Bab IV - Universitas Udayana

32 downloads 2236 Views 192KB Size Report
mengungkapkan bahwa lagu atau musik terdiri dari unsur – unsur melodi, lirik ... Usia Hak Cipta untuk sebuah karya lagu adalah 50 tahun, sedangkan usia.
BAB IV UPAYA HUKUM MENGATASI PENGGANDAAN KARYA CIPTA LAGU 4.1. Macam – Macam Pelanggaran Hak Cipta Lagu Karya cipta di bidang seni baik berupa lagu, musik ataupun film merupakan salah satu bagian dari Hak Cipta yang seyogyanya mendapat perlindungan hukum. Hak Cipta sebagai bagian dari HKI memiliki sifat yang spesifik yaitu adanya penghargaan, pengakuan, perlindungan hukum dan mempunyai nilai ekonomi. Sebuah lagu yang telah tercipta pada dasarnya adalah sebuah karya intelektual pencipta sebagai perwujudan kualitas rasa dan kemampuan ciptanya. Menurut Harsono Adisumarto yang mengutip pendapat Soeharto mengungkapkan bahwa lagu atau musik terdiri dari unsur – unsur melodi, lirik dan aransemen. Melodi adalah rangkaian dari sejumlah nada yang berbunyi atau dibunyikan secara berurutan; lirik adalah kata – kata atau syair untuk dinyanyikan; dan aransemen adalah karya tambahan yang disusun sebagai hiasan terhadap komposisi tertentu yang sudah ada sebelumnya agar dapat disajikan lebih menarik.156 Muhammad Ahkam menyatakan dalam menentukan ”nilai” dari suatu karya cipta maka faktor nilai ekonomis yang perlu diperhatikan. Usia Hak Cipta untuk sebuah karya lagu adalah 50 tahun, sedangkan usia ekonomisnya tergantung dari kualitas dari lagu tersebut. Misalnya lagu – lagu klasik yang sudah berumur lebih dari satu abad hingga saat ini masih memiliki nilai ekonomis.157 Ada beberapa pendekatan dalam menentukan nilai karya cipta yaitu : 156

Harsono Adisumarto, 1990, Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta, Akademika Presindo, Jakarta, hal 15

116

117

1. Pendekatan biaya. Disini total biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan karya cipta dijadikan patokan sebagai nilai karya cipta tersebut. 2. Pendekatan pasar. Disini nilai pasar yang dapat diprediksi berdasarkan data permintaan dalam jangka waktu tertentu dipakai sebagai patokan untuk menentukan nilai dari karya cipta tersebut. Prediksi tentunya akan meleset bila tidak semua permintaan pasar dapat dipenuhi atau ada karya cipta lain yang sejenis yang menjadi kompetitor. 3. Pendekatan penerimaan. Disini data penerimaan yang telah diperoleh selama kurun waktu tertentu dijadikan sebagai patokan untuk memberikan nilai dari suatu karya cipta.158 Dalam prakteknya, penentuan nilai karya cipta akan lebih akurat bila

semua

pendekatan

tersebut

digunakan

secara

bersama.

Pemanfaatan sebuah ciptaan yang bernilai tinggi sudah sepantasnya diimbangi dengan sebuah perlakuan yang baik, berupa penghargaan terhadap hak moral maupun hak ekonomi dengan kompensasi yang sesuai. Untuk itulah diperlukan perlindungan hukum bagi setiap hasil ciptaan, agar penikmatan hasil karya tersebut dapat pula memberikan kesejahteraan bagi penciptanya. Husain Audah mengungkapkan di dalam Hak Cipta karya musik dan lagu biasanya terjadi pemisahan antara : 1. Pemilik Hak Cipta (pencipta), yaitu seorang pencipta lagu memiliki hak sepenuhnya untuk melakukan eksploitasi atas lagu ciptaannya yang berarti pihak – pihak yang ingin memanfaatkan karya tersebut harus meminta izin terlebih dahulu kepada penciptanya sebagai pemilik dan pemegang Hak Cipta; 2. Pemegang Hak Cipta (publisher), yaitu melekat pada penciptanya atau diserahkan kepada penerbit musik. Penerbit musik (music publishing) yang mendapat pengalihan hak sebagai pemegang Hak Cipta mempunyai fungsi memaksimalkan karya musik tersebut dan memasarkannya; 3. Pengguna Hak Cipta (users), yaitu untuk hak memperbanyak user adalah pengusaha rekaman, hak mengumumkan user adalah badan yang menggunakan karya musik atau lagu untuk keperluan komersial (hotel, restoran, karaoke dll), untuk printing rights user adalah badan yang menerbitkan karya musik dalam bentuk 157

Muhammad Ahkam Subroto dan Suprapedi, 2008, Pengenalan HKI (Konsep Dasar Kekayaan Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi), PT. Indeks, Jakarta, hal 38 158 Ibid,

118

cetakan, baik melodi lagu maupun liriknya untuk keperluan komersial.159 Akibat adanya perkembangan teknologi yang semakin modern maka akan memberi pengaruh besar bukan saja terhadap perkembangan HKI, tetapi juga terhadap tindakan kejahatan di bidang HKI yang semakin canggih, salah satunya banyak terjadi pelanggaran Hak Cipta khususnya marak terjadi penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah yaitu dalam bentuk cakram optik. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2004 selanjutnya disebut PP No 29 Tahun 2004 Tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi Untuk Cakram Optik (Optical Disc) menentukan pengertian : a. Cakram Optik adalah segala macam media rekam berbentuk cakram yang dapat diisi atau berisi data informasi berupa suara, musik, film atau data lainnya yang dapat dibaca dengan mekanisme teknologi pemindahan (scanning) secara optik menggunakan sumber sinar yang intensitasnya tinggi seperti laser; b. Sarana produksi Cakram Optik adalah segala bentuk media yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optik Isi yang mencakup mesin, peralatan dan bahan baku; c. Cakram Optik Kosong adalah cakram optik dalam bentuk kosong tanpa data yang merupakan hasil akhir proses produksi;

159

Husain Audah, 2004, Op. Cit, hal 19

119

d. Cakram Optik Isi adalah cakram optik yang berisi data baik musik maupun film atau lainnya yang merupakan hasil akhir proses produksi teknologi tinggi; e. Mesin dan peralatan adalah segala macam mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan atau cakram Optik Isi; f. Pengadaan Cakram Optik adalah suatu kegiatan untuk menyediakan Cakram Optik Kosong untuk dipasarkan atau diproses lebih lanjut (khusus untuk Cakram Optik Kosong); g. Bahan baku adalah segala bentuk bahan yang dapat digunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optik Isi; h. Kode produksi adalaha Source Identification Code (SID) yang terdiri atas kode stamper dan kode cetakan (mould). Pasal 2 PP No 29 Tahun 2004 Tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi Untuk Cakram Optik (Optical Disc) menentukan jenis cakram optik mencakup : a. Cakram padat (Compact Disc/CD); b. Audio digital cakram padat (CD-DA); c. Memori hanya baca cakram padat (CD-ROM); d. Cakram padat bisa rekam (CD-R); e. Cakram padat bisa tulis ulang (CD-RW); f. Cakram padat sekali tulis (CD-WO); g. Cakram video digital serbaguna (DVD);

120

h. Cakram video digital memori hanya baca (DVD-ROM); i. Cakram video digital memori akses acak (DVD-RAM); j. Cakram video digital bisa tulis ulang (DVD-RW); k. Cakram laser (LD); l. Cakram mini (MD); m. Cakram padat video (VCD); n. Cakram video China (CVD); o. Cakram padat video super (SVCD); p. Cakram padat interaktif (CDI); q. Foto cakram padat (CDO); r. Cakram digital serbaguna bisa rekam (DVD-R); s. Cakram padat audio super (SACD); t. Jenis cakram optik lainnya berdasarkan kemajuan teknologi. Masalah pelanggaran Hak Cipta lagu berawal sekitar Tahun 1990 – an yang terlihat dari banyaknya beredar kaset, LD, CD, DVD ataupun VCD yang berisi penyanyi dari dalam ataupun luar negeri yang dijual sebagai bajakan atau penggandaan. Masyarakat secara ekonomi lebih memilih membeli CD atau VCD bajakan karena harganya lebih murah dan lebih mudah didapat karena banyak diperdagangkan di pasar – pasar. Husain menyatakan ada beberapa tindakan yang menyangkut pelanggaran di bidang Hak Cipta dan tindakan ilegal lainnya yaitu : 1. Pembajakan produksi rekaman musik, yaitu jenis pelanggaran ini adalah bentuk tindakan penggandaan, pengumuman dan pengedaran untuk kepentingan komersial yang dilakukan secara tidak sah, atau bentuk tindakan pemalsuan terhadap produksi yang legal ; 2. Peredaran ilegal adalah sebuah produksi rekaman musik yang telah memenuhi semua kewajiban dan ketentuan terhadap materi produksi

