KOORDINASI NASIONAL KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG ...

25 downloads 4525 Views 7MB Size Report
Saya banyak berkecimpung di dunia pendidikan ... pelaksana Kementerian di bidang Pemerintahan .... kebijakan strategis dalam manajemen pemerintahan.
KOORDINASI NASIONAL KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PEMERINTAHAN UMUM

PELINDUNG Menteri Dalam Negeri

PEMBINA Kepala Pusat Penerangan

PENANGGUNG JAWAB DR. I Made Suwandi, M.Soc,Sc

DEWAN REDAKSI Drs. A Siradjuddin Nonci, M.Si Drs. Eko Subowo, MBA Dr. Ir. Dharma Setyawan, M.Ed Dr. Drs Rizari, MBA, M.Si Drs. Nugroho

PIMPINAN UMUM Drs. Mohammad Roem, MM

PEMIMPIN REDAKSI Drs. Safrizal ZA, M.Si

REDAKTUR Basuki Harjana, SH, M.Si Sri Retno Suryaningsih, SE, M.Si Drs. Marsudi Darussalam Agust Binartedja, SH, M.Si Tengku Syahdana, S.Kom Siti Hadijah Koedoeboen M.Si

REDAKTUR PELAKSANA Agnes Wirdayanti, M.Si

EDITOR Tatang Wahyudin, SE Endang Murwaningsih, SE

FOTOGRAFER Abdul Muntholib

LAYOUT Fery Gunawan

Salam Media PUM !! Salam untuk anda yang terus berubah atau ingin tampil beda dari biasanya. Sebab perubahan merupakan suatu inovasi menuju langkah kebaikan selanjutnya. Seperti yang kami rasakan saat ini, setiap membuka lembar pertama Majalah Media Informasi PUM maka akan selalu mengingatkan kita semua untuk membuat Evaluasi dan Revolusi. Sebagian orang punya niat melakukan sesuatu yang besar dan sebagian lagi hanya berniat menjadi manusia yang lebih baik. Sesederhana apapun niat itu, kami dapat merasakan indahnya. Karena sekecil apapun perubahan - perubahan yang terjadi mampu mendatangkan banyak kebaikan tidak hanya bagi diri kita, tetapi juga orang - orang disekitar kita. Sebagai media, sudah merupakan kewajiban kami untuk membagikan informasi terbaik kepada pembaca. Melalui Majalah media informasi, kami suguhkan beragam informasi terbaru dari aktifitas dan setiap kegiatan internal kita tentunya dengan tampilan yang terus diperbaharui. Dalam edisi ini kami juga meliput kegiatan Peringatan Hari Pemadam Kebakaran Nasional yang ke - 94 di Bali, Rakornas Kecamatan yang dilaksanakan di Jakarta, dan Hari Ulang Tahun Polisi Pamong Praja yang diselenggarakan di Riau, dalam rubrik traveller kami juga menyajikan tentang Pesona Pulau Penyengat di Kepulauan Riau. Semoga edisi kali ini dapat memberikan informasi yang komunikatif serta informative kepada para pembacanya dan dapat meningkatkan performa dan kinerja kita.

STAF REDAKSI Mariane Deasy A, S.Sos Ahmad Rizki Rifani, SE Iratania Larasati Putri,S.STP

SIRKULASI Kelana

PENERBIT BAGIAN PERENCANAAN SETDITJEN PEMERINTAHAN UMUM

ALAMAT REDAKSI Bagian Perencanaan Subbag Data dan Informasi Jl. Kebon Sirih No. 31, Jakarta. Telp. 021 3142 142 ext. 253 Fax. 021 3142 917

Salam Redaksi

D

A

F

T

A

01 /03 /08

RAKORNAS POL PP

13

/16

17

/18

RAKORNAS ULTAH DAMKAR RAKORNAS KECAMATAN

19

PARADE FOTO

20

PARADE FOTO

21

/24

25

/36

37/ 48

RAKORNAS PERTANAHAN

RAPAT REGIONAL FASILITASI PENYELENGGARAAN PATEN

RAPAT REGIONAL FASILITASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN (PATEN)

KAJIAN OPINI & ARTIKEL PARADE FOTO

49

PELANTIKAN PEJABAT ESELON 1V DI LINGKUNGAN DITJEN PEMERINTAHAN UMUM

50

/56

INSTRUMENTASI

57

/60

64

I

RAKORNAS PUM

09/ 12

63

S

WAWANCARA

04

62

I

DAFTAR ISI

02

61

R

TRAVELLER & SURAT PEMBACA WEDDING MOMENT

KISAH INSPIRATIF SECERCAH CAHAYA

RESENSI BUKU

W

A

W

A

N

C

A

R

A

DR. Ir. Dharma Setyawan Salam M.Ed

Sosok pendidik dan pengayom yang mengabdikan dirinya terhadap dunia pendidikan yang dicintainya”. Berbincang dengan Bapak Direktur Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat Direktorat Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri merupakan sebuah moment yang penuh dengan keakraban dan kita bisa belajar motivasi dari beliau. Berikut petikan wawancara tim redaksi Majalah Media Informasi Ditjen Pemerintahan Umum. 1. Bagaimana perjalanan karir Bapak ? Saya memulai karir sebagai staf pada Bappeda Provinsi Bengkulu pada tahun 1980 sampai dengan 1981 kemudian saya diangkat menjadi Direktur SPMA Daerah Provinsi Bengkulu dan menjalani karir selama 10 tahun. Saya banyak berkecimpung di dunia pendidikan dan latihan, jabatan awal saya adalah menjadi Kepala Diklat Provinsi Bengkulu selama 5 tahun, Kepala Pusat Diklat Regional Bandung, Kepala Pusat Diklat Kepemimpinan Bandiklat Depdagri dengan pangkat Eselon II/a dari tahun 2002 s.d 2004, Kepala Pusat Pembangunan dan Kependudukan, Kepala Pusat Diklat Kader dan Pengembangan Kepemimpinan selama satu tahun, Sekretaris Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri dan sekarang jabatan saya sejak 2011 adalah Direktur Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat Ditjen Pemerintahan U m u m Kementerian Dalam Negeri

Kementerian Dalam Negeri maka Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum merupakan unsur pelaksana Kementerian di bidang Pemerintahan Umum, dengan tugas pokoknya “Merumuskan dan melaksanakan standarisasi teknis di bidang pemerintahan umum”. Selain itu, Ditjen Pemerintahan Umum mempunyai tugas menangani urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas instansi vertikal dan tidak termasuk urusan rumah tangga daerah (urusan residual) dan menangani tugas-tugas tampung tantra (vriij bestuur). Dengan demikian maka Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum memiliki peranan yang sangat strategis dan signifikan dalam tata pemerintahan negeri ini. 3. Peran dan Fungsi Direktorat Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri ? Direktorat Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum di bidang Polisi Pamong Praja dan dan Perlindungan Masyarakat. Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Subdirektorat Tata Operasional Sarpras Polisi Pamong Praja, Subdirektorat Peningkatan Kapasitas SDM Polisi Pamong Praja, Subdirektorat Perlindungan Masyarakat, Subdirektorat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Subdirektorat Perlindungan Hak Sipil dan Hak-Hak Manusia. Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemendagri lebih khusus Ditjen Pemerintahan Umum sebagai Pembina umum Satpol PP dan Sat Linmas juga mempunyai tanggung jawab dan peran yang sangat penting dalam menentukan arah kebijakan, melalui kegiatan fasilitasi, regulasi serta monitoring dan evaluasi. Untuk Visi Kedepan diharapkan Direktorat Polisi Pamong Praja bisa menjadi sebuah Direktorat Jenderal Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat.

2. Apa kesan Bapak terhadap Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum? Sebagaimana Amanat Permendagri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

4. Kebijakan terkait Polisi pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat? 2

WAWANCARA

a. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas, satuan polisi pamong praja provinsi mengkoordinir pemeliharaan dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat lintas kabupaten/kota. b. Permendagri No. 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Jumlah Polisi Pamong Praja dan bertujuan untuk menentukan jumlah pegawai dan usulan kebutuhan pegawai pada Satuan Polisi Pamong Praja. c. Permendagri No. 19 Tahun 2013 tentang Pedoman Pakaian Dinas, Perlengkapan dan perlatan Operasional Satuan Polisi Pamong Praja, dan dapat dijadikan pedoman dalam menunjang tugas operasional anggota Satuan Polisi Pamong Praja di lapangan. 5.

menepis persepsi masyarakat terhadap citra satuan polisi pamong praja yang mendapat citra negatif di masyarakat ? Bukan hal yang mudah untuk menepis persepsi masyarakat terhadap citra negatif terhadap Pol PP, perlu adanya perubahan paradigma dan mendudukkan kembali tujuan dasar tupoksi Satpol PP berdasarkan motto “Praja Wibawa” yaitu pemerintahan yang berwibawa dan konsisten menjaga citra serta wibawa penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

6. Apa filosofi hidup Bapak ? Ada dua hal besar yang menjadi filosofi hidup saya: Pertama Sebagai seorang pemimpin maka ia harus lah menjadi pemimpin yan amanah, bersih dan bertanggung jawab. Kedua Setiap orang membutuhkan orang lain maka jadilah penolong, dengarkan keluhan orang lain, timbulkan rasa empati dan jadilah penolong. 7. Pesan Bapak kepada pembaca media informasi ? Jadilah aparatur yang memiliki hard skill dan soft skill. Artinya Sumber daya aparatur yang memiliki kompetensi. Kompetensi tersebut saja tidak cukup, akan tetapi harus menjadi aparatur yang memiliki soft skill juga. Soft Skill ini dapat berwujud karakter yakni sifat mental atau etika yang kompleks yang menjadi ciri seseorang atau bangsa seperti

MEDIA PUM

3

cara berpikir, berkata dan bertindak, serta cara merespon. Karakter dapat dibagi menjadi dua, yaitu Pertama kinerja atau hasil kerja (karakter kinerja ini merupakan kualitas diri seseorang untuk melakukan “pekerjaan” dengan cara terbaik) dan Kedua berkaitan dengan moral [moral merupakan sistem nilai, etika yang diperlukan untuk melakukan hal yang benar; tidak menghalalkan segala cara” untuk mencapai kinerja dan ditunjukan dalam aktivitas yang didasarkan pada rasa tanggung jawab, rasa hormat, empati (orientasi memberi), rendah hati, integritas, dan keadilan.

CURICULUM VITAE Nama Tempat/Tgl Lahir Agama Jabatan

: : : :

Dr. Ir. Dharma Setyawan Salam, M.Ed. Curup/Rejang Lebong, 14 Mei 1954 Islam Direktur Polisi Pamong Praja dan Linmas Ditjen Pemerintahan Umum Kemendagri Pangkat/Golongan : Pembina Utama Madya (IV/d) N.I.P : 195405141983031001 Alamat Kantor : Ditjen Pemerintahan Umum Kemendagri Jl. Kebon Sirih No.31 Jakarta Pusat 10340 Telp. (021) 31902744 FAX. (021) 31901743

A Riwayat Pendidikan 1. 2. 3. 4.

SD di Curup, tamat tahun 1969 SMP di Bengkulu, tamat tahun 1969. SMA di Bengkulu, tamat tahun 1972. Sarjana/S1, jurusan sosoal ekonomi falkutas pertanian IPB, tamat tahun 1980. 5. Pascasarjana/s2, Master of Education Sam Houston State University, Huntsville Texas, USA, tamat tahun 1982 6. Pascasarjana/S3, Doktor Ilmu Sosial, Bidang Kajian Utama Administrasi, Universitas Padjajaran di Bandung, tamat tahun 2000.

B. Riwayat Jabatan

1. Staf Bappeda Provinsi Bengkulu, 5-8-1980 s/d 25-3-1981 2. Direktur SPMA Daerah Provinsi Bengkulu (Eselon III/b), 25-3-1981 s/d 4-9-1990 3. Kepala Diklat Provinsi Bengkulu (Eselon III/a), 4-9-1990 s/d 7-10-1992. 4. Kepala Diklat Provinsii Bengkulu (Eselon II/b), 7-10-1992 s/d 3-6-1995. 5. Kapus Diklat Depdagri Regional Bandung (Eselon II/b), 2-7-2001 s/d 6-4-2002. 6. Kapus Diklat Kepimpinan BAndiklat Depdagri (Eselon II/a ) 28-3-2002s/d 7-7-2004. 7. Kapus Diklat Pembangunan dan Kependudukan (Eselon II/a ) 7-7-2004 s/d 4-9-2005 8. Kapus Diklat Kader dan Pengembangan kepimpinan (Eselon II/a) 5-9-2005 s/d 16-9-2006 9. Sekretaris Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri (Eselon II/a) 17-9-2010 s/d 8-2-2011 10. Direktur Polisi Pamong Praja dan Linmas Ditjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Eselon II/a) 9-2-2011 s/d Sekarang

WAWANCARA

p

R

o

i

n

t

O

F

V

I

E

W

Rapat Koordinasi Nasional Kebijakan Pemerintah di Bidang Pemerintahan Umum

apat Koordinasi ini merupakan ajang pertemuan penting karena dapat digunakan sebagai dialog antara kementerian dan pemerintahan daerah terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan umum, khususnya dalam mengawal stabilitas pemerintahan dan keutuhan wilayah NKRI. Berbicara mengenai pemerintahan umum, sebagaimana amanat pasal 18 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang dibagi dalam provinsi dan setiap provinsi dibagi atas kabupaten/kota dan masing-masing mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undangMEDIA PUM

undang. Hal ini penting karena bagaimanapun juga dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kita tidak melihat hanya dari aspek kebijakan desentralisasi saja yang memberikan ruang atau kewenangan bagi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, tetapi perlu diintegrasikan dengan kewenangan pemerintah pusat untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan sinerji antara pusat dan daerah dalam upaya memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam kerangka NKRI. Kegiatan pemerintahan yang terkait dengan kegiatan koordinasi, pembinaan, pengawasan dan fasilitasi untuk menciptakan sinerji 4

POINT OF VIEW

antar tingkatan pemerintahan serta menjaga empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut merupakan ranah dari urusan pemerintahan umum. Keseimbangan pelaksananan antara tugas pemerintahan daerah yang tercemin dalam asas desentralisasi dan tugas pemerintahan umum baik yang bersifat atributif maupun kewenangan yang dilaksananakan dengan azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan harus dilihat dalam konteks efektivitas penyelenggaraan pemerintahan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Karenanya asas pemerintahan pada hakekatnya hanya merupakan instrumen atau tool untuk mencapai tujuan dan bukan tujuan itu sendiri. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Indonesia menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan di Provinsi dalam rangka melaksanakan kewenangan pemerintah pusat yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah Provinsi. Fungsi ini bukan saja untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan melainkan pada sisi lain adalah memperkuat koordinasi dan efektivitas pencapaian tujuan nasional. Dalam lingkup pemerintahan dalam negeri, tugastugas pemerintahan yang berkaitan dengan erat

MEDIA PUM

fungsi-fungsi Pemerintahan Umum, antara lain: 1. Memfasilitasi pemahaman konsep Negara Bangsa bagi seluruh jajaran Pemerintahan di Daerah yang dilaksanakan oleh Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi untuk memperkuat eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Memfasilitasi terwujudnya keselarasan penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi, antar pemerintah daerah provinsi, antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota dan antar pemerintah daerah kabupaten/kota; 3. Memfasilitasi terciptanya iklim kondusif dalam mendukung terwujudnya ketenteraman, ketertiban umum serta perlindungan masyarakat di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. Memfasilitasi tertibnya hubungan lintas batas dan kepastian batas dengan negara tetangga, batas antar daerah yang meliputi batas antar propinsi, antar kabupaten/kota serta antar desa; 5. Provinsi sebagai wilayah administrasi dan Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang dilimpahkan (pelaksanaan dekonsentrasi); 6. Melaksanakan sebagian urusan pemerintahan

5

POINT OF VIEW

II. Pengembangan kerjasama daerah

yang ditugaskan kepada daerah (pelaksanaan tugas pembantuan); 7. Melakukan mitigasi dan penanggulangan bencana serta permasalahan sosial lainnya secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Rakornas Kebijakan Pemerintah di Bidang Pemerintahan Umum mengetengahkan topik yaitu mengenai penguatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi, pengembangan kerja sama antar daerah, penegasan batas daerah, pembinaan ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat, pengembangan dan pengelolaan kawasan dan pertanahan, serta penanggulangan bencana.

Sebagaimana Pasal 195 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 disebutkan “bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan“. Mempedomani amanat Pasal 195 dimaksud, pemerintah daerah dimungkinkan dapat lebih memaksimalkan pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada dan selanjutnya diharapkan dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar untuk kepentingan bersama, terlebih bilamana dikelola secara bersama-sama dibandingkan dengan dikelola secara sendiri-sendiri. Pemerintah daerah pada dasarnya mempunyai kekayaan yang sangat potensial untuk dimanfaatkan atau dikembangkan melalui kerjasama. Namun upaya– upaya tersebut terkendala oleh terbatasnya sumber daya, anggaran dan teknologi. Melalui Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, maka sumber daya yang ada di daerah dapat dikelola secara bersama-sama dengan pemerintah untuk meningkatkan investasi daerah yang pada akhirnya dapat menarik investasi pada skala nasional.

I. Penguatan Peran Gubernur Gubernur mempunyai peran yang sangat strategis karena Gubernur mempunyai “dual roles” baik sebagai kepala daerah otonom provinsi maupun sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi, Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan dan koordinasi atas terselenggaranya pemerintahan umum didaerah. Dengan demikian selaku wakil pemerintah pusat, gubernur merupakan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah provinsi. Dalam rangka memperkuat peran Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah, perlu diberikan dukungan baik dukungan politik, manajemen, personil, anggaran maupun prasarana dan sarana.

