Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

63 downloads 271 Views 731KB Size Report
Penambahan Si dan Cu pada Aluminium akan meningkatkan kekerasan dan ... Aluminium yang dipadukan dan di heat treatment dan melalui proses aging.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. RISET-RISET YANG TELAH DILAKUKAN SEBELUMNYA Aluminium merupakan salah satu material yang sangat banyak dipergunakan dalam bidang teknik, namun sangat jarang dipergunakan dalam kondisi Aluminium murni. Aluminium yang dijumpai dalam bidang teknik kebanyakan dalam bentuk alloy dengan unsur penambah utama seperti

Silicon, Copper, Magnesium, Iron,

Mangan dan Zincum (NADCA, 1997). Pengecoran Aluminium akan berakibat penurunan sifat mekanis (tarik dan impak) dari logam, yang terjadi akibat peningkatan porositas ( Purnomo,2004). Porositas yang terjadi pada saat pengecoran Aluminium dapat dieleminir dengan mengontrol gas/oksigen dan variable pengecoran lainnya seperti, temperatur, laju pembekuan, laju pendinginan ( Melo,M.L.N.M.,etl., 2005) yang dapat dilakukan dengan tersedianya dapur peleburan yang memadai. Parameter pembekuan sangat dipengaruhi laju pendinginan, keadaan temperatur pada berbagai fasa berubah dengan peningkataan laju pendinginan, peningkatan laju pendinginan secara signifikan meningkatkan temperatur pengintian Aluminium ( Dobrzanski, dkk, 2006). Penambahan Si dan Cu pada Aluminium akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik Aluminium dan penambahan unsur Ti juga dapat meningkatkan kekerasan dan menghaluskan butir dari Aluminium. Komposisi paduan dan pemilihan proses pengecoran dapat mempengaruhi

struktur mikro dari Aluminium paduan.

Struktur mikro dapat dirubah dengan penambahan elemen tertentu pada paduan aluminium seperti mampu cor, sifat mekanis dan mampu mesin yang baik dapat diperbaiki (Brown, 1999). Alloy juga dapat dipadukan dengan Tembaga. Sebagai contoh AluminiumSilikon dipadukan dengan unsur Tembaga yang menghasilkan perbedaan pengaruh yang signifikan, yaitu pada variasi penambahan tembaga terhadap kekerasan paduan Aluminium-Silikon. Pengecoran Aluminium akan berakibat penurunan sifat mekanis (tarik dan impak) dari logam, yang terjadi akibat peningkatan porositas. Kadar Tembaga yang dibuat bervariasi untuk mendapatkan nilai optimum dari campuran. Kadar penambahan Tembaga sebanyak 5% adalah yang paling optimum untuk

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kekerasan paduan. Dengan perlakuan pengerasan presipitasi kekerasan meningkat hingga sebesar 97,10 HBN (Sidiq Pramono, 2004). Aluminium yang dipadukan dan di heat treatment dan melalui proses aging akan dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik Aluminium. Penambahan Silikon dan Tembaga pada Aluminium akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik Aluminium dan penambahan unsur Titanium juga dapat meningkatkan kekerasan dan menghaluskan butir dari Aluminium (Basuki, dkk, 2005). Sifat-sifat mekanis seperti tensile strength, hardness dan impact energy dari coran meningkat setelah dilakukan proses age hardening untuk semua kandungan mangan yang terdapat pada Aluminium alloy hingga 4% dan energi impak umumnya turun dengan peningkatan kandungan Mangan (Abdul wahab. M, 2008). Aluminium sekrap yang selama ini memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Aluminium murni dikarenakan proses pegecoran yang tidak sempurna. Aluminium sekrap telah digunakan untuk pembuatan sudu impeller dan brake disc melalui proses pengecoran, dimana hasilnya bagus dengan casting yield 73,59% untuk impeller dan 85,1% untuk disc brake (Abolarin,etl, 2007).

2.2. LANDASAN TEORI 2.2.1. Aluminium Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah Oksigen dan Silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain (Corrundum, Gibbsite, Boehmite, Diaspore, dan lain-lain). Sulit menemukan Aluminium murni di alam karena Aluminium merupakan logam yang cukup reaktif. Aluminium tahan terhadap korosi karena fenomena pasivasi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam terhadap komponen udara sehingga lapisan tersebut melindungi lapisan dalam logam dari korosi. Selama 50 tahun terakhir, Aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (Aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (Aluminium daur ulang). Yang paling terkenal adalah penggunaan

Universitas Sumatera Utara

Aluminium sebagai bahan pembuat komponen pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya. Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tensil Aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar 200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi. Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan Tembaga. Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik. Jika dibandingkan dengan massanya, Aluminium memiliki keunggulan dibandingkan dengan Tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat. Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain Aluminium itu sendiri, namun Aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100% Aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya. Pengotor yang mungkin berada di dalam Aluminium murni biasanya adalah gelembung gas di dalam yang masuk akibat proses peleburan dan pendinginan/pengecoran yang tidak sempurna, material cetakan akibat kualitas cetakan yang tidak baik, atau pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang tidak baik (misalnya pada proses daur ulang Aluminium). Umumnya Aluminium murni yang dijual di pasaran adalah Aluminium murni 99%, misalnya Aluminium Foil. Pada Aluminium paduan, kandungan unsur yang berada di dalamnya dapat bervariasi tergantung jenis paduannya. Pada paduan 7075, yang merupakan bahan baku pembuatan pesawat terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5% Zn, 2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr. Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg. Aluminium 5086 yang umum digunakan sebagai bahan pembuat badan kapal pesiar, memiliki kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si, 0,25% Cr, 0,25% Zn, dan 0,1% Cu. Metoda pengolahan logam Aluminium adalah dengan cara mengelektrolisis Alumina yang terlarut dalam Cryolite. Metoda ini ditemukan oleh Hall di AS pada

Universitas Sumatera Utara

tahun 1886 dan pada saat yang bersamaan oleh Heroult di Perancis. Cryolite, bijih alami yang ditemukan di Greenland sekarang ini tidak lagi digunakan untuk memproduksi Aluminium secara komersil. Penggantinya adalah cariran buatan yang merupakan campuran Natrium, Aluminium dan Kalsium Fluorida. Aluminium murni, logam putih keperak-perakan memiliki karakteristik yang diinginkan pada logam. Unsur ini ringan, tidak magnetik dan tidak mudah terpercik, merupakan logam kedua termudah dalam soal pembentukan, dan keenam dalam soal ductility. Aluminium banyak digunakan sebagai peralatan dapur, bahan konstruksi bangunan dan ribuan aplikasi lainnya dimana logam yang mudah dibuat, kuat dan ringan diperlukan.

2.2.2. Silikon Silikon adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Si dan nomor atom 14. Merupakan unsur terbanyak kedua di bumi. Senyawa yang dibentuk bersifat paramagnetik. Unsur kimia ini ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius. Silikon hampir 25.7% mengikut berat. Biasanya dalam bentuk Silikon Dioksida (Silika) dan Silikat. Silikon sering digunakan untuk membuat serat optik dan dalam operasi plastik digunakan untuk mengisi bagian tubuh pasien dalam bentuk Silikone. Silikon dalam bentuk mineral dikenal pula sebagai zat kersik. Silikon juga berasal dari bahasa Latin: Silex, Silicis, Flint. Pada tahun 1800, Davy menganggap Silika sebagai senyawa, tetapi suatu unsur. Sebelas tahun kemudian pada tahun 1811, Gay Lussac dan Thenard mungkin mempersiapkan Amorphous Sillikon tidak murni dengan cara memanaskankalium dengan Silikon Tetrafluorida. Menurut Annonymous (2007), Silikon (Latin: Silicium) merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol Si. Silikon adalah sejenis metaloid tetravalen yang kurang reaktif dibandingkan dengan analog kimianya, karbon. Ia merupakan unsur kedua paling berlimpah di dalam kerak Bumi, yaitu mencapai hampir 25.7%. Silikon di dalam tanah liat, Feldspar, Granit, Kuartza dan pasir, kebanyakannya dalam bentuk Silikon Dioksida (juga dikenali sebagai Silika) dan dalam bentuk Silikat. Berat jenis Silikon adalah 2.57 g·cm−3 dan jari-jari atomnya 111 pikometer (1x10-10 m). Silikon adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Si dan nomor atom 14. Silikon tidak ditemukan bebas di alam, tetapi muncul sebagian besar sebagai oksida dan sebagai silikat. Pasir, Quartz, batu kristal,