121

yang berkaitan dengan Hak Cipta, tapi peredarannya dilakukan secara ilegal. Artinya di dalam produksi tersebut tidak terdapat pelanggaran Hak Cipta, namun peredarannya melanggar peraturan perpajakan karena mengabaikan kewajiban pembayaran pajak PPn yang mengakibatkan kerugian bagi negara; 3. Pelanggaran Hak Cipta, yaitu pelanggaran – pelanggaran terhadap Hak Cipta baik hak ekonomi maupun hak moral yang meliputi hal – hal seperti di bawah ini : a. Peng-eksploitasi-an (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau mendapatkan lisensi dari penciptanya. Termasuk di dalamnya tindakan penjiplakan; b. Peniadaan nama Pencipta pada ciptaannya; c. Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik Hak Ciptanya; d. Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya.160 Syafrinaldi mengungkapkan kasus – kasus pelanggaran HKI di Indonesia seperti pembajakan berbagai karya – karya cipta semakin hari semakin tinggi secara kuantitas maupun kualitas. Anehnya, sangat jarang kasus – kasus pelanggaran tersebut yang sampai dinaikkan ke Pengadilan. Padahal, kasus – kasus pelanggaran HKI itu dapat ditemui dengan mudah di hampir setiap sudut kota di Indonesia. Di mata Internasional Indonesia telah mendapat predikat sebagai bangsa pembajak karya cipta milik orang lain dan bangsa lain. Artinya, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling parah dalam penegakan hukum dalam bidang HKI.161 Perkembangan teknologi informasi, transportasi, teknologi di bidang audio dan video visual berkembang cukup pesat. Namun perkembangan yang semakin pesat ini disalahgunakan oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan pribadi tanpa memperdulikan hak – hak orang lain dengan membuat produk bajakan dalam bentuk cakram optik seperti CD, VCD, DVD, MP3, MP4 dan lain sebagainya yang mampu mencetak dalam jumlah banyak, cepat dan dengan biaya murah dengan kwalitas yang hampir sama dengan produk aslinya. 160

Ibid, hal 37 Syafrinaldi, 2006, Hak Milik Intelektual Dan Globalisasi, UIR Press, Pekanbaru – Riau, hal 37 161

122

Eddy Damian menyatakan bahwa di dalam CD atau VCD yang digandakan rekaman suaranya secara massal terkandung didalamnya sekumpulan Hak Cipta yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Hak Cipta pada setiap lagu dan teks yang ada didalamnya; 2. Hak Cipta pada setiap lirik – lirik lagu; 3. Hak Cipta pada musiknya; dan 4. Hak Cipta pada gambar atau fotografi yang terdapat pada sampul CD162 Pembajakan atas karya lagu atau musik dalam bentuk pembajakan karya rekaman yaitu : 1. Plagiarism, yaitu pembajakan yang dilakukan dengan cara menjiplak atas karya rekaman yang dilakukan dengan menggandakan secara keseluruhan album yang laku di pasaran dengan meniru persis sampul dan kemasannya. 2. Pembajakan (Pirate), yaitu dilakukan dengan cara memproduksi album rekaman yang merupakan gabungan atau kompilasi dari beberapa album rekaman tertentu. Di Indonesia dikenal dalam beberapa bentuk, ada yang dibuat sama dan ada yang dibuat dalam bentuk ketikan dikenal dengan istilah album seleksi. 3. Boot Leg, yaitu pembajakan yang dilakukan dengan cara merekam langsung (direct dubbing) sebuah hasil karya musikal pada saat pementasan seorang penyanyi (pada waktu live show). Kemudian hasil rekaman tersebut digandakan dan diedarkan sebagai album khusus ’live show’ dari artis yang bersangkutan.163 Priyono menyatakan salah satu karya teknologi elektronik adalah dengan diciptakannya kepingan yang dikenal dengan nama CD dan VCD yang banyak digunakan untuk keperluan hiburan dan pendidikan. VCD adalah istilah dalam internet dan komputer yang diartikan sebagai suatu jenis piringan optik yang khusus dibuat untuk menyimpan data berupa suara atau gambar bergerak. 164 Untung Minardi mengungkapkan penciptaan lagu atau musik sebagai hasil karya cipta seni tidak hanya memiliki arti sebagai karya yang hadir yang dapat dilihat secara fisik namun juga sebagai sarana pemenuhan kebutuhan batiniah manusia. Oleh sebab itu sudah sewajarnya diperlukan perlindungan hukum terhadap karya cipta lagu tersebut.165

162

Eddy Damian II, 2003, Op. Cit, hal 92 Ibid, hal 121 164 Priyono Widodo, 2000, Kamus Istilah Internet Dan Komputer, Lintas Media, Jombang, hal 21 165 Untung Minardi, 2007, Op. Cit, hal 18 163

123

Pelanggaran Hak Cipta adalah suatu perbuatan yang melanggar hak khusus dari pencipta atau pemegang Hak Cipta. Hak khusus tersebut digunakan untuk mengumumkan ciptaannya, memperbanyak, memberi izin untuk mengumumkan ciptaannya oleh pihak lain. Terjadinya tindakan pelanggaran terhadap hak khusus ini diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang semakin sulit, yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat luas. Salah satu dampak yang timbul yaitu tingginya angka pengangguran karena kesempatan untuk memperoleh pekerjaan terbatas. Hal inilah yang mendorong sebagian warga masyarakat melakukan pekerjaan apa saja walaupun hal tersebut melanggar norma – norma hukum. Ahmad Haydar mengungkapkan bahwa adanya kemajuan teknologi di bidang digital menyebabkan pembajakan Hak Cipta khususnya karya cipta lagu dan musik di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan cara penggandaan dengan alat duplikator dengan sarana komputer, selain dengan cara produksi pencetakan (pabrikasi). Sehingga kegiatan penggandaan atau pembajakan tidak memerlukan tempat yang besar, karena bisa dilakukan dirumah.166 Para pelaku yang terkait dengan kegiatan pembajakan Hak Cipta khususnya karya cipta lagu, musik dan film meliputi : a. Pemesan/grosir atau disebut juga produsen memegang peranan penting baik dalam kegiatan produksi, distribusi maupun pemasaran. Pada umumnya mereka tidak memiliki sarana mesin pengganda. Mereka akan meminta atau memberikan order kepada pihak pabrik untuk mencetak dan menggandakan produk cakram optik (CD,VCD,DVD) yang berisi rekaman karya cipta lagu, musik ataupun film; b. Pabrik, yaitu penggandaan dilaksanakan pabrik atas permintaan pihak lain selaku pemesan maupun atas inisiatif sendiri. Pada umumnya, produksi dilakukan atas pesanan. Dalam hal ini, pihak pabrik bertindak sebagai penjual jasa;

166

Ahmad Haydar, 2007, “Peranan POLRI dalam Penegakan Hukum di bidang Hak Cipta”, dalam Media HKI, Volume IV, No. 4, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum Dan HAM RI, Banten, hal 25

124

c. Duplikator, yaitu pelaku pembajakan melakukan perbanyakan atau penggandaan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital dan komputer dengan cara menyalinnya ke CD kosong; d. Importir, yaitu beberapa produk cakram optik bajakan, walaupun dalam jumlah yang tidak besar berasal dari luar negeri atau diimpor secara ilegal; e. Distributor/penyalur, bertugas membantu produsen atau pabrik dalam pemasaran dan distribusi produk cakram optik bajakan. Mereka pada umumnya memiliki gudang penyimpanandi tempat yang sulit diketahui pihak lain. Dalam pelaksanaannya, mereka kadang dibantu oleh salesman (wiraniaga); f. Pedagang, yaitu pedagang dalam bentuk toko pada umumnya melayani penjualan dalam jumlah tertentu, bukan langsung untuk konsumen namun pembelian eceran tetap dilayani. Pedagang yang langsung melayani konsumen pada umumnya adalah pedagang kaki lima yang berjumlah sangat banyak.167 Sebelum ada istilah CD, VCD dan lain sebagainya yang digunakan sebagai sarana untuk dapat menikmati karya cipta lagu dalam industri musik di Indonesia dikenal istilah piringan hitam (PH). Alat pemutar PH yaitu gramofon sudah ada tetapi peninggalan dari penjajah Belanda dan hanya dimiliki oleh kalangan terbatas. Perkembangan yang terjadi kemudian muncullah media rekaman dari PH menjadi kaset yang berbentuk gulungan pita magnetik yang lebih ringan dibandingkan PH. Hadirnya kaset menimbulkan kekhawatiran yaitu terjadi pembajakan kaset rekaman suara atau lagu. Penyebabnya adalah kemudahan – kemudahan yang tersedia pada peralatan dan kaset itu sendiri. Seseorang bisa menggandakan kaset sendiri dengan fasilitas recording yang tersedia pada radio – kaset yang banyak terdapat di pasaran. Setelah kaset dikenal istilah CD yang mempunyai fasilitas pemutar berbeda dengan kaset maupun PH. Musik rekaman dalam CD memasuki pasar Indonesia pada awal Tahun 1990-an, harganya lebih tinggi dibanding harga kaset namun lebih awet 167

Ibid,

125

dan kwalitas suaranya lebih tahan lama. Pada kenyataannya, peredaran CD tidak terbebas dari beredarnya CD bajakan. Sejalan dengan perkembangan teknologi elektronik sekitar Tahun 1997 mengenal istilah VCD yang merupakan pengembangan dari CD. VCD ini pun tidak terbebas dari pembajakan karena harga VCD aslinya relatif mahal.168 Stefanus menguraikan bahwa MPEG (Moving Picture Expert Group)1 audio layer III atau yang lebih dikenal dengan MP3, adalah salah satu dari pengkodean dalam digital audio dan juga merupakan format kompresi audio yang memiliki sifat “menghilangkan”. Istilah menghilangkan yang dimaksud adalah kompresi audio ke dalam format MP3 menghilangkan aspek-aspek yang tidak signifikan pada pendengaran manusia untuk mengurangi besarnya file audio.169 Hak ini formulasikan secara luas agar dapat mengakomodasi bentuk - bentuk dan jenis yang berbeda dari suatu eksploitasi suatu karya cipta seperti jasa mendengarkan atau mengakses (merekam, men- download) musik dari jaringan internet seperti lagu-lagu atau musik dengan format MP3 yang bisa dicari di internet dan gratis. Contoh lainnya yaitu melakukan down load ring tone untuk HP. Ketentuan mengenai hak Making Avaiable dapat dilihat pada ketentuan WIPO Performances and Phonograms Treaty (WPPT) Pasal 10, 12 dan 14 dan pada WIPO) Copyright Treaty (WCT) pada Pasal 8. Dalam Hak Cipta perlindungan diberikan pada unsur - unsur lain dalam Hak Cipta seperti pengalih wujudan, perlindungan yang diberikan berupa pencegahan atau larangan kepada pihak lain memanfaatkan dengan tujuan

komersial

tanpa

ijin

yang

sah

dan

pemegang

hak.

Salah satu pengalihwujudan dari Hak Cipta tertentu yaitu berupa produk produk barang yang mudah dikenal dengan merchandise. Produk merchandise sebenarnya tidak hanya berasal dari pengalihwujudan Hak Cipta, tetapi juga 168

Untung Minardi, 2007, Op. Cit, hal 65 Stefanus Soehono, 2006, Audio Steganografi Menggunakan MP3, Departemen Teknik Elektro, Sekolah Teknik Elektro Dan Informatika Institut Teknologi, Bandung, hal 6 169

126

dapat berasal dari merek yang sudah mempunyai reputasi baik dan terkenal. Sehubungan

dengan

hal

itu,

dikenal

adanya

hak

yang

disebut

merchandising rights. Merchandising rights sebagai salah satu hak yang timbul sebagai adaptasi suatu karya cipta, telah lahir sejak pertengahan abad ke-19, dimana cakupan Hak Cipta bertambah luas. Pemilik Hak Cipta tidak saja dapat mencegah orang lain untuk menerbitkan salinan utuh suatu karya cipta tetapi juga dapat mencegah orang membuat tiruan atau adaptasinya. Dasar atau landasan awal untuk perlindungan merchandising rights yaitu bahwa pihak yang berhak patut memperoleh hak kontrol atas adaptasi karyanya atau miliknya untuk mendorong pencipta atau pemilik hak merek menghasilkan karya baru dan mendorong produksi. Hal seperti itu merupakan pendorong sehingga cakupan HAKI dapat diperluas meliputi berbagai penggunaan yang bernilai tinggi dari sudut ekonomi. Bentuk - bentuk barang dan merchandising rights dalam kerangka hak kekayaan intelektual dan monopoli barang yaitu digunakan dalam mengenalkan suatu citra dalam periklanan, merek terdaftar, Hak Cipta dan desain

industri.

perlindungan

hak

Perlindungan desain

untuk

industri.

merchandising Salah

satu

rights

dasar

melalui

perlindungan

merchandising rights yaitu melandaskan pada rasa keadilan karena pencipta atau pemilik hak merek berhak mendapat imbalan dari hasil jerih payahnya. Endang Purwaningsih mengungkapkan segala bentuk perbanyakan dengan menggunakan media apapun merupakan suatu pelanggaran dan kepada pihak-pihak yang melanggar, harus diberikan sanksi agar pelanggaran ini tidak dapat terulang kembali. Untuk dapat menggunakan hasil ciptaan seseorang,

127

harus sesuai prosedur pemindahan Hak Cipta. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta untuk memproduksi karyanya sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan tindakan tersebut dalam batasan hukum yang berlaku.170 Ciptaan atau karya cipta yang mendapatkan perlindungan Hak Cipta adalah karya cipta yang dalam penuangannya harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian (orisinil) sebagai ciptaan yang bersifat pribadi. Dapat dikemukakan bahwa karya intelektual manusia yang mendapat perlindungan Hak Cipta adalah karya dibidang ilmu pengetahuan, seni sastra yang sudah berwujud nyata (expression work) bukan ide semata, yang menunjukkan keaslian (orisinil) dan khas ciptaan seseorang yang bersifat pribadi.171 Terkait dengan penggandaan karya cipta lagu, maka para pencipta berdasarkan kuasa tertulis atas nama mereka memberikan izin kepada semua pihak yang ingin menggunakan lagu, khususnya untuk kegiatan mengumumkan dan memperbanyak. Untuk memperoleh izin YKCI, para pemakai lagu (users) membayar royalti untuk penggunaan 1 (satu) tahun dimuka. Setelah membayar, YKCI akan menerbitkan Sertifikat Lisensi Penggunaan Musik (SLPM) yang memperbolehkan users untuk menggunakan lagu apa saja dalam kegiatan usahanya dan membebaskan users dari segala macam gugatan/tuntutan para pencipta yang tergabung pada YKCI.172 Menurut Hendra Tanu Atmadja seperti dikutip oleh Rikson Sitorus mengungkapkan bahwa pembayaran terhadap pengalihan hak ekonomi pencipta biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu sistem royalti dan sistem flat pay. Selama ini pencipta lagu mendapatkan honor yang dinilai secara flat pay, tanpa memperhitungkan jumlah unit kaset, VCD dan CD yang dijual yang diiringi dengan bonus, jika lagunya terpilih diurutan pertama sampul kaset dan mendapat honor tambahan, jika dijadikan seleksi, kompilasi dan lain – lain. Sistem royalti ini jika dibandingkan dengan cara flat berbeda dalam hal besarnya uang yang diterima di muka. Dengan cara flat, 170

Endang Purwaningsih, 2005, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right, Ghalia Indonesia, Bandung, hal 2 171 Tim Pengajar HKI, 2005, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, hal 15 172 Tim Lindsey dkk, 2006, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, hal 120

128

uang muka yang diterima lebih besar dibandingkan sistem royalti. Sebaliknya, sistem royalti memberikan kemungkinan pencipta mendapat imbalan yang lebih besar dikemudian hari, jika kaset tersebut laku dijual.173 Royalty system tidak membedakan sebuah lagu menjadi andalan atau tidak, karena penilaian harga adalah berdasarkan pada seberapa banyak lagu yang diputar. Dampak paling penting dari diberlakukannya sistem ini adalah kesejahteraan pencipta lagu yang akan terjamin sepanjang akhir hayatnya, bahkan jika ia meninggal dunia sekalipun dapat diturunkan kepada ahli warisnya.174 Rikson mengutip dalam Buletin Karya Cipta Indonesia menyatakan bahwa sistem royalti memang baru dikenal dalam beberapa tahun terakhir di industri musik tanah air. Karena itu, tidak mengherankan kalau masih banyak musisi, pencipta lagu atau penyanyi yang masih kurang paham bagaimana sebenarnya sistem tersebut. Masih banyak musisi lebih suka memakai sistem bayar putus (flat pay) atau dibayar dimuka. Padahal dengan sistem royalti memungkinkan seorang pencipta lagu dapat memperoleh penghasilan lebih baik.175 Royalti harus dibayar karena lagu adalah suatu karya intelektual manusia yang mendapat perlindungan hukum. Jika pihak lain ingin menggunakan, sepatutnya minta izin kepada si pemilik Hak Cipta. Pembayaran royalti merupakan konsekuensi dari menggunakan karya cipta orang lain. 4.2. Upaya Hukum Yang Dilakukan Untuk Mencegah Penggandaan Karya Cipta Lagu 173 174 175

Rikson Sitorus, 2006, Op. Cit, hal 79 Ibid, Ibid, hal 80

129

Dalam menghasilkan suatu karya cipta, maka pencipta membutuhkan pemikiran dan tenaga yang tidak sedikit. Apabila hasil karya dari pencipta tidak dihargai dan dapat digandakan oleh siapa saja tanpa perlindungan hukum yang tegas, maka dapat menghambat kreativitas penciptaan yang nantinya dapat menghancurkan kreativitas anak – anak bangsa. Iman Sjahputra mengungkapkan bila suatu negara kekurangan pencipta, efeknya adalah bangsa itu hanya sebagai end- user (konsumen) lantaran hanya dapat memakai dan mengimpor teknologi dari luar tanpa dapat berkarya sendiri sehingga devisa negara tersebut akan tersedot keluar karena masyarakatnya hanya sebagai pemakai barang impor. Rakyatnya pun tak berkembang karena tak pernah berkreasi. Investor yang akan membantu para pencipta untuk berkarya tentu saja akan berpikir dua kali untuk menanamkan modalnya karena khawatir investasinya tidak akan balik, disebabkan banyak produk – produk bajakan. Itu sebabnya karya cipta harus diproteksi.176 Pada saat ini, persetujuan TRIPs telah mewajibkan negara – negara anggotanya untuk mengambil langkah – langkah hukum atau penegakan hukum atas pelanggaran – pelanggaran HKI sebagai standar minimal perlindungan HKI. Walaupun begitu, dewasa ini sejumlah kerugian sebagai akibat dari masalah pemalsuan dan pembajakan yang dianggap sebagai salah satu jenis kasus pelanggaran HKI telah menunjukkan peningkatan yang sangat berarti di seluruh dunia. Jenis bisnis curang seperti ini telah mengacaukan arus perdagangan internasional.177

Untuk

mengatasi

tindakan

penggandaan

karya

cipta

lagu

secara tidak sah bisa dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu : 1. Upaya pencegahan atau upaya preventif yaitu suatu upaya untuk

mengurangi

terjadinya

kegiatan

pembajakan

atau

penggandaan karya cipta lagu yang dapat menyebabkan kerugian. Upaya preventif merupakan kegiatan yang bertujuan untuk 176 177

Iman Sjahputra, 2007, Op. Cit, hal 117 Ditjen HKI II, 2007, Op. Cit, hal 7

130

mencegah terjadinya tindakan penggandaan karya cipta lagu secara tidak sah. 2. Upaya represif yaitu suatu upaya untuk menanggulangi terjadinya tindakan penggandaan karya cipta lagu. Dalam kaitan dengan perlindungan hukum terhadap karya cipta lagu maka kegiatan penegakan hukum ini merupakan kegiatan yang cukup penting, karena perlindungan hukum tanpa penegakan hukum yang baik tidak akan ada artinya. Untuk melakukan upaya preventif maka terlebih dahulu harus diketahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana ini agar bisa mencegahnya. Faktor penyebab ini bisa secara langsung dan bisa juga secara tidak langsung. Secara langsung penyebab orang melakukan tindak pidana ini yaitu adanya kesempatan untuk melakukan penggandaan karya cipta lagu karena lemahnya pengawasan dan tidak efektifnya penindakan terhadap pelaku tindak pidana. Sehingga mereka dengan sengaja menggandakan karya cipta lagu secara ilegal untuk mendapatkan keuntungan pribadi karena tidak adanya sanksi yang tegas. Secara tidak langsung penyebab orang menggandakan karya cipta lagu disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukung untuk dilakukannya kegiatan tersebut. Pengaruh faktor lingkungan ini misalnya karena meningkatnya jumlah pembeli produk bajakan. Pemanfaatan karya cipta lagu orang lain untuk tujuan komersial tanpa meminta izin terlebih dahulu merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Cipta. Ada beberapa penyebab pelanggaran HKI terhadap bisnis barang – barang bajakan meningkat, antara lain :

131

a. Keuntungan lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan jumlah investasi dan biaya yang diperlukan untuk aktivitas pemalsuan. Misalnya para pemalsu tidak harus menanggung besarnya biaya riset, iklan, pendaftaranHKI atau untuk mendapatkan lisensi dan untuk mendapatkan Hak Cipta. Selai itu pemalsu tidak perlu membayar pajak dan biaya asuransi; b. Para pemalsu dapat membayar denda yang dibebankan oleh Pengadilan atau Pemerintah; c. Kemajuan teknologi mendorong barang – barang bajakan yang berkwalitas tinggi dapat dengan mudah diproduksi oleh para pemalsu; d. Sindikat atau kelompok kejahatan menjadi pendukung finansial dan distribusi barang – barang bajakan; e. Kurang memadainya undang – undang HKI dan kurang efektifnya tindakan penegakan hukum di sebuah negara dimana barang bajakan tersebut beredar.178 Setelah diketahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana ini barulah bisa dilakukan upaya pencegahan yaitu salah satunya dengan melakukan sosialisasi di masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakat

akan

pentingnya

menghargai

karya

cipta

orang

lain,

karena mereka sudah susah payah berusaha dengan pikiran dan tenaga menghasilkan suatu karya cipta yang diharapkan akan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Sehingga dengan tumbuhnya kesadaran dalam diri masyarakat diharapkan akan mampu mengurangi tindak pidana ini. Sasaran kegiatan ini antara lain pelaku penggandaan dan pembeli produk bajakan tersebut. Hak Cipta merupakan hak monopoli yang timbul secara otomatis. Apabila dikontekskan dengan Hak Cipta lagu, maka si pemegang Hak Cipta mempunyai hak monopoli ketika lagu itu diwujudkan dalam bentuk nyata, bukan dalam angan – angan atau baru sebatas ide atau gagasan saja. Sehubungan dengan fungsi Hak Cipta tersebut dalam hal perkembangan teknologi kini telah banyak karya – karya cipta yang timbul akibat dampak dari perkembangan teknologi tersebut. Salah satunya yaitu hadirnya teknologi 178

