KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI REMAJA ...

38 downloads 496 Views 462KB Size Report
dan Kuesioner Kenakalan Remaja dengan metode dikotomi. Metode analisis data .... 18 e. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Kenakalan. Remaja .
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

97

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI REMAJA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA (STUDI KORELASI PADA SISWA SMA UTAMA 2 BANDAR LAMPUNG)

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi.

Disusun Oleh Dian Mulyasri G0106005 Pembimbing 1. Dra. Emi Dasiemi, MS 2. Tri Rejeki Andayani S.Psi, M.Si

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal dengan judul : Kenakalan Remaja ditinjau dari Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas (Studi Korelasi pada Siswa SMU Utama 2 Bandar Lampung) Nama Peneliti NIM Tahun

: Dian Mulyasari : G0106005 : 2006

Telah disetujui untuk dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada : Hari : ………………….. Tanggal : …………………..

Pembimbing I

Pembimbing II

Dra. Emi Dasiemi MS NIP. 130358922

Tri Rejeki Andayani, S.Psi, M.Si NIP. 197411091998022001 Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.Psi NIP. 197608172005012002

commit to user ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MOTTO

”Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu” (Q.S. Al-Mu`min: 60)

“Sesungguhnya semua urusan apabila Allah menghendaki segala sesuatunya, Allah hanya berkata : “Jadilah”, maka jadilah” (Q.S. Yaasiin: 82)

commit to user iii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN Amazing spirit, hope, and energy has been sent to me so I can finish this simple work, and I would like to say thank you so much for this honour to: 1. Hasyim & Wahyuni The greatest parent in the world who always on my side and standing by with their unbelievable love. 2. Hayudian Utomo, Haris Munandar & Yogi Sugama. My brothers who always keep me warm with their love and support. 3. My lovely almamater.

commit to user iv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR Allhamdullilahrabbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, hanya dengan rahmat dan hidayahNya-lah penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dorongan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak, dan dengan segala kerendahan hati diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., M.S selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. 2. Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. 3. Rin Widya Agustin M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kemudahan dalam penulisan skripsi ini. 4. Dra. Emi Dasiemi, MS selaku pembimbing utama penulisan skripsi meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang berarti bagi penyelesaian skripsi ini. . 5. Tri Rejeki Andayani S.Psi, M.Si selaku pembimbing pendamping, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan dalamn penyusunan skripsi ini.

6. Dra.Suci Murti Karini, M.Si., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan arahan selama penulis menempuh studi di Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran.

7. Drs. H. Suyitno selaku Kepala Sekolah SMA Utama 2 Bandar Lampung yang telah memberikan izin penelitian di SMA Utama 2 Bandar Lampung.

commit to user v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

8. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Prodi Psikologi. 9. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Drs. H. Suyitno selaku Kepala Sekolah SMA Utama 2 Bandar Lampung yang telah memberikan izin penelitian di SMA Utama 2 Bandar Lampung. 11. Siswa-siswi SMA Utama 2 Bandar Lampung yang membantu proses pengumpulan data. 12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya penelitian di bidang psikologi.

Surakarta,

Oktober 2010

Penulis

commit to user vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI PERSEPSI REMAJA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA Dian Mulyasari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Abstrak Masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa. Secara umum dapat diketahui pada masa transisi tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergolakan-pergolakan fisik, psikis dan sosial. Keluarga merupakan fondasi primer bagi perkembangan remaja. Persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga, remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa remaja yaitu konformitas teman sebaya. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Teman yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Utama 2 Bandar Lampung. Sampel penelitian ini berjumlah 80 orang diperoleh dengan teknik cluster random sampling dengan merandom lima kelas didapat dua kelas yang masing-masing berjumlah 40 siswa. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Skala Konformitas Teman Sebaya yang dengan menggunakan metode Skala Likert, Skala Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dengan menggunakan metode Skala Diferensi Semantik, dan Kuesioner Kenakalan Remaja dengan metode dikotomi. Metode analisis data menggunakan metode analisis korelasi Product Momen ( Pearson) untuk menguji hipotesis hubungan persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Selanjutnya, untuk menguji hipotesis hubungan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja menggunakan analisis Chi square. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Product Momen ( Pearson) diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.489 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang diajukan dapat diterima. Selanjutnya, berdasarkan hasil perhitungan korelasi Chi square diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,966 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang diajukan dapat diterima. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Hasil penelitian ini juga menunjukan ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. Kata kunci: Persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga, konformitas teman sebaya, commit to user kenakalan remaja. ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ADOLESCENT DELINQUENCY BASED ON THE ADOLESCENT’S PERCEPTION ON THE FAMILY HARMONY AND PEER CONFORMITY Dian Mulyasari Psychology Department of Medical Faculty Sebelas Maret University Abstract Adolescence is the transition time from childhood to adult. Generally, it can be found that during transition time it is impossible for the physical, psychical and social. The family is the primary foundation for the development of adolescents. Adolescent perceptions of family harmony are realized in a good family relationships and home atmosphere which support the development of adolescents, so that adolescents become responsible adults and avoid anti-social behavior/ immoral. In addition to socializing in a family environment, adolescents do one very well known form of socialization in adolescence that peer conformity. Teenagers who have peers who do delinquency increase the risk to become perpetrators of delinquency. A Peers who is selected will determine the direction of teenagers to do. This research aims to find out the relationship between the adolescent’s perception on the family harmony and peer conformity, and the adolescent delinquency. The population of research was the students of SMA Utama 2 Bandar Lampung. The sample consisted of 80 students, technique used was cluster random sampling one, by took randomly five classes be obtained two classes, each of which numbered 40 students.The instrument of collecting data employed in this research was: attitudinal Scale Peer Conformity with Likert Scale method, Scale Adolescent Perception on the Family Harmony with Semantic Differentiation Scale method , and Questionnaire Adolescent Delinquency with Dichotomy method. Method of analyzing data used was Pearson’s Product Moment correlation analysis one to test the hypothesis of the relationship between the adolescent’s perception on the family harmony and the adolescent delinquency. Next, in order to test the hypothesis of the relationship between peer conformity and the adolescent delinquency, the Chi Square analysis was used Considering the result of (Pearson) Product Moment correlation calculation, it can be found the correlation coefficient of -0.489 with p value < 0.05 (α), therefore the hypothesis proposed can be supported. Next, considering the result of Chi Square correlation calculation, it can be found the correlation coefficient of 0.966 with p value < 0.05 (α), therefore the hypothesis proposed can be supported. The result of research shows that there is a negative relationship the adolescent’s perception on the family harmony and the adolescent delinquency. It also shows that there is a positive relationship the peer conformity and the adolescent delinquency. Keywords: the adolescent’s perception on the family harmony, peer conformity, adolescent delinquency

commit to user iii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................

iii

MOTTO .......................................................................................................

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................

v

KATA PENGANTAR .................................................................................

vi

ABSTRAK ..................................................................................................

viii

ABSTRACT .................................................................................................

ix

DAFTAR ISI ...............................................................................................

x

DAFTAR TABEL ........................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ......................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................

1

B. Rumusan Masalah .................................................................

9

C. Tujuan Penelitian ..................................................................

10

D. Manfaat Penelitian ................................................................

10

LANDASAN TEORI ..................................................................

12

A. LANDASAN TEORI ............................................................

12

1. KENAKALAN REMAJA ...............................................

12

a.

Pengertian Remaja ..................................................

12

b.

Pengertian Kenakalan commitRemaja to user.................................

13

iv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c.

Karakteristik Remaja Nakal .....................................

15

d.

Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja ...........................

18

e.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Kenakalan Remaja ....................................................................

24

2. Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga .........

29

a. Pengertian Persepsi ...................................................

29

b. Pengertian Keharmonisan Keluarga ...........................

31

c. Pengertian Persepsi Keharmonisan Keluarga .............

32

d. Ciri-ciri Keharmonisan Keluarga................................

33

e. Aspek-Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga 35 3. Konformitas .....................................................................

40

a. Pengertian Teman Sebaya ..........................................

40

b. Pengertian Konformitas..............................................

40

c. Pengertian Konformitas Teman Sebaya ......................

43

d. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya ..................

44

4. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja ............................................................................

46

a. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja .........................

46

b. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja .....................................................

commit to user v

47

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

5. Kerangka Berpikir Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan

BAB III

BAB IV

Kenakalan Remaja ..........................................................

48

6. Hipotesis .........................................................................

49

METODE PENELITIAN ............................................................

50

A. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................

50

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...............................

50

1. Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga ......................

50

2. Konformitas Teman Sebaya ............................................

51

3. Kenakalan Remaja ..........................................................

52

C. Populasi, Sampel, dan Sampling ...........................................

52

D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................

53

1. Sumber Data ....................................................................

53

2. Metode Pengumpulan Data .............................................

53

E. Metode Analisis Data.............................................................

62

1. Validitas Instrumen Penelitian .........................................

62

2. Reliabilitas Instrumen Penelitian .....................................

63

3. Uji Hipotesis ...................................................................

64

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...........................

66

A. Persiapan Penelitian ..............................................................

66

1. Orientasi Kancah Penelitian ............................................

66

2. Persiapan Penelitian ........................................................

66

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ...........................................

68

B. Pelaksanaan Penelitian ..........................................................

76

1. Penentuan Sampel Penelitian ........................................... commit to user

76

vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Penelitian ........................................................................

77

C. Hasil Analisis Data Penelitian ...............................................

77

1. Uji Asumsi ......................................................................

78

2. Uji Hipotesis ...................................................................

79

3. Analisis Deskriptif ...........................................................

82

D. Pembahasan ..........................................................................

85

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................

91

A. Kesimpulan ...........................................................................

91

B. Saran ....................................................................................

91

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

93

LAMPIRAN ................................................................................................

97

BAB V

commit to user vii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Blueprint Skala Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga ........

55

Tabel 2

Blueprint Skala Konformitas Teman Sebaya................................

58

Tabel 3

Blueprint Kuesioner Kenakalan Remaja.......................................

59

Tabel 4

Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga .......................................................................................................

Tabel 5

Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Setelah Uji Coba.........................................................................................................

Tabel 6

70

Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Konformitas Teman Sebaya.........................................................................................

Tabel 7

69

72

Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Setelah Uji Coba .................................................................................................... 73

Tabel 8

Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Kuesioner Kenakalan Remaja .................................................................................................... 74

Tabel 9

Distribusi Aitem Kuesioner Kenakalan Remaja Setelah Uji Coba

75

Tabel 10 Hasil Uji Normalitas....................................................................

78

Tabel 11 Uji Linearitas...............................................................................

79

Tabel 12 Hasil korelasi Product Momen ( Pearson)

Persepsi terhadap

Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja ...................

80

Tabel 13 Hasil Chi Square Konformitas Teman Sebaya .............................

81

Tabel 14 Hasil Contingency Coefficient Konformitas Teman Sebaya .........

82

Tabel 15 Deskripsi Data Penelitian.............................................................

82

Tabel 16 Kriteria kategori Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan distribusi skor subjek ...................................................................

commit to user viii

83

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 17 Kriteria kategori Skala Konformitas Teman Sebaya dan distribusi skor subjek .................................................................................................................84

Tabel 18 Kriteria kategori Kuesioner Kenakalan Remaja dan distribusi skor subjek ....................................................................................................

commit to user ix

85

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR BAGAN

Bagan 1

Kerangka Berpikir “Hubungan antara Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Dengan Perilaku Kenakalan Remaja di SMA Utama 2 Bandar Lampung ..........................................................

commit to user x

49

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

Alat Ukur Sebelum Penelitian ...............................................

