji coba yang lebih luas putaran pertama di sekolah berkatagori baik, ternyata model pembelajaran kuantum Penjas yang xxxdapat dilihat dalam perhitungan statistik di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 40 orang, dengan S impangan Baku (SB) = 4,35 diperoleh skor rata-rata (x) hasil pra tes sebesar 6,1. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB = 4,08 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 6,55. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pasca tes lebih homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena SB pasca-tes sebesar 4,08 , SB pra-tes sebesar 4,35 yang berarti pada putaran pertama ini, kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran siswa diikuti juga oleh semakin meratanya tingkat penguasaan materi tersebut. Selain dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan a2 dan uji F sebagai prasyarat pengujian sifhifikansi, selanjutnya dilakukan uji signifikansi kenaikan skor setiap subjek dengan LTji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t hitung = 4,64, sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 diperoleh skor sebesar

249

2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan. 2) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Kedua Analisis Proses Pembelajaran Pada putaran ini topik yang dibahas adalah "Aktivitas Pengembangan" dengan sub topik "Gerak Kombinasi Jalan-Lari-Lompat". Pada putaran kedua ini proses pembelajaran dengan mengunakan MPKPK berkembang

lebih baik. Kelemahan-

kelemahan yang didapatkan pada putaran sebelumnya telah mampu diperbaiki guru. Pertanyaan-pertanyaan

yang

diajukan

keseluruhan

siswa,

membuat

frekuensi

keterlibatan siswa dalam mengembangkan keterampilan gerak dan kemampuan berpikirnya semakin tinggi. Melalui pertanyaan yang diajukan guru, guru mampu melacak pengalaman dan kemampuan siswa sebagai bekal untuk memecahkan masalah yang diajukan. Pola pikir deduktif dengan memberikan kesimpulan terlebih dahulu tidak lagi banyak dipergunakan. Guru lebih banyak mengembangkan pola berpikir induktif, yaitu proses berpikir yang menuntuk siswa untuk menemukan fakta-fakta lebih kongkrit terlebih dahulu sebagai dasar menarik kesimpulan. Ternyata pola yang dikembangkan guru membuat kemampuan anak dalam melakukan keterampilan gerak disertai kemempuan berpikir ditinjau dari seluruh aspek, baik aspek kelancaran berpikir, aspek keluwesan dan originalitas maupun aspek penghayatan gerak disertai kemampuan berpikir lebih berkembang. Hal ini ditunjukan dengan semakin lancarnya proses pembelajaran, beragam nya pendapat yang diajukan siswa serta meningkatkannya kemampuan siswa ditunjukan dengan gerak yang efisien disertai dengan argumentasi dan ilustrasi melalui bahasa verbal. Pada putaran ini siswa mampu menjawab

250

pertanyaan guru sambil menunjukan kebiasaannya dengan lebih efektif dan efisien sehingga guru tidak banyak ikut campur atau menunggu respon siswa. Analisis Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba kedua MPKPK yang dikembangkan guru pada sekolah berkategori baik memiliki pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan statistik seperti dijelaskan di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 40 S impangan Baku (SB) = 4,16 diperoleh rata-rata (x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 7,98. pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB secesar 4, 79 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca tes menjadi 8,65. dilihat dari perhitungan S impangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pra-tes lebih homogin dibandingkan dengan pasca tes, oleh karena SB pra-tes sebesar 4,16 < SB pasca-tes sebesar 4,79 yang bearti, pada putaran ini kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran yang tercermin dari rata-rata skor yang diperoleh siswa diikuti juga oleh kemampuan siswa yang semakin beragam. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan 2

x dan uji F sebagai pra syarat pengujian signifikansi, selanjurnya dilakukan uji signifikansi perbedaan dua rata-rata dengan Uji t, berdasarkan perhitungan diperoleh harga t = 5,20. Harga t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Oleh karena t hitung sebesar 5,20 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima artinya peningkatan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan.

3) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas Putaran Ketiga Analisis Proses Pembelajaran Pada putaran ketiga, proses pembelajaran nampak semakin sempurna. Pada putaran ini topik yang dibahas merupakan kelanjutan dari topik sebelumnya dengan sub topik "latihan untuk mmmgkatkan kelenturan". Guru mampu memerankan tugasnya dengan baik sebagai fasilitator belajar. Teknik bertanya dalam setiap tahapan model yang diperagan guru juga semakin bervariasi. Sering juga guru berimprovisasi dengan menampilkan peragaan-peragaan yang menarik sesuai dengan karakteristik anak SD tanpa meninggalkan ola pembelajaran yang bertumpu kepada peningkatan kemampuan bergerak yang efektif dan melibatkan aspek berpikir siswa. Misalkan, ketika guru mana "Goyangan rubuhnya yang lentur" dipelesetkan menjadi "goyangan inul", hal ini mampu mancairkan kebekuan pembelajaran siswa. Hal-hal yang dilakukan guru semacam ini membuat suasana belajar menjadi menarik penuh riang gembira dan menyenangkan. Siswa selain tampak bergairah dalam belajar juga membuat proses pembelajaran menjadi lancar. Siswa semakin mantap melakukan gerakan kelenturan tubuhnya sehingga mampu menjawab tantangan yang

selama ini diragukan

keberhasilannya, karena penjas sudah pasti modelnya dari dulu seperti itu. Beberapa orang siswa dapat menjawab dan menunjukkan kebolehannya dengan alur gerak yang lancar dan sistematis. Demikian juga halnya dalam proses mengambil kesimpulan. Mereka dapat menyimpulkan dengan tepat tanpa melalui arahan dari guru. Hal ini menunjukkan kemajuan yang sangat bagus dalam proses keterampilan gerak dengan melibatkan cara berfikir yang praktis dilihat dari asfek kelancaran, keluwesan dan originalitas maupun dalam kombinasi gerak yang efektif.

252

Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba putaran ketiga pada sekolah berkategori baik, Model Pembelajaran Kuantum Penjas dikembangkan guru memiliki pengaruh yang lebih baik lagi terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan statistik di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 40 dengan Simpangan Baku (SB) = 4,73 diperleh rata-rata (x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 8,65. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB = 4,88 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 12,58. Dilihat dari hasil Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pra-tes lebih homogin dibandingkan dengan pasca-tes, oleh karena SB pra- tes sebesar 4,73 < SB pasca-tes sebesar 4,88 yang berarti pada putaran ini, kenaikan rata-rata tingkat penguasaan materi pelajaran oleh siswa diikuti juga oleh tingkat keragaman siswa dalam penguasaan materi pelajaran. Selain dilakukan uji normalitas dan uji homoginitas data dengan menggunakan x

2

dan uji F sebagai prasyarat pengujian signifikansi, selanjutnya dilakuan uji signifikansi kenaikan skor setiap subjek dengan uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t = 7,3; sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,05. Dengan demikian, oleh karena t hitung sebesar 7,38 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca tes secara statistik adalah signifikan, b. Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Sekolah Berkategori Sedang 1) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Pertama

253

Analisis Proses pembelajaran Pada uji coba di sekolah yang berkategori sedang, topik yang dibahas adalah "Aktivitas Pengembangan" dengan sub topik "Merencanakan dan melakukan program kebugaran individu". Pada putaran pertama ini, secara keseluruhan Model Pembelajaran Kuantum Penjas sebagai model pembelajaran dalam penjas yang bertumpu kepada peningkatan keterampilan gerak siswa belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan guru belum sesuai dengan kekhasan Model Pembelajaran Kuantum Penjas. Dalam setiap langkah tersebut guru masih terpengaruh oleh model mengajar yang biasa dilakukannya. Ketika siswa tidak ada yang melakukan gerakan awal yang benar, serta merta tanpa diminta guru langsung memberikan contoh agar anak menirukan gerakan guru. Malahan dalam cara meragakan gerak misalnya, guru belum mampu meyakinkan siswa untuk menarik perhatiannya dan melakukannya sendiiri tanpa dikomando oleh guru. Dalam cara memberikan pertanyaan dan cara menunggu respon siswa, sebelum meragakan gerak nampaknya masih mengandung beberapa kelemahan. Dalam cara memberi peluang melakukan pergerakan yang didahului dengan pertanyaan misalnya, guru masih terfokus kepada orang-orang tertentu sehingga tidak seluruh terlibat dalam proses pembelajaran secara aktif. Demikian juga dalam merespon siswa, nampak guru masih belum sabar menunggu jawaban siswa, sehingga guru masih sering menjawab pertanyaan dan melakukan sendiri. Hal lain yang dianggap kurang berhasil masih banyak diantara siswa yang berperan sebagai objek pembelajaran bukan sebagai subjek pembelajaran. Mereka masih bergantung pada instruksi guru, malahan bersifat menunggu informasi dari guru baru mau melakukan kegiatan. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman guru dan siswa dalam model pembelajaran kuantum belum cukup

254

baik. Hal ini wajar karena bagi mereka merubah pola pembelajaran perlu cukup waktu. Namun yang menarik ditemukan dalam putaran pertama adalah terletak pada keberanian guru untuk menerima dan mau diberikan saran-saran dan pendapat tentang kelemahan model yang selama ini digunakan dan model kuantum sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan tersebut. Pada langkah pembelajaran memberikan pertanyaan yang diajukan oleh guru kurang mampu membimbing siswa untuk menemukan sendiri gerak yang seharusnya dilakukan. Guru sering memberikan contoh dan membuat kesimpulan terlebih dahulu tanpa menunggu respon siswa. Demikian juga mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru pada langkah ini cenderung terlalu sempit yang terfokus kepada materi pembelajaran. Misalnya, ketika guru sampai pada pembahasan bahwa lakukan gerak tadi sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, guru bertanya seperti di bawah ini "Anak-anak, lakukan gerakan secara bebas apa saja yang anda ketahui dengan cara setiap gerak sesuaikan dengan kemampuan masing-masing, usahakan dilakukan dengan semangat dan gerak yang tepat, coba ada diantara kalian yang dapat membuktikannya?" Pola pertanyaan yang bersifat deduktif seperti itu, jelas memiliki kecenderungan berorientasi kepada materi pelajaran. Dalam pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Penjas pertanyaan dan pernyataan tersebut akan sulit ditangkap oleh siswa, sebab kebebasan berfikir dan bertindak mereka akan terikat oleh kesimpulan yang dibuat sebelumnya. Misalnya dalam langkah pembelajaran "Menamai" guru tidak membuat kesimpulan terlebih dahulu seperti itu, akan tetapi siswa didorong untuk menemukan fakta-fakta konkrit sesuai dengan pengalamannya melalui cara berpikir induktif. Contohnya, guru dapat mengajukan pertanyaan tertutup: "Adakah diantara kalian yang pernah melihat seekor binatang yang berkelahi mempertahankan diri

255

dengan saling menarik dan mendorong? "Coba kalian lakukan saling berhadapan diantara teman gerakan mendorong mobil mogok, silahkan bebas lakukan?. Dari perubahan pola bertanya semacam itu selanjutnya dapat dikembangkan dialog hingga akhirnya siswa dapat menemukan sendiri berdasarkan pengalamannya bahwa gerak yang dilakukannya sesuai dan tepat. Perubahan pola bertanya semacam itu bukan hanya dapat menggiring siswa untuk menemukan fakta konkrit akan tetapi juga dapat memperbaiki proses keterampilan berpikir siswa. Hal ini yang jarang malahan tidak dilakukan guru selama ini, walaupun demikian, seperti yang telah dikemukakan pada putaran pertama ini secara keseluruhan proses pembelajaran yang diperagakan guru belum mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan meningkatkan keterampilan gerak secara keseluruhan. Analisis Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada tahap uji coba yang lebih luas putaran pertama di sekolah berkatagori sedang, ternyata model pembelajaran kuantum Penjas yang dapat dilihat dalam perhitungan statistik di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 31 orang, dengan Smpangan Baku (SB) = 4,09 diperoleh skor rata-rata (x) hasil pra tes sebesar 6,81. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB = 4,01 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 9,27. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata skor rata-rata yang diperoleh siswa pada pasca-tes lebih homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena SB pasca-tes sebesar 4,01< SB pra-tes sebesar 4,09 yang berarti pada sekolah yang berkatagori sedang, pada putaran pertama ini, kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran siswa yang tercermin dari rata-rata skor yang diperoleh siswa diikuti juga oleh semakin meratanya tingkat penguasaan materi tersebut.

