halo internis edisi 18; obat herbal masuk pelayanan ... - pb papdi

46 downloads 4111 Views 2MB Size Report
2 Apr 2011 ... ngobati/mengatasi penyakit yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang tanpa adanya riset da- ... atas adanya usulan dari Teman Sejawat Dr Bambang Soetopo, SpPD, K-GEH ...... gatal-gatal, mengobati luka bakar.
Edisi 18 O April 2011

3

Obat Herbal: Dari Testimoni ke Ilmiah

4

Saintifikasi Jamu Bukan Uji Klinik Terstandar

8

Prof. DR. Dr. Askandar Tjokroprawiro, SpPD, K-EMD, FINASIM, PhD:

Disiplin untuk Efisiensi Waktu

10

Pengaturan Pola Hidup Penderita Diabetes

16

Merajut Kebhinnekaan untuk Satu Tujuan

Obat Herbal Masuk Pelayanan Kesehatan Formal, Rasionalkah?

P

emerintah mulai serius melirik potensi tanaman obat asli Indoenesia. Kementerian Kesehatan telah menyusun grand strategy pengembangan obat herbal. Diantaranya adalah obat herbal akan menjadi bagian dalam pelayanan kesehatan formal. Di samping obat konvensional, dokter yang berpraktik di layanan kesehatan primer juga dituntut dapat meresepkan obat herbal. Nah? Seandainya obat herbal yang dimaksud adalah kategori fitofarmaka, mungkin tidak masalah bagi dokter. Akan tetapi bagaimana bila dokter meresepkan jamu? Bagi kebanyakan dokter, boleh jadi hal tersebut merasa janggal. Pasalnya, obat herbal seperti jamu belum membukukan bukti-bukti ilmiah uji klinis terstandar. Sementara, dokter dituntut menerapkan evidence based medicine (EBM) untuk setiap keputusan medis yang ditetapkan. Walaupun obat herbal telah lama digunakan untuk pengobatan, tapi belum ada bukti ilmiah mengenai khasiat, efikasi, keamanan dan efek sampingnya. “Tantangan dokter saat ini adalah bagaimana menerapkan EBM pada praktiknya,” kata Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, FINASIM. Untuk mendukung pengembangan obat herbal, Kemenkes melakukan program Saintifikasi Jamu yang bertujuan memperoleh bukti-bukti empirik. Lalu, apakah saintifikasi jamu dapat memberikan bukti-bukti ilmiah yang shohih seba(HI) gaimana layaknya uji klinis terstandar.

Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru. W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP *Pemimpin Redaksi: Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM *Bidang Materi dan Editing: Dr. lndra Marki, SpPD, FINASIM; Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM; Dr. Alvin Tagor Harahap, SpPD; Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD *Koresponden: Cabang Jakarta, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Sumbagsel, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Dista Aceh, Cabang Kalselteng, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Tanah Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok, Cabang Bengkulu *Sekretariat: sdr. M. Muchtar, sdr. Husni, sdr. M. Yunus, sdri. Oke Fitia, sdri. Anindya Yustikasari *Alamat: PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818, Fax. (021) 2300588, 2300755; SMS 085695785909; Email: [email protected]; Website: www.pbpapdi.org

2

SEKAPUR SIRIH

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

BIDANG HUMAS PUBLIKASI DAN MEDIA

OM INTERNIZ

S

alam jumpa kembali dengan tabloid Halo Internis edisi ke 18 yang terbit kali ini menyapa para sejawat Internis di seluruh pelosok Indonesia guna menyampaikan tulisan ilmiah, kegiatan PAPDI dalam bentuk gambar serta informasi kegiatan perhelatan PAPDI yang akan berlangsung. Untuk edisi kali ini kami turunkan topik mengenai obat herbal, sebab selama ini masyarakat kita sudah mengonsumsi herbal dalam bentuk jamu seduh, jamu godokan atau kapsul racikan untuk mengobati/mengatasi penyakit yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang tanpa adanya riset dasar ilmiah berlandaskan evidence based. Maka atas dasar adanya kebijakan Kementerian Kesehatan yang menggulirkan herbal sebagai obat untuk kepentingan masyarakat mendampingi obat generik yang tersebar luas dari rumah sakit besar/rujukan sampai ke pelayanan puskesmas dan praktik dokter swasta kami redaksi memandang perlu menyampaikan isu ini kepada para sejawat Internis dimanapun berada. Ulasan ini nantinya dapat memberikan informasi/pandangan dari pakar yang memahami aspek obat herbal dalam rangka membantu memperbaiki derajat kesehatan masyarakat melalui pemakaian obat herbal yang aman. Diharapkan nantinya ada masukan dari teman sejawat terutama yang di daerah jauh dari pusat rujukan memberikan umpan balik kepada kami untuk berbagi informasi kepada sejawat yang lain mengenai pengalaman penggunaan obat herbal tersebut. Hal ini menyangkut integritas dan tanggung jawab kita mengawal kesehatan masyarakat yang dalam lingkup pelayanan Ilmu Penyakit Dalam. Dan atas adanya usulan dari Teman Sejawat Dr Bambang Soetopo, SpPD, K-GEH dari Jambi untuk penerbitan selanjutnya kami rencanakan adanya Pojok Tanya Jawab Halo Internis guna sarana komunikasi ilmiah dengan sejawat. Salam hangat dan jabat erat dari redaksi.

SOROT UTAMA

O

bat herbal kini menarik perhatian serius dari pemerintah. Menteri Kesehatan Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DRPH, dalam salah satu program unggulan Departemen Kesehatan tahun 2011, menetapkan obat herbal atau jamu masuk pelayanan kesehatan primer. Saat ini, telah disiapkan 12 rumah sakit pemerintah yang dilengkapi klinik obat herbal dan 30 puskesmas yang disertai “Pojok Jamu”. “Pemerintah bertekad memajukan obat herbal sebagai obat tradisional Indonesia,” ujar Menkes pada Dies Natalis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ke-61, di Aula FKUI, awal Februari 2011 lalu. Penggunaan obat herbal, lanjut Menkes, bersifat pilihan, sepenuhnya bergantung pasien. Artinya, dokter tetap memeriksa dan menegakkan diagnosa serta menentukan terapi yang tepat, namun dalam memilih apakah hendak mengonsumsi obat herbal atau kimia, diserahkan kepada pasien. “Saya pribadi berpegangan bahwa yang menentukan diagnosa dan terapinya adalah dokter, tapi pengobatan dengan jamu menjadi salah satu opsi pasien,” tambahnya. Pengembangan obat herbal merupakan amanat UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Meski pemakaian obat herbal di Indonesia telah dikenal sejak dulu, tapi sebagian besar belum memiliki latar belakang ilmiah yang shahih. Hal ini menjadi kendala ketika masuk dalam layanan kesehatan formal. Pasalnya, dunia kedokteran modern saat ini berpegang kuat pada evidence base medicine setiap mengambil keputusan medis. Bukti-bukti ilmiah diperoleh dari uji klinis terstandar, bukan sekadar testimoni belaka. Lantas bagaimana dokter memandang obat herbal? Menurut Dr. Putu Moda Arsana, SpPD, K-EMD, FINASIM dokter sebagai bagian dari masyarakat ilmiah mesti dapat mempertanggungjawabkan secara ilmiah pula segala tindakan medis yang diputuskan terhadap pasien. Suatu obat, tambah Dr Putu, pertama kali harus ada kajian teorinya, bukan tiba-tiba dipakai untuk mengobati seperti Ponari – anak yang melakukan pengobatan dengan batu. Ahli Endokrin ini pun menampik soal obat herbal yang tidak ada atau minim efek sampingnya. Menurutnya itu hanya justifikasi dari testimoni beberapa orang saja, belum ada standar penelitiannya. “Sebaiknya dicari dasar ilmiah-

3

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Obat Herbal:

Dari Testimoni ke Ilmiah Kemenkes memasukkan obat herbal dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Namun obat herbal masih minim bukti-bukti ilmiah.

Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH

Dr. Putu Moda Arsana, SpPD, K-EMD, FINASIM

nya dulu, baru dapat diklaim sebagai obat,” tegas Ketua PAPDI cabang Malang ini. Hal senada juga disampaikan Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, FI-

Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, FINASIM.

NASIM. Menurut Prof. Zubairi obat-obat herbal harus melewati serangkaian penelitian klinis sebelum digunakan sebagai obat. Namun bila digunakan untuk tujuan preventif, lanjutnya, boleh-boleh

Legalitas Hukum Pengobatan Tradisional O O

O O

O

Kepmenkes No. 1076/ 2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional (battra) Kepmenkes No. 1109/ 2007 tentang pengobatan komplementer alternatif, merupakan pengaturan cara pengobatan tradisional pada pelayanan kesehatan formal, dokter/dokter gigi, dan battra. UU No. 36 Tahun 2009, pada Pasal 48 dinyatakan: “Pelayanan kesehatan tradisional merupakan bagian dari penyelenggaraan upaya kesehatan”. Pasal 59-61 mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional, jenis pelayanan kesehatan tradisional, pembinaan dan pengawasan, serta pengembangannya. Pasal 101 dinyatakan, “Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, dan atau pemeliharaan kesehatan, tetap dijaga kelestariannya.” Permenkes No. 003/ 2010 tentang Saintifikasi Jamu, yang mengatur tentang perlunya pembuktian ilmiah obat tradisional melalui penelitian berbasis pelayanan (dual system), serta pemanfaatan obat tradisional untuk tujuan promotif dan preventif (pemeliharaan kesehatan dan kebugaran), kuratif (mengobati penyakit), dan paliatif (meningkatkan kualitas hidup).

saja. ”Bergantung pada tujuannya untuk apa. Kalau untuk mengobati penyakit kanker, HIV dan lain-lain, tentu tidak bisa. Tapi kalau untuk pencegahan, silahkan saja. Obat-obat herbal harus memiliki bukti-bukti ilmiah, karena tantangan dokter saat ini adalah bagaimana menerapkan evidence base medicine pada praktiknya,” kata Guru Besar FKUI ini. Minimnya data ilmiah obat herbal seperti yang diungkap dua internis di atas juga dirasakan Menkes. Untuk itu, Dr. Endang menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 003/2010 tentang Saintifikasi Jamu, yang mengatur tentang perlunya pembuktian ilmiah obat tradisional melalui penelitian berbasis pelayanan (dual system), serta pemanfaatan obat tradisional untuk tujuan promotif dan preventif, kuratif dan paliatif. Menkes menegaskan Saintifikasi Jamu ini adalah upaya penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Duet antara dokter peneliti dan pelayan kesehatan ini ditujukan untuk memberikan landasan ilmiah secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. ”Semoga dapat mendongkrak citra jamu dan diterima oleh kalangan medis,” ungkap Menkes berharap. (HI)

DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP, Ketua Umum PB PAPDI

Obat Herbal dan Kanker

B

agi penderita kanker, “obat herbal” amat akrab dan seringkali menjadi pilihan utama dan pertama. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, adanya janji bahwa pengobatan dapat terlaksana “tanpa efek samping kemoterapi”; Kedua, harga

obat kanker yang konvensional seperti pembedahan, kemoterapi dan radioterapi masih sulit terjangkau kemampuan keuangan orang banyak. Tanamantanaman seperti buah mahkota dewa, kunyit putih, sarang semut (bayangkan semut-semut yang menjadi tunawisma karenanya), daun naga, jamur-jamuran dan —yang saat ini sedang populer— daun sirsak, semuanya menjadi amat populer berkat testimoni beberapa orang dan dukungan media massa. Tidak ada yang menginformasikan bahwa sungguhpun obat antikanker seperti paklitaksel itu berasal dari kulit sejenis pohon pinus, diperlukan upaya bertahun-tahun dan amat mahal untuk

mendapatkan bahan aktifnya (untuk obat tersebut dibutuhkan dana ratusan juta dollar Amerika dan uji coba berlapis serta bertahun-tahun). Dan kita tidak akan dapat menyembuhkan kanker dengan menyajikan kulit pohon pinus itu secara alami untuk dimakan. Apakah yang terjadi? Apabila kanker ditemukan pada stadium dua, yaitu suatu keadaan yang masih dapat disembuhkan, namun pasien pergi ke “orang pintar” dengan obat herbalnya. Kemudian pasien kembali pada dokternya dengan kondisi stadium empat setelah terapi herbal itu dinyatakan “kurang berhasil”. Dan kesembuhan tidak dapat diraih lagi.

Tanpa meninggalkan tekad untuk mengapresiasi tanaman herbal sebagai milik bangsa serta mengembangkannya, adalah tanggungjawab pemerintah serta dunia medik, khususnya anggota PAPDI, untuk mendidik rakyat serta meletakkan peran obat herbal pada tempatnya, yaitu sebagai terapi komplementer dan supportif (pendamping), bukan sebagai obat alternatif menggantikan obat konvensional yang ada. (HI)

4

SOROT UTAMA

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Saintifikasi Jamu

Bukan Uji Klinik Terstandar

M

asuknya obat herbal dalam layanan kesehatan formal terbentur minimnya bukti-bukti ilmiah. Pasalnya, pengembangan kekayaan alam ini kurang mendapat perhatian pemerintah. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Prof. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.F(K), mengakui selama ini pemerintah belum serius menggarap potensi alam berupa tanaman obat ini. Hal tersebut dapat terlihat dari lemahnya koordinasi dan kerjasama lintas sektor terkait, belum adanya standarisasi penyediaan bahan baku (penanaman, pemanenan, pengolahan paska panen), belum dilaksanakannya standar untuk menjamin mutu, manfaat, dan keamanan obat herbal serta kurangnya informasi terkait penggunaan obat herbal yang rasional. Oleh karena itu, lanjut Prof. Agus Purwadianto, Kemenkes menyusun grand strategy pengembangan obat herbal. Isinya, antara lain penyusunan kebijakan nasional dan kerangka regulasi dalam mengintegrasikan obat tradisional dengan pelayanan kesehatan formal, meningkatkan keamanan, mutu, dan efikasi obat herbal. Untuk memperoleh data-data ilmiah tersebut, Menkes melakukan program Saintifikasi Jamu.

Soal penelitian obat herbal ini, Prof. Agus Purwadianto menjelaskan, program ini untuk mencari bukti-bukti ilmiah obat herbal, dengan demikan diharapkan mendapatkan pengakuan dari profesi medis. “Untuk memper-

oleh pengakuan itu harus didasarkan pada bukti-bukti empirik,” tegas ahli forensik dan hukum kedokteran ini. Prosedur penelitian obat herbal seyogyanya sama dengan obat konvensional, mengacu pada uji klinis terstandar. Obat herbal yang melewati tahapan uji klinis standar disebut fitofarmaka. Namun untuk obat herbal seperti jamu sulit dilakukan uji klinis terstandar sebab senyawa aktif jamu yang diklaim berkhasiat terhadap penyakit tertentu belum

Prof. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.F(K)

diketahui jenis dan kadarnya.”Jamu tidak bisa dilakukan uji klinik terstandar, karena kandungannya beragam,” ujar Dr. Nafrialdi, SpPD, PhD. Untuk jamu, lanjut Dr. Nafrialdi, bisa saja dilakukan uji klinis yang sudah dimodifikasi sesuai data yang diinginkan. Obat herbal yang diklaim dapat menurunkan gula darah, Dr. Nafrialdi mencontohkan, setelah didiagnosa dokter, pasien yang gula darahnya tinggi diberi obat herbal tersebut. Selanjutnya, diobservasi dalam periode waktu tertentu, apakah gula darahnya turun. ”Saintifikasi jamu sifatnya observasi, tidak mengikuti tahapan-tahapan uji klinis yang baku,” tambah internis yang juga Kepala Departemen Farmakologi FKUI/RSCM ini. “Saintifikasi jamu ini diharapkan

Dr. Nafrialdi, SpPD, FINASIM, PhD

Prosedur penelitian obat herbal seyogyanya sama dengan obat konvensional. Namun untuk obat herbal seperti jamu sulit dilakukan uji klinis terstandar. tidak hanya mendapat bukti-bukti khasiatnya, tapi lebih dari itu, data efikasi, keamanan, efek sampingnya, dosis dan lain sebagainya juga tercatat.” Mutu obat herbal sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan dan bahan baku tanaman. Menurut Prof. DR. Sumali Wiryowidagdo, Apt dari Pusat Studi Obat Bahan Alam, Jurusan Farmasi FMIPA, pada standarisasi bahan baku, tumbuhan yang dipilih adalah tanaman yang memang sudah ditentukan dan dibudidayakan. Dalam hal ini, jaringan tumbuhan yang digunakan sudah jelas, cara panen, pengeringan dan penyimpanan mesti terstandar. Sementara pada obat herbal terekstrak, perlu diperhatikan penggunaaan ekstrak, pelarut, dan konsistensi ekstrak (cair, kental, kering). Selanjutnya, obat dibuat sesuai dengan cara produksi obat tradisional yang baik (CPOTB). “Standarisasi obat herbal dimulai dari penyiapan bahan baku, proses, hingga siap dikemas dalam pabrik, sampai pada pemasaran dan paska pemasarannya,” jelas Prof. Sumali. Tampaknya pengembangan obat herbal Indonesia merupakan pekerjaan besar yang melibatkan banyak pihak. Obat herbal yang bermutu, bukan saja terstandar di hilir, namun juga di hulu. Dengan demikian bukti-bukti ilmiah terdokumentasi, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan para dokter terhadap obat herbal. Boleh jadi obat herbal asli Indonesia akan menjadi tuan rumah (HI) di negeri sendiri.

Dr. Hardhi Pranata, SpS, Ketua Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI).

Perlakukan Obat Herbal Seperti Obat Konvensional

D

r. Hardhi Pranata, SpS sungguh kecewa dengan kenyataan ini: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) telah diklaim oleh bangsa lain. Padahal, tumbuhan ini merupakan tanaman asli Indonesia dan memiliki manfaat yang luar biasa dalam bidang kesehatan. “Zat aktif temulawak telah dipatenkan oleh perusahaan di Amerika untuk dijadikan antikanker, obat stroke, dan obat hati. Obat-obatan tersebut bahkan dipasarkan dengan harga yang berkali-kali lipat,” ujarnya dengan nada kecewa. Dr. Hardhi, yang juga Ketua Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI)ini pantas gundah. Pasalnya, bangsa Indonesia sendiri sebenarnya telah lama memanfaatkan kekayaan

alam secara turun temurun meski masih tradisional. Dan kini, ketika gerakan back to nature menjadi trend, peluang tersebut justru lebih dimanfaatkan oleh pihak asing. Bahan baku tanaman yang dipatenkan asing tersebut, melimpah ruah di negara ini yang bisa didapatkan dengan harga yang murah. Pemerintah mulai perhatian terhadap potensi alam ini. Kementerian Kesehatan telah menetapkan pengembangan obat herbal di tahun ini. Salah satunya adalah memasukan obat herbal dalam pelayanan kesehatan formal. Dukungan bukti-bukti ilmiah pun telah dilakukan lewat program Saintifikasi Jamu. Ditetapkannya obat herbal dalam

Obat herbal Indonesia selayaknya menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Obat herbal tetap memiliki efek samping. pelayanan kesehatan bukan tanpa alasan. Dalam ramuan obat herbal seperti jamu terdiri dari beberapa komponen senyawa yang memiliki efek saling sinergis. Penyakit-penyakit seperti

Dr. Hardhi Pranata, SpS

SOROT UTAMA

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

diebetes, hiperlipidemia, obesitas, hipertensi, dan reumatik, memerlukan pemakaian obat dalam waktu lama sehingga jika menggunakan obat modern dikhawatirkan terdapat efek samping yang terakumulasi terus-menerus dan dapat merugikan kesehatan. “Obat herbal lebih sesuai untuk penyakit metabolik dan degeneratif, walau penggunaannya lama, tetapi efek sampingnya relatif kecil jika digunakan secara tepat dan rasional hingga dianggap lebih aman, “ ujar Dr. Hardhi Dr. Hardhi Pranata, bersama PDHMI sangat menekankan agar herbal dapat diteliti mulai hulu hingga hilir di Indonesia. Artinya, mulai dari tahap penelitian, paten, hingga produksi massal, selayaknya dapat dilakukan di Indonesia. “Jangan sampai kita mengekspor hanya ekstrak, lalu dipatenkan di luar negeri,” katanya tegas. Pihaknya banyak melakukan koordinasi dengan stakeholder, seperti GP Jamu, GP Farmasi, Kementrian Kesehatan dalam hal ini dengan Litbangkes dan Dirjen Yanmed, PB IDI, Balitro, LIPI, dan beberapa universitas seperti IPB, UI, UGM, Airlangga, dan Unpad. “Jika BPOM sudah mengeluarkan izin sebagai herbal terstandar, maka obat tersebut dapat ditebus di apotik. Kami bergerak melalui pendidikan, penelitian, dan pelayanan,” kata Dr. Hardhi. Dr. Hardhi, yang juga kerap memberikan resep herbal pada pasiennya. Dokter yang meresepkan, tidak serta merta meresepkan obat herbal, tanpa ilmu yang mumpuni. ”Pada dasarnya, obat herbal harus diperlakukan sama seperti obat kimiawi, yang juga memiliki aturan dan dosis yang harus dipatuhi,” ujar Dr. Hardhi.

Tetap Ada Efek Samping Dr. Hardhi menepis anggapan bahwa obat herbal aman, tanpa efek samping. “Obat herbal tetap memiliki efek samping,” pungkasnya. Tapi, efek samping tersebut, lanjutnya, berbeda dengan efek samping obat modern. Pada obat herbal terdapat mekanisme yang dapat menetralkan efek samping tersebut yang dikenal dengan istilah side effect eleminating substance. Untuk lebih memberikan dasar ilmiah kepada dokter untuk meresepkan herbal, Kemenkes memiliki Pokja CAM and Alternative (Complementar y Medicine) yang salah satu tugasnya adalah membuat daftar herbal nasional yang akan menjadi acuan bagi dokter untuk menjadi obat nasional. Selain itu, untuk membagi ilmu tentang herbal salah satu kegiatan yang dilakukan PDHMI adalah memberikan kursus herbal 500 jam untuk dokter umum dan dokter spesialis, serta membuka program magister herbal di FKUI. Upaya-upaya untuk mengangkat obat herbal, pastinya akan menjalani proses yang membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Dukungan ilmiah adalah hal terpenting dalam penggunaan obat herbal dan dengan itu pula obat herbal dapat digunakan secara luas di kalangan medis. (HI)

5

Raih Doktor Lewat Herbal K etika akan melakukan penelitian untuk mendapatkan gelar doktornya, DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC tertarik untuk meneliti sesuatu yang terkait dengan inflamasi. “Inflamasi memiliki peran penting pada penyakit koroner. Penggunaan statin dihitung-hitung mempunyai efek samping, lalu timbul ide adakah herbal yang punya efek anti inflamasi.” Setelah mantap memilih herbal, dokter kelahiran Palembang, 22 Maret 1962 ini kembali memulai pencarian, tanaman apa yang paling sesuai dengan yang akan ditelitinya. Pilihannya jatuh pada kurkumin, yang merupakan eks-

DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC

trak tumbuhan kunyit (Curcuma longa/Curcuma domestica) dan tumbuhan temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Dan inilah judul disertasinya, yang ia paparkan di hadapan Senat Akademik Universitas Indonesia, 6 Oktober 2006 lalu: “Hubungan faktor metabolik dengan respon inflamasi pada sindrom koroner akut pasien diabetes mellitus tipe 2. Hasil penelitian Dr. Idrus Alwi, efek kurkumin terhadap respons inflamasi, kalau dilihat trend secara keseluruhan setelah minggu pertama tampak persentase penurunan terbesar pada kelompok dosis rendah. Sedangkan efek kurkumin terhadap kendali glukosa darah (gliko Hb) setelah intervensi 2 bulan menunjukkan kurkumin dosis rendah cenderung menurunkan kadar gliko Hb dibandingkan dengan sebelum intervensi. Efek kurkumin terhadap kadar kolesterol total dan kadar kolesterol LDL, terdapat trend yang menunjukkan makin rendah dosis kurkumin mempunyai efek penurunan tertinggi. Semakin rendah dosis kurkumin efek peningkatan kolesterol HDL makin tinggi. Dalam kesimpulannya Dr. Idrus Alwi mengatakan kurkumin dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk menurunkan kadar hsCRP dalam bulan pertama pada pasien Sindrom Koroner Akut (SKA). Namun ia mengatakan, “Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai efek pemberian kurkumin terhadap outcome pada pasien SKA.” Berbekal penelitian, maka dokter tidak ragu dalam memberikan obat herbal kepada pasien. Seperti dikatakan Dr. Idrus di akhir wawancara, “Penggu-

naan herbal oleh dokter, selama obat herbal itu sudah ada uji yang layak, yang memenuhi

kaidah-kaidah ilmiah, bisa dipertimbangkan.”

Secara empiris dan turun temurun, herbal terbukti memberiMonitor Pasien kan khasiat untuk kesehatan Cerita tentang penelitian herbal untuk meraih gelar manusia. Internist tidak ketingdokter juga datang dari DR. galan menggunakan ilmu mereDr. I Nyoman Kertia, SpPD, K-R. Dr. Nyoman meneliti ka untuk mengungkap khasiat mengenai efek anti inflatersebut, dari sisi ilmiah. Dan masi kurkuminoid ekstrak rimpang kunyit untuk pengobinilah beberapa dari meatan penyakit osteoarthritis. Dr. reka yang meneliti Nyoman yang berhasil mempertaherbal. hankan hasil disertasinya di hadapan Dewan Penguji Program Doktor Fakultas

DR. Dr. I Nyoman Kertia, SpPD, K-R

Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tanggal 17 Juni 2009 lalu mengatakan, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) paling banyak diresepkan oleh dokter di seluruh dunia khususnya untuk pengobatan kelainan muskuloskeletal termasuk osteoarthritis. Namun menurutnya obat sejenis ini hanya mampu menekan inflamasi dan nyeri namun tidak mampu menghambat perjalanan penyakit asteoartritis. “Beberapa OAINS yang diperlukan untuk menekan gejala klinis osteoarthritis ternyata toksik terhadap kondrosit sehingga memperburuk penyakit itu sendiri,” ujar Dr. Nyoman. Dalam disertasinya, dokter kelahiran Buleleng, 16 September 1960 ini mengamati aktivitas anti inflamasi kurkuminoid ekstrak rimpang kunyit ini dan sebagai pembanding dipergunakan natrium diklofenak. Hasilnya, pemberian kurkuminoid ekstrak rimpang kunyit 3x30 mg perhari secara bermakna menekan aktivitas monosit cairan sinovia untuk mensekresikan COX-2 dan ROI, mengurangi angka leukosit dan kadar MDA cairan sinovia serta mengurangi rasa nyeri sendi osteoartritis, dengan kemampuan yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan terapi natrium diklofenak 3x25 mg perhari.

Derajat Herbal Pemakaian herbal oleh dokter, menurut Dr. Nyoman, sebenarnya sah-sah saja. “Selama ini kita menggu-

nakan aturan fitofarmaka, artinya herbal tersebut sudah dibuktikan keamanan dan khasiatnya pada hewan dan selanjutnya pada uji klinik,” ujar suami dari Ir. Ni Made Lilis Martini Dewi ini.

DR. Dr. Aris Wibudi, SpPD, K-EMD

Nah, menurut Dr. Nyoman, jika dokter ingin menggunakan herbal yang masih tergolong jamu atau herbal terstandar, ada kebijakan tersendiri. Pemberian jamu atau herbal kepada pasien harus dilakukan pengawasan. “Dokter tidak bisa ‘melepas’ pasien seperti memberi obat biasa,” ujar Dr. Nyoman. Jamu atau herbal tersebut harus diberikan dalam penelitian berbasis pelayanan. Pengawasan dalam pemakaian obat herbal penting dilakukan karena herbal pun memiliki efek samping. DR. Dr. Aris Wibudi, SpPD, K-EMD yang meneliti herbal sambiloto (Andrographis paniculata) pada pasien diabetes untuk memperoleh gelar doktor di Institut Pertanian Bogor, pernah menangani pasien yang mengalami hipoglikemia berat akibat mengonsumsi obat tradisional secara salah. Ternyata setelah ditelusuri, pasien meminum obat diabetes, namun juga mengonsumsi obat-obatan tradisional tanpa sepengetahuan dokter, di antaranya sambiloto, ekstrak yang tengah diteliti Dr. Aris. “Sampai saat ini belum ada penelitian yang mempelajari pengaruh sambiloto pada sel α pankreas,” ujar Dr. Aris tentang disertasinya. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para sejawat di penyakit dalam, semakin memperkuat bukti ilmiah, bahwa herbal memiliki peran dalam pengobatan penyakit. Hasil studi tersebut, dalam tingkatan paling bawah, dapat dipergunakan untuk mengingatkan pasien bahwa mereka harus terbuka jika mengonsumsi herbal tertentu yang dibarengi dengan obat resep, karena obat kimia dan herbal dapat membuat reaksi yang merugikan pasien. Meskipun herbal, jika tanpa aturan, tidak menjamin akan selalu (HI) aman untuk dikonsumsi.

6

SOROT UTAMA

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

BPOM: Awasi

K

Produk Obat Herbal Ilegal

ebijakan Kementerian Kesehatan mengenai pengembangan obat herbal membawa angin segar, terutama bagi produsen obat herbal. Masuknya obat herbal dalam pelayanan kesehatan formal, menurut mereka, adalah suatu pengakuan bahwa obat herbal layak juga diresepkan dokter. Kalangan industri pun berupaya menaikan status produknya dengan melakukan serangkaian penelitian praklinik. ”Keputusan pemerintah mengenai obat herbal membantu kalangan industri untuk meyakinkan dokter bahwa obat herbal juga layak diresepkan,” ujar Taswan Wimalaputra, branch manager PT. Borobudur Industri Jamu saat ditemui di kantornya di Tomang Tinggi Raya, Jakarta Barat. Geliat obat herbal bukan saja diramaikan produk lokal, melainkan juga impor. Produk-produk kesehatan asing be-

lakangan ini membanjiri pasar Indonesia. Sebagian besar produk itu diklaim sebagai obat herbal. Beragam jenis obat dan beragam pula manfaatnya. Obatobat herbal itu dijual di toko-toko obat dalam bentuk pil atau kapsul yang me-

Dra. Lucky S. Slamet, MSc

ngandung ekstrak dari tanaman tertentu. Pengguna pun tak kesulitan mendapatkan obat herbal untuk masalah kesehatannya. Dra. Lucky S. Slamet, MSc Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan NAPZA BPOM mengatakan Badan POM bertanggung jawab mengawasi obat-obat herbal yang beredar. Terhadap obat herbal asing, BPOM selektif dengan memperketat regulasi.

“Untuk itu kita sudah memiliki mekanisme. Diantaranya penapisan dan perijinan. Untuk satu produk asing dapat masuk ke Indonesia, maka, pertama harus melakukan registrasi, evaluasi dan melihat kebutuhan produk itu untuk ada di Indonesia,” kata Lucky S. Slamet.

Ia menambahkan kewajiban kedua dari POM terhadap produk tersebut ialah melakukan penapisan kembali setelah produk tadi mendapat izin beredar di pasaran. “Apakah beredarnya sudah sesuai dengan indikasi yang disebutkan pada awal melakukan registrasi,” dalihnya. Fungsi pengawasan POM masih harus dilakukan dengan melibatkan pihak lain. “Kita juga melakukan pengamanan pasar dalam negeri terhadap masuknya produk ilegal atau yang tidak memiliki ijin BPOM. Nah, untuk itu tentu kita melakukan kerjasama dengan pihak lain misalnya dengan Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan, Bea Cukai dan lain sebagainya. Jadi kita kerap melakukan sidak tetapi mungkin kurang ekspos ke media,” paparnya. (HI)

Dr. Soritua Sarumpaet, SpPD

Dr. Dedi Nur Alamsyah, SpPD, FINASIM

Masak Dokter Kasih

Sistemnya Harus Dibuat Dulu dengan Baik

Obat Kayak Gini?

