metode pengukuran dalam fisika - Staff UNY - Universitas Negeri ...

73 downloads 856 Views 320KB Size Report
METODE PENGUKURAN DALAM FISIKA. Data hasil eksperimen diperoleh dari pengukuran. Berbagai alat ukur digunakan dalam eksperimen sesuai dengan ...
MODUL ANALISIS PENGUKURAN FISIKA

Disusun Oleh: Kuncoro Asih Nugroho, M.Pd., M.Sc.

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2010

BAB I METODE PENGUKURAN DALAM FISIKA

Data hasil eksperimen diperoleh dari pengukuran. Berbagai alat ukur digunakan dalam eksperimen sesuai dengan besaran fisis yang diukur. Ada beberapa metode pengukuran yaitu: metode dasar, metode selisih, metode nol, metode penggantian, metode penukaran. Berbagai metode tersebut memiliki perbedaan dalam penggunaan dan kelebihan masing masing.

A. Metode Dasar Metode dasar yaitu pengukuran besaran fisis yang langsung dibaca pada alat ukurnya. Ketelitian hasil pengukuran dengan menggunakan metode dasar sangat dipengaruhi oleh alat ukur. Misalnya: ralat titik nol, kepekaan atau ketlitian skala alat ukur.

V0 Vu

Gambar 1: pengukuran dengan metode dasar

Gambar 1 menunjukan rangkaiang pengukuran dengan metode dasar. Vu merupakan tegangan yang diukur, dan V0 tegangan yang ditunjukan oleh alah ukur. Pengukuran dengan metode dasar hasil pengukurannya diperoleh dengan membaca berapa anggka yang ditunjukan oleh jarum. Sebelum melakukan pengukuran jarum dipaskan dengan skala alat ukur terlebih dahulu. Pada metode dasar beasar Vu = V0 Contoh pengukuran dasar sebagai berikut: akan diukur besar Vu Kira-kira 0,9 volt. Batas ukur alat yang digunakan 1,5 volt, dan ketepatan 2% dari batas ukurnya. Pengukuran menunjukan seperti gambar berikut:

Vu

meter menunjukan V0 = 0,95 volt

Gambar 2: Pengukuran tegangan Hasil pengukuran pada gambar 2 diperoleh ( 0, 95 ± 0.03) volt

B. Metode Selisih Pengukuran dengan metode selisih mengunakan standar atau referensi dalam pengukuranya. Pada pengukuran tegangan, besar nilai tengangan yang terbaca pada alat ukur merupakan selisih dari tegangan yang diukur (Vu) dengan tegangan refernsi (Vr). Metode selisih dapat memperbaiki kepekaan dari alat ukur

Vu

V0 0 +

Vr

Gambar 3: Pengukuran dengan metode selisih

Pengukuran tegangan yang terbaca pada alat ukur (V0) = -0,037 volt, dan tegangan referensi yang digunakan (Vr) = 1,0 volt. Batas ukur alat ukur

adalah 0,1 volt, dan

ketidakpastian alat ukur 2% dari batas ukur maka diperoleh besar tegangan yang diukur adalah sebagai berikut:

V0  Vu  Vr Vu  V0  Vr Vu  (0,037  1,0) volt Vu  0,963 volt

besar ketidak pastian adalah 2% X 0,1 volt = 0,002 volt, sehingga diperoleh nilai Vu adalah (0,963 ± 0,002) volt

C. Metode Nol Metode Nol mirip dengan metode selisih. Pada metode Nol selisih antara Vu dengan Vr dibuat Nol. Tegangan reverensi dapat diatur agar diperoleh selisihnya dengan Vu sama dengan Nol. Keuntungan metode nol yaitu kesalahan titik Nol dapat dihilangkan, kepekaan alat ukur tinggi.

Vu

V0 +

0

Vr

Gambar 4: Pengukuran dengan metode Nol

Pengukuran dengan metode Nol setiap kali memulai mengukur,

jarum penunjuk

dikembalikan keposisi Nol terlebih dahulu. Pada saat mengukur besar tegangan Vo dibuat = 0, dengan demikian diperoleh: V0  Vu  Vr 0  Vu  Vr Vu  Vr

Contoh penggunaan metode Nol dalam pengukuran tegangan sebagai berikut Vu

+ 0

X

Skala terkecil potensiometer 0,1 mV, X RxVx

standar 1,0183 Gambar 5: Pengukur tegangan menggunakan metode Nol

Misalkan dari gambar 5 diperoleh nilai yang ditunjukan potensiometer adalah 9621 skala sehingga diperoleh nilai Vx = 9621 X 0,1 mV. Nilai Vx besarnya sama dengan Vu. Oleh karena itu Nilai Vu = (0,9621 ± 0,0001) volt. Penerapan metode Nol dalam pengukuran massa menggunakan neraca. Pada pengukuran massa menggunakan metode Nol, penunjuk pada neraca dibuat pada skala Nol. Gambar 6 sebagai ilustrasi penggunaan pegas menggunakan metode Nol.

mr 0 mu

mu

(a)

0

mr + m0

(b)

Gambar 6: Pengukuran massa dengan menggunakan metode Nol

Sebelum diberi mu dan mr lengan neraca dalam keadaansetimbang atau jarum menunjuk pada angka Nol. Setelah diberi beban seperti gambar 6 (a) dengan menerapkan metode Nol diperoleh gambar 6 (b). pada beban mr diberi tambahan m0 agar jarum kembali kesekala nol. Besar nilai mu = m0 + mr, sehingga nilai m0 = mu – mr D. Metode Pengantian Pengukuran dengan metode penggantian yaitu cara mengukur besaran yang diukur dengan menganti dengan besaran standar sehingga memberikan hasil penunjukan yang sama. Berikut ini ragkaian pengukuran dengan metode pengantian:

Rx

Rs diganti

V

V

Gambar 7: Pengukuran R dengan metode pengantian

Besar nilai Rx sama dengan Rs apabila ampermeter menunjukan simpangan atau sekala nyang sama. Nilai Rs diperoleh dengan menggeser hambatan variabel. Pada saat simpangan jarum menunujukan skala yang sama saat dipasang Rx maka nilai Rx = Rs Pada pengukuran massa dengan neraca pegas, pengukuran besaran massa yang dicari dapat dilakukan pengantian. Berikut contoh rangkaian pengukuran dengan metode penggantian menggunakan alat ukur neraca:

θ

θ

diganti 0

mx

0 ms

Gambar 8: Pengukuran m dengan metode pengantian

Besar nilai mx dapat dicari dengan mengantikan massa standar. Ketika simpangan jarum pada neraca sudah sama berarti nilai mx = ms E. Metode Penukaran Metode penukaran yaitu pengukuran dengan cara mengantikan salah satu beban dengan beban yang lain. Ketika salah beban digantikan harus diperoleh kondisi kesetimbangan seperti sebelum beban diganti. Berikut ini ilustrasi penerapan metode penukaran. l2 θ

l2 θ

l1

ditukar

l1 m2

mx 0 m1

0 mx

(a)

(b)

Gambar 9: penggunaan metode penukaran Pada pengukuran metode penukaran nilai m1 dan m2 sudah diketahui, sedangkan mx adalah massa yang dicari. Besar nilai mx dapat diketahui sebagai berikut: berdasarkan gambar 9 (a) dapat diperoleh:

m1 gl1 cos   m x gl 2 cos  m1l1  m x l 2 m1 l 2  m x l1

(1.1)

berdasarkan gambar 9 (b) dapat diperoleh

mx gl2 cos   m2 gl2 cos  mx l1  m2l2 mx l2  m2 l1

(1.2)

Persamaan (1) dan (2) dapat diperoleh bahwa

m1 m x  , sehingga diperoleh nilai m x m2

m x2  m1 m2 m x  m1 m2

BAB II RATA-RATA BERBOBOT

Pengukuran pada sebuah eksperimen dapat dilakukan pada beberapa waktu dan lokasi. Dalam setiap pengukuran dalam beberapa waktu atau lokasi akan memperoleh hasil pengukuran yang berupa (x ± Sx), dengan x adalah

nilai ter baik dan Sx merupakan ketidakpastian.

Pengukuran yang dilakukan dalam beberapa waktu misalnya mengukur suhu lingkungan setiap hari pada siang hari selama satu bulan. Pengukuran yang dilakukan pada lokasi yang berbeda misalnya mengukur hambatan (R) di laboratorium fisika dasar dan laboratorium elektronika. Keduanya pengukuran pada waktu dan lokasi yang berbeda akan diperoleh sasil ukur yang berupa (x ± Sx) pada setiap pengukuran. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa hasil ukur terbaik dan ketidakpastian dari seluruh nilai pengukuran. Dicontohkan pengukuran massa jenis air yang dilakukan oleh 2 orang mahasiswa pada laboratorium fisika dasar. Air yang diukur oleh mahasiswa sama.kedua mahasiswa itu bekerja terpisah. Mahasihwa A memperoleh hasil ukur ρair

A

= (0,95 ± 0,04) gram/m3, sedangkan

mahasiswa B memperoleh hasil ρair B = (0,93 ± 0,03) gram/m3. yang menjadi pertanyaan adalah berapa perkiraan terbaik dari ρair yang dilakukan oleh kedua mahasiswa tersebut. Hasil perkiraan nilai pengukuran terbaik dari ρair tidak menghitung (

 air A  air B 2

serta merta dengan

) . Kedua hasil pengukuran yang dilakukan mahasiswa A dan

mahasiswa B memiliki ketidakpastian yang berbeda sehingga kesalahan dari hasil ukur tersebut akan memberikan bobot yang berbeda pada nilai perkiraan pengukuran terbaiknya. Kedua hasil pengukuran mahasiswa tersebut untuk mengetahui nilai perkiraan terbaik dari ρair dapat dilakukan dengan rata-rata berbobot. Kedua hasil ukur yang dilakukan mahasiswa A dan B dapat dirata-rata berbobot apabila diskripansi dari kedua hasil ukur tidak signifikan atau kedua data tersebut harus cocok. A. Diskripansi Pengukuran besaran yang sama dapat menghasilkan hasil ukur yang berbeda. Perbedaan hasil ukur ini disebut dengan diskripansi. Kita dengan jelas dapat mendefinisikan diskripansi adalah perbedaan antara dua nilai hasil pengukuran dari besaran yang sama. Diskripansi (δ) dapat dinyataka dalam bentuk X1  X 2 , dengan X1 adalah hasil ter baik pengukuran 1 dan X2 adalah hasil ter baik pengukuran 2.

Pengukuran massa jenis air

yang dilakukan oleh mahasiswa A diperoleh hasil

pengukuran ρair A = (0,95 ± 0,04) gram/m3 dan mahasiswa B diperoleh ρair B = (0,93 ± 0,03) gram/m3. nilai diskripansi dari kedua hasil pengukuran dapat dehitung sebagai berikut:

  air A  air B  0,95  0,93  0,02 ,

sehingga deperoleh nilai diskripansi dari kedua pengukuran mahasiswa A dan mahasiswa B adalah 0,02. Diskripansi selain dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan dua nilai hasil pengukuran juga dapat digunakan untuk mengetauhi perbedaan nilai hasil pengukuran dengan nilai acuan atau standar yang berlaku. Sebagai contoh hasil pengukuran massa jenis air

pada sebuah ekperimen dapat dicari perbedaanya dengan nilai massa jenis air yang

berlaku sebagi standar. B. Pengujian kecocokan Dua hasil pengukuran atau hasil pengukuran dengan nilai standar yang berlaku dapat dicek keduanya cocok atau tidak. Dua hasil pengukuran ( X1  S X 1 ) dan ( X 2  S X 2 ) dapat dikatakan cocok apabila nilai diskripansi kedua hasil ukur ≤ nilai S X 1 dan S X 2 . Pengujian kecocokan 2 data dapat dituliskan sebagai berikut:

  S X  S X , maka kedua data dikatakan cocok. 1

2

Data pengukuran yang dikatakan saling cocok apabila ada range (daerah jangkauan) pengukuran yang saling overlaping (tumpang tindih) atara kedua data. Jangkauan data satu masuk pada jangkauan data yang lainganya maka kedua data itu saling cocok. Apabila data yang dicocokan adalah data hasil pengukuran dan nilai standar yang berlaku maka nilaistandar akan berada didalam range data hasil pengukuran. Gambar berikut menunjukan daeah yang saling overlaping.

S x2

S x2

X1

X2

SX

Nilai standar

X

Gambar 10: (a) Range pengukuran yang saling overlaping. (b) Nilai standar yang berada pada range nilai X

Dua data pengukuran massa jenis air yang dilakukan mahasiwa A dan B yang sudah disampaikan sebelumnya dapat digunakan sebagai contoh pengujian kecocokan data. Nilai δ sudah dihitung sama dengan 0,02, sedangkan nilai S X 1  S X 2  0,04  0,03  0,07 . Nilai

  S X  S X sehingga kedua hasil pengukuran mahasiswa A dan mahasiswa B dapat 1

2

dikatakan cocok.

C. Perhitungan rata-rata berbobot Sama halnya dengan rata-rata pada pengukuran berulang, rata-rata berbobot dilakukan apabila nilai besaran yang dirata-rata merupakan besaran yang sama. Sebagai contoh pengukuran massa benda x yang dilakukan terpisah oleh beberapa mahasiswa. Hasil pengukuran massa oleh beberapa mahasiswa dapat dirata-rata berbobot. Besaran yang tidak sama tidak dapat dilakukan rata-rata berbobot. Misalnya pengukuran volume benda oleh mahasiswa A dan suhu benda oleh mahasiswa B. kedua hasil ukur mahasiswa A dan B dalam hal ini tidak bisa dirata-rata. Sebelum rata-rata berbobot dilakukan terlebih dahulu data diuji kecocokanya. Apabila data sudah saling cocok maka data dapat dirata-rata berbobot. Saat pengujian kecocokan dilakukan dengan cermat untuk mengetahui pasangan data yang tidak cocok. Jika ada data yang saling tidak cocok maka data tidak diikutkan dalam rata-rata berbobot. Pengujian kecocokan data dilakukan sepasang demi sepasang. Pengukuran massa jenis air

yang telah disampaikan sebelumnya sudah dilakukan

pengujian kecocokan data. Hasil pengujian diperoleh kedua hasil pengukuran massa jenis

yang dilakukan mahasiswa A dan B saling cocok, sehingga kedua data ini dapat dilakukan perhitungan rata-rata berbobot. Rata-rata berbobot dari besaran yand diukur dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut: XA XB  2 S A2 SB X  1 1  2 2 S A SB

(3.1)

dengan X adalah hasil rata-rata terbaik, XA adalah hasil pengukuran terbaik dari besaran A, SA adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran A, XB adalah hasil pengukuran terbaik dari besaran B, SB adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran B. Nilai

1 1 dan 2 didefinisikan sebagai faktor bobot yang disimbulkan wA sebagai faktor 2 SA SB

bobot dari hasil pengukuran besaran A. Rumus 3.1 dapat diganti dengan bentuk sebagai berikut:

X

wA X A  wB X B wA  wB

(3.2)

Apabila data pengukuran diperoleh seperti berikut: X1 ± S1, X2 ± S2, X3 ± S3,…., Xn ± SN, maka nilai hasil ukur terbaiknya dapat dituliskan sebagai berikut:

X

w1 X 1  w2 X 2  w3 X 3  ...  wN X N w1  w2  w3  ...  wN n

X 

w X i 1 N

i

i

3.3

w i 1

i

Rumus 3.3 merupakan perhitungan rata-rata berbobot untuk data hasil pengukuran sebanyak N data. Perlu diingat kembali bahwa sebelum data hasil pengukuran dirata-rata berbobot terlebih dahulu data diuji kecocokannya sepasang demi sepasang. Ketidakpastian berikut:

dari rata rata berbobot dapat dihitung dengan persamaan sebagai

S X  ( wi )



1 2

Atau

SX 

1 wi

Tabel 1: Hasil pengukuran arus (i) dari kumparan yang diberi medan magnet berubah-ubah No 1 2 3 4

I ± SXi 0.0095 ± 0.0095 0.011 ± 0.011 0.01 ± 0.01 0.0115 ± 0.0115

5

0.0095 ± 0.0095

6

0.01 ± 0.01

7 8

0.011 ± 0.0125 0.0125 ± 0.0125

9

0.013 ± 0.013

10

0.008 ± 0.008

Data yang berada pada tabel 1 dapat dihitung nilai rata-ratanya. Langkah pertama adalah memastikan data pada table 1 saling cocok. Berikutnya dilakukan perhitungan ratarata berbobot. Data yang dirata-rata hanya data yang saling cocok. Berikut ini pengujian apakah data pada tabel 1 saling cocok atau tidak dilanjutkan perhitungan rata-rata berbobot: Tabel 2: Uji diskripansi 1 2 3 4

SX1+SX2 SX1+SX3 SX1+SX4

0.0205 0.0195 0.021

x1-x2 x1-x3 x1-x4

-0.0015 -0.0005 -0.002

cocok cocok cocok

SX1+SX5

0.019

x1-x5

0

cocok

5

SX1+SX6

0.0195

x1-x6

-0.0005

cocok

6

SX1+SX7 SX1+SX8

0.022 0.022

x1-x7 x1-x8

-0.0015 -0.003

cocok cocok

7 8

SX1+SX9

0.0225

x1-x9

-0.0035

cocok

9

SX1+SX10

0.0175

x1-x10

0.0015

cocok

10

SX2+SX3

0.021

x2-x3

0.001

cocok

1

SX2+SX4

0.0225

x2-x4

-0.0005

cocok

12

SX2+SX5

0.0205

x2-x5

0.0015

cocok

13

SX2+SX6

0.021

x2-x6

0.001

cocok

14

SX2+SX7

0.0235

x2-x7

0

cocok

15

SX2+SX8

0.0235

x2-x8

-0.0015

cocok

16

SX2+SX9

0.024

x2-x9

-0.002

cocok

17

SX2+SX10

0.019

x2-x10

0.003

cocok

18

SX3+SX4

0.0215

x3-x4

-0.0015

cocok

19

SX3+SX5 SX3+SX6

0.0195 0.02

x3-x5 x3-x6

0.0005 0

cocok cocok

20 21

SX3+SX7

0.0225

x3-x7

-0.001

cocok

22

SX3+SX8

0.0225

x3-x8

-0.0025

cocok

23

SX3+SX9

0.023

x3-x9

-0.003

cocok

24

SX3+SX10

0.018

x3-x10

0.002

cocok

25

SX4+SX5

0.021

x4-x5

0.002

cocok

26

SX4+SX6

0.0215

x4-x6

0.0015

cocok

27

SX4+SX7

0.024

x4-x7

0.0005

cocok

28

SX4+SX8

0.024

x4-x8

-0.001

cocok

29

SX4+SX9

0.0245

x4-x9

-0.0015

cocok

30

SX4+SX10

0.0195

x4-x10

0.0035

cocok

31

SX5+SX6

0.0195

x5-x6

-0.0005

cocok

32

SX5+SX7 SX5+SX8

0.022 0.022

x5-x7 x5-x8

-0.0015 -0.003

cocok cocok

33 34

SX5+SX9

0.0225

x5-x9

-0.0035

cocok

35

SX5+SX10

0.0175

x5-x10

0.0015

cocok

36

SX6+SX7

0.0225

x6-x7

-0.001

cocok

37

SX6+SX8

0.0225

x6-x8

-0.0025

cocok

38

SX6+SX9

0.023

x6-x9

-0.003

cocok

39

SX6+SX10 Sx7+Sx8

0.018 0.025

x6-x10 x7-x8

0.002 -0.0015

cocok cocok

40 41

SX7+SX9

0.0255

x7-x9

-0.002

cocok

42

SX7+SX10

0.0205

x7-x10

0.003

cocok

43

SX8+SX9

0.0255

x8-x9

-0.0005

cocok

44

SX8+SX10 SX9+SX10

0.0205 0.021

x8-x10 x9-x10

0.0045 0.005

cocok cocok

45

Tabel 3: perhitungan rata-rata berbobot No 1 2 3 4

Ii 0.0095 0.011 0.01 0.0115

SXi 0.0095 0.011 0.01 0.0115

Wi 11080.332 8264.4628 10000 7561.4367

WiXi 105.2632 90.90909 100 86.95652

5

0.0095

0.0095

11080.332

105.2632

6

0.01

0.01

10000

100

7 8

0.011 0.0125

0.0125 0.0125

6400 6400

70.4 80

9

0.013

0.013

5917.1598

76.92308

10

0.008

0.008

15625

125

92328.724

940.715



n

 wi X i

I  i 1N

 wi

SX 

1  wi

i 1

I

940 ,715 92328 ,724

I  0,01019 mA

SX 

1 92328 ,724

S X  0,00329 mA

Jadi nilai hasil upengukuran adalah (I ± SI) mA = (0,010 ± 0,003) mA Latihan soal: Ditampilkan data percobaan sebagai berikut: 1. pengukuran hambatan diperoleh hasil ukur sebagai berikut: No

(R  SR ) 

1

(20,2 ± 0,3)

2

(20,1 ± 0,2)

3

(19,7 ± 0,4)

4

(20,0 ± 0,4)

5

(19,9 ± 0,3)

Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran hambatan tersebut. 2. pengukuran volume kubus terbuat dari Alumunium diperoleh hasil ukur sebagai berikut: No

(V  SV ) cm3

1

(2,002 ± 0,002)

2

(2,003 ± 0,001)

3

(2,002 ± 0,001)

4

(1,997 ± 0,002)

5

(2,002 ± 0,001)

Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran kubus tersebut. 3. pengukuran massa jenis larutan garam diperoleh hasil ukur sebagai berikut: No

(   S  ) g/cm3

1

(1,9 ± 0,1)

2

(1,6 ± 0,2)

3

(1,7 ± 0,2)

4

(1,9 ± 0,1)

5

(1,5 ± 0,2)

Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran massa jenis larutan garam tersebut. 4. pengukuran pertambahan panjang logam saat suhu dinaikan 5 0C diperoleh hasil ukur sebagai berikut: No

(l  Sl )

1

(10,2 ± 0,3)

2

(9,8 ± 0,2)

3

(10,4 ± 0,3)

4

(10,4 ± 0,2)

5

(9,9 ± 0,1)

mm

Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran pertambahan panjang logam tersebut tersebut.