256

Selain dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan x

2

dan uji F sebagai prasyarat pengujian sifhifikansi, selanjutnya dilakukan uji signifikansi kenaikan skor setiap subjek dengan Uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t hitung = 6,0. Sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 diperoleh skor sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan. 2) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Kedua Analisis Proses Pembelajaran Pada putaran ini topik yang dibahas adalah "Aktivitas Pengembangan" dengan sub topik "Gerak Kombinasi Jalan-Lari-Lompat". Pada putaran kedua ini proses pembelajaran dengan mengunakan MPKPK berkembang agak lebih baik. Kelemahankelemahan yang didapatkan pada putaran sebelumnya perlahan-lahan telah mampu diperbaiki guru. Kelemahan-kelemahan guru seperti kurang mampunya guru dalam memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk menampilkan kemampuannya, kurang sabarnya guru dalam memberikan contoh penampilan gerakan ideal, dan anakanak selalu bergantung instruksi dari guru seperti yang terjadi pada putaran pertama, pada putaran kedua ini tidak nampak lagi. Guru mampu memperagakan model MPKPK beserta langkah-langkahnya sebagai model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan keterampilan gerak dasar siswa secara utuh dan menyeluruh. Aspek keterlibatan siswa dalam mengembangkan keterampilan gerak dan kemampuan berpikirnya sudah mulai nampak. Melalui pertanyaan yang diajukan guru, guru mampu melacak pengalaman dan kemampuan siswa sebagai bekal untuk memecahkan masalah yang diajukan. Pola pikir deduktif dengan memberikan kesimpulan terlebih dahulu yang sering muncul pada putaran pertama tidak lagi banyak dipergunakan. Guru lebih banyak

257

mengembangkan pola berpikir induktif, yaitu proses berpikir yang menuntut siswa untuk menemukan fakta-fakta lebih kongkrit terlebih dahulu sebagai dasar menarik kesimpulan. Ternyata pola yang dikembangkan guru membuat kemampuan anak dalam melakukan keterampilan gerak disertai kemempuan berpikir ditinjau dari seluruh aspek, baik aspek kelancaran berpikir, aspek keluwesan dan originalitas maupun aspek penghayatan gerak disertai kemampuan berpikir lebih berkembang. Hal ini ditunjukan dengan semakin lancarnya proses pembelajaran, beragamnya pendapat yang diajukan siswa serta meningkatkannya kemampuan siswa ditunjukan dengan gerak yang efisien disertai dengan argumentasi dan ilustrasi melalui bahasa verbal. Pada putaran ini siswa mampu menjawab pertanyaan guru sambil menunjukan kebiasaannya dengan lebih efektif dan efisien sehingga guru tidak banyak ikut campur atau menunggu respon siswa. Analisis Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba kedua MPKPK yang dikembangkan guru pada sekolah berkategori baik memiliki pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan statistik seperti dijelaskan di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 31 Simpangan Baku (SB) = 4,08 diperoleh rata-rata (x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 6,61. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB sebesar 4,02 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca tes menjadi 11,77. Dilihat dari perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pasca-tes lebih homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena SB pra-tes sebesar 4,02 < SB pra-tes sebesar 4,08 yang bearti, pada putaran ini kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran yang tercermin dari kenaikan rata-rata skor yang diperoleh

258

siswa diikuti juga oleh drmain meratanya setiap siswa menguasai materi pelajaran tersebut. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan 2

x dan uji F sebagai pra syarat pengujian signifikansi, selanjutnya dilakukan uji signifikansi perbedaan dua rata-rata dengan Uji t, berdasarkan perhitungan diperoleh harga t = 15,18. Harga t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Dengan demikian, oleh karena t hitung sebesar 15,18 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima artinya peningkatan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan. 3) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas Putaran Ketiga Analisis Proses Pembelajaran Pada putaran ketiga, proses pembelajaran nampak semakin sempurna. Pada putaran ini topik yang dibahas merupakan kelanjutan dari topik sebelumnya "Uji diri atau Senam" dengan sub topik "Melakukan bentuk-bentuk ketangkasan dengan lancar". Guru mampu memerankan tugasnya dengan baik sebagai fasilitator belajar. Proses pembelajaran yang ditampilkan guru dengan menggunakan MPKPK sesuai dengan tahapan-tahapannya dapat menjadikan siswa lebih bergairah dan senang dalam belajar senam. Teknik bertanya dalam setiap tahapan model yang diperagan guru juga semakin bervariasi. Sering juga guru berimprovisasi dengan menampilkan peragaan-peragaan yang menarik sesuai dengan karakteristik anak SD tanpa meninggalkan ola pembelajaran yang bertumpu kepada peningkatan kemampuan bergerak yang efektif dan melibatkan aspek berpikir siswa. Misalkan, ketika guru memberikan umpan balik "Mana gerakan tubuhnya yang lentur" dipelesetkan menjadi "gerakan tubuh meniru ular kepanasan", hal ini mampu mancairkan kebekuan pembelajaran siswa. Hal-hal yang

259

dilakukan guru semacam ini membuat suasana belajar menjadi menarik penuh riang gembira dan menyenangkan. Siswa selain tampak bergairah dalam belajar juga membuat proses pembelajaran menjadi lancar. Siswa semakin mantap melakukan gerakan kelenturan tubuhnya sehingga mampu menjawab tantangan yang selama ini diragukan keberhasilannya, karena senam kurang menarik dan membikin siswa jenuh belajar dikarenakan sudah pasti modelnya dari dulu seperti itu. Beberapa orang siswa dapat menjawab dan menunjukkan kebolehannya dengan alur gerak yang lancar dan sistematis. Demikian juga halnya dalam proses mengambil kesimpulan. Mereka dapat menyimpulkan dengan tepat tanpa melalui arahan dari guru. Hal ini menunjukkan kemajuan yang sangat bagus dalam proses keterampilan gerak dengan melibatkan cara menampilkan gerak yang praktis, efisien, dan beramakna. Analisis Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba putaran ketiga pada sekolah berkategori baik, Model Pembelajaran Kuantum Penjas dikembangkan guru memiliki pengaruh yang lebih baik lagi terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan statistik di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 31 dengan Simpangan Baku (SB) = 3,61 diperleh rata-rata (x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 8,06. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB = 3,97 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 13,81. Dilihat dari hasil Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pra-tes lebih homogin dibandingkan dengan pasca-tes, oleh karena SB pra- tes sebesar 3,61 < SB pasca-tes sebesar 3,97 yang berarti pada putaran ini, kenaikan rata-rata tingkat penguasaan materi pelajaran oleh siswa diikuti juga oleh tingkat keragaman siswa dalam penguasaan materi pelajaran.

260

Selain dilakukan uji normalitas dan uji homoginitas data dengan menggunakan x dan uji F sebagai prasyarat pengujian signifikansi, selanjutnya dilakuan uji signifikansi kenaikan skor setiap subjek dengan uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t = 18,32, sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Dengan demikian, oleh karena t hitung sebesar 18,32 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca tes secara statistik adalah signifikan. c Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Sekolah Berkategori Kurang 1) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Pertama Analisis Proses pembelajaran Pada uji coba di sekolah yang berkategori kurang, topik yang dibahas adalah "Aktivitas Putmik"dengan sub topik "Melakukan gerak terstruktur dengan abaaba/irama". Pada putaran pertama ini, secara keseluruhan Model Pembelajaran Kuantum Penjas sebagai model pembelajaran dalam penjas yang bertumpu kepada peningkatan keterampilan gerak siswa kurang berjalan sebagaimana yang diharapkan. Langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan guru belum sesuai dengan kekhasan Model Pembelajaran Kuantum Penjas. Dalam setiap langkah tersebut guru masih terpengaruh oleh model mengajar yang biasa dilakukannya sehari-hari. Banyak siswa seperti yang tidak paham apa yang harus dilakukan dalam setiap tahapan pembelajaran. Akibatnya hanya sedikit siswa yang dapat mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang baru. Banyaknya siswa tidak aktif bukan karena tidak ada respons dari siswa, akan tetapi karena alur yang biasa dibawakan guru belum dipahami secara utuh. Ketika siswa tidak ada yang melakukan gerakan dengan irama musik yang benar, maka guru sering melakukan pengulangan

261

kegiatan apa penjelasan lisan maupun penjelasan contoh gerakan, malahan dalam cara meragakan gerak misalnya, guru belum mampu meyakinkan siswa untuk menarik perhatiannya dan melakukannya sendiri tanpa dikomandoi oleh guru. Dalam cara memberikan pertanyaan dan cara menunggu respon siswa, sebelum meragakan gerak nampaknya masih mengandung beberapa kelemahan. Dalam cara memberi pertanyaan untuk melakukan pergerakan yang didahului dengan pertanyaan tertutup misalnya, guru masih terfokus perhatiannya pada metode, kegiatan dan evaluasi pembelajaran Penjas.. Demikian juga dalam merespon siswa, nampak guru masih belum sabar menunggu jawaban siswa, sehingga guru masih sering menjawab pertanyaan dan melakukan sendiri. Hal lain yang dianggap kurang berhasil masih banyak diantara siswa yang berperan sebagai objek pembelajaran bukan sebagai subjek pembelajaran. Mereka masih bergantung pada instruksi guru, malahan bersifat menunggu informasi dari guru baru mau melakukan kegiatan. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman guru dan siswa dalam model pembelajaran kuantum Jurang baik. Hal ini wajar karena bagi mereka merubah pola pembelajaran perlu memerlukan cukup waktu yang disediakan. Namun yang menarik ditemukan dalam putaran pertama adalah terletak pada keberanian guru untuk menerima model pembelajaran kuantum Penjas sebagai salah satu model pembelajaran Penjas yang akan dicobakan langsung kepada siswa. Dengan demikian sudah ada tanda-tanda menerima pembaharuan yang kadang-kadang sulit dihilangkan, mereka berani terus terang bahwa model yang selama ini digunakan sulit meningkatkan kemampuan keterampilan siswa SD. Pada langkah pembelajaran memberikan kebebasan kepada siswa untuk mencari bahan seluas-luasnya agar menemukan gerak ideal yang dikehendakinya, ternyata tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Mereka masih terikat pada gerak-gerak yang sudah ada

262

dalam Senam Kebugaran Jasmani, tanpa berkeinginan untuk kreatif mengembangkan gerak yang ada, apalagi merubahnya dengan gerak lainnya. Rencana yang diajukan oleh guru tentang keinginan siswa untuk bebas melakukan gerak tanpa terikat gerak yang sudah dikondisikan kurang mampu direspons siswa secara sungguh-sungguh.Guru sering memberikan contoh tanpa diminta oleh siswa dan membuat kesimpulan terlebih dahulu tanpa implementasi yang nyata. Demikian juga mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru pada langkah ini cenderung terlalu sempit yang terfokus kepada materi pembelajaran. Misalnya, ketika guru sampai pada pembahasan bahwa lakukan gerak tadi sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, guru bertanya seperti di bawah ini "Anak-anak, lakukan gerakan secara bebas apa saja yang anda ketahui dengan cara setiap gerak sesuaikan dengan kemampuan masing-masing, usahakan dilakukan dengan semangat dan gerak yang tepat, coba ada diantara kalian yang dapat membuktikannya?" Pola pertanyaan dalam model pembelajaran Penjas yang bersifat terbuka seperti itu, jelas memiliki kelemahan bagi siswa yang daya tangkapnya masih lemah. Sebaiknya dalam pengembangan Model Pembelajaran Kuantum Penjas pertanyaan dan tindakan yang diajukan bersifat sederhana seperti mulai dari pertanyaan tertutup dahulu sampai siswa benar-benar memahami pokok permasalahan. Misalnya dalam langkah pembelajaran "Mendemonstrasikan" guru tidak membuat kesimpulan terlebih dahulu seperti itu, akan tetapi siswa didorong untuk menemukan fakta-fakta konkrit sesuai dengan pengalamannya melalui cara langsung mencoba gerakan yang dipelajarinya secara berulang-ulang. Contohnya, guru dapat mengajukan pertanyaan tertutup: "Siapa yang pernah menonton musik dangdut?" Dapatkah kalian menirukan joged sesuai dengan musik dangdut". Dilanjutkan dengan pertanyaan berikut "Coba kalian lakukan

263

saling berhadapan di antara teman gerakan meliukan badan diikuti gerak tangan dan kaki, silahkan bebas lakukan?. Dari perubahan pola bertanya semacam itu selanjutnya dapat dikembangkan dialog hingga akhirnya siswa dapat menemukan sendiri berdasarkan pengalamannya bahwa gerak yang dilakukannya sesuai dan tepat. Perubahan pola bertanya semacam itu bukan hanya dapat menggiring siswa untuk menemukan fakta konkrit akan tetapi juga dapat memperbaiki proses keterampilan berpikir siswa. Hal ini yang jarang malahan tidak dilakukan guru selama ini, walaupun demikian, secara keseluruhan proses pembelajaran yang diperagakan guru belum mampu

mendorong

siswa

untuk

mengembangkan

kemampuan

meningkatkan

keterampilan gerak secara keseluruhan. Analisis Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada tahap uji coba yang lebih luas putaran pertama di sekolah berkatagori kurang, ternyata model pembelajaran kuantum Penjas yang dapat dilihat dalam perhitungan statistik di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 35 orang, dengan Simpangan Baku (SB) = 3,71 diperoleh skor rata-rata (x) hasil pra tes sebesar 6,66. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB = 3,47, terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 7,09. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata skor rata-rata yang diperoleh siswa pada pasca-tes lebih homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena SB pasca-tes sebesar 3,47 < SB pra-tes sebesar 3,71 yang berarti pada sekolah yang berkatagori kurang, pada putaran pertama ini, kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran siswa yang tercermin dari rata-rata skor yang diperoleh siswa diikuti juga oleh semakin meratanya tingkat penguasaan materi pelajaran.

