Pengawasan Pendekatan Agama - Portal Kementerian Agama RI

151 downloads 14517 Views 951KB Size Report
diberi tugas mengidentifikasi arti penting pengawasan diri. Hasil diskusi dari ... Evaluasi dilaksanakan secara partisipatif dipandu o leh fasilitator, baik dalam bentuk ..... Korupsi (RAN-PK) dan Budaya Kerja Departemen Agama RI. ...... aparatur yang bekerja sebagai guru, dan para profesional yang membantu masalah.
SILLABUS MODUL I PENGAWASAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA

TUJUAN PEMBELAJARAN: Setelah menyelesaikan sesi ini, dih arapkan peserta dapat memahami konsep dasar program Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA).

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS : Di akhir sesi ini peserta dapat: 1. Menjelaskan pengertian, visi, misi, tujuan, dan sasaran PPA 2. Menguraikan metode, pendekatan, dan pola pelaksanaan yang digunakan dalam PPA 3. Mengetahui perkembangan PPA 4. Menerapkan pola pelaksanaan Pengawasan dengan Pendekatan Agama

MATERI 1. Latar belakang Pengawasan dengan Pendekatan Agama 2. Pengertian Pengawasan dengan Pendekatan Agama 3. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 4. Perkembangan Program Pengawasan dengan Pendekatan Agama 5. Pengawasan dengan Pendekatan Agama sebagai Moral Force 6. Pola Pelaksanaan Pengawasan dengan Pendekatan Agama

METODE 1. Presentasi 2. Tanya Jawab 3. Game dan simulasi (indoor)

MEDIA 1. Proyektor Digital 2. Laptop 3. Peralatan game dan simulasi

1

RENCANA PEMBELAJARAN WAKTU : Sesi ini memerlukan waktu 180 Menit SESI I BAGIAN A Topik

: Konsep dasar PPA (Latar belakang; Pengertian; Visi, misi, tujuan dan sasaran; Perkembangan; PPA sebagai moral force; dan Pola pelaksanaan PPA).

Metode

: Presentasi

Waktu

: 45 menit

BAGIAN B Topik

: Problem dan solusi pemahaman dan penerapan PPA

Metode

: Tanya jawab

Waktu

:

45 menit

BAGIAN C Topik

: Pemantapan hasil presentasi dan diskusi PPA

Metode

: Focused Group Discussion (FGD) dalam 3 kelompok kerja

Waktu

: 50 menit

BAGIAN D Topik

: Penerapan PPA (dalam artifisial)

Metode

: Game dan simulasi (indoor)

Waktu

: 40 menit

SIMULASI Pada kegiatan ini peserta dibagi menjadi 3 kelompok. Masing -masing kelompok diberi tugas mengidentifikasi arti penting pengawasan diri. Hasil diskusi dari masing-masing kelompok peserta ditulis di p apan tulis dan kelompok lain kemudian dimintai tanggapannya.

EVALUASI KERJA Evaluasi dilaksanakan secara partisipatif dipandu o leh fasilitator, baik dalam bentuk pembahasan bahan diskusi dan tinjauan serta asesmen diri (self assesment).

2

MODUL I PENGAWASAN DENGAN PENDEKATA N AGAMA

A. Pendahuluan Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen dalam suatu instansi. Inspektorat Jenderal sebagai lembaga pengawasan memiliki tiga peran, yaitu sebagai watch dog, konsultan dan katalis. Pengawasan dengan pendekatan agama (PPA) merupakan pengembangan peran konsultan di bidang pengawasan, yang ditetapkan dalam program capacity building, dalam rangka menanamkan nilai -nilai agama menjadi kekuatan moral untuk membangun kinerja aparatur Departemen Agama. Menyadari sepenuhnya, bahwa dengan s egala keterbatasan sumber daya yang dimiliki, daya jangkau pengawasan fungsional jauh dari target ideal . Akibatnya, sebagian besar unit kerja/satker tidak memperoleh kontrol, pengendalian dan pengawasan yang memadai. Di sisi lain fungsi pengawasan melekat belum berjalan maksimal pada setiap unit kerja/satker, sesuai temuan pada setiap laporan hasil pengawasan. Dalam kondisi seperti ini peluang dan kesempatan terjadinya penyimpangan masih terbuka lebar. Inspektorat Jenderal Departemen Agama melalui misinya berketetapan bahwa Pengawasan dengan Pendekatan Agama harus dikembangkan dan disosialisasikan. Hal tersebut perlu dilaksanakan mengingat adanya pergeseran perilaku yang berkembang di seputar tata kelola pemerintahan, yaitu berkembangnya opini masyarakat yang memberikan predikat dan citra buruk terkait dengan penye lewengan, penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara, atau lebih akrab dengan sebutan KKN di setiap lini organisasi pemerintahan. Fenomena tersebut perlu diselesaikan dengan segera melalu i berbagai pendekatan, sebab jika tidak maka kerugian negara dalam penyelenggaraan pemerintahan akan semakin meluas dan memburuk. Salah satu pendekatan pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan dengan pendekatan agama. PPA merupakan alternatif model peng awasan dini yang pendekatannya lebih menekankan pada pemberdayaan nilai-nilai agama. Dalam PPA terjalin hubungan antara manajemen pemerintahan dengan nilai-nilai ketuhanan yang disuarakan dari dalam hati nurani. PPA dikembangkan untuk mendorong terbentuk nya karakter dan jati diri aparatur negara melalui pemahaman dan internalisasi nilai -nilai agama, agar

3

mampu menjalankan fungsi kontrol diri (self-control) atau pengawasan diri dalam rangka membangun pemerintahan dengan budaya kerja yang baik dan bersih. Dari pengalaman empiris, para praktisi mengemukakan bahwa terjadinya penyelewengan dan manipulasi disebabkan oleh kepaduan antara tiga unsur utama, yaitu niat atau i'tikad tidak baik, kesempatan yang memungkinkan dan kemampuan untuk bertindak buruk, baik pa da level individu atau kelompok. Mereka menggunakan kesempatan dan peluang kelemahan sistem, ketentuan, prosedur dan kelemahan pelaksanaan pengawasan untuk melaksanakan niat dan ditopang oleh kemampuan yang memadai dalam melakukan tindak menyimpang. Meskipun terdapat berbagai faktor kelemahan tersebut, apabila tidak didorong niat buruk yang menjadi faktor internal aparatur, maka tidak akan timbul kerugian akibat manipulasi tersebut. Semua faktor-faktor kelemahan tersebut sesungguhnya bersifat pasif, sedang kan yang aktif adalah individu atau kelompok manusianya. Inspektorat Jenderal Departemen Agama memandang bahwa salah satu upaya dan langkah yang harus dilakukan adalah melakukan pembinaan sumber daya manusia (SDM) melalui program pemberdayaan nilai agama a tau yang disebut dengan pengawasan melalui pendekatan agama (PPA). Program ini diperlukan dalam rangka pembentukan selain dapat mencegah timbulnya niat dan perilaku penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara , juga dapat membentuk akhlak mulia dalam rangka mendayagunakan kemampuannya untuk lebih produktif dan kreatif dalam mencapai profesionalisme aparatur. PPA merupakan sarana membangun individu yang memiliki budaya kerja yang baik. Internalisasi dan aktualisasi nilai agama dalam membentuk akhlak aparatur yang bersih dari praktik KKN menjadi bagian dari proses penciptaan budaya kerja yang baik, sebab hal itu sesuai dengan fitrah manusia. Melalui kontrol diri (selfcontrol) yang menjadi bagian dari pengawasan akan terwujud aparatur pemerintah yang bersih dan terhindar dari penyimpangan. Substansi pembahasan dalam modul PPA ini menjelaskan pengertian PPA; visi, misi, tujuan dan sasaran PPA; perkembangan PPA; PPA sebagai moral force; dan pola pelaksanaan PPA.

B. Pengertian Pengawan dengan Pendekatan Agama Pengawasan dengan pendekatan agama (PPA) adalah “bentuk pengawasan dini melalui pemberdayaan nilai -nilai agama guna mendorong terwujudnya self

4

control dan jati diri aparatur negara agar selalu merasa diawasi Tuhan, tidak m emiliki niat berbuat menyimpang dan berkinerja secara maksimal. ” Kegiatan pembudayaan pengawasan dilakukan dengan menyampaikan pesan pesan moral yang dilandasi nilai -nilai agama, sehingga bermanfaat dalam pengawasan fungsional, pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat dalam rangka mencap ai keberhasilan dan ketepatan pembangunan nasional. Dari pengertian PPA tersebut dapat dipahami bahwa: 1. PPA merupakan pengawasan dini yang bersifat preventif, sebagai alternatif model pengembangan pengawasan fungsional , yang memadukan antara manajemen pemerintahan dengan nilai spiritual -keagamaan dan dapat diaplikasikan pada manajemen diri, keluarga, masyarakat dan pemerintahan secara terpadu. 2. Sebagai bentuk pengawasan, dalam PPA diberdayakan nilai-nilai agama yang berfungsi sebagai petunjuk ( guidance) dalam mengaktualisasikan potensi fitriah dan kesadaran ketuhanan aparatur, agar tumbuh dan berkembang menjadi perilaku yang bersih, baik dan benar. 3. PPA memandu self control aparatur dalam menginternalisasi kode etik pegawai negeri sipil, yang kemudian terefleks i dalam aksi yang patut ( amal shaleh), sehingga terwujud budaya kerja yang bercirikan pro fesional, inovatif, disiplin, amanah dan akuntabel. 4. Dalam PPA, pengawasan memancar dari kejernihan hati nurani aparatur dalam rangka mewujudkan jati diri (identitas diri)-nya yang fitri, suci dan bersih sesuai dengan nilai-nilai agama, sehingga malu berbuat dosa, adanya perasaan bersalah ketika melakukan kesalahan ( guilty feeling), menghindari dari segala bentuk penyimpangan dan senang berusaha dan berkinerja secara lebih maksimal. 5. PPA yang dilaksanakan melalui proses spiritualisasi nilai -nilai budaya kerja akan memperoleh hasil kerja yang maksimal dengan indikator pelaksanaan tugas berdasarkan ketentuan peraturan perundang -undangan yang jauh dari tindak penyimpangan. 6. Pola pelaksanaan yang diterapkan dalam PPA lebih mengedepankan pendekatan preventif daripada represif melalui sentuhan nilai spiritual -keagamaan dalam upaya mencegah terjadinya penyimpangan, pemborosan, penya lahgunaan wewenang, manipulasi, kolusi, korups i, dan nepotisme yang meng kikis sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

5

C. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran P engawasan dengan Pendekatan Agama 1. Visi Pengawasan dengan Pendekatan Agama Visi PPA adalah “nilai-nilai agama menjadi kekuatan moral dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang bersih dari KKN, bermoral dan berkinerja secara maksimal melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama. ” Dalam memahami visi PPA perlu melihat kata kunci yang terkandung dalam rumusan visi seba gai berikut: 1. Nilai-nilai agama: ukuran, norma, atau ajaran luhur tentang hidup dan kehidupan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat absolut , abadi dan universal; 2. Kekuatan moral: kekuatan yang bersumber dan berbentuk moral-keagamaan yang mendorong setiap aparatur untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan hati nuraninya yang fitri, bersih dan suci , yang karenanya terdorong untuk melaksanakan perilaku yang baik dan benar serta menghindari perilaku yang buruk; 3. Bersih dari KKN: terhindar, tidak kotor, tidak melakukan bahkan tidak ter selip niat sedikit pun dalam hatinya berbuat tindak penyelewengan seperti : a. Korupsi: perbuatan setiap orang atau badan yang dengan sengaja melawan hukum untuk memperkaya diri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan kelangsungan ne gara atau perekonomian negara; b. Kolusi: permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antara sesama penyelenggara negara, atau dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan/atau negara; c. Nepotisme: setiap perbuatan penyelenggara negara secara me lawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarga nya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 4. Bermoral: berperilaku sesuai nilai, etika, sopan santun dan akhlak mulia sehingga setiap tindak tanduknya diterima oleh komunitas diman a ia bekerja 5. Berkinerja yang maksimal, bekerja secara profesional dengan mengerahkan dan mendayagunakan seluruh kemampuan yang didorong kemauan keras dan memanfatkan peluang dan amanah yang diterima, sehingga mencapai hasil yang lebih maksimal. 6. Pengawasan dengan pendekatan agama : upaya pengendalian dan mengontrol diri untuk berbuat dan bertindak sesuai dengan kaidah, norma dan nilai agama. Dengan pemahaman terhadap beberapa kata kunci tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan penetapan visi PPA diha rapkan aparatur negara dapat

6

menemukan jati dirinya sebagai abdi negara yang tangguh secara personal, sosial, profesional dan spiritual, memiliki kontrol diri yang kuat, inovatif, disiplin, amanah dan akuntabel. Demikian juga, dalam kondisi mentalitas dan karakter seperti ini, PPA diyakini akan mampu menghalau niat dan i`tikad buruk untuk melakukan mani pulasi dan penyelewengan, sehingga penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dapat dilaksanakan dengan baik.

2. Misi Pengawasan dengan Pendekatan Agama Langkah untuk mencapai visi PPA dapat dijabarkan dalam misi PPA sebagai berikut: 1. Menumbuhkembangkan budaya pengawasan diri berdasarkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai -nilai agama. 2. Menyampaikan pesan moral agama kepada aparatur negara dan masyarakat melalui pelaksanaan pengawasan dengan mengaktualisasikan nilai -nilai ajaran agama. 3. Menjadikan PPA sebagai landasan pengawasan fungsional, pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat. 4. Melaksanakan pengawasan dengan memotivasi ajakan kepada kebenaran dan kepatutan dan mencegah segala tindak kemungkaran. 5. Membangun kinerja aparatur negara melalui penanaman nilai -nilai agama sebagai kekuatan moral.

3. Tujuan Pengawasan dengan Pendekatan Agama PPA dimaksudkan menjadi sarana kontrol diri (self control) dan menjadi perilaku yang melekat, membudaya serta menjadi kebutuhan dalam kehidupan bangsa. Hal itu bertujuan: 1. Terwujudnya kesadaran internal aparatur pemerintah tentang arti pentingnya pengawasan diri dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang bersih, bermoral dan profesional berbasis spiritual-keagamaan. 2. Terwujudnya aparatur yang memiliki kekuatan moral berlandaskan nilai-nilai agama untuk menggerakkan dan mengarahkan pikir an, perasaan dan perilakunya ke arah terbentuknya prinsip kerja profesional.

7

3. Terhapusnya niat berbuat menyimpang, agar terbebas dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme serta berusaha merubah sikap dari perbuatan tidak terpuji menjadi perilaku yang berakhlak mulia; 4. Terwujudnya semangat aparatur negara untuk mensosialisasikan PPA agar dapat dilaksanakan pada unit kerja/satker di lingkungan instansi pemerintah dan membangun pola aksi total ( action plan).

4. Sasaran Pengawasan dengan Pendekatan Agama Program PPA ditujukan pada objek (1) Aparatur di lingkungan Departemen Agama; (2) Aparatur pemerintah; (3) Aparatur negara; (4) Pemuka agama dan tokoh masyarakat; dan (5) Pemuda, pelajar dan mahasiswa , baik di instansi pemerintahan maupun swasta. Sasaran diselengarakan program PPA sebagai berikut: 1. Membangun budaya pengawasan diri (self control) aparatur negara sebagai upaya preventif untuk mengajak kebenaran dan mencegah kemungkaran melalui pendekatan agama dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, disiplin, akuntabel dan profesional; 2. Mengembangkan instansi yang memiliki jati diri dan citra yang baik dalam memerankan fungsinya pada pengawasan fungsional, pengawasan me lekat dan pengawasan masyarakat sesuai dengan nilai agama. 3. Meningkatkan koordinasi dengan unit atau instansi pemerintahan lainnya dalam rangka mengenalkan PPA yang lebih lu as, menjadi model pengawasan aparatur negara. Ditinjau dari pendekatan program, s asaran PPA ditujukan pada empat pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan Simptomatis; membebaskan aparatur negara dari gejala dan tindak penyelewengan seperti perilaku korupsi, kolusi, nepotisme, dan segala bentuk perilaku menyimpang lainnya, sehingga keberadaan dirinya tidak merugikan instansi di mana ia bekerja; 2. Pendekatan Penyesuaian Diri;

menciptakan aparatur negara yang dapat

menyesuaikan diri dengan ketentuan, peraturan, hu kum dan prosedur yang telah ditetapkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat ur negara, sehingga ia meletakkan kepentingan bangsa dan negara lebih segala -galanya daripada kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya.

8

3. Pendekatan Pengembangan Diri; mengaktualisasikan segenap kemampuan yang ditopang kemauan yang keras untuk mampu memanfatkan segala kesempatan yang ada, sehingga tercipta rasa tanggungjawab, perilaku kinerja yang mengarah pada produktivitas dan kreativitas. 4. Pendekatan Religius; merealisasikan nilai-nilai agama sebagai sumber kekuatan moral dalam mengawal perilaku aparatur untuk mengemban amanah yang telah diterima menuju profesionalisme kerja.

D. Perkembangan Pengawasan dengan Pendekatan Agama Program PPA merupakan kelanjutan dari program sebelumnya, yaitu Penyebarluasan Pengertian dan Kesadaran Pengawasan Melalui Jalur Agama (PPKPMJA). Kegiatan PPKPMJA dilaksanakan berdasarkan petunjuk Wakil Presiden RI tentang Paket Penerangan mengenai Penyebarluasan Pengertian dan Kesadaran Pengawasan tanggal 7 November 1984. Paket tersebut disusun bersama oleh Menteri Penerangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Kepala BP-7 Pusat pada tanggal 17 September 1985, dimaksudkan sebagai rintisan awal atau sebagai pedoman umum dalam penyebarluasan pengawasan melalui ber bagai jalur. Satu di antara jalur yang ditetapkan dalam paket penerangan tersebut adalah jalur yang pelaksanaannya diserahkan kepada De partemen Agama. Atas dasar tersebut lahirlah program PPKPMJA. Kegiatan PPKPMJA sejak awal kelahirannya hingga saat penyempurnaan menjadi PPA tahun 2003 adalah: 1.

Menerbitkan buku Petunjuk Pelaksanaan PPKPMJA yang di distribusikan antara lain kepada satuan kerja Departemen Agama tingkat pusat hingga tingkat kabupaten dan kota seluruh Indonesia, majelis -majelis agama tingkat pusat dan sejumlah departemen serta lembaga pemerintah non -departemen. Buku tersebut selanjutnya menjadi referensi utama dalam setiap acara diskusi PPKPMJA. Untuk mendukung materi, di dalamnya dilengkapi dalil-dalil dari berbagai agama. Buku tersebut diberi kata pengantar oleh setiap majlelis agama tingkat pusat, yaitu MUI, PGI, KWI, PHDI, dan Walubi.

2.

Menyelenggarakan penyuluhan dan diskusi PPKPMJA yang menjangkau hampir semua provinsi di Indonesia denga n penanggung jawab pelaksana Kanwil Departemen Agama Provinsi setempat. Bahkan untuk sejumlah Kanwil yang melakukan penyuluhan lebih dari satu kali. Penyuluhan dilanjutkan ke

9

tingkat kabupaten dan kota dengan penanggung jawab pelaksana Kepala Kandepag kabupaten/kota setempat. Sebagian besar dibiayai oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama dan sebagian lainnya dibiayai oleh penyelenggara setempat. 3.

Menyelenggarakan Pelatihan Tenaga Penyuluh PPKPMJA beker jasama dengan Pusdiklat Pegawai Departemen Agama. Pelatihan ini berjalan selama tiga tahun dengan peserta sebanyak 30 orang per tahun yang diikuti oleh para pejabat Departemen Agama dan sejumlah pejabat departemen lain serta utusan dari majelis agama. Beberapa orang penyuluh alumni dari diklat ini dilib atkan untuk menyampaikan penyuluhan pada diskusi PPKPMJA. Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan bah wa penyuluhan dan diskusi PPKPMJA umumnya mendapat tanggapan positif dari para peserta. PPKPMJA dipandang seba gai kegiatan

baru

yang

me narik

apabila

pelaksanaannya

dirancang

dan

disempurnakan. Atas dasar masukan selama penyuluhan PPKPMJA, dilakukan penyempurnaan melalui beberapa kali pembahasan dan diputuskan penyempurnaannya dengan nama PPA. P roses penyempurnaan dari PPKPMJA menjadi PPA terlihat dalam alur kegiatan sebagai berikut: 1.

Paket materi dikembangkan dari petunjuk pelaksanaan menjadi modul kegiatan pembelajaran. Pada tahap pertama jumlah modul sebanyak 5 materi.

2.

Sosialisasi materi diintensifkan melalui diskusi kelompok dan diskusi pleno dengan bantuan fasilitator.

3.

Sistem pelaksanaan makin disempurnakan dengan langkah -langkah kegiatan di daerah yang meliputi: a. Sosialisasi PPA dilakukan secara mandiri ataupun atas ban tuan biaya dari pusat. b. Penyusunan rencana aksi sosialisasi PPA dapat dilakuka n secara terintegrasi dengan kegiatan lain. c. Pelaporan sosialisasi PPA dapat disampaikan oleh penye lenggara kepada atasan masing-masing dengan tembusan Inspektur Jenderal. d. Pelaksana rencana aksi oleh masing-masing penanggung jawab. e. Pemantauan dan evaluasi PPA yang diatur melalui pedoman tersendiri.

4.

Penyelenggaraan PPA dapat dilakukan dengan berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.

10

5.

Pada tahun 2007, program PPA disinergiskan dengan program rencana aksi nasional pemberantasan korupsi ( RAN-PK) yang didasarkan pada Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perce patan Pemberantasan Korupsi, menjadi program Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN -PK) melalui Pendekatan Agama.

6.

Pada tahun 2008, dilakukan penyempurnaan dari segi materi karen a menyesuaikan dengan adanya pengembangan metodologi, visualisasi materi, dan sarana pendukungnya , khususnya terkait dengan pembangunan jati diri aparatur Departemen Agama RI. Tema PPA pada tahun ini adalah "Membangun Jati Diri Aparatur Negara melalui Inte rnalisasi Nilai-nilai Agama."

7.

Pada tahun 2009, dilakukan penyempurnaan modul dari segi materi, revisi visualisasi materi, dan sarana pendukungnya. Penyempurnaan ini menginduk pada (1) buku PPA (induk) Tahun 2005; (2) buku RAN-PK dengan Pendekatan Agama Tahun 2006; (3) buku PPA Tahun 2008 (Membangun Jati Diri Aparatur Negara melalui Internalisasi Nilai -nilai Agama), (4) buku Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama Tahun 2009 , dan (5) buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara Tahun 2002. Program ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 25/KEP/M.PAN/4/2002. Mencermati perkembangan PPA di atas, dapat dipahami bahwa PPA pada

awalnya merupakan satu “program” yang khas dan berdiri sendiri yang memuat tentang model pendekatan dalam pengawasan melalui agama, tanpa dikaitkan dengan program lain. Namun seiring dengan kebijakan pemerintah, keberadaan PPA berkembang menjadi satu “pendekatan” yang berfungsi menginternalisasi kan dan mensosialisaskan program lain, tahun 2006/2007 berkaitan dengan program RAN -PK, tahun 2008 berkaitan dengan pembangunan jati diri bangsa, sedang tahun 2009 berkaitan dengan Budaya Kerja. Perkembangan ini tentunya lebih menunjukkan eksistensi dan kebermanfaatan PPA dalam upaya mewujudkan good governance di lingkungan Departemen Agama RI.

E. PPA sebagai Kekutan Moral (Moral Force) Sebagai pendekatan yang berbasis agama, PPA memiliki kekuatan moral (moral force). Maksudnya, pengawasan yang dilakukan dengan pendekatan agama memiliki kekuatan secara moral yang menjadi daya dorong hati nurani aparatur untuk

11

menegakkan kebenaran, keadilan serta mengontrol diri (self control), agar terbebas dari upaya melakukan tindak penyimpangan. Definisi ini mengandung tiga unsur utama, yaitu: 1.

Nilai inti PPA adalah pengawasan bertumpuh pada kekuatan moral agama. Sebagai kekuatan, PPA dapat me landasi seluruh perilaku kerja aparatur dengan berpijak pada prinsip moral agama . Perilaku apapaun yang dilakukan aparatur harus dipertimbangkan terlebih dahulu apakah memili ki dampak moral atau tidak, sehingga kebutuhan akan moral-agama bukan hanya ketika di tempat ibadah melainkan di seluruh tempat dimana aparatur berpijak, termasuk dalam institusi kerja.

2.

PPA sebagai kekuatan moral dapat menjadi daya dorong ketika eksekutornya adalah hati nurani aparatur, sebab sifat dasar hati nurani selalu cenderung pada kebenaran dan menghindari segala penyimpangan. Tindakan benar dapat menenangkan hati, sedang tindakan salah dapat menggelisahkannya.

3.

Tujuan PPA sebagai kekuatan moral ad alah (1) menegakkan kebenaran dan keadilan, sehingga dapat menarik kemashlahatan dan kebaikan bersama; (2) mengontrol diri agar terbebas dari upaya melakukan tindak penyimpangan, sehingga dapat menghindari kemadharatan dan keburukan. PPA sebagai moral force menjadi sebuah identitas bagi aparatur Departemen

Agama dalam proses pengawasan. Keberadaannya harus kembali pada khitah-nya, yaitu sebagai moral force yang senantiasa muncul dalam berbagai momentum (1) pendekatan positif, dengan unjuk kerja yang dapat m eningkatkan citra institusi yang bersih, berwibawa dan profesional; dan (2) pendekatan negatif, dengan menghilangkan atau paling tidak mengurangi niat untuk melakukan penyimpangan (anomaly) institusional. Pada konteks ini, aparatur Departemen Agama yang me miliki lebel moral-keagamaan seharusnya berperan sebagai nara sumber moral force di masyarakat, bahkan menjadi suri tauladan bagi aparatur instansi yang lain. PPA dianggap sebagai moral force yang tinggi, karena di dalamnya memuat nilai-nilai dasar yang mengatur pengawasan aparatur lebih baik. Kekuatan moral yang diturunkan dari agama relevan dengan kebutuhan pembangunan yang menekankan faktor manusia dan nilai-nilai agama sebagai faktor pendorong terjacapainya spiritualisasi pembangunan. Nilai moral -agama terefleksi dalam tata kelola pemerintahan yang baik, yang sejalan dengan prinsip intinya, yaitu menarik kemashlahatan dan menolak kemadharatan serta menyerukan kebaikan dan

12

menghentikan kemungkaran. Hal itu mengandung arti bahwa bekerja tanpa nilai -nilai agama akan berdampak pada keidakbermaknaan (meaningless) secara spiritual, sehingga bekerja hanya semata -mata untuk motif-motif kenikmatan sementara tanpa memperhitungkan kebaikan mendatang dan lebih luas. Kekuatan moral PPA dalam membangun tata kelola institusi yang baik dapat dikaji dari al-Quran surat Ali Imran ayat 110 “Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah .” Ayat ini sejalan dengan visi dan misi P PA sebagai moral force, yaitu bahwa kualitas aparatur sangat ditentukan oleh; (1) tindakan proaktif, dengan menyerukan perilaku yang patut, baik menurut norma tradisi, budaya maupun agama; (2) tindakan reaktif, dengan mencegah dan melarang perilaku yang munkar, merugikan dan membahayakan yang lain; dan (3) tindakan spiritual sebagai refleksi rasa keimanan dan kepercayaan pada Dzat Yang Kuasa dalam menjalankan semua kewajiban dan tugas. Pelaksanaan PPA sebagai moral force tentu saja tidak menjadi kewajiban aparatur Departemen Agama semata, melainkan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dari berbagai lembaga di Indonesia. Aparatur yang baik tidak akan berarti jika masyarakat masih menginginkan berbuat menyimpang. Sinergi semua pihak untuk mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan sebagai moral force dalam upaya pemberantasan KKN akan mempercepat keinginan untuk penciptaan aparatur yang bersih dan berwibawa. Dapat dipahami bahwa moral force dapat diturunkan dari semua norma budaya sekuler, karena untuk menjadikan aparatur yang bermoral dapat berpijak pada berbagai sumber. Namun kekuatan budaya hanya bersifat temporer dan nisbi. Hal itu tentunya berbeda dengan PPA yang mempunyai kekuatan moral sangat kuat. Selain asasnya kepercayaan dan keimanan kepada Tuhan , PPA dapat menyentuh kejiwaan aparatur yang paling dalam. Ia sadar bahwa dirinya adalah hamba Tuhan dan menikmati berbagai nikmat yang diberikan oleh -Nya, yang karenanya mendorong untuk selalu berbuat baik sebagai rasa syukur kepada -Nya. Semua perlakuan dan tindakan aparatur tidak terlepas daripada pengawasan Tuhan dan selanjutnya juga tidak akan terlepas dari balasan surga dan neraka. Dalam konteks inilah PPA yang berbasis pada nilai agama yang mutlak dan universal akan lebih langgeng. Asas nilai agama yang bersumber dari wahyu begitu kuat dan tidak akan berubah dan jauh sifat sifat relatif dan subjektif.

