Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

40 downloads 76 Views 328KB Size Report
oleh aliran sungai dan terendapkan karena berat jenis yang tinggi. Emas ... Batuan berkadar emas rendah merupakan batuan yang mengandung emas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Emas Emas adalah logam mineral yang merupakan salah satu bahan galian logam yang bernilai tinggi baik dari sisi harga maupun sisi penggunaan. Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Emas terdapat di alam dalam dua tipe deposit, pertama sebagai urat (vein) dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Lainnya yaitu endapan atau placer deposit , dimana emas dari batuan asal yang tererosi terangkut oleh aliran sungai dan terendapkan karena berat jenis yang tinggi. Emas terbentuk karena adanya kegiatan vulkanisme, bergerak berdasarkan adanya thermal

atau

panas di dalam bumi. Dalam proses geokimia, emas biasanya dapat diangkut dalam bentuk larutan komplek sulfida atau klorida. Pengendapan emas sangat tergantung kepada besarnya perubahan pH, H2S, oksidasi, pendidihan, pendinginan, dan adsorpsi oleh mineral lain. Sebagai contoh, emas akan mengendap jika suasana menjadi sedikit basa dan terjadi perubahan dari reduksi menjadi oksidasi. Atau emas akan mengendap jika terikat mineral lain, seperti pirit. (Nelson, 1990). Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa. Tingkat kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs). Berat jenisnya dipengaruhi oleh jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Umumnya emas didapatkan dalam bentuk bongkahan, tetapi di Indonesia hal tersebut sudah jarang ditemukan. Batuan berkadar emas rendah merupakan batuan yang mengandung emas lebih kecil dari 100 mg emas dalam 1 kg batuan. Emas ialah unsur kimia dalam sistem periodik unsur dengan simbol Au (aurum) dan nomor atom 79. Emas

Universitas Sumatera Utara

merupakan logam lembut, berkilat, berwarna kuning, padat, dan tidak banyak bereaksi dengan kebanyakan bahan kimia, walau dapat bereaksi dengan klorin, fluorin dan akua regia. Logam ini selalu ada dalam bentuk bongkahan dan butiran batuan maupun dalam pendaman alluvial. (Esna, 1988). Kenampakan fisik bijih emas hampir mirip dengan pirit, markasit, dan kalkopirit dilihat dari warnanya, namun dapat dibedakan dari sifatnya yang lunak dan berat jenis tinggi. Emas berasosiasi dengan kuarsa, pirit, arsenopirit, dan perak. Emas terdapat di alam dalam dua tipe deposit. Pertama sebagai urat/vein dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Endapan lain adalah placer deposit, dimana emas dari batuan asal yang tererosi terangkut oleh aliran sungai dan terendapkan karena berat jenis yang tinggi. Selain itu, emas sering ditemukan dalam penambangan bijih perak dan tembaga. (Addison, 1980). 2.1.1. Sifat-sifat Fisik dan Kimia Emas Logam emas merupakan logam yang tahan akan korosi,mudah ditempa dan relatif stabil di alam karena tidak banyak bereaksi dengan kebanyakan bahan kimia. Oleh karena itu, logam ini banyak dimanfaatkan di berbagai kehidupan manusia. Pada saat ini, emas banyak digunakan sebagai perhiasan, cadangan kekayaan negara, medali, elektroda, dan komponen di dalam komputer. Oleh karena itu, emas memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pada tabel 2.1 berikut ini ditampilkan sifat-sifat fisik dan kimia dari logam emas.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Data Sifat Fisik dan Kimia Emas Sifat

Nilai

Nomor atom

79

Massa atom relative

196,9665 gram.mol-1

Konfigurasi electron

[Xe] 4f14 5d10 6s1

Titik leleh

1337 K (1064°C)

Titik didih

3081 K (2808°C)

Jari-jari atom (Kisi Au)

0,1422 nm

Massa jenis (pada 273 K)

19,32 gram.cm-3

Struktur kristal

Oktahedron dan Dodekahedron

Warna logam

Kuning

Keelektronegatifan (skala Pauling)

