NILAI-NILAI CINTA DALAM NOVEL - Jurnal Online UM - Universitas ...

23 downloads 115 Views 340KB Size Report
ABSTRAK. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan (1) nilai-nilai cinta Allah ... (3) nilai-nilai cinta lingkungan yang terdapat dalam novel Qais dan Laila ...
NILAI-NILAI CINTA DALAM NOVEL “QAIS DAN LAILA” KARYA NIZAMI FANJAVI Mualli1 Wahyudi Siswanto2 Karkono3 E-mail: [email protected] Universitas Negeri Malang, jalan Semarang 5

ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan (1) nilai-nilai cinta Allah SWT yang terdapat dalam Novel Qais dan Laila Karya Nizami Fanjavi. (2) nilai-nilai cinta sesama yang terdapat dalam Novel Qais dan Laila Karya Nizami Fanjavi. (3) nilai-nilai cinta lingkungan yang terdapat dalam novel Qais dan Laila Karya Nizami Fanjavi. Data yang dikumpulkan dengan analisis dokumen dari tulisan novel, dan di analisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian adalah (1) nilai-nilai cinta Allah (2) nilai-nilai cinta

sesama, (3) nilai-nilai cinta lingkungan Kata kunci: nilai-nilai cinta, apresiasi novel. ABSTRACT The purpose of this study to description (1) the values of love to God contained in the Novel Qais and Laila The work of Nizami Fanjavi. (2) the values of love of neighbor are contained in the Novel Qais and Laila The work of Nizami Fanjavi. (3) the values of love for the environment contained in the novel Qais and Laila Nazami Fanjavi work. Data collected by document analysis of writing novels, and analyzed by qualitative descriptive techniques. The results are (1) the values of love of God (2) the values of altruism, (3) the values of love the environment. Key words: the values of love, apresiation novel Permasalahan yang dituangkan dalam karya sastra banyak mengadopsi nilai-nilai kehidupan. Hal yang bersifat positif maupun negatif, seluruhnya akan diolah oleh pengarang menurut sudut pandang dan gaya bahasa yang memiliki karakteristik tersendiri. Demikian luasnya cakupan aspek yang ada dalam satra dapat meninbulkan perbedaan dalam menilai, memahami dan mendeskripsikan makna dalam setiap pembaca. Islam yang bersifat rahmatan lil‟alamin membawa ajaran yang sarat dengan nilai etis. Bahkan Rasul Allah SAW selaku pembawa ajaran ini menempatkan nilai etis sebagai salah satu pokok kerasulannya, dengan mendeklarasikan diri bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan kemuliaan 1

Mualli, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Malang. Wahyudi Siswanto. Dosen Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Pembimbing I. 3 Karkono. Dosen Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Pembimbing II 2

1

akhlak, sekaligus menyempurnakan martabat manusia dan mengharmoniskan tatanan kehidupan manusia. Islam secara keseluruhan mengandung nilai kecintaan yang mulia. Wilayah kecintaan Islam memiliki cakupan luas, sama dengan perilaku dan sikap manusia, yang meliputi kecintaan terhadap Tuhan, sesama, dan lingkungan. Hakikat Sastra Sastra muncul seiring dengan sejarah manusia. Kehidupan sastra memberikan nuansa baru pada kehidupan manusia. Sastra selain berperan sebagai penghibur dengan corak nilai-nilai estetisnya, juga memberikan ketenangan batin bagi penikmatnya. Untuk lebih bermakna seorang sastrawan memberikan sentuhan makna bahasa dengan maksud tertentu pada setiap hasil karyanya. Hal itu berupa bahasa yang indah, metaforis, dan bermakna kias dengan kandungan nilai-nilai tertentu didalamnya termasuk juga nilai-nilai sufisme. Dalam hal pengarang mengungkapkan pemikiran dan perasaannya yang bernilai sifisme tersebut melalui tulisan dengan bahasa yang indah. Bila ditinjau dari makna leksikalnya kata sastra berarti bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Kesusastraan yaitu karya yang ditulis pengarang. Kesusastraan, jika dibandingkan dengan tulisan lain, maka memiliki berbagai arti keunggulan seperti keasyikan, karakteristik keindahan dalam isi dan ungkapannya (Pusat Bahasa Depdiknas 2001:786). Pandangan Islam dalam Karya Sastra Karya sastra selain merupakan hasil pengalaman batin dan pengalaman estetik, juga sebagai ekspresi yang dituangkan dalam karya sastra berupa pengalaman estetik yang berhubungan dengan religiuitas. Oleh sebab itu ekspresi artistik kebenaran dan kebaikan dapat menjadi salah satu jalan terbaik untuk membimbing kearah tasawuf. Dalam sudut pandang tasawuf, keberadaan sastra yang orisinil dalam bidang kehidupan manusia, merupakan perwujudan lain dari dua sifat Allah SWT, yaitu maha indah dan maha agung. Jika karya sastra merupakan pernyataan keindahan diri manusia, maka ia juga menampilkan ke-Mahaindah-an sang Pencipta. Dan seni merupakan pernyataan fenomena atau watak manusia, sehingga ia juga merupakan wujud keMahaagung-an Sang Pencipta. Jadi, kesenian menghargai keorisinilan akan mengandung pesan-pesan kebenaran. Menurut tasawuf, sastra diletakkan sebagai kegiatan yang diperlukan untuk memperkukuh hubungan manusia dengan Tuhan melalui keindahan dan keagungan ciptaan-Nya. Novel sebagai Bentuk Karya Sastra Penceritaan dalam novel banyak disadur dari kehidupan secara nyata. Hal ini dapat dilihat pada isi cerita yang ditampilkan seorang novelis. Novelis dapat merangkai segi kebudayaan, agama, moral, politik, sosial, dan berbagai nilai-nilai kehidupan yang ada. Novelis juga cenderung menampilkan sebuah dunia daripada sebuah kasus tokoh atau suatu peristiwa saja. Dunia tersebut bertumpang tindih dengan dunia kenyataan, tetapi mempunyai koherensi yang harus dipahami secara tersendiri (Wellek dan Warren, 1989:34). Aristoteles mengatakan bahwa “dunia yang ditampilkan oleh novelis merupakan mimesis yang bukan sekedar tiruan atau sekedar potret dari realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya” (Aminuddin,2004:115). Suatu contoh, novelis menampilkan suatu kota yang berada dibelahan dunia dalam tulisannya. Secara nyata kota tersebut memang ada, namun dengan penceritaan dan gaya bahasa yang unik, membuat kota tersebut menjadi suatu tempat yang berbeda dari aslinya dan hanya berada di dalam dunia cerita. Hal tersebut merupakan bukti bahwa novelis telah membuat ide

2

kreatif yang penciptanya yang bertumpu pada kesadaran batin personal pengarang (diegesis). “Kritikus menganalisis novel umumnya membedakan tiga unsur pembentuk novel yaitu alur, penokohan dan latar” (Wellek dan Warren, 1989:35) ketiga unsur ini saling berdampingan dan menunjang berdirinya suatu cerita yang unik dan menarik. Tokoh dan Penokohan Pengkajian tokoh dan penokohan perlu dibahas, karena merupakan pijakan untuk mengkaji nilai sufisme. Tanpa mengetahui bagaimana watak seorang tokoh maka akan sulit untuk mengkaji nilai sufisme dalam cerita karena ajaran sufisme sangat erat kaitannya dengan sikap, watak dan karakteristik seorang tokoh dalam cerita baik dari lahir maupun batin. Dalam suatu cerita rekaan selalu terdiri dari tokoh atau pelaku-pelaku. Pelaku tersebut mengemban cerita dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang dimunculkan oleh karakter tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan (Aminuddin, 2004:79). Boulton (dalam Aminuddin, 2004:79) mengungkapkan bahwa cara pegarang menggambarkan atau memunculkan tokoh dalam cerita dapat ditempuh lewat berbagai cara. Pengarang dapat menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup dalam mimpi, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupu pelaku egois dan mementingkan diri sendiri. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbedabeda. Seoarang tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita tersebut dengan tokoh inti atau tokoh utama dan tokoh yang memiliki peranan yang tidak penting karena kemunculannya hanya melengkapi dan mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu (Aminuddin,2004:80). Dalam penentu siapa tokoh utama dan tokoh tambahan, pembaca dapat melakukannya dengan jalan melihat keseringan pemunculannya dalam suatu cerita dan melihat petunjuk yang diberikan pengarang. Pada umumnya, tokoh yang diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarang adalah tokoh utama dan tokoh tambahan hanya dibicarakan seperlunya saja. Nilai Cinta

Pengertian “nilai” sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu harga. Jadi, nilai adalah sesuatu yang bermakna/berharga dalam hidup seseorang. Nilai dalam suatu karya sastra biasanya tidak secara jelas tampak dalam karya sastra itu. Nilai dalam karya sastra sifatnya samar-samar, tersirat atau implisit di dalam karya sastra itu. Pengertian cinta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu rasa kasih sayang yang disertai dengan nafsu birahi, kasihan, rasa rindu yang teramat dalam, perasaan ingin dimiliki dan memiliki. Cinta Allah Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah SWT) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya" (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah diraihnya maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain, kecuali buah dari mahabbah itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan lain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta Allah SWT). Menurut Sang Hujjatul Islam ini kata mahabbah berasal dari kata hubb yang sebenarnya mempunyai asal kata habb yang mengandung arti biji atau inti.

3

Sebagian sufi mengatakan bahwa hubb adalah awal sekaligus akhir dari sebuah perjalanan keberagamaan kita. Kadang kadang kita berbeda dalam menjalankan syariat karena mazhab/aliran. Cinta kepada Allah SWT yang merupakan inti ajaran tasawuf adalah kekuatan yang bisa menyatukan perbedaan-perbedaan itu. Shalat adalah mi'rajnya orang beriman, begitulah bunyi sabda Nabi SAW. untuk menisbatkan kualitas shalat bagi para pecinta. Shalat merupakan puncak pengalaman rohani di mana ruh para pecinta akan naik ke sidratul muntaha, tempat tertinggi di mana Rasulullah diundang langsung untuk bertemu dengan-Nya. Seorang Aqwiya (orang-orang yang kuat kecintaannya pada Allah SWT) akan menjalankan shalat sebagai media untuk melepaskan rindu mereka kepada Rabbnya, sehingga mereka senang sekali menjalankannya dan menantinanti saat shalat untuk waktu berikutnya, bukannya sebagai tugas atau kewajiban yang sifatnya memaksa. Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata: "Ada hamba yang beribadah kepada Allah SWT karena ingin mendapatkan imbalan, itu ibadahnya kaum pedagang. Ada hamba yang beribadah karena takut siksaan, itu ibadahnya budak, dan ada sekelompok hamba yang beribadah karena cinta kepada Allah SWT, itulah ibadahnya orang mukmin". Seorang pecinta akan berhias wangi dan rapi dalam shalatnya, melebihi saat pertemuan dengan orang yang paling ia sukai sekalipun. Bahkan mereka kerap kali menangis dalam shalatnya. Kucuran air mata para pecinta itu merupakan bentuk ungkapan kerinduan dan kebahagiaan saat berjumpa dengan-Nya dalam sholatnya. Mencintai Allah SWT bisa di pelajari lewat tanda-tanda-Nya yang tersebar di seluruh ufuk alam semesta. Pada saat yang sama, pemahaman dan kecintaan kepada Allah ini kita manifestasikan ke bentuk yang lebih nyata dengan amal saleh dan akhlakul karimah yang berorientasi dalam segenap aspek kehidupan. Mencintai Allah SWT berarti menyayangi anak-anak yatim, membantu saudara saudara kita yang di timpa bencana, serta memberi sumbangan kepada kaum dhuafa dan orang lemah yang lain. Dalam hal ini Rasulullah saw. pernah bersabda ketika ditanya sahabatnya tentang kekasih Allah SWT (Waliyullah). Jawab beliau: "Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah SWT, dengan ruh Allah SWT, bukan atas dasar pertalian keluarga antara sesama mereka dan tidak pula karena harta yang mereka saling beri". Menurut Nurcholish Madjid, yang di tekankan dalam sabda Nabi SAW tersebut adalah perasaan cinta kasih antar sesama atas dasar ketulusan, semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (Al-Mubarakfuri, 2000:47). Cinta Sesama Makna “Cinta” bagi sebagian orang sering diartikan hanya saat kita sedang jatuh cinta terhadap kekasih, ayah, ibu, keluarga dan teman. Semua itu tidaklah salah dan memang sudah seharusnya seperti itu. Tapi di sisi yang lain saat ini ada makna “cinta” yang lain yang sebenarnya memiliki makna yang lebih luas yaitu “Cinta terhadap sesama dan lingkungan sekitar kita”. Dimana makna cinta yang satu ini sering kita lupakan dan kita abaikan, dan satu yang pasti bahwa hanya sedikit orang yang bisa mencintai terhadap sesama dan lingkunganya lebih tinggi dibandingkan dengan cintanya dengan kekasihnya. Di sisi kehidupan yang lain, kita juga melihat betapa manusia saat ini begitu mudahnya menyakiti bahkan sampai membunuh sesamanya hanya karena

4

sesuatu hal yang sepele, hanya gara-gara masalah berebut kekasih nyawa melayang, hanya gara-gara saling ejek, nyawa melayang, dan sakit hati, nyawa melayang, sehingga seolah-olah nyawa tidak ada harga dan nilainya menurut mereka. Dalam kitab terjemah (Riyadhus Sholihin:106) Rasulullah bersabda yang artinya; Pertama: Dari Ibnu masud RA, dari Nabi saw beliau bersabda: ”Sesungguhnya kebenaran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga. Dan sesungguhnya seseorang itu berlaku jujur (benar) hingga ditulis di sisi Allah SWT sebagai orang yang siddiq. Kedua, dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kufur, dan kufur itu menunjukkan kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang itu berbuat dusta hingga ditulis disisi Allah SWT sebagai pendusta (Nawawi, 2006:106)

Seorang mukmin yang ingin mendapatkan ridha Allah SWT harus berusaha untuk melakukan perbuatan–perbuatan yang di ridhai-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dalam hadist di atas. Masyarakat seperti itu, telah dicontohkan pada zaman Rasullulah saw. Kaum anshar dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dirasakan loeh kaum muhajirin sebagai penderitaanya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan keterkaitan darah atau keluarga, tetapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tidak heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin, bahkan ada yang menawarkan salah satu istrinya untuk dinikahkan kepada kaum muhajirin. Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya iman seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannyta sendiri demi menolong saudaranya. Perubahan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar disisi Allah SWT, yakni memberikan sesuatu yang sangat di cintainya kepada saudaranya seiman dengan dirinya sendiri. Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur‟an surat Al-Imram:92 yang artinya; “ Kamu sekali–kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna ),sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa yang kamu nafkahkan, sesunggihnya Allah SWT mengetahuinya”. Sebaliknya, orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti itu merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah SWT. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam shalat atau melaksanakan semua rukun iman bila tidak peduli terhadap nasib saudaranya sendiri. Namun demikian, mencintai seseorang mukmin, sebagaimana dikatakan di atas, harus didasari “lillah”. Oleh karena itu, harus tetap mencintai saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada Allah SWT. Sebaliknya, dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan saudara–saudaranya yang seiman yang betul–betul taat kepada Allah SWT. Rasullulah saw Memberikan contoh siapa saja yang harus terlebuh dahulu dicintai yakni mereka yang berilmu orang–orang terkemuka, orang–orang yang suka berbuat kebaikan, dan lain–lainya sebagaimana dalam hadist: “Abdullah bin Mas‟ud ra, ia berkata Rasulullah saw bersabda, hendaknya mendekat kepadaku

5

orang–orang dewasa dan yang pandai, ahli–ahli pikir. Kemudian berikutnya lagi. Awaslah! Janganlah berdesak–desakan seperti orang–orang pasar (HR. Muslim). Hal ini tidak berarti diskriminatif karena Islam pun memerintahkan umatnya untuk mendekati orang–orang yang suka berbuat maksiat dan memberi nasihat kepada mereka atau melaksanakan amar ma‟ruf dan nahi munkar. Banyak nash, baik dalam Alquran maupun al-Hadits, yang menegaskan bahwa sesama Muslim itu bersaudara. Allah SWT berfirman (yang artinya): Sesungguhnya kaum Mukmin itu bersaudara (QS Al-Hujurat :49). Baginda Rasulullah saw pun antara lain bersabda, “Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya.”(HR al-Hakim). Persaudaraan sesama Muslim tentu tidak akan bermakna apa-apa jika masing-masing tidak memperhatikan hak dan kewajiban saudaranya, tidak saling peduli, tidak saling menutupi aibnya, tidak saling menolong. Baginda Rasulullah SAW memerintahkan hal demikian, sebagaimana sabdanya, “Siapa saja yang meringankan beban seorang mukmin di dunia, Allah SWT pasti akan meringankan bebannya pada hari kiamat. Siapa saja yang memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, Allah SWT pasti akan memberi dia kemudahan di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim di dunia, Allah pasti akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah SWT selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya”(HR Muslim dan AtTirmidizi). Itulah penghargaan Allah SWT yang luar bisa kepada hamba-Nya yang peduli kepada sesamanya. Ditegaskan pula oleh Rasulullah saw dalam hadits lain yang berbunyi, “Hak muslim atas muslim yang lain ada lima; menjawab salam, mengunjungi orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, mendoakan orang yang bersin”(HR Ahmad). Mengunjungi saudara sesama Muslim, termasuk menjenguknya saat sakit, merupakan salah satu amal terpuji. Dalam hal ini Tsauban menuturkan bahwa Baginda Rasulullah saw pernah bersabda, “Sesungguhnya seorang Muslim itu, jika mengunjungi saudaranya, berarti selama itu ia berada di taman surga” (HR Muslim). Sementara itu, terkait menebarkan salam, Baginda Rasulullah saw dalam hadits lain tegas memerintahkan, “Sebarkanlah salam di antara kalian”(HR Muslim). Di antara faedah menebarkan salam adalah: asma Allah menjadi tersebar, bisa menumbuhkan rasa cinta sesama muslim, menunjukkan pelakunya rendah hati dan tidak sombong, membuktikan pelakunya memiliki kesucian hati, dan mewujudkan rasa kasih sayang sesama Muslim. Cinta Lingkungan Secara ekologis, pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak dapat ditawar oleh siapa pun dan kapan pun bagi keberlangsungan kehidupan. Oleh karana itu, pelestarian lingkungan mutlak harus dilakuan oleh manusia, sedangkan secara ekoteologis islam, Allah SWT secara definitif menyatakan secara eksplisit akan kepedulian-Nya terhadap pelestarian lingkungan. Hal ini antara lain diungkapkan dalam Al-Qur‟an 31:20 yang artinya; „Tidaklah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono, yakni mempertanyakan tampa alasan ilmiah, landasan etik dan referensi memadai.

6

Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah tropis sehingga hujan dengan intensitas tinggi adalah hal yang wajar terjadi. Hujan ini bisa menjadi berkah tapi juga musibah, seperti banjir dan tanah longsor. Dengan curah hujan yang sangat tinggi ini, seharusnya masyarakat lebih siap untuk mengantisipasinya, namun hingga saat ini dapat dilihat bahwa belum banyak hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah. Sebenarnya tidak cukup hanya dengan upaya mengatasi setelah bencana banjir terjadi, tetapi justru diperlukan upaya pencegahan sedini mungkin. Dalam Quran Surat Al-Ahzab Ayat 72, Allah menawarkan amanat ini kepada penduduk langit dan bumi, tetapi semua menolak kecuali manusia. "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh. "Sementara dalam Surah Al-Qiyamah Ayat 36, Allah SWT mengatakan tidak membiarkan manusia begitu saja, melainkan akan meminta pertanggungjawaban manusia terhadap apa yang diembannya. Seperti telah kita ketahui, banyak hal yang menyebabkan bencana terutama banjir yang sebagian besar merupakan akibat ulah manusia sendiri. Allah SWT berfirman, "Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)" (Q.S. Asy-Syuura. 42: 30). Dalam kitab Riyadhus Shalihin disebutkan “Dari Abu hurairah ra, dia berkata: “Kami diutus oleh rasulullah saw dalam sebuah pasukan, Beliau bersabda: Apabila kamu mendoakan fulan dan fulan, beliau menyebut dua orang quraisy, maka bakarlah keduanya dengan api. “Kemudian tatkala kami hendak berangkat beliau bersabda: “Sesungguhnya aku tadi memerintahkan kamu agar membakar fulan dan fulan, dan sesungguhnya tidak ada yang menyiksa dengan api kecuali Allah SWT, maka apabila kamu mendapatkan mereka berdua bunuhlah mereka” (Nawawi, 2006:618). Dalam hadits tersebut dijelaskan dengan jelas bahwa kita tidak boleh membunuh dan menyiksa makhluk hidup yang ada di bumi di antara hewan, tumbuhan, dan manusia, kecuali yang diperintahkan oleh syara. Dari Abdullah bin Zaid ra “Nabi saw membawa sepertiga gantang air untuk berwudhuk, kemudian beliau menggosok kedua lengannya” (HR.Ibnu Khuzaimah). Dalam hadits Abdullah Bin Zaid Ra tersebut Rasulullah saw menjelaskan bahwa kita kalau berwudhuk atau menggunakan/memakai air tidak diperbolehkan dengan berlebihan bahkan kita harus berhemat dalam pemakaiannya. Kita harus ingat kepada makhluk lain yang membutuhkannya karena air merupakan kekayaan alam atau sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Dari Jabir ra, sesungguhnya Rasulullah saw melarang buang air kecil di air yang diam (tidak mengalir)‟ (AZ-Zabidi, 1996:89). Dalam hadits Jabir ra tersebut Rasulllah saw memberi peringatan keras kepada manusia membuang air kecil disembarang tempat. Misalnya, apabila manusia membuang air kecil di air yang diam, maka dapat membunuh ekosistem yang ada di dalamnya, atau membuang air kecil di bawah pohon, maka akan mengurangi unsur hara yang terkandung dalam tumbuhan tersebut sehingga tumbuhan itu bisa mati. Tanaman berhak untuk hidup dan tumbuh, tanah berhak untuk “bernapas”, ayam dan ternak berhak untuk berkembangbiak agar memperoleh kemuliaan dikala disembelih dan dimakan manusia. Mungkin anda ingat, akan riwayat yang bercerita tentang Nabi Ibrahim as. Dia memimpin hak-hak binatang, batu dan kerikil, padi dan hutan? Oleh karenanya, kita pun harus menyempurnakan hak-hak memelihara tanah dan alam lingkungan ini. Tanah dan air itu akan menumbuhkan pepohonan yang rindang sebagai paru-paru dunia dan manusia hidup di dalamnya.

7

Berdasarkan keseluruhan paparan tersebut, penelitian ini mengkaji dan mendeskripsikan nilai-nilai cinta dalam novel Qais dan Laila karya Nizami Fanjavi dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan kalimatkalimat yang ada dalam novel Qais dan Laila karya Nizami Fanjavi yang mengandung nilai-nilai cinta. Hal ini dilihat melalui tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu melalui perilaku tokoh, dialog dan monolog dalam cerita. Dengan demikian dalam kajian nilai-nilai cinta terhadap novel tersebut, unsur nilai-nilai cinta menjadi fokus utama. METODE Contoh Panduan Korpus Data N o 1.

Aspek yang diteliti Nilai cinta kepada Allah

Sumber Data

Kriteria

Kode Korpus

Cinta tokoh kepada Tuhan dalam novel menghadapi atau menyikapi fenomena atau kejadian disekitarnya atau yang mengenai dirinya

Bentuk evaluasi atau reaksi perasaan

[1/Allah/tokoh]

2.

Nilai cinta kepada sesama

Cinta tokoh kepada sesama dalam novel menghadapi atau menyikapi fenomena atau kejadian disekitarnya atau yang mengenai dirinya

3.

Nilai cinta kepada lingkungan

Cinta tokoh kepada sesama dalam novel menghadapi atau menyikapi fenomena atau kejadian di sekitarnya atau yang mengenai dirinya

Keterangan: [1/Allah/tokoh]  1  Allah  Tokoh

Bentuk evaluasi atau reaksi perasaan

Bentuk evaluasi atau reaksi perasaan

--- kode nomor urut data --- nilai cinta kepada Alah --- nama tokoh

[1/sesama/tokoh]  1 --- kode nomor urut data  Sesama --- nilai cinta kepada sesama manusia  Tokoh --- nama tokoh [1/likungan/tokoh]  1

---- kode nomor urut data

8

[1/ sesama/tokoh]

[1/lingkungan/ tokoh

 

Lingkungan

--- nilai cinta kepada lingkungan

Tokoh

--- nama tokoh

Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif sebagai langkah pengamatan secara objektif. Untuk mendapatkan hasil data yang valid dan objektif maka, peneliti mengunakan teknik pengumpulan data dokumenter, karena data yang diambil berupa tulisan yaitu Novel. Untuk teknik pengolahan data, peneliti menggunakan tahap-tahap sebagai berikut: (1) memisahkan/mengelompokkan yang masuk dalam kategori nilai-nilai cinta Allah (2) nilai-nilai cinta sesama, dan (3) nilai-nilai cinta lingkungan HASIL DAN PEMBAHASAN Bersujud kepada Allah

Mengharap Allah SWT dan berkeinginan melihat Wajah-Nya serta rindu bersua dengan-Nya merupakam mudal di tangan seseorang, dasar urusannya, penyangga kehidupannya, fondasi kebahagiaan, kesenangan, keberuntungan dan kenikmatannya karena yang demekian itulah dia diciptakan, dia deberi perintah, para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan. Tidak ada kebaikan dan kenikmatan bagi hati, kecuali jika kehendaknya tertuju kepada Allah SWT semata,sehingga hanya Allah semata yang dia harapkan dan uinginkan. Allah SWT berfirman yang artinya; “ Maka apabila kamu selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabbulahhendaknya kamu berharap”.(Al-Insyirah:7-8). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman yang artinya; “ Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikankan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata, Cukuplah Allah SWT bagi kami,Allah SWT akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah, (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi kam”.(AtTaubah: 59). Orang yang menyukai itu ada tiga macam: (1) menyukai karena Allah, (2) menyukai apa yang ada di sisi Allah SWT, dan (3) orang yang menyukai selain Allah SWT. Orang yang jatuh cinta, menyukai karena Allah SWT, orang yang beramal karena Allah SWT menyukai apa yang ada di sisi-Nya dan orang yang ridha terhadap dunia daripada akhirat adalah orang yang menyukai selain Allah. (Qayyim. 1996:356). Cinta Umat kepada Allah

Kecintaan kepada Allah itu bisa menyelamatkan orang yang mencintaiNya dari adzab-Nya, mestinya seorang hamba tidak mengganti cinta itu dengan sesuatu yang lain sama sekali.Ada sebagian ulama diberi pertanyaan, “Di bagian mana dari Qur‟an engkau mendapatkan bahwa kekasih tidak menyiksa kekasihnya? ”Maka ulama itu menjawab, “Dalam firman Allah‟ Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan, „Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasihkekasi-Nya‟. Katakanlah, “Maka mengapa Allah menyiksa kalian karena dosadosa kalian? ” (Al-Maidah:18).

9

Saling Memiliki Rasa Katertarikan Antarsesama

Mata adalah pintu hati, yang berarti mata juga merupakan pengungkap kandungan hati dan penyibak rahasia-rahasianya. Dalam hal ini mata lebih mampu menyampaikan daripada lidah sebab indikasinya terjadi seketika itu pula, tanpa ada pilihan lain dari pelakunya. Indikasi lidah berupa ucapan, mengikuti apa maksudnya sehingga tidak mengherankan jika engkau melihat pandangan orang yang sedang jatuh cinta selalu terarah kepada orang yang dicintainya, kemana pun perginya. Berkunjung

Mempererat persaudaran, baik sanak keluarga maupun teman sejawat, adalah perintah agama Islam, agar senantiasa kita saling mengasihi, hidup rukun, tolong-menolong, dan bantu-membantu antara si kaya dengan si miskin, yang punya kemampuan dengan yang kesempitan. Berbudi pekerti yang baik, adalah ukuran dari iman seseorang, sebab tampa dihiasi dengan akhlak yang baik iman sesorang tidak sempurna, sedangkan seorang yang beriman harus dapat memberi manfaat kepada yang lain (masyarakat) termasuk juga makhluk Allah SWT yang lain seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bertetangga yang baik sangat menyenagkan sehingga kita dapat hidup rukun di kampung, dan merasa tenteram hidup ini. Dua hal tersebut adalah bersilaturrahmi, berbudi pekerti yang baik, dan bertetangga yang baik. Hal itu akan meramaikan kampung di mana masyarakatnya hidup rukun, suka gotongroyong, giat membangun, sehingga nampaknya umur masyarakat bertambah dalam arti suasannaya tenteram (Mustafa,1985:88). Cara Bertamu

Islam mengajarkan sebelum kita memasuki rumah orang lain, maka seyogyanya kita terlebih dahulu harus mengucapkan salam kepada pemilik rumah. Apabila pemiliknya tidak mengizinkan, maka tamu tidak boleh masuk. Tamu janganlah sekali-kali mengusulkan yang diinginkannya, hal itu akan menyukarkan tuan rumah. Mendoakan keselamatan, dengan mengucapkan salam kepada setiap orang Islam baik yang kita kenal maupun belum kita kenal, dalam rangka menyebarkan syi‟ar Agama Islam dan untuk lebih mengakrabkan ukhuwah islamiyah penuh kemesraan. Salam ini diucapkan kepada siapa saja diantara orang Islam tanpa memandang tingkat derajat, sosial, dengan ikhlas karena Allah SWT semata. Dua hal ini merupakan akhlak Islam yang baik dipandang dari kacamata Agama Islam, sebab yang pertama mengandung unsur nikmat kepada Allah SWT dan yang kedua mengandung unsur spritual, yang bersiasat kerohanian yaitu bersujud doa keselamatan (Mustafa, 1985:163). Kebaktian Anak kepada Ayah

Berbaktinya seorang anak kepada kedua orang tua tidak terbatas hanya di waktu orang tua masih hidup saja, tetapi kewajiban berbuat baik kepadanya masih berlaku meskipun orang tua sudah meninggal, kita mintakan ampun kepada Allah SWT sebab mereka tidak dapat minta ampun, sebagaimana Rasulullah saw bersabda yang dirwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Said yang artinya;“Ya

10

Rasulullah, apakah saya masih tetap dapat berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tua saya sesudah keduanya meninggal dunia? Nabi menjawab: Masih ada, ialah: memuhonkan rahmat untuknya, menunaikan segala janjinya, bersilaturrahmi (kepada orang) yang tidak dapat dihubungi kecuali dengannya ( sahabat karib dan handai taulannya) dan menghormati kepada kawan dekatnya” (Mustafa, 1985:198). Saling Menolong Sesama

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang Islam terhadap saudara muslim ialah (a) menjawab salam apabila ia memperoleh dari saudara Islam lainnya, (b) memenuhi undangannya apabila ia diundang selagi tidak berhalangan, (c) mengantar jenazahnya sampai kekubur, mendoakan akan kebaikan serta memintakan ampunan pada atas dosa-dosanya, (d) kalau ia sakit, berkunjunglah, menenguk, dan mendoakan kesembuhannya, sebab kunjungan ini dapat juga jadi obat, dan (e) Mendoakan orang yang bersin yang mengucapkann :Alhamdulillah (memuji Allah) dengan doa Yarhamukallah (semoga Allah SWT mengasihimu) (Mustafa,1985:55). Merawat Orang Sakit

Selama Rasulullah saw sakit, Fatimah, Putri beliau, senantiasa datang menjenguknya. Fatimah selalu menangis setiap kali melihat ayahnya yang sakit. Begitu juga dengan para sahabat dan handai taulan yang datang silih berganti menjenguk beliau. Pada suatu malam, Rasulullah saw merasa badannya sudah agak segar dan suhu panas badannya menurun. Maka, beliau segera datang ke masjid dan memberi nasihat kepada para jamaah. Ketika kembali ke rumah, Rasulullah saw merasa sangat lelah, dan pada saat sakitnya semakin parah, beliau memberi wasiat dengan sabdanya yang artinya; “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara (pusaka), tidaklah kalian tersesat selama-lamanya, selama kalian masih berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitabullah (Al-Qur‟an) dan Sunah NabiNya (Al-Hadis) (H.R. Malik). Ta’ziah

Melayat atau ta‟ziah kepada ahli waris hukumnya sunat, dalam tiga hari sesudah ia meninggal dunia, yang lebih baik sebelum dikuburkan. Yang dimaksud dalam “perlawatan itu” adalah untuk menganjurkan ahli mayat supaya sabar, jangan berkeluh kesah, mendoakan mayat supaya mendapat ampunan dan juga terhadap ahli mayat, supaya malapetakanya berganti dengan kebaikan. Sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya;“Dari Usman: Seorang anak perempuan Rasulullah Muhammad saw telah memanggil beliau serta memberitaukan bahwa anaknya dalam hampir mati. Rasulullah Muhammad saw berkata kepada utusan itu, “kembalilah engkau kepadanya dan katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan bahkan apapun juga kepunyaan Allah SWT. Dialah yang menentukan ajalnya, suruhlah ia sabar serta tunduk kepada perintah” (Sulaiman, 1954: 191). Membangun Sekolah

Membangun sekolah adalah alat untuk mengajari anak-anak agar bisa beradaptasi satu dengan yang lain, karena dengan sekolah anak-anak bisa belajar kepada teman-teman lain yang berbeda pemahaman, kedudukan, dan perbedaan

11

suku atau bangsa. Karena Rasulullah saw yang pertama kali dibangun pada masa itu adalah masjid yang sekarang kedudukannya hampir sama dengan kedudukan sekolah dalam menyatukan umat untuk bersatu. Sebelum mengerjakan bangunanbangunan lain seperti tempat kediaman Beliau sendiri, Masjid selain tempat untuk bersujud kepada Allah, juga digunakan oleh Nabi Muhammad saw sebagai pembinaan umat Islam yang berjiwa tauhid, karena masjid adalah tempat yang paling efektif untuk menyusun dan menghimpun potensi umat Islam (Departemen Agama, 1971: 64). Merawat dan Memberi Makan Binatang

Rasulullah saw dalam berbagai kesempatan, senantiasa berpesan agar hewan, mahkluk yang tidak berdaya itu diperlakukan dengan baik, disayangi dan dikasihani, Pada suatu hari, sewaktu Beliau berjalan, dilihatnya seekor onta yang kurus kering, merana karena lapar. Dengan nada amarah Beliau berkata dengan pemiliknya: “ Takutlah akan Allah, dari pada perlakuan yang kejam terhadaphewan-hewan itu. Naikilah dia dalam keadaan sehat dan kuat. Makanlah dagingnya dalam keadaan gemuk dan sehat pula”(HR. Abu Daud dalam Muhammad, 2007:132). PENUTUP Kesimpulan Bertolak dari temuan penelitian dan pembahasan, hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: Nilai-nilai cinta Allah dalam novel Qais dan Laila Karya Nizami Fanjavi membahas tentang bagaimana seorang hamba mengabdikan dirinya kepada Allah semata, dan tidak memperdulikan selain Allah, rela berkorban untuk Allah walaupun nyawa sebagai taruhannya, juga sesuai dengan ajaran syari‟at Islam, karena seorang hamba hanya berbuat sesuatu, tapi Allah yang menentukan semata. Nilai-nilai cinta sesama dalam novel Qais dan Laila karya Nizami Fanjavi selalu terhalangi tetapi ia tetap berusaha sehingga antara Laila dengan Qais bisa bertemu walupun hanya sesaat. Karena mencinta sesama termasuk anjuran dalam bermasyarakat dan beragama. Nilainilai cinta lingkungan di dalam novel Qais dan Laila karya Nizami Fanjavi membahas tentang ramah atas lingkungan baik kepada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan supaya dapat merasakan nikmatnya lingkungan, seperti halnya ketika Qais bertemu dengan anjing yang datang dari daerah Laila , Qais selalu memberi makan sebagai ganti rindu Qais kepada Laila. Saran Berdasarkan simpulan diatas, maka saran/rekomendasi yang diajukan dirumuskan sebagai berikut. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pengajaran, terutama yang berkaitan dengan materi pembahasan tentang novel yang berhubungan dengan nilai-nilai cinta. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan daya apresiasi sastra terutama novel yang mengandung unsur-unsur/ nilainilai cinta yang meliputi nilai cinta Allah, nilai cinta sesama, nilai cinta lingkungan. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Namun demikian seyogyanya dilakukan klasifikasi, dengan cara melakukan penelitian kembali dengan kerangka teori dan makna yang lebih komprehensif. Adapun bagi para pembaca, hasil penelitian ini seyogyanya dapat dijadikan sebagai bahan bacaan, untuk memahami nilai-nilai cinta yang meliputi cinta Allah, cinta sesama, dan cinta lingkungan.

12

DAFTAR RUJUKAN

Al-Mubarakfuri. 2000. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ilmu Katsir. Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Al-maliky, Sayyid Muhammad Alawy. 2007. Insan Kamil. Surabaya: Bima Ilmu AZ-Zabidi, Iman. 1996. Ringkasan Hadis Shahih Al Bukhari. Jakarta: Pustaka Amani. Departemen Agama. 1971. Al-Quran dan Terjamahnya. Jakarta: Fanjavi, Nizami. 2011. Qais dan Laila. Samarinda : Qiyas Mustafa. 1987. 150 Hadist-hadist Pilihan. Surabaya: Al Ikhlas. Nawawi, Imam.2006. Tarjamah Riyadhus Shalihin. Jilid Kesatu. Surabaya: Duta Ilmu. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sulaiman, Rasyid. 1954. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo Tim Revisi. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang. Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.

Wellek, Rene dan Warren, Austin.. 1989. Teori Kasusastraan. Jakarta: Gramedia

13