ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DALAM RAPAT ...

27 downloads 222 Views 1MB Size Report
Menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang berjudul Alih Kode dan Campur Kode. Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, ...
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DALAM RAPAT IBU-IBU PKK DI KEPATIHAN KULON SURAKARTA (Suatu Kajian Sosiolinguistik)

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh: MUNDIANITA ROSITA VINANSIS C 0107034

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user i

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DALAM RAPAT IBU-IBU PKK DI KEPATIHAN KULON SURAKARTA (Suatu Kajian Sosiolinguistik)

Disusun oleh: MUNDIANITA ROSITA VINANSIS C 0107034

Telah disetujui oleh pembimbing Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Sujono, M. Hum. NIP 1955040419830301002

Drs. Sri Supiyarno, M. A. NIP 195605061981031001

Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutardjo, M.Hum. NIP 196001011987031004 commit to user ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DALAM RAPAT IBU-IBU PKK DI KELURAHAN KEPATIHAN KULON, SURAKARTA (Suatu Kajian Sosiolinguistik)

Disusun oleh: MUNDIANITA ROSITA VINANSIS C 0107034 Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal, 19 April 2011

Jabatan

Nama

Tanda Tangan

Ketua

Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum NIP. 196110121987031002

………………

Sekretaris

Dra. Sri Mulyati, M.Hum NIP 195610211981032001

………………

Penguji I

Drs. Sujono, M.Hum. NIP 195504041983031001

………………

Penguji II

Drs. Sri Supiyarno, M. A. NIP 195605061981031001

………………

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001

commit to user iii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Nama : Mundianita Rosita Vinansis NIM : C0107034 Menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang berjudul Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 19 April 2011 Yang membuat pernyataan

Mundianita Rosita Vinansis

commit to user iv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MOTTO



Bekerja keras, tekun dan doa adalah kunci keberhasilan. Kemungkinan itu selalu ada, jadi selalu bersemangat dan pantang menyerah, membuat hidup menjadi indah (penulis).



Terwujudnya keinginan berbanding lurus dengan keikhlasan membiarkan keinginan itu terjadi (penulis).



Keseimbangan bicara dan bekerja memulyakan kualitas hidup. Berusaha menyeimbangkan kehidupan di dunia dan akhirat demi mengharap ridho Allah SWT (penulis).



Sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Alam Nasyrah).

commit to user v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk: 

Bapak dan ibuku yang tersayang, dan kelurga yang selalu merestuiku, memberiku semangat, dan doa.



Om S. Hudijono dan Bulik Sri Wahyu Widayati sekeluarga yang telah membiayai pendidikan, memberiku kepercayaan dan dukungan.



Ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon yang telah menjadi informan dan memberikan banyak informasi mengenai organisasi kemasyarakatan.



Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2007 yang selalu mendampingi dalam suka dan duka selama menjadi mahasiswa sastra daerah di Universitas Sebelas Maret.



Almamaterku.

commit to user vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan segala rahmat, taufik, hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan sekripsi ini dengan baik dan lancar. Skripsi yang berjudul Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-ibu

PKK

di

Kelurahan

Kepatihan

Kulon,

Surakarta

(Suatu

Kajian

Sosiolinguistik), merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Proses penyusunan skripsi ini terselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi. 2. Drs. Imam Sutardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang telah memberikan kemudahan dan kesempatan bagi penulis dalam menyusun skripsi. 3. Drs. Y. Suwanto, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah dengan sabar membimbing, memberikan kemudahan dan kesempatan penulis dalam menyusun skripsi maupun dalam melaksanakan setiap kegiatan kemahasiswaan.

commit to user vii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4. Drs. Sujono, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah berkenan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran. 5. Drs. Supiyarno, M.A., selaku pembimbing kedua dengan sabar, dan perhatian dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah berkenan memberikan ilmunya kepada peneliti. 7. Kepala dan staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun perpustakaan pusat UNS, yang telah banyak membantu peneliti memberikan kemudahan dalam pelayanan pada penyelesaian skripsi. 8. Bapak dan Ibuku yang telah memberi semangat dan doa. 9. Ibu-ibu PKK Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta sebagai informan yang memberi pengetahuan mengenai kemasyarakatan, kepedulian dan penerapan peran sosial di dalam maupun di luar organisasi PKK. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan. Maka penulis mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan semua pembaca. Surakarta, 19 April 2011

commit to user viii

Mundianita Rosita Vinansis

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI JUDUL .................................................................................................................. i PERSETUJUAN ................................................................................................... ii PENGESAHAN .................................................................................................... iii PERNYATAAN ................................................................................................... iv MOTTO ................................................................................................................ v PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi PENGANTAR ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI......................................................................................................... ix DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv ABSTRAK ............................................................................................................ xv BAB. I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Pembatasan Masalah ............................................................................ 6 C. Rumusan Masalah ................................................................................ 6 D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7 E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7 1. Manfaat Teoretis ............................................................................. 7 2. Manfaat Praktis ............................................................................... 7 F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 8 BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .................................. 9 A. Sosiolinguistik ...................................................................................... 9 B. Hakikat Kedwibahasaan, Bilingualisme dan Diglosia ......................... 10 commit to user ix

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

C. Ragam Bahasa ...................................................................................... 11 D. Pembagian Tingkat Tutur ..................................................................... 13 E. Kode ..................................................................................................... 14 F. Alih Kode ............................................................................................. 15 1. Bentuk Alih Kode .............................................................................. 16 2. Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode ......................................... 17 3. Fungsi Alih Kode .............................................................................. 19 G. Campur Kode ....................................................................................... 20 1. Bentuk Campur Kode ........................................................................ 21 2. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode ................................... 22 3. Fungsi Campur Kode ......................................................................... 23 H. Komponen Tutur .................................................................................. 23 I.

Situasi Sosioligis di Keluarahan Kepatihan Kulon .............................. 25

J.

PKK sebagai Organisasi Kemasyarakatan ........................................... 27

K. Kerangka Pikir ...................................................................................... 28 BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 30 A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 30 B. Lokasi Penelitian .................................................................................. 30 C. Data dan Sumber Data .......................................................................... 31 D. Populasi dan Sampel ............................................................................ 31 E. Alat Penelitian ...................................................................................... 32 F. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................... 32 G. Metode dan Teknik Analisis Data ........................................................ 33 H. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ................................................. 37 commit to user x

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV. ANALISIS DATA ................................................................................. 38 A. Bentuk, Faktor yang Melatarbelakangi dan Fungsi Alih Kode dalam Rapat Ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta ........... 38 1. Bentuk Alih Kode ........................................................................... 38 2. Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode....................................... 52 3. Fungsi Alih Kode ............................................................................ 60 B. Bentuk, Faktor yang Melatarbelakangi dan Fungsi Campur Kode dalam Rapat Ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. 72 1. Bentuk Campur Kode ..................................................................... 72 2. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode ................................. 84 3. Fungsi Campur Kode ...................................................................... 90 BAB V. PENUTUP .............................................................................................. 100 A. Simpulan ............................................................................................... 100 B. Saran .................................................................................................... 101 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 103 LAMPIRAN .......................................................................................................... 111

commit to user xi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

A. Daftar Singkatan AK

: Alih Kode

APE

: Alat Permainan Edukatif

Balita

: Bawah lima tahun

Bapernas

: Badan Perencanaan Nasional

BI

: Bahasa Indonesia

BJ

: Bahasa Jawa

BJRK

: Bahasa Jawa Ragam Krama

BJRN

: Bahasa Jawa Ragam Ngoko

BKB

: Bina Keluarga Balita

BLUD

: Badan Layanan Umum Daerah

BUL

: Bagi Unsur Langsung

CK

: Campur Kode

HBS

: Hubung Banding Mempersamakan

KIA

: Kartu Intensif Anak

KK

: Kartu Keluarga

Lansia

: Lanjut Usia

Linmas

: Lintas Masyarakat

LPMK

: Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan

LP2A

: Lembaga Pembinaan dan Pengamalan Agama

LP3

: Lembaga Pemberdayaan Perlindungan Perempuan

O1

: Penutur

O2

: Mitra Tutur commit to user xii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

O3

: Penutur ketiga

PKK

: Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

Pokja

: Kelompok Kerja

Poksus

: Kelompok Khusus

Posyandu

: Pos pelayanan terpadu

PR

: Pekerjaan Rumah

PUP

: Pilah Unsur Penentu

Rakernas

: Rapat kerja nasional

RT

: Rukun Tetangga

RW

: Rukun Warga

SD

: Sekolah Dasar

SKD

: Sub Klinik Desa

SMA

: Sekolah Menengah Atas

SMP

: Sekolah Menengah Pertama

SMS

: Sort Massage Service

SPEAKING

: Setting, Participant, End, Action, Key, Instrument, Norm, Genre

SWT

: Subhanahu Wa’ Taala

UPPKS

: Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera

YME

: Yang Maha Esa

B. Daftar Tanda Cetak miring

: Menandakan data

Cetak miring tebal

: Menandakan data yang dianalisis

(….)

commit toketerangan user : Menandakan xiii

perpustakaan.uns.ac.id ‘….’

digilib.uns.ac.id : Menandakan makna atau glos satuan lingual



: Menandakan menuju ke dalam

....

: Menandakan kesenyapan atau jeda

/

: Garis miring sebagai tanda pemisah dan menandakan atau

commit to user xiv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tuturan dalam Rapat PKK sebagai Sampel...........................................106 Lampiran 2. Tuturan dalam Rapat PKK sebagai Populasi.........................................124 Lampiran 3. Foto Kegiatan Rapat PKK.....................................................................150

commit to user xv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRAK Mundianita Rosita Vinansis. C0107034. 2007. Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK? (2) Bagaimanakah faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode dalam rapat ibu-ibu PKK? (3) Bagaimanakah fungsi alih kode dan campur kode dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur kode (2) Mendeskripsikan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode. (3)Mendeskripsikan fungsi alih kode dan campur kode dalam rapat ibuibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Sumber data penelitian ini berasal dari informan. Informan dipilih berdasarkan penutur yang berperan dalam rapat ibu-ibu PKK. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan tuturan dalam rapat ibu-ibu PKK. Dalam hal ini sampel berupa tuturan bahasa Jawa yang terdapat alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Metode pengambilan data dengan metode simak. Sedangkan, metode analisis data dengan mengunakan metode agih dan padan. Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk alih kode dalam rapat ibu-ibu PKK di kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta adalah (1) AK dari BJRK ke dalam BI, (2) AK dari BJRN ke dalam BI, (3) AK dari BJRK ke dalam BJRN, (4) AK dari BJRN ke dalam BJRK. Kemudian faktor yang melatarbelakangi AK ditemukan sebagai berikut: (1) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur (O1), (2) penutur (O1) ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tuturnya (O2), (3) perubahan mitra tutur (O2) dalam tuturan, (4) hadirnya orang ketiga (O3), (5) topik yang dibicarakan. Fungsi AK yang ditemukan sebagai berikut: (1) lebih persuasif mengajak mitra tutur (O2), (2) lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur (O2), (3) lebih komunikatif untuk meminta tolong, (4) lebih komunikatif untuk menjelaskan, (5) lebih prestis, (6) membangkitkan rasa simpatik. CK yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta dibagi menjadi 4 bentuk menurut struktur kebahasaan yang terlibat di dalamnya yaitu (1) CK berwujud penyisipan kata dasar, (2) CK berwujud penyisipan kata jadian, (3) CK berwujud penyisipan perulangan kata, (4) CK berwujud penyisipan frasa. Sedangkan faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode ada 3 yaitu (1) identifikasi peranan atau peran sosial penutur (O1), (2) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur, (3) penutur (O1) ingin menafsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya. Kemudian fungsi CK yang ditemukan ada 5 yaitu (1) lebih argumentatif dalam menyakinkan mitra tutur (O2), (2) lebih persuasif membujuk atau menyuruh mitra tutur (O2), (3) lebih komunikatif menyampaikan informasi, (4) lebih singkat dan mudah dipahami, dan (5) lebih prestis. commit to user xvi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tradisi lisan yang berkembang di Jawa memungkinkan seorang ibu untuk berkumpul dan membina organisasi kemasyarakatan. PKK merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan yang aktif diikuti oleh sosok ibu. Seorang ibu selalu menginginkan keluarganya sejahtera dan dapat menjalin hubungan sosial yang baik dengan anggota masyarakat lain dalam masyarakat. Organisasi PKK dipilih karena memiliki manfaat yang dibutuhkan tersebut. PKK merupakan organisasi yang dibentuk pemerintah dalam rangka mensosialisasikan program-program membina keluarga sejahtera di Indonesia. Adanya organisasi PKK memberikan ruang komunikasi antarmasyarakat terutama untuk sosok ibu sehingga akan terjalin hubungan sosial yang berkesinambungan. Ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, merupakan bagian dari masyarakat Jawa, mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai sarana komunikasi. Saat rapat ibu-ibu PKK seharusnya menggunakan satu bahasa saja yang dianggap sebagai bahasa formal. Pemakaian satu bahasa terkadang sulit untuk dilakukan, ada beberapa faktor yang menyebabkan ibu-ibu PKK menggunakan lebih dari satu bahasa, kemudian terdapat bentuk dan fungsi tersendiri yang menjadi ciri khas penggunaannya. Dalam masyarakat multilingual penggunaan lebih dari satu bahasa sangat mungkin terjadi karena ibu-ibu PKK menguasai lebih dari satu bahasa yaitu bahasa Jawa, Indonesia dan sedikit mengetahui tentang bahasa Inggris. Saat menggunakan lebih dari dua bahasa ada kemungkinan terjadi alih kode dan campur commit to user kode sebagai bentuk, kemudian terdapat faktor penyebab dan fungsi penggunaannya. 1

digilib.uns.ac.id2

perpustakaan.uns.ac.id

Alih kode dan campur kode akan jelas apabila diberikan contoh penggunaan dan analisis mengenai keduanya dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Berikut ini contoh penggunaan alih kode. (1) Bu Nuk (Harmini)

: Wong ketuane Bu Lurah ngko ndadak ning nggone Bu Lurah sik, wakil ketuane Bu Nuk nyanggone Bu Nuk, ngko POKJA-ne Bu Warni lho kok, ning nek Bu Nuk kan garek hallo oh ya Bu ketemu ning kene gitu. Memudahkan masyarakat, gitu ya Bu tentang akte kelahiran. „Ketuanya Bu Lurah nanti harus ketempat Bu Lurah dahulu, wakil ketuanya Bu Nuk ketempatnya Bu Nuk, nanti POKJAnya Bu Warni, tetapi kalau Bu Nuk kan tinggal hallo, ya Bu bertemu di sini begitu. Memudahkan masyarakat, begitu ya Bu tentang akte kelahiran.‟

Data (1) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat peristiwa alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Wong ketuane Bu Lurah ngko ndadak ning nggone Bu Lurah sik, wakil ketuane Bu Nuk nyanggone Bu Nuk, ngko POKJA-ne Bu Warni lho kok, ning nek Bu Nuk kan garek hallo oh ya Bu ketemu ning kene gitu. ke dalam bahasa Indonesia yaitu Memudahkan masyarakat, gitu ya Bu tentang akte kelahiran. Kemudian faktor yang melatabelakangi terjadinya alih kode adalah penutur (O1) ingin berganti topik pembicaraan, mulanya topik pembicaraan mengenai Bu Nuk (Harmini) yang memberi kemudahan bagi masyarakat mengenai akte kelahiran. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif untuk menjelaskan pada ibu-ibu PKK bahwa Bu Nuk (Harmini) akan memudahkan masyarakat dalam mengurus akte kelahiran. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 3

Berikut ini merupakan contoh penggunaan campur kode. (2) Bu Nuk (Harmini) : Jadi jangan oh iki anak ra nduwe pak, oh ki anakke sapa ra nggenah, jangan seperti itu. „Jadi jangan anak ini tidak memiliki ayah, ini anaknya siapa tidak jelas, jangan seperti itu.‟ Percakapan di atas terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK. Bu Nuk (Harmini) adalah seorang ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Dalam tuturan terdapat 2 peristiwa campur kode berupa penyisipan frasa. Pertama, campur kode ditandai dengan masuknya bahasa Indonesia yaitu frasa Jadi jangan, ke dalam satu bahasa inti bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Jadi jangan oh iki anak ra nduwe pak. Kedua, campur kode terjadi penyisipan dari bahasa Indonesia yaitu jangan seperti itu kedalam satu bahasa inti bahasa Jawa ragam ngoko yaitu oh ki anakke sapa ra nggenah, jangan seperti itu. Campur kode dalam tuturan dapat disebut dengan campur kode ke dalam (inner code-mixing). Campur kode disebabkan karena peran sosial penutur yang saat itu memberikan informasi dan menghimbau agar ibu-ibu PKK tidak mendeskriminasikan anak yang tidak memiliki ayah. Fungsi penggunaan campur kode tersebut adalah lebih persuasif dalam membujuk atau menghimbau ibuibu PKK agar lebih menghargai anak yang tidak memiliki ayah seperti anak-anak lain, atau tidak membeda-bedakan dengan anak lain yang memiliki ayah. Penelitian sosiolinguistik sebelumnya, khususnya terkait dengan alih kode dan campur kode, yang pernah dilakukan baik yang berbentuk buku, tesis, dan skripsi adalah sebagai berikut. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode, buku terbitan oleh Kunjana Rahardi (2001). Penelitian tersebut mengenai komponen tutur, sistem tutur sebagai salah satu jenis kode, pemerian wujud kode, dan alih kode dalam wacana jual-beli sandang di pasar Bringharjo, Yogyakarta.

commit to user

digilib.uns.ac.id4

perpustakaan.uns.ac.id

“Campur Kode dalam Komunikasi Lisan Masyarakat Multilingual (Studi Kasus di Pesantren Pabelan Magelang),” thesis oleh R. Jamaluddin (2002). Penelitian ini menunjukkan di Pesantren Pabelan banyak digunakan campur kode dalam wujud kata, frasa, idiom, pengulangan kata dan klausa. Faktor utama penutur menggunakan CK diidentifikasikan sebanyak 14 macam faktor utama diantaranya ingin menekankan atau menjelaskan makna, menyesuaikan dengan audien, menyrsuaikan dengan topik pembicaraan, menyesuaikan dengan latar, peranan pembelajaran (untuk tujuan edukatif), untuk mengurangi kefulgaran memperhalus dan metafora, karena kebiasaan kebahasaan penutur, ingin mencairkan suasana, agar terdengar santai, ingin menggugah perhatian, registeral, gejala kelaziman, dan ketidakmampuan sementara penutur. Apabila 14 faktor disederhanakan maka terdapat dua penyebab utama yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Pesantren Modern “Arrisalah” Kabupaten Ponorogo (Kajian Sosiolingustik),” thesis oleh Mulyani (2004). Penelitian ini difokuskan pada temuan pokok yaitu peristiwa yang mononjol terjadinya alih kode dan campur kode di pesantren modern Arrisalah dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode dan campur kode di pesantren tersebut. “Campur Kode dan Alih Kode dalam Acara Ketoprak Humor di RCTI (Suatu Tinjauan Sosiolinguistik),” skripsi oleh Lamini (2003). Penelitian tersebut mengklasifikasi bentuk campur kode dari kata sampai klausa, mengelompokan data alih kode dalam bahasa Jawa, dialek Jakarta, dan alih kode bahasa Inggris, kemudian identifikasi frekuensi variasi bahasa dalam bentuk-bentuk alih kode dan campur kode pada acara Ketoprak Humor di RCTI. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 5

“Alih Kode dan Campur Kode dalam Cerbung Dolanan Geni Karya Suwendi Endraswara (Anaisis Sosiolinguistik),” skripsi oleh Etik Yuliati (2010). Penelitian tersebut mengklasifikasi bentuk alih kode dan campur kode dalam cerbung Dolanan Geni karya Suwandi Endraswara. Bentuk alih kode yang ditemukan yaitu dari BJRN ke dalam BJRK, dari BI ke dalam BJ, dari BJ ke dalam BI, dari BJRK ke dalam BJRN. Bentuk campur kode yang ditemukan dari kata, frasa, baster, perulangan kata, ungkapan/idiom, dan klausa. Ditemukan 5 fungsi alih kode yaitu (1) membangkitkan rasa humor, (2) menghormati mitra tutur, (3) pada saat berganti suasana atau dalam suasana berbeda dari awal tuturan berlangsung, (4) untuk bergengsi, (5) menyeimbangkan bahasa dengan mitra tutur. Ada 12 fungsi campur kode dalam cerbung Dolanan Geni di antaranya (1) menghormati mitra tutur atau objek yang dibicarakan, (2) memudahkan jalannya komunikasi antara penutur dan mitra tutur jika kesulitan mencari padanan dalam bahasa Jawa, (3) menunjukkan keakraban antara penutur dan mitra tutur, (4) untuk bercanda, (5) meluapkan perasaan gembira, (6) menunjukkan rasa syukur, dan (7) mempermudah menyampaikan maksud penutur kepada mitra tutur. Ternyata dari beberapa penelitian sebelumnya, belum ada yang mengkaji alih kode dan campur kode bahasa Jawa pada rapat ibu-ibu PKK. Penelitian mengenai alih kode dan campur kode ini diposisikan sebagai jembatan untuk lebih memperdalam pembahasan mengenai bentuk, faktor yang melatarbelakangi, serta fungsi penggunaan alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon, Surakarta. Penelitian ini mengambil pembahasan mengenai alih kode dan campur kode bahasa Jawa karena penggunaan keduanya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat tutur khususnya dalam rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan commit to user Kulon, Surakarta.

digilib.uns.ac.id6

perpustakaan.uns.ac.id B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah digunakan agar penelitian tidak keluar dari sasaran yang akan dicapai. Penelitian ini membatasi masalah pada bentuk, faktor yang melatarbelakangi, dan fungsi alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon. Peneliti membatasi peristiwa alih kode dan campur kode bahasa Jawa pada komunikasi lisan, rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon, Surakarta.

