KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA ...

81 downloads 293 Views 7MB Size Report
Umum Kotamadya Jakarta Pusat dalam menyikapi keberadaan komik sebagai bagian dari koleksi, mengetahui ...... Naruto (Jepang). One Piece (Jepang).
KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S.IP)

Oleh Mety Dwi Puspita NIM: 104025000869

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H./ 2009 M.

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Desember 2008

Mety Dwi Puspita

KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S.IP)

Oleh Mety Dwi Puspita NIM: 104025000869

Pembimbing

Ida Farida, MLIS NIP. 150 299 935

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./ 2008 M.

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Januari 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S.IP) pada Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi.

Jakarta, 23 Februari 2009 Sidang Munaqasyah

Ketua Jurusan,

Sekretaris Jurusan,

Rizal Saiful-Haq, MLS NIP. 780 005 380

Pungki Purnomo, MLS NIP. 150 295 486

Penguji,

Pungki Purnomo, MLS NIP. 150 295 486

Pembimbing,

Ida Farida, MLIS NIP. 150 299 935

ABSTRAK

METY DWI PUSPITA Komik sebagai Koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap pihak Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dalam menyikapi keberadaan komik sebagai bagian dari koleksi, mengetahui pengembangan koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat, dan mengetahui standar seleksi yang diberlakukan dalam hal pengadaan komik pada Perpustakaan Umum Jakarta Pusat. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitis. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi. Subyek penelitian adalah Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusat, sedangkan obyek penelitian ini adalah mengenai komik sebagai salah satu koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Responden yang diwawancarai ada dua orang yaitu Kasie Bagian Pengolahan dan Pelestarian serta pustakawan. Dari penelitian ini diketahui hasil bahwa sikap pustakawan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat terhadap komik sebagai bagian dari koleksi adalah: untuk aspek afektif pustakawan menyatakan perasaan yang positif, aspek kognitif pustakawan mengenai komik masih kurang, sedangkan untuk aspek konatif: perlakuan terhadap komik sebagai koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dalam hal pengorganisasian adalah disamakan dengan koleksi fiksi lain, dengan diklasifikasikan sebagai Fiksi (F). Penempatan di rak disatukan dengan koleksi fiksi lainnya. Hasil lain yang didapat adalah tidak adanya pengembangan dan standar seleksi khusus terhadap koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat.

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman, Islam, dan kesehatan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tercurah kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang ini. Setelah pengerjaan yang penuh perjuangan ini, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membanu proses pengerjaan skripsi ini, yaitu: 1. Bapak Abd. Chair selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora 2. Bapak Rizal Saiful-Haq selaku Kepala Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi 3. Bapak Pungki Purnomo selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi dan selaku penguji 4. Ibu Ida Farida selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan, dan kritik. Terima kasih telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu penulis 5. Seluruh dosen jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi atas transfer ilmunya sejak semester awal hingga akhir.

6. Seluruh pihak Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat: Ibu Yusnidar selaku Kepala Perpustakaan, Bapak Daldiri, Ibu Sarti, Ibu Ana, dan semua bagian yang tidak dapat saya sebut satu per satu. Terima kasih atas kesediaan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian. 7. Kedua orangtua penulis: Bapak Djatmiko dan Ibu Pudji Astuti yang telah dengan sabar mengasuh dan mendidik hingga membiayai pendidikan penulis. Terima kasih kepada kakak penulis, Ikhsan Eko Nugroho, SE yang telah mengantar penulis ke tempat penelitian dan kepada adik penulis Imay Tri Setiawan yang telah sering menemani penulis ke warnet. 8. Keluarga besar SMP Negeri 1 Pamulang yang telah memberi kesempatan penulis untuk menggunakan ilmunya walaupun penulis belum menamatkan studi. Terima kasih kepada Bapak Drs. H.U.R. Wahyudin, MM. selaku mantan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pamulang, Ibu Hj. Rita Juwita, S.Pd selaku Kepala Sekolah, Ibu Yayat Hayati Nufus dan Bapak Saprudin selaku Wakil Kepala Sekolah. Tak lupa semua guru SMP Negeri 1 Pamulang dan juga bagian Tata Usaha yang tak dapat saya daftar satu per satu. 9. Untuk Yana Andriyani, thanks to be my best friend. You know what? You’re my savior when I’m feel lonely in this world. Terima kasih Allah, karena engkau telah mempertemukan aku dengan Yana saat kelas 3 SMP. 10. Untuk sahabat-sahabatku di SMA Negeri 1 Ciputat: Annisa Listyana, Lisa Adha Melisari, Dwi Luthfiana, Jumrawati, jangan putus persahabatan kita. Jangan lupa karena setiap Ramadhan kita pasti mengadakan buka puasa bersama. Juga, untuk semua guru-guru di SMA Negeri 1 Ciputat dan SD Negeri Pamulang II, terima kasih atas ilmunya.

11. Untuk sahabat dan teman jurusan IPI angkatan 2004, Puji, Retna, Ien (Riana), Wiwie (Nurul), Dian, Agil, Gigih, Indra dan teman-teman lain baik SL dan LS. Takdir telah mempertemukan kita di jurusan ini. 12. Untuk semua sahabat dan temanku yang lain: Salbiah, Mirza, Nanda, Wulandari, anak-anak SMP Negeri 1 Pamulang: Theresia, Andrea Prita, Denise, Anindira, Fitriana, Gabriella, dan yang lainnya, terima kasih sudah mengisi kehidupanku. 13. Untuk keluarga Ibu Karlina Helmanita dan adik-adik di Sanggar “Jendela Dunia” atas penyambutan yang baik kepada penulis dalam merintis taman bacaan bagi sanggar. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membacanya, yaitu bagi mahasiswa, dosen, maupun masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 4 Desember 2008

Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRAK.....................................................................................................i KATA PENGANTAR...................................................................................ii DAFTAR ISI .................................................................................................v DAFTAR TABEL .........................................................................................viii DAFTAR GAMBAR.....................................................................................ix BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...........................................................1 B. Perumusan Masalah .................................................................8 C. Tujuan Penelitian.....................................................................9 D. Manfaat Penelitian ...................................................................9 E. Metodologi Penelitian..............................................................10 F. Sistematika Penulisan ..............................................................13

BAB II

TINJAUAN LITERATUR A. Komik .....................................................................................15 1. Pengertian Komik ..............................................................15 2. Bagian-Bagian dalam Komik .............................................17 3. Sejarah dan Asal Usul Komik ............................................23 4. Fungsi Komik ....................................................................28 5. Manfaat Komik..................................................................30 B. Komik sebagai Bacaan Anak ...................................................36 1. Pengertian Bacaan Anak ....................................................36

2. Perbedaan antara Komik dengan Buku Bergambar.............37 3. Alasan Pro dan Kontra Komik sebagai Bacaan Anak..........39 4. Sensor dan Rating dalam Komik ........................................41 C. Pengembangan Koleksi............................................................52 1. Penyusunan Kebijakan Koleksi ..........................................53 2. Seleksi Bahan Pustaka........................................................55 3. Pengadaan..........................................................................60 4. Penyiangan ........................................................................61 D. Komik sebagai Koleksi Perpustakaan Umum...........................62 1. Pengorganisasian ...............................................................63 2. Pembinaan dan Pengembangan ..........................................63 E. Sikap .......................................................................................64 1. Pengertian dan Proses Pembentukan Sikap.........................64 2. Fungsi Sikap ......................................................................66 3. Komponen/ Aspek Sikap....................................................66 4. Ciri-Ciri Sikap ...................................................................67 5. Jenis Sikap .........................................................................68 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap ....69 BAB III

TINJAUAN UMUM PERPUSTAKAAN A. Sejarah Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat............70 B. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Tugas Pokok, dan Fungsi Perpustakaan............................................................................72 C. Struktur Organisasi ..................................................................74

D. Syarat, Hak, Kewajiban Anggota, Peraturan, Jadwal Buka, Fasilitas, dan Layanan Perpustakaan ........................................76 E. Tinjauan Lingkungan dan Ruang Lingkup Perpustakaan..........79 F. Bidang Kegiatan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat........................................................................................81 BAB IV

HASIL PENELITIAN A. Sikap Pustakawan Terhadap Keberadaan Komik sebagai Bagian dari Koleksi .................................................................95 B. Pengembangan Koleksi Komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat .........................................................106 C. Standar Seleksi yang Diberlakukan dalam Hal Pengadaan Komik ...................................................................................... 110

BAB V

PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................................112 B. Saran .......................................................................................113

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................116 LAMPIRAN ..................................................................................................121

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Klasifikasi Rating .........................................................................43 2. Tabel 2 Contoh Judul Komik Berdasarkan Rating .....................................44

DAFTAR GAMBAR (ILUSTRASI)

1. Gambar Panel Tunggal..............................................................................16 2. Contoh-contoh Onomatope .......................................................................18 3. Balon Kata/ Dialog Standar.......................................................................19 4. Kreasi Lain Balon Kata/ Dialog.................................................................20 5. Panel Komik .............................................................................................21 6. Bagian-Bagian Komik...............................................................................22 7. Komik Yellow Kids ...................................................................................25 8. Komik Program Tanggap Bencana Tsunami Indonesia..............................31 9. Komik Cerita Nabi Isa A.S........................................................................32 10. Komik Strip Panji Koming ........................................................................33 11. Komik Iklan Produk Susu .........................................................................34 12. Komik sebagai Media Pembelajaran..........................................................35 13. Contoh Buku Bergambar...........................................................................37 14. Struktur Organisasi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat...........74 15. Lokasi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat ..............................81 16. Proses (Alur) Pengadaan Koleksi PerpustakaanUmum Kotamadya Jakarta Pusat .............................................................................................84 17. Proses (Alur) Pengolahan Koleksi .............................................................88 18. Proses (Alur) Peminjaman Koleksi............................................................90

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Bacaan anak sebagai koleksi sebuah perpustakaan umum sangat multak keberadaannya. Hal ini disebabkan karena tidak ada batasan usia pemakai perpustakaan umum. Pemakai perpustakaan umum adalah semua anggota lapisan masyarakat, bahkan dari strata sosial manapun, seperti yang disebutkan dalam ciri perpustakaan umum yang diungkapkan oleh Sulistyo Basuki yaitu: terbuka untuk umum artinya terbuka bagi siapa saja tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, agama, kepercayaan, ras, usia, pandangan politik dan pekerjaan.1 Komik merupakan salah satu jenis bacaan yang oleh banyak kalangan digolongkan sebagai bacaan anak. Namun, pada kenyataannya keberadaan komik sebagai bacaan anak sebelah mata. Alasan dianaktirikannya komik antara lain karena banyak kalangan yang menilai isi dan cerita pada komik tidak mendidik. Perbuatan yang digambarkan dalam komik terlalu keras, brutal, dan kasar. Selain itu, banyak yang mengemukakan bahwa komik menghambat kecerdasan anak dikarenakan bahasa dalam komik tidak sesuai dengan kaidah dan norma literer. Hal ini seperti yang diungkap oleh Marcel Bonneff: “Mengenai bahasa, dengan cepat dapat ditemukan unsure-unsur yang tidak memenuhi criteria bacaan yang baik; penggunaan tanda baca yang tidak tepat, kerap digunakan singkatan, kesalahan tata bahasa, dan bahkan ejaan.”2

1

Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 46. Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia [KPG], 1998), h. 101. 2

Penulis berpendapat komik bukanlah bacaan yang digolongkan sebagai bacaan anak semata. Komik merupakan jenis bacaan yang dapat disamaratakan dengan bacaan lain (misalnya novel dan buku non-fiksi). Sama halnya dengan buku lainnya, komik dapat dikelompokkan menjadi bacaan anak, remaja, dan dewasa, tergantung pada tema serta isi dari bacaan tersebut. Anggapan negatif masyarakat Indonesia mengenai cerita komik diperparah dengan munculnya komik Crayon Shinchan yang kemudian diikuti dengan tayangan animasinya di televisi. Karya Yoshito Usui ini sebetulnya di negeri asalnya, Jepang, adalah bacaan dewasa. Di Indonesia, karena tokoh utamanya adalah anak-anak, lantas diterbitkan begitu saja sebagai bacaan anak. Setelah muncul pendapat miring di masyarakat, barulah komik ini diberi label “untuk 15 tahun ke atas” oleh penerbitnya.3 Inilah kesalahkaprahan orang Indonesia yang menganggap bahwa komik adalah bacaan khusus anak-anak. Visualisasi komik dapat menarik perhatian anak untuk mendorongnya menyukai membaca. Komik yang menampilkan gambar sebagai sajian utama menjadikannya sebagai daya pikat para pembaca muda. Menurut Mary Leonhardt dalam bukunya “99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca”, tak mengapa menyediakan komik sebagai bacaan untuk anak, terutama bagi anak yang masih dalam tahap belajar dan memiliki kelemahan membaca. “…Saya kira komik adalah buku cerita yang sangat menarik. Karena anak saya adalah pembaca visual, maka melalui gambar-gambar biasanya mereka dapat mengetahui kata-kata yang tidak mereka ketahui…”4

3

Donny Anggoro, “Terdakwa Itu adalah Komik,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2005/0625/bud2.html 4 Mary Leonhardt, 99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca (Bandung: Kaifa, 2000), h. 58.

Bahkan, Marcel Bonneff menyatakan komik dapat menjadi wahana agar tetap berhubungan dengan bahasa tulis bagi orang-orang yang putus sekolah.5 Banyak judul komik yang isinya mendidik dan merangsang anak untuk membaca. Dari komikus negeri sendiri, terdapat komik berjudul Archi dan Meidy. Komik ini merupakan komik sains buah ide dari Yohanes Surya. Komik ini bercerita mengenai Archi dan Meidy yang berusaha memecahkan misteri menggunakan ilmu pengetahuan. Tiap cerita berisi satu konsep sains, sehingga secara tak sadar pembaca sesungguhnya sedang belajar sains. Hal ini sungguh baik karena akan menggiring anak-anak untuk menyukai pelajaran sains.6 Ada pula biografi tokoh yang disajikan dengan bentuk komik. Misalnya, seri Biografi Tokoh Dunia terbitan Gramedia Pustaka Utama. Saat ini, seri tersebut sudah mencapai banyak seri. Judul-judul dalam seri Biografi Tokoh Dunia antara lain adalah Ludwig van Beethoven, Mahatma Gandhi, Isadora Duncan, Isaac Newton, Hans Christian Andersen, Albert Einstein, dan Walt Disney. Dari banyaknya cetakan ulang dari tiap-tiap judul, dapat disimpulkan bahwa seri ini sungguh diminati oleh pembaca karena buku biografi tokoh dan kejadian sejarah tak lagi dirasakan membosankan untuk dibaca. Dengan pertimbangan bahwa sesungguhnya komik bukanlah bacaan yang negatif bila dilihat dari sisi lain dan untuk mengetahui sikap pustakawan mengenai koleksi komik dalam perpustakaan yang dikelolanya, maka penulis membahas skripsi dengan judul “Komik sebagai Koleksi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat”.

5

Marcel Bonneff, Komik Indonesia, h. 99. Rokhmah Sugiarti, “Komik Archi dan Meidy: Upaya Memperkenalkan Iptek pada Anak-anak,” Sinar Harapan, 25 Januari 2006. 6

Dari penelitian ini akan diketahui seperti apa sikap para pustakawan di Perpustakaan Kotamadya Jakarta Pusat terhadap komik yang juga merupakan bagian dari koleksi perpustakaan, pengembangan koleksi komik, dan standar penyeleksian mereka terhadap bacaan ini. Sebelum penelitian ini, terdapat pula penelitian sebelumnya (skripsi) mengenai komik dengan judul “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak” yang ditulis oleh Saraswati Indira dari Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia Depok pada tahun 1985, dengan jabaran sebagai berikut: Permasalahan: 1. Apakah komik yang sebenarnya? 2. Apakah bacaan anak itu? 3. Perbedaan antara komik dengan buku bergambar? 4. Unsur-unsur apa apa saja yang membuat anak tertarik membaca komik? 5. Alasan dari pihak yang pro maupun kontra komik dibaca anak? 6. Bagaimana sikap perpustakaan terhadap bacaan komik? Subyek: bacaan komik dalam bentuk buku yang dikenal dengan istilah komik. Obyek: Perpustakaan Anak Balai Pustaka, Perpustakaan Umum bagian anak DKI Jakarta, dan Perpustakaan Naka Taman Ismail Marzuki. Metode Penulisan: Untuk memperoleh data, digunakan teknik pengumpulan data berupa tinjauan literatur, observasi ke tempat-tempat penjualan komik serta kunjungan ke perustakaan umum di Jakarta yang memiliki pelayanan anak, dan wawancara.

Tujuan penelitian: 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komik mengingat kata ‘komik’ memilki konotasi banyak. 2. Mengetahui asal usul dan sejarah komik sebagai bacaan. 3. Mengetahui sejak kapan anak mulai mengenal komik serta unsur-unsur apa saja yang membuat anak menyukainya. 4. Mengetahui perbedaan komik dengan buku bergambar. 5. Mengetahui sikap dan tindakan perpustakaan terhadap komik. Hasil penelitian: 1. Komik tidak selalu berarti bacaan yang harus dihindari; sebab ‘komik’ adalah istilah untuk penyampaian gagasan yang disajikan dalam corak komik. 2. Penyajian bercorak komik ialah penyajian materi secara visual dengan memakai rangkaian gambar. Rangkaian gambar ini dilengkapi dengan urutan cerita, teks percakapan, teks perasaan, teks penjelas gambar serta bingkai. 3. Dalam wawasan yang luas komik dapat dimanfaatkan sebagai alat pelajaran, menimbulkan

motivasi

serta

alat

menyampaikan

informasi

kepada

masyarakat. 4. Sejarah komik Indonesia tidak bermula dari popularitas komik Amerika yang dimuat oleh surat kabar yang terbit pada tahun 30-an. Sebab penyajian gagasan dengan menggunakan media gambar sudah lama dikenal jauh sebelum komik Amerika masuk ke Indonesia; hanya bentuknya tidak seperti sekarang, contoh: relief candi dan wayang beber. 5. Kesenangan anak akan komik dimulai sejak usia dini, yaitu sejak usia 2 atau 3 tahun dan akan mencapai puncaknya pada saat anak duduk di kelas 6 SD,

untuk selanjutnya berangsur-angsur menurun sesuai dengan pertambahan usia dan pendidikannya. 6. Anak menyukai komik karena: a. Adanya kemudahan dalam pemahaman cerita. b. Penyajian materi yang menarik sebab diwarnai oleh gerak yang dinamis sehingga komik mampu mengikat pembaca mengikuti jalannnya cerita hingga selesai. c. Materi cerita yang bervariasi memungkinkan anak memilih komik dengan cerita tertentu yang disukainya. d. Adanya kemungkinan ditemukannya tokoh identifikasi dalam diri tokoh cerita komik. Sebab biasanya tokoh komik digambarkan sebagai tokoh yang kuat, berani, tampan/ cantik, serba bisa, dan sebagainya. 7. Buku bergambar diciptakan dengan mempertimbangkan unsur-unsur yang sesuai dengan kemampuan serta usia anak dengan tujuan untuk mengimbangi popularitas komik; hanya sayangnya buku bergambar tidak memberikan kesan dinamis seperti yang dimiliki komik. 8. Melarang anak untuk tidak membaca komik adalah tindakan yang sia-sia, maka alternatif yang ada ialah: a. Memperbaiki mutu komik b. Pengawasan dan bimbingan orangtua kepada anaknya dalam memilih komik. c. Menempatkan komik-komik pilihan anak di ruang kelas secara bebas, sehingga dapat diperoleh kriteria bagi komik yang baik dan komik yang tak layak dibaca anak.

d. Menyediakan bacaan pengganti komik; bacaan tersebut memiliki cirri tertentu yang pada dasarnya dapat bersaing dengan komik. 9. Sebagai bacaan yang disuakai anak, komik dapat dimanfaatkan sebagai: a. Sarana untuk memperkenalkan anak kepada bacaan selain komik. b. Bacaan bagi mereka yang berkemampuan baca rendah. c. Sarana untuk memperkenalkan perpustakaan sebagai sumber yang dapat diandalkan untuk memperoleh informasi dan bacaan. 10. Sikap perpustakaan: komik sebagai bacaan anak merupakan bagian dari ketiga perpustakaan yang diteliti. Dengan demikian ketiga perpustakaan tersebut tidak menganggap komik sebagai bacaan yang harus dihindari anak. 11. Pedoman pemilihan: a. Ketiga perpustakaan yang diteliti belum memiliki pedoman yang ditulis dan terperinci mengenai unsur apa saja yang perlu diperhatikan oleh petugas yang menangani pemilihan koleksi. b. Pokok-pokok pikiran di bawah ini dapat membantu petugas bagian pemilihan untuk menentukan koleksi komik bagi perpustakaannya: 1) Memahami alasan dimasukkannya komik sebagai bagian koleksi perpustakaan. 2) Mengetahui serta menerapkan teori bacaan anak. 3) Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam memilih komik. 4) Mengetahui batasan bagi baik-buruknya sebuah komik.

12. Koleksi a. Penempatan: koleksi komik tidak selalu harus ditempatkan pada jajaran buku bergambar seperti yang dilakukan oleh ketiga perpustakaan yang diteliti. Misalnya, jika komik dimaksudkan sebagai sarana menuju bacaan selain komik, maka koleksi dapat diletakkan berdekatan dengan koleksi buku fiksi maupun non-fiksi. b. Jumlah: besar kecilnya koleksi komik di sebuah perpustakaan tergantung dari kebijakan masing-masing perpustakaan. 13. Tinjauan koleksi: koleksi komik di ketiga perpustakaan sebagian besar berupa komik terjemahan. Banyaknya komik terjemahan mempunyai akibat positif dan negatif. Segi positif, anak Indonesia dapat menimati karya pengarang terkenal dunia tanpa menungggu sampai mereka mampu membaca karyakarya tersebut dalam bentuk aslinya. Segi negatifnya, komik terjemahan membuat anak Indonesia menjadi akrab denga pola perbuatan, nilai hidup dari tokoh asing. Selain itu, juga merangsang timbulnya anggapan bahwa sesuatu yang berasal dari luar negeri adalah lebih baik daripada sesuatu yang berasal dari negeri sendiri.

B. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana sikap pustakawan terhadap keberadaan komik sebagai bagian dari koleksi?

2. Bagaimana pengembangan koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat? 3. Apa saja standar seleksi yang diberlakukan dalam hal pengadaan komik?

C. Tujuan Penelitian Penelitian yang penulis adakan bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui sikap pihak Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dalam menyikapi keberadaan komik sebagai bagian dari koleksi. 2. Untuk mengetahui pengembangan koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. 3. Untuk mengetahui standar seleksi yang diberlakukan dalam hal pengadaan komik pada Perpustakaan Umum Jakarta Pusat.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam meraih gelar kesarjanaan strata satu (S1) Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Manfaat Praktis a. Untuk Perpustakaan, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna. b. Untuk penulis sebagai sarana untuk menambah wawasan praktek dalam pelaksanaan perpustakaan. c. Menambah pengetahuan mengenai komik sebagai bacaan.

