HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ...

23 downloads 1470 Views 48KB Size Report
konsep diri dengan kecenderungan depresi pada remaja, dengan nilai ... determinan (R2) sebesar 0,429, yang berarti sumbangan konsep diri terhadap.
1 HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN DEPRESI PADA REMAJA Era Sukmawati dan Rosita Yuniati Universitas Setia Budi Surakarta

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik ada atau tidaknya hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan depresi pada remaja. Subyek penelitian sebanyak 70 siswa yang diambil dari dua kelas yaitu kelas 2 IPA1 dan 2 IPS1 di SMA Santo Yosef Surakarta. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang negatif antara konsep diri dengan kecenderungan depresi pada remaja, dengan nilai koefisien korelasi Pearson (rxy) sebesar -0,655 (p < 0,05), yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsep diri yang dimiliki maka akan semakin rendah kecenderungan depresinya. Nilai determinan (R2) sebesar 0,429, yang berarti sumbangan konsep diri terhadap munculnya kecenderungan depresi adalah 42,9 % sedangkan untuk sisanya 57,1% disumbangkan oleh faktor-faktor lain baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Kata kunci : konsep diri, kecenderungan depresi

PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa yang menyenangkan, karena di masa ini muncul pola pikir yang individual tanpa ingin bergantung lagi dengan orang dewasa, dan penuh kebebasan untuk menemukan jati diri remaja dengan berbagai cara. Remaja berusaha memperoleh jati diri dengan membentuk citra atau image tentang diri remaja, dan upaya ini terakumulasi dalam suatu konsep yang berisikan gambaran tentang bagaimana setiap remaja mampu mempersepsi diri. Remaja sebagai penerus generasi bangsa yang memiliki banyak kesempatan berasosiasi secara bebas untuk melakukan banyak hal, namun justru banyak remaja mengalami tekanan dan tuntutan. Remaja memiliki keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari keterikatan, tuntutan, dan tekanan dari orang dewasa khususnya orang tua, sehingga remaja mencari dukungan sosial melalui teman sebaya. Teman sebaya (peer group) menjadi sarana sekaligus tujuan dalam pencarian jati diri remaja. Memasuki masa remaja

berarti memasuki tahap storm and stress dalam perkembangan jiwa manusia, yaitu masa remaja yang penuh dengan masalah, tuntutan, dan tekanan dalam hidupnya. Sikap, pikiran, pemahaman, penentuan pendapat, serta emosinya masih terus berkembang dan belum stabil. Remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi remaja sering takut bertanggungjawab akan akibatnya dan meragukan kemampuannya untuk dapat mengatasi tanggungjawab tersebut (Hurlock, 1980). Kenyataannya, banyak remaja lebih mudah mengalami depresi dalam menghadapi banyak masalah dan tekanan tersebut. Hal ini sesuai dengan faktor psikososial yang merupakan salah satu faktor penyebab depresi pada remaja, diantaranya remaja yang mengalami depresi lebih sering mengalami peristiwa yang negatif dibandingkan dengan peristiwaperistiwa yang menyenangkan, selain itu remaja yang mengalami depresi sering mempunyai defisit dalam ketrampilan sosial (Soetjiningsih, 2004). Kecenderungan depresi pada remaja relatif tinggi, dengan kata lain

2 remaja rentan memiliki kecenderungan depresi. Hal ini terbukti melalui beberapa penelitian, antara lain penelitian yang pernah dilakukan oleh Ibrahim (dalam Sinta, 2002) terhadap 158 siswa laki-laki dan perempuan di delapan SMU Negeri di Jakarta, yaitu berusia 15-20 tahun. Angka depresi pada siswa-siswi tersebut 14,58% lakilaki dan 15,25% perempuan. Selanjutnya penelitian Prawirohusodo (dalam Sinta, 2002) dari 100 siswa SMU ternyata ada 37 siswa yang mengalami depresi. Kemudian dalam penelitian Prabandari (dalam Sinta, 2002) ditemukan bahwa dari 223 mahasiswa, 115 mahasisiwa (51,57%) mengalami depresi, sedangkan pada penelitian Pangesti (dalam Sinta, 2002) menemukan bahwa dari 111 mahasisiwa baru, 61 mahasiswa mengalami depresi juga. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (dalam Aulia, 2004), bahwa 3.971 remaja berusia 15-24 tahun pada tahun 2001 bertindak bunuh diri karena depresi, yakni 86% adalah laki-laki dan 14% adalah perempuan.