C. Perumusan Masalah Berikut masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini. 1.

Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta? (Permasalahan ini dikaji untuk menggambarkan bentuk penggunaan alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta).

2.

Bagaimanakah faktor yang melatarbelakangi alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta?

(Permasalahan

ini

dikaji

untuk

mengetahui

faktor

yang

melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon, Surakarta). 3.

Bagaimanakah fungsi alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon Surakarta? (Permasalahan ini dikaji untuk mengetahui bagaimana fungsi alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 7

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1.

Mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta.

2.

Mendeskripsikan faktor yang melatarbelakangi alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta.

3.

Mendeskripsikan fungsi alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta.

E. Manfaat Penelitian Berikut ini manfaat penelitian secara teoretis dan praktis. 1. Manfaat teoretis. Penelitian ini dapat menambah khasanah teori sosiolinguistik, khususnya mengenai alih kode dan campur kode. 2. Manfaat praktis. a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian sosiolinguistik selanjutnya, khususnya yang berkaitan langsung dengan alih kode dan campur kode. b. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada Ibu-ibu PKK, peneliti dan masyarakat mengenai alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang dapat terjadi dalam masyarakat multilingual tidak terkecuali dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. c. Penelitian ini bisa digunakan sebagai alternatif model penelitian sosiolinguistik selanjutnya.

commit to user

digilib.uns.ac.id8

perpustakaan.uns.ac.id F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab I Pendahuluan Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka dan Kerangka Pikir Kajian pustaka meliputi sosiolinguistik, hakikat kedwibahasaan dan diglosia, ragam bahasa, pembagian tingkat tutur bahasa Jawa (undha-usuk), kode, alih kode, campur kode, komponen tutur, situasi sosiologis di Kelurahan Kepatihan Kulon, dan PKK sebagai organisasi kemasyarakatan. Kerangka pikir meliputi gambaran penelitian. Bab III Metode Penelitian Metode penelitian berisi jenis penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, populasi dan sampel, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Bab IV Hasil Analisis data dan Pembahasan Hasil analisis data dan pembahasan berisi faktor yang melatarbelakangi, bentuk, dan fungsi alih kode dan campur kode Jawa yang digunakan dalam rapat PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Bab V Penutup. Penutup terdiri dari simpulan dan saran. Daftar Pustaka Lampiran

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Kajian pustaka dalam penelitian ini meliputi sosiolinguistik, hakikat kedwibahasaan, bilingual dan diglosia, ragam bahasa, pembagian tingkat tutur bahasa Jawa (undha-usuk), kode, alih kode, campur kode, komponen tutur, situasi sosiologis di Kelurahan Kepatihan Kulon, dan PKK sebagai organisasi kemasyarakatan. Kerangka pikir digunakan untuk memberikan gambaran permasalahan, proses dan hasil penelitian.

A. Sosiolinguistik Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk selalu berinteraksi dengan sesamanya dengan menggunakan bahasa. Sosiolingusitik mengkaji mengenai bahasa yang dihubungkan dengan masyarakat penuturnya. Seperti yang diungkapkan oleh Suwito, sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya dalam masyarakat. Ini berarti bahwa sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari suatu masyarakat tertentu (1983: 2). Sumarsono dan Paina Partana menyebutkan bahwa sosiolinguistik adalah kajian bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmuilmu sosial khususnya sosiologi) (2004: 1). Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat (Abdul Chaer commit to user dan Leonie Agustina, 2004: 2). Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa sosiolingustik

9

10 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

merupakan kajian yang menggabungkan antara dua bidang ilmu antardisiplin, dan mempelajari penggunaan bahasa dalam masyarakat penuturnya.

B. Hakikat Kedwibahasaan, Bilingualisme, dan Diglosia Suwito berpendapat bahwa baik kedwibahasaan maupun diglosia pada hakikatnya adalah peristiwa menyangkut pemakaian dua bahasa yang dipergunakan oleh seseorang atau sekelompok orang di dalam suatu masyarakat, maka antara kedua peristiwa itu nampak adanya hubungan timbal-balik yang mewarnai sifat masyarakat tuturnya (1983: 47). Pendapat mengenai pengertian kedwibahasaan atau yang disebut dengan bilingualisme, diperkuat oleh Abdul Chaer dan Leonie Agustine, secara harfiah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa (1995: 111-112). Terkait dengan hakikat kedwibahasaan, bilingualisme, dan diglosia, Nababan

mengutarakan

bahwa

kesanggupan

atau

kemampuan

seseorang

berdwibahasa yaitu memakai dua bahasa, disebut bilingualitas (dari bahasa Inggris bilinguality). Jadi orang yang “berdwibahasa” mencakup pengertian kebiasaan menggunakan dua bahasa. Dapat dibedakan pengertian itu dengan “kedwibahasaan” (untuk kebiasaan) dan kedwibahasawanan (untuk kemampuan) (1990: 27). Pengertian diglosia diperinci oleh Harimurti Kridalaksana, diglosia adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas variasi-variasi bahasa yang ada. Satu variasi diberi status “tinggi” dan dipakai untuk penggunaan resmi atau penggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, variasi lain mempunyai status “rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan (2008: 50). Kemudian Aslinda dan Leni Syafyahya juga berpendapat mengenai hakikat commit to user diglosia, kedwibahasaan, dan bilingualisme. Pengertian diglosia boleh dikatakan sama

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 11

dengan kedwibahasaan, tetapi istilah diglosia lebih cenderung dipakai untuk menunjukkan keadaan masyarakat tutur, di mana terjadinya alokasi fungsi dari dua bahasa atau ragam. Disisi lain, istilah kedwibahasaan lebih ditekankan pada keadaan pemakai bahasa itu (2010: 27). Dapat disimpulkan bahwa hakikat kedwibahasaan, bilingual dan diglosia adalah pemakaian dua bahasa dalam kelompok masyarakat. Jadi ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon yang menggunakan dua bahasa disebut dengan bilingual atau dwibahasawan.

C. Ragam Bahasa Sebelum lebih jauh membahas mengenai ragam bahasa, sekilas gambaran mengenai posisi ragam bahasa sebagai salah satu wujud dari variasi bahasa yang khusus diutarakan oleh Soepomo Poedjosoedarmo. Soepomo Poedjosoedarmo berpendapat bahwa variasi bahasa adalah bentuk-bentuk dalam suatu bahasa yang masing-masing memiliki pola-pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya. Ada lima wujud variasi bahasa, yaitu, idiolek,

dialek, ragam bahasa, register, dan tingkat tutur atau unddha usuk (speech levels). 1. Idiolek merupakan variasi bahasa yang sifatnya individual, maksudnya sifat khas tuturan seseorang berbeda dengan tuturan orang lain. 2. Dialek merupakan variasi bahasa yang disebabkan adanya perbedaan daerah asal penutur dan perbedaan kelas sosial penutur. Oleh karena itu, maka dikenal adanya dialek geografis. 3. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disebabkan adanya perbedaan dari sudut penutur, tempat, pokok tuturan, dan situasi. Sehubungan ragam bahasa ini dikenal adanya ragam bahasa resmi dan ragam bahasa tidak resmi (santai, akrab). 4. Register merupakan variasi bahasa yang commit to userdisebabkan adanya sifat-sifat khas kebutuhan pemakainya

12 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

5. Tingkat tutur merupakan variasi bahasa yang disebabkan adanya perbedaan anggapan penutur tentang relasinya atau hubungannya dengan mitra tuturnya. Relasi tersebut dapat bersifat akrab, sedang, berjarak, menarik, mendatar, dan menurun (dalam Maryono Dwiraharjo, 2001: 36-37). Terkait dengan ragam bahasa, Suwito berpendapat bahwa ragam bahasa adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Variasi itu timbul karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dalam konteks sosialnya. Adanya berbagai variasi menunjukkan bahwa pemakaian bahasa tutur itu bersifat aneka ragam (heterogen) (1983: 148). Soepomo Poedjosoedarmo, dkk, mengutarakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa yang dihasilkan oleh adanya situasi bahasa yang mewadahinya. Oleh karena itu, apabila situasi bahasanya berbeda, maka bentuk-bentuk bahasa yang dihasilkan berbeda pula sekalipun penuturnya sama (1979: 8). Harimurti Kridalaksana mengemukakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara dan orang yang dibicarakan, dan menurut medium pembicaraan (2008: 206). Mengenai ragam bahasa selanjutnya dapat ditarik kesimpulan bahwa ragam bahasa merupakan aneka macam bahasa yang dihasilkan karena adanya fungsi dan situasi yang mewadahinya. Fungsi dan situasi pemakaian bahasa sangat erat kaitanya. Maksudnya adalah penggunaan fungsi disesuaikan dengan situasinya, misalnya apabila seseorang mengutarakan kata-kata humor yang fungsinya untuk membuat orang tertawa tentu saja tidak tepat apabila dikatakan dipidato pada acara pemakaman. Kata-kata humor seharusnya diutarakan pada situasi yang tidak resmi atau santai. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 13

D. Pembagian Tingkat Tutur Bahasa Jawa (Undha-usuk) Soepomo Poedjosoedarmo membagi tingkat tutur menjadi tiga yaitu tingkat tutur ngoko, tingkat tutur krama dan tingkat tutur madya. Berikut ini pejelasan mengenai ketiganya. 1. Tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa tak berjarak antara O1 terhadap O2. Artinya O1 tidak memiliki rasa segan (jiguh pakewuh) terhadap O2. Jadi, buat seseorang yang ingin mennyatakan keakrabannya terhadap seseorang O2, tingkat tutur ngoko inilah yang seharusnya dipakai. 2. Tingkat tutur krama adalah tingkat tutur yang memancarkan arti penuh sopan santun. Tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan (pekewuh) O1 terhadap O2, karena O2 adalah orang yang belum dikenal, atau berpangkat, priyayi, berwibawa, dan lain-lain. 3. Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah atau krama dan ngoko. Ia menunjukkan perasaan sopan secara sedang-sedang saja. Tingkat ini bermula adalah tingkat tutur krama, tetapi dalam proses perkembangannya telah mengalami

tiga

perkembangan

penting.

Perkembangan

itu

adalah

perkembangan proses kolokialisasi (informalisasi), penurunan tingkat, dan ruralisasi. Inilah sebabnya bagi kebanyakan orang tingkat madya ini dianggap tingkat yang setengah sopan dan setengah tidak. Adanya anggapan bahwa pengguna madya itu adalah suatu penanda bahwa si pemakai itu orang desa. Madya juga dianggap suatu tingkat tutur yang setengah-setengah (1979: 14-16). Pada kenyataannya madya tidak memiliki kosa kata sendiri namun hanya diperoleh dari tingkat tutur krama. Sebagian besar kosa katanya hanya merupakan penggalan

dari

bentuk

krama, ini diperkuat commit to user

dengan

pendapat

Soepomo

Poedjosoedarmo bahwa Jumlah kata-kata madya ini tak begitu besar. Sebagian besar

perpustakaan.uns.ac.id

14 digilib.uns.ac.id

ialah ambilan bentuk krama. Bentuknya sangat menyerupai padanan krama. Leksikon kata-kata madya ini agak menarik perhatian, sebab hampur kesemuanya adalah kata yang boleh dinamakan dengan kata tugas (kata bantu verba). Pokoknya, semua kata madya berfrekuensi sangat tinggi dan dari yang sekian itu boleh dikata tak ada yang merupakan kata penuh (content word), kata benda, kata kerja atau sifat (1979: 28-29). Madya juga biasa disebut dengan krama ndesa. Pada masa sekarang madya tidak dianggap berdiri sendiri namun merupakan varian dari bentuk ngoko dan krama. Suwito berpendapat bahwa variasi bahasa yang pemakaiannya didasarkan pada tingkat-tingkat kelas (atas status sosial) interlekutornya dikenal dengan istilah undha-usuk. Suwito juga memberikan gambaran mengenai pihak yang mempunyai kelas atau status sosial yang lebih rendah menggunakan tingkat bahasa yang lebih tinggi (krama) sedangkan yang berstatus sosial lebih tinggi menggunakan bahasa yang lebih rendah (ngoko) (1983: 29). Dari ilustrasi yang diberikan oleh Suwito maka sejalan dengan pendapat Sry Satriya Tjantur W. S, memaparkan mengenai bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu ragam ngoko dan ragam krama. Jika terdapat bentuk unggah-ungguh yang lain dapat dipastikan bahwa bentuk-bentuk itu hanya merupakan varian dari ragam ngoko atau krama (2007: 102). Penelitian ini menggunaan gambaran pembagian tingkat tutur yang dikemukakan oleh Soepomo Poedjosoedarmo dan Suwito. Dapat disimpulkan bahwa tingkat tutur atau undha-usuk bahasa Jawa dibagi menjadi dua yaitu ngoko dan krama.

E. Kode Sebelum lebih jauh mengenal alih kode dan campur kode terlebih dahulu harus diketahui mengenai kode. Kode dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tutur commit to user yang penerapan unsurnya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur,

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 15

relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi yang ada (Kunjana Rahardi, 2001: 2122). Secara jelas diilustrasikan bahwa ada semacam hierarki kebahasaan yang dimulai dari “bahasa” sebagai level yang paling atas disusul dengan kode yang terdiri dari varian-varian dan ragam-ragam, serta gaya dan register sebagai sub-sub kodenya. Alat komunikasi yang merupakan varian dari bahasa dikenal dengan istilah kode (Suwito, 1983: 68, 67). Dapat disimpulkan bahwa kode merupakan suatu sistem tutur yang berada pada hierarki kebahasaan. Kode merupakan bagian dari bahasa yang memiliki maksud sesuai dengan latar belakang penutur, kedekatan penutur dengan mitra tutur dan fungsi penggunaan bahasa tersebut.

F. Alih Kode Menurut Suwito, alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Apabila alih kode itu terjadi antar behasa-bahasa daerah dalam satu bahasa naisonal, atau antara dialek-dialek dalam saatu bahasa daerah atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek, alih kode seperti itu disebut bersifat intern. Apabila yang terjadi adalah antar bahasa asli dengan bahasa asing, maka disebut alih kode ekstern (1983: 68-69). Terkait dengan alih kode, Abdul Chaer dan Leonie Agustina berpendapat banyak ragam pendapat mengenai beda alih kode dengan campur kode. Namun yang jelas, kalau dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu. Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan otonominya berupa serpihanserpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode (2004: 114).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

16 digilib.uns.ac.id

Senada dengan pendapat para peneliti sebelumnya mengenai alih kode maka Harimurti Kridalaksana mengungkapkan bahwa alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain dalam satu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan lain (2008: 9). Terkait dengan alih kode, Sarwiji Suwandi juga mengemukakan bahwa alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa di dalam masyarakat bilingual atau multilingual. Alih kode adalah suatu peralihan pemakain suatu bahasa ke dalam bahasa lain atau dari satu variasi bahasa ke variasi bahasa lain (2008: 86). Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Dengan catatan bahwa alih kode memiliki dua bahasa yang berbeda sistem gramatikalnya, kemudian dua bahasa itu masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteks, dan fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Alih kode intern terjadi dalam satu bahasa nasional dan alih kode ekstern terjadi dari bahasa nasional ke dalam bahasa asing.

1. Bentuk Alih Kode Suwito mengungkapkan bahwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Ciri-ciri alih kode adalah penggunaan dua bahasa (atau lebih) itu ditandai oleh (a) masing-masing bahasa masih mendukung fungsifungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, (b) fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Dapat dikatakan commit to user bahwa alih kode menunjukkan suatu gejala adanya saling ketergantungan antara

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 17

fungsi kontekstual dan situasi relevansial di dalam pemakaian dua bahasa atau lebih (1983: 68-69). Terkait dengan bentuk alih kode, Thomson menyebutkan bahwa …, code switching-intersentential swithing, which is switching from one language to another at a sentence boundary-and code mixing or intrasentential, in which the switch comes within a single sentence, “…, alih kode-peralihan antarkalimat, yang beralih dari satu bahasa ke dalam bahasa lain pada batas kalimat dan campur kode atau intrakalimat, peralihan yang terjadi dalam kalimat tunggal” (dalam Suhardi, 2009: 44). Dapat disimpulkan bahwa bentuk alih kode adalah alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Alih kode secara bahasa dapat dilihat dari alih bahasa dan alih ragam dalam dua konteks yang berbeda. Jadi alih kode ditandai dengan satu bahasa dialihkan ke dalam bahasa lain, pada konteks situasi yang berbeda.

2. Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode Suwito menjelaskan alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya sosio-situasional. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode sebagai berikut. a. Penutur (01) Seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud. Biasanya usaha tersebut dilakukan dengan maksud mengubah situasi, yaitu dari dituasi resmi ke situasi tak resmi. b. Lawan tutur (02) Setiap

penutur

pada

umumnya

ingin

dipergunakan oleh lawan tuturnya. commit to user

mengimbangi

bahasa

yang

perpustakaan.uns.ac.id

18 digilib.uns.ac.id

c. Hadirnya penutur ketiga (03) Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada umumnya saling berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi apabila kemudian hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu, dan orang itu berbeda latar kebahasaannya, biasanya dua orang pertama beralih ke dalam bahasa yang dikuasai oleh ketiganya. d. Pokok pembicaraan (topik) Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang termasuk dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. e. Untuk membangkitkan rasa humor Alih kode sering dimanfaatkan oleh guru, pimpinan rapat atau pelawak untuk membangkitkan rasa humur. Bagi pimpinan rapat bangkitnya rasa humor diperlukan untuk menyegarkan suasana yang dirasakan mulai lesu. f. Untuk sekedar bergengsi Sebagian penutur yang beralih kode sekedar untuk bergengsi. Hal itu terjadi apabila baik faktor situasi, lawan bicara, topik dan faktor-faktor sosio-situasional yang lain sebenarnya tidak mengharuskan dia untuk beralih kode (1983: 72-74). Penelitian ini dekat dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi alih kode yang diungkapkan oleh Suwito, namun ada sedikit perbedaan yaitu faktor yang melatarbelakangi untuk membangkitkan rasa humor dan untuk sekedar bergengsi masuk pada fungsi bukan masuk pada faktor yang melatarbelakangi alih kode secara sosio-situasional. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode juga disampaikan oleh Soepomo Poedjosoedarmo, dalam masyarakat Jawa faktor-faktor tersebut adalah (1) situasi bicara, (2) drajad keakraban antara si pembicara dengan lawan bicara, (3) commit to dengan user lawan bicara, (4) masalah yang kemantapan hubungan antara si pembicara

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 19

dibicarakan, (5) penguasaan atas kode yang dipakai, (6) tingkat kesadaran pembicara (1979: 44). Dapat disimpulkan bahwa faktor yang melatarbelakangi alih kode adalah (1) situasi bicara, (2) hadirnya O2, (3) hadirnya O3, dan (4) topik yang dibicarakan. Faktor yang melatarbelakangi alih kode dari beberapa pendapat tersebut ternyata juga ditemukan dalam tuturan pada rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon, namun perlu pemahaman lebih lanjut mengingat bahwa sosok ibu tidak dapat lepas dari setiap individu dan berperan penting di dalam maupun di luar organisasi. Faktor yang melatarbelakangi alih kode dalam penelitian ini lebih mengarah pada faktor sosiosituasional.

