Obat antiretroviral dan kerusakan hati - Yayasan Spiritia

21 downloads 0 Views 207KB Size Report
Enfuvirtide, satu-satunya fusion inhibitor yang disetujui, menunjukkan riwayat yang aman secara konsisten terkait toksisitas hati.116 Data mengenai integrase ...
Obat antiretroviral dan kerusakan hati Oleh: Vincent Soriano; Massimo Puoti; Pilar Garcia-Gascó; Juergen K Rockstroh; Yves Benhamou; Pablo Barreiro; Barbara McGovern; 9 Januari 2008

Pengantar Kerusakan hati terkait obat antiretroviral (antiretroviral drug-related liver injury/ARLI) adalah penyebab umum morbiditas, mortalitas dan penghentian terapi oleh pasien terinfeksi HIV.1 Pencegahan dan penatalaksanaan ARLI muncul sebagai masalah besar di antara pasien terinfeksi HIV dalam era terapi antiretroviral (ART).2 Hampir semua obat antiretroviral (ARV) yang disetujui dikaitkan dengan peningkatan enzim hati, walau obat terentu dapat menyebabkan kerusakan hati lebih sering dibandingkan yang lain. Tambahan, penyakit bersamaan tertentu, misalnya infeksi kronis dengan virus hepatitis B (HBV) atau C (HCV), dapat meningkatkan kemungkinan pasien mengalami ARLI.3 Beberapa mekanisme utama ARLI digambarkan, termasuk kerusakan metabolis host-mediated, reaksi hiperpeka, toksisitas mitokondria, dan fenomena pemulihan kekebalan. Penatalaksanaan ARLI harus tergantung pada beratnya secara klinis dan mekanisme patogenis yang mendasarinya. Dalam artikel ini, kami menganjurkan pengunaan standar universal untuk mendefinisikan kerusakan hati agar dapat dilakukan pembandingan antara penelitian berikut. Mekanisme baru untuk hepatotoksisitas juga dibahas serta tindakan pencegahan untuk menghindari mulainya ARLI.

Definisi kerusakan hati terkait ARV ARLI didefinisikan oleh peningkatan pada enzim hati dalam serum, dengan alanine aminotransferase (ALT) yang umumnya lebih tinggi dibandingkan aspartate aminotransferase (AST). Sampai saat ini, ada perbedaan yang luas dalam kriteria yang dipakai dalam penelitian klinis untuk menggolongkan beratnya hepatotiksisitas. Beberapa penelitian memakai parameter ALT minimal dua kali batas atas nilai normal (BANN)4 sementara yang lain memakai ambang mutlak (misalnya > 100IU/ml), tidak peduli tes fungsi hati pada awal.5 Relevansi klinis peningkatan ini tidak jelas. Baru-baru ini, AIDS Clinical Trials Group (ACTG) mendefinisikan skema penilaian berdasarkan kepekatan aminotransferase dalam serum pasien pada awal. Contohnya, pada pasien dengan ALT atau AST yang normal sebelum terapi, kerusakan hati dinilai sedang atau berat berdasarkan peningkatan lima kali lipat pada ALT atau sepuluh kali lipat pada AST.6 Pada pasien dengan enzim hati yang abnormal sebelum terapi, peningkatan lebih dari 3,5 kali lipat pada ALT atau AST dianggap menandai hepatotoksisitas sedang sementara peningkatan lima kali lipat pada enzim tersebut dianggap menandai hepatotoksisitas berat.7 Abnormalitas pada tes fungsi hati perlu tafsiran secara hati-hati. Dari satu sisi, beberapa ARV (mis. nevirapine dan kurang sering efavirenz) meningkatkan transpeptidase gamma-glutamil dalam serum. Hasil laboratorium ini sering disalah tafsir sebagai tanda kerusakan hati; sebetulnya peningkatan einzim ini secara sendiri menandai induksi enzim. Demikian pula, hiperbilirubinemia sendiri tidak boleh disamakan dengan kerusakan hati, karena hiperbilirubinemia tidak langsung dapat disebabkan oleh ARV, misalnya indinavir atau atazanavir;8-10 risiko ini ditingkatkan pada pasien dengan sindrom Gilbert (sebuah kelainan genetik) yang mendasari (Gambar 1). Dari sisi lain, kerusakan hati akibat obat yang dikaitkan dengan peningkatan pada bilirubin langsung dan ikterus klinis meramalkan hasil klinis yang buruk. Profil kolestatik harus dipertimbangkan hanya bila ada peningkatan terkait dalam alkalin fosfatas dalam serum bersamaan dengan Gambar 1. Kaitan antara metabolisme bilirubin, genotipe Gilbert bilirubin. dan penggunaan atazanavir (ATV) atau indinavir (IDV)

Dokumen ini didownload dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

Aminotransferase yang meningkat juga harus ditafsirkan dalam konteks klinisnya. Contohnya, enzim hati yang tinggi pada pasien dengan infeksi HBV kronis tidak tentu menandai kerusakan akibat obat melainkan flare (naik-turun secara mendadak) hati terkait HBV, yang sering terjadi selama perjalanan alami penyakit tersebut.

Relevansi klinis Dengan penggunaan ART secara luas dan ketersediaan ARV baru, ARLI menarik perhatian khusus akibat dampak negatif pada hasil klinis. Hepatotoksisistas terkait obat juga merancang beban ekonomis pada anggaran kesehatan yang sudah kewalahan, karena kunjungan tambahan dan rawat inap pada rumah sakit sering dibutuhkan untuk perawatan dan penatalaksanaan pasien yang sesuai.1 Lagi pula penghentian ARV menghambat penekanan HIV secara terus-menerus. Beratnya ARLI dapat berkisar dari ketiadaan gejala sampai dekompensasi hati, dan hasil dapat berkisar dari pemulihan sendiri sampai kegagalan hati dan kematian.11,12 Pada satu penelitian, hepatotoksisitas berat dengan nekrosis hati akut ditemukan pada 2% pasien terinfeksi HIV yang meninggal karena penyakit hati. Lagi pula, dalam sebuah kohort ACTG yang baru terdiri dari hampir 3.000 pasien yang mulai ART, dampak buruk grade 4 yang paling umum adalah terkait hati; risiko ini meningkat pada pasien dengan hepatitis virus kronis yang mendasari.13 Untungnya, mayoritas besar peristiwa ARLI tanpa gejala, dan kebanyakan peningkatan ALT pulih sendiri, seperti digambarkan untuk banyak obat lain, kemungkinan melalui proses yang disebut ‘penyesuaian (adaptation)’.14 Namun, pada minoritas, kerusakan hati terkait obat dapat jelas dan menimbulkan dampak yang berat. Oleh karena itu, adalah sangat penting agar dokter memahami faktor risiko terkait hasil yang buruk dan mekanisme patogenis penyakit.

Kejadian dan faktor risiko Setelah mulai ART, kejadian toksisitas hati yang berat dilaporkan antara 2-18%.3,5,7,15-22 Perbedaan dalam hasil penelitian mungkin mencerminkan heterogenitas dalam populasi pasien, frekuensi tes enzim hati, pajanan eksogenous lain (mis. alkohol), pola meresepkan obat, prevalensi hepatitis virus kronis, dan kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan heaptotoksisitas berat. Tabel 1 merangkum beberapa penelitian utama yang menelitikan ARLI pada pasien terinfeksi HIV.

Infeksi hepatitis B dan/atau C kronis ARLI, terutama toksisitas berat, jelas lebih sering terjadi pada pasien terinfeksi HIV dengan infeksi HBV dan/atau HCV kronis.3,7,15-22 Lagi pula, risiko hepatotoksisitas yang lebih tinggi baru ini digambarkan untuk pasien terinfeksi dengan HCV genotipe 3 dibandingkan genotipe lain.23-25 Namun, mayoritas besar pasien dengan hepatitis virus kronis dapat menahan ART dengan baik, dan dokter sebaiknya jangan terhambat mulai ART bila dibutuhkan.26 Selain kerusakan akibat obat, flare dalam kepekatan transaminase dalam serum pada pasien dengan HBV kronis dapat terkait berbagai faktor berbeda, termasuk peningkatan kembali viral load setelah penghentian terapi anti-HBV yang efektif, terobosan oleh tipe HBV yang resistan terhadap obat, atau flare secara spontan dalam viral load HBV.21,27-29 Dokter harus memperhatikan hal ini sebelum menafsirkan flare hati secara keliru sebagai kerusakan hati.