;



264

Selain dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan x

2

dan uji F sebagai prasyarat pengujian sifhifikansi, selanjutnya dilakukan uji signifikansi kenaikan skor setiap subjek dengan Uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t hitung =1,90. Sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 diperoleh skor sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan. 2) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Putaran Kedua Analisis Proses Pembelajaran Pada putaran ini topik yang dibahas adalah "Aktivitas Pengembangan" dengan sub topik "Melakukan latihan untuk meningkatkan kekuatan dan kelenturan". Pada putaran kedua ini proses pembelajaran dengan mengunakan MPKPK berkembang agak lebih baik. Kelemahan-kelemahan yang didapatkan pada putaran sebelumnya perlahan-lahan telah mampu diperbaiki guru. Kelemahan-kelemahan guru seperti siswa kurang perhatiannya dalam proses pembelajaran, kurang sabarnya guru dalam memberikan contoh penampilan gerakan ideal, dan anak-anak selalu bergantung instruksi dari guru seperti yang terjadi pada putaran pertama, pada putaran kedua ini tidak nampak lagi. Guru mampu memperagakan model MPKPK beserta langkah-langkahnya sebagai model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan keterampilan gerak dasar siswa secara utuh dan menyeluruh. Aspek

keterlibatan siswa dalam mengembangkan

keterampilan gerak dan kemampuan berpikirnya sudah mulai nampak. Melalui pertanyaan yang diajukan guru, siswa memberikan respon melalui kemampuan mendemonstrasikan gerak yang dimilikinya. Pola pikir deduktif dengan memberikan kesimpulan terlebih dahulu yang sering muncul pada putaran pertama tidak lagi banyak dipergunakan. Guru lebih banyak mengembangkan pola berpikir induktif, yaitu proses

berpikir yang menuntut siswa untuk menemukan fakta-fakta lebih kongkrit dahulu sebagai dasar menarik kesimpulan. Secara perlahan-lahan dan bertahap siswa dapat menunjukkan keterampilannya dihadapan temannya sendiri, yang asalnya enggan menampilkan keterampilannya karena kurang percaya atas kemampuan yang dimilikinya. Model pembelajaran yang dikembangkan guru membuat kemampuan anak dalam melakukan keterampilan gerak disertai kemampuan berpikir secara keselurahan terus berkembang. Akhirnya tahapan model pembelajaran kuantum Penjas dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang dikembangkannya, walaupun kebermaknaan pada setiap tahapan belum ditampilkan secara utuh. Hal ini ditunjukan dengan semakin lancarnya proses pembelajaran, beragamnya pendapat yang diajukan siswa serta meningkatkannya kemampuan siswa ditunjukan dengan gerak yang efisien disertai dengan argumentasi dan ilustrasi melalui bahasa verbal. Pada putaran ini siswa mampu menjawab pertanyaan guru sambil menunjukan kebisaannya dengan melakukan alur gerak yang lebih efektif dan efisien sehingga guru tidak banyak intervensi apalagi selalu memberikan instruksi yang lebih dalam mengatur keinginan gerak siswa. Analisis Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba, selanjurnya MPKPK yang dikembangkan guru pada sekolah berkategori sedang Hal ini dapat dilihat dari perhitungan statistik seperti dijelaskan di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 35 Simpangan Baku (SBJ = 4,64 diperoleh rata-rata (x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 6,83. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB sebesar 4,14 terdapat kenaikan perolegana (x) skor hasil pasca tes menjadi 9,06. Dilihat dari perhitungan Simpangan Baku (SB), ternyata skor siswa pada pasca-tes lebih

266

homogin dibandingkan dengan pra-tes, oleh karena SB pra-tes sebesar 4,14 < SB pra-tes sebesar 4,64 yang bearti, pada putaran ini kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran siswa pada pasca-tes, juga diikuti oleh semakin meratanya skor atau kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan menggunakan 2

x dan uji F sebagai pra syarat pengujian signifikansi, selanjutnya dilakukan uji signifikansi perbedaan dua rata-rata dengan Uji t, berdasarkan perhitungan diperoleh harga t = 5,82. Harga t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Dengan demikian, oleh karena t hitung sebesar 5,82 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa artinya peningkatan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca-tes secara statistik adalah signifikan. 3) Hasil Uji Coba yang Lebih Luas Putaran Ketiga Analisis Proses Pembelajaran Pada uji coba putaran ketiga, proses pembelajaran dengan MPKPK nampak semakin dapat mengembangkan kemampuan keterampilan motorik dasar siswa, walaupun kemampuan itu dirasakan lambat. Pada putaran ini topik yang dibahas merupakan kelanjutan dari topik sebelumnya "Aktivitas Pengembangan" dengan sub topik "Melakukan bentuk-bentuk latihan untuk meningkatkan daya tahan". Guru mampu memerankan tugasnya dengan baik selain sebagai pembimbing juga bertindak sebagai fasilitator belajar. Proses pembelajaran yang ditampilkan guru dengan menggunakan MPKPK sesuai dengan tahapan-tahapannya dapat menjadikan siswa lebih bergairah dan senang dalam belajar Penjas. Teknik bertanya dalam setiap tahapan model yang diperagan guru juga semakin bervariasi jenis-jenis pertanyaannya. Sering juga guru berinovasi dengan menampilkan bentuk gerak yang dilakukan siswa sangat

267

menarik dan tidak merasa jenuh karena menggunakan proses pembelajaran yang bervareasi disesuaikan dengan karakteristik anak SD. Nampak model pembelajaran yang dikembangkan bertumpu kepada peningkatan kemampuan bergerak yang efektif dan melibatkan aspek berpikir siswa. Misalkan, ketika siswa melakukan latihan lari, guru menyetel musik pengiring memberikan dorongan semangat seperti "Ayo pasti kamu bisa lebih cepat sampai finish," sambil dilombakan. Setelah siapa siswa yang lebih cepat datang ke finish akan mendapatkan hadiah. Kemudian dilanjutkan pada latihan berikutnya dengan dikombinasikan setelah lari, diselingi latihan kelentukan di tempat, kemudian latihan lari kembali secara berulang. Nampak anak-anak tidak terkesan lelah atau bosan akan tetapi bersuka ria apalagi dengan musik pengiring yang sangat mereka senangi. Hal-hal yang dilakukan guru semacam ini membuat suasana belajar menjadi menarik penuh riang gembira dan menyenangkan. Siswa selain tampak bergairah dalam belajar juga membuat proses pembelajaran menjadi lancar. Siswa semakin mantap melakukan gerakan kecepatan dan kelenturan tubuhnya sehingga mampu menjawab tantangan yang selama ini diragukan keberhasilannya, karena Penjas apalagi latihan lari kurang menarik dan membikin siswa jenuh belajar dikarenakan sudah pasti modelnya dari dulu seperti itu. Beberapa orang siswa dapat merespons dan menunjukkan kemampuannya dengan melakukan gerak yang cepat dan sistematis. Demikian juga halnya dalam proses mengambil kesimpulan, mereka dapat menyimpulkan dengan tepat tanpa melalui arahan dari guru, mana latihan yang hanya untuk kecepatan, kelenturan, dan daya tahan tubuh. Mereka sendiri yang mengklasifikasikan beberapa bentuk latihan dan kegunaannya, guru memberikan materi latihan, mereka sendiri yang mengatur berlomba lari antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Hal ini menunjukkan

268

kemajuan yang sangat bagus dalam proses keterampilan gerak dengan melibatkan cara menampilkan gerak yang praktis, efisien, dan beramakna. Analisis Hasil Pembelajaran Berdasarkan data yang diperoleh pada uji coba putaran ketiga pada sekolah berkategori kurang, Model Pembelajaran Kuantum Penjas dikembangkan guru memiliki pengaruh yang lebih baik lagi terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan statistik di bawah ini. Dari jumlah siswa (n) = 35 dengan S impangan Baku (SB) = 3,32 diperoleh ratarata (x) skor hasil pra-tes siswa sebesar 7,25. Pada jumlah siswa (n) yang sama, dengan SB - 3,42 terdapat kenaikan perolehan rata-rata (x) skor hasil pasca-tes menjadi 10,34. Dilihat dari hasil Simpangan Baku (SB), ternyata kemampuan siswa pada pra-tes lebih homogin dibandingkan dengan pasca-tes, oleh karena SB pra-tes sebesar 3,32 < SB pasca-tes sebesar 3,42 yang berarti pada putaran ini, kenaikan rata-rata tingkat penguasaan materi pelajaran oleh siswa diikuti juga oleh tingkat keragaman siswa dalam penguasaan materi pelajaran. Selain dilakukan uji normalitas dan uji homoginitas data dengan menggunakan x

2

dan uji F sebagai prasyarat pengujian signifikansi, selanjurnya dilakuan uji signifikansi kenaikan skor setiap subjek dengan uji-t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t = 6,20, sedangkan t tabel dengan dk = n-1 pada a 0,05 sebesar 2,03. Dengan demikian, oleh karena t hitung sebesar 6,20 > t tabel sebesar 2,03 pada taraf kepercayaan 95%, dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pra-tes terhadap skor nilai pasca tes secara statistik adalah signifikan. Ditinjau dari hasil belajar siswa berdasarkan hasil analisis data mulai putaran pertama sampai putaran ketiga, maka nampaknya Model Pembelajaran Kuantum Penjas

269

berbasis Kompetensi (MPKPK), memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan penguasaan materi pelajaran pada setiap katagori sekolah. Terjadinya pengaruh yang positif tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara rata-rata hasil pra-tes dan pasca tes dalam setiap kali putaran. Berdasarkan perhitungan statistik pada setiap kali putaran pada sekolah berkatagori baik selalu menunjukkan t hitung > t tabel yang berarti perbedaan tersebut adalah signifikan, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 4-1 Hasil Uji Coba Pra dan Pasca-tes pada Sekolah Berkategori Baik

PUTARAN 1.Pra-tes Pasca-tes 2.Pra-tes Pasca-tes 3.Pra-tes Pasca-tes

n

X

SB

40

6,1

4,35

6,55

4,08

14,60

4,16

8,68

4,79

8,65

4,73

12,58

4,88

40 40 40 40 40

t hitung

T tabel a = 0,05

Keterangan

6,64

2,03

Signifikan

5,20

2,03

Signifikan

7,38

2,03

Signifikan

Demikian juga halnya pada sekolah berkatagori sedang, ternyata dalam setiap kali putaran menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan sekolah berkatagori baik, dimana harga t hitung > t tabel yang artinya perbedaan hasil pra-tes dan pasca-tes tersebut secara statistik adalah signifikan. Hasil analisis statistik pada sekolah yang berkatagori sedang terangkum pada tabel berikut ini.

