Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

49 downloads 80 Views 317KB Size Report
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, membawa masyarakat pada suatu tatanan hidup yang serba cepat ...
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, membawa masyarakat pada suatu tatanan hidup yang serba cepat dan praktis. Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan penentu bagi suatu peradaban yang modren. Keberhasilan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tentu saja membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun tidak dapat dipungkiri kemajuan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan diringi dengan meningkatnya penyimpangan dan kejahatan dibidang ekonomi dan sosial. Ini dapat dilihat di negara maju ataupun dinegara yang sedang berkembang, jenis penyimpangan dan kejahatan semakin banyak ragamnya. Semakin tinggi pradaban suatu bangsa maka semakin maju pula ilmu pengetahuan yang berkembang dalam bangsa tersebut. Apabila kemajuan ilmu pengetahuan tidak diimbangi dengan semangat kemanusiaan, maka berpengaruh pada akses yang negatif. Munculnya tindak pidana baru pada bidang ilmu pengetahuan

yang

berkembang

tersebut.

Yang

menimbulkan

gangguan

ketenteraman, ketenangan dan sering kali menimbulkan kerugian materil maupun immateril bagi masyarakat. Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku menyimpangan yang hidup dalam masyarakat. Yang artinya tindak pidana akan selalu ada selama manusia masih ada di muka bumi ini. Hukum sebagai sarana bagi penyelesaian problematika ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat. Oleh karena itu perkembangan hukum khususnya hukum pidana perlu ditingkatkan dan

Universitas Sumatera Utara

diupayakan secara terpadu. Kodifikasi, unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan Undang-undang baru sangat dibutuhkan untuk menjawab semua tantangan dari semakin meningkatnya perkembangan tindak pidana. Ilmu kesehatan adalah salah satu bidang ilmu yang mengalami perkembangan paling cepat saat ini. Begitu pula dengan perkembangan tindak pidana dibidang ilmu kesehatan. Adapun tindak pidana yang terjadi di bidang ilmu kesehatan antara lain : malpraktek, pemalsuan obat, mengedarkan obat tanpa izin dan transplantasi organ manusia. Masalah kesehatan merupakan keprihatinan serius di setiap negara, baik negara maju maupun sedang berkembang. karena kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan suatu negara dan merupakan hak asasi manusia. Negara memiliki kewajiban kepada rakyatnya untuk menyediakan layanan kesehatan dan menetapkan aturan-aturan hukum yang terkait dengan kepentingan perlindungan kesehatan. Secara awam

kesehatan dapat diartikan ketiadaan penyakit. Menurut

WHO kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis 1. Dapat disimpulkan kesehatan itu sangat penting dalam kelangsungan hidup masyarakat. Jadi apabila terjadi tindak pidana di bidang kesehatan akan menyerang langsung masyarakat baik secara materil maupun immateril. Sehingga masyarakat tidak dapat melangsungkan kehidupanya dengan baik. Hukum kedokteran dan hukum kesehatan mulai di perkenalkan di Indonesia dengan terbentuknya kelompok study untuk Hukum Kedokteran di 1

Titon Slamet Kurnia, Hak Atas Drajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM di Indonesia,Bandung, 2007 hal 13

Universitas Sumatera Utara

Universitas Indonesia pada tanggal 1 November 1982 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo oleh beberapa dokter dan sarjana hukum 2. Hukum kesehatan ini sebenarnya sudah lama diperkenalkan, namun dalam perkembanganya hukum kesehatan ini masih kurang mendapat perhatian oleh para sarjana hukum di indonesia. Ini dapat dilihat dari masih jarangnya ditemukan buku-buku yang membahas tentang hukum kesehatan. Salah satu kejahatan dalam hukum kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Farmasi adalah suatu profesi yang berhubungan dengan seni dan ilmu dalam penyediaan bahan sumber alam dan bahan sintetis yang cocok dan menyenagkan untuk didistribusikan dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit 3. Masih segar di ingatan, hebohnya kasus formalin dalam makanan, ditariknya produk pengusir nyamuk HIT karena dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanan dan keselamatan konsumen. Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat pengawet berbahaya yang disinyalir oleh Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (KOMBET). Adapun zat berbahaya yang terkandung dalam minuman isitonik tersebut adalah natrium benzoat dan kalium sorbet yang dapat menyebabkan penyakit yang dalam ilmu kedokteran disebut Sytemic Lupus Erythematosus, yaitu penyakit yang mematikan yang dapat menyerang seluruh tubuh dan sistem internal manusia itu sendiri. Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman mengandung susu produk RRC yang berbahaya, beras mengandung bahan pengawet berbahaya dan seterusnya.