Faktor lain yang mempengaruhi Alkohol diketahui sebagai racun hati dan penggunaannya dikaitkan dengan risiko ARLI yang meningkat pada penelitian yang menyelidiki variabel ini.3 Penggunaan secara kronis dapat meningkatkan risiko kerusakan hati melalui kerusakan oksidatif pada DNA mitokondria dan mengurangi simpanan glutation, sebuah pemulung radikal oksigen bebas yang penting.30 Penggunaan ekstasi dan kokain juga dapat menyebabkan hepatitis akut. Yang menarik, kerusakan hati tampaknya tidak terpengaruh oleh takaran dan juga tidak terkait dengan lamanya pajanan ekstasi,31,32 sementara kokain mungkin menyebabkan hepatotoksisitas melalui metabolit oksidatif toksik, yang memicu kerusakan pada mitokondria.33,34

–2–

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kerusakan hati meningkat pada mereka dengan peningkatan aminotransferase sebelum mulai ART.16,18-20 Faktor risiko lain terkait ARLI termasuk usia yang lebih tua,3 perempuan,20,35 pajanan pertama pada ART21 dan peningkatan yang bermakna pada CD4 setelah mulai ART.7,36 Baru-baru ini, kaitan antara keberadaan fibrosis hati stadium lanjut dan risiko ARLI yang lebih tinggi dilaporkan.37 Mekanisme untuk pengamatan ini tidak jelas, tetapi mungkin adalah dampak dari penguraian hati yang terpengaruh, yang mengakibatkan pajanan berlebihan pada obat dalam pasien dengan sirosis.38

Mekanisme kerusakan hati terpicu oleh obat Kerusakan hati yang terpicu oleh obat dapat dianggap sebagai dapat diramalkan (dengan kejadian tinggi) atau tidak dapat diramalkan (dengan kejadian Tabel 2. Mekanisme kerusakan hati terkait obat rendah).39 Kerusakan hati dapat diakibatkan pada pasien terinfeksi HIV toksisitas langsung oleh obat atau metabolitnya, atau mungkin sebagai tanggapan idiosinkrasi pada Mekanisme Ciri-ciri orang yang mempunyai gen khusus yang Metabolik host- NNRTI dan PI mempengaruhinya. Masa laten antara mulai terapi mediated Kejadian dapat berbeda-beda dan permulaan penyakit hati membantu mencari (intrinsik dan tergantung obat etiologinya. idiosinkratis) Tergantung takaran untuk Reaksi hepatotoksik yang dapat diramalkan tergantung pada takaran dan tidak tergantung pada induk, dengan contoh klasik toksisitas parasetamol.39 Toksisitas yang mulai pada awal (dalam beberapa hari) adalah bukti kuat untuk toksisitas obat langsung, terutama bila tidak ada pajanan sebelumnya. Reaksi hepatotoksik yang tidak dapat diramalkan tergantung pada induk dan tidak tergantung pada takaran.40 Sayangnya, mayoritas besar reaksi obat tidak dapat diramalkan. Reaksi ini terjadi saat obat diubah menjadi metabolit lanjutan yang toksik (metabolisme host-mediated) atau memicu tanggapan kekebalan (reaksi hiperpeka).

kerusakan intrinsik Hiperpeka

Nevirapine > abacavir > fosamprenavir Terjadi pada awal, umumnya dalam 8 minggu Sering terkait dengan ruam Terkait HLA

Toksisitas mitokondria

NRTI (ddI > d4T > AZT > abacavir = tenofovir = 3TC/emticitabine

Pemulihan kekebalan

Hepatitis B kronis (tidak jelas untuk hepatitis C) Terjadi dalam bulan pertama setelah mulai ART Lebih umum pada pasien dengan jumlah CD4 rendah yang mengalami pemulihan kekebalan yang kuat

Ada empat mekanisme yang diketahui terlibat dalam perkembangan hepatotoksisitas terkait penggunaan ARV (Tabel 2). Berbagai jalan abnormal mungkin berada bersamaan dalam satu orang.

Kerusakan metabolik host-mediated Perbedaan host (induk) dalam metabolisme obat dapat mengakibatkan metabolit obat reaktif yang berlebihan, yang mungkin merusak bila polimorfisme genetik mempengaruhi enzim metabolisme yang penting.41 Latensi permulaan panjang (dari 2 hingga 12 bulan), yang menimbulkan masalah untuk pemantauan pasien.42 Contoh yang baik termasuk isoniazid dan troglitazon; jalan metabolisme abnormal ini juga dapat mendasari satu bentuk kerusakan oleh obat yang dilihat terkait dengan NNRTI dan PI.43,44 Beberapa obat memungkinkan aktivasi reseptor kematian sel-T dan/atau jalan stres antarsel, yang mengakibatkan peningkatan stres oksidatif.45 Sebagai tanggapan, hepatosit mendorong mekanisme perlindungan sel, misalnya pembentukan protein heat shock, yang melindungi hati terhadap metabolit toksik.41 Tanggapan melindungi sel ini dapat menjelaskan normalisasi enzim hati secara spontan yang dapat terjadi walau ART (atau obat lain, misalnya isoniazid) tetap dipakai. Sebagai alternatif, naik-turun kepekatan aminotransferase dalam serum setelah mulai pengobatan dapat terkait dengan fenomena ‘penyesuaian’, yaitu normalisasi tes fungsi hati walau ada pajanan terus-merenus pada obat.46

–3–

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

Reaksi hiperpeka Fenomena alergi adalah Tabel 3. Presentasi klinis toksisitas hati terkait ARV idiosinkrasi pada induk, Mulai dini Mulai lambat mempunyai pemulaan latensi menengah (dari beberapa hari Interval 1-8 minggu 2-12 bulan sampai delapan minggu), dan Mekanisme Dipicu kekebalan Dipicu induk/idiosinkratis tidak terkait takaran. Kejadian reaksi hiperpeka adalah 1 dari Peranan HCV Tidak Ya 1.000 pada populasi umum tetapi Peranan jumlah CD4 Ya Tidak lebih umum pada pasien dengan Obat lebih umum Abacavir, nevirapine d4T, ddI, nevirapine, HIV..47 Contoh yang baik ritonavir, tipranavir termasuk fenitoin dan sulfonamid, yang menyebabkan ruam, demam, eosinofilia dan hepatitis. Kaitan waktu antara gejala dan tanda dengan permulaan obat yang diduga adalah penyebab membantu membedakan reaksi obat jenis ini (Tabel 3). Jelas, penggunaan lagi (rechallenge) harus dihindari bila hiperpeka akibat obat diduga. Reaksi hiperpeka dilaporkan dengan nevirapine, abacavir dan kurang sering dengan amprenavir, baik pada pasien terinfeksi HIV maupun pada orang yang menerima profilaksis pascapajanan (PPP).48 Reaksi obat yang dipicu oleh kekebalan dapat melibatkan pembentukan neoantigen, terbentuk oleh pengikatan kovalen antara protein hati dan metabolit obat reaktif.41,49

Toksisitas mitokondria Mitokondria memainkan peranan dalam pembuatan tenaga serta metabolisme glukosa dan lemak, tetapi mitokondria juga adalah sumber utama jenis oksigen reaktif, yang dapat menyebabkan kematian sel. Contoh yang paling buruk mengenai kerusakan mitokondria yang berat terjadi dengan penggunaan analog nukleosida fialuridin untuk mengobati HBV. Selama fase awal penelitian, beberapa peserta mengembangkan asidosis laktik dan kegagalan hati.50 Mengobati HIV dengan NRTI juga dapat mengakibatkan toksisitas mitokondria setelah pajanan jangka panjang. Golongan ARV ini menghambat secara selektif polimerase-gamma DNA, yang bertanggung jawab untuk replikasi DNA mitokondria. Fungsi mitokondria yang dikurangi dapat mengakibatkan penurunan pada fosforilasi oksidatif, dan hal ini dalam giliran dapat mengakibatkan kelainan dalam metabolisme piruvat dan pengumpulan laktat.51 Spektrum toksisitas mitokondria oleh obat NRTI berkisar dari gejala tidak spesifik sampai asidosis laktik dengan kegagalan hati fulminan.52,53 Pada awal, pasien mungkin mengeluh kelelahan, perut kembung, anoreksia, dan kehilangan berat badan. Sindrom asidosis laktik ditunjukkan sebagai mual, muntah dan nyeri pada perut, yang berlanjut cepat menjadi takipnea (napas berat) dengan asidosis berat. Tes fungsi hati mungkin sedikit meningkat dalam rangkaian ini, sering dengan AST lebih tinggi daripada ALT.54 Diagnosis sindrom ini terlambat umumnya mengakibatkan kematian pasien.55 Keberadaan infeksi HCV kronis, yang cukup sering pada pasien terinfeksi HIV, dapat meningkatkan kerentanan pasien terhadap stres dan kerusakan mitokondria terkait ARV.56 Protein HCV core menyebabkan kerusakan mitokondria, mengakibatkan pembuatan jenis oksigen reaktif yang berlebihan.57-59 Hal ini mengakibatkan stres oksidatif, yang diperkuat oleh keberadaan faktor nekrosis tumor, alkohol atau analog nukleosida. Kemudian, pajanan pada analog nukleosida apa pun, untuk mengobati HIV (mis. ddI) atau untuk HCV (mis. ribavirin) dapat memperburuk lagi toksisitas mitokondria.60

Fenomena pemulihan kekebalan ARLI terkait pemulihan sel CD4 terpicu oleh ART dianggap disebabkan oleh fenomena pemulihan kekebalan, terutama dalam rangakain HBV kronis dan kadang kala pada pasien dengan HCV kronis. Hepatitis B. Kekebalan dipicu oleh sel memainkan peranan pusat dalam patogenisis HBV kronis.61 Contohnya, pada pasien koinfeksi HIV/HBV dengan tekakan kekebalan lanjut, replikasi HBV umumnya meningkat tetapi radang hati terkait HBV menurun dan tingkat transaminase menurun.62 Sebaliknya, bila ART dimulai, kekebalan selular yang membaik dapat mengakibatkan flare pada enzim hati63 dan

–4–

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

serokonversi secara spontan,64 walau obat anti-HBV yang aktif apa pun tidak dipakai.65 Flare enzim hati pada pasien koinfeksi HIV/HBV yang memakai ART harus ditafsir dengan hati-hati, dengan penilaian bersamaan viral load HBV, agar menentukan penyebab secara benar. Peningkatan pada enzim hati di pasien koinfeksi HIV/HBV setelah permulaan ART dapat disebabkan oleh (i) kerusakan hati yang langsung terkait obat; (ii) pemulihan kekebalan pada pasien HBsAg-positif; (iii) serokonversi pada pasien HBeAg-positif dan/atau HBsAg-positif; (iv) reaktivasi HBV pada pembawa inaktif dan kadang kala pada orang dengan infeksi HBV yang sembuh. Hepatitis C. Konsep pemulihan kekebalan terkait HCV pertama diangkat pada 1998 saat dilaporkan bahwa tiga pasien mengembangkan peningkatan pada enzim hati dan mendapatkan antibodi HCV kembali setelah permulaan ART.66 Namun tanggapan antibodi terhadap HCV belum tentu berkorelasi dengan pemulihan fungsi kekebalan selular, dan pemulaan ART tidak memastikan pemulihan tanggapan sel-T khusus HCV.67 Lagi pula peranan yang dimainkan oleh kekebalan selular dalam patogenisis HCV kronis tidak sejelas seperti dengan HBV.61 Akhirnya, hasil bertentangan dilaporkan mengenai apakah peningkatan mutlak dalam jumlah sel CD4 berkorelasi dengan flare pada transaminase.7,19,68,69 Walau pemulihan kekebalan tetap dianggap teori yang menarik, dan tentu dapat mejelaskan peristiwa klinis dalam subkelompok pasien HIV dengan HCV,70,71 dibutuhkan lebih banyak bukti sebelum kesimpulan dapat diambil.

Mekanisme baru yang mungkin untuk kerusakan terkait ARV: steatosis hati Pasien terinfeksi HIV berisiko steatosis hati, yang dapat memainkan peranan yang penting dalam mempermudah kerusakan hati. Resistansi insulin, hiperlipidemia, dan adipositi viskeral adalah kelainan metabolik dan morfologik yang dikaitkan secara intrinsik pada pengembangan steatosis hati pada masyarakat umum.72 Kelainan metabolik dan morfologik yang sama berada secara bersamaan dalam cukup banyak pasien terinfeksi HIV, dan diketahui sebagai sindrom lipodistrofi.73 Beberapa penelitian sudah menemukan bahwa prevalensi steatosis hati adalah tinggi di pasien terinfeksi HIV, terutama mereka dengan HCV kronis dan/atau memakai NRTI dengan profil toksisitas mitokondria yang tinggi.74,75 Hubungan epidemiologis ini penting karena adalah sangat mungkin bahwa hati berlemak dapat memainkan peranan yang penting pada ARLI. Steatosis hati membuat substrat untuk peroksidasi lipid; hal ini menghasilkan pembentukan basal jenis oksigen reaktif yang mungkin merusak, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati.30 Stres oksidatif terjadi waktu ada ketidakseimbangan antara pembuatan jenis oksigen reaktif yang meningkat dan pertahanan antioksidan yang berkurang, misalnya glutation, yang mencegah kerusakan akibat radikal oksigen ini.76 Bila antioksidan dikurangi, jenis oksigen reaktif yang berlebihan dapat merusak DNA mitokondria dan mengoksidasikan lemak, menyebabkan lingkaran peroksidasi lipid yang meningkat, stres oksidatif dan kerusakan sel hati terus-menerus.77 Pengamatan in-vitro ini didukung oleh data histologis yang menunjukkan keberadaan tingkat steatosis ringan sampai sedang pada pasien yang mengalami ARLI.54,68,78 Lagi pula, infeksi HCV genotipe 3, yang memicu steatosis hati melalui efek sitopatik yang dipicu oleh virus, dikaitkan dengan risiko ARLI yang lebih tinggi.23-25 Penelitian ini memberi kesan bahwa steatosis hati sendiri dapat menjadi faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadi toksisitas terkait obat. Perananan steatosis dalam kerusakan hati akan menjadi bidang penting untuk penelitian ke depan.

ARV dan peranannya pada kerusakan hati Penelitian yang menilai risiko kerusakan hati terkait dengan unsur atau golongan ARV tertentu sering bertentangan. Dampak dari obat tertentu sering sulit dipastikan karena penggunaan terapi kombinasi secara luas. Namun beberapa kesimpulan dapat diambil, seperti dibahas di bawah.

NRTI Mekanisme kerusakan akibat obat yang diamati dengan NRTI terutama termasuk toksisitas mitokondria dan reaksi hiperpeka. Data uji coba klinis awal dari akhir 1980-an menunjukkan bahwa NRTI dapat dikaitkan dengan angka tinggi hepatotoksisitas sedang sampai berat, berkisar dari 7% dengan AZT, 913% dengan d4T dan 16% dengan ddI.79 NRTI yang lebih baru misalnya emtricabine, abacavir dan tenofovir terkait dengan kejadian rendah peningkatan aminotransferase yang ringan dan tanpa gejala.80

–5–

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

Toksisitas mitokondria adalah tipe hepatotoksisitas yang khas tetapi jarang, yang terkait dengan penggunaan NRTI. Masalah ini dapat berkembang menjadi kegagalan hati akut dengan hepatomegali berat dan asidosis laktik.51 Komplikasi ini umumnya terjadi setelah beberapa minggu atau bulan penggunaan terapi dengan NRTI. Namun analog nukleosida sangat berbeda dalam kemungkinan memicu toksisitas mitokondria. Estimasi kemungkinan in vitro memberi hieraki kemungkinan yang menrun: ddC, ddI, d4T, AZT, dan akhirnya, abacavir, dengan toksisitas yang paling rendah.80 Data in-vitro mendukung toksisitas mitokondria yang menambah atau sinergistik akibat beberapa kombinasi NRTI,81 misalnya d4T bersamaan dengan ddI.81-83 Reaksi hiperpeka dikaitkan dengan abacavir dan secara khas dilihat pada pasien dengan latar belakang HLA-B*5701.84 Pajanan ulang pada abacavir dapat fatal. Kejadian penyakit hati dengan alasan tidak jelas pada orang terinfeksi HIV baru dilaporkan dengan manifestasi klinis hipertensi portal yang sering paling jelas. Pajanan ddI tampaknya terlibat dalam hampir semua kasus dan hiperplasia regeneratif nodular adalah penemuan histologis yang sering.85,86 Penelitian yang berlanjut akan menjelaskan dampak kondisi ini secara nyata, faktor yang mendukungnya dan bagaimana kondisi ini dapat ditangani.

NNRTI Walau uji coba pendaftaran pada nevirapine dan efavirenz menunjukkan profil toksisitas yang dapat diterima, laporan setelah obat dipasarkan mengenai ARLI berat terkait nevirapine menarik perhatian pada obat ini. Dua pola kerusakan akibat penggunaan nevirapine yang berbeda telah muncul: reaksi hiperpeka dan toksisitas langsung terkait obat.87 Reaksi hiperpeka. Pada pasien pengguna nevirapine, kejadian keseluruhan peristiwa bergejala yang melibatkan enzim hati adalah kurang lebih 5%.44,88 Namun, toksisitas hati yang berat, yang terjadi dengan latensi awal, dilaporkan pada orang terinfeksi HIV dan orang HIV-seronegatif. Peringatan agar nevirapine tidak dipakai dalam PPP dikeluarkan setelah beberapa orang mengembangkan kegagalan hati yang membutuhkan pencangkokokan hati.89 Pada uji coba pengobatan HIV yang menilai kemanjuran dan keamanan emtricabine, kejadian hepatotoksisitas yang lebih tinggi diamati pada pasien dalam kelompok yang diberi nevirapine dibandingkan dalam kelompok yang diberi efavirenz.90 Hepatotoksisitas paling sering terjadi pada perempuan berkulit hitam, sering berhubungan dengan ruam dan demam, dan sesuai dengan reaksi hiperpeka obat. Analisis lanjutan mengungkapkan bahwa kejadian ini tampaknya terkait dengan penggunaan nevirapine pada perempuan dengan jumlah CD4 di atas 250, menekankan pentingnya kekebalan induk dan perkenalan neoatigen pada reaksi hiperpeka.91 Sesudah itu, Boehringer-Ingelheim mengeluarkan peringatan mengenai risko toksisitas hati yang berat, pada beberapa kasus dengan hasil fatal, dan saat ini menganjurkan penggunaan nevirapine hanya [dimulai] pada perempuan dengan jumlah CD4 di bawah 250 dan pada laki-laki dengan jumlah CD4 di bawah 400. Yang menarik, sebuah penelitian baru menyangkal peranan kesehatan kekebalan sebagai faktor risiko untuk toksisitas nevirapine.92 Faktor risiko lain untuk hepatotoksisitas terkait nevirapine termasuk indeks massa tubuh yang rendah93 dan genetik induk; orang dengan latar belakang HLA-DRB1*0101 lebih mungkin mengembangkan reaksi hiperpeka terkait nevirapine.94-96 Toksisitas idiosinkrasi terkait obat. Pada penelitian lain pola kerusakan oleh obat yang berbeda dengan penggunaan nevirapine sudah muncul, dengan peningkatan enzim hati baru terjadi lebih dari 16 minggu penggunaan terapi, sesuai dengan kerusakan hatil dipicu oleh induk secara idiosinkrasi.35,36,97 Hepatotoksisitas yang mulai lambat ini dengan NNRTI adalah lebih umum pada pasien dengan infeksi kronis HBV dan/atau HCV yang mendasari, seperti digambarkan dengan banyak unsur ARV lain. Pada populasi pasien yang berbeda-beda terkait prevalensi hepatitis virus kronis, kerusakan hati terkait NNRTI dapat berkisar dari 15%36 sampai serendah 3%.98 Polimorfisme genetik spesifik dari enzim metabolisme dan pembawa obat juga dapat meningkatkan risiko komplikasi ini.44,99 Harus disoroti bahwa hepatotoksisitas dengan nevirapine atau efavirenz tampaknya tidak meningkatkan risiko perkembangan kerusakan hati bila terpajan pada NNRTI lain.100,101 Tabel 4 merangkum penelitian utama yang menilai risiko dan prediktor hepatotoksisitas terkait NNRTI.

–6–

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

PI Fenomena ARLI menjadi lebih jelas setelah perkenalan obat PI. Angka hepatotoksisitas dari uji coba pendaftaran berbagai PI berkisar 1-9,5%, tetapi hanya sedikit pasien mengalami hasil gawat terkait hati.102 Dibandingkan dengan obat lain dalam golongannya, ritonavir takaran penuh secara konsisten ditunjukkan sebagai lebih hepatotoksik,7,18,21 Namun penggunaan ritonavir takaran rendah untuk memperkuat PI lain secara farmakokinetik tampaknya aman.103 Walau ada beberapa laporan kasus toksisitas terkait hati dengan indinavir, kasus ini berhubungan dengan penyakit hati lanjut; pengurangan takaran dianjurkan untuk pasien sirosis. Beberapa kasus hepatitis klinis dan dekompensasi hati, termasuk beberapa kematian, dikaitkan dengan penggunaan tipranavir, terutama pada pasien dengan infeksi HCV kronis.104,105 Nelfinavir, saquinavir, atazanavir, fosamprenavir, lopinavir dan darunavir dikaitkan dengan profil toksisitas hati yang relatif lebih aman.106-113 Amprenavir kadang kala dikaitkan dengan reaksi hiperpeka terkait obat tetapi hanya secara sporadis dengan hepatotoksisitas berat.114

Golongan ARV baru Perkembangan klinis aplaviroc, sebuah antagonis CCR5, dihentikan pada 2005 setelah kejadian hepatotoksisitas berat.115 Berbedanya, maraviroc dan vicriviroc tampaknya mempunyai profil hepatotoksisitas yang lebih aman. Enfuvirtide, satu-satunya fusion inhibitor yang disetujui, menunjukkan riwayat yang aman secara konsisten terkait toksisitas hati.116 Data mengenai integrase inhibitor masih langka, tetapi sampai saat ini raltegravir tidak dikaitkan dengan toksisitas hati yang bermakna.117

Penatalaksanaan terapeutik Kapan sebaiknya ARV dihentikan? Pengambilan keputusan klinis mengenai penghentian obat sering adalah main keseimbangan. Menghentikan obat pada tanda pertama kerusakan ringan dapat mencegah dampak yang gawat. Namun pendekatan ini dapat mengkorbankan terapi yang berpotensi penting untuk sejumlah besar pasien. Tetapi meneruskan terapi dapat mengakibatkan hasil yang buruk. Untuk keamanan pasien, beberapa asas penting harus ditekankan. • Hepatitis bergejala harus menarik perhatian yang jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan transaminase tanpa gejala. Semakin lama pasien terus memakai obat setelah hepatitis bergejala, semakin mungkin dia akan mengalami kerusakan hati yang berat.3 • ARLI terkait dengan ikterus yang jelas dengan tingkat bilirubin langsung lebih tinggi mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi.11,12 Obat harus langsung dihentikan. • Bila pasien mengeluh gejala sesuai dengan toksisitas mitokondria berhubungan dengan peningkatan tingkat laktat, obat harus langsung dihentikan. • Bila pasien mengalami gejala yang menunjukkan hiperpeka obat, obat harus langsung dihentikan; penggunaan ulang obat tersebut dapat fatal. • Obat harus langsung dihentikan bila ALT atau AST dalam plasma lebih dari sepuluh kali BANN (grade 4), walau pasien tidak bergejala.79,118,119 Untuk pasien dengan penyakit hati lanjut, penatalaksanaan yang lebih berhati-hati harus dilakukan untuk menghindari dekompensasi hati.68 • Perhatian khusus dibutuhkan untuk obat yang baru dipasarkan karena potensi hepatotoksisitas mungkin belum diketahui pada uji coba klinis sebelum dipasarkan (mis. darunavir). • Selalu mempertimbangkan penyebab lain untuk hepatitis termasuk hepatitis virus, kolesistitis, infeksi oportunistik, serta penggunaan alkohol atau kokain.

Perbaikan pada transaminase secara spontan walau penggunaan obat diteruskan Saat menilai toksisitas obat, peningkatan transaminase dalam serum yang rendah umumnya dilihat dan sering membaik walau obat yang sama dipakai.120 Hal ini diamati dengan ARV, terutama penggunaan PI.17,21 Berdasarkan data ini, beberapa penulis menganjurkan bahwa ART mengandung PI tidak membutuhkan penyesuaian langsung tetapi hanya pemantauan secara ketat.66 Harus ditekankan bahwa kebanyakan pasien ini mempunyai peningkatan pada transaminase yang tidak bergejala.

–7–

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

Dampak kumulatif kerusakan terkait ARV Satu aspek lain terkait ART yang membutuhkan jauh lebih banyak penelitian adalah masalah kerusakan hati kumulatif, terutama akibat NRTI.85,86 Pada satu penelitian terhadap pasien dengan hepatitis virus kronis yang dipastikan dengan biopsi, ARLI mengakibatkan peningkatan yang bermakna pada skor nekroradang pada sampel histologis berulang.70 Berbeda dengan perhatian ini, sebuah penelitian baru memberi kesan bahwa peningkatan enzim hati yang ringan tetapi terus-menerus tampakanya tidak berdampak buruk.121 Namun implikasi jangka panjang dari kerusakan hati kambuhan belum diketahui.

Peranan biopsi hati dalam ARLI Sayangnya, biopsi hati sering tidak memberi tambahan yang bermakna pada penatalaksanaan pasien atau penentuan penyebab.118 Kadang kali histologi dapat membantu bila eosinofil atau granuloma ditemukan, yang memberi kesan hiperpeka.7,68 Bila toksisitas mitokondria diduga, maka histologi dan mikroskopi elektron dapat membantu menentukan apakah ada steatosis mikroveskular dan bukti kerusakan mitokondria.122

Pencegahan kerusakan terkait ARV Pendekatan yang paling efektif pada penyakit hati dipicu oleh obat adalah pencegahan primer. Namun, karena kebanyakan hepatotoksisitas dipicu obat adalah sulit diramalkan, para dokter harus mengetahui faktor risiko pasien yang dapat memungkinkan ARLI, yang mungkin dapat membantu menuntun pemantauan dan penatalaksanaan pasien.

Penilaian status hati pada awal Pengobatan pasien dengan sirosis harus dilakukan secara hati-hati karena satu kejadian hepatotoksisitas berat dapat mengakibatkan dekompensasi hati.70 Bila penyakit hati lanjut diduga secara klinis, penilaian fibrosis hati dengan alat noninvasif (mis. elastometri) atau biopsi hati mungkin dipertimbangkan pada pasien tertentu sebelum terapi dimulai. Dasar pemikiran untuk pendekatan ini adalah untuk mengambil diagnosis sirosis yang pasti dan mempertimbangkan penggunaan takaran ARV yang sesuai untuk penyakit hati lanjut.

Peranan penting pendidikan pasien Pengalaman klinis jangka panjang dengan obat seperti isoniazid mengalihkan fokus primer dari pemantauan laboratorium kepada tekanan lebih besar pada pendidikan pasien dan penilaian medis.123 Walau sering diabaikan oleh pemberi layanan kesehatan HIV, pendidikan pasien mengenai gejala hepatitis adalah sangat penting, termasuk kelelahan, mual, muntah, nyeri pada kwadran atas kanan, dan ikterus. Pendidikan pasien terutama penting saat mempertimbangkan reaksi hiperpeka, yang terjadi secara dini dan dapat sangat merusak bila obat penyebab diteruskan. Pasien harus diperintah untuk segera menghubungi dokter bila gejala ini dialami. Pada negara terbatas sumber daya, pemantauan laboratorium secara berkala sering tidak mungkin akibat hambatan biaya; oleh karena itu, pendidikan pasien semakin penting.

Frekuensi pemantauan; pendekatan dikhususkan pada pasien Keputusan mengenai frekuensi pemantauan dapat ditentukan oleh profil risiko individu dan pilihan obat tertentu pasien. Contohnya, pasien yang diresepkan nevirapine harus dipantau dalam satu sampai enam minggu, karena kebanyakan reaksi terjadi cepat setelah penggunaan obat dimulai. Demikian pula pasien yang HCV-seropositif dengan aminotransferase abnormal pada awal membutuhkan pemantauan yang lebih ketat dibandingkan pasien HCV-seronegatif dengan tes fungsi hati normal. Pasien dengan sirosis membutuhkan pemantauan yang paling ketat, dengan perhatian tambahan diberi pada peningkatan pada bilirubin total atau waktu protrombin.

–8–

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

Penilaian rejimen ARV kembali Pajanan kumulatif terhadap obat NRTI adalah faktor penting dalam perkembangan toksisitas mitokondria. Karena hepatotoksisitas terkait NRTI dapat berlanjut secara berdiam, adalah bijaksana untuk mempertimbangkan penghentian NRTI generasi lebih tua dengan profil toksisitas mitokondria yang tinggi (mis. ddI atau d4T) dan menggantinya dengan NRTI lain bila mungkin.75,85,86 Gambar 2 merangkum secara grafis ARV yang menunjukkan profil hati yang lebih aman.

Menghadapi faktor risiko yang dapat diubah

Gambar 2. Profil keamanan ARV pada hati. *Ritonavir takaran penuh, bukan bila dipakai untuk memperkuat PI lain

Bila ada steatosis hati, keadaan yang memungkinkannya (mis. obesitas, alkohol, hiperglisemia, dislipidemia) harus dihadapi. Faktor risiko lain yang dapat diubah termasuk infeksi HCV genotipe 3, yang dikaitkan dengan steatosis dan risiko kerusakan obat yang lebih tinggi.23-25 Hal ini terutama penting karena pengobatan HCV adalah sangat efektif pada pasien dengan infeksi genotipe 3 dan harus dilakukan secara aktif.124 Penelitian baru menunjukkan bahwa terapi anti-HCV dapat memperbaiki ketahanan ART secara keseluruhan oleh hati pada pasien koinfeksi, terutama mereka yang dapat mengobati infeksinya.125-127

Peranan ART dalam melindungi hati Data pengamatan memberi kesan bahwa permulaan ART dikaitkan dengan perkembangan kerusakan hati terkait HCV yang lebih pelan.128-131 Hal ini mungkin dipandu oleh pemulihan kekebalan, atau oleh mengurangi dampak buruk dari sitokin terkait HIV (mis. faktor nekrosis tumor) pada perkembangan fibrosis hati. Dengan adanya manfaat besar dari ART, yang jelas lebih besar daripada risiko toksisitas hati yang mungkin, tidak masuk akal untuk menunda ART pada calon terapi HIV. Para dokter harus membimbing pasien mengenai gejala dan tanda hepatotoksisitas, menilai faktor risiko untuk kerusakan hati, menghadapi faktor yang dapat diubah, dan mewaspadai tanda kerusakan obat yang paling dini.

Arah ke depan Beberapa prakarsa akan membantu mendorong kerja sama penelitian yang lebih baik, pemahaman komprehensif patogenisis dan penatalaksanaan pasien secara lebih baik. Farmakogenomik dapat memberi nilai yang lebih tinggi untuk meramalkan reaksi obat yang tidak diinginkan; beberapa alat ini sudah tersedia untuk dipakai.132-134 Contohnya, penerapan tes tipe HLA untuk alele HLA-B*5701 dapat mengurangi risiko hiperpeka abacavir secara bermakna.135 Pengetahuan mengenai polimorfisme di isoenzim 2B6 di sitokrom P450 dapat mengenal orang berisiko ketidaktahanan hati pada efavirenz.136,137 Tes tipe P-glikoprotein dan/atau gen untuk UDP glukuronosiltransferase, serta pemantauan tingkat obat dalam plasma, dapat memungkinan penyesuaian takaran dan oleh karena itu mengurangi hiperbilirubinemia terkait atazanavir.138 Teknik yang saat ini diselidiki termasuk aktivasi sel mononulear di darah perifer in-vitro terhadap sebuah obat atau metabolitnya sebagai alat untuk mengenal risiko.49 Biotanda serum juga sedang dikembangkan untuk membantu meramalkan reaksi idiosinkratis hati.139 Peranan steatosis hati sebagai mekanisme untuk, dan faktor yang memungkinkan, ARLI harus diselidiki. Prevalensi steatosis hati adalah tinggi di populasi pasien ini, dan keberadaannya dipengaruhi oleh penggunaan analog nukleosida secara kronis, infeksi HCV genotipe 3 dan kelainan metabolik seperti resistansi insulin.75 Bahkan interaksi yang ringan antara steatosis hati dan kerusakan obat dapat mempunyai implikasi yang bermakna pada populasi pasien ini. Ahkirnya, penggunaan definisi baku untuk ARLI dibutuhkan untuk memperbaiki pembandingan antara penelitian. Ambang mutlak untuk peningkatan aminotransferase harus ditinggalkan dan diganti dengan sistem mengukur perubahan kali lipat terhadap nilai awal pasien. Tambahan, tingkat peningkatan adalah

–9–

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

parameter yang penting, karena peningkatan pada ALT/AST yang rendah dapat mencerminkan ‘naikturun’ hepatitis virus kronis atau ‘penyesuaian’ obat. Oleh karena itu, kami menganjurkan bahwa kebutuhan minimum perubahan lima kali lipat di atas nilai awal yang normal atau perubahan 3,5 kali lipat di atas nilai awal yang abnormal agar dipakai secara universal untuk menilai kerusakan terkait obat yang bermakna. Kami juga mengusulkan bahwa ARLI sebaiknya dipertmbangkan bila dekompensasi hati terjadi, tidak memperhatikan tingkakt ALT/AST; dalam rangakaian ini, tingkat ARV dan laktat dalam serum harus ditentukan. Dengan pendekatan universal, perkembangan lanjut dapat dibuat dalam bidang penting penelitian ini.

References 1. Nuñez MJ, Martin-Carbonero L, Moreno V, Valencia E, Garcia-Samaniego J, Gonzalez-Castillo J, et al. Impact of antiretroviral treatment-related toxicities on hospital admissions in HIV-infected patients. AIDS Res Hum Retroviruses 2006; 22:825-829. 2. Palella F, Baker R, Moorman A, Chmiel J, Wood K, Brooks J, et al. Mortality in the highly active antiretroviral therapy era: changing causes of death and disease in the HIV outpatient study. J Acquir Immune Defic Syndr 2006; 43:27-34. 3. Núñez M, Lana R, Mendoza J, Martín-Carbonero L, Soriano V. Risk factors for severe hepatic injury following the introduction of HAART. J Acquir Immune Def Syndr 2001; 27:426-431. 4. Hernandez L, Gilson I, Jacobson J, Affi A, Puetz T, Dindzans V. Antiretroviral hepatotoxicity in HIV-infected patients. Aliment Pharmacol Ther 2001; 15:1627-1632. 5. Den Brinker M, Wit F, Wertheim-van Dillen P, Jurriaans S, Weel J, van Leeuwen R, et al. Hepatitis B and C virus co-infection and the risk for hepatotoxicity of highly active antiretroviral therapy in HIV-1 infection. AIDS 2000; 14:2895-2902. 6. Group AIDSCT. Table of Grading Severity of Adult Adverse Experiences. Rockville, MD: US Division of AIDS, National Institute of Allergy and Infectious Diseases; 1996. 7. Sulkowski M, Thomas D, Chaisson R, Moore R. Hepatotoxicity associated with antiretroviral therapy in adults infected with HIV and the role of hepatitis C or B virus infection. JAMA 2000; 283:74-80. 8. Zucker S, Qin X, Rouster S, Yu F, Green R, Keshavan P, et al. Mechanism of indinavir-induced hyperbilirubinemia. Proc Natl Acad Sci USA 2001; 98:12671-12676. 9. Rodríguez-Novoa S, Barreiro P, Rendón A, Barrios A, Corral A, Jiménez-Nacher I, et al. Plasma levels of atazanavir and the risk of hyperbilirubinemia are predicted by the 3435C?T polymorphism at the multidrug resistance gene 1. Clin Infect Dis 2006; 42:291-295. 10. Lankisch T, Moebius U, Wehmeier M, Behrens G, Manns M, Schmidt R, et al. Gilbert’s disease and atazanavir: from phenotype to UDP-glucuronosyltransferase haplotype. Hepatology 2006; 44:1324-1332. 11. Clark S, Creighton S, Portmann B, Taylor C, Wendon J, Cramp M. Acute liver failure associated with antiretroviral treatment for HIV: a report of six cases. J Hepatol 2002; 36:295-301. 12. Kramer J, Giordano T, Souchek J, El-Serag H. Hepatitis C coinfection increases the risk of fulminant hepatic failure in patients with HIV in the HAART era. J Hepatol 2005; 42:309-314. 13. Reisler R, Han C, Burman W, Tedaldi E, Neaton J. Grade 4 events are as important as AIDS events in the era of HAART. J Acquir Immune Defic Syndr 2003; 34:379-386. 14. Kaplowitz N. Drug-induced liver disorders: introduction and overview. In: Kaplowitz N, De Leve L, editors. Drug-induced liver disease. New York: Marcel Dekker; 2002. pp. 1-13. 15. Rodríguez-Rosado R, García-Samaniego J, Soriano V. Hepatotoxicity after introduction of highly active antiretroviral therapy. AIDS 1998; 12:1256. 16. Saves M, Vandentorren S, Daucourt V, Marimoutou C, Dupon M, Couzigou P, et al. Severe hepatic cytolysis: incidence and risk factors in patients treated by antiretroviral combinations. AIDS 1999; 13:F115-F121. 17. Saves M, Raffi F, Clevenbergh P, Marchou B, Waldner-Combernoux A, Morlat P, et al. Hepatitis B or hepatitis C virus infection is a risk factor for severe hepatic cytolysis after initiation of a protease inhibitor-containing antiretroviral regimen in HIV-infected patients. Antimicrob Agents Chemother 2000; 44:3451-3455. 18. Bonfanti P, Landonio S, Ricci E, Martinelli C, Fortuna P, Faggion I, et al. Risk factors for hepatotoxicity in patients treated with highly active antiretroviral therapy. J Acquir Immune Def Syndr 2001; 27:316-318.

– 10 –

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

19. D’Arminio Monforte A, Bugarini R, Pezzotti P, De Luca A, Antinori A, Mussini C, et al. Low frequency of severe hepatotoxicity and association with HCV coinfection in HIV-positive patients treated with HAART. J Acquir Immune Defic Syndr 2001; 28:114-123. 20. Aceti A, Pasquazzi C, Zechini B, De Bac C, and the LIVERHAART Group. Hepatotoxicity development during antiretroviral therapy containing protease inhibitors in patients with HIV - the role of hepatitis B and C virus infection. J Acquir Immune Defic Syndr 2002; 29:41-48. 21. Wit F, Weverling G, Weel J, Jurrians S, Lange J. Incidence and risk factors for severe hepatotoxicity associated with antiretroviral combination therapy. J Infect Dis 2002; 186:23-31. 22. Servoss J, Kitch D, Andersen J, Reisler R, Chung R, Robbins G. Predictors of antiretroviral-related hepatotoxicity in the adult AIDS Clinical Trial Group (1989-1999). J Acquir Immun Defic Syndr 2006; 43:320-323. 23. Núñez M, Ríos P, Martín-Carbonero L, Pérez-Olmeda M, Gonzalez-Lahoz J, Soriano V. Role of hepatitis C virus genotype in the development of severe transaminase elevation after the introduction of antiretroviral therapy. J Acquir Immune Defic Syndr 2002; 30:65-68. 24. Maida I, Babudieri S, Selva C, D’Offizi G, Fenu L, Solinas G, et al. Liver enzyme elevation in hepatitis C virus (HCV): HIV co-infected patients prior and after initiation of HAART: role of HCV genotypes. AIDS Res Hum Retroviruses 2006; 22:139-143. 25. Torti C, Lapadula G, Puoti M, Casari S, Uccelli M, Cristini G, et al. Influence of genotype 3 hepatitis C coinfection on liver enzyme elevation in HIV-1-positive patients after commencement of a new highly active antiretroviral regimen: results from the EPOKA-MASTER Cohort. J Acquir Immune Defic Syndr 2006; 41:180185. 26. Cicconi P, Cozzi-lepri A, Phillips, Puoti M, Antonucci G, Manconi P, et al. Is the increased risk of liver enzyme elevation in patients coinfected with HIV and hepatitis virus greater in those taking antiretroviral therapy? AIDS 2007; 21:599-606. 27. Bessesen M, Ives D, Condreay L, Lawrence S, Sherman K. Chronic active hepatitis B exacerbations in HIVinfected patients following development of resistance to or withdrawal of lamivudine. Clin Infect Dis 1999; 28:1032-1035. 28. Honkoop P, de Man R, Niesters H, Zondervan P, Schalm S. Acute exacerbation of chronic hepatitis B virus infection after withdrawal of lamivudine therapy. Hepatology 2000; 32:635-639. 29. McGovern B. What drives hepatitis B virus-related hepatic flares? Virus, T cells - or a bit of both? Clin Infect Dis 2004; 39:133-135. 30. Fromenty B, Pessayre D. Impaired mitochondrial function in microvesicular steatosis. Effects of drugs, ethanol, hormones and cytokines. J Hepatol 1997; 26(suppl 2):43-53. 31. Aknine X. Ecstasy-induced toxic hepatitis. Presse Med 2004; 33(suppl. 18):18-20. 32. Balaguer F, Fernandez J, Lozano M, Miguel R, Mas A. Cocaine-induced acute hepatitis and thrombotic microangiopathy. JAMA 2005; 293:2715. 33. Mallat A, Dhumeaux D. Cocaine and the liver. J Hepatol 1991; 12:275-278. 34. Campos J, Martinez C, Perez E, Gonzalez A. Cocaine related fulminant liver failure. Ann Med Intern 2002; 19:365-367. 35. Martín-Carbonero L, Núñez M, Gonzalez-Lahoz J, Soriano V. Incidence of liver injury after beginning antiretroviral therapy with efavirenz or nevirapine. HIV Clin Trials 2003; 4:115-120. 36. Sulkowski M, Thomas D, Mehta S, Chaisson R, Moore R. Hepatotoxicity associated with nevirapine- or efavirenz-containing antiretroviral therapy: role of hepatitis C and B infections. Hepatology 2002; 35:182-189. 37. Aranzabal L, Casado J, Moya J, Quereda C, Diz S, Moreno A, et al. Influence of liver fibrosis on highly active antiretroviral therapy-associated hepatotoxicity in patients with HIV and hepatitis C virus coinfection. Clin Infect Dis 2005; 40:588-593. 38. Barreiro P, Rodriguez-Novoa S, Labarga P, Ruiz A, Jiménez-Nacher I, Martín-Carbonero L, et al. Influence of the stage of liver fibrosis on plasma levels of antiretrovirals in HIV patients with chronic hepatitis C. J Infect Dis 2007; 195:973-979. 39. Kaplowitz N. Drug-induced liver disorders: implications for drug development and regulation. Drug Saf 2001; 24:483-490. 40. Zimmerman H. Drug-induced liver disease. In: Schiff E, editor. Schiff’s Diseases of the Liver, Vol. 8. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers; 1999. pp. 973-1064.

– 11 –

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

41. Bissell D, Gores G, Laskin D, Hoofnagle J. Drug-induced liver injury: mechanisms and test systems. Hepatology 2001; 33:1009-1013. 42. Nathwani R, Kaplowitz N. Drug hepatotoxicity. Clin Liver Dis 2006; 10:207-217. 43. Haas D, Bartlett J, Andersen J, Sanne I, Wilkinson G, Hinkle J, et al. Pharmacogenetics of nevirapine-associated hepatotoxicity: an adult ACTG collaboration. Clin Infect Dis 2006; 43:783-786. 44. Ritchie M, Haas D, Motsinger A, Donahue JP, Erdem H, Raffanti S, et al. Drug transporter and metabolizing enzyme gene variants and NNRTI hepatotoxicity. Clin Infect Dis 2006; 43:779-782. 45. Leist M, Gantner F, Kunstle G, Wendel A. Cytokine-mediated hepatic apoptosis. Rev Physiol Biochem Pharmacol 1998; 133:109-155. 46. Kaplowitz N. Drug-induced liver injury. Clin Infect Dis 2004; 38(suppl 2):44-48. 47. Levy M. Role of viral infections in the induction of adverse drug reactions. Drug Saf 1997; 16:1-8. 48. Hewitt R. Abacavir hypersensitivity reaction. Clin Infect Dis 2002; 34:1137-1142. 49. Knowles S, Uetrecht J, Shear N. Idiosyncratic drug reactions: the reactive metabolite syndromes. Lancet 2000; 356:1587-1591. 50. McKenzie R, Fried M, Sallie R, Conjeevaram H, Di Bisceglie A, Park Y, et al. Hepatic failure and lactic acidosis due to fialuridine (FIAU), an investigational nucleoside analogue for chronic hepatitis B. N Engl J Med 1995; 333:1099-1105. 51. Brinkman K, ter Hofstede H, Burger D, Smeitink J, Koopmans P. Adverse effects of reverse transcriptase inhibitors: mitochondrial toxicity as common pathway. AIDS 1998; 12:1735-1744. 52. de Mendoza C, de Ronde A, Smolders K, Blanco F, Garcia-Benayas T, de Baar M, et al. Changes in mitochondrial DNA copy number in blood cells from HIV-infected patients undergoing antiretroviral therapy. AIDS Res Hum Retroviruses 2004; 20:271-273. 53. Coghlan M, Sommadossi J, Jhala N, Many W, Saag M, Johnson V. Symptomatic lactic acidosis in hospitalized antiretroviral-treated patients with HIV infection: a report of 12 cases. Clin Infect Dis 2001; 33:1914-1921. 54. Freiman J, Helfert K, Hamrell M, Stein D. Hepatomegaly with severe steatosis in HIV-seropositive patients. AIDS 1993; 7:379-385. 55. Falco V, Rodriguez D, Ribera E, Martínez E, Miró JM, Domingo P, et al. Severe nucleoside-associated lactic acidosis in HIV-infected patients: report of 12 cases and review of the literature. Clin Infect Dis 2002; 34:838-846. 56. de Mendoza C, Sanchez-Conde M, Timmermans E, Buitelaar M, de Baar M, Soriano V. Mitochondrial DNA depletion in HIV-infected patients is more pronounced with chronic hepatitis C and enhanced following treatment with pegylated interferon plus ribavirin. Antivir Ther 2005; 10:557-561. 57. Okuda M, Li K, Beard M, Showalter L, Scholle F, Lemon S, et al. Mitochondrial injury, oxidative stress, and antioxidant gene expression are induced by hepatitis C virus core protein. Gastroenterology 2002; 122:366-375. 58. Moriya K, Nakagawa K, Santa T, Shintani Y, Fujie H, Miyoshi H, et al. Oxidative stress in the absence of inflammation in a mouse model for hepatitis C virus-associated hepatocarcinogenesis. Cancer Res 2001; 61:43654370. 59. Barbaro G, di Lorenzo G, Asti A, Ribersani M, Belloni G, Grisorio B, et al. Hepatocellular mitochondrial alterations in patients with chronic hepatitis C: ultrastructural and biochemical findings. Am J Gastroenterol 1999; 94:2198-2205. 60. de Mendoza C, Martin-Carbonero L, Barreiro P, de Baar M, Zahonero N, Rodriguez-Novoa S, et al. Mitochondrial DNA depletion in HIV-infected patients with chronic hepatitis C and effect of pegylated interferon plus ribavirin therapy. AIDS 2007; 21:583-588. 61. Rehermann B. Intrahepatic T cells in hepatitis B: viral control versus liver cell injury. J Exp Med 2000; 191:1263-1268. 62. Perrillo R, Regenstein F, Roodman S. Chronic hepatitis B in asymptomatic homosexual men with antibody to HIV. Ann Intern Med 1986; 105:382-383. 63. Mastroianni C, Trinchieri V, Santopadre P, Lichtner M, Forcina G, D’Agostino C, et al. Acute clinical hepatitis in an HIV-seropositive hepatitis B carrier receiving protease inhibitor therapy. AIDS 1998; 12:1939-1940. 64. Velasco M, Moran A, Tellez MJ. Resolution of chronic hepatitis B after ritonavir treatment in an HIV-infected patient. N Engl J Med 1999; 340:1765-1766. 65. Carr A, Cooper D. Restoration of immunity to chronic hepatitis B infection in HIV-infected patient on protease inhibitor. Lancet 1997; 349:995-996.

– 12 –

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

66. John M, Flexman J, French A. Hepatitis C virus-associated hepatitis following treatment of HIV-infected patients with HIV protease inhibitors: an immune restoration disease? AIDS 1998; 12:2289-2293. 67. Lauer G, Walker B. Hepatitis C virus infection. N Engl J Med 2001; 345:41-52. 68. Puoti M, Torti C, Ripamonti D, Castelli F, Zaltron S, Zanini B, et al. Severe hepatotoxicity during combination antiretroviral treatment: incidence, liver histology, and outcome. J Acquir Immune Defic Syndr 2003; 32:259-267. 69. French A, Benning L, Anastos K, Augenbraun M, Nowicki M, Sathasivam K, et al. Longitudinal effect of antiretroviral therapy on markers of hepatic toxicity: impact of hepatitis C coinfection. Clin Infect Dis 2004; 39:402410. 70. Vento S, Garofano T, Renzini C, Casali F, Ferraro T, Concia E. Enhancement of hepatitis C virus replication and liver damage in HIV-coinfected patients on antiretroviral combination therapy. AIDS 1998; 12:116-117. 71. Gavazzi G, Bouchard O, Leclercq P, Morel-Baccard C, Bosseray A, Dutertre N, et al. Change in transaminases in hepatitis C virus- and HIV-coinfected patients after highly active antiretroviral therapy: differences between complete and partial virologic responders? AIDS Res Hum Retroviruses 2000; 16:1021-1023. 72. Piroth L. Liver steatosis in HIV-infected patients. AIDS Rev 2005; 7:197-209. 73. Carr A, Samaras K, Thorisdottir A, Kaufmann G, Chisholm D, Cooper D. Diagnosis, prediction and natural course of HIV-1 protease-inhibitor-associated lipodystrophy, hyperlipidaemia, and diabetes mellitus: a cohort study. Lancet 1999; 353:2093-2099. 74. Sulkowski M, Mehta S, Torbenson M, Afdhal N, Mirel L, Moore R, et al. Hepatic steatosis and antiretroviral drug use among adults coinfected with HIV and hepatitis C virus. AIDS 2005; 19:585-592. 75. Mc Govern B, Ditelberg J, Taylor L, Gandhi R, Christopoulos K, Chapman S. Hepatic steatosis is associated with fibrosis, nucleoside analogue use, and hepatitis C virus genotype 3 infection in HIV-seropositive patients. Clin Infect Dis 2006; 43:365-372. 76. Betteridge D. What is oxidative stress? Metabolism 2000; 49(2 Suppl 1):3-8. 77. Lewis W, Day B, Copeland W. Mitochondrial toxicity of NRTI antiviral drugs: an integrated cellular perspective. Nat Rev Drug Discov 2003; 2:812-822. 78. Jain M. Drug-induced liver injury associated with HIV medications. Clin Infect Dis 2007; 11:615-639. 79. Ogedegbe A, Sulkowski M. Antiretroviral-associated liver injury. Clin Liver Dis 2003; 7:475-499. 80. Birkus G, Hitchcock M, Cihlar T. Assessment of mitochondrial toxicity in human cells treated with tenofovir: comparison with other nucleoside reverse transcriptase inhibitors. Antimicrob Agents Chemother 2002; 46:716-723. 81. Walker U, Setzer B, Venhoff N. Increased long-term mitochondrial toxicity in combinations of nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitors. AIDS 2002; 16:2165-2173. 82. ter Hofstede H, de Marie S, Foudraine N, Danner S, Brinkman K. Clinical features and risk factors for lactic acidosis following long term antiretroviral therapy: 4 fatal cases. Int J STD AIDS 2000; 11:611-616. 83. Gisolf E, Dreezen C, Danner S, Weel JL, Weverling G, and the Prometheus Study Group. Risk factors for hepatotoxicity in HIV-1-infected patients receiving ritonavir and saquinavir with or without stavudine. Clin Infect Dis 2000; 3:1234-1239. 84. Martin A, Nolan D, Gaudieri S, Almeida C, Nolan R, James I, et al. Predisposition to abacavir hypersensitivity conferred by HLA-B*5701 and a haplotypic Hsp70-Hom variant. Proc Natl Acad Sci USA 2004; 101:4180-4185. 85. Maida I, Núñez M, Rios MJ, Martín-Carbonero L, Sotgiu G, Toro C, et al. Severe liver disease associated with prolonged exposure to antiretroviral drugs. J Acquir Immune Defic Syndr 2006; 42:177-182. 86. Mallet V, Blanchard P, Verkarre V, Vallet-Pichard A, Fontaine H, Lascoux-Combe C, et al. Nodular regenerative hyperplasia is a new cause of chronic liver disease in HIV-infected patients. AIDS 2007; 21:187-192. 87. Gonzalez de Requena D, Nuñez M, Jimenez-Nacher I, Soriano V. Liver toxicity caused by nevirapine. AIDS 2002; 16:290-291. 88. Stern J, Robinson P, Love J, Lanes S, Imperiale M, Mayers D. A comprehensive hepatic safety analysis of nevirapine in different populations of HIV-infected patients. J Acquir Immune Defic Syndr 2003; 34(suppl 1):21-33. [CrossRef] [Context Link] 89. Benn P, Mercey D, Brink N, Scott G, Williams I. Prophylaxis with a nevirapine-containing triple regimen after exposure to HIV-1. Lancet 2001; 357:687-688. 90. Sanne I, on behalf of the FTC-302 Study Investigators and the FTC-302 Independent Clinical Steering Committee. Severe liver toxicity in patients receiving two nucleoside analogues and a nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor. AIDS 2000; 14(suppl 4):12.

– 13 –

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

91. Leith J, Piliero P, Storfer S, Mayers D, Hinzmann R. Appropriate use of nevirapine for long-term therapy. J Infect Dis 2005; 192:545-546. 92. Manfredi R, Calza L. Nevirapine versus efavirenz in 742 patients: no link of liver toxicity with female sex, and a baseline CD4 cell count greater than 250 cells/microliter. AIDS 2006; 20:2233-2236. 93. Sanne I, Mommeja-Marin H, Hinle J, Bartlett J, Lederman M, Maartens G, et al. Severe hepatotoxicity associated with nevirapine use in HIV-infected subjects. J Infect Dis 2005; 191:825-829. 94. De Maat M, Mathot R, Veldkamp A, Huitma A, Mulder J, Meenhorst P, et al. Hepatotoxicity following nevirapine containing regimens in HIV-1-infected individuals. Pharmacol Res 2002; 46:295-300. 95. Martin A, Nolan D, James I, Cameron P, Keller J, Moore C, et al. Predisposition to nevirapine hypersensitivity associated with HLA-DRB1*0101 and abrogated by low CD4 T-cell counts. AIDS 2005; 19:97-99. 96. Johnson S, Chan J, Bennett C. Hepatotoxicity after prophylaxis with a nevirapine-containing antiretroviral regimen. Ann Intern Med 2002; 137:146-147. 97. Martínez E, Blanco J, Arnaiz J, Pérez-Cuevas J, Mocroft A, Cruceta A, et al. Hepatotoxicity in HIV-infected patients receiving nevirapine-containing antiretroviral therapy. AIDS 2001; 15:1261-1268. 98. Palmon R, Koo B, Shoultz D, Dieterich D. Lack of hepatotoxicity associated with nonnucleoside reverse transcriptase inhibitors. J Acquir Immune Defic Syndr 2002; 29:340-345. 99. Rotger M, Colombo S, Furrer H, Décosterd L, Buclin T, Telenti A. Influence of CYP2B6 polymorphism on plasma and intracellular concentrations and toxicity of efavirenz and nevirapine in HIV-infected patients. Pharmacogenet Genomics 2005; 15:1-5. 100. Soriano V, Dona C, Barreiro P, Gonzalez-Lahoz J. Is there cross-toxicity between nevirapine and efavirenz in subjects developing rash? AIDS 2000; 14:1672-1673. 101. Manosuthi W, Thongyen S, Chumpathat N, Muangchana K, Sungkanuparph S. Incidence and risk factors of rash associated with efavirenz in HIV-infected patients with preceding nevirapine-associated rash. HIV Med 2006; 7:378-382. 102. Sulkowski M. Drug-induced liver injury associated with antiretroviral therapy that includes HIV-1 protease inhibitors. Clin Infect Dis 2004; 38(suppl 2):90-97. 103. Cooper C, Parbhakar M, Angel J. Hepatitis associated with antiretroviral therapy containing dual versus single protease inhibitors in individuals coinfected with hepatitis C virus and HIV. Clin Infect Dis 2002; 334:1259-1263. 104. Kandula V, Khanlou H, Farthing C. Tipranavir: a novel second-generation nonpeptidic protease inhibitor. Expert Rev Anti Infect Ther 2005; 3:9-21. 105. Hicks C, Cahn P, Cooper D, Walmsley SL, Katlama C, Clotet B, et al. Durable efficacy of tipranavir-ritonavir in combination with an optimised background regimen of antiretroviral drugs for treatment-experienced HIV-1infected patients at 48 weeks in the Randomized Evaluation of Strategic Intervention in multidrug reSistant patients with Tipranavir (RESIST) studies: an analysis of combined data from two randomised open-label trials. Lancet 2006; 368:466-475. 106. Kontorinis N, Dieterich D. Hepatotoxicity of antiretroviral therapy. AIDS Rev 2003; 5:36-43. 107. Eron J, Yeni P, Gather J, Estrada V, DeJesus E, Staszewski S, et al. The KLEAN study of fosamprenavirritonavir versus lopinavir-ritonavir, each in combination with abacavir-lamivudine, for initial treatment of HIV infection over 48 weeks: a randomized noninferiority trial. Lancet 2006; 368:476-482. 108. Slim J, Avihingsanon A, Ruxrungtham K, Schutz M, Walmsley S. Saquinavir/r bid vs lopinavir/r bid plus emtricitabine/tenofovir qd in ARV-naive HIV-infected patients: the GEMINI study. Eighth International Conference of Drug Therapy in HIV Infection. Glasgow, November 2006 [abstract PL2.5]. 109. Johnson M, Grinsztejn B, Rodríguez C, Coco J, DeJesus E, Lazzarin A, et al. Atazanavir plus ritonavir or saquinavir, and lopinavir/ritonavir in patients experiencing multiple virological failures. AIDS 2005; 19:153-162. 110. Sulkowski M, Mehta S, Chaisson R, Thomas D, Moore R. Hepatotoxicity associated with protease inhibitorbased antiretroviral regimens with or without concurrent ritonavir. AIDS 2004; 18:2277-2284. 111. Gonzalez de Requena D, Núñez M, Jiménez-Nacher I, Gonzalez-lahoz J, Soriano V. Liver toxicity of lopinavircontaining regimens in HIV-infected patients with or without hepatitis C coinfection. AIDS Res Hum Retroviruses 2004; 20:698-700. 112. Meraviglia P, Schiavini M, Castagna A, Viganó P, Bini T, Landonio S, et al. Lopinavir/ritonavir treatment in HIV-antiretroviral-experienced patients: evaluation of risk factors for liver enzyme elevation. HIV Med 2004; 5:334-343.

– 14 –

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

113. Rockstroh J, Clumeck N, Spinosa-Guzman S, De Paepe E, Lefebvre E. TMC114/r has tolerability and efficacy benefits for treatment-experienced patients compared with control PIs: overview of the POWER trials. Eighth International Conference of Drug Therapy in HIV Infection. Glasgow, November 2006 [abstract P28]. 114. Goodgame J, Pottage J, Jablonowski H, Hardy W, Stein A, Fischl M, et al. Amprenavir in combination with lamivudine and zidovudine versus lamivudine and zidovudine alone in HIV-1-infected antiretroviral-naive adults. Antivir Ther 2000; 5:215-225. 115. Crabb C. GlaxoSmithKline ends aplaviroc trials. AIDS 2006; 20:641. 116. Poveda E, Briz V, Soriano V. Enfuvirtide, the first fusion inhibitor to treat HIV infection. AIDS Rev 2005; 7:139-147. 117. Garcia-Gasco P, Blanco F, Soriano V. Integrase inhibitors. J HIV Ther 2005; 10:75-78. 118. Bonacini M. Liver injury during highly active antiretroviral therapy: the effect of hepatitis C coinfection. Clin Infect Dis 2004; 38(suppl):104-108. 119. Nuñez M, Soriano V. Hepatotoxicity of antiretrovirals: incidence, mechanisms and management. Drug Saf 2005; 28:53-66. 120. Schenker S, Martin R, Hoyumpa A. Antecedent liver disease and drug toxicity. J Hepatol 1999; 31:1098-1105. 121. Vergara S, Macias J, Mira J, García-García J, Merchante N, del Valle J, et al. Low-level liver enzyme elevations during HAART are not associated with liver fibrosis progression among HIV/HCV-coinfected patients. J Antimicrob Chemother 2007; 59:87-91. 122. van Huyen JP, Landau A, Piketty C, Bélair M, Batisse D, Gonzalez-Canali G, et al. Toxic effects of nucleoside reverse transcriptase inhibitors on the liver. Am J Clin Pathol 2003; 119:546-555. 123. Leff D, Leff A. Tuberculosis control policies in major metropolitan health departments in the United States. Am J Respir Crit Care Med 1997; 156:1487-1494. 124. Soriano V, Puoti M, Sulkowski M, Mauss S, Cacoub P, Cargnel A, et al. Care of patients with chronic hepatitis C and HIV co-infection: recommendations from the HIV-HCV International Panel. AIDS 2004; 18:1-12. 125. Uberti-Foppa U, De Bona A, Morsica G, Galli L, Gallotta G, Boeri E, et al. Pretreatment of chronic active hepatitis C in patients coinfected with HIV and hepatitis C virus reduces the hepatotoxicity associated with subsequent antiretroviral therapy. J Acquir Immune Defic Syndr 2003; 33:146-152. 126. Labarga P, Soriano V, Vispo E, Pinilla J, Martin-Carbonero L, Castellares C, et al. Liver tolerance of antiretrovirals is improved in HIV-infected patients with chronic hepatitis C that attain HCV clearance after interferon-based therapy. J Infect Dis 2007; 196:670-676. 127. McGovern B, Zaman T, Bradley M, Galvin S, Bica I. The treatment of HCV enables the treatment of HIV. 42nd Annual Meeting of the Infectious Diseases Society of America. Boston, September 2004 [abstract 236]. 128. Qurishi N, Kreuzberg C, Luchters G, Effenberger W, Kupfer B, Sauerbruch T, et al. Effect of antiretroviral therapy on liver-related mortality in patients with HIV and hepatitis C virus coinfection. Lancet 2003; 362:17081713. 129. Verma S, Wang C, Govindarajan S, Kanel G, Squires K, Bonacini M. Do type and duration of antiretroviral therapy attenuate liver fibrosis in HIV-hepatitis C virus coinfected patients? Clin Infect Dis 2006; 42:262-270. 130. Macías J, Castellano V, Merchante N, Palacios R, Mira J, Saez C, et al. Effect of antiretroviral drugs on liver fibrosis in HIV-infected patients with chronic hepatitis C: harmful impact of nevirapine. AIDS 2004; 18:767-774. 131. Verma S. HAART attenuates liver fibrosis in patients with HIV/HCV co-infection: fact or fiction? J Antimicrob Chemother 2006; 58:496-501. 132. McCarthy J, Hilfiker R. The use of single nucleotide polymorphism maps in pharmacogenomics. Nat Biotechnol 2000; 18:505-508. 133. Rodriguez-Novoa S, Barreiro P, Jiménez-Nacher I, Soriano V. Overview of the pharmacogenetics of HIV therapy. Pharmacogenomics J 2006; 6:234-245. 134. Owen A, Pirmohamed M, Khoo S, Back D. Pharmacogenetics of HIV therapy. Pharmacogenet Genomics 2006; 16:693-703. 135. Rauch A, Nolan D, Martin A, McKinnon E, Almeida C, Mallal S. Prospective genetic screening decreases the incidence of abacavir hypersensitivity reactions in the Western Australian HIV cohort study. Clin Infect Dis 2006; 43:99-102.

– 15 –

Obat antiretroviral dan kerusakan hati

136. Wang J, Sonneborg A, Rane A, Josephson F, Lundgren S, Stahle L, et al. Identification of a novel specific CYP2B6 allele in Africans causing impaired metabolism of the HIV drug efavirenz. Pharmacogenet Genomics 2006; 16:191-198. 137. Kappelhoff B, van Leth F, Robinson P, MacGregor TR, Baraldi E, Montella F, et al. Are adverse events of nevirapine and efavirenz related to plasma concentrations? Antivir Ther 2005; 10:489-498. 138. Rodriguez-Novoa S, Martin-Carbonero L, Barreiro P, Gonzalez-Pardo G, Jiménez-Nacher I, Gonzalez-Lahoz J, et al. Genetic factors influencing atazanavir plasma concentrations and the risk of severe hyperbilirubinemia. AIDS 2007; 21:41-46. 139. Gao J, Ann Garulacan L, Storm S, Hefta S, Opiteck G, Lin J, et al. Identification of in vitro protein biomarkers of idiosyncratic liver toxicity. Toxicol 2004; 18:533-541.

Artikel asli: Antiretroviral Drugs and Liver Injury (juga lihat ini untuk tabel 1 dan 4) Sumber: AIDS. 2008;22(1):1-13

– 16 –