Deteksi Dini kanker paru dengan Low Dose Helical CT Scan - Kalbe

160 downloads 341 Views 179KB Size Report
Observer di Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Univeritas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Indonesia. aBstRak. Kanker paru saat ini masih merupakan pe-.
Opini

Deteksi Dini Kanker Paru dengan Low Dose Helical CT Scan Amelia Rusli Asali

Observer di Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Univeritas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Indonesia Abstrak Kanker paru saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di Amerika Serikat1. Tingginya angka kematian akibat buruknya prognosis, karena sebagian besar kanker paru baru terdiagnosis pada stadium lanjut.2 Foto toraks konvensional sering digunakan sebagai lini pertama deteksi dini kanker paru, tetapi tidak berhasil menurunkan angka mortalitas, karena sensitivitasnya rendah. Hal tersebut memicu inovasi berupa penggunaan CT Scan untuk deteksi dini kanker paru. Sejak tahun 1990, sudah dilakukan 12 studi observasi terhadap efektivitasnya,2 tetapi hasilnya masih menuai kontroversi di kalangan klinisi. National Cancer Institute mengadakan penelitian berskala nasional untuk membandingkan efektivitas penggunaan CT Scan dan foto toraks dalam deteksi dini kanker paru. Penelitian yang dilakukan secara uji acak terkontrol, pada bulan Agustus 2002 – Oktober 2010, terhadap 53.456 laki-laki dan perempuan berisiko tinggi, memberikan hasil bahwa deteksi dini dengan CT Scan dapat menurunkan mortalitas sebesar 20,3%.3 Artikel ini memaparkan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan selama beberapa dekade terakhir untuk mendeteksi dini kanker paru, termasuk hasil penelitian terbaru yang terbukti secara statistik dapat menurunkan angka mortalitas. Pendahuluan Meskipun kanker paru adalah jenis kanker yang paling sering ditemukan, tetapi tetap merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Pada tahun 2007, diperkirakan ada sekitar 213.380 kasus baru kanker paru yang terdiagnosis di Amerika Serikat, dan terdapat 160.390 kematian akibat kanker paru pada tahun yang sama. Tingginya perbandingan antara mortalitas dengan angka kejadian kasus ini, menunjukkan prognosis yang buruk.4 Kanker paru stadium dini yang diterapi

70

bedah, prognosisnya memuaskan. Tetapi pada kenyataannya, lebih dari 70% kasus kanker paru baru terdiagnosis pada stadium lanjut (stadium IIIb atau stadium IV).2 sehingga mortalitasnya tetap tinggi. Karena itu, deteksi dini kanker paru, sangat perlu untuk menurunkan mortalitas. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan sarana penunjang diagnostik, deteksi dini seharusnya dapat dilakukan. Faktor Risiko Risiko relatif bagi perokok untuk terkena kanker paru 2 – 20 kali lebih tinggi daripada non-perokok. Perokok aktif memiliki risiko terkena kanker paru makin besar, seiring dengan banyaknya jumlah rokok yang diisap dan makin muda usia mulai merokok. Perokok pasif juga rentan terkena kanker paru meskipun kemungkinannya tidak sebesar perokok aktif. Karena itu, faktor yang dicurigai sebagai faktor risiko kanker paru adalah inhalasi zat karsinogenik, seperti: 1. Asap tembakau yang mengandung 3.000 – 4.000 bahan kimia, salah satunya adalah kandungan tar – suatu senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik yang terdapat dalam rokok;5 2. Polusi udara; 3. Zat hasil industri tertentu seperti asbes, acrylonitrile, vinyl chloride, arsen, dll. Riwayat anggota keluarga yang menderita kanker paru perlu menjadi pertimbangan, tetapi belum jelas dapat dibuktikan. Pentingnya deteksi dini kanker paru PRECLINICAL

