Inovasi dan Alih Teknologi Pertanian untuk Pengembangan ...

42 downloads 13989 Views 1MB Size Report
8 Nov 2007 ... Pengaruh pengupasan dan waktu penyangraian terhadap sifat minuman bubuk ... Kajian pengolahan jagung untuk bahan pangan ... petani terhadap informasi pertanian, dukungan pengembangan inovasi pertanian, .... perkebunan kelapa sawit dengan sangat pesat. ...... Bangunan penyulingan minyak.
Perpustakaan Nasional RI: Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) Prosiding seminar inovasi teknologi pertanian untuk pengembangan agribisnis industrial pedesaan di wilayah marjinal/penyunting, Muryanto [et al.]. - - Ungaran: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, 2007. 723 hlm; ills.; 20 cm. ISBN: 1. Inovasi Teknologi Pertanian - - Seminar Nasional I. Judul II. Muryanto III. BPTP Jawa Tengah Penyunting: Muryanto Teguh Prasetyo Susanto Prawirodigdo Yulianto Agus Hermawan Ekaningtyas Kushartanti Sudi Mardiyanto Sumardi Redaksi Pelaksana: Tota Suhendrata Isnani Herianti M.D. Meniek Pawarti Herwinarni E.M. Ariarti Tyasdjaja Perancang Grafis: F. Rudi Prasetyo Hantoro Dibiayai oleh: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo, Kotak Pos 101 Ungaran 50501 Telp. : (024) 6924965 – 6924967 Fax. : (024) 6924966 Email : [email protected]; [email protected]; Website : http://jateng.litbang.deptan.go.id

PROSIDING SEMINAR INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN DI WILAYAH MARJINAL 8 NOVEMBER 2007

Penyunting Muryanto Teguh Prasetyo Susanto Prawirodigdo Yulianto Agus Hermawan Ekaningtyas Kushartanti Sudi Mardiyanto Sumardi

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN 2007

PENGANTAR Seminar Nasional dengan tema Inovasi dan Alih Teknologi Pertanian untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marginal merupakan kegiatan yang dikemas untuk menyampaikan infomasi hasil penelitian di wilayah marjinal. Seminar Nasional telah dilaksanakan pada 8 November 2007 di Semarang, Jawa Tengah, dan diikuti oleh para ilmuwan lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah, Perguruan Tinggi, dan LSM. Selain itu juga diikuti oleh para praktisi, penentu kebijakan, pengguna teknologi, dan mahasiswa. Tujuan seminar adalah untuk mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian, pengkajian, dan gagasan serta menjaring umpan balik untuk akselerasi inovasi dan alih teknologi pertanian dalam rangka pengembangan agribisnis industrial pedesaan. Prosiding ini adalah kumpulan dari bahan Seminar Nasional Inavasi dan Alih Teknologi Pertanian untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marginal. terdiri dari 3 buku. Buku I berisi empat makalah utama yang membahas masalah kebijakan di bidang teknologi pertanian dan pengembangan agribisnis, serta 13 makalah penunjang yang berisi informasi teknologi pasca-produksi hasil kajian di lapangan pada berbagai komoditas. Buku II berisi teknologi produksi yang terdiri atas 44 makalah, dalam upaya peningkatan produksi di lahan marjinal untuk meningkatkan pendapatan petani. Teknologi yang dibahas antara lain terkait dengan budidaya dan usahatani berbagai komoditas, pakan, dan pemanfaatan sumber daya lahan. Buku III berisi alih teknologi dan sosial ekonomi pertanian yang terdiri atas 27 makalah, dalam upaya inovasi teknologi dan peningkatan kinerja usahatani. Teknologi yang dibahas meliputi kelembagaan, model diseminasi, dan pemasaran. Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih kepada scmua pihak yang telah memberikan kontribusi dan berpartisipasi dalam penyusunan prosiding ini. Semoga prosiding ini bermanfaat bagi kita semua.

Ungaran, Desember 2007 Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, MS NIP. 080 069 528

ii

DAFTAR ISI

Halaman PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii v

HASIL PERUMUSAN MAKALAH UTAMA 1. Teknologi kelembagaan dan strategi alih teknologi pertanian untuk pengembangan agribisnis industrial pedesaan di wilayah marjinal Dr.Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc

1

2. Penyiapan infrastruktur bagi pengembangan agribisnis Dra. Sri Yuwanti, MA, MPd

9

3. Pengembangan agroindustri dalam mendukung agribisnis Dr. Ir. S Joni Munarso, MS

21

4. Keragaan pengembangan model peningkatan pendapatan petani melalui inovasi teknologi pertanian Dr. E. Eko Ananto

29

MAKALAH PENUNJANG BUKU I: INOVASI TEKNOLOGI PASCA PRODUKSI 1. Mutu benang sutera di KPH Pati Jawa Tengah Agus Budiyanto dan Mulyana Hadipernata

41

2. Pemberdayaan kelompok petani kecil Desa Getas Kabupaten Temanggung melalui inovasi teknologi produksi kerupuk jagung aneka rasa Dwi Nugraheni, Agus Sutanto, dan Kendriyanto

48

3. Minuman air kelapa sebagai alternatif produk olahan buah kelapa Heny Herawati dan Agus Nurawan

53

4. Kajian perbaikan kualitas produk dan peningkatan kapasitas produksi olahan lempuyang wangi di Kabupaten Blora Indrie Ambarsari, Sarjana dan Budi Hartoyo

58

5. Prospek usaha pengolahan keripik pisang di lahan kering dataran rendah Kabupaten Banjarnegara Indrie Ambarsari, A, Choliq, dan Samsul Bahri

66

6. Pemanfaatan tomat sebagai produk minuman jus tomat di sub terminal agribisnis Bayongbong Kabupaten Garut Sunarmani dan Iceu Agustinisari

74

7. Pengkajian penggunaan alat/mesin perontok padi dalam upaya mendukung alih teknologi perontokan padi kepada petani. (Studi kasus di Desa Sukoreno, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo) Nugroho Siswanto dan Rob. Mudjisihono

83

8. Pemanfaatan buah semu jambu mete menjadi sirup di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Dwi Nugrahaeni, Budi Hartoyo, dan Kendriyanto

91

iii

9. Pembu atan pasta tomat medium dengan blower evaporator dan analisis mutunya Ermi Sukasih, Sunarmani, dan Iceu Agustinisari

95

10. Pengaruh pengupasan dan waktu penyangraian terhadap sifat minuman bubuk kedelai Rob. Mudjisihono, Heni Purwaningsih dan Nugraho Siswanto

105

11. Kinetika perubahan mutu fisikokimia beberapa pasta tomat Sunarmani dan Ermi Sukasih

116

12. Cara penyimpanan biji jagung dengan hermetic system Agus Sutanto dan Kendriyanto

126

13. Kajian pengolahan jagung untuk bahan pangan Agus Sutanto dan Dwi Nugrahaeni

132

DAFTAR PESERTA

141

iv

RUMUSAN HASIL SEMINAR Wilayah marjinal sebagai tema seminar dialamatkan untuk mengangkat kondisi lahan dan perekonomian masyarakat marjinal menjadi fokus perhatian sebagai pokok bahasan. Sehubungan dengan itu dalam seminar ini telah dibahas berbagai topik makalah yang berkaitan dengan lahan marjinal dan/atau masyarakat tani berstatus ekonomi lemah. Rumusan dari hasil seminar ini adalah sebagai berikut. • Lahan marjinal mempunyai keterbatasan dalam hal sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Di samping itu pada umumnya topografinya juga kurang sesuai untuk berusahatani. Oleh sebab itu lahan marjinal dicirikan dengan status hara dan kapasitas menahan air sangat rendah, fungsi hidrologi rusak, bahan organik kritis sebagai akibat erosi air maupun angin, terjadi pencemaran, dan konsekuensinya keadaan perekonomian masyarakat juga lemah. Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab tingkat kesejahteraan petani di lahan marjinal rendah. • Beberapa cara yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan marjinal di antaranya adalah pemakaian varietas tanaman unggul berumur genjah, penerapan pola tanam sesuai dengan curahan hujan, perbaikan teknik budidaya tanaman, serta usaha konservasi lahan. Namun kenyataannya, pengembangan teknologi pertanian di lahan marjinal yang merupakan konsentrasi petani miskin, kurang mendapat prioritas dibanding di lahan irigasi. Demikian juga dengan dukungan kelembagaan dan ketersediaan sarana/prasarana, serta akses informasi masih sangat terbatas. Kondisi seperti ini menempatkan masyarakat/petani semakin terpuruk dalam perangkap kemiskinan. • Sehubungan dengan kondisi ini diperlukan suatu upaya terprogram yang dirancang untuk dapat menjawab permasalahan di wilayah marjinal. • Kesejahteraan/pendapatan petani miskin seharusnya ditingkatkan melalui inovasi pertanian mulai dari tahap produksi sampai pemasaran hasil. Untuk itu diperlukan peningkatan akses petani terhadap informasi pertanian, dukungan pengembangan inovasi pertanian, serta upaya pemberdayaan petani. • Pendekatan partisipatif dalam perencanaan dan pelaksanaan, pengembangan kelembagaan serta perbaikan sarana/prasarana yang dibutuhkan di desa, merupakan alternatif dalam pemberdayaan petani untuk meningkatkan kemampuan mengadopsi inovasi. • Dalam upaya program peningkatan produktivitas lahan dan peningkatan pendapatan petani hendaknya dilakukan melalui pendekatan kawasan, pemberdayaan masyarakat, agribisnis, dan kelembagaan yang di dukung oleh sarana prasarana memadai. Sebagai alternatif program dapat digunakan sebagai pertimbangan adalah model Primatani dan Agropolitan. • Dalam program tersebut diperlukan dukungan pengembangan penyebarluasan inovasi pertanian, yang dimaksudkan untuk melakukan reorientasi dalam melakukan penelitian dan pengkajian pengembangan inovasi pertanian yang sesuai untuk kebutuhan para petani di lahan marjinal, serta untuk mendukung pelaksanaan diseminasi guna menginformasi kan potensi inovasi kepada petani dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. • Beberapa inovasi teknologi hasil penelitian, kelembagaan dan diseminasi yang dapat dipertimbangkan sebagai referensi untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan petani di wilayah marjinal. Inovasi-inovasi tersebut di antaranya adalah: Sub-Sektor tanaman pangan dan obat - Peningkatan produktivitas jagung, padi gogo, cabai kacang tanah, ubi jalar tanaman obat dengan lebih mengefisiensikan penggunaan pupuk NPK, aplikasi komponen-komponen pengelolaan tanaman terpadu (PTT), mengobtimalkan pemanfaatan embung, dan mengunakan varietas sesuai lahan.

v

- Pengendalian serangan organisme pengganggu tanaman bawang merah dan cabai secara simultan dengan pemupukan berimbang dan penggantian varietas Sub-Sektor peternakan - Pengembangan ternak ruminansia menggunakan strategi penyediaan pakan (hijauan maupun limbah pertanian/perkebunan) dengan konsep terprogram dan teknologi terapan. - Peningkatan produktivitas/reproduksi sapi perah dengan memperbaiki manajemen laktasi dan perbaikian pakan pada periode gestasi (flushing) Panen dan pasca-panen - Peningkatan nilai tambah hasil pertanian melalui perbaikan teknik panen, penggunaan alat untuk memanen, penyimpanan hasil, deversivikasi olahan hasil panen (teknologi pasca panen) yang dilengkapi dengan sertifikasi produk halal. Kelembagaan - Inovasi yang mencakup kelembagaan input produksi, proses produksi, pasca produksi hingga kelembagaan pasar. Di samping itu juga perlu adanya dukungan kemitraan usaha dengan swasta/pihak terkait. Diseminasi dan alih teknologi - Strategi diseminasi/mempercepat alih teknologi melalui kegiatan gelar, pelatihan, dan pendampingan teknologi yang dikemas dalam bentuk yang mudah dimengerti oleh petani (contohnya media cetak komik dan VCD) - Kegiatan diseminasi yang dikaitkan dengan PRIMATANI dan P4MI • Diperlukan keterpaduan antara materi penelitian/pengkajian dengan peneliti/pengkaji yang sesuai dengan keahliannya.

vi

Prosiding Seminar Nasional

UPAYA PERCEPATAN ALIH TEKNOLOGI UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN DI WILAYAH MARJINAL Muhrizal Sarwani Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

PENDAHULUAN Usahatani di lahan marjinal dihadapkan pada berbagai kendala. Utamanya adalah bagaimana mengelola air yang menjadi faktor pembatas dalam berusahatani, sehingga produktivitas lahan dapat ditingkatkan. Selain itu lahan marjinal mempunyai keterbatasan seperti sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang tidak baik serta topografi lahan yang kurang mendukung dalam berusahatani. Berbagai keterbatasan yang dihadapi di lahan marjinal berdampak pula pada aspek sosial budaya masyarakat. Petani lahan marjinal relatif terbelakang dibandingkan petani di lahan-lahan yang subur. Implementasi program untuk pengembangan agribisnis di lahan marjinal memerlukan pendekatan khusus dengan tidak hanya memperhatikan implementasi teknologi kepada petani, akan tetapi juga perlu didukung dengan implementasi kelembagaan yang betulbetul sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Untuk meningkatkan produktivitas di lahan marjinal yang umumnya berupa lahan kering, ada beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain pemakaian varietas tanaman unggul berumur genjah, penerapan pola tanam yang sesuai dengan curahan hujan, perbaikan teknik budidaya tanaman, serta usaha konservasi lahan sehingga kelestarian lahan dapat dijaga. Untuk menjaga keberlanjutan pengembangan agribisnis di suatu wilayah perlu sedini mungkin adanya pemahaman akan potensi, kendala dan peluang serta tantangan dalam berusahatani yang digali secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak terkait, khususnya petani sebagai pelaku utamanya. Prima Tani merupakan salah satu upaya Badan Litbang Pertanian dalam percepatan diseminasi inovasi pertanian, termasuk untuk kegiatan pertanian di lahan marjinal. Makalah ini mencoba memotret permasalahan umum di lahan marjinal serta upaya Badan Litbang Pertanian melalui Prima Tani mengembangkan agribisnis industrial pedesaan dengan memadukan berbagai pendekatan.

PERMASALAHAN PERTANIAN DI LAHAN MARJINAL Lahan marginal dicirikan oleh tanah dengan status hara dan kapasitas menahan air sangat rendah, telah mengalami kerusakan dan kehilangan fungsi hidrologis maupun ekonomi yang diakibatkan oleh erosi air atau angin, selain itu telah mengalami penurunan status unsur hara, bahan organik serta aktifitas biologi tanah, terjadi salinitas dan pencemaran. Masalah utama pada lahan marginal adalah rendahnya kesuburan dan kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman pada kondisi iklim dan lingkungan yang sesuai. Untuk mempertahankan produksi tetap lestari maka cara untuk memelihara atau mempertahankan kesuburan adalah dengan menciptakan penggunaan lahan dalam kondisi ekosistem alami (Barrow, 1991). Pengusahaan pertanian intensif secara monokultur yang menerapkan berbagai teknologi high-input pada areal yang lebih subur telah mengakibatkan lahan marginal semakin luas (Reijntjes, 1999). Bentuk-bentuk degradasi lahan antara lain: degradasi secara fisik (erosi tanah baik oleh air ataupun angin), kimia (kemasaman tinggi dan penurunan kandungan unsur hara), dan biologi (penurunan kandungan bahan organik tanah dan aktivitas biologi tanah), salinisasi dan pencemaran tanah (Young, 1997). Degradasi lahan adalah masalah penggunaan tanah secara inherent yang mempunyai kesuburan rendah atau mempunyai potensi relatif rendah sehingga disebut juga sebagai lahan “fragile” atau “marginal”. Oleh karena itu, lahan marginal dan terdegradasi adalah lahan yang dicirikan oleh tanah dengan status hara dan kapasitas menahan air sangat rendah dan telah mengalami kerusakan serta kehilangan fungsi hidrologi dan ekonomi (Barrow, 1991). Perubahan lingkungan daerah tropika berkaitan erat dengan pembukaan hutan, terjadinya pergeseran lahan pertanian ke daerah tengah dan hulu dengan kemiringan lahan lebih curam dan beresiko tinggi terhadap erosi.

1

Prosiding Seminar Nasional degradasi lahan dan perluasan lahan kritis. Permasalahan tersebut mendorong munculnya upaya untuk mengenali dan mengembangkan sistem agroforestri yang telah diterapkan petani sejak dulu di daerah tropika termasuk di Indonesia. Keberlanjutan sistem penggunaan lahan sangat tergantung pada fleksibilitasnya dalam keadaan lingkungan yang terus berubah. Adanya keanekaragaman sumberdaya genetik yang tinggi pada tingkat usahatani akan menunjang fleksibilitas ini (Reijntjes, 1999). Menurut FAO (1995), pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam yang berorientasi teknologi dan perubahan institusi untuk menjamin tercapainya kebutuhan manusia saat ini dan generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan seperti itu akan melindungi sumberdaya lahan, air, tanaman, dan sumberdaya genetik hewan dengan teknologi yang cocok, serta menguntungkan secara ekonomi dan dapat diterima secara sosial tanpa kerusakan lingkungan. Pada lingkup Badan Litbang Pertanian, terjadinya kesenjangan ketersediaan inovasi teknologi pada tingkat Balit/Puslit dan kebutuhan pengguna merupakan suatu masalah yang memerlukan perhatian kita semua.

2

Penyebab utama masalah ini adalah masih kurangnya perhatian Balit/Puslit terhadap kebutuhan inovasi teknologi pertanian di lahan marginal. Selama ini, penciptaan inovasi teknologi pertanian yang lebih diprioritaskan oleh Balit/Puslit adalah inovasi teknologi pertanian untuk lahan non-marginal atau sentra produksi yang telah mapan. Hal ini tercermin dari kecilnya persentase anggaran penelitian yang dialokasikan untuk lahan marginal di Balit/Puslit. Pada enam tahun terakhir ini, dari 9 institusi yang dapat ditelusuri alokasi anggaran penelitiannya menunjukkan bahwa 4 institusi yaitu Balit Serealia, Balitsa, BPTP Jabar dan BPTP Sulsel rata-rata pertahun mengalokasikan anggaran untuk penelitian lahan marginal kurang dari 10%, sedangkan Balitpa dan BB Mektan sekitar 12% dari total anggaran penelitiannya (Tabel 1). Akibat rendahnya alokasi anggaran penelitian untuk lahan marginal tersebut, maka yang terjadi adalah sebagai berikut: - Inovasi teknologi pertanian yang dibutuhkan pengguna di lahan marginal tidak tersedia di tingkat Balit/Puslit - Inovasi teknologi pertanian lahan marginal yang tersedia di Balit/Puslit masih kurang lengkap.

Prosiding Seminar Nasional UPAYA PERCEPATAN DISEMINASI INOVASI DI LAHAN MARJINAL Badan Litbang Pertanian sebagai lembaga yang melakukan penelitian untuk pengembangan telah banyak menghasilkan inovasi pertanian, beberapa di antaranya telah digunakan secara luas dan terbukti menjadi tenaga pendorong utama pertumbuhan dan perkembangan agribisnis berbagai komoditas pertanian. Salah satu contoh yang tergolong fenomenal ialah Revolusi Hijau pada agribisnis padi dan jagung hasil dari penemuan varietas unggul dengan berbagai komponen teknologi penunjangnya. Dukungan teknologi perbenihan unggul juga telah mampu mendorong perkembangan agribisnis dan beberapa komoditi unggulan lainnya antara lain mendorong agribisnis perkebunan kelapa sawit dengan sangat pesat. Namun demikian, evaluasi eksternal maupun internal menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian cenderung melambat, bahkan menurun. Masalah (bottle neck) utamanya adalah pada segmen rantai pasok terutama pada subsistem penyampaian (delivery subsystem) dan subsistem penerima (receiving subsystem). Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, diperlukan suatu “jembatan penghubung” antara Badan Litbang Pertanian sebagai pemasok teknologi (generating system) dengan pengguna, agar inovasi pertanian spesifik lokasi yang telah dihasilkan dapat segera diterapkan dengan cepat dan tepat. Untuk itu, mulai tahun 2005, Badan Litbang Pertanian telah melaksanakan Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian) yang berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung ke pengguna, antara Badan Litbang Pertanian (generating system) dengan lembaga penyampaian (delivery system) maupun pelaku agribisnis (receiving system) dan secara langsung merupakan wahana pengkajian partisipatif. Prima Tani adalah model atau konsep baru diseminasi teknologi yang dipandang dapat mempercepat penyampaian informasi dan bahan dasar inovasi baru yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Prima Tani dirancang melalui proses yang cukup panjang dan konsisten (konsep dirancang sejak tahun 2004), serta secara

kontinu dilakukan berbagai penyempurnaan yang disesuaikan dengan perkembangan di lapangan dan dinamika kebijakan di Departemen Pertanian. Prima Tani pertama kali diimplementasikan pada tahun 2005 di 14 propinsi meliputi 21 kabupaten, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Pada tahun 2006, pelaksanaan kegiatan Prima Tani diperluas lagi di 11 propinsi baru mencakup 11 kabupaten (sehingga total ada di 25 propinsi meliputi 32 kabupaten) yaitu NAD, Riau, Jambi, Bengkulu, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan DKI Jakarta. Pada tahun 2007, dengan pertimbangan agar Prima Tani dapat dicontoh oleh lebih banyak daerah maka pelaksanaannya diperluas hingga di 33 propinsi yang mencakup 201 desa. Tujuan Prima Tani Prima Tani bertujuan untuk mempercepat waktu, meningkatkan kadar, dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian serta untuk memperoleh umpan balik dari pengguna mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan lokasi, yang merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan penelitian untuk pengembangan. Keluaran Prima Tani Keluaran akhir Prima Tani adalah terbentuknya AIP (Agribisnis Industrial Pedesaan)/Sistem Usahatani Intensifikasi Diversifikasi (SUID). Keluaran Prima Tani tersebut pada prinsipnya adalah pembangunan industrial pedesaan dimana memiliki dampak yaitu perubahan tingkat usahatani, tingkat pendapatan rumah tangga dan pembangunan tingkat desa. Secara rinci keluaran program ini adalah sebagai berikut: a. Model kelembagaan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif. b. Model pengadaan sistem teknologi dasar (antara lain benih dasar, prototipe, alsintan, usaha pasca panen skala komersial) secara luas dan disentralistik.

3

Prosiding Seminar Nasional c. Model penyediaan sistem informasi, konsultasi dan sekolah lapang bagi praktisi agribisnis. d. Model pembinaan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk melanjutkan pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi secara mandiri. Strategi Prima Tani Dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditarget, maka strategi pelaksanaan Prima Tani adalah sebagai berikut: (1) Menerapkan teknologi tepat guna sehingga mampu menjawab permasalahan dan kebutuhan pengguna, (2) Membangun model percontohan agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif, (3) Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif, (4) Menyelaraskan dan mensinergiskan dengan program-program lingkup Deptan termasuk dengan program pemda setempat di lokasi Prima Tani, dan (5) Menggunakan pendekatan partisipatif. Pendekatan Prima Tani Paling tidak ada lima pendekatan yang dilakukan dalam implementasi Prima Tani secara partisipatif dalam suatu desa atau laboratorium agribisnis, yaitu (1) Agroekosistem: sawah, lahan kering dan lahan rawa, (2) Agribisnis, (3) Wilayah, (4) Kelembagaan, dan (5) Pemberdayaan masyarakat. Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti Prima Tani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi bio-fisik lokasi yang meliputi aspek lahan, air, wilayah komoditas, dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti implementasi Prima Tani telah memperhatikan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah dalam kaitannya optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan dengan pemberian proritas pengembangan pada komoditas unggulan. Sementara pendekatan kelembagaan tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi, tetapi juga melihat secara komprehensif kaitannya dengan modal, sosial, norma, dan aturan yang sudah berjalan di lokasi Prima Tani. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan perlunya penumbuhan

4

kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi sumberdaya setempat secara arif dan bijaksana dengan mengedepankan prinsip ekonomi dan konservasi sumberdaya alam. Prima Tani Merupakan Implementasi Paradigma Baru Litbang Prima Tani pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari paradigma baru penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian. Pada masa lalu, paradigma yang dianut dapat disebut sebagai penelitian dan pengembangan (Research and Development) dengan fokus melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk menemukan atau menciptakan teknologi. Kegiatan diseminasi lebih dominan pada mempublikasikan karya ilmiah dan menginformasikan keberadaan inovasi teknologi. Dengan paradigma lama tersebut tugas dan tanggung jawab Badan Litbang Pertanian ditafsirkan sempit, terbatas pada menyediakan dan menginformasikan teknologi inovatif. Penyebaran teknologi inovatif yang dihasilkan tersebut dipandang sebagai di luar mandat Badan Litbang Pertanian. Dengan paradigma penelitian dan pengembangan itu pula maka sasaran Badan Litbang Pertanian berorientasi pada menghasilkan teknologi inovatif dan mempublikasikan karya ilmiah sebanyakbanyaknya. Keseuaian teknologi yang dihasilkan dengan preferensi pengguna menjadi kurang diperhatikan. Penyaluran (delivery) dan penerapan (receiving/adopsi) teknologi yang dihasilkan dipandang sebagai di luar tugas pokok Badan Litbang Pertanian. Kegiatan yang dihasilkan cenderung bersifat ”Penelitian untuk Peneltian” (Research for Research) dan ”Penelitian untuk Publikasi” (Research for Publication). Barangkali paradigma inilah salah satu penyebab utama fenomena lamban dan rendahnya tingkat penerapan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian oleh pengguna. Menyadari hal itu, Badan Litbang Pertanian menerapkan paradigma baru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu ”Penelitian untuk Pembangunan” (Research for Development). Dengan paradigma baru ini, orientasi kerja Badan Litbang Pertanian adalah menghasilkan

Prosiding Seminar Nasional teknologi inovatif untuk diterapkan sebagai mesin penggerak (prime mover) pembangunan Pertanian. Untuk itu kegiatan penelitian dan pengembangan haruslah berorientasi pada pengguna (user oriented) sehingga teknologi inovatif yang dihasilkan lebih terjamin benarbenar tepat guna spesifik lokasi dan pemakai. Penelitian dan pengembangan haruslah dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan perwakilan calon pengguna outputnya. Dalam paradigma “Penelitian untuk Pembangunan”, peran kegiatan diseminasi diposisikan sama penting dengan kegiatan penelitian dan pengembangan. Kalau pada masa lalu, diseminasi praktis hanya untuk menginformasikan dan menyediakan teknologi sumber/dasar secara terpusat di Balai Penelitian, maka kini dengan paradigma “Penelitian untuk Pembangunan”, diseminasi diperluas dengan juga melaksanakan pengembangan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis teknologi inovatif dan penyediaan teknologi dasar secara terdesentralisasi sebagai inisiatif untuk merintis pemasyarakatan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Sasaran kegiatan diseminasi juga disesuaikan, dari tersebarnya informasi kepada masyarakat pengguna teknologi menjadi tersedianya contoh konkrit penerapan teknologi di lapangan. Prima Tani merupakan strategi dalam mengimplementasikan paradigma baru Badan Litbang Pertanian tersebut. Dipandang dari segi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan, Prima Tani merupakan wahana untuk pelaksanaan penelitian dan pengembangan partisipatif dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan berorientasi konsumen/pengguna (Consumer Oriented Research and Development). Dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan diseminasi, Prima Tani merupakan wahana untuk menghubungkan secara langsung Badan Litbang Pertanian sebagai penyedia teknologi sumber/dasar dengan masyarakat luas atau pengguna teknologi secara komersial maupun lembaga-lembaga penunjang pembangunan sehingga adopsi teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian tidak saja tepat guna, tetapi juga langsung diterapkan dalam sistem dan usaha agribisnis, setidaknya dalam tahapan rintisan atau percontohan. Rintisan

atau percontohan diharapkan menjadi titik awal difusi massal teknologi inovatif yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Inovasi Pertanian dan Keterkaitan Antar Komponen Tujuan akhir dari Prima Tani adalah terwujudnya Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) yang mampu menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Untuk mewujudkan AIP tersebut dapat ditempuh melalui inovasi pertanian yang meliputi inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan, serta adanya keterkaitan dan saling ketergantungan antara komponen dalam pelakasanaan Prima Tani. Inovasi Teknologi Inovasi pertanian adalah teknologi dan kelembagaan agribisnis yang unggul hasil temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian, dimana Prima Tani merupakan wahana untuk mengintroduksikan teknologi dan kelembagaan tersebut. Oleh karena itu, karakteristik teknologi Prima Tani adalah teknologi unggul dan matang yang telah dihasilkan oleh Balit Komoditas maupun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dengan demikian, Prima Tani pada dasarnya ialah metode penelitian dan pengembangan yang juga salah satu modus diseminasi teknologi, keduanya termasuk dalam mandat institusional Badan Litbang Pertanian. Dengan teknologi yang prima akan tercipta sistem dan usaha agribisnis yang prima pula. Inovasi Kelembagaan Inovasi kelembagaan dibutuhkan untuk menghantarkan inovasi teknologi dalam peningkatan produksi dan pendapatan petani secara maksimal dan berkelanjutan. Dalam inovasi kelembagaan juga dibutuhkan kemampuan untuk melakukan identifikasi dan analisis aspek kelembagaan yang sedang berjalan. Oleh karena itu, penumbuhan kelembagaan Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) pada lokasi Prima Tani perlu mempertimbangkan tujuh prinsip yaitu, kebutuhan, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas, manfaat, pemerataan dan keberlanjutan. Elemen kelembagaan AIP yang dikembangkan dapat berupa kelembagaan produksi, sarana produksi, penyuluhan, klinik agribisnis, pasca panen dan pemasaran hasil, jasa alsintan, pengelolaan hasil dan

5

Prosiding Seminar Nasional permodalan. Selain berfungsi, keterkaitan fungsional antar kelembagaan AIP harus ditempatkan dalam bingkai hubungan keterkaitan institusional dan harus tercermin dalam hubungan sharring system yang adil berdasarkan kesepakatan bersama. Keterkaitan Antar Komponen Prima Tani pada intinya adalah membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif yang memasukkan sistem inovasi dan sistem agribisnis. Dalam model ini, Badan Litbang Pertanian tidak lagi hanya berfungsi sebagai produsen teknologi sumber/dasar, tetapi juga terlibat aktif dalam memfasilitasi penggandaan, penyaluran dan penerapan teknologi inovatif yang dihasilkannya. Prima Tani pada dasarnya adalah model terpadu Penelitian – Penyuluhan – Agribisnis – Pelayanan Pendukung (Research – Extension – Agribusiness – Supporting Service Linkages). Pembentukan jejaringan kerja terpadu Penelitian – Penyuluhan – Agribisnis – Pelayanan merupakan salah satu terobosan kelembagaan dalam Prima Tani yang dapat diuraikan sebagai berikut: • Prima Tani akan merajut ulang hubungan sinergis Penelitian – Penyuluhan (Research – Extension Linkages) yang cenderung semakin melemah atau bahkan terputus di beberapa wilayah sebagai akibat dari belum mantapnya pelaksanaan otonomi daerah. Kegiatan yang akan dilakukan Badan Litbang Pertanian melalui Prima Tani ialah mengintegrasikan kegiatannya dengan lembaga penyuluhan pertanian di daerah melalui penelitian, pengembangan, pengkajian partisipatif di dalam “laboratorium lapang”, membekali penyuluh dengan pengetahuan dan bahan penyuluhan mengenai teknologi inovatif yang diintroduksikan serta menyediakan teknologi sumber/dasar hasil temuan atau ciptaannya. Dengan demikian, Prima Tani dapat berfungsi untuk mensinergikan kegiatan penelitian dan kegiatan penyuluhan. Pengembangan Prima Tani dapat dipandang sebagai bagian dari inisiatif untuk revitalisasi penyuluhan yang kini terkesan mengalami kejenuhan. • Prima Tani merajut hubungan sinergis Badan Litbang Pertanian dengan petani dan

6

praktisi agribisnis secara umum (Research – Agribusiness Linkages), baik secara tidak langsung melalui perantara penyuluh lapang dan lembaga pelayanan, maupun secara langsung melalui kolaborasi dalam pembangunan dan pengembangan Prima Tani. Bidang usaha meliputi usaha pertanian (on-farm), produksi dan penyediaan sarana dan prasarana pertanian serta penanganan, pengolahan dan pemasaran pasca panen. Prima Tani tidak saja berfungsi untuk memperkuat atau merajut ulang hubungan tradisional tidak langsung yang telah ada selama ini tetapi yang lebih penting lagi adalah membangun hubungan baru secara langsung. Dengan begitu, teknologi inovatif yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian akan lebih terjamin tepat guna bagi praktisi agribisnis, penyuluh maupun lembaga pemerintah pelayan agribisnis. • Prima Tani merajut hubungan sinergis Badan Litbang Pertanian dengan lembagalembaga Pelayanan Pendukung Agribisnis, utamanya lembaga pemerintah, tidak saja melalui penyediaan informasi dan penyediaan paket rekomendasi teknologi yang sudah berjalan selama ini, tetapi juga dalam upaya percepatan penerapan dan difusi teknologi inovatif. Prima Tani merupakan wahana untuk mengadvokasikan difusi adopsi teknologi melalui program pembangunan pemerintah. Dengan demikian, Prima Tani mengandung dua unsur pembaruan, yaitu (1) Inovasi teknologi tepat guna siap terap dan manajemen usaha agribisnis (2) Inovasi kelembagaan yang memadukan sistem atau rantai pasok inovasi (innovation system) dan sistem agribisnis (agribusiness system). Peranan Pemda Sebagai Pemegang Tongkat Estafet Keberlanjutan Prima Tani Sasaran akhir Prima Tani adalah diterapkannya teknologi inovatif yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian oleh praktisi agribisnis secara cepat, tepat, dan luas (massal), yang bermuara pada terbentuknya Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) yang berbasis pemanfaatan sumberdaya setempat secara optimal dalam upaya meningkatkan kegiatan usaha dan kesejahteraan masyarakat setempat. Namun demikian, walaupun pada awalnya program ini diinisiasi oleh Badan

Prosiding Seminar Nasional Litbang Pertanian, maka dalam pelaksanaan tahap berikutnya peran Pemda setempat diharapkan sangat dominan. Pada dasarnya, dengan pendekatan yang benar bahwa kegiatan inovasi dan diseminasi teknologi yang dilakukan Badan Litbang Pertanian pada program Prima Tani hanyalah membuktikan bahwa teknologi yang dihasilkan Badan Litbang mampu menjawab kebutuhan dan permasalahan petani atau tepat guna dan unggul sehingga mereka yakin dan mengadopsinya. Kegiatan diseminasi yang dilakukan Badan Litbang Pertanian hanya dalam skala terbatas dan sementara waktu saja. Sehingga fasilitasi difusi dan replikasi atau perluasan Prima Tani diharapkan akan dilakukan oleh instansi pemerintah yang bertugas untuk itu, terutama dari pihak Pemda setempat. Dengan demikian, pemda setempat berkewajiban untuk menerima tongkat estafet pelaksanaan Prima Tani yang selama ini dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian. Ke depan, paling tidak ada dua kewajiban Pemda setempat yang perlu mendapat perhatian lebih serius, yaitu (1) Menjaga keberlanjutan pelaksanaan Prima Tani di lokasi pengembangan Prima Tani selama ini sehingga tujuan akhir dari Prima Tani dalam mewujudkan Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) bisa tercapai dan (2) Mengingat pelaksanaan Prima Tani selama ini masih terbatas pada beberapa lokasi/desa, maka agar percepatan pembangunan pertanian secara nasional bisa tercapai, maka Pemda setempat berkewajiban untuk memassalkan Prima Tani ke lokasi lainnya. Dalam kaitan ini, Badan Litbang Pertanian bukan berarti lepas tangan. Badan Litbang Pertanian tetap berkewajiban sebagai pemasok teknologi yang dibutuhkan dalam pengembangan Prima Tani tersebut. Fokus Inovasi Teknologi ke Depan Seperti diungkap sebelumnya, bahwa peranan inovasi teknologi yang sesuai kebutuhan pengguna dan alih teknologi sangat vital bagi pembangunan pertanian ke depan. Perbaikan inovasi teknologi yang bermuara ke pengguna perlu terus diupayakan seiring dengan perubahan lingkungan strategis. Oleh kerena itu, penyempurnaan pengembangan dan aplikasi iptek dalam pembangunan pertanian dalam era globalisasi sekarang ini, agenda kebijakan ke depan perlu menyesuaikan dengan perubahan kelembagaan yang juga berkembang demikian

cepat. Apabila dahulu, fokus kebijakan lebih banyak pada pembahasan kuantitas input yang digunakan, kini fokus tersebut telah bergeser pada efisiensi penggunaan teknologi biologikimiawi seperti benih unggul, pupuk dan pestisida, perubahan aransemen kelembagaan yang menyertai pengembangan teknologi tidak dapat dilakukan secara sambilan (adhoc), tetapi harus secara holistik dan dilengkapi dengan kebijakan yang memadai. Kajian dan penelusuran lebih dalam tentang hubungan fungsional antara tingkat penggunaan input produksi pertanian dengan aspek kelembagaan serta kondisi sosial ekonomi yang melingkupi proses produksi masih harus terus menerus dilakukan. Di tingkat lapangan, hal tersebut perlu diterjemahkan melalui penelaahan yang terus menerus untuk menemukan spesifikasi produksi pertanian yang tepat, sesuai dengan kondisi agroklimat serta setting kelembagaan suatu daerah tertentu. Perbaikan kondisi sosial ekonomi serta fungsi-fungsi kelembagaan tersebut, dapat ditempuh melalui desentralisasi perumusan kebijakan teknologi di bidang pertanian. Para peneliti dan perumus kebijakan juga masih harus bekerja keras untuk menyempurnakan adaptasi teknologi biologi-kimiawi, bukan sekedar adopsi pada beberapa kondisi ekologis dan sosial ekonomi masyarakat. Dalam jangka panjang, desentralisasi seperti ini dapat mengurangi perbedaan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi serta produktivitas pertanian antar wilayah, seperti yang dialami oleh pulau Jawa dan luar Jawa selama ini. Keterbatasan dana yang dialokasikan untuk kegiatan litbang pertanian juga perlu dikelola secara khusus. Dengan anggaran yang terbatas tersebut, kegiatan litbang pertanian harus fokus pada sedikit komoditas (prioritas) agar dapat diselesaikan secara tuntas dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. Salah satu dampak dari paradigma ”penelitian untuk penelitian" atau bahkan ”penelitian untuk peneliti" adalah kegiatan litbang yang tidak fokus, mencakup banyak komoditas karena mengikuti kemauan peneliti bukan berdasarkan kebutuhan pengguna. Ke depan, paling tidak tiga komoditas pangan yang tetap akan menjadi fokus perhatian, yaitu padi, jagung, kedelai, selain komoditas tebu (gula) dan daging sapi.

7

Prosiding Seminar Nasional PENUTUP Potensi lahan marjinal dalam mencukupi kebutuhan pangan penduduk ke depan sangat menjanjikan, persoalannya sekarang perhatian terhadap lahan marjinal masih belum seperti yang diharapkan, sehingga kegiatan pertanian di lahan ini belum digarap secara maksimal. Prima Tani diharapkan dapat menjadi media untuk menjadikan isu mengenai lahan marjinal semakin banyak mendapat perhatian dalam kegiatan penelitian yang dilaksanakan Badan Litbang Pertanian ke depan. Prima Tani merupakan program terobosan Departemen Pertanian dalam upaya akselerasi diseminasi inovasi teknologi ke pengguna untuk mempercepat pembangunan pertanian di daerah. Prima Tani merupakan model dan percontohan untuk pengentasan kemiskinan dan pengangguran, dan dirancang dengan mengintegrasikan berbagai pihak dan instansi terkait baik lingkup Deptan maupun luar Deptan. Inovasi pertanian yang mencakup inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan serta adanya keterkaitan yang erat dan kuat antar komponen dalam Prima Tani akan mempercepat tujuan akhir dari program ini dalam mewujudkan Agribisnis Indsutrial Pedesaan (AIP) yang mampu menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

8

Prima Tani pada dasarnya merupakan implementasi dari perubahan paradigma dari “Penelitian dan Pengembangan” (Research and Development) ke Penelitian untuk Pembangunan” (Research for Development). Dengan begitu, kegiatan Badan Litbang akan lebih terarah pada pemenuhan preferensi stakeholders. Dengan strategi baru tersebut, maka Badan Litbang Pertanian terintegrasi langsung sebagai salah satu elemen esensial dalam pelaksanaan Prima Tani. Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban sebagai pemegang tongkat estafet keberlanjutan Prima Tani di desa yang telah dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian dan sekaligus berkewajiban untuk memassalkan di desa sekitarnya.