E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai sikap pustakawan terhadap komik sebagai koleksi dan bacaan anak. Penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, fakual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 7 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain sebagainya.8 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan antara lain: a. Sumber data primer Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari staf perpustakaan. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku dan dokumendokumen lain. 3. Metode Pengumpulan Data Adapun metode yang digunakan penulis untuk mendapatkan data dan informasi dalam penelitian ini adalah:

7

Moh. Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h. 54. Fuad Hassan, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia (Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia, 2001), h. 22.

8

a. Library research (riset kepustakaan), yaitu penelitian melalui buku, literatur, dan artikel baik cetak maupun online yang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. b. Field research (penelitian lapangan), yaitu penelitian dengan terjun langsung ke lapangan demi mendapatkan data secara langsung dari objek penelitian, dengan cara: 1) Observasi

: mengamati langsung objek penelitian untuk mendapatkan

data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 2) Wawancara

: digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih

mendalam tentang masalah yang berkaitan dengan penelitian. Metode ini merupakan metode penelitian utama yang digunakan oleh penulis. Wawancara dilakukan kepada dua orang responden yaitu Bapak Daldiri selaku Kasie Pengolahan dan Pelestarian Perpustakaan Umum Jakarta Pusat dan Ibu Sarti selaku pustakawan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. Wawancara dilakukan pada hari yang sama, yaitu pada tanggal 29 Oktober 2008 di kantor Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. Durasi dari masing-masing wawancara adalah 20 menit 45 detik ditambah 14 menit 49 detik untuk Ibu Sarti dan 25 menit 53 detik untuk Bapak Daldiri. Wawancara direkam pada media MP3. Hasil wawancara tersebut dibuat draftnya. Untuk Bapak Daldiri, penulis melakukan wawancara tambahan, yaitu pada tanggal 24 November 2008. Penulis melakukan wawancara terbuka dengan menggunakan pedoman wawancara. Jalannya wawancara diusahakan santai dan layaknya hanya mengobrol biasa. Penulis membiarkan responden menjawab pertanyaan

secara terbuka berdasarkan dari pengalaman-pengalaman mereka. Terkadang muncul pula pertanyaan yang tidak terdapat pada pedoman wawancara akibat reaksi penulis terhadap jawaban yang dilontarkan oleh responden. 4. Subyek dan Obyek Penelitian Subyek

penelitian

adalah

tempat

diadakannya

penelitian,

yaitu

Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusat (khususnya pustakawannya), sedangkan obyek penelitian ini adalah masalah yang ingin diketahui dari sumber, yaitu mengenai komik sebagai salah satu koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. 5. Teknik Analisis Data Tahapan yang dilakukan untuk menganalisa data kualitatif adalah: a. Mengumpulkan data melalui riset kepustakaan dan observasi awal ke perpustakaan. b. Menyusun draft wawancara

sehingga

peneliti mempunyai pedoman

wawancara pada saat interview dilangsungkan. c. Menganalisis data dengan menghubungkan data yang diperoleh melalui riset kepustakaan dengan data yang ditemukan melalui wawancara dan observasi. d. Membahas hasil wawancara pada bab hasil penelitian. Data yang diperoleh dituangkan dalam bentuk deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan permasalahan untuk menemukan jawaban yang diharapkan disertai dengan alasan. Hasil analisa data adalah berupa pemaparan fakta-fakta mengenai obyek penelitian.

F. Sistematika Penulisan Akan dijelaskan satu persatu bab-bab yang terdapat pada tulisan ini, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN LITERATUR Bab ini berisi pengertian komik dan bacaan anak, bagian-bagian dalam komik, sejarah dan asal usul komik, fungsi komik, manfaat komik, perbedaan antara komik dengan buku bergambar, alasan pro dan kontra komik sebagai bacaan anak, serta unsur-unsur apa saja yang membuat anak tertarik pada komik, sensor dan rating dalam komik, serta komik sebagai koleksi perustakaan umum di Brazil. Selain hal-hal yang berkaitan dengan komik, dalam bab ini penulis juga memaparkan sub-bab mengenai pengembangan koleksi, dengan rincian penjelasan tentang kebijakan pengembangan koleksi, seleksi bahan pustaka, pengadaan, dan penyiangan. Dikarenakan skripsi ini mencakup bahasan sikap, maka dalam tinjauan literatur, dijabarkan pula mengenai sikap. Penjabaran mengenai sikap terdiri atas sub-bab pengertian dan proses pembentukan sikap, fungsi sikap, komponen/ aspek sikap, ciri-ciri sikap, jenis sikap, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap.

BAB III TINJAUAN UMUM PERPUSTAKAAN Pada bab ini diuraikan mengenai profil perpustakaan, tugas dan fungsi perpustakaan, struktur organisasi perpustakaan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perpustakaan yang bersangkutan. BAB IV HASIL PENELITIAN Berisi pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. BAB V PENUTUP Pada bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan skripsi dan penulis mencoba memberikan saran-saran yang berasal dari pemikiran penulis.

BAB II TINJAUAN LITERATUR

A. Komik 1. Pengertian Komik Kata komik berasal dari bahasa Perancis comique. Sebagai kata sifat, comique berarti lucu atau menggelikan dan sebagai kata benda artinya pelawak atau badut. Comique sendiri berasal dari bahasa Yunani komikos. Disebut komik karena pada zaman dahulu cerita komik mengacu kepada cerita-cerita humoristis atau satiris untuk menghibur khalayak.9 Scott McCLoud, dalam bukunya Understanding Comics menyebutkan definisi berbeda mengenai komik, yaitu: “Ko-mik: kata benda. 1. Gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang terjukstaposisi10 dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/ atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. 2. Tokoh-tokoh pahlawan super berkostum warna cerah melawan penjahat, yang ingin menguasai dunia dengan segala tindak kekerasan yang sensasional. 3. Kelinci, tikus dan beruang lucu, berdansa dengan riang. 4. Sesuatu yang merusak mental remaja negara kita.”11 Definisi yang lebih khusus mengenai komik diberikan oleh David Kunzle (dalam Harrison: 87) yang dikutip oleh Saraswati Indira: “(1) harus terdiri dari potongan-potongan gambar yang terpisah, (2) jumlah gambar harus jauh lebih banyak daripada teks, (3) media bagi komik strip harus media cetak yang reproduktif, merupakan media massa, (4) penggambaran cerita harus bertutur tentang moral atau topik-topik tertentu.”

9

Atmakusumah, “Komik”, dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, vol. 9 (Jakarta: Delta Pamungkas, 2004), h. 54. 10 berurutan dalam jarak yang berdekatan, bersebelahan (istilah dalam sekolah seni). 11 Scott McCloud, Memahami Komik. Penerjemah S. Kinanti (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001), h. 9.

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan bahwa: “Komik adalah cerita gambar serial sebagai perpaduan karya seni rupa atau seni gambar dan seni sastra. Di Perancis, orang menyebutnya sastra ekspresi grafis. Komik berbentuk rangkaian gambar, masing-masing dalam kotak, yang keseluruhannya merupakan rentetan satu cerita. Gambar-gambar itu umumnya dilengkapi balon-balon ucapan dan ada kalanya masih disertai narasi sebagai penjelasan. Komik dimuat secara tetap sebagai cerita bersambung dalam majalah dan surat kabar, atau diterbitkan sebagai buku dan dalam bentuk majalah. Dalam bahasa Inggris, komik sekali muat atau bersambung dalam penerbitan pers disebut comic strip atau strip cartoon. Komik yang diterbitkan dalam bentuk buku disebut comic book. Secara umum, seluruhnya disebut comics.”12 Dari berbagai definisi yang telah disebut, unsur utama komik merupakan gambar. Namun, banyak juga beredar buku bacaan lain yang memuat banyak gambar dan memiliki teks, namun teks hanya berupa narasi. Bacaan yang memiliki banyak gambar dan memiliki teks tetapi teks percakapan tidak menggunakan balon, maka buku tersebut bukanlah komik. Buku tersebut dikategorikan sebagai cerita bergambar. Hal ini dikarenakan dalam komik terdapat unsur/ bagian yang menjadikannya sebagai ciri khas yang membedakan komik dengan bacaan lainnya. Lalu, bagaimana dengan gambar pada panel tunggal seperti di bawah ini?

Gambar 1 Panel Tunggal Sumber gambar: http://www.acehinstitute.org/humaniora_jumat_230207.htm diakses pada 2 November 2008 12

Atmakusumah, “Komik”, h. 54.

Scott McCloud menyebutkan panel tunggal sering dianggap sebagai komik namun sesungguhnya bukan. “Panel tunggal seperti ini sering dianggap sebagai komik, padahal tidak ada turutan yang hanya terdiri dari satu bagian. Panel tunggal bisa digolongkan sebagai “seni komik” karena menggunakan sebagian perbendaharaan visual komik.”13 Dari berbagai definisi komik di atas, penulis berpendapat definisi komik adalah suatu bacaan yang penyajiannya berbentuk gambar dan simbol lain dalam panel-panel, dapat dilengkapi dengan ataupun tanpa teks. Bila dengan teks, perkataan dari para tokohnya akan disajikan dalam balon dialog. Isi cerita tergantung dari tema, sehingga komik tidak hanya digolongkan sebagai bacaan anak. 2. Bagian-bagian dalam Komik Seperti yang sudah dijelaskan dalam pengertian komik, terdapat beberapa unsur/ bagian yang menjadi ciri khas dari komik. Selain unsur gambar, komik memerlukan sarana untuk menyampaikan materi atau gagasan, yaitu: teks, balon dialog, balon perasaan dan bingkai. Adapun fungsi dari sarana tersebut adalah: a. Teks, yaitu teks percakapan, teks perasaan, teks penjelas gambar (narasi), dan onomatope. Teks percakapan berisi materi yang sedang dipersoalkan; teks perasaan berisi jalan pikiran atau suara batin, teks penjelas gambar yang ditempatkan di atas atau di bawah berfungsi untuk menambah kejelasan, misalnya untuk menunjukkan pergantian waktu, lokasi, sedangkan onomatope adalah teks yang bacaannya meniru bunyi yang tercantum dalam gambar, seperti bunyi dor untuk tembakan, bruk untuk benda jatuh, dan deg-deg untuk 13

Scott McCloud, Memahami Komik, h. 20.

suara hati yang berdebar-debar. Toni Masdiono menyebut onomatope dengan istilah sound lettering (huruf bunyi-bunyian). Setiap komikus memiliki gaya tersendiri dalam menggambarkan onomatope.

Gambar 2 Contoh-contoh Onomatope Sumber gambar: Toni Masdiono, 14 Jurus Membuat Komik (Jakarta: Creativ Media), h. 27

b. Balon kata/ dialog, berfungsi untuk menempatkan teks percakapan yang dilakukan oleh tokoh cerita, sedangkan balon perasaan berisi ungkapan perasaan, suara batin. Perbedaan dari kedua jenis balon tersebut terletak pada penggambaran ujung balon. Pada balon perasaan ujung balon dilukiskan terputus-putus atau dengan bulatan-bulatan yang makin lama makin kecil ke arah mulut atau kepala tokoh, sedangkan pada balon dialog ujung balon dilukis tanpa terputus-putus. Namun, seiring dengan perkembangan banyak komikus yang berkreasi pada penggambaran balon kata.

Gambar 3 Balon Kata/ Dialog standar Sumber gambar: Toni Masdiono, 14 Jurus Membuat Komik (Jakarta: Creativ Media), h. 26

Gambar 4 Kreasi Lain Balon Kata/ Dialog Sumber gambar: Toni Masdiono, 14 Jurus Membuat Komik (Jakarta: Creativ Media), h. 26

c. Bingkai/ panel, berguna sebagai batas antara peristiwa yang satu dengan peristiwa lain. Pada mulanya bingkai berbentuk segi empat, tetapi sekarang bentuknya bervariasi tergantung dari selera komikus.14

Gambar 5 Panel Komik Sumber gambar: Toni Masdiono, 14 Jurus Membuat Komik (Jakarta: Creativ Media), h. 28 14

Saraswati Indira. “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak,” (Skripsi S1 Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia, 1985) h. 9-10.

Teks penjelas gambar (narasi) Panel/ bingkai Balon perasaan, berisi teks perasaan

Onomatope balon kata yang berisi teks percakapan Gambar 6 Bagian-bagian Komik Sumber gambar: Mikase Hayashi, The Blue Library (Jakarta: m&c!, 2007), h. 4-5

3. Sejarah dan Asal Usul Komik Sejarah komik bermula pada masa pra-sejarah di Gua Lascaux, Prancis Selatan. Banyak ditemukan gambar-gambar bison (jenis banteng atau kerbau Amerika) yang dilukis pada dinding gua.15 Sementara itu, pada tahun 3000 sebelum Masehi, seniman dari Mesir menjadikan papirus sebagai media untuk menggambar kartun binatang. Begitu juga dengan bangsa Romawi yang sudah biasa mengambar kartun satire pada tabula.16 Di Indonesia, cikal bakal komik banyak dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Hal ini terlihat pada relief Candi Borobudur yang bercerita mengenai riwayat Sang Budha, relief Candi Prambanan yang berkisah tentang Ramayana, juga pada candi-candi sekitar abad ke-18 yang terdapat gambar kuno di atas kertas dengan tinta berwarna dengan keterangan teks beraksara Arab dalam bahasa Jawa.17 Perkembangan komik menurut Wall dan Walker, seperti yang dikutip oleh Dina Listiorini, dimulai dari komik strip yang diperkenalkan melalui surat kabar akhir abad 19 untuk menarik minat pembaca (Wall, Peter and Walker, 1997: 153). Komik strip pertama di Amerika Serikat muncul pada surat kabar edisi Minggu sebagai sisipan.18 Komik strip pertama adalah karya James Swinnerton berjudul The Little Bear and Tigers pada tahun 1892. Serial komik strip yang pertama kali 15

Guntur Angkat, “Selintas Sejarah Komik Indonesia,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://re-searchengines.com/art05-72.html. Penulis adalah dosen di Universitas Tarumanagara Jakarta, bergelar SS.n 16 David Manning White, “Comics,” dalam Encyclopedia Americana, vol. 7 (New York: Americana Corp., 1975), h. 370. 17 Angkat, “Selintas Sejarah Komik Indonesia.” 18 Dina Listiorini, “Diskursus Angkasa Luar, UFO, dan Alien pada Komik Disney,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Depok, 2000), h. 58.

sukses secara besar-besaran adalah komik berjudul Down in Hogan’s Alley karya Richard Outcault yang diterbitkan pertama kali di surat kabar New York World milik Joseph Pulitzer pada tahun 1895. 19 Pada tahun 1896 penerbit Wiliam Randolph Hearst, menerbitkan komik strip Yellow Kids dalam surat kabar Morning Journal yang merupakan surat kabar pertama yang menampilkan sisipan komik strip berwarna. Dalam surat kabar inilah pertama kalinya digunakan balon kata untuk menunjukkan suatu percakapan. Cerita Yellow Kids merupakan lanjutan dari komik strip Hogan’s Alley.20

19

E. M. Plunket, “Comic Strip,” dalam Grolier Academic Encyclopedia, vol. 5 (United States of America: Grolier International, 1983), h. 135. 20 “Caricature, Cartoon, and Comic Strip,” dalam The New Encyclopaedia Britannica, vol. 15 (Chicago: Encyclopaedia Britannica Inc., 2002), h. 549.

Gambar 7 Komik Yellow Kids Sumber gambar: http://loc.gov//rr/print/swann/artwood/aw-comics.html diakses pada 25 November 2008

Komik pertama Indonesia yang diterbitkan melalui surat kabar adalah adalah Put On karya Kho Wang Gie tahun 1930 di harian Sin Po. Komik panjang pertama dibuat oleh Nasroen A.S. berjudul Mentjari Poetri Hidjaoe, yang dimuat berseri pada majalah Ratoe Timoer yang terbit di Yogyakarta.21 Sekitar akhir tahun 1940-an komik-komik sisipan surat kabar Amerika Serikat seperti Tarzan, Rip Kirby, Phantom, dan Johnny Hazard, oleh penerbit Gapura dan Keng po dari Jakarta serta Perfects dari Malang menerbitkannya dalam bentuk buku. Membanjirnya komik-komik bertema superhero membuat para komikus Indonesia mengadaptasi karakter tokoh komik Amerika ke dalam tampilan lokal. Komikus yang melakukan hal tersebut di antaranya adalah R. A. Kosasih yang menciptakan karakter Sri Asih yang merupakan imitasi dari karakter Wonder Woman. Karakter superhero lain yang diciptakan oleh komikus lain adalah Siti Gahara, Puteri Bintang, Garuda Putih dan Kapten Comet. Penciptaan karakter Garuda Putih dan Kapten Comet merupakan inspirasi dari karakter Superman dan Flash Gordon.22 Pada akhir tahun 1960-an dan selama tahun 1970-an, eksistensi komik semakin mendapat perhatian seperti ditunjukkan oleh pembuatan tiga film berdasarkan karya-karya Ganes Th. Si Buta dari Goa Hantu adalah komik pertama yang difilmkan di Indonesia pada tahun 1970, disusul dengan dua komik lainnya, yaitu Tuan Tanah Kedawung (1972) dan Sorga yagng Hilang (1977). Komikus lainnya yang sukes pula pada masa itu antara lain Jan Mintaraga, Teguh Santosa, dan S. H. Mintardjo.23

21

Atmakusumah, “Komik,” h. 55 “Komik Indonesia,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Komik_Indonesia 23 Atmakusumah, “Komik,” h. 56. 22

Tahun 1970-an hingga tahun 1980-an merupakan masa subur bagi pemasaran komik-komik terjemahan yang berasal dari luar negeri. Komik-komik yang pada umumnya berasal dari Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa dan dicetak berwarna itu menyingkirkan banyak komik hitam-putih Indonesia dari pasaran. 24 Sejak tahun 1990 hingga sekarang, dunia perkomikan lokal mulai eksis kembali. Komik-komik independen komikus muda Indonesia mengawali perlawanan mereka terhadap eksistensi komik-komik impor (Amerika Serikat dan Jepang). Banyak komikus indie yang melakukan penggandaan karya mereka dengan menggunakan mesin foto copy untuk disebarluaskan melalui pameranpameran komik, baik untuk dibeli ataupun dibarter. Beberapa studio komik indie, antara lain adalah Badjak Laoet, RED Army, Daging Tumbuh, Bengkel Qomik, Akademi Samali, dan Mubal Komike. Komik-komik karya komikus muda Indonesia juga mulai banyak diterbitkan. 25 Namun

sayang,

kebangkitan

komik

lokal

tidak diikuti dengan

kerorisinalan gaya dalam penggambaran karakter tokohnya. Pada saat ini ada dua aliran gaya yang cenderung masih dijadikan kiblat para komikus muda Indonesia dalam penggambaran karakternya, yaitu gaya gambar Amerika dan gaya gambar manga (komik Jepang). Komikus dengan gaya gambar Amerika mereferensikan karya mereka pada gaya gambar komik dari Amerika. Sebagian dari mereka bahkan ada yang bekerja untuk produksi komik Amerka. Komikus yang dapat dikatakan memiliki ciri gaya gambar dari komik Amerika antara lain adalah Admiranto Wijayadi, Ahmad Thoriq, Alfi Zachkyelle, Donny Kurniawan, Pe’ong, 24

Ibid., h. 57. “Komik Indonesia,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Komik_Indonesia.

25

Tony Masdiono, dan Wisnoe Lee. Sedangkan komikus Indonesia yang gaya gambarnya condong ke arah gaya gambar komik Jepang, seperti halnya komikus dengan aliran Amerika, mereferensikan gaya gambarnya pada komik Jepang (dengan ciri khas menonjol yaitu penggambaran bentuk mata yang besar). Para komikus dengan gaya ini banyak yang menggunakan nama samaran pada karyakaryanya. Komikus aliran ini yang banyak menghasilkan karya antara lain Sentimental Amethyst atau Hisako Ikeda (Anthony Ann), Calista, Anzu Hizawa, Lily, dan Shinju Arisa, dan studio PETSHOP.26 4. Fungsi Komik Suatu kelompok di Kirl, Jerman, bekerjasama dengan Malte Dahrendorf menyusun daftar fungsi komik. “Fungsi itu tidak perlu dianggap sebagai tujuan. Di sini soalnya berkenaan dengan pernyataan-pernyataan umum dan kebanyakan hipotesis yang dapat diubah menurut jenis komik dan kelompok penerimanya. Pada penyajian fungsi komik harus diperhatikan pula persyaratan perekonomian masyarakat (pasaran, laba, taktik promosi, konflik masyarakat, cara sosialisasi dalam masyarakat). Berikut adalah fungsi komik, seperti yang dikutip oleh Franz dan Meier: a. Memenuhi keperluan yang dipersyaratkan orang tua, sosial, dan masyarakat 1) Penjauhan-aku: a) Dengan membuat otoritas sebagai tertawaan, b) Melalui identifikasi (penyamaan) diri dengan ‘pahlawannya’, yang atas nama pembaca ‘dapat melakukan semuanya’ (keinginan serba mampu yang regresif).

26

Ibid.

2) Penyediaan benda agresi, memperbolehkan penyaluran dan pelepasan agresivitas (rasa ingin menyerang) dan membebaskan diri dari frustasi; suatu pemroyeksikan konflik pada benda pengganti. Benda agresi: yang asing sebagai jenis/ ras/ bangsa; yang berkuasa (juga orang dewasa); orang luar dalam masyarakatnya (seperti yang intelektual, kriminal). 3) Penyederhanaan masalah, model yang meringankan kehidupan dan memberikan rasa terjamin. 4) Pelarian

dari

kebosanan

(monotani)

dan

kehidupan

sehari-hari

(eskapisme). 5) Kesenangan, kesantaian, kebebasan dari beban, pengisian waktu tanpa bersusah payah. b. Strategi/ taktik pemuasan Pemuasan keperluan dan keinginan terjadi dalam dua tahap: 1) Imbauan terhadap keinginan tak sadar, suatu sikap yang cara berbuatnya tabu (tak diperbolehkan) dalam masyarakat, dan karenanya menimbulkan ketegangan, ketakutan, harapan. 2) Dan itu semuanya diatasi dengan kegiatan pahlawannya (rasa puas). c. Kemungkinan pengaruh 1) Pemecahan konflik dan ketakutan, pembebasan dari beban (menertawakan otoritas, seperti membayarnya kembali dengan tunai, suatu kesempatan untuk membebaskan diri dari serangan). 2) Fungsi terapi bagi kesulitan dan keperluan yang terdapat dalam perkembangan (petualangan, perjuangan, agresivitas). 3) Pembongkaran otoritas dan rasa rendah diri.

4) Tetapi juga pembongkaran fungsi kritis, karena kebutuhan yang diinginkan secara tak sadar masih tetap ada (pengaruh gambaran) dan demikian saja ‘dialami’ menurut fantasi. 5) Pemantapan dan karenanya pengesahan sosialisasi yang palsu (paksaan penyesuaian, penekanan hasrat). 6) Penetapan struktur kemasyarakatan yang mendasari sosialisasi. 7) Penetralan energi yang mengubah masyarakat. 8) Membawa serta/ penerimaan yang ada dan diketahui, perhatian terhadap otoritas, mempercayakan diri pada ‘penyelamat’. 9) Kesangsian terhadap yang ‘nonkonformis’ (tak sesuai dengan dirinya), pemantapan praduga, permusuhan terhadap yang asing (etnosentrisme). 10) Kebergantungan pada sarana, kemantapan pada budaya-pengganti, kebiasaan konsumtif alih-alih berbuat secara giat: kegiatan pahlawan yang mengganti/ mewakilinya, pada pahlawan itu berganti menjadi kegiatan dalam menerima, membeli, atau memakai (kegiatan konsumtif).” 27 5. Manfaat Komik Dalam arti yang luas, ternyata komik tidak hanya berarti buku berisi cerita atau kisah. Karena bentuknya yang menarik, komik juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan sebagai berikut: a.

Penyampaian program pemerintah, misalnya Keluarga Berencana, perbaikan gizi, kesehatan, dan sebagainya.

27

Kurt Franz dan Bernard Meier, Membina Minat Baca Anak. Penerjemah (Bandung: Remadja Karya, 1986), h. 65-67.

Gambar 8 Komik Program Tanggap Bencana Tsunami Indonesia Sumber gambar: saripurnawan.blogspot.com/2007_12_01_archive.html diakses pada 1 November 2008

b.

Untuk memperkenalkan peristiwa keagamaan berdasarkan kitab suci.

Gambar 9 Komik Cerita Nabi Isa A.S. Sumber gambar: kalender tahun 2009 terbitan Yayasan Pendidikan dan Sosial Karsa Manggala Satya

c.

Untuk menyatakan kritik terhadap masalah yang sedang hangat dibicarakan, misalnya tentang kenaikan BBM.

Gambar 10 Komik Strip Panji Koming Sumber gambar: Kompas Minggu, 1 Juni 2008

d.

Untuk menawarkan produk (iklan).

Gambar 11 Komik Iklan Produk Susu Sumber gambar: Majalah Bobo no. 24, 20 September 2007, h.17.

e.

Sebagai media pembelajaran. Contoh: untuk menjelaskan konsep-konsep yang sangat abstrak dan memerlukan obyek yang kongkrit pada beberapa mata pelajaran. Misalkan fisika, kimia atau matematika. Selain itu juga untuk memberi pengambaran yang kongkrit pada masa lalu pada satu kejadian sejarah.28 Bahkan, biografi tokoh juga dapat ditulis dalam bahasa komik.

Gambar 12 Komik sebagai Media Pembelajaran Sumber gambar: Kanjiro Kobayashi, Seri Pelajaran Doraemon – Menguasai Hitungan, (Jakarta: 29 Elex Media Komputindo, 1994), h. 84-85

28

Muhammad Ikhsan, “Buku Terlarang Itu Bernama Komik,” artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://teknologipendidikan.wordpress.com/category/artikel/page/2/. 29 Komikus asli serial Doraemon adalah Fujiko F. Fujio. Oleh Kanjiro Kobayashi karakter dari serial ini dijadikan komik seri belajar. Selain pelajaran matematika, seri komik pelajaran Doraemon juga membahas pelajaran lain seperti geografi, astronomi, dan lain-lain.

B. Komik sebagai Bacaan Anak 1. Pengertian Bacaan Anak Untuk menjelaskan pengertian bacaan anak, dua pendapat di bawah ini dapat dijadikan penjelasan: a. Bacaan anak dan remaja tidak termasuk dalam kelompok buku pelajaran, berbentuk fiksi atau non-fiksi. Bacaan anak berguna untuk mengembangkan watak, pengetahuan, keahlian dan apresiasi budaya yang materinya disajikan dengan cara menarik, jelas, dan mudah dipahami.30 b. Bacaan anak ialah bacaan yang dikonsumir anak dengan mendapat bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa, demikian juga penulisannya.31 Pendapat lain dikemukakan oleh Supardinah Nugroho tentang kualifikasi bacaan anak, yaitu: Dalam bacaan anak, tidak ada patokan yang menentukan hanya “siapa” atau “apa” yang layak dijadikan tokoh. Ia tidak harus anak ia bisa binatang maupun benda yang dipersonifikasikan.32 Gaya penulisan dan kosakata bacaan anak harus ditulis dengan susunan kata yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak-anak, terutama untuk anakanak yang kemampuan membacanya masih terbatas.33 Jadi, sesungguhnya cara penyajianlah yang menentukan apakah sebuah bacaan merupakan bacaan anak atau bukan. Sebuah bacaan merupakan bacaan anak jika cerita yang ditulis disajikan berdasarkan perspektif anak-anak apapun temanya dan siapapun yang menulisnya, baik itu buku fiksi maupun non-fiksi.

30

Indira, “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak,” h. 35. Penulis skripsi ini mengutip dari naskah Seminar Bacaan Anak-Anak dan Remaja, yang diselenggarakan dalam rangka Tahun Buku Internasional, 16-18 Juni 1973. 31 Riris K. Sarumpaet, Bacaan Anak-Anak: Suatu Penyelidikan Pendahuluan ke dalam Hakekat Sifat dan Corak Bacaan Anak-Anak Serta Minat Anak pada Bacaannya (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976), h. 23. 32 Supardinah Nugroho. “Resensi Bacaan Anak Fiksi pada Beberapa Surat Kabar di Jakarta.,” (Skripsi S1 Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia, 1987), h. 20. 33 Ibid., h. 22.

2. Perbedaan antara Komik dengan Buku Bergambar Penyajian gagasan dengan media gambar sudah dikenal lama. Hal ini disebabkan media gambar lebih mudah dipahami daripada tulisan. Komik dan buku bergambar, secara fisik hampir sama. Keduanya memuat banyak gambar. Ciri khas yang terdapat pada buku bergambar antara lain adalah: ukurannya lebih besar daripada buku biasa; ilustrasinya lebih banyak daripada teks, rata-rata 70% dari isi buku; teks pada tiap halamannya terbatas pada satu atau dua kalimat sederhana; isi pada umumnya untuk anak kelas 1, 2, 3 tingkatan SD yang baru mulai membaca. Pendapat ini diungkapkan oleh Sunidyo yang dikutip oleh Supardinah Nugroho34 Biasanya, pada buku bergambar terdapat sebuah gambar ilustrasi pada suatu halaman, dan pada halaman lain atau halaman yang sama di mana ilustrasi itu berada terdapat teks atau narasi yang berisi cerita. Dalam buku bergambar, gambar hanyalah sebagai penjelas cerita.

Gambar 13 Contoh Buku Bergambar Sumber gambar: Eka Wardhana dan Ade Wawa, Jarwok Ingin Botak, (Bandung: Syaamil Kid, 2006), h. 1

34

Ibid.

Secara rinci, perbedaan antara komik dan buku bergambar adalah sebagai berikut: Komik a. Tidak ada batasan dalam jumlah gambar. b. Semua gerak, perbuatan diwujudkan dalam gambar, sehingga terasa adanya unsur ketegangan. c. Percakapan disajikan dalam balon ucapan, d. Sering memakai dialek, bahasanya kurang terjaga. e. Teks berperan sebagai pelengkap gambar. f. Materi cerita bervariasi. g. Pembaca komik tidak dibatasi umur maupun tingkat pendidikan. Buku bergambar a. Jumlah gambar dipengaruhi oleh kemampuan baca pembacanya. b. Tidak semua gerakan, perbuatan tokoh disajikan dalam gambar, sehingga unsur ketegangan tidak selalu ada. c. Percakapan disajikan bersama uraian teks. d. Bahannya terjaga, disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak. e. Gambar berperan sebagai penambah kejelasan dari uraian teks. f. Materi cerita dipersiapkan sesuai kemampuan anak sesuai dengan usia dan pendidikannya. g. Pembacanya terbatas pada anak usia 5-8 tahun, anak kelas 1-3 SD. 35

35

Indira, “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak,” h. 57-58.

3. Alasan Pro dan Kontra Komik sebagai Bacaan Anak Banyak pihak (terutama dari kalangan pendidik) yang menyatakan anggapan negatifnya mengenai komik. Komik dianggap berdampak buruk bagi anak dan remaja. Dampak buruk itu antara lain berhubungan dengan kecerdasan anak dan perilaku buruk yang menurut mereka disebabkan karena bacaan komik. Namun, setelah ditelaah, sesungguhnya komik juga memiliki banyak sisi positif dan manfaat. Secara lebih jelas, Elizabeth. B. Hurlock menguraikan alasan-alasan berbagai pihak yang mendukung ataupun yang menentang komik sebagai bacaan anak: Alasan dari pihak yang pro terhadap komik a. Untuk anak yang memiliki kemampuan membaca terbatas, komik dapat membantunya memiliki pengalaman membaca yang menyenangkan. b. Komik dapat membantu anak mengembangkan motivasi dan keterampilannya membaca. c. Tidak ada perbedaan prestasi yang signifikan antara anak yang sering membaca komik dengan mereka yang jarang membacanya. d. Komik memperkenalkan kosakata kepada para pembacanya. e. Komik dapat digunakan untuk menyebarluaskan propaganda, terutama propaganda yang menentang prasangka. f. Komik memberikan anak kebebasan emosi yang tertahan pada anak. g. Pengidentifikasian diri anak dengan tokoh pada buku komik yang memiliki sifat yang dikaguminya. Alasan pihak yang kontra terhadap komik

a. Komik mengalihkan perhatian anak dari bacaan lain yang lebih berguna. b. Anak yang kurang mampu membaca tidak akan berusaha membaca teks, karena gambar pada komik sudah menerangkan isi cerita. c. Terdapat sedikit atau bahkan tidak ada kemajuan pengalaman membaca bila yang dibaca hanya buku komik. d. Gambar, cerita, dan gambar pada komik mayoritas bermutu rendah. e. Cerita yang berkaitan dengan seks, kekerasan, dan ketakutan terlalu merangsang dan sering menakutkan anak. f. Komik menghambat anak melakukan bentuk kegiatan/ permainan fisik lainnya. g. Komik yang memiliki unsur cerita antisosial akan mendorong timbulnya agresivitas dan kenakalan remaja. h. Komik menjadikan kehidupan sebenarnya membosankan dan tidak menarik. i. Komik menimbulkan stereotip dan mendorong timbulnya prasangka. 36 4. Unsur-unsur yang Membuat Anak Tertarik pada Komik Apapun alasan penolakan komik sebagai bacaan anak, tak menyurutkan anak dan remaja untuk menjadikan komik sebagai bacaan yang paling diminati. Alasan anak-anak menyukai komik, seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth B. Hurlock, antara lain: a. Komik dapat membantu anak memecahkan masalah sosial dan pribadinya melalui wawasan pada identifikasi karakter dalam komik b. Komik menarik imajinasi anak dan rasa ingin tahu tentang supernatural dan hal-hal lain yang bersifat gaib. 36

Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, vol. 1. Penerjemah Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih (Jakarta: Erlangga, 1976), h. 339.

c. Komik memberikan rehat sejenak dari aktivias rutin anak. d. Komik mudah dibaca. Bahkan anak yang kurang mampu membaca dapat memahami artinya dari gambarnya. e. Harga komik yang murah menjadikan anak-anak dari kalangan kurang mampu dapat memilikinya. f. Karena banyak komik yang menggairahkan, misterius, dan lucu, komik mendorong anak untuk membaca. g. Bila berbentuk serial, komik dapat memberikan kontinuitas membaca pada anak. h. Dalam komik, tokoh sering melakukan atau mengatakan hal-hal yang tidak berani mereka lakukan sendiri, walaupun mereka ingin melakukannya. Ini memberinya rasa kegembiraan. i. Tokoh dalam komik sering kuat, berani, dan berwajah tampan, sehingga menjadikan tokoh-tokoh tersebut dapat diteladani. j. Gambar dalam komik berwarna-warni dan cukup sederhana untuk dimengerti anak-anak. 37 Dari hal-hal yang membuat anak-anak tertarik kepada komik itulah, orang tua maupun para pendidik dapat mengambil sisi positif komik untuk menjadikan komik sebagai media pembelajaran serta media pengenalan membaca anak.

5. Sensor dan Rating dalam Komik Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan sensor adalah:

37

Ibid., h. 338.

“Pengawasan dan pemeriksaan surat-surat atau sesuatu yang akan disiarkan (berita majalah, buku, dan sebagainya).”38 Jadi, yang dimaksud dengan sensor dalam komik adalah pengawasan yang dilakukan terhadap isi atau materi yang terdapat pada buku komik. Sensor dapat berupa pemotongan/ penghapusan gambar, penutupan gambar dengan bayangan, ataupun dengan teknik komputer lainnya. Dikarenakan banyaknya pembaca yang mengeluhkan penerapan sensor yang terkesan asal, kini banyak penerbit komik yang menerapkan rating untuk komik-komik terbitannya. Yang dimaksud rating di sini bukanlah peringkat bagus atau tidaknya suatu objek (seperti dalam hal rating program-program televisi yng menunjukkan berapa tingkat persentase program tersebut ditonton oleh pemirsa), rating yang dimaksud adalah rating yang menunjukkan kesesuaian materi dengan keadaan pengguna objek tersebut.39 Jadi, dapat dikatakan bahwa rating yang dimaksud adalah pengelompokan suatu materi (dapat berupa buku, film, dan sebagainya) menjadi beberapa tingkatan usia pengguna (pembaca/ penonton). Berikut adalah klasifikasi rating:

38

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 817. 39 Eve dan Demonic Angel, “Cencorship & Rating: The Endless Debate,” Animonster, vol. 48, Maret 2003, h. 35. Animonster adalah majalah yang membahas khusus anime (serial animasi TV) dan manga (komik), majalah ini terbit di Indonesia. Dalam pembahasan preview dan resensi anime dan manga, Animonster menerapkan suatu rating yang dapat membantu pembaca memilih anime dan manga yang layak tonton sesuai usia.

Aspek

SEMUA

13 TAHUN

15 TAHUN

18 TAHUN

Penilaian

UMUR (SU)

KE ATAS

KE ATAS

KE ATAS

(13+)

(15+)

(18+)

Kekerasan

Bersifat

Tidak

komikal atau eksplisit tidak

Lebih

Eksplisit,

eksplisit

kadang

ada

berlebihan

sama sekali Nudity

atau brutal

Tidak ada

Sedikit

(pornografi)

dan Sedikit

tidak eksplisit

agak Eksplisit dan

lebih eksplisit

cenderung ke aktivitas seksual

Adegan

Bersifat

Tidak

romantis

komikal atau eksplisit tidak

Lebih

Eksplisit dan

eksplisit

cenderung ke

ada

aktivitas

sama sekali Bahasa

Normal

seksual Agak bebas

Bebas, sedikit Mengandung bahasa kasar

Isi cerita

Tidak

bias, Ringan, tidak Lebih

mudah

terlalu rumit

bahasa kasar

rumit, Bisa

saja

kadang butuh bertema:

dicerna,

pemikiran,

kejahatan,

menghibur

dan

perilaku

pertimbangan

seksual,

moral

pelanggaran hukum, SARA,

dan

masalah yang butuh pertimbangan moral40 Tabel 1: Klasifikasi Rating Penilaian untuk rating 18+ berlaku juga untuk rating D (Dewasa). 40

Ibid.

Contoh judul komik berdasarkan rating: SU

13+

15+

Shibao (Jepang)

Hikaru’s Go (Jepang)

Paman Gober (AS)

Prince of Tennis (Jepang) One Piece (Jepang)

Monster (Jepang)

Donal Bebek (AS)

Whistle! (Jepang)

Golden Boy (Jepang)

Archie dan Meidy Baby and I (Jepang)

Naruto (Jepang)

18+

Samurai X (Jepang)

Banana Fish (Jepang)

The Law of Ueki Deathnote (Jepang)

(Indonesia)

Detective Mythical Loki (Jepang)

Neon Genesis

Doraemon

(Jepang)

Evangelion (Jepang)

Spiderman (AS)

(Jepang) Tabel 2: Contoh Judul Komik Berdasarkan Rating Di Jepang dan Amerika terdapat Undang-Undang ataupun peraturan yang menjadi standar penulisan komik. Undang-undang yang membatasi pornografi di Jepang yang biasa dijadikan standar disebut Penal Code 175 – Obscenity Law, tetapi peraturan ini sering disiasati oleh pekerja pada industri anime dan manga karena kurang spesifik dan ketat. Penal Code 175 – Obscenity Law diresmikan sejak akhir Perang dunia II. Pasal ini menetapkan bahwa: "any person who distributes, sells or publicly displays an obscene writing, picture or other materials shall be punished with penal servitude for not more than two years or be fined not more than two million and a half yen or minor fine. The same shall apply to any person who possesses the same with the intention of selling it."41 Meski demikian, tidak ada definisi khusus yang jelas pada pasal tersebut untuk istilah “pornografi” itu sendiri dan apa saja batasan-batasannya. Definisi “pornografi” yang kabur menyebabkan ketidakseimbangan dalam keputusan

41

http://es.geocities.com/eiga9/articulos/obscenity.html

pengadilan dan menimbulkan perdebatan tentang kebebasan berekspresi di Jepang. Batasan mengenai pornografi baru ada bila terjadi kasus. Kasus-kasus yang terjadi dapat berupa pornografi dalam film, buku, dan komik. Batasan pornografi antara lain: "refers to a writing, picture, and everything else which tends to stimulate and excite sexual desire or satisfy the same; and consequently, to be an obscene matter, it must be such that it causes man to engender feeling of shame and loathsomeness" "refers to that which unnecessarily excites or stimulates sexual desire, injures the normal sense of embarrassment commonly present in a normal ordinary person, and runs counter to the good moral concept pertaining to sexual matters."42 Batasan pornografi itu muncul saat terdapat kasus pada sebuah novel berjudul Lady Chatterley's Lover karya D.H. Lawrence. Pada 1950, editor Kyujiro Koyama dan penerjemah Sei Ito ditangkap karena telah mempublikasikan dan mendistribusikan novel ini. Pada novel ini terdapat 12 halaman yang menceritakan aktivitas seksual yang terlalu rinci dan realistis. Batasan lain pornografi dalam pasal ini antara lain: "depicting poses of male-female intercourse and sex play" and "in which male-female sexual intercourse or sex play is described frankly"43 Ini muncul pada saat terjadi kasus pada buku mengenai film yang dibintangi Nagisa Oshima, Ai No Corrida, produksi negara Perancis dengan penggunaan artis dan kru dari Jepang. Buku tersebut berisi esai yang ditulis sutradara, skrip naskah, dan 12 foto yang diambil dari film tersebut. Meski demikian, versi film ini tidak dipermasalahkan dan tidak diajukan ke pengadilan.

42 43

Ibid. Ibid.

Film yang akhirnya diedarkan di Jepang itu hanya disensor dan dipotong pada beberapa adegan. Untuk komik, juga pernah terjadi pelanggaran terhadap Penal Code 175. Komik yang dinyatakan melanggar berjudul Misshitsu. Peristiwa pelanggaran ini terjadi pada April 2002. Pada Januari 2004, editor komik tersebut yaitu Motonori Kishi diputuskan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dengan dakwaan: menjual dan mendistribusikan literatur yang mengandung pornografi. Walau putusan sudah dijatuhkan, namun masih terdapat keraguan dan perdebatan. Komik ini dinilai sebagai sebuah karya grafis yang menyajikan seni. Oleh karena itu, Kishi mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Tokyo dengan alasan terdapat pelanggaran kebebasan berekspresi. Hasil banding yang diajukan Kishi menjadikan hukuman bagi Kishi lebih ringan. Ia hanya diharuskan membayar denda sebesar 1,5 juta yen. Penilaian komik sebagai bacaan di Amerika Serikat sangat ketat. Para komikus harus memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan isi. Berikut adalah cukilan dari kode-etik komik di AS, yang dikutip oleh Franz dan Meier: Cukilan dari kode-etik komik di Amerika a. Kejahatan kriminal sama sekali tidak boleh disajikan sedemikian rupa hingga menimbulkan simpati terhadap penjahat, tidak percaya terhadap badan pelaksana hukum dan pengadilan, atau hal-hal yang mendorong untuk meniru kejahatannya. b. Dalam komik detail dan metode khusus suatu kejahatan tidak boleh disajikan secara terinci satu demi satu.

c. Polisi, hakim, pegawai negeri, dan badan-badan terhormat tidak boleh digambarkan dengan jenis dan cara yang dapat merendahkan martabat dan menghilangkan respek terhadap otoritas yang telah dikukuhkan. d. Bila kejahatan disajikan, maka harus digambarkan sebagai perbuatan yang rendah dan memualkan. e. Kejahatan tidak boleh digambarkan sedemikian hingga kelihatan sebagai kepahlawanan atau diberi posisi yang dapat menjadi alasan untuk ditiru. f. Yang baik harus selalu menang terhadap yang jahat, dan penjahat harus menerima hukumannya yang setimpal. g. Adegan dan tindakan yang melampaui batas, dilarang. Adegan dengan penganiayaan yang brutal, perkelahian dengan senjata tajam dan senjata api yang tidak perlu atau yang keterlaluan, penderitaan jasmaniah, kejahatan berdarah dan tak berkemanusiaan, harus dihilangkan. h. Tidak boleh diperlihatkan cara-cara

khusus dan luar biasa dalam

menyembunyikan senjata. i. Episode tewasnya penegak hukum karena tindakan kejahatan, sedapat mungkin tidak diperlihatkan. j. Kejahatan penculikan tidak boleh digambarkan sampai rinciannya, juga tidak boleh sama sekali penculik atau penyandera, dari perbuatannya yang jahat itu, bagaimana pun memperoleh keuntungan apa pun. k. Huruf-huruf dalam kata “kriminal” pada halaman judul buku komik tidak boleh berukuran lebih besar daripada huruf-huruf lain dalam judul. Kata “kriminal” tidak boleh sendirian tercantum dalam judul.

l. Pemakaian kata “kriminal” dalam judul atau subjudul sedapat mungkin dihindari. Garis pengarah umum bagian B a. Majalah komik tidak diperbolehkan mencantumkan kata “horor” (yang mengerikan) atau “teror” (kengerian). b. Semua adegan dengan “horor”, pertumpahan darah yang berlebihan, kejahatan berdarah atau mengerikan, penghancuran terkutuk, kenikmatan badaniah semata-mata, sadisme, harus ditiadakan. c. Semua penggambaran yang tak pantas, seram, mengerikan, menjijikkan, harus dijauhkan. d. Peristiwa yang menceritakan kejahatan hanya dapat dipergunakan atau disajikan bila maksudnya untuk menggambarkan pendirian yang etis. Bagaimana pun yang jahat itu tidak boleh disajikan seolah-olah sangat menarik atau sedemikan rupa hingga melukai pendirian pembaca. e. Adegan dengan mayat yang berjalan-jalan, penganiayaan berlebihan, dan gejala vampir (makhluk pemakan mayat atau pengisap darah manusia), juga kanibalisme (makan daging orang) dan binatang gadungan (peralihan manusia menjadi binatang), atau hal-hal lain dalam hubungan itu, harus dihilangkan. Garis pengarah umum bagian C Semua hal atau teknik yang di sini tidak dikemukakan secara jelas, tetapi berlawanan dengan makna dan tujuan kode etik komik serta dianggap melukai rasa dan selera orang banyak maupun kesopanan, harus ditiadakan.