CLINICAL

DPCP

lai saat berakhirnya fase pra-klinis dan berakhir saat terjadinya kematian. Fase pra-klinis terdeteksi adalah fase pra-klinis yang dimulai saat penyakit dapat terdeteksi oleh berbagai tes, bahkan sebelum menimbulkan tanda atau gejala. Deteksi dini perlu untuk mencegah atau paling tidak memperlambat perkembangan penyakit, yang akhirnya diharapkan dapat menurunkan mortalitas penyakit tersebut.2 Kanker paru pada umumnya dimulai sebagai sel kanker yang berukuran sangat kecil (diameter 10 mikron) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis apapun. Tumor berukuran besar (3 cm) baru akan mulai menimbulkan gejala apabila menimbulkan kompresi bronkus yang mengakibatkan atelektasis, efusi pleura, dan gejala lainnya.2 Kanker paru bersifat atipik – artinya memiliki gejala tidak spesifik, berupa gejala subjektif seperti sesak napas, suara serak, nyeri dada persisten, berat badan berkurang; maupun gejala objektif seperti batuk darah, benjolan di leher, sembab di wajah dan leher, yang semuanya dapat dijumpai pada penyakit paru lain. Bahkan seringkali, gejala yang pertama kali disadari adalah gejala akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan akibat kompresi hebat di otak, pembesaran hepar, atau fraktur.6 Keterlambatan diagnosis mengakibatkan buruknya prognosis kanker paru. Secara keseluruhan, tingkat ketahanan hidup 5 tahun kanker paru hanya sekitar 7 – 13%. Tingkat kesembuhan terkait erat dengan stadium penyakit, dengan tingkat ketahanan hidup 5 tahun stadium 1 yang mendapat terapi tepat, sekitar 70%. Sayang, hanya sekitar 20% dari seluruh kasus kanker paru yang dapat terdeteksi pada stadium dini.4

LEAD TIME

Onset of Disease

Detectable by Test

Signs or

Symptoms

Death from Disease or Other causes

Gambar 1. Perjalanan alami penyakit 2 Fase pra-klinis suatu penyakit dimulai saat penyakit tersebut muncul dan berakhir saat menimbulkan tanda atau gejala. Fase klinis dimu-

Deteksi dini kanker paru menggunakan foto toraks konvensional Sudah lama disadari perlunya suatu sarana penunjang diagnostik yang mampu mendeteksi dini kanker paru agar dapat menurunkan angka mortalitas. Foto toraks konvensional sering menjadi lini pertama dalam

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

Opini deteksi dini kanker paru karena tersedia luas, biaya lebih murah, dan tingkat radiasi relatif lebih rendah. Sejak tahun 1951 – 1975, sedikitnya telah dilakukan 10 studi prospektif menggunakan foto toraks konvensional pada suatu kelompok individu risiko tinggi asimtomatik. Yang dimaksud dengan kelompok risiko tinggi, adalah laki – laki dan perempuan berusia > 40 tahun, perokok atau mantan perokok, tidak memiliki riwayat keganasan sebelumnya.4 Tetapi ternyata studi tersebut tidak menghasilkan penurunan angka mortalitas yang signifikan, sehingga dianggap gagal mencapai tujuan utama deteksi dini.5 Karena itu pada tahun 1980, American Cancer Society menyatakan tidak perlu deteksi dini kanker paru, tetapi fokus utama adalah pada usaha preventif. Akibat kebijakan ini, sebagian besar pasien kanker paru telah simtomatik saat diagnosis. Dari 1.568 kasus kanker paru di Eropa, hanya 29 (1,8%) pasien asimtomatik, dan hanya 25% kasus baru yang masih terlokalisir, sisanya merupakan pasien kanker paru yang simtomatik dan sudah mengalami metastasis. Oleh karena itu, kebijakan tersebut ditinjau ulang.7 Kegagalan foto toraks konvensional dalam deteksi dini kanker paru karena foto toraks kurang sensitif untuk mendeteksi nodul berukuran kurang dari 2 cm; hal tersebut membuat para ahli mulai memikirkan alternatif lain deteksi dini kanker paru, yaitu menggunakan low-dose Helical CT Scan. Deteksi dini kanker paru menggunakan Low Dose Helical CT Scan Spiral (helical) CT Scan telah diperkenalkan sejak akhir tahun 1980-an dan dengan cepat menyingkirkan CT Scan konvensional karena waktu scanning yang lebih cepat, resolusi gambar yang lebih baik, dan dapat diperoleh potongan lebih tipis ( < 1 mm), sehingga sangat membantu deteksi nodul atau kelainan lain bahkan sejak stadium dini. Karena itu, CT Scan diharapkan dapat menjadi suatu modalitas utama deteksi dini kanker paru. Pemeriksaan CT Scan memiliki arti penting untuk menilai nodul soliter, parenkim paru serta keadaan mediastinum. CT Scan juga dapat memperlihatkan hubungan kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah besar dengan jelas karena tidak terjadi superposisi struktur anatomi dan memiliki resolusi kontras yang lebih baik