Prosiding Seminar Nasional

DUKUNGAN PRASARANA SARANA ( INFRASTRUKTUR ) Sri Yuwanti Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi Jawa Tengah

LATAR BELAKANG • Adanya kesenjangan pembangunan yang tinggi antara wilayah perkotaan dan perdesaan (yang berbasis pertanian) • Daerah Perkotaan cenderung mengeksploitasi sumber daya perdesaan sebaliknya daerah perdesaan tidak mampu memanfaatkan perkotaan dengan baik bahkan menjadi beban kota • Daerah perkotaan harus dapat berperan sebagai penggerak pembangunan perdesaan (Habitat: Cities As Engine of Rural Development) • Kawasan Perdesaan seharusnya sebagai suatu kesatuan pengembangan dengan kawasan perkotaan (dalam konsep urbanrural linkages) dan mempunyai hubungan yang bersifat interdependensi/timbal balik yang harmonis dan dinamis. • Kawasan-kawasan perdesaan (kawasan yang menjadi sentra produksi pertanian) perlu dikembangkan menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi daerah, dengan Pengembangan Agropolitan sebagai penggerak pembangunan (engine of development) bagi kawasan-kawasan disekitarnya. • Program Pengembangan Agropolitan adalah program yang dianggap paling pas dikembangkan saat ini, terutama dalam menghadapi ’krisis multi dimensi’ yang sampai saat ini masih berkepanjangan.

pemberi nasional

sumbangan

pendapatan

(2) secara de facto penjamin kelestarian sumberdaya - lingkungan serta pengembang kultur daerah dalam menjaga kelestarian kebudayaan. • Pertanian di Indonesia akhir-akhir ini menghadapi masa sulit dan kurang mempunyai daya saing seiring meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, dapat menimbulkan kerisauan akan timbulnya “kerawanan pangan” di masa yang akan datang KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Tiga Konsep Pengembangan Kawasan (Rondinelli, 1985): • Konsep kutub pertumbuhan (growth pole); Menekankan investasi masif pada industri-industri padat modal di pusat-pusat urban utama sebagai prime mover yang menstimulasi dan menciptakan penyebaran pertumbuhan (spread effect) dan efek penetesan (trickle effect) • Integrasi (keterpaduan) fungsionalspasial. Mengembangkan sistem pusatpusat pertumbuhan dengan berbakai ukuran (termasuk kota-kota skala kecil-menengah) dan karakteristik fungsional secara terpadu. • Pendekatan “Decentralized territorial”

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN PERDESAAN • Daerah perdesaan dihuni oleh sebagian besar penduduk Indonesia (60%) dengan mata pencaharian utamanya adalah bertani, dengan hasil pertanian dalam bentuk primer (belum diolah) • Kawasan perdesaan berperan sebagai :

Pendekatan Pengembangan Kawasan Agropolitan • Rekomendasi Friedman dan Douglass (1975) untuk pembangunan perdesaan di Asia dan Afrika : Aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan berpenduduk 50.000 - 150.000 jiwa

(1) penjamin ketersediaan pangan, bahan mentah industri, lapangan kerja &

9

Prosiding Seminar Nasional • Konsep agropolitan dipandang sebagai konsep yang menjanjikan teratasinya permasalahan ketidakseimbangan • pembangunan antara perdesaan-perkotaan selama ini • Pembangunan perdesaan dilakukan dengan meningkatkan keterkaitan – menghubungkan perdesaan dengan pembangunan wilayah perkotaan (Urban-Rural Linkages) Prasyarat : Keberhasilan Kawasan Agropolitan

Pengembangan

1. Meningkatkan pembangunan infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan produktivitas hasil pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil serta adanya jasa penunjang, yang diawali dengan penyusunan rencana tata ruang/master plan kawasan agropolitan serta ketersediaan peta komoditas hasil pertanian 2. Meningkatkan daya saing produk bukan hanya berbentuk primer tetapi sampai

kepada produk olahan (Intermediate Product dan Final Product) di kawasan agropolitan sehingga mendapatkan nilai tambah (value added) 3. Menciptakan sistem pemasaran produk/tata niaga yang berpihak kepada petani 4. Perkuatan dan revitalisasi lembaga penyuluhan pertanian, melalui pemberdayaan penyuluh swakarsa 5. Mengembangkan kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta, yang berlandaskan ”kesetaraan” 6. Memperkuat lembaga permodalan di daerah

keuangan

7. Memperkuat keberadaan dan posisi tawar petani sebagai stakeholder utama pengembangan kawasan agropolitan 8. Terciptanya political will dari pemerintah daerah sebagai penggerak utama pengembangan kawasan agropolitan

/ Pusat kawasan Agropolitan Dusun

10

dan

Prosiding Seminar Nasional STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Tujuan Pengembangan Kawasan Agropolitan

ƒ Menyeimbangkan pembangunan antara perkotaan dan pedesaan melalui pendekatan pengembangan wilayah, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dengan mendorong berkembangnya sistim dan usaha agribisnis. ƒ Pengembangan kawasan agropolitan juga diposisikan sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi masalah2 yang timbul di perdesaan, antara lain : mengurangi kemiskinan, mengurangi kesenjangan sosial, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mengurangi arus migrasi dari desa ke kota, karena dengan mengembangkan kawasan agropolitan diharapkan akan dapat menjadikan suasana kehidupan mirip dengan di perkotaan. ƒ Kawasan Agropolitan juga akan didorong menjadi kawasan Agrowisata. Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Lintas Departemen 1. Strategi pengembangan sumber daya manusia (dengan Departemen Pertanian). 2. Strategi pengembangan sistem kelembagaan (dengan Departemen Dalam Negeri) 3. Strategi pengembangan permodalan (dengan Meneg KUKM dan Perbankan) 4. Strategi pengembangan (dengan Departemen PU )

Infrastruktur

Latar belakang Pengembangan Infrastruktur dalam Kawasan Agropolitan ƒ Infrastruktur fisik sebagai modal sosial masyarakat, terkait kuat dengan kesejahteraan masyarakat ƒ Observasi menunjukkan daerah yang memiliki kelengkapan infrastruktur yang lebih baik dibandingka daerah lainnya,

memiliki kehidupan ekonomi yang lebih baik pula ƒ Lingkup infrastruktur dalam mendukung kawasan agropolitan bertujuan untuk: ¾ Meningkatkan ekonomi kawasan yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat ¾ Meningkatkan keterkaitan desa-kota, sehingga terjadi penurunan tingkat urbanisasi dan merupakan embrio kota Agro ¾ Mendukung Agribisnis

peningkatan

usaha

Pendekatan Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Agropolitan ƒ Pembangunan Prasarana dan Sarana dilakukan dengan pendekatan wilayah mengidentifikasi Sumberdaya Alam, Sumberdaya Buatan dan Sumberdaya Manusia. ƒ Pengembangan Infrastruktur berbasis tingkat perkembangan kawasan agropolitan ƒ Pendekatan Wilayah mensinergikan / menterpadukan antara Pusat – Propinsi – Kabupaten, antar sektor (infrastruktur jalan, irigasi, listrik, telekomunikasi) , serta antar stakeholders (pemerintah, swasta dan masyarakat) Infrastruktur dalam lingkup ke pu an meliputi: ƒ Prasarana dan Sarana Jalan, sebagai prasarana dan sarana distribusi lalu lintas barang dan manusia serta pembentuk struktur ruang wilayah. ƒ Prasarana dan Sarana Sumber Daya Air, sebagai prasarana dan sarana penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian daya rusak air. ƒ Prasarana dan Sarana Perumahan dan Permukiman, baik di Perkotaan maupun Perdesaan, mencakup pelayanan air bersih dan air baku, sanitasi lingkungan, persampahan, drainase, limbah domestik maupun perumahan dll.

11

Prosiding Seminar Nasional termasuk peningkatan pelayanan prasarana dan sarana terutama jalan dan pasar. ¾ Meningkatkan pemasaran dan mengembangkan pasar baru ke luar Kaw. Agropolitan / Eksternal.

Strategi Kebijakan Bidang Ke PU an (infrastruktur) Dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan 1. Produktivitas : Meningkatkan produktivitas dengan memfokuskan pada produk yang berorientasi kebutuhan pasar yang didukung faktor produksi (baik langsung seperti air, maupun tidak langsung seperti jalan) yang memadai terutama di sentra produksi

3. Lingkungan permukiman Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan perumahan dan permukiman terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku utama pengembangan Kawasan Agropolitan.

2. Pemasaran : ¾ Memberikan nilai tambah produk terutama di pusat Kaw. Agropolitan

.

PRIORITAS DUKUNGAN BIDANG PRASARANA DAN SARANA KIMPRASWIL DUKUNGAN PRASARANA KIMPRASWIL UNTUK No

TIPOLOGI DESA

MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS INTERNAL SENTRA PRODUKSI

12

EXTERNAL DPP/PUSAT KAWASAN

1

DESA PERTANIAN PANGAN, PETERNAKAN

1. Irigasi tertier (termasuk air baku ternak) 2. Jalan usaha tani (on farm) 3. Penjemuran 4. Kios Saprotan

1. 2. 3. 4.

2

DESA PERKEBUNAN

1. Jalan on farm 2. Gudang 3. Air baku dan air bersih

1. Air bersih 2. Air industri pengolahan hasil perkebunan 3. Pengolahan air limbah 4. Gudang 5. Jalan off farm

3

DESA NELAYAN

1. 2. 3. 4. 5.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

4

DESA AGROWISAT A

1. Jalan lingkungan 2. Air bersih 3. Tempat pembuangan sampah 4. Sanitasi

Dermaga sandar Penjemuran Air baku tambak Jalan lingkungan Terminal desa

Kios Gudang Air untuk produksi pengolahan Jalan dari Sentra Produksi dan di DPP

AKSES KEWILAYAHAN 1. Air baku (saluran pembawa)

Cold storage Bengkel SPBU Fasilitas tempat pemb. es batu Jalan ke Sentra Produksi dan di DPP Pelabuhan kecil (Jetti)

1. Jalan lingkungan 2. Gudang 3. Pengendalian banjir

1. Akses jalan primer

Prosiding Seminar Nasional PRIORITAS DUKUNGAN BIDANG PRASARANA DAN SARANA KIMPRASWIL DUKUNGAN PRASARANA KIMPRASWIL UNTUK N o

TIPOLOGI DESA

MENINGKATKAN PEMASARAN INTERNAL SENTRA PRODUKSI

EXTERNAL

DPP/ PUSAT KAWASAN

AKSES KEWILAYAHAN

1

DESA PERTANIAN PANGAN, PETERNAKAN

1. Jalan (on farm) 2. Terminal

1.Jalan off farm 2. Terminal 3. Gudang 4. Air bersih

1. Akses jalan primer

2

DESA PERKEBUNAN

1. Jalan (on farm) 2. Air bersih .

1. 2. 3. 4. 5.

1. Akses jalan primer

3

DESA NELAYAN

1. Terminal

1.Jalan dari Sentra Produksi dan di DPP 2. TPI

1. Akses jalan primer

4

DESA AGROWISATA

1. Air bersih 2. Sanitasi 3. Tempat pembuangan sampah 4. Jalan sebagai fasilitas olahraga dan rekreasi

1. 2. 3. 4. 5.

1. Akses jalan primer 2. Fasilitas peristirahatan / gardu pandang

Jalan off farm Air bersih Gudang Pasar/kios Terminal

Pasar/kios Jalan lingkungan Air bersih/ sanitasi Drainase pengendalian banjir Terminal

PRIORITAS DUKUNGAN BIDANG PRASARANA DAN SARANA KIMPRASWIL DUKUNGAN PRASARANA KIMPRASWIL UNTUK N o

TIPOLOGI DESA

MENINGKATKAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN INTERNAL SENTRA PRODUKSI

1

EXTERNAL DPP/PUSAT KAWASAN

DESA PERTANIAN PANGAN, PETERNAKAN

1. 2. 3. 4.

Jalan lingk perumahan Air bersih/sanitasi Drainase/ pencegah banjir Perbaikan perumahan

1. Jalan lingk perumahan 2. Air bersih/sanitasi 3. Perbaikan perumahan

DESA PERKEBUNAN

1. 2. 3. 4.

Jalan lingk perumahan Air bersih/sanitasi Drainase/ pencegah banjir Perbaikan perumahan

1. Jalan lingk perumahan 2. Air bersih/sanitasi 3. Perbaikan perumahan permukiman

3

DESA NELAYAN

1. 2. 3. 4.

Jalan lingk perumahan Air bersih/sanitasi Drainase/ pencegah banjir Perbaikan perumahan

1. Jalan lingk perumahan 2. Air bersih/sanitasi 3. Perbaikan perumahan permukiman

4

DESA AGROWISATA

1. 2. 3. 4.

Jalan lingk perumahan Air bersih/sanitasi Drainase/ pencegah banjir Pemugaran perumahan

1. Jalan lingk perumahan 2. Drainase pencegah banjir

2

AKSES KEWILAYAHAN

______________

______________

______________

______________

13

Prosiding Seminar Nasional Illustrasi

Jenis Produk dan Kebutuhan Konstruksi Jalan

Karakteristik Produk No

1

2

Tipologi Desa Pertanian Pangan

Perkebunan

Jenis Produk

DayaTahan

Kebutuhan minimal

Kepekaan

Konstruksi Jalan

Sayur

Pendek

Sangat Peka

Jalan Beraspal (Lapisan lenetrasi)

Beras

Sedang

Sedang

Jalan diperkeras (Lapisan sirtu)

Buahbuahan Bunga

Pendek

Jalan Beraspal (Lapisan penetrasi)

Karet

Panjang

Kopi Biji

Panjang

Sangat Peka Sangat Peka Tidak Peka Tidak Peka Sangat Peka Tidak Peka

Jalan Beraspal (Lapisan penetrasi)

Pendek

3

Nelayan

Ikan, Udang

Pendek

4

Hasil Hutan

Kayu,bambu rotan

Panjang

5

Pariwisata

Jalan Beraspal (Lapisan penetrasi) Jalan diperkeras (Lapisan sirtu) Jalan diperkeras (Lapisan sirtu)

Jalan diperkeras (Lapisan sirtu) Jalan Beraspal (Lap. penetrasi)

KAW.AGROPOLITAN DALAM SISTEM PEMASARAN EKSTERNAL

Ibukota Propinsi Kota Jenjang I

Kawasan Agropolitan Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer

Ibukota Propinsi Kota Jenjang I

Kota Jenjang II

Kawasan Agropolitan

Kawasan Agropolitan

Ou tle t

Pe lab

uh an

Jalan Arteri Primer

14

Prosiding Seminar Nasional

PETA KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN AGROPOLITAN (Kewenangan pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pusat) PEMERINTAH PUSAT ™

™

Menyusun pedoman Umum dan Standar Teknis (NSPM) Menfasilitasi kerjasama lintas provinsi dan internasional

™

Membangun PS yg bersifat strategis

™

Melakukan Tugas Pembinaan dan Pengawasan

PEMERINTAH PROVINSI

PEMERINTAH KABUPATEN

™ Koordinasi

program & kebijakan pengemb. Kaw.Agrop. Diwilayah Provinsi

™

Pelayanan dan fasilitasi kerjasama lintas kabupaten

™ Membangun

PS yang bersifat strategis

™

™

Merumuskan program, kebijakan operasional, pernc. dan pelaksanaan pengembangan

™

Mendorong partisipasi dan swadaya masy, pelaksanaan pengemb. Agropolitan

™

Menumbuhkembangkan kelembagaan PS di kawasan Agrop.

Membantu pemecahan masalah jika diminta pem. Kab.

Ilustrasi pada jalan yang menunjang kawasan agropolitan Klasifikasi dan Kewenangan Penyelenggaraan Jalan Jaringan Jalan

Klasifikasi Fungsi

Klasifikasi administrasi

Wewenang penyelenggara an (pembangunan )

Sistem Primer

Arteri

Jalan Tol

Pusat dan Daerah

K1

Jalan Nasional

Pusat

K2

Jalan Propinsi

Propinsi

Kolektor

K3

Turbin was

Pusat

Pusat

K4

Sistem Sekunder

Lokal

Jalan Kabupaten

Kabupaten

Arteri Kolektor Lokal

Jalan Kota

Kota

Pusat

Pusat

15

Prosiding Seminar Nasional Pembiayaan Infrastruktur Kawasan Agropolitan

DUKUNGAN INFRASTRUKTUR ( PRASARANA DAN SARANA )

1. Pembiayaan Infrastruktur kawasan agropolitan membutuhkan biaya yang besar. 2. Pengembangan pembiayaan Infrastruktur Kawasan Agropolitan bertumpu dana APBD, masyarakat dan swasta. 3. Dukungan Pemerintah Pusat sifatnya stimulan dan disesuaikan tingkat perkembangan kawasan : ¾ Stimulan untuk berkembang

kawasan

belum

¾ Untuk kawasan sedang dan telah berkembang sifat dukungan fasilitas dan bantuan teknik 4. Sumber pembiayaan Infrastruktur Kawasan dari APBN dapat melalui Dana Pusat berupa : DAU( Dana Alokasi Umum) dalam bentuk Block Grand ; DAK (Dana Alokasi Khusus) Untuk Propinsi dan Kabupaten sebagai penyeimbang antar daerah , misalnya DAK untuk air dan jalan

Bantuan Teknis: Bantuan Teknis: Identifikasi Lokasi, Penyiapan Master Plan, RPJM-PSK, Profil Kawasan dan DED Kawasan Agropolitan Penyelenggaraan Sosialisasi dan Sinkronisasi Program Pengembangan Agropolitan di Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kawasan Perumusan Kebijakan Prasarana dan Sarana untuk Mendukung Pengembangan Agropolitan Sejak Tahun 2004 Kebijakan Pemerintah Pusat untuk Studi Identifikasi, Penyusunan Master Plan dan Penyusunan Rencana Jangka Menengah (RPJM), menjadi tugas Pemerintah Kabupaten, termasuk prasyarat Kabupaten untuk mendapatkan stimulan Fisik dari Pusat maupun Provinsi. Stimulans Fisik: Pembangunan Prasarana dan Sarana al.: Air Baku, irigasi Tetes dan Sprinkler, Jalan Poros Desa, Jalan Usaha Tani (Farm Road), Pasar/Kios/Los dan pelataran Pasar, Sub Terminal Agribisnis (STA), Packing House, Sarana Produksi, Holding Ground dan Halte Agribisnis.

SEBARAN KAWASAN AGROPOLITAN DI JAWA TENGAH S/D TA-2008 KAWASAN AGROPOLITAN WALIKSARIMADU TA-2003-2005 KAB PEMALANG

KAWASAN AGROPOLITAN WALISORBAN TA 2005-2007 KAB BATANG

KAWASAN AGROPOLITAN SUTHOMA DANSIH TA 2006-2008 KAB KARANGANYAR

KAWASAN AGROPOLITAN LARANGAN TA 2008-2010 KAB BREBES

KAWASAN AGROPOLITAN BUNGA KONDANG TA 2005-2007 KAB PURBALINGGA

KAWASAN AGROPOLITAN JAKABAYA TA 2008-2010 KAB BANJARNEGARA

16

KAWASAN AGROPOLITAN CANDIGARON TA 2003-2005 KAB SEMARANG

KAWASAN AGROPOLITAN ROJONOTO TA 2004-2006 KAB WONOSOBO

KAWASAN AGROPOLITAN GOASEBO TA 2008-2010 KAB BOYOLALI KAWASAN AGROPOLITAN MERAPI MERBABU TA 2005-2007 KAB MAGELANG

Prosiding Seminar Nasional PENDANAAN KAWASAN AGROPOLITAN JATENG S/D TA 2008 1. PELAKSANAAN T A. 2003 ƒ Kab. Semarang Kec Sumowono - Peningkatan jalan poros desa 4.730 m Rp.620.000.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani 860 m Rp.50.000.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani 860 m Rp. 50.000.000 APBN - Rehabilitasi jembatan 1 unit Rp.50.000.000 APBN - Pembuatan pasar desa & terminal desa 1 unit Rp. 443.904.000 APBN - Pembuatan bangunan penampungan hasil kopi & Bangunan penjemuran kopi 3 unitRp. 350.700.000 APBN ƒ Kab Pemalang (WALIKSARIMADU) - Peningkatan jalan poros desa 2.000 m Rp.400.000.000 APBN - Peningkatan jalan poros desa 1.979 m Rp.395.800.000 APBN - Peningkatan pasar desa 1 unit Rp.852.837.000 APBN Non fisik : ƒ Identifikasi kebutuhan prasarana & sarana Kimpraswil untuk mendukung Agropolitan Kabupaten Semarang dan Pemalang Rp.49.660.000 APBN ƒ Penyusunan DED Kawasan Agropolitan Kab Semarang & Pemalang Rp. 49.700.000 APBN TOTAL Rp. 3.190.601.000,2. PELAKSANAAN T A. 2004 ƒ Kab Semarang (Kec Sumowono) - Peningkatan jalan poros desa 2.345 m Rp. 469.000.000 APBN - Pembuatan jembatan antar desa 2 unit Rp. 260.000.000 APBN - Penyempurnaan PAsar 1 unit Rp. 100.000.000 APBN ƒ Kab Pemalang (WALIKSARIMADU) - Peningkatan jalan poros desa 3.375 m Rp.675.000.000 APBN - Penyempurnaan pasar 1 unit Rp. 100.000.000 APBN - Pembuatan bangunan produksi peternakan 1 unit Rp. 230.261.000 APBN

ƒ Kab Wonosobo (ROJONOTO) - Peningkatan jalan poros desa 1.700 m Rp. 340.000.000 APBN - Peningkatan jalan poros desa 1.800 m Rp. 360.000.000 APBN - Pengembangan terminal agropolitan 1 unit Rp. 300.000.000 APBN ƒ Kab Batang (SORBANWALI) - Rehab dermaga pusat pendaratan ikan 1 unit Rp.250.000.000 APBN - Penyusunan RPJM Kawasan 1 paket Rp.100.000.000 APBN Non fisik : Kabupaten Semarang, Pemalang, Wonosobo, Batang ƒ Penyusunan Profil Kawasan Agropolitan 1 paket Rp.49.500.000 APBN ƒ Penyusunan DED PSK Agro 1 paket Rp. 49.200.000 APBN TOTAL Rp. 3.282.961.000,-

3. PELAKSANAAN T A. 2005 ƒ Kab. Semarang (Kec Sumowono) - Peningkatan jalan poros desa Rp.600.000.000 APBN - Pembangunan bangunan pencucian sayur Rp. 100.000.000 APBD ƒ Kab Pemalang (WALIKSARIMADU) - Pembuatan bangunan produksi perkebunan Rp. 800.000.000 APBN - Penyempurnaan bangunan produksi peternakan Rp.136.000.000 APBN - Bangunan gudang penmpungan hasil Rp. 150.000.000 APBN - Bangunan penyulingan minyak Rp.100.000.000 APBN - Pembuatan gerbang kawasan Rp.44.000.000 APBN - Bangunan treatmen limbah RPH 150.000.000 APBD - Balai pelatihan & pertemuan hasil produkasi Rp. 168.000.000,ƒ Kab Wonosobo (ROJONOTO) - Peningkatan jalan poros desa Rp.650.000.000 APBN - Penyempurnaan pasar desa Rp.186.000.000 APBN - Pembuatan STA Rp.153.767.000 APBN - Pembuatan gerbang kawasan Rp.44.000.000 APBN

17

Prosiding Seminar Nasional - Peningkatan jaln usaha tani Rp.225.000.000 APBN ƒ Kab. Batang (SORBANWALI) - Bangunan penampungan pupuk Rp.50.000.000 APBN - Peningkatan jaln usaha tani Rp.150.000.000 APBN - Perbaikan balai pertemuan & pelatihan hasil produksi Rp.106.714.000 APBN - Pembuatan gerbang kawasan Rp.44.000.000 APBN - Pembuatan STA Rp. 300.000.000 APBN - Rehab saluran irigasi Rp. 100.000.000 APBN - Pembangunan tempat penampungan teh Rp. 50.000.000 APBN ƒ Kab Magelang (MERAPI MERBABU) - STA Rp. 750.000.000 APBN - Pembuatan sarana komposting Rp. 100.000.000 APBN ƒ Kab Purbalingga (BUNGAKONDANG) - Peningkatan jalan poros desa Rp. 400.000.000 APBN - Peningkatan jalan poros desa Rp. 260.000.000 APBD - Pembangunan pasar desa Rp. 260.000.000 APBD Non fisik : ƒ Penyusunan DED Fisisk 6 kabupaten 100.000.000 ƒ Supervisi pelaksanaann & studi pengembangan P/S Rp. 100.000.000 ƒ Studi pengembangan P/S Agro 100.000.000 DANA TAMBAHAN (REVISI) 200.000.000

Rp.

Rp.

Rp.

TOTAL Rp 6.129.701.000,-. 4. PELAKSANAAN T A. 2006 Non fisik ƒ Penyusunan DED TA.2006 Wonosobo, Batang, Magelang, Purbalingga, Karanganyar Rp.100.000.000 APBN ƒ Penyusnan RPJM Wonosobo, Batang, Magelang, Purbalingga, Karanganyar Karanganyar Rp. 50.000.000 ABPN ƒ Supervisi fisik Rp. 150.000.000 Wonosobo, Batang, Magelang, Purbalingga, Karanganyar

18

ƒ Evaluasi kinerja P2 S Agropolitan Rp.50.000.000 Wonosobo, Batang, Magelang, Purbalingga, Karanganyar Fisik : ƒ Kab. Pemalang - Pembangunan jalan poros desa Rp. 350.000.000 APBD - Pembangunan sarana komposting Rp.150.000.000 APBD - Pembangunan bangunan penyulingan minyak Rp. 194.800.000 APBD ƒ Kab. Wonosobo - Pembangunan jalan poros desa Rp. 250.000.000 APBD - Pembangunan sarana komposting Rp.150.000.000 APBD - Peningkatan jalan poros desa Rp.1.190.000.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani Rp. 315.000.000 APBN ƒ Kab. Batang - Pembangunan jalan poros desa Rp. 200.000.000 APBD - Bangunan pengumpul pupuk kandang Rp. 100.000.000 APBD - Bangunan penampungan pupuk Rp. 75.000.000 APBN - Pembuatan sarana komposting Rp. 300.000.000 APBN ƒ Kab. Magelang - Pembangunan jalan poros desa Rp. 250.000.000 APBD - Pemb stasiun terminal agribisnis ( STA) Ngablak Rp. 500.000.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani Rp. 105.000.000 APBN - Pembuatan sarana komposting Rp. 150.000.000 APBN ƒ Kab. Purbalingga - Pembangunan jalan poros desa Rp. 250.000.000 APBD - Pembangunan jalan poros desa Rp. 280.000.000 APBN ƒ Kab. Karanganyar - Pembangunan STA Tawangmangu Rp. 350.000.000 APBN - Pembuatan bangunan pengering jahe Rp. 104.000.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani Rp. 105.000.000

Prosiding Seminar Nasional DANA TAMBAHAN (REVISI) 1.000.000.000,- APBN

Rp.

TOTAL APBD Rp 968.400.000,APBN Rp. 7.729.701.000,5. PELAKSANAAN T A. 2007 ƒ Kab. Batang - Bangunan pemasaran hasil produksi (BTG-01) Rp. 452.924.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani (BTG-02) Rp. 258.000.000 APBN - Peningkatan jalan poros desa (BTG-03) Rp. 639.900.000 APBN ƒ Magelang - Penyempurnaan STA Ngablak (MGL-01) Rp. 425. 984.000 APBN - Pembuatan Gerbang Kawasan Agropolitan (MGL-02) Rp. 150.000.000 APBN - Bangunan pemasaran hasil produksi (MGL-03) Rp. 300.000.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani (MGL-04) Rp. 516.000.000 APBN - Bangunan pendukung agrowisata (MGL-05) Rp. 300.000.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani (MGL-06) Rp. 790.000.000 ƒ Kab. Karanganyar - Bangunan pendukung agrowisata (KRA-01) Rp.300.000.000 APBN - Penyempurnaan STA Tawangmangu (KRA-02) Rp. 500.000.000 APBN - Peningkatan jalan usaha tani (KRA-03) Rp. 365.844.000 APBN ƒ Kab. Purbalingga - Peningkatan jalan poros desa (PBL-01) Rp. 797.900.000 APBN - Bangunan pemasaran hasil produksi (PBL-02) Rp. 250.000.000 APBN APBD PROVINSI ƒ Kab. Pemalang - Rehab balai penyuluhan Rp.100.000.000,- STA / Halte Sayuran Rp.264.275.000,ƒ Kab. Wonosobo - Peningkatan jalan poros desa Kec Sukoharjo Rp. 150.000.000 - Peningkatan jalan poros desa Kec Kaliwiro Rp. 150.000.000

ƒ Kab. BATANG - Peningkatan jalan poros desa Kec. Tersono Rp. 150.000.000 - Peningkatan jalan poros desa Kec. Bawang Rp. 150.000.000 ƒ Kab. PURBALINGGA - Peningkatan jalan poros desa Kec.Pengadegan Rp. 150.000.000 ƒ Kab. MAGELANG - Peningkatan jalan poros desa Kec. Dukun Rp. 150.000.000 TOTAL APBD Rp 1.264.275.000,APBN Rp. 7.000.000.000,TAMBAHAN REVISI SHT (Sisa Hasil Tender) Rp. 1.294.000,TOTAL APBN Rp. 8.294.000.000,6. RENCANA TA 2008 APBN ƒ Kab. Karanganyar - Jalan Poros Desa 2,125 km Rp. 500.000.000 APBN - Jalan Usaha Tani 2,887 km Rp. 500.000.000 APBN - Perluasan STA Tawangmangu Rp. 602.500.000 APBN - Perluasan Agrowisata Rp. 600.000.000 APBN - Bangunan Pengumpul Wortel 2 UNIT Rp. 600.000.000 APBN ƒ Kab. Brebes - Jalan Poros Desa 2,345 km Rp. 500.000.000 APBN - STA Bawang Merah Rp. 600.000.000 APBN ƒ Kab. Boyolali - Jalan Poros Desa 1,562 km Rp. 400.000.000 APBN - STA Sayuran Ampel Rp. 700.000.000 APBN - MINA POLITAN KEC SAWIT Rp. 350.000.000,- APBN • Kab. Banjarnegara - Jalan Poros Desa 2,000 km Rp. 500.000.000 APBN - STA Sayuran Rp. 8000.000.000 APBN - Jalan Usaha Tani 2,000 km Rp. 300.000.000 APBN NON FISIK Rp. 647.500.000,TOTAL Rp 7.500.000.000,-

19

Prosiding Seminar Nasional - Bangunan Penampungan Hasil Produksi 1 unit Rp. 200.000.000 - Perluasan Pasar Sinduraja 1 unit Rp. 300.000.000

RENCANA TA 2008 APBD PROVINSI ƒ Kab. Pemalang - Rehab Balai Penyuluhan Pertanian 1unit Rp. 200.000.000 - Jalan Poros Desa 1pkt Rp. 350.000.000 ƒ Kab. Wonosobo - Jalan Poros Desa 1pkt Rp. 600.000.000 - Jalan Poros Desa 1pkt Rp. 300.000.000 - Pemasaran Hasil Produksi 1 unit Rp. 250.000.000 ƒ Batang - Jalan Poros Desa 1pkt Rp. 300.000.000 - Pemb Pengolahan 1 unit Rp. 250.000.000 - Penyempurnaan Balai Pelatihan 1 unit Rp. 200.000.000 ƒ Magelang - Jalan Poros Desa 1pkt Rp. 350.000.000 - Bangunan Pengepakan 1 unit Rp. 200.000.000 - Bangunan Pendukung Agrowisata 1 unit Rp. 300.000.000 ƒ Purbalingga - Jalan Poros Desa 1 km Rp. 300.000.000

ƒ Kab. Semarang - Jalan Poros Desa 1 km Rp. 300.000.000 ƒ Karanganyar - Jalan Poros Desa 1 km Rp.300.000.000 - Bang Pengumpul Sayuran 1 unit Rp. 250.000.000 ƒ Kab. Brebes - Jalan Poros Desa 1 km 1 pkt Rp.300.000.000 - Bangunan Pengumpul Hsl Tani 1 unit Rp. 200.000.000 ƒ Kab. Boyolali - Jalan Poros Desa 1 km Rp.300.000.000 - Bangunan Pengumpul 1 unit Rp. 200.000.000 TOTAL YANG DIUSULKAN Rp. 5.000.000.000,TOTAL SEMENTARA YANG DISETUJUI Rp. 2.000.000.000,-

Cost sharing NO

TAHUN

1 2003 - 2005 2 2004 - 2006 3 2005 - 2007

4 2006 - 2008 5

S/D 2008

KABUPATEN

KAWASAN

APBD II

Pemalang

Waliksarimadu

Rp.

4.202.118.000

6.780.598.000

Semarang

Candigaron

Rp.

3.093.604.000

798.718.000

Wonosobo

Rojonoto

Rp

4.331.767.000 12.071.321.000

Batang

Sorbanwali

Rp

3.126.538.000

Magelang

Merapi Merbabu Rp

4.486.984.000 23.253.729.000

Purbalingga

Bungakondang

Rp

2.647.900.000 37.073.678.000

Karanganyar

Suthomadansih

Rp

5.724.844.000

Banjarnegara

Jakabaya

Rp

2.000.000.000

Brebes Boyolali

Larangan Goasebo

Rp Rp Rp

TOTAL

20

ANGGARAN APBD I & APBN

8.758.374.000

1.130.250.000

2.000.000.000 2.000.000.000 33.623.735.000 89.866.668.000

APBD I

4.127.475.000

APBN

29.496.260.000

Prosiding Seminar Nasional PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS DI WILAYAH MARJINAL S. Joni Munarso, Muryanto dan Agus Sutanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah ABSTRAK Pengembangan agroindustri dalam mendukung agribisnis di pedesaan merupakan salah satu opsi yang sangat perlu dipertimbangkan karena berpotensi dapat meningkatkan cadangan devisa serta penyediaan lapangan kerja. Pengembangan agroindustri perlu dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dengan pengertian terjadi keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir, dengan memanfaatkan teknologi dan sumberdaya yang melibatkan kelompok/lembaga masyarakat serta pemerintah pada semua aspek. Namun demikian pengembangan agroindustri di pedesaan masih mengalami berbagai kendala, yaitu permodalan, pasar dan teknologi. Di Jawa Tengah, agroindustri pedesaan menghadapi tantangan yaitu peningkatan mutu, nilai tambah dan daya saing. Secara internal, tantangan yang dihadapi justru berasal dari dalam sistem usaha tani yang ada saat ini. Terdapat dua permasalahan yang masih memerlukan solusi bersama yaitu : Pertama, agroindustri dijalankan oleh para pelaku secara parsial sehingga secara agregat belum terjadi sinergi antar kegiatan dan antar pelaku, akibatnya sistem agroindustri yang utuh tidak terwujud. Kedua, kegiatan off farm (penanganan dan pengolahan ) hasil pertanian masih merupakan titik lemah dalam keseluruhan rantai agribisnis. Sedangkan secara eksternal, agroindustri memerlukan dukungan perangkat lunak yang dapat memfasilitasi pengembangan produk. Berdasarkan potensi dan masalah tersebut serta dipadukan dengan referensi konsep pengembangan agribisnis dan didukung dengan penerapan konsep tersebut di lapangan, maka disusun strategi pengembangan agroindustri dalam mendukung agribisnis di pedesaan. Strategi tersebut meliputi tahapan – tahapan sebagai berikut : 1. Pemahaman produk agroindustri, tahap ini meliputi inventarisasi potensi dan masalah produk agroindustri, pemilihan produk agroindustri, analisis potensi dan masalah, analisis peluang inovasi, analisis peluang kegagalan/ keberhasilan usaha dan analisis finansial, 2. Penyusunan Rencana Pengembangan Produk Agroindustri, meliputi penyiapan input produksi, sarana prasarana, sumber daya manusia, kelembagaan, kebijakan / regulasi, prediksi keuntungan (roadmap usaha) dan strategi promosi, 3. Monitoring dan evaluasi.

PENDAHULUAN Dalam upaya meraih kembali predikat sebagai negara yang swa sembada beras belum pernah sampai, karena produktivitas padi saat ini dianggap stagnan atau dalam keadaan ‘levelling off’ setelah pada tahun 80an mengalami kenaikan produktivitas padi yang cukup signifikan. Berbagai upaya telah ditempuh baik dari segi peningkatan lahan maupun intensifikasinya. Namun upaya tersebut tetap saja masih belum mengangkat peningkatan produktivitas yang berarti. Sejarah pencapaian swa sembada beras pada masa itu memang telah menjadi kejadian yang monumental, karena pada waktu itu masyarakat pedesaan banyak mengalami perubahan yang menggembirakan dengan adanya peningkatan produksi padi. Dengan meningkatnya produksi padi dapat pula meningkatkan pendapatan rumah tangganya. Mungkin kalau kita masih berpikiran seperti demikian, bahkan akan tejerumus pada jalan yang semakin salah, karena peningkatan pendapatan petani saat itu bukan dari produksi

beras saja. Pendapatan petani dapat diperoleh dari berbagai sumber dan lingkungan yang mendukung. Pangsa pasar beras pada masa tersebut sangat baik, sehingga petani merasa tidak kesulitan untuk memperoleh natura dengan segera. Berbeda pada saat ini, bahwa pengetahuan dan pengalaman telah menempa pada orang – orang yang ingin maju. Demikian pula keinginan orang terhadap suatu ekonomi yang ingin lebih baik lagi. Yang terjadi pada saat ini adalah apabila masa panen (komoditi apapun), selalu harga barang panenan menjadi murah, dalam artian tidak dapat menutup biaya input yang sudah dikeluarkan. Yang merugi adalah masyarakat tani, karena produknya tidak mampu untuk disimpan. Oleh karena itu pembangunan pertanian tidak mungkin bertumpu pada orientasi peningkatan produksi saja, namun harus juga berorientasi pada agribisnis dan agroindustri. Dengan berubahnya visi pembangunan pertanian ke arah agribisnis, maka semakin jelas tantangan demi tantangan yang akan ditemui oleh produsen pertanian.

21

Prosiding Seminar Nasional Apalagi pengaruh ekonomi global yang semakin terbuka lebar memasuki pasaran. Beberapa tantangan yang dihadapi sektor pertanian seperti membanjirnya impor produk pertanian, produksi beras yang belum stabil, degradasi sumber daya alam dan lingkungan, melemahnya daya beli, kesenjangan produksi yang belum dapat teratasi dengan baik, dsb. Pengembangan pertanian yang berorientasi agribisnis mempunyai arti bahwa para pelaku telah siap berkompetisi dengan yang lain. Ciri utama kompetisi adalah efisiensi, produktivitas, mutu dan kontinyuitas jaminan yang terus menerus selalu ditingkatkan. Produk – produk pertanian, baik komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan menghadapi pasar dunia yang dikemas dengan kualitas yang tinggi dan memiliki standar tertentu. Produk – produk yang bermutu dapat dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi standar pula. Gambaran diatas menunjukkan bahwa sektor pertanian akan tetap penting dalam perekonomian serta tetap berperan dalam pembangunan nasional. Terlebih jika wacana pembangunan yang terintegrasi antara pertanian, industri dan perdagangan dipandang sebagai suatu sistem entity yang utuh. Kaitan yang erat antara pertanian dan industri serta perdagangan senantiasa menuntut perkembangan kebijakan pembangunan pertanian yang dinamis sejalan dengan transformasi perekonomian yang sedang terjadi.

PENDEKATAN MASALAH Perubahan orientasi atau wacana pembangunan pertanian di Indonesia telah banyak dibahas dalam berbagai kesempatan. Pada dasarnya ada keinginan untuk merubah arah pandangan pembangunan pertanian, dari memproduksi bahan pertanian dalam bentuk primer atau on farm agribisnis ke arah pandangan industrialisasi pertanian atau pertanian berwawasan agribisnis (Saragih, 1997).Pandangan tersebut banyak dipengaruhi oleh perubahan paradigma ekonomi global atau globalisme yang berciri kompetitif dalam harga, kualitas, dan kontinyuitas dengan memanfaatkan teknologi sebagai landasan utamanya.

22

Agroindustri pedesaan merupakan salah satu roda penggerak perekonomian pedesaan. Dengan berkembangnya agroindustri pedesaan terutama industri pengolahan hasil pertanian diharapkan dapat menyerap hasil – hasil pertanian di pedesaan. Dalam pembangunan pertanian yang berwawasan agroindustri, maka konsep kewilayahan menjadi kurang dominan atau tidak mendiskreditkan suatu wilayah. Pengembangan agroindustri merupakan upaya peningkatan kinerja pertanian di pedesaan untuk menghasilkan produk – produk industri usahatani baik dalam zona wilayah yang marjinal sekalipun.Dengan demikian beberapa wilayah yang semula didalam kelompok marjinal, mempunyai kesempatan yang sama dalam keterlibatan agribisnis. Pengembangan agribisnis di wilayah marjinal akhir – akhir ini menjadi isu sentral dalam peningkatan pembangunannya. Wilayah marjinal kadang – kadang mempunyai keunggulan produk – produk agribisnis, misalnya komoditi organik : padi organik, buah –buahan organik, dsb. Pengertian marjinal dapat dilihat dari dua aspek, yaitu terhadap sumberdaya alam dan sumber daya manusianya. Marjinal terhadap sumber daya alam dilihat dari aspek potensi lahan yang mempunyai keterbatasan lahan yang miskin hara dalam tanah. Keterbatasan hara ini disebabkan memang kandungan hara yang minimal dalam tanah atau karena adanya pengelolaan yang berlebihan (over produksi). Sedangkan marjinal terhadap sumber daya manusia, dilihat dari aspek suatu lahan yang mempunyai jumlah penduduk sedikit atau populasi sedikit, sehingga lahan tidak mampu berproduksi secara optimal. Lahan marjinal di Jawa Tengah masih cukup banyak, baik yang berupa kekurangan unsur hara, over eksploitasi dan populasi sumber daya manusia yang sedikit. Lahan marjinal yang mempunyai populasi penduduk tinggi menjadi tidak marjinal, karena penggarapan lahan menjadi semakin intensif. Strategi pembangunan pertanian di lahan marjinal yaitu dengan meningkatkan intensitas kegiatan usahatani dan pengolahan produk – produk hasil pertanian. Satu komoditas pertanian, dapat diupayakan menjadi beberapa produk – produk yang mempunyai nilai ekonomi melalui penerapan inovasi teknologi yang telah ada. Penanganan produk – produk

Prosiding Seminar Nasional primer diupayakan untuk diolah menjadi produk sekunder yang mempunyai nilai tambah tinggi, sedangkan limbahnya dapat diusahakan menjadi produk – produk yang ekonomis. Sehingga dengan pelaksanaan ini akan diperoleh suatu sistem pengembangan usahatani yang berorientasi agroindustri. Penanganan pertanian di wilayah marjinal dapat juga ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan masyarakatnya. Pengetahuan dan ketrampilan menjadi kunci ke arah pengembangan agribisnis pada wilayah marjinal. Sumberdaya manusia yang terdidik dapat menurunkan klasifikasi marjinal tersebut. Untuk penanganan lahan secara bijaksana dan peningkatan sumberdaya manusia di wilayah marjinal akan sangat membantu pembangunan agroindustri di pedesaan. Sebagai industri berbasis sumber daya, agroindustri berpotensi dapat meningkatkan cadangan devisa serta penyediaan lapangan kerja. Hal ini dinilai strategis mengingat Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di daerah tropis yang memiliki keragaman hayati (biodiversity) cukup besar. Untuk sektor perkebunan saja tidak kurang dari 145 komoditi yang tercatat sebagai komoditi binaan, sementara yang memiliki nilai ekonomis dapat diandalkan baru sekitar 10 % diantaranya kelapa sawit, karet, jambu mete (Saragih, 2002). Pengembangan agroindustri akan sangat strategis apabila dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengertian terpadu adalah keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir (backward and forward linkage), serta pengintegrasian kedua sektor tersebut secara sinergis dan produktif. Sedangkan dengan konsepsi berkelanjutan, diartikan sebagai pemanfaatan teknologi konservasi sumberdaya dengan melibatkan kelompok/ lembaga masyarakat serta pemerintah pada semua aspek.

permodalan, pasar, dan teknologi yang tepat. Ketiga masalah tersebut saling bersinergi saling mempengaruhi. Kondisi lapangan khususnya usaha agroindustri pedesaan dalam skala kecil/ rumah tangga, proses kegiatan pemilihan bahan, pengolahan, pengemasan sampai penyimpanan, umumnya masih dilakukan secara sederhana dengan menggunakan teknologi sederhana sehingga produk yang dihasilkan mutunya masih rendah dan kurang kompetitif. Oleh karena itu untuk mewujudkan industri pedesaan yang mampu menghasilkan produk – produk olahan yang bermutu dan memiliki daya saing, maka perlu dikembangkan cara – cara pengolahan hasil pertanian yang berorientasi Good Manufacturing Practices (GMP). Selain itu, untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan perlu diterapkan HACCP (hazards analysis critical control point). Dengan menerapkan GMP dan HACCP pada industri pengolahan di pedesaan diharapkan dapat meningkatkan mutu, nilai tambah dan daya saing secara optimal sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada perekonomian pedesaan (Dirjen BP2HP, 2005).

MASALAH PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PEDESAAN

Di Jawa Tengah peningkatan mutu, nilai tambah dan daya saing produk agroindustri saat ini sedang menghadapi tantangan, baik eksternal maupun internal. Tantangan internal yang paling menentukan keberhasilan pengembangan agroindustri berasal dari dalam sistem usahatani sendiri. Terdapat dua persoalan utama yang teridentifikasi dalam sistem usahatani. Pertama, agroindustri dijalankan oleh para pelakunya secara parsial (fragmented) sesuai dengan sisi pandang masing – masing. Secara agregat, belum terjadi sinergi antar kegiatan dan antar pelaku, akibatnya sistem agroindustri yang utuh tidak terwujud. Kedua, kegiatan off farm (penanganan pasca panen dan pengolahan hasil) oleh kalangan petani masih merupakan titik lemah dalam keseluruhan rantai agribisnis (Dewan Riset Daerah Jateng, 2006).

Agroindustri pedesaan merupakan salah satu roda penggerak perekonomian pedesaan. Dengan berkembangnya agroindustri pedesaan terutama industri pengolahan hasil pertanian diharapkan dapat menyerap hasil – hasil pertanian di pedesaan. Namun demikian pengembangan agroindustri pedesaan masih mengalami berbagai kendala, yaitu :

Pembangunan agroindustri pedesaan adalah suatu proses yang harus dikondisikan agar berjalan sesuai arah yang konsisten. Setiap proses dalam perjalanan tersebut memerlukan penyesuaian – penyesuaian langkah pada setiap tahapan, efeknya pada sebagian maupun pada sebagian besar faktor – faktornya. Membangun agroindustri di

23

Prosiding Seminar Nasional wilayah marjinal perlu pemahaman yang sangat mendalam menyangkut beberapa aspek dan visinya. Kegiatan ini dapat dilakukan identifikasinya secara mendalam dengan metode PRA (participation rural appraisal). Yang perlu ditentukan dalam kegiatan tersebut adalah mengenai apa yang akan diharapkan atau dikerjakan terhadap wilayah yang spesifik tersebut. Harapan tersebut semestinya merupakan proyeksi keinginan atau cerminan keinginan masyarakatnya. Agroindustri pedesaan seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat atas dasar penggalian potensi yang telah tersedia. Oleh karena itu dalam penyajian dan penyampaian informasi harus memberikan data yang lebih akurat, dapat dipercaya kebenarannya. Data yang akurat kemudian diproses dengan metode analisis yang tepat, kecermatan pemilihan analisis memerlukan suatu pengetahuan ilmiah yang terampil. Sehingga dapat diperoleh suatu perencanaan yang mempunyai alur tujuan yang terarah sesuai dengan kondisi setempat (spesifik lokal) untuk pengembangan agroindustri. Penggalian potensi dan sumber daya adalah tanggung jawab kita bersama, bukan untuk dipertentangkan namun untuk diakumulasi dan dianalisis dengan cermat. Dalam upaya untuk menumbuhkan agroindustri di pedesaan bukan saja diarahkan untuk peningkatan produksi atau produktivitas saja, namun lebih jauh dari itu adalah untuk meningkatkan nilai tambah terhadap produksi yang telah dihasilkan. Menggali dari hasil yang belum dimanfaatkan menjadi bernilai ekonomi. Pemanfaatan limbah padi, limbah ternak menjadi pupuk organik dan bernilai ekonomi tinggi adalah merupakan upaya kearah agribisnis yang lebih nyata. Lebih jauh untuk membangun keunggulan bersaing terhadap produk agroindustri diperlukan suatu roadmap pengembangan agroindustri. Roadmap yang dimaksud bergerak dari agroindustri yang dihela oleh pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (SDM) yang belum terampil atau factor – driven, kemudian bergerak ke agroindustri yang dihela pemanfaatan modal dan SDM yang lebih terampil atau capital – driven, dan kemudian melangkah maju pada agroindustri yang dihela pemanfaatan ilmu pengetahuan –

24

teknologi dan SDM terampil atau innovation – driven (Saragih, 2007). Selanjutnya dinyatakan bahwa secara agregat agroindustri Indonesia masih berada pada fase awal, antara fase factor-driven dan capital-driven. Hal ini dicirikan antara lain oleh produktivitas dan nilai tambah yang masih relatif rendah. Agroindustri yang masih pada fase ini juga terkait dengan sektor penghasil bahan baku, yakni sektor pertanian yang sebagian besar masih pada fase factordriven. Secara keseluruhan, produksi agregat pertanian sebagian besar masih bersumber dari perluasan areal pertanian dan masih sedikit disumbang oleh produktivitas. Oleh karena itu hal mendesak yang perlu dilakukan pada agroindustri adalah pendalaman industri sehingga nilai tambah yang dinikmati menjadi lebih besar. Tahap berikutnya adalah mendorong agroindustri memasuki fase innovation-driven. Pada fase ini produk utama agroindustri akan didominasi produk-produk bernilai tambah tinggi, barang-barang modal bermuatan padat teknologi, hak paten atau royalti, produkproduk bioteknologi tinggi, dan lainnya. Untuk mendukung agroindustri pada fase ini, maka peranan lembaga penelitian sangat diharapkan. Lembaga penelitian milik pemerintah maupun perguruan tinggi banyak yang sudah memiliki SDM peneliti kelas dunia. Namun karena agroindustri kita belum banyak yang memanfaatkannya, penelitianpenelitian yang dihasilkan lembaga penelitian tersebut berhenti pada tahap invention.

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRO INDUSTRI Strategi pengembangan agroindustri dalam mendukung agribisnis khususnya di pedesaan disusun berdasarkan atas beberapa referensi konsep pengembangan agribisnis dan agroindustri dan pengalaman dalam menerapkan konsep tersebut di lapangan khususnya di Provinsi Jawa Tengah (Badan Litbang Pertanian, 2004a, 2004b, 2005a dan 2005b, Pramono et al., 2005, Subiharta et al., 2007, Kholik et al., 2007 dan Muryanto et al., 2007). Atas dasar referensi dan pengalaman tersebut disusun tahapan pengembangan suatu produk agroinsustri dalam mendukung

Prosiding Seminar Nasional agribisnis di pedesaan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pemahaman produk agroindustri Pemahaman produk agroindustri dimaksudkan untuk mengidentifikasi masalah dan peluang pengembangan suatu produk agroindustri yang akan dikembangkan. Pemahaman wilayah tersebut dilakukan secara partisipatif dengan semua calon pelaku. Beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan diantaranya : a) Inventarisasi potensi dan masalah produk agroindustri. Inventarisasi yang dimaksud meliputi aspek teknis dan aspek kelembagaan yang meliputi bidang input produksi (bahan baku, alat dan mesin), bidang produksi (produksi eksisting dan kemungkinan pengembangannya), aspek pasca panen (ketersediaan alat/mesin), dan bidang pemasaran hasil (fluktuasi harga). Hasil dari tahap ini diperoleh informasi beberapa produk agroindustri yang akan dikembangkan. Inventarisasi potensi dan masalah disusun berdasarkan daerah tujuan produk agroindustri tersebut dipasarkan, sehingga penelusurannya dapat dimulai dari tingkat kelompok/kecamatan, kabupaten, propinsi dan seterusnya. b) Pemilihan produk agroindustri . Berdasarkan hasil inventarisasi potensi dan masalah produk-produk agroindustri yang akan dipilih selanjutnya ditentukan skala prioritas masalah yang harus diatasi. Dasar penentuan skala prioritas yang utama adalah pangsa pasar diikuti dengan budidaya (teknologi), ketersediaan sarana prasarana meliputi sarana produksi, peralatan dan mesin, ketersediaan tenaga kerja dan modal. Berdasarkan prioritas yang disusun, maka dipilih satu produk yang akan dikembangkan untuk satu desa. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa semakin banyak produk yang dipilih maka tingkat kesulitan dan keberhasilannya akan semakin tinggi. c) Analisis potensi dan masalah. Analisis ini dilakukan secara berurutan sesuai dengan skala prioritas potensi dan masalah yang telah ditetapkan. Dalam analisis

ini perlu dilakukan prinsip triangulasi yang dapat ditempuh melalui pemeriksaan silang dan konfirmasi (cross check and recheck). Sehingga pada tahap ini perlu dilakukan penelusuran terhadap alur agribisnis mulai dari hulu sampai hilir terhadap produk agroindustri yang akan diproduksi. d) Analisis peluang inovasi Pengembangan suatu produk diperlukan adanya inovasi meliputi inovasi teknologi dan kelembagaan. Peluang inovasi dapat diartikan sebagai kegiatan inovasi yang secara teknis dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan para pelaku. Walaupun inovasi tersebut belum merupakan kebutuhan yang mendesak, namun perlu dianalisis peluangnya terhadap peningkatan produksi dan keuntungan yang didapat dari pengembangan suatu produk agoindustri. Sebagai contoh, penyediaan peralatan pasca panen yang lebih modern, walaupun dengan alat yang sekarang digunakan sudah mendapatkan penghasilan, namun analisis terhadap alat yang lebih modern tetap diperlukan, misalnya analisis terhadap kemampuan alat yang mampu menekan biaya produksi dan peningkatan volume produksi. Contoh lain adalah apabila produk agroindustri yang diproduksi akan dikembangkan, maka diperlukan analisis kelembagaan yang akan digunakan. Hal ini didasarkan pada pengertian bahwa semakin besar produk agroindustri, maka dibutuhkan sistem atau organisasi kelembagaan yang lebih besar. Hal sebaliknya dapat dilakukan apabila produktivitas produk agroindustri yang saat ini diproduksi kurang efisien, maka diperlukan analisis efisiensi kelembagaan. e) Analisis peluang kegagalan/keberhasilan usaha Analisis ini dibutuhkan menghindari terjadinya kegagalan dan untuk menyusun strategi pengembangan produk agroindustri yang akan dikembangkan. Cakupan dari analisis ini meliputi faktor-faktor teknis, sosial, finansial, kelembagaan, dan potensi sumber daya yang tersedia. Berdasarkan daftar faktor yang telah teridentifikasi selanjutnya disusun urutan faktor-faktor yang harus diperhatikan sebagai upaya antisipasi yang diperlukan.

25

Prosiding Seminar Nasional f) Analisis finansial Analisis finansial dilakukan untuk seluruh alur agribisnis mulai dari hulu sampai hilir dalam rangka memproduksi suatu produk agroindustri. Inovasi teknologi berupa sarana produksi, alat/mesin yang diintroduksi dianalisis kelayakannya, demikian juga dengan biaya untuk operasional kelembagaan termasuk kegiatan promosi. Analisis finansial tersebut meliputi kebutuhan dana untuk implementasi kegiatan inovasi dan dampak finansial yang ditimbulkan mulai dari tingkat industri kecil, menengah dan besar sesuai dengan sasaran produk agroindustri yang diproduksi. Sasaran produk yang dimasksud adalah sasaran kapasitas produksi mulai dari pangsa pasar kelompok/desa, kabupaten dan seterusnya. Alat analisis yang digunakan untuk semua inovasi yang diintroduksikan dilakukan dengan metode before dan after, sedang secara parsial dari masing-masing inovasi menggunakan analisis input-output, analisis investasi NPV, IRR, R/C rasio, (Amir dan Knipscheer, 1989, Kay, 1988). Untuk analisis inovasi kelembagaan dilakukan dengan analisis deskriptif. 2. Penyusunan Rencana Pengembangan Produk Agroindustri. Rencana pengembangan produk agroindustri disusun dalam kurun waktu 1 – 5 tahun. Penyusunan rencana ini mencakup keterkaitan aspek-aspek yang mempengaruhi keberlanjutan dari pengembangan suatu produk agroindustri. Oleh karena itu diperlukan informasi-informasi pendukung yang diperlukan dalam rangka mengembangkan produk agroindustri yang dipilih. Informasi-informasi tersebut meliputi 4 aspek yaitu : a) Penyiapan Input Produksi Penyiapan ini memegang peranan penting khususnya dalam mendukung usaha pengembangan agroindustri, meliputi pengadaan bahan baku, alat/mesin, sarana prasarana, dan promosi. Pada aspek ini faktor bahan baku memegang peranan penting karena sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha agroindustri. Kuantitas, kualitas dan kontinyuitas ketersediaan bahan baku tersebut hendaknya dapat terjamin. Selanjutnya diperlukan informasi harga dan

26

lokasi dimana terdapat bahan baku tersebut. Antara harga dan lokasi bahan baku mempunyai keterkaitan, semakin dekat lokasi, maka kemungkinan biaya operasional dalam pengadaan bahan baku tersebut akan semakin rendah. Faktor lain yang terkait dalam aspek ini adalah permodalan, hal ini disebabkan karena dalam pengadaan input produksi membutuhkan biaya sehingga informasi permodalan dibutuhkan dalam mengembangkan suatu produk agroindustri. Selain itu, faktor penting lainnya adalah ketersediaan teknologi yang mendukung pengembangan agroindustri. Dengan teknologi yang tepat maka produk yang dihasilkan dapat ditingkatkan kualitasnya, kuantitasnya sekaligus dapat menurunkan biaya produksi. b) Penyiapan Sarana Prasarana Penyiapan sarana prasarana meliputi pengadaan sarana fisik diantaranya bangunan, tranportasi dan alat/mesin yang diperlukan untuk mendukung seluruh kegiatan proses produksi, pasca produksi sampai pemasaran. c) Penyiapan Sumberdaya Manusia Penyiapan sumberdaya manusia yang dibutuhkan adalah jumlah tenaga kerja yang diperlukan dan tingkat ketrampilan tenaga dalam memproduksi suatu produk agroindustri. Aspek ini akan semakin baik apabila dipertimbangkan mulai dari penyediaan bahan baku (budidaya), proses produksi, pasca produksi hingga pemasaran. d) Penyiapan Kelembagaan Secara keselurahan pengembangan produk agroindustri memerlukan suatu kelembagaan yang saling terkait dan merupakan alur usaha agribisnis. Pada masing-masing aspek dari alur agribisnis (input produksi, proses produksi, pasca produksi) memerlukan sub kelembagaan yang dapat melayani dan melakukan kegiatan produksi suatu produk agroindustri. e) Penyiapan kebijakan/regulasi Keberhasilan usaha pengembangan agroindustri sangat berkaitan kondisi pasar dari produk yang dihasilkan. Pelaku usaha tidak dapat sepenuhnya mengendalikan harga produk yang dihasilkan, sehingga sering

Prosiding Seminar Nasional terjadi kondisi yang kontradiktif yaitu produksi dapat ditingkatkan namun harga produknya menurun, akibatnya mengalami kerugian. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang terkait dengan pengembangan suatu produk agroindustri. Informasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang diperlukan antara lain kebijakan keamanan produk, skala usaha, permodalan, ekspor impor dan lain-lain, sehingga diperlukan adanya sertifikasi produk yang menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman bagi kesehatan atau bila diperlukan dibuatkan sertifikasi produk halal serta produk tersebut mempunyai orientasi Good Manufacturing Practices (GMP) dan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan perlu diterapkan Hazards Analysis Critical Control Point / HACCP (Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian, 2005). Selain itu perlu dipelajari kebijakan pemerintah yang mengatur mengenai permodalan dan pemasaran produk, diharapkan dari informasi ini akan didapatkan kemudahan dalam memperoleh fasilitas permodalan usaha dan pemasaran produk. Pada penyiapan ini juga perlu mempertimbangkan adanya aturan kesepakatan dalam menjalankan usaha produksi produk agroindustri. Hal ini diperlukan agar usaha yang dilakukan dapat berkelanjutan. Oleh karena itu diperlukan adanya kesepakatan antar pelaku usaha mulai dari penyediaan bahan baku dan produk usaha baik kuantitas, kualitas dan kontinyuitas sampai pada pemasaran produk. f) Memprediksi target keuntungan (Roadmap usaha) Usaha agroindustri memerlukan suatu analisis untuk memprediksi target keuntungan. Keuntungan yang didapat dari waktu ke waktu diharapkan terus meningkat. Untuk itu diperlukan beberapa informasi diantaranya sasaran produksi berdasarkan pangsa pasar, ketersediaan tenaga kerja, modal dan sarana prasana. Sasaran produksi dapat dimulai dengan memenuhi pangsa pasar lokal mulai dari desa, kecamatan, kabupaten, dilanjutkan beberapa kabupaten, propinsi, beberapa propinsi, nasional dan ekspor. Sasaran produksi yang terkait dengan target keuntungan yang ingin didapatkan disusun

dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan pangsa pasar yang ingin diraih. g) Penyiapan strategi promosi Strategi ini diperlukan khususnya dalam meraih pangsa pasar yang lebih besar. Promosi ini memerlukan biaya yang tidak terbatas, sehingga diperlukan analaisis yang mendalam dan disesuaikan dengan kemampuan, pangsa pasar dan media yang digunakan. Pada usaha agroindustri skala kecil atau rumah tangga, strategi ini sering tidak dilakukan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya pelaku usaha skala rumah tangga mempunyai keterbatasan pengetahuan dibidang kewirausahaan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari pemerintah melalui instansi terkait untuk memfasilitasi promosi produk agroindustri skala kecil. Dukungan ini dapat berupa bantuan mengikutsertakan pada kegiatan pameran-pameran (ekspose) mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan seterusnya. Dukungan pemerintah dalam mengembangkan produk agroindustri bisa diwujudkan memberikan fisilitas agar produk yang dihasilkan dijadikan produk khas lokal seperti Salak Pondoh Yogya, Getuk Trio Magelang, Strawbery Organik Magelang, Wingko Babad Semarang, Tahu Sumedang dan lain-lain. Secara keseluruhan strategi promosi merupakan suatu upaya dalam mengkomunikasikan kepada konsumen terhadap kualitas produk agroindustri yang baik karena diproses dengan sistem pengolahan yang sehat dan bermutu. Upaya ini terus-menerus dilakukan sehingga terbentuk persepsi/image bahwa produk tersebut dibutuhkan (brand image). Dengan upaya ini maka produk agroindustri mempunyai nilai jual tinggi dimata konsumen, contohnya seperti Kopi Kapal Api, minyak goreng Bimoli dan sambal ABC (Joewono, 2001). 3. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi diperlukan guna mengukur kinerja dari masing-masing pelaku terhadap produk yang dihasilkan dan keuntungan yang didapat. Monitoring dan evaluasi (Monev) dilakukan secara internal dan eksternal. Hasil Monev secara internal

27

Prosiding Seminar Nasional dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk memperbaiki kualitas produk, meningkatkan kapasitas produksi dan mengefisiensikan proses produksi atau meningkatkan keuntungan usaha. Sedangkan Monev secara eksternal dilakukan terhadap pelaku-pelaku usaha yang tidak terkait secara langsung dengan proses produksi, namun berpengaruh terhadap kelangsungan usaha, misalnya pangsa pasar, dampak usaha seperti adanya produk ikutan atau limbah. Hasil Monev secara eksternal dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk memperbesar kapasitas produksi, mengembangkan produk ikutan/limbah, mendiversifikasikan produk, contohnya menambah keberagaman warna dan rasa, memperbaiki kemasan dll.

KESIMPULAN Berdasarkan potensi dan masalah yang dihadapi pada kegiatan agroindustri di pedesaan yang dipadukan dengan referensi konsep pengembangan agribisnis dan didukung dengan penerapan konsep tersebut di lapangan, maka disusun strategi pengembangan agroindustri dalam mendukung agribisnis di pedesaan. Strategi tersebut meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Pemahaman produk agroindustri, tahap ini meliputi inventarisasi potensi dan masalah produk agroindustri, pemilihan produk agroindustri, analisis potensi dan masalah, analisis peluang inovasi, analisis peluang kegagalan/keberhasilan usaha dan analisis finansial, 2. Penyusunan Rencana Pengembangan Produk Agroindustri, meliputi penyiapan input produksi, sarana prasarana, sumberdaya manusia, kelembagaan, kebijakan/regulasi, prediksi keuntungan (roadmap usaha) dan strategi promosi, 3. Monitoring dan Evaluasi.

PUSTAKA Badan Litbang Pertanian, 2004a. Pedoman Umum Prima Tani. Jakarta. Badan Litbang Pertanian, 2004b. Rancangan Dasar Prima Tani. Jakarta Badan Litbang Pertanian, 2005a. Petunjuk Teknis Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani. Jakarta. Badan Litbang Pertanian, 2005b. Panduan Penyusunan Petunjuk Teknis Rancang

28

Bangun Laboratorium Agribisnis Prima Tani. Jakarta Dewan Riset Daerah Jawa Tengah. 2006. Penyusunan Hasil Penelitian”Pemetaan Jejaring Agroindustri di Jawa Tengah Alur Pasokan dan Distribusi Peran. Semarang. Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian, 2005. Revitalisasi Pertanian Melalui Agroindustri Pedesaan. Jakarta. Joewono H.H. 2001. Managing Service Partner Mark Plus Education & Chapter Presiden IMA Jakarta. Pemasaran Agroindustri. CPM Asia Pacifik. http://www.kompascybermedia. com. Kholik, A., et al., 2007. Petunjuk Teknis Prima Tani Kabupaten Batang. BPTP Jawa Tengah. Muryanto et al., 2007. Petunjuk Teknis Prima Tani Kabupaten Rembang. BPTP Jawa Tengah. Pramono, J. et al., 2007. Petunjuk Teknis Prima Tani Kabupaten Magelang. BPTP Jawa Tengah. Sa’id, G., 2001. Menuju Perdagangan Bebas : Produk Agroindustri Kalah Sebelum Bertanding. http://www.kompascybermedia.com. Saragih, B. 2007 SUARA AGRIBISNIS : Agroindustri Sebagai Penggerak Utama. http://www.agrina.com. Subiharta, et al., 2007. Petunjuk Teknis Prima Tani Kabupaten Pemalang. BPTP Jawa Tengah.

Prosiding Seminar Nasional

MODEL PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI P4MI MELALUI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN E. Eko Ananto Penanggung Jawab Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi – P4MI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

ABSTRAK Upaya mengentasan kemiskinan di lahan marginal (lahan kering/tadah hujan) telah dilakukan Badan Litbang Pertanian dengan meluncurkan Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) sejak tahun 2003 yang mencakup sekitar 1000 desa di lima kabupaten, dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dengan meningkatkan kemampuan petani mengembangkan inovasi pertanian. Kata kunci dari program ini adalah: (i) Petani miskin, merupakan masalah yang ingin diselesaikan, (ii) Peningkatan pendapatan, merupakan target yang harus dicapai, dan (iii) Inovasi pertanian, merupakan cara untuk mencapai target peningkatan pendapatan petani. Untuk mencapai tujuan, P4MI dirancang terdiri dari: (i) Pemberdayaan petani, (ii) Pengembangan sumber informasi, dan (iii) Pengembangan inovasi pertanian dan diseminasi. Pemberdayaan petani sebagai komponen utama P4MI dilaksanakan melalui kegiatan mobilisasi kelompok tani dan pengembangan kapasitas petani dalam perencanaan; pengembangan kelembagaan pedesaan; dan kegiatan investasi desa. Keseluruh kegiatan ini mengikutsertakan petani dan kelompok tani mulai dari identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, hingga pemeliharaan hasil kegiatan mereka. Kegiatan investasi desa yang berupa pembangunan infrastruktur pertanian pedesaan seperti cek dam, embung, saluran irigasi, jalan usaha tani dan pasar desa. Sumbangan petani dalam kegiatan ini mencapai rata-rata 28,33% yaitu diatas target 20%. Untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan hasil investasi, masyarakat desa telah merumuskan mekanisme operasional pemeliharaan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Proses pemberdayaan ini terbukti mampu membantu petani mengembangkan kemandirian melalui perubahan pola pikir dan wawasannya yang akhirnya menumbuhkan karsa untuk berusaha memenuhi kebutuhan dan menyiapkan masa depannya lebih baik. Disisi lain upaya pengenalan teknologi juga dilakukan secara partisipatif dengan memperhatikan ketersediaan sumberdaya lokal. Setelah P4MI berjalan selama sekitar 3 tahun, hasil sinergi pemberdayaan dan inovasi terbukti secara signifikan mendukung upaya pengentasan kemiskinan di pedesaan seperti ditunjukkan dari hasil kajian terhadap manfaat dan dampak awal investasi desa dari 42 desa, dimana NPV mempunyai nilai positif antara Rp. 21.208.899 - 1,017.464.985, Finansial IRR antara 14 sampai 102 %, B/C rationya lebih dari satu. Hasil-hasil yang dicapai tersebut merupakan keberhasilan awal yang masih rentan dan rapuh terhadap tekanan internal dan eksternal, sehingga diperlukan penguatan dan pemantapan hasil yang telah dicapai, khususnya kegiatan pasca investasi desa dengan pembekalan jiwa kewirausahaan untuk mempercepat inovasi pertanian dan peningkatan pendapatan petani. Kata kunci: pemberdayaan petani, inovasi teknologi dan peningkatan pendapatan

PENDAHULUAN Kantong-kantong kemiskinan di pedesaan sangat signifikan dijumpai pada daerah lahan tadah hujan yang marginal. Ketertinggalan pembangunan pertanian di wilayah tersebut hampir dijumpai di semua bidang, baik kesuburan lahan, infrastruktur, kelembagaan usahataninya maupun akses informasi untuk petani miskin yang kurang mendapat perhatian, disamping kondisi agroekologi wilayah yang relatif sangat rapuh (fragile). Kondisi ini menempatkan mereka semakin terpuruk dalam perangkap kemiskinan. Untuk meningkatkan pendapatan dan keluar dari perangkap kemiskinan, petani harus mampu

melakukan inovasi produksi pertanian dan pemasaran hasilnya. Produktivitas pertanian di wilayah ini umumnya masih rendah dan tidak stabil. Upaya peningkatan produktivitas pertanian belum dapat dilakukan secara optimal mengingat berbagai kendala biofisik dan sosial ekonomi budaya. Faktor internal petani juga merupakan kendala yang tidak kecil pengaruhnya, seperti misalnya keterbatasan kemampuan teknis dan modal, kekhawatiran atas resiko terhadap teknologi baru. Selama ini alih teknologi dengan masukan tinggi telah berhasil pada lahan-lahan dimana petaninya mampu membiayai masukan yang tinggi. Pola

29

Prosiding Seminar Nasional seperti ini pada kenyataannya kurang berhasil pada daerah marjinal yang menghadapi banyak kendala. Sebagian besar kegagalan tersebut juga disebabkan oleh tidak adanya keterlibatan masyarakat setempat karena masih menganggap petani terbelakang, tidak tahu dan tidak inovatif. Pengembangan teknologi partisipatif diyakini akan mampu meminimalisasi kegagalan tersebut. Teknologi yang akan dikembangkan harus lebih unggul dari pada teknologi yang ada, dan harus dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani. Diharapkan upaya pengentasan kemiskinan menjadi lebih efektif melalui peningkatan kemampuan inovasi petani, dari pada hanya mengandalkan bantuan fisik dan finansial yang telah dibuktikan dari berbagai proyek mengalami banyak kegagalan. Untuk menjawab masalah tersebut di atas, Badan Litbang Pertanian melalui Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi-P4MI berusaha untuk meningkatkan kemampuan petani miskin dalam mengembangkan inovasi produksi pertanian dan pemasaran, dengan melalui pemberdayaan petani dan meningkatkan akses petani terhadap informasi, serta menyediakan teknologi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan di lahan marginal (lahan kering/tadah hujan).

KERANGKA PEMBANGUNAN PEDESAAN P4MI Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) merupakan salah satu program Deptan dengan dukungan ADB yang tengah dilaksanakan adalah bertujuan untuk pemberdayaan petani miskin di daerah lahan kering marjinal dalam upaya meningkatkan pendapatannya. Program ini mencakup 4 komponen yaitu: (i) pemberdayaan petani termasuk pengembangan kelembagaannya dan perbaikan infrastruktur desa guna memenuhi kebutuhan petani dalam rangka meningkatkan inovasi; (ii) pengembangan sumber informasi nasional dan lokal, dalam rangka memperbaiki akses informasi bagi petani; (iii) memperkuat dukungan pengembangan dan diseminasi inovasi pertanian; dan (iv) manajemen proyek. Pemberdayaan petani dalam kegiatan P4MI pada dasarnya dilakukan untuk membantu mengembangkan kemandirian petani melalui perubahan pola pikir dan wawasan guna

30

membuka kesadarannya tentang apa yang bisa dicapai dengan kemampuannya. Proses ini terbukti mampu mengembangkan karsa masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dan menyiapkan masa depannya. Demikian pula halnya dengan dukungan informasi teknologi dan pengembangan teknologi yang diperlukan petani di lahan marginal telah menampakkan hasilnya dalam peningkatan produktivitas tanaman dan ternak serta manfaat lainnya dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pendekatan partisipatif dan bottom-up planning yang diterapkan P4MI terbukti menunjukkan hasil yang efektif dalam menggerakkan kemauan dan kemampuan petani untuk mulai melepaskan diri dari ketidak-berdayaannya. Dengan pemberdayaan dan pengembangan kapasitas petani dalam kegiatan P4MI, pada dasarnya membantu mengembangkan kemandirian petani melalui perubahan pola pikir dan wawasan guna membuka kesadarannya tentang apa yang bisa dicapai dengan kemampuannya. Rancangan dan pelaksanaan P4MI secara keseluruhan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan dan pelaksanaan proses pemberdayaan dilakukan secara partisipatif dari beneficiaries (petani, masyarakat desa lainnya) dan stakeholders (aparat pemerintahan dari desa hingga kabupaten dan dinas dan institusi atau organisasi lain yang terkait), agar dapat menimbulkan rasa memiliki (ownership) . 2. Perencanaan dari bawah (bottom up planning), dimana beneficiaries menentukan sendiri jenis investasi desa yang mereka butuhkan untuk mengembangkan inovasi pertanian. Ini merupakan perubahan mendasar dibanding berbagai proyek/program sebelumnya yang berorientasi top down dimana beneficiaries hanya menerima apa yang telah direncanakan dari atas. 3. Masyarakat diberikan kepercayaan mengelola sendiri dana pembangunan tanpa campur tangan birokrat. Dana pembangunan tersebut disalurkan langsung ke rekening masyarakat/KID, tetapi kontrol penggunaan dana tetap dilakukan baik oleh petani, masyarakat maupun penanggung-jawab program di daerah.

Prosiding Seminar Nasional 4. Kegiatan pembangunan memberikan peluang kepada petani/masyarakat untuk berkontribusi dalam berbagai bentuk sesuai kemampuannya, antara lain berupa penyerahan lahan (termasuk tanaman di atasnya), material bangunan, konsumsi, tenaga kerja, dana, dan lain-lain. Kontribusi ini merupakan bentuk pengejawantahan budaya gotong royong yang akhir-akhir ini kurang nampak lagi. 5. Pelibatan tokoh masyarakat sebagai pimpinan non-formal seperti tokoh agama/adat untuk memacu partisipasi masyarakat. Dengan terlibatnya turun kebawah tokoh panutan, masyakat merasa terpanggil dan lebih antusias dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. 6. Membangun transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pembangunan oleh KID dengan fungsi kontrol oleh masyarakat. 7. Keberlanjutan manfaat pembangunan perlu dijaga dengan merancang operasional pemanfaatan dan pemeliharaan hasil pembangunan itu dalam bentuk peraturan/mekanisme yang disepakati bersama, sehingga seluruh masyarakat ikut bertanggungjawab dan merasa memiliki aset yang harus dipertahankan keberlanjutannya. Rancangan pemberdayaan tersebut di atas telah menciptakan keberhasilan yang pantas dibanggakan seperti akan dijelaskan dalam keragaan kegiatan P4MI. Pemberdayaan petani dilakukan melalui pengembangan atau peningkatan kapasitas/ kemampuan petani secara fisik maupun non-fisik, pengembangan kelembagaan desa, dan investasi desa untuk membangun infrastruktur desa yang dibutuhkan petani, dan selama ini menjadi kendala bagi petani dalam mengembangkan inovasi pertanian. Kegiatan investasi desa sebagian besar dananya (sekitar 90%) digunakan untuk pembangunan atau perbaikan infrastruktur desa seperti jalan usaha tani, irigasi sederhana (dam, embung, pompa air, saluran irigasi, dll.), gudang penyimpanan hasil panen, dan pasar desa. Hanya sebagian kecil dana (sekitar 10%) digunakan untuk kegiatan investasi non-infrastruktur seperti pembuatan demplot, pelatihan petani dan pengembangan informasi. Ketidak berdayaan, ketidak mampuan, maupun keputusasaan yang sebelumnya

membelenggu petani, sekarang telah berangsur berubah menjadi lebih percaya diri, antusias dan optimis dengan kemampuannya sendiri dalam menyongsong hidup masa depan yang lebih baik dan sejahtera. Sinergi antara pengembangan kapasitas petani dan pembangunan infrastruktur pertanian di desa terbukti secara efektif dapat merangsang kemampuan petani untuk berinovasi dalam kegiatan pertanian seperti ditunjukkan dari hasil kajian dampak awal. Beberapa parameter teknis, sosial dan ekonomi dalam kajian ini menunjukkan nilai positif. Dampak program yang telah dilaksanakan P4MI dalam pembangunan pedesaan yang berujung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan diharapkan dapat cepat terwujud.

KONSEP DAN LANGKAH PENGEMBANGAN INOVASI Konsep pengembangan inovasi pertanian pada P4MI adalah mendukung pemanfaatan secara optimal sumberdaya alam yang marginal disertai pelestarian lingkungannya untuk dapat meningkatkan pendapatan petani secara berkelanjutan dalam suatu kerangka model agribisnis. Konsep tersebut akan dapat diwujudkan apabila petani mampu menerapkan teknologi inovasi yang unggul berdasarkan kondisi wilayah dan komoditas dan berorientasi pasar. Untuk itu, petani dan kelembagaan yang ada ditingkatkan kemampuannya untuk menangkap informasi serta membaca situasi dan memanfaatkan peluang pasar. Pengembangan inovasi harus dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan beneficiaries (petani miskin) dan stakeholders. Pengembangan teknologi partisipatif dalam konteks pemberdayaan petani miskin melalui pengembangan agribisnis dilakukan dengan menggunakan kombinasi pendekatan sistem demand driven dan driving demand. Kombinasi kedua sistem tersebut perlu diterapkan karena berbagai alasan, antara lain: 1. Kebutuhan petani akan teknologi dalam suatu wilayah mungkin akan beragam karena perbedaan kondisi sosial ekonomi dan faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan kekuatan-kekuatan intervensi dan perubahan dari luar. Prioritas teknologi yang akan dikembangkan dengan sendirinya tidak sepenuhnya bersifat demand driven

31

Prosiding Seminar Nasional karena sebagian teknologi yang dibutuhkan petani tidak terpenuhi. 2. Di lahan-lahan kritis dimana diperlukan teknologi konservasi sumberdaya alam yang akan memberikan manfaat dalam jangka menengah/panjang, merupakan prioritas penting yang bersifat driving demand. Bagi petani miskin teknologi konservasi tersebut mungkin bukan prioritas penting walau keberlanjutan usaha tani mereka terancam. 3. Pengembangan sistem usahatani berorientasi agribisnis untuk menciptakan pasar pada hakekatnya bersifat driving demand. Orientasi baru ini dengan sendirinya memerlukan upaya pengarahan, sosialisasi, dan pelatihan yang intensif agar dapat mengubah pola pikir petani. 4. Pengembangan wilayah yang didasarkan atas tata ruang dengan keterkaitan antar sektor merupakan suatu acuan setiap pembangunan. Penata-ruangan wilayah komoditas yang terkait dengan pengembangan agribisnis merupakan suatu sistem driving demand. Lahan marginal merupakan wilayah yang komplek dan sarat dengan berbagai kendala. Sebagai konsekuensinya diperlukan suatu paket teknologi yang mampu menjawab berbagai masalah yang dilakukan secara terpadu (integrated) dan menyeluruh (holistic). Pemecahan masalah secara parsial diyakini tidak akan memberikan manfaat. Oleh karena itu: 1. Pengembangan teknologi untuk wilayah ini harus dirancang dari berbagai di-siplin IPTEK dan lintas komoditas untuk mendapatkan alternatif yang optimal. 2. Kemampuan mendiagnostik permasalahan yang dihadapi petani dan menilai potensi kemampuan petani dalam inovasi teknologi secara akurat menjadi faktor penting sebagai dasar dalam merancang teknologi. 3. Program pengembangan teknologi di lahan marginal memerlukan suatu tim peneliti dari kelembagaan litbang yang bersifat lintas disiplin IPTEK dan lintas komoditas sejak identifikasi masalah, perencanaan dan pelaksanaannya maupun evaluasi hasilnya. Langkah Pengembangan Teknologi yang akan dikembangkan harus bersifat holistik dan terpadu yang

32

mencakup dimensi dan aspek vertikal (dari budidaya, pascapanen hingga ke pemasaran), horizontal (dengan pemanfaatan lebih dari satu komoditas dalam rangka optimasi lahan dan peningkatan keuntungan usahatani) dan diagonal (seperti kelestarian sumberdaya alam/lingkungan dan manajemen usahatani berorientasi agribisnis). Pengembangan teknologi harus didasari hasil kajian kondisi biofisik dan sosial ekonomi budaya, serta mengacu pada kebutuhan petani maupun Pemda sesuai dengan kerangka pengembangan wilayah, agar tepat sasaran dan efisien. Oleh karena itu masukan dari beneficiaries dan stakeholders sangat diperlukan dalam penyusunan program. Teknologi setempat/local indigeneous technologies perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan dengan menggunakan kaidahkaidah ilmiah.

Kriteria Teknologi Kriteria teknologi disusun dalam suatu kerangka pencapaian tujuan, batasan waktu pelaksanaan dan partisipasi kelembagaan yang terlibat serta ketersediaan dana. 1. Teknologi harus menunjukkan kinerja unggul perlu diantisipasi sejak perencanaan sehingga penerapannya mampu meningkatkan pendapatan petani secara cukup signifikan. Diupayakan teknologi yang low input dan low risk. Analisa ekonomi sejak awal perlu disertakan agar keengganan petani menggunakan teknologi baru yang beresiko dapat diminimalisasi dan motivasi penerapan teknologi menjadi lebih kuat. 2. Pengembangan teknologi harus secara partisipatif dengan keterlibatan beneficiaries dan stakeholders agar dapat langsung dimanfaatkan dan terintegrasi dengan program pembangunan di daerah, sehingga kontribusinya akan lebih nyata dalam pembangunan wilayah dan pengentasan kemiskinan pada khususnya. 3. Teknologi harus mampu menjawab masalah/ endala yang dihadapi di wilayah yang sangat komplek sehingga diperlukan lintas disiplin IPTEK dan komoditas. 4. Teknologi yang akan dikembangkan harus spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi wilayah terutama kemampuan petani,

Prosiding Seminar Nasional mampu mendukung pengembangan suatu sistem agribisnis yang berkelanjutan (termasuk potensi pasar bagi komoditas yang akan diproduksi). Teknologi yang akan dikembangkan merupakan teknologi yang dapat segera diterapkan petani miskin, sesuai dengan kondisi sumber daya lokal dan berdampak pada peningkatan pendapatan petani miskin. Pemilihan komditas diarahkan pada komoditas yang umum diusahakan atau dapat diusahakan petani.

Pendekatan secara partisipatif dan bottom up planning yang diterapkan P4MI terbukti menunjukkan hasil yang efektif dalam menggerakkan kemauan dan kemampuan petani untuk mulai melepaskan diri dari ketidak-berdayaannya. Selama kurang lebih 3 tahun pelaksanaannya, P4MI telah mampu membangun optimisme tinggi dalam meningkatkan pendapatan petani. Hasil kegiatan P4MI selama ini cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di pedesaan berlahan kering marjinal di 5 kabupaten.

5. Inovasi yang dikembangkan harus mempunyai bobot kegiatan diseminasi lebih besar agar dapat lebih cepat diadopsi. Oleh karena itu teknologi yang akan digunakan harus yang telah tersedia/telah teruji, sehingga tahap perintisan dapat dieliminasi dan hanya tinggal proses penyesuaian.

Komponen pemberdayaan petani merupakan fokus kegiatan P4MI, dan meliputi mobilisasi kelompok tani untuk meningkatkan kemampuan, pengembangan kelembagaan desa dan investasi desa untuk membangun infrastruktur desa. Sampai akhir Desember 2006, kegiatan ini telah dilaksanakan di 591 desa (Tabel 1). Secara keseluruhan kegiatan telah diselesaikan. Kelompok Tani telah dimobilisasi dan diberdayakan serta prioritas kebutuhan investasi desa mereka telah diidentifikasi dan disetujui.

KERAGAAN KEGIATAN P4MI: KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN .

Tabel 1. Rekapitulasi kegiatan investasi desa dari tahun 2003 - 2007 No.

Tahun

rencana realisasi rencana 2 2004 realisasi rencana 3 2005 realisasi rencana 4 2006 realisasi Realisasi s/d 2006 5 2007 rencana Rencana dan Realisasi s/d 2007 1

2003

Tmg

Blora

10 10 33 30 57 57 35 35 132 102 234

10 0 32 40 72 72 48 48 160 135 295

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan P4MI, baik laki maupun perempuan, dewasa atau remaja, sangat menggembirakan karena sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga pemanfaatan dan pemeliharaan investasi desa, petani dengan penuh antusias menyumbangkan tenaga kerja, bahan lokal dan aset lahan. Cara partisipatif ini telah menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas hasil kegiatan investasi desa. Tingkat kontribusi petani, dalam kegiatan

Kabupaten Lotim Ende 10 0 33 10 55 55 17 17 82 30 112

10 10 37 17 30 30 30 30 87 85 172

Dongg

Total

10 0 65 10 65 65 56 55 131 110 240

50 20 200 107 279 279 186 186 591 462 1053

investasi desa rata-rata 28%, melampaui target 20% (Tabel 2), dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Untuk menjamin keberlanjutan hasil kegiatan investasi desa telah disusun mekanisme operasionalisasi pemanfaatan dan pemeliharaannya, meski masih beragam, tergantung pada kondisi sosial budaya petani setempat. Beberapa Desa telah merumuskan mekanisme tersebut secara tegas dalam bentuk peraturan desa (Perdes).

33

Prosiding Seminar Nasional Tabel 2. Jumlah kontribusi masyarakat dalam Investasi desa dibanding dana Loan

No. 1 2 3 4 5

Kabupaten Blora Temanggung Lombok Timur Ende Donggala Jumlah

Loan ADB 36,976,000,000 31,489,274,450 17,393,611,904 19,140,000,000 27,476,718,000 132,475,604,354

% 82.46 66.73 60.51 78.35 69.34 71.67

Dalam kegiatan pemberdayaan petani, pengembangan kapasitas petani pada dasarnya untuk membantu mengembangkan kemandirian petani melalui perubahan pola pikir dan wawasan. Rasa ketidakberdayaan, ketidakmampuan, maupun keputusasaan yang sebelumnya membelenggu petani, sekarang telah berangsur berubah menjadi lebih percaya diri, antusias serta optimis akan kemampuan sendiri didalam menyongsong masa depan yang lebih baik. Sinergi antara pengembangan kapasitas petani dan pembangunan infrastruktur pertanian, terbukti secara efektif telah merangsang kemampuan petani untuk berinovasi dalam kegiatan pertanian seperti ditunjukkan dari hasil kajian dampak awal, dimana investasi desa yang berkaitan dengan pengembangan pertanian telah mampu meningkatkan luas lahan garapan, produktivitas, dan produksi, serta pendapatan. Program ini telah menunjukkan beberapa keberhasilan yang dapat dibanggakan, tetapi beberapa mengalami stagnasi. Berikut beberapa contoh hasil kegiatan P4MI yang dianggap berhasil dalam memberikan manfaat dan dampak positif bagi petani: 1. Pembangunan Bendung Mini. Pembangunan infrastruktur pertanian ini merupakan suatu prestasi luar biasa dalam kegiatan investasi desa yang dilakukan secara partisipatif di Desa Jenggik Utara, Lombok Timur. Bendung seluas 0,82 hektar, kedalaman 7,50 m, dengan daya tampung air sekitar 7000 m3 ini menghabiskan total dana sebesar Rp 894.800.000 dimana kontribusi dana masyarakat mencapai 4 kali lipat (Rp. 708.500.000) dibandingkan dana yang berasal dari dana pinjaman ADB yang hanya sebesar Rp. 186.300.000,Bendung dapat mengairi sawah seluas 420 ha dan meningkatkan produksi padi dari 4 t/ha menjadi 5–6 t/ha serta indeks tanam

34

Sumber Dana Swadaya petani 7,865,380,000 15,702,518,704 11,351,851,080 5,290,294,954 12,151,603,500 52,361,648,238

% 17.54 33.27 39.49 21.65 30.66 28.33

Jumlah 44,841,380,000 47,191,793,154 28,745,462,984 24,430,294,954 39,628,321,500 184,837,252,592

dari 200% menjadi 300% (padi-padipalawija/sayuran/tembakau). Lokasi ini direncanakan untuk dikembangkan sebagai pusat penangkaran benih padi. Selain itu, air juga dimanfaatkan sebagai sumber air bersih. 2. Pembangunan saluran irigasi. Dengan perbaikan saluran irigasi sederhana yang dilakukan masyarakat secara partisipatif di Desa Limboro, Donggala, lahan sawah bero seluas 30 ha selama 3 tahun akhirnya dapat difungsikan kembali. Penanaman padi dapat dilakukan 2 kali per tahun, sehingga pendapatan petani meningkat hingga 143 %. Sedangkan di Desa Rarang, Lombok Timur dibangun saluran air secara pompanisasi dan pipanisasi dengan memanfaatkan sebagian air sungai yang mengalir sepanjang tahun ke kolam penampungan seluas 890 m3. Air dari kolam ini kemudian dinaikkan ke tangki air setinggi 12 m dengan kapasitas 18 m3 dengan pompa berkekuatan 10 HP (akan ditingkatkan menjadi 24 HP dengan dana swadaya). Dari tangki, air dialirkan melalui dua pipa (diameter 4 inci) sepanjang 518 m ke bak pembagi dengan daya tampung 400 m3. Dari bak pembagi inilah air dialirkan ke lahan/sawah seluas 100 ha. Keberhasilan ini kemudian dilanjutkan dengan pembangunan sistem penyediaan air minum dengan cara yang sama dan sepenuhnya menggunakan dana swadaya masyarakat sendiri. 3. Pengembangan agroindustri skala rumah tangga. Wanita tani di Blora, Temanggung, Lombok Timur, dan kabupaten lain telah mengembangkan industri rumah tangga berupa pengolahan hasil-hasil pertanian yang ada di desanya menjadi berbagai produk olahan seperti keripik, sirup, dodol, dsb. Hasil industri rumah tangga ini mampu menambah pendapatan keluarga. Beberapa

Prosiding Seminar Nasional produk olahan hasil kegiatan kelompok wanita tani bahkan telah memperoleh nomor registrasi dari Dinas Kesehatan, Temanggung. Dengan memiliki nomor registrasi ini akan membuka peluang produk olahan dapat menjangkau pasar dan diterima konsumen lebih luas.

300 kg/ha/tahun. Guna mengatasi kesulitan mendapatkan entris kakao unggul, telah dibangun kebun entris di dua desa (Tolongano dan Bulili). Keahlian sambung samping telah menjadi sumber pendapatan petani (Rp 5.000 per sambungan) dengan prosentase keberhasilan 50%.

4. Inovasi teknologi tanaman padi di Kabupaten Donggala. Kegiatan inovasi ini merupakan tindak lanjut pembangunan sarana irigasi dari kegiatan investasi desa. BPTP Sulawesi Tengah bekerjasama dengan instansi terkait telah melakukan gelar teknologi berupa pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah di Desa Limboro, Tolongano dan beberapa desa lainnya. Hasil litkaji dan gelar teknologi memberikan manfaat dalam peningkatan produksi padi sawah sekitar 75 -105% dan penghematan benih hingga mencapai 68,75% per hektar atau terjadi penghematan biaya sebesar Rp 330.000 per musim per hektar. Sementara itu demplot jagung varitas unggul (Srikandi Kuning) dengan pemupukan berimbang telah dapat meningkatkan produksi hingga 4 t dibandingkan dengan penggunaan varitas lokal dan pemupukan urea saja yang hanya menghasilkan 2,1 t tongkol jagung.

6. Inovasi teknologi padi Kabupaten Blora. Kendala utama yang dihadapi petani Blora adalah ketersediaan dan kecukupan air di tingkat petani, sehingga ketergantungan akan air hujan untuk usahatani tanaman pangan sangat tinggi dan ketersediaan benih unggul dilahan kering juga masih kurang. Oleh karena itu program penyediaan air melalui investasi desa merupakan salah satu alternatif dalam usaha memenuhi kebutuhan air untuk lahan pertanian. Inovasi ini merupakan kelanjutan kegiatan investasi desa berupa (a) pengembangan tangkapan dan simpanan air hujan (dalam bentuk embung), (b) penggalian dan pemanfaatan air tanah, (c) revitalisasi waduk dan bendung yang ada, dan (d) reboisasi dan konservasi lahan dan air. Dengan dibangunnya sarana-sarana tersebut, suatu inovasi dalam pengembangan usaha tani hemat air telah dilakukan melalui penerapan teknologi padi gogorancah (GORA). Dengan dibangunnya embung, pengembangan padi gora di lahan tadah hujan desa Kemiri seluas 250 ha, menunjukkan kenaikan produktivitas dari 56 ton/ha dengan pola tanam padi-jagungbera, menjadi 6.53–10.662 ton/ha pola tanam menjadi padi-padi-jagung. Dari hasil wawancara, petani mengatakan bahwa dengan harga gabah yang cukup baik saat ini (Rp 2.350,- sampai dengan 2.400,-/kg GKP), usahatani padi tersebut dapat memberi penghasilan yang baik. Penghasilan bersih dari penjualan gabah dapat mencapai antara Rp 9-11 Juta /ha.

5. Inovasi teknologi budidaya kakao di Kabupaten Donggala. Kakao sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Donggala dengan luas mencapai 42.407 ha, menghadapi beberapa masalah dalam budidayanya antara lain produktivitas rendah sekitar 300-600 kg/ha/tahun dan kualitas biji kakao juga rendah (hanya mencapai grade 3). Rendahnya kuantitas dan kualitas produksi kakao berkaitan dengan serangan hama dan penyakit antara lain penggerek buah kakao (PBK), Vascular Streak Dieback (VSD) dan busuk buah kakao. Untuk menangani permasalahan tersebut, kegiatan litkaji dan gelar teknologi dalam bentuk sekolah lapang dan demplot telah dilakukan dengan kegiatankegiatannya antara lain PsPSP (Panen sering, Pemangkasan, Sanitasi dan Pemupukan), sarungisasi, rehabilitasi tanaman kakao melalui sambung samping atau sambung pucuk, penanaman penaung kakao dan integrasi kakao-kambing. Penerapan hasil litkaji dan gelar teknologi ini telah meningkatkan produksi kakao hingga 1.382 kg/ha/tahun dari sekitar 200-

7. Inovasi padi di Lombok Timur. Padi merupakan salah satu komoditas pangan utama di Kabupaten Lombok Timur namun permasalahan yang dihadapi adalah lambannya proses penggunaan varietas unggul baru. Dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi antar komponen dalam kegiatan P4MI di desa Jenggik Utara, Kecamatan Montong Gading Kab. Lotim, dilakukan introduksi inovasi teknologi tanaman padi di areal yang dicakup oleh

35

Prosiding Seminar Nasional kegiatan investasi desa berupa embung atau bendungan. Inovasi teknologi yang dilakukan adalah teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) Padi Sawah; meliputi: varietas unggul, tanam jajar biasa dan legowo, penggunaan pupuk

organik dan pemupukan an organik berimbang dengan BWD, Pengendalian hama terpadu (PHT). Produksi dari masingmasing varietas unggul baru padi yang diintroduksikan adalah sebagai berikut Tabel 3.

Tabel 3. Produksi dari masing-masing varietas unggul baru padi Varietas Situ Pagendit Kalimas Cigeulis Ciherang Cibogo Mekongga Cimelati Tukad Unda Cilosari Ciliwung Aek Sibundong

8. Inovasi pengembangan teknologi terpadu pisang di Lombok Timur. Kegiatan ini merupakan satu lagi contoh keberhasilan inovasi paket teknologi tanpa dukungan investasi infrastruktur pertanian terlebih dulu. Suatu paket dari rangkaian teknologi dari hulu ke hilir komoditas pisang telah diintroduksi kepada para petani. Paket teknologi mencakup budidaya (penggunaan varitas potensial, jarak tanam, tanaman sela, pemupukan, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, dan pengerudungan buah), dan pasca panen termasuk pengolahan produk (pembuatan kripik, sale dan tepung pisang). Introduksi teknologi ini mampu meningkatkan total pendapatan petani hingga Rp 18, 1 juta per ha per tahun dengan rincian sebagai berikut: penjualan pisang saja Rp 12 juta, tanaman sela Rp 2,35 juta. penjualan anakan pisang sebagai bibit Rp 3,75 juta. Hingga saat ini teknologi budidaya pisang telah diadopsi dan dikembangkan pada lahan seluas 200 ha karena komoditas ini mempunyai pasar yang potensial di Bali. Untuk pengolahan hasil difokuskan pada pengolahan keripik pisang yang setiap minggunya mampu menghasilkan 150 – 160 bungkus dengan harga Rp. 500,- per bungkus dengan keuntungan satu kali pembuatan/produksi sebanyak Rp. 50.000 - Rp. 60.000. Usaha pengolahan keripik pisang ini sudah mampu menyerap tenaga sebanyak 4-5

36

Produksi (ton/ha GKP) Teknologi PTT Teknologi Petani 8,435 8,531 8,926 8,806 9,203 9,238 8,896 9,182 9,227 8,896 8,889

7,100 7,322 7,385 7,708 7,800 7,338 7,389 7,430 7,460 6,988 8,050

orang, khususnya untuk tenaga pengemasan. 9. Pengembangan biogas untuk energi rumah tangga. Kelompok tani Pasanggani, desa Limboro, Banawa Selatan di kabupaten Donggala telah mulai mengembangkan teknologi biogas untuk mencukupi kebutuhan energi rumah tangga. Teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh BPTP Sulawesi Tengah kepada kelompok tani yang menjadi desa sasaran P4MI. Pengembangan teknologi ini mempunyai dampak yang luas terhadap masyarakat, seperti mengurangi biaya rumah tangga dengan menggantikan kebutuhan minyak tanah dari 20 liter menjadi hanya 5 liter, sisa kotoran sapi dapat dijadikan pupuk siap pakai, mencegah perambahan hutan untuk mencari kayu bakar, khusus di kabupaten Donggala berdampak terhadap pengandangan sapi.

DAMPAK AWAL Manfaat inovasi teknologi yang dikembangkan telah dirasakan oleh petani. Hasil awal analisis finansial terhadap pelaksanaan P4MI menunjukkan, bahwa secara umum sinergi kegiatan pemberdayaan petani dan investasi desa yang ditindak lanjuti inovasi teknologi, telah mampu memberikan manfaat dan dampak positif. Hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV, B/C rasio dan IRR dari 42 desa yang telah melaksanakan investasi desa, dimana NPV rata-rata Rp

Prosiding Seminar Nasional 426.988, Finansial IRR antara 14 sampai 102 %, B/C ratio rata-rata 1,43 (1,04 – 2,04),

seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelayakan finansial kegiatan investasi di setiap desa P4MI No. Kabupaten/Desa I BLORA 1. Getas 2. Brabowan 3. Sambong 4. Andong rejo 5. Kemiri 6. Kedungwungu 7. Gotputuk 8. Bogem 9. Nginggil 10. Sendangrejo 11. Sembongin II DONGGALA 12. Langaleso 13. Solutome 14. Panii 15. Lompio 16. Limboro 17. Tuva 18. Mbuvu 19. Jono Oge III ENDE 20. Detusoko Barat 21. Bokasape 22. Wologai 23. Watuneso 24. Hobatua 25. Kotabaru 26. Tou IV LOMBOK TIMUR 27. Lenek 28. Kelayu Jorong 29. Dasan Lekong 30. Padamara 31. Montong Betok 32. Jenggik Utara V TEMANGGUNG 33. Bumiayu 34. Langgeng 35. Wonokerso 36. Ngabeyan 37. Canggal 38. Nglondong 39. Nguwet 40. Guntur 41. Tempuran 42. Klepu

NPV (Rp)

IRR (%)

B/C

424,285,205 429,137,084 551,686,335 509,036,669 325,079,331 482,959,894 397,145,904 586,208,041 359,734,616 384,203,570 443,214,733

80.19 70.57 86.80 80.33 65.51 76.58 66.12 84.29 61.34 64.44 73.44

1.24 1.22 1.20 1.10 1.21 1.26 1.20 1.29 1.35 1.24 1.32

450,842,840 767,526,196 79,642,431 711,601,112 495,183,987 409,824,491 240,466,567 399,126,383

66.74 109.35 24.07 102.91 77.53 66.19 45.96 69.43

1.66 1.87 1.23 2.17 1.62 1.61 1.52 1.94

475,220,763 404,651,520 140,045,654 274,896,810 21,208,899 440,161,136 296,510,598

79.09 69.09 33.98 60.27 16.27 74.65 55.90

1.32 1.48 1.24 1.56 1.06 1.95 1.59

763,926,711 1,017,464,985 373,064,133 426,253,958 150,184,125 976,322,142

81.50 78.51 58.94 42.88 32.33 50.39

1.24 1.34 1.17 1.25 1.20 1.46

313,063,942 31,053,884 358,636,850 496,954,818 354,899,480 806,255,617 338,024,953 503,229,327 362,442,216 265,479,365

56.76 14.74 43.28 67.52 63.46 82.71 56.63 84.01 52.50 38.45

1.44 1.04 1.33 1.96 1.45 1.74 1.50 1.39 1.70 1.43

37

Prosiding Seminar Nasional

Selain keberhasilan, P4MI juga menghadapi berbagai hambatan, antara lain: 1. Pemberdayaan merupakan proses yang memerlukan waktu cukup panjang karena memerlukan perubahan pola pikir dan perilaku serta penumbuhan rasa percaya diri dan kemandirian petani. 2. Kegiatan P4MI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan siklus anggaran bagi kegiatan program/proyek yang didanai pemerintah. Sementara keadaan di lapangan sering tidak dapat dikompromikan dengan aturan tersebut, dengan segala akibatnya bagi masyarakat awam yang tidak memahami birokrasi. 3. Intervensi dari proyek/program lain yang berbeda pendekatannya dengan P4MI menyebabkan motivasi masyarakat menurun. Keberadaan program tersebut yang mempunyai pendekatan top down dan non-partisipatif telah meracuni mentalitas masyarakat yang berakibat menghambat kegiatan P4MI. 4. Demikian juga bagi daerah-daerah yang terlalu sering menerima program/proyek yang di drop dari atas, mentalitas masyarakat kurang bergairah dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat partisipatif. Kebiasaaan masyarakat yang hanya menerima berbagai bantuan tanpa upaya apapun dan juga aparat pemerintahan desa atau kecamatan yang lebih berfungsi sebagai kontraktor atau broker penyaluran bantuan sangat mengganggu kelancaran kegiatan P4MI karena mereka apatis bila harus berupaya dalam berpartisipasi untuk kegiatan-kegiatan yang sebagian harus dipikul mereka sendiri. 5. Beberapa wilayah memiliki kondisi geografi terpencil yang sukar dijangkau, tidak hanya sulit untuk mencapai lokasi, tetapi juga sulit untuk mengadakan pertemuan, dan juga sulit untuk dapat memobilisasi mereka dalam rangka pembinaan. 6. Sulit untuk mendapatkan tenaga dengan kualitas SDM yang memadai di beberapa daerah yang masih terbelakang. Sebagai konsekuensinya kegiatan-kegiatan P4MI di beberapa daerah terbelakang masih kurang optimal.

38

Beberapa hal dapat dipetik sebagai pelajaran dari keberhasilan dan kegagalan kegiatan P4MI, yaitu: 1. Petani dalam kondisi sosial ekonomi terendahpun dapat dibimbing dan ditingkatkan kemampuannya bila tujuan pemberdayaan dapat diterima dan dipahami mereka. 2. Dengan pendekatan partisipatif, petani/ masyarakat dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan pemberdayaan dan mereka memberikan kontribusi dalam berbagai bentuk sesuai kemampuannya dalam proses pembangunan secara signifikan. 3. Proses pemberdayaan memerlukan waktu relatif lama dan harus berlangsung secara kontinyu, hingga minimum mencapai tahap stabil dan manfaat hasil pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan. 4. Kegiatan-kegiatan di lapangan sering menghadapi kendala ketentuan administratif birokrasi yang mengganggu suatu proses yang sedang berjalan. Fleksibilitas diperlukan dalam administrasi tanpa mengurangi azas akuntabilitas dan transparansi. 5. Pemangkasan kewenangan administratif keuangan dengan menyalurkan dana investasi langsung ke petani dan dapat dikelola oleh petani sendiri, telah menumbuhkan kepercayaan dan rasa tanggung jawab mereka. 6. Kegiatan investasi desa yang diusulkan dan dilaksanakan secara partisipatif oleh petani/masyarakat menumbuhkan kembali budaya dan semangat gotong royong, dan rasa memiliki serta menciptakan kreativitas mereka dalam berinovasi. 7. Program yang dilandasi prinsip partisipatif yang diterapkan di suatu daerah agar tidak dibarengi dengan program/proyek lain yang berbeda prinsip agar mencegah efek negatif bagi program/proyek yang sedang berjalan.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Ketertinggalan pembangunan pertanian di daerah marginal hampir dijumpai di semua bidang, baik biofisik, infrastruktur, kelembagaan usahataninya maupun akses informasi untuk petani miskin yang kurang mendapat perhatian.

Prosiding Seminar Nasional 2. Kata kunci dari kegiatan P4MI adalah: (i) Petani miskin, (ii) Peningkatan pendapatan, dan (iii) Inovasi pertanian.

ADB. 2007. Involvement of Civil Society Organizations in ADB Operations. ADB Learning Curves.

3. Pemberdayaan dan pengembangan kapasitas petani, pada dasarnya untuk membantu mengembangkan kemandirian petani melalui perubahan pola pikir dan wawasan.

ADB. 2007. Participatory Approaches to Rural Development. ADB Learning Curves.

4. Proses pemberdayaan memerlukan waktu yang relatif lama dan dilakukan secara kontinyu dan memerlukan dukungan yang kuat dari stakeholders. 5. Sinergi antara pengembangan kapasitas petani dan pembangunan infrastruktur pertanian di desa terbukti secara efektif dapat merangsang kemampuan petani untuk berinovasi dalam kegiatan pertanian 6. Pengembangan inovasi pertanian yang disinergikan dengan pemberdayaan petani ditujukan untuk mendukung pemanfaatan secara optimal sumberdaya alam yang marginal disertai pelestarian lingkungannya untuk dapat meningkatkan pendapatan petani secara berkelanjutan. 7. Pengembangan inovasi dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan beneficiaries (petani miskin) dan stakeholders, melalui pendekatan demand driven dan driving demand, dan dilakukan secara terpadu dan holistik. 8. Dari kajian dampak awal, terlihat bahwa kegiatan investasi desa yang berkaitan dengan inovasi pertanian telah mampu meningkatkan luas lahan garapan, produktivitas, dan produksi, serta pendapatan, seperti ditunjukkan oleh 42 desa yang telah melaksanakan investasi desa, dimana NPV mempunyai nilai positif dengan rata-rata Rp 426.988 (Rp. 21.208.899 - 1,017.464.985), Finansial IRR antara 14 sampai 102 %, B/C rationya lebih dari satu dengan rata-rata 1,43 (1,04 – 2,04).

PUSTAKA ADB. 2006. Indonesia: Strategic Vision for Agriculture and Rural Development. ADB Publication. ADB. 2007. Pathways Out of Rural Poverty and the Effectiveness of Poverty Targeting. ADB Learning Curves.

Ananto, E. E. dan Retno S. H. M. 2005. Information and Communication Technology in Supporting Farmers to Access Agricultural Information. Proceeding Seminar On Networking of The Agricultural Technology Transfer and Training. Jakarta and BogorIndonesia, 28 November – 1 December 2005. APEC – Agricultural Technical Cooperation Working Group, Agricultural Technology Transfer and Training Anonymous. 2002. Better Livelihoods for Poor People: The Role of Agriculture. Department for International Development, Glasgow UK. Anonymous. 2004. World Development Report 2004. The World Bank. Poor Farmers’ Income Improvement through Innovation Project. 2003. Project Administration Memorandum for the Poor Farmers’ Income Improvement through Innovation. Indonesian Agency for Agricultural Research and Development (IAARD), Misnistry of Agricultural (MOA) and Asian Development Bank (ADB). PCMU-PFI3P. 2004. Assessment on Agricultural Technology Innovation. Project Coordination and Monitoring Unit (PCMU) PFI3P, Indonesian Agency of Agricultural Research and Development (IAARD), Jakarta Jakarta. PCMU-PFI3P. 2004. Identification of Technology Gaps on Marginal Lands. Project Coordination and Monitoring Unit (PCMU) PFI3P, Indonesian Agency of Agricultural Research and Development (IAARD), Jakarta. PCMU-PFI3P. 2006. An Initial Impact Assessment. Indonesian Agency of Agricultural Research and Development (IAARD), Ministry of Agriculture, 2006 PCMU-PFI3P. 2007. Technology Innovation Development Program for Marginal Dry

39

Prosiding Seminar Nasional Land. Indonesian Agency of Agricultural Research and Development (IAARD), Jakarta Jakarta. Eunkyung Kwon. 2006. Infrastructure, Growth, and Poverty Reduction in Indonesia: A Cross-Sectional Analysis. Asian Development Bank. Hyun H. Son. 2007. Pro-Poor Growth: Concepts and Measures. ERD Technical Note No. 22. ADB.

40

Prosiding Seminar Nasional

MUTU BENANG SUTERA DI KPH PATI JAWA TENGAH (Silk yarn quality at KPH Pati Central Java) Agus Budiyanto dan Mulyana Hadipernata Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian

ABSTRAK Persuteraan alam terutama produk kokon dan benang sutera merupakan kegiatan agroindustri yang menguntungkan karena cepat mendapatkan hasil dan bernilai ekonomi tinggi. Benang sutera adalah bahan baku sutera di bidang pertekstilan, benang bedah dan parasut dengan kualitas tinggi yang lebih baik dibandingkan sutera buatan. Penelitian ini terdiri atas dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui komposisi daun murbei. Penelitian utama meliputi pemeliharaan ulat, penanganan kokon dan pemintalan benang. Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Mutu kokon dan benang sutera ditentukan oleh rendemen pemeliharaan, bobot kokon segar, persentase kulit kokon, panjang serat, bobot serat, rendemen serat, serat putus dan daya gulung serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Morus multicaulis L. merupakan murbei terbaik sebagai makanan ulat sutera Bombyx mori L. Mutu kokon dan benang sutera yang dihasilkan dari Morus multicaulis L. meliputi bobot kokon 1845 mg, panjang serat 1259,72 m, serat putus 3,1 kali dan daya gulung 67,05%. Kata kunci: Murbei, ulat sutera, sutera alam

ABSTRACT Nature silk production, mainly cocoon product and silks yarn is a prospective agricultural industry since the silk is considered to be a high value material and the finance involve with is moving rapidly. Silk yarn is a raw material of silk for textile industry, surgical yarn and parachute having high and better quality than artificial silk. An investigation was conducted in two steps: preliminary and main experiment. Preliminary research was conducted to evaluate the nutrient composition of mulberry. While the main research consisted of silk breeding, cocoon handling and silk tangled. The main experiment used randomized complete design with five treatments and three replications. Cocoon and silk quality were measured based on the breeding yield, cocoon weight, cocoon skin percentage, silk length, silk weight, silk yield, the amount of broken silk and roll capacity. Results showed that Morus multicaulis L. was the best mulberry for Bombyx mori L. silkworm feed. The Morus multicaulis L. produced cocoon and silk which have 1845 mg weight, 1259,72 m silk length, 3.1 times broken silk, and roll capacity of 67.05%. Key words: Mulberry, silkworm, nature silk

PENDAHULUAN Persuteraan alam merupakan kegiatan agroindustri sejak pertanaman murbei, pembibitan ulat sutera, proses kokon, pemintalan dan pertenunan (Toehadi, 1995). Serat sutera adalah bahan baku sutera di bidang pertekstilan, benang bedah dan parasut dengan kualitas tinggi yang belum terkalahkan oleh serat sutera buatan (Samsijah dan Kusumaputera, 1980). Selain pemanfaatan kokon sebagai kain sutera, kokon yang dihasilkan oleh ulat sutera Bombyx mori L. mengandung flavonoid yang sangat berguna bagi obat-obatan dan kosmetika (Kurioka et.al., 1999 dalam Hirayana et al., 2006). Mutu benang sutera dapat dipengaruhi oleh jenis makanan dan ulat sutera yang

digunakan. Daun murbei merupakan makanan ulat sutera untuk menghasilkan benang sutera. Selain itu daun murbei mengandung zat antioksidan yang mampu mengurangi aterosklerosis (Katsube et al., 2006). Mutu daun murbei sebagai makanan ulat sutera merupakan faktor yang menentukan keberhasilan suatu pemeliharaan ulat sutera dan kualitas kokon yang dihasilkan. Murbei dapat tumbuh dengan cepat pada kondisi iklim tropis maupun subtropics (Srivastava et al., 2003). Mutu daun murbei dipengaruhi beberapa faktor yaitu tanah, bentuk pangkasan, pemupukan, curah hujan, pengairan, cuaca dan kerapatan daun (Khrishnaswami, 1973). Menurut Rangaswami et al., (1976), mutu daun murbei berpengaruh terhadap pertumbuhan ulat, mutu

41

Prosiding Seminar Nasional kokon dan mutu serat yang dihasilkan. Mutu daun tersebut berkaitan dengan susunan kimia dan kandungan makanan. Proyek Persuteraan Alam (PSA) Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pati merupakan salah satu tempat budidaya murbei dan kegiatan pesuteraan alam Indonesia. Namun demikian sebagai salah satu tempat kegiatan persuteraan alam masih mencari daun murbei yang sesuai untuk makanan ulat sutera untuk meningkatkan mutu kokon dan benang sutera yang dihasilkan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis murbei yang sesuai sebagai makanan ulat sutera dalam memperoleh mutu benang sutera yang baik di KPH Pati Jawa Tengah.

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Bogor dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pati Jawa Tengah. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah empat jenis daun murbei, formalin 2%, kapur, asam sulfat pekat, katalis, NaOH, indikator, heksana, pelarut lemak dan aseton. Ulat sutera yang digunakan adalah jenis C 301 dari Candiroto. Alat yang digunakan adalah rak pemeliharaan, bagor plastik, sarang pembentukan kokon, haspel, timbangan, alat pintal, pisau, kertas parafin, termometer, cawan porselin, desikator, tanur, timbangan, oven, labu kjedahl, erlenmeyer,

soxhlet apparatus, penangas air dan kertas saring. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui komposisi daun murbei. Penelitian utama terdiri-dari pemeliharaan ulat, penanganan kokon dan pemintalan benang. Pengamatan meliputi rendemen pemeliharaan, bobot kokon, persentase kulit kokon, persentase kokon baik, persentase kokon tipis, persentase kokon bentuk aneh, panjang serat, daya gulung, bobot serat, rendemen serat, bentuk dan warna kokon. Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan jenis daun murbei dan dengan tiga kali ulangan. Lima perlakuan jenis daun murbei yang digunakan adalah Morus canva, Morus cathayana A, Morus multicaulis P, Morus alba L. (halus) dan Morus alba L. (kasar). Uji lanjut yang digunakan ádalah analisis sidik ragam dan uji rentang NewmanKeuls.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Dalam penelitian pendahuluan dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui komposisi kimia daun murbei. Komposisi kimia daun murbei dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis proksimat daun murbei Daun

Kadar air (%, wb)

Kadar abu (%, db)

Protein (%, db)

Morus canva Morus cathayana A Morus multicaulis P. Morus alba L. (halus) Morus alba L. (kasar)

72,57 68,16 73,06 66,23 69,20

3,70 5,66 4,48 4,57 5,28

9,84 10,79 12,14 10,08 6,12

Dengan menganalisis kimia daun dapat diketahui susunan kimia daun sebagai sumber makanan ulat sutera. Daun murbei mengandung air, protein, asam-asam amino, senyawa N yang bukan protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin. Menurut Omar et al., (1999), daun murbei merupakan daun yang potensial sebagai sumber protein. Protein bagi ulat sutera sangat penting dalam

42

Lemak kasar Serat kasar Karbohidrat (%, db) (%, db) (%, db) 0,59 1,52 0,64 0,86 0,86

3,83 6,55 5,28 5,47 6,97

9,47 7,32 4,40 12,79 11,57

pembentukan fibroin yang menyusun serat sutera (Katsumata, 1975). Sedangkan menurut Chapman (1971), karbohidrat sebagai komponen yang terdapat dalam daun bagi serangga pada umumnya merupakan sumber energi, sedangkan protein diperlukan dalam proses sintesa dalam tubuh ulat sutera. Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ulat sutera.

Prosiding Seminar Nasional Kadar air yang sangat rendah dan sangat tinggi akan mengurangi nafsu makan ulat sutera. Sedangkan protein merupakan komponen kimia daun murbei untuk pembentukan fibroin sebagai penyusun serat sutera dan berguna dalam proses sintesa dalam tubuh ulat sutera. Kandungan protein terbesar (12,14%) terdapat pada dua jenis Morus multicaulis P. terhadap pembentukan fibroin untuk menyusun serat sutera. Karbohidrat sebagai komponen kimia daun murbei berguna untuk pertumbuhan ulat sutera dan sebagai sumber energi. Kandungan terbesar terdapat pada daun Morus alba L (halus) yaitu 12,79%. B. Penelitian Utama Hasil penelitian utama dapat dibandingkan dengan mutu kokon komersial (Tabel 2 dan 3).

Sumber: Nuraeni (1993)

Tabel 3. Klasifikasi mutu untuk berat kokon No 1 2 3 4

Kelas kokon A B C D

Nilai total >2 1,5 – 1,9 1 – 1,4 < 0,9

Sumber: Budisantosa (1996)

Hasil penelitian utama adalah berikut: 1.

sebagai

Rendemen pemeliharaan

Rendemen pemeliharaan adalah jumlah ulat sutera Bombyx mori L. Yang hidup dari stadia I sampai stadia V dan menghasilkan kokon dengan bermacam-macam kriteria. Hasil rendemen pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2. Mutu kokon secara komersial Karakteristik mutu kokon Rendemen pemeliharaan (%) Berat kokon segar (mg) Persentase kulit kokon (%) Panjang serat (m) Daya gulung (%) Rendemen serat (%)

Nilai > 90 > 1500 >9 > 900 > 70 > 15

Tabel 4. Hasil analisis persentase kokon baik, kulit kokon, kokon tipis, kokon bentuk aneh dan rendemen pemeliharaan Perlakuan Morus canva Morus cathayana A Morus multicaulis P. Morus alba L. (halus) Morus alba L. (kasar)

Kokon baik Kulit Kokon (%)NS (%)NS 85,36 90,84 86,78 87,72 88,34

22,19 22,02 23,08 20,96 23,82

Kokon tipis (%)NS 8,25 4,59 6,46 6,56 7,45

Kokon bentuk Rendemen pemeliharaan aneh (%)NS (%) NS 6,38 4,57 6,76 5,70 4,21

85,33 80,67 84,67 89,67 79,33

Keterangan : NS = Tidak berbeda nyata. Rendemen pemeliharaan merupakan parameter yang sangat penting karena berpengaruh terhadap produksi kokon dan benang sutera yang dihasilkan. Rendemen pemeliharaan yang tertinggi adalah makanan ulat sutera daun Morus alba L (halus), hal ini sesuai dengan kandungan karbohidrat sebagai sumber energi yang tinggi.

kelembaban, jenis bibit ulat yang digunakan dan cara pemeliharaan. Berdasarkan uji sidik ragam rendemen pemeliharaan tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata pada lima jenis daun mubei sebagai makanan ulat sutera Bombyx mori L. Hal ini disebabkan pemberian makanan dalam jumlah yang sama dengan jenis ulat sutera yang sama pula.

Berdasarkan mutu secara komersial (Nuraeni, 1993), rendemen pemeliharaan belum memenuhi nilai komersial (lebih dari 90%), hal ini dapat disebabkan suhu dan

Menurut Samsijah dan Lincah (1995), bahwa kokon berkualitas baik adalah sehat, tidak rusak, kulit keras dan terbukti kokon ditekan sedikit. Persentase kokon baik yang

43

Prosiding Seminar Nasional paling besar pada jenis daun Morus cathayana A yaitu sebesar 90,84%. Sedangkan pada kulit tipis semua jenis daun murbei telah memenuhi syarat standar komersial yaitu lebih besar dari 9% (Nuraeni, 1993). Kokon tipis dan bentuk aneh sesuai analisis sidik ragam tidak berpengaruh nyata dan tidak menentukan dalam standar komersial. 2. Bobot kokon segar Bobot kokon segar adalah bobot kokon seluruhnya (kulit kokon berikut pupanya). Semakin berat bobot kokon segar menunjukkan mutu yang baik. Bobot kokon yang paling besar diperoleh dari jenis daun Morus multicaulis L. yaitu sebesar 1845 mg (Tabel 5), hal ini sesuai dengan kandungan protein daun tersebut yang tinggi. Kandungan kimia daun murbei berupa protein berfungsi membentuk kelenjar sutera sehingga banyaknya protein akan menghasilkan kelenjar sutera yang lebih banyak pula. Tabel 5. Analisis bobot kokon segar (mg) Perlakuan Bobot kokon Morus cathayana A 1627a Morus alba L. (halus) 1700ab Morus canva 1756b Morus alba L. (kasar) 1786bc Morus multicaulis P. 1845c Keterangan: Superskrip berbeda menunjukkan berbeda nyata (P