2 3

Amri Amir, Bunga Ranpai Hukum Kesehatan, Jakarta 1997 hal 2 Moh. Anief, Farmasetika, Yogyakarta 1993 hal 11

Universitas Sumatera Utara

Konsumen di Indonesia masih cenderung pasif meskipun sudah ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang hak-hak konsumen, kewajiban pelaku usaha serta memberikan bentuk-bentuk perlindungan

hukum yang diberikan kepada konsumen.

Konsumen masih belum sepenuhnya menyadari hak-hak mereka, sedangkan pelaku usaha juga belum sepenuhnya memenuhi kewajibannya. Kondisi tersebut cenderung untuk mendorong lahirnya berbagai bentuk pelanggaran pelaku usaha terhadap hak konsumen namun pelaku usaha yang bersangkutan tidak memperoleh sanksi hukum yang mengikat. Oleh karena itu pemerintah selaku pihak yang berwenang untuk menegakkan hukum perlindungan konsumen harus bersifat proaktif dalam melindungi hak-hak konsumen di Indonesia. Terkait dengan sediaan farmasi yang akan dibahas oleh penulis, upaya pemerintah untuk melindungi konsumen adalah melalui pembentukkan lembaga yang bertugas untuk mengawasi pada suatu produk serta memberikan perlindungan kepada konsumen Di Indonesia telah dibentuk suatu badan yang bertugas untuk mengawasi peredaran obat dan makanan, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 166 Tahun 2000 jo Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang mengatur mengenai pembentukan lembagalembaga pemerintah nondepartemen. LPND adalah lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk menjalankan tugas pemerintahan tertentu dari presiden serta bertanggung jawab langsung pada presiden. BPOM merupakan salah satu LPND

Universitas Sumatera Utara

yang mempunyai tugas yang terkait dengan pengawasan obat dan makanan. 4 Tetapi lembaga yang bertugas mengawasi belum optomal dalam melakukan tugasnya, ini terbukti dengan masih banyaknya ditemui obat dan makanan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan masih beredar di masyarakat. Untuk mencapai kesembuhan jasmani dan rohani dari suatu penyakit, tidak bisa lepas dari suatu pengobatan optimal dan benar. Namun apabila obat yang diedarkan oleh pihak yang di tunjuk oleh Undang-Undang berhak mengedarkan obat, mengedarkan obat dengan melakukan penyimpangan sudah tentu obat tersebut tidak dapat digunakan dalam proses penyembuhan . Karena mungkin saja obat tersebut tidak memenuhi standar racikan obat, kadaluarsa dan aturan pakai. Obat seperti ini apabila digunakan dapat menimbulkan penyakit baru bagi penggunanya bahkan dapat menimbulkan kematian. Suatu perbuatan yang dapat menimbulkan sakit pada orang lain atau bahkan menimbulkan kematian merupakan kejahatan dalam Undang-undang. Perbuatan jahat merupakan suatu perbuatan yang harus dipidana. Dalam hal ini yang bertanggung jawab adalah pihak yang ditunjuk Undang-undang berhak mengedarkan obat dan memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Kebutuhan masyarakat atas perlindungan kesehatan merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi, Karena langsung menyerang kebutuhan masyarakat yang primer. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menegakan aturan perundang -undangan yang ada untuk menanggulangi permasalahan yang semakin kompleks dalam hukum kesehatan ini.

4

www.tesishukum.com, Tanggung Jawab Badan Pengawas Makana Dan Obat, terakhir kali di akses 12 februari 2010

Universitas Sumatera Utara

Oleh sebab itu penulis mencoba mengkaji mengenai

tindak pidana

mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar untuk mengetahui bagaimana sebenarnya tindak pidana ini. Dalam hal ini penulis mencoba mengkaji pengaturan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dalam hukum positif Indonesia, faktor-faktor yang melatarbelakangi perbuatan ini serta upaya penanggulanganya.

Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah Dari uraian diatas adapun permasalahan yang akan dibahas penulis yaitu : 1. Bagaimana pengaturan tindak pidana mengedarkan sedian farmasi tanpa izin edar dalam hukum positif indonesia 2. Bagaimana penerapan Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No.36 tentang Kesehatan terhadap penegakan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar (Studi Putusan No 1902/Pid B/2004/PN Medan) 3. Upaya penanggulangan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Secara umum yang menjadi tujuan penulis membahas skripsi ini adalah guna melengkapi dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, disamping untuk membiasakan penulis dalam menyusun suatu karya ilmiah. Adapun tujuan yang khusus dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dalam hukum positif Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan UU No.36 Tahun 12009 Tentang Kesehatan terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar ( Studi Putusan No.1902/Pid B/2004/PN Medan )

Universitas Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam penanggulangan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. Selain tujuan-tujuan tersebut diatas, penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya: a. Secara teoritis Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu hukum, Khususnya hukum pidana yang terkait dengan tindak

pidana kesehatan di

bidang farmasi. b. Secara praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Bagi aparat penegak hukum, sebagai sumbanagan pemikiran untuk penanganan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. 2. Akademisi dan praktisi hukum untuk memberi masukan dan gambaran mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar khususnya di kota medan.

D. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul “ Tindak Pidana Mengedar Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902 /PID B/ 2004 / PN Medan) “ . Penulisan ini dilakukan penulis dimulai dengan mengumpulkan bahanbahan yang berkaitan dengan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar, baik itu melalui literatur yang diperoleh dari buku-buku yang ada di

Universitas Sumatera Utara

perpustakaan maupun media cetak dan elektronik, disamping itu juga diadakan analisis kasus. Dan sehubungan dengan penulisan skripsi ini, pada saat penulis menulis skripsi ini belum ada judul yang sama. Walaupun ada yang membicarakan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar, namun objek yang dibahas tidak sama. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah di tulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi maka hal itu akan menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.

E. Tinjauan kepustakaan 1. UU NO.23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN Pelayanan kesehatan adalah hak semua orang. kekurangan dalam pelayanan kesehatan masyarakat bisa disebabkan oleh sistem pelayanan kesehatan yang buruk. Oleh karena itu diperlukan peraturan perundangan yang menjamin terlaksananya sistem pelayanan kesehatan yang sempurna bagi masyarakat. Dalam rangka memberikan perlindungan dan kepastiaan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi dasar bagi pembangunan kesehatan diperlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis bagi pemberi jasa pelayanan kesehatan, makanan, minuman hasil produksi rumah tangga yang masih dalam, pembinaan pemerintah, pelaksanaan hukum diberlakukan secara bertahap. Perangkat hukum tersebut hendaknya dapat menjangkau perkembangan yang masih kompleks yang terjadi dimasa akan datang. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dimaksud sebagai landasan bagi berbagai peraturan mengenai sistem pelayanan kesehatan bagi

Universitas Sumatera Utara

seluruh masyarakat. Undang-Undang ini mencakup pengaturan berbagai hal pokok tentang kesehatan, antara lain: 1. Asas dan tujuan yang menjadi landasan dan memberi arah pembangunan kesehatan yang dilaksanankan melalui upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi orang sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal tanpa membedakan status sosial; 2. Hak dan kewajiban setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal serta wajib untuk ikut serta didalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; 3. Tugas dan tanggung jawab pemerintah pada dasarnya adalah mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan serta mengerakan peran serta masyarakat; 4. Upaya

kesehatan

dilaksanakan

secara

menyeluruh,

terpadu,

dan

berkesinambungan melalui pendekatan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan; 5. Sumber daya kesehatan sebagai pendukung upaya kesehatan, harus tetap melaksanakan fungsi dan tanggung jawab sosialnya, dengan pengertian bahwa sarana kesehatan harus tetap memperhatikan golongan masyarakat yang kurang mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan; 6. Ketentuan pidana untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan kesehatan bila terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.