270

Tabel 4-2 Hasil Uji Coba Pra dan Pasca-tes pada Sekolah Berkategori Sedang

PUTARAN l.Pra-tes Pasca-tes 2.Pra-tes Pasca-tes 3.Pra-tes Pasca-tes

n

X

SB

31

6,81

4,09

31

9,27

4,01

31

6,61

4,08

31

11,77

4,02

31

8,06

3,61

31

13,81

3,07

t hitung

T tabel a =0,05

Keterangan

6,0

2,03

Signifikan

15,18

2,03

Signifikan

18,32

2,03

Signifikan

Sama halnya dengan sekolah berkategori sedang, sekolah yang berkategori kurangpun nampaknya ada kenaikan pada setiap kali putaran, walaupun skor yang diperoleh tidak setinggi sekolah yang berkatagori baik dan sedang. Pada kelompok sekolah berkatagori kurang ada kenaikan secara signifikan pada setiap kali putaran. Hasil analisis secara statistik pada setiap kali putaran pada sekolah berkatagori kurang terangkum dalam tabel statistik sebagai berikut:

271

Tabel 4-3 Hasil Uji Coba Pra dan Pasca-tes pada Sekolah Berkategori Kurang

PUTARAN l.Pra-tes Pasca-tes 2.Pra-tes Pasca-tes 3.Pra-tes Pasca-tes

n

X

SB

35

6,66

3,71

35

7,09

3,47

35

6,83

4,64

35

9,06

4,14

35

7,25

3,32

35

10,34

3,42

t hitung

T tabel a =0,05

Keterangan

1,9

2,03

Signifikan

5,82

2,03

Signifikan

7,38

2,03

Signifikan

Data seperti terangkum dalam tabel statistik pada setiap kategori sekolah di atas, menunjukkan pada putaran 1, 2, dan 3, hasil pasca-tes selalu memiliki perbedaan dibandingkan dengan pra-tes, yang secara statistik perbedaan tersebut adalah signifikan, artinya dapat meningkatkan hasil belajar melalui model pembelajaran kuantum Penjas. 2. Interpretasi Hasil Uji Coba yang Lebih Luas Sesuai dengan fokus yang jadi perhatian penelitian dalam proses uji coba yang lebih luas, maka dalam menginterpretasikan data hasil uji coba diarahkan pada dua hal, yaitu: Pertama, interpretasi terhadap proses pembelajaran dan kedua, interpretasi terhadap hasil pembelajaran. Ditinjau dari sudut proses pembelajaran, nampak MPKPK dalam mata pelajaran Penjas sebagai suatu model pembelajaran yang memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan motorik siswa. Seperti halnya pada akhir proses pembelajaran

272

dan akhir uji coba baik uji coba terbatas maupun uji coba yang lebih luas, nampak proses pembelajaran yang dirancang oleh guru Penjas melalui tahapan MPKPK dapat meningkatkan suasana pembelajaran yang bergairah dan menyenangkan yang pada gilirannya dapat meningkatkan keterampilan motorik siswa, baik ditinjau dari keterampilan motorik dasar maupun motorik secara umum. Dalam aspek kemampuan meningkatkan keterampilan motorik dasar, dapat di lihat setiap siswa mencoba melakukan aktivitas gerak berpindah tempat (lokomotor) seperti: melompat, berjalan, berlari, dan berderap dengan berbagai variasi, siswa melakukannya dengan semangat dan penuh gairah. Gerakan-gerakan lokomotor tadi disajikan dalam beragam bentuk variasinya, seperti berlari dengan musik dapat dibedakan dari yang pelan hingga yang tercepat, ketika musik lambat maka lari pelanpelan, tetapi ketika musik keras dan irama cepat maka lari kencang melalui bentuk perlombaan sesama teman sekelasnya. Begitu pula, gerak dasar non lokomotor dimana aktivitas gerak dilakukan tidak menyebabkan berpindah tempat seperti: gerakan mengayun, meregang, menekuk dan meluruskan, berputar sambil melayang dan menggoyang. Bentuk gerakan di atas disampaikan melalui kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan melibatkan seluruh siswa. Sebab bentuk-bentuk gerakan tadi dapat dilakukan pada saat pemanasan dengan menggunakan struktur bergerak bebas. Artinya dapat dimasukan dalam kegiatan inti asalkan dilakukan dengan berbagai variasi yang sederhana ataupun kompleks, bergantung pada kondisi siswa. Ketika siswa melakukan dengan mudah maka dilanjutkan secara bertahap ke jenjang yang lebih kompleks, seperti coba ayunkan lengan ke depan-belakang, lutut bengkok, badan/togok tetap rendah. Gerakan tadi dilanjutkan pada ayunan silang, lengan direntangkan, kaki dibuka lebar, badan dan lutut

273

tetap bengkon ketika dijatuhkan ke depan dan membuat posisi menyilang di depan badan, ayunkan kembali kedua lengan untuk kembali ke semula. Keterampilan motorik dasar manipulatif merupakan keterampilan dasar yang harus dipelajari siswa bersama dengan keterampilan yang lain yaitu gerak lokomotor dan non lokomotor, karena siswa pada kegiatan pembelajaran seperti ini harus berhubungan dengan benda di luar dirinya yang harus dimanipulasi sedemikian rupa sehingga terbentuk satu keterampilan. Keterampilan manipulatif contohnya melempar, menangkap, menendang, dan menggiring. Disampaikan secara bervariasi melalui model pembelajaran kuantum Penjas, yang diasumsikan dapat meningkatkan keterampilan motorik dasar siswa SD. Berdasarkan peningkatan keterampilan dasar siswa yang secara terus menerus ditambah, maka dapat dipastikan, MPKPK memiliki pengaruh yang positif terahadap peningkatan keterampilan motorik dasar siswa SD. Selain terhadap prose pembelajaran, berdasarkan hasil analisis statistik, ternyata MPKPK yang dikembangkan juga memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran, seperti yang terlihat dari grafik di bawah ini.

SB

ss

SK

SB

SS

SK

SB

SS

SK

O Hasil pra-tes • Hasil Pasca-tes Bagan 4 - 5 Grafik Perolehan Rata-rata Hasil Pra dan Pasca-tes Sekolah berkategori Baik (SB), Sedang (SS), dan Kurang (SK Putaranl, 2. dan 3

Hasil yang diperoleh siswa pada setiap putaran di setiap kategori sekolah, seperti tergambarkan pada grafik di atas, yang datanya bersumber dari rangkuman hasil

274

perhitungan statistik pada setiap kategori sekolah seperti tergambar pada tabel 4-1, 4-2 dan 4-3, menunjukkan bahwa terdapat selisih yang cenderung semakin tinggi antar hasil pra-tes dan pasca-tes pada setiap kategori sekolah, baok sekolah berkategori baik, sedang, maupun kurang. Kenaikan pada sekolah berkategori kurang berbeda dengan sekolah kategori baik dan sedang, hal ini menunjukkan bahwa MPKPK berhasil meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran baik sekolah berkategori baik, sedang, maupun kurang. Hal ini memungkinkan, karena dalam proses pembelajaran guru tidak hanya memfokuskan pada keterampilan motorik saja, akan tetapi keterampilan lain didorong agar siswa menguasai materi pelajaran.

F. Perbaikan Model Pembelajaran Pada uji coba yang lebih luas, tidak ada perbaikan model yang prinsip. Tahapantahapan model yang ditemukan pada uji coba terbatas, sudah dianggap memadai sebagai sosok model MPKPK yang dapat dikembangkan dalam pemebalajaran Penjas di SD. Perbaikan model pada setiap putaran selama uji coba yang lebih luas berlangsung hanya dilakukan pada implementasi setiap tahapan, dengan tujuan untuk menambah ketajaman model yang dikembangkan. Perbaikan model yang dilakukan pada implementasi setiap tahapan, disesuaikan dengan masalah yang dihadapi oleh masing-masing guru pada setiap kategori sekolah. Oleh karena setiap sekolah yang dijadikan lokasi uji coba memiliki kategori berbeda, yaitu kategori baik, sedang, dan kurang, maka kadar dan bobot perbaikanpun berbeda pula. Pada sekolah berkataegori baik dan sedang, contohnya, perbaikan terjadi lebih banyak pada masalah yang bersifat konseptual, misalkan mengapa guru Penjas perlu mempertimbangkan pola gerak dasar yang disampaikan pada siswa SD berbentuk

275

lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif. Bagaimana agar siswa dapat melakukan berbagai

gerakan

dengan polanya sendiri-sendiri

sesuai

dengan keterbatasan

kemampuan masing-masing. Hal ini dilakukan oleh sebab pada sekolah berkategori baik dan sedang, pengembangan model dipandang dari sudut teknis pelaksanaan sudah tidak ada permasalahan. Artinya, kemampuan minimal guru untuk dapat mengembangkan model dianggap sudah memadai, demikian juga dipandang dari hasil pembelajaran dianggap sudah lebih baik. Berbeda dengan sekolah yang berkategori kurang, pada sekolah ini perbaikan model masih diarahkan pada teknis pelaksanaan. Hal ini disebabkan baik guru maupun siswa dianggap masih kurang dalam mengembangkan model pembelajaran. Dari sudut guru misalnya, kemampuan dalam keterampilan dasar bertanya masih belum dimiliki sepenuhnya.

Akibatnya

MPKPK

yang

dikembangkan

berjalan

lebih

lambat

dibandingkan dengan sekolah berkategori baik dan sedang. Demikian juga halnya dari sudut siswa, siswa yang berada pada sekolah berkategori kurang, kondisi fasilitas Penjas terbatas dan wawasan pengalaman belajar merekapun terbatas pula, sehingga perbendaharaan gerak merekapun perlu mendapat intervensi dari guru Penjas. Oleh sebab itu umpan balik segera dilakukan ketika mereka mendemonstrasikan gerak yang agak kompleks. Alternatif yang dilakukan antara lain isi pertanyaan yang diberikan oleh guru disederhanakan dengan cara merubah jenis dan strategi pertanyaan, sebelum pelaksanaan gerak yang diinginkan dilakukan.. Perbaikan menyeluruh pada uji coba yang lebih luas ini justru terjadi pada desain evaluasi. Perbaikan menyeluruh pada desain evaluasi ini dilakukan oleh karena proses uji coba yang lebih luas evaluasi dilakukan bukan hanya pada proses pembelajaran, akan tetapi juga pada hasil belajar. Dengan demikian strategi evaluasi dilakukan dengan

276

dua bentuk, yaitu evaluasi proses melalui observasi dan evaluasi hasil atau penguasaan isi pelajaran melalui tes.

G. Hasil Uji Validasi Model 1. Deskripsi Uji validasi dilakukan untuk melihat efektifitas model yang dikembangkan terhadap hasil belajar atau penguasaan materi pembelajaran oleh siswa. Oleh karena itu, dalam uji

validasi peneliti tidak lagi melihat perbedaan proses belajar, sebab data

tersebut sudah cukup diperoleh dalam proses uji coba baik terbatas maupun yang lebih luas. Konsentrasi peneliti tertuju dalam uji validasi adalah perbandingan penguasaan materi pelajaran oleh siswa antara siswa yang menggunakan Model Pembelajaran Kuantum Penjas berbasis Kompetensi (MPKPK) sebagai kelompok eksperimen dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran yang selama ini digunakan sebagai kelompok kontrol. Subjek yang terlibat dalam uji validasi ini adalah 3 orang guru Penjas SD kelas 6 beserta siswanya yang terlibat pada uji coba sebagai kelompok eksperimen ditambah 3 orang guru Penjas SD beserta siswa kelas 6 dari sekolah lain yang tidak terlibat dalam proses uji coba model sebagai kelompok kontrol. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, SD-SD yang menjadi kelompok kontrol sebagai SD berkategori baik, sedang dan kurang tersebut adalah SD Negeri Sukaraja, SD Negeri Cibeureum 2 dan SD Negeri Rancapurut. Desain yang digunakan dalam uji validasi adalah Desain Statis Dua Kelompok (Nana Sudjana dan Ibrahim, 1989:37). Sesuai dengan desain yang digunakan, pelaksanaan eksperimen tidak didahului oleh pemberian pra-tes, baik pada kelompok