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

dibandingkan foto toraks.7 Seiring dengan perkembangan teknologi, dapat digunakan juga protokol dosis rendah (120 kV, 50 mAs), sehingga dosis radiasi dapat dikurangi hingga seperdelapan dosis CT standar.8 Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap para perokok yang berisiko tinggi terkena kanker paru, untuk membandingkan efektivitas CT Scan dan foto toraks konvensional dalam deteksi dini kanker paru (tabel 1).7 Tabel 1 (lampiran) 7 Henschke dkk telah melakukan skrining terhadap 1.000 laki – laki dan perempuan berusia > 60 tahun yang merokok >20 pak rokok-tahun (perkalian dari jumlah rata – rata pak rokok setiap hari dengan jumlah tahun pasien telah merokok). Ditemukan 23% nodul non-kalsifikasi dengan spiral CT dibandingkan 7% dengan foto toraks konvensional. Keganasan terdeteksi sebanyak 2,7% dengan spiral CT dibandingkan 0,7% dengan foto toraks konvensional. Biopsi dilakukan pada 28 dari 233 peserta dengan nodul non-kalsifikasi; 27 merupakan keganasan dan 1 nodul jinak (tingkat positif palsu 0,4%). Kanker paru stadium 1 ditemukan sebanyak 81%. Pada skrining ulang yang dilakukan 1 tahun berikutnya, hasil positif pada 30 (3%) (tabel 1). Dua peserta meninggal karena sebab yang tidak diketahui, 12 peserta dengan nodul sembuh setelah pemberian antibiotik, dan 8 peserta mengalami nodul yang membesar – setelah dibiopsi maka 7 orang didiagnosis sebagai keganasan. Diederich dkk melakukan skrining pada 919 pria dan perempuan perokok (>20 pak rokok-tahun) berusia >40 tahun di Jerman. Pada populasi ini, terdeteksi 31 nodul nonkalsifikasi. Pada 15 kasus tidak dilakukan biopsi (13 memiliki karakteristik jinak pada CT, 2 peserta menolak). Biopsi dilakukan pada 16 peserta. Sebanyak 13 kasus terdeteksi sebagai kanker paru, dan pada 3 kasus, ditemukan nodul jinak (tingkat positif palsu 0,3%). Prevalensi sebesar 1,2% untuk seluruh populasi, 2% pada populasi berusia >50 tahun dan 3,6% pada populasi berusia >60 tahun. Kanker paru stadium 1 ditemukan pada 68% kasus.7 Mayo Clinic juga telah melakukan skirining pada 1.520 perokok berusia > 50 tahun (>20 pak rokok-tahun), dengan prevalensi 0,8%, dan prevalensi positif palsu sebesar 0,1%.7

