KEBIJAKAN PUBLIK YANG PRO PUBLIK - WordPress.com

71 downloads 7187 Views 84KB Size Report
Produk kebijakan publik yang baik atau pro publik mensyaratkan terpenuhinya instrumen-instrumen ... secara singkat definisi kebijakan publik, , alasan.
Riptek, Vol.1, No.2, Tahun 2008, Hal.: 47 - 51

KEBIJAKAN PUBLIK YANG PRO PUBLIK Nugroho SBM *) Abstrak Kebijakan publik seharusnya berorientasi pada kepentingan publik, tetapi pada kenyataannya tidak selalu demikian. Produk kebijakan publik yang baik atau pro publik mensyaratkan terpenuhinya instrumen-instrumen penunjang dan disusun secara sistematis melalui tahapan. Kebijakan publik yang pro publik memiliki kriteria melibatkan publik dalam setiap tahapan penyusunan, realistik, transparan, jelas tolok ukur keberhasilan, jelas target atau sasaran, jelas dasar hukum, dan antar kebijakan tidak terjadi tumpang tindih atau bertentangan. Kebijakan publik dewasa ini diharapkan berfokus pada pelayanan publik, sebagai pengimbang atas pajak atau retribusi yang dibayarkan masyarakat kepada pemerintah. Kata kunci : kebijakan, publik Pendahuluan Mungkin pembaca heran membaca judul tulisan ini. Apakah ada kebijakan publik yang tidak pro publik? Bila mencermati berbagai kebijakan publik yang dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten atau kota) maka banyak yang ternyata tidak untuk kepentingan publik atau masyarakat umum. Banyak contoh bisa dikemukakan. Pertama, di beberapa kota dan kabupaten di Indonesia dilakukan penggusuran besar-besaran sektor informal dan pedagang kaki lima dengan alasan keberadaan sektor informal dan pedagang kaki lima tersebut menganggu ketertiban, kenyamanan serta kepentingan umum (publik). Padahal, sebagian besar publik adalah penduduk miskin yang butuh lapangan pekerjaan. Bila diteliti maka kebutuhan kota yang bersih tanpa pedagang kaki lima sebenarnya Cuma kebutuhan sebagian kecil masyarakat yaitu masyarakat menengah ke atas. Dalam hal ini Kota Semarang bisa dicontoh. Di Kota Semarang, sektor informal dan pedagang kaki lima bukannya digusur tetapi ditata. Di kawasan Simpang Lima, tiap sabtu dan minggu pagi sampai siang juga diperbolehkan untuk berdagang pedagang kaki lima dan sektor informal. Contoh kedua dari kebijakan publik yang tidak pro publik adalah alokasi anggaran (APBD) yang porsi terbesarnya justru untuk belanja aparat dan bukan untuk belanja publik guna kepentingan pelayanan publik. Padahal APBD disahkan atau disetujui oleh publik dalam hal ini lewat wakilnya di DPRD. Memang, banyak alasan dikemukakan untuk menjelaskan hal ini. Di antara sekian banyak alasan itu adalah APBD yang sangat terbatas (antara lain karena keterbatasan PAD yang bisa ditarik) sudah habis dialokasikan untuk kepentingan belanja aparat antara lain yang terbesar adalah gaji. Tetapi sebenarnya jika pemerintah kabupaten atau kota dan propinsi mau berupaya keras, maka ada beberapa pos belanja aparat ini yang bisa

dihemat sehingga alokasi untuk belanja publik bisa lebih besar. Contoh ketiga dari kebijakan publik yang tidak pro publik adalah pembangunan proyek yang memang ditujukan untuk kepentingan umum tetapi setelah dilaksanakan ternyata tidak benar-benar memenuhi kebutuhan publik. Ambil contoh kebijakan pembangunan fasilitas MCK (Mandi Cuci Kakus) di pedesaan pada jaman Orde Baru yang tanpa sosialisasi ternyata membuat MCK tersebut tidak dimanfaatkan oleh penduduk. Penduduk pedesaan, sesuai kebiasaannya yang sudah berjalan sekian lama, melakukan kegiatan MCK di sungai. Karena tidak termanfaatkan maka leluconnya MCK itu singkatan dari “Monumen Cipta Karya” (karena PU Cipta karyalah yang membangun dan punya proyek tersebut). Tulisan singkat ini bermaksud mengulas secara singkat definisi kebijakan publik, , alasan mengapa kebijakan publik diperlukan, instrumen-instrumen yang biasa digunakan, tahap-tahap dalam kebijakan publik, syaratsyarat agar kebijakan publik bisa terlaksana dengan baik, dan masalah-masalah lain yang terkait. Kesemuanya itu nanti akan berujung pada bagaimana mendisain dan melaksanakan kebijakan publik yang benar-benar pro publik. Definisi Kebijakan Publik Ada banyak sekali definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang apa itu kebijakan publik. Satu di antaranya, yang menurut penulis, sangat sederhana tetapi jelas yaitu dari Wikipedia Indonesia (tersedia di http://id.wikipedia.org/ wiki/ Kebijakan_publik). Menurut Wikipedia Indonesia, Kebijakan Publik adalah kebijakan atau keputusan yang mengikat orang banyak pada tataran strategis atau garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas atau kekuasaan publik. Selanjutnya, masih menurut Wikipedia Indonesia, Yang dimaksud dengan pemegang otoritas atau kekuasaan publik adalah mereka yang menerima mandat dari publik yang biasanya diperoleh melalui pemilihan umum.

*) Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Undip Semarang

Kebijakan Publik Yang Pro Publik Fokus utama kebijakan publik, sekarang ini, adalah pada pelayanan publik yaitu segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak (masyarakat). Pelayanan publik ini dilakukan sebagai penyeimbang kewenangan atau hak pemerintah untuk menarik pajak dan retribusi dari masyarakat. Alasan-alasan Mengapa Diperlukan Kebijakan Publik Ada beberapa alasan mengapa dibutuhkan kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam ilmu ekonomi alasan-alasan tersebut disebut sebagai adanya kegagalan pasar. Maksudnya adalah kebijakan publik dapat dipandang sebagai campur tangan pemerintah dalam masyarakat karena mekanisme pasar gagal menyeelesaikan beberapa masalah. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kegagalan pasar adalah: 1. Adanya Eksternalitas Yang dimaksud eksternalitas adalah sesuatu yang dianggap di luar tanggungjawab pihak tertentu. Misalnya saja masalah pencemaran lingkungan. Perusahaan merasa bahwa pembuangan limbah adalah sesuatu yang wajar yang bukan tanggungjawabnya untuk mengatasinya. Maka dibutuhkan campur tangan pemerintah agar sesuatu yang dianggap eksternalitas menjadi internalitas. Caranya antara lain dengan undang-undang yang mewajibkan perusahaan untuk mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang. Contoh yang lain adalah pertumbuhan usaha yang pesat telah menyebabkan ketimpangan pendapatan yang tinggi. Pengusaha-pengusaha yang sukses karena usahanya tumbuh pesat tersebut tentu merasa bahwa terjadinya ketimpangan pendapatan tersebut bukan urusannya. Ia kaya karena usahanya sendiri. Di sini, kebijakan publik oleh pemerintah diperlukan untuk memperkecil ketimpangan pendapatan ini, misalnya dengan menerapkan tarif pajak yang progresif. 2. Adanya Monopoli Alamiah Yang dimaksud monopoli alamiah adalah monopoli yang secara alamiah harus terjadi. Bentuk pasar selain monopoli justru akan merugikan masyarakat atau publik. Pemegang monopolinya dalam hal ini haruslah pemerintah. Contoh dari monopoli alamiah ini adalah perusahaan air minum yang menghadapi pasar atau jumlah pelanggan yang relatif sedikit dan terletak di daerah pegunungan yang terpencil sehingga pembangunan jaringannya mahal. Dalam kondisi seperti itu jika kemudian diijinkan beberapa perusahaan untuk bersaing dan melayani kebutuhan air minum di daerah

48

(Nugroho SBM) tersebut maka biaya rata-rata per perusahaan akan tinggi dan jika biaya ratarata tinggi maka tarif air minumpun nantinya akan tinggi. Maka akan lebih baik jika hanya satu perusahaan dan itu milik pemerintah yang melayani kebutuhan air minum di daerah tersebut. 3. Adanya Barang Publik Barang publik atau barang milik umum mempunyai 2 (dua) ciri yaitu tidak adanya rivalitas (Non-Rivalry) dan tidak bisa dikecualikan (Non-Excludable). Tidak adanya rivalitas yang dimaksud adalah konsumsi satu orang akan suatu jasa atau barang tidak mengurangi jatah konsumsi orang lain. Contoh jasa perlindungan polisi akan seseorang tidak akan mengurangi jatah jasa perlindungan polisi untuk orang lain. Sedangkan yang dimaksud tidak bisa dikecualikan adalah barang atau jasa publik tidak bisa mengecualikan konsumsi bagi masyarakat yang membayar atau tidak membayar untuk konsumsi barang tersebut. Contohnya adalah konsumsi taman kota tentu tidak bisa hanya dikhususkan bagi mereka yang membayar pajak saja. Karena dua sifat barang publik ini maka pasar dalam hal ini yang dimaksud adalah perusahaan swasta tidak akan tertarik untuk menyediakannya. Tugas pemerintah lewat kebijakan publiklah untuk menyediakannya. 4. Adanya Informasi yang Asimetris Dalam kehidupan ekonomi seringkali terjadi arus informasi yang tidak simetris. Arus informasi yang tidak simetris ini menyebabkan yang diuntungkan hanya satu pihak saja sehingga persaingan usaha berlangsung tidak adil. Contoh yang paling sering diambil adalah kasus pelanggaran di Bursa saham yang dikenal dengan nama “Insider Trading” (Perdagangan karena informasi orang dalam). Kasusnya sebagai berikut: sebelum laporan keuangan dipublikasikan kepada publik maka ada karyawan yang mengetahui isi laporan keuangan tersebut. Misalnya dalam laporan keuangan tersebut ada informasi bahwa keuntungan perusahaan sangat besar. Keuntungan perusahaan yang sangat besar akan mendongkrak harga sahamnya di bursa. Lalu “orang dalam” (karyawan) ini membocorkan laporan tersebut kepada seseorang sehingga orang tersebut mengetahui hal tersebut lebih dahulu dibanding orang lain. Atas dasar informasi itu orang tersebut memborong saham perusahaan yang dibocorkan laporan keuangannya. Dan setelah laporan keuangan itu dipublikasikan maka harga saham perusahaan itu naik dan orang yang mendapat informasi itu menjual kembali

Riptek, Vol.1, No.2, Tahun 2008, Hal.: 47 - 51 saham yang dibelinya dan ia mendapatkan untung besar. Maka dibutuhkan campurtangan pemerintah dan memang ada kebijakan pemeintah yang melarang adanya Insider Trading di Bursa saham. Instrumen-Instrumen Kebijakan Publik Menurut beberapa literatur kebijakan publik, ada beberapa piranti atau instrumen yang digunakan dalam kebijakan publik. Beberapa kebijakan publik beserta instrumennya diantaranya adalah: 1. Target-target kebijakan yang ditetapkan, misalnya target: angka kemiskinan, angka melek huruf, angka pengangguran, inflasi, suku bunga, dan lain-lain. Target tersebut bisa sekaligus sebagai instrumen karena dengan target tersebut bisa senantiasa dievaluasi apakah kebijakan-kebijakan untuk mencapai target tersebut sudah pada jalur yang benar (on the right track). 2. Kebijakan Fiskal atau Kebijakan Anggaran (APBN untuk pusat dan APBD untuk Pemerintah Propinsi dan Kabupaten atau Kota). Kebiajkan fiskal ini meliputi 2 (dua) sisi, yaitu: (a) Sisi penerimaan, instrumen kebijakannya pajak, retribusi, serta penerimaan non-pajak misal dari pengelolaan asset-asset daerah; dan (b) Sisi pengeluaran instrumennya alokasi anggaran per sektor, pemberian berbagai subsidi, dan lain-lain. 3. Kebijakan Moneter yaitu kebijakan untuk mengatur besaran-besaran moneter yaing meliputi jumlah uang beredar, suku bunga, dan kredit untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk Indonesia tujuan kebijakan moneter adalah terutama untuk pengendalian nilai tukar dan iflasi. Pihak yang berwenang melakukan kebijakan moneter adalah Bank Indonesia. Pemerintah baik pusat maupun daerah tidak bisa mencampuri urusan kebijakan moneter ini. Insrumen yang digunakan dalam kebijakan monter adalah Giro Wajib Minimum (GWM), Operasi Pasar Terbuka (Jual- beli SBI), Tingkat Diskonto (Bunga pinjaman Kredit Likuiditas BI), dan himbauan moral (misal untuk menurunkan suku bunga kredit). 4. Kebijakan di bidang Perdagangan, yaitu Kebijakan untuk mengatur jalannya perdagangan baik dalam negeri maupun internasional. Instumen yang digunakan adalah insentif-insentif fiskal (misal keringanan dan pembebasan pajak), penyederhanaan prosedur, penetapan beamasuk (tariff), penjatahan (kuota), dan lainlain 5. Kebijakan Redistribusi Asset Misalnya: kebijakan untuk meredistribusi lahan pertanian sesuai Undang-undang Pokok Agraria, kebijakan untuk memberikan kredit bagi golongan ekonomi

6.

7.

lemah, kebijakan untuk menutup lapangan usaha bagi golongan kuat dan lapangan usaha itu hanya diperbolehkan bagi golongan ekonomi lemah, dan lain-lain. Instumen yang digunakan adalah peraturanperaturan perundang-undangan. Kebijakan Kerjasama Pemerintah-Swasta Kebijakan Kerjasama Pemerintah-Swasta atau Public-Private Patnership (PPP) diambil karena pemerintah kekurangan dana untuk membangun infrastruktur. Berbagai bentuk kerjasama bisa dilakukan misalnya adalah Build Operate Transfer (BOT) yaitu swasta membangun suatu infrastruktur misal jalan tol, diberi kesempatan mengoperasikannya, lalu setelah jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemerintah. Instrumen yang digunakan bisa berbagai macam bisa peraturan bisa insentif-insentif fiskal seperti keringanan pajak. Kebijakan Pendapatan Kebijakan pendapatan adalah kebijakan yang langsung mempengaruhi pendapatan masyarakat. Contohnya adalah kebijakan penetapan upah minimum.

Tahap-Tahap dalam Penyusunan Kebijakan Publik Kebijakan publik yang baik disusun mengikuti tahap-tahap yang runtut. Menurut Charles O Jones dalam Ulul Albab, ada 11 tahap yang harus dilalui dalam penysunan kebijakan publik yang baik. Kesebelas tahap beserta pertanyaan logis yang menyertainya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Tahap Penyusunan Kebijakan Publik dan Pertanyaan Logisnya No Tahap Pertanyaan logis Kegiatan 1

Persepsi/Definisi

2

Agregasi

3

Organisasi

Apa yang menjadi masalah prioritas yang ingin diatasi oleh kebijakan publik Berapa banyak orang yang berpikir bahwa masalah tersebut penting/harus diprioritaskan? Atau dengan kata lain apakah masalah tersebut merupakan prioritas bagi orang banyak atau publik? Bagaimana masalahmasalah organisasi untuk menangani masalah tersebut: lembaga yang berwenang menangani, siapa

49

Kebijakan Publik Yang Pro Publik 4

Representasi

5

Penyusunan Agenda

6

Formulasi

7

Legitimasi

8

Penganggaran

9

Implementasi

10

Evaluasi

11

Penyesuaian

orang-orangnya, dll. Apakah organisasi yang dibentuk atau sudah ada yang diberi wewenang (dalam tahap 3) sudah representatif bagi publik. Bagaimana Agenda atau jadwal disusun agar kerja organisasi teratur agar bisa memecahkan msalah prioritas yang telah ditetapkan? Bagaimana formula kebijakan yang tepat untuk mengtasi masalah yang diprioritaskan? Produk hukum apakah yang diperlukan untuk melegitimasi: kebijakan, piranti kebijakan yang digunakan, serta organisasi yang berwenang? Berapa banyak anggaran yang dibutuhkan untuk kebijakan mengatasi masalah prioritas, dari mana sumber anggarannya, dan apakah dibutuhkan penyeduaian kebijakan dengan anggaran? Apakah dengan melihat kondisi dan situasi di lapangan, implementasi kebijakan perlu penyesuaian? Apakah tolok ukur keberhasilan kebijakan yang akan dilaksanakan dan siapa yang berwenang melakukan evaluasi tersebut? Apa saja yang perlu disesuaikan untuk terakhir kali sebelum kebijakan diimplementasikan?

Sumber: Ulul Albab, tersedia di http://www.unitomo.ac.id/artikel/ululalbab/ public_ polecy_9.pdf

50

(Nugroho SBM) Kebijakan Publik yang Baik (Pro Publik) Ada beberapa syarat agar kebijakan publik baik. Kebijakan publik yang baik otomatis akan sesuai dengan namanya yaitu kebijakan yang benar-benar pro publik atau melayani publik. Berdasar pengamatan dan rangkuman beberapa bacaan, syarat kebijakan publik yang pro publik tersebut adalah: 1. Melibatkan publik dalam segala tahap Pelibatan publik dalam kebijakan publik dalam segala tahap (perencanaan, implementasi, dan evaluasi) dibutuhkan agar kebijakan tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan publik. Seringkali hanya pada perencanaan saja publik dilibatkan. Hasilnya memang kebijakan tersebut ditujukan untuk publik tetapi karena dalam implemntasi dan evaluasi publik tidak dilibatkan maka bisa saja implementasinya tidak sesuai atau kalau sesuaipun tidak diikuti oleh partisipasi publik yang memadai. Dalam evaluasipun publik perlu dilibatkan supaya bisa memberi masukan pada kebijakan berikutnya agar lebih sempurna. Undang-undang tentang Pemerintah Daerah memberikan peluang bagi partisipasi publik dalam kebijakan publik yaitu dimungkinkannya dibentuk forum pemangku kepentingan (stake holders) kota atau kabupaten yang anggotaanggotanya terdiri dari berbagai pihak dan unsur masyarakat. Meskipun ada forum seperti itu, partisipasi langsung masyarakat misalnya lewat kotak pengaduan seharusnya juga dibuka. 2. Realistik Kebijakan publik yang baik juga harus realistik. Realistik dalam arti kebijakan tersebut harus benar-benar bisa diterapkan dan dengan mempertimbangkan kemampuan dari pihak pemerintah baik dalam hal organisasi, personalia, maupun keuangan. 3. Transparan Transparansi kebijakan yang dimaksud adalah publik harus bisa mengakses informasi yang terkait dengan kebijakan. Hal krusial dalam kebijakan publik yang menuntut transparansi adalah masalah keuangan. Dalam ketentuan undang-undang sekarang ini sudah diharuskan APBD baik propinsi maupun kota dan kabupaten untuk memakai format yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan antara lain karena jelas tujuan penggunaannya, jelas dasar perhitungannya dan jelas tolok ukur dampak dari alokasi anggaran tersebut. 4. Jelas Tolok Ukur Keberhasilannya Kebijakan yang baik juga harus jelas tolok ukur keberhasilannya. Hal ini berguna untuk digunakan sebagai alat atau instrumen untuk melakukan evaluasi.

Riptek, Vol.1, No.2, Tahun 2008, Hal.: 47 - 51 5.

Jelas Target atau Sasarannya Kebijakan yang baik juga harus tepat sasarannya. Misalnya kebijakan pengentasan kemiskinan harus jelas kriteria siapa yang dimaksud sebagai orang miskin itu. Jangan sampai karena definisi operasional target yang tidak jelas maka kebijakan yang dilaksanakan menjadi tidak tepat sasaran atau targetnya. 6. Jelas Dasar Hukumnya Kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah juga harus jelas dasar hukumnya karena kebijakan tersebut tidak dilaksanakan di ruang hampa udara. Memilih landasan hukum yang tepat untuk suatu kebijakan memang bukan hal mudah. Contoh kasus dari tidak berjalannya pilihan dasar hukum yang tepat ini adalah berbagai peraturan daerah (Perda) yang bermasalah akhir-akhir ini. Perda-perda tersebut bermasalah karena: tidak jelas peraturan di atasnya yang menjadi payung, tidak ada peraturan di atasnya yang memayungi, bertentangan dengan perturan di atasnya, dan lain-lain. 7. Antar Kebijakan Tidak Tumpang Tindih dan Bertentangan Seringkali terjadi dalam praktek kebijakan terjadi tumpang tindih antar kebijakan dan juga terjadi pertentangan antar kebijakan publik. Tumpang tindih maksudnya adalah apa yang sudah dijangkau oleh suatu kebijakan diatur lagi oleh kebijakan lain. Misalnya saja kasus pembinaan pengusaha kecil. Hampir semua dinas dan lembaga mempunyai program pembinaan untuk pengusaha kecil. Akibatnya ada pengusaha kecil yang berkali-kali harus ikut pembinaan yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga dengan materi yang sama. Sedangkan contoh kebijakan yang bertentangan satu sama lain misalnya dulu pernah terjadi kebijakan umum APBD yang nantinya akan menjadi dasar APBD di peraturan yang satu cukup ditetapkan dengan Surat Keputusan bupati atau walikota, tetapi di peraturan yang lain harus dengan Peraturan Daerah (berarti harus disetujui oleh DPRD). Penutup Demikianlah telah diuraikan beberapa kriteria agar suatu kebijakan publik memang benar-benar pro publik. Kriteria tersebut tidak hanya yang diuraikan pada sub VI yaitu Kebijakan Publik yang Baik (Pro Publik) tetapi juga kriteria lain yang telah disebut di depan. Kriteria-kriteria tersebut adalah bidang yang menjadi ranah kebijakan adalah yang swasta atau pasar tidak mampu melaksanakannya, melalui tahap-tahap penyusunan yang baik dan runtut, jelas instrumen-instrumennya, dan tentu saja 7 kriteria khusus yang telah diuraikan di atas

(Melibatkan publik dalam segala tahap, Realistik, Transparan, Jelas Tolok Ukur Keberhasilannya, Jelas Target atau Sasarannya, jelas dasar hukumnya, dan antar kebijakan tidak tumpang tindih serta bertentangan). Semoga tulisan singkat ini bisa membantu para pembuat kebijakan publik untuk merumuskan kebijakan publik yang baik yang hasilnya adalah benar-benar pro publik. Daftar Pustaka Anonim, Kebijakan Publik, tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/ Kebijakan_ publik, diakses 28 Mei 2008 Anonim, Kebijakan Publik, tersedia di http://edyakhyari2007.files.wordpress.com/ 2008/01/kebijakan-pemerintahan1b.pdf, diakses tanggal 28 Mei 2008. Antonius Tarigan, Mencermati Dampak Kebijakan Publik dalam Menanggulangi Kemiskinan, tersedia di http://www.bappenas.go.id/index.php? module=File manager&func=download&pathext=ContentEx press/&view=20/03_Antonius%20 Tarigan.pdf , Diakses tanggal 28 Mei 2008 Edi Suharto, Modal Sosial dan Kebijakan Publik, tersedia di http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/ MODAL_SOSIAL_DAN_KEBIJAKAN_SOSIA.p df, diakses tanggal 28 Mei 2008 Eko Prasojo, Soal Banyaknya Perda yang Dibatalkan, tersedia di http://opinibebas.epajak.org/tag/kebijakanpublik/, diakses tanggal 28 Mei 2008 L Weimer, David, Aidan R Vining, 1992, Policy Analysis: Concepts and Practice, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Taufik B, 2002, Mikro Ekonomi untuk Kebijakan Publik , Pustaka Petronomika, Edisi Pertama, Jakarta Ulul Albab, Tahap Penyusunan Kebijakan Publik, tersedia di http://www.unitomo.ac.id/artikel/ululalbab/publi c_polecy_9.pdf, diakses 28 Mei 2008

51