Universitas Sumatera Utara

Amethyst, Agate, Flint, Jasper dan Opal adalah beberapa macam bentuk Silikon Oksida. Granit, Hornblende, Asbestos, Feldspar, Tanah liat, Mica, dsb merupakan contoh beberapa mineral Silikat. Silikon (Si) merupakan salah satu unsur yang terdapat ada kerak bumi secara berlimpah. Di alam Silikon tidak ditemukan dalam bentuk elemen bebas, melainkan berikatan dengan Oksigen dan elemen lain. Silikon banyak ditemuka dalam bentuk Silika (SiO2). Menurut (Effendi, 2003), silika bersifat tidak larut dalam air maupun asam dan biasanya berada dalam bentuk koloid. Silika terdapat pada hampir semua batuan dan mudah mengalami pelapukan. Sumber alami Silika adalah mineral kuarsa dan Feldspar. Sumber antropogenik silika relatif sangat kecil. Atom Silikon (Si) mempunyai 14 buah elektron, yang terdiri dari 2 elektron pada lintasan pertama, 8 elektron pada lintasan kedua, dan 4 elektron pada lintasan ketiga atau terakhir. Jadi, atom Silikon memiliki 10 elektron yang terikat kuat kepada inti atom, dan 4 elektron valensi yang ikatannya kepada inti atom tidak kuat dan mudah lepas dengan sedikit energi tertentu. Karena atom Silikon memiliki 4 buah elektron valensi, maka ia dikenal dengan istilah atom tetravalen. Untuk menjadi stabil secara kimiawi, sebuah atom Silikon membutuhkan delapan elektron di lintasan valensinya. Maka, setiap atom Silikon akan bergabung dengan atom Silikon lainnya, sedemikian rupa sehingga menghasilkan delapan elektron di dalam lintasan valensinya. Ketika ini terjadi, maka Silikon akan membentuk benda padat, yang disebut kristal. Gambar 2.7 mengilustrasikan gambar 3 Dimensi sebuah atom Silikon yang berikatan dengan 4 atom Silikon tetangganya, sehingga jumlah total elektron atom tersebut pada lintasan valensinya menjadi tetap 8. Hal ini terjadi pula dengan atom-atom Silikon yang lainnya. Karena pusat-pusat atom yang berdekatan mempunyai muatan total positif, maka akan menarik elektron-elektron yang dimiliki bersama tersebut. Gaya-gaya ini akan mengikat kuat atom satu sama lain dengan suatu ikatan yang disebut ikatan kovalen (covalen bonds). Silikon membentuk 25.7% kerak bumi dalam jumlah berat, dan merupakan unsur terbanyak kedua, setelah oksigen. Silikon dipersiapkan secara komersil dengan memanaskan Silika dan karbon di dalam tungku pemanas listrik, dengan menggunakan elektroda karbon. Beberapa metoda lainnya dapat digunakan untuk mempersiapkan unsur ini. Amorphous Silikon dapat dipersiapkan sebagai bubuk cokelat yang dapat dicairkan atau diuapkan. Proses Czochralski biasanya digunakan

Universitas Sumatera Utara

untuk memproduksi kristal-kristal Silikon yang digunakan untuk peralatan semikonduktor. Silikon super murni dapat dipersiapkan dengan cara dekomposisi termal triklorosilan ultra murni dalam atmosfer hidrogen dan dengan proses vacuum float zone.

2.2.3. Pengecoran 2.2.3.1. Sejarah Pengecoran Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4.000 tahun sebelum masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat masih belum diketahui. Awal penggunaan logam adalah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak. Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan. Pengecoran perungu dilakukan pertama di Mesopotamia kira-kira 3.000 SM, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India, dan China. Sementara itu pengecoran ini diteruskan ke Eropa pada tahun 1.500 SM. Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun pada saat H. Bessemer dan W. Siemens membuat baja dari besi yang kasar, dan coran baja di produksi pada pertengahan abad ke-19.

2.2.3.2. Teori Pengecoran Proses pengecoran merupakan proses pembuatan tertua yang sampai saat ini masih terus diterapkan, keunggulan proses pengecoran adalah kemampuannya untuk memproduksi komponen dengan bentuk kompleks secara masal. Terdapat tiga bagian utama proses pengecoran, yang pertama proses pembuatan cetakan pasir. Kedua adalah proses pembuatan inti dan yang ketiga adalah proses peleburan logam. Proses pembuatan cetakan pasir adalah hal terpenting, apabila cetakan sudah siap maka dipasangkan inti dan kemudian dilanjutkan dengan penuangan logam cair. Cairan dibiarkan beberapa lama didalam cetakan sampai membeku, selanjutnya dilakukan pembongkaran dan dilakukan proses finishing.

Universitas Sumatera Utara

Ilmu pengecoran logam terus berkembang dengan pesat. Berbagai macam metode pengecoran logam telah ditemukan dan terus disempurnakan, diantaranya adalah centrifugal casting, investment casting, dan sand casting serta masih banyak lagi metode-metode lainnya. Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder. Untuk menghasilkan tuangan yang berkualitas maka diperlukan pola yang berkualitas tinggi, baik dari segi konstruksi, dimensi, material pola, dan kelengkapan lainnya. Pola digunakan untuk memproduksi cetakan. Pada umumnya, dalam proses pembuatan cetakan, pasir cetak diletakkan di sekitar pola yang dibatasi rangka cetak kemudian pasir dipadatkan dengan cara ditumbuk sampai kepadatan tertentu. Pada lain kasus terdapat pula cetakan yang mengeras/menjadi padat sendiri karena reaksi kimia dari perekat pasir tersebut. Pada umumnya cetakan dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah sehingga setelah pembuatan cetakan selesai pola akan dapat dicabut dengan mudah dari cetakan. Inti dibuat secara terpisah dari cetakan, dalam kasus ini inti dibuat dari pasir kuarsa yang dicampur dengan Air kaca (Water Glass/Natrium Silikat), dari campuran pasir tersebut dimasukan kedalam kotak inti, kemudian direaksikan dengan gas CO2 sehingga menjadi padat dan keras. Inti diseting pada cetakan. Kemudian cetakan diasembling dan diklem. Proses pengecoran dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang pasir cetakan. Hasil pengecoran disebut dengan coran atau benda cor. Proses pengecoran bisa dibedakan atas 2 yaitu proses pengecoran dan proses pencetakan. sembari cetakan dibuat dan diasembling, bahan-bahan logam seperti ingot, scrap, dan bahan paduan, dilebur di bagian peleburan. Setelah logam cair dan homogen maka logam cair tersebut dituang ke dalam cetakan. Setelah itu ditunggu

Universitas Sumatera Utara

hingga cairan logam tersebut membeku karena proses pendinginan. Setelah cairan membeku, cetakan dibongkar. Pasir cetak, inti, dan benda tuang dipisahkan. Pasir cetak bekas masuk ke instalasi daur ulang, inti bekas dibuang, dan benda tuang diberikan ke bagian fethling untuk dibersihkan dari kotoran dan dilakukan pemotongan terhadap sistem saluran pada benda tersebut. Setelah fethling selesai apabila benda perlu perlakuan panas maka diproses di bagian perlakuan panas.

2.2.3.3. Pembuatan coran Untuk membuat coran, harus dilakukan beberapa proses seperti pencairan, pembuatan cetakan, penuangan, pembongkaran dan pembersihan coran. Untuk mencairkan logam bermacam-macam dapur yang dipakai. Umumnya kupola (dapur induksi frekwensi rendah) dipergunakan untuk besi cor, dapur busur listrik (dapur induksi frekwensi tinggi) digunakan untuk baja tuang dan dapur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan, karena dapur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut. Cetakan biasanya dibuat dengan cara memadatkan pasir. Pasir yang dipakai adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Biasanya dicampurkan pengikat khusus seperti air-kaca, semen, resin furan resin fenol (minyak pengering), dan bentonit karena penggunaan zat-zat tersebut memperkuat cetakan atau mempermudah pembuatan cetakan. Selain dari cetakan pasir, dapat juga dipergunakan cetakan logam. Pada penuangan, logam cair mengalir melalui pintu cetakan, maka bentuk pintu cetakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran logam cair. Pada umumnya logam cair dituangkan dengan pengaruh gaya berat, walaupun dapat juga dipergunakan tekanan pada logam cair selama atau setelah penuangan. Pengecoran cetak adalah suatu cara pengecoran dimana logam cair di tekan ke dalam cetakan logam dengan tekanan tinggi. Pengecoran tekanan rendah adalah suatucara pengecoran dimana diberikan tekanan yang sedikit lebih tinggi dari tekanan atmosfir pada permukaan logam dalam dapur, tekanan ini mengakibatkan mengalirnya logam cair ke atas melalui pipa kedalam cetakan. Pengecoran sentrifugal adalah suata cara pengecoran dimana cetakan diputar dan logam cair dituangkan kedalamnya, sehingga logam cair tertekan oleh gaya sentrifugal dan kemudian membeku. Coran bentuk pipa