Skrining massal menggunakan spiral CT oleh Universitas Shinshu Jepang pada 5.483 orang usia antara 40 – 74 tahun, menghasilkan prevalensi 0,41% (83% pada stadium 1). Prevalensi lebih rendah disebabkan karena peserta terdiri dari perokok dan bukan perokok, dan usia peserta yang lebih muda dibandingkan dengan penelitian di Amerika dan Eropa. Tetapi hasil penelitian tersebut masih menyisakan kontroversi, karena dilakukan secara acak tanpa grup kontrol, sehingga hasil positif palsunya besar, dan membuat efektivitas CT Scan untuk deteksi dini kanker paru tetap dipertanyakan karena belum ada data yang menunjukkan penurunan mortalitas yang signifikan. Karena itu, National Cancer Institute (NCI) mengadakan suatu studi uji acak berskala nasional - National Lung Screening Trial (NLST) yang bertujuan untuk membandingkan penggunaan CT Scan dengan foto toraks dalam deteksi dini kanker paru. Penelitian ini melibatkan 53.456 pria dan wanita, berusia antara 55 – 74 tahun, memiliki riwayat merokok sedikitnya 30 paktahun (perkalian dari jumlah rata – rata pak rokok setiap hari dengan jumlah tahun pasien telah merokok), tidak memiliki tanda, gejala, ataupun riwayat kanker paru. Penelitian ini dilakukan sejak Agustus 2002 hingga 20 Oktober 2010. Peserta dibagi secara acak menjadi 2 kelompok: kelompok skrining dengan CT Scan, dan kelompok skrining dengan foto toraks. Skrining dilakukan sebanyak 3 kali dalam 3 tahun berturut – turut. Hasil CT Scan maupun foto toraks dinilai dari adanya nodul, massa, atau kelainan lain pada paru yang mengarah pada kecurigaan kanker paru (hasil skrining positif). Peserta dengan hasil skrining positif, selalu disarankan untuk mengikuti pemeriksaan lebih lanjut. Hasilnya, terdapat 354 kematian akibat kanker paru di kelompok CT dibandingkan dengan 442 kematian di kelompok foto toraks, ada penurunan mortalitas akibat kanker paru sebesar 20,3% - suatu hasil yang statistik bermakna.3 Tantangan Tampaknya harapan deteksi dini kanker paru mulai cerah, tetapi saat ini masih menyisakan berbagai tantangan, antara lain risiko kumulatif akibat paparan terhadap radiasi CT Scan toraks setiap tahun. Walaupun saat ini telah ada protokol dosis-rendah (120 kV, 50 mAs), sehingga dosis radiasi dapat dikurangi hingga seperdelapan dosis

71

Opini standar, tetap memberikan paparan radiasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan foto toraks konvensional. 10, 11 Berdasarkan fakta, kanker paru memiliki korelasi kuat dengan kebiasaan merokok. Perokok berat memiliki kecenderungan lebih besar terkena kanker paru. Karena itu, yang terbaik adalah usaha preventif yaitu dengan mengubah pola hidup dan menghentikan kebiasaan merokok. Deteksi dini menggunakan CT Scan ternyata juga memengaruhi pola hidup pasien; pasien menjadi tidak termotivasi untuk berhenti merokok. Pasien perokok berat yang hasil CT Scan-nya normal, menganggap aman untuk dapat meneruskan kebiasaan merokok tersebut tanpa risiko kanker paru.12 Kemungkinan overdiagnosis atau pseudodiagnosis pun menjadi suatu tantangan

tersendiri, sehingga meskipun CT Scan telah dapat mendeteksi lesi berukuran kecil yang dicurigai sebagai keganasan, prosedur diagnostik untuk menentukan tatalaksana selanjutnya tetap harus melibatkan tindakan yang lebih invasif seperti aspirasi jarum halus dengan panduan CT Scan (CT Guided Fine Needle-Aspiration). 13 Biaya juga menjadi pertimbangan, apakah sepadan dengan manfaat yang diperoleh karena biaya deteksi dini maupun follow-up menggunakan CT Scan berkali lipat lebih mahal dibandingkan dengan biaya foto toraks konvensional. Diharapkan, pada kasus yang terdeteksi dini menggunakan CT Scan, biaya terapi stadium awal lebih ringan dibandingkan jika terdeteksi pada stadium lanjut. Simpulan Masih banyak tantangan untuk menggu-

nakan CT Scan sebagai modalitas utama deteksi dini kanker paru. Jika tantangan tersebut dapat diminimalisasi, penggunaan CT Scan dalam deteksi dini kanker paru merupakan jawaban atas permasalahan yang ada selama ini, tentu dengan mengingat berbagai aspek, subyek yang dihadapi, dan masalah teknis lain. Deteksi dini kanker paru dengan CT Scan diharapkan dapat menjadi program yang efektif dan berdampak positif meningkatkan kualitas hidup maupun menurunkan mortalitas. Ilmu kedokteran adalah ilmu yang terus berkembang. Perubahan – perubahan selalu memiliki dua sisi: baik dan buruk. Kontroversi adalah suatu acuan sekaligus alarm bagi para praktisi kesehatan untuk terus melakukan dan menemukan yang terbaik bagi dunia kesehatan. Penelitian dan pembuktian adalah jawaban setiap kontroversi.

Tabel 1. Rangkuman Hasil Skrining Menggunakan low dose CT 7 Institusi Cornell University, Hadassah USA University, Israel

Mayo Clinic, USA

Moffitt Cancer Center, USA

Muenster University, National Cancer Shinshu Germany Center Hospital, Japan University, Japan

Kriteria - Usia (tahun) - Lama merokok (pak-tahun) - Riwayat keganasan

≥ 60 ≥ 10 Tidak

≥ 50 ≥ 10 Tidak

≥ 50 ≥ 20 Tidak

≥ 45 ≥ 30 Tidak

≥ 40 ≥ 20 Tidak

≥ 50 Tidak ada Ya

≥ 40 ≥0 Ya

Protokol - Frekuensi skrining - Jumlah peserta - Durasi total (tahun)

Setiap tahun 1000 Masih berlangsung

Setiap tahun 300 3

Setiap tahun 1520 4

Setiap tahun 1150 4

Setiap tahun 1000 4

2x / tahun Masih berlangsung Masih berlangsung

Setiap tahun 7847 3

Batasan skrining - Jumlah peserta yang diskrining - Jumlah kanker yang terdeteksi - Kanker stadium 1 yang terdeteksi

1000 27 81

619 4 100

1520 19 65

493 11 18

919 17 76

1707 13 77

7847 40 83

Skrining ulang setiap tahun - Jumlah peserta yang diskrining - Jumlah kanker yang terdeteksi - Jumlah kanker interval - Jumlah kanker stadium 1 terdeteksi

1184 7 2 85

50 0 0 0

1000 2 0 ?

91 0 0 0

? 2 0 100

9100 21 0 81

10045 40 0 88

Daftar Pustaka 1. Ravenel JG, Costello P, Silvestri GA. Screening for lung cancer. AJR 2008;190:755-61. 2. Black WC. Computed tomography screening for lung cancer. American Cancer Society. 2007; 156:2370 – 84. 3. National Lung Screening Trial Research Team. The national lung screening trial: Overview and study design. Radiology 2011;258:243-53. 4. Manning DJ, Ethell SC, Donovan T. Detection or decision errors? Missed lung cancer from the posteroanterior chest radiograph. Br J Radiol 2004;77:231-5. 5. Mountain CF. Revisions in the international system for staging lung cancer. Chest 1997;111:1710-7. 6. Richards MA, Stockton D, Babb P, et al. How many deaths have been avoided through improvements in cancer survival? BMJ 2000;320:895-8. 7. Van Klaveren RJ, Habbema JDF, Pedersen JH et al. Lung cancer screening by low-dose spiral computed tomography. Eur Respir J 2001; 18:857-66. 8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan kanker kanker paru di Indonesia. 2003. 9. Wilck EJ. Computed tomography screening for lung cancer. Ann Thorac Surg.2008;85:699-700. 10. Patz EF, Goodman PC, Bepler G. Screening for lung cancer. NEJM 2000;343:1627-33. 11. Taylor MN, Shaw P. Radiology of lung cancer. Eur Respir Mon 2009;44:106-35. 12. Hollings N, Shaw P. Diagnostic imaging of lung cancer. Eur Resp J. 2002;19:722-42. 13. Heffner JE, Silvestri G. CT screening for lung cancer-is smaller better?. Amer J Respir Crit Care Med. 2002;165:433-4.

72

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012