Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

22 downloads 1843 Views 496KB Size Report
dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah ... prestasi belajar merupakan suatu hal yang ingin dicapai oleh setiap siswa. Berbagai ...
BAB

I

LATAR BELAKANG I.A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal. Dalam pendidikan formal, belajar berarti menunjukkan adanya perubahan yang bersifat positif sehingga pada akhirnya akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajar (Wahyuningsih, 2004). Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya menyeluruh dan prestasi belajar merupakan suatu hal yang ingin dicapai oleh setiap siswa. Berbagai macam usaha melalui beragam sarana dilakukan oleh para siswa untuk mencapai prestasi belajar. Motivasi merupakan salah satu unsur penting dalam pencapaian prestasi. Motivasi menjadi salah satu prasyarat yang sangat penting dalam belajar. Gedung dibangun, guru disediakan, alat belajar dilengkapi, tentunya dengan harapan agar siswa bersekolah dengan penuh semangat dan menghasilkan prestasi yang maksimal, tetapi semua itu akan sia-sia tanpa diiringi motivasi siswa untuk belajar (Djiwandono, 2002). Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Dalam dunia pendidikan, motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsik) cenderung akan memberikan hasil positif dalam

Universitas Sumatera Utara

proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Walaupun demikian, bukan berarti motivasi dari luar diri (ekstrinsik) tidak penting (dalam Sukadji, 2001) dan motivasi yang memiliki peran paling penting dalam psikologi pendidikan adalah motivasi berprestasi, dimana siswa cenderung berjuang untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses atau gagal (McClelland & Atkinson, dalam Djiwandono 2002). Motivasi berprestasi menghadirkan kesediaan siswa untuk belajar dan kesediaaan ini merupakan hasil dari beragam faktor, mulai dari kepribadian siswa dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah, hadiah yang didapat, situasi belajar, dan sebagainya (Djiwandono, 2002). Keseluruhan proses belajar yang bermuara pada pencapaian prestasi tentunya memerlukan sistem tertentu. Sistem didalam pendidikan disebut dengan kurikulum, kurikulum ini diatur dan disepakati bersama oleh penyelenggara pendidikan baik itu ditingkat nasional sampai pada tingkat kota dan kabupaten. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum, dalam penyusunannya terus mengalami

perubahan. Hal ini dilakukan demi

mendapat formula yang tepat dan efektif yang bermuara pada kemajuan dunia pendidikan Indonesia (Harahap, 2008). Kurikulum yang diterapkan di Indonesia sekarang adalah Kurikulum Tingkatan Satuan Pembelajaran (KTSP) yang mulai dilaksanakan pada awal tahun ajaran 2006. KTSP menghadirkan kelebihan dalam pengaturan beban studi dan

Universitas Sumatera Utara

pengembangan keterampilan (Harahap, 2008). KTSP memberi keluasan penuh setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap memperhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar. Kurikulum ini merupakan hasil penegasan dari kebijakan desentralisasi (Susilo, 2007). KTSP disusun sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan tingkat satuan pendidikan adalah tahapan atau langkah mewujudkan visi sekolah dalam jangka waktu tertentu (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006). Prasetyo Utomo (dalam Susilo, 2007) mengatakan keuntungan yang bisa diraih guru dengan kurikulum KTSP adalah keleluasaan memilih bahan ajar dan peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Melalui KYSP diharapkan guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya serta sekolah dipacu untuk dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia. Pengembangan KTSP yang beragam mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. SNP terdiri atas standar isi, proses, standar kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).

Universitas Sumatera Utara

KTSP memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Pengembangan diri merupakan kegiatan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006). Penggunaan istilah pengembangan diri dalam kebijakan kurikulum memang relatif baru. Kehadirannya menarik untuk didiskusikan baik secara konseptual maupun dalam prakteknya. Melihat literatur tentang teori-teori pendidikan, khususnya psikologi pendidikan, istilah pengembangan dapat disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian, yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal ( Sudrajat, 2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 merumuskan pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik (Susilo, 2007). Kegiatan pengembangan diri dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Melihat perbandingan dengan

Universitas Sumatera Utara

kurikulum sebelumnya, dalam KTSP terjadi pengurangan jumlah jam efektif setiap minggunya. Pada kenyataannya dengan adanya pengembangan diri maka sebetulnya aktivitas pembelajaran diri siswa tidaklah berkurang, siswa justru akan lebih disibukkan lagi dengan berbagai kegiatan pengembangan diri yang memang lebih bersifat ekspresif, tanpa “terkerangkeng” di dalam ruangan kelas (Sudrajat, 2008). Waktu pembelajaran efektif dalam satu minggu pada KTSP adalah 32-36 jam pembelajaran, dengan alokasi waktu satu jam pembelajarannya adalah 40 menit. Dengan kebutuhan waktu belajar 1280-1440 menit per/minggu atau setara dengan 21-24 jam per/minggunya maka dibutuhkan rata-rata 5 jam per/hari waktu belajar siswa dalam 5 hari (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006). Pada tingkat Pemerintahan Daerah, Dinas Pendidikan Kota Medan mulai tahun ajaran 2006/2007 mengeluarkan kebijakan penerapan KTSP di seluruh satuan pendidikan. Kebijakan tersebut mengisyaratkan bahwa Satuan Pendidikan di Kota Medan harus berupaya untuk dapat melaksanakan KTSP sesuai dengan aturan dan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (dalam Ikhwan, 2007). Pemerintah kota Medan juga menyambut semangat desentralisasi ini dengan mengeluarkan aturan pemberlakuan lima hari sekolah mulai tahun ajaran 2006/2007 atau sejak 15 Januari 2007 melalui SK Walikota Medan No 420/1308. Keputusan ini sudah melalui pertimbangan dan berkonsultasi dengan berbagai pihak, termasuk Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Sumatera

Universitas Sumatera Utara

Utara, akademisi bidang pendidikan, serta dewan pendidikan sekolah (SK Walikota, 2006). Belajar efektif hanya lima hari, bukan berarti pada hari keenam, atau hari Sabtu, para siswa akan libur. Siswa tetap akan masuk belajar, namun materi yang diajarkan di luar kurikulum yaitu dengan kegiatan pengembangan diri. Hari Sabtu merupakan hari kreativitas, produktivitas dan pengembangan diri (Basri, dalam Ikhwan 2007). Untuk siswa yang secara langsung menjadi sasaran perubahan kurikulum, pemberlakuan KTSP yang di dalamnya memuat program pengembangan diri dan tentunya memiliki sikap tersendiri terhadap hal ini. Perubahan ini menimbulkan pro dan kontra tersendiri dikalangan para siswa, salah satunya dapat terlihat dalam pernyataan seorang guru SMP Dharwawangsa di bawah ini: ”Sebagian siswa merasa senang dan menunjukkan sikap antusias yang cukup tinggi, sedangkan sebagian lainnya juga ada yang merasa tidak senang akan penerapan program pengembangan diri dalam KTSP ini ”. (Komunikasi Personal, 15 Maret 2008) Berdasarkan sikap yang dimiliki oleh masing-masing siswa akan program pengembangan diri dalam KTSP ini, tentunya berpengaruh akan tingkat ketertarikan siswa pada sekolah dan belajar dengan semakin besarnya peluang akan tersalurkannya bakat siswa dengan adanya program pengembangan diri dalam KTSP sesuai dengan penuturan Wakil Kepala Sekolah SMP Negri 1 Berikut ini : ”Selain dari belajar formal, dalam KTSP ini juga ada yang disebut dengan program pengembangan diri yang memberi peluang bagi siswa untuk berprestasi tidak hanya di bidang akademis semata, melainkan mencakup bidang non akademis seperti seni dan olahraga yang disesuaikan dengan

Universitas Sumatera Utara

bakat, minat masing-masing siswa dan ketersediaan fasilitas di masingmasing sekolah” (Komunikasi Personal, 15 Maret 2008) Pengembangan diri sebagi suatu hal yang baru menghadirkan pandangan dan perasaan yang berbeda dari para siswa. Setiap siswa memiliki pandangan dan perasaan tertentu terhadap segala sesuatu yang dihadapinya dalam lingkungan dan situasi sosial sekitarnya. Selalu saja ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecendrungan perilaku siswa terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, individu lain bahakan terhadap diri sendiri (Azwar, 2005) Program pengembangan diri dalam KTSP sebagai suatu objek baru bagi siswa tentunya menimbulkan respons yang berbeda dari masing-masing siswa. Respons siswa terhadap program pengembangan diri, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rosenberg dan Hovland (dalam Sukadji 2001) didasari oleh perbedaan sikap mereka terhadap program tersebut. Perbedaan sikap siswa terhadap program pengembangan diri yang merupakan bagian dalam kurikulum dapat dimasukkan dalam lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung, yang menurut McClelland (dalam Sukadji 2001) termasuk salah satu faktor yang yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Hal ini dapat dihubungkan dengan apa yang dikemukakan oleh Zanden (dalam Sukadji 2001), yang mengatakan bahwa motivasi berprestasi merupakan sikap. Seseorang bisa saja memiliki kebutuhan untuk berprestasi, tetapi karena satu dan lain hal tidak pernah mencapai keberhasilan.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarakan hal tersebut diatas dianggap penting dilakukan penelitian untuk ingin hubungan sikap siswa terhadap program pengembangan diri dalam KTSP SMP dengan motivasi berprestasi. I. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan sikap siswa terhadap program pengembangan diri dalam KTSP SMP dengan motivasi berprestasi. I. C. Manfaat Penelitian I. C. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan dan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut masalah yang berkaitan dengan sikap siswa terhadap program pengembangan diri dalam KTSP SMP dengan motivasi berprestasi. I.C. 2. Manfaat Praktis a. Subjek Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana sikap siswa terhadap program pengembangan diri dalam KTSP SMP dan tingkat motivasi berprestasi siswa. b. Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana sikap siswa terhadap program pengembangan diri dalam KTSP SMP dan tingkat motivasi berprestasi siswa sehingga dapat menjadi bahan

Universitas Sumatera Utara

pertimbangan untuk melaksanakan program pengembangan diri dalam KTSP SMP. d. Dinas Pendidikan Menjadi masukan dalam penyusunan program pengembangan diri dalam KTSP SMP. I. D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I

Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II

Landasan teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang sikap dan motivasi berprestasi.

Bab III Metode penelitian Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian. Bab IV : Hasil dan Interpretasi Data Berisikan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian utama, dan hasil penelitian tambahan.

Universitas Sumatera Utara

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Berisikan kesimpulan hasil penelitian, diskusi, dan saran-saran untuk pihak-pihak terkait dan penelitian selanjutnya

Universitas Sumatera Utara