Dimensi Fiqh Hadits Ahkam (Hadits Hukum dalam Perspektif ... - P3M

84 downloads 242 Views 12KB Size Report
Dari sumber itulah kemudian lahir produk-produk ijtihad dalam bentuk fiqih. Berbagai ... lain, mereka tidak menganalisanya dari sisi perbandingan madzhab.
Dimensi Fiqh Hadits Ahkam (Hadits Hukum dalam Perspektif Ulama Fiqh dan Ulama Hadits) Oleh : Suhadi, M.S.I. Di antara perwujudan besar dari tradisi keilmuan Islam adalah terkumpulkannya Hadits atau tradisi Nabi (enam diantaranya ditulis pada abad ke-9 M) yang kemudian dianggap sebagai sumber hukum Islam kedua sesudah - atau setara dengan- al-Qur’an. Dari sumber itulah kemudian lahir produk-produk ijtihad dalam bentuk fiqih. Berbagai penelusuran terhadap makna serta pesan Hadits Nabi dilakukan oleh para ulama fiqih sesuai dengan kepentingan zaman dan tempatnya. Sehingga pada tataran itulah, muncul variasi interpretasi yang berbeda-beda. Perilaku, ucapan serta kesepakatan Nabi dipahami berbeda oleh para ulama fiqih. Sebab, apa yang disandarkan kepada Nabi tidak seluruhnya dapat dengan sederhana dipahami menurut makna tekstualnya. Sementara itu ulama Hadits membela otoritas teks-teks keagamaan dan kekuasaannya atas setiap bidang aktivitas kemanusiaan terutama hukum-hukum ibadah dan muamalah (fiqh). Dengan demikian ketika kelompok hadis lebih memperhatikan teks dan berkutat pada kesahihan hadits maka kelompok fiqh mempertahankan akal dengan mengembangkan konsep-konsep seperti maslahah mursalah, istihsan dan sebagainya. Perselisihan antara ahl al-Hadits dan kaum rasionalis ini tak jarang –sepanjang sejarah pemikiran hukum islam diwarnai dengan cemooh kebencian dan tuduhan- tuduhan yang berlebihan dari kelompok pertama terhadap kelompok kedua, demikian pula sebaliknya. Dengan mengambil judul DIMENSI FIQH HADITS AHKAM (Hadits Hukum Dalam Perspektif Ulama Fiqh Dan Ulama Hadits), akan dikaji lebih mendalam bagaimana hubungan keduanya baik dari sisi perbedaan maupun persamaannya dan bagaimana tawaran solusi penyelesaiannya. Studi ini menggunakan metode pengumpulan data content analisys terhadap karyakarya tertentu di bidang hadits dan fiqh kemudian menentukan sebuah hipotesis, menentukan sumber-sumber material, unit analisis dan desain sampling serta menguji reliabilitas hipotesa dan melakukan analisis. Selanjutnya, berdasar metode pengumpulan data tersebut penulis melakukan pengolahan data dengan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif dan komparatif. Dengan seluruh proses di atas akan tampak bahwa ulama ahli hadits menggunakan metode takhrij dan tahqiq baik lewat periwayatan hadits, kitab jarh. Kitab ta’dil atau kitab kumpulan para imam hadits dalam melakukan penelitian dan telaah hadits-hadits ahkam dan selanjutnya menentukan hukum-hukum fiqhnya. Hampir setiap kitab-kitab Hadits memuat hal-hal yang berkaitan hukum fiqihnya, namun kebanyakan ahli-ahli Hadits menyebutkan Hadits-hadits ahkam tersebut secara umum tanpa terkait madzhab manapun dan tidak mengkomparasikan berbagai produk hukum fiqih yang berbeda antara satu madzhab dengan lainnya. Dengan kata lain, mereka tidak menganalisanya dari sisi perbandingan madzhab.

Sementara itu, kitab-kitab fiqih dari berbagai madzhab lebih didominasi pemikiran dan produk-produk hukum madzhabnya ketimbang memperbandingkan dalil-dalil Haditsnya. Inilah salah satu sisi yang membedakan dua kelompok tersebut. Akhirnya sebagai tawaran solusi dari problematika di atas adalah upaya mengintegrasikan hadits dengan ilmu fiqih. Muara pengintegrasian itu – menurut hemat penulis - adalah menentukan sikap bahwa selama hadits hukum tersebut berbeda pandangan dari segi pemahaman dan atau perbedaan sahih dlaifnya masih bisa didiskusikan maka hal tersebut selayaknya ditoleransi sebagai sebuah kekayaan intelektual dalam Islam yang penggunaanya bisa disesuaikan sesuai kebutuhan dalam perbedaan waktu dan tempat, namun apabila perbedaan itu karena ia adalah satu-satunya hadits hukum yang sahih dan juga satusatunya pemahaman maka dalam hal ini fiqh harus mengikuti sunnah karena kembali ke prinsip dasar bahwa sunnah adalah timbangan fiqh dan tidak sebaliknya.