Universitas Sumatera Utara

2. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan

masyarakat secara luas yang mencakup upaya

Universitas Sumatera Utara

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan Selain itu, perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada pengobatan (kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat konsumtif/pemborosan. Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma

Universitas Sumatera Utara

kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang berwawasan sakit. Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

3. Pengertian Tindak Pidana Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatianya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban. 5 Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dan demikian juga dalam Wvs Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. 6 Strafbaar feit, terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan

5 6

Fuat Usfa & Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, , Malang ,2004 ,hal 31 Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta ,2002, hal 67

Universitas Sumatera Utara

dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan 7. Tindak pidana merupakan suatu peristiwa dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah ”perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime) yang bisa diartikan secara yuridis atau kriminologis. Isi dari pengertian tindak pidana tersebut dalam kenyataanya tidak ada kesatuan pendapat diantara para sarjana. 8 Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo 9, pengertian strafbaar feit dibedakan menjadi : a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum ; b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadiaan (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Sejalan dengan definisi atau pengertian menurut teori dan hukum positif di atas, J.E Jonkers juga telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertiaan, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Pornomo 10, yaitu : a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang.

7

Adawi Chazawi. Op. Cit, hal 69 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang ,1990, hal. 40 9 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 91 10 Ibid 8

Universitas Sumatera Utara

b. Definis panjang atau lebih dalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alfa oleh orang yang dapt dipertanggungjawabkan. Menurut definisi pendek pada hakekatnya menyatakan bahwa pastilah untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan Undang-Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang, dan pendapat umum tidak dapat menentukan lain daripada apa yang telah ditetapkan dalam Undang-undang. Definisi yang panjang lebih menitikberatkan kepada sifat melawan hukum dan pertanggung jawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan secara tegas didalam setiap delik, atau unsur yang tersembunyi secara diam-diam dianggap ada. 11 Pendapat Moeljanto sebagaimana yang dikemukakan oleh E.Y Kanter dan S.R Sianturi12, memilih “perbuatan pidana” sebagai terjemahan dari “strafbaar feit”. Beliau memberikan perumusan atau pembatas sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh menghambat akan tercapainya tata pergaulan masyarakat yangdicita-citakan. Makna perbuatan pidana, secara mutlak harus termasuk dalam unsur formil, yaitu mencocoki rumusan Undang-Undang, dan Unsur materil, yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau sifat melawan hukum (rechtswiradigkeit). Pengertian perbuatan hukum pidana tidaklah diikuti oleh hukum pidana kita. Menurut sistem hukum adat tidaklah diadakan pemisahan antara pelanggaran 11

Ibid. EY. Kanter & Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapanya, Storia Grafika, Jakarta 2002, hal 208

12

Universitas Sumatera Utara

hukum yang memungkinkan reaksi dalam lapangan hukum pidana dan pelanggaran hukum yang hanya dapat digugat di lapangan hukum perdata. Berdasarkan hal tersebut, apabila terjadi suatu pelanggaran hukum maka petugas hukum mengambil tindakan konkrit (inilah reaksi adat) guna membetulkan hukum yang dilanggar. 13 Satochid Kartanegara 14 menganjurkan pemakaian istilah “tindak pidana” hal ini karena istilah tindak (tindakan) , mencakup pengertian melakukan atau perbuatan dan/atau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat (passive handeling). Istilah perbuatan berarti melakukan, berbuat tidak mencakup pengertian mengakibatkan. Istilah peristiwa tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia, sedangkan terjemahan pidana untuk straffbaar adalah sudah tepat. Secara literlijk kata “straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. Kaitannya dengan istilah strafbaar feit secara utuh ternyata diterjemahkan juga dengan kata hukum, padahal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht seolah-olah arti straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya. 15 Kata “baar” mempunyai 2 istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat. Secara literlijk bisa kita terima. Kata feit biasa digunakan 4 istilah yakni tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Secara literlijk

feit memang lebih pas

untuk diterjemahkan sebagai perbuatan. Kata perbuatan lebih lazim digunakan dalam perbendaharaan hukum kita untuk mengartikan dari istilah overtreding

13

Roeslan Saleh. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara baru, Jakarta, hal. 15 14 Satochid Kartenegara, Hukum Pidana Bag I, Balai lektur Mahasiswa, hal. 74 15 Adawi Chazawi. Op. Cit. Hal.69