13

Dengan meminjam dimensi religiusitas Glock dan Stark, PPA akan menjadi moral force apabila aparatur memiliki dan melaksanakan lima hal, yaitu: 1. Keyakinan (ideological involvement), mencakup pandangan teologis dan mengakui kebenaran akan doktrin agama sebagai salah satu pedoman dalam bekerja. Tuhan adalah Maha Pengawas yang selalu menilai kinerja aparatur; 2. Pengetahuan agama (intellectual involvement) tentang bagaimana agama memandang kerja, jenis-jenis pekerjaan yang seharusnya dikerjakan (halal) dan yang ditinggalkan (haram), dan termasuk hukum, aturan, dan tata cara dalam bekerja; 3. Praktek keagamaan (ritual involvement) melalui palaksanaan kerja dengan niatan beribadah. Karena kerja bagian dari ibadah, maka kerja harus dilakukan sebaik mungkin; 4. Pengamalan (consequential involvement ) berupa konsekuensi akibat keyakinan, praktek ritual, pengalaman dan pengetahuannya yang berkaitan dengan perilaku kerja. 5. Pengalaman (experiential involvement), mencakup pengalaman, perasaan, persepsi dan sensasi yang berkaitan dengan perilaku kerja sebagai bentuk dari ibadah. Dengan pengalaman ini tentunya orang yang beragama secara benar akan lebih baik kinerjanya dibanding dengan orang yang tidak beragama;

F. Pola Pelaksanaan PPA Pola pelaksanaan program PPA menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: 1.

Pendekatan rasional-kognitif, yaitu upaya menanamkan nilai -nilai agama yang berkaitan dengan pengertian dan hakikat pengawasan dengan mengguna kan pemikiran logis dan argumentatif yang dapat diterima akal sehat , sehingga upaya memberikan pemahaman nilai -nilai agama menjadi lebih diterima.

2.

Pendekatan emosional-afektif, yaitu upaya penanaman nilai -nilai agama yang berkaitan dengan pengawasan dan me nyentuh hati nurani umat beragama. Pendekatan ini dikembangkan agar perilaku masyarakat selalu dalam keseimbangan antara pertimbangan akal sehat dengan penghayatan hati nurani yang mendalam sesuai dengan fitrah manusia;

3.

Pendekatan pembiasaan-psikomotorik, yaitu upaya penanaman nilai-nilai agama dalam pengawasan melalui pengamalan dan penanaman akhlak mulia dan tata nilai positif yang berkembang di masya rakat;

14

4.

Pendekatan keteladanan, yaitu penanaman nilai -nilai agama dalam pengawasan melalui contoh atau teladan yang baik dari aparatur negara dan para tokoh terhadap masyarakat pada umumnya.

5.

Pendekatan pembalasan/keseimbangan, yaitu setiap perbuatan sekecil apapun akan dibalas yang setimpal/seimbang dengan perbuatannya.

Adapun metode yang digunakan dalam pelaksanaan program PPA, yaitu: 1.

Persuasif, yaitu dengan cara menarik simpati orang lain dalam bentuk ajakan dan tutur kata yang santun. Semua proses dia rahkan untuk menumbuhkan kesadaran seseorang untuk melakukan perbuatan baik dan bermanfaat bagi masyar akat sesuai dengan ajaran agama;

2.

Edukatif, yaitu dengan cara mendidik atau usaha secara sadar dan sengaja untuk membina, mengarahkan, dan membentuk perkembangan kepribadian seseorang dalam rangka memberikan pengertian dan pemahaman arti penting PPA dalam kehidupan manusia;

3.

Komunikatif, yaitu menyampaikan pesan atau informasi kepada pihak lain dengan memperhatikan syarat -syarat keberhasilan suatu komunikasi, seperti visualisasi dan penggunaan bahasa yang jelas da lam penyampaian PPA;

4.

Akomodatif, yaitu cara menempatkan permasalahan sesuai dengan porsinya mempertimbangkan

aspek

substansi

per masalahan

dan

memperhatikan

kepentingan yang lebih besar dalam transformasi PPA. 5.

Dialogis, yaitu menyampaikan pesan moral atau informasi dengan saling tukar menukar ide dan pengalaman.

Daftar Pustaka Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia, Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara , 2002 Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI, Pengawasan dengan Pendekatan Agama, 2005 Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI, Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi dengan Pendekatan Agama, 2006 Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI, PPA (Membangun Jati Diri Aparatur Negara melalui Internalisasi Nilai -nilai Agama), 2008 Inspektorat Jenderal Departemen Ag ama RI, Pengembangan Budaya Kerja

15

Departemen Agama, 2009

16

LAMPIRAN EVALUASI KEGIATAN

A. Bahan Diskusi dan Tinjauan 1. Pengawasan diri yang bersumber dari nilai -nilai agama dalam kehidupan sehari hari sangat penting dan tidak kalah pentingnya dengan pengawasan dengan pendekatan hukum, psikologis dan sosial -budaya. Jika dikaitkan dengan pekerjaan, seberapa pentingkah pengawasan dengan pendekatan agama yang anda pahami selama ini? 2. Dalam pengertian pengawasan dengan pendekatan Agama terdapat unsur -unsur pokok. Jelaskan melalui diskusi dengan teman -teman anda unsur-unsur pengertian PPA dengan disertakan ilustrasi yang berkaitan dengan pekerjaan? 3. Kemukakan kata kunci yang terkandung di dalam visi dan misi PPA, lalu jelaskan dengan disertakan contoh-contohnya dalam konteks pekerjaan pengawasan! 4. Berdasarkan visi dan misi PPA, anda dapat mengetahui pointer -pointer tujuan dan sasarannya. Diskusikan dengan teman -teman anda bagaimana tujuan dan sasaran itu dapat terimplementasi dengan maksimal dalam konteks pekerjaan pengawa san! 5. Dalam perkembangan pengawasan dengan pendekatan Agama terdapat dua posisi: (1) PPA sebagai program yang mandiri, dan (2) PPA sebagai pendekatan dalam mensukseskan program lain, seperti Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) dan Budaya Kerja Departemen Agama RI. Diskusikan dengan teman-teman anda, apa maksud dari perkembangan tersebut dan kemukakan kelebihan dan kekurangan pendekatan model kedua! 6. Kenapa pengawasan dengan pendekatan Agama menjadi

moral force?

Kemukakan kerugian yang diakiba tkan karena pelanggaran terhadap moral force dalam kegiatan pengawasan ! Syarat-syarat apa saja yang terkait dengan pelaksanaan PPA sebagai moral force? 7. Jelaskan pola pelaksanaan program PPA dilakukan dengan beberapa pendekatan dan metode. Pendekatan dan me tode apa yang anda pilih sebagai pendekatan dan metode yang jitu dalam proses PPA? Sebutkan keuntungan dan kerugiannya?

17

B. Asesmen Diri (Self Assesment) "MELIHAT KEHIDUPAN SPIRITUALITAS ANDA DALAM BEKERJA " Berikut ini diberikan pernyataan-pernyataan tentang kehidupan spiritual yang anda alami dalam bekerja. Anda dapat memberikan jawaban dengan memberikan tanda silang (X) di kolom yang tersedia. Tentunya jawaban sesuai dengan kehidupan yang anda rasakan. Tidak ada jawaban yang salah, karena jawaban yang paling tepat adalah jawaban yang paling sesuai dengan diri anda. Selamat mengerjakan.

PERNYATAAN-PERNYATAAN

Alternatif Jawaban Sl

Sr Kk Jr

Tp

Menyisihkan waktu beberapa menit untuk menyendiri dan menenangkan hati dengan tidak memikirkan problem-problem pekerjaan yang anda hadapi dan memfokuskan pikiran dan perasaan kepada Tuhan Anda seolah-olah berdialog dan bertanya kepada Tuhan tentang bagaimana sebaiknya cara bekerja di kantor atau luar kantor dengan menutup pikiran dan perasaan sendiri yang selam a ini telah terkontaminasi oleh lingkungan yang korup Berdo’a dan berpikir positif bahwa apa yang akan anda lakukan berjalan sukses Menerima kejadian dan peristiwa yang dialami merupakan konsekuensi pekerjaan setelah berikhtiar dan bertawakkal kepada Tuhan Mendo’akan baik kepada orang yang menzaliminya, agar ia tidak tidak semakin parah perilaku zalimnya Percaya sepenuh hati bahwa Tuhan mengawasi dan membantu perilakunya, agar pekerjaannya menjadi berkah Merasa berdosa atas penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukan dengan penyesalan dan berusaha mengkompensasikannya dengan prestasi yang bermanfaat Memohon kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan yang terbaik dalam melakukan proses pengawasan Berkeyakinan bahwa melakukan pengawasan yang benar akan dilindungi oleh Tuhan dari segala rintangan dan tantangan

18

Berdo’a dengan membaca “basmalah” (Atas nama Tuhan dalam bekerja) ketika memulai pekerjaan pengawasan dan mengakhirinya dengan “hamdalah” (mengembalikan puji an atas prestasi kepada-Nya) Keterangan: Sl (selalu) = 5; Sr (sering) = 4; Kk (kadang -kadang) = 3; Jr (jarang) = 2; dan Tp (tidak perna) =1

Cara Skoring: Anda dapat mengitung seberapa tinggi tingkat kehidupan spiritualitas dalam bekerja dengan menskoringnya. Skor 50 – 35 menunjukkan diri anda tinggi (beruntung); skor 16 – 34 menunjukkan diri anda sedang (rugi); dan skor 0 – 15 menunjukkan diri anda rendah (zalim). Skor anda yang tinggi dapat dikonfirmasikan dengan penafsiran kriteria di bawah ini. Tentunya semakin rendah skornya semakin jauh dari norma norma kehidupan spiritualitas dalam bekerja. Setelah skor anda peroleh, pahami dan tempatkan dimana posisi anda saat ini. Simpanlah hasilnya, untuk tiga bulan kemudian melakukan asesmen ulang, agar da pat diketahui perubahan dan perkembangannya. Penafsiran: Anda bijak dalam bertindak dan memperoleh keberuntungan yang maksimal dalam mengarungi perilaku spiritualitas kehidupan. Anda dengan inisiatif, inspirasi dan perilaku seperti itu membuat anda kebahagiaan dan berguna dalam kehidupan ini. Anda telah bekerja dalam pengawasan melalui do’a dan ibadah, agar upaya anda tercapai dengan selamat tanpa gangguan dan rintangan . Anda termasuk jenis orang yang berhati nurani, bersih dan membuat tempat dan orang di sekeliling anda memuaskan. Radiasi cinta spiritual membuat perubahan yang menakjubkan dalam diri anda dan memberi berkah pada orang-orang di sekeliling anda. Anda sangat dekat dengan berkonsultasi dan memohon kepada Tuhan, sehingga segala bentuk kesulitan, tragedi, penyakit, dan kegagalan yang ada dapat tereliminasi dengan cepat dan tepat. Anda punya wawasan dan kekuatan ketuhanan (ilahiah). Orang-orang seperti anda telah mempraktekkan keimanan dalam bentuk kerja nyata, sembari berusaha meningkatkan kinerja yang maksimal.

19

LAMPIRAN DALIL ISLAM AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADIS NABI PENGAWASAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA

A. Tindakan manusia diawasi oleh Allah SWT  Seluruh perilaku manusia selalu diawasi oleh Allah SWT , Dzat Maha Pengawas. Dia dekat dengan manusia melebi hi dekatnya urat nadi

‫ﺻ ِ َدﺎ‬ ْ ‫إنﱠ ِر ﱠﺑﻚَ َﻟ ﻟﺎﺒ ِ ﺮ ِْﻤ‬ Sesungguhnya Tuhanmu benar -benar mengawasi. (QS. al-Fajr:14)

‫ب ُﯿِ َﻟ ْ ِﮫﻣِﻦْﺣَﺒ ْﻞِﻮا ْﻟَر ِﺪﯾ‬ ‫ﺤ ُْﻦ ْﻗأَﺮَ إ‬ َ ‫سﻮ ِﺑ َِﻔﮫِﻧْﺴﮫُ ﻧ َو‬ ُ َ ‫ﺳﻮ‬ ْ ‫ن َ ﻧ َو ﻠَْﻌَﻢﻣ ُﺗ َُﺎ‬ ‫وَﻟﻘ َﺪﺧ َْ ْﻠﻘ َ ﻨَﺎاﻹﺴ ِ ْﻧﺎ‬



Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat l ehernya. (QS. Qaf:16) Allah mengetahui apa saja yang diperbuat oleh manusia, baik lahir maupun batin

‫ﺴﻜْ ِﺒ َنُﻮ‬ َ ‫ض ِْرﻌ َﯾْﻠ َ ُﻢﺳﱠِﺮ ْﻛﻢ ُوَﺟﺮ َ ْﮭَﻛ ُ ْﻢوَﯾَْﻠﻌَ ُﻣﻢ ﺗَﺎ‬ ‫ت ِﻲ َِﻓ َﻷا‬ ‫ﻲﺴﻟاﱠﻤ اَﻮَو‬ ‫ﷲ ِﻓ‬ ‫وَ َﻮھ ُ ُ ﱠ‬

Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. (QS. Al -An’am:3) B. Tindakan manusia dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid  Malaikat Raqib dan Atid selalu melakukan pengawasan pad a manusia, dengan mencatat perilaku baik dan buruknya

‫ﺐِﯿ‬ ٌ ‫ﻟَ ْﯾﺪ َﮫر َِﻗ‬

‫ﻣِﻦ َْﻮْلٍِﻻإﱠ‬ ‫ﻣ ﯾَﺎَﻠﻔِﻆْ ُ ﻗ‬

- ‫ﺸﻤ ﱢَﺎﻗل َِﻌ ٌﺪِﯿ‬ ‫إِذْﯾَﺘﻘﻠَاﱠﻰﻟْ ﺘَﻤ ُﻠَ ﯿَﻘ ﱢ ِﺎن ﻦِﻋ َاﻟْﯿَﻦﯿﻤِ وَ ِﻋ اَﻦ ِﻟ‬

‫ﻋَﺘ ٌﺪِﯿ‬

(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebel ah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf:17-18) C. Manusia perlu pengawasan ekternal, karena kelemahan, seperti:  Sifat lemah

dirinya memiliki beberapa

‫ﺿن َُﻌﯿﻔ ًِﺎ‬ ‫ﺴ‬ َْ ‫ﻖﻹا َِﻧ ﺎ‬ ِ ‫ﻒ َﻋَ ﻨﻜُﻢْ ْو ﻠ َ ُﺧ‬

‫ﯾﺮ ُِﯾﷲﺪُ ﱠُنأَﯾ َْﻔُﺨﱢ‬

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (QS. Al-Nisa’:28) Memiliki kecendedungan berbuat buruk dan menyimpang

‫ﺣ ﻢٌِﯿ‬ َ ٌ ‫نإﱠرﻲ ﱢَﺑﻏﻮ َُﻔر‬ ِ ‫ﻣرَﺎ َﻢﺣِ َرَﻲ ﱢﺑ‬



‫ﺴﻟﱡﻮ ءِِﻻإﱠ‬ ‫ﺲ ْﱠﻔﻷَﻣﱠﺎةرَ ٌﺑِ ﺎ‬ ‫ئ ﱢ ْﻔﻧ َﺴ إِﻲ اِن ﱠﻟﻨ‬ ُ ‫وَﻣَﺎأﺑَ ُﺮ‬

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun l agi Maha Penyayang. (QS. Yusuf:53) Tergesah-gesah

‫ﺠ ِﻠ نُِﻮ‬ َ‫ﺴ‬ ْ‫ﺗ ﺘ َﻌ‬



َ‫ﻲﺎﺗﻼﻓ‬ ِ َ ‫ﺳﺄُرﻜِﯾُﻢ َْء اﯾ‬ ٍ َ ‫ﺴﺎَ ُﻦ ِْﻣﺠ َﻋَﻞ‬ ‫ﻖِﻧ َﻹ ْن‬ ‫ﺧُ ﻠِ ا‬

Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa -gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab) -Ku. Maka janganlah kamu m inta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (QS. Al -Anbiya’:37) Keluh kesah

‫ﺸاﻟﺟ ﱡﺮَﺰﻋُوًﺎ‬ ‫ﺴُ ﱠ‬ َ ‫◌ِذ ﻣَاﮫ ﱠ‬

‫إ‬

20

Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. (QS. Al -Ma’arij:20) Berbuat salah D. Hakekat pengawasan  Anjuran memberi peringatan bagi sesama manus ia, agar hidupnya lebih baik

‫ىﺗَ ﻔ َ ْﻨﻊُ َﻤاْﻟ ُﻣﺆِْﻨ َﻦِﯿ‬ ‫نﺈﱠ ﺬﻟاﱢﻛْﺮ‬ ِ َْ ‫وَذﻛﱢﺮَﻓ‬



Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfa`at bagi orang-orang yang beriman. (QS. Al -Dzariyat:55) Pengawasan memiliki arti memerintah yang b aik dan mencegah yang munkar terhadap sesama umat manusia

َ ‫فوﯾوَﮭ َْﻨَﻮ َْن ﻦِﻋ‬ ُِ َ‫ن ﺑِ َ ﺎﻤﻟ ْﻌﺮ‬ ‫ﺾ َْﻌ َﯾٍ ْﺄ ُﺮﻣ ُو‬ ُ ‫َﺎء‬ ‫ﻀ ُﻢْوأَْﻟﯿ ِ ﺑ‬ ‫ن َا ﻟﻣُْﻤﺆِتﻨﺎ َ َﺑُ ﻌْ ُﮭ‬ ‫ﻟوا َْﻤ ُﻣﺆْﻮ ُِﻨ و‬ ُ ‫ﺳ َ ﺮْﯿ َﺣﻤَ ﻢُُﮭ‬ َ ‫ُﮫأﻟُوﻚ َِﺌ‬ َُ ‫ﺳﻮﻟ‬ َ ‫ﷲ ر َو‬ ‫ن ﻟَاﺰﱠ ةﺎﻛ َ َ ﯾوَُﻄِﯿﻌنَُﻮ َ ﱠ‬ ‫َةوَُﯾ ُﺗﺆ ْﻮ‬

َ‫ﺼ‬ ‫ﻼ‬ ‫ن ﻟاَ ﱠ‬ ‫ا ﻟُْﻤﻨ ﺮِْﻜ َو ﻘ َُﯾِﯿﻤُﻮ‬ ‫ﷲﻋ ﯾ َِﺰﺣﺰ ٌَﻜ ﻢٌِﯿ‬ َ ‫ﷲ إُِنﱠ ﱠ‬ ‫ﱠ‬

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungk ar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul -Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Taubah:71)

َ ‫َﺎءﻟاِ َْﻨ ُْﻤ ﺮِﻜ‬ ‫ﺸ ْو‬ َ ‫ﻰﻦ َﻋ ِ ﻔا ْﻟ‬ ‫ﺤ‬ َ ‫ﻰ ﯾ َو ﮭَْﻨ‬ ْ َ‫ﯾءﺎﺘ َ ذِ ِياﻟ ُﻘﺮْﺑ‬



َ ِ‫ﯾ َ ُﺄﻣْﺑﺮُ ﻟِْﺎﻌَ لِﺪ ْو ﻹِ َا ﺣْﺴَ ﺎ ِنوإ‬ ‫واﻟ َْ ْﺒﻐَﻲِﯾ ِﻌﻈ َﻢ ُﻜ ْﻌﻟَﻜ ﱠ ُﻠ ْﺗﻢﻛَﺬﱠﺮ َنُو‬

َ‫ﷲ ﱠ‬ ‫إِ نﱠ‬

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. Al-Nahl:90) Pengawasan sesungguhnya mengajak ke jalan Allah SWT yang benar

ِ ‫ﷲَﻣوَﺎ أَ ﻧﺎ َ َﻦﻣ‬ ِ ‫ن َﱠ‬ ‫ﻲﺳُو َﺤَﺒ ْﺎ‬

‫ﷲﻰﱠﻋ َِﻠَﻰﺼِﺑ َةﯿ َﺮ أَ ٍﻧَﺎﻣوَﻦا ِ َﺗﺒﱠﻌَِﻨ‬ َ‫ﻗ ُْﻞَﺬ ِھ هِﺳﯿَﺒِ ﻲﻠ ِأَﻋد ْ ُِﻮإﻟ‬

‫ﺸِﻛ َﻦِﯿ‬ ْ ُ‫ﻤا ْﻟﺮ‬

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang -orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf:108) E. Cara melakukan pengawasan melalui peringatan  Cara mengkomunikasikan hasil pengawasan adalah dengan penuh bijaksana bila yang dihadapi orang yang terpelajar atau memiliki jabatan tinggi, nasehat yang baik bila dengan orang biasa, dan berdebat b ila dia mengingkari perbuatannya

ِ‫نإ‬ ‫ﺴَﻦُ ﱠ‬ ْ ‫ﻲ ِﺣَأ‬ ‫ﺟَﺎ ْدﻟِ ﻢْﮭ ُﺑﺎﻟ ِﱠﻲﺘ ِ َھ‬ َ ِ ‫ﺳَﻰ ﻞﺒﯿ ِر َِ َﺑﻚﱢﺑ ﻟْ ِﺎ ْﻜﺤ ِﻤَوﺔﻟاِ َْ ﻤﻮَﻈَْﻋﺔِ ﻟْاﺤََﻨﺴَﺔو‬ َ ‫ع ُﻟِإ‬ ْ ‫دا‬ ‫ﻦَﺒﺳﮫِﯿ ِﻠ ِوھُ َﻮ َأﻋﻢ ْ َﻠ ِ ُﺑﻟْﺎﻤﺘ ُ ْﮭﺪَ َﻦِﯾ‬ َْ ‫ﻋ‬ ‫ﺿَﱠﻞ‬ ‫رﺑﱠ َﻚَﻮھُ َأﻋْ ﻢُﻠ َﻤِﺑ َ ْﻦ‬



Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pe lajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan -Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al -Nahl:125) Jika terjadi penyimpangan setelah melakukan pengawasan maka harus diberi peringatan dengan kekuasaan, jika tidak mampu dengan teguran, jika masih tidak mampu dengan membencinya dalam hati

21

ِ‫ﺴ ْ ْﻊﻄ ِ ﺒَﻓِﻘﻠْ َ ِﺒﮫ‬ ‫نﺈِ ﻢْﻟ َ ﯾَ َﺘ‬ ْ َ‫ﺴَ ِﻧﮫِ ﻓ‬ ‫ﺒ َﻓِﻠ ِﺎ‬

ِ ‫ﺴ ْ ْﻊﻄ‬ ‫نﺈِ ﻢْﻟ َ ﯾَ َﺘ‬ ْ َ‫ﻓ َ ﻠُْﯿ ﱢﯿﻐ َﺮُْه َﺑﯿ ِ ِﺪهِ ﻓ‬

‫ﻦﻣَ َأرَى ﻨ ِﻣ ﻢْْﻜ ُ ﻨ ُْﻣﺮﻜ ًَا‬ ْ ‫ﻒﻌَ ﻹِ اﯾﻤ نِ َﺎ‬ ُ َ‫ﺿ‬ ‫ْأ‬ ِ‫ﻚﻟ‬ َ ‫وَذ‬

Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka cegahlah dengan kekuasaan. Jika tidak mampu maka dengan t eguran lisan. Jika tidak mampu maka membenci dengan hati, karena demikian itu selemah -lemah iman.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id)



Pengawasan dilakukan dengan penuh cinta kasih bila ditujukan pada orang yang bekerja sesuai dengan aturan, tetapi perlu tindakan tegas bila berhadapan dengan pembangkang

ُ ‫ﺣءﻤﺎَﺑ َُ ﯿﻨْﻢَْﮭ‬ ُ ‫ﺷﱠاﻋء ُﻰَﻠ ﻟْ اﻜُرﻔﺎ ﱠ ِ َر‬ ِ َ‫ﷲﱠ ِ و َاﻟﯾِﻦﱠﺬﻣ ََﮫَﻌُأ ﺪ‬ ‫ﺳ لُﻮ‬ َ ٌ ‫َﺤﻣُﻤﱠرﺪ‬



Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang -orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka . (QS. Al-Fath:29) Orang yang bekerja dengan baik perlu mendapat hadiah, sedang yang menyimpang perlu mendapat hukuman

‫نَﺎ‬ ُ‫ﺴ‬ ْ ‫ﺣا ِﻹ‬

‫ﺴ نِ َﺎ ِﻻإﱠ‬ ْ ‫ﺣا ِﻹ‬

‫ﻞْھ َ ﺟَﺰ ُ َءا‬

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (QS. Al-Rahman:60)

‫ﻟاﻟﻈﺎ ﱠِﻤ َﻦِﯿ‬

ِ ‫ﺐﺤ‬ ‫ﺻأْ َﺢﻠ َ َﻓ ْﺟﺄ َﺮُه َﻠﻋَﻰ ﷲ ِ ﱠ إ ِ ﻧُﱠﮫ ﻻ َ ُﯾ ﱡ‬ َ ‫َو‬

‫ﻦﻤَ َﻔﻋَﺎ‬ ْ َ‫َﺟوَﺰ ُ َءا ﺳﱢَﯿ ٍﺌﺔَ ﺳﱢَﯿَﺔﺌٌ ﺜِ ْﻣ ﻠﮭَُﺎ ﻓ‬

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS. Al-Syura:80) F. Bentuk-bentuk Pengawasan  Mencegah perilaku yang menyimpang, seperti menggunakan fasilitas dan sarana yang bukan haknya, agar tidak merugikan pihak lain

‫ن ِﺗَرﺎﺠََةﻋًَ ﺗﻦ َْﺮ ضٍَا‬ ‫أ َْنَﻜﺗُﻮ‬

‫طِﻞِِﻻإﱠ‬ ‫اﻟ َﻢﻜُ ْﯿَ ْﺑﻨَُﻜﻢْ ﺎ ِﺑ ﺒَﻟ ْﺎ‬ ْ ‫ﺗَﺄْﻛﻠُ ُﻮ أَاﻮَﻣ‬ ‫ﺣ ِﯿﻤًﺎ‬ َ ْ ‫ﷲنﻛﺎ َ ُﻜﺑ ِرﻢ‬ ‫ﻘَﺗْﺘ ﻠ ُُﻮاأَﻔ ُْﻧﺴَ ْﻢﻜ ُإِنﱠ َ ﱠ‬

َ‫ﯾَ ﯾ َﺎأﱡﮭ اَﺎﻟﻦﱠﺬﯾ ِء َاﻣَﻨُﻮﻻا‬

َ‫ﻨ ِﻣْﻜ ُ ْﻢﻻو‬



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecua li dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. Al -Nisa’:29) Mencegah perilaku menyuap



Allah mengutuk orang yang menyuap dan orang yang disuap. (HR. Ibnu Majah dari Abdullah ibn Amer) Mencegah orang berbuat dosa, agar tidak terjadi rasa bersalah ( guilty feeling)



Dosa adalah apa yang dapat membimbangkan hatimu dan engkau merasa benci apabila perbuatan itu diketahui oleh orang lain. (HR. Muslim dan Ahmad dari alNawas ibn Sim’an al-Anshari). Membudayakan rasa malu kalau berbuat menyimpang dari aturan

‫ﺸﺗ َﻰ‬ ِ ْ‫و ْﻟَاُﺮﻤ‬

‫َﻌﻟَْﺔﻨُ ﷲ ِ ﱠ َﻠﻋَﻰ اﻟﺮﺷﱠاِﻰ‬

‫ﺻَﺪْرِكَو َﺮﻛَﺖ ِ ْھ َ ْنأﯾَﻄﻊﱠ ِﻠ َﻋﻠَﯿْﮫِاﻟﻨﱠﺎس‬ ِ‫كََﺎﻲﻓ‬ ‫ا ﺛَ ِﻹ ُْﻢ ﺎﻣَﺣ‬

‫ﺤﻟَْﯿ ُءَﺎ‬ ‫ﺳﻹ مِْﻼ َ ا‬ ِ ‫ا‬

ُ‫ﺧوُﻖﻠ‬ َ ‫ﻖ‬ ٌ ُ‫ﻟ ِ ﻞﱢﻜ ُ د ﻦٍِﯾ ُﻠﺧ‬

Setiap agama memiliki pekerti, dan pekerti Islam adalah rasa malu. (HR. Malik dari Thalhah ibn Rukanah)

ْ ‫ﺤﻟَْﯿ ُ َءﺎ ﻻ َ ﯾ َ ﺄْﺗِﻰ ِﻻإﱠ َﺑﺨِ ﺮٍﯿ‬ ‫ا‬

22



Rasa malu (berbuat menyimpang) tidak mendatangkan apa -apa kecuali kebaikan. (HR. Imran ibn Hushain) Pengawasan mengajak manusia untuk mematuhi aturan, sekalipun aturan itu tidak disukai

َ‫نأ‬ ْ ‫ﻰﺴ‬ َ‫ﺴن َأ ْﻜ ْ َﺗ ُﺮھَﺷﻮاَﯿﺌ ًْﺎ َوھ ُ َﻮﺧَ ﺮٌﯿ ْﻜ َﻟ ُ ْﻢوَﻋ‬ َ‫ﻋ َﻠَْﻜﯿُ ُاﻢ ِﻘﻟ ْلﺘﺎَ ُوَھُ ﻛﻮَهُ ْﺮ ٌَﻟﻜُﻢْﻋ َوﻰ‬ َ‫ﺐ‬ ُ ِ‫ﻛﺘ‬ ‫وَﷲَﻌُ ﱠﯾﻢَ ُْﻠوَأﺘ َ ْﻧُﻢﻻ َْ ﺗ ﻠ َ ْﻌَﻤ َنُﻮ‬

ُ ‫ﺷ َ ﻟ ﻢَْﻜ‬ ‫ُﺗﺤِﺒﺷﱡﻮا ﺌَْﯿو ًﺎَھ َُﻮ ﱞﺮ‬

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal i a amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al -Baqarah:216) G. Pelaku Pengawasan  Setiap individu wajib melakukan pengawasan melekat atau internal, karena semua perilakunya akan dimintai pertanggungjawaban

‫ﺳ ًُى‬ ‫ْنأ َ ﺘُﯾْﺮ َكﺪ‬

‫نَﺎ‬ ُ‫ﺴ‬ ْ ‫َأ ْﺤﯾ َﺴَﺐُ ﻹِ ا ﻧ‬

Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? (QS. Al-Qiyamah:36)

ًُ‫ن ﱠِإا َﻌﻟ ْﮭﻛْﺪ َنَﺎﺴﻣَ ْﺌﻮﻻ‬



ْ ‫أَو َوُﻮاْﻓ ﺎ ِﺑ َﻟﻌ ْ ِﮭﺪ‬

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa`at) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra’:34) Adanya kewajiban bagi seluruh manusia, tanpa memandang kedudukan dan statusnya, untuk melakukan pengawasan fungsi onal, dengan cara mengingatkan saudaranya yang lain agar berbuat sesuai dengan aturan dan menghindari tindak penyimpangan

َ ‫ن ْﻦِﻋﻟَا ْﻨ ُْﻤ ﺮِﻜ‬ َ ‫ف ِ ﻨ َﯾْﮭﻮ‬ ‫ﺨ ﺮ َْﯿ ِ ﯾَو َﺄْﻣوُنُﺮ َِﺑﻤﺎﻟْﺮ َْﻌُوو‬ ْ ‫ﺘﻟوََﻜْ ُ ْﻦ ْﻨﻣ ِﻜُ أﻢ ُْﻣﱠﺔٌﯾﻋَْﺪُﻮ َنإﻟ ِ ﻟاَﻰ‬

‫ﺤ َنُﻮ‬ ِ ‫وﻟھِﻚ َُﻢ ُاﻤﻟْ ﻠ ُْﻔ‬ َ‫و َأ ُﺌ‬

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran:104)

23

SILLABUS MODUL II MANUSIA DAN APARATUR DEPARTEMEN AGAMA RI

TUJUAN PEMBELAJARAN: Setelah menyelesaikan sesi ini, diharapkan peserta dapat memahami eksistensi diri manusia sebagai aparatur negara.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Diakhir sesi ini peserta dapat: 5. Menjelaskan fitrah manusia sebagai aparatur 6. Menguraikan kompetensi manusia sebagai aparatur 7. Mendiskusikan fungsi hidup manusia sebagai aparatur 8. Mengidentifikasi Kewajiban dan Larangan Pegawai Negeri Sipil 9. Mengidentifikasi Kode Etik dan Sanksi

MATERI 7. Latar belakang pembahasan aparatur negara 8. Manusia sebagai aparatur negara: a. Fitrah manusia b. Kompetensi aparatur negara c. Fungsi Hidup aparatur negara 9. Kewajiban dan Larangan Pegawai Negeri Sipil 10. Kode etik dan sanksi Pegawai Negeri Sipil

METODA 4. Presentasi dengan menggunakan power point 5. Curah Pendapat dan Tanya Jawab 6. Game and simulation (indoor)

MEDIA 4. LCD 5. Laptop 6. Peralatan game dan simulasi

24

RENCANA PEMBELAJARAN WAKTU : Sesi ini memerlukan waktu 240 Menit SESI I BAGIAN A Topik

: Konsep dasar tentang Latar Belakang Pembahasan manusia sebagai aparatur; Fitrah, kompetensi dan fungsi kehidupan manusia; Manusia sebagai aparatur Negara

Metoda

: Ceramah dengan presentasi power point

Waktu

:

60 Menit

BAGIAN B Topik

: Problem dan solusi dalam pemahaman tentang manusia sebagai aparatur Negara di lingkungan Departemen Agama

Metoda

: Curah pendapat dan tanya jawab

Waktu

:

60 Menit

BAGIAN C Topik

: Pemantapan hasil ceramah dan diskusi tentang manusia sebagai aparatur negara di lingkungan Departemen Agama

Metoda

: Focused discussion group (FGD) dalam k erja kelompok

Waktu

: 60 Menit

BAGIAN D Topik

: Penerapan (dalam artifisial) manusia sebagai ap aratur negara di lingkungan Departemen Agama

Metoda

: Game dan simulation (indoor)

Waktu

: 60 Menit

SIMULASI Pada kegiatan ini peserta akan dibagi menjadi 3 kelompok. Masing -masing kelompok akan diberi tugas untuk mengidentifikasi kompetensi aparatur Negara, baik kompetensi personal, profesi, maupun sosial. Hasil diskusi dari masing-masing kelompok peserta ditulis di papan tulis dan kelompok lain kemudian dimintai tanggapannya.

