Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

104 downloads 2705 Views 452KB Size Report
Jepang, tetapi ada juga yang sudah merupakan sebuah huruf yakni huruf kanji yang telah memilik arti. Kemudian di dalam awalan bahasa Jepang terdapat prefiks yang memiliki .... selalu ditempatkan sebelum kata benda atau kata benda kata sifat. ... c) Mu 無 (also prefiks) means without, -less, non-, un-, no-. element ...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Secara internal artinya pengkajian bahasa itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologinya, struktur morfologisnya, atau struktur sintaksisnya (Chaer, 1995 : 1). Dalam tulisan ini hal yang akan dibahas merupakan salah satu kajian bahasa secara internal yakni dalam bidang morfologi Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan nama keitairon yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya, objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata (tango) dan morfem (keitaiso) (Sutedi, 2003 : 41). Adapun pengertian dari kata yakni bahwa kata adalah satuan atau bentuk bebas dalam tuturan. Bentuk bebas secara morfemis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk bebas lainnya di depannya dan dibelakangnya dalam tuturan (Verhaar, 1996 : 97). Pengertian morfem dinyatakan oleh Cahyono (1995 : 140 ) bahwa morfem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Pembahasan mengenai morfem ini juga tidak terlepas dari pembahasan mengenai proses morfemis yang juga berperan penting dalam menghasilkan bentuk-bentuk baru dalam struktur bahasa. Samsuri, (1994 : 190) menyatakan bahwa proses morfemis adalah pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang

Universitas Sumatera Utara

lain. Salah satu jenis dari proses morfemis ini adalah afiksasi, yang melibatkan afiks dalam proses perubahan bentuknya. Afiks

dalam bahasa Jepang dikenal dengan ‘setsuji’. Koizumi (1993 : 93)

menyatakan bahwa setsuji merupakan hal yang berperan penting dalam proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang. Salah satu jenis afiksasi dalam bahasa Jepang adalah prefiks. Jenis prefiks dalam bahasa Jepang bervariasi. Ada yang hanya merupakan satu atau dua buah fonem saja yang mempengaruhi arti pemakaiannya dalam bahasa Jepang, tetapi ada juga yang sudah merupakan sebuah huruf yakni huruf kanji yang telah memilik arti. Kemudian di dalam awalan bahasa Jepang terdapat prefiks yang memiliki arti yang hampir sama yakni seperti prefiks hi 非, fu 不, mu 無 dan mi 未.. Keempat prefiks ini memiliki arti yang hampir sama yang menyatakan negatif, tetapi pengggunaannya berbeda. Karena itu pembahasan mengenai prefiks hi 非, fu 不, mu 無 dan mi 未 merupakan suatu pembahasan yang menarik untuk diteliti. Bagaimana sebenarnya proses morfemis yang dalam hal ini proses afiksasi dari keempat prefiks ini? Adanya perbedaan dalam pemakaian dan pembentukan katanya, serta bagaimana aturan - aturan tertentu dalam pemakaiannya merupakan hal yang tentunya akan sangat menarik yang akan dibahas di dalam skripsi ini. 1.2 Perumusan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini berhubungan dengan pemakaian prefiks hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未 dalam bahasa Jepang. Untuk melakukan penelitian mengenai pemakaian keempat prefiks tersebut, dirumuskanlah beberapa permasalahan menyangkut pemakaian keempat prefiks tersebut yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Bentuk kata yang menggunakan prefiks hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未 ini beragam, bagaimanakah proses afiksasi dari keempat prefiks tersebut dilihat dari bentukbentuk kata ataupun morfem yang mengikutinya? 2. Apa sajakah perbedaan pemakaian dan perbedaan makna diantara keempat prefiks tersebut? 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Dalam penelitian ini akan membahas permasalahan yang berkaitan dengan proses morfemis dalam bahasa Jepang, yang lebih memfokuskan pada proses afiksasi pembubuhan depan dengan menggunakan prefiks dan lebih fokusnya lagi pada prefiks hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未 yang terdapat pada : 1. Nipponia No. 20 dan 22 tahun 2002, No. 25 tahun 2003, No.32 dan 33 tahun 2005. 2. を ち こ ち(The Japan Jurnal) No.22 Apr/May 2008. 3. Number (Japan Sport magazine) edisi Juli 2002. Untuk masing-masing prefiks akan dilakukan pembahasan mengenai proses morfemis dan pemaknaannya lebih lanjut yakni untuk prefiks hi 非di dapat sebanyak 4 contoh pemakaian yang berbeda, prefiks fu 不 sebanyak 3 contoh pemakaian, prefiks mu 無

sebanyak 3 contoh pemakaian, dan prefks mi 未 sebanyak 3 contoh. Pada

pembahasan proses morfemis ini nanti juga akan dilakukan pembahasan pada penyatuan prefiks yang berhubungan dengan inisial atau bunyi awal atau jenis kata yang mengikuti keempat prefiks tersebut. Ada juga sebuah kanji yang juga memiliki makna tidak atau sifat negatif dalam bahasa Jepang, yakni ‘ketsu’ 欠 namun di dalam Makino (2003 : 679-684), Timothy (1993 : 4 -20) dan juga Harlpen (1999 :

) yang menguraikan mengenai jenis-jenis

Universitas Sumatera Utara

prefiks bahasa Jepang dalam bukunya, tidak ada tercantum kanji ‘ketsu’ 欠 sebagai prefiks atau awalan dalam bahasa Jepang. 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka Koizumi (1993:89) menyatakan 形態論は語形の文責が中心となる。’keitairon wa gokei no bunseki ga chuusin to naru’ (morfologi adalah satu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata. Karena itu tentu saja selalu terkait dengan kata dan terutama sekali dengan morfem). Sebagai satuan fungsional, morfem merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna (Chaer : 1994 : 146). Koizumi (1993 : 90) juga mengungkapkan pengertian dari

morfem

yaitu

形態素は意味を担う査証の言語型式である。

言語型式と言うのは、音素連で示させる表現のされに対する得定の意味とが結び つたものである。

‘keitaiso wa imi wo ninau sashou no genggokeishiki de aru.

Genggokeishiki to iu no wa, onsorenzoku desimesaseru hyogen no sareni taisuru tokutei no imi to ga musubitsuta mono de aru’ (morfem adalah satuan bahasa terkecil yang masih mempunyai makna. Satuan bahasa terkecil disini merupakan adanya pelekatan makna khusus dengan ujar yang dihasilkan melalui proses fonemis). Natsuko dalam Saputra (2004 : 14) menyatakan bahwa di dalam bahasa Jepang, morfem dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri dan morfem yang tidak dapat berdiri sendiri (harus diikuti dengan morfem lain). Morfem yang dapat berdiri sendiri tersebut dikatakan sebagai morfem bebas dan morfem yamg bergantung kepada morfem lain dalam pembentukannya dikatakan sebagai morfem terikat.

Universitas Sumatera Utara

Afiks adalah bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikalnya (Kridalaksana : 1993 : 3). Di dalam bahasa Jepang afiks disebut dengan setsuji. Pembagian setsuji ini juga telah diungkapkan oleh Koizumi (1993 : 95) ke dalam settouji 接頭辞 (awalan), setsubiji 接尾辞 (akhiran), setsuchuuji 接中辞 (sisipan). Apabila kita cermati secara seksama bahwa bahasa Jepang kaya akan kosa kata, selain itu dalam bahasa Jepang banyak juga kata yang memiliki bunyi ucapan yang sama tetapi ditulis dengan huruf kanji yang berbeda sehingga menunjukkan makna yang berbeda pula. (Sudjianto ; 2004 : 15). 1.4.2 Kerangka Teori Ketika kita membicarakan imbuhan, maka berkaitan dengan afiksasi atau proses pengafiksan yang merupakan bagian dari proses morfemis. Proses morfemis adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan yang lain ( Samsuri : 1994 : 190). Dalam proses pengafiksan, awalan (prefiks) dipakai pada proses pengafiksan pengimbuhan depan. Sutedi (2003 : 44) menyatakan bahwa setsuji yang diletakkan di depan morfem yang lainnya disebut dengan settouji ( awalan/prefiks ). Morfem lainnya yang disebut disini merupakan ’naiyo keitaiso’ 内寄形態 素 (morfem isi). Proses pembentukan kata dengan menggunakan settouji ini bisa dalam formula “ settouji

接頭辞+ morfem isi (naiyo keitaiso 内寄形態

素). Pengertian morfem isi atau naiyo

keitaiso ini dijelaskan oleh Sutedi (2003 : 43) adalah morfem yamg menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia, dan gokan dari verba atau adjectiva.

Universitas Sumatera Utara

Koizumi (1993 : 95)

juga menyatakan bahwa setsuji (afiks) jika dilihat dari

bentuk gabungan pada kata dasarnya terdapat salah satunya settouji yang dinyatakan pemakaiannya dengan 接頭辞が語幹の前に付わえされる。

‘ settouji ga gokan no

mae ni tsukuwaesareru’ (settouji ditambahkan di depan kata dasar atau gokan). Kemudian untuk awalan hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未, Jack Harlpen dalam ‘The Kondansha kanji Learners Dictionary’, membuat definisinya atas : a) H 非 ( also prefiks) means is not, not, non-, un-, in-. Element of contratiety usually placed before nouns. “ unsur dari penolakan(kontra) selalu ditempatkan sebelum kata benda.” (1999 : 222) b) Fu 不 (also prefiks) means not, un-, in-, nons-, dis-. Element of negation usually placed before nouns or nouns adjectives. “ unsur dari negatif (penidakan) yang selalu ditempatkan sebelum kata benda atau kata benda kata sifat.” (1999 : 819) c) Mu 無 (also prefiks) means without, -less, non-, un-, no-. element indicating non existence or lack

“ unsur yang menunjuk kepada ketidakberadaan atau

kekurangan”. (1999 : 846) d) Mi 未 (also prefiks) means not yet . “berarti belum.” (1999 : 496)

Timothy J. Vance

dalam ‘Prefiks dan

Sufiks dalam bahasa Jepang’(1993:

7,4,15,13) mengemukakan pemakaian hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未 dalam bahasa Jepang sebagai berikut : a) Hi 非 kata yang dibentuk dengan‘hi’ 非 melibatkan penidakan terhadap apa yang ditunjukkan kata dasarnya. Dalam cakupan pemakaiannya ‘hi’非

Universitas Sumatera Utara

bertumpang tindih dengan fu 不, dan mu 無 namun demikian hanya hi 非 yang dapat ditambahkan pada kata dasar yang berakhiran 的–teki. Berlawanan dengan kata yang berawalan fu 不, kata yang berawalan hi 非 cenderung untuk lebih melibatkan penilaian netral daripada buruk. (1993: 7) b) ‘Fu’不: kata yang berawalan fu 不 melibatkan penidakan terhadap apa yang disebutkan kata dasarnya. Kata-kata yang berawalan fu 不 cenderung untuk melibatkan evaluasi yang tidak menguntungkan dan tidak seperti hi 非, fu 不 dan mu 無 dapat berarti jelek. (1993: 4) c) ‘Mu’無 : kata yang dibentuk oleh mu 無 berarti kurang atau tidak memilki apa yang disebutkan pada kata dasarnya. Kata yang berawalan mu 無 dapat berfungsi sebagai kata keterangan jika diikuti oleh partikel に’ni’, dan sebagai predikat apabila diikuti oleh partikel だ da. (1993: 15) d) ‘mi’未: kata yang dibentuk dengan mi 未 berfungsi sebagai pembentuk kata benda apabila diikuti oleh partikel の no dan sebagai predikat apabila diikuti oleh bentuk だda. Dalam kebanyakan kasus, kata dasarnya mengacu pada perbuatan, dan kata yang berawalan mi 未 mengacu pada atribut yang berarti belum dipengaruhi oleh perbuatan itu. Untuk kata dasar yang tidak mengacu pada perbuatan awalan mi 未 merupakan implikasi perubahan di masa depan. (1993: 13) Dari segi morfologi perlu diketahui telebih dahulu manakah pemakaian hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未 yang merupakan awalan dalam bahasa Jepang, dan penelusurannya

Universitas Sumatera Utara

dalam hal ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sutedi dan teori morfologi tentang prefiks yang tersebut di atas. Dari segi pemaknaannya, penelitian ini akan membahas tentang makna yang terdapat pada prefiks hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未, yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti ‘tidak’, namun di dalam bahasa Jepang seperti yang diuraikan Timothy di atas, bahwa terdapat perbedaan makna dalam setiap konteks kata yang diikuti oleh keempat awalan tersebut. 1.5

Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui proses afiksasi prefiks hi 非, fu 不, mu 無 dan mi 未 yang terdapat dalam bahasa Jepang. 2. Mendeksripsikan perbedaan pemakaian dan perbedaan makna antara prefiks hi 非, fu 不, mu 無 dan mi 未. 1.5.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis maupun teoritis dalam kehidupan dan perkembangan linguistik. Hasil yang diharapkan tercapai dari penelitian ini adalah suatu skripsi yang berisi informasi faktual tentang proses morfologi, khususnya pemakaian hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未 sebagai prefiks dalam bahasa Jepang. Dengan demikian dapat diketahui dengan jelas apa perbedaan dan persamaan diantara penggunaan keempat awalan tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini juga diharapkan berupa informasi yang dapat memperkaya khazanah penguasa bahasa Jepang terutama oleh pemakai/pembelajar bahasa Jepang sebagai bahasa asing.

Universitas Sumatera Utara

1.6

Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang hasilnya akan dituliskan dalam bentuk

deksriptif atau penjabaran secara terperinci. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik pustaka. Penelitian ini berupa library research dan data yang digunakan berupa buku-buku. Penulis menggunakan berbagai macam buku sebagai acuan dalam pengumpulan dan pengolahan data, dalam hal ini yang terutama sekali digunakan adalah yang memaparkan mengenai pemakaian awalan hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未dalam bahasa Jepang. Buku-buku tersebut diperoleh dari perpustakaan USU, perpustakaan Jurusan Sastra Jepang Fak. Sastra USU, perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan dan koleksi Pribadi penulis. Selanjutnya dalam tahap pengkajian data metode yang dipakai adalah metode padan. Dalam metode padan alat penentu analisisnya berada di luar bahasa yang bersangkutan. Teknik lazim yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu, sebagai teknik dasar dan teknik hubung banding menyamakan, teknik hubung banding membedakan, dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok sebagai teknik lanjutan(Mulyadi, 2004 : 487). Metode padan disini digunakan teknik pilah unsur penentu sebagai teknik dasar. Hal ini digunakan untuk mencari bentuk tertentu dari pemakaian prefiks hi 非, fu 不, mu 無, dan mi 未 serta untuk memperoleh perbedaan dari keempat prefiks tersebut yang tentunya dilakukan berdasarkan kerangka teori yang telah ditentukan. Jadi tahapan dalam penelitian ini meliputi kegiatan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji, dan menginterpretasikan data.

Universitas Sumatera Utara