kecerdasan spiritual dan hubungannya dengan penerapan nilai ...

16 downloads 1254 Views 735KB Size Report
mengembalikan serta meningkatkan kecerdasan spiritual atau jiwa seseorang. ...... Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk.
KECERDASAN SPIRITUAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENERAPAN NILAI-NILAI KEJUJURAN SISWA MTS DAARUL HIKMAH PAMULANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: Salafudin NIM: 106011000170

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

KECERDASAN SPIRITUAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENERAPAN NILAI-NILAI KEJUJURAN SISWA MTS DAARUL HIKMAH PAMULANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dosen Pembimbing

Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag NIP. 19710709 199803 1001

Oleh: Salafudin NIM: 106011000170

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul: “Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilainilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”. Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 02 September 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, ………….2010 Panitia Ujian Munaqasah Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Tanggal

Tanda Tangan

Bahrissalim, M.Ag

…………..

……………..

…………..

…………….

…………..

……………..

…………...

……………..

NIP. 19680307 199803 1 002 Sekretaris Jurusan PAI Drs. Sapiuddin Shidiq, M.Ag NIP. 19670328 200003 1 001

Penguji I Drs. H. Masan AF, M.Pd NIP. 19510521 198103 1 004 Penguji II Bahrissalim, M.Ag NIP. 19680307 199803 1 002 Mengetahui: Dekan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. NIP. 19571005 198703 1 003

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bernama: Nama

: Salafudin

NIM

: 106011000170

Jurusan

: Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul Skripsi

: “Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilainilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”.

Dosen Pembimbing: Nama

: Dr. Akhmad Sodiq, M.A.

NIP

: 19710709 199803 1001

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 02 Agustus 2010

Salafudin

ABSTRAK Nama Judul Skripsi

Fakultas/Jurusan

: Salafudin : Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/ Pendidikan Agama Islam

Proses pencerdasan bangsa dapat terlaksana jika dilakukan secara terintegrasi oleh sektor-sektor pembangunan. Salah satu sektor pembangunan tersebut adalah pendidikan. Namun betapapun tinggi ilmu pengetahuan seseorang, apabila tidak beragama, maka pengetahuannya akan digunakan untuk mencari kesenangan dan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan lain. Sedangkan kendali jiwa yang menahan dan mengontrol tindakan serta perbuatannya tidak ada, yaitu kepercayaan kepada Tuhan dan ketekunannya dalam mengindahkan ajaran-ajaran agamanya. Di sinilah letak tragisnya pengetahuan yang tidak disertai oleh jiwa taqwa kepada Tuhan, mereka tidak akan sedikitpun memperdulikan nilai-nilai kejujuran dalam proses pembelajaran. Maka dari itu guru sangat berpengaruh besar dalam mengembalikan serta meningkatkan kecerdasan spiritual atau jiwa seseorang. Karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri secara utuh. Banyak sekali dari kita yang saat ini menjalani hidup yang penuh luka dan berantakan. Dengan kecerdasan spiritual diharapkan masalah-masalah yang datang akan mudah dihadapi dan diharapkan dengan adanya penerapan kecerdasan spiritual pada peserta didik dapat meningkatkan nilai-nilai kejujuran siswa khusunya dalam proses pembelajaran dan di dalam pergaulan sehari-hari. Penulis melakukan penelitian di MTs Daarul Hikmah Pamulang dengan menggunakan sistem random sampling khususnya kelas VIII dengan menggunakan koefisien korelasi product moment. Setelah penelitian dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah 47,533 sedangkan tingkat nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah 48,488 dan angka koefisien korelasi antara kecerdasan spiritual terhadap nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang terutama kelas VIII yaitu sebesar 0,507 dengan demikian koefisien korelasinya sedang atau cukup. Berada pada rentangan 0,40 - 0,70 sehingga dapat diketahui bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara kecerdasan spiritual dengan nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang.

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilai-nilai kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan piikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan yang penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang telah membantu, sehingga patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membagi ilmunya dengan sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam membuat skripsi. 4. Abdul Ghofur, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis. 5. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan dengan skripsi ini.

ii

7. Terkhusus untuk kedua orang tuaku tercinta yang telah merawat, membesarkan, mendidik, membimbing dan mencurahkan seluruh kasih dan sayangnya dengan penuh keikhlasan serta tidak bosan-bosannya mendo’akan putra puterinya. 8. Untuk kakak-kakakku tercinta yang telah memberikan warna-warni kehidupan dan semangat serta inspirasi yang sangat berharga bagi penulis. 9. Seluruh sahabat senasib sepenanggungan yang selalu memberi kesan dan pesan dalam perjalanan hidupku. Seperti sahabat-sahabat kost, IMPP-J, HIMA-MAN Pemalang, PMII, HIKMAH Salafiyah, UKM PRAMUKA Racana Fatahillah – Nyi Mas Gandasari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Seluruh teman Mahasiswa angkatan 2006 khususnya kelas E dan anggota IRAQ dan tentunya teman-teman HISTORY CLASS yang tidak akan terlupakan sampai kapanpun kebersamaan kita baik senang, sedih, canda tawa, haru, marah dan bahagia. Terima kasih untuk semua dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Dan juga kepada teman-temanku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan yang setimpal di sisi-Nya. Semoga ukiran tinta hitam yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

jazakumullah khairan katsiran.

Jakarta, 06 Agustus 2010

Penulis

Salafudin

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK . ....................................................................................................... i KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv DAFTAR TABEL . ........................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A................................................................................................Lat ar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. ...............................................................................................Ide ntifikasi Maslaah ........................................................................... 8 C. ...............................................................................................Pe mbatasan Masalah ......................................................................... 9 D................................................................................................Per umusan Masalah ............................................................................ 9 E. ...............................................................................................Tuj uan dan Manfaat ............................................................................ 9 1. ..........................................................................................Tuj uan Penelitian .......................................................................... 9 2. ..........................................................................................Ma nfaat Penelitian ........................................................................ 9 BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ........................................................................................ 10 A................................................................................................KE CERDASAN SPIRITUAL ............................................................ 10 1. ..........................................................................................Pen gertian Kecerdasan Spiritual ................................................... 10

iv

2. ..........................................................................................Cir i-ciri Kecerdasan Spiritual ...................................................... 15 3. ..........................................................................................Car a Mengaktualkan Kecerdasan Spiritual ................................... 18 4. ..........................................................................................Fu ngsi Kecerdasan Spiritual. ....................................................... 23 B. ...............................................................................................KE JUJURAN ..................................................................................... 24 1. .......................................................................................... Arti Jujur ................................................................................. 24 2. ..........................................................................................Nil ai-nilai Kejujuran .................................................................... 25 C. KERANGKA BERPIKIR. ............................................................. 28 D. PENGAJUAN HIPOTESIS. .......................................................... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 30 A................................................................................................Te mpat dan Waktu Penelitian ........................................................... 30 B. ...............................................................................................Var iabel Penelitian .............................................................................. 30 C. ...............................................................................................Me tode Penelitian ............................................................................... 30 D................................................................................................Po pulasi dan Sampel ......................................................................... 31 E. ...............................................................................................Te knik Pengumpulan Data ................................................................ 32 F. ...............................................................................................Inst rumen Penelitian . .......................................................................... 33 G................................................................................................Te knik Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 34

v

BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 39 A................................................................................................Ga mbaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 39 1. ..........................................................................................Sej arah Berdirinya MTs Daarul Hikmah Pamulang . ................... 39 2. ..........................................................................................Vis i, Misi dan Motto MTs Daarul Hikmah Pamulang . ................ 40 3. ..........................................................................................Kip rah MTs Daarul Hikmah Pamulang . ....................................... 41 4. ..........................................................................................Pro fil MTs daarul Hikmah Pamulang ........................................... 42 5. ..........................................................................................Dat a Siswa, Guru, Tata Usaha dan Karyawan .............................. 43 B. ...............................................................................................De skripsi Data . .................................................................................. 46 1. ..........................................................................................Var iabel Bebas (Kecerdasan Spiritual) . ........................................ 46 2. ..........................................................................................Var iabel Terikat (Nilai-nilai kejujuran Siswa) . ............................ 54 C. ...............................................................................................An alisis . ............................................................................................. 62 BAB V PENUTUP .......................................................................................... 67 A................................................................................................Ke simpulan . ....................................................................................... 67 B. ...............................................................................................Sar an ................................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 71 LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Tabel. 1

Kisi-kisi Instrumen Penelitian ………………………………… 33

Tabel. 2

Penafsiran Prosentase ………………………………………… 35

Tabel. 3

Interpretasi terhadap “r” Product Moment …………………... 37

Tabel. 4

Profil MTs Daarul Hikmah Pamulang ……………………….. 42

Tabel. 5

Jumlah Guru, TU dan Karyawan …………………………….. 43

Tabel. 6

Keadaan Siswa Semester Genap ……………………………. . 45

Tabel. 7

Berkaitan dengan Keimanan …………………………………. 46

Tabel. 8

Berkaitan dengan Keilmuan …………………………………. 47

Tabel. 9

Berkaitan dengan Pengendalian Diri ………………………… 49

Tabel. 10

Berkaitan dengan Pergaulan Sosial ………………………….. 50

Tabel. 11

Skor Skala Likert kecerdasan Spiritual (Variabel X) ……....... 52

Tabel. 12

Kejujuran dalam Evaluasi Pembelajaran …………………….. 54

Tabel. 13

Kejujuran di Luar Proses pembelajaran ……………………… 55

Tabel. 14

Kejujuran yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri ……….. 57

Tabel. 15

Kejujuran dalam Proses Pembelajaran ………………………. 58

Tabel. 16

Skor Skala Likert Nilai-nilai Kejujuran Siswa (Variabel Y)… 59

Tabel. 17

Angka Hasil Perhitungan Variabel X dengan Variabel Y …... 62

Tabel. 18

Nilai Hasil Perhitungan ……………………………................ 64

vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Segala sesuatu yang terjadi pada manusia bukan begitu saja ada dan berada, tetapi senantiasa berencana dan membuat skenario sejarah kehidupannya baik yang telah lalu dan yang berbentuk perencaan pada masa depan. “Temuan-temuan pengkajian tentang manusia saat ini telah menunjukkan manfaat yang multi-disiplin. Dalam bidang psikologi misalnya, teori-teori tentang pendidikan, tidak saja untuk kepentingan psikologi semata, tetapi juga untuk bidang-bidang lain seperti sejarah, ekonomi, politik, sosial, bahkan agama”. 1 Permasalah yang muncul kemudian adalah apakah sesuatu yang memiliki nilai pragmatis yang didasarkan atas pengkajian empiriseksperimental selalu sejalan dengan nilai-nilai kebenaran yang idealis seperti penerapan

nilai-nilai

kejujuran,

keadilan,

kesabaran,

ketawadhuan,

sebagaimana Islam dan ajaran-ajaran lain yang tentunya mengajarkan kepada kebenaran dan kebaikan. Saat ini manusia hidup di tengah-tengah kegalauan peradaban modern dalam menemukan bentuk jati dirinya. Terbukti dengan munculnya berbagai macam permasalahan di bidang pendidikan, seperti masalah orientasi, tujuan dan proses pendidikan, menyebabkan terjadinya ketimpangan dan penurunan nilai-nilai moral diantaranya nilai kejujuran. Bahkan telah menjalar dan 1

Fadilah Suralaga dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Press, 2005), cet. ke-1, hlm. 1

1

2

merasuk kepada nilai-nilai agama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan dan penurunan nilai-nilai kebenaran yang seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan. Setidaknya apa yang terjadi di Indonesia belakangan ini bisa dijadikan ukuran. Ketika terjadi krisis ekonomi dan politik, bersamaan dengan itu konflik sosial pun bermunculan di berbagai daerah. Bangsa Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai bangsa yang ramah dan memiliki tata krama yang tinggi pun kini berubah menjadi bangsa yang brutal dan bengis, seolah-olah seperti bangsa yang tidak beragama. Mencari orang jujur saat ini semakin sulit, yang banyak ditemui adalah orang yang memiliki kepribadian ganda yaitu kejujuran dan kemunafikan bercampur menjadi satu. Nilai-nilai kejujuran tidak lagi menjadi esensi dan pegangan hidup seseorang, tetapi telah menjadi alat untuk memperjuangkan berbagai kepentingan sempit. Dengan kata lain, kejujuran yang seharusnya menjadi nilai etis yang mewarnai hidup kita telah tereduksi sekedar menjadi pemanis bibir di dalam kehidupan masyarakat. Sementara perilaku dan tindakannya jauh dari nilai-nilai kejujuran. Orang jujur banyak di dalam masyarakat, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kemunafikan telah menjadi fenomena umum di masyarakat. Sindrom verbalisme kejujuran yang menjadikan kejujuran hanya sebagai pemanis bibir adalah fenomena “masyarakat yang sakit”. Karena, kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung telah mendapat legitimasi dari masyarakat. Dalam masyarakat tersebut, nilai-nilai sosial dan agama semakin termarjinalkan posisinya dalam melakukan kontrol terhadap prilaku anggota masyarakat. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah praktek ketidakjujuran yang dilakukan oleh seorang peserta didik dalam proses pembelajaran, nilai-nilai kejujuran yang seharusnya diterapkan mulai dari kita mendapatkan pendidikan formal tercoreng dengan kurang diperhatikannya nilai-nilai kejujuran. Misalnya seorang peserta didik yang mencontek ketika ulangan berlangsung, dianggapnya sebagai kejadian yang wajar dilakukan peserta didik yang notabennya masih muda, padahal kejujuran harus diterapkan sedini mungkin agar mengakar di dalam hati dan senantiasa diterapkan dalam kehidupan

3

sehari-hari apapun keadaannya. Dalam kasus yang bisa dikatakan sudah tidak menjadi rahasia umum lagi, “bahwa dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang terjadi adalah para peserta didik memberikan kunci jawaban kepada temannya dan mereka sebarkan ke teman yang lain agar dapat menjawab seluruh pertanyaan yang diujikan”. 2 Hal tersebut merupakan suatu kesalahan yang tertanam semenjak dini, mereka merasa itu perbuatan yang biasa-biasa saja, padahal hal tersebut akan menjadi kebiasaan buruk yang akan dibawa ke jenjang yang lebih tinggi dan bahkan bisa juga akan menjalar ke tingkah laku sehari-hari. Kasus lain pun banyak terjadi disaat maraknya penerimaan siswa baru dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Salah satu kasus terjadi di tempat pendaftaran siswa atau mahasiswa baru, “beberapa anggota dewan meloby panitia dengan memberikan sejumlah uang agar putra putrinya dapat diterima di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi negeri dengan mudah”. 3 Hal tersebut

merupakan

perbuatan

yang

tidak

mencerminkan

kejujuran.

Seharusnya semua calon peserta baru diperlakukan sama dengan yang lain sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku, tanpa ada pembedaan anak pejabat atau orang biasa semua ketentuan harus dilalui dan dijalani dengan jujur. Sesuatu yang sangat berpengaruh dari dalam diri manusia ternyata benar-benar ada. “kecerdasan” itulah terminologi yang mula-mula dinisbatkan oleh para ilmuan. Kecerdasan adalah sesuatu yang berdiam dalam diri manusia. Kecerdasan bisa saja diartikan semacam kemampuan, ketangkasan, kelihaian dan kecerdikan. Orang-orang berpacu untuk menjadi manusia yang cerdas, karena hanya dengan kecerdasanlah seseorang bisa menjadi yang terpandai dan sukses. Setidaknya ketika manusia menyebut cerdas maka yang terbesit dan terbayang adalah kelihaian dan kecanggihan kerja otak. Otak yang cerdas tentunya menjadi idaman setiap orang, ketika yang terjadi demikian, maka para pakarpun menjadi tertarik untuk meneliti otak, lalu mulailah otak diteliti dengan berbagai metode, sehingga “ditemukanlah dalam otak itu, syaraf-syaraf yang bisa dikembangkan, kejeniusan otak, otak 2 3

Nusantara, Koran Kompas, sabtu, 29 Mei 2010, (NIK/ABK), hlm. 23 Didaktika, Koran Republika, kamis 01 Juli 2010, hlm. 9

4

kanan dan otak kiri, kalau otak kanan kecenderungannya ke mana, kalau otak kiri ke mana, dan hal-hal lain yang terkait dengan otak”. 4 Di samping itu pula dapat ditemukan kelemahan-kelemahan dari otak tersebut. Contohnya Albert Enstein sebagai manusia yang memiliki otak jenius dari jutaan otak yang ada di dunia yang dimiliki manusia. Ketika ada berita Enstein sebagai orang yang amat pandai otaknya, dia dielu-elukan sebagai orang yang jenius, hal itu menggugah masyarakat untuk mengukur kecerdasan otaknya. Maka berbondong-bondonglah manusia berdatangan kepada para pakar untuk mengukur kecanggihan dan melihat otaknya. Karena sudah tertanam dalam benak mereka, bahwa orang yang hebat kerja otaknya dia adalah orang yang hebat dan akan sukses sebagaimana Enstein, mereka sudah mengasumsikan otak adalah segalanya di dunia dan menjadi standar bagi kesuksesan manusia. Persepsi seperti ini masih berkembang dan berakar di masyarakat Indonesia sampai saat ini. Lahirlah term baru yang cukup fenomenal yang kemudian menjadi icon pertama bagi lahirnya terminologi kecerdasan, yaitu apa yang disebut IQ (Intellectual Quotient) atau “Kecerdasan Intelektual”. IQ ini sangat populer khususnya di dunia pendidikan, bagaimana tidak, dalam dunia pendidikan atau kalangan akademisi kepiawaian kognisi merupakan hal paling dijargonkan, diutamakan dan menjadi simbol menentukan dari keberhasilan pendidikan. Dengan kecerdasan intelektual orang dapat menguasai dunia, dengan kecerdasan intelektual siswa dapat menjadi bintang kelas, dan dengan kecerdasan intelektual orang akan menjadi yang paling hebat. Benar bahwa dalam diri manusia memang masih banyak tersimpan potensi lain selain hanya kecerdasan otak semata, bahkan potensi-potensi itu dapat menjadi faktor utama bagi kesuksesan manusia sendiri. Pada akhirnya kelemahan-kelemahan dari kecerdasan otak (IQ) mulai terkuak setelah kurang lebih selama satu abad lamanya banyak orang yang mengagung-agungkan kemampuan otak dibandingkan yang lain. Karena, tiba-tiba orang yang cerdas 4

Dedhi Suharto, AK, Qur’anic Quotient (QQ), (Jakarta: Yayasan Ukhuwah, 2003), cet. ke-1, hlm. 10

5

otaknya menjadi seorang yang pemurung, orang yang lihai menjadi kaku, orang yang jago berbicara menjadi seorang yang pendiam, situasi ini justru menggambarkan bahwa orang-orang yang cerdas lebih bodoh dari orangorang yang biasa-biasa saja. Kalaupun tidak sebodoh orang biasa yang semula cerdas dalam sekolahnya berubah menjadi orang yang berandal, brutal, egois dan bahkan dapat melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh masyarakat dan agama. Berdasarkan hasil survey di Amerika Serikat pada tahun 1918 tentang IQ ternyata ditemukan sebuah paradoks yang membahayakan. Ketika skor IQ anak-anak makin tinggi, maka emosi mereka justru menurun. Yang paling mengkhawatirkan lagi adalah dari hasil survey besarbesaran terhadap orang tua dan guru bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi ketimbang dengan generasi pendahulunya. Jika disamakan secara rata, anak-anak sekarang tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan lebih sulit diatur, lebih gugup dan cenderung cemas, impulsif dan agresif. 5 Para ilmuan mengkaji dan meneliti situasi paradoks ini. Ada apa dengan orang-orang cedas otaknya, kenapa mereka menjadi tidak cerdas kembali, apa yang mempengaruhi dan membuat mereka begini? Kemudian ditemukan peran emosi terhadap diri seorang anak, orang yang cerdas secara kognisi ternyata mengalami tekanan perasaan yang begitu dalam, sehingga ia berubah seratus persen dan kecerdasan intelektualnya menjadi kurang domianan, dengan sendirinya kenyataan menjawab. Kalau sebenarnya persepsi manusia sebelumnya telah salah, masih ada faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap belajarnya seorang pelajar, yaitu emosi. Emosi kemudian menjadi piranti yang perlu mendapat perhatian serius dan ternyata juga perlu dicerdaskan karena berpengaruh besar terhadap perkembangan dan keberhasilan belajar. Lahirlah terminologi kecerdasan emosi (Emotional Quotient) yang disingkat menjadi EQ. “Penemuan ini sangat fenomenal dan membuat dunia cukup terkesima, dengan penemuan ini diharapkan problema yang selama ini menggandrungi dunia pendidikan 5

Ary Ginanjar Agustian, ESQ Emotional Spiritual Quotient, (Jakarta: Arga, 2001), cet. ke- 2, hlm. 1

6

khususnya dalam proses pembelajaran dapat terpecahkan”.6 Keinginan untuk memecahkan persoalan besar yang dihadapi membuat manusia selalu berlebihan terhadap teori yang dimiliki, manusia terlalu mengandalkan dan seakan-akan menuhankan temuannya, oleh karena problemnya berada pada emosi, kemudian konsentrasi manusia terpatri sepenuhnya terhadap gejalagejala perasaan dan mengabaikan hal lain, manusia terjebak pada ruang yang tidak kalah bermasalahnya dari problem sebelumnya, bahkan problem yang dihadapi lebih kompleks dan semakin rumit. Kecerdasan emosi ternyata hanya dapat menyelesaikan satu persoalan dari jutaan persoalan yang dihadapi manusia. Karena ketika kecerdasan emosi terus digalakkan, kecerdasan ini menjadi dominan dan mengungguli kecerdasan intelektual, sehingga hasilnya, seorang anak menjadi sangat perasa, lemah dan pesimis dalam menghadapi pelajaran, kenyataan ini sama sekali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Harapan kita kecerdasan emosi dapat bekerja sama dengan kecerdasan intelektual dan saling memback up dan juga saling melengkapi dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran. Kedua kecerdasan ini seakan-akan tidak pernah akur dan bahkan berkompetisi untuk saling mendominasi dan menguasai antara satu dengan lainnya. Andaikan keduanya dapat berjalan beriringan dan bahkan saling melengkapi, tentunya hasil belajar akan sangat mengesankan. Di sinilah diharapkan kembali peran pendidikan untuk mengatasi persoalan ini, karena persoalan ini bagian dari signifikansi dan pentingnya dunia pendidikan. Lahirlah kemudian Quantum Learning dengan konsep belajar aktifnya, yang semakin populer setelah Emotional Quotient, kemudian lahir pula fisika kuantum dan paradigma sosial politik yang lebih komunikatif (demokrasi dan HAM) sebagai salah satu upaya untuk mengatasi problema tersebut. “Tidak ketinggalan negeri ini pun ikut-ikutan merespon perkembangan dalam pendidikan, muncullah paradigma pendidikan nasional sebagai wahana belajar

6

Daniel Goleman, Working with Emotional Inteligence, (New York: Bantam Book, 1999), hlm. 13

7

hidup atau life learning”. 7 Guna menyatukan kedua kecerdasan yang sangat dominan dalam diri manusia. Kendatipun kedua kecerdasan ini menyatu dan bekerja sama, belum ada jaminan suasana belajar akan lebih efektif, produktif dan akan lebih berkembang. Tetapi minimal dengan lahirnya kedua kecerdasan ini, dapat diketahui bahwa dalam diri manusia terdapat sesuatu yang berharga, artinya kedua kecerdasan ini merupakan awal informasi untuk pengkajian lebih dalam terhadap diri manusia yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Hal itu menjadi awal yang baik untuk mengantarkan diri para pelajar pada puncak idealitas belajar. Meminjam bahasa Igo Ilham “Dengan kecerdasan intelektual dan emosional manusia telah mampu sampai pada bukit-bukit ilmu, tapi belum sampai pada gunungnya ilmu”. 8 Ungkapan ini jelas mengilustrasikan bahwa masih ada tingkatan yang lebih tinggi dari hanya sekedar kedua kecerdasan tersebut, yang mana hal itu harus dicapai dalam proses pembelajaran agama Islam khususnya. Proses pencerdasan bangsa baru bisa terlaksana jika dilakukan secara terintegrasi oleh sektor-sektor pembangunan. Salah satu sektor pembangunan adalah pendidikan. Namun betapapun tinggi ilmu pengetahuan seseorang, apabila tidak beragama, maka pengetahuannya itu akan digunakan untuk mencari

kesenangan

dan

keuntungan

sendiri

tanpa

memperhatikan

kepentingan lain. Sedangkan kendali jiwa yang menahan dan mengontrol tindakan dan perbuatannya tidak ada, yaitu kepercayaan kepada Tuhan dan ketekunannya dalam mengindahkan ajaran-ajaran agamanya. Di sinilah letak tragisnya pengetahuan yang tidak disertai oleh jiwa taqwa kepada Tuhan, mereka tidak akan sedikitpun memperdulikan nilai-nilai kejujuran dalam proses pembelajaran. Maka dari itu guru sangat berpengaruh besar dalam mengembalikan serta meningkatkan kecerdasan spiritual atau jiwa seseorang. Karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu 7

Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam, (Jogyakarta: Tiara Wacana, 2002), cet. ke- 1, hlm. 166 8 Dedhi Suharto, AK, Qur’anic Quotient (QQ), (Jakarta: Yayasan Ukhuwah, 2003), cet. ke-1, hlm. 2

8

menyembuhkan dan membangun diri secara utuh. “Banyak sekali dari kita yang saat ini menjalani hidup penuh luka dan berantakan. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berada di bagian diri yang dalam, berhubungan dengan kearifan di luar ego atau pikiran sadar”. 9 Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul “Kecerdasan Spiritual dan hubungannya dengan penerapan nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”. Karena dengan menggunakan kecerdasan spiritual dapat menjadi kreatif, lebih cerdas secara spiritual dalam pembelajaran dan dalam beragama. Untuk itu, menghadapi persoalan manusia modern sekarang ini kecerdasan spiritual dapat menjadi salah satu upaya untuk mengembalikan jati diri manusia kepada fitrah dan penciptaannya untuk berbakti kepada Allah.

B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas, timbullah beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, antara lain: 1. Terdapatnya persepsi yang salah baik dalam keluarga maupun lembaga pendidikan bahwa proses pembelajaran hanya menekankan kepada salah satu pengembangan kecerdasan. 2. proses pembelajaran yang hanya menekankan pada pengembangan nilainilai kognitif. 3. Masih minimnya perhatian terhadap pengetahuan pendidik tentang pentingnya kecerdasan spiritual. 4. Merosotnya nilai-nilai kejujuran di kalangan lulusan lembaga pendidikan 5. Kurang efektifnya pembelajaran agama dalam membentuk nilai-nilai kejujuran.

9

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj dari SQ: Spiritual Intellegence the Ultimate Intellegence oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2001), cet. ke-2, hlm. xxvii

9

C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi yang telah diuraikan dan karena terlalu luas pembahasan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi pada: 1. Persepsi yang kurang tepat dalam keluarga maupun lembaga pendidikan bahwa

proses

pembelajaran

hanya

mengedepankan

Kecerdasan

Intelektual, tanpa mementingkan Kecerdasan Spiritual. 2. Minimnya penerapan nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari ketika masih di sekolah maupun setelah lulus dari lembaga pendidikan. 3. Kurang efektifnya pembelajaran agama Islam dalam membentuk nilai-nilai kejujuran khususnya dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka dapat dirumuskan: “Sejauhmana hubungan kecerdasan spiritual dengan penerapan nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”. E. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Untuk menjelaskan hubungan Kecerdasan Spiritual (SQ) dengan penerapan nilai-nilai kejujuran MTs Daarul Hikmah Pamulang. 2. Manfaat Penelitian a. Memasyarakatkan

konsep

spiritual

pada

dunia

pembelajaran/

pendidikan b. Sebagai tawaran alternatif dan bahan acauan perbaikan hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran. c. Dapat dijadikan salah satu sumbangan dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. d. Memotivasi para pendidik dan peserta didik untuk selalu mengisi jiwanya dengan nilai-nilai spiritual dalam masa pembelajaran. e. Setidaknya merubah pola pikir seseorang yang terlalu mengidamidamkan kecerdasan intelektual (IQ) tanpa diimbangi kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) agar dalam hidupnya ada pengendali diri yang dapat mengarahkan ke dalam kebaikan.

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. KECERDASAN SPIRITUAL 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual Banyak definisi yang diajukan oleh para sarjana, namun satu nama lain berbeda, sehingga tidak memperjelas definisi kecerdasan secara tepat. Claparede

dan

Stern

misalnya,

mendefinisikan

arti

intelligence/

“kecerdasan adalah penyesuaian diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru. Sedangkan K. Buhler memberi definisi yang sangat luas, yaitu: intelligence/kecerdasan adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian”. 1 Kecerdasan (dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan dalam bahasa Arab disebut al-dzakra’) menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara tepat dan sempurna. Begitu cepat penangkapannya sehingga Ibnu Sina, seorang psikolog falsafi, menyebutkan kecerdasan sebagai kekuatan intuitif (al-hads). 2 Pengertian kecerdasan yang dipahami selama ini seakan-akan hanya berkaitan dengan kepandaian, sehingga digambarkan dengan ukuranukuran intelektualitas dan ilmu pengetahuan semata. Kalaupun kemudian

1

Jejen, Kecerdasan Akal Menurut Hadits, Kordinat (Jakarta), 02 Oktober 2005, h. 17 Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-2, h. 317 2

10

11

aspek kecerdasan dihubungkan dengan masalah yang bernuansa spiritual, itu pun masih bersifat substansial. Lewat bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, Howard Gardner mengemukakan bahwa selama ini kita cenderung mempersepsikan kecerdasan terlalu sempit, yaitu mengarah pada IQ. Padahal manusia mempunyai bermacam kecerdasan yang seringkali terabaikan oleh diri kita sendiri. Kecerdasan menurut Howard Gardner adalah kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nilai IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi. 3 Dalam Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences Theory) ada 9 jenis kecerdasan manusia, yaitu: Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematis-Logis, Kecerdasan Spasial, Kecerdasan Kinestetis-Jasmani, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Naturalis, Kecerdasan Eksistensial. Teori ini berdasarkan pakar Psikologi Harvard Howard Gardner. Gardner mengemukakan bahwa pandangan klasik percaya bahwa inteligensi merupakan kapasitas kesatuan dari penalaran logis, di mana kemampuan abstraksi sangat bernilai. Pada mulanya kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktural akal (intellect) dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif (al-majal al-ma’rifi). Namun pada perkembangan berikutnya, disadari bahwa kehidupan manusia bukan sematamata memenuhi struktural akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif (al-majal al-infi’ali) seperti kecerdasan spritual. 4 Pengertian kecerdasan menurut tokoh psikologi David C. Edward seperti dikutip oleh Alisuf Sabri dalam buku “psikologi pendidikan” sebagai berikut: “Intelligent Is a General Capacity of Behave in an Adaptable and Acceptable Manner. Dari pengertian ini dapat disimpulkan 3

Fandi Tarakan, (http://fandi4tarakan.wordpress.com/2010/01/03/teori-multipleintelligence/) diakses pada hari senin 06 September 2010. 4 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-2, h. 317.

12

bahwa kecerdasan adalah kemampuan umum mental individu yang tampak dalam cara bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah (problem solving)”. 5 Faldam mendefinisikan “kecerdasan sebagai kemampuan memahami dunia, berpikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan”. 6 Dalam pengertian ini, kecerdasan terkait dengan kemampuan memahami lingkungan atau alam sekitar, kemampuan penalaran atau berpikir logis, dan sikap bertahan hidup dengan menggunakan sarana dan sumber-sumber yang ada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami lingkungan atau alam sekitar serta berpikir rasional guna menghadapi tantangan hidup serta dapat memecahkan berbagai problem yang dihadapi. Suparman menjelaskan yang dimaksud kecerdasan (intelligence) adalah “kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan dan pandai melaksanakannya dalam praktik. Potensi kecerdasan meliputi: kemampuan memahami, kemampuan menganalisa, kemampuan membuat keputusan, sampai pada kemampuan menjalankan (mengeksekusi)”. 7 Dalam hal ini yang terlibat bukan hanya kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual juga”. Sedangkan pengertian spiritual adalah kejiwaan, rohani, batin, mental atau moral. 8 Secara bahasa, kata spiritual menurut Loran Bagus dalam kamus filsafatnya memiliki beberapa makna: a. Immateri, tidak jasmani, terdiri dari roh. b. Mengacu pada kemampuan-kemampuan lebih tinggi (mental, intelektual, esthetic, religious) dan nilai-nilai pikir.

5

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2002), h. 116 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), cet. Ke-1, h. 59 7 Ririen Kusumawati, Artificial Intelligence Menyamai Kecerdasan Buatan Ilahi? (Malang: UIN Malang Press, 2007), cet. 1, h. 46 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Perum Balai Pustaka, 1998), h. 856 6

13

c. Mengacu pada nilai-nilai keislaman yang non materi seperti keindahan, kebaikan, cinta kebenaran, belas kasihan, kejujuran dan kesucian. d. Mengacu pada perasaan dan emosi religious dan esthetic. 9 Menurut Khalil Khavari, “kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita, ruh manusia inilah intan yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya secara apa adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi”. 10 Dalam Emotional Spiritual Quotient (ESQ), “kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan kecerdasan rasional, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual secara komprehensif”. 11 Kecerdasan Spiritual mampu menilai suatu tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lainnya. Kecerdasan ini dapat membedakan sesuatu hal, baik atau buruk. Kecerdasan ini pula memberikan rasa moral, kemampuan menyesuaiakan aturan yang kaku, dan kemampuan memahami cinta sampai pada batasannya. Kecerdasan Spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang yang taat beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Seringkali mereka memiliki sikap fanatisme, eksklusivisme, dan intoleransi terhadap pemeluk agama lain, sehingga mengakibatkan permusuhan dan peperangan. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humansi-non-agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inclusive, setuju dalam perbedaan (agree un disagreement), dan penuh toleran. Hal ini menunjukkan bahwa makna “Spirituality” (keruhanian) di sini tidak selalu berarti agama atau bertuhan. 12 9

Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Vanhoeve, 1998), jilid VI, cet. ke-1, h. 3279 10 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Keerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj dari SQ: Spiritual Intelligence the Ultimate Intelligence oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2001), cet. ke-2, h. xxvii 11 Ary Ginanjar Agustian, ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), h. 46-47 12 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-2, h. 324

14

“Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, bahkan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi”. 13 Intelektual akan lebih terarah ke tempat yang benar dengan adanya kecerdasan spiritual. Begitu pula dengan kecerdasan emosi, apabila diiringi dengan kecerdasan spiritual maka dunia dan akhirat dapat diraih, karena kecerdasan spiritual dapat dijadikan tolak ukur dan pegangan dalam bersikap. Cara kerja pemikiran kecerdasan spiritual berpusat pada otak. Kecerdasan spiritual tidak harus berhubungan dengan suatu agama. Kecerdasan ini dapat menghubungkan seseorang dengan makna dan ruh esensial di belakang semua agama yang ada. Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang dapat menyatukan hal yang bersifat intra-personal dan inter-personal serta dapat menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dengan orang lain. Pada hakikatnya seseorang dapat menggunakan kecerdasan spiritual untuk mencapai diri yang lebih utuh, karena berhak memiliki potensi tersebut. 14 Dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual seperti konsistensi (istiqamah), kerendahan hati (tawadhu), berusaha dan berserah diri (tawakkal), ketulusan/sincerity (ikhlas), totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan) itu dinamakan akhlakul karimah. 15 Dengan adanya nilai-nilai kebaikan (akhlakul karimah) tersebut yang tercermin dalam perilaku sehari-hari, tentunya akan semakin memberikan kesadaran kepada setiap individu untuk selalu menerapkan nilai-nilai kejujuran dalam proses pembelajaran yang akan selalu memberikan pancaran kebaikan di masa yang akan datang. Sehingga apa yang dicitacitakan akan tercapai yaitu mencetak generasi-generasi bangsa yang berilmu pengetahuan dan beragama dengan baik serta berakhlakul karimah.

13

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual …, h. 4 Amir Teuku Ramly, Pumping Talent, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2004), cet-2, h. 15-16 15 Ary Ginanjar Agustian, ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), h. 280 14

15

Menurut

Jalaluddin

Rakhmat

“kecerdasan

spiritual

sebagai

kemampuan orang untuk memberi makna dalam kehidupan atau kemampuan untuk tetap bahagia dalam situasi apapun tanpa tergantung kepada situasi”. 16

Dari berbagai pendapat tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menghadapi dan memecahkan berbagai makna serta kemampuan memberi makna nilai ibadah dalam kehidupannya agar menjadi manusia yang sempurna agar tercapainya kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

2. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual Orang-orang yang bisa berpikir dan memiliki kecerdasan spiritual dan mengetahui sesuatu secara inspiratif, tidak hanya memahami dan memanfaatkan sebagaimana adanya, tetapi mengembalikannya pada asal ontologisnya, yakni Allah SWT. a. b. c. d. e. f. g. h.

Kecerdasan spiritual ditandai dengan sejumlah ciri, yaitu: Mengenal motif kita yang paling dalam. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi. Bersikap responsif pada diri yang dalam. Mampu memanfaatkan dan mentransendenkan kesulitan. Sanggup berdiri, menentang, dan berbeda dengan orang banyak. Enggan mengganggu atau menyakiti orang dan makhluk yang lain. Memperlakukan agama cerdas secara spiritual. Memperlakukan kematian cerdas secara spiritual. 17 Motif yang paling dalam berkaitan erat dengan motif kreatif. Motif

kreatif adalah motif yang menghubungkan kita dengan kecerdasan spiritual. Ia tidak terletak pada kreatifitas, tidak bisa dikembangkan lewat IQ. IQ hanya akan membantu untuk menganalisis atau mencari pemecahan soal secara logis. Sedangkan EQ adalah kecerdasan yang membantu kita untuk bisa menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitar kita. Berempati dengan orang-orang di sekeliling kita, bisa bersabar menerima 16

Beniglarashati, “Kecerdasan Emosional VS Kecerdasan Spiritual,” artikel diakses pada 03 September 2010 dari http://beninglarashati.wordpress.com 17 Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. ke-2, h. 25

16

orang lain apa adanya serta bisa mengendalikan diri. Tetapi, untuk bisa kreatif kita memerlukan suatu kecerdasan, yaitu kecerdasan spiritual. Jadi, motif kreatif adalah motif yang lebih dalam, dan salah satu ciri orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang mengetahui motifnya yang paling dalam. Berikutnya ialah ia mempunyai kesadaran yang tinggi. Maksudnya adalah dia memiliki tingkat kesadaran bahwa dia tidak mengenal dirinya lebih, karena ada upaya untuk mengenal dirinya lebih dalam. Misalnya, dia selalu bertanya siapa diriku ini? Sebab hanya mengenal diri, maka dia mengenal tujuan dan misi hidupnya. Jadi, orang yang tingkat kecerdasan spiritualnya tinggi adalah orang yang mengenal dirinya dengan baik. Ciri selanjutnya ialah, bersikap responsif pada diri yang dalam. Artinya melakukan introspeksi diri, refleksi dan mau mendengarkan dirinya. Kemudian kita kadang-kadang baru mau mendengarkan suara hati nurani ketika ditimpa musibah. Misalnya, tiba-tiba usaha kita bangkrut, dikecewakan oleh orang yang kita percayai. Keadaan seperti ini mendorong kita untuk melakukan introspeksi diri dengan melihat ke dalam hati yang paling dalam. Melihat ke hati yang paling dalam ketika menghadapi musibah disebut mentransenden kesulitan. Orang yang cerdas secrara spiritual tidak mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain sewaktu menghadapi kesulitan atau musibah, tetapi menerima kesulitan itu dan meletakkannya dalam rencana hidup yang lebih besar, dan memberikan makna kepada apa yang terjadi pada dirinya, dan ini berarti bahwa orang yang cerdas secara spiritual bertangung jawab itu kepada orang lain. Ciri kecerdasan spiritual berikutnya adalah berani berbeda dengan orang banyak. Manusia mempunyai kecenderungan untuk ikut arus atau trend, seperti trend rambut, pakaian, kebiasan hidup dan bahkan sampai kepada bentuk pemikiran. Orang yang cerdas secara spiritual mempunyai pendirian dan pandangan sendiri walaupun harus berbeda dengan pendirian dan pandangan orang banyak.

17

Kemudian ciri kecerdasan spiritual selanjutnya ialah merasa bahwa alam semesta ini adalah sebuah kesatuan, sehingga kalau mengganggu apapun dan siapapun pada akhirnya akan kembali kepada diri sendiri. Misalnya, kalau menyakiti orang lain nanti akan disakiti pula. Kalau merusak alam nantinya akan menimbulkan kesulitan atau musibah, seperti banjir dan tanah longsor. Karena itu orang yang cerdas secara spiritual tidak akan menyakiti orang lain dan alam sekitarnya. Sejalan dengan hal itu, kalau orang itu beragama, maka tidak akan mengganggu atau memusuhi orang yang beragama lain atau menganut kepercayaan lain. Karena agama hanyalah jalan masing-masing orang menuju Tuhan. Tetapi kecerdasan spiritual tidak sama dengan beragama, Ian Marshall dan Danar Zohar mengemukakan bahwa “kecerdasan spiritual tidak sama dengan bertuhan. Bagi sebagian orang kecerdasan spiritual mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal, tetapi beragama tidak menjamin kecerdasan spiritual menjadi tinggi”. 18 Kecerdasan spiritual tentang memperlakukan agama secara cerdas hal ini sesuai dengan tasawuf, karena tasawuf mengajarkan dimensi bathiniah agama, yaitu perbuatan hati, seperti sabar, ikhlas, jujur, sederhana, adil dan sebagainya. Perbuatan hati bersifat universal melintasi batas-batas agama. “Ciri terakhir mengenai memperlakukan kematian secara cerdas ini juga sesuai dengan ajaran tasawuf. Berdasarkan alQur’an dan hadits tasawuf mengajarkan bahwa kematian harus diingat, karena kematian itu pasti akan dialami oleh setiap orang”.19 Karena itu, harus menyikapi diri menghadapi kematian dengan selalu beribadah, beramal shalih dan meninggalkan maksiat dan kejahatan. Harus ingat bahwa kehidupan dunia hanya sementara, sedang kematian akan membawa kepada kehidupan kekal. Hanya ibadah dan amal shalih yang akan menyelamatkan kita di akhirat kelak. Dengan demikian kecerdasan spiritual/ruhani membuat kehidupan agama menjadi lebih baik. 18

Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. ke-2, h. 27 19 Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik …, h. 29

18

3. Cara Mengaktualkan Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual bersumber dari fitrah manusia. Kecerdasan ini tidak dibentuk melalui pengalaman-pengalaman atau memori-memori fenomenal, tetapi merupakan aktualisasi sendiri. Ia “memancar” dari kedalaman diri manusia, karena dorongandorongan keingintahuan dilandasi kesucian, ketulusan dan tanpa pretense egoisme. Dalam bahasa yang tepat, kecerdasan spiritual ini akan aktual, jika manusia hidup berdasarkan visi dasar dan misi utamanya, yakni sebagai ‘abid (hamba) dan sekaligus khalifah Allah di Bumi. Kecerdasan spiritual tidak hanya berkenaan dengan alam dan fenomenanya, tetapi juga berkenaan dengan fenomena sosial dan “kedirian” manusia itu sendiri. 20 “Membebaskan diri dari hawa nafsu, adalah jenis kecerdasan spiritual yang tidak kalah pentingnya. Karena dengan bebasnya diri kita dari nafsu dan potensi ego, kita akan menjadi perpanjangan “kehendak” Ilahi dalam menyebarkan rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam)”. 21 Kecerdasan spiritual dapat diibaratkan sebagai permata yang tersimpan dalam batu. Allah senantiasa memberikan cahaya permata itu, seperti diungkapkan dalam al-Qur’an surat an-Nur: 35

☺ ☺⌧ ☺ ⌧



⌧ ⌧



⌧ ☺ ⌦

⌧ 20

Suharsono, Mencerdaskan Anak: Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual & Spiritual, (Jakarta: Insiani Press, 2003), cet. ke-3, h. 51 21 Suharsono, Mencerdaskan Anak: Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual & Spiritual, (Jakarta: Insiani Press, 2003), cet. ke-3, h. 53

19

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. an-Nur: 35) Melalui wahyu-wahyu yang diturunkan-Nya, baik bersifat tekstual (al-Kitab) maupun alam semesta itu sendiri. “Tetapi bagaimanakah memperdayakan “permata” itu, sangat tergantung pada apakah kita menggosok batunya sehingga bercahaya, atau menutupnya dengan sampah, dapat diibaratkan dengan tindak jahat, potensial, egoisme dan amarah”. 22 Psikolog Decon menunjukkan bahwa kita telah menggunakan kecerdasan spiritual secara harfiah untuk menumbuhkan otak manusiawi. Kecerdasan spiritual telah “menyalakan” kita untuk menjadi manusia seperti adanya sekarang dan memberi kita potensi untuk “menyala lagi”, untuk tumbuh dan berubah, serta menjalani lebih lanjut evolusi potensi manusiawi. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk menjadi kreatif. Kita menghadirkannya untuk menjadi luwes, berwawasan luas, atau spontan secara kreatif. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk berhadapan dengan masalah eksistensial yaitu saat kita secara pribadi merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu kita akibat penyakit dan kesedihan. Kecerdasan spiritual yang menjadikan kita sadar bahwa kita mempunyai masalah eksistensial dan membuat kita mampu mengatasinya atau setidak-tidaknya bisa berdamai dengan masalah tersebut. Kecerdasan spiritual memberikan kita suatu rasa yang “dalam” menyangkut perjuangan hidup. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. 23 22

Suharsono, Melejitkan IQ, IE & IS, (Jakarta: Inisiani Press, 2001), cet. ke-1, hlm. 134 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir…, h. 11-12 23

20

Hidayat Nataatmaja memberikan elaborasi yang sangat menarik berkenaan dengan intelegensi spiritual ini. Menurutnya, evolusi atau lebih tepat disebut pentahapan, intelegensi manusia berlangsung melalui jalur Iqra’, yakni 5 ayat pertama dari surat al-‘Alaq:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-‘Alaq: 1-5) Membaca pena Allah mengaktualkan intelegensi spiritual. Sedangkan membaca buku hanya menumbuhkan kemampuan rasional, atau apa yang dikenal sebagai intelegensi rasional. Kecerdasan manusia sangat tergantung pada kemampuannya mengaktualkan intelegensi spiritual. Itulah maka ketika seseorang yang selesai membaca ribuan buku, akan tetapi tidak peduli terhadap pena Allah, seperti alam itu sendiri, fenomena sosial, suasana batin dan eksistensi dirinya sendiri, dianggap al-Qur’an sebagai kaum ahli kitab, atau lebih buruk lagi seperti keledai yang terbebani dengan kitab. Sebaliknya, orang cerdas adalah mereka yang mampu mengapresiasi kehidupan itu sendiri, serta mencari tahu dari jawaban atas berbagai persoalan kehidupan. Mereka inilah orang-orang yang berhasil mengaktualkan intelegensi spiritualnya secara optimal. 24 Personifikasi

paling

sempurna

tipe

manusia

yang

berhasil

mengaktualkan intelegensi spiritual adalah Rasulullah Saw. Karena beliau memelihara fitrahnya sendiri secara baik, tanpa mengotorinya dengan perilaku buruk, egoisme dan sebagainya, sehingga fitrah itu menjadi aktual. Dengan fitrah itulah beliau mempresepsi, berinteraksi dan mengatisipasi persoalan-persoalan kehidupan.

24

Suharsono, Melejitkan IQ, EQ & IS (Jakarta: Inisiani Press, 2001), cet. ke-1, h. 137

21

Seperti dinyatakan oleh Jalaluddin Rumi, bahwa ada semacam pengetahuan yang didasarkan pada inspirasi Ilahi. Dan karena itu pula ada jenis kecerdasan yang bersumber dari pada-Nya. Pengetahuan inspiratif (Ilahi) lebih berharga daripada pengetahuan mental. Pengetahuan Ilahi tidak bergerak melalui perubahan dan tidak bertentangan dengan dirinya sendiri. Ibaratnya, pengetahuan yang dibentuk oleh kemampuan mental mencukupi buat kulitnya, sementara pengetahuan Ilahi juga mencukupi bagi isi atau substansinya. Itulah maka, orang-orang yang bisa berpikir dan memiliki kecerdasan spiritual dan mengetahui sesuatu secara inspiratif, tidak hanya memahami dan memanfaatkan sebagaimana adanya, tetapi mengembalikannya pada asal ontologisnya, yakni Allah SWT. 25 Karena itu orang-orang yang masuk dalam kategori ini, yakni memiliki kecerdasan spiritual, biasanya memiliki dedikasi kerja yang lebih tulus dan jauh dari kepentingan pribadi (egoisme), apalagi bertindak dzalim kepada orang lain. Motivasi-motivasi yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu juga sangat khas, yakni pengetahuan dan kebenaran. Itulah, maka sebagaimana dapat disimak dari sejarah hidup para Nabi dan biografi orang-orang cerdas dan kreatif, biasanya memiliki kepedulian terhadap sesama, memiliki integritas moral yang tinggi, shaleh dan tentu juga integritas spiritual yang tinggi. Secara umum, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dengan meningkatkan penggunaan tersier psikologis, yaitu kecenderungan untuk bertanya mengapa, untuk mencari keterkaitan antara segala sesuatu, untuk membawa ke permukaan asumsi-asumsi mengenai makna di balik atau di dalam sesuatu, menjadi lebih suka merenung, sedikit menjangkau di luar diri kita, bertangung jawab, lebih sadar diri, lebih jujur terhadap diri sendiri, dan lebih pemberani. 26 Karena kecerdasan spiritual berkaitan dengan psikologi seseorang, maka dalam menanggapi segala macam kejadian yang terjadi harus dikembalikan kepada tanggapan dari dalam hati apakah kejadian yang menimpa tersebut terdapat sesuatu yang baik ataukah sebaliknya malah akan berdampak tidak baik. 25

Suharsono, Melejitkan IQ, EQ & IS (Jakarta: Inisiani Press, 2001), cet. ke-1, h. 139 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir…, h. 11-12 26

22

Berkaitan dengan hal tersebut seseorang harus dapat menjaga agar kecerdasan spiritual tetap terjaga bahkan dapat meningkatkan kecerdasan spiritual. Terdapat

tujuh langkah praktis mendapatkan kecerdasan

spiritual lebih baik, diantaranya:

a. Menyadari di mana saya sekarang. b. Merasakan dengan kuat bahwa saya ingin berubah. c. Merenungkan apakah pusat saya sendiri dan apa motivasi saya yang paling dalam. d. Menemukan dan mengatasi rintangan. e. Menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju. f. Menetapkan hati saya pada sebuah jalan. g. Tetap menyadari bahwa ada banyak jalan. 27 Di samping itu Zohar dan Marshall, mengemukakan beberapa indikator dari kecerdasan spiritual yang tinggi, yaitu: a. b. c. d. e. f. g.

Kemampuan untuk menjadi fleksibel Derajat kesadaran diri yang tinggi Kecakapan menghadapi dan menggunakan serangan Kecakapan menghadapi dan menyalurkan/memindahkan rasa sakit Kualitas untuk terilhami oleh visi dan nilai Enggan melakukan hal yang merugikan Kecenderungan melihat hubungan antar hal yang berbeda (keterpaduan) h. Ditandai oleh kecenderungan untuk bertanya mengapa, mencari jawaban mendasar. 28 Spiritual berhubungan dengan batin atau rohani manusia. “Spiritual adalah proses oleh akal-budi manusia dalam upaya mencapai dan memahami Tuhan yang menciptakannya. Dengan perkataan lain, spiritual adalah proses pencarian jati diri dalam hubungannya dengan sang Pencipta dan berperilaku berdasarkan jati diri tersebut”. 29 Karena jika dalam menjalani kehidupan ini tidak pernah memiliki rasa untuk mencari jati diri,

27

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir…, h. 231 28 Nana Syaodih Sukmadinata, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), cet. ke-1, h. 98 29 Syahmuharnis dan Hary Sidharta, TQ: Transcendental Quotient Kecerdasan Diri Terbaik, (Jakarta: Republika, 2006), cet. ke-1, h. 42

23

maka yang ada hanyalah meniti hidup seperti berjalan tanpa arah dan tanpa tujuan, segala tindak tanduknya tidak dapat terkendali.

4. Fungsi Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual adalah “kecerdasan yang bersumber dari jiwa, atau hati nurani yang beroperasi dalam pusat otak manusia. Dalam bahasa ibrani, “hati nurani”, memiliki kata yang sama dengan kata pedoman, yang tersembunyi, kebenaran batin yang tersembunyi dari jiwa”. 30 Oleh karena itu fungsi kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, antara lain: a. Kecerdasan yang digunakan dalam masalah eksistensial, yaitu ketika kita secara pribadi merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu akibat penyakit dan kesedihan. b. Kecerdasan menjadikan kita sadar bahwa kita memiliki masalah eksistensial dan membuat kita mampu mengatasinya, karena kecerdasan spiritual memberi kita semua rasa yang dalam menyangkut perjuangan hidup. c. Kecerdasan yang membuat manusia mempunyai pemahaman tentang siapa dirinya dan apa makna segala sesuatu baginya dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dunia kepada orang lain dan makna-makna mereka. d. Kecerdasan spiritual sebagai landasan bagi seseorang untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Karena, kecerdasan merupakan puncak kecerdasan manusia. e. Kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Sehingga manusia menjadi kreatif, luwes, berwawasan luas, berani, optimis dan fleksibel. Karena ia terkait langsung dengan problem-problem eksistensi yang selalu ada dalam kehidupan. f. Kecerdasan yang dapat memberikan rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi degan pemahaman sampai 30

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan …, h. 4

24

batasnya. Karena dengan memiliki kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang bertanya apakah saya ingin berada pada situasi atau tidak. Intinya kecerdasan spiritual berfungsi untuk mengarahkan situasi. g. Kecerdasan yang dapat menjadikan lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. Sehingga seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi tidak berpikiran eksklusif, fanatik, dan berprasangka. 31 Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk yang mencari makna Spiritual Quotient inilah sebagai pusat pemberi makna yang aktif dan menyatukan diri. Adanya “rasa ber-Tuhan” pada diri manusia itu tidak disikapi sebatas mitos belaka atau gagasan-gagasan spekulatif saja. Fungsi ini mencakup hal-hal yang bersifat supernatural dan religius, yang menurut beberapa penelitian “bersumber” dari dalam otak manusia. Fungsi ini hendak menegaskan bahwa “keberadaan Tuhan” adalah sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu dipermasalahkan. “Keberadaan Tuhan” sedikitnya, ditampakkan dalam kesempurnaan jalinan “Tuhan” direduksi sampai bentuk seluler persarafan manusia atau tingkat terendah dalam wujud materi sebagaimana diyakini oleh para materialis. 32 Dari fungsi kecerdasan spiritual di atas dapat disimpulkan, bahwa kecerdasan spiritual sebenarnya menepis pribadi yang telah terbelah, sebaliknya mengantarkan orang pada pribadi yang utuh, holistic, dan integral (Insan Kamil).

B. KEJUJURAN 1. Arti Jujur Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan

31

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ. Memanfaatkan …, h. 13 Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan Pustaka, 2003), cet. ke-III, h. 273 32

25

seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi”. 33 Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harfiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya. Sedangkan menurut Thaddeus B. Clark yang diterjemahkan oleh Sunarsi Sunario mendefinisikan kejujuran dengan arti “menaati peraturanperaturan yakni persetujuan-persetujuan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur semua perhubungan kita dengan orang-orang lain”. 34 Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentunya sering melihat (bahkan juga ikut terlibat) dalam berbagai macam bentuk aktivitas interaksi sosial di masyarakat, yang justru kebanyakannya adalah wujud realisasi dari sikap tidak jujur dalam skala yang sangat bervariasi, seperti: Sering terjadi, orang tua bereaksi spontan saat melihat anaknya terjatuh dan berkata "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, tidak sakit kok! Jangan nangis, yah!". Menurut saya, dalam hal ini secara tidak langsung anak diajarkan dan dilatih kemampuan untuk dapat "berbohong", menutup-nutupi perasaannya (sakit) hanya karena suatu kepentingan (supaya tidak menangis). Selain itu banyak kejadian yang sering dilihat dan dialami seperti: Ketika seseorang bertamu dan ditanya: "Sudah makan, belum?", walaupun tawaran tuan rumah serius biasanya dengan cepat akan menjawab "Oh, sudah, baru saja makan", padahal sebenarnya belum makan. Dalam lingkungan usaha/dagang, kejujuran sering disebut-sebut sebagai modal yang penting untuk mendapatkan kepercayaan. Akan tetapi sangat kontroversial dan lucunya dalam setiap transaksi dagang itulah justru banyak sekali kebohongan yang terjadi. Sebuah contoh, penjual yang mengatakan bahwa dia menjual barang "tanpa untung" atau "bahkan rugi" hampir bisa diyakini bohong untuk menarik simpati pembeli. Banyak 33

Albert Hendra Wijaya, http://indonesia.siutao.com/tetesan/kejujuran.php, diakses pada tanggal 19 Januari 2010. 34 Thaddeus B. Clark, Apakah Kejujuran Itu?, diterjemahkan oleh: Sunarsi Sunario, (Jakarta: Jaya Sakti, 1961), h. 8

26

kejadian berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran yang semakin hari semakin ditinggalkan, itu adalah bentuk dari ketimpangan yang terjadi pada diri karena tidak mampu mendayagunakan dan bahkan belum mampu menerapkan nilai-nilai spiritualitas yang baik.

2. Nilai-nilai Kejujuran Mencari orang jujur saat ini semakin sulit. Yang banyak ditemui adalah orang yang memiliki kepribadian ganda yaitu kejujuran dan kemunafikan bercampur menjadi satu. Nilai-nilai kejujuran tidak lagi menjadi esensi dan pegangan hidup seseorang, tetapi telah menjadi alat untuk memperjuangkan berbagai kepentingan sempit. Dengan kata lain, kejujuran yang seharusnya menjadi nilai etis yang mewarnai hidup telah tereduksi sekedar menjadi pemanis bibir di dalam kehidupan masyarakat. Sementara prilaku dan tindakan yang dilakukan sebetulnya jauh dari nilainilai kejujuran. Kepribadian ganda (split personality) seperti ini telah melahirkan berbagai prilaku menyimpang dalam masyarakat seperti korupsi, asusila, kriminalitas, kecurangan dan berbagai prilaku lainnya yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Jika ditelusuri lebih jauh, ada beberapa faktor yang menyebabkan kepribadian ganda atau sindrom verbalisme kejujuran ini menguat dalam masyarakat kita, yakni: Pertama, terjadinya pergeseran nilai akibat akulturasi yang berlebihan. Masuknya nilai-nilai modernitas dari luar melalui berbagai media telah merubah gaya hidup masyarakat kita menjadi masyarakat konsumtif, hedonis dan pragmatis. 35 Masyarakat yang konsumtif adalah masyarakat yang cenderung membelanjakan hartanya untuk kebutuhan konsumsi dan hidup mewah. Masyarakat yang hedonis cenderung kepada gaya hidup yang senangsenang dan hura-hura. Sementara kondisi pragmatis dalam masyarakat memperlihatkan gaya hidup yang serba menganggap mudah segala sesuatu (menggampangkan) dan ingin hidup enak dengan cara mudah. Semua gaya 35

Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, 2008/01/sindrom-verbalisme-kejujuran.html

http://pulapingkui.blogspot.com/

27

hidup tersebut bisa disingkat dengan bahasa populer “gaya hidup matre”. Ketika sikap seseorang menjadi matre, maka segala cara akan dilakukan untuk memperoleh dan mempertahankan gaya hidup yang demikian, walaupun kondisi tidak mendukung di antarnya dengan melakukan korupsi, dan sebagainya. Gaya hidup matre sering menjadi pemicu lahirnya

konflik

sosial

karena

memunculkan

kesenjangan

dan

kecemburuan sosial (social jealousy) di dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang demikian, penghargaan sosial lebih ditentukan oleh kedudukan, jabatan dan kekayaan yang dimiliki seseorang, bukan pada nilai-nilai kejujuran. Kedua, memudarnya peran agama dalam kehidupan masyarakat. Kini, agama cenderung menjadi identitas simbolik semata. Sementara pemahaman, kesadaran, dan pelaksanaan dari ajaran dan nilai-nilai agama itu sendiri menjadi tidak penting. Banyak orang melakukan shalat, mengeluarkan zakat, bahkan melakukan ibadah haji. Tetapi, semua ibadah tersebut hanya menjadi ritual dan simbol sosial yang tidak banyak berdampak pada prilaku seharihari yang menyebabkan rendahnya keshalehan seseorang. 36 Banyak orang nampak alim dan bagus ibadahnya, tetapi mereka juga melakukan korupsi, manipulasi dan berbagai penyakit masyarakat lainnya. Pola dakwah para ulama, ustadz atau pemuka agama yang kurang inovatif memberi kontribusi pada terjadinya pendangkalan pemahanam agama umat Islam. Pelaksanaan syariat Islam di Aceh malah melahirkan ketidakjujuran dan kemunafikan karena diterapkan secara simbolis dan diskriminatif. “Ketiga,

kegagalan

institusi

pendidikan

dalam

melakukan

transformasi sosial. Harus diakui, lembaga pendidikan baik formal maupun informal telah gagal mentransformasikan nilai-nilai kejujuran kepada anak didiknya”. 37 Budaya jujur jarang diajarkan secara sungguhsungguh di sekolah, yang terjadi justru sejak dini para pelajar sudah

36

Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, http://pulapingkui.blogspot.com/ 2008/01/sindrom-verbalisme-kejujuran.html 37 Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, http://pulapingkui.blogspot.com/ 2008/01/sindrom-verbalisme-kejujuran.html

28

terbiasa dengan prilaku mencuri dan mencontek dalam ujian. Para guru juga sering melakukan hal yang sama, yakni memberi toleransi terhadap kondisi tersebut. Demikian halnya di perguruan tinggi, di mana kejujuran tidak lagi menjadi pegangan. Pendidikan telah menjadi sarana bersaing memperebutkan masa depan secara tidak sehat. Ketidakjujuran yang sudah diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan secara langsung maupun tidak langsung telah berkontribusi pada lahirnya sindrom verbalisme kejujuran di masyarakat kita. “Keempat, hilangnya keteladhanan di dalam masyarakat. Semakin langkanya orang jujur di dalam masyarakat menyebabkan terjadinya krisis keteladanan”. 38 Masyarakat menjadi tidak punya panutan untuk diikuti, yang menyebabkan kesadaran kolektif masyarakat untuk menggunakan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bersama menjadi lemah. Tidak adanya panutan membuat masyarakat mencari panutan dari luar, yang berdampak pada terjadinya krisis identitas dalam masyarakat. Para muda-mudi lebih suka menjadikan artis-artis Hollywood atau artis sinetron sebagai panutan gaya hidup. Sementara memperkenalkan Rasulullah dan para Sahabat sebagai panutan justru kurang diminati karena tokoh-tokoh masyarakat sendiri prilaku dan gaya hidupnya jauh dari teladhan Rasulullah dan para sahabat. Itulah salah satu dampak krisisnya keteladhanan yang diberikan oleh anggota keluarga sehingga berdampak luas terhadap tokoh yang dijadikan panutan dalam berperilaku sehari-hari.

C. KERANGKA BERFIKIR Masalah-masalah spiritual kurang mendapat perhatian serius dari para konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan lainnya selama ini, bahkan sepertinya para tokoh dan akademisi pendidikan cenderung meremehkan pengaruh spiritualitas dalam kehidupan belajarnya, kaum akademisi saat ini seakan-akan meyakini otaknya sebagai satu-satunya kekuatan yang paling 38

Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, 2008/01/sindrom-verbalisme-kejujuran.html

http://pulapingkui.blogspot.com/

29

dominan dalam pembelajaran. Padahal itu juga belum tentu yang terbaik. “Jika spiritualitas dibedah secara benar dan terimplementasi dalam kehidupan pseserta didik, maka akan dengan sendirinya peserta didik tersebut akan menjadi baik. Harusnya semua orang yang ada di institusi kependidikan mengkaji hal ini secara serius. Sehingga pengaruhnya terhadap diri peserta didik dan belajarnya dapat diketahui”. 39 Menurut penulis, gagalnya pendidikan lebih disebabkan gagalnya institusi pendidikan mendidik moral dan menciptakan kepribadian yang baik. Maka penulis menganggap penting sekali melihat dimensi spiritual untuk dikaitkan dengan pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Kekuatan spiritual sebagai moral effect yang sangat penting guna memotivasi belajar, menerapkan nilai-nilai kejujuran, dan lebih-lebih dalam keberhasilan pembelajaran. Untuk itulah, penulis mengangkat spiritualitas sebagai narasi besar. Karena hal tersebut sangat krusial dan berpengaruh pada dimensi pendidikan, khususnya penerapan nilai-nilai kejujuran dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, kajian skripsi ini akan mencoba membedah sesuatu yang disebut sebagai gunungnya ilmu oleh Igo Ilham. Sebagai unsur terdalam yang terbenam dan paling kuat pengaruhnya terhadap gerak control action manusia. Kekuatan ini dibuktikan ada, dan masuk dalam salah satu kategori kecerdasan, yang tentunya dapat dipelajari, diasah, dan dipertajam sebagaimana kecerdasan-kecerdasan yang lain. Orang-orang menyebutnya dengan sebutan kecerdasan spirtitual atau Spiritual Quotient (SQ).

D. PENGAJUAN HIPOTESIS Penulis memandang perlu untuk dapat memberikan gambaran tentang dugaan serta jawaban sementara dari cara-cara pemecahan permasalahan yang ada pada peneltian ini. Dugaan sementara penelitian ini berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut: Hipotesis Alternatif (Ha):

39

Dave Meier, The Accelerated Learning, (Bandung: Kaifa, 2002), cet. 1, hlm. 84

30

adanya hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual terhadap penerapan nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang dijadikan objek penelitian adalah MTs Daarul Hikmah yang berlokasi di Jl. Surya Kencana No. 14 Pamulang – Tangerang. Penulis mengadakan penelitian dari mulai tanggal 19 Juli sampai 01 Agustus 2010. B. Variabel Penelitian Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto bahwa “variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. 1 Variabel penelitian ini adalah kecerdasan spiritual dan pengaruhnya terhadap nilai-nilai kejujuran siswa dalam proses pembelajaran agama Islam di MTs Daarul Hikmah Pamulang. Variabel ini mengkaji dua variabel, yaitu pengaruh kecerdasan spiritual sebagai variabel bebas (variabel X) dan nilai-nilai kejujuran siswa sebagai variabel terikat (variabel Y). C. Metode Penelitian Metodologi Penelitian adalah “strategi umum yang dianut dalam mengumpulkan dan menganlisa data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi”. 2 1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. Ke-13, hlm. 118 2 Arif Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 50

30

31

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian deskriptif kuantitatif. “Penelitian deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data tersebut”. 3 Tujuan menggunakan statistik guna menjawab permasalahan yang ada atau tidaknya hubungan kedua variabel yang diteliti dan diprediksi tentang berapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Sedangkan jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yang bertujuan untuk mencari hubungan antara dua variabel dan menjelaskan hasil penelitian secara deskriptif. Hal ini agar penulis dapat memperoleh data yang lengkap dan gambaran mengenai keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti, yaitu gambaran tingkat kecerdasan spiritual dan nilai-nilai kejujuran siswa. Dalam teknik penulisan, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. D. Populasi dan Sampel Populasi dan sampel merupakan unsur terpenting dalam suatu penelitian. Yang dimaksud dengan populasi adalah ”keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi”. 4 Populasi adalah ”unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bisa berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas, organisasi, dan lain-lain. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari sejumlah elemen”. 5 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi target adalah seluruh siswa dan siswi MTs Daarul Hikmah Pamulang angkatan 2009/2010 3

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah dasar Metode Teknik, (Bandung: Tarsito, 1998), Ed. 8, hlm. 139 4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), cet. ke-11, hlm. 115 5 Nana Sudjana, Peneliti Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1989), cet. ke-1, hlm. 84

32

sebanyak 814 siswa. Adapun populasi terjangkau adalah siswa kelas VIII yang berjumlah 305 siswa. Jika akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Sedangkan ”sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi”.6 Guna untuk menyederhanakan proses pengumpulan dan pengolahan data, penulis menggunakan teknik sampling random. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebanyak 15 % dari populasi yang ada. Suharsimi Arikunto mengemukakan pendapat bahwa “jika objek penelitian lebih dari 100 orang, maka sampel yang diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih. Namun dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 15 % yakni berjumlah 45 siswa/orang dengan sistem random atau acak, dengan masingmasing kelas diambil 5 sampai 6 siswa (putra/putri) dari jumlah kelas VIII.A sampai VIII.H MTs Daarul Hikmah Pamulang. Dengan cara seperti ini, diharapkan setiap anggota dari populasi memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Obeservasi adalah pengamatan atau pencatatan yang sistematis terhadap gejala atau keadaan yang diteliti. Observasi ini dilakukan untuk mengamati keadaan dan kondisi sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam. Observasi yang dilakukan adalah obeservasi non sistematis tanpa menggunakan instrumen. 2. Wawancara (interview), yakni pengumpulan data melalui wawancara dengan Kepala Sekolah dan guru agama di Sekolah MTs Daarul Hikmah Pamulang, untuk mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan nilainiali kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang.

6

Op. cit, Suharsimi Arikunto, Prosedur..., hlm. 117

33

3. Angket, yakni dengan menyebarkan lembaran-lembarab pertanyaan yang harus dijawab oleh responden, dalam hal ini yaitu siswa. Untuk mengetahui pendapat atau tanggapan siswa kelas VIII mengenai kecerdasan spiritual dan hubungannya dengan nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang. F. Instrumen Penelitian 1. Instrumen penelitian Instrumen penelitian yang penulis gunakan untuk memperoleh data yang valid mengenai kecerdasan spiritual dan hubungannya dengan nilainilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah berupa angket. Angket yang digunakan terdiri dari 15 soal (variabel X) dan 15 butir (variabel Y) yang disebarkan kepada 45 siswa. 2. Kisi-kisi penelitian Adapun kisi-kisi instrumen pada penelitian yang penulis gunakan dalam pembuatan angket adalah sebagai berikut: Tabel. 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian No. 1.

Variabel Kecerdasan Spiritual

Indikator − Berkaitan

dengan

Butir Soal keimanan 1, 2, 3, 4.

seseorang. − Berkaitan dengan keilmuan.

5, 6, 7.

− Berkaitan dengan pengendalian diri 8, 9, 10, 11, 12.

dalam segala hal.

− Berkaitan dengan pergaulan sosial 13, 14, 15. dalam kehidupan sehari-hari. 2.

Nilai-nilai kejujuran siswa

− Kejujuran

dalam

proses

evaluasi 1, 2, 3.

pembelajaran. − Kejujuran di luar proses pembelajaran 7, 9, 12, 13.

34

− Kejujuran yang berkaitan dengan 5, 6, 14, 15. kepercayaan diri. − Kejujuran

dalam

proses 4, 8, 10, 11.

pembelajaran. G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Setelah data terkumpul dengan lengkap, tahap berikutnya data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Penulis melakukan pengolahan data dengan cara menimbun tabulasi (mengolah data dengan membuat blangko tabel) untuk memindahkan jawaban siswa ke data tabel distribusi frekuensi. Untuk mengolah data dalam penelitian ini penulis melakukan langkahlangkah analisa sebagai berikut: 1.

Editing Pada tahap ini penulis akan melakukan pengecekan terhadap data yang diperoleh, khususnya pada angket yang telah diisi oleh siswa. Angket tersebut harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan pengisian, kejelasan penulisannya dan kebenaran pengisian angket, sehingga terhindar dari kekeliruan atau kesalahan. Jika ada pernyataan yang menyimpang dari yang diteliti, maka pernyataan tersebut dapat dibuang atau tidak digunakan.

2.

Skoring Tahap selanjutnya setelah dilakukan pengecekan terhadap angket kemudian pemberian skor pada setiap butir-butir pertanyaan yang terdapat dalam angket. Pemberian skor ini dilakukan dengan memperhatikan jenis data yang ada. Ada empat butir jawaban yang disediakan dan penulis memberikan skor nilai 4 untuk jawaban (SL) selalu, 3 untuk jawaban (SR) sering, 2 untuk jawaban (KD) kadang-kadang, dan 1 untuk jawaban (TP) tidak pernah.

35

3.

Tabulating Yaitu mentabulating data jawaban yang telah diberikan ke dalam bentuk tabel, untuk kemudian diketahui hasil penghitungannya. Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengurai keterangan-keterangan atau data yang diperoleh agar data tersebut dapat dipahami oleh peneliti dan juga orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian tersebut. Langkah selanjutnya adalah perhitungan terhadap data yang sudah diberi skor dengan menggunakan rumus presentase sebagai berikut: P = f x 100 % N Keterangan: P = Angka Prosentase f = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya N = Number of ceses (jumlah frekuensi/banyaknya individu) Tabel. 2 Penafsiran Prosentase

NO.

Prosentase

Penafsiran

1.

100%

Seluruhnya

2.

91%-99%

Hampir Seluruhnya

3.

61%-90%

Sebagian Besar

4.

51%-60%

Lebih dari Setengah

5.

50%

Setengahnya

6.

40%-49%

Hampir Setengahnya

7.

11%-39%

Sebagian Kecil

8.

1%-10%

Sedikit Sekali

9.

0%

Tidak Ada Sama Sekali

Kemudian menjumlah skor dari tiap-tiap responden dan menentukan nilai rata-rata dengan menggunakan rumus: Mx = ∑ X N

36

Keterangan: Mx

: mean yang dicari

X

: jumlah skor

N

: number of cases. 7

My = ∑ Y N Keterangan: My

: mean yang dicari

X

: jumlah skor

N

: number of cases. Selanjutnya dikonsultasikan dengan norma skala kecerdasan spiritual

dan skala nilai-nilai kejujuran siswa. Skala Kecerdasan Spiritual No.

Skor

Keterangan

1

25 – 50

Rendah

2

51 – 75

Sedang

3

76 – 100

Tinggi

Skala Nilai-nilai Kejujuran Siswa No.

Skor

Keterangan

1

25 – 50

Rendah

2

51 – 75

Sedang

3

76 – 100

Tinggi

Sedangkan data yang dibahas adalah dua variabel yang saling berhubungan, maka data tersebut juga dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi product moment untuk mengkaji hipotesis tentang ada atau tidak adanya hubungan antara variabel X dengan variabel Y

7

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 43

37

dan apakah hubungan tersebut positif atau negatif. Adapun langkahlangkahnya sebagai berikut: a. Mencari angka indeks dengan korelasi “r” dengan menggunakan korelasi product moment dari Carl Pearson dengan rumus.

rxy

=

∑ XY – N. Mx. My √ (∑X2 – N. Mx)2 (∑Y2 – N. My)2

Dengan ketentuan sebagai berikut:

rxy

= angka indeks korelasi “r” Product Moment

∑XY = mean dari hasil perkalian antara skor variabel X dan skor variabel Y N

= Number of cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)

Mx

= mean dari skor variabel X

My = mean dari skor variabel Y ∑X2 = jumlah seluruh skor X ∑Y2 = jumlah seluruh skor Y Mx2 = kuadrat dari mean skor variabel X My2 = kuadrat dari mean skor variabel Y. 8 b. Memberi Inteprestasi terhadap (rxy) yaitu: 1) Interprestasi kasar atau sederhana, yaitu dengan mencocokan hasil perhitungan dengan angka indeks korelasi “r” product moment, seperti tabel dibawah ini: Tabel. 3 Interprestasi terhadap besarnya “r” product moment Besar “r”

Interprestasi Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi

0,00 – 0,20

korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah, sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan variabel Y)

8

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan …, hlm. 211-212

38

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang lemah atau yang

0,20 – 0,40

rendah

0,40 – 0,70

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup

0,70 – 0,90

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat atau

0,90 – 1,00

sangat tinggi

2) Interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” Product Moment yaitu dengan jalan berkonsultasi pada nilai “r” tabel (rt). Apabila cara ini ditempuh maka prosedur yang akan dilalui adalah sebagai berikut: a) Merumuskan hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nihil (Ho). b) Menguji kebenaran hipotesa yang telah dirumuskan dengan jalan membandingkan besarnya “r” Product Moment dengan “r” yang tercantum dalam tabel nilai (rt), terlebih dahulu mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of freedom (df) atau taraf signifikansi 1% dan 5% dengan rumus: df = N – nr df = Dergees of freedom N = Number of cases nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan Apabila “r”

sama dengan atau lebih besar dari rt, maka Hipotesa

Alternatif (Ha) diterima, berarti terdapat korelasi positif antara kedua variabel tersebut. Dan jika Hipotesis Nihil (Ho) maka tidak dapat disetujui/diterima, berarti tidak terdapat korelasi yang positif antara kedua variabel tersebut. 3) Mencari kontribusi variabel X terhadap variabel Y, dengan rumus: KD = r2 x 100 % KD = Kontribusi variabel terhadap Y. r2

9

= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y. 9

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan …, hlm. 180-193

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya MTs Daarul Hikmah Pamulang Pada tahun 1978 H. Saidih selaku pendiri Yayasan MTs Daarul Hikmah sempat mencalonkan diri sebagai Kepala Desa Pamulang Barat, namun sayang perjuangannya ternyata gagal. Namun ia mencoba mengambil hikmah dari kegagalan tersebut dengan mendirikan Yayasan Daarul Hikmah pada tahun 1980. Pilihan nama Daarul Hikmah memiliki makna tersendiri, menurut H. Saidih, S.Ag nama tersebut diambil karena termotivasi oleh kegagalan menjadi Kepala Desa. Pada tahun 1983 Yayasan Daarul Hikmah sudah mengelola Madrasah Tsanawiyah dengan murid drop-out dari Sekolah lain, walaupun muridnya kebanyakan dari drop-out, ternyata sekarang banyak di antara mereka yang sudah berhasil di berbagai bidang. Pembangunan

Sekolah

tersebut

benar-benar

atas

swadaya

masyarakat. Gedung Sekolah yang ketika itu masih dari bambu banyak berasal dari infaq para wali murid. Namun secara perlahan pembangunan Madrasah Tsanawiyah tersebut berkembang dari yang dulunya hanya satu kelas sekarang menjadi lebih dari 20 kelas. Perintisan Sekolah ini benar-benar dari nol, karena sejak awal memang tidak memiliki modal “ungkap putra dari ketiga bersaudara ini”. Pengorbanan H. Saidih memang tidak tanggung-tanggung, bahkan ketika

39

40

menjadi anggota DPRD, gajinya diperuntukkan untuk membangun Sekolah. Perjuangannya untuk pendidikan memang tidak sia-sia, bahkan sekarang sudah bisa mendirikan Madrasah Aliyah. Awalnya hanya mempunyai murid 9 orang, tapi kini untuk satu kelas saja minimal diisi oleh 30 orang murid. Perkembangannnya semakin pesat dan sekarang juga sudah mengelola Madrasah Ibtidaiyah. Namun H. Saidih tidak menutup mata bahwa murid-muridnya kebanyakan dari masyarakat berekonomi kelas bawah, sehingga harus bijaksana dalam menetapkan biaya Sekolah, walau demikian, usaha untuk melahirkan lulusan yang baik tetap dilakukan secara maksimal, hasilnya bisa dilihat. Lulusan dari Sekolah yang dibinanya dapat diterima di berbagai tempat, baik di Sekolah Negeri maupun Swasta. Yayasan Daarul Hikmah tidak hanya bergerak di bidang pendidikan, tetapi juga di beberapa bidang lain, di antaranya mendirikan Biro Perjalanan Haji. Setiap tahunnya KBIH Daarul Hikmah minimal memberangkatkan 30 orang Jama’ah Haji. Kemudian juga terlibat dalam pembangunan Masjid, dari awal hanya sebuah Mushalla hingga sekarang telah dibangun sebuah Masjid dengan dua lantai yang cukup representatif. 2. Visi, Misi dan Motto MTs Daarul Hikmah Pamulang a. Visi Menciptakan Madrasah yang mampu melahirkan generasi beriman, bertaqwa, cerdas, terampil, berkepribadian dan berakhlak mulia. b. Misi 1) Membangun citra Madrasah yang Islami. 2) Menanamkan kecintaan kepada Agama, Bangsa dan Negara. 3) Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar yang baik. 4) Mengembangkan kreatifitas dalam bidang Agama dan Ilmu Pengetahuan. 5) Memacu Kemampuan siswa dalam bidang IMTAQ dan IPTEK.

41

6) Mempersiapkan siswa untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. c. Motto 1) Carilah ilmu, tidak ada manusia yang lahir dengan membawa ilmu. 2) Dengan ilmu pengetahuan dapat membuka cakrawala dunia. 3) Ilmu merupakan obor, sebagai penerang di kegelapan. 4) Kalau moral dan etika sudah hilang, apa lagi yang tersisa pada diri manusia. 3. Kiprah MTs Daarul Hikmah Pamulang Yayasan Daarul Hikmah juga terus mengembangkan kiprahnya dengan program-program pengajian, di antaranya mengadakan Majelis Ta’lim Kaum Ibu yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi, mengadakan kegiatan sosial untuk masyarakat setiap 6 bulan sekali dan setiap malam rabu dan sabtu diadakan pengajian kitab yang diikuti oleh kaum Bapak dan Guru. Kegiatan tersebut memang menyita waktu, namun bagi H. Saidih berdakwah sudah menjadi hobi. Di samping itu Yayasan Daarul Hikmah terus mengembangkan sayapnya untuk kepentingan umat, melihat kondisi anak yatim dan para dhuafa yang ada di lingkungan masyarakat sekitar. H. Saidih selaku pimpinan Yayasan Daarul Hikmah tergerak hatinya untuk menampung para yatim sekaligus memberikan pendidikan dan keterampilan, dengan harapan agar mereka dapat sejajar dengan anak-anak lainnya. Pada bulan Oktober 2006 didirikan Daarul Aitam yang saat ini sedang dan tengah dilaksanakan pembangunan. Daarul Aitam ini dibangun di atas tanah seluas 350 M2 wakaf dari seorang hamba Allah. Rencananya Daarul Aitam dibangun dengan tiga lantai. Lantai dasar adalah aula serba guna yang diperuntukkan bagi umum. Lantai dua ruang belajar/ruang keterampilan dan lantai tiga atau lantai paling atas adalah kamar tidur.

42

Sengaja bangunan ini dibuat sedemikian rupa dengan maksud berdaya guna dan berhasil guna. 4. Profil MTs Daarul Hikmah Pamulang Tabel. 4 Profil MTs Daarul Hikmah Pamulang No

Identitas Sekolah

1

Nama Madrasah/Sekolah

MTs Daarul Hikmah

2

N. S. S

21. 22. 80. 4. 17. 136

3

Alamat Sekolah

Jl. Surya Kencana No. 24 Pamulang Tangerang Telp. 7430842

4

Kecamatan

Pamulang

5

Kabupaten/Kota

Tangerang

6

Propinsi

Banten

7

Kode Pos

15417

8

Telephon/Faksimili

(021) 7430842

9

Email

-

10

Status Sekolah

Swasta

11

Kegiatan KBM

Pagi dan Siang hari

12

Nama Yayasan

Daarul Hikmah

13

Nomor Akta Pendirian

634

14

Tahun berdiri Sekolah/Madasah

1977

15

Luas tanah/Bangunan

950 M2/750 M2

16

Status Tanah

Wakaf

17

Status Bangunan

Yayasan/Sendiri

18

No. Sertifikat Tanah

1833

19

Status Akreditas/Tahun

B

43

5. Data Siswa, Guru, Tata Usaha dan Karyawan Jumlah siswa dalam 3 (tiga) tahun terakhir Kelas

Jumlah Siswa 2007/2008

2008/2009

2009/2010

I

244

290

305

II

251

238

281

III

179

231

228

Jumlah

674

759

814

Keterangan

Data Ruang Kelas Kelas I

:8

Kelas II

:7

Kelas III

:6

Jumlah Rombongan Belajar Kelas I

:8

Kelas II

:7

Kelas III

:6

Sumber Dana Operasional : SPP/BP3/Yayasan/Subsidi Tabel. 5 Jumlah Guru, Tata Usaha dan Karyawan MTs Daarul Hikamah Pamulang Tahun 2009/2010 No.

NAMA GURU PNS

Non PNS

L/P Jumlah

1.

Dra. Hj. Sri Uswati

P

2.

Mukhlisoh, S.Ag

P

3.

Sri Ismah Hilal

P

4.

M. Thoni RZ, BA.

L

5.

H. Jaelani, S.Ag

L

6.

Syarifuddin AR

L

3

2 17

44

7.

M. Zaini K. A, Ma

L

8.

Drs. M. Yamien

L

9.

Asip Suyadi, SH. MH

L

10.

Drs. Fauzi Ayatullah

L

11.

H. Haryadi, S.Ag

L

12.

Wawan Suhaeri, S.Pd

L

13.

Olih Holidin, S.Pd

L

14.

H. Syamsuddin Noor

L

15.

M. Sholahudin, SHI

L

16.

Isroil Marzuki, S.Ag

L

17.

Sehabuddin Nur, S.Th.I

L

18.

Nislam, S.Kom

L

19.

Budi Fujiana, SE

L

20.

Rusli A, Ma

L

21.

Azis Muslim, S.Ag

L

22.

Saepudin

L

23.

Yuniawati Fajriah, S.Pd

P

24.

Siti Zubaedah, S.Sos.I

P

25.

Diana Kurniawati, S.Pd

P

26.

Romilah, SE

P

27.

Eti Junaeti, S.Pd

P

Jumlah Total

No.

27

NAMA TU PNS

5

Non PNS

L/P Jumlah

1.

Nur Ali Hasan

L

2.

Badruddin, S.Ag

L

3.

Zainal Abidin

L

4.

Liati, S.Pd

P

5.

Yusnah

P

3 3

45

6.

Ibah Haryati

P

NAMA KARYAWAN

No.

PNS

L/P Jumlah

Non PNS

1.

Eka Oktora

L

2.

Bambang

L

3.

Sahid Kosasih

L

PUSTAKAWAN

No.

PNS

L/P Jumlah

Non PNS

1.

3

Fachmi Ali

L

1

Jumlah Total

10

Tabel. 6 Keadaan Siswa Semester Genap MTs Daarul Hikmah Pamulang Tahun 2009/2010 Kelas Jenis Kelamin

III

III B

III C

III

A

III E

III F

Jumlah

D

Laki-laki

13

22

23

24

25

08

115

Perempuan

25

17

16

16

16

22

112

38

39

39

40

41

30

227

Jumlah

Kelas Jenis Kelamin

II A II B

II

II D

II E

II F

II G

Jumlah

C Laki-laki

20

20

19

23

20

24

13

139

Perempuan

21

22

20

17

21

19

22

142

41

42

39

40

41

43

35

281

IG

IH

Jumlah

Jenis Kelamin

Kelas IA

IB

IC

ID

IE

IF

Jumlah

46

Laki-laki

17

18

17

21

23

14

12

09

131

Perempuan

22

21

23

19

16

25

28

20

174

39

39

40

40

39

39

40

29

305

Jumlah

JUMLAH TOTAL Laki-laki

: 385

Perempuan

: 428

Jumlah

813

B. Deskripsi Data 1. Variabel Bebas (Kecerdasan Spiritual) Data mengenai Kecerdasan Spiritual yang menjadi variabel X merupakan data yang diperoleh langsung dari pengisian instrumen penelitian yang berbentuk skala likert yang disebarkan kepada siswa sebagai responden yang mengamati Kecerdasan Spiritual dengan 15 pertanyaan. Tabel. 7 Berkaitan dengan Keimanan Saya menyayangi sesama manusia

No. 1.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

36

80%

Sering

6

13.3%

Kadang-kadang

3

6.66 %

Tidak pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Setiap selesai shalat, saya berdzikir dan berdo’a 2.

Alternatif Jawaban

Frekunsi

Prosentase

Selalu

10

22.22%

Sering

7

15.55%

Kadang-kadang

28

62.22%

47

Tidak pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Saya makan dan minum yang halal, baik dan tidak berlebihan 3.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

34

75.55%

Sering

6

13.33%

Kadang-kadang

4

8.88%

Tidak Pernah

1

2.22%

Jumlah

45

100%

Saya menjaga kebersihan dan memelihara lingkungan hidup 4.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

19

42.22%

Sering

7

15.55%

Kadang-kadang

18

40%

Tidak Pernah

1

2.22%

Jumlah

45

100%

Dari tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar siswa menjawab siswa menyanyangi sesama manusia, siswa juga makan dan minum yang halal, baik dan tidak berlebihan, dan siswa juga menjaga kebersihan dan memlihara lingkungan. Akan tetapi pada pertanyaan nomor 2 yang menanyakan setiap selesai shalat saya berdzikir dan berdoa sebagian besar siswa menjawab kadang-kadang. Tabel. 8 Berkaitan dengan Keilmuan No. 5.

Saya membaca tulisan keagamaan di media elektronik/cetak Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

3

6.66%

Sering

7

15.55%

48

Kadang-kadang

24

53.33%

Tidak pernah

11

24.44%

Jumlah

45

100%

Saya mengidolakan Nabi Muhammad sebagai panutan hidup 6.

Alternatif Jawaban

Frekunsi

Prosentase

Selalu

33

73.33%

Sering

7

15.55%

Kadang-kadang

5

11.11%

Tidak pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Saya berpegang pada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi 7.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

34

75.55%

Sering

5

11.11%

Kadang-kadang

6

15.55 %

Tidak Pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa selalu mengidolakan nabi Muhammad Saw sebagai panutan hidup, dalam kehidupannya selalu berpegang pada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Hal ini dapat dilihat pada tingginya jawaban siswa pada alternatif jawaban selalu 73.33%, sering 15.55%, kadang-kadang 11.11%, dan tidak pernah 0%. Pada tabel no. 5 bahwa Saya membaca tulisan keagamaan di media elektronik/cetak. Sebagian besar siswa menjawab kadang-kadang. Terbukti dengan adanya jumlah prosesntase selalu 6.66%, sering 15.55%, kadang-kadang 53.33% dan tidak pernah 24.44%.

49

Tabel. 9 Berkaitan dengan Pengendalian Diri No. 8.

Saya menjaga penglihatan dari segala hal yang tidak baik Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

17

37.77%

Sering

12

26.66%

Kadang-kadang

9

20%

Tidak pernah

7

15.55%

Jumlah

45

100%

Saya menjaga pendengaran dari hal-hal yang tidak baik 9.

Alternatif Jawaban

Frekunsi

Prosentase

Selalu

15

33.33%

Sering

14

31.11%

Kadang-kadang

12

26.66%

Tidak pernah

4

8.88%

Jumlah

45

100%

Saya menjaga kata-kata dengan baik dan sopan 10.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

16

35.55%

Sering

8

17.77%

Kadang-kadang

21

46.66%

Tidak Pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Bila berjanji saya menepatinya 11.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

16

35.55%

Sering

10

22.22%

Kadang-kadang

19

42.22%

Tidak Pernah

-

-

Jumlah

45

100%

50

Bila diberi amanah saya menjaga dengan sebaik-baiknya 12.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

22

48.88%

Sering

11

24.44%

Kadang-kadang

12

26.66%

Tidak Pernah

-

-

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa siswa telah dapat mengendalikan diri di dalam kehidupannya sehari-hari seperti menjaga penglihatan, pendengaran, dan jika diberi amanah selalu menjaga dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi jika berkata dan berjanji mereka kadangkadang melakukan kadang-kadang tidak melakukan. Hal ini dapat dilihat pada tingginya jawaban siswa pada alternatif jawaban di atas. Tabel. 10 Berkaitan dedengan Pergaulan Sosial Saya berbusana rapih, sopan dan menutup aurat

No. 13.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

22

48.88%

Sering

9

20%

Kadang-kadang

12

26.66%

Tidak pernah

2

4.44%

Jumlah

45

100%

Saya melakukan perbuatan keji dan munkar 14.

Alternatif Jawaban

Frekunsi

Prosentase

Selalu

-

-

Sering

-

-

Kadang-kadang

5

11.11%

Tidak pernah

40

88.88%

Jumlah

45

100%

51

Saya menjaga hubungan baik di lingkungan sosial 15.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

30

66.66%

Sering

9

20%

Kadang-kadang

6

13.33%

Tidak Pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa terhadap pergaulan sosial yang baik sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jawaban siswa pada alternatif jawaban selalu pada pertanyaan saya berbusana rapih, sopan dan menutup aurat dan saya menjaga hubungan baik di lingkungan sosial serta sebagian besar siswa menjawab tidak pernah pada pertanyaa saya melakukan perbuatan keji dan mungkar dengan prosentase 88.88%. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat Kecerdasan Spiritual siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang, penulis menggunakan skala norma Kecerdasan Spiritual Siswa yang terdapat pada bab III. Langkah-langkah yang penulis lakukan untuk menentukan tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah sebagai berikut: a. Menjumlahkan semua skor skala likert mengenai Kecerdasan Spiritual Siswa di mana jawaban angket masing-masing diberikan bobot nilai dari setiap responden. b. Mencari nilai rata-rata (mean) dari standar deviasi. c. Menentukan tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa dari skala norma Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang yang terdapat dalam Bab III. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis dapat dilihat seperti di bawah ini:

52

Tabel. 11 Skor Skala Likert Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang (Variabel X) Responden

Jumlah

Kuadrat

Skor 1

51

2601

2

48

2304

3

51

2601

4

44

1936

5

49

2401

6

55

3025

7

48

2304

8

41

1681

9

56

3136

10

52

2704

11

58

3364

12

55

3025

13

46

2116

14

44

1936

15

46

2116

16

42

1764

17

56

3136

18

41

1681

19

45

2025

20

53

2809

21

54

2916

22

50

2500

23

39

1521

24

45

2025

25

41

1681

53

26

41

1681

27

44

1936

28

45

2025

29

45

2025

30

40

1600

31

50

2500

32

58

3364

33

52

2704

34

42

1764

35

39

1521

36

55

3025

37

46

2116

38

50

2500

39

45

2025

40

48

2304

41

41

1681

42

51

2601

43

46

2116

44

44

1936

45

47

2209

N = 45

∑ X = 2139

∑ X2 = 102941

Dari data tersebut dapat diketahui tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang sebagai berikut: Mx = ∑X = 2139 = 47,533 N

45

Jadi nilai rata-rata (mean) tabel yang didapat dari aspek skala Kecerdasan Spiritual Siswa adalah 47,533 dan jika dikonsultasikan pada skala norma Kecerdasan Spiritual Siswa yang terdapat dalam Bab III,

54

maka tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang dapat dikategorikan rendah. 2. Variabel Terikat (Nilai-nilai Kejujuran Siswa) Data mengenai Nilai-nilai Kejujuran Siswa yang menjadi variabel Y merupakan data yang diperoleh langsung dari pengisian instrumen penelitian yang berbentuk skala likert yang disebarkan kepada siswa sebagai responden dengan 15 pertanyaan. Tabel. 12 Kejujuran dalam Proses Evaluasi Pembelajaran Ketika ujian saya mengerjakana sendiri

No. 1.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

9

20%

Sering

11

24.44%

Kadang-kadang

24

53.33%

Tidak pernah

1

2.22%

Jumlah

45

100%

Saya mencontek dalam mengerjakan ujian 2.

Alternatif Jawaban

Frekunsi

Prosentase

Selalu

1

2.22%

Sering

6

13.33%

Kadang-kadang

29

64.44%

Tidak pernah

9

20%

Jumlah

45

100%

Saya membawa catatan kecil ketika ujian 3.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

1

2.22%

Sering

4

8.88%

Kadang-kadang

11

24.44%

55

Tidak Pernah

29

64.44%

Jumlah

45

100%

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa siswa ketika ujian mengerjakan sendiri dan mencontek dalam negerjakan soal ujian. Kebanyakan siswa menjawab kadang-kadang sesuai dengan jawaban siswa yang menjawab selalu 20%, sering 24.44%, kadang-kadang 53.33% dan tidak pernah 2.22%. Jika membawa catatan kecil ketika ujian sebagian besar siswa menjawab tidak pernah dengan 64.44%. Akan tetapi dari hal tersebut ada yang perlu dibanggakan yaitu kejujuran siswa dalam mengakui perbuatan yang dilakukan meski itu hal yang tidak baik. Tabel. 13 Kejujuran di Luar Proses Pembelajaran No. 7.

Uang yang diberikan orang tua saya pakai bersenang-senang Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

-

-

Sering

1

2.22%

Kadang-kadang

17

37.77%

Tidak pernah

27

60%

Jumlah

45

100%

Perintah guru saya kerjakan dengan baik meski tidak ada yang mengawasi 9.

Alternatif Jawaban

Frekunsi

Prosentase

Selalu

12

26.66%

Sering

17

37.77%

Kadang-kadang

16

35.55%

Tidak pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Saya membayar makanan di kantin sesuai yang dimakan

56

12.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

38

84.44%

Sering

7

15.55%

Kadang-kadang

-

-

Tidak Pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Dalam bergaul saya mengutamakan kejujuran 13.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

26

57.77%

Sering

11

24.44%

Kadang-kadang

8

17.77%

Tidak Pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Pada tabel no. 7 di atas menunjukkan bahwa yang menjawab selalu 0%, sering 2.22%, kadang-kadang 37.77%, dan tidak pernah 60%. Siswa tidak pernah menggukana uang yang diberikan orang tua untuk bersenang-senang, karena mereka mulai memahami pentingnya amanah orang tua yang selalu membiayai kehidupannya seperti biaya sekolah. Ketika bergaul dan bersoaialisai dengan lingkungan sekitar siswa selalu mengutamakan kejujuran. Ini merupakan bentuk dari implementasi kecerdasan spiritual yang dituangkan dalam kehidupan sehari-hari yang secara tidak langsung tertanam di dalam diri siswa dan menjadi akhlak. Dari tabel no. 9 siswa sering melaksanakan perintah guru dengan baik meski tidak ada yang mengawasi, akan tetapi selisih di antara selalu dan kadang-kadang sangat tipis. Hal ini dapat dilihat dari jawaban selalu 26.66%, sering 37.77%, kadang-kadang 35.55%, dan tidak pernah 0%.

57

Tabel. 14 Kejujuran yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri No. 5.

Saya membiarkan pertanyaan jika tidak dapat menegerjakannya Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

26

57.77%

Sering

11

24.44%

Kadang-kadang

8

17.77%

Tidak pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Saya bangga dengan hasil yang dikerjakan sendiri 6.

Alternatif Jawaban

Frekunsi

Prosentase

Selalu

38

84.44%

Sering

6

13.33%

Kadang-kadang

1

2.22%

Tidak pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Saya mengungkapkan kebenaran meskipun menyakitkan 14.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

14

31.11%

Sering

10

22.22%

Kadang-kadang

17

37.77%

Tidak Pernah

4

8.88%

Jumlah

45

100%

Saat teman mengajak mencontek saya menolak 15.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

15

33.33%

Sering

4

8.88%

Kadang-kadang

23

51.11%

Tidak Pernah

3

6.66%

58

Jumlah

45

100%

Tabel No. 5 dan 6 menunjukkan jawaban siswa yang membiarkan pertanyaan jika tidak dapat menegerjakannya dan saya bangga dengan hasil yang dikerjakan sendiri. Hal ini dapat dilihat dari jawaban selalu 84.44%, sering 13.33%, kadang-kadang 2.22% dan tidak pernah 0%. Tebel

No.

14

dan

15,

bahwa

siswa

kadang-kadang

mengungkapkan kebenaran meskipun menyakitkan dan kadang-kadang juga saat teman mengajak mencontek saya menolak. Tabel. 15 Kejujuran dalam Proses Pembelajaran Jika diberi tugas/PR saya kerjakan di rumah

No. 4.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

22

48.88%

Sering

8

17.77%

Kadang-kadang

14

31.11%

Tidak pernah

1

2.22%

Jumlah

45

100%

Jika guru menyuruh mancatat saya laksanakan sesuai perintah 8.

Alternatif Jawaban

Frekunsi

Prosentase

Selalu

30

66.66%

Sering

8

17.77%

Kadang-kadang

7

15.55%

Tidak pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Saya berangkat dan pulang sesuai ketentuan di Sekolah 10.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

29

64.44%

Sering

7

15.55%

59

Kadang-kadang

9

20%

Tidak Pernah

-

-

Jumlah

45

100%

Jika di kelas tidak ada guru saya lebih suka membolos 11.

Alternatif Jawaban

Frekuensi

Prosentase

Selalu

-

-

Sering

1

2.22%

Kadang-kadang

4

8.88%

Tidak Pernah

40

88.88%

Jumlah

45

100%

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat kejujuran siswa dalam proses pembelajaran sangatlah tinggi. Hal ini dapat dilihat dari semua pertanyaan yang diberikan mayoritas siswa menjawab selalu baik pada pertanyaan jika diberi tugas/PR saya kerjakan di rumah, jika guru menyuruh mancatat saya laksanakan sesuai perintah, saya berangkat dan pulang sesuai ketentuan di Sekolah. Dan mayoritas atau sebagian besar siswa menjawab tidak pernah pada pertanyaan jika di kelas tidak ada guru saya lebih suka membolos sebesar 88.88%. Adapun langkah-langkah dalam perhitungannya sama seperti dalam langkah yang ditempuh tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa. Di bawah ini dikemukakan tabel skor skala likert Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang. Tabel. 16 Skor Skala Likert Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang (Variabel Y) Responden

Jumlah Skor

Kuadrat

60

1

46

2116

2

48

2304

3

52

2704

4

41

1681

5

44

1936

6

51

2601

7

49

2401

8

47

2209

9

50

2500

10

47

2209

11

51

2601

12

53

2809

13

54

2916

14

45

2025

15

48

2304

16

41

1681

17

45

2025

18

45

2025

19

49

2401

20

53

2809

21

54

2916

22

57

3249

23

41

1681

24

48

2304

25

40

1600

26

44

1936

27

53

2809

28

52

2704

29

50

2500

30

48

2304

61

31

51

2601

32

57

3249

33

51

2601

34

42

1764

35

45

2025

36

46

2116

37

52

2704

38

54

2916

39

49

2401

40

47

2209

41

49

2401

42

48

2304

43

45

2025

44

53

2809

45

47

2209

N = 45

∑ Y = 2182

∑ Y2 = 106594

Dari data tersebut dapat diketahui tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang sebagai berikut: My = ∑Y = 2182 = 48,488 N

45

Jadi nilai rata-rata (mean) tabel yang didapat dari aspek skala Nilai-nilai Kejujuran Siswa adalah 48,488 dan jika dikonsultasikan pada skala norma Nilai-nilai Kejujuran Siswa yang terdapat dalam Bab III, maka tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang dapat dikategorikan rendah.

62

C. Analisis Setelah diperoleh data tentang Kecerdasan Spiritual Siswa (Variabel X) dan Nilai-nilai Kejujuran Siswa (Variabel Y) langkah selanjutnya adalah membuat tabel perhitungan yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan korelasi product moment. Dan hasil perhitungan kedua variabel tersebut disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel. 17 Angka Hasil Perhitungan Antara Variabel X dengan Variabel Y Respo

X

Y

X2

Y2

XY

1

51

46

2601

2116

2346

2

48

48

2304

2304

2304

3

51

52

2601

2704

2652

4

44

41

1936

1681

1804

5

49

44

2401

1936

2156

6

55

51

3025

2601

2805

7

48

49

2304

2401

2352

8

41

47

1681

2209

1927

9

56

50

3136

2500

2800

10

52

47

2704

2209

2444

11

58

51

3364

2601

2958

12

55

53

3025

2809

2915

13

46

54

2116

2916

2484

14

44

45

1936

2025

1980

15

46

48

2116

2304

2208

16

42

41

1764

1681

1722

17

56

45

3136

2025

2520

18

41

45

1681

2025

1845

19

45

49

2025

2401

2205

nden

63

20

53

53

2809

2809

2809

21

54

54

2916

2916

2916

22

50

57

2500

3249

2850

23

39

41

1521

1681

1599

24

45

48

2025

2304

2160

25

41

40

1681

1600

1640

26

41

44

1681

1936

1804

27

44

53

1936

2809

2332

28

45

52

2025

2704

2340

29

45

50

2025

2500

2250

30

40

48

1600

2304

1920

31

50

51

2500

2601

2550

32

58

57

3364

3249

3306

33

52

51

2704

2601

2652

34

42

42

1764

1764

1764

35

39

45

1521

2025

1755

36

55

46

3025

2116

2530

37

46

52

2116

2704

2392

38

50

54

2500

2916

2700

39

45

49

2025

2401

2205

40

48

47

2304

2209

2256

41

41

49

1681

2401

2009

42

51

48

2601

2304

2448

43

46

45

2116

2025

2070

44

44

53

1936

2809

2332

45

47

47

2209

2209

2209

N = 45 ∑X =2139

∑Y =2182

∑X2 = 102941 ∑Y2 = 106594

∑XY= 104225

Karena rumus yang digunakan adalah rumus Product Moment di mana N = 45 dengan mendasarkan diri pada perhitungan meannya, maka penulis

64

terlibih dahulu mencari mean dari skor variabel X (Mx) dan mean dari skor variabel Y (My) yaitu sebagai berikut: Mx = ∑X = 2139 = 47,533 N

45

My = ∑Y = 2182 = 48,488 N

45

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka telah diperoleh angkaangka yang diperlukan untuk dimasukkan ke dalam rumus Product Moment yang akan digunakan nanti, yaitu sebagai berikut: Tabel. 18 Nilai Hasil Perhitungan N

45

Mx

47,533

My

48,488

∑X2

102941

∑Y2

106594

∑XY

104225

Untuk mengetahui korelasi dua variabel yang akan diuji maka nilai hasil perhitungan tersebut dimasukkan ke dalam rumus Korelasi Product Moment, sebagai berikut:

rxy

=

∑ XY – N. Mx. My √ [∑X2 – N. Mx)2] [∑Y2 – N. My)2]

rxy

=

104225 – 45 x 47,533 x 48,488 √ [102941 – 45 x (47,533)2 ] [106594 – 45 x (48,488)2 ]

65

rxy

=

104225 – 103715,1047 √ (102941 – 45 x 2259,386089) [106594 – 45 x 2351,086144) ]

rxy

=

509,8953 √ (102941 – 101672,374) (106594 – 105798,8765)

rxy

=

509,8953 √

rxy

(1268,626 x 795,1235)

=

509,8953 √

rxy

=

1008714,345 509,8953 1004,347721

rxy

= 0,507688014

rxy

= 0,507 Dari perhitungan di atas diperoleh angka korelasi antara variabel X

dengan variabel Y atau rxy adalah 0,507 berdasarkan interpretasi nilai rxy berada pada rentangan antara 0,40 – 0,70 yang berarti antara variabel X dengan variabel Y yaitu antara Kecerdasan Spiritual dengan Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang memang terdapat korelasi/pengaruh yang sedang atau cukup. Untuk mengetahui apakah hubungan tersebut signifikan atau tidak maka nilai rxy atau r hasil perhitungan dibandingkan dengan r tabel, sebelum

66

membandingkannya terlebih dahulu dicari derajat kebebasannya atau df (degrees of freedom) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: df

= N – nr

df

= 45 – 2 = 43

Dengan df sebesar 43 maka diperoleh r tabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 0,304 dan taraf signifikansi 1% sebesar 0,393, karena rxy pada taraf signifikansi 5% adalah lebih besar dari r tabel (0,507 > 0,304) maka pada taraf signifikansi 5% Ho ditolak sedangkan Ha diterima, ini berarti pada taraf 5% terdapat korelasi atau terdapat pengaruh positif yang signifikansi antara variabel X dengan variabel Y. Selanjutnya pada taraf signifikansi 1%, rxy adalah juga lebih besar daripada r tabel (0,507 > 0,393), maka pada taraf signifikansi 1% Ho ditolak sedangkan Ha diterima, ini berarti pada taraf 1% terdapat korelasi atau pengaruh positif yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y. Dari hasil konsultasi antara rxy dan r tabel maka penulis berkesimpulan bahwa ada korelasi atau pengaruh antara Kecerdasan Spiritual dengan Nilainilai Kejujuran Siswa di MTs Daarul Hikmah Pamulang, sekalipun hubungan atau pengaruh tersebut hanya sedang atau cukup. Perhitungan koefisien determinasi (KD) yang penulis manfaatkan untuk mengetahui kontribusi variabel X dan variabel Y sebagai berikut: KD = r2 x 100% = (0,507)2 x 100% = 0,257049 x 100% = 25,7049% Jadi, angka koefisien penentu sebesar 25,7049% menunjukkan bahwa kontribusi Kecerdasan Spiritual terhadap peningkatan Nilai-nilai Kejujuran Siswa adalah 25,7049% sedangkan sisanya 74,2951% adalah sumbangan dari variabel lain yang juga menunjang tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan hasil penelitian ini mengenai Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang, di antaranya sebagai berikut: 1. Tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah 47,533 dan jika dikonsultasikan pada bab skala norma Kecerdasan Spiritual Siswa yang terdapat dalam Bab III, maka tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah dapat dikategorikan rendah. 2. Tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah 48,488 dan jika dikonsultasikan pada bab skala norma Kecerdasan Spiritual Siswa yang terdapat dalam Bab III, maka tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang dapat dikategorikan rendah. 3. Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara Kecerdasan Spiritual terhadap peningkatan Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang terutama kelas VIII yaitu sebesar 0,507 dengan demikian koefisien korelasinya sedang atau cukup karena berada pada rentangan 0,40 - 0,70. Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan atau adanya hubungan antara Kecerdasan

67

68

Spiritual Siswa denga Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikamah Pamulang. Hal ini dikarenakan korelasinya positif. Dengan demikian adanya hubungan timbal balik antara tingkat tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa dengan Kecerdasan Spiritual. 4. Angka determinasi/penentu sebesar 25,7049%, menunjukkan bahwa kontribusi kecerdasan spiritual terhadap nilai-nilai kejujuran siswa adalah 25,7049%, sedangkan sisanya 74,2951% adalah sumbangan dari variabel lain yang juga menunjang nilai-nilai kejujuran siswa.

Sedangkan dari hasil wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat memahami kecerdasan spiritual siswa harus mampu untuk memahami dirinya sendiri dan orang lain yang berpengaruh nantinya terhadap pola pikir, sikap dan tindakan seseorang baik di kelas, sekolah maupun di lingkungan sekitar dan juga dapat menjaga dirinya dari sifat-sifat yang baik agar di dalam dirinya terdapat pengendali yang mampu mengontrol setiap perbuatan yang akan merusak dirinya. Akan tetapi kecerdasan ini bukan hanya berdampak pada diri sendiri tetapi orang lain juga akan merasakan pancaran dari penerapan kecerdasan spiritual.. Seperti sikap dan tindakannya terhadap guru, teman sebaya dan orang yang lebih rendah statusnya. Dan diantara cara untuk meningkatkan kecerdasan siswa adalah adalah shalat, infaq, menyayangi sesama dengan cara menyantuni anak yatim piatu. Jika dikaitkan antara kecerdasan spiritual dengan niliai-nilai kejujuran tentu sangat berkaitan erat, karena jika seseorang telah memiliki kecerdasan spiritual maka dia akan selalu diawasi oleh Sang Maha Mengetahui yaitu Allah SWT. Sehingga jika akan melakukan perbuatan tidak jujur akan merasa malu karena selalu terawasi oleh Allah. Di samping itu kecerdasan spiritual dapat menjadi pengendali diri untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela bukan hanya ketidakjujuran.

69

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini beberapa saran yang dapat diberikan untuk dapat mengembangkan nilai-nilai kejujuran siswa, di antaranya sebagai berikut: 1. Diharapkan Kepala Sekolah harus selalu berupaya meningkatkan kecerdasan spiritual siswa karena akan member pengaruh positif yang sangat luas bukan hanya kepada nilai-nilai kejujuran. Dengan cara memperbanyak siswa dilatih memahami kecerdasan spiritual dengan pembinaan yang rutin seperti mengundang ahli spiritual sebulan sekali untuk diajarkan kepada para siswa agar nantinya mampu dipraktekkan siswa ke dalam kesehariannya. 2. Meningkatkan kedisiplinan siswa dalam segala hal bukan hanya saat upacara, keterlambatan siswa, shalat berjamaah siswa. Tetapi lebih ditingkatkan kedisiplinan siswa di luar dan di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Karena jika kejujuran diterapkan hanya diluar kelas siswa akan berfikir bahwa kejujuran itu hanya berlaku jika ada yang tahu dan mengawasi jika tidak ada yang tahu berari diperbolehkan. 3. Masing-masing guru mata pelajaran bukan hanya guru mata pelajaran agama saja yang mewajibkan siswa untuk berlaku jujur akan tetapi seluruh jajaran guru harus saling mendukung agar kejujuran siswa dapat meningkat dan jika hal tersebut terbiasa dilakukan akan terbawa sampai kepada lingkungan masyarakat yang lebih luas. 4. Kecerdasan spiritual tentunya harus dapat dipahami terlebih dahulu oleh para pendidik karena akan diajarkan kepada para siswa. Di antaranya dengan mengajak seluruh guru untuk sama-sama belajar meningkatkan kecerdasan spiritual baik dari faktor luar dengan bantuan ahli di bidang spiritual dan faktor dalam dengan bersungguh-sungguh untuk memahami kecerdasan spiritual dan meningkatkannya. Jadi kecerdasan spiritual bukan hanya mutlak harus dimiliki para siswa tetapi seluruh guru pun harus dapat memahami dan mempraktekkan kecerdasan spiritual agar dapat dijadikan contoh yang baik bagi para peserta didik.

70

5. Bagi guru dan siswa yang telah mempraktekkan kecerdasan spiritual dan kejujuran dengan baik agar tetap mempertahnkannya bahkan senantiasa meningkatkannya sehingga akan berpengaruh luas terhadap guru-guru dan siswa-siswa yang lain.

ANGKET UNTUK SISWA KECERDASAN SPIRITUAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP NILAI-NILAI KEJUJURAN SISWA MTS DAARUL HIKMAH PAMULANG

Nama

: ________________________

Kelas : ________________________ Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan Petunjuk 1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan sungguh-sungguh. 2. Berilah tanda ceklis (√) pada salah satu jawaban yang dianggap benar menurut anda. 3. Pertanyaan di bawah ini tidak mempengaruhi nilai anda dalam pembelajaran sehari-hari. Alternatif Jawaban: SL : Selalu, SR : Sering, KD : Kadang-kadang, TP : Tidak Pernah Kecerdasan Spiritual No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Pertanyaan

Alternatif Jawaban SL SR KD TP

Saya menyayangi sesama manusia. Setiap selelsai shalat, saya berdzikir dan berdoa. Saya makan dan minum yang halal, baik dan tidak berlebihan. Saya menjaga kebersihan dan memelihara lingkungan hidup. Saya membaca tuisan keagamaan di media elektronik atau cetak. Saya mengidolakan Nabi Muhammad Saw sebagai panutan hidup. Saya berpegang pada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Saya menjaga penglihatan dari hal-hal yang tidak baik Saya menjaga pendengaran dari hal-hal yang tidak baik. Saya menjaga kata-kata dengan baik dan santum. Bila berjanji, saya menepati janji. Bila diberi amanah, saya menjaganya dengan sebaik-baiknya. Saya berbusana rapih, sopan dan menutup aurat. Saya melakukan perbuatan keji dan munkar. Saya menjaga hubungan baik di lingkungan sosial.

Nilai-nilai Kejujuran Siswa No.

Pertanyaan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Ketika ujian berlangsung, saya mengerjakan sendiri. Saya mencontek teman dalam mengerjakan ujian. Saya membuat atau membawa catatan kecil ketika ujian. Ketika diberi tugas atau PR saya mengerjakan di rumah. Saya membiarkan pertanyaan jika tidak dapat mengerjakannya. Saya bangga dengan hasil yang dikerjakan diri sendiri. Uang yang diberikan orang tua saya pakai bersenang-senang. Jika guru menyuruh mencatat, saya laksanakan sesuai perintah. Perintah guru saya kerjakan dengan baiak meski tidak ada yang mengawasi. Saya berangkat dan pulang sesuai ketentuan di Sekolah. Jika di kelas tidak ada guru, saya lebih suka membolos. Saya membayar makanan di kantin sesuai yang dimakan. Dalam bergaul, saya mengutamakan kejujuran. Saya mengungkapkan kebenaran meskipun menyakitkan. Saat teman mengajak mencontek, saya menolak.

10. 11. 12. 13. 14. 15.

Alternatif Jawaban SL SR KD TP

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar ESQ Emotional Spiritual Queostient, (Jakarta: Arga, 2001), cet. ke- 2. ………………, ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001). ………………, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power: Sebuah Inner Journey Melalui al-Ihsan, (Jakarta: Arga, 2003). Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta 1998), cet. ke11. B. Uno, Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006) Clark, Thaddeus B., Apakah Kejujuran itu?, diterjemahkan oleh: Sunarsi Sunario, (Jakarta: Djaja Sakti, 1961). Furchan, Arif,

Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha

Nasional, 1982). Goleman, Daniel, Working with Emotional Inteligence, (New York: Bantam Book, 1999). Harefa, Andrias, Menjadi Manusia Pembelajar (on Becoming a learner): Pemberdayaan Diri, Transformasi Organisasi dan Masyarakat Lewat Proses Pembelajaran, (Jakarta: Kompas, 2006), cet. IX. Jejen, Kecerdasan Akal Menurut Hadits, Kordinat (Jakarta), 02 Oktober 2005. Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi Pendidikan. (Bandung: Rosda Karya Remaja, 2003). Meier, Dave, The Accelerated Learning, (Bandung: Kaifa, 2002), cet. 1. Mujib, Abdul dan Mudzakir, Jusuf, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-2. Mulkhan, Abdul Munir, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam, (Jogyakarta: Tiara Wacana, 2002), cet. 1. Pasiak, Taufiq, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan Pustaka, 2003), Cet. III.

71

72

Ramly, Amir Teuku. Pumping Talent, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2004), cet. Ke-2. Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2002) Shadily, Hasan, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Vanhoeve, 1998), jilid VI, cet. Ke-1. Sudjana, Nana, Peneliti Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1989), cet. ke-1. Sudjono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008). Suharsono, Akselerasi Intelegensi Optimalkan IQ, EQ dan SQ Secara Islami, (Jakarta: Insani Press, 2004), cet. ke- 1. …………, Melejitkan IQ, IE & IS, (Jakarta: Inisiani Press, 2001), cet. ke- 1. …………, Mencerdaskan Anak: Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual & Spiritual, (Jakarta: Insiani Press, 2003), cet. ke- 3. Suharto, Dedhi, AK, Qur’anic Quotient (QQ), (Jakarta: Yayasan Ukhuwah, 2003), cet. ke- 1. Sukmadinata, Nana Syaodih, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), cet. ke- 1. Suralaga, Fadilah dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Press, 2005), cet. ke- 1. Syahmuharnis dan Sidharta, Hary, TQ: Transcendental Quotient Kecerdasan Diri Terbaik, (Jakarta: Republika, 2006), cet. ke- 1. Tebba, Sudirman, Kecerdasan Sufistik: Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. ke-2. Umar, Husein, Metode Penelitian Ilmiah untuk Skripsi dan Tesis (Jakarta: PT. Gramedia, 1997). Zohar, Danah dan Marshall, Ian, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj dari SQ: Spiritual Intellegence the Ultimate Intellegence oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2001), cet. ke- 2.

73

Beniglarashati, “Kecerdasan Emosional VS Kecerdasan Spiritual,” artikel diakses pada 3 september 2010 dari http://beninglarashati.wordpress.com Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Perum Balai Pustaka, 1998) Didaktika, Koran Republika, kamis 01 Juli 2010. Musa,

Yusnidur

Usman,

http://pulapingkui.blogspot.com/2008/01/sindrom-

verbalisme-kejujuran.html, artikel diakses pada Sabtu 19 Januari 2008. Nusantara, Koran Kompas, sabtu, 29 Mei 2010, (NIK/ABK). Wijaya, Albert Hendra, http://indonesia.siutao.com/tetesan/kejujuran.php

Berita Wawancara

I.

Hari

: Kamis, 29 Juli 2010

Nama Interview

: Dra. Hj. Sri Uswati

Jabatan

: Kepala MTs Daarul Hikmah

Tempat

: Ruang Kepala Sekolah/Madrasah

Isi Wawancara 1. Sejak kapan ibu menjabat kepala Sekolah/Madrasah MTs Daarul Hikmah Pamulang? 2. Dapatkah ibu ceritakan tentang sejarah berdirinya MTs Daarul Hikmah Pamulang? 3. Menurut ibu apa makna dari Kecerdasan Spiritual? 4. Bagaimana penerapan Kecerdasan Spiritual yang diberikan kepada para siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang? 5. Seperti apa tingkat kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah secara umum? 6. Menurut ibu apakah ada kaitannya antara tingkat kecerdasan spiritual siswa dengan nilai-nilai kejujuran yang mereka terapkan dalam pembelajaran setiap hari di Sekolah? 7. Bentuk penerapan apa saja yang sudah diterapkan oleh ibu sebagai Kepala Sekolah/ Madrasah untuk dapat meningkatkan nilai-nilai kejujuran siswa?

II.

Hasil Wawancara 1. Saya menjabat sebagai Kepala Sekolah dari mulai tahun 1999 sampai sekarang. 2. MTs Daarul Hikmah didirikan oleh H. Saidih dan nama tersebut diambil karena termotivasi oleh kegagalannya menjadi Kepala Desa, sehingga memutuskan untuk mendirikan Sekolah. Pembangunan Sekolah diawali oleh swadaya masyarakat. Gedung pada saat itu masih dari bambu yang berasal dari infaq wali murid. Namun secara perlahan MTs Daarul Hikmah Pamulang berkembang dari satu kelas, kini sudah lebih dari 20 kelas dan juga selang beberapa tahun berdiri pula Madrasah Aliyah Daarul Hikmah. Dan sekarang sedang berjalan membangun Madrasah Ibtidaiyah. 3. Kecerdasan Spiritual adalah kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri dan orang lain yang berpengaruh nantinya terhadap pola pikir, sikap dan tindakan baik di kelas, sekolah maupun di lingkungan sekitar. Contohnya sikap dan tindakannya terhadap guru, teman sebaya dan orang yang lebih rendah statusnya. 4. Karena visi dan misi sekolah salah satunya berkaitan dengan kecerdasan spiritual yaitu cerdas dan terampil. Cerdas dalam artian bukan hanya cerdas secara intelektual dan emosional tetapi juga harus cerdas secara spiritual. Serta terampil dalam mendayagunakan kemampuan yang dimiliki agar mampu bertindak dengan benar. Jadi

penerapan yang dilakukan salah satunya adalah siswa diajak mengenal dirinya, dari mana ia berasal, kemana nantinya akan menentukan tujan dan apa yang harus dilakukan selama berada di dunia. Contoh yang diterapkan secara langsung adalah shalat, infaq, menyayangi sesama dengan cara menyantuni anak yatim piatu. 5. Jika dilihat secara umum tingkat kejujuran siswa yang saya perhatikan masih cukup baik, ditandai dengan jika ada salah seorang yang menemukan sesuatu cepat-cepat diberikan kepada guru agar dapat diumumkan siapa yang merasa kehilangan, jujur ketika telat berangkat sekolah. 6. Pasti ada kaitannya bahkan sangat berkaitan erat. Karena jika siswa telah memiliki kecerdasan spiritual maka dia akan merasa selalu diawasi oleh sang maha mengetahui yaitu Allah dengan berlandaskan kepada keimanan. Sehingga jika sekalipun melakukan ketidakjujuran dia akan sangat merasa bersalah dan tidak akan tenang dalam menjalani hidup. Contoh lain jika anak yang tidak biasa mencontek jika sekali mencontek dia akan merasa sangat menyesal karena tentunya memiliki dasar kecerdasan spiritual. 7. Tentunya yang selama ini masih manjur digunakan adalah berupa sanksi bagi siswasiswa yang tidak menerapkan kejujuran. Hal tersebut dilihat dari hal-hal yang terkecil seperti mengapa terlambat, mengapa tidak mengerjakan PR. Dan bentuk penerapan kejujuran yang lain adalah dengan mengajak siswa untuk bermuhasabah agar dia jujur dengan dirinya sendiri, kemampuan untuk mengakui kesalahan yang pernah dilakukan. Dan cara lain berupa pemberian hadiah bagi siswa yang mau menjalankan kejujuran dan meninggalkan ketidakjujuran.

Pamulang, … 2010

Yang diwawancarai, Kepala MTs Daarul Hikmah Pamulang

Pewawancara,

Dra. Hj. Sri Uswati

Salafudin

NIP. 150 353 429

NIM. 106011000170

Berita Wawancara

I.

Hari

: 30 Juli 2010

Nama Interview

: Bpk. Nur Ali Hasan

Jabatan

: Guru Bidang Studi Akidah Akhlak

Tempat

: Ruang Guru

Isi Wawancara 1.

Apa yang bapak ketahui tentang Pendidikan Agama Islam (PAI)?

2.

Bagaimana penerapan kurikulum di Sekolah ini? Dan dalam pembelajaran agama Islam apakah bapak menggunakan kurikulum?

3.

Menurut bapak apa makna dari kecerdasan spiritual?

4.

Bagaimanakah cara meningkatkan kecerdasan spiritual?

5.

Apakah siswa diberikan pembekalan mengenai kecerdasan spiritual? Bagaimana caranya!

6.

Seberapa besar tingkat kecerdasan spiritual siswa di sekolah menurut pandangan bapak?

7.

Menurut bapak apa makna dari kejujuran?

8.

Apakah bapak dalam melaksanakan pembelajaran Agama Islam mengalami kesulitan, khususnya berkaitan dengan kejujuran siswa?

9.

Usaha apa yang dilakukan guru agama dalam meningkatkan nilai-nilai kejujuran siswa dalam proses pembelajaran?

10. Apakah kecerdasan spiritual dapat mempengaruhi nilai-nilai kejujuran siswa, khususnya dalam proses pembelajaran? II.

Hasil Wawancara 1.

Pendidikan Agama Islam yaitu proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik yang diarahkan kepada keyakinan, pemahaman, dan penerapan nilai-nilai ajaran agama Islam sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits.

2.

Kurikulum yang diterapkan sesuai dengan kurikulum yang dijadikan standar bagi pemerintah yaitu KTSP. Tentu saya menggunakan kurikulum yang sudah dijadikan standar agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ada.

3.

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan siswa untuk dapat menjaga dirinya dari sifatsifat yang baik agar di dalam dirinya terdapat pengendali yang mampu mengontrol setiap perbuatan yang akan merusak dirinya. Akan tetapi kecerdasan ini bukan hanya

berdampak pada diri sendiri tetapi orang lain juga akan merasakan pancaran dari penerapan kecerdasan spiritual. 4.

Dengan membiasakan diri untuk selalu dekat dengan sang pencipta, selalu introspeksi diri dan mampu bersikap bijak serta dapat mengambil pelajaran dari setiap kejadian yang telah menimpanya. Tentunya semua itu akan dapat tercapai kalau semua ajaranajaran agama dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

5.

Caranya dengan dibiasakan untuk shalat berjamaah, berperilaku yang baik, berakhlakul karimah, dan diberikan pembinaan secara rutin setiap minggunya di masjid berupa muhadoroh tentang keagamaan.

6.

Tingkat kecerdasan spiritual siswa jika diambil secara umum cukup baik dengan ditandai akhlak siswa yang baik jika bergaul dengan sesama, menghormati guru dan saling tolong menolong antar satu dengan yang lain.

7.

Kejujuran adalah suatu sikap yang diterapkan sesuai dengan kenyataan atau kebenaran yang terjadi tanpa menambah-nambah atau menguranginya serta mau mengakui yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.

8.

Jika dikaitkan dengan karakter siswa yang beragama tentu dalam proses pembelajaran agama Islam gampang-gampang susah tergantung kita dalam menerapkan metode mana yang sesuai dengan keadaan siswa agar mereka mau menerimanya dengan baik.

9.

Mengajarkan siswa untuk selalu menerapkan kejujuran dengan mengakui kesalahan yang diperbuat, meningkatkan kedisiplinan dalam pembelajaran, khususnya dalam evaluasi pembelajaran agar siswa tidak terbiasa untuk mencontek di saat ujian.

10. Tentunya dapat mempengaruhi. Seperti tadi yang sudah dikatakan seseorang jika memiliki kecerdasan spiritual maka di dalam dirinya akan terdapat pengontrol yang akan selalu menjaganya dari perbuatan tidak baik seperti ketidakjujuran.

Pamulang,….. 2010

Yang diwawancarai, Guru Bidang Studi Akidah Akhlak

Ust. Nur Ali Hasan

Pewawancara,

Salafudin NIM. 106011000170

SURAT KETERANGAN No. …/…/ MTs Daarul Hikmah/ XII/ 2010

Kapala MTs Daarul Hikmah Pamulang, menerangkan bahwa: Nama

: Salafudin

NIM

: 106011000170

Fakultas

: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Jurusan

: Pendidikan Agama Islam

Semester

: IX

Program Studi

: S-1 (Strata 1)

Telah melaksanakan penelitian di MTs Daarul Hikmah Pamulang dari tanggal 19 Juli sampai 01 Agustus 2010.

Surat keterangan ini dibuat dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul “Kecerdasan Spiritual dan Pengaruhnya Terhadap Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hiikmah Pamulang”.

Demikian surat keterangan ini kami buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pamulang, 02 Agustus 2010

Kepala Sekolah/Madrasah

Dra. Hj. Sri Uswati NIP. 150 535 429

Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment Dari Pearson untuk Berbagai df. df. (degrees of freedom) atau db. (derajat bebas) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 35 40 45 50 60 70 80 90 100 125 150 200 300 400 500 1000

Banyak Variabel yang dikorelasikan 2 Harga “r” pada taraf signifikansi 5%

1%

0,997 0,950 0,878 0,811 0,754 0,707 0,666 0,632 0,602 0,576 0,553 0,532 0,514 0,497 0,482 0,468 0,456 0,444 0,433 0,423 0,413 0,404 0,396 0,388 0,381 0,374 0,367 0,361 0,355 0,349 0,325 0,204 0,288 0,273 0,250 0,232 0,217 0,205 0,195 0,174 0,159 0,138 0,113 0,098 0,088 0,062

1,000 0,990 0,959 0,917 0,874 0,834 0,798 0,765 0,735 0,708 0,684 0,661 0,641 0,623 0,606 0,590 0,575 0,561 0,549 0,537 0,526 0,515 0,505 0,496 0,487 0,478 0,470 0,463 0,456 0,449 0,418 0,393 0,372 0,354 0,325 0,302 0,283 0,267 0,254 0,228 0,208 0,181 0,148 0,128 0,115 0,081