Lampiran B

Data Butir Skala Penelitian ................................................... 110

Lampiran C

Uji Validitas & Reliabilitas Aitem ........................................ 114

Lampiran D

Alat Ukur Penelitian (Setelah Uji Coba) ................................ 122

Lampiran E

Data Penelitian ...................................................................... 133

Lampiran F

Analisis Data Penelitian ........................................................ 140

Lampiran G

Surat Ijin Penelitian dan Surat Bukti Penelitian ..................... 144

commit to user xi

97

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari psikologi perkembangan, masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa. Secara umum dapat diketahui pada masa transisi tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergolakan-pergolakan fisik, psikis dan sosial dalam rangka remaja mencari jati dirinya. Masa remaja memiliki ciri sebagai masa progresif yang dapat dilihat pada optimalisasi cara berfikir, bersosialisasi dan berbuat sesuai dengan kemampuannya. Sisi lain pada masa remaja belum memiliki kestabilan emosi dan mudah terpengaruh oleh kondisi sekitar, sehingga tidak mengherankan jika hal tersebut membuat remaja bertindak dengan resiko yang paling tinggi. Masa remaja merupakan masa transisi, usianya berkisar antara 13 sampai 17 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan. Pada masa remaja terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1999). Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Di masa ini seorang anak mulai mencari jati diri. Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dapat dianggap sebagai orang dewasa disatu sisi remaja ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang-tua, disisi lain pada dasarnya remaja tetap membutuhkan bantuan, dukungan serta perlindungan orang-tuanya.

commit to user 1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2

Santrock (2003) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, intelegensi dan bahasa tubuh, sedangkan perubahan sosial-emosional meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar, dalam emosi, kepribadian, dan konsep diri. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan kondisi kepribadian yang kurang matang akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatanperbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan Remaja dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, remaja mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang atau tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran hingga tindak kriminal (Kartono, 2003). Bentuk gangguan-gangguan perilaku yang ditimbulkan remaja antara lain: tindakan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat sekitar karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada masyarakat, tindakan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3

pelanggaran ringan hingga tindakan pelanggaran yang merujuk pada semua tindakan kriminal (Santrock dalam Gunarsa, 2004). Bentuk tindakan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat sekitar karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada masyarakat seperti berkata-kata kasar kepada guru atau orang tua. Tindakan pelanggaran ringan seperti melarikan diri dari rumah dan membolos dari sekolah, sedangkan tindakan pelanggaran yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja seperti merampok, menodong, mencuri, memperkosa, membunuh, menganiaya, seks pranikah serta penggunaan dan penjualan obat-obatan terlarang (narkoba). Sebuah survei yang dilakukan di 33 provinsi pada pertengahan tahun 2008 yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN melaporkan bahwa 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya melakukan aborsi. Secara umum survei itu mengindikasikan bahwa pergaulan remaja di Indonesia makin mengkhawatirkan (Suara Karya, 6 Februari 2009). Direktur

Remaja

dan

Perlindungan

Hak-Hak

Reproduksi

BKKBN

mengatakan, persentasi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami

peningkatan jika

dibandingkan

dengan

tahun-tahun

sebelumnya. Berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV-AIDS di Indonesia, 54 persen adalah remaja (Suara Karya, 6 Februari 2009). Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2007) menunjukkan jumlah remaja di Indonesia mencapai 30 % dari jumlah penduduk, yaitu sekitar

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4

1,2 juta jiwa. Hal ini tentunya dapat menjadi aset bangsa jika remaja dapat menunjukkan potensi diri yang positif namun sebaliknya akan menjadi petaka jika remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif bahkan sampai terlibat dalam kenakalan remaja. Masalah kenakalan remaja juga menjadi masalah yang serius di kota-kota berkembang seperti Bandar Lampung. Mengingat pembangunan kota Bandar Lampung yang berkembang dari budaya agraris menuju budaya industri seiring derap moderenisasi. Kemajuan teknologi yang bertujuan mencapai kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia ternyata membawa dampak yang tidak diharapkan yakni lahirnya kepincangan sosial (pathology social) seperti: kemiskinan,

pengangguran,

pelacuran,

gelandangan,

kenakalan

remaja,

pemerkosaan dan tindak kekerasan yang menimbulkan kegelisahan, keresahan dan ketidaktentraman ( Tanpaka, Lampung Post 2004). Setiap tahun masalah kenakalan remaja di Bandar Lampung terus meningkat. Berdasarkan data Reserse dan Kriminal (Reskrim) Poltabes Bandar Lampung, jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Bandar Lampung dari tahun 2003-2008 adalah 249 orang, menggambarkan 70% diantaranya berusia antara 15-19 tahun. Kondisi ini mengalami peningkatan 30% dari tahun 1998-2003 sebanyak 172 orang. Data perkelahian pelajar di Bandar Lampung tahun 2004 tercatat 86 kasus perkelahian pelajar. Tahun 2006 meningkat menjadi 102 kasus dengan menewaskan tiga pelajar, tahun 2008 terdapat 127 kasus dengan korban meninggal tujuh pelajar dan satu penduduk sipil. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Dinas Sosial kota Bandar

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

5

Lampung memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60% dari 532 orang yaitu sebanyak 319 orang. Angka-angka di atas cukup mencengangkan, bagaimana mungkin anak remaja yang masih muda, polos, energik, potensial yang menjadi harapan orangtua, masyarakat dan bangsanya

dapat

terjerumus

dalam

limbah

kenistaan,

sungguh

sangat

disayangkan, bahkan angka-angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat. Berdasarkan data di atas terlihat jumlah kenakalan pada remaja di Bandar Lampung mengalami peningkatan. Untuk itu, Poltabes bekerjasama dengan Pemerintah Kota, Departemen Agama dan Dinas Kesehatan mengadakan sosialisasi dampak kenakalan remaja ditinjau dari sisi hukum, agama dan kesehatan ke sekolah- sekolah dari SMP hingga SMA yang telah dilaksanakan pada tanggal 3-20 Agustus 2009 lalu. Kenakalan remaja di Bandar Lampung, saat ini sedang mendapat perhatian khusus dari Gubernur Lampung, Sjachroedin Z.P yang mencanangkan program pembinaan anggota keluarga masyarakat Lampung dalam rangka memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke- 16 dan Hari Upaya Kependudukan Dunia 2009. Program dimaksudkan untuk menanggulangi masalah kemerosotan akhlak, perlakuan sewenang-wenang terhadap orang tua, kenakalan remaja yang menjurus ke kriminalitas, kebebasan seks di luar nikah, minuman keras dan penyalahgunaan narkoba (BKKBN, 2009). Keluarga menempati posisi penting dalam program tersebut karena lingkungan keluarga menjadi tempat pertama dan utama remaja mendapatkan pendidikan. Selain itu keluarga juga merupakan fondasi primer bagi

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

6

perkembangan remaja, karena keluarga merupakan tempat remaja untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupannya. Keluarga juga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi anak (Hawari, 1997). Remaja yang hubungan keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang tidak menyenangkan dengan orang-orang di luar rumah (Hurlock, 1999). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang matang akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat. Perbuatan pelanggaran ternyata bersumber pada keadaan keluarga yaitu suasana rumah yang tidak menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi anak atau orang dewasa yang tidak bertanggung jawab dan melakukan perbuatan anti-sosial dan amoral (Gunarsa, 2007). Keluarga dan keharmonisan hidup keluarga berpengaruh atas perkembangan remaja dan menentukan dasardasar kepribadian bagi remaja. Persepsi remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya (Hurlock, 1993). Selanjutnya Tallent (1978)

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

7

menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah, pada umumnya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, orang tua menghargai pendapat anak dan hangat. Anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah antara orangtua dengan anak, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi kenakalan remaja adalah pengaruh teman

sebaya,

teman-teman

sebaya

yang

melakukan

kenakalan

akan

meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan (Santrock, 2003). Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana remaja yang bersangkutan akan dibawa (Chomaria, 2008). Konformitas adalah sikap, perilaku atau tindakan yang sesuai dengan norma kelompok, sehingga menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota kelompok (Baron & Byrne, 2005). Norma (norms) merupakan aturan yang berlaku pada seluruh anggota kelompok dan berpeluang untuk menumbuhkan konformitas pada setiap anggota kelompok tersebut (Santrock, 2003). Remaja cenderung mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh kelompok bermain remaja. Melihat kondisi tersebut konformitas berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja. Konformitas dilakukan individu segala umur, namun konformitas paling banyak dilakukan individu pada masa remaja ( Indria dan Nindyati, 2007).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

8

Banyak tujuan yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformis, antara lain supaya ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sanksi kelompok (Surya, 1999). Konformitas adalah bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat individu tinggal, konformitas berarti proses penyesuaian diri dengan cara mentaati norma dan nilai-nilai masyarakat atau kelompok, konformitas pada umumnya akan melahirkan kepatuhan dan ketaatan (Maryati dan Suryawati, 2001). Remaja biasanya melakukan konformitas pada kelompok teman bermain. Konformitas yang remaja lakukan akan mengarahkan perilaku dan pandangan yang ada dalam diri remaja sebelumnya. Berdasarkan data diatas masalah kenakalan remaja merupakan masalah yang kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kenakalan remaja, khususnya di SMA UTAMA 2 Bandar Lampung. Berdasarkan informasi hasil wawancara dengan guru BK setempat memberikan informasi seringnya terjadi perilaku pelanggaran dan penyimpangan di SMA UTAMA 2 Bandar Lampung seperti: membolos sekolah setiap harinya dua hingga lima siswa yang tidak hadir tanpa keterangan, pelanggaran tata-tertib sekolah seperti kerapian dalam berpakaian dan penampilan, merokok, tertangkap lima siswa kelas XI sedang menghirup asap shabu-shabu yang dibakar diatas alumunium foil dibelakang sekolah pada bulan Oktober 2008, dan relasi sosial

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

9

yang kurang baik seperti dalam bulan Februari di tahun ini terjadi tiga perkelahian antar siswa. Tahun ajaran 2008-2009 tercatat 23 orang terlibat perkelahian antar siswa. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa diperlukannya persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga, remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa remaja adalah konformitas kelompok remaja. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kenakalan Remaja ditinjau dari Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya (Studi Korelasi Pada Siswa SMA UTAMA 2 Bandar Lampung) ”. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja ?

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

10

2. Apakah ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan perilaku kenakalan remaja. 2. Mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan masukan kepada pihak sekolah untuk melakukan kajian dan diskusi mengenai kenakalan remaja dalam kaitannya dengan persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dan konformitas teman sebaya. b. Dapat menjadi wacana bagi kalangan akademisi atau mahasiswa yang akan melakukan penelitian terhadap tema yang sama. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan informasi kepada orang tua tentang upaya-upaya menciptakan keharmonisan keluarga sebagai langkah antisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. b. Memberi masukan kepada siswa cara-cara pemilihan kelompok yang memiliki norma-norma dan nilai-nilai yang meningkatkan kemampuan kerjasama dan menumbuhkan konformitas yang positif.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

11

c. Manfaat penelitian bagi sekolah, bila penelitian ini terbukti maka dapat digunakan sebagai tindakan preventif terhadap kenakalan remaja dengan meningkatkan kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak keluarga.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kenakalan Remaja a. Pengertian Remaja Remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Salzman, dalam Yusuf, 2005). Dalam budaya Amerika, periode remaja dipandang sebagai masa “Strom and Stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Lustin Pikunas, dalam Yusuf, 2005). Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Masa remaja secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks dkk, 2004). Masa remaja awal (early adolescence) terjadi kira-kira sama dengan sekolah menengah pertama, biasanya pada masa ini terfokus kebanyakan pada perubahan pubertas. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) mulai merujuk untuk mengembangkan minat, senang mempunyai banyak teman, pencapaian karir, pacaran dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata pada

commit to user 12

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

13

remaja pertengahan dibandingkan remaja awal, akibatnya remaja kerap kali mengalami kebingungan-kebingungan (identity confusion). Masa remaja akhir (late adolescence) ditandai dengan menikmati identitas yang terbentuk pada masa remaja pertengahan, mulai melakukan koping terhadap tantangan sebagai seorang dewasa, mampu berpikir abstrak dan mampu untuk membuat keputusan di dalam kehidupannya. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa remaja adalah individu yang menjalani masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. Masa remaja awal terfokus pada perubahan pubertas, masa remaja pertengahan mengeksplorasi identitas secara mendalam seringkali terjadi identity confusion dan masa remaja akhir menikmati identitas yang terbentuk pada masa remaja pertengahan. Fenomena perilaku menyimpang remaja seringkali terjadi pada masa remaja pertengahan dalam rentang usia 15-18 tahun, hal ini dikarenakan adanya kebingungan identitas (identity confusion) pada periode tesebut. b. Pengertian Kenakalan Remaja Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku negatif atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

14

tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2003). Semua tindakan perusakan yang tertuju ke luar tubuh atau ke dalam tubuh remaja dapat digolongkan sebagai kenakalan remaja (Gunarsa, 2004). Kenakalan remaja merujuk pada tindakan pelanggaran suatu hukum atau peraturan oleh seorang remaja. Pelanggaran hukum atau peraturan bisa termasuk pelanggaran berat seperti membunuh atau pelanggaran seperti membolos, menyontek. Pembatasan mengenai apa yang termasuk sebagai kenakalan remaja dapat dilihat dari tindakan yang diambilnya, tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial, tindakan pelanggaran ringan/ status offenses dan tindakan pelanggaran berat/ index offenses (Santrock , 2003). Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang pada umumnya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara. Mulyadi, dkk (2006) mendefinisikan kenakalan remaja merupakan keinginan untuk mencoba segala sesuatu yang kadang-kadang menimbulkan kesalahankesalahan, yang menyebabkan kekesalan lingkungan dan orangtua. Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

15

bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1995) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, peneliti berpendapat bahwa kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang melakukan tindakan merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain hingga tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana. c. Karakteristik Remaja Nakal Menurut Kartono (2003), remaja nakal mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu mencakup : 1) Perbedaan struktur intelektual Pada umumnya inteligensi remaja nakal tidak berbeda dengan inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechsler). Remaja nakal kurang toleran terhadap hal-hal yang ambigius pada umumnya remaja kurang mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri. 2) Perbedaan fisik dan psikis Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki perbedaan ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Pada umumnya remaja nakal bersikap lebih agresif.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