Ibid, hal 11

132

ringtones, yakni sebuah teknologi yang mentransformasikan ciptaan lagu tertentu yang diwujudkan dalam nada dering HP.179 Upaya penegakan hukum dapat dilakukan melalui jalur perdata maupun pidana. Untuk menanggulangi pelanggaran – pelanggaran di bidang HKI telah diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI yang diketuai oleh Menko Polhukam. Penegakan hukum melalui jalur pidana dalam sistem peradilan pidana di Indonesia meliputi : penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan hukuman.180 Penegakan hukum Hak Cipta merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen – komponen atau sub sistem sebagai bagian untuk mewujudkan sinergi dalam rangka mencapai tujuan diterbitkannya UU Hak Cipta. Aplikasi pendekatan sistem terhadap penegakan hukum ditegaskan oleh Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri. Faktor – faktor tersebut mempunyai arti netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor – faktor tersebut.181 Faktor – faktor tersebut antara lain : a. Faktor hukumnya sendiri; b. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan; e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidupnya; Kelima faktor tersebut saling berkaitan karena merupakan esensi penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.182 Budi Agus Riswandi mengungkapkan bahwa faktor hukum dalam hal ini UU Hak Cipta dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta lagu yang dijadikan komoditi oleh perusahaan penyedia jasa nada dering HP boleh jadi karena UU Hak Cipta yang merupakan wujud normatif dalam upaya memberikan perlindungan hukum tidak mengatur secara tuntas dan sempurna; faktor penegak hukum dapat dilihat dari segi kuantitas maupun kualitas SDM 179

Budi Agus Riswandi dan Siti Sumartiah, 2006, Masalah – Masalah HAKI Kontemporer, Gitanagari, Yogyakarta, selanjutnya disebut Budi Agus Riswandi II, hal 156 180 Ahmad Haydar, 2007, Op. Cit, hal 29 181 Soerjono Soekanto, 2004, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II, hal 3 182 Ibid,

133

yang menjadi aparat penegak hukum pada kenyataannya belum seperti yang diharapkan, dilihat dari segi kuantitas jumlah aparat penegak hukum yang melakukan penindakan terhadap para pelaku perusahaan yang menyediakan nada dering HP masih kurang sehingga tidak mampu menegakkan hukum secara baik. Dari segi kualitas, masalah aparat penegak hukum ini kesulitan menemukan alat bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana; faktor masyarakat sangatlah urgen dalam menentukan efektif dan tidaknya penegakan hukum. Faktor ini terletak pada aspek kesadaran hukum masyarakat.183 Budi Agus Riswandi mengutip pendapat Abdurrahman menyatakan bahwa kesadaran hukum adalah suatu keseluruhan yang mencakup pengetahuan tentang hukum, penghayatan fungsi hukum dan ketaatan kepada hukum.184 Menurut Sorjono Soekanto seperti dikutip oleh Sandhi Sudarsana bahwa ada 4 (empat) indikator yang mempengaruhi kesadaran hukum yaitu : 1. Pengetahuan hukum; 2. Pemahaman hukum; 3. Sikap hukum; 4. Pola perilaku hukum.185

Lili Rasjidi mengungkapkan agar suatu kaidah hukum dapat berfungsi secara efektif, maka kaidah hukum harus mengandung unsur – unsur yaitu : 1. kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan atas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya; 2. kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh masyarakat; 3. kaidah hukum berlaku secara filosofis, artinya hukum dibenarkan berlaku atas dasar keyakinan filosofis yakni bahwa kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita – cita hukum sebagai nilai positif yang tinggi.186 183

Budi Agus Riswandi II, 2006, Op. Cit, hal 185 Ibid, hal 188 185 Sandhi Sudarsana, 2008, Op. Cit, hal 145 186 Lili Rasjidi dan Arief Sidharta, 1989, Filsafat Hukum Mazhab Dan Refleksinya, Remadja Karya, Bandung, hal 72 184

134

Berlakunya suatu kaidah hukum dapat ditinjau dari masing – masing sudut, namun apabila suatu kaidah hukum tidak memenuhi ketiga unsur tersebut maka akan berakibat pelaksanaan kaidah hukum dalam masyarakat akan mengalami hambatan.187 Upaya yang dapat dilakukan pencipta atau pemegang Hak Cipta jika ada pihak yang melakukan pelanggaran yaitu : 1. Mengajukan permohonan penetapan sementara ke Pengadilan Niaga dengan menunjukkan bukti – bukti kuat sebagai pemegang hak dan bukti adanya pelanggaran. Penetapan sementara ditujukan untuk : - Mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak Cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi; - Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti. 2. Mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya. Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, Hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta (putusan sela). 3. Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI dan/atau PPNS DJHKI.188 Dalam

rangka

untuk

mengantisipasi

munculnya

sengketa

sebagai konsekwensi diberlakukannya perlindungan hukum HKI di wilayah Indonesia, peraturan perundang – undangan telah menyediakan beberapa lembaga

yang

bisa

dimanfaatkan

untuk

menyelesaikan

sengketa.

Pemanfaatan lembaga tersebut ditentukan berdasarkan jenis sengketa HKI yang dialami oleh para pihak yang terlibat.

187

Ida Ayu Sukihana, 2008, “Pelaksanaan UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dan Perlindungan Hukumnya Bagi Pencipta Berkaitan Dengan Pertunjukkan Karya Cipta Seni Tari Bali”, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar, hal 120 188 Direktorat Jenderal HKI, Departemen Hukum Dan HAM RI, 2007, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, selanjutnya disebut Ditjen HKI I, hal 15

135

Dalam aturan normatif, sengketa HKI dapat digolongkan dalam 3 (tiga) kategori yaitu : 1. Sengketa administratif; 2. Sengketa perdata; 3. Sengketa pidana.189 Sengketa administratif adalah sengketa yang terjadi antara pihak yang mengajukan HKI (pemohon) dengan Pemerintah (Dirjen HKI), yang berkaitan dengan penolakan permohonan yang dilakukan oleh Dirjen HKI akibat tidak dipenuhinya beberapa persyaratan sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan normatif; atau sengketa antara Pemegang HKI dan Dirjen HKI dengan pihak ketiga yang berkaitan dengan gugatan pembatalan HKI karena diduga adanya kesalahan keputusan administratif yang telah dikeluarkan oleh Dirjen HKI. Untuk penyelesaian sengketa administratif ketentuan normatif telah menyediakan Komisi Banding, Pengadilan Niaga, dan Mahkamah Agung sebagai sarana untuk mendapatkan putusan. Komisi Banding hanya diperuntukkan untuk menyelesaikan sengketa administratif di bidang paten, merek dan perlindungan varietas tanaman (PVT).190 Dalam sengketa perdata bidang HKI, lembaga yang bisa diakses oleh masyarakat untuk mendapat keadilan adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan

Niaga,

Arbitrase,

dan

alternatif

penyelesaian

sengketa.

Sengketa ini bisa timbul karena adanya perbedaan penafsiran terhadap isi perjanjian (perjanjian lisensi) yang sebelumnya telah disepakati. Penggunaan salah satu lembaga penyelesaian sengketa tersebut ditentukan berdasarkan isi atau klausul perjanjian yang dibuat oleh para pihak, ketika pertama kali membuat akta perjanjian. Untuk jenis sengketa perdata yang timbul karena adanya pelanggaran atau pembajakan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum yang tidak berhak atas HKI, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui salah satu tempat untuk penyelesaian sengketa tersebut ditentukan oleh obyek sengketanya atau 189

Adi Sulistiyono, 2007, Eksistensi & Penyelesaian Sengketa HKI, LPP UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press), Surakarta, hal 49 190 Ibid,

136

kehendak pihak – pihak bersengketa untuk melakukan pilihan, melalui jalur litigasi atau non litigasi. Pada awalnya obyek sengketa Hak Cipta, penyelesaian sengketa dilakukan melalui jalur Pengadilan Negeri. Namun dalam UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, untuk sengketa perdata telah memanfaatkan keberadaan Pengadilan Niaga. Disamping itu berdasar pada Pasal 65 UU No 19 Tahun 2002 penyelesaian sengketa perdata bidang Hak Cipta dapat dilakukan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Proses dan tata cara penyelesaian atas pelanggaran Hak Cipta melalui Pengadilan Niaga diawali dengan suatu gugatan dari pihak yang mempunyai kepentingan dan merasa dirugikan. Guagatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga. Gugatan akan didaftar oleh Panitera pada tanggal gugatan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Kemudian Panitera akan menyampaikan kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lama 2 (dua) hari terhitung setelah gugatan didaftarkan. Selanjutnya Pengadilan Niaga diberi waktu untuk mempelajari gugatan

dan

menetapkan

hari

sidang

selama

3

(tiga)

hari.