K

etua PAPDI Cabang Kepulauan Riau ini pernah mencoba memberikan obat herbal kepada pasiennya. Tapi, pasiennya justru terlihat ragu dengan mengatakan,

”Dok, ini kan jamu, masak dokter kasih obat kayak gini?” Dr. Soritua pun menjelaskan khasiat herbal dan alasan ia memberikan pada pasiennya. Tapi, tetap saja pasiennya tetap tidak puas dan secara tidak langsung mengatakan menyesal pergi ke dokter jika memang hanya mendapat obat herbal. Terlebih, obat herbal bisa didapatkan secara bebas tanpa harus menggunakan resep dokter. Dr. Soritua mengatakan kurangnya penerimaan masyarakat akan obat herbal salah satunya disebabkan oleh minimnya sosialisasi oleh pemerintah. Orang Indonesia terlajur menganggap bahwa obat herbal berasal dari China. Padahal, Indonesia memiliki sumber daya alam hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obat herbal. “Tumbuhan tropis, jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, akan memberikan manfaat luar biasa untuk pengobatan,” kata Dr. Soritua. Sayangnya, lanjut Dr. Soritua lagi, penelitian tentang herbal juga masih sangat sedikit, jadi menyulitkan dokter ketika akan meresepkan pada pasien. “Intinya, ada evidence base-nya (HI) tidak?”

D

okter ahli penyakit dalam dari daerah Cirebon ini mengatakan, bahwa fitofarmaka yang tersedia di Indonesia sangat sedikit sekali, sehingga menyulitkan bagi dokter yang ingin menggunakan obat herbal. Tak hanya soal penggunaan obat herbal yang masih sedikit, kurang populernya penggunaan obat herbal juga dimulai dari kurikulum pendidikan kedokteran. “Kurikulum pendidikan kedokteran Indonesia sedikit sekali memasukkan materi tentang obat herbal,” katanya. Penggunaan obat tradisional, menurut Dr. Dedi, sepatutnya adalah obat yang telah melewati tahap penelitian. “Kita tidak bisa asal ngasih obat herbal, pendidikan kita merupakan pendidikan barat, dan penggunaan obat herbal bukan turun temurun seperti di China,” kata Ketua PAPDI cabang Cirebon ini. Dengan alasan-alasan tersebut, Dr. Dedi menyatakan keraguannya mengenai wacana pemerintah untuk mendorong penggunaan obat herbal di tingkat pelayanan dasar. “Hal ini harus dibicarakan dulu antar profesi. Tidak bisa jika tiba-tiba dokter diminta meresepkan obat herbal,” kata Dr. Dedi. Lebih sulit lagi, menurutnya jika kebijakan tersebut dibuat untuk maksud lain, misalnya untuk menekan harga obat. Harus ada rencana jangka panjang maupun pendek. Dr. Dedi menyatakan tidak keberatan untuk meresepkan obat herbal. Tapi, harus dibuat sistem dan perencanaan yang matang terlebih dahulu. “Pokoknya dokter tinggal bekerja, tapi, sistemnya harus dibuat dulu dengan baik, programnya dibuat (HI) seperti apa. Setelah itu, baru membuat berbagai kebijakan,” katanya.

Dr. M. Agung Pramudjito, SpPD

Tidak Untuk Terapi Utama

D

okter dari RSUD RAA Soewondo, Pati ini mengatakan obat herbal yang belum memiliki evidence based sulit untuk digunakan secara luas di kalangan dokter. “Selama ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi,” katanya. ”Maka, paling tidak hanya obat fito-

farmaka saja yang bisa digunakan.” Namun Dr. Agung tidak menutup kemungkinan jika pasien memang menginginkan obat herbal. “Jika masyarakat meminta silahkan saja,” ujarnya. Menurut Dr. Agung, untuk terapi tambahan, herbal tidak masalah

untuk digunakan, namun tidak untuk terapi utama. Untuk hal tersebut, Dr. Agung memiliki beberapa contoh kasus. Pasiennya yang memiliki penyakit hipertensi, mencoba mengonsumsi obat herbal, namun tensinya tidak turun. Maka, ia kembali meminum obat kimia. Pasien baru, ujarnya, mungkin saja menginginkan obat herbal dari referensi yang didapatkan. Namun untuk pasien lama, biasanya tidak pernah meminta obat herbal untuk terapi utama. (HI)

SOROT UTAMA

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Dude Herlino

7

Dr. Sonia Wibisono

Harus yang Sudah Teruji Lewat Penelitian Asal Tetap Diawasi

Tidak Masalah

bat herbal masuk puskesmas? Bagi artis dan bintang Sinetron, Dude Herlino (30), hal itu sah-sah aja dan tidak ada masalah sepanjang masih dalam pengawasan ketat Badan POM dan Depkes sebagai regulator kesehatan. “Prinsip dasarnya kan tentang bagaimana menjamin kesehatan masyarakat, dan jika upaya itu dilakukan dengan memasukkan obat herbal tidak masalah yang terpenting adalah BPOM dan Depkes harus mengawasi tentang bagaimana implementasi penggunaan obat herbal tersebut,” ujar pemeran Satria dalam Sintron Cahaya ini.

O

“Menjaga kesehatan masyarakat adalah kewajiban pemerintah dan itu amanah bagi mereka,” tegas pria pria kelahiran Padang, Sumatera Barat ini. Karena itu menurutnya pemerintah harus dapat menjamin kualitas produk herbal yang masuk tersebut terkait kebersihan dan apakah kandungannya tidak membahayakan kesehatan dan sebagainya. Apalagi puskesmas merupakan layanan kesehatan umum yang kebanyakan pengunjungnya berasal dari kalangan kurang mampu. Di samping itu, Dude berharap produsen obat herbal juga harus jujur mengenai kualitas obatnya, baik itu tentang kandungan obatnya, proses pembuatannya, efek sampingnya, ataupun bagaimana pengaturan dosisnya. Dude mengaku dirinya juga termasuk konsumen obat herbal. Beberapa obat herbal yang pernah dia konsumsi adalah herbal untuk masuk angin ataupun herbal jintan hitam atau popular dengan nama habbatussauda. Informasi mengenai manfaat habbatussauda dari beberapa studilah yang membuat (HI) Dude tidak ragu mengkonsumsi obat tersebut.

M

asuknya obat herbal ke puskesmas menuai banyak tanggapan. Ada yang positif namun tak jarang yang menilainya secara miring. Yang beranggapan positif menilai bahwa inilah saatnya produk-produk obat asli Indonesia berjaya di negeri sendiri. Sementara pihak lainnya, mempertanyakan mengenai efikasi, keabsahan kandungan obat, indikasi ataupun efek sampingnya. Namun, Dr. Sonia Wibisono sepertinya cukup positif melihat fakta ini. Menurut dokter yang juga berprofesi sebagai presenter televisi ini, masuknya obat herbal ke puskesmas cukup bagus apalagi untuk membantu pasien mengatasi gejala penyakit. Hanya saja, ia menggarisbawahi agar obat-obat herbal yang masuk ke puskesmas tersebut adalah obat herbal yang sudah terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI.

“Obat-obataan herbal tersebut juga harus sudah melalui penelitian sehingga bisa diketahui secara baik dan benar mengenai manfaatnya, indikasinya maupun efek sampingnya,” ujar dokter kelahiran Jakarta, 11 Oktober 1977 ini. Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) 2001 ini selain hanya menggeluti profesinya sebagai dokter, ia juga terjun ke dunia hiburan. Pesohor yang telah membintangi beberapa produk kesehatan ini kerap tampil sebagai presenter talk show kesehatan di beberapa stasiun (HI) televisi.

Herbal Beserta Khasiat dan Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan Nama Tumbuhan

Khasiat

Penelitian

Pasak Bumi (Eurycoma longifolia)

Meningkatkan produksi testosterone, meningkatkan performa fisik dan mental, meningkatkan energi, daya tahan, dan stamina, mengencangkan kulit dan otot Memperkuat sistem kekebalan tubuh, pereda demam, pembersih darah, pereda disentri, pereda sariawan.

- Olwin Nainggolan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan dan Jenry Walles Simanjuntak Departemen Farmasi ITB - Ruqiah Ganda Putri Panjaitan dari Program Stidu Biologi IPB

Daun Salam (Syzygium polyanthum)

Menyembuhkan penyakit diare, kencing manis (diabetes), hipertensi, maag, kolesterol tinggi, diuretik, menurunkan kadar asam urat

- Retno Sudewi, dari Farmasi UGM; Beni Warman, Farmasi FMIPA Andalas; Putu Maryati, Fakultas Farmasi UGM; Anggadiredja, dari S2 Farmasi ITB; Sugarlini, S2 farmasi ITB; Sriningsih, BPPT

Daun Dewa (Gynura procumbens)

Antiinflamasi jangka pendek, antipiretik, membantu menurunkan kadar gula darah, membantu menghambat pertumbuhan sel kanker, memelihara kesehatan jantung, analgesik

- Marmuti, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Hasanudin - Nurul Hidayah, jurusan Farmasi FMIPA UI - Sukardiman, IGP Santa, dan N. Wied Aris R.K. Fakultas Farmasi Uair

Jahe (Zingiber officinale)

Untuk mengatasi berbagai masalah pencernaan seperti mual, kembung, dan kolik. Jahe juga meredakan - Tejasari dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember dan motion sickness dan morning sickness, merangsang sirkulasi peredaran darah, membantu menurunkan Fransiska Rungkat dari Teknologi Pangan dan GIzi IPB tubuh saat demam. Jahe memiliki efek yang menghangatkan dan melegakan saat batuk, demam, flu. - Shanti G dkk, dari UPM, Serdang, Selangor Dan masalah pernafasan lain.

Kelembak (Rheum officinale)

Memperlancar buang air besar, melancarkan menstruasi, membantu mengatasi sakit kuning, membantu mengatasi sakit ginjal, membantu menghentikan pendarahan, mencegah pertumbuhan bakteri.

Valerian (Valeriana officinalis)

Mengatasi stress, mengatasi ansietas dan insomnia, efektif untuk relaksasi, tekanan darah tinggi.

Patikan Kebo (Euphorbia hirta)

Mengobati radang tenggorokan, bronkitis, dan asma, membantu mengatasi disentri, radang perut, dan diare, mengobati radang kelenjar susu dan payudara bengkak, mengatasi eksim, penyakit kulit, dan gatal-gatal, mengobati luka bakar.

- Tarmudji dan M. Soleh dari Balai Penelitian Veteriner - Nining Santini, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Solo

Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus)

Membantu mengatasi infeksi kandung kemih, kencing manis, tekanan darah tinggi, rematik, menghancurkan batu ginjal, menurunkan kadar kolesterol, serta sebagai diuretik.

- Agus Tri Cahyono, Fakultas Farmasi UGM - Ninuk Kus Dasa Asiafri, Biologi FMIPA UNAIR - Muangmun W., Mahidol University Bangkok

Seledri (Apium graveolens)

Menurunkan tekanan darah tinggi, mengatasi vertigo disertai sakit kepala, mengurangi bengkak pada tungkai, meringankan masuk angin, mual, dan kolik, mengatasi diare, membantu menyembuhkan rematik, membentu menyembuhkan bronchitis dan batuk, meningkatkan nafsu makan, antiseptik saluran kemih, mengatasi penyakit mata, melancarkan air seni, menyembuhkan asam urat, peluruh batu ginjal

- Aaltje Dondokambey, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Hasanudin - Fimelda Winata, Fakultas Farmasi Widya Mandala

Jambu Biji (Psidium guajava)

Pengobatan demam berdarah, diare akut dan kronis, perut kembung pada bayi dan anak, menurunkan kadar kolesterol darah, sering buang air kecil, sariawan

- Natsir P Djunaid, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Hasanudin - Prima Yuniarti Fakultas Farmasi UGM - Nasirudin, Soegeng Soegijanto, Bagian Ilmu Kesehatan FK UNAIR - Iman Subagyo, Wahyu Dyatmiko, Abdul Karim dari UNAIR

Meniran (Phyllanthus niruri)

Sebagai diuretik, hepatoprotektor, menurunkan kadar gula darah, anti bakteri, anti diare.

- Uji klinis di beberapa RS seperti RSPAD Gatot Subroto, RSCM

Manggis (Garcinia mangostana)

Sebagai anti tumor dan kanker, antiaging, antioksidan, mengobati hipertensi, immunostimulan, anti obesitas, anti virus, antibiotic, anti jamur.

- Moongkardi P, Departemen Mikrobiologi, Fakultas Farmasi, Mahidol University, Thailand - Matsumoto K, Gifu Institute of Biotechnology, Jepang

Sirih (Piper betle)

Sebagai antiseptik, antioksidan, menyembuhkan luka kulit, memperbaiki sirkulasi darah, menyembuhkan sariawan dan gusi bengkak, mengatasi bau badan dan bau mulut, meringankan batuk, asma, radang saluran nafas, mengatasi mata gatal dan merah, anti bakteri, menurunkan kolesterol, trigliserida, dan asam lemak, menurunkan glukosa darah.

- Santakumari dalam Journal of Medicinal Food - Suganda AG, dalam Acta Pharm Indonesia - Aifin Departemen Farmasi ITB

Kunir Putih (Curcuma zedoaria)

Sebagai anti kanker, melancarkan menstruasi, mengatasi nyeri haid, anti diare, antioksidan, anti mikroba, imunostimulan, hepatoprotektor, anti inflamasi.

- American Institute Cancer Report; Latifah E, Departemen Farmasi ITB; Dewanti, Fakultas Farmasi UGM

Temu Hitam (Curcuma aeruginosa)

Menambah nafsu makan, mengatasi cacingan, melancarkan keluarnya darah kotor setelah melahirkan, penyakit kulit seperti kudis dan borok, mengatasi perut mulas, meringankan batuk dan sesak nafas.

- FXS Dirdjosudjono, dkk UGM - Endah Eny Riayati, Fakultas Farmasi UGM

Pegagan (Centella asiatica – Gotu Kola)

Untuk meningkatkan kecerdasan, mengatasi gangguan tukak lambung, mempercepat penyembuhan luka, analgesik dan antiinflamasi, dan hepatoprotektor.

- Sri Endah dari Fakultas Farmasi UGM - Herbert D. dkk dari Tuberculosis Research Center di India

Penelitian Dr. R.W. Burkitt yang telah dipublikasikan di LANCET. - Rekomendasi Commision E. Monograph valerian dapat digunakan untuk gangguan tidur akibat kegelisahan kronis. - 29 uji klinik menunjukkan hasil positif untuk indikasi kecemasan dan gangguan tidur.

8

PROFIL

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Prof. DR. Dr. Askandar Tjokroprawiro, SpPD, K-EMD, FINASIM, PhD

Disiplin

untuk

Efisiensi Waktu Terhadap pasien, guru besar bidang endokrinologi ini menerapkan prinsip SSPP – Sopan, Santun, Penuh Perhatian, plus B, yaitu berdoa, agar pasien sembuh. Tak cuma untuk dirinya, tetapi ia juga meminta istri, anak, pembantu, harus SSPP.

‘Rumus Endokrin Praktis’ Diet B juga terpampang dalam poster di ruang rapat Pusat Diabetes dan Nutrisi, tempat dimana kami berbincang di siang terik itu. Gaya hidup, merupakan hal penting yang ditekankan Prof. Askandar. Di poster yang berderet itu, juga terlihat berbagai singkatan atau jembatan keledai mengenai terapi gaya hidup yang harus disiasati penderita diabetes, seperti GULOH CISAR.

R

uang rapat berukuran kira-kira 15x15 meter itu dipenuhi poster yang dibingkai cantik di sekeliling temboknya. Bukan berisi foto, kebanyakan dari poster tersebut justru informasi medis soal diabetes, mulai dari diagnosa, hingga terapi. Di sana, kami menunggu orang nomor satu di Pusat Diabetes dan Nutrisi RSU Dr. Sutomo – FK Universitas Airlangga, yaitu Prof. DR. Dr. Askandar Tjokroprawiro, SpPD, K-EMD, FINASIM, PhD. Kami memang telah membuat janji untuk bertemunya, sesuai acara Pertemuan Ilmiah Tahunan di Malang November 2010 lalu. Saat kami tiba di RSU Sutomo, ternyata Prof. Askandar telah menunggu kami setengah jam dari waktu yang telah ditentukan. Menurut stafnya, Prof. Askandar memang dikenal sangat tepat waktu. Jika ia telah memiliki janji pada jam tertentu, maka ia akan siap sebelum waktu yang ditetapkan. Maka, ketika kami tiba terlambat beberapa puluh menit, Prof. Askandar tengah mempersiapkan agenda berikutnya. “Saya sangat time-oriented,” ujar pria kelahiran Kediri, 22 Juli 1939 itu. Ia menyadari hanya memiliki waktu 24 jam sehari, padahal begitu banyak yang ingin ia kerjakan, terkait bidang yang ia geluti puluhan tahun, yaitu endokrin. Pusat Diabetes dan Nutrisi RSU Dr. Sutomo merupakan salah satu bukti kerja kerasnya. Lembaga yang didirikan tahun 1983 ini, awalnya bernama Pusat Diabetes RSUD Dr. Sutomo – FK Unair. Dalam perjalanannya, Pusat Diebetes ini berganti nama menjadi Pusat Diabetes dan Nutrisi, pada tahun 1986. Penambahan kata ‘Nutrisi’ tersebut, karena Prof. Askandar paham betul, bahwa nutrisi menjadi faktor penting dalam

penatalaksanaan diabetes. Nutrisi juga menjadi salah satu topik yang ia angkat untuk disertasinya. Karya ilmiahnya yang berjudul The Dietetic Regiment for Patients with Diabetes Mellitus in Indonesia mengupas habis tentang diet diabetes. “Tahun 1978 saya merilis diet, karena diet orang Indonesia berbeda dengan orang barat. Diet B lahir dari disertasi saya yang merupakan diet yang cocok untuk orang Indonesia. Sedangkan diet orang barat kita namakan diet A. Diet B kini telah dikembangkan menjadi 21 macam diet,” ujar Prof. Askandar. Diet 21 macam yang disebut Prof. Askandar, adalah diet yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Diet B untuk pasien DM yang kurang tahan lapar, mempunyai hiperkolesterolemia, mempunyai penyulit makro dan mikro-angiopati, dan telah menderita DM lebih dari 15 tahun. Ada diet B1 (60% kalori lemak dan 20% kalori protein) untuk penderita DM dengan kebiasaan makan protein tinggi tetapi kadar lemak normal, kurus, masih muda, mengalami patah tulang, hamil atau menyusui, menderita penyakit hepatitis kronik, TB paru, gangren, dan dalam kondisi pasca bedah. Diet B2 diperuntukkan untuk penderita DM dengan nefropati stadium II, Diet B3 diperuntukkan untuk penderita DM dengan nefropati stadium III, Diet Be diperuntukkan untuk penderita DM stadium IV. Selain itu ada Diet B fasting, Diet B1 fasting, Diet M, Diet M fasting, Diet G, Diet KV, Diet GL, Diet H, Diet KV-T1, Diet KV-T2, Diet KV-T3, Diet KVL, Diet B1-T1, Diet B1-T2, Diet B1-T3, dan Diet B1-L dengan indikasinya masing-masing.

“GULOH CISAR isinya 10 petunjuk untuk hidup sehat. G itu gula, maka kita batasi gula. U adalah asam urat, kita juga batasi ini. Sedangkan L adalah lemak, yang kita batasi juga makanan yang banyak mengandung lemak. O adalah obesitas jadi No Obesity,” ujar President Indonesian-Society for Study of Obesity (ISSO) tahun 2003-2009 ini memberi contoh. Selanjutnya ia memaparkan arti huruf-huruf lain. H adalah hipertensi, pasien diminta untuk mengecek tekanan darahnya. C adalah cigarette, hindari merokok. I adalah inactivities, jadi pasien harus berolahraga, S adalah sleep, bahwa pasien harus tidur teratur dengan waktu cukup, A adalah alcohol yang harus dihindari, dan yang terakhir R adalah regular check up. “Saya memberikan ini kepada pasien satu-satu,” ujar Prof. Askandar. Prof. Askandar, memang terkenal unik dalam memberikan pemaparan makalahnya, dengan singkatan keledai yang ia buat. Kami akui, kuliah singkat yang sempat ia berikan kepada kami, sangat memudahkan untuk dimengerti, dicerna, bahkan diingat. Ia berusaha membuat apapun mengenai diabetes dipahami oleh semua kalangan, baik spesialis, dokter umum, pasien, hingga masyarakat. Hingga saat ini, Prof. Askandar telah membuat 150 lebih rumus-rumus endokrin praktis sebagai panduan pengelolaan kasus endokrin dalam praktek sehari-hari. Untuk kalangan umum, ia juga telah membuat buku yang berjudul “Obesitas di Indonesia dan Konsekuensinya”. Paper ilmiah yang dihasilkannya, tercatat lebih dari 870 buah, yang dipublikasikan dan diarsipkan secara teratur,

sebagian di antaranya (357 buah) adalah dalam bahasa inggris. “Saya menghasilkan 40 hingga 45 paper setiap tahun. Setiap paper saya ada kodenya, mulai dari nomor, topik, hingga tahun pembuatannya. Jika saya memerlukan sebuah paper, maka saya tinggal minta tolong pembantu saya untuk mengambilkan paper nomor sekian. Mudah. Padahal pembantu saya lulusan SD atau SMP,” ujar Prof. Askandar menggambarkan betapa detail ia membuat arsip makalah-makahnya. Satu hal lagi diakui Prof. Askandar: “Saya tidak mahir komputer.” Padahal, makalah-makalahnya dibuat dengan sangat cantik, berwarna, dan menggunakan keterampilan pembuatan dokumen komputer. Untuk ini, ternyata Prof. Askandar memiliki staf yang khusus mengetikkan makalahnya. Tapi, Prof. Askandarlah yang menjadi ‘arsitek’ untuk tiap makalahnya. Ia yang menentukan warna-warna untuk tiap point makalahnya, ilustrasi grafik, gambar, bagan, dan setiap detail makalahnya. Sang asisten, hanya mengetikkan persis seperti yang diminta Askandar. “Saya pernah belajar komputer, kursus di rumah. Setelah itu saya mencoba membuat sendiri (makalah) di komputer. Tapi ternyata, memerlukan waktu yang lama. Sangat tidak efisien. Jadi saya lebih baik meminta orang membuatkan,” katanya. Namun ia berpesan agar hal itu tidak ditiru darinya. “Kalau yang masih muda jangan begitu lah,” ujarnya tersenyum. Prof. Askandar memang memiliki seabrek kegiatan hingga ia harus efisien membagi waktunya. Stafnya bercerita, bahwa Prof. Askandar bekerja hingga larut malam, dan bangun sangat pagi. Dalam usianya yang menginjak kepala 7, staminanya tidak nampak menurun. Ia tampak bugar, enerjik dan kami merasakan semangatnya saat ia memaparkan berbagai hal mengenai diabetes. Untuk pusat diabetes dan nutrisi yang digawanginya, ia memiliki waktu khusus. “Kami punya block time yang tidak bisa diganggu gugat. Senin siang jam 10 untuk membicarakan masalah policy, dan Rabu ganjil jam 10 untuk pertemuan ilmiah. Itu teratur. Block Time. Jika yang lain ada keperluan, maka harus menyesuaikan. Saya sudah siap di sini pada hari-hari tersebut dengan laptop saya. Jika waktu kurang,

PROFIL

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

maka ditambah hari Jumat. Saya lakukan itu untuk memudahkan pengganti saya kelak menggunakan aturan tersebut. Kalau tidak, bisa luntur,” ujar Prof. Askandar.

Selalu Membagi Ilmu Kedisiplinan Prof. Askandar menurun dari ayahnya, Tjokroprawiro. Sang Bapak yang menjadi Kepala Sekolah SD, mendidiknya dengan kedisiplinan. “Bapak saya sangat tekun, bahkan kami sampai membuat kalender sendiri, dibuat garis. Beliau juga sangat teliti dan tulisannya bagus,” ujar Prof. Askandar. Nampaknya, ketekunan dan ketelitian Sang Ayah menurun padanya saat ia membuat berbagai makalahnya. Prof. Askandar lahir di Kediri sebagai anak ketiga dari tujuh bersaudara. Di Kediri pula, ia melewati pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas. Prof. Askandar tergolong siswa yang cerdas, prestasi belajarnya cukup mencolok. Ia selalu mendapat ranking pertama di sekolah. Usai menamatkan sekolah menengah di tahun 1957, ia melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Cita-cita Prof. Askandar, ternyata sejalan dengan keinginan sang ayah. “Sejak kecil saya ingin menjadi dokter, dan keinginan itu timbul karena dulu keluarga saya sering membutuhkan tenaga medis,” ujar Prof. Askandar mengenang. Menjalani masa pendidikan di FK Unair, Prof. Askandar juga membuktikan kecerdasannya. Namun Prof. Askandar tidak tinggi hati dengan semua prestasinya. Ia justru senang jika harus berbagi ilmu dengan rekan-rekannya. Bahkan, ia lebih memilih untuk berbagi ilmu dengan teman-temannya, ketimbang aktif dalam berbagai organisasi. Seusai mendapat gelar dokter di tahun 1964, ia melanjutkan ke spesialis penyakit dalam dan lulus tahun 1968. Selanjutnya, ia terbang ke Belanda se-

Prof. Askandar bersama istri di depan patung Nelson Mandela, Johanesburg, Afrika Selatan.

bagai pemegang fellowship bidang endokrinologi di Leiden University. Ia sempat pula menimba ilmu di Jepang, hingga akhirnya ia dikukuhkan sebagai guru besar dalam Bidang Ilmu Penyakit Dalam pada 1 April 1986. Tentang gelar professor yang ia dapat, ia berucap, “Saya tidak punya rencana menjadi guru besar. Sewaktu saya menjadi guru besar, saya menganjurkan agar didirikan pusat diabetes di daerah seluruh Indonesia. Dahulu masyarakat kita sehat. Lalu makanan siap saji masuk. Sekarang ini sudah ada metabolic syndrome, bahkan pada remaja. Saya ramalkan, diabetes bisa menjadi bom waktu kalau kita tidak serius menanganinya.” Prof. Askandar juga aktif di berbagai organisasi, baik dalam maupun luar negeri. Ia aktif sebagai anggota PAPDI bahkan menjadi Ketua PAPDI cabang Surabaya tahun 1980 hingga 1998. Ia juga tercatat pernah menjadi Ketua PB Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia) tahun 1995-1998. Di luar negeri, ia adalah salah satu pendiri Asian Pacific Society of Atherosclerosis and Vascular Disease (APSAVD), Life long member of IDF (International Diabetes

Federation), dan anggota American Diabetes Association (ADA). Atas berbagai hasil kerja kerasnya, Prof. Askandar mendapatkan beberapa penghargaan seperti Penghargaan Presiden sebagai pakar di bidang IPTEKDOK, penghargaan dari IDI, Penghargaan Presiden dengan mendapat anugerah Bintang Satya Lancana Karya Satya, dan mendapatkan Habibie Award tahun 2006 di bidang Kedokteran dan Bioteknologi. Tentang Habibie, Prof. Askandar memiliki kenangan tersendiri. ”Habibie orang baik, orang kaya. Dia mengeluarkan US$ 25 ribu buat saya saja. Belum lagi bersamaan dengan saya ada 10 peserta S3 yang didanai yayasan itu,” ujarnya. Ia juga menaruh penghargaan kepada Prof. Jose Roesma, rekan sejawatnya dari Jakarta yang menurutnya memiliki integritas tinggi. Ia juga memuji Prof. Sangkot Marzuki, yang berperan besar dalam kemajuan ilmu genomik di Indonesia.

Menyeberangi Suramadu Dengan semua kesibukannya, Prof. Askandar sebisa mungkin tidak memili-

9

ki banyak kegiatan di hari Minggu. Jika libur, ia kerap mengisinya dengan acara kuliner. ”Hobi saya makan, seperti makan nasi bebek Sinjay. Enak rasanya. Tempatnya di Madura, jadi saya menyeberang lewat jembatan Suramadu. Karena warungnya buka pukul 6.30, jadi saya berangkatnya sehabis subuh,” ujar Prof. Askandar sambil menyarankan bahwa kami harus mencoba nasi bebek itu suatu hari. Terkait dengan diabetes, nutrisi, dan hobinya makan, Prof. Askandar berucap, ”Meski hobi saya makan, tapi saya berprinsip BNI: Batasi, Nikmati, Imbangi. Saya juga berolahraga, lalu makan sayur.” Prof. Askandar melakukan olahraga sit up, 50 kali setiap malam. Askandar juga membatasi jumlah pasien yang ia layani. ”Senin, Rabu, dan Jumat pasien saya batasi 25 orang. Hari Kamis, bisa sampai 60 pasien, karena banyak yang datang dari luar pulau, ya saya layani,” ujarnya. Dengan demikian, ujarnya, ia masih memiliki waktu untuk keluarga. Terhadap pasien, Prof. Askandar memiliki prinsip SSPP – Sopan, Santun, Penuh Perhatian, plus B. ”Saya berdoa, agar pasien sembuh. Tak cuma saya, tapi juga saya minta istri, anak, pembantu, harus SSPP. Kasihan mereka kan sakit, kita lebih baik melayani daripada dilayani,” ujarnya. Prof. Askandar memiliki 3 anak yang semuanya telah sukses dengan impiannya masing-masing. Anak pertamanya, adalah Dr. Brahmana Askandar Tjokroprawiro, SpOG, sedangkan anak kedua adalah Sabrina Askandar Tjokroprawiro, lalu anak bungsunya adalah Berlino Askandar Tjokroprawiro. Anak kedua dan ketiga menekuni bidang notariat. Kepada anak-anak dan cucu-cucunya yang berjumlah 8 orang, Prof. Askandar selalu berpesan, ”Mulailah sejak kecil menanam kebaikan. Bahkan dengan saudaramu. Berbuat lah baik untuk hal yang tertulis di agama maupun tidak, karena lama-lama kebaikan (HI) itu akan tumbuh.”

10

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

INFO MEDIS

Prof. DR. Dr. Darmono, SpPD, K-EMD, FINASIM Sub Bagian Endokrin-Metabolik, Bagian Penyakit Dalam FK Undip, RSUP Dokter Kariadi

Pengaturan Pola Hidup Penderita Diabetes untuk Mencegah Komplikasi Kerusakan Organ-organ Tubuh

D

iabetes Melitus adalah kumpulan gejala klinik yang sangat kompleks dan hampir semua organ tubuh akan terkena dampaknya. Setiap penderita DM (diabetisi) harus selalu memperhatikan serta melaksanakan program-program pengobatan antara lain diet, kegiatan fisik, hipoglikemik oral, insulin, disertai oleh pemantauan status metabolik dan fisik yang terjadwal rutin. Prevalensi DM di berbagai negara cenderung meningkat dari tahun ke tahun, hal ini berkaitan dengan (a) meningkatnya jumlah populasi, (b) bertambah panjangnya life expectancy, (c) urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, (d) meningkatnya prevalensi obesitas, (e) berkurangnya kegiatan fisik. Dalam perjalanan hidup diabetisi, pada awalnya dimulai dengan suatu defek metabolisme yang disebut sebagai resistensi insulin, yang dapat diartikan sebagai kemunduran potensi insulin untuk meningkatkan pengambilan glukosa dan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan dampak kecenderungan meningkatnya kadar glukosa darah. Dalam situasi tersebut, kompensasi hiperinsulinemi yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal, memberikan dampak memacu proliferasi sel-sel endotel pembuluh darah, sehingga terjadi penyempitan. Keadaan awal ini belum menimbulkan gejala klinik, namun peningkatan kadar glukosa dan penyempitan pembuluh darah tersebut bila tidak diketahui, prosesnya akan berlanjut tanpa pencegahan, berkembang kronik progresif, dan akhirnya muncul gejala-gejala DM dengan berbagai komplikasi sampai dengan kerusakan organ-organ tubuh. Program pencegahan primer DM tipe-2 dari National Public Health Institute, Helsinki, Finlandia, yang utama adalah pengaturan pola hidup, berkaitan dengan berat badan, diit, dan kegiatan fisik. The National Cholesterol Education Program’s Adult Treatment Panel di Amerika Serikat menegaskan, bahwa setiap orang yang terdeteksi sebagai kasus sindroma metabolik (sindroma resistensi insulin), harus segera merubah pola hidupnya dengan intensif tanpa mengkonsumsi obat-obatan. Penurunan kelebihan berat badan terbukti dapat memperbaiki komponen-komponen sindroma metabolik yang lain, namun koreksi menyeluruh tetap dianjurkan. Penurunan kelebihan berat badan diusahakan dengan program olah raga optimal terjadwal rutin dan program pengaturan diet yang pada dasarnya adalah rendah karbohidrat dan sangat

rendah lemak. Olah raga dan diet tersebut harus dipantau serta dievaluasi, apakah: (a) berhasil menurunkan kelebihan berat badan dalam waktu pendek, (b) berhasil mempertahankan stabilitas berat badan dalam waktu panjang, (c) memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Perlu disadari bahwa hidup dengan DM dapat memberikan beban psikososial bagi penderita maupun anggota keluarganya. Respons emosional negatif terhadap diagnosis bahwa seseorang mengidap penyakit ini dapat berupa penolakan atau tidak mau mengakui kenyataan, cemas, marah, merasa berdosa, dan depresi. Respons emosional negatif tersebut dapat menghambat upaya pengobatan. Penderita DM dengan respons emosional negatif tersebut sangat membutuhkan penyuluhan yang efektif, bila perlu dilakukan psikoterapi, sehingga emosi dan sikap negatif tersebut dapat berubah menjadi rasa percaya diri, menerima keadaan dirinya, dan menyongsong masa depannya dengan optimis. Prinsip pengobatan DM yang efektif harus dipahami oleh diabetisi, keluarganya, dokter, dan paramedik terkait, yang pada dasarnya adalah pengaturan pola hidup dengan tujuan untuk mempertahankan kondisi fisik maupun metabolik. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui program-program penyuluhan dan pelatihan (a) diet, (b) kegiatan jasmani, (c) konsumsi obat-obat hipoglikemik oral maupun suntikan insulin. Standar komposisi makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%, jumlah kandungan kolesterol kurang dari 300 mg/hari, berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh, kandungan serat sekitar 25 gram/hari, kasuskasus DM dengan hipertensi sebaiknya membatasi konsumsi garam. Penentuan jumlah kalori yang dibutuhkan dihitung berdasakan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang ditentukan dengan rumus IMT = berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m)2.

Klasifikasi IMT sebagai berikut: IMT 23,0 adalah berat badan lebih atau gemuk, IMT >25 adalah obesitas. Jumlah kalori perhari yang dibutuhkan adalah: (a) kurus = berat badan (kg) dikalikan 40 – 60 kalori, (b) normal = berat badan (kg) dikalikan 30 kalori, (c) gemuk = berat badan (kg) dikalikan 20 kalori, (d) obesitas = berat badan (kg) dikalikan 10 – 15 kalori. Manfaat olah raga dapat diuraikan sebagai berikut: (a) menurunkan kadar glukosa darah selama olah raga sampai dengan 24 jam setelah olah raga, (b) menurunkan kadar insulin basal dan sesudah makan, (c) meningkatkan sensitifitas organ tubuh terhadap insulin, (d) menurunkan kadar HbA1c, (e) memperbaiki profil lipid, (f) menurunkan tekanan darah pada hipertensi ringan dan sedang, (g) mengintensifkan penggunaan sumber energi tubuh, (h) memperbaiki kondisi kardiovaskular, (i) meningkatkan kebugaran jasmani, (j) meningkatkan rasa nyaman dan kwalitas hidup. Peranan olah raga dalam hal ini berkaitan dengan (a) perbaikan respons reseptor terhadap insulin, (b) penurunan kelebihan berat badan, (c) perbaikan profil lipid. Oleh karena itu olah raga juga bermanfaat untuk memperlambat progresifitas komplikasi vaskular. Perlu diketahui bahwa di samping manfaat, olah raga dapat memberikan dampak negatif bila jenis, intensitas, dan lama olah raga, tidak sesuai dengan kondisi fisik dan metabolik, antara lain (a) memberatnya hiperglikemi, (b) terjadinya hipoglikemi, (c) memberatnya gejala komplikasi-komplikasi yang sudah ada. Petunjuk praktis olah raga bagi diabetisi antara lain (a) latihan aerobik 30 menit perhari cukup memadai. (b) meng-

INFO MEDIS

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

hitung sendiri kapasitas aerobik maksimal = 1/2 (denyut jantung maksimal – denyut jantung istirahat) + denyut jantung intirahat, cukup aman olah raga pada intensitas 30-60 persen dari kapasitas aerobik maksimal, misalnya jalan kaki atau senam, (c) menghindari olah raga dengan risiko trauma fisik, (d) penderita dengan kadar glukosa darah puasa >300 mg/dl sebaiknya menunda olah raga. Kebersihan tubuh diabetisi harus selalu terjaga dengan baik. Infeksi mikro organisme baik bakteri, virus, maupun jamur yang nampaknya tidak bermasalah, ternyata lebih mudah menyebar luas dalam jaringan-jaringan tubuh, dibandingkan dengan orang normal. Kasus-kasus DM perlu waspada terhadap ancaman ketoasidosis dengan adanya infeksi akut yang disertai panas tinggi. Bagian-bagian tubuh yang mudah mengalami infeksi adalah kaki, mulut, gigi, telinga, hidung, tenggorokan, konjungtivis, sklera, lipatanlipatan kulit, urogenital. Perlu juga waspada terhadap trauma atau luka fisik, oleh karena juga mudah terjadi komplikasi infeksi. Trauma dapat berupa fisik, kimia, dan termis, yang biasanya berkaitan dengan jenis pekerjaan, adapun pengobatan harus secepat mungkin diberikan sebelum terjadi infeksi. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali diabetisi mengalami stress baik fisik maupun psikis, dan perlu memahami bahwa stress merupakan pemicu kenaikan kadar glukosa darah, oleh karena itu mereka harus selalu berupaya meredamnya. Agar dampak negatif dari stress tersebut dapat dipahami oleh penderita, perlu dijelaskan oleh dokter atau penyuluh mengenai patofisiologi, khususnya peningkatan sekresi katekolamin dalam kondisi stress, hubungannya dengan terpacunya glikogenolisis dan hiperglikemi. Cukup banyak hipoglikemik oral yang beredar di Indonesia, sehingga penentuan jenis tablet oleh dokter

juga cukup bervariasi, bahkan tidak sedikit diabetisi yang juga mengetahui berbagai jenis tablet tersebut. Oleh karena itu harus dijelaskan bahwa setiap obat memiliki persyaratan untuk dikonsumsi, agar tercapai hasil terapi maksimal dengan efek samping minimal. Persyaratan tersebut meliputi indikasi, kontra indikasi, efek samping, dosis, berapa kali dikonsumsi dalam sehari, waktu menelan obat dihubungkan dengan waktu makan. Perkembangan teknologi farmasi menghasilkan produk-produk tablet slow release sehingga lebih praktis dikonsumsi oleh karena cukup sekali ditelan dalam satu hari, namun perlu diinformasikan bahwa tablet slow release tidak boleh dibelah apalagi digerus oleh karena akan merubah sifat slow release menjadi cepat diserap usus dan cepat bekerja dengan akibat terjadinya hipoglikemi. Dalam pengalaman praktek masih banyak hambatan terhadap program suntikan insulin oleh karena di-

11

tolak oleh diabetisi. Penolakan tersebut disebabkan oleh salah pengertian, antara lain ketergantungan insulin seumur hidup, efek samping insulin yang ternyata mereka tidak tahu apakah itu. Adapun yang paling membuat panik serta putus asa adalah salah pengertian, bahwa setiap kasus yang mendapat suntikan insulin adalah mereka yang sudah parah dan harapan hidup sudah sangat terbatas. Para dokter diharapkan mampu memberikan penyuluhan kesehatan yang tegas dan informatif, untuk mengubah pandangan negatif yang keliru mengenai insulin, sehingga diabetisi maupun keluarganya mendapatkan pengertian mengenai indikasi, manfaat, cara penyuntikan yang benar, sehingga tidak lagi menolak suntikan insulin, tidak bersikap pesimis, dan tidak mengalami depresi. Dengan kegiatan penyuluhan ilmiah populer dapat dijelaskan, bahwa insulin bermanfaat dalam keadaan (a) dosis hipoglikemik oral sudah maksimal namun kadar glukosa darah belum terkendali, (b) badan penderita makin mengurus, (c) adanya komplikasi akut, (d) sebagai terapi kombinasi dengan hipoglikemik oral untuk menhindari efek samping obat oral dosis tinggi, (e) persiapan operasi agar cepat dapat dilaksanakan, (f) setiap penderita diabetes tipe-1, (g) penderita diabetes tipe-2 yang sudah tidak dapat lagi diobati dengan tablet oleh karena sel beta pankreas sudah mengalami kelelahan dan tidak mampu lagi dipacu oleh tablet hipoglikemik. Bila penderita telah memahami manfaat insulin, perlu diberikan pelatihan praktis oleh dokter atau paramedik kepada penderita dan/atau keluarganya mengenai (a) sterilitas, (b) dosis suntikan, (c) cara penyuntikan, (d) lokasi area penyuntikan, jadwal penyuntikan dikaitkan dengan jadwal makan. (Naskah lengkap dan sumber pustaka ada pada penulis)

JADWAL KEGIATAN PB PAPDI dan SEMINAT DALAM LINGKUP PENYAKIT DALAM TAHUN 2011 No Tanggal

Nama Kegiatan

Tempat

Sekretariat / Pendaftaran

No Tanggal

Nama Kegiatan

Tempat

1. 29-30 Januari Nutrisi Klinik

Makassar

PB PAPDI /PAPDI Cab Makassar/Kalbe Farma

17. 21 Mei

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel Shangrila, PB PAPDI /PAPDI Cab Surabaya SURABAYA /Darya Varia

2. 12 Maret

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel Aston, Medan

PB PAPDI /PAPDI Cab SUMUT/Darya Varia

18. 21-23 Mei

Jakarta Nephrology Hypertensi Care (JNHC)

Jakarta

Sekt. PERNEFRI/Div. Ginjal Hipertensi

3. 12 Maret

Roadshow "Comprehensive Ambon Management of Lipid Disorders & Hypertension in Daily Practice"

PB PAPDI /PAPDI Cab Maluku /Dexa Medica

19. 26 Mei

Workshop Endoscopy Indonesian Digestive Diseases Week (IDDW)

RKPD

Sekt. PEGI IPD/Div. Gastroenterologi

4. 19 Maret

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel Melia, Jakarta

PB PAPDI /PAPDI Cab JAYA /Darya Varia

20. 27 - 28 Mei

Simposium Endoscopy IDDW

Hotel Borobudur, Sekt. PEGI IPD/Div. Jakarta Gastroenterologi

5. 19-20 Maret

Nutrisi Klinik

Purwokerto

PB PAPDI /PAPDI Cab Purwokerto/Kalbe Farma

21. 28 - 29 Mei

Temu Ilmiah Geriatri IX

Hotel Grand Sahid Divisi Geriatri Jaya, Jakarta

Sekretariat / Pendaftaran

6.

25-27 Maret 20th ASMIHA

Htl. Ritz Carlton, Sekretariat ASMIHA Jakarta /PERKI

22. 4 Juni

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel Novotel, Palembang

PB PAPDI /PAPDI Cab. SUMSEL/Darya Varia

7.

1-2 April

JAMHEMOF II/2011

Hotel JW Marriott, Div. Hematologi - Onkologi Jakarta Medik RSCM

23. 08 - 11Juni

KONKER XII - BATAM

Planet Holiday Hotel, BATAM

PAPDI Cabang KEPRI

8.

2 April

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel JW Marriott, PB PAPDI /PAPDI Cab Medan SUMUT/Darya Varia

24. Juni 2011

Jakarta

Divisi Alergi Imunologi Klinik

9.

09 April

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel Hyatt, Bandung

Simposium Jakarta Allergy and Clinical Immunologi Network (JACIN)

25. 18 Juni

Medical Skill Upgrade

10. 15-17 April

Jakarta Antimicrobial Update (JADE)

Hotel Shangrila, Divisi Tropik Infeksi Jakarta

Hotel Borobudur, PB PAPDI/PAPDI Cab JAYA Jakarta /Darya Varia

26. 25 Juni

11. 16 April

Roadshow "Comprehensive Yogyakarta Management of Lipid Disorders & Hypertension in Daily Practice"

PB PAPDI /PAPDI Cab Yogyakarta /Dexa Medica

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel Clarion, Makassar

PB PAPDI /PAPDI Cab MAKASSAR/Darya Varia

27. Juli

Chest and Critical Internal Medicine

Jakarta

Divisi Pulmonologi

12. 16 April

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel Gumaya, JATENG

PB PAPDI/PAPDI Cab. Semarang/Darya Varia

28. 8 - 10 Juli

Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular ke X

Hotel Borobudur, Divisi Jakarta Kardiologi

13. April

Simposium Jakarta Endocrinology Meeting (JEM)

Jakarta

Divisi Metabolik Endokrinologi

29. 8 - 10 Juli

KONAS PETRI XVII dan PKWI XIV

Semarang

14. 28 April – 1 Mei

Simposia On Current Treatment in Hepatobiliary Diseases and Workshop on Interventional Hepatology

Hotel Novotel, Jakarta

Divisi Hepatologi, Dep. Ilmu Penyakit Dalam - RSCM

30. 16 Juli

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel JW Marriott, PB PAPDI /PAPDI Cab Medan SUMUT/Darya Varia

31. 21 - 24 Juli

15. 5 - 8 Mei

Temu Ilmiah Reumatologi (TIR)

Htl Borobudur, Jkt Divisi Reumatologi

Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2011

Hotel Grand Sahid PKB IPD / CME Jaya, Jakarta

16. 14 - 15 Mei

Nutrisi Klinik

Aceh

32. 23 Juli

Medical Skill Upgrade (MEDSKUP)

Hotel Gumaya, JATENG

PB PAPDI /PAPDI Cab JABAR/Darya Varia

PB PAPDI /PAPDI Cab Aceh/Kalbe Farma

PETRI dan PKWI Cab. Semarang

PB PAPDI /PAPDI Cab Semarang /Darya Varia

12

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

INFO MEDIS

DR. Dr. Suhendro, SpPD, K-PTI, FINASIM Divisi Infeksi Tropik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI-RSCM

Tatalaksana

Dengue Hemorrhagic Fever

D

engue Hemorrhagic Fever atau Demam Berdarah Dengue (DHF/DBD) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data dari WHO, jumlah kasus yang dilaporkan di Indonesia mulai meningkat pada tahun 2004 dan mencapai plateau antara 2007 sampai 2009. Data Departemen Kesehatan menunjukan dari kasus yang dilaporkan selama tahun 2009, tercatat lima provinsi yang menunjukkan kasus terbanyak adalah Jawa Barat (29.334 kasus 244 meninggal), DKI Jakarta (26.326 kasus 33 meninggal), diikuti Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebuah penelitian di Cimanggis, Depok menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2005-2008, proporsi kasus infeksi Dengue terbanyak ditempati kelompok usia 15 tahun dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis. Penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang bervariasi. Pada tahun 2009, WHO mengusulkan klasifikasi dengue berdasarkan derajat keparahan penyakit dimana infeksi dengue dibagi menjadi dua yakni infeksi dengue dengan atau tanpa tanda bahaya dan infeksi dengue berat. Setelah masa inkubasi berakhir,perjalanan penyakit dengue berlangsung cepat dan dapat dibagi menjadi 3 fase, yakni fase demam, kritis, dan pemulihan. Karakteristik dari setiap fase dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Bagaimana dengan pemeriksaan darah rutin? Dari grafik di atas, menunjukan bahwa pada hari 1-2 demam umumnya belum ada perubahan parameter pada pemeriksaan darah rutin. Namun demikian, kita dapat meminta dilakukan pemeriksaan darah (darah perifer lengkap) sebagai data dasar. Selanjutnya selama pasien rawat jalan dapat dilakukan pemeriksaan serial per 24 jam. Yang perlu diwaspadai adalah perubahan paramenter khususnya hematokrit, trombosit dan leukosit. Jika terdapat peningkatan nilai Hematokrit atau penurunan nilai Trombosit atau Leukosit kita dapat melakukan pemeriksaan serial per 12 jam. Peningkatan Hematorit > 20% atau trombosit dibawah 100.000 merupakan indikasi untuk pasien dirawat inap. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis DD/DBD antara lain pemeriksaan NS-1, IgM, dan IgG anti-Dengue. Penting untuk diketahui apa apakah pasien menderita infeksi primer atau sekunder. Pada infeksi primer, NS-1 dapat terdeteksi sejak hari pertama sampai hari ke-9 demam. Sedangkan IgM baru terdeteksi kurang lebih mulai hari ke-5 dan disusul IgG sekitar hari ke-9. Berbeda dengan infeksi primer, pada infeksi sekunder kadar NS-1 akan turun dengan cepat sampai tahap tidak terditeksi begitu kadar IgG meningkat yaitu sekitar hari 1-2 demam. Dapat disimpulkan pemeriksaan NS-1 bermanfaat untuk membantu diagnosis dini DD/DBD (hari 1-2 demam) namun hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis DD/DBD terutama pada infeksi sekunder dimana titer IgG sudah meningkat pada awal demam. Pada perawatan di rumah sakit, pemeriksaan darah serial dilakukan

minimal per 24 jam sampai pasien melewati fase kritis. Jika ditemukan tanda-tanda kebocoran plasma tersebut maka dilakukan pengawasan yang lebih intensif (per 12/8 jam). Pada hari ke-6 demam disarankan untuk dilakukan pemeriksaan darah per 12 jam karena biasanya pada akhir fase kritis diperlukan pengawasan yang lebih intensif Berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi penyerta lain, WHO mengelompokan tatalaksana pasien menjadi 3 kelompok yakni A,B, dan C. Kelompok pertama, A, merupakan kelompok pasien yang dapat menjalani rawat jalan. Pasien yang masuk kelompok ini adalah pasien yang bisa mendapatkan intake cairan per oral yang adekuat, BAK sekurang-kurangnya setiap 6 jam, dan tidak menunjukan tanda bahaya/warning signs. Kelompok B adalah kelompok pasien sebaiknya dirujuk untuk rawat inap di rumah sakit yakni pasien dengan tanda bahaya, mendekati fase kritis, dan memiliki kondisi yang perlu mendapatkan perhatian khusus seperti kehamilan, usia tuam obesitas, DM, dan gagal ginjal. Sedangkan kelompok C merupakan kelompok pasien yang perlu mendapatkan tatalaksana darurat yakni pasien dengan infeksi dengue berat/severe dengue. Dalam menatalaksana pasien dengue, juga perlu diperhatikan sedang dalam fase apakah pasien tersebut. Setiap fase memiliki masalah klinis yang berbahaya untuk pasien. Pada fase demam, sering terjadi dehidrasi. Sedangkan pada fase kritis dapat terjadi renjatan akibat kebocoran plasma dan perdarahan masih. Pada fase pemulihan juga dapat terjadi masalah klinis berupa hipervolemia jika pasien diberikan terapi cairan yang berlebihan. Penyebab kelebihan cairan pada infeksi Dengue antara lain akibat pemberian cairan yang berlebih selama 24-48 jam setelah turunnya demam, yaitu saat kebocoran plasma dianggap sudah berhenti. Pada fase ini terjadi reabsorpsi plasma yang sebelumnya mengalami ekstravasasi dari ruang interstisial sehingga pemberian cairan intravena yang berlebihan akan memperberat timbulnya kelebihan cairan. Kelebihan cairan akan masuk ke dalam ruang pleura dan abdomen dan dapat mengakibatkan efusi pleura, edema paru, asites serta gagal nafas yang akan meningkatkan lama perawatan dan mortalitas.Pada pasien dengan gagal jantung, gagal ginjal, atau sirosis hati terapi cairan perlu dilakukan lebih cermat karena pada pasien dengan penyakit tersebut tidak dapat mentolerasi kelebihan cairan dengan baik. Kondisi-kondisi tersebut bukan merupakan kontraindikasi pemberian cairan pada pasien DBD. Namun perlu pemantauan lebih ketat untuk mencegah kelebihan cairan yang dapat berakibat fatal bagi pasien dengan gangguan fungsi jantung, ginjal, dan hati. (Naskah lengkap dan sumber pustaka ada pada penulis)

KABAR CABANG

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

13

Dr. I Gede Arinton, SpPD, K-GEH, FINASIM, Ketua PAPDI Cabang Purwokerto

Targetkan Delapan Konsultan di Tahun 2014

A

ktivitas PAPDI kian hari kian dinamis. Geliatnya bukan hanya terasa di pusat, tapi juga di cabang-cabang seluruh Indonesia. Berbagai kegiatan ilmiah dan internal organisasi baik di pusat maupun cabang terus bergulir. PAPDI cabang Purwokerto misalnya. Cabang Karesidenan Banyumas ini telah mengagendakan beberapa seminar yang ditujukan untuk para dokter, terutama internis, diantaranya simposium yang bertema Comprehensive Management of Lipid Disorders and Hypertension in Daily Practice. Simposium ini diselenggarakan di Hotel

Simposium yang bertema Comprehensive Management of Lipid Disorders and Hypertension in Daily Practice, di Hotel Dynasti, Purwokerto.

Dynasti, Purwokerto, 13 November 2010 lalu, dengan mengundang para pembicara seperti Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP, Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI Dr. Sally A. Nasution SpPD, KKV, FINASIM, DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, Dr. Maruhum Bonar Hasiholan Marbun, SpPD, K-GH, dan Dr. Bowo, SpPD, K-EMD, FINASIM. Menurut Ketua cabang Purwokerto Dr. I Gede Arinton, SpPD, K-GEH, FINASIM, kegiatan ilmiah ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para internis dan dokter umum Foto bersama para pembicara Simposium Comprehensive Management of Lipid setempat. Acara itu dihadiri sekitar 100 peserta Disorders and Hypertension in Daily Practice para internis memiliki kecakapan dalam bidangnya, dari dokter umum dan anggota PAPDI cabang Dr. Arinton mengaku memasang target delapan konKaresidenan Banyumas yang terdiri dari empat sultan pada tahun 2014. Untuk itu, dalam waktu dewilayah kabupaten yakni Banyumas, Cilacap, kat enam orang dokter spesialis penyakit dalam akan Banjarnegara, dan Purbalingga. “Kami ingin para dokdiikutkan pendidikan konsultan. Ia pun berharap deter ini dapat meningkatkan kemampuannya,” ujar Dr. ngan didirikan Fakultas Kedokteran di Universitas JenArinton. deral Soedirman, Purwokerto, sejak 2001, program Lebih lanjut, Dr. Arinton mengatakan kegiatan ilpendidikan dokter spesialis (PPDS) bisa ditingkatkan miah juga akan mengangkat tema-tema lain yang up to date. Tema tentang nutrisi klinik, misalnya, yang melalui edukasi-edukasi yang memadai. (HI) akan diselenggarakan Maret mendatang. Di samping

Rapat Kerja PAPDI Cabang Banten

P

APDI cabang Banten menyelenggarakan Rapat Kerja (RAKER) Tahun 2011, pada 4 – 6 Februari 2011 lalu di Hard Rock Hotel Bali. Sidang organisasi dipimpin oleh Ketua PAPDI cabang Banten Dr. Muthalib Abdullah, SpPD, FINASIM dan diikuti oleh 15 pengurus PAPDI cabang. Raker ini membahas persoalan-persoalan internal dan eksternal organisasi serta program kerja selama tahun 2011. Di sela-sela raker, panitia menyuguhkan sesi ilmiah yang meng-

Foto bersama peserta Raker PAPDI Cabang Banten.

angkat tema Starting and Further Intensification with Analogue Insulin In Type 2 dengan menghadirkan pembicara Prof. DR. Dr. Ketut Suastika, SpPD, K-EMD, FINASIM. Seperti diketahui, PAPDI cabang Banten merupakan salah satu cabang yang aktif dan solid. Di tahun 2010 lalu, PAPDI cabang Banten telah menyelenggarakan beberapa kegiatan ilmiah, diantaranya simpo-

Simposium ilmiah di bidang Endokrinologi, Kardiologi dan Hematologi, di Lido Lakes Resort & Conference, 20-12 November 2010 lalu dengan pembicara Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, K-EMD, FACE, FINASIM, Dr. Dono Antono, SpPD, K-KV, FINASIM serta DR. Dr. Noorwati Sutandyo, SpPD, K-HOM yang dihadiri sekitar 30 anggota PAPDI Banten.

PENGUMUMAN Halo Internis edisi mendatang membuka rubrik baru, yaitu : O

O

Pojok Tanya Jawab. Rubrik ini ditujukan bagi sejawat yang ingin berkonsultasi tentang kasus-kasus yang ditemui di tempat praktik sejawat Surat Pembaca. Kami menerima masukan berupa kritik, saran serta tanggapan lain seputar tabloid ini. Disamping itu, kami juga menerima opini seputar hal-hal yang berkaitan dengan kedokteran.

Kirimkan per tanyaan, kritik, saran, tanggapan, atau opini Anda ke: Kantor PB PAPDI Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818; Fax. (021) 2300688, 2300755 Website: www.pbpapdi.org E-mail: [email protected]

sium di bidang endokrinologi, kardiologi, hematologi, alergi imunologi dan tropik infeksi. Sedangkan pada tahun ini PAPDI cabang Banten berencana akan mengadakan simposium awam dan simposium medis masing-masing dua kali setahun. Rencana yang akan terlaksana dalam waktu dekat adalah simposium tentang Lipid and CV Disease: The Deadly Link yang akan diselenggarakan pada 2 April 2011 bertempat di Hotel Aston, Serpong, Tangerang dengan pembicara DR. Dr. Parlindungan Siregar, SpPD, FINASIM, Dr. Marulam M Panggabean, SpPD, K-KV dan Dr. Ika Prasetya, SpPD, K-KV. FINASIM.

Acara MEDSKUP dibidang alergi imunologi dan tropik infeksi di Hotel Aston, Serpong, Tangerang, pada 27 November 2010 lalu dengan pembicara Prof. DR. Dr. Karnen Bratawidjaja, SpPD, K-AI, FINASIM, DR. Dr. Iris Renggganis, SpPD, K-AI, FINASIM, Dr. Leonard Nainggolan, SpPD, K-PTI dan Dr. Widayat Djoko, SpPD, K-PTI yang dihadiri sekitar 150 peserta.

14

KABAR PAPDI

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Kantor Baru PB PAPDI R

uangan bernuansa ungu yang tampil apik itu sungguh terasa nyaman dan lapang. Terletak di lantai satu sebuah gedung perkantoran tak jauh dari RSCM, di sinilah seluruh kegiatan PAPDI kini berpusat. Ya, inilah kantor PB PAPDI. Rumah yang menawarkan semangat baru untuk seluruh anggota PAPDI di seluruh Indonesia. “Sudah lama saya mengharapkan PB PAPDI memiliki kantor sendiri. Hal ini agar semua pengurus dan anggota dapat melaksanakan kegiatan dengan lebih nyaman dan tertib, yang dapat mengakomodir seluruh kegiatan PB PAPDI yang semakin hari semakin bertambah,” ujar Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM.

“Diharapkan kantor baru ini dapat menjadi tempat untuk saling bersilaturahim sesama pengurus, pengurus dengan para anggota, terutama apabila ada anggota yang berkunjung dari daerah (cabang PAPDI). Sehingga dapat mempererat tali persaudaraan di antara semua anggota PAPDI di Indonesia,” tambah Wakil Sekretaris Jendral PB PAPDI ini menyampaikan harapannya. Selamat datang di rumah baru PAPDI, kami menunggu para sejawat di sini.

Kantor Baru PB PAPDI Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818, Fax. (021) 2300588, 2300755

www.pbpapdi.org www.cmepapdi.com

Foto bersama di front office kantor baru PB PAPDI.

Sambutan oleh DR. Dr. Aru W Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP pada acara tasyakuran kantor baru PB PAPDI.

Pemotongan kue oleh DR. Dr. Aru W Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP pada acara tasyakuran kantor baru PB PAPDI.

PAPDI Merchandise PAPDI Store menyediakan pernak-pernik dengan berlogokan PAPDI. Merchandise ini untuk mensosialisasikan logo PAPDI sebagai suatu merek yang telah dipatenkan, di kalangan sejawat, terutama internis. Dengan begitu semoga PAPDI lebih dekat lagi di hati anggotanya.

Untuk pemesanan

Hubungi (021) 2300818

KABAR PAPDI

T

etes air mata negeri bahkan belum kering olah duka air bah Wasior. Begitu pula oleh amukan ombak yang mencipta Tsunami di sebuah pulau kecil bernama Mentawai. Lagi-lagi, duka menghampiri bumi pertiwi. Gunung Merapi yang telah tegak ribuan tahun dengan sekian mitologi yang menyeliputinya seketika memuntahkan laharnya kembali pada 26 Oktober 2010. Awan panas atau wedus gembel menerjang rumah-rumah dan hanya menyisakan puing-puing, memusnahkan warga, mematikan pepohonan, menghitamkan tanah dan bebatuan sehingga yang tersisa hanya satu: duka pedih nan pilu. Tangisan kepedihan dari warga yang tinggal disekitarnya nyaris tak dapat terelakkan. Ribuan orang mengungsi. Ribuan rumah ditinggalkan. Ribuan ternak dan ladang dibiarkan terbengkalai demi satu hal: Menyelamatkan diri. Tak sekadar masalah tempat tinggal untuk mengungsi yang mereka hadapi. Tak juga sebatas kendala pasokan makanan sehari-hari karena mereka tidak lagi dapat bekerja. Tapi permasalahan kesehatan yang juga menghantui. Penyakit pernapasan ataupun iritasi mata akibat debu vulkanik ataupun beragam penyakit lainnya membayangi para pengungsi. Sebagai bagian layanan medis tanah air, PAPDI-Medical Relief , tidak tinggal diam. Organisasi sosial kemanusiaan untuk tanggap bencana yang digawangi oleh PB PAPDI ini ikut peduli dengan menerjunkan beberapa timnya ke lokasi bencana. Beberapa upaya dirancang untuk menangani permasalahan kesehatan terkait. Tak hanya menjaga stok khusus obat-obatan seperti obat tetes mata, obat batuk, alergi dan antibiotik, kebutuhan harian pengungsi juga ikut mendapat perhatian. Mulai kenyamanan tempat mengungsi hingga menjaga ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK) yang memadai. Kebutuhan psikologis pengungsi agar tetap nyaman juga tak lepas dari perhatian. Beragam buku bacaan, mainan serta kelompok-kelompok bermain dibentuk untuk mengatasi trauma pada anak-anak. Pasien usia lanjut diberi alat sulam untuk mengisi kegiatan. Mereka juga diikutkan aktifitas pengajian agar tetap selalu berpikir. “Semua tindakan ini tak lain adalah untuk mencegah agar para pengungsi jangan sampai jatuh sakit dan tetap berada dalam keadaan sehat,” papar DR. Dr. (HI) Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, FINASIM, MMB humas PAPDI-Medical Relief.

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

15

16

KABAR PAPDI

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Rakernas PB PAPDI dan seluruh cabang:

jadi silang pendapat soal standar alur P2KB. “PAPDI memilih alur resertifikasi yang lama,” ujar DR. Siti Setiati menegaskan. Pada acara itu, PB PAPDI juga memaparkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan tiap-tiap bidang. Kemudian, sebagai suatu organisasi profesi yang memiliki cabang diseluruh Indonesia persoalan pajak pun tak bisa dielakkan. Untuk menyamakan persepsi, PB PAPDI menggandeng konsultan pajak. Dan yang terpenting untuk melindungi anggota dari tuntutan medikolegal PB PAPDI bekerjasama dengan asuransi Bumida. “PB PAPDI cukup baik, cabang-cabang terakomodir. Cabang da-

Merajut Kebhinnekaan, Untuk Satu Tujuan

R

uang Simple Unique lantai lima Hotel Harris, Jakarta masih riuh hingga tengah malam, dini hari. Beberapa internis utusan dari 34 cabang PAPDI seluruh Indonesia beserta pengurus besar PAPDI urun rembug di sana, menggelar rapat kerja nasional PAPDI (Rakernas PAPDI) 2011 pada 19-20 Februari 2011 lalu. Rapat kian menghangat meski malam telah larut. “Disini bebas berekspresi, kita saling menghormati kebhinnekaan. Tapi keluar tetap satu kata,” ujar Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP dengan nada tegas.

rangnya dokter spesialis di daerah menjadi perhatian serius, disamping masalah internal organisasi lainnya. Untuk memperoleh informasi shohih, rakernas tersebut menghadirkan narasumber dari instansi terkait diantaranya dari Direktur jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Dr. Supriyantoro, SpP, MARS, anggota Komisi IX DPR Dr. Surya Chandra Surapaty, MPH, PhD, dan Staf Khusus Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Bidang Kedokteran dan Kesehatan Arsitawati P. Raharjo. Dalam kesempatan itu Dr. Supriyantoro mempresentasikan tema “Percepatan Kebutuhan dokter Spesialis di

Prosesi pembukaan Rakernas PB PAPDI dan Cabang PAPDI.

Foto bersama peserta Rakernas PB PAPDI dan Cabang PAPDI.

Rakernas ini kali kedua diselenggarakan PB PAPDI d bawah Ketua Umum DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM, FACP. Beberapa isu-isu strategis dunia kedokteran Indonesia terutama soal pendidikan spesialis dan ku-

RSU Daerah”. Dalam paparannya, ia mengatakan, kebutuhan dokter spesialis terutama di daerah masih besar. Kurangnya minat dokter spesialis untuk bekerja di daerah, menurutnya, dikarenakan sarana kesehatan kurang

DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP membuka Rakernas.

“Di sini bebas berekspresi, kita saling menghormati kebhinnekaan. Tapi keluar tetap satu kata.”

mendukung untuk melakukan praktik bagi dokter spesialis dan insentif yang kurang menarik dari pemerintah. “Karena terbatasnya anggaran Kemenkes,” ujar Dr. Supriyantoro. Rencana ke depan, “Kemenkes akan memberi bantuan biaya pendidikan spesialis bagi dokter dan mau ditempatkan di daerah, penugasan dokter peserta PPDS ke daerah bagi yang telah mencapai jenjang-1, dan penugasan khusus residen senior ke daerah.” Sementara Dr. Surya Chandra Surapaty, MPH, PhD dan Arsitawati mengulas soal pendidikan. Dr. Surya Chandra mengatakan saat ini Dewan sedang menggodok draft undang-undang pendidikan kedokteran. Sedangkan Arsitawati mengatakan saat ini Dikti sedang membuat kurikulum pedidikan dokter SpI dan SpII yang akan diakreditasi Mei 2012. “PAPDI akan membentuk pokja untuk mengawal regulasi tersebut,” ujar DR. Aru. Selain persoalan eksternal, masalah intern tak kalah menarik. Diantaranya tentang Pengembangan Pendidikan kedokteran Berkelanjutan (P2KB) yang dipresentasikan oleh DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, Dr. Imam Subekti, SpPD, K-EMD, FINASIM, dan Dr. Aida Lydia, SpPD, K-GH, FINASIM. Antar cabang satu dengan yang lain ter-

Refleksi Professor Guido Tytgat tentang Dunia Medis Indonesia

Sentralisasi

Keahlian Medis

P

rofessor Guido Tytgat sudah tidak asing lagi di lingkungan FKUI terutama di bagian gastrohepatologi. FKUI dan Tytgyat telah menjalin sejarah selama beberapa tahun ini, terutama karena Tytgat menjadi promoter beberapa staf pengajar FKUI yang tengah melakukan studi di University of Amsterdam, Belanda di antaranya adalah Dr. Marcellus Simadibrata, SpPDKGEH, PhD, FACG, FINASIM. Tytgat pun kerap datang ke FKUI untuk berbicara tentang gastrohepatologi, baik dalam forum seminar yang cukup besar maupun sesi-sesi kecil dengan para mahasiswa S1 Kedokteran. Akhir tahun lalu, Tytgat kembali datang ke Jakarta, untuk membagi ilmunya di bidang gastrohepatologi. Di sebuah ruang di divisi hepatologi, sejumlah ma-

Professor Guido Tytgat.

hasiswa mengelilinginya, untuk mendengarkan ilmu gastrohepatologi. Beberapa mahasiswa memaparkan kasus-kasus dan Tytgat memberi komentar terhadap tindakan kasus tersebut atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan. Suara baritonnya terdengar lugas dalam memberikan pandangan-pandangannya. “Medicine is the art,” adalah kesimpulan umum Tytgat tentang semua kasus tersebut. Professor Guido Tytgat lulus dari sekolah medis di University of Louvain, Belgia dengan predikat Maksima Cum Laude pada bulan Juli 1963 dan selanjutnya mendapat gelar PhD di University of Louvain pada bulan Juli 1971. Tytgat memulai training postgraduate sebagai Fellow di bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit St. Rafael

pat fokus bagaimana mengembangkan profesi di cabang, karena masalah-masalah non medis telah dipikirkan pula oleh pusat,” kata Dr. Afifahis, SpPD internis asal Tanah Papua. Dr. Afifahis merasa senang dapat hadir dalam rakernas meski jauh-jauh dari Papua. Ia mengaku mendapatkan informasi-informasi terkait dengan sistem kedokteran dengan akurat. Ia menambahkan, informasi yang didapat akan disebar luaskan kepada internis di Papua. “Salut untuk PB PAPDI, yang telah bekerja untuk pengembangan dan mencapai tujuan PAPDI,” tukasnya. Hal senada juga disampaikan Prof. Dr.H.Nuzirwan Acang, SpPD, K-HOM, FINASIM, sesepuh penyakit dalam dari Sumatera Barat. Prof. Acang, begitu biasa disapa, mengatakan rakernas ini cukup bagus, cabang-cabang ikut terlibat dalam pengembangan profesi dan bersama-sama mencari solusi atas persoalan yang ada. “PAPDI menangkap aspirasi dari cabang, nantinya akan menghasilkan kesatuan pandangan dari perbedaan. Cukup demokratis,” ujar Dr. Ahanis SpPD internis asal Bogor menyambung perkataan Prof. Acang. (HI)

dengan didanai oleh Belgian Fund for Scientific Research. Ia kemudian mengambil riset postdoctoral di University of Washington, Seattle sebelum ditunjuk sebagai Visiting Medical Scientist tahun 1969. Professor Tytgat selanjutnya kembali ke Eropa sebagai pengajar di Gastroenterologi dan diangkat sebagai Kepala Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, University of Amsterdam, Belanda pada September 1971 dan ditunjuk sebagai Konsultan bidang Gastroenterologi di Academic Medical Centre, Amsterdam. Selanjutnya ia mendapatkan gelar Professor di bidang Gastroenterologi, University of Amsterdam bulan Agustus 1976, dan tahun 2003 mendapatkan gelar Emeritus Professor. Professor Tytgat menjadi anggota beberapa organisasi ilmiah termasuk Royal Dutch Academy of Science dan menjadi Editorial Board jurnal-jurnal terkemuka di dunia. Salah satunya, Tytgat menjadi Honorary Editors di jurnal Acta Medica Indonesiana.

KABAR PAPDI

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Halo Internis, sempat berbincang sejenak dengan Professor ini sepanjang perjalanan dari Gedung A RSCM menuju ruang kuliah penyakit dalam. Wawancara selanjutnya terpaksa dilakukan lewat email, karena terbatasnya waktu yang dimiliki oleh penggemar olahraga sepak bola ini. “Ketika seseorang diminta pendapatnya mengenai dunia kedokteran pada umumnya dan gastroenterologi pada khususnya, akan sangat berisiko bahwa orang tersebut akan dianggap kritis dan subjektif. Namun menurut saya, jika jawabannya jujur dan merupakan sebuah hal yang membangun, maka harus diterima dengan pikiran terbuka dan bersahabat yang menguntungkan satu sama lain,” ujarnya ketika ditanya menganai dunia kedokteran Indonesia khususnya di bidang gastroenterologi. Secara keseluruhan, ia mengatakan tingkat pengetahuan baik teori maupun praktik akademisi di lingkungan gastroenterologi cukup memuaskan, dan sangat mendukung kesimpulannya bahwa pengajaran akademik di Indonesia memang memadai. “Saya hanya mengharapkan bahasa Inggris yang lebih baik terutama pada para mahasiswa muda, karena bahasa tersebut merupakan bahasa ilmiah di seluruh dunia,” ujar pria kelahiran Izegem, 25 Desember 1937 ini. Kritik ia sampaikan mengenai poster-

PAPDI Dukung

poster saat diselenggarakan acara-acara ilmiah. “Kualitas poster saat diselenggarakan pertemuan menurut saya masih biasa-biasa saja karena sebagian besar deskriptif. Secara orisinal juga masih dikatakan terbatas karena umumnya berorientasi klinis, yang memberikan kesan bahwa ilmu dasar dan penelitian translasional tertinggal. Ini merupakan area yang tentu layak mendapat perbaikan.” Yang paling penting untuk mempersempit kesenjangan antara hepatogastroenterologi Indonesia dan negara-negara sekitarnya dalam bersaing adalah lebih meningkatkan perhatian terhadap kualitas pengajaran akademik juga rangsangan untuk dilakukannya riset baik dasar maupun klinik oleh mereka yang memiliki kemampuan akademis tinggi. Professor penggemar musik ini mengatakan, bahwa mengirim mahasiswa berbakat untuk belajar di luar negeri masih sangat berguna, jika tidak dianggap penting, karena merupakan cara yang cepat untuk meningkatkan kemampuan klinis maupun ilmiah. Praktik klinis dan perawatan pasien juga masih nampak ‘tradisional’ di mata Prof. Tytgat meski ada perubahan dalam beberapa tahun terakhir. Namun Tytgat masih menangkap kesan bahwa negara-negara tetangga seperti Vietnam, Korea, India, dan China justru mengalami kemajuan yang lebih cepat.

Kampanye

Anti Rokok

U

paya pencegahan bahaya rokok di Indonesia tampaknya belum berujung. Alih-alih mengontrol konsumsi rokok, malah pecandu rokok kian meningkat. Penggunannya bukan hanya laki-laki dewasa, tapi kaum hawa hingga anak-anak kini menjadi penikmat rokok. Hingga kini, penyelesaian masalah rokok masih menjadi persoalan yang pelik. Meski berbagai penelitian telah menyatakan rokok berdampak buruk bagi kesehatan, namun upaya menyadarkan masyarakat untuk berhenti merokok tetap menjadi kendala sendiri. Padahal, UU Kesehatan tahun 2009 menyatakan, rokok adalah zat yang membahayakan tubuh, tidak hanya bagi penggunanya, tapi juga bagi orang-orang di sekeliling mereka. Pemerintah setengah hati menanggulangi persoalan ini. Hal dapat dilihat dari distribusi rokok yang bebas tanpa aturan. Hampir di sepanjang jalan, mulai dari kios kaki lima, sampai supermarket besar, tersedia rokok. Oleh karena itu, rokok merupakan tantangan yang besar untuk mewujudkan Indonesia sehat.

Hal ini diakui oleh Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB. Menurutnya, hingga saat ini komitmen untuk menjadikan rokok sebagai bahan yang harus dihindari ternyata masih setengah hati. Gencarnya kampanye anti rokok tampaknya memunculkan dilema. Banyak yang memperdebatkan karena dampak kerugiannya bagi petani tembakau. Meski demikian, menurut Ketua Bidang Advokasi Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia (PB PADPI) ini, dari sudut kesehatan, rokok tetap racun yang bisa menyebabkan adiksi. “Karena itu,kami ingin menegaskan kembali dampak buruk ini dan menjadikan rokok sebagai musuh bersama,” ujar Dr. Ari, begitu biasa disapa, pada temu media “Resolusi Sehat PAPDI 2011,” 4 Februari 2011 lalu, di Kantor PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera, Jakarta. Dr. Ari juga menyatakan pihaknya mendukung penuh UU Kesehatan No. 36/2009 mengenai tembakau termasuk mengenai larangan penayangan iklan rokok di media elektronik maupun

Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB, FINASIM mempresentasikan bahaya rokok di depan awak media.

“Beberapa attitude klinik yang di barat mungkin sudah tidak sesuai lagi, masih berlaku di sini, seperti penggunaan antibiotika yang tidak hati-hati atau penggunaan polifarmasi untuk gangguan fungsional.”

Banyak energi yang hilang karena adanya fragmentasi akibat persaingan antar rumah sakit. Solusinya sebenarnya adalah kolaborasi. Untuk memfasilitasi pengembangan teknologi gastroenterologi, menurut Tytgat, sangat penting untuk memusatkan keahlian dan juga pengajaran pada fasilitas tertentu yang terbatas. Tanpa sentralisasi keahlian medis, misalnya di bidang endoskopi teurapetik advanced, Indonesia atau Jakarta tidak akan bisa seperti Singapore atau Kuala Lumpur. “Sekarang ini banyak energi yang hilang karena adanya fragmentasi akibat persaingan antar rumah sakit. Solusinya sebenarnya adalah kolaborasi!” ujar Tytgat tegas.

17

Jurnal Acta Medica Terkait dengan jurnal Acta Medica, pengguna mobil Volkswagen Golf ini mengatakan selalu ada peluang untuk meningkatkan standar yang sudah dicapai. “Saran-saran berikut mungkin akan sangat berguna, yaitu selalu memiliki editorial oleh akademisi terkemuka, memiliki ulasan yang dilakukan oleh ahli dari luar negeri, adanya ringkasan bulanan mengenai informasi medis terpenting di seluruh dunia, merangsang lebih banyak publikasi original baik riset dasar maupun klinik, selalu menanyakan alasan kepada penulis mengapa kasus tertentu layak untuk dipresentasikan, terdapat diskusi kasus, dan merangsang adanya surat atau jawaban untuk jurnal. Tytgat menekankan, bahwa refleksi atau pandangannya harus dilihat sebagai suatu hal yang konstruktif. “Semua ini mengungkapkan simpati besar saya untuk Gastroenterologi/Hepatologi Indonesia dan para profesional di dalamnya. Penghargaan juga saya sampaikan, karena faktanya 3 orang ahli gastroenterologi terkemuka di Jakarta mempresentasikan thesis mereka pada saya di Amsterdam. Ini dengan hubungan baik yang sudah terbina ber tahun-tahun membuktikan kekaguman besar saya kepada kolega di Indonesia termasuk Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia,” ujar Tytgat menutup pembicaraan. (HI)

“Karena itu, kami ingin menegaskan kembali dampak buruk rokok dan menjadikannya sebagai musuh bersama.” cetak, perluasan area bebas asap rokok, maupun peringatan kesehatan berbentuk gambar pada label rokok. “Kami akan membantu pelaksanaan kampanye antirokok,” ungkapnya. UU tembakau tersebut, saat ini memang masih dalam sengketa dan sedang menjadi proses uji material di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut karena adanya beberapa pihak yang merasa dirugikan dengan adanya UU tersebut. Namun, Dr. Ari berharap UU tembakau tersebut segara dapat direalisasaikan sehingga bisa menekan tingkat konsumi rokok di tanah air mengingat dampak buruknya bagi kesehatan. Sementara, Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI pada acara yang sama mengatakan bahwa proses pembuatan rokok dari hulu sampai hilir rokok semuanya mengandung racun. Dalam jangka panjang tak hanya beban pe-

nyakit yang ditimbulkan tapi juga beban ekonomi karena biaya pengobatan penyakit akibat rokok yang cukup besar. “Rokok menjadi salah satu penyebab penyakit jantung koroner. Rokok dapat mempengaruhi timbulnya kerak dan lemak yang bisa mengakibatkan pembuluh darah tersumbat. Jika ini terjadi maka pasien akan terkena serangan jantung,” ujar Dr. Sally yang juga ahli jantung RSCM/FKUI. Saat ini, konsumsi rokok di Indonesia menunjukkan fakta yang memprihatinkan. Data menunjukkan bahwa konsumsi rokok telah mencapai 34,7 % dari populasi penduduk. Paling tinggi berada pada kelompok umur 25-64 tahun. Bahkan data terkini kian menunjukkan adanya anak-anak dibawah umur sudah menjadi perokok aktif. Konsumsi rokok pada anak berusia 5-9 tahun, menunjukan peningkatan dari 2 % ditahun 2007 menjadi 2,2 % ditahun 2010. Hal ini tentunya harus mendapatkan perhatian serius dan tidak boleh dipandang remeh. Apalagi didapati bahwa konsumi rokok lebih tinggi justru ada pada kalangan pedesaan, pekerja informal serta mereka yang berstatus ekonomi rendah dan tingkat pendidikan rendah. Tentunya hal tersebut bisa berdampak pada masalah sosial-ekonomi yang lebih besar. (HI)

Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, sedang menjelaskan rokok sebagai salah satu penyebab penyakit jantung koroner.

18

KABAR PAPDI

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Halal Bihalal

PB PAPDI

P

engurus PB PAPDI mengadakan Halal Bihalal di Ruang Legian Hotel Gran Melia, Jakarta pada 10 Oktober 2010 lalu. Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP didaulat memberi sambutan sekaligus membuka acara oleh Master of Ceremony (MC) Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI Dr. Sally A Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM. Acara yang digagas Bendahara PB PAPDI DR. Dr. Iris Rengganis SpPD, K-AI, FINASIM ini kian berkesan dengan acara tukaran kado yang unik dan lucu sesama pengurus. Kado yang diterima langsung dibuka dan diperlihatkan kepada peserta. Sontak gelak tawa menghiasi ruang itu. Kian malam acara semakin hangat dengan lantunan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh beberapa pengurus. Dengan suksesnya acara ini, pengurus berharap agar PB PAPDI ber-

tambah kompak dan solid serta silaturahmi di antara sesama pengurus PB PAPDI senantiasa terjaga. Bravo PAPDI..!

Suasana halal bi halal PB PAPDI.

PIN PAPDI Malang

Sehat Selama

Berhaji

P

APDI menyelenggarakan acara SimFINASIM, Dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, posium PAPDI Forum pada 14 OktoDR. Dr. Iris Rengganis, SpPD, K-AI, ber 2010 lalu, dengan mengangkat FINASIM, dan DR. Dr. Dwiana Ocviyanti, (HI) tema “Tips Sehat dan Bugar dalam meSpOG(K). laksanakan Ibadah Haji”. Tema tersebut diangkat karena berbagai kegiatan di tanah suci membutuhkan kondisi kesehatan yang optimal. Perbedaan lingkungan dan cuaca dengan tanah air merupakan salah satu faktor yang harus mendapat perhatian. Dan Para pembicara Simposium PAPDI Forum. mengingat risiko kesehatan selama menjalankan ibadah haji, usaha optimalisasi harus dilakukan sejak jauh hari sebelum waktu ibadah haji. Internis, merupakan salah satu spesialis yang sangat dibutuhkan untuk menangani atau menjaga kesehatan para jemaah haji. Dalam acara PAPDI Forum tersebut, diisi oleh pembicara Para peserta Simposium PAPDI Forum. yaitu Dr. Dono Antono, SpPD, K-KV,

BUMIDA

Update in Diagnostic Asuransi Profesi Procedures and Treatment in Tanggung Gugat Internal Medicine

P

B PAPDI menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) ke-8 PB PAPDI di Hotel Purnama, Batu, Malang, 5-7 November 2010. Kegiatan ilmiah tahunan kali ini kerjasama PB PAPDI dengan PAPDI cab. Malang. Event

simposium dan workshop penuh dihadiri peserta. “PIN kali ini merupakan PIN dengan jumlah peserta terbanyak,” kata Dr. Irsan Hasan, SpPD, K-GEH, FINASIM Ketua Pelaksana PIN Malang. Tiga hari dengan agenda kegiatan yang padat tidak membuat peserta jenuh. Menurut Dr. Wikan Tyasning, SpPD tema-tema PIN ini sangat menarik dan praktis dapat digunakan sewaktu praktik. Masalah-masalah yang timbul ketika memegang paPembukaan PIN VIII PB PAPDI oleh Ketua Umum PB PAPDI sien dapat ditanyakan keDR. Dr. Aru W Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. pada para pembicara atau sejawat lainnya. “PIN menjadi kegiatan wajib saya setiap tahun. Saya selalu mengikuti,” kata internis yang berpraktik di RSUD Dr. SuProsesi Pembukaan PIN VIII PB PAPDI djono Selong, Nusa Tengyang diikuti oleh seluruh peserta. gara Barat ini Di samping memperoleh ilmu dan keahlian yang memang dibutuhkan dalam praktik, pemandangan alam yang indah dan cuaca yang sejuk membuat peserta selalu segar. Sebagian peserta ada yang berniat berwisata ke puncak gunung BroSalah satu workshop di bidang Kardiologi PIN VIII PB PAPDI. mo, namun diurungkan lantaran statusnya siaga. yang mengangkat tema “Update in Diag“Suatu kehormatan bagi PAPDI cabang nostic Procedures and Treatment in InMalang dapat mengadakan PIN ini. Seternal Medicine” yang dibagi dalam benlamat mengikuti simposium sekaligus tuk simposium dan workshop dengan menikmati wisata alam Kota Apel,” ujar tema-tema yang up to date di bidang Dr. Putu Moda Arsana, SpPD, K-EMD, ilmu penyakit dalam. Antusias dokter FINASIM Ketua PAPDI Cabang Malang. (HI) begitu besar sehingga hampir setiap

B

erhadapan dengan hidup mati pasien, bukanlah perkara mudah bagi seorang dokter. Kata-kata professionalisme, barangkali telah kita dengar berulangkali, untuk mengingatkan bahwa pekerjaan seorang ahli medis membutuhkan kecakapan dan kompetensi tertentu untuk melakukan berbagai tindakan yang diperlukan untuk pasien. Berbagai program dibuat oleh pa-

menimbulkan tuntutan-tuntutan yang ditengarai sebagai malpraktek. Tentu saja, dalam bekerja, seorang ahli medis membutuhkan rasa aman agar tidak ada keraguan dalam mengambil tindakan, terlebih masyarakat kita yang semakin sadar hukum, tentunya harus disikapi secara bijak. Asuransi tanggung gugat profesi dokter menjamin berbagai risiko yang mungkin terjadi ketika dokter melakukan tugasnya. Seperti yang dikatakan Asuransi Bumida, risiko yang dijamin adalah ganti rugi tuntutan malpraktik hingga Rp 500 juta, free biaya tuntutan hukum, advokasi medikolegal oleh tim yang handal, premi terjangkau, penyelesaian klaim tanpa harus melalui pengadilan, menjamin semua lokasi praktek, dan 44 jaringan layanan di Indonesia. Sebuah bentuk kerjasama telah dijalin antara PAPDI dan Bumida. Sebuah nota kesepahaman telah diteken 2 November 2010 lalu, dan Bumida resmi ditunPenandatanganan MoU antara PB PAPDI dan Bumida. juk sebagai rekanan resmi PAPDI. Diskon khusus ra pemangku kebijakan, untuk memdiberikan untuk anggota PAPDI sebesar buat dokter selalu ter-up date dengan Rp 500 ribu. ilmunya, agar penanganan medis terMeski asuransi diharapkan bisa kini selalu dikuasai untuk kepentingan ‘menyelesaikan’ semua perkara yang pasien. mungkin terjadi, tetapi tentunya kita Meski telah ada berbagai program berharap agar hubungan dokter pasien atau kebijakan, seper ti masih ada selalu indah. Dan biarlah asuransi ‘kesenjangan’ antara dokter pasien. hanya sebagai tindakan ‘jaga-jaga’, di (HI) Masyarakat yang semakin kritis, kerap tengah harmoni dokter pasien.

ALBUM PAPDI

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

Rapat Pleno PB PAPDI

PB PAPDI kembali menggelar rapat pleno pada 4 Desember 2010 lalu di Hotel Borobudur. Rapat pleno di penghujung tahun 2010 ini dihadiri oleh seluruh pengurus PAPDI pusat dengan membahas persoalan-persoalan baik internal maupun eksternal PAPDI. Ketua Umum PB PAPDI. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM, FACP yang didampingi Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM memimpin jalannya rapat. Acara yang berlangsung satu hari ini menghasilkan keputusan-keputusan strategis untuk tahun 2011 mendatang. Bravo PAPDI!

Rapat pleno PAPDI mengagendakan berbagai persoalan organisasi ke depan. Keputusan-keputusan diperoleh dengan cara musyarawah mufakat. Setipa peserta bebas mengekspresikan berbagai pendapatnya. Tampak Dr. Tunggul D. Situmorang, SpPD, K-GH, FINASIM Ketua Bidang Organisasi berkesempatan berbicara dalam forum tesebut.

Pelantikan PAPDI Cabang Bogor

Pelantikan pengurus PAPDI Cab. Bogor periode 2009-2012 oleh Ketua Umum PB PAPDI dalam hal ini diwakili DR. Dr. Iris Rengganis, SpPD,K-AI, FINASIM di Hotel Botani Square, Bogor pada 26 September 2010 lalu. Tampak Dr. Iris sedang menyematkan PIN PAPDI kepada Ketua PAPDI Cab. Bogor, Dr. Taolin Agustinus, SpPD beserta jajarannya. Acara pelantikan ini dihadiri oleh seluruh anggota cabang, dan disaksikan oleh Ketua IDI Wilayah Bogor, Dr. M. Djunaidi Ilyas, SpPD.

Foto bersama pengurus PAPDI Cab. Bogor beserta pengurus PB PAPDI, seusai acara pelantikan pengurus PAPDI Cab. Bogor. Tampak dari PB PAPDI, diantaranya DR. Dr. Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM dan Dr. Indra Marki, SpPD, FINASIM, sementara dari pengurus PAPDI Cab. Bogor diantaranya Ketua PAPDI Cab. Bogor, Dr. Taolin Agustinus, SpPD beserta jajaran pengurus cabang dan Ketua IDI Wilayah Bogor, Dr. M. Djunaidi Ilyas, SpPD.

Pelantikan PAPDI Kalimantan Selatan dan Tengah

Pelantikan pengurus PAPDI Cab. Kalimantan Selatan dan Tengah periode 2009 -2012 oleh Ketua Umum PB PAPDI yang dalam hal ini diwakili oleh Wakil Sekretaris Jenderal Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM di Hotel Arum, Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada 26 Oktober 2010 lalu. Tampak Wakil Sekjen PB PAPDI sedang menyematkan PIN PAPDI kepada Ketua PAPDI Cab. Kalimantan Tengah dan Selatan Dr. A. Soefyani, SpPD,K-GEH , FINASIM beserta pengurus cabang lainnya. Acara pelantikan ini disaksikan oleh Ketua IDI Cabang Banjarmasin Dr. Nia Kania, SpPA(K).

Foto bersama pengurus PAPDI Cab. Kalimantan Selatan dan Tengah beserta pengurus PB PAPDI, seusai acara pelantikan pengurus PAPDI Cab. Kalimantan Selatan dan Tengah. Tampak dari PB PAPDI, diantaranya Wakil Sekretaris Jenderal Dr.Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, dan Dr. Muhadi, SpPD , sementara dari pengurus PAPDI Cab. Kalimantan Selatan dan Tengah diantaranya Ketua PAPDI Cab. Kalimantan Selatan dan Tengah, Dr. A. Soefyani, SpPD,K-GEH , FINASIM beserta pengurus cabang lainnya dan Ketua IDI Cabang Banjarmasin Dr. Nia Kania, SpPA(K).

Pelantikan PAPDI Sumatera Selatan

Pelantikan pengurus PAPDI Cab. Sumatera Selatan periode 2009-2012 oleh Ketua Umum PB PAPDI DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM. FACP di Hotel Horison, Palembang, Sumatera Selatan pada 30 Oktober 2010 lalu. Tampak Ketua Umum PB PAPDI sedang menyematkan PIN PAPDI kepada Ketua PAPDI Cab. Sumatera Selatan DR. Dr. H. Zulkhair ALI, SpPD, K-GH, FINASIM beserta pengurus cabang lainnya. Acara pelantikan ini disaksikan oleh Ketua IDI Wilayah Sumatera Selatan DR. Dr. H. Alsen Arlan, SpB, K-BD.

Usai pelantikan pengurus PAPDI Cab. Sumatera Selatan periode 2009-2012, Ketua Umum PB PAPDI DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM, FACP berkesempatan foto bersama dengan Prof. Dr. Ali Ghanie, SpPD, K-KV, FINASIM (tengah) dan Prof. Dr. Akmal Syahroni, SpPD, K-PTI, FINASIM.

19

20

Halo Internis Q Edisi 18 Q April 2011

ALBUM PAPDI

Pelantikan PAPDI Cabang Lampung

Pelantikan pengurus PAPDI Cab. Lampung periode 2010-2012 oleh Ketua Umum PB PAPDI dalam hal ini diwakili Dr. Ari Fachrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB di Hotel Novotel Lampung, pada 20 November 2010 lalu. Tampak Dr. Ari Fachrial memberikan sambutan di depan Ketua PAPDI Cab. Lampung Dr. Fermizet Rudy, SpPD, FINASIM beserta pengurus dan anggota PAPDI Cab. Lampung. Acara pelantikan ini disaksikan oleh Ketua IDI Cabang Lampung Dr. Hernowo, AW. M.Kes.

Foto bersama pengurus PAPDI Cab. Lampung beserta pengurus PB PAPDI, seusai acara pelantikan pengurus PAPDI Cab. Lampung. Tampak pengurus PAPDI Cab. Lampung diantaranya Ketua PAPDI Cab. Lampung Dr. Fermizet Rudy, SpPD, FINASIM beserta pengurus cabang lainnya serta Ketua IDI Cabang Lampung Dr. Hernowo, AW. M.Kes.

Pelantikan PAPDI Cabang Palu

Pelantikan pengurus PAPDI Cab. Palu periode 2009 -2012 oleh Ketua Umum PB PAPDI DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM. FACP di Hotel Swiss Bell, Palu, Sulawesi Tengah, pada 27 November 2010 lalu. Tampak Ketua Umum PB PAPDI, Wakli Sekjen dan Ketua PAPDI Cab. Palu, Dr. Abdullah Ammarie, SpPD, FINASIM beserta pengurus cabang lannya serta anggota PAPDI berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars PAPDI dengan seksama. Prosesi pelantikan ini disaksikan oleh Ketua IDI Wilayah Sulawesi Tengah Dr. H. Mukramin Amran, SpRad.

Foto bersama pengurus PAPDI Cab. Palu beserta pengurus PB PAPDI, seusai acara pelantikan pengurus PAPDI Cab. Palu. Tampak dari PB PAPDI, diantaranya Ketua Umum PB PAPDI DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM. FACP beserta Wakil Sekretaris Jenderal Dr.Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, sementara dari pengurus PAPDI Cab. Palu diantaranya Ketua PAPDI Cab. Palu, Dr. H. Abdullah Ammarie, SpPD,FINASIM beserta pengurus cabang lainnya serta hadir pula Ketua IDI Wilayah Sulawesi tengah Bengkulu, Dr. H. Mukramin Amran, SpRa.

Pelantikan PAPDI Cabang Riau

Ketua Umum PB PAPDI DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM. FACP kembali melantik pengurus PAPDI Cab. Riau, di Hotel Ibis, Pekan Baru, Riau, pada 20 November 2010 lalu. Dengan begitu, pengurus PAPDI Cab. Riau di bawah Ketua Cab. Riau Dr. Rayendra, SpPD, FINASIM telah dikukuh untuk peroide 2009- 2012. Hadir pula sebagai saksi Ketua IDI Wilayah Riau Dr. Nurzelly Husnedi, MARS dan Ketua IDI Cabang Pekan Baru Dr. Ruswaldi Munir, SpKO. Usai pelantikan, acara dilanjutkan dengan kegiatan “Riau Internal Medicine Meeting I (RIMM I)”. Ketua Umum PB PAPDI kembali didampuk untuk membuka acara simposium yang berlangsung dua hari tersebut.

Setelah prosesi pelantikan usai, pengurus PAPDI Cab. Riau beserta pengurus PB PAPDI foto bersama. Tampak dari PB PAPDI, diantaranya Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM. FACP beserta Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI Dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, sementara dari pengurus PAPDI Cab. Riau diantaranya Ketua PAPDI Cab.Riau, Dr. Rayendra, SpPD, FINASIM beserta pengurus cabang lainnya serta hadir pula Ketua IDI Wilayah Riau Dr. Nurzelly Husnedi, MARS dan Ketua IDI Cabang Pekan Baru Dr. Ruswaldi Munir, SpKO. Kini, PAPDI Cab Riau memiliki 40 internis dan merupakan cabang pertama yang membentuk bidang advokasi.

Pelantikan PAPDI Cabang Bengkulu

Pelantikan pengurus PAPDI Cab. Bengkulu periode 2010-2012 oleh Ketua Umum PB PAPDI DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM. FACP di Hotel Raffles City, Bengkulu, pada 18 Desember 2010 lalu. Tampak Ketua Umum PB PAPDI membacakan janji pengurus yang kemudian diikuti oleh Ketua PAPDI Cab. Bengkulu Dr. H. Zaini Dahlan, SpPD, FINASIM beserta pengurus cabang lainnya. Acara pelantikan ini disaksikan oleh Ketua IDI Wilayah Bengkulu Dr. H. Hamzah,MM.

Foto bersama pengurus PAPDI Cab. Bengkulu beserta pengurus PB PAPDI, seusai acara pelantikan pengurus PAPDI Cab. Bogor. Tampak dari PB PAPDI, diantaranya Ketua Umum PB PAPDI DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM, FINASIM. FACP beserta Wakil Sekretaris Jenderal Dr.Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, sementara dari pengurus PAPDI Cab. Bengkulu diantaranya Ketua PAPDI Cab. Bengkulu, Dr. H. Zaini Dahlan, SpPD, FINASIM beserta pengurus cabang lainnya dan Ketua IDI Wilayah Bengkulu, Dr. H. Hamzah,MM.