Filsafat Ilmu - WordPress.com

523 downloads 10979 Views 553KB Size Report
1 Sebuah tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Program Studi Magister Ilmu Hukum ... 2 Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum  ...
RESUME ALIRAN – ALIRAN FILSAFAT ABAD MODERN1 Oleh : Achmad Syauqi2

Filsafat Modern merupakan pembagian dalam sejarah filsafat barat pada abad ke-17 hingga awal abad ke-20, sekaligus menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme. Zaman filsafat modern dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat pemikiran Descartes, seorang filsuf terkemuka di zaman Modern. Pada masa ini rasionalisme semakin kuat, sehingga tidak mudah menentukan mulai dari kapan Filsafat Abad Pertengahan berhenti. Namun, dapat dikatakan bahwa Abad Pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau pada akhir masa Renaissance, yang kemudian ditandai lahirnya Masa Modern. Satu hal yang yang menjadi perhatian pada masa Renaissance ini adalah perkembangannya. Timbulnya ilmu pengetahuan yang modern, berdasarkan metode eksperimental dan matematis, menjadikan segala sesuatunya, terutama di bidang ilmu pengetahuan, mengutamakan logika dan empirisme. Aristotelian (penganut faham Aristoteles) menguasai seluruh Abad Pertengahan ini melalui hal-hal tersebut. Dari sudut pandang sejarah, pada masa ini Filsafat Barat menjadi penggung perdebatan antar filsuf terkemuka. Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang khas. Argumentasi mereka pun tidak jarang yang bersifat kasar dan sinis, kadang tajam dan pragmatis, ada juga yang sentimental. Sejarah filsafat pada masa modern ini meliputi beberapa masa berikut tokoh-tokohnya, yaitu:

A. RENAISSANCE Kata renaissance ini berasal dari kata bahasa Prancis yang artinya adalah “Kelahiran kembali atau kebangkitan kembali”. Sementara dalam bahasa latin ada kata yang juga menunjuk pada kata pengertian seperti kata Prancis yaitu “Nascientia” yang berarti kelahiran, lahir atau dilahirkan (Nasiar, Natus).

1

Sebuah tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram, Tahun 2012. 2 Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram Tahun 2012, NIM.: I2B012003

1

Jadi arti dari semua istilah dari berbagai bahasa tadi menunjuk pada suatu gerekan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban. Gerakan ini juga menunjuk pada zaman dimana ditekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, berkreasi serta mengembangkan seni dan sastra dan ilmu pengetahuan. Gerakan ini diterapkan pada periode waktu di Eropa Barat yang merentang dari abad XIV hingga XVI. Dengan adanya kelahiran kembali semangat untuk menghidupi kembali apa yang pernah ada. Orang mulai “come back to basic” untuk mengangkat sekaligus menghargai kemampuan manusia sebagai makhluk rasional, yakni suatu zaman dimana peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikungkung, dan sains mengalami kemajuan. Manusia dipandang sebagai makhluk otonom yang sama sekali tidak menggantungkan diri pada kebenaran iman/wahyu, seperti pada abad pertengahan. Manusia berusaha dengan kekhasanya sebagai makhluk rasional untuk menemukan berbagai kebenaran. Corak khas dari Renaissance adalah: 1. Bersifat Individualistis. Zaman ini boleh dikatakan bahwa orang menemukan dua hal yaitu dunia dan dirinya sendiri. Orang mulai menemukan bahwa pengenalan akan dirinya sendiri merupakan suatu nilai dan sekaligus menjadi kekuatan bagi pribadinya. Penemuan akan kemampuan yang ada pada diri sendiri jusrtu membuka peluang bagi kelanjutan kreatifitas yaang mau dilakukan oleh manusia. Dalam suasana seperti ini muncullah suatu kesadaran akan kemampuan yang didasarkan pada rasio manusia itu sendiri. Perlahan orang mulai masuk pada sikap individualitas, tapi bukan pada arti yang sangat sempit. Melainkan bahwa pencarian kebenaran hendaknya harus dicapai melalui kekuatan sendiri. Beberapa tokoh zaman ini dalam bidang sains, diantaranya; Nikolaus Kopernikus (1473-1543), dengan teorinya bahwa matahari beredar di pusat jagat raya, dan bumi mempunyai dua gerak yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengitari matahari; Galileo Galilei (1564-1642), dengan teorinya tentang gravitasi; Nicola Machiavelli (1469-1527), dengan teorinya bahwa pemimpin yang di takuti lebih baik dari pemimpin yang dicintai belaka karena ketakutan bisa mencegah timbulnya kecenderungan untuk melawan kekuasaan; dan, Thomas Hobbes (1588-1679) dengan teorinya “Homo homini lupus”, bahwa manusia senantiasa terancam keselamatannya oleh sesamanya. Oleh karena itu

2

manusia memerlukan adanya lindungan dan pusat lindungan itu adalah negara, artinya bahwa negara harus mempunyai kekuasaan mutlak atas warganya. 2. Bersifat Humanis Dalam masa renaissance Paham Teosentris mulai bergeser menuju paham antroposentris. Sebuah paradigma yang menitikberatkan pada pemikiran, pengembangan ilmu, dan peradaban pada manusia sebagai pusatnya. Masa Renaissance menjadi dasar pembentukan Filsafat Rasionalisme pada abad 17, dengan tokohnya yang sangat berpengaruh, yakni Rene Descartes. Ia dijuluki sebagai Bapak Filsuf Modern dengan ungkapannya yang terkenal adalah “Cogito Ergo Sum”. Penegasan yang mendasar dari Rene Descartes ini adalah penghargaan terhadap manusia. Menururtnya segala hal boleh kita ragukan namun yang tak perlu diragukan adalah saya yang berpikir tentang segala sesuatu yang berada diluar saya.

B. RASIONALISME Rasionalisme adalah mashab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia. Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya oleh Socrates, yang mengajukan sebuah proposisi terkenal bahwa, sebelum manusia memahami dunia maka ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio. Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filosof diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini misalnya disokong oleh Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan menggunakan rasio. Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika (rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz, dan Spinoza. Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam hasil karya teknologi industri dan informasi.

3

C. IDEALISME Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan, eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lainlainnya. Kant mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang berada dalam ruang kesadaran manusia. Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran manusia. Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh George Hegel, dengan mengenalkan “jalan tengah”, sebuah gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’ Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah yang kemudian melahirkan konsep ‘spirit’, sebuah konsep yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme absolut’. Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori.

D. EMPIRISME Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan

4

memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah. Tradisi empiris dipelopori oleh beberapa tokoh dari kalangan ilmuwan berkebangsaan Inggris, seperti John Locke, George Berkeley, dan David Hume. Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengetahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial.

E. KANTIANISME Kantianisme adalah paham dimana setiap kita mengambil keputusan, kita harus membayang kan bagaimana bila kita adalah pihak yang dirugikan. Paha mini menjelaskan bahwa bila memang harus dilakukan sebuah tindakan, maka tindakan itu dilakukan tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant: (1724 – 1804). Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting di antaranya ialah pemikirannya tentang akal murni. Menurutnya bahwa dunia luar diketahui hanya dengan sensasi. Adapun jiwa bukan sekadar tabula rasa, melainkan alat yang positif untuk memilih dan merekonstruksikan hasil sensasi yang masuk. Jiwa mengerjakan input tersebut dengan menggunakan kategori, yakni mengklasifikasikan dan mempersepsikannya ke dalam idea. Sensasi-sensasi masuk melalui alat indera. Ada lima alat indera. Melalui indera itu kemudian masuk ke otak, lalu obyek itu diperhatikan, kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak melalui saluran-saluran tertentu yaitu hukum-hukum. Karena hukum-hukum itulah maka tidak semua stimulus yang menerpa alat indera dapat masuk ke otak. Penangkapan itu telah diatur oleh persepsi sesuai dengan tujuan. Tujuan inilah hukum-hukum itu. Menurut Kant, jiwa (mind) yang memberi arti terhadap stimulus mengadakan seleksi dengan menggunakan dua cara yang amat sederhana. Pesan-pesan (dari stimulus) disusun sesuai dengan ruang (tempat) datangnya sensasi dan waktu terjadinya sensasi. Ruang dan waktu bukanlah sesuatu yang dipahami. Ruang dan waktu adalah alat persepsi. Oleh karena itu, ruang dan waktu itu apriori. Dasar apriori itu ada pada sains. Akan tetapi, indera (sains) itu

5

terbatas. Akal atau filsafah lebih canggih daripada sains karena dapat mencapai konsepsi. Akan tetapi akal juga terbatas. Disinilah kemudian Kant melalui buku Critique kedua mulai berbicara tentang Moral. Menurut kant, Moral adalah kata hati, suara hati, perasaan suatu prinsip yang apriori dan absolut. Ia merupakan suatu realitas yang amat mengherankan dalam diri manusia, perasaan yang tidak dietakkan untuk menentukan ini benar apa salah. Kita boleh saja mengadakan tawar-menawar, tetapi perasaan itu tetap saja pada posisinya, yaitu menentukan.

F. PRAGMATISME Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu terletak pada nilai kegunaan sesuatu tersebut dalam kehidupan nyata. Sehingga kebenaran sifatnya menjadi tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat kedua. Tradisi pragmatisme muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental,

kemudian

menggantinya

dengan

aktifitas

manusia

sebagai

sumber

pengetahuan. Bagi para penganut mazhab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan. Para pelopor aliran ini, diantaranya; William James (1842), dengan pandangan filsafatnya bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, atau berdiri sendiri dari akal yang mengenalnya. Menurutnya James, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan. Kepercayaan agama dia katakan hanya berlaku bagi orang-perorang, dan nilainya subyektif-relative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepada orang tersebut suatu hiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai, keamanan dan sebagainya. Segala macam keagamaan mempunyai nilai yang sama, jikalau akibatnya sama-sama memberikan kepuasan kepada kebutuhan keagamaan. Pandangan-pandangan James banyak diikuti oleh pelopor pragmatisme berikutnya, John Dewey. Menurutnya, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata.

6

Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisika yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu,filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis. Selanjutnya

pragmatisme

memberi

daya

tarik

tersendiri

dan

mengalami

perkembangan pesat hingga sekarang, terutama di dataran Amerika oleh para pemikir, seperti; George Herbert Mead, F.C.S Schiller, dan Richard Rorty.

G. EKSISTENSIALISME Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri adalah bahasa latin yang artinya : ex ; keluar dari sistare: berdiri. Jadi , eksistensi adalah berdiri dengan keluar ari diri sendiri. Eksistensialisme lahir sebagai konsekuensi kesalahan materialisme yang memungkiri manusia sebagai keseluruhan. Pandangan matrealisme itu belum mencakup manusia secara keseluruhan. Eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia ; sapi dan pohon juga. Akan tetapi, cara beradanya tidak sama. Manusia berada didalam dunia, dan Ia mengalami keberadaannya di dunia itu, menyadari dirinya berada di dunia, dan menghadapi dengan mengerti yng dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu, dan salah satu di antaranya ialah Ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Beberapa tokoh filsafat eksistensialisme, di antaranya yaitu: Martin Heiddeger (1905), J.P. Sartre (1905 – 1980), dan Gabriel Marcel. Menurut Martin Heiddeger manusia tidak menciptakan dirinya sendiri, ia di lemparkan didalam keberadaan. Tetapi, walau demikian manusia tetap memiliki tanggung jawab atas keberadaannya itu. Kepekaannya di ungkapkan dalam suasana batin di dalam perasaan dan emosi. Di antara suasana batin atau perasaan-perasaan itu yang terpenting ialah rasa cemas. Kecemasan adalah pengalaman umum yang menjadikan manusia tiba-tiba merasa sendirian, di kepung oleh kekosongan hidup, dimana kita merasa bahwa seluruh hidup kita tiada arti. Oleh karena itu maka di dalam kehidupan sehari-hari manusia bereksistensi, tidak yang sebenarnya. Akan tetapi justru manusia memiliki kemungkinan untuk keluar dari eksistensi yang tidak sebenarnya itu, keluar dari belenggu pendapat orang banyak dan menemukan dirinya sendiri. Filsuf lain, Sartre, menyatakan eksistensi manusia mendahului esensinya. Pandangan ini menolak ajaran filsafat idealisme bahwa wujud nyata (existence) dianggap mengikuti hakikat

7

(essence)nya. Dalam pandangan Sartre manusia hakikatnya memiliki ciri khas tertentu yang menyebabkannya berada di mahluk lain. Oleh karena itu, menurutnya eksistensi manusia mendahului esensinya. Lebih kompleks lagi dijelaskan oleh Gabriel Marcel, yang mengungkapkan pandangannya, bahwa manusia sejatinya tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama dengan orang lain. Karenanya manusia bukanlah makhluk yang statis, sebab ia senantiasa menjadi (berproses). Ia selalu menghadapi obyek yang harus diusahakan, seperti yang tampak dalam hubungannya dengan orang lain tersebut. Hingga pada saatnya perjalanan manusia akan berakhir pada kematian, yaitu pada sesuatu yang tidak ada. Oleh karena itu manusia menjadi gelisah, menjadi putus asa, dan takut pada kematian.

H. POSITIVISME Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang berkembang pada abad ke-19. Ajaran postivisme menempatkan peran sentral pengalaman serta bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia. Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Auguste Comte (1798–1857), H. Taine (1828–1893), Emile Durkheim (1852–1917), dan John Stuart Mill (1806–1873). Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik. Tokoh paling terkenal dalam aliran ini, Auguste Comte, berpandangan bahwa perkembangan pikiran manusia melalui 3 tahapan, yaitu: pertama, tahap teologis di mana manusia percaya bahwa di belakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrasi yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut; kedua, tahap metafisis di mana kekuatan yang bersifat adikodrasi diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak yang diintregasikan dengan alam; dan ketiga, tahap ilmiah / positif di mana orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak, secara teologis maupun metafisis. Sekarang orang berusaha mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapati dari pengamatan

8

dan akalnya. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana gejala-gejala telah dapat disusun dan diatur di bawah satu fakta yang umum saja.

I.

MARXISME Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl

Marx. Marx adalah filsuf yang menyusun sebuah teori besar terkait sistem ekonomi, sosial, dan politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis. Marxisme mencakup materialisme dialektis dan materialisme historis, serta penerapannya pada kehidupan sosial. Teori Marxisme merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich Engels. Marxisme sebenarnya bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Sedangkan kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis. Akibatnya banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi", dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme harus diganti paham komunisme. Sebab bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar munculnya ajaran marxisme. Dalam mengemukakan teori ini, Marx sangat dipengaruhi oleh Ajaran Hegel. Bahkan sampai saat ini pun kalangan Marxis masih menggunakan terminologi Hegel. Marxisme menjadi landasan banyak filosofi sesudahnya dan menjadi dimensi filosofi zaman modern yang tidak dapat diabaikan begitu saja, salah satu alasannya karena Marxisme merupakan sistem pemikiran yang amat kaya. Marxisme memadukan tiga tradisi intelektual yang masing-masing telah sangat berkembang saat itu, yaitu filsafat Jerman, teori politik Perancis, dan ilmu ekonomi Inggris.

J.

ANTI THEISME (ATHEISME) Atheisme sering dikatakan sebagai paham yang tidak mempercayai Tuhan, dalam itu

keberadaanNYA maupun peranNYA dalam kehidupan manusia. Sulit untuk merunut sejak kapan paham ini ada di muka bumi. Walau demikian, Atheisme mulai mendapat landasan rasional

9

ilmiah ketika Ludwig Feuerbach menerbitkan karyanya The Essence of Christianity, dan melakukan kritik agama khususnya agama Kristen. Sebenarnya tTerdapat empat pemikiran atheis yang mempelopori filsafat kritis terhadap agama, yaitu Ludwig Feuerbach, Sigmund Freud, Friederich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre yang juga terkenal sebagai filsuf eksistensialisme. Ludwig Feuerbach adalah orang yang pertama kali memberikan landasan rasional ilmiah terhadap atheisme. Dia juga adalah salah satu pendukung filsafat dialektis Hegelian. Namun begitu, terdapat perbedaan pandangan antara dirinya dan ajaran Hegel. Bagi Feuerbach, manusia adalah nyata dan rasional, sedangkan roh semesta (yang dinyatakan oleh Hegel, dan diasosiasikan dengan Tuhan) adalah sesuatu yang tidak nyata. Feuerbach dalam pandangannya tentang agama langsung masuk ke dalam adanya sesuatu di balik layar dari agama itu, dan menyatakan, “bahwa agama tak lain daripada….”. Pandangannya ini tidak secara jujur mengungkapkan kebenaran atau kesalahan dari agama, melainkan hanya melihat sesuatu dibalik/dibelakang masalah yang dibicarakannya. Bagi Feuerbach, agama adalah proyeksi manusia atas keterasingan dirinya. Segala konsep tentang Tuhan, Malaikat, Surga, dan Neraka yang ada dalam agama, menurutnya tak lain merupakan hasil proyeksi manusia itu sendiri. Dengan kata lain, manusia lah yang mengkonsepsikan hal-hal itu. Sehingga landasan filosofis ini sering disebut dengan nama Reduksionisme. Mengikuti pandangan Feuerbach, seorang filsuf lainnya yakni Sigmund Freud, seorang psikiater yang menciptakan dan mengembangkan metode psikoanalisis, memandang bahwa ritual-ritual keagamaan mempunyai kemiripan dengan ritual yang ada dalam gangguan obsesifkompulsif. Obsesif-kompulsif adalah suatu gangguan psikologi (psychological disorder) dimana seseorang tidak mampu menahan keinginannya untuk melakukan suatu gerakan/aktivitas berulang-ulang, misalnya mencuci tangan berkali-kali, dan lain sebagainya. Meskipun pandangannya tentang agama mendapat beberapa pertentangan, namun metode/teori psikoanalisisnya menjadi salah satu aliran besar dalam psikologi modern. Tokoh berikutnya yang tak kalah terkenal adalah Friederich Nietzsche. Melalui pendapatnya: “God is dead. God remain dead. And we have killed him…” (1882), Nietzsche memandang bahwa kepercayaan terhadap Tuhan (pada saat itu adalah Kristen) adalah kepercayaan yang salah. Tuhan tidaklah lagi dapat dipercayai, dan oleh karena itu Dia telah mati, dan seandainya Dia belum mati, adalah tugas manusialah untuk membunuhnya.

10