Untuk sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan. Pemanggilan para pihak yang bersengketa dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan.

137

Dalam menangani sengketa Hak Cipta, merek, desain industri dan desain tata letak sirkuit terpadu, Pengadilan Niaga harus telah menjatuhkan putusan dalam batas waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal gugatan didaftarkan. Batas waktu tersebut atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari. Sedangkan untuk proses kasasi, Mahkamah Agung telah menjatuhkan putusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari, setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap karya cipta seseorang terutama karya cipta lagu yaitu melalui upaya hukum preventif dan upaya hukum represif. Upaya perlindungan hukum secara preventif adalah melalui pendaftaran dan perjanjian lisensi. Sedangkan upaya perlindungan hukum represif dapat dilakukan dengan cara menggunakan jalur litigasi yaitu mengajukan gugatan secara perdata ke Pengadilan Niaga atau mengajukan tuntutan pidana ke Pengadilan Umum dan dapat juga melalui jalur non litigasi sesuai dengan UU No 30 Tahun 1999.191 Pemanfaatan Arbitrase untuk menyelesaikan sengketa HKI merupakan hal baru yang secara eksplisit tertuang dalam peraturan perundang - undangan bidang

HKI.

Sebelumnya

peraturan

perundang



undangan

yang

memungkinkan penggunaan arbitrase untuk menyelesaikan sengketa HKI hanya diketemukan dalam penjelasan Pasal 66 huruf b UU No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Keberadaan APS (negosiasi, konsiliasi, penilaian ahli dan lain – lain) untuk

menyelesaikan

sengketa

HKI

sebagaimana

termuat

dalam

ketentuan perundang – undangan bidang HKI, patut diberi apresiasi. Hal ini menunjukkan adanya komitmen pemerintah untuk mengantisipasi 191

Ida Ayu Sukihana, 2008, Op. Cit, hal 33

138

munculnya gelombang sengketa HKI dengan menyediakan penyelesaian sengketa perdata HKI secara cepat, transparan, efektif dan adil. Untuk sengketa tindak pidana bidang HKI yang melibatkan negara melawan pelaku tindak pidana HKI berdasarkan normatif wajib diselesaikan melalui jalur lembaga peradilan umum. Dalam sistem hukum Indonesia, semua pelanggaran bidang HKI, baik itu Hak Cipta, merek, paten, PVT, rahasia dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu dikategorikan sebagai suatu tindak pidana. Sekarang ini hanya tinggal Hak Cipta dan PVT yang tindak pidananya digolongkan delik biasa, hal ini mengandung makna bahwa penyidik (polisi atau PPNS) harus pro – aktif melakukan kegiatan investigasi manakala ada dugaan telah terjadi tindak pidana HKI. Padahal untuk jenis tindak pidana HKI pengetahuan sebagian besar Polisi masih kurang, sehingga seringkali penyelidikan terhadap tindak pidana HKI baru dilakukan pada saat ada laporan dari pemegang HKI yang dirugikan. Tata cara penyelesaian kasus tindak pidana cakram optik meliputi tindakan preventif dan tindakan represif. Tindakan preventif dapat berupa tindakan penerangan ataupun nasehat misalnya ijin lewat waktu dapat diberikan nasehat agar membuat permohonan perpanjangan ijin atau langsung diberikan perpanjangan atau tindakan lainnya seperti pengusaha yang bersangkutan membuat surat pernyataan bahwa yang bersangkutan berjanji untuk melengkapi surat ijin usaha sesuai dengan peruntukkan usahanya. Tindakan ini dilakukan sebelum adanya tindakan represif. Sedangkan tindakan represif yang dapat diambil adalah tindakan yang dimulai dari penyelidikan,

139

penyidikan sampai pada penerapan sanksi baik administratif maupun sanksi pidana. 192 Karena hukum Hak Cipta sangat rumit dan banyak seginya, maka

pelanggarannya

pun

beraneka

ragam.

Oleh

karena

itu

penanggulangannya pun beraneka ragam mulai dari penerangan hukum sampai pada penerapan sanksi. Suatu penerangan hukum perlu digalakkan dari media massa seperti surat kabar, radio, televisi sampai pada ceramah dan diskusi. Dengan demikian pelanggaran dapat dicegah sedini mungkin. Dalam rangka penegakan hukum di bidang Hak Cipta dan untuk mengurangi jumlah pelanggaran Hak Cipta baik yang berupa program komputer, cakram optik bajakan maupun pelanggaran HKI lainnya, Ditjen

HKI,

Departemen

Hukum

Dan

HAM

RI

melalui

surat

Nomor H-Um.01.10-13, tanggal 11 September 2002 tentang penegakan hukum di bidang HKI telah menyampaikan himbauan terhadap mall – mall agar tidak memberikan kesempatan penjualan barang – barang hasil pelanggaran Hak Cipta baik berupa CD maupun VCD, program komputer dan produk – produk pelanggaran HKI lainnya.193 Cakram optik atas karya seni dan budaya merupakan suatu karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang- dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita

192

Prakoso Kuspriyatno, 2006, “Tindak Pidana Pda Cakram Optik (Optical Disc) Dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana Di Indonesia”, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar, hal 85 193 Ibid, hal 86

140

seluloid, pita video bahan hasil penemuan teknologi secara tegas perlindungan terhadap ciptaan sinematografi diatur dalam pasal 2 UU No 19 Tahun 2002. Dengan diundangkannya UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta berarti Hak Cipta termasuk karya cipta yang dilindungi secara hukum, namun walaupun sudah dilindungi oleh aturan masih banyak terjadi pelanggaran – pelanggran dalam Hak Cipta sehingga menimbulkan anggapan bahwa hukum tersebut fiktie, artinya masyarakat dianggap tahu hukum, sehingga jika terjadi pelanggaran seseorang tidak boleh berdalih dengan alasan tidak tahu hukum.194 Banyaknya pelanggaran HKI di Indonesia merupakan konsekwensi logis dari strategi kebijakan pemerintah yang hanya memfokuskan proses penegakan hukum pada pembaharuan undang – undang. Selama ini yang dilakukan pemerintah dalam menegakkan hukum HKI hanya membenahi materi perundang – undangan HKI sebagai reaksi untuk mengabulkan tekanan Internasional, memenuhi kesepakatan Internasional atau untuk memperlancar proses pencairan hutang, sebagaimana dipersyaratkan dalam salah satu klausul IMF. Jika dihubungkan dengan 2 (dua) macam upaya hukum bagi Pencipta maupun pemegang Hak Cipta untuk menyelesaikan pelanggaran tersebut baik secara perdata maupun pidana, maka pelanggaran Hak Cipta ini dapat dibagi 2 (dua) macam yaitu pelanggaran terhadap ketentuan Pidana yang terdapat dalam UUHC dan pelanggaran terhadap permasalahan yang bersifat keperdataan. 194

