JURNAL ILMIAH - USU Institutional Repository

34 downloads 1016 Views 173KB Size Report
1 Jul 2006 ... Lubuk Pakam tahun 2005 dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas pengobatan strategi dots dan pemberian telur terhadap penyembuhan ...
Maida Pardosi

Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perdarahan …

EFEKTIVITAS PENGOBATAN STRATEGI DOTS DAN PEMBERIAN TELUR TERHADAP PENYEMBUHAN DAN PENINGKATAN STATUS GIZI PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN LUBUK PAKAM TAHUN 2005 Oslida Martony, Hendro

Abstrak Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas Lubuk Pakam khususnya di Kecamatan Lubuk Pakam tahun 2005 dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas pengobatan strategi dots dan pemberian telur terhadap penyembuhan dan peningkatan status gizi penderita TB paru di Kecamatan Lubuk Pakam. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB paru di Kecamatan Lubuk Pakam, sedangkan yang menjadi sampel adalah kelonpok yang mendapat pengobatan strategi DOTs (kelompok I) sedangkan di kelompok II adalah kelompok yang mendapat pengobatan strategi Dots dan pemberian telur (kelompok intervensi). Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa dari hasil laboratorium kedua kelompok ternyata BTAnya negatif sedangkan perkembangan BB pada kelompok intervensi terlihat adanya kenaikan sebanyak 100% sedangkan pada kelompok kontrol yang mengalami kenaikan BB sebanyak 66,6%. Adapun kecenderungan status gizi pada kelompok intervensi di mana status gizi awal adalah kurus tingkat berat sebanyak 50%, kurus tingkat ringan sebanyak 16,66%, normal sebanyak 33,33%. sedangkan status gizi pada akhir penelitian tidak menunjukkan perubahan walaupun berat badannya mengalami kenaikan. Sementara pada kelompok kontrol di mana status gizi awal berada pada kurus tingkat ringan sebanyak 16,66% dan normal sebanyak 83,33% begitu juga dengan status gizinya diakhir penelitian. Dianjurkan kepada penderita TB paru yang telah sembuh agar mengkonsumsi makanan yang mengandung Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP) dan beberapa sumber vitamin yang berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Kata kunci: Pengobatan strategi dots, Pemberian telur, Status gizi, Penderita TB paru

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Depkes RI, 1994). Tubercolosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh mycobacterium tubercolosis. Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar hampir setiap bagian tubuh, termasuk meninges ginjal, tulang dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2– 10 minggu setelah pemajaran (tahap selanjutnya). Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respons imun. Tubercolosis ditularkan melalui pernafasan yang dihembuskan penderitanya, dan kemudian dihisap oleh orang lain. Gejala tubercolosis ini kadang kala tidak kelihatan, namun biasanya gejalanya antara lain batuk -38-

yang berkepanjangan, rasa sakit di dada, kehilangan berat badan dan nafsu makan, serta banyak mengeluarkan keringat, terutama di malam hari. Umumnya, mereka yang tinggal di kawasan kumuh yang penuh sesak dan ventilasi rumahnya buruk berisiko tinggi terjangkit penyakit ini. Penyakit ini juga lebih banyak menyerang kaum pria daripada kaum wanita. Di Indonesia berdasarkan survei Depkes tahun 1980, penyakit ini masih tergolong 4 besar. Selanjutnya diketahui juga bahwa 75% penderita tubercolosis paru berasal dari golongan tenaga produktif (15–60 tahun) dan golongan ekonomi rendah. Di negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat angka kesakitan tercatat dalam tahun 1976 sebesar 1.519 dari 100.000 penduduk (Soeparman,1998). Tahun 1995, hasil “Survei Kesehatan Rumah Tangga” (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 (tiga) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi.

Jurnal Ilmiah PANNMED

Vol. 1 No. 1 Juli 2006

Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif. (Depkes RI, 2001). Dari data pencapaian program Penanggulangan Pencegahan (P2) TB Paru Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2003/2004 dijumpai 710 BTA (+), sedangkan untuk kecamatan Lubuk Pakam dari rekan medik penderita dijumpai peningkatan jumlah penderita TB paru 65 orang pada tahun 2003 menjadi 77 orang pada tahun 2004. Berdasarkan hasil atau observasi terdapat 16 orang penderita TB paru fase intensif di Puskesmas di Kecamatan Lubuk Pakam dan Jaringan Kesehatan Masyarakat (JKM). Dari sekitar 16 orang TB paru fase intensif ditemukan 7 orang yang mana berat badannya dikategorikan kurus tingkat ringan, dan 9 orang lagi berat badannya dikategorikan normal. Penyakit tubercolosis paru merupakan salah satu penyakit menular yang belum tertangani secara serius dan masih banyak pasien yang belum mematuhi pengobatan strategi DOTS yang diberikan oleh dokter kepadanya sehingga waktu penyembuhannya bertambah panjang (dari 6 bulan bisa sampai 1 tahun atau lebih dari 1 tahun). Telur adalah salah satu sumber protein yang nilai biologisnya tinggi (sempurna), asam amino lengkap, dan mudah dicerna. Di mana fungsi protein adalah: ¾ Sebagai zat pembangun ¾ Pengganti sel-sel yang mati dan sebagai protein struktural ¾ Sebagai bagian badan-badan anti ¾ Sebagai mekanisme pertahanan tubuh ¾ Sebagai zat pengatur ¾ Sebagai sumber energi ¾ Sebagai penyimpanan dan meneruskan sifatsifat keturunan dalam bentuk genes. Untuk penanganan pada penderita TB paru fase intensif, diet yang perlu diberikan adalah diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP). Di mana salah satu tujuan diet tersebut adalah memenuhi kebutuhan energi dan protein yang sangat meningkat untuk

mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh dan menambah berat badan hingga berat badan normal. Adapun gambaran umum pemberian diet TETP adalah diet yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging, atau dalam bentuk minuman enteral energi tinggi protein tinggi. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap. Pada penderita TB paru kebanyakan status gizi yang buruk, karena dilihat dari kondisi pasien selalu dalam kondisi berat badannya terus menurun, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Pengobatan Strategi DOTS dan Pemberian Telur terhadap Penyembuhan dan Peningkatan Status Gizi Penderita TB Paru di Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2005 “. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut, “tentang efektivitas pengobatan strategi DOTS dan manfaat pemberian telur pada penderita TB paru di Kecamatan Lubuk Pakam”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efektivitas pengobatan strategi DOTS dan perubahan status gizi pada penderita TB paru dengan pemberian telur. 2. Tujuan Khusus a. Mengevaluasi kuman TB pada penderita TB paru. b. Mengukur perubahan Berat Badan (BB) pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. c. Mengevaluasi perubahan status gizi pada kelompok TB paru pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

D. Kerangka Konsepsional Penderita TB Paru Kelompok Intervensi Pola Makan

Protein Telur

Pengobatan Strategi DOTS

Penderita TB Paru Kelompok Kontrol

Status Gizi dan BTA

Tanpa Protein Telur

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti -39-

Oslida Martony dan Hendro

Efektivitas Pengobatan Strategi DOTS …

E. Definisi Operasional Variabel Penderita TB Paru

Protein Telur Status Gizi

Definisi Seseorang yang mengalami batuk-batuk disertai darah dengan pemeriksaan sputum pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Telur yang diberikan pada penderita TB paru pada kelompok intervensi sebanyak 2 butir setiap harinya selama 1 bulan. Keadaan tubuh sebagai akibat dari hasil intake zat gizi dan penggunaan zat gizi di dalam tubuh

Ukuran BTA (+)

2 butir telur ayam ras setiap harinya selama 1 bulan. Dikategorikan berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT)

II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang pada April s.d. Juni 2005. Adapun alasan dipilihnya lokasi ini adalah karena 22 kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan Lubuk Pakam merupakan salah satu kecamatan yang terbanyak penderita TB paru. B. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental dengan pemberian telur pada penderita TB paru dan mengamati perkembangan berat badan (status gizi) dan BTA. C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB paru di Kecamatan Lubuk Pakam, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: kelompok kontrol sebanyak 6 orang dan kelompok intevensi sebanyak 6 orang dan bersedia menjadi objek penelitian. D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Data Primer Melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan dengan menggunakan alat timbangan injak. 2. Data Sekunder Data ini diperoleh dari kartu pengobatan penderita yang meliputi identitas penderita, jenis kelamin, umur, diagnosis, sputum, dan obatobatan.

E. Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data yang terkumpul diperiksa dan diolah secara manual dan dianalisa datanya secara uji deskriptif.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Responden Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Lubuk Pakam khususnya di Kecamatan Lubuk Pakam pada bulan April s.d. Juni 2005. Dengan jumlah sampel sebanyak 12 orang semua laki-laki, berusia 19 s.d. 60 tahun. Dalam penelitian ini sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi (yang diberi telur sebanyak 2 butir/hari) sebanyak 6 orang dan kelompok kontrol (tanpa protein telur ) sebanyak 6 orang. B. Perkembangan BTA dan Berat Badan Penderita TB Paru Selama pengobatan pada fase intensif semua pasien meminum obat dengan teratur dengan diawasi oleh PMO (Pengawas Makan Obat) maka dapat kita lihat hasil pemeriksaan laboratorium setelah 2 bulan makan obat hasilnya negatif (Tabel 1). Sedangkan intake zat gizi yang optimal dapat membentuk proses penyembuhan penyakit. Selain itu zat-zat gizi yang dikonsumsi ini juga dapat memberikan kontribusi terhadap status gizi responden. Di mana salah satu indikatornya dapat dilihat dari kenaikan berat badan respoden.

Tabel 1. Distribusi responden TB paru fase intensif menurut jenis kelamin, umur, BB awal, dan tinggi badan Kode (X) X1 X2 X3 X4 X5 X6 -40-

Jenis Kelamin Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki Laki – laki

Umur (tahun) 28 71 27 46 19 53

BB Awal (Kg) 54 44 42 45 40 57

TB (cm) 157 170 165 158 160 156

BTA Awal +2 +`1 +1 +1 +2 +3

BTA Akhir -

Jurnal Ilmiah PANNMED

Vol. 1 No. 1 Juli 2006

Kode Jenis Umur (X) Kelamin (tahun) X7 Laki – laki 38 X8 Laki – laki 43 X9 Laki – laki 60 X10 Laki – laki 33 X11 Laki – laki 35 X12 Laki – laki 21 Keterangan: X1 s.d. X6 adalah kelompok intervensi X7 s.d. X12 adalah kelompok control

BB Awal (Kg) 62 47 56 53 53 52

TB (cm) 160 165 160 156 165 156

BTA Awal +2 +3 +`1 +1 +1 +2

BTA Akhir -

Tabel 2. Perkembangan kenaikan BB reponden kelompok inevensi dan kelompok kontrol Kode Responden X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12

BB Awal (Kg) 54 44 42 45 40 57 62 47 56 53 53 52

BB Akhir (Kg) 55 46 43 46 42 58 62 48 56 54 55 53

Peningkatan BB (Kg) 1 2 1 1 2 1 0 1 0 1 2 1

Dari Tabel 2 terlihat bahwa responden mulai X1 s.d. X6 yaitu kelompok intervensi (yang diberi protein telur sebanyak 2 butir/hari) mengalami kenaikan berat badan sekitar 6 orang atau 100%). Sedangkan pada kelompok kontrol (tanpa protein telur) mulai dari X7 s.d. X12 mengalami kenaikan berat badan sekitar 4 orang atau 66,6%. Hal ini sesuai dengan pendapat Shimao yang menyatakan semakin baiknya tingkat perkembangan berat badan individu maka status gizi penderita semakin baik sehingga membantu proses penyembuhan penyakit TB paru. Pada penelitian ini ada perubahan berat badan tetapi tidak merobah posisi status gizinya.

Hal ini mungkin disebabkan karena ketersediaan pangan dan faktor daya beli responden. Di mana “kesehatan berhubungan erat dengan makanan seharihari khususnya dengan status gizi” (Poerwo Soedarmo, 1989). Dari Tabel 4 terlihat tidak adanya perbedaan status gizi awal dan akhir pada kelompok kontrol yang mana status gizi awal kurus tingkat ringan 16,66%, dan normal 83,33% begitu juga dengan status gizi akhir. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharjo, 1996 bahwa untuk memperoleh status gizi penderita yang baik dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tempat tinggal, sosial, ekonomi, dan ketersediaan pangan.

C. Status Gizi Responden TB Paru Fase Intensif Status gizi merupakan keseimbangan antara kebutuhan antara kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi untuk pemeliharaan fungsi normal tubuh dan untuk produksi energi. Kekurangan gizi pada responden TB paru akan mengakibatkan gangguan kemampuan konsentrasi semakin berkurang, tidak bergairah, berat badan menurun, anemia, dan sebagainya. Dari Tabel 3 terlihat tidak adanya perbedaan status gizi awal dan akhir pada kelompok intervensi yang mana status gizi awal kurus tingkat berat 50%, kurus tingkat ringan 16,66%, normal 33,33% begitu juga dengan status gizi akhir.

D. Hasil Analisa Data Penelitian Dari hasil analisa data penelitian dapat dilihat bahwa dari kelompok intervensi sebanyak 6 orang responden yang mempunyai status gizi awal kurus tingkat berat terdapat 3 orang atau 50%, kurus tingkat ringan terdapat 1 orang atau 16,66%, normal terdapat 2 orang atau 33,33% begitu juga dengan status gizi akhir dalam penelitian. Sementara dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mempunyai status gizi awal tingkat ringan terdapat 1 orang atau 16,66%, normal terdapat 5 orang atau 83,33% begitu juga dengan status gizi akhir dalam penelitian.

-41-

Oslida Martony dan Hendro

Efektivitas Pengobatan Strategi DOTS …

Tabel 3. Distribusi responden TB paru fase intensif menurut status gizi kelompok intervensi Satus Gizi Kurus: Berat Ringan Normal Gemuk Jumlah

Awal Jumlah 3 1 2 6

Akhir % 50 16,66 33,33 100

Jumlah 3 1 2 6

% 50 16,66 33,33 100

Tabel 4. Distribusi responden TB paru fase intensif menurut status gizi kelompok kontrol Satus Gizi Kurus: Berat Ringan Normal Gemuk Jumlah

Awal Jumlah 1 5 6

Bahan organik ialah bahan yang dihasilkan oleh organisme atau makhluk hidup, protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat, dan vitamin. Telur adalah salah satu sumber protein yang nilai biologisnya tinggi (sempurna), asam amino lengkap dan mudah dicerna. Di mana fungsi protein adalah sebagai zat pembangun, zat pengatur, sumber energi, dan untuk membentuk jaringan baru (menggantikan sel-sel yang sudah rusak dalam tubuh) (F.G. Winarno, 1996).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian didapati sampel penderita TB paru sebanyak 100% BTA negatif selama pengobatan fase intensif. 2. Berdasarkan perkembangan berat badan kelompok intervensi 100% mengalami peningkatan berat badan 3. Berdasarkan perkembangan berat badan kelompok kontrol 66,6% mengalami peningkatan berat badan. 4. Adanya kecenderungan status gizi kelompok intervensi yang mana status gizi awal kurus tingkat berat sebanyak 50%, kurus tingkat ringan sebanyak atau 16,66%, dan normal sebanyak 2 orang atau 33,33% begitu juga dengan status gizi akhir selama penelitian. 5. Adanya kecenderungan status gizi pada kelompok kontrol yang mana status gizi awal kurus tingkat ringan sebanyak 16,66% dan normal sebanyak atau 83,33% begitu juga dengan status gizi akhir selama penelitian.

-42-

Akhir % 16,66 83,33 100

Jumlah 1 5 6

% 16,66 83,33 100

B. Saran 1. Untuk menjaga kondisi pasien penderita TB paru tetap baik, diharapkan setiap pasien tetap mengkonsumsi makanan dan Obat Anti Tuberculosis (OAT) secara teratur. 2. Dianjurkan kepada pasien TB paru mengkonsumsi makanan yang mengandung Energi Tinggi Protein (ETP) dan beberapa sumber vitamin yaitu buah-buahan dan sayur-sayuran. 3. Penyuluhan dan konsultasi gizi pada pasien TB paru sangat perlu diberikan.

DAFTAR PUSTAKA Achmad Djaeni Sediaoetama, Ilmu Gizi, Jilid I, Dian Rakyat, Jakarta 1996 Andrianto Petrus, Dr, Buku Ajaran Ilmu Penyakit dalam Harrison Kelainan Agen Biologik dan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1991. Depkes RI., Himpunan Peraturan Perundangundangan Bidang Pendidikan Kesehatan. Jakarta, 1994. Depkes RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, Cetakan Ke 6, Jakarta 2001. Depkes RI, Daftar Analisa Bahan Makanan, Jakarta 1954. F.G. Winarno, Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1996. Halim Dani Santosa, Ilmu Penyakit Paru. Cetakan I, Jakarta, 2000. Penuntun Diit, Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2004.

Jurnal Ilmiah PANNMED

Vol. 1 No. 1 Juli 2006

Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990. Soedarmo, P. Hidangan Sehat, Jakarta: Djambatan, 1989. Suharjo, Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Tjandra Yoga, Tuberkulosis, Diagnosa, Terapi, dan Masalahnya, FKUI, Jakarta 1997.

-43-