Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

104 downloads 53 Views 262KB Size Report
Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana ... Dalam perkawinan pasangan suami istri mengikat dirinya pada persetujuan.
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Maka untuk menegakkan keluarga yang bahagia dan menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. Perkawinan pada hakekatnya merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat dibawah suatu peraturan khusus atau khas dan hal ini sangat diperhatikan baik oleh Agama, Negara maupun Adat, artinya bahwa dari peraturan tersebut bertujuan untuk mengumumkan status baru kepada orang lain sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah menurut hukum, baik agama, negara maupun adat dengan sederatan hak dan kewajiban untuk dijalankan oleh keduanya sehingga pria itu bertindak sebagai suami sedangkan wanita bertindak sebagai istri. Dalam perkawinan pasangan suami istri mengikat dirinya pada persetujuan umum yang diakui, untuk setia mentaati peraturan dan ketentuan-ketentuan di dalam masyarakat mereka secara timbal balik, terhadap anak-anaknya, sanak keluarganya dan terhadap orang lain dalam masyarakat. Dari perkawinan laki-laki dan perempuan inilah terbentuk suatu lembaga baru yaitu lembaga keluarga.

Universitas Sumatera Utara

Setiap orang mendambakan keluarga yang bahagia. Kebahagiaan harus didukung oleh rasa cinta kepada pasangan. Cinta yang sebenarnya menuntut agar seseorang tidak mencintai orang lain kecuali pasangannya. Cinta dan kasih sayang merupakan jembatan dari suatu pernikahan dan dasar dalam pernikahan adalah memberikan kebahagiaan. Namun kenyataannya dalam menjalani kehidupan perkawinan pasti selalu ada permasalahan-permasalahan yang muncul yang mana hal ini dapat memicu timbulnya keinginan suami untuk melakukan poligami. Persoalan yang muncul biasanya mencakup tiga hal yaitu kekurangan ekonomi, hubungan keluarga yang kurang harmonis, seks dan perselingkuhan. Ada berbagai macam bentuk perkawinan dalam masyarakat yaitu perkawinan monogami, poligami, poliandri dan perkawinan kelompok (group marriage). Dari keempat bentuk perkawinan ini perkawinan monogami dianggap paling ideal dan sesuai untuk dilakukan. Perkawinan monogami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dimana pada prinsipnya bahwa suami mempunyai satu istri saja dan sebaliknya. Walaupun perkawinan monogami merupakan perkawinan yang paling sesuai untuk dilakukan tetapi banyak juga masyarakat yang melakukan perkawinan poligami, hal ini dapat dilihat dari banyaknya public figur yang melakukan poligami. Sehingga istilah poligami semakin mencuat dan menjadi perbincangan di berbagai media baik itu media massa ataupun media elektronik dan juga diberbagai diskusi dan seminar-seminar. Begitu juga di kalangan birokrasi pemerintah, kaum agamawan, LSM, dan masyarakat umum. Mereka ada yang setuju dan menerima adanya praktek poligami dengan berbagai persyaratannya dan sebagian lainnya ada yang menolaknya.

Universitas Sumatera Utara

Poligami berasal dari bahasa yunani. Kata ini merupakan penggalan dari kata Poli atau Polus yang artinya banyak, dan kata Gamein atau Gamos yang berarti kawin atau perkawinan. Maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak. Islam membolehkan seorang suami memiliki istri lebih dari satu (berpoligami) tetapi tidak mewajibkannya. Oleh karena itu Islam tidak dengan mudah membolehkan poligami. Ada beberapa syarat dan konsiderasi yang harus dipenuhi seorang suami bila hendak melakukan poligami, diantaranya adalah sang suami harus memberikan tempat tinggal yang layak dan memisahkan tempat tinggal itu dari istri pertama, memberi nafkah yang adil di antara keduanya, tidur secara adil diantara mereka, dan memperlakukan mereka dengan adil pula. Dengan kata lain diantara syarat melakukan poligami adalah berlaku adil terhadap masing-masing istri dalam berbagai hal (Al-Buthi, 2002: 154-155). Perkawinan poligami pasti mengundang reaksi dari pihak lain terutama keluarga dan masyarakat sekitar. Reaksi tersebut bisa saja berimplikasi buruk atau bisa juga tidak menjadi masalah. Apabila sejak pertama pelaku poligami menabur kebaikan, komunikasi dan solusinya baik, tanggung jawab penuh tanpa ada sesuatu yang merasa ada yang kehilangan maka efek yang muncul juga bersifat kebaikan, namun jika yang terjadi sebaliknya maka poligami akan melahirkan banyak persoalan yang mengancam keutuhan bangunan mahligai rumah tangga dan belum lagi efek domino bagi perkembangan psikologi anak yang lahir dari pernikahan poligami. Mereka merasa kurang diperhatikan, haus kasih sayang dan mereka secara tidak langsung dididik dalam suasana keluarga yang selalu dihiasi dengan pertengkaran orang tuanya.