277

eksperimen maupun pada kelompok kontrol. Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa kedua kelompok itu memiliki kemampuan awal yang sama. Asumsi tersebut adalah hasil interpretasi peneliti yang didasarkan kepada perkiraan yang dikemukakan guru pada masing-masing kategori sekolah adalah sama. Menurut guru penjas yang mengajar di sekolah berkategori baik, baik untuk sekolah yang dijadikan kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol, masing-masing mengatakan bahwa rata-rata penguasaan kurikulum penjas siswa di kelas 6 berkisar antara 70% sampai dengan 75%; sedangkan di sekolah berkategori sedang dan berkategori kurang berkisar antara 60% sampai dengan 65%; Dalam menentukan asumsi ini, peneliti sengaja tidak mengacu kepada rata-rata prestasi belajar seperti nilai catur wulan sebelumnya, oleh sebab itu seperti yang dikatakan guru nilai catur wulan yang tertera pada nilai raport merupakan nilai akhir yang tidak semata-semata berdasarkan pada tingkat penguasaan materi saja, akan tetapi nilai setelah mempertimbangkan berbagai faktor seperti kehadiran, kerjasama, kedisiplinan, aktivitas dan lain sebagainya. Oleh sebab itu untuk menentukan tingkat kemampuan awal sebagai asumsi bahwa antara kelompok kontrol memiliki kemampuan awal yang sama, digunakan pendapat dan perkiraan guru seperti di atas. Didasari, kelemahan yang mungkin terjadi dalam desain statis dua kelompok adalah kurangnya kontrol terhadap variabel-variabel yang memungkinkan dapat mengganggu hasil eksperimen, oleh sebab itu dalam proses pelaksanaan uji validasi peneliti melakukan kontrol terhadap beberapa variabel yang dianggap dapat mengganggu seperti variabel pengalaman guru dalam mengajar, materi yang disajikan serta waktu yang digunakan. Statistik yang digunakan untuk pengolahan data dalam uji validasi ini adalah pengujian perbedaan dua rata-rata pada kelompok sampel besar dengan uji z pada a = 0,05 atau pada taraf signifikansi 95%. Sebagai persyaratan

278

pengujian signifikansi, terlebih dahulu data diuji distribusi normalitas dengan menggunakan Chiquadrat dan uji Homogenitas data dengan uji F dan uji Barlett (B). Hasil dari uji validasi ini diuraikan di bawah ini. a. Hasil Uji Validasi Pada Sekolah Berkategori Baik Berdasarkan pengujian statistik, pada sekolah berkategori baik MPKPK berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh. Berdasarkan data, dari tiga kali putaran hasil tes kelompok eksperimen selalu lebih unggul dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada putaran pertama kelompok eksperimen dengan n = 40, SB = 4,25 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes 14,82; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 38, SB = 4,35 diperoleh ratarata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,58. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok eksperimen lebih homogen dibandingkan dengan kelompok kontrol, karena SB

kelompok eksperimen sebesar 4,25 < SB kelompok

kontrol sebesar 4,35 yang berarti pada kelompok eksperimen tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada kelompok kontrol. Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 6,64. Harga t tabel sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z sebesar 6,64 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan. Pada putaran kedua, kelompok eksperimen dengan n = 40, SB = 4,30 diperoleh rata-rata hasil (X) pasca-tes sebesar 14.60; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 38, SB = 4,25 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca tes sebesar 8,92. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol sebesar 4,25 < SB kelompok eksperimen sebesar 4,30 yang berarti pada kelompok

kontrol tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata d i b a n d i n g k a n ' ^ p ^ ' ^ ^ i kelompok eksperimen. Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 5,87. Harga t tabel sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a = 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z sebesar 5,87 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan. Pada putaran ketiga kelompok eksperimen dengan n = 40, SB = 4,32 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 14,80; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 38, SB = 4,21 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,85. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol sebesar 4,21 t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan. Selanjutnya, hasil perhitungan statistik setiap putaran pada sekolah berkategori baik, terangkum pada tabel di bawah ini.

1

280

Tabel 4-4 Hasil Uji Validasi Pengaruh Penggunaan MPKPK terhadap Hasil Belajar Siswa pada Sekolah Berkategori Baik

KELOMPOK

n

X

SB

Eksperimen

40

14,82

4,20

kontrol

38

8,58

4,35

Eksperimen

40

14,60

4,30

kontrol

38

8,92

4,25

Eksperimen

40

14,80

4,32

kontrol

38

8,58

4,21

t hitung

6,64

T tabel a =0,05

Keterangan

1,96

Signifikan

5,87

1,96

Signifikan

6,13

'1,96

Signifikan

b. Hasil Uji Validasi Pada sekolah Berkategori Sedang Seperti halnya pada sekola berkategori baik, berdasarkan pengujian statistik, pada sekolah berkategori sedang MPKPK juga memiliki pengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari tiga kali putaran hasil tes kelompok eksperimen selalu lebih unggul dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada putaran pertama kelompok eksperimen dengan n =31, SB =3,70 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 14,60; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 30, SB = 3,90 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,10. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok eksperimen lebih homogin dibandingkan dengan kelompok kontrol, karena SB kelompok eksperimen sebesar 3,70 < SB kelompok kontrol sebesar 3,90, yang berarti pada kelompok

281

eksperimen pada putaran ini tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada kelompok kontrol. Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 6,70. Harga t tabel sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z sebesar 6,64 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan. Pada putaran kedua, kelompok eksperimen dengan n =31, SB = 3,25 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 14,20; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 30, SB = 3,40 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,02. Dilihat dari hasil perhitungan S impangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok eksperimen lebih homogin dibandingkan dengan kelompok kontrol, karena SB kelompok eksperimen sebesar 3,25 < SB kelompok kontrol sebesar 3,40 yang berarti pada kelompok eksperimen pada putaran ini tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada kelompok kontrol. Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 4,50. Harga t tabel sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada taraf nyata 0,05 adalah sebesar 1,96. Oleh karena harga z sebesar 4,50 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan. Pada putaran ketiga kelompok eksperimen dengan n = 31, SB =3,60 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 14,50; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 30, SB = 3,40 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,70. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol sebesar 3,40 < SB kelompok eksperimen sebesar 3,60 yang berarti pada kelompok

-282

kontrol tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada kelompok eksperiman. Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 6,44. Harga t tabel sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z sebesar 6,44 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalh signifikan. Selanjutnya hasil perhitungan statistik setiap putaran pada sekolah berkategori sedang adalah sbb.: Tabel 4-5 Hasil Uji Validasi Pengaruh Penggunaan MPMK terhadap Hasil Belajar Siswa pada Sekolah Berkategori Sedang

T tabel

KELOMPOK

n

X

SB

T hitung

Eksperimen

31

14,60

3,70

6,70

1,96

Signifikan

Kontrol

30

8,10

3,90

Eksperimen

31

14,20

3,25

4,50

1,96

Signifikan

Kontrol

30

8,62

3,40

Eksperimen

31

14,50

3,60

6,40

1,96

Signifikan

Kontrol

30

8,70

3,40

a = 0,05

Keterangan

c. Hasil Uji Validasi Pada Sekolah Berkategori Kurang Berbeda dengan hasil validai pada sekolah berkategori baik dan sekolah berkategori sedang, pada sekolah berkategori kurang, pada putaran pertama berdasarkan pengujian statistik, MPKPK yang diterapkan guru tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap penguasaan materi pelajaran oleh siswa. Pengaruh yang berarti baru diperoleh

283

pada putaran kedua dan ketiga. Hasil perhitungan statistik, uji validasi pada sekolah berkategori kurang ini digambarkan di bawah ini. Pada putaran pertama kelompok eksperimen dengan n = 35, SB = 3,50 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 7,20; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 37, SB = 3,40 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 6,80. Dilihat dari perhitingan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol sebesar 3,40 < SB kelompok eksperimen sebesar 3,50, yang berarti pada kelompok kontrol tingkat penguasaan

materi

pembelajaran

lebih merata

dibandingkan

pada

kelompok

eksperimen. Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 0,49. Harga t tabel sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z sebesar 0,49 < t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah tidak signifikan. Pada putaran kedua, kelompok eksperimen dengan n =35, SB = 3,32 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 8,92; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 37, SB = 3,10 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 7,10. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB) - skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol sebesar 3,10 < SB kelompok eksperimen sebesar 3,32, yang berarti pada kelompok kontrol tingkat penguasaan materi pembelajaran lebih merata dibandingkan pada kelompok eksperimen. Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 2,43. Harga t tabel sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 adalah sebesar 1,96. Oleh karena harga z sebesar 2,43 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan.

284

Pada putaran ketiga kelompok eksperimen dengan n = 35, SB = 3,48 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes 9,70; sedangkan kelompok kontrol dengan n = 37, SB = 3,12 diperoleh rata-rata (X) hasil pasca-tes sebesar 7,20. Dilihat dari hasil perhitungan Simpangan Baku (SB) skor yang diperoleh kelompok kontrol lebih homogin dibandingkan dengan kelompok eksperimen, karena SB kelompok kontrol sebesar 3,12 < SB kelompok eksperimen sebesar 3,48, yang berarti pada kelompok kontrol tingkat penguasaan

materi

pembelajaran

lebih

merata

dibandingkan

pada

kelompok

eksperimen. Berdasarkan perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar 3,25. Harga t tabel sebagai batas kritis pada tabel distribusi t pada a 0,05 sebesar 1,96. Oleh karena harga z sebesar 3,25 > t tabel, maka perbedaan skor tersebut adalah signifikan. Hasil perhitungan statistik setiap putaran pada sekolah berkategori kurang, terangkum pada tabel berikut ini. Tabel 4-6 Hasil Uji Validasi Pengaruh Penggunaan MPKPK terhadap Hasil Belajar Siswa pada Sekolah Berkategori Kurang

KELOMPOK

n

X

SB

T hitung

Eksperimen

35

7,20

3,50

0,49

Kontrol

37

6,80

3,40

Eksperimen

35

7,70

3,48

Kontrol

37

7,20

3,12

Eksperimen

35

8,92

3,32

Kontrol

37

7,10

3,10

T tabel a = 0,05 1,96

Keterangan Tidak Signifikan

2,43

1,96

Signifkan

3,25

1,96

Signifikan

285

2. Interpretasi Hasil Penelitian Uji Validasi Model Hasil

penelitian

prngujian

validasi

model

membuktikan,

bahwa Model

Pembelajaran Kuantum Pendidikan Jasmani berbasis Kompetensi (MPKPK) dalam pelajaran Pendidikan jasmani, bukan hanya memiliki pengaruh positif terhadap proses pembelajaran yang dapat mengembangkan

peningkatan kemampuan keterampilan

gerak siswa, seperti data yang ditunjukkan dalam proses uji coba, akan tetapi juga berpengaruh terhadap hasil pembelajaran penjas seperti yang ditunjukkan oleh data hasil uji validasi. Berdasarkan perhitungan statistik seperti yang terangkum pada tabel-tabel di atas menggambarkan, pada sekolah berkategori baik dan sedang dalam tiga kali putaran, ternyata kelompok eksperimen selalu lebih unggul dalam perolehan skor pasca-tes dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pada sekolah kategori ini MPKPK memiliki pengaruh yang positif dibandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru. Pengaruh tersebut secara statistik dianggap signifikan. Pada sekolah berkategori kurang, rata-rata skor baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok eksperimen sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sekolah berkategori baik dan sedang. Bahkan, pada sekolah berkategori kurang ini, pada putaran pertama perbedaan hasil belajar antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, secara statistik tidak signifikan. Baru pada putaran selanjurnya MPKPK memiliki efektifitas yang lebih baik yang secara statistik signifikan. Selanjutnya perbedaan perolehan skor rata-rata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dari ketiga kategori sekolah, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

286

-

-

-

-

-

-

1

Kelompok B c s p e r i m e n Kelompok Kontrol

A p1

p2

p3

Kategori Baik

p1

p2

p3

Kategori S e d a n g

p1

p2

p3

Kategori Kurang

Bagan 4 - 6 Grafik Rata-Rata Hasil Pasca-tes pada Setiap Putaran Uji Validasi Kategori Sekolah Baik, Sedang, dan Kurang

Adanya perbedaan hasil belajar siswa antara siswa yang menggunakan MPKPK dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan selama ini tidak terlepas dari adanya hubungan antar aspek yang terkait. Keterkaitan setiap aspek itu diuraikan di bawah ini.