3. Fungsi Alih Kode Fungsi adalah beban makna suatu satuan bahasa; penggunaan bahasa untuk tujuan tertentu (Harimurti Kridalaksana, 2008: 67). Suwito mencantumkan bahwa alih kode masing-masing bahasa mendukung fungsi tersendiri secara eksklusif dan peralihan kode terjadi apabila penuturnya merasa bahwa situasinya relefan dengan peralihan kodenya. Dengan demikian alih kode menunjukkan suatu gejala saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan fungsi relefansial di dalam pemakaian suatu bahasa atau lebih (1983: 69). Secara lebih rinci Grosjean memberikan gambaran aneka macam tujuan atau fungsi alih kode, kepentingan para penutur asli yaitu: (1) memenuhi kebutuhan yang bersifat linguistik yakni memilih kata, frasa, kalimat atau wacana yang tepat, (2) menyambung pembicaraan sesuai dengan bahasa yang digunakan terakhir (trigerring), (3) mengutip kalimat orang lain, (4) menyebutkan orang yang dimaksudkan dalam commit to user pembicaraan, (5) mempertegas pesan pembicaraan: menyangatkan atau menekankan

perpustakaan.uns.ac.id

20 digilib.uns.ac.id

argumen (topper), (6) mempertegas keterlibatan pembicaraan (mempersonifikasikan pesan), (7) menandai dan menegaskan identitas kelompok (solidaritas), (8) menyampaikan hal-hal rahasia, kemarahan atau kejengkelan, (9) membuat orang lain yang tak-dikehendaki tidak bisa memahami pembicaraan, (10) mengubah peran pembicaraan, menaikkan status, menegaskan otoritas, memperlihatkan kepandaian (dalam Herudjati Purwoko, 2008: 51). Penelitian ini menganalisis mengenai fungsi alih kode, fungsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penggunaan alih kode bahasa Jawa untuk tujuan tertentu. Fungsi atau tujuan penggunaan alih kode dalam penelitian ini lebih secara kebahasaan dan tidak terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya sebagai suatu hasil dari proses sosio-situasional. Jadi fungsi alih kode adalah (1) lebih persuasif mengajak atau menyuruh, (2) lebih argumentatif, (3) lebih komunikatif, (4) lebih prestis.

G. Campur Kode Menurut Suwito terjadinya campur kode merupakan ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual. Di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan yang dimaksudkan adalah siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya. Ciri lain dari gejala campur kode adalah bahwa unsur-unsur bahasa atau variasivariasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi memiliki fungsi-fungsi tersendiri (1983: 75). Pernyataan Suwito hampir sama intinya dengan Harimurti Kridalaksana yang menjelaskan bahwa campur kode yaitu penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke dalam bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam commit to user bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, dan sapaan (2008: 40).

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 21

Terkait dengan batasan campur kode maka Wardhaugh menyebutkan bahwa Conversational code-mixing involves the deliberate mixing of two language without an associated topic change (1988: 104). „Tuturan campur kode secara sengaja melibatkan campuran dari dua bahasa tanpa merubah keutuhan topik pembicaraan‟. Dapat ditarik kesimpulan bahwa campur kode adalah peristiwa penyisipan suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, ada satu bahasa sebagai bahasa inti dan hanya terdapat dalam dari satu topik pembicaran.

1. Bentuk Campur Kode Selanjutnya dibahas mengenai bentuk campur kode. Menurut Suwito, berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya campur kode dapat dibedakan menjadi: a. penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata b. penyisipan unsur-unsur berwujud frasa c. penyisipan unsur-unsur bentuk baster d. penyisipan unsur-unsur berwujud perulangan kata e. penyisipan unsur-unsur berwujud ungkapan atau idiom f. penyisipan unsur-unsur berwujud klausa (1983: 78-80). Dapat

disimpulkan

bahwa

campur

kode

menurut

unsur-unsur

kebahasaannya, berwujud (1) kata dasar, (2) kata jadian, (3) perulangan kata atau reduplikasi, dan (4) frasa. Bentuk-bentuk di atas akan diuji dalam analisis campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon ini, sehingga akan diketahui ciri khas yang berbeda dalam setiap masyarakat tutur.

commit to user

22 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id 2. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode

Sarwiji Suwandi menemukan faktor yang menyebabkan campur kode, yaitu: (1) partisipan mempunyai latar belakang bahasa ibu yang sama, misalnya bahasa Jawa; (2) adanya keinginan penutur untuk memperoleh ungkapan yang “pas”; dan (3) kebiasaan dan kesantaian peserta tindak tutur dalam berkomunikasi (bercakap-cakap) (2008: 95). Menurut Suwito latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe yang berlatar belakang sikap (attitudional type) dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type). Kedua tipe itu saling tergantung dan tidak jarang tumpang tindih (overlap). Berikut alasan atau penyebab yang mendorong terjadinya campur kode antara lain (a) indentifikasi peranan, (b) identifikasi ragam, dan (c) keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Dalam hal ini pun ketiganya saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih (overlap). Ukuran identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa di mana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di dalam hierarki status sosialnya. Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan nampak karena campur kode juga menandai sikap dan hubunganya terhadap orang lain, dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya (1983: 75). Kemudian terkait dengan campur kode, Suwito menuliskan bahwa campur kode itu terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan (penutur), bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang memiliki latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsifungsi tertentu. Pemilihan campur kode demikian dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat (1983: 78). commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 23

Terkait dengan campur kode Budiasa menyebutkan bahwa pemilihan bahasa sepenuhnya bergantung kepada faktor partisipan, tujuan, pesan, suasana, topik, dan saluran yang digunakan dalam pembicaraan sehingga dapat dipakai untuk menelaah penggunaan bahasa (2008: 133-134). Dapat disimpulkan bahwa faktor yang melatarbelakangi campur kode adalah (1) indentifikasi peranan atau peran sosial penutur (O1), (2) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur (O1), dan (3) keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan.

3. Fungsi Campur Kode Fungsi campur kode yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penggunaan campur kode bahasa Jawa untuk maksud atau tujuan tertentu. Menurut Budiasa tujuan penutur (penceramah) melakukan campur kode pada kegiatan pencerahan kegiatan keagamaan adalah untuk (1) bergengsi, (2) bertindak sopan, (3) melucu, dan (4) menjelaskan. Kemudian dijelaskan lagi faktor eksternal ditentukan oleh ketepatan rasa (makna) dan kurangnya kosakata (2008: 136). Dapat disimpulkan bahwa fungsi campur kode adalah (1) lebih argumentatif, (2) lebih persuasif, (3) lebih komunikatif, (4) lebih singkat dan mudah diucapkan, dan (5) lebih prestise atau bergengsi.

H. Komponen Tutur Kejelasan tentang komponen tutur sangat diperlukan dalam analisis kebahasaan. Dengan melihat komponen tutur secara teliti, maka akan diketahui bahwa ternyata kemampuan seseorang tidak hanya semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang sifatnya linguistik tetapi juga oleh pemilihan yang sesuai dengan fungsi dan situasinya.

Komponen

tutur

adalah butir-butir commit to user

penentu

bentuk

linguistik

(Poedjosoedarmo, 1979: 1). Pengertian lain menyebutkan bahwa komponen tutur

24 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

adalah komponen-komponen yang berpengaruh terhadap terjadinya bentuk tutur (Edi Subroto, 1992: 20). Komponen tutur menurut Hymes. Paina dalam desertasinya sependapat dengan Hymes, yang membagi komponen tutur itu terdiri dari enam belas komponen. Hymes mengelompokan lagi komponen itu menjadi delapan. Komponen yang berdekatan disatukan di bawah satu istilah. Setiap istilah lalu digabung dan disusun membentuk satu akronim, yaitu SPEAKING (2009: 55-56). Suwito mengatakan bahwa singkatan SPEAKING merupakan fonem awal dari faktor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa tutur, berikut penjelasan mengenai akronim tersebut. S

: Setting dan screen yaitu tempat bicara dan suasana bicara.

P

: Partisipan yaitu pembicara, lawan bicara dan pendengar. Dalam penelitian ini partisipan dalam rapat ibu-ibu PKK adalah ibu-ibu PKK.

E

: End atau tujuan yaitu tujuan akhir tuturan. Tujuan akhir yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tujuan tuturan khususnya tujuan alih kode dan campur kode bahasa Jawa.

A

: Act yaitu suatu peristiwa di mana seorang pembicara sedang mempergunakan kesempatan bicaranya.

K

: Key yaitu nada suara dan ragam bahasa yang dipergunakan dalam menyampaikan pendapatnya, dan cara mengemukakan pendapatnya.

I

: Instrumen yaitu alat untuk menyampaikan pendapat. Misalnya secara lisan, tertulis, lewat telepon dan sebagainya.

N

: Norm, Norma yaitu aturan permainan yang mesti ditaati oleh setiap penutur, dalam penelitian ini adalah ibu-ibu PKK.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 25

G

: Genre yaitu jenis kegiatan. Jenis kegiatan dalam penelitian ini bentuk tuturan yang terdiri dari dua yaitu dialog dan monolog. Dialog adalah percakapan kemudian monolog adalah pembicara tunggal. Disimpulkan bahwa komponen tutur adalah faktor yang melatarbelakangi

tuturan (bersifat sosio-situasional) beserta fungsi kebahasaan yang berpengaruh terhadap bentuk tutur. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan komponen tutur yang diberi akronim SPEAKING seperti yang dikemukakan oleh Hymes.

I. Situasi Sosiologis di Kelurahan Kepatihan Kulon Kepatihan Kulon memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan keraton Kasunanan Surakarta karena merupakan salah satu daerah kekuasaannya. Terbukti dari asal usul nama Kepatihan sendiri yang diperoleh dari kata patih. Kraton Kesunanan Surakarta memberi nama wilayahnya sesuai dengan profesi penduduk yang bermukim di daerah tersebut. Dahulu Kelurahan Kepatihan merupakan tempat tinggal serta kantor para patih keraton, sehingga sampai sekarang namanya menjadi Kepatihan. Kepatihan memiliki wilayah yang cukup luas, oleh karena itu semenjak pemerintahan beralih menjadi republik secara administratif wilayahnya terbagi menjadi dua kelurahan yaitu Kepatihan Wetan dan Kepatihan Kulon. Pembagian itu berguna

untuk

mempermudah

pengaturan

administrasi

(http://sweetindrie.blogspot.com/2010/01/kepatihan-dari-struktur-birokrasi.html). Kepatihan Kulon adalah daerah yang luasnya sekitar 17,50 hektar. Kelurahan ini terdapat di kecamatan Jebres, berbatasan langsung dengan Kelurahan Gilingan (Banjarsari) di sebelah utara, kemudian di sebelah selatan terdapat Kelurahan Kampungbaru (Pasarkliwon), di sebelah timur ada Kepatihan Wetan commit to user (Jebres), di sebelah barat batasnya Stabelan (Banjarsari). Jumlah penduduk di

26 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Kepatihan Kulon sekitar 2.224 orang, dengan jumlah laki-laki 1.043 orang dan perempuan 1.181 orang. Jumlah tersebut menurut data laporan monografi dinamis Kelurahan Kepatihan Kulon pada bulan September 2010, data dapat berubah setiap saat. Rata-rata penduduk berpendidikan tamat SMA, sebesar 724 orang. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai karyawan dan wiraswasta. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Jawa, ragam ngoko. Daerah yang berada ditengah kota memungkinkan penduduknya untuk menggunakan lebih dari satu bahasa untuk berkomunikasi. Dalam masyarakat terdapat etnis keturunan campuran Cina-Jawa berjumlah sekitar 722 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan dewasa serta anak-anak. Mereka tinggal dan hidup berdampingan diantara etnis Jawa di Kepatihan Kulon. Sistem pemerintahan di Kepatihan Kulon adalah demokrasi. Penduduknya demokratis dalam memilih ketua RT, RW, LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan). Untuk kepala kelurahan beserta stafnya ditentukan oleh pemerintah pusat kota Surakarta sesuai dengan klasifikasinya sebagai pegawai negeri. Kelurahan Kepatihan Kulon memiliki visi yaitu terwujudnya masyarakat sejahtera yang didukung oleh pelayanan prima, tertib administrasi dan pemerintahan, kemasyarakatan, dan aparatur. Salah satu misi Kepatihan Kulon adalah membangun pola hubungan yang harmonis antara aparat kelurahan dengan masyarakat melalui RT/RW, PKK, Linmas, LPMK, LP2A, Karangtaruna, serta berbagai komunitas sosial lainnya yang ada (Pemerintah Kepatihan Kulon, 2009: 11). Sesuai dengan visi dan misi Kelurahan Kepatihan Kulon maka dibentuklah organisasi PKK yang aktif diikuti oleh para ibu.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 27

J. PKK sebagai Organisasi Kemasyarakatan PKK

merupakan

suatu

organisasi

yang

bergerak

dalam

bidang

pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga. Organisasi ini berupaya melanjutkan

program-program

pemerintah

agar

sampai

menyentuh

untuk kepada

masyarakat umum terutama pada keluarga-keluarga inti. Sebenarnya organisasi PKK tidak hanya untuk kaum ibu tetapi juga untuk ayah bahkan remaja putri dan putra. Pada kenyataannya kaum ayah lebih banyak memiliki kesibukan mencari nafkah untuk keluarganya sehingga memilih menyerahkan urusan organisasi PKK kepada kaum ibu. Remaja putri dan putra juga bisa mengikuti program PKK dengan mendirikan Karangtaruna sebagai bagian dari PKK diperuntukkan bagi remaja. PKK bertujuan memberdayakan keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan keadilan gender, serta kesadaran hukum dan lingkungan (Tim Rakernas VI PKK, 2005: 36). Tim penggerak PKK dibentuk di pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan. Hubungan kerja antara Tim Penggerak PKK Pusat dengan Tim Penggerak PKK Provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan adalah bersifat konsultatif, koordinatif dan hirarkis untuk mendekatkan jangkauan pembinaan kepada keluarga-keluarga dibentuk kelompok-kelompok PKK dusun/lingkungan, RW, RT dan kelompok Dasawisma. Sebenarnya PKK dapat diikuti oleh seorang ayah atau anak, namun pada kenyataannya di Kelurahan Kepatihan Kulon, ibu-lah yang memiliki banyak waktu dan keinginan untuk bergorganisasi PKK. Secara umum PKK Inti beranggotakan ibucommit to user ibu, dan penelitian ini khusus membahas gerakan PKK yang beranggotakan ibu.

28 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

K. Kerangka Pikir Struktur penelitian ini dapat disusun dengan kerangka pikir yang menjelaskan mengenai masalah dan hasil analisis alih kode dan campur kode yang terjadi pada penggunaan bahasa Jawa oleh ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon Surakarta. Masalah pertama yang muncul adalah adanya kegiatan rapat PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, kemudian terdapat komunikasi antaribu-ibu PKK. Pada saat berkomunikasi ibu-ibu menggunakan kode bahasa. Kode bahasa menimbulkan adanya faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode dan campur kode bahasa Jawa. Menggunakan satu kode pada rapat ibu-ibu PKK terkadang sulit dilakukan sehingga ibu-ibu PKK cenderung untuk melakukan alih kode dan campur kode. (1) Menurut faktor yang melatarbelakangi alih kode maka ditemukan bentuk alih kode yang dianalisis menurut bahasa dan ragam bahasa pembentuknya yaitu dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko atau sebaliknya, dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Indonesia, dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, dari bentuk kebahasaan alih kode dapat diketahui fungsi penggunaannya yaitu lebih komunikatif, lebih prestis, lebih argumentatif, lebih persuasif

dan

membangkitkan

rasa

simpatik.

(2)

Menurut

faktor

yang

melatarbelakangi campur kode maka bentuk campur kode menurut unsur-unsur kebahasaannya yaitu kata dasar, kata jadian, perulangan kata, dan frasa. Setelah diketahui bentuk maka akan terdapat fungsi campur kode yaitu lebih komunikatif, lebih prestis, lebih argumentatif, lebih persuasif dan lebih singkat dan mudah dipahami. Skema kerangka pikir disusun sebagai berikut.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 29

Kegiatan rapat PKK di kelurahan Kepatihan Kulon

Komunikasi antaribu-ibu PKK Kode bahasa

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode dan campur kode bahasa Jawa

Bentuk alih kode menurut bahasa dan ragam bahasa pembentuknya. a. b. c. d.

Bentuk campur kode menurut unsur-unsur kebahasaan.

BJRK  BI BJRN  BI BJRK  BJRN BJRN  BJRK

a. b. c. d.

Fungsi alih kode a. Lebih komunikatif b. Lebih prestise c. Lebih persuasif d. Labih argumentatif e. Membangkitkan rasa simpatik

Kata dasar Kata jadian Perulangan kata Frasa

Fungsi campur kode a. Lebih komunikatif b. Lebih prestise c. Lebih persuasif d. Lebih argumentatif e. Lebih singkat dan mudah dipahami

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian mencakup kesatuan dan keserangkaian proses yang dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis yang sesuai dengan gambaran penggunaan alih kode dan campur kode bahasa Jawa pada rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon. Berikut ini metode penelitian yang dimulai dari rancangan pengkhususan jenis penelitian, lokasi penelitian, penentuan data dan sumber data, pemilihan populasi dan sampel data, alat penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data.

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Ditegaskan oleh D. Edi Subroto bahwa penelitian kualitatif terutama yang dipakai untuk meneliti ilmu-ilmu sosial atau humaniora (1992: 7). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berbentuk kata-kata bukan berupa angka. Penelitian ini menjelaskan fenomena kebahasaan berupa alih kode dan campur kode yang muncul dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta.

B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil adalah Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Dipilih lokasi tersebut dikarenakan ibu-ibu PKK lebih memahami dan masih menggunakan tuturan bahasa Jawa. Selain itu, ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon banyak yang aktif dalam organisasinya, dan di dalam penggunaan commit to user bahasa dalam rapat masih terdapat alih kode dan campur kode bahasa Jawa walaupun 30

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 31

berada pada situasi resmi. Selain itu, peneliti juga mengetahui situasi kebahasaan dan bahasa yang digunakan pada rapat ibu-ibu di Kepatihan Kulon, Surakarta.

C. Data dan Sumber Data 1. Data Data dapat diidentifikasi atau dijadikan sebagai bahan penelitian. Sebagian bahan data yang bukanlah bahan mentah melainkan bahan jadi yaitu keberadaannya menurut pemilihan dan pemilahan (Sudaryanto, 1990: 3). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan yaitu tuturan yang terdapat alih kode dan campur kode bahasa Jawa pada rapat ibu-ibu PKK yang diadakan setiap minggu di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta dalam acara PKK Lansia, PKK Inti, PKK RW dan PKK SKD. 2.

Sumber data

Sumber data itu tidak lain adalah si penutur: orang yang menuturkan data, dan biasanya disebut narasumber (Sudaryanto, 1990: 54). Sumber data dalam penelitian ini berasal dari informan yaitu ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon yang berperan dalam tuturan, dan tuturan tersebut mengandung alih kode dan campur kode bahasa Jawa.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah objek penelitian. Populasi pada umumnya ialah keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa (D. Edi Subroto, 1992: 32). Populasi penelitian ini adalah seluruh tuturan dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta yang meliputi PKK Lansia, PKK Inti, PKK RW dan PKK SKD. commit to user

32 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id 2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian langsung, yang mewakili atau dianggap mewakili populasi secara keseluruhan (Edi Subroto, 1992: 32). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik proporsive sampling, yaitu penentuan data yang berdasar atas ciri/sifat yang sama dengan ciri/sifat pada populasi untuk memperoleh data sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Adapun sample dalam penelitian ini adalah tuturan pada rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon yang terdapat alih kode dan campur kode bahasa Jawa.

E. Alat Penelitian Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Adapun alat bantu dalam penelitian terdiri dari bolpoint, dan buku catatan, sedangkan alat bantu elektronik berupa komputer, flashdisk, alat perekam berupa MP4 dan pengeras suara yang menunjang penelitian.

F. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2001: 136). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak. Sudaryanto menyebutkan bahwa metode simak atau penyimakan yaitu menyimak penggunaan bahasa. Ini dapat disejajarkan dengan pengamatan atau observasi dalam ilmu sosial (1993: 133). Metode simak dalam penelitian ini dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon, Surakarta. Teknik yang digunakan dalam metode meliputi teknik dasar dan teknik lanjutan. Adapun teknik dasar yang dipakai yaitu teknik sadap.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 33

Teknik sadap yaitu menyadap penggunaan bahasa dari objek penelitian. Caranya dengan segenap kemampuan dan pikiran menyadap pemakaian bahasa di masyarakat. Teknik ini dipakai untuk mendapatkan data dari informan secara spontan dan wajar. Kemudian teknik lanjutannya adalah (1) teknik rekam yaitu merekam pemakaian bahasa lesan yang bersifat spontan, kegiatan merekam ini cenderung dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data atau pembicara (Sudaryanto, 1993: 135), (2) teknik catat yaitu memperoleh data dengan mencatat data kebahasaan atau istilah-istilah yang relevan sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Teknik catat dalam penelitian ini adalah mencatat penggunaan bahasa atau mentranskripsi penggunaan bahasa lisan menjadi data tulis yang sesuai dengan kenyataan.

G. Metode dan Teknik Analisis Data Penulis melakukan beberapa tahapan setelah mengumpulkan data, yaitu tahap seleksi data (pemilihan data), tahap klasifikasi data (pemilahan data), dan tahap analisis data. Penulis menggunakan metode agih dan padan dalam menganalisis data. Setelah data berupa percakapan ibu-ibu PKK terkumpul, data ditindaklanjuti dengan pemilihan data dan berujung pada klasifikasi. Klasifikasi dimaksudkan untuk memilah-milah data berdasarkan bentuk tuturannya, yaitu alih kode dan campur kode bahasa Jawa. Analisis data dilakukan dengan memberikan penjelasan mengenai bentuk, faktor yang melatarbelakangi dan fungsi penggunaan alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Metode yang dipakai untuk menganalisis data penelitian ini adalah metode agih dan padan. Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentu unsurnya commit to user berasal dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode

perpustakaan.uns.ac.id

34 digilib.uns.ac.id

agih dalam penelitian ini hanya menggunakan teknik dasar BUL (Bagi Unsur Langsung). Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual data, menjadi unsurunsur yang bersangkutan dengan pembentuk satuan lingual. Metode agih dengan teknik dasar BUL hanya diterapkan untuk mengetahui bentuk campur kode. Kemudian untuk menganalisis data lebih banyak menggunakan metode padan. Sudaryanto berpendapat bahwa metode padan, alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (1993: 13). Metode padan adalah metode yang alat penentunya unsur di luar bahasa atau sesuatu yang ditunjuk bahasa (referent), alat ucap pembentuk bunyi bahasa, bahasa lain, dan lawan bicara yang disesuaikan dengan kebutuhan. Alat penentu dari luar bahasa maksudnya adalah latar belakang penutur, misalnya siapa yang bertutur, darimana asal penutur, penutur memiliki peran apa pada saat bertutur. Teknik dasar dari metode padan adalah teknik pilah unsur penentu (PUP), sedangkan alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Selain teknik PUP analisis data juga menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding mempersamakan (HBS). Teknik ini membandingkan dan memperjelas persamaan bentuk alih kode dan campur kode bahasa Jawa, dengan faktor yang melatarbelakangi dan tujuan peristiwa alih kode dan campur kodenya. Berikut ini contoh penggunaan alih kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon yang dianailisis dengan metode padan. : … Nek sing keberatan duwe putra cilik, ngko putrane cilik digawa, ngko dikeki dolanan ning jaba. Ibu-ibuke ning jero ketemuan karo penyuluhan, begitu gimana? ‘…Kalau yang keberatan karena mempunyai anak, nanti anaknya diajak, nanti diberi mainan di luar. Ibu-ibunya di dalam bertemu dengan penyuluh, begitu bagaimana?’ Mbak Mimi Ismiyati : A ya ra cocok. Tidak cocok itu Bu, gimana Bu? ‘Ya tidak cocok. Tidak cocok itu Bu, bagaimana Bu?’ commit to user

(3) Bu Tatik Sri Lestari

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 35

Penerapan analisis peristiwa tutur menurut Hymes yang dapat menjawab mengenai bentuk, faktor yang penyebab dan fungsi alih kode bahasa Jawa data di atas adalah sebagai berikut. Peristiwa tutur terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon. Situasi tuturan formal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah rapat PKK SKD Kelurahan Kepatihan Kulon pada tanggal 27 Januari 2011. Percakapan dilakukan oleh O1 yaitu Bu Tatik Sri Lestari sebagai wakil petugas lapangan keluarga berencana, dan O2 yaitu Mbak Mimi Ismiyati sebagai sekertaris PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah dialog. Percakapan atau dialog terbuka memungkinkan seluruh peserta rapat PKK SKD dapat berpartisipasi. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa ragam ngoko dan bahasa Indonesia. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Awalnya tuturan Mbak Mimi Ismiyati dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu A ya ra cocok. Dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yang ditandai dengan tuturan Tidak cocok itu Bu, gimana Bu? Percakapan di atas diketahui bahwa faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah prinsip kesopanan dan kesantunan penutur dalam mengutarakan ketidaksepahamanya dengan orang lain dan sekaligus meminta pendapat ibu-ibu PKK yang lain tentang pendapatnya. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan ibu-ibu PKK bahwa pendapat Bu Tatik Sri Lestari tidak tepat, sekaligus meminta pendapat pada ibu-ibu PKK mengenai pendapat Bu Tatik Sri Lestari dan Mbak Mimi Ismiyati. commit to user

36 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Berikut ini contoh penggunaan campur kode pada rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon yang dianalisis sesuai dengan metode agih dan padan. (4) Bu Nuk (Harmini)

: Bisa ta itu anak itu nemu ning dalan digawa ning kantor polisi terus diparani wong, tak peke we bocah iki. ‘Bisa (kan) anak itu ditemukan di jalan, dibawa ke kantor polisi kemudian ada orang yang datang ingin memiliki anak itu’.

Data (4) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh O1 yaitu Bu Nuk (Harmini), seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Bentuk campur kode berupa penyisispan kata dasar. Campur kode terjadi dari bahasa Indonesia yaitu itu, masuk ke dalam tuturan berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu Bisa ta itu anak itu nemu ning dalan digawa ning kantor polisi terus diparani wong, tak peke we bocah iki. Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan penutur untuk menjelaskan mengenai sering kali terdapat anak yang ditemukan di jalan kemudian ada orang yang datang dan mau mengadopsi anak itu. Tujuan atau fungsi penggunaan campur kode data (4) adalah lebih komunikatif memberikan informasi kepada ibu-ibu PKK bahwa ada anak yang ditemukan dipinggir jalan kemudian ada orang yang mau mengadopsi anak itu. Dari contoh di atas diketahui bahwa penelitian ini menggunakan metode agih dan padan sebagai metode analisis data. Metode agih hanya digunakan untuk mencari bentuk campur kode, dengan menggunakan teknik dasar BUL (Bagi Unsur Langsung). Metode padan menggunakan teknik dasar PUP dan teknik lanjutannya commit to user yaitu HBS (Hubung Banding Mempersamakan) menggunakan alat komponen tutur

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 37

yang diberi akronim SPEAKING menurut Hymes. Analisis SPEAKING diterapkan secara kesatuan menyeluruh bukan satu persatu. Metode padan dipakai karena dapat digunakan untuk menjawab semua permasalahan dari segi bentuk, faktor yang penyebab dan fungsi alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta.

H. Metode Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian analisis data pada penelitian ini adalah metode deskriptif, formal dan informal. Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomenafenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1992: 62). Penelitian ini cocok menggunakan penyajian hasil analisis data metode deskriptif karena penelitian ini berdasarkan fakta-fakta yang hidup pada penuturnya, seperti yang dikemukakan oleh Sudaryanto tersebut. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993, 145). Dengan kata lain metode ini menggunakan kata-kata sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode informal dalam penelitian ini agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap hasil penelitian. Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambanglambang. Khusus mengenai penggunaan tanda dan lambang dalam metode penyajian formal itu, dapat disebut teknik dasar (Sudaryanto, 1993, 145).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab IV membahas mengenai tiga hal yaitu bentuk, faktor yang melatarbelakangi dan fungsi peristiwa alih kode dan campur kode. Ketiganya ditulis berdasarkan peristiwa, pertama, pengklasifikasian bentuk, mengetahui faktor yang melatarbelakangi dan fungsi alih kode bahasa Jawa, kedua pengklasifikasian bentuk, mengetahui faktor yang melatarbelakangi dan fungsi penggunaan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta.

A. Bentuk, Faktor yang Melatarbelakangi dan Fungsi Alih Kode dalam Rapat Ibuibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta

1. Bentuk Alih Kode Menurut Bahasa Pembentuknya Alih kode pada rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta dapat dibedakan menurut bahasa pembentuknya menjadi 4 macam yaitu (1) alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Indonesia, (2) alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Indonesia, (3) alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko, (4) alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Berikut ini bentuk penggunaan alih kode yang terjadi dalam rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon, Surakarta.

commit to user 38

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 39

a. Alih Kode dari Bahasa Jawa Ragam Krama ke dalam Bahasa Indonesia (5) Bu Sri Rahayu Juwito

: ... Mila nggih nyaosaken pirsa Panjenengan nggih kedah bak mandi menika pendhak tigang dinten menika pun kuras. Salajengipun menika kula aturaken laporan keuangan. Keuangan bulan Januari, saldo menika tujuh ratus dua puluh lima. Potongan lain-lain tujuh ribu... ‘... Untuk itu saya memberitahukan kepada anda semuanya. Supaya bak mandi itu setiap tiga hari segera anda kuras airnya (ganti air). Setelah itu saya beritahukan laporan keuangan. Keuangan bulan ini saldo tujuh ratus dua puluh lima. Potongan lain-lain tujuh ribu...’

Data (5) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito, seorang ketua PKK Lansia. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dari tuturan tersebut terdapat alih kode intern. Alih kode intern terjadi dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Indonesia. Alih kode terjadi pada peralihan tuturan dari bahasa Jawa ragam krama yaitu Mila nggih nyaosaken pirsa Panjenengan nggih kedah bak mandi menika pendhak tigang dinten menika pun kuras. Menuju ke dalam bahasa Indonesia yaitu Keuangan bulan menika, saldo menika tujuh ratus dua puluh lima. Potongan lain-lain tujuh ribu… Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode tersebut adalah berubahnya topik. Awalnya tuturan menggunakan bahasa Jawa ragam krama yang berisi himbauan untuk membersihkan bak mandi agar terhindar dari demam berdarah, kemudian beralih kode ke tuturan bahasa Indonesia dengan topik mengenai laporan keuangan. Tujuan atau fungsi penggunaan alih kode adalah lebih komunikatif dalam memberikan informasi kepada ibu-ibu PKK mengenai laporan keuangan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 40

(6) Bu Nuk (Harmini)

Mbak Lismi

: ... Mangga Bu. Panjenengan serat lho Bu Bambang! Diserat. Terus yang satu sampai dua siapa? ‘... Silahkan Bu. Anda tulis Bu Bambang! Ditulis. Selanjutnya yang satu sampai dua siapa?’ : Tante Ros. ‘Tante Ros.’

Data (6) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti, kemudian dilanjutkan oleh Mbak Lismi selaku ketua SKD. Bentuk peristiwa tutur adalah dialog, dari percakapan tersebut terdapat alih kode intern yang dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini), kemudian dilanjutkan oleh Mbak Lismi. Alih kode tersebut terjadi dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Indonesia. Alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yaitu Mangga Bu. Panjenengan serat lho Bu Bambang! Diserat. Dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu Terus yang satu sampai dua siapa? Kemudian direspon oleh Mbak Lismi yaitu Tante Ros. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode tersebut adalah berubahnya topik. Awalnya tuturan menggunakan bahasa Jawa ragam krama yang berisi perintah untuk menulis kepada Bu Bambang, kemudian berganti topik menjadi percakapan mengenai siapa yang akan memberikan sosialisasi pada ibu-ibu yang mempunyai anak umur satu sampai dua tahun. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih sopan untuk menyuruh atau memberi tugas melakukan sesuatu. Dengan alih kode ke dalam bahasa Indonesia Bu Nuk (Harmini) tidak menggunakan kata perintah tetapi dengan sendirinya pihak yang bersangkutan yaitu Tante Ros mengetahui sendiri tugas yang akan dilakukan. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 41

(7) Mbak Lismi

: ... Bu Harmi, Panjenengan sowan Mbak Niken, nyuwun arta kangge mundhut gelaran. Bulan depan konsumsi Hapsari 2A. Ibu-ibu sebelum kita pulang marilah kita tutup menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing, berdoa mulai. ‘... Bu Harmi, anda berkunjung ke rumah Mbak Niken, minta uang untuk membeli tikar. Bulan depan konsumsi Hapsari 2A. Ibu-ibu sebelum kita pulang marilah kita tutup menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing, berdoa mulai.’

Data (7) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Mbak Lismi, Mbak Lismi adalah seorang ketua PKK SKD. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan menunjukkan adanya alih kode intern yang dilakukan oleh Mbak Lismi. Mulanya Mbak Lismi menggunakan bahasa Jawa ragam krama yang ditandai dengan kalimat Bu Harmi, Panjenengan sowan Mbak Niken, nyuwun arta kangge mundhut gelaran. Kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu Bulan depan konsumsi Hapsari 2A. Ibu-ibu sebelum kita pulang marilah kita tutup menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing, berdoa mulai. Faktor yang melatarbelakangi alih kode adalah topik yang dibicarakan. Mulanya topik yang dibicarakan adalah perintah kepada Bu Harmi untuk membeli tikar. Topik kemudian berganti menjadi informasi mengenai konsumsi pertemuan selanjutnya dibebankan pada Posyandu Hapsari 2A, yang terakhir penutup. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif untuk memberi informasi dan mengarahkan bahwa bulan depan yang bertugas menyediakan konsumsi adalah Posyandu Hapsari 2A. Tuturan kemudian dilanjutkan dengan mengarahkan ibu-ibu PKK untuk berdoa sebelum pulang. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 42

b. Alih Kode dari Bahasa Jawa Ragam Ngoko ke dalam Bahasa Indonesia (8) Bu Nuk (Harmini)

: ... Uwong kuwi ndhek mau nyatane, ora karo apa-apa mung gur sak kucing kahanane sampai seperti itu. Belum lagi di sini, apa namanya ini pundak ini retak, mestinya harus dioperasi pada saat itu. Ningnga kepala we rung mari dadine kuwi ngrampungne kepalanya dulu, wis rada garing baru ngurusi kene itu. ‘... Orang itu tadi kenyataannya seperti itu, tidak ada sebab apa-apa hanya karena satu kucing keadaannya sampai seperti itu. Belum lagi di sini apa namanya ini pundak ini retak, mestinya harus dioperasi pada saat itu. Tetapi kepala saja belum sembuh jadi itu menyelesaikan kepalanya dulu, kalau sudah sedikit kering baru mengurus ini.’

Data (8) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan tersebut menunjukkan adanya alih kode intern dari bahasa Jawa ragam ngoko, ditandai dengan tuturan Uwong kuwi ndhek mau nyatane ora karo apa-apa mung gur sak kucing kahanane sampai seperti itu. kemudian beralih menjadi bahasa Indonesia pada tuturan Belum lagi di sini, apa namanya ini pundak ini retak, mestinya harus dioperasi pada saat itu... Faktor yang melatarbelakangi alih kode yang digunakan Bu Nuk (Harmini) adalah pergantian topik yang dibicarakan, mulanya membicarakan mengenai kucing yang membuat seseorang mengalami kecelakaan kemudian membicarakan mengenai kondisi yang dialami sesorang yang menderita kecelakaan yaitu patah tulang dan harus dioperasi. Tujuan atau fungsi alih kode adalah membangkitkan rasa simpatik dalam menyampaikan informasi mengenai kondisi yang dialami oleh salah seorang kader PKK

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 43

di Kelurahan Kepatihan Kulon. Tuturan tersebut menunjukkan kepedulian ibu-ibu PKK terhadap semua anggota masyarakat di lingkungan Kepatihan Kulon.

(9) Bu Nuk (Harmini) Bu Purwanti Bu Nuk (Harmini)

: ... Sapa meneh? Bu Andi ya? ‘... Siapa lagi? Bu Andi ya?’ : Ke rumah sakit? ‘Ke rumah sakit?’ : Ya ke rumah sakit Bu pada saat itu, jadi sudah ada perwakilanlah kalau ke sana tapi misalnya ibu kalau mau, sekarang udah pulang... ‘Ya ke rumah sakit Bu pada saat itu, jadi sudah ada perwakilanlah kalau ke sana tetapi misalnya ibu kalau mau, sekarang udah pulang...’

Data (9) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Percakapan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon dan Bu Purwanti selaku sekertaris PKK RW II. Bentuk peristiwa tutur adalah percakapan, dalam percakapan tersebut terdapat alih kode intern antara tuturan Bu Purwanti kemudian diikuti Bu Nuk (Harmini). Percakapan itu terjadi pada forum resmi. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko ditandai dengan tuturan Bu Nuk (Harmini): ... Sapa meneh? Bu Andi ya? ‘... Siapa lagi? Bu Andi ya?’ Percakapan beralih kode ke dalam bahasa Indonesia diawali dengan tuturan Bu Purwanti yaitu Ke rumah sakit? Kemudian Bu Nuk (Harmini) juga mengikuti beralih kode ditandai dengan Ya ke rumah sakit Bu pada saat itu, jadi sudah ada perwakilanlah kalau ke sana tapi misalnya ibu kalau mau, sekarang udah pulang... Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah penutur (O1) ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh mitra tutur (O2). Pada saat mitra tutur (O2) menggunakan bahasa Indonesia maka penutur (O1) ikut menggunakan bahasa Indonesia. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 44

Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif dalam menyampaikan informasi mengenai siapa saja yang sudah menjenguk dan keberadaan Bu Endang (salah seorang kader PKK yang mengalami kecelakaan) pada saat itu.

(10) Bu Nuk (Harmini)

Bu Budi Yulianto Bu Nuk (Harmini)

Bu Prihatin

: ... Bu Bejo Mulyono rung eneng iki? Bu Bambang iki kekna Bu Bejo ya! Dua tiga, terus tiga empat. Oh lha kuwi Bu Budi Yulianto nuk, nya! ‘... Bu Bejo Mulyono belum ada ini? Bu Bambang tolong ini berikan Bu Bejo ya! Dua tiga, terus tiga empat. Ternyata itu ada Bu Budi Yulianto, ini!’ : Ndak pernah itu Bu, sekarang aku di Lansia. ‘Tidak pernah itu Bu, sekarang aku di Lansia.’ : Sekarang sudah tidak pernah di Posyandu balita ta? Lha iki sapa anggotane? ‘Sekarang sudah tidak pernah di Posyandu balita ya? Kemudian ini siapa anggotanya? : Ningrum. ‘Ningrum.’

Data (10) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Percakapan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) wakil ketua PKK Inti, Bu Budi Yulianto seorang bendahara PKK Lansia, dan Bu Prihatin seorang kader PKK. Bentuk peristiwa tutur adalah percakapan, dalam percakapan diketahui bahwa terjadi alih kode intern dari bahasa Jawa ragam ngoko menuju ke dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh Bu Budi Yulianto. Alih kode dilakukan oleh Bu Budi Yulianto yang selanjutnya diikuti oleh Bu Nuk (Harmini). Alih kode tersebut dari bahasa Jawa ragam ngoko ditandai oleh Lha kuwi Bu Budi Yulianto nuk, nya! Kemudian beralih menjadi bahasa Indonesia yang ditandai Ndak pernah itu Bu, sekarang aku di Lansia. Selanjutnya diikuti oleh Bu Nuk (Harmini) pada tuturan Sekarang sudah tidak pernah di Posyandu balita ta? commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 45

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode tersebut adalah penutur (O1) mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tutur (O2). Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif untuk menjelaskan bahwa Bu Budi Yulianto sudah tidak ikut Posyandu balita tetapi sudah pindah dan aktif di PKK Lansia.

(11) Bu Nuk (Harmini)

: … Ka ngene ya diongkrokne, tulisan ya diongkrokne, buku ya diongkrokke, APE ya diongkrokke, padahal harganya mahal ibu-ibu. Bu Nuk di sini ora ngayawara lho ki aku. Sekarang begini Bu, saya minta tolong kepada ibu-ibu. Wong nyatane ya sregep tenan kog nek SKD ya rawuh terus, nek Posyandu ya rawuh terus. Sekarang begini saya pengen bagaimana kalau Posyandu itu mbok digabung karo BKB karena ibu-ibunya itu ya disuruh hadir saja… ‘… Seperti ini ya dibiarkan saja terbengkalai, tulisan ya dibiarkan saja terbengkalai, buku ya dibiarkan saja terbengkalai, APE juga dibiarkan saja terbengkalai. Padahal harganya mahal ibu-ibu, Bu Nuk di sini tidak omong kosong (lho) saya. Sekarang begini saya ingin bagaimana kalau Posyandu itu digabung dengan BKB karena ibu-ibunya itu ya disuruh hadir saja.’

Data (11) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi 3 kali, semua berawal dari bahasa Jawa ragam ngoko menuju ke dalam bahasa Indonesia. Pertama, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Ka ngene ya diongkrokne, tulisan ya diongkrokne, buku ya diongkrokke, APE ya diongkrokke. Kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu …, padahal harganya mahal ibuibu. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 46

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa alih kode tersebut adalah topik yang dibicarakan. Awalnya tuturan mengenai alat-alat peraga edukasi atau APE yang terbengkalai begitu saja kemudian berganti menyinggung masalah harga APE yang mahal. Tujuan atau fungsi alih kode pada data (11) adalah lebih persuasif membujuk ibuibu PKK supaya memanfaatkan APE yang sebelumnya terbengkalai, mengingat harganya yang mahal. Kedua, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Bu Nuk di sini ora ngayawara lho ki aku. Kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu Sekarang begini Bu, saya minta tolong kepada ibu-ibu. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa alih kode tersebut adalah bergantinya topik yang dibicarakan. Mulanya topik yang dibicarakan mengenai Bu Nuk (Harmini) yang tidak mengada-ada atau omong kosong kemudian berganti menjadi meminta tolong kepada ibu-ibu PKK. Tujuan atau fungsi alih kode pada data (11) adalah lebih komunikatif untuk meminta tolong kepada ibu-ibu PKK. Ketiga, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Wong nyatane ya sregep tenan kog nek SKD ya rawuh terus, nek Posyandu ya rawuh terus. Kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu Sekarang begini saya pengen bagaimana kalau Posyandu itu mbok digabung karo BKB karena ibu-ibunya itu ya disuruh hadir saja… Faktor yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa alih kode adalah topik yang dibicarakan. Awalnya topik pembicaraan mengenai ibu-ibu PKK yang rajin datang pada

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 47

pertemuan SKD dan Posyandu kemudian berganti menjadi keinginan Bu Nuk (Harmini) untuk menggabungkan BKB dengan Posyandu balita. Tujuan atau fungsi alih kode pada data (11) adalah lebih argumentatif meyakinkan ibu-ibu PKK untuk menggabungkan BKB dengan Posyandu balita.

(12) Bu Nuk (Harmini)

Mbak Mimi Ismiyati Bu Nuk (Harmini)

: Ya lha padha-padha enam puluh lima mbok ning nggone Bu Endang servisnya oke anune wangi kabeh terus engko karo sadari barang. Dadine iki susunya ini payudaranya ini dingonokke ya wangi banget taleke, ndhek wingi kuwi kayake pira? Tujuh puluh ya awake dhewe. ‘Ya kalau sama-sama enam puluh lima ribu mending di tempatnya bu Endang, servisnya oke, badannya harum semua, terus nanti dengan periksa payudara sendiri juga. Jadi payudaranya ini di begitukan, ya harum sekali bedaknya, kemarin kita kira-kira berapa? Tujuh puluh ya kita.’ : Tujuh lima Bu. ‘Tujuh lima Bu.’ : Oh tujuh lima... ‘Oh tujuh lima…’

Data (12) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Percakapan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti dan Mbak Mimi Ismiyati seorang sekertaris PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah dialog percakapan, dalam percakapan tersebut terdapat alih kode intern yang terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Ya lha padhapadha enam puluh lima mbok ning nggone Bu Endang servisnya oke anune wangi kabeh terus ngko karo sadari barang. Kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh Mbak Mimi Ismiyati yaitu Tujuh lima Bu dan diperkuat dengan tuturan Bu Nuk (Harmini) yaitu Oh tujuh lima... commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 48

Faktor yang melatarbelakangi alih kode adalah penutur (O1) ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tuturnya (O2). Awalnya Bu Nuk (Harmini) menggunakan BJRN untuk menjelaskan kemudian berganti menjadi BI setelah orang kedua hadir dalam percakapan Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif dalam menyampaikan informasi kepada ibu-ibu PKK mengenai harga yang harus dibayar dalam melakukan pemeriksaan kesehatan.

c. Alih Kode dari Bahasa Jawa Ragam Krama ke dalam Bahasa Jawa Ragam Ngoko (13) Bu Siswoko

: Nggih anu mawon mrikane pama rampung nggih suk Maret, nggih ngoten. Pokoke positif Februari ten mriki. Pama wis dadi yo suk Maret. ‘Ya begitu saja, ke sana apabila sudah selesai, nanti kalau Maret, ya begitu. Pokoknya positif Februari di sini. Seandainya sudah jadi ya nanti Maret.’

Data (13) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito, seorang ketua PKK Lansia. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan menunjukkan adanya alih kode intern yang dilakukan oleh ibu Siswoko dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Tuturan bahasa krama ditandai Nggih anu mawon mrikane pama rampung nggih suk Maret, nggih ngoten. Terdapat alih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko pada kalimat Pama wis dadi yo suk Maret. Dalam bahasa Jawa krama dapat dibuat dengan tuturan berikut. Umpami sampun dados nggih benjing Maret. ‘Seandainya sudah jadi ya besok Maret.’ commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 49

Faktor yang melatarbelakangi alih kode dalam tuturan tersebut adalah penutur topik pembicaraan. Awalnya topik pembicaraan Bu Siswoko yang menentukan bulan sebelum tempat pertemuan jadi direnofasi kemudian berganti menentukan bulan setelah tempat pertemuan jadi direnofasi. Tujuan atau fungsi alih kode tersebut adalah lebih komunikatif dalam menyampaikan informasi bahwa tempat pertemuan kembali kesemula pada bulan Maret yaitu di Dalem Pusaka Wiryamartanan.

d. Alih Kode dari Bahasa Jawa Ragam Ngoko ke dalam Bahasa Jawa Ragam Krama (14) Bu Nuk (Harmini)

: Mbok arepe tata lair, Bu Nuk nyuwun pangapunten. Aku ya mangsuli, inggih kula nggih nyuwun pangapunten. Batine, apa wis kowe lunga wa, apa. Saya kira setiap orang itu gram-gramanya minta maaf dan memaafkan itu tetep berbeda. ‘Walaupun secara lahiriah, Bu Nuk saya mohon maaf. Saya juga menjawab, ya saya juga minta maaf. Lalu nanti secara batin, apa udah sana pergi saja, apa? Saya kira setiap orang itu timbangan keikhlasannya minta maaf dan memaafkan itu tetap berbeda.’

Data (14) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat 2 kali alih kode intern yang dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Pertama, bahasa Jawa ragam ngoko ditunjukkan pada kalimat Mbok arepe tata lahir, kemudian alih kode terjadi menjadi bahasa Jawa ragam krama pada Bu Nuk nyuwun pangapunten. Kedua, alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 50

ngoko yaitu Aku ya mangsuli, diteruskan dengan bahasa Jawa ragam krama yaitu …, inggih kula nggih nyuwun pangapunten. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah prinsip kesopanan dan kesantunan karena apabila menggunakan ragam bahasa Jawa krama pada saat minta maaf dianggap lebih halus, sopan dan santun sesuai dengan kebiasaan orang Jawa. Tujuan atau fungsi alih kode lebih komunikatif dalam menjelaskan pada ibu-ibu PKK yang lain bahwa kalau ada yang meminta maaf padanya dengan sopan maka akan dijawab pula dengan sopan.

(15) Bu Nuk (Harmini)

: Kuwi sakiki resik wis-an ndhek mben kae walah yen Panjenengan pirsa gumun mesthi... ‘Sekarang itu sudah bersih, dulu kalau anda semua melihat pasti kaget.’

Data (15) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Kuwi sakiki resik wis-an ndhek mben kae walah yen ke dalam bahasa Jawa krama yaitu Panjenengan pirsa gumun mesthi... Faktor yang melatarbelakangi alih kode tersebut adalah prinsip kesopanan dan kesantunan yaitu keinginan penutur (O1) untuk menghormati mitra tutur (O2), pada saat manafsirkan bahwa ibu-ibu PKK akan kaget melihat tempat yang kotor.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 51

Tujuan atau fungi alih kode pada data (15) adalah lebih argumentatif meyakinkan ibu-ibu PKK yang lain untuk mempercayai penutur (O1). Penutur meyakinkan ibu-ibu PKK bahwa mereka akan kaget kalau melihat tempat yang kotor.

(16) Bu Nuk (Harmini)

: ... Dhahare rung ditokke lho iki. Ngunjuk kalihan dhahar. Badhepun asta kondur nggih mangga. Pun dhahar mriki nggih mangga. ‘Ini makanannya belum dikeluarkan lho. Minum dan makanlah. Kalau mau dibawa pulang juga silahkan. Dimakan di sini juga silahkan.’

Data (16) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Percakapan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan menunjukkan adanya alih kode intern yang dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Bahasa Jawa ragam ngoko ditunjukkan pada kalimat Dhahare rung ditokke lho iki. Kemudian alih kode terjadi menjadi bahasa Jawa ragam krama pada Ngunjuk kalihan dhahar. Badhe pun asta kondur nggih mangga. Pun dhahar mriki nggih mangga. Faktor yang melatarbelakangi alih kode adalah prinsip kesantunan dan kesopanan yang digunakan untuk menghormati mitra tutur. Walaupun peserta rapat PKK tidak jauh terpaut umurnya, artinya sabaya tetapi berdasarkan prinsip kesantunan maka untuk mempersilahkan makan lebih cenderung digunakan bahasa Jawa ragam krama. Tujuan atau fungsi alih kode dalam tuturan (16) adalah lebih sopan dalam menyuruh atau mempersilahkan mitra tutur (O2) untuk menikmati hidangan di rumah ataupun di kantor kelurahan. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 52

2. Faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Alih Kode Berikut ini beberapa faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, menurut faktor sosio-situasional. Faktor sosio-situasional yang ditemukan dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon adalah (1) Prinsip kesopanan dan kesantunan penutur (O1), (2) Penutur ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tuturnya (O2), (3) Perubahan mitra tutur dalam tuturan, (4) Hadirnya orang ketiga (O3), (5) Topik yang dibicarakan.

a. Prinsip Kesopanan dan Kesantunan Penutur (O1) (17)

Bu Nuk (Harmini)

: ... Nek ra didum ngono PR di rumah kog. Ngapa diselehke kelurahan thok? Kapan le arep ndumuk? Bu Harmi tolong ya Bu RW tiga yang permainan seperti ini tolong, Mbak Yani tolong dicari. Bu Bambang tolong bukak RW tiga Bu yang seperti ini. Ini saya empat sampai lima. Akeh ta empat sampai lima? Wis nek ra dipeksakke ngono kapan rampunge? Mbak Harmi mana kadere RW telu Mbak? Bu Andi saya minta tolong untuk RW tiga siapa saja? Panjenengan, Mbak Yani, Bu Harmi? Lha sapa? Bu Wandi? ‘Itu RW tiga. Mbak Yani ini untuk RW tiga Bu. Kalau tidak dibagi seperti ini PR (tugas) dirumah (kok). Kenapa hanya di taruh di Kelurahan saja? Kapan mau mengerjakan? Bu Harmi tolong ya Bu RW tiga yang permainan seperti ini tolong, Mbak Yani tolong dicari. Bu Bambang tolong dibuka RW tiga Bu yang seperti ini. Ini saya empat sampai lima. Banyak kan empat sampai lima? Sudah kalau tidak dipaksakan seperti ini kapan selesainya? Mbak Harmi mana kadernya RW tiga Mbak? Bu Andi saya minta tolong untuk RW tiga siapa saja? Anda, Mbak Yani, Bu Harmi? Kemudian siapa? Bu Wandi?’

Data (17) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan secara lisan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 53

dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dua kali yaitu dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Indonesia. Pertama, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Nek ra didum ngono PR di rumah kog. Ngapa diselehke kelurahan thok? Kapan le arep ndumuk? Ke dalam bahasa Indonesia yaitu Bu Harmi tolong ya Bu RW tiga yang permainan seperti ini tolong, Mbak Yani tolong dicari. Bu Bambang tolong bukak RW tiga Bu, yang seperti ini. Ini saya empat sampai lima... Kedua alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Akeh ta empat sampai lima? Wis nek ra dipeksakke ngono kapan rampunge? mbak Harmi mana? Kadere RW telu mbak? Ke dalam bahasa Indonesia yaitu Bu Andi saya minta tolong untuk RW tiga siapa saja? Panjenengan, Mbak Yani, Bu Harmi? Faktor yang melatarbelakangi tiga alih kode dalam data (17) adalah prinsip kesopanan dan kesantunan penutur (O1) meminta tolong. Apabila tuturan meminta tolong dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko maka kurang santun sehingga dipilih bahasa Indonesia yang lebih halus ditandai dengan kata tolong, dengan nada rendah, dan formal menggunakan bahasa Indonesia. Tujuan atau fungsi alih kode pada data (17) adalah lebih komunikatif untuk meminta tolong pada ibu-ibu PKK yang lain pada saat membagi tugas untuk RW tiga.

b. Penutur (O1) Ingin Mengimbangi Bahasa yang Digunakan Oleh Mitra Tuturnya (18)

Bu Nuk (Harmini) Bu Nanik Panji

: Lha sing nggawa sapa? ‘Yang membawa siapa?’ : Bu Marni. Paling ya kalau seratus kurang sedikit masih. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 54

Bu Bambang Bu Nanik Panji Bu Bambang Bu Nuk (Harmini)

‘Bu Marni. Paling ya kalau seratus kurang sedikit masih.’ : Tahun dua ribu tujuh itu. ‘Tahun dua ribu tujuh itu.’ : Tapi tidak ada kegiatan sampai detik ini kan Bu? ‘Tetapi tidak ada kegiatan sampai detik ini ya Bu?’ : Eko itu. Diambilke kabeh. Tahun dua ribu tujuh itu. ‘Eko itu. Diambilkan semua. Tahun dua ribu tujuh itu.’ : Dah ya gitu, untuk sementara di Posyandu masingmasing kog Bu Nanik. ‘Dah ya gitu, untuk sementara di Posyandu masing-masing (kog) Bu Nanik.’

Data (18) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan secara lisan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti, Bu Nanik Panji adalah seorang ketua PKK RW 02 sekaligus ketua Posyandu Balita Hapsari 2A, Bu Bambang adalah seorang bendahara Posyandu Balita Hapsari 2B Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah dialog, dalam percakapan terdapat alih kode intern. Alih kode intern terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko kemudian dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia. Awalnya penurur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang dituturkan oleh Bu Nuk (Harmini) yaitu lha sing nggawa sapa? Dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu Bu Marni. Paling ya kalau seratus kurang sedikit masih oleh Bu Nanik Panji, kemudian tuturan terakhir kembali lagi ke tuturan Bu Nuk (Harmini) yang menyesuaikan dengan bahasa yang digunakan oleh mitra tuturnya (O2) yaitu Bu Nanik Panji dan orang ketiga (O3) yaitu Bu Bambang. Faktor yang melatarbalakangi alih kode adalah penutur (O1) ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tutur (O2). Awalnya tuturan yang digunakan adalah bahasa Jawa ragam ngoko, kemudian berganti ke dalam bahasa Indonesia untuk menyesuaikan dengan penutur lain yang saat itu menanggapi tuturan dari penutur (O1). commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 55

Tujuan atau fungsi alih kode dalam data (18) adalah lebih komunikatif dalam menafsirkan atau membahas menganai uang BKB, dan penempatan acara BKB di Posyandu balita.

c. Perubahan Mitra Tutur (O2) dalam Tuturan (19) Bu Nuk (Harmini)

: Ibu-ibu mangga ngunjuk kalihan dhahar. Dhahare rung ditokke lho iki... ‘Ibu-ibu mari saya persilahkan makan dan minum. Makanannya belum dikeluarkan (lho) ini...’

Data (19) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh bu Nuk (Harmini) selaku wakil ketua PKK Inti, Kalurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Bentuk peristiwa tutur adalah tuturan langsung, dalam tuturan terdapat alih kode intern yang dilakukan oleh bu Nuk (Harmini). Alih kode terjadi dari bahasa bahasa Jawa ragam krama yaitu Ibu-ibu mangga ngunjuk kalihan dhahar. ‘Ibu-ibu mari saya persilahkan makan dan minum.’ Kemudian dilanjutkan dengan bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Dhahare rung ditokke lho iki... Faktor yang melatarbelakangi alih kode adalah perubahan mitra tutur (O2) saat mempersilahkan menikmati hidangan pada ibu-ibu PKK disampaikan dengan hormat dan formal yaitu bahasa Jawa krama, kemudian untuk petugas yang menyajikan hidangan disampaikan dengan bahasa yang kurang formal yaitu bahasa Jawa ngoko, agar segera bergegas untuk mengeluarkan makanan. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih persuasif dalam menyuruh petugas mengeluarkan hidangan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 56

d. Hadirnya Penutur Ketiga (O3) (20) Bu Nuk (Harmini)

Bu Bambang Bu Nuk (Harmini) Bu Tatik Sri Lestari

Bu Nuk (Harmini)

: Dilebokke Posyandu we ora usah tekok, ya. Dilebokke Posyandu ya ndhompleng Posyandu, gitu lho maksudku. Wong kuwi ya ibu-ibune ya teka, ngono lho. ‘Dimasukkan Posyandu saja tidak usah bingung, ya. Dimasukkan Posyandu ya ikut Posyandu, begitu ya maksud saya. Karena itu ibu-ibunya juga datang begitu ya.’ : Ora sah nambahi konsumsi barang. ‘Tidak usah menambah konsumsi juga.’ : Kuwi ngono lho. ‘Seperti itu (lho).’ : Dicoba dulu aja, ora usah kudu sesuk ndak. Tapi dicoba dulu per Posyandu. ‘Dicoba dulu aja, tidak usah harus besok tidak tetapi dicoba dulu tiap Posyandu.’ : Ibu-ibu kader Posyandu ya harus berani. Ora prentah kog wong itu untuk demi kebaikan balita mereka. ‘Ibu-ibu kader Posyandu ya harus berani. Tidak hanya memerintah tetapi ini itu untuk kebaikan Balita mereka.’

Data (20) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan secara lisan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti, Bu Bambang adalah seorang bendahara Posyandu Balita Hapsari 2B, dan Bu Tatik Sri Lestari adalah seorang penyuluh lapangan keluarga berencana di Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah dialog atau percakapan, dalam percakapan terdapat alih kode intern. Alih kode intern terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko kemudian dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia. Awalnya Bu Nuk (Harmini), O1 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Dilebokke Posyandu we ora usah tekok, ya. Dilebokke Posyandu ya ndhompleng Posyandu, gitu lho maksudku. Wong kuwi ya ibu-ibune ya teka, ngono lho. Kemudian ditanggapi oleh mitra tutur (O2) dengan bahasa Jawa ragam ngoko juga yaitu Ora sah nambahi konsumsi barang. Alih kode terjadi ketika ada O3, Bu Tatik Sri Lestari yang menggunakan bahasa Indonesia yaitu Dicoba dulu aja, ora usah kudu commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 57

sesuk ndak. Tapi dicoba dulu per Posyandu. Kemudian diikuti oleh O1 berbahasa Indonesia yaitu Ibu-ibu kader Posyandu ya harus berani. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah hadirnya penutur ketiga yaitu Bu Tatik Sri Lestari yang saat itu menggunakan bahasa Indonesia pada topik yang sama yaitu BKB yang coba digabungkan bersama dengan Posyandu balita. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih argumentatif membujuk ibu-ibu PKK yang mengampu Posyandu balita agar mau menggabungkan BKB dengan Posyandu balita.

(21) Bu Lurah (Mulyani) Bu Nunik Mbak Mimi Ismiyati Bu Lurah (Mulyani)

: Malah dereng mangertos, lha Panjenengan saking pundi? ‘Malah belum tau, (lha) Anda tahu dari mana?’ : Bu RW. ‘Bu RW.’ : Lomba kliping POKJA tiga? ‘Lomba kliping POKJA tiga?’ : Saya malah belum tau itu Bu. ‘Saya malah belum tau itu Bu.’

Data (21) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Percakapan dilakukan oleh Bu Lurah (Mulyani) seorang ketua PKK inti, Bu Nunik adalah seorang ketua Posyandu Balita Hapsari 2B, dan Mbak Mimi Ismiyati sebagai sekertaris PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah dialog atau percakapan, dalam percakapan terdapat alih kode intern. Alih kode intern terjadi dari bahasa Jawa ragam krama kemudian dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia. Awalnya tuturan dilakukan oleh Bu Lurah (Mulyani) dengan bahasa Jawa krama yaitu Malah dereng mangertos, lha Panjenengan saking pundi? Kemudian dilanjutkan Bu Nunik menjawab Bu RW yang dimaksudkan commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 58

adalah mendengar dari Bu RW. Mbak Mimi Ismiyati sebagai O3 melanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu Lomba kliping POKJA tiga? Kemudian Bu Lurah (Mulyani) mengikuti bahasa yang digunakan oleh O3 dengan bahasa Indonesia yaitu Saya malah belum tau itu Bu. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3) yaitu Mbak Mimi Ismiyati yang saat itu menggunakan bahasa Indonesia pada topik percakapan mengenai lomba kliping yang dibebankan pada POKJA tiga untuk mengikuti lomba tersebut. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif dalam menjelaskan mengenai lomba kliping yang belum diketahui keberlangsungannya.

e. Topik yang Dibicarakan (22) Bu Sri Rahayu Juwito

: Kula badhe ngaturaken arta, saldo bulan September empat ratus tujuh puluh ribu dua ratus empat puluh lima. ‘Saya akan memberi tahukan masalah keuangan, saldo bulan September empat ratus tujuh puluh ribu dua ratus empat puluh lima.’