Universitas Sumatera Utara

Reaksi yang berimplikasi buruk dari praktek poligami ini dapat dilihat dari praktek poligami yang dilakukan Aa Gym. Praktek poligami Aa Gym ini membawa dampak pada sektor perekonomian dan menurunnya jumlah kunjungan wisata dan jumlah jamaah yang ingin mengikuti pengajian di Daarut Tauhit. Keputusan Aa Gym melakukan poligami membuat banyak jamaahnya kecewa. Rencana-rencana mereka untuk berkunjung ke Daarut Tauhiit banyak yang dibatalkan karena rasa kekecewaan mereka tersebut. Selain itu, pendapatan dari bisnis Manajement Qalbu (MQ) Corporation yang dipimpinnya juga mengalami penurunan semenjak pemberitaan media massa dan media elektronika mengenai pernikahan poligami yang dilakukannya tersebut (Tommy dalam Genie, 2006:22-23) Poligami telah menjadi bagian gaya hidup laki-laki dan karenanya di lingkungan tertentu dan praktik ini telah membudaya. Faktanya poligami telah ada sejak zaman dulu bahkan sebelum adanya agama Islam dan terus terpelihara hingga kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural, sosial, ekonomi dan agama. Poligami sebelum Islam mengambil bentuk yang tidak terbatas, dimana seorang suami boleh saja memiliki istri sebanyak mungkin sesuai keinginan nafsunya. Selain itu, poligami tidak mesti memperhatikan unsur keadilan sehingga terjadi perampasan hak-hak perempuan yang pada gilirannya membawa kesengsaraan dan ketidakadilan (Mulia, 1999:7). Pada hakikatnya tidak ada perempuan yang rela dan bersedia untuk dipoligami. Secara psikologis semua istri akan merasa sakit hati bila melihat suaminya berhubungan dengan perempuan lain. Ini disebabkan karena permasalahan ini biasanya menjadi pemicu hancurnya sebuah keluarga, sehingga banyak ungkapan-

Universitas Sumatera Utara

ungkapan yang muncul di masyarakat mengenai poligami. Mereka mengatakan bahwa poligami merupakan eksploitasi atas nasib perempuan, egoisme pria berharta dan bertolak belakang dengan kesetaraan gender bahkan poligami diasumsikan sebagai penghinaan terhadap perempuan. Pandangan buruk mengenai poligami ini muncul karena praktek-praktek poligami yang terjadi ditengah-tengah masyarakat lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya. Beberapa dampak negatif dari perkawinan poligami ini adalah perceraian, suami akan meninggalkan istri dan anak-anak dari perkawinan sebelumnya, suami tidak berlaku adil antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya dimana suami yang berpoligami lebih mementingkan istri mudanya daripada istri tuanya sehingga suami yang berpoligami tersebut cenderung memperlihatkan sikap yang tidak bertanggung jawab sebagai suami yang berpoligami dan juga tidak jarang keluarga yang berpoligami ini akan mengalami ketidakharmonisan di dalam keluarganya. Dari Tabel 1.1. dapat dilihat beberapa dampak poligami terhadap istri pertama. Tabel 1.1. Dampak Poligami Terhadap Istri Pertama No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Jenis Dampak Jumlah Tidak memberi nafkah 37 Tekanan psikis 21 Penganiayaan fisik 7 Diceraikan suami 6 Ditelantarkan suami 23 Pisah ranjang 11 Mendapat teror dari istri ke-2 2 Jumlah 107 Sumber: LBH APIK Jakarta Tahun 2003-2005

