kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri di wilayah hukum ...

20 downloads 76 Views 36KB Size Report
HUKUM POLDA BALI. I Made Asmarajaya,SH;MH, Fakultas Hukum. Universitas Mahasaraswati Denpasar. ABSTRACT. The violence among the house hold ...
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TRHADAP ISTRI DI WILAYAH HUKUM POLDA BALI I Made Asmarajaya,SH;MH, Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRACT The violence among the house hold has been occuring since along time ago, but there was no one appeared as criminal offences in the police report. Formerly the violence among the house hold suppossed as the civil cases and the police just tried to conciled bothy of them b ecouse the most important thing is how to make survive of the marriage as a good house hold rather than guilt the offender. Since Indonesia occupied by the Dutch there is an Act has been execiced by the gouverment to all of Indonesian peoples but there was no one of them report to the police coused by tradition of the society of Indonesia and the mind set of them. Most of the victim are woman and very view of them are the aman. Actually the most of the caases are unregistered. This is the fact we face and becoming the challange for the plolice to follow up this problem. Recently the paradigma of the publik has changed already ; for them the most important thing is how to protect the womans human right disturbances rather than to protec the unity of their house hold. Since the Act of Violence among house hold exercice in 2004 there were a lot of cases reported to the police departement and the most of the victims are the woman. This is the reason why do I need to know why does these crime appear especially in the territory of Polda Bali, hor the polis treat these criminal offences and what is the trouble face by the police to prevent the violence among the house hold. The conclution can be taken from the research are: -

The violence among the house hold mostly coused by economic factor. The police has made the true tretment to the offender by plea guilty and also for the serious crime such as felony has been sent to thee court of justice throught the general procecutor.

Key word: Woman, violence among the house hold, polda Bali territory.

Latar Belakang Masalah. Sebenarnya apa yag disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga sudah ada sejak dulu,hanya saja kekerasan yng terjadi tidak mendapat perhatian oeh karena apa yag terjadi dalam rumah tangga adalah urusan pribadi masing-masing rumah tangga sehingga orang lain tidak boleh turut campur. Banyak korban berjatuhan seperti lukaluka ringa, berat dan malah meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh suami. Walaupun demikian hal ini tetap dianggap masalah pribadi dimana orang lain tidak boleh turut campur termasuk negara oleh karena prinsip perkawinan adalah

mempersulit perceraian. Lama kelamaan apa yang dianggap masalah pribadi berubah menjadi masalah publik sehingga publik berpendapat pelaku kekerasan pada rumah tangga dapat dipidana. Hal ini diakibatkan oleh berubahnya paradigma dimana dahulu orang lebih menutamakan kutuhan rumah tangga tetapi sekarang lebih menekankan hak asasi manusia terutama pada kaum wanita dalam hal ini adalah istri, Perkembangan terakhir yang terjadi adalah kekerasan yang dimaksud bukan hanya bersifat pisik tetapi juga bersifat psikis yang justru diaggap lebih berat dari tekanan pisik. Dengan berbahnya paradigma publik tetntang kekerasan dalam rumah tangga maka semakin banyak kaum istri yang melaporkan kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh suami ke pihak yang berwajib. Pada mulanya pihak berwajib tetap menempun jalan damai agar keutuhan rumah DItangganya dapat dipertahankan. Lama kelamaan hal ini tidak bisa dipertahankan karena dianggap tidak adil lagi. Sebagai puncaknya lahirlah Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Hal ini membawa angin segar bagi kaum istri dimana sejak saat itu resmi medapat perlindungan hukum. Denga demikian secara hipotetik dapat penulis katakan laporan korban KDRT semakin banyak seiring dengan semakin tingginya pengetahua masyarakat tentang keberadaan undang-undang ini. Hal iniah yang meatarbeakangi mengapa penuis melakukan penelitian terhadap kasus KDRT di wilayah hukum Polda Bali. Metode Penelitian. Dalam melakukan penelitian terhadap masaah ini penulis menggunakan metode penelitian empiris yaitu melakukan penelitian langsung ke lapangan yaitu melihat tingkat perkembangan atau penurunan kasus KDRT yang terjadi di wilayah hukum polda Bali. Adapun pendekatan yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasuistik, sejarah, sosiologis. Mengenai sumber bahan hukum primer adalah data yang diperoleh dari kantor poda Bali. Sedangkan data sekunder penulis dapat

dari

literatur-literatur

dan

peraturan

perundang-undangan.

Untuk

mengumpulkan data penuis menggunakan teknik wawancara da setelah terkumpul diolah dengan menggunakan pengolahan data kuantitatip. Hasil Penelitian. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Terlihat jelas dati tahun 2010 periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni kejahatan KDRT terhadap perempuan/istri meningkat tajam hingga 88 %, tetapi jika kita lihat angka KDRT dari tahun 2010 ke 2011 menurun hingga 70 % . Di tahun 2012 KDRT menurun sebesar 50 %. KDRT terjadi karena beberapa faktor dari hal-hal yang bersifat sepele hingga faktor yang paling serius seperti perselingkuhan. AKBP Ni Ketut Werki,SH Kasubdit PPA mengatakan KDRT tidak dapat lagit dipandang sebagai masalah antar individu, tetapi merupakan masalah sosial dalam masyarakat yang berkitan dengan segala bentuk penyiksaan, kekerasan, kekejaman dan pengabaian terhadap martabat manusia. Kekerasan terhadap perempuan merupakan refleksi dari kekuasaan laki-laki dan merupakan perwujudan kerentanan perempuan dihadapan laki-laki dan bahkan merupakan gambaran dari ketidakadilan. Rasa rendah diri dan keinginan perempuan untuk didominasi,dan mitos yang mengatakan bahwa kekerasan merupakan sesuatu yang tidak dapat terelakkan dalam hubungan kehidupan perempuan dan laki-laki.Disamping asumsi-asumsi tertentu yang hidup dalam masyarakat mengenai pembagian peran perempuan dan laki-laki, salah satu hal yang turut melegitimasi kekerasan terhadap pemahaman agama. Dari beberapa laporan yang masuk ke direskrim dapat ditarik beberapa faktor penyebab KDRT sebagai berikut: a. Kurangnya komunikasi antara suami-istri Komunikasi dalam keluarga merupakan faktor yang menentukan keharmonisan keluarga, kesetaraan dalam komunkasi tampakya dipengaruhi pula oleh penguasaan sumber ekonomi, sosial, dan budaya yang melingkupi keluarga. Kebiasaan suami yang memerintah menimbulkan trauma pada istri sehingga memunculkan respon dalam percakapan yang seringkali mengakibatkan pemukulan terhadap istri b. Tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga Antara suami-istri sering terjadi percekcokan dan perselisihan yang terus menerus berlangsung, sehingga dalam perselisihan tersebut seringkali menebabkan suami menjadi marah dan sering menyakiti dan memukuli istri./ c. Kesalahan istri Ketidakpatuhan istri terhadap suami, terlalu mudah cemburu, melalaikan pekerjaa rumah tangga, hal seperti ini menimbulkan terjadinya tindak kekerasan terhadap istri. Sehingga pihak suami meyakini melakukan tindak kekerasan terhadap istri

adalah dibenarkan hal ini diyakini juga oleh pihak istri. Sehingga apabila mereka menghadapi tindak kekerasan dari suaminya akan cenderungn tidak membantah, diam dan hanya menangis. d. Ketidakmampuan suami secara ekonomi Kurangnya rasa tanggung jawab akan kebutuhan rumah tangga, tidak memberi nafkah pada istri, tidak mempunyai pekerjaan / pengangguran. Hal ini dapat memicu terjadinya tindak kekerasan. Karena istri sering menuntut kebutuhannya terpenuhi. e. Adanya perselingkuhan yang dilakukan suami Pada saat diketahui istri, istri menuntut pemutusan hubungan dengan WIL suami. Akan tetapi hal yang memang seharusnya dilakukan oleh sang suami, tertutup oleh egoisme suami menjadikan pemukulan terhadap istri. f. Pengaruh minuman keras Setelah suami datang dari tempat kumpul-kumpul bersama teman-temannya, biasanya mereka pulang dengan keadaan mabok. Istri yang menasehati suami agar tidak minum-minuman keras karena tidak baik untuk kesehatannya malah langsung dipukuli. Walaupun pemukulan itu secara tidak sadar karena sudak mabok berat. Menurut AKBP Ni ketut Werki S.H, faktor-faktorterjadinya kekerasan dalam rumah tangga ini lebih dominan dengan faktor ekonom. Keterbatasan dan kebutuhan ekonomi yang semakin melonjak membuat ke dua pasangan suami istri tersebut sering ribut sampai akhirnya memuncakdengan cara suami memukuli istrinya, alasan itu dilakukan karena pihak suami setisap harinya diberi kata-kata kurang enak didengar (penghinaan karena tidak menghasilkan lebih ) kesabaran yang dimiliki suami sudah kel]ewat batas, sampai akhirnya pemukulan itupun terus berlanjut karena dianggap sebagai pelajaran untuk istrinya. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa adanya perbedaan kekuatan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, dalam arti ada perbedaan hak dan kemampuan dalam mengendalikan diri satu sama lainnya. Beberapa hal yang menonjol adalah bahwa pelaku kekerasan merasa dirinya memiliki hak untuk mendidik, mengajari, atau mendisiplinkan pasangannya dengan cara yang diinginkan. Mereka merasa untuk mendapat pendamping, pelayanan,dan kepatuhan dari istri harus dengan kekerasan agar si istri takut dan tidak berdaya. Dengan adanya hal itu seakan-akan membuat si istri merasa

semakin terpojok, perasaan itu yang akan membuat si istri mengalami depresi berat. Sehingga timbulnya rasa tidak percaya diri dan memilih untuk tidak memberitahulkan orang lain, keluarganya sendiri bahkan melaporkan ke kepolisian. Selain faktor-faktor penyebab tindak kekerasan dalam rumah tangga, adapun bentuk-bentuk kekerasan fisik sebagai berikut: Data Kasus Kekerasan Fisik Terhadap Istri Tahun 2010-2012 ________________________________________________ No. Kasus 2010 2011 2012 ________________________________________________ 1 Pemukulan 98 148 48 2

Ditampar

22

28

12

3

Dijambak

35

18

10

4

Bagian Kepala

51

-

-

5

Disiram A.P

12

3

-

6

Dicekik

30

9

-

7

Ditendang

21

40

17

_________________________________________________ Jumlah 274 246 87 Berdasarkan data di atas ‘KOMPOL’ Ni Putu Nariasih menjelaskan bahwa bentuk-bentuk dari kekerasan fisik yang diterima korban cukup berat, di tahun 2010 daftar tabel menunjukkan banyaknya kasus yang terjadi hingga tahun 2011 sampai 2012 tindak kekerasan fisik pun menurun. Dari ke-7 bentuk kekerasan pemukulan terhadap korban (istri) yang dilakukan suami lebih dominan, karena peringatan tersebut dianggap instan untuk memberikan pelajaran kepada istrinya.Adapun uraian data di atas adalah: Pemukulan; dampaknya memar biru hingga kehitaman dan luka; Ditampar, dampaknya pipi menjadi merah dan memar; Dijambak, dampaknya rambut lepas dan rontok, pusing; Benturan kepala, dampaknya kepala memar, sakit di bagian kepala, dan berkunang-kunang; Disiram air panas, dampaknya luka bakar dan melepuh;Dicekik, dampaknya sulit untuk bernafas, memar dan rasa takut. Dari beberapa faktor dan kasus di atas dapat dilihat beberapa contok kasus kekerasan yaitu:

1)Sari (bukan nama sebenarnaya) umur 28 tahun. Permasalahan yang dihadapi oleh sari adalah masalah ekonomi, suami yang hanya bekerja sebagai sopir ternyata tidak dapat mencukupi masalah ekonomi yang dihadapi. Mereka memiliki dua orang anak yang harus dibesarkan, uang susu, kue, dan makanan sehari-hari merupakan pokok dari rumah tangga mereka. Sari yang hanya bekerja sebagai tukang cuci juga tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sari sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa sehingga setiap harinya hanya dia hanya bisa marah-marah dan akhirnya terjadi percekcokan mulut. Emosi suamipun jadi tinggi dan berakhir dengan pemukulan terhadap istrinya hingga tidak berdaya. Sesuai dengan hasil visum dan bukti lain yang ada, saripun melaporkan suaminya ke kepolisian. Sesuai dengan UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT maka suami sari dikenakan pasal 44 yang mengatur tentang kekerasan fisik (Sari, 2012). 2)Nita (bukan nama sebenarnya) umur 35 tahun. Permasalahan yang dihadapi oleh Nita adalah bahwa suaminya memiliki wanita idaman lain (WIL). Sudah lima tahun suaminya jarang pulang dan jarang memberikan nafkah baik lahir maupun bathin. Hati perempuan mana yang tidak sakit, Nita berjuang sendiri untuk menghidupi anak-anaknya, sesekali ditanyakan oleh keluarga tentang suaminya Nita enggan untuk bercerita. Tetangga yang melihat kejadian itupun tidak tega dan melaporkan kasus Nita ke kepolisian, setelah diproses awalnya Nita tidak mengakui semua kejadian dan suami Nita dikenakan pasal 49 tentang penelantaran dalam rumah tangga (Nita, 2012). Perempuan kadangkala tidak menyadari, bahwa apa yang dilakukan sering menimbulkan fenomena sendiri, dimana segala tindakan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung juga dapat merugikan dirinya sendiri.Dari kenyataan di atas dapat dinyatakan bahwa kejahatan bukan bawaan sejak lahir melainkan mendapat pengaruh dari lingkungan.

Upaya-Upaya Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Dalam menangani kasus kejahatan, pihak polisi berpegang pada KUHP yang memuat 2 hal pokok yaitu: Pertama, KUHP memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang memungkinkan pengadilan menjatuhkan hukuman pidana. Melalui KUHP Negara menyatakan

pada masyarakat umum, tentunya juga pada penegak hukum, perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan siapa saja yang dapat dipidana. Kedua, KUHP menetapkan dan mengumumkan napa yang akan diterima oleh orang-orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu dalam hukum pidan reaksi tidak hanya berupa tindakan pidana, tetapi juga tinakan yang bertujuan melindungi masyarakat dari perbuatan yang merugikan. Selain berpegang teguh pada KUHP pihak kepolisian juga berpedoman kepada Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga No.23/2004 pasal 19: “Kepolisian wajib segera melakukan penyidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan pasal 16 (1): “Dalam waktu 1 kali 24 jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga , kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban”. Polisi dengan segala “Ornament” langsung atau tidak langsung menjadi pusat perhatian pada masyarakat. Kesungguhan pengabdian polisi seolah-olah diukur dari kemampuannya mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan dan menyelesaikan kasus kejahatan. Untuk mselanjutnya upaya-upaya yang dilakukan oleh Polres Lamongan dalam menanggulangi tindak kekerasan dalam rumah tangga.Seperti yang disamapaikann oleh Kompol Ni Putu Nariasih dan AKBP I Ketut Werki, SH adalah sebagai berikut: 1)Penegakan Hukum yaitu melakukan tindakan-tindakan hukum yang dipandang perlu guna penyelesaian perkara baik dalam proses penyelidikan maupun proses penyidikan. 2)Penanggulangan secara edukatif yaitu berupa penyuluhan, bimbingan melalui satu Binmas (Bimbingan Masyarakat) bahwa masalah dalam rumah tangga tidak atau jangan diselesaikan dengan kekerasan, bekerjasama dengan LSM, organisasi wanita. 3)Penanggulangan secara refresif yaitu menindak tegas laporan pengaduan yang datang kepada polisi menurut Brigadir septi anggota unit 4PPA Dirreskrim menambahkan selain tindakan preventif, tindakan represif yang dilakukan oleh direskrim khususnya unit 4 PPA adalah sebagai berikut: Brigadir Septi (2012)

Pihak Dirreskrim khususnya uni 4 PPA melakukan tindakan tegas terhadap pelaku penganiayaan terhadap istri. Didahului dengan penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan serta penyeselesaian dan pelimpahan penyerahan perkara kepada penuntut umum. Akan tetapi msebelum pelimpahan perkara kepada penuntut umum sebelumnya. Dari Dirreskrim menawarkan adanya jalan damai, apabila terjadi jalan damai maka polisis akan menjamin korban dimana istri menjadi korban, bahwa si suami tidak akan melakukan penganiayaan melalui kertas bermaterai, tetapi apabila si suami tetap melakukan penganiaayaan setelah upaya damai maka di sini Dirreskrim langsung akan melimpahkan kepada penuntut umum. Serta Penjatuhan hukuman dengan ancaman pidana seberat-beratnya sesuai dengan pasal-pasal dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan UU PKDRT No.23/2004. Karena selama ini banyak kasus penganiayaan terhadap istri dan penjatuhan hukuman terhadap para tersangka penganiayaan dalam rumah tangga yang tidak maksimal sehinggabanyak kasus penganiayaan dalam rumah tangga yang tidak tersentuh. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Dirreskrim dalam menanggulangi kejahatan yang berupa penganiayaan terhadap istri sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Kompol Ni Putu Nariasih dan AKBP I Ketut Werki, SH. Menyatakan upaya penanggulanganya lebih ditekankan kepada upaya penegakan hukum, edukatif dan refresif, hal itu dikarenakan di dalam menanggulangi kejahatan yang berupa penganiayaan terhadap istri, tidak hanya dibebankan kepada Dirreskrim saja, tetapi hal ini merupakan tanggungjawab bersama baik oleh polisi. LSM, Masyarakat, dan pihak-pihak yang terkait dengan masalah kejahatan yang berupa penganiayaan terhadap istri.

Simpulan Dan Saran Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat ditarik suatau kesimpulan yaitu: 1.Faktor utama penyebab Kekerasan dalam rumah tangga karena faktor ekonomi, kebutuhan yang klebih besar dari penghasilan yang minim tersebut dapat memicu suatu pertengkaran ditambah kepanikan istri karena kecilnya penghasilan suami. 2.Upaya penanganan kasus Kekerasan Dalam rumah tangga diatur dalam pasal 356 KUHP dalam penganiayaan khususnya terhadap istri di kota Denpasar adalah dari ancaman hukuman tiga tahun penjara dan tidak terdapat penjatuhan sanksi

penjara hingga mencapai pidana penjara maksimum sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 356 KUHP yaitu 5 Tahun. 3.Hambatan yang terjadi dalam menangani kasus Kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan kenyataannya yaitu dimana para pihak enggan memberikan laporqan yang sebenarnay bahkan lebih dominan menutupi kasus tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai penulis dapat diberikan saran sebagai berikut: 1)Dari beberapa faktor yang ada saat ini kita dapat menjadi penuntun masyarakat luas dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang kasus Kekerasan dalam rumah tangga sehingga korban merasa kuat dan sanggup untuk berbuat dan sanggup membela hak-haknya. 2)Dalam menangani kasus Kekerasan dalam rumah tangga dimana kita harus meningkatkann kerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Kepolisisan, Masyarakat yang terkait bdapat fokus terhadap masalah KDRT untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat. 3)Dari semua hambatan yang terjadi disinilah kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan nketerangan yang nyata maka dari itu diharapkan dari semua pihak harus lebih spesifik dalam menangani kasus sebagaimana mestinya.