KUALITAS HADIS-HADIS DALAM TAFSIR AL-AZHAR; STUDY ...

102 downloads 4060 Views 2MB Size Report
pembahasan Ayat-ayatnya terdiri dari 30 juz al-Qur'ân dan baru diselesaikan. 12 Ibid ... hadis-hadis yang terdapat pada Tafsîr al-Azhar karya Hamka juz XXIII,.
KUALITAS HADIS-HADIS DALAM TAFSÎR AL-AZHAR; STUDY KRITIK MATAN HADIS DALAM SURAH YÂSÎN

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Siti Masyitoh 105034001222

PROGRAM STUDY TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

KUALITAS HADIS-HADIS DALAM TAFSÎR AL-AZHAR; STUDY KRITIK MATAN HADIS DALAM SURAT YÂSÎN

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Siti Masyitoh 105034001222

Pembimbing:

Dr. Bustamin, M.Si NIP.19630701 199803 1003

PROGRAM STUDY TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KUALITAS HADIS-HADIS DALAM TAFSIR AL-AZHAR: STUDY KRITIK MATAN HADIS DALAM SURAH YÂSÎN telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program Studi Tafsir-Hadis. Jakarta, 17 Juni 2010 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota

Sekertaris Merangkap Anggota

Dr. Bustamin, M.Si 19630701 199803 1 003

Muslim, S,TH.I

Anggota

Drs. Harun Rasyid, MA 19600902 198703 1 001

Maulana, M.Ag 19650207 199903 1 001

Dr. Bustamin, M.Si 19630701 199803 1 003

KATA PENGANTAR

‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬

‫ أﺣﻤﺪﻩ وأﺷﻜﺮﻩ‬.‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ اﻟﺬى ﺟﻌﻞ اﻟﻠﻴﻞ و اﻟﻨﻬﺎر ﺧﻠﻔﺔ ﻟﻤﻦ اراد أن ﻳﺬآﺮ أو أراد ﺷﻜﻮر‬ ....‫ وﺑﻌﺪ‬,‫هﺪى اﻟﻨﺎس اﻟﺴﺒﻴﻞ إﻣﺎ ﺷﺎآﺮا وإﻣﺎ آﻔﻮرا‬

Esensi manusia ditentukan eksistensinya Eksistensi manusia ditentukan perilakunya Perilaku manusia ditentukan cakrawala pemahamannya Cakrawala pemahaman ditentukan kesadaran intensional Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang

telah

melimpahkan nikmat, hidayah dan rahmat-Nya, serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw. sehingga penulisan dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Kualitas Hadis-Hadis dalam Tafsîr Al-Azhar; Study Kritik Matan Hadis dalam Surah Yâsîn.” Munculnya berbagai hambatan dan kesulitan seakan ringan berkat bantuan, dorongan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Bustamin, M.SI. selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis sekaligus sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis khususnya dalam bidang hadis, serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran. 2. Rifqi Muhammad Fathi, M.A. selaku Sekertaris Jurusan Tafsir Hadis.

3. Seluruh Dosen pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas segala motivasi, ilmu

pengetahuan,

bimbingan,

wawasan,

dan

pengalaman

yang

mendorong penulis selama menempuh studi. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Islam Iman Jama’ dan Perpustakaan Nasional. 4. Teristimewa untuk Ayahanda H. Matamin (alm) yang tidak dapat menyaksikan atas kelulusan penulis, teriring do’a semoga beliau mendapatkan kebahagiaan disisi Allah swt. Dan Ibunda tersayang Hj. Aminah, yang sampai saat ini memberikan kasih sayang yang tulus serta motivasi yang tak pernah padam, semoga Allah swt. selalu memberikan kesehatan serta rizki yang halal, mereka yang telah merawat, dan mendidik penulis dengan kasih sayang dan kesabaran, serta memberika selalu motivasi dan semangat yang begitu luar biasa agar penulis dapat meraih cita-cita yang tinggi. Dan tak lupa pula untuk kakak-kakak ku tersayang: Nursyamsiah, Siti Khoiriyah, Ubaydillah, yang telah memberikan perhatian motivasi terus-menerus dan kasih sayangnya terhadap penuulis, semoga mereka menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. 5. Penulis ucapkan terimakasih suami tercinta Muhammad Yunus, yang banyak membantu dukungan serta do’a yang tulus kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh sahabat-sahabat penulis yang selalu dirahmati oleh Allah swt: Sarwenda, Phopo, Eva, Sri Mulyati, Saidatul, Syasya, Lukman Hakim,

Noval, Emphi, yang selalu memberi motivasi serta semangat dan menghibur dikala penulis merasa jenuh dan sedih. 7. Teman-teman Tafsir-Hadis angkatan 2005 khususnya TH.B: Jubaedah, Lili Nurlia, Nenenk Sukriati, Indriani Sukmana, Siti Farida Nurlaily, Venty Damayanty, Faidzaturrahmah, Syahid Akhyari, Haris, Muammar, Alvin, Vtroh, Labib Syauqi, Asep Mahsus, Manaf, Taufik, Salman, Ghoffar, dan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Kebersamaan kita begitu indah dan tidak akan pernah bisa dilupakan. 8. Semua Penghuni Wisma Nirmala, yang selalu memberikan dukungan, serta menghibur dikala sedih, dan serta terima kasih kepada om Liem, mas Ali Makmur, mas Ali Imron, mas Wahid, Moko’, bang Aan, mas Jay, yang telah memberi semangat serta dukungan. 9. Penghuni kozan yang selalu menghibur dikala susah, sedih senang, ditanggung masing-masing, penulis hanturkan terimakasih banyak telah banyak membantu jika penulis dikala mumet dan sakit, mereka lah yang menghibur penulis, kepada Sahlah, Teh Eva, Siti Dalla, Susi, Nurul, Fifah. 10. Semua Teman-teman dari Pondok Pesantren Darurrahman angkatan 26. serta kelompok KKS 2005, dan Teman-teman dari facebook, yang selalu memberi dukungan serta semangat, dan juga memberikan motifasi tinggi. 11. Dan pihak-pihak yang telah membantu penulis, tetapi tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga anya Allah swt yang membalasnya. Mudah-mudahan jasa dan amal baik mereka semua mendapatkan balasan dari Allah swt. Akhirnya penulis pun menyadari dengan wawasan keilmuan penulis yang masih sedikit, referensi dan rujukan-rujukan lain yang belum terbaca,

menjadikan penulis skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis telah berupaya menyelesaikan skripsi ini dengan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai bahan perbaikan penulisan ini. Penulis berharap semoga Allah swt. Memberikan balasan yang lebih baik dari semua pihak pada umumnya. Dengan segala kerendahan hati yang penulis ingin sampaikan harapan yang begitu besar semoga skripsi ini bermanfaat buat pembaca, semoga setiap bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah swt. Kepada Allah swt jualah penulis memohon, semoga jasa baik yang kalian sumbangkan menjadi amal saleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah swt. Amin.

Ciputat, 4 juni 2010

Siti Masyitoh

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………………iv DAFTAR ISI…………………………………………………………………….viii PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………………xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………………1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………………7 C. Tinjauan Pustaka……………………………………………………...8 D. Tujuan dan Manfaat Penulisan………………………………………10 E. Metodologi Penelitian……………………………………………….10 F. Sistematika Penulisan………………………………………………..12 BAB II: LANDASAN DAN TEORI A. Sekilas Tentang Tafsir al-Azhar…………………………………….14 1. Biografi Hamka a. Riwayat Hidup………………………………………………...14 b. Karir Intelektual……………………………………………….17 c. Karya-karya Ilmiah Hamka…………………………………...18 2. Gambaran Umum Tafsir al-Azhar karya Hamka………………...19 a. Sistematika Penafsiran………………………………………...22 3. Kandungan Surat Yasin dalam Tafsir al-Azhar…………………..23 B. Metode Kritik Matan Hadis 1. Pengertian Kritik Matan Hadis…………………………………..25 2. Sejarah Kritik Matan Hadis………………………………………29 3. Tujuan, dan Manfaat Kritik Matan Hadis……………………….31 4. Langkah-langkah Kritik Matan Hadis……………………………33 BAB III: PENELITIAN MATAN HADIS DALAM TAFSIR Al-AZHAR PADA SURAH YASÎN Analisis Kritik Matan hadis

1. Perbuatan baik dan buruk……………………...………………….....35 a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis…………..…..41 b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………..……..42 c. Meneliti kandungan makna matan hadis………………………....44 d. Kesimpulan………………………..……...……………………....49 2. Menilik Kekayaan Tuhan Dalam Alam…..........................................50 a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis………………56 b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………………57 c. Meneliti kandungan makna matan hadis…………………………58 d. Kesimpulan………………………………………………….……63 3. Keindahan Laut…………………………..………………………….64 a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis………………70 b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………………70 c. Meneliti kandungan makna matan hadis…………………………72 d. Kesimpulan……………………………………………………….78 4. Bila Kiamat Datang…………………………………………...……..78 a. Meneliti Matan dengan kualitas sanad hadis…………………….82 b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………………82 c. Meneliti kandungan makna matan hadis…………………………83 d. Kesimpulan……………………………………………………….88 5. Sesalan Tuhan Terhadap Anak Adam…………………………….....89 a. Meneliti Matan dengan kualitas sanad hadis…………………….92 b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………………92 c. Meneliti kandungan makna matan hadis…………………………93

d. Kesimpulan……………….……………………………………....97 6. Sesalan Tuhan Terhadap Anak Adam……………………………….98 a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis………….....100 b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………….....101 c. Meneliti kandungan makna matan hadis ……………...……….102 d. Kesimpulan………………..…………………………...………..109 7. Binatang Ternak…………………………..………….…………….109 a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis…………..…111 b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna………...…...111 c. Meneliti kandungan makna matan hadis……………...……..…112 d. Kesimpulan…………………………………..………………….117 8. Perhatikan Asal Kejadianmu…………………………………….…118 a. Meneliti matan hadis dengan kualitas sanad hadis….……...…..121 b. Meneliti susunan lafaz matan hadis yang semakna…………..…112 c. Meneliti kandungan makna matan hadis………………………..124 d. Kesimpulan…………………….………………………………..126

BAB IV: PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………….………….128 B. Saran……………………………………………………...………….129 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..130

PEDOMAN TRANSLITERASI

Huruf Arab

Huruf Latin

‫ا‬

Keterangan Tidak dilambangkan

‫ب‬

b

Be

‫ت‬

t

Te

‫ث‬

ts

te dan es

‫ج‬

j

Je

‫ح‬

h

h dengan garis bawah

‫خ‬

kh

ka dan ha

‫د‬

d

De

‫ذ‬

dz

de dan zet

‫ر‬

r

Er

‫ز‬

z

Zet

‫س‬

s

Es

‫ش‬

sy

es dan ye

‫ص‬

s

es dengan garis di bawah

‫ض‬

d

de dengan garis di bawah

‫ط‬

t

te dengan garis di bawah

‫ظ‬

z

zet dengan garis di bawah

‫ع‬



koma terbalik di atas hadap kanan

‫غ‬

gh

ge dan ha

‫ف‬

f

Ef

‫ق‬

q

Ki

‫ك‬

k

Ka

‫ل‬

l

El

‫م‬

m

Em

‫ن‬

n

En

‫و‬

w

We

‫هـ‬

h

Ha

‫ء‬

'

Apostrof

‫ي‬

y

Ye

Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monofrog atau vokal rangkap diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

__َ__

a

Fathah

---ِ---

i

Kasrah

__ُ__

u

Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

‫__َ__ ي‬

ai

a dan i

‫__َ__ و‬

au

a dan u

Vokal panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu: Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

‫ــَﺎ‬

â

a dengan topi di atas

ْ‫ـِـﻲ‬

î

i dengan topi di atas

ْ‫ـُـﻮ‬

û

u dengan topi di atas

Kata sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ‫ال‬, dialihaksarakan menjadai huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân. Untuk pedoman transliterasi, yang digunakan adalah pedoman transliterasi CeQDa tahun 2007.

Singkatan Swt

: Subhanahu wa ta’âla

Saw

: Sallallahu alaihi wa sallam

Ra

: Radiyallahu ‘anhu

H

: Tahun Hijriah

M

: Tahun Masehi

Tt

: Tanpa Tempat

Tth

: Tanpa Tahun

Tp

: Tanpa Penerbit

Ed

: Editor

BAB I PENADAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Hadis 1 sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’ân 2 memiliki perhatian yang cukup luas baik dari kalangan umat muslim maupun non muslim. Perhatian tersebut setidaknya disebabkan karena hadis merupakan rekam jejak ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah saw. yang merepresentasikan dari pengalaman al-Qur’ân itu sendiri.

3

Berbeda dengan al-Qur’ân yang tidak

diragukan lagi validitasnya, dan tidak semua hadis memiliki validitas yang tinggi. Hadis Nabi saw. memiliki fungsi yang terkait dengan al-Qur’ân, yakni sebagai penjelas al-Qur’ân, menjelaskan yang global, menerangkan yang sulit, membatasi yang mutlâq, mengkhususkan yang umum dan menguraikan ayat-ayat yang ringkas, bahkan kadang kala menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’ân. Mengenai periwayatan hadis tidaklah sama dengan al-Qur’ân, karena al-Qur’ân semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawâtir, 1

Hadis secara bahasa adalah baru, sejumlah ahli hadis berpendapat bahwa hadis adalah perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat Nabi saw. setelah kenabian. Sedangkan ahli-ahli hadis yang lain berpendapat bahwa hadis tidak hanya berarti perkataan, pekerjaan, perbuatan, ketetapan, dan sifat Nabi saw. saja tetapi mencakup perkataan, pekerjaan dan ketetapan Sahabat dan Tabi’în. jadi jumlah hadis yang besar itu tidak selamanya berarti hadis Nabi saw., saja tetapi juga mencakup pendapat-pendapat para sahabat dan tabi’in. lihat Muhammad Musthafa’ ‘Azami, Dirasat fi al-Hadîts al-Nabawî wa Tarikh Tadwînih, (Beirût: al-Maktab al-Islami, 1400 H), terj: Ali Musthafa Ya’qub, Hadis Nabawî dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), cet. I, h. 644. 2 Muhammad ‘Ajjâj al-Khatîb, Usul al-Hadîts Ulûmuhu Wa Mustalahu, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1989), h. 34-50. 3 Suatu ketika Sayyidah ‘Aisyah ditanya oleh seorang sahabat mengenai akhlak Rasulullah saw. maka beliau menjawab kâna khalquhu al-Qur’ân. Lihat Abu’ ‘Abdillah Ahmad ibn Hanbal. Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, vol. VI (Beirût: Dâr al-Fikr, tt), h. 163. U

1

2

sehingga tidak perlu dilakukan penelitian tentang orisinalitasnya. Berbeda dengan hadis dalam periwayatannya tidak semua diriwayatkan secara mutawâtir, bahkan kebanyakan dari hadis-hadis yang ada saat ini yang beredar dilakangan umat Islam 4 diriwayatkan secara ahad, 5 Untuk itu hadis perlu diteliti. Penelitian atas suatu hadis dapat dilakukan dengan menggunakan dua sudut pendekatan, yaitu pendekatan dari materi hadis itu sendiri (matan hadis). Hadis yang matannya sahih belum tentu sanadnya sahih. 6 Sedangkan dalam menetapkan ke-sahih-an suatu hadis dalam segi matannya, diperlukan ilmu yang mendalam tentang al-Qur’ân serta kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari ayat-ayatnya, baik secara langsung maupun tidak. Karena apabila terdapat dalam al-Qur’ân, maka hadis tersebut masih perlu diteliti secara mendalam. Untuk mengetahui sahih atau tidaknya suatu matan diperlukan suatu penelitian matan yang biasa disebut kritik matan (naqd al-matan). Kritik matan ini adalah upaya mengkritisi materi atau pembicaraan yang disampaikan oleh sanad yang terakhir untuk diketahui ke-sahih-an matan hadis tersebut. Menurut penulis, perlunya penelitian matan hadis tidak hanya karena keadaan matan itu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh keadaan sanad saja, tetapi juga karena ada permasalahan di dalam metode periwayatannya. Adanya periwayatan secara makna menyebabkan penelitian matan dengan pendekatan bahasa tidak mudah dilakukan. Kesulitan tersebut terjadi karena matan tersebut

4

Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), cet I. h. 13-14. 5 Hadis Ahad menurut bahasa adalah jama’ dari ahad yang berarti satu, sedangkan menurut istilah, hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh individual atau perorangan atau hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir. 6 M. Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi saw, h. 5.

3

terlebih dahulu telah beredar pada sejumlah periwayat yang berbeda generasi dan tidak jarang juga berbeda latar belakang budaya dan kecerdasannya, sehingga menyebabkan timbulnya perbedaan penggunaan dan pemahaman dalam suatu kata ataupun istilah. Penggunaan pendekatan bahasa dalam penelitian matan sangatlah diperlukan, karena sangat membantu kegiatan penelitian yang berhubungan dengan kandungan petunjuk dari matan hadis yang bersangkutan. Untuk meneliti matan hadis dari segi kandungannya, seringkali diperlukan penggunaan, pendekatan rasio, sejarah dan prisip pokok ajaran Islam. Penelitian matan dengan beberapa macam pendekatan tersebut ternyata memang masih tidak mudah dilakukan, apalagi terhadap kandungan matan hadis yang berhubungan dengan masalah keyakinan tentang hal-hal yang ghaib dan petunjuk agama yang bersifat ta’abbudi. Dengan begitu, penelitian matan hadis memang dibutuhkan kecerdasan si peneliti dalam menggunakan cara pendekatan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kesulitan penelitian matan juga disebabkan masih sangat sidikitnya kitab-kitab yang secara khusus membahas kritik matan. 7 Dalam memahami matan sebuah hadis diperlukan juga sebuah penafsiran situasional/kontekstual, menurut Fazlur Rahman, bahwa pemahaman beberapa doktrin pokok harus dimodifikasi dan ditegaskan kembali. Harus ditafsîrkan menurut persfektif historisnya yang tepat dan menurut fungsinya yang tepat dalam konteks kesejajaran, dikemukakan secara tegas bahwa suatu relevansi terhadap

7

Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis, h. 27-28.

4

aneka ragam unsur dalam hadis dan reinterpretasi yang sempurna selaras dengan perubahan-perubahan kondisi sosial moral dewasa ini mesti dilakukan. 8 Sementara itu, ke-sahih-an matan menurut Ulama Hadis tampaknya beragam, seperti yang dikemukakan oleh Khatib al-Baghdâdi (w 463 H/1072 M) bahwa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbûl (diterima) sebagai matan hadis yang sahih apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu: pertama, tidak bertentangan dengan akal sehat, kedua, tidak bertentangan dengan al-Qur’ân, ketiga, tidak bertentangan dengan hadis mutawâtir, keempat, tidak bertentangan dengan kesepakatan Ulama masa lalu (salaf), kelima, tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti, keenam, tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitasnya lebih kuat. 9 Tolok ukur yang dikemukakan di atas, hendaknya tidak satupun matan hadis yang bertentangan dengannya. Sekiranya ada, maka matan hadis tersebut tidak dapat dikatakan matan hadis yang sahih. Sebuah hadis yang sahih dari segi sanadnya belum tentu sahih dalam segi matannya. 10 Adakalannya lemah dari segi matannya, yaitu setelah para faqih menemukan cacat tersembunyi padanya. 11 Menurut al-Ghozali, dirinya menolak hadis yang dinilainya bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’ân dan menurutnya apa yang dilakukan ini merupakan satu bentuk pembelaan terhadap hadis Nabi

8

Taufik Adnan, Amal, Islam Dan Tantangan Modernitas Study Atas Pemikiran Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1995), h. 73. 9 Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, Manhâj Naqh al-Matan, (Beirût: Dâr al-‘Arafa al-Jadîdah, 1403 H/1983 M), h. 126. 10 Bustamin, dan H. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 4. 11 Muhammad al-Ghazali, Study Kritik atas Hadis Nabi saw; Antara pemahaman Tekstual dan Kontekstual, terj. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1996), h.27.

5

saw.

12

sedangkan Al-Qardawî dalam bukunya yang berjudul ”Bagaimana

Memahami Hadis Nabi saw” mengatakan bahwa untuk memahami hadis dengan benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, penafsiran yang buruk, maka harus sesuai petunjuk al-Qur’ân. 13 Menurut Syuhudi Ismail ada enam hal mengapa penelitian hadis sangat penting: pertama, Hadis Nabi merupakan salah satu sumber ajaran Islam, kedua, tidak seluruh hadis Nabi tertulis pada zaman Nabi, ketiga, sepanjang sejarah peradaban Islam telah timbul berbagai pemalsuan hadis, baik itu dikarenakan faktor kepentingan ekonomi, kesukuan, atau yang sangat terkenal adalah karena adanya faktor politik, keempat, proses penghimpunan hadis yang memakan waktu lama. Sejarah mencatat penghimpunan hadis secara resmi dan masal terjadi atas perintah khalîfah ’Umar bin ’Abd al-Aziz (w 101 H/720 M), kelima, jumlah kitab hadis yang banyak dengan metode penyusunan yang beragam, keenam, hal yang menyebabkan kegiatan penelitian hadis begitu penting yaitu telah terjadi periwayatan hadis secara makna. 14 Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya ke hati-hatian dalam penelitian yang mendalam dalam menganalisa suatu hadis yang tampak bertentangan dengan al-Qur’ân maupun riwayat-riwayat hadis yang berbeda. Tafsîr al-Azhar karya Hamka, merupakan salah satu kitab yang penafsirannya banyak dijadikan rujukan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’ân, pembahasan Ayat-ayatnya terdiri dari 30 juz al-Qur’ân dan baru diselesaikan

12

Ibid, h. 11. Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, terj. Muhammad Baqir, (Bandung: Karisma, 1994), cet III, h. 92-94. 14 Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis, hal 7-20. 13

6

penyusunannya pada tahun 1975. Kitab ini pun mudah untuk dipelajari dan dihayati. Karena tafsirnya menggunakan bahasa indonesia, sehingga mudah dipelajari, dan bahasanya mudah difahami. Ketika Hamka menafsirkan ayat, ia mencantumkan hadis-hadis yang berkenaan dengan ayat tersebut, akan tetapi tidak semua ayat secara satu persatu beliau cantumkan hadisnya, hanya ayat-ayat yang dipilih saja. Dalam kajian kitab tafsîr ini, terdapat beberapa hadis sebagai pendukung ra’yî penafsirannya. Namun sayangnya hadis-hadis yang terdapat pada kitab tersebut, penulis banyak temukan hadis-hadis Nabi saw. tanpa adanya keterangan yang memadai tentang kondisi matan hadis yang dimaksud, dan disamping itu, dalam Tafsîr al-Azhar masih terdapat pula beberapa hadis yang kurang derajatnya (dari kualitas ke-sahih-annya), hal inilah yang menjadi inspirasi penulis untuk mencari kualitas matan hadis-hadis yang terdapat pada Tafsîr tersebut, namun di sini penulis tidak dapat mengupas tuntas seluruhnya, hanya sebatas surah Yâsîn. Penelitian ini hanya dibatasi pada surah Yâsîn, karena penulis merasakan banyak pada kalangan masyarakat yang sering mengamalkan surah Yâsîn, dari berbagai acara seperti tahlilan, mengajikan jenazah, pengajian dan acara-acara lainnya yang sering menggunakan pembacaan surah Yâsîn, padahal masih terdapat dalil-dalil tersebut yang kurang jelas. Hal tersebut perlu dilakukan penelitian, karena penggunaan hadis yang tidak jelas asalnya dalam rangka menjelaskan atau menafsirkan ayat-ayat al-Qur’ân akan melahirkan ketetapan-ketetapan ajaran yang keliru dalam Islam, yang sudah pasti akan membawa dampak negatif dalam kehidupan masyarakat

7

umat muslim khususnya. Karena besar kemungkinan ketetapan ajaran Islam itu tidak sesuai dengan kehendak Allah swt. yang sebenarnya. Melihat latar belakang masalah di atas itulah pemikiran penulis mencoba untuk membahasnya dalam sebuah skripsi yang berjudul ”Kualitas Hadis-Hadis dalam Tafsîr Al-Azhar ; Study Kritik Matan Hadis dalam Surat Yâsîn”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah. Dari sekian banyak permasalahan yang timbul dan untuk memudahkan penulis dalam melakukan kajian dalam meneliti hadis-hadis dalam kitab Tafsîr alAzhar, penulis meneliti kualitas matan hadis-hadis yang terkandung di dalamnya, perlu kiranya penulis untuk membatasi permasalahan yang akan dikaji. Untuk itu, penulisan skripsi ini dibatasi pada kajian analisis kualitas matan hadis pada surah Yâsîn. Penulis menelusuri dalam kitab-kitab hadis yang terdiri dari al-Kutûb Tis’ah, yaitu (Sahih al-Bukhary, Sahih Muslim, Sunan Abî Dawud, Sunan alTurmûdzî. Sunan al-Nasa’î, Sunan Ibn Majjah, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Muwatha’ ibn Malik, dan Sunan Ad-Darimî). Agar lebih fokus dalam penulisan proposal ini, penulis merasa perlu untuk memberikan batasan sebagai berikut: 1. Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan meneliti hadis dari segi matan hadisnya. 2. Hadis-hadis yang akan diteliti adalah hadis yang berasal dari surah Yâsîn, terdapat 14 hadis yang ada akan tetapi penulis hanya meneliti 8 (delapan)

8

hadis dalam Tafsîr al-Azhar, dan penulis akan melakukan penelitian pada matan hadisnya. 3. Dalam kitab Tafsîr al-Azhar, dalam penelitian ini penulis akan meneliti hadis-hadis yang terdapat pada Tafsîr al-Azhar karya Hamka juz XXIII, cetakan Yayasan Nurul Islam, Jakarta. Namun hanya pada surah Yâsîn saja. Atas dasar permasalahan di atas rumusan masalah skripsi ini adalah: -

Bagaimanakah kualitas matan hadis-hadis yang digunakan dalam Tafsîr al-Azhar pada sûrah Yâsîn?

C. Tinjauan Pustaka Terdapat lima judul skripsi yang membahas tentang surah Yâsîn, akan tetapi berbeda pembahasan satu sama lainnya, diantaranya: a. Didin Zahrudin, 15 Fakultas Usuluddîn Jurusan Tafsir-hadis 2003 dalam skripsinya yang berjudul ”Study Kritis Kualitas Hadis Tentang Pembacaan Sûrah Yâsîn Untuk Orang Yang Sedang Menghadapi Kematian”. b. Mulyadi, 16 dari fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Tarjamah 2008, skripsinya berjudul ”Analisis Deskritif Taukid Dalam Surah Yâsîn”: Kajian Al-Qur’an Terjemahan Depag. c. Terdapat pula skripsi dari Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Bahasa dan Sastra Arab 2005 karya Hadi Fauzi, 17 yang berjudul ”Ahammiyatul 15

Didin Zahrudin,15 dalam skripsinya yang berjudul Study Kritis Kualitas Hadis Tentang Pembacaan Surah Yâsîn Untuk Orang Yang Sedang Menghadapi Kematian. Fakultas Ushuluddin jurusan tafsir-hadis (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003). 16 Mulyadi, Analisis Deskritif Taukid Dalam Surah Yâsîn”: Kajian Al-Qur’ân Terjemahan Depag. Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Tarjamah, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008).

9

Wâfi wa al-Ibtida’ fî Tilâwatil Qur’ân (Dirâsah Tahlîliyah Harfiyah fî Surah Yâsîn)”. d. Fakultas Tarbiyah 2006, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab karya Maria Ulfah, 18 yang berjudul ”Dirâsah Ma’ani Al Istifhâm fî Surah Yâsîn wa Tariqah Tadrîsiha”. e. Fahmi Hamzah 19 yang berjudul ”Dirâsah Tahlîliyah An Na’ti fî Surah Yâsîn Wa Tatbiquhu ’Alâ Tatwiri Ta’limi Nahwi”. Fakultas Tarbiyyah, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, 2008. f. Dan pembahasan mengenai hadis-hadis pada surah Yâsîn dalam tafsîr alAzhar telah diteliti oleh Saidatul Awaliyah,20 akan tetapi ia hanya meneliti pada kritik sanad saja. Pembahasan tentang surah Yâsîn disini, bedanya dengan pembahasan yang ada, penulis membahas dan mengkaji kritik matan hadis yang ada di dalam surah Yâsîn dalam tafsîr al-Azhar dan juga melanjutkan penelitian dari saudari Saidatul Alawiyah, karena ia hanya meneliti sanadnya saja .

17

Hadi Fauzi, Ahammiyatul Wâfi Wal Ibtida fî Tilawatil Qur’ân (Dirasah Tahliliyah Harfiyah fî Surah Yâsîn. Fakultas Adab Dan Humaniora, jurusan Bahasa dan Sastra Arab, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005). 18 Maria Ulfah, Dirâsah Ma’ani Al Istifham Fî Surah Yâsîn Wa Thariqah Tadrisiha. Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006). 19 Fahmi Hamzah, Dirasah Tahlîliyah An Na’ti fî Surah Yâsîn wa Tatbiquhu ’Ala Tatwîri Ta’limi Nahwi. Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008). 20 Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis dalam Tafsir al-Azhar; Study Kritik Matan Hadis dalam Surah Yasîn,Fakultas Ushuluddin, jurusan Tafsir-Hadis, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2009).

10

D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: I. Tujuan Umum a. Secara umum penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana mengetahui kualitas matan hadis yang digunakan Hamka terdapat dalam surah Yâsîn pada Tafsîr al-Azhar. b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada mahasiswa atau siapapun yang merasa tertarik mengkaji tentang kualitas matan hadis-hadis yang terdapat pada Tafsîr al-Azhar.

1. Tujuan Khusus Guna melengkapi salah satu persyaratan akhir pada program S1 untuk meraih gelar S.TH.I (Sarjana Theologi Islam) di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian Dalam proposal ini, penulis menggunakan tiga aspek metode penelitian, yaitu: 1. Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan data-data yang memiliki relevansinya dengan masalah yang dibahas, baik itu yang bersumber dari buku atau sumber tertulis lainnya (makalah, artikel, atau laporan penelitian) dengan langkah-langkah

11

penelitian kepustakaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah data terkumpul kemudian penulis klasifikasi menjadi dua jenis sumber data yaitu: a. Sumber data primer yang terdiri dari kitab kamus dengan merujuk kepada kitab-kitab induk yaitu: al-kutub Tis’ah (Sahih al-Bukhary, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Turmûdzy. Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majjah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Muwatha’ ibn Malik, dan Sunan AdDarimî). b. Sumber data sekunder yang terdiri dari buku dan tulisan lainnya yang memiliki relevansi dengan pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

2. Metode Pembahasan Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode induktif, ekploratif, dan analisis. 21 Dengan metode ini penulis berupaya menggali sejauh mungkin informasi data yang telah diperoleh daru kamus dengan merujuk kepada kitab-kitab induk yaitu:

al-kutub Tis’ah (Sahih al-Bukhary,

Sahih Muslim, Sunan Abî Dawud, Sunan al-Turmûdzy. Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majjah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Muwatha’ ibn Malik, dan Sunan AdDarimî). Penelitian hadis ini, yaitu merujuk kepada lafaz hadis dari kitab al-Mu’jam al-alfaz al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold Jhon Wensick dan kitab al-Mausû’ah

21

Metode ekploratif adalah sebuah metode penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin informasi yang terdapat pada objek penelitian. Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), cet. I, hal. 23-24.. Sedangkan metode analisis adalah sebuah metode penelitian yang berusaha mengurai sesuatu dengan tepat dan terarah. Lihat Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 6.

12

al-Atrâf karya Abu Hajjar Muhammad Sa’ib Basuni Zaghlul, untuk merujuk kepada awal hadis. Melakukan penelitian kualitas matan hadis, dari data yang diambil dari kitab matan, untuk kemudian menentukan kedudukan hadis.

3. Metode Penulisan Secara teknis, proposal ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh Center for Quality Development and Accurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. 22

F. Sistematika Penulisan Bab I Berisikan, Pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-bab di antaranya adalah; latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, metodologi penelitian, tujuan penulisan, dan sestematika penulisan. Bab II: Mengenai landasan teori yang merangkap sekilas tentang kitab Tafsîr al-Azhar, Riwayat Hidup Pengarang Tafsîr al-Azhar, Tentang Tafsîr alAzhar karya Hamka, kandungan Surat Yâsîn dalam Tafsîr al-Azhar, Metodologi Kritik Matan Hadis, sejarah, tujuan, dan manfaat. Bab III: Berisikan tentang penelitian hadis, yang berisikan tentang hadishadis dalam Tafsîr al-Azhar pada surat Yâsîn, Penelusuran hadis-hadis, dan

22

Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Sripsi, Tesis, dan Disertasi (Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).

13

analisis kritik matan hadis, kajian kualitas matan hadis, yang merangkap penelitian kritik matan hadis. Bab IV: Merupakan Penutup dari penelitian ini yang terdiri dari kesimpulan yang

berisikan jawaban atas pokok permasalahan, dan saran-saran.

BAB II LANDASAN DAN TEORI

A. Sekilas Tentang Tafsir Al-Azhar “Nan indak lapuak dek ujan, indak lakang dek paneh” (Yang tak lapuk oleh hujan, dan tak lekang oleh panas) Kata-kata ini mencoba menggambarkan situasi dan keadaan semangat keberagamaan yang terdapat di tanah Minang. Dari kata tersebut dikehendaki untuk mewakili terjadinya ketegangan kultural keberagamaan di tanah Minang di satu sisi, tapi disisi lain sana telah terjadi perkembangan semangat bergama yang cukup tinggi, terbukti dengan telah terjadinya diskusi panjang tentang interpretasi teks keagamaan kedalam implementasi praktek budaya keseharian. Tafsîr al-Azhar karya Hamka ini adalah salah satu karya tafsir yang ikut merespon terhadap keadaan sosio kultural pada waktu itu dan juga untuk perkembangan syari’at Islam secara luas. Dengan Hamka sebagai penulisnya, yang merupakan seorang ulama yang punya kredibilitas tinggi dan wawasan yang luas, ditambah lagi dengan konteks sosial politik Indonesia waktu itu, dengan latar belakang dan sejarah penulisan yang kopleks, yaitu Tafsîr Al-Azhar karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

14

15

I. Biografi Hamka ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah ) a. Riwayat Hidup Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa disebut “Hamka” dilahirkan sebuah desa bernama Tanah Sirah, dalam negeri Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Sumatra Barat. 1 Pada tanggal 14 Muharram 1362 H bertepatan dengan 16 Februari 1908. 2 Ibunya bernama Siti Safiyah. Ayah dari ibunya bernama Gelanggang Gelar Bagindo Nan Batuah. Di kala mudanya terkenal sebagai guru tari, nyanyian dan pencak silat. Dari gelanggang itulah, di waktu masih kecil Hamka selalu mendengarkan pantun-pantun yang berarti dan mendalam. 3 Pendidikan yang beliau terima mulai dari rumah sekolah Dîniyah dan surau. Dalam hal ini keinginan orang tuanya yaitu Abdul Karim Amrullah berpengaruh dalam proses pendidikannya. Keinginan ayahnya menjadikan Hamka seorang Ulama, dapat dilihat dari perhatian penuh ayahnya terhadap keinginan belajar ngaji. Hamka kecil tidak ada tanda-tanda pada dirinya bahwa kelak nanti akan menjadi Ulama besar di Indonesia, terbukti Hamka kecil sering merasa tertekan oleh cita-cita ayahnya itu.4 Tertunjang oleh dasar dasar ilmu yang beliau dapatkan sewaktu kecil, yaitu berupa ilmu alat seperti: Nahwu, Sharaf, Fiqih, dan Tafsîr al-Qur’ân yang ia dapatkan sewaktu belajar di Thawalib School. 5

1

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, 1993), h. 75. 2 Yusuf Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsîr Al-Azhar (Jakarta: Penamadani, 2003), Cet. II, h. 39. 3 “Nama Saya: Hamka”, dalam Nasir Tamara, Buntaran Sanusi, dan Vincen Djauhari (editor), Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1996), cet III, h. 51. 4 Ibid, Corak Pemikiran, h.39. 5 Hamka, Kenang-kenangan Hidup (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Jilid I, h. 9.

16

Buku Tafsîr al-Qur’ân yang dipelajari di tingkat pemula pada setiap pesantren, madrasah atupun surau ialah Tafsîr al-Jalalaîn. Demikian juga dengan apa yang diperoleh Hamka ketika masa awal mempelajari Tafsîr al-Qur’ân. 6 Kemudian tambahan untuk Tafsir al-Qur’ân diperoleh dari Ki Bagus Hadikusumo, seorang tokoh yang pernah mondok di salah satu pesantren di Yogyakarta. Pertemuan itu terjadi antara tahun 1924-1925. Usia Hamka waktu itu adalah 17 tahun sedangkan gurunya berusia 34 tahun, karena Ki Bagus Hadikusumo dilahirkan pada tanggal 24 November 1890. 7 Oleh karena itu pelajaran Tafsîr yang diperoleh Hamka dari Ki Bagus Hadikusumo adalah pelajaran Tafsîr lanjutan. Dari segi kualifikasi keilmuan dalam bidang Tafsîr al-Qur’ân yang dimiliki Hamka, tidak banyak data yang dapat menjelaskannya. Apakah dia belajar ilmu-ilmu al-Qur’ân , Ilmu Ma’any, Ilmu Bayân, Ushûl Fiqih, Mustalahu U

al-hadîts dan sebagainya seperti ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang penafsir. Namun menurut penuturan Hamka, pada dasarnya semua ilmu tersebut ala kadarnya yang telah dipelajari, sebagimana beliau ungkapkan dalam muqaddimah tafsîrnya yaitu Tafsîr al-Azhar. 8 Kondisinya yang semakin tua dan dengan kepadatan aktifitasnya memaksa Hamka untuk dirawat di rumah sakit secara serius. Setelah sembuh dari sakitnya, Hamka lebih memutuskan untuk mengurangi aktifitasnya di luar rumah dan lebih suka untuk menerima masyarakat untuk berkonsultasi mengenai masalah-masalah

6

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1990), cet. V, h. 52-53. 7 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran, pada catatan kaki no 42. 8 Hamka, Tafsîr Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000), Juz I, h. 3.

17

keagamaan dikediamannya. 9 Dua bulan setelah Hamka mengundurkan diri sebagai ketua umum MUI, beliau masuk rumah sakit. Setelah kurang lebih satu minggu dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, tepat pada tanggal 24 Juli 1981 ajal menjemputnya untuk kembali menghadap ke hadirat-Nya dalam usia 73 tahun. 10

b. Karir Intelektual Sejak pertemuan dengan gurunya di Yogyakarta, pada tahun-tahun berikutnya Hamka tampil menjadi seorang penganjur Islam, baik melaui Muhammadiyah maupun dakwah dan tulisan-tulisannya. Kesempatan dakwah itu terbuka lebar ketika Hamka tiba di Jakarta pada tahun 1949 dan diterima sebagai anggota koresponden surat kabar Merdeka dan majalah Pemandangan. Kemudian bidang politik praktis dimasukinya melalui pemilihan umum pada tahun 1955 dan Hamka terpilih menjadi anggota konstituante dari Partai Masyumi. Dalam lembaga ini, sesuai dengan kebijakan Masyumi, Hamka maju dengan usul mendirikan negara yang berdasarkan atas al-Qur’ân dan Sunnah. 11 Pada masa Orde Baru, Hamka sering dipercaya pemerintah untuk menghadiri pertemuan-pertemuan negara Islam, di antaranya Konferensi Negaranegara Islam di Rabat (1968), Muktamar Masjid di Mekah (1976) juga seminar tentang Islam dan peradaban di Kuala Lumpur Malaysia. Dua bulan sebelum beliau wafat, Hamka yang tercatat sebagai ketua Majlis Ulama Indonesia, 9

h. 195.

Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983),

10

Ibid, Pribadi, h. 230. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran, h. 51. Lihat juga, Ahmad Syafi’I Ma’arif, Peta Bumi Intelektualisme Islam Indonesia, cet. I, h. 197. 11

18

menyatakan pengunduran dirinya disebabkan adanya perbedaan persepsi antara MUI dengan pemerintah tentang perayaan Natal bersama kaum Kristen dan Islam. MUI memfatwakan haram hukumnya bagi umat Islam menghadiri perayaan Natal bersama dengan umat Kristen, sementara pemerintah memandang sebaliknya. Sehingga pada suatu pertemuan antara MUI dengan pemerintah, Menteri Agama yang waktu itu dijabat oleh Alamsyah ratu Prawiranegara mengancam akan mengundurkan diri sebagai Menteri Agama jika MUI tidak mencabut fatwanya tersebut. Namun Hamka memandang bahwa Menteri Agama tidak perlu mengundurkan diri, karena MUI akan mencabut fatwa tersebut dengan catatan bahwa pencabutan fatwa tersebut bukan berarti membatalkan sahnya fatwa yang telah dikeluarkan itu. 12 Dalam usia 73 tahun, Hamka tercatat sebagai seorang tokoh besar yang telah banyak memberikan kontribusinya bagi negara dan bangsa Indonesia, khususnya umat Islam Indonesia, baik dalam bentuk peranan aktif dalam masyarakat maupun dalam bentuk karya ilmiah yang mempunyai nilai tinggi.

c. Karya-karya Hamka sebagai salah seorang tokoh yang lahir dari latar belakang lingkungan pembaharu dan berpikiran maju dalam pemahaman keagamaan telah banyak melahirkan karya tulis tentang Islam. Karya tulisnya tersebar dan memasuki berbagi bidang ilmu, yaitu Tafsîr, Tasawuf, Teologi, Sejarah Islam dan

12

Ruydi Hamka, Pribadi, h. 196.

19

tak terkecuali Sastra. Karyanya yang terkenal dalam bidang tafsir diantaranya Tafsîr al-Azhar. Terdapat beberapa karya Hamka yang berupa prosa, diantaranya: Dibawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, di dalam Lembah Kehidupan, Merantau ke Deli. Ataupun yang berupa pelajaran Agama atau filsafat, seperti: Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, Lembaga Budi. “keempat buku ini kemudian disatukan dengan nama Mutiara Filsafat.13 Hijrahnya Hamka dari Minangkabau ke Jakarata pada tahun 1949, dan diterima sebagi Koresponden surat kabar Merdeka, majalah Pemandangan. Dan pada saat itu juga Hamka menulis autobiografinya Kenang-kenangan Hidup, dan sekembalinya dari Amerika, Hamka menerbitkan buku perjalanan empat bulan di Amerika, sebanyak dua jilid. 14 Hamka meninggalkan karya yang sangat banyak. Karyanya yang sudah dibukukan tercatat 118 buah, belum termasuk karangan-karangan panjang dan pendek yang dimuat di media massa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan kuliah dan ceramah ilmiah. Tulisan-tulisan tersebut meliputi banyak bidang kajian, seperti: Politik, Sejarah, Budaya, Akhlak dan Ilmu-ilmu KeIslaman.

2. Gambaran Umum Tafsîr al-Azhar Sebelum menjelaskan metode, corak dan sistematika penafsiran Tafsîr alAzhar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang riwayat dari penulisan dan pendahuluan Tafsîr al-Azhar. 13 14

Ibid, h. 336. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran, h. 48-50.

20

Tafsîr al-Azhar merupakan karya utama Hamka dan yang tersebar dan terdapat karya-karya lain diantaranya, dalam bidang Sastra, Sejarah, Tasawuf dan agama, permulaan penafsiran al-Qur’ân ini dilakukannya sejak tahun 1958, hal ini dilakukan lewat kuliah subuh jama’ah masjid al-Azhar kebayoran Baru Jakarta, dimulai dari surat al-Kahfi, juz XV. 15 Penulisan Tafsîr al-Azhar di pengaruhi oleh dua hal; pertama, bangkitnya minat angkatan muda Islam di Indonesia dan daerah-daerah yang berbahasa melayu yang hendak mengetahui kandungan al-Qur’ân pada zaman sekarang, padahal mereka tidak mempunyai kemampuan mempelajari Bahasa Arab. Kedua, medan dakwah para Mubaligh yang memerlukan keterangan agama dengan sumber yang kuat dari al-Qur’ân sehingga diharapkan Tafsîr al-Azhar ini menjadi penolong bagi para Mubaligh dalam menghadapi bangsa yang mulai cerdas. 16 Sehingga pada hari senin, 12 Ramadhan bertepatan dengan 27 Januari 1964, sesaat setelah Hamka memblokir pengajaran dihadapan kurang lebih seratus orang kaum ibu di Masjid al-Azhar, ditangkap oleh penguasa orde lama dan menjebloskan kedalam tahanan. Dalam tahanan itulah Hamka menyelesaikan penulisan Tafsîr al-Azhar. 17 Dalam tafsirnya, Hamka mempunyai tujuan yakni untuk membimbing mereka yang hendak mengetahui rahasia-rahasia al-Qur’an karena haus akan bimbingan agama. Orientasi penafsirannya berpijak di atas kepentingan pembangunan umat dan menghindar dari pertikaian Mazhab dan Ta’asub. 18

15

Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Yayasan Nurul Iman, 1997) cet ke-11, h. 6. Hamka, Tafsir al-Azhar, juz I (Jakarta: Pustaka Panji mas, 1985), h. 4. 17 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, h. 54. 18 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz I, h. 42. 16

21

Dalam hal penyajiannya, Hamka menyajikan bagian-bagian pendek yang terdiri dari beberapa ayat, 1-5 ayat dengan terjemah bahasa Indonesia bersamaan dengan teks Arabnya. Kemudian diikuti dengan penjelasan panjang, yang mungkin terdiri dari 1-15 halaman. Dalam tafsîr tersebut tidak ada upaya untuk menyajikan ayat-ayat al-Qur’ân pembacaan yang tidak terputus, melainkan tekanan pada penafsiran. 19 “Penerbitan pertama Tafsîr al-Azhar oleh penerbit pembimbing masa pimpinan

Haji

Mahmud.

Cetakan

pertama

oleh

pembimbing

masa,

merampungkan penerbitan dari juz pertama sampai juz keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15 sampai dengan juz 29 oleh Pustaka Islam Surabaya dan akhirnya juz 5 sampai dengan juz 14 diterbitkan oleh Yayasan Nusul Islam Jakarta. 20 Metode yang digunakan Hamka dalam Tafsîr al-Azhar adalah dengan menggunakan metode Tahlîli,

21

yaitu mengkaji ayat-ayat al-Qur’ân dari segala

segi dan maknannya, menafsirkan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan urutan Mushaf Utsmany, menguraikan kosa kata dan lafaznya, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat yakni unsur Balâghah, I’jaz dan keindahan susunan kalimat, menisbatkan hukum dari ayat tersebut, serta

19

Howard M. Ferdespiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), cet ke-I, h. 140. 20 Hamka, Tafsîr al-Azhar, Juz I, h. 55. 21 Metode tahlili yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalamnya ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufassirnya. Lihat Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000), cet.II, h. 31.

22

mengemukakan kaitan antara yang satu dengan yang lain, merujuk kepada asbabunuzul, hadis Rasulullah saw, riwayat dari Sahabat dan Tabi’în. 22 Sedangkan corak penafsiran Hamka adalah Tafsîr al-Azhar, dan ia pun sangat tertarik pada Tafsîr al-Manâr karangan Sayyid Ridha yang terkenal dengan corak penafsirannya, yaitu corak Tafsîr bi al-Ra’yî dengan mendemontrasikan pengetahuannya yang luas untuk menafsirkan sebuah ayat.

Sistematika penafsirannya adalah sebagai berikut: a. Menyajikan ayat awal pembahasan Dalam menafsirkan ayat, Hamka terlebih dahulu menyajikan satu sampai lima ayat yang menurutnya ayat-ayat tersebut satu topik. b. Terjemahan dari ayat Untuk memudahkan penafsiran, terlebih dahulu Hamka menerjemahkan ayat tersebut kedalam bahasa Indonesia, agar mudah dipahami pembaca. c. Menjauhi pengertian kata Dalam penafsirannya, Hamka tidak memberikan pengertian kata, karena mungkin pengertian tersebut telah tercakup dalam terjemah. d. Memberikan uraian terperinci Setelah menerjemahkan ayat secara global, Hamka memulai tafsirnya terhadap ayat tersebut dengan luas dan terkadang dikaitkan dengan kejadian pada zaman sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan alQur’ân sebagai pedoman sepanjang masa. 22

Ali Hasan al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsîr, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), cet ke-I, h. 41-42.

23

3. Kandungan Surah Yâsîn dalam Tafsîr al-Azhar Tafsîr al-Azhar juz ke-23 dimulai dengan surah Yâsîn, yaitu surat yang ke36 dalam susunan al-Qur’ân, terdapat 83 ayat, dan turun di Mekkah. Isi kandungan surah Yâsîn dalam Tafsîr al-Azhar ini, sebagaimana kebiasaan suratsurat yang diturunkan di Makkah. Pokok utamanya yang dibicarakan ialah aqidah. Dalam surah Yâsîn ini dimulai dengan sumpah “Demi al-Qur’ân yang penuh berisi hikmat”. Tuhan menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw, memanglah utusan Allas swt. sebagaimana utusan-utusan Allah swt. yang telah terdahulu. Kemudian dari itu dijelaskan betapa hebat perjuangan utusan-utusan Allah swt. itu bila mereka menyampaikan da’wahnya kepada umat manusia. Setelah mengemukakan perjuangan utusan-utusan Allah swt. dan kebiasaan yang menimpa kaum mereka, barulah wahyu selanjutnya mengajak manusia yang menerima seruan. 23 Perhatikan bumi tempat kamu hidup ini, bagaimana bila bumi itu telah mati kering karena hujan tidak turun, kemudian dia dihidupkan kembali oleh Allah swt. keluarlah hasil bumi itu dan dari sana manusia makan buah-buahan yang subur, air pun mengalir. Semua terjadi berpasang-pasangan. Malam bergantian dengan siang, matahari beredar di tempatnya yang telah ditentukan dan bulah pun berkeliling sejak bulan sabit sampai purnama dan sampai surut kembali, semua beredar dengan teratur. 24 Kemudian itu dibangunkanlah kenangan manusia tentang asal-usulnya dari zaman dahulu, tatkala sebuah bahtera besar nenek generasi kedua manusia 23 24

Hamka, Tafsîr al-Azhar, Juz XXIII, h. 10-21. Ibid, h. 40-57.

24

membawa dan menyelamatkan manusia yang beriman karena orang yang tidak mau menerima anjuran kebenaran akan ditenggelamkan. Lalu dibayangkanlah bahwa satu waktu kelak panggilan akan datang, satu pekik yang keras dan dahsyat saja akan mengubah keadaan dan jemputan itu tidak dapat dielakan lagi, sehingga berwasiat itupun tidak sanggup. Nanti, dalam satu waktu yang ditentukan oleh Tuhan sendiri. Maka datanglah hari perhitungan itu tiap orang menerima ganjaran dari bekas amalnya dikala hidup di dunia ini. Malanglah mana yang hidupnya durhaka, dan bahagialah mana yang hidup dalam taat.25 Setelah itu diperingatkan kepada manusia yang lalai dan lengah, sehingga sampai mereka lupa kepada persembahannya yang sejati, yaitu Allah swt. ditukarnya dengan menyembah syaitan, mengapa salah memilih jalan. Sekarang begini yang tersua! Neraka jahannam menganga, menanti mulut terkunci, tetapi tangan mengakui kesalahan dan kaki menjadi saksi.26 Memang banyak sanggahan kepada Nabi, sampai Dia dianggap remeh, dikatakan hanya seorang penyair. Itulah macam manusia mereka tidak ingat bahwa dirinya hanya terjadi dari segumpal air mani’, namun dia masih suka mendebat dan mencari selisih. Bahkan ada yang sambil mencemuruh menanyakan apakah tulang yang telah remuk itu akan hidup kembali? Siapa yang menghidupkan? Nabi sejak dari tanah, lalu jadi nutfah dan lalu jadi manusia itu: “Allah swt”. 27 Sebab itu, bagi Allah hal-hal yang anggap sukar itu, baik yang nyata kelihatan tiap hari, sebagai telur ayam, atau sebiji buah mangga kelak 25

Ibid, h. 58. Ibid, h. 59-67 27 Ibid, h. 67-71 26

25

membuahkan beribu buah mangga, atau yang kita dengar dari wahyu, semuanya itu hanya bergantung kepada satu kata saja, yaitu KUN yang berarti JADILAH!! Maka dia pun terjadi. Cuma bagi kita tidak mungkin, karena kita bukan Tuhan. 28

B. Metodologi Kritik Matan Hadis 1. Pengertian Kritik Matan Hadis “Naqd” menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti “kritik”, yakni pengertian bersifat tidak lekas percaya, tajam dalam penganalisaan, ada pertimbangan baik buruk dalam suatu karya. 29 Maka dapat disimpulkan secara etimologi kata “kritik” dapat diartikan sebagai upaya membedakan antara yang benar dan yang salah atau membedakan antara yang asli dengan yang palsu. Kata “kritik” juga berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya “seorang hakim, krinein berarti “menghakimi”, kriterion berarti “dasar penghakiman”. Kata “an-Naqd” dalam pengertian tersebut tidak dijumpai dalam al-Qur’ân maupun hadis. Namun kata yang memiliki pengertian yang sama disebutkan dalam ayat al-Qur’ân, yaitu kata Yami’ yang berarti memisahkan sesuatu dari sesuatu yang lain. Bahkan seorang pakar hadis abad ketiga Hijriah, Imam Muslim (w. 261 H=875 M) memberi judul bukunya yang mebahas metode kritik hadis dengan al-Tamyiz. Sebagian ulama menamakan istilah an-Naqd dalam study hadis dengan sebutan al-Jarh wa at-Ta’dil sehingga dikenal cabang ilmu hadis, al-Jarh wa at-Ta’dil yaitu ilmu untuk menunjukkan ketidak-sahih-an dan keandalan. Memperhatikan pengertian dan perkembangan istilah tersebut, dalam 28 29

Ibid, h. 78-83 Hasyim Abbas. Kritik Matan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2004), h.9.

26

bahasa Indonsia identik dengan kata “menyeleksi” yang secara leksikal memiliki arti menyaring atau memilih. Ibnu Manzhur dalam lisân al-arab menjelaskan: 30

.‫ﻒ ِﻣﻨْ َﻬﺎ‬ ِ ْ‫ج اﻟ َﺮﻳ‬ ُ ‫اﻟ َﻨﻘْ ُﺪ َو اﻟ َﺘﻨْ ِﻘ ُﺪ َﺗﻤْ ِﻴﻴْ ُﺮ اﻟ َﺪا َر ِه ِﻢ َوِإﺧْ َﺮا‬

“al-naqd yaitu memisahkan emas dan mengeluarkan residunya.” Menurut bahasa, kata matan berasal dari bahasa Arab ‫ ﻣﺘﻦ‬yang artinya punggung jalan (muka jalan). 31 Matan menurut ilmu hadis adalah penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad saw. Matan hadis adalah isi hadis. Matan hadis terbagi menjadi tiga, yaitu ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. 32 Kata matan secara bahasa memiliki arti: 33

.‫ﺐ َوِإرْ َﺗ َﻔ َﻊ‬ َ ‫ض َﻣﺎﺻﻠ‬ ُ ْ‫ﻷر‬ َ‫ا‬

“Tanah yang keras dan naik ke atas”. Sedangkan menurut ilmu hadis, matan memiliki arti: 34

.‫ﻼ ِم‬ َ ‫ﻦ اﻟ َﻜ‬ َ ‫ﺴ َﻨ ِﺪ ِﻣ‬ َ ‫َﻣﺎِإﻧْ َﺘ َﻬﻰ ِإَﻟﻴْ ِﻪ اﻟ‬

“Perkataan terakhir dari sanad yaitu kalam” 35 Dalam struktur utuh penyajian hadis, teks matan yang disebut juga dengan nas al-hadîts atau nas al-riwâyah, senantiasa terletak setelah ujung terakhir sanad. Kebijakan peletakan itu merujuk kepada fungsi sanad sebagai pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadis dari nara sumbernya. 30

Ibn Manzhur, Lisan al-Arab (Beirût: Dâr al-Shadir, tt), cet I, juz 3, h. 425). Ibid, juz 3 (Beirût: Darusa’din, t.th) h. 434-435. 32 Muhammad Tahir al-Jawabi, Juhud al-Muhaditsîn fî Naqd Matan al-Hadîts al-Nabawî al-Syarif, (Tunisia: Muassat A. Al-Karim ibn Abdullah, t,th), h. 88-89. 33 Ibn Muhammad Abu Syahbah, Al-Wasit fi ‘Ulum wa Mustalah al-Hadîts, (tp), h. 18. 34 Nur al-Dîn ‘Itr, Manhâj al-Naqd fî Ulumu al-Hadîts (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1997), cet III, h. 321. 35 Kata-kata hadis yang dengannya menunjukkan makna-makna. 31

27

Kata hadis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkataan, perbuatan, sifat dan penetapan (taqrir) Nabi saw. Inilah yang oleh para muhadditsîn klasik lebih pada pengkajian sanad, ini bias dilihat pada pendefinisian naqd al-hadîts ibn Abi Hatim al-Razi (w.327 H) yaitu: 36

.‫ﻋَﻠﻰ اَﻟﺮ َوا ِة َﺗﻮْ ِﺛﻴْﻘﺎ َو َﺗﺠْ ِﺮﻳْﺤﺎ‬ َ ‫ﻀ ِﻌﻴْ َﻔ ِﺔ َواﻟﺤﻜ ِﻢ‬ َ ‫ﻦ اﻟ‬ َ ‫ﺤ َﺔ ِﻣ‬ َ ْ‫ﺤﻴ‬ ِ‫ﺼ‬ َ ‫ﺚ اﻟ‬ َ ْ‫ﺣﺎ ِدﻳ‬ َ‫ﻷ‬ َ ‫اﻟ َﺘﻤْ ِﻴﻴْ ُﺮ ا‬

“Upaya menyeleksi antara hadis sahih dan da’if dan menetapkan status perawi-perawinya dari segi kepercayaan atau cacat.” Sedangkan definisi yang memberikan porsi yang seimbang antara kritik sanad dan matan dikemukakan oleh ulama kontemporer, seperti yang didefinisikan oleh Muhammad al-Jawabi:

‫ﻻ ِﺋﻞ‬ َ ‫ت َد‬ َ ‫ﺻ ًﺔ َذا‬ َ ‫ﺧﺎ‬ َ ‫ظ‬ ِ ‫ﻼ ِﺑَﺄﻟْ َﻔﺎ‬ ً ْ‫ﺤﺎ َأوْ َﺗﻌْ ِﺪﻳ‬ ً ْ‫ﻋَﻠﻰ اﻟ ُﺮ َوا ِة َﺗﺠْ ِﺮﻳ‬ َ ‫ﺤﻜْ ُﻢ‬ ُ ‫ اﻟ‬:‫ﺤ ِﺪﻳْﺚ ُه َﻮ‬ َ ‫ﻋﻠْ ُﻢ َﻧﻘْﺪ اﻟ‬ ِ ْ‫ﺤ َﻬﺎ َأو‬ ِ ْ‫ﺤﻴ‬ ِ ْ‫ﺳ َﻨ ِﺪ َهﺎ ِﻟ َﺘﺼ‬ َ ‫ﺻﺢ‬ َ ‫ﻰ‬ ِ ‫ث اَﻟﺘ‬ ِ ‫ﺣﺎ ِد‬ َ‫ﻷ‬ َ‫ن ا‬ ِ ْ‫ﻈ ِﺮ ِﻓﻰ ُﻣ ُﺘﻮ‬ َ ‫ َواﻟ َﻨ‬,‫ﻋﻨْ َﺪ َأهِْﻠ ِﻪ‬ ِ ‫َﻣﻌُْﻠﻮْ ِﻣﻪ‬ ‫ﻖ‬ ِ ْ‫ ِﺑ َﺘﻄْ ِﺒﻴ‬,‫ض َﺑﻴْ َﻨ َﻬﺎ‬ ِ ‫ﺤ َﻬﺎ َو َدﻓْﻊ اﻟ َﺘ َﻌﺎر‬ ِ ْ‫ﺤﻴ‬ ِ‫ﺻ‬ َ ْ‫ل ﻋﻤﺎﺑﺪا ﻣﺸﻜﻼ َﻣﻦ‬ ِ ‫ﻹﺷْ َﻜﺎ‬ ِ ‫ َوِﻟ َﺮﻓْ ِﻊ ا‬,‫َﺗﻀْ ِﻌﻴْ ِﻔ َﻬﺎ‬ 37

.‫ﺲ َد ِﻗﻴْ ِﻘ ِﻪ‬ ِ ْ‫َﻣ َﻌﺎ ِﻳﻴ‬

“Ilmu naqd al-hadis ialah penetapan status cacat atau ‘adil pada perawi hadis dengan mempergunakan idiom khusus berdasarkan bukti bukti yang spesifik diketahui oleh para ahlinya, dan mencermati matanmatan hadis yang sahih sanad-nya untuk mengakui validitasnya atau menilai kelemahannya, serta upaya menyingkap kemusykilan pada matan sahih yang sahih serta mengatasi kontradiksi antara matan dengan mengaplikasikan tolok ukur yang detail.” Karena penelitian ini fokus pada kritik matan, maka yang dimaksud kritik matan hadis dalam penelitian ini adalah upaya menyingkap ke musykilan pada

36

Muhammad Mustafa al-Azami, Manhaj An Naqd ‘Inda al-Muhaditsîn (Saudi: Maktabah al-Kautsar, 1982) h. 5. 37 Muhammad al-Jawabi, Juhud al-Muhadditsîn fî Naqd Matan al-Hadîts al-Nabawî alSyarif (tk. Muassasat al-Karim bin Abdullah, tt), h. 94.

28

matan hadis yang sahih serta mengatasi kontradiksi antara matan dengan mengaplikasikan tolok ukur yang detail. Dalam pengertian ini, yang disebut dengan “matan hadis” ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang disampaikan oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan sabda Rasulullah saw, sahabat ataupun Tabi’in, baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi saw, dan juga perkataan sahabat yang menjelaskan perbuatan salah seorang sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi, disebut matan hadis. 38 Untuk mengetahui sahih atau tidaknya suatu matan diperlukan suatu penelitian matan yang biasa disebut kritik matan (naqd al-matan). Kritik matan ini adalah upaya mengkritisi materi atau pembicaraan yang disampaikan oleh sanad yang terakhir untuk diketahui ke-sahih-an matan hadis tersebut. 39 Dari pengertian kata atau istilah kritik di atas, dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kritik matan hadis (naqd al-matan) dalam konteks ini ialah usaha untuk menyeleksi matan-matan hadis sehingga dapat ditentukan antara matan-matan hadis yang sahih atau lebih kuat dan yang tidak. Ke-sahih-an yang berhasil diseleksi dalam kegiatan kritik matan tahap pertama ini baru pada tahap menyatakan ke-sahihan matan menurut eksistensinya. Pada tahap ini belum sampai pada pemaknaan matan hadis, kendatipun unsur-unsur interpretasi matan boleh jadi ada terutama jika menyeleksi matan dengan cara melihat tolok ukur kesahih-an matan hadis. Bila terdapat matan-matan hadis yang sangat rumit dikritik

38

Muhammad Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), cet-I, h. 25. 39 Ibid. h. 13-14.

29

atau diseleksi berkaitan dengan pemaknaannya, maka hal tersebut “diserahkan” kepada study matan hadis tahap kedua yang menangani interpretasi atau pemaknaan matan hadis (ma’na al-hadîts).

2. Sejarah kritik matan hadis Secara historis, sesungguhnya kritik atau seleksi (matan) hadis dalam arti upaya untuk membedakan antara yang benar dan yang salah telah ada dan dimulai pada masa Nabi masih hidup meskipun dalam bentuk yang sederhana. Praktik penyelidikan atau pembuktian untuk meneliti hadis Nabi pada masa itu tercermin dari kegiatan para sahabat pergi menemui atau merujuk kepada Nabi untuk membuktikan apakah sesuatu benar-benar telah dikatakan oleh beliau. Praktik tersebut antara lain; pernah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, ‘Abdullah bin ‘Amr, ‘Umar bin Khattab, Zainab istri Ibn Mas’ud dan lain-lain. 40 Setelah Nabi wafat (11 H=632 M), tradisi kritik hadis dilanjutkan oleh para sahabat. Pada periode ini, tercatat sejumlah sahabat perintis dalam bidang ini, yaitu: a. Abû Bakar as-Siddiq (w. 13 H=634 M). b. Yang diikuti oleh Umar bin Khattab (w. 234 H=644 M). c. Dan Ali bin Abî Thalib (w. 40 H=661 M). Sahabat-sahabat lain yang dikenal pernah melakukan kritik hadis, misalnya: a. ‘Aisyah (w. 58 H=678 M) istri Nabi saw. b. Dan ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khattab (w. 73 H=687 M).

40

Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 2.

30

Pada periode pasca sahabat, mulai ditandai dengan penyebaran hadis yang semakin

banyak

dan

meluas,

dan banyak bermunculan

(matan-matan),

hadis palsu (maudu’). Menanggapi keadaan seperti itu, bangkitlah para Ulama untuk melakukan kritik atau seleksi guna menentukan hadis-hadis yang benarbenar berasal dari Nabi, dan yang tidak. Sementara itu, rangkaian para periwayat hadis yang “tersebar” menjadi lebih banyak dan panjang. Perhatian Ulama untuk meneliti matan dan sanad hadis makin bertambah besar, karena jumlah periwayat yang

tidak

dapat

dipercaya

riwayatnya

semakin

bertambah

banyak. Mereka pun merumuskan kaidah dan cara untuk melakukan kritik atau seleksi hadis. Misalnya saja, untuk menyeleksi antara hadis-hadis yang sahih dan maudu‘ para pakar hadis menetapkan ciri-ciri hadis maudu’ sebagai tolak ukurnya. Dalam hadis palsu, mereka menetapkan tanda-tanda matan hadis yang palsu, yaitu: a. Susunan bahasanya rancu. b. Isinya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit diinterpretasikan secara rasional. c. Isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam. d. Isinya bertentangan dengan hukum alam (sunnatullah). e. Isinya bertentangan dengan sejarah. f. Isinya bertentangan dengan petunjuk al-Qur’ân atau hadis mutawâtir yang telah mengandung petunjuk secara pasti. g. Isinya berada di luar kewajaran bila diukur dari petunjuk ajaran Islam.

31

3. Tujuan dan manfaat kritik matan hadis Menurut penulis, tujuan dan manfaat penelitian matan hadis tidak hanya karena keadaan matan itu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh keadaan sanad saja, tetapi juga karena ada permasalahan di dalam metode periwayatannya. Adanya periwayatan secara makna menyebabkan penelitian matan dengan pendekatan bahasa tidak mudah dilakukan. Kesulitan tersebut terjadi karena matan tersebut terlebih dahulu telah beredar pada sejumlah periwayat yang berbeda generasi dan tidak jarang juga berbeda latar belakang budaya dan kecerdasannya, sehingga menyebabkan timbulnya perbedaan penggunaan dan pemahaman dalam suatu kata ataupun istilah. Penggunaan pendekatan bahasa dalam penelitian matan sangatlah diperlukan, karena sangat membantu kegiatan penelitian yang berhubungan dengan kandungan petunjuk dari matan hadis yang bersangkutan. Untuk meneliti matan hadis dari segi kandungannya, seringkali diperlukan penggunaan, pendekatan rasio, sejarah dan prisip pokok ajaran Islam. Urgensi obyek studi kritik matan ini, ada beberapa segi, diantaranya: a. Menghindari sikap sembrono dan berlebihan dalam meriwayatkan suatu hadis karena adanya ukuran-ukuran tertentu dalam metodologi kritik matan ini. b. Menghadapi kemungkinan adanya kesalahan pada diri para periwayat. c. Menghadapi musuh musuh Islam yang memalsukan hadis dengan menggunakan sanad sahih, tetapi matannya tidak sahih.

32

d. Menghadapi

kemungkinan

terjadinya

kontradiksi

antara

beberapa

riwayat. 41 Penelitian matan dengan beberapa macam pendekatan tersebut ternyata memang masih tidak mudah dilakukan, apalagi terhadap kandungan matan hadis yang berhubungan dengan masalah keyakinan tentang hal-hal yang ghaib dan petunjuk agama yang bersifat Ta’abbudi. Dengan begitu, penelitian matan hadis memang dibutuhkan kecerdasan peneliti dalam menggunakan cara pendekatan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kesulitan penelitian matan juga disebabkan masih sangat sidikitnya kitab-kitab yang secara khusus membahas kritik matan. 42 Sementara itu, ke-sahih-an matan hadis menurut Ulama hadis tampaknya beragam, seperti yang dikemukakan oleh Khatib al-Baghdadi (w 463 H/1072 M) bahwa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbûl (diterima) sebagai matan hadis yang sahih apabila memnuhi beberapa syarat, yaitu: pertama, tidak bertentangan dengan akal sehat, kedua, tidak bertentangan dengan al-Qur’ân, ketiga, tidak bertentangan dengan hadis mutawâtir, keempat, tidak bertentangan dengan kesepakatan Ulama masa lalu (salaf), kelima, tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti, keenam, tidak bertentangan dengan hadîs ahad yang kualitasnya lebih kuat. 43

41

Shalahudîn bin Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis), cet I. h 7-8. Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis. h. 27-28. 43 Shalahudin bin Ahmad al-Adlabi, Manhâj Naqh al-Matan, (Beirû: Dâr al-Arafa alJadidah, 1403 H/1983 M), h. 126. 42

33

Tolok ukur yang dikemukakan diatas, hendaknya tidak satupun matan hadis yang bertentangan dengannya. Sekiranya ada, maka matan hadis tersebut tidak dapat dikatakan matan hadis yang sahih.

4. Langkah-langkah kritik matan hadis Matan hadis terbagi menjadi tiga, yaitu: ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. 44 Dalam melakukan kegiatan penelitian ini, terbagi menjadi tiga langkah metodologis kegiatan penelitian matan hadis, yakni: 1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanad hadis. 2. Meneliti susunan matan yang semakna. 45 3. Meneliti kandungan matan yang terdiri dari: a) Meneliti matan hadis dengan petunjuk al-Qur’ân. b) Meneliti matan hadis dengan hadis yang lebih kuat. 46 c) Meneliti matan hadis dengan akal sehat, indera, dan sejarah. 47 Dengan berbagai metode dan kitab yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian terhadap kualitas sebuah hadis Nabi saw, sehingga hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun secara agama. Bentuk matan pada hadis-hadis Nabi terbagi menjadi lima bagian yaitu:

44

Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi saw. h. 129 Shalahudîn ibn Ahmad al-Adlabi, Manhaj Naqh al-Matan, h. 132. 46 Abu Bakkar Ahmad Ibnu Ali Tsabit Al-Khattib al-Baghdâdi, Kitab al-Kifâyah fî ‘Ilmi alRiwayah, (Mesir: Mathba’ah al-Sa’adah, 1972), h. 206-207. 47 Bustamin, dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 67-68. 45

34

1) Jami’ al-kalim (jamaknya: jawami’ al-kalim, yakni ungkapan yang singkat, namun padat 2) Tamsil (perumpamaan) 3) ramzi (Bahasa simbolik) 4) dialog (bahasa percakapan) 5) Qiyasi (ungkapan analogi), dll. Matan hadis yang berbentuk jami’ al kalim adakalanya juga berbentuk tamsil, dialog, ataupun lainnya.

BAB III PENELITIAN MATAN HADIS DALAM TAFSĨR AL-AZHAR PADA SURAH YÂSÎN

Analisis Kritik Matan I. Perbuatan baik dan Buruk ☺





“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami

menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” Ayat di atas mengandung arti yang sangat dalam, “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati”, Hamka menafsirkan ayat di atas, bahwasanya manusia yang telah mati akan dihidupkan kembali di hari kiamat, 1 dan beliau menafsirkan dengan tafsiran lain pula yaitu hati yang telah mati, yang telah tertumbuk dan tertutup segala pintu. Di dalam al-Qur’an Allah swt menjelaskan bahwa Dia Maha Kuasa menghidupkan kembali tanah yang telah mati, dengan jatuhnya rahmat hujan. Juga ditafsirkan untuk nama yang telah hilang, dihidupkan kembali karena jasa yang diingat orang. Selain dari diri yang akan dihidupkan kembali, “Dan akan Kami tuliskan apa yang telah mereka kerjakan terdahulu.” Maka segala amal usaha yang telah dikerjakan semasa hidup di dunia akan dicatat, dituliskan di sisi Tuhan, tidak ada 1

Kiamat artinya bangun. Bangun dari kematian untuk hidup yang kedua kali.

35

36

yang hilang dan tidak ada yang terlupa. Sebagaimana hadis dalam kitab al-Azhar, mufasir mengambil matan hadis, yaitu:

‫ﻻ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َو‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ﺐ َﻟ ُﻪ ِﻣﺜ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ ُآ ِﺘ‬ َ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻼ ِم‬ َ ْ‫ﻹﺳ‬ ِ ‫ﻦ ﻓِﻰ ا‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ﺐ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ ُآ ِﺘ‬ َ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻼ ِم‬ َ ْ‫ﻹﺳ‬ ِ ‫ﻦ ﻓِﻰ ا‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻰْءٌ َو َﻣﻦ‬ ُ ‫َﻳﻨْ ُﻘ‬ 2

.ٌ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢْ ﺷَﻰْء‬ ُ ‫ﻻ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َو‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ ِوزْ ِر َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ِﻣﺜ‬

“Barang siapa yang merentangkan jalan yang baik di dalam Islam, maka untuknyalah pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya, dengan tidak mengurangi pahala untuk yang memulai itu sedikit pun. Dan barang siapa yang merentangkan jalan baru yang buruk dalam Islam, maka akan dipikulnyalah dosanya dan dosa orang yang menuruti jalannya itu sesudahnya dengan tidak mengurangi pula dosanya agak sedikit pun untuk yang memulai itu.” “Dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” Selain dari tulisan tertulis hitam di atas putih di sisi Tuhan, jejak yang tinggal pun tidak akan dikikis. Dia akan tetap meninggalkan kesan dari masa ke masa. Tafsiran ayat 12 Surat Yâsîn di atas, bahwa segala amalan yang ditinggalkan orang seketika dia menutup mata, tercatat baik di sisi Tuhan dan akan didapatinya catatan itu selengkap-lengkapnya di hari kiamat. Dalam melakukan kegiatan penelusuran matan-matan hadis, peneliti menggunakan metode awal matan, data yang diperoleh dari kitab al-Mausû’ah alAtrâf, penelusurannya sebagai berikut:

.................... 3 ‫ﻣﻦ ﺳﻦ ﻓﻰ اﻹﺳﻼم ﺳﻨﺔ ﺣﺴﻨﺔ‬ 15 : ‫ اﻟﻌﻠﻢ‬: ‫م‬ 395 ,357 : 4 : ‫ﺣﻢ‬ 2

Hamka, Tafsîr al-Azhar, juz XXIII, h. 15 Abu Hajar Muhammad Sa’ib Basuni Zaghlul, al-Mausû’ah al-Atraf al-Hadîts Nabawî al-Syarif, juz II (Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Amaliyah). 3

37

394 : 2 : ‫ﻃﺐ‬ 201 : 6 : ‫ﻣﻨﺸﻮر‬ 1996 : ‫ﻋﻠﻞ‬ Dari teks hadis di atas setelah dilakukan pencarian berdasarkan data dari kitab al-Mausû’ah al-Atrâf al-Hadîts an-Nabawî al-Syarîf, dan peneliti juga menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-alfaz (penelusuran hadis melalui kata-kata), untuk memperoleh matan hadis. Data yang diperoleh dari kitab alMu’jam Mufahras al-alfâz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata ‫ ﻧﻘﺺ‬, penelusurannya sebagai berikut:

.......................... 4 ‫ﻣﻦ ﺳﻦ ﻓﻰ اﻹﺳﻼم ﺳﻨﺔ ﺣﺴﻨﺔ‬ 69 : ‫ رآﺎة‬,15 : ‫ ﻋﻠﻢ‬: ‫م‬ 64 : ‫ زآﺎة‬: ‫ن‬ 203 :2 : ‫ﺟﻪ‬ 361 ,359 ,357 :4 : ‫ﺣﻢ‬ 512 ,514 :1 : ‫دى‬ Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:

‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﺑ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻋﻦْ ﻣُﻮﺳَﻰ ﺑ‬ َ ‫ﺶ‬ ِ ‫ﻷﻋْ َﻤ‬ َ‫ﻦا‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ﺤﻤِﻴ ِﺪ‬ َ ْ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﺟﺮِﻳ ُﺮ ﺑ‬ َ ‫ب ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬ ٍ ْ‫ﺣﺮ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻰ ُز َهﻴْ ُﺮ ﺑ‬ َ ٌ‫ل ﺟَﺎ َء ﻧَﺎس‬ َ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﺟﺮِﻳ ِﺮ ﺑ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻰ‬ ‫ﺴﱢ‬ ِ ْ‫ل اﻟْ َﻌﺒ‬ ٍ‫ﻼ‬ َ ‫ﻦ ِه‬ ِ ْ‫ﻦ ﺑ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻀﺤَﻰ‬ ‫َﻳﺰِﻳ َﺪ َوَأﺑِﻰ اﻟ ﱡ‬ ْ‫ف َﻓ َﺮأَى ﺳُﻮ َء ﺣَﺎِﻟ ِﻬﻢْ َﻗﺪ‬ ُ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻬ ُﻢ اﻟﺼﱡﻮ‬ َ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ ِ ‫ب ِإﻟَﻰ َرﺳُﻮ‬ ِ ‫ﻷﻋْﺮَا‬ َ‫ﻦ ا‬ َ ‫ِﻣ‬ ‫ن‬ ‫ ُﺛﻢﱠ ِإ ﱠ‬- ‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬- ‫ﻚ ﻓِﻰ َوﺟْ ِﻬ ِﻪ‬ َ ‫ﻰ َذِﻟ‬ َ ‫ﻋﻨْ ُﻪ ﺣَﺘﱠﻰ ُر ِﺋ‬ َ ‫ﻄﺌُﻮا‬ َ ْ‫ﺼ َﺪ َﻗ ِﺔ َﻓَﺄﺑ‬ ‫ﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ‬ َ ‫س‬ َ ‫ﺚ اﻟﻨﱠﺎ‬ ‫ﺤ ﱠ‬ َ ‫َأﺻَﺎ َﺑﺘْ ُﻬﻢْ ﺣَﺎﺟَﺔٌ َﻓ‬ 4

Arnold Jhon Weinsink, al-Mu’jam Mufahrasy al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî, terj: Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi’, juz V, h. 536

‫‪38‬‬

‫ﺤﻴْ َﻔ َﺔ‬ ‫ﺟَ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ُ‬ ‫ن ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻮْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺷﻌْ َﺒ ُﺔ َ‬ ‫ﺟﻌْ َﻔ ٍﺮ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ي َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ ُﻣ َ‬ ‫ﻦ اﻟْ ُﻤﺜَﻨﱠﻰ اﻟْ َﻌ َﻨ ِﺰ ﱡ‬ ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ ُﻣ َ‬ ‫َ‬ ‫ﺻﺪْ ِر اﻟ ﱠﻨﻬَﺎ ِر‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻓِﻲ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﻋﻨْ َﺪ َرﺳُﻮ ِ‬ ‫ل‪ُ :‬آﻨﱠﺎ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َأﺑِﻴ ِﻪ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺟﺮِﻳ ٍﺮ َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟْ ُﻤﻨْ ِﺬ ِر ﺑْ ِ‬ ‫َ‬ ‫ﻀ َﺮ َﺑﻞْ ُآﻠﱡ ُﻬ ْﻢ‬ ‫ف ﻋَﺎﻣﱠ ُﺘ ُﻬ ْﻢ ِﻣﻦْ ُﻣ َ‬ ‫ﺴﻴُﻮ ِ‬ ‫ﻋﺮَاةٌ ُﻣﺠْﺘَﺎﺑِﻲ اﻟ ﱢﻨﻤَﺎ ِر َأوْ اﻟْ َﻌﺒَﺎ ِء ُﻣﺘَﻘَﱢﻠﺪِي اﻟ ﱡ‬ ‫ﺣﻔَﺎةٌ ُ‬ ‫ل َﻓﺠَﺎ َء ُﻩ ﻗَﻮْمٌ ُ‬ ‫ﻗَﺎ َ‬ ‫ج‬ ‫ﺧ َﺮ َ‬ ‫ﻞ ُﺛﻢﱠ َ‬ ‫ﺧَ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ِﻟﻤَﺎ َرأَى ِﺑ ِﻬﻢْ ِﻣﻦْ اﻟْﻔَﺎ َﻗ ِﺔ َﻓ َﺪ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﻀ َﺮ َﻓ َﺘ َﻤ ﱠﻌ َﺮ َوﺟْ ُﻪ َرﺳُﻮ ِ‬ ‫ِﻣﻦْ ُﻣ َ‬ ‫ﺲ‬ ‫ﺧَﻠ َﻘ ُﻜﻢْ ِﻣﻦْ َﻧﻔْ ٍ‬ ‫س اﺗﱠﻘُﻮا َر ﱠﺑ ُﻜﻢْ اﱠﻟﺬِي َ‬ ‫ل }ﻳَﺎ أَ ﱡﻳﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬ ‫ﺐ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻄ َ‬ ‫ﺧَ‬ ‫ن َوَأﻗَﺎ َم ﻓَﺼَﻠﱠﻰ ُﺛﻢﱠ َ‬ ‫َﻓَﺄ َﻣ َﺮ ﺑِﻼﻻ َﻓَﺄ ﱠذ َ‬ ‫ﻈﺮْ ﻧَﻔْﺲٌ‬ ‫ﺤﺸْ ِﺮ}ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﻠﱠﻪَ َوﻟْ َﺘﻨْ ُ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ُﻜﻢْ رَﻗِﻴﺒًﺎ{ وَاﻵ َﻳ َﺔ اﱠﻟﺘِﻲ ﻓِﻲ اﻟْ َ‬ ‫ن َ‬ ‫ن اﻟﱠﻠ َﻪ آَﺎ َ‬ ‫ﺧ ِﺮ اﻵ َﻳ ِﺔ ِإ ﱠ‬ ‫ﺣ َﺪ ٍة ِإﻟَﻰ ﺁ ِ‬ ‫وَا ِ‬ ‫ع‬ ‫ع ُﺑ ﱢﺮ ِﻩ ِﻣﻦْ ﺻَﺎ ِ‬ ‫ﺟﻞٌ ِﻣﻦْ دِﻳﻨَﺎ ِر ِﻩ ِﻣﻦْ ِدرْ َه ِﻤ ِﻪ ِﻣﻦْ َﺛﻮْ ِﺑ ِﻪ ِﻣﻦْ ﺻَﺎ ِ‬ ‫ق رَ ُ‬ ‫ﺼ ﱠﺪ َ‬ ‫ﻣَﺎ َﻗ ﱠﺪ َﻣﺖْ ِﻟ َﻐ ٍﺪ وَا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﻠﱠﻪَ{ َﺗ َ‬ ‫ﻋﻨْﻬَﺎ َﺑﻞْ َﻗﺪْ‬ ‫ﺠ ُﺰ َ‬ ‫ﺼ ﱠﺮ ٍة آَﺎ َدتْ َآﻔﱡ ُﻪ َﺗﻌْ ِ‬ ‫ﻷﻧْﺼَﺎ ِر ِﺑ ُ‬ ‫ﺟﻞٌ ِﻣﻦْ ا َ‬ ‫ل َﻓﺠَﺎ َء رَ ُ‬ ‫ﻖ َﺗﻤْ َﺮ ٍة ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺸﱢ‬ ‫ل َوَﻟﻮْ ِﺑ ِ‬ ‫َﺗﻤْ ِﺮ ِﻩ ﺣَﺘﱠﻰ ﻗَﺎ َ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ‬ ‫ﺖ َوﺟْ َﻪ َرﺳُﻮ ِ‬ ‫ب ﺣَﺘﱠﻰ َرَأﻳْ ُ‬ ‫ﻃﻌَﺎ ٍم َو ِﺛﻴَﺎ ٍ‬ ‫ﻦ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﺖ َآﻮْ َﻣﻴْ ِ‬ ‫س ﺣَﺘﱠﻰ َرَأﻳْ ُ‬ ‫ل ُﺛﻢﱠ َﺗﺘَﺎ َﺑ َﻊ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬ ‫ﺠ َﺰتْ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻋَ‬ ‫َ‬ ‫ﻦ ﻓِﻲ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ل َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﻞ َآَﺄ ﱠﻧ ُﻪ ُﻣﺬْ َه َﺒ ٌﺔ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻳ َﺘ َﻬﱠﻠ ُ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫َ‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻲْءٌ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓَﻠ ُﻪ َأﺟْ ُﺮهَﺎ َوَأﺟْ ُﺮ َﻣﻦْ َ‬ ‫ﺣَ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻹﺳْﻼ ِم ُ‬ ‫اِ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َﺑﻌْ ِﺪ ِﻩ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ ِو ْز ُرهَﺎ َو ِوزْ ُر َﻣﻦْ َ‬ ‫ن َ‬ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ آَﺎ َ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻹﺳْﻼ ِم ُ‬ ‫ﻦ ﻓِﻲ ا ِ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫َو َﻣﻦْ َ‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢْ ﺷَﻲْءٌ‪.‬‬ ‫َﻳﻨْ ُﻘ َ‬

‫‪6‬‬

‫‪5‬‬

‫‪Muslim, Sahih Muslim, kitab Al-‘Ilmi’, bab man sanna sunnatan hasanatan aw‬‬ ‫‪sayyiatan, wa man dâ’a ila huda aw dolâlatan, no hadis 6804 (2674), h. 1103.‬‬ ‫‪6‬‬ ‫‪Ibid, kitab az-Zakat, bab al-Hatsu ‘alâ as-Sodaqoti walau bisyaqqi tsamroti aw‬‬ ‫‪kalimati toyyibati, wa anhâhijabi min an- Nar, no hadis 2351 (1017) 69, h. 1103.‬‬

‫‪39‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Nasâ’i:‬‬

‫ﻦ أَﺑِﻲ‬ ‫ن ﺑْ َ‬ ‫ﻋﻮْ َ‬ ‫ل َو َذ َآ َﺮ َ‬ ‫ﺷﻌْ َﺒ ُﺔ ﻗَﺎ َ‬ ‫ل ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُ‬ ‫ث ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻦ اﻟْﺤَﺎ ِر ِ‬ ‫ل ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺧَﺎِﻟ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ﻞ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺟﻤِﻴ ٍ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ َأزْ َه ُﺮ ﺑْ ُ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﻋﻨْ َﺪ َرﺳُﻮ ِ‬ ‫ل‪ُ :‬آﻨﱠﺎ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َأﺑِﻴ ِﻪ ﻗَﺎ َ‬ ‫ث َ‬ ‫ﺤﺪﱢ ُ‬ ‫ﺟﺮِﻳ ٍﺮ ُﻳ َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺖ اﻟْ ُﻤﻨْ ِﺬ َر ﺑْ َ‬ ‫ﺳ ِﻤﻌْ ُ‬ ‫ل َ‬ ‫ﺤﻴْ َﻔ َﺔ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺟَ‬ ‫ُ‬ ‫ﻀ َﺮ َﺑﻞْ ُآﻠﱡ ُﻬ ْﻢ ِﻣﻦْ‬ ‫ف ﻋَﺎﻣﱠ ُﺘ ُﻬ ْﻢ ِﻣﻦْ ُﻣ َ‬ ‫ﺴﻴُﻮ ِ‬ ‫ﺣﻔَﺎ ًة ُﻣ َﺘ َﻘﱢﻠﺪِي اﻟ ﱡ‬ ‫ﻋﺮَا ًة ُ‬ ‫ﺻﺪْ ِر اﻟ ﱠﻨﻬَﺎ ِر َﻓﺠَﺎ َء ﻗَﻮْمٌ ُ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‪ :‬ﻓِﻲ َ‬ ‫َو َ‬ ‫ج َﻓَﺄ َﻣ َﺮ‬ ‫ﺧ َﺮ َ‬ ‫ﻞ ُﺛﻢﱠ َ‬ ‫ﺧَ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻟِﻤَﺎ رَأَى ِﺑ ِﻬﻢْ ِﻣﻦْ اﻟْﻔَﺎ َﻗ ِﺔ َﻓ َﺪ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﻀ َﺮ َﻓ َﺘ َﻐ ﱠﻴ َﺮ َوﺟْ ُﻪ َرﺳُﻮ ِ‬ ‫ُﻣ َ‬ ‫ﺲ‬ ‫ﺧَﻠ َﻘ ُﻜﻢْ ِﻣﻦْ َﻧﻔْ ٍ‬ ‫س ا ﱠﺗﻘُﻮا َر ﱠﺑ ُﻜﻢْ اﱠﻟﺬِي َ‬ ‫ل‪} :‬ﻳَﺎ أَ ﱡﻳﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬ ‫ﺐ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻄ َ‬ ‫ﺧَ‬ ‫ن َﻓَﺄﻗَﺎ َم اﻟﺼﱠﻼ َة ﻓَﺼَﻠﱠﻰ ُﺛﻢﱠ َ‬ ‫ﺑِﻼﻻ َﻓَﺄ ﱠذ َ‬ ‫ن ِﺑ ِﻪ‬ ‫ﺚ ﻣِﻨْ ُﻬﻤَﺎ ِرﺟَﺎﻻ َآﺜِﻴﺮًا َو ِﻧﺴَﺎ ًء وَاﺗﱠﻘُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ اﱠﻟﺬِي َﺗﺴَﺎ َءﻟُﻮ َ‬ ‫ﺟﻬَﺎ َو َﺑ ﱠ‬ ‫ﻖ ﻣِﻨْﻬَﺎ َزوْ َ‬ ‫ﺧَﻠ َ‬ ‫ﺣ َﺪ ٍة َو َ‬ ‫وَا ِ‬ ‫ﺟﻞٌ ِﻣﻦْ‬ ‫ق رَ ُ‬ ‫ﺼ ﱠﺪ َ‬ ‫ﻈﺮْ ﻧَﻔْﺲٌ ﻣَﺎ َﻗ ﱠﺪ َﻣﺖْ ِﻟ َﻐ ٍﺪ{ َﺗ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ُﻜﻢْ رَﻗِﻴﺒًﺎ{ َو }ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ َوﻟْ َﺘﻨْ ُ‬ ‫ن َ‬ ‫ن اﻟﻠﱠﻪَ آَﺎ َ‬ ‫ﻷرْﺣَﺎ َم ِإ ﱠ‬ ‫وَا َ‬ ‫ﺟﻞٌ‬ ‫ﻖ َﺗﻤْ َﺮ ٍة َﻓﺠَﺎ َء رَ ُ‬ ‫ﺸﱢ‬ ‫ل َوَﻟﻮْ ِﺑ ِ‬ ‫ع َﺗﻤْ ِﺮ ِﻩ ﺣَﺘﱠﻰ ﻗَﺎ َ‬ ‫ع ُﺑ ﱢﺮ ِﻩ ِﻣﻦْ ﺻَﺎ ِ‬ ‫دِﻳﻨَﺎ ِر ِﻩ ِﻣﻦْ ِدرْ َه ِﻤ ِﻪ ِﻣﻦْ َﺛﻮْ ِﺑ ِﻪ ِﻣﻦْ ﺻَﺎ ِ‬ ‫ﻦ ِﻣﻦْ‬ ‫ﺖ َآﻮْ َﻣﻴْ ِ‬ ‫س ﺣَﺘﱠﻰ َرَأﻳْ ُ‬ ‫ﺠ َﺰتْ ُﺛﻢﱠ َﺗﺘَﺎ َﺑ َﻊ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬ ‫ﻋَ‬ ‫ﺠ ُﺰ ﻋَﻨْﻬَﺎ َﺑﻞْ َﻗﺪْ َ‬ ‫ﺼ ﱠﺮ ٍة آَﺎ َدتْ َآﻔﱡ ُﻪ َﺗﻌْ ِ‬ ‫ﻷﻧْﺼَﺎ ِر ِﺑ ُ‬ ‫ِﻣﻦْ ا َ‬ ‫ل‬ ‫ل َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﻞ َآَﺄ ﱠﻧ ُﻪ ُﻣﺬْ َه َﺒ ٌﺔ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻳ َﺘ َﻬﱠﻠ ُ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﺖ َوﺟْ َﻪ َرﺳُﻮ ِ‬ ‫ب ﺣَﺘﱠﻰ َرَأﻳْ ُ‬ ‫ﻃﻌَﺎ ٍم َو ِﺛﻴَﺎ ٍ‬ ‫َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ‪َ ,‬ﻓَﻠ ُﻪ َأﺟْ ُﺮهَﺎ‪َ ,‬وَأﺟْ ُﺮ َﻣﻦْ َ‬ ‫ﺣَ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻹﺳْﻼ ِم ُ‬ ‫ﻦ ﻓِﻲ ا ِ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫اﻟﻠﱠﻪِ َ‬ ‫ﻞ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ َﻓ َﻌَﻠﻴْ ِﻪ ِوزْ ُرهَﺎ َو ِوزْ ُر َﻣﻦْ َ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻹﺳْﻼ ِم ُ‬ ‫ﻦ ﻓِﻲ ا ِ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ َو َﻣﻦْ َ‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ َ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ َ‬ ‫َ‬ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ‪.‬‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢْ َ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ َ‬ ‫ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َ‬

‫‪7‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah:‬‬

‫ﻋﻦْ‬ ‫ﻋ َﻤﻴْ ٍﺮ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﻚ ﺑْ ُ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟْ َﻤِﻠ ِ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ‬ ‫ﻋﻮَا َﻧ َﺔ َ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ َ‬ ‫ب َ‬ ‫ﺸﻮَا ِر ِ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻚ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟْ َﻤِﻠ ِ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣ َ‬ ‫ﻞ‬ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ َ‬ ‫ﺣَ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ل َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ل‪ :‬ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻋﻦْ َأﺑِﻴ ِﻪ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻦ ﺟَﺮِﻳﺮٍ َ‬ ‫اﻟْ ُﻤﻨْ ِﺬ ِر ﺑْ ِ‬

‫‪Nasa’i, Sunan An-Nasa’I, kitab az-Zakat, bab at-Tahrid ‘ala as-Sodaqoti, no hadis 2553,‬‬

‫‪7‬‬

‫‪h. 432.‬‬

‫‪40‬‬

‫ل‬ ‫ل‪ :‬ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺤﻴْ َﻔ َﺔ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺟَ‬ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ ُ‬ ‫ﺤ َﻜ ِﻢ َ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟْ َ‬ ‫ﻞ َ‬ ‫ﻦ َﻳﺤْﻴَﻰ‪ ,‬ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ ُﻧ َﻌﻴْ ٍﻢ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ إِﺳْﺮَاﺋِﻴ ُ‬ ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣ َ‬ ‫ﻞ‬ ‫ن َﻟ ُﻪ َأﺟْ ُﺮ ُﻩ َو ِﻣﺜْ ُ‬ ‫ﻞ ﺑِﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ آَﺎ َ‬ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ َ‬ ‫ﺣَ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ َ‬ ‫َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ ‫ن َ‬ ‫ﻞ ﺑِﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ آَﺎ َ‬ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ َ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ َو َﻣﻦْ َ‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ َ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ َ‬ ‫ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ‪.‬‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢْ َ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ َ‬ ‫ﻞ َأوْزَا ِر ِهﻢْ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ِوزْ ُر ُﻩ َو ِﻣﺜْ ُ‬

‫‪9‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal:‬‬

‫ن‬ ‫ﺟﺮِﻳ ٍﺮ َأ ﱠ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻞ َ‬ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ وَا ِﺋ ٍ‬ ‫ﻦ َأﺑِﻲ اﻟ ﱠﻨﺠُﻮ ِد َ‬ ‫ﺻ ِﻢ اﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ ﻋَﺎ ِ‬ ‫ن َ‬ ‫ﺳﻔْﻴَﺎ ُ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ َﺛَﻨَﺎ ُ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﺚ َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﺤ ﱠ‬ ‫ب ُﻣﺠْﺘَﺎﺑِﻲ اﻟ ﱢﻨﻤَﺎ ِر َﻓ َ‬ ‫ﻷﻋْﺮَا ِ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ِﻣﻦْ ا َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﱠﻠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ﻗَﻮْﻣًﺎ َأ َﺗﻮْا اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ‬ ‫ﻷﻧْﺼَﺎ ِر‬ ‫ﺟﻞٌ ِﻣﻦْ ا َ‬ ‫ﻚ ﻓِﻲ َوﺟْ ِﻬ ِﻪ َﻓﺠَﺎ َء رَ ُ‬ ‫ﻲ َذِﻟ َ‬ ‫ﻄﺌُﻮا ﺣَﺘﱠﻰ ُر ِﺋ َ‬ ‫ﺼ َﺪ َﻗ ِﺔ َﻓَﺄﺑْ َ‬ ‫ﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ‬ ‫س َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ اﻟﻨﱠﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ‬ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ َ‬ ‫ﺣَ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ل َﻣﻦْ َ‬ ‫ﻚ ِﻓﻲ َوﺟْ ِﻬ ِﻪ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ف َذِﻟ َ‬ ‫ﻋ ِﺮ َ‬ ‫س ﺣَﺘﱠﻰ ُ‬ ‫ﺣﻬَﺎ َﻓ َﺘﺘَﺎ َﺑ َﻊ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬ ‫ﻄ َﺮ َ‬ ‫ِﺑ ِﻘﻄْ َﻌ ِﺔ ِﺗﺒْ ٍﺮ َﻓ َ‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻲْءٌ َو َﻣﻦْ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﺘ َﻘ َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦْ َ‬ ‫ﺟ ُﺮهَﺎ َو ِﻣﺜْ ُ‬ ‫ن َﻟ ُﻪ َأ ْ‬ ‫ِﻣﻦْ َﺑﻌْ ِﺪ ِﻩ آَﺎ َ‬ ‫ﻚ ِﻣﻦْ‬ ‫ﺺ َذِﻟ َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ وَﻻ ُﻳﻨْ ِﻘ ُ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ وِزْ ُرهَﺎ َو ِوزْ ُر َﻣﻦْ َ‬ ‫ن َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َﺑﻌْ ِﺪ ِﻩ آَﺎ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ ُ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫َ‬ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ‪.‬‬ ‫َأوْزَا ِر ِهﻢْ َ‬

‫‪10‬‬

‫ﻋﺒْ ِﺪ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺢ َ‬ ‫ﺻ َﺒﻴْ ٍ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﻋﻦْ ُﻣﺴِْﻠ ٍﻢ َﻳﻌْﻨِﻲ اﺑْ َ‬ ‫ﺶ َ‬ ‫ﻷﻋْ َﻤ ُ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ ُﻣﻌَﺎ ِو َﻳ َﺔ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ا َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ل‪ :‬ﺧَﻄَﺒَﻨَﺎ َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺟﺮِﻳ ِﺮ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ﺴﱢ‬ ‫ل اﻟْ َﻌﺒْ ِ‬ ‫ﻦ هِﻼ ٍ‬ ‫ﻦ ﺑْ ِ‬ ‫اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ ِ‬ ‫ن َرﺟُﻼ‬ ‫ن ُﺛﻢﱠ ِإ ﱠ‬ ‫ل َﻣ ﱠﺮ ًة ﺣَﺘﱠﻰ ﺑَﺎ َ‬ ‫ﺐ َوﻗَﺎ َ‬ ‫ﻀ ُ‬ ‫ﻲ ﻓِﻲ َوﺟْ ِﻬ ِﻪ اﻟْ َﻐ َ‬ ‫س ﺣَﺘﱠﻰ ُر ِﺋ َ‬ ‫ﻄَﺄ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬ ‫ﺼ َﺪ َﻗ ِﺔ َﻓَﺄﺑْ َ‬ ‫ﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ‬ ‫ﺤ ﱠﺜﻨَﺎ َ‬ ‫َﻓ َ‬ ‫ﺴﺮُو ُر‬ ‫ﻲ ﻓِﻲ َوﺟْ ِﻬ ِﻪ اﻟ ﱡ‬ ‫س ﻓَﺄَﻋْﻄَﻮْا ﺣَﺘﱠﻰ ُر ِﺋ َ‬ ‫ﺼ ﱠﺮ ٍة َﻓَﺄﻋْﻄَﺎهَﺎ ِإﻳﱠﺎ ُﻩ ُﺛﻢﱠ َﺗﺘَﺎ َﺑ َﻊ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬ ‫ِﻣﻦْ اﻟَْﺄﻧْﺼَﺎ ِر ﺟَﺎ َء ِﺑ ُ‬

‫‪8‬‬

‫‪Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, juz II, kitab Muqoddimah, bab man sanna sunnatan‬‬ ‫‪hasanatan aw sayyiatan, no hadis 203.‬‬ ‫‪9‬‬ ‫‪Ibid, no hadis 207.‬‬ ‫‪10‬‬ ‫‪Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz 4, no. 361.‬‬

‫‪41‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh ad-Darimî:‬‬

‫ل‬ ‫ل ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺟﺮِﻳ ٍﺮ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻖ َ‬ ‫ﺷﻘِﻴ ٍ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ل ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻩ ﻋَﺎﺻِﻢٌ َ‬ ‫ﻋ َﻴﻴْ َﻨ َﺔ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ُ‬ ‫ﺳﻔْﻴَﺎ ُ‬ ‫ع ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُ‬ ‫ﺷﺠَﺎ ٍ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ اﻟْ َﻮِﻟﻴ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦْ‬ ‫ن َﻟ ُﻪ ِﻣﺜْ ُ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ آَﺎ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ ُ‬ ‫ﺣَ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ ‪-‬ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‪َ »: -‬ﻣﻦْ َ‬ ‫َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﻞ ِوزْ ِر َﻣﻦْ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ ِﻣﺜْ ُ‬ ‫ن َ‬ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ آَﺎ َ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأﺟْ ِﺮ ِﻩ ﺷَﻰْءٌ ‪َ ،‬و َﻣﻦْ َ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﻘ َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫َ‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِﻩ ﺷَﻰْءٌ«‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﻘ َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫َ‬

‫‪12‬‬

‫ﻋﻦْ‬ ‫ﺢ‪َ -‬‬ ‫ﺻ َﺒﻴْ ٍ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﻋﻦْ ُﻣﺴِْﻠ ٍﻢ ‪َ -‬ﻳﻌْﻨِﻰ اﺑْ َ‬ ‫ﺶ َ‬ ‫ﻷﻋْ َﻤ ُ‬ ‫ع ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ ُﻣﻌَﺎ ِو َﻳ َﺔ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ا َ‬ ‫ﺷﺠَﺎ ٍ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ اﻟْﻮَﻟِﻴ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ‪-‬ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬ ‫ﻄ َﺒﻨَﺎ َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﺧَ‬ ‫ل‪َ :‬‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺟﺮِﻳ ِﺮ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻰ َ‬ ‫ﺴﱢ‬ ‫ل اﻟْ َﻌﺒْ ِ‬ ‫ﻼٍ‬ ‫ﻦ ِه َ‬ ‫ﻦ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ ِ‬ ‫َ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻼ ِﻣ َ‬ ‫ﺟً‬ ‫ن َر ُ‬ ‫ﺐ ‪ُ ،‬ﺛﻢﱠ ِإ ﱠ‬ ‫ﻀ ُ‬ ‫ن ﻓِﻰ َوﺟْ ِﻬ ِﻪ اﻟْ َﻐ َ‬ ‫ﻄﺌُﻮا ﺣَﺘﱠﻰ ﺑَﺎ َ‬ ‫ﺼ َﺪ َﻗ ِﺔ َﻓَﺄﺑْ َ‬ ‫ﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ‬ ‫س َ‬ ‫ﺚ اﻟﻨﱠﺎ َ‬ ‫ﺤ ﱠ‬ ‫وﺳﻠﻢ‪َ -‬ﻓ َ‬ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ‬ ‫ﺣَ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ل ‪َ »:‬ﻣﻦْ َ‬ ‫ﺴﺮُو ُر ‪َ ،‬ﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻰ ﻓِﻰ َوﺟْ ِﻬ ِﻪ اﻟ ﱡ‬ ‫س ﺣَﺘﱠﻰ ُر ِﺋ َ‬ ‫ﺼ ﱠﺮ ٍة َﻓ َﺘﺘَﺎ َﺑ َﻊ اﻟﻨﱠﺎ ُ‬ ‫ﻷﻧْﺼَﺎ ِر ﺟَﺎ َء ِﺑ ُ‬ ‫اَ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺳﱠ‬ ‫ﺟﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻰْءٌ ‪َ ،‬و َﻣﻦْ َ‬ ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأ ُ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﻘ َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦْ َ‬ ‫ن َﻟ ُﻪ َأﺟْ ُﺮ ُﻩ َو ِﻣﺜْ ُ‬ ‫آَﺎ َ‬ ‫‪13‬‬

‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢْ ﺷَﻰْءٌ« ‪.‬‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﻘ َ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋ ِﻤ َ‬ ‫ﻞ ِوزْ ِر َﻣﻦْ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ ِوزْ ُر ُﻩ َو ِﻣﺜْ ُ‬ ‫ن َ‬ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ آَﺎ َ‬ ‫َ‬

‫‪1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanad‬‬ ‫‪Dari hasil penelitian yang telah di teliti, bahwa dari semua jalur akan‬‬ ‫‪bertemu pada Abu Huraîrah dan Jarîr Ibn ‘Abdullah (Masing-masing menjadi‬‬ ‫‪syawahid). Dan semua periwayat dinyatakan oleh para kritikus sebagai periwayat‬‬ ‫‪11‬‬

‫‪Ibid, no. 357.‬‬ ‫‪Ad-Darimî, Sunan Ad-Darimî, juz I, bab man sanna sunnatan hasanatan aw sayyiatan,‬‬ ‫‪no hadis 512, h. 140.‬‬ ‫‪13‬‬ ‫‪Ibid, no hadis 514, h. 141.‬‬ ‫‪12‬‬

42

yang Tsiqat, sehingga periwayatannya dapat diterima. Banyaknya Tawabi’ menjadikan sanad hadis ini menjadi lebih berbobot. Karena dalam setiap tabaqatnya diriwayatkan oleh setidaknya tiga orang, dan kemutasilannya dapat dijamin karena menurut data mereka saling meriwayatkan. Maka telah disimpulkan hadis ini merupakan hadis sahih. 14

1. Meneliti Susunan Lafaz Matan Hadis Yang Semakna Setelah peneliti telusuri matan hadis ini terdapat perbedaan redaksi matan hadis antara periwayat Muslim, An-Nasa’i dan Ahmad ibn Hanbal, yaitu: Periwayat Sahih Muslim

Sunan Nasa’i

14

Matan

Makna

‫ﺴ َﻨ ًﺔ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳﻨﱠ ًﺔ‬ ُ ‫ﻼ ِم‬ َ ْ‫ﻹﺳ‬ ِ ‫ﻦ ﻓِﻰ ا‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ‬ ُ ْ‫ﺐ َﻟ ُﻪ ِﻣﺜ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ ُآ ِﺘ‬ َ ‫َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ ْ‫ﺺ ِﻣﻦ‬ ُ ‫ﻻ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ ‫ﻞ ﺑِﻬَﺎ َو‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻦ ﻓِﻰ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻰْءٌ َو َﻣﻦ‬ ‫ﻞ ﺑِﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ‬ َ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻼ ِم‬ َ ْ‫ﻹﺳ‬ ِ‫ا‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ ِوزْ ِر َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ ِﻣﺜ‬ َ ‫ﺐ‬ َ ‫ُآ ِﺘ‬ .ٌ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢْ ﺷَﻰْء‬ ُ ‫ﻻ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ ‫َو‬ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻹﺳْﻼ ِم‬ ِ ‫ﻦ ﻓِﻲ ا‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫َﻓَﻠ ُﻪ َأﺟْ ُﺮهَﺎ َوَأﺟْ ُﺮ َﻣﻦ‬ ْ‫ﺺ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ ْ‫َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ ِﻣﻦ‬ ‫ﻦ ﻓِﻲ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻲْءٌ َو َﻣﻦ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ آَﺎ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻹﺳْﻼ ِم‬ ِ‫ا‬ ْ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ِوزْ ُرهَﺎ َو ِوزْ ُر َﻣﻦ‬ ْ‫ﺺ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ ْ‫َﺑﻌْ ِﺪ ِﻩ ِﻣﻦ‬ ٌ‫َأوْزَا ِر ِهﻢْ ﺷَﻲْء‬ ,‫ﺴ َﻨ ًﺔ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻹﺳْﻼ ِم‬ ِ ‫ﻦ ﻓِﻲ ا‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ َوَأﺟْ ُﺮ َﻣﻦ‬,‫ﺟ ُﺮهَﺎ‬ ْ ‫َﻓَﻠ ُﻪ َأ‬

Barang siapa yang merent angkan jalan yang baik di dalam Islam, maka untuknya lah pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya, dengan tidak mengurangi pahala untuk yang memulai itu sedikit pun. Dan barang siapa yang merentangkan jalan baru yang buruk dalam Islam, maka akan dipikulnyalah dosanya dan dosa orang yang menuruti jalannya itu sesudahnya dengan tidak mengurangi pula dosanya agak sedikit pun untuk yang memulai itu

Barang siapa yang merenta ngkan jalan yang baik di

Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis Dalam Tafsîr Al-Azhar; Study Kritik Sanad Hadîs Dalam Surat Yâsîn. Fakultas Usuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, h. 97.

43

Sunan ibn Majjah

‫ن‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ آَﺎ‬ َ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ﺟ ُﺮهَﺎ َو ِﻣﺜ‬ ْ ‫َﻟ ُﻪ َأ‬ ْ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻴْﺌًﺎ َو َﻣﻦ‬ ُ ‫ﻻ َﻳﻨْ ُﻘ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ آَﺎ‬ َ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ِوزْ ُرهَﺎ َو ِوزْ ُر َﻣﻦ‬ .‫ﺷﻴْﺌًﺎ‬ َ ْ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢ‬ ُ ‫َﺑﻌْ ِﺪ ِﻩ ﻻ َﻳﻨْ ُﻘ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ‬ َ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ْ‫ﻞ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ِﻣﻦ‬ ُ ْ‫ن َﻟ ُﻪ َأﺟْ ُﺮ ُﻩ َو ِﻣﺜ‬ َ ‫آَﺎ‬ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ‬ َ ْ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢ‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ‬ َ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ ‫ﺳﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َو َﻣﻦ‬ ‫ﻞ‬ ُ ْ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ ِوزْ ُر ُﻩ َو ِﻣﺜ‬ َ ‫ن‬ َ ‫َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ آَﺎ‬ ْ‫ﺺ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ ْ‫َأوْزَا ِر ِهﻢْ ِﻣﻦ‬ .‫ﺷﻴْﺌًﺎ‬ َ ْ‫َأوْزَا ِر ِهﻢ‬ Ahmad ibn Hanbal ْ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ‬ ُ ْ‫ﺟ ُﺮهَﺎ َو ِﻣﺜ‬ ْ ‫ن َﻟ ُﻪ َأ‬ َ ‫َﺑﻌْ ِﺪ ِﻩ آَﺎ‬ ‫ﺺ‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﺘ َﻘ‬ َ ْ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻲْءٌ َو َﻣﻦ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦْ َﺑﻌْ ِﺪ ِﻩ آَﺎ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ ُ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ وَﻻ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ِوزْ ُرهَﺎ َو ِوزْ ُر َﻣﻦ‬ .‫ﺷﻴْﺌًﺎ‬ َ ْ‫ﻚ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢ‬ َ ‫ﺺ َذِﻟ‬ ُ ‫ُﻳﻨْ ِﻘ‬ ‫ن َﻟ ُﻪ َأﺟْ ُﺮهَﺎ‬ َ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ آَﺎ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ‬ َ ْ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦ‬ ُ ْ‫َو ِﻣﺜ‬ ٌ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻲْء‬ َ ‫َأنْ ُﻳﻨْ َﺘ َﻘ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ آَﺎ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َو َﻣﻦ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ ِوزْ ِر َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ِوزْ ُرهَﺎ َو ِﻣﺜ‬ ْ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢ‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﺘ َﻘ‬ َ ْ‫ِﻣﻦ‬ ‫ل َﻣ ﱠﺮ ًة َﻳﻌْﻨِﻲ أَﺑَﺎ ُﻣﻌَﺎ ِو َﻳ َﺔ‬ َ ‫ﺷَﻲْءٌ ﻗَﺎ‬ ‫ﺺ‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ َﻳﻨْ ُﻘ‬ َ ْ‫ِﻣﻦ‬

dalam Islam, maka untuk nyalah pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya, dengan tidak mengurangi pahala untuk yang memulai itu sedikit pun. Barang siapa yang merenta ngkan jalan yang baik apa yang dikerjakannya, maka untuknyalah pahalanya dan pahala orang yang menga malkan sesudahnya, dengan tidak mengurangi pahala untuk yang memulai itu sedikit pun. Dan barang sia pa yang merentangkan jalan baru yang buruk, maka akan dipikulnyalah dosanya dan dosa orang yang menuruti jalannya itu sesud ahnya dengan tidak mengura ngi pula dosanya agak sedi kit pun untuk yang memulai itu Barang siapa yang merentangkan jalan yang baik di dalam Islam, maka untuknyalah pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya, dengan tidak mengurangi pahala untuk yang memulai itu sedikit pun. Dan barang siapa yang merentangkan jalan baru yang buruk dalam Islam, maka akan dipikulnya lah dosanya dan dosa orang yang menuruti jalannya itu sesudahnya dengan tidak mengurangi pula dosanya agak sedikit pun untuk yang memulai itu

44

Sunan Ad-Darimî

‫ﻞ ﺑِﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ ُ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ْ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ن َﻟ ُﻪ ِﻣﺜ‬ َ ‫آَﺎ‬ ، ٌ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأﺟْ ِﺮ ِﻩ ﺷَﻰْء‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﻘ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ آَﺎ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َو َﻣﻦ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ‬ َ ْ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ ِوزْ ِر َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ِﻣﺜ‬ .ٌ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْ َزا ِر ِﻩ ﺷَﻰْء‬ َ ‫َأنْ ُﻳﻨْ َﻘ‬ ‫ن َﻟ ُﻪ َأﺟْ ُﺮ ُﻩ‬ َ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ آَﺎ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ‬ َ ْ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦ‬ ُ ْ‫َو ِﻣﺜ‬ ، ٌ‫ﺺ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢْ ﺷَﻰْء‬ َ ‫َأنْ ُﻳﻨْ َﻘ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ آَﺎ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻦ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َو َﻣﻦ‬ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ ِوزْ ِر َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ِوزْ ُر ُﻩ َو ِﻣﺜ‬ ْ‫ﺺ ِﻣﻦْ َأوْزَا ِر ِهﻢ‬ َ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأنْ ُﻳﻨْ َﻘ‬ َ ْ‫ِﻣﻦ‬ .ٌ‫ﺷَﻰْء‬

Barang siapa yang merentangkan jalan yang baik di dalam Islam, maka untuknyalah pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya, dengan tidak mengurangi pahala untuk yang memulai itu sedikit pun. Dan barang siapa yang merentangkan jalan baru yang buruk dalam Islam, maka akan dipikulnyalah disanya dan dosa orang yang menuruti jalannya itu sesudahnya dengan tidak mengurangi pula dosanya agak sedikit pun untuk yang memulai itu

Matan hadis di atas yang diriwayatkan oleh Muslim, Nasâ’i, Ibnu Majjah, Ahmad ibn Hanbal, dan ad-Darimî, terdapat sedikit perbedaan pada lafaz matan hadisnya. Akan tetapi tidan merubah maksud dari hadis ini. Maka matan hadis ini berkualitas sahih.

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis Dalam meneliti kandungan matan hadis, yang perlu diperhatikan adalah apakah hadîs tersebut bertentangan dengan hadîs mutawâtir atau tidak. Namun setelah diteliti, penulis berpendapat bahwa hadis ini dapat dipertanggungjawabkan, karena ada hadis yang serupa yang terdapat dalam kitab hadis yang mendukung konteks matan hadis tersebut. Sebagimana hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:

45

ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﺟﻌْ َﻔ ٍﺮ‬ َ ‫ﻦ‬ َ ْ‫ن اﺑ‬ َ ‫ﻞ َﻳﻌْ ُﻨﻮ‬ ُ ‫ﺳ َﻤﻌِﻴ‬ ْ ‫ﺣﺠْ ٍﺮ ﻗَﺎﻟُﻮا ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ِإ‬ ُ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﺳﻌِﻴ ٍﺪ وَاﺑ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ب َو ُﻗ َﺘﻴْ َﺒ ُﺔ ﺑ‬ َ ‫ﻦ َأﻳﱡﻮ‬ ُ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﻳَﺤْﻴَﻰ ﺑ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ل َﻣﻦْ دَﻋَﺎ ِإَﻟﻰ ُهﺪًى آَﺎ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﱠﻠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ َ ‫ن َرﺳُﻮ‬ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َأ ﱠ‬ َ ‫ﻋﻦْ َأﺑِﻴ ِﻪ‬ َ ‫اﻟْﻌَﻼ ِء‬ ‫ن‬ َ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ َو َﻣﻦْ دَﻋَﺎ ِإﻟَﻰ ﺿَﻼَﻟ ٍﺔ آَﺎ‬ َ ْ‫ﻚ ِﻣﻦْ ُأﺟُﻮ ِر ِهﻢ‬ َ ‫ﺺ َذِﻟ‬ ُ ‫ﻞ ُأﺟُﻮ ِر َﻣﻦْ َﺗ ِﺒ َﻌ ُﻪ ﻻ َﻳﻨْ ُﻘ‬ ُ ْ‫ﻷﺟْ ِﺮ ِﻣﺜ‬ َ ‫َﻟ ُﻪ ِﻣﻦْ ا‬ 15

.‫ﺷﻴْﺌًﺎ‬ َ ْ‫ﻚ ِﻣﻦْ ﺁﺛَﺎ ِﻣ ِﻬﻢ‬ َ ‫ﺺ َذِﻟ‬ ُ ‫ﻞ ﺁﺛَﺎ ِم َﻣﻦْ َﺗ ِﺒ َﻌ ُﻪ ﻻ َﻳﻨْ ُﻘ‬ ُ ْ‫ﻹﺛْ ِﻢ ِﻣﺜ‬ ِ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ ِﻣﻦْ ا‬ َ

“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa menyeru kepada petunjuk (kebenaran dan kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala yang di dapat oleh orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan, barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.” Maksud hadis di atas, bahwa kebaikan dan kejahatan, dapat berkembang menjadi besar. Sebab, orang yang melakukan sesuatu, tanggung jawabnya tidak sebatas pada yang dilakukan saja. Tetapi juga harus bertanggung jawab apabila ada yang mengikuti perbuatan dan perilakunya, baik perilaku itu berupa kebaikan maupun kejahatan.

☺ ☺ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; 16 merekalah orang-orang yang beruntung.” Ayat di atas menerangkan tentang mengajak manusia pada kebaikan dan mencegah manusia pula pada kejahatan, yaitu melakukan ‘amal ma’ruf nahi munkar. Bahwasanya menyeru orang lain dada kebaikan akan mendapatkan 15

Muslim, Sahih Muslim, bab man dâ’a ilâ hudan aw dolâlatan, no hadis 1860, h. 1091. Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. 16

46

pahala, dan menyeru pada kejahatan mendapatkan dosa. Perbuatan baik atau buruk semuanya akan meninggalkan jejak, dan bekan untuk kehidupan manusia selanjutnya. Bagi manusia yang mengerjakan perbuatan baik, setelah tiada maka ia akan dikenang orang yang baik, dan jika seseorang berbuat jahat, maka akan di cap sampai kapan pun ia orang yang jahat, dan semua perbuatan baik atau pun jahat tercatat oleh malaikat atas perbuatannya selama di dunia. Dalam al-Qur’ân terdapat ayat yang menjelaskan tentang catatan perbuatan baik dan buruk. Hadis lah yang menjelaskan tentang segala perbuatan akan meninggalkan jejak, jika melakukan perbuatan baik maka akan menuai kebaikan dan begitu juga jika melakukan kejahatan, maka akan menuai jejak yang tidak baik. Yang dimaksud jejak ialah jejak langkah kaki seseorang ketika menuju pada ketaatan atau kemaksiatan dan jejak pebuatan baik buruk. Terdapat pemberitahuan dan petunjuk kepada makna ayat secara lebih utama dan terpilih. Sesungguhnya, jika jejak langkah kaki saja ditulis, apalagi jejak langkah baik atau buruk. Sehubung dengan makna ini, terdapat ayat pendukung hadis ini yaitu pada surah al-Kahfi : 49: ☺

☺ ⌧ ⌧ ☺

“Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: betapa celakanya kami, kitab apakah ini,

47

tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar, melainkan tercatat semuanya.”dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan. Dan Tuhan mu tidak mendzolimi seorang pun”. Makna al-Kitab pada ayat ini yaitu kitab amal yang merupakan tempat penghitungan amal setiap Mukallaf, apakah amal baik atau amal buruk. Penulis berpendapat pada ayat ini, ada kaitannya pada matan hadis diatas, yaitu menerangkan tentang perbuatan amal baik dan buruk, selaku manusia jika mengerjakan perbuatan baik atau buruk itu semua akan tercatat, dan semua perbuatan akan ada perhitungannya masing-masing. Jika manusia melakukan kebaikan akan menuai pahala, dan jika melakukan kejahatan akan mendapatkan dosan, maka kerjakanlah apa yang diperintah oleh Allah swt. dan menjauhi larangan-Nya. Konteks sejarah hadis di atas, yaitu pada masa Rasulullah saw, ketika beliau mengatakan perbuatan baik, tatkala para sahabat sedang berada bersamanya pada siang hari. Tiba-tiba datang sekelompok kaum dalam keadaan telanjang dan hanya

memakai

kain

bergaris-garis

yang

terbuat

dari

bulu

dengan

menggantungkan pedang di leher-leher mereka. Mereka itu berasal dari Mudhar. Ketika melihat kemiskinan yang mereka alami wajah Rasulullah saw, berubah. Kemudian, setelah mengerjakan shalat, beliau berkhotbah. Setelah beliau membacakan dua ayat tentang takwa, kemudian bersabda, “Ada seseorang yang menyedekahkan sebagian dari dinarnya, dirhamnya, pakaiannya, satu sha’ gandum, satu sha’ kurma, atau meskipun hanya dengan setengah biji kurma.” Mendengar hal itu, kemudian datanglah seorang sahabat dari kaum Anshar dengan membawa satu pundi yang tangannya hampir tidak mampu mengangkatnya, bahkan tidak mampu lagi. Kemudian, orang-orang lain pun mengikutinya hingga

48

terkumpullah menjadi dua gundukan besar yang terdiri dari makanan dan pakaian. Jadi, seorang dari kaum Anshar yang mengawali menyedekahkan sebagian hartanya itu akan mendapatkan pahala yang banyak karena orang-orang akhirnya mengikuti amal kebaikan yang ia lakukan itu. Sebaliknya, orang yang mengawali perbuatan jahat akan mendapat dosa yang sangat banyak jika ada orang yang mengikutinya, karena dia akan menanggung dosanya dan dosa orang yang mengikutinya. Jelaslah bahwa sekecil apa pun kebaikan dan kejahatan, hal itu bisa berkembang menjadi besar. Sebab, orang yang melakukan sesuatu, tanggung jawabnya tidak sebatas pada yang dilakukan. Tetapi juga harus bertanggung jawab apabila ada yang mengikuti perbuatan dan perilakunya, baik perilaku itu berupa kebaikan maupun kejahatan, karena semua prilaku baik atau jahat dapat meninggalkan jejak. Seumpama seseorang mempelajari dan mengadakan penyelidikan tentang zaman purbakala. Kadang-kadang didapati orang dalam sejarah yang telah ditulis oleh orang yang dahulu kala, dan kadang-kadang bertemu dalam jejak bekas. Inilah yang pernah dipesankan oleh Qatadah, Ulama Tabi’in yang terkenal: “kalau Allah swt. hendak melupakan kamu, hai anak Adam, tentu dilupakannya jejak bekas kamu dengan hembusan angin di atas pasir. Tetapi tidak! Tuhan menghitung setiap langkah yang kamu langkahkan dan jejak dari kedurhakaan. Oleh sebab itu kalau masih ada waktu. Tinggalkanlah jejak yang baik.” Jejak ialah jejak langkah kaki mereka ketika menuju pada ketaatan atau kemaksiatan. Segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan, baik di langit atau di

49

bumi, sangat besar ataupun sangat kecil. Sampai atom sekalupun semuanya itu ada daftarnya di sisi Allah swt di dalam yang bernama lauhul Mahfuz. Segala amalan yang ditinggalkan orang ketika seketika dia menutup mata, semua tercatat baik di sisi Tuhan dan akan didapatinya catatan itu selengkap-lengkapnya di hari kiamat esok. Hadis tentang Tentang Surat Yâsîn, pada surah Yâsîn dalam kitab al-Azhar ini, dapat diterima oleh akal sehat, yaitu merupakan sabda Nabi saw, karena lafaz hadis tersebut mudah dipahami bagi yang membacanya.

Kesimpulan

‫ﻻ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َو‬ َ ‫ﻋ ِﻤ‬ َ ْ‫ﻞ َأﺟْ ِﺮ َﻣﻦ‬ ُ ْ‫ﺐ َﻟ ُﻪ ِﻣﺜ‬ َ ‫ﻞ ِﺑﻬَﺎ َﺑﻌْ َﺪ ُﻩ ُآ ِﺘ‬ َ ‫ﺴ َﻨ ًﺔ َﻓ ُﻌ ِﻤ‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻨ ًﺔ‬ ُ ‫ﻼ ِم‬ َ ْ‫ﻹﺳ‬ ِ ‫ﻦ ﻓِﻰ ا‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ْ‫َﻣﻦ‬ ‫ﺺ‬ ُ ‫“ َﻳﻨْ ُﻘ‬Barang siapa yang merentangkan jalan yang baik di dalam Islam, maka untuknyalah pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya, dengan tidak mengurangi pahala untuk yang memulai itu sedikit pun.” Menurut penulis bahwa segala amat baik mendapatkan pahala dan buruk mendapatkan dosa, semua akan tercatat, dan ada balasannya di dunia maupun diakhirat nanti. Dan segala amalan yang ditinggalkan manusia seketika menutup mata tercatat baik di sisi Tuhan dan akan didapatinya catatan itu selengkap-lengkapnya pada hari kiamat. Dalam penelitian melalui jalur sanad hadîs ini sahih, dan dalam penelitian pada jalur matan juga sahih, terdapat ayat-ayat al-Qur’ân dan hadis lain sebagai pendukung matan hadis di atas, dengan demikian hadis di atas berkualitas sahih.

50

II. Menilik Kekayaan Tuhan Dalam Alam ☺ ☺ ☺ Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. “Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan”. Bahwasanya semuanya diciptakan Allah swt berpasang-pasangan. Ada awal ada akhir, ada pangkal ada ujung, ada langit ada bumi, dan banyak lagi; semuanya berpasang-pasangan. “Dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi” segala tumbuhtumbuhan yang tumbuh di muka bumi ini pun berpasang-pasangan. Terdapat pula yang tumbuh dari bumi dan pada binatang-binatang ada jantan dan ada pula yang betina. Orang Arab mengerti benar “mengawinkan” korma jantan dengan korma betina. Jikalau sudah dikawinkan maka kurma betina akan banyak buahnya. Mulanya Nabi Muhammad saw kurang begitu menghadapkan perhatian kepada urusan itu, sehingga seketika orang yang hendak menanam korma akan mengawinkan kurmanya lebih dahulu, maka Nabi saw menyatakan bahwa hal itu tidak perlu. Maka beberapa waktu demikian ternyatalah kurma yang ditanam sebelum dikawinkan itu tidak berbuah. Akhirnya Nabi saw menyerahkan kembali hal itu kepada ahlinya dan beliau bersabda:

ْ‫َأﻧْ ُﺘﻢْ َأﻋَْﻠ ُﻢ ِﺑَﺄﻣْ ِﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢ‬ “Kamu lebih mengerti dalam urusan dunia-dunia kamu.”

51

Maka kembalilah manusia mengawinkan kurmanya sebelum ditanam, dan bila tiba waktunya berbuah dengan lebat.

Dalam kitab al-Azhar mufasîr mengambil matan hadis, yaitu: 17

ْ‫َأﻧْ ُﺘﻢْ َأﻋَْﻠ ُﻢ ِﺑَﺄﻣْ ِﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢ‬

“Kamu lebih mengerti dalam urusan dunia-dunia kamu.” Dalam melakukan kegiatan penelusuran matan-matan hadis, peneliti menggunakan metode awal matan, data yang diperoleh dari kitab al-Mausû’ah alAtrâf, penelusurannya sebagai berikut:

...............................

18

‫أﻧﺘـﻢ اﻋﻠـﻢ ﺑﺄﻣﻮر دﻧﻴـﺎآﻢ‬ 141, ‫ اﻟﻔﻀﺎﺋﻞ‬: ‫م‬ 2182 : ‫آﻨﺰ‬ 417 : 2 : ‫ﺷﻘﺎ‬

Dari teks hadis di atas setelah dilakukan pencarian berdasarkan data dari kitab al-Mausû’ah al-atrâf al-hadîts al-nabawî al-syarîf, dan peneliti juga menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-Alfâz (penelusuran hadis melalui kata-kata). Data yang diperoleh dari kitab al-Mu’jam Mufahrâs al-alfâz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata ‫ ﻋﻠﻢ‬, penelusurannya sebagai berikut:

............................... 19 ‫أﻧﺘﻢ أﻋﻠﻢ ﺑﺄﻣﺮ دﻧﻴﺎآﻢ‬ 141 : ‫ ﻓﻀﺎﺋﻞ‬: ‫م‬ 17

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XXIII (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995), h. 36 Abu Hajar Muhammad Sa’îb Basuni Zaghlul, al-Mausû’âh al-Atrâf Hadîs Nabawî alSyarîf, juz II (Beirût Libanon: Dâr al-Kutub al-Amaliyah), h. 55. 19 Arnold Jhon Weinsink, al-Mu’jam Mufahrâsy al-alfâz al-Hadîts an-Nabawî, terj: Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqî’, (Leiden: Maktabah Brill, 1995), 18

‫‪52‬‬

‫ﺟﻪ ‪ :‬رهﻮن ‪15 :‬‬ ‫ﺣﻢ ‪126 : 6 ,298 ,16 : 5 :‬‬ ‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:‬‬

‫ﻦ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟَْﺄﺳْ َﻮ ِد ﺑْ ِ‬ ‫ﺷﻴْ َﺒ َﺔ وَﻋَﻤْﺮٌو اﻟﻨﱠﺎ ِﻗ ُﺪ ِآﻠَﺎ ُهﻤَﺎ َ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ َ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ َﺑﻜْ ِﺮ ﺑْ ُ‬ ‫ﻋﻦْ َأﺑِﻴ ِﻪ‪,‬‬ ‫ﻋﺮْ َو َة َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﻋﻦْ ِهﺸَﺎ ِم ﺑْ ِ‬ ‫ﺳَﻠﻤَﺔ َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺣﻤﱠﺎ ُد ﺑْ ُ‬ ‫ﻦ ﻋَﺎ ِﻣ ٍﺮ‪ .‬ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺳْ َﻮ ُد ﺑْ ُ‬ ‫ل َأﺑُﻮ َﺑﻜْ ٍﺮ‪َ :‬‬ ‫ﻋَﺎ ِﻣ ٍﺮ ﻗَﺎ َ‬ ‫ل‪َ)) :‬ﻟﻮْ‬ ‫ن‪َ .‬ﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻣ ﱠﺮ ِﺑ َﻘﻮْ ٍم ُﻳَﻠ ﱢﻘﺤُﻮ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ‬ ‫ﺲ‪َ ,‬أ ﱠ‬ ‫ﻋﻦْ َأ َﻧ ٍ‬ ‫ﺖ َ‬ ‫ﻋﻦْ ﺛَﺎ ِﺑ ٍ‬ ‫ﺸ َﺔ‪َ ,‬و َ‬ ‫ﻋﻦْ ﻋَﺎ ِﺋ َ‬ ‫َ‬ ‫ل‪:‬‬ ‫ﺖ َآﺬَا َو َآﺬَا‪ .‬ﻗَﺎ َ‬ ‫ل‪)) :‬ﻣَﺎ ِﻟ َﻨﺨِْﻠ ُﻜﻢْ؟(( ﻗَﺎﻟُﻮا‪ُ :‬ﻗﻠْ َ‬ ‫ج ﺷِﻴﺼًﺎ‪َ .‬ﻓ َﻤ ﱠﺮ ِﺑ ِﻬﻢْ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺨ َﺮ َ‬ ‫ل‪َ :‬ﻓ َ‬ ‫ﺢ(( ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺼُﻠ َ‬ ‫َﻟﻢْ َﺗﻔْ َﻌﻠُﻮا َﻟ َ‬ ‫))َأﻧْ ُﺘﻢْ َأﻋَْﻠ ُﻢ ِﺑَﺄﻣْ ِﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢْ((‪.‬‬

‫‪20‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah:‬‬

‫ﺲ‬ ‫ﻋﻦْ َأ َﻧ ِ‬ ‫ن ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺣَﻤﱠﺎدٌ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺛَﺎﺑِﺖٌ َ‬ ‫ﻋﻔﱠﺎ ُ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ‬ ‫ﻦ َﻳﺤْﻴَﻰ َ‬ ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣ َ‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ َأﺻْﻮَاﺗًﺎ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ‬ ‫ﺸ َﺔ َأ ﱠ‬ ‫ﻋﻦْ ﻋَﺎ ِﺋ َ‬ ‫ﻋﻦْ َأﺑِﻴ ِﻪ َ‬ ‫ﻋﺮْ َو َة َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﻚ َو ِهﺸَﺎ ُم ﺑْ ُ‬ ‫ﻦ ﻣَﺎِﻟ ٍ‬ ‫ﺑْ ِ‬ ‫ﺢ َﻓَﻠﻢْ ُﻳ َﺆﺑﱢﺮُوا ﻋَﺎ َﻣ ِﺌ ٍﺬ َﻓﺼَﺎ َر‬ ‫ﺼَﻠ َ‬ ‫ل َﻟﻮْ َﻟﻢْ َﻳﻔْ َﻌﻠُﻮا َﻟ َ‬ ‫ﻞ ُﻳ َﺆﺑﱢﺮُو َﻧﻬَﺎ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ت ﻗَﺎﻟُﻮا اﻟﻨﱠﺨْ ُ‬ ‫ل ﻣَﺎ َهﺬَا اﻟﺼﱠﻮْ ُ‬ ‫َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ن‬ ‫ﺸﺄْ ُﻧ ُﻜﻢْ ِﺑ ِﻪ َوِإنْ آَﺎ َ‬ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ ِﻣﻦْ َأﻣْ ِﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢْ َﻓ َ‬ ‫ن َ‬ ‫ل ِإنْ آَﺎ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ﺷِﻴﺼًﺎ َﻓ َﺬ َآﺮُوا ﻟِﻠ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ‬ ‫ﻲ‪.‬‬ ‫ِﻣﻦْ ُأﻣُﻮ ِر دِﻳ ِﻨ ُﻜﻢْ َﻓِﺈَﻟ ﱠ‬

‫‪21‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal:‬‬

‫ﻦ‬ ‫ﺲ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َﺛﻌَْﻠ َﺒ ُﺔ ﺑْ ُ‬ ‫ﻦ َﻗﻴْ ٍ‬ ‫ﻷﺳْ َﻮ ُد ﺑْ ُ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ا َ‬ ‫ﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُزهَﻴْﺮٌ َ‬ ‫ﻞ َ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ آَﺎ ِﻣ ٍ‬ ‫ﺣﺪِﻳﺜًﺎ‬ ‫ﺧﻄْ َﺒ ِﺘ ِﻪ َ‬ ‫ب َﻓ َﺬ َآ َﺮ ﻓِﻲ ُ‬ ‫ﺟﻨْ ُﺪ ٍ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺴ ُﻤ َﺮ َة ﺑْ ِ‬ ‫ﺧﻄْ َﺒ ًﺔ ِﻟ َ‬ ‫ت ﻳَﻮْﻣًﺎ ُ‬ ‫ﺷ ِﻬﺪْ ُ‬ ‫ل َ‬ ‫ﻞ اﻟْ َﺒﺼْ َﺮ ِة ﻗَﺎ َ‬ ‫ي ِﻣﻦْ َأهْ ِ‬ ‫ﻋﺒﱠﺎ ٍد اﻟْ َﻌﺒْ ِﺪ ﱡ‬ ‫َ‬

‫‪20‬‬

‫‪Muslim, Sahih Muslim, (Beirût Libanon: Dârul al-Kitâb al-‘Ârobi, t.th), h. 689.‬‬ ‫‪Abdullah Muhammad bin Yazid Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, (Beirût: Baitul al‬‬‫‪Afkâr Ad-Dauliyah, t.th), kitab Ar-Rohn, Bab Talqih an-Nahl, no. hadis 2462, h. 267.‬‬ ‫‪21‬‬

53

‫‪54‬‬

‫ﻦ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺖ َ‬ ‫ﻋﻦْ ﺛَﺎ ِﺑ ٍ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺣﻤﱠﺎ ُد ﺑْ ُ‬ ‫ن َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ َ‬ ‫ﻦ هَﺎرُو َ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﺛﻨﺎ َﻳﺰِﻳ ُﺪ ﺑْ ُ‬ ‫ل ِإ ﱠﻧ ُﻜﻢْ ِإنْ ﻻ‬ ‫ﺳ َﻔ ٍﺮ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻓِﻲ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ َ‬ ‫ل‪ُ :‬آﻨﱠﺎ َﻣ َﻊ َرﺳُﻮ ِ‬ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ َﻗﺘَﺎ َد َة ﻗَﺎ َ‬ ‫ح َ‬ ‫َرﺑَﺎ ٍ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﺖ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ن اﻟْﻤَﺎ َء َوَﻟ ِﺰﻣْ ُ‬ ‫س ُﻳﺮِﻳﺪُو َ‬ ‫ن اﻟﻨﱠﺎ ِ‬ ‫ﺳ َﺮﻋَﺎ ُ‬ ‫ﻖ َ‬ ‫ﻄَﻠ َ‬ ‫ﻄﺸُﻮا وَاﻧْ َ‬ ‫ﻏﺪًا َﺗﻌْ َ‬ ‫ُﺗﺪْ ِرآُﻮا اﻟْﻤَﺎ َء َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ َ‬ ‫ﺲ َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﺣَﻠ ُﺘ ُﻪ َﻓ َﻨ َﻌ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ رَا ِ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﻤَﺎَﻟﺖْ ِﺑ َﺮﺳُﻮ ِ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫َ‬ ‫ﻋﻤْ ُﺘ ُﻪ َﻓﺎﻧْ َﺘ َﺒ َﻪ‬ ‫ﺣَﻠ ِﺘ ِﻪ َﻓ َﺪ َ‬ ‫ﻋﻦْ رَا ِ‬ ‫ﻞ َ‬ ‫ﺠ ِﻔ َ‬ ‫ل ﺣَﺘﱠﻰ آَﺎ َد َأنْ َﻳﻨْ َ‬ ‫ﻋ َﻢ ُﺛﻢﱠ ﻣَﺎ َ‬ ‫ﻋﻤْ ُﺘ ُﻪ َﻓَﺄدْ َ‬ ‫ل َﻓ َﺪ َ‬ ‫ﻋ َﻢ ُﺛﻢﱠ ﻣَﺎ َ‬ ‫ﻋﻤْ ُﺘ ُﻪ َﻓَﺄدْ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓ َﺪ َ‬ ‫َو َ‬ ‫ﻚ اﻟﻠﱠ ُﻪ َآﻤَﺎ‬ ‫ﻈَ‬ ‫ﺣ ِﻔ َ‬ ‫ل َ‬ ‫ﺖ ُﻣﻨْ ُﺬ اﻟﱠﻠﻴَْﻠ ِﺔ ﻗَﺎ َ‬ ‫ك ُﻗﻠْ ُ‬ ‫ن َﻣﺴِﻴ ُﺮ َ‬ ‫ل ُﻣﺬْ َآﻢْ آَﺎ َ‬ ‫ﺖ َأﺑُﻮ َﻗﺘَﺎ َد َة ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻞ ُﻗﻠْ ُ‬ ‫ﺟُ‬ ‫ل َﻣﻦْ اﻟﺮﱠ ُ‬ ‫َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺖ َهﺬَا‬ ‫ﺣ ًﺪا ُﻗﻠْ ُ‬ ‫ﻈﺮْ َهﻞْ َﺗﺮَى َأ َ‬ ‫ل اﻧْ ُ‬ ‫ل َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺠ َﺮ ٍة َﻓ َﻨ َﺰ َ‬ ‫ﺷَ‬ ‫ل ِإﻟَﻰ َ‬ ‫ل َﻟﻮْ ﻋَ ﱠﺮﺳْﻨَﺎ َﻓﻤَﺎ َ‬ ‫ﺖ َرﺳُﻮَﻟ ُﻪ ُﺛﻢﱠ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺣ ِﻔﻈْ َ‬ ‫َ‬ ‫ﺲ‬ ‫ﺸﻤْ ِ‬ ‫ﺣ ﱡﺮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻈﻨَﺎ إِﻻ َ‬ ‫ﺻﻼﺗَﻨَﺎ َﻓ ِﻨﻤْﻨَﺎ َﻓﻤَﺎ َأ ْﻳ َﻘ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْﻨَﺎ َ‬ ‫ل اﺣْﻔَﻈُﻮا َ‬ ‫ﺳﺒْ َﻌ ًﺔ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ن ﺣَﺘﱠﻰ َﺑَﻠ َﻎ َ‬ ‫ن رَا ِآﺒَﺎ ِ‬ ‫رَاآِﺐٌ َهﺬَا ِ‬ ‫ل َأ َﻣ َﻌ ُﻜﻢْ ﻣَﺎءٌ‬ ‫ل َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﺴَﺎ َر وَﺳِﺮْﻧَﺎ ُه َﻨﻴْ َﻬ ًﺔ ُﺛ ﱠﻢ َﻧ َﺰ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﺐ َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﻓَﺎﻧْ َﺘ َﺒﻬْﻨَﺎ َﻓ َﺮ ِآ َ‬ ‫ل َﻣﺴﱡﻮا ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻣَﺴﱡﻮا ِﻣﻨْﻬَﺎ‬ ‫ﺖ ﺑِﻬَﺎ َﻓَﺄ َﺗﻴْ ُﺘ ُﻪ ِﺑﻬَﺎ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ل اﺋْ ِ‬ ‫ﻀَﺄ ٌة ﻓِﻴﻬَﺎ ﺷَﻲْءٌ ِﻣﻦْ ﻣَﺎ ٍء ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺖ َﻧ َﻌﻢْ ﻣَﻌِﻲ ﻣِﻴ َ‬ ‫ل ُﻗﻠْ ُ‬ ‫ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺻﱠﻠﻮْا‬ ‫ن ﺑِﻼلٌ َو َ‬ ‫ن َﻟﻬَﺎ َﻧ َﺒٌﺄ ُﺛﻢﱠ َأ ﱠذ َ‬ ‫ﺳ َﻴﻜُﻮ ُ‬ ‫ل ازْ َد ِهﺮْ ِﺑﻬَﺎ ﻳَﺎ أَﺑَﺎ ﻗَﺘَﺎ َد َة َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻪ َ‬ ‫ﻋ ٌﺔ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺟﺮْ َ‬ ‫ﺿَﺄ اﻟْ َﻘﻮْ ُم َو َﺑ ِﻘ َﻴﺖْ َ‬ ‫َﻓ َﺘ َﻮ ﱠ‬ ‫‪22‬‬

‫‪Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, (Beirût: Baitul al-Afkâr Ad-Dauliyah,‬‬ ‫‪t.th), juz 5, no hadis 16.‬‬

‫‪55‬‬

‫ﻦ‬ ‫ﺐ ﺑْ ِ‬ ‫ﻄِﻠ ِ‬ ‫ﻦ اﻟْ ُﻤ ﱠ‬ ‫ﻋِ‬ ‫ﻦ َزﻳْ ٍﺪ َ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ َآﺜِﻴﺮٌ َﻳﻌْﻨِﻲ اﺑْ َ‬ ‫ﻋ َﻤ َﺮ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﻞ ﺑْ ُ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻰ ﺛﻨﺎ ِإﺳْﻤَﺎﻋِﻴ ُ‬ ‫س‬ ‫ﻞ اﻟ ﱡﺘﺮْ ِ‬ ‫ﻦ َﺗ َﺪﱠﻟﺖْ ِﻣﺜْ َ‬ ‫ﺲ ﺣِﻴ َ‬ ‫ﺸﻤْ ِ‬ ‫ﻈ َﺮ ِإﻟَﻰ اﻟ ﱠ‬ ‫ت َﻓ َﻨ َ‬ ‫ن وَا ِﻗﻔًﺎ ِﺑ َﻌ َﺮﻓَﺎ ٍ‬ ‫ﻋ َﻤ َﺮ َأﻧﱠ ُﻪ آَﺎ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ َ‬ ‫َ‬ ‫‪Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz 4, no hadis. 298.‬‬

‫‪23‬‬

56

‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ َرﺳُﻮ‬ َ :‫ل‬ َ ‫ﺲ ﻗَﺎ‬ ٍ ‫ﻋﻦْ َأ َﻧ‬ َ ‫ﺖ‬ ٍ ‫ﻋﻦْ ﺛَﺎ ِﺑ‬ َ ٌ‫ﺼ َﻤ ِﺪ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺣَﻤﱠﺎد‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟ ﱠ‬ َ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﺛﻨﺎ‬ ‫ﺢ‬ َ ‫ﺼُﻠ‬ َ ‫ل َﻟﻮْ َﺗ َﺮآُﻮ ُﻩ َﻓَﻠﻢْ ُﻳَﻠ ﱢﻘﺤُﻮ ُﻩ َﻟ‬ َ ‫ﻞ َﻓﻘَﺎ‬ َ ْ‫ن اﻟ ﱠﻨﺨ‬ َ ‫ل ﻣَﺎ َهﺬَا ﻗَﺎﻟُﻮا ُﻳَﻠ ﱢﻘﺤُﻮ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َأﺻْﻮَاﺗًﺎ َﻓﻘَﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ﺖ‬ َ ْ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻣَﺎ َﻟ ُﻜﻢْ ﻗَﺎﻟُﻮا َﺗ َﺮآُﻮ ُﻩ ِﻟﻤَﺎ ُﻗﻠ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ﻲ‬ ‫ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ‬ َ ‫ج ﺷِﻴﺼًﺎ َﻓﻘَﺎ‬ َ ‫ﺨ َﺮ‬ َ ‫َﻓ َﺘ َﺮآُﻮ ُﻩ َﻓَﻠﻢْ ُﻳَﻠ ﱢﻘﺤُﻮ ُﻩ َﻓ‬ ْ‫ن ِﻣﻦ‬ َ ‫ن ﺷَﻲْءٌ ِﻣﻦْ َأﻣْ ِﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢْ َﻓَﺄﻧْ ُﺘﻢْ َأﻋَْﻠ ُﻢ ِﺑ ِﻪ َﻓِﺈذَا آَﺎ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ِإذَا آَﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫َﻓﻘَﺎ‬ 25

.‫ﻲ‬ ‫َأﻣْ ِﺮ دِﻳ ِﻨ ُﻜﻢْ َﻓِﺈَﻟ ﱠ‬

2. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanadnya Penilaian sanad hadis yang telah diteliti, bahwa periwayatan hadis semuanya berkualitas Tsiqah dan sekaligus memberikan informasi, bahwa Sanad hadis tersebut sudah memenuhi kriteria ke-sahih-an sanad hadis. 26 Periwayatan pada jalur sanad yang telah diteliti dan setelah diadakan penelitian periwayatanperiwayat, adanya ketersambungan sanad, masing-masing dari periwayatperiwayat mempunyai keterkaitan antara guru dan murid dan adanya pendapat tentang ketsiqahan (adil dan dabit) dari masing-masing periwayat, maka dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hadis tersebut berkualitas sahih.

24

Ibid, juz 2, no hadis. 133. Ibid, juz 3, no hadis. 152. 26 Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis Dalam Tafsir Al-Azhar; Study Krutik Sanad Hadis Dalam Surat Yâsîn. Fakultas Usuluddin dan filsafat, Jurusan Tafsir Hadis (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2009), h. 41. 25

57

3. Meneliti Susunan Lafaz Matan Hadis Yang Semakna Ada perbedaan lafaz pada matan Muslim, Ibn Majjah, dan Ahmad ibn Hanbal yaitu: Perawi Muslim

Matan

Makna

‫ج‬ َ ‫ﺨ َﺮ‬ َ ‫ َﻓ‬:‫ل‬ َ ‫ﺢ(( ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺼُﻠ‬ َ ‫ ))َﻟﻮْ َﻟﻢْ َﺗﻔْ َﻌﻠُﻮا َﻟ‬Kamu ‫))ﻣَﺎ‬

:‫ل‬ َ ‫َﻓﻘَﺎ‬

ْ‫ِﺑ ِﻬﻢ‬

‫َﻓ َﻤ ﱠﺮ‬

lebih mengerti dalam urusan dunia-dunia .‫ ﺷِﻴﺼًﺎ‬kamu

:‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬.‫ﺖ َآﺬَا َو َآﺬَا‬ َ ْ‫ ُﻗﻠ‬:‫ﺨِﻠ ُﻜﻢْ؟(( ﻗَﺎﻟُﻮا‬ ْ ‫ِﻟ َﻨ‬ .((ْ‫))َأﻧْ ُﺘﻢْ َأﻋَْﻠ ُﻢ ِﺑَﺄﻣْ ِﺮ ُدﻧْ َﻴﺎ ُآﻢ‬ Ibn Majjah

ْ‫ﺸﺄْ ُﻧ ُﻜﻢ‬ َ ‫ن ﺷَﻴْﺌًﺎ ِﻣﻦْ َأﻣْ ِﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢْ َﻓ‬ َ ‫ ِإنْ آَﺎ‬Segala apa yang ada di

dunia ini adalah urusan

.‫ﻲ‬ ‫ن ِﻣﻦْ ُأﻣُﻮ ِر دِﻳ ِﻨ ُﻜﻢْ َﻓِﺈَﻟ ﱠ‬ َ ‫ ِﺑ ِﻪ َوِإنْ آَﺎ‬mu dan segala urusan Ahmad ibn Hanbal

‫ن‬ َ ‫ﺸﺄْ ُﻧ ُﻜﻢْ َوِإنْ آَﺎ‬ َ ‫ن َأﻣْ َﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢْ َﻓ‬ َ ‫ِإنْ آَﺎ‬ ‫ﻲ‬ ‫َأﻣْ َﺮ دِﻳ ِﻨ ُﻜﻢْ َﻓِﺈَﻟ ﱠ‬ ‫ن‬ َ ‫ﺸﺄْ ُﻧ ُﻜﻢْ َوِإنْ آَﺎ‬ َ ‫ن َأﻣْ َﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢْ َﻓ‬ َ ‫ِإنْ آَﺎ‬ ْ‫َأﻣْ َﺮ دِﻳ ِﻨ ُﻜﻢ‬ ْ‫ن ﺷَﻲْءٌ ِﻣﻦْ َأﻣْ ِﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢْ َﻓَﺄﻧْ ُﺘﻢ‬ َ ‫ِإذَا آَﺎ‬ ‫ﻲ‬ ‫ن ِﻣﻦْ َأﻣْ ِﺮ دِﻳ ِﻨ ُﻜﻢْ َﻓِﺈَﻟ ﱠ‬ َ ‫َأﻋَْﻠ ُﻢ ِﺑ ِﻪ َﻓِﺈذَا آَﺎ‬

agamamu maka kembali kepadaku. Segala urusan duniamu adalah urusanmu, dan segala urusan dunia kalian maka kembali kepadaku. Segala apa yang ada di dunia ini adalah urusan mu dan segala urusan agamamu. Segala urusan diduniamu maka kamu lebih menge tahuinya, apabila segala urusah agamamu maka kembali kepadaku.

Terdapat perbedaan matan hadis di atas antara Muslim, Ibn Majjah dan Ahmad ibn Hanbal, akan tetapi matan hadis tersebut memiliki maksud yang sama, yaitu “mengenai manusia lebih mngerti urusan dunia-dunianya masing-masing.” Penambahan keterangan makna matan hadis yang diriwayatkan Ibnu Majjah, yaitu “Segala apa yang ada di dunia ini adalah urusanmu dan segala

58

urusan agamamu maka kembali kepadaku (Nabi Muhammad saw)”. Keterangan tentang urusan agama yang diserahkan kepada Nabi saw, sedangkan matan hadis pada Ahmad ibn Hanbal juga sama menambahkan keterangan lafaz matan hadisnya yaitu “jika ada kesulitan dan tidak paham dengan urusan agama, maka datanglah kepada Nabi saw, “ dari ketiga periwayatan matan hadis di atas, antara periwayat Muslim, Ibnu Majjah dan Ahmad ibn Hanbal, matan hadis tersebut saling keterkaitan. Redaksi matan hadis antara ibnu Majjah dan Ahmad ibn Hanbal mempunyai kesamaan maksud yaitu sama-sama menyerahkan urusan dunia kepada manusia yang ahlinya, akan tetapi urusan agama diserahkan kepada Nabi. Menurut penulis dari tema yang dikandung oleh matan hadis di atas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim memiliki kesamaan makna pada matan hadis, akan tetapi matan hadis yang dimaksud penyampaiannya dalam bentuk ringkas. Ketiga periwayatan matan hadis di atas memiliki kesamaan makna, dua periwayat memiliki redaksi matan hadis yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa hadis yang menjadi objek penelitian telah diriwayatkan secara makna (riwayat bi alma’na), dan sejauh ini mayoritas para pakar hadis membolehkan adanya periwayatan hadis bi al-ma’na tersebut. karena redaksi matan hadis yang berbeda, tetapi maksud kandungan matan hadisnya sama.

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis Dalam meneliti kandungan matan hadis, yang perlu diperhatikan adalah apakah hadis tersebut bertentangan atau tidak dengan ayat Al-Qur’an sebagai

59

sumber hukum pertama dalam Islam, kemudian tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan akal sehat, sejarah, dan indra. Matan hadis di atas membahas tentang Urusan-urusan manusia di dunia. Terdapat hadis serupa yang terdapat dalam kitab hadis, mendukung konteks matan hadis di atas. Sebagimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban yaitu:

:‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬، ‫ﺳَﻠﻤَﺔ‬ َ ‫ﺣﻤَﺎد ﺑﻦ‬ َ ‫ ﺣَﺪَﺛَﻨَﺎ‬: ‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬، ‫ﺣﻤَﺎ َد‬ َ ‫ﻷﻋْﻠَﻰ ﺑﻦ‬ َ ‫ﻋﺒْ ُﺪ ا‬ َ ‫ ﺣَﺪَﺛَﻨَﺎ‬: ‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬، ‫ َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ َأ ُﺑﻮْ َﻳﻌْﻠﻰ‬- 22 ‫ﺻﻠَﻰ‬ َ ‫ﻲ‬ َ ‫ن اﻟ َﻨ ِﺒ‬ ‫ َأ ﱠ‬، ‫ﻚ‬ ِ ‫ﻋﻦْ َأﻧَﺲ ﺑْﻦ َﻣﺎِﻟ‬ َ ، ‫ﻋﻦْ ﻋَﺎ ِﺋﺸَﺔ َوﺛَﺎﺑِﺖ‬ َ ، ‫ﻋﻦْ َأ ِﺑﻴْ ِﻪ‬ َ ، ‫ﻋ ْﺮوَة‬ ُ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ ِهﺸَﺎم ﺑﻦ‬ :‫ل‬ َ ‫ َﻓﻘَﺎ‬، ‫ اﻟ َﻨﺨْﻞ ﻳَﺄﺑﺮوﻧﻪ‬: ‫ ﻗَﺎﻟُﻮا‬، « ‫ﻷﺻْﻮَات ؟‬ َ ‫ » ﻣَﺎ َه ِﺬ ِﻩ ا‬: ‫ل‬ َ ‫ َﻓﻘَﺎ‬، ‫ﺳ ِﻤ َﻊ َأﺻْﻮَاﺗﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َوﺳَﻠ َﻢ‬ َ ‫اﷲ‬ ‫ﻚ‬ َ ‫ ﻓَﺬآ َﺮ َذِﻟ‬، (1) ‫ﺷﻴْﺼًﺎ‬ َ ‫ َﻓﺼَﺎ َر‬، ‫ َﻓَﻠﻢْ ﻳَﺄﺑ ُﺮوْا ﻋَﺎﻣَﺘﻪ‬، ‫ﺴ ُﻜﻮْا‬ َ ‫ َﻓَﺄ ْﻣ‬، « ‫ﻚ‬ َ ‫» َﻟﻮْ َﻟﻢْ َﻳﻔْ َﻌُﻠﻮْا ﻟﺼَﻠﺢ َذِﻟ‬ ‫ﺷﻲْء‬ َ ‫ن‬ َ ‫ َوِإذَا آَﺎ‬، ْ‫ﺸﺄْ ُﻧ ُﻜﻢ‬ َ ‫ﺷﻲْء ِﻣﻦْ َأﻣْ ِﺮ ُدﻧْﻴَﺎ ُآﻢْ َﻓ‬ َ ‫ن‬ َ ‫ » إِذا آَﺎ‬: ‫ل‬ َ ‫ َﻓﻘَﺎ‬، ‫ﺳَﻠ َﻢ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﻰ اﷲ‬ َ ‫ﻲ ﺻَﻠ‬ ِ ‫ﻟِﻠ ﱠﻨ ِﺒ‬ 27

‫ِﻣﻦْ َأﻣْ ِﺮ دﻳﻨ ُﻜﻢْ َﻓِﺈَﻟ ﱠ‬ «‫ﻲ‬

Hadis yang diriwayatkan ibnu Hibban menerangkan segala urusan dunia adalah urusan kalian, dan ketika kesulitan dalama masalah agama, maka datanglah kepada Nabi saw. Kemudian terdapat pula hadis lain mendukung matan hadis tentang urusan agama diserahkan kepada Nabi saw, sebagaimana dijelaskan hadis yang diriwayatkan Turmûdzî:

‫ﻦ‬ َ ْ‫ن اﺑ‬ ‫ﻋﻦْ ﺳَﺎِﻟ ٍﻢ َأ ﱠ‬ َ ‫ﻈَﻠ َﺔ‬ َ ْ‫ﺣﻨ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﺧ َﺜﻴْ ٍﻢ‬ ُ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﺳﻌِﻴ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬ َ ‫ي‬ ‫ﻦ ﻣُﻮﺳَﻰ اﻟْ َﻔﺰَا ِر ﱡ‬ ُ ْ‫ﻞ ﺑ‬ ُ ‫ﺳ َﻤﻌِﻴ‬ ْ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ِإ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ِ‫ل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ ‫ن َرﺳُﻮ‬ َ ‫ﻚ َآﻤَﺎ آَﺎ‬ َ ْ‫ن ﻣِﻨﱢﻲ ُأ َو ﱢدﻋ‬ ُ ْ‫ﺳ َﻔﺮًا اد‬ َ ‫ﻞ ِإذَا َأرَا َد‬ ِ‫ﺟ‬ ُ ‫ل ﻟِﻠ ﱠﺮ‬ ُ ‫ﻋﻤَﺮَآَﺎنَ َﻳﻘُﻮ‬ ُ 28

27

42.

28

.‫ﻚ‬ َ ‫ﻋ َﻤِﻠ‬ َ ‫ﺧﻮَاﺗِﻴ َﻢ‬ َ ‫ﻚ َو‬ َ ‫ﻚ َوَأﻣَﺎ َﻧ َﺘ‬ َ ‫ع اﻟﻠﱠﻪَ ِدﻳ َﻨ‬ ُ ‫ل َأﺳْ َﺘﻮْ ِد‬ ُ ‫ﻋﻨَﺎ َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ ُ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ُﻳ َﻮ ﱢد‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ

Ibnu Hibban, Sahih Ibnu Hibban, bab idza kâna syaiun min amri dunyâkum. Juz I, h.

Abi Isya’ Muhammad bin ‘Isya bin Suroh, Sunan At-Turmûdzî, (Beirut-Libanon, 2002), bab Mâ Yaqûlû idza wudi’a insânan, no hadis 3365, h. 334.

60

“Rasulullah saw. bersabda: “Aku titipkan kepada Allah swt. agamamu, amanatmu dan akhir dari pada amalmu.” Hadis yang diriwayatkan oleh ibnu Hibban sebagai pendukung matan hadis di atas, bahwasanya segala urusan-urusan dunia diserahkan kepada manusia itu sendiri, dan urusan Agama diserahkan kepada Nabi saw. sebagaimana hadis yang diriwayatkan ibn Majjah, bahwasanya Allah swt menitipkan urusan Agama, dan mengamanatkannya kepada Nabi saw. Segala masalah manusia masingmasing ada jalan keluarnya yang diserahkan kepada ahlinya, misalnya masalah pertanian, dalam menanam untuk mencapai hasil tanaman yang baik harus diberi pupuk, air, bibit yang baik, diperlukan keahlian dalam bertani. begitu juga keahlian dalam bidang lain seperti arsitektur, disainer, petani, nelayan, dll. Kalangan Nelayan mengetahui bagaimana cara mendapat tangkapan yang banyak tanpa menggunakan bahan kimia (bom, racun, dll) semua dipegang masingmasing usaha dan keahliannya. Terkait dengan perbandingan antara hadis dengan al-Qur’ân, hadis tentang urusan-urusan dunia dipegang oleh ahlinya dan apa-apa yang ia usahakan oleh manusia. Bahwa di dalam al-Qur’an ada yang menjelaskan tentang hal tersebut, dalam firman Allah Qs. al-Baqarah: 202: ☺ ……….. ⌧ “Bagi mereka adalah karunia dari sebab apa yang mereka usahakan ………” Ayat di atas menjelaskan tentang usaha seseorang tergantung apa yang diusahakan. Misalkan masalah tanaman, Quraisy Shihab dalam Tafsirnya menggunakan kata ‫( أﺣﻴﻴﻨﺎهﺎ‬menghidupkan) dan ‫( أﺧﺮﺟﻨﺎهﺎ‬mengeluarkan), yaitu

61

(QS. An-Najm: 29) “Dan bahwa tidak akan didapat oleh manusia, kecuali sekedar apa yang diusahakan.” Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa “dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka sendiri” contoh, tanaman yang ditanam dan disemaikan oleh manusia sendiri,

30

akan tetapi pada hakikatnya penumbuhan tanaman akan

terjadi perkembangbiakkan, setelah terjadi perkawinan antara bibit jantan dan betina, sebagaimana Allah swt berfirman dalam al-Qur’an Qs. An-Nisa’: 1. ……… (QS.

An-

…………

Nisa’/4:1) “…….dan (Allah swt) menciptakan pasangannya dari diri-nya; dan dari keduanya Allah swt memperkembangbiakkan……. Maksud ayat di atas, bahwasanya segala sesuatu harus dikembangbiakan, jika

ingin

membuahkan

hasil,

misalnya

pada

tanaman

jika

tidak

dikembangbiakkan, tanaman tersebut tidak menghasilkan tanaman atau hasil yang lain. Penulis menanggapi bahwa segala sesuatu tentang urusan-urusan dunia, mempunyai jalannya masing-masing sesuai usahanya. Contoh, cara bercocok tanam yang bagus, agar menuai hasil tanaman yang berkualitas diperlukan kisi29

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), cet 1, h. 35-36. 30 Ibn Katsir. Ringkasan Tafsîr ibn Katsîr, diterjemahkan oleh: H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, juz III, h. 993.

62

kisi bercocok tanam yang baik, dari segi pupuk, tanah, air, dsb. Semua ini dipelajari oleh para ahli petani. Begitu juga tentang hukum Negara, diserahkan kepada ahlinya yaitu pejabat pemerintah, seperti polisi dan pengadilan. Semua contoh yang disebutkan, bahwasanya segala urusan-urusan dunia masing masing ada usaha dan dipegang oleh ahlinya. Penulis meninjau dari segi kronologi sejarah matan hadis ini yaitu, “dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi.” Segala tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di muka bumi ini pun berpasang-pasangan. Semua tumbuh dari bumi dan pada binatang-binatang disebut orang jantan dan ada yang betina. Misalkan buah kurma, ada kurma jantan dan ada pula kurma betina. Orang arab mengerti benar “mengawinkan” kurma jantan dengan kurma betina. Kalau sudah dikawinkan maka korma betina itu akan banyak buahnya. Mulanya Nabi Muhammad saw kurang begitu menghadapkan perhatian kepada urusan itu, sehingga seketika seseorang yang hendak menanam korma akan mengawinkan kormanya lebih dahulu, maka Nabi saw menyatakan bahwa hal itu tidak perlu. Maka beberapa waktu demikian ternyatalah korma yang ditanam sebelum dikawinkan itu tidak berbuah. Akhirnya Nabi saw menyerahkan kembali hal itu kepada ahlinya. 31 Konteks sejarah di atas menjelaskan bahwanya segala urusan harus dipegang oleh ahlinya, karena ahlinya yang lebih mengetahui apa yang harus dilakukan dan yang tidak. Sebagaimana contoh, suatu kaum yang memang dipegang bukan ahlinya maka tunggu kehancurannya, seperti hadis yang diriwayatkan Bukhari:

31

Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 36.

63

‫ﺨﺰﱠا ُز‬ َ ْ‫ﻰ اﻟ‬ ‫ﻋِﻠ ﱟ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﻋ َﺒﻴْ ٍﺪ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺣْ َﻤ ُﺪ ﺑ‬ ُ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ن َأﻧْ َﺒَﺄﻧَﺎ َأﺣْ َﻤ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﻋﺒْﺪَا‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻦ َأﺣْ َﻤ َﺪ ﺑ‬ ُ ْ‫ﻰ ﺑ‬ ‫ﻋِﻠ ﱡ‬ َ ‫ َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ‬-20860 ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻰ‬ َ ‫ﻦ َﻳﺴَﺎ ٍر‬ ِ ْ‫ﻋﻄَﺎ ِء ﺑ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻰ‬ ‫ﻋِﻠ ﱟ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ل ﺑ‬ ِ‫ﻼ‬ َ ‫ﻋﻦْ ِه‬ َ ‫ن‬ َ ‫ﺳَﻠﻴْﻤَﺎ‬ ُ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﺢ ﺑ‬ ُ ْ‫ن ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻓَﻠﻴ‬ ِ ‫ﻦ اﻟ ﱡﻨﻌْﻤَﺎ‬ ُ ْ‫ﺞ ﺑ‬ ُ ْ‫ﺳ َﺮﻳ‬ ُ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬ ‫ث اﻟْ َﻘﻮْ َم‬ ُ ‫ﺤﺪﱢ‬ َ ‫ﺴ ِﻪ ُﻳ‬ ِ ‫ﺟﺎﻟِﺲٌ ﻓِﻰ َﻣﺠِْﻠ‬ َ -‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ َﺑ ْﻴ َﻨﻤَﺎ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ‬: ‫ل‬ َ ‫ﻋﻨْ ُﻪ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ‫ﺿ‬ ِ ‫ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َر‬ -‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ﻋ ُﺔ َو َﻣﻀَﻰ َرﺳُﻮ‬ َ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ َﻣﺘَﻰ اﻟﺴﱠﺎ‬ َ ‫ل ﻳَﺎ َرﺳُﻮ‬ َ ‫ﻰ َﻓﻘَﺎ‬ ‫ﻋﺮَا ِﺑ ﱞ‬ ْ ‫ﺣَﺪِﻳﺜًﺎ ﺟَﺎ َء ُﻩ َأ‬ ‫ﺣﺪِﻳ َﺜ ُﻪ‬ َ ‫ﺾ َﻟﻢْ َﻳﺴْ َﻤﻊْ ﺣَﺘﱠﻰ ِإذَا َﻗﻀَﻰ‬ ُ ْ‫ل َﺑﻌ‬ َ ‫ل َوﻗَﺎ‬ َ ‫ل َﻓ َﻜ ِﺮ َﻩ ﻣَﺎ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ ﻣَﺎ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺾ اﻟْ َﻘﻮْ ِم‬ ُ ْ‫ل َﺑﻌ‬ َ ‫ث َﻓﻘَﺎ‬ ُ ‫ﺤﺪﱢ‬ َ ‫ُﻳ‬ ‫ﻷﻣَﺎ َﻧ ُﺔ‬ َ‫ﺖا‬ ِ ‫ﺿ ﱢﻴ َﻌ‬ ُ ‫» ِإذَا‬: ‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬.‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ َ ‫ َهﺬَا َأﻧَﺎ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ‬: ‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬.« ‫ﻦ اﻟﺴﱠﺎﻋَﺔِ؟‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ﻞ‬ ُ ‫ﻦ اﻟﺴﱠﺎ ِﺋ‬ َ ْ‫» َأﻳ‬: ‫ل‬ َ ‫ﻗَﺎ‬ ‫ﻏﻴْ ِﺮ َأهِْﻠ ِﻪ‬ َ ‫ﻷﻣْ ُﺮ ِإﻟَﻰ‬ َ ‫» ِإذَا ُأﺳْ ِﻨ َﺪ ا‬: ‫ل‬ َ ‫ﻋ ُﺘﻬَﺎ؟ ﻗَﺎ‬ َ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ ﻣَﺎ ِإﺿَﺎ‬ َ ‫ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ‬: ‫ ﻗَﺎﻟُﻮا‬.« ‫ﻋ َﺔ‬ َ ‫ﻈ ِﺮ اﻟﺴﱠﺎ‬ ِ ‫ﻓَﺎﻧْ َﺘ‬ 32

.‫ﺢ‬ ٍ ْ‫ﻋﻦْ ُﻓَﻠﻴ‬ َ ‫ن‬ ٍ ‫ﺳﻨَﺎ‬ ِ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ‬ َ ‫ﻋﻦْ ُﻣ‬ َ ‫ﺢ‬ ِ ‫ﺼﺤِﻴ‬ ‫ى ﻓِﻰ اﻟ ﱠ‬ ‫ َروَا ُﻩ اﻟْ ُﺒﺨَﺎ ِر ﱡ‬.« ‫ﻋ َﺔ‬ َ ‫ﻈ ِﺮ اﻟﺴﱠﺎ‬ ِ ‫ﻓَﺎﻧْ َﺘ‬

Pemimpin suatu kaum jika dipimpin bukan pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya, sebagaimana hadis yang disebutkan di atas. Memimpin Negara bukanlah perkara yang mudah untuk di emban kepada seseorang, amanat yang besar, tanggung jawab yang berat, sehingga tidak mudah menjadi pemimpin yang mempunyai sifat sidiq, amanah, tabligh, fatanah, sebagaimana sifat baginda Nabi Muhammad saw, menjadi pemimpin.

Kesimpulan Kata ‫“ أﻧﺘﻢ أﻋﻠﻢ ﺑﺄﻣﺮ دﻧﻴﺎآﻢ‬Kamu lebih mengerti dalam urusan dunia-dunia kamu.” Setiap manusia mengerti segala urusannya sendiri, terhadap masalah yang dihadapinya, hak dan kewajibannya, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak dilakukan.

32

Bukhari, Shahih Bukhari, bab Raf’ul amânah, juz 1, h 103.

64

Dalam penelitian melalui jalur sanad hadis ini sahih, dan dalam penelitian pada jalur matan juga sahih, terdapat ayat-ayat al-Qur’an dan hadis lain sebagai pendukung matan hadis di atas, melalui periwayatan ar-Riwayah bil-ma’na. Dengan demikian hadis diatas berkualitas sahih.

III. Keindahan Laut ⌧ “Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu 33 .” Penyebaran bangsa-bangsa di dunia adalah dengan alat bahtera, atau kapal, atau biduk, perahu, jung, sekunar, pencalang, pinisi (Bugis), gurab (Aceh), dan lain-lain. “Apa yang mereka kendarai” (ujung pangkal ayat 42). Bertambah lama bertambah majulah hubungan di antara pulau dengan pulau dan benua dengan benua. Sehingga di zaman Nabi Muhammad saw sendiri ada seseorang bertanya kepada beliau tentang pemakaian air laut untuk berwudu’, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis:

‫ﻄ ُﻬﻮْ ُر‬ ُ ‫ ﻓِﻰ ﻣَﺎ ِء اﻟﺒﺤﺮ ُه َﻮ اﻟ‬:‫ل‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬,‫ل‬ َ ‫ﺳَﻠ َﻢ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﺻﻠَﻰ ا‬ َ ‫ﻋﻦْ اﻟ َﻨﺒِﻰ‬ َ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻰ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة‬ .‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ُ‫ﺤ‬ ِ ‫ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ “Dari Abu Hurairah r.a berkata, berkata Nabi saw tentang air laut: “Dia suci airnya dan halal bangkainya.” Sabda Rasulullah saw ini timbul karena ada orang bertanya: “Ya Rasulullah! Kami ini berlayar di lautan. Kami membawa persediaan air tawar hanya sedikit. Jikalau kami berwudu’ dengan air tawar itu niscaya kami akan kehausan. Bolehkah kami berwudu’ dengan air laut itu?.” Dari sebab jawaban 33

Maksudnya: binatang-binatang tunggangan, dan alat-alat pengangkutan umumnya.

65

RAsulullah saw yang demikian maka tidaklah ragu-ragu lagi para pelayar, untuk berlayar jauh, sehingga tercapailah apa yang dibayangkan di dalam ayat ini. Dalam kitab al-Azhar mufasîr mengambil matan hadis, yaitu: 34

.‫ﻞ َﻣﻴْﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ُ‫ﺤ‬ ِ ‫ﻄ ُﻬﻮْ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ َو اﻟ‬ ُ ‫ ُه َﻮ اﻟ‬:‫ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬

“Tentang air laut, Dia suci airnya dan halal bangkainya.” Peneliti menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-alfaz (penelusuran hadis melalui kata-kata), untuk memperoleh matan hadis. Data yang diperoleh dari kitab al-Mu’jam Mufahras al-alFaz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata ‫ ﻃﻬﺮ‬, penelusurannya sebagai berikut: 35

........................... ‫هﻮ اﻟﻄﻬﻮر ﻣﺎؤﻩ و اﻟﺤﻞ ﻣﻴﺘﺘﻪ‬ 41 : ‫ ﻃﻬﺎرة‬: ‫د‬ 52 : ‫ ﻃﻬﺎرة‬: ‫ت‬ 35 : ‫ ﺻﻴﺪ‬,4 : ‫ ﻣﻴﺎﻩ‬,46 : ‫ ﻃﻬﺎرة‬: ‫ن‬ 18 : ‫ ﺻﻴﺪ‬,38 : ‫ ﻃﻬﺎرة‬: ‫ﺟﻪ‬

.375 :5 .373 :3 .393 ,378 ,361 ,237 :2 : ‫ﺣﻢ‬ 12 : ‫ ﻃﻬﺎرة‬: ‫ط‬ 5 : ‫ ﺻﻴﺪ‬. 53 : ‫ وﺿﻮء‬: ‫دى‬

34

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XXIII (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995), h. 44 Arnold Jhon Weinsink, al-Mu’jam Mufahrasy al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî, terj: Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi’, juz 5. 35

‫‪66‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Abî Daud:‬‬

‫ﻦ‬ ‫ل اﺑْ ِ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ ِﻣﻦْ ﺁ ِ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ِ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا َ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻚ َ‬ ‫ﻋﻦْ ﻣَﺎِﻟ ٍ‬ ‫ﻦ َﻣﺴَْﻠ َﻤ َﺔ َ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ ﺑْ ُ‬ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َ‬ ‫ل‬ ‫ﺳَﺄ َ‬ ‫ل‪َ :‬‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ َأﺑَﺎ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َﻳﻘُﻮ ُ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﺪﱠا ِر‪َ -‬أﺧْ َﺒ َﺮ ُﻩ َأﻧﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة َو ُه َﻮ ِﻣﻦْ ﺑَﻨِﻲ َ‬ ‫ن اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ َة ﺑْ َ‬ ‫ق َأ ﱠ‬ ‫اﻟَْﺄزْ َر ِ‬ ‫ﻞ ِﻣﻦْ‬ ‫ﻞ َﻣ َﻌﻨَﺎ اﻟْ َﻘﻠِﻴ َ‬ ‫ﺐ اﻟْ َﺒﺤْ َﺮ َو َﻧﺤْ ِﻤ ُ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ إِﻧﱠﺎ َﻧﺮْ َآ ُ‬ ‫ﺳﻮ َ‬ ‫ل‪ :‬ﻳَﺎ َر ُ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ﺟﻞٌ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ‬ ‫رَ ُ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‪ُ :‬ه َﻮ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ َ‬ ‫ل َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﺿُﺄ ِﺑﻤَﺎ ِء اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻄﺸْﻨَﺎ َأ َﻓ َﻨ َﺘ َﻮ ﱠ‬ ‫ﻋِ‬ ‫ﺿﺄْﻧَﺎ ِﺑ ِﻪ َ‬ ‫اﻟْﻤَﺎ ِء‪َ ,‬ﻓِﺈنْ َﺗ َﻮ ﱠ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‪.‬‬ ‫ﺤﱡ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟْ ِ‬ ‫اﻟ ﱠ‬

‫‪36‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Turmûdzî:‬‬

‫ﻋﻦْ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﻣَﺎﻟِﻚٌ َ‬ ‫ﻦ ﻣُﻮﺳَﻰ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻣَﻌْﻦٌ َ‬ ‫ﻖ ﺑْ ُ‬ ‫ﺤُ‬ ‫ي ِإﺳْ َ‬ ‫ﻚ ح و ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ اﻟَْﺄﻧْﺼَﺎ ِر ﱡ‬ ‫ﻋﻦْ ﻣَﺎِﻟ ٍ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻗ َﺘﻴْ َﺒ ُﺔ َ‬ ‫َ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة َو ُه َﻮ ِﻣﻦْ َﺑﻨِﻲ‬ ‫ن اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ َة ﺑْ َ‬ ‫ق َأ ﱠ‬ ‫ﻦ اﻟَْﺄزْ َر ِ‬ ‫ل اﺑْ ِ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ ِﻣﻦْ ﺁ ِ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ِ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا َ‬ ‫َ‬ ‫ل‪:‬‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﺟﻞٌ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ل رَ ُ‬ ‫ﺳَﺄ َ‬ ‫ل َ‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َﻳﻘُﻮ ُ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﺪﱠا ِر‪َ -‬أﺧْ َﺒ َﺮ ُﻩ َأﻧﱠ ُﻪ َ‬ ‫َ‬ ‫ﺿُﺄ‬ ‫ﻄﺸْﻨَﺎ َأ َﻓ َﻨ َﺘ َﻮ ﱠ‬ ‫ﻋِ‬ ‫ﺿﺄْﻧَﺎ ِﺑ ِﻪ َ‬ ‫ﻞ ِﻣﻦْ اﻟْﻤَﺎ ِء َﻓِﺈنْ ﺗَﻮَ ﱠ‬ ‫ﻞ َﻣ َﻌﻨَﺎ اﻟْ َﻘﻠِﻴ َ‬ ‫ﺐ اﻟْ َﺒﺤْ َﺮ َو َﻧﺤْ ِﻤ ُ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ إِﻧﱠﺎ َﻧﺮْ َآ ُ‬ ‫ﻳَﺎ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‪.‬‬ ‫ﺤﱡ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟْ ِ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‪ُ :‬ه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ل َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ِﻣﻦْ ﻣَﺎ ِء اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ َﻓﻘَﺎ َ‬

‫‪37‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Nasâ’i:‬‬

‫ﻦ َأﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة ِﻣﻦْ‬ ‫ن اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ َة ﺑْ َ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ َأ ﱠ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ِ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا َ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻚ َ‬ ‫ﻋﻦْ ﻣَﺎِﻟ ٍ‬ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ ُﻗ َﺘﻴْ َﺒ ُﺔ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ َ‬ ‫ﺟﻞٌ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ل رَ ُ‬ ‫ﺳَﺄ َ‬ ‫ل‪َ :‬‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َﻳﻘُﻮ ُ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﺪﱠا ِر َأﺧْ َﺒ َﺮ ُﻩ َأﻧﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﺑَﻨِﻲ َ‬ ‫ﻄﺸْﻨَﺎ‪,‬‬ ‫ﻋِ‬ ‫ﺿﺄْﻧَﺎ ِﺑ ِﻪ َ‬ ‫ﻞ َﻣ َﻌﻨَﺎ اﻟْﻘَﻠِﻴﻞَ ِﻣﻦْ اﻟْﻤَﺎ ِء‪َ ,‬ﻓِﺈنْ ﺗَﻮَ ﱠ‬ ‫ﺐ اﻟْ َﺒﺤْ َﺮ َو َﻧﺤْ ِﻤ ُ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ إِﻧﱠﺎ َﻧﺮْ َآ ُ‬ ‫ل‪ :‬ﻳَﺎ َرﺳُﻮ َ‬ ‫َﻓﻘَﺎ َ‬

‫‪36‬‬

‫‪Abî Daud Sulaiman bin ‘Ash-Sijintâni, Sunan Abî Dâud, (Beirût: Dârul A’lam, 2003),‬‬ ‫‪kitan At-Tohâroh, bab Al-Wudu’u Bimâ’i al-Bahri, no hadis 83, h. 25‬‬ ‫‪37‬‬ ‫‪Abi Isya’ Muhammad bin ‘Isya bin Suroh, Sunan At-Turmûdzi, kitab At-Tohâroh, bab‬‬ ‫‪mâ jâ’a fî mâ’i al-Bahri Annahu Tohûrun, no hadis 69, juz I, h. 45.‬‬

‫‪67‬‬

‫ﻋﻦْ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ِ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا َ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﻣَﺎﻟِﻚٌ َ‬ ‫ل‪َ :‬‬ ‫ﻦ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ ِ‬ ‫ل‪ :‬ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َ‬ ‫ﻦ َﻣﻨْﺼُﻮ ٍر ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻖ ﺑْ ُ‬ ‫ﺤُ‬ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ ِإﺳْ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‪ :‬ﻓِﻲ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ‬ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة َ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ ِة ﺑْ ِ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫َ‬ ‫ل َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‪.‬‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟْﺤَﻼ ُ‬ ‫ﻣَﺎ ِء اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬

‫‪39‬‬

‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة‬ ‫ن اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ َة ﺑْ َ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ َأ ﱠ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ِ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا َ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻚ َ‬ ‫ﻋﻦْ ﻣَﺎِﻟ ٍ‬ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ ُﻗ َﺘﻴْ َﺒ ُﺔ َ‬ ‫ل‬ ‫ل‪ :‬ﻳَﺎ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﺟﻞٌ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ل رَ ُ‬ ‫ﺳَﺄ َ‬ ‫ل‪َ :‬‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َﻳﻘُﻮ ُ‬ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮ ُﻩ َأﻧﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﺿُﺄ ِﻣﻦْ َﻣﺎ ِء‬ ‫ﻄﺸْﻨَﺎ‪َ ,‬أ َﻓ َﻨ َﺘ َﻮ ﱠ‬ ‫ﻋِ‬ ‫ﺿﺄْﻧَﺎ ِﺑ ِﻪ َ‬ ‫ﻞ َﻣ َﻌﻨَﺎ اﻟْﻘَﻠِﻴﻞَ ِﻣﻦْ اﻟْﻤَﺎ ِء‪َ ,‬ﻓِﺈنْ َﺗ َﻮ ﱠ‬ ‫ﺐ اﻟْ َﺒﺤْ َﺮ َو َﻧﺤْ ِﻤ ُ‬ ‫اﻟﻠﱠﻪِ إِﻧﱠﺎ َﻧﺮْ َآ ُ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‪.‬‬ ‫ﺤﱡ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟْ ِ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‪ُ :‬ه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ل َرﺳُﻮ ُ‬ ‫اﻟْ َﺒﺤْﺮِ؟ َﻓﻘَﺎ َ‬

‫‪40‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah:‬‬

‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ هﻮ ِﻣﻦْ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ُ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا ُ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ َ‬ ‫ﺲ َ‬ ‫ﻦ َأ َﻧ ٍ‬ ‫ﻚ ﺑْ ُ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﻣَﺎِﻟ ُ‬ ‫ﻋﻤﱠﺎ ٍر َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ِهﺸَﺎ ُم ﺑْ ُ‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ َأﺑَﺎ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛ ُﻪ َأﻧﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﺪﱠا ِر َ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة َو ُه َﻮ ِﻣﻦْ َﺑﻨِﻲ َ‬ ‫ن اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ َة ﺑْ َ‬ ‫ق َأ ﱠ‬ ‫ﻦ اﻟَْﺄزْ َر ِ‬ ‫ل اﺑْ ِ‬ ‫ﺁِ‬ ‫ل ﻳﺎرﺳﻮل اﷲ ٍإﻧَﺎ َﻧﺮْآَﺐ اﻟﺒﺤﺮ و‬ ‫ﺳَﻠ َﻢ ﻓﻘﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﷲ ﺻَﻠﻰ ا ُ‬ ‫لا ِ‬ ‫ﺳﻮْ ُ‬ ‫ﻰ َر ُ‬ ‫ل‪ :‬ﺟَﺎ َء رَﺟُﻞ إِﻟ َ‬ ‫َﻳﻘُﻮ ُ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ‫ل َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﻧﺤﻤﻞ ﻣﻌﻨﺎ اﻟﻘﻠﻴﻞ ﻣﻦ اﻟﻤﺎء ﻓﺈن ﺗﻮﺿﺄﻧﺎ ﺑﻪ ﻋﻄﺸﻨﺎ أﻓﻨﺘﻮﺿﺄ ﻣﻦ ﻣﺎء اﻟﺒﺤﺮ ﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‪.‬‬ ‫ﺤﱡ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟْ ِ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‪ :‬اﻟْ َﺒﺤْ ُﺮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫َ‬

‫‪41‬‬

‫‪38‬‬

‫‪Abî Abdul Rohman Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i, Sunan An-Nasâ’i, (Beirût-Libanon:‬‬ ‫‪Dârul Ahya’ At-Tarosi Al-Arobî, t.th), kitab At-Toharoh, bab Ma’u Al-Bahri, no hadis 59, h. 13.‬‬ ‫‪39‬‬ ‫‪Ibid , kitab Shoyyid wa Az-ziba’ih, bab Mayyitu Al-Bahri, no hadis 4361, h. 738-739.‬‬ ‫‪40‬‬ ‫‪Ibid, no hadis 331, h. 58.‬‬ ‫‪41‬‬ ‫‪Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, kitab As-Soyyid, bab At-Tofi min Soyyidil Al-Bahri,‬‬ ‫‪no hadis, 3246, h. 353.‬‬

‫‪68‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal:‬‬

‫ﻦ ﺳَﻠَﻤَﺔ‬ ‫ﺳ ِﻌﻴْ ِﺪ ﺑ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ﺻﻔْﻮَان ﺑ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻚ َ‬ ‫ﻦ ﻣَﺎِﻟ ِ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟﺮَﺣْﻤَﻦ ﺑ ِ‬ ‫ﺣ َﺪ َﺛﻨِﻰ أَﺑِﻰ ﺛَﻨَﺎ َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ ا ِ‬ ‫ﺣَﺪَﺛَﻨَﺎ َ‬ ‫ل‪)) :‬ﻓِﻰ‬ ‫ل‪ ,‬ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺳَﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺻﻠَﻰ ا ُ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟ َﻨﺒِﻰ َ‬ ‫ﻦ ُﺑﺮْدَة ﻋﻦْ أَﺑِﻰ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟ ُﻤﻐِﻴْﺮَة ﺑ ِ‬ ‫اﻟ َﺰ َرﻗِﻰ َ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ((‪.‬‬ ‫ﺤُ‬ ‫ﻄ ُﻬﻮْ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ ِ‬ ‫َﻣﺎ ِء اﻟﺒﺤﺮ ُه َﻮ اﻟ ُ‬

‫‪42‬‬

‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ ِﻣﻦْ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ِ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا َ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻣَﺎﻟِﻚٌ َ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻰ أﺑﻰ َ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ َ‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﺪﱠا ِر َأﺧْ َﺒ َﺮ ُﻩ َأﻧﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة َو ُه َﻮ ِﻣﻦْ َﺑﻨِﻲ َ‬ ‫ن اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ َة ﺑْ َ‬ ‫ق َأ ﱠ‬ ‫ﻦ اﻟَْﺄزْ َر ِ‬ ‫ل اﺑْ ِ‬ ‫ﺁِ‬ ‫ﻞ‬ ‫ﻞ َﻣ َﻌﻨَﺎ اﻟْ َﻘﻠِﻴ َ‬ ‫ﺐ اﻟْ َﺒﺤْ َﺮ َو َﻧﺤْ ِﻤ ُ‬ ‫ل‪ :‬إِﻧﱠﺎ َﻧﺮْ َآ ُ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ﺟﻞٌ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ل رَ ُ‬ ‫ﺳَﺄ َ‬ ‫ل‪َ :‬‬ ‫َﻳﻘُﻮ ُ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‪:‬‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ‬ ‫ل‪َ ,‬ﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺿُﺄ ِﻣﻦْ ﻣَﺎ ِء اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻄﺸْﻨَﺎ َأ َﻓ َﻨ َﺘ َﻮ ﱠ‬ ‫ﻋِ‬ ‫ﺿﺄْﻧَﺎ ِﺑ ِﻪ َ‬ ‫ِﻣﻦْ اﻟْﻤَﺎ ِء َﻓِﺈنْ َﺗ َﻮ ﱠ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‪.‬‬ ‫ﺤﱡ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟْ ِ‬ ‫ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬

‫‪43‬‬

‫ﻦ أَﺑِﻲ‬ ‫ﻦ اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ َة ﺑْ ِ‬ ‫ﻋِ‬ ‫ح َأﺑِﻲ َآﺜِﻴ ٍﺮ َ‬ ‫ﺠﻠَﺎ ِ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟْ ُ‬ ‫ﺚ َ‬ ‫ﻋﻦْ َﻟﻴْ ٍ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ٍﺪ َ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺣ َﺪ َﺛﻨِﻰ أَﺑِﻰ َﺛﻨَﺎ ُﻗ َﺘﻴْ َﺒ ُﺔ ﺑْ ُ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﷲ َ‬ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﻘَﺎﻟُﻮا ِإﻧﱠﺎ َﻧﺒْ ُﻌ ُﺪ ﻓِﻲ اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ َوﻟَﺎ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ن ﻧَﺎﺳًﺎ َأ َﺗﻮْا اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ‬ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َأ ﱠ‬ ‫ُﺑﺮْ َد َة َ‬ ‫ل‬ ‫ﺿُﺄ ِﺑﻤَﺎ ِء اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺣﺘﱠﻰ َﻧﺒْ ُﻌ َﺪ َأ َﻓ َﻨ َﺘ َﻮ ﱠ‬ ‫ﺼﻴْ َﺪ َ‬ ‫ﺠ ُﺪ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻷﻧﱠﺎ ﻻ َﻧ ِ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﻹدَا َو َﺗﻴْ ِ‬ ‫ﻹدَا َو َة وَا ِ‬ ‫ﻞ ِﻣﻦْ اﻟْﻤَﺎ ِء إِﻻ ا ِ‬ ‫َﻧﺤْ ِﻤ ُ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ‪.‬‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ اﻟ ﱠ‬ ‫ﺤﱡ‬ ‫َﻧ َﻌﻢْ َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻪ اﻟْ ِ‬

‫‪44‬‬

‫ﻦ‬ ‫ﺣ َﻤﻴْ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َﻣﻮْﻟَﻰ ُ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ُ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا ُ‬ ‫ﺲ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َ‬ ‫ل ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ ُأ َوﻳْ ٍ‬ ‫ﺣﺴَﻴْﻦٌ ﻗَﺎ َ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻰ أﺑﻰ َ َﺛﻨَﺎ ُ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة‬ ‫ﻋﻦْ اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ ِة ﺑْ ِ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ق اﻟْ َﻤﺨْﺰُو ِﻣ ﱢ‬ ‫ﻦ اﻟَْﺄزْ َر ِ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ ﺑْ ِ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ف َ‬ ‫ﻋﻮْ ٍ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﻦ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ ِ‬ ‫َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َأﻧﱠ ُﻪ ﺟَﺎ َء ُﻩ ﻧَﺎسٌ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ‬ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َ‬ ‫ﺼﻲﱟ َ‬ ‫ﻦ ُﻗ َ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﺪﱠا ِر ﺑْ ِ‬ ‫ﺣ ِﺪ ﺑَﻨِﻲ َ‬ ‫َأ َ‬ ‫ﺷ ِﺮ ْﺑﻨَﺎ ِﻣﻨْ ُﻪ َﻟﻢْ‬ ‫ث وَإِﻧﱠﺎ َﻧ َﺘ َﺰ ﱠو ُد ﻣَﺎ ًء َﻳﺴِﻴﺮًا ِإنْ َ‬ ‫ﻞ َأرْﻣَﺎ ٍ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ ِإﻧﱠﺎ َأهْ ُ‬ ‫ن ﻓِﻲ اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮا ﻳَﺎ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ﺻ ﱠﻴﺎدُو َ‬ ‫َ‬

‫‪42‬‬

‫‪Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz 2, no. 237‬‬ ‫‪Ibid, no. 361.‬‬ ‫‪44‬‬ ‫‪Ibid, no. 378.‬‬ ‫‪43‬‬

‫‪69‬‬

‫ﻦ‬ ‫ﻋﻦْ اﺑْ ِ‬ ‫ﻦ ﺣَﺎ ِز ٍم َ‬ ‫ق ﺑْ ُ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ اﻟ ﱢﺰﻧَﺎدِ َأﺧْ َﺒ َﺮﻧِﻲ ِإﺳْﺤَﺎ ُ‬ ‫ﺳ ِﻢ ﺑْ ُ‬ ‫ﻰ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ اﻟْﻘَﺎ ِ‬ ‫ﺣ َﺪ َﺛﻨِﻰ أَﺑ ِ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ ا ِ‬ ‫ﺣَﺪَﺛَﻨَﺎ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻲ َ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ‪َ ,‬‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﻋﻦْ ﺟَﺎ ِﺑ ِﺮ ﺑْ ِ‬ ‫ﺴ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ِﻣﻘْ َ‬ ‫ﻋ َﺒﻴْ َﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ ﺑْ َ‬ ‫ل أَﺑِﻲ َﻳﻌْﻨِﻲ ُ‬ ‫ﺴ ٍﻢ ﻗَﺎ َ‬ ‫ِﻣﻘْ َ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‪.‬‬ ‫ﺤﱡ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟْ ِ‬ ‫ل‪ :‬ﻓِﻲ اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻗَﺎ َ‬

‫‪46‬‬

‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْدَة اﻟ َﻜﻨَﺎﻧِﻲ اَﻧ ُﻪ‬ ‫ﻦ اﻟ ُﻤ ِﻐﻴْﺮَة ﺑ ِ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﷲ ﺑ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺣ َﺪ َﺛﻨِﻲ َأﺑِﻲ ﺛَﻨَﺎ َﻳ ِﺰﻳْﺪ أَﻧَﺎ َﻳﺤْﻴَﻰ َ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﷲ َ‬ ‫ﺣ َﺪ َﺛﻨَﺎ َ‬ ‫َ‬ ‫ن‬ ‫ﺼﻴْ ِﺪ َﻓ َﻴﺤْ ِﻤُﻠﻮْ َ‬ ‫ﺾ ﺑَﻨِﻰ ُﻣ َﺪﻟَﺞ َأﺧْ َﺒ َﺮ ُﻩ اَﻧ ُﻬﻢْ َآﺎُﻧﻮا ﻳَﺮْآَ ُﺒﻮْن اﻷرﻣﺎث ﻓِﻲ اﻟَﺒﺤْ ِﺮ ِﻟﻠ ﱠ‬ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮ ُﻩ ‪ :‬ان ﺑﻌ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ُ‬ ‫ﻚ ﻟِﻠ ﱠﻨﺒِﻲ َ‬ ‫َﻣ َﻌ ُﻬﻢْ ﻣَﺎ َء ﻟﻠﺸﻔﻪ ﻓﺘﺪرآﻬﻢ اﻟﺼَﻼة َو ُهﻢْ ﻓِﻲ اﻟ َﺒﺤْ ِﺮ َوَأ ﱠﻧ ُﻬﻢْ َذ َآﺮُوا َذِﻟ َ‬ ‫ل َﻟ ُﻬﻢْ ُه َﻮ ))اﻟﻄﱡ ُﻬ ْﻮ ُر‬ ‫ﺴﻨَﺎ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺟﺪْﻧَﺎ ﻓِﻲ َأ ْﻧ ُﻔ ِ‬ ‫ﻄﺸْﻨَﺎ َواَن َﻧ َﺘ َﻮﺿَﺄ ِﺑ َﻤﺎِء اﻟ َﺒﺤْ ِﺮ َو َ‬ ‫ﻋِ‬ ‫َﻓﻘَﺎﻟُﻮا انْ َﻧ َﺘ َﻮﺿَﺄ ِﺑﻤَﺎﺋﻨَﺎ َ‬ ‫ل َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ(( ‪.‬‬ ‫ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟﺤﻼ ُ‬

‫‪47‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Malik:‬‬

‫ﻋﻦْ‬ ‫ق َ‬ ‫ل ﺑَﻨِﻲ اﻟَْﺄزْ َر ِ‬ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ ِﻣﻦْ ﺁ ِ‬ ‫ﻦ َ‬ ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑْ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ َ‬ ‫ﻦ ُ‬ ‫ن ﺑْ ِ‬ ‫ﺻﻔْﻮَا َ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﻋﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚ َ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ َﻳﺤْﻴَﻰ َ‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫ﺟﻞٌ ِإﻟَﻰ َرﺳُﻮ ِ‬ ‫ل‪ :‬ﺟَﺎ َء رَ ُ‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َﻳﻘُﻮ ُ‬ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﺪﱠا ِر َأﻧﱠ ُﻪ َ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ُﺑﺮْ َد َة َو ُه َﻮ ِﻣﻦْ ﺑَﻨِﻲ َ‬ ‫اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ ِة ﺑْ ِ‬ ‫ﻞ ِﻣﻦْ اﻟْﻤَﺎ ِء َﻓِﺈنْ‬ ‫ﻞ َﻣ َﻌﻨَﺎ اﻟْ َﻘﻠِﻴ َ‬ ‫ﺐ اﻟْ َﺒﺤْ َﺮ َو َﻧﺤْ ِﻤ ُ‬ ‫ل اﻟﻠﱠﻪِ إِﻧﱠﺎ َﻧﺮْ َآ ُ‬ ‫ل ﻳَﺎ َرﺳُﻮ َ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫اﻟﻠﱠﻪِ َ‬ ‫ﻞ‬ ‫ﺤﱡ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟْ ِ‬ ‫ﺳﻠﱠﻢ َ)) ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ‬ ‫ل َرﺳُﻮ ُ‬ ‫ﺿُﺄ ِﺑ ِﻪ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻄﺸْﻨَﺎ َأ َﻓ َﻨ َﺘ َﻮ ﱠ‬ ‫ﻋِ‬ ‫ﺿﺄْﻧَﺎ ِﺑ ِﻪ َ‬ ‫َﺗ َﻮ ﱠ‬ ‫َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ((‪.‬‬

‫‪48‬‬

‫‪45‬‬

‫‪Ibid, juz 2, no. 393‬‬ ‫‪Ibid, juz 3, no. 373‬‬ ‫‪47‬‬ ‫‪Ibid, juz 5, no. 365.‬‬ ‫‪48‬‬ ‫‪Malik bin Annas, Muwatha’ Ibn Malik., (Beirut: Baitul al-Afkar Ad-Dauliyah, t.th),bab‬‬ ‫‪At-Tuhuru lil Wudu’I, juz 2, No hadis. 60.‬‬ ‫‪46‬‬

70

‫ل ﻓِﻲ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ َ ‫ن َرﺳُﻮ‬ ‫ﻷﱠ‬ َ ‫ﻲ‬ ‫ﺳﱡ‬ ِ ‫ن َﻳﺼِﻴ ُﺪهَﺎ اﻟْ َﻤﺠُﻮ‬ ِ ‫ﻞ اﻟْﺤِﻴ َﺘﺎ‬ ِ ْ‫س ِﺑَﺄآ‬ َ ْ‫ل ﻣَﺎﻟِﻚ ﻟَﺎ َﺑﺄ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬ 49

.‫ﻀﺮﱡ ُﻩ َﻣﻦْ ﺻَﺎ َد ُﻩ‬ ُ ‫ﻚ ﻣَﻴْﺘًﺎ ﻓَﻠَﺎ َﻳ‬ َ ‫ﻞ َذِﻟ‬ َ ‫ل ﻣَﺎﻟِﻚ َوِإذَا ُأ ِآ‬ َ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ ﻗَﺎ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫اﻟْ َﺒﺤْ ِﺮ ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬

Hadis yang diriwayatkan oleh ad-Darimî:

‫ل‬ ِ ‫ﺳَﻠ َﻤ َﺔ ِﻣﻦْ ﺁ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﺳﻌِﻴ ِﺪ ﺑ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﺳَﻠﻴْ ٍﻢ‬ ُ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ن ﺑ‬ َ ‫ﺻﻔْﻮَا‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻚ ِﻗﺮَا َء ًة‬ ٍ ‫ﻋﻦْ ﻣَﺎِﻟ‬ َ ‫ك‬ ِ ‫ﻦ اﻟْ ُﻤﺒَﺎ َر‬ ُ ْ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ ُﻣ‬ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ َأﺑَﺎ ُه َﺮﻳْ َﺮ َة‬ َ ‫ َأﺧْ َﺒ َﺮ ُﻩ َأﻧﱠ ُﻪ‬- ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﺪﱠا ِر‬ َ ‫ﺟﻞٌ ِﻣﻦْ َﺑﻨِﻰ‬ ُ َ‫ َو ُه َﻮ ر‬- ‫ﻦ أَﺑِﻰ ُﺑﺮْ َد َة‬ َ ْ‫ن اﻟْ ُﻤﻐِﻴ َﺮ َة ﺑ‬ ‫ق َأ ﱠ‬ ِ ‫ﻷزْ َر‬ َ‫ا‬ ، ‫ﻦ اﻟْﻤَﺎ ِء‬ َ ‫ﻞ ِﻣ‬ ُ ‫ﺐ اﻟْ َﺒﺤْ َﺮ وَﻣَﻌَﻨَﺎ اﻟْ َﻘﻠِﻴ‬ ُ ‫ إِﻧﱠﺎ َﻧﺮْ َآ‬: ‫ل‬ َ ‫ َﻓﻘَﺎ‬-‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬ ‫ﺟﻞٌ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ‬ ُ َ‫ل ر‬ َ ‫ﺳَﺄ‬ َ :‫ل‬ ُ ‫َﻳﻘُﻮ‬ »: -‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﻰا‬ ‫ ﺻَﻠ ﱠ‬- ِ‫ل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫ﺿُﺄ ِﻣﻦْ ﻣَﺎ ِء اﻟْ َﺒﺤْﺮِ؟ َﻓﻘَﺎ‬ ‫ َأ َﻓ َﻨ َﺘ َﻮ ﱠ‬، ‫ﻄﺸْﻨَﺎ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ﺿﺄْﻧَﺎ ِﺑ ِﻪ‬ ‫َﻓِﺈنْ َﺗ َﻮ ﱠ‬ 50

.« ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬

1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanadnya Hasil penelitian sanad hadis yang telah diteliti, melalui jalur Ahmad ibn Hanbal adalah berkualitas Sahih, karena adanya kemutasilan. Selain itu, pada hadis tersebut para periwayatnya di nilai Tsiqât dan mempunyai pendukung, yang kualitas para periwayat lebih ketat dalam penelitian, begitu pula pada setiap periwayat tersebut tidak terdapat Syudzudz (janggal) maupun ‘illat. Dengan demikian sanad tersebut dapat dikatakan Sahih. 51

2.

Meneliti Susunan Lafaz Matan Hadis Yang Semakna Ada perbedaan lafaz pada matan Abî Daud, At-Turmûdzî, An-Nasâ’î, ibn

Majjah, dan Ahmad ibn Hanbal, yaitu:

49

Ibid, bab At-Tuhûru lî al-Wudû’î, juz 3, No hadis. 1819 Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi, (Beirût: Baitul al-Afkar Ad-Dauliyah, t.th), bab Wudu’u min Mâ’i Al-Bahri, juz 1, no hadis 729, h. 201. 51 Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis dalam Tafsîr Al-Azhar; Study Kritik Sanad Hadis dalam Surat Yâsîn. Fakultas Usuluddin dan filsafat, Jurusan Tafsir Hadis, h. 47-48. 50

71

Perawi Abî Daud

Matan

Makna

‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬Yaitu suci airnya dan halal

At-Turmûdzî

‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬

Nasâ’î

‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ‬ ‫ﻓﻰ اﻟﻤﺎء اﻟﺒﺤﺮ ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫اﻟﺤﻼل َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬

Ibnu Majjah

‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫اﻟﺒﺤﺮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬

Ahmad ibn Hanbal

ad-Darimî Anas bin Malik

‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ‬ ‫ﻓﻰ اﻟﻤﺎء اﻟﺒﺤﺮ ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫اﻟﺤﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫ﻄﻬُﻮ ُر‬ ‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ اﻟ ﱠ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻧﻌﻢ ﻓﺈﻧﻪ اﻟ‬ .‫ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ‬ ‫ﻞ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ﻧﻌﻢ ﻓ ُﻬ َﻮ اﻟ ﱠ‬ .‫َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﻞ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ﻓﻰ اﻟﺒﺤﺮ ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬ ‫َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬

bangkainya Yaitu suci airnya dan halal bangkainya Yaitu suci airnya dan halal bangkainya Segala yang ada di dalam laut itu airnya suci dan bangkainya pun halal Yaitu suci airnya dan halal bangkainya Di dalam laut itu airnya suci dang bangkainya pun halal Segala yang ada di dalam laut itu airnya suci dan bangkainya pun halal Yaitu suci airnya dan halal bangkainya Ya, sesungguhnya yang ada di Laut itu bangkainya halal dan begitu pula airnya Ya yang da di Laut itu airnya suci dan bangkai nya pun halal.

Segala yang ada di laut yaitu airnya suci dan bangkainya pun halal. .‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ ُه َﻮ اﻟ ﱠ‬suci airnya dan halal bangkainya .‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫ اﻟ ﱠ‬suci airnya dan halal bangkainya

‫ﻞ َﻣﻴْ َﺘ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ْ‫ﻄﻬُﻮ ُر ﻣَﺎ ُؤ ُﻩ اﻟ‬ ‫اﻟ ﱠ‬

Matan hadis di atas, setelah diteliti terdapat persamaan lafaz matan hadis antara Abu Daud, Turmûdzî, Nasa’i, ibn Majjah, Ahmad ibn Hanbal, Darimî dan

72

Anas bin Malik, matan hadis tersebut memiliki kesamaan makna, yaitu “Tentang air laut, air laut suci airnya dan halal bangkainya,” penjabaran makna matan hadis ini, bahwa segala yang terdapat di laut boleh untuk bersuci dan bangkainya (ikan yang ada di laut) pun halal untuk dimakan. Matan hadis dari jalur Ahman ibn Hanbal yang diriwayatkan oleh Abû Hurairah membalikkan penempatan matan hadis pada lafaznya, redaksi matannya Ahmad ibn Hanbal mendahulukan bangkainya (semua yang ada di laut) halal untuk dimakan, dan airnya suci. Akan tetapi tidak merubah makna bahwa air laur itu suci airnya dan bangkainya halal. Dengan demikian dalam penelitian lafaz matan, meskipun ada perbedaan sedikit lafaz pada matan hadis di atas, akan tetapi maksudnya semakna. Dalam hadis ini diriwayatkan dengan periwayatan ar-riwayah bi al-lafzi, karena diriwayatkan lebih dari tiga periwayat, dan kandungan pada matannya sama.

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis Hadis ke dua ini menerangkan tentang air laut itu suci, dan bangkainya halal dimakan. Penulis berpendapat bahwa hadis ini dapat dipertanggungjawabkan, karena terdapat hadis yang serupa dalam kitab hadis yang mendukung konteks matan hadis di atas. Hadis tentang bolehnya memakan bangkai yang di laut dan airnya boleh untuk berwudu’, sebagimana hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:

‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎﻩ ﻳَﺤْﻴَﻰ ﺑ‬ َ ‫ﻋﻦْ ﺟَﺎ ِﺑ ٍﺮ ح و‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ اﻟ ﱡﺰ َﺑﻴْ ِﺮ‬ َ ٌ‫ﺲ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُزهَﻴْﺮ‬ َ ‫ﻦ ﻳُﻮ ُﻧ‬ ُ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺣْ َﻤ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ِ‫ل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ ‫ل َﺑ َﻌ َﺜﻨَﺎ َرﺳُﻮ‬ َ ‫ﻋﻦْ ﺟَﺎ ِﺑ ٍﺮ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ اﻟ ﱡﺰ َﺑﻴْ ِﺮ‬ َ ‫ﺧﻴْ َﺜ َﻤ َﺔ‬ َ ‫َﻳﺤْﻴَﻰ َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ َأﺑُﻮ‬ ‫ﺠﺪْ َﻟﻨَﺎ‬ ِ ‫ﺟﺮَاﺑًﺎ ِﻣﻦْ َﺗﻤْ ٍﺮ َﻟﻢْ َﻳ‬ ِ ‫ﺶ َو َز ﱠو َدﻧَﺎ‬ ٍ ْ‫ﻋ َﺒﻴْ َﺪ َة َﻧ َﺘَﻠﻘﱠﻰ ﻋِﻴﺮًا ِﻟ ُﻘ َﺮﻳ‬ ُ ‫ﻋَﻠﻴْﻨَﺎ أَﺑَﺎ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ وَأَﻣ َﺮ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ

73

“Rasulullah saw. mengirim kami sebagai pasukan untuk menghadang kafilah Quraisy, dan bekiau menunjuk Abu Ubaidah sebagai komandan kami. Kami berbekal satu karung kurma, karena hanya itu yang bisa ia bekalkan untuk kami. Abu Ubaidah memberikan sebiji demi sebiji kurma kepada masing-masing kami. Jabir berkata: Aku katakan kepada pasukan kami, “Bagaimana caranya kalian memakan satu biji kurma ini?” ada yang menjawab, “kami menghisap-hisapnya seperti bayi, kemudian kami minum air”. Itu sudah cukup bagi kami untuk sehari sampai malam. Pernah juga kami gugurkan daun-daun dengan tongkat, kemudian kami siram dengan air, lalu kami makan. Setelah kami sampai pantai, kami dihadapkan kepada suatu pemandangan yang tampaknya seperti gundukkan pasir. Ketika kami hampiri, kiranya yang terlihat itu adalah hewan laut yang disebut ‘anbar. 53 “itu bangkai” kata Abu ‘Ubaidah.” Tetapi tidak mengapa, kita adalah utusan Rasulullah saw. yang mengemban tugas fîsabîlillâh. Kalian dalam keadaan terpaksa, 52

Muslim, Sahih Muslim, (Beirût Libanon: Dârul al-Kitâb al-Arobî, t.th), kitab al At’imah, bab Aqlu ad-dawâbi al-Bahrî samâ alqa’,no. hadis 1326, h. 773. 53 Sejenis ikan panjang yang besar dan lebar kepalanya.

74

karena itu boleh kalian makan.” Setelah itu mereka menetap ditempat tersebut selama satu bulan, dan jumlah mereka seluruhnya tiga ratus orang. Mereka menjadi gemuk semuanya karena memakan ikan tersebut. Mereka mengambil minyak dari rongga mata ikan tersebut dan menampungnya dalam tempayan besar. Kemudian mereka potongpotong dagingnya seperti memotong daging lembu. Abu ‘Ubaidah memanggil tiga belas prajurit dan menyuruhnya masuk kerongga mata ikan itu, dan ternyata mereka semua dapat masuk kedalamnya. Setelah itu diambilnya kerangka ikan tersebut lalu ditegakkannya. Kemudian disuruhnya unta yang paling besar berjalan di bawah kerangka ikan tersebut. Mereka ambil daging ikan itu sebagai perbekalan dan untuk mereka masak. Setelah tiba kembali di Madinah, mereka mendatangi Rasulullah saw. dan melaporkan peristiwa tersebut. Beliau bersabda, “itu rezeki diberikan Allah swt. untuk kalian. Adakah kalian bawa dagingnya agak sedikit untuk kami?.” Maka mereka berikan daging yang mereka bawa kepada beliau, dan beliau makan.” Hadis ini menceritakan sekelompok pasukan perang yang menghadapi kesulitan mendapatkan bekal makanan, dan bekal mereka hanyalah buah kurma. Pada suatu ketida mereka pergi ke pantai melihat sebuah ikan besar yang sudah mati, kemudia mereka mengambil daging ikan tersebut untuk di makan. Pada saat kembali ke asal, mereka bertanya kepada Rasulullah saw perihal kejadian yang mereka alami, kemudian Rasulullah saw bersabda, bahwasanya hewan laut yang sudah mati boleh di makan. Begitu juga sifat air laut, bahwasanya air laut suci secara mutlak tanpa terkecuali, suci pada dzatnya dan dapat mensucikan benda lainnya

sehingga

air

laut

boleh

dan

sah

digunakan

untuk

taharah

(bersuci/menghilangkan najis) dan berwudu’. Semua hewan di laut boleh dimakan, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal;

75

‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻦ اﺑ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ﻦ َأﺳَْﻠ َﻢ‬ ِ ْ‫ﻋﻦْ َزﻳْ ِﺪ ﺑ‬ َ ‫ﻦ َأﺳَْﻠ َﻢ‬ ِ ْ‫ﻦ َزﻳْ ِﺪ ﺑ‬ ُ ْ‫ﻦ ﺑ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ‬ َ ٌ‫ﺳﺮَﻳْﺞ‬ ُ ‫ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬- 5465 ‫ن‬ ِ ‫ن ﻓَﺄَﻣﱠﺎ اﻟْ َﻤﻴْ َﺘﺘَﺎ‬ ِ ‫ن َو َد َﻣﺎ‬ ِ ‫ﺣﱠﻠﺖْ ﻟَﻨَﺎ َﻣ ْﻴ َﺘﺘَﺎ‬ ِ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ُأ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬:‫ل‬ َ ‫ﻋ َﻤ َﺮ ﻗَﺎ‬ ُ 54

.……………… ‫ﺠﺮَا ُد‬ َ ْ‫ت وَاﻟ‬ ُ ‫ﻓَﺎﻟْﺤُﻮ‬

“Rasulullah saw bersabda: dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah yaitu ikan dan belalang……………………” Hadis di atas menjelaskan, terdapat dua bangkai yang dihalalkan untuk dimakan yaitu salah satunya bangkai ikan, dari hadis ini jelas bahwa bangkai ikan boleh dimakan. Dengan demikian hadis ini mendukung matan hadis di atas. Terkait dengan perbandingan antara hadis dengan al-Qur’an, hadis tentang, air laut itu suci dan boleh memakan bangkai yang terdapat dilaut, bahwa di dalam al-Qur’an ada yang menjelaskan tentang hal tersebut, dalam firman Allah pada QS. An-Nahl/16: 14. ☺ ……………. “Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya..………..” Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan ayat di atas, bahwasanya Allah swt memberitahukan tentang penaklukan-Nya terhadap lautan luas yang dianugrahkan kepada hamba-hamba-Nya dengan cara menaklukan bagi mereka, yaitu dengan memudahkan mereka untuk mengarunginya, memakan ikan yang ada padanya, dan dengan menghalalkan binatang lautan kepada hamba-hambaNya baik binatang yang hidup maupun yang mati. 55

54 55

Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 6, h. 2. Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir, jild II, h. 1017.

76

Terdapat ayat al-Qur’an yang lain menyatakan bahwa semua yang ada di laut halal untuk dimakan, yaitu pada QS. Al-Ma’idah/5: 96.

………. (QS. Al-Ma’idah: 5/ 96) “Dihalalkan bagimu hewan buruan laut 56 dan memakan (yang berasal) dari laut 57 sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orangorang yang dalam perjalanan; ………….. Ibnu Abbas mengatakan dalam riwayatnya yang masyhur bahwa yang dimaksud dengan “buruan laut” 58 ialah binatang hidup yang ditangkap, dan “makannnya” ialah binatang laut yang telah mati kemudian diambil untuk dimakan.

59

Binatang laut yang terdampar dalam keadaan mati itu boleh

dimakan. 60 Ayat di atas menjelaskan tentang halalnya memakan hewan yang dan di laut, dan airnya suci. Air laut termasuk air mutlak

61

karena asli dari

sumbernya/berada dalam keadaan aslinya, baik turun dari langit atau keluar dari bumi. Misalnya: air hujan, air laut, mata air, air sungai, air danau, air sumur. Hukum air ini adalah suci dan mensucikan. Ulama memasukkan air laut ke dalam 56

Hewan buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut di sini ialah sungai, danau, kolam dan sebagainya. 57 Ikan atau hewan laut yang diperoleh dengan mudah, karena telah mati terapung atau terdampar di pantai dan sebagainya. 58 Binatang buruan laut ialah binatang yang hidupnya hanya di laut/air, seperti ikan. 59 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, h. 158. 60 Imam Jalaluddin al-Mahali, dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, jild I, cet I, h. 497. 61 Air Mutlak (‫ )ﻤﻄﻠﻖ‬adalah air yang suci dan boleh menyucikan. Air tersebut dikatakan mutlak disebabkan air itu adalah dalam bentuk keasliannya. Air tersebut masih dikatakan air mutlak walaupun ia sudah berubah disebabkan sudah lama terbiar, dimasuki tanah, lumut dan bertakung atau tempat mengalirnya mengandungi belerang. boleh digunakan untuk menyucikan segala jenis najis dan menyucikan diri daripada hadas besar.

77

kumpulan

air

mutlak

yang

boleh

digunakan

untuk

bersuci

termasuk

berwudu’.Matan hadis tentang “di dalam laut itu airnya suci dan bangkainya pun halal,” matan hadisnya tidak bertentangan dengan al-Qur’ân. Dalam konteks sejarah hadis ini ialah, bahwa pada suatu ketika seorang laki-laki pergi kelaut untuk memancing, akan tetapi mereka hanya membawa air sedikit untuk minum, tidak cukup untuk berwudu’, dan telah masuk waktu shalat. Laki-laki tersebut bertanya kepada Rasulullah saw, kemudian Rasulullah saw. bersabda: “di dalam laut itu airnya suci dan bangkainya pun halal”. Penulis berpendapat, bahwasanya ketika seseorang yang mengarungi lautan, mungkin menghadapi permasalahan yang terkait bangkai hewan laut boleh dimakan atau tidak, terlebih di tengah lautan memungkinkan kehabisan bekal. Bawa air tawar secukupnya hanya untuk diminum, tidak cukup untuk berwudu’. Maka dari itu bolehnya berwudu’ dengan air laut. Dan tentang memakan bangkai ikan tanpa harus disembelih dahulu seperti hewan-hewan lain yang harus disembelih. Ikan di laut boleh langsung dimakan, meskipun dalam keadaan mati. Konteks asbabul wurud hadis di atas ialah, diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, berkata: ketika itu ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw, bertanya: Ya Rasulullah kami berlayar di lautan. Kami membawa persediaan air (tawar) hanya sedikit, kalau kami berwudu’ dengan air tawar itu niscaya kami akan kehausan, bolehkah kami berwudu’ dengan air laut itu?, maka Rasulullah saw bersabda, laut itu suci airnya, dan halal bangkainya. Hadis tentang bolehnya memakan bangkai (ikan) dan bolehnya berwudu’ menggunakan air laut, menerangkan tentang segala yang ada di laut itu halal

78

dagingnya untuk dimakan dan airnya suci, sekali pun untuk berwudhu’. Dalam hal ini bahwa apa-apa yang ada di laut halal, dapat diterima oleh akal. Misalnya terjadi pada nelayan yang mencari ikan di laut berhari-hari, mereka dapat menggunakan air laut untuk berwudhu’, dan ikannya dapat di makan.

Kesimpulan Kata ‫“ هﻮ اﻟﻄﻬﻮر ﻣﺎؤﻩ و اﻟﺤﻞ ﻣﻴﺘﺘﻪ‬Tentang air laut, Dia suci airnya dan halal bangkainya.” Hadis yang diriwayatkan dari para perawi hadis diatas, penulis memahami konteks hadis ini yaitu segala yang ada di laut itu halal bangkainya dan juga suci airnya jika dipergunakan untuk berwudhu’. Dalam penelitian melalui jalur sanad hadis ini sahih, dan dalam penelitian pada jalur matan juga sahih, terdapat ayat-ayat al-Qur’ân dan hadis lain sebagai pendukung matan hadis diatas, dengan demikian hadis diatas berkualitas sahih, dan periwayatannya menggunakan ar-Riwayat bi al-ma’na.

IV. Bila Kiamat Datang

⌧ ☺

⌧ (QS. Yâsîn: 51-54)



79

“Dan ditiuplah sangkalala, 62 Maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! siapakah yang membangkitkan Kami dari tempattidur Kami (kubur)?". Inilah yang dijanjikan (tuhan) yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya). Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, Maka tiba- tiba mereka semua dikumpulkan kepada kami. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. Pekik yang terdengar pertama kali ialah pekik panggilan untuk mematikan seluruh makhluk hidup yang terdapat di muka bumi ini. Setelah itu di tiupkan serunai sangkakala yang ke dua, yaitu bertujuan untuk membangunkan kembali dari alam Barzakh. 63 Seluruh makhluk di dalam kubur, akan bangkit kembali, seluruh anggota tubuh yang telah hancur, ada pula yng menjadi debu semua akan dibangkitkan kembali pada Yaumal Mahsyar. 64 Manusia setelah dibangkitkan tidak ada diantara mereka yang mengetahui berapa lama mereka tidur, sebab perhitungan jam, bulan dan tahun di alam Barzakh berbeda dengan perhitungan di dunia. Kemudian datanglah para utusanutusan Allah swt memberitahukan semasa di dunia bahwasanya manusia yang telah meninggal dunia akan dibangkitkan kembali dalam kehidupan yang lain. Manusia dikumpulkan untuk diadakan perhitungan (yaumal hisab), setelah itu datanglah keputusan. Amal baik mendapatkan keputusan yang baik, dan amal buruk mendapat keputusan yang buruk. Bagi yang menerima keputusan yang buruk, dan menerima hukuman tidaklah menyesali Tuhan, melainkan menyesali dirinya sendiri.

62

Tiupan ini adalah tiupan sangkalala yang kedua yang sesudah nya bangkitlah orangorang dalam kubur. 63 Alam Barzakh ialah Alam Kubur 64 Yaumal Mahsyar ialah hari kebangkitan manusia.

80

(QS. Yâsîn: 55-56) “Sesungguhnya penghuni syurga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan.” Setelah semuanya selesai menerima keputusan, maka ahli neraka digiring bersama-sama ke dalam neraka dan ahli surga masuk kedalam surga bersamasama, masing-masing masuk ke dalam tempat yang telah disediakan Allah swt, sesampainya ahli surge pada tempat yang mulia mereka berkumpul bersama, bidadari, anak, istri yang sama-sama berhak di surga karena amalnya. (QS. Yâsîn: 57) “Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. Apa saja yang manusia inginkan, yaitu segala buah-buahan segar dari berbagai macam daerah telah tersedia. Sebagaimana keterangan tentang kekayaan surga, yaitu sabda NAbi saw:

‫ن‬ ‫ﺠ ﱠﻨ ِﺔ َﻓِﺈ ﱠ‬ َ ْ‫ﻷﺻْﺤَﺎ ِﺑ ِﻪ أَﻻ ُﻣﺸَ ﱢﻤﺮٌ ِﻟﻠ‬ َ ‫ت َﻳﻮْ ٍم‬ َ ‫ ذَا‬:‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬ ‫ﻷ َو َرﻳْﺤَﺎ َﻧﺔٌ َﺗﻬْ َﺘ ﱡﺰ َو َﻗﺼْ ٌﺮ ﻣَﺸِﻴﺪٌ َو َﻧ َﻬ ٌﺮ‬ ُ ْ‫ب اﻟْ َﻜﻌْ َﺒ ِﺔ ﻧُﻮرٌ َﻳ َﺘﻸ‬ ‫ﻲ َو َر ﱢ‬ َ ‫ ِه‬,‫ﻄ َﺮ َﻟﻬَﺎ‬ َ‫ﺧ‬ َ ‫اﻟْﺠَﻨﱠﺔَ؟ ﻻ‬ ‫ ﻓِﻲ‬,‫ ﻓِﻲ َﻣﻘَﺎ ٍم َأ َﺑﺪًا‬,ٌ‫ﻞ َآﺜِﻴ َﺮة‬ ٌ ‫ﺣَﻠ‬ ُ ‫ َو‬,ٌ‫ﺣﺴْﻨَﺎ ُء ﺟَﻤِﻴﻠَﺔ‬ َ ‫ﺟ ٌﺔ‬ َ ْ‫ َوﻓَﺎ ِآﻬَﺔٌ َآﺜِﻴ َﺮةٌ ﻧَﻀِﻴﺠَﺔٌ َو َزو‬,ٌ‫ﻄﺮِد‬ ‫ُﻣ ﱠ‬ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ َ ‫ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ‬,‫ن َﻟﻬَﺎ‬ َ ‫ﺸ ﱢﻤﺮُو‬ َ ‫ﻦ اﻟْ ُﻤ‬ ُ ْ‫ َﻧﺤ‬:‫ﺳﻠِﻴ َﻤ ٍﺔ َﺑ ِﻬ ﱠﻴ ٍﺔ ﻗَﺎﻟُﻮا‬ َ ‫ ﻓِﻲ دُو ٍر ﻋَﺎِﻟ َﻴ ٍﺔ‬,‫ﺣﺒْ َﺮ ٍة َو َﻧﻀْ َﺮ ٍة‬ َ 65

!! ‫ ﻗُﻮﻟُﻮا ِإنْ ﺷَﺎ َء اﻟﻠﱠ ُﻪ‬:‫ل‬ َ ‫ﻗَﺎ‬

“Berkata Rasulullah saw: “Alaa! Siapakah diantara kalian yang ingin berkemas hendak masuk surga? Sesungguh-nya surga tidaklah dapat digambarkan bagaimana indahnya. Demi Tuhan yang mempunyai 65

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XXIII, h. 56

81

Ka’bah! Seluruhnya adalah Nur yang gilang-gemilang, kembang yang selalu wangi, gedung bertingkat-tingkat, sungai mengalir, hasil bumi yang subur, istri yang cantik jelita, perhiasan yang banyak dan tempat kediaman yang abadi dalam negeri yang damai, buah-buahan yang segar, dan berbagai kebaikan dan berbagai nikmat ditempat yang tinggi dan mulia! (ada keinginan kalian kesana?) mereka semuanya menjawab: “memang ya Rasulullah saw, kami semuanya berkemas hendak menuju kesana!” Lalu bersabda Rasulullah saw: Katakanlah Insya Allah!” serentak semua menjawab “Insya Allah.” Dalam melakukan kegiatan penelusuran matan-matan hadis, peneliti menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-alfaz (penelusuran hadis melalui kata-kata), untuk memperoleh matan hadis. Data yang diperoleh dari kitab alMu’jam Mufahrasy al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata ‫ ﻗﺼﺮ‬, penelusurannya sebagai berikut:

...................... 66 ‫ وﻗﺼﺮ ﻣﺸﻴﺪ‬,‫ﻧﻮر آﻠﻬﺎ ﺑﺘﻸﻷ ورﻳﺤﺎﻧﺔ ﺗﻬﺘﺰ‬ 39 : ‫ زهﺪ‬: ‫ﺟﻪ‬ ‫ي‬ ‫ﻷﻧْﺼَﺎ ِر ﱡ‬ َ ‫ﺟ ٍﺮ ا‬ ِ ‫ﻦ ُﻣﻬَﺎ‬ ُ ْ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣ‬ َ ‫ﻦ ُﻣﺴِْﻠ ٍﻢ‬ ُ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ا ْﻟ َﻮﻟِﻴ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﻲ‬ ‫ن اﻟ ﱢﺪ َﻣﺸْ ِﻘ ﱡ‬ َ ‫ﻋﺜْﻤَﺎ‬ ُ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫س ﺑ‬ ُ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ اﻟْ َﻌﺒﱠﺎ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ‬ َ ‫ل‬ َ ‫س ﻗَﺎ‬ ٍ ‫ﻋﺒﱠﺎ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﺐ َﻣﻮْﻟَﻰ اﺑ‬ ٍ ْ‫ﻋﻦْ ُآ َﺮﻳ‬ َ ‫ﻦ ﻣُﻮﺳَﻰ‬ ِ ْ‫ن ﺑ‬ َ ‫ﺳَﻠﻴْﻤَﺎ‬ ُ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ي‬ ‫ك اﻟْ َﻤﻌَﺎ ِﻓ ِﺮ ﱡ‬ ُ ‫ﻀﺤﱠﺎ‬ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ اﻟ ﱠ‬ َ ‫ﺠ ﱠﻨ ِﺔ‬ َ ْ‫ﻷﺻْﺤَﺎ ِﺑ ِﻪ أَﻻ ُﻣﺸَ ﱢﻤﺮٌ ِﻟﻠ‬ َ ‫ت َﻳﻮْ ٍم‬ َ ‫ ذَا‬:‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ِ‫ل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬:‫ل‬ َ ‫ﻦ َزﻳْ ٍﺪ ﻗَﺎ‬ ُ ْ‫ُأﺳَﺎ َﻣ ُﺔ ﺑ‬ ,ٌ‫ﻄﺮِد‬ ‫ﻷ وَرَﻳْﺤَﺎﻧَﺔٌ َﺗﻬْ َﺘ ﱡﺰ َو َﻗﺼْ ٌﺮ ﻣَﺸِﻴﺪٌ َو َﻧ َﻬ ٌﺮ ُﻣ ﱠ‬ ُ ْ‫ب اﻟْ َﻜﻌْ َﺒ ِﺔ ﻧُﻮرٌ َﻳ َﺘﻸ‬ ‫ﻲ َو َر ﱢ‬ َ ‫ ِه‬,‫ﻄ َﺮ ﻟَﻬَﺎ‬ َ‫ﺧ‬ َ ‫ﺠ ﱠﻨﺔَ؟ ﻻ‬ َ ْ‫ن اﻟ‬ ‫َﻓِﺈ ﱠ‬ ,‫ﺣﺒْ َﺮ ٍة َو َﻧﻀْ َﺮ ٍة‬ َ ‫ ﻓِﻲ‬,‫ ﻓِﻲ َﻣﻘَﺎ ٍم َأ َﺑﺪًا‬,ٌ‫ﺣَﻠﻞٌ َآﺜِﻴ َﺮة‬ ُ ‫ َو‬,ٌ‫ﺣﺴْﻨَﺎ ُء ﺟَﻤِﻴﻠَﺔ‬ َ ‫ﺟ ٌﺔ‬ َ ْ‫َوﻓَﺎ ِآ َﻬ ٌﺔ َآﺜِﻴ َﺮةٌ ﻧَﻀِﻴﺠَﺔٌ َو َزو‬ ‫ ))ﻗُﻮﻟُﻮا ِإنْ ﺷَﺎ َء‬:‫ل‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ﻗَﺎ‬ َ ‫ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ‬,‫ن َﻟﻬَﺎ‬ َ ‫ﺸ ﱢﻤﺮُو‬ َ ‫ﻦ اﻟْ ُﻤ‬ ُ ْ‫ َﻧﺤ‬:‫ﺳﻠِﻴ َﻤ ٍﺔ َﺑ ِﻬ ﱠﻴ ٍﺔ ﻗَﺎﻟُﻮا‬ َ ‫ﻓِﻲ دُو ٍر ﻋَﺎِﻟ َﻴ ٍﺔ‬ 67

66

.‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ﺾ‬ ‫ﺣ ﱠ‬ َ ‫ﺠﻬَﺎ َد َو‬ ِ ْ‫اﻟﻠﱠ ُﻪ(( ُﺛﻢﱠ َذ َآ َﺮ اﻟ‬

Arnold Jhon Weinsink, al-Mu’jam Mufahrasy al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî, terj: Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi’, juz V (Leiden: Maktabah Brill, 1995), h. 400 67 Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, (Beirût: Baitul al-Afkâr Ad-Dauliyah, t.th), juz II, kitab az-Zuhud, no hadis 4322, h. 602-603.

82

1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanadnya Hasil penelitian sanad hadis yang telah diteliti, bahwa periwayat hadis yang diteliti dalam sunan Ibnu Majjah semuanya berkualitas Tsiqah dan sekaligus memberikan informasi kepada kita bahwa sanad hadis tersebut sudah memenuhi salah satu kriteria ke-Sahih-an sanad, kriteriannya di antaranya: Sanadnya berkualitas Tsiqat yaitu ‘Adil dan Dabit, terjadinya proses pembelajaran diantara mereka. 68

2. Meneliti Susunan Lafaz Matan Hadis Yang Semakna Tidak ada perbedaan lafaz pada matan Ibn Majjah, karena tidak ada hadis dari perawi mana pun yang meriwayatkan hadis ini, hanya dalam kitab Ibnu Majjah saja: Perawi Ibnu Majjah

Matan

‫ﺠ ﱠﻨﺔَ؟ ﻻ‬ َ ‫ن ا ْﻟ‬ ‫ﺠ ﱠﻨ ِﺔ َﻓِﺈ ﱠ‬ َ ْ‫ أَﻻ ُﻣﺸَ ﱢﻤﺮٌ ِﻟﻠ‬Siapakah diantara kalian yang ٌ‫ب اﻟْ َﻜﻌْ َﺒ ِﺔ ﻧُﻮر‬ ‫ﻲ َو َر ﱢ‬ َ ‫ ِه‬,‫ﻄ َﺮ َﻟﻬَﺎ‬ َ‫ﺧ‬ َ ‫ﻷ َو َرﻳْﺤَﺎ َﻧﺔٌ َﺗﻬْ َﺘ ﱡﺰ َو َﻗﺼْ ٌﺮ‬ ُ ْ‫َﻳ َﺘﻸ‬ ٌ‫ َوﻓَﺎ ِآ َﻬ ٌﺔ َآﺜِﻴ َﺮة‬,ٌ‫ﻄﺮِد‬ ‫ﻣَﺸِﻴﺪٌ َو َﻧ َﻬ ٌﺮ ُﻣ ﱠ‬ ,ٌ‫ﺣﺴْﻨَﺎ ُء ﺟَﻤِﻴﻠَﺔ‬ َ ‫ﺟ ٌﺔ‬ َ ْ‫ﻧَﻀِﻴﺠَﺔٌ َو َزو‬ ‫ ﻓِﻲ‬,‫ ﻓِﻲ َﻣﻘَﺎ ٍم َأ َﺑﺪًا‬,ٌ‫ﻞ َآﺜِﻴ َﺮة‬ ٌ ‫ﺣَﻠ‬ ُ ‫َو‬ ‫ ﻓِﻲ دُو ٍر ﻋَﺎِﻟ َﻴ ٍﺔ‬,‫ﺣﺒْ َﺮ ٍة َو َﻧﻀْ َﺮ ٍة‬ َ

68

Makna ingin berkemas hendak masuk surga? Sesungguh-nya surga tidaklah dapat digambarkan bagaimana indahnya. Demi Tuhan yang mempunyai Ka’bah! Seluruhnya adalah Nur yang gilang-gemilang, kembang yang selalu wangi, gedung bertingkat-tingkat, sungai mengalir, hasil bumi yang subur, istri yang cantik jelita, perhiasan yang banyak dan tempat kediaman yang abadi dalam negeri yang damai, buah-buahan yang segar, dan berbagai kebaikan

Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis Dalam Tafsîr Al-Azhar; Study Krutik Sanad Hadîs Dalam Surat Yâsîn. Fakultas Usuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, h. 56.

83

dan berbagai nikmat ditempat yang tinggi dan mulia! (ada keinginan kalian kesana?) mereka semuanya menjawab: “memang ya Rasulullah, kami semuanya berkemas hendak menuju kesana!” Lalu bersabda Rasulullah saw: Katakanlah Insya Allah!” serentak semua menjawab “Insya Allah.” Matan hadis ini menjelaskan tentang gambaran surga, bahwasanya surga terdapat bidadari-bidadari yang cantik jelita, taman-taman yang indah, pohonpohon yang subur, sungai-sungai yang mengalir, buah-buahan yang segar, dsb. Peneliti melusuri, tidak ada perbedaan lafaz dengan perawi hadis lain, maka hadis ini ialah hadis Ahad, karena matan hadis ini hanya diriwayatkan satu perawi saja.

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis Matan hadis ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’ân, akan tetapi hadis ini mendukung ayat-ayat tentang surga dan neraka, seperti: gambaran-gambaran surga didalamnya terdapat buah-buahan yang bermacam-macam, sungai-sungai mengalir, bidadari-bidadari, dll. Apa saja yang dipesan, semua tersedia, alangkah indahnya gambaran surga yang sesungguhnya nanti. Manusia yang beriman di dunia menjalankan perintah Allah swt. dan menjauhi segala larangannya maka surga balasannya, dan bagi manusia yang tidak menjalankan perintah dan tidak menjauhi larangan Allah swt. Balasannya neraka. Dengan demikian Semua akan memperoleh hasilnya masing-masing. Sampailah ahli surga dalam tempat yang mulia, duduklah mereka pada tempat masing-

84

masing yang telah disediakan. Di sanalah mereka beristirahat dengan santai. Tidak lagi sibuk, tidak lagi bekerja keras membanting tulang sebagaimana seperti di dunia. Terdapat ayat Qur’an yang lain, menjelaskan bahwa di dalam surga terdapat sungai-sungai mengalir, Allah swt berfirman: Qs. Ar-Ra’ad/13: 35. ☺ ……………… “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula)…………..” Ibnu Katsir menerangkan, perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa yaitu sifat dan gambarannya, ialah mengalir sungaisungai di dalamnya, dapat menggunakannya menurut kemauan sendiri dan di mana saja yang mereka sukai, dan di dalamnya juga terdapat buah-buahan, makanan dan minuman yang tidak terputus-putus dan tidak akan habis. 69 Terdapat pula Ayat lain yang menerangkan gambaran surga, di dalamnya terdapat taman-taman dan sungai-sungai, yaitu QS. Al-Qamar/54:54-55

(QS. Al-Qamar/54:54-55) “Sungguh, orang-orang yang bertaqwa berada di taman-taman dan sungai-sungai,” Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa.” Ayat di atas menerangkan tentang gambaran surga, di dalamnya mengalir sungai-sungai, buah-buahan yang melimpah ruah dan segar. Pada ayat lain 69

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jild II, h. 928-929.

85

dijelaskan gambaran surga terdapat pasangan-pasangan dan anak cucu, seperti QS. Ar-Ra’ad/13: 23. ⌧ ☺ ☺ QS. ) (ar-Ra’ad/13: 23 “(yaitu) surga-surga dan, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang shaleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu” Dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwasanya Allah swt memberitahukan ihwal penghuni surga bahwasanya pada hari kiamat, setelah berpindah dari pelataran Mahsyar, mereka singgah di taman-taman surga dan bersenang-senang dalam kesibukan” menikmati aneka kenikmatan abadi dan kemenangan yang besar.” Mereka dan pasangan-pasangan mereka berada dalam tempat yang teduh” dari pepohonan. 70 Allah swt juga memberitahukan keadaan orang-orang yang bahagia yang memiliki sifat-sifat yang baik, dan bertakwa kepada Allah swt, yaitu tempat yang baik (surga), yakni surge untuk tempat tinggal yang kekal bersama orangorang shaleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, mereka dipersatukan bersama. Ayat-ayat al-Qur’an di atas mendukung matan hadis tentang gambaran surga yang di dalamnya begitu banyak kenikmatan, dan keindahan. Maka matan hadis di atas tidak bertentangan dengan ayat al-Qur’an. Terdapat pula hadis yang mendukung konteks matan hadis di atas yang menerangkan tentang gambaran surga, yaitu yang diriwayatkan Ibnu Majjah. 70

Ibnu Katsir, Tafsir ibn Katsir, h. 999.

86

Penulis berpendapat bahwa hadis ini dapat dipertanggungjawabkan, karena terdapat hadis serupa yang mendukung konteks matan hadis ini, sebagimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah:

‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻦ اﺑ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ﻦ ِدﺛَﺎ ٍر‬ ِ ْ‫ب ﺑ‬ ِ ‫ﻋﻦْ ُﻣﺤَﺎ ِر‬ َ ٌ‫ل ﻋَﻄَﺎء‬ َ ‫ل َوﻗَﺎ‬ َ ‫ﺺ َأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ َورْﻗَﺎ ُء ﻗَﺎ‬ ٍ ْ‫ﺣﻔ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﻲ ﺑ‬ ‫ﻋِﻠ ﱡ‬ َ ‫ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬- 5101 ‫ﺐ‬ ٍ ‫ﺠ ﱠﻨ ِﺔ ﺣَﺎ ﱠﻓﺘَﺎ ُﻩ ِﻣﻦْ َذ َه‬ َ ْ‫ﺳﱠﻠ َﻢ اﻟْ َﻜﻮْ َﺛ ُﺮ َﻧ َﻬ ٌﺮ ﻓِﻲ اﻟ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ِ‫ل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ ‫ل ﻟَﻨَﺎ َرﺳُﻮ‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬:‫ل‬ َ ‫ﻋ َﻤ َﺮ ﻗَﺎ‬ ُ ‫ﻞ‬ ِ‫ﺴ‬ َ ‫ﻦ وَأَﺣْﻠَﻰ ِﻣﻦْ اﻟْ َﻌ‬ ِ ‫ﺷ ﱡﺪ َﺑﻴَﺎﺿًﺎ ِﻣﻦْ اﻟﱠﻠ َﺒ‬ َ ‫ﻋﻠَﻰ اﻟﱡﻠﺆُْﻟ ِﺆ َوﻣَﺎ ُؤ ُﻩ َأ‬ َ ‫َواﻟْﻤَﺎ ُء ﻳَﺠْﺮِي‬ Hadis lain sebagai pendukung tentang gambaran surga ialah yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal:

‫ب‬ ُ ‫ل ﻟِﻲ ُﻣﺤَﺎ ِر‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬:‫ل‬ َ ‫ﺐ ﻗَﺎ‬ ِ ‫ﻦ اﻟﺴﱠﺎ ِﺋ‬ ُ ْ‫ﻋﻄَﺎ ُء ﺑ‬ َ ‫ﻦ َزﻳْ ٍﺪ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬ َ ْ‫ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣﺆَ ﱠﻣﻞٌ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﺣَﻤﱠﺎدٌ َﻳﻌْ ِﻨﻲ اﺑ‬- 5643 ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ل اﺑ‬ َ ‫ل ﻗَﺎ‬ ُ ‫ﺳ ِﻤﻌْ ُﺘ ُﻪ َﻳﻘُﻮ‬ َ ‫ﺖ‬ ُ ْ‫س ﻓِﻲ اﻟْ َﻜﻮْ َﺛ ِﺮ َﻓ ُﻘﻠ‬ ٍ ‫ﻋﺒﱠﺎ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻋﻦْ اﺑ‬ َ ‫ﺟ َﺒﻴْ ٍﺮ َﻳﺬْ ُآ ُﺮ‬ ُ ‫ﻦ‬ َ ْ‫ﺳﻌِﻴ َﺪ ﺑ‬ َ ‫ﺖ‬ َ ْ‫ﺳ ِﻤﻌ‬ َ ‫ﻦ ِدﺛَﺎ ٍر ﻣَﺎ‬ ُ ْ‫ﺑ‬ ‫ﻦ‬ َ ْ‫ﺖ اﺑ‬ ُ ْ‫ﺳ ِﻤﻌ‬ َ ٌ‫س ﻗَﻮْل‬ ٍ ‫ﻋﺒﱠﺎ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻂ ﻻﺑ‬ ُ ‫ﻞ ﻣَﺎ َﻳﺴْ ُﻘ‬ ‫ن اﻟﱠﻠ ِﻪ ﻣَﺎ َأ َﻗ ﱠ‬ َ ‫ﺳﺒْﺤَﺎ‬ ُ ٌ‫ل ُﻣﺤَﺎرِب‬ َ ‫ﺨﻴْ ُﺮ اﻟْﻜَﺜِﻴ ُﺮ َﻓﻘَﺎ‬ َ ْ‫س َهﺬَا اﻟ‬ ٍ ‫ﻋﺒﱠﺎ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ُه َﻮ َﻧ َﻬ ٌﺮ ﻓِﻲ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫ك اﻟْ َﻜﻮْ َﺛ َﺮ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻄﻴْﻨَﺎ‬ َ ْ‫ل َﻟﻤﱠﺎ ُأﻧْ ِﺰَﻟﺖْ ِإﻧﱠﺎ َأﻋ‬ ُ ‫ﻋ َﻤ َﺮ َﻳﻘُﻮ‬ ُ ‫ﺷ ﱡﺪ َﺑﻴَﺎﺿًﺎ‬ َ ‫ﻞ َوَأ‬ ِ‫ﺴ‬ َ ‫ﺷﺮَا ُﺑ ُﻪ َأﺣْﻠَﻰ ِﻣﻦْ اﻟْ َﻌ‬ َ ‫ت‬ ِ ‫ل اﻟ ﱡﺪ ﱢر وَاﻟْﻴَﺎﻗُﻮ‬ ِ ‫ﺟﻨَﺎ ِد‬ َ ‫ﻋﻠَﻰ‬ َ ‫ﺐ َﻳﺠْﺮِي‬ ٍ ‫ﺠ ﱠﻨ ِﺔ ﺣَﺎ َﻓﺘَﺎ ُﻩ ِﻣﻦْ َذ َه‬ َ ْ‫اﻟ‬ .‫ﻚ‬ ِ ْ‫ﺢ اﻟْ ِﻤﺴ‬ ِ ‫ﺐ ِﻣﻦْ رِﻳ‬ ُ ‫ﺞ َوَأﻃْ َﻴ‬ ِ ْ‫ﻦ َوَأﺑْ َﺮ ُد ِﻣﻦْ اﻟ ﱠﺜﻠ‬ ِ ‫ِﻣﻦْ اﻟﱠﻠ َﺒ‬ Hadis di atas menerangkan gambaran surga yang di dalamnya sungai mengalir, segala perangkatnya terbuat dari emas, minuman dari susu yang sangan putih, dll. Sungguh indahnya gambaran-gambaran surga, yang disediakan untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya gambaran surga yang sebenarnya jawuh lebih indah, dan lebih nikmat, (Allahu a’lam). Ketika mendengar berita Tuhan bagaimana nikmat dan rahmat yang akan diterima oleh orang-orang yang beriman itu di dalam surga kemudian hari, tentu ada juga terasa di hati orang yang

87

selama ini mendurhaka kepada Tuhan, yang hidupnya penuh dengan kedurjanaan belaka, bagaimana akan nasib mereka kelak. 71 Sesungguhnya seseorang yang masuk surga menikmati segala kenikmatan dan keindahan di dalamnya, bergembira dan bersenang-senang dan berhati tentram, 72 beserta istri-istri mereka berada dalam kerindangan, sungai-sungai yang mengalir dan pohon-pohon yang rimbun, setelah Allah swt menyebutkan tempattempat yang menyenangkan yang disediakan untuk penghuni surga, Allah swt menyebutkan tentang makanan-makanan dan minuman-minuman yang bakal mereka nikmati. Dalam konteks makna hadis ini, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabat: “Siapakah diantara kalian yang ingin berkemas hendak masuk surga? Sesungguh-nya surga tidaklah dapat digambarkan bagaimana indahnya. Demi Tuhan yang mempunyai Ka’bah! Seluruhnya adalah Nur yang gilang-gemilang, kembang yang selalu wangi, gedung bertingkat-tingkat, sungai mengalir, hasil bumi yang subur, istri yang cantik jelita, perhiasan yang banyak dan tempat kediaman yang abadi dalam negeri yang damai, buah-buahan yang segar, dan berbagai kebaikan dan berbagai nikmat ditempat yang tinggi dan mulia! (ada keinginan kalian kesana?) mereka semuanya menjawab: “memang ya Rasulullah, kami semuanya berkemas hendak menuju kesana!” Lalu bersabda Rasulullah saw: Katakanlah Insya Allah!” serentak semua menjawab “Insya Allah.” Sesungguhnya manusia yang masuk surga menikmati segala kenikmatan dan kelezatan, dengan demikian manusia dalam kesibukkan sehingga tidak 71

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XXIII, h. 57-58. Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra: 1993), terj: Bahrun Abu Bakkar, Hery Noer Ali, Anshori Umar Sitanggal. juz XXIII, h. 32. 72

88

berfikir tentang lainnya, karena melihat sesuatu yang tidak pernah terdetik dalam hati seorang manusia. 73 Penulis berpendapat, manusia yang bertakwa dan beriman kepada Allah swt, mengerjakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, Allah swt mempersiapkan mereka surga yang penuh dengan kenikmatan dan keindahan di dalamnya.

Kesimpulan

‫“ أﻻﻣﺸﻤﺮ ﻟﻠﺠﻨﺔ؟ ﻓﺈن اﻟﺠﻨﺔ ﻷﺧﻄﺮ ﻟﻬﺎ‬Siapakah diantara kalian yang ingin berkemas hendak masuk surga? Sesungguh-nya surga tidaklah dapat digambarkan bagaimana indahnya.” hadis diatas menerangkan tentang gambaran surga yang di dalamnya terdapat istri-istri yang cantik, buah-buahan yang segar, dan lain lain. Merupakan sedikit indahnya gambaran surga, akan tetapi tidak hanya yang disebutnya tentang keindahan surga seperti itu, bahwasanya surga jauh lebih indah dari apa-apa yang telah digambarkan. Dalam penelitian melalui jalur sanad hadis ini sahih, dan dalam penelitian pada jalur matan juga sahih, terdapat ayat-ayat al-Qur’ân dan hadis lain sebagai pendukung matan hadis diatas, dengan demikian hadis diatas berkualitas sahih, dan periwayatan hadis ini menggunakan ar-riwayah bi al ma’na.

73

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsîr al-Maraghi, cet II, h. 32-33.

89

V. Sesalan Tuhan Terhadap Anak Adam

⌧ ⌧ ⌧ ☺ (QS. Yâsîn: 60-64) “Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu." Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka Apakah kamu tidak memikirkan ?. Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya. Maksud dari ayat di atas, bahwasanya sudah berkali-kali Tuhan memperingatkan kepada anak Adam, supaya janganlah syaitan yang disembah. Menyembah

syetan

ialah

memperturutkan

perdayaannya,

mendengarkan

bisikannya yang menyesatkan. Berkali-kali telah dijelaskan oleh Tuhan dengan perantaraan Rasul-Nya, bahwa syaitan adalah musuh turun menurun bagi manusia. Telah dijelaskan juga bahwa sejak Adam keluar dari dalam surga dan iblis dikeluarkan pula, sejak ketika itu permusuhan telah terjadi. Sampai iblis itu meminta agar Tuhan memberikan peluang baginya untuk memperdayakan manusia. Permintaannya dikabulkan dalam surat 35 QS. Fathir: 6, yaitu: ☺

90

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” Sejak Adam dan Hawa didatangkan ke muka bumi ini dan sejak Adam sendiri sampai kepada Utusan-utusan Allah swt sesudah Adam ganti-berganti, pokok ajaran yang mereka ajarkan hanya satu yaitu Allah itu Satu dan hanya Allah swt yang patut disembah. Iblis telah banyak sekali menyesatkan manusia. Dibujuk, dirayunya manusia di tengah jalan menuju Tuhan. ☺ ⌧ ☺ “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” Dalam keadaan hidup di dunia ini kejadian setiap dari dapat dijadikan tafsir dari ayat ini. Manusia yang tajam penglihatannya dan cerdas caranya berfikir. Contohnya: Seperti manusia dapat membedakan di antara manusia yang terpelajar dengan saudagar kecil, walaupun pakaiannya sama. Di dalam surat 15, al-Hijr : 75, yaitu:

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tandatanda.:” Ahli-ahli Tafsir menafsirkan bahwa “al-Mutawassimîn”, yang berarti orang yang memperhatikan tanda-tanda itu ialah orang yang mengerti firasat. Sebagaimana Nabi saw bersabda:

91

74

.‫ ٍإ ﱠﺗﻘُﻮا ِﻓﺮَاﺳَﺔ اﻟﻤﺆ ﻣﻦ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﺑﻨﻮر اﷲ‬: ‫ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬

“Berkata Rasulullah saw: Awaslah kamu akan kena firasat dari orangorang yang beriman, karena dia memandang dengan Nur Allah swt.” Dalam

melakukan

kegiatan

penelusuran

matan

hadis,

peneliti

menggunakan metode awal matan, data yang diperoleh dari kitab al-Mausû’ah alAtrâf, penelusurannya sebagai berikut:

....................... 75 ‫إﺗﻘﻮا ﻓﺮاﺳﺔ اﻟﻤﺆ ﻣﻦ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﺑﻨﻮر اﷲ‬ 3127 : ‫ت‬ 189 : 1 : ‫ﺣﻨﻴﻔﺔ‬ Dari teks hadis di atas setelah dilakukan pencarian berdasarkan data dari kitab al-Mausû’ah al-Atrâf al-Hadîts an-Nabawî al-Syarif, dan peneliti juga menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-alfaz (penelusuran hadis melalui kata-kata), untuk memperoleh matan hadis. Data yang diperoleh dari kitab alMu’jam Mufahras al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata ‫ﻧﻈﺮ‬, penelusurannya sebagai berikut:

.............................. 76 ‫إﺗﻘﻮا ﻓﺮاﺳﺔ اﻟﻤﺆ ﻣﻦ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﺑﻨﻮر اﷲ‬ 15 : ‫ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺳﻮرة‬: ‫ت‬ Hadis yang diriwayatkan dari at-Turmûdzî:

‫ﺲ‬ ٍ ْ‫ﻦ َﻗﻴ‬ ِ ْ‫ﻋ ْﻤﺮِو ﺑ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻦ ﺳَﻼ ٍم‬ ُ ْ‫ﺐ ﺑ‬ ُ ‫ﺐ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣﺼْ َﻌ‬ ِ ‫ﻄ ﱢﻴ‬ ‫ﻦ أَﺑِﻲ اﻟ ﱠ‬ ُ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺣْ َﻤ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﻞ‬ َ ‫ﺳ َﻤﻌِﻴ‬ ْ ‫ﻦ ِإ‬ ُ ْ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣ‬ ‫ﺳ َﺔ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ا ﱠﺗﻘُﻮا ِﻓﺮَا‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ِ‫ل اﻟﻠﱠﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬:‫ل‬ َ ‫ي ﻗَﺎ‬ ‫ﺨﺪْ ِر ﱢ‬ ُ ْ‫ﺳﻌِﻴ ٍﺪ اﻟ‬ َ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ‬ َ ‫ﻄ ﱠﻴ َﺔ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ 74

Hamka, Tafsîr al-Azhar, juz XXIII (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995), h. 63 Abu Hajar Muhammad Sa’ib Basuni Zaghlul, al-Mausû’ah al-Atrâf al-Hadîts anNabawî al-Syarif, juz II. 76 Arnold Jhon Weinsink, al-Mu’jam Mufahrasy al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî, terj: Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi’, juz VI, h. 476 75

92

1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanadnya Periwayat sanad hadis yang telah diteliti, tidak semuanya berkualitas Tsiqah, ada beberapa periwayat yang berkualitas Da’if yaitu ‘Atiyyah dan Ahmad Abi ‘Atiyyah, jadi periwayatan hadîs dari kitab at-Turmûdzî tersebut tidak memenuhi kriteria ke-Sahih-an, karena salah satu kriteria sanad yang bersambung adalah periwayatannya berkualitas ‘adil dan dabit, dan telah disimpulkan hadis ini hadis da’if. 78

2. Meneliti Susunan Lafaz Matan Hadis Yang Semakna Tidak ada perbedaan lafaz pada matan at-Turmûdzî, karena tidak terdapat hadîs dari perawi mana pun yang meriwayatkan hadis ini, hanya dalam kitab atTurmûdzî saja: Perawi At-Turmûdzî

Matan

Makna

‫ﻦ َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻪ‬ ِ ‫ﺳ َﺔ اﻟْ ُﻤﺆْ ِﻣ‬ َ ‫ ا ﱠﺗﻘُﻮا ِﻓﺮَا‬Awaslah kamu akan kena

firasat dari orang-orang ‫ن‬ ‫ﻈ ُﺮ ِﺑﻨُﻮ ِر اﻟﱠﻠ ِﻪ ُﺛﻢﱠ َﻗ َﺮَأ }ِإ ﱠ‬ ُ ْ‫ َﻳﻨ‬yang beriman, karena dia memandang dengan Nur Allah swt

{‫ﻦ‬ َ ‫ﺳﻤِﻴ‬ ‫ت ِﻟﻠْ ُﻤ َﺘ َﻮ ﱢ‬ ٍ ‫ﻚ ﻵﻳَﺎ‬ َ ‫ﻓِﻲ َذِﻟ‬

77

88.

78

Abi Isya’ Muhammad bin ‘Isya bin Suroh, Sunan At-Turmûdzî, juz I, no. hadis 3052, h.

Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis dalam Tafsîr Al-Azhâr; Study Krutik Sanad Hadîs dalam Surat Yâsîn. Fakultas Usuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, h. 62.

93

Matan hadis ini diriwayatkan oleh satu perawi saja yang diriwayatkan Turmudzi, tidak terdapat perbedaan dengan matan-yang semakna, maka hadis di atas ialah hadis Ahad. Matan hadis di atas menerangkan tentang firasat, bahwasanya firasat orang beriman itu benar, maka hati-hatilah.

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis Matan hadis ketiga ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’ân, akan tetapi hadis ini mendukung ayat-ayat tentang firasat orang mukmin terkadang ada benarnya, Terkait dengan perbandingan antara hadis dengan al-Qur’an, hadis tentang firasat, bahwa di dalam al-Qur’an ada yang menjelaskan tentang hal tersebut, Allah swt berfirman, QS. Al-Hijr/15: 75.

“Sesungguhnya pada yang demikian, adalah tanda-tanda bagi orang yang memperhatikan tanda-tanda.” Ahli-ahli tafsîr menafsirkan bahwa “al-Mutawassimîn”, yang berarti orang yang memperhatikan tanda-tanda itu ialah orang yang mengerti firasat. Terdapat ayat al-Qur’an lain sebagai pendukung, yaitu QS. Muhammad: 30. ☺ ☺ “Sekiranya kami kehendaki, niscaya kami tunjukkan mereka kepadamu, sehingga kamu benar-benar mengetahui mereka dengan tanda-tandanya.” (QS. Muhammad: 30).

‫‪94‬‬

‫‪Terdapat hadis-hadis serupa yang terdapat dalam kitab-kitab hadis yang‬‬ ‫‪mendukung konteks matan hadis tentang firasat, Sebagimana hadis yang‬‬ ‫;‪diriwayatkan oleh al-Hakim‬‬

‫ﻋﻦْ اﺑْﻦ‬ ‫ﺠﺒﱠﺎر ‪ ،‬ﺛَﻨَﺎ ُﻳﻮْﻧُﺲ ﺑﻦ َﺑ ِﻜﻴْﺮ ‪َ ،‬‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟ َ‬ ‫ﺣَﺪَﺛَﻨَﺎ َأ ُﺑﻮْ اﻟ َﻌﺒَﺎس ُﻣﺤَﻤَﺪ ﺑﻦ ﻳَﻌْ ُﻘﻮْب ‪ ،‬ﺛَﻨَﺎ أَﺣْﻤَﺪ ﺑﻦ َ‬ ‫ﻋ ْﺮوَة ﺑْﻦ اﻟ ُﺰ َﺑﻴْﺮ ‪،‬‬ ‫ﻋﻦْ ُ‬ ‫ﻋﻤَﺮ ﺑْﻦ ﻗَﺘﺎدَة ‪َ ،‬‬ ‫ﺣ َﺪ َﺛﻨَﻲ َﻳ ِﺰﻳْﺪ ﺑْﻦ رَوﻣَﺎن ‪َ ،‬وﻋَﺎﺻِﻢ ﺑْﻦ َ‬ ‫ِإﺳْﺤَﺎق ‪َ ،‬‬ ‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ‬ ‫ﻦ ﻟَﻬَﻴْﻌَﺔ ‪َ ،‬‬ ‫َوَأﺧْ َﺒ َﺮﻧَﺎ َأ ُﺑﻮْ ﺟَﻌْﻔَﺮ اﻟ َﺒﻐْﺪَادِي ‪ ،‬وَاﻟﻠﻔﻆ َﻟ ُﻪ ‪ ،‬ﺛَﻨَﺎ َأ ُﺑﻮْ ﻋﻼﺛَﺔ ‪ ،‬ﺛَﻨَﺎ أَﺑِﻲ ‪ ،‬ﺛَﻨَﺎ اﺑْ ُ‬ ‫ﻞ اﻟﺒَﺎدْﻳَﺔ ‪َ ،‬و ُه َﻮ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ رَﺟُﻼ ِﻣﻦْ َأهْ ِ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ُ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫لا ِ‬ ‫ﺳﻮْ ُ‬ ‫ﻲ َر ُ‬ ‫ل ‪َ :‬ﻟ ِﻘ َ‬ ‫ﻋ ْﺮوَة ‪ ،‬ﻗَﺎ َ‬ ‫ﻋﻦْ ُ‬ ‫ﻷﺳْﻮَد ‪َ ،‬‬ ‫اَ‬ ‫ﺧ َﺒﺮًا ‪َ ،‬ﻓﻘَﺎُﻟﻮْا َﻟ ُﻪ ‪:‬‬ ‫ﻋﻨْ َﺪ ُﻩ َ‬ ‫ﺠﺪُوا ِ‬ ‫ﺧ َﺒ ِﺮ اﻟﻨﱠﺎس َﻓﻠَﻢ َﻳ ِ‬ ‫ﻋﻦْ َ‬ ‫ﺴَﺄَﻟ ُﻪ اﻟﻘَﻮْم َ‬ ‫ﻰ َﺑ َﺪ ِر َﻟ ِﻘﻴَﻪ ﺑِﺎﻟﺮُوﺣَﺎ ِء ‪َ ،‬ﻓ َ‬ ‫ﻳﺘﻮﺟَﻪ إِﻟ َ‬ ‫ل‪:‬‬ ‫ﺳﻮْل اﷲ ؟ ﻗَﺎﻟُﻮا ‪َ :‬ﻧ َﻌﻢْ ‪ ،‬ﻗَﺎ َ‬ ‫ل ‪َ :‬أوْ ِﻓﻴْ ُﻜﻢْ َر ُ‬ ‫ﺳَﻠ َﻢ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲ َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫لا ِ‬ ‫ﺳﻮْ ِ‬ ‫ﻋﻠَﻰ َر ُ‬ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َ‬ ‫َ‬ ‫ل َﻟ ُﻪ ﺳَﻠﻤَﺔ ﺑْﻦ ﺳَﻼﻣَﺔ‬ ‫ﻦ ﻧﺎﻗﺘﻲ َه ِﺬ ِﻩ ؟ َﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ل اﷲ ‪ ،‬ﻓَﺄَﺧْﺒَﺮَﻧِﻲ ﻣَﺎ ﻓِﻲ َﺑﻄْ ِ‬ ‫ﺳﻮْ ُ‬ ‫ﻷﻋْﺮَاﺑِﻲ ‪َ :‬ﻓِﺈنْ ُآﻨْﺖ َر ُ‬ ‫اَ‬ ‫ك ﻧَﺰوت‬ ‫ﺳَﻠ َﻢ ‪َ ،‬أﻧَﺎ َأﺧْ َﺒ َﺮ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ُ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺳﻮْل ا ِ‬ ‫ﺣﺪَﺛﺎ ‪ :‬ﻻ ﺗَﺴْﺄَل َر ُ‬ ‫ن ﻏَﻼﻣﺎ َ‬ ‫ﺑْﻦ َوﻗَﺶ ‪َ ،‬وآَﺎ َ‬ ‫ﻋﻠَﻰ‬ ‫ﺤﺸَﺖ َ‬ ‫ﺳَﻠ َﻢ ‪َ » :‬ﻓ َ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﻰا ُ‬ ‫ﷲ ﺻَﻠ َ‬ ‫لا ِ‬ ‫ﺳﻮْ ُ‬ ‫ل َر ُ‬ ‫ﻚ ‪َ ،‬ﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﺨﻠَﺔ )‪ِ (1‬ﻣﻨْ َ‬ ‫ﺳْ‬ ‫ﻋَﻠﻴْﻬَﺎ َﻓﻔِﻲ َﺑﻄْ ِﻨﻬَﺎ َ‬ ‫َ‬ ‫ﺳَﻠ َﻢ ﻋَﻦ اﻟ َﺮﺟُﻞ ‪َ ،‬ﻓﻠَﻢ ُﻳ َﻜﻠِﻤﻪ ُ َآَﻠ َﻤ ُﺔ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺻﻠَﻰ ا ُ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺳﻮْل ا ِ‬ ‫ﻞ ﻳَﺎ ﺳَﻠﻤَﺔ « ‪ُ ،‬ﺛ َﻢ َأﻋْﺮض َر ُ‬ ‫ﺟِ‬ ‫اﻟ َﺮ ُ‬ ‫ﺳﻮْل‬ ‫ل ﺳَﻠﻤَﺔ ﺑْﻦ ﺳَﻼﻣَﺔ ‪ :‬ﻳَﺎ َر ُ‬ ‫ن ﺑِﺎﻟ ُﺮوْﺣَﺎ ِء ﻳَﻬﻨﺌﻮﻧﻬﻢ ‪ ،‬ﻓَﻘَﺎ َ‬ ‫ﺣَﺘَﻰ ﻗﻔﻠﻮا )‪ ، (2‬وَاﺳْﺘَﻘْﺒﻠﻬُﻢ اﻟ ُﻤﺴِْﻠ ُﻤﻮْ َ‬ ‫ﷲ‬ ‫ﺳﻮْل ا ِ‬ ‫ل َر ُ‬ ‫ﻋﺠَﺎﺋﺰ ﺻَﻠﻌًﺎ آَﺎﻟ َﺒﺪَن اﻟﻤﻌُْﻠ َﻘ ِﺔ ﻓﻨﺤﺮﻧَﺎهَﺎ ‪َ ،‬ﻓﻘَﺎ َ‬ ‫ﷲ ‪ ،‬ﻣَﺎ اَﻟﺬِي َﻳﻬْﻨﺌُﻮﻧﻚ ؟ وَاﷲ إِن َرَأﻳْﻨَﺎ َ‬ ‫ا ِ‬ ‫ف « » ﺻﺤﻴﺢ اﻹﺳﻨﺎد ‪،‬‬ ‫ﻷﺷْﺮَا ُ‬ ‫ﺳ ًﺔ ‪ ،‬وَإِ ﱠﻧﻤَﺎ َﻳﻌْ ِﺮ ُﻓﻬَﺎ ا َ‬ ‫ن ِﻟ ُﻜﻞﱢ َﻗﻮْ ٍم ِﻓﺮَا َ‬ ‫ﺳَﻠ َﻢ ‪ِ » :‬إ ﱠ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﻰا ُ‬ ‫ﺻَﻠ َ‬ ‫وإن آﺎن ﻣﺮﺳﻼ وﻓﻴﻪ ﻣﻨﻘﺒﺔ ﺷﺮﻳﻔﺔ ﻟﺴﻠﻤﺔ ﺑﻦ ﺳﻼﻣﺔ «‪.‬‬

‫‪79‬‬

‫‪Maksud hadis di atas, bahwasanya setia kaum mempunyai firasat, yang‬‬ ‫‪mengetahui adalah orang-orang yang mulia, dan orang-orang yang terpilih oleh‬‬ ‫‪Allah swt. Bahkan firasat tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Banyak hal‬‬ ‫‪79‬‬

‫‪Muhamad bin Abdullah al-Hakim an-Naisaburî, Mustadrok ‘ala Sahihain, (Beirût: Dâr‬‬ ‫‪al-Kitab al-‘ilmiyah, t,th), Dzikri Manakib Salamah bin Salamah bin Waqosy, juz 4, h. 5767.‬‬

95

yang membuktikan bahwa orang yang beriman mampu memandang sesuatu dengan tepat dan akurat, karena Allah swt memberikan kekuatan kepada orang yang beriman kepada-Nya, yang mana hal itu tidak diberikan kepada orang lain. Kecuali dengan seizin-Nya. Melihat dari konteks hadis ini. Rasulullah saw bersabda: “awaslah kamu akan kena firasat dari orang-orang yang beriman, karena dia memandang dengan Nur Allah swt. Banyak hal yang membuktikan bahwa orang yang beriman mampu memandang sesuatu dengan tepat dan akurat. Karena Allah swt memberikan kekuatan kepada orang yang beriman kepada-Nya, yang mana itu tidak diberikan kepada orang lain. Firasat terdapat di dalam ajaran Islam, bahkan disebutkan di dalam alQur’ân dan hadis serta dilakukan oleh para sahabat dan para pengikutnya. Namun yang perlu di catat di sini, bahwa hal itu bukan berarti setiap orang boleh mengaku bahwa dia mempunyai firasat yang benar atau bahkan memutuskan sesuatu perkara dengan firasat, walaupun tanpa ada tanda-tanda atau bukti-bukti yang bisa di pertangungjawabkan secara hukum Islam, maupun secara logika yang sehat. Karena hadis di atas, yang mengatakan untuk berhati-hati dengan firasat orang beriman, ditambah dengan contoh-contoh yang diutarakan di atas, telah membuktikan bahwa firasat yang bisa di terima adalah firasatnya orang yang beriman, yaitu orang yang benar-benar bertaqwa kepada Allah swt, disertai dengan bekal ilmu syar’i. 80

80

Ahmad Zain an-Najah, Ilmu Firasat Dalam Islam, http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/10/ilmu-firasat/ . dkutip pada tanggal 17 mei 2010.

96

Konteks sejarahnya para sahabat Nabi saw tertera dalam riwayat, ketika Utsman bin Affan duduk di dalam majelisnya, dikelilingi oleh sahabat-sahabat Rasulullah saw dalam kedudukan beliau sebagai khalifah atau Amirul Mu’minin, masuklah Annas bin Malik ra. Baru saja duduk, Sayidina Utsman berkata: “Aku melihat bekas zina pada mata engkau!” maka bertanya Sayidina Annas: “masih adakah wahyu sesuda Rasulullah saw wahai Amirul Mu’minin?” Sayidina Utsman menjawab bahwa itu bukanlah wahyu, hanya firasat. Maka mengakulah Sayidina Anas bin Malik terus terang, bahwa dalam perjalanan beliau hendak menuju Majlis Amirul Mu’minin itu dia bertemu seorang perempuan. Dia menegur atau menyapa perempuan itu, tetapi dia tertarik melihat lenggak-lenggok jalan perempuan itu. Itulah rupanya yang lekat pada matanya, dan untuk mencegah jangan sampai perasaan itu mengesan ke hatinya, dia baca saja Astaghfirullah! Sesudah itu dia masuk ke dalam majlis Amirul Mu’minin, namun kesan itu masih Nampak oleh mata Sayidina Ustman bin Affan. 81 Firasat hanya akan diperoleh oleh orang-orang beriman. Berkata Abu Syuja’ al-Karmani teknik untuk mendapat firasat ini: siapa yang menjaga matanya daripada yang haram, menjaga dirinya daripada mengikut syahwat, sentiasa menghidupkan batin dengan muraqabah kepada Allah dan tidak akan makan kecuali yang halal, maka firasatnya tidak akan tersilap. 82

81

Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 62-63. http://www.thaqofah.com/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=70:fira sat-mukmin&catid=13:tasauf&Itemid=10. Diambil pada tanggal 10 mei 2010. 82

97

Para ahli Sufi Khawwas yang kasyaf, 83 mendapat firasat-firasat tertentu yang dianggap sebagai karamah, ke ganjilan kasyaf ini juga turut dialami oleh orang awam. 84 Orang awam muslim yang mendapat kelebihan seperti ini disebut sebagai mendapat Ma'unah, 85 dan orang kafir yang mendapatkannya maka disebut sebagai istidraj. 86 Menurut hemat penulis firasat sebenarnya tidaklah bertentangan dengan Ilmu Syari’at, bahkan firasat merupakan bagian dari Ilmu Syari’at. Jadi, ilmu yang datang karena ketaqwaan, termasuk di dalamnya adalah ilmu “al-fahmu“ atau “firasat yang benar.”

Kesimpulan Dalam penelitian melalui jalur sanad hadis ini da’if, dan dalam penelitian pada jalur matan, terdapat ayat-ayat al-Qur’ân, hadis lain dan sejarah sebagai pendukung matan hadis diatas, dengan demikian hadis di atas berkualitas sahih Walaupun hadis di atas sanad hadisnya lemah, namun matan hadis ini tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis lain yang mendukung, dan maknanya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

83

Kasyaf adalah salah satu karamah atau kelebihan yang diberikan Tuhan kepada hambahamba-Nya yang dikasihi-Nya. 84 http://nurul-haq.blogspot.com/2009/03/kasyaf-dan-firasat.html, dikutip pada tanggal 11 mei 2010. 85 Ma’unah adalah pertolongan Allah swt kepada hamba-hambanya dengan kelembutan perintah-Nya saat sang hamba membutuhkannya. Ma’unah terkait kuat dengan taufik Allah swt, dan bersifat umum untuk segenap makhluk. 86 Istidraj yaitu perkara luar biasa yang berlaku atas orang fasik/kafir sebagai tipu daya buat mereka. Istidraj juga didefinisikan pemberian nikmat Allah swt kepada manusia yang mana pemberian itu tidak direndahkan-Nya dan kejadian luar biasa yang diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya.

98

VI. Sesalan Tuhan Terhadap Adak Adam

⌧ ⌧ ⌧ ☺ (QS. Yâsîn: 60-64) “Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu." Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka Apakah kamu tidak memikirkan ?. Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya. Sebagaimana yang dijelaskan pada hadis ke Lima di atas, bahwasanya sudah berkali-kali Tuhan memperingatkan kepada anak Adam, supaya janganlah syaitan yang disembah. Menyembah syetan ialah memperturutkan perdayaannya, mendengarkan bisikannya yang menyesatkan. Kemudian pada lanjutan ayat 65 yaitu: ☺ ⌧ ☺ “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” Penjelasan ayat di atas, bahwasanya Pada hari kiamat kelak ketika dilakukan pemeriksaan, Tanya jawab tentang kesalahan manusia lakukan selama di dunia, lidah dan mulut (seluruh anggota tubuh) telah terkunci, tidak sanggup berkata lagi. Nabi saw bersabda:

99

‫ل‬ َ ‫ﻚ ﻗَﺎ‬ ُ‫ﺤ‬ َ ْ‫ن ِﻣ ﱠﻢ َأﺿ‬ َ ‫ل َهﻞْ َﺗﺪْرُو‬ َ ‫ﻚ َﻓﻘَﺎ‬ َ ‫ﺤ‬ ِ‫ﻀ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ِ ‫ﻋﻨْ َﺪ َرﺳُﻮ‬ ِ ‫ُآﻨﱠﺎ‬ ‫ﻈﻠْ ِﻢ‬ ‫ﺠﺮْﻧِﻲ ِﻣﻦْ اﻟ ﱡ‬ ِ ‫ب َأَﻟﻢْ ُﺗ‬ ‫ل ﻳَﺎ َر ﱢ‬ ُ ‫ﻃ َﺒ ِﺔ اﻟْ َﻌﺒْ ِﺪ َرﺑﱠ ُﻪ َﻳﻘُﻮ‬ َ ‫ل ِﻣﻦْ ُﻣﺨَﺎ‬ َ ‫ُﻗﻠْﻨَﺎ اﻟﻠﱠ ُﻪ َو َرﺳُﻮُﻟ ُﻪ َأﻋَْﻠ ُﻢ ﻗَﺎ‬ ‫ل آَﻔَﻰ‬ ُ ‫ل َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ َ ‫ﻋﻠَﻰ َﻧﻔْﺴِﻲ إِﻻ ﺷَﺎ ِهﺪًا ﻣِﻨﱢﻲ ﻗَﺎ‬ َ ‫ل َﻓِﺈﻧﱢﻲ ﻻ ُأﺟِﻴ ُﺰ‬ ُ ‫ل َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ َ ‫ل َﺑﻠَﻰ ﻗَﺎ‬ ُ ‫ل َﻳﻘُﻮ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬ ‫ﻷرْآَﺎ ِﻧ ِﻪ‬ َ ‫ل‬ ُ ‫ﻋﻠَﻰ ﻓِﻴ ِﻪ َﻓ ُﻴﻘَﺎ‬ َ ‫ل َﻓ ُﻴﺨْ َﺘ ُﻢ‬ َ ‫ﺷﻬُﻮدًا ﻗَﺎ‬ ُ ‫ﻦ‬ َ ‫ﺷﻬِﻴﺪًا َوﺑِﺎﻟْ ِﻜﺮَا ِم اﻟْﻜَﺎ ِﺗﺒِﻴ‬ َ ‫ﻚ‬ َ ْ‫ﻋَﻠﻴ‬ َ ‫ﻚ اﻟْ َﻴﻮْ َم‬ َ‫ﺴ‬ ِ ْ‫ِﺑ َﻨﻔ‬ ‫ﺳﺤْﻘًﺎ‬ ُ َ‫ل ُﺑﻌْﺪًا َﻟ ُﻜﻦﱠ و‬ ُ ‫ل َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ َ ‫ﻦ اﻟْ َﻜﻠَﺎ ِم ﻗَﺎ‬ َ ْ‫ﺨﻠﱠﻰ َﺑﻴْ َﻨ ُﻪ َو َﺑﻴ‬ َ ‫ل ُﺛﻢﱠ ُﻳ‬ َ ‫ﻖ ِﺑَﺄﻋْﻤَﺎِﻟ ِﻪ ﻗَﺎ‬ ُ‫ﻄ‬ ِ ْ‫ل َﻓ َﺘﻨ‬ َ ‫ﻄﻘِﻲ ﻗَﺎ‬ ِ ْ‫اﻧ‬ 87

ُ‫ﺿ‬ ِ ‫ﺖ ُأﻧَﺎ‬ ُ ْ‫ﻦ ُآﻨ‬ ‫َﻓ َﻌﻨْ ُﻜ ﱠ‬ .‫ﻞ‬

“Kami berada di sisi Rasulullah saw satu waktu. Lalu beliau tertawa. Maka beliau berkata: “Apakah kalian tau apa sebab aku tertawa? Kami menjawab: “Allah swt dan Rasul-Nya lah yang lebih tahu! Lalu sabda beliau: Aku tertawan mengenangkan seorang hamba akan menghadap tuhannya, lalu dia berkata, “Ya Tuhanku! Bukankah Tuhan telah memastikan bahwa Tuhan tidak akan berlaku aniaya kepadaku? Tuhan bersabda, memang demikianlah!” lalu hamba itu berdatang sembah lagi”, Ya Tuhanku! Aku tidak hendak menerima kesaksian tentang diriku melainkan dari dalam diriku sendiri! Lalu Tuhan bersabda, “Cukuplah di hari ini dirimu sendiri menjadi saksi atas dirimu! Dan malaikar-malaikat ‘pencatat yang mulia’ (kiraaman kaatibiin) saksi luar.” Lalu mulut si hamba itu pun ditutup. Maka diperintahkan Tuhan lah anggota tubuh sihamba itu supaya bercakap. Lalu bercakaplah anggota tubuhnya itu menjelaskan apa-apa yang telah dia amalkan. Setelah selesai, diberilah si hamba itu kesempatan berkata-kata kembali. Lalu dia berkata: “Celakalah kalian, jauhlah kalian, sengsaralah kalian. Aku menutup mulut, kalian yang bercakap, padahal kalian yang aku perjuangkan.” Dalam melakukan kegiatan penelusuran matan-matan hadis, peneliti menggunakan metode awal matan, data yang diperoleh dari kitab al-Mausû’ah alAtrâf, penelusurannya sebagai berikut:

............................ 88 ‫هﻞ ﺗﺪرون ﻣﻢ اﺿﺤﻚ‬ 17 : ‫ اﻟﺰهﺪ‬: ‫م‬ 87

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XXIII, h. 63-64 Abu Hajar Muhammad Sa’ib Basuni Zaghlul, al-Mausû’ah al-Atrâf al-Hadîts Nabawî al-Syarif, juz II. 88

100

Dari teks hadis di atas setelah dilakukan pencarian berdasarkan data dari kitab al-Mausû’ah al-Atrâf Hadtîs Nabawi al-Syarîf, dan peneliti juga menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-alfaz (penelusuran hadîs melalui kata-kata), untuk memperoleh matan hadis. Data yang diperoleh dari kitab alMu’jam Mufahras al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata ‫ﺿﺤﻚ‬, penelusurannya sebagai berikut:

.............................. 89 ‫هﻞ ﺗﺪرون ﻣﻢ اﺿﺤﻚ‬ 17 : ‫ زهﺪ‬: ‫م‬ Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:

‫ﻋ َﺒﻴْ ُﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛ َﻨﺎ‬ َ ‫ﺳ ِﻢ‬ ِ ‫ﻦ اﻟْﻘَﺎ‬ ُ ْ‫ﺷ ُﻢ ﺑ‬ ِ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ َأﺑُﻮ اﻟ ﱠﻨﻀْ ِﺮ هَﺎ‬ َ ‫ﻦ أَﺑِﻲ اﻟ ﱠﻨﻀْ ِﺮ‬ ِ ْ‫ﻦ اﻟ ﱠﻨﻀْ ِﺮ ﺑ‬ ُ ْ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ َﺑﻜْ ِﺮ ﺑ‬ ‫ل‬ َ ‫ﻚ ﻗَﺎ‬ ٍ ‫ﻦ ﻣَﺎِﻟ‬ ِ ْ‫ﺲ ﺑ‬ ِ ‫ﻋﻦْ َأ َﻧ‬ َ ‫ﻲ‬ ‫ﺸﻌْ ِﺒ ﱢ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟ ﱠ‬ َ ‫ﻞ‬ ٍ ْ‫ﻀﻴ‬ َ ‫ﻋﻦْ ُﻓ‬ َ ‫ﺐ‬ ِ ‫ﻋ َﺒﻴْ ٍﺪ اﻟْ ُﻤﻜْ ِﺘ‬ ُ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ي‬ ‫ن اﻟ ﱠﺜﻮْ ِر ﱢ‬ َ ‫ﺳﻔْﻴَﺎ‬ ُ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻲ‬ ‫ﺠ ِﻌ ﱡ‬ َ ْ‫ﻷﺷ‬ َ‫ا‬ ‫ل ُﻗﻠْﻨَﺎ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ﻚ ﻗَﺎ‬ ُ‫ﺤ‬ َ ْ‫ن ِﻣ ﱠﻢ َأﺿ‬ َ ‫ل َهﻞْ َﺗﺪْرُو‬ َ ‫ﻚ َﻓﻘَﺎ‬ َ‫ﺤ‬ ِ‫ﻀ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ِ ‫ﻋﻨْ َﺪ َرﺳُﻮ‬ ِ ‫ُآﻨﱠﺎ‬ ‫ل‬ َ ‫ل َﺑﻠَﻰ ﻗَﺎ‬ ُ ‫ل َﻳﻘُﻮ‬ َ ‫ﻈﻠْ ِﻢ ﻗَﺎ‬ ‫ﺠﺮْﻧِﻲ ِﻣﻦْ اﻟ ﱡ‬ ِ ‫ب َأَﻟﻢْ ُﺗ‬ ‫ل ﻳَﺎ َر ﱢ‬ ُ ‫ﻃ َﺒ ِﺔ اﻟْ َﻌﺒْ ِﺪ َرﺑﱠ ُﻪ َﻳﻘُﻮ‬ َ ‫ل ِﻣﻦْ ُﻣﺨَﺎ‬ َ ‫َو َرﺳُﻮُﻟ ُﻪ َأﻋَْﻠ ُﻢ ﻗَﺎ‬ ‫ﺷﻬِﻴﺪًا‬ َ ‫ﻚ‬ َ ْ‫ﻋَﻠﻴ‬ َ ‫ﻚ اﻟْ َﻴﻮْ َم‬ َ‫ﺴ‬ ِ ْ‫ل َآﻔَﻰ ِﺑ َﻨﻔ‬ ُ ‫ل َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ َ ‫ﻋﻠَﻰ ﻧَﻔْﺴِﻲ إِﻻ ﺷَﺎ ِهﺪًا ﻣِﻨﱢﻲ ﻗَﺎ‬ َ ‫ل َﻓِﺈﻧﱢﻲ ﻻ ُأﺟِﻴ ُﺰ‬ ُ ‫َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ ‫ل ُﺛﻢﱠ‬ َ ‫ﻖ ِﺑَﺄﻋْﻤَﺎِﻟ ِﻪ ﻗَﺎ‬ ُ‫ﻄ‬ ِ ْ‫ل َﻓ َﺘﻨ‬ َ ‫ﻄﻘِﻲ ﻗَﺎ‬ ِ ْ‫ل ِﻟَﺄرْآَﺎ ِﻧ ِﻪ اﻧ‬ ُ ‫ﻋﻠَﻰ ﻓِﻴ ِﻪ َﻓ ُﻴﻘَﺎ‬ َ ‫ل َﻓ ُﻴﺨْ َﺘ ُﻢ‬ َ ‫ﺷﻬُﻮدًا ﻗَﺎ‬ ُ ‫ﻦ‬ َ ‫َوﺑِﺎﻟْ ِﻜﺮَا ِم اﻟْﻜَﺎ ِﺗﺒِﻴ‬ 90

.‫ﻞ‬ ُ‫ﺿ‬ ِ ‫ﺖ ُأﻧَﺎ‬ ُ ْ‫ﻦ ُآﻨ‬ ‫ﺳﺤْﻘًﺎ َﻓ َﻌﻨْ ُﻜ ﱠ‬ ُ َ‫ل ُﺑﻌْﺪًا َﻟ ُﻜﻦﱠ و‬ ُ ‫ل َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ َ ‫ﻦ اﻟْﻜَﻼ ِم ﻗَﺎ‬ َ ْ‫ﺨﻠﱠﻰ َﺑﻴْ َﻨ ُﻪ َو َﺑﻴ‬ َ ‫ُﻳ‬

1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanadnya Dari hasil penilitian sanad yang telah diteliti, hadis yang melalui jalur Muslim ini adalah berkualitas Sahih, dikarenakan dari semua perawinya bersifat Tsiqat, yakni memiliki sanad yang bersambung hingga sampai ke Rasulullah saw. 89

Arnold Jhon Weinsink, al-Mu’jam Mufahrasy al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî, terj: Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi’, juz V, h. 485 90 Muslim, Sahih Muslim, kitab az-Zuhud wa ar-Roqo’iq, no hadis 2969 (7439), h. 1214.

101

dan tidak adanya sifat tercela pada semua perawi yang meriwayatkan hadis tersebut, dan sanadnya pin tidak mengandung Syudzudz dan ‘Illat. 91

2. Meneliti Susunan Lafaz Matan Hadis Yang Semakna Tidak ada perbedaan lafaz pada matan hadis ini karena hanya di riwayatkan oleh Imam Muslim saja. Perawi Muslim

Matan

‫ل‬ َ ‫ﻚ ﻗَﺎ‬ ُ‫ﺤ‬ َ ْ‫ن ِﻣ ﱠﻢ َأﺿ‬ َ ‫“ َهﻞْ َﺗﺪْرُو‬Kami berada di sisi Rasulullah ‫ل‬ َ ‫ُﻗﻠْﻨَﺎ اﻟﻠﱠ ُﻪ َو َرﺳُﻮُﻟ ُﻪ َأﻋَْﻠ ُﻢ ﻗَﺎ‬ ‫ل‬ ُ ‫ﻃ َﺒ ِﺔ اﻟْ َﻌﺒْ ِﺪ َرﺑﱠ ُﻪ َﻳﻘُﻮ‬ َ ‫ِﻣﻦْ ُﻣﺨَﺎ‬ ‫ﺠﺮْﻧِﻲ ِﻣﻦْ اﻟﻈﻠ ِﻢ‬ ِ ‫ب َأَﻟﻢْ ُﺗ‬ ‫ﻳَﺎ َر ﱢ‬ ‫ل‬ ُ ‫ل َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ َ ‫ل َﺑَﻠﻰ ﻗَﺎ‬ ُ ‫ل َﻳﻘُﻮ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬ ‫ﻋﻠَﻰ ﻧَﻔْﺴِﻲ إِﻻ‬ َ ‫َﻓِﺈﻧﱢﻲ ﻻ ُأﺟِﻴ ُﺰ‬ ‫ل َآﻔَﻰ‬ ُ ‫ل َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ َ ‫ﺷَﺎهِﺪًا ﻣِﻨﱢﻲ ﻗَﺎ‬ ‫ﺷﻬِﻴﺪًا‬ َ ‫ﻚ‬ َ ْ‫ﻋَﻠﻴ‬ َ ‫ﻚ اﻟْ َﻴﻮْ َم‬ َ‫ﺴ‬ ِ ْ‫ِﺑ َﻨﻔ‬ ‫ﺷﻬُﻮدًا‬ ُ َ‫َوﺑِﺎﻟْ ِﻜﺮَا ِم اﻟْﻜَﺎﺗِﺒِﻴﻦ‬ ‫ل‬ ُ ‫ﻋﻠَﻰ ﻓِﻴ ِﻪ َﻓ ُﻴﻘَﺎ‬ َ ‫ل َﻓ ُﻴﺨْ َﺘ ُﻢ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬ ‫ﻖ‬ ُ‫ﻄ‬ ِ ْ‫ل َﻓ َﺘﻨ‬ َ ‫ﻄﻘِﻲ ﻗَﺎ‬ ِ ْ‫ﻷرْآَﺎ ِﻧ ِﻪ اﻧ‬ َ ‫ﺨﻠﱠﻰ َﺑﻴْ َﻨ ُﻪ‬ َ ‫ل ُﺛﻢﱠ ُﻳ‬ َ ‫ِﺑَﺄﻋْﻤَﺎِﻟ ِﻪ ﻗَﺎ‬

91

Makna saw satu waktu. Lalu beliau tertawa. Maka beliau berkata: “Apakah kalian tau apa sebab aku tertawa? Kami menjawab: “Allah swt dan Rasul-Nya lah yang lebih tahu! Lalu sabda beliau: Aku tertawan mengenangkan seorang hamba akan menghadap tuhannya, lalu dia berkata, “Ya Tuhanku! Bukankah Tuhan telah memasti kan bahwa Tuhan tidak akan berlaku aniaya kepadaku? Tuhan bersabda, memang demikianlah!” lalu hamba itu berdatang sembah lagi”, Ya Tuhanku! Aku tidak hendak menerima kesaksian tentang diriku melainkan dari dalam diriku sendiri! Lalu Tuhan bersabda, “Cukuplah di hari ini dirimu sendiri menjadi saksi atas dirimu! Dan malaikar-malaikat ‘pencatat yang mulia’ (kiraaman kaati Ibn) saksi luar.” Lalu mulut si hamba itu pun ditutup. Maka diperintahkan Tuhan lah anggota tubuh sihamba itu supaya bercakap. Lalu bercakaplah ang gota tubuhnya itu menjelaskan

Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis dalam Tafsir Al-Azhar; Study Krutik Sanad Hadîs dalam Surat Yâsîn. Fakultas Usuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, h. 69.

102

apa-apa yang telah dia amalkan. Setelah selesai, diberilah si hamba itu kesempatan berkata-kata kembali. Lalu dia berkata: “Celakalah kalian, jauhlah kalian, sengsaralah kalian. Aku menutup mulut, kalian yang bercakap, padahal kalian yang aku perjuangkan.”

Hadis ini mempunyai maksud, bahwa di akhirat nanti setiap perbuatan akan dihisab sesuai amalnya masing-masing, semua anggota tubuh bersaksi, hanya mulut yang tertutup. Matan hadis Muslim, tidak terdapat perbedaan pada matan-matan yang lain karena hadis ini diriwayatkan satu perawi saja maka hadis di atas ialah hadis Ahad .

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis Matan hadis ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’ân, tetapi hadis ini mendukung ayat-ayat tentang di hari penghisaban manusia atas amalnya masing-masing sewaktu di dunia. Semua anggota tubuh bersaksi hanya mulut yang tertutup. Sebagaimana Allah swt berfirman: QS. Yâsîn/36: 65. ☺ ⌧



“Pada hari ini kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

103

Tangan, kaki, dan anggota badan lain akan berbicara sehingga mulut tidak bisa membantah dan berbohong. Pengadilan di akhirat kelak manusia tidak akan mampu membohongi diri sendiri dan malaikat karena anggota tubuh akan menjadi saksi yang bisa memberatkan atau meringankan, tergantung pada perbuatan yang pernah dilakukan di dunia. Hakim yang di hadapi di akhirat kelak bukanlah hakim yang dapat disuap dengan uang sebagaimana yang terjadi di dunia. Tidak akan ada yang mampu menolong diri kecuali rekaman iman dan amal kebajikan sendiri, apa yang disampaikan Al-Quran di atas secara ilmiah sangat mudah untuk dibuktikan bahwa tubuh itu merekam apa yang biasa kita lakukan dan pikirkan, penglihatan dan segala gerak-gerik di dunia akan dimintai pertanggung jawaban. Sebagaimana Allah berfirman. QS. Al-Isra’/17: 36. ☺

…………. ⌧

⌧ “………….Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.” Ibnu Katsir menjelaskan ayat di atas, bahwasanya semua yang berkenaan dengan pertanggungjawaban dia akherat nanti, seperti pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggungjawabannya. Yakni, seorang hamba akan ditanya mengenai semua hal pada hari akhir (hari penghisaban), ditanya tentang dirinya dan perbuatannya sewaktu di dunia. 92 Pertanggungjawaban pada hari Kiamat, semua perkataan dan perbuatan seorang hamba akan dihitung. Allah swt menutup mulut, semua anggota tubuhnya bersaksi dan memberikan kesaksian perbuatan di dunia. Tangan menuturkan

92

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jild III, h. 59.

104

sesuatu yang di kerjakan, kaki melaporkan perjalanan, mata memberikan kesaksian di lihat, telinga memberikan kesaksian yang didengar, dan kulit memberikan kesaksian yang dirasakan. 93 Inilah anggota-anggota tubuh yang tidak lain adalah anggota tubuh, yang memberikan kesaksian atas kesalahan di Hari Kiamat. Allah swt berfirman, QS. Fushshilat: 19-22

☺ ☺



☺ ⌧ ⌧

⌧ ☺

⌧ (QS. Fushshilat: 19-22) ☺ "Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah swt digiring ke dalam neraka lalu mereka dikumpulkan (semuanya). Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami. Kulit mereka menjawab, Allah swt yang telah menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama, dan hanya kepadaNya-lah kamu dikembalikan. Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan." Al-Maraghi menerangkan dalam kitab Tafsîr al-Maraghi, bahwa Allah swt menutup mulut manusia di akherat sehingga tidak dapat berbicara sepatah kata pun, lalu disuruhnya anggota-anggota tubuh mereka berbicara tentang apa yang 93

Quraish shihab, Tafsîr al-Misbah: Pesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 64-65.

105

pernah dilakukan tanpa kefasikan-kefasikan dan kemaksiatan-kemaksiatan. Perkataan dinisbatkan kepada tangan, sedangkan kesaksian dinisbatkan kepada kaki karena tangan memang mempunyai keahlian yang lebih unggul dalam melakukan perbuatan-perbuatan. Oleh karena itu, sering kali amal perbuatan dinisbatkan kepada tangan. 94 Saat penghisaban di akhirat akan ditutup mulut manusia, yang bersaksi semua anggota tubuh kecuali lidah tidak dapat memberi kesaksian segala perbuatan baik atau pun buruk. Demikian pula, pada hari itu, semua tempat di muka bumi ini akan menjadi saksi atas segala kebajikan/kejahatan yang diperbuat oleh manusia. 95 Ayat di atas tidak bertentangan dan mendukung matan hadis tentang kesaksian di akherat, bahwasanya semua anggota tubuh akan member kesaksian semua perbuatan selama di dunia, terkecuali lidah (lisan/mulut). Penulis berpendapat bahwa hadis ini dapat dipertanggungjawabkan, karena terdapat hadis yang serupa yang mendukung konteks matan hadis di atas. Sebagimana hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:

‫ﻋﻦْ أَﺑِﻲ‬ َ ‫ﻋﻦْ َأﺑِﻴ ِﻪ‬ َ ‫ﺢ‬ ٍ ‫ﻦ أَﺑِﻲ ﺻَﺎِﻟ‬ ِ ْ‫ﻞ ﺑ‬ ِ ْ‫ﺳ َﻬﻴ‬ ُ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ن‬ ُ ‫ﺳﻔْﻴَﺎ‬ ُ ‫ﻋ َﻤ َﺮ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬ ُ ‫ﻦ أَﺑِﻲ‬ ُ ْ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣ‬ ‫ن ﻓِﻲ ُرؤْ َﻳ ِﺔ‬ َ ‫ل َهﻞْ ُﺗﻀَﺎرﱡو‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َهﻞْ َﻧﺮَى َر ﱠﺑﻨَﺎ َﻳﻮْ َم اﻟْ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ ﻗَﺎ‬ َ ‫ل ﻗَﺎﻟُﻮا ﻳَﺎ َرﺳُﻮ‬ َ ‫ُه َﺮﻳْ َﺮ َة َﻗﺎ‬ ‫ن ﻓِﻲ ُرؤْ َﻳ ِﺔ اﻟْ َﻘ َﻤ ِﺮ َﻟﻴَْﻠ َﺔ‬ َ ‫ل َﻓ َﻬﻞْ ُﺗﻀَﺎرﱡو‬ َ ‫ﺳﺤَﺎ َﺑ ٍﺔ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻻ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺴﺖْ ﻓِﻲ‬ َ ْ‫ﻈﻬِﻴ َﺮ ِة َﻟﻴ‬ ‫ﺲ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ‬ ِ ْ‫ﺸﻤ‬ ‫اﻟ ﱠ‬ ‫ن ﻓِﻲ ُرؤْ َﻳ ِﺔ َر ﱢﺑ ُﻜﻢْ إِﻻ‬ َ ‫ل َﻓﻮَاﱠﻟﺬِي َﻧﻔْﺴِﻲ ِﺑ َﻴ ِﺪ ِﻩ ﻻ ُﺗﻀَﺎ ﱡرو‬ َ ‫ﺳﺤَﺎ َﺑ ٍﺔ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻻ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺲ ﻓِﻲ‬ َ ْ‫اﻟْ َﺒﺪْ ِر َﻟﻴ‬ ‫ك‬ َ ْ‫ﺳ ﱢﻮد‬ َ ‫ﻚ َوُأ‬ َ ْ‫ل َأيْ ُﻓﻞْ َأَﻟﻢْ ُأآْ ِﺮﻣ‬ ُ ‫ل َﻓ َﻴﻠْﻘَﻰ اﻟْ َﻌﺒْ َﺪ َﻓ َﻴﻘُﻮ‬ َ ‫ﺣ ِﺪ ِهﻤَﺎ ﻗَﺎ‬ َ ‫ن ﻓِﻲ ُرؤْ َﻳ ِﺔ َأ‬ َ ‫َآﻤَﺎ ُﺗﻀَﺎرﱡو‬ 94

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 43. Muhammad Isa Selamat, Pengembaraan Roh Merentasi Tujuh Alam, (Kuala Lumpur: Dârul Nu’man, 1996), cet I, h. 150. 95

106

“Kemudian kami utus saksi kami sekarang juga kepada engkau. Lalu berfikirlah dia sendirinya, siapakah agaknya saksi yang akan menyaksikan atas aku.” Maka ditutuplah mulutnya dan dikatakan kepada pahanya dan dagingnya dan tulangnya: “berbicaralah!” maka berbicaralah pahanya dan dagingnya dan tulangnya, menerangkan amalnya. Dan yang demikian itu ialah untuk melemahkan dari dirinya. Dan itulah orang-orang yang munafik dan itulah orang-orang murka Allah swt telah menimpa dirinya. Al-Biqa’i berpendapat bawa ditutupnya mulut manusia, karena di akhirat masih ada yang terbawa kebiasaannya berbohong, berbeda dengan anggota badan lainnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Thaba’thaba’i dan ibn ‘Asyur menyangkut terbawanya kebiasaan manusia dalam kehidupan akhirat kelak. Penulis berkesimpulan, bahwa dalam persaksian menghadap Allah swt. kelak, mulut telah tertutup rapat dan semua anggota tubuh memberi kesaksian atas amal di dunia. Tidak dapat terelakkan, mulut bisa saja berdusta, akan tetapi tangan

96

Muslim, Sahih Muslim, no hadis 5270, h. 219.

107

untuk melakukan sesuatu, kaki untuk berjalan menuju sesuatu, mata yang di pakai untuk melihat, dan anggota badan lainya bersaksi dengan sejujur-jujurnya dan tidak dapat berbohong. Hadis di atas tidak bertentangan dengan matan hadis yang dimaksud. Matan hadis ini dapat dipertanggungjawabkan, karena terdapat hadis yang serupa yang mendukung konteks matan hadis tersebut. Konteks redaksi matan hadis ini, yaitu: “Kami berada di sisi Rasulullah saw. satu waktu. Lalu beliau tertawa. Maka beliau berkata: “Apakah kalian tau apa sebab aku tertawa? Kami menjawab: “Allah swt dan Rasul-Nya lah yang lebih tahu! Lalu sabda beliau: Aku tertawan mengenangkan seorang hamba akan menghadap tuhannya, lalu dia berkata, “Ya Tuhanku! Bukankah Tuhan telah memastikan bahwa Tuhan tidak akan berlaku aniaya kepadaku? Tuhan bersabda, memang demikianlah!” lalu hamba itu berdatang sembah lagi”, Ya Tuhanku! Aku tidak hendak menerima kesaksian tentang diriku melainkan dari dalam diriku sendiri! Lalu Tuhan bersabda, “Cukuplah di hari ini dirimu sendiri menjadi saksi atas dirimu! Dan malaikar-malaikat ‘pencatat yang mulia’ (kirâman kâtibîn) saksi luar.” Lalu mulut si hamba itu pun ditutup. Maka diperintahkan Tuhan lah anggota tubuh sihamba itu supaya bercakap. Lalu bercakaplah anggota tubuhnya itu menjelaskan apa-apa yang telah dia amalkan. Setelah selesai, diberilah si hamba itu kesempatan berkata-kata kembali. Lalu dia berkata: “Celakalah kalian, jauhlah kalian, sengsaralah kalian. Aku menutup mulut, kalian yang bercakap, padahal kalian yang aku perjuangkan.”

108

Pada hari akhir (hari penghisaban) nanti tangan, kaki dan mata akan menjadi saksi atas perbuatan selama di dunia. 97 Mulut terdiam tidak dapat berbohong bahkan tidak dapat berbicara, melalui tangan yang menjadi saksi atas dosa-dosa dan pahala yang pernah dikerjakan. Demikian juga semua bagian dari totalitas diri manusia, seperti mata, telinga dan hati semua tampil mengaku dan bersaksi. Sebuah khabar diberitakan, seorang hamba berkata pada hari kiamat: sesungguhnya aku tidak mendapatkan seorang saksi atas diriku kecuali diriku sendiri. Maka Allah swt, pun menutup mulutnya dan berfirman kepada tangantangan dan kaki-kakinya; berbicaralah. Maka anggota tubuh itu pun berbicara tentang perbuatan-perbuatan orang tadi, apabila seseorang di dunia yang penuh dengan kedustaan-kedustaan dan kemunafikan menjadi merah wajahnya ketika merasa malu, dan menjadi pucat wajahnya ketika merasa takut, lalu para hakim menjadikan hal itu semua sebagai bukti atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh tertuduh. 98 Demikian pula manusia, dapat meneliti jejak-jejak dari kaki-kaki para pencuri, para penjahat dan dapat melacak mereka, baik di gunung maupun di daratan, sehingga dapat menangkap mereka, ajukan mereka ke depan hakim dengan kesaksian dari jejak-jejak tersebut yang tidak meragukan, mengambil cap jari-jari para pelaku kriminalitas pada kertas sidik jari, karena tidak ada dua tangan yang serupa, suatu hal yang menjadikan sidik jari besar sekali artinya, dalam menyelenggarakan keadilan. 97 98

Abdullah Yusuf, Tafsîr Yusuf Ali, h. 1146. Al-Maraghi, Tafsîr al-Maraghi, h. 43-44.

109

Hadis tentang mulut akan di tutup dan tidak dapat bersaksi di akherat, pada surah Yâsîn dalam kitab al-Azhar ini, dapat diterima oleh akal sehat, yaitu merupakan sabda Nabi saw, karena lafaz hadis tersebut mudah dipahami bagi yang membacanya.

Kesimpulan Dalam penelitian melalui jalur sanad hadis ini sahih, dan semua perawinya Tsiqah. Penelitian pada jalur matan juga sahih, karena terdapat ayatayat al-Qur’ân dan hadis lain sebagai pendukung matan hadis diatas, dengan demikian hadis diatas berkualitas sahih.

VII. Binatang Ternak ☺



☺ ☺

⌧ (QS. Yâsîn: 71-73) “Dan Apakah mereka tidak melihat bahwa Sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka Yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?. Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; Maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka Mengapakah mereka tidak bersyukur?”

110

Maksud ayat diatas ialah tentu saja melihat sambil memperhatika dan merenungkan binatang ternak 99 yang dipelihara, sehingga pemelihara mengetahui apa-apa yang dibutuhkan hewan peliharaannya. Binatang yang telah jadi ternak yaitu binatang yang semua gerak-geriknya dikuasai manusia, tidak liar, tunduk dan setia kepada tuannya. Binatang seperti unta dapat dijadikan tunggangan dan juga dagingnya boleh dimakan. Memang banyak manfaat dapat diambil dari binatang-binatang ternak itu. Begitu banyaknya nikmat dari Allah swt, khusus yang berkenaan dengan binatang ternak. Yaitu, Unta untuk kendaraan atau mengangkat barang berat, kerbau untuk membajak sawah, dll. Sungguh semuanya itu nikmat yang amat besar dari Allah swt. Akhirnya timbul pertanyaan: “apakah mereka tidak bersyukur kepada Tuhan karena nikmat yang demikian rupa?” kemudian Nabi saw bersabda:

‫ﻦ ﺁ َد َم‬ ِ ْ‫ﺷﻘْ َﻮ ِة اﺑ‬ ِ ْ‫ﻦ ﺁ َد َم ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٌ َو ِﻣﻦ‬ ِ ْ‫ﺳﻌَﺎ َد ِة اﺑ‬ َ ْ‫ ِﻣﻦ‬:‫ﺳﱠﻠ َﻢ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬ ْ‫ﺢ َو ِﻣﻦ‬ ُ ‫ﺐ اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ُ ‫ﺢ وَاﻟْ َﻤﺮْ َآ‬ ُ ‫ﻦ اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ُ ‫ﺤ ُﺔ وَاﻟْ َﻤﺴْ َﻜ‬ َ ‫ﻦ ﺁ َد َم اﻟْ َﻤﺮَْأ ُة اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ِ ْ‫ﺳﻌَﺎ َد ِة اﺑ‬ َ ْ‫ﺛَﻼﺛَﺔٌ ِﻣﻦ‬ 100

.‫ﺐ اﻟﺴﱡﻮ ُء‬ ُ ‫ﻦ اﻟﺴﱡﻮ ُء وَاﻟْ َﻤﺮْ َآ‬ ُ ‫ﻦ ﺁ َد َم اﻟْ َﻤﺮَْأ ُة اﻟﺴﱡﻮ ُء وَاﻟْ َﻤﺴْ َﻜ‬ ِ ْ‫ﺷﻘْ َﻮ ِة اﺑ‬ ِ

“Berkata Rasulullah saw: “Termasuk dalam kebahagiaan Anak Adam adalah tiga perkara dan termasuk dalam sengsaranya tiga perkara pula. Yang tiga perkara kebahagiaan adalah: (1) Istri yang salehah. (2) Rumah kediaman yang baik. (3) kendaraan yang baik. Dan yang termasuk sengsara seorang Anak Adam ialah (1) Istri yang jahat (yang menyusahkan). (2) rumah kediaman yang buruk dan (3) kendaraan yang buruk .”

99

Binatang ternak ialah binatang yang telah jinak dipelihara oleh manusia. Contoh: unta, kerbau, sapi, kambing dan domba, ditambah dengan kuda, keledai dan baghal untuk kendaraan. 100 Hamka, Tafsîr al-Azhar, h. 74

111

Dalam

melakukan

kegiatan

penelusuran

matan

hadis,

peneliti

menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-Alfaz (penelusuran hadîs melalui kata-kata), untuk memperoleh matan hadis. Data yang diperoleh dari kitab alMu’jam Mufahras al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata ‫ ﺻﻠﺢ‬, penelusurannya sebagai berikut:

..... 101 ‫ اﻟﻤﺮأة اﻟﺼﺎﻟﺢ‬:‫ ﻣﻦ ﺳﻌﺎدة اﺑﻦ ادم‬.‫ﻣﻦ ﺳﻌﺎدة اﺑﻦ أدم ﺛﻼﺛﺔ وﻣﻦ ﺷﻘﺎوة اﺑﻦ أدم ﺛﻼﺛﺔ‬ 168 : 1 : ‫ﺣﻢ‬ Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal

‫ص‬ ٍ ‫ﻦ أَﺑِﻲ َوﻗﱠﺎ‬ ِ ْ‫ﺳﻌْ ِﺪ ﺑ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ‬ َ ‫ﻦ ُﻣ‬ ُ ْ‫ﻞ ﺑ‬ ُ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ِإﺳْﻤَﺎﻋِﻴ‬ َ ‫ﺣ َﻤﻴْ ٍﺪ‬ ُ ‫ﻦ أَﺑِﻲ‬ ُ ْ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ رَوْحٌ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣ‬ ْ‫ﻦ ﺁ َد َم ﺛَﻼﺛَﺔٌ َو ِﻣﻦ‬ ِ ْ‫ﺳﻌَﺎ َد ِة اﺑ‬ َ ْ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ُ ‫ل َرﺳُﻮ‬ َ ‫ل ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺟ ﱢﺪ ِﻩ ﻗَﺎ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻋﻦْ َأﺑِﻴ ِﻪ‬ َ ‫ﺐ‬ ُ ‫ﺢ وَاﻟْ َﻤﺮْ َآ‬ ُ ‫ﻦ اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ُ ‫ﺤ ُﺔ وَاﻟْ َﻤﺴْ َﻜ‬ َ ‫ﻦ ﺁ َد َم اﻟْ َﻤﺮَْأ ُة اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ِ ْ‫ﺳﻌَﺎ َد ِة اﺑ‬ َ ْ‫ﻦ ﺁ َد َم ﺛَﻼﺛَﺔٌ ِﻣﻦ‬ ِ ْ‫ﺷﻘْ َﻮ ِة اﺑ‬ ِ 102

‫ﺐ اﻟﺴﱡﻮ ُء‬ ُ ‫ﻦ اﻟﺴﱡﻮ ُء وَاﻟْ َﻤﺮْ َآ‬ ُ ‫ﻦ ﺁ َد َم اﻟْ َﻤﺮَْأ ُة اﻟﺴﱡﻮ ُء وَاﻟْ َﻤﺴْ َﻜ‬ ِ ْ‫ﺷﻘْ َﻮ ِة اﺑ‬ ِ ْ‫ﺢ َو ِﻣﻦ‬ ُ ‫اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬

1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanadnya Dari hasil penelitian sanad yang telah di teliti, bahwa periwayatan hadîs yang diteliti tidak semuanya berkualitas Tsiqat, ada satu periwayat yang berkualitas da’if yaitu Muhammad Ibn Abî Hamid, jadi periwayat hadîs dari kitab Ahmad ibn Hanbal tersebut tidak memenuhi kriteria ke-Sahih-an sanad hadis,

101

Arnold Jhon Weinsink, al-Mu’jam Mufahrasy al-Alfaz al-Hadîts an-Nabawî, terj: Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi’, juz V, h. 337 102 Ahmad bin Manbal, Musnad ahmad bin Hanbal, juz 1, h. 55, no. 1445.

112

karena salah satu kriteria sanad yang bersambung adalah periwayatan berkualitas ‘Adil dan Dabit, dan telah disimpulkan hadis ini merupakan hadis da’if. 103

2. Meneliti Susunan Lafaz Matan Hadis Yang Semakna Matan hadis ini diriwayatkan dari satu periwayat saja, yaitu dari Ahmad ibn Hanbal: Perawi Ahmad ibn Hanbal

Matan

Makna

ْ‫ﻦ ﺁ َد َم ﺛَﻼﺛَﺔٌ َو ِﻣﻦ‬ ِ ْ‫ﺳﻌَﺎ َد ِة اﺑ‬ َ ْ‫ ِﻣﻦ‬Termasuk dalam kebahagia ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﺳﻌَﺎ َد ِة اﺑ‬ َ ْ‫ﻦ ﺁ َد َم ﺛَﻼﺛَﺔٌ ِﻣﻦ‬ ِ ْ‫ﺷﻘْ َﻮ ِة اﺑ‬ ِ ‫ﻦ‬ ُ ‫ﺤ ُﺔ وَاﻟْ َﻤﺴْ َﻜ‬ َ ‫ﺁ َد َم اﻟْ َﻤﺮَْأ ُة اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ْ‫ﺢ َو ِﻣﻦ‬ ُ ‫ﺐ اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ُ ‫ﺢ وَاﻟْ َﻤﺮْ َآ‬ ُ ‫اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ‫ﻦ ﺁ َد َم اﻟْ َﻤﺮَْأ ُة اﻟﺴﱡﻮ ُء‬ ِ ْ‫ﺷﻘْ َﻮ ِة اﺑ‬ ِ ‫ﺐ اﻟﺴﱡﻮ ُء‬ ُ ‫ﻦ اﻟﺴﱡﻮ ُء وَاﻟْ َﻤﺮْ َآ‬ ُ ‫وَاﻟْ َﻤﺴْ َﻜ‬

an Anak Adam adalah tiga perkara dan termasuk dalam sengsaranya tiga perkara pula. Yang tiga perkara kebahagiaan adalah: (1) Istri yang salih. (2) Rumah kediaman yang baik. (3) kendaraan yang baik. Dan yang termasuk sengsara seorang Anak Adam ialah (1) Istri yang jahat (yang menyusahkan). (2) rumah kediaman yang buruk dan (3) kendaraan yang buruk .”

Matan hadis di atas menerangkan tentang kebahagiaan anak adam jika mempunyai istri yang salehah, rumah kediaman yang baik, dan kendaraan yang baik, begitu pula sengsaranya anak Adam jika mempunyai istri yang jahat, rumah yang buruk (tidak layak untuk tempat tinggal), dan kendaraan yang buruk. Kendaraan yang buruk pada konteks hadis ini ialah hewan yang dijadikan 103

Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis Dalam Tafsîr Al-Azhar; Study Krutik Sanad Hadis Dalam Surat Yâsîn. Fakultas Usuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, h. 75.

113

kendaraan. Matan hadis ini tidak terdapat perbedaan matan hadis dari pwriwayat lain karena matan hadis ini diriwayatkan dari satu periwayatan yaitu dari Ahmad ibn Hanbal.

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur kehidupan manusia secara profesional, sehingga tidak satu pun ajaran yang telah ditetapkannya, kecuali membawa kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Menikah adalah ibadah, oleh sebab itu proses menuju ke sana juga harus berlandaskan syari’at, calon pasangannya, merupakan perpaduan dari tiga unsur ini. Siapa yang tidak bangga memiliki pendamping yang saleh/salehah, tampan/cantik. Akan tergambar begitu indahnya mahligai rumah tangga masa depan, yang dibangun dengan berpondasikan keimanan. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:

‫ﺣﻴْ َﻮ ُة َأﺧْ َﺒ َﺮﻧِﻲ‬ َ ‫ﻦ َﻳﺰِﻳ َﺪ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬ ُ ْ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﺑ‬ َ ‫ﻲ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ‬ ‫ﻦ ُﻧ َﻤﻴْ ٍﺮ اﻟْ َﻬﻤْﺪَا ِﻧ ﱡ‬ ِ ْ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﺑ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﺤﻤﱠ ُﺪ ﺑ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ ُﻣ‬ َ ‫ن‬ ‫ﻋﻤْﺮٍوَأ ﱠ‬ َ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﺑ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ث‬ ُ ‫ﺤﺪﱢ‬ َ ‫ﺤ ُﺒِﻠﻲﱠ ُﻳ‬ ُ ‫ﻦ ا ْﻟ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ‬ َ ‫ﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ‬ َ ‫ﻚ َأﻧﱠ ُﻪ‬ ٍ ‫ﺷﺮِﻳ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﻞ ﺑ‬ ُ ‫ﺣﺒِﻴ‬ ْ ‫ﺷ َﺮ‬ ُ 104

. ‫ﺤ ُﺔ‬ َ ‫ع اﻟ ﱡﺪﻧْﻴَﺎ اﻟْ َﻤﺮَْأ ُة اﻟﺼﱠﺎِﻟ‬ ِ ‫ﺧﻴْ ُﺮ َﻣﺘَﺎ‬ َ ‫ل اﻟ ﱡﺪﻧْﻴَﺎ ﻣَﺘَﺎعٌ َو‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ َ ‫َرﺳُﻮ‬

Makna hadis di atas, bahwa dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang shalehah. Berbahagialah bagi suami yang memiliki istri yang shalehah.Terdapat Hadis lain sebagai pendukung yang diriwayatkan oleh Hakim:

104

Muslim, Sahih Muslim kitab An-Nikah, bab Khoiru Mata’I ad-dun ya al-Mar’atu asSholihah, no hadis 2668, h. 397.

114

‫ﻋﺒْ ُﺪ‬ َ ‫ﺣﻤْ َﺰة َﺛ َﻨﺎ‬ َ ‫ﺟﺪي َﺛ َﻨﺎ ِإﺑْ َﺮا ِهﻴْﻢ ﺑْﻦ‬ َ ‫ﺸﻌْ َﺮا ِﻧﻲ َﺛ َﻨﺎ‬ َ ‫ﻀﻞ اﻟ‬ َ ‫ﺤ ﱠﻤﺪ ﺑْﻦ اﻟ َﻔ‬ َ ‫ﻋﻴْﻞ ﺑْﻦ ُﻣ‬ ِ ‫َأﺧْ َﺒ َﺮ َﻧﺎ ِإﺳْ َﻤﺎ‬ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻋﻦْ َأ ِﺑﻴْ ِﻪ‬ َ ‫ﺳ َﻌ َﺪ‬ َ ‫ﺤ َﻤﺪ ﺑْﻦ‬ َ ‫ﻋﻴْﻞ ﺑْﻦ ُﻣ‬ ِ ‫ﻋﻦْ ِإﺳْ َﻤﺎ‬ َ ‫ﺣ ِﻤﻴْﺪ‬ َ ‫ﺤ َﻤﺪ ﺑْﻦ َأ ِﺑﻲ‬ َ ‫ﻋﻦْ ُﻣ‬ َ ‫ﺤ ﱠﻤﺪ‬ َ ‫اﻟ َﻌ ِﺰﻳْﺰ ﺑْﻦ ُﻣ‬ ‫ﺳﻌَﺎ َد ُة‬ َ : ‫ﺳَﻠ َﻢ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﻰ اﷲ‬ ‫ﺻﻠ ﱠ‬ َ ‫ﷲ‬ ِ ‫لا‬ ُ ْ‫ﺳﻮ‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ َﻗﺎ‬: ‫ل‬ َ ‫ﻋﻨْ ُﻪ َﻗﺎ‬ َ ‫ﻲ اﷲ‬ َ‫ﺿ‬ ِ ‫ﻚ َر‬ ِ ‫ﺳ َﻌﺪ ﺑْﻦ َﻣﺎِﻟ‬ َ ‫ﺟ ِﺪ ِﻩ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ‫ﺤ ُﺔ َو اﻟ ِﻤﺴْ ِﻜ‬ َ ‫ﻦ ﺁ َد َم اﻟ َﻤﺮَْأ ُة اﻟﺼَﺎِﻟ‬ ِ ْ‫ﺳﻌَﺎ َد ِة اﺑ‬ َ ْ‫ﻼ َﺛ ُﺔ َﻓ ِﻤﻦ‬ َ ‫ﻦ ﺁ َد َم َﺛ‬ ِ ْ‫ﻻﺑ‬ ِ ‫ﺷﻘَﺎ َو ُة‬ َ ‫ﻦ ﺁ َد َم ﺛَﻼ َﺛ ُﺔ َو‬ ِ ْ‫ﻻﺑ‬ ِ ‫ﺴﻮْ ُء َو‬ ُ ‫ﻖ َو اﻟ َﻤﺮَْأ ُة اﻟ‬ ُ ْ‫ﻀﻴ‬ ِ ‫ﻦ اﻟ‬ ُ ‫ﻦ ﺁ َد َم اﻟ ِﻤﺴْ ِﻜ‬ ِ ْ‫ﺷﻘَﺎ َو ِة اﺑ‬ َ ْ‫ﺢ َو ِﻣﻦ‬ ُ ‫ﺐ اﻟﺼَﺎِﻟ‬ ُ ‫ﺢ ِو اﻟ َﻤﺮْ َآ‬ ُ ‫اﻟﺼَﺎِﻟ‬ 105

‫ َهﺬَا ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ اﻹﺳﻨﺎد و ﻟﻢ ﻳﺨﺮﺟﺎﻩ‬. ‫ﺴﻮْ ُء‬ ُ ‫ﺐ اﻟ‬ ُ ‫اﻟ َﻤﺮْ َآ‬

Matan hadis di atas yang diriwayat oleh al-Hakim menyebutkan tentang kendaraan yang baik, ialah yang senang jika ditunggangi dan jika ketinggalan dari kawan dalam perjalanan cepat menyusul, dan dijelaskan pula kendaraan yang buruk ialah yang bertambah dipukul, ia bertambah bertingkah, jikalau tidak dipukul dia berjalan lambat. Terkait dengan perbandingan antara hadis dengan al-Qur’an, hadis tentang istri yang baik dan istri yang tidak baik, di dalam al-Qur’an ada yang menjelaskan tentang hal tersebut, Allah swt berfirman: QS. An-Nur/24: 26.



(QS. An-Nur/24: 26) “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan lakilaki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih 105

Muhammad bin Abdullah, Abu Abdullah al-Hakim al-Mustadrak ala al-Sahihain, juz 2, h 157, no 2640.

115

dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga). Ayat di atas menerangkan tentang perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Bahwa di dalam al-Qur’an ada yang menjelaskan tentang hal tersebut, dalam firman Allah pada surat an-Nisa ayat 34 yang menjelaskan tentang istri yang tidak baik (membangkang) dapat sangsi sebagaiman ayat yang berbunyi : ☺ ☺ ⌧ ☺ ⌧ ☺ ⌧ ⌧



(QS. An-Nisa/4: 34) Ayat di atas menerangkan tentang istri yang membangkang, bahwasanya istri pembangkang akan dikenai sangsi, awalnya sekedar dinasehati, kemudian jika membangkang kembali dipukul,

106

jika istri membangkang lagi maka

dipisahkan dari ranjang, sampai akhirnya jika membangkang kembali maka tinggalkanlah. Maka dari itu mempunyai istri yang salehah, tempat tinggal yang layak dan alat transportasi yang baik merupakan sebuah idaman bagi setiap umat manusia. Kalau hal ini bisa tercapai, maka hal tersebut merupakan sebuah 106

Pukul artian disini ialah pukul yang tidak meninggalkan bekas, dan tidak memukul secara kasar.

116

kebahagian tersendiri bagi orang yang bisa meraihnya. Selain itu mendapatkan istri yang salehah merupakan sebuah idaman bagi setiap laki-laki. Karena salah satu perhiasan dunia sebagaimana yang pernah di sebutkan oleh Nabi saw dalam hadis adalah istri yang salehah. Maka apabila bisa mendapatkannya merupakan kebahagian. Menurut Ibnu Katsir wanita yang salehah ialah wanita yang taat, yakni memelihara dirinya sendiri dan harta suaminya ketika suaminya tidak ada, dan wanita-wanita yang membangkang (nusyudz) ialah wanita yang mengadukan ihwal suaminya kepada orang lain, menolak perintahnya, berpaling dari suaminya, dan membuat suaminya marah. Jika tanda-tanda nusyudz itu tampak, maka nasihatilah dan ingatkanlah akan siksa Allah swt lantaran dia mendurhakai suaminya, karena Allah swt telah mewajibkan istri untuk menaati suaminya dan ketaatan itu merupakan hak suami. 107 Mengenai kendaraan yang buruk pada hadis ini ialah binatang ternak yang baik digunakan untuk transportasi ialah binatang jika tidak dipukul terus menerus tidak mau jalan, dan jalannya pun lambat.karena pada zaman dahulu transportasi orang Arab kemana-mana menggunakan unta sebagai transportasi. Masyarakat Indonesia pun dahulu menggunakan kuda sebagai transportasi. Sebagaimana dikisahkan dalam sejarah, pernahlah kejadian suatu keluarga memelihara seekor unta telah bertahun-tahun, yang digunakan untuk mengangkat dan mengangkut keperluan-keperluannya untuk dijadikan tunggangan, kemudian setelah unta tua, tanda terima kasih keluarga tersebut hendak menyembelih unta

107

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jild I, h. 703.

117

tua itu. Ketika tuan yang empunya heendak menangkapnya, rupanya terdapat instink (naluri) pada unta tua itu bahwa orang telah mempunyai maksud yang tidatidak terhadap dirinya (unta), setelah Dia dipandang tidak berguna lagi, lalu unta itu lari dan sukar ditangkapnya. Setelah dia lari dan dikejar-kejar itu sampailah unta ke hadapan Rasulullah saw, yang sedang berjalan bersama beberapa orang sahabat. Lalu unta itu berhenti di hadapan beliau, yang jelas sekali hendak melindungi diri. Maka beliau sebagai Rasulullah saw yang diberi Allah swt kelebihan dari makhluk biasa lekaslah mengerti pengaduan unta itu ketika dia mendekat kepada beliau. Setelah yang mengejar sampai ke hadapan Rasulullah saw, beliau berkata: “Unta ini telah mengadukan kepadaku tentang maksud kalian. Setelah masa mudanya kalian peras keringatnya dan sekarang setelah dia tua, tenaganya telah berkurang. Dia akan kalian sembelih. Jenaka sekali perbuatan kalian! Sekarang berikanlah unta ini untuk aku, sebab dia melindungkan diri kepadaku.” Lalu orang yang mengejar unta berkata “Dia kami berikan kepada engkau, ya Rasulullah!”. Lalu oleh beliau unta itu dijadikan binatang yang dilindungi dan tidak seorang pun boleh mengganggu dia sampai mati. 108 Begitu halus perasaan yang ditanamkan oleh Rasulullah saw, meskipun unta itu boleh disembelih dan halal dagingnya dimakan. Namun rasa belas kasihan, yaitu Rahmat hendaklah dipupuk dalam jiiwa sebagai orang beriman. Binatang ada yang ditunggangi dalam perjalanan dan ada pula yang dimuati beban untuk

108

Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 74-75.

118

dibawa ke berbagai tujuan, 109 yang begitu besar manfaatnya untuk manusia, dapat memanfaatkannya untuk kendaraan atau angkutan. 110

Kesimpulan Dalam penelitian melalui jalur sanad yang di riwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal hadîs ini Da’if. Selain itu dalam penelitian pada jalur matan, terdapat ayatayat al-Qur’ân dan hadis lain sebagai pendukung matan hadis di atas, dengan demikian hadîs diatas berkualitas hasan lighairih.

VIII. Perhatikan Asal Kejadianmu ⌧ ⌧ ⌫ (QS. Yâsîn: 77-79) “Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! Dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.

109 110

Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, h. 1006. Abdullah Yusuf, Tafsir Yusuf ALI, H. 1148.

119

Maksud ayat di atas bahwasanya manusi janganlah lupa dari mana asalusul kejadiannya. Terdapat manusia yang gagah perkasa, mengangkat wajahnya dan menyombongkan diri, seakan-akan lebih tinggi dari segala-galanya. Manusia diciptakan dari Nutfah 111 dan kembali ke tanah. Jika ada manusia yang sombong dan lupa dari mana asal kejadiannya itu lalu menantang Tuhan ialah seorang di antara pemuka kaum Musyrikin Quraisy yang bernama Ubay bin Khalaf, menurut keterangan dari Mujahid, Ikrimah, Urwah bin Zubair, Qatadah dan as-Suddi pada suatu hari Ubay itu datang ke hadapan Nabi saw membawa sebuah tulang yang telah lapuk berlumuran debu dan tanah, dihembusnya debu itu dan digosokkan tanah itu lalau ia bawa ke hadapan Rasulullah saw seraya berkata: “Hai Muhammad! Benarkah engkau pernah mengatakan bahwa tulang yang telah lapuk semacam ini akan dihidupkan kembali oleh Allah swt dan dibangkitkan dari kubur? Dalam kitab al-Azhar mufassir mengambil matan hadis, yaitu:

‫ﺤﻴَﺎ ِة‬ َ ْ‫ﺲ ِﻣﻦْ اﻟ‬ َ ‫ت َﻟﻤﱠﺎ َأ ِﻳ‬ ُ ْ‫ﻀ َﺮ ُﻩ اﻟْ َﻤﻮ‬ َ ‫ﺣ‬ َ ‫ن َرﺟُﻼ‬ ‫ ِإ ﱠ‬: ‫ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ ‫َأوْﺻَﻰ َأهَْﻠ ُﻪ ِإذَا ُﻣﺖﱡ ﻓَﺎﺟْ َﻤﻌُﻮا ﻟِﻲ ﺣَﻄَﺒًﺎ آَﺜِﻴﺮًا ُﺛﻢﱠ أَوْرُوا ﻧَﺎرًا ﺣَﺘﱠﻰ ِإذَا َأ َآَﻠﺖْ َﻟﺤْﻤِﻲ‬ ‫ﺠ َﻤ َﻌ ُﻪ‬ َ ‫ح َﻓ‬ ٍ ‫ ﻓِﻲ َﻳﻮْ ٍم ﺣَﺎ ﱟر َأوْ رَا‬.‫ﺤﻨُﻮهَﺎ َﻓ َﺬرﱡوﻧِﻲ ﻓِﻲ اﻟْ َﻴ ﱢﻢ‬ َ ْ‫ﺨﺬُوهَﺎ ﻓَﺎﻃ‬ ُ ‫ﻋﻈْﻤِﻲ َﻓ‬ َ ‫ﺼﺖْ ِإﻟَﻰ‬ َ ‫ﺧَﻠ‬ َ ‫َو‬ 112

.‫ﻚ َﻓ َﻐ َﻔ َﺮ ﻋﺰوﺟﻞ َﻟ ُﻪ‬ َ ‫ﺧﺸْ َﻴ َﺘ‬ َ ‫ ﻣﻦ‬:‫ل‬ َ ‫ﺖ ذﻟﻚ؟ ﻗَﺎ‬ َ ْ‫ ِﻟ َﻢ َﻓ َﻌﻠ‬:‫ل ﻟﻪ‬ َ ‫اﻟﻠﱠ ُﻪ َﻓﻘَﺎ‬

“Berkata Rasulullah saw: “Ada seorang laki-laki yang telah dekat meninggal. Tatkala tidak ada harapannya untuk hidup lagi dia berwasiat kepada keluarganya. Jika aku meninggal kumpulkanlah kayu api banyakbanyak, kemudian hendaklah bakar mayatku sampai hancur sejak dari daging sampai kepada tulangku sehingga jadi abu. Maka ambilah semua lalu tumbuk sampai halus. Onggokan abuku itu dan lemparkan kelaut! 111 112

Nutfah ialah segumpal mani’ atau dalam bahasa disebut khama. Hamka, Tafsîr al-Azhar, h. 81-82

120

Wasiatnya itu dilakukan orang. Kemudiannya dikumpulkan Tuhanlah abu-abu itu ke sisi-Nya, lalu Tuhan menanyakan apa sebab engkau berbuat demikian? Orang itu menjawab. “karena takutku kepada Engkau, ya Tuhan!” lalu diampuni Tuhanlah dosanya.” Dalam

melakukan

kegiatan

penelusuran

matan

hadis,

peneliti

menggunakan metode Takhrij al-Hadîts bi al-alfaz (penelusuran hadis melalui kata-kata), untuk memperoleh matan hadis. Data yang diperoleh dari kitab alMu’jam Mufahras al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî melalui penelusuran dari kata ‫ اآﻞ‬, penelusurannya sebagai berikut:

.................... 113 ‫ﺣﺘﻰ أآﻠﺖ ﻟﺤﻤﻲ وﺧﻠﺼﺖ ﻋﻈﻤﻲ‬ 54 ,50 : ‫ أﻧﺒﻴﺎء‬: ‫خ‬ .395 :5 : ‫ﺣﻢ‬ Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari:

‫ﻋﻘْ َﺒ ُﺔ‬ ُ ‫ل‬ َ ‫ل ﻗَﺎ‬ َ ‫ش ﻗَﺎ‬ ٍ ‫ﺣﺮَا‬ ِ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻲ ﺑ‬ ‫ﻋﻦْ ِرﺑْ ِﻌ ﱢ‬ َ ‫ﻋ َﻤﻴْ ٍﺮ‬ ُ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻚ ﺑ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ِﺪ اﻟْ َﻤِﻠ‬ َ ْ‫ﻋﻦ‬ َ ‫ﻋﻮَا َﻧ َﺔ‬ َ ‫ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣﺴَ ﱠﺪدٌ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َأﺑُﻮ‬ ‫ﻀ َﺮ ُﻩ‬ َ ‫ﺣ‬ َ ‫ن رَﺟُﻼ‬ ‫ل ِإ ﱠ‬ ُ ‫ﺳ ِﻤﻌْ ُﺘ ُﻪ َﻳﻘُﻮ‬ َ ‫ل‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ﻲ‬ ‫ﺖ ِﻣﻦْ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ‬ َ ْ‫ﺳ ِﻤﻌ‬ َ ‫ﺤ ﱢﺪ ُﺛﻨَﺎ ﻣَﺎ‬ َ ‫ﺤ َﺬﻳْ َﻔ َﺔ أَﻻ ُﺗ‬ ُ ‫ِﻟ‬ ‫ﻄﺒًﺎ َآﺜِﻴﺮًا ُﺛﻢﱠ أَوْرُوا ﻧَﺎرًا ﺣَﺘﱠﻰ ِإذَا‬ َ‫ﺣ‬ َ ‫ﺤﻴَﺎ ِة أَوْﺻَﻰ َأهَْﻠ ُﻪ ِإذَا ُﻣﺖﱡ ﻓَﺎﺟْ َﻤﻌُﻮا ﻟِﻲ‬ َ ْ‫ﺲ ِﻣﻦْ اﻟ‬ َ ‫ت ﻟَﻤﱠﺎ َأ ِﻳ‬ ُ ْ‫اﻟْ َﻤﻮ‬ ‫ح‬ ٍ ‫ﺤﻨُﻮهَﺎ َﻓ َﺬرﱡوﻧِﻲ ﻓِﻲ اﻟْ َﻴ ﱢﻢ ﻓِﻲ َﻳﻮْ ٍم ﺣَﺎ ﱟر َأوْ رَا‬ َ ْ‫ﺨﺬُوهَﺎ ﻓَﺎﻃ‬ ُ ‫ﻋﻈْﻤِﻲ َﻓ‬ َ ‫ﺼﺖْ ِإﻟَﻰ‬ َ ‫ﺧَﻠ‬ َ ‫َأ َآَﻠﺖْ َﻟﺤْﻤِﻲ َو‬ . 114‫ﻚ َﻓ َﻐ َﻔ َﺮ َﻟ ُﻪ‬ َ ‫ﺧﺸْ َﻴ َﺘ‬ َ ‫ل‬ َ ‫ﺖ ﻗَﺎ‬ َ ْ‫ل ِﻟ َﻢ َﻓ َﻌﻠ‬ َ ‫ﺠ َﻤ َﻌ ُﻪ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﻓﻘَﺎ‬ َ ‫َﻓ‬ ‫ل‬ َ ‫ل ﻗَﺎ‬ َ ‫ش ﻗَﺎ‬ ٍ ‫ﺣﺮَا‬ ِ ‫ﻦ‬ ِ ْ‫ﻲ ﺑ‬ ‫ﻋﻦْ ِرﺑْ ِﻌ ﱢ‬ َ ‫ﻚ‬ ِ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟْ َﻤِﻠ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ‬ َ ‫ﻋﻮَا َﻧ َﺔ‬ َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ‬ َ ‫ﻞ‬ َ ‫ﻦ ِإﺳْﻤَﺎﻋِﻴ‬ ُ ْ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﻣُﻮﺳَﻰ ﺑ‬ َ ‫ل إِﻧﱢﻲ‬ َ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ َ ‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ِ ‫ﺖ ِﻣﻦْ َرﺳُﻮ‬ َ ْ‫ﺳ ِﻤﻌ‬ َ ‫ﺤ ﱢﺪ ُﺛﻨَﺎ ﻣَﺎ‬ َ ‫ﺤ َﺬﻳْ َﻔ َﺔ أَﻻ ُﺗ‬ ُ ‫ﻋﻤْﺮٍو ِﻟ‬ َ ‫ﻦ‬ ُ ْ‫ﻋﻘْ َﺒ ُﺔ ﺑ‬ ُ ‫س أَ ﱠﻧﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ُر ﻓَﻤَﺎءٌ ﺑَﺎرِدٌ وَأَﻣﱠﺎ‬ ُ ‫ج ﻣَﺎ ًء َوﻧَﺎرًا َﻓَﺄﻣﱠﺎ اﱠﻟﺬِي َﻳﺮَى اﻟﻨﱠﺎ‬ َ ‫ﺧ َﺮ‬ َ ‫ل ِإذَا‬ ِ ‫ن َﻣ َﻊ اﻟ ﱠﺪﺟﱠﺎ‬ ‫ل ِإ ﱠ‬ ُ ‫ﺳ ِﻤﻌْ ُﺘ ُﻪ َﻳﻘُﻮ‬ َ 113

Arnold Jhon Weinsink, al-Mu’jam Mufahrasy al-alfaz al-Hadîts an-Nabawî, terj: Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi’, juz V, h. 69 114 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, kitab Ahâdits al-Anbiya’, bab Haditsu al-Ghor, no hadis 3220, h. 298.

‫‪121‬‬

‫‪Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal:‬‬

‫ل‬ ‫ل َﻗﺎ َ‬ ‫ﻋﻦْ َر ِﺑ ِﻌﻲ َﻗﺎ َ‬ ‫ﻚ ﺑْﻦ ﻋﻤﻴْﺮ َ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﻟ َﻤِﻠ ِ‬ ‫ﻋﻮا َﻧﺔ َﺛ َﻨﺎ َ‬ ‫ﻋ َﻔﺎن َﺛ َﻨﺎ َأ ُﺑﻮ َ‬ ‫ﺣ َﺪ َﺛ ِﻨﻲ َأ ِﺑﻲ َﺛ َﻨﺎ َ‬ ‫ﻋﺒْ ُﺪ اﷲ َ‬ ‫ﺣ َﺪ َﺛ َﻨﺎ َ‬ ‫َ‬ ‫ﺳ ِﻤﻌْ ُﺘ ُﻪ‬ ‫ل َ‬ ‫ل َﻗﺎ َ‬ ‫ﺳَﻠ َﻢ َﻳ ُﻘﻮْ ُ‬ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو َ‬ ‫ﺻﻠﻰ اﷲ َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺳﻮْل ا ِ‬ ‫ﺳ ِﻤﻌْﺖ َر ُ‬ ‫ﺤ ِﺪﺛ َﻨﺎ َﻣﺎ َ‬ ‫ﺤ َﺬﻳْ َﻔﺔ َأﻻ ُﺗ َ‬ ‫ﻋﻤْ ُﺮو ِﻟ ُ‬ ‫ﻋﻘْ َﺒﺔ ﺑْﻦ َ‬ ‫ُ‬ ‫ج َﻣﺎء َو َﻧﺎرا َاﻟ ِﺬي َﻳ َﺮى اﻟ َﻨﺎس ِإ َﻧ َﻬﺎ َﻧﺎر َﻓ َﻤﺎء َﺑﺎرد َوَأ َﻣﺎ اَﻟ ِﺬي َﻳ َﺮى‬ ‫ﺧ َﺮ َ‬ ‫ﺟﺎل ِإ َذا َ‬ ‫ل ‪ِ :‬إن َﻣ َﻊ اﻟ َﺪ َ‬ ‫َﻳ ُﻘﻮْ ُ‬ ‫ﻋ َﺬب‬ ‫ﻚ ِﻣﻨْ ُﻜﻢْ َﻓﻠْ َﻴ َﻘﻊ ِﻓﻲ اَﻟ ِﺬي َﻳ َﺮى ِإ َﻧ َﻬﺎ َﻧﺎ َر َﻓِﺈ َﻧ َﻬﺎ َﻣﺎء َ‬ ‫ك َذِﻟ َ‬ ‫اﻟ َﻨﺎس ِإ َﻧ ُﻪ َﻣﺎ َء َﻓ َﻨﺎر َﺗﺤْﺮق َﻓ َﻤﻦ َأدْ َر َ‬ ‫ل َﻟ َﻪ َهﻞْ‬ ‫ن َﻗﺒْﻠ ُﻜﻢْ َأ َﺗﺎ ُﻩ َﻣﻠﻚ ِﻟ َﻴﻘْ ِﺒﺾ َﻧﻔْﺴﻪ َﻓ َﻘﺎ َ‬ ‫ﺟﻼ ِﻣ ﱠﻤﻦ َآﺎ َ‬ ‫ن َر ُ‬ ‫ﺳ ِﻤﻌْ ُﺘﻪ َﻳ ُﻘﻮْل ِإ ﱠ‬ ‫ﺣ َﺬﻳْ َﻔﺔ َو َ‬ ‫ل ُ‬ ‫َﺑﺎرد َﻗﺎ َ‬ ‫ﻏﻴْ َﺮ ِإ ﱢﻧﻲ ُآﻨْﺖ َأ َﺑﺎﻳﻊ اﻟﻨَﺎس‬ ‫ﺷﻴْﺌﺎ َ‬ ‫ل َﻣﺎ َأﻋَْﻠ ُﻢ َ‬ ‫ﻞ َﻟ ُﻪ اﻧْﻈﺮ َﻗﺎ َ‬ ‫ل َﻣﺎ َأﻋَْﻠﻢ ِﻗﻴْ َ‬ ‫ﺧﻴْ ِﺮ َﻓ َﻘﺎ َ‬ ‫ﻋ َﻤﻠﺖ ﻣﻦْ َ‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫ﺳ ِﻤﻌْ ُﺘ ُﻪ َﻳﻘُﻮ ُ‬ ‫ل َو َ‬ ‫ﺠ ﱠﻨ َﺔ َﻗﺎ َ‬ ‫ﻞ اﻟ َ‬ ‫ﺟﱠ‬ ‫ﻋ ﱠﺰ َو َ‬ ‫ﷲ َ‬ ‫ﺧَﻠﻪ ا َ‬ ‫ﻋﻦْ اﻟﻤﻌﺴﺮ َﻓﺄدْ َ‬ ‫ﺠﺎ َوز َ‬ ‫ﻈﺮ اﻟﻤﻌﺴﺮ َوَأ َﺗ َ‬ ‫ﺟﺎزﻓﻬﻢْ َﻓﺎﻧْ ُ‬ ‫َوأ َ‬ ‫ﺤﻴَﺎ ِة َأ ْوﺻَﻰ َأهَْﻠ ُﻪ إِذَا َأﻧَﺎ ُﻣﺖﱡ ﻓَﺎﺟْ َﻤﻌُﻮا ﻟِﻲ ﺣَﻄَﺒًﺎ َآﺜِﻴﺮًا‬ ‫ﺲ ِﻣﻦْ اﻟْ َ‬ ‫ت َﻓَﻠﻤﱠﺎ َأ ِﻳ َ‬ ‫ﻀ َﺮ ُﻩ اﻟْ َﻤﻮْ ُ‬ ‫ﺣ َ‬ ‫ن َرﺟُﻼ َ‬ ‫ِإ ﱠ‬ ‫ﺨﺬُو َهﺎ ﻓَﺎ ْذرُوهَﺎ‬ ‫ﺸﺖْ َﻓ ُ‬ ‫ﺤَ‬ ‫ﻋﻈْﻤِﻲ ﻓَﺎﻣْ َﺘ َ‬ ‫ﺺ ِإﻟَﻰ َ‬ ‫ﺧَﻠ َ‬ ‫ﺣﺘﱠﻰ ِإذَا َأ َآَﻠﺖْ َﻟﺤْﻤِﻲ َو َ‬ ‫ﺟﺰْﻻ ُﺛﻢﱠ َأوْ ِﻗﺪُوا ﻓِﻴ ِﻪ ﻧَﺎرًا َ‬ ‫َ‬ ‫‪115‬‬

‫‪Bukhari, Shahih Bukhari, kitab Ahâdits al-Anbiya’, bab mâ dzukiro min banî isra’il,‬‬ ‫‪no hadis 3194, h. 269.‬‬

122

1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanadnya Dari hasil penelitian sanad yang telah diteliti, melalui jalur Bukhari berkualias sahih, karena adanya kemutasilan. Selain itu, pada hadis tersebut para periwayatannya dinilai tsiqat dan mempunyai pendukung yang kualitas para perawi lebih ketat dalam penelitian, begitu pula pada setiap periwayat tersebut tidak terdapat Syudzudz (janggal) maupun ‘illat. Dengan demikian sanad tersebut dapat dikatakan sahih. 117

2. Meneliti Susunan Lafaz Matan Hadis Yang Semakna Setelah peneliti telusuri, terdapat perbedaan lafaz hadis ini, dari periwayatan dua perawi, dari Muslim dan Musnad Ahmad ibn Hanbal: Periwayat Bukhari

Matan

ْ‫ن َﻗﺒَْﻠ ُﻜﻢ‬ َ ‫ن ﻓِﻴ َﻤﻦْ آَﺎ‬ َ ‫ن رَﺟُﻼ آَﺎ‬ ‫ ِإ ﱠ‬seorang laki-laki sebelum kamu ‫ﻞ‬ َ ‫ﺣ ُﻪ َﻓﻘِﻴ‬ َ ‫ﺾ رُو‬ َ ‫ﻚ ِﻟ َﻴﻘْ ِﺒ‬ ُ ‫َأﺗَﺎ ُﻩ اﻟْ َﻤَﻠ‬ ‫ل ﻣَﺎ‬ َ ‫ﺧﻴْ ٍﺮ ﻗَﺎ‬ َ ْ‫ﺖ ِﻣﻦ‬ َ ْ‫ﻋ ِﻤﻠ‬ َ ْ‫َﻟ ُﻪ َهﻞ‬ ‫ل ﻣَﺎ َأﻋَْﻠ ُﻢ‬ َ ‫ﻈﺮْ ﻗَﺎ‬ ُ ْ‫ﻞ َﻟ ُﻪ اﻧ‬ َ ‫َأﻋَْﻠ ُﻢ ﻗِﻴ‬ ‫س‬ َ ‫ﺖ ُأﺑَﺎ ِﻳ ُﻊ اﻟﻨﱠﺎ‬ ُ ْ‫ﻏﻴْ َﺮ أَﻧﱢﻲ ُآﻨ‬ َ ‫ﺷﻴْﺌًﺎ‬ َ

116

Makna telah di datangi malaikat yang hendak mencabut nyawanya. Kemudian malaikat tersebut bertanya kepada lelaki tersebut: apakah kamu pernah melakkan perbuatan baik? Lelaki tersebut menjawab: saya tidak tahu. Coba

Ahmad ibn Hanbal, Musnad ahmad bin Hanbal, juz 5, no. 395. Saidatul Awaliyah, Kualitas Hadis-hadis Dalam Tafsîr Al-Azhar; Study Krutik Sanad Hadis Dalam Surat Yâsîn. Fakultas Usuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, h. 82. 117

123

Ahmad ibn

‫ت َﻓَﻠﻤﱠﺎ‬ ُ ْ‫ﻀ َﺮ ُﻩ اﻟْ َﻤﻮ‬ َ ‫ﺣ‬ َ ‫ن رَﺟُﻼ‬ ‫ِإ ﱠ‬

Hanbal

‫ﺤﻴَﺎ ِة أَوْﺻَﻰ َأهَْﻠ ُﻪ ِإذَا‬ َ ْ‫ﺲ ِﻣﻦْ اﻟ‬ َ ‫َأ ِﻳ‬ ‫أَﻧَﺎ ُﻣﺖﱡ ﻓَﺎﺟْ َﻤﻌُﻮا ﻟِﻲ ﺣَﻄَﺒًﺎ‬ ‫ﺟﺰْﻻ ُﺛﻢﱠ َأوْ ِﻗﺪُوا ﻓِﻴ ِﻪ ﻧَﺎرًا‬ َ ‫آَﺜِﻴﺮًا‬ ‫ﺺ‬ َ ‫ﺧَﻠ‬ َ ‫ﺣَﺘﱠﻰ ِإذَا َأ َآَﻠﺖْ َﻟﺤْﻤِﻲ َو‬ ‫ﺨﺬُوهَﺎ‬ ُ ‫ﺸﺖْ َﻓ‬ َ‫ﺤ‬ َ ‫ﻋﻈْﻤِﻲ ﻓَﺎﻣْ َﺘ‬ َ ‫ِإﻟَﻰ‬ ‫ﺠ َﻤ َﻌ ُﻪ‬ َ ‫ﻓَﺎ ْذرُوهَﺎ ﻓِﻲ اﻟْ َﻴ ﱢﻢ َﻓ َﻔ َﻌﻠُﻮا َﻓ‬ ‫ل َﻟ ُﻪ ِﻟ َﻢ‬ َ ‫ﻞ ِإَﻟﻴْ ِﻪ َوﻗَﺎ‬ ‫ﺟﱠ‬ َ ‫ﻋ ﱠﺰ َو‬ َ ‫اﻟﻠﱠ ُﻪ‬ ‫ل‬ َ ‫ﻚ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺧﺸْ َﻴ ِﺘ‬ َ ْ‫ل ِﻣﻦ‬ َ ‫ﻚ ﻗَﺎ‬ َ ‫ﺖ َذِﻟ‬ َ ْ‫َﻓ َﻌﻠ‬ ‫َﻓ َﻐ َﻔ َﺮ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﻟ ُﻪ‬

renungkan lagi. Lelaki tersebut menjawab: saya tidak melakukan sesuatu kecuali saya pernah melakukan perniagaan kepada manusia sewaktu hidup di dunia melakukan. Ada seorang laki-laki yang telah dekat meninggal. Tatkala tidak ada harapannya untuk hidup lagi dia berwasiat kepada keluarga nya. Jika aku meninggal kumpulkanlah kayu api banyakbanyak, kemudian hendaklah bakar mayatku sampai hancur sejak dari daging sampai kepada tulangku sehingga jadi abu. Maka ambilah semua lalu tumbuk sampai halus. Onggo kan abuku itu dan lemparkan kelaut! Wasiatnya itu dilakukan orang. Kemudiannya dikumpul kan Tuhanlah abu-abu itu ke sisi-Nya, lalu Tuhan menanya kan apa sebab engkau berbuat demikian? Orang itu menjawab. “karena takutku kepada Engkau, ya Tuhan!” lalu diampuni Tuhanlah dosanya.” Ada seorang laki-laki yang telah dekat meninggal. Tatkala tidak ada harapannya untuk hidup lagi dia berwasiat kepada keluarganya. Jika aku meninggal kumpulkanlah kayu api banyak-banyak, kemudian hendaklah bakar mayatku sampai hancur sejak dari daging sampai kepada tulangku sehingga jadi abu. Maka ambilah semua lalu tumbuk sampai halus. Onggokan abuku itu dan lemparkan kelaut! Wasiatnya itu dilakukan orang. Kemudiannya dikumpulkan Tuhanlah abu-abu itu ke sisi-Nya, lalu Tuhan menanya kan apa sebab engkau berbuat demikian? Orang itu menjawab. “karena takutku kepada Engkau, ya Tuhan!” lalu diampuni Tuhanlah dosanya.”

124

Matan hadis di atas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad ibn Hanbal, terdapat berbedaan lafaz matan hadisnya, akan tetapi makna hadis diatas sama. Yaitu menceritakan tentang soerang laki-laki yang sedang dekat dengan kematiannya, berwasiat kepada keluarganya setelah ia meninggal, untuk membakar mayatnya, kemudian abunya di lemparkan ke laut. Alasan laki-laki ini membakar mayatnya, agar di akherat nanti ia tidak dimintai pertanggungjawaban perbuatannya pada saat di dunia, karena jasadnya sudah menjadi abu. Akan tetapi sesungguhnya laki-laki itu keliru tentang membakar mayatnya, karena di akherat nanti Allah swt membangkitkan seluruh jasad seperti sedia kala. Matan hadis ini terdapat sedikit perbedaan lafaz matan hadis, akan tetapi maksud dari dua periwayat itu sama maknanya, maka hadis ini diriwayatkan dengan ar-Riwayah bi al-Ma’na.

3. Meneliti Kandungan Matan Hadis Matan hadis ke tujuh ini, menerangkan tentang perbuatan seseorang sewaktu di dunia, setelah meninggal ia takut akan disiksa api neraka, maka dari itu sebelum meninggal ia berwasiat kepada keluarganya agar membakar mayatnya lalu abunya dilempar ke laut, maka selesailah perkara tersebut. Ia berfikir jika mayatnya dibakar dan tlah menjadi abu, semua perbuatan selama didunia tidak akan ditanyakan dihadapan Tuhan, untuk mempertanggungjawabnya semua perbuatan baik-atau buruknya selama di dunia. Sesungguhnya apa yang ia fikirkan

125

itu salah, karena

pada hari kebangkitan nanti di akherat semua jasad akan

dibangkitkan kembali, meskipun sudah menjadi abu, ataupun sudah menjadi tulang belulang yang hancur dan berantakan, Allah swt membangkitkan kembali semuanya seperti semula. Sebagaimana dalam al-Qur’ân, bahwa penciptaan manusia dari asal, dan akan dikembalikan ke asal pula, Allah swt berfirman: QS. Al-Qiyamah/75: 3-4. ☺ (QS. Al-Qiyamah/75: 3-4) “Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?. (3). Bukan demikian, Sebenarnya kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (4).” Ayat di atas menerangkan bahwa Allah swt dengan segala kuasanya dapat mengumpulkan tulang belulang yang sudah tercerai berai, dan menyusunnya seperti sedia kala. Terdapat ayat lain yang menerangkan tentang Allah swt dapat menciptakan dan membangkitkan kembali semua ciptaan-Nya di akherat nanti, sebagaiman Allah swt berfirman Qs. Ar-Ruum/30: 27



“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

126

Ada pula ayat lain yang menerangkan Allah swt dapat menghidupkan orang-orang yang sudah mati, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah swt sudah berkehendak, yaitu terdapat pada QS. Al-Ahqaf/46: 33. ☺ ☺ ⌧ ⌦ “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah swt yang menciptakan langit dan bumi dan dia tidak merasa payah Karena menciptakannya, Kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) Sesungguhnya dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Ayat di atas menerangkan Allah swt dapat menghidupkan orang mati dan membangkitkan kembali tulang belulang yang telah hancur lebur seperti semula, karena Dial ah Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah swt berkehendak atas segala sesuatunya. Melihat konteks matan hadis ini ialah: tat kala ada seorang laki-laki sebelum kamu telah di datangi malaikat yang hendak mencabut nyawanya. Kemudian malaikat tersebut bertanya kepada lelaki tersebut: apakah kamu pernah melakkan perbuatan baik? Lelaki tersebut menjawab: saya tidak tahu. Coba renungkan lagi. Lelaki tersebut menjawab: saya tidak melakukan sesuatu kecuali saya pernah melakukan perniagaan kepada manusia sewaktu hidup di dunia melakukan. Ada seorang laki-laki yang telah dekat meninggal. Tatkala tidak ada harapannya untuk hidup lagi dia berwasiat kepada keluarganya. Jika aku meninggal kumpulkanlah kayu api banyak-banyak, kemudian hendaklah bakar mayatku sampai hancur sejak dari daging sampai kepada tulangku sehingga jadi

127

abu. Maka ambilah semua lalu tumbuk sampai halus. Onggokan abuku itu dan lemparkan kelaut! Wasiatnya itu dilakukan orang. Kemudiannya dikumpulkan Tuhanlah abu-abu itu ke sisi-Nya, lalu Tuhan menanyakan apa sebab engkau berbuat demikian? Orang itu menjawab. “karena takutku kepada Engkau, ya Tuhan!” lalu diampuni Tuhanlah dosanya.” Bahwanya Allah swt telah menciptakan tulang-tulang dan menghidupkan pada pertama kali, dan yang telah menciptakan sesuatu pertama kali, maka Dia Maha Kuasa pula untuk menciptakan dan menghidupkannya pada kedua kalinya. 118 Jadi hasilnya adalah, bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan dan menghidupkan tulang-tulag itu dengan segala kekuatan-Nya pada kedua kalinya. Menciptakan langit dan bumi, berikut semua makhluk, dan Allah swt pula dapat menciptakan dunia dan dunia seperti ini tanpa batas. Bagi-Nya adalah soal kecil membangkitkan manusia kembali pada hari Akhirat.119

Kesimpulan Allah swt memperingatkan tentang betapa besar kekuasaan-Nya untuk menciptakan langit tujuh dengan segala isinya yang berupa bintang-bintang beredar maupun bintang-bintang tetap, dan bumi yang segala isinya berupa gunung-gunung, padang-padang pasir dan belantara, serta apa saja yang ada di antara hal-hal tersebut. Juga Allah swt memperingatkan bahwa Dia Yang Maha

118

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1989), juz XXIII, cet I, h. 35. 119 Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali, terj, Ali Auda, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009), juz 23, cet III, h. 1149.

128

Kuasa menciptakan alam-alam yang besar ini tentu Maha Kuasa pula untuk mengambalikan tubuh-tubuh setelah hancur. Dalam penelitian melalui jalur sanad hadîs ini sahih, dan dalam penelitian pada jalur matan hadis juga sahih, terdapat ayat-ayat al-Qur’ân sebagai pendukung matan hadis di atas, dengan demikian hadis di atas berkualitas sahih.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang terdapat pada kitab Tafsîr al-Azhar yaitu dari segi matan, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kitab Tafsîr al-Azhar adalah kitab tafsir yang mencantumkan matan hadisnya tidak secara keseluruhan, karena hadis-hadis yang dicantumkan dalam tafsirnya hanya sebagai pendukung dari penafsirannya. 2. Hamka, pada dasarnya, lebih berkonsentrasi pada tafsir, maka hadis-hadis yang dicantumkan pada kitab tafsirnya, tidak semuanya berkualitas shahih, namun hadis-hadis tersebut dapat dijadikan hujjah, sekaligus hadis-hadis yang dicantumkan hanya sebagai pendukung dan penjelas dari ayat-ayat yang terpilih saja. 3. Kualitas delapan hadis yang dikutip oleh hamka dalam kitab Tafsir alAzhar pada surah Yâsîn setelah penulis teliti, dari delapan hadis tersebut ada

semua

berkualitas

sahih,

terdapat

redaksi

matan

hadisnya

diriwayatkan dengan ar-Riwayah bi al-lafdzi dan ada pula periwayatan hadisnya menggunakan ar-riwayah bi al-ma’na. 4. Matan Hadis yang berkualitas sahih terdapat lima buah hadis yang dinilai sahih, yaitu hadis ke I, II, III, VII, VIII, karena adanya kemuttasilan sanad dan pada matannya terdapat ayat al-Qur’an dan hadis lain sebagai

128

129

pendukung matan hadis tersebut. Dan periwayatan hadisnya menggunakan ar-riwayah bi al-ma’na. 5. Sedangkan hadis yang berkualitas sahih, akan tetapi redaksi matan hadisnya diriwayatkan dengan ar-Riwayah bi al-lafdzi, yaitu hadis ke IV, V, dan VI karena adanya kemuttasilan pada sanad, dan berkualitas tsiqah., terdapat ayat al-Qur’an dan hadis lain sebagai pendukung, begitu juga diriwayatkan lebih dari tiga periwayat hadis.

B. Saran-saran. Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang ke dua setelah al-Qur’an. Selain sebagai sumber ajaran islam yang ke dua, hadis juga berfungsi sebagai sumber dakwah (perjuangan Rasulullah saw) dan juga mempunyai fungsi penjelas bagi al-Qur’an. Oleh karena itu perlu diadakan pengkajian atau penelitian hadis agar dapat diketahui apakah hadis-hadis tersebut berkualitas sahih dan berasal dari Rasulullah saw atau sebaliknya. Skripsi ini jauh dari kesempurnaan, dan juga karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, maka penulis berharap kepada ilmuan agar dapat memberikan pemahaman secara lebih jelas dan detail lagi tentang hadis yang penulis teliti ini.

DAFTAR PUSTAKA

A.j. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Hadîts al-Nabawî, penerjemah Muhammad Fuad ’Abdul Baqi. Leiden: E.J. Brill, 1994. Abbas, Hasyim. Kritik Matan Hadis. Yogyakarta: Teras, 2004. Abi ’Isa Muhammad bin ’Isa bin Surah. Sunan al-Turmûdzî. Bairût: Dâr al-Fikr, 1994. Adnan, Taufik. Amal, Islam dan Tantangan Modernitas Study Atas Pemikiran Fazlur Rahman. Bandung: Mizan, 1995. Al-Adlabî, Salah al-Dîn ibn Ahmad, Manhaj Naqd al-Matan. Bairût: Dâr al-Arafa al-Jadidah, 1403 H / 1983 M. Ali, Abdullah Yusuf. Tafsir Yusuf ’Ali, penerjemah Ali Auda. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009. Al-Arid, Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta: Rajawali Pers, 1992. Awaliyah, Saidatul. Kualitas Hadis-hadis dalam Tafsîr al-Azhar; Study Kritik Sanad Hadis Dalam Surah Yâsîn. Skripsi S1 Fakultas Usuluddin IAIN Jakarta, 2009. Azami, Muhammad Musthafa’. Dirâsat fî Al-Hadîts al-Nabawî wa Tarîkh Tadwînih. Bairût; al-Maktabah al-Islami, 1400 H. Al-Baghdadi, Abu Bakar Ahmad Ibnu Ali Tsabit al-Khattib. Al-Kifâyah fî ’Ilmi al-Riwâyah. Mesir: Makthba’ah al-Sa’adah, 1972. Bahreisy, Salim dan Bahreisy, Sa’id. Tarjamah Mukhtasar Tafsîr Ibn Katsîr. Victory Agencie: Kuala Lumpur, 1994. Baidan, Nasruddin. Metodologi Penafsiran al-Qur’ân. Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Al-Bukhari, Abi ’Abdullah Muhammad bin Isma’il, Sahih Bukhârî. Bairût: Dâr al-Fikr, 2006. Bustamin dan Salam, Muhammad Isa. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Ad- Darimi. Sunan ad-Darimi. Bairût: Baitul al-Afkâr ad-Dauliyah.

130

131

Dewan Redaksi Ensiklopedi: Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993. Ferdespiel, Howard. Kajian al-Qur’an di Indonesia. Bandung: Mizan, 1996. Al-Ghazali, Muhammad. Study Kritis atas Hadis Nabi saw; Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, penerjemah Muhammad al-Baqir. Bandung: Mizan, 1996. Hamid, Syamsul Rijal. Buku Pintar Hadis. Jakarta: Cahaya Salam, 2005. Hamka. Tafsir al-Azhar, juz XXIII. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995. ---------. Kenang-kenangan Hidup. Jakarta: Sinar Harapan, 1996. Hamka, Rusydi. Pribadi dan Martabat Buya Hamka. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983. Isma’il, Muhammad Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi saw. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. ’Itr, Nur al-Din. Manhaj al-Naqd fî Ulum al-Hadîts. Damaskus: Dâr al-Fikr, 1997. Al-Jawabi, Muhammad Tahir. Juhud al-Muhadditsîn fî Naqd Matan al-Hadîts alNabawîal-Syarif. Tunisia: Muassat A. Al-Karim ibn ’Abdullah. Al-Khatib, Muhammad Ajjaj. Usul al-Hadîts Ulûmuhu Wa Mushtalahu. Bairût: Dâr al-Fikr, 1989. Malik Bin Anas. Muwatha’ Ibn Malik. Bairût: Baitul al-Afkâr ad-Dauliyah. Manzur, Ibn. Lisân al-’Arâb, juz 3. Bairût: Dâr al-Shadir. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, penerjemah Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Ali, Anshori Umar Sitanggal. Tafsîr al-Maraghi. Semarang: Toha Putra, 1993. Al-Naisaburi, Abu Hasan Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyayri. Sahih Muslim. Bairût: Dâr al-Fikr, 1414 H/1993 M. Al-Naisaburî, Muhammad bin Abdullah al-Hakim. Mustadrok ’ala Shahihain. Bairût: Dâr al-Kitab al-’Ilmiyah. Al-Najah, Ahmad Zain. Ilmu Firasat dalam http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/10/ilmu-firasat, 2010.

Islam.

132

Al-Nasa’i, Abu ’Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin ’Ali bin Sinan bin Bahr alKhurasani al-Qadi. Sunan al-Nasa’i. Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1991. Nasuhi, Hamid. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta, LP3ES, 1990. Al-Qardhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Muhammad Baqir. Bandung: Karisma, 1994.

Nabi,

penerjemah

Al-Qazwaini, Abi ’Abdullah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibn Majjah. Bairut: Dar al-Fikr, 1990. Rahman, Fathur. Ikhtisar Mustalahu al-Hadîts. Bandung: Al-Ma’arif, 1974.

Shihab, Muhammad Quraisy. Tafsîr al-Misbah: Pesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2003. Subhi, Shalih. ’Ulum al-Hadîts wa Mustalahuhu. Bairût: Dâr al-’Ilm al-Malayîn, 1997. Syahbah, Ibn Muhammad Abu. Al-Wasit fî ’Ulûm wa Mustalah al-Hadîts. Al-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as. Sunan Abi Dâwud. Bairut: Dar al-Fikr, 1994. Al-Siba’i, Musthafa’. Al-Sunnah Wa Makânatuhu Fî Tasyri al-Islâm , penerjemah Nurkholis Madjid, Sunah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam; Sebuah Pembelaan Kaum Suni. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991. Al-Syaibani, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal. Bairut: Baitul al-Afkar ad-Dauliyah, 1991. Ya’qub, Ali Musthafa’. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000. Yusuf, Muhammad Yunan,. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pena Madani, 2003. Zaghlul, Abu Hajar Muhammad al-Sa’id bin Basyuni. Mausû’ah al-Atraf alHadîts al-Nabawîal-Syarif. Bairût: Dâr al-Fikr: 1989.