Makalah Model Pembelajaran Inovatif

262 downloads 1835 Views 298KB Size Report
Makalah. PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN. INOVATIF. Mengacu .... contoh-contoh model pembelajaran yang dilandasi oleh teori yang relevan. 3. ... kurikulum dan bahan belajar kualitas dapat dilihat dari seberapa luwes dan.
Makalah

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF Mengacu Pada Permen Diknas N0.41/2007



Oleh :

Prof. Dr. Phil. I Gst. Putu Sudiarta, M.Si.

Universitas Pendidikan Ganesha Agustus 2010



Disampaikan dalam Pendidikan dan Pelatihan MGMP Matematika SMK, Kabupaten Karangasem, Agustus 2010.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

1

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai usaha untuk pembaharuan pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya telah d an terus dilakukan oleh pemerintah. Namun perbaikan yang dihasilkan umumnya bersifat sementara, belum berlanjut menjadi kebiasaan baru yang menyegarkan. Banyak pemikiran

inovatif untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, seperti penerapan konsep-konsep: Pembelajaran Siswa

Aktif,

Multiple Intellegence, Holistic Education, Experiencial Learning, Problem Based Learning, Accelerated Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning,

Mastery

Learning,

Contextual

Teaching

and

Learning,

Constructivist Teaching and Learning dan lain sebagainya. Namun harus diakui hasilnya

belum maksimal, inovasi tersebut cenderung lebih

bersifat individual, sporadis, dan kurang didukung oleh program pendidikan dan pelatihan yang sistematik, sistemik dan berkelanjutan, sehingga inovasi pembelajaran yang baik pada tataran teori, selalu saja kurang berhasil pada tataran implementasi di ruang kelas. Permen Diknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika menyatakan bahwa pelajaran matematika SMK bertujuan agar para siswa SMK: 1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

2

4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Di samping itu, ruang lingkup materi matematika di SMK harus disesuaikan dengan kelompok SMK yang ada, misalnya: 1. SMK Kelompok Seni, Pariwisata, dan Teknologi Kerumahtanggaan SMK/MAK 2. SMK Kelompok Teknologi, Kesehatan, dan Pertanian SMK/MAK 3. SMK Kelompok Sosial, Administrasi Perkantoran dan Akuntasi SMK/MAK Untuk mencapai tujuan tersebut sangat penting untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang baik. Untuk itu

diperlukan guru yang

memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Hal ini

ditegaskan oleh

Permen Pendidikan

Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang pada prinsipnya memberikan beberapa inovasi baru antara lain: 1. Adanya

pergeseran cara pandang dari cara pengajaran ke cara pandang

pembelajaran. Ditekankan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, maka proses pembelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. 2. Kegiatan inti dalam pembelajaran merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan,menantang,

memotivasi

peserta

didik

untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

3

Permasalahannya sekarang adalah bagaimana inovasi pembelajaran matematika dikembangkan dan diterapkan

agar sesuai dengan amanat

Permen No.41 Tahun 2007 tersebut? Dapat disepakai kiranya bahwa karakteristik pembelajaran yang baik dan inovatif diantaranya adalah

menyenangkan, menantang, mengembangkan

penalaran dan keterampilan berfikir, mendorong siswa untuk bereksplorasi, memberi

kesempatan untuk

sukses. Harapanya adalah agar siswa dapat

tumbuh utuh dengan rasa percaya diri, sebagai manusia yang bermartabat sebagai insane individu maupun insan sosial yang cerdas, dan kompetitif. Konsep tentang karakteristik pembelajaran yang berkualitas dan tentu saja berguna untuk keberhasilan peserta didik telah dikembangkan dengan sangat antusias dalam beberapa tahun terakhir ini, tetapi

implementasi masih

memerlukan kerja keras semua pihak, terutama guru dan tenaga kependidikan lainnya. 1.2 Masalah-Masalah Pembelajaran. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran siswa, baik secara eksternal maupun internal d ap at diidentifikasi sebagai berikut. Faktorfaktor eksternal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar, dan sistem. Masih ada guru yang kurang menguasai materi pembelajaran, kurang memperhatikan karakter peserta didik,

kurang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan bertindak kreatif, produktif, berpikir alternativ dan divergen, masih terpaku pada pengembangan keterampilan dasar semata, sebaliknya kurang memberi ruang yang luas untuk bereksplorasi guna mengembangkan kompetensi yang lebih tinggi (higher order competence) dan sebagainya. Sementara cenderung terlalu kering, teoritis, statis,

kurang

itu

materi

pembelajaran

autentik, kontekstual, dan

memberi peluang untuk pembentukan kompetensi utuh yang dituntut oleh jaman yang serba kompleks ini.

Model, strategi maupun metode

diterapkan sering atau cenderung bersifat

pembelajaran yang

monoton, kaku,

semu, hanya

dipermukaan, kurang memanfaatkan berbagai media dan sumber pembelajaran yang bervariasi dan kaya yang mengacu pada konsep multichannel learning. Faktor-faktor yang bersifat internal, yang berasal dari siswa itu sendiri, mencakup minat dan motivasi, rasa percaya diri, kemampuan awal, kemampuan

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

4

belajar mandiri, penguasaan bahasa, kesenjangan belajar dan lain sebagainya. Motivasi

yang

rendah

ditandai

dengan

cepatnya mereka merasa bosan,

berekspektasi instan, sukar berkonsentrasi, tidak dapat mengatur waktu, dan malas mengerjakan pekerjaan rumah. Kemampuan awal yang lemah ditandai dengan sulitnya mereka mencerna pelajaran (termasuk sulit memahami buku teks), sulit memahami tugas-tugas, dan tidak menguasai strategi belajar. Kesenjangan belajar dapat terjadi antara: a) hafalan dengan pemahaman, b) pemahaman dengan kompetensi, c) kompetensi dengan kemauan untuk melakukan, d) kemauan untuk melakukan dengan benar-benar melakukan, dan e) benar-benar melakukan dengan menghasilkan perubahan secara terusmenerus. Merujuk kepada hal-hal tersebut, timbul pertanyaan: "Bagaimanakah merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi pembelajaran dengan baik, sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan tersebut? Tentu saja hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang pasti kerja keras, komitmen, dan dukungan semua pihak sangat diperlukan. 1.3 Tujuan Tujuan penulisan materi pelatihan ini adalah

untuk menggugah kembali

pikiran kita semua, terutama para guru, pengawas, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya tentang

inovasi pembelajaran berkualitas. Tentu saja

tidak hanya menggugah pikiran semata, tetapi juga merangsang tindakan nyata di sekolah sehari-hari. Melalui pelatihan ini para guru diharapkan dapat: 1. Mengidentifikasi permasalahan pembelajaran yang ditemui dalam tugasnya sehari-hari. 2. Menganalisis praktek pembelajaran di sekolah dan membandingkan dengan contoh-contoh model pembelajaran yang dilandasi oleh teori yang relevan. 3. Membangun perspektif baru tentang pembelajaran yang berkualitas. 4. Mengembangkan dan menerapkan inovasi model pembelajaran dengan pendekatan yang baru yang lebih efektif dalam membangun insan peserta didik yang cerdas berbudi luhur yang kompetitif.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

5

1.4 Ruang Lingkup Untuk mencapai tujuan tersebut ditulis secara singkat dan padat konsep dan contoh-contoh pembelajaran yang berkualitas, yang dapat dijadikan rujukan bagi para guru dalam menjalankan tugasnya merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan sehari-hari.

Ruang lingkup

tulisan ini antara lain: 1. Permasalahan kualitas pembelajaran matematika, konsep, indikator, dan strategi peningkatan kualitas pembelajaran matematika 2. Masalah-masalah utama

pembelajaran matematika dan

alternatif

pemecahannya 3. Berbagai contoh model pembelajaran matematika inovatif 4. Contoh Implementasi model pembelajaran inovatif dalam RPP

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

6

BAB II PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN 2.1.Konsep Kualitas Pembelajaran Konsep peningkatan kualitas berkelanjutan pendidikan paradigma baru pengelolaan pendidikan

merupakan

yang perlu mendapat dukungan

semua pihak di Indonesia. Beberapa hal penting berkaitan dengana ini adalah adanya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, adanya suasana akademik dan lingkungan kerja yang baik,

komitmen dan

dukungan kepemimpinan, dukungan pengawasan, sarana dan prasarana dan lain-lain sangat penting dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan yang berorientasi pada peningkatan kualitas yang berkelanjutan. Kualitas perlu diperlakukan sebagai dimensi kriteria yang harus dijadikan sebagai

tolok

ukur

dalam

kegiatan pengembangan pendidikan dan

pembelajaran. Hal ini diperlukan karena beberapa alasan berikut: a. Dengan meletakan aspek kualitas secara sadar dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran sekolah akan berkembang secara konsisten dan mampu bersaing di era informasi dan globalisasi. b. Kualitas

perlu

dikaji

secara

terus

menerus,

kualitas

pada

dasarnya dinamis dan terus

karena

substansi

berkembang

sesuai

dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEKS. c. Kriteria dan substansi kualitas menyeluruh,

perlu

dikaji secara cermat dan

karena terkait bukan saja pada kegiatan sekolah,

tetapi juga pengguna lain di luar sekolah sebagai "Stakeholders”. d. Untuk dapat bersaing di tingkat regional dan internasional, Indonesia dalam hal ini sekolah harus dibangun atas konsep pengembangan keunggulan. Pengertian kualitas

pembelajaran dapat dituliskan secara sederhana

sebagai kemampuan sekolah untuk menghasilkan "better students’ learning capacity”. Dalam pengertian itu terkandung pertanyaan seberapa jauh semua komponen masukan instrumental ditata sedemikian rupa, sehingga secara sinergis mampu menghasilkan proses, hasil, dan dampak belajar yang optimal. Yang tergolong masukan instrumental yang berkaitan langsung dengan "better

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

7

students’ learning capacity" adalah pendidik, kurikulum dan bahan ajar, iklim pembelajaran, media belajar, fasilitas belajar, dan materi belajar. Sedangkan masukan potensial adalah peserta didik dengan segala karakteristiknya seperti; kesiapan belajar, motivasi, latar belakang sosial budaya, bekal ajar awal, gaya belajar, serta kebutuhan dan harapannya. Dari sisi guru, kualitas p embel aj a ran dapat dilihat dari seberapa optimal mereka mampu memfasilitasi proses belajar siswa. Sementara itu dari sudut kurikulum dan bahan belajar kualitas dapat dilihat dari seberapa luwes dan relevan kurikulum dan bahan belajar mampu menyediakan aneka stimuli dan

fasilitas belajar yang beragam. Dari

segi iklim belajar, suasana belajar

mendukung terciptanya kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan dan bermakna bagi pembentukan kompetensi siswa secara utuh. Dari sisi media belajar, efektif media

belajar

kualitas pembelajaran dapat dilihat dari seberapa

digunakan

untuk

meningkatkan

siswa. Dari sudut fasilitas belajar, kualitas dapat dilihat dari

intensitas

belajar

kontribusi fasilitas

fisik terhadap terciptanya situasi belajar yang aman dan nyaman. Sedangkan dari segi materi, kualitas dapat dilihat dari kesesuaiannya dengan tujuan dan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Oleh karena itu, kualitas pembelajaran secara operasional dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis guru, siswa, kurikulum dan bahan belajar, media, fasilitas, dan model pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan masyarakat yang terus berkembang dan berubah. 2.2 Kriteria Kualitas Pembelajaran Secara kasat mata indikator kualitas pembelajaran dapat dilihat antara lain dari perilaku pembelajaran

guru dan dampak

pembelajaran, materi pembelajaran, pembelajaran.

Masing-masing

belajar

media pembelajaran,

indikator

tersebut

siswa, iklim dan

sistem

secara singkat dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1. Perilaku guru dilihat dari kinerjanya antara lain: a. Membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar dan profesi pendidik.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

8

b. Menguasai disiplin ilmu berkaitan dengan keluasan dan kedalaman jangkauan substansi dan metodologi dasar keilmuan, serta mampu memilih,menata,mengemas

dan merepresentasikan

materi

sesuai

kebutuhan siswa. c. Agar dapat memberikan layanan pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan siswa, Guru perlu memahami keunikan setiap siswa dengan segenap

kelebihan,

kekurangan,

dan

kebutuhannya.

Memahami lingkungan keluarga, sosial-budaya dan kemajemukan masyarakat tempat siswa berkembang. d. Menguasai pengelolaan pembelajaran yang mendidik berorientasi pada

siswa

tercermin

dalam

kegiatan

merencanakan,

melaksanakan, serta mengevaluasi dan memanfaatkan hasil evaluasi pembelajaran secara dinamis untuk membentuk kompetensi siswa yang dikehendaki. e. Mengembangkan

kepribadian

dan

keprofesionalan

sebagai

kemampuan untuk dapat mengetahui, mengukur, dan mengembangmutakhirkan kemampuannya secara mandiri. 2. Perilaku

dan

dampak

belajar

guru

dapat dicermati

dari

kompetensinya sebagai berikut: a. Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar, termasuk persepsi dan sikap terhadap mata pelajaran, guru, media dan fasilitas belajar, serta iklim belajar. b. Mampu

mendapatkan

dan

mengintegrasikan

pengetahuan

dan

ketrampilan serta membangun sikapnya. c. Mampu memperluas serta memperdalam pengetahuan dan ketrampilan serta memantapkan sikapnya. d. Mampu menerapkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya secara bermakna. e. Mampu

membangun

kebiasaan

berpikir,

bersikap

dan

bekerja

produktif. f. Mampu menguasai substansi dan metodologi dasar keilmuan bidang studinya. g. Mampu menguasai materi mata pelajaran

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

dala

kurikulum sekolah

9

sesuai dengan bidang studinya. h. Mampu memahami karakteristik, cara belajar, potensi awal, dan latar belakang sosial dan kultural peserta didik. i. Mampu menguasai prinsip,rancangan, pelaksanaan, dan

penilaian

pembelajaran yang mencerdaskan, mendidik, dan membudayakan. j. Mampu menguasai strategi dan teknik pengembangan kepribadian dan keprofesionalan sebagai guru. 3. Iklim pembelajaran mencakup: a. Suasana kelas yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan pembelajaran yang menarik,menantang,menyenangkan dan bermakna bagi pembentukan profesionalitas guru. b. Perwujudan

nilai

dan

semangat

ketauladanan, prakarsa, dan

kreatifitas guru. c. Suasana sekolah latihan dan tempat berpraktek lainnya yang kondusif bagi tumbuhnya penghargaan

guru terhadap jabatan dan kinerja

profesional guru. 4. Materi pembelajaran yang berkualitas tampak dari: a. Kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran dan

kompetensi yang

harus dikuasai siswa. b. Ada keseimbangan antara keluasan dan ke dalaman materi dengan waktu yang tersedia. c. Materi pembelajaran sistematis dan kontekstual. d. Dapat mengakomodasikan partisipasi aktif siswa dalam belajar semaksimal mungkin. e. Dapat menarik manfaat yang optimal dari perkembangan dan kemajuan bidang ilmu, teknologi, dan seni. f. Materi pembelajaran memenuhi kriteria filosofis, profesional, psikopedagogis, dan praktis. 5. Kualitas media pembelajaran dapat dicermati dari: a. Dapat menciptakan pengalaman belajar yang bermakna. b. Mampu memfasilitasi proses interaksi antara siswa dan guru, siswa dan siswa, serta siswa dengan ahli bidang ilmu yang relevan.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

10

c. Media pembelajaran dapat memperkaya pengalaman belajar siswa. d. Melalui media pembelajaran, mampu mengubah suasana belajar dari siswa pasif dan guru

sebagai sumber ilmu satu-satunya,

menjadi siswa aktif berdiskusi dan mencari informasi melalui berbagai sumber belajar yang ada. 6. Sistem pembelajaran di sekolah mampu menunjukkan kualitasnya jika: a. Sekolah

dapat menonjolkan ciri khas keunggulannya, memiliki

penekanan dan kekhususan lulusannya, berbagai tantangan secara internal maupun eksternal. b. Memiliki perencanaan yang matang dalam bentuk rencana strategis dan

rencana

dilaksanakan

operasional secara

sekolah,

sinergis

agar

semua

oleh seluruh

upaya

komponen

dapat sistem

pendidikan dalam tubuh sekolah. a. Ada semangat perubahan yang dicanangkan dalam visi dan misi sekolah yang mampu membangkitkan upaya kreatif dan inovatif dari semua komponen melalui berbagai aktivitas pengembangan. b. Dalam

rangka

menjaga

pendidikan di sekolah,

keselarasan

antar

komponen

sistem

dan

penjaminan

mutu

pengendalian

perlu menjadi salah satu mekanismenya. 2.3 Strategi Pencapaian Kualitas Untuk mencapai kualitas pembelajaran dapat dikembangkan antara lain menggunakan strategi sebagai berikut: 1. Pada Tingkat Sekolah a. Perlu dikembangkan berbagai fasilitas sekolah dalam membangun sikap, semangat, dan budaya perubahan b. Peningkatan kemampuan pembelajaran paraguru dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan professional secara

periodik

dan

berkelanjutan, misalnya: i. sekali dalam setiap semester yang dilaksanakan oleh masingmasing sekolah ii. sebelum awal setiap semester dimulai c. Peningkatan kemampuan pembimbingan profesional guru oleh pakar

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

11

dan praktisi pendidikan, misalnya peguruan tinggi, pengawas, dinas pendidikan, maupun teman sejawat yang lebih berpengalaman. 2. Pada Tingkat Individu Guru: Secara operasional hal yang terkait pada kinerja profesional guru adalah: a.

Melakukan

perbaikan

berdasarkan

hasil

pembelajaran

penelitian

secara

tindakan

terus menerus

kelas

atau

catatan

pengalaman kelas dan/atau catatan perbaikan. b.

Mencoba menerapkan berbagai model pembelajaran yang relevan untuk pembelajaran maupun kegiatan praktikum.

c.

Membangun sikap positif terhadap belajar, yang bermuara pada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai diskursus akademis antar guru dalam menggali,

mengkaji

penelitian dan

hasil

dan kajian

memanfaatkan konseptual

berbagai

untuk

temuan

meningkatkan

kualitas pembelajaran. Strategi di atas perlu direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik dan sistemik, oleh karena itu, strategi apapun yang digunakan diperlukan kegiatan sebagai berikut; i. Melaksanakan siklus:merencanakan,mengerjakan, memeriksa dan mengambil langkah-langkah

untuk

memacu

proses

pembelajaran. ii. Menggunakan data empirik dan kerangka konseptual untuk membangun

pengetahuan,mengambil

keputusan,

dan

menentukan efektivitas perubahan tingkah laku. d.

Penggunaan pendekatan bersiklus dan terrencana yang meliputi: i. Merencanakan perbaikan proses (PLAN). ii. Mengerjakan perbaikan (DO). iii. Memeriksa proses dan hasil perbaikan (CHECK) iv. Menganbil langkah-langkah memacu proses perbaikan (ACT)

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

12

BAB III MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF 3.1 Pengertian Sebenarnya makna teknik, metode, pendekatan, strategi, dan model pembelajaran adalah berbeda. Namun istilah-istilah ini dalam prakteknya sering dipertukarkan atau digunakan silih berganti. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada keempat istilah yang lain. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistimatis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu serta berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Menurut Arends (1998), model pembelajaran mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu: 1. rasional teoretik; pandangan dan landasan berpikir bagaimana hakikat peserta didik dapat belajar dengan baik, 2. tujuan pembelajaran; apa tujuan peserta didik belajar 3. sintaks; bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru dan 4. bagaimana lingkungan belajar yang mendukung Sedangkan Sudiarta (2005) menguraikan lebih rinci mengenai model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistimatis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik yang meliputi hal-hal sbb: 1. rasional teoretik; landasan berpikir bagaimana hakikat peserta didik dapat belajar dengan baik, 2. sintaks; bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru 3. prinsip interaksi; bagaiman guru memposisikan diri terhadap siswa, maupun sumber-sumber belajar 4. sistem sosial; bagaimana cara pandang antar komponen dalam komunitas belajar 5. sistem pendukung; bagaimana lingkungan belajar yang mendukung 6. dampak pembelajaran; bagaimana hasil dan dampak pembelajaran yang diharapkan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

13

Model pembelajaran dapat digolong-golongkan sesuai dengan kriteria di depan. Secara umum dapat dituliskan beberapa contoh model pembelajaran sbb: 1. Model pembelajaran langsung 2. Model Pembelajaran Kooperatif dengan berbagai tipe seperti: a. STAD (Student Teams Achievement Divisions), b. JIGSAW, c. Investigasi Kelompok atau Kelompok Penyelidikan, d. Pendekatan Struktural 3. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Matematika 4. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika-Terbuka 5. Model Pembelajaran Metakognitif, 6. Model Pembelajaran IKRAR dan lain sebagainya. Dalam konteks model pembelajaran inovatif, pantas dipertanyakan: 1. Seberapa inovatifkah model pembelajaran yang diklaim sebagai model pembelajaran inovatif tersebut? 2. Apakah makna inovatif dalam hal ini? Barangkali dapat disepakati bahwa kata ”inovatif ” hendaknya bermakna: lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih baru. Sudiarta (2007) menekankan bahwa parameter untuk dapat dikatakan sebagai ”pembelajaran inovatif”

paling tidak hendaknya

mengadopsi paling tidak 10 prinsip sbb: 1. student-centered: menekankan pada pembelajaran siswa

aktif dari

pada sekedar siswa mencatat, menghafal 2. multiple intellegence: mengakomodasi seluruh potensi dan aspek belajar, karena siswa memiliki kecerdasan yang multi dan bervariasi. k 3. holistic education: memandang siswa sebagai mahluk belajar secara utuh 4. experiencial learning: mengedepankan pengalaman belajar bermakna 5. problem based learning: membuka ruang untuk pemecahan masalah 6. cooperative learning: membuka kesempatan belajar melalui kerjasama 7. contextual teaching and learning: membuka ruang belajar dari kehidupan nyata

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

14

8. constructivist teaching and learning: membuka belajar bermakna secara bertanggungjawab sebagai pebelajar yang otonom 9. metacognitif : membuka ruang untuk belajar bermakna melalui proses berpikir secara utuh, sistemik dan sistematik 10. learning with understanding: mengedepankan belajar bermakna dengan pemahaman yang mendalam 3.2

Beberapa Contoh Model Pembelajaran Matematika Inovatif

Diantara model pembelajaran yang dituliskan di depan, akan diuraikan beberapa yang dianggap sangat inovatif, dan tepat diterapkan dalam pembelajaran matematika antara lain: 1. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika-Terbuka 2. Model Pembelajaran Metakognitif 3. Model Pembelajaran IKRAR Hal ini bukan berarti

model pembelajaran yang lain tidak baik, namun model

pembelajaran tersebut sudah sering dibahas dan dapat dengan mudah ditemukan dalam literatur. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika-Terbuka a. Rasional Tak dapat dipungkiri adanya kenyataan, bahwa pembelajaran matematika di sekolah sangat teoretik dan mekanistik. Proses pembelajaran biasanya dimulai dengan penjelasan konsep disertai contoh, dilanjutkan dengan mengerjakan latihan soal-soal matematika. Pendekatan pembelajaran ini matematika

didominasi oleh penyajian masalah

dalam bentuk tertutup (closed problem atau highly structured

problem), yaitu permasalahan matematika yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar dengan satu cara pemecahannya. Di samping itu closed problem ini biasanya disajikan secara terstruktur dan explisit, mulai dengan apa-apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan metode apa yang digunakan. Artinya; ide-ide, konsep-konsep dan pola-pola hubungan matematika, serta strategi, teknik dan algoritma pemecahannya diberikan secara explisit (predetermined dan prescribed), sehingga siswa dapat dengan mudah menebak dan mendapat solusinya (immediate solution), tanpa melalui proses mengerti.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

15

Sebaliknya, siswa akan mengalami masalah besar atau gagal mengerjakan tugas matematika, jika soalnya sedikit saja diubah atau jika konteksnya dibuat sedikit berbeda dari contoh-contoh yang telah diberikan. Keluhan guru-guru matematika tentang hal ini bukanlah hal baru. Banyak pendapat ahli yang didukung oleh hasilhasil penelitian, bahwa pendekatan pembelajaran matematika seperti ini, cenderung hanya melatih skill dasar matematika (mathematical basic skills) secara terbatas dan terisolasi, yang akhirnya berujung pada rendahnya minat dan prestasi belajar matematika siswa. Kenyataan ini menuntut adanya reorientasi, bahwa pembelajaran matematika seharusnya tidak boleh berhenti pada penyajian masalah-masalah matematika tertutup, yang hanya melatih routine basic skills saja. Sebaliknya, harus dikembangkan pembelajaran matematika yang memberikan ruang yang cukup bagi siswa, untuk membangun dan mengembangkan pemahaman konsep matematika secara mendalam (depth understanding), khususnya untuk mengembangkan kompetensi matematika siswa dalam; (1) menginvestigasi dan memecahkan masalah (problem posing & problem solving), (2) berargumentasi dan berkomunikasi secara matematis (mathematical reasoning and communication), (3) melakukan penemuan kembali (reinvention) dan membangun (construction) konsep matematika secara mandiri, (4) berfikir kreatif dan inovatif, yang melibatkan imajinasi, intuisi, dalam mencoba-coba (trial and error), penemuan (discovery), prediksi (prediction) dan generalisasi

(generalization)

melalui

pemikiran

divergen,

dan

orisinal.

Pembelajaran yang cocok untuk cita-cita ini adalah pembelajaran yang berorientasi pada masalah matematika kontekstual terbuka (contextual open ended problem solving), karena sesuai dengan kealamian dari masalah-masalah matematika open ended,

yang

memang

memberikan

ruang

dan

dukungan

luas

terhadap

pengembangan keempat butir kompetensi matematika tadi. b. Landasan Teoritis Pendekatan

open-ended

dalam

pembelajaran

matematika

mula-mula

dikembangakan di Jepang sejak tahun 70-an berdasarkan penelitian Shimada, adalah "an

instructional

strategy

that

creates

interest

and

stimulates

creative

mathematical activity in the classroom through students’ collaborative work. Lessons using open-ended problem solving emphasize the process of problem solving activities rather than focusing on the result" (Shimada, 1994; 1997; bandingkan dengan Foong, 2000; Sudiarta, 2003b).

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

16

Model Pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah matematika kontekstual open-ended yang dikembangkan ini, secara prinsip dapat dipandang sebagai modifikasi dari jenis pembelajaran Problem Based Learning yang mengacu kepada filosofi konstruktivisme. Perbedaan utama dengan model Problem Based Learning biasa adalah terletak pada tuntutannya

terhadap jenis dan karakteristik

masalah matematika yang akan dijadikan bahan pengajaran. Jenis dan karakteristik dari masalah matematika yang dijadikan focus pembelajaran adalah masalah matematika yang tergolong open-ended, atau il-problem, yaitu masalah matematika yang disusun sedemikian rupa sehingga

memiliki lebih dari satu jawaban yang

masuk akal (multiple reasonable solution), dan lebih dari satu cara pemecahan yang masuk akal pula (multiple reasonable algoritms and procedures). Model pembelajaran ini bertujuan untuk

mengembangkan

kemampuan dan aktivitas

problem solving, kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi logis matematis (mathematical reasoning and communication), mengembangkan kreativitas dan produktivitas berfikir kreatif dan kritis tingkat tinggi. Model pembelajan ini secara tegas menekankan bukan semata-mata pada kemampuan siswa untuk mencari sebuah jawaban yang benar (to find a correct solution), tetapi lebih mendorong siswa untuk belajar membangun, mengkontruksi dan mempertahankan solusi-solusi yang argumentatif dan masuk akal, yaitu learn to construct and defend reasonable solutions (bandingkan dg. Shimada, 1997; Land, 2000; Sudiarta, 2003b).

Masalah Matematika

metode

metode

solusi

solusi

metode

solusi

Ide / Pertanyaan / Masalah

Skema open-ended problem

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

17

Model pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siwa untuk

"experience in

finding something new in the process" (Shimada, 1997). Model pembelajaran ini tepat

digunakan untuk melakukan evaluasi proses, sebab dalam hal ini siswa

dituntut bukan hanya untuk mencari solusi masalah itu, tapi juga dituntut untuk menjelaskan bagaimana mereka sampai pada solusi itu, dan mengapa mereka menggunakan cara tertentu untuk memecahkan masalah itu. Adapun strategi yang dapat digunakan dalam model pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah matematika open-ended ini dapat mengadopsi strategi pembelajaran Problem Based Learning biasa, misalnya dimulai dengan: 1)

Mengajukan masalah (problem posing). Mengorganisasikan pertanyaan dan masalah sangat penting dan secara pribadi harus diusahakan agar bermakna bagi siswa. Masalah hendaknya kontekstual, yaitu berkaitan dengan situasi kehidupan nyata dan autentik, menghindari jawaban sederhana/tebakan (immediate solution), dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi dan pemecahan yang masuk akal.

2)

Berfokus keterkaitan antar disiplin. Mengkaji dan memecahkan masalah matematika open-ended secara utuh dengan prinsip multi perspektif dan multi disiplin. Dari sini kemampuan berpikir kreatif dan kritis (creative and critical thinking) diharapkan dapat dikembangakan dengan baik.

3)

Penyelidikan autentik. Melakukan investigasi masalah matematika secara nyata. Hal ini dapat dimulai dengan menganalisis dan mendifinisikan masalah, mengembangkan

hipotesis,

mengumpulan

dan

menganalisa

informasi,

melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan berbagai

kemungkinan

solusi

beserta

prosedur

pemecahannya,

dan

merefleksikan, menginterpretasikan serta mengevaluasi kembali 4)

Presentasi karya. Mempresentasikan dan memperagakan berbagai karya, misalnya berbentuk laporan pemecahan masalah, transkrip debat, model fisik, video, atau program komputer, yang mewakili berbagai pemecahan masalah matematika yang telah dikerjakan

5)

Kerja sama. Memotivasi untuk belajar dalam bentuk misalnya berpasangan atau

kerja kolaboratif

berkelompok (antara 4-8 siswa) dalam

memecahkan masalah yang dihadapinya. Hal ini dapat memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks

untuk

mengembangkan keterampilan sosial.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

18

c. Sintaksis Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended ini

terdiri dari lima tahap utama (sintaks) yang dimulai dari guru

memperkenalkan kepada siswa suatu masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisi hasil kerja siswa. Jika masalah yang dikaji sedang-sedang saja, kelima tahapan mungkin dapat diselesaikan dalam 1 pertemuan tatap muka. Namun bila masalahnya kompleks mungkin akan memerlukan waktu lebih lama. Kelima tahapan ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Sintaks Pelaksanaan Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Terbuka Kegiatan Guru

Langkah-langkah

Kegiatan Siswa

Utama Memaparkan tujuan

Tahap 1

Menginventarisasi dan

pembelajaran,

Orientasi siswa pada

mempersiapkan logistik

menjelaskan logistik yang

masalah matematika

yang diperlukan dalam

diperlukan, dan

open-ended

proses pembelajaran. Siswa

memotivasi siswa agar

berada dalam kelompok

terlibat pada aktivitas

yangteah ditetapkan

pemecahan masalah Membantu siswa mendefinisikan dan

Tahap 2 Mengorganisasi siswa

Menginvestigasi konteks masalah, mengembangkan

mengorganisasikan tugas

dalam belajar

berbagai persepektif dan

belajar yang berhubungan

pemecahan masalah

pengandaian yang masuk

dengan masalah yang

akal

dipecahkan Mendorong siswa untuk

Tahap 3

Siswa melakukan inkuiri

mengumpulkan informasi

Membimbing

yang sesuai, melaksanakan

penyelidikan baik

merumuskan kembali

trial and error/eksperimen

secara individual

masalah, untuk

untuk mendapatkan suatu

maupun didalam

mendapatkan suatu

pemecahan yang masuk

kelompok

investigasi, dan

kemungkinan pemecahan

akal, mengulanginya lagi

dan solusi yang masuk akal.

untuk mendapatkan

Mengevaluasi strategi yang

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

19

kemungkinan pemecahan

digunakan untuk

dan solusi alternatif

memperkuat argumentasi dan sekaligus untuk menyusun kemungkinan pemecahan dan jawaban alternatif yang lain

Membantu siswa dalam merencanakan dan

Tahap 4 Mengembangkan dan

menyiapkan karya yang

mempresentasikan

sesuai seperti ringkasan,

hasil karya

Menyusun ringkasan atau laporan baik secara individual atau kelompok dan menyajikannya

laporan, model-model

dihadapan kelas dan

pemecahan masalah, dan

berdiskusi dalam kelas

mambantu salam berbagai tugas dalam kelompok Membantu siswa melakukan refleksi dan

Tahap 5 Menganalisis dan

Mengikuti asesmen dan menyerahkan tugas-tugas

mengadakan evaluasi

mengevaluasi proses

sebagai bahan evaluasi

terhadap penyelidikan dan

pemecahan masalah.

proses belajar.

proses-proses belajar yang

Evaluasi dengan

mereka gunakan.

penilaian autentik yang dilakanakan pada setiap tahap.

d. Sistem Sosial Sistem sosial dari model pembelajaran ini pada dasarnya sama dengan sistem sosial model pembelajaran kooepratif yang berlandaskan folosofi konstruktivisme terutama konstruktivisme sosial menurut Vigotsky. Sistem sosial ini menekankan konstruksi pengetahuan (knowledge construction) yang dilakukan setiap individu peserta didik secara aktiv atas tanggungjawabnya sendiri, namun konstruksi individu tersebut akan semakin kuat jika dilakukan secara berkolaboartif dalam kelompok kooperaif yang mutual. Yaitu kelompok kooperatif yang menekankan pada upaya terjadinya diskusi yang dilandasi rasa keterbukaan, sehingga timbul rasa nyaman dan rasa persahabatan diantara kelompok peserta didik dalam berkolaborasi untuk memecahkan masalah matematika yang dihadapi.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

20

e. Prinsip Interaksi Respon terhadap proses dan kinerja peserta didik dalam memecahkan masalah didasarkan atas prinsip “ Guru sebagai fasilitator” dalam proses pembelajaran. Artinya sebagai fasilitator dalam membantu siswa dalam proses pemecahan masalah open-ended. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa guru sebaiknya:

(a) mencermati bagaimana perbedaan pola pikir peserta didik terkait

dengan proses dan kinerja pemecahan yang dilakukan, (b) mencermati kapan harus melakukan intervensi terhadap proses pemecahan masalah peserta didik, bantuan dan nasehat apa yang terbaik yang harus diberikan, dengan tetap meninggalkan substansi pemecahan masalah matematika tersebut sebagai tugas yang harus dipecahkan sendiri oleh peserta didik, dan yang terpenting (c) selalu memposisikan diri sebagai “pebelajar” yang juga seolah-olah belum tahu solusi dan prosedur pemecahan masalah matematika tsb, tetapi tetap berberan aktiv bagaimana memberikan rangsangan-rangsangan untuk meningkatkan rasa ingin tahu, rasa penasaran dikalangan peserta didik untuk melakuan investigasi dan penyelidikan yang menuju pada berbagai kemungkinan solusi dan pemecahan. f. Sistem Pendukung Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan model pembelajaran yang dikembangkan ini diperlukan perangkat pendukung yang paling tidak terdiri dari (a) kumpulan atau bank masalah matematika open-ended, (b) rencana pembelajaran yang disusun atas prinsip Problem based learning dikombinasikan dengan pendekatan kooperatif, (c) Lembar kerja siswa (LKS) yang memuat masalah-masalah matematika open-ended dan

(d)

asesmen

pembelajaran

open-ended,

lengkap

dengan

pedoman

penskoran/rubrik masalah matematika open-ended tersebut. g. Dampak Pembelajaran dan Dampak Pengiring Model yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki dampak pembelajaran bagi peserta didik. Hal ini merupakan kompetensi matematis yang ingin dicapai melalui Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended ini, yaitu meliputi kompetensi peserta didik dalam: a. memengerti konsep, prinsip dan ide-ide

matematika yang berhubungan

dengan tugas matematika (conceptual understanding),

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

21

b. memilih dan menyelenggarakan proses dan strategi pemecahan masalah (processes and strategies), c. menjelaskan dan mengkomunikasikan mengapa strategi itu berfungsi (reasoning and communication), dan d. mengidentifikasi dan melihat kembali alasan-alasan mengapa solusi dan prosedur menuju solusi itu adalah benar (interpret reasonableness). Keempat kompetensi matematis ini akan dijadikan kriteria dasar pengukuran mengenai efektifitas model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini. Selain dampak pembelajaran tersebut, model pembelajaran ini juga diharapkan menimbulkan dampak pengiring (nurturanteffect) yang berupa kesadaran dan pemahaman guru terhadap karakteristik pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah matematika open-ended yang bercirikan: a. menekankan prsoses belajar berorientasi pengembangan pemahaman yang mendalam (learning with understanding) b. menggunakan permasalahan kontekstual, yaitu permasalahan yang nyata atau dekat dengan lingkungan

dan kehidupan siswa atau minimal dapat

dibayangkan oleh siswa, c. mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving), serta kemampuan

berargumentasi

dan

berkomunikasi

secara

matematis

(mathematical reasoning and communication), d. memberikan kesempatan yang luas untuk penemuan kembali (invention dan re-invention) dan untuk membangun (construction dan re-construction) konsep, definisi, prosedur dan rumus-rumus matematika secara mandiri, e. melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, explorasi, experimen, dll., f. mengembangkan kompetensi berfikir kreatif dan kritis (creative and critical thinking) yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan melalui convergence atau divergence thinking, orisinal, membuat prediksi dan memcoba-coba (trial and error),

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

22

g. menggunakan model (modelling), dan h. memperhatikan dan mengakomodasikan perbedaan-perbedaan kharakteristik individual siswa

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

23

Model Pembelajaran Metakognitif a. Rasional Model pembelajaran metakognitif memberi kesempatan pada siswa untuk melaksanakan

kegiatan

metakognitif

yaitu

merencanakan,

mengontrol

dan

merefleksi seluruh proses kognitif (berpikir) yang terjadi selama menyelesaikan suatu masalah matematika. Setiap proses kognitif yang disertai dengan kegiatan merencanakan, mengontrol dan merefleksi seluruh proses kognitif yang terjadi akan menyebabkan siswa memiliki kebermaknaan yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya. b. Landasan Teori John Flavell adalah tokoh yang pertama kali memperkenalkan istilah metakognisi pada tahun 1979. Baker dan Anderson (dalam Muisman, 2004) menyatakan metakognisi merupakan pengetahuan seseorang dan kontrol terhadap proses-proses kognitif yang dimilikinya. Secara harfiah metakognisi berarti “berpikir tentang berpikir” (thinking about thinking). Flavell mendefinisikan pengetahuan metakognitif sebagai “knowledge about cognitive processes, knowledge that can be used to control cognitive process”(Livingston, 1997). Menurut Flavell (dalam livingston, 1997) metakognisi terdiri dari dua komponen yaitu pengetahuan metakognitif

(metacognitive

knowledge)

dan

pengalaman

metakognitif

(metacognitive experience or regulation). Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan

yang

digunakan

untuk

mengontrol

proses-proses

kognitifnya

sedangkan pengalaman metakognitif merupakan proses yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif. Flavell membagi pengetahuan metakognitif menjadi tiga kategori: pengetahuan variabel-variabel personal, pengetahuan variabel-variabel tugas dan pengetahuan variabel-variabel strategi. Pengetahuan variabel-variabel personal berkaitan dengan pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar dan memproses informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar yang dimilikinya. Pengetahuan variabelvariabel tugas melibatkan tentang sifat tugas dan jenis pemrosesan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas. Pengetahuan variabel-variabel strategi melibatkan pengetahuan tentang strategi-strategi kognitif dan metakognitif serta

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

24

pengetahuan kondisional tentang kapan dan dimana strategi-strategi itu digunakan. Jadi siswa yang memiliki pengetahuan metakognitif mampu mengontrol prosesproses kognitifnya. Siswa mampu untuk mengendalikan dirinya sendiri dalam melakukan sesuatu yang menguntungkan atau tidak melakukan sesuatu yang merugikan dirinya. Pengalaman-pengalaman

metakognitif

melibatkan

strategi-strategi

metakognitif atau pengaturan metakognitif (Brown dalam Livingston, 1997). Flavell dan Brown (dalam Livingston, 1997) mengidentifikasi strategi metakognitif menjadi tiga komponen yaitu perencanaan diri (self-planning), pemantauan diri (selfmonitoring), dan evaluasi diri (self-evaluation). Perencanaan diri mempunyai indikator-indikator tentang tujuan belajar yang akan dicapai, waktu yang akan digunakan untuk menyelesaikan tugas belajar, pengetahuan awal yang relevan, dan strategi-strategi kognitif yang akan digunakan. Pemantauan diri mempunyai indikator-indikator tentang pemantauan ketercapaian tujuan belajar, pemantauan waktu yang digunakan, pemantauan relevansi materi pengetahuan awal dengan materi pengetahuan baru, dan pemantauan strategi-strategi kognitif yang sedang digunakan.

Evaluasi

diri

mempunyai

indikator-indikator

tentang

evaluasi

ketercapaian tujuan belajar, evaluasi waktu yang digunakan, evaluasi relevansi pengetahuan awal dengan materi pelajaran baru, dan evaluasi strategi-strategi kognitif yang telah digunakan. Jadi strategi metakognitif adalah strategi untuk merencanakan, memonitoring dan merefleksi seluruh aktivitas-aktivitas kognitif yang terjadi dalam pembelajaran. Strategi ini mengacu pada cara untuk meningkatkan kesadaran siswa mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang telah dilakukannya. Sehingga siswa mengetahui apa yang diketahuinya dan apa yang tidak diketahuinya. Selain itu siswa mampu untuk mengoreksi kesalahan sendiri, menganalisis keefektifan strategi belajarnya, dan mengubah strategi atau cara belajarnya agar dapat meminimalkan apa yang tidak diketahuinya. Dalam hal ini terjadi proses berpikir tingkat tinggi dalam diri siswa sebab mereka mampu untuk menilai

aktivitas

berpikirnya

secara

mandiri.

Strategi

ini

menimbulkan

kebermaknaan pada siswa terhadap apa yang dipelajarinya yang akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Sudiarta (2006) menyatakan kegiatan-kegiatan metakognitif berpotensi untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi berpikir tingkat tinggi. Ini

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

25

disebabkan karena setiap kegiatan metakognitif selalu disertai dengan kegiatan berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir untuk merencanakan, memonitoring dan merefleksi seluruh aktivitas kognitif yang terjadi sehingga apa yang dilakukan dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tingkat tinggi dalam pemecahan masalah, karena setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan: “apa yang saya kerjakan?”, “mengapa saya mengerjakan ini?’, “hal apa yang bisa membantu saya mengerjakan hal ini?”. Siswa selalu berpikir ulang terhadap apa yang telah dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu kegiatan metakognitif menyebabkan siswa untuk berpikir bagaimana dan kapan menyelesaikan suatu masalah, meyakinkan bahwa kegiatan yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah telah benar. Kegiatan metakognitif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai pemahaman yang mendalam terhadap konsep-konsep yang dipelajari karena dalam kegiatan meliputi kegiatan merencanakan, memonitoring, dan merefleksi bagaimana menyelesaikan suatu masalah. Hal ini menyebabkan siswa memiliki kebermaknaan yang dalam terhadap apa yang dipelajari. Kegiatan metakognitif dapat merangsang intelegensi, sehingga memegang peranan penting terhadap kesuksesan siswa dalam belajar. Pembelajaran metakognitif adalah suatu strategi pembelajaran matematika yang mengadopsi teori/perspektif metakognisi yang dapat dilihat pada RPP terutama pada tujuan pembelajaran, skenario pembelajaran, LKS, dan masalah matematika yang digunakan. Dalam pembelajaran, siswa diberikan kesempatan untuk merencanakan dan memonitoring serta merefleksi aktivitas-aktivitas kognitif yang telah dilakukannya dalam pembelajaran. Guru mengajak siswa untuk merenungkan kembali apa yang telah dibuatnya atau dipelajarinya, sehingga ia mengetahui kesalahan dan kesulitan dalam memahami suatu konsep tertentu. Selain itu dalam pembelajaran ini siswa diberikan masalah matematika tipe metakognitif yang memberikan kesempatan yang luas untuk merencanakan dan memonitoring serta merefleksi aktivitas-aktivitas kognitifnya. Hal ini memungkinkan terjadinya kegiatan metakognitif pada siswa. Masalah matematika tipe metakognitif dirumuskan sedemikian rupa, sehingga menuntut siswa untuk menggunakan seluruh aktivitas berpikirnya dan memonitoring serta merefleksi seluruh aktivitas kognitifnya. Jadi dengan adanya kontrol dan refleksi terhadap seluruh aktivitas kognitif dapat

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

26

menimbulkan kesadaran pada siswa terhadap proses berpikirnya yang telah dilakukannya dalam pembelajaran. Hal ini dapat meningkatkan prestasi belajar Model pembelajaran metakognitif memiliki unsur-unsur sebagai berikut. c. Sintaksis Tabel 3: Model pembelajaran metakognitif Fase Pendahuluan

Pengembangan kemampuan kognitif

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

 Menyampaikan kompetensi dasar,  indikator, dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.  Memotivasi siswa agar terlibat  pada aktivitas pemecahan masalah dilakukan dengan menyampaikan manfaat/kegunaan materi yang akan dipelajari.  Memfasilitasi siswa mengingat  kembali materi yang telah dipelajari dengan melakukan tanya jawab.

Mencermati kompetensi dasar, indikator dan kegiatan pembelajaran

 Memfasilitasi siswa untuk membentuk kelompok diskusi.  Mengorganisasikan siswa untuk mendiskusikan materi sesuai kelompoknya masing-masing.  Membimbing siswa secara kelompok jika mengalami kesulitan.  Mengarahkan siswa untuk mengerjakan LKS tipe kognitif pada masing-masing kelompok.  Menginisiasi siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika tipe kognitif yang terdapat pada LKS secara berkelompok.  Membimbing siswa secara berkelompok menyelesaiakan masalah matematika tipe kognitif.  Membuka kesempatan bagi siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.  Mengajak siswa untuk memcermati dan merenungkan kembali kegiatan yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah.

Mempersiapkan diri membentuk kelompok diskusi. Mendiskusikan materi yang dibahas.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

   

Mencermati manfaat/ kegunaan materi yang akan dipelajari.

Mencermati, mengingat kembali dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Bertanya jika ada yang belum dimengerti mengenai materi yang dibahas. Mencermati LKS yang diberikan.



Mencermati dan menyelesaikan masalah matematika tipe kognitif yang terdapat pada LKS.



Meminta bimbingan jika mengalami kesulitan.



Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

 Merenungkan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah dan kesulitan-kesulitan yang dialami.

27

Fase Pengembangan kemampuan metakognitif 1. Perencanaan

Kegiatan Guru  Menginisiasi siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah tipe metakognitif yang terdapat pada LKS.

 Mencermati dan menyelesaikan masalah-masalah matematika tipe metakognitif yang terdapat pada LKS.

 Guru membimbing siswa dalam merencanakan dan melaksanakan prosedur penyelesaian, strategi kognitif yang digunakan, dan pengetahuan awal yang relevan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

 Merencanakan dan melaksanakan prosedur penyelesaian, strategi kognitif yang digunakan, dan pengetahuan awal yang relevan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan

2. Pemantauan

 Membimbing siswa memantau prosedur penyelesaian, pengetahuan awal yang relevan, dan strategi kognitif yang digunakan.

3. Refleksi

 Membimbing siswa merefleksi kembali proses, pemahaman konsep yang telah dilakukan dalam kegiatan menyelesaikan masalah matematika tipe metakognitif. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah diperoleh siswa dengan pernyataan yang diberikan sehingga dalam hal ini akan terjadi proses kontrol dan refleksi terhadap kegiatan kognitif yang telah dilakukan  Membuka kesempatan bagi siswa untuk mengkomunikasikan hasil diskusi kelompoknya dan ditanggapi oleh siswa lain

Penutup

Kegiatan Siswa

 Memfasilitasi siswa membuat simpulan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.  Memberikan tugas rumah

 Memantau prosedur penyelesaian yang telah dilakukan, pengetahuan awal yang relevan, strategi kognitif yang digunakan.

 Merefleksi proses pemahaman konsep yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah diperoleh dengan pernyataan yang telah diberikan, sehingga dalam hal ini terjadi proses kontrol dan refleksi terhadap kegiatan kognitif yang telah dilakukan

 Mengkomunikasikan hasil diskusi kelompoknya dan memberikan tanggapan terhadap unjuk kerja kelompok lainnya  Membuat simpulan terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.  Menerima tugas rumah yang diberikan oleh guru

d. Prinsip Interaksi Dalam model pembelajaran metakognitif, guru memposisikan diri sebagai fasilitator yakni menyediakan sumber-sumber belajar, mendorong siswa untuk belajar menyelesaikan masalah metakognitif, memberi ganjaran, dan memberikan

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

28

bantuan kepada siswa agar dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya secara optimal. e. Sistem Sosial Sistem sosial yang dianut dalam model metakognitif adalah low structure artinya pembelajaran berpusat pada siswa, dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan moderator. Penekanan pada model ini adalah strategi kognitif, mengontrol, dan mengevaluasi. f. Sistem Pendukung Sistem pendukung yang diperlukan sehingga model ini tetap dapat terlaksana antara lain: keterampilan guru dalam pelaksanaan model, disiplin siswa dalam beraktivitas, dan perangkat pembelajaran seperti rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, dan buku pegangan siswa. g. Dampak Pembelajaran dan Pengiring a. Dampak Pembelajaran Dampak instruksional yang diperoleh adalah siswa memiliki kemampuan dalam mengkonstruksi pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah, dan penguasaan materi pembelajaran b. Dampak Pengiring Dampak

pengiring

yang

diperoleh

adalah

nilai-nilai

positif

dalam

membangkitkan kesadaran akan pengetahuan yang relevan dan sikap kritis siswa dalam belajar. Hal ini akan dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap matematika. Penerapan

Model

pembelajaran

metakognitif

dalam

pembelajaran

matematika pada penelitian ini digunakan secara terintegrasi dan komplementer

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

29

dengan pendekatan pemecahan masalah. Artinya kegiatan pembelajaran dimulai dengan kegiatan pemecahan masalah kemudian dilanjutkan dengan kegiatan metakognitif untuk merencanakan, mengontrol, dan merefleksi seluruh rangkaian kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan. Selama fase pengembangan kemampuan kognitif, siswa diberikan kesempatan untuk

menyelesaikan

masalah

matematika tipe kognitif dan

selama fase

pengembangan kemampuan metakognitif siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah matematika tipe metakognitif. Untuk mengerti lebih jelas tentang metakognitif perlu membedakan antara metakognitif dan kognitif. Keterampilan kognitif cenderung terpaku pada masalah tertentu saja atau masalah pokok dan berhubungan langsung dengan penerapan, manipulasi, atau transformasi dari pemberian materi belajar. Keterampilan metakognitif, disisi lain mencakup banyak hal, sering mencakup masalah yang beragam, dan mencakup tingkat pemikiran yang lebih besar tentang proses pembelajaran. Metakognitif tidak semata-mata kognitif karena itu memerlukan individu-individu untuk merencanakannya sebelum pembelajaran berlangsung, untuk mengecek pemahaman dan hasil selama belajar, dan mengevaluasi diri siswa selama menyelesaikan proses tersebut. Sedangkan kognitif lebih merupakan sebuah proses otomatis, metakognitif lebih dilakukan secara sengaja dan memerlukan seseorang untuk secara aktif berinteraksi dalam pembelajaran yang diberikan. Contoh masalah matematika tipe kognitif dan metakognitif dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

30

Tabel 4. Contoh Masalah Matematika Tipe Kognitif dan Tipe Metakognitif Contoh Masalah

Keterangan

Contoh 1: Masalah tipe kognitif Kakek mempunyai kolam yang berbentuk persegi panjang. Panjang kolam adalah (x + 1) meter dan lebarnya 5 meter. Luas kolam kakek adalah 50 m2. Tentukanlah berapa nilai x!



Pada soal tersebut sudah terlihat dengan jelas apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, sehingga siswa hanya memerlukan keterampilan dasar matematika seperti rumus luas persegi panjang dan perhitungan untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga, siswa kurang dituntut untuk berpikir kritis terhadap permasalahan yang disajikan.



Setelah siswa memperoleh jawaban, maka tugas siswa selesai. Siswa tidak memperoleh kesempatan untuk melakukan refleksi terhadap masalah yang diberikan serta jawaban yang mereka buat. Hal ini cenderung membuat siswa cepat melupakan apa yang telah dipelajarinya.



Keunggulan dari masalah tipe ini adalah guru lebih mudah membuatnya karena banyak terdapat dalam buku-buku pelajaran dan siswa lebih cepat memahami masalah tipe kognitif ini daripada masalah tipe metakognitif.



Bentuk soal seperti ini membuat siswa tidak bisa langsung menebak jawabannya. Mereka harus mencermati dulu persoalan yang ada sebelum mereka memberikan argumen terhadap pernyataan tersebut ”benar”, ”benar tapi ada unsur kurang tepat”, atau ”salah”.



Untuk mengemukakan argumen, siswa harus mengevaluasi pernyataan tersebut. Sebelum mengevaluasi, siswa harus melakukan kegiatan metakognitif terlebih dahulu untuk mengetahui penyelesaian dari masalah tersebut.

Jawaban yang diharapkan: Diketahui : Panjang kolam (p) = (x +1)m Lebar kolam (l) = 5 m Luas Kolam = 50 m Ditanya : nilai x Jawaban : Luas kolam = p  l 50 = ( x  1 )  5 50 = 5 x  5 45 = 5 x x = 45 : 5 x=9 Jadi nilai x adalah 9

Contoh 2: Masalah Tipe Metakognitif Kakek mempunyai kolam yang berbentuk persegi panjang. Panjang kolam adalah (x + 1) meter dan lebarnya 5 meter. Luas kolam kakek adalah 50 m2. Happy menghitung nilai x dengan cara sebagai berikut. Luas kolam = p  l 50 = ( x  1 )  5 50 = x  1 5 50 = x + 5

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

31

Contoh Masalah

Keterangan

x = 50 – 5

x = 45 Jadi diperoleh nilai x = 45. Bagaimana pendapatmu mengenai jawaban Happy? Jawaban yang diharapkan :



Bentuk soal seperti ini juga melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat sesuai dengan argumentasi masing-masing, sehingga bentuk soal seperti ini akan membantu siswa untuk berpikir kritis.

Luas kolam = p  l 50 = ( x  1 )  5 50 = 5 x  5 45 = 5 x x = 45 : 5 x=9 Jawaban yang dibuat Happy kurang tepat. Happy sudah benar menggunakan rumus luas kolam = p  l. Namun Happy melakukan kesalahan pada sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan. Sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan yaitu : (a + b)  c = a  c + a  b sehingga ( x  1 )  5 = x  5 + 1  5 = 5x  5 . Jadi kesalahan Happy terletak pada penyelesaian sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan.

Model Pembelajaran IKRAR a. Rasional Model IKRAR adalah model pembelajaran yang pertama kali diciptakan oleh Sudiarta tahun 2007, yang merupakan pengembangan hasil penelitian bertahuntahun tentang pemecahan masalah matematika. Model pemecahan masalah biasa pada kenyataannya sulit untuk diterapkan begitu saja tanpa persiapan, baik dari segi perumusan “masalah matematika” itu sendiri, tindakan guru untuk memfasilitasi siswa, maupun tindakan dan pola pikir siswa yang efektif untuk dapat memecahkan masalah dengan baik. Untuk itu perlu dikembangkan model pemecahan masalah matematika yang sesuai dengan kondisi peserta didik dalam konteks Indonesia (Sudiarta 2007). Model IKRAR memiliki 4 karakteristik, yaitu.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

32

1. INISIASI, merupakan proses mental untuk mendorong terjadinya aksu-aksi mental berkaitan tugas-tugas pemecahan masalah. Jika proses inisiasi ini tidak terjadi dengan baik, yakni ditandai oleh ketidakmampuan siswa dalam mengenali, membedakan dan mengaitkan konsep-konsep matematika yang penting dan kurang penting, maka guru perlu melakukan intervensi. Intervensi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, tetapi harus dilandasi oleh konsep didaktis dan pedagogis yang tepat. 2. KONSTRUKSI-REKONSTRUKSI, merupakan inti dari proses pemecahan maslah

matematika,

yakni

proses

untuk

menganalisis,

mensintesis,

mengevaluasi konsep, prinsip dan prosedur matematika. Belajar natematika pada intinya harus membuka ruang seluas-luasnya bagi pelajar untuk terlibat aktif dalam proses mengkontruksi dan merekonstruksi objek-objek mental dalam matematika. 3. APLIKASI, merupakan proses penerapan atau pemodelan ide-ide matematika dalam dunia nyata. Proses ini dapat melibatkan siswa baik secara mental maupun fisik. Proses ini sangat penting untuk menjadikan pemahaman siswa lebih bermakna. 4. REFLEKSI, merupakan proses mental untuk melihat kembali keseluruhan proses sebelumnya secara utuh. Proses ini merupakan ruang evaluasi diri untuk membuka kesadaran mendalam bagaimana dan mengapa suatu konsep, prinsip prosedur matematika berkaitan satu sama lain dan dapat dijadikan untuk membangun konsep baru. Proses ini membuka peluang bagi siswa untuk melakukan aktivitas invensi, yaitu suatu kemampuan untuk berkarya dan berdaya cipta secara orisinal. b. Landasan Teori Pembelajaran matematika saat ini cenderung hanya melatih keterampilan dasar matematika secara terbatas dan terisolasi menjadi pembelajaran yang tidak memungkinkan siswa membangun ide-ide dan pemahaman konsep matematika secara luas dan mendalam, memahami keterkaitan matematika dengan bidang ilmu lainnya, serta mampu menerapkan pada berbagai persoalan hidup dan kehidupan (Sudiarta, 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan reorientasi terhadap pembelajaran

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

33

matematika. Reorientasi

ini

dilakukan

untuk

mengembangkan

kompetensi

matematika siswa antara lain. (1) Menginvestigasi dan memecahkan masalah (2) Berargumentasi dan berkomunikasi secara matematik (3) Melakukan penemuan kembali dan membangun konsep matematika secara mandiri. (4) Berpikir inovatif kreatif, yang melibatkan intuisi,penemuan, prediksi dan generalisasi melalui pemikiran divergen dan kritis (5) Memahami hubungan matematika dalam persoalan-persoalan sains maupun persoalan kehidupan sehari-hari. Untuk dapat melakukan reorientasi tersebut dilakukan dengan model pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah kontekstual open-ended. Model pembelajaran matematika berorientasi pemecahan masalah kontekstual open-ended dapat meningkatkan kemapuan siswa dalam berpikir kritis tetapi cenderung memiliki kelemahan dalam 4 hal berikut. (1) Rancangan dan perumusan masalah matematika itu sendiri. (2) Rancangan didaktis, bagaimana guru melakukan intervensi yang tepat. (3) Rancangan pedagogis, bagaimana guru memberikan dukungan untuk terjadinya interaksi antar siswa dan discourse yang intensif dalam pembangunan konsep-konsep matematika baru secara bermakna. (4) Akomodasi terhadap struktur kognitif siswa, bagaimana konsep-konsep matematika sebelumnya dibangun dan dapat direfleksikan secara mendalam untuk pembangunan konsep matematika baru. (Sudiarta, 2007) Selain itu, keberhasilan penerapan model pembelajaran berbasis masalah sangat dipengaruhi oleh 4 komponen kunci didaktis dan pedagogis yang saling berkaitan, yaitu Inisiasi, Konstruksi-Rekonstruksi, Aplikasi, Refleksi yang selanjutnya disingkat dengan IKRAR. Keempat komponen ini kemudian diletakkan sebagai pilar utama model pembelajaran kontruktivis yang kemudian diberi nama Model IKRAR (Sudiarta, 2007e). Model IKRAR merupakan model pembelajaran konsruktivis yang berorientasi pada pemecahan masalah matematika dan lebih sesuai dengan kondisi peserta didik dalam konteks Indonesia (Sudiarta, 2007). Model IKRAR (Inisiasi, KonstruksiRekonstruksi, Aplikasi, dan Refleksi) merupakan model yang didesain untuk

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

34

membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga siswa mudah untuk menyelesaiakan soal-soal open-ended. Model IKRAR memiliki 4 karakteristik. Pertama, INISIASI merupakan proses dalam diri peserta didik untuk membuat hubungan diantara ide-ide atau konsep sehingga bisa membantu peserta didik dalam membuat suatu pengetahuan matematika. Jika proses inisiasi ini tidak terjadi dengan baik, yakni ditandai oleh ketidakmampuan siswa dalam mengenali, membedakan dan mengaitkan konsepkonsep matematika yang penting dan kurang penting, maka guru perlu melakukan intervensi. Intervensi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, tetapi harus dilandasi oleh konsep didaktis dan pedagogis yang tepat. Kedua, KONSTRUKSI-REKONSTRUKSI merupakan inti dari proses pemecahan maslah matematika, yakni proses untuk menganalisis, mensintesis, mengevaluasi konsep, prinsip dan prosedur matematika. Belajar natematika pada intinya harus membuka ruang seluas-luasnya bagi pelajar untuk terlibat aktif dalam proses mengkontruksi dan merekonstruksi objek-objek mental dalam matematika. Ketiga, APLIKASI merupakan proses penerapan atau pemodelan ide-ide matematika dalam dunia nyata. Proses ini dapat melibatkan siswa baik secara mental maupun fisik. Proses ini sangat penting untuk menjadikan pemahaman siswa lebih bermakna. Keempat, REFLEKSI merupakan proses mental untuk melihat kembali keseluruhan proses sebelumnya secara utuh. Proses ini merupakan ruang evaluasi diri untuk membuka kesadaran mendalam bagaimana dan mengapa suatu konsep, prinsip prosedur matematika berkaitan satu sama lain dan dapat dijadikan untuk membangun konsep baru. c. Sintaksis Sintaks (syntax) menunjuk pada keseluruhan alur atau urutan kegiatan belajar mengajar. Sintaks dideskripsikan dalam urutan aktivitas-aktivitas yang disebut fase, setiap model mempunyai alur fase berbeda (Joice & Weill, 1992). Adapun sintaks Model IKRAR ditunjukan pada tabel 2. Tabel 2: Sintaksis model IKRAR. Fase

Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan

Guru menggali pengetahuan awal siswa yang terkait dengan materi yang akan didiskusikan.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

35

Kegiatan inti

Guru menyajiakan informasi tentang materi yang akan dibahas dan mengkondisikan siswa dalam kelompok serta membagikan LKS.

a. Inisasi

Guru membimbing siswa untuk memahami masalah yang diberikan, dan mengkaitkan dengan materi yang telah dipelajari.

b. KonstruksiRekonstruksi

Guru membimbing siswa agar mengetahui apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan dan membuat model matematika. Guru membimbing siswa memberi alasan mengapa membuat model matematika seperti itu serta membangun rasa percaya diri siswa untuk menyelesaikan permasalahan.

c. Aplikasi

Guru mengecek kemajuan siswa dalam menjawab soal dan membimbing siswa menyelesaikan masalah jika diperlukan

d. Refleksi

Guru membimbing siswa untuk merefleksi apa yang telah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan.

Penutup

Guru membimbing siswa membuat simpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

d. Sistem Sosial Dalam model IKRAR, dikembangkan suasana demokratis. Interaksi antar siswa dalam melakukan aktivitas belajar dengan soal pemecahan masalah mendapat penekanan penting dalam model ini. Demikian juga interaksi antar siswa dalam kelas pada fase inisiasi dan konstruksi-rekontruksi, mendapat penekanan penting. Guru berfungsi menfasilitasi

agar interaksi

antar siswa dalam semua aktivitas

PEMBELAJARAN ini dapat berlangsung baik. Guru perlu pula mengorganisasi PEMBELAJARAN sebaik mungkin agar siswa tetap di dalam aktivitas atau tugas belajar (on-task), dan menfasilitasi dan memotivasi siswa agar terjadi kerjasama secara kooperatif dan memungkinkan terjadinya konstruksi pengetahuan. e. Prinsip Interaksi Pada model IKRAR, guru berperan sebagai fasilitator, dan moderator. Sebagai fasilitator, guru menyediakan sumber-sumber belajar, mendorong siswa untuk belajar,

dan

memberikan

bantuan

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

bagi

siswa

untuk

dapat

belajar

dan

36

mengkonstruksi

pemahamannya

secara

optimal. Sebagai

moderator,

guru

memimpin diskusi kelas, mengatur mekanisme sehingga diskusi kelas berjalan lancar, dan mengarahkan diskusi sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai. Beberapa perilaku guru (prinsip-prinsip reaksi) yang diharapkan dalam model IKRAR adalah sebagai berikut: a. Memberikan perhatian pada penciptaan suasana demokratis dan membangun interaksi siswa yang kondusif dan dinamis dalam kelompok kecil atau kelas. b. Menyediakan dan mengelola sumber-sumber belajar yang realistik dan relevan yang dapat mendukung siswa melakukan aktivatas atau pemecahan masalah. c. Mengarahkan siswa sehingga dapat mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas kelompok atau diskusi kelas. Guru perlu menghindarkan diri dari adanya kebiasaan transfer pengetahuan. d. Menekankan pentingnya bekerjasama secara kooperatif dalam kelompok masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, termasuk upaya meningkatkan keterampilan kooperatif siswa. e. Memberikan bantuan terbatas pada setiap siswa (individual atau kelompok) berupa penjelasan secukupnya tanpa memberikan jawaban atas masalah yang dipelajari (prinsip scaffolding), atau bantuan berupa pertanyaan-pertanyaan yang terfokus yang berkaitan dengan realitas siswa agar siswa dapat menyadari akan hubungan konsep-konsep terkait yang sementara dikaji dan penerapannya dalam menyelesaikan masalah. f. Menghargai pendapat siswa dan mendorong siswa untuk dapat bersikap lebih kritis dalam mengkaji masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. g. Menempatkan diri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok siswa. Guru perlu menghindari keinginan untuk memposisikan diri sebagai sumber utama pengetahuan bagi siswa. f. Sistem Pendukung Dalam pembelajaran dengan menggunakan model IKRAR diperlukan sejumlah bahan dan media pembelajaran. Untuk setiap pokok bahasan yang akan dibahas, guru perlu menyiapkan bahan ajar yang kontekstual bagi siswa (baik berupa

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

37

buku siswa, hand out, dan sebagainya), lembar kegiatan siswa (LKS), perangkat evaluasi, dan media pembelajaran yang relevan. g. Dampak Pembelajaran dan Dampak Pengiring Pembelajaran dengan menggunakan model IKRAR menempatkan siswa sebagai subyek dalam PEMBELAJARAN. Dalam model IKRAR, guru tidak lagi berfungsi sebagai pemberi ilmu, tetapi lebih sebagai fasilitator. Guru menyiapkan berbagai perangkat pembelajaran, mengorganisasi siswa dalam kelompok-kelompok kecil, mendorong siswa untuk dapat belajar lebih terfokus dan optimal, mengarahkan diskusi

siswa,

serta

mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

pembimbing

yang

merangsang siswa untuk berpikir. Dalam model IKRAR, siswa tidak menerima informasi secara pasif, tetapi siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan. Model IKRAR dirancang untuk memberikan kesempatan bagi siswa melakukan aktivitas atau pemecahan masalah dalam kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Pada saat melakukan aktivitas atau pemecahan masalah dalam kelompok-kelompok kecil secara kooperatif, siswa saling berinteraksi, saling membantu dan saling melengkapi. Hal ini akan memungkinkan siswa untuk dapat memahami sendiri suatu konsep atau prinsip matematika dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Model IKRAR juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan bekerjasama siswa. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model IKRAR ini juga diharapkan dapat memunculkan dampak instruksional dan dampak pengiring. Rincian kedua dampak dimaksud adalah sebagai berikut. Dampak Pembelajaran: 1). Kemampuan konstruksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan merupakan hal penting dari aliran konstruktivisme. Konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru. Dalam model IKRAR siswa melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil, berinteraksi dan bernegosiasi yang mengarahkan pada pembentukan pengetahuan yang bersifat subyektf. Pengetahuan subyektif ini kemudian didiskusikan dalam kelompok besar (kelas), sehingga diperoleh pengetahuan bersama yang bersifat obyektif. Dengan aktivitas semacam ini secara

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

38

rutin, kemampuan siswa dalam konstruksi pengetahuan secara mandiri akan semakin meningkat. 2). Penguasaan bahan ajar. Dengan model IKRAR, informasi (pengetahuan) dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui aktivitas belajar yang dilakukan di dalam kelompok-kelompok kecil. Pengetahuan yang dikonstruksi sendiri semacam ini akan lebih bermakna bagi siswa dan akan dapat bertahan lama dalam memori siswa. Dengan bekerja saling membantu, saling memberikan konstribusi pemikiran, dapa diharapkan bahan ajar yang dipelajari atau didiskusikan dalam kelompok dapat dipahami secara lebih baik, dibandingkan dengan bila dipelajari secara individual. Model IKRAR memungkinkan siswa lemah dapat mengajukan pertanyaanpertanyaan secara bebas atau meminta penjelasan dari temannya yang lebih pandai serta mendapat pertanyaan-pertanyaan pembimbing dari guru. Dan siswa pandai terkondisikan untuk selalu memberikan bantuan-bantuan penjelasan kepada teman yang membutuhkan. Dalam kondisi semacam ini baik siswa lemah atau siswa pandai sama-sama memperoleh manfaat. Siswa lemah akan dapat memahami bahan ajar yang lebih baik, demikian pula siswa pandai akan meningkat penguasaan bahan ajarnya, karena untuk dapat memberikan bantuan penjelasan (tutorial) kepada temannya, tentunya dibutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan antara konsep-konsep atau ide-ide yagn terkandung dalam materi yang dijelaskan tersebut. 3). Kemampuan Pemecahan Masalah Dengan menggunakan model IKRAR dalam setiap PEMBELAJARAN, siswa dalam masing-masing kelompok kecil diberikan tugas melakukan aktivitas atau memecahkan masalah tertentu. Tugas yang diberikan ini dapat berupa serangkaian petunjuk melakukan aktivitas yang diarahkan untuk menemukan aturan-aturan tertentu, atau berupa soal-soal nonrutin yang berkaitan dengan keseharian siswa (kontekstual) yang harus diselesaikan kelompok. Dengan bekerjasama dalam kelompok dan 4 tahapan model IKRAR, soal-soal nonrutin tersebut dapat diselesaikan secara lebih baik, bila dibandingkan dengan bekerja secara individual. Aktivitas semacam ini yang secara terus menerus dilakukan dalam setiap PEMBELAJARAN, diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam hal pemecahan masalah.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

39

4). Kemampuan berpikir kritis Selama ini pengajaran dengan model konvensional lebih menitik beratkan pada perolehan pengetahuan konseptual dan prosedural, dan kurang memberikan perhatian pada pengembangan kemampuan berpikir. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model IKRAR, siswa diperhadapkan dengan banyak masalah yang harus

dipecahkan,

siswa

diperhadapkan

pada

pertanyaan-pertanyaan

yang

merangsang berpikir siswa. Pertanyaan-pertanyaan seperti mengapa, bagaimana dan sebagainya akan merangsang siswa untuk berpikir lebih keras. Dengan demikian pembelajaran menggunakan model IKRAR ini akan dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Salah

satu

kemampuan

berpikir

yang

dapat

ditumbuhkan

melalui

pembelajaran metematika dengan menggunakan model IKRAR ini adalah kemampuan berpikir kritis. Hal ini disebabkan karena dalam pembelajaran dengan model ini, siswa selalu diperhadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan ”mengapa”, “bagaimana”, yang kontekstual, sehingga dapat merangsang dan menuntut berpikir siswa secara cermat dan konprehenship. Siswa tidak hanya diharapkan dapat menyelesaikan salah satu masalah, tetapi juga memahami langkah-langkah pemecahan masalah sesuai model IKRAR dan mengetahui mengapa memilih strategi pemecahan masalah tersebut. 5). Keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif merupakan suatu keterampilan yang sangat dibutuhkan saat ini. Bagaimanapun keterampilan ini dibutuhkan setiap orang, karena kenyataan menunjukkan bahwa kehidupan siswa setiap hari tidak dapat dipisahkan dengan orang lain, di rumah ia hidup dan berinteraksi dengan sesama anggota keluarga, di lingkungan ia hidup dan berinteraksi dengan tetangganya atau teman-temannya, di sekolah ia hidup dan berinteraksi dengan guru dan temantemannya, dan sebagainya. Tetapi kenyataan juga menunjukkan bahwa keterampilan kooperatif siswa saat ini terasa kurang. Banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu seringnya terjadi pertikaian kecil antara individu sehingga dapat mengakibatkan tindak kekerasan, atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

40

Pembelajaran dengan menggunakan model IKRAR memberikan kesempatan kepada siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan dan kondisi sosial yang berbeda untuk bekerja sama, saling tergantung dan belajar saling menghargai satu dengan lainnya. Kondisi semacam ini memungkinkan berkembangnya keterampilanketerampilan untuk bekerjasama yang memang sangat dibutuhkan dalam hidup bermasyarakat. 6). Kemampuan Komunikasi Matematika. Komunikasi matematika merupakan aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran matematika. Komunikasi dalam matematika merupakan

salah

satu

kemampuan

dasar

umum

yang

perlu

diupayakan

peningkatannya seperti halnya kemampuan dasar umum lainnya, yakni kemampuan penalaran dan kemampuan pemecahan masalah Komunikasi matematika yang dimaksudkan di sini adalah peristiwa-peristiwa yang saling berhubungan di mana terjadi penyampaian dan penerimaan pesan-pesan matematika di dalam suatu lingkungan kelas. Pesan-pesan matematika di sini berkaitan dengan materi matematika yang sementara dipelajari siswa dalalm PEMBELAJARAN. Cara penyampaian atau pengalihan pesan ini dapat dilakukan secara tertulis atau secara lisan. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model IKRAR, siswa tidak hanya difasilitasi untuk dapat mengkonstruksikan pengetahuan dan memecahkan masalah, tetapi siswa juga diarahkan untuk dapat menjelaskan hasil konstruksi pengetahuan dan hasil pemecahan masalah yang diperolehnya. Sebaliknya siswa lain diharapkan dapat merespons dengan melakukan koreksi-koreksi dengan argumentasi logis terhadap hasil konstruksi pengetahuan dan pemecahan masalah tersebut. Dengan melakukan proses semacam ini secara terus menerus, dapat diharapkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa dapat meningkat. Dampak Pengiring 1). Kemandirian atau otonomi dalam belajar Dalam pembelajaran dengan menggunakan model IKRAR, siswa tidak menerima informasi (pengetahuan) secara pasif dari gurunya, tetapi siswa berupaya sendiri melalui aktivitas kelompok untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan tersebut. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi siswa dalam

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

41

belajar. Siswa tidak lagi menjadi orang yang pasif menunggu transfer pengetahuan dari gurunya, tetapi akan lebih aktif mencari, mempelajari dan mengkonstruksi pengetahuan melalui kelompok-kelompok kecil. 2). Sikap positif terhadap matematika Dalam model IKRAR, siswa terlibat secara aktif dalalm PEMBELAJARAN, baik dalam mempelajari bahan ajar, mengkonstruksi pengetahuan sendiri, maupun dalam mengerjakan aktivitas hands-on dan memecahkan masalah. Kondisi ini akan membuat

PEMBELAJARAN

menjadi

lebih

menyenangkan,

sehingga

kesan

matematika sebagai pelajaran yang sulit, bahkan menakutkan sedikit demi sedikit dapat diubah. Dengan demikian belajar matematika dengan menggunakan model IKRAR juga akan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika. Dengan demikian, dapat diyakini bahwa model IKRAR akan menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi matematis tingkat tinggi yang lebih baik daripada model pembelajaran pemecahan masalah tanpa model IKRAR.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

42

Contoh RPP yang menggunakan Model Pembelajaran IKRAR

SATUAN PENDIDIKAN MATA PELAJARAN

: SMK : MATEMATIKA

KELAS / SEMESTER

: X/ GANJIL

ALOKASI WAKTU

: 2 x 40 MENIT

I. STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep segitiga dan segiempat serta menentukan ukurannya. II. KOMPETENSI DASAR Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya. III.

INDIKATOR 1. Menentukan jumlah sudut-sudut segitiga. 2. Menentukan hubungan antara sudut dan panjang sisi suatu segitiga. 3. Menentukan hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga.

IV.

TUJUAN PEMBELAJARAN Siswa dapat: 1. Menentukan jumlah sudut-sudut segitiga. 2. Menentukan hubungan antara sudut dan panjang sisi suatu segitiga. 3. Menentukan hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga.

V. ALAT DAN SUMBER BELAJAR Sumber: 

BUKU Matematika X: Angkasa



Lembar Kerja Siswa

Alat/media: 

Segitiga yang terbuat dari karton



Gunting

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

43

VI. RINGKASAN MATERI 1. Jumlah Sudut-Sudut Segitiga C 

A 



B

Pada sembarang segitiga berlaku jumlah ketiga sudutnya adalah 1800, sehingga

      180 o 2. Hubungan antara sudut dan panjang sisi suatu segitiga Untuk setiap segitiga berlaku 

sudut terbesar menghadap sisi terpanjang



sudut terkecil menghadap sisi terpendek

3. Hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga Sudut luar segitiga adalah sudut yang dibentuk oleh salah satu sisi segitiga dan perpanjangan sisi lainnya. Pada gambar di bawah, D C

 ABC,  BCA, dan  BAC disebut sudut dalam  ABC

 BCD disebut sudut luar  ABC A

B

Besar sudut luar suatu segitiga sama dengan jumlah sudut dalam yang tidak berpelurus dengan sudut tersebut.  BCD =  ABC +  BAC VII. PEMBELAJARAN Model pembelajaran IKRAR

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

44

VIII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Alokasi Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa Waktu

PENDAHULUAN

 Memotivasi siswa untuk mencermati tujuan pembelajaran  Memotivasi siswa dengan cara mengaitkan kegunaan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan seharihari/bidang ilmu lain  Mengingatkan materi pendukung dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang garis dan sudut.  Memfasilitasi siswa untuk membentuk beberapa kelompok dan membagikan LKS pada masing-masing kelompok.

 

 

Mencermati tujuan pembelajaran Memperhatikan penjelasan dan menjawab pertanyaanpertanyaan

10 menit

Siswa memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Mempersiapkan diri untuk berkolaborasi dalam kelompoknya.

KEGIATAN INTI  Inisiasi  Menginisiasi diskusi dalam kelompok mengenai substansi dari LKS, yaitu menentukan sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya.  Memotivasi siswa untuk memahami maksud dari soal dan yang ingin dipecahkan dalam soal yang ada pada LKS dengan cara menimbulkan inisiatifinisiatif orisinil pada diri siswa.  Konstruksi-Rekonstruksi  Memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi dan merekonstruksi dalam kelompok mengenai substansi dari LKS, yaitu dalam menemukan dan memahami konsep-konsep yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.  Aplikasi  Membimbing siswa untuk mengaplikasikan konsep yang sudah ditemukan dalam melakukan pemecahan masalah dengan kelompoknya untuk menyelesaikan soal pada LKS.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

60 menit



Aktif berdiskusi dalam kelompoknya untuk memunculkan inisiatif-inisiatif dalam diri untuk bisa mengerti tentang soal dan apa yang ingin diselesaikan dalam soal yang diberikan pada LKS.



Aktif berdiskusi dalam kelompok untuk menemukan konsep-konsep yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal-soal dalam LKS.



Aktif berdiskusi dalam kelompok untuk menerapkan konsep-konsep yang sudah terbentuk dalam diri siswa masing-masing untuk menyeleaikan masalah tersebut.

45

Alokasi Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa Waktu

 Refleksi  Guru membuka kesempatan bagi kelompok yang ingin mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan memberikan kesempatan bagi kelompok yang lain untuk memberikan tanggapannya.

 Memfasilitasi siswa untuk membuat rangkuman materi yang telah dipelajari.  Memberikan evaluasi untuk memperoleh gambaran mengenai pamahaman siswa



Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok yang lain memberikan tanggapannya.

 Membuat rangkuman materi yang telah dipelajari.  Mengerjakan soal yang diberikan secara individual.

10 menit

IX. Penilaian

Teknik Penilaian

: Tes Tertulis

Bentuk Instrumen

: Tes Uraian

Contoh instrumen 1.

Layar sebuah perahu memiliki tiga buah sisi yang tidak sama panjang. Dua sudut layar tersebut besarnya 55 dan 35 . Seperti gambar berikut

55

??

35

i. Tentukan jenis segitiga istimewa dari layar tersebut! ii. Tentukan besar sudut yang ditunjuk oleh tanda panah merah pada gambar tersebut!

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

46

Rubrik Penskoran Tahap Memahami masalah

Jawaban Diketahui : ketiga sisi segitiga tidak sama panjang

2

Besar sudut layar adalah 55 dan 35 Ditanya :

Merencanakan penyelesaiannya

Skor

  

a. jenis segitiga istimewa dari layar tersebut = ....?

b. besar sudut yang ditunjuk= ....? Jumlah besar ketiga sudut segitiga = J = 180 Besar sudut layar yang belum diketahui x = J – 55 35 Besar sudut yang ditunjuk = x + 35

Melaksanakan x = J – 55 - 35 = 180 - 90 = 90 rencana penyelesaiannya Dengan demikian jenis segitiga istimewa dari layar tersebut adalah segitiga siku - siku.

3

5

Besar sudut yang ditunjuk = x + 35 = 90 + 35 = 125 Memeriksa kembali

Tahap ini dilakukan dengan memberikan angket pemeriksaan kembali. Skor total

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

-

10

47

DAFTAR RUJUKAN

Arends,R. 1998. Learning to Teach. Fourth Edition. Ney York: Mc Graw Hill. Blumenfeld, P., Soloway, E., Marx, R., Krajcik, J., Guzdial, M., & Palincsar, A. 1991. Motivating project-based learning: Sustaining the doing, supporting the learning. Educational Psychologist, 26 (3 & 4), 369-398. Briker, D. & Cripe, J.J. 1992. An activity - based approach to early intervention. Baltimore: Brokes. Dewey,J.1972. Experience and Education. Hani’ah.2004. Bandung: TERAJU.

(Pendidikan

Berbasis

Pengalaman).

Erman Suherman dan Winataputra. 1992/1993. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud Fogarty,R. 1997. Problem Based Learning and Other Curriculum Models for The Multiple Intelegences Classroom. Melbourne: Hawker Brownlow Education Foster, Alan G. 1993. Cooperative Learning in the Mathematics Classroom. New York: Mc Graw Hill Holmes,E. 1995. New Direction in Elementary School Mathematics, Interactive Teaching and Learning. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall,Inc Freudenthal, H. (1991). Revisiting mathematics education. Dordrecht: Kluwer A.P. Hiebert, J. & Carpenter, T.P. (1998). Problem Solving as a Basis for Reform of Curriculum and Instruction: The Case of Mathematics. Educational Research 25(4), 12-21. Ismail, 2003, Model-Model Pembelajaran, Jakarta: Dit. Pendidikan Lanjutan Pertama Land, S.M. (2000). Cognitive requirements for learning with open-ended learning environments. Etr &D-Educational Technology Research and Development 48:61-78. Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo Lynch, C. L., Wolcott, S. K., & Huber, G. E. (2001). Tutorial for optimizing and documenting open-ended problem solving skills [On-line]. Available: http://home.apex.net/~leehaven Paris, S. G., & Winograd, P. W. (1990). How metacognition can promote academic learning and instruction. In B.J. Jones & L. Idol (Eds.), Dimensions of thinking and cognitive instruction (pp.15–51). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

48

Nur,M

dan Wikandari. 1998. Pendekatan-Pendekatan Pembelajaran. Surabaya: PPS IKIP Surabaya

Konstruktivis

dalam

Nur,M.2000. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya: UNESA University Press Parnes, S. J. (1992). Source book for creative problem solving. Buffalo, NY: Creative Education Foundation Press Parwati (2003a), Penerapan Model Konstruktivis dalam Perkuliahan Teori Bilangan Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Pemecahan-Masalah, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, IKIP Negeri Singaraja: Edisi Mei 2003 Schoenfeld, A. (1994). What do we know about curriculum?. In: the Journal of Mathematical Behaviour 13, p. 55-80. Schoenfeld, A. (1997). Learning to think mathematically: Problem solving, metacogniton, and sense making in Mathematics. In: D.A. Grouws(Ed.), Handbook of research on mathematics teaching and learning (pp 334-367), New York: Macmillan Shimada, S. & Becker, P., (1997). The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. NY: NCTM Soedjadi, R. & Sutarto Hadi, (2004). PMRI dan KBK dalam Era Otonomi Pendidikan. Buletin PMRI, Edisi III Januari 2004, hal. 1. Schroeder, T.L., & Lester, F.K. (1989). Developing understanding in mathematics via problem solving. In P.R. Trafton (Ed.), New directions for elementary school mathematics (pp. 31-56). Reston:NCTM. Sternberg, R. J. & Lubart, T. I. (1991). An investment theory of creativity and its development. Human Development, 34, 1-31. Sudiarta, P. (2003a). Impulse der Schule des Konstruktivismus Fuer Neuere Konzepte des Lehrers und Lernens, Aachen: Shaker Verlag Muenchen Sudiarta, P. (2003b). Impulse der Schule des Konstruktivismus Fuer Neuere Konzepte des Lehrens und Lernens: Am Beispiel Mathematikunterricht. Dissertation: Uni Osnabrueck, Jerman Sudiarta, P. (2003c). Pembangunan Konsep Matematika Melalui "Open-Ended Problem": Studi Kasus Pada Sekolah Dasar Elisabeth Osnabrueck Jerman, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, IKIP Negeri Singaraja: Edisi Oktober 2003 Sudiarta,P (2003d) Mencermati Kurikulum Berbasis Kompetensi: Sebuah Kajian Epistemologis dan Praktis. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, IKIP Negeri Singaraja: Edisi Khusus Desember 2003 Sudiarta, P. (2004a). Mencermati Kurikulum Berbasis Kompetensi: Sebuah Kajian Epistemologis dan Praktis, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus Dies Natalis IKIP Negeri Singaraja Feb.2004.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

49

Sudiarta, P. (2004b). Developing Students' Mathematical Crtitical Thinking Through Problem Solving Activities in Mathematics Classroom. No. 4 TH.XXXVII April 2004 Sudiarta,P (2004c) Learning Mathematics with Understanding: A Radical Constuctivist Perspective. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, IKIP Negeri Singaraja. No. 3 TH.XXXVII Juli 2004 Sudiarta,P (2004d) Mencermati Wacana Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Program Standarisasi dan Sertifikasi Kompetensi Guru: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, IKIP Negeri Singaraja. Edisi Khusus Desember 2004 Sudiarta, P. (2005a), Pengembangan Kompetensi Berpikir Divergen dan Kritis Melalui Pemecahan Masalah Matematika Open-Ended, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi April 2005 Sudiarta, P. (2005b), Paradigma Baru Pembelajaran Matematika: Refleksi Terhadap Tuntutan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Juli 2005 Sudiarta, P. (2005c), Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Oktober 2005 Sudiarta,P.(2006a), Penerapan Pembelajaran Berorientasi Pemecahan Masalah OpenEnded Berbantuan LKM Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Hasil Belajar Mahasiswa Matakuliah Pengantar Dasar Matematika Semester Ganjil 2004/2005, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA Singaraja, Volume 39 No.2, April 2006 Sudiarta,P.(2006b), Pengembangan dan Implementasi Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended untuk Siswa Sekolah Dasar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA Singaraja, Volume 39, Edisi khusus Desember 2006 Sudiarta, P. (2007a), Penerapan Strategi Metakognitif dalam Perkuliahan Statistika Matematika I untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA Singaraja, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA Singaraja, Volume 40, No 3 Juli 200 Sudiarta, P. (2007b), Mencermati Paradigma Baru dalam Penelitian Pendidikan Matematika, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA Singaraja, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA Singaraja, Volume 40, No 4 Oktober 2007 Sudiarta, P. (2007c), Prospek Pengembangan dan Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Open-Ended Di Sekolah Dasar di

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

50

Propinsi Bali. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Balitbang Depdiknas, Tahun ke-13, N0.069, September 2007 Sudiarta, P. (2007d), Pengembangan Pembelajaran Berpendekatan Tematik Berorientasi Pemecahan Masalah Matematika Terbuka Untuk Mengembangkan Kompetensi Berpikir Divergen, Kritis, dan Kreatif.Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Balitbang Depdiknas, Tahun ke-13, N0.069, November 2007 Sudiarta, P(2007e). Paradigma Baru Pembelajaran Matematika: Membangun Kompetensi Berpikir Kritis Melalui Pendekatan Open-Ended, Penerbit UNDIKSHA, ISBN 978-602-8310-03-1 Sudiarta, P(2008a). Perspektif Baru Penelitian Pendidikan Matematika: Meta Analisis Penelitian Pendidikan Matematika, Penerbit UNDIKSHA, ISBN 978-602-831004-8 Upitis, R.; Phillips,E.; Higginson,W. (1997). Creative Mathematics: Exploring Children's Understanding, London: Routletge. p.98-185 Van den Heuvel-Panhuizen, M. (1996). Assessment and Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-B Press / Feudenthal Institute, Utrecht University. Zimmerman, B. J., & Schunk, D. (Eds.) (1989). Self-regulated learning and academic achievement; Theory, research, and practice. New York: Springer-Verlag.

Model Pembelajaran Inovatif/I Gst.Putu Sudiarta

51