25

EVALUASI KERJA Evaluasi dilaksanakan secara partisipatif dengan dipandu oleh fasil itator melalui pembahasan bahan diskusi dan tinjauan serta asesmen diri ( self assesment).

26

MODUL II MANUSIA SEBAGAI APARATUR DEPARTEMEN AGAMA A. Pendahuluan Pembahasan hakikat manusia sebagai aparatur negara menjadi tema sentral dalam pencapaian good governance. Melalui pemahaman potensi, karakteristik dan kompetensinya secara tepat dan benar maka akan berimplikasi pada upaya -upaya pemberdayaan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kinerjanya. Manusia sebagai aparatur negara merupakan m odal sekaligus aset yang be rhubungan dengan intelektualitas, kapabilitas, kredibilitas dan profesionalitas yang diperoleh melalui pengembangan bakat, pendidikan, pelatihan, pengalaman dan pembiasaan dalam bekerja. Teori pembangunan konvensional meyakini bahwa kekuatan suatu satuan organisasi/kerja terkonsentrasi pada modal fisik ( physical capital) yang diinvestasikan dalam suatu proses produksi seperti alat -alat produksi dan infrastruktur. Namun bersamaan dengan kesadaran akan arti penting posisi manusia yang memiliki kekuatan sumber daya (human resource based), maka terjadi pergeseran paradigma pembangunan. Modal manusia ( human capital) menjadi faktor kunci dalam kemajuan suatu institusi atau satuan organisasi/kerja, tak seperti sebelumnya yang menjadikan alat-alat produksi dan infrastruktur sebagai faktor terpenting. Pemahaman hakikat manusia sebagai aparatur negara karenanya menjadi suatu hal yang tak terelakkan. Pelibatan manusia sebagai suatu modal ( capital) pembangunan tidak berarti memposisikannya sebagai objek. Sebab jika ini t erjadi maka akan menjadi bagian dari proses penghilangan kemanusiaannya ( dehumanisasi) sebagai makhluk yang bermartabat tinggi dan mulia. Namun dalam konteks ini, lebih memposisikan manusia sebagai subjek pembangunan yang mampu menerima, mengelola dan mengembangkan amanah kerja dengan baik sehingga pemberdayaan dan pemanfaatan manusia dalam pembangunan tidak membawa ekses psikologis negatif, seperti kerja dalam suasana stres, penuh tekanan, gampang mengeluh, diliputi ketidakpuasan, kehampaan dan merasa tera lienasi dari lingkungan kerjanya. Pemanfaatan potensi dan kompetensi manusia dalam kerja dan menempatkannya sesuai bidang merupakan upaya menghargai posisi manusia sebagai makhluk yang mulia, yang mampu memikul amanah kekhalifahan untuk menebar kemakmuran dan kesejahteraan di muka bumi. Tentu saja sikap -sikap seperti malas, tidak bersemangat dan ogah -ogahan dalam bekerja merupakan virus -virus yang perlu dibasmi karena dapat mendistorsi harkat dan martabat kemanusiaannya. Deskripsi tersebut menunjukkan betap a penting memahami hakikat manusia sebagai upaya pemberdayaan posisinya sebagai aparatur negara. B. TUJUAN,

SASARAN,

FUNGSI

DAN

MANFAAT

PEMBAHASAN

MANUSIA SEBAGAI APARATUR 1. Tujuan Tujuan pembahasan hakikat manusia sebagai aparatur Departemen Agama dapat diformulasikan sebagai berikut: “Pemahaman yang komprehensif tentang potensi dan kompetensi manusia sebagai aparatur, yang karenanya dapat diberdayakan melalui pemberian tugas dan tanggung jawab sesuai tingkat intelektualitas, kapabilitas dan kredibilitasnya, agar mampu bekerja secara profesional dengan suasana batin yang menyenangkan dan memuaskan tanpa diikuti gangguan psikologis yang berarti.”

27

2. Sasaran Berdasarkan tujuan di atas, sasaran p embahasan hakikat manusia sebagai aparatur Departemen Agama dapat dirin ci menjadi enam indikator utama: 1. Mengenali potensi dan kompetensi manusia sebagai aparatur secara komprehensif meliputi aspek cipta, rasa, karsa dan spiritual -religus, agar ia sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam konteks melaksanakan amanah kerja . 2. Mengoptimalkan aktualisasi potensi dan kompetensi manusia sebagai aparatur agar terjadi peningkatan produktivitas dan kreativitas dalam menjalankan amanah kerja. 3. Mendayagunakan sumber daya aparatur sebagai leading sector atau sektor utama dalam pembangunan bangsa dalam konteks pemenuhan amanah kerja. 4. Meningkatkan perilaku yang benar, baik, cerdas, dinamis dan inovatif sebagai bentuk realisasi dari rasa syukur kepada Tuhan dalam menerima amanah kerja.

3. Fungsi Pemahaman hakikat manusia sebagai aparatur berf ungsi sebagai “buku manual” yang karenanya dapat diketahui segala potensi dan kompetensi yang dimiliki aparatur, sehingga seluruh sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menciptakan kinerja yang baik. Dengan begitu maka pemahaman hakikat manusia sebagai aparatur memiliki berbagai fungsi: 1. Fungsi pemahaman (understanding): memahami apa potensi dan kompetensi yang dimiliki aparatur serta bagaimana cara memberdayakannya. 2. Fungsi pengendalian (control): memberi arah untuk mendayagunakan potensi dan kompetensi secara efektif dan efisien tanpa mengabaikan kesejahteraan psikologis; 3. Fungsi pengembangan (development): memperbarui kinerja dan profesionalisme kerja setelah mendayagunakan seluruh potensi dan kompetensi yang dimiliki. 4. Fungsi pendidikan (education): meningkatkan kualitas kerja manusia sebagai aparatur, yang telah dilatih dan dididik melalui pemberian peran dan tanggung jawab dalam pekerjaan dan memberi arahan bagaimana mengubah tingkah laku yang salah menjadi benar. 4. Manfaat Manfaat pemahaman hakikat manusia sebagai aparatur sebagai berikut: 1. Bagi aparatur Departemen Agama; memperoleh kesempatan untuk memahami dan mengaktualisasikan segala potensi dan kompetensi yang dimiliki agar ia dapat

28

berperan dan berprestasi secara profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparatur Departemen Agama. 2. Bagi instansi Departemen Agama; meningkatkan keterlibatan dan partisipasi semua aparatur dalam pencapaian visi, misi dan tujuan instansi setelah memahami potensi dan kompetensinya, se rta mampu menempatkan aparaturnya sesuai tingkat kapabilitas dan kualitasnya, baik untuk kepentingan pemberian tugas, promosi maupun demosi dalam melayani masyarakat yang profesional. 3. Bagi bangsa dan negara; mampu meningkatkan pembangunan sumber daya manusia yang handal sehingga menjadi aparatur yang dapat memberikan kepuasan dalam melayani masyarakat. C. Hakikat Manusia sebagai Aparatur Negara 1. Fitrah Manusia sebagai Aparatur Fitrah secara sederhana dapat diartikan “bersih”, “suci” dan “murni”. Kebersihan dan kesucian di sini bukan berarti kosong atau netral yang tidak memiliki kecenderungan apa pun, melainkan kebersihan dan kesucian jiwa dari segala keburukan dan kejahatan. Pengertian ini dapat dipahami bahwa secara inheren, citra asli manusia adalah bersih dan suci yang cenderung pada perbuatan baik dan benar. Keburukan dan kejahatan pada diri manusia merupakan citra skunder yang diakibatkan oleh penyimpangan ( anomaly) dari pengaruh lingkungan yang buruk. al-Asfahaniy menyatakan, fitrah adalah perwujudan pada sesuatu menurut kondisi aslinya yang dipersiapkan untuk melakukan perilaku tertentu. Sementara Musa al-Husain menyatakan, fitrah adalah sifat yang digunakan untuk mensifati semua yang ada (di dunia) sewaktu awal penciptaannya. Definisi tersebut menggambarkan bahwa fitrah berarti sifat atau watak asli manusia ( human nature) yang seperti baru dilahirkan, seperti sifat baik hati, penuh cinta kasih, bersyukur, pemaaf, serta cenderung pada kebenaran dan kebaikan. Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami ba hwa fitrah manusia memiliki arti “citra asli yang dinamis pada sistem -sistem psikofisik manusia dan dapat diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku. Citra unik tersebut telah ada sejak awal penciptaannya dan tidak akan berubah. Sebab jika berubah maka nil ai kemanusiaan menjadi hilang.” Citra primer manusia adalah rindu dan mencari pada kebenaran, sedang citra sekundernya adalah melakukan penyimpangan. Dikatakan dinamis karena kefitrian manusia akan dipengaruhi oleh pola asuh lingkungan yang membentuknya, walaupun dari dalam diri sendiri terjadi mekanisme pertahanan diri dalam menjaga image sebagai makhluk yang hanif (rindu akan kebenaran). Menurut Yasien Muhamed (1997), fitrah manusia memiliki kecenderungan bawaan yang tidak berubah. Kecenderungan yang dima ksud bukan saja bersifat alamiah, tetapi juga cenderung kepada tindakan yang benar dan tunduk kepada Tuhan. Sementara al-Maraghi menyatakan bahwa fitrah memiliki kesanggupan atau predisposisi untuk menerima kebenaran. Berperilaku baik dan benar dapat menja dikan pelakunya tenang dan senang, sebab perbuatan yang dilakukan relevan dengan citra aslinya, sementara berbuat buruk dan jahat mengakibatkan keresahan dan kegelisahan, karena menyalahi bahkan menodai citra asli yang suci dan murni.

29

Secara fitri manusia lahir cenderung berusaha mencari dan menerima kebenaran, walaupun pencarian itu masih tersembunyi di dalam lubuk hati yang paling dalam. Adakalanya manusia telah menemukan kebenaran, namun karena faktor eksternal yang mempengaruhi, maka ia berpaling dariny a. Hal itu terjadi pada Fir’aun yang di masa hidupnya enggan mengakui kebenaran dari Tuhan, tetapi ketika mulai tenggelam dan ajalnya sudah diambang kematian, ia mengakui adanya kebenaran tersebut (QS. Yunus:90). Fitrah juga berarti sifat-sifat ketuhanan yang ditiupkan pada setiap manusia sebelum dilahirkan (Hasan Langgulung:1995). Bentuk -bentuk sifat ketuhanan itu terformulasi dalam nama-nama yang indah (asmâ’ al-husna) yang dalam Kitab Suci Al-Quran berjumlah 99 nama (QS. Al -Hijr: 29). Manusia yang fitri akan berusaha untuk mengaktualisasikan fitrah “nama-nama yang indah” tersebut sebaik-baiknya, dengan cara trans-internalisasi sifat-sifat tersebut ke dalam dirinya sebatas kemampuan kemanusian sehingga dalam dirinya tercermin kepribadian ketuhanan. Perilaku manusia akan mencerminkan citra ketuhanan selama ia masih tetap menjaga kefitriannya. Citra ketuhanan pada diri manusia dapat dideskripsikan sebagai berikut: Tabel 1 Sifat Tuhan, Fitrah Manusia dan Implikasi pada Kerja NO SIFAT FITRAH MANUSA IMPLIKASI DALAM TUHAN KERJA 1

Maha Pengasih

Pengasih yang mengasihi sesama manusia secara universal, tanpa membedakan agama, suku, ras, bangsa, status, dan perbedaan apa pun, bahkan mengasihi seluruh isi alam raya, baik biotik maupun abiotik.

2

Maha Penyayang

3

Maha Raja

4

Maha Suci

5

Maha Sejahtera

Penyayang yang menyayangi orang lain karena memiliki prestasi atau hubungan khusus secara kesinambungan, misalnya karena hubungan kekerabatan, kolegial dan agama; mempererat tali persaudaraan dengan penuh kelembutan, kehalusan dan doa. Pemimpin yang berwibawa yang memiliki kekuatan mengendalikan dan mengatur pemerintahannya Jiwa yang penuh kemurnian, kebenaran, keindahan, kebaikan, kebajikan dan keberkahan Diri penebar kesejahteraan, keselamatan dan kesentosaan pada yang lain.

6

Maha Terpercaya

7

Maha Memutuskan Hukum

8

Maha Pengawas

9

Maha Pemaaf

Sosok yang terpercaya dalam mengemban amanah (kepercayaan) orang lain dan membuat orang lain menjadi aman karena keterpercayaannya. Diri yang memutuskan suatu perkara dengan benar; menghalangi atau melerai terjadinya penganiayaan, persengketaan dan kemudharatan agar mendatangkan kemudahan dan kemashlahatan; menetapkan hukuman bagi yang bersalah dan memberi ganjaran bagi yang benar Pengawas yang lurus, mengetahui dan memelihara sesuatu untuk kebaikan bukan semata-mata mencari kesalahan orang lain Diri yang memaafkan kesalahan yang lain;

Cinta semua pekerjaan, tanpa membedakan tugas pokok atau tidak, serta cinta pada semua stakeholder yang mebutuhkan tanpa diskriminatif Cinta pada tugas dan fungsi pokoknya dan serta cinta pada kolega se kantor, baik vertikal maupun horizontal

Memiliki kemampuan dan jiwa manajerial dan leadership yang tangguh Kerja tulus dan bersih ya ng terbebas dari keserakahan dan penyelewengan Memberi pelayanan yang memberikan manfaat dan kesejahteraan pada stakeholder Bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan Bekerja sesuai dengan aturan dan prosedur yang ditetapkan dan memberi penghargaan yang berprestasi serta menghukum yang melakukan penyelewengan Bekerja dengan kontrol diri yang baik, sehingga terhindar dari segala penyelewengan Ketegasan dalam bekerja

30

meninggalkan sanksi atau hukuman terhadap yang bersalah dengan cara memaafkan; menutupi atau menghapus kesalahan yang lain.

didasarkan atas prinsip pemaafan bagi yang melakukan kekhilafan

Menurut Ibnu Taimiyah, fitrah bukan semata -mata suatu potensi pasif yang harus dibangkitkan dari luar, tetapi lebih merupakan sumber yang mampu membangkitkan dirinya sendiri. Pernyataan tersebut tidak berarti menafikan peran lingkungan dalam mempengaruhi fitrah manusia. Memang benar bahwa fitrah manusia itu tetap dan tidak akan ada perubahan, yang berubah adalah sikap dan perilaku. Namun jika kemurnian fitrah itu tidak ditopang oleh kebaikan sikap dan perilaku tentu pada saatnya akan menodai bahkan mengikis kekeberadaan fitrah asli manusia yang suci dan murni. Kekuatan inner pada fitrah manusia tidak dapat dipandang secara terpisah, mulai dari pikiran, perasaan, perilaku dan lembaga -lembaga kemanusiaan lainnya: semuanya terintegrasi pada satu bingkai, yakni dalam kendali qalbu. Sebab qalbu menjadi pusat kepribadian manusia yang menentukan baik -buruknya perilaku manusia. Selama qalbu mendominasi diri manusia yang ditopang oleh kekuatan fitrah eksternal yang diturunkan dari Tuhan berupa petunjuk kitab suci, maka kemurnian fitrahnya masih terjaga, tetapi apabila hawa nafsu menguasai dirinya dan fitrah eksternal tidak lagi dipedulikan, maka akan terjadi penyimpangan berupa tindak kejahatan. Fitrah eksternal yang terformulasikan pada nilai -nilai ajaran agama pada dasarnya berperan sebagai tuntunan yang mengendalikan sikap dan perilaku manusia untuk memelihara fitrahnya yang suci. Pengamalan ajaran agama secara konsisten yang meresap ke dalam perbuatan merupakan upaya pemberdayaan potensi fitrah manusia. Nilai ajaran agama tidak sekadar melaksanakan ritual keagamaan secara sempit, tetapi harus direfleksikan pada pola sikap, tindakan, ucapan, dan perilaku seseorang pada peran apa pun yang dipilih atau diterima dal am kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perjalanan hidup, tidak mustahil manusia menjadi lupa akan kesucian fitrahnya. Wahyu Tuhan sebagai fitrah eksternal yang diturunkan dapat menunjukkan jalan kepada manusia untuk tetap berada pada fitrah yang baik dan benar. Manusia yang lemah akan mudah terpengaruh oleh naluri hawa nafsu yang bersifat destruktif, baik untuk diri sendiri maupun lingkungannya. Sifat lemah tersebut muncul ketika seseorang mengaktualisasikan diri secara acak -acakan yang tidak mengikuti prosedur sebagaimana seharusnya fitrah mengaktual. Fitrah manusia memiliki banyak aspek, tetapi aspek yang terpenting adalah: 1. Fitrah agama: Sejak lahir, manusia mempunyai naluri atau insting beragama, insting yang mengakui adanya Dzat Yang Maha Pencipta d an Maha Mutlak, yaitu Tuhan yang Maha Esa. Sejak di alam ruh, manusia telah berikrar bahwa Allah adalah Tuhannya, sehingga ketika dilahirkan ia berkecenderungan pada al-hanif, yakni rindu akan Kebenaran Mutlak (Tuhan). Fitrah inilah yang mendorong manusia untuk pasrah, tunduk, dan patuh kepada Tuhan yang menguasai dan mengatur kehidupan manusia. 2. Fitrah intelek: Intelek adalah potensi bawaan yang mempunyai daya untuk memperoleh pengetahuan dan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang

31

benar dan yang salah. Tuhan kerap memperingatkan manusia untuk menggunakan fitrah inteleknya. Kemampuan dan fitrah intelektual ini pula yang membedakan antara manusia dan hewan. 3. Fitrah sosial: Kecenderungan manusia untuk hidup berkelompok yang di dalamnya terbentuk suatu c iri khas yang disebut kebudayaan. Kebudayaan ini merupakan cermin manusia dan masyarakatnya. Realita sosial dan budaya yang ideal adalah realita yang terdekat dengan keagamaan sehingga membentuk kebudayaan masyarakat yang seratus persen spiritual -religius dalam bersikap dan berperilaku. 4. Fitrah susila: Kemampuan manusia untuk mempertahankan diri dari sifat -sifat amoral, atau sifat-sifat yang menyalahi tujuan penciptaannya. Fitrah ini menolak sifat-sifat yang menyalahi kode etik yang telah disepakati masyarak at. Manusia yang menyalahi fitrah susilanya akan berakibat kehinaan. 5. Fitrah ekonomi (mempertahankan hidup): Daya manusia untuk mempertahankan hidupnya dengan upaya memberikan kebutuhan jasmaniah, demi kelangsungan hidupnya. Fitrah ekonomi tidak menghendaki

adanya materialisme yang

mengorientasikan hidupnya semata -mata karena materi atau mengeksploitasi kekayaan alam

untuk kepentingan

pribadi.

Maksud

fitrah

ini adalah

memanfaatkan kekayaan alam sebagai realisasi dari tugas -tugas kekhalifahan dalam rangka beribadah kepada Tuhan. 6. Fitrah seni: Kemampuan manusia yang dapat menimbulkan daya estetika, sehingga hidup ini penuh keindahan yang menyenangkan. 7. Fitrah

yang tercermin dalam sifat Tuhan seperti kasih sayang, kemajuan,

keadilan, kemerdekaan, kesamaan, ingin dihargai, cinta tanah air, dan kebutuhan kebutuhan hidup lainnya. Beberapa jenis f itrah ini mendorong individu untuk hidup bersama, saling tolong -menolong, saling hormat-menghormati, saling asah, asih dan asuh, saling toleran, altruisme, akuntabel, dinamis , kreatif, inovatif dan dapat membedakan perbuatan baik dan buruk. Kemampuan manusia untuk membedakan perbuatan baik dan buruk, menyebabkan manusia menjauhi perbuatan menyimpang aturan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme karena bertentangan dengan fitrah manusia. Konsep fitrah dapat disederhanakan dalam gambar sebagai berikut: Gambar 1 Fitrah Manusia

32

Implikasi fitrah dalam kehidupan manusia dapat dikaji melalui beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan teologis: manusia membutuhkan agama yang membimbing kehidupan spiritualnya. Implikasi ini disebabkan manusia tidak sekadar jasad tetapi juga mempunyai ruh yang fitrahnya cenderung untuk mengimani dan menyembah Tuhan. Kedua, pendekatan falsafi: manusia memilik qalbu dan akal pikiran yang memungkinkannya mema hami sumber-sumber pengetahuan dan wahyu untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. Ketiga, pendekatan psikologis: manusia memiliki perasaan yang baik sejak dilahirkan yang karenanya mendorongnya untuk berbuat baik pula. Perilaku yang baik akan mend atangkan kedamaian dan ketenangan, sementara perilaku buruk akan meresahkan dan menggelisahkan. Keempat, pendekatan pragmatis dalam bekerja, terutama dalam aspek pengawasan dengan pendekatan agama, sebagai berikut: 1. Nilai kesadaran akan keberadaan Tuhan sebagai Zat Yang Maha Mengawasi, yang mengawasi seluruh perilaku aparatur sehingga secara naluriah ia dituntut berperilaku baik dan menghindari tindak penyimpangan. 2. Nilai kesucian dan kebersihan yang mendorong aparatur untuk bekerja secara bersih tanpa berpikir untuk melakukan penyimpangan. 3. Nilai kebaikan menuju kebajikan bersama yang mendorong aparatur untuk bekerja secara benar, serius, disiplin dan bertanggung jawab. 4. Nilai kesamaan antaraparatur menuju perbaikan hubungan interpersonal tanpa diskriminasi dalam memposisikan pembagian kerja atau promosi karier. 5. Nilai musyawarah menuju kesepakatan bersama dalam mencapai kualitas kerja yang lebih optimal, dengan menjunjung tinggi nilai perbedaan antaraparatur. 6. Nilai toleransi menuju kerukunan aparatur, baik sesam a agama, antarumat beragama maupun antarumat beragama dengan negara, karena setiap manusia

33

memiliki kecenderungan untuk mengaktualisasikan agamanya tanpa ada gangguan dari yang lain. 7. Nilai persaudaraan dan solidaritas antaraparatur menuju kepedulian kolekt if dalam lingkungan kerja. 8. Nilai cinta kasih, saling asah, asih dan asuh menuju keharmonisan hidup bersama. 9. Nilai kejujuran dan keadilan menuju penegakan hukum dan hak asasi manusia untuk mengembangkan segala potensi dan kompetensinya dalam mencapai profesionalisme kerja. 2. Kompetensi Manusia sebagai Aparatur Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompeten si juga diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terukur meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai performance (kemampuan kerja) yang ditetapkan. Sebelum membahas kompetensi manusia sebagai aparatur, ada baiknya kita mengenal struktur manusia. Struktur manusia secara sederhana dapat diartikan sebagai potensi manusia yang belum mengaktual dalam bentuk kompetensi. Sedangkan secara istilah struktur adalah satu organisasi permanen, pola atau kumpulan unsur-unsur yang bersifat relatif stabil, menetap dan abadi yang terdapat pada diri manusia. Struktur manusia terdiri atas jasmani, ruhani dan nafsani (gabungan jasmani dan ruhani). Struktur nafsani terbagi atas tiga macam, yaitu hati (qalbu), akal dan hawa nafsu. Struktur jasmani merupakan komponen fisik manusia yang memiliki ciri (1) tercipta secara bertahap atau berproses dan melalui perantara; (2) Memiliki bentuk, rupa, kadar dan dapat disifati; (3) Memiliki energi jasmaniah yang disebut dengan nyawa; (4) Terikat oleh ruang dan waktu; ( 5) Substansinya temporer dan hancur setelah kematian; dan (6) Dapat dibagi-bagi dengan beberapa komponen. Sedangkan struktur ruhani merupakan komponen psikis manusia yang memiliki ciri (1) tercipta secara langsung da ri Tuhan tanpa melalui proses graduasi; (2) Tidak memiliki bentuk, rupa, kadar, dan tidak dapat disifati, yang naturnya halus dan suci dan mengejar kenikmatan ruhaniah; (3) Memiliki energi ruhaniah yang disebut dengan al-amanah; (4) Tidak terikat oleh ruan g dan waktu jasad; (5) Substansinya abadi tanpa ada kematian; dan ( 6) Tidak dapat dibagi-bagi karena satu keutuhan. Struktur nafsani merupakan komponen psikofisik manusia yang memiliki ciri gabungan antara ciri-ciri yang ada pada jasmani dan ruhani. Strukt ur nafsani terbagi atas tiga bagian, yaitu: Pertama, hati (qalbu) yang memiliki ciri (1) Secara jasmaniah, berkedudukan di jantung; (2) Daya yang dominan adalah emosi (rasa) atau afektif, yang akhirnya melahirkan kecerdasan emosional; (3) Mengikuti natur r uh ketuhanan; (4) Potensinya bersifat cita -rasa dan intuitif yang sifatnya spiritual; (5) Berkedudukan pada alam suprasadar atau atas sadar manusia; (6) Intinya religiusitas, spiritualitas dan transendensi; dan (7) Apabila mendominasi jiwa manusia maka men imbulkan kepribadian yang tenang.