Universitas Sumatera Utara

dibuat dengan jalan tersebut. Setelah penuangan, coran di keluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian dilakukan pemeriksaan dengan penglihatan terhadap rupa, kerusakan, dan dilakukan pemeriksaan dimensi. Disamping itu berbagai macam pemeriksaan metalurgi dilakukan untuk memeriksa kerusakan dalam, mupamanya dengan pengujian getaran supersonik, atau pemeriksaan radiografi. Selanjutnya dilakukan pengujian kekuatan, struktur mikro dan komposisi kimia di uji pada spesimen. Mudah atau tidaknya pembuatan coran tergantung pada bentuk dan ukuran benda coran. Disamping itu coran-coran yang memerlukan ketelitian atau sudut-sudut tajam susah untuk dibuat. Oleh karena itu untuk membuat coran yang baik, perencanaan dan pembuatan coran perlu dimengerti dengan sebaik-baiknya.

2.2.3.4. Sifat coran Al-Si Paduan Al-Si biasa disebut dengan Silumin. Penambahan unsur Mg dan Cu akan meningkatkan kekerasan pada saat panas sehingga dapat digunakan untuk permesinan. Paduan ini juga banyak digunakan sebagai elektroda terutama untuk pengelasan yang mengandung Silikon. Paduan Al-Si ini sifat fluiditasnya baik, memiliki permukaan bagus tanpa kegetasan panas dan sangat baik untuk paduan coran, memiliki ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefesien pemuaian kecil. Silumin alloy Al, Si ditambah dengan Mg, Mn, Cu, cast alloy jenis ini juga ada yang no heat treatable dan high treatable dimana Cu dan Si merupakan unsur paduan utama pada non heat-treatable cost alloy. Komposisi 5% Silikon dan Tembaga dalam Aluminium memiliki karakteristik fluiditas yang baik dan titik didih rendah, sedangkan untuk komposisi 12-13% Silikon dan Tembaga memiliki karakterisitik titik cair didih yang tinggi, penyusutan besar, permukaan bagus, dan sifat tahan korosi yang baik.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Pengaruh % Si terhadap sifat Aluminium Type

Komposisi

Karakteristik

Low Si

5% Si Cu, balance Alloy yang berfluidity baik dan titik Al didih rendah

High Si

12-13%Si, 0,5 Na Alloy yang titik cair didih tinggi, sisa Al penyusutan besar, permukaan bagus, sifat tahan korosi baik

Sumber : (www.metallographic.com)

2.2.4. Pengujian Ketangguhan Impak (Impact Toughness Test/Impact Charpy Test) Bahan-bahan digunakan untuk membangun struktur yang menahan suatu beban. Seorang insinyur perlu mengetahui jika bahan akan bertahan pada kondisi dimana struktur akan dipergunakan. Faktor yang penting yang mempengaruhi ketangguhan dari sebuah struktur

meliputi pengujian temperatur

rendah,

pembebanan lebih, dan laju regangan tinggi terhadap angin atau impak (benturan) dan efek dari konsentrasi tegangan seperti takikan dan retakan. Hal tersebut cenderung untuk mendorong terjadinya perpatahan. Untuk hal yang lebih luas, interaksi kompleks dari faktor-faktor ini dapat dimasukkan dalam proses desain dengan menggunakan teori mekanisme perpatahan. Pengujian untuk ketangguhan impak, seperti halnya pengujian Impact Charpy, telah dikembangkan sebelum teori mekanika perpatahan tersedia. Pengujian impak adalah sebuah metode untuk mengevaluasi ketangguhan relatif dari bahanbahan teknik. Pengujian Impact Charpy secara kontinyu digunakan pada saat ini sebagai metode kontrol kualitas yang ekonomis untuk memperkirakan sensitifitas takikan dan ketangguhan impak dari bahan-bahan teknik. Hal ini biasanya digunakan untuk menguji ketangguhan logam-logam. Pengujian yang serupa dapat digunakan untuk polimer, keramik dan komposit.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Alat uji Impact Charpy (Lab Ilmu Logam USU)