a. Temuan Hasil Penelitian tentang Hubungan Pencapaian Hasil Pembelajaran dengan Usaha, Cara dan Gaya Mengajar Guru MPKPK dalam pelajaran Pendidikan jasmani adalah model pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas guru untuk membelajarkan siswa secara optimal melalui kegiatan yang bervariasi dan menyenangkan akan tetapi mengandung unsur kecepatan berfikir dalam bertindak untuk mengambil keputusan secara tepat. Dalam konteks ini mengajar adalah membelajarkan siswa, artinya keberhasilan mengajar diukur dari keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu yang menjadi sasaran dan orientasi mengajar

287

adalah siswa itu sendiri. Orientasi semacam itu menuntut guru untuk bekerja secara optimal dan berkonsentrasi penuh terhadap keberhasilan siswa. Oleh karenanya gaya dan cara membelajarkan itu harus disesuaikan dengan pengalaman dan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa. MPKPK, dalam implementasinya harus didasarkan kepada prinsip ini. Artinya MPKPK, memerlukan keseriusan dan penyesuaian guru dalam melaksanakan pembelajaran penjas di Sekolah Dasar. Hasil penelitian membuktikan semua itu, semakin guru memiliki usaha, perhatian, keseriusan gaya mengajar yang variatif dalam mengembangkan MPKPK, maka memiliki kecendrungan semakin baik hasil belajar yang diperoleh siswa. Di sekolah yang berkategori baik dan sedang, yang dinilai memiliki partisipasi dan perhatian yang tinggi terhadap kepentingan sekolah serta guru-guru yang mengembangkan MPKPK memiliki gaya mengajar yang bervariasi ditambah dukungan sekolah, orang tua siswa yang mapan terutama peralatan penjas yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif maka hasil yang diperoleh siswapun semakin tinggi.

b. Temuan Hasil Penelitian tentang Hubungan antara Proses Pembelajaran dengan Hasil Pembelajaran Proses yang baik dan terarah, dapat mengakibatkan hasil yang maksimal. Sebaliknya proses yang tidak terarah dan terencana, tidak mungkin memperoleh hasil yang maksimal. Keberhasilan MPKPK dalam meningkatkan penguasaan materi pembelajaran berhubungan erat dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Walaupun proses pembelajaran MPKPK tidak diarahkan secara khusus terhadap penguasaan materi pembelajaran, akan tetapi pada gilirannya proses pembelajaran yang dibangun untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan gerak dasar siswa, dapat

288

mendorong mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat menunjang terhadap penguasaan materi pembelajaran ikut terbangun pula ke arah yang lebih baik. Hal ini seperti yang dilakukan oleh siswa pada beberapa putaran menunjukkan kekonsistenan hasil belajar penjas, oleh karena guru memfungsikan arena belajar sebagai tempat untuk melakukan uji coba kemampuan diri, dibarengi dengan diskusi kelompok dan tanya jawab antara siswa dan guru mengenai suatu persoalan yang sulit dipecahkan, maka di luar jam pelajaran penjas siswa terdorong untuk melakukan kegiatan antara lain pengumpulan berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber belajar di luar guru contohnya dari buku bacaan atau dari hasil bertanya kepada orang lain dengan maksud agar mereka dapat mengikuti jalannya diskusi atau proses pembelajaran. Dengan demikian proses pembelajaran yang diarahkan untuk perbaikan dan peningkatan keterampilan motorik disertai pengalaman berpikir yang beragam dapat dipastikan berhubungan erat dengan hasil pembelajaran yang diperoleh siswa.

c. Temuan Hasil Penelitian tentang Hubungan Desain Perecanaan dengan Implementasi Pembelajaran Pada model pembelajaran yang dilakukan guru selama ini, ketika proses pembelajaran berlangsung, sering guru tidak menggunakan perencanaan pembelajaran sebagai pedoman. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah adanya persepsi yang kurang sesuai terhadap hakekat mata pelajaran, seperti misalnya Penjas dianggap hanya sebagai mata pelajaran kelas dua yang terpinggirkan, atau Penjas dianggap sebagai mata pelajaran hanya pengisi waktu luang. Akibat persepsi tersebut, maka perencanaan pembelajaran tidak pernah disusun dengan serius, karena hanya

289

difungsikan sebagai syarat administrasi saja, akibatnya, hasil yang diperoleh siswa pun tidak pernah berhasil secara optimal. Proses pembelajaran melalui MPKPK, memerlukan perencanaan yang matang dan terarah, sebab apa yang harus dilakukan guru tidak terlepas dari perencanaan yang disusun

itu.

Oleh

karenanya desain perencanaan

yang

dikembangkan

akan

mempengaruhi proses pembelajaran sehingga pada gilirannya dapat mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh siswa.

H.

Pembahasan Hasil Penelitian Model Pembelajaran Kuantum Penjas

I. Hakekat Pengembangan Model Sebelum pembahasan penelitian diarahkan kepada sosok MPKPK sebagai model pembelajaran yang bertumpu kepada peningkatan keterampilan motorik, terlebih dahulu dibahas tentang proses pengembangan model itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bahwa MPKPK yang dihasilkan bukan hanya sekedar modifikasi atau implementasi model yang sudah ada, akan tetapi merupakan hasil proses pengembangan yang ditunjang oleh data-data empirik hasil penelitian. Menurut Borg dan Gali (1979 : 624) Penelitian dan Pengembangan (Educational Research and Development), merupakan pendekatan yang relatif baru dalam penelitian pendidikan. Penelitian ini diarahkan untuk menghasilkan suatu produk atau strategi baru dalam r^ningkatan pendidikan. Dilihat dari proses penelitian yang telah dilakukan, yang diawali dengan studi pendahuluan, mendesain model, mengujicobakan model, mengadakan perbaikan dan melaksanakan uji validasi, hingga dihasilkan suatu produk pendidikan berupa model pembelajaran, seperti yang disarankan Borg dan Gali, maka

290

MPKPK dalam pelajaran Penjas merupakan model pembelajaran yang dihasilkan dari proses pengembangan. Dilihat dari substansi pengembangan model, secara konseptual MPKPK dalam pelajaran Penjas dikembangkan dan bertumpu kepada teori model pembelajaran kuantum dari Bobbi DePorter (1999), tentang konsep belajar akselerasi dan konsep belajar kuantum yang menunjang dan diperlukan dalam pembelajaran Penjas. MPKPK sebagai model yang dikembangkan berdasarkan kajian kebutuhan lapangan, tujuan MPKPK tidak hanya sekedar peningkatan kemampuan motorik, akan tetapi juga kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan baru yang diperoleh sebagai dasar untuk menguasai materi pembelajaran. Oleh sebab itu kedua sisi yakni lingkungan belajar dan penguasaan materi pembelajaran dalam MPKPK merupakan dua sisi yang sama pentingnya dalam mencapai tujuan pembelajaran Penjas di SD. Dilihat dari prosedur pembelajaran, kemampuan motorik meliputi kemampuan perseptual dan kemampuan fisik. Kemampuan perseptual berhubungan erat dengan visual, pengecapan, pendengaran, kinestetik dan koordinasi. Sedangkan kemampuan fisik meliputi: daya tahan otot dan kardiovaskuler, kekuatan, kelentukan dan kelincahan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran terdapat tiga tahapan belajar gerak dasar utama yang harus dilakukan yaitu gerak lokomotor, gerak nonlokomotor, dan gerak manipulatif (Pangrazi, 1992). Sedangkan MPKPK terdiri dari 6 tahap yaitu, tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan. Adanya tahapan ini didasari oleh tujuan yang ingin dicapai bahwa strategi kuantum bertujuan untuk mengembangkan iklim suasana pembelajaran yang menyenangkan siswa bukan hanya menguasai sejumlah materi pembelajaran semata. Disamping mengembangkan faktor lain seperti taraf berpikir siswa, maka proses pembelajaran kuantum berorientasi pada kondisi

291

pembelajaran yang lebih bermakna dalam kehidupan keseharian siswa. Proses pembelajaran kuantum, siswa dihadapkan kepada masalah yang perlu ada pemecahan, maka siswa akan langsung melakukan tahap mengeksplorasi sebagai tahapan penjelajahan untuk memecahkan masalah tersebut. Berbeda dengan proses belajar keterampilan motorik dilakukan melalui proses belajar **trial and error" atau mencoba dan salah dari Thorndike (1949) dalam Ruslt Lutan (2005). Maksudnya siswa mencaricari cara terbaik untuk melakukan gerakan yang diharapkan. Setelah berkali-kali latihan, dan teknik-teknik yang salah ditinggalkan, untuk selanjurnya secara berangsur-angsur diganti dengan gerakan yang benar sesuai dengan gerakan yang diharapkan sehingga siswa yang bersangkutan dapat menguasai gerakkan yang dimaksud. Sejalan dengan prinsip belajar "trial and error" tahapan belajar keterampilan motorik sebagai berikut: 1) Pada awal belajar, sedikit sekali keberhasilan yang diperoleh diantara berbagai macam kegiatan, 2) Sukses yang pertama itu agaknya lebih bersifat kebetulan dan masih belum nampak asosiasi antara stimulus respons yang diharapkan, 3) Respons yang salah dan aktivitas yang tak bermanfaat lambat laun semakin berkurang, 4) Siswa menjadi semakin sadar akan koneksi antara stimulus dan respons, dan 5) Latihan memperkuat respons yang tepat dan gerakan menjadi lancar. Dalam MPKPK, siswa tidak langsung dihadapkan kepada suatu masalah, akan tetapi siswa diberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan yang harus dicapai serta prosedur pembelajaran yang harus dilakukan, setelah itu baru diadakan proses tanya jawab atau dialog untuk mengenal kemampuan dan pengalaman itulah selanjutnya guru menyodorkan masalah yang menantang untuk dipecahkan. Untuk mencapai tujuan yaog berhubungan dengan peningkatan dan penguasaan materi pembelajaran, MPKPK melakukan tahapan demonstrasikan dalam bentuk pengulangan belajar yaitu tahapan

292

untuk

mengembangakan

kemampuan

keterampilan

motorik

siswa

dalam

mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai hasil dari proses pemecahan masalah. Tahapan pengulangan sesuai dengan hukum latihan yang mengacu pada teori Koneksionisme Thorndike (Rusli Lutan, 2005) yaitu stimulus dan respons (S-R). Asosiasi kedua elemen tersebut terjadi secara otomatis, karena itu penguasaan keterampilan memerlukan pertautan antara stimulus dan respons yang serasi. Sebenarnya istilah stimulus respons atau S-R sering juga dikatakan teori belajar Behaviorisme yang menaruh perhatian pada proses pembelajaran yang berazaskan perilaku yang dapat diamati, diukur dan diuji. Oleh sebab itu, perilaku lebih bersifat objektif dan ilmiah dibanding kesadaran jiwa yang sifatnya subjektif dan dogmatis. Ditinjau dari materi pembelajaran MPKPK, kurikulum yang dikembangkan oleh Bobbi DePorter (1992) secara harmonis yang berisi kombinasi dari tiga unsur yaitu: keterampilan akademik, prestasi dan tantangan fisik dan keterampilan dalam dalam kehidupan. Implikasinya dalam pembelajaran kuantum Penjas ini, situasi dan kondisi pembelajaran menjadi sesuatu yang menggembirakan dan bebas dari rasa tertekan ketika guru menyajikan pembelajaran Penjas yang berisikan permainan dan aktivitas lain, bermain peran, rileksasi dan rekreasi serta kompetisi yang penuh warna keceriaan demi kesuksesan belajar. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis tugas atau topik yang diajukan untuk mengembangkan kemampuan motorik kasar dan halus siswa SD usia 11-12 tahun atau setara dengan usia anak kelas 5 dan 6 SD. Bidang kajian MPKPK memiliki garapan keterampilan dan kemampuan gerak yang dipilih adalah bidang permainan atau game dengan topik-topik yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Oleh karena itulah baik proses pembelajaran maupun kriteria keberhasilan dalam aspek