MEDIA PUM

III. Penegasan Batas Daerah Permasalahan batas antar daerah kab/kota yang cenderung semakin meningkat potensi permasalahannya seiring dengan makin luasnya kewenangan yang diserahkan ke daerah. Adanya pemekaran baik provinsi, kabupaten/kota bahkan 6

POINT OF VIEW

kecamatan menambah kompleksitas masalah batas antar daerah yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat dan akurat. Penanganan batas yang efektif memerlukan adanya dukungan data yang cermat dan akurat. Lemahnya sumber data yang akurat merupakan salah satu titik lemah kita dalam merumuskan kebijakankebijakan strategis dalam manajemen pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah termasuk dalam penyelesaian masalah perbatasan antar daerah. Pemerintah pusat sangat tidak mungkin untuk menyelesaikan secara cepat dan tepat setiap permasalahan yang tejadi karena keterbatasan waktu dan biaya. Secara faktual sebagian besar daerah otonom (33 provinsi, 497 kabupaten/kota), bila dipetakan batas daerahnya terdiri dari 946 segmen batas daerah (belum termasuk pemekaran provinsi Kalimantan Utara dan 11 kabupaten baru). Batas daerah yang tidak jelas akan memicu konflik di wilayah perbatasan yang disebabkan perebutan sumber daya potensial di wilayah perbatasan tersebut dan akan menghambat penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah dan pada saatnya bila hal ini tidak segera diselesaikan akan menurunkan tingkat pelayanan kepada masyarakat dan juga potensial menyebabkan ketidak pastian hukum yang akan mengganggu iklim investasi dan daya saing kita. Untuk itu, kejelasan batas daerah yang memenuhi aspek teknis dan yuridis perlu segera

MEDIA PUM

diwujudkan secara bertahap. Apabila instrumeninstrumen pemerintahan tersebut tidak bekerja secara optimal, dikhawatirkan tidak mampu untuk mengatasi permasalahan dan dampak yang akan ditimbulkan, sebagaimana terlihat dalam perkembangan akhir-akhir ini baik pada akhir tahun 2012 antara lain: a. proses pemekaran daerah administrasi baru, belum diikuti dengan tuntasnya kejelasan batas daerah induk dengan daerah pemekaran; b. batas daerah menjadi sangat krusial karena dalam proses penetapannya harus berdasarkan pada kesepakatan antar pihak-pihak yang berbatasan. Seringkali terjadi ketidaksepakatan antar daerah dalam menentukan batas daerahnya. Hal ini banyak disebabkan karena egosentris kedaerahan sehingga memunculkan perbedaan penafsiran peraturan perundangan yang menyangkut batas daerah dan kurang pahamnya terhadap penegasan batas daerah; dan c. dalam proses penyelesaian sengketa batas pada suatu daerah, seringkali berbenturan terhadap permasalahan pemberian izin lahan yang sering melibatkan kepentingan politik;

IV. Tramtibum dan Linmas Sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ketentuan Pasal 27 ayat (1) huruf c menyebutkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang serta kewajiban memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Dalam kaitan tersebut pasal 148 ayat (1) menetapkan bahwa untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman Masyarakat dibentuk Satuan Polisi pamong Praja. Mengingat keberadaan Lembaga Satuan Polisi Pamong Praja sampai saat ini masih terus eksis dan tetap dibutuhkan perannya oleh masyarakat baik dalam Penegakan Perda/Keputusan Kepala Daerah maupun penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja, maka dipandang perlu untuk senantiasa

7

POINT OF VIEW

berupaya meningkatkan pembinaan Satuan Polisi Pamong Praja guna mewujudkan kondisi daerah yang aman tenteram dan tertib serta menciptakan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kegiatan masyarakat yang kondusif. Oleh karena itu, Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugasnya dapat berdaya guna dan berhasil guna secara optimal. Keberadaan Satlinmas juga perlu diperhatikan terutama di desa-desa/kelurahan karena realita sampai saat ini Satlinmas masih terus eksis dan tetap dibutuhkan perannya oleh masyarakat dan dirasakan semakin luas serta strategis sebagai bagian dari peranserta masyarakat yang bertugas menjaga kesatuan bangsa dan memberikan perlindungan kepada masyarakat, terutama dalam mengemban tugas membantu menjaga tramtibum dan tramtibmas serta ikut membantu dalam penyelenggaraan pilpres/pemilukada serta penanggulangan bencana.

pemerintah daerah. Salah satu fokus yang dapat dilakukan adalah pra bencana yang bertumpu pada 3 (tiga) faktor, yaitu pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan langkah konkrit dalam rangka mendorong pengurangan resiko bencana sebagai suatu pengarus-utamaan (disaster risk reduction mainstreaming). Dilain pihak, arah kebijakan dalam penanggulangan bencana dan kebakaran harus dilakukan secara konprehensif dan terintegrasi dalam rangka efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan upaya penanganan bencana khususnya mengenai kelembagaan (struktur dan tatakerja, personil, pembiayaan, sarana dan prasarana), manajemen mitigasi bencana/ Standar Operasional Prosedur (SOP), dan pemberdayaan masyarakat. Disamping itu, Kementerian Dalam Negeri telah memikirkan pentingnya suatu Badan/ balai Pengembangan, pelatihan dan sertifikasi pemadam kebakaran pada level nasional untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalitas pemadam kebakaran di daerah. Melaui Rakornas Kebijakan di Bidang P e m e r i n t a h a n Umum maka tercipta pemahaman dan komitmen yang utuh dalam upaya m e n i n g k a t k a n

V. P e n g e l o l a a n Kawasan Dan Pertanahan Berbagai konflik yang muncul di kawasan hutan, pertambangan, perkebunan, pelabuhan, kelautan, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, dan berbagai kawasan lain, tumpang tindih perijinan dalam pengelolaan sumber daya alam dan permasalahan pertanahan, pada umumnya sering kali tidak sejalan dengan kewenangan daerah otonom termasuk belum sinkronnya peraturan perundangan lintas sektor dan penataan ruang daerah.

akuntabilitas dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan serta memperkuat kapasitas daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan umum yang bermuara pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat.

VI. Penanggulangan Bencana Dalam perspektif penyelenggaraan pemerintahan daerah, upaya pengurangan risiko bencana merupakan salah satu bagian yang menjadi kewenangan

MEDIA PUM

8

POINT OF VIEW

p

o

i

n

t

O

F

V

I

E

W

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satuan Polisi Pamong Praja Pekanbaru Provinsi Riau

R

apat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satuan Polisi Pamong Praja Seluruh Indonesia dilaksanakan pada tanggal 18 April s/d 21 April 2013 di Pekanbaru Provinsi Riau. Rakornas ini merupakan agenda tahunan Kementerian Dalam Negeri yang difasilitasi Ditjen PUM yang didahului dengan upacara gelar pasukan dalam rangka memperingati HUT Satuan Polisi Pamong Praja ke-63 dan Satuan Perlindungan

MEDIA PUM

Masyarakat ke-51 Tahun 2013, yang pada tahun ini di gabungkan pelaksanaannya pada tanggal 19 April 2013 di Pekanbaru Riau. Penggabungan peringatan HUT Pol PP dan HUT Linmas didasarkan atas pertimbangan efisiensi serta tepat sasaran disamping juga karena bidang Linmas telah digabungkan di SKPD Satpol PP. Acara gelar pasukan dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 19 April

9

POINT OF VIEW

Indonesia tahun 2013 adalah ”Melalui Penegakan Peraturan Daerah serta Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja Konsisten Menjaga Citra dan Wibawa Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”

2013, bertepatan dengan HUT Linmas, karena apabila dilaksanakan tepat pada HUT Pol PP tanggal 3 Maret 2013, justru jatuh pada hari Minggu. Pelaksanaan gelar pasukan Satuan Polisi Pamong Praja seluruh Indonesia yang di laksanakan di Jalan Gajah Mada Riau menampilkan keterampilanketerampilan Satuan Polisi Pamong Praja seperti:

Setelah pelaksanaan gelar Pasukan Satuan Polisi Pamong Praja kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Rakornas bertempat di Hotel Aryaduta Pekanbaru, Riau.

marching band, peragaan Pasukan Huru Hara, tari rentak bulian, peragaan para layang serta devile pasukan kontingen Polisi Pamong Praja

Tujuan Rakornas kali ini adalah dalam rangka mendudukan kembali khitah (tujuan dasar) tugas pokok dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja berdasarkan motto ”Praja Wibawa” yaitu Pemerintahan yang Berwibawa. Diharapkan Satuan Polisi Pamong Praja konsisten menjaga citra dan wibawa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah melalui penegakan Peraturan Daerah serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Motto “Praja Wibawa”

Peringatan HUT Polisi Pamong Praja dan HUT Linmas dihadiri Gubernur Riau H.M. Rusli Zaenal, Wakil Gubernur Riau H. Mambang Mit, Seluruh Bupati/ Walikota se-Provinsi Riau, Danrem 031/Wb Brigjen TNI Teguh Rahardjo, Wakapolda Riau, Danlanud Rosmin Nurdjadin, Danlanal Dumai, Pasukan dari TNI, Polri, Pemadam Kebakaran, dan 2500 tamu undangan lainnya yang ikut menghadiri upacara tersebut.

bukan hanya sekedar slogan tetapi benar - benar diimplemetasikan dalam bentuk nyata melalui tugas pokok dan fungsi Satpol PP di lapangan.

Seyogyanya perayaan HUT Polisi Pamong Praja dan Linmas akan dihadiri Menteri Dalam Negeri namun Mendagri berhalangan hadir karena pada waktu bersamaan harus mendampingi Wapres dalam kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah, namun hal tersebut tidak menyurutkan antusias peserta untuk mengikuti perayaan HUT Polisi Pamong Praja dan Linmas tersebut.

Capaian Rakornas adalah dalam rangka membangun kesamaan pemahaman, pandangan dan komitmen jajaran Satuan Polisi Pamong Praja seluruh Indonesia dalam menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta membangkitkankan semangat corps Polisi Pamong Praja yang profesional, kompeten dan berintegrasi tinggi melalui motto ”Praja Wibawa”, yaitu Pemerintahan yang Berwibawa.

Dalam sambutannya yang dibacakan Gubernur Riau, Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, termasuk di dalamnya bidang perlindungan masyarakat adalah urusan wajib yang telah diserahkan ke daerah, Artinya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai peran strategis dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat melalui penegakan Peraturan Daerah, termasuk di dalamnya bidang perlindungan masyarakat.

Tugas pokok dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja sesuai pasal 148 UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah membantu Kepala daerah dalam penegakkan peraturan daerah serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Motto Polisi Pamong Praja adalah “Praja Wibawa” yang artinya Pemerintahan yang berwibawa. Jika merunut kepada sejarah lahirnya Satuan Polisi Pamong Praja, memang keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja pada awalnya dibentuk adalah untuk mengembalikan wibawa pemerintah daerah yang carut marut karena kondisi Pemerintahan Republik Indonesia yang masih belia pada waktu itu, porak poranda akibat agresi militer Belanda tahun 1948. Kondisi yang tidak stabil di Daerah

Tema peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Satuan Polisi Pamong Praja ke – 63 dan Satuan Perlindungan Masyarakat ke- 51 tahun 2013 ini adalah ”Satuan Polisi Pamong Praja dan Satuan Perlindungan Masyarakat Konsisten Menjaga Citra dan Wibawa Penyelenggaaan Pemerintahan Daerah”. Sedangkan tema Rapat Koordinasi Nasional Satuan Polisi Pamong Praja Seluruh

MEDIA PUM

10

POINT OF VIEW

ini ditengarai dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada saat itu. Dari kondisi tersebut terbitlah Surat Perintah Jawatan Praja di Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor I tahun 1948 pada tanggal 30 Oktober 1948 yang mengamanatkan didirikannya Detasemen Polisi pamong Praja Keamanan Kepanewon, yang kemudian pada tanggal 10 Nopember 1948 diubah namanya menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja. Selanjutnya, tanggal 3 Maret 1950 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor UR.32/2/21 disebut dengan nama Kesatuan Polisi Pamong Praja.

fungsinya melalui penegakkan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyrakat dapat terus konsisten dalam menjaga citra dan wibawa Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Motto atau jargon ini tidak hanya menjadi sekedar kata-kata hiasan tanpa makna, tetapi harus terus ditanamkan di hati dan jiwa setiap anggota Satuan Polisi Pamong Praja dan diimplementasikan dalam setiap pelaksanaan tugas operasional di lapangan. Citra dan wibawa Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus di mulai dari terwujudnya suasana kondusif, tertib dan tenteram di masyarakat melalui penegakkan peraturan daerah. Dan ini dapat dibangun oleh Satuan Polisi Pamong Praja yang memiliki kelembagaan yang kuat, sumber daya manusia yang profesional, kompeten dan berintegritas tinggi serta didukung dengan anggaran dan sarana prasarana yang memadai.

Sejak saat itulah setiap tanggal 3 maret selalu diperingati sebagai hari lahirnya Satuan Polisi Pamong Praja. Sampai saat ini, di tahun 2013 yaitu 63 tahun telah berlalu, motto Praja Wibawa harus kita kembalikan lagi kepada tujuan dasar atau khitahnya, yaitu bagaimana Satuan Polisi Pamong Praja sesuai tugas pokok dan MEDIA PUM

11

POINT OF VIEW

RAPAT KOORDINASI PENGEMBANGAN KAPASITAS POLISI PAMONG PRAJA

p

a

r

a

d

e

f

o

t

o

Lombok, Februari 2013

MEDIA PUM

12

parade foto

p

o

i

n

t

O

F

V

I

E

W

PERINGATAN HARI PEMADAM KEBAKARAN NASIONAL KE-94

P

elayanan pemadam kebakaran yang disebut brandweer kita kenal sejak tahun 1909, yang telah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat dalam bidang penanggulangan kebakaran dan melakukan penyelamatan terhadap korban kebakaran dan bencana lainnya dibumi nusantara ini. Sejarah tanggal 1 maret sebagai hari pemadam kebakaran di indonesia diawali pemberian plakat tanda penghargaan tertulis hari ulang tahun yang ke10 dari masyarakat betawi terhadap brandweer batavia pada tanggal 1 Maret 1919, atas jasa perjuangan dan pengorbanan petugas pemadam kebakaran dalam penyelamatan korban jiwa dan kerugian harta benda pada kejadian kebakaran besar diperkampungan Melayu, tepatnya di pasar Mester Jatinegara dan Kampung Melayu. MEDIA PUM

Atas dasar Plakat tanda penghargaan tersebut, selanjutnya setiap 1 Maret masyarakat betawi memperingati hari pemadam kebakaran yang selanjutnya pemerintah khusus ibukota Jakarta dan kota/kabupaten di Indonesia memperingati 1 Maret sebagai hari pemadam kebakaran nasional sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan dan pengorbanan petugas pemadam kebakaran yang setia siapsiaga sepanjang hari yang tak mengenal hari libur, dan sigap merespon waktu tanggap darurat kebakaran dengan semboyan “Pantang Pulang Sebelum Api Padam Walaupun Nyawa Taruhannya “. Upacara Pemadam Kebakaran Nasional 1 Maret 2013 ke – 94 merupakan sebuah gerakan seruan kepada seluruh anak bangsa Indonesia agar waspada kebakaran dan pencemaran asap untuk mendukung pemantapan 13

POINT OF VIEW

perekonomian Nasional dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Peran satuan tugas pemadam kebakaran sangat strategis dalam pembangunan perekonomian daerah sebagai perwujudan perlindungan bahaya kebakaran

MEDIA PUM

terhadap aset masyarakat, dunia usaha, pemerintah daerah dan aset nasional terhindar dari bencana dan keakaran. Melalui Hut Damkar maka kita perlu mereposisi sudut pandang terhadap arah dan kebijakan ke depan dimana peran institusi pemadam kebakaran bukan hanya sekedar siap siaga sebagai penjaga kota dari kebakaran tetapi juga terlibat langsung memberi rekomendasi terhadap proteksi kebakaran. Institusi pemadam kebakaran berperan pada peyusunan perencanaan pembangunan dan melakukan pengawasan terhadap akses dan perlindungan kebakaran disetiap pembangunan pemanfaatan tata ruang sesuai fungsi penggunaannya. Untuk meminimalisasi kebakaran di daerah, diharapkan kepala daerah selaku penanggung jawab utama penanggulangan kebakaran di daerah melakukan peningkatan kapasitas institusi pemadam kebakaran dalam pengurangan resiko kebakaran disetiap tahapan manajemen kebakaran, baik pada pra kebakaran, waktu kejadian kebakaran, paska kebakaran dengan mengedepankan tindakan preventif daripada responsif. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengurangan resiko kebakaran yaitu : Pertama, Paradigma penanggulangan kebakaran

14

POINT OF VIEW

mengedepankan preventif dengan kegiatan mitigasi, penyuluhan, inspeksi dan penegakan hukum. Kedua, waktu tanggap darurat kebakaran satgas damkar tiba di tempat kejadian kebakaran tidak lebih dari 15 menit dengan cara medekatkan pos pelayanan pemadam kebakaran di wilayah berpotensi kebakaran. Ketiga, Peningkatan jumlah aparatur satgas damkar memenuhi kualifikasi dan kompetensi minimal 6 orang untuk setiap 1 unit mobil damkar. Keempat, Peningkatan jumlah mobil damkar dan pos wilayah damkar minimal 1 unit untuk setiap penduduk maksimal 25.000 jiwa. Kelima, perbaikan gizi petugas siapsiaga, perlindungan diri satgas damkar dari panas api, dan kesejahteraan satgas damkar. Keenam, membangun kerjasama satgas damkar antar daerah yang bersandingan dalam pelayanan pemadam kebakaran, karena pelayanan pemadam kebakaran tidak mengenal batas wilayah administrasi. Ketujuh, Mengedepankan pemberdayaan komunitas dunia usaha dan masyarakat dalam pengurangan resiko kebakaran. Data kebencanaan nasional Tahun 2012, menujukan intensitas kejadian kebakaran menempati urutan ke -2 tertinggi setelah banjir. Kejadian kebakaran di Indonesia dapat terjadi karena faktor alam, non

MEDIA PUM

alam dan sosial yang dapat dikategorikan kebakaran bersifat insiden dan non insiden. Adapun jenis tipologi kebakaran yang sering terjadi di Indonesia yaitu kebakaran permukiman penduduk, bangunan gedung publik, pabrik dan industri, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, perhotelan dan restoran, kawasan hutan dan lahan perkebunan, pelabuhan, pertambangan dan kebakaran lainnya. Kebakaran kawasan hutan dan lahan cukup signifikan mempengaruhi gangguan perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan berdampak terganggunya transportasi udara dan darat maupun kesehatan masyarakat, pencemaran asap sampai ke negara tetangga dan kerusakan lingkungan. Kementerian Kehutanan merilis data bahwa 80% titik hotspot dan kebakaran terjadi di luar kawasan hutan yaitu di wilayah yurisdiksi yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, dan hanya 20 % titik hotspot dan kebakaran yang berada di kawasan hutan yang menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan. Daerah provinsi yang memiliki titik panas tertinggi ditempati oleh Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Jambi. Tahun-tahun mendatang daftar kejadian ini bias jadi bertambah panjang melihat kondisi perubahan iklim (Climate Change) yang kita

15

POINT OF VIEW

hadapi. Korelasi sederhana antara Climate Change dengan kejadian kebakaran bisa kita lihat dari semakin meningkatnya suhu bumi dan bertambah panjangnya musim kemarau. Pada musim kemarau itulah biasanya kejadian kebakaran baik permu-kiman, hutan maupun lahan marak terjadi. Arah kebijakan dan strategi penguatan kapasitas Pemda dalam pengurangan risiko kebakaran meliputi : 1. Penguatan kerangka regulasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran. 2. Penguatan institusi Pemadam Kebakaran dalam penerapan pencapaian target standar pelayanan minimal yang terakomodir dalam perencanaan dan anggaran pembangunan. 3. Peran serta perguruan tinggi, peningkatan peran LSM, dunia usaha dan organisasi mitra pemerintah pemerhati kebakaran. 4. Pemberdayaan komunitas masyarakat dalam pengurangan resiko kebakaran. 5. Pentingnya penetapan protap koordinasi waktu tanggap kebakaran dan sop pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Pemerintah daerah perlu memberikan perhatian MEDIA PUM

khusus dalam peningkatan pengendalian kebakaran lahan dan hutan sebagaimana instruksi Presiden nomor 16 Tahun 2011 sehingga hutan dan lahan kita bebas titik hotspot dan pencemaran asap utamanya ke Negara tetangga maupun kerusakan lingkungan. Untuk menjamin akses dan mutu pelayanan umum bidang Pemadam Kebakaran kepada masyarakat diharapkan pemerintah daerah mampu memenuhi target pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) Bidang Pemadam Kebakaran, sebagaimana telah ditetapkan dalam Permendagri nomor 69 Tahun 2012.