Gamber 2.2. Spesimen uji (http://www.buzzle.com)

Benda uji dipatahkan dengan benturan dari sebuah palu pendulum yang berat, yang jatuh dari jarak tetap (energi potensial yang konstan) untuk membentur benda uji dengan kecepatan yang tetap (energi kinetik yang konstan). Bahan-bahan yang tangguh (tough) menyerap banyak energi ketika dipatahkan dan bahan-bahan yang getas (brittle) menyerap energi sangat sedikit. Energi impak yang diukur dengan pengujian Charpy adalah usaha yang dilakukan untuk mematahkan benda uji. Pada Impak, spesimen berubah bentuk secara elastis sampai peluluhan tercapai (deformasi plastik); dan sebuah zona plastis berkembang pada takikan. Ketika pengujian dilanjutkan, perubahan spesimen oleh impak menyebabkan usaha pada zona plastis mengeras. Hal ini mengingkatkan tegangan dan regangan pada zona plastis sampai specimen patah. Energi impak total tergantung pada ukuran dari benda uji, dan standar ukuran benda uji yang digunakan untuk dibandingkan diantara bahan-bahan yang berbeda. Energi impak dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti halnya: -

Kekuatan peluluhan dan keuletan

-

Takikan

-

Suhu dan laju regangan

Universitas Sumatera Utara

-

Mekanisme perpatahan

Peningkatan kekuatan luluh oleh mekanisme tersebut kemudian

akan

menurunkan energi impak ketika usaha plastis yang kecil dapat terjadi sebelum regangan pada zona plastis yang cukup untuk mematahkan benda uji. Peningkatan kekuatan luluh dapat juga mempengaruhi energi impak disebabkan oleh perubahan mekanisme perpatahan. Takikan pada benda uji mempunyai dua efek. Keduanya dapat menurunkan energi impak.Pertama, konsentrasi tegangan dari takikan menyebabkan peluluhan atau deformasi plastis terjadi pada takikan. Suatu daerah plastis dapat berkembang pada takikan, dimana akan menurunkan jumlah total deformasi plastik pada benda uji. Hal ini menurunkan usaha yang dilakukan oleh deformasi plastik sebelum perpatahan. Kedua, pembatasan deformasi pada takikan meningkatkan tegangan tarik di zona plastis. Tingkat pembatasan tergantung pada kerumitan takikan (kedalaman dan keruncingan). Peningkatan tegangan tarik mendorong perpatahan dan menurunkan usaha yang dilakukan oleh deformasi plastis sebelum perpatahan terjadi.

Gambar 2.3. Skematik kurva transisi ulet ke getas (http://www.buzzle.com/articles/aluminum) Transisi suhu bisa didefinisikan dengan menggunakan energi impak rata-rata antara nilai tertinggi dan nilai terendah. Suatu transisi suhu dapat juga didefinisikan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan ekspansi lateral benda uji (suatu pengukuran sejumlah deformasi plastis), atau perubahan dalam bentuk permukaan perpatahan. Harga impak dapat dihitung dengan formula: E = P . D (Cos β – Cos α) Dimana :

E = Energi yang diserap dalam satuan (Joule) A = Sudut Pemukulan (147o rad) B = Sudut akhir pemukulan (rad) P = Konstanta (251,3 N) D = Konstanta (0,6495 m)

Atau bisa juga dengan formula: Hi = E/A Dimana:

E = Energi yang diserap dalam satuan (Joule) A = Luas penampang dibawah takik dalam satuan mm2

Gambar 2.4. Bentuk dan dimensi benda uji impak berdasarkan ASTM E23-56T (http://webmineral.com/data/Aluminum.shtml)