16

3) Ciri karakteristik individual Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang, seperti : a) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenangsenang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan. b) Kebanyakan dari remaja nakal terganggu secara emosional. c) Remaja nakal kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara sosial. d) Remaja nakal senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya. e) Pada umumnya remaja nakal sangat impulsif dan suka tantangan dan bahaya. f) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya. g) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga remaja menjadi liar dan jahat. Menurut Gunarsa (2004) ada beberapa karakteristik yang terlihat pada remaja delinkuen, diantaranya adalah : 1) Remaja yang delinkuen lebih sering merasa deprivasi (keterasingan) dibandingkan dengan remaja non delinkuen. Remaja delinkuen cenderung merasa tidak aman, sengaja berusaha melanggar hukum dan peraturan (defiant). 2) Remaja yang delinkuen memiliki tingkat intelegensi yang lebih rendah dibandingkan

dengan

remaja

non

delinkuen.

commit to user

Remaja

yang

delinkuen

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

17

menunjukkan bahwa remaja tidak mampu memikirkan dengan baik konsekuensi dari setiap tindakan yang remaja delinkuen ambil. Penggunaan obat-obatan terlarang dan putus sekolah merupakan beberapa hal yang dapat meningkatkan munculnya kenakalan remaja. 3) Remaja yang delinkuen tidak menyukai sekolah dan oleh sebab itu remaja seringkali membolos. Kegagalan akademis sendiri merupakan salah satu kontributor dari delinkuensi (Santrock dalam Gunarasa 2004) 4) Sikap yang menonjol pada remaja delinkuen: bersikap menolak (resentful), bermusuhan (hostile), penuh curiga, tidak konvensional, tertuju pada diri sendiri (self-centered), tidak stabil emosinya, mudah dipengaruhi, ekstrovert dan suka bertindak dengan tujuan merusak atau menghancurkan sesuatu (Cole dan Rice dalam Gunarsa 2004). 5) Remaja yang delinkuen menyukai aktivitas yang penuh tantangan akan tetapi tidak menyukai kompetisi. 6) Remaja yang delinkuen cenderung tidak matang secara emosional, tidak stabil,dan cenderung frustrasi. Keadaan-keadaan demikian yang membuat remaja delinkuen tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik di rumah, sekolah dan masyarakat (Cole dalam Gunarsa 2004). Kedua uraian di atas, terlihat penjelasan Kartono (2003) lebih menyeluruh. Uraian yang diberikan Gunarsa (2004) melengkapi penjelasan karakteristik remaja nakal yang diungkapkan oleh Kartono (2003), sehingga dapat diketahui bahwa remaja nakal memiliki karakteristik yang berbeda dengan remaja tidak nakal.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

18

d. Bentuk- Bentuk Kenakalan Remaja Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, bentuk perilaku yang dikemukakan dibagi berdasarkan faktor penyebab dan ciri-ciri tingkah laku yang ditimbulkan, yaitu : 1) Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir) Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya remaja nakal tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal remaja nakal didorong oleh faktor-faktor berikut : a) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan. b) Remaja nakal kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu. c) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Geng remaja nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan. d) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Ringkasnya, delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, remaja nakal mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gangnya, namun pada usia dewasa,

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

19

mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru. 2) Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik) Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri - ciri perilakunya adalah : a) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja. b) Perilaku kriminal remaja nakal merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya. c) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik. d) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik. e) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

20

f) Motif kejahatannya berbeda-beda. g) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan). 3) Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik) Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, remaja delinkuen psikopatik merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku remaja delinkuen psikopatik adalah : a) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga remaja delinkuen psikopatik tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain. b) Remaja delinkuen psikopatik tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran. c) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga. Remaja delinkuen psikopatik pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya remaja delinkuen psikopatik residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki. d) Remaja

delinkuen

psikopatik

selalu

gagal

dalam

menyadari

dan

menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gangnya sendiri.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

21

e) Kebanyakan dari remaja delinkuen psikopatik juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Remaja delinkuen psikopatik sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab. 4) Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral) Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, remaja delinkuen selalu ingin melakukan

perbuatan

kekerasan,

penyerangan

dan

kejahatan,

rasa

kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan. Remaja nakal merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan remaja nakal sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki. Remaja nakal adalah para

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

22

residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 % mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau lingkungan sekitar. Jensen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan remaja menjadi empat bentuk berdasarkan kerugian yang ditimbulkan yaitu: 1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain. 2) Kenakalan

yang

meninbulkan

korban

materi:

perusakan,

pencurian,

pencopetan, pemerasan dan lain- lain. 3) Kenakalan sosial yang menimbulkan bahaya diri sendiri dan orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat terlarang, kebut-kebutan dan hubungan seks bebas. 4) Kenakalan yang melawan status menimbulkan pelanggaran hukum atau aturan, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah. Hurlock (1973) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk berdasarkan perilaku yang ditampilkan, yaitu: 1) Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain hingga menimbulkan korban fisik, seperti berkelahi, tawuran, menodong, membunuh. 2) Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain hingga mengakibatkan kerugian materi, seperti merampas, mencuri, dan mencopet.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

23

3) Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah. 4) Perilaku yang membahayakan dan merugikan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa, pelacuran dan menggunakan senjata tajam. Santrock (2003) menjelaskan bentuk kenakalan remaja berdasarkan tingkah laku yang ditampilkan menjadi tiga, yaitu : 1) Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat contoh : berkata kasar kepada guru dan orang tua dll. 2) Tindakan pelanggaran ringan seperti membolos sekolah, kabur pada jam mata pelajaran tertentu dll. 3) Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja seperti : mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan terlarang dll. Pendapat mengenai bentuk-bentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh Santrock (2003) sesuai dengan fenomena yang terjadi sehari-hari. Terdiri dari tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial, tindakan pelanggaran ringan, dan tindakan pelanggaran berat.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

24

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kenakalan Remaja Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (2003) secara rinci dijelaskan sebagai berikut : 1) Identitas Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 2003) masa remaja ada pada tahap krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja. Erikson (dalam Santrock, 2003) percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspekaspek peran identitas. Erikson (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi individu dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat individu merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada individu tersebut, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif (Erikson dalam Santrock, 2003).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

25

2) Kontrol diri Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Remaja mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin remaja sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku remaja. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (2003) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja. 3) Usia Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

26

kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun. Masih menurut Kartono (2003) kenakalan remaja paling banyak dilakukan remaja dibawah usia 22 tahun, dengan jumlah tertinggi pada usia 15-19 tahun. Sesudah usia tersebut biasanya kenakalan yang dilakukan mulai menurun. 4) Jenis kelamin Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) menunjukkan pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan. 5) Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Remaja nakal merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai remaja nakal terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Chang dan Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

27

6) Proses keluarga Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Remaja yang hubungan keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang buruk dengan orang-orang di luar rumah (Hurlock, 1999). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat. Perbuatan pelanggaran ternyata bersumber pada keaadaan keluarga yaitu suasana rumah yang tidak menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi anak atau orang dewasa yang tidak bertanggung jawab dan melakukan perbuatan anti-sosial dan amoral (Gunarsa, 2007). 7) Pengaruh teman sebaya Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (2003) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan. Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok , apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

28

ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana remaja yang bersangkutan akan dibawa (Chomaria, 2008). Konformitas adalah sikap, perilaku atau tindakan yang sesuai dengan norma kelompok sehingga menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota kelompok (Baron & Byrne, 2005). Norma (norms) merupakan aturan yang berlaku pada seluruh anggota kelompok dan berpeluang untuk menumbuhkan konformitas pada setiap anggota kelompok tersebut (Santrock, 2003). Remaja cenderung mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh kelompok bermain remaja. Melihat kondisi ini konformitas berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja. Banyak tujuan yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformitas, antara lain supaya ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya eksistensi sebagai anggota

kelompok,

menjaga

hubungan

dengan

kelompok,

mempunyai

ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sangsi kelompok (Surya, 1999). 8) Kelas sosial ekonomi Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

29

bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan. 9) Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab kenakalan remaja adalah identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. 2. Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga a. Pengertian Persepsi Bono (2007) mengatakan bahwa persepsi adalah cara individu memandang sesuatu, perasaan dan reaksi ditentukan berdasar apa yang individu lihat dalam realitas di balik semua itu. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan. Selanjutnya Gunawan dan Setyono (2006)

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

30

mengatakan persepsi adalah apa yang dapat individu lihat dengan mata pikiran individu, persepsi individu dibatasi oleh pengalaman, pengetahuan dan imajinasi yang individu miliki. Winarno (2007) menyebutkan persepsi merupakan penerimaan (receiving) dari suatu peristiwa yang mempunyai konsekuensi terhadap orang atau kelompok. Rakhmat (2005) juga mengemukakan persepsi adalah pengalaman terhadap objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan informasi. Sedangkan menurut Hude (2006) juga mendefinisikan persepsi sebagai tindak lanjut dari sensasi, tidak ada proses persepsi tanpa sensasi, karena persepsi sebenarnya adalah pemberian makna pada stimulus yang ditangkap oleh alat-alat indera. Persepsi seperti halnya sensasi amat bergantung pada faktor personal dan situasional (faktor fungsional dan struktural). Persepsi membantu manusia bertindak dan memahami dunia sekelilingnya. Walgito (2004) menyatakan persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris, lalu diteruskan ke proses persepsi dimana individu melakukan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang terintegrasi dalam diri individu. Sobur (2003) persepsi adalah keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterima manusia.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

31

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berpendapat bahwa persepsi adalah suatu rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterima manusia. b. Pengertian Keharmonisan Keluarga Keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga di dalam masyarakat yang paling utama bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia (Kartono, 1977). Pengertian keharmonisan menurut kamus bahasa Indonesia adalah keadaan yang selaras atau serasi. Menurut Gunarsa (2004) keharmonisan keluarga ialah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial. Sedangkan menurut Hawari (1997) keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , maka interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga itu akan tercipta. Keluarga yang mempunyai komitmen agama yang kuat menempati peringkat tinggi untuk tercapainya keharmonisan rumah tangga. Basri (1999) menyatakan bahwa setiap orangtua bertanggung jawab juga memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan dan terpelihara suatu hubungan antara orangtua dengan anak yang baik, efektif dan menambah kebaikan dan keharmonisan hidup dalam keluarga, sebab telah menjadi bahan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

32

kesadaran para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. Selanjutnya Hurlock (1973) menyatakan bahwa

anak

yang

hubungan

perkawinan

orangtuanya

bahagia

akan

mempersepsikan rumah mereka sebagai tempat yang membahagiakan untuk hidup karena makin sedikit masalah antar orangtua, semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan sebaliknya hubungan keluarga yang buruk akan berpengaruh kepada seluruh anggota keluarga. Suasana keluarga yang tercipta adalah tidak menyenangkan, sehingga anak ingin keluar dari rumah sesering mungkin karena secara emosional suasana tersebut akan mempengaruhi masing-masing anggota keluarga untuk bertengkar dengan lainnya. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa keharmonisan keluarga adalah berfungsi dan berperannya semua anggota keluarga sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga. c. Pengertian Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga Persepsi dapat diketahui adalah suatu rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterima manusia. Selanjutnya, keharmonisan keluarga adalah berfungsi dan berperannya semua anggota keluarga sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui persepsi terhadap keharmonisan keluarga adalah rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

33

tanggapan mengenai setiap anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga. d. Ciri-ciri Keharmonisan Keluarga Basri (1999) mengungkapkan beberapa ciri dari keluarga yang harmonis/ keharmonisan keluarga, yaitu: 1) Dasar-dasar hubungan yang efektif. Kelahiran makhluk baru di permukaan bumi ini mudah-mudahan adalah merupakan buah dari perasaan cinta dan kasih sayang di antara kedua orang tuanya. Perasaan yang penuh keindahan dan keluhuran itu hendaknya masih kuat berkelanjutan dalam keseluruhan proses pendidikan dan kehidupan anak selanjutnya. Kasih sayang dan kemesraan yang berkembang dalam kehidupan suami-isteri dan kemudian membuahkan kelahiran tunas-tunas baru dalam keluarga dan masyarakat serta bangsa, akan disambut dengan penuh kasih sayang. Dasar kasih sayang yang murni akan sangat membantu perkembangan dan pertumbuhan anak-anak dalam kehidupan selanjutnya. Perpaduan kasih ayah sepanjang galah dan kasih ibu sepanjang jalan akan membuahkan anak-anak yang berkembang sehat lahir dan batin serta berbahagia dan sejahtera. Kepribadian yang utuh dan teguh yang berbuah dalam tingkah laku yang baik dan normatif akan sangat bermanfaat dijadikan bekal anak dalam mengarungi lautan kehidupan selanjutnya. Sebenarnya pelaksanaan pendidikan dan pengajaran terhadap anak yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang adalah merupakan pemenuhan kewajiban agama dalam kehidupan manusia. Memang

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

34

ajaran agama yang mengajarkan dan kewajiban manusia agar bersungguhsungguh dalam mendidik anak dan mengasuh anak dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab. Ajaran agama dengan tuntutan akhlak dan ibadah serta aqidah jika dilaksanakan dengan bersungguh-sungguh akan mampu menghasilkan perkembangan

dan

pertumbuhan

anak-anak

yang

saleh

dan

cukup

membahagiakan kehidupan keluarga. 2) Hubungan anak-anak dengan orang tua. Sejak anak-anak dilahirkan di dunia ketergantungan anak-anak terhadap kedua orang tua sangat besar. Dengan penuh kasih sayang kedua orang tuanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya yang masih belum berdaya. Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus, menyebabkan anak-anaknya akan mampu mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia pada umumnya, ialah kegiatan yang bersifat individual, sosial dan kegiatan keagamaan. 3) Hubungan anak remaja dengan orang tua. Remaja pada umumnya sedang mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat dalam kehidupannya. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan yang begitu pesat dan perkembangan mental yang cukup membingungkan remaja. Pikiran, perasaan, perasaan tanggung jawab, kemauan dan nilai-nilai kehidupan memang sedang mengalami perkembangan dan kematangan menuju taraf kemasakan atau kedewasaannya. Masa remaja adalah masa peralihan anak meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan kemauan bermain dan akan memasuki masa dewasa yang memerlukan perasaan bertanggung jawab yang maksimal. Bermacam-macam permasalahan yang khas remaja dialami oleh anak-anak

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

35

remaja, baik yang berhubungan dengan kondisi biologis, psikis, sosial dan kebingungan terhadap keadaan dirinya sendiri. Semua permasalahan tersebut disebakan perubahan-perubahan fisik-biologis, nilai-nilai kehidupan yang belum sempurna diketahui serta mungkin pula karena kurangnya upaya persiapan kedua orang tuanya dalam mengantarkan ke alam remaja yang penuh pertanyaan dan kebingungan. 4) Memelihara komunikasi dalam keluarga. Kurang lancarnya komunikasi dalam kehidupan keluarga merupakan salah satu penyebab timbul dan berkembangnya beberapa permasalahan yang gawat dalam keluarga. Permasalahan yang terjadi dalam keluarga sangat perlu dikemukakan secara terbuka dengan yang lain, terutama antara suami-isteri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri keharmonisan keluarga adalah adanya dasar-dasar hubungan yang efektif, hubungan anak-anak dengan orang tua, hubungan anak remaja dengan orang tua, dan memelihara komunikasi dalam keluarga. e. Aspek-Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga 1) Aspek Persepsi Sobur (2003) mengemukakan terdapat tiga aspek dalam persepsi berdasarkan proses terjadinya persepsi, yaitu : a) Aspek kognitif Aspek kognitif yaitu aspek yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek yang dipersepsi. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek yang dipersepsi tersebut.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

36

b) Aspek afektif Aspek afektif yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimiliki individu yang bersangkutan. c) Aspek konatif Aspek konatif merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek yang dipersepsikannya. Selanjutnya Walgito (2004) menyebutkan ada tiga aspek persepsi berdasarkan kemampuan jiwa, yaitu: a) Komponen kognitif Komponen kognitif adalah kemampuan manusia menerima stimulus dari luar, kemampuan ini berhubungan dengan pengenalan. b) Komponen konatif Komponen konatif adalah kemampuan manusia untuk melahirkan apa yang terjadi dalam jiwanya, kemampuan ini berhubungan dengan motif, kemauan. c) Komponen emosi Komponen emosi adalah kemampuan manusia yang berhubungan dengan perasaan . Berdasarkan kedua uraian diatas dapat dilihat aspek yang diungkapkan Sobur (2003) dan Walgito (2004) memiliki kesamaan, yakni: aspek kognitif, afektif dan konatif.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

37

2) Aspek Keharmonisan Keluarga Hawari (1997) mengemukakan enam aspek keharmonisan keluarga berdasarkan pegangan hubungan perkawinan bahagia adalah: a) Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius yang penanaman komitmennya rendah atau tanpa nilai agama sama sekali cenderung terjadi pertentangan konflik dan percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan mencari lingkungan lain yang dapat menerimanya. b) Mempunyai waktu bersama keluarga. Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah. c) Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga. Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga. Orang tua yang bijaksana selalu tepat mempergunakan kesempatan yang baik untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Sebaliknya merupakan saat yang kurang tepat jika anak-anak sedang menghadapi tamu atau orang-orang lain yang dihormatinya, sedang makan, sedang akan istirahat, sedang belajar menghadapi

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

38

setumpuk tugas sekolah atau PR, atau mungkin jika anak sedang tergesa-gesa akan berangkat ke sekolah, dan sebagainya. Dalam kondisi yang demikian biasanya hasil komunikasi yang dilakukan kurang mampu memberikan hasil yang memuaskan semua pihak. d) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang lebih luas. e) Kualitas dan kuantitas konflik yang minim. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan. f) Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga. Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling menghargai.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

39

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan aspek-aspek keharmonisan keluarga adalah menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kuantitas dan kualitas konflik yang minim, adanya hubungan yang erat antar anggota keluarga. Keenam aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. 3) Aspek Persepsi Remaja Terhadap Keharmonisan Keluarga Berdasarkan aspek-aspek persepsi yang dikemukakan Sobur (2003) dan Walgito (2004) yakni : kognitif, afektif dan konatif. Selanjutnya aspek keharmonisan keluarga dikemukakan Hawari (1997) yakni : menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kuantitas dan kualitas konflik yang minim, adanya hubungan yang erat antar anggota keluarga. Dapat diketahui aspek persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga adalah cara remaja memberikan tanggapan secara kognitf, afektif dan konatif atas kehidupan keluarga yang beragama , mempunyai waktu bersama, komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kualitas dan kuantitas konflik yang minim, dan hubungan mengikat yang erat antar anggota keluarga (Hawari, 1997).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

40

3. Konformitas Teman Sebaya a. Pengertian Teman Sebaya Teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis, perkumpulan atau kelompok yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis (Sudarsono, 1997). Peer group atau teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003). Selanjutnya Johnson (Sarwono, 2005) kelompok sebaya adalah kumpulan dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok dan masing-masing menyadari saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berpendapat bahwa teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama yang saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama. b. Pengertian Konformitas Konformitas adalah perubahan perilaku atau sikap yang diperoleh karena keinginan untuk mengikuti keyakinan atau standar orang lain (Feldman, 1999). Menurut Sarwono (2006) konformitas adalah kesesuaian antara perilaku individu dengan perilaku kelompoknya atau perilaku individu dengan harapan orang lain tentang perilakunya. Konformitas didasari oleh kesamaan antara perilaku dengan perilaku atau antara perilaku dengan norma. Senada dengan hal tersebut Baron & Byrne (2005) memberikan pengertian mengenai konformitas sebagai suatu jenis

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

41

pengaruh sosial yang mengubah sikap dan tingkah laku individu agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Allan (dalam Kuppuswamy, 1990) telah mendefinisikan konformitas secara operasional sebagai perubahan perilaku seseorang karena hasil pengaruh kelompok dalam meningkatkan kesesuaian antara individu dengan kelompok. Konformitas mengakibatkan kecocokan atau kesesuaian antara individu dan kelompok. Sementara itu menurut Chaplin (2004), konformitas adalah kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap dan pendapat yang sudah berlaku. Chaplin juga mendefinisikan konformitas sebagai cirri pembawa kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya. Willis (dalam Sarwono, 2006) mengungkapkan perilaku konformitas yang murni adalah usaha terus menerus dari individu untuk selaras dengan normanorma yang diharapkan oleh kelompok. Jika persepsi individu tentang normanorma kelompok (standar sosial) berubah, maka individu akan mengubah pula tingkah lakunya. Perilaku konformitas diperkirakan akan timbul secara maksimal jika kompetensi (kemampuan) kelompok atau partner lebih tinggi dari kompetensi individu, individu menganut sikap yang fleksibel dan ganjaran akan lebih besar jika respons selaras dengan norma kelompok. Di samping itu, masih menurut Willis (dalam, Sarwono, 2006) perlu dibedakan antara konformitas dan konformitas psikologis. Konformitas adalah keselarasan dan gerak yang berkaitan dengan standar sosial yang objektif, sedangkan konformitas psikologis berkaitan dengan standar sosial yang

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

42

dipersepsikan oleh seseorang. Ditegaskan oleh Krech dkk (dalam Kuppuswamy, 1990) esensi konformitas adalah menyerah pada tekanan kelompok. Sementara itu Sears dkk. (1994) berpendapat bahwa seseorang atau organisasi seringkali berusaha agar pihak lain menampilkan tindakan tertentu pada saat pihak lain tersebut tidak ingin melakukannya. Bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut, hal ini disebut konformitas. Bila individu menampilkan perilaku tertentu karena ada tuntutan, meskipun mereka lebih suka tidak menampilkannya disebut ketaatan atau kepatuhan. Konformitas dapat dipandang sebagai bentuk khusus dari ketaatan – dilakukan karena ada tekanan kelompok – tetapi sebenarnya konformitas merupakan gejala penting yang harus dipandang secara terpisah. Menurut Zebua dan Nurdayadi (2001) konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu. Sedangkan menurut Davidoff (1991) konformitas didefinisikan sebagai perubahan perilaku dan sikap sebagai akibat dari tekanan (nyata atau tidak nyata). Sependapat dengan hal ini Kiesler dan Kiesler (dalam Rakhmat, 2005) memandang konformitas sebagai perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan. Orangorang yang konformis akan bersikap, berperilaku atau bertindak sesuai dengan norma kelompok, menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota kelompok (Baron & Byrne, 2005).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

43

Individu yang tergolong mudah konform itu, biasanya taat pada peraturan dan norma yang sudah berlaku lama sekali. Mereka tidak memperlihatkan kekuatan ego yang mudah toleran terhadap hal yang kurang jelas, bertanggung jawab, spontan dan cepat memperoleh pemahaman dibandingkan dengan mereka yang sulit konform (Davidoff, 1991). Banyak tujuan yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformis, antara lain supaya ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sanksi kelompok (Surya, 1999). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berpendapat konformitas diartikan bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena orang lain/kelompok menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan kelompok sehingga terhindar dari sanksi kelompok. c. Pengertian Konformitas Teman Sebaya Teman sebaya dapat diketahui adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama yang saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama. Selanjutnya, konformitas

diartikan bila seseorang

menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena orang lain/kelompok menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok, diakuinya eksistensi

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

44

sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan kelompok sehingga terhindar dari sanksi kelompok. Dapat diketahui konformitas teman sebaya adalah bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena teman sebaya menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok teman sebaya, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok sebaya, menjaga hubungan dengan kelompok sebaya, mempunyai ketergantungan dengan kelompok sebaya sehingga terhindar dari sanksi kelompok sebaya. d. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri yang khas. Sears,dkk (1994) mengemukakan secara eksplisit aspek konformitas berdasarkan adanya ciri-ciri yang khas sebagai berikut : 1) Kekompakan Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

45

2) Kesepakatan Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Tekanan kelompok membuat adanya kesepakatan dalam kelompok tersebut. 3) Ketaatan Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Selanjutnya Wiggins (1994) membagi aspek konformitas menjadi dua berdasarkan tindakan yang dilakukan individu, yaitu : 1) Kerelaan Rela mengikuti apapun pendapat kelompok yang diinginkan atau diharapkan agar memperoleh hadiah berupa pujian dan untuk menghindari celaan, keterasingan, cemooh yang mungkin diberikan oleh kelompok jika tidak dikerjakan salah satu dari anggota kelompok tersebut. 2) Perubahan Saat terjadi perubahan dalam suatu melakukan konformitas, ketidakhadiran anggota kelompok lebih dianggap sesuai dengan perilaku dan tindakan anggota kelompok yang hadir. Jadi maksud dari perubahan di sini adalah proses penyesuaian

perilaku

dari

masing-masing

anggota

kelompok

terhadap

kesepakatan kelompok itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh Sears,dkk (1994) definisinya lebih mendekati pada dengan konformitas yang biasa