Universitas Sumatera Utara

sebagai lawan dari istilah misdrijven (kejahatan) terhadap kelompok tindak pidana masing-masing dalam buku III dan buku II KUHP. 16 Kata “peristiwa”, menggambarkan pengertian yang lebih luas dari pengertian perbuatan. Hal ini karena peristiwa tidak saja menunjuk kepada perbuatan manusia melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata tetapi juga oleh alam seperti matinya orang karena disambar petir atau tertimbun tanah longsoryang tidak masuk dalam hukum pidana. Peristiwa baru menjadi penting dalam hukum pidana apabila kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia (pasif maupun aktif). 17 Istilah “tindak” memang telah lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan walaupun masih dapat diperdebatkan juga ketepatanya. Tidak menunjuk pada hal kelakuan manusia dalam arti positif (handelen) semata, dan tidak termasuk kelakuan manusia yang pasif atau negatif (nalaten). Pengertian sebenarnya dalam istilah feit itu adalah termasuk baik perbuatan aktif maupun perbuatan pasif tersebut. Perbuatan aktif artinya suatu bentuk perbuatan yang untuk mewujudkanya diperlukan /disyaratkan adanya suatu gerakan dari tubuh atau bagian tubuh manusia, misalnya mengambil pasal 362 KUHP “Barang siapa mengambil suatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian”

atau merusak pasal 406 KUHP “Barang siapa

dengan sengaja dan dengan melawan hakmembinasakan, merusak, membuat sehinga tidak bisa dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang yang sama sekali 16 17

Ibid. Ibid

Universitas Sumatera Utara

atau sebagianya kepunyaan orang lain, dihukum penjara delapan bulan atau denda”. Perbuatan pasif adalah suatu perbuatan tanpa melakukan suatu perbuatan fisik apapun oleh karenanya, dengan demikian seorang tersebut telah mengabaikan kewajiban hukumnya, misalnya perbuatan tidak menolong pasal 351 KUHP “Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang didalam keadaan maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannyaatau diadakanyadengan tidak atau menguatirkanya, bahwa iya sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan” atau perbuatan membiarkan pasal 304 KUHP “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang dia wajib memberikan kehidupan perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena perjanjian, dihukum penjara”.

18

4. PENGERTIAN SEDIAN FARMASI Adapun yang dimaksud dengan sediaan farmasi dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Peraturan pemerintah No.72 Tahun 1998 Tentang pengamanan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis melalui proses kimia. Sedangkan definisi yang lengkap, obat adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk : 1. Pengobatan, peredaan, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan; atau

18

Ibid

Universitas Sumatera Utara

2. Dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada manusia atau hewan. Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam tubuh (misalnya : hormon, vitamin D) atau merupakan merupakan bahan-bahan kimia yang tidak disintesis di dalam tubuh. Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan obat itu dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Berdasarkan undang-undang obat digolongkan dalam : 1. Obat Bebas 2. Obat Keras 3. Obat Psikotropika dan Narkoba Berikut penjabaran masing-masing golongan tsb : 1. OBAT BEBAS Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (disebut obat OTC = Over The Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas. 1.1. Obat bebas Ini merupakan tanda obat yang paling “aman” . Obat bebas, yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan. Misalnya : vitamin/multi vitamin (Livron B Plex, ) 1.2. Obat bebas terbatas

Universitas Sumatera Utara

Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W). yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam. Contohnya, obat anti mabuk (Antimo), anti flu (Noza). Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut : P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya. P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan 19 Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu; sakit yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit semakin serius sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dianjurkan untuk tidak sekali-kalipun melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat – obat yang seharusnya diperoleh dengan mempergunakan resep dokter. Apabila menggunakan obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa menggunakan resep dokter atau yang dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan Golongan Obat Bebas Terbatas, selain meyakini bahwa obat tersebut telah memiliki izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Departemen Kesehatan, terdapat hal- hal yang perlu

19

www. Phapros.com, Mengenal Penggolongan Obat, terakhir kali di akses 10 februari 2010

Universitas Sumatera Utara

diperhatikan, diantaranya: Kondisi obat apakah masih baik atau sudak rusak, Perhatikan tanggal kadaluarsa (masa berlaku) obat, membaca dan mengikuti keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan obat atau pada brosur / selebaran yang menyertai obat yang berisi tentang Indikasi merupakan petunjuk kegunaan obat dalam pengobatan Kontra-indikasi

(yaitu

petunjuk

penggunaan

obat

yang

tidak

diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang timbul, yang bukan efek yang diinginkan), dosis obat (takaran pemakaian obat), cara penyimpanan obat, dan informasi tentang interaksi obat dengan obat lain yang digunakan dan dengan makanan yang dimakan. 2. OBAT KERAS Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik (tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain) Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan mematikan. 3. PSIKOTROPIKA DAN NARKOTIKA Obat-obat ini sama dengan narkoba yang kita kenal dapat menimbulkan ketagihan dengan segala konsekuensi yang sudah kita tahu.

Universitas Sumatera Utara

Karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahakan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah. 3.1.PSIKOTROPIKA Psikotropika adalah Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya. Menurut Undang-Undang

No.5/1997 psikotropika dibedakan dalam 4

golongan sebagai berikut:

• Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh: MDMA, ekstasi, LSD, ST • Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh: Amfetamin, fesiklidin, sekobarbital, metakualon,metilfenidat (Ritalin) • Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

Universitas Sumatera Utara

mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh : Fenobarbital, flunitrazepam • Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan

sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh: Diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxide, nitrazepam (BK, DUM, MG).20 Bentuk psiotropika a. Ekstasi Ekstasi adalah salah satu obat bius yang di buat secara ilegal di sebuah laboratorium dalam bentuk tablet atau kapsul.Ekstasi dapat membuat tubuh si pemakai memiliki energi yang lebih dan juga bisa mengalami dehidrasi yang tinggi. Sehingga akibatnya dapat membuat tubuh kita untuk terus bergerak. b.Amfetamin Nama aslinya methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu penyedap masakan. Jenisnya antara lain yaitu gold river, coconut dan kristal. Sekarang ada yang berbentuk tablet.Obat ini dapat di temukan dalam bentuk kristal dan obat ini tidak mempunyai warna maupaun bau, maka ia di sebut dengan kata lain yaitu Ice. Obat ini juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap syaraf. c.Diazepam Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama jalanan BDZ antara

20

penjelasan Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang Psiotropika

Universitas Sumatera Utara

lain BK, Lexo, MG, Rohip, Dum. Cara pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena, dan melalui dubur. 21

3.2 NARKOTIKA Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya. Menurut Undang-Undang No 35 tahun 2009, Narkotika dibagi menjadi 3 golonggan, yaitu : •

Narkotika Golongan I adalah

Narkotika

yang

hanya

dapat

digunakan

untuk

tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai

potensi

sangat

tinggi

mengakibatkan

ketergantungan.

Merupakan kelompok narkotika yang terdiri atas : tanaman papaver somniferum, opium mentah, opium masak, erythroxylon cocae (koka), cannabis satira (ganja), tetra hydro cannabinol •

Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

21

http/www.henrydunan.blogspot.com, Rekaman Medis, terakhir kali di akses 18 februari 2010

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan ketergantungan. Merupakan kelompok narkotika yang terdiri atas : alpha-cethyl-metadol, alpha-medprodina, alpha-prodine, phentanyl, pethidine, methadone •

Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Merupakan kelompok narkotika yang terdiri atas : asetildihidrokodeina, kodeina, etil morfina. 22 BahanObat adalah sesuatu yang dapat dipergunakan atau dipakai untuk

tujuan membuat obat. Baik itu bahan kimia, tumbuhan, bahan mineral atau campuran dari bahan tersebut. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dilarang menggunakan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika, hewan atau tumbuhan yang dilindungi, dan bahan kimia obat di dalam obat tradisional. Ini sesuai dengan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 (Permenkes 246/1990) tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. 23 Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksud untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital 22 23

penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika www.tesishukum.com, op cit

Universitas Sumatera Utara

bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, untuk mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik. Kosmetik dibagi 2 (dua) golongan Berdasarkan bahan dan penggunaannya 1. Kosmetik golongan I adalah : a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi; b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya; c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan; d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya. 2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I

5. Putusan No. 1902/ PID B/ 2004/ PN Medan Putusan ini merupakan putusan perkara tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. Terdakwa dalam kasus ini telah terbukti mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan tanpa izin edar, yang hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. Bahwa dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan berdasarkan surat perintah Tugas Kepala Balai Besar Pengaawas Obat dan Makanan di Medan No : PO.02.02.82.824.2550. Menemukan sejumlah obat yang tidak terdaftar atau tanpa izin edar di dalam toko obat berijin milik terdakwa.

Universitas Sumatera Utara

F. Metode penulisan 1. Pendekatan Masalah Penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Penelitian yuridis normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal Menurut Soerjono Soekamto sebagaimana dikemukakan oleh burhan ashofa, bentuk penelitian normatif (doktrinal) ini dapat berupa: 24 1. Inventaris hukum positif 2. Penemuan azas hukum 3. Penemuan hukum in concreto 4. Perbandingan hukum 5. Sejarah hukum Soetandyo Wignosoebroto sebagaimana dikemukakan oleh Bambang Sunggono, membagi penelitian hukum doktrinal sebagai berikut: 25 1. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif 2. Penelitian yang berupa penemuaan azas-azas dan dasar- dasar falsafah ( dogma atau doktrinal ) hukum positif 3. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu. Penelitian yuridis empiris merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan study langsung dilapangan atau pada instansi-instansi terkait guna memperoleh data-data yang berkaitan penulisan skripsi. 24 25

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rieneke Cipta, Jakarta ,1996 ,hal 14 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, hal 43

Universitas Sumatera Utara

2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kota Medan, alasan dipilihnya kota Medan dikarenakan terdapat kasus mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar yang penyelesaiannya belum

memuaskan, dalam hal ini

penelitian lapangan penulis melakukannya di Pengadilan Negeri Medan, untuk mendapat gambaran atau bahan akurat dengan penulisan skripsi ini. 3. Sumber Dan Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: i. Data primer yaitu data yang dilakukan melalui studi lapangan. 26 Dilakukan dengan menggali dan memahami secara mendalam persepsi mengenai Tindak Pidana “Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar studi Putusan No.1902/ Pid B/ 2004/ Pengadilan Negeri Medan” sehingga dapat dijadikan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Studi lapangan ini dilakukan melalui pembahasan mengenai kasus No.1902/ Pid B/ 2004/ PengadilanNegeri Medan. Jadi lapangan pokok bahasan dalam skripsi ini yaitu : Pengadilan Negeri Medan. ii. Data skunder, diperoleh melalui studi pustaka yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber pustaka buku-buku, dokumen-dokumen resmi hasil penelitian yang berwujud laporan, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana mengedarkan sedian farmasi tanpa izin edar. 27

26 27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1984 hal 12 Loc.cit

Universitas Sumatera Utara

4. Metode Dan Analisis Data Data yang diperoleh melalui pustaka dikumpulkan dan diurutkan lalu di organisasikan dalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 28 Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu mengorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan dari responden dan data-data yang diperoleh dari lapangan, kemudian dianalisis secara kualitatif sehingga memperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan Sisitematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, dimana masing-masing bab diuraikan permasalahanya secara tersendiri, namun dalam konteks yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematika penulis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhanya dalam beberapa bab berikut ini: Bab I

Pendahuluan: Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II

Pengaturan Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Dalam Hukum Positif Indonesia Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan hukum terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.

28

Lexy Moelong, Metode penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Cetakan ke-10, Bandung, 1999, halaman 103

Universitas Sumatera Utara

Bab III Studi Kasus Putusan No. 1902 / Pid B / 2004 / PN Medan Dalam hal ini akan dibahas mengenai penerapan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. STUDI PUTUSAN NO. 1902 /PID B/ 2004 / PN MEDAN, apa saja yg menjadi unsur-unsur tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi dan pertanggung jawaban pidananya. Bab IV

Upaya

Penaggulangan Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan

Farmasi Tanpa Izin Edar Dan Upaya Dalam bab ini dibahas mengenai upaya penangulangan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar melalui kenijakan penal dan non penal. Bab V

Penutup Dalam bab ini akan diambil kesimpulan yang disertai dengan saran dari penulis melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis.

Universitas Sumatera Utara