2,54

Sifat magnetik

Diamagnetik

Sumber : Chemistry of Precious Metals 2.1.2. Jenis-jenis Bijih Emas dan Distribusinya di Indonesia Emas umumnya didapatkan dari batuan atau mineral. Mineral ikutan umumnya adalahkuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, electrum, emas telurida, dan sejumlah kecil mineral non logam. Namun, karena sifat kimia dari logam emas yang relatif tidak reaktif maka emas dapat diemukan dalam bentuk nativ atau bentuk murninya. Sejumlah paduan dan senyawa emas juga dapat ditemukan dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Emas banyak digunakan sebagai barang perhiasan dan cadangan devisa. Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di

Universitas Sumatera Utara

Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (Setiabudi, 2005). 2.2. Metalurgi Metalurgi adalah proses pengolahan bahan-bahan alam menjadi logam unsur yang selanjutnya menjadi logam dengan sifat-sifat yang diinginkan. Bahan anorganik alam yang ditemukan di kerak bumi disebut mineral, contohnya bauksit dan aluminosilikat, sedang mineral yang dapat dijadikan sumber untuk memproduksi bahan secara komersial disebut bijih. Bijih logam yang paling umum adalah berupa oksida, sulfida, karbonat, silikat, halida dan sulfat. (Rosenqvist, 1974). Metalurgi melalui tiga tahapan, yaitu: a. Pemekatan Bijih Di dalam bijih mengandung batuan tak berharga yang disebut batureja (ganggue). Pemekatan bijih bertujuan untuk menyingkirkan sebanyak mungkin batureja. Biji dihancurkan dan digiling sehingga butiran terlepas dari batureja. Pemisahan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara fisis seperti pengapungan (flotasi) atau penarikan dengan magnet. Pada proses pengapungan, bijih yang telah dihancurkan diberi minyak tertentu. Mineral akan melekat pada buih sehingga terlepas dari batureja atau batureja akan melekat pada buih. b. Peleburan Peleburan (smelting) adalah proses reduksi bijih sehingga menjadi logam unsur yang dapat digunakan berbagai macam zat seperti karbid, hidrogen, logam aktif atau dengan cara elektrolisis. Pemilihan zat pereduksi ini tergantung dari 3 kereaktifan masing-masing zat. Makin aktif logam makin sukar direduksi, sehingga sehingga diperlukan pereduksi yang lebih kuat. Logam yang kurang aktif seperti tembaga dan emas dapat direduksi hanya dengan pemanasan. Logam dengan kereaktifan sedang seperti besi, nikel dan timah dapat direduksi dengan karbon, sedang logam aktif seperti magnesium dan aluminium dapat direduksi dengan elektrolisis. Seringkali proses peleburan ditambah

Universitas Sumatera Utara

dengan fluks, yaitu suatu bahan yang mengikat pengotor dan membentuk zat yang mudah mencair, yang disebut terak. c. Pemurnian Pemurnian (refining) adalah penyesuaian komposisi kotoran dalam logam kasar. Beberapa cara pemurnian antara lain elektrolisis, destilasi, peleburan. (Jakson, 1986). 2.3. Sianida Sianida adalah senyawa yang termasuk B-3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sehingga pada pemakaiannya sebagai pelarut proses pengambilan logam emas, konsentrasinya dibatasi sampai 1500 ppm. Proses pemurnian ini didasarkan pada proses yang terdiri dari bijih dengan suatu larutan natrium sianida atau suatu ekivalen sianida lalu setelah memisahkan larutan dari pengotor, presipitasi emas, biasanya dilakukan dengan zink atau aluminium dan kadang-kadang dengan logam lain. Senyawa asam sianida stabil pada pH < 7 karenanya, senyawa NaCN mudah berubah bentuk menjadi asam sianida yang sangat beracun pada suasana asam. Agar senyawa sianida tetap sebagai NaCN maka, pH larutan harus dijaga agar tetap dalam suasana basa. Pembentukan HCN dari NaCN dapat terjadi karena adanya absorpsi CO2 dari udara, menurut reaksi berikut: CO2 + H2O → H2CO3 H2CO3 + CN- → HCN + (HCO3)Kebasaan larutan harus dijaga pada pH 10-11 biasanya dengan cara menambahkan kapur, tetapi kebasaan yang terlalu tinggi (pH>11) akan menurunkan kelarutan emas di dalam larutan sianida. Oksigen dan sianida sangat diperlukan pada proses sianidasi bijih emas, karena kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi kedua senyawa ini. Penelitian menunjukkan bahwa kecepatan pelindian Au akan meningkat dengan naiknya konsentrasi sianida. Pada konsentrasi sianida rendah, kecepatan pelindian hanya

Universitas Sumatera Utara

tergantung pada konsentrasi sianida (konsentrasi oksigen tidak mempengaruhi), tetapi pada konsentrasi tinggi, kecepatan pelindian hanya tergantung pada konsentrasi oksigen. Proses sianidasi dikontrol oleh konsentrasi oksigen dan konsentrasi sianida di dalam larutan, agar dicapai persen ekstraksi yang tinggi maka keberadaan kedua senyawa ini di dalam larutan harus diamati dengan baik, artinya tidak ada manfaatnya meningkatkan konsentrasi sianida tetapi ternyata konsentrasi oksigen di dalam larutan rendah. Di dalam bijih emas biasanya terdapat berbagai mineral sulfida seperti pirit, galena, arsenopirit, kalkopirit, kovelit, kalkosit. Mineral-mineral logam ini umumnya akan ikut terlarut ke dalam larutan sianida, sedang mineral pengotor kuarsa tidak larut ke dalam larutan sianida. Cu2S + 6 CN- → 2[Cu(CN)3]2- + S2Zn2S + 4 CN- → 2[Zn(CN)4]2- + S2FeS + 6 CN- + 2O2 → [Fe(CN)6]4- + [SO4]2Ion sulfida yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk tiosianat yang tidak mempengaruhi kelarutan emas: S2- + CN- + 0,5 O2 + H2O → CNS- + 2 OHJuga akan teroksidasi menjadi tiosulfat: S2- + 2 O2 + H2O → [S2O3]- + 2 OHReaksi-reaksi di atas menunjukkan bahwa adanya mineral pengotor dapat memperlambat kecepatan pelarutan. Apabila terbentuk ion sulfida maka dapat ditambahkan garam Pb seperti Pb oksida, Pb nitrat, atau Pb asetat sebelum proses sianidasi yang akan mengendapkanion sulfida dalam bentuk Pb sulfida yang tidak larut dalam air. Salah satu cara lain adalah dengan menambahkan kapur Ca(OH)2

Universitas Sumatera Utara

juga sebelum proses sianidasi, sehingga mineral sulfida akan terdekomposisi dan akhirnya mengendap seabagai CaSO4 sesuai reaksi: FeS + 2OH- → Fe(OH)2 + S22Fe(OH)2 + 0,5 O2 + H2O → 2Fe(OH)3 S2- + 2O2 → [SO4]2[SO4]2- + Ca2+ → CaSO4

(Sudarsono, 2003).

2.4. Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemisahan berdasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Terdapat dua metoda pilihan yang dapat diterapkan dalam ekstraksi emas yaitu sianidasi dan amalgamasi. Dalam mengekstraksi logam dari bijihnya, tidak semua tahapan proses harus dilakukan. Apabila suatu bijih secara teknologi dapat diolah langsung dengan proses hidrometalurgi, maka faktor selanjutnya yang mempengaruhi pemilihan proses adalah faktor ekonomis. Dalam skala industri, pelindian sianidasi merupakan suatu proses hidrometalurgi yang paling ekonomis dan hingga kini telah diterapkan pada berbagai pabrik pengolahan emas di dunia. Istilah proses pelindian yang selektif dipakai dengan tujuan agar dapat memilih pelarut tertentu yang dapat melarutkan logam berharga tanpa melarutkan pengotornya. Logam emas sangat mudah larut dalam KCN, NaCN, dan Hg, sehingga emas dapat diambil dari mineral pengikatnya melalui amalgamasi (Hg) atau dengan menggunakan larutan sianida (biasanya NaCN). Selain itu emas dapat larut pada aquaregia, dengan persamaan reaksi : Au(s) + 4HCl(aq) + HNO3(aq) → HAuCl4(aq) + NO (g) + 2H2O(l) Untuk keperluan ekstraksi dari bijihnya, proses dengan melibatkan senyawa sianida dapat diterapkan pada ekstraksi logam emas. Emas membentuk berbagai senyawa kompleks. Emas (I) oksida, Au2O adalah salah satu senyawa yang stabil dengan tingkat oksidasi +1, seperti halnya tembaga, tingkat oksidasi +1 ini hanya

Universitas Sumatera Utara

stabil dalam senyawa padatan, karena semua larutan garam emas (I) mengalami disproporsionasi menjadi logam emas dan ion emas (III) menurut persamaan reaksi : 3Au+(aq) → 2Au (s) + Au3+(aq)

(Bertrand, 1895).

Pada pelindian sianidasi para peneliti sepakat bahwa sebelum membentuk senyawa kompleks dengan ion sianida, logam emas harus teroksidasi dahulu menjadi ion emas. Prosesnya merupakan proses redoks (reduksi-oksidasi) dimana ion sianida membentuk senyawa kompleks kuat dengan ion Au+ dan diiringi dengan reduksi oksigen di permukaan logam menjadi hidrogen peroksida atau menjadi hidroksil seperti reaksi berikut ini : Oksidasi

: Au → Au+ + e

Pembentukan kompleks

: Au+ + 2CN- → [Au(CN)2]-

Reduksi

: O2 + 2H2O + 2e → H2O2 + 2OHO2 + 2H2O + 4e → 4OH-

Persamaan reaksi yang umum digunakan untuk pemisahan emas dalam larutan alkali sianida adalah : 2Au + 4CN- + ½O2 + 2H2O → 2(Au(CN)2- + 2OHMekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia. Hidrogen peroksida telah dideteksi dalam larutan sianida dimana emas telah terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida. 2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2(Au(CN)2- + 2OH- + H2O2 Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida. 2Au + 4CN- + H2O2 → 2(Au(CN)2- + 2OH-

(Chirstie, 1986).

Metode pelarutan emas dengan sianida, antara lain adalah :

Universitas Sumatera Utara

a) Metode heap leaching (pelindian tumpukan) yaitu pelindian emas dengan cara menyiramkan larutan sianida pada tumpukan bijih emas (diameter bijih < 10 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur. Air lindian yang mengalir di dasar tumpukkan yang kedap kemudian di kumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Kemampuan ekstraksi emas berkisar 35 – 65 %. b) VAT leaching : pelindian emas yang dilakukan dengan cara merendam bijih emas (diameter bijih < 5 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada bak kedap. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk dilakukan proses berikutnya. Proses pelindian berlangsung antara 3 – 7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk pengolahan bijih yang baru. Kemampuan ekstraksi emas berkisar 40 – 70 %. c) Agitated tank leached : pelindian emas yang dilakukan dengan cara merendam bijih emas (diameter < 0.15 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada suatu tangki dan selalu diaduk atau diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Kemampuan ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %. Pemisahan logam emas dari larutannya, dilakukan dengan cara: a) Pengendapan dengan menggunakan serbuk Zn (Zinc precipitation/ Process Merill Crowe). Penggunaan serbuk seng (Zn) merupakan salah satu cara yang efektif untuk larutan yang mengandung konsentrasi emas kecil. Serbuk seng yang ditambahkan ke dalam larutan kaya, akan mengendapkan logam emas dan perak dalam bentuk ikatan seng emas yang berwarna hitam. Proses selanjutnya dilakukan penambahan asam sulfat pada endapan tersebut yang akan melarutkan Seng dan meninggalkan emas sebagai residunya. Untuk meningkatkan perolehan emas dari proses merill crowe dilakukan dengan cara melebur emas yang dicampur dengan borax dan siliceous fluxing agent pada temperatur 1200 ºC.

Universitas Sumatera Utara

b) Penyerapan dengan menggunakan karbon aktif. Penyerapan dengan menggunakan karbon aktif saat ini banyak digunakan dalam proses sianidasi pada skala industri pertambangan besar maupun pertambangan rakyat di Indonesia. Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa,maupun arang kayu yang lain dengan ukuran pallet yang dipergunakan umumnya berdiameter antara 1- 2 mm. Kemampuan penyerapan emas dari arang batok kelapa ini mencapai 10 – 15 g emas untuk setiap kg-nya, namun umumnya hanya berkisar 2 – 5 g emas untuk setiap kgnya. Karbon aktif dapat digunakan pada larutan kaya yang sudah jernih melalui kolom maupun pada tangki pelindian, baik itu dengan cara menggantungkan karbon yang terletak pada kantong permeable (carbon in leach-CIL) maupun dengan mencampurkan karbon aktif langsung pada bubur campuran bijih (carbon in pulpCIP). Proses selanjutnya dilakukan pemisahan emas dari karbon yang dapat dilakukan dengan beberapa cara: (1) Membakar karbon yang mengandung emas sehingga yang akan tertinggal berupa abu dan logam emas. Cara ini paling sederhana namun sulit dikontrol apabila dilakukan di tempat terbuka. Jika terdapat kandungan merkuri dalam karbon tersebut akan menghasilkan asap merkuri yang beracun yang akan membayakan penambang dan lingkungan. (2) Merendam karbon (carbon stripping) tersebut pada larutan yang mengandung 2 g sianida per liter larutan dan dipanaskan sampai mendekati temperatur didih air (80 – 90 ºC) pada tangki baja (stainless steel) selama paling tidak 2 hari. Larutan hasil proses ini kemudian diolah dengan proses merill crowe di atas atau dengan cara electro winning. (Permen-LH No.23 Tahun 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.5. Elektrolisis Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit oleh arus listrik searah dengan menggunakan dua macam elektroda. Pada sel elektrolisis energi listrik menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Dalam larutan elektrolit, zat terlarut mengalami ionisasi. Kation (ion positif) akan bergerak ke katoda, dan anion (ion negatif) akan bergerak ke anoda. Elektroda tersebut adalah katoda (elektroda yang dihubungkan dengan kutub negatif) dan anoda (elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif). Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, yaitu anion (ion negatif) ditarik oleh anoda dan jumlah elektronnya berkurang sehingga bilangan oksidasinya bertambah, sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi. Pada elektrolisis, potensial sel ditentukan untuk mengetahui elektroda mana yang akan berperan sebagai elektroda positif dan negatif. Harga potensial oksidasireduksi biasanya dinyatakan sebagai potensial reduksi standar, yaitu potensial reduksi bila pereaksi dan hasil reaksi mempunyai aktivitas satu (a=1) dan reaksinya reduksi. Jika potensial reduksi positif berarti mudah tereduksi, tetapi jika negatif berarti sukar tereduksi (mudah teroksidasi). Emas biasanya juga dimurnikan dari larutan sianida melalui elektrolisis. Proses ini melibatkan penggunaan larutan alkali sianida sebagai elektrolit dalam suatu sel dimana besi merupakan suatu katoda dengan harga potensial reduksi +0,77 volt dan aluminium sebagai anoda dengan potensial reduksi -1,66 volt. Reaksi sel yang terjadi adalah sebagai berikut : 2(Au(CN)2)- + 2OH- → 2Au + 4CN- + H2O + ½O2 2.5.1. Sel Elektrokimia dengan Elektroda Aluminium Reaksi Pada Katoda Reaksi pada katoda adalah reduksi terhadap kation. Jadi yang diperhatikan hanya kation saja. 1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkali tanah, ion logam Al3+ dan ion Mg2+, maka ion-ion logam ini tidak dapat direduksi dari

Universitas Sumatera Utara

larutan. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas Hidrogen ( H2 ) pada 2 H2O +

2e

katoda. →

2 OH-

+

H2

2. Jika larutan mengandung asam, maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas hidrogen pada katoda 2H+ +

2e



H2

3. Jika larutan mengandung ion-ion lain, maka ion-ion logam ini akan direduksi menjadi masing-masing logamnya dan logam yang terbentuk itu diendapkan pada permukaan batang katoda. Au2+ + 2 e



Au

Reaksi Pada Anoda Elektroda pada anoda, elektrodanya dioksidasi menjadi ionnya. Contoh

: Au



Au2+

+

2e

Al



Al3+

+

3e

Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari aluminium, beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut : Anoda

: Au



Au2+

+

2e

Katoda

: 2 H2O + 2 e



H2

+

2 OH-

2 H+

+2e

→ H2

O2

+ 4 H+ + 4e



2 H2O

(Suaib, 1994 )

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Hukum Faraday Akibat aliran arus listrik searah ke dalam larutan elektrolit akan terjadi perubahan kimia dalam larutan tersebut. Menurut Michael Faraday (1834) lewatnya arus 1 F mengakibatkan oksidasi 1 massa ekivalen suatu zat pada suatu elektroda (anoda) dan reduksi 1 massa ekivalen suatu zat pada elektroda yang lain (katoda). Hukum Faraday I: Massa zat yang timbul pada elektroda karena elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah listrik yang mengalir melalui larutan, disimbolkan dengan : W=

e.i, t F

atau

W =

e.i.t 96.500

dimana W = massa zat yang dihasilkan e = massa ekivalen i = arus yang mengalir ( Ampere) t = waktu (detik) Hukum Faraday II : Massa dari macam-macam zat yang diendapkan pada masing-masing elektroda oleh sejumlah arus listrik yang sama banyaknya akan sebanding dengan berat ekivalen masing-masing zat tersebut. Rumus: m1 : m2 = e1 : e2 m = massa zat (gram) e = beret ekivalen = Ar/Valensi = Mr/Valensi (Keenan, 1986).

Universitas Sumatera Utara

2.6. Spektrometri Serapan Atom Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer ketika mengamati garis-garis hitam pada spectrum sinar matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang warga Negara Australia bernama alan walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofometri atau metoda analisis spektrografik. Beberapa cara ini sulit dilakukan dan memakan waktu. Oleh karena itu, cara spektrografik tersebut segera digantikan dengan spektrometri serapan atom. Pada Gambar diperlihatkan bentuk instrument spektrometer serapan atom.

Gambar 2.1. Spektrometri Serapan Atom

Jika cahaya dengan panjang gelombang tertentu yang sesuai mengenai atom yang berada dalam keadaan dasar, maka atom dapat menyerap energi cahaya tersebut untuk berpindah ke keadaan dasar tereksitasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. Proses ini disebut sebagai serapan atom dan menjadi dasar untuk spektrofotometri serapan atom.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Proses saat Atom menyerap energi pada panjang

gelombang

tertentu Panjang gelombang sinar yang diserap bergantung pada konfigurasi elektron dari atom sedangkan intensitasnya bergantung pada jumlah atom dalam keadaan dasar. Kedua fenomena ini menjadi dasar untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Keberadaan unsur logam lain dalam cuplikan tidak akan mengganggu proses analisis sehingga tidak perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu. 2.6.1. Teori Spektrometri Serapan Atom Metode spektrometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom tertentu. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Panjang gelombang yang dipilih harus menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum. Inilah yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasi. Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. (Hoang, 1998).

Universitas Sumatera Utara

2.6.2. Cara Kerja Spektrometri Serapan Atom Setiap alat spektrometri serapan atom terdiri atas tiga komponen berikut: a) Unit atomisasi; b) Sumber radiasi; dan c) Sistem pengukur fotometrik. Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku.untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi yang tinggi. Skema alat spektrometri serapan atom ditunjukkan pada gambar 2.3.

A

B

C

D

E

F

Gambar 2.3. Sistematis ringkas dari alat SSA

A. Lampu katoda berongga Lampu

katoda

berongga

merupakan

sumber

sinar

yang

memancarkan spektrum dari unsur logam yang akan dianalisa (setiap logam yang memiliki lampu khusus untuk logam tersebut).

B. Chopper Mengatur sinar yang dipancarkan.

C. Tungku Tempat pembakaran (untuk memecahkan larutan sampel pada tetesan halus dan meleburkannya ke dalam nyala untuk diatomkan).

D. Monokromator Mendispersi sinar yang ditransmisikan oleh atom.

E. Detektor

Universitas Sumatera Utara

Mengukur sinar yang ditransmisikan dan memberikan signal sebagai respon terhadap sinar yang diterima.

F. Rekorder Untuk membaca nilai absorbansi.

(Khopkar, S.M. 2002)

2.6.3. Pemakaian Analitis Spektrometri Serapan Atom Teknik spektrometri serapan atom menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan di antaranya adalah kecepatan analisisnya, ketelitiannya sampai tingkat renik, dan tidak memerlukan pemisahan. Kelebihan kedua adalah kemungkinannya untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada konsentrasi renik. Ketiga, sebelum pengukuran tidak selalu perlu memisahkan unsur yang ditentukan karena penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan jika katode berongga yang diperlukan tersedia. Spektrometri serapan atom dapat digunakan hingga 61 logam. Zat non-logam yang dapat dianalisis adalah fosfor dan boron. Logam alkali dan alkali tanah paling baik ditentukan dengan metoda emisi secara spektrofotometri nyala. 2.6.4. Interferensi pada Spektrometri Serapan Atom Interferensi dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan karena tumpang tindih absorpsi antara spesi pengganggu dan spesi yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Interferensi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat-sifat absorpsi. Karena sempitnya garis emisi pada sumber lampu pijar maka interferensi garis spektral atom jarang terjadi. Adanya hasil-hasil pembakaran pada nyala dapat menyebabkan interferensi spektral. Interferensi spektral ini dapat diamati dengan menggunakan blanko yang mengandung

zat

hasil

pembakaran

tersebut.

Gangguan

yang

disebabkan

penghamburan oleh produk atomisasi yang mengandung oksida refraktori Ti, Zr, W dapat dihindarkan dengan temperatur dan rasio bahan bakar oksidan dalam nyala.

Universitas Sumatera Utara

Koreksi sinar latar belakang biasanya juga dilakukan dengan dua metoda pilihan yaitu metoda koreksi sumber sinar kontinu dan metoda koreksi efek Zeeman. Untuk menghindari interferensi, baik standar maupun sampel harus ditambahkan larutan buffer dengan unsur yang mudah terionisasi. Senyawa yang dapat digunakan sebagai buffer ionisasi adalah unsur-unsur dengan potensial ionisasi rendah seperti Na, K dan Cs. (Chakrapani, 2001). 2.6.5. Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom 1. Karena

absorpsi bergantung

pada

populasi

keadaan dasar,

maka

kepekaan mungkin lebih tinggi khususnya untuk unsur-unsur yang sukar dieksitasikan (misalnya seng yang dapat ditentukan kurang dari 0,5 ppm, sedang batas terendah pada emisi mungkin sama dengan 500 ppm). 2. Populasi keadaan dasar jauh kurang peka terhadap suhu nyala daripada populasi yang tereksitasi. 3. Interferensi dari garis-garis spektrum dari unsur-unsur lain dan emisi latar belakang nyala dapat diperkecil. (Day, R.A, 1994) 2.6.6. Gangguan-gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom Yang

dimaksud

dengan gangguan-gangguan

(interferensi)

pada SSA

adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sebenarnya. Gangguangangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut: 1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks terhadap laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat jenis dan tekanan uap.

Universitas Sumatera Utara

Gangguan matriks yang

lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis

sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel. 2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah / banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. Terbentuknya atom - atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu: (a) disosiasi senyawasenyawa yang tidak sempurna yang terjadi jika terbentuk senyawa-senyawa yang sukar diuraikan di dalam nyala api; (b) ionisasi atom-atom di dalam nyala yang terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi. 3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis

yaitu absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di

dalam nyala. 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan ini terjadi karena terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis, juga disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala. (Gandjar,G.I. 2007). 2.6.7. Penentuan Konsentrasi Emas dengan Spektrometri Serapan Atom Penentuan konsentrasi emas dengan spektometri serapan atom dilakukan dengan cara membuat beberapa seri larutan standar emas yang diketahui konsentrasinya. Lalu mengukur serapannya pada panjang gelombang 242,8 nm dengan menggunakan lampu pijar (Hollow Cathode Lamp) emas. Kurva kalibrasi dibuat dengan mengalurkan absorbansi terhadap konsentrasi dan menentukan persamaan garisnya. Absorbansi dari larutan sampel yang diukur kemudian dihitung konsentrasi emas dengan persamaan garis yang dihasilkan dari kurva kalibrasi.

Universitas Sumatera Utara