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

46

dilakukan remaja. Peneliti menggunakan aspek yang dikemukan Sears,dkk (1994) yaitu: kekompakan, kesepakatan dan ketaatan. 4. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja a. Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja Keluarga

merupakan

lingkungan

pertama

bagi

pembentukan

dan

pengembangan kepribadian seorang anak. Kehidupan keluarga yang baik ditandai oleh hubungan yang harmonis, selaras dan seimbang diantara anggota keluarga. Dalam hal ini, terhadap komunikasi (interaksi dua arah) antara pasangan suamiistri dan orang tua-anak. Dengan demikian, hal ini akan membentuk kepribadian yang matang bagi anak. Anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, tanpa terpengaruh oleh pergaulan buruk termasuk penyalahgunaan narkoba (Gunarsa, 2004). Martono dan Joewan (2008) menambahkan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang utama dan pertama bagi anak. Jika suasana keluarga kurang mendukung dapat menimbulkan gangguan perkembangan kejiwaan anak, yang nantinya akan berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja. Selanjutnya Hawari (1997) menambahkan keharmonisan keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama kita, maka interaksi sosial yang harmonis antar antar dalam keluarga itu akan dapat diciptakan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

47

Berdasarkan uraian di atas terlihat pentingnya persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga untuk menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi anak atau orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti-sosial dan amoral. b. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kenakalan remaja adalah identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, pengaruh orang tua, pengaruh teman sebaya, status sosial ekonomi dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal (Santrock, 2003). Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

48

Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja diungkapkan oleh Camarena (dalam Santrock, 2003) dapat menjadi positif atau negatif. Konformitas yang negatif mengakibatkan misalnya: mencuri, mencorat-coret di sembarang tempat tanpa ijin, merokok, dan mempermainkan orangtua serta guru. Sementara itu, konformitas positif mampu mengarahkan remaja kepada kegiatan positif misalnya terlibat dalam kelompok perkumpulan kegiatan sosial Berdasarkan uraian di atas pada umumnya remaja mementingkan konformitas dengan tujuan penerimaan kelompok. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana remaja yang bersangkutan akan dibawa. Perilaku yang

dimunculkan

oleh

kelompoknya

memungkinkan

berperan

dalam

pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. 5. Kerangka Berpikir Hubungan Antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja Persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga, remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa remaja adalah konformitas kelompok remaja. Remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

49

Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga Kenakalan Remaja Konformitas Teman Sebaya

Bagan Kerangka Berpikir “Hubungan antara Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Dengan Perilaku Kenakalan Remaja di SMA Utama 2 Bandar Lampung”

G. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan pada remaja siswa SMA UTAMA 2 Bandar Lampung”. 2. Ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan pada remaja siswa SMA UTAMA 2 Bandar Lampung”.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian yang diteliti adalah: 1. Variabel bebas: a. Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga b. Konformitas Teman Sebaya 2. Variabel tergantung: Kenakalan Remaja. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Persepsi terhadap keharmonisan keluarga adalah rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris kemudian dilanjutkan ke proses yang menghasilkan tanggapan atas keharmonisan keluarga dimana setiap anggota dalam keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagimana mestinya dan tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama , sehingga tercipta interaksi sosial yang harmonis antar anggota dalam keluarga. Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga disusun berdasarkan gabungan dari aspek-aspek persepsi dan aspek-aspek keharmonisan keluarga. Adapun aspek-aspek persepsi dikemukan Sobur (2003) yaitu aspek kognitif, afektif dan konatif, sedangkan aspek-aspek keharmonisan keluarga dikemukakan Hawari (1997) yaitu menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kuantitas dan kualitas konflik yang minim, adanya hubungan yang erat antar

commit to user 50

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

51

anggota keluarga. Adapun aspek persepsi terhadap keharmonisan keluarga dapat dilihat dari bagaimana remaja memberikan tanggapan secara kognitf, afektif dan konatif atas keharmonisan keluarga dimana dalam keluarga yang harmonis terdapat kehidupan yang beragama , mempunyai waktu bersama, komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kualitas dan kuantitas konflik yang minim, dan hubungan mengikat yang erat antar anggota keluarga. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin positif persepsi terhadap keharmonisan keluarganya, demikian juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin negatif persepsi terhadap keharmonisan keluarganya 2. Konformitas Teman Sebaya Konformitas teman sebaya adalah bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan karena teman sebaya menampilkan perilaku tersebut sebagai tekanan kelompok sebaya yang riil atau yang dibayangkan, dengan tujuan ada penerimaan kelompok sebaya, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok sebaya, menjaga hubungan dengan kelompok sebaya, mempunyai ketergantungan dengan kelompok sebaya sehingga terhindar dari sanksi kelompok sebaya. Skala Konformitas Teman Sebaya yang disusun berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan Sears, dkk (1994) meliputi: kekompakan, kesepakatan, ketaatan. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi konformitas teman sebaya yang dilakukan subjek, demikian juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah konformitas teman sebaya yang dilakukan subjek.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

52

3. Kenakalan Remaja Kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang melakukan tindakan merusak dan mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain hingga tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang remaja yang melakukannya masuk penjara. Dalam penelitian ini Kuesioner Kenakalan Remaja disusun berdasarkan bentukbentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh Santrock (2003) yang meliputi: tindakan yang tidak dapat diterima lingkungan sosial, tindakan pelanggaran ringan, dan tindakan pelanggaran berat. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi kenakalan remaja yang dilakukan subjek, demikian juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah kenakalan remaja yang dilakukan subjek. C. Populasi, Sampel, dan Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Utama 2 Bandar Lampung yang terdiri dari lima kelas yaitu XI-IPA1, XI-IPS1, XI-IPS2, XI-IPS3, XI-IPS4 sebanyak 198 siswa. Jika subjek lebih dari 100 maka bisa diambil sampel antara 10-11% atau 20-21% dari jumlah populasi (Arikunto, 1998). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampel yaitu sampel yang sudah dikelompokkan, yang dimaksud sebagai kelompok dalam penelitian ini adalah kelas. Penelitian ini menggunakan tiga kelas sebagai subjek penelitian. Teknik pengambilan sampel dari populasi ini dilakukan dengan teknik cluster random sampling, yaitu dengan melakukan randomisasi terhadap kelas, bukan terhadap subjek secara individual, kemudian cara pemilihannya dengan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

53

menggunakan undian. Setelah dilakukan pengundian, didapatkan satu kelas sebagai sampel tryout yaitu kelas XI IPS1 sebanyak 40 siswa serta dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu kelas XI IPS2, XI IPS3 sebanyak 80 siswa. Jika jumlah siswa 198 siswa maka 80 siswa yang terpilih sudah memenuhi 20% dari populasi (Arikunto, 1998). D. Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber data Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari sumber pertama. Data penelitian ini diperoleh langsung dari siswa-siswi kelas SMA Utama 2 Bandar Lampung yang menjadi sampel penelitian sebanyak 80 siswa. Data tersebut berupa respon atau tanggapan dari pernyataan yang diajukan peneliti dalam skala sikap dengan model Skala Likert untuk mengungkap Konformitas Teman Sebaya, Skala Diferensi Semantik untuk mengungkap Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Kuesioner Dikotomi untuk mengungkap Kenakalan Remaja. 2. Metode pengumpulan data Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data di lapangan dalam penelitian ini adalah skala sikap dengan model Skala Likert untuk mengungkap konformitas teman sebaya, Skala Diferensi Semantik untuk mengungkap persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dan Kuesioner untuk mengungkap kenakalan remaja.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

54

a. Skala Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga Skala Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan gabungan dari aspek-aspek persepsi dan aspek-aspek keharmonisan keluarga. Adapun aspek-aspek persepsi dikemukan oleh Sobur (2003) yaitu aspek kognitif, afektif dan konatif, sedangkan aspek-aspek keharmonisan keluarga dikemukakan oleh Hawari (1997) yaitu: 1) Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius yang penanaman komitmennya rendah atau tanpa nilai agama sama sekali cenderung terjadi pertentangan konflik dan percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan mencari lingkungan lain yang dapat menerimanya. 2) Mempunyai waktu bersama keluarga. Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

55

3) Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga. Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga. Orang tua yang bijaksana selalu tepat mempergunakan kesempatan yang baik untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Sebaliknya merupakan saat yang kurang tepat jika anak-anak sedang menghadapi tamu atau orang-orang lain yang dihormatinya, sedang makan, sedang akan istirahat, sedang belajar menghadapi setumpuk tugas sekolah atau PR, atau mungkin jika anak sedang tergesa-gesa akan berangkat ke sekolah, dan sebagainya. Dalam kondisi yang demikian biasanya hasil komunikasi yang dilakukan kurang mampu memberikan hasil yang memuaskan semua pihak. 4) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang lebih luas. 5) Kualitas dan kuantitas konflik yang minim. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

56

6) Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga. Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling menghargai. Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 54 butir, yang terdiri atas 18 untuk tiap aspeknya. Distribusi aitem Skala Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Blueprint Skala Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga Pernyataan No Aspek Total Afektif Kognitif Konatif 1. Menciptakan kehidupan 2,8,14 3,9,15 1,7,13 9 beragama dalam keluarga. • Tercipta kehidupan beragama • Penanaman komitmen berdasarkan nilai-nilai agama. 2. Mempunyai waktu 6,20,27 4,19,25 5,21,26 9 bersama keluarga. • Menyediakan waktu untuk bersama keluarga. • Berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah serta keluhan-keluhan anak. 3. Mempunyai komunikasi 12,18,24 10,16,22 11,17,23 9 yang baik antar keluarga. • Berkomunikasi dengan baik antar anggota keluarga

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

57

No

4.

5.

6.

Aspek

• Terbuka atas segala hal yang terjadi dalam keluarga • Saling berdiskusi dan bertukar pikiran Saling menghargai antar sesama anggota keluarga • Menghargai perbedaan pendapat yang terjadi • Mengajarkan keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak Hubungan, ikatan yang erat antar anggota keluarga • Terciptanya keharmonisan keluarga • Merasa betah berada di dalam rumah • Antar anggota keluarga saling mendukung dan membantu satu sama lain Kuantitas dan kualitas konflik yang minim • Sabar dan tenang dalam menghadapi masalah • Jarang terjadi pertengkaran • Anak menuruti perintah orang tua Total

Afektif

Pernyataan Kognitif

Konatif

30,36,42

28,34,41

29,35,40

9

33,46,54

32,47,52

31,48,53

9

38,44,50

39,45,51

37,43,49

9

18

18

18

54

Total

Model skala yang digunakan pada Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga merupakan Skala Diferensi Semantik, sebagai salah satu sarana pengukuran psikologis dalam berbagai aspek kontinum (Azwar, 2005). Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga terdiri atas beberapa aitem yang diikuti beberapa kontinum kata sifat yang berbeda. Skor responden pada skala secara keseluruhan diperoleh dengan cara menjumlahkan skor pada masing-masing

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

58

kontinum (Azwar, 2005). Nilai skala pada Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dibagi atas tujuh bagian yang diberi nilai satu sampai dengan tujuh. Skala

Persepsi

mengandung

terhadap

kontinum

Keharmonisan favorable

Keluarga

(mendukung)

dalam

dan

penelitian

unfavorable

ini

(tidak

mendukung). Pemberian skor untuk kontinum favorable bergerak dari tujuh sampai satu, sedangkan skor untuk kontinum unfavorable bergerak dari satu sampai tujuh. b. Skala Konformitas Teman Sebaya Skala Konformitas Teman Sebaya yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan Sears, dkk (1994) meliputi: 1) Kekompakan Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut. 2) Kesepakatan Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

59

3) Ketaatan Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 36 butir, yang terdiri atas 18 aitem favorable dan 18 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Konformitas Teman Sebaya sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Blueprint Skala Konformitas Teman Sebaya No Aspek Indikator Favorable Unfavorable 1. Kekompakan Berpartisipasi 4,10,11,13,14, 1,9,12,30,31, 15 33 dalam kegiatan kelompok Mengutamakan kegiatan bersama kelompok Meniru perilaku teman 2. Kesepakatan Setuju dengan 2,7,16,32,35,3 5,17,28,29,33 6 ,34 pendapat kelompok Berperilaku sesuai dengan identitas kelompok 3. Ketaatan 3,8,18,20,21,2 6,19,23,24,25 Berperilaku atas 2 ,27 pengaruh kelompok Berperilaku atas persetujuan kelompok Total 18 18

Total 12

12

12

36

Skala Konformitas Teman Sebaya merupakan Model Likert yaitu merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya yang telah dimodifikasi menjadi empat

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

60

kategori jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (R), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala Konformitas dalam penelitian ini mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Pemberian skor untuk aitem favorable bergerak dari lima sampai satu untuk SS, S, R, TS dan STS, sedangkan skor untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai lima untuk SS, S, R, TS dan STS. c. Kuesioner Kenakalan Remaja Kuesioner yang digunakan untuk mengungkap kenakalan remaja disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh Santrock (2003) yang meliputi: 1) Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat contoh : berkata kasar kepada guru dan orang tua dll. 2) Tindakan pelanggaran ringan seperti membolos sekolah, kabur pada jam mata pelajaran tertentu dll. 3) Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja seperti : mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan terlarang dll. Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 46 butir, yang terdiri atas perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Distribusi aitem Kuesioner Kenakalan Remaja sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

61

No

1

Tabel 3 Blueprint Kuesioner Kenakalan Remaja Nomor Aitem Aspek Indikator Pernyataan Tindakan yang • Berkata kasar 14,16,17,21,24,25,23, tidak dapat 32,33,41,43,45 kepada orang diterima tua dan guru lingkungan • Berbohong dengan orang sosial. tua • Tidak mendengarkan nasehat orang tua

2

Tindakan pelanggaran ringan.

3

Tindakan pelanggaran berat.

• Melarikan diri dari rumah • Membolos sekolah • Kabur pada jam mata pelajaran tertentu • Menggunakan obat-obatan terlarang • Mabukmabukan • Seks pranikah

Jumlah

12

1,2,3,5,6,7,8,10,12,13, 18,19,20,22,27,29,30, 44,34,35,36,42,46

23

4,9,11,15,26,28,31,37, 38,39,40

11

Total

46

Kuesioner Kenakalan Remaja dalam penelitian ini mengandung pernyataanpernyataan kenakalan remaja. Pemberian skor untuk setiap aitem berdasarkan frekuensi dilakukannya bergerak dari satu sampai nol untuk Pernah (P) dan Tidak Pernah (TP).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

62

E. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Validitas Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, validitas alat ukur dipenuhi dengan validitas isi. Penggunaan validitas isi menunjukkan sejauh mana butir-butir dalam alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh alat ukur tersebut . Salah satu cara yang sederhana untuk melihat apakah validitas isi telah terpenuhi adalah dengan melihat apakah butir-butir dalam skala telah ditulis sesuai dengan blue print-nya, yaitu telah sesuai dengan batasan kawasan ukur yang telah ditetapkan semula dan memeriksa apakah masing-masing butir telah sesuai dengan indikator perilaku yang akan diungkap. Analisis rasional ini juga dilakukan oleh pihak yang berkompeten untuk menganalisis skala tersebut. Prosedur validitas skala melalui pengujian isi skala dengan menganalisis secara rasional oleh professional judgement, yaitu pembimbing. Langkah selanjutnya adalah prosedur seleksi aitem berdasarkan data empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem. Pada tahap ini dilakukan seleksi aitem berdasarkan daya diskriminasinya. Daya diskriminasi aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya diskriminasi aitem merupakan pula indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem total (Azwar, 2008).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

63

Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti makin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasi rendah mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya tidak baik. Bila koefisien korelasi yang dimaksud ternyata berharga negatif, artinya terdapat cacat serius pada aitem yang bersangkutan (Azwar, 2008). Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item-total biasanya digunakan batasan r > 0,30 (Azwar, 2005). Dengan demikian, semua pernyataan yang memiliki korelasi dengan skor skala kurang dari 0,30 dapat disisihkan dan pernyataan-pernyataan yang diikutkan dalam skala sikap diambil dari aitem-aitem yang memiliki korelasi 0,30 keatas dengan pengertian semakin tinggi koefisien korelasi itu mendekati angka 1,00 maka semakin baik pula konsistensinya. Guna mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0. 2. Reliabilitas Instrumen Penelitian

Menurut Azwar (2008) reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisiensi reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

64

dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha Cronbach yaitu dengan membelah aitem-aitem sebanyak dua atau tiga bagian, sehingga setiap belahan berisi aitem dengan jumlah yang sama banyak (Azwar, 2008). Guna mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0. Dalam penelitian ini, Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan Skala Konformitas Teman Sebaya menggunakan atribut komposit dalam perhitungan validitas dan reliabilitas skala penelitian. Hal ini dikarenakan skala yang digunakan dirancang untuk mengukur satu atribut namun atribut tersebut dikonsepkan dalam beberapa aspek atau dimensi yang mengungkapkan subdomain yang berbeda satu sama lain (Azwar, 2008). Dengan demikian, dalam pemilihan aitem harus dilakukan analisis aitem bagi setiap aspek (menghitung korelasi aitem dengan skor aspek, bukan skor skala), dengan membandingkan indeks diskriminasinya dalam masing-masing aspek, bukan secara keseluruhan. 3. Uji Hipotesis Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu persepsi terhadap keharmonisan keluarga dan konformitas, dan satu variabel bebas yaitu, kenakalan remaja. Data kenakalan remaja bersifat data ordinal maka dikhawatirkan terdapat sebaran yang tidak normal, sehingga penelitian ini menggunakan dua metode analisis sekaligus. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk menguji

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

65

hipotesis yang diajukan dengan analisis korelasi Product Momen ( Pearson) untuk mengukur data yang berdistribusi normal dan linier (memenuhi syarat analisis korelasi Product Momen). Selanjutnya untuk menguji hipotesis data yang berdistribusi tidak normal dan tidak linier menggunakan analisis Contingency Coefficient. Chi square merupakan suatu metode statistika non parametrik yang digunakan untuk mengukur data yang berdistribusi tidak normal dan tidak linier (tidak memenuhi uji asumsi). Untuk mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian mengenai hubungan antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja pada siswa dilakukan di SMA Utama 2 Bandar Lampung yang beralamatkan di Jl. Jend. Sudirman 39, Tanjungkarang Timur Bandar Lampung. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan survey awal untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan subjek. Berdasarkan hasil survey awal tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di SMA Utama 2 Bandar Lampung. Pemilihan sekolah tersebut sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Penelitian mengenai ”Kenakalan Remaja ditinjau dari Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Koformitas Teman Sebaya” belum pernah dilakukan. b. Jumlah murid memenuhi syarat untuk penelitian. c. Adanya ijin yang diperoleh untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut. d. Data BP tentang kenakalan remaja yang terjadi di sekolah tersebut. 2. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan terarah. Hal-hal yang dipersiapkan adalah berkaitan dengan perijinan dan penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian.

commit to user 66

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

67

a. Persiapan Administrasi Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Permohonan ijin tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 1) Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada Kepala Sekolah

SMA

Utama

2

Bandar

Lampung

dengan

nomor

740/H

27.1.17.3/TU/2010 agar bisa melakukan penelitian di SMA Utama 2 Bandar Lampung. 2) Setelah mendapatkan ijin dari pihak sekolah, peneliti baru bisa melaksanakan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. b. Pengumpulan Data Untuk Uji Coba Setiap pengukuran selalu diharapkan untuk mendapat hasil ukur yang akurat dan objektif. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah alat ukur yang digunakan harus valid atau sahih dan reliabel atau andal (Hadi, 2004), oleh karena itu alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian harus di uji cobakan terlebih dahulu. Pada penelitian ini pelaksanaan uji coba pada tanggal 24 Mei 2010 di SMA Utama 2 Bandar Lampung pada siswa XI IPS1 sebanyak 40 orang. Skala penelitian diujicobakan kepada kelompok subjek yang mempunyai karakteristik setara dengan subjek penelitian (Azwar, 2008). Pengumpulan data dilakukan secara klasikal dengan memberikan Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga, Skala Konformitas, dan Kuesioner Kenakalan Remaja secara langsung kepada tiap-tiap subjek dan pengambilan skala dilakukan pada saat itu juga

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

68

setelah pengisian skala selesai. Rata-rata waktu yang digunakan subjek untuk mengisi seluruh skala adalah 45 menit. Sebanyak 40 eksemplar data uji coba dibagikan. Data yang terkumpul kembali terdiri dari 40 eksemplar data uji coba diisi dengan lengkap, sehingga memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan skoring pada 40 eksemplar data uji coba untuk pengujian validitas dan reliabilitas. 3. Uji Validitas dan Reliabilitas Setiap pengukuran selalu diharapkan untuk mendapat hasil ukur yang akurat dan objektif. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah alat ukur yang digunakan harus valid atau sahih dan reliabel atau andal (Hadi, 2004). Ketiga skala menggunakan indeks daya beda sebesar 0,3 dengan pertimbangan bahwa daya beda tersebut sudah dapat dianggap sebagai koefisien validitas yang memuaskan (Azwar, 2008). Aitem dengan daya beda di bawah 0,3 dianggap sebagai aitem yang gugur dan selanjutnya tidak dipakai untuk penelitian. Oleh karena itu skala yang akan digunakan dalam penelitian harus di uji cobakan terlebih dahulu. a. Penghitungan validitas Penghitungan validitas aitem ketiga alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan penghitungan validitas dengan bantuan komputer program SPSS for MS windows versi 17.0. Penghitungan validitas yang diperoleh, yakni: 1) Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga. Keseluruhan aitem saat uji coba adalah 54 aitem yang diujicobakan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 44

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

69

aitem valid dan yang dinyatakan gugur sebanyak 10 aitem yaitu 9, 12, 15, 20, 25, 30, 48, 49, 51, 54. . Aitem yang valid mempunyai nilai corrected item-total correlation bergerak dari 0,309 sampai 0,984 dan koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,980. Distribusi aitem Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga yang valid dan gugur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga

No

Aspek

Afektif

Pernyataan Kognitif

Konatif

Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur

1.

Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. • Tercipta kehidupan beragama • Penanaman komitmen berdasarkan nilai-nilai agama.

2.

Mempunyai waktu 6,27 bersama keluarga. • Menyediakan waktu untuk bersama keluarga. • Berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah serta keluhan-keluhan anak. Mempunyai komunikasi 18, yang baik antar keluarga. 24 • Berkomunikasi dengan baik antar anggota keluarga • Terbuka atas segala hal yang terjadi dalam keluarga • Saling berdiskusi dan bertukar pikiran Saling menghargai antar 36, sesama anggota keluarga 42

3.

4.

2,8, 14

-

3

9,15

1,7, 13

-

20

4,19

25

5,21 ,26

-

12

10, 16, 22

-

11, 17, 23

-

30

28, 34,

-

29, 35,

-

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

70

No

Aspek

Afektif

Pernyataan Kognitif

Konatif

Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur

5.

6.

• Menghargai perbedaan pendapat yang terjadi • Mengajarkan keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak Hubungan, ikatan yang erat antar anggota keluarga • Terciptanya keharmonisan keluarga • Merasa betah berada di dalam rumah • Antar anggota keluarga saling mendukung dan membantu satu sama lain Kuantitas dan kualitas konflik yang minim • Sabar dan tenang dalam menghadapi masalah

41

40

33, 46

54

32, 47, 52

-

31, 53

48

38, 44, 50

-

39, 45

51

37, 43

49

• Jarang terjadi pertengkaran • Anak menuruti perintah orang tua

Selanjutnya peneliti menggunakan 44 aitem yang valid untuk penelitian. Berikut ini adalah tabel sebaran aitem dengan penomoran baru yang digunakan dalam penelitian : Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Setelah Uji Coba

No

Aspek

1.

Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. • Tercipta kehidupan beragama • Penanaman komitmen berdasarkan nilai-nilai agama.

Afektif 2 (2),8 (8),14 (12)

Pernyataan Kognitif 3 (3)

commit to user

Konatif 1 (1),7 (7),13 (11)

Total

7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

71

No

Aspek

2.

Mempunyai waktu bersama keluarga. • Menyediakan waktu untuk bersama keluarga. • Berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah serta keluhan-keluhan anak. Mempunyai komunikasi yang baik antar keluarga. • Berkomunikasi dengan baik antar anggota keluarga • Terbuka atas segala hal yang terjadi dalam keluarga • Saling berdiskusi dan bertukar pikiran Saling menghargai antar sesama anggota keluarga • Menghargai perbedaan pendapat yang terjadi • Mengajarkan keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak Hubungan, ikatan yang erat antar anggota keluarga • Terciptanya keharmonisan keluarga • Merasa betah berada di dalam rumah • Antar anggota keluarga saling mendukung dan membantu satu sama lain Kuantitas dan kualitas konflik yang minim • Sabar dan tenang dalam menghadapi masalah

3.

4.

5.

6.

Afektif 6 (6),27 (22)

Pernyataan Kognitif 4 (4),19 (16)

Konatif 5 (5),21 (17),26 (21)

Total

7

18 (15),24 (20)

10 (9),16 (13),22 (18)

11 (10),17 (14),23 (19)

8

36 (30),42 (36)

28 (23),34 (28),41 (35)

29 (24),35 (29),40 (34)

8

33 (27),46 (40)

32 (26),47 (41),52 (43)

31 (25),53 (44)

7

38 (32),44 (38),50 (42)

39 (33),45 (39)

37 (31),43 (37)

7

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

72

No

Aspek

Afektif

Pernyataan Kognitif

Konatif

Total

• Jarang terjadi pertengkaran • Anak menuruti perintah orang tua Total 14 14 16 44 keterangan : angka dalam tanda kurung (...) adalah distribusi sebaran nomor aitem yang baru dalam skala.

2) Skala Konformitas Teman Sebaya. Keseluruhan aitem saat uji coba adalah 36 aitem yang diujicobakan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 24 aitem valid dan yang dinyatakan gugur sebanyak 12 aitem yaitu 9, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 27, 31, 35, 36. Aitem yang valid mempunyai nilai corrected item-total correlation bergerak dari 0,315 sampai 0,829 dan koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,893. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 24 aitem valid yang terdiri atas 10 aitem favorable dan 14 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Konformitas Teman Sebaya yang valid dan gugur dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Konformitas Teman Sebaya No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Valid Gugur Valid Gugur 1. Kekompakan Berpartisipasi 4,10,11, 13, 15 1,12,26 9, 31 14 ,30 dalam kegiatan kelompok Mengutamakan kegiatan bersama kelompok Meniru perilaku teman 2. Kesepakatan Setuju dengan 2,7,32 16, 35, 5,28,29 17 36 ,33,34 pendapat kelompok Berperilaku sesuai dengan identitas

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

73

3.

Ketaatan

kelompok Berperilaku atas pengaruh kelompok Berperilaku atas persetujuan kelompok

3,8,22

18, 20, 21

6,19,23 ,24,25

27

Selanjutnya peneliti menggunakan 24 aitem yang valid untuk penelitian. Berikut ini adalah tabel sebaran aitem dengan penomoran baru yang digunakan dalam penelitian : Tabel 8 Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Setelah Uji Coba No Aspek 1. Kekompakan

2.

Kesepakatan

3.

Ketaatan

Indikator Berpartisipasi dalam kegiatan kelompok Mengutamakan kegiatan bersama kelompok Meniru perilaku teman Setuju dengan pendapat kelompok Berperilaku sesuai dengan identitas kelompok Berperilaku atas pengaruh kelompok

Favorable 4 (4),10 (9),11 (10),14 (12)

Unfavorable 1 (1),12 (11),26 (18), 30 (21)

Total 8

2 (2),7 (7),32 (22)

5 (5),28 (19),29 (20),33 (23),34 (24)

8

3 (3),8 (8),22 (14)

6 (6),19 (13),23 (15),24 (16),25 (17)

8

Berperilaku atas persetujuan kelompok

Total 10 14 24 keterangan : angka dalam tanda kurung (...) adalah distribusi sebaran nomor aitem yang baru dalam skala.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

74

3) Kuesioner Kenakalan Remaja. Keseluruhan aitem saat uji coba adalah 46 aitem yang diujicobakan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 38 aitem valid dan yang dinyatakan gugur sebanyak 8 aitem yaitu 5, 6, 17, 18, 25, 27, 32, 33. Aitem yang valid mempunyai nilai corrected item-total correlation

bergerak dari 0,321

sampai 0,901 dan koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,946. Distribusi aitem Kuesioner Kenakalan Remaja yang valid dan gugur dapat dilihat pada Tabel 9 berikut: Tabel 9 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Kuesioner Kenakalan Remaja Pernyataan No Aspek Indikator Valid Gugur 1 Tindakan yang • Berkata 17,25,33 kasar 14,21,24,38,39,40, tidak dapat 41,43,45 kepada orang diterima tua dan guru lingkungan • Berbohong sosial. dengan orang tua • Tidak mendengarkan nasehat orang tua 2 Tindakan 1,2,3,7,8,10,12,13, 5,6,18 • Melarikan diri pelanggaran 15,19,20,22,28,30, dari rumah ringan. 31,34,35,36,42,46 • Membolos sekolah • Kabur pada jam mata pelajaran tertentu

3

Tindakan pelanggaran berat.

• Menggunakan obat-obatan terlarang • Mabukmabukan • Seks pranikah

4,9,11,16,23,26,29, 37,44

commit to user

27,32

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

75

Selanjutnya peneliti menggunakan 38 aitem yang valid untuk penelitian. Berikut ini adalah tabel sebaran aitem dengan penomoran baru yang digunakan dalam penelitian : Tabel 10 Distribusi Aitem Kuesioner Kenakalan Remaja Setelah Uji Coba Nomor Aitem No Aspek Indikator Jumlah Pernyataan 1 Tindakan yang • Berkata 14 (12),21 (17),24 9 kasar tidak dapat (20),38 (30),39 kepada orang tua diterima (31),40 (32),41 dan guru lingkungan (33),43 (35),45 (37) • Berbohong sosial. dengan orang tua • Tidak mendengarkan nasehat orang tua 2 Tindakan 1 (1),2 (2),3 (3),7 20 • Melarikan diri pelanggaran (7),8 (5),10 (8),12 dari rumah ringan. (10),13 (11),15 • Membolos (13),19 (15),20 sekolah (16),22 (18),28 • Kabur pada jam (22),30 (24),31 mata pelajaran (25),34 (26),35 tertentu (27),36 (28),42 (34),46 (38) 3 Tindakan 4 (4),9 (6),11 (9),16 9 • Menggunakan pelanggaran (14),23 (19),26 obat-obatan berat. (21),29 (23),37 terlarang (29),44 (36) • Mabuk-mabukan • Seks pranikah Total 38 keterangan : angka dalam tanda kurung (...) adalah distribusi sebaran nomor aitem yang baru dalam kuesioner.

b. Penghitungan reliabilitas Penghitungan reliabilitas dicari setelah dilakukan uji validitas, kemudian aitem-aitem yang valid dicari koefisien reliabilitasnya. Menghitung koefisien reliabilitas

ini

menggunakan

teknik

analisis

commit to user

Alpha

Cronbach.

Cara

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

76

menghitungnya dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS for MS windows release versi 17.0 Berdasarkan penghitungan reliabilitas tersebut diperoleh hasil untuk aitemaitem persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,980, sedangkan untuk aitem-aitem konformitas teman sebaya dengan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,893, dan untuk aitem-aitem kenakalan remaja dengan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,946, hasil selanjutnya dapat dilihat pada lampiran. B. Pelaksanaan Penelitian 1. Penentuan Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Utama 2 Bandar Lampung yang terdiri dari lima kelas yaitu XI-IPA1, XI-IPS1, XI-IPS2, XI-IPS3, XI-IPS4 sebanyak 198 siswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian terdiri 80 siswa. Alasan penggunaan kelas XI karena dianggap mewakili populasi untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Siswa kelas XI pada umumnya berada pada rentang usia antara 15-18 tahun dan dimasukkan dalam kelompok remaja pertengahan, sehingga dapat mewakili subjek penelitian. Teknik pengambilan sampel dari populasi ini dilakukan secara random dengan teknik cluster random sampling, yaitu dengan melakukan randomisasi terhadap kelas, bukan terhadap subjek secara individual, kemudian cara pemilihannya dengan menggunakan undian. Dari populasi penelitian yang berjumlah lima kelas dilakukan cluster random sampling dengan undian dan didapatkan 2 kelas untuk penelitian, yaitu kelas XI IPS2, XI IPS3 sebanyak 80 siswa.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

77

2. Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 29 Mei 2010 dengan menggunakan alat ukur berupa Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga yang terdiri dari 44 aitem, Skala Konformitas Teman Sebaya yang terdiri dari 24 aitem dan Kuesioner Kenakalan Remaja yang terdiri dari 38 aitem. Pembagian dan pengisian skala dilakukan secara klasikal dengan menggunakan satu jam pelajaran setelah mendapatkan ijin dari guru yang mengampu. Sampel untuk penelitian yaitu kelas XI IPS2, XI IPS3 sebanyak 80 siswa. Peneliti kemudian menjelaskan tentang cara mengerjakan skala dan memberikan contoh pengerjaan. Selama subjek mengerjakan skala penelitian, peneliti tetap berada didalam kelas melakukan observasi sampai subjek selesai mengerjakan dan mengumpulkan skala kembali pada peneliti. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan skoring. C. Hasil Analisis Data Penelitian Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas sebaran, uji linearitas hubungan. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer seri program statistik SPSS for MS Windows release versi 17.0. 1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah sebaran data normal atau tidak. Dalam penelitian ini digunakan Kolmogorov-Smirnov Test untuk menguji normalitas. Kriteria yang digunakan yaitu dengan membandingkan nilai p yang

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

78

diperoleh dengan taraf signifikan yang telah ditentukan yaitu 0,05. Apabila nilai p > 0,05, maka data yang diuji normal.

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga

N a,,b

Normal Parameters

Most Extreme Differences

Mean

Std. Deviation Absolute

Positive Negative

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Konformitas Teman Sebaya

Kenakalan Remaja

80

80

80

202.4125

53.5000

37.8625

4.07740 .086

7.38627 .236

12.31110 .109

.061 -.086 .765

.236 -.168 2.107

.109 -.056 .975

.602

.000

.297

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Berdasarkan Tabel 11 di atas hasil perhitungan uji Kolmogorov – Smirnov dapat dilihat dari Asym. Sig (2-tailed) berupa harga p. Hasil untuk variabel persepsi terhadap keharmonisan keluarga 0,602, dan kenakalan remaja 0,297 mempunyai p > 0,05 dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang diuji berdistribusi normal. Konformitas teman sebaya mempunyai nilai p < 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang diuji berdistribusi tidak normal. b. Uji Linearitas Hubungan. Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari variabel bebas berkorelasi linear dengan data dari variabel tergantung. Apabila penyimpangan yang ditemukan tidak signifikan, maka hubungan antara variabel bebas dengan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

79

variabel tergantung adalah linear (Hadi, 2000). Hubungan antara persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,316 dengan nilai probabilitas sebesar 0,195 > 0,05. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa variabel persepsi keharmonisan keluarga

mempunyai

korelasi yang linear dengan variabel kenakalan remaja. Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja diperoleh nilai Fbeda sebesar 4,955 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa variabel konformitas teman sebaya mempunyai korelasi yang tidak linear dengan variabel kenakalan remaja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini (lihat lampiran F). Tabel 12 Uji Linearitas Variabel Fbeda Persepsi Keharmonisan Keluarga dengan 1,363 Kenakalan Remaja Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja

2.

4,705

p 0,195

Keterangan Linear

0,000

Tidak Linear

Uji Hipotesis Setelah dilakukan uji asumsi diketahui sebaran data persepsi terhadap

keharmonisan keluarga dan kenakalan remaja berdistribusi normal dan linear, sedangkan data konformitas teman sebaya tidak berdistribusi normal dan tidak linear. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan analisis korelasi Product Momen ( Pearson) untuk hubungan persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Product Momen ( Pearson) merupakan suatu metode statistika parametrik yang digunakan untuk mengukur data yang berdistribusi normal dan linier (memenuhi uji asumsi). Selanjutnya untuk menguji hipotesis hubungan konformitas teman

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

80

sebaya dengan kenakalan remaja menggunakan analisis Contingency Coefficient yang dalam penghitungannya menggunakan analisis Chi square. Chi square merupakan suatu metode statistika non parametrik yang digunakan untuk mengukur data yang berdistribusi tidak normal dan tidak linier (tidak memenuhi uji asumsi). a. Hubungan Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja Untuk menghitung hubungan persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja, maka penghitungannya menggunakan korelasi Product Momen ( Pearson). Dari hasil perhitungan dengan SPSS p value sebesar 0,00, p value < 0,05 (α) maka hipotesis diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan antara

persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan

remaja. Besarnya hubungan antara persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja sebesar -0.489. Koefisien korelasi bertanda negatif artinya semakin tinggi persepsi terhadap keharmonisan keluarga maka semakin rendah kenakalan remaja, begitu sebaliknya. Tabel 13 menunjukkan hasil korelasi Product Momen ( Pearson) persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Tabel 13 Hasil korelasi Product Momen ( Pearson) Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja Correlations

VAR00002

VAR00001

VAR00001

Pearson Correlation

1

.000

Sig. (2-tailed)

80

N

commit to user

-.489**

80

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

81

VAR00002

**

1

-.489

Pearson Correlation

.000

Sig. (2-tailed)

80

80

N

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

b. Hubungan Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja Untuk menghitung hubungan konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja, maka penghitungannya menggunakan Chi Square yang diberi simbolχ². Dari hasil perhitungan dengan SPSS diperoleh p value sebesar 0,000 , p value < 0,05 (α) maka hipotesis diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. Besarnya hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja sebesar 0,966. Tabel 14 menunjukkan hasil penghitungan Chi Square konformitas teman sebaya. Tabel 15 menunjukkan besarnya Contingency Coefficient nya. Tabel 14 Hasil Chi Square Konformitas Teman Sebaya Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Asymp. Sig. (2sided)

df

Value a

1133.238 364.921 62.322 80

592 592 1

a. 646 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,01.

commit to user

.000 1.000 .000

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

82

Tabel 15 Hasil Contingency Coefficient Konformitas Teman Sebaya Symmetric Measures

Asymp. Std. a Error

Value

Approx. T

b

Approx. Sig.

.000

Nominal by Nominal

Contingency Coefficient

.966

Interval by Interval

Pearson's R

.888

.048

17.072

.000

Ordinal by Ordinal

Spearman Correlation

.961

.027

30.797

.000

c

c

80

N of Valid Cases

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

3. Analisis Deskriptif Berikut ini akan disajikan deskripsi data penelitian dan subjek penelitian. Deskripsi data penelitian disajikan sebagai gambaran umum tentang data penelitian yang lengkap dalam Tabel 16. Tabel 16 Deskripsi Data Penelitian Alat Ukur

Jumlah Subjek

Data Hipotetik Skor Skor min maks

M

SD

Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga

80

44

308

176

44

Konformitas Kenakalan Remaja

80 80

24

120

72

16

0

76

38

12,67

.Keterangan Jml : Jumlah Min : Minimal Maks: Maksimal

Data Empiris Skor Skor min maks 190 210

M : Rerata SD : Standar Deviasi

a. Tingkat Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga

commit to user

35 6

70 61

M

202,41 25 53,5 37,862 5

SD

4,077

7,386 12,315

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

83

Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga akan dikategorikan untuk mengetahui gambaran umum tentang subjek mengenai persepsi terhadap keharmonisan

keluarga.

Kategorisasi

yang

dilakukan

adalah

dengan

mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 2008). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 44 X 1 = 44 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 44 X 7 = 308, maka jarak sebarannya adalah 308 - 44 = 264 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 264 : 6,0 = 44, sedangkan rerata hipotetiknya adalah 44X4 = 176. Apabila subjek digolongkan dalam 5 kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada Tabel 17. Tabel 17 Kriteria kategori Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga dan distribusi skor subjek Standart Deviasi (MH-3s) ≤ X < (MH-1,8s)

(MH-1,8s) ≤ X < (MH-0,6s) (MH- 0,6s) ≤ X < (MH+0,6s) (MH+ 0,6s) ≤ X < (MH+1,8s) (MH+1,8s) ≤ X < (MH+3s)

Skor

0 ≤ X < 61,6 ≤ X 79,206 61,6 ≤ X < 123,2 123,2≤ X < 184,8 184,8≤ X < 246,4 246,4 ≤ X < 308

Kategorisa si Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Jumlah

Subjek Frek (ΣN) -

Presentase -

80 -

100 -

80

100

Rerata Empirik

202,4125

Dari kategori Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga seperti terlihat pada tabel, dapat dilihat bahwa subjek memiliki tingkat persepsi terhadap keharmonisan keluarga yang tinggi. b. Tingkat Konformitas Teman Sebaya Skala Konformitas Teman Sebaya akan dikategorikan untuk mengetahui gambaran umum tentang subjek mengenai konformitas teman sebaya. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi

commit to user

100

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

84

subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 2008). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 24 X 1 = 24 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 24 X 5 = 120. Maka jarak sebarannya adalah 120 - 24 = 96 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 96 : 6,0 = 16, sedangkan rerata hipotetiknya adalah 24 X 3 = 72. Apabila subjek digolongkan dalam 5 kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel 18. Tabel 18 Kriteria kategori Skala Konformitas Teman Sebaya dan distribusi skor subjek Standart Deviasi (MH-3s) ≤ X < (MH-1,8s)

Skor

(MH-1,8s) ≤ X < (MH-0,6s) (MH- 0,6s) ≤ X < (MH+0,6s) (MH+ 0,6s) ≤ X < (MH+1,8s) (MH+1,8s) ≤ X < (MH+3s) Jumlah

24 ≤ 48 ≤ 72 ≤ 96 ≤

Kategorisasi

0 ≤ X < 24

X X X X

< 48 < 72 < 96 < 120

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Subjek Frek (ΣN) -

Presentase -

16 64 80

20 80 100

Rerata Empirik

53,5

Dari kategori Skala Konformitas Teman Sebaya seperti terlihat pada tabel, dapat dilihat bahwa subjek memiliki tingkat konformitas teman sebaya yang sedang. c. Tingkat Kenakalan Remaja Kuesioner Kenakalan Remaja dikategorikan untuk mengetahui gambaran umum tentang subjek mengenai kenakalan remaja. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor teoritis didistribusi menurut model normal (Azwar, 2008). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 76 X 0 = 0 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 76 X 1 = 76 maka jarak sebarannya adalah 76 - 0 = 76 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 76 : 6,0 = 12,67 sedangkan rerata

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

85

hipotetiknya adalah 76 X 0,5 = 38. Apabila subjek digolongkan dalam 5 kategorisasi, maka didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel 19. Tabel 19 Kriteria kategori Kuesioner Kenakalan Remaja dan distribusi skor subjek Standart Deviasi (MH-3s) ≤ X < (MH-1,8s)

Skor

(MH-1,8s) ≤ X < (MH-0,6s) (MH- 0,6s) ≤ X < (MH+0,6s) (MH+ 0,6s) ≤ X < (MH+1,8s) (MH+1,8s) ≤ X < (MH+3s)

15,2 ≤ 30,4 ≤ 45,6 ≤ 60,8 ≤

Kategorisasi

0 ≤ X < 15,2

X X X X

< 30,4 < 45,6 < 60,8 < 76

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Jumlah

Subjek Frek (ΣN)

Presentase

4

5

18 43 13 2 80

22,5 53,75 16,25 2,5

Rerata Empirik

Dari kategori Kuesioner Kenakalan Remaja seperti terlihat pada tabel, dapat dilihat bahwa subjek memiliki tingkat kenakalan remaja yang sedang. D. Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan dengan korelasi Product Momen ( Pearson) diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.489 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang diajukan dapat diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan negatif antara

persepsi terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan

remaja. Koefisien korelasi bertanda negatif artinya semakin tinggi persepsi terhadap keharmonisan keluarga maka semakin rendah kenakalan remaja, begitu sebaliknya. Ini berarti ada persepsi positif terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral.

commit to user

37,9625

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

86

Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Marina (2000), menemukan bahwa remaja yang terpenuhi kebutuhannya secara psikologis lebih kecil kecenderungan untuk berperilaku delinkuen. Kebutuhan psikologis ini akan didapatkan remaja dari keluarga yang harmonis dan sehat. Menurut Dodson (dalam Fuhrman, 1990) keluarga yang sehat adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap individu menghargai perubahan yang terjadi akibat perkembangan kedewasaan dan mengajarkan kemampuan berinteraksi kepada anggota keluarga terutama remaja. Hasil penelitian ini menggambarkan siswa SMA Utama 2 Bandar Lampung memiliki persepsi keharmonisan keluarga secara umum termasuk kategori tinggi berdasarkan rerata empirik sebesar 202,4125. Ini berarti siswa SMA Utama 2 Bandar Lampung mempersepsikan hidup di dalam keluarga harmonis, yang di dalamnya seluruh anggota keluarga merasa dicintai, dan mencintai, merasa terpenuhi kebutuhan biologis dan psikologisnya, saling menghargai dan mengembangkan

sistem

interaksi

yang

memungkinkan

setiap

anggota

menggunakan seluruh potensinya. Selanjutnya Gunarsa (2004) mengatakan latar belakang keluarga remaja dapat mempengaruhi kemungkinan remaja menjadi delinkuen atau tidak. Keluarga yang kurang memiliki kohesivitas (kekurangdekatan hubungan antar anggota keluarga), hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga, merupakan suatu prediktor akan kemungkinan timbulnya delinkuensi. Keluarga juga mempunyai peranan dalam membentuk kepribadian seorang remaja. Keluarga yang sehat dan harmonis, anak akan mendapatkan latihan-

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

87

latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan perilaku yang terkontrol. Selain itu anak juga memperoleh pengertian tentang hak, kewajiban, tanggung jawab serta belajar bekerja sama dan berbagi dengan orang lain. Dengan kata lain seorang anak dalam keluarga yang diwarnai dengan kehangatan dan keakraban (keluarga harmonis) akan terbentuk asas hidup kelompok yang baik sebagai landasan hidupnya di masyarakat nantinya. Lingkungan keluarga yang kurang harmonis sering kali dianggap memberikan kontribusi terhadap munculnya kenakalan pada remaja, karena remaja yang dibesarkan oleh keluarga yang tidak harmonis akan mempersepsi rumahnya sebagai tempat yang tidak menyenangkan dan melakukan hal-hal yang melanggar norma di masyarakat sebagai salah satu cara untuk menyatakan protes pada orangtua. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1997), yang meneliti tiga kondisi keluarga yang berbeda yaitu; keluarga berantakan (tidak harmonis), keluarga yang biasa-biasa saja, dan keluarga yang harmonis. Penelitiannya menemukan bahwa remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis mempunyai risiko lebih besar untuk terganggu jiwanya, yang selanjutnya mempunyai kecenderungan besar untuk menjadi remaja nakal dengan melakukan tindakan-tindakan anti sosial. Selanjutnya

Hurlock

(1999)

menambahkan

remaja

yang

hubungan

keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang buruk dengan orang-orang di luar rumah, melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

88

menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatanperbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat. Untuk uji hipotesis ke dua dengan tehnik analisis Chi Square diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,966 dengan p value < 0,05 (α) maka hipotesis yang diajukan dapat diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja. Koefisien korelasi bertanda positif artinya semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi kenakalan remaja dan semakin rendah konformitas teman sebaya maka semakin rendah pula kenakalan remaja. Hubungan ini besifat negatif karena mengacu pada konformitas teman sebaya yang negatif sehingga meningkatkan resiko remaja menjadi pelaku kenakalan. Selanjutnya Rakhmat (2005) menambahkan bahwa bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jika remaja memandang kelompoknya sebagai tempat memperoleh informasi yang tidak remaja dapatkan dari keluarga, dan memberikan masukan (koreksi) terhadap kekurangan yang dimilikinya maka konformitas yang tercipta bersifat positif. Sebaliknya, jika remaja memandang kelompok sebagai tempat bersenangsenang, melakukan perbuatan menyimpang bersama sebagai ajang balas dendam terhadap lingkungan yang menolak dirinya, maka konformitas yang timbul bersifat negatif. Santrock (2007) menambahkan konformitas terhadap tekanan sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif atau negatif. Remaja terlibat dalam segala jenis perilaku konformitas yang negatif sebagai contoh : remaja menggunakan bahasa

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

89

gaul, mencuri, merusak dan mempermainkan orang tua dengan guru, sedangkan konformitas yang positif seperti : mengikuti tren rambut dan menolong sesama. Bentuk-bentuk

konformitas

negatif

terhadap

tekanan

sebaya

yang

digambarkan dalam hasil penelitian ini, seperti : membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, bekerja sama pada saat ujian berlangsung dan kumpul dengan teman hingga larut malam. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat. Costanzo dan Coleman (dalam Fuhrmann, 1990) yang menemukan bahwa konformitas cenderung tinggi pada fase remaja awal karena pada fase tersebut remaja lebih mudah terpengaruh pada penilaian orang lain. Konformitas cenderung stabil pada usia remaja tengah dan kemudian akan menurun pada usia remaja akhir. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Ratmawati (2009) yang mengemukakan ada hubungan positif yang signifikan antara pergaulan kelompok sebaya dengan kenakalan remaja dengan sumbangan relatif sebesar 74,655%. Selama masa remaja, khususnya awal masa remaja, individu lebih mengikuti standar-standar teman sebaya daripada yang individu lakukan pada masa anakanak (Santrock, 1995). Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan oleh tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh individu. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

90

sangat kuat pada masa remaja (Santrock, 2003). Melihat kondisi ini konformitas berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja. Temuan

ini

menunjukan

bahwa

adanya

persepsi

positif

terhadap

keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial/ amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga, remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa remaja adalah konformitas kelompok remaja. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja, dengan koefisien korelasi sebesar -0.489 dengan p value < 0,05 (α). 2. Ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja, dengan koefisien korelasi sebesar 0,966 dengan p value < 0,05 (α).

B. Saran 1. Orangtua Disarankan kepada orangtua untuk dapat mempertahankan dan memelihara hubungan yang hangat dalam keluarga dengan cara saling menghargai, pengertian, dan penuh kasih sayang serta tidak bertengkar di depan anak, sehingga dapat dipersepsi anak sebagai keluarga yang harmonis dan hal itu sebagai upaya pencegahan resiko remaja menjadi pelaku kenakalan. 2. Pihak Sekolah dan Orangtua Pihak sekolah dan orangtua disarankan dapat membantu remaja dalam menciptakan lingkungan yang positif sehingga dapat membantu pengelolaan konformitas yang positif bagi remaja, karena teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat.

commit to user 91

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

92

3. Bagi peneliti selanjutnya. Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk mengangkat tema yang sama

diharapkan

mempertimbangkan

variabel-variabel

lain

yang

lebih

mempengaruhi kenakalan remaja seperti media masa, status sosial ekonomi, dan disarankan juga untuk memperbanyak jumlah sampel penelitian. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menggunakan data tambahan seperti observasi dan wawancara agar hasil yang didapat lebih mendalam dan sempurna, karena tidak semua hal dapat diungkap dengan angket/ skala.

commit to user