34

Kedua, akal memiliki ciri (1) Secara jasmaniah, berkedudukan di otak; (2) Daya yang dominan adalah kognisi (cipta), yang akhirnya melahirkan kecerdasan intelektual; (3) Mengikuti antara natur ruh dan jasad yang kemanusiaan ; (4) Potensinya bersifat argumentatif dan logis yang sifatnya rasional; (5) Berkedudukan di alam kesadaran manusia; (6) Intinya isme -isme seperti humanisme, kapitalisme, sosialisme, dsb., dan (7) Apabila mendominasi jiwa manusia maka menimbulkan kepribadian yang labil. Ketiga, Hawa Nafsu memiliki ciri: (1) Secara jasmaniah, berkedudukan di perut dan alat kelamin; (2) Daya yang dominan adalah konasi (karsa) atau psikomotorik, yang akhirnya melahirkan kecerdasan kinestetik; (3) Mengikuti natur jasad yang bersifat kebinatangan, baik yang jinak maupun buas; (4) Potensinya bersifat indrawi yang sifatnya empiris; (5) Berkedudukan di alam pra atau bawah sadar manusia; (6) Intinya produktivitas, kreativitas dan komsumtif; dan (7) Apabila mendominasi jiwa manusia ma ka menimbulkan kepribadian yang jahat. Kompetensi dan dinamika perilaku manusia sangat ditentukan oleh interaksi interaksi daya-daya nafsani (hati, akal, dan hawa nafsu) dalam pembentukan perilaku yang berjalan menurut hukum dominasi antara berbagai daya nafsani. Masing-masing daya nafsani memiliki natur dasar, seperti qalbu naturnya baik, nafsu naturnya buruk dan akal naturnya antara baik dan buruk. Dalam keadaan biasa, masing -masing komponen yang berlainan ini tidak bekerja secara berlawanan dan bertenta ngan, tetapi bekerja sama seperti suatu tim yang berpusat di qalbu. Namun dalam kondisi tertentu, masing-masing komponen tersebut saling berlawanan, tarik menarik, dan saling mendominasi untuk membentuk suatu tingkah laku. Uraian di atas dapat dipahami bah wa masing-masing komponen struktur nafsani memiliki saham dalam pembentukan perilaku, walaupun salah satu di antaranya ada yang lebih dominan. Kepribadian yang tenang adalah kepribadian yang didominasi daya qalbu yang dibantu oleh daya akal dan daya hawa n afsu. Bantuan daya akal lebih banyak daripada bantuan daya hawa nafsu. Kepribadian yang labil adalah kepribadian yang didominasi daya akal yang dibantu oleh daya qalbu dan daya hawa nafsu. Bantuan daya qalbu sama kuatnya dengan bantuan daya hawa nafsu. Sedangkan kepribadian yang jahat adalah kepribadian yang didominasi daya hawa nafsu yang dibantu oleh daya akal dan qalbu. Bantuan daya akal lebih kuat daripada bantuan daya qalbu. Dengan demikian masing -masing komponen memiliki bobot tersendiri dalam pembentukan kepribadian. Dengan meminjam teori kinerja Blumberg dan Pringle (dalam Robbins: 1996), kompetensi manusia sebagai aparatur dapat disederhanakan dalam rumus K = A X M X O bahwa kompetensi aparatur merupakan hasil perkalian dari ability (kemampuan), motivation (kemauan) dan opportunity (kesempatan). Faktor kemampuan dan kemauan berasal dari sisi internal aparatur, sedangkan kesempatan berasal dari sisi eksternal aparatur. Berdasarkan teori tersebut dapat dipahami bahwa kompetensi manusia sebagai aparatur dapat disederhanakan ke dalam tiga bagian: 1. Ability, intinya pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam bekerja Kemampuan aparatur merupakan hasil dari perkalian pengetahuan (knowledge) dengan keterampilan (skill). Pengetahuan diperoleh dari jenjang pendidikan dan pelatihan, sedangkan keterampilan diperoleh dari pengalaman kerja. Baik pengetahuan maupun keterampilan, keduanya sangat berkaitan dengan kecerdasan aparatur, tanpa kecerdasan maka keduanya tidak dapat meningkat. Dengan mengadopsi teori triark is Sternberg (dalam Santrock: 2007), kecerdasan individu muncul pada tiga bentuk. Pertama, kecerdasan analitik, kemampuan untuk menganalisa, menilai, mengevaluasi, membandingkan dan

35

mempertentangkan suatu yang terkait dengan kerja. Ciri utama aparatur yang memiliki kecerdasan analitik adalah mudah menangkap tugas pekerjaan, ingatan yang baik, penguasaan aturan pekerjaan yang luas, berpikir logis yang mampu memahami sebab-akibat, suka bertanya dan mendiskusikan tentang suatu pekerjaan, daya konsentrasi yang baik sehingga perhatiannya tak mudah teralihkan, menguasai semua tugas dan tangung jawabnya dalam bekerja, senang belajar untuk meningkatkan pengetahuan yang mendukung tata kerja, mampu mengemukakan pendapat yang jelas tentang perbaikan pekerjaan, pengamat yang cermat tentang masalah pekerjaan, cepat menemukan kekeliruan dan kesalahan, mampu membaca situasi dan kondisi kerja secara cepat dan banyak kegiatan yang dilakukan. Kedua, kecerdasan kreatif, kemampuan untuk mencipta, mendesain, menemukan dan mengimajinasikan suatu hal yang terkait dengan pekerjaan. Ciri utama aparatur yang memiliki kecerdasan kreatif adalah adanya dorongan rasa ingin tahu yang besar, sering mengajukan pertanyaan, banyak gagasan dan usul, bebas menyatakan pendapat, mempunyai sense of beauty, menonjol dalam salah satu bidang seni, berpendirian teguh, memiliki sense of humour yang tinggi atau senang bercanda, daya imajinasi kuat, memiliki cara tersendiri dalam mengerjakan pekerjaan, mandiri dalam bekerja, senang mencoba hal -hal baru, dapat mengembangkan ide-ide baru. Ketiga, kecerdasan praktis, kemampuan untuk menggunakan, mengaplikasikan, mengimplementasikan dan mempratikkan. Ciri utama aparatur yang memiliki kecerdasan praktis adalah tekun menyelesaikan tugas, ulet menghadapi kesulitan yang tak lekas putus asa, tak perlu disuruh dalam bekerja, berusaha berprestasi sebaik mungkin, berpikir seperti orang bijak, senang, rajin dan semangat belajar untuk meningkatkan kinerjanya, senang mengerjakan pekerjaan yang sulit dan menantang, senang mengerjakan hal yang beragam, berpikir jangka panjang dalam bekerja, dan ingin mendalami pengalaman yang diterima. Howard Gardner (dalam Santrock: 2007) menyatakan delapan kecerdasan majemuk (multiple intelligences) yang dapat dimiliki aparatur: 1. Kecerdasan linguistik (cerdas verbal): kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan

bahasa

untuk

mengekspresikan

makna.

Kecerdasan

ini

menghasilkan aparatur yang bekerja sebagai penulis, wartawan, dai dan pembicara. 2. Kecerdasan logika dan matematika (cerdas ras ional dan angka): kemampuan untuk menyelesaikan operasi matematika. Kecerdasan ini menghasilkan aparatur yang bekerja sebagai ilmuwan, insinyur dan akuntan. 3. Kecerdasan spasial (cerdas ruang/tempat/gambar): Kemampuan untuk berpikir tiga dimensi. Kecerdasan ini menghasilkan aparatur yang bekerja sebagai arsitek dan perupa 4. Kecerdasan kinestetika-raga (cerdas raga): Kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal fisik. Kecerdasan ini menghasilkan aparatur yang bekerja sebagai pengrajin, office boy dan atlet.

36

5. Kecerdasan musik (cerdas musik): Kemampuan untuk sensitif nada, melodi, irama dan suara. Kecerdasan ini menghasilkan aparatur yang bekerja sebagai komponis, musisi dan pengatur acara seremonial. 6. Kecerdasan intrapersonal (cerdas diri): Kemampuan un tuk memahami diri sendiri dan mampu menata dirinya secara efektif. Kecerdasan ini menghasilkan aparatur yang bekerja sebagai teolog, agamawan, dan psikolog. 7. Kecerdasan interpersonal (cerdas orang). Kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif d engan orang lain. Kecerdasan ini menghasilkan aparatur yang bekerja sebagai guru, dan para profesional yang membantu masalah sosial. 8. Kecerdasan naturalis (cerdas alam): Kemampuan untuk mengamati pola -pola di alam serta mampu mengenali sistem alam dan siste m buatan manusia. Kecerdasan ini menghasilkan aparatur yang bekerja sebagai petani, ahli botani, ahli ekologi, dan ahli tanah. Sejauh ini, Gardner belum memasukkan aspek spiritual -religius dalam kecerdasan majemuknya, padahal untuk memiliki kecerdasan spir itual-religius diperlukan kecerdasan. Oleh karena itu, untuk melengkapi atau bahkan memayungi semua jenis kecerdasan yang ada diperlukan tambahan kecerdasan yang bersifat spiritual-religius yang kemudian disebut dengan istilah kecerdasan hati ( kecerdasan qalbiyah). Dikatakan kecerdasan hati, sebab hati merupakan esensi manusia yang abadi: jika ia baik semua diri menjadi baik dan jika ia buruk semuanya menjadi buruk. Kecerdasan hati tumbuh melalui aktualisasi segenap potensinya sehingga menimbulkan perilaku yang baik, yang pada puncaknya adalah perilaku spiritual religius. Kecerdasan ini menyinari delapan jenis kecerdasan di atas yang lain, sehingga semua aktivitas manusia secara spiritual memiliki makna. Penggunaan belahan otak bagi aparatur akan menghasilka n pola kerja yang berbeda. Belahan otak kiri (left brain) memiliki kemampuan menghitung, menulis, berpikir, berbicara, dan mengontrol tangan kanan yang ciri berpikirnya logis, linear, rasional dengan menggunakan logika formal Aristotelian, Newtonian, dan a ritmatika. Aparatur yang menggunakan otak kiri berimplikasi pada pola kerja sebagai berikut: (1) Berpikir dahulu untuk kemudian melakukan; (2) Tunduk dan patuh mengikuti berbagai tahapan dan prosedur, sehingga cara berpikirnya birokratis; (3) Bagian bagiannya logis yang merupakan sebab -akibat dari program dan tindakan, sebab datanya telah lengkap; (4) Terpaku pada program jadi ( fixed program), sehingga pilihannya on (hidup) dan off (mati) atau hitam atau putih; (5) Berorientasi pada tujuan yang mengikuti model management by objective (manajemen berdasarkan sasaran); (6) Kelebihan pola kerja ini adalah akurat, tepat, dan dapat dipercaya; (7) Kelemahannya deterministik, birokratis dan mekanistik tanpa ada nuansa baru. Sementara belahan otak kanan (right brain) memiliki kemampuan dalam wawasan, kesenian, imajinasi, musik, dan mengontrol tangan kiri yang ciri berpikirnya acak, tidak teratur, holistik, dan intuitif (hati). B agi aparatur yang menggunakan otak kanan maka pola kerjanya sebagai berikut: (1) Merasakan dahulu untuk kemudian melakukan; (2) Tidak mengikuti tahap dan prosedur, sehingga cara berpikirnya debirokratisasi; (3) Emosi merespon data yang tidak lengkap, sehingga

37

kebobrokan satu komponen tidak harus mengabaikan sistem yang lain; (4) Dalam mengembangkan diri melalui interaksi dan koneksi dengan pengalaman dan keadaan, tanpa memperhatikan program yang baku; (5) Metodenya coba -coba, kira-kira, ambigu, berdasarkan pola kemiripan, sehingga responnya cepat walaupun ceroboh; (6) Kelebihan pola kerja ini ada lah fleksibel, debirokratisasi, dan memungkinkan adanya nuansa-nuansa baru; (7) Kelemahannya adalah lambat, tidak akurat, terikat kebiasaan bukan aturan; (8) Asumsi dasarnya “tidak ada dua orang yang memiliki kehidupan emosional yang sama. Saya kenal dia, saya berempati padanya, tetapi tidak memiliki emosinya.” Kedua pola kerja tersebut dapat diaplikasikan secara terpadu dan proporsional, yang masing-masing pola kerja memiliki kelebihan dan kekurangan. Terpadu karena kedua pola kerja tersebut menjadi bagian integral dari karakter dan kebutuhan manusia akan pekerjaannya. Proporsional karena aplikasi kedua pola kerja tersebut harus diletakkan secara adil dan harmonis dengan memperhitungkan kepada siapa, kapan dan di mana pekerjaan itu dilakukan. Penggunakan po la kerja dari belahan otak kiri secara ekstrem akan mencitrakan birokrasi pemerintahan yang berbelit -belit, yang menggunakan rumus ”kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah,” sementara penggunaan pola kerja dari belahan otak kanan secara ekstrem akan mencitrakan ketidakteraturan, ketidakpastian dan ketidakprofesionalan. 2. Motivation yang tinggi dalam bekerja Motivasi adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang sejenis yang mengarahkan perilaku (Donnel: 1980). Motivasi juga diartik an satu variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor -faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran (Chaplin: 1999). Dalam diri seseorang, motivasi berfungsi sebagai pendorong kemampuan, usaha, keinginan, menentukan arah, dan menyeleksi tingkah laku (Hodgetts: 1988). Kemampuan adalah tenaga, kapasitas atau kesanggupan untuk melakukan suatu perbuatan, yang dihasilkan dari bawaan sejak lahir atau merupakan hasi l dari pengalaman. Usaha adalah penyelesaian suatu tugas untuk mencapai keinginan. Sedangkan keinginan adalah satu harapan, kemauan, atau dorongan untuk mencapai sesuatu atau untuk membebasakan diri dari suatu perangsang yang tidak menyenangkan. Motivasi merupakan perkalian dari sikap ( attitude) dan situasi (situation) kerja. Sikap diperoleh dari hasil pembiasaan dalam mengaplikasikan nilai -nilai yang menjadi pijakan bekerja. Adapun situasi merupakan kondisi lingkungan yang mempengaruhi di mana motivasi itu terefleksikan, baik lingkungan fisik, psikologis, sosial maupun spiritual. Abraham Maslow dalam Motivation and Personality mengemukakan, motivasi hidup manusia tergantung pada kebutuhannya. Lebih jauh Maslow menjelaskan lima hierarki kebutuhan manusia. Pe menuhan kebutuhan manusia memiliki tingkat kesulitan yang hierarkis. Kebutuhan yang berada pada hi erarki terbawah akan mudah dicapai oleh semua manusia, namun kebutuhan yang berada pada hi erarki teratas tidak semua manusia sanggup mencapainya. Adapun hierarki kebutuhan yang dimaksud adalah: 1. Kebutuhan fisiologis dasar: gaji, makanan, pakaian, perumahan dan fasilitas fasilitas dasar lainnya yang berguna untuk kelangsungan hidup pekerja.

38

2. Kebutuhan akan rasa aman: lingkungan kerja yang bebas dari segala ben tuk ancaman, keamanan jabatan/posisi, status kerja yang jelas, keamanan alat yang dipergunakan. 3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi: interaksi dengan rekan kerja, kebebasan melakukan aktivitas sosial, kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain. 4. Kebutuhan untuk dihargai: pemberian penghargaan atau reward, mengakui hasil karya individu 5.

Kebutuhan aktualisasi diri: kesempatan dan kebebasan untuk merealisasikan cita cita atau harapan individu, kebebasan untuk mengembangk an bakat atau talenta yang dimiliki.

Aktualisasi diri merupakan metakebutuhan -metakebutuhan (meta needs) meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan sebagainya. Ciri -ciri aparatur yang memiliki kebutuhan aktualisasi diri adalah: (1) Persepsi yang tajam dan tepat terhadap realita kerja; (2) Dapat menerima diri sendiri dan orang lain; (3) Spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran; (4) Fokus terhadap masalah -masalah di luar diri mereka; (5) Tidak tergantung pada lingkungan; (6) Mampu memberikan apresiasi mendalam terhadap pengalaman; (7) Kepedulian yang besar terhadap masalah sosial, (8) Memiliki hubungan yang memuaskan dengan orang lain, dan (9) Sikap demokratis dan humoris. Menurut McClelland, motivasi yang mempengaruhi cara -cara seseorang dalam bertingkah laku terbagai atas tiga pola. Pertama, motivasi berprestasi, yaitu dorongan untuk mengatasi tantangan, untuk maju, dan berkembang. Kedua, motivasi berafiliasi, yaitu dorongan untuk berhubungan dengan orang lain secara efektif. Ketiga, motivasi memiliki kekuasaan, yaitu dorongan untuk mempengaruhi orang lain dan situasi. Ketiga motivasi tersebut menggerakkan dan mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas, baik secara sim ultan ataupun terpisah. Dalam satu aktivitas terkadang hanya digerakkan oleh satu motivasi, tetapi dalam situasi yang berbeda, boleh jadi digerakkan oleh berbagai macam motivasi. Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi ( high achievers) dalam bekerja memiliki tiga ciri umum: (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya -upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor lain seperti kemujuran; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. Al-Ghazali menyatakan bahwa setiap perilaku manusia di dunia tidak lain hanyalah untuk merealisasikan atau menunaikan trusworthy (amanah) yang ditetapkan oleh Dzat Pencipta , sebab amanah menjadi motivator bagi setiap aktivitas hidupnya. Pemenuhan amanah memiliki proses. Pertama, adanya gerak dan lintasan batin (khathir) untuk memenuhi pelaksanaan amanah. Gerakan batin ini masih samar. Begitu samarnya sehingga seseorang belum mampu membedakan apakah lintasan batin itu berasal dari dirinya sendiri atau dari luar dirinya.

39

Kedua, adanya tekad yang bulat (azam) untuk melaksanakan amanah. Pada tingkatan ini seseorang hendak bertekad memulai suatu pekerjaan, dengan mempersiapkan segala sarana yang mendukungnya seperti ilmu yang berfungsi sebagai pembeda antara tujuan yang benar dan yang salah; memerlukan kesungguhan dalam meraih tujuan dengan cara -cara yang konsisten; serta menghilangkan segala rintangan dan hambatan yang menyumbat terpenuhinya tekad bulat tersebut. Ketiga, adanya kesadaran dan komitmen ketuhanan ( niat) yang mendorong atau memotivasi seseorang untuk beraktivitas memenuhi amanah. Tanpa niat maka aktivitas manusia tidak dianggap sebagai suatu ibadah . Keempat, adanya merealisasikan dalam bentuk perbuatan (‘ amal) apa yang pernah terlintas di dalam azam dan niat dalam bentuk perilaku nyata. Seorang mistikus wanita Islam, Rabiah al -Adawiyah menyatakan motivasi manusia dalam beraktivitas terbagi atas tiga tingkatan. Pertama, dilakukan karena takut mendapatkan hukuman ( punishment). Oleh karena sekadar menghindari ketakutan maka pelayanan kerja hanya untuk memenuhi kebutuhan standar tanpa ada kelebihan sama sekali. Kedua, dilakukan karena berharap mendapatkan hadiah (reward). Dorongan untuk memperoleh hadiah mengakibatkan pelayanan kerja menuju pada pengerahan se genap kemampuan, walaupun pengerahan itu sebanding dengan harapan penghargaan yang akan diperoleh. Ketiga, dilakukan karena cinta yang tumbuh dari hati yang paling dalam. Cinta mendorong individu untuk melakukan apa saja tanpa sedikit pun berharap beroleh penghargaan, bahkan cinta sering menuntut pengorbanan yang dicintai seperti kemampuan, kemauan dan kesempatan. 3. Opportunity dengan memberdayakan aparatur Seberapapun besar kemampuan dan kemauan aparatur dalam mengemban amanah kerja, namun jika dukungan institusi tidak mendukung maka kemampuan dan kemauan itu akan sia-sia. Memang benar kemandirian dan regulasi inter nal aparatur menjadi faktor penentu dalam upaya memperoleh hasil kerja, tetapi hasilnya tidak akan maksimal. Upaya-upaya penciptaan peluang, pemberdayaan dan pelibatan aparatur dalam setiap kesempatan akan menstimulasi produktivitas dan kreativitas kerja, sebab pada prinsipnya semua individu ingin maju, dihargai dan aktualisasi diri melalui kerja. Demikian juga, kebobrokan birokrasi yang ditopang oleh tata kelola yang buruk akan menjadi virus yang menyebabkan penyakit kudis (kurang disiplin), kurap (kurang rapi), kutil (kurang teliti) dan selanjutnya menajidikan kuman (kurang iman). Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya, selagi ada kesempatan harus segera dilaksanakan, agar kita tidak kehilangan momentum. Kalau ada kesempatan untuk kedua kalinya, itulah dalam koteks momentum yang berbeda. Kejadian yang telah lalu sudah selesai, dan patut dijadikan pelajaran untuk hari esok, sedang masa depan masih samar, walaupun perlu direncanakan, namun kita berada dalam waktu dan kesempatan yang sedang dihadapi. Di sinilah arti pentingnya pemanfaatan segala amanah dan fasilitas yang ada untuk mengisi kesempatan itu sebaik-baiknya. Penundaan terhadap pemenuhan kesempatan sama artinya dengan keingnan untuk mundur beberapa langkah ke belakang. Kompetensi manusia dapat disederhanakan dalam gambar sebagai berikut: Gambar 3 Kompetensi Manusia

40

3. Fungsi Kehidupan Manusia sebagai Aparatur Manusia lahir bukan sekadar ada dan berada, tetapi juga mengada. Dikatakan demikian sebab keberadaan manusia berfungsi sebagai pengemb an amanah Tuhan untuk menjadi khalifah dan hamba -Nya di muka bumi. Kehidupannya dinamis dan secara kualitatif berevolusi menuju puncak kesempurnaan , demi menjaga survival-nya sebagai inti mikro kosmos. Peran hidupnya tidak saja menjadi objek sejarah melainkan menjadi subjek sejarah yang mampu menciptakan drama sejarah kehidupannya sendiri. Sebagaimana fitrahnya, keberadaan manusia di dunia ini semata -mata karena melaksanakan amanah yang telah digariskan oleh Tuhan. Firman Allah dalam QS Al Ahzab ayat 72 dinyatakan: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung -gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zali m dan amat bodoh.” Ayat tersebut menegaskan, fungsi kehidupan manusia adalah melaksanakan amanah. Amanah adalah titipan atau kepercayaan Tuhan yang dibebankan kepada makhluk yang bernama manusia untuk menjadi hamba dan khalifah -Nya di muka bumi. Berdasarkan uraian di atas, fungsi kehidupan manusia adalah: 1. Sebagai hamba Tuhan Sebagai hamba, manusia memiliki tugas menyembah dan berbakti kepada Penciptanya, karena tujuan penciptaan manusia adalah beribadah kepada -Nya. (QS. Al-Dzariyat: 56). Ibadah tidak hanya sebatas menjalankan ajaran-ajaran agama, tetapi juga berlaku pada semua aktivitas yang didasarkan pada niat tulus. Ibadah dalam arti khusus adalah ibadah yang berkaitan dengan Tuhan. Ibadah dalam arti umum adalah segala aktivitas yang titik tolaknya ikhl as untuk mencapai ridha Tuhan berupa amal saleh. Pada pengertian umum ini, kerja merupakan bagian dari ibadah. Bentuk-bentuk ibadah dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: Pertama, ibadah person: suatu aktivitas yang pelaksanaa nnya tidak perlu melibatkan orang lain, melainkan semata -mata bergantung pada kesediaan yang bersangkutan sebagai makhluk yang bebas, termasuk dalam ibadah ini adalah prakt ek-praktek keagamaan yang bersifat ritual . Kedua, ibadah antarperson: suatu aktivitas yang pelaksana annya bergantung pada prakarsa pihak bersangkutan selaku hamba Allah secara otonom, tetapi berkaitan dengan prakarsa pihak lain sebagai hamba Allah yang juga otonom seperti pernikahan. Ketiga, ibadah sosial: kegiatan interaktif antara seseorang individu dengan pihak lain yang dibarengi dengan kesadaran diri sebagai hamba Tuhan untuk 41

memperoleh kemaslahatan bersama seperti hubungan ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan dan sebagainya baik bersifat regional, nasional maupun internasional. 2.

Khalifah Tuhan di muka bumi

Khalifah dapat berarti wakil Tuhan di muka bumi yang menjadi mandataris Nya dalam mengelola, memanfaatkan dan mengembangkan alam semesta (QS. AlBaqarah: 30, QS Shad: 26). Khalifah juga berarti pengganti dan penerus person yang mendahuluinya untuk melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai nilai baru yang lebih baik (QS. Al-An’am:165) serta sebagai pewaris-pewaris di bumi untuk meneruskan apa yang sudah dilaksanakan pendahulunya dan menyempurnakan keadaan yang lebih baik (QS. Al-Naml: 62). Memulai aktivitas, seperti dalam Islam, dengan bacaan basmalah memiliki arti “atas nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” Aktivitas apa pun yang dilakukan oleh aparatur semata-mata atas nama Tuhan yang bertujuan merealisasikan tugas-tugas kekhalifahan. Karena aktrivitas itu mengatasnamakan Zat Yang Maha Pengasih dan Penyayang maka kualitas aktivitas aparatur harus sebaik mungkin, yang karenanya dapat membuat jiwa yang lain menjadi puas dan menyenangkan. Setelah selesai beraktivi tas diakhir dengan bacaan hamdalah , “Segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam. ” yang berarti bahwa aparatur telah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai kapabilitas yang dimiliki untuk kemudian dikembalikan pada yang memberi mandat kepadanya. Pelaksanaan mandat yang optimal karena petunjuk dan anugerah dari Tuhan, sedangkan ketidaksempurnaan semata-mata karena kekurangan dan kelemahan manusia yang perlu diperbaiki. Implikasi pembahasan fungsi kehidupan manusia sebagai aparatur dalam bekarja adalah: 1. Bekerja merupakan bagian dari ibadah yang tidak saja berdimensi kemanusiaan tetapi juga berdimensi ketuhanan. Sebagai suatu ibadah, maka segala prosedur baik dan benar dalam bekerja harus diikuti. Pelanggaran terhadap tata aturan yang telah ditetapkan akan meru sak nilai spiritualitas dalam bekerja. 2.

Bekerja merupakan bagian dari pemenuhan tugas -tugas kekhalifahan dengan cara memberi pelayanan yang prima pada semua stakeholders agar terwujud kemaslahatan dan kesejahteraan lahir -batin. Karena atas nama Tuhan, maka realisasi kerja jangan sampai mengecewakan pihak yang memberi mandat. Penyalahgunaan wewenang merupakan pengkhianatan terhadap mandat yang diberikan.

D. Kewajiban dan Larangan Aparatur Negara Ketika seorang pegawai menjadi aparatur nergara, sesungguhnya ia telah membangun komitmen untuk memikul amanah. Segala daya dan upaya dikerahkan dalam rangka pemenuhan amanah tersebut. Tentu saja dalam pemenuhan amanah tersebut diatur oleh undang-undang yang dikenal dengan istilah kewajiban dan larangan. Sesuai dengan UU No. 43/99-8/74, PP. 37/2004, PP 30 Tahun 1980, Pegawai Negeri Sipil memiliki kewajiban, larangan dan hak, sebagai berikut:

42

1.

Kewajiban Pegawai Negeri Sipil a. Setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, UUD 1945, negara, dan pemerintah; b. Menjaga keutuhan, kekompa kan, dan persatuan Korpri, terutama persatuan dan kesatuan bangsa, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri; c. Mentaati segala peraturan perundangan yang berlaku dan melaks anakan tugas kedinasan, dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; d. Menyimpan rahasia jabatan; e. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat negara, pemerintah, dan PNS (menjadi teladan) dan saling menghormati sesama warga negara; f. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji PNS dan sumpah/janji jabatan; g. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik, bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan semangat untuk kepentingan negara; h. Memberi pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik -baiknya; i. Terhadap bawahan, bertindak tegas, adil dan bijaksana, membimbing, mendorong untuk maju, dan memberikan contoh yang baik.

2. Larangan Pegawai Negeri Sipil a. Melakukan perbuatan yang menurunkan citra/kehormatan/martabat negara, pemerintah, dan PNS, serta menyalahgunakan wewenang; b. Menjadi anggota atau pengurus Parpol; c. Melakukan pungutan tidak sah, menerima hadiah yang berkaitan dengan jabatan/pekerjaan PNS yang bersangkutan, dan melakukan kegiatan untuk keuntungan pribadi/golongan yang merugikan negara; d. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan dan melakukan balas dendam; e. Mempersulit masyarakat yang dilayani, menghalangi kelancaran tugas kedinasan, dan membocorkan rahasia negara; f. Tanpa izin resmi menjadi pegawai/bekerja pada negara asing; g. Memiliki saham, melakukan usaha dagang, men jadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta golongan IV/a ke atas atau eselon I, dan golongn III/d ke bawah harus mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang. E. Kode Etik dan Sanksi Aparatur Negara Berdasarkan keputusan Munas Kelima Korp ri Nomor Kep-06/Munas/1999 tanggal 6 Februari 1999, tentang “Panca Prasetia Korpri”, yaitu:

43

a. Setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang -Undang Dasar 1945; b. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara, serta memegang teguh rahasia jabatan dan rahasia negara; c. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan; d. Bertekad memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesetiaan korps pegawai RI; e. Berjuang menegakkan kejujuran dan keadilan, serta kese jahteraan dan profesionalisme. Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari -hari, setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, penyelenggaraan Pemerintahan, berorganisasi, bermasyarakat, serta terhadap dir i sendiri dan sesama Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. 1. Etika dalam bernegara meliputi: a. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan U ndang-Undang Dasar 1945; b. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara; c. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia d. Mentaati semua peraturan perundang -undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas; e. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa; f. Tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program pemerintah; g. Menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya negara secara efisien dan efektif; h. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar. 2. Etika dalam berorganisasi adalah: a. Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku; b. Menjaga informasi yang bersitat rahasia; c. Melaksanakan setiap kebijakan yang dit etapkan oleh pejabat yang berwenang; d. Membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi;

44

e. Menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja/satker lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan; f. Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas; g. Patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja; h. Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi; i. Berorientasi pada upaya peningkatan kualias kerja. 3.

Etika dalam bermasyarakat meliputi: a. Mewujudkan pola hidup sederhana; b. Memberikan pelayanan dengan hormat dan santun tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan; c. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif; d. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat; e. Berorientasi

kepada

peningkatan

kesejahteraan

masyarakat

dalam

melaksanakan tugas. 4. Etika terhadap diri sendiri meliputi: a. Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar. b. Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan; c. Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan; d. Berinisiatif

untuk

meningkatkan

kualitas

pengetahuan,

kemampuan,

keterampilan, dan sikap; e. Memiliki daya juang yang tinggi; f. Memelihara kesehatan jasmani dan ruhani; g. Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga; h. Berpenampilan sederhana, rapi, dan sopan. 5. Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil: a. Saling menghormati sesama pegawai yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan; b. Memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil; c. Saling menghormati antara teman sejawat, baik secara vertikal maupun horizontal dalam suatu unit kerja/satker, instansi, maupun antarinstansi; d. Menghargai perbedaan pendapat; e. Menjunjung tinggi harkat dan martabat PNS;

45

f. Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil; g. Berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak -haknya. Terhadap PNS yang melakukan pelanggaran apalagi sudah menjurus pada perilaku pidana kejahatan, akan dikenai sanksi dari mulai yang paling ringan sampai terberat (pemberhentian). Tingkat dan jenis hukuman disiplin adalah: 1. Hukuman disiplin ringan a. Teguran lisan b. Teguran tertulis c. Pernyataan tidak puas secara tertulis 2.