TINJAUAN PUSTAKA Depresi diartikan sebagai suatu bentuk emosional yang bercirikan kesedihan yang hebat, merasa akan kegagalan dan ketidakberhargaan, dan penarikan diri dari orang lain (Sue dkk, 1986). Trisna (dalam Hadi, 2004) juga mengatakan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai perasaan murung sedikit sampai keadaan tidak berdaya. Beck (1985) menggambarkan depresi sebagai keadaan abnormal pada seseorang yang ditunjukkan dengan tanda-tanda dan gejala-gejala seperti suasana hati yang murung, sikap pesimistik dan nihilistik, kehilangan spontanitas, dan tanda-tanda vegetatif yang spesifik.

Menurut Beck, seseorang yang mengalami depresi cenderung membandingkan diri dengan orang lain, meyakinkan diri dengan evaluasi diri yang negatif, pikiran-pikiran yang negatif atau disebut dengan kognitif depresif yang dapat menyebabkan depresi atau bahkan memperburuk keadaan atau kondisi yang bersifat negatif. Kecenderungan depresi pada remaja itu sendiri disebabkan karena beberapa hal, salah satunya karena konsep diri yang rendah. Penyebab kecenderungan depresi ini dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain menurut pendapat Beck (dalam Soetjiningsih, 2004) dengan model cognitif-behavioral, depresi terjadi karena pandangan yang rendah terhadap diri sendiri (konsep diri yang rendah), interpretasi yang negatif terhadap pengalaman hidup dan harapan yang negatif terhadap diri sendiri, interpretasi yang negatif terhadap pengalaman hidup dan harapan yang negatif untuk masa depan. Ketiga pandangan ini menyebabkan timbulnya depresi, rasa tidak berdaya, dan putus asa. Menurut Seligman (dalam Sinta, 2002), remaja yang mempunyai sikap optimis yang rendah dalam kehidupan sehari-hari, akan mudah cenderung untuk depresi yang ditunjukkan dengan kecemasan dan tidak berdaya, prestasi di sekolah kurang, dan merasa tidak mempunyai harapan. Remaja yang memiliki konsep diri yang rendah ketika menghadapi suatu permasalahan, maka remaja itu akan bersikap pesimis, menyerah pada masalah, tidak berdaya, merasa putus asa, dan akibatnya depresi. Menurut Lubis (dalam Allyah, 2004), seorang psikolog Universitas Indonesia, jika seseorang termasuk tipe yang selalu memiliki penilaian terhadap diri cenderung rendah, ditambah orang tersebut juga punya karakter yang tertutup, kecenderungan depresi akan lebih mudah menyerang. Jika seseorang selalu menilai rendah terhadap diri sendiri, maka akan

3 menjadi orang yang pesimis dan hopeless. Seseorang yang mempunyai karakter tertutup, maka akan cenderung memendam dan menumpuk masalah, sehingga cenderung untuk depresi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti kecenderungan depresi yang dialami pada remaja yang kemudian dihubungkan dengan konsep dirinya. Pada dasarnya remaja yang berkonsep diri rendah lebih cenderung mengalami depresi, karena remaja selalu memandang dirinya rendah, merasa tidak berdaya, tidak mampu melakukan segala sesuatu, maka remaja ini akan tertekan sendiri dan cenderung untuk depresi, seperti murung, tidak bersemangat, pesimis, dan lain-lainnya. Seseorang yang cenderung selalu menilai rendah kepada diri sendiri, ditambah orang tersebut juga punya karakter yang tertutup, kecenderungan depresi akan lebih mudah menyerang.

METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan depresi, sedangkan variabel bebasnya adalah konsep diri. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswasiswi kelas dua SMA Santo Yosef Surakarta yang memiliki usia antara 1518 tahun, dengan jumlah 39 siswa kelas dua IPA2 dan 40 siswa kelas dua IPS2, namun ada 13 siswa yang mengerjakan skala tidak lengkap sehingga jumlah total skala berkurang menjadi 66 total skala kelas dua IPA2 dan IPS2. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala yang digunakan sebagai berikut: 1. Skala Konsep Diri Skala konsep diri yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala konsep diri hasil

