Bioetanol dihasilkan dari proses hidrolisis selulosa menjadi glukosa yang
kemudian difermentasi menjadi etanol. Hidrolisis selulosa dapat dilakukan
secara ...
JURNAL BIOLOGI UMUM PRODUKSI SELULASE KASAR DARI KAPANG Trichoderma viride DENGAN PERLAKUAN KONSENTRASI SUBSTRAT AMPAS TEBU DAN LAMA FERMENTASI
PRODUCTION OF CRUDE CELLULASE FROM Trichoderma viride WITH CONCENTRATION OF BAGASSE AND FERMENTATION TIMES AS TREATMENTS
Ida Bagus Wayan Gunam, Wayan Redi Aryanta dan Ida Bagus N. Surya Darma Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
[email protected]
INTISARI Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memanfaatkan ampas tebu sebagai substrat dalam produksi selulase kasar dari kapang Trichoderma viride. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi substrat yang terdiri dari tiga level yaitu, konsentrasi substrat 1%, 2%, dan 3%. Faktor kedua adalah lama fermentasi yang terdiri dari tiga level yaitu, 5, 7, dan 9 hari. Masing–masing perlakuan dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan waktu pembuatannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ampas tebu dan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati pada produksi selulase kasar dari kapang Trichoderma viride. Kombinasi perlakuan terbaik untuk menghasilkan selulase kasar dengan aktivitas yang optimal adalah pada perlakuan konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 7 hari dengan nilai rata-rata aktivitas selulase (filter paperase), protein terlarut, dan aktivitas spesifik selulase berturut-turut 0,771 Unit/mL, 0,262 mg/mL, dan 2,940 Unit/mg.
Kata kunci: ampas tebu, Trichoderma viride, fermentasi, selulase
ABSTRACT
This research was done in order to utilize bagasse as substrates to produce crude cellulase from Trichoderma viride. This research used a randomized block design with factorial pattern which consisted of two factors. The first factor was the concentration of substrate which consisted of three levels namely, substrate concentration of 1%, 2%, and 3%. The second factor was the fermentation time which consisted of three levels namely, 5, 7, and 9 days. Each treatment classified into two groups based on time of production. The results showed that the concentration of bagasse and fermentation time significantly influenced the parameters observation of crude cellulase production from Trichoderma viride. The optimal treatment combination to produce crude cellulase with maximum activity was the treatment of 3% substrate concentration and fermentation time of 7 days with an average value of cellulase activity (filter paperase), soluble protein, and cellulase specific activity were 0.771 Unit/mL, 0.262 mg/mL, and 2.940 Unit/mg, respectively. Keywords: bagasse, Trichoderma viride, fermentation, cellulase mengingat kuantitas minyak bumi saat PENDAHULUAN
ini terus
menipis
(Izzati et
al.,
Alasan
bioetanol digunakan
2010). sebagai
bahan bakar, karena penggunaan etanol Produksi dan konsumsi energi primer
murni akan menghasilkan CO2
dunia menunjukkan
yang
lebih rendah dibanding premium. Selain
fosil
itu, bioetanol dapat menurunkan kadar
persediannya sudah semakin menipis dan
emisi gas rumah kaca hingga 80% dari
mengandung
yang
hasil pembakarannya, sehingga dapat
membahayakan. Emisi sulfur oksida (SOx)
menurunkan efek rumah kaca (Izzati et al.,
pada atmosfir akibat dari pembakaran
2010).
terus-menerus,
minyak
peningkatan
disisi lain senyawa
bumi
energi beracun
dapat
13%,
menyebabkan
masalah lingkungan yang serius seperti polusi udara dan hujan asam (Gunam et
Bioetanol dapat diproduksi dari bahan
al., 2006).
yang
mengandung glukosa,
pati,
dan
selulosa. Pembuatan bioetanol dari bahan bergula Salah
satu
energi
alternatif
yang
ataupun
makin terbatas
karena
bahan-bahan
bergula
merupakan
hasil
untuk memproduksi bioetanol tersebut
fermentasi biomassa. Bioetanol digunakan
juga dimanfaatkan sebagai bahan pangan.
sebagai
Banyak peneliti mengungkapkan bahwa
bahan
bakar terbarukan
berpati
sudah
menjanjikan adalah bioetanol. Bioetanol etanol
dan
berpati
yang digunakan
limbah yang mengandung selulosa dapat
dibandingkan hidrolisis asam, antara lain:
digunakan
gula
tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis,
yang murah dan mudah didapat untuk
kondisi proses yang lebih lunak (suhu dan
menggantikan bahan pati dalam proses
tekanan rendah, pH netral), serta proses
fermentasi (Graf dan Koehler, 2000 dalam
enzimatis merupakan proses yang ramah
Kamara et
lingkungan.
sebagai
al.,
sumber
2007).
mendorong usaha
Hal
ini
penggunaan
yang bahan
baku dari limbah pertanian (biomassa). Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa adalah selulase. Produksi selulase secara Penelitian
sebelumnya
memanfaatkan
komersial biasanya menggunakan kapang
ampas tebu, jerami padi, jerami jagung,
atau
dan serbuk gergaji kayu sebagai sumber
menghasilkan selulase adalah Aspergillus
gula. Ampas tebu merupakan bahan baku
niger, Trichoderma viride, dan lain-lain.
pembuatan
terbaik
Bakteri yang bisa menghasilkan selulase
dibandingkan dengan jerami padi, jerami
adalah Pseudomonas, Cellulomonas, dan
jagung,
Bacillus. Diantara beberapa jenis kapang
bioetanol dan
(Suparyana,
serbuk 2010).
merupakan
gergaji kayu Ampas
hasil samping
tebu
dari
proses
dan
bakteri.
bakteri
Kapang
yang
selulase, yang
bisa
yang bisa
menghasilkan
potensial
untuk
ekstraksi tebu. Selain harganya murah,
dikembangkan dalam pembuatan enzim
ketersediaan ampas tebu juga melimpah
selulase
dan belum banyak dimanfaatkan (Gunam,
kapang Trichoderma viride (Arnata, 2009).
salah
satunya
adalah
1997). Trichoderma
viride adalah
kapang
Bioetanol dihasilkan dari proses hidrolisis
berfilamen yang sangat dikenal sebagai
selulosa menjadi glukosa yang kemudian
organisme selulolitik dan menghasilkan
difermentasi
enzim-enzim
menjadi etanol.
Hidrolisis
selullolitik,
termasuk
selulosa dapat dilakukan secara kimia dan
enzim selobiohidrolase,
enzimatik. Hidrolisis secara kimia biasanya
dan
dilakukan dengan
Kelebihan dari Trichoderma viride selain
menggunakan dilakukan
asam
enzim
dengan
dan
hidrolisis
secara sederhana mengganti
tahap
hidrolisis asam dengan hidrolisis secara enzimatis. beberapa
Hidrolisis enzimatis
memiliki
keuntungan
ß-glukosidase (Deacon,
menghasilkan lengkap,
endoglukanase
enzim
selulolitik
juga menghasilkan
xyloglukanolitik (Tribak et al., 2002).
1997). yang enzim
Keberadaan
enzim
ini
mempermudah enzim
akan
semakin
selulolitik
dalam
Melihat
pentingnya
biokonversi
selulosa menjadi
memecah selulosa. Seperti yang diketahui
sebagai
pada limbah lignoselulosa, selulosa terikat
etanol, maka
dengan
terhadap
lignin
sehingga
sulit
selulase
bahan
dalam glukosa
untuk
produksi
diperlukan
optimasi
produksi
selulase kasar
dari
sekali dilakukan hidrolisis selulosa tanpa
kapang Trichoderma
memecah pelindung lignin ini terlebih
perlakuan konsentrasi
dahulu. Untuk memecah pelindung lignin
tebu 1, 2, dan 3% dan lama fermentasi 5,
perlu dilakukan perlakuan pendahuluan
7,
terhadap bahan baku yaitu dengan proses
dapat menghasilkan selulase kasar secara
delignifikasi. Menurut Suparyana (2010),
optimal yang nantinya dapat digunakan
konsentrasi larutan NaOH 6% dan lama
untuk
perendaman
berselulosa menjadi
12
perbandingan
jam
dengan
substrat 1:15
terhadap
dan 9
hari,
viride dengan substrat
ampas
sehingga diharapkan
mengkonversi
bahan
glukosa.
Glukosa
merupakan produk antara yang dapat
NaOH, menghasilkan serbuk ampas tebu
digunakan
terdelignifikasi
kadar
industri, salah satunya untuk produksi
selulosa, hemiselulosa, lignin, dan nilai
bioetanol. Penelitian ini dilakukan dengan
retensi air berturut-turut adalah 72,49,
tujuan
9,09, 11,88, dan 15,90%.
kombinasi konsentrasi
terbaik
dengan
sebagai
bahan
untuk
baku
mengetahui substrat
ampas
tebu dan lama fermentasi yang optimal untuk
memproduksi
enzim
selulase
Gunam et al. (2010) melaporkan bahwa,
kasar dengan aktivitas yang tinggi dari
konsentrasi substrat 2% dengan perlakuan
kapang Trichoderma viride
delignifikasi NaOH 6% akan menghasilkan aktivitas selulase yang optimal dengan lama fermentasi 9 hari dari kapang Aspergillus niger. menggunakan substrat
1,
Gunam et
al.
(2010)
perlakuan konsentrasi 2,
dan
3%.
MATERI DAN METODE Strain, Kultur Media dan Bahan Kimia
Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa aktivitas
Strain mikroba yang digunakan adalah
selulase yang maksimal dihasilkan setelah
kapang Trichoderma viride. Strain tersebut
fermentasi
diperoleh
selama
7
hari
dari
kapang Trichoderma viride (Arnata, 2009).
dari
Lab. Mikrobiologi
PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Media untuk pemeliharan dan peremajaan kultur digunakan media Potato Dectrose Agar
(PDA)
dan Glukosa.
Limbah
lignoselulosa (ampas tebu) diambil dari
yaitu: 5, 7 dan 9 hari. Masing–masing
Pabrik Gula Candi Baru, Sidoarjo Jawa
perlakuan dikelompokkan
Timur.
kelompok
menjadi
dua
berdasarkan
waktu pembuatannya.
Data
yang
diperoleh dari masing-masing perlakuan Bahan kimia yang digunakan yaitu: NaOH,
dianalisis dengan sidik ragam, apabila
Bovin Serum
perlakuan berpengaruh
Albumin
(BSA)
(Merck),
nyata
terhadap
H2SO4 (Merck), NaH2PO4 (Merck), CaCl2,
parameter yang diamati maka dilanjutkan
KH2PO4
dengan uji Duncan (Steel dan Torrie,
(Merck),
MgCl2
(Merck),
Urea, Dinitrosalicylic Acid (DNS), pereaksi biuret, dietileter (Merck), Trichloro Acetic Acid (TCA) (Merck), buffer sitrat, HCl dan aquades.
1993). Penyiapan Kultur Kerja Trichoderma viride Kultur
Bahan baku berupa ampas tebu dikecilkan ukurannya dengan tersebut
cara
ditimbang
ampas
tebu
dan dikeringkan
dengan menggunakan sinar matahari, sampai kadar air sekitar 10 persen. Setelah kering dihancurkan dengan menggunakan alat penggiling hingga menjadi bubuk yang lolos ayakan 60 mesh, selanjutnya diperoleh bubuk
lignoselulosa
dengan
kerja
dipersiapkan
menginokulasikan kapang
yang
dengan telah
diremajakan (dari kultur stok) ke dalam media agar miring (PDA) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Spora biakan murni Trichoderma dengan
cara
viride ditumbuhkan menggores
pada
permukaan media (1 ose per tabung). Biakan murni tersebut diinkubasi pada suhu 25 - 27oC selama 7 hari.
ukuran seragam (Gunam, 1997). Proses Delignifikasi Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi substrat yang terdiri dari tiga level yaitu: konsentrasi substrat ampas tebu 1, 2 dan 3%. Faktor kedua adalah lama fermentasi yang terdiri dari tiga level
Tahap ini dilakukan untuk menghasilkan selulosa ampas tebu dengan kadar lignin yang dilakukan
rendah. sebagai
Proses delignifikasi berikut:
serbuk
ampas tebu direndam sebanyak 30 g dalam larutan NaOH 6% (b/v) pada gelas beker dengan perbandingan 1 : 15 (serbuk ampas tebu : larutan NaOH) selama 12
jam pada suhu kamar (Suparyana, 2010).
ditambahkan aquades hingga 100 mL,
Perlakuan delignifikasi serbuk ampas tebu
kemudian
mengggunakan
kamar
menjadi pH 4, selanjutnya ditutup dengan
bertujuan untuk efisiensi biaya. Kemudian
kapas, disterilisasi pada 121 oC selama 15
dilakukan pencucian sampai netral dan
menit dalam autoclave (Suryanto, 1986
penyaringan
dalam Hardjo et al., 1989).
suhu
serta
pengeringan
dilakukan
pengaturan pH
dengan oven pada suhu 105oC selama 10 jam
(Suryanto,
1986 yang
telah
dimodifikasi dalam Gunam et al., 2009).
Suspensi spora dibuat dari Trichoderma viride yang berumur 7 hari, ditambahkan ke
dalam
medium fermentasi
Produksi dan Pengujian Aktivitas Enzim
konsentrasi
Selulase
secara aseptis di atas shaker, selanjutnya dilakukan
Biakan
murni
Trichoderma
viride
10%
(b/v)
dan
pada diaduk
fermentasi (Suryanto,
1986
dalam Hardjo et al., 1989).
ditumbuhkan dalam media agar miring kemudian
diinkubasi
hari. Sebanyak
Pemanenan enzim dilakukan pada akhir
dalam
fermentasi sesuai perlakuan (5, 7, dan 9
dalam
hari). Hasil fermentasi dalam Erlenmeyer
agar miring, kemudian dikocok agar spora
diaduk dan dikocok, lalu disaring dengan
terlepas ke dalam fase cair.
kertas saring. Filtrat kemudian disentrifuge
biakan
mL
aquades
7 steril
ditambahkan
10
selama
masingmasing ke
Trichoderma
viride
pada suhu ruang, diambil supernatannya (selulase Bubuk ampas tebu didelignifikasi dengan
kasar) dan
siap
dianalisis
(Suryanto, 1986 dalam Hardjo et al., 1989).
NaOH 6% selama 12 jam pada suhu ruang, kemudian ampas tebu yang sudah terdelignifikasi
dimasukkan
dalam
Dalam penelitian ini parameter yang
Erlenmeyer 100 mL sesuai perlakuan (1, 2,
diamati antara lain: pengujian aktivitas
dan 3%). Ditambahkan larutan nutrien dan
selulase
mineral
Sukara,
dengan
perbandingan 1:1
(filter
paperase) (Darwis
1990),
analisis
dan
protein
terhadap substrat. Larutan nutrien dan
terlarut metode Biuret (Apriyantono et al.,
mineral ini mengandung NaH2PO4 4,7%,
1989),
CaCl2 0,1%, KH2PO4 1,02%, MgCl2 0,02%
paperase)
dan urea 0,3% (b/v). Media yang telah
1989). Aktivitas
berisi
paperase)
larutan
nutrien
dan
mineral
aktivitas spesifik
selulase
(Machfoed et spesifik
(filter al.,
selulase
(filter
didefinisikan sebagai
Unit
aktivitas
per
milligram
Perhitungan aktivitas
protein.
spesifik
menurut
Machfoed et al., (1989) adalah sebagai berikut: Unit aktivitas (Unit /mL filtrat) Aktivitas spesifik = ------------------------------kadar protein (mg/mL)
Lama Konsentrasi Substrat (%) Fermentasi 1 2 3 (hari) 5 0,158 g 0,198 fg 0,249 f 7 0,423 e 0,579 c 0,771 a 9 0,498 d 0,675 b 0,814 a Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai ratarata menunjukkan perbedaan tidak nyata (P > 0,05) Tabel 1. Nilai rata-rata aktivitas selulase (filter paperase) (Unit/mL filtrat)
HASIL Aktivitas Selulase (Filter Paperase)
Protein Terlarut
Pengujian aktivitas filter paperase dapat
Berdasarkan
mencerminkan aktivitas umum selulase, karena
substrat
pengujiannya digunakan
untuk kertas
filter
Whatman no. 1 (serat yang masih bersifat kristal)
sehingga
C1 yang
melibatkan
aktivitas
sebagai
pengaktif
berperan
analisis
sidik
ragam
menunjukkan bahwa interaksi perlakuan konsentrasi substrat dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar protein terlarutnya. Nilai rata-rata protein terlarut dapat dilihat pada Tabel 2.
selulosa kristal menjadi selulosa reaktif (Darwis dan Sukara, 1990).
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar protein terlarut (mg protein/mL filtrat)
Berdasarkan
analisis
sidik
ragam
menunjukkan bahwa interaksi perlakuan konsentrasi
ampas
lama fermentasi nyata
(P