Ibid, hal 15

141

Pelanggaran yang bersifat keperdataan yaitu pelanggaran hak moral dan pelanggaran hak ekonomi. Pelanggaran hak moral yaitu pelanggaran dalam hal tanpa persetujuan Pencipta atau ahli warisnya meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama Pencipta pada ciptaannya, mengganti atau mengubah judul ciptaan dan mengubah isi ciptaan. Pelanggaran hak ekonomi yaitu pelanggaran karena mengumumkan dan memperbanyak suatu ciptaan tanpa ijin Pencipta atau pemegang Hak Cipta. Jenis ciptaan yang paling banyak dilanggar oleh users adalah perbanyakan melalui teknologi informasi di internet berupa MP3 yang memungkinkan perbanyakan musik atau lagu menjadi semakin mudah. Berkaitan dengan pengaturan Intellectual Property Right di Singapura maka ada suatu aturan yang khusus mengatur tentang Copyright Act (CA) yang menentukan : The Copyright Act (Cap. 63) protects any original literary, dramatic, musical and artistic work (“LDMA works”) as well as film, recording and broadcasting (often referred to as “entrepreneurial rights”). This also includes a software program in Singapore. To gain protection in Singapore, the work must first be published in Singapore, a WTO member or a signatory state to the Berne Copyright Convention, or there must be some other form of connection to Singapore or any of the said countries (e.g. the author was a citizen of such country when the work was created). Jika diterjemahkan maka peraturan tersebut memiliki makna : Copyright Act (Cap 63) melindungi setiap karya sastra asli, dramatis, musik dan artistik ("LDMA bekerja") serta film, perekaman dan penyiaran (sering disebut

142

sebagai "hak kewirausahaan"). Ini juga mencakup sebuah program perangkat lunak di Singapura. Untuk mendapatkan perlindungan di Singapura, pekerjaan yang pertama harus diterbitkan di Singapura, anggota WTO atau negara penandatangan Konvensi Hak Cipta Berne, atau harus ada bentuk lain dari sambungan ke Singapura atau salah satu dari kata negara (misalnya pengarang warga Negara dari Negara tersebut pada saat pekerjaan tersebut telah dibuat). The copyright owner is given the exclusive right to reproduce, copy, publish, perform, broadcast or commercially exploit a protected work and to prevent others from doing the same. Copyright can and frequently is assigned by the author to other persons for commercial use. LDMA works are typically infringed by reproducing substantial portions of the work and engaging in other form of commercial exploitation. However, not all activities are prohibited and the Copyright Act allows, among others, research or private study, back-up copies of computer programs, readings or recitations of LDMA works in public or for a broadcast etc. Copyright can be enforced by civil and criminal means in Singapore. Primary copyright infringements (such as the unauthorized photocopying of a book) may trigger civil damages, while secondary infringements (such as the sale of pirated DVD copies) also constitute a criminal offence. The copyright owner may ask for damages or account of profits, an injunction against future infringements and destruction or delivery of infringing items. He may also seek a search warrant allowing the police to search the infringing party’s premises and seize evidence.

143

Jika diterjemahkan pernyataan tersebut bermakna Pemilik hak cipta diberikan hak eksklusif untuk mereproduksi, menyalin, mempublikasikan, melakukan, menyiarkan atau mengeksploitasi secara komersial karya dilindungi dan untuk mencegah orang lain melakukan hal yang sama. Hak cipta dapat dan sering diberikan oleh penulis kepada orang lain untuk penggunaan komersial bekerja LDMA biasanya dilanggar oleh mereproduksi sebagian besar pekerjaan dan terlibat dalam bentuk lain dari eksploitasi komersial. Namun, tidak semua kegiatan yang dilarang dan UU Hak Cipta memungkinkan, antara lain, penelitian atau studi pribadi, salinan data cadangan program komputer, pembacaan atau pelafalan dari LDMA bekerja di depan umum atau untuk sebuah siaran dan lain - lain. Hak cipta dapat ditegakkan dengan cara perdata dan pidana di Singapura. Pelanggaran hak cipta Primer (seperti fotokopi tidak sah dari sebuah buku) dapat menyebabkan kerusakan sipil, sementara pelanggaran sekunder (seperti penjualan salinan DVD bajakan) juga merupakan suatu pelanggaran pidana. Pemilik hak cipta dapat meminta untuk kerusakan atau rekening keuntungan, suatu perintah terhadap pelanggaran masa depan dan kehancuran atau pengiriman melanggar item. Dia juga dapat mencari surat perintah pencarian memungkinkan polisi untuk menggeledah rumah partai pelanggaran dan menyita bukti. Di Singapura ada beberapa tindakan yang akan dikenakan hukuman pidana. Ini termasuk pemindahan informasi manajemen hak, pembuatan, dan menangani peralatan untuk memecahkan kode terenkripsi program membawa sinyal satelit dan hak cipta yang disengaja dan terkait pembajakan hak.

144

Pidana denda untuk pembajakan hak cipta sengaja pada skala komersial termasuk penggunaan karya melanggar akan diperkenalkan. Ini akan membuat pembajakan hak cipta disengaja termasuk kejahatan untuk pertama kalinya dan akan mencakup penggunaan perangkat lunak ilegal, musik dan bentukbentuk karya cipta dalam kondisi tertentu. Sebagai contoh, penggunaan beberapa salinan perangkat lunak berlisensi akan menjadi tindak pidana dalam waktu dekat. Pemulihan biaya hukum dalam proses pidana akan tersedia untuk pemilik hak cipta Pengadilan dapat memerintahkan pelanggaran untuk mengidentifikasi pihak yang telah diproduksi dan didistribusikan barang pelanggaran dan untuk memberikan informasi tentang saluran distribusi. Hal ini akan membantu pemilik hak melacak sumber barang pelanggaran. UU Hak Cipta saat ini direvisi untuk memasukkan ketentuan anti-pengelakan. Hak cipta pemilik mulai menggunakan teknologi untuk mencegah penyalinan ilegal karya mereka. Sebagai contoh, konsol game komputer sering mengandung kontrol teknis untuk mencegah memainkan permainan komputer ilegal atau tanpa izin. Konsol game-game ini dapat dimodifikasi untuk memungkinkan seperti game komputer tidak berlisensi untuk dimainkan. Dengan diperkenalkannya undang - undang yang melarang pengelakan teknologi yang dirancang untuk mencegah pembajakan, modifikasi ini akan menjadi ilegal. Manufaktur atau mendistribusikan produk atau komponen yang dipasarkan untuk tujuan pengelakan dari setiap ukuran teknologi yang efektif sesuai akan menghadapi sanksi di masa depan. Revisi juga akan dilakukan terhadap rezim saat ini Jasa Internet Provider (ISP) kewajiban atas

145

pelanggaran hak cipta untuk cermin posisi AS lebih dekat. Hal ini akan memungkinkan pemilik cipta untuk mengambil tindakan yang efektif terhadap kegiatan pelanggaran online. Kerangka untuk ISP untuk mencatat situs melanggar hak cipta akan ditingkatkan. Singapura juga membuat beberapa perjanjian (FTA) dengan Amerika Serikat (AS) yang berkaitan dengan perlindungan HKI yang salah satunya mengatur tentang memperkarakan hak cipta atau pelanggaran hak terkait dalam skala komersial berkaitan dengan pelanggaran yang disengaja untuk tujuan keuntungan komersial. Ini ditargetkan pada bidang usaha yang menggunakan perangkat lunak bajakan dan yang tidak berlisensi dan mendistribusikan karya cipta di internet. 4.3. Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Lagu Untuk menyesuaikan dengan perjanjian TRIPs, beberapa ketentuan dalam peraturan perundang – undangan HKI di Indonesia telah diamandemen secara khusus yang menghasilkan beberapa perubahan mendasar dalam Hukum Acara di Indonesia. Beberapa ciri khusus yang membedakan dengan Hukum Acara umum yaitu : a. Semua kasus perdata HKI berada di bawah kewenangan Pengadilan Niaga, kecuali Rahasia Dagang; b. Masa pemberian putusan baik di Pengadilan tingkat pertama maupun Pengadilan tingkat lebih tinggi dibatasi oleh waktu tertentu; c. Putusan hakim tingkat pertama tidak dapat diajukan banding, melainkan langsung kasasi ke Mahkamah Agung (dimaksudkan untuk menghindari penundaan waktu dari pihak yang dikalahkan); d. Kemungkinan dilaksanakan penetapan sementara berupa suatu perintah Pengadilan yang diajukan sebelum kasus tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga, khususnya untuk mengumpulkan barang – barang hasil pelanggaran masuk di pasaran; e. Bentuk dan pelanggaran HKI secara spesifik disebut dalam undang – undang HKI.195

195

Ditjen HKI II, 2007, Op. Cit, hal 35

146

Tindak pidana Hak Cipta merupakan delik biasa, hal ini berarti Polisi sebagai penegak hukum bisa segera bertindak terhadap pelanggar Hak Cipta tanpa didahului adanya pengaduan dari si korban. Penggandaan karya cipta dengan menggunakan media cakram optik jika dibiarkan terus menerus terjadi akan berdampak negatif karena dapat mengancam perdagangan ekspor Indonesia ke negara – negara anggota WTO. Sejumlah besar lagu dan musik digandakan untuk tujuan pribadi. Dalam undang – undang Hak Cipta di sebagian besar negara, penggandaan seperti ini dapat dilakukan secara legal tanpa sepengetahuan si pemilik Hak Cipta. Secara hukum, Hak Cipta adalah hak memberi izin dan hak mendapat kompensasi. Izin berarti kebebasan untuk menentukan apakah akan memberikan izin kepada orang lain untuk mengeksploitasi ciptaan atau tidak. Kompensasi

berarti

hak

untuk

meminta

bayaran

sebagai

imbalan.

Perbanyakan untuk penggunaan di dalam lingkup terbatas seperti penggunaan oleh perorangan atau dalam keluarga diizinkan. Namun dalam hal perbanyakan menggunakan alat perekam digital atau video, maka harus membayar kompensasi kepada pemegang Hak Cipta. Hak Cipta dilindungi di dalam dan diluar negeri, di dunia internasional menurut undang – undang dan perjanjian setiap negara. Pelanggaran berarti tindakan yang melanggar Hak Cipta seperti penggunaan Hak Cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta tanpa izin dan pendaftaran Hak Cipta oleh orang lain yang bukan pemegang Hak Cipta. Segala bentuk perbanyakan atau menyalin tanpa meminta izin kepada pemegang Hak Cipta dan hak terkait

147

merupakan suatu pelanggaran Hak Cipta termasuk mengubah format rekaman audio/visual/audio visual dari kaset/CD/VCD menjadi program MP3 merupakan suatu pelanggaran. Konsep lisensi wajib berpandangan bahwa siapa saja boleh menggunakan lagu, namun setelah membayar biaya pengganti sejumlah tertentu yang ditetapkan undang – undang. Menggunakan karya cipta seorang pencipta tanpa menghubunginya terlebih dahulu tanpa membayar royalti merupakan tindakan pelanggaran HAM khususnya pelanggaran Hak Cipta Lagu. Ciptaan yang menjadi subyek perlindungan Hak Cipta dilindungi untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh undang – undang negara bersangkutan. Meski jangka waktu itu tergantung pada negara dan jenis ciptaan. Jangka waktu perlindungan hak terkait juga ditetapkan dalam UU Hak Cipta setiap negara atau dalam berbagai perjanjian seperti TRIPs. Tingginya volume pelanggaran pribadi, para pembuat undang – undang di banyak negara telah mempertimbangkan bahwa merupakan suatu hal yang pantas dan adil untuk memberikan imbalan secara tidak langsung bagi pencipta, pelaku dan produser musik dalam bentuk pengenaan bea atas media kosong, seperti kaset dan cakram. Peralatan rekaman juga menjadi sasaran bea royalti di banyak negara. Hasil yang dikumpulkan dari media kosong dan peralatan tersebut didistribusikan kepada pemilik Hak Cipta biasanya melalui organisasi manajemen kolektif. Moeljatno menyatakan bahwa tindak pidana adalah suatu konsep yuridis yang berarti tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan

148

Hukum Pidana196. Untuk tindak pidana di bidang Hak Cipta, yang merupakan lingkup bagian HKI dikenal istilah tindak pidana penggandaan karya cipta secara tidak sah atau biasa disebut pembajakan. Istilah pembajakan menurut Palenkahu seperti dikutip oleh Prakoso menyatakan bahwa pembajakan berarti pengambil alihan, perampasan hak milik orang lain atau badan/perusahaan lain. Pembajakan tidak selalu ditujukan kepada barang fisik, tetapi juga pada apa yang disebut milik intelektual seperti Hak Cipta, Merek dan Paten yang diatur dengan undang – undang khusus disertai dengan ancaman hukuman atas pelanggarannya.197 Pembajakan adalah tindak pidana berarti suatu pelanggaran terhadap Hak Cipta seseorang yang hasil karyanya diperbanyak atau digandakan tanpa seijin dari penciptanya yang memiliki Hak Cipta memenuhi unsur tindak pidana apabila jika konsumen dimaksud membelinya dalam jumlah besar, meski sudah mengetahui hasil bajakan dan tidak dikonsumsi sendiri, melainkan dipamerkan/menyiarkan dan atau mengedarkan barang hasil tindak pidana.198 Rahmi Jened mengungkapkan bahwa penggandaan dianggap terjadi dengan perwujudan ciptaan dalam suatu alat yang memungkinkan pengkomunikasian secara berulang dari gambaratau suara secara sekuens (dengan perantaraan video atau audio), baik melalui rekaman pengkomunikasian ciptaan tersebut dalam media video atau audio atau melalui peralihan ciptaan dari satu media ke media lainnya, misalnya men-download dalam hardware atau mengirim fax, semuanya dapat dikategorikan sebagai tindakan perbanyakan.199 Apabila secara alamiah suatu ciptaan dimungkinkan untuk diperbanyak melalui perekaman atau penyiaran dengan media video atau audio atau ditransfer dari satu media ke media lainnya, maka Pencipta berhak atas pembayaran yang layak dari pihak manufaktur (setiap orang yang secara komersial mengimpor atau mengimpor kembali peralatan tersebut, rekaman video atau pun audio tersebut).200 196 197 198 199 200

Moeljatno, 1993, Asas – Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, hal 1 Prakoso Kuspriyatno, 2006, Op. Cit, hal 38 Ibid, Rahmi Jened, 2007, Op. Cit, hal 82 Ibid,

149

Dari pengertian pembajakan diatas secara umum bahwa unsur – unsur pengertian tindak pidana Hak Cipta adalah : 1. Pengambilalihan, maksudnya suatu Hak Cipta yang sah ke tangan orang lain tanpa ijin dari pencipta aslinya; 2. Perampasan hak milik orang lain, berarti mengambil alih secara paksa hak milik seseorang tanpa adanya Hak Cipta atau ijin dari pemilik hak sebenarnya; 3. Memperbanyak dan menggandakan tanpa ijin penciptanya, maksudnya perbuatan memperbanyak atau menambah jumlah ciptaan yang bukan haknya tanpa ijin dari penciptanya; 4. Memamerkan atau menyiarkan dan mengedarkan tanpa hak.201 Pengaturan tentang ketentuan pidana bagi pelaku tindak pidana di bidang Hak Cipta sudah diatur dalam Pasal 72 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, antara lain sebagai berikut yaitu :

Bagi barang siapa yang terbukti dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait dijatuhi denda minimal Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Bagi yang terbukti memperbanyak suatu ciptaan tanpa seizin pemegang Hak Cipta sesuai Pasal 72 UU Hak Cipta bisa dikenakan denda 201

Muhammad Djumhana II, 2003, Op. Cit, hal 98

150

minimal Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) dan maksimal Rp5.000.000 (lima juta rupiah) serta dipidana dengan pidana penjara sedikitnya 1 (satu) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun. Selain pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sebagai penyidik, maka dapat juga pejabat pegawai negeri tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya mencakup pembinaan Hak Cipta (Departemen Hukum dan HAM) diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagaimana dimaksud dalam UU No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. Beberapa kewenangan khusus dari penyidik yang diatur dalam UU Hak Cipta terdiri dari : 1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; 2. Melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta; 3. Meminta keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; 4. Melakukan

pemeriksaan

atas

pembukuan,

pencatatan,

dan

dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; 5. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain;

151

6. Melakukan penyitaan bersama – sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta; 7. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.