Data (22) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan secara lisan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito, Beliau adalah seorang ketua PKK Lansia Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode intern terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia. Awalnya Bu Sri Rahayu Juwito menggunakan bahasa Jawa ragam krama yaitu

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 59

Kula badhe ngaturaken arta,… kemudian dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu Saldo bulan September empat ratus tujuh puluh ribu dua ratus empat puluh lima. Faktor yang melatarbelakangi alih kode tersebut adalah bergantinya topik dalam tuturan, sebelumnya tuturan mengenai Bu Sri Rahayu Juwito yang akan menyampaikan mengenai keuangan kemudian berganti menjadi tuturan mengenai Saldo bulan September. Tujuan atau fungsi alih kode tersebut adalah lebih komunikatif untuk merinci laporan keuangan dari bulan September dengan saldo yang ada pada saat itu.

(23) Bu Nuk (Harmini)

: Iki mau ya mung dikekne kene thok ning ra eneng gunane. Iki mau ya mung dibrukne thok ning Kelurahan. Kuwi ngko ya ra berjalan. Untuk sementara ini bagaimana kalau untuk bulan depan, ibu-ibu yang punya balita sisan wae neng kelurahan. ‘Ini tadi ya hanya ditaruh sini saja tetapi tidak berguna. Ini tadi ya hanya ditaruh saja di Kelurahan. Itu nanti ya tidak digunakan. Untuk sementara waktu, bagaimana kalau untuk bulan depan, ibu-ibu yang punya balita sekalian saja ke kelurahan?’

Data (23) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) selaku wakil ketua PKK Inti, Kalurahan Kepatihan Kulon, Surakarta. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode intern terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia. Awalnya tuturan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang ditandai dengan Iki mau yo mung di kekne kene thok ning ra eneng gunane. Iki mau ya mung dibrukne thok ning kelurahan. Kuwi ngko ya ra berjalan..., kemudian dilanjutkan dengan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 60

bahasa Indonesia yaitu Untuk sementara ini bagaimana kalau untuk bulan depan, ibuibu yang punya balita sisan wae neng kelurahan? Faktor yang menyebabkan penggunaan alih kode pada data (23) adalah topik yang dibicarakan. Awalnya topik pembicaraan mengenai alat-alat BKB yang tidak digunakan oleh ibu-ibu PKK sehingga terbengkalai di Kelurahan, kemudian berganti menjadi menyuruh ibu-ibu PKK bulan depan ke kelurahan. Tujuan atau fungsi penggunaan alih kode adalah lebih komunikatif dan sopan dalam menyuruh ibu-ibu PKK yang mempunyai balita untuk datang ke kelurahan.

3. Fungsi Alih Kode Beberapa fungsi alih kode yang ditemukan dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta adalah (1) lebih persuasif membujuk atau menyuruh mitra tutur (O2), (2) lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur (O2), (3) lebih komunikatif dalam meminta tolong, (4) lebih komunikatif dalam menjelaskan, (5) lebih prestis dan (6) membangkitkan rasa simpatik.

a. Lebih Persuasif Membujuk atau Menyuruh Mitra Tutur (O2) (24) Bu Nuk (Harmini)

: ... Ning kuwi yen diumumke ngono walah Gusthi Allah nyuwun pangapura… Karena kebersihan dari keluarga yang satu, ke keluarga yang lainnya nanti kan satu RT bersih semua, begitu ya? Dadine ya resikan ki sak kabehe. ‘... Tapi kalau diumumkan begitu ya Gusti Allah, saya mohon ampun… Karena kebersihan dari keluarga yang satu, ke keluarga yang lainnya nanti juga satu RT bersih semua. Begitu ya? Jadi menjaga kebersihan itu untuk semuanya.’

Data (24) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 61

Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan tersebut menunjukkan adanya alih kode intern yang dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) pada saat mengajak ibuibu PKK selalu menjaga kebersihan, mulai dari keluarga sendiri sampai satu RT. Awalnya tuturan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yaitu ... Ning kuwi yen diumumke ngono walah Gusthi Allah nyuwun pangapura... Kemudian alih kode terjadi ke dalam bahasa Indonesia ditandai Karena kebersihan dari keluarga yang satu, ke keluarga yang lainnya nanti kan satu RT bersih semua, begitu ya? Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah penutur beralih kode karena topik pembicaraan. Mulanya pembicaraan menganai banyaknya yang harus dijabarkan mengenai kebersihan, kemudian begranti menjadi topik mengenai anjuran Bu Nuk (Harmini) untuk membersihkan lingkungan dari mulai keluarga sampai dengan satu RT. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih persuasif dalam upaya membujuk atau menyuruh ibu-ibu PKK agar menjaga kebersihan dari mulai keluarganya sendiri sampai sehingga dapat meluas pada tingkat RT.

(25) Bu Nuk (Harmini)

: Bengi ben ra kanggo sik ngono ya? Lha wong nek arep dijak, bengi kanggo, padahal kuwi aja kanggo dhisik nek arep rana. Lha ngko tak omong-omong ya nekat. Ya itu ya diantaranya informasinya itu terus saya tetap mengingatkan pada ibu-ibu semuanya untuk tetap mengerjakan buku-bukunya. Laporan harian, eh laporan bulanan. ‘Malam agar tidak dipakai dulu begitu ya? (lha) Kalau akan diajak ke sana, malam dipakai, padahal itu jangan dipakai dahulu kalau mau ke sana. Kalau aku peringatkan tetap nekat... Ya itu ya diantaranya informasinya itu kemudian saya tetap mengingatkan pada ibu-ibu semuanya untuk tetap mengerjakan buku-bukunya. Laporan harian, bukan tetapi laporan bulanan.’ commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 62

Mbak Mimi Ismiyati

: Belum pada laporan. ‘Belum semua laporan.’

Data (25) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Percakapan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti dan Mbak Mimi Ismiyati sebagai sekertaris PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah percakapan, dalam percakapan diketahui bahwa terjadi alih kode intern dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Indonesia. Alih kode dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) dari bahasa Jawa ragam ngoko ditandai oleh bengi ben ra kanggo sik ngono ya? Lha wong nek arep dijak bengi kanggo, padahal kuwi aja kanggo dhisik nek arep rana. Kemudian beralih menjadi bahasa Indonesia yang ditandai Ya itu ya diantaranya informasinya itu terus saya tetap mengingatkan pada ibu-ibu semuanya untuk tetap mengerjakan buku-bukunya. Alih kode yang dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) lanjutkan oleh Mbak Mimi dengan menjawab Belum pada laporan. Faktor yang melatarbelakangi alih kode adalah keinginan penutur (O1) untuk merubah topik pembicaraan. Semula topik pembicaraan adalah mengenai syarat sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi wanita atau yang disebut dengan papsmear, kemudian topik berganti mengenai laporan bulanan. Tujuan atau fungsi tuturan adalah lebih persuasif dalam membujuk atau menyuruh ibu-ibu PKK untuk mengerjakan laporan harian.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 63

b. Lebih Argumentatif Meyakinkan Mitra Tutur (O2) (26) Bu Nuk (Harmini)

: Bisa ta itu anak itu nemu ning dalan, digawa ning kantor polisi terus diparani wong, tak peke we bocah iki. Tak adopsine, boleh. Karena yang namanya akte itu hak anak. Jangan melihat latar belakang orang tuanya, anak yang tidak punya bapak atau ibu itu besok kalau memang anak itu pinter dan pandai, bejaning uwong isa dadi presiden, betul itu! Jadi jangan oh iki anak ra nduwe pak, oh ki anakke sapa ra nggenah, jangan seperti itu. Karena akte itu hak anak. Jadi dari kota interupsinya terutama Surakarta,... ‘Anak itu bisa ditemukan di jalan, dibawa kekantor polisi kemudian ada orang yang datang, saya adopsi saja anak ini. Saya adopsi, boleh. Karena yang namanya akte itu hak anak. Jangan melihat latar belakang orang tuanya, anak yang tidak punya bapak atau ibu itu, besok kalau memang anak itu pintar dan pandai, orang itu beruntung bisa menjadi presiden, betul itu! Jadi jangan anak ini tidak mempunyai ayah, ini anaknya siapa tidak baik, jadi jangan seperti itu. Karena akte itu hak anak. Jadi dari kota interupsinya terutama di Surakarta,…’

Data (26) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi 2 kali dari bahasa Jawa ragam ngoko menuju ke dalam bahasa Indonesia. Pertama, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Bisa ta itu anak itu nemu ning dalan digawa ning kantor polisi terus diparani wong, tak peke we bocah iki. Tak adopsine, boleh. Kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu Karena yang namanya akte itu hak anak. Jangan melihat latar belakang orang tuanya, anak yang tidak punya bapak atau ibu itu. Kedua, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Bejaning uwong isa dadi presiden, betul itu! Jadi jangan oh iki anak ra nduwe pak, oh ki anakke sapa ra nggenah, commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 64

kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu Jangan seperti itu. Karena akte itu hak anak. Jadi dari kota interupsinya terutama Surakarta,... Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah keinginan penutur untuk menjelaskan dan memberi informasi mengenai akta kelahiran yang merupakan hak anak. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur bahwa memang akte kelahiran itu hak anak, jadi tidak boleh membeda-bedakan anak.

(27) Bu Nuk (Harmini)

: Oh kula ngopeni anak cilik, kula duwe ponakan ning king Kaliyoso, tidak bisa! Harus penduduk Sala. ‘Oh saya merawat anak kecil, saya mempunyai keponakan tetapi dari Kaliyoso, tidak bisa! Harus penduduk Sala.’

Data (27) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko menuju ke dalam bahasa Indonesia. Awalnya Bu Nuk (Harmini) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Oh kula ngopeni anak cilik, kula duwe ponakan ning king Kaliyoso, kemudian dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu …, tidak bisa! Harus penduduk Sala. Faktor yang melatarbelakangi alih kode tersebut adalah topik yang dibicarakan. Awalnya topik pembicaraan mengenai contoh ada orang yang mempunyai anak dan keponakan yang berasal dari Kaliyoso, kemudian berganti menjadi penegasan bahwa tidak bisa memiliki KIA selain penduduk asli Sala.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 65

Tujuan atau fungsi alih kode dalam data (27) adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan pada ibu-ibu PKK bahwa anak yang berhak mendapatkan KIA adalah harus benar-benar penduduk yang memiliki akte kelahiran di Kota Sala.

(28) Bu Nuk (Harmini)

:Maune emoh, ninggal, sakiki eneng uwong gelem nikah ya ta Bu? Yen menurut hukumnya, aktenya itu ya besok mestinya bapake ya sing nikah kuwi ning kuwi biologis bukan itu lho. ‘Sebelumnya tidak mau kemudian meninggalkan, sekarang ada orang yang mau menikahi ya (kan) Bu? Kalau menurut hukumnya, aktenya itu ya besok mestinya bapaknya ya yang menikahi itu tetapi secara biologis bukan itu (lho).’

Data (28) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko menuju ke dalam bahasa Indonesia. Awalnya Bu Nuk (Harmini) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Maune emoh ninggal sakiki eneng uwong gelem nikah ya ta Bu? kemudian dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu Yen menurut hukumnya, aktenya itu ya besok mestinya bapake ya sing nikah kuwi ning kuwi biologis bukan itu lho. Faktor yang melatarbelakangi alih kode tersebut adalah topik yang dibicarakan. Awalnya tuturan mengenai ayah kandung yang meninggalkan anak dan ada ayah baru yang mau mengakui, kemudian beganti menjadi penjelasan bahwa menurut hukumnya anak yang tidak ditinggalkan ayah kandunganya itu bisa atau boleh diakui oleh ayah baru yang mau mengakui anak itu.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 66

Tujuan atau fungsi alih kode dalam data (28) adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan pada ibu-ibu PKK bahwa memang seharusnya yang ditulis di akte kelahiran itu nama ayah yang mengakui anak itu walaupun ayah biologisnya bukan itu.

c. Lebih Komunikatif dalam Meminta Tolong (29) Bu Nuk (Harmini)

: Oh mulane. Kandhake mbok ben ra wedi kog aku isa kandha dhewe. Lha iya kuwi Bu Andi saya minta tolong RT tujuh itu ya. Jane sing ngregeti RT nem ki RT pitu kuwi kog, memean kae lho Mbak Nunik sakderet rana sapa sing memeni? ‘Ternyata. Dibilangkan juga tidak apa-apa, tidak takut, aku bisa bilang sendiri. Ya itu Bu Andi saya minta tolong RT tujuh itu ya. sebenarnya yang mengotori RT enam itu RT tujuh. Jemuran itu lho Mbak Nunik satu deret ke sana siapa yang menjemur?’

Data (29) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko menuju ke dalam bahasa Indonesia. Pada data (29) alih kode intern terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Oh mulane. Kandhake mbok ben ra wedi kog aku isa kandha dhewe. Lha iya kuwi ke dalam bahasa Indonesia yaitu Bu Andi saya minta tolong RT tujuh itu ya. Alih kode tersebut terjadi karena faktor kesantunan dan kesopanan penutur dalam menafsirkan keinginannya meminta tolong kepada Bu Andi. Tujuan atau fungsi alih kode pada data (29) adalah lebih komunikatif dalam meminta tolong kepada Bu Andi agar mengingatkan pada RW tujuh untuk menjaga kebersihan. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 67

d. Lebih Komunikatif untuk Menjelaskan (30) Bu Nuk (Harmini)

: Iki anake sapa ora ana sing ngerti kok, itu nanti udah dimasukkan KK orang itu, terus dicarikan akte. Ninga kula ndekmben mungut, kula boten ngerti niki sapa pake, buke sapa. Yasudah itu nanti akte anak namanya Paidi misalnya ya. ya sudah anak nama Paidi itu thok. Ora eneng pake, ora eneng buke... ‘Ini anaknya siapa tidak ada yang tahu (kog), itu nanti sudah dimasukkan KK orang itu, kemudian dicarkan akte. Tetapi saya dulu mengadopsi, saya tidak tahu ini siapa Bapaknya, Ibunya siapa. Yasudah itu nanti akte anak namanya Paidi misalnya ya. Ya sudah anak nama Paidi saja. Tidak ada Bapaknya, tidak ada Ibunya…’

Data (30) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat 2 peristiwa alih kode intern. Pertama, alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Iki anake sapa ora ana sing ngerti kog, menuju ke dalam bahasa Indonesia yaitu itu nanti udah dimasukkan KK orang itu, terus dicarikan akte. Faktor yang melatarbalakangi alih kode adalah topik pembicaraan. Awalnya tuturan mengenai anak yang tidak diketahui siapa orang tuanya kemudian anak itu dicatat dalam KK orang yang mau mengekui sehingga dapat dibuatkan akte. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif dalam memberikan infromasi mengenai akte kelahiran. Kedua, alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Ninga kula ndekmben mungut, kula boten ngerti niki sapa pake, buke sapa. Menuju ke dalam bahasa Indonesia yaitu Yasudah itu nanti akte anak namanya Paidi misalnya ya. ya sudah anak nama Paidi itu thok.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 68

Faktor yang melatarbalakangi alih kode tersebut adalah topik pembicaraan. Awalnya tuturan mengenai orang yang memungut atau mengadopsi anak tetapi tidak mengetahui orang tuanya kemudian berganti menjadi pencatatan akte kalahiran atas nama misalnya Paidi (nama anak yang ditemukan itu). Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif dalam memberikan informasi mengenai akte kelahiran yang bisa saja dibuat atas nama anak saja tanpa menyebutkan orang tua kandung.

(31) Bu Nuk (Harmini)

: Iki lho eneng datane seka ndhuwur kana, nggonanmu ki sing durung duwe, yang belum punya akte siapa coba kamu cari itu siapa,... ‘Ini (lho) ada datanya dari atas sana, ditempatmu yang belum punya, yang belum punya akte siapa coba kamu cari itu siapa,...’

Data (31) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat peristiwa alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Iki lho eneng datane seka ndhuwur kana, nggonanmu ki sing durung duwe, menuju ke dalam bahasa Indonesia yaitu yang belum punya akte siapa coba kamu cari itu siapa,... Faktor yang melatarbelangi terjadinya alih kode adalah topik pembicaraan. Mulanya topik pembicaraan mengenai adanya data mengenai anak yang belum punya akte kemudian berganti menjadi menyuruh untuk mencari anak yang belum pnya akte dan membantu membuatkan akte kelahiran.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 69

Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih komunikatif dalam memberikan informasi menganai atasan (pemerintah kota Surakarta) memberikan instruksi mengenai akte kelahiran dan anggota PKK diberitahu supaya mencari siapa saja anak yang belum memiliki akte kelahiran.

e. Lebih Prestis (32) Bu Nanik Panji

: …Oh ya wis. Sing kene krungune kelahiran. Yaudah makanya itu maaf complain... ‘Ya sudah. Tadi saya dengarnya kelahiran. Ya sudah maka dari itu maaf protes.’

Data (32) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK RW, tanggal 14 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nanik Panji, beliau adalah seorang ketua PKK RW 02 Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peritiwa tutur (32) adalah monolog. Monolog tersebut mengandung alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia. Dimulai dari tuturan dari bahasa Jawa ragam ngoko yaitu …Oh ya wis. Sing kene krungune kelahiran. Kemudian dilanjutkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu Yaudah makanya itu maaf complain… Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah topik pembicaraan. Awalnya tuturan mengenai pernyataan Bu Nanik Panji mengenai apa yang didengar tentang kelahiran kemudian berganti menjadi permohonan maaf karena beliau salah mendengar dan protes saat itu. Tujuan atau fungsi alih kode pada data (32) adalah lebih prestis atau gengsi karena dari faktor sosio-situasional tidak mengharuskan penutur untuk beralih kode. Pada saat itu Bu Nanik Panji ingin meminta maaf karena salah mendengar dan protes. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 70

Sebenarnya apabila meminta maaf bisa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko alus atau bahasa Jawa ragam krama untuk meminta maaf, namun pada saat itu karena sedikit gengsi maka menggunakan bahasa Indonesia yaitu Yaudah makanya itu maaf complain.

(33) Bu Nuk (Harmini)

: Bu Endang piyayine nyenengke ninga kog itu. Memang rada adoh, rana tapi kalau mau ke sana ya nanti calling saya,… ‘Bu Endang orangnya menyenangkan. Memang sedikit jauh, ke sana tapi kalau mau ke sana ya nanti menghubungi saya,…’

Data (33) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur (33) adalah monolog, dalam tuturan tersebut menunjukkan adanya alih kode intern dari bahasa Jawa ragam ngoko kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia. Awalnya tuturan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Bu Endang piyayine nyenengke ninga kog itu. Memang rada adoh, rana kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yaitu tapi kalau mau ke sana ya nanti calling saya,... Faktor yang melatarbelakangi alih kode adalah topik pembicaraan, awalnya topik pembicaraan mengenai Bu Endang yang menyenangkan dan tempat yang sedikit jauh kalau pergi ke sana. Kemudian berganti menjadi penutur yang menawarkan agar ibu-ibu PKK menghubunginya kalau ingin diantar ke tempat Bu Endang bersama-sama. Tujuan atau fungsi alih kode adalah lebih prestise atau gengsi karena dari faktor sosio-situasional tidak mengharuskan penutur untuk beralih kode. Pada saat itu Bu Nuk (Harmini) menawarkan agar ibu-ibu PKK menghubunginya kalau ingin diantar commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 71

sebenarnya dapat menggunakan bahasa Jawa namun penutur menggunakan alih kode dengan menggunakan bahasa Indonesia disisipi bahasa Inggris yaitu kata calling.

f. Membangkitkan Rasa Simpatik (34) Bu Nuk (Harmini)

: ... Dadi nganti kaya digip kaya nganggo badhong kae ndisik kuwi. Nek patah sisan malah dipen. Anda bisa membayangkan nek retak pie? Ini cuma informasi ya... ‘... Jadi sampai seperti digip memakai badhong itu dahulu. Anda bisa membayangkan kalau retak itu bagaimana? Ini hanya informasi ya...’

