Logika Matematika

22 downloads 550 Views 328KB Size Report
BAB I. LOGIKA. Pengampu : Idhawati Hestiningsih. I. PENDAHULUAN. Dalam dunia informatika atau ilmu komputer, mata kuliah logika biasa dikenal dengan ...
BAB I LOGIKA Pengampu : Idhawati Hestiningsih I. PENDAHULUAN Dalam dunia informatika atau ilmu komputer, mata kuliah logika biasa dikenal dengan istilah Logika Matematika. Logika ini mempunyai peranan sangat mendasar dalam perkembangan teknologi komputer, karena logika digunakan dalam berbagai aspek di lingkungan komputer seperti pada Arsitektur Komputer, Pemrograman, Basisdata, dan sebagainya. Di bidang Arsitektur Komputer, logika digunakan dalam membangun komputer itu sendiri karena sirkuit komputer hanyalah berupa serangkaian kombinasi logik dari beberapa bit untuk membentuk instruksi. Dalam operasionalnya komputer sebenarnya hanya mengenal dua kondisi atau keadaan yaitu keadaan ada atau tidakadanya aliran listrik. Dalam bahasa logika keadaan ini adalah merepresentasikan kondisi True dan False. Sedangkan dalam bilangan biner disimbolkan sebagai bilangan 1 dan 0. Jadi secara keseluruhan rangkaian digital yang terdapat di dalam komputer merupakan kombinasi dari berbagai kondisi di atas yang diekspresikan dengan berbagai ekspresi logik seperti AND, OR, XOR, dan sebagainya. Dalam Pemrograman, logika juga berperan sangat penting karena sebuah program sebenarnya dibangun dari sebuah Algoritma yang merupakan langkah - langkah dasar dari sebuah instruksi yang akan dikerjakan oleh komputer. Bila seseorang mempunyai dasar logika yang kuat, maka pengetahuan itu akan sangat bermanfaat dalam menyusun sebuah Algoritma yang baik untuk selanjutnya diterjemahkan menjadi sebuah program yang baik pula. Demikian pentingnya logika ini dalam dunia informatika, sehingga tidak berlebihan bila disimpulkan logika merupakan tulang punggung dalam dunia informatika. Kata Logika mengacu pada suatu metode atau cara yang sistematis dalam berpikir (reasoning) dan terdapat dua sistem khusus, yaitu suatu metode dasar yang disebut Kalukulus Proposisi (Propositional Calculus) dan suatu bentuk yang lebih lanjut yang disebut Kalkulus Predikat (Predicate Calculus). I.1. KALKULUS PROPOSISI Kalkulus : seperangkat aturan – aturan untuk mengkalkulasi dengan menggunakan simbol – simbol. Proposisi : suatu kalimat atau statement yang mengandung nilai kebenaran yaitu benar (True) atau salah (False). Kalkulus proposisi : seperangkat aturan – aturan dimana digunakan untuk menentukan benar atau salahnya suatu kombinasi – kombinasi dari proposisi – proposisi. Kalkulus proposisi (propotional calculus) merupakan metode untuk kalkulasi menggunakan proposisi / kalimat. Dalam kalkulus proposisi yang ditinjau adalah nilai kalimat deklaratif (True / False), metode penggabungan kalimat, dan penarikan kesimpulan (kalimat) berdasarkan kalimat tersebut. Kebenaran kalimat dapat ditentukan dari struktur kalimat itu sendiri, tanpa melihat apakah unsur - unsur pokoknya benar atau salah atau sesuai dengan kenyataan di alam. Perhatikan bahwa kalimat dibawah ini adalah benar walaupun kita tidak tahu kenyataannya. Ada monyet di planet Mars atau di planet Mars tidak ada monyet Kalimat diatas kalau disajikan dalam bentuk kalimat abstrak : G = p or (not p) Kalimat abstrak tersebut adalah benar tanpa harus memperhatikan kebenaran kenyataannya. Kalimat abstrak valid jika ia adalah benar (True) tanpa harus melihat kebenaran atau kesalahan proposisi yang mewakilinya (membentuknya) Kalimat abstrak H = p and (not p) adalah kalimat bernilai salah (False) yang tidak tergantung pada benar atau salahnya p, maka jika p diganti dengan “jeruk ini rasanya manis” menjadi “jeruk ini rasanya manis and (not jeruk ini rasanya manis)” adalah jelas salah (false)

Bahasa Selanjutnya akan dihadirkan suatu bahasa dari kalimat abstrak yang disebut dengan Logika Proposisional. Dengan metode logika proposisional dapat ditentukan kebenaran dan ketidakbenaran banyak kalimat nyata dengan hanya melihat bentuknya saja. Pertama – tama akan dikenalkan simbol – simbol dasar dan memperlihatkan bagaimana mereka dikombinasikan untuk membentuk suatu kalimat abstrak dari logika proposisional. Perhatikan bahwa disini tidak menyangkut apakah kalimat – kalimat tersebut mempunyai arti atau tidak. Definisi Proposisi (Propositions) Kalimat – kalimat dari logika proposisional dibangun dari simbol – simbol dibawah ini yang disebut dengan proposisi, yaitu : ƒ Simbol – simbol kebenaran : T / true (benar) dan F / false (salah) ƒ Simbol – simbol proposisional : p, q, r, s, p1, q1, p2, ….. (huruf kecil dan juga yang berindeks) Selanjutnya digunakan huruf besar A, B, F,G, P, Q, R, S, dst untuk menyajikan suatu “kalimat” . Definisi Kalimat (Sentences) Kalimat – kalimat dari logika proposisional dibangun dari proposisi – proposisi dengan mengaplikasikan penghubung proposisional (propositional connectives / operator logika) : not, and, or, if – then, if – and – onliy – if, dan if – then – else Kalimat–kalimat yang dimaksud diatas dibentuk berdasarkan aturan – aturan sebagai berikut : ƒ Setiap proposisi adalah kalimat ƒ Jika G adalah kalimat, maka negasi (not G) adalah kalimat ƒ Jika G dan H adalah kalimat, maka konjungsi : (G and H) adalah kalimat ƒ Jika G dan H adalah kalimat, maka disjungsi : (G or H) adalah kalimat ƒ Jika G dan H adalah kalimat, maka implikasi : (if G then H) adalah kalimat G disebut antecedent dan H sebagai consequent Kalimat (if G then H) disebut konvers / kebalikan dari (if H then G) ƒ Jika G dan H adalah kalimat, maka ekuivalensi : (G if and only if H) adalah kalimat G disebut ruas kiri dan H disebut ruas kanan ƒ Jika G, H dan J adalah kalimat, maka kondisional : if G then H else J adalah kalimat G disebut if – clause, H disebut then – clause dan J disebut else – clause Contoh : Ekspresi : E : ((not (p or q)) if and only if ((not p) and (not q)) adalah suatu kalimat karena : p adalah kalimat, q adalah kalimat (p or q), (not p), (not q) adalah kalimat (not (p or q)), ((not p) and (not q)) adalah kalimat ((not (p or q) if and only if ((not p) and (not q))) adalah kalimat Notasi Untuk memudahkan dalam memanipulasi kalimat maka digunakan simbol – simbol sebagai berikut : Notasi dalam Bahasa Inggris Notasi Konvensional And ∧ atau & Or ∨ Not ~ atau ¬ If – then → atau ⊃ If – and – only – if ↔ atau ≡ Dengan notasi tersebut diatas maka : ((not (p or q)) if and only if ((not p) and (not q))) dapat disajikan dengan ((~ (p ∨ q)) ↔ ((~p) ∧ (~ q)))

Interpretasi Suatu kalimat misal p or (not q)) dapat diketahui kebenaranya jika diketahui nilai kebenaran dari simbol proposisi p dan q. Interpretasi I adalah suatu assignment / penentuan nilai kebenaran, baik true maupun false untuk setiap kumpulan daripada simbol – simbol proposisional. Untuk setiap kalimat G, suatu interpretasi I dikatakan menjadi suatu interpretasi untuk G jika I meng”asign” suatu nilai kebenaran, baik true atau false untuk setiap simbol proposisi G. Contoh : F : p or (not q) I1 : p adalah false q adalah true I2 : p adalah false q adalah false Jadi kita dapat mengatakan bahwa p adalah false dan q adalah true untuk I1 dan p adalah false dan q adalah false untuk I2. Aturan Semantik Sekali kita menentukan suatu interpretasi I pada suatu kalimat maka kita dapat menentukan nilai kebenaran kalimat tersebut karena adanya I. Jika G berupa kalimat dan I adalah interpretasi dari G maka nilai kebenaran dari G (dan semua subkalimatnya) dengan interpretasi I ditentukan dengan menggunakan aturan – aturan semantik berikut ini : ƒ Aturan proposisi Nilai kebenaran dari setiap simbol proposisi p, q, r, s, …. dalam G adalah sama dengan nilai kebenaran yang diberikan untuk I. ƒ Aturan true Kalimat true adalah true untuk I ƒ Aturan false Kalimat false adalah false untuk I ƒ Aturan not Negasi kalimat : not G adalah true jika G adalah false dan false jika G adalah true ƒ Aturan and Konjungsi G and H adalah true jika G dan H keduanya benar dan false jika tidak demikian yaitu jika G false atau jika H false. ƒ Aturan or Disjungsi G or H adalah true jika G true atau jika H true, dan false jika tidak demikian yaitu jika G dan H keduanya false. ƒ Aturan if – then Implikasi if G then H adalah true jika G false atau jika H true, dan false jika G true dan H false. ƒ Aturan if – and – only – if Ekuivalensi G if and only if H adalah true jika nilai kebenaran G adalah sama dengan nilai kebenaran H, bila sebaliknya maka false ƒ Aturan if – then – else Nilai kebenaran kondisional if G then H else J adalah nilai kebenaran H jika G true dan nilai kebenaran J jika G false. Tabel Kebenaran Tabel kebenaran digunakan untuk mengevaluasi ekspresi logika dengan nilai true atau false untuk masukan tertentu. Tabel kebenaran dapat menggambarkan semua kemungkinan berdasarkan jumlah variabel. Not G T F

not G F T

And, Or, If – Then, If – and – only – if G T T F F

H T F T F

G and H T F F F

G or H T T T F

if G then H T F T T

G if and only if H T F F T

If – then – else G T T T T F F F F

H T T F F T T F F

J T F T F T F T F

If G then H else J T T F F T F T F

Properti Kalimat ƒ Suatu kalimat G dikatakan valid / benar jika ia true untuk setiap interpretasi I daripada G. Kalimat – kalimat valid daripada logika proposisional disebut tautologi ƒ Suatu kalimat G dikatakan satisfiable / terpenuhi jika ia true untuk suatu interpretasi I daripada G ƒ Suatu kalimat dikatakan kontradiksi / unsatisfiable / tak terpenuhi jika ia false untuk setiap / semua interpretasi I daripada G ƒ Suatu kalimat G implies suatu kalimat H jika untuk sebarang interpretasi I daripada G dan H, jika G true untuk I maka H true untuk I ƒ Dua kalimat G dan H ekuivalen jika setiap interpretasi I untuk G dan H, G mempunyai nilai kebenaran yang sama dengan nilai kebenarannya H ƒ Seperangkat kalimat G1, G2, G3, … dikatakan konsisten jika terdapat suatu interpretasi untuk G1, G2, G3, … dimana setiap G bernilai true Contoh : ƒ Kalimat p adalah satisfiable / terpenuhi karena ia true untuk suatu interpretasi I yang memberikan nilai true untuk p, tetapi ia tak valid ƒ Kalimat p or (not p) adalah satisfiable / terpenuhi dan juga valid ƒ Kalimat p and (not p) adalah kontradiksi ƒ Kalimat p and q adalah implies kalimat p, karena untuk setiap interpretasi I dimana (p and q) true, p juga true ƒ Kalimat p dan (not (not p) adalah ekuivalen ƒ Kalimat p dan q tidak ekuivalen ƒ Kalimat – kalimat p, p or q dan not q adalah konsisten, karena setiap kalimat tersebut true untuk interpretasi I dimana p true dan q false untuk interpretasi tersebut ƒ Kalimat – kalimat p, not p dan not q adalah inkonsisten Tabel Kebenaran untuk kalimat : a. G : [ not (p or q)] if and only if [(not p) and (not q)] p T T F F

q T F T F

p or q T T T F

not (p or q) F F F T

not p F F T T

not q F T F T

(not p) and (not q) F F F T

G T T T T

Perhatikan kolom terakhir yaitu kolom hasil bernilai true berarti bahwa kalimat G adalah kalimat valid (karena semuanya bernilai true).

b. H : if [if p then q] then [if (not p) then (not q)] p T T F F

q T F T F

If p then q T F T T

not p F F T T

not q F T F T

if (not p) then (not q) T T F F

H T T F T

Perhatikan kolom terakhir bahwa kalimat H adalah kalimat tak valid karena ada nilai yang false. c. J : not (p or q) apakah ekuivalen dengan K : (not p) and (not q) P T T F F

q T F T F

p or q T T T F

J : not (p or q) F F F T

not p F F T R

not q K : (not p) and (not q) F F T F F F T T

Perhatikan pada kolom diatas panah ternyata nilai sama, berarti kedua kalimat tersebut H dan G adalah kalimat ekuivalen. Hukum dalam Aljabar Logika 1. Hukum Idempotent p ∧ p ≡ p ; p∨ p ≡ p 2. Hukum Assosiatif (p ∨ q) ∨ r ≡ p ∨ (q ∨ r) (p ∧ q) ∧ r ≡ p ∧ (q ∧ r) 3. Hukum Komutatif p ∧ q ≡ q ∧ p ; 4. Hukum Identitas p∨ F ≡ p ; p∨ T ≡ T ;

p∨ q ≡ q∨ p p ∧ T ≡ p p ∧ F ≡ F

5. Hukum Komplemen p∨ ~p ≡ T ; p ∧ ~ p ≡ F ~T ≡ F ; ~F ≡ T 6. Hukum Involusi ~ (~ p) ≡ p 7. Hukum de Morgen ~ ( p ∨ q) ≡ ~ p ∧ ~ q ~ ( p ∧ q) ≡ ~ p ∨ ~ q

I.2. KALKULUS PREDIKAT Perhatikan contoh kalimat berikut ini : Monyet di planet Jupiter berwarna merah atau monyet di planet Jupiter tidak berwarna merah Kalimat diatas dapat bernilai true tanpa harus membuktikannya. Ada batu merah di planet Jupiter atau semua batu di planet Jupiter tidak berwarna merah. Kalimat diatas dapat bernilai true tanpa harus membuktikannya dengan menerbangkan pesawat ruang angkasa ke planet Jupiter.

Kata “ada” dan “semua” menyatakan jumlah suatu objek. Hal ini dikenal dengan istilah quantifier. Terdapat dua quantifier, yaitu : ƒ (∃x) yang berarti ada atau beberapa atau dengan istilah : (for some x), disebut juga dengan existential quantifier ƒ (∀x), yang berarti setiap atau semua atau dengan istilah : (for all x), disebut juga dengan universal quantifier contoh : G : Ada makhluk di bulan yang menyerupai manusia atau semua makhluk di bulan tidak menyerupai manusia G : (for some x) p(x) or (for all x) not p(x) G : (∃x) p(x) ∨ (∀x) ~ p(x) Nilai ƒ ƒ ƒ

kebenaran kalimat terbagi atas : valid / tautologi tidak valid / kontradiksi satisfiable

Kalimat dengan quantifier (for some x) bernilai valid, jika terdapat satu atau lebih x yang menyebabkan kalimat tersebut true, dan bernilai kontradiksi jika setiap x menyebabkan false. Kalimat dengan quantifier (for all x) adalah bernilai valid, jika setiap x menyebabkan kalimat true, bernilai kontradiksi jika setiap x menyebabkan kalimat false, dan bernilai satisfiable jika terdapat satu atau lebih x yang menyebabkan kalimat true.

BAB II TEORI HIMPUNAN 1.1 Himpunan Definisi Himpunan Himpunan adalah kumpulan atau koleksi objek yang didefinisikan secara jelas dalam sembarang urutan (tak diperhatikan keberurutan objek – objek anggotanya). Objek – objek itu disebut anggota atau elemen himpunan . Notasi Himpunan - Himpunan dinyatakan dengan huruf besar, misal : A, B, C - Anggota atau elemen dari himpunan dinyatakan dengan huruf kecil, misal a, b,c - Jika x milik himpunan A, ditulis x ∈ A, dibaca “x adalah anggota himpunan A” atau “x milik himpunan A”. Jika objek y bukan milik himpunan A, ditulis y ∉ A Cara Penulisan Himpunan 1. Dengan mendaftar semua anggota – anggotanya diantara kurung kurawal buka dan tutup Contoh : A = {1,2,3,4} B = {p,q,r,s,t} 2. Dengan menyatakan sifat – sifat yang dipenuhi oleh anggota – anggotanya Contoh : C = himpunan konsonan dalam abjad latin D = himpunan 5 bilangan ganjil pertama 3. Dengan menggunakan notasi pembentuk himpunan Contoh : C = {x | x adalah konsonan dalam abjad latin} D = {x | x adalah 5 bilangan ganjil pertama}

1.2 Definisi – Definisi dalam Teori Himpunan Himpunan Kosong (Null Set) Dinyatakan dengan notasi ∅ atau { } Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai anggota Contoh : A = {x | x 2 = – 1 , x bilangan asli}, maka A = { } Himpunan Semesta (Universal Set) Dinyatakan dengan notasi S atau U Himpunan semesta adalah himpuann yang anggotanya semua obyek yang dibicarakan. Contoh : Semesta pembicaraan dari P = {e,o} adalah Q = {a,e,i,o,u} Semesta pembicaraan dari P = {2,5,7} adalah Q = himpunan bil prima

sedang

Himpunan Hingga dan Takhingga Himpunan Hingga (finite set) jika himpunan itu beranggotakan elemen – elemen berbeda yang banyaknya tertentu. Himpunan Takhingga (infinite set) jika himpunan itu beranggotakan elemen – elemen berbeda yang banyaknya tidak tertentu. Contoh : - A = himpunan bilangan asli ganjil A = {1,2,3,4,5,…….} adalah himpunan hingga - B = himpunan pasir dalam gerobak adalah himpunan tak hingga 1.3 Relasi Antara Himpunan Himpunan Bagian (Subset) Himpunan A disebut himpunan bagian dari himpunan B jika setiap anggota A juga merupakan anggota B. Notasi : A ⊂ B (A himpunan bagian dari B atau A subset dari B) Contoh : - X = {1,3,5} adalah himpunan bagian dari Y = {1,2,3,4,5,6,7} karena 1,3,5 anggota dari X juga menjadi anggota Y, maka X ⊂ Y - X = himpunan bilangan negatif dan Y = himpunan bilangan bulat, maka X ⊂ Y

Himpunan yang Sama Himpunan A dan himpunan B dikatakan sama yaitu A = B jika dan hanya jika A ⊂ B dan B ⊂ A - X = {1,2,3} dan Y = {2,3,1} X = Y karena setiap anggota himpunan X juga anggota himpunan Y - P = {a,b,c,d} dan Q = {a,c,c,d,b} P = Q karena setiap anggota himpunan A juga anggota himpunan B Jadi penulisan ulang suatu himpunan tidak diperhatikan. Himpunan yang Berpotongan Dua himpunan A dan B dikatakan berpotongan jika dan hanya jika ada anggota A yang menjadi anggota B. Notasi A B Contoh : A = {2,6,7,8} dan B = {7,8,9,10} merupakan dua himpunan yang berpotongan karena ada anggota A yang menjadi anggota B yaitu 7 dan 8. Himpunan yang Lepas Dua himpunan A dan B dikatakan lepas jika dan hanya jika kedua himpunan itu tidak kosong dan tidak mempunyai elemen yang sama. Notasi A║B Contoh : P = {1,2,3} dan Q = {4,5,6} merupakan himpunan yang saling lepas Bilangan Kardinal Bilangan kardinal himpunan A adalah banyaknya anggota yang berbeda di dalam suatu himpunan A. Ditulis n (A). Dua himpunan A dan B dikatakan ekivalen (ditulis A ∞ B) jika dan hanya jika banyak anggota kedua himpunan itu sama. Contoh : - A = {a,b,c,d} maka n (A) = 4 - P = {1,2,3} dan Q = {a,b,c} maka P ∞ Q karena n (P) = n (Q) Diagram Venn Cara yang sederhana dan mudah untuk menggambarkan relasi antara dua himpunan dengan menggunakan diagram Venn. Digambarkan dalam daerah lingkaran untuk mewakili anggota – anggota himpunan yang dimaksud. Bentuk persegi panjang untuk menyatakan himpunan semesta. U B

U A

A B A⊂ B

A = B U

A

U A

B A

B

B A║B

1.4 Operasi Antar Himpunan Gabungan (Union) Gabungan himpunan A dan B adalah himpunan semua anggota A atau semua anggota B atau anggota kedua-duanya. Notasi A ∪ B dibaca A gabungan B.

A ∪ B = {x | x ∈ A atau x ∈ B} U

U

A

A

B

B

Irisan (Intersection) Irisan dari himpunan A dan himpunan B adalah himpunan yang anggota – anggotanya termasuk anggota A dan anggota B. Notasi A ∩ B dibaca A irisan B A ∩ B = {x | x ∈ A , x ∈ B} Contoh : P = Q = A∪B = A∩B =

U A

{1,t,2,s,3} {5,6,t,a,b} {1,t,2,s,3,5,6,a,b} {t}

B

Komplemen Komplemen suatu himpunan A adalah himpunan anggota – anggota di dalam semesta pembicaraan yang bukan anggota A. Notasi A c A c = {x | x ∉ A , x ∈ U} U

A

Contoh : U = {x | x huruf latin} dan A = {x | x huruf konsonan} Maka A c = {x | x huruf vokal} = {a,e,i,o,u} Selisih Dua Himpunan Selisih himpunan A dan himpunan B adalah himpunan dari elemen – elemen yang termasuk A tetapi tidak termasuk B atau dengan kata lain irisan A dan B c A – B = A ∩ Bc Dapat dinyatakan dengan : A – B = {x | x ∈ A , x ∉ B} U

U A

A B

B

Contoh : A = {a,b,c,d} dan B = {p,q,b,d} A – B = {a,c} dan B – A = {p,q}

Jumlah Dua Himpunan Jumlah dua himpunan A dan B adalah himpunan A atau anggota B tetapi bukan anggota persekutuan A dan B. A + B = {x | x ∈ (A ∪ B), x ∉ (A ∩ B)} U

U

A

A

B

B

Contoh : P = {1,2,3} dan Q = {3,4,5} P + Q = {1,2,4,5} Hukum dalam Aljabar Himpunan 1. Idempoten A ∪ A = A A ∩ A = A 2. Asosiatif (A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C) (A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C) 3. Komutatif A ∪ B = B ∪ A A ∩ B = B ∩ A 4. Distributif A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C) A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) 5. Identitas A ∪ ∅= A A ∪ S = S A ∩ S = A A ∩ ∅ = ∅ 6. Komplemen A ∪ Ac = S (A c) c = A A ∩ Ac = ∅ S c = ∅, ∅ c = S 7. De Morgan (A ∪ B) c = A c ∩ B c (A ∩ B) c = A c ∪ B c 8. Penyerapan A ∪ (A ∩ B) = A A ∩ (A ∪ B) = A Aplikasi Himpunan dan Diagram Venn U I A

III

II B

n(A) = a yaitu di daerah I dan III n(B) = b yaitu di daerah II dan III n (A ∩ B) = x yaitu di daerah III Daerah A ∪ B adalah daerah I, II, dan III Maka banyak obyek di daerah A ∪ B = n(A ∪ B) = (a – x) + x + (b – x) = a–x+x+b–x = a+b–x

U I

II

IV

A

B

VII

VI III

V C

n(A) = a yaitu di daerah I, IV, VI, VII n(B) = b yaitu di daerah II, IV, V, VII n(C) = c yaitu di daerah III, V, VI, VII n (A ∩ B) = x yaitu di daerah IV dan VII n (B ∩ C) = y yaitu di daerah V, VII n (A ∩ C) = z yaitu di daerah VI, VII n (A ∩ B ∩ C) = p yaitu di daerah VII

Daerah A ∪ B ∪ C adalah daerah I, II, III, IV, V, VI, dan VII Maka banyak obyek di daerah A ∪ B ∪ C adalah = n(A ∪ B ∪ C) = [a – x – (z – p)] + [b – y – (x – p)] + [c – z – (y – p)] + x – p + p + y – p + z – p = [a – x – z + p) + [b – y – x + p) + [c – z – y + p) + x + y + z – 2p = a+b+c–x–y–z+p = n(A) + n(B) + n(C) – n (A ∩ B) – n (B ∩ C) – n (A ∩ C) + n (A ∩ B ∩ C) Contoh : Dari 100 mahasiswa pada semester ini 50 mahasiswa mengambil mata kuliah praktikum komputer, 54 mahasiswa mengambil mata kuliah Pancasila, 40 mahasiswa mengambil mata kuliah praktikum komputer dan Pancasila. a. Berapa mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktikum komputer b. Berapa mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pancasila c. Berapa mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktikum komputer atau Pancasila d. Berapa mahasiswa yang tidak mengambil kedua mata kuliah itu Jawab : n(A) = 50 n(B) = 54 A B n (A ∩ B) = 40 10

40

14

Ditanyakan : a. n(A – B) b. n(B – A) c. n(A ∪ B) d. n(A ∪ B) c

Penyelesaian : a. n(A – B) = n(A) – n(A ∩ B) = 50 – 40 = 10 Jadi mahasiswa yang mengambil praktikum komputer sebanyak 10 mahasiswa b. n(B – A) = n(B) – n(A ∩ B) = 54 – 40 = 14 Jadi mahasiswa yang mengambil Pancasila sebanyak 14 mahasiswa c. n(A ∪ B) = n(A) + n(B) – n(A ∩ B) = 50 + 54 – 40 = 64 Jadi mahasiswa yang mengambil praktikum komputer atau Pancasila 64 mahasiswa d. n(A ∪ B) c = 100 – 64 = 36 Jadi mahasiswa yang tidak mengambil kedua mata kuliah tersebut 36 mahasiswa Dalam suatu angket penelitian diambil sebanyak 80 mahasiswa. Ternyata dari keseluruhan mahasiswa tadi yang senang mata kuliah matematika sebanyak 20 mahasiswa, yang senang mata kuliah statistika sebanyak 17 mahasiswa, dan yang senang kalkulus ada 25 mahasiswa. 10 mahasiswa yang menyenangi mata kuliah matematika dan statistika, 9 mahasiswa menyenangi statistika dan kalkulus, serta 12 mahasiswa yang menyenangi mata kuliah kalkulus dan matematika dan 5 mahasiswa yang mneyenagi ketiga mata kuliah tersebut. a. Berapa mahasiswa yang menyenangi mata kuliah statistika saja. b. Berapa mahasiswa yang menyenangi mata kuliah statistika atau kalkulus c. Berapa mahasiswa yang tidak satupun menyenangi ketiga mata kuliah tersebut.

Jawab : U 3

5

M

S 3

5

7

4 9

K

n(M) = 20 n(S) = 17 n(K) = 25 n (M ∩ S) = 10 n (S ∩ K) = 9 n (K ∩ M) = 12 n (M ∩ S∩ K) = 5 a. n(S – (M ∪ K)) = 17 – 5 – 5 – 4 = 3 b. n(S ∪ K) = 5 + 5 + 7 + 3 + 4 + 9 = 33 c. n(S ∪ M ∪ K) c = 80 – 36 = 44

BAB III RELASI & FUNGSI

1. PENDAHULUAN Hubungan (relationship) antara elemen himpunan dengan elemen himpunan lainnya sering dijumpai pada banyak masalah. Misalnya hubungan antara mahasiswa dengan mata kuliah yang diambil, hubungan antara orang dengan kerabatnya, hubungan antara bilangan genap dan bilangan yang habis dibagi 2, dsb. Dalam ilmu komputer, contoh hubungan itu misalnya hubungan antara bahasa pemrograman dengan pernyataan (statement) yang sah, hubungan antara plaintext dan chipertext pada bidang kriptografi, dsb. Hubungan antara elemen himpunan dengan elemen himpunan lain dinyatakan dengan struktur yang disebut relasi. Dalam bab ini dibahas mengenai relasi dan sifat – sifatnya, serta jenis khusus relasi yang disebut fungsi. 2. RELASI 2.1 Perkalian Kartesian (Cartesian Products) Jika A dan B adalah sembarang himpunan maka perkalian kartesian dari himpunan A dan B adalah himpunan yang elemennya semua pasangan terurut (ordered pairs) yang mungkin terbentuk dengan komponen pertama dari himpunan A dan komponen kedua dari himpunan B. A X B = { (a,b) ⎥ a ε A, b ε B } Contoh : - A = {1,2,3) dan B = {a,b} A X B = {(1,a),(2,a),(3,a),(1,b),(2,b),(3,b)} - P = {1,2,3} P X P = {(1,1),(1,2),(1,3),(2,1),(2,2),(2,3), (3,1),(3,2),(3,3)} 2.2 Relasi Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah himpunan bagian dari

AXB

R ⊂ (A X B) Himpunan A disebut daerah D = {a⎥ Himpunan B disebut daerah E = {b⎥

asal (domain) dari R a ε A, (a,b) ε R } hasil (range) dari R b ε B, (a,b) ε R }

Contoh : - A = {a,b} A X A = {(a,a),(a,b),(b,a),(b,b)} Banyaknya himpunan bagian suatu himpunan yang beranggotakan n anggota adalah 2n himpunan bagian. A X A mempunyai 24 = 16 himpunan bagian. Maka relasi dari himpunan A ke himpunan A dapat dibuat 16 relasi, yaitu : R1 = Ø R8 = {(a,a),(b,b)} R15 = {(a,b),(b,a),(b,b)} R2 = {(a,a)} R9 = {(a,b),(b,a)} R16 = A X A R3 = {(b,a)} R10 = {(a,b),(b,b)} R4 = {(a,b)} R11 = {(b,a),(b,b)} R5 = {(b,b)} R12 = {(a,a),(a,b),(b,a)} R6 = {(a,a),(a,b)} R13 = {(a,a),(a,b),(b,b)} R7 = {(a,a),(b,a)} R14 = {(a,a),(b,a),(b,b)} -

Relasi R = {(p,1),(q,2),(r,3),(s,4) Domain dari R = (p,q,r,s} Range dari R = {1,2,3,4}

2.3 Relasi Invers Relasi R dari himpunan A ke himpunan B, maka relasi dari himpunan B ke himpunan A merupakan invers dari R. R = {(a,b) ⎥ a ε A, b ε B} maka R–1 = {(b,a) ⎥ b ε B, a ε A} Contoh : P = {a,b,c} Q={1,2} R = {(a,1),(b,2)} Maka R–1 = {(1,a),(2,b)} 2.4 Representasi Relasi Seringkali relasi yang dinyatakan sebagai pasangan – pasangan berurutan sulit untuk dilihat dan dibayangkan, terutama bagi yang belum terbiasa dengan konsep–konsep relasi. Untuk itu ada cari lain untuk merepresentasikan relasi untuk membantu visualisasi relasi. 2.4.1 Representasi Relasi dengan Tabel Jika relasi direpresentasikan dengan tabel, maka kolom pertama tabel menyatakan daerah asal, sedangkan kolom kedua menyatakan daerah hasil. Contoh : Relasi antara A dan B = {(p,1),(q,2),(r,3),(s,4)} Domain dari R = (p,q,r,s} Range dari R = {1,2,3,4} A p q r s

B 1 2 3 4

2.4.2 Representasi Relasi dengan Matriks Misalkan R adalah relasi dari A = {a1,a2,….,am} dan B = {b1,b2, … bn}. Relasi R dapat disajikan dengan matriks M = [mij]. M =

a1 a2

b1 m11 m21

b2 m12 m22

… … …

bn m1n m2n

am

mm1 mm2



mmn

yang dalam hal ini : mij = 1 (ai,bj) ε R 0 (ai,bj) ε R Dengan kata lain, elemen matriks pada posisi (i,j) bernilai 1 jika ai dihubungkan dengan bj dan bernilai 0 jika ai tidak dihubungkan dengan bj Contoh : P = {2,4,8,9,15} dan Q = {2,3,4} Relasi dari P ke Q dengan P habis dibagi Q R = {(2,2),(4,2),(4,4),(8,2),(8,4),(9,3),(15,3)} 1 1 1 0 0

0 0 0 1 1

0 1 1 0 0

yang dalam hal ini a1= 2, a2 = 4, a3 = 8, a4 = 9, a5 = 15, b1 = 2, b2 = 3, b3 = 4

2.4.3 Representasi Relasi dengan Graph Merupakan representasi relasi secara grafis. Tiap elemen himpunan dinyatakan dengan sebuah titik (simpul atau vertex) dan tiap pasangan berurut dinyatakan dengan busur (arc) yang arahnya ditunjukkan dengan sebuah panah. Jika (a,b) R, maka sebuah busur dibuat dari simpul a ke simpul b. Simpul a disebut simpul asal (initial vertex) dan simbul b disebut simpul tujuan (terminal vertex). Pasangan berurut (a,a) dinyatakan dengan busur dari simpul a ke simpul a sendiri. Busur semacam itu disebut gelang atau kalang (loop). Contoh : R = {(a,a),(a,b),(b,a),(b,c),(b,d),(c,a),(c,d),(d,b)} adalah relasi pada himpunan {a,b,c,d}.

a c

b

d

2.5 Jenis Relasi 2.5.1 Relasi Refleksif Relasi R pada himpunan A bila untuk setiap a ε A maka (a,a) ε R Contoh : A = {1,2,3,4} - R = {(1,1),(1,3),(2,1),(2,2),(3,3),(4,2),(4,3),(4,4)} merupakan relasi refleksif karena terdapat elemen relasi yang berbentuk (a,a) yaitu (1,1), (2,2),(3,3),(4,4) - R = {(1,1),(2,2),(2,3),(4,2),(4,3),(4,4)} bukan relasi refleksif karena (3,3) ε R

2.5.2 Relasi Simetris Relasi R pada himpunan A bila (a,b) ε R maka berarti (b,a) ε R Contoh : A = {1,2,3,4} - R = {(1,1),(1,2),(2,1),(2,2),(2,4),(4,2),(4,4)} merupakan relasi simetris karena jika (a,b) ε R maka (b,a) juga ε R. Disini (1,2) dan (2,1) ε R juga (2,4) dan (4,2) ε R - R = {(1,1),(2,3),(2,4),(4,2)} bukan relasi simetris karena (3,2) ε R

2.5.3 Relasi Transitif Relasi R pada himpunan A bila (a,b) ε R dan (b,c) ε R maka (a,c) ε R Contoh : - A = {a,b,c } R = {(a,b),(c,b),(b,a),(a,c)} bukan relasi transitif karena (c,b) ε R dan (b,a) ε R tetapi (c,a) ε R - B = {1,2,3,4} R = {(2,1),(3,1),(3,2),(4,1),(4,2),(4,3)} bersifat transitif

2.5.4 Relasi Ekuivalen Relasi dalam himpunan A disebut relasi ekuivalen jika R adalah refleksif, simetris, dan transitif sekaligus. Contoh : A adalah himpunan bilangan real R adalah relasi pada A yang didefinisikan sebagai “x sama dengan y”, maka

- R relasi refleksif karena setiap bil real x maka x=x - R relasi simetris karena setiap bil real x dan y bila x = y maka y=x - R relasi transitif karena setiap bil real x, y, dan z bila x = y dan y=z maka x=z Karena R relasi refleksif, simetris, dan transitif maka R relasi ekuivalensi. 2.6 Mengkombinasikan Relasi Karena pada hakekatnya suatu relasi merupakan suatu himpunan, maka beberapa relasi juga dapat dioperasikan dengan operasi – operasi himpunan. Operasi himpunan yang sering dipakai pada relasi adalah gabungan (union) dan irisan (intersection). Misal R dan S adalah 2 buah relasi dari himpunan A ke himpunan B maka R ∪ S adalah himpunan semua pasangan berurutan (x,y) ε A X B sedemikian hingga (x,y) ε R atau (x,y) ε S. R ∪ S = {(x,y) ⏐ (x,y) ε R atau (x,y) ε S} R ∩ S adalah himpunan semua pasangan berurutan (x,y) ε A X B sedemikian hingga (x,y) ε R dan (x,y) ε S. R ∩ S = {(x,y) ⏐ (x,y) ε R dan (x,y) ε S} Contoh : A = {-1,0,1} dan B = {0,1}. Relasi R dan S dari himpunan A ke himpunan B : R = {(-1,0),(-1,1),(0,1)} S = {(0,0),(1,1),(-1,1)} R ∪ S = {(-1,0),(-1,1),(0,1),(0,0),(1,1)} R ∩ S = {(-1,1)} 2.7 Komposisi Relasi Cara lain mengkombinasikan relasi adalah mengkomposisikan dua buah relasi atau lebih. Misal R adalah relasi dari himpunan A ke himpunan B dan S adalah relasi dari himpunan B ke himpunan C. Komposisi R dan S dinotasikan dengan R o S adalah relasi dari A ke C. Contoh : R = {(1,2),(1,6),(2,4),(3,4),(3,6),(3,8)} adalah relasi dari himpunan {1,2,3} ke himpunan {2,4,6,8} dan S = {(2,u),(4,s),(4,t),(6,t),(8,u)} adalah relasi dari himpunan {2,4,6,8} ke himpunan {s,t,u}. R o S = {(1,u),(1,t),(2,s),(2,t),(3,s),(3,t),(3,u)} 3. FUNGSI Misal A dan B himpunan. Suatu relasi antara anggota – anggota himpunan A dengan anggota – anggota himpunan B disebut fungsi (pemetaan) bila relasi tersebut mengkaitkan setiap anggota A dengan tepat satu anggota B. Jika f adalah fungsi dari A ke B maka f : A Æ B yang artinya f memetakan A ke B f(a) = b A B a

f

b

Himpunan A disebut domain (daerah asal) dari fungsi f . Himpunan B disebut kodomain (daerah kawan) dari fungsi f . Jika a ε A maka anggota B yang menjadi pasangan a disebut image (bayangan) a oleh f, yaitu b = f(a) Himpunan semua anggota B yang menjadi pasangan a disebut range (daerah hasil) fungsi f yaitu range f.

Contoh : Diketahui P = {a,b,c,d} dan Q = {p,r} Didefinisikan fungsi f : P Æ Q sebagai f(a) = p, f(b) = r, f(c) = p, f(d) = p - fungsi f sebagai pasangan terurut : f = {(a,p),(b,r),(c,p),(d,p)} - range f = {p,r} - domain f = {a,b,c,d} 3.1 Jenis Fungsi 3.1.1 Fungsi Onto (fungsi pada / surjektif) = Fungsi f dari himpunan A ke himpunan B jika dan hanya jika range f sama dengan B f(A)=B Contoh : A = {4,5,6,7} dan B = {1,2,3} f = A Æ B yaitu f(4) = 1, f(5) = 3, f(6) = 1, f(7) = 2 f merupakan fungsi onto karena f(A) = B 3.1.2 Fungsi Satu – Satu (fungsi injektif) = jika tidak ada 2 elemen himpunan A yang memiliki bayangan sama. Dengan kata lain jika a dan b adalah anggota himpunan A, maka f(a) = f(b) Contoh fungsi satu – satu adalah fungsi antara negara dengan bendera negara 3.1.3 Fungsi Berkoresponden Satu – Satu (fungsi bijektif) = jika dan hanya jika f sekaligus merupakan fungsi onto dan fungsi satu – satu. Contoh : f = {(1,u),(2,w),(3,v)} dari A = {1,2,3} ke B = {u,v,w} merupakan fungsi bijektif 3.1.4 Fungsi Invers Jika f adalah fungsi berkoresponden satu – satu dari A ke B maka invers (balikan) dari f dilambangkan f –1 . Misal a adalah anggota himpunan A dan b adalah anggota himpunan B maka f–1 (b) = a jika f(a) = b Contoh : f = {(1,u),(2,w),(3,v)} f–1 = {(u,1),(w,2),(v,3)} 3.1.5 Fungsi Identitas = jika dan hanya jika f mengawankan setiap anggota A dengan dirinya sendiri. f : A Æ A dan f sebagai f(x) = x A = {1,2} A A 1 2

1 2

3.1.6 Fungsi Konstan = jika dan hanya jika hanya satu anggota B menjadi pasangan dari setiap anggota A. f : A Æ B konstan jika dan hanya jika range f hanya mempunyai satu anggota. A = {a,b,c} B = {p,q,r} A

B

a b c

p q r

3.2 Mengkomposisikan Fungsi Karena fungsi merupakan bentuk khusus dari relasi, kita juga dapat melakukan komposisi dari dua buah fungsi. Misal g adalah fungsi dari himpunan A ke himpunan B, dan f adalah fungsi dari himpunan B ke himpunan C. Komposisi f dan g dinotasikan dengan f o g adalah fungsi dari A ke C. (f o g) (a) = f(g(a)) Contoh : g = {(1,u),(2,u),(3,v)} yang memetakan A = {1,2,3} ke B = {u,v,w} f = {(u,y),(v,x),(w,z)} yang memetakan B = {u,v,w} ke C = {x,y,z} Fungsi komposisi dari A ke C adalah f o g = {(1,y),(2,y),(3,x)}

BAB IV BARISAN BILANGAN DAN DERET BARISAN Barisan = himpunan sembarang unsur-unsur yang ditulis secara berurutan. Unsur-unsur atau suku-suku barisan = nilai-nilai suatu fungsi yang domainnya (daerah asal) merupakan himpunan bilangan asli Barisan bilangan = bilangan yang disusun menurut suatu aturan tertentu Contoh : - 2,4,6,8, …… - 2 + 4 + 6 + 8 + ……

Æ barisan Æ deret = penjumlahan dari suku-suku barisan

Suku suatu barisan dinotasikan dengan Un Contoh : 1 , barisannya 1, 1/4, 1/9, ….. Un = 2 n 2n − 1 , barisannya 1, 3/4, 5/9, …. Un = 2 n 1.

BARISAN ARITMETIKA Barisan aritmetika = barisan yang suku-sukunya diperoleh dengan cara menambahkan suatu konstanta pada suku sebelumnya yang biasanya disebut beda dan dinyatakan dengan b. Bentuk umum (dengan suku awal a dan beda b) : a + b, a + 2b, a + 3b, ….., a + (n – 1)b Jadi suku ke-n : Un = a + (n – 1)b jumlah suku ke – n : n Sn = ( 2a + ( n − 1)b) 2 atau n Sn = ( a + Un ) 2 suku ke – n : Un = Sn – Sn – 1 Contoh : Cari suku ke-50 dari barisan aritmetika 2,4,6,8, …. dan hitunglah jumlah 50 suku pertama dari deret arimetika 2 + 4 + 6 + 8 + …. Jawab : Un = a + (n – 1)b Sn = n (2a + (n – 1)b ) a=2 U50 = 2 + (50 – 1) 2 2 b=2 = 100 S50 = 50 (2 . 2 + (50 – 1) 2 ) n = 50 2 Jadi suku ke-50 adalah 100 = 2550 Jadi jumlah 50 suku yang pertama adalah 2550 SISIPAN Jika diantara U1 dan Un dimasukkan sebuah bilangan atau lebih menurut suatu aturan tertentu, maka dikatakan bahwa bilangan-bilangan itu disisipkan diantara U1 dan Un. Misal : k = bilangan diantara U1 dan Un b = beda deret yang dibentuk maka Un = U1 + (k + 1)b b = Un – U1 k+1

Contoh : Sisipkan sembilan bilangan diantara 20 dan 90, hingga terjadi sebuah deret hitung/aritmetika a. Tentukan suku ke-5 dari deret hitung tersebut b. Hitung jumlah deret hitung tersebut Jawab :

a. Un = a + (n – 1) b U5 = 20 + (5 – 1) 7 = 48

b = Un – U1 k+1 = 90 – 20 9+1 b = 7

2.

b. Sn

= n (a + Un) 2 S11 = 11 (20 + 90) = 605 2

BARISAN GEOMETRI Barisan geometri = suatu barisan yang suku-sukunya diperoleh dengan cara mengalikan suku sebelumnya dengan suatu konstanta. Konstanta itu biasanya disebut dengan rasio atau pembanding dan dinotasikan dengan r. Bentuk umum (dengan suku awal a dan rasio r) : 2 3 n–1 a, ar , ar , …., ar Jadi suku ke – n : n–1

Un = ar Jumlah suku ke – n : n Sn = a (1 – r ) 1–r atau n Sn = a (r – 1) r–1 Suku ke – n : Un = Sn – Sn – 1

,r1

Contoh : Pada barisan geometri U1 = 81 dan U5 = 1, cari r dan tentukan 6 suku pertama dari barisan geometri tersebut Jawab : a = U1 = 81 n–1 Un = a r 5–1 Jadi 6 suku pertama adalah 81,27,8,3,1,1/3 U5 = 81 r 4 1 = 81 r 4 r = 1/81 r = 1/3 SISIPAN Misalkan k = bilangan diantara U1 dan Un Maka : k +1 Un = U1 r

r = k +1

Un U1

Contoh : Sisipkan 4 bilangan diantara 3 dan 729 hingga terjadi sebuah deret ukur/deret geometri. a. Tentukan suku ke-3 dari deret ukur tersebut b. Hitung jumlah 3 suku yang pertama dari deret ukur itu. Jawab :

k=4 U1 = 3 Un = 729

r = k +1

Un U1

r = 4+1

729 = 3⇒ r >1 3

n–1

a. Un = ar 3-1 U3 = 3. 3 = 27 n b. Sn = a (r – 1) r–1 3 S3 = 3 (3 – 1) = 39 3–1

BAB V ALJABAR BOOLEAN

Komputer digital modern dirancang, dipelihara, dan operasinya dianalisis dengan memakai teknik dan simbologi dari bidang matematika yang dinamakan aljabar modern atau aljabar Boolean – nama yang dipakai untuk menghormati matematikawan Inggris, George Boole, dan pengetahuan mengenai aljabar boolean ini merupakan suatu keharusan dalam bidang komputer. 1.

KONSEP POKOK ALJABAR BOOLEAN Variabel – variabel yang dipakai dalam persamaan aljabar boolean memiliki karakteristik khas, namun variabel tersebut hanya dapat mengambil satu harga dari dua harga yang mungkin diambil. Kedua harga ini dapat dipresentasikan dengan simbol “ 0 ” dan “ 1 ”. Bila diterapkan dalam aplikasi praktis, misalkan jaringan listrik komputer maka simbol “ 0 ” menunjukkan tidak ada aliran listrik (off) dan simbol “ 1 ” menunjukkan ada aliran listrik. Kombinasi Masukan a. Penambahan Logis 0+0 = 0 0+1 = 1 1+0 = 1 1+1 = 1

b. Perkalian Logis 0.0 = 0 0.1 = 0 1.0 = 0 1.1 = 1

c. Komplementasi atau Negasi 0 = 1 1 = 0

Operasi penambahan logis ( + ) dan operasi perkalian logis ( . ) diatas secara fisik direalisasikan dengan memakai dua jenis rangkaian elektronik yang disebut gerbang OR untuk penambahan logis dan gerbang AND untuk perkalian logis. Suatu gerbang adalah suatu rangkaian elektronik yang beroperasi atas dasar satu atau lebih signal masukan untuk menghasilkan signal keluaran. Berikut ini adalah gerbang OR dan AND beserta tabel kombinasi masukan dan keluarannya. Karena masukan X dan Y adalah signal yang berharga 0 atau 1 pada suatu waktu tertentu, signal keluaran Z dapat diketahui dengan mendaftar semua harga X dan Y, dan harga Z yang dihasilkannya. X

OR

X+Y = Z

Y

X

AND

X.Y = Z

MASUKAN X Y 0 0 1 1

KELUARAN Z

0 1 0 1

MASUKAN X Y

0 1 1 1

0 0 1 1

Tabel Kombinasi Gerbang OR

Y X

X+Y+Z= W OR

Y Z

MASUKAN X Y Z 0 0 0 0 1 1 1 1

0 0 1 1 0 0 1 1

0 1 0 1 0 1 0 1

KELUARAN W 0 1 1 1 1 1 1 1

X Y Z

MASUKAN X Y Z 0 0 1 1 0 0 1 1

0 1 0 1

0 0 0 1

Tabel Kombinasi Gerbang AND

AND

0 0 0 0 1 1 1 1

KELUARAN Z

0 1 0 1 0 1 0 1

X.Y.Z= W

KELUARAN W 0 0 0 0 0 0 0 1

Tabel Kombinasi / Tabel Kebenaran Gerbang OR dan AND dengan 3 masukan

Untuk operasi komplementasi secara fisik direalisasikan oleh sebuah gerbang atau rangkaian yang disebut INVERTER

X

X

NOT

MASUKAN X

KELUARAN X

0 1

1 0

X

X

X = X

(b) Diagram 2 inverter yg dideretkan

(a) Tabel Kombinasi Gerbang Inverter / NOT

Gerbang OR, gerbang AND, dan inverter dapat dihubung-hubungkan untuk membentuk jaringan penggerbangan (gating network) atau jaringan logis / jaringan kombinasional. Dan penggunaan aljabar bolean dapat diterapkan disini misalnya dalam mencari kerusakan komputer kita harus mencari gerbang mana yang tidak bekerja dengan memeriksa masukan pada jaringan penggerbangan serta keluarannya dan melihat apakah operasi boolean dilaksanakan secara benar Selain gerbang-gerbang diatas, dikenal pula gerbang NAND dan gerbang NOR. Gerbang NAND = Gerbang AND yg dinegasikan Gerbang NOR = Gerbang NOR yg dinegasikan X Y Z

NAND

X Y

X+Y+Z

X +Y+Z = X . Y . Z NOR

Z

X.Y.Z

X Y Z

AND

X+Y+Z

X Y

OR

- A = A f. Hukum Redundan - A+A.B = A - A . (A + B) = A

NOT

Z

2. HUKUM DASAR ALJABAR BOOLEAN a. Hukum Komutatif - A + B = B + A - A . B = B . A b. Hukum Asosiatif - (A + B) + C = A + (B + C) - (A . B) . C = A . (B . C) c. Hukum Distributif - A . (B + C) = A . B + A . C - A + (B . C) = (A + B) . ( A + C ) d. Hukum Identitas - A+A = A - A.A = A e. Hukum Negasi - (A) = A

(X . Y . Z ) = X + Y + Z NOT

g. -

0+A = A 1.A = A 1 + A = 1 0.A = 0

h. A + A . B = A + B i. Teorema De Morgan -

(A + B) = A . B

-

(A . B) = A + B

X +Y+Z = X . Y . Z

1. 0 + X = X 2. 1 + X = 1 3. X + X = X 4. X + X = 1 5. 0 . X = 0 6. 1 . X = X 7. X . X = X 8. X . X = 0 9. X = X 10. X + Y = Y + X 11. X . Y = Y . X 12. X + (Y + Z) = (X + Y) + Z 13. X . (Y . Z) = (X . Y) Z 14. X . (Y + Z) = XY + XZ 15. X + XZ = X 16. X (X + Y) = X 17. (X + Y) ( X + Z) = X + YZ 18. X + XY = X + Y 19. XY + YZ + YZ = XY + Z

Contoh : Sederhanakan ungkapan di bawah ini : (X+Y) (X + Z) = XX + XZ + XY + YZ = X + XZ + XY + YZ = X + XY + XZ + YZ = X (1+Y) + Z (X + Y) = X+Z (X+Y) = X + XZ + YZ = X (1+Z) + YZ = X + YZ

Buatlah tabel kebenaran dari ungkapan (X + Y) ( X + Z) X

Y

Z

X+Y

X+Z

0 0 0 0 1 1 1 1

0 0 1 1 0 0 1 1

0 1 0 1 0 1 0 1

0 0 1 1 1 1 1 1

0 1 0 1 1 1 1 1

(X+Y) (X + Z) 0 0 0 1 1 1 1 1

A [(B + C) + C] = AB +AC + AC = AB + A(C+C) = AB + A = A (1 + B) = A

3. PETA KARNAUGH Digunakan untuk mencari prime implicant dan untuk mencari jumlahan minimal dari suatu ekspresi boolean. a. Untuk 2 variabel Misal : Contoh 1: xy + x y + x y

x

y

y

D

D

x

x

maka hasil akhirnya adalah x + y

x

maka hasil akhirnya adalah x

D y

Contoh 2: xy + x y

x x

y

y

D

D

Contoh 3: xy + x y + x y y x

D

x

D

y

maka hasil akhirnya adalah y + x x

D y

Contoh 4: xy + x y y x

y

D

x

karena berseberangan maka bentuk tersebut sudah paling sederhana D

b. Untuk 3 variabel Yaitu xyz xyz’ xy’z’ xy’z x’yz x’yz’ x’y’z’ x’y’z yz

yz

yz

yz

x x

daerahnya y

daerahnya y’ karena variabel yang sama adalah y’

Jadi setiap variabel menguasai 4 kotak yang berdekatan Contoh : E = xyz + xyz’ + xy’z + x’yz + x’y’z yz

yz

x

D

D

x

D

yz

yz D

Maka hasil akhirnya E = xy + z

D

daerahnya xy daerahnya z daerahnya z karena variabel yang sama adalah z

c. Untuk 4 variabel zt

z t

z t

zt

xy xy xy xy

Setiap variabel menguasai 8 kotak yang berdekatan Contoh : E = xyzt + xyzt’ + xyz’t’ + xyz’t + xy’zt + x’y’zt + x’yzt + x’y’zt’ + x’yzt’ + x’yz’t’ + xy’z’t + x’y’z’t + x’yz’t

zt

z t

z t

zt

xy

D

D

D

D

xy

D

xy

D

D

xy

D

D

daerahnya y, karena variabel yang sama adalah y

D D D

D

daerahnya t, karena variabel yang sama adalah t daerahnya x’z, karena variabel yang sama adalah x’z Jadi E bisa disederhanakan menjadi y + t + x’z