Hukuman displin sedang a. Penundaan kenaikan gaji berkala (KGB) untuk paling lama 1 (satu) tahun b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.

3.

Hukuman disiplin berat a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun. b. Pembebasan dari jabatan. c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

46

Daftar Pustaka Undang-undang Abu al-Baqa' Ayyub ibn Musa al-Husain, Al-Kulliyah; Mu’jam fi al-Mushthalah wa al- Furuq al-Lughawiyah, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992 Ashfahani, al-Raghib, Mu'jam Mufradât Alfâz al-Qur`an Beirut: Dar al-Fikr, 1972 Gary Yulk, Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta: Indeks, 2007 Ghazaliy, Abu Hamid Muhammad, Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, Beirut: Dar al-Fikr, 1980. Gibson, Ivancevich dan Donnelly, Organisasi; Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta: Erlangga, 1982 Harold Koontz O Donnel dan Heinz We ihrich, Management, McGraw Hill Kogaguska, 1980 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dan Peralihan Paradigma , Selangor: Hizbi, 1995 James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli Dictionary of Psychology, Jakarta: Rajawali, 1999 Keith Davis dan John W. Newstrom, Perilaku dalam Organisasi, terj. Agus Dharma, Jakarta: Erlangga, 1996 Maraghiy, Ahmad Mushthafa, Tafsîr al-Marâghiy, Beirut: Dar al-Fikr, 1970 Maslow Abraham H., Motivation and Personality, New York: Harper and Row Pub., 1970 Mujib, Abdul, Fitrah dan Kepribadian Islam, Sebuah pendekatan Psikologis, Jakarta: Darul Falah, 1999 -----, Kepribadian dalam Kepribadian Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2006 Mushtafa al-Maraghiy, Tafsîr al-Marâghiy, Libanon: Dar al-Ahya', t.t. Philip R. Newman and Barbara M. Newman, Psychology Homewood, Illinois: The Dorsey Press, 1983 Richard M. Hodgetts dan Donald F. Kurako, Management, Sandiego: Harcourt Brace Pub., 1988 Robbins, SP, 1996. Perilaku Organisasi : Konsep Kontroversi, Aplikasi . Ed Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta

47

LAMPIRAN EVALUASI KEGIATAN

A. Bahan diskusi dan Tinjauan 8. Pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Tuhan da lam keadaan fitrah suci, bersih dan tidak senang berbuat menyimpang (termasuk korupsi, kolusi dan nepotisme), tetapi dalam perjalanan hi dupnya terdapat faktor eksternal yang buruk mempengaruhinya, sehingga secara tidak sadar kondisi itu membentuk dan mengubah perilakunya secara perlahan. Berilah penjelasan seberapa kuat faktor eksternal mempengaruhi individu sehin gga mengubah fitrah aslinya! Dan bagaimana keaslian fitrah individu itu tetap terjaga, sekalipun banyak godaan eksternal yang menimpanya? 9. Kompetensi manusia dalam melaksanakan tugas tidak melibatkan perkalian antara emampuan (abality), kemauan (motivation) dan kesempatan (opportunity). Ketiganya menyatu dalam diri manusia untuk membentuk kekuatan perilaku. Berilah contoh perilaku yang baik dan yang buruk terkait penggunaan ketiga kompetensi tersebut! 10. Fungsi kehidupan manusia meliputi kehambaan dan kekhalifa han. Sebagai hamba ia berkewajiban menjalankan ibadah secara baik dan benar, sedang sebagai khalifah ia harus melaksanakan amanah, taat hukum dan memegang janji. Dalam konteks pengawasan dengan pendekatan agama, jelaskan kedua fungsi itu berkontribusi terhadap kinerja pegawai, baik terhadap pencegahan penyelewengan maupun pelaksanaan perintah! 11. Anda telah mengetahui kewajiban dan larangan PNS. Berilah urutan menurut pendapat anda berdasarkan tingkat kesulitan menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan! 12. Kenapa pada Pegawai Negeri Sipil perlu diberikan kode etik dan sanksi dalam bekarja?

B. Asesmen Diri (Self Assesment) TIPE KECERDASAN DAN POLA KERJA Tuhan telah memberikan segala potensi pada hamba -Nya, termasuk pada kita semua. Salah satu potensi itu adalah ke cerdasan. Potensi kecerdasan itu perlu diaktualkan dalam bentuk perilaku kerja yang nyata, sebab jika tidak berarti kita termasuk orang yang tidak pandai bersyukur dalam menerima dan memanfaatkan anugrah. Tentunya dalam pengembangan potensi itu diperlukan kerja keras, motivasi tinggi, dan belajar

48

terus-menerus, sehingga potensi itu menjelma dalam bentuk kemampuan yang bermanfaat. Asesmen diri berikut ini ingin mengetahui termasuk kelompok orang yang memiliki tipe kecerdasan apa (analitik, kreatif atau prakt is) dan pola kerja apa yang cocok untuk diri anda. Tentunya kesesuaian antara tipe kecerdasan dengan pola kerja yang dilakukan akan memudahkan anda dalam bekerja. Berikut ini diberikan pernyataan pernyataan yang anda alami. Lingkarilah pada angka 1,2,3,4 a tau 5 sesuai dengan yang bapak/Ibu alami. Angka 1 adalah untuk nilai yang paling rendah dan angka 5 adalah untuk nilai yang paling tinggi. Tidak ada jawaban yang salah, jawaban yang paling tepat adalah jawaban yang paling sesuai dengan kondisi yang anda alami. Selamat mengerjakan. Kecerdasan Analitik: NO Pernyataan 1 Memiliki ingatan yang baik dan mudah menangkap tugas/pekerjaan 2 Berpikir logis sehingga mampu memahami sebab akibat 3 Gemar bertanya dan diskusi tentan g suatu pekerjaan 4 Daya konsentrasi baik sehingga perhatian tidak mudah teralihkan 5 Menguasai semua tugas dan tanggungjawab kerja 6 Senang belajar untuk meningkatkan pengetahuan yang mendukung tata kerja 7 Mampu mengemukakan pendapat yang jelas tentang perbaikan pekerjaan 8 Mengamati masalah pekerjaan dengan cermat 9 Menemukan kekeliruan dan kesalahan dengan cepat 10 Mampu membaca situasi dan kondisi kerja secara cepat Nilai Total

Kecerdasan Kreatif 1 Rasa ingin tahu yang besar 2 Sering mengajukan pertanyaan 3 Banyak gagasan dan usul Bebas menyatakan pendapat 4 Menonjol dalam salah satu bidang seni 5 Sense of humor yang tinggi 6 Daya imajinasi kuat 7 Memiliki cara tersendiri dalam melakukan pekerjaan 8 Mandiri dalam bekerja dan Teguh dalam pendirian 9 Senang mencoba hal-hal baru 10 Mampu mengembangkan ide -ide baru Nilai Total Kecerdasan Praktis 1 Tekun dalam menyelesaikan pekerjaan 2 Ulet dalam menghadapi kesulitan/tidak mudah putus asa 3 Tidak perlu disuruh dalam bekerja 4 Berusaha berprestasi sebaik mungkin

Pilihan Jawaban 1 2 3 4 5 1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

1

2

3

4

5

1 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4

5 5 5

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

49

5 6 7 8 9 10

Berpikir seperti orang bijak Senang melakukan pekerjaan yang menantang Senang melakukan pekerjaan yang beragam Berpikir jangka panjang dalam bekerja Berkeinginan mendalami pengalaman yang diterima Rajin dan bersemangat dalam meningkatkan kinerja Nilai Total Rakap nilai kecerdasan Kecerdasan Analitik Kreatif Praktis

1 1 1 1 1 1

2 2 2 2 2 2

3 3 3 3 3 3

4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5 5

Skor

Keterangan: Skor maksimal kecenderungan masing -masing kecedasan : 50 Skor 1 - 16 = kurang Skor 17 - 34 = sedang Skor 35 - 50 = tinggi Kecerdasan analitik = pemikir dan konseptor Kecerdasan kreatif = inovatif dan elaboratif Kecerdasan praktis = teknis, operasional dan administratif Contoh : Skor Analitik = 40, nilai kreatif = 20, nilai praktis = 25 Jadi anda termasuk orang yang cenderung memiliki kecerdasan analitik yang cocok sebagai aparatur yang bertugas sebagai pemikir dan konseptor dan inovator.

50

LAMPIRAN DALIL-DALIL DALAM AGAMA ISLAM (DASAR AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADIS NABI)

A. Fitrah Manusia 1. Hekat fitrah manusiua  Setiap manusia memiliki fitrah yang berarti citra asli yang ditetapkan oleh Allah SWT sejak awal kelahirannya

ِ‫ﻚﻟ‬ َ ‫ﷲ ﱠ ِ َِذ‬ ْ َ ‫ﺗَﺒ ﯾْ ِﺪﻞَ ِﺨﻟﻠ‬ ‫ﻖ‬



َ‫ﻋﻠَﯿْﮭَﻻﺎ‬ َ‫س‬ َ ‫ﻄ َﺮﻟﻨاﱠﺎ‬ َ ‫ﷲﱠا ِﻟﱠﺘ ﻓِﻲ‬ َ ‫ﻦﱢﯾ ِﺣ َِﻨﯿﻔ ﺎﻓًﺮ ِْﻄَة‬ ‫ﻓ ﺄ َﻗِﻢو َ ْﺟﮭَﻚَﻟِﻠﺪ‬ ‫سﻻ َِ ﯾ ﻠ َ ْﻌَﻤ َنُﻮ‬ ‫ﻟاﻦﯾﺪﱢ ُﻟاْﻘ ﱢﯿﻢ َو َُ ِﻜﻟ َﻦﱠأَﻛﺜَ ْﺮ َ ﻨﱠاﻟﺎ‬

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetap lah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Al -Rum:30) Fitrah manusia secara potensial bisa baik bisa buruk, ya ng aktualisasinya sangat tergantung pada pilihan manusia setelah menggunakan segala potensi yang dimiliki Firman Allah SWT

‫ﺼرَﺎ‬ ْ ‫نﻤﺷَ َﯿْﺌًﺎ وﺟ َﻞََﻌ َﻜ َﻟُﻢ ﻟ ْاﺴﱠ ﻤْوﻊ َ ﺑﻷَا‬ ُ ‫ﻦ ْﻮﻄُنِ أﮭ ُ ﱠﻣ ِﺗَﺎ ْﻜﻢُ َﻻﺗْﻠَﻌَﻮ‬ ‫ﷲﱠ َُﺧ َأْﺮ ﻜ ََﺟُﻢ ِﻣْﺑ‬ ‫و‬

‫ﺸُﺮ َنُو‬ َْ ‫وَا ْﻓﺌﻷة ِ َﺪ َﻌﻟَ ﻜُﻠﱠ ْﺗﻢﻜ‬



Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur. (Q.S. al -Nahl:78) Aktualisasi fitrah yang baik menjadi baik dan yang buruk akan menjadi buruk, namun keberuntungan bagi yang mengaktualisasikan fitrah yang baik Firman Allah SWT:

‫بَﺎ‬ َ ‫وَﺪ ْ َﻗﺧ‬



- ‫ﻦَﻛ ﱠھﺎَﺎ‬ ‫ﺢﻣ َ ْز‬ َ ‫ﻗ أَﺪ ْﻠَْﻓ‬

- ‫ﻓَ ْﻟﺄ َﮭﻤَﮭَﺎﺠُﻓ ُرَﻮھﺎوَ ﻘ َﺗْﻮ َھاَﺎ‬

‫ىَﻔُﻨَﺂ َء‬ ‫ﺖ ْﻋِﺒد ِﺎ َﺧ‬ ‫ﻧإ ِﱢﻰَﺧﻠَ ُﻘ‬

Sesungguhnya Aku (Allah) menciptakan hamba -hamba-Ku dalam keadaan hanif (kontinue dan selamat). Maka syetanlah yang menarik pada keburukan. (HR. Ahmad ibn Hambal dari ‘Iyadh ibn Humair) Kejahatan dan keburukan manusia diseb abkan karena faktor lingkungan, terutama lingkungan terdekat seperti orang tua, teman, dan tetangga

َ ‫ﺴﱢﺎﻧﮫ ِوْا‬ ‫ﺠ‬ َ ‫َﻤ‬



ٍ َ‫ﺲ و‬ ْ ‫و ﻔَ َﻧ‬ ‫ﺳ ﱠھﺎَﺎ‬ َ ْ‫ﻦ‬ ‫َﻣ د‬

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya berunt unglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Al-Syams:7-10) Fitrah baik merupakan fitrah primer, sedang fitrah buruk merupakan fitrah skunder, termasuk akibat godaan syetan

‫نِﺎ‬ ُ‫ﻄ‬ َ‫ﺸ‬ ‫ﺟﻓﺎ َْﺘَﺎﻟَ ُﮭﺘْﻢا ْ ﯿ ﱠﻟ‬



- ‫ﻣﺳ َﺎَﻮ ﱠھاَﺎ‬

‫ﻄﻔِةْ َﺮ َِﺄﻓَﻮَﺑ َها ُﯾَﻮ ﱢﮭ ﻧاد َِﮫأَوﯾ ْﺼُ َﻨﱢﺮاﻧ َ أِﮫ َِو ُْﯾ‬ ْ ‫ﻣﻣَﺎِﻦﻣ ْ ﻟ َ ُْﻮدإ ٍِﻻ ﱠُﯾﺪﻮ َﻟﻋَ ُﻰﻠ َاﻟ‬

‫ﺸﺮﱢ َﻛﺎَﻧِﮫ‬ ُ ‫ﯾ‬

Seseorang tidak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, dan Majusi, dalam riwayat lain musyrik. (H.R. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Fitrah manusia memerlukan pentunjuk wahyu, agar tidak mengalami anom ali dari citra aslinya

51

Sabda Nabi SAW:

‫ﻟاوَي ِﱠﺬﻗﺪﱠ َر َﻓﺪﮭ ََى‬

-‫ى‬ ‫ﺴ ﱠ‬ َ ‫ﻖ َﻮ‬ ‫ا ِﺬﻟ ﱠيَﻠﺧَ ﻓ‬

(Allah) yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan -Nya), dan yang menentukan kadar dan diberi petunjuk. (QS. al -A’la:2-3) 2. Jenis-jenis fitrah manusia:  Semua manusia memiliki fitrah bertuhan, sekalipu n fitrah itu belum mengaktual secara nyata Firman Allah SWT

ْ‫ﺖﺴ‬ ُ َ ‫ﺴِ ُﮭﻢْ ِ َﻟأ‬ ‫ﺷْﮭﺪَ َھ ُْﻢﻋ َ أَﻠَﻰﻧﻔ‬ َ َ‫ظ ُھﻮِر ِ ْﻢذُ ﯾر ﱢَﮭﱠﺘُ ﻢْوأ‬ ‫ﻦﮭ‬ ْ ِ َ‫ﻚﻦْﻣ ِﺑﻲ َآدِﻨ َ ﻣم‬ َ ‫وإِذ َ َأْﺧَﺬرَﺑ ﱡ‬



‫ﺷَْﻧﺪَﺎ‬ ‫ﺑِﺮَﺑ ﱢﻢﻜُﻗ َْ ﺎﻟُﻮ َﺑا ﻠﻰَ ِﮭ‬

Dan (ingatlah), ketika Tuhan -mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman); Bukankah Aku ini Tuhan -mu? Mereka menjawab; Tentu (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Q.S. al -A’raf:172) Semua manusia memiliki fitrah ber ibadah, karena ibadah menjadi realisasi diri yang terdekat dari fitrah asli yang suci dan bersih

‫ﻲﻻَ ْأﻋ َ ﺒُﺪُاﻟ ﱠيِﺬ َﻄﻓ َﺮَﻧِﻲ‬ ِ ‫و ﺎَﻣﻟ‬ 

Mengapa aku tidak menyembah (Allah) yang telah mencipta kanku. (QS. Yasin:22) Semua manusia memiliki fitrah bersosial dengan membangun interaksi dan komunikasi satu dengan yang lain Firman Allah SWT:

‫ﷲو ﱠ ِﺒ ََﺣْﻞ ٍﻣِ َﻦاﻟﻨ سِﱠﺎ‬ ِ ‫ﺑ ﺒ َِﺤ ْ ٍﻞﻦَﻣ‬



‫ﻦﻣَﺎ ﺛُﻘِﻔُﻮاِﻻإﱠ‬ ْ َ‫ِﮭﻢُﺬﻟاﱢﻟﱠﺔأ َُ ﯾ‬

َ‫ﺿُﺮﺖ َِﺑﻋ َْ ْﻠﯿ‬

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (QS. Ali Imran:112) Semua manusia memiliki fitrah bersusila dengan menggunakan akhlak mulia, karena misi kerasulan Nabi Muhammad adalah memperbaiki susila Sabda Nabi SAW:

َ‫ْﻼق‬ ِ ◌ ‫ﺧ‬ َ ‫ﻦﺴْﻷ َا‬ َ َُ ‫ﺖ ﺗ ُﻷَﻤﱢﻢﺣ‬ ُ 

ْ ‫ُﺑ ِﻌﺜ‬

Aku diutus untuk memperbaiki kemuliaan kepribadian. (HR. Malik bin Anas dari Anas bin Malik) Semua manusia memiliki fitrah berekonomi untuk mempertahankan hidupnya, seperti mencari rizqi sebagai sarana mengabdi kepada Allah SWT. Firman Allah SWT

‫بﻏ َ ﱞ ﻔ ٌرُﻮ‬ َ ‫ُﻛ ﻠُﻮاﻣﻦْ ِرِْزقِﺑ ُﻜرَﻢﱢ َوْﺷْاﻜُﺮوا ُ ﻟَُﮫﻠﺑَﺪ َْة ٌ ﯿﱢط َ ٌﺔﺒ َر َو‬



Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. (QS Saba’:15) Semua manusia memiliki fitrah seni, untuk perhiasan dan keindah an hidup Sabda Nabi SAW:

‫ﺐﺤ ِ ﺠا ْﻟَﻤ لََﺎ‬ ‫نإِ ﷲ ﱠَ ﺟَﻤ ﻞٌِﯿ ُﯾ ﱡ‬ ‫ﱠ‬



Sesungguhnya Allah itu Indah maka Dia senang dengan keindahan. (HR. Muslim dari Ibn Mas’ud) Semua manusia memiliki fitrah sifat -sifat Allah yang tertuang di dalam Asmaul Husna. Manusia yang memiliki citra ketuhanan adalah mereka yang

52

mentransformasikan dan menginternalisasikan sifat-sifat Tuhan pada dirinya sebatas kemampuannya Sabda Nabi SAW (aw kama qala)

‫ﻄ ﱠَﺎﻗ اﺔِ ﺒَﻟ ْﺸَِﺮ ِﯾﺔﱠ‬

‫ﷲ ِّ ﺑِ ﺪَﻘ َرِاﻟ‬ َ‫قﻼ‬ ْ‫ﺧ‬ َ ِ ‫ﺗَﺨ ﻘَ ﱠﻠُﻮ ﺑ ا ْﺄ‬

Berakhlaklah kamu seperti akhlak Allah, sebatas pada kemampuan kemausiaan.

‫ﺼھَﺎﺧَ َد اﻞ َْﺠﻟَﱠﺔ َﻨ‬ َ ْ ‫ﯿﻦ َ ًﻤﺳْﺎِﻣﺎﺋ ﺔً َ ﱠﻻإ ِو َِﺣاﺪًا ْﻦﻣ ََﺣأ ﺎ‬ ‫ﻌ ِا‬

‫ﺴ‬ ْ ‫ﺴﻌْﺔ ً وَِﺗ‬ َ ِ‫ﱠ ِ ﺗ‬

‫ن‬ ‫إِ ﱠ‬

Allah itu memiliki 99 nama yang baik. Barang siapa yang menghafalnya maka ia masuk syurga. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). B. Kompetensi Manusia  Manusia diciptakan oleh Allah sebaik -baik bentuk diantara mahluk -mahluk yang lain Firman Allah SWT

‫ﺴ ﻘ َﺗْﻮﻢٍ ِﯾ‬ ِ َ‫ﺣأْﻦ‬ َ ‫ﺴﺎ َ ﻓِ َﻲ‬ ‫َﻘﻟ َﺪْ ﻠﺧَ َﻘْﻨﺎ َا ْﻧﻹ ِن‬

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dal am bentuk yang sebaikbaiknya. (QS. al-Tin: 4).

‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ ﺻ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﺣ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺻ‬‫ﻭ‬ 

Dia membentuk rupamu dan dibaguskan -Nya rupamu itu. (QS. al-Taghabun:3). Kesempurnaan manusia tidak semata-mata pisik, tetapi pendayagunaan potensinya untuk mengamban amana h sebagai khalifah Firman Allah SWT

ٌَ ‫ﻦﻻ‬ ُ‫ﻋ‬ َ ْ‫ْﻘﯾَﻔَنﮭﻮُ ﺑِ َﮭوَﺎَ ُﮭﻟَﻢأ ْ ﯿ‬ ٌَ ‫بﻻ‬ ‫ﺲِﻟﮭُ َﻢ ْ ُﻠﻗ ُﻮ‬ ْ‫ﻦ ﱢﻹَِاﻧ‬ ‫ﺠاﻟِو‬ ْ ِ ‫ﯿﺮ ﻦَﻣ‬ ‫ﻟ َوﺪ ََﻘ ْذأَ َْر ﻧﺎ َ َﺠﻟِﮭَ ﻢَﻨ ﱠﻛ َ ِاًﺜ‬ ُ ‫ﻚ ﻢُھ‬ َِ ‫ﺿأ َ ﻞﱡ ﻟوأَُﺌ‬ َ ُ ْ‫ﺎﻷﻌَ ﺎِمﻞْﺑ َھﻢ‬ ْ‫ن َُ ِﺑﮭ أَﺎُو ﺌِﻟ َﻚَﻛَ ﻧ‬ ‫ﺴﻤ ََﻌﻮ‬ ْ‫ﯾ‬ ٌَ ‫نﻻ‬ ‫ﺼﯾُﺒِنﺮوُ ﺑِ َﮭَ َﺎوﻟﻢ ُ َْﮭء َذَاا‬ ْ

‫اﻟَْﻐﺎﻓ ِﻠ َنُﻮ‬



Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda -tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat -ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf:179) Dalam diri manusia terdapat hati (qalbu) yang menjadi pusat kepribadiannya. Jika ia baik seluruh diri baik, jika ia buruk maka seluruhnya buruk. Sabda Nabi SAW:

َ‫ﺠ ﺪﻛ ُﻠﮫُ ﱡﻻأ‬ َ‫ﺴ‬ َ ْ‫تﺴﻓَﺪَﻟا‬ َْ ‫ﺴ‬ َ ‫ﺴﺪُ َ ﱡﻛﻠ ُوﮫ َُإِذاﻓَ ﺪ‬ َ ‫ﺠاﻟ‬ ْ ‫ﺢ‬ َ‫ﺻ‬ َ ‫ﺖﺤْ ﻠ‬ َ َ‫ﺻَﻠ‬ ‫ﻀﺔ ْ َﻐ ًا َإِذ‬ ُ ِ ‫ﺠ ﺪﻣ‬ َ َ‫ﻲﻟاْﺴ‬ ِ ‫ِإﻓنﱠ‬

ْ ‫ﺐﻠ‬ ُ ‫ھَ ِو َﻲﻘْ َاﻟ‬

Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rus ak maka semua tubuh menjadi rusak pula. Ingatlah bahwa ia adalah kalbu. (H.R. al -Bukhari dari Nu’man ibn Basyir)

‫ﺴَﻌ ُنَﻮﮭ ِﺑَﺎ‬ َ ْ ‫ب ٌَﻌﻘِﻠ ُْﻮ ﺑنَِﮭ َأﺎ َْوذءا َ ٌَنا ﯾﻤ‬ ‫ض َْر ِﻓﺘَ َنﻜﻮُ َﻟَُﻢﮭْ ﻠﻗُُﻮ ﯾ‬ ‫ﻲﻓاﻷ‬ ِ‫ﺴﯿ ُِوا‬ ‫أ ﻠَﻓَﻢ َْﯾﺮ‬ ‫ﺼﻟا ﱡﺪ رُِو‬ ‫ﻲ ﻲ ِﻓ‬ ِ ‫ِﻜﻟ َﻦْﺗﻌْ َﻤ َاﻰ ﻟْﻘُبﻠُﻮ ُاﻟﱠﺘ‬

ُ َ‫ﺼﺑ ْﺎر و‬ َ َ‫ﺗﻤَ ْﻌ اَﻰﻷ‬

َ‫ِﻓﺈَﻧﱠﮭَﻻﺎ‬

maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan

53



itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah m ata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al -Hajj:46) Dalam diri manusia juga ada hawa nafsu yang selalu mengajak keburukan Firman Allah SWT

‫ﺣ ﻢَِرَﺑﱢﻲ‬ َ ‫ﻮء ِإِﻣﻻ ﱠر َﺎ‬

‫ﺴﻟ‬ ‫ﺲﻷَ ﱠﺎﻣرَة ٌﺑِ ﱡﺎ‬ ْ ‫إ ﱠِنا ﻔﻟ ﱠﻨ‬

Sesungguhnya nafsu itu selalu menyerukan kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (Q S. Yusuf:53) Firman Allah SWT:

‫ﺠا ْﻟَﻨﱠﺔھ َْﻤِﻲاﻟَ وَﺄ ْى‬



‫ن‬ ‫ ﻓ َ ﺈِ ﱠ‬-‫ﻋ ﻟاﻮَْﮭ َى‬ ْ َ‫ﺲﻦ‬ ْ ‫ﻰﻔﱠﻟﻨ‬ َ ‫ﺧﺎَ َﻣَﻘَﺎمر َﮫﱢ َِﺑ ﻧ َوَﮭ ا‬ ‫ﻣﺎﻦْ َف‬

‫وَأ َ ﻣﱠ‬

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya. (QS. al-Nazi’at:40-41) Dinamika kehidupan manusia sangat tergantung pada pada penggunaan struktur hati dan hawa nafsu. Jika dimenangkan hati maka kepribadiannya menjadi baik yang senang berlomba dalam kebaikan. Jika didimenangkan hawa nafsu kepribadiannya menjadi buruk yang menzalimi dirinya sendiri Firman Allah SWT:

ُ ‫ﻚﻮَھ‬ َِ ‫ﷲ ِذ ﱠَِﻟ‬ ‫ﺼ َوٌﻣِ ُﻨﮭْﻢْﺳَﺎﺑﻖٌﺑِِﺎ ﺨَﻟﯿْ اتﺮَ ِﺑِذ ِ ْﺈن‬ ِ َ‫ﺴﻔْ ِﮫوَﻣﻨْ ِﮭُﻢْﻣ ْﺘﻘ ُﺪ‬ َ ‫ﻓﻨِ َْﻤ ْﮭﻢُﺎ َظﻟِ ﻟﻢ ٌِﻨ‬



‫ﻀْ ُﻞ ْ اﻜﻟَْﺒ ُﺮِﯿ‬ ‫اﻟ َﻔ‬

Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara me reka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (QS. Fathir:32) Setiap individu memiliki kemampuan yang khas satu dengan yang lain Firman Alllah SWT:

ُ ‫ﻋﻮَﻠﻰ َﻣ َﺎﻜَﺘ َﻧ ﻢِْﻜ‬ ‫ﻋ ﻠُْﻤ َا‬ 

‫ِا‬

Berbuatlah menurut kemampuanmu . (QS. Hud:93) Tiap-tiap individu memiliki kelebihan, baik dalam aspek rizqi, kemampuan, pengetahuan dan sebagainya Firman Alah SWT:

ْ‫ﺾ ٍﻲﻓ ِﺮ ﱢﻟا ِزق‬ ْ ‫ﻰﻠَ ﺑَﻌ‬ َ ‫ﻀ ْ ﻢْﻜ ُﻋ‬ ‫ﻀﱠﻞ َﺑ َﻌ‬ َ ‫ﷲ َو ﱠُﻓ‬ Dan Allah melebihkan sebahagian kamu da ri sebahagian yang lain dalam hal rezki (QS. Al-Nahl:71)

َ‫ﻦﻣ‬ ْ ِ َ‫ﺴو‬ ِ ْ ‫ﺷﻜ َﺮﻓَﺈﱠِﻧَﺎﻤﺸَ ْﯾ ُﺮﻜ ُ ﻨ ِﻟَﻔﮫ‬ َ َ‫ﻲِﯿ ﻠَْﺒَﻧﻮ ُءِﻲَأﺷ َْﻜُﺮَُمأْﻛ َأْﻔُﺮ َُوﻦْﻣ‬ ‫ﻀ ْﺑ َرﻟ ﱢ‬ ِ‫َھﺬ ا َﻣ ِْﻦﻓَ ﻞ‬



‫َﻛ ﻔَﺮَ ﻓَﺈِنﱠ ﺑﱢر َﻲﻨ َﻏ ﻛِﻲ ﱞَﺮ ﻢٌِﯾ‬

Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni`mat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tu hanku Maha Kaya lagi Maha Mulia . (QS. AlNaml:40) Yang membedakan kemampuan satu orang dengan orang yang lain adalah ilmu pengetahuan. Firman Allah SWT:

‫بﺎ‬ َِ ‫وﻟ اﻟﻷَْﺒ‬ ُ‫ﻌ َ ْﯾﻤَ ُﻠ َﻮن ﱠإﻤِﻧَ ﺎَﺘﯾَ ﺬَﻛﱠﺮُ أُﻮ‬

َ ‫ﻦﻻ‬ ‫ي ِ اﻟ ﯾ ِﱠﺬﻦَﻌﯾَْﻠﻤُ َﻮون ََا ِﺬﻟ ﱠﯾ‬ ‫ُﻗﻞْﻞھَ َ ْﯾْﺘﺴَﻮ‬

Katakanlah: Adakah sama orang -orang yang mengetahui dengan orang -orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Al-Zumar:9)

54



Dengan berbekal segala kemampuan yang dimiliki manusia dituntut berkualitas dalam bekerja. Firman Allah SWT:

‫وَﻮ َ ُھ اﻟﺰَ ِْﻌ ُﺰﯾﻟْاﻐ َﻔرُﻮ‬

ً‫ﻼﻤ‬ َ ُ َ‫ﺴﻋ‬ َْ ‫ﺣﻦ‬ َ ْ‫ﺤ َْﯿ َﺎة ِﻟﯿ ﻠ َ ْﺒُﻮﻛ َُﻢ َأ ْ ُﯾﻜ ﱡ أﻢ‬ ‫ت َوَ َاﻟ‬ ‫ﻖَ َﻤا ْﻟ ْﻮ‬ ‫يﺬِﻠﺧ‬ ‫ﻟا ﱠ‬

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. AlMulk:2) C. Fungsi kehidupan manusia  Satu-satunya mahluk yang mau memikul amanah dari Allah SWT adalah manusia. Jika ia mampu mengembannya maka mulialah diri, jika tidak maka ia tergolong bodoh dan zalim Firman Allah SWT:

ْ ‫ﺷ َﻦﻘ‬ َ ْ‫ﻤِﻠَ ﺎﮭََأوَﻔ‬ ْ ‫ﻦﯿَن َأ ْﯾَﺤْﻨ‬ ْ ‫ﺠلﺎﺒ َ ِﻓﺑَ ََﺄ‬ ْ ‫ضَِا ِﻟ‬ ‫ﺴﱠ َوﺎتِاوﻷرَاْو‬ ‫ﻰ َاﻟﻤ‬ ‫ﺿ ْﺎﻷاَﻣ ﻧَ َﺎﺔَﻋَﻠ‬ َ‫ﻋ ﻨ‬ َ َ‫إِﻧﱠﺎﺮ‬



َ‫نأ‬ ْ ‫قٍز ْﻣ َوَﺎ أ ُ رﺪُِﯾ‬



ًُ ‫ﻣِﻨ ْوﮭَﺎَﺣَﻤﻠَ ﺎ َﮭاﻹﺴ ِْﻧَﺎنُإﻧﱠ ِﮫ ُنﻛﺎ َظَﻣﻮﻠ ُﺟًﺎَﮭﻮﻻ‬

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir dan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. al -Ahzab: 72). Amanah Allah yang diberikan kepada manusia di antar anya adalah mengabdi (beribadah) kepada-Nya, baik beribadah dalam arti sempit seperti shalat, puasa, zakat, dan haji juga ibadah dalam arti luas seperti kekerja dengan niatan lillahi ta’ala Firman Allah SWT:

ِ‫ﻦﻣِ ر‬ ْ ‫ﺎ َﻣ ُأر ُِﺪﯾﻨ ِﻣْﮭ ُْﻢ‬

- ‫ﺲَ ﱠإﻻ ِﯿﻟِﺒَْﻌ ُﺪُوﻧِﻲ‬ ‫ﻦﺠﱠو َِاﻹﻧ‬ ِ ‫ﺧَ ْﻘﻠ َﺖُ ﻟْا‬

‫وَ ﻣَ ﺎ‬ ‫ﯾ ﻌ ُ ْﻄِﻤُﻮﻧِﻲ‬

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka da n Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. (Q.S. al -Dzaariyat:5657). Amanah Allah yang berikutnya adalah menjadi khalifah di muka bumi, sehingga tugas manusia adalah memakmurkan bumi dengan segala potensi yang dimiliki Firman Allah SWT

‫ﺾَردتَﺟﺎ َﻟ ِ ٍ ﺒْﯿ َﻠُﻮَُﻛ ﻢْﻓﻣِﻲَﺎ‬ ٍ ْ َ‫قﻌﺑ‬ ْ َ‫ضوَ ﻓر َﺑﻊ َﻀ َْﻌَﻜ ُ ْﻢﻓَﻮ‬ ِ ْ ‫ﻒَراَﻷ‬ ِ‫ﺋ‬

‫ﺣ ﻢٌِﯿ‬ َ ٌ ‫بﺎَإوِ ﻧﱠ ﻟﮫ َُﻐﻮ َُﻔر‬ ِ َ‫ﺳ َﺮِ َﯾﻊا ُﻟِﻘْﻌ‬ ‫ﺗاء َﺎﻛ َُﻢْ ن ِإ ﱠ ﺑﱠر َﻚ‬

َ‫ﻟﱠاﺬيﺟ ِ ﻠ َﻌَﻜ ﻢْ ُﻼﺧ‬

ُ ‫وﻮََھ‬

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa -penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan -Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-An’am:165) D. Kewajiban dan laranggan serta Kode etik dan Sanksi Pegawai  Setiap aparat harus tunduk kepada aturan Allah, Rasulullah dan pemerintah yang sah, selama aturan pemerintah itu tidak bertentangan dengan aturan Allah dan rasul-Nya. Firman Allah SWT:

ُ ‫ﺳ لَُﻮ و َأُوﻟِﻲ ﻷَ اﺮِﻣ ْ ﻨ ِﻣ ﻢْْﻜ‬ ‫ﺮﻟا ﱠ‬

‫طﯿُِﻮا‬ ‫َو أَﻌ‬

َ‫طﯿُِﻮا ﷲ ﱠ‬ ‫أَﻌ‬

‫ﯾ َأﺎ ﯾﮭﱡَﺎ ﻟاﱠﺬ َﻦِﯾ ءَﻣَاﻨُﻮا‬

55



Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. Al -Nisa’:59) Kewajiban bekerja yang baik, dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan, agar mendapatkan balasan yang baik pula, seperti peningkatan gaji, promosi karir, maupun penghargaan dalam bantuk non material Firman Allah SWT

ُ ‫ِﯿَﻨﯿﱠﮫُ ﯿﺣَﺎة ًَطَﯿﺔ َﱢﺒ وًَ ﻟَﻨْﺰﺠِ ﯾﻨَﻢْﱠﮭ‬

ُ ‫ﺤ ًﺎﻣ ِ ْﻦذﻛَ أَﺮ ٍَو أُ ْﺜ ْﻧ ََﻰو َﻮھُﻣﺆْ ُﻣﻦٌ َِﻠﻓَ ْﺤﻨ‬ ‫ﺻ َﻟَِﺎ‬ ‫ﻋِ َﻞ‬ ‫ﻦْﻣ َﻤ‬ ‫ُﻮا َﻤ َﻠ َنُﻮ‬ ْ‫ﺣﺄْﺴَﻦِﻣ َﻛﺎ َﻧﺎﯾﻌ‬ َ ِ‫ﺟ َأْﺮَھ ْﻢ ُﺑ‬

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki -laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. AlNahl:97)

‫ﺴ ًْا‬ ‫ﻦْ ِأَﻣْﺮَِﻧ ُﯾﺎﺮ‬ ُ ‫ﺳوَﻨُﻮَﻘل ﻟَ ُﻣﮫ‬ َ َ‫ﻰ‬ ‫ﺤﺴْ ﻨ‬ ْ ُ‫أ َوَﻣﱠﺎ َﻣﻦ َء ْﻦ َاﻣو َﻋَﻤﺻِﻞ َ ِ َﻟﺎًﺎﺤَﻠﻓَﮫُﺰ َﺟَاءًا ﻟ‬



Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami". (QS. Al-Kahfi:88) Larangan melanggar aturan, selain merugikan dirinya dan institu si di mana ia bekerja juga akan mendapatkan hukuman Firman Allah SWT:

َ‫ﺻ‬ َ‫ﷲ ﺑ ﱠُِﮫ َِأنْ ﻮ ُﯾ ﻞ‬ ‫ن َﻣَ َﺎأﻣَﺮ‬ ‫ﻋﷲﺪ َ ﱠِﻦ ِﻣ ْ ﻌْﺑ َﺪِﻣﯿﺜ َِﮫﺎ ِﻗ َوِﯾَﻄ ﻘَْﻌُﻮ‬ ْ ‫نُﻮَﮭ‬ َ‫ﻀ‬ ُ ‫ﱠاﻟﻦﺬﯾِ َ ﻨْﯾ َﻘ‬ ‫ﺨ َِﺮ َنُو‬ ‫ضأُوﻟ ِﺌﻚَھ ُ َﻢُ ْﻟاﺳﺎ‬ ِْ ‫ر‬

َ ‫ﻲاﻷ‬ ِ ‫ﯾ َوﺴُْﻔ ِﺪ َنُو ﻓ‬

(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang orang yang rugi. (QS. Al-Baqarah:27)

‫ﻦِﯿ‬ ٌ ‫اب ٌُﮭ‬ ‫ﺎ َﮭوَ ُﮫﻟ َﻋ َ َﺬﻣ‬

‫ﺧِﻠﮫُ ْﻧَﺎارًﺎ َﺧﻟِﺪًاﻓِﯿ‬ ْ ‫ﺣ ﱠُﺪود َُهُﺪ ُﯾ‬ ‫ﷲِ َورَﺳﻟُﻮ َُﮫ ﯾوﻌَ ََﺘ ﺪ‬ ‫ﺺﱠ‬ ْ ‫وَ ْﻦﻣ َﻌَﯾ‬

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul -Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. AlNisa’:14)

56

SILABUS MODUL III “BUDAYA KERJA MELALUI PENGAWASAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA”

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM: Setelah menyelesaikan sesi ini, diharapkan peserta dapat memahami budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama ya ng berhubungan dengan pekerjaannya masing-masing.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Diakhir sesi ini peserta dapat: 10. Menjelaskan pengertian budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama. 11. Menguraikan arti penting budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama di lingkungan Departemen Agama. 12. Mendiskusikan nilai dasar, persepsi dan sikap kerja yang terkandung di dalam budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama. 13. Membandingkan penerapan antara budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama dan penerapan budaya kerja melalui pengawasan model lain. 14. Mengidentifikasi kebermaknaan budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama dengan kinerja aparatur di lingkungan Departemen Agama.

MATERI 11. Latar belakang arti penting buda ya kerja melalui PPA 12. Pengertian Budaya Kerja 13. Nilai dasar budaya kerja Departemen Agama melalui PPA 14. Persepsi dalam budaya Kerja Departemen Agama melalui PPA 15. Sikap dalam budaya kerja Departemen Agama melalui PPA 16. Faktor-faktor yang menumbuhkan budaya kerja me lalui PPA di lingkungan Departemen Agama.

57

METODE 7. Presentasi dengan menggunakan power point 8. Curah Pendapat dan tanya jawab 9. Focused group discussion (FGD) dalam kerja kelompok 10. Game dan simulation (indoor)

MEDIA 7. LCD dan Laptop 8. Peralatan game dan simulation

RENCANA PEMBELAJARAN WAKTU : Sesi ini memerlukan waktu 300 Menit SESI III BAGIAN A Topik

: Konsep dasar budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama di lingkungan Departemen Agama

Metoda

: Ceramah dengan presentasi power point

Waktu

: 60 menit

BAGIAN B Topik

: Problem dan solusi dalam pemahaman dan penerapan budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama di lingkungan Departemen Agama

Metoda

: Curah pendapat dan tanya jawab

Waktu

: 60 menit

BAGIAN C Topik

: Pemantapan hasil ceramah dan diskusi budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama di lingkungan Departemen

Metoda

: Agama

Waktu

: Focused group discussion (FGD) dalam kerja kelompok 60 menit

BAGIAN D Topik

: Penerapan (dalam artifisial) budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama di lingkungan Departemen Agama

58

Metoda

: Game dan simulation (indoor)

Waktu

: 120 menit

SIMULASI Pada kegiatan ini peserta akan dibagi menjadi 3 kelompok. Masing -masing kelompok diberi tugas untuk mengidentifi kasi persoalan-persoalan yang muncul dalam budaya kerja melalui PPA serta bagaimana solusinya, baik terkait dengan aparatur maupun institusinya. Hasil diskusi masing -masing kelompok peserta ditulis di papan tulis dan kelompok lain dimintai tanggapannya.

EVALUASI KERJA Evaluasi dilaksanakan secara partisipatif dipandu oleh fasilitator, baik dalam bentuk pembahasan bahan diskusi dan tinjauan serta self assessment.

59

MODUL III BUDAYA KERJA MELALUI PENGAWASAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AG AMA

3. Pendahuluan Bekerja merupakan cara individu untuk mengaktualisasikan dirinya dalam mewujudkan nilai-nilai dan keyakinan yang dianut. Bekerja tanpa nilai dan keyakinan akan berdampak pada disorientasi kerja yang akhirnya dapat melahirkan kehampaan makna. Semua aparatur tentu tidak menghendaki hilangnya kebermaknaan dalam kerjanya. Nilai-nilai yang dijadikan dasar dalam bekerja tidak semata -mata didasarkan atas keinginan pribadi, melainkan juga atas keinginan kolektif yang dapat memayungi semua sikap dan perilaku pegawai. Nilai kolektif yang melembaga di suatu instansi atau satuan organisasi/kerja yang dilaksanakan dan dibudayakan secara terus -menerus itulah yang disebut “budaya kerja”. Beberapa potensi dan kompetensi seperti kecerdasan, keahlian, kreativ itas dan motivasi yang tinggi bagi aparatur negara merupakan komponen yang menentukan kredibilitas sumber daya manusia di suatu instansi atau satuan organisasi/kerja. Namun berbagai potensi dan kompetensi tersebut tidak menjamin baiknya kinerja bila masing-masing pegawai belum memiliki satu budaya kerja yang sama. Maksud budaya kerja yang sama adalah sebuah pola pikir yang membuat mereka memiliki persepsi sama tentang nilai dan keyakinan yang dapat membantu mereka memahami bagaimana seharusnya berperilaku d an bekerja di tempat mereka bekerja. Budaya kerja Departemen Agama dapat digali dari logo Departemen Agama yang bertuliskan “Ikhlas Beramal”. Nilai tersebut perlu direvitalisasi, di mana pemahaman atas kata “beramal” diharapkan dapat membentuk produktivita s kerja yang dilakukan berdasarkan niat ikhlas dalam rangka mengabdikan diri kepada Tuhan untuk kebaikan dan kemajuan bangsa dan negara. Tentu saja pandangan ini akan menggugah kesadaran bersama terhadap kedudukan aparatur negara sebagai pelayan masyarakat. Banyak kalangan dari berbagai lapisan menaruh harapan besar terhadap profesionalisme aparatur Departemen Agama Republik Indonesia. Selain karena nilai dasar yang dikembangkan “Ikhlas Beramal”, Departemen Agama memiliki visi dan misi yang mengarah pada pembinaan dan pembimbingan moral -keagamaan bangsa Indonesia. Citra moral-keagamaan begitu melekat pada Departemen Agama dalam

60

penciptaan bangsa Indonesia yang bermartabat, mulia dan berakhlakul karimah. Harapan besar ini sedapat mungkin dapat dipenuhi oleh pihak-pihak terkait dalam pembentukan dan pelaksanaan budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA). Budaya kerja dapat dikenali wujudnya dari nilai -nilai yang terkandung di dalam sikap dan perilaku seseorang, kelompok, institusi, dan sist em kerja ketika seorang aparatur negara melaksanakan tugas. Budaya kerja yang kuat menuntut perilaku seseorang secara terpola dalam satu sistem kerja, yang memungkinkannya dapat mengerjakan suatu pekerjaan lebih baik dan terpuaskan dan dapat membangkitkan kemampuan beradaptasi dengan keadaan yang berbeda. Mengapa diperlukan budaya kerja melalui PPA? Apakah penerapan budaya kerja yang ada selama ini belum memberikan penciptaan suasana kerja yang diinginkan? Budaya kerja yang selama ini diterapkan secara be rtahap telah memberikan kontribusi yang besar dalam pembinaan dan pengembangan SDM aparatur, tetapi hal itu membutuhkan biaya dan waktu lama. Dengan melibatkan unsur PPA, diharapkan budaya kerja akan lebih efisien dan efektif diterapkan. Aksentuasi penerapan budaya kerja melalui PPA lebih menekankan pada penyadaran diri dan menyentuh hal paling hakiki dan fitri dalam kehidupan aparatur sebagai makhluk yang beragama. Unsur spiritualitas dan religiusitas ditumbuhkan pada masing -masing aparatur dalam penerapan budaya kerja melalui PPA agar dapat menyentuh sisi terdalam

hati

nuraninya,

sehingga

mereka

mau

dan

mampu

mempertanggungjawabkan amanah kerja yang telah diterima. Pertanggungjawaban aparatur melalui PPA tidak saja berhenti pada atasan, institusi, bangsa dan negara, tetapi akan terus berlanjut kepada Tuhan, Pencipta dan Pengawas atas segala yang diperbuat manusia. Lolos dari jerat hukum duniawi atau pemeriksaan KPK sekalipun, bukan termasuk strategi jitu untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum, karen a keadilan yang sesungguhnya ada di sisi Tuhan kelak. Keyakinan akan agama bagi aparatur menuntut adanya sikap dan perilaku yang baik dan patut sesuai ketentuan yang ditetapkan. Dari sisi konten, budaya kerja yang diturunkan dari PPA memiliki nilai yang relatif konstan, universal dan dapat diterapkan kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja. Karakteristik nilai tersebut ada karena PPA bersumber dari agama yang diturunkan dari Yang Maha Mutlak dan Abadi, yakni Tuhan. Salah satu contoh yang menunjukkan universalitas budaya kerja berdasarkan PPA adalah sikap jujur. Sikap

61

jujur yang didasarkan atas budaya kerja manusia pada umumnya bersumber dari kesepakatan bersama yang diketahui melalui penelitian empiris, dimana tingkat kejujuran tidak mutlak seratus pers en. Hasil penelitian itu kemudian menelorkan rekomendasi yang dianjurkan untuk para pegawai: “Jujurlah, tetapi jangan sepenuhnya, karena hal itu sangat membahayakan, bahkan sesekali perlu berbohong untuk menghormati norma masyarakat, sehingga engkau diangg ap bijaksana.” Rekomendasi tersebut perlu dipertanyakan kenapa ketidakjujuran menjadi sebuah kepribadian yang dianjurkan? Kenapa pula orang yang jujur terisolasi, dan dianggap tidak menghormati norma yang berlaku, bahkan kurang bijaksana? Mengapa orang yang jujur tidak diberi peran yang seharusnya baik dan tepat untuknya? Apakah ’sikap bohong’ meski sedikit perlu dibudayakan dalam kerja? Bukankah Tuhan melalui firman-Nya mengajarkan kita untuk bersikap jujur, walaupun pahit rasanya (Perhatikan: QS Al-Baqarah [2]: 177; ’Ali ’Imrân [3]: 17; Al -Mâidah [5]: 119; AlTaubah [9]: 119; Al-Ahzâb [33]:8,23-24,35; Al-Zumar [39]: 33; Muhammad [47]: 21; dan Al-Hujurât [49]: 15)? Bukankah Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan disegani oleh kawan dan lawan karena sikap j ujurnya, sehingga beliau diberi gelar alamîn? Ilustrasi itulah yang menguatkan relevansi dan signifikansi budaya kerja berdasarkan PPA.

4. Tujuan, Sasaran, Fungsi dan Manfaat Budaya Kerja Melalui PPA f. Tujuan Tujuan pengembangan budaya kerja melalui PPA di li ngkungan Departemen Agama dapat diformulasikan sebagai berikut: “Terbentuknya sikap dan perilaku kerja yang mulia dan profesional bagi aparatur Departemen Agama yang didasarkan atas nilai ikhlas-beramal sebagai suatu kebutuhan dalam mengembangkan seluruh kemampuan, kemauan dan kesempatan dalam bekerja untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.”

g. Sasaran 1. Bagi aparatur Departemen Agama: a. Menumbuhkembangkan kesadaran terpadu (cipta, rasa, karsa dan spiritual) dalam memahami, menyikapi dan melaksanakan nilai-nilai budaya kerja melalui PPA.

62

b. Memperbaiki cara berpikir ( mind set), persepsi dan sikap kerja ( perception and attitude of work) dan mengelola perubahan ( change management) dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui pelaksanaan budaya kerja dengan PPA. c. Mengaktualisasikan seluruh potensi aparatur, baik fisik, psikis, sosial dan religius dalam implementasi budaya kerja melalui PPA. d. Membentuk perilaku yang benar, baik, cerdas, dinamis, inovatif, kreatif dan produktif pada aparatur dalam implementasi bud aya kerja melalui PPA. e. Menyediakan sistem kontrol dari dalam diri sendiri yang mampu mengembangkan profesionalisme dan penciptaan lingkungan yang kondusif dalam rangka implementasi budaya kerja melalui PPA. 2. Bagi instansi Departemen Agama a. Meningkatkan citra Departemen Agama sebagai institusi pemerintahan yang bersih, berwibawa dan profesional menuju ke arah lebih baik setelah melaksanakan budaya kerja melalui PPA. b. Membuka jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kepemimpinan partisipatif, suasana kerja yang kondusif dan mengembangkan jiwa gotong royong melalui sentuhan nilai -nilai moral dan agama. c. Mengubah budaya personal menjadi budaya kolektif dengan menumbuhkan kepekaan sosial dalam memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan dan mampu menjadi teladan bagi aparatur lainnya dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai aparatur Departemen Agama. 3. Bagi bangsa dan negara: membangun moral bangsa, mensinergikan program pembangunan nasional, membangun tata pemerintahan yang baik dan memperbaiki sistem manajeme n pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat serta mempercepat proses pemberantasan KKN.

h. Fungsi Budaya kerja sebagai pedoman perilaku ( code of conduct) yang mengatur, memelihara serta mengarahkan kegiatan aparatur agar mencapai produktivitas organisasi, sehingga ia berfungsi sebagai identitas dan citra organisasi, pengikat anggota organisasi, sumber inspirasi dan daya penggerak, kemampuan untuk membentuk nilai tambah, membentuk pola perilaku anggota organisasi, cagar filosofi organisasi, substitusi perintah formal, dan mekanisme adaptasi terhadap perubahan.

63

Secara teoretis, budaya kerja berfungsi sebagai: (1) Fungsi pemahaman (understanding); memahami apa dan bagaimana budaya kerja yang diberlakukan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai ap aratur; (2) Fungsi pengendalian (control); memberi arah yang efektif dan efisien untuk berbagai tingkah laku aparatur dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidupnya; (3) Fungsi prediksi ( prediction); memberi gambaran mengenai kondisi tingkah laku aparatu r di masa mendatang serta memperkirakan hal-hal yang akan terjadi pada periode waktu tertentu; (4) Fungsi pengembangan

(development);

memperluas

dan

memperbarui

kinerja

dan

profesionalisme kerja; dan (5) Fungsi pendidikan ( education); meningkatkan kualitas perilaku aparatur; menunjukkan tingkah laku yang benar dan baik; dan memberi arahan bagaimana mengubah tingkah laku yang salah menjadi benar sehingga membentuk kualitas diri yang sempurna.

i. Manfaat Manfaat pengembangan budaya kerja melalui PPA adalah: 4. Bagi aparatur Departemen Agama: memperoleh kesem patan untuk berperan, berprestasi, merasakan kebanggaan kerja, ikut me miliki dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan pengabdiannya sebagai aparatur Departemen Agama dengan dijiwai semangat ikhla s-beramal. 5. Bagi instansi Departemen Agama: membuka jaringan komunikasi, keter bukaan, kebersamaan, menumbuhkan ke pemimpinan partisipatif dan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan, serta mengembangkan jiwa gotong royong. Pelak sanaan budaya kerja juga dapat membantu pengembangan sistem ketatalaksanaan dan metode kerja praktis yang semakin efisien melalui sentuhan nilai -nilai moral dan agama, dan berpikir positif, memperbarui sikap mental dan peri laku sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat y ang etis-bermoral dan profesional. 6. Bagi bangsa dan negara: mampu menjawab masalah -masalah mendasar bangsa terutama pembanguan moral bangsa, mensinergikan program pem bangunan nasional, membangun tata pemerintahan yang baik dan memperbai ki sistem manajemen pemerintahan, pembangunan dan pela yanan masyarakat serta mempercepat proses pemberantasan KKN.

5. Budaya Kerja Melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama

64

j. Pengertian Budaya Kerja Dalam beberapa literatur, para ahli memiliki perbedaan pendapat dalam mendefinisikan budaya kerja. Selain karena pijakannya berbeda, batasan budaya kerja terkait dengan variabel yang lain. Budaya kerja berkaitan erat dengan persepsi seseorang terhadap nilai-nilai dalam suatu komunitas yang melahirkan makna dan pandangan hidup, serta keinginan dan harapan yang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam bekerja. Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tecermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja (Triguno: 2003). Dalam buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara yang diterbitkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (2002) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor 25/KEP/M PAN/4/2002 terdapat beberapa pengertian tentang budaya kerja, antara lain: i. Budaya kerja adalah sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat dan kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari -hari. j. Budaya kerja adalah cara pandang seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral yang dimiliki, yang menimbulkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakini, memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik. k. Budaya kerja adalah cara pandang atau cara seseorang memberikan makna terhadap kerjanya. Budaya kerja dalam suatu organisasi diartikan sebagai sistem nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari,

diterapkan serta

dikembangkan secara berkesinambungan. Budaya kerja juga berfungsi sebagai s istem perekat dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan, organisasi atau satuan kerja yang telah ditetapkan. Dalam definisi tersebut terlihat bahwa budaya kerja organisasi memiliki empat unsur utama: adanya sistem nilai yang diyakini semua anggota organisasi; nilai yang dikembangkan secara

65

berkesinambungan; berguna sebagai sistem perekat; dan dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, budaya kerja dapat disimpulkan sebagai: “Cara pandang yang didasarkan atas nilai-nilai pandangan hidup yang bermakna yang menjadi sifat, kebiasaan dan pendorong dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tecermin dalam sikap menjadi perilaku kerja yang dibudayakan secara terus -menerus untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik .” Dalam pengertian tersebut, terdapat tiga unsur pokok budaya kerja: (1) Cara pandang tentang nilai yang tecermin dalam sikap menjadi perilaku kerja; (2) Nilai pandangan hidup yang bermakna menjadi sifat, kebia saan dan pendorong dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi ; dan (3) Dibudayakan secara terus -menerus dalam mewujudkan prestasi kerja yang terbaik. Penerapan budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan perilaku aparatur negara menuju tata kerja yang teratur, rapi, bersih dalam menggapai peningkatan produktivitas dan kualitas kerja, agar pencitraan aparatur Departemen Agama yang mengemban misi pembinaan moral -keagamaan bangsa menjadi lebih baik dan berwibawa. Adapun nilai guna dari budaya ke rja adalah meningkatkan jiwa gotong royong, meningkatkan kebersamaan, saling terbuka satu sama lain, meningkatkan jiwa dan rasa kekeluargaan, membangun komunikasi yang lebih baik, meningkatkan produktivitas kerja dan tanggap terhadap perkembangan dunia lua r. Pola kerja yang didasarkan atas budaya kerja dapat disederhanakan dalam gambar sebagai berikut: Gambar 1: Alur Budaya Kerja

A lu r P e n c ip ta a n B u d a y a K e r ja Tahap 1

Tahap 1I

T a h a p III

To p

M id d le

Dow n B e lu m m e m ilik i b u d a y a k e r ja

P ro se s P e n y e su a ia n b u d a y a k e r ja

Te la h te r b e n tu k b u d a y a k e r ja

66

Pada gambar tersebut dapat dipahami bahwa: (1) pelaksanaan budaya kerja melibatkan semua kompon en, mulai dari pimpinan (top), pegawai menengah (middle) sampai pegawai bawaan (down). Budaya kerja bukan saja tanggung jawab pimpinan, tapi juga perlu didukung dan dilaksanakan oleh semua lini; (2) pada tahap pertama, masing-masing aparatur telah memilik i berbagai potensi dan kompetensi, tetapi apa yang dimiliki belum terintegrasi dalam satu budaya kerja yang utuh. Mereka bekerja sesuai kemauan dan kemampuan sendiri, tanpa mempedulikan visi dan misi institusi; (3) Tahap kedua, masing-masing aparatur mulai sadar akan arti penting budaya kerja setelah terjadi transformasi dan penyesuaian diri terhadap tugas dan fungsi di lingkungan kerjanya, walaupun tata kerjanya belum menyatu sepenuhnya dalam satu visi dan misi institusi yang menjadi acuan dalam budaya ker ja; (4) Tahap ketiga, seluruh aparatur telah menerapkan budaya kerja dengan rapi, teratur dan disiplin menuju satu visi dan misi institusi yang telah ditetapkan. Pembudayaan budaya kerja tentunya membutuhkan usaha -usaha sosialisasi yang berkesinambungan.

k. Budaya Kerja Departemen Agama RI l.

