Chapter I.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

82 downloads 97 Views 463KB Size Report
A. Latar Belakang. Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia, .... Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa entitativity dapat.
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia, sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa; bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara, antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, bahkan tawuran juga terjadi diantara mahasiswa dengan mahasiswa. Tawuran antar kelompok semakin semarak semenjak terciptanya geng-geng. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat. Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompoknya (Alim Sumarno, 2011). Rasa dendam dan kesetiakawanan dapat menjadi pemicu terjadinya tawuran. Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi, maka sekelompok orang membalas perlakuan yang disebabkan kelompok lain yang dianggap merugikan individu dalam kelompok atau mencemarkan nama baik kelompok tersebut (Iskandar, 2011). Salah satu aksi tawuran antar kelompok adalah tawuran antar kelompok mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Pertanian yang terjadi pada bulan Oktober 2011, seperti ditulis oleh Harian Analisa, 1 November 2011,

Universitas Sumatera Utara

“… Peristiwa tawuran terjadi antara mahasiswa Fakultas Teknik (FT) dan Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sumatera Utara (USU) di dalam lingkungan kampus, Senin (31/10) siang…”

Lebih lanjut menurut salah seorang mahasiswa Departemen Teknik Mesin (dalam Tabloid Suara USU, Desember 2011), ratusan polisi mengamankan lokasi dengan menahan sekitar 119 mahasiswa Fakultas Teknik di Polresta Medan. Sementara itu, dari sekitar 119 mahasiswa Fakultas Teknik, polisi menetapkan lima mahasiswa ditahan selama satu bulan. Sedangkan mahasiswa Fakultas Pertanian memilih kembali ke fakultas. Sekitar 150 mahasiswa Fakultas Pertanian berjaga hingga pukul 4 dini hari. Tian (nama samaran), salah seorang pelaku tawuran tersebut, menyatakan bahwa permasalahan yang terjadi antara mahasiswa Fakultas Pertanian dengan Fakultas Teknik, bukan merupakan hal yang baru terjadi. Beberapa tahun sebelumnya juga pernah terjadi perkelahian antar kedua fakultas ini. Namun, permasalahan tersebut tidak pernah lagi muncul sampai dengan kejadian pada tanggal 30 Oktober 2011 yang lalu. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 Oktober 2011 yang lalu juga diawali dengan beberapa kejadian yang akhirnya memicu perkelahian yang lebih besar. “Perkelahian itu sebenarnya karna masalah sepele ajanya. Pas hari II POMB kemaren, tanggal 9 September itu kalo ga salah… Jadi kami kumpulkanlah semua adek-adek itu di lapangan itu, hampir sampe keluar trotoar itu memang. Barislah kan orang itu disitu. Trus, tiba-tiba datanglah barisan Pertanian… Lewatlah barisan orang itu kan, disenggol orang itulah barisan belakang adek-adek kami. Pas kebetulan yang tersenggol itu anak Mesin. Baru siap itu orang itu lari, sambil ketawak ngejek gitu. Kan ngajak maen kali orang itu. Tapi, disitu memang belum rusuh kalilah, paling beberapa senior kami aja yang datangi orang itu. Bukan dari Mesin aja, dari Sipil, Industri, Elektro, Kimia juga datangi orang itu kan. Entah apa dibilangi abang itu, baru ya udah siap...”

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan kutipan wawancara diatas, dapat dilihat bahwa permasalahan yang

sederhana

ternyata

dapat

memunculkan

perkelahian.

Meskipun

permasalahan tersebut hanya dialami oleh mahasiswa Departemen Teknik Mesin, namun mahasiswa Fakultas Teknik lainnya (selain Departemen Teknik Mesin) juga turut membela kepentingan Departemen lainnya. Suwarno (2008), menyatakan bahwa kebanggaan yang begitu besar terhadap kelompok dan anggota didalamnya menyebabkan fanatisme terhadap kelompoknya dan secara tidak langsung membuat mereka memiliki nilai yang negatif terhadap kelompok lain. Dengan kata lain, pandangan anggota kelompok terhadap kelompoknya akan sangat berpengaruh terhadap perilaku setiap anggota terhadap kelompoknya tersebut (social identity). Menurut Burke (2000), social identity adalah bagaimana seseorang menyadari keberadaannya dalam sebuah kelompok dan menyatakan identitasnya sesuai dengan kelompoknya. Hal ini menjadi dasar bagi setiap individu untuk dapat menerima dan menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut Social Identity Theory (Hoggs & Abrams, 1988; Tajfel, 1978) secara alamiah setiap individu melakukan pengelompokan terhadap atribut-atribut sosial yang dikenalnya. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan kompleksitas berbagai stimulus sosial dan informasi yang diperolehnya dari lingkungan. Dengan demikian, individu melakukan pemrosesan informasi didasarkan atas kategorisasi hasil pengelompokan yang dilakukan tersebut, yang dikenal sebagai category based information processing (Oetzel, 2002). Pemrosesan informasi berdasar atribut kategori menyebabkan seseorang tidak

Universitas Sumatera Utara

dilihat berdasarkan karakteristik-karakteristik individual yang dimilikinya, melainkan berdasar atribut kelompok tempat ia menjadi anggotanya (Dahesihsari, 2008). Individu juga mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok sosial sebagai usahanya untuk mencari identitas sosial yang positif (Ellemers & Van Knippenberg, 2002). Hal itu dilakukan dengan cara melakukan perbandingan antara kelompoknya dengan kelompok lain. Terjadi penilaian-penilaian yang terpolarisasi menjadi baik dan buruk, atribut yang positif diberikan kepada kelompoknya sendiri, sedangkan atribut yang kurang positif diberikan kepada kelompoknya lain (Abrams, 2003). Perbandingan tersebut, secara alamiah akan menimbulkan distorsi informasi, karena terdapat kecenderungan individu untuk membuat batasan-batasan dalam menginterpretasikan informasi yang diterimanya. Dalam situasi ini, streotipe dan bias dalam penilaian kelompok sangat mungkin untuk terjadinya kondisi yang potensial menimbulkan kesalahpahaman dan konflik. Dalam kondisi tersebut, rasa saling percaya antar kelompok dan kesediaan untuk berbagi informasi antar mereka akan cenderung berkurang (Dahesihsari, 2008). “Baru pas yang tanggal 31 Oktober kemaren, sebenarnya itu da tinggal masalah sepele aja. Tapi memang karna sebelum-sebelumnya sudah mulai hidup kompornya. Jadi yang kemaren, tinggal meledak ajalah. Hahaha... Jadi, kemaren itu adalah anak Teknik 2011 yang lagi jalan lewat Pertanian. Baru tiba-tiba dari belakang adalah yang teriak ‘Woii… Botak!!’. Gitu sampe di kampus, dibilang si adek inilah sama kawan-kawannya, sama seniornya juga yang kebetulan ada disitu. Geraklah semuanya ngumpul, baru datangi Pertanian. Disitulah mulai kami yang serang orang itu, lempar batu, anak Mesin bawa peralatannya masing-masing. Woo..aslilah perang disitu... Malamnya pun, masing-masing ngatur strategi. Kami ngumpul di kampus semua untuk bicarakan rencana berikutnya. Mereka pun ngumpul juga, tapi ntah dimana. Kayaknya di daerah Kampung

Universitas Sumatera Utara

Susuk. Soalnya kemaren ada kabar jalan dari Kampung Susuk ke kampus, ditutup, jadi harus mutar kalo mau ke kampus. Malamnya kami tiba-tiba diserang duluan sama Pertanian. Itulah lab-lab kami ada yang rusak. Kami pun serang baleklah. Sampe polisi datang, barulah mulai berlarian semua. Tapi banyak juga yang kena tangkap kemaren itu...” (Komunikasi Personal, 20 Desember 2011)

Pandangan setiap anggota terhadap kelompoknya juga dapat dipengaruhi oleh dampak ataupun peranan yang dimiliki oleh kelompok tersebut (Halim, 2004). Salah satu hal yang dapat membuat seseorang membandingkan antar kelompok yang satu dengan yang lain adalah dilihat dari kesatuan individu yang ada didalamnya. Secara personal setiap orang pastinya memiliki keragaman kepribadian yang bervariasi, namun sekelompok orang tersebut dapat dipandang sebagai satu kesatuan. Sejauh mana sekelompok orang bersatu dan saling berpengaruh satu dengan yang lain, dikenal sebagai entitativity kelompok atau group entitativity (Campbell, 1958). Hogg (2004) menjelaskan bahwa group entitativity merupakan sifat atau kekhasan yang terdapat dalam sebuah kelompok, tidak ada batasan antar anggota kelompok, homogenitas internal, interaksi sosial, tidak ada tingkatan sosial, memiliki tujuan bersama. Group entitativity juga menyatakan bahwa setiap anggota dalam kelompok memiliki kesamaan pengalaman yang menuntun anggota-anggota didalamnya memikirkan dan melakukan perlakuan yang seragam, yang sesuai dengan kekhasan yang dimiliki oleh kelompok tersebut (Campbell, 1958; Hamilton & Sherman, 1996). Sedangkan bagaimana pandangan atau penerimaan oleh setiap anggota yang terdapat dalam kelompok tersebut

Universitas Sumatera Utara

terhadap kesatuan kelompok dikenal dengan istilah perceived entitativity (Rodgers, 2004). Seperti kutipan diskusi (Focus Group Discussion) yang diadakan pada tanggal 4 Desember 2011 yang lalu dengan mahasiswa Fakultas Teknik pelaku tawuran, ketika ditanya mengapa tawuran tersebut bisa terjadi. “Menurutku, itu terjadi karna adanya disorientasi fungsi mahasiswa. Ini dikarenakan adanya kelompok-kelompok tertentu yang lebih mengutamakan kepentingan kelompok-kelompoknya sendiri. Dalam hal ini, ada ego yang bermain. Akhirnya ketika kepentingannya diusik/diganggu, maka orang/kelompok tersebut akan merasa tersinggung dan muncullah perilaku massa yang disebut tawuran… Selain itu karena merasa harga dirinya dilecehkan. Walaupun masalahnya itu sepele, misalnya ‘panggilan’ atau ‘julukan’ yang diberikan oleh kelompok lain kepada anggota kelompoknya, dapat memicu perselisihan. Meskipun cuma satu anggota yang diejek, tapi semua anggota kelompok merasa tersinggung. Terjadilah tawuran…. Trus, karna kurangnya keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang positif. Misalnya PEMA, atau organisasi mahasiswa lainnya yang bisa membuat mahasiswa melakukan sesuatu yang berguna baginya dan bagi orang-orang disekitarnya. Kalau mahasiswa yang mengikuti sebuah organisasi akan memiliki kegiatan, sedangkan mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan organisasi akan cenderung untuk ikut-ikutan dalam aksi-aksi seperti tawuran ini. Karena ga ada kerjaannya yang lain. (Focus Group Discussion, 4 Desember 2011)

Penelitian

terbaru

telah

menunjukkan

bahwa

entitativity

dapat

mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kelompoknya, yaitu pertama, entitativity dapat mempengaruhi proses representasi kognitif atau kesan seseorang terhadap kelompok. Hamilton dan Sherman (1996) menjelaskan bahwa perbedaan yang terjadi antara harapan individu (anggota kelompok) dan harapan kelompok, dapat mempengaruhi pandangan individu (anggota kelompok) sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan penilaian yang berbeda dari sebelumnya dan munculnya penilaian yang baru terhadap kelompoknya. Ketika individu memandang bahwa kelompoknya memiliki kesatuan yang baik (entitativity yang tinggi), maka perilaku yang akan ditunjukkan oleh individu tersebut juga akan cenderung sama dengan apa yang diharapkan oleh kelompoknya (Batang, Mart, Millar, & Cole, 1984). Kedua, entitativity dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kelompoknya ketika kelompok tersebut memiliki dampak atau pengaruh yang relatif besar bagi sekitarnya (Hamilton dan Sherman, 1996). Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara social identity dengan perceive entitativity pada mahasiswa Fakultas Teknik pelaku tawuran.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan social identity dengan perceived entitativity pada mahasiswa Fakultas Teknik pelaku tawuran?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan social identity dengan perceived entitativity pada mahasiswa Fakultas Teknik pelaku tawuran.

Universitas Sumatera Utara

D. Manfaat Penelitian Dari tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini, maka dapat dilihat manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Mengembangkan kajian ilmu di bidang psikologi, khususnya psikologi sosial yang menyangkut permasalahan mengenai social identity dan perceived entitativity, khususnya pada mahasiswa pelaku tawuran b. Memperkaya literatur dan menambah daftar temuan penelitian yang berkaitan dengan social identity dan perceived entitativity, khususnya pada mahasiswa pelaku tawuran. Selain itu, untuk berbagi dasar pengetahuan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai social identity dan perceived entitativity 2. Manfaat Praktis a. Dapat bermanfaat bagi orangtua, pendidik, dan terutama mahasiswa sendiri, sehingga dapat lebih memahami hubungan ataupun dinamika yang terjadi di dalam kelompoknya b. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pihak-pihak yang ingin melakukan intervensi ataupun tindakan preventif untuk mencegah kemungkinan terjadinya tawuran, khususnya pada mahasiswa Fakultas Teknik USU

E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam penelitian ini antara lain:

Universitas Sumatera Utara

BAB I

: Pendahuluan Bab ini berisi uraian singkat mengenai latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti yaitu teori social identity, teori perceived entitativity, teori mengenai tawuran, teori mengenai hubungan antara social identity dengan perceived entitativity, serta hipotesa penelitian. BAB III : Metode Penelitian Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur penelitian, validitas dan reliabilitas, uji daya beda aitem, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode analisis data. BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisi uraian tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian yang meliputi hasil uji asumsi, hasil utama penelitian, dan hasil tambahan penelitian, serta pembahasan. BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab ini memuat mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara