PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT ...

44 downloads 4280 Views 194KB Size Report
PERBANDINGAN ANTARA EMPAT HASIL PENELITIAN ... pelayanan pendidikan kepada masyarakatnya. ... Keempat tesis itu membahas hal yang berbeda.
PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PERBANDINGAN ANTARA EMPAT HASIL PENELITIAN Robinson Tarigan Abstract: Education improves personal capability, attitude and behavior. Education process sacrifices time, cost and effort so naturally the education should escalate the income of the participant in his life in the future. The higher the level of education should provide a higher level of income in average. This paper wraps up 4 student theses of the Graduate School of PWD USU which links the level of education with the level of income of their respondents. Their conclusion can be divided into two groups. One group concluded that there is a significant link between level of education with level of income. The second group concluded that there is no significant link between the level of education with the level of income. Further investigation shows that the backgrounds about occupancy of the two groups are different. The first group that shows a significant link, the occupation of the respondent is varieties and with different level of position in their job. The second group that concluded no significant link, the occupation of the respondent is homogenous and no level of position in their jobs. From the above findings we can conclude that to make higher education provides higher level of income, there must be variety occupation to choose and the jobs provide different level of position. This means that development in education should be in tandem with development in economy. If economics is expanding, jobs are more available and the participant has chance to get a better job which is compliance to his level of education. Keywords: level of education, level of income, varieties occupation, different level of job position, homogenous job PENDAHULUAN Pendidikan diyakini sangat berpengaruh terhadap kecakapan, tingkah laku dan sikap seseorang, dan hal ini semestinya terkait dengan tingkat pandapatan seseorang. Artinya secara rata-rata makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin memungkinkan orang tersebut memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Pemerintah pun merasa berkewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakatnya. Di lain sisi masyarakat pun sering menuntut agar porsi anggaran pendidikan perlu ditingkatkan untuk mencapai porsi yang dianggap ideal (20 % dari total anggaran). Di banyak negara pendidikan sampai jenjang tertentu dinyatakan gratis apabila bersekolah pada fasilitas pendidikan yang disediakan pemerintah. Di Indonesia pendidikan hingga SD (6 tahun) dinyatakan gratis dan ada gagasan membuat ini gratis hingga tingkat SLTP (9 tahun). Di banyak negara yang sudah maju pendidikan hingga tingkat SMU (12 tahun) dinyatakan gratis. Dari kenyataan tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan memang sangat diperlukan Robinson Tarigan adalah Dosen FE USU

dan berguna bagi anggota masyarakat. Pendidikan sebenarnya bukan hanya terkait dengan kemampuan untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih baik tapi juga berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sehingga terkait dengan kehidupan sehari-hari. Namun perlu untuk melihat apakah tingkat pendidikan benar-benar berpengaruh terhadap tingkat pandapatan seseorang. Tingkat pendapatan seseorang banyak dipengaruhi oleh faktor lain di luar pendidikan sehingga menarik untuk dikaji seberapa jauh peran faktor tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan. Tulisan ini didasarkan atas penelitian kepustakaan (library research) atau menggunakan data sekunder yaitu hasil tesis mahasiswa pascasarjana. Tulisan ini diramu dari 4 tesis mahasiswa Sekolah Pascasarjana PWD USU. Keempat tesis ini tidak mengkhususkan membahas peran tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan, melainkan melihat faktor-faktor/kondisi tertentu dan kaitannya dengan tingkat pendapatan. Keempat tesis itu membahas hal yang berbeda tetapi kesemuanya menyediakan data tentang tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Kesimpulan empat tesis tersebut dapat dibagi 21

Jurnal Wawasan, Februari 2006, Volume 11, Nomor 3

atas dua kelompok yaitu satu kelompok menyimpulkan tingkat pendidikan terkait secara nyata dengan tingkat pendapatan sedangkan kelompok kedua tidak melihat ada kaitan yang nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan. Hal ini membuat menarik untuk dikaji mengapa dua kelompok tersebut memberikan kesimpulan yang berbeda. Hal yang ingin didalami adalah dalam kondisi bagaimana tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan dalam kondisi bagaimana tingkat pendidikan kurang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan. Landasan Teori Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas telah mengatur pentingnya pendidikan bagi warga negara Republik Indonesia. UUD 1945 Pasal 31 a berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran” sedangkan Pasal 31 b berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”. Amanat undang-undang ini jelas menggambarkan bahwa pendidikan itu memiliki manfaat yang cukup besar sehingga menjadi hak setiap warga negara untuk mendapatkannya dan menjadi kewajiban bagi negara untuk menyelenggarakannya. Sebelum membahas kaitan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu arti dari pendidikan. Dalam encyclopedia Americana 1978 seperti dikutip dari Kartono, 1977 (hal.12) menyebutkan bahwa: ¾ Pendidikan merupakan sembarang proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan. ¾ Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis, dan intensional, dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Definisi lain dikemukakan oleh Carter V. Good seperti dikutip dari Djumransjah, 2004 (hal. 24) pendidikan adalah: a. proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya; dan b. proses sosial di mana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terpimpin (misalnya sekolah) sehingga ia 22

dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya. Dari uraian kedua definisi tersebut di atas kita mengetahui bahwa pendidikan dapat bersifat formal dan tidak formal. Bersifat formal apabila peningkatan kecakapan itu dilakukan dalam lingkungan khusus (misalnya sekolah) dan tidak formal apabila kecakapan itu diperoleh lewat pengalaman kehidupan atau belajar sendiri dari lingkungan. Namun apabila dihubungkan dengan fenomena lain (misalnya pendapatan) maka yang digunakan adalah tingkat pendidikan formal sebab yang diperoleh lewat pengalaman kehidupan atau lingkungan susah ditentukan besarannya, kecuali dijadikan variabel tersendiri berupa pengalaman. Apakah tujuan dari pendidikan? Sebenarnya dari definisi di atas juga telah tersirat tujuan dari pendidikan tersebut yaitu meningkatkan kecakapan seseorang. Namun tujuan pendidikan itu dapat pula dirinci lebih lanjut. Menurut Djumramsjah (2004) tujuan pendidikan itu menciptakan integritas atau kesempurnaan pribadi. Integritas itu menyangkut jasmaniah, intelektual, emosional, dan etis. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini berarti tujuan pendidikan itu sangat luas karena menyangkut perbaikan sikap dan perilaku anak didik. Manfaatnya terkait dengan seluruh kehidupan manusia itu sendiri baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Namun salah satu manfaat yang tidak dapat diabaikan adalah adanya harapan bahwa peningkatan pendidikan akan menghasilkan peningkatan pendapatan di kemudian hari. Sagir 1989, melihat adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan. Beliau mengatakan (hal. 60): “Sumber daya manusia mampu meningkatkan kualitas hidupnya melalui suatu proses pendidikan, latihan, dan pengembangan yang akan menjamin produktivitas kerja yang semakin meningkat. Sehingga akhirnya menjamin pula pendapatan yang cukup dan kesejahteraan hidupnya yang semakin meningkat”. Namun perlu dicatat pendapat

Tarigan, Pengaruh Tingkat Pendidikan….

Mangkunegara 2003 (hal. 3) bahwa agar manusia itu berguna untuk pembangunan maka orang tersebut haruslah memiliki karakter: jujur, disiplin, kerja keras patuh pada nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat. Pendidikan apabila disertai dengan karakter yang baik semestinya selain menciptakan berbagai manfaat sosial lainnya juga mampu meningkatkan pendapatan anak-didik. Hal ini tidak lain karena kegiatan mengikuti pendidikan membutuhkan biaya dan pengorbanan waktu atau kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan dengan segera. Dengan demikian maka adalah menarik untuk dikaji apakah pendidikan benar-benar meningkatkan tingkat pendapatan di kemudian hari. Adalah tidak mungkin untuk menggunakan data time-series yaitu melihat pribadi per pribadi tentang perbedaan tersebut karena masing-masing pribadi hanya menjalani salah satu yaitu meningkatkan pendidikannya atau langsung bekerja. Metode yang dapat digunakan adalah cross-section yaitu mengambil sampel dalam lingkungan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang berbeda dan melihat apakah tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pendapatan dari berbagai kelompok 4. masyarakat. Di dalam berbagai buku teks di bidang evaluasi proyek ada dicantumkan tentang manfaat (benefits) dari kegiatan pendidikan. Evaluasi proyek harus membandingkan antara biaya ekonomi yang harus dikorbankan untuk penyelenggaraan sebuah pendidikan dan kemudian membandingkannya dengan manfaat dari pendidikan tersebut. Biaya pendidikan bukan saja terdiri dari biaya penyelenggaraan pendidikan itu sendiri tetapi juga pendapatan yang hilang karena mengikuti proses pendidikan tersebut. Orang yang mengikuti pendidikan harus rela untuk menggunakan waktunya mengikuti proses pendidikan padahal waktu yang hilang itu dapat digunakan untuk memperoleh pendapatan seandainya dia tidak mengikuti proses pendidikan tersebut. Manfaat haruslah lebih besar dari biaya agar proyek itu dinyatakan layak untuk dibangun. Baum, 1988 (hal.178) menyatakan “…. investasi dalam bidang pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap produktivitas individu dan penghasilan”. Dalam kerangka evaluasi proyek, Tarigan dalam ”Perencanaan Pembangunan Wilayah” 2004 (hal. 222) menyatakan manfaat pendidikan adalah adanya peningkatan tingkat pendapatan apabila

mengikuti pendidikan yang lebih tinggi jenjangnya dan anak didik secara sadar atau tidak sadar akan menebarkan pengetahuannya kepada masyarakat sekitarnya. Dalam kerangka evaluasi proyek, maka manfaat pendidikan adalah: 1. Bertambahnya kelak pendapatan anak didik karena adanya peningkatan dalam jenjang pendidikan tersebut. Peningkatan pendapatan ini terkait dengan peningkatan produktivitas baik dalam bentuk usaha sendiri ataupun apabila bekerja mampu menduduki jenjang jabatan yang lebih tinggi. 2. Akan menyebarluaskan pengetahuan yang dimilikinya kepada masyarakat sekitarnya baik dengan sengaja maupun tidak sengaja sehingga masyarakat pun akan bertambah pengetahuannya. 3. Masyarakat yang lebih berpendidikan akan bersikap lebih toleran dalam pergaulan, tidak mudah terprovokasi dan memiliki saling pengertian atas sikap orang lain sehingga menciptakan kehidupan bermasyarakat yang lebih harmonis dan sikap seperti ini menunjang proses pembangunan. Dalam rangka studi kelayakan ekonomi maka manfaat tersebut harus dapat dikonversi dalam bentuk nilai uang. Dari ketiga manfaat di atas maka hanya manfaat pertama yang mudah dikonversi ke dalam bentuk uang (dalam banyak hal menggunakan asumsi). Manfaat kedua dan ketiga tidak mudah dikonversi namun dapat diduga sumbangannya. Apabila manfaat pertama saja sudah dapat menyatakan proyek itu layak maka manfaat kedua dan ketiga tidak terlalu penting untuk dikonversi. Sebuah studi yang dilakukan Bank Dunia pada tahun 1980, menyimpulkan bahwa investasi di bidang pendidikan tingkat pengembalian ekonominya umumnya berada jauh di atas 10 % yaitu batas minimal yang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah proyek. Tingkat pengembalian ekonomi tertinggi adalah untuk pendidikan dasar. PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan atas library research yaitu pada perpustakaan Pascasarjana USU. Tulisan ini tidak didasarkan atas hasil pengumpulan data secara langsung oleh 23

Jurnal Wawasan, Februari 2006, Volume 11, Nomor 3

penulis melainkan didasarkan atas tesis mahasiswa pascasarjana PWD USU. Tesis ini ada yang merupakan hasil bimbingan penulis dan ada yang bukan hasil bimbingan penulis. Dalam hal ini akan diperbandingkan 4 tesis, di mana masing-masing memiliki judul yang berbeda dan bidang yang diteliti juga berbeda. Namun keempat tesis ada memasukan unsur pendidikan dan pendapatan dan juga melakukan analisis tentang ada tidaknya kaitan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan. Keempat tesis ini memiliki kesimpulan yang berbeda atas kaitan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan. Dua tesis memuat ada kaitan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan sedangkan dua tesis lainnya melihat kaitan itu tidak signifikan. Dengan demikian menjadi menarik untuk dianalisis faktor yang menyebabkan perbedaan kesimpulan tersebut. Masing-masing tesis itu diuraikan secara singkat berikut ini: a. Tesis yang ditulis Hendra Ridho G. Siregar dengan judul “Analisis Pengaruh Komuter terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Tembung” tahun 2005. Jumlah responden sebagai sampel ada sebanyak 60 orang. Responden bertempat tinggal di Kecamatan Medan Tembung tetapi umumnya bekerja di Kota Medan secara komuter sebagai pekerja bangunan, bekerja di pabrik/perusahaan dan mocokmocok (tidak tetap). Posisi atau jabatan di tempat bekerja adalah mandor/kepala tukang sebanyak 24 orang, Pekerja biasa/karyawan 24 orang dan buru/kenek/mocok-mocok sebanyak 12 orang. Tingkat pendidikan responden adalah: tidak tamat SD 2 orang, tamat SD 8 orang, tamat SLTP 13 orang, tamat SLTA 33 orang dan sarjana 4 orang. Tesis ini sebetulnya mengkonsentrasikan analisanya terhadap apa sumbangsih para komuter ini terhadap wilayah tempat tinggalnya. Sumbangsih itu adalah berupa pendapatan yang dapat dibelanjakan di wilayah tempat tinggalnya dan adanya tabungan yang dapat digunakan untuk membangun di tempat tinggalnya. Namun tesis ini antara lain juga menghitung persamaan regresi antara Y (pendapatan) sebagai variabel terikat (dependen) dan variabel bebasnya adalah: lama bekerja (X1), waktu tempuh (X2) dan 24

pendidikan (X3). Persamaan regresi yang diperoleh adalah: Y = -198.481 + 114.309,3 X1 - 57313,9 X2 + 66.642,2 X3 Persamaan regresi ini memiliki R Square: 0,919. Hasil uji secara ANOVA menunjukkan bahwa semua variabel adalah signifikan walaupun dengan tingkat yang berbeda. Lama bekerja (X1) signifikan pada α = 0,01 (1%), waktu tempuh signifikan pada α = 0,05 (5 %), dan pendidikan signifikan pada α = 0,01 (1%). Hal ini berarti tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dengan signifikansi yang cukup tinggi. b. Tesis yang ditulis Sawaluddin Naibaho dengan judul “Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan – Studi Kasus di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar” tahun 2004. Jumlah responden sebagai sampel ada sebanyak 91 orang. Responden bertempat tinggal dan umumnya bekerja di Kota Pematang Siantar dengan jenis pekerjaan yang beragam tetapi secara global dikategorikan atas pekerja formal dan non-formal. Tingkat pendidikan responden adalah: tidak tamat SD 4 orang, tamat SD 17 orang, tamat SLTP 21 orang, tamat SLTA 35 orang, lulusan akademi 6 orang dan sarjana 8 orang. Tesis ini sebenarnya mengkonsentrasikan analisanya terhadap perbedaan karakteristik keluarga yang dikategorikan sebagai miskin dan tidak miskin. Karakteristik yang diperbandingkan menyangkut: 1) status kondisi sosial ekonomi rumah tangga (Kepemilikan rumah, kepemilikan sumber daya ekonomi), 2) tingkat pendidikan, 3) status migran atau non-migran dan 4) jenis pekerjaan (formal dan non-formal). Alat analisis yang digunakan adalah chi-kuadrat yaitu melihat apakah berbagai kelas pada tiap karakteristik berkaitan dengan keluarga tersebut dikategorikan sebagai miskin atau tidak miskin. Hasil yang diperoleh untuk karakteristik pendidikan adalah bahwa hipotesa null ditolak pada α = 0,01 (1 %). Hal ini berarti tingkat pendidikan berpengaruh untuk menentukan suatu keluarga dinyatakan miskin atau tidak miskin. Artinya tingkat pendidikan berpengaruh dalam menen-

Tarigan, Pengaruh Tingkat Pendidikan….

c. Tesis yang ditulis Yasifati Hia dengan judul “Analisis Karakteristik Nelayan dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan di Kabupaten Nias – Studi Kasus Desa Fowa Kabupaten Nias” tahun 2005. Jumlah responden sebagai sampel ada sebanyak 30 orang. Responden bertempat tinggal di Desa Fowa sebuah desa pantai yang masuk kategori desa terpencil. Pendidikan responden adalah: tidak tamat SD 11 orang, tamat SD 10 orang, tamat SLTP 8 orang, tamat SLTA 1 orang dan tidak ada lulusan akademi atau perguruan tinggi. Responden adalah nelayan tradisional dengan peralatan yang sederhana dan berlokasi di desa terpencil. Tesis menggunakan analisa regresi berganda antara Y (pendapatan) sebagai variabel terikat (dependen) dan variabel bebasnya adalah: tingkat pendidikan (X1), curahan waktu/jam kerja (X2), jumlah tanggungan (X3), dan umur (X4). Persamaaan regresi yang diperoleh adalah: Y = -0,346 + 0,356 X1 + 0,078 X2 + 0,199 X3 + 0,652 X4 Persamaan regresi ini memiliki R Square 0,527. Hasil uji secara ANOVA menunjukkan bahwa tiga variabel (pendidikan, jam kerja, jumlah tanggungan) adalah tidak signifikan pada α = 0,05 (5 %) dan satu-satunya variabel yang signifikan adalah umur pada α = 0,01 (1 %). Mungkin umur dalam hal ini terkait dengan pengalaman karena rata-rata responden ini adalah nelayan dari sejak awal. Pengalaman pun dalam hal ini semestinya tidak terlalu berpengaruh karena pekerjaan tidak banyak variasinya. Artinya pengalaman orang lain dengan mudah dapat diserap pekerja baru. Mungkin ada faktor lain yang terkait dengan umur tersebut, misalnya insting. d. Tesis yang ditulis M. Evrizal Putra dengan judul “Analisis Peran Pedagang Kaki Lima terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Kota” tahun 2005. Jumlah responden sebagai sampel ada sebanyak 60 orang. Pendidikan responden adalah: tamat SD 6 orang, tamat

SLTP 14 orang, tamat SLTA 31 orang dan sarjana 9 orang. Tesis menggunakan analisa regresi berganda antara Y (pendapatan) sebagai variabel terikat (dependen) dan variabel bebasnya adalah: modal (X1), jam kerja (X2), lama telah berusaha (X3), lokasi usaha (X4). dan pendidikan (X5). Persamaan regresi yang diperoleh adalah: Y = -149.090 + 1,002 X1 + 15.071,159 X2 + 14.689,57 X3 + 26.259,435 X4 + 18.200,974 X5 Persamaan regresi ini memiliki R Square: 0,976. Hasil uji secara ANOVA menunjukkan bahwa empat variabel adalah signifikan walaupun dengan tingkat yang berbeda sedangkan satu variabel tidak signifikan. Modal (X1) signifikan pada α = 0,01 (1 %), jam kerja (X2) signifikan pada α = 0,01 (1 %), lama telah berusaha (X3) signifikan pada α = 0,01 (1 %), lokasi usaha (X4) signifikan pada α = 0,025 (2,5 %), dan satu-satunya yang tidak signifikan adalah pendidikan. Tingkat pendidikan tidak signifikan pada α = 0,05 (5 %) Hal ini berarti tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat pendapatan. Apa kesimpulan yang dapat diperoleh dengan memperbandingkan hasil dari keempat tesis tersebut. Pada tesis Hendra Ridho G. Siregar dan tesis Sawaluddin Naibaho maka jenis pekerjaan responden adalah berbedabeda. Pada tesis Siregar, jenis pekerjaan adalah berbeda-beda dan dalam pekerjaan ada jenjang jabatan yang berbeda-beda. Dalam kasus seperti itu maka adalah memungkinkan responden yang lebih tinggi tingkat pendidikannya memiliki peluang untuk dapat menduduki jenjang jabatan/ pekerjaan yang lebih tinggi dan sekaligus tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Pada tesis Naibaho, jenis pekerjaan adalah berbeda-beda walaupun hanya dikategorikan atas dua kelompok yaitu pekerja formal dan pekerja sektor non-formal. Kedua jenis pekerjaan ini umumnya menghasilkan pendapatan yang berbeda. Pada tesis Yasifati Hia dan tesis M. Evrizal Putra maka jenis pekerjaan responden adalah seragam. Pada tesis Hia responden seluruhnya adalah nelayan. Pada jenis pekerjaan ini tidak dibutuhkan keahlian khusus terlebih-lebih alat tangkap yang digunakan adalah 25

Jurnal Wawasan, Februari 2006, Volume 11, Nomor 3

sederhana/seragam. Dalam kondisi seperti ini jenjang jabatan tidak ada, artinya keterampilan yang dibutuhkan adalah seragam sehingga tingkat pendidikan tidak terlalu berpengaruh dalam meningkatkan tangkapan/ pendapatan. Dalam kasus nelayan, yang berpengaruh justru adalah umur atau pengalaman. Dalam mencari lokasi kumpulan ikan terutama ikan yang bernilai jual tinggi, nelayan banyak menggunakan insting dan hal ini terkait dengan pengalaman atau umur. Kesimpulan lain yang dapat ditarik adalah bahwa tingkat pendidikan tidak terlalu berpengaruh pada tingkat pendapatan apabila lokasi tempat tinggal dan usaha adalah desa terpencil sehingga tidak banyak pilihan usaha atau kegiatan yang bernilai ekonomi yang dapat dilakukan. Dalam kasus tesis Putra maka seluruh responden adalah pedagang kaki lima yang umumnya bermodal kecil dan luas lokasi usaha yang terbatas. Dengan keterbatasan modal dan luas tempat usaha, maka tidak banyak variasi yang dapat dilakukan pedagang artinya mereka hanya berfungsi sebagai pengecer melayani orang yang lalu-lalang. Dalam kondisi seperti ini sulit menjadikan pembeli sebagai pelanggan tetap karena tidak akan mampu menjual dengan harga murah. Karena penjualan adalah kecil-kecilan maka barang yang dibeli juga dalam jumlah kecil sehingga sulit mendapatkan diskon. Otomatis harga jual juga tidak bisa murah. Hasil penelitian ini sangat penting digunakan dalam pembangunan pada umumnya dan peningkatan pendidikan pada khusunya. Untuk membuat anak didik dapat merasakan manfaat dari tingkat pendidikannya maka ekonomi harus terus bertumbuh agar lapangan keja makin terbuka dan terciptanya jenis pekerjaan yang beragam. Jenis pekerjaan yang beragam ini membutuhkan jenjang keahlian yang berbeda. Dalam kondisi seperti ini maka anak didik dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikannya, sehingga berpeluang untuk mendapatkan jabatan dan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Kartono, 1977 sudah sejak awal melihat bahwa peningkatan pendidikan harus dilakukan berbarengan dengan peningkatan ekonomi. Beliau mengatakan (hal.1) “ …mendahulukan ikhtiar dalam mengembangkan sektor pertanian dan menyehatkan kondisi hidup di daerah-daerah pedesaan, serta perbaikan sistim 26

pendidikannya”. Manfaat pendidikan tidak tercapai secara penuh apabila ekonomi tidak berkembang karena pilihan lapangan kerja menjadi terbatas. Kartono (1977) bahkan sudah memperingatkan bahwa apabila banyak lulusan perguruan tinggi yang menganggur justru akan menciptakan instabilitas. Pengertian menganggur bagi lulusan perguruan tinggi tidaklah berarti mereka tidak memiliki kegiatan sama-sekali. Tetapi mereka terpaksa melakukan kegiatan yang sama dengan orang lain yang kurang berpendidikan atau seperti dalam kasus ini sebagai pedagang kaki lima. Ini terpaksa mereka lakukan karena tidak ada pilihan lain. Kartono (1977) mengatakan (hal. 21): “Pada umumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan para penganggur yang mengalami frustrasi, dan merasa diasingkan (terasing atau merasa berdiri di luar masyarakat), maka semakin ekstrim perilaku yang mendestabilisir sistem sosial dan sistem politik yang ada.”. Kartono menyimpulkan bahwa ekspansi edukasi harus dibarengi dengan perluasan lapangan kerja. Hal ini berarti pembangunan ekonomi harus diutamakan dan pembangunan pendidikan dibuat sejalan dengan pembangunan ekonomi tersebut. KESIMPULAN Pendidikan adalah meningkatkan pengetahuan dan kepribadian anak didik. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi juga bermanfaat karena baik dengan sengaja maupun tidak sengaja menyebarluaskan pengetahuannya sewaktu mereka bergaul dalam masyarakat. Orang yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi juga lebih mudah memahami sikap orang lain sehingga lebih menciptakan kerukunan di dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan ada yang bersifat formal dan tidak formal. Pendidikan formal dilakukan melalui proses yang teratur, sistematis dan dilakukan oleh lembaga yang khusus didirikan untuk itu. Pendidikan tidak formal diperoleh lewat pengalaman dan belajar sendiri. Semestinya tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi memberi peluang bagi si anak didik untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Hasil perbandingan antara empat tesis mahasiswa Pascasarjana PWD USU menunjukkan hasil yang bervariasi. Ada kasus di mana terlihat tingkat pendidikan yang lebih tinggi menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Pada kasus lain tidak terlihat perbedaan nyata

Tarigan, Pengaruh Tingkat Pendidikan….

antara tingkat pendidikan dengan tingkat pandapatan. Pada kasus pertama jenis pekerjaan responden adalah bervariasi dan dalam pekerjaan ada penjenjangan jabatan. Pada kasus kedua jenis pekerjaan responden adalah seragam dan tidak ada penjenjangan jabatan dalam pekerjaan. Tingkat pendidikan juga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan di desa terpencil di mana tidak banyak pilihan atas kegiatan usaha/jenis pekerjaan atau volume usaha hanya bisa dilakukan secara kecil-kecilan. Hal ini berarti agar tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan, maka harus terdapat pilihan atas jenis pekerjaan dan di dalam masing-masing jenis pekerjaan terdapat penjenjangan jabatan. Hal ini berarti pemerintah harus terus memperluas kegiatan ekonomi agar lapangan kerja makin terbuka dan terdapat peluang untuk memilih pekerjaan

dan adanya penjenjangan dalam jenis pekerjaan yang tersedia. Demikian juga pemerintah harus membuka isolasi atas desa terpencil agar di desa itu terdapat peluang untuk membangun berbagai usaha dan masingmasing jenis usaha dapat ditingkatkan volumenya. Namun perlu dicatat bahwa walaupun dalam kasus tertentu tidak terlihat kaitan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan, hal ini tidak berarti bahwa pendidikan tidak dibutuhkan. Meningkatkan pendapatan hanyalah salah satu dari sekian banyak fungsi pendidikan. Pendidikan tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan melainkan juga memperbaiki kepribadian anak-didik dan mendukung terciptanya kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini sebenarnya menciptakan nilai tambah ekonomi yang cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA Baum, W,C., Tolbert, S.M. 1988. Investasi dalam Pembangunan. Terjemahan Bassilius Bengo Teku, Jakarta, Universitas Indonesia.

Bradley, R.M. (Ed). 1992. Benefit Monitoring and Evaluation. Manila, Asian Development Bank. Djumransjah, H.M. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang, Bayumedia Publishing. Kartono, K. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional-Beberapa Kritik dan Sugesti. Jakarta, Pradnya Paramita. Hia, Yasifati.2005. Analisis Karakteristik Nelayan terhadap Pendapatan di Kabupaten Nias – Studi Kasus Desa Fowa Kabupaten Nias. Tesis.Medan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (tidak diterbitkan). Mangkunegara, A.A.A.P 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung, Refika Aditama. Naibaho, Sawaluddin. 2004. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perkotaan – Studi Kasus di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar. Tesis.Medan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (tidak diterbitkan). Putra, M. Evrizal.2005. Analisis Peran Pedagang Kaki Lima terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Kota. Tesis.Medan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (tidak diterbitkan). Sagir, H.S. 1989. Membangun Manusia Karya – Masalah Ketenagakerjaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta, Pustaka Sinar harapan. Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta, P.T. Bumi Aksara. 27