Nilai Dasar Budaya Kerja Dalam logo Departemen Agama Republik Indonesia tertera tulisan “Ikhlas

Beramal”. Kata “ikhlas” dan “beramal” menjadi satu kesatuan yang dalam aplikasinya tidak dapat dipisahkan, sekalipun secara te oretis dapat didefinisikan secara terpisah. Ikhlas menjadi nilai instrinsik individu dalam hubungannya dengan keimanan dan keyakinan kepada Tuhan, sedangkan beramal lebih mengarah pada nilai ekstrinsik sebagai realisasi diri individu dalam wujud aktivitas nyata. Dengan beramal, keikhlasan seseorang menjadi aktual dan dengan ikhlas maka amalnya menjadi bermakna dan memiliki nilai spiritual ketuhanan. Ikhlas tanpa beramal ibarat pohon tanpa buah, sedangkan beramal tanpa ikhlas ibarat buah busuk jatuh dari pohonnya. Sebuah hadis Nabi SAW yang berbunyi, “ Innamâl a’mâlu bi al-niyât” (“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya ”) menunjukkan interrelasi antara ikhlas dengan amal dan juga sebaliknya. Secara etimologi “ikhlas” berarti murni, tidak terca mpur, bersih, jernih, bebas, terhindar dan selamat dari keburukan. Secara terminologi, ikhlas berarti adanya konsistensi dan komitmen perbuatan seseorang dengan alasan mengapa suatu perbuatan dilakukan, yaitu semata -mata untuk Tuhan. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa ikhlas menuntut pemurnian aktivitas dari segala sesuatu yang

67

bernilai rendah dan buruk, menuju satu kualitas dan prestasi tertinggi dalam hidup, sehingga aktivitas individu memiliki nilai lebih dari sekadar unsur material. Sekalipun ikhlas tidak dapat diukur secara kuantitatif, tetapi gejala -gejala batiniah dan implikasinya di ranah praktis dapat dirasakan oleh pelakunya. Ikhlas dalam konteks kerja memiliki makna kerelaan ( ridha) yang datang dari lubuk hati yang paling dalam untuk meneri ma dan melaksanakan amanah pekerjaan dan semata-mata karena Tuhan. Firman Tuhan dalam QS Al -An’âm [6] ayat 162 menyatakan: “Innâ shalatî wa nusukî wa ma hyâya wa mamâtî lillâhi rabb al -‘âlamîn” (Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam), sejatinya memberikan sinyalemen akan arti penting ketulusan dalam bekerja, karena kerja adalah ibadah, dan setiap ibadah membutuhkan hati yang bersih dan murni serta tidak menuntut lebih selain apa yang seharusnya diterima. Aplikasi ikhlas menuntut niat tulus dalam melakukan satu perbuatan, sebab niat mengandung komitmen ruhaniah untuk melakukan perbuatan baik atau menjauhi perbuatan buruk. Niat dalam ikhlas merupakan kesadaran dan komitmen ketuhanan yang mendorong dan memotivas i individu untuk beraktivitas dalam pemenuhan amanah. Tanpa niat yang kukuh maka aktivitas manusia tidak akan langgeng dalam memperoleh kualitas. Niat harus ditopang oleh kemauan ( irâdah) yang tinggi dan kemampuan (qudrah) yang optimal, agar mampu mewujudk an suatu amal saleh. Sedangkan beramal secara etimologi berarti beraktivitas, berusaha, berbuat, bekerja, bertindak, berperilaku dan bertingkah laku. Secara terminologi, beramal berarti kegiatan pengeluaran energi untuk menyelesaikan suatu tugas untuk merealisasikan niat yang sudah ditetapkan. Wujud konkret amal dapat diklasifikasi menjadi dua bagian: (1) jika berhubungan dengan Tuhan disebut amal -ritual (ibadah); dan (2) jika berhubungan dengan sesama manusia disebut amal -kerja (muamalah). Kedua jenis amal tersebut harus dilaksanakan secara terpadu dan seimbang, karena kehidupan manusia tidak terlepas dari lingkar hubungan ketuhanan dan hubungan manusia sekaligus. Kata “ikhlas beramal” dalam konteks budaya kerja Departemen Agama merupakan nilai dasar (basic value) yang membingkai seluruh bangunan kerja yang dilakukan oleh para pegawai di lingkungan Departemen Agama. Sebagai nilai dasar, “ikhlas beramal” menjadi spirit yang memancarkan energi yang menggerakkan sikap (attitude) dan perilaku (behavior). Seluruh pegawai dituntut menyesuaikan diri dengan nilai dasar ini, sehingga tercipta rasa identitas ( sense of identity) sebagai

68

pegawai Departemen Agama. Implementasi nilai dasar ini akan membedakan citra unik pegawai Departemen Agama dengan pegawai departemen atau institusi yang lain. Nilai ikhlas beramal menjadi arah bersama yang menjelaskan karakteristik fundamental seluruh pegawai dan sekaligus juga sebagai sistem kontrol ( control system) yang memantau seluruh aktivitas yang dilakukan dalam meraih kualitas kerja yang unggul. Nilai dasar ini tidak berarti mengekang dan mengikat secara pasif potensi dan kreativitas individu, tetapi lebih memberikan arah dan makna bagi aktivitasnya. Aktualisasi keberagaman potensi individual pegawai yang disinergikan dengan nilai ikhlas beramal akan menghasilkan citra Departemen Agama yang unggul, bersih dan berwibawa. Nilai dasar ikhlas beramal dapat menggerakkan etos aparatur. Dengan nilai dasar ini seseorang aparatur dapat menjelma menjadi sosok yang gigih, bersungguh sungguh dalam bekerja dan memiliki komitmen tinggi. Nilai dasar ini akan mempengaruhi

kualitas kerja

karena

pada prinsipnya

setiap

orang ingin

mengaktualisasikan nilai yang diyakini kebenarannya. Internalisasi suatu nilai dalam diri aparatur secara sistematif me njadi penting. Di sinilah diperlukan pemikiran cerdas, cermat serta pragmatis -konsepsional dalam mentransformasikan nilai menuju penciptaan budaya kerja yang progresif -produktif. Dengan melakukan kajian nas kah atau dokumen yang dimiliki dan diterbitkan oleh Departemen Agama, kata “ikhlas beramal” dapat diidentifikasi memiliki 3 (tiga) fungsi: 6.

Fungsi jati diri. Fungsi ini berlaku bagi individu aparatur Departemen Agama yang merefleksikan karakter pribadi dalam kesiapannya melaksanakan tugas dan kewajiban, baik dalam kehidupan selaku pribadi yang unik maupun dalam interaksinya dengan keluarga dan masyarakat.

7.

Fungsi kinerja. Fungsi ini berlaku sebagai landasan komitmen bekerja aparatur yang siap mengabdikan dirinya (mulai melamar, bekerja sampai pengembangan karier) dengan penuh keikhlasan dan senantiasa mening katkan amal saleh (produktivitas dan profesionalitas), untuk melak sanakan tugas dan fungsi sebagai aparatur Departemen Agama.

8.

Fungsi dakwah. Fungsi ini berlaku sebagai “citra kelembagaan” yang menjadi penjaga moral-keagamaan bagi bangsa Indonesia. Keberhasilan menebarkan “ikhlas beramal” mencerminkan eksis tensi Departemen Agama sebagai garda

69

reformasi dan revitalisasi. Garda reformasi adalah peran peng awal reformasi birokrasi pemerintahan sebagai koreksi atas tindak penyimpangan dalam penye lenggaraan pemerintahan. Garda revitalisasi adalah peran penyeru perbuatan baik dan pencegah tindak kejahatan (amar ma’rûf nahi munkar). Menteri Agama dalam sambutan tertu lisnya pada upacara peringatan “Hari Amal Bakti” ke-62 pada tanggal 3 Januari 2008, antara lain memuncul kan wacana reformulasi makna “ikhlas beramal” dengan “ber khidmat.” Hakikat “berkhidmat” mengacu pada pengertian melayani kepa da bangsa dan negara, organisasi, dan umat . Jika demikian maksudnya maka nilai “berkhidmat” sesungguhnya telah menyatu dalam “ikhlas beramal”. Berdasarkan paparan di atas, maksud “ikhlas beramal” sebagai nilai dasar budaya kerja Departemen Agama dapat diformulasikan sebagai: “Bekerja secara total tanpa pamrih” Rumusan tersebut mengandung dua unsur utama: l. Bekerja total: Mengerahkan segenap kemampuan, kemauan dan kesempatan untuk mewujudkan kinerja sesuai tugas dan funginya sebagai aparatur Departemen Agama. m. Tanpa pamrih: Kerja dengan ketulusan hati dalam rangka beribadah kepada Tuhan, demi mewujudkan kemasla hatan dan kemakmuran bangsa dan negara.

m. Persepsi Kerja Persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra (Chaplin: 1999). Persepsi juga diartikan sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka (Robbins:1996). Chaplin menambahkan, persepsi merupakan kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan serta-merta mengenai sesuatu. Pelaksanaan nilai dasar “ikhlas beramal” di lingkungan Departemen Agama akan membentuk persepsi bagi seluruh aparatur.

Pertama,

para aparatur

memperhatikan pengalaman dan kejadian terhadap kerja yang dilakukan berdasark an pengamatan selektif. Faktor organisme yang penting adalah minat, kepentingan dan kebiasaan dalam bekerja. Kedua, para aparatur berusaha memahami dan mengenal berbagai objek atau kejadian yang dialami, untuk kemudian membentuk konstansi dalam melihat ciri pekerjaan, sekalipun terdapat banyak variasi dalam melihat kondisi pekerjaan.

70

Persepsi kerja yang menjadi pijakan budaya kerja aparatur Departemen Agama terakumulasi dalam tiga hal: (1) kerja adalah pelayanan; (2) kerja adalah pemberdayaan; dan (3) kerja adalah peneladanan. Ketiga persepsi kerja ini menjadi sumbu yang mengantarkan terwujudnya nilai dasar ‘ikhlas beramal’ sehingga menghasilkan sikap dan perilaku kerja yang diinginkan di lingkungan Departemen Agama. 1. Kerja adalah Pelayanan Pelayanan diartikan sebagai kesadaran diri yang diikuti kerendahan dan kerelaan hati dalam berinteraksi langsung sebagai upaya melayani kebutuhan orang lain, sehingga para stakeholders terpuaskan dan terbahagiakan. Menurut Ahmad Batinggi (1999: 12), Pelayanan Umum dapat dia rtikan sebagai perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurus hal -hal yang diperlukan masyarakat. Pelayanan yang baik dan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan dan mengikuti prosedur yang t elah ditetapkan. Pelayanan memiliki nilai altruistik dimana aparatur memberikan dan mengerahkan segala yang dimiliki untuk kepentingan orang lain. Tatkala aparatur melayani orang lain sesungguhnya ia telah memuliakan dirinya sebagai manusia, karena ia memberi manfaat pada yang lain. Bekerja untuk kepentingan diri sendiri adalah normal, selama tidak narsis yang mau enaknya sendiri. Akan tetapi jika dirinya memancarkan cahaya keberkahan kepada sesuatu yang lebih besar dan lebih luas -seperti melayani bangsa dan negara--maka hal itu lebih bermartabat. Dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 disebutkan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat, di daera h, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang -undangan yang berlaku. Sementara dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No 63 Tahun 2003 dijelaskan, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang -undangan. Kualitas layanan harus memenuhi lima prinsip: Pertama, tangible; melayani dengan menfasilitasi seluruh kebutuhan fisik, perlengkapan dan sarana transportasi dan komunikasi;

Kedua, emphaty; melayani dengan melakukan hubungan

71

interpersonal yang komunikatif, penuh perhatian dan memahami kebutuhan para pelanggan; Ketiga, responsiveness; melayani keinginan para pelanggan secara tanggap; Keempat, reliability; kemampuan memberi layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, handal dan memuaskan; dan Kelima, assurance; pegawai yang memiliki pengetahuan, kemampuan, kes opanan dan sifat yang dapat dipercaya dalam memberikan pelayanan. Lawan dari layanan yang tidak berkualitas adalah adanya arogansi yang tak tahu diri, bersikap seperti tuan besar, besar kepala, menuntut dilayani, merasa sudah di puncak prestasi seraya melu pakan jati diri sebagai aparatur negara yang melayani serta tidak mampu memaknai hakikat pekerjaannya. Pelayanan prima menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1995 adalah: Pertama, kesederhanaan, dalam arti prosedur tata-cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit -belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan; Kedua, kejelasan dan kepastian, dalam arti ada kepastian dan kejelasan mengenai p rosedur pelayanan dan persyaratan pelayanan; Ketiga, keamanan dalam arti proses serta hasil pelayanan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum; Keempat, keterbukaan dalam proses pelayanan agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat baik diminta maupun tidak diminta; Kelima, efisiensi, dalam arti persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal -hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dan produk pelayanan yang diberikan; Keenam, ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan kemampuan masyarakat; Ketujuh, keadilan yang merata, dalam arti cakupan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan adil; dan Kedelapan, ketepatan waktu, dalam arti pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Pelayanan dalam birokrasi berarti tidak minta dilayani masyarakat, tetapi birokrasi yang memberikan pelayanan prima kepada publik. Pelayan an prima adalah kepuasan yang dirasakan oleh publik sebagai dampak dari hasil kerja birokrasi yang profesional. Kualitas pelayanan yang baik sebagaimana diha rapkan masyarakat (kepuasan pelanggan) dan ditetapkan organisasi (standar pelayanan mini mum) harus digali dan dipenuhi, sehingga prinsip pelayanan Departe men Agama dapat dikenali dan membentuk citra pela yanan prima. Konsep pelayan an 6 (enam) S perlu

72

ditumbuhkembangkan di lingkungan Departe men Agama: Salam, Senyum, Segera, Selesai, Sempurna dan Sukses. Pelayanan prima (excellence service) selalu mengutamakan kemudahan dan memberikan kepuasan dengan sepenuh hati pada pihak -pihak yang memerlukan pelayanan aparatur Departemen Agama. Pelayanan semacam itu diperoleh ketika aparatur bekerja secara cerdas ( smart work) melalui aksi: (1) kerjakan yang terbaik (do the best for quality); (2) sederhanakan dan permudah prosedur ( simplify); dan (3) libatkan setiap orang ( involve everyone). Pelayanan seperti itu tentunya perlu memberikan penghargaan ( reward) bagi aparatur negara yan g berprestasi dan hukuman (punishment) bagi yang melanggar. Pelayanan dalam konteks persepsi kerja dipahami sebagai: bekerja merupakan amanah untuk melaksanakan tugas dan fungsi aparatur Departemen Agama dalam melayani semua masyarakat. Prestasi dan produk tivitas kerja merupakan aktualisasi jati dirinya sebagai hamba Tuhan yang telah meneken kontrak kerja sebagai aparatur Departemen Agama untuk melayani sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Budaya kerja aparatur negara yang baik ditandai dengan membaikn ya pelayanan masyarakat (public service). 2. Kerja adalah Pemberdayaan Pemberdayaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan yang berkaitan dengan pengaruh dan k ontrol. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan individu untuk membuat orang lain melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Menurut Ife (1995), pemberdayaan mengacu pada kata empowerment, yang berarti memberi daya, memberi power (kuasa) dan kekuatan kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan dan dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya. Payne (1997) menjelaskan pemberdayaan pada hakikatnya bertujuan membantu individu mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Menurut Parsons (1994), p emberdayaan adalah sebuah proses dimana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan memengaruhi terhadap kejadian -kejadian serta lembagalembaga yang memengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

73

memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk memengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan mengandung makna adanya perubahan pada diri seseorang dari ketidakmampuan menjadi mampu, dari ketidakmemiliki kewenangan menjadi memiliki kewenangan, dari ketidakmampuan untuk bertanggung jawab menjadi memiliki tanggung jawab terhadap sesuatu yang dikerjakan. Pemberdayaan aparatur Departemen Agama berarti memberikan kesempatan kepada setiap pegawai untuk melakukan suatu aktivitas dengan kewenangan dan tanggung jawab yang dimiliki. Pemberdayaan juga dipahami sebagai kemampuan pelaku pemberdaya, yaitu aparat Departemen Agama untuk mendengarkan, memahami, mendampingi dan melakukan tindakan yang diperlukan unt uk melayani kepentingan masyarakat. Pelaku pemberdaya juga harus mampu mempertanggungjawabkan kebijakan dan tindakannya yang memengaruhi kehidupan masyarakat. Pemberdayaan yang maksimal akan menjadikan kemitraan ( partnership) dengan bergandeng tangan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar saling menguntungkan multi pihak. Kemitraan sebagai hasil pemberdayaan menuntut adanya: (1) bekerja secara mandiri ( be autonomous) dan memiliki inisiatif untuk bekerja lebih maju, sekalipun tanpa bantuan; (2) bekerja deng an saling bersinergi dalam tim (team work); (3) bekerja selalu dalam jaringan ( networking); dan (4) bekerja dengan menghargai karya orang lain ( respect).

3. Kerja adalah Peneladanan Setiap pegawai menampilkan diri dengan seperangkat teladan yang baik agar seluruh tindak-tanduknya memiliki magnet yang mampu memengaruhi dan menjadi panutan bagi orang lain. Tentu saja keteladanan yang dimaksud berbentuk sikap dan perilaku yang memiliki nilai lebih dibanding kebanyakan sikap dan perilaku yang terlihat. Keteladanan diwujudkan dalam bentuk pemberian contoh yang baik, yang tidak hanya dilakukan ketika di dalam ruang kerja, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Keteladanan adalah sikap dan perilaku yang sadar atau tidak dilakukan oleh aparatur negara yang diperseps ikan oleh yang lain sebagai sesuatu yang memicunya untuk mencontoh, karena yang dilakukan itu memiliki kerangka acuan (frame of references) positif. Persepsi tentang “kerja adalah peneladanan” diasumsikan bahwa tidak semua sikap dan perilaku perlu dikomuni kasikan secara verbal, apalagi disertai indoktrinasi

74

kaku. Sikap sederhana atau bersahaja misalnya tidak membutuhkan instruksi seperti kalimat: “Semua aparatur Departemen Agama diwajibkan hidup sederhana.” Sekalipun ajakan itu perlu, namun terkadang pula m engakibatkan reaksi terbalik. Boleh jadi yang diajak tidak saja menolak, bahkan mereka berani mencemooh instruksi tersebut. Dalam kondisi seperti ini, keteladanan menjadi lebih efektif dan efisien dalam menerapkan budaya kerja bersahaja. Keteladanan menuntut adanya integritas diri aparatur negara melalui sikap dan perilaku terpuji, karena dengan pemenuhan persyaratan ini akan mampu mengembalikan citra Departemen Agama sebagai sumber inspirasi dan teladan moral bangsa. Integritas diri aparatur negara yang di lakukan antara lain: (1) siddiq ( honest), berupa kejujuran, selalu menepati janji dan satu kata satu perbuatan; (2) amanah (trustable), berupa dapat dipercaya, bertanggung jawab, disiplin, menghargai waktu dan

taat asas; (3) tabligh ( reliable), berupa menyampaikan pesan secara aktif,

komunikatif, kooperatif dan aspiratif; (4) fathanah ( smart), berupa cerdas, pandai, kreatif dan profesional; (5) taat beribadah, berupa menjalankan kewajiban agama dan menjauhinya; dan (6) senang bersilaturahmi, artinya kekelu argaan terbina dengan baik, di tempat kerja dan di luar tempat kerja, dan saling kunjung mengunjungi, sehingga menghilangkan kesalahpahaman dan mempererat team working. Pembiasaan budaya kerja sangat relevan dengan prinsip dasar teori belajar sosial. Seperti dikemukakan Albert Bandura (1977), orang yang bertindak dalam cara tertentu: (1) sebagian besar yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku ( modeling); (2) individu belajar mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang dan sekelompok orang memberi reaksi atau merespon stimulus tertentu; dan (3) individu dapat mempelajari respon -respon baru dengan cara mengamati perilaku (contoh) dari orang lain. Seorang pemimpin harus mampu menjadi role model dalam pengembangan budaya kerja untuk masing-masing program. Seorang pemimpin negara dan agama seperti Nabi Muhammad SAW dalam mengemban misi kerasulan selalu memberi contoh yang baik, karena beliau merupakan suri teladan dan figur yang patut dicontoh (uswah hasanah). Perilakunya tidak hanya terekam dalam bentuk ucapan ( sunnah qawliyyah), tetapi juga dalam bentuk tindakan nyata ( sunnah fi’liyyah). Interrelasi antara ucapan dan tindakan menjadi prinsip peniruan yang mempermudah umatnya untuk mengikuti apa yang di kehendaki, sehingga apa pun perbuatan dan tata cara yang dilakukan dapat dijadikan sebagai referensi umatnya.

75

n. Sikap Kerja Departemen Agama Sikap adalah sifat-sifat khas atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus-menerus untuk berperilak u dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain, objek atau lembaga tertentu. Thurstone (2002) menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek seperti simbol, kata -kata, slogan, orang, lemba ga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek tertentu apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable. Sebaliknya orang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap objek tertentu bila ia tidak suka atau sikapnya unfavorable. Menurut Allport, sikap memiliki tiga komponen utama: (1) Komponen kognitif, yang berisikan ide, anggapan, pengetahuan, ataupun keyakinan dari subjek terhadap objek sikap; (2) Komponen afektif, yang meliputi emosi ataupun perasaan subjek terhadap objek sikap. Dengan adanya komponen ini sikap dapat dirasakan sebagai suatu hal yang menyenangkan atau bahkan tidak menyenangkan; (3) Komponen perilaku, yang merupakan predisposisi ataupun kesiapan subjek untuk bertindak mengantisipasi objek sikap. Triandis menjelaskan bahwa sikap mempunyai fungsi untuk: (1) Membantu orang

memahami

dunia

di

sekelilingnya,

dengan

mengorganisasi

dan

menyederhanakan masukan yang sangat kompleks dari lingkungan; (2) Melindungi harga diri

orang, dengan memungkinkan mereka mengh indar dari kenyataan-

kenyataan yang kurang menyenangkan sehubungan dengan diri mereka; (3) Membantu orang menyesuaikan diri dengan dunia yang kompleks ini, dengan membuat mereka cenderung bertingkah laku tertentu (yang diterima lingkungannya) untuk memaksimalkan ganjaran positif dari lingkungan; dan (4) Memungkinkan orang mengekspresikan nilai -nilai atau pandangan-pandangan hidupnya yang mendasar. Menurut H. M. Suparta (2008), budaya kerja yang secara umum di bangun di lingkungan Departemen Agama, dinilai sangat strategis dalam upaya memulihkan dan memperkuat kepecayaan publik atas keberadaan, fungsi, dan kinerja Departemen Agama, dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi Depar temen Agama. Gagasan atas pengembangan sikap kerja yang positif di yakini dapat menciptakan atmosfir yang

76

baik dalam membentuk perilaku kerja produktif di Departe men Agama. Terdapat sembilan sikap kerja yang dimaksud, yaitu: 7. Jujur dan Memiliki Integritas Tinggi Sebagai bagian dari sikap kerja, jujur dalam kehidupan sehari -hari dipahami sebagai kesesuaian antara ucapan dan tindakan atau antara keadaan yang terlihat dan keadaaan yang tersembunyi. Jika seseorang mengucapkan perkataan sesuai apa yang terdapat di dalam hatinya dan dibuktikan dengan perbuatannya, maka dia dikatakan orang jujur. Dalam sikap jujur terjadi hubungan yang simbiosis antara niat, ucapan dan perbuatan. “Jujur” tidak dapat disederhanakan pengertiannya sebagai lawan “dusta”, sebab jika itu terjadi betapa banyak pegawai yang tidak jujur karena menyimpan rahasia organisasi. Jujur memiliki nilai spiritual karena berkaitan dengan keikhlasan dan keperpihakan pada kebenaran dalam mengambil sikap. Keikhlasan mendorong individu untuk berbuat “bagaimana seharusnya”, bukan hanya “apa adanya” yang menjadi tuntutan kejujuran dalam arti sempit. Istilah lain yang identik dengan kejujuran adalah integritas. Menurut Henry Cloud (2007), integritas lebih dari sekadar kejujuran, karena integritas mencakup keadilan dan tanggung jawab sekaligus. Integritas adalah berlaku jujur dan k onsisten serta berpegang teguh pada prinsip kebenaran untuk menjalankan apa yang dikatakan secara bertanggung jawab. Integritas dari kata "integrity", berarti " soundness of moral principle and character honesty ". Dengan perkataan lain, mereka yang memiliki integritas, lazimnya memiliki hati nurani yang bersih, mempunyai prinsip moral yang tangguh, adil serta jujur, dan tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Tuhan (JE Sahetapy). Secara

umum,

integritas

diartikan

sebagai

pengetahuan,

kesadaran,

penghayatan dan memegang teguh nilai -nilai tertentu dalam setiap perkataan dan tindakan untuk mencapai kecemerlangan diri dan organisasi (Jamiah Manap: 2005). Integritas merujuk pada kesatuan dan keselarasan

antara nilai dan tingkah laku

seseorang (Pellegrino: 199 0; Roberts: 1994 dan Musschenga: 2001). Nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai yang memang diakui kebenaran dan kebaikannya. Integritas adalah keteguhan sikap dalam mempertahankan prinsip dan etika profesionalisme, menjaga loyalitas dalam pelaksanaan tugas , dan mampu memberikan pertanggungjawaban yang dilandasi kejujuran. Nilai integritas mencakup masalah etika dan spiritualitas, mengedepankan nilai keteladanan dan nilai kejujuran.

77

Integritas kerja adalah bertindak konsisten sesuai kebijakan dan kode etik instansi, memiliki pemahaman dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dan etika tersebut, dan bertindak secara konsisten walaupun sulit dilakukan. Integritas juga diartikan penggabungan beberapa kelompok, kemauan dan harapan yang terpisah menjadi satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan cita -cita sama. Dalam suatu satuan organisasi/kerja kalau seseorang sudah diragukan integritasnya, berarti pegawai tersebut sudah diragukan kemauannya untuk menjalankan peraturan yang ada dan cenderung melakukan hal hal yang merugikan satuan organisasi/kerja. Dari beberapa pengertian di atas, integritas dipahami sebagai keselarasan niat, pikiran, perkataan dan perbuatan baik dan benar

sesuai

nilai -nilai instansi,

masyarakat dan prinsip-prinsip good governance. Niat dan pikiran merupakan aspek pribadi yang sulit diukur. Sedangkan perkataan dan perbuatan adalah aspek yang tampak dan mudah dievaluasi. Memiliki keselarasan niat, pikiran, perkataan dan perbuatan baik dan benar merupakan petunjuk keutuhan pribadi dan sikap yang konsisten. Perbuatan baik dan benar tersebut sesuai dengan nilai -nilai satuan organisasi/kerja, masyarakat, serta memenuhi prinsip -prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Ada beberapa indikasi yang dapat menunjukkan kejujuran dan integritas pegawai, antara lain: 1. Bekerja secara benar dan penuh ketulusan tanpa menghitung -hitung jasa dan tenaga, sekalipun tidak mengurangi kualitas pekerjaannya. 2. Konsisten antara pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilandasi oleh suara hati dan keyakinan akan kebenaran yang hakiki dalam melaksanakan tugas. 3. Bersyukur atas gaji dan pendapatan yang diterima dan menikmati pekerjaan yang dialami tanpa gampang mengeluh. 4. Bebas dari sikap aji mumpung dan penyalahgunaan wewenang/jabatan secara sewenang-wenang. 5. Menyumbangkan seluruh daya upayanya secara suka -cita dengan penuh dedikasi dalam pelaksanaan amanah kerja. 6. Memiliki semangat menuju kebaikan, tanpa terselip dalam hatinya untuk berbuat jahat atau buruk. 7. Berjiwa besar dan sanggup mengakui kekhilafan saat melakukan kes alahan untuk kemudian bersedia memperbaikinya.

78

8. Bersedia mengakui kesalahan diri sendiri dan tidak melempar kesalahan kepada pihak lain. 9. Menepati janji dalam penerapan aturan dan etika yang berlaku. 10. Berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus melawan arus . 11. Tidak menerima segala sesuatu dalam bentuk apa pun yang dapat mengganggu integritas dan objektivitasnya.

79

8. Memiliki Etika, Akhlak Mulia, dan Menjadi Suri Teladan Istilah etika dan akhlak mulia dalam penggunaan sehari -hari sering digunakan secara bergantian yang intinya memiliki arti sopan santun, budi pekerti, karakter, moral dan tingkah laku yang bersusila. Jika dikatakan bahwa pegawai itu beretika atau berakhlak mulia, maka berarti ia telah memiliki sopan santun dan budi pekerti yang baik, yang dalam peri lakunya tecermin kemuliaan sehingga dapat diterima lingkungan kerja dan masyarakatnya. Etika berarti “ciri-ciri khas seseorang atau sekelompok orang dengan perilaku pantas dan baik; dan hukum atau adat istiadat yang mengatur tingkah laku”. Menurut Poedjawiyatna (1990), etika berarti “sikap dan tindakan yang mengacu pada baik buruk. Normanya adalah menentukan benar -salah, sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya.” Objek material etika adalah tindakan manusia, sedangkan objek formalnya adalah kualitas kebenaran dan kesalahan. Sedangkan akhlak menurut Al -Ghazali adalah: "Suatu kondisi dalam jiwa yang suci dan dari kondisi itu tumbuh suatu aktivitas yang mudah tanpa memer lukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu." Ibnu Maskawaih mendef inisikan akhlak sebagai: "Suatu kondisi jiwa yang menyebabkan suatu aktivitas dengan tanpa dipikirkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu.” Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa akhlak merupakan: (1) ekspresi sifat dasar seseorang yang konstan da n tetap; (2) dibiasakan oleh seseorang sehingga ekspresi tersebut dilakukan berulang -ulang, sehingga dalam pelaksanaannya tanpa disertai pertimbangan pikiran terlebih dahulu; dan (3) apa yang diekspresikan dari akhlak tersebut merupakan keyakinan seseorang dalam menempuh keinginan sesuatu, sehingga pelaksanaannya tidak ragu -ragu. Dengan meminjam teori “penalaran moral” Kohlberg (1995), terdapat tiga tingkatan seorang pegawai merealisasikan etika atau akhlak: h. Preconventional reasoning . Pada tingkatan ini pegawai tidak memiliki kesadaran untuk melakukan internalisasi akhlak, kecuali dikontrol dan dimotivasi oleh hadiah dan hukuman, baik yang tumbuh dari diri sendiri maupun orang lain. Dasar penilaian akhlak adalah bahwa benar itu apa yang dirasa menyenangkan d an memberikan ganjaran positif, sedangkan salah adalah apa yang dirasa menyebalkan dan memberikan hukuman. i. Conventional reasoning. Pada tingkatan ini pegawai telah memiliki kesadaran untuk melakukan internalisasi akhlak meskipun kesadaran itu berdasar stan dar

80

orang lain, seperti dari pimpinan atau tuntutan lingkungan kerja. Dasar penilaian akhlak adalah kepercayaan, kasih sayang dan kesetiaan pada pimpinan, dengan harapan agar pimpinan menilai dirinya sebagai “anak buah yang baik”. Atau, penilaian akhlak berdasarkan pemahaman terhadap aturan sosial, hukum dan tanggung jawab di suatu institusi. j. Postconventional reasoning . Pada tingkatan ini pegawai telah memiliki kesadaran penuh untuk melakukan internalisasi akhlak yang didasarkan atas standar yang bersumber dari diri sendiri. Pegawai mengenali alternatif dalam berakhlak, mengeksplorasi pilihan dan menentukan nilai akhlaknya sendiri, yang aplikasinya dapat memayungi kepentingan diri sendiri dan orang lain. Pembudayaan akhlak mulia sebagaimana uraian di atas ha rus dilakukan secara bertahap dan berproses. Segala sarana dan kondisi yang memungkinkan perkembangan akhlak mulia harus disediakan dan diusahakan agar setiap pegawai dapat meningkat dari satu tahap ke tahap berikutnya, sehingga perilakunya menjadi suri teladan bagi yang lain. Seorang aparatur negara yang memiliki akhlak mulia maka seluruh tindak tanduknya patut menjadi contoh bagi orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, seorang aparatur negara yang memiliki akhlak mulia ditandai dengan: F. Menunjukkan wajah yang menyenangkan saat melayani, seperti ekspresi diri dalam bentuk senyuman. G. Memiliki kearifan dan kebijakan dalam pelayanan orang bermasalah, sehingga tidak gampang marah. Penegakan aturan bagi orang yang bermasalah dalam kerangka menghargai orang yang dilayani. H. Simpati dengan bersikap sopan, ramah dan demokratis, sehingga mengikis habis rasa “senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang”. I. Empati atau memiliki pengertian terhadap perasaan, kebutuhan dan kesulitan rekan kerja, bawahan dan orang yang dilayani dengan memberikan bantuan, utamanya dukungan moral atau pemikiran pemecahan masalah. J. Bersabar saat menghadapi pekerjaan yang menyulitkan dan membingungkan, serta berusaha mencari penyebabnya sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. K. Bersyukur saat mendapatkan kebaikan dan berprestasi, agar kelak prestasi tersebut tetap diraih kembali.

81

L. Menghormati atasan atau senior, dan menghargai rekan sesama/setingkat dan menyayangi bawahan. M. Berpikir dan bertindak positi f dalam berinteraksi dengan orang lain, tidak gampang curiga terhadap niat baik orang lain, bahkan mampu mempengaruhi orang lain untuk berpikir dan bertindak positif. N. Menyampaikan pesan dengan bahasa dan cara yang santun dan baik agar mudah diterima yang lain. O. Menunjukkan kebenaran sebagai suatu kebenaran dan kebatilan sebagai suatu kebatilan, baik dalam bentuk hati, lisan maupun tindakan. P. Tidak puas atas hasil yang dicapai, dan selalu ingin meningkatkan kinerjanya. Aparatur yang memiliki akhlak mulia peril akunya akan menjadi suri teladan (role model) bagi yang lain. Menjadi suri teladan memiliki arti bahwa semua perilakunya dapat ditiru, diikuti dan dianut oleh yang lain. Tentu saja perilaku yang dimaksud memiliki konotasi sifat -sifat kemuliaan, keluhuran, dan keagungan. Menjadi suri teladan bagi yang lain tidak cukup hanya melakukan hal -hal yang baik, tetapi diperlukan transformasi keteladanan itu melalui pembiasaan dan penguatan dengan bimbingan. Lunturnya sosok teladan sering disebabkan oleh disorientasi hidup yang menghalalkan semua cara, sehingga menyebabkan kelunturan kewibawaannya. Menjadikan suri teladan sebagai sikap kerja aparatur Departemen Agama dibutuhkan adanya pemimpin yang kharismatik, karena perilaku pemimpin menjadi standar akhlak pegawai ya ng dipimpinnya. Dalam pelaksanaan keteladanan itu terjadi hubungan timbal balik. Semakin agung kepribadian ketika menjadi suri teladan, semakin tinggi pula tatakrama dan sopan santun pegawainya. Semakin tinggi rasa empati dan simpati pemimpin, setinggi itu juga rasa kepercayaan pegawainya. Citra mulia yang dipancarkan dalam keteladanan pimpinan pada orang di sekelilingnya bagaikan magnit yang memiliki daya tarik tersendiri, sehingga semua komunitas di sekelilingnya menjadi baik. Terdapat banyak faktor yang menopang tercapainya suri teladan yang baik pada diri aparatur, antara lain: (1) keiklashan dalam bekerja, bahwa seluruh aktivitasnya diniatkan untuk beribadah kepada Tuhan; (2) Amal shaleh yang selaras dengan prinsip kepatutan dan kepatuhan atas peraturan yang berlaku; (3) Keselarasan dan keharmonisan ucapan, sikap dan perbuatan; (4) Tingginya kemauan dan kesadaran untuk menjadi panutan yang baik; dan (5) Menghiasi diri dengan perilaku

82

terpuji, dan khususnya untuk pokok -pokok akhlaq seperti kesantunan, kej ujuran, keberanian, komitmen, kebijaksanaan dan keadilan.

3. Taat Hukum dan Aturan-Aturan yang Berlaku Al-Razi mengatakan bahwa ketaatan secara bahasa memiliki arti tunduk kepada sesuatu. Ketaatan pada hukum dan aturan berarti sebuah sikap loyal, tunduk dan patuh pada hukum dan aturan yang berlaku. Sesulit apa pun pekerjaan yang dihadapi kalau dilandasi dengan sikap tunduk pada hukum dan aturan maka hal itu akan menjadi biasa dan mudah dikerjakan. Memang loyalitas ini tidak serta -merta ada, harus diawali dengan pemahaman untuk kemudian diwujudkan dalam perilaku, sehingga sampai pada sifat loyal kepada sesuatu. Ketaatan di sini lebih terfokus pada kepatuhan pada hukum dan aturan yang benar, bukan kepatuhan pada pimpinan yang melanggar aturan. Ketaatan dan loyalitas pada hukum berarti setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan loyalitas yang tinggi seseorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan

imbalan

dalam

melakukan

sesuatu

untuk

orang

lain/satuan

organisasi/kerja tempat dimana ia meletakkan loy alitasnya. Taat pada hukum dan aturan tidak semata-mata karena menjalankan kewajiban, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan mewujudkan ketertiban dan keharmonisan. Ada beberapa indikasi yang dapat menjelaskan sikap taat pada hukum dan aturan: 5. Memegang teguh prinsip dan tujuan yang telah ditetapkan bersama. 6. Bekerja sesuai dengan ketentuan yang barlaku dengan mengikuti SOP ( standar operational prosedure). 7. Bekerja secara teratur dan konsisten mematuhi dan mengikuti peraturan yang berlaku. 8. Menyelesaikan masalah merujuk pada hukum dan aturan yang berlaku 9. Menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan dengan berani, adil dan bertanggung jawab demi penegakan hukum dan aturan. 10. Bekerja

sama

dalam

rangka

menegakkan

kebaikan

dan

menghindari

kemungkaran. 11. Merasa bersalah apabila melakukan kekeliruan dan berupaya tidak mengulangi lagi.

83

k.

Bertanggung Jawab dan Akuntabel Pengertian tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan,

kesediaan untuk melakukan, dan kemampuan untuk melakukan. Tanggung jawab dalam pengertian umum diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab". Dalam pengertian lain, suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan. Tanggung jawab menyangkut hasrat aparat ur negara untuk memikul kewajiban dalam pelaksanaan semua tugas yang dibebankan kepadanya. Tanggung jawab mengarah pada kinerja tindakan dari tugas, mencakup tindakan para pegawai dalam memberikan pelayanan publik. Di dalam tanggung jawab terdapat unsur dapat dipercaya dan tepercaya dalam mengemban amanat. Rasa tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada nilai -nilai asasi kemanusiaan, sebagai makhluk pemikul amanah atau khalifah Tuhan di muka bumi. Dengan demikian, tanggung jawab dapat dipahami sebagai k esiapan memberikan jawaban atas tindakan tindakan yang sudah dilakukan pada masa lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Beberapa indikasi tanggung jawab dalam mengerjakan tugas antara lain: i. Menerima segala konsekuensi dan risiko a tas hasil kerjanya. j. Adanya rasa bersalah dan budaya malu apabila belum atau tidak menyelesaikan tugas dengan baik. k. Memegang teguh kode etik dengan menyimpan rahasia negara dan rahasia jabatan. l. Mempertahankan profesionalisme berdasarkan standar yang berlak u. m. Bekerja secara profesional dengan cara meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kompetensi diri, baik kompetensi personal, sosial maupun tuntutan profesional. n. Melakukan penyempurnaan dengan cara mencari peluang dan solusi untuk meningkatkan layanan dan k inerja. o. Memberikan hasil terbaik melalui cara -cara yang kreatif dan inovatif p. Bersikap proaktif, kreatif, inovatif dan responsif dalam menghadapi perubahan yang terjadi.

84

q. Menempatkan kebutuhan stakeholders di atas kepentingan sendiri. r. Melindungi hak stakeholders untuk memperoleh pelayanan berkualitas dari pegawai. s. Menikmati setiap tugas dan pekerjaan yang diberikan dan bertanggung jawab atas penyelesaiannya. Akuntabilitas merupakan wujud pertanggungjawaban aparatur negara kepada publik. Akuntabilitas mengarah pada hasil tindakan yang dilakukan. Ini berarti menerima hasil kerja atau tindakan serta tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil, serta tindakan dan catatan yang dilakukan dalam batas kewenangannya. Dalam akuntabilitas, hasil akhir kegiatan penyele nggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan perundang -undangan. Akuntabilitas dalam birokrasi berarti bertanggung jawab atas setiap proses dan hasil akhir kinerja dari program maupun kegiatan sehubungan dengan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebi jakan untuk mencapai tujuan. Hal ini dilakukan secara periodik melalui media pertanggungjawaban yang telah ditetapkan kepada negara dan masyarakat ses uai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa perilaku yang dapat menunjukkan akuntabilitas aparatur: 4. Bekerja mengikuti standar baku dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi canggih untuk menunjukkan tingkat akuntabilitas yang tinggi. 5. Mengembangkan opini berdasarkan data dan fakta, bukan opini yang merugikan pihak-pihak terkait. 6. Memberikan informasi yang akurat berhubungan dengan pekerjaan yang ditekuni. 7. Berusaha mempertahankan dan memelihara kualitas pekerjaan berdasarkan standar dan etika profesi. 8. Mampu dan mau mengingatkan sejawat untuk bertindak profesional dan sesuai kode etik profesi. 9. Mematuhi kebijakan dan peraturan yang berlaku, termasuk pedoman yang disiapkan oleh institusi atau organisasi.

85

10. Menjaga etika dan hubungan interpersonal dalam memberikan pelayanan dengan kualitas yang tinggi.

l. Menghormati Hak-Hak Orang Lain dan Tidak Mudah Menyalahkan Orang Lain Salah satu kepuasan kerja adalah adanya suasana batin yang nyaman, tumbuhnya sikap saling menghomati, membantu dan memberi satu dengan yang lain, bahkan saling asah, asih dan asuh di antara mereka. Menghormati orang lain tidak berarti merendahkan atau menghinakan diri, melainkan menempatkan diri sebagai individu yang memiliki harkat, martabat, kewibawaan dan keunggulan. Kehormatan yang disebabkan penghormatan terhadap orang lain mencerminkan akhlak mulia, budi pekerti terpuji, hati bersih, nurani bening, pikiran jernih, budi luhur, karya agung dan kualitas yang luar biasa. Semakin tinggi tingkat penghormatan kepada orang lain maka semakin tinggi pula keunggulan dirinya. Penghormatan kepada orang lain lebih disebabkan: (1) setiap individu memiliki martabat dan kehormatan yang sama di hadapan Tuhan, tak peduli dari strata sosial mana ia berasal. Setiap orang akan marah dan tersinggung jika harga dirinya dilecehkan; (2) memiliki prestasi kerja yang unggul, karena ia memiliki pengetahuan, pengalaman maupun keterampilan yang lebih dari yang lain. Penghormatan terhadap mereka yang berprestasi memiliki tujuan dan harapan agar prestasinya dapat menular pada yang lain; (3) memiliki hak untuk dilayani dan dihormati dalam pelayanan publik. Perilaku seperti cuek, acuh tak acuh, buang muka atau muka yang tidak bersahabat membuat sakit hati stakeholders, yang pada gilirannya menimbulkan ketidakpuasa n. Hormat kepada hak-hak orang lain mengandung arti perlindungan terhadap wewenang dan segala konsekuensi atas hak yang dimiliki. Ungkapan “sesama bis kota tidak boleh saling mendahului” memberi arti bahwa masing -masing individu memiliki hak penuh terhadap dirinya dan ia berhak untuk memperoleh haknya. Bagi individu lain perlu mengembangkan budaya untuk tidak saling serobot, apalagi menghalau dan menutup jalannya, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh kesempatan

86

memperoleh haknya. Tindakan tersebut me rupakan suatu kezaliman yang sangat merugikan orang lain. Menghormati orang lain menuntut untuk tidak gampang menyalahkan, apalagi mengkambinghitamkan orang lain. Pelimpahan kesalahan pada orang lain sama artinya dengan pembunuhan karakter bahkan pembunuha n karier yang merugikan posisi temannya sendiri. Kehormatan diri diperoleh ketika sang pegawai mengakui kesalahannya dan berusahan memperbaiki atau menebus kesalahannya itu dengan bekerja lebih baik lagi. Beberapa perilaku yang menunjukkan sikap hormat pad a hak-hak orang lain di antaranya: 1. Memberikan layanan terbaik dengan dilandasi sikap saling menghargai dan hubungan kemitraan yang sinergis. 2. Berlaku ramah dan sopan kepada setiap orang dengan menghormati yang lebih tinggi dan menyayangi yang lebih rendah. 3. Menghargai perbedaan pendapat dan mengambil pendapat yang terbaik. 4. Berkomitmen terhadap keputusan yang telah disepakati bersama. 5. Memanfaatkan saran dan kritik konstruktif dari orang lain serta memberi nasihat pada yang melanggar hukum dan aturan. 6. Bersaing secara sehat dengan menjunjung tinggi prinsip maju tanpa merugikan pihak lain. 7. Memiliki kesadaran dan kepekaan team work atau korps yang tinggi dengan prinsip saling asah, asih dan asuh. 8. Tidak menggunakan fasilitas umum yang menjadi hak bersama untuk kep entingan diri pribadi. 9. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat institusi dengan perilaku yang taat dan sadar hukum.

m. Mencintai Pekerjaan dan Mau Bekerja Keras Bekerja keras dianggap sebagai usaha mulia untuk mengaktualisasikan seluruh potensi insani secara maksimal. Bekerja juga merefleksikan rasa syukur kepada

87

Tuhan yang menciptakan kesempurnaan fisik, psikis dan spiritual dalam mengemban tugas kerja. Bekerja keras membutuhkan pengerahan seluruh potensi yang dimiliki, meliputi potensi cipta, rasa dan kar sa. Kekuatan cipta menghasilkan kerja yang efektif dan efisien, kreatif dan inovatif. Kekuatan rasa menghasilkan kerja yang menyenangkan, memuaskan bahkan menikmati atau mencintai apa yang dikerjakan. Kekuatan karsa menghasilkan kerja yang produktif. Mencintai pekerjaan dengan sepenuh hati menjadi syarat mutlak terciptanya kerja keras. Pelibatan emosi dalam bekerja seperti mencintai pekerjaan, menjadikan suasana kerja penuh makna dan hikmah. Mencintai pekerjaan, dengan meminjam teori triangulasi cinta Sternbergh (1988), melibatkan tiga komponen: keintiman ( intimacy), gairah (passion), dan komitmen (commitment). Keintiman dalam kerja merupakan komponen emosional, berbagi rasa dan melibatkan kedekatan dengan stakeholders. Gairah dalam kerja merupakan komponen motivasional yang mencakup daya tarik, semangat dan perasaan untuk menggapai prestasi unggul. Komitmen dalam kerja merupakan komponen kognitif yang mencerminkan keinginan seseorang untuk tetap mempertahankan hubungan kerjanya sampai pensiun. Kerja keras memang perlu, tetapi tidak berarti berujung pada kecanduan kerja (workaholic) yang menunjukan kerja tidak sehat. Bekerja keras yang sehat melibatkan penghayatan terhadap visi, misi dan tujuan kerja serta meluangkan waktunya untuk menikmati hasil kerjanya ber sama keluarga, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai makhluk biologis, psikologis, sosial maupun religius. Bekerja keras tetap menjadikan diri sebagai raja, sedangkan pekerjaan merupakan instrumen untuk memperoleh kesejahteraan hidup dalam arti luas. Sementara kecanduan kerja menenggelamkan diri dalam pekerjaan sebagai kompensasi menghindari komitmen dan tanggung jawab hidup lainnya. Dirinya terbelenggu pada pekerjaan, sehingga pekerjaan menguasai seluruh hidupnya. Kemerdekaan hidupnya tergadaikan ole h kesibukan kerja, sehingga ia melupakan hak biologis akan kesehatan, hak psikologis akan kedamaian, hak sosial akan pergaulan dan hak agama akan peribadatan. Dengan merujuk pada apa yang telah diungkapkan oleh Rabiah al -Adawiyah, kerja keras harus didoron g dan dimotivasi oleh kekuatan cinta, bukan karena takut hukuman atau mengharapkan hadiah. Kerja keras yang dimotori oleh cinta

88

menghasilkan kinerja yang optimal karena seluruh kemampuan, kemauan dan kesempatan secara tulus didarmabaktikan untuk menghasilk an performance terbaik. Ada beberapa perilaku yang menunjukkan sikap mencintai pekerjaan dan bekerja keras: 1. Mengerjakan sendiri pekerjaan yang menjadi tugasnya sampai tuntas, dengan tidak melupakan koordinasi atau konsultasi dengan pihak lain. 2. Memanfaatkan sarana dan fasilitas yang ada untuk menyelesaikan pekerjaannya, tidak menuntut di luar kemampuan instansi/satuan organisasi/kerja. 3. Menerima amanah pekerjaan atau jabatan sesuai kompetensi yang dimiliki, kemudian berkomitmen menyelesaikannya sampai tuntas . 4. Menyeimbangkan proses dan hasil dalam bekerja, sehinggal hasil kerjanya rapi dan baik. 5. Memiliki kontrol diri yang baik saat mengerjakan pekerjaan yang sulit. 6. Menfokuskan diri pada tugas yang diamanahkan tanpa sikap iri terhadap kemudahan pekerjaan orang lain. 7. Menyelesaikan pekerjaan dengan senang hati, tanpa beban dan menikmatinya. 8. Bekerja tidak gampang putus asa dan mengeluh.

89

9. Mengubah kendala dan kesulitan menjadi peluang dan tantangan yang perlu diperjuangkan. 10. Memiliki keuletan dan berusaha te rus-menerus dalam mencapai tujuan.

n. Meningkatkan Transparansi dan Koordinasi Transparansi (keterbukaan) adalah membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan t etap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Transparansi membuka ruang bagi publik untuk dapat mengakses secara luas meliputi penyelenggaraan dan pelayanan kepada umat beragama. Transparansi dalam birokrasi berarti membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak diskriminatif dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golong an dan rahasia negara. Inti transparansi adalah kejujuran dalam pengelolaan birokrasi , utamanya menyangkut hajat hidup masyarakat banyak. Sedang koordinasi adalah pendayagunaan dan penyesuaian antara komponen komponen kekuatan dari berbagai sumber dalam pelaksanaan kerja sesuai apa yang dibutuhkan dalam bekerja. Penyesuaian kekuatan dimak sud agar kerja dapat dilakukan secara teratur dan terprogram secara rapi, sehingga mencapai hasil yang efektif dan efesien. Koordinasi dilakukan sejak penyusunan program kerja; proses, hingga pada hasil dan pertanggungjawabannya. Transparansi erat kaitannya dengan kemauan aparatur untuk berkoordinasi dengan lain. Transparansi membuka peluang bagi yang lain untuk ikut terlibat secara koordinatif dalam suatu tim kerja, sehingga masing -masing anggota tim memperoleh peran sesuai dengan kapasitas dan wewenangnya sebagai aparatur. Distribusi tugas dan peran yang baik merupakan indikasi bahwa institusi tersebut telah mengimplementasikan sikap transparansi dan koordinasi. Penggelembungan tugas dan peran pada aparatur atau unit -unit tertentu menunjukkan fungsi koordi natif yang buruk, tentu saja hal itu akan merugikan institusi. Terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan transparansi dan koordinasi dalam kerja, yaitu:

90

4. Membuka diri terhadap saran dan masukan dari/dan untuk orang lain untuk bahan penyempurnaan tugasnya. 5. Berpikir positif terhadap sikap dan perilaku orang lain tanpa disertai curiga dan rasa dengki. 6. Melibatkan seluruh pihak terkait sesuai batas kewenangan masing -masing, sehingga seluruh anggota saling mendapatkan peran. 7. Tidak melakukan langkah dan tindakan di luar ketentuan yang telah disepakati, sehingga semua tindakan dapat terkontrol, terkoordinasi dan terarah. 8. Adanya integrasi kerja yang baik terhadap seluruh kegiatan yang direncanakan dalam mencapai tujuan bersama. 9. Tidak berpikir sektoral atau bagian pe r bagian dalam menjalankan tugas, melainkan memandang orang lain dan satuan unit lain sebagai bagian yang integral dalam mencapai keberhasilan. 10. Berpartisipasi aktif dan memberikan kontribusi nyata dalam setiap kegiatan yang sesuai bidang keahlian. 11. Saling mengomunikasikan setiap permasalahan yang timbul, sehingga dapat dicarikan solusi bersama tanpa melukai perasaan pihak tertentu. 12. Saling percaya antara atasan, bawahan dan antar -anggota kelompok kerja.

o.

Disiplin yang Tinggi Disiplin berasal dari akar kata disciple yang berarti belajar atau discipulus

yang berarti mengikuti dengan taat. Disiplin merupakan sikap yang selalu taat aturan, norma dan prinsip-prinsip tertentu. Disiplin adalah suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan seseorang untuk mempertahanka n dan meningkatkan tujuan organisasi secara objektif melalui kepatuhan menjalankan peraturan organisasi. Disiplin difokuskan untuk mengoreksi penampilan kerja agar peraturan kerja dapat diberlakukan secara konsisten, tidak bersifat menghakimi dalam memberl akukan hukuman atas tindakan indisipliner. Dalam penegakan disiplin diperlukan kemampuan pengendalian diri dan tetap taat aturan walaupun dalam situasi yang sangat menekan.

91

Disiplin (discipline) adalah tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi (Davis dan Newstrom: 1993). Disiplin merupakan bentuk pelatihan untuk menegakkan peraturan-peraturan perusahaan (Mathis dan Jackson: 2002). Disiplin adalah kemampuan menguasai diri sendiri dan melaksanakan norma -norma yang berlaku dalam kehidupan bersama (Saydam: 1996). Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan sebuah organisasi (Simamora: 1999). Disiplin kerja juga dapat diar tikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi (Mangkunegara: 2004). Dapat juga dikatakan bahwa disiplin kerja adalah disiplin yang berlaku bagi para pegawai di lingkungan kerja masing-masing. Pengertian lain diajukan oleh Sastrohadiwiryo (2003) bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sank sisanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan. Ahli lain menggunakan istilah kedisiplinan dengan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan/organisasi dan norma sosial yang berlaku (Hasibuan: 2000). Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Kesediaan adalah suatu sikap dan tingkah laku seseorang sesuai peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun tidak. Beberapa ahli umumnya memba gi tindakan manajemen untuk menegakkan disiplin dalam organisasi menjadi dua jenis : disiplin preventif dan disiplin korektif (Davis dan Newstrom: 1985; Siagian: 1996).

a. Disiplin Preventif Disiplin preventif (preventive discipline) adalah tindakan disiplin yang dilakukan untuk mendorong pegawai menaati berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi, diusahakan pencegahan jangan sampai para pegawai berperilaku

92

negatif atau melanggar aturan ataupun standar yang telah ditetapkan. Dengan cara ini, pegawai berusaha menegakkan disiplin diri secara sukarela tanpa paksaan dari pimpinan. Prosedur penegakan disiplin preventif. Pertama, para pegawai perlu didorong agar mempunyai sense of belonging terhadap satuan organisasi/kerja karena seseorang tidak akan merusak sesuatu yang merupakan miliknya. Kedua, para pegawai perlu diberi penjelasan tentang berb agai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Ketiga, para pegawai didorong menentukan sendiri cara -cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan -ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi. Melalui disiplin preventif, para pegawai dikelola dalam suatu cara yang mencegah perilaku-perilaku yang dapat terkena tindakan disiplin. Tugas pimpinan adalah: (1) Menyelaraskan pegawai dengan pekerjaannya melalui seleksi, pengujian dan prosedur-prosedur penempatan yang efektif; ( 2) Mengorientasikan pegawai secara benar kepada pekerjaan dan memberikan pelatihan yang diperlukan; (3) Menjelaskan perilaku pegawai yang tepat; (4) Memberikan umpan balik positif dan konstruktif kepada pegawai tentang kinerja; (5) Memungkinkan para pegawa i mengutarakan masalah-masalah mereka kepada manajemen melalui teknik -teknik seperti kebijakan pintu terbuka dan pertemuan -pertemuan kelompok manajemen pegawai.

b. Disiplin Korektif Disiplin korektif (corrective discipline) adalah suatu tindakan yang di lakukan setelah terjadi pelanggaran peraturan. Tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut sehingga tindakan di masa yang akan datang sesuai standar. Pegawai yang terbukti telah melakukan pelanggaran atas ketentuan ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi atau disciplinary action (Simamora: 1999). Tujuan tindakan disipliner adalah memperbaiki perilaku pelanggar standar, mencegah orang lain melakukan tinda kan serupa, dan mempertahankan standar kelompok yang konsisten dan efektif (Davis dan Newstrom : 1985). Dalam praktiknya, pengenaan sanksi korektif harus memperhatikan: Pertama, pegawai yang dikenakan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalahan yang telah dilakukan. Kedua, kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.

93

Ketiga, dalam hal pengenaan sanksi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan wawancara keluar (exit interview), yang menjelaskan antara lain alasan manajemen terpaksa mengambil tindakan sekeras itu.

Menurut

Mangkunegara (2004),

pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin kerja harus dilakukan dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten dan impersonal. Ada empat perspektif dasar menyangkut disiplin dalam suatu organisasi (Simamora: 1999). Pertama, disiplin retributif (retributive discipline), yaitu terutama berusaha menghukum orang yang berbuat salah. Tujuan akhirnya menghukum orang yang melanggar disiplin. Kedua, disiplin korektif (corrective discipline), berupaya membantu pegawai mengoreksi perilaku yang tidak tepat. Tujuan akhirnya membantu pegawai mengoreksi perilaku yang tidak dapat diterima sehingga seseorang dapat terus dikaryakan oleh organisasi . Ketiga, perspektif hak-hak individu (individual rights perspective) berupaya melindungi hak -hak dasar individu selama tindakan tindakan disipliner. Tujuan akhir dari perspektif ini adalah melindungi hak -hak individu. Keempat, perspektif utilitarian (utilitarian perspective) terfokus pada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya. Tujuan akhir perspektif ini untuk memastikan bahwa kegunaan tindakan disiplin melebihi konsekuensi -konsekuensi negatifnya. Terdapat beberapa perilaku yang menunjukkan si kap disiplin, antara lain: 9. Menyelesaikan tugas secara cermat, tertib, teratur dan tepat waktu. 10. Menepati waktu (punctuality) dengan menaati ketentuan jam kerja (datang dan pulang kantor sesuai waktu yang telah ditetapkan). 11. Memiliki deadline kerja yang jelas dan berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai deadline yang telah ditetapkan. 12. Memanfaatkan waktu untuk kerja sebaik mungkin, tanpa menundanya tetapi juga tidak terburu-buru yang mengakibatkan ketidaksempurnaan hasil akhir.

p. Bersahaja dalam Hidup dan Kehidup an Bersahaja atau sederhana dalam hidup memiliki arti menggunakan dan menikmati apa yang ada, tanpa memaksakan diri menuntut yang lebih dari kelaziman dan kemampuan. Lawan dari hidup bersahaja adalah keserakahan, ketamakan dan hidup boros. Sikap serakah at au tamak menjadi awal kehancuran. Selain karena hidupnya terbelenggu oleh dominasi harta dan tahta, sering kali mereka yang serakah

94

menghalalkan semua cara, tanpa mempedulikan apakah yang dilakukan merugikan dan menyengsarakan orang lain ataukah tidak. Kebersahajaan individu pada awalnya ditentukan oleh gaya hidup yang sederhana dan tidak memerlukan banyak hal. Akan tetapi karena tuntutan zaman dan gaya hidup yang semakin meninggi, kebersahajaan berkaitan dengan obsesi, harapan dan keinginan yang tinggi. Ga ya hidup individu tidak lagi membeli, menggunakan dan memanfaatkan sesuatu karena kebutuhan ( need), tetapