KABAR UTAMA - yimg.com

80 downloads 1493 Views 3MB Size Report
18 Jul 2011 ... memitigasi konflik manusia dengan satwa liar. Bahkan, ... pemangsaan hewan ternak oleh satwa karnivora besar, ...... with different sex in close.
rimueng bilingual harimaukita newsletter

Volume 1 No. 2 - July 2011

harimaukita.org

KABAR UTAMA Headline News

TRANSLOKASI SEBAGAI ALAT MITIGASI KONFLIK HARIMAU SUMATERA? Translocation as As A Tool For Mitigating Human-Tiger Conflict? Hal. 3 /Page 4

The Madness of Tiger Conflict In South East Aceh Hal. 9 /Page 10

Pembunuh Itu Bernama Pagar Listrik The Killer’s Name is Electric Fence Hal. 11 /Page 12

Foto : WCS-IP

Konflik Harimau Menggila di Aceh Tenggara

SURAT PEMBACA

Penanggung Jawab Hariyo T. Wibisono Pemimpin Redaksi H.A. Wahyudi

This looks like a very good product that a lot of people will enjoy. Great news about the website too

Editor Wulan Pusparini Rini Sugianti

Timothy H. Brown Sr. Natural Resource Management Specialist World Bank Office, Jakarta

Kontributor Dolly Priatna Nurazman Nurdin Munawar Kholis Herwansyah

Congratulations on this great first newsletter about Rimeung and the work of HarimauKita! The stories are really well done and the illustrations are excellent. Please include me in the distribution list in the future

Tata Letak & Rancang Grafis Tim Rancang Grafis FHK Alamat Sirkulasi & Distribusi Forum HarimauKita Jl. Samiaji 3 no. 10 Bantarjati - Bogor -16153 [email protected] www.harimaukita.org Telp. +62 251 3975707

Marea E. Hatzioloz, PhD Senior Coastal and Marine Specialist East Asia Pacific/Sustainable Development The World Bank Group

DAFTAR ISI / CONTENT Translokasi Sebagai Alat Mitigasi Konflik Harimau?

Hal. 3

Translocation as Conflict Mitigation Tool ?

Page 4

Blokir Situs Memperdagangkan Harimau Sumatera

Hal. 9

Block Websites of Sumatran Tiger Trading

Page 10

Konflik Harimau Menggila di Aceh Hal. 11 Tenggara The Madness of Tiger Conflict In South East Aceh

Pembunuh Itu Bernama Pagar Listrik

Page 12

Hal. 13

Thanks for sending the tiger newsletter. Congrats!!!. Very nice looking and light reading. I think this is the media what everyone waiting for. Easy to understand by range of people with different background. I hope that this newsletter can serve as a medium of communication between Sumatran tiger’s workers.

Page 14

Again, congratulation................

Kemanusiaan Bagi Harimau yang Hal. 15 Terjerat

Dolly Priatna Country Coordinator ZSL Indonesia

The Killer’s Name is Electric Fence

A Humane View Towards A Trapped Tiger

Page 16

Bermain ‘Indian’ di Hutan Sumatera

Hal. 19

Masyarakat Pemantau Perdagangan Satwa Ilegal

Hal. 21

Playing “Indian” in Forest of Sumatra

Developing Public Network : Anti Cyber Tiger Trafficking

RIMUENG Vol. 1 No. 2 is supported by

SAVE THE TIGER FUND

Page 20

Page 22

NICE! Congratulations!! Salut sama semua terlibat dan kerja utk ini berhasil. Debbie Martyr FFI Tiger

Kritik dan saran dari Anda sangat membantu guna perbaikan RIMUENG pada edisi mendatang. Layangkan surat Anda melalui email [email protected] Terima kasih

TRANSLOKASI

SEBAGAI ALAT MITIGASI KONFLIK HARIMAU?

Oleh :

Dolly Priatna1) Judul tulisan ini sengaja saya buat dalam bentuk pertanyaan, mengingat masih banyaknya pro dan kontra dalam menyikapi kegiatan translokasi harimau yang dimanfaatkan sebagai satu sarana dalam mengurangi masalah konflik antara manusia dengan harimau

P

Fitting GPS collar to a problem tiger whose will be released in Bukit Barisan National Park (doc. Dolly Priatna)

ada artikel ini, saya hanya ingin menjelaskan tentang apa itu translokasi. Beberapa kegiatan translokasi yang pernah dilakukan di negara lain, serta tentunya pengalaman kami dalam mentranslokasikan harimau bermasalah di Sumatera. IUCN (International Union for Conservation of Nature), satu jaringan konservasi global, mendefinisikan translokasi sebagai pemindahan satu individu atau sekelompok satwa liar yang disengaja dari wilayah jelajah asalnya, ke lokasi lain untuk membentuk wilayah jelajah baru di tempatnya yang baru. Translokasi dalam dunia konservasi satwa liar berarti menangkap dan mengangkut satwa liar dari satu lokasi, kemudian melepasliarkannya di lokasi lain. Selain itu, translokasi juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengurangi risiko kepunahan spesies dengan populasi tunggal, karena translokasi juga dapat memperbaiki heterogenitas genetik dari spesies yang populasinya terpisah-pisah, serta dapat membantu pemulihan alami satu spesies untuk membangun kembali populasinya dimana terdapat hambatan yang

menghalangi mereka untuk melakukannya secara alamiah. Dalam beberapa puluh tahun terakhir, translokasi sudah sering dimanfaatkan sebagai satu alat untuk memitigasi konflik manusia dengan satwa liar. Bahkan, telah lebih dari tiga dekade translokasi dijadikan sebagai satu alat baku pengelolaan satwa karnivora di Amerika Utara dan Afrika Selatan. Di Amerika Utara, sejak awal 1990-an translokasi telah dimanfaatkan sebagai satu cara untuk mengurangi pemangsaan hewan ternak oleh satwa karnivora besar, seperti beruang coklat (Ursus arctos) dan beruang hitam (U. americana). Selain itu, pada satwa karnivora besar, selain merupakan alat dalam memitigasi konflik, translokasi juga dapat mengurangi resiko kematian pada satwa yang berkonflik, serta sebagai tambahan individu satwa liar dalam membangun kembali populasi liarnya. Namun, pada kasus mitigasi konflik satwa liar, translokasi biasanya dipertimbangkan sebagai pilihan yang terakhir seperti halnya eutanasia. Selain pendapat yang mendukung translokasi seperti yang uraikan di atas, ada pandangan lain yang

3

TRANSLOCATION

a translocated tiger transported to a release site.

doc. Dolly Priatna

doc. Dolly Priatna

AS A TOOL FOR MITIGATING HUMAN-TIGER CONFLICT?

a tiger in a transport cage ready to be released at a new location in BBS National Park

In recent decades, translocation has often been used as a tool to mitigate human-wildlife conflicts. In fact, it has been used as a standard tool for carnivore management in North America and South Africa for more than three decades. For example in North The title of this article is deliberately America, translocation has been employed since early written in the form of question, since 1990s as a way to reduce livestock predation by large there are still many pros and cons in carnivores, such as brown and black bears. Moreover, with large carnivores, besides being addressing the translocation of tigers a tool for mitigating conflict, translocation can also as a tool for reducing conflict between reduce the risk of death of the conflict animal, as well humans and tigers. as providing an additional individual for improving genetic heterogeneity and rebuilding populations In this article, I give an explanation of the theory elsewhere. However, in the case of human-wildlife behind translocation of animals in human-wildlife conflict mitigation, translocation is usually considered conflict; describe some translocation activities that as a last option just like euthanasia. Despite the reasons described above for have already been conducted in other countries, and discuss the Indonesian government’s experiences in supporting wildlife translocation, there are reasons to translocating problem tigers in Sumatra. I conclude be cautious. In general problem carnivores that are with a summary of the main questions we need to translocated show low survival and reproductive rates. Furthermore they tend to repeat their conflict-causing address in tiger-translocations. The International Union for Conservation of behaviour such as livestock predation in their new Nature (IUCN), a global conservation network, defines location. Moreover, carnivore translocation is very translocation as the movement of living organism from expensive and carries a high risk to the community one area with free release in another, and includes both living around the release site. Despite these factors, it is likely that wildlife reintroductions and restocking. Translocation in the translocation for will continue to be used, because world of wildlife conservation means capturing and transporting wildlife from one area, then releasing it people like the fact that translocation is a means to in another location. Translocation can also be used in mitigate conflict that does not kill the problem animal. efforts to establish, rebuild, or increase the population So, translocation is becoming a popular tool of conflict management, particularly for a rare or endangered of a species in a given location. Finally, translocation can also be used as a tool species. to reduce the risk of local extinction of a population. This is because translocation can improve the genetic Tiger translocation activities to date Translocation has been used with conflict tigers heterogeneity of isolated populations, as well as assisting natural recovery to rebuild populations of in different places, using different methods and with a species where there are barriers that prevent this different degrees of success. John Goodrich and Dale Miquelle, tiger translocation experts from the Wildlife occurring naturally.

By: Dolly Priatna

1)

4

menyatakan bahwa umumnya satwa karnivora yang ditranslokasikan, menunjukkan kemapauan bertahan hidup dan kemampuan reproduksinya rendah. Lebih jauh, karnivora yang ditranslokasikan cenderung untuk mengulangi pemangsaan terhadap hewan ternak di lokasinya yang baru. Biaya translokasi relatif mahal, serta beresiko terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi translokasi. Namun, meskipun tingkat kematian individu yang ditranslokasikan juga tinggi, sepertinya translokasi untuk kepentingan ini akan terus digunakan, karena menurut persepsi masyarakat translokasi merupakan suatu cara mitigasi konflik yang tidak mematikan.

liarkan setelah 3 dan 8 hari dikarantina, dan akhirnya keduanya berhasil menentukan wilayah jelajah tetapnya masing-masing, serta dapat berburu hewan mangsa di habitatnya yang baru. Sampai akhir 2010 tercatat telah tujuh harimau ditranslokasikan ke Suaka Margasatwa Sariska. Namun, harimau jantan dewasa yang pertama kali diliarkan di tahun 2008, ditemukan mati dirancun oleh orang yang tidak bertanggungjawab pada November 2010. Nepal dan Bangladesh merupakan dua negara lain yang menggunakan translokasi sebagai alat pengurangan konflik manusia-harimau. Di awal 2011 ini, kedua negara tersebut telah sukses untuk pertama kalinya mentranslokasikan harimau bermasalah, Kegiatan translokasi harimau dan melepas-liarkannya kembali ke alam. HarimauKegiatan translokasi harimau telah dilakukan harimau tersebut ditangkap akibat memasuki kawasan di berbagai tempat, menggunakan cara dan tingkat pemukiman. keberhasilan yang berbeda. John Goodrich dan Dale Miquelle, pakar translokasi harimau dari Wildlife Pengalaman Indonesia dalam translokasi harimau Conservation Society (WCS) Rusia, dalam tulisan Di Sumatera, Indonesia, kegiatan translokasi ilmiahnya melaporkan bahwa di timur jauh Rusia harimau seluruhnya dilakukan dalam rangka untuk pernah dilakukan translokasi empat ekor harimau mengatasi atau mengurangi konflik antara manusia Siberia. Harimau-harimau tersebut ditangkap setelah dengan harimau, dengan harapan bahwa pengiriman memangsa hewan ternak dalam tahun 2004. harimau bermasalah ke lembaga konsevasi ex-situ dapat Dua harimau di antaranya dilepas-liarkan setelah minimalkan. Translokasi seperti ini telah dilakukan oleh di karantina selama sekitar 8 dan 13 bulan (soft release) Pemerintah Indonesia yang dibantu mitranya waktu itu, karena kondisi kesehatan kurang baik. Sementara itu, Sumatran Tiger Conservation Program (STCP), sejak dua ekor lainnya diliarkan segera setelah ditangkap tahun 2003 di Riau. Dalam periode 2003-2007, telah (hard release). Namun, dua dari empat harimau tersebut ditranslokasikan lima ekor harimau ke areal hutan mati ditembak setelah kembali menimbulkan konflik. Senepis, di pesisir timur Provinsi Riau. Semua harimau Menyikapi kasus ini, John dan Dale menyarankan tersebut ditangkap akibat berkonflik dengan masyarakat bahwa sangat penting untuk mengetahui bahwa pada desa di provinsi tersebut. Namun, tingkat keberhasilan lokasi dimana harimau akan dilepas-liarkan memiliki dari upaya ini tidak dapat diketahui dengan pasti. populasi harimau lokal yang sangat kecil, sehingga Upaya translokasi harimau sumatera lainnya persaingan atas sumber daya yang ada menjadi minimal. juga dilakukan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. John Seidensticker, ahli harimau dari Smithsonian Kegiatan translokasi harimau pertama di Aceh Institution, menerangkan bahwa pada pertengahan dilaksanakan pada awal 2008 oleh Balai Konservasi tahun 1970-an pernah dilakukan translokasi terhadap Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dibantu para seekor harimau jantan di India. Harimau bermasalah mitra kerjanya. Harimau jantan dewasa yang ditangkap tersebut dilepas-liarkan di areal baru di hutan lindung akibat berkonflik dengan masyarakat, dilepas-liarkan Sundarbands segera setelah tertangkap. Namun, dengan bantuan helikopter di tengah hutan pegunungan beberapa waktu kemudian ha rimau tersebut ditemukan di perbatasan antara dua kabupaten. tewas akibat diserang oleh harimau lokal. Oleh sebab Setelah itu, pada Desember 2008 kembali itu, diperlukan adanya kegiatan identifikasi untuk ditranslokasikan dua ekor harimau (jantan dan betina) menentukan lokasi translokasi yang tepat, serta bermasalah ke dua kawasan hutan yang berbeda di mengetahui organisasi sosial harimau lokal di calon Aceh. Sayangnya, harimau betina yang diliarkan lokasi pelepas-liaran. di hutan dataran tinggi, diketahui mati terjerat oleh Kegiatan translokasi harimau untuk kepentingan perangkap yang sengaja dipasang masyarakat untuk program reintroduksi sepertinya telah berhasil pada menangkap babi hutan yang menjadi hama pertanian, harimau bengal di India. Pada 2004, Suaka Margasatwa setelah tujuh bulan dilepas-liarkan. (SM) Sariska dinyatakan telah kehilangan semua Pada pertengahan 2008, Kementerian Kehutanan populasi harimaunya akibat perburuan liar besar-besaran yang didukung oleh berbagai pihak, mentranslokasikan yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Kemudian lima ekor harimau yang ditangkap akibat berkonflik Pemerintah India memutuskan untuk mereintroduksi dengan masyarakat di Aceh Selatan, ke kawasan Taman harimau bengal dengan cara metranslokasikan sepasang Nasional (TN) Bukit Barisan Selatan di Lampung. harimau dari SM. Ranthambhore pada tahun 2008. Dua ekor diliarkan pada Juli 2008, dan dua lainnya Harimau betina dan jantan tersebut dilepas- diliarkan pada awal 2010. Sementara itu, satu ekor

5

Indonesia’s experience of tiger translocation In Indonesia, all of Sumatran tiger translocation cases were undertaken in order to resolve or to reduce the conflicts between humans and tigers, with the hope that sending the problem tigers to ex-situ conservation centers can be minimized. Translocation activity involving Sumatran tigers were initiated in Riau province by the Government of Indonesia in 2003, assisted by its partner at that time, the Sumatran Tiger Conservation Program (STCP). In the period of 2003-2007, five tigers were

6

doc. Dolly Priatna

Conservation Society (WCS) Russia, reported that in the far east of Russia four Siberian tigers have now been relocated. The tigers were captured after they killed livestock in 2004. Two of the tigers were released after being quarantined for about 8 and 13 months (soft release) due to their poor health. Meanwhile, the other two tigers were translocated and released immediately after being captured (hard release). Despite this, two of released tigers were shot because they returned to the original conflict site. In response to this, John and Dale suggested that it is very important to know that the area where the tigers will be released has very small existing tiger population, so that the competition of resources can be minimized. John Seidensticker, a tiger expert from the Smithsonian Institution, explained that in the mid of 1970s he had conducted a translocation of a male tiger in India. The problem tiger was released soon after it was captured at a new area in a protected forest of Sundarbands. However, some time later the tiger was found dead after being attacked by a local tiger. Therefore, it is necessary to determine the right area for translocation, as well as to know the local tiger’s social organization at the candidate area for a translocated tiger’s release. Tiger translocation activity for supporting reintroduction program seems to have succeeded with Bengal tigers in India. In 2004 revealed that Sariska Wildlife Sanctuary had lost all its tigers due to massive poaching activities. Then the Government of India decided to reintroduce Bengal tigers by translocating a pair of tigers from Ranthambhore Wildlife Sanctuary in 2008. Both female and male tigers were released after three and eight days in quarantine, and eventually each of them managed to establish permanent home ranges in the new habitat. Up to 2010 seven tigers have now been translocated into Sariska Wildlife Sanctuary. However, the first adult male released in 2008 was found dead after being poisoned in November 2010. Nepal and Bangladesh are the other tiger range countries that have employed translocation as a tool to reduce human-tiger conflict. In early 2011 each of these countries succeeded in translocating a problem tiger and releasing it back to the wild. Those tigers were captured after entering an area of human settlement.

Release Team photographed after fitting GPS collar

translocated to Senepis forest area, in the eastern coast of Riau Province. Those tigers were captured as a result of conflict with villagers in the province. The success rate of these efforts is not known. Sumatran tiger translocation efforts have also been conducted in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam, northern Sumatra. The first tiger translocation in the province was conducted in early 2008 by the Natural Resources Conservation Office (BKSDA) of Aceh with assistance from its partners. An adult male tiger whose was captured due to a conflict with villagers, and was transported by a helicopter and released in the middle of mountain forests on the border between two districts. Thereafter, in December 2008, another two problem tigers (male and female) were translocated and released into two different forest areas in Aceh. Unfortunately, a tigress which was released in a mountain forests in the province, died after being caught in a snare that was deliberately set up by a local villager around his field for protecting his crop from wild boar. In mid-2008, the Indonesia’s Ministry of Forestry, supported by various parties, translocated five tigers from Aceh, northern Sumatra to Lampung, southern Sumatra. All tigers were captured as a result of a conflict at one village in the west coast of South Aceh. They were transported 1,300 km by aeroplane (a Hercules), to Bukit Barisan Selatan National Park. The first two male tigers were released in July 2008, and another two tigers released in early 2010. Meanwhile, another tiger was determined to be unsuitable to be released back to the wild. The BKSDA of West Sumatra with its partners translocated and released a problem tiger into an area of forest within Kerinci Seblat NP in June 2009. However, unfortunately the young male tiger was found dead in a snare trap only after one week of his release. About a year after, in December 2010, another young male tiger was released at the same site within Kerinci Seblat NP. This tiger was rescued after being found helpless in a pit fall trap. The trap was set up by local villager for capturing the deer in the forest. He was quarantined for about one month before released. Until now,

lainnya dinyatakan tidak layak untuk dikembalikan ke alam bebas. BKSDA Sumatera Barat bersama dengan lembaga mitranya mentranslokasikan harimau bermasalah ke salah satu hutan di wilayah TN. Kerinci Seblat pada Juni 2009. Namun, sayangnya harimau jantan muda tersebut ditemukan mati terjerat di tengah hutan setelah satu minggu dilepas-liarkan. Setahun kemudian, BKSDA Sumatera Barat bekerjasama dengan mitra-mitranya, kembali mentranslokasikan seekor harimau pada Desember 2010. Harimau jantan itu dilepaskan di satu daerah di kawasan TN. Kerinci Seblat, sekitar satu bulan setelah ditangkap akibat terpersosok dan terjebak di dalam perangkap lubang yang sengaja dipasang masyarakat untuk menangkap rusa. Sampai saat ini, setelah lebih dari enam bulan paska peliarannya, sepertinya Sang “Bujang Kandi” begitu harimau muda itu diberi nama, telah mendapatkan ruang di lokasinya yang baru.

Juga, sangat penting untuk memastikan bahwa kawasan yang akan dijadikan lokasi translokasi harimau harus aman dari ancaman yang dapat mematikan harimau yang ditranslokasikan, seperti perburuan liar termasuk jerat-jerat yang sering dipasang oleh masayarakat (yang katanya) untuk menangkap satwa liar, serta pagar kawat beraliran listrik yang digunakan untuk membunuh babi yang menjadi hama tanaman masyarakat yang berladang di pinggiran hutan. Sebagai ringkasan, pertanyaan-pertanyaan berikut perlu dipertimbangkan sebelum satu kegiatan translokasi dilakukan antara lain: 1) Bagaimana mengidentifikasi individu harimau sumatera yang masih berpotensi untuk ditranslokasikan; 2) Berapa besar tingkat keberhasilan translokasi karnivora besar atau harimau yang pernah dilakukan sebelumnya; 3) Bagaimana pengaruh translokasi harimau terhadap populasi harimau lokal di areal pelepasliaran; dan 4) Bagaimana mengidentifikasi karakteristik lokasi pelepasliaran harimau. Mengutip pernyataan GV. Reddy, seorang pakar konservasi asal India yang pernah bekerja untuk Yayasan Leuser International (YLI), yang dimuat dalam satu situs, “translokasi harimau adalah proses yang rumit yang memerlukan evaluasi dan pengkajian secara ilmiah. Jika tidak dilakukan dengan benar, translokasi tidak akan menjadi alat bantu, tetapi malah sebaliknya akan berakibat buruk bagi konservasi harimau, yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian harimau itu sendiri”. Itu artinya, masih ada harapan bahwa translokasi dapat dijadikan sebagai satu alat dalam mitigasi konflik manusia-harimau, asalkan dilakukan dengan kajian yang komprehensif dan dengan penuh kehati-hatian.(*)

doc. Linda Pluto

Perlu Penelitian Lebih Lanjut Sepertinya sampai saat ini pengetahuan kita tentang efektivitas translokasi karnivora besar, terutama harimau, masih sangat sedikit. Meskipun beberapa translokasi telah dilakukan, informasi tentang kesuksesan atau kegagalan kegiatan tersebut juga jarang yang terdokumentasikan dengan baik. Akibatnya, mereka yang terlibat dalam menyelesaikan konflik satwa liar sering mengambil tindakan serta membuat rekomendasi konservasi berdasarkan informasi dan pengetahuan yang seadanya. Belajar dari banyak translokasi harimau (kegagalan dan keberhasilan) yang pernah dilakukan, sepertinya kita perlu melakukan kajian yang lebih hatihati sebelum memutuskan untuk mentranslokasikan harimau bermasalah, agar hasilnya dapat lebih efektif dan efisien. Kajian-kajian tersebut meliputi kegiatan 1) Penulis adalah Country Coordinator ZSL Indonesia / Anggota Badan Penasehat Forum HarimauKita untuk menentukan lokasi translokasi yang tepat, serta memahami harimau lokal di lokasi peliaran. Selain itu, perlu dipastikan bahwa lokasi dimana harimau akan dilepas-liarkan memiliki populasi harimau lokal yang sangat kecil, sehingga persaingan atas sumber daya yang ada menjadi minimal.

Proses mulai mengikat kaki dan memeriksa (a) ; mengukur (b) ; mengangkut (c)

7

after more than six months post release, it seems the “Bujang Kandi”, so the young male tiger is named, has established his home range at the new location.

wildlife, and high voltage electrified wire fence that are used by forest-edge to protect their crops from wild boars. In summary the following questions need to be addressed : 1) How do we identify tigers with the potential to be translocated; 2) What is the success rate of large carnivores or tiger translocations that have been undertaken previously; 3) How does translocation of a tiger affect the resident tiger population at the release site; and 4) How do we identify the optimal characteristics of tiger release sites. Quoting a statement from G.V.Reddy, an Indian conservation expert who has worked for the Leuser International Foundation (LIF), which is published in a website, “tiger translocation is a complex process that requires a scientific evaluation and assessment. If it is not done properly, the translocation will not be a tool, but instead it will be bad for tiger conservation with the result in the death of tiger itself “. Ultimately, there is still a hope that the translocation can be used as a tool for mitigating humantiger conflict, as long as it is done with a comprehensive assessment and with extreme caution.(*)

doc. Taman Safari Indonesia

Further Research Needs Our knowledge about the effectiveness of carnivore translocation, especially tigers, is still poor. Despite the number of translocations that have been conducted, the information about success or failure of those activities is not well-documented. As a result, those involved in resolving human-wildlife conflicts often take action and make conservation recommendations based on very little information. Learning from the experiences taken from many tiger translocation activities (failures and successes) done so far, it seems that we need to make more careful studies before deciding to translocate problem tigers, so that the results can be effective and efficient. These studies would include determining the right location for releasing tigers, and understanding the social organization or structure of local tigers in the candidate release sites. Moreover, it is necessary to ensure that the location where the tiger will be released have a very 1) The Writer is Country Coordinator ZSL - Indonesia and Member of Advisory Board of Forum HarimauKita small population of local tigers, so that the competition for the resources can be minimized. Also, it is very important to ensure that the candidate of release site is safe from human threats to translocated tigers. These include poaching through snare-traps which are often set up by the villagers for capturing other

Agam, a problem tiger whose will be released was in the transport cage

8

BLOKIR SITUS MEMPERDAGANGKAN HARIMAU SUMATERA HARIMAUKITA PIMPIN GERAKAN PUBLIK ANTI CYBER WILDLIFE TRAFFICKING

Ketua Forum HarimauKita

Kejahatan terhadap satwa liar yang dilindungi di Indonesia merupakan ancaman yang serius bagi kelestarian spesies-spesies langka di negara yang memiliki kekayaan hayati kedua di dunia ini. Perburuan dan perdagangan satwa liar tersebut melibatkan jaringan kriminal dan oknum petugas yang terorganisir berskala internasional. Internet telah terbukti meningkatkan volume penjualan bagian tubuh satwa dilindungi dan bagianbagiannya. Kemudahan akses informasi dalam dunia maya, menyebabkan setiap pedagang dapat dengan

mudah membuat sebuah website, mengupload gambar-gambar bagian tubuh satwa yang diperdagangkan. Pembelipun sangat dimudahkan dengan modus seperti ini. Mereka tinggal menghubungi moderator, melakukan pembayaran secara online dan barang yang diperjualbelikan dikirim melalui jasa pengiriman barang. Perburuan dan perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera meningkat tajam semenjak jaringan tersebut memanfaatkan internet sebagai media jual-beli. Penggunaan internet ini semakin mempermudah bertemunya pedagang dan pembeli, terutama yang berasal dari kelompok high-class. Forum HarimauKita mengambil inisiatif untuk meredam perdagangan harimau Sumatera, sesuai dengan amanat Annual Meeting II Bandar Lampung, Nopember 2010 lalu. Penelusuran situs-situs yang memperjualbelikan bagian tubuh satwa yang dikategorikan CITES sebagai criticaly-endangered species ini dilakukan dengan melibatkan puluhan anggota forum dan simpatisan Tiger Heart - jaringan relawan Forum HarimauKita. Dari hasil penelusuran di

Bulan Desember 2010 sampai bulan Januari 2011, ditemukan berbagai situs yang memperdagangkan bagian tubuh harimau Sumatera. Situs komunitas besar Kaskus merupakan situs yang paling marak memperdagangkan bagian tubuh Harimau Sumatera. Teridentifikasi belasan thread di situs kaskus yang memperdagangkan bagian tubuh harimau Sumatera, baik berupa offsetan kulit utuh, potongan kulit, tulang dan taring serta cakar. Bahkan, beberapa barang yang diperdagangkan sudah berupa kerajinan seperti pipa rokok dan liontin. Dari hasil analisa lalu lintas perdagangan di beberapa situs tersebut, diketahui salah satu situs yang secara aktif melakukan transaksi jual beli. Bekerjasama dengan Wildlife Crime Unit (WCU) yang merupakan unit kolaborasi antara Wildlife Conservation Society (WCS) dengan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Satuan Polisi Hutan reaksi Cepat (SPORC) serta Mabes POLRI, para penjual digiring ke ranah perdagangan konvensional. Pada tanggal 9 Pebruari bersambung ke hal. 25 doc. H. A. Wahyudi

Oleh : Hariyo T Wibisono

Kerjasama yang baik dari masyarakat, NGO dan pemerintah mampu menggagalkan transaksi perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera.

9

BLOCK Websites of Sumatran Tiger Trading

HARIMAUKITA LEADS PUBLIC MOVEMENT FOR ANTI-CYBER WILDLIFE TRAFFICKING By : Hariyo T Wibisono

Chairman of Forum HarimauKita

Crime against protected wildlife in Indonesia is a serious threat towards the survival of endangered species in this nation which has the second largest biodiversity in the world. Poaching and wildlife trafficking involves corrupted officials and highly organized criminal web on an international scale. Internet is proven to have increased the volume of sale on protected wildlife body parts. Easy access to information in the virtual world has made every traders easily set up a website and upload pictures of body parts of the animals being sold. And the buyers are also in an advantage with this set up. All they have to do is contact the moderator of the thread, make online payment, and the item being sold is sent by courier services. Poaching and trafficking of sumatran tiger body parts has risen significantly since the criminal web uses internet as the medium of selling and buying. Internet has also make ways more easy

10

for connecting traders and buyers, especially those that comes from high class society. HarimauKita Forum takes the initiatives to stem the trafficking of sumatran tiger in accordance with the result of the Annual Meeting II Bandar Lampung in November 2010. The tracing of sites that sell body parts of animals which CITES has deemed critically-endangered species involves the participation of dozens of forum members and TigerHeart sympathizers—a network of HarimauKita Forum volunteers. The result of tracing from December 2010–January 2011, it has been found that there are many sites that offer sumatran tiger body parts. Kaskus, the largest online community site had the busiest website that sells sumatran tiger body parts. There were dozens of threads that offer sumatran tiger body partssuch as full or pieces of tiger skin, bones, and claws. Some that were being sold even took the form of craft such as smoke pipe and pendant necklace. According to analysis results on the wildlife body parts trafficking on some of those sites, one site in particular is known to have conducted illegal wildlife trade intensively. In partnership with Wildlife Crime Unit (WCU) which is a collaboration between Wildlife Conservation Society (WCS), the Ministry of Forestry Republic of Indonesia, Rapid Reaction Forest Ranger task force (SPORC), and

Indonesian National Police, the team has succeeded in luring the traders into conventional trading. On February 9th 2011, a suspect with the initial AKM was apprehanded along with confiscated materials which were more than enough to put him into prison for a long time. This arrest is evidence of successful partnership between all parties in fighting crime against wildlife in the internet. HarimauKita has succeeded in making the first infant step to fight cyber wildlife crimes by involving public effort. The significant impact of this successful operation can be clearlyseen by the numerous thread in Kaskus that stopped selling sumatran tiger body part after the raid. As many as 8 websites post SOLD OUT sign and closed their thread. With the power of over 90 members and supported by more than 700 volunteers of intensive internet users, HarimauKita Forum will continue to develop a network to keep a close eye on sumatran tiger body parts trafficking in the internet. Also, HarimauKita is starting to involve public effort in wider scope by establishing a report center on sumatran tiger body parts trafficking in the form of hotline number (0251-3975707) and spesific email address (forum@ harimaukita.org). HarimauKita will continuously encourage this initiative into a national movement of anti-trafficking on sumatran tiger body parts. The main goal of this action is to eliminate sumtran tiger body parts trade completely by the year 2012.(*)

KONFLIK HARIMAU MENGGILA DI ACEH TENGGARA Catatan Lapangan Konflik Satwa dan Perburuan Harimau Sumatera Oleh: Herwansyah

Awal tahun 2011 ini, telah terindikasi empat ekor harimau Sumatera terbunuh akibat konflik di Aceh Tenggara. Menurut pengakuan warga setempat, mereka menangkap dan membunuh keempat harimau tersebut akibat memangsa sapi. Tubuh satwa terancam punah itu segera dipotong-potong dan dagingnya dimakan oleh beberapa masyarakat. Beberapa warga menyatakan bahwa ketika terjadi konflik mengaku tidak tahu harus melapor kepada siapa. Selama ini mereka mengatasi masalah dengan cara apapun agar kembali merasa aman dari ancaman harimau dan segera dapat beraktifitas normal kembali. Beberapa kali, warga melaporkan kepada BKSDA dan Taman

Nasional Gunung Leuser (TNGL), akan tetapi mereka merasakan respon yang ada terasa lambat. “Selama ini kami berinisiatif sendiri dalam menyelesaikan konflik, yang penting adalah rasa aman bagi kami dan ternak kami”, kata salah seorang warga di Aceh Tenggara yang tidak mau disebutkan identitasnya kepada penulis. Kawasan Aceh Tenggara merupakan kawasan rawan konflik ma-

“Angka kematian harimau Sumatera di Aceh Tenggara yang diinformasikan warga memang cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun”

nusia dengan satwa liar, khususnya harimau Sumatera. Hasil wawancara antara tim lapangan WCU (Wildlife Crime Unit) dengan para Kepala Desa di daerah konflik menyatakan bahwa penyebab harimau masuk ke kawasan pemukiman adalah pembukaan lahan untuk pertanian dan pemukiman. Konflik kepemilikan lahan antara warga dengan pemerintah yang tak kunjung selesai juga semakin menambah berlarutnya masalah ini. Angka kematian harimau di Aceh Tenggara yang diinformasikan warga memang cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Informasi yang berasal dari warga Aceh Tenggara menyebutkan bahwa pada tahun 2005 sebanyak bersambung ke hal. 25

11

the Madness of TIGER CONFLICT IN SOUTEAST ACEH Investigation Notes of Sumatran Tiger Conflicts and Poaching doc. WCS-IP

By: Herwansyah

Forest encroachment at Aceh

Only in a month, 4 Sumatran tiger were killed at Aceh Tenggara district due to the conflict with people in early 2011. Residents caught and killed the tigers after prey cows at Pulau Piku and Lawe Sepirang village. The tiger body was immediately multilated and several residents ate the meat. Some residents claimed that when there is conflict, they don’t know where should they report the information. During this time, they fix the problem in any ways in order to feel safe from tiger threat and able to do normal acctivities, immediately. Several times, residents reported to Natural Resources Conservation Agency (BKSDA) and Gunung Leuser National Park (TNGL), but they fell that the follow up always late. “We with our own took the initiative in resolving conflicts, so far. The most important is security for our life and our cattle,” said a villager of Aceh Tenggara who didn’t want to be identified. Aceh Tenggara is a prone re-

12

“the death rate of tigers in Aceh Tenggara is quite high and tended to increase from year to year” gion of conflict beetween people agains wildlife, especialy Sumatran tiger. Aceh Tenggara is a prone region of conflict beetween people agains wildlife, especialy Sumatran tiger. According to the information from several Head of Villages, interviewed by the investigation team of Wildlife Crimes Unit (WCU), forest clearing for agriculture and settlement is the most important caution in case tigers entered the residential areas. Unfinished conflict of land ownership beetween villagers agains government also add to the complexity of the problems. The death rate of tigers in Aceh Tenggara is quite high and tended to increse from year to year. According to information from the

villagers, , in 2005 3 tigers had killed in a week, 1 killed in 2006, in 2007 was estimated beetween 1 to 2 individual, in 2009 at least 2 tigers individuals, and in 2010 more than 3 tigers individual. There 3 people were killed by the tigers in 2008. Located at the enclave of TNGL, makes several areas of Aceh Tenggara that directly adjacent to the forest, to be crossing area of Sumatran tiger. Surprisingly, the conflict occured in this area rarely to be exposed to public. To ensure the correctness of the number of tigers killed, required deeper investigation.This information can be a good starting point for strengthening the communication between citizens and hunting areas conflict with the government to reduce the potentialkilling of tigers in the Southeast Aceh. Located at the enclave of TNGL, makes several areas of Aceh Tenggara that directly adjacent to the forest, to be crossing area of Sumatran tiger. Surprisingly, the conflict occured in this area rarely to be exposed to public. The Important Illegal Trafficking to Watch Sumatran tiger poaching and body parts illegal trading in Aceh Tenggara is quite high. One of former exprerienced hunter, told many stories about his experiences in hunting to WCU. Everytime a wild tiger killed cattles, both cows or goats, the ex-head of Lawe Sepirang village has always been the mainstay of villagers to hunt this protected animals. A hunter who started hunting tigers since twenties age, said that he got borrowed a rifle from the apparatus including the sharp shells in the 1980’s. According to his testimony, during his experience, tens of tigers have been killed. The overall number was only acquired in the region of Southeast Aceh Regency. After killed, tiger’s body was multilated and was sold to one of collectors. The price of each body part is vary, tusk, claw and bones, were prized from tens to hundred thousands rupiahs. “There was a courier who take continue to page 26

A M A N R E B U T I H U N U B PEM

K I R T S I L PAGAR

Catatan Lapang Penanganan Konflik Harimau dengan Manusia di Jambi Oleh: Nurazman Nurdin *)

Hanya dalam 2 bulan, 2 ekor harimau Sumatera mati karena tersengat aliran listrik kawat pagar kebun di Provinsi Jambi. Harimau tersebut sedang mengejar babi hutan di area perkebunan sawit milik warga di Desa Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu Kab. Tanjung Jabung Timur. Naasnya, babi hutan tersebut tersangkut pagar kawat beraliran listrik tegangan tinggi. Tak ayal, sang raja hutan turut tersengat listrik 1500 watt begitu menerkam babi hutan. Harimau pertama diperkirakan berumur 7 tahun dengan berat 70 Kg, tersengat listrik ada tanggal 16 Februari 2011. Harimau kedua bernama King Arthur berumur sekitar 3 tahun tersengat pada tanggal 21 Maret 2011. King Arthur merupakan harimau yang sedang dalam penelitian Zoological Society of London (ZSL), dan pernah terekam selama 10 menit oleh kamera video penjebak pada bulan Juni 2010. Pada kasus pertama, informasi datang kepada Tim Penanggulangan Konflik sangat terlambat. Saat datang bersama Kepala Seksi Wilayah III Balai Taman Nasional Berbak dan Kapolsek Sadu, bagian tubuh harimau malang tersebut tinggal berupa tulang belulang berserakan dan mulai mengering. Diperkirakan sebagian daging harimau dimakan oleh biawak yang banyak terdapat di sekitar lokasi. Pemilik kebun, Pak Harar, mengangkat tubuh harimau tersebut ke dekat pondok yang berjarak 180 meter dibantu beberapa tetangga. Mereka bermaksud mengamankan tubuh harimau dari penjarahan. Namun, masyarakat yang mengetahui kejadian tersebut langsung berdatangan memotong-motong tubuh

Tulang belulang yang tersisa dok. BKSDA JAMBI

“Hanya dalam 2 bulan, 2 ekor harimau Sumatera mati karena tersengat aliran listrik kawat pagar kebun di Desa Air Hitam Laut, yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Berbak, Provinsi Jambi” harimau tersebut. Mereka percaya, bahwa bagian tubuh harimau memiliki tuah yang ampuh. “Saya tidak kuasa melarang mereka yang datang dan memotong-motong tubuh harimau tersebut”, kata Harar yang kemudian menutup sisa tulang harimau hanya dengan jerami. Pagar Pengaman Kebun dari Hama Babi Komoditas pertanian yang ditanam oleh masyarakat Desa Air Laut hitam kebanyakan adalah Sawit dan Kelapa. Lokasi yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Berbak, membuat babi hutan sering masuk ke perkebunan mereka dalam jumlah yang besar. Untuk mengamankan kebun, masyarakat berinisiatif memasang pagar kawat bertegangan tinggi di sekeliling perkebunan. Efektifitas penggunaan pagar kawat ini sendiri sangat tinggi. Rata-rata dalam semalam, mereka dapat membunuh sekitar 50 ekor babi hutan. Alasan efektifitas inilah, hingga saat ini hampir seluruh masyarakat memagari perkebunan mereka dengan kawat bertegangan tinggi. Tidak pernah terfikirkan oleh mereka, bahwa pagar kawat tersebut bersambung ke hal. 26

King Arthur dok. BKSDA JAMBI

Pagar listrik tegangan tinggi dok. BKSDA JAMBI

13

S I E M A N S ’ R E L L I K E H T

E C N E F C I ELECTR

Field Note of Conflict Mitigation Between Wild Tiger and People By: Nurazman Nurdin *)

“In only 2 months, 2 individuals of Sumatran tiger were killed by high voltage of electric fence at Air Hitam Laut village, eastern of Berbak National Park, Jambi Province” In two months time, there has been two incidents where a sumatran tiger died electrified by wire fences on plantation in Jambi. The tigers were chasing a boar to the oil palm plantation belonging to the people of Air Hitam Laut village at Sadu, Tanjung Jabung Timur. Unfortunately, the boar ended on the high voltage electric fence, and, inevitably the tigers were stung by 15000 watt of electricity when they spung at the boar. The tiger in the first incident was estimated to be 7 years old, weighing about 70 kg, stung on February 16th 2011. The one on the second incident, called King Arthur, was about 3 years old and electrocuted on March 21st 2011. The latter was being studied by Zoological Society of London (ZSL), and once was recorded for 10 minutes on the motion sensitive camera trap on June 2010. In the first incident, the report that came to the Conflict Management Team was far too late. When the Head Section of Area III of Berbak National Park and Chief of Police of Sadu sector arrived, nothing was left of the tiger save for its bones. It was thought that parts of the tiger was devoured by the many Biawak living around the location. Intending to secured the tiger’s cadaver, Pak Harar, the plantation owner, tried to have it moved to the nearest house which was 180 m, assisted by some of the neighbours. Unfortunately, the people who knew about the incident came along and cut it up because they believed tiger meat has magical powers. “I was powerless to stop those who came and cut up the tiger,” Harar said, afterwards covering the remains with hay. Electric Fence To Protect The Plantation From Boars The main comodity developed by the people of Air Laut Hitam village is coconut and oil palm. Located next to the Berbak National Park, the plantation was overrun by boars in big numbers. To

14

secure it, the natives put up high volltage eletric wire fence around it. The wire was very effective, around 50 boars a night was killed. For this reason, almost all people in the village protected their plantation with high voltage electric fence. It never occurred to them that fence would also kill the endangered tiger, endemic to Sumatra. The Fence That Turned Against The Master Apparently, the high risk of using electric fence is not limited on animals. Once, a mother and her child was electrified because the owner of the house forgot to turn off the current. The risk is further increased by using house electricity as the power source. The village people hooks up a cable from the house’s electricity panel to the fence, turns on the current all night and puts it off when morning comes. Prior to power source from the house, the villagers used genset machine. Both produces high voltage current but the latter was safer. The noise caused by the machine gives clue that the fence is on current and people would think twice before touching it when they hear the roaring of the machine. One of the efforts done by the team from Conflict Management and Forest Crime Unit and Berbak National Park Head Office was promoting the application of Pulsing Electric Fence system. This type of fence only cause shock and is not deadly to human nor to tigers and other animals. And the villagers hope that this system can be actualize soon.(*) *) The writer is Staff of BKSDA Jambi and also member of HarimauKita

Kemanusiaan Bagi Harimau yang Terjerat doc. WCS-IP

Oleh: drh. Munawar Kholis

S

atwa merupakan makhluk hidup yang memiliki struktur dan sistem organ tubuh yang serupa dengan manusia, salah satu bukti konkrit adalah perkembangan embrio yang identik pada fase awal pembentukan individu. Dalam fasefase awal ini hampir tidak dapat dibedakan antara embrio manusia dengan embrio mamalia lain. Setelah terlahir dan berkembang menjadi individu, mamalia memiliki anatomi yang berbeda namun garis besar fungsinya adalah sama. Tulisan ini bukan bermaksud untuk memanusiakan derajat seekor satwa, namun dengan memahami garis besar

Snared tiger

fungsi tubuh , lebih mudah pula untuk dapat memahami kebutuhan dasar bagi seekor satwa yang sangat menunjang kondisi kesehatannya. Dalam dunia satwa, aspek ini dikenal sebagai kesejahteraan satwa (animal welfare). Satwa akan dapat memenuhi segala kebutuhannya di alam dan sebaliknya ketika satwa ditangkap atau dikandangkan, seluruh kebutuhan ini harus disediakan oleh manusia untuk dapat hidup normal dan sehat.

satwa tersebut mendapatkan hakhaknya. 1. Bebas dari lapar dan dahaga 2. Bebas dari penderitaan/gelisah/ ketidaknyamanan 3. Bebas dari penyakit dan trauma secara fisik 4. Bebas dari rasa takut/terancam 5. Bebas berperilaku secara alami Kelima aspek tersebut bukanlah hal yang sulit untuk dipenuhi, apabila dipahami bahwa seekor satwa memiliki struktur dan fungsi organ yang identik dengan Aspek Dalam Kesejahteraan manusia. Satwa Kita akan mencoba mengupas Ada lima aspek yang wajib aplikasi dari kelima aspek diatas dipenuhi untuk dapat dikatakan dalam konteks penanganan konflik

15

A Humane View Towards A Trapped Tiger doc. WCS-IP

By: drh. Munawar Kholis in a transport cage. All aspect of its welfare may not be able to be fulfilled in that instant, but at the very least, aspect numbers 3 and 4 are met with. Free From Thirst And Hunger

A

Evacuation process of snared tiger.

nimals are living being with structure and organ system similar to those of humans. One of the concrete evidence is the identical embryo development in the early phases of individual development. In these phases, the human embryo and other mammals are strikingly similar, almost indistinguishable from each other.

they are captured or caged these necessities must be provided by humans in order to maintain their lives and health. There are five aspects that have to be fulfilled in order an animal can be said to have its rights:

takes different anatomy but all basically has the same functions. This article is not intended to put animals at the same level as humans, however, by comprehending the outline of the body functions, it will be easier to understand the basic necessities of an animal that concerns its health condition. In the animal world, this aspect is known as animal welfare. Animals provided their own needs in the wild, and when

All of this aspects are not hard to be met with if it is understood that animals has similar structure and organ functions to humans. The practical application of every one of this aspect will be discussed in terms of tigerhuman conflict management. When a tiger is caught or trapped, conflict management team that has the authorization and the skill required has the task of giving first aid and transporting the tiger

The process of saving a trapped tiger may take to 2–3 days, starting from when the conflict management team received the report and depending on the condition in the field, during which the tiger has no access to food and water. A tiger can go without food for three days, but if at the same time it is unable to have water the it will suffer from severe dehydration, especially if it’s in direct contact of sunlight. Providing water is a must, but only when the tiger is under sedation, and the timing of giving the water must be determined by the medical team in charge. After giving access to water, the feeding may commence.

1. Free from thirst and hunger 2. Free from discomfort 3. Free from pain, injury, and disFree from discomfort ease After it’s released from the 4. Free from fear and distress After birth and developing trap, and first aid and medical into individuals, mammals 5. Free to express normal behavior therapy is given, a tiger is put

16

in transport cage. There are occasional cases when the cage is ill-built, the grating at the base of the cage may make its injuries worse. Since it’s understood that wild tigers avoided encounters with humans, then it is necessary that the cage is equipped with boards or covering fabric but it must not restrict the air flow in the cage. When incarcerated tigers exhibit aggressive behavior if

harimau. Saat seekor harimau tertangkap atau terjerat, tim penanggulangan konflik yang memiliki otoritas dan keahlian bertugas melakukan pertolongan pertama dengan memindahkan harimau ke dalam kandang angkut. Seluruh aspek kesejahteraan satwa tersebut memang tidak dapat terpenuhi saat itu juga, namun paling tidak aspek ketiga dan keempat dapat terlaksana.

Proses penyelamatan harimau terjerat kadang membutuhkan waktu 2 – 3 hari mulai dari informasi yang diterima oleh tim, tergantung kondisi medan. Dalam rentang waktu tersebut harimau tidak dapat mengakses makan dan air minum. Harimau tidak akan mengalami masalah serius saat 3 hari tanpa makan, namun apabila selama itu tanpa minum akan mengalami fase dehidrasi yang cukup berat, terlebih apabila terik sinar matahari langsung mengenai harimau tersebut. Pemberian air minum adalah wajib, namun dalam keadaan harimau terkena pengaruh bius saat penanganan, timing pemberian minum perlu ditentukan oleh tim medis yang terlibat. Setelah akses minum terpenuhi, pemberian makan dapat dilakukan. Kandang Angkut

Setelah harimau dibebaskan dari jerat, pertolongan pertama pada luka dan terapi medis diberikan, harimau ditempatkan pada kandang angkut. Kadangkala kandang angkut ini tidak dilengkapi dengan instrumen yang tepat.

Alas kandang yang berupa jeruji akan memperparah kondisi luka. Berangkat dari pemahaman bahwa perilaku harimau liar yang menghindari perjumpaan dengan manusia maka kandang angkut ini perlu dilengkapi dengan papan atau kain penutup yang tetap memberikan akses udara segar yang optimal. Harimau dalam kandang akan berperilaku agresif apabila didekati manusia, perilaku agresif ini dapat menimbulkan benturan-benturan dan trauma fisik saat harimau menerjang dinding kandang. Trauma yangdapat timbul dalam kasus ini adalah luka pada kepala, hidung, taring patah saat menggigit jeruji kandang dan memperparah kondisi luka yang sedang dialami, biasanya luka bekas jerat. Bebas dari Penyakit

Kandang angkut yang berisi harimau seyogyanya ditempatkan pada lokasi yang teduh dan dijauhkan dari akses binatang-binatang piaraan seperti anjing dan kucing. Kasus anjing rabies di Sumatera masih tinggi. Menjauhkan harimau dari anjing akan mengantisipasi kemungkinan transmisi penyakit mematikan tersebut. Selain itu, harimau tidak boleh diberi makan daging anjing atau kucing.

satwa burung yang tidak boleh bedekatan langsung dengan ular (pemangsanya). Dalam konteks harimau, harimau akan merasa terancam ketika disitu ada kehadiran manusia sehingga diperlukan adanya kain atau papan penutup kandang. Selain itu, seyogyanya harimau tidak ditempatkan berdekatan dengan individu lain karena sifat ke-soliter-annya agar tidak saling mengintimidasi. Bebas berperilaku secara alami

Harimau memiliki indra penciuman yang tajam, sehingga menempatkan harimau berbeda jenis di lokasi yang berdekatan tanpa adanya akses untuk kawin akan mengakibatkan perilakuperilaku negatif yang dapat berdampak pada kesehatannya. Harimau juga membutuhkan kayu gelondongan dalam kandang untuk secara rutin dapat mengasah cakarnya. Namun karena aspek ini bukanlah hal urgen pada situasi penyelamatan harimau terjerat, sehingga untuk sementara bisa diabaikan. Apabila harimau dikandangkan dalam waktu yang lama harus mendapatkan fasilitas yang memadahi sehingga dapat hidup dengan layak. (*)

Bebas dari rasa takut

Pada umumnya aspek ini berlaku bagi satwa yang mempunyai hubungan rantai makanan, contoh yang paling mudah untuk memahami aspek ini adalah penempatan

Penulis adalah project leader WRU WCS-IP

17

approached by humans and this aggression may lead to physical injuries since it rams itself to the gratings. In this case, it may hurt its head and nose, its fangs broken from biting the gratings. These may make its current injuries, usually caused by the trap, far worse than before.

biological predator. In the case of tiger, it will feel threatened when it sees that human is present near it, hence the need for covering fabric or wood board to block their sights. It also wise to place individual tigers separately due to their solitary nature, and to avoid intimidating each other.

Free from pain, injury, and disease

Free to express normal behavior

Transport cage containing a tiger must be placed below the shades and kept away as possible from the reach of pets, like cats or dogs, since rabies is still very common in Sumatra, and keeping tigers a distance from dogs may prevent any transmission of the deadly disease. And feeding tigers with dog or cat meat is strictly prohibited. Free from fear and distress

*) The writer is project leader of WRU WCS-IP

doc. WCS-IP

Generally, this aspect only applies to animals that are connected to each other in the food chain. The simplest example of practical application is to place a cage of birds as far as possible from snakes, its

Since they have strong olfactory senses, placing tigers with different sex in close proximity without giving any access to mating may results negative behavior which can affect their health. They also require a log inside the cage to regularly sharpening their claws by scratching the log. However, since this is not urgent in a situation of saving a trapped tiger, providing a log may be temporarily disregarded. Several of conflict tigers that was captured are currently still kept in temporary impound in Sumatra. It is disheartening to learn that their fate is left hanging without any certainty, and their temporary cage becomes the

only shelter available with all its limited facility and capacity. The release of conflict tigers in new habitat has already been initiated di several areas. This popular solution is still being assessed for its success and its impact towards the population of wild tigers. The ideal location to release them is the place where they were captured, however this is only applicable if the tigers captured are not due to predation conflict. Unfortunately, in cases of tiger’s predation on humans, this option is almost impossible. The best option is to make capturing the last solution when all conflict management efforts failed. Capturing man-eating tigers must be done thoroughly so as to avoid catching the wrong one.

Emergency response for snared tiger before transported

18

Bermain “Indian” di Hutan Sumatera Wulan Pusparini | Sekretaris Forum HarimauKita

Ingatkah anda pada Hiawatha? Tokoh indian cilik di majalah kartun Donald Bebek. Atau mungkin Winnetou? Tokoh karangan Karl May yang legendaris. Keduanya adalah karakter Indian yang terkenal. Indian sering digambarkan hidup dekat dan bergantung pada alam. Mereka terlatih mengenali tanda-tanda alam dan salah satu keahlian yang khas adalah mengenali jenis-jenis tapak hewan liar. Tentu keahlian tersebut berguna ketika anda hidup di hutan dan sumber protein hewani hanya bisa didapat dengan berburu atau memancing. Gelar prestisius bagi laki-laki Indian adalah pemburu, seperti dikisahkan Hiawatha kecil yang sangat ingin segera menjadi pemburu jempolan.

Selain itu, keahlian mengenali berbagai tapak hewan mungkin juga membuat para Indian lebih waspada karena mengetahui ada satwa liar berkeliaran di sekitar tenda-nya. Tapi, tahukah anda bahwa bermain seperti Indian ini mungkin merupakan salah satu kunci menyelamatkan hewan-hewan liar di Sumatra. Memanfaatkan keahlian yang kurang lebih sama, populasi dari harimau, badak, dan mamalia besar lainnya di susuri sebaran dan kelimpahannya pada bentang hutan yang tidak selalu ramah. Tentu tidak seperti Hiawatha atau Winnetou yang harus memanfaatkan tanda-tanda alam, kami menggunakan peralatan navigasi masa kini untuk membantu perjalanan di rimba Sumatra. Setiap tim ‘Indian’ konservasi dilengkapi dengan GPS (Global Positioning System) yang telah dilengkapi dengan peta wilayah survey. Peta tersebut telah di buat sebelumnya menggunakan peranti lunak pemetaan untuk memandu tiap tim mengenali punggungan yang bisa dilalui atau sungai sebagai sumber air. Andaikan harimau dan badak bisa bahasa manusia, tentu kita tinggal membuat pengumuman bahwa akan diadakan sensus tahunan. Atau dengan membuatkan mereka kartu tanda penghuni hutan, maka jumlah mereka akan diketahui

dengan mudah. Sayangnya hal ini mustahil. Sehingga satu-satunya cara adalah dengan masuk ke dalam habitat tempat tinggal dan mencaricari tanda keberadaan mereka. Tim ‘Indian’ konservasi akan menyusuri hutan di dalam suatu petak surey yang telah di sepakati. Tiap 100 meter mereka akan mencatat jenis keberadaan hewan liat yang mereka temui. Tentu tidak mudah untuk melihat hewan liar langsung di habitatnya. Hutan tropis yang lebat menghalangi pandangan mata. Selain itu hewan liar lebih cenderung bersembunyi dari manusia. Tapaklah yang menjadi petunjuk utama. Tiap kali hewan meninggalkan tapak dan tanda lain yang khas. Tugas para anggota tim ‘Indian’ konservasi adalah mengenali jenis-jenis hewan ini dari tapaknya lalu mencatat dalam tabel data. Kembali di basecamp data tersebut akan di olah dengan metode statistik dan pengetahuan ekologi sehingga menghasilkan informasi yang berguna bagi usaha penyelamatan hewan-hewan liar dan langka. Nah, siapa bilang Indian hanya ada di benua Amerika? Di Sumatra, Indian-Indian ‘lokal’ masa kini bekerja keras menyelamatkan hewan-hewan iconic dari ancaman kepunahan.(*)

Exploring forest of Sumatra Doc. Wulan Pusparini

Tiger footprint Doc. Wulan Pusparini

19

Playing “Indian” in Forest of Sumatra

Wulan Pusparini | Forum HarimauKita Secretary

Remember Hiawatha, the little indian boy in “Donal Bebek” comic magazine? Or, perhaps, Winnetou, the legendary fictional chief Indian from the mind of Karl May. Both were famous Indian character. Red Indians were often depicted as living in the wilderness and dependent on nature. They were trained to read signs of nature and one of their distinc skills is recognizing animal tracks. This skill will certainly proove useful when you’re living in the woods and the only way to gain meat is by hunting or fishing. Being a hunter is like the greatest achivement to an Indian boy such as little Hiawatha who’s desperate to be maverick hunter. Add to that, the ability to recognize animal tracks can also make the indians more alert to their surroundings, knowing what animals are lurking around their tepee.

Red Indian skill usefulness for consevationist However, do you know that “playing Indian” like this is one of the key to save the wild life of Sumatra? By using similar methods, the population of tigers, rhinos, and other large mammals, their spread and numbers in the wild jungle are tracked down. But unlike Hiawatha or Winnetou who depended on the signs of nature, conservationist uses modern navigation tools to help them find their way roaming through the forest of Sumatra. Every ‘Indian’ conservation team is equipped with a GPS device that comes preloaded with survey area map. The map itself is made prior using mapping software to guide every team to get to passable ridges or river water safe for drinking. If tigers and rhinos speaks human, then all we have to do is announce throughout the jungle that an annual census will be held. Or, perhaps, make every one of them a jungle residence ID card so that it can be easily determined how many they are. But unfortunately, it’s too good to be true, and the only way is to explore their habitat and look for signs of their whereabout. An ‘Indian’ conservation team will trace a predetermined grid in the jungle, and every 100 m they will put down in record the animals the team encounter in the process. It is, of course, no easy feat to observe a wild animal in its habitat what with all the bushes in the dense tropical forest getting in the way of your vision, add to the fact that wild animals tend to avoid humans. Therefore, their tracks becomes the main lead,

20

and every animals leaves behind a distinct set of tracks and other mark. And it is also the ‘Indian’ conservationist team member’s task to identify each of these animals just from the tracks they make, and log it in data charts. Upon returning to the base camp, all the datas are worked into statistics and ecological knowledge so as to become useful information in the effort of the conservation of endangered wild life. Well now, whoever said Red Indians can only be found in America? In Sumatra, these modern day local ‘Indians’ work hard to save iconic animals from extinction.(*)

Masyarakat Pemantau Jaringan Perdagangan Satwa Ilegal Oleh: H.A. Wahyudi *) Peran masyarakat sebagai pelapor perdagangan ilegal bagian tubuh harimau Sumatera selama ini sudah berjalan baik. Beberapa pelaku kriminal telah dapat ditangkap dan diadili akibat informasi akurat dari masyarakat. Fakta tersebut mendorong Forum HarimauKita untuk serius mengembangkan jaringan pemantau perdagangan berbasis masyarakat di beberapa kota di Indonesia, bekerjasama dengan Wildlife Crimes Unit (WCU), sebuah jaringan kerja pemantauan perdagangan satwa ilegal yang paling efisien dan efektif. “Pemantauan perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera di internet telah cukup berhasil semenjak dicanangkan bulan Desember 2010 lalu. HarimauKita akan mendorong terus upaya ini dengan memberikan pelatihan bagi para relawan”, tegas Hariyo Wibisono, Ketua Forum HarimauKita. Awal Januari 2011 lalu, dibentuk jaringan relawan bernama Tigerheart dengan tujuan menyatukan masyarakat yang tergerak untuk turut memantau jaringan perdagangan ilegal harimau Sumatera dan bagian tubuhnya, serta spesies dilindungi yang lain. Dengan support dari Save Tiger Fund dan World Bank, rangkaian kegiatan digelar untuk mengenalkan Tigerheart kepada Publik melalui roadshow ke beberapa kampus di Jawa dan Sumatera, antara lain

“Pemantauan perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera di internet telah cukup berhasil semenjak dicanangkan Desember 2010 lalu. HarimauKita akan terus mendorong upaya ini dengan memberikan pelatihan bagi para relawan” UGM- Yogyakarta, UNSOED– Purwokerto, IPB Bogor dan Universitas Negeri Jambi. Kegiatan ini cukup efektif dalam meningkatkan keanggotaan Tigerheart. Diawali dari 3 orang yang bergabung di awal pembentukannya, sudah berkembang hingga 235 anggota hanya dalam 6 bulan. Sebagian besar anggota yang bergabung merupakan pelajar dan mahasiswa, dan para pegiat lingkungan hidup. Kedepan, diharapkan keterlibatan masyarakat dari kelompok umum akan meningkat juga. Dengan prinsip “berawal dari langkah sederhana untuk perubahan berdampak luas”, anggota Tigerheart secara bersama-

21

General lecture on Sumatran tiger conservation related to climate change, in partnership with ZSL, BKSDA Jambi, and Mapala Siginjai - University of Jambi - July 18th, 2011

Developing Public Network : Anti Cyber Tiger Trafficking By: H.A. Wahyudi *) The role of the public in reporting illegal trade in Sumatran tiger body parts, actually has been going increase. Some criminals have been arrested and prosecuted by law enforcement agencies, starting from accurate public information. This fact encourages HarimauKita to seriously develop monitoring illegal wildlife trafficking in several cities in Indonesia based on community network, in partnership with the Wildlife Crimes Unit (WCU), the most efficient and effective network of monitoring illegal wildlife trafficking in Indonesia. “Monitoring on Sumatran tiger body parts trafficking by internet has been quite successful since launched in December 2010. HarimauKita will continue to encourage these efforts by providing trainings for volunteers “, said Hariyo Wibisono, Chairman of the Forum HarimauKita. On the past January 2011, a HarimauKita volunteers network called TigerHeart has formed, with the aim to unify more people who is interested to participate in monitoring on illegal trafficking of Sumatran tiger body parts, as well as other protected species’. With support from Save the Tiger Fund and the World Bank, activities to introduce to the public through roadshows to several campuses in Java and Sumatra, among others, Gadjah Mada University - Yogyakarta,

22

1200

1000

800

600

400

200

0 Jan

Peb

Mar TigerHeart

Apr

May

Jun

HarimauKita Fans

The growth rates of Tigerheart membership and HarimauKita’s Facebook Fans as a function of awareness and campaign strategy

University of Jenderal Soedirman - Purwokerto, Bogor Agricultural University and University of Jambi, has conducted. Hundreds people were attending the roadshow in every single city. These activities are quite effective in increasing membership of Tigerheart. Starting from 3 people who join at the beginning of its formation, has grown to 235 members in just 6 months. Most of them are the students

sama melakukan pemantauan situs-situs internet yang menjual bagian tubuh harimau Sumatera. Untuk lebih meningkatkan hasil yang dicapai, HarimauKita bekerjasama dengan WCU menyelenggarakan kegiatan pelatihan dasar-dasar investigasi perdagangan ilegal harimau Sumatera dan satwa liar lainnya. Kegiatan pertama dilaksanakan di Purwokerto, difasilitasi oleh Mahasiswa Informatika Peduli Lingkungan (MIPL) – STIMIK AMIKOM. Kegiatan yang diikuti oleh 40 peserta ini tidak hanya melibatkan peserta dari sekitar Purwokerto saja, akan tetapi hadir juga anggota Tigerheart dari Yogyakarta dan Tegal. Kegiatan selanjutnya dilaksanakan di Jambi, dengan melibatkan Mapala Siginjai Universitas Jambi Karena merupakan daerah dengan tingkat konflik yang cukup tinggi antara harimau dengan manusia, maka materi mitigasi konflik juga diperkenalkan selain materi investigasi jaringan perdagangan satwa ilegal. Kegiatan ini diikuti oleh 23 relawan yang berasal dari kelompok-kelompok pecinta alam dan mahasiswa jurusan kehutanan Universitas Negeri Jambi. Pemateri mitigasi konflik harimau dengan manusia adalah Nurazman Nurdin, Kepala Seksi III Konservasi BKSDA Jambi yang juga anggota HarimauKita. Ditinjau dari hasil yang dicapai, upaya mendorong keterlibatan masyarakat dalam pemantauan perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera melalui internet cukup menggembirakan. Sebagai contoh, pada awal pemantauan perdagangan melalui internet dicanangkan, teridentifikasi 10 situs utama yang memperdagangkan bagian tubuh harimau dan satwa liar lainnya. Pada Pebruari 2011, atas kerjasama antara WCU, WAF, Departemen Kehutanan dan POLRI, berhasil dibekuk satu orang pedagang lengkap dengan barang bukti berupa bagian tubuh harimau, gajah dan satwa lainnya. Beberapa saat setelahnya, beberapa situs yang diamati menghilang atau menampilkan keterangan terjual. Akan tetapi, kegiatan jual beli melalui internet 250

16

14

TIGERHEART

12

10

150

8 100

6

4

LINKS SELLS TIGER PARTS

200

Padang

Bangka

Jambi

Jakarta Bogor Purwokerto

Yogyakarta

Hotspot cities in Java and Sumatra where TigerHeart exist. Next to Jakarta, TigerHeart discovered several hotspot

tersebut terlihat menggiat kembali sebulan setelah penangkapan tersebut. Untuk mengantisipasi maraknya kembali perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera melalui internet, HarimauKita telah menggalakkan Gerakan Nasional Anti Perdagangan Satwa Ilegal Melalui Internet. Gerakan ini secara terus menerus menghimbau kepada anggota HarimauKita, fans dan juga kepada relawan TigerHeart. Selain itu, sudah terbentuk daerah kerja pemantauan perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera dan satwa liar lainnya di beberapa kota, yaitu Jakarta, Bogor, Yogyakarta, Purwokerto, Bangka, Jambi dan Padang. Para relawan secara kontinyu melakukan pemantauan perdagangan di daerah masing-masing dan memberikan laporan secara berkala. Dalam tahun ini juga, HarimauKita berkolaborasi dengan WCU berencana untuk mengembangkan jaringan pemantauan di beberapa kota besar di Sumatera yang dicurigai terdapat jaringan besar perdagangan harimau Sumatera, di antaranya Padang, Medan, Banda Aceh dan Lampung. Dukungan dari para pihak untuk menunjang keberhasilan gerakan ini akan sangat penting, dalam berperang melawan perburuan perdagangan. Sebagaimana telah diketahui, perburuan dan perdagangan harimau Sumatera adalah kejahatan yang memberikan kontribusi terbesar dalam penurunan populasi harimau Sumatera secara tajam.(*)

50 2

0

0 Jan

Peb

TigerHeart

Mar

Apr

Identified Links

May

Jun

Verified Links

The positive relationship between the growing members of Tigerheart and links selling tiger parts. The red circle indicates when a tiger trade through internet was successfully raided and widely published in media

23

of school and university , and also environmental activists. The next time, increasing number from general community involvement will as well be expected. By the principle of “from a simple action into the wider outcomes,” members of Tigerheart are jointly monitoring the internet sites that sell Sumatran tiger body parts. To further enhance the achieved results, in collaboration with WCU, HarimauKita has been conducting introductory training on investigation of illegal trade in tigers and other wildlife. The first training carried out in Purwokerto Central Java Province, with organized by MIPL STIMIK AMIKOM, a local nature lover organization. Training was attended by 40 participants who are not only from around Purwokerto only, but also Tigerheart member from Yogyakarta and Tegal. The next activity carried out at Jambi, by involving Mapala Siginjai, the nature lover organization of Jambi University. Because of Jambi is a region with a fairly high level of conflict between tigers with people, then introductory training on conflict mitigation is also introduced in addition to investigations of illegal wildlife trafficking network. This event was attended by 23 volunteers who come from groups of nature lovers and students majoring in forestry, University of Jambi. The trainer of conflict mitigation is Nurazman Nurdin, BKSDA Jambi who is also a member of HarimauKita. According to the output of those activities, efforts to increase community involvement in monitoring Sumatran tiger body parts trafficking by internet is encouraging. For example, in early trade monitoring via the internet was announced in January 2011, has identified 10 main sites that sale tiger’s body parts and other wildlife. In February 2011, in cooperation between the WCU, WAF, the Forestry Department and the Police, has succeded to arrest a criminal including with the evidences in the form of the body parts of tigers, elephants and other wildlife. A moments after that raid, several sites were observed to be disappear or display the information that all tiger parts are sold. However, the activities of wildlife trafficking by Internet is seen increase a month after the arrest. To anticipate the rise of Sumatran tiger parts trafficking by internet, HarimauKita has launched a national movement of anti cyber crime on wildlife parts. The movement is constantly appealed to members HarimauKita, hundreds fans and also to the volunteers. National Movement has always campaigned in every roadshows and public discussions. Although it is too early to conclude, roadshows has been successful in increasing the number of links of illegal trafficking reported by the volunteers and the other communities. In addition, community support in sharing the information from the website HarimauKita also increasing day by day.

24

Secretary of Forum HarimauKita gives general lecture on ecology and conservation of Sumatran tiger at UKF - IPB

In addition, there are already established regional trade on monitoring work Sumatran tiger body parts and other wildlife in some cities, namely Jakarta, Bogor, Yogyakarta, Purwokerto, Bangka, Jambi and Padang. The volunteers are continuously monitoring the trade in their respective areas and provide regular reports. In this year too, collaborating with WCU, HarimauKita plans to develop a monitoring network in several major cities in Sumatra those are suspected contained a large network of Sumatran tiger trafficking, including Padang, Medan, Banda Aceh and Lampung. The support of the parties for this movement will be very important, in the fight against poaching and trafficking. As well known, the Sumatran tiger poaching and trafficking are crimes that give the largest contribution in the Sumatran tiger population decline sharply.(*) *) The writter is Tiger Executive Officer of Forum HarimauKita

BLOKIR SITUS... 2011, berhasil ditangkap pelaku berinisial AKM beserta barang bukti yang lebih dari cukup untuk menjebloskan pelaku ke penjara. Keberhasilan penangkapan ini, menjadi bukti kerjasama berbagai pihak untuk secara bersama-sama melawan kejahatan terhadap satwa liar melalui internet. HarimauKita telah berhasil mengawali sebuah langkah sederhana melawan jaringan perdagangan satwa liar di internet dengan melibatkan dukungan publik. Dampak keberhasilan operasi ini secara signifikan dapat dilihat dari banyaknya thread di situs

KONFLIK HARIMAU... 3 ekor harimau telah terbunuh, 1 ekor terbunuh tahun 2006, tahun 2007 diperkirakan antara 1 hingga 2 ekor, tahun 2008 sebanyak 2 ekor, tahun 2009 setidaknya 2 ekor, dan di tahun 2010 lebih dari 3 ekor. Selain itu, sebanyak 3 orang tewas diterkam harimau pada tahun 2008. Untuk memastikan kebenaran dari jumlah harimau yang terbunuh, diperlukan penyelidikan yang lebih dalam. Informasi ini dapat menjadi awal yang baik untuk memperkuat jaring komunikasi antara warga daerah konflik dan perburuan dengan pemerintah guna mengurangi potensi terbunuhnya harimau di Aceh Tenggara. Letak wilayah yang berada di kantong kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menjadikan beberapa daerah pinggiran yang berbatasan langsung dengan hutan menjadi perlintasan harimau Sumatera. Sayang sekali, kasus konflik dengan harimau yang terjadi di kawasan ini jarang sekali muncul ke permukaan sehingga respon mitigasi masih belum maksimal dilakukan.

jumlah itu hanya didapatkannya di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Bagian tubuh harimau yang berhasil ditembak mati, dijual ke salah seorang pengepul di daerah tersebut. Harga masing-masing bagian tubuh bervariasi, taring, kuku, dan tulang dihargai antara puluhan hingga ratusan ribu rupiah. “Ada kurir yang mengangkut barang-barang tersebut dari Aceh menuju Medan, jadi mereka tidak pernah datang ke sini untuk ambil barang,” tutur pria yang kini telah berusia 61 tahun ini. Jalur yang disinyalir sering digunakan adalah melalui Sungai Lawe Alas yang menghubungkan Aceh Tenggara menuju Subulussalam. Jalur air ini dapat ditempuh dalam 1 jam, untuk kemudian menempuh jalan lintas Aceh Tenggara menuju Sumatera Utara. Para penyelundup barang ilegal tersebut menggunakan jalur ini untuk menghindari operasi petugas yang sering digelar di jalan negara.

Jalur Perdagangan yang Harus Diwaspadai Perburuan harimau Sumatera dan perdagangan ilegal bagian-bagian tubuhnya di kabupaten Aceh Tenggara cukup tinggi. Salah seorang mantan pemburu berpengalaman di Aceh Tenggara menuturkan banyak cerita tentang pengalaman perburuannya kepada WCU . Setiap kali ada harimau memangsa satwa, pemburu ini selalu menjadi andalan masyarakat untuk membunuh satwa dilindungi tersebut. Seorang pemburu yang mulai berburu harimau sejak umur duapuluhan mengatakan dia mendapatkan pinjaman senjata laras panjang dari seorang oknum aparat berikut peluru tajamnya di tahun 1980an. Menurut pengakuannya, selama masa dia berburu, puluhan ekor harimau telah dibunuhnya. Keseluruhan

Pembinaan Masyarakat Kunci Sukses Penanganan Konflik Seringkali dalam kasus konflik satwa liar, terutama harimau, masyarakat menjadi pihak yang selalu dipersalahkan. Ketiadaan dan terlambatnya respon pemerintah dalam menindaklanjuti laporan kejadian konflik dari masyarakat menjadi penyebab berlarutlarutnya penanganan konflik. Hal yang terjadi justru membuat masyarakat semakin antipati terhadap kemunculan harimau di daerahnya. Banyak kejadian, setiap ada kemunculan harimau masyarakat mengambil inisiatif memburu dan membunuh. Bahkan tak jarang, perangkap mematikan sengaja dipasang untuk menangkap hewan yang sudah diambang kepunahan ini. Saat ini, komunikasi antara pihak masyarakat dengan BKSDA dan TNGL maupun LSM sangat penting untuk segera ditingkatkan. Tentu saja keterpaduan aksi dan terakomodasinya semua kepentingan termasuk ketentraman masyarakat dan perlindungan harimau serta habitatnya menjadi syarat mutlak penyelesaian masalah konflik. (*)

kaskus yang hampir secara bersamaan berhenti memperdagangkan bagian tubuh Harimau Sumatera pasca operasi yang sukses tersebut. Sebanyak 8 situs diketahui memasang tulisan SOLD OUT dan menutup thread tersebut. Dengan kekuatan lebih dari 90 orang anggota dan lebih dari 700 relawan pengguna aktif internet, Forum HarimauKita akan terus mengembangkan jaringan pemantauan perdagangan Harimau Sumatera dan bagian-bagiannya melalui internet. Selain itu, HarimauKita juga telah memulai upaya pelibatan publik dalam lingkup yang lebih luas lagi melalui pusat pelaporan pemantauan perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera berupa hotline number (0251-3975707) dan alamat email khusus [email protected].

Penggalangan dukungan terhadap aksi kampanye memblokir situs-situs yang masih memperjualbelikan satwa dilindungi juga akan menjadi agenda penting dengan pelibatan ratusan simpatisan TigerHeart yang saat ini juga sedang dikembangkan. Hasilkegiatan pemantauan dan aksi yang telah dilaksanakan akan dipublikasikan secara berkala melalui Fanpage Facebook HarimauKita, Twitter @Harimaukita, dan website www.harimaukita.org. HarimauKita akan terus mendorong inisiatif ini menjadi gerakan nasional anti perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera. Sasaran utama kegiatan ini adalah menekan upaya perdagangan bagian tubuh harimau Sumatera melalui internet hingga nol pada tahun 2012.(*)

25

The Madness of TIger ConfLIct In Souteast Aceh the tiger body parts from Aceh to Medan, so the major collectors was never come here to Aceh Tenggara,” said this 61 years old man. The traffick lane that is frequently used by illegal trafficker is water way of Lawe Alas that connected Muara Situlen village in Aceh Tenggara district to Gelombang village in Subulussalam. They need about an hour to down the water way by boat, then crossing the by pass road to Tanah Karo at North Sumatra. They use that way to avoid operation from government officers that are often held on state road. Community Development as the Success Key of Conflict Management Often in cases of conflict between people agains wildlife, especially tiger, people is always blamed. This make the villagers be more antipathy toward the appearence of tiger arround their village. In many events, each time tiger appeared, the villagers took an initiative to hunt and kill the tiger. In fact, deadly trap deliberateli set to catch this critically endangered animal. Good communication between villagers with BKSDA and TNGL, also the NGOs is very important to be improved. Of course, the integration of action and accomodation of all interests become an essential requirement in problem solving, in order to realize the peace community and sustainable life of Sumatran tiger in their habitat.(*)

PEMBUNUH ITU BERNAMA ... akan membunuh satwa endemik Sumatera yang kini sudah terancam punah tersebut. Pagar yang Memakan Tuannya Ternyata cerita tentang tingginya resiko penggunaan pagar kawat listrik bertegangan tinggi tidak berhenti sampai di sini. Seorang ibu bersama anaknya mati tersengat, akibat si pemilik lupa memutus aliran listrik pagar tersebut. Resiko penggunaan listrik bertegangan tinggi ini meningkat setelah warga menggunakan listrik rumahan sebagai sumber arus listrik. Mereka menyambung kabel dari instalasi rumah ke pagar, dan setiap malam listrik dialirkan. Begitu pagi, aliran listrik tersebut diputus. Sebelum menggunakan listrik rumah, warga menggunakan mesin genset sebagai sumber listrik. Meskipun sama-sama bertegangan tinggi, genset relatif lebih aman karena suara yang ditimbulkan dapat menjadi tanda bahwa pagar masih teraliri listrik. Warga akan lebih berhati-hati menyentuh pagar ketika masih terdengar bunyi genset. Salah satu upaya yang dilakukan oleh tim UPKKL dan Balai Taman Nasional Berbak yaitu mensosialisasikan sistem Pulsing Electric Fence. Pagar listrik dengan sistem tersebut hanya menimbulkan shock yang tidak membahayakan nyawa, baik manusia maupun harimau dan satwa lainnya. Masyarakat sangat berharap alat tersebut dapat segera direalisasikan.(*) *) Penulis menjabat sebagai Kepala Seksi III Konservasi BKSDA Jambi, juga anggota Forum HarimauKita

Find and follow us on Facebook Fanpage and Twitter HarimauKita Stay update to get the last information about Sumatran tiger

26

Volunteer CORNER Andriana Young researcher who was born in Brebes, August 28, 1987 is alumni of Forest Resources Conservation and Ecotourism Department, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. He was challenged to observe the Sumatran tiger, by research with the topic “Potential Population and Habitat Characteristics of Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae, Pocock 1929) in Blangraweu Forest - Ulu Masen Ecosystem, Aceh Province”. This research was held for six months, started on nopember 30th 2009 until May 28th 2010. The purpose is to estimate population density, and to identify habitat component and characteristic of Sumatran tiger in Blangraweu forest. The data was collected by camera trap method and vegetation analysis to find vegetation structure and composition where consist of its habitat. His research was conducted by the reason of the absence of preliminary data on the location of the study. Hopefully, the research data can be the first step in the conservation of Sumatran tigers in the area mentioned. He is now actively involved in campaigning Sumatran tiger conservation in their nature habitat with TigerHeart, The Forum HarimauKita Volunteer Network. To contact him, you can send an email to [email protected].

Erry Kurniawan Was born 24 years ago in Karanganyar, Central Java, on June 27, he is one of young researchers who actively contribute to the Sumatran tiger conservation. Currently he is still in the process of completion of studies in the Department of Forest Resources Conservation, Bogor Agricultural University and active in the Division of Carnivore - Fauna Conservation Union, a student organization. In 2009, a female tiger was moved due to conflicts with communities in Jantho and then was translocated to the Ulu Masen Ecosystem, Aceh Province. This motivated him to do research with the topic “The movement and the Regional Roaming Tiger Translocation”, starting from November 2009 to June 2010 supervised by Dolly Priatna, senior tiger researcher from ZSL Indonesia. His motivation to join TigerHeart is to invite more young conservationists to increase their contribution in conserving Sumatran tiger, and urge the wider community to support the conservation efforts. To contact him, you can send an email to [email protected]

27

GALLERY

HarimauKita ‘Goes to Campus’

University of Gadjah Mada Yogyakarta (February 7th 2011)

Bogor Agriculture Institute Bogor - West Java (May 7th 2011)

University of Jenderal Soedirman Purwokerto - Central Java (March 15th 2011)

University of Jambi Jambi Province (June 18th 2011)

Training on Wildlife Trafficking Investigation Purwokerto - Central Java (May 21-22th 2011)

Training on Wildlife Conflicts Mitigation Jambi Province (June 18th -19th 2011)

Training on Track of Mammals Identification Purwokerto - Central Java (Appril 4th 2011)

Training on Wildlife Crimes Database Bogor- West Java (January 12-13th 2011)