MEMBANGUN KARAKTER SYARIAH - WordPress.com

13 downloads 150 Views 144KB Size Report
Abstrak. Membangun karakter syariah bagi seorang marketer menjadi hal yang .... Berbekal Ilmu Perniagaan (Ilmu Pemasaran) dan Ilmu Syariah. Allah telah ...
MEMBANGUN KARAKTER SYARIAH PADA MARKETER DAN KINERJA MARKETING

Oleh : Arif Budiharjo

Abstrak Membangun karakter syariah bagi seorang marketer menjadi hal yang utama dalam peningkatan kinerja marketing yang mengedepankan penciptaan “kepuasan duniawi dan kepuasan ukhrowi” bagi seluruh stakeholdersnya, “kepuasan duniawi dan kepuasan ukhrowi” sebagai suatu wujud akhir yang hendak dicapai dalam kerja marketing berbasis pada pencarian ridho Allah. Kebersihan dan menjaga kebersihan jiwa yang berkelanjutan menjadi syarat utama dalam membangun karakter syariah dan keridhoan Allah, Berbekal lmu, penguatan diri, serta aspek humanistik dan aspek lingkungan menjadi hal yang perlu dipahami, diimplementasikan dan dikembangkan sebagi suatu upaya membangun karakter syariah dalam marketing bisnis. Kata Kunci :

1.

Karakter syariah, kepuasan duniawi, kepuasan ukhrowi, keridhoan Allah.

Pendahuluan Bisnis adalah bisnis. Adanya dikotomi bisnis syariah dan bisnis

konvensional adalah sebagai suatu akibat fenomena kontaminasi pelalaian atau bahkan pelanggaran etika atau nilai Islami pada pola perilaku bisnis yang seharusnya beretika Islami terutama bagi muslim pelaku-pelaku bisnis, dan juga pada pola perilaku pembelian atau konsumsi yang juga seharusnya beretika Islami terutama bagi masyarakat muslim yang melakukan proses pembelian dan konsumsi . Fenomena pelalaian dan pelanggaran etika atau nilai-nilai Islami yang secara perlahan-lahan, terus menerus, terakumulasi, hingga menjadi hal yang umum, dan bahkan cakupan pelalaian dan pelanggarannya yang semakin membesar. Hingga akhirnya pun terdapat regulasi ekonomi bisnis yang terdapat kecenderungan yang tidak memiliki nafas etika atau nilai Islam. Hal ini memang bisa saja terjadi, karena lingkungan negeri ini adalah lingkungan yang pluralistik. Dari fenomena tersebut di atas, akhirnya pula muncul kesadaran dan gerakan ke arah ekonomi berkarakteristik nilai Islami, dari munculnya inisiatif

perbankan syariah dan lembaga keuangan mikro syariah berupa BMT-BMT, asuransi syariah model takaful, dan hingga hotel syariah, dan lain-lain inovasi yang produk-produknya menjadi produk yang mencoba menawarkan karakter syar‟i. Meskipun barangkali ada pula yang turut latah membungkus-bungkus produknya dengan syar‟i branding meskipun tidak syar‟i. Hal tersebut di atas, menerangkan juga bahwa bisnis syariah dan bisnis konvensional adalah bisnis. Tinggal bagaimana menganggap syariah adalah suatu prinsip Islami yang harus diterapkan dalam suatu bisnis, termasuk tebal tipisnya kadar prinsip Islami yang diterapkannya tersebut. Karena bisnis syariah atau yang tepatnya sebagai bisnis dengan menerapkan atau memegang sistem syariah, tentunya juga memerlukan suatu pengelolaan yang optimal. Dalam pengelolaan bisnis, termasuk bisnis yang menerapkan prinsip syariah, memerlukan kerja marketing. Karena marketing adalah ujung tombak dari suatu bisnis. Marketing adalah kerja dari suatu proses bisnis hingga terhantarkannya produk dan nilai-nilai produk tersebut kepada konsumen untuk dikonsumsinya. Dan hasil akhir dari kerja marketing adalah kembalinya danadana modal disertai keuntungannya. Bahkan marketing dan bisnis tidak akan berakhir, karena bisnis memerlukan perputaran, dan marketing memerlukan sustainibility (berkelanjutan). Oleh karena itu meskipun perusahaan telah berhasil menjualkan

produk-produknya,

tentunya

proses

marketing

harus

terus

berkelanjutan disertai dengan peningkatan-peningkatan kinerja marketing hingga peningkatan bisnis sampai pada optimalitasnya.

2.

Identifikasi Marketing dalam bisnis bukan saja sebagai suatu konsep marketing

dengan tools-tools marketingnya saja, seperti marketing mix, segmenting, targeting, dan positioning, branding, dan lain sebagainya. Marketing bisnis bukan saja telah bekembang ke arah market driven, customer satisfaction, customer retention, dan bahkan customer delight, akan tetapi marketing harus mengintegrasikan karakter-karakter dan prinsip-prinsip syariah dalam jiwa marketer dan kinerja marketingnya. Penerapan karakter dan prinsip-prinsip

syariah pada kinerja marketing, diharapkan akan memunculkan karakter bisnis berkinerja tinggi yang akan mampu memberikan kepuasan tidak saja kepada konsumennya namun kepada stakeholder lainnya, dengan pula meningkatkan karakter spiritual bisnis yang mampu menjaga pada rel-rel perilaku bisnis yang Islami hingga memunculkan keyakinan kepuasan yang tidak saja pada kepuasan duniawi akan tetapi “kepuasan ukhrowi” (“keupasan ukhrowi” dimaksudkan sebagai pengejawantahan “Ridhotillah” atau keridhoan Allah / diridhoi Allah). Disinilah yang membedakan marketing bisnis biasa, bahwa marketing bisnis yang menerapkan prinsip syariah akan memberikan kepuasan bagi stakeholders yang tidak saja pada tataran kepuasan duniawi, akan tetapi juga mengarah pada “kepuasan ukhrowi” karena terdapat ridho Allah yang dituju. Hal ini berarti tujuan marketing bisnis dengan penerapan prinsip etika atau nilai-nilai Islam adalah penciptaan “kepuasan duniawi dan ukhrowi” bagi stakeholdersnya.

3.

Ruang Lingkup Pembahasan Pengkajian ini berada pada lingkup bisnis, lebih khusus lagi pada kinerja

marketing bisnis. Kajian ini akan lebih banyak membahas kepada pengintegrasian karakter-karakter dan prinsi-prinsip syariah pada jiwa marketer dan pada proses / kinerja marketing. Oleh karena itu kajian ini hanya berada pada kinerja marketing yang berprinsip syariah serta hubungannya dengan penciptaan “kepuasan duniawi dan ukhrowi” pada para stakeholdersnya..

4.

Permasalahan yang dikaji Bagaimana membangun karakter-karakter syariah dalam jiwa marketer

dan kinerja marketing untuk menghasilkan “kepuasan duniawi dan Kepuasan ukhrowi” para stakeholdersnya.

5.

Tujuan Tujuan tulisan ini untuk menganalisis “Carracter Building” atau

membangun karakter-karakter syariah dalam jiwa marketer dan kinerja marketing

untuk menghasilkan “kepuasan duniawi

dan Kepuasan

ukhrowi”

para

stakeholdersnya.

6.

Pembahasan

a. Kebersihan jiwa dan sustainibility penjagaan kebersihan jiwa sebagai syarat utama dalam membangun dan mengembangkan karakter jiwa syariah dalam marketing Pemasaran dalam suatu bisnis yang menerapkan prinsip Islam sebenarnya bukan sebagai suatu wacana ataupun ilmu pengetahuan yang menerangkan “bagaimana atau apa itu yang dinamakan syariah marketing”. Kerja pemasaran yang menerapkan prinsip Islam adalah suatu kerja marketing dengan cara-cara sebagaimana ajaran agama Islam. Dan ini akan lebih mudah tampak fenomenanya apabila bisnis atau pemasarannya dilakukan oleh seseorang yang mempunyai latar belakang spriritual yang kuat. Hal ini memiliki arti, seorang marketer, baik pada lini bawah yang langsung bersentuhan dengan pelanggan, maupun marketer pada tataran pengambilan keputusan marketing, dia sudah seharusnya mempunyai suatu “soul” dengan karakter spiritualitas yang sudah terbentuk terlebih dahulu pada proses pengembangan dirinya dengan kepribaadian-kepribadian positif yang melekat pada dirinya, sehingga seseorang tersebut memiliki karakter atau warna yang kuat sebagai seorang yang memiliki basis spiritual yang kuat. Mengapa demikian ? Hal ini berkaitan dengan lingkungan bisnis yang mempunyai turbulensi yang tinggi atas persaingan bisnis dengan lebih tanpa mengindahkan aspek nilai-nilai islami. Hal inilah yang pada akhirnya, apabila seseorang tak mampu menahan suatu godaan atas keuntungan yang besar, atau godaan cara efektif tak merugi, maka bisa jadi orang tersebut mengambil jalan pintas yang pada akhirnya memunculkan perilaku yang tidak islami. Hal inilah, bahwa godaan tersebut menjadi suatu kepentingan yang membutakan mata hatinya, sehingga god spot yang dimiliki akan tertutup. Hal yang demikian menurut kajian Ari Ginanjar tentang God Spot pada konsep “Zero mind process” miliknya, yaitu dalam buku “The ESQ Way 165”, terdapat tujuh hal yang bisa menutup God Spot seseorang, yaitu : (1) Prasangka

negatif, (2) Prinsip hidup, (3) Pengalaman, (4) Kepentingan dan prioritas, (5) Sudut pandang, (6) Pembanding, (7) Literatur. Artinya,

bahwa

walaupun

kita

mampu

mendefinisikan

dan

mengidentifikasikan prinsip-prinsip marketing yang berbasis pada nilai syariah, atau prinsip-prinsip syariah yang hendak diterapkan pada kerja marketing, namun bila dalam proses pengembangan pribadi kita tidak mampu menjaga dan membuka “energi ilahiah” yang dihembuskan oleh Allah kepada buhul-buhul kita disaat kita berada dalam kandungan rahim ibu kita, hingga kita lahir, hingga kita dewasa, hingga kita mampu “iqro”, dan hingga kita mampu membedakan yang baik dan benar, maka “energi ilahiah” sebagai “energi primary” yang kita miliki akan melemahkan karakter positifnya, dan akhirnya akan membalikkan kondisi sebagai “soul” yang berkarakter negatif. Dan demikian jika terus menerus berkelanjutan, maka pengembangan diri akan bergerak ke arah yang berkarakter negatif. Namun bila kita mampu menjaga “energi ilahiah” menjadi lebih terbuka, dalam artian tidak tertutup, maka karakter positif akan terus terbangun dan menjadi “Carracter Building” yang kuat yang mampu menyokong pada keberanian menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam keja marketing. Oleh karena itu dalam Al Qur‟an, Allah berfirman “.... sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan dirinya” (Q.S. Al Baqoroh, 222) Walaupun pada sisi lain, bila akhirnya kita mampu menjaga diri kita berada pada pengembangan kepribadian yang berkarakter positif, dan kita tak akan mungkin mengklaim bahwa pengembangan ini sebagai suatu hasil kita. Namun memang demikian, bahwa Allah memberikan kita karakter “kekhalifahan” manusia mengelola dirinya menjadi karakter jiwa yang hendak ditujunya.

Membangun Karakter syariah pada Jiwa Marketer dan Kinerja Marketing Karakter jiwa syariah pada diri marketer dimaksudkan sebagai suatu karakter-karakter marketer yang dibangun dan dikembangnnya dalam rangka meningkatkan kinerja marketing yang berbasis pada pola pengembangan karakter jiwa positif dan dan berpegang pada syariah atau aturan-aturan yang telah

ditentukan dalam Islam untuk menuju pada keridhoan Allah dalam rangka menciptakan kepuasan-kepuasan duniawi dan ukhrowi.

6.2.1. Pencarian Ridho Allah Ayat 162 Surat Al An „Am, Allah menjelaskan tentang ikrar manusia atas kehambaannya kepada Allah. Bahwa kepada Allahlah manusia mencari keridhoan Allah, “Ya Allah, aku berikrar, sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata”. (Q.S. Al An „am, 162). Dari ayat ini harus diketahui dan dipahami oleh marketer, bahwa hidup di dunia ini adalah mencari ridho Allah. Perilaku para marker dalam kerja pemasarannya, baik dari sisi analisis pemasaran, perencanaan, hingga pada implementasi pemasaran dan pengendaliannya akan benar-benar mendapatkan ridho Allah, apabila para marketer tersebut mengindahkan nilai-nilai atau etika Islami. Dan hal yang demikian niscaya seseorang tersebut akan mendapatkan suatu “kepuasan ukhrowi” atau kepuasan yang abadi di alam akhirat. Marketer yang berupaya mencari keridhoan Allah, akan memunculkan keikhlasan berdampak pada kerja yang spenuh jiwa dalam melayani pelanggannya. Hal ini pada akhirnya berpotensi atas kepuasan pelanggannya. Pada sisi lain, seorang marketer yang berfikiran kerja pemasaran dan mencari ridho Allah, maka sesungguhnya dia akan lebih realistis bila dibandingkan dengan kerja pemasaran secara optimal namun tak mengindahkan nilai atau etika Islam. Marketer yang berbasis pada optimalitas kerja marketing dan keridhoan Allah, akan lebih berhitung sampai pada keuntungan dan atau kepuasan pada kehidupan pasca kehidupan duniawi. Segala aktivita bisnis dan aktivitas marketing yang disertai oleh keikhlasan semata-mata dan mencari keridhoan Allah, maka seluruh transaksinya insya Allah akan menjadi ibadah dihadapan Allah SWT. Hal ini akan menjadi bibit dan modal dasar baginya untuk tumbuh menjadi bisnis yang besar dan marketer yang handal, yang memiliki spiritual brand, kharisma, keunggulan, dan keunikan yang tak tertandingi (Kartajaya, H. Dan Sula, M.S., 2006). Sebagaimana dalam Alqur‟an : “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari

keridhoan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu akan menhasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan tidak menyiramnya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat”.

6.2.2. Berbekal Ilmu Perniagaan (Ilmu Pemasaran) dan Ilmu Syariah. Allah telah memberikan karunia akal dan ilmu kepada manusia, hingga manusia bisa mengembangkan ilmunya demi kemakrifatan dan kemanfaatan di dunia dan di akhirat. Termasuk pada segala macam hal tehnis dalam kegiatan marketing, manusia telah mampu mengembangkan teori dan teknis, serta toolstools dalam marketing aktivity menjadi suatu “ilmu marketing” yang dapat menjadi pegangan tekhnis dan prosedur dalam mengimplementasikan kerja bisnis terutama di sisi pengelolaan marketingnya. Penguasaan ilmu marketing sangat penting bagi seorang marketer, disamping seorang marketer bisa mempelajari melalui

literatur-literatur

marketing, seorang marketer bisa membaca pada siklus dan gejala marketing di dunia marketing. Artinya dari berbagai aspek dan sudut pandang seorang marketer mempunyai suatu potensi untuk mengembangkan ilmu marketingnya guna membekali kerja marketing yang bersangkutan. Namun demikian, bahwa Allah pun telah memberikan suatu tatanan syariat yang menjadi hukum Allah untuk ditaati dan dipatuhi sehubungan dengan penghambaan manusia kepada Allah. Maka seorang marketer harus lebih memegang teguh aturan-aturan syariat yang sebelumnya harus dipelajari dan dikuasi.

Penguasaan

ilmu

syariah

harus

senantiasa

berkembang,

serta

memunculkan keberanian implementasi atas syariah tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah : “ Hai orang-orang yang beriman, sukakah

kamu

Aku

tunjukkan

suatu

perniagaan

(bisnis)

yang

dapat

menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih ? (yaitu) kamu beriman di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan

(memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga „Adn” (Q.S. AshAshaf, 10 – 13). Demikian pula firman Allah : “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tak mengetahui” (Q.S. Al Jatsiyah, 18). Tentunya dengan ilmu marketing, seorang marketer bisa memunculkan kinerja marketing yang diarahkan kepada kepuasan, namun dengan ilmu syariah yang akan menuntun kinerja yang berbasis pada pencarian keridhoan Allah. Dan apabila terdapat saling ridho diantara dua pihak yang bertransaksi, serta transaksi yang memenuhi hukum syariah, maka insya Allah, Allah pun akan memberikan keridhoan pada dirinya. Sehingga kebahagiaan tak akan lepas dari konsep kepuasan duniawi dan kepuasan ukhrowi.

6.2.3. Penguatan Diri Penguatan diri ini dimaksudkan sebagai suatu penguatan akhlak pada diri seorang marketer yang berorientasi pada penciptaan kepuasan duniawi dan ukhrowi dengan berbasis pada pencarian ridho Allah. Menurut Kartajawa, H., dan Sula, M.S., (2006), terdapat sembilan etika (akhlak) yang tepat untuk para marketer yang berkarakter syariah, yaitu : (1) Memiliki kepribadian spiritual (Taqwa), (2) Berperilaku baik dan simpatik (Shidiq), (3) Berlaku adil dalam bisnis (Adil), (4) Bersikap melayani dan rendah hati (Khidmah), (5) Menepati janji dan tidak curang, (6) Jujur dan terpercaya (Amanah), (7) Tidak suka berburuk sangka (Tidak Su‟udzon), (8) Tidak suka menjelek-jelekkan (Tidak Ghibah), (9) Tidak melakukan sogok (Tidak Riswah). Disamping itu, menurut pemikiran penulis masih perlu ditambah dengan : (1) Keihlasan dalam kerja, (2) Pengembangan diri untuk kepentingan kerja, dan (3) Berani menghindari bisnis yang haram Sedangkan Ahmad, M., (1995), dalam bukunya “Business Ethics in Islam”, yang dikutip oleh Sula, menjelaskan bahwa Allah dalam firman-firman Allah di dalam Alqur‟an memberikan perintah kepada manusia untuk mencari dan meraih prioritas-prioritas yang menjadi ketentuan Allah di dalam Alqur‟an, yaitu :

a. Hendaknya manusia mengutamakan pahala yang besar dan abadi serta dapat menjadi bekal di akhirat dari pada keuntungan dan manfaat yang kecil dan terbatas di dunia ini. b. Lebih mengutamakan segala sesuatu yang bersih secara moral dari pada keuntungan-keuntungan besar di dunia akan tetapi secara moral adalah kotor. c. Lebih memilih pekerjaan yang halal dan menghindari pekerjaan yang haram.

6.2.4. Harmonisasi Humanistik Kartajaya, H., dan Sula,M.S., dalam bukunya “Syariah marketing” (2006) menjelaskan bahwa Syariah Islam bersifat Humanistis (Insaniyyah), atau syariah Islam diciptakan untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewanannya dapat terkekang dengan panduan syariah. Dengan memiliki nilai humanistis, maka manusia menjadi terkontrol, dan seimbang (tawazun), bukan manusia yang serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Bukan menjadi manusia yang yang bahagia di atas penderitaan orang lain atau manusia yang hatinya kering dengan kepedulian sosial. Marketer harus mampu mengembangkan karakter humanistis ini agar terdapat keseimbangan hubungan sesama manusia. Dan dalam kerja marketing pun aspek humanity perlu diejawantahkan dalam apreiasi-apresiasi memanusiakan manusia, bukannya mempelajari karakteristik manusia (perilaku konsumen) untuk dapat merangsang perilaku beli yang tidak realistik dan tidak normatif. Serta tidak mengekspolitasi manusia ke arah konsumerisme yang berlebihan. Jika hal-hal kerja marketing yang seperti mengeksplorasi manusia untuk konsumerisme

yang berlebihan dan hal-hal

yang mengecewakan para

pelanggannya, maka akan memunculkan potensi perpecahan silaturahmi manusia, khususnya hubungan antara produsen dan pelanggan. Bukankah Allah adalah Rahmatan lil Alamin. Bukankah pula Muhammad juga di utus Allah untuk sekalian alam. Dan Allah pun menciptakan dan menyempurnakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan dari seorang perempuan (Hawa), status mereka sebagai hamba Allah, dan anak turun Adam yang telah mengikatkan tali

persaudaraan dantara mereka, sebagaimana firman Allah : “ Wahai manusia, bertaqwalah bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu. Dan dari padanya Allah menciptakan istrinya. Dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan aki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah dengan nama Nya kamu saling meminta satu sama lain. Dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (Q.S. An Nisa, 11)

6.2.5. Harmonisasi lingkungan Manusia sebagai mahluk Allah dan menjadi khalifah di bumi ini, sudah tentu diberikan kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan apa yang ada di bumi dan di langit ini untuk keperluan kehidupan dan kesejahteraannya. Akan tetapi sebagai khalifah di bumi ini manusia harus mampu menjaga dan tidak merusak alam dan lingkungan sekitar hanya untuk kepentingannya belaka. Prinsip tindakan yang melestarikan alam dan menjaga lingkungan adalah termasuk pengejawantahan apresiasi rasa syukur yang sekiranya oleh Allah akan pula dilipatgandakan kemanfaatan yang dirasakan oleh manusia. Oleh karena itu seorang marketer dan dalam kerja marketing harus memperhatikan aspek alam dan lingkungan ke arah harmonisasi lingkungan yang optimal.

Hubungan Membangun Karakter Syariah pada Jiwa Marketer dan Kinerja Matrketing dengan Penciptaan Kepuasan Duniawi dan Kepuasan Ukhrowi bagi Stakeholdernya

Konsep marketing adalah menciptakan suatu kondisi bisnis berkinerja tinggi. Konsep bisnis berkinerja tinggi akan tercapai apabila seluruh stake holders merasa puas dengan kinerja dari korporasi tersebut. Minimal, apabila suatu korporasi mampu memberikan kepuasan pada tiga elemen stakeholdersnya, yaitu pelanggan, manajemen (pegawai), dan pemilik (pemegang saham), maka korporasi tersebut telah berhasil membangun konsep bisnis berkinerja tinggi.

Apalagi bila stakeholder lainnya juga mendapatkan keuntungan dan kepuasan dari kinerja korporasi tersebut, maka bisnis ini memiliki kinerja yang sangat tinggi. Tentunya pemasaran, dalam suatu kinerjanya mempunyai fokus dan orientasi kepada kepuasan pelanggan, serta orientasi kepada pesaing, agar mampu memberikan suatu kinerja yang dapat memenangi persaingan dari para pesaingnya secara sehat. Artinya bahwa dengan demikian peluang atau potensi untuk berkembang menjadi sangat terbuka luas. Dan hal ini menjadi suatu fenomena kondisi yang baik secara langsung maupun tak langsung bagi para stakeholder yang lain akan mendapatkan kepuasan sebagaimana porsi-porsinya. Ditambah lagi apabila prinsip sariah, dan proses pengembangan karakter syariah pada marketer dan kinerja pemasaran, maka sudah selayaknya “kepuasan” yang dirasakan di dunia bagi para stakesholdersnya akan diperluas lagi menjadi “kepuasan duniawi dan kepuasan ukhrowi” bagi para stakholdersnya.

7.

Simpulan

a.

Dikotomi bisnis konvensional dan bisnis syariah adalah fenomena sudut pandang pengopinian bisnis dengan karaker syariah dan tidak berkarakter syariah. Karena itu bisnis adalah bisnis. Hanya karakter syariah yang membedakan bisnis tersebut. Artinya bahwa sesungguhnya pelaku bisnis dan konsumen dengan karakter syariah bukanlah pelaku dan konsumen yang hanya berlandaskan pada pola perilaku yang emosional saja. Mereka justru rasional, karena berfikir jauh hingga perhitungan kehidupan di akhirat.

b.

Karakter syariah dapat dikembangkan pada jiwa marketer dan pada kinerja marketer, asalkan orang-orang sebagai pelaku bisnis dan konsumennya mempunyai karaktersitik selalu menjaga kebersihan jiwanya.

c.

Orang-orang yang mempunyai kompetensi marketing dalam membangun karakter jiwa marketer yang syar‟i dan dalam kinerja marketing yang syari‟i pula, harus membangun dirinya dengan karakter-karakter yang memiliki kepribadian spiritual (taqwa), berperilaku baik dan simpatik (shidiq), berlaku adil dalam bisnis (adil), bersikap melayani dan rendah hati (khidmah), menepati janji dan tidak curang, jujur dan terpercaya (amanah),

tidak suka berburuk sangka (tidak su‟udzon), tidak suka menjelek-jelekkan (tidak ghibah), tidak melakukan sogok (tidak riswah) d.

Untuk membangun karakter jiwa marketer dan kinerja yang syari‟i, diperlukan

pula

membangun

keikhlasan

dan

sustainibility-nya,

pengembangan diri, dan tidak berkehendak berbisnis komoditas yang haram. e.

Dengan konsep orientasi kepada konsumen dan kepada pesaing, serta konsep membangun karakter syari‟i pada jiwa marketer dan kinerja marketing, maka insya Allah kepuasan duniawi dan kepuasan ukhrowi akan dapat dirasakan oleh para stakeholdersnya.

Daftar Pustaka Al Qur‟an Agustian, A.G., 2005, The ESQ way 165, Arga, Jakarta Ahmad, M., 1995, Business Ethics in Islam, The International Institue of Islamic Though, Pakistan Algoud, L.M., dan Lewis, M.K., 2001, Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik, dan Prospek, edisi terjemahan, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta Antonio, M.S., 1999, Bank Syariah Wacana Ulama & Cendekiawan, Bank Indonesia / Tazkia Institute Hafidhudin, D., dan Tanjung, H., 2003, Manajemen Syariah dalam Praktik, Gema Insani, 2003. Kartajaya, H. Dan Sula, M.S., 2006, Syariah Marketing, Mizan, Jakarta Ya‟qub, H., Etika Islam : Pembinaan Akhlaqul Karimah : Suatu Pengantar, Diponegopro, Bandung Ya‟qub, H., 2001, Etos Kerja Islam – Petunjuk Pekerjaan yang halal dan haram dalam Syariat Islam, Penerbit Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta. Ya‟qub, H., 1992, Kode Etik dagang Menurut Islam, Diponegoro, Bandung.