Data (34) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur (34) adalah monolog, dalam tuturan tersebut menunjukkan adanya alih kode intern dari bahasa Jawa ragam ngoko kemudian dilanjutkan dengan bahasa Indonesia. Awalnya tuturan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko ditandai dengan tuturan Dadi nganti kaya digip kaya nganggo badhong kae ndisik kuwi. Nek patah sisan malah dipen. Kemudian beralih kode ke dalam bahasa Indonesia yang ditandai dengan Anda bisa membayangkan nek retak pie? Ini cuma informasi ya... Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode pada tuturan tersebut adalah topik pembicaraan. Awalnya topik pembicaraan mengenai kondisi seseorang yang seperti di gips karena retak, kemudian berganti menjadi penengasan Bu Nuk (Harmini) dengan pertanyaan mengenai apa yang dirasakan orang yang patah tulang. Tujuan atau fungsi alih kode (34) adalah membangkitkan rasa simpatik terhadap orang yang sedang mengalami patah tulang.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 72

B. Bentuk, Faktor yang Melatarbelakangi dan Fungsi Campur Kode dalam Rapat Ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon Surakarta

1. Bentuk Campur Kode Menurut Sruktur Kebahasaan Campur kode yang terjadi pada rapat pertemuan formal PKK Kelurahan Kepatihan Kulon Surakarta dibagi menjadi berbagai macam bentuk menurut struktur kebahasaan yang terlibat di dalamnya yaitu (1) campur kode berwujud penyisipan kata dasar, (2) campur kode berwujud penyisipan kata jadian, (3) campur kode berwujud penyisipan perulangan kata, (4) campur kode berwujud penyisipan frasa. Berikut ini analisis mengenai 4 bentuk campur kode yang ditemukan dalam rapat ibu-ibu PKK.

a. Penyisipan Unsur-unsur yang Berwujud Kata Dasar (35) Bu Nuk (Harmini)

: ... Ya lha padha-padha enam puluh lima mbok ning nggone Bu Endang servisnya oke anu ne wangi kabeh terus ngko karo sadari barang, dadine iki susunya ini payudara ini dingonokke ya wangi banget taleke ya, ndhek wingi kuwi kayake pira? Tujuh puluh ya awake dhewe? ‘... Ya (lha) sama-sama enam puluh lima lebih baik ditempatnya Bu Endang, servisnya oke, badannya harum semua terus pakai periksa payudara sendiri juga, jadinya ini payudaranya ini dibegitukan ya harum sekali bedaknya ya, kemarin itu sepertinya berapa? tujuh puluh ya kita?’

Data (35) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat 2 peristiwa campur kode intern. Campur kode intern terjadi pada kata dasar oke dan ini berupa penyisipan kata dasar berbahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Bu commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 73

Endang servisnya oke anu ne wangi kabeh terus ngko karo sadari barang, dadine iki susunya ini payudara ini dingonokke ya wangi banget taleke ya,... Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah keinginan penutur (O1) untuk menafsirkan atau menginformasikan mengenai periksa kesehatan yang baik dilakukan ibu-ibu PKK yaitu periksa papsmear ke tempat Bu Endang. Tujuan atau fungsi campur kode pada data (35) adalah lebih persuasif untuk membujuk atau memprofokasi ibu-ibu PKK agar mau periksa papsmear ke tempat Bu Endang.

(36) Bu Nuk (Harmini)

: Ning eneng yen ra diunyeng-unyeng nganti tekan sirah ora anu ada. ‘Ada juga yang kalau tidak dipijit, dijambak, dan ditekan sampai kepala tidak anu (puas) ada.’

Data (36) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) adalah seorang wakil PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode intern terjadi dengan penyisipan kata dasar berbahasa Indonesia yaitu kata ada masuk ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Ning eneng yen ra diunyeng-unyeng nganti tekan sirah ora anu ada. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah penutur (O1) ingin menafsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya bahwa memang ada orang yang tidak puas kalau kerokan tidak sampai dipijit, ditekan, dan dijambak sampai kekepala. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 74

Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih singkat dan mudah dipahami dari pada dengan bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu eneng.

(37) Bu Nuk (Harmini)

: ..., jangan telung ndina pisan kerokan, ya nek nemen ya ping pindholah,... ‘..., jangan tiga hari sekali kerokan, ya kalau sudah keterlaluan ya dua kali.’

Data (37) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) adalah seorang wakil PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode intern terjadi dengan penyisipan kata dasar berbahasa Indonesia yaitu kata jangan masuk ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu jangan telung ndina pisan kerokan, ya nek nemen ya ping pindholah,... Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah peran sosial penutur dalam memberikan sosialisasi mengenai kerokan pada ibu-ibu PKK, penutur berhak memberitahukan atau melarang melakukan kerokan tiga hari sekali demi kesehatan ibuibu PKK Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih komunikatif menyampaikan informasi mengenai kerokan, bahwa kerokan itu tidak boleh dilakukan tiga hari sekali.

b. Penyisipan Unsur-unsur Berwujud Kata Jadian (38) Bu Sri Rahayu Juwito : Mangga ibu-ibu sakderengipun kula laporaken bab keuangan, menika kula badhe matur dateng Panjenengan bilih artanipun menika sampun nipis nggih. ‘Ibu-ibu sebelum saya melaporkan mengenai keuangan, saya laporkan pada anda kalau uangnya sekarang tinggal sedikit.’ commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 75

Data (38) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito adalah seorang ketua PKK Lansia Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode terjadi dengan penyisipan kata jadian bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko sebagai satu bahasa inti. Kata jadian keuangan berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar ‘uang’, kemudian terjadi afiksasi secara bersama-sama dengan awalan (ke-) dan akhiran (-an), berarti hal-hal yang berkaitan dengan uang. Faktor yang melatarbelakangi campur kode pada data (38) adalah identifikasi peranan atau peran sosial penutur karena penutur yang mempunyai peran sebagai ketua PKK Lansia maka wajib melaporkan mengenai keuangan organisasi. Tujuan atau fungsi campur kode pada data (38) adalah lebih komunikatif karena singkat dan mudah dimengerti. Bu Sri Rahayu Juwito mengambil istilah dari bahasa Indonesia yang singkat dan cukup jelas.

(39) Bu Nuk (Harmini)

: Wis ta Panjenengan titeni tangga teparo Panjenengan, bocah kuwi mau yang namanya gen, genetika,... ‘Sudahlah anda cermati tetangga sebelah anda, anak itu tadi yang namanya gen, genetika,…’

Data (39) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) adalah seorang wakil PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 76

Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode terjadi dengan penyisipan kata jadian bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko sebagai satu bahasa inti. Kata jadian namanya merupakan bahasa Indonesia yang masuk dalam bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Wis ta Panjenengan titeni tangga teparo Panjenengan, bocah kuwi mau yang namanya gen, genetika,... Kata jadian namanya terbentuk dari kata dasar ‘nama’ dan penambahan (-nya) sebagai penunjuk kepemilikan. Jadi kata namanya berasal dari bahasa Indonesia ‘nama’ bergabung bersama dengan (-nya) yang berarti nama atau sesuatu yang dimiliki oleh oranglain. Faktor yang melatarbelakangi campur kode pada data (39) adalah penutur ingin menjelaskan atau menafsirkan mengenai anak yang memiliki genetika tersendiri. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih komunikatif dalam menyampaikan informasi mengenai anak yang memiliki genetika tersendiri.

(40) Bu Sri Rahayu Juwito : Para ibu-ibu menika sakderengipun kita wiwiti mangga kita berdoa rumiyin supados pepanggihan menika mangke saged mlampah kanthi lancar. ‘Ibu-ibu sekalian sebelum kita mulai mari kita berdoa dahulu supaya pertemuan ini nanti bisa berjalan dengan lancar.’ Data (40) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito adalah seorang ketua PKK Lansia Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode terjadi dengan penyisipan kata jadian bahasa Indonesia ke dalam commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 77

bahasa Jawa ragam ngoko sebagai satu bahasa inti. Campur kode penyisipan kata jadian dalam bahasa Indonesia yaitu berdoa masuk ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Para ibu-ibu menika sakderengipun kita wiwiti mangga kita berdoa rumiyin supados pepanggihan menika mangke saged mlampah kanthi lancar. Kata jadian berdoa melalui afiksasi, terbentuk dari kata dasar ‘doa’ dengan penambahan afiks (ber-). Kata berdoa berarti mengucapkan atau memanjatkan doa kepada Tuhan. Faktor yang melatarbelakangi campur kode pada data (40) adalah penutur ingin menjelaskan atau menafsirkan mengenai kegiatan memanjatkan doa kapada Tuhan. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih persuasif mengajak ibu-ibu PKK untuk sama-sama berdoa kepada Tuhan.

c. Penyisipan Unsur-unsur yang Berwujud Perulangan Kata (Reduplikasi) (41) Bu Nuk (Harmini)

: ...Tata lahir we bisa molah-malih menurut kebutuhan nek lagi butuh wah bisa bermanis-manis, nek lagi ra butuh isa melengos-melengos,... ‘...Tata lahir itu bisa berubah-ubah, menurut kebutuhan, kalau saat membutuhkan wah bisa pura-pura baik, kalau tidak butuh bisa mebuang muka,...’

Data (41) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode terjadi dengan masuknya reduplikasi bahasa Indonesia masuk ke dalam bahasa Jawa. Campur kode perulangan kata bermanis-manis ‘berkata-kata dengan manis atau dengan perkataan yang elok-elok’, masuk ke dalam satu bahasa inti, bahasa commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 78

Jawa ragam ngoko yaitu Tata lahir we bisa molah-malih menurut kebutuhan nek lagi butuh wah bisa bermanis-manis,… Faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode tersebut adalah faktor penutur ingin menafsirkan atau menjelaskan mengenai sifat seseorang yang terkadang pura-pura baik dengan berkata-kata manis. Tujuan atau fungsi penggunaan campur kode pada data (41) adalah penuntur (O1) mengambil istilah yang singkat, lebih dan dipahami oleh ibu-ibu PKK. Apabila menggunakan istilah dalam bahasa Indonesia maka kalimat yang dihasilkan terlalu panjang dan berbelit-belit.

(42) Bu Nuk (Harmini)

: Wis ta Panjenengan titeni tangga teparo Panjenengan, bocah kuwi mau yang namanya gen, genetika, terutama paraban-paraban sing ora becik,… ‘Sudahlah anda cermati tetangga anda, anak itu tadi yang namanya gen, genetika, terutama ciri khas yang tidak baik,…’

Data (42) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Data di atas menunjukkan adanya campur kode perulangan kata bahasa Indonesia yaitu paraban-paraban (ciri khas), masuk ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu paraban-paraban sing ora becik,… Faktor yang melatarbelakangi campur kode pada data (42) keinginan untuk menafsirkan atau menjelaskan mengenai ciri khas yang tidak baik dari seseorang juga dapat menurun kepada anaknya.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 79

Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah penutur (O1) mengambil istilah yang singkat, mudah dipahami oleh ibu-ibu PKK.

(43) Bu Nuk (Harmini)

: Apa kuwi jenenge urat-urat yang ada di sini,… ‘Apa itu namanya urat-urat yang ada di sini,…’

Data (43) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode terjadi dengan masuknya bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa. Campur kode berupa perulangan kata bahasa Indonesia yaitu urat-urat masuk ke dalam bahasa Jawa yaitu Apa kuwi jenenge urat-urat yang ada di sini,… Kata ulang urat-urat memiliki kata dasar urat yaitu pembuluh (saluran) kecil-kecil dalam tubuh tempat darah mengalir. Faktor yang melatarbelakangi campur kode pada data (43) keinginan untuk menafsirkan mengenai urat-urat. Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah penutur (O1) mengambil istilah yang singkat, mudah dan bisa dipahami oleh ibu-ibu PKK.

d. Penyisipan Unsur-unsur yang Berwujud Frasa (44) Bu Nuk (Harmini)

: Ha`a dikubur ning kana pokokke, njaluk tulung uwong apa? Apa anu ngono. Jadi jangan dihindari lho ki tenan kuwi. Nek dihindari malah kowe sing cilaka itu lho. ...Ini informasi ya, wong uwongi wong akeh ya kita itu ra mung gugon tuhon nek wong ngomong, kucingi aja ditabrak. Nek wis ora isa dihindari tabrak... ‘Ya pokoknya dikubur di sana, minta tolong orang atau bagaimana begitu. Jadi jangan dihindari lho itu beneran ya. kalau dihindari malah kamu yang celaka begitu... Ini commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 80 informasi ya, banyak orang di sini, kita itu tidak hanya pantangan, kalau orang bicara, kucing itu jangan ditabrak. Kalau sudah tidak bisa dihindari tabrak saja...’

Data (44) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Pada data (44) menunjukkan adanya 2 campur kode intern, penyisipan frasa yaitu masuknya serpihan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode pertama, ditandai oleh masuknya Jadi jangan dihindari… ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Jadi jangan dihindari lho ki tenan kuwi. Nek dihindari malah kowe sing cilaka itu lho. Faktor yang melatarbelakangi campur kode adalah keinginan penutur untuk menjelaskan mengenai kucing yang boleh ditabrak kalau tidak bisa dihindari pada waktu naik kendaraan. Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah lebih persuasif untuk menyuruh ibu-ibu PKK agar ketika melihat kucing lewat di jalan, itu tidak dihindari karena akan membuat celaka orang yang menghindarinya. Kedua, masuknya Ini informasi ya,… ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yaitu wong uwongi wong akeh ya kita itu ra mung gugon tuhon nek wong ngomong, kucingi aja di tabrak. ‘Orang itu banyak ya kita itu tidak hanya gugun tuhon kalau orang bicara, kucing itu jangan ditabrak.’ Faktor yang melatarbelakangi campur kode tersebut adalah keinginan penutur (O1) menafsirkan atau menjelaskan maksud yang diinginkannya mengenai apa yang telah di sampaikan hanya sebuah informasi. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 81

Tujuan atau fungsi campur kode adalah penutur lebih komunikatif dalam menegaskan dan memberi informasi mengenai ada kepercayaan secara mistis Jawa bahwa kalau ada kucing di jalan tidak boleh ditabrak.

(45) Bu Nuk (Harmini)

: Sak iki ngene Bu kuwi ya rada rawan, seperti kemarin ya di Kecamatan. Rawannya ki ya bapak sakiki ya rada sarap yaan. Maune emoh, ninggal, sakiki eneng uwong gelem nikah, ya ta Bu? ‘Sekarang begini Bu itu juga agak rawan, seperti kemarin ya di Kecamatan. Rawannya itu ya bapak sekarang ya agak gila ya. Sebelumnya tidak mau dan meninggalkannya, sekarang kalau sudah ada orang yang mau menikahi. Ya (kan) Bu?’

Data (45) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode dalam data (45) berupa penyisipan frasa berbahasa Indonesia yaitu seperti kemarin ya di Kecamatan masuk ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Sak iki ngene Bu kuwi ya rada rawan, seperti kemarin ya di Kecamatan. Faktor yang melatarbelakangi campur kode tersebut adalah peran sosial penutur sebagai wakil ketua PKK berhubungan langsung dan mengetahui informasi dari Kecamatan mengenai masalah akte kelahiran, dimana ayah kandung mengakui kembali anaknya setelah sebelumnya tidak mau mengakui. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih komunikatif menyampaikan informasi mengenai kejadian di Kecamatan ada bapak yang sebelumnya tidak mengakui anaknya, tiba-tiba kembali mengakui anaknya.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 82

(46) Bu Nuk (Harmini)

: Orang hamil kuwi mbok karo wong sepuluh tetapi sing dadi ki mung karo wong siji Bu, ya, dengan siapa itu. Ora eneng kog dadi kabeh. ‘Orang hamil itu walaupun dengan orang sepuluh tetapi yang jadi itu hanya dengan satu orang Bu. Ya, dengan siapa itu. Tidak ada itu (kog) jadi semuanya.’

Data (46) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat 2 campur kode intern. Campur kode tersebut berupa penyisipan frasa berbahasa Indonesia masuk ke dalam bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko. Pertama, campur kode frasa berbahasa Indonesia yaitu Orang hamil masuk ke dalam bahasa Jawa yaitu Orang hamil kuwi mbok karo wong sepuluh tetapi sing dadi ki mung karo wong siji Bu,... Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah prinsip kesopanan dan kesantunan penutur karena kalau dengan bahasa Jawa ragam ngoko dalam menyebutkan orang hamil dengan wong meteng maka kurang sopan. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih komunikatif karena singkat dan mudah dipahami dari pada bahasa intinya dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Kedua, campur kode frasa berbahasa Indonesia yaitu dengan siapa itu masuk ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Orang hamil kuwi mbok karo wong sepuluh tetapi sing dadi ki mung karo wong siji Bu, ya, dengan siapa itu. Faktor yang melatarbelakangi campur kode tersebut adalah penutur ingin menafsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya yaitu orang hamil pasti hanya dengan satu orang. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 83

Tujuan atau fungsi campur kode adalah argumentatif dalam meyakinkan mitra tutur (O2) mengenai hanya ada satu orang laki-laki yang dapat menjadikan perempuan menjadi hamil.

(47) Bu Sri Rahayu Juwito

: Salajengipun menika kula aturaken laporan keuangan. ‘Kemudian saya memeritahukan laporan keuangan.’

Data (47) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito adalah seorang ketua PKK Lansia Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur Kode berupa penyisipan frasa dalam bahasa Indonesia yaitu laporan keuangan berada dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam krama yaitu Salajengipun menika kula aturaken laporan keuangan. Faktor yang melatarbelakangi campur kode pada data (47) keinginan untuk menjelaskan mengenai adanya laporan keuangan. Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah identifikasi peranan atau peran sosial penutur sebagai ketua PKK Lansia yang memiliki kewajiban untuk membacakan laporan keuangan dalam setiap pertemuan.

(48) Bu Sri Rahayu Juwito

: Para ibu-ibu menika nilaraken tahun kalih ewu sedasa mangga menapa-menapa ingkang boten kita remeni, lan awon kita tilaraken malih-malih bencana alam menika kathah ingkang kala kalih ewu sedasa menika kathah bencana alam. ‘Ibu-ibu sekalian meninggalkan tahun dua ribu sepuluh, apasaja yang tidak kita sukai, dan jelek kita tinggalkan terlebih lagi bencana alam yang banyak menimpa pada tahun dua ribu sepuluh ini banyak bencana alam.’ commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 84

Data (48) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito adalah seorang ketua PKK Lansia Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur Kode berupa penyisipan frasa dalam bahasa Indonesia yaitu bencana alam masuk ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu …, lan awon kita tilaraken malih-malih bencana alam menika kathah ingkang kala kalih ewu sedasa menika kathah bencana alam. Faktor yang melatarbelakangi campur kode pada data (48) keinginan untuk menafsirkan mengenai adanya bencana alam yang sangat banyak di tahun 2010. Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah lebih komunikatif dalam menyampaikan informasi mengenai bencana alam yang banyak terjadi pada tahun 2010.

2. Faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Campur Kode Berikut ini beberapa faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, yaitu (1) identifikasi peranan atau peran sosial penutur, (2) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur (O1), dan (3) penutur (O1) ingin manfsirkan atau menjelaskan maksud yang diinginkannya.

a. Identifikasi Peranan atau Peran Sosial Penutur (O1) (49) Bu Nuk (Harmini)

:Oh kula ngopeni anak cilik, kula nduwe ponakan ning king Kaliyoso, tidak bisa! ‘Saya merawat anak kecil, saya punya keponakan tetapi dari Kaliyoso, tidak bisa!’ commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 85

Data (49) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode berwujud penyisipan unsur-unsur berbentuk frasa dalam bahasa Indonesia yaitu tidak bisa! masuk ke dalam satu kalimat dengan bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Oh kula nduwe ponakan ning king Kaliyoso, tidak bisa!. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah peran sosial penutur yang berhak menjelaskan dan meyakinkan pendengar dengan menekankan pada satu frasa yang menjelaskan bahwa hanya warga yang benar-banar asli lahir di Kota Sala saja yang berhak menerima KIA. Tujuan atau fungsi campur kode pada data (49) adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan ibu-ibu PKK bahwa hanya warga yang lahir di Kota Sala yang berhak mendapatkan KIA.

(50) Bu Nuk (Harmini)

: ..., aja kog bocah kejang-kejang terus tangi dikerok jangan. ‘…, jangan kog anak kejang-kejang kemudian bangun dikeroki itu jangan.’

Data (50) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode berwujud penyisipan kata berbahasa Indonesia yaitu jangan dalam

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 86

satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu ..., aja kog bocah kejang-kejang terus tangi dikerok jangan. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah peran sosial penutur memberi informasi pada ibu-ibu PKK mengenai anak yang kejang-kejang tidak boleh dilakukan kerokan pada anak itu. Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah lebih persuasif dalam membujuk atau melarang ibu-ibu PKK agar tidak melakukan kerokan pada anak yang kejang-kejang.

b. Prisip Kesopanan dan Kesantunan Penutur (51) Bu Nuk (Harmini)

: ...Kuwi sakiki resik wis-an ndhek mben kae walah yen Panjenengan pirsa gumun mesthi. Nek Panjenengan ngomong ngono Bu Nuk ki ngene, ngene, ngene,... ‘...Itu sekarang sudah bersih, dahulu itu luar biasa kalau anda semuanya melihat pasti heran. Kalau anda semua bicara begitu, Bu Nuk itu begini, begini, begini,...’

Data (51) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode terjadi pada kata Panjenengan ‘anda’ yaitu berupa penyisipan bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode tersebut adalah kalimat Nek Panjenengan ngomong ngono Bu Nuk ki ngene ngene ngene ‘kalau anda bicara begitu. Bu Nuk itu seperti ini, seperti ini, seperti ini.’ Campur kode ini biasa atau dianggap wajar dalam tuturan bahasa Jawa ngoko alus, namun karena kata Panjenengan ini berdiri sendiri sebagai satu kata dalam bahasa Jawa krama ditengah bahasa Jawa ngoko maka bisa dianggap sebagai campur kode ragam bahasa Jawa. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 87

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah prinsip kesopanan dan kesantunan penutur. Penutur menempatkan dirinya sebagai seorang yang hormat atau menghormati mitra tutur yang lebih tua dengan memakai tingkat tutur ragam krama untuk menyebut orang lain. Tujuan atau fungsi campur kode data (51) adalah prinsip kesopanan dan kesantunan penutur karena menempatkan penutur sebagai seorang santun dan bersahaja dibalik perannya sebagai wakil ketua PKK yang memiliki tanggung jawab untuk menasehati semua warganya agar selalu menjaga kebersihan.

c. Penutur (O1) Ingin Menafsirkan atau Menjelaskan Maksud yang Diinginkannya (52) Bu Nuk (Harmini)

: ...Dadi rada ditekan sitik, rada diiringke, rada ditekan, neng anu temponya aja cepet-cepet ngono Bu.’ ‘...jadi agak ditekan, agak di miringkan, agak ditekan tetapi temponya jangan cepat-cepat begitu Bu.’

Data (52) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan tersebut menunjukkan adanya campur kode kata jadian berbahasa Indonesia masuk ke dalam satu bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko. Kata jadian temponya masuk ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Dadi rada ditekan sitik, rada diiringke, rada ditekan, neng anu temponya aja cepet-cepet ngono bu.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 88

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah penutur ingin menjelaskan atau menafsirkan maksud yang diinginkannya yaitu cara kerokan yang baik dengan ferkuensi atau tempo pelan. Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah lebih komunikatif dalam menjelaskan mengenganai cara kerokan yang baik dengan frekuensi atau tempo yang lambat.

(53) Bu Nuk (Harmini)

: Kowe ngerti Bagya ya kaya Pak Ya. Lho kowe ra percaya tanggaku lho kuwi, tenan! Jadi walaupun itu mungkin wong wedok kuwi meteng anake suk mben kaya sapa? ‘Kamu tahu Bagya ya seperti Pak Ya. (Lho) kamu tidak percaya tetanggaku itu, betul! Jadi walaupun itu mungkin ada perempuan hamil, anaknya nanti seperti siapa?’

Data (53) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan tersebut menunjukkan adanya campur kode frasa berbahasa Indonesia masuk ke dalam satu bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode frasa dalam bahasa Indonesia yaitu Jadi walaupun itu mungkin, masuk ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Jadi walaupun itu mungkin, wong wedok kuwi meteng anake suk mben kaya sapa? Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah penutur ingin menafsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya mengenai anak itu meniru atau menurun dari orang tuanya sehingga dapat dicermati anak itu seperti siapa.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 89

Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah lebih argumentatif meyakinkan ibu-ibu PKK bahwa anak yang lahir itu pasti mirip dengan orang tuanya.

(54) Bu Nuk (Harmini)

: Jadi kuwi masalahe ngene Bu nek menurut hukumnya ya kuwi ngko jenenge bapake ya kuwi, ning yen bapak biologis kuwi suk mben ndilalah bocah kuwi ngakoni. ‘Jadi itu masalahnya begini Bu kalau menurut hukumnya ya itu nanti nama bapaknya ya itu, tetapi kalau bapak biologis itu besuk kebetulan anak itu mengakui.’

Data (54) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan tersebut menunjukkan adanya 2 campur kode yaitu campur kode berupa penyisipan kata dasar dan kata jadian. Pertama, campur kode berupa penyisipan kata depan berbahasa Indonesia yaitu Jadi masuk ke dalam satu bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko. Kedua, campur kode berupa penyisipan kata jadian dalam bahasa Indonesia yaitu hukumnya masuk ke dalam satu bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko. Faktor yang melatarbelakangi campur kode kedua campur kode dalam data (54) adalah penutur (O1) ingin menafsirkan atau menjelaskan maksud yang diinginkanya yaitu kata penghubung jadi kemudian menjelaskan mengenai hukum ayah yang sah dalam akte kelahiran anak. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih komunikatif untuk menyampaikan informasi mengenai hukum yang sah nama orang tua dalam akte kelahiran anak adalah orang tua pertama kali yang mengakui anak itu sebagai anaknya. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 90

(55) Bu Nuk (Harmini)

: Ini bocah mesakke wong bayi dibuak. ‘Ini kasihan karena sejak bayi dibuang’

Data (55) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan pada rapat PKK Lansia, tanggal 10 Desember 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode berwujud penyisipan kata berbahasa Indonesia yaitu Ini masuk dalam satu bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko dalam tuturan Ini bocah mesakke wong bayi dibuak. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah penutur ingin menjelaskan atau menafsrikan maksud yang diinginkannya dengan menunjukkan bahwa ada anak yang kasihan karena sejak bayi sudah dibuang. Tujuan atau fungsi campur kode tersebut adalah lebih komunikatif menyampaikan informasi bahwa ada anak yang sejak bayi dibuang.

3. Fungsi Campur Kode Beberapa fungsi campur kode yang ditemukan dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta adalah sebagai berikut (1) lebih argumentatif menyakinkan mitra tutur (O2), (2) lebih persuasif membujuk atau menyuruh mitra tutur (O2), (3) lebih komunikatif menyampaikan informasi, (4) lebih komunikatif karena singkat dan mudah dipahami, (5) lebih prestis.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 91

a. Lebih Argumentatif Meyakinkan Mitra Tutur (O2) (56) Bu Nuk (Harmini)

: … Ra nduwe pak ora isa ning luar negeri, tidak! Ora nduwe pak, ora nduwe mbok isa ning luar negeri, isa dadi presiden betul itu! ‘… Tidak punya bapak tidak bisa ke luar negeri. Tidak! Tidak punya bapak, tidak punya ibu bisa ke luar negeri, bisa menjadi presiden. Betul itu!’

Data (56) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat 2 campur kode intern. Dalam data (56) diketahui bahwa terjadi campur kode intern penyisipan kata dasar dan frasa berbahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Pertama, campur kode penyisipan kata dasar berbahasa Indonesia yaitu tidak! ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode tersebut adalah penutur (O1) ingin menjelaskan bahwa semua anak bisa ke luar negeri apabila memiliki akte kelahiran, walaupun tidak memiliki orang tua. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih argumentatif meyakinkan pada ibuibu PKK bahwa anak yang tidak memiliki orang tua bisa ke luar negeri. Kedua, campur kode penyisipan frasa berbahasa Indonesia yaitu betul itu! ke dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah penutur (O1) ingin menjelaskan bahwa anak yang tidak memiliki orang tua bisa ke luar negeri bahkan bisa menjadi presiden.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 92

Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih argumentatif meyakinkan pada ibuibu PKK bahwa hak anak itu sama, anak yang tidak memiliki orang tua bisa ke luar negeri bahkan jadi presiden.

(57) Bu Nuk (Harmini)

: Bar dikeroki terus dipluruti dikeki minyak gosok itu sampai dipluruti gitu rasane entheng gitu ya, itu memang betul. ‘Setelah dikerok kemudian diplurut diberi minyak gosok itu sampai dipurut rasanya ringan begitu ya, itu memang betul.’

Data (57) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat 2 peristiwa campur kode intern. Campur kode yang terjadi adalah penyisipan frasa dari bahasa Indonesia masuk ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Pertama, campur kode berupa penyisipan frasa berbahasa Indonesia yaitu itu sampai masuk dalam satu bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Bar dikeroki terus dipluruti dikeki minyak gosok itu sampai dipluruti gitu. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah penutur ingin menfsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya yaitu setelah dikerok biasanya langsung diplurut dengan minyak gosok. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih komunikatif menyampaikan mainformasi mengenai cara kerokan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 93

Kedua, campur kode berupa penyisipan frasa dari bahasa Indonesia yaitu itu memang betul. masuk dalam satu bahasa Jawa ragam ngoko berikut dipluruti gitu rasane entheng gitu ya, itu memang betul. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah keinginan panutur menafsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya dengan memberi gambaran menmang betul ada yang setelah diplurut itu tubuhnya merasakan lebih bugar atau ringan. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur (O2) yaitu ibu-ibu PKK bahwa apa yang disampaikannya mengenai setelah badan diplurut terasa lebih ringan atau bugar itu memang benar.

b. Lebih Persuasif Membujuk atau Menyuruh Mitra Tutur (O2) (58) Bu Nuk (Harmini)

: …, dadi nek wong ndrodhog kademen-kademen kae jangan malah dikerok, nek anget semlenget ndak papa, ning eneng ta sing tangane ndrodhog itu jangan dikerok,… ‘..., jadi kalau orang gemetar kedinginan itu jangan kamudian dikerok, kalau hangat tidak apa-apa, tetapi ada juga yang tangannya gemetar itu jangan dikerok,…’

Data (58) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat 2 peristiwa campur kode intern. Campur kode yang terjadi adalah penyisipan frasa dari bahasa Indonesia masuk ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode berupa penyisipan kata berbahasa Indonesia yaitu jangan masuk dua kali ke dalam satu bahasa Jawa ragam commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 94

ngoko yaitu dadi nek wong ndrodhog kademen-kademen kae jangan malah dikerok, nek anget semlenget ndak papa, ning eneng ta sing tangane ndrodhog itu jangan dikerok Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah penutur ingin menfsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya yaitu orang yang kedinginan itu tidak boleh dikeroki. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih persuasif membujuk ibu-ibu PKK agar tidak melakukan kerokan kepada orang yang gemetar kedinginan.

(59) Bu Nanik Panji

: Wis pokoke enake cari jalan tengah sing kira-kira terbaik. ‘Sudah pokoknya cari jalan tengah yang kira-kira terbaik.’

Data (59) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK SKD tanggal 27 Januari 2011. Tuturan secara lisan dilakukan oleh Bu Nanik Panji seorang ketua PKK RW sekaligus ketua Posyandu Balita Hapsari 2A Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode terjadi dua kali dengan penyisipan frasa dan kata berbahasa Indonesia yaitu frasa cari jalan dan kata terbaik ke dalam bahasa bahasa Indonesia. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah penutur ingin menfsirkan dan menjelaskan keinginannya mencari jalan keluar yang terbaik untuk masalah yang sedang dibicarakan. Fungsi campur kode adalah lebih persuasif membujuk atau menyuruh ibu-ibu PKK untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 95

c. Lebih Komunikatif Menyampaikan Informasi (60) Bu Nuk (Harmini)

: Banyak lho wong banyi dibuak ning teras, ditinggal ning dalan, ning pinggir, ning ngisor uwit,… ‘Banyak (lho) ternyata banyak bayi dibuang di teras, ditinggal di jalan, di pinggir, di bawah pohon,...’

Data (60) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode yang terjadi adalah penyisipan kata dasar Banyak masuk ke dalam bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Banyak lho wong banyi dibuak ning teras, ditinggal ning dalan, ning pinggir, ning ngisor uwit,… Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah keinginan penutur (O1) untuk menjelaskan bahwa ada banyak bayi yang dibuang oleh orang tua kadungnya di teras ataupun dipinggir jalan. Tujuan atau fungsi campur kode dalam data (61) adalah lebih komunikatif menyampaikan informasi mengenai banyak anak yang dibuang di teras, di jalan ataupun di bawah pohon.

(61) Bu Sri Rahayu Juwito : Mbenjing wulan Januari wonten promosi kesehatan menika janipun kala wau sampun ngentosi nanging gandheng menika wedalipun sampun penuh menika boten,… ‘Nanti bulan Januari ada promosi kesehatan, hari ini tadi sebenarnya sudah menunggu namun karena sekarang acaranya sudah penuh maka tidak jadi.’ Data (61) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 96

Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito, seorang ketua PKK Lansia Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode yang terjadi berbentuk penyisipan frasa dari bahasa Indonesia yaitu promosi kesehatan dan kata dasar yaitu penuh, masuk ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Mbenjing wulan Januari wonten promosi kesehatan menika janipun kala wau sampun ngentosi nanging gandheng menika wedalipun sampun penuh menika boten,…. Faktor yang melatarbelakangi campur kode kata adalah keinginan penutur untuk menjelaskan atau menafsirkan bahwa akan ada promosi kesehatan pada pertemuan yang akan datang, karena pada hari itu acara sudah penuh dengan kegiatan PKK Lansia sehingga promosi kesehatan ditunda pertemuan yang akan datang. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih komunikatif dan mudah dipahami oleh Bu Sri Rahayu Juwito yang saat itu menjelaskan mengenai adanya penawaran obat untuk kesehatan yang ditunda karena acara pada hari itu sudah penuh.

d. Lebih Komunikatif karena Singkat dan Mudah Dipahami (62) Bu Nuk (Harmini)

: …, sing dikeroki dudu pinggangnya, ning nggon kene gitu. ‘…, maka yang dikerok bukan pinggang, namun di sebelah sini begitu.’

Data (62) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 97

Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode yang terjadi berbentuk penyisipan kata jadian yaitu kata pinggangnya. Kata pinggangnya terbentuk dari kata dasar pinggang kemudian dilekatkan bentuk imbuhan (-nya) yang menunjukkan pinggang seseorang. Faktor yang melatarbelakangi campur kode adalah keinginan penutur untuk manjelaskan atau menafsirkan mengenai pinggang seseorang yang tidak seharusnya dikerok kalau sedang mengalami kepala sakit. Tujuan atau fungsi penggunaan campur kode kata jadian dalam data (63) adalah lebih komunikatif karena mudah dipahami. Apabila dipahami dalam bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko yang saat itu digunakan maka kata pinggang bisa saja dirubah dengan kata jadian bangkekane yang terkesan kurang sopan dihadapan ibu-ibu PKK serta lebih sulit dipahami dari pada kata jadian pinggangnya.

(63) Bu Nuk (Harmini)

: Kaya kuwi lho. Kan banyak ta ya-an ngono kuwi, lha wedenine ning kana kuwi. ‘Seperti itu (lho). Banyak (kan) yang seperti itu, (lha) takutnya di situ itu.’

Data (63) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode intern. Campur kode yang berbentuk penyisipan kata dasar dalam bahasa Indonesia yaitu banyak ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Kaya kuwi lho. Kan banyak ta ya-an ngono kuwi, lha wedenine ning kana kuwi. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 98

Faktor yang melatarbelakangi campur kode adalah penutur ingin menfsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya bahwa banyak orang tua yang mengakui kembali anaknya setelah sebelumnya tidak mengakui. Tujuan atau fungsi campur kode adalah lebih komunikatif dan mudah dipahami dalam menyampaikan informasi mengenai banyak orang tua yang mengakui kembali anaknya, setelah sebelumnya tidak mengakui, jadi menurut (O1) hal tersebut rawan atau berbahaya untuk anak.

e. Lebih Prestis (64) Bu Nuk (Harmini)

: Wo dimake up. Bapake ben kiyer-kiyer ya dimake up gitu Bu. ‘Dirias itu. Biar bapaknya mengerlingkan mata ya dirias begitu Bu.’

Data (64) menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi di kantor Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Inti, tanggal 15 Januari 2011. Tuturan dilakukan oleh Bu Nuk (Harmini) seorang wakil ketua PKK Inti Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ekstern. Campur kode yang terjadi berbentuk penyisipan kata jadian berbahasa Inggris yaitu dimake up ‘dirias’, masuk ke dalam satu bahasa inti yaitu bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Wo dimake up. Bapake ben kiyer-kiyer ya dimake up gitu Bu. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode dalam data (64) adalah penutur menafsirkan atau menjelaskan bahwa ibu-ibu akan dirias setelah melakukan pemeriksaan papsmear sehingga suaminya senang dan mengerlingkan mata kepada istri. Tujuan atau fungsi campur kode dalam data (64) adalah lebih prestis atau hanya sekedar bergengsi karena dari segi sosio-situasional tidak mengharuskan penutur commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 99

melakukan campur kode. Seharusnya penutur dapat menggunakan bahasa Jawa didandani atau dirias namun penutur memilih menggunakan bahasa Inggris agar lebih prestis atau bergengsi.

(65) Bu Sri Rahayu Juwito : Wulan Januari mangke ingkang tugas snack menika ibu Herwondo saged nggih. ‘Bulan Januari nanti yang bertugas menyiapkan makanan kecil itu ibu Herwondho bisa (kan).’ Data (65) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di Dalem Pusaka Wiryamartanan, Kelurahan Kepatihan Kulon pada rapat PKK Lansia tanggal 10 Desember 2010. Tuturan dilakukan oleh Bu Sri Rahayu Juwito, seorang ketua PKK Lansia Kelurahan Kepatihan Kulon. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ekstern. Campur kode yang terjadi berbentuk penyisipan kata dasar berbahasa Inggris yaitu snack masuk ke dalam bahasa Jawa ragam krama yaitu Wulan Januari mangke ingkang tugas snack menika ibu Herwondho saged nggih. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode dalam data (65) adalah identifikasi peranan yaitu peran sosial penutur, karena pada saat itu Bu Sri Rahayu Juwito berperan dalam membagi siapa saja yang bertugas menyiapkan makanan kecil untuk hidangan PKK Lasia yang selanjutnya. Tujuan atau fungsi campur kode dalam data (65) adalah lebih singkat dan jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah makanan kecil untuk hidangan PKK. Apabila kata dasar snack disesuaikan dengan bahasa yang saat itu digunakan maka akan lebih panjang kalimat yang digunakan misalnya ngaturi hidangan atau ngaturi daharan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V PENUTUP

A. Simpulan Berdasarkan analisis data alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon, Surakarta maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1.

Alih kode pada rapat pertemuan formal ibu-ibu PKK di kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta dapat dibedakan menjadi 4 bentuk yaitu: (1) alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Indonesia, (2) alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Indonesia, (3) alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko, (4) alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama.

2.

Faktor yang melatarbelakangi alih kode ditemukan dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon adalah sebagai berikut: (1) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur (O1), (2) penutur ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tuturnya (O2), (3) perubahan mitra tutur (O2) dalam tuturan, (4) hadirnya orang ketiga (O3), (5) topik yang dibicarakan.

3.

Kemudian mengenai fungsi, fungsi alih kode yang ditemukan dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta adalah (1) lebih persuasif mengajak mitra tutur (O2), (2) lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur (O2), (3) lebih komunikatif untuk meminta tolong, (4) lebih komunikatif untuk menjelaskan, (5) lebih prestis, (6) membangkitkan rasa simpatik. commit to user 100

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 101

4.

Campur kode yang terjadi pada rapat pertemuan formal PKK Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta dibagi menjadi berbagai macam bentuk menurut struktur kebahasaan yang terlibat di dalamnya sebagai berikut: (1) campur kode berwujud penyisipan kata dasar, (2) campur kode berwujud penyisipan kata jadian, (3) campur kode berwujud penyisipan perulangan kata, (4) campur kode berwujud penyisipan frasa.

5.

Beberapa faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta adalah (1) peran sosial penutur, (2) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur, (3) penutur (O1) ingin menafsirkan dan menjelaskan maksud yang diinginkannya.

6.

Kemudian fungsi campur kode yang ditemukan dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta adalah sebagai berikut: (1) lebih argumentatif dalam menyakinkan mitra tutur (O2), (2) lebih persuasif membujuk atau menyuruh mitra tutur (O2), (3) lebih komunikatif menyampaikan informasi, (4) lebih komunikatif karena singkat dan mudah dipahami, (5) lebih prestis.

B. Saran 1. Penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta, kiranya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai alih kode dan campur kode karena bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan, sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih konperhensif. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 102

2. Penelitian ini hanya membahas alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon, Surakarta (Suatu Kajian Sosiolinguistik) oleh karena itu kiranya perlu penelitian lebih lanjut, terutama dengan kajian fungsi fatis, interferensi ataupun kajian lain yang berhubungan dengan sosiolinguistik dan kajian linguistik, karena dalam tuturan bahasa Jawa ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon banyak terdapat keunikan tersendiri yang berbeda dari kelompok lain.

commit to user