293

peningkatan kemampuan gerak dasar maka MPKPK memiliki kriteria yang berbeda dengan teori belajar motorik lain seperti teori operani conditioning dari Skinner (1953). Dilihat dari aspek proses pembelajaran penjas, maka MPKPK hasil penelitian ini juga dapat dikatakan sebagai suatu hasil dari proses pengembangan. Selama ini, seperti yang dijelaskan Cholik Mutohir (2000), pembelajaran Pendidikan jasmani di sekolah cenderung tradisional dan berpusat pada guru. Proses pembelajaran hampir tidak pernah dilakukan atas inisiatif anak sendiri, akan tetapi anak sering dianggap sebagai "orang dewasa kecil" yang mampu melakukan kegiatan layaknya orang dewasa. Para guru mengajarkan olahraga baku kepada anak yang notabene belum mampu nelakukan aktifitas sebagaimana dilakukan oleh orang dewasa. Padahal menurut Steinhard dalam Adang Suherman (2005) keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani berawal dari tertanamnya kesenangan siswa terhadap berbagai aktivitas fisik. Oleh karena itu, berbagai pembekalan seperti skill, kebugaran jasmani, sikap, pengetahuan, dan perilaku sehari-hari harus selalu berorientasi pada kesenangan dan keyakinan individu dalam rangka pembentukan gaya hidup aktif yang sehat di masa yang akan datang. MPKPK sebagai model pembelajaran yang berangkat dari fenomena kehidupan anak sehari-hari berusaha mengikuti pola gaya hidup aktif seperti yang disarankan itu. MPKPK dalam prakteknya tidak berangkat dari konsep-konsep umum yang mungkin tidak dipahami anak, akan tetapi bertolak dari pengalaman-pengalaman anak yang nyata untuk selanjutnya ditarik kepada konsep-konsep yang lebih umum. Oleh karena itulah, maka dipandang dari sudut ke-Penjas-an, MPKPK merupakan model pembelajaran yang lain dibandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini digunakan. MPKPK sebagai model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan motorik dalam pelajaran Penjas di Sekolah Dasar, merupakan model yang dihasilkan dari proses

294

pengembangan, bukan hanya sekedar modifikasi apalagi sekedar implementasi dari teori belajar praktek physical fiines, walaupun diakui landasan berpikir dari pengembangan model ini adalah teori-teori yang dikembangkan Siedentop (1995). Yang lebih penting dari mata pelajaran Penjas suatu kesadaran pentingnya berolahraga, selain dapat meningkatkan prestasi olahraga nasional dengan mengembangkan bibit-bibit unggul, olahraga juga berperan menjaga keseimbangan tubuh.

2. Karakteristik MPKPK sebagai Model Pembelajaran Keterampilan Motorik Kritik yang sering muncul ke permukaan sehubungan dengan proses pembelajaran di sekolah akhir-akhir ini adalah adanya kecenderungan pengelolaan pembelajaran dengan pola komunikasi satu arah. Artinya dalam setiap kegiatan belajar mengajar, guru memandang siswa sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai informasi, yang suatu saat siswa harus mampu mengeluarkan kembali informasi tersebut. Proses pembelajaran semacam ini tidak atau kurang merangsang siswa untuk beraktivitas. Akibatnya, siswa menjadi tidak kreatif dan bersifat pasif atau menunggu instruksi dari guru. Kemudian apa yang mesti dilakukan guru untuk memperbaiki kondisi pemebalajaran seperti itu. Mosston (1994) menyarankan untuk memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan, sepertirl) Perhatikan interaksi antara guru dan siswa serta tujuan pada setiap tahapan pembelajaran, 2) Perhatikan rangkaian tahapan yang membentuk satu proses pengajaran, 3) Rumuskan tujuan setiap tahap tugas apa yang harus diselesaikan dan dilakukan siswa, standar kompetensi apa yang harus dicapai siswa, tingkah laku siswa apa yang harus dikembangkan, dan tingkah laku manakah yang layak untuk dinilai, 4) Tentukan apakah tugas-tugas tersebut bersifat reproduksi (menirukan/mengulang) atau menemukan (produksi). Apabila reproduksi pilihlah model

komando, latihan, resiprokal, periksa diri, dan inklusi. Tetapi bersifat produksi model penemuan terbimbing, penemuan konvergen, dan penemuan divergen, 5) Tentukan perilaku apa uang perlu dikembangkan atau perilaku siswa apa yang harus dievaluasi, dan 6) Bandingkan antara tujuan pengajaran yang dikehendaki dengan tujuan yang telah dicapai. Kecocokan antara tujuan yang diharapkan dan yang dicapai menunjukkan kesesuaian model pengajaran yang diterapkan. Model pembelajaran kuantum penjas yang berbasis kompetensi (MPKPK) yang merupakan salah satu model pembelajaran yang bertumpu kepada proses perbaikan dan peningkatan

keterampilan motorik

siswa,

ternyata cukup

efektif juga untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran dalam pelajaran penjas di SD. Belajar motorik merupakan proses hasil latihan yang dikondisikan dan pengalaman. Artinya keterampilan gerak dikuasai karena memang dipelajari bukan sebagai akibat perkembangan, pertumbuhan ataupun kematangan. Hasil belajar motorik berupa kemampuan merespon dalam bentuk gerakan. Artinya hasil akhir yang diharapkan adalah kemampuan merespons yang diaktualisasikan dalam bentuk gerakan yang benar. Tolok ukur untuk mengetahui tingkat keterampilan yang dikuasai oleh pembelajar adalah kualitas penampilan pada saat melakukan keterampilan atau hasil suatu gerakan. Hal ini sangat mungkin terjadi, sebab kemampuan motorik siswa diperlukan sebagai landasan peningkatan keterampilan lanjutan. Artinya belum tentu seseorang yang memiliki kemampuan keterampilan dalam melakukan gerak tertentu tidak dilandasi dengan kemampuan motorik yang kuat. Sebaliknya kemampuan motorik yang baik sudah pasti diikuti dengan peningkatan keterampilan yang prima. Kemampuan motorik dasar dan kemampuan motorik lanjut dalam proses pembelajaran tidak hanya diperoleh dari hasil latihan secara fisik akan tetapi harus menggunakan

kecerdasan berfikir. Hal ini seperti dikemukakan Peter Reason, bahwa berpikir tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya memori. Bila seseorang kurang memiliki daya ingat kerja (working memory), maka orang tersebut tidak mungkin sanggup menyimpan masalah dan informasi yang cukup lama. Bila seseorang kurang memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory), maka orang tersebut dipastikan tidak akan memiliki catatan masa lampau yang dapat digunakan untuk memecahkan masalahmasalah yang dihadapi pada masa sekarang. Dengan demikian ketiga kemampuan tersebut saling berkaitan dan saling memerlukan. Berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami; sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami itu diperlukan proses mental yang disebut berpikir. MPKPK dengan 6 tahapan pembelajaran membuktikan, bahwa sasaran utama kemampuan motorik

dasar siswa untuk dapat memecahkan suatu persoalan

keterampilan gerak yang lebih kompleks, juga memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan mengingat atau menguasai bahan pelajaran, seperti yang digambarkan dalam pengujian validasi model. Sebagai suatu model yang bertumpu kepada perbaikan dan peningkatan kemampuan motorik dasar siswa, MPKPK hasil pengembangan merupakan model pembelajaran yang memiliki dua karakteristik pokok. Pertama, dalam proses pembelajaran Penjas, MPKPK merupakan model pembelajaran yang melibatkan tidak hanya kemampuan fisik semata akan tetapi memerlukan proses mental siswa secara maksimal. MPKPK bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekedar dapat menyelesaikan tugas, belajar menghafalkan gerak dan mencatat mana kesulitan akan tetapi menghendaki aktifitas siswa dalam proses berpikir dan bertindak. Kedua,

297

MPKPK dalam Penjas dibangun dalam suasana menyenangkan, dialogis dan penuh keceriaan yang terus menerus. Proses pembelajaran yang menyenangkan karena berisikan aktivitas bermain dalam setiap materi pelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan motorik dasar siswa SD. Suasana dialogis yang penuh keceriaan karena MPKPK menyandarkan kepada proses belajar sebagai upaya meningkatkan kemampuan motorik dasar dan hasil belajar untuk mengkonstruksi penguasaan materi pembelajaran yang baru.

3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Keberhasilan Implementasi MPKPK Ditinjau dari sudut guru, keberhasilan MPKPK sebagai suatu model pembelajaran dalam Penjas di Sekolah Dasar ditentukan oleh faktor-faktor berikut: a. Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang demokratis, transparan, saling menghargai dan menyenangkan, menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan guru sebagai fasilitator pembelajaran. b. Keterampilan guru dalam menciptakan berbagai variasi belajar dengan melakukan strategi, pendekatan dan teknik-teknik bertanya yang merangsang anak berfikir kemudian ingin membuktikan melalui demonstrasi gerak. Kegiatan memberikan pertanyaan untuk memancing jawaban atau menemukan respon siswa yang tepat, maka di sini diperlukan kemampuan untuk bersabar menunggu jawaban siswa dan selalu memberikan reinfocement. c. Kemampuan guru dalam merangsang dan membangkitkan keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan, menjelaskan, membuktikan dengan memberikan data dan fakta empirik serta keberanian untuk mengeluarkan ide atau gagasan menyusun kesimpulan dan mencari hubungan antar aspek yang dipermasalahkan.

298

Sesuai dengan faktor-faktor di atas, beberapa hai yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengembangkan MPKPK dalam Penjas agar berhasil mencapai tujuan diantaranya: a. Guru jangan bertindak sebagai sumber belajar yang hanya berperan sebagai pemberi informasi atau pengetahuan jadi kepada siswa, akan tetapi harus berperan sebagai orang

yang

mengkondisikan

lingkungan

agar

siswa mencari

dan

dapat

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri; b. Guru jangan menempatkan siswa sebagai objek yang hanya berperan sebagai penerima segala informasi dengan mendengar, mencatat dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru; akan tetapi guru harus menempatkan mereka sebagai subjek belajar yang aktif dalam setiap tahapan MPKPK yang dikembangkan; c. Guru tidak merencanakan program pembelajaran sebagai syarat administrasi saja, akan tetapi program pembelajaran disusun secara maksimal serta memfungsikannya dalam kegiatan pembelajaran; d. Guru dalam menentukan keberhasilan siswa tidak hanya dari sisi penguasaan materi pelajaran saja, akan tetapi yang lebih penting adalah kemampuan siswa berpikir dan bertindak baik dilihat dari aspek -kelancaran, keluwesan, dan originalitas maupun dari kemampuan elaborasi berpikir.

4. Model Desain MPKPK dalam Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar Sesuai dengan pokok pertanyaan penelitian tentang model MPKPK yang dapat diterapkan di Sekolah Dasar, pembahasan selanjutnya diarahkan sasaran pokok, yaitu pembahasan tentang desain perencanaan pembelajaran Penjas di SD yang sesuai dengan MPKPK yang meliputi rancangan pembelajaran, pengembangan pembelajaran,

299

penggunaan pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran dalam pendidikan jasmani di SD. Implementasi proses pembelajaran Penjas di SD yang meliputi strategi tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan dan proses pelaksanaan evaluasi baik proses maupun hasil pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar yang bertumpu kepada MPKPK. a. Model Desain Perencanaan Pembelajaran MPKPK dalam Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar Salah satu fungsi pembelajaran, menurut kurikulum yang berlaku adalah sebagai pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Di dalamnya tidak hanya berisi tentang rumusan tujuan yang harus dicapai, akan tetapi juga bagaimana cara kegiatan yang harus diciptakan dan dikondisikan guru agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ekspositori seperti yang seringa dilakukan oleh guru dewasa ini, sering perencanaan pembelajaran hanya digunakan sebagai pelengkap administrasi saja, tidak digunakan sebagai pedoman mengajar untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Hal ini disebabkan interpretasi guru yang kurang tepat tentang hakekat mata pelajaran pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani sering dianggap sebagai pelajaran yang tentang pengetahuan yang harus disampaikan kepada anak didik. Akibatnya, dalam setiap implementasi, gaya mengajar guru tidak pernah mengalami perubahan yang berarti, sehingga perencanaan pun tidak pernah mengalami perbaikan. Berbeda dengan MPKPK, perencanaan harus disusun dan dijadikan pedoman sepenuhnya dalam kegiatan pembelajaran siswa. Hal ini disebabkan MPKPK menekankan kepada proses pembelajaran siswa bukan sekerdar aktifitas guru. MPKPK

300

tidak menghendaki siswa hanya sekedar duduk, mendengarkan dan mencatat materi pembelajaran untuk dihafal. MPKPK mengehendaki aktivitas siswa secara penuh untuk melakukan aktivitas gerak, sambil berdialog dan tanya jawab sekitar topik yang dibahas. Oleh karena itu, guru harus merencanakan sedikitnya 5 hal, yaitu pertama, mempersiapkan desain sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran dan karakteristik pembelajaran..

Desain perencanaan ini semata-mata untuk dapat

meningkatkan keterampilan motorik siswa dalam melakukan berbagai aktivitas gerak yang berkaitan dengan tema atau materi pembelajaran sebagai topik yang dibicarakan. Kedua, mempersiapkan skenario strategi pembelajaran yang diantanya berisi kegiatan atau jenis-jenis formasi belajar yang akan dikembangkan dalam setiap langkah pembelajaran. Ketiga, memanfaatkan materi pembelajaran sebagai topik yang akan dibahas sesuai dengan yang direncanakan. Keempat pengelolaan media dan sumber belajar, pengelolaan sistim penyampaian informasi, dan mengendalikan pembelajaran mulai perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan monitoring, dan kelima mempersiapkan perangkat evaluasi baik jenis maupun prosedur evaluasi yang meliputi analisis masalah, pengukuran acuan patokan, penilaian formatif dan penilaian sumatif. b. Model Implementasi MPKPK dalam Pendidikan Jasmani dt Sekolah Dasar Implementasi MPKPK seperti yang dilakukan oleh guru dalam penelitian ini, menekankan kepada strategi pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa untuk turut berpartisipasi dalam pembelajaran Penjas. Sesuai dengan hakekat MPKPK yang tidak megharapkan siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk, melihat, mendengarkan penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan. Cara yang demikian bukan saja tidak sesuai dengan hakekat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman, akan tetapi juga dapat menghilangkan gairah dan motivasi belajar siswa. Dalam pengembangan

301

MPKPK tidak hanya strategi dan materi belajar akan tetapi teknologi pembelajaran yang berkaitan dengan alat peraga, sarana prasarana dan sumber pembelajaran mesti diorganisasikan sedemikian rupa agar menjadi sebuah kekuatan yang menunjang kelancaran pelaksanaan model pembelajaran ini. Dalam implementasi MPKPK, guru tidak memberikan materi pelajaran secara langsung, akan tetapi pengetahuan itu dikonstruksi oleh dirinya sendiri berdasarkan hasil mereka ujicoba. Secara lengkap tahapan implementasi MPKPK dalam pelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, sesuai dengan hasil penelitian terdiri dari enam tahapan yaitu, tahap menumbuhkan, tahap pengalaman kemampuan siswa, tahap menanai pengalaman gerak siswa, tahap mendemonstrasikan kemampuan siswa, tahap mengulangi tahapan belajar, dan tahap merayakan keberhasilan belajar siswa. Tahap menumbuhkan merupakan tahap pendahuluan. Pada lahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran, melalui: 1) Penjelasan tujuan yang harus yang berhubungan dengan penguasaan materi pembelajaran maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan motorik dasar yang harus dimiliki siswa, 2) penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran. Pemahaman siswa akan arah dan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran seperti yang djelaskan pada tahap menumbuhkan minat belajar sangat menentukan keberhasilan MPKPK. Oleh sebab itu tahapan ini merupakan tahapan kunci yang menentukan tahapan keberhasilan berikutnya dalam implementasi proses pembelajaran. Untuk itulah saling pengertian melalui diskusi yang penuh keakraban

302

yang dikembangkan guru pada tahapan ini harus mampu menggugah dan menumbuhkan minat belajar siswa. Tahapan mengalami aktivitas belajar kemampuan gerak dasar siswa, merupakan tahapan penjajagan untuk memahami pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan iniliha guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjurnya guru menentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya. Tahapan menamai pengalaman belajar siswa adalah sebuah tahapan penyajian yang harus dipecahkan yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau percobaan sebagai alternatif solusi jalan keluar

terhadap persoalan yang diberikan.

Persoalan yang diberkan sesuai dengan tema atau topik, itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang dihasilkan di tahap sebelumnya. Tahap mendemonstrasikan adalah tahapan pemecahan masalah. Pada tahap ini guru menciptakan kondisi agar siswa mampu mengembangkan kemampuan keterampilan yang diterimanya sebagai hasil dari pengamatan, indera berfikir melalui diskusi, dialog dan tanya jawab. Melalui berbagai teknik bertanya, guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa untuk dapat menjelaskan, meragakan, menunjukan kebolehannya serta mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, atau meyakinkan jawaban yang diberikan siswa.

303

Tahap mengulang-ngulang merupakan adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru yang harus dimiliki oleh siswa. Pada tahap ini siswa harus mampu menyimpulkan apa yang mereka dapatkan dari belajar secara berulang kali, melakukan secara perorangan dengan pengalaman sendiri, atau meyakinkan jawaban yang diberikan siswaTahap mengulang-ulang ini sebagai tahapan pembentukan keterampilan baru yang harus dimiliki siswa. Pada tahap ini siswa harus mampu menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan. Tahap merayakan adalah tahapan penyajian keberhasilan belajar siswa sebagai upaya memberikan penguat atau reinfocemen agar tetap konsisten mempertahankan prestasi belajar yang telah diperolehnya. Tahapan ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan yang telah dimiliki selama ini yang selanjurnya mampu mentransfer kemampuan keterampilannya dalam pemecahan masalah baru. Kekhasan MPKPK sebagai model pembelajaran yang bertumpu kepada perbaikan dan peningkatan kemampuan motorik siswa, harus tergambarkan dalam implementasi pembelajaran dalam setiap tahapan model. Artinya, dalam membangun dialog, kerjasama, bertindak, dan mengembangkan tanya jawab dalam setiap tahapan model guru harus mampu meluruskan dan memberi peluang agar siswa dapat mengembangkan dan meningkatkabn keterampilan motoriknya. c. Model Desain Evaluasi MPKPK dalam Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar Dalam model pembelajaran Pendidikan Jasmani yang biasa dilakukan oleh guru, aspek yang dievaluasi terbatas pada penguasaan materi pelajaran. Hal ini disebabkan, tujuan yang ingin dicapai oleh guru dalam pelajaran Pendidikan Jasmani sebatas agar siswa dapat menguasai materi pelajaran sebanyak-banyaknya.

^ .

304

Sesuai dengan tujuan dan karaktersistik model, desain evaluasi MPKPK diarahkan tidak hanya untuk memperoleh data tentang penguasaan materi pelajaran akan tetapi yang lebih utama adalah kemampuan melakukan gerak dasar sebagai bagian tak terpisahkan dari keterampilan motorik siswa secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan hakikat MPKPK sebagai model pembelajaran yang bertumpu kepada usaha memperbaiki dan meningkatakan kemampuan melakukan motorik dasar siswa, yang dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu aspek kelancaran alur aktivitas keterampilan gerak, keterampilan berpikir, keluwesan dan kontrol kendali emosi atau perasaan. Selain evaluasi dalam MPKPK, digunakan untuk menentukan tingkat kemampuan aktivitas gerak dan tingkat penguasaan materi pelajaran, juga evaluasi difungsikan sebagai bahan umpan balik untuk perbaikan proses pembelajaran selanjutnya. Oleh karena itulah evaluasi pembelajaran model ini bukan hanya berisi tentang item-item tes, akan tetapi juga berupa alat observasi untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa dalam setiap tahapan MPKPK.

5. Implementasi MPKPK ditinjau dari Kategorisasi Sekolah Dilihat dari kategorisasinya, setiap sekolah memiliki kategorisasi yang berbeda, yang dapat dikelompokkan pada sekolah berkategori baik, sedang dan kurang. Menurut Dunkin dan Biddle (1987:30) perbedaan kualitas tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor guru, faktor siswa dan keadaan sekolah itu sendiri. Faktor guru yang menurut Dunkin sebagai faktor bawaan meliputi latar belakang sosial ekonomi guru, pengalaman, dan kemampuan guru. Faktor siswa yang diistilahkan sebagai variabel konteks meliputi latar belakang sosial ekonomi, keadaan siswa baik dilihat dari kemampuan, sikap maupun

w

pengetahuan (pengalaman) siswa; sedangkan keadaan atau kondisi sekolah mel iklim sosial, kondisi sekolah setasarana dan prasarana yang menunjang. MPKPK

sebagai

model

pembelajaran

dalam

Pendidikan Jasmani

yang

dikembangkan di sekolah berkategori sedang sampai akhirnya menjadi model pembelajaran efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik dasar siswa, ternyata berdasarkan hasil uji validasi memiliki efektifitas yang berbeda pada sekian berkategori baik dan kurang. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kecepatan perolehan hasil antara dua kategori sekolah tersebut. Pada sekolah berkategori baik, MPKPK dengan prosedur standar seperti di atas lebih cepat diterima serta meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan penguasaan materi pembelajaran siswa; sedangkan untuk sekolah berkategori kurang, ternyata MPKPK diterima lebih lambat. Hal ini disebabkan oleh faktor keadaan siswa dan faktor keadaan sekolah yang berbeda. Misalkan pada sekolah berkategori kurang, hampir seluruhnya siswa berasal dari tingkat kelas ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan sekolah berkategori sedang atau tinggi. Hal ini nampak dari sulitnya orang tua siswa untuk memenuhi fasilitas belajar siswa. Misalkan adanya keberatan orang tua untuk membeli buku-buku sumber yang dianggap dapat menunjang terhadap keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu di sekolah-sekolah yang demikian, buku sumber utama yang digunakan siswa adalah terbatas pada buku-buku terbitan pemerintah. Dilihat dari tingkat pengalamannya pun, siswa-siswa yang ada di kategori kurang memiliki pengalaman dan wawasan pengetahuan uang relatif lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang ada di sekolah berkategori baik atau sedang. Rendahnya pengalaman ini dapat dilihat dari pengalaman belajar aktivitas gerak yang kurang sama sekali, keseharian mereka menggunakan kendaraan dan jarang melakukan

306

aktivitas fisik, mereka hanya mengandalkan aktivitas bermain di luar di sekolah selebihnya mereka bersifat pasif dan jarang bepergian dengan jalan kaki. Dilihat dari lokasi lingkungan sekolah, sekolah berkategori kurang, lebih cenderung memiliki bangunan sekolah di lokasi perkampungan yang padat penduduk. Di sekolah yang demikian selain ruang belajar yang kurang memadai juga tidak ditunjang oleh fasilitas yang cukup, misalkan fasilitas untuk bermain, ruang perpustakaan, tempat berolahraga dan lain sebagainya. Untuk memperoleh tingkat efekttfitas yang tinggi penerapan MPKPK sebagai desain standar, pada sekolah berkategori kurang dengan kondisi seperti di atas, terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan: a. Dalam desain perencanaan, khususnya pada awal-awal pertemuan, skenario pembelajaran yang dirumuskan dalam komponen Kegiatan Belajar Mengajar harus disusun secara rinci dan detail. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, contohnya kemungkinan kemandekan atau kemacetan pembelajaran yang disebabkan oleh tingkat pengalaman siswa yang kurang, atau kemampuan dasar siswa yang tidak memadai. b. Dalam Implementasi model pembelajaran kuantum pendidikan jasmani berbasis kompetensi alangkah lebih baik apabila: Pertama, dalam setiap tahapan proses pembelajaran, pertanyaan-pertanyaan terbuka. Manakala melalui pertanyaan terbuka terjadi kemacetan dialog yang disebabkan oleh pemahaman siswa yang kurang, guru perlu mengembalikan lagi pada bentuk pertanyaan tertutup. Kedua, untuk membantu kelancaran melakukan aktivitas gerak ideal, khususnya pada tahapan mengalami dan menamai, guru dapat menggunakan media gambar yang bervareatif sebagai bayangan melakukan gerak yang ideal. Ketiga, dalam menghadapai siswa pada

307

kelompok sekolah berkategori kurang, guru perlu memiliki tingkat kesabaran yang lebih tinggi, oleh sebab pada umumnya siswa pada kelompok ini memiliki tingkat pengalaman dan kemampuan dasar yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok siswa yang berada pada kategori baik dan sedang. Pada asfek evaluasi baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil, pada kategori sekolah rendah, efektifitas MPKPK akan lebih lambat dibandingkan dengan kategori sekolah baik dan sedang. Oleh sebab itu, diperlukan keuletan guru dalam proses implementasi pembelajaranya. Guru sebaiknya memanfaatkan hasil evaluasi sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran.