ENTEROBACTER SAKAZAKII - E Library Fakultas Kedokteran UWKS

21 downloads 1969 Views 184KB Size Report
Pencemaran susu bubuk formula bayi oleh Enterobacter sakazakii terjadi karena ..... Infant Milk and Related Procuct. Journal of Food Microbiology.21.771-777.
ENTEROBACTER SAKAZAKII (CRONOBACTER SAKAZAKII) : SEBAGAI BAKTERI PENCEMAR SUSU BUBUK FORMULA BAYI Asih Rahayu Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak : Enterobacter sakazakii (Cronobacter sakazaki) adalah bakteri batang gram negatif , fakultatif anaerob dari famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini tidak mempunyai kemampuan membentuk endospora. Enterobacter sakazakii bukan merupakan flora normal pada saluran pencernaan hewan atau manusia, sehingga diduga bahwa lingkungan , tanah, air, sayuran, tikus dan lalat merupakan sumber infeksi. Pencemaran susu bubuk formula bayi oleh Enterobacter sakazakii terjadi karena kontaminasi eksternal yaitu penanganan yang buruk saat merekonstitusi susu formula dengan air atau karena kontaminasi internal selama produksinya. Codex Alimentarius Commission, FAO/WHO bekerjasama dengan lembaga-lembaga pakar dan negara anggota Codex telah menerbitkan panduan Codex tentang proses dan pengujian susu formula untuk produsen susu formula, serta panduan bagi rumah sakit maupun rumah tangga dalam menyiapkan susu formula untuk diberikan pada bayi. Kata Kunci : Enterobacter sakazakii (Cronobacter sakazakii), susu bubuk formula bayi, codex

ENTEROBACTER SAKAZAKII (CRONOBACTER SAKAZAKII) : AS CONTAMINANT BACTERIA IN POWDERED INFANT FORMULA Asih Rahayu Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya Abstract : Enterobacter sakazakii (Cronobacter sakazaki) is a rodshape , Negative Gram, facultative anaerob bacteria included in Enterobacteriaceae family that does not endosporeformers. Enterobacter sakazakii is not Normal Flora of Tractus Digestivus of animal or human , thus it is assumed that the infection source may come from the environments, soil, water, vegetables, mouse and flies. The contamination of Enterobacter sakazakii in infant’s formula is caused by the external effluences, which are the inadequate handling on the reconstruction of the product or the internal contamination during the production process. Codex Alimentarius Commission, FAO/WHO in cooperation with some expertise institutions and countries of Codex’s member has published Codex guide about the process and examination of infant formula for the producer of infant formula, and also guide for hospital and household in preparing the infant formula. Keywords : Enterobacter sakazakii (Cronobacter sakazakii), Powdered Infant Formula, Codex

Pendahuluan : Akhir – akhir ini masyarakat di Indonesia terutama para orang tua yang mempunyai anak bayi yang mengkonsumsi susu formula bayi diresahkan oleh adanya berita pencemaran bakteri Enterobacter sakazakii pada produk susu formula bayi. Hal ini bermula dari hasil penelitian sebuah institusi pendidikan yang menemukan adanya pencemaran bakteri Enterobacter sakazakii pada beberapa sampel susu formula bayi yang diteliti. Temuan pada hasil penelitian tersebut akhirnya menjadi polemik yang berkepanjangan dan melibatkan Kementrian Kesehatan, Balai Pengawas Obat dan Makanan, masyarakat konsumen dan DPR. Terlepas benar-tidaknya akurasi temuan

tersebut, sebaiknya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan harus bertindak cepat dan tepat sebelum terjadi kegelisahan dan korban yang memakan jiwa. Enterobacter sakazakii adalah bakteri opportunistic pathogen yang sampai saat ini belum diketahui secara lengkap tentang ekologi, taksonomi, virulensi maupun karakteristik lainnya. Enterobacter sakazakii pertama kali ditemukan pada 1958 pada 78 kasus bayi dengan infeksi meningitis. Urmenyi and Franklin melaporkan adanya kasus meningitis, septicemia dan enterocolitis necrotic yang disebabkan oleh infeksi Enterobacter sakazakii. ( Urmenyi AMC and Franklin AW, 1961) Selama rentang tahun 1958 sampai tahun 2002 di seluruh dunia telah tercatat sekitar duapuluhlima peristiwa infeksi oleh

bakteri Enterobacter sakazakii yang melibatkan enampuluhan bayi (Iversen & Forsythe, 2003). Dari duapululima peristiwa yang terjadi, delapan di antaranya dapat dikaitkan dengan konsumsi susu formula. Jumlah peristiwa infeksi ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan patogen lain seperti Salmonella. Oleh karenanya, the International Commission for Microbiological Specification for Foods pada tahun 2002 memeringkatkan bakteri ini sebagai cemaran dengan tingkat bahaya yang parah untuk populasi yang terbatas. (ICMSF,2002) Taxonomi Enterobacter sakazakii : Enterobacter sakazakii (Cronobacter spp.) adalah bakteri berbentuk batang yang tidak membentuk spora, bersifat Gram negative, fakultatif anaerob. Pada awalnya, bakteri ini hanya dikenal sebagai Enterobacter cloacae yang memiliki pigmen kuning (Yellow pigmented Enterobacter cloacae), yang pertama kali dilaporkan oleh Pangalos pada tahun 1929. Bakteri ini tergolong dalam famili Enterobacteriaceae, genus Enterobacter, species - species dalam genus ini antara lain adalah Enterobacter agglomerans, Enterobacter cloacae, Enterobacter aerogenes dan Enterobacter gergoviae. Pembedaan antar spesies tersebut berdasarkan reaksi biokimiawi, serologis dan tehnik molekuler (Lai KK, 2001; Van Acker J et al. 2001; Taylor CJ. 2002; Hoffman H and Roggenkamp A, 2003 ; Iversen C and Forsythe SJ. 2003; Iversen C and Forsythe SJ, 2004 ) Enterobacter sakazakii merupakan salah satu bakteri patogen yang pada tahun 1980 dipisahkan dari spesies Enterobacter cloacae berdasarkan unsur genetik penyusunnya, perbedaan analisis hibridasi DNA, reaksi biokimia dan uji kepekaannya terhadap antibiotika , dan selanjutnya bakteri ini dikukuhkan dalam genus Enterobacter sebagai suatu spesies baru yang diberi nama Enterobacter sakazakii untuk menghargai seorang bakteriolog Jepang bernama Riichi Sakazakii. Reklasifikasi ini

dilakukan berdasarkan studi DNA hibridisasi yang menunjukkan kemiripan 41% dengan Citrobacter freundii dan 51% dengan Enterobacter cloacae . . ( Farmer JJ et al,1980) Pada tahun 2007, beberapa peneliti mengklarifikasi kriteria taxonomi dari Enterobacter sakazakii dengan menggunakan cara lebih canggih, yaitu dengan f-AFLP, automated ribotyping, full-length 16S rRNA gene sequencing and DNA hybridization. Hasil yang didapatkan adalah klasifikasi alternatif dengan temuan genus baru, yaitu Cronobacter yang terdiri dari 5 spesies. (Iversen C et al,2007)

Sumber / Habitat dan Proses Kontaminasi Enterobacter sakazakii : Enterobacter sakazakii bukan merupakan fora normal pada saluran pencernaan hewan maupun manusia, sehingga diduga bahwa tanah, air, sayuran, tikus dan lalat merupakan sumber infeksi. Enterobacter sakazakii dapat ditemukan pula di beberapa lingkungan industri makanan misalnya di pabrik susu, pabrik coklat, pabrik kentang, pabrik sereal, pabrik pasta, lingkungan berair dan sedimen tanah yang lembab. Selain itu bakteri ini dapat pula ditemukan dalam beberapa bahan makanan yang berpotensi terkontaminasi Enterobacter sakazakii antara lain pada keju, roti, tahu, teh asam, sosis, daging cincang awetan, susu bubuk, dan ragi roti karena bakteri ini banyak ditemukan pada permukaan biji sorghum dan biji padi. Meskipun demikian selain susu formula, semua bahan pangan tersebut di atas tidak pernah dilaporkan menyebabkan infeksi oleh Enterobacter sakazakii. Hal ini mungkin disebabkan karena bahan makanan tersebut tidak dikonsumsi langsung oleh kelompok bayi yang rentan. ( Iversen C and Forsythe SJ. 2003 ; Hassel S. 2004) Terjadinya pencemaran susu formula oleh Enterobacter sakazkakii diduga dapat terjadi karena kontaminasi eksternal yaitu melalui penanganan yang

buruk saat merekonstitusi susu formula dengan air atau kontaminasi internal selama produksinya. Pencemaran selama penyiapan dapat terjadi dari orang, alat alat, debu atau lingkungan sekitar serta air yang digunakan untuk merkonstitusi. Sedangkan pencemaran selama produksi kemungkinan terjadi setelah proses pasteurisasi susu yaitu selama pengeringan, selama pencampuran kering dan atau selama pengemasan. Karena akumulasi laporan terkait Enterobacter sakazakii dan susu formula bayi ini, maka sejak tahun 2004 lembaga pangan dunia Codex Alimentarius Commission, FAO/WHO bekerjasama dengan lembaga-lembaga pakar dan negara anggota Codex mendiskusikan data-data ilmiah terkait temuan Enterobacter sakazakii dari berbagai negara dan melakukan analisis risiko berdasarkan data- data yang terkumpul tersebut. Hasil kajian risiko selama beberapa tahun tersebut akhirnya bermuara pada diterbitkannya panduan Codex tentang proses dan pengujian susu formula bayi yang ditujukan untuk produsen susu formula, serta panduan bagi rumah sakit maupun rumah tangga dalam menyiapkan (merekonstitusi) susu formula bayi. Panduan bagi produsen yang dikeluarkan oleh Codex pada tahun 2008 segera diadopsi oleh banyak negara termasuk oleh Indonesia melalui suatu Ketetapan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Panduan tersebut mensyaratkan pengujian bakteri Enterobacter sakazakii yang sebelumnya tidak dipersyaratkan di manapun di seluruh dunia. Persyaratan produksi dan pengujiannya relatif ketat, meski tidak seketat untuk Salmonella yang dianggap lebih tinggi frekuensi kasus infeksinya. Panduan Codex tersebut mensyaratkan untuk tiap lot produksi dilakukan pengujian sebanyak 30 sampel masing-masing 10 g dan tidak boleh ada satu sampel pun yang terdeteksi mengandung Enterobacter sakazakii. Jika ditransformasikan secara statistika berdasarkan ICMSF (2002) maka suatu lot susu formula akan tidak boleh diperdagangkan jika rata-rata jumlah

bakteri ini lebih dari 1 dalam 278 g susu. (CAC,2008) Pencemaran susu oleh mikroorganisme dapat terjadi selama pemerahan (milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan (pre-processing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu hingga hilir sehingga mikroorganisme tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam susu. Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh mikroorganieme. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur rendah agar tidak mudah terjadi kontaminasi mikroorganisme. Udara yang terdapat dalam lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri untuk mencemari susu. Pengolahan susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan tertutup. Manusia yang berada dalam proses memerah dan mengolah susu dapat menjadi penyebab timbulnya mikroorganisme dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lainnya harus steril ketika memerah dan mengolah susu. Bahkan, hembusan napas manusia ketika proses memerah dan mengolah susu dapat menjadi sumber timbulnya mikroorganisme. Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan harus dalam kondisi sehat dan bersih agar tidak mencemari susu. Proses produksi susu di tingkat peternakan memerlukan penerapan good farming practice seperti yang telah diterapkan di negara-negara maju. Enterobacter sakazakii tumbuh optimal pada kisaran suhu antara 30°C hingga 40°C. Waktu generasi bakteri ini terjadi setiap 40 menit jika diinkubasikan pada suhu 23°C, yang tentunya akan sedikit lebih cepat pada suhu optimum pertumbuhannya. Kontaminasi satu koloni Enterobacter sakazakii memiliki peluang hidup maksimum sebesar 6,5% untuk dapat berkembang hingga mencapai jumlah yang signifikan (1 juta sel/g

produk) dalam waktu maksimal 100 jam pada suhu antara 18°C hingga 37°C. Artinya, apabila 1 sel hidup Enterobacter sakazakii mengkontaminasi produk susu formula pada proses produksi, hanya dalam 5 hari, produk tersebut telah menjadi sangat berbahaya bagi bayi. (Iversen C and Forsythe SJ, 2003) Keberadaan Enterobacter sakazakii pada produk susu formula meningkat dan menjadi medium kontaminasi yang dominan karena produk ini pada umumnya dikenal sebagai produk yang aman untuk langsung dikonsumsi bayi tanpa memerlukan pemrosesan lebih lanjut. Asumsi-asumsi inilah yang sebenarnya harus ditinjau kembali. Dalam hal proses produksi, bagaimana Enterobacter sakazakii dapat sampai pada produk susu formula yang disiapkan secara aseptik masih terus diteliti. Ada kecurigaan bahwa bakteri ini bersifat airborne (mengkontaminasi lewat udara) pada industri susu dan rumah tangga, sehingga diperlukan penanganan tambahan terhadap bakteri ini dalam mekanisme Hazard Analysis Critical Control Point (analisis titik penanganan kritis pada bahaya) di tingkat produksi susu formula. (Kandhai et al, 2004). Fisiologi Enterobacter sakazakii : Enterobacter sakazakii tumbuh pada rentang suhu yang luas yakni antara 6°C hingga 47°C. Beberapa galur yang diisolasi dari susu formula di Kanada bisa tumbuh pada kisaran suhu 5,5°C hingga 8,0°C dan terhambat pada suhu 4°C. Menurut penelitian Farmer dkk. sebanyak 57 strain dari Enterobacter sakazakii tumbuh dengan baik pada suhu 25°C, 36°C dan 45°C. Limapuluh strain diantaranya dapat tumbuh dengan baik pada suhu 47°C tetapi tidak pada suhu 4°C ataupun pada suhu 50°C. ( Farmer JJ et al, 1980) Suhu minimum untuk pertumbuhan Enterobacter sakazakii pada media Brain Heart Infusion (BHI) bervariasi dari 5,5°C hingga 8°C dan bakteri akan mati secara perlahan pada

suhu 4°C. Sedangkan temperature maksimal untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 41°C hingga 45°C. (NazarowecWhite, M., & Farber, J.M. 1997) Waktu generasi Enterobacer sakazakii di dalam susu bubuk formula bayi yang direkonstituen bervariasi antara 4,15 jam hingga 5, 5 jam pada suhu 10°C dan 37 menit hingga 44 menit pada suhu 22°C. Fase lag pada suhu 10°C antara 19 samapai 47 jam dan pada 23°C antara 2 sampai 3 jam. (Nazarowec-White and Farber,1997) Menurut Iversen dkk waktu generasi Enterobacter sakazakii pada susu bubuk formula bayi adalah 13,7 jam pada suhu 6°C, 1,7 jam pada 21°C dan 19 – 21 menit pada suhu 37°C. (Iversen C and Forsythe SJ, 2004) Rata-rata waktu pembelahan bakteri ini di dalam susu formula adalah 40 menit pada 23°C dan 4.98 jam pada 10°C. Artinya, jika ada 1.000 bakteri ini dalam susu formula yang sudah direkonstitusi (dibuat siap minum) maka setelah disimpan pada suhu 23°C selama 40 menit jumlahnya menjadi 2.000. Pada suhu lemari es (10°C), kenaikan jumlah tersebut baru dicapai setelah 5 jam. Enterobacter sakazakii merupakan bakteri yang tidak dapat membentuk endospora maka bakteri ini mudah mati oleh panas. Untuk menurunkan jumlah Enterobacter sakazakii menjadi 1/10-nya, diperlukan pemanasan pada suhu 60 °C selama 2,5 menit. Ini berarti bahwa jika jumlah awal bakteri ini adalah 1.000 per mililiter, maka pemanasan pada suhu 60°C selama 2,5 menit, 5 menit, 7,5 menit dan 10 menit akan menurunkan jumlah bakteri ini menjadi berturut-turut 100, 10, 1 dan 0.1 per mililiter. Karena terdiri dari berbagai jenis, maka ketahanan panas bakteri ini cukup beragam dan beberapa bersifat toleran terhadap panas. Peneliti lain di Korea melaporkan bahwa rekonstitusi susu formula dengan air bersuhu 50°C akan menyebabkan bakteri berkurang menjadi 1/100-nya, sementara dengan suhu 65-70°C terjadi penurunan Enterobacter sakazakii menjadi 1/10.000

sampai 1/1000.000-nya. (Kim SH and Park JH, 2007) Aspek Kesehatan Masyarakat : Bayi yang lahir premature dan bayi yang sakit / lemah mempunyai resiko yang tinggi terhadap infeksi Enterobacter sakazakii (Van Acker J et al. 2001) Enterobacter sakazakii tergolong sebagai patogen pangan 'emerging' yang perlu diwaspadai karena dalam 20 tahun terakhir ditengarai dapat mengakibatkan penyakit melalui makanan. Bakteri ini juga dikategorikan sebagai 'patogen oportunistik', yakni patogen yang menyebabkan penyakit pada kelompok rentan yang memiliki kekebalan rendah. Infeksi oleh Enterobacter sakazakii menjadi perhatian karena tingkat mortalitas yang tinggi (40-80%) pada bayi yang baru lahir (0-6 bulan), terutama sekali bayi prematur atau bayi lahir prematur atau bayi dengan berat badan lahir rendah atau bayi dari ibu yang menderita AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yaitu bayi – bayi yang memiliki imunitas lebih rendah dari rata-rata bayi-bayi lainnya . Meskipun tidak ada bukti secara epidemiologis tentang dosis infeksinya, Iversen & Forsythe (2003) memperkirakan bahwa diperlukan 1.000 sel untuk terjadinya infeksi oleh E. sakazakii. (Iversen C and Forsythe SJ, 2003). Faktor virulensi dan patogenitas Enterobacter sakazakii belum banyak diketahui. Sampai saat ini, ada beberapa faktor yang dimiliki oleh Enterobacter sakazakii yang diduga berperan dalam terjadinya penyakit di antaranya protein invasin dan enterotoksin. Penelitian tentang faktor virulensi bakteri ini terus berlangsung di berbagai negara termasuk upaya untuk menemukan struktur enterotoksin yang dihasilkan. Beberapa strain dari bakteri ini menghasilkan Enterotoxin-like compound diantaranya toxin yang mempunyai efek cytotoxic, 18 isolat yang terdiri dari 2

strain menghasilkan toxin yang mampu mengakibatkan kematian anak mencit secara per oral. (Kline MW, 1988). Enterobacter sakazakii secara sporadis juga dapat menyebabkan small outbreak sepsis, meningitis, cerebritis dan enterocolitis necrotic. Walaupun bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada semua golongan usia tetapi yang paling rentan adalah bayi dibawah usia 28 hari. Data menunjukkan bahwa separuh dari bayi penderita tersebut mempunyai berat badan lahir kurang dari 2000 gram dan duapertiga diantara bayi penderita adalah premature yang lahir kurang dari 37 minggu kehamilan. Pola penyakit pada bayi penderita tersebut terlihat nyata diantaranya dapat terjadi neural tube defect dan Trisomy 21 / down syndrome. Lambung bayi yang baru lahir terutama bayi premature lebih asam daripada lambung dewasa, hal ini merupakan faktor penting yang menunjang suksesnya infeksi Enterobacter sakazakii. Sebanyak 50% pasien yang dilaporkan menderita infeksi Enterobacter sakazakii meninggal dalam waktu satu minggu setelah diagnosa, tetapi gambaran tersebut cenderung menurun dalam kurum 20 tahun terakhir ini. Walaupun Enterobacter sakazakii pada umumnya peka terhadap antibiotika yang biasa dipakai tetapi beberapa peneliti menengarai adanya strain yang resisten terhadap antibiotika beta laktam dan cephalosporine (Pitout et al., 1997 ; Clark et al., 1990;Lai KK, 2001) Bakteriemia akibat infeksi oleh Enterobacter sakazakii juga pernah teridentifikasi pada bayi yang lebih tua usianya atau bayi yang ada di rumah. (CDC, 2002) Pada bayi terinfeksi yang asymptomatis , ternyata Enterobacter sakazakii dapat diisolasi dari feces atau urinnya dan terus positif selama 18 minggu .(Biering et al., 1989; CDC, 2002; Block et al., 2002) Enterobacter sakazakii dapat menyebabkan radang selaput otak dan radang usus pada bayi . Kelompok bayi

yang memiliki risiko tertinggi terinfeksi E. sakazakii yaitu neonatus (baru lahir hingga umur 28 hari), bayi dengan gangguan sistem tubuh, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi prematur, dan bayi yang lahir dari ibu yang mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) ( Taylor CJ,2002 ; Kane V, 2004) Meskipun sangat jarang, infeksi karena bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa, di antaranya adalah neonatal meningitis, hidrocephalus , sepsis , dan enterocolitis necrotic .Pada beberapa kasus dilaporkan terjadi infeksi saluran kencing dan secara umum, tingkat kefatalan kasus atau risiko untuk dapat mengancam jiwa berkisar antara 40-80 persen pada bayi baru lahir yang mendapat diagnosis infeksi berat karena penyakit ini. Infeksi otak yang disebabkan karena Enterobacter sakazakii dapat mengakibatkan infark atau abses otak dengan bentukan kista, gangguan persarafan yang berat dan gejala sisa gangguan perkembangan. Gejala yang

dapat terjadi pada bayi atau anak di antaranya adalah diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak menangis), mendadak biru, sesak hingga kejang. Bayi prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu yang paling berisiko untuk mengalami infeksi ini. Meskipun juga jarang bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan osteomielitis (infeksi tulang) pada penderita dewasa. (Muytens et al , 1983; Muytens HL dan Kolle LA. 1990) Enterobacter sp. merupakan patogen nosokomial yang menjadi penyebab berbagai macam infeksi termasuk bakteremia, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi, osteomyelitis, dan infeksi mata. Angka kematian akibat infeksi E. sakazakii mencapai 40-80%. (Pagotto et al,2003)

Pemeriksaan Laboratoris / Identifikasi Enterobacter sakazakii : Quantitative E. sakazakii isolation procedure. a

USFDA (2002); b Muytjens, RoelofsWillemse, and Jasper (1988); c NazarowecWhite and Farber (1997b) from Iversen and Forsythe (2003). BPW, Buffered peptone water; EE Broth, Enterobacteriaceae enrichment broth; VRBG, Violet red bile glucose agar.

Diambil dari : WHO.2004. Enterobacter sakazakii and other microorganisms in powdered infant formula. WHO Food and Agriculture Organization of The United Nations.Microbial Risk assessment series 6. Meeting Report.

Metode lain dari identifikasi Enterobacter sakazakii juga dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan new Oxoid chromogenic Enterobacter sakazakii Agar (DFI formulation) . Dengan metode ini hasil pemeriksaan dapat dilihat 2 hari lebih cepat daripada metode konvensional sebelumnya.Mula – mula sampel ditanam pada Pre-enrichment and selective enrichment dan selanjutnya dilakukan penanaman pada Oxoid Chromogenic Enterobacter sakazakii Agar ( DFI formulation ) yaitu suatu media chromogenic yang mengandung substrate 5-bromo-4-chloro-3-indolyl-α, D-

glucopyranoside yang dapat dipecah oleh enzyme α-glucosidase yang dihasilkan Enterobacter sakazakii dan menghasilkan koloni khas berwarna biru- hijau ( Bluegreen colonies). (Kane V, 2004) Penutup : Enterobacter sakazakii merupakan bakteri yang bukan anggota flora normal saluran pencernaan hewan maupun manusia dan habitatnya sampai saat ini belum diketahui secara pasti serta ditengarai berpotensi mencemari produk susu formula bayi. Untuk mencegah

terjadinya infeksi oleh bakteri ini maka semua pihak yang terkait hendaknya mematuhi panduan Codex tentang proses dan pengujian susu formula untuk produsen susu formula, serta panduan bagi rumah sakit maupun rumah tangga dalam menyiapkan (merekonstitusi) susu formula untuk diberikan pada bayi. Panduan bagi konsumen maupun rumah sakit lebih dititikberatkan pada praktik sanitasi yang baik bagi orang (pekerja), air, botol yang digunakan untuk merekonstitusi susu formula serta pembatasan waktu untuk tidak menyimpan susu formula yang telah direkonstitusi pada suhu kamar lebih dari 2 jam. Sebagai tambahan, beberapa negara juga mengadopsi panduan dari WHO yang merekomendasikan rekonstitusi dengan menggunakan air bersuhu 70 °C untuk meminimalkan risiko patogen ini. ( WHO,2007) KEPUSTAKAAN BIERING G, KARLSSON S, CLARK NC, JONSDOTTIR KE, LUDVIGSSON P and STEINGRIMSSON O. 1989. Three Cases of Neonatal Meningitis Caused by Enterobacter sakazakii in Powdered Milk. Journal of Clinical Microbiology, 27(9): 2054-2056. BLOCK C, PELEG O, MINSTER N, BAR-OZ B, SIMHON A, ARAD I and SHAPIRO M. 2002. Cluster of Neonatal Infections in Jerusalem due to Unusual Biochemical Variant of Enterobacter sakazakii. European Journal of Clinical Microbiology and Infectious Diseases, 21(8): 613-616. CAC (Codex Alimentarius Commission). 2008. Code of Hygienic Practice fpr Powdered Formulae for Infants and Young Children. http://www.codexalimentarius.net/downlo ad/standards/11026/cxp_066e.pdf CDC (Centers for Disease Control and Prevention). 2002. Enterobacter sakazakii Infections Associated with the Use of Powdered Infant Formula in Tennessee

2001. Morbidity and Mortality Weekly Report, 51: 297-300. CLARK NC, HILL BC, O’HARA CM, STEINGRIMSSON O and COOKSEY RC. 1990. Epidemiologic Typing of Enterobacter sakazakii in Two Neonatal Nosocomial Outbreaks. Diagnostic and Microbiological Infectious Diseases, 13: 467-472. FARMER JJ , ASBURY MA, HICKMAN FW, BRENNER DJ and The Enterobacteriaceae Study group. 1980. A new species of Enterobacteriaceae Isolated From Clinical Specimens. International Journal of Systematic Bacteriology. 30 (3): 569-584. HASSEL S. 2004. Enterobacter sakazakii in Powdered Infant Formula. FAO/WHO Regional Conference on Food Safety for Asia and the Pacific. May 26, Seremban, Malaysia. HOFFMAN H and ROGGENKAMP A.2003. Population Genetics of the Nomenspecies Enterobacter cloacae. Applied and Environmental Microbiology.69.5306-5318. ICMSF (International Commission on Microbiological Specification for Foods). 2002. Microorganisms in Foods 7. Microbiological Testing in Food Safety Management. Kluwer Academic, NY. IVERSEN C and FORSYTHE SJ. 2003. Risk Profile of Enterobacter sakazakii, an Emergent Pathogen Associated With Infant Milk Formula. Trends in Food Science and Technology 14: 443-454. IVERSEN C and FORSYTHE SJ. 2004. Isolation for Enterobacter sakazakii and Other Enterobacteriaceae from Powdered Infant Milk and Related Procuct. Journal of Food Microbiology.21.771-777. IVERSEN C, LEHNER A, MULLANE N, BIDLAS E, CLEENWERCK I,

MARUGG J, FANNING S, STEPHAN R,and JOOSTEN . 2007. The taxonomy of Enterobacter sakazakii: Proposal of New Genus Cronobacter gen.nov. and Descriptions of Cronobacter sakazakii comb.nov. Cronobacter sakazakii subsp. sakazakii, Cronobacter sakazakii subsp. malonaticus sbsp.nov., Cronobacter turicensis sp.nov., Cronobacter muytjensii sp.nov., Cronobacter dublinensis sp.nov. and Cronobacter genomospecies I. BMC Evolutionary Biology 7 (64).

NAZAROWEC-WHITE and FARBER JM. 1997. Incidence, Survival and Growth of Enterobacter sakazakii in Infant Formula. Journal of Food Protection, 60: 226-230.

KANE V. 2004. Faster Detection of Enterobacter sakazakii in Infant Formula. Oxoid Ltd.

PITOUT JD, MOLAND ES, SANDERS CC, THOMSON KS and FITZSIMMONS SR. 1997. Betalactamases and Detection of Beta-lactam Resistance in Enterobacter spp. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 41(1): 35-39.

KANDHAI MC, REIJ MW and GORRIS LGM. 2004. Occurrence of Enterobacter sakazakii in Food Production Environments and Households. The Lancet, 363: 39-40. KIM SH and PARK JH. 2007. Thermal Resistance and Inactivation of Enterobacter sakazakii Isolates During Rehydration of Powdered Infant Formula. J Microbiol Biotechnol. 17 (2): 364-368. KLINE MW. 1988. Pathogenesis of Brain Abscesses Caused by Citrobacter diversus or Enterobacter sakazakii. The Pediatric Infectious Disease Journal, 7: 891-892. LAI, K.K. 2001. Enterobacter sakazakii Infections Among Neonates, Infants, Children, and Adults. Journal Medicine, 80: 113-122. MUYTENS HL, ZANEN HC, SONERKAMP HJ, KOLLEE A., WACHSMUTH IK, FARMER JJ. 1983. Analysis of Eight Cases of Neonatal Meningitis and Sepsis due to Enterobacter sakazakii. J. Clin. Microbiol. 18 (1):115-120. MUYTEN HL and KOLLEE LA. 1990. Enterobacter sakazakii Meningitis in Neonates : Causative Role of Formula? . Pediatric Infectious Disease 9: 372-373.

PAGOTTO FJ, NAZAROWEC-WHITE M, BIDAWID S and FARBER JM. 2003. Enterobacter sakazakii: Infectivity and Enterotoxin Production in vitro and in vivo. Journal of Food Protection, 66: 370375.

TAYLOR, CJ. 2002. Health Professionals Letter on Enterobacter sakazakii Infections Associated with Use of Powdered Dry Infant Formulas in Neonatal Intensive Care Unit. US: US Department of Health and Human Services. URMENYI AMC and FRANKLIN AW.1961. Neonatal Death from Pigmented Coliform Infection. Lancet. 313-315. VAN ACKER J, DE SMET F, MUYLDERMANS G, ANNE NA and LAUWERS.2001. Outbreak of Necrotizing Enterocolitis Associated with Enterobacter sakazakii in Powdered Milk Formula. Journal of Clinical Microbiology, 39(1): 293-297. WHO.2004. Enterobacter sakazakii and Other Microorganisms in Powdered Infant Formula. WHO Food and Agriculture Organization of The United Nations.Microbial Risk assessment series 6. Meeting Report. WHO/FAO . 2007. Safe Preparation, Storage and Handling of Powdered Infant Formula Guidelines.