16

POINT OF VIEW

p

o

i

n

t

O

F

V

I

E

W

RAPAT KOORDINASI NASIONAL (RAKORNAS) PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI KECAMATAN

S

ubdit Fasilitasi Kecamatan, Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama, Ditjen PUM, Kemendagri menyelenggarakan Rakornas Penyelenggaraan Pemerintahan di Kecamatan, di Hotel Golden Boutique-Jakarta, 13-16 Maret 2013. Rakornas yang mengangkat tema “Optimalisasi Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kecamatan sebagai Pusat Pelayanan Masyarakat dan Pelaksana Tugas Umum Pemerintahan di Daerah dalam Kerangka Penguatan NKRI” dihadiri oleh Camat perwakilan dari kabupaten/ kota se-Indonesia sejumlah 497 orang. Tujuan penyelenggaraan rakornas ini, yakni terwujudnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal ini Camat secara nasional untuk menyamakan visi

MEDIA PUM

dan misi dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan pelayanan publik sekaligus terciptanya kondisi dinamis di wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tema rapat ini merupakan penjabaran dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. Dimana dalam PP tersebut pasal 15 menyatakan, camat dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah yang meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, binwas, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan, dan kewenangan lain yang dilimpahkan. Mengawali rangkaian pembukaan rakornas, Direktur

17

POINT OF VIEW

Dekonsentrasi dan Kerjasama, Bapak A. Sirajuddin Nonci, M.Si. memberikan laporan panitia dihadapan para peserta. Direktur Jenderal Pemerintahan Umum, Bapak Dr. I Made Suwandi, M.Soc., Sc., membuka secara resmi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggaraan Pemerintahan di Kecamatan. Dalam Rakornas ini mengundang 9 narasumber yakni ,Wamen PAN dan RB, Anggota Wantimpres Bidang Pemerintahan dan RB, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum, Dirjen Kesbangpol, Dirjen Dukcapil, Dirjen PMD, Prof. Sadu Wasistiono, MS, Bupati Siak, dan Prof. Dr. Ngadisah, MA. Berdasarkan hasil tanya jawab dan notulensi selama pemaparan materi dari narasumber serta perumusan kembali dalam Focus Group Discussion (FGD), maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Permasalahan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kecamatan: a. Pendelegasian Kewenangan yang masih belum banyak dilaksanakan oleh Bupati/Walikota. Sebagai SKPD kedudukan camat sangat tergantung seberapa besar kewenangan yang didelegasikan. Political will dan goodwill bupati/walikota untuk mengoptimalkan fungsi kecamatan sampai saat ini belum maksimal; b. Sumber Daya Manusia di kecamatan yang terbatas, baik secara kuantitas dan kualitas sehingga menghambat percepatan tugas. Ketentuan mengenai persyaratan jabatan camat sesuai Pasal 24 Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2008 tentang Kecamatan banyak tidak dilaksanakan oleh bupati/ walikota; c. Plafonisasi penganggaran di kecamatan. Hal ini sangat kontraproduktif dengan kedudukan kecamatan sebagai SKPD yang seharusnya diberi kewenangan untuk menyusun anggaran sendiri supaya mengakomodir tugas-tugas pelayanan dan kewilayahan yang sangat strategis; d. Stagnasi pelaksanaan tugas umum pemerintahan, selain karena tidak adanya anggaran khusus untuk tugas ini, pemahaman perangkat kecamatan terhadap tugas ini juga masih rendah; e. Demokratisasi local dengan system pemilukada langsung, dimana camat menjadi alat politik karena kedudukannya sebagai perangkat daerah yng mempunyai wilayah kerja; f. Sarana dan prasarana masih sangat terbatas terutama dalam bidang penyediaan teknologi,

MEDIA PUM

informasi dan komunikasi, khususnya di daerahdaerah terpencil, kepulauan dan perbatasan; g. Perubahan tanda jabatan camat seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 60 Tahun 2007, membawa konsekwensi secara psikis terhadap pelaksanaan tugas koordinasi penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, khususnya terhadap instansi vertikal kepolisian dan TNI, serta tugas pembinaan terhadap Kepala Desa. 2. Saran Tindak/ Rekomendasi: a. Regulasi dari pusat untuk mengatur secara spesifik terkait dengan pendelegasian sebagain kewenangan bupati/walikota kepada camat. Perlu adanya penekanan kebijakan kepada bupati/ walikota untuk segera melaksanakan; b. Dalam penyusunan rancangan permendagri tentang Pedoman rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), SKPD kecamatan ditempatkan sebagai subyek dalam skala prioritas untuk mencapai target pembangunan sehingga optimalisasi tugas, fungsi dan penganggaran dapat tercapai; c. Perlu dukungan dana APBN untuk pelaksanaan tugas umum pemerintahan bagi camat, karena secara filosofi tugas umum pemerintahan adalah tugas pusat/negara dalam menciptakantrantibmas dan menjaga keutuhan NKRI; d. Depolitisasi jabatan camat dan jabatan lainnya dalam birokrasi pemda, dan implementasi konsep ASN secara komprehensif; e. Optimalisasi keberadaan kecamatan, diakomodir dalam pasal pada Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Alternatif solusi camat sebagai kepala wilayah; f. Pengaturan kembali Pakaian Dinas dan Tanda Jabatan Camat. Hasil rekomendasi diatas nantinya akan dijadikan acuan oleh pemerintah pusat dalam melakukan koordinasi secara nasional dengan para camat untuk menyatukan visi dalam penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan sekaligus menyusun rencana aksi ke depan dalam pembuatan sebuah kebijakan, dalam rangka mengoptimalkan fungsi kecamatan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan tugas umum pemerintahan. AGENG PRATIWI, S.IP., M.AP. Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama

18

POINT OF VIEW

Rakornas Pertanahan

p

a

MEDIA PUM

r

a

d

e

f

o

t

o 19

parade foto

Rapat Regional Fasilitasi Penyelenggaraan PATEN

p

a

r

MEDIA PUM

a

d

e

f

o

t

o 20

parade foto

p

o

i

n

t

O

F

V

I

E

W

RAPAT REGIONAL FASILITASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN (PATEN) Oleh : Drs. Siradjuddin Nonci (Direktur Dekonsentrasi dan Kerjasama)

P

ada hakikatnya, penyelenggaraan pemerintahan sesuai amanat UU Nomor 32 tahun 2004 ditujukan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik (public services). Dalam konteks ini, penyelenggaraan pemerintahan telah mengalami pergeseran paradigma. Yaitu paradigma dari konsep dasar yang menekankan pada mekanisme mengatur dan memerintah (rules and regulations) menuju kepemerintahan yang lebih

MEDIA PUM

menekankan pada kolaborasi dan sinergi dalam konsep good governance. Keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kemampuan para penyelenggaranya untuk responsif terhadap permasalahan daerah yang dihadapi, dinamika permasalahan yang berkembang di masyarakat, pemerintah daerah diharapkan mampu merumuskan strategi yang tepat dalam meningkatkan

21

POINT OF VIEW

mutu dan akses pelayanan publik. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para pejabat penentu kebijakan di daerah, yakni : 1. dalam situasi seperti sekarang ini, bahwa upaya peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah tidak terlepas dari peran dan komitmen kepala daerah beserta seluruh jajarannya. Selaku pejabat publik hendaknya memiliki kemampuan untuk pandai membaca peluang dan memahami dalam mengantisipasi tantangan terutama dalam konteks peningkatan pelayanan publik di daerah. 2. otonomi daerah hendaknya dijadikan peluang bagi daerah untuk menggali berbagai potensi sumber daya. Salah satu peluang yang memiliki implikasi positif kearah ini adalah optimalisasi peran kecamatan dalam pelayanan publik melalui penerapan pelayanan administrasi terpadu kecamatan (PATEN). 3. pemerintah daerah sebagai penyedia layanan publik (public services provider) hendaknya memperhitungkan lingkungan politik dengan baik, agar gagasan dan program peningkatan pelayanan publik memperoleh dukungan yang luas dari berbagai stakeholders di daerah. MEDIA PUM

Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2008 tentang Kecamatan, maka fungsi kecamatan sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, memiliki peran penting dan strategis. Karena sebagai perangkat daerah yang menerima pendelegasian sebagian kewenangan dari kepala daerah, untuk itu, diperlukan upaya penguatan kapasitas dan inovasi, agar kecamatan selain siap secara struktural menerima pendelegasian sebagian kewenangan, juga sekali-gus berdampak kepada penguatan aparatur yang optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pelayanan administrasi terpadu kecamatan (PATEN) merupakan salah satu inovasi pelayanan administrasi yang dilakukan dengan mengubah pola pikir (mind set) aparatur kecamatan untuk lebih efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya guna mendorong terciptanya mekanisme partisipasi masyarakat, serta berfungsi sebagai simpul kabupaten/kota (front office) dalam mendukung efektifitas penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan dan Juklak nomor 138-270 tahun 2010 tentang Juknis PATEN, 22

POINT OF VIEW

merupakan pedoman bagi daerah dalam menerapkan PATEN. Pelayanan administrasi terpadu kecamatan, memiliki peranan penting untuk diimplementasikan di daerah, karena : 1. Pelayanan publik di tingkat kecamatan menjadi lebih mudah, cepat, transparan dan berkualitas. 2. Secara konseptual, PATEN memberikan penguatan terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi kecamatan. 3. Secara aktual, PATEN memberikan penguatan terhadap eksistensi badan/kantor/dinas pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dalam mendukung iklim investasi di kabupaten, karena mampu menjadi simpul pelayanan (front office). 4. Dalam kerangka filosofi, PATEN mampu menjadi pioner dalam mengisi ruang desentralisasi dengan memberikan akses dan mutu pelayanan kepada masyarakat. PATEN dapat berfungsi membantu perencanaan pembangunan di kecama-tan, karena selain menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan, juga menjadi pusat informasi dan pembangunan. 5. PATEN berikut juknis dapat menjadi sebuah solusi/instrumen dalam pelayanan publik yang dilaksanakan bup/walikota cq.aparat dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah. Berdasarkan Permendagri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan dinyatakan bahwa seluruh kecamatan di Indonesia pada tahun 2014 telah menerapkan PATEN

MEDIA PUM

dan dalam pelaksanaannya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan PATEN di daerahnya masing-masing dan sampai dengan Tahun 2013 baru 23 Kabupaten/Kota (2,31%) yang telah menerapkan program PATEN. Adapun permasalahan yang dihadapi yakni : A. Pelimpahan kewenangan : Salah satu syarat dalam penerapan PATEN adalah adanya pelimpahan sebagian kewenangan dari bupati/walikota kepada camat, namun demikian, dalam pelaksanaannya masih banyak bupati/ walikota yang belum melimpahkan sebagian kewenangannya baik yang bersifat perijinan maupun non perijinan kepada camat. Sampai dengan tahun 2012, kabupaten/kota yang telah melimpahkan sebagian kewenangannya kepada camat baru sebanyak ± 118 kabupaten/ kota. B. Kelembagaan : − Masih banyak daerah yang belum membentuk tim teknis PATEN di kabupaten/kota dan tim pelaksana PATEN di kecamatan. − Uraian tugas personil kecamatan belum sepenuhnya mendukung terlaksananya penyeleng-garaan PATEN di kecamatan. C. Ketatalaksanaan : − Belum banyak skpd/unit pelayanan di daerah yang memiliki standar pelayanan dan sop pelayanan khususnya di kecamatan. − Masih belum sinkronnya tata hubungan kerja penyelenggara PATEN di kecamatan dengan

23

POINT OF VIEW

D.

E.

F.

pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di kabupaten/kota Sarana dan prasarana : Sebagaian daerah masih belum menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung operasional pelaksanaan PATEN di kecamatan. Sumber daya aparatur − Kurangnya pelaksana teknis dari pegawai negeri sipil di kecamatan yang kompeten di bidang perizinan. − Kurangnya diklat subtantif/bimbingan teknis pengelolaan perizinan. Infrastruktur dan sistem informasi : Pada beberapa daerah terutama di luar jawa infrastruktur jaringan masih minim dan terbatasnya penyediaan sistem informasi pelayanan yang didukung oleh sumber daya aparatur yang handal dan hardware yang memadai.

Dalam rangka percepatan penerapan PATEN di daerah, Ditjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri pada bulan Maret sampai dengan Mei 2013 melakukan fasilitasi penerapan PATEN Kepada 120 Kabupaten/Kota pada 24 Provinsi melalui Kegiatan Rapat Regional Fasilitasi Penyelenggaraan PATEN yang diselenggarakan di 6 (enam) lokasi yakni Kota Batam (Kepri), Kota Yogyakarta (DIY), Kota Balikpapan (Kaltim), Kota Makasar (Sulawesi Selatan), Kota Manado (Sulawesi Utara) dan Kota Mataram (NTB). Melalui kegiatan ini diharapkan tersusunnya rencana tindak lanjut untuk implementasi penerapan PATEN sebagaimana himbauan menteri dalam negeri melalui surat edarannya nomor 138/113/pum tanggal 13 januari 2012 perihal percepatan penerapan PATEN di daerah, antara lain melalui : A. Pembentukan tim teknis dan tim pelaksana PATEN; B. Penyusunan peraturan dan keputusan bupati/ walikota tentang pendelegasian wewenang, standar pelayanan, dan uraian tugas personil kecamatan. C. Peganggaran penyelenggaraan PATEN dalam apbd kabuPATEN/kota. D. Penyediaan sarana dan prasarana serta biaya operasional pelaksanaan PATEN di kecamatan. E. Penyiapan personil untuk tim pelaksana PATEN di kecamatan dan pembinaan, pengawasan serta pelatihan kepada aparatur kecamatan. F. Penetapan kecamatan sebagai penyelenggara PATEN.

II. Kendala : A. Kurangnya komitmen kepala daerah (bupati/ walikota) dalam mendukung penerapan PATEN di wilayahnya. B. Belum samanya persepsi antara penyelenggara PATEN dengan organisasi perangkat daerah terkait. C. Perubahan mindset (pola pikir) penyelenggara pemerintahan kabupaten/kota. D. Keterbatasan anggaran pemerintah kabupaten/ kota untuk alokasi PATEN. MEDIA PUM

24

POINT OF VIEW

Kajian Potensi Ekonomi Wilayah Perbatasan Antar Negara Sebagai Dasar Kebijakan Dan Pengembangan Kawasan Perbatasan Antar Negara K

a

j

i

a

BAB I PENDAHULUAN

n 1. Latar Belakang

I

ndonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.499 pulau dan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2, serta panjang garis pantai yang mencapai 81.900 km2. Dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah laut, implikasinya, hanya ada tiga perbatasan darat dan sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara diantaranya: Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sedangkan, untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste dengan panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km. Luasnya wilayah perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya membutuhkan dukungan sistem manajemen perbatasan yang terorganisir dan profesional, baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi minimnya infrastruktur di kawasan perbatasan telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sebuah sistem manajemen perbatasan yang baik. Selama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan masih belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pengaturan tentang pengembangan wilayah perbatasan di Kabupaten/Kota secara hukum berada dibawah tanggung jawab pemerintah daerah tersebut. Kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu perbatasan (border gate) yang meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, karantina, keamanan dan pertahanan (CIQS). Meskipun demikian, pemerintah daerah masih menghadapi beberapa hambatan dalam mengembangkan aspek sosial-ekonomi kawasan perbatasan. Beberapa hambatan tersebut diantaranya, masih adanya paradigma pembangunan wilayah yang terpusat, sehingga kawasan perbatasan hanya dianggap sebagai “halaman belakang”. Dari berbagai kebijakan pemerintah

MEDIA PUM

25

KAJIAN

tentang pembangunan kawasan perbatasan tersebut, dalam implementasi pengelolaannya selama ini belum dilakukan secara terpadu dengan mengintegrasikan seluruh sektor terkait. Sampai saat ini, permasalahan beberapa kawasan perbatasan masih ditangani secara ad hoc, sementara (temporer) dan parsial serta lebih didominasi oleh pendekatan keamanan (security) melalui beberapa kepanitiaan (committee), sehingga belum memberikan hasil yang optimal. Pengelolaan perbatasan negara secara terpadu sangat mendesak untuk dilakukan, karena tidak hanya menyangkut kesejahteraan masyarakat, tapi juga terkait dengan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, hubungan Indonesia dengan beberapa negara tetangga pernah dilanda konflik, serta seringkali terjadinya pemberontakan-pemberontakan di dalam negeri. Konsekuensinya, persepsi penanganan kawasan perbatasan lebih didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi ancaman dari luar (external threat) dan cenderung memposisikan kawasan perbatasan sebagai sabuk keamanan (security belt). Kehidupan masyarakat di kawasan perbatasan dengan kondisi infrastruktur yang belum memadai dan kurang memiliki aksesibilitas yang baik, pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi di negara tetangga. Kawasan perbatasan di Kalimantan dan Sulawesi Utara misalnya, kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya berkiblat ke wilayah negara tetangga yang infrastrukturnya lebih baik. Pengaruh sosial ekonomi yang lebih kuat dari wilayah negara tetangga berpotensi mengundang kerawanan di bidang politik. Potensi sumberdaya alam yang berada di kawasan perbatasan, baik di wilayah darat maupun laut cukup besar, namun sejauh ini upaya pengelolaannya belum dilakukan secara optimal.

kemudahan kepada warga negara yang berada di wilayah perbatasan dari aspek ekonomi, kesempatan untuk mendapat pendidikan gratis dan lainnya juga menjadi penyebab maraknya warga negara Indonesia yang berada di wilayah perbatasan mempunyai identitas ganda.

BAB II KONDISI EKSISTING WILAYAH PERBATASAN 1. Kawasan Perbatasan Sebagai Daerah Tertinggal Beberapa daerah di wilayah perbatasan antar negara banyak yang masuk dalam kategori daerah tertinggal. Ketertinggalan ini terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah, dimana kebijakan pembangunan selama ini lebih mengarah kepada kawasan yang padat penduduk dan mudah dijangkau. Sementara kawasan perbatasan cenderung difungsikan hanya sebagai sabuk keamanan (security belt). 2. Kendala Geografis Secara geografis kawasan perbatasan merupakan daerah yang sangat luas. Di Kalimantan Barat saja panjang garis perbatasan sekitar 966 Km. Apabila diasumsikan lebar perbatasan sejauh 20 Km dari titik batas, maka luas kawasan perbatasan di Kalimantan Barat sekitar 19.320 Km2 atau sekitar 1,9 juta Ha. Tentu saja dengan luas yang demikian cukup menyulitkan dalam penanganan terutama ditinjau dari aspek rentang kendali pelayanan, kebutuhan dana, dan kebutuhan aparatur. Keadaan ini semakin diperparah lagi oleh kondisi infrastruktur jalan yang vertikal dan relatif sangat terbatas baik kuantitas maupun kualitasnya. Akibatnya sebagian besar kawasan perbatasan merupakan daerah yang tidak dapat dijangkau oleh kendaraan. 3. Inkonsistensi Antara Perencanaan dengan Pelaksanaan Selama ini kawasan perbatasan belum mendapat perhatian dari pemerintah. Meskipun RPJMN 2010-2014 telah mengamanatkan arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan, yaitu “menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan NKRI, dengan tujuan untuk

2. Permasalahan Rawannya daerah perbatasan telah banyak memicu potensi sumber daya ekonomi yang belum dikelola secara optimal, sehingga banyak menimbulkan penyelundupan, pemasaran hasil produksi keluar ke Negara tetangga Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh negara di luar Indonesia yang berada di perbatasan tersebut dengan memberikan kemudahan-

MEDIA PUM

26

KAJIAN

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan keamanan kawasan perbatasan”. Namun, Dalam hal ini jelas sekali terlihat adanya inkonsistensi antara arah pembangunan yang tertuang dalam dokumen perencanaan dengan kenyataan yang terjadi pada saat pelaksanaan program pembangunan. 4. Kemiskinan Kemiskinan menjadi topik yang menarik dibahas ketika diskusi tentang kawasan perbatasan karena penduduk miskin merupakan sesuatu yang mudah dijumpai ketika berkunjung ke kawasan ini. taskannya. 5. Keterbatasan Infrastruktur Di kawasan perbatasan terdapat jenis prasarana transportasi laut, sungai dan darat. Misalnya fasilitas transportasi laut menghubungkan Paloh (Kabupaten Sambas) dengan Lundu (Serawak), sedang fasilitas sungai masih ada namun sudah tidak populer lagi. Jaringan jalan darat di kawasan perbatasan Kalimantan Barat berbentuk vertikal sehingga pelayanannya kurang efektif. Panjang jalan darat sekitar 520 km dengan rincian: 200 km jalan tanah, 30 km jalan batu, 290 km jalan aspal. Sedangkan, menurut fungsinya terdapat 63% jalan kabupaten, 31% jalan propinsi, dan 6% jalan nasional. Pada saat ini di kawasan perbatasan Serawak telah tersedia pembangkit listrik tenaga air, seperti dari bendungan Batang Ai di Lubuk Antu dengan kapasitas 108 MW dan bendungan Bakun yang sedang dibangun dengan kapasitas 2.400 MW. Kondisi tersebut ternyata terjadi pula pada fasilitas air bersih yang hanya mampu melayani 50 persen penduduk di kawasan perbatasan Kalimantan Barat. Sedangkan, penduduk kawasan perbatasan di Serawak 100 persen telah terpenuhi fasilitas air bersih. 6. Lemahnya Penegakan Hukum Akibat penegakan hukum yang masih lemah, maka berbagai bentuk pelanggaran hukum sering terjadi di kawasan perbatasan. Masalah ini memerlukan penanganan dan antisipasi yang

MEDIA PUM

seksama dan sungguh-sungguh. Luasnya wilayah yang harus ditangani serta minimnya prasarana dan sarana telah menyebabkan aktivitas aparat keamanan dan kepolisian sejauh ini belum dapat dilakukan secara optimal. 7. Pemanfaatan Sumberdaya Alam Belum Optimal Potensi sumberdaya alam yang berada di kawasan perbatasan cukup besar namun sejauh ini upaya pengelolaannya belum dilakukan secara optimal. Potensi sumberdaya alam sementara ini yang terdeteksi adalah: − Tambang: misalnya emas (tanah aluvial-sungai) tersebar hampir di seluruh aliran sungai di sepanjang kawasan perbatasan. − Hutan: potensinya cukup besar dan dapat diusahakan seluas 80.000 Ha. Selain itu, di kawasan ini terdapat hutan lindung berupa Taman Nasional yang berpotensi dikembangkan sebagai obyek wisata alam. − Perkebunan berupa: coklat, lada, karet, kelapa sawit dan lain-lain yang sebagian besar hasilnya dijual ke Serawak. − Potensi perikanan air tawar cukup besar dan memiliki spesies ikan yang relatif lengkap dan hanya terdapat di beberapa negara di dunia. Kegiatan ini bahkan sebagian besar bersifat illegal yang cukup sulit ditangani karena keterbatasan sumberdaya aparatur dan infrastruktur untuk pengawasan. 8. Hubungan dengan Penduduk Negara Tetangga Kegiatan lintas batas tradisional tersebut mulai dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu dari kedua negara untuk melakukan kegiatan ilegal, yaitu berupa transaksi dagang yang melebihi ketentuan atau bahkan berupa penyelundupan. Kegiatan ilegal ini khususnya dilakukan untuk jenis komoditi yang memiliki selisih harga relatif tinggi diantara kedua negara. Ironisnya, pelaku kegiatan ilegal ini sebagian besar justru penduduk yang barasal dari luar perbatasan. Kalaupun ada penduduk asli perbatasan terlibat umumnya karena kepolosan dan ketidaktahuan, dan mereka memperoleh peran serta bagian keuntungan yang kecil.

27

KAJIAN

BAB III KONDISI WILAYAH PERBATASAN

3. Aspek Sosial Budaya Pengaruh budaya asing tersebut banyak yang tidak sesuai dengan kebudayaan, dan dapat merusak ketahanan nasional, karena mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pada aspek sosial budaya yang lain, masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah perbatasan belum mengenyam pendidikan karena tiadanya sekolah dan belum tersedianya sarana kesehatan dan terbatasnya sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi. Situasi yang demikian dapat menghambat terwujudnya Stabilitas Nasional dan Pertahanan Keamanan Negara. 4. Aspek Pertahanan Keamanan Kawasan perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintahan sulit dilaksanakan, serta pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. 5. Aspek Politis Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, namun dimungkinkan adanya kecenderungan untuk bergeser ke soal politik, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun, selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa.

A. Kondisi Umum Perbatasan Negara kepulauan Indonesia berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh negara). Di darat, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yaitu: (1) Malaysia; (2) Papua New Guinea; dan (3) Timor Leste. Sedangkan di wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu: (1) India, (2) Malaysia, (3) Singapura, (4) Thailand, (5) Vietnam, (6) Filipina, (7) Republik Palau, (8) Australia, (9) Timor Leste dan (10) Papua Nugini. Perbatasan laut ditandai oleh keberadaan 92 pulau-pulau terluar yang menjadi lokasi penempatan titik dasar yang menentukan penentuan garis batas laut wilayah. Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Kondisi umum kawasan perbatasan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: 1. Aspek Kurangnya akses pemerintah, baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain. Oleh karena itu, perlu adanya suatu metoda pembinaan ideologi Pancasila yang terus-menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa. 2. Aspek Sosial Ekonomi Merupakan daerah yang kurang berkembang (terbelakang) yang disebabkan antara lain oleh: a. Lokasinya yang relatif terisolir/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah, b. Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, c. Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal),

B. Kondisi Perbatasan Wilayah Kalimantan Kawasan perbatasan dengan negara tetangga di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur merupakan perbatasan wilayah darat dan laut yang mempunyai pola keterkaitan pada daerah perbatasan darat antara wilayah Provinsi Kalimantan Barat dengan

d. Langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah perbatasan (blank spots).

MEDIA PUM

28

KAJIAN

C. Kondisi Perbatasan Wilayah Papua Secara administratif, kawasan perbatasan darat di Papua berada di Provinsi Papua, terdiri dari lima Kabupaten/Kota yaitu: (1) Kota Jayapura, (2) Kabupaten Keerom, (3) Kabupaten Pegunungan Bintang, (4) Kabupaten Boven Digoel dan (5) Kabupaten Marauke. Garis Perbatasan darat di Papua yang berbatasan dengan PNG secara keseluruhan memiliki panjang 760 kilometer, memanjang dari Skouw, Jayapura di sebelah utara sampai muara sungai Bensbach, Merauke di sebelah Selatan. Garis batas ini ditetapkan melalui perjanjian antara Pemerintah Belanda dan Inggris pada pada tanggal 16 Mei 1895. Jumlah pilar batas di wilayah perbatasan Papua yang terbentang dari utara di Jayapura sampai ke bagian selatan di wilayah Marauke sangat terbatas dan dengan kondisinya sangat memprihatinkan. Jumlah tugu utama (MM) yang tersedia hanya 52 buah, sedangkan tugu perapatan sejumlah 1792 buah. Pos lintas batas darat di Provinsi Papua belum ada yang telah diresmikan. Lintas batas melalui laut ataupun udara mempunyai permasalahan yang berbeda dengan lintas batas darat. Pelabuhan laut yang dapat dimanfaatkan untuk sarana lintas batas di Provinsi Papua untuk mendukung kerjasama regional BIMP – EAGA meliputi 3 pelabuhan, yaitu: (1) pelabuhan Jayapura, (2) Sorong, dan (3) Biak. Sedangkan, bandar udara yang dapat dimanfaatkan untuk sarana lintas batas di Provinsi Papua belum tersedia. Wilayah Papua memiliki kawasan perbatasan, baik berupa perbatasan laut maupun perbatasan darat. Pada tahun 2010 telah terbangun sebanyak 5 pos pertahanan di wilayah Kodam XVII/Cendrawasih. Dengan demikian, sampai saat ini totalnya mencapai 206 pos pertahanan dari total kebutuhan minimal sebanyak 395 pos pertahanan di seluruh wilayah perbatasan. Pembangunan pos pengamanan perbatasan belum secara signifikan mampu memperpendek jarak antara satu pos dengan pos yang lainnya. Jarak antar pos perbatasan rata-rata masih 50 km. Sementara itu dari 92 pulau kecil terluar baru 12 pulau yang terbangun pos pengamanan pulau kecil terluar. Di kawasan perbatasan Papua selama ini terjadi migrasi penduduk secara tradisional berkaitan dengan ikatan

Negeri Sarawak dan antara Provinsi Kalimantan Timur dengan Negeri Sabah. Kedua kawasan tersebut relatif berhubungan langsung satu sama lain karena merupakan perbatasan darat. Kondisi yang berbeda satu sama lain, dimana wilayah Malaysia relatif lebih maju dibandingkan dengan wilayah Indonesia, maka terjadi kecenderungan perubahan orientasi kegiatan sosial ekonomi penduduk di wilayah Indonesia ke wilayah Malaysia. Secara administratif, kawasan perbatasan darat Indonesia-Malaysia meliputi 2 (dua) Provinsi yaitu: Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, dan terdiri dari 8 (delapan) Kabupaten, yaitu: Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Malinau, Nunukan, dan Kutai Barat (Kalimantan Timur). Garis perbatasan darat di Pulau Kalimantan yang berbatasan dengan negara bagian Sabah dan Sarawak Malaysia secara keseluruhan memiliki panjang 1.885,3 km. Jumlah pilar batas yang ada hingga tahun 2007 secara keseluruhan berjumlah 9.685 buah, terdiri dari pilar batas tipe A sebanyak 4 unit, tipe B sebanyak 18 unit, tipe C sebanyak 225 unit dan tipe D sebanyak 9438 unit. Berdasarkan perjanjian Lintas Batas antara Indonesia dan Malaysia tahun 2006, secara keseluruhan telah disepakati sebanyak 18 pintu batas (exit and entry point) di kawasan ini. Hingga tahun 2007, baru terdapat 2 (dua) pintu batas resmi yaitu di Entikong, Kabupaten Sanggau dan Nanga Badau (Kabupaten Kapuas Hulu). Wilayah Kalimantan berbatasan dengan negara Malaysia, yaitu di Provinsi Kalimantan Timur (Nunukan, Malinau, Kutai Barat) dengan garis batas sepanjang 1.200 km dan Provinsi Kalimantan Barat (Sambas, Sanggau, Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu) berbatasan dengan bagian Serawak Malaysia dengan kawasan perbatasan yang memanjang dengan garis batas sepanjang 870 km Disisi lain, pembangunan pos pengamanan perbatasan belum secara signifikan mampu memperpendek jarak antara satu pos dengan pos yang lainnya. Jarak antar pos perbatasan rata-rata masih 50 km dan pembangunan pos pulau terdepan (terluar) baru difokuskan di 12 pulau. Oleh karenanya, tingkat kerawanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) lainnya masih relatif tinggi.

MEDIA PUM

29

KAJIAN

kekerabatan yang sudah lama terjalin. Kondisi tersebut dapat menyebabkan wilayah perbatasan berpotensi pula menjadi jalan bagi penurunan keamanan dalam negeri. Oleh karenanya, tingkat kerawanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) di wilayah Papua masih relatif tinggi.

Pembahasan transportasi darat dari Oecusse ke Dilli masih belum dicapai kesepakatan, nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pada 26 Februari 2002 di Nusa Dua, Bali hanya menyepakati untuk mengatur masalah transportasi komersial antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menyangkut lintas perbatasan antara Oecusse dan Timor Leste dan mengatur lintas batas secara tradisional tanpa menggunakan paspor dan visa. Saat ini, ada dua pintu perbatasan resmi, lengkap dengan petugas bea cukai dan imigrasi, yaitu di Matoain dan Metamau. Kedua pintu itu menghubungkan daerah Kabupaten Belu di NTT dengan sektor timur negara Timor Leste. Selain itu sedang diupayakan penambahan satu pintu lagi di Napan yang merupakan pintu masuk dari Kabupaten Timor Timur Utara (TTU) dengan enklave Oecusse. Sementara itu, kesepakatan antar kedua negara untuk membuka lima pasar tradisional secara resmi, yaitu: di Memo (Bobobnaro), Salele (Kovalima), Wini (NTT), Turiskai (NTT), dan Haikesak (NTT), perlu segera diantisipasi terutama oleh Indonesia mengingat mata uang yang digunakan oleh Tiomor Leste adalah Dolar Amerika. Perbedaan harga jual beberapa komoditas akan dapat menarik masyarakat Indonesia untuk bertransaksi di Timor Leste. Masalah utama yang dihadapi oleh wilayah Nusa Tenggara adalah pengamanan dan pengembangan daerah perbatasan dan konflik horizontal meskipun kedua masalah ini tidak terjadi di semua provinsi di wilayah Nusa Tenggara. Di wilayah Nusa Tenggara sempat terjadi eskalasi konflik yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik, sosial budaya, hingga keagamaan. Khusus untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur potensi konflik juga muncul di perairan yang berbatasan dengan Timor Leste. Konflik semacam ini berbahaya karena dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara, khususnya karena belum ada kesepakatan tentang garis batas laut kedua negara, serta masih adanya eksodus pengungsi dari Timor Leste. Selain itu, masih belum diberlakukan pos lintas batas, sehingga terjadi permasalahan pada arus barang dan arus migrasi. Hal ini menjadi salah satu pendorong terjadinya perdagangan ilegal dan kunjungan illegal oleh masyarakat negeri tetangga.

D. Kondisi Perbatasan Wilayah Maluku Wilayah perairan Kepulauan Maluku di bagian selatan berbatasan dengan negara Timor Leste dan Australia. sedangkan di bagian utara Kepulauan Maluku berbatasan dengan Filipina. Kesepakatan garis batas maritim antara Pemerintah RI dengan Filipina serta dengan Timor Leste menjadi hal yang perlu segera dilakukan. Selain itu, terdapat mobilitas penduduk tradisional dari Timor Leste ke Pulau Wetar, Pulau Kisar (Kabupaten Maluku Barat Daya) dan Pulau Larat (Kabupaten Maluku Tenggara Barat). E. Kondisi Perbatasan Wilayah Nusa Tenggara Kawasan Perbatasan Negara dengan Negara Timor Leste di NTT merupakan wilayah Perbatasan Negara yang terbaru mengingat Timor Leste merupakan negara yang baru terbentuk dan sebelumnya adalah merupakan salah satu dari Provinsi di Indonesia. Panjang garis perbatasan darat Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste adalah 268,8 kilometer. Khusus perbatasan pada wilayah enclave Oekusi dimana sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi – Ambeno wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari Noel Besi sampai muara sungai (Thalueg) dengan panjang 119,7 kilometer. Perbatasan dengan Australia terletak di dua kabupaten yaitu Kupang dan Rote Ndao yang umumnya adalah wilayah perairan laut Timor dan khususnya di Pulau Sabu. Tapal batas darat antara Indonesia dan Timor Leste membentang sepanjang 150 km meliputi Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara yang berbatasan langsung dengan tiga disrik: Maliana, Kovalima, dan Oecusse. Wilayah Timor Leste, yakni distrik Oecusse, menjadi daerah enclave yang terjepit antara Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara di Indonesia.

MEDIA PUM

30

KAJIAN

F. Kondisi Perbatasan Wilayah Sulawesi Pulau Sulawesi tidak mempunyai kawasan perbatasan darat, namun hanya mempunyai kawasan perbatasan laut. Lintas batas laut dilakukan melalui pelabuhan laut ataupun bandar udara. Terdapat empat pelabuhan laut di Pulau Sulawesi yang dapat memberikan fasilitas lintas batas terutama dalam mendukung kerjasama regional BIMP – EAGA, yaitu: a. Pelabuhan Bitung di Provinsi Sulawesi Utara; b. Pelabuhan Pantoloan di Provinsi Sulawesi Tengah; c. Pelabuhan Makasar di Provinsi Sulawesi Selatan; dan d. Pelabuhan Kendari di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan, lintas batas melalui Bandar udara di Pulau Sulawesi hanya dilayani oleh dua bandar udara, yaitu: bandar udara Hasanuddin – Makasar di Provinsi Sulawesi Selatan dan bandar udara Sam Ratulangi – Manado di Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah Sulawesi bagian utara yang berdekatan dengan Filipina sangat rawan dengan tingginya konflik separatisme di Pulau Mindanao bagian Selatan. Risiko gangguan keamanan yang muncul adalah penyusupan jaringan sistemik teroris dan penyelundupan senjata api dan barang-barang berbahaya lainnya. Selain itu, wilayah Sulawesi juga pernah terjadi konflik horizontal. Permasalahan tersebut tidak mudah untuk ditanggulangi mengingat upaya deteksi dan pencegahan dini secara lebih cepat, tepat, dan berkelanjutan menghadapi tantangan terbatasnya prasarana dan sarana perhubungan khususnya pelabuhan laut dan komunikasi, terutama di pulaupulau terpencil.

umumnya berupa pulau-pulau terdepan, termasuk pulau-pulau kecil, Beberapa di antaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga.

BAB IV MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN Pengembangan wilayah perbatasan pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi dan perdagangan antara kedua negara yang akan memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat dan peningkatan pendapatan negara melalui kegiatan ekspor dan impor. Berdasarkan pemahaman terhadap kondisi wilayah perbatasan dapat dikembangkan dengan model-model pengembangan wilayah, sebagai berikut: (1) model pusat pertumbuhan, (2) model transito, (3) model stasion riset dan wisata ekologi, (4) model kawasan agropolitan, dan (5) model kawasan perbatasan laut. 1. Model Pusat Pertumbuhan Pengembangan pusat pertumbuhan di wilayah perbatasan perlu dilakukan secara bertahap, mulai dari usaha perdagangan dan jasa, pergudangan, industri sampai kegiatan prosesing yang menggunakan bahan baku dari kedua negara, sehingga dibutuhkan suatu kawasan berikat dan pelabuhan bebas (dry port). Beberapa kawasan khusus yang dibutuhkan bagi pengembangan model pusat pertumbuhan di wilayah perbatasan ini adalah: a. Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Setiap wilayah perbatasan darat dilengkapi dengan pintu perbatasan (border gate) resmi yang digunakan sebagai satu-satunya sarana akses keluar dan masuk bagi orang maupun barang. Di wilayah pintu perbatasan tersebut perlu dilengkapi dengan pos pemeriksaan lintas batas (PPLB). Fungsi PPLB pada dasarnya adalah untuk memeriksa setiap kegiatan, baik orang maupun barang, yang melintasi perbatasan negara. b. Kawasan Berikat Kawasan berikat di wilayah perbatasan mempunyai fungsi sebagai kawasan pengolahan

G. Kondisi Perbatasan Wilayah Sumatera Kawasan perbatasan negara di Pulau Sumatera seluruhnya terletak di laut. Kegiatan lintas batas melalui laut lebih intensif terjadi di Provinsi Riau, hal ini dapat diperhatikan dari jumlah pelabuhan laut yang dapat memfasilitasi lintas batas. Wilayah perbatasan di wilayah Sumatera tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau, sedangkan negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Sumatera adalah India, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Wilayah perbatasan laut pada

MEDIA PUM

31

KAJIAN

produk untuk tujuan ekspor yang memanfaatkan banyak bahan baku maupun bahan penolong dari luar negeri dengan tujuan untuk diekspor kembali. Kawasan ini umumnya berada dekat dengan kawasan pelabuhan bebas. Perbedaan pengembangan kawasan berikat di wilayah perbatasan dan di luar wilayah perbatasan adalah: − Di wilayah perbatasan, pembangunan kawasan berikat ditujukan untuk memberikan fasilitas kerjasama terutama antara dua negara untuk dapat berkompetisi di pasar global, sedangkan untuk kawasan berikat di luar wilayah perbatasan umumnya adalah untuk menarik modal investasi dan kerjasama dari berbagai negara untuk menghasilkan barang yang akan diekspor kembali. − Karena kerjasama investasi terbatas pada investor dari dua negara, maka produk yang dihasilkan juga sangat terbatas dan merupakan gabungan kompetensi kedua negara yang berbatasan, sedangkan untuk kawasan berikat di luar wilayah perbatasan, umumnya gabungan investasi dari berbagai negara. − Untuk kawasan berikat di dalam wilayah perbatasan, pasar yang dibidik lebih terbatas dibandingkan kawasan berikat di luar wilayah perbatasan. c. Kawasan Industri Kawasan industri merupakan kawasan yang dikhususkan untuk mengolah bahan baku menjadi bahan yang siap di pasarkan. Oleh karena itu, keberadaan kawasan industri di wilayah perbatasan akan sangat menguntungkan bagi kegiatan perdagangan dan ekspor komoditi yang memerlukan proses pengolahan. d. Pelabuhan Darat Pelabuhan darat (dry port) merupakan terminal barang dan peti kemas, dan pengurusan administrasinya untuk keperluan ekspor dan impor antar negara dapat diselesaikan di sini. e. Welcome Plaza Wilayah perbatasan yang merupakan tempat persinggahan atau transit orang yang masuk maupun keluar dari Indonesia, perlu dilengkapi

MEDIA PUM

dengan tempat yang dapat menyediakan berbagai benda yang dibutuhkan oleh pelintas batas seperti pertokoan, perbankan dan valuta asing, pusat informasi, dan sebagainya. f. Kawasan Permukiman Kawasan permukiman yang dibangun dapat ditata lebih baik dengan fasilitas yang memadai jika para pekerja industri di perbatasan dapat menerima gaji yang layak. Ruang terbuka, taman, sekolah dan supermarket harusnya dapat berkembang dengan baik disini, karena selain usaha-usaha industri yang ada, lokasinya juga sangat strategis sebagai lintasan orang dan barang. 2. Model Transito Model transito adalah wilayah perbatasan berfungsi sebagai tempat transit para pelintas batas Indonesia dari dan ke negara tetangga. Kawasan transito di perbatasan terjadi karena interaksi pusat pertumbuhan kedua negara yang berbatasan dapat menciptakan berbagai kegiatan perjalanan antar negara. 3. Model Stasiun Riset Dan Wisata Ekologi Wilayah perbatasan yang terletak di pedalaman umumnya kaya akan berbagai jenis flora dan fauna, serta budaya lokal yang beraneka ragam. Berbagai keragaman lingkungan dan khasanah budaya ini juga diperkaya dengan lokasinya yang sangat eksotis karena berada di pedalaman yang sulit dijangkau serta berbagai jeram, danau, bukit dan gunung yang sangat baik untuk dijadikan obyek wisata. Komponen-komponen model yang harus dikembangkan untuk kawasan riset dan wisata lingkungan adalah: a. Stasiun Riset Untuk lebih mendidik wisatawan perlu dikembangkan program kursus singkat atau penelitian singkat yang pesertanya dari seluruh dunia dengan sistem outdoor, ataupun dokumentasi dan ruang pamer, musium mini serta berbagai fasilitas riset biologi dalam bentuk stasion riset. Stasion riset ini bersatu dengan kawasan budaya lokal dan pemukiman penduduk, dimana dalam wisata riset yang dikembangkan para turis ataupun

32

KAJIAN

peserta penelitian dapat berinteraksi dengan penduduk lokal. Selain stasion riset, di kawasan ini juga dapat dibangun laboratorium alam, serta pusat-pusat penelitian lainnya yang berbasiskan kehutanan, lingkungan hidup, biologi dan budidaya pertanian/perkebunan. b. Kawasan Wisata Lingkungan Untuk dapat menyelenggarakan acara riset lapangan ataupun kegiatan wisata ke kawasankawasan yang terpencil dan eksotis ini, perlu suatu perencanaan obyek wisata dan riset serta rute-rute perjalanan yang dapat menjamin keselamatan para peserta. Jarak dari penginapan ke obyek yang dituju harus disesuaikan dan dirangkai dalam suatu alur cerita dan acara yang telah dijadwalkan dengan baik. Perlu disediakan fasilitas penginapan mobil yang dapat menjangkau daerah-daerah pedalaman dengan fasilitas yang cukup memadai. Aktivitas yang dilakukan haruslah menyatu dengan aktivitasaktivitas riset internasional dan event-event wisata global sehingga sasaran yang dituju lebih mudah tercapai. c. PPLB Pos Pemeriksaan Lintas Batas di kawasan riset dan wisata lingkungan perbatasan harus dapat berfungsi dengan baik dan sesuai dengan standar yang berlaku (dilengkapi dengan fasilitas CIQ dan Security). Walaupun kawasan wisata lingkungan di perbatasan ini umumnya adalah kawasan-kawasan yang sulit dijangkau, fasilitas jalan merupakan persyaratan mutlak untuk perkembangan kawasan ini. PPLB di kawasan ini harus lebih teliti dalam pemeriksaan terutama karena kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang kaya, sehingga pencurian berbagai spesies dan plasma nuftah yang dilindungi perlu diperketat. Fasilitas karantina harus benar-benar memadai tidak hanya untuk manusia, tetapi hewan dan tumbuh-tumbuhan. d. Welcome Plaza Sebagai layaknya kawasan wisata, sektor jasa sangat menonjol disini. Jasa yang perlu ada terutama adalah penginapan, telekomunikasi dan jasa pemanduan. Berbagai aktivitas komersial disesuaikan dengan kebutuhan wisata lingkungan

MEDIA PUM

yang dikembangkan. Selain menyiapkan kawasan yang ditata baik dan rute-rute perjalanannya, aktivitas yang juga harus dilakukan adalah: − Menyiapkan event-event berkala yang kontinyu setiap tahun − Menyusun berbagai arsip sejarah, penjelasan mengenai berbagai suku dan budaya serta keragaman flora dan fauna serta hasil riset yang dilakukan dalam ruang pameran di stasiunstasiun riset yang dibangun − Menyelenggarakan wisata riset dengan metode partisipasi di obyek-obyek riset, lingkungan dan budaya 3. Model Kawasan Agropolitan Kawasan agropolitan terbentuk akibat pemanfaatan lahan di negara tetangga sebagai kawasan budidaya yang berdampak pada investasi dan pemanfaatan lahan di Indonesia untuk keperluan yang sama. Agropolitan merupakan sistem manajemen dan tatanan terhadap suatu kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian (agribisnis/ agroindustri). Kawasan agropolitan diharapkan akan mendorong pengembangan ekonomi berbasis pertanian di wilayah hinterland, dan oleh karenanya perlu diciptakan suatu linkage antara kawasan agropolitan dengan wilayah hinterland. Kegiatan agribisnis yang dimaksudkan dalam hal ini mengacu pada pertanian dalam arti luas yang mencakup 4 (empat) sub-sektor, yaitu: 1. Sub-sektor agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yang meliputi pembibitan (pembenihan), agrootomotif (mesin dan peralatan pertanian), agrokimia (pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak). 2. Sub-sektor agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yang meliputi industri-industri pengolahan pertanian termasuk food service industry dan perdagangannya. 3. Sub-sektor usaha tani/pertanian primer (on-farm agribusiness), yang mencakup usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. 4. Sub-sektor jasa (off-farm agribusiness), yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis

33

KAJIAN

seperti perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, penyuluhankonsultasi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Model pengembangan koridor agropolitan oleh pemerintah harus dilakukan secara berkelanjutan dan memperhatikan daya dukung kawasan untuk menghindari perusakan lingkungan serta faktor keamanan perbatasan. Pusat-pusat pelayanan agropolitan terdiri dari: a. Desa Kebun Kawasan desa tani/kebun ini didominasi oleh kawasan permukiman dan jasa publik lainnya dari lahan-lahan pertanian/perkebunan yang ada. Desa kebun ini merupakan kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi pertanian) yang memberi kontribusi terhadap pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. b. Pusat Pelayanan Agropolitan Pusat pelayanan agropolitan merupakan pusat pengolahan sementara, koleksi dan distribusi hasil-hasil pertanian dan perkebunan. Selain itu, juga perlu ada unit-unit pengawetan seperti cold storage, sistem fermentasi coklat, ataupun pengolah Crude Palm Oil (CPO) skala kecil. Kegiatan industri penunjang yang muncul adalah skala kecil dan menengah. Pusat pelayanan agropolitan merupakan tempat di sekitar koridor agropolitan (kota pertanian) yang dimaksudkan sebagai pusat berbagai aktifitas yang terkait dengan pengembangan agrobisnis.

juga harus disediakan. Beberapa fasilitas pendukung di kawasan perbatasan laut atau pulau-pulau terluar adalah: a. Kawasan Berikat Kawasan berikat di perbatasan laut dapat dikembangkan sebagaimana layaknya kawasan berikat umum, karena kawasan berikat pantai umumnya dapat berhubungan tidak hanya terbatas pada satu negara saja. Jenis usaha dan produk yang dikembangkan dalam kawasan berikat dapat lebih variatif, serta pasar yang dituju juga lebih luas. Jika kawasan berikat di perbatasan darat melayani hubungan bisnis dua negara, maka kawasan berikat di perbatasan laut melayani banyak negara dengan pasar yang lebih luas. Kawasan berikat ini jika berkembang dengan baik cenderung untuk berubah menjadi free trade zone (FTZ). b. Kawasan Industri Kawasan industri di perbatasan laut umumnya dibangun dekat pelabuhan. Dengan berbagai komoditi lokal sebagai bahan baku, maka pengolahan dalam kawasan industri ini tidak saja untuk pasar ekspor, tetapi juga pasar lokal, terutama pasar antar pulau di Indonesia. Kawasan industri yang dibangun pada perbatasan laut atau pulau terluar tentunya perlu disesuaikan dengan luas kawasan atau pulau tersebut. c. Kawasan Pelabuhan Bebas Kawasan perbatasan laut yang telah berkembang akan memiliki pelabuhan yang dapat menampung kapal besar dengan pelayaran ke seluruh dunia. d. Kawasan Akuakultur Kawasan perbatasan laut di Indonesia umumnya juga kaya akan potensi budidaya kelautan. Ikan dan udang merupakan produk primadona dan yang umum diekspor dalam kegiatan akuakultur. Berbagai budidaya tanaman laut juga banyak dikembangkan walaupun skalanya masih kecil seperti: mutiara, teripang, rumput laut, dan lain sebagainya. Pengembangan kawasan akuakultur pada kawasan perbatasan laut akan menguntungkan karena hasilnya dapat segera diolah dan dijual melalui fasilitas kawasan yang ada.

4. Model Kawasan Perbatasan Laut Kawasan perbatasan laut dapat terbentuk dari cluster aktivitas ekonomi yang berbasiskan sumberdaya laut dan pesisir. Kawasan perbatasan laut ini dihuni masyarakat pesisir yang hidupnya bertumpu pada budidaya laut (aquaculture) untuk dipasarkan atau diproses ditempat lain. Dalam kawasan perbatasan laut ini, desa-desa pantai perlu dilengkapi dengan fasilitas untuk pengawetan dan penyimpanan hasil dari usaha budidaya kelautan. Petani yang melakukan budidaya laut (rumput laut, mutiara, teripang, tambak udang/ ikan, dan lain-lain) umumnya juga merupakan nelayan, sehingga fasilitas nelayan untuk keperluan nelayan

MEDIA PUM

34

KAJIAN

sepanjang wilayah perbatasan sebagai penangkal terhadap kemungkinan terjadinya ancaman langsung bagi kedaulatan negara, keamanan, dan ketertiban masyarakat”. Grand strategy tersebut dapat dirinci dalam tiga strategi meliputi: o Memperbaiki Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat agar Mampu Meningkatkan Taraf Hidup dan Kesejahteraan Masyarakat o Meningkatkan Kemampuan dan Kapasitas Pengelolaan Potensi Wilayah yang Ada o Memantapkan Keamanan dalam rangka Pembinaan serta Peningkatan Ketahanan Wilayah Menuju Terciptanya Ketahanan Nasional Aplikasi strategi tersebut memerlukan keterpaduan baik menyangkut perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan yang terpadu dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat serta pihak swasta. Oleh karena itu, strategi penanganan kawasan perbatasan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan daerah perbatasan secara optimal berdasarkan penataan ruang kawasan perbatasan adalah perlu didukung dengan 12 (dua belas) langkah strategis kebijakan sebagai berikut: 1. Penanggulangan kemiskinan yang dicapai melalui pemenuhan kebutuhan mendesak dan melalui redistribusi manfaat yang diperoleh dari pertumbuhan ekonomi khususnya dari sektorsektor produksi seperti pertambangan dan kehutanan antara lain melalui hph bina desa;

e. Kawasan Wisata Pantai Kawasan wisata pantai perbatasan terutama banyak terdapat di pulau-pulau kecil dengan tujuan untuk menarik wisatawan mancanegara. Tidak ada kekhususan dalam pengelolaan wisata pantai di perbatasan kecuali menyangkut masalah keimigrasian dan fasilitas perhotelan, restoran, money changer, dan toko cinderamata serta persewaan alat wisata laut untuk turisturis dari negara tetangga ataupun negara lain yang merupakan pasar bagi wisata pantai yang dikembangkan. Mengingat lokasinya di kawasan perbatasan, turis akan memperoleh keuntungan jika disediakan fasilitas keimigrasian yang cepat, tertib, dan mudah, namun tetap menjaga keamanan.

BAB V KESIMPULAN 1. Rekomendasi Kebijakan Kebijakan pembangunan daerah perbatasan mencakup dua aspek pembangunan, yaitu aspek kesejahteraan (prosperity) dan aspek keamanan (security), yang dirinci dalam tiga kebijakan yang meliputi: a. Kebijakan mendukung upaya memperbaiki kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat agar mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, b. Kebijakan mendukung upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas pengelolaan potensi wilayah yang ada, dan c. Kebijakan mendukung pemantapan keamanan dalam rangka pembinaan serta peningkatan ketahanan wilayah menuju terciptanya ketahanan nasional. Bertitik tolak dari kebijakan membangun daerah perbatasan tersebut, maka grand strategy penanganan kawasan perbatasan ditempuh melalui: “peningkatan taraf hidup masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana dasar (terutama perhubungan) secara optimal dengan memanfaatkan potensi wilayah, meningkatkan kuantitas dan kualitas aparatur pemerintahan di daerah perbatasan, serta mewujudkan sabuk pengamanan (security belt) di

MEDIA PUM

2. Pengembangan kegiatan ekonomi setempat yang didasarkan pada potensi sumber daya alam yang prospektif dikembangkan; 3. Peningkatan perdagangan lintas batas (kegiatan ekspor dan impor) melalui jalur darat maupun laut secara lebih berdayaguna dan berhasilguna; 4. Pengembangan prasarana dan sarana dasar pembangunan yang menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi dan peranserta pihak swasta; 5. Peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan daerah perbatasan; 6. Penetapan sistem perhubungan yang dapat

35

KAJIAN

sosial-ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat, terkelolanya potensi wilayah, dan ketertiban serta keamanan kawasan perbatasan. Kegiatan prioritasnya adalah: - Pengembangan pusat-pusat permukiman potensial termasuk permukiman transmigrasi di daerah perbatasan; - Peningkatan pelayanan prasarana transportasi dan komunikasi untuk membuka keterisolasian daerah dan pemasaran produksi;

mendukung pola produksi dan perubahan orientasi dari subsisten kepada pasar; 7. Peningkatan pembangunan prasarana transportasi dalam rangka membuka isolasi daerah, serta pengembangan potensi wilayah; 8. Penetapan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangan pusat-pusat permukiman potensial yang tetap berorientasi pada sistem atau pola pengembangan wilayah propinsi 9. Peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, serta penyuluhan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat berbangsa dan bernegara;

- Peningkatan pelayanan sosial dasar khususnya pendidikan dan kesehatan; penataan wilayah administratif dan tapal batas; - Pengembangan partisipasi swasta dalam pemanfaatan potensi wilayah khususnya pertambangan dan kehutanan; dan

10. Peningkatan penataan lingkungan permukiman yang dilakukan secara terpadu dengan program penataan kembali wilayah administratif (desa, kecamatan, dan kabupaten);

- Peningkatan kerjasama dan kesepakatan dengan negara tetangga di bidang keamanan, ekonomi, serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan daerah perbatasan.

11. Peningkatan pelayanan telekomunikasi seperti penambahan dan peningkatan daya pancar relay tvri dan rri. 12. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi

b. Pembangunan Peningkatan Aksesibilitas Masyarakat terhadap Jasa Pelayanan Prasarana dalam rangka pembangunan ekonomi khususnya sebagai upaya untuk Menyediakan Sarana dan Prasarana Penunjang Pembangunan Ekonomi yang bertujuan memperluas jangkauan jasa pelayanan sarana dan prasarana sampai ke daerah-daerah terpencil, pedalaman dan perbatasan dengan memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk telekomunikasi, tenaga listrik dan irigasi. Kegiatan prioritasnya yaitu: - Melaksanakan usaha perintisan di daerah-daerah terisolasi, terpencil dan kawasan tertinggal

baik oleh pemerintah maupun swasta dalam menumbuhkan dan meningkatkan rasa kebangsaan masyarakat di perbatasan. 2. Rekomendasi Prioritas Pelaksanaan pembangunan di wilayah perbatasan diserahkan kembali kepada instansi Pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsi yang terkait. Prioritas penanganan kawasan perbatasan dirumuskan untuk mewujudkan konsepsi penanganan kawasan perbatasan merupakan acuan pembangunan nasional sehingga program yang dirumuskan bersifat komprehensif dan terarah. Rekomendasi prioritas penanganan kawasan perbatasan yaitu: a. Pengembangan Daerah Perbatasan, dalam rangka mempercepat pengembangan wilayah yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi wilayah perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain, sehingga dapat terwujudnya peningkatan kehidupan

MEDIA PUM

- Memperluas jangkauan pelayanan prasarana ke seluruh lapisan masyarakat - Memperkuat dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan Penanganan kawasan perbatasan sangat kompleks dan bersifat lintas sektor, serta lintas wilayah, sehingga dalam beberapa hal, selain prioritas pembangunan tersebut dimungkinkan adanya keterkaitan dengan prioritas pembangunan lainnya, baik yang bersifat komplementer ataupun pendukung. 36

KAJIAN

PENTINGNYA KEBERADAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH BAB I PENDAHULUAN

D

engan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka peran Satuan Polisi Pamong Praja dan PPNS di Daerah akan semakin besar karena sejalan dengan diserahkannya beberapa kewenangan bidang pemerintahan kepada daerah. Adapun pemberian otonomi berarti daerah mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan daerah berhak untuk membuat Peraturan Daerah (Perda). Dengan demikian maka Perda merupakan salah satu instrumen bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab. Terkait dengan hal tersebut diatas, dalam rangka penegakan Perda oleh Satuan Polisi Pamong Praja maka perlu bekerjasama dengan PPNS yang berada pada Dinas/SKPD/OPD yang menangani Perda tersebut dan dapat bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja, dengan tujuan untuk meningkatkan sinergitas PPNS selaku penyidik pelanggaran Perda dan Satuan Polisi Pamong Praja selaku penegak Perda untuk bersama-sama melakukan penegakan Perda.

BAB II PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN PASAL 10

0

pini

Oleh : Bagus Jaya Pranoto,SH, MM Kasubdit PPNS Direktorat PolPP dan Linmas Ditjen PUM

MEDIA PUM

1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. 2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. 3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

37

OPINI

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.

a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. 4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa. 5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat : a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Pertanian Dan Perkebunan Pertambangan Perhubungan Penanaman Modal Kebudayaan Dan Pariwisata Kependudukan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Dan Keluarga Sejahtera Perindustrian Pekerjaan Umum Penataan Ruang Pemuda Dan Olahraga Kominfo Perumahan Arsip Pertanahan Kesbang Pol Statistik Pum (Pemerintahan Umum) Pmd Kepegawaian Perpustakaan

Terkait dengan penyerahan urusan tersebut diatas, maka harus ditindaklanjuti sebagaimana amanat Pasal 237 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Ketentuan Penutup, yang berbunyi ;

URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI URUSAN PEMERINTAH DAERAH • Pemerintahan Daerah nenyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintah yang oleh Undangundang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. (pasal 10 ayat 1). • Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan ( ayat 2).

Pasal 237 Semua ketentuan peraturan Peundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada undang-undang ini. sebagaimana amanat pasal 237 dimaksud maka Pemerintah Daerah harus membuat turunan dari Undang-undang yang mengatur tentang 31 urusan yang berupa Undang-undang kedalam Peraturan Daerah, sebagaimana diatur dalam pasal 136, yaitu tentang Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah

URUSAN YANG DIDESENTRALISASIKAN, YAKNI : 1. Sosial 2. Lingkungan Hidup 3. Perdagangan 4. Kelautan Dan Perikanan 5. Kehutanan 6. Pendidikan 7. Kesehatan 8. Ukm 9. Nakertrans

Pasal 136 (1). Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. (2). Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan. (3). Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah

MEDIA PUM

38

OPINI

(4). Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/ atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (5). Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Sehubungan dengan hal ketentuan dari pasal 136, maka Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, dapat memuat sanksi pidana ringan dan denda

pelanggaran Perda yang terjadi. • Belum tersedianya sarana dan prasarana bagi PPNS untuk menjalakan tugasnya. • Belum adanya insentif, tunjangan jabatan maupun tunjangan kinerja bagi PPNS • Belum jelasnya status PPNS (struktural atau fungsional) • Belum adanya penghargaan terhadap PPNS yang berprestasi dalam bentuk kenaikan pangkat atau jabatan. • Sering terjadinya mutasi PPNS dilingkungan Pemerintah Daerah, yang menyebabkan tidak berlakunya Skep PPNS yang bersangkutan. • Penempatan PPNS yang tidak pada tempatnya. • Terbatasnya PPNS yang berstatus Sarjana di daerah. • Lamanya waktu pengurusan administrasi pengangkatan, mutasi dan pemberhentian PPNS baik di Pemda maupun di Kemkum-HAM, berdampak kepada ketidak mauan PPNS untuk melakukan pengurusan administrasi tersebut. • Terbatasnya anggaran atau belum adanya anggaran untuk mendiklatkan PNS yang akan menjadi PPNS. • Banyaknya Perda yang tidak dapat diimplementasikan. • Denda hasil operasi yustisi atas pelanggaran Perda masih mengalami hambatan untuk masuk ke Kas Daerah.

Pasal 143 (1). Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan. (2). Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (3). Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Untuk menegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dimaksud, maka diperlukan adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Sat Pol PP dan Dinas/Skpd/OPD bersangkutan sebagaimana amanat pasal 149. Pasal 149 (1). Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2). Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3). Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda.

PEMECAHAN PERMASALAHAN Terkait dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 182.1/857/SJ tanggal 18 Maret 2011 tentang Pedoman Pemberdayaan PPNS di Daerah, maka diperlukan suatu wadah bagi PPNS di Daerah sebagai wadah koordinasi, fasilitasi, administrasi, operasional, monitoring dan evaluasi pelaksanaan tugas PPNS di Daerah, dalam bentuk Sekretariat PPNS yang ditempatkan pada Satuan Polisi Pamong Praja, dan bersifat Ex officio. Wacana yang akan dituangkan dalam revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri, yaitu pembentukan Sekretariat PPNS yang ditempatkan pada Satuan Polisi Pamong Praja.

BAB III PERMASALAHAN PPNS • Terbatasnya PPNS yang berada disuatu daerah, baik ditingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota mengakibatkan tidak optimalnya penanganan pelanggaran Perda yang terjadi di suatu daerah. • Belum memadai atau teralokasinya anggaran operasional PPNS. • Belum melekatnya tugas-tugas PPNS pada diri PPNS, sehingga terjadi ketidak perdulian terhadap

MEDIA PUM

A. Susunan Sekretariat PPNS : 1. Pembina adalah Gubernur, Bupati/Walikota; 2. Pengurus : a. Ketua adalah Sekretaris Daerah; b. Pelaksana Tugas Harian adalah Kepala Satuan Polisi Pamong Praja; c. Sekretaris adalah Kepala Biro/Kepala Bagian Hukum; 39

OPINI

7. memberikan insentif kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas penyidikan; 8. memberikan saran, masukan, usul dan tanggapan kepada Gubernur, Bupati/Walikota terkait dengan pemberdayaan dan pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Daerah.

d. Koordinator Operasional adalah Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja/Kepala Seksi Penegakan Perundang-undangan Daerah; e. Anggota adalah Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Daerah.

Dengan dibentuknya Sekertariat PPNS tersebut, diharapkan penegakan terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan professional oleh para penegak Peraturan Daerah Dan Peraturan Kepala Daerah yaitu Sat Pol PP dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berada Dinas/SKPD/OPD. Adapun terkait pembinaan terhadap Sat Pol PP dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil tetap berada pada Menteri Dalam Negeri dan Instansi terkait serta para Kepala Daerah.

B. Tugas dan Fungsi Sekretariat PPNS : 1. Sekretariat Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai tugas melakukan koordinasi, fasilitasi, administrasi, operasional, monitoring dan evaluasi penegakkan Peraturan Daerah; 2. Sekretariat PPNS mempunyai fungsi menyusun : a. program pelaksanaan penegakkan Peraturan Daerah; b. jadwal pertemuan berkala evaluasi kinerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Daerah; c. bahan kebijakan hasil pertemuan berkala yang mendesak; d. pengadaan sarana dan prasarana pelayanan; e. klasifikasi pengaduan masyarakat; f. rencana monitoring pelaksanaan Peraturan Daerah; g. rencana evaluasi pelanggaran Peraturan Daerah; h. rencana pelaksanaan operasional penyidikan pelanggaran Peraturan Daerah; i. jadwal pelaksanaan gelar perkara tindak pidana ringan (tipiring) atas pelanggaran Peraturan Daerah; j. jadwal koordinasi penegak Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Pengadilan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Aparatur Pemerintah lainnya; k. program Peningkatan Kapasitas sumber daya aparatur Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Daerah.

BAB IV PEMBINAAN Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2003 tentang pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (dlm proses revisi), meliputi : a. Pembinaan Umum oleh Kemdagri, meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi yang berkaitan dengan pemberdayaan PPNS di Daerah. b. Pembinaan Teknis dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM, Kapolri dan Jaksa Agung sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. c. Pembinaan Operasional dilakukan oleh Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi Cq Sekda Provinsi bagi PPNS di jajaran Pemerintah Provinsi bekerja sama dengan Instansi terkait. Bupati/Walikota sebagai Pembina PPNS di Jajaran Kabupaten/Kota Cq.Sekda Kabupaten/Kota bekerja sama dengan Instansi terkait untuk meningkatkan kualitas penyidik Pegawai Negeri Sipil secara profesional, maka diperlukan suatu pembinaan yang terarah, terpadu dan terkoordinasi serta berkesinambungan, agar fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas PPNS dapat berhasilguna dan berdayaguna, sehingga aparatur Pemerintah Daerah yang bertugas dan bertanggungjawab atas pembinaan pengawasan terhadap PPNS harus juga mampu secara teknis dan taktis melaksanakan tugasnya baik terhadap aspek peraturan perundangan maupun operasionalnya di lapangan.

C. Wewenang Sekretariat PPNS : 1. memerintahkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan penyidikan; 2. memberikan bantuan/dukungan pelaksanaan tugas penyidikan; 3. melakukan pembinaan profesi, mental dan kepribadian Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Daerah; 4. melakukan pengawasan pelaksanaan tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Daerah; 5. melakukan pengendalian tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Daerah; 6. melakukan penilaian kinerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Daerah;

MEDIA PUM

40

OPINI

OPTIMALISASI PERAN KEMENDAGRI DALAM MENGAWAL PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DI DAERAH 0

pini

Oleh : Drs. Yudia Ramli, M.Si Kasubdit Dekon dan Tugas Pembantuan Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama Ditjen Pum

Dekonsentrasi dan Tugas pembantuan (Dekon-TP) bukan sekedar program kegiatan, bila dianggap sebagai program/kegiatan, maka dekon-TP akan mudah dihapuskan. Dekonsentrasi dan tugas pembantuan harus difahami sebagai azas penyelenggraan pemerintahan, ketika akan menghapuskan dekon –tp sama artinya harus merevisi konstitusi.

M

emahami dekonsentrasi dan tugas pembantuan (DekonTP) harus dilihat dari amanat konstitusi. Bahwa dekon-tp merupakan penyelenggaraan azas pemerintahan, sehingga penyelenggaraan dekon-tp tidak bisa difahami hanya sebagai program kegiatan yang biasa. Oleh karenanya dekon-tp tidak dapat dihapuskan selagi konstitusi menyebutkan sebagai asas penyelenggaraan pemerintahan. Pasal 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, membuka peluang kepada Kementerian/ Lembaga (K/L) untuk dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah dan/atau menugaskan sebagian urusan pemerintahan kepada Provinsi, Kabupaten dan Desa, berdasarkan dengan asas penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dekonsentrasi merupakan pelimpahan sebagian kewenangan/ urusan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi, dilimpahkan dari kementerian lembaga (K/L) kepada SKPD di provinsi berupa program/kegiatan yang bersifat non fisik. Dekonsetrasi berhenti sampai pemerintah provinsi, tidak ada program/kegiatan dekonsentrasi di kabupaten/kota. Berbeda dengan Dekonsentrasi, maka Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah pusat kepada provinsi atau kab/kota atau desa. Selain itu, dapat pula urusan pemerintah provinsi diutuskan kepada kepada kab/kota

MEDIA PUM

41

OPINI

dan desa, serta dari Pemerintah Kab/Kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan & mempertanggungjawabkan pelaksanaaannya kepada yang menugaskan. Bila pendanaan dekonsentrasi sepenuhnya berasal dari APBN, Tugas pembantuan sumber dananya nya bisa berasal dari APBN ( TP-APBN) dan juga APBD (TP-APBD). TP-APBN merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada provinsi, Kab/Kota, atau pemerintah pusat langsung menugaskan ke Desa. Sedangkan pemerintah provinsi dapat menugaskan urusan provinsi kepada kabupaten/kota atau desa dengan menggunakan APBD Provinsi atau urusan kab/ kota dengan APBD kab/kota diserahkan kepada desa. Kebijakan Tugas Pembantuan dengan menggunakan dana APBD telah diatur dalam Permendagri Nomor 56 Tahun 2009 tentang “ Pedoman Penyelenggaraan Tugas Pembantuan dari Pemerintah Provinsi Kepada Pemerintah kab/kota dan Pemerintah Desa dan dari Pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa”. Penyelenggaraan dekonsentrasi, mempunyai dampak yang tidak langsung terhadap pelayanan masyarakat karena kegiatannya terbatas pada kegiatan yang bersifat non fisik, sehinga dampak yang ditimbulkan dari kegiatan dekonsentrasi lebih kepada kebijakan ketimbang pelayanan publik secara langsung. Dana dekonsentrasi, yang dilaksanakan oleh SKPD provinsi lebih mendorong kepada tugas gubernur dalam meyelenggarakan pemerintahan umum di wilayah provinsi. Berbeda dengan tugas pembantuan yang mampu secara langsung memilki daya ungkit terhadap pelayanan publik dan pembangunan di daerah. Karena sifatnya yang berupa fisik, sehingga tugas pembantuan mampu menjadi lokomotif dalam menggerakan denyut pelayanan dan pembanguan di daerah.

tp. Hal ini menimbulkan kerancuan, seperti adanya K/L yang masih mentrasfer uang yang dikemas dalam program kegiatan langsung ke unit layanan di daerah. Ketidakpatuhan terhadap aturan, memiliki dampak tidak akan tercapainya tujuan dekon-tp. Misalnya dalam perencanaan: ketidakikutsertaan provinsi dalam merencanakan dekon-tp akan menyebabkan tidak sinkron dan tidak sinerginya rencana anggaran pusat (APBN) dan rencana anggaran daerah (APBD), hal ini akan menimbulkan terjadinya duplikasi program dan duplikasi penganggaran antara APBN dan APBD. Contoh lain terkait dengan ketidakpatuhan penyelenggaraan dekon-tp adalah masih adanya Kementerian Lembaga K/L yang mensyaratkan dana pendampingan dari APBD dalam penyelenggaraan dekon-tp, sehingga memberatkan daerah yang pada gilirannya tidak tercapainya tujuan. Dari hasil interaksi dengan daerah, berhasil dikumpulkan beberapa isu aktual dalam hal permasalahan terkait penyelenggaraan program/ kegiatan dekon-tp. berikut ini ditampilkan fenomena yang berkembang yang menjadi isu aktual dalam penyelengaraan dekon-tp. Banyaknya aparat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang belum paham prosedur dan mekanisme pengelolaan dekon-tp berimplikasi terhadap rendahnya daya serap/realisasi program/kegiatan dekon-TP, sehingga realisasi dekon paling tinggi rata-rata 70-80 persen. Jika dirumuskan, performa penyelenggaraan program/kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan masih belum optimal terutama terkait dengan 3 hal, (1) taat azas/perundang-undangan; (2) Efisien efektif; dan (3) Manfaat. Pertama, taat azas: Dalam penyelenggaraan pemerintahan sejatinya memiliki tolak ukur berupa dua sisi mata uang, yaitu mission driven dan rule driven. Sisi ketaatan terhadap aturan, dan sisi tentang misi yang akan dicapai. Penyelenggara amanat pemerintahan semestinya selalu melihat dua sisi ini sehingga sudah merupakan keharusan menaati aturan dan menjalankan misi. Aturan main dalam dekon-tp adalah Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007. Kedua, efisien efektif, dekon-tp harus dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan sararan yang harus dicapai, diantaranya melakukan keserasian pembangunan antar daerah sebagai pengikat NKRI. Dan yang terakhir namun utama adalah manfaat, dimana pelaksanaan dekon-tp harus mampu memiliki daya ungkit terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan pelayan publik.

Dekon-tp yang taat azas, efisien dan efektif Menilai tertib dan tidaknya penyelenggaraan DekonTP, harus dipandang dari pemberi dan pelaksana, dalam hal ini harus dilihat dari kementerian lembaga (K/L) sebagai pemberi dekon-tp dan Pemerintah daerah (Pemda) sebagai penerima. Beragam pemahaman dekon-tp menjadi penyebab semakin berkembangnya fenomena ketidaktaatan azas di kementerian lembaga. Hal ini terlihat dari masih adanya kementerian lembaga yang menganggap bahwa dekon-tp merupakan transfer uang pusat ke daerah, di lain pihak sebagian Kementerian Lembaga (K/L) masih memiliki pemikiran sentralistik, sehingga tidak melihat pembagian urusan didalam penyelenggaraan dekonMEDIA PUM

42

OPINI

KONDISI AKTUAL pemerintah daerah

KEMENTERIAN/LEMBAGA • • • • • • • •



Masih adanya kegiatan yang sudah menjadi urusan daerah tapi didanai dari Dana Dekon/TP. Kegiatan DKTP kurang sinkron/ sinergi dengan rencana pembangunan daerah. Juklak/Juknis terlambat dan tidak jelas Penunjukan SKPD/satker pelaksana tidak tepat Proporsi alokasi dan lokasi dana DKTP tiap Provinsi/Satker belum tepat. Penyampaian DIPA terlambat. Kurang berkoordinasi antara Kementerian/Lembaga dengan Pemprov terkait pelaksanaan DKTP Aset hasil kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan belum tertata usaha dengan baik (data tidak lengkap, tidak terpelihara, dan belum dihibahkan)

• • • • •





Tidak mensinkronkan kegiatan DKTP dengan APBD Terlalu seringnya daerah melakukan mutasi pengelola kegiatan DKTP sehingga menghambat pelaksanaan. Keterbatasan SDM pelaksana APBN, baik dari sisi jumlah personil maupun tingkat kemampuan personil. Alokasi dana DKTP yang turun ke daerah tidak sesuai kebutuhan, ada yang terlalu banyak dan ada yang terlalu sedikit Tidak memahami mekanisme APBN. Masih adanya kendala dalam Penyusunan Laporan Keuangan DEKON/TP seperti terbatasnya dana dari Kementerian Lembaga K/L dan kurang SDM. Belum seluruh SKPD pelaksanaan kegiatan DKTP menguasai aplikasi penunjang seperti SAI (Sistem Akuntansi Instansi) dan SABMN (Sistem Akuntansi barang Milik Negara). Gubernur kurang optimal dalam mengkoordinasikan DKTP.

SEB 3 Menteri mengawal penyelenggaraan program Dekon-tp Penyelenggaraan Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan, telah mendorong terbitnya Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri (Nomor 0442/M.PPN/11/2010,SE-696/MK/2010 & 120/4693/SJ tentang Peningkatan Efektifitas Penyelenggaraan Program & Kegiatan K/L di Daerah serta Peningkatan Peran Aktif Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat. Lahirnya SEB 3 menteri lebih menguatkan kepada tertib administrasi sebagai kunci keberhasilan penyelenggaraan dekon-tp, tiga pendekatan yang dilakukan yaitu: Perencanaan yang terwakili oleh bappenas, perencanaan yang efisien efektif dengan MEDIA PUM

mengedepankan pembagian urusan yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dikawal oleh Kemendagri, serta penganggaran dekon-tp yang dikawal oleh kementerian keuangan. SEB 3 Menteri dititik beratkan pada 3 hal yaitu: 1. Evaluasi penyelenggaraan Program/kegiatan Dekon & TP mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban. 2. Mengidentifikasi berbagai program/kegiatan K/L di daerah yang masih mendanai urusan daerah menjadi bagian DAK (dana alokasi khusus) dengan menggunakan tahapan dan indikator yang sesuai dengan peraturan per-UU-an. 3. Penguatan peran Gubernur SWP dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan di wilayahnya. 43

OPINI

Sebagai alat ukur yang jelas dalam menggambarkan kinerja Dekon-TP di daerah, sekretariat SEB 3 Menteri telah melakukan evaluasi tahun 2012. Beberapa hasil evaluasi di 33 provinsi pada 3 bidang selektif yaitu kesehatan, pendidikan dan infrastuktur yang direpresentasikan oleh dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas PU sebagai berikut. PEMBERITAHUAN TENTANG INDIKASI PROGRAM KEGIATAN YANG AKAN DI DEKON-TP KAN

APAKAH PELAKSANAAN MENGHASILKAN ASET

KESAMAAN OUTPUT ANTARA KEGIATAN APBD DENGAN KEGIATAN DEKON/TP

PENATAUSAHAAN ASET HASIL KEGIATAN DEKON/TP TA 2011 OLEH 98 SKPD :

MEDIA PUM

44

KEGIATAN

DEKON/TP

OPINI

KETERSEDIAAN BIAYA PEMELIHARAAN ASET PADA DIPA DEKON-TP TA 2012 (JIKA DICATAT SEBAGAI BMN)

TP di wilayah Provinsi, maka Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, perlu memperhatikan rekomendasi yang dilahirkan dari hasil evaluasi, sebagai berikut : Dalam bidang Perencanaan, Pemerintah Daerah perlu mengambil bagian di dalam perencanaan kegiatan Dekon-TP melalui sinkronisasi dan sinergitas antara program Dekon-TP dengan program di daerah, agar tidak terjadi duplikasi program yang berakibat pada duplikasi penganggaran antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). a. Dalam bidang Pelaksanaan, Pemerintah Daerah sebagai pengampu Dekon-TP perlu meningkatkan pemahaman peraturan perundang-undangan terkait Dekon-TP serta meningkatkan kapasitas SDM guna mendukung tertib pelaporan dan realisasi anggaran. b. Dalam pengelolaan aset hasil kegiatan Dekon-TP, Pemerintah Daerah perlu berperan aktif mendorong Kementerian/Lembaga untuk menertibkan administrasi penyerahan aset menjadi barang milik daerah, sehingga barang-barang dimaksud memiliki status yang jelas di dalam penganggaran operasional dan pemeliharaannya. c. Dalam mendukung kinerja pelaksanaan Dekon-TP di daerah, Pemerintah Daerah perlu memperhatikan dengan seksama pembinaan dan jarak waktu mutasi bagi pejabat pengelola Dekon-TP. d. Dalam bidang pengawasan penyelenggaraan DekonTP di daerah, perlu meningkatkan kerjasama antara Inspektorat pada Kementerian/Lembaga dengan Inspektorat Provinsi. e. Dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Dekon-TP di daerah, pemerintah provinsi perlu melakukan koordinasi yang intensif dengan sekretariat bersama SEB 3 (tiga) Menteri serta dengan Kementerian/Lembaga melalui Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Dekon-TP.

SEJAUH MANA K/L MELIBATKAN DAERAH KETERLIBATAN DAERAH DALAM PROSES PERENCANAAN DEKON-TP

PROSES MUTASI/RESTRUKTURISASI SKPD

Kesimpulan: 1. Perlunya pemahaman persepsi dari semua stake holder/pemangku kepentingan dalam penyelenggarana dekon-tp, sebagai dasar penyelenggaraan dekon-tp yang taat azas dan manfaat. 2. Dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak berjalan di ruang hampa, tetapi membutuhkan kerjasama, koordinasi, sinergi, sinkronisasi dalam mencapai tujuannya. 3. Pintu masuk bagi sukses dan tidaknya dekontp terletak di pundak 3 kementerian (Bappenas, Kemdagri, Keuangan).

Evaluasi tersebut dilakukan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran umum tentang penyelenggaran program/kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan Kementerian/Lembaga di daerah provinsi, untuk kemudian hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan

Rekomendasi dan langkah strategis gubernur Dalam memberikan arah yang jelas terhadap pembinaan dan pengawasan penyelenggraraan DekonMEDIA PUM

45

OPINI

KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS PERSONIL BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Pantai Batu Belah, 26 s/d 28 April 2013. “Sedia Payung Sebelum Hujan” pribahasa tersebut seakan menjadi motivasi tersendiri bagi personil di BPBD Kabupaten Karangasem. Berkecimpung di bidang kebencanaan, BPBD Karangasem sebagai leading sector penanganan dan penanggulangan bencana di Kabupaten Karangasem sangat disadari akan perlunya dukungan kemampuan, kapasitas, dan kualitas personil yang memadai sebagai aktor utama dalam penanggulangan bencana. Karangasem sebagai kabupaten terluas kedua di Bali setelah Buleleng, lekat akan sebutan supermarket bencana, mengingat keanekaragaman jenis potensi bencana, baik bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Garis pantai yang panjang, tofografi yang beraneka ragam, serta cuaca yang tak menentu MEDIA PUM

memberi potensi bencana tersendiri bagi Kabupaten Karangasem. Menyikapi kondisi cuaca extrem belakangan ini di Kabupaten Karangasem, dengan curah hujan yang meningkat disertai hembusan angin kencang mengharuskan masyarakat untuk selalu waspada. Tercatat selama cuaca extrem di Kabupaten Karangasem telah terjadi kebakaran, tanah longsor, banjir, angin kencang, dan gelombang pasang dalam frekwensi yang meningkat. Khusus pada fenomena gelombang pasang seperti yang sempat terjadi di beberapa pantai di Kabupaten Karangasem telah mengancam penghidupan dan keselamatan masyarakat pesisir yang sebagian besar mata pencahariannya sebaga nelayan. Kegiatan para 46

ARTIKEL

nelayan di tengah lautan tentunya riskan apabila perubahan cuaca extrem yang memicu gelombang pasang. Sebagai antisipasi dalam kejadian tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karangasem dibawah koordinasi Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan melaksanakan kegiatan pelatihan yang bertemakan “PENINGKATAN KAPASITAS PERSONIL BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KARANGASEM” yang bertempat di Pantai Batu Belah, Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem pada 26 s/d 28 April 2013 dengan materi utama adalah Water Rescue dan Pertolongan Pertama pada kegawatdaruratan di laut. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman dan pengetahuan serta keterampilan personil Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karangasem dalam kegiatan water rescue dan pertolongan pertama.

MEDIA PUM

Pelatihan ini adalah salah satu upaya perubahan paradigma penanggulangan bencana yang pada masa lalu lebih berfokus pada pertolongan pada kegawat daruratan menuju pada pengurangan risiko bencana (kesiapsiagaan). Sebagai mana tercantum pada tujuan, kegiatan ini diproyeksikan khusus bagi para pelaku penanggulangan bencana khususnya personil dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karangasem. Namun sebagaimana pula kegiatan penanggulangan bencana di Kabupaten Karangasem yang melibatkan keikutsertaan instansi lintas sektoral di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karangasem. Dalam hal ini disertakan pula peserta dari luar instansi BPBD Karangasem yang memang terikat kuat dalam hal penanggulangan bencana yakni BASARNAS, PMI dan DAMKAR. Dalam upaya membangun kemitraan yang baik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karangasem menggandeng personil Badan

47

ARTIKEL

Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bangli sebagai peserta. Kegiatan ini diikuti oleh 60 orang yang terdiri dari 47 orang dari BPBD Kab. Karangasem, 6 orang dari BPBD Kab. Bangli, 6 orang dari Damkar Kab. Karangasem, dan 1 orang dari PMI Karangasem. Sebagai pendukung dilibatkan 6 orang personil dari Pos SAR Karangasem dan 1 orang dari PMI sebagai instruktur. Materi dalam kegiatan ini bukan hanya berfokus pada kegiatan water rescue, sebagai penunjang, disinkronkan juga aplikasi pendirian tenda, dapur umum, dan Out Bound yang diperuntukkan menjalin kerjasama antar personil, terkait penanggulangan bencana. Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Bali dengan membantu logistik selama kegiatan berlangsung. Water Rescue adalah teknik penyelamatan di air, dan lebih dititik beratkan pada evakuasi korban dan penanggulanan korban setelah evakuasi yang sepenuhnya dipandu oleh BASARNAS dengan mempergunakan peralatan Rubber Boat, Life Jacket, Ring Bouy, sebagai media pelatihan. Dalam materi pertolongan pertama, peserta diberikan tahapan tahapan penanganan korban, mulai dari pengamatan

MEDIA PUM

kesadaran korban, pengobatan luka, hingga penanganan korban patah tulang. Demikian sekilas kegiatan Peningkatan Kapasitas Personil Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karangasem dengan harapan dapat meningkatkan keterampilan dan kemampuan personil dalam penanggulangan bencanan.

48

ARTIKEL

Pelantikan pejabat eselon 1V di lingkungan Ditjen Pemerintahan Umum

p

a

MEDIA PUM

r

a

d

e

f

o

t

o 49

PARADE FOTO

i

N

S

T

R

U

M

E

N

T

A

S

I

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: Bahwa untuk melaksanakan amanat Pasal 3A ayat (4) dan Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 20 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Propinsi perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi;

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Propinsi. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Propinsi. (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 52); MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI.

MEDIA PUM

50

INSTRUMENTASI

BAB I KETENTUAN UMUM

11. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. 12. Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 13. Wilayah Provinsi adalah wilayah administrasi yang menjadi wilayah kerja gubernur. 14. Kelompok Kerja yang selanjutnya disebut Pokja adalah Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kemampuan dan kompentesi dalam rangka membantu pelaksanaan tugas-tugas Gubernur sebagai wakil pemerintah. 15. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidang tertentu di daerah provinsi. 16. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri. 17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 18. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 19. Gubernur adalah Kepala Daerah otonom provinsi yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan. 20. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/ walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan oleh gubernur guna mencapai keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan instansi vertikal di provinsi, antara instansi vertikal dengan SKPD provinsi, antar kabupaten/ kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota agar tercapai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. 2. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh gubernur untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. 3. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh gubernur untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efisien, efektif, berkesinambungan serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur dan/atau instansi vertikal di wilayah tertentu. 5. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/ atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 6. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah yang antara lain terkait dengan menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan ideologi Pancasila dan kehidupan demokrasi, menjaga kerukunan antar umat beragama, dan memelihara stabilitas politik. 7. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang selanjutnya disingkat RPJPN adalah Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun. 8. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat RPJMN adalah Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional untuk periode 5 (lima) tahunan yaitu RPJMN Nasional III Tahun 2015-2019, dan RPJMN Nasional IV Tahun 2020-2024. 9. Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun. 10. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun.

MEDIA PUM

Pasal 2 (1) Gubernur dalam melaksanakan tugas dan

wewenang sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi dibantu oleh sekretaris gubernur. (2) Sekretaris gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara ex officio dijabat oleh sekretaris daerah provinsi. (3) Sekretaris gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara operasional dibantu oleh kelompok kerja. (4) Sekretaris gubernur dan Pokja membantu tugas Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah.

51

INSTRUMENTASI

BAB II ORGANISASI DAN TATA KERJA

g.

memelihara stabilitas politik dan menjaga etika dan norma penyelenggaraan pemerintahan di daerah; h. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan dekonsentrasi, tugas pembantuan dan urusan bersama di daerah provinsi dan tugas pembantuan dan urusan bersama di kabupaten/kota di wilayahnya; i. koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan di wilayah provinsi yang menjadi kewenangan pemerintah; j. pelaksanaan rapat bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi vertikal; k. memerintahkan bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi vertikal untuk segera menangani permasalahan penting dan/atau mendesak yang memerlukan penyelesaian cepat; l. pemberian penghargaan atau sanksi kepada bupati/walikota terkait dengan kinerja, pelaksanaan kewajiban, dan pelanggaran sumpah/janji; m. menetapkan sekretaris daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; n. pelaksanaan evaluasi rancangan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Tata Ruang wilayah kabupaten/kota di wilayahnya; o. pemberian persetujuan tertulis terhadap penyidikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota di wilayahnya; p. penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraaan fungsi pemerintahan antarkabupaten/kota di wilayahnya; q. pelaksanaan pelantikan bupati/walikota di wilayahnya; r. pelaksanaan pelantikan kepala instansi vertikal dari kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian yang ditugaskan di wilayahnya; s. pelaksanaan kerjasama daerah di wilayahnya; dan t. pelaksanaan forum koordinasi pimpinan daerah.

Bagian Kesatu Sekretaris Gubernur Pasal 3 Sekretaris Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) melaksanakan tugas dan wewenang sebagai berikut: a. fasilitasi koordinasi dengan dan antar instansi vertikal, dengan pemerintah daerah kabupaten/ kota, dan antar pemerintah kabupaten/kota di wilayahnya; b. fasilitasi pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan urusan bersama di provinsi dan tugas pembantuan dan urusan bersama di kabupaten/kota diwilayahnya; c. fasilitasi koordinasi dan sinkronisasi penyusunan, pelaksanaan dan pengendalian serta evaluasi RPJPD, RPJMD dan RKPD Kabupaten/Kota; d. fasilitasi menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk pengamalan ideologi Pancasila dan kehidupan demokrasi; dan e. fasilitasi menjaga etika dan norma penyelenggaraan pemerintahan dan stabilitas politik di daerah.

Pasal 4 Sekretaris Gubernur, dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan rencana dan program kerja pelaksanaan koordinasi; b. penyiapan pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan dan antar instansi vertikal di wilayahnya; c. koordinasi antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota dan antar kabupaten/kota di wilayahnya; d. koordinasi dan sinkronisasi penyusunan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi RPJPD, RPJMD, dan RKPD kabupaten/kota agar mengacu pada RPJPD, RPJMD, dan RKPD provinsi serta RPJPN, RPJMN, dan RKP serta kebijakan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah; e. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota di wilayahnya; f. menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengamalkan ideologi Pancasila dan kehidupan demokrasi; MEDIA PUM

Bagian Kedua Kelompok Kerja Pasal 5 (1) Pokja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(3) terdiri dari: a. Pokja Bidang Stabilitas Pemerintahan dan Politik Dalam Negeri; b. Pokja Bidang Penataan Wilayah dan Pembangunan Daerah; c. Pokja Bidang Penguatan Tata Kelola Pemerintahan; d. Pokja Bidang Penguatan Hubungan Pusat, Daerah dan Antar Daerah;dan e. Pokja Bidang Ketenteraman dan Perlindungan Masyarakat.

52

INSTRUMENTASI

(2) Pokja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

yang dilimpahkan dan yang ditugaspembantuankan dari kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian kepada pemerintah daerah.

Pasal 6

Pasal 10

Pokja Bidang Stabilitas Pemerintahan dan Politik Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a mempunyai tugas membantu sekretaris gubernur dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum antara lain: a. menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. mengamalkan ideologi Pancasila dan kehidupan demokrasi; c. menjaga kerukunan antar umat beragama; dan d. memelihara stabilitas politik.

Pokja Bidang Penguatan Ketenteraman dan Perlindungan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e mempunyai tugas membantu sekretaris gubernur dalam menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi penetapan kriteria ancaman, hambatan dan gangguan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah; b. koordinasi dengan aparat keamanan terkait untuk mengatasi ancaman, hambatan dan gangguan; c. membangun etos kerja penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan etika dan norma yang ada di provinsi yang bersangkutan.

Pasal 7

Pasal 11

Pokja Bidang Penataan Wilayah dan Pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b mempunyai tugas membantu sekretaris gubernur dalam menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan harmonisasi pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayahnya; dan b. penyelesaian perselisihan antarkabupaten/ kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan mencakup; perbatasan, sumberdaya alam, aset, transportasi, persampahan dan tata ruang.

(1) Tugas Pokja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 dituangkan dalam kegiatan antara lain: a. penyiapan bahan; b. membantu pelaksanaan; dan c. pemantauan dan evaluasi. (2) Tugas Pokja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diluar tugas-tugas yang menjadi kewenangan SKPD.

dipimpin oleh seorang Koordinator Pokja yang secara ex-officio dijabat oleh Staf Ahli Gubernur.

Pasal 12 (1) Penyelenggaraan administrasi Pokja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, secara ex officio dilakukan oleh SKPD yang membidangi pemerintahan umum. (2) Susunan organisasi Pokja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini .

Pasal 8 Pokja Bidang Penguatan Tata Kelola Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c mempunyai tugas membantu sekretaris gubernur dalam menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan instansi vertikal dan antar instansi vertikal di wilayahnya. b. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota dan antar pemerintah kabupaten/kota di wilayahnya. c. Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan koordinasi pelaksanaan kerjasama antar kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di wilayahnya.

Bagian Ketiga Tata Kerja dan Hubungan Kerja Pasal 13 (1) Pokja dan SKPD yang secara operasional membantu pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah, menerapkan prinsip: a. koordinasi; b. integrasi; dan c. sinkronisasi (2) Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara vertikal maupun horisontal baik ke dalam maupun antar satuan organisasi dalam lingkungan Pokja serta instansi lain sesuai dengan tugas pokok.

Pasal 9 Pokja Bidang Penguatan Hubungan Pusat, Daerah dan Antar Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d mempunyai tugas membantu sekretaris gubernur dalam rangka penyelenggaraan tugas

MEDIA PUM

53

INSTRUMENTASI

Pasal 14

Pasal 19

(1) Koordinator Pokja menyampaikan laporan kepada Gubernur secara berkala maupun sewaktu-waktu sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masingmasing. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember tahun berjalan.

Substansi yang akan dibahas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a meliputi : a. program/kegiatan dari Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang akan dilimpahkan dan atau ditugaspembantuankan kepada provinsi; b. program/kegiatan dari Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang akan ditugaspembantuankan kepada kabupaten/kota; c. program/kegiatan pemerintah provinsi; dan d. program/kegiatan pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 15 (1) Anggota Pokja berasal dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. (2) Anggota Pokja diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Gubernur. (3) Jumlah anggota Pokja sebanyak-banyaknya berjumlah 5 (lima) orang, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing provinsi.

Pasal 20 Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf b terdiri dari : a. gubernur; b. kementerian/lembaga pemerintah non kementerian; c. bupati/walikota; dan d. pimpinan SKPD provinsi dan kabupaten/kota terkait.

Pasal 16 Persyaratan anggota Pokja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) antara lain: a. Pendidikan minimal S1; b. Memahami ilmu pemerintahan; dan c. Mampu melakukan koordinasi.

Pasal 21 (1) Bupati/Walikota wajib menghadiri Rapat Kerja Gubenur. (2) Dalam hal bupati/walikota tidak menghadiri Rapat sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangan undangan yang mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi

Pasal 17 (1) Hubungan sekretaris gubernur dengan Pokja bersifat herarkis. (2) Hubungan Pokja dengan SKPD berifat koordinatif dan fasilitatif. (3) Hubungan Pokja dengan instansi vertikal bersifat koordinatif dan fasilitatif. (4) Hubungan Pokja dengan penatausahaan bersifat koordinatif dan administratif.

Pasal 22

BAB III RAPAT KERJA GUBERNUR

Waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf c paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun dengan ketentuan sebagai berikut: a. Rapat Kerja Gubernur yang I (pertama) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan setelah pagu sementara ditetapkan; dan b. Rapat Kerja Gubernur yang II (kedua) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

Pasal 18 (1) Gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah

provinsi melakukan koordinasi melalui rapat kerja gubernur. (2) Rapat kerja gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka sinergitas penyusunan program/kegiatan yang akan dilimpahkan dan/ atau ditugaspembantuankan dari Kementerian/ Lembaga Pemerintah Non Kementerian kepada pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. (3) Dalam melaksanakan rapat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan: a. substansi yang akan dibahas; b. peserta; dan c. waktu. MEDIA PUM

54

INSTRUMENTASI

BAB IV PELAPORAN

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Pasal 27

(1) Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah, gubernur bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri. (2) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur menyampaikan laporan kepada Presiden melalui Menteri. (3) Laporan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat materi : a. bidang Stabilitas Pemerintahan dan Politik Dalam Negeri; b. bidang Penataan Wilayah dan Pembangunan Daerah; c. bidang Penguatan Tata Kelola Pemerintahan; d. bidang Penguatan Hubungan Pusat dengan Daerah dan Antar Daerah;dan e. bidang Ketenteraman dan Perlindungan Masyarakat. (4) Laporan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Oktober 2012 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, GAMAWAN FAUZI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

REPUBLIK INDONESIA,

Pasal 24

ttd

Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah.

AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 975

Pasal 25 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi : a. pemberian pedoman dan fasilitasi; b. bimbingan teknis, supervisi dan konsultasi; c. Pendidikan dan pelatihan; dan d. penyediaan sumberdaya; (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan oleh Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM ttd ttd ZUDAN ARIF FAKRULLOH Pembina Tk.I (IV/b) NIP. 19690824 199903 1 001

BAB VI PENDANAAN Pasal 26 Biaya pelaksanaan tugas gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah, pembinaan dan pengawasan Menteri dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

MEDIA PUM

55

INSTRUMENTASI

LAMPIRAN

:

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI



SUSUNAN ORGANISASI KELOMPOK KERJA SEKRETARIS GUBERNUR (EX-OFFICIO SEKDA)

KOORDINATOR POKJA BID. STAB. PEM & POLDAGRI

KOORDINATOR POKJA BID. PENATAAN WIL & PEMB. DAERAH

KOORDINATOR POKJA BID. PENGUATAN TATA KELOLA PEM

(EX-OFFICIO STAF AHLI GUB)

(EX-OFFICIO STAF AHLI GUB)

(EX-OFFICIO STAF AHLI GUB)

ANGGOTA (MAKS 5 ORG)

ANGGOTA (MAKS 5 ORG)

ANGGOTA (MAKS 5 ORG)

PENATAUSAHAAN EX-OFFICIO DILAKUKAN OLEH SKPD YANG MEMBIDANGI PEMERINTAHAN

KOORDINATOR POKJA BID. PENGUATAN HUPUSDA DAN ANTAR DAERAH (EX-OFFICIO STAF AHLI GUB) ANGGOTA (MAKS 5 ORG)

KOORDINATOR POKJA BID. KETENTRAMAN DAN PERLINDUNGAN MASY. (EX-OFFICIO STAF AHLI GUB) ANGGOTA

(MAKS 5 ORG)

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, ttd GAMAWAN FAUZI

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM ttd ttd ZUDAN ARIF FAKRULLOH Pembina Tk.I (IV/b) NIP. 19690824 199903 1 001

MEDIA PUM

56

INSTRUMENTASI

Pesona Pulau Penyengat Tanjungpinang Kepulauan Riau

t

R

A

V

E

L

E

R

ASAL MUASAL

B

Dipulau ini terdapat beberapa peninggalan   bangunan bersejarah kerajaan melayu Riau berada, serta beberapa makam dan yang terkenal adalah   makan pahlawan nasional dari  Raja Haji Fisabilillah  dan  Raja Ali Haji yang terkenal dengan Gurindam 12-nya, Pulau Penyengat merupakan sebuah tujuan obyek wisata yang sangat populer di kepulauan Riau, masyarakat perkotaan banyak menjadikan tempat ini sebagai lokasi ziarah selain sebagai tempat berwisata sejarah tentunya. 

erkunjung ke Tanjung Pinang, belum lengkap rasanya jika belum menyinggahi Pulau Penyengat, menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat setempat, nama pulau ini diambil dari nama hewan lebah atau penyengat. Alkisah, dahulu kala ada seorang saudagar yang hendak singgah di pulau ini untuk mengambil air. Maklum, pulau ini dikenal sebagai lumbung air tawar. Namun, begitu menginjakkan kaki di pulau ini, ia diserang ribuan lebah yang bersembunyi di pepohonan. Agaknya , dari sinilah nama”Penyengat” itu berasal. Pulau Penyengat dulu (sekitar tahun 1900) merupakan pusat pemerintahan. Selain istana sebagai tempat tinggal raja, pulau ini juga memiliki mahkamah, rumah sakit, dan sarana transportasi yang memadai. Konon, posisi pulau ini menjadi sangat penting ketika berkobar perang Riau pada akhir abad ke-18. Kala itu, Raja Haji Fisabilillah menjadikan Pulau Penyengat sebagai wilayah pertahanan utama. MEDIA PUM

MENUJU PENYENGAT

Untuk mencapai pulau penyengat dapat menggunakan pelabuhan dari pulau Batam dengan satu kali transit menuju Tanjungpinang, Batam merupakan basecamp anda sebelum mendarat ke  Bandara Hang Nadim, anda dapat menggunakan pelabuhan terdekat di Batam seperti  Dermaga Telaga Punggur  yang mempunyai pelayaran rutin dengan tujuan harian

58

TRAVELLER

untuk masyarakat menuju  Tanjungpinang,  kemudian dilanjutkan dengan jenis kapal berbeda perahu mesin tempel yang akan menuju dermaga Penyengat, Pulau Penyengat  sendiri termasuk dalam kawasan administratif kecamatan Tanjungpinang Barat. Pulau ini menawarkan sesuatu yang berbeda. Tak ada suasana gemerlap, atau gemuruh kendaraan roda empat. Jika anda kerap mengarungi dunia maya (internet), cobalah sekali-kali cari tahu tentang Pulau Penyengat mungkin lebih banyak diceritakan dalam bahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia. Ini membuktikan pulau ini terkenal di Negara lain ketimbang di Negara kita sendiri, Padahal pulau ini masuk dalam wilayah Negara kita. Pulau penyengat sejak lama menarik minat para turis asing, utamanya yang tengah berkunjung di Singapura, pulau mungil ini memang tak jauh dari Singapura. Dengan kapal feri, pulau penyengat biasa dicapai dalam waktu dua jam dari negeri singa. Karena itulah, banyak turis asing di Singapura yang menyempatkan diri untuk menyinggahi Pulau Penyengat. Di mata mereka, Pulau Penyengat memiliki pesona tersendiri.

telurnya dipakai untuk mewarnai dinding dan kubah mesjid. Mesjid yang berdiri pada 1 syawal 1249 hijriah atau pada tahun 1832 masehi ini didirikan oleh yang Dipertuanmuda VII, Raja Abdul Rahman. Mesjid ini memiliki 17 buah kubah sesuai dengan jumlah rakaat shalat wajib dalam satu hari. Dari Dermaga Panjang dan Pelabuhan Sri Bintan Pura, Kota Tanjung Pinang, bangunan Masjid Raya Sultan Riau yang berwarna kuning cerah terlihat mencolok di antara bangunanbangunan lainnya di pulau Penyengat Pada umumnya penduduk pulau penyengat bekerja sebagai nelayan. Merka merupakan keturunan etnis melayu dan sehari – hari berbicara dalam bahasa melayu atau bahasa melayu riau. Mereka juga fasih membaca huruf arab gundul bahkan penunjuk jalan di pulau inipun menggunakan dua bahasa, yakni bahasa indonesiadan bahasa arab gundul. Di pulau ini nyaris tidak ada kriminalitas. Tata karma pergaulan antara pemuda dan pemudi masih dijaga ketat. Merupakan hal terlarang bagi seorang pemuda jika berada di rumah seorang gadis hingga menjelang magrib. warga pulau ini masih menjunjung tinggi nilai agama dan kesopanan. Jangan sekali-kali membayangkan bisa naik mobil di sini, sebab memang tak ada kendaraan bermotor dengan roda lebih dari tiga di pulau ini. Tak heran jalanjalan di pulau penyengat umumnya sempit hanya bisa dilewati satu becak motor dan satu sepeda motor.

WISATA PENYENGAT

Pulau Penyengat memiliki sejumlah bangunan bersejarah yang terawat baik. Salah satunya adalah mesjid pulau penyengat. Bisa dibilang inilah landmark pulau penyengat. Keistimewaan mesjid ini berbeda dengan bangunan masa kini, masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur untuk memperkuat dinding kubah, menara, dan bagian lainnya. Konon, dibutuhkan telur berkapal – kapal untuk mendirikan mesjid ini. Sedangkan kuning

MEDIA PUM

59

TRAVELLER

Azmi, salah seorang pengemudi becak motor, bercerita tarif becak motor berlaku setara bagi wisatawan asing maupun domestic. Harganya juga resmi. Pada hari-hari ketika banyak wisatawan banyak berkunjung, becak motor yang seluruhnya berjumlah 23 unit menjadi rebutan wisatawan yang ingin berkeliling pulau. Bahkan keluarga sultan Selangor setiap tahun selalu berkunjung ke pulau penyengat dan menyewa jasa becak motor untuk menyusuri pulau. Selain mesjid pulau penyengat, ada beberapa tempat lain yang selalu dikunjungi para wisatawan yakni makam-makam Raja Riau beserta keluarganya. salah satunya adalah kompleks makam Raja  Hamidah (Engku Puteri) pemegang Religa Kerajaan (alat-alat kebesaran kerajaan). Raja Hamidah adalah permaisuri Sultan Mahmud Syah III (1760-1812). Sultan Mahmud Syah III adalah keturunan Sultan Riau IV dengan gelarnya Raja Haji Fisabilillah yang merupakan pahlawan nasional dalam membela tanah melayu dalam peperangan melawan Belanda. Pulau ini milik Raja Hamidah yang diberikan oleh Sultan Mahmud Syah III sebagai mahar atau mas kawin.

Di Kompleks Makam Raja Hamidah terdapat makam Raja Ali Haji (1808-1873), seorang pahlawan nasional dalam bidang sastra dan bahasa Indonesia, pujangga terkenal dengan hasil karyanya Gurindam Dua Belas, 12 pasal syair melayu yang berisikan nasihat-nasihat. Selain itu ada makam Raja Ahmad seorang penasehat kerajaan. Raja Haji Abdullah yang Dipertuan Muda Riau-Lingga IX (1855-1858) serta Permaisurinya Tengku Aisyah. Tak jauh dari Kompleks Makam Raja Hamidah terdapat pula Kompleks Makam Raja Jafar yang Dipertuan Muda Riau-Lingga VI (1806-1831) dan Raja Ali yang Dipertuan Muda Riau-Lingga VIII (1844-1855) anak dari Raja Jafar beserta keturunannya. Hampir seluruh keturunan Raja Riau-Lingga dimakamkan di Pulau Penyengat. Satu lagi peninggalan sejarah yang dapat Anda kunjungi adalah Balai Adat Melayu Indera Perkasa. Balai Adat adalah tempat penyimpanan perkakas-perkakas Raja dan Tuan Putri. Terdapat pelaminan pengantin di dalam Balai Adat ini. Selain itu di bawah bangunan Balai Adat Melayu Indera Perkasa terdapat sumur yang konon merupakan sumber mata air pertama di Pulau Penyengat. (Kunjungan tim redaksi dan berbagai sumber)

SURAT PEMBACA REVIEW SURAT PEMBACA DARI : UJE’ A.K.A JEFRI MIRZA (BAGIAN PEMERINTAHAN UMUM SETDA KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI) ATAU (SUBBAG UMUM KEC. PELAYANGAN KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI) MAJALAH MEDIA INFORMASI DIRJEN PUM SANGAT BERPERAN STRATEGIS DALAM PENYEBARAN INFORMASI PENTING, KEGIATAN BEST PRACTICE YANG DILAKUKAN OLEH SUATU INTANSI/PEMERINTAH DAERAH TERTENTU, DAN PENYEBARAN ISU-ISU YANG SEDANG MENJADI TRENDING TOPIC DALAM RANGKA PELAKSANAAN KEGIATAN-KEGIATAN KEPEMERINTAHAN. TERIMA KASIH DAN SUKSES SELALU SAYA UCAPKAN KEPADA BAGIAN/BIDANG/BIRO HUMAS DIRJEN PUM YANG TELAH BERUSAHA MAKSIMAL UNTUK TERUS MENGHASILKAN KARYA TERBAIKNYA. SAYA BERHARAP NANTINYA MAJALAH MEDIA INFORMASI DIRJEN PUM TIDAK HANYA BERISI INFORMASI-INFORMASI, TETAPI JUGA DAPAT MENJADI PERTIMBANGAN/ACUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH DECISION MAKER/STAKEHOLDER DAN SEKALIGUS SEBAGAI MEDIA PEMERSATU DAN SHARING ANTAR PEMERINTAH DAERAH, PEMERINTAH DAERAH DAN PEMERINTAH PUSAT SEHINGGA TERWUJUDNYA NEGARA INDONESIA YANG JAUH LEBIH BAIK LAGI. AMIIN. Majalah Media Ditjen Pemerintahan Umum Kemendagri secara umum sudah baik, namun isi nya perlu ditambahkan mengenai instruksi-instruksi kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota , dan tentang perhatian kepada satpol PP, juga dalam majalah ini perlu dimasukkan berita mengenai keberhasilankeberhasilan Pol PP daerah dalam pelaksanaan tugas dan majalah ini kiranya dapat dikirim ke Pol PP tingkat Provinsi di seluruh Indonesia. Khalidin (Kasatpol PP Aceh).

MEDIA PUM

60

TRAVELLER & SURAT PEMBACA

MEDIA PUM

61

PUM WEDDING MOMENT

K I S A H

-

K I S A H

I N S P I R A T I F

D A L A M

K E H I D U P A N

Gema Kehidupan Seorang bocah mengisi waktu luang dengan kegiatan mendaki gunung bersama ayahnya. Entah mengapa, tiba-tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh. “Aduh!” jeritannya memecah keheningan suasana pegunungan. Si bocah amat terkejut ketika mendengar suara dikejauhan menirukan teriakannya persis sama, “Aduh!”. Dasar anak-anak, ia berteriak lagi, “He, siapa kau?” Jawaban yang terdengar juga sama, “He, siapa kau?” Lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru, “Pengecut kamu!” Lagi-lagi, ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan umpatan serupa. Ia lalu bertanya kepada sang ayah,”Apa yang terjadi?” Dengan penuh kearifan, sang ayah tersenyum, “Anakku, coba perhatikan.” Lelaki itu lalu berkata dengan suara yang keras, “Saya kagum padamu!” Suara di kejauhan menjawab, “Saya kagum padamu!” Sekali lagi, sang ayah berteriak, “Kamu sang juara!” Suara itu juga menjawab, “Kamu sang juara!” Sang bocah sangat keheranan. Meski demikian, ia belum mengerti apa artinya. Lalu, sang ayah menjelaskan, “Suara itu gema, tapi sesungguhnya itulah kehidupan.” Kehidupan member umpan balik atas semua ucapan dan tindakan kita. Dengan kata lain, kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan kita. Bila Anda ingin mendapatkan lebih banyak cinta di dunia ini, maka ciptakan cinta di dalam hatimu. Bila Anda menginginkan tim kerja Anda punya kemampuan tinggi, ya tingkatkan kemampuan itu. Hidup akan memberikan kembali segala sesuatu yang telah Anda berikan kepadanya. Ingat, hidup bukanlah sebuah kebetulan, tapi sebuah bayangan diri Anda sendiri.

Andalah penguasa atas diri Anda. Jangan biarkan masa lalu menumpulkan asa dan melayukan semangat kita. Anda adalah elang-elang itu. Perubahan pasti terjadi. Karena itu, kita harus berubah menjadi lebih baik! (Dari Buku “Malaikat Kecilku” Kisah-kisah Pendek Inspirasional Sepanjang Masa, oleh Khoiro Ulfa)

MEDIA PUM

Kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan kita. Hidup akan memberikan kembali segala sesuatu yang telah Anda berikan kepadanya. Ingat, hidup bukanlah sebuah kebetulan, tapi sebuah bayangan diri Anda sendiri. (Dari Buku “Malaikat Kecilku” Kisah-kisah Pendek Inspirasional Sepanjang Masa, oleh Khoiro Ulfa)

Transformasi Hidup; Berani Meninggalkan Zona Aman Elang merupakan jenis unggas yang mempunyai umur paling panjang di dunia. Umurnya dapat mencapai 70 tahun. Tetapi, untuk mencapai umur sepanjang itu, seekor elang harus membuat suatu keputusan yang sangat berat pada umurnya yang ke 40. Ketika elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok hingga hamper menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal, sehingga sangat menyulitkan waktu terbang. Pada saat itu, elang hanya mempunyai dua pilihan: menunggu kematian atau mengalami suatu proses transformasi yang sangat menyakitkan. Suatu proses transformasi yang panjang selama 150 hari. Untuk melakukan transformasi itu, elang harus berusaha keras terbang ke atas puncak gunung untuk kemudian membuat sarang di tepi jurang, berhenti, dan tinggal di sana selama proses transformasi berlangsung. Pertama-tama, elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu per satu cakar-cakarnya. Ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan 62

mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan. Lima bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh. Elang mulai dapat terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru, elang tersebut mulai menjalani 30 tahun kehidupan barunya dengan penuh energi! Dalam kehidupan ini, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan yang sangat berat untuk memulai sesuatu proses pembaharuan. Kita harus berani dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan. Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku lama kita agar kita dapat mulai terbang lagi menggapai tujuan yang lebih baik di masa depan. Hanya bila kita bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal yang baru, kita baru mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam, mengasah keahlian baru, dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Halangan terbesar untuk berubah terletak di dalam diri sendiri, dan Andalah sang penguasa atas diri Anda. Jangan biarkan masa lalu menumpulkan asa dan melayukan semangat kita. Anda adalah elang-elang itu. Perubahan pasti terjadi. Karena itu, kita harus berubah menjadi lebih baik! KISAH INSPIRATIF

E

C

E

R

C

A

H

C

A

H

A

Y

A

IMAGE BY GOOGLE.COM

S

D

alam perjalanan hidup di dunia, tentunya seseorang tidak akan lepas dari kesalahan dan dosa sebagai akibat hawa nafsu yang diperturutkan. Selain itu, buah pemikiran yang dihasilkan manusia, yang dibanggabanggakan oleh pemiliknya, tidak jarang yang menyelisihi kebenaran, tidak sedikit yang bertentangan dengan ajaran yang ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya. Oleh karenanya, seiring waktu yang diberikan Allah kepada manusia di dunia, sepatutnya dipergunakan untuk mengintrospeksi segala perilaku dan pemikiran yang dimiliki, sehingga mendorong untuk mengoreksi diri ke arah yang lebih baik.

Sarana-sarana untuk Mengevaluasi Diri Diantara sarana yang dapat membantu seseorang untuk mengevaluasi diri adalah sebagai berikut: • Pertama, tidak menutup diri dari saran pihak lain Seorang dapat terbantu untuk mengevaluasi diri dengan bermusyawarah bersama rekan dengan niat untuk mencari kebenaran. • Kedua, bersahabat dengan rekan yang shalih Salah satu sarana bagi seorang muslim untuk tetap berada di jalan yang benar adalah meminta rekan yang shalih untuk menasehati dan mengingatkan kekeliruan kita, meminta masukannya tentang solusi terbaik bagi suatu permasalahan, khususnya ketika orang lain tidak lagi peduli untuk saling mengingatkan. Ketika budaya saling menasehati dan mengingatkan tertanam dalam perilaku kaum mukminin, maka seakan-akan mereka itu adalah cermin bagi diri kita yang akan mendorong kita berlaku konsisten. Oleh karena itu, dalam menentukan jalan dan pendapat yang tepat, anda harus berteman dengan seorang yang shalih. Anda jangan mengalihkan pandangan kepada maddahin (kalangan penjilat) yang justru tidak akan mengingatkan akan kekeliruan saudaranya. • Ketiga, menyendiri untuk melakukan muhasabah Salah satu bentuk evaluasi diri yang paling berguna adalah menyendiri untuk melakukan muhasabah dan mengoreksi berbagai amalan yang telah dilakukan. Jika hal ini dilakukan, niscaya orang yang melaksanakannya akan beruntung. Bukanlah sebuah aib untuk rujuk MEDIA PUM

63

kepada kebenaran, karena musibah sebenarnya adalah ketika terus-menerus melakukan kebatilan. Kesimpulannya, seorang muslim sepatutnya mengakui bahwa dirinya adalah tempatnya salah dan harus mencamkan bahwa tidak mungkin dia terbebas dari kesalahan. Pengakuan ini mesti ada di dalam dirinya, agar dia dapat mengakui kesalahan-kesalahan yang dilakukannya sehingga pintu untuk mengoreksi diri tidak tertutup bagi dirinya. Allah ta’ala berfirman,

“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11). Manusia merupakan makhluk yang lemah,  betapa seringnya dia memiliki pendirian dan sikap yang berubah-ubah. Namun, betapa beruntungnya mereka yang dinaungi ajaran agama dengan mengevaluasi diri untuk berbuat yang tepat dan mengoreksi diri sehingga melakukan sesuatu yang diridhai Allah. Sesungguhnya rujuk kepada kebenaran merupakan perilaku orang-orang yang kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Disadur dari artikel al-Muraja’ah wa at-Tashhih (www.muslim.or.id) SECERCAH CAHAYA

JUDUL BUKU :

ILMU ADMINISTRASI NEGARA PENGARANG : SAHYA ANGGARA PENERBIT : PUSTAKA SETIA, 2012

JUDUL BUKU :

KAJIAN IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM PEMERINTAHAN LOKAL

Ilmu Administrasi Negara adalah ilmu pengetahuan (cabang ilmu administrasi) yang secara khas melakukan studi (kajian) terhadap fungsi intern dan ekstern strukturstruktur serta proses-proses yang terdapat di bagian yang sangat penting dari sistem dan aparatur pemerintahan. Secara singkat, dapat pula disebut administrasi negara. Dalam bahasa sehari-hari, administrasi negara disebut juga “pemerintahan” selama tidak dicampuradukkan dengan pemerintahan yang sifatnya eksekutif atau politik kenegaraan. Dikalangan departemen kehakiman dan badan-badan pengadilan dikenal dengan istilah tata usaha negara. Pengertian tata usaha negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Urusan pemerintahan berarti kegiatan yang bersifat eksekutif atau policy making (membuat kebijakan), sedangkan administratif berarti objective, plan or action decision making. Dalam buku ini dibahas hal-hal yang merupakan pengantar ilmu administrasi, di antaranya adalah pengertian administrasi dan ilmu administrasi, perkembangan administrasi, dan pembangunan administrasi. Dengan membaca buku ini, diharapkan memperoleh pengetahuan yang mendalam kaitannya dengan ilmu administrasi negara.

PENGARANG : TIM PENELITI, PRATIKNO dkk. PENERBIT : YAYASAN TIFA & FISIPOL UGM, 2012 Keterbukaan informasi publik menjadi fondasi penting demokrasi yang harus terus diperjuangkan. Bahkan, keterbukaan informasi telah dijadikan standar normatif untuk mengukur legitimasi sebuah pemerintahan di mata rakyatnya. Dalam payung besar demokrasi, hanya pemerintah yang senantiasa terbuka kepada rakyatnyalah yang dipandang memiliki legitimasi dalam arti yang lebih substantif. Studi ini berangkat dari kegelisahan betapa demokrasi di daerah berjalan sangat lamban utamanya terkait implementasi akses informasi publik yang telah dijamin oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang telah berlaku efektif pada 30 April 2010 yang lalu. Buku hasil penelitian ini semoga menginspirasi banyak pihak untuk melakukan agenda aksi percepatan implementasi akses informasi agar demokrasi di era otonomi daerah juga bisa menghasilkan kebijakan publik yang lebih melibatkan masyarakat di daerah. MEDIA PUM

64

RESENSI BUKU

KOMIK PUM

a Di suatu pagi... Hai Nessa, projek minggu ini kok belum ada laporan ya?

Oh iya Mai, nanti kita cek bareng - bareng yah..

Di ruangan...

Tang,kerjaan aman? ingetin yang lain juga ya!

Beuhh.. Baru datang udah bahas dateline bu ?! Eh Entang, pagi - pagi udah diupdate sama bu bos

Emang Arul ada yang baru brow?

Aduh rame banget, gimana progress job kalian? kumpulin ya!!

Tenaaaang,,, Laporan anggaran udah beres

Wah Sipp !! Semua sesuai target, kerjaan tim kita beress

Iya doong... meskipun mereka masih muda tapi bisa diandalkan

ada, foto syurrrrr.. ah payah, elu taunya Eyang Sabur aja sihh !!!

Backdrop Rakornas Sudah saya handle

haha iya... biar dia gak update foto arul mulu!

hmm, Nih ruangan berisik sekali... pada masih muda - muda, suaranya kenceng bener!!

Evaluasi rapat udah kelar dari kemarin, aman!!

Kerjaan website juga sudah saya back up semua mbak

Ternyata... meski suasana kerja terdengar berisik mereka tetap profesional