Universitas Sumatera Utara

Menurut data dari LBH-APIK tersebut banyak sekali akibat atau dampak dari praktek poligami yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istri pertama, yaitu mulai dari tidak memberikan nafkah, tekanan psikis, penganiayaan fisik, diceraikan suami, ditelantarkan suami, pisah ranjang dan mendapat teror dari istri kedua. Oleh sebab itu poligami hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu suami sedangkan istri merupakan pihak yang sangat dirugikan dalam masalah ini. Disamping pendapat-pendapat negatif yang muncul mengenai poligami, ada juga sebagian masyarakat yang menganggap bahwa poligami juga berdampak positif. Ini dapat dilihat dari keluarga Puspo Wardoyo yang sukses menjalani kehidupan poligaminya bersama keempat istri-istrinya. Bahkan piala Poligami Award yang diberikan oleh komunitas muslim kepadanya ingin diberikannya juga kepada para suami-suami atas keberhasilan mereka menjalani kehidupan keluarga poligaminya melalui acara penganugrahan Poligami Award. Selain keluarga Puspo Wardoyo, berdasarkan observasi yang penulis lakukan salah satu informan mengatakan bahwa wanita yang dipoligami bukanlah orang yang tereksploitasi bahkan yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya. Wanita lebih mendapatkan kebebasan dan mampu meluaskan pandangannya dibandingkan wanita yang hidup dalam perkawinan monogami. Karena menurut pendapatnya, mereka bisa berbagi dalam tugas rumah tangga, memasak, mendidik anak, dan masing-masing dari mereka memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi berbagai tujuan hidup. Eksploitasi dan pemaksaan dapat terjadi dalam berbagai situasi termasuk juga dalam perkawinan monogami. Bentuk perkawinan bukanlah sebuah masalah, tetapi setiap pribadi yang terlibat dalam perkawinan serta keseluruhan sikap mereka itulah yang menjadi masalahnya.

Universitas Sumatera Utara

Begitu juga dengan Organisasi Wanita Nasional Utah (NOWU), yang berpendapat bahwa poligami mampu memberikan solusi bagi permasalahan para ibu yang bekerja, dimana poligami merupakan ide yang cukup baik bagi para wanita karir. Mereka dapat mengembangkan karir dan sekaligus memiliki orang di rumah yang dapat mereka percaya untuk merawat anak-anaknya. Tentu hal ini akan menyelesaikan permasalahan yang biasanya muncul dalam keluarga tetapi ini bukan merupakan dukungan terbuka untuk poligami, namun mungkin poligami dapat bermanfaat bagi sebagian orang dan mungkin ini dapat menjadikan pengasuhan anakanak menjadi lebih mudah bagi mereka yang berusaha menyiasati karir dan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga (Thalib, 2004:66-67). Selama ini, banyak alasan-alasan yang muncul untuk membenarkan suami menikah lagi. Mulai dari keikhlasan karena tidak mampu mendampingi suami sepenuhnya, ketidakmampuan memberi keturunan, ketergantungan dalam ekonomi dan lain-lain. Alasan-alasan ini yang membuat beberapa perempuan terpaksa menerima kenyataan pahit dipoligami karena secara status sosial sangat bergantung pada suami. Akibatnya seorang istri memilih diam dan berpura-pura ikhlas menerima kehadiran wanita lain asal suami masih mau bertanggung jawab untuk memenuhi segala kebutuhan hidup khususnya kebutuhan ekonomi. Badan Peradilan Agama (Badilag) mencatat bahwa sepanjang tahun 2005 perceraian yang disebabkan poligami berjumlah 879 dari seluruh perkara perceraian di Indonesia. Pengadilan Tinggi Agama Bandung merupakan Pengadilan Tinggi Agama yang paling sering menangani perceraian yang disebabkan poligami. Kasus perceraian akibat poligami yang terjadi di Bandung pada tahun berjumlah 324

Universitas Sumatera Utara

perkara. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya menempati urutan kedua dengan jumlah kasus sebanyak 162 perkara dan Pengadilan Tinggi Agama Semarang menempati urutan ketiga dengan jumlah 104 kasus. Pengadilan Agama terkesan cukup hati-hati dalam mengabulkan permohonan izin poligami. Pada tahun 2006, tercatat ada 989 permohonan izin poligami yang diajukan di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, tetapi tidak semua pengajuan permohonan poligami itu yang dikabulkan. Ada 803 permohonan izin poligami yang dikabulkan sedangkan 186 lainnya ditolak. Penolakan tersebut disebabkan karena syarat-syarat poligami yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.2. Data Izin Perkawinan Poligami Di Pengadilan Tinggi Agama Seluruh Indonesia Tahun 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.

Mahkamah Syariah Propinsi/Pengadilan Tinggi Agama SURABAYA SEMARANG BANDUNG YOGYAKARTA MATARAM PEKANBARU MANADO PALEMBANG JAKARTA MEDAN PONTIANAK UJUNG PANDANG KENDARI SAMARINDA PADANG BENGKULU BANDA ACEH PALU KUPANG BANDAR LAMPUNG JAMBI BANJARMASIN PALANGKARAYA AMBON JUMLAH

Izin Poligami 332 289 77 68 42 21 18 18 18 14 12 11 10 10 8 7 6 6 5 5 3 3 2 2 989

Sumber : Pengadilan Agama Medan

Pengadilan Agama kota Medan juga mencatat mengenai data izin perkawinan poligami yang terjadi di kota Medan dari tahun 2000-2006. Tetapi tidak semua izin perkawinan poligami ini yang dikabulkan. Penolakan ini juga disebabkan karena syarat-syarat poligami yang belum memenuhi persyaratan. Ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.3. Data Izin Perkawinan Poligami di Pengadilan Agama Medan No.

Tahun

Jumlah Izin Poligami

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

4 1 5 8 5 9 14

Sumber : Pengadilan Agama Medan Walaupun Pengadilan Agama memberikan izin untuk berpoligami dengan berbagai persyaratannya, tetapi kenyataan di masyarakat masih banyak seorang suami yang melakukan poligami secara tidak resmi atau tidak dilakukan didepan petugas pencatat nikah dan Pengadilan Agama, pelaku poligami ini hanya melakukan nikah siri dan ada juga yang melakukan pemalsuan identitas di KUA. Hal ini dilakukan untuk menyembunyikan pernikahannya dari istri sebelumnya karena kemungkinan pelaku poligami tersebut tidak mendapatkan izin dari istri yang sebelumnya. Dari tabel 1.4. di bawah ini dapat dilihat modus pelaku poligami : Tabel 1.4. Modus Pelaku Poligami No. 1. 2. 3. 4. 5.

Jenis Modus Jumlah Menikah di bawah tangan 21 Pemalsuan identitas di KUA 19 Nikah tanpa izin istri pertama 4 Memaksa mendapatkan izin 1 Tidak diketahui modus 3 Jumlah 48 Sumber : LBH APIK Jakarta Tahun 2003

Universitas Sumatera Utara

Ketentuan mengenai masalah poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia. Walaupun sudah ada UU Perkawinan tersebut, kenyataannya poligami tetap saja terjadi dan terkadang poligami terjadi tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan Peraturan Peradilan. Praktek poligami yang tidak sesuai dengan aturan-aturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan tersebut baik itu dalam hukum perkawinan di Indonesia dan juga dalam ajaran agama khususnya Islam akan menimbulkan berbagai masalah yang serius dalam keluarga. Dimana hubungan antara suami dengan istri pertamanya dan juga istri-istri lainnya akan menjadi tegang dan hubungan anak-anak yang berlainan ibu kemungkinan tidak harmonis. Selain itu juga, dengan terjadinya perkawinan poligami ini, maka keluarga yang semula hanya terdiri dari satu keluarga inti saja menjadi terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti dimana seorang suami menjadi suami atau kepala rumah tangga yang sama untuk beberapa keluarganya karena itu perkawinan poligami dapat berpengaruh terhadap kehidupan sosial-ekonomi keluarga, karena jika semula suami hanya mempunyai tanggungjawab pada satu keluarga saja maka setelah ia berpoligami ia akan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk istri-istri dan anak-anaknya. Dalam penelitian ini ada beberapa alasan yang membuat peneliti merasa tertarik untuk mengangkat masalah interaksi sosial dan konflik ekonomi keluarga yang berpoligami tersebut. Diantaranya adalah : 1. Terjadinya perkawinan poligami ini kemungkinan akan menimbulkan berbagai permasalahan dalam keluarga, seperti terjadinya ketidakharmonisan/hilangnya fungsi-fungsi keluarga. Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian agar

Universitas Sumatera Utara

diketahui bagaimana interaksi sosial dan konflik ekonomi yang terjadi pada keluarga yang berpoligami tersebut. 2. Pada dasarnya tujuan dari pernikahan adalah menciptakan hubungan yang bahagia dan harmonis diantara anggota keluarga yang dilandasi oleh rasa cinta dan kasih sayang. Tetapi realitanya, didalam kehidupan berkeluarga permasalahan selalu saja muncul misalnya istri tidak bisa memberikan keturunan, sakit/cacat, suami tidak mendapatkan kebutuhn seksual yang akhirnya memicu keinginan suami untuk berpoligami. Dengan demikian perlu kiranya dilakukan penelitian agar diketahui apakah poligami merupakan solusi satu-satunya untuk memecahkan permasalahan tersebut. 3. Adanya opini di dalam masyarakat bahwa poligami juga membawa dampak yang positif bagi keluarga. Pendapat ini perlu kiranya dibuktikan melalui suatu penelitian.

1.2. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah : a) Apakah yang melatarbelakangi seorang istri bersedia untuk dipoligami ? b) Bagaimanakah interaksi sosial keluarga yang berpoligami ? c) Bagaimanakah konflik sosial dan ekonomi keluarga yang berpoligami ?

Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi seorang istri bersedia untuk dipoligami. b) Untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial keluarga yang berpoligami. c) Untuk mengetahui bagaimana konflik sosial dan ekonomi keluarga yang berpoligami.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis 1. Untuk

melatih

kemampuan

akademis

sekaligus

penerapan

ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh. 2. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya akan dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi, khususnya sosiologi keluarga. 3. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

1.4.2. Manfaat Praktis 1. Memberikan wawasan kepada peneliti mengenai interaksi sosial keluarga yang berpoligami.

Universitas Sumatera Utara

2. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh institusi-institusi terkait dalam melihat realita kehidupan sosial-ekonomi keluarga yang berpoligami.

1.5. Definisi Konsep Untuk lebih memahami kajian penelitian ini, maka perlu pembatasan konsepkonsep dengan mendefinisikan secara operasional. 1. Perkawinan Yaitu suatu akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian diantara dua pihak yaitu suami dan istri untuk hidup bersama, berumah tangga dengan landasan hukum agama, adat dan negara.

2. Poligami Yaitu seorang laki-laki mempunyai dua orang atau lebih istri dimana istri-istri tersebut ada yang dinikahkan secara resmi menurut agama dan negara maupun yang hanya dinikahkan secara siri dan dengan terjadinya perkawinan poligami tersebut akan menyebabkan rumah tangga itu terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti dimana lelaki yang sama menjadi suami bagi beberapa wanita.

3. Interaksi Sosial Yaitu bagaimana antara individu yang satu berinteraksi dan berhubungan dengan individu lainnya didalam lingkungan sosialnya dalam rangka menjalani fungsi dan perannya sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial. Interaksi sosial yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi antara suami dengan istri

Universitas Sumatera Utara

pertama, bagaimana interaksi antara istri yang satu dengan keluarga istri yang lain, bagaimana interaksi orang tua (ayah dan ibu) dengan anak-anaknya.

4. Konflik Sosial Yaitu terjadinya perselisihan dan pertengkaran di dalam sebuah keluarga karena adanya suatu masalah yang terjadi yang akan mempengaruhi interaksi sosial diantara anggota keluarga tersebut.

5. Konflik Ekonomi Yaitu

terjadinya perselisihan antara anggota-anggota keluarga

yang

disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ekonomi keluarga seperti kebutuhan pangan, sandang, papan, biaya pendidikan anak dan lain-lain.

6. Keluarga Keluarga adalah lembaga terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak dan diikat oleh ikatan perkawinan yang syah oleh negara atau lembaga norma (adat) dan ada hubungan darah. Jadi keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga dalam hal pengertian keluarga inti sebagai kelompok sosial terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

7. Disorganisasi Keluarga Disorganisasi keluarga adalah pecahnya suatu unit keluarga atau terpecahnya suatu struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan peran dan kewajibannya masing-masing (Goode, 1984:84).

Universitas Sumatera Utara

8. Adil Yaitu salah satu syarat poligami. Berlaku adil dalam penelitian ini meliputi semua aspek dari ekonomi, jatah giliran, kasih sayang, perlindungan dan yang terpenting para istri mempunyai hak yang sama.

9. UU No.1 Tahun 1974 Yaitu suatu Undang-Undang Perkawinan yang mengatur tentang masalah poligami. Ini dapat dilihat dari pasal 3 dari UU tersebut menyatakan bahwa pada prinsipnya asas perkawinan adalah monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari satu orang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dan pasal 4 menyatakan bahwa pengadilan yang memutuskan boleh tidaknya seorang suami beristri lebih dari satu, apabila memenuhi syarat-syarat seperti istri tidak dapat memberikan keturunan, istri dalam keadaan sakit dan cacat tubuh. Pada pasal 5 juga dijelaskan bahwa poligami tidak dapat dilakukan oleh setiap orang dengan sekehendak hati tetapi harus ada persetujuan dari istri sebelumnya, yakni adanya jaminan bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup para istri dan anak mereka serta adanya jaminan bahwa suami akan dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Universitas Sumatera Utara