Dialog a. Sumpahan, kutukan, kata-kata rendah, kotor atau mesum, juga kata dan lambang yang telah mempunyai arti tak diinginkan, dilarang penggunaannya. b. Perlu diadakan pencegahan khusus terhadap penyajian cacat tubuh atau tunaraga lainnya yang berlebihan. c. Meskipun bahasa pergaulan dan gaya khusus dalam pemakaian bahasa dapat diterima, dianjurkan untuk tidak terlalu berlebihan memakainya. Sedapatdapatnya, teks yang benar menurut tata bahasalah sebaiknya yang digunakan. Agama Menghina atau menyerang agama atau kelompok yang kepercayaan, agama, serta kebangsaannya berbeda, sama sekali tidak diperkenankan dan tidak boleh terjadi. Pakaian a. Telanjang dalam bentuk apapun dilarang; begitu juga menanggalkan pakaian secara tidak pantas dan melukai rasa kesopanan orang lain. b. Gambar yang merangsang seks atau kenikmatan badaniah atau sikap tubuh yang sangat sugestif ke arah itu, tidak dapat diterima dan dianggap melawan kesopanan. c. Semua orang dalam pertemuan harus tampak dengan pakaian yang sopan dan dapat diterima. Catatan: Perlu diperhatikan bahwa larangan dalam hal pakaian, dialog ataupun gambar, berlaku baik bagi gambar pada kulit majalah komik maupun bagi gambar isinya. d. Bentuk tubuh wanita harus digambarkan secara realistis, tanpa penyajian sifat dan bagian tubuh yang mana pun secara berlebihan.

Perkawinan dan hubungan antarkelamin a. Perceraian sama sekali tidak boleh disajikan penyelesaiannya dengan humor atau sebagai soal yang diinginkan umum. b. Hubungan seks yang dilarang tidak boleh ditunjukkan maupun disajikan, apalagi digambarkan. Adegan cinta yang liar, juga keabnormalan seks tidak dapat diterima sama sekali. c. Harus ditingkatkan rasa hormat terhadap oarng tua, juga gambaran moral dan hal-hal yang sopan dan terhormat. Pengertian ikut merasakan masalah cinta bukanlah “karcis bebas” bagi penyimpangan dalam hal tersebut. d. Dalam menangani peristiwa dengan roman percintaan, nilai kerumahtanggaan, dan ketaktergoyahan perkawinan harus ditekankan secara baik. e. Gairah atau hasrat romantis tidak boleh digambarkan sengan cara yang dapat merangsang emosi rendah dan tak berbudi. f. Penggodaan dan perkosaan sama sekali tidak boleh ditunjukkan, apalagi diperlihatkan. g. Perversi atau perbuatan rendah dalam seks atau yang ada hubungannya dengan itu, adalah larangan yang ketat. 44 Cukilan kode-etik komik di Amerika Serikat di atas dapat dijadikan sebagai referensi seleksi perpustakaan dalam hal pengadaan koleksi komik, khususnya untuk koleksi dibagian anak-anak. Penulis menampilkan kode-etik komik dari Amerika Serikat bukan dari Jepang dengan pertimbangan bahwa visualisasi komik Amerika Serikat lebih ‘ramah’.

45

Walau sama-sama terdapat

komik dari kedua Negara tersebut yang mengusung tema pemberantasan 44

Franz dan Meier, Membina Minat Baca Anak, h. 62-65. Mengingat bahwa komik-komik yang beredar di Indonesia mayoritas adalah komik dari Amerika Serikat dan Jepang. 45

kejahatan dan kekerasan, penyajian gambar komik dari Amerika Serikat lebih halus dan tak jarang bersifat komikal dibandingkan dengan komik produksi komikus Jepang. Penggambaran visualiasi kekerasan komik dari Jepang lebih eksplisit, dan banyak penggambaran karakterisasi wanita yang terlalu berlebihan. Jadi, untuk penyeleksian komik setidaknya pustakawan melihat dan membaca komik tersebut meskipun hanya sekilas. Bagaimana perlakuan penerbit di Indonesia terhadap komik impor yang gambarnya mungkin kurang diterima oleh budaya Indonesia? Berikut ini adalah proses sensor komik yang dilakukan oleh Elex Media Komputindo, penerbit yang telah lama dan banyak menerbitkan komik-komik asal luar Indonesia (khususnya dari Jepang):46 Gambar-gambar yang mengandung unsur kekerasan atau seksual yang tidak dapat diterima disensor dengan modifikasi komputer yang dibuat oleh pihak Elex. Modifikasi tersebut bukan berarti mencoret-coret atau mengubah karya komikus. Setiap modifikasi gambar yang dibuat (misalnya di-crop/ dipotong atau di-shadow/ diberi bayangan), harus dikirimkan ke Jepang untuk disetujui oleh komikusnya. Terkadang ada komikus yang yang mengerti bahwa budaya Indonesia berbeda, namun ada juga yang tidak setuju karyanya diubah-ubah. Ada pula komikus yang modifikasinya ingin diubah lagi, seperti Suzue Mizuchi yang meminta gambar perempuan tanpa busana diberi gambar pakaian saja. Proses persetujuan inilah yang memakan waktu yang lama. Bahkan ada judul-judul yang sudah berkali-kali dibuat modifikasinya akhirnya dibatalkan karena tidak disetujui oleh komikusnya. 46

Demonic Angel, “Pro Kontra Komik Bajakan,” Animonster, vol. 64, Juli 2003, h. 38. Wawancara dilakukan penulis artikel dengan Ibu Ratna Sari dari redaksi penerbit Elex Media Komputindo.

Sejauh ini tidak ada standar sensor yang baku dalam hal penerbitan komik di Indonesia walau para penerbit sudah mencantumkan sistem rating pada cover komik. Misalnya, untuk gambar adegan ciuman, pada komik Caramel Whip karangan Usami Maki terbitan m&c! tahun 2003, adegan ciuman digambarkan tanpa sensor sama sekali. Sedangkan pada komik berjudul Good Night karya Asuko Hayashi terbitan Elex Media Komputindo tahun 1995, adegan ciuman dihilangkan dengan cara

menghapus gambar

salah satu

karakter.

Ini

memperlihatkan bahwa sensor komik di Indonesia dapat berubah-ubah tergantung waktu dan penerbit komik. Kini, penerbit Gramedia mengembangkan satu divisi penerbit komik, yaitu Level Comics. Komik-komik yang diterbitkan oleh penerbit Level Comics adalah komik-komik ber-rating D. Level Comics menghadirkan komik yang bertema dewasa dan alur cerita lebih kompleks. Komik-komik yang diterbitkan Level Comics lepas sama sekali dari gunting sensor. Kebijakan sensor komik impor diberlakukan karena budaya yang berbeda antara asal komik tersebut dengan Indonesia. Mungkin penggambaran adegan suatu komik di negeri asal komik tersebut masih dikatakan wajar, namun karena Indonesia menganut adat ketimuran serta mayoritas penduduknya adalah Muslim, gambar tersebut menjadi tidak pantas untuk ditampilkan secara terbuka.

C. Pengembangan Koleksi Pengertian pengembangan koleksi, sebagaimana dikemukakan oleh Magrill dan Corbin (1989:1) bahwa pengembangan koleksi merupakan

serangkaian proses atau kegiatan yang bertujuan mempertemukan pemakai dengan rekaman informasi dalam lingkungan peprustakaan atau unit informasi.47 Kegiatan-kegiatan dalam pengembangan koleksi meliputi: 1. Penyusunan Kebijakan Koleksi Kebijakan pengembangan koleksi merupakan alat perencanaan dan sarana untuk mengkomunikasikan tujuan dan kebijakan pengembangan koleksi.48 Kebijakan ini berfungsi untuk: a. Mematuhi kebijakan pemerintah agar tidak menyediakan buku terlarang karena mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Dengan perkataan lain, larangan menyimpan buku-buku yang dapat meresahkan masyarakat. Larangan itu dituangkan dalam surat edaran dari ayng berwajib atau Jaksa Agung. b. Kebijakan dari instansi yang bersangkutan untuk memberi masukan kepada penyedia dana untuk memenuhi kebutuhan koleksi perpustakaan umum c. Kebijakan untuk menyampaikan persyaratan atau kriteria koleksi yang diperlukan oleh masyarakat berdasarkan kondisi umum ditinjau dari kependudukan, mata pencaharian, pendidikan, dan kepercayaan atau agama di masyarakat. d. Kebijakan dalam memeriksa koleksi yang tidak diperlukan oleh pembaca, karena rusak dan perlu diganti dengan koleksi lain, buku ejaan lama diganti dengan buku baru, dan sebagainya49

47

Syihabuddin Qalyubi, dkk., Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi (Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi (IPI) Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2007), h. 77. 48 Ibid., h. 78. 49 Dra. Taslimah Yusuf, Manajemen Perpustakaan Umum, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1996), h. 64.

Sedangkan, rumusan kebijakan pengembangan koleksi meliputi penjelasan singkat tentang misi perpustakaan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai, deskripsi singkat mengenai masyarakat yang dilayani, koleksi yang telah ada, kemudian dilanjutkan dengan ketentuan-ketentuan berikut: a. Penjelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan perpustakaan dan siapa yang diberikan wewenang untuk seleksi b. Metode pemilihan, pengaturan anggaran, komposisi masyarakat yang dilayani dan prioritas-prioritas tentang koleksi yang diseleksi. Sarana yang digunakan antara lain: 1) Pedoman dan kriteria seleksi. 2) Daftar timbangan buku (review) atau tipe timbangan buku yang digunakan untuk seleksi. c. Masalah-masalah khusus didaftarkan secara rinci, misalnya jenis bahan yang tidak dikoleksi, beberapa kopi dari satu judul (duplikasi), penjilidan, dan penggantian buku atau bahan perpustakaan lain yang hilang. d. Penjelasan mengenai komposisi koleksi yang dikembangkan yang dibagi atas bidang subjek dan keterangan mengenai prioritas. Tiap bidang subjek disarankan dirinci sebagai berikut: 1) Tingkat kedalaman/ kelengkapan a) Koleksi yang sudah ada b) Penambahan (yang sedang berjalan) c) Penambahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan/ atau program yang ada. 2) Bahasa

3) Cakupan periode (kronologis) 4) Cakupan geografis 5) Format yang dibeli/ tidak dibeli 6) Siapa yang bertanggung jawab atas seleksi e. Bahan berbahasa asing. f. Jenis bahan perpustakaan berdasarkan format. Definisi tiap jenis dan kategorinya, keterangan mana yang dibeli dan mana yang tidak, dan pentingnya bahan tersebut bagi koleksi atau pemakai. g. Hadiah dan cara penanganannya. h. Pinjam antarperpustakaan serta jaringan dan bentuk kerja sama lain yang berpengaruh pada pengembangan koleksi. i. Kriteria dan tata cara penyiangan. j. Sikap perpustakaan terhadap sensor dan masalah lain yang berkaitan dengan kebebasan intelektual (intellectual freedom). 50 2. Seleksi Bahan Pustaka Seleksi artinya pustakawan menentukan apakah bahan pustaka yang masuk daftar seleksi sesuai dengan kebutuhan pemakai perpustakaan. a. Prinsip Seleksi Penyeleksian bahan pustaka bukanlah perkara mudah karena ini menyangkut kebutuhan dan kepuasan pemakai perpustakaan. Oleh karena itu, dalam seleksi bahan pustaka terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain: 1) Permintaan (demand)

50

Qalyubi, Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi, h. 79-80.

2) Mutu (quality) 3) Bahan pustaka harus benar sesuai dengan kebutuhan pemakai perpustakaan. 4) Penyeleksian bahan pustaka harus sesuai dengan kebijakan tertulis tentang rencana pengembangan koleksi perpustakaan.51 b. Pihak yang Berwenang sebagai Selektor Pengadaan koleksi pada sebuah perpustakaan tak lepas dari suatu seleksi dari pihak berwenang. Untuk perpustakaan umum, pihak yang berwenang sebagai selektor antara lain, dewan penasihat/ penyantun perpustakaan, tokoh masyarakat di sekitar perpustakaan berada.52 Seleksi ini biasanya mengacu pada visi dan misi yang diemban oleh perpustakaan tersebut. Sebagai, seorang selektor yang baik terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah syarat menjadi pemilih buku yang baik menurut Sulistyo Basuki (1991), seperti yang dikutip oleh Yuyu Yulia, dkk: 1) Menguasai sarana bibliografi yang tersedia, paham akan dunia penerbitan khususnya mengenai penerbit, spesialisasi para penerbit, kelemahan mereka, standar, hasil terbitan yang ada selama ini, dan sebagainya. 2) Mengetahui latar belakang para pemakai perpustakaan, misalnyasiapa saja yang menjadi anggota, kebiasaan membaca anggota, minat dan penelitian yang sedang dan telah dilakukan, berapa banyak mereka menggunakan perpustakaan, dan mengapa ada kelompok yang menggunakan koleksi perpustakaan lebih banyak dari kelompok lainnya. 3) Memahami kebutuhan pemakai.

51

Pungki Purnomo, Manajemen Pembinan dan Pengembangan Koleksi: Diktat Kuliah (Jakarta: PIZeWa Publishing, 2006), h. 12-13. 52 Yuyu Yulia, dkk., Pengadaan Bahan Pustaka, (Jakarta: Univeristas Terbuka, 1999), h. 27.

4) Hendaknya personil pemilihan buku bersifat netral, tidak bersifat mendua, menguasai informasi, dan memiliki akal sehat dalam pemilihan buku. 5) Pengetahuan mendalam mengenai koleksi perpustakaan. 6) Mengetahui buku melalui proses membuka-buka buku ataupun proses membaca. 53 Jadi, sebagai selektor harus memiliki suatu kualifikasi di bidang perbukuan dan penerbitan, mengenal pemakai perpustakaan, dan tak lupa, mengenal koleksi perpustakaan itu sendiri. c. Kriteria bagi Penyeleksian 1) Otoritas pencipta (authority of creators) Pertimbangan dari segi otoritas pencipta adalah pertimbangan yang berkaitan dengan kualifikasi, kompetensi, dan reputasi dari pencipta dari sebuah karya. Yang termasuk ke dalam pencipta adalah pengarang, penerbit, dan produser (jika karya tersebut dalam format audiovisual). Selektor harus mengetahui pencipta kompeten atau tidak, penerbit tersebut merupakan spesialis dalam menerbitkan suatu bidang ilmu atau tidak. 2) Cakupan (scope) Hal ini berkaitan dengan luas dan dalamnya cakupan dari suatu karya, termasuk juga keaktualan informasi yang terkandung di dalamnya. Untuk menentukan hal tersebut, selektor harus mengkaji pembukaan dan isinya, membandingkan karya tersebut dengan judul-judul karya lain dengan cakupan serupa. Selektor dapat mengetahui informasi menganai cakupan suatu karya dari beberapa resensi buku (book review).

53

Ibid., h. 26.

3) Perlakuan dan tingkatan (treatment and level) Siapa yang paling mungkin membaca karya tersebut? Untuk tingkatan apa karya tersebut bermanfaat? 4) Susunan (arrangement) Di sini seseorang akan melihat pada pengorganisasian isi karya berkaitan. 5) Bentuk (format) Bahan yang diproduksi harus mempunyai standar tinggi secara fisik. Kertas, cetakan, dan penjilidan untuk kasus bahan buku perlu dievaluasi, orang berharap tentang suatu item harus secara fisik dan tahan lama (awet) pada waktu yang sama mereka juga mempertimbangkan segi estetika harus dapat diterima. Sedangkan dalam kasus seperti pada bahan audiovisual, mutu suara dan gambar visual harus jernih. Seluruh aspek dari bentuk dapat mempengaruhi pemanfaatan suatu karya, namun semua itu jangan sampai mengesampingkan perhatian utama, yaitu yang berkaitan dengan isi intelektual dari bahan pustaka tersebut. d. Alat Bantu Seleksi Secara garis besar, terdapat dua macam alat bantu seleksi: a. Alat bantu seleksi Alat Bantu seleksi adalah alat yang dapat membantu selektor dalam memutuskan apakah bahan pustaka termasuk dalam kriteria penyeleksian, karena infomasi yang diberikan alat-alat bantu tersebut tidak hanya mencakup data bibliografis saja, namun juga mencakup isi. Contoh alat Bantu seleksi antara lain: 1) Majalah tinjauan buku/ bahan pustaka lain (resensi).

2) Daftar judul untuk jenis perpustakaan tertentu (core list), subyek tertentu atau kelompok tertentu. 3) Indeks, misalnya Book Review Digest, Book Review Index, dan sebagainya. b. Alat identifikasi dan verifikasi Alat identifikasi dan verifikasi merupakan alat bantu seleksi yang hanya mencantumkan data bibliografis bahan pustaka. Alat seperti ini dipakai untuk mengetahui judul karya yang telah terbit atau yang akan diterbitkan dari penerbit tertentu, pengarang tertentu, atau subyek tertentu, di negara tertentu, atau dalam kurun waktu tertentu. Alat Bantu ini dipakai untuk melakukan verifikasi, apakah judul atau nama pengarang tepat, berapa harganya, terbitan berseri atau bahan audiovisual, masih ada di pasaran atau tidak, dan lain sebagainya. Contoh alat verifikasi dan identifikasi antara lain: 1) Katalog penerbit. 2) Berbagai jenis bibliografi, misalnya: bibliografi nasional, book in print, dan lain-lain. 3) Katalog perpustakaan, penting untuk subyek atau media tertentu. Alat Bantu seleksi yang sangan berperan dalam proses seleksi adalah resensi buku. Hal ini dikarenakan: 1) Selektor tidak mungkin melihat sendiri semua judul untuk diseleksi. 2) Jumlah bahan pustaka yang terbit tiap tahun terlalu banyak untuk dibaca atau dievaluasi isinya. 3) Perpustakaan jarang mempunyai semua spesialis subyek. Melalui resensi buku, selektor memperoleh penilaian dari para ahli subyek.

e. Prosedur Seleksi Bahan Pustaka Prosedur penyeleksian bahan pustaka terdiri dari berbagai tahap. Untuk mengajukan usulan kepada perpustakaan, yaitu dengan cara berikut: a. Mengisi formulir

yang telah disediakan atau

didistribusikan pihak

perpustakaan dengan lengkap, yaitu memuat beberapa keterangan mengenai bahan pustaka. b. Menandai katalog penerbit dengan cara tertentu yang mudah dilihat. Prosedur lain yang perlu dilakukan dalam proses akhir penyeleksian bahan pustaka sebelum ditetapkan dan diajukan sebagai daftar usulan pembelian adalah sebagai berikut: a. Memeriksa dan melengkapi data bibliografi pustaka yang diusulkan. b. Mencocokkan

usul

dengan

pustaka

yang

dimiliki

melalui

katalog

perpustakaan atau database perpustakaan (OPAC). c. Menerima atau menilai usulan (menetapkan daftar usulan pembelian). 3. Pengadaan Tujuan dan misi yang diemban perpustakaan umum yaitu melayani segala lapisan masyarakat. Oleh karean itu, pengadaan bahan pustaka harus memperhatikan keanekaragaman tersebut. Secara umum, pengadaan dilakukan melalui cara sebagai berikut: a. Pembelian Pembelian buku ini dapat dilaksanakan dengan cara: 1) Membeli dari toko buku 2) Memesan melalui toko buku dalam negeri atau luar negeri 3) Memesan langsung dari pnerbit

4) Memesan lewat grosir b. Pembuatan sendiri (kliping) Terkadang perpustakaan membuat kliping berbagai tema atau subjek yang dapat dimanfaatkan oleh user dari koran atau yang berasal dari sumber informasi lain. c. Sumbangan/ hadiah Perpustakaan sering mendapat hadiah/ sumbangan dari berbagai donatur maupun instansi. Namun terkadang koleksi yang disumbangkan tidak sesuai dengan kebutuhan maupun visi dan misi perpustakaan. d. Menerima titipan Penambahan koleksi ini merupakan pinjaman sementara dari perorangan, instansi, maupun perpustakaan lain untuk waktu yang cukup lama, misalnya untuk lima tahun ke depan. Waktu yang lama tersebut dimaksudkan agar biaya proses pengolahan seimbang dengan waktu penggunaanya. Jika buku titipan berjumlah banyak, dapat ditempatkan pada rak khusus untuk memudahkan pengembalian. e. Tukar menukar Pengadaan dengan cara ini dilaukan jika terdapat jumlah koleksi berlebih. Buku yang akan ditukar dibuat daftarnya yang kemudian dikirimkan kepada perpustakaan lain yang bekerja sama dengan perpustakan bersangkutan. Selain itu, dibuat juga daftar buku yang dibutuhkan sebagai penukarnya. 4. Penyiangan Kegiatan penyiangan adalah menyisihkan bahan pustaka yang tidak pernah digunakan user, tidak sesuai dengan kebutuhan, informasinya tidak relevan lagi dengan perkembangan dunia, dan koleksi yang sudah rusak parah.

D. Komik sebagai Koleksi Perpustakaan Umum Pada tahun 1950-an, seorang psikiater menghakimi komik sebagai bacaan yang buruk. Ia mengatakan bahwa orang-orang yang terlibat dengan semua tindakan amoral dan asosial, termasuk sadisme, penggunaan narkoba, pencurian, pembunuhan, dan perkosaan dipicu oleh komik. Karena alasan itulah, pustakawan yang memiliki prasangka yang sama menjauhkan komik dari perpustakaan mereka.54 Pengadaan komik sebagai koleksi harus tidak sembarangan. Yang lulus seleksi sebagai koleksi adalah komik-komik yang pantas dan secara sosial diterima oleh masyarakat. Contohnya adalah Donal Bebek karya Walt Disney. Ini dikarenakan isi cerita Donal Bebek tidak mengandung hal-hal yang disebutkan oleh psikiater di atas.55 Telah banyak perpustakaan umum di negara lain yang mengoleksi komik. Salah satu negara yang melakukan hal tersebut adalah Brazil, yang notabene adalah negara berkembang seperti halnya Indonesia. Awal tahun 1980-an adalah awal munculnya sebuah perpustakaan yang didedikasikan khusus untuk mengoleksi komik. Perpustakaan tersebut berada di Curitiba, ibukota negara bagian Parana di Brazil Selatan. Sejak berdiri, perpustakaan ini sudah menjadi pusat kegiatan yang berhubungan dengan komik termasuk kongres, pertemuan, pameran, serta kursus menggambar, menulis, editing, dan menerbitkan komik. Berikut adalah penggorganisasian serta pembinaan dan pengembangan koleksi komik di Perpustakaan Umum di Brazil: 54

Waldomiro C S Vergueiro, “Comic book collections in Brazilian public libraries,” New Library World, . vol. 95, Iss. 1117, 1994, p. 14. artikel diakses dari http://proquest.umi.com.newdc.oum.edu.my/pqdweb?did=8957535&sid=3&Fmt=3&clien tId=56581&RQT=309&VName=PQD 55 Ibid.

1. Pengorganisasian Format komik yang dikoleksi pada Perpustakaan Umum di Brazil antara lain: a. Komik strip dari koran, yang dikumpulkan dari koran dan dibundel menjadi satu. b. Komik hardback/ album, yaitu komik berbentuk buku yang kita kenal selama ini. c. Graphic Novel. Format graphic novel hampir sama dengan komik hardback. Ciri-ciri dari graphic novel adalah karakternya orang-orang biasa (bukan superhero), plot yang baik, digambar oleh seniman lukis, dan diterbitkan dengan edisi luks (kualitas kertas yang baik dan berwarna). d. Fanzine, yang berasal dari kata fan dan magazine. Biasanya, ini dibuat oleh penerbit amatir yang merupakan pembaca komik yang menggambarkan komik favorit mereka. Kualitas komik ini tidak bagus karena mereka menggunakan mesin foto kopi sebagai alat pengganda komik mereka.56 Di Jepang, komik seperti ini disebut dengan doujinshi, sedangkan di Indonesia terdapat komik indie. Biasanya pengorganisasian buku-buku fiksi berdasarkan alfabet nama pengarang. Namun, user biasanya mencari komik berdasarkan tema cerita. Oleh karena itu, untuk memudahkan pencarian oleh user, pengorganisasian komik di rak adalah berdasarkan tema cerita.57 2. Pembinaan dan Pengembangan

56 57

Ibid. Ibid.

Pengadaan koleksi komik di Perpustakaan Umum di Brazil dilakukan karena adanya inisiatif dari pustakawan. Di banyak instansi, saat ini, budget telah disiapkan untuk pengadaan komik. Para pustakawan juga berusaha mempengaruhi dan menyarankan user untuk menyumbangkan komik milik mereka untuk perpustakaan. Sumbangan ini datang secara reguler. Namun, pengadaan komik tidak melalui tahap seleksi. Selain itu, tidak terdapat pula kebijakan pengembangan koleksi. Salah satu fungsi kebijakan pengembangan koleksi adalah untuk menyaring komik-komik yang tidak bermanfaat yang akan dijadikan sebagai koleksi perpustakaan.58

E. Sikap Dalam rumusan masalah skripsi ini disebutkan tentang sikap dan tindakan pustakawan terhadap keberadaan komik sebagai bagian dari koleksi. Oleh karena itu, dalam bab ini akan dijelaskan sedikit mengenai sikap, yang merupakan salah satu dari ilmu psikologi. 1. Pengertian dan Proses Pembentukan Sikap a. Pengertian Sikap Sikap adalah suatu perbuatan atau tingkah laku sebagai reaksi atau respons terhadap suatu rangsangan (stimulus) yang disertai dengan pendirian dan perasaan orang itu.59 Berdasarkan Kamus Lengkap Psikologi yang disusun oleh James P. Chaplin disebutkan bahwa: “Attitude (sikap, pendirian); satu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus-menerus untuk bertingkah-laku 58 59

Ibid. Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Teraju, 2004), h. 163.

atau untuk mereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain, obyek, lembaga, atau persolan tertentu. Dilihat dari satu titik pandangan yang sedikit berbeda, sikap merupakan kecenderungan untuk mereaksi terhadap orang, institusi atau kejadian, baik secara positif maupun negatif…”60 Definisi sikap yang banyak memperoleh sambutan dari ahli lain adalah definisi yang diutarakan oleh Gordon Allport sebagai berikut, yang dikutip oleh Abd. Rachman Abror: ”An attitude is a mental an neural state of readiness, organized through experience, exerting a directive or dynamic influence upon the individual’s respone to all objects and situations with which it is related” (sikap adalah keadaan kesiapan mental dan susunan syaraf, yang mempengaruhi atau yang dinamis terhadap respon individu atas semua obyek atau situasi yang berhubungan).” 61 b. Proses Pembentukan Sikap Secara umum, pembentukan dan perubahan sikap dapat terjadi melalui 4 cara, yaitu: 1) Adaptasi, yaitu kejadian-kejadian yang terjadi berulang-ulang. 2) Diferensiasi, yaitu sikap yang terbentuk karena perkembangan intelegensi, bertambahnya pengalaman, dan lain-lain. 3) Integrasi, di mana pembentukan sikap di sini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut. 4) Trauma, yakni pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan dan biasanya meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan, sehingga pada akhirnya membentuk sikap tertentu.62

60

James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h.43. 61 Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 110. 62 Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, h. 162.

2. Fungsi Sikap Beberapa fungsi sikap antara lain: a. Sikap beroperasi sebagai skema (schemas), yaitu kerangka kerja mental yang membantu kita untuk menginterpretasi dan memproses berbagai jenis informasi. b. Mempengaruhi persepsi dan pemikiran kita terhadap isu, orang, obyek atau kelompok dengan kuat. c. Fungsi pengetahuan (knowledge function), yaitu kegunaan sikap dalam mengorganisasi dan menginterpretasi informasi sosial. d. Fungsi ekspresi diri (self-expression) atau identitas diri (self-identity function), yaitu fungsi untuk mengekspresikan nilai-nilai utama atau keyakinan seseorang. e. Fungsi harga diri (self-esteem function), yaitu fungsi mempertahankan atau meningkatkan perasaan harga diri. f. Mempertahankan ego (ego defensive function), yaitu fungsi untuk membantu dalam melindungi diri dari informasi yang tidak diinginkan tentang diri. g. Sebagai motivasi untuk menimbulkan kesan kepada orang lain. 63 3. Komponen/ Aspek Sikap Allport (seperti yang dikutip oleh Mar’at) menyebutkan bahwa: “An attitude toward any given object, idea or person is an enduring system with a cognitive component, an affective component and a behavioral tendency.”64 Berdasarkan uraian dari Allport di atas, maka dapat disimpulkan terdapat tiga macam komponen atau aspek sikap, yaitu: 63

Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 128-129. Mar’at, Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), h. 13. 64

a. Kognitif Komponen ini berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep, serta pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. b. Afektif Komponen afektif berhubungan erat dengan keadaan emosi seseorang, apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan, positif atau negatif. Baik komponen kognitif dan afektif, keduanya dapat berubah-ubah dari positif ke negatif, dan sebaliknya (dari negatif ke positif). Oleh karena itu, sikap tidak mutlak harus “A” atau “B”. c. Konatif (perilaku) Komponen

konatif

merupakan

kecenderungan

seseorang

dalam

mengambil tindakan atau tingkah laku. Cara bertindak yang dilakukan oleh individu tergantung dari situasi yang pada saat itu terjadi. 4. Ciri-Ciri Sikap Bertolak dari ketiga komponen/ aspek sikap, kita dapat ketahui ciri-ciri sikap, yaitu: a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan subyek-obyek. Jadi, tak mungkin ada sikap tanpa obyek (benda, orang sekelompok orang, nilai-nilai sosial, pandangan hidup dan sebagainya). b. Sikap bukan bersifat bawaan, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang dialami sepanjang hayatnya. c. Karenanya, sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dan keadaan fisik, jiwa atau emosi yang bersangkutan.

d. Dalam sikap tersangkut tiga komponen yang menandai sikap yang dipelajari, sebagai keadaan-keadaan internal. e. Sikap tidak menghilang sekalipun kebutuhan sudah dipenuhi. f. Sikap itu bersifat majemuk sesuai dengan banyaknya obyek yang dihadapi.(Butir f dikutip oleh Abror dari Sarlito Wirawan Sarwono (1979: 95))65 5. Jenis Sikap Jenis sikap adalah salah satu dari klasifikasi-klasifikasi Jung mengenai orang, berkenaan dengan disposisi atau kecenderungan relative mereka. Tipe dasarnya adalah introvert, yaitu mereka yang berorientasi ke dalam dan ekstrovert, yaitu mereka yang berorientasi ke luar.66 a. Introvert Individu dengan sikap introvert lebih cenderung menarik diri dari kontak sosial, minatnya lebih mengarah kepada dirinya sendiri. Menurut Carl Jung, seseorang dengan pribadi introvert tenggelam ke dalam dirinya sendiri, khususnya saat mengalami ketegangan dan tekanan batin. Seorang introvert cenderung merasa mampu dalam upayanya mencukupi diri sendiri.67 Seorang introvert selalu asyik dengan pikiran-pikiran sendiri, menghindari kontak sosial, dan cenderung melarikan diri dari kenyataan.68 b. Ekstrovert Ekstrovert adalah seseorang yang memperlihatkan kepribadian dengan sifat-sifat karakteristik ekstraversi, yaitu satu kecenderungan untuk mengarahkan

65

Abror, Psikologi Pendidikan, h. 110. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, h. 44. 67 Ibid., h. 259. 68 Ibid. 66

kepribadian lebih banyak ke luar daripada ke dalam pada diri sendiri. 69 Seorang ekstrovert sifatnya sosial, lebih banyak berbuat daripada berkontemplasi (merenung, berpikir).70 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap Sikap tidak terbentuk begitu saja secara otomatis. Terkadang sikap dapat berubah dengan tiba-tiba atau dipelajari, atau sikap dapat direncanakan perubahannya. Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi pembentukan sikap dalam diri manusia, yakni faktor internal (psikologis) dan eksternal (kultural). a. Faktor intern (psikologis) adalah faktor pembentuk sikap yang terdapat pada diri orang yang bersangkutan. Faktor ini antara lain adalah motivasi, emosi, kebutuhan, pemikiran, kekuasaan, dan kepatuhan. b. Faktor ekstern (kultural) adalah faktor pembentuk sikap yang berasal dari luar diri orang yang bersangkutan. Faktor ini dapat berupa status sosial, latar belakang pendidikan, keluarga, dan lain-lain. Menurut Wirawan (1976: 96-97) seperti yang dikutip oleh Azhari, faktor eksternal

adalah hal yang

menyangkut: 1) Sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap. 2) Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap. 3) Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung suatu sikap. 4) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap. 5) Situasi pada saat sikap itu dibentuk. 71

69

Ibid., h. 184. Ibid. 71 Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, h. 163-164. 70

BAB III TINJAUAN UMUM PERPUSTAKAAN

A. Sejarah Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat Perpustakaan merupakan sarana dan fasilitas dalam rangka meningkatkan kecerdasan masyarakat. Berawal dari pemikiran tersebut, Pemda DKI Jakarta bersama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama menyusun suatu proyek pendirian Perpustakaan Umum Pemerintah DKI Jakarta. Kerjasama tersebut

tertuang

dalam

Surat

Keputusan

Bersama

(SKB)

Nomor:

38522/Sekj/DPK/1977-1513 tahun 1977 tertanggal 15 Juni 1977 tentang Pembangunan Perpustakaan Umum di DKI Jakarta. Berdasarkan kerjasama tersebut maka dibangunlah Perpustakaan Umum yang berlokasi di Jalan Tanah Abang I Jakarta Pusat. Perpustakaan yang diresmikan pada tanggal 4 Maret 1978 ini merupakan perpustakaan pertama yang didirikan di ibukota Jakarta dan merupakan tonggak pembinaan dan pengembangan perpustakaan di ibukota Jakarta. Pada awalnya, perpustakaan ini secara teknis administratif dan taktis operasional berada di bawah Pemda DKI Jakarta yang ditangani oleh Direktori III/ Kesra. Pemerintah Provinsi Ibukota DKI Jakarta semakin meningkatkan komitmen untuk melakukan pembangunan perpustakaan umum lainnya di ibukota Jakarta. Secara bertahap, di setiap wilayah kotamadya dibangun perpustakaan umum, yaitu Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Timur yang beralamat di Kompleks Pendidikan Rawabunga, Jalan Jatinegara Timur IV pada tahun 1980. Bersamaan dengan itu dibangun pula Perpustakaan Soemantri Brojonegoro

dengan alamat Jalan HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Kemudian pada tahun 1983/ 1984 dibangun Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Barat yang berlokasi di Jalan Tanjung Duren Barat 36, dan pada tahun 1985/1986 menyusul pembangunan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Selatan yang memiliki alamat Jalan Gandaria V, Kebayoran Baru. Yang terakhir adalah pembangunan Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Utara yang memiliki lokasi di Jalan Gereja Tugu Semper. Sehubungan dengan perubahan struktur organisasi Pemerintah Daerah yang berlangsung sekitar tahun 1980, lalu semua Perpustakaan Umum yang telah didirikan di DKI Jakarta berada di bawah koordinasi oleh Biro Mental Spiritual DKI Jakarta sampai tahun 1989/1990. Selanjutnya, pada tahun 1990-1993, Perpustakaan Umum bernaung di bawah Dinas Pendidikan dan Pengajaran DKI Jakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 1993 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perpustakaan Umum Pemerintah DKI yang dikenal dengan Perpumda Provinsi DKI Jakarta, lembaga ini merupakan organisasi perpustakaan tingkat provinsi yang sekaligus membawahi semua perpustakaan umum tingkat Kotamadya dan Perpustakaan Soemantri Brojonegoro, lalu berdasarkan Perda No. 3 tahun 2001 dan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 109 tahun 2001 dibentuk Kantor Perpustakaan Umum Daerah Provinsi DKI Jakarta. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1991 tentang Pemerintah Daerah, yang isinya memberikan otonomi daerah yang sebesarbesarnya mencakup seluruh bidang pemerintahan daerah, maka pengelolaan Perpustakaan Umum di DKI Jakarta juga mengalami perubahan antara lain:

Perpustakaan Umum Tingkat Provinsi (Perpumda)

sekaligus mewadahi

Perpustakaan Umum Soemantri Brojonegoro menjadi satu bidang, yaitu bidang layanan dan informasi. Perpustakaan Umum Soemantri Brojonegoro dihapuskan karena organisasinya disatukan ke dalam Perpumda. Semua Perpustakaan Umum Tingkat Kotamdya mengalami perubahan sebagai berikut: secara teknis administratif di bawah koordinasi Perpumda Provinsi, sedangkan secara taktis operasional berada di bawah pemerintah Kotamadya. Untuk Perpustakaan Umum Jakarta Pusat bebrada di bawah Pemerintah Walikotamadya Jakarta Pusat, demikian pula Perpustakaan Umum lainnya, berpusat pada Pemerintah Walikotamadya masing-masing.

B. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Tugas Pokok dan Fungsi Perpustakaan72 Berikut adalah visi, misi, sasaran, tugas pokok, dan fungsi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat: 1. Visi

a. Terwujudnya Perpustakaan modern dengan pelayanan prima yang sesuai dengan

standar

internasional

sebagai

sarana

layanan

informasi,

pendidikan, penelitian, rekreasi dan preservasi untuk menunjang pengembangan budaya bangsa. b. Membudayakan minat baca dalam upaya penguasaan IPTEK dan menjangkau seluruh masyarakat.

2. Misi 72

Situs Resmi Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusat, http://perpustakaanumumjakpus.go.id/

Misi yang diemban Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat antara lain adalah memberikan pelayanan kepustakaan yang berkualitas, didukung oleh fasilitas modern, tenaga professional dan berada di lingkungan masyarakat 3. Tujuan

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat adalah untuk meningkatkan pemberdayaan perpustakaan sebagai pusat pembelajaran bagi masyarakat

4. Sasaran

Sasaran yang ingin dituju Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusat adalah peningkatan mutu sumber daya manusia masyarakat Jakarta pada khususnya.

5. Tugas Pokok

Tugas pokok Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat adalah melayani masyarakat umum dan kedinasan dalam bidang pustaka dan informasi

6. Fungsi Berikut adalah fungsi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat:

a. Pengaturan dan pendayagunaan bahan pustaka dan informasi sebagai pusat sumber belajar, layanan informasi, penelitian dan menumbuhkan minat, gemar, serta budaya membaca bagi seluruh lapisan masyarakat. b. Pemeliharaan dan pelestarian bahan pustaka dan informasi.

c. Penghimpun dan pengolahan bahan pustaka dan informasi. d. Pelaksanaan urusan rumah tangga.

C. Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta, Kantor Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat memiliki bentuk susunan organisasi sebagai berikut: KANTOR PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT

JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN

SUBBAG TATA USAHA

SUBBIDANG PENGOLAHAN DAN PELESTARIAN

SUBBIDANG LAYANAN DAN PEMASYARAKATAN

Gambar 14 Struktur Organisasi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat

Keterangan: 1. Kepala kantor perpustakaan

: Yusnidar, S.H, M. H.

2. Kepala subbag tata usaha

: Rohati

3. Kepala seksi pengolahan dan pelestarian

: Daldiri

4. Kepala seksi layanan dan pemasyarakatan

: Abdul Haris, S.Sos

5. Pustakawan (jabatan fungsional)

: Sarti

Bagian Tata Usaha: Kepala bagian

: Rohati

Staff

: Abdul Azis Waziah Inayah, SE Boy Rudolf N, S.Kom Aristia Prayoga Hamdan

Bagian Pengolahan dan Pelestarian Kepala bagian

: Daldiri

Pustakawan

: Sarti

Staf umum

: Rumini Maryoto Agit M.C. Sitha Arasy

Bagian Layanan dan Pemasyarakatan Kepala bagian

: Abdul Haris, S.Sos

Staff

: Samsudin Ana Fitrijayanti, S.S

Linda Aryanti, SE Israil Fattahurrahman Imansyah Aminudin Marojahan Umroh Amir Hidayat Nurpasti Aruan

D. Syarat , Hak, Kewajiban Anggota, Peraturan, Jadwal Buka, Fasilitas, dan Layanan Perpustakaan 1. Syarat, Hak, dan Kewajiban Anggota a. Syarat-syarat Keanggotaan 1) Penduduk Jakarta dan sekitarnya 2) Usia anggota: nol tahun sampai dengan tidak terbatas. 3) Mengisi formulir dan melampirkan: a) Fotokopi Kartu Keluarga, KTP/ Kartu Pelajar/ Kartu Mahasiswa/ Kartu Pegawai. b) Pas foto ukuran 2x3 sebanyak dua lembar. c) Perangko sebanyak empat buah @ Rp. 1.500,00 4) Kartu anggota berlaku lima tahun, kantong peminjaman berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang. b. Hak Anggota

1) Anggota dapat meminjam dua buah buku selama dua minggu untuk buku fiksi dan non-fiksi. Peminjaman dapat diperpanjang selama satu minggu satu kali perpanjangan dengan pemberitahuan terlebih dahulu. 2) Anggota dapat memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan kecuali yang belum menjadi anggota hanya baca di tempat. c. Kewajiban Anggota 1) Keterlambatan pengembalian buku yang dipinjam dikenakan denda sebesar Rp. 200,00 per buku setiap hari keterlambatan. 2) Kerusakan atau kehilangan buku yang dipinjam, diganti sesuai dengan judul buku yang sama. 3) Tata tertib kunjungan ke perpustakaan umum di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diatur dan ditetapkan oleh kepala kantor. 2. Peraturan dan Tata Tertib Pengunjung/ Pengguna Jasa Perpustakaan a. Para pengguna jasa perpustakaan diminta untuk menjaga kesopanan, ketertiban, kebersihan, kerapian buku pada rak serta ketenangan. b. Tas, map, jaket, dan barang-barang lain harap dititipkan, kecuali uang dan barang berharga/ perhiasan. c. Buku-buku yang diambil dari rak dan telah selesai dibaca agar diletakkan di sudut meja baca perpustakaan. d. Setiap keluar ruang perpustakaan, buku harus sudah distempel oleh petugas dan dilarang membawa kembali buku-buku yang sudah distempel ke ruang perpustakaan. e. Tidak dibenarkan merokok dan makan di ruang perpustakaan.

f. Tidak dibenarkan membawa buku paket sendiri ke ruang perpustakaan, kecuali terlebih dahulu melapor pada petugas perpustakaan. g. Tidak dibenarkan membawa anak-anak ke ruang remaja/ dewasa atau ruang referensi. h. Tidak dibenarkan membawa hewan peliharaan dan radio ke ruang perpustakaan. i. Tidak dibenarkan membawa barang perpustakaan ke luar ruangan tanpa seizin petugas. j. Tidak dibenarkan mencoret, merobek, menggunting bahan-bahan pustaka. k. Bagi para pengunjung/ mahasiswa yang akan mengambil gambar, agar menghubungi Kepala Seksi Layanan dan Pemasyarakatan.

2. Jadwal Buka

Jam buka layanan perpustakaan sesuai SK Gunernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 94 tahun 2004 tanggal 10 September 2004 yaitu :

Senin - Kamis

: Pukul 09.00 - 20.00 WIB

Jum'at

: Pukul 09.00 - 20.00 WIB Pukul 11.30 - 13.00 WIB (Istirahat)

Sabtu - Minggu

: Pukul 09.00 - 20.00 WIB

Hari Libur Nasional

: Tutup

3. Layanan

Layanan yang dikembangkan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat meliputi:

a. Layanan sirkulasi, peminjaman buku untuk dibawa pulang bagi mereka yang sudah menjadi anggota. b. Layanan baca di tempat bagi pengunjung yang belum menjadi anggota. c. Layanan referensi, layanan baca di tempat baik bagi anggota maupun bukan anggota dalam rangka penelusuran informasi penelitian atau mencari informasi terbaru lewat koran, majalah yang telah disediakan. d. Layanan bercerita (story telling) bagi anak-anak usia dini sampai Sekolah Dasar. e. Layanan Audio Visual (AV) bagi remaja/ dewasa. f. Layanan permainan anak-anak TK/SD. g. Layanan konsultasi dalam hal pengelolaan perpustakaan. h. Layanan perpustakaan keliling. i. Layanan peminjaman buku paket. j. Layanan bimbingan pengelolaan perpustakaan

E. Tinjauan Lingkungan dan Ruang Lingkup Perpustakaan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat terletak di Jalan Tanah Abang I Kebon Jahe Jakarta Pusat. Berikut adalah biodata perpustakaan secara lebih jelas: Luas tanah

: 2000 m²

Luas gedung : dua lantai (1.380 m²) Konstruksi

:

1. Dibangun pada tahun 1978 2. Dibagi menjadi beberapa ruangan, yaitu: a. Lantai bawah:

1) Ruang pimpinan 2) Ruang tata usaha 3) Ruang baca anak 4) Ruang garasi 5) Ruang kamar mandi 6) Ruang gudang b. Lantai atas: 1) Ruang baca dewasa/ remaja 2) Ruang teknis (pengolahan) 3) Ruang audiovisual 4) Ruang gudang 5) Ruang referensi 6) Ruang musholla Situasi lingkungan: 1. Bersebelahan dengan Gedung Auditorium Walikotamadya Jakarta Pusat 2. Satu komplek dengan Gedung KONI Jaya dan Gelanggang Renang Jakarta Pusat 3. Berbatasan dengan Museum Prasasti Untuk lebih jelasnya, berikut peta lokasi Perpustakaann Umum Kotamadya Jakarta Pusat:

Gambar 15 Peta Lokasi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat F. Bidang Kegiatan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat 1. Bidang Kegiatan Tata Usaha Bagian ini merupakan salah satu bidang kegiatan dalam perpustakaan yang bertugas melaporkan segala sesuatu yang telah dilaksanakan oleh bagian lain dalam perpustakaan. Tugas-tugas bagian tata usaha antara lain: a. Mendata keadaan fisik/ bangunan perpustakaan b. Mendata inventaris/ perlengkapan yang ada c. Melaporkan yang berhubungan dengan pegawai (staf) d. Menginventarisasi koleksi yang harus dimiliki dan menginventarisasi koleksi yang ada e. Melaporkan secara berkala keadaan koleksi-koleksi yang ada di perpustakaan, baik karya umum, referensi, audiovisual maupun bentuk lainnya, baik jumlah

maupun data buku yang dipinjam dan data buku yang hilang, dan juga dalam hal pengadaan bahan pustaka f. Membuat anggaran dalam hal pengadaan buku g. Memproses tamu yang berkepentingan dalam meneliti Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat h. Mengurus berbagai perlengkapan setiap bagian Proses pengadaan koleksi di Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusat sama seperti mayoritas perpustakaan umum lainnya, yaitu dengan cara pembelian baik melalui angaran rutin maupun anggaran pembangunan/ proyek, menerima bantuan/ sumbangan dari lembaga atau perorangan, tukar-menukar dengan perpustakaan lain, atau menerbitkan dan menggandakan sendiri dengan cara mengkopi. Tahap-tahap yang dikerjakan dalam pengadaan koleksi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat adalah: a. Inventarisasi kebutuhan koleksi yang harus dimiliki, karena perpustakaan umum melayani masyarakat dengan latar belakang dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda maka jenis bacaan yang dibutuhkan pun bermacammacam, baik dari segi bentuk maupun isi, dalam hal ini pemilihan koleksinya harus dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan. b. Inventarisasi koleksi yang ada, untuk menghindari duplikasi pengadaan koleksi dan menghemat anggaran serta menghemat penyimpanan koleksi di rak.

c. Analisis kebutuhan bahan pustaka, yaitu membandingkan koleksi yang ada dengan rencana pembelian, serta prioritas bahan pustaka. Dengan tujuan agar diketahui koleksi mana yang perlu atau tidak perlu ditambah d. Menetapkan prioritas kebutuhan bahan pustaka yang akan diadakan, yaitu menentukan bahan pustaka mana yang didahulukan dan mana yang ditunda. e. Menentukan cara pengadaan, baik dengan pembelian, tukar-menukar, menggandakan, dan lain sebagainya. f. Menentukan lembaga mana yang akan dilakukan untuk bekerjasama, baik dalam pembelian, tukar-menukar, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya, berikut proses (alur) pengadaan koleksi di Perpustakaan Umum Kotamdaya Jakarta Pusat:

Mulai

Seleksi dengan sarana: 1. Katalog terbitan 2. Saran/ permintaan pemakai 3. Timbangan buku 4. Daftar tambahan 5. Koleksi yang sudah ada 6. Sumber-sumber lainnya

Pertimbangan manajemen:

Penyusunan daftar desiderata

Pengadaan: 1. 2. 3. 4. 5.

1. Kebijakan Pemda 2. Peraturan perundangundangan 3. Ketersedian dana 4. Prioritas kebutuhan

Pengesahan

Pembelian Sumbangan/ bantuan Tukar-menukar Penggandaan Penerbitan

Koleksi dicek

Sesuai/ diterima

Selesai

Tidak sesuai

Gambar 16 Proses (Alur) Pengadaan Koleksi PerpustakaanUmum Kotamadya Jakarta Pusat

2. Bidang Kegiatan Teknis (Pengolahan) Bidang ini merupakan bagian setelah proses pengadaan koleksi. Pada dasarnya,

pengolahan

yang

pertama

dilakukan

dengan

maksud

untuk

mengelompokkan, menyusun, dan memberi tanda atau kode-kode tertentu, baik secara fisik maupun menurut isinya. Kedua, melengkapi sarana koleksi dengan perlengkapan tertentu pula serta memberikan pengaman agar koleksi tahan lama dan tidak mudah rusak. Kegiatan/ pekerjaan bagian teknis (pengolahan) di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat secara terperinci adalah sebagai berikut: a. Inventarisasi bahan pustaka Yang dimaksud inventarisasi di sini meliputi: 1) Memberi cap/ stempel perpustakaan pada halaman tertentu yang dilakukan secra konsisten. 2) Membuat daftar pada buku induk (registrasi) yang meliputio nomor induk, nama pengarang, judul karangan, penerbit, tahun terbit, edis, cetakan, jilid, harga, dan keterangan lainnya yang dianggap perlu. b. Klasifikasi bahan pustaka Klasifikasi bahan pustaka yaitu proses pengelompokan dan penempatan koleksi yang sama ke tempat yang sama pula. Tujuan utama dari klasifikasi adalah agar pemakai dapat dengan mudah menemukan informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dalam pengklasifikasian bahan pustaka harus didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: sistem klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi yang standar, yaitu yang biasa dipakai dalam perpustakaan dan mudah dipahami oleh pemakai.

Sistem klasifikasi yang digunakan oleh Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat adalah Dewey Decimal Classification (DDC) edisi XX, serta panduan untuk koleksi Indonesia. Berikut adalah 10 kelompok utama DDC: 000

Karya Umum

100

Filsafat

200

Agama

300

Ilmu-ilmu Sosial

400

Bahasa

500

Matematika dan Ilmu-ilmu Murni

600

Teknologi dan Ilmu-ilmu Terapan

700

Kesenian, Hiburan, Olahraga

800

Kesusastraan

900

Geografi dan Sejarah

FIKSI Setelah kegiatan pengklasifikasian selesai maka dilakukan penempelan nomor klasifikasi pada bahan pustaka di punggung buku. c. Katalogisasi Katalogisasi merupakan proses menkatalog bahan-bahan pustaka. Katalog adalah suatu daftar yang berisi keterangan-keterangan yang lengkap (komprehensif) dari suatu buku/ koleksi, dokumen-dokumen atau bahan pustaka lainnya, dan sebagai salah satu sarana penelusuran yang dapat memudahkan pengguna dalam menemukan informasi. Agar katalog dapat berfungsi dengan maksimal maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: pertama, katalog harus memuat keseluruhan ciri-ciri bahan pustaka, fleksibel,

disusun secara sistematis, dan dibuat katalog berdasarkan pengarang, judul, subyek, serta menggunakan nomor kelas. d. Membuat indeks dan abstrak Indeks dan abstrak merupakan salah satu sarana penelusuran untuk menemukan informasi ayng dibutuhkan dengan cepat selain sarana penelusuran katalog. Indeks dan abstrak juga bisa dimuat dengan format tertentu agar bisa diaplikasikan dalam jaringan komputer. e. Penempatan koleksi di rak (shelving) Bagian terakhir dari pekerjaan pengolahan adalah penempatan buku di rak (shelving). Setelah koleksi dibuat katalog dan nomor klasifikasinya maka koleksi tersebut akan diletakkan di rak dengan ketentuan yang sudah ditetapkan. f. Mereproduksi bahan pustaka yang ada dengan cara memperbanyak/ menggandakan sendiri bahan pustaka yang langka g. Memproduksi atau membuat sendiri bahan rujukan atau referensi, contoh: membuat kliping. Proses pembuatan kliping dilakukan dalam jangka waktu yang berkala.

Buku datang

Buku diperiksa dan disusun per penerbit

Buku dicap/ stempel dan diberi nomor induk

Buku dimasukkan ke buku induk

Buku diperiksa kembali untuk mencegah duplikasi, diklasifikasi, dan dikatalogisasi

Pengetikan kartu catalog, slip dan label buku

Penyampulan: 1. Penempelan kartu buku 2. Penempelan label buku dan label warna

Buku siap dipakai

Buku disusun di rak per golongan

Gambar 17 Proses (Alur) Pengolahan Koleksi

Selain kegiatan pengolahan seperti disebutkan di atas, bagian teknis juga bertugas melakukan pelestarian bahan pustaka, pelestarian yang dilakukan seperti menjilid majalah, melakukan weeding (penyiangan bahan pustaka) pada buku yang rusak atau tidak terpakai lagi, dan melakukan perbaikan terhadap buku yang sobek atau rusak.

3. Bidang Kegiatan Layanan dan Pemasyarakatan a. Layanan Layanan untuk pemakai di perpustakaan terbagi menjadi dua, yaitu layanan sirkulasi dan layanan referensi. 1) Layanan sirkulasi, yaitu kegiatan layanan peminjaman dan pengembalian koleksi perpustakaan. Tugas pokok dari layanan sirkulasi adalah melayani pemakai saat meminjam dan mengembalikan koleksi perpustakaan, membuat stastistik peminjaman koleksi dan jumlah pengunjung. Sistem layanan sirkulasi Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusata adalah sistem terbuka (opened access system), yang artinya pemakai dapat langsung mencari koleksi yang dibutuhkan di rak, yang sebelumnya dicari datanya dulu pada katalog. Untuk alur peminjaman, user mencari koleksi yang diinginkan, koleksi itu dibawa ke bagian sirkulasi, dicap tanggal kembali, kartu buku dikeluarkan dari kantong buku yang ada di dalam buku, kartu buku dipindahkan ke kantong buku milik user, buku dapat dibawa pulang oleh user.

Mulai Katalog User mencari koleksi yang diinginkan Rak

Bagian sirkulasi: 1. Cap tanggal kembali 2. Kartu buku dikeluarkan dari kantong buku yang ada di dalam buku dan dipindahkan ke kantong buku milik user 3. Kantong buku milik user disimpan di perpustakaan

Selesai

Koleksi dapat dibawa pulang oleh user Gambar 18 Proses (Alur) Peminjaman Koleksi

2) Layanan referensi, yaitu kegiatan melayani pemakai dalam pemberian informasi dan pemberian bimbingan dalam menemukan informasi di perpustakaan. Selain kedua layanan tersebut, perpustakaan juga meyediakan layanan lain, seperti layanan storytelling, layanan ruang baca remaja/ dewasa, layanan mainan untuk anak-anak, layanan pemutaran film, layanan audio visual, layanan perpustakaan keliling, layanan paket kepada kelompok pembaca tertentu.

b. Publikasi dan Promosi Kegiatan publikasi dan promosi yang dilakukan Perpustakaan Umum Kotamdya Jakarta Pusat antara lain: 1) Pembuatan dan penyebaran brosur yang memuat informasi tentang perpustakaan antara lain informasi tentang koleksi, jadwal layanan, persyaratan menjadi anggota, peraturan dan tata tertib perpustakaan. 2) Mengadakan pameran secara periodik dan bekerjasama dengan berbagai instasi, baik toko buku maupun penerbit, mengadakan penyuluhan ke berbagai perpustakaan desa (kecamatan dan kelurahan). 3) Penyebaran informasi tentang perpustakaan melalui media cetak, elektronik, dan maya. 4) Menambah jam layanan di luar jam biasa, misalnya sore hari dan hari-hari di luar jam kerja. 5) Mengadakan sosialisasi ke sekolah-sekolah, baik SD, SMP, maupun SMA. 6) Mengadakan berbagai kegiatan dan perlombaan yang berhubungan dengan pendidikan pengembangan minat dan bakat, misalnya lomba baca tulis

(menulis abstrak dan bibliografi beranotasi), storytelling, melukis, membaca puisi, mengarang cerita dan puisi. 7) Memberikan bantuan layanan kepada pemakai tentang pusat informasi lain yang telah menjalin kerjasama perpustakaan dalam upaya peningkatan layanan. 8) Memberikan

bantuan/

sumbangan buku

dari lembaga

lain melalui

perpustakaan kepada organisasi tertentu yang membutuhkan . Kegiatan-kegiatan publikasi dan promosi perpustakaan yang telah disebutkan ada yang sudah dan sedang dilaksanakan. Namun ada juga yang sedang direncanakan untuk dilaksanakan, sesuai dengan situasi dan kebutuhan perpustakaan.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Komik sejak awal berdirinya perpustakaan sudah dijadikan koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat. Pengadaan koleksi komik dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan user yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam arti lain, perpustakaan akan mengoleksi semua jenis bahan pustaka dari berbagai disiplin ilmu. Namun untuk saat ini tidak ada penambahan koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat, terlihat dari daftar komik yang tersedia (lihat lampiran). Hal ini disebabkan anggaran yang dimiliki terbatas73. Koleksi komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dimasukkan dalam golongan fiksi dan penempatannya di rak disatukan dengan koleksi fiksi lainnya. Pada label, koleksi komik tertulis: A

: Anak

F

: Fiksi

SAN

: SANTOSA, Teguh (Pengarang)

b3

: bentrokan membara (Judul)

F

: Fiksi

73

Wawancara Pribadi dengan Bapak Daldiri, Jakarta 29 Oktober 2008.

OKA : OKAMOTO, Ichiro (Pengarang) p

: penemuan roti dan makanan lain (Judul)

K

: Komik

F

: Fiksi

CHI

: CHIN, Yung (Pengarang)

l5

: legend of the condor heroes (Judul)

K

: Komik

A/F

:Anak/ Fiksi

FUJ

: FUJIO, Fujiko F. (Pengarang)

d1

: dua satu emon (Judul)

Terlihat bahwa pelabelan tidak seragam walau komik memang tetap digolongkan pada fiksi. Pengolahan dan cara peminjaman koleksi komik disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dalam hal pengolahan dan peminjaman. Alur pengolahan dan peminjaman koleksi dapat dilihat pada Bab III. Setelah mengadakan penelitian dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat, akhirnya penulis mendapatkan penjelasan mengenai berbagai hal yang ingin penulis ketahui. Hal tersebut adalah mengenai komik sebagai koleksi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dan sikap para pustakawan dalam menanggapi komik sebagai bagian dalam koleksi perpustakaan yang mereka kelola.

Wawancara dilakukan terhadap dua orang responden. Kedua responden itu adalah Bapak Daldiri selaku Kepala Seksi Pengolahan dan Pelestarian, dan Ibu Sarti selaku pustakawan (jabatan fungsional). Dari hasil wawancara dan observasi maka didapatlah hasil penelitian sebagai berikut:

A. Sikap Pustakawan Terhadap Keberadaan Komik sebagai Bagian dari Koleksi Pada bagian ini, penulis akan membahas mengenai jawaban-jawaban yang dikemukakan responden berkaitan dengan perumusan masalah penelitian. Hasil wawancara ini akan dibandingkan dengan informasi dari tinjauan literatur serta pendapat dari penulis. 1. Aspek Afektif Komponen/ aspek sikap pertama yang peneliti nilai adalah aspek afektif, yaitu perasaan responden terhadap komik sebagai masalah yang diteliti. Aspek afektif dapat berupa perasaan suka atau tidak suka dan positif atau negatif. Hasil wawancara yang mengarah pada aspek afektif pustakawan terhadap komik antara lain: a. Kesukaan Membaca Komik Pada saat kecil responden Sarti menyukai bacaan komik. Komik yang dibacanya adalah serial Mahabarata dan Ramayana, seperti yang diungkapkan oleh beliau: “...komiknya bukan komik yang seperti sekarang, yang seperti sekarang belum ada. Contohnya: Mahabarata, Ramayana, itu saja. Tidak ada komik yang lain.”74

74

Wawancara Pribadi dengan Ibu Sarti, Jakarta 29 Oktober 2008.

Untuk responden Daldiri, pada saat kecil tidak pernah membaca komik. Hal tersebut disebabkan keadaan beliau yang hidup di daerah yang sulit diakses. Hal tersebut mengakibatkan ketidaktersediaan komik dan buku lainnya. “Saya tidak mengenal perpustakaan. Saya hidup di pelosok. Jangankan (ada) buku, kita menulis masih pakai sabak, yang begitu selesai langsung dihapus. Jadi, saya belum mengenal buku pada waktu itu (buku bacaan), apalagi buku komik.”75 Kesukaan membaca komik pada diri responden Sarti menyebabkan beliau pada saat dewasa tetap melakukan kesukaannya itu. Hal ini terlihat pada hasil wawancara yang menyebutkan bahwa responden Sarti masih tetap membaca komik yang terbit pada masa kini. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada poin mengenai aspek kognitif. b. Pendapat Mengenai Komik (Positif/ Negatif) Responden Sarti menyatakan tanggapan yang positif terhadap komik. Itu ditandai dengan pengalaman responden Sarti yang saat masih kecil suka membaca komik, yaitu komik Mahabarata dan Ramayana. “Kalau (menurut) saya baik, karena di situ (komik-red) memuat banyak karakter, banyak tokoh yang tidak kita kenal (tokoh lain). Seperti kalau kita membaca Mahabarata, tokohnya adalah orang Jawa, tokoh filosof yang orang Jawa punya. Banyak pengetahuan yang kita dapat (dari membaca komik-red).”76 Bapak Dadiri mengungkapkan bahwa komik dapat memacu anak untuk mengembangkan minat baca, seperti pernyataan yang diungkapkan oleh beliau,

75

Wawancara Pribadi dengan Bapak Daldiri. Wawancara Pribadi dengan Ibu Sarti. Maksudnya adalah dengan membaca komik kita mendapat pengetahuan mengenai karakter manusia, karena karakter setiap manusia berbeda-beda. Seperti yang dicontohkan oleh responden Sarti, pembaca komik Mahabarata mendapat pengetahuan mengenai karakteristik orang Jawa. 76

yaitu ”...Penilaian saya untuk komik adalah untuk memacu bgmn menimbulkan rasa minat baca...”77 Tanggapan positif terhadap komik merupakan hal yang baik. Ini mengindikasikan bahwa keberadaan komik di Perpustakaan Kotamadya Jakarta Pusat tidak akan dilarang mengingat banyak orangtua dan pendidik menganggap komik itu tidak baik. Alasan para responden menganggap bahwa komik sebagai bacaan yang baik dan suka pula membacanya karena dalam melalui cerita komik terdapat halhal yang mendidik. Selain itu, komik juga dibutuhkan sebagai media hiburan dan pengisi waktu luang setelah pembacanya melakukan rutinitas sehari-hari. “...komik itu hiburan. Karena anak-anak itu menurut saya di sekolah sudah penuh (aktivitasnya), (sehingga) juga perlu hiburan.”78 Hal ini sesuai dengan beberapa manfaat komik yang telah dijabarkan pada bab tinjauan literatur, yaitu pelarian dari kebosanan (monotani) dan kehidupan sehari-hari (eskapisme) serta kesenangan, kesantaian, kebebasan dari beban, pengisian waktu tanpa bersusah payah.

2. Aspek Kognitif Dari hasil wawancara dengan responden, penulis merangkum aspek kognitif pustakawan, yaitu aspek yang berkenaan dengan penghetahuan seseorang terhadap suatu hal. Dari hasil yang didapat diketahuilah tingkat pengetahuan responden mengenai komik. Pertanyaan dan jawaban dalam wawancara adalah sebagai berikut:

77 78

Wawancara Pribadi dengan Bapak Daldiri. Wawancara Pribadi dengan Ibu Sarti.

a. Definisi Komik Penulis

berkesimpulan

bahwa

responden

mendefinisikan

komik

berdasarkan pada manfaatnya. Hal ini ditandai dengan pendapat para responden menganai definisi komik, yaitu: “Bacaan selingan. Penilaian saya untuk komik adalah untuk memacu dan menimbulkan minat baca. Kalau anak sudah membaca komik dan tidak ada lagi komik yang belum ia baca, akhirnya apa saja akan ia baca. Jadi, komik bisa dijadikan perangsang membaca.”79 Namun sesungguhnya, komik itu memiliki ciri-ciri tertentu yang menyebabkan komik berbeda dengan buku bacaan lainnya, yaitu adanya teks percakapan dan teks perasaan yang terdapat di dalam balon kata dan balon perasaan, teks narasi, onomatope, serta panel. b. Pengetahuan Mengenai Komik yang Terbit pada Masa Kini Dengan ketersediaan dan akses yang lebih mudah, kini para responden juga menikmati bacaan komik yang terbit pada masa kini. Para responden dapat menyebut judul komik yang diterbitkan pada era sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa para responden memiliki pengetahuan mengenai beberapa judul komik yang terbit pada masa sekarang. Responden Sarti menyebutkan komik Crayon Shinchan sebagai komik yang dibacanya. Mengenai isi dari komik itu sendiri, beliau menyatakan: “Shinchan itu katanya terlalu porno, kalau untuk saya tidak masalah. Shinchan dikatakan tidak mendidik, tapi menurut saya bayak hal yang mendidiknya.misalnya, saat Shinchan bertanya asal adik dari mana?”80 Sedangkan, untuk responden Daldiri menyebut bahwa ia membaca Doraemon, seperti yang diungkapkan oleh beliau “Ya, saya pernah membaca 79 80

Wawancara Pribadi dengan Bapak Daldiri. Wawancara Pribadi dengan Ibu Sarti.

Doraemon sampai beberapa jilid waktu itu walau tidak tuntas (saya baca).”

81

sedangkan untuk tanggapan mengenai isi komik tersebut, beliau menyatakan: “Di situ ada unsur pendidikannya dan meningkatkan kreativitas anak. Apalagi jika melihat penayangannya yang kreatif, mungkin anak akan berusaha meniru (kreativitas yang ditunjukkan dalam cerita tersebutred).”82

Jadi, kedua responden memiliki pengetahuan mengenai komik-komik zaman sekarang. Hal ini disebabkan komik sudah begitu luas beredar di masyarakat. Selain itu, komik-komik tersebut sudah ditayangkan versi animasinya sehingga isi cerita dari komik tersebut dapat dengan mudah diketahui walau tidak dengan membaca bukunya. c. Manfaat Komik Dari kutipan-kutipan hasil wawancara para responden sepakat bahwa komik memang memiliki manfaat. Pernyataan-pernyataan yang mengindikasi ke arah manfaat komik yang diungkap oleh para responden antara lain: “...Yang jelas, komik itu hiburan karena anak-anak di sekolah sudah penuh (aktivitasnya-red), jadi perlu hiburan...”83 “...Anak-anak makin banyak membaca (makin) banyak pengalamannya, banyak bahasa yang tadinya dia tidak tahu menjadi tahu, perbendaharaan katanya akan bagus. Komik tidak selalu jelek katakatanya. Seperti komik SpongeBob, dari awal cerita runtun dan ceritanya masuk akal, seperti cara berteman dan cara menyelesaikan masalahnya.”84 “Penilaian saya untuk komik adalah untuk memacu bgmn menimbulkan rasa minat baca. Kalau misalnya yang dibaca komik terus, akhirnya komik itu akan habis, akhirnya apa saja kan dibaca. Sama saja, dengan awal perangsang membaca.”85

81

Wawancara Pribadi dengan Bapak Daldiri. Ibid. 83 Wawancara Pribadi dengan Ibu Sarti 84 Ibid. 85 Wawancara Pribadi Bapak Daldiri. 82

“Di situ ada unsur pendidikannya, bagaimana kreativitas si anak nantinya. Apalagi dilihat penayangannya yang kratif, mungkin anak itu akan berusaha meniru karena anak kecil masih berkeinginan melakukan apa yang disenangi.”86 Jadi, Manfaat komik menurut responden antara lain: 1) Sebagai sarana rekreasi dan hiburan 2) Untuk merangsang membaca karena anak-anak yang belum bisa membaca atau baru belajar membaca melihat buku dari gambarnya dahulu. Setelah melihat gambar barulah kemudian anak memperhatikan tulisannya. Hal ini dikarenakan anak-anak lebih tertarik pada gambar daripada tulisan. Setelah banyak membaca komik, maka anak yang tidak puas akan membaca bukubuku lain. 3) Anak dapat meniru hal positif dari apa yang dibacanya. 4) Menambah pengalaman yang didapat dari cerita 5) Menambah perbendaharaan kata. Hal ini menunjukkan bahwa para responden menyadari komik ber manfaat, bukan sebagai perusak mental. Dari aspek kognitif ini penulis menyimpulkan bahwa para responden merupakan kelompok yang pro terhadap komik. Ini sesuai dengan alasan kelompok pro komik yang sudah dijabarkan pada bab II lalu yang dipaparkan oleh Elizabeth B. Hurlock d. Rating Komik Seperti yang sudah disebut pada tinjauan literatur, yang dimaskud rating komik adalah pengelompokan komik ke dalam tingkatan usia pembaca. Dengan kata lain, pengelompokan tersebut didasarkan pada isi cerita komik yang disesuaikan dengan usia pembaca. 86

Ibid.

Untuk masalah rating, terdapat perbedaan pendapat. Responden Sarti mengungkapkan bahwa komik itu adalah bacaan yang bisa dibaca oleh siapa saja, tak peduli batasan umur dan isinya. Hal ini berdasarkan dari wawancara pribadi dengan beliau. “Anak-anak bisa, orangtua bisa. Untuk anak-anak, yang vulgar itu malah supaya ia lebih tahu. (Hal-hal yang vulgar-red) untuk orang Indonesia selalu ditutup-tutupi, padahal itu sebenarnya sudah beredar di mana-mana. Seperti pada cerita Shinchan, Shinchan pernah bertanya mengenai asal adik (proses mengandung-red).”87 Beliau menyatakan bahwa tak mengapa komik Crayon Shinchan dibaca oleh anak-anak, sedangkan pada cover komik tersebut jelas tertulis rating 15+ (untuk 15 tahun ke atas). Asalkan orangtua mendampingi dan menjelaskan hal-hal yang dianggap porno, tak jadi masalah bagi responden Sarti untuk memberikan komik tersebut sebagai konsumsi anak-anak. “Ketidakpantasan itu sebagai orangtua harus kasih tahu. (ditunjukkan) ketidakpantasannya di sini. Diterangkanlah oleh orang tua sumber ketidakpantasannya itu. Kita wajib orangtua mendampingi.”88 Pada wawancara, responden Sarti juga mengungkapkan bahwa komik memang ditujukan untuk anak-anak, untuk dewasa tidak ada. Untuk bacaan dewasa responden Sarti menyebutkan istilah karikatur. “Komik itu kan untuk sekarang memang ditujukan untuk anakanak, untuk dewasa tidak ada. Jaranglah untuk dewasa, untuk dewasa itu karikatur....”89 Sedangkan, bagi responden Daldiri, komik itu tidak hanya bacaan anakanak, terdapat pula komik yang bersifat dewasa yang memang ditujukan untuk kalangan dewasa.

87

Wawancara Pribadi Ibu Sarti. Ibid. 89 Ibid. 88

“Menurut saya komik itu bukan hanya bacaan untuk anak-anak saja. Komik itu ada yang sifatnya dewasa.”90 Dari hasil studi penulis, komik yang ditujukan khusus untuk kalangan dewasa memang ada. Komik-komik tersebut ada yang mengandung unsur seks yang gambarnya benar-benar vulgar dan kekerasan yang terlalu brutal. Ada pula komik yang dari segi cerita tidak akan dimengerti oleh anak-anak. Tema-tema cerita mengenai filsafat, psikologi, ataupun tema-tema yang berat tidak akan mudah dimengerti oleh anak-anak yang pengetahuannnya belum mencapai batas itu. Hal ini penulis ungkapkan karena merujuk pada definisi bacaan anak, yaitu bacaan yang penuturannya disajikan berdasarkan perspektif anak-anak apapun temanya dan siapapun yang menulisnya, baik itu buku fiksi maupun non-fiksi. e. Komik sebagai Subjek dalam Klasifikasi DDC Pada saat wawancara terlontar pertanyaan dari penulis mengapa komik di kategorikan pada fiksi, bukan pada kelas komik tersendiri. Responden Sarti mengatakan bahwa kelas komik dalam DDC tidak ada. Selanjutnya beliau menanyakan pada penulis apakah di dalam peraturan katalogisasi ada nomor kelas komik. Penulis menjawab ada, yaitu 741.5. Setelah itu, untuk memastikan responden Sarti mengambil DDC terbitan tahun 2006 yang terdapat pada raknya. Melihat adanya kelas komik pada DDC, responden menyatakan bahwa ia menempatkan komik sebagai fiksi karena kelas 700 adalah seni lukis. Sedangkan, menurut penafsirannya komik itu sebuah cerita dan tidak ada unsur seninya, jadi semua cerita termasuk komik beliau kelompokkan pada fiksi. “Penafsiran itu berbeda, saya tidak mengambil seni lukisnya. Di sini kalo masuk 700 masuk seni lukisnya, saya yang diambil ceritanya.

90

Wawancara Pribadi Bapak Daldiri.

Karena fiksi itu hanya cerita komik, tidak ada unsur seninya kalau (menurut) saya.”91

3. Aspek Konatif Hasil wawancara berikut menunjukkan aspek konatif pustakawan yang berhubungan dengan komik. Aspek konatif yang dibahas adalah tindakan dan perilaku pustakawan yang berhubungan dengan koleksi komik. Pertanyaanpertanyaan yang berhubungan dengan aspek konatif antara lain: a. Protes terhadap Komik sebagai Koleksi dan Tindakan yang Diambil Pihak Perpustakaan Selama ini, tidak pernah ada protes dari orangtua mengenai adanya koleksi komik di perpustakaan. Koleksi komik akan tetap ada dikarenakan tugas perpustakaan umum adalah untuk mengoleksi berbagai macam buku dari berbagai disiplin ilmu. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh responden Daldiri. “Tidak ada. Sebab bagaimana mau protes? Perpustakaan ada untuk menyediakan buku. Apalagi yang namanya perpustakaan umum. Memang sudah tugasnya (mengoleksi berbagai macam buku-red).”92 Hal senada juga diungkapkan oleh responden Sarti, bahwa tidak pernah ada pihak yang melayangkan protes. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki hak untuk protes terhadap koleksi perpustakaan. “Tidak ada komplain. (Masyarakat-red) tidak ada hak.”93 b. Penempatan Komik Untuk penempatan komik, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ditempatkan pada rak fiksi, bercampur dengan novel dan cerita rakyat. Hal ini 91

Wawancara Pribadi Ibu Sarti. Wawancara Pribadi Bapak Daldiri. 93 Wawancara Pribadi Ibu Sarti. 92

sesuai dengan anggapan responden Sarti yang menyatakan bahwa aspek yang diambil dari komik adalah cerita itu sendiri, bukan gambarnya, seperti yang diungkap oleh beliau: “Karena komik itu hanya cerita fiksi, tidak ada unsur seninya kalau (menurut) saya.”94 Berdasarkan hasil observasi penulis terdapat komik ber-rating D yang penempatannya ada di bagian anak-anak. Komik tersebut berjudul Legend of Condor Heroes. Berdasarkan observasi pula, penulis berkesimpulan bahwa penempatan komik ber-rating D itu karena human error. Kesalahan disebabkan petugas yang melakukan shelving tidak hanya pustakawan tetapi juga siswa SMA yang sedang melakukan praktek kerja lapangan.95 Berikut adalah contoh halaman komik berjudul Legend of Condor Heroes yang menampilkan kekerasan dan kesadisan yang berupa pemenggalan kepala manusia. Dinilai dari segi cerita yang berisi peperangan, komik ini pun tidak baik untuk dikonsumsi anak-anak:

94

Ibid. Pernyataan ini berdasarkan observasi penulis yang melihat siswa PKL yang kurang mengerti kegiatan shelving. Shelving dilakukan tidak pada tempatnya yang sesuai. 95

Sumber gambar: Chin Yung, Legend of Condor Heroes, vol.5 (Jakarta: m&c!, 1998), h. 84-85.

c. Tindakan yang Diambil terhadap Komik Jika Menjadi Kepala Perpustakaan Jika seandainya kedua responden menjadi kepala sebuah perpustakaan, mereka akan tetap memasukkan komik sebagai koleksi. Alasan para responden adalah karena perpustakaan umum melayani semua lapisan masyarakat sehingga diusahakan semua subyek ilmu pengetahuan tersedia di perpustakaan. “Kalau masyarakat di sini meminta, iya. Kita kan di sini pengadaan buku berdasarkan angket, permintaan. Tapi tidak dominan. Tidak ada yang melarang. Tidak ada peraturan yang melarang bahwa perpustakaan tidak boleh menyediakan komik. Selama tidak ada peraturan yang membatasi akan disediakan.”96 “Komik tetap menjadi koleksi, khususnya di ruang anak-anak. Karena di sini perpustakaan umum, tapi komik yang (akan dikoleksi adalah komik yang) mendidik.”97

96 97

Ibid. Wawancara Pribadi Bapak Daldiri.

Keberandaian tindakan ini dilandasi dari aspek afektif dan kognitif responden yang menyatakan bahwa komik adalah bacaan yang baik.

B. Pengembangan Koleksi Komik di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat tidak memiliki pedoman pengembangan koleksi secara tertulis walau sebenarnya kegiatan pengembangan koleksi selalu dilakukan oleh pihak perpustakaan. Pembinaan dan pengembangan perpustakaan mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Ketiadaan

kebijakan

pengembangan

koleksi

juga

terjadi

pada

Perpustakaan Umum di Brazil yang juga merupakan negara berkembang seperti Indonesia, yang penjelasan sudah ada pada tinjauan literatur. Berikut

adalah

penjabaran

kegiatan

pengembangan

koleksi

di

Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat: a. Seleksi Seleksi koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dilaksanakan bersama-sama dengan semua sub-bagian perpustakaan, dengan Kepala Perpustakaan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam meloloskan daftar seleksi koleksi. Prosedur yang dilakukan dalam seleksi adalah: 1) Menyiapkan alat bantu seleksi, yaitu katalog penerbit dan daftar permintaan user yang didapat dari hasil angket. Selain itu, pihak perpustakaan juga melihat adakah kebutuhan penambahan koleksi. Walaupun permintaan user

juga menjadi pertimbangan pengadaan, namun tidak diprioritaskan karena keterbatasan dana. Selain itu, alasan permintaan user tidak di penuhi dikarenakan user tidak menulis detail bahan pustaka yang diminta. Biasanya user hanya menyebut suatu judul tanpa menyebut pengarang dan penerbit yang jelas sehingga menyulitkan pihak perpustakaan untuk meloloskan permintaan user. Permintaan user sebelum dijadikan daftar seleksi akan didiskusikan apakah layak untuk diadakan sebagai koleksi. 2) Dengan alat bantu seleksi, disusunlah daftar penambahan koleksi. 3) Setelah disusun daftar buku yang sudah diseleksi, maka dilakukan lelang. Pembelian

buku

akan

dilelang

kepada perusahaan-perusahaan

yang

merupakan rekanan perpustakaan. 4) Setelah ditunjuk pemenang lelang, maka pembelian diserahkan kepada rekanan tersebut untuk membeli koleksi berjumlah tertentu sesuai dengan budget yang tersedia. Namun, sering terjadi keterlambatan pemberian anggaran oleh pemerintah. Hal ini mengakibatkan buku-buku yang sudah dibeli tidak baru lagi di mata masyarakat (terutama buku fiksi, sudah tidak menjadi tren lagi). 98 Responden Daldiri menyatakan bahwa perpustakaan umum tidak hanya melayani satu kelompok atau satu golongan usia saja. Semua kelompok masyarakat diusahakan terpenuhi kebutuhan informasinya di perpustakaan. Oleh karena itu, beliau mengatakan bahwa pengadaan dan pengembangan koleksi tidak hanya terbatas pada pengembangan komik.

98

Ibid.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat tidak memiliki pengembangan yang khusus berkaitan dengan koleksi komik. b. Pengadaan Setelah diadakan proses seleksi bahan pustaka kemudian kegiatan berlanjut pada pengadaan bahan pustaka. Koleksi Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat terbagi atas beberapa bagian, yaitu koleksi umum, referensi, keliling, dan khusus. Masingmasing koleksi tersebut terbagi dalam klasifikasi fiksi dan non-fiksi. Klasifikasi fiksi terdiri atas komik, buku bergambar, dan cerita rakyat. Koleksi non-fiksi terdiri atas seluruh subjek dari klasifikasi DDC (kelas 000-900). Koleksi komik di perpustakaan ini berjumlah 62 judul.99 Pada observasi awal, penulis melihat bahwa jumlah koleksi komik lebih dari yang dilaporkan saat ini. Ketiadaan koleksi disebabkan koleksi hilang, rusak, atau tidak dikembalikan oleh peminjam. 1) Cara pengadaan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat melakukan pengadaan dengan cara atau metode yang umum dilakukan perpustakaan lain, yaitu: a) Pembelian Pembelian koleksi dilakukan setiap tahun dengan anggaran dari pemerintah. Pengadaan dengan cara ini adalah yang paling ideal dilakukan karena pihak perpustakaan dapat menentukan koleksi yang dikehendaki dan sesuai dengan kebutuhan. 99

Data didapat dari hasil pengamatan dan pencarian penulis dari rak ke rak. Pihak perpustakaan tidak memiliki data khusus mengenai jumlah koleksi komik karena data jumlah komik disatukan dengan data koleksi fiksi (lihat lampiran).

b) Sumbangan Sumbangan

koleksi biasanya

berasal dari

perpustakaan

lain,

universitas, dan perseorangan. Pengadaan dengan cara ini sulit dikontrol karena terkadang terdapat koleksi yang tidak sesuai dengan visi misi perpustakaan. Selain itu, koleksi yang disumbangkan terkadang sudah out of date informasinya.100 2) Sumber dana Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat adalah aset milik Pemda Provinsi DKI Jakarta sehingga perpustakaan ini dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adapun jumlah anggaran perpustakaan disesuaikan dengan besar kecilnya tingkat kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. Sejauh ini, APBD diterima secara rutin setiap tahun. Sedangkan jumlahnya relatif berubah setiap tahunnya tergantung kepada upaya pendekatan “kompromi” yang dilakukan berdasarkan daftar usulan kegiatan dan daftar usulan proyek kemudian setelah pembahasan dan bargaining ditetapkanlah sejumlah mata anggaran yang tercantum pada pasal-pasal tertentu. Pada tahap selanjutnya disusunlah daftar isian kegiatan dan daftar isian proyek sebagai dasar pengeluaran anggaran tersebut.101 c. Penyiangan (weeding) Kegiatan penyiangan, oleh Perpustakaan Umum Kotamayda Jakarta Pusat, dilakukan setiap saat. Dalam arti, setiap melihat ada buku yang rusak atau tidak terpakai lagi buku tersebut akan dipisahkan. Kegiatan ini dibua laporannya tiap bulan. 100

Wawancara Pribadi Bapak Daldiri, Jakarta 24 November2008 Sutarno, Profil Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat 1978-2000, (Jakarta: Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat, 2000), h. 23 101

Proses atau alur penyiangan di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan mencari buku yang rusak atau sudah tidak relevan. Kegiatan ini dilakukan saat shelving buku di rak. 2. Buku yang rusak atau tidak relevan disisihkan dari rak. 3. Jika buku yang rusak dapat diperbaiki akan dilakukan perbaikan, bila buku tersebut sudah rusak parah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan perbaikan maka buku tersebut akan dihapus. Begitu pula dengan bukubuku yang sudah kadaluwarsa informasinya, buku inipun akan dihapus.102 C. Standar Seleksi yang Diberlakukan dalam Hal Pengadaan Komik Untuk standar seleksi pengadaan komik, Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat tidak memiliki standar khusus. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Daldiri, beliau menyatakan beberapa kriteria bacaan komik yang baik bagi anak-anak berdasarkan pertanyaan wawancara yang penulis ajukan. Kriteria komik tersebut antara lain: “(Yang) berurutan (ceritanya-red), anak-anak dapat mudah mengerti, sifatnya mendidik, bukan komik yang menjerumuskan, misalnya tentang kejahatan. Walau ada cerita tentang kejahatan tapi kejahatan itu selalu kalah, jadi bukan kejahatannya yang ditonjolkan melainkan kemenangan (pahlawannya-red).”103 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat tidak memiliki pedoman pengembangan koleksi, sehingga standar penyeleksian koleksi pun tidak ada. Jadi, tidak ada standar penyeleksian komik secara khusus. Penyeleksian komik sebagai koleksi dapat bersifat subyektif dan tergantung kepada pustakawan yang melakukan seleksi. 102 103

Ibid. Wawancara Pribadi Bapak Daldiri, Jakarta 29 Oktober 2008.

Untuk standar penyeleksian komik sebagai koleksi, Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dapat menggunakan cukilan dari kode etik-komik di Amerika Serikat sebagai pedoman seleksi komik yang terdapat pada bab II.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan riset kepustakaan, maka pada bab ini penulis akan melaporkan kesimpulan dari hasil yang telah didapat. Kesimpulan penulis dari hasil penelitian yang dilakukan di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat adalah sebagai berikut: 1. Aspek afektif: pustakawan Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta memberi tanggapan positif terhadap keberadaan komik, baik sebagai bacaan anak-anak maupun sebagai bacaan untuk dewasa. Hal ini didasarkan pula dari kesukaan para responden dalam membaca komik. 2. Aspek kognitif: pemahaman pustakawan mengenai komik masih terbilang cukup minim. Hal ini ditandai dengan penjabaran para responden mengenai definisi komik yang cukup sempit, manfaat komik yang terbatas pada pengisi waktu luang, hiburan, dan pintu gerbang minat baca anak. Selain itu, komik masih diangggap sebagai bacaan khusus anak-anak. 3. Aspek konatif: perlakuan terhadap komik sebagai koleksi di Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dalam hal pengorganisasian adalah disamakan dengan koleksi fiksi lain, dengan diklasifikasikan sebagai Fiksi (F). Penempatan di rak disatukan dengan koleksi fiksi lainnya. 4. Perpustakaan sudah berusaha menyeleksi buku-buku dengan baik, namun pada pelaksanaannya hal ini tidak berlangsung dengan lancar. Faktor biaya dan

anggaran dari pemerintah yang terbatas masih menjadi faktor kunci kelengkapan koleksi perpustakaan. 5. Belum adanya pengembangan khusus koleksi komik, selain itu tidak terdapat pula pedoman pengembangan koleksi secara tertulis dan standar seleksi komik yang jelas. 6. Dalam pengembangan koleksi, baik itu buku komik maupun koleksi lainnya, alat bantu seleksi yang digunakan adalah katalog penerbit dan permintaan user. 7. Tidak ada standar khusus dalam meyeleksi koleksi komik.

B. Saran Setelah melakukan penelitian, berikut adalah saran-saran dari penulis untuk diperhatikan: 1. Sebaiknya penempatan komik dengan buku fiksi lainnnya dipisah. Ini dimaksudkan agar user yang memang khusus ingin membaca komik dapat langsung menemukannya tanpa harus mencari satu per satu dalam rak. 2. Penempatan komik pada bagian anak-anak diharapkan lebih hati-hati. Hal ini disebabkan format komik adalah visual bukan teks, sehingga pesan dan isi dalam komik lebih mudah ditangkap dibandingkan dengan buku berisi tulisan. Hal-hal yang belum patut dilihat oleh anak sebaiknya dijauhkan dahulu. 3. Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat dapat menggunakan cukilan kode-etik komik di Amerika Serikat sebagai pedoman penyeleksian koleksi komik. Cukilan kode–etik ini terdapat pada bab II.

4. Sesuai dengan pendapat para responden yang menyatakan bahwa komik adalah perangsang minat baca anak, maka penulis menyarankan agar koleksi komik diperbanyak lagi. Keberadaan komik juga dapat membantu promosi agar anak senang ke perpustakaan. Berikut adalah rekomendasi judul-judul komik yang baik untuk anak-anak yang didasarkan pada kode-etik komik Amerika Serikat:

No. 1 2 3 4

Shibao (berseri) Hai, Miiko! (berseri) Namaku Miiko! Miiko di Zaman Edo

Judul

5 6 7 8 9 10 11

Archie & Meidy (berseri) Captain Tsubasa (berseri) Prince of Tennis (berseri) Hikaru's Go (berseri) Puku-puku (berseri) Fantasista (berseri) Our Field of Dreams (berseri)

12

Catatan Harian Paman Abu : Mengenal Luar Angkasa (Komik Ibadah Anak Muslim Ilmu Pengetahuan)

13 14 15 16

Bermain Ala Ilmuwan (Komik Anak Sekolah) Teman dari Luar Angkasa (Komik Ibadah Anak Muslim) Komik Islam Kisah Nabi Ibrahim (5) : Si Kecil Ismail Keunikan Dunia Burung (Komik Ibadah Anak Muslim Ilmu Pengetahuan)

17 18 19 20 21 22 23 24

Keajaiban Daratan (Komik Ibadah Anak Muslim Ilmu Pengetahuan) Nomik Anak Serial Ababil : Misteri Topeng Kayu Bikin Pinter! (Komik Anak Sekolah 4-6 SD) Keajaiban Lautan (Komik Ibadah Anak Muslim) Hantu Doyan Melon (Komik Ibadah Anak Muslim) Negeri Mas Gatot (Komik Petualangan Kompilasi) Bangun Tidur Kuterus ...(Komik Ibadah Anak Muslim) Aku Ingin Terbang (Komik Ibadah Anak Muslim)

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Abd. Rachman. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993. Anggoro, Donny, “Sejarah Komik Indonesia: Kepala Tanpa Leher.” Artikel diakses

pada

15

Februari

2008

dari

Sinar

Harapan

Online

http://www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2005/0129/bud2.html Anggoro, Donny. “Terdakwa Itu adalah Komik.” Artikel diakses pada 15 Februari 2008

dari

Sinar

Harapan

Online

http://www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2005/0625/bud2.html Angkat, Guntur. “Selintas Sejarah Komik Indonesia.” Artikel diakses pada tanggal 15 Februari 2008 dari http://re-searchengines.com/art05-72.html. Atmakusumah. “Komik.” Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia. vol. 9. Jakarta: Delta Pamungkas, 2004. Azhari, Akyas. Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Teraju, 2004. Baron, Robert A. dan Donn Byrne. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga, 2004. Basuki, Sulistyo. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia, 1993. Bonneff, Marcel. Komik Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 1998. Bunanta, Murti. “ Memilih Buku Seks untuk Anak”. Dalam Buku, Mendongeng, dan Minat Membaca. Jakarta: Pustaka Tangga, 2004.

Bunanta, Murti. “Buku Biografi untuk Anak”. Dalam Buku, Mendongeng, dan Minat Membaca. Jakarta: Pustaka Tangga, 2004. Bunanta, Murti. “Menyiapkan Pembaca Masa Depan Melalui Koran Kecil: Sebuah Alternatif”. Dalam Buku, Mendongeng, dan Minat Membaca. Jakarta: Pustaka Tangga, 2004. Bunanta, Murti. “Perjuangan untuk Bacaan Anak yang Layak—Benang Masuh Kusut”. Dalam Buku, Mendongeng, dan Minat Membaca. Jakarta: Pustaka Tangga, 2004. Bunanta, Murti. “Sastra Multietnis untuk Masyarakat Pluralistik”. Dalam Buku, Mendongeng, dan Minat Membaca. Jakarta: Pustaka Tangga, 2004. “Cara Kilat Belajar Sejarah Lewat Komik” Koran Tempo Minggu: Ruang Baca, Desember 2006 Chaplin, James P. kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004. Cooper-Chen, Anne. “The Dominant Trope: Sex, Violence, and Hierarchy in Japanese Comics For Men”. Dalam Comics and Ideology. New York: Peter Lang Publising, 2001. Demonic Angel. “Pro Kontra Komik Bajakan.” Animonster, vol. 64, Juli 2004: h. 37-39. Eve dan Demonic Angel. “Cencorship & Rating: The Endless Debate.” Animonster, vol. 48, Maret 2003: h. 34-35. Franz, Kurt dan Bernard Meier. Membina Minat Baca Anak. Bandung: Remadja Karya, 1986.

Hassan, Fuad. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia, 2001. Heni. “Anak dan Komik. Artikel diakses pada 15 Februari 2008 dari http://rumakom.wordpress.com/2007/12/04/anak-dan-komik/. Heny. “Anak dan Komik” Artikel diakses pada tanggal 15 Februari 2008 dari http://rumakom.wordpress.com/2007/12/04/anak-dan-komik/. Hurlock, Elizabeth B.. Perkembangan Anak, vol.1. Jakarta: Erlangga, 1976. Ikhsan, Muhamad. “Buku Terlarang Itu Bernama Komik”. Artikel diakses pada 15 Februari

2008

dari

http://teknologipendidikan.wordpress.com/category/artikel/page/2/. Indira, Saraswati. “Bacaan Komik di Perpustakaan Anak.” Skripsi S1 Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia Depok, 1985. Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Junaidi, Cahyo. “Membuka Jendela Dunia Lewat Komik” Koran Tempo, 21 November 2004. “Komik

Indonesia”.

Artikel

diakses

pada

15

Februari

2008

dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Komik_Indonesia. “Komik Spiderman Beri Inspirasi Pengajaran Fisika” Sinar Harapan, 15 Mei 2002. “Komik”.

Artikel

diakses

pada

http://id.wikipedia.org/wiki/Komik.

15

Februari

2008

dari

Leonhardt, Mary. 99 Cara Menjadikan Anak Anda Keranjingan Membaca. Bandung: Kaifa, 2000. Listiorini, Dina. “Diskursus Angkasa Luar, UFO, dan Alien pada Komik Disney.” Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Depok, 2000. Mar’at. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981. McAllister, Mathew P, dkk. “Introducing Comics ang Ideology”. Dalam Comics and Ideology. New York: Peter Lang Publising, 2001. McCloud, Scott. Memahami Komik. Penerjemah S. Kinanti. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 2001. Nasir, Moh.. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003. Nasuhi, Hamid, dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: CeQda, 2007. Nugroho, Supardinah. “Resensi Bacaan Anak Fiksi pada Beberapa Surat Kabar di Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia Depok, 1987. Plunket, E. M.. “Comic Strip.” Dalam Grolier Academic Encyclopedia, vol. 5. United States of America: Grolier International, 1983: 135-136. Purnomo, Pungki. Manajemen Pembinaan dan Pengembangan Koleksi: Diktat Kuliah. Jakarta: PiZeWa Publihing, 2006.

Qalyubi, Syihabuddin, dkk. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Peprustakaan dan Informasi (IPI) Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2007. Sarumpaet, Riris K. Bacaan Anak-Anak: Suatu Penyelidikan Pendahuluan ke dalam Hakekat Sifat dan Corak Bacaan Anak-Anak Serta Minat Anak pada Bacaannya. Jakarta: Pustaka Jaya, 1976. Schodt, Frederik. “Cartoons in Japan.” Dalam Maurice Horn, ed. The World Ensiklopedi of Cartoons. vol. 2. New York, London: Chelsea House Publishers, 1980. Sugiarti, Rokhmah. “Komik “Archi dan Meidy”: Upaya Memperkenalkan Iptek pada Anak-anak” Sinar Harapan, 25 Januari 2006. Sutan, Firmanawaty. 3 Langkah Praktis Menjadikan Anak Anda Maniak Membaca. Jakarta: Puspa Swara, 2004. Sutarno. Profil Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat 1978-2000. Jakarta: Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat, 2000. Vergueiro, Waldomiro C S. “Comic book collections in Brazilian public libraries,”

New Library World, . vol. 95, Iss. 1117, 1994: h. 14-18.

Artikel

diakses

dari

http://proquest.umi.com.newdc.oum.edu.my/pqdweb?did=8957535&sid=3 &Fmt=3&clien tId=56581&RQT=309&VName=PQD White, David Manning. ”Comics”. Dalam Encyclopedia Americana. Vol. 7. New York: Americana Cooperation, 1975. Wijana, I Dewa Putu. Kartun: Studi tentang Permainan Bahasa. Yogyakarta: Ombak, 2004.

Yulia, Yuyu, dkk. Pengadaan Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999. Yusuf, Taslimah. Manajemen Perpustakaan Umum. Jakarta: Universitas Terbuka, 1996.

Rak-Rak Berisi Koleksi Fiksi

PEDOMAN WAWANCARA “KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT”

Nama responden

: 1. Daldiri 2. Sarti

Status Jabatan

: 1. Kasie Pengolahan dan Pelestarian 2. Pustakawan (Jabatan Fungsional)

Tanggal Wawancara : 29 Oktober 2008 dan 24 Novenber 2008 Tempat Wawancara

: Kantor Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat

Nama Pewawancara : Mety Dwi Puspita Fakultas/ Jurusan

: Adab dan Humaniora/ Ilmu Perpustakaan dan Informasi

1. Apakah saat Anda kecil suka/ pernah membaca komik? 2. Kalau pernah, komik seperti apa yang Anda baca? 3. Menurut Anda, komik itu bacaan yang seperti apa? (Definisi komik) 4. Apa pendapat Anda mengenai komik sebagai bacaan anak? (positif/ negatif)? Jelaskan alasannya! 5. Bagaimana pengembangan koleksi di perpustakaan ini? 6. Apa saja standar seleksi yang diberlakukan untuk pengadaan komik? 7. Bagaimana proses seleksinya? 8. Mengenai reputasi komik yang buruk di mata masyarakat, apakah pernah ada protes dari pihak orangtua/ pembaca dewasa lainnya atas keberadaan komik sebagai koleksi anak? (Kalau pernah, apa tindakan yang diambil oleh perpustakaan?) 9. Berdasarkan hasil pengamatan saya, ada komik yang memiliki rating D (Dewasa) dengan judul “Legend of the Condor Heroes” terdapat pada bagian anak-anak. Kenapa hal ini bisa terjadi? 10. Saya lihat, komik-komik yang ada di perpustakaan ini hampir semuanya komik terbitan lama, apakah ada kebijakan tertentu dari pihak perpustakaan dalam hal pengadaan dan pengembangan koleksi komik?

HASIL WAWANCARA “KOMIK SEBAGAI KOLEKSI PERPUSTAKAAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA PUSAT”

Nama responden

: 1. Daldiri (Responden D) 2. Sarti (Responden S)

Status Jabatan

: 1. Kasie Pengolahan dan Pelestarian 2. Pustakawan (Jabatan Fungsional)

Tanggal Wawancara : 29 Oktober 2008 dan 24 Novenber 2008 Tempat Wawancara

: Kantor Perpustakaan Umum Kotamadya Jakarta Pusat

Nama Pewawancara : Mety Dwi Puspita Fakultas/ Jurusan

: Adab dan Humaniora/ Ilmu Perpustakaan dan Informasi

1. Apakah saat Anda kecil suka/ pernah membaca komik? Jawab: “Saya tidak mengenal perpustakaan. Saya hidup di pelosok. Jangankan (ada) buku, kita menulis masih pakai sabak, yang begitu selesai langsung dihapus. Jadi, saya belum mengenal buku pada waktu itu (buku bacaan), apalagi buku komik.” (Responden D) “Pernah, tapi komiknya bukan komik yang seperti sekarang, yang seperti sekarang belum ada.” (Responden S) 2. Kalau pernah, komik seperti apa yang Anda baca? Jawab: “Contohnya, Mahabarata, Ramayana, itu saja. Tidak ada komik yang lain.” (S) 3. Apakah Anda juga membaca komik-komik terbitan sekarang, seperti komikkomik yang berasal Jepang, Barat, dan Indonesia? Kalau ya komik apa yang Anda baca? Jawab: “Ya, saya baca. Saya membaca Shinchan.” (S) “Ya, saya pernah membaca Doraemon sampai beberapa jilid waktu itu walau tidak tuntas (saya baca).” (D) 4. Menurut Anda bagaimana cerita dalam komik yang Anda baca itu?

Jawab: “Shinchan itu katanya terlalu porno, kalau untuk saya tidak masalah. Shinchan dikatakan tidak mendidik, tapi menurut saya bayak hal yang mendidiknya.misalnya, saat Shinchan bertanya asal adik dari mana?” (S) “Di situ ada unsur pendidikannya dan meningkatkan kreativitas anak. Apalagi jika melihat penayangannya yang kreatif, mungkin anak akan berusaha meniru (kreativitas yang ditunjukkan dalam cerita tersebut-red).” (D) 5. Menurut Anda apa manfaat komik? Jawab: “Hanya sebagai rekreasi manfaatnya, karena kebutuhan orang itu banyak, ada rekreasi, pendidikan, dan lain-lain. Yang jelas, komik itu hiburan karena anak-anak di sekolah sudah penuh (aktivitasnya-red), jadi perlu hiburan. Hiburan itu tidak harus jalan-jalan. Tapi, bukan berarti komik itu konsumsi yang wajib. Bolehlah membaca satu komik, supaya balance (antara hiburan dan aktivitas lainnya-red). Jadi, anak itu tidak harus membaca text book terus. Tidak ada orang yang tersesat karena (membaca) komik. Anakanak makin banyak membaca (makin) banyak pengalamannya, banyak bahasa yang tadinya dia tidak tahu menjadi tahu, perbendaharaan katanya akan bagus. Komik tidak selalu jelek kata-katanya. Seperti komik SpongeBob, dari awal cerita runtun dan ceritanya masuk akal, seperti cara berteman dan cara menyelesaikan masalahnya.” (S) 6. Apakah menurut Anda komik adalah bacaan untuk anak-anak semata atau general (semua orang bisa membacanya)? Jawab: “Komik itu kan untuk sekarang memang ditujukan untuk anak-anak, untuk dewasa tidak ada. Jaranglah untuk dewasa, untuk dewasa itu karikatur.” (S) “Menurut saya komik itu bukan hanya bacaan untuk anak-anak saja. Komik itu ada yang sifatnya dewasa.” (D) 7. Menurut Anda, komik itu bacaan yang seperti apa? (Definisi komik) Jawab: “Bacaan selingan. Penilaian saya untuk komik adalah untuk memacu dan menimbulkan minat baca. Kalau anak sudah membaca komik dan tidak ada lagi komik yang belum ia baca, akhirnya apa saja akan ia baca. Jadi, komik bisa dijadikan perangsang membaca.” (D)

8. Kriteria komik yang mendidik menurut Anda yang seperti apa? Jawab: “(Yang) berurutan (ceritanya-red), anak-anak dapat mudah mengerti, sifatnya mendidik, bukan komik yang menjerumuskan, misalnya tentang kejahatan. Walau ada cerita tentang kejahatan tapi kejahatan itu selalu kalah, jadi

bukan

kejahatannya

yang

ditonjolkan

melainkan

kemenangan

(pahlawannya-red).” (D) 9. Komik di sini digolongkan ke fiksi? Jawab: “Tidak hanya komik saja. Di sini kan perpustakaan umum, jadi yang fiksi itu, buku cerita itu langsung fiksi bukan 813.” (S) 10. Maksud saya, kenapa tidak dipisah saja antara komik dengan fiksi (novel atau buku yang mayoritas kandungannya berupa tulisan). Karena ada orang yang ingin membaca komik tapi susah mencarinya karena komik tercampur dengan buku (fiksi) lain. Jawab: ”Komik itu kan di dalam DDC tidak ada…. Di dalam peraturan katalogisasi sendiri ada nomor kelas komik?” (S) 11. Ada, 741.5 Jawab: “(Ibu Sarti mengambil DDC yang ringkasan tapi tidak ada, lalu ia mengambil DDC yang sebenarnya terbitan tahun 2006). Penafsiran itu berbeda, saya tidak mengambil seni lukisnya. Di sini kalo masuk 700 masuk seni lukisnya, saya yang diambil ceritanya. Karena fiksi itu hanya cerita komik, tidak ada unsur seninya kalau (menurut) saya.” (S) 12. Apa pendapat Anda mengenai komik sebagai bacaan anak? (positif/ negatif)? Jelaskan alasannya! Jawab: “Menurut saya komik itu bukan hanya bacaan untuk anak-anak saja. Komik itu ada yang sifatnya dewasa.” (D) “Kalau (menurut) saya baik, karena di situ (komik-red) memuat banyak karakter, banyak tokoh yang tidak kita kenal (tokoh lain). Seperti kalau kita membaca Mahabarata, tokohnya adalah orang Jawa, tokoh filosof yang orang Jawa punya. Banyak pengetahuan yang kita dapat (dari membaca komikred).” (S) 13. Bagaimana pengembangan koleksi komik di perpustakaan ini?

Jawab: “Kami setiap tahun beli. Perpustakaan umum tidak melayani satu jenis saja dari umur 0-akhir hayat walau tidak terpenuhi seluruhnya karena terbentur anggaran.” (D) 14. Apa saja standar seleksi yang diberlakukan untuk pengadaan komik? Jawab: “Tidak ada standar khusus. Kami menyeleksi buku yang akan dikoleksi dari katalog penerbit, dari pengunjung, dan melihat buku apa yang kurang. Tergantung dengan kebutuhan perpustakaan saja. Misalnya untuk tahun lalu buku fiksi kita habis, maka dibelilah buku fiksi.” (D) 15. Bagaimana proses seleksinya? Jawab: a. “Menyiapkan alat bantu seleksi, yaitu katalog penerbit dan daftar permintaan user yang didapat dari hasil angket. Selain itu, pihak perpustakaan juga melihat adakah kebutuhan penambahan koleksi. Walaupun permintaan user juga menjadi pertimbangan pengadaan, namun tidak diprioritaskan karena keterbatasan dana. Selain itu, alasan permintaan user tidak di penuhi dikarenakan user tidak menulis detail bahan pustaka yang diminta. Biasanya user hanya menyebut suatu judul tanpa menyebut pengarang dan penerbit yang jelas sehingga menyulitkan pihak perpustakaan untuk meloloskan permintaan user. Permintaan user sebelum dijadikan daftar seleksi akan didiskusikan apakah layak untuk diadakan sebagai koleksi. b. Dengan alat bantu seleksi, disusunlah daftar penambahan koleksi. c. Setelah disusun daftar buku yang sudah diseleksi, maka dilakukan lelang. Pembelian buku akan dilelang kepada perusahaan-perusahaan yang merupakan rekanan perpustakaan. d. Setelah ditunjuk pemenang lelang, maka pembelian diserahkan kepada rekanan tersebut untuk membeli koleksi berjumlah tertentu sesuai dengan budget yang tersedia. Namun, sering terjadi keterlambatan pemberian anggaran oleh pemerintah. Hal ini mengakibatkan buku-buku yang sudah dibeli tidak baru lagi di mata masyarakat (terutama buku fiksi, sudah tidak menjadi tren lagi).” (D) 16. Cara pengadaan yang dilakukan di perpustakaan ini apa saja?

Jawab: “Pembelian dan sumbangan” (D) 17. Dana untuk pembelian berasal dari mana? Jawab: “Dari Pemerintah” (D) 18. Kalau sumbangan koleksi berasal dari mana saja? Jawab: “Sumbangan koleksi biasanya berasal dari perpustakaan lain, universitas, dan perseorangan.” (D) 19. Mengenai reputasi komik yang buruk di mata masyarakat, apakah pernah ada protes dari pihak orangtua/ pembaca dewasa lainnya atas keberadaan komik sebagai koleksi anak? (Kalau pernah, apa tindakan yang diambil oleh perpustakaan?) Jawab: “Tidak ada. Sebab bagaimana mau protes? Perpustakaan ada untuk menyediakan buku. Apalagi yang namanya perpustakaan umum. Memang sudah tugasnya (mengoleksi berbagai macam buku-red).” (D) “Tidak ada komplain. (Masyarakat-red) tidak ada hak.” (S) 20. Berdasarkan hasil pengamatan saya, ada komik yang memiliki rating D (Dewasa) dengan judul “Legend of the Condor Heroes” terdapat pada bagian anak-anak. Kenapa hal ini bisa terjadi? Jawab: ”Karena pembatasan anak-anak itu 0-12 tahun, kalau di luar negeri anak-anak dari (usia) 0-14 tahun. Jadi, pembatasan umur itu di Indonesia tidak jelas. Ada yang 0-12, ada yang 0-14.” (S) 21. Jadi, menurut Anda tidak apa-apa seperti itu? (penempatan komik ber-rating D di seksi anak-anak) Jawab: ”Yang jelas, judul-judul yang itu seperti Shinchan hanya seperti itu saja, karena saya pustakawan, kalau memang diperlukan untuk dewasa kita taruh di rak dewasa. Kalau pustakawan kan sudah membedakan ini untuk anak-anak, ini untuk dewasa, sudah ada ruangannya sendiri.” (S) 22. Tapi dengan kasus yang saya temukan itu…? Jawab: “Di sini?” (S) 23. Iya, di sini komik itu diberi rating D (Dewasa) tapi yang saya lihat pernah terletak di rak bagian anak-anak.

Jawab: ”Karena di sini perpustakaan keliling satu mobil. Anak-anak dan dewasa satu mobil. Mestinya yang pinjam itu yang untuk anak-anak tidak boleh dikasih.” (S) 24. Jika Anda mengepalai sebuah perpustakaan apakah Anda akan memasukkan komik sebagai koleksi perpustakaan Anda? Jawab: “Kalau masyarakat di sini meminta, iya. Kita kan di sini pengadaan buku berdasarkan angket, permintaan. Tapi tidak dominan. Tidak ada yang melarang. Tidak ada peraturan yang melarang bahwa perpustakaan tidak boleh menyediakan komik. Selama tidak ada peraturan yang membatasi akan disediakan.” (S) “Komik tetap menjadi koleksi, khususnya di ruang anak-anak. Karena di sini perpustakaan umum, tapi komik yang (akan dikoleksi adalah komik yang) mendidik.” (D) 25. Saya lihat, komik-komik yang ada di perpustakaan ini hampir semuanya komik terbitan lama, apakah ada kebijakan tertentu dari pihak perpustakaan dalam hal pengadaan dan pengembangan koleksi komik? Jawab: “Setiap tahun ada pembelian buku. Tapi buku kita sudah terlalu ketinggalan, tidak ada yang baru karena pengadaan tahun ini, uangnya belum keluar. Seleksinya sudah awal tahun 2008, yang jadi acuan untuk pengadaan adalah katalog tahun 2007, sedangkan anggaran adanya pada tahun 2009, buku-buku kita sudah ketinggalan 2 tahun.” (D)

No

Judul

43

Mahabharata vol. 9**

44

Kartun Benny & Mice: Jakarta Luar Dalem** Dendam** Siluman Badak** (Seri Dewa Sun Go Kong) Dragon Ball vol. 8: Songoku Menyerang** Sukab Intel Melayu: Misteri Harta Centini** Dragon Ball vol. 4: Pendekar Tangguh Chiko The Genius Bakabon vol. 7 Inuyasha vol. 6 UFO Baby vol. 5 Shoot! Legend of New Age vol. 1 Penemuan Telepon (Seri Penemuan vol. 1) Penemuan Sepeda (Seri Penemuan vol. 12) Penemuan Film (Seri Penemuan vol. 10)

45 46

47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57

Tempat Terbit

Penerbit

Tahun Terbit

Call Number

Jakarta

Elex Media Komputindo

2001

K - A/F - TAT - m5

Jakarta

Nalar

2007

741.5 - BEN - k

Jakarta Jakarta

Elex Media Komputindo Pustaka Benny

1999 1984

F - MIY - d F - KAM - s4

Akira Toriyama Seno Gumira Ajidarma dan Zacky Akira Toriyama Chie Watari Fujio Akatsuka Rumiko Takahashi Mika Kawamura Tsukasa Oshima Seiichi Konishi

Jakarta Jakarta

1992 2002

F - TOR - d F - AJI - s3

Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta

Elex Media Komputindo Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Elex Media Komputindo Elex Media Komputindo Elex Media Komputindo Elex Media Komputindo Elex Media Komputindo Elex Media Komputindo Elex Media Komputindo

1992 1994 2002 2002 2002 2002 2001

F - TOR - d F - WAT - c K - A/F - AKA - t1 K - F - RUM - i1 K - A/F - KAW - u K - A/F - OSH - s4 F - KON - p

Tamami Kowasa

Jakarta

Elex Media Komputindo

2002

F - KOW - p

Seiichi Konishi

Jakarta

Elex Media Komputindo

2002

F - KON - p

Pengarang Naskah: A. Anjaya Tatang Ilustrasi: R.A. Kosasih Benny Rachmadi dan Muh. Misrad Akiko Miyawaki B. Kamanjaya

58 59

Dragon Ball vol. 6 The Spoon vol. 1 Azukichan vol. 4

60

Si Lender vol.1

61 62

Wolfgang Amadeus Mozart Penemuan Lampu (Seri Penemuan vol. 9)

Akira Toriyama Kim Soo Jung Chika Kimura dan Yasushi Akimoto P-Project

Yumiko Yukino

Jakarta Jakarta Jakarta

Elex Media Komputindo Elex Media Komputindo Elex Media Komputindo

1995 2002 2001

F - TOR - d K - A/F - KIM - t1 K - A/F - KIM - a2

Jakarta

Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Gramedia Elex Media Komputindo

2001

F - P-P - s

2002

A - F - CIA - w2 F - YUK - p

Jakarta Jakarta