Universitas Sumatera Utara

2.2.5. Pengujian Kekerasan (Hardness Test) Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni : -

Brinell (HB/BHN)

-

Rockwell (HR/RHN)

-

Vickers (HV/VHN)

-

Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)

Gambar 2.5. Alat uji kekerasan material logam (Lab Ilmu Logam USU)

Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Penguian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat

Universitas Sumatera Utara

penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada : -

Permukaan material

-

Jenis dan dimensi material

-

Jenis data yang diinginkan

-

Ketersedian alat uji

2.2.5.1. Metode Brinell Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

2.2.5.2. Metode Vickers Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

2.2.5.3. Metode Rockwell Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : -

HRa (Untuk material yang sangat keras).

Universitas Sumatera Utara

-

HRb (Untuk material yang lunak).

-

HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang).

2.2.5.4. Metode Micro Hardness Pada pengujian ini identor-nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop meberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau emngukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan. Rumus perhitungan Brinell Hardness Number(BHN) :

Dimana:

P = beban penekan (Kg) D = diameter bola penekan (mm) d = diameter lekukan (mm)

2.2.6. Equotip Hardness Tester Equotip Hardnes Terster adalah salah satu alat uji kekerasan (hardness) dengan menggunakan alat uji Equotip tipe 3. Alat ini menggunakan perangkat canggih dengan perhitungan komputerisasi. Dengan metode pantulan dinamis dari bola yang terdapat pada salah satu perangkatnya, hasilnya akan langsung kelur pada layar display dan bisa dibaca. Penggunaannya sangat praktis, bisa dibawa kemanamana (portable) dan akurat. Terdapat beberapa kelebihan-kelebihan pada alat ini, diantaranya: -

Cocok untuk hampir semua jenis logam

-

Digunakan dalam pengujian untuk maintenance peralatan teknik untuk tingkat produksi

-

Bisa digunakan dalam pengujian yang memiliki dimensi yang besar

-

Bisa juga digunakan untuk menguji komponen mesin yang terletak pada tempat yang sempit.

Universitas Sumatera Utara

Equotip 3 adalah solusi pengujian kekerasan portabel yang serba guna yang menggunakan teknik pantulan dinamis Leeb yang ditemukan oleh Proceq. Proceq telah menggabungkan teknologi saat ini dan pengetahuan Equotip yang telah diperolehnya selama lebih dari 35 tahun untuk menciptakan Equotip 3 – sebuah instrumen portabel yang menawarkan kemampuan yang beragam dan pengoperasian yang mudah.

Gambar 2.6. Equotip 3 Hardness Tester (Lab Ilmu Logam USU)

2.2.7. Metallography Test (foto mikro) Hubungan antara struktur mikro dengan sifat mekanik logam dipengaruhi oleh kuantitas fasa, ukuran fasa dan pengaruh bentuk fasa. Paduan Al-Si memiliki kombinasi karakteristik yang baik antara lain castability, ketahanan korosi yang baik (good corossion resistance), ketahanan aus (wear resistance), dan mampu mesin yang baik (machinability). (Granger dan Elliott, 1998).

Gambar 2.7. Struktur mikro dari Aluminium murni (www.metallographic.com)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8. Struktur mikro dari paduan Aluminium-Silikon. Gambar (a) merupakan paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar (b) merupakan paduan Al-Si dengan perlakuan termal. Gambar (c) adalah paduan Al-Si dengan perlakuan termal dan penempaan. Perhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur mikro semakin baik (www.metallographic.com)

Setiap spesimen yang akan di lakukan pengujian seharusnya dilakukan foto mikro, tujuannya adalah untuk menganalisa struktur pada benda uji atau spesimen. Pengambilan foto dilakukan dengan menggunakan mikroskop optic tipe MM 10 A serta didukung oleh software-nya, sebelum dilakukan pengambilan gambar spesimen terlebih dahulu di polishing sedemikian rupa agar foto yang didapat menjadi maksimal. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada metalografi adalah sebagai berikut:

2.2.7.1. Pemotongan (Cutting) Spesimen Secara teknis proses permesinan mulai dilakukan orang sejak diperkenalkan mesin koter (boring machine) oleh Wilkinson pada tahun 1775 yang digunakan untuk membuat komponen mesin uap James Watt. Pada saat itu konsep ketelitian dan ketepatan mulai di anut karena komponen mesin memerlukan ketelitian dan

Universitas Sumatera Utara

ketepatan pembuatan yang tinggi. Dalam perkembangannya, sesuai dengan kemajuan teknologi pembuatan komponen logam yang lain. Setelah dilakukan proses pencetakan dan spesimen dikeluarkan dari cetakan maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah proses pemotongan. Tujuan dari proses pemotongan (Cutting) ini adalah untuk membentuk spesimen uji yang kita inginkan. Pemotongan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan proses sekrap (shaping/planing). Proses sekrap merupakan proses yang hampir sama dengan proses bubut, dalam hal ini gerak potongannya bukan gerakan rotasi, melainkan gerakan translasi yang dilakukan oleh pahat (pada mesin sekrap) atau oleh benda kerja (pada mesin sekrap meja). Cara kerjanya yaitu, benda kerja dipasang pada meja sementara pahat (serupa dengan pahat bubut) dipasangkan pada pemegangnya. Kedalaman potong dapat ditetapkan dengan cara menggeser pahat melalui skala pada pemutar. Gerak makan seperti halnya pada proses bubut dapat dipilih dan pada saat langkah baik berakhir di meja atau pahat bergeser sejauh harga yang dipilih tersebut. Panjang langkah pemotongan diatur sesuai dengan panjang benda kerja ditambah dengan jarak pengawalan dan jarak pengakhiran. Apabila hal ini talah ditetapkan maka perbandingan kecepatan menjadi tertentu harganya (tergantung dari konstruksi mesin). Dalam hal ini kecepatan mundur (tidak memotong) harus lebih tinggi daripada kecepatan maju (memotong). Kecepatan potong rata-rata dan kecepatan makan ditentukan oleh jumlah langkah per menit yang akan dipilih dan diatur pada mesin perkakas yang bersangkutan.

2.2.7.2. Bingkai (Mounting) Spesimen Dalam pemilihan material untuk mounting, yang perlu diperhatikan adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu indikasi, dari karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan terhadap distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus dapat melkukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil dan bentuk permukaan yang tidak beraturan. Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen

Universitas Sumatera Utara

lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain.Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan.Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk materialmaterial yang keras.Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb.in-2) dan panas (1490˚C) pada mold saat mounting. 2.2.7.3. Pengamplasan (Grinding) Spesimen Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan

timbulnya

panas

pada

permukaan

spesimen.

Sedangkan

pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan. Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa proses, partikelpartikel tersebut dsisatukan sehingga berbentuk blok dimana permukaan yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi dengan partikel abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat banyak. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran

Universitas Sumatera Utara

permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas.

2.2.7.4. Pemolesan (Polishing) Spesimen Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benarbenar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan. Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam. Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain. Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat kain yang menyangga partikel.

Universitas Sumatera Utara

2.2.7.5. Etsa (Etching) Spesimen Etsa dilakukan dalam proses metalografi adalah untuk melihat struktur mikro dari sebuah spesimen dengan menggunakan mikroskop optik. Spesimen yang cocok untuk proses etsa harus mencakup daerah yang dipoles dengan hati-hati, yang bebas dari deformasi plastis karena deformasi plastis akan mengubah struktur mikro dari spesimen tersebut. Etsa dapa dibagi menjadi dua jenis, yitu: a. Etsa Kimia merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain : Nitrid Acid / Nital (Asam Nitrit + Alkohol 95%), Picral (Asam Picric + Alkohol), Ferric chloride, Hydroflouric acid, dll. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4 ± 30 detik), dan setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan Alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering. b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik) merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa.Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.Pengamatan struktur makro dan mikro. Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu: a. Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100 kali. b. Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9. Alat uji struktur mikro yaitu mikroskop optic (Lab Ilmu Logam USU)

Gambar diatas yaitu alat uji struktur mikro, yang fungsinya untuk mengambil gambar dari spesimen yang di uji dengan ukuran 200 x pembesaran (Metalografi). Berikut ini adalah contoh gambar hasil pengujian metalografi pada Al-Si.

Gambar 2.10. Hasil foto mikro dari Al-Si (www.metallographic.com)

Universitas Sumatera Utara