modifikasi skala yang disusun oleh Sari (2005), namun sebelum dilakukan uji coba (try out) dimodifikasi kembali oleh peneliti dengan mengurangi beberapa butir aitem berdasarkan aspek-aspek konsep diri yang dikemukakan oleh Fitts (dalam Takaranita, 2001), yang meliputi penilaian terhadap diri sendiri, bagaimana memandang diri pribadi, bagaimana harapan terhadap diri sendiri, pandangan terhadap perilakunya sendiri, pandangan tentang fisiknya sendiri, pandangan diri terhadap moral dan etika, pandangan diri terhadap harga diri menjadi anggota keluarga, interaksi terhadap orang lain, dan penilaian terhadap prestasi akademik yang dimiliki. Konsep diri yang dimiliki oleh subjek penelitian ditunjukkan oleh skor total yang diperoleh dari subyek penelitian pada skala konsep diri. Skala konsep diri disajikan dalam pernyataan favorabel dan unfavorabel dengan lima alternatif jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), N (netral), TS (tidak sesuai), dan STS (sangat tidak sesuai). Skala konsep diri terdiri dari 59 aitem dengan indeks korelasi aitem-total yang berkisar antara 0,2584 sampai dengan 0,6741. Uji reliabilitas skala ini dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dengan koefisien sebesar 0,9276. 2. Skala Depresi Skala depresi yang digunakan dalam peneltian ini adalah Beck Depression Inventory yang disusun oleh Beck (1985), namun telah dimodifikasi oleh Burns (1988), yang mana kategori sikap dan gejala depresi yang dikemukakan oleh Beck tersebut adalah kesedihan, pesimisme, perasaan gagal, ketidakpuasan, perasaan bersalah, perasaan akan hukuman, perasaan tidak suka terhadap diri sendiri,

4 depresi tersebut benar-benar teruji validitas aitemnya dan reliabilitas alat ukurnya karena skala depresi yang digunakan merupakan skala depresi yang sudah terstandardisasi. Koefisien korelasi aitem-total yang berkisar antara 0,3100 sampai dengan 0,5753. Uji reliabilitas skala ini dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dengan koefisien sebesar 0,8347. Untuk menguji hipotesis digunakan tehnik korelasi product moment, dengan menggunakan bantuan komputer yaitu program atau software yang dugunakan adalah Statistic Product and Service Solution (SPSS) for windows.

menyalahkan diri sendiri, keinginan bunuh diri, frekuensi menangis, mudah marah, cenderung menarik diri dari lingkungan, tidak mampu mengambil keputusan, perasaan akan perubahan gambaran tubuh, kemunduran dalam bekerja, perasaan mudah lelah, hilang nafsu makan, penurunan berat badan, kecemasan akan kesehatan tubuh, dan hilangnya minat seks. Skala depresi yang digunakan terdiri dari 21 kelompok pernyataan yang masing-masing kelompok terdiri dari empat pernyataan. Skala depresi atau Beck Depression Inventory diujicobakan terlebih dahulu hanya untuk pembuktian bahwa skala

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi Pearson (rxy) sebesar 0,655 (negatif) dengan p = 0,00 (p < 0,01) serta koefisien determinasi (R2) sebesar 0,429. Hipotesis diterima dengan taraf signifikansi 99% dan ada 1% yang mungkin terjadi kesalahan sampel. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,429 menunjukkan bahwa sumbangan efektif konsep diri terhadap munculnya kecenderungan depresi adalah sebesar 42,9%, sedangkan untuk sisanya 57,1% disumbangkan oleh faktor-faktor lain baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Korelasi Product Moment dari Pearson bertanda negatif (-0,655) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah kecenderungan depresi dan sebaliknya, semakin rendah konsep diri maka semakin tinggi kecenderungan depresi. Mean empirik variabel konsep diri adalah 230,4 lebih tinggi dari mean hipotetiknya yaitu 177, sedangkan mean empirik variabel kecenderungan depresi adalah 14,16 lebih rendah dari mean hipotetiknya yaitu 31,5. Artinya secara umum subjek penelitian yang memiliki konsep diri yang tinggi maka akan memiliki kecenderungan depresi yang rendah. Gambaran subjek berdasarkan konsep diri dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Gambaran Subjek Berdasarkan Konsep Diri Kategori Frekuensi Presentase Sedang Tinggi Sangat Tinggi

3 40 27

4,29 % 57,14 % 38,57 %

Berdasarkan gambaran subjek pada tabel 1, dapat disimpulkan bahwa untuk kategori rendah maupun sangat rendah pada subjek tidak ada (0%), dan lebih banyak subjek yang berada dalam kategori konsep diri tinggi sebesar 57,14 % dan sangat tinggi

5 sebesar 38,57 %. Gambaran subjek berdasarkan kecenderungan depresi dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Gambaran Subyek Berdasarkan Konsep Diri Kategori Frekuensi Presentase Naik turunnya perasaan ini 25 35,71 % tergolong wajar Rasa murung yang ringan 17 24,29 % Garis-garis depresi klinis 15 21,43 % Depresi sedang 12 17,14 % Depresi parah 1 1,43 % Berdasarkan gambaran subjek pada tabel 2, maka dapat disimpulkan bahwa kategori depresi ekstrim pada subjek tidak ada (0 %), dan variabel kecenderungan depresi lebih banyak subjek berada pada kategori perasaan yang tergolong wajar sebesar 35,71 % dan rasa murung yang ringan sebesar 24,29 %. Hasil perhitungan terhadap uji normalitas menunjukkan variabel konsep diri berdistribusi normal dengan nilai Z = 0,532 dan nilai p = 0,940 (p>0,05). Sementara itu, untuk variabel kecenderungan depresi adalah normal dengan nilai Z = 0,712 dan nilai p = 0,691 (p > 0,05). Hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan depresi dikatakan linear apabila p < 0,05. Hasil pengujian yang diperoleh adalah nilai F = 61,172 dan p = 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel linier yaitu variabel konsep diri dengan variabel kecenderungan depresi. Hasil analisis data dengan subyek penelitian kelas dua SMA Santo Yosef Surakarta menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara konsep diri dengan kecenderungan depresi. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya koefisien korelasi rxy = -0,655 dengan p = 0,000 (p < 0,05), artinya semakin tinggi konsep diri yang dimiliki maka semakin rendah kecenderungan depresinya, dan sebaliknya semakin

rendah konsep diri yang dimiliki maka semakin tinggi kecenderungan depresinya. Hasil analisis data pada subyek penelitian siswa-siswi kelas 2 SMA Santo Yosef Surakarta menunjukkan bahwa konsep diri yang dimiliki tinggi sehingga secara otomatis kecenderungan depresinya pun rendah. Hal ini merupakan kebalikan dari teori yang dinyatakan oleh Beck (1985), bahwa konsep atau penilaian diri yang rendah dapat menyebabkan terjadinya depresi. Persentase sumbangan efektif konsep diri yang memunculkan terjadinya kecenderungan depresi yaitu sebesar 42,9 %, Sehingga sisa dari sumbangan efektif tersebut yang sebesar 57,1 % dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Hasil penelitian juga ditemukan beberapa kasus bahwa subjek yang memiliki konsep diri yang tinggi namun tetap saja memiliki kecenderungan depresi pada siswa-siswi kelas 2 SMA Santo Yosef Surakarta sebagai subjek penelitian, sehingga konsep diri bukan secara murni sebagai pemicu munculnya kecenderungan depresi, namun kasuskasus dari data yang diperoleh tersebut ditemukan bahwa kecenderungan depresi terjadi antara lain karena faktor usia, dimana subjek tersebut berada pada tahap usia remaja tengah. Pada tahap remaja tengah, remaja masih

6 memiliki emosi yang labil dan akan menghadapi berbagai masalah yang semakin kompleks baik masalah perbedaan pendapat dengan orangtua atau orang dewasa, masalah mata pelajaran yang semakin banyak materi yang diperoleh dari sekolah, dan masih banyak masalah lain terlebih masalah dengan teman-teman sebayanya, sehingga remaja menjadi bingung dan emosinya pun tidak menentu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Blos (dalam Sarwono, 2000) yaitu pada tahap perkembangan remaja madya, remaja berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu harus memilih yang mana, yaitu peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Jenis kelamin juga cukup berpengaruh terhadap munculnya kecenderungan depresi. Di lihat dari data yang diperoleh, lebih banyak jenis kelamin laki-laki yang mengalami kecenderungan depresi dari pada jenis kelamin perempuan. hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh National Household Survey on Drug Abuse di Amerika pada tahun 1991 (Santoso, 2006) yang menyatakan bahwa remaja berusia 12-17 tahun mengalami ketergantungan dan penyalahgunaan narkoba dan remaja dengan jenis kelamin laki-laki memiliki jumlah 7,4 juta jiwa lebih tinggi dibanding wanita dengan jumlah 5,4 juta jiwa, dimana narkoba merupakan usaha untuk melarikan diri dari perasaan frustrasi dan depresi sebagai akibat dari lingkungan kompetitif yang dihadapi (Butler dalam Kaplan dalam Santoso, 2006). Oleh karena remaja dalam keadaan bingung dan emosi yang masih labil maka remaja lebih mudah mengalami kecenderungan depresi. Keutuhan orangtua juga sangat berpengaruh bagi kehidupan anaknya. Data yang berkasus menunjukkan bahwa ada beberapa subjek yang sudah tidak memiliki ayah atau ibu,

orangtua yang bercerai, bahkan kedua orangtua subjek tersebut masih hidup bersama namun tetap memiliki kecenderungan depresi walaupun konsep dirinya tinggi. Subjek yang kedua orangtuannya sudah tidak utuh baik salah satu orangtuanya sudah meninggal atau orangtuanya yang bercerai, tidaklah heran jika subjek memiliki kecenderungan depresi. Hal ini terjadi karena sosok figur lekat subjek sudah hilang yang mana orangtua adalah pendukung utama bagi perkembangan anak-anaknya.

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan depresi. Hal ini berarti semakin tinggi konsep diri yang dirasakan oleh remaja maka akan semakin rendah kecenderungan depresi, begitu juga sebaliknya semakin rendah konsep diri yang dirasakan oleh remaja maka semakin tinggi kecenderungan depresi. Konsep diri setiap individu bisa berbeda antara individu satu dengan individu lainnya disebabkan karena kemampuan seseorang dalam mempersepsi diri sendiri yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka dapat diberikan beberapa saran terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagi orangtua. Orangtua merupakan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak-anak, sehingga pola asuh orangtua yang diterapkan pun sebaiknya pola asuh yang demokratis. Pola asuh yang demokratis ini terjadi secara dua arah yaitu antara orangtua dan anak. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak untuk

7 berpendapat sehingga anak dapat mengutarakan segala keinginan dan harapan-harapannya secara terbuka kepada orangtua. Namun ketetapan peraturan yang diberikan orangtua pun harus tetap ada dan bersifat bijaksana. 2. Bagi siswa. Konsep diri yang tinggi pada siswa dipertahankan agar menjadi optimal sehingga dalam kehidupan sehari-hari para siswa tersebut dapat menjalani dengan penuh rasa percaya diri, optimis, dan tetap semangat, sehingga akan terhindar dari kecenderungan depresi. 3. Bagi sekolah. Agar mempertahankan konsep diri siswa yang tinggi untuk menjadi optimal, maka sekolah perlu mengadakan program-program khusus, seperti outbound training, pengembangan diri, dan programprogram lainnya yang memacu para siswa untuk lebih percaya diri dan mampu menghadapi tantangan yang terjadi di masa remaja hingga masamasa berikutnya. 4. Bagi peneliti selanjutnya. Dari penelitian ini dibuktikan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh siswa kelas 2 SMA Santo Yosef Surakarta adalah tinggi, sehingga kecenderungan depresinya pun menjadi rendah. Namun ada beberapa kasus terjadi yang menyatakan bahwa walaupun konsep diri yang dimiliki siswa tinggi namun kecenderungan depresinya pun juga tinggi. Dilihat dari data yang diperoleh peneliti ada faktorfaktor lain selain konsep diri sebagai pemicu terjadinya keocenderungan depresi pada remaja, sehingga untuk peneliti berikutnya dapat meneliti lebih dalam lagi faktor-faktor lain yang telah ditemukan tersebut sebagai pemicu terjadinya kecenderungan depresi pada remaja.

DAFTAR PUSTAKA Allyah. 2004. Hallo, Depresi Itu Basi Lagi. Artikel. Jakarta: http://www.kompas.com. Astuti, Y.D. 1996. Konsep Diri dan Sikap Agresi pada Siswa SMU “17” I di Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Aulia, L. 2004. Mereka Butuh Perhatian dan Pengertian. Artikel. Jakarta: http://www.kompas.com Beck, A.T. 1985. Depression Cause and Treatment. Philadelphia: University of Pensylvania Burns,

S. 1988. Terapi Kognitif: Pendekatan Baru Bagi Penanganan Depresi (alih bahasa: Drs. Santoso). Jakarta: Erlangga

Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu Hurlock,

E.B. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi ke Lima. Jakarta: Erlangga.

Santoso, B. 2006. Narkoba dan Remaja. Artikel. Jakarta. http://groups.google.co.id/gro up/psikologi-indonesia Sari, S.D. 2005. Konsep Diri Yang Berasal Dari Keluarga Broken Home. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada

8 Sinta, N.C. 2002. Hubungan Antara Optimisme dengan Depresi pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Denpasar: CV Sagung Seto. Sue, D., Derald, Stanley. 1986. Understanding Abnormal Bahavior. Edisi ke Dua. Boston: Houghton Mifflin Company. Susanto, A. 2001. Hubungan Antara Konsep Diri dan Prestasi

Belajar Siswa Kelas Dua SMU Negeri I Sukadana Lampung Timur. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Tarakanita, I. 2001. Hubungan Status Identitas Etnik dengan Konsep Diri Mahasiswa. Jurnal. 8-9. Vol.7. No.1. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran. http://www.sekolahindonesia.com. 2000. Kenapa Bisa Terjadi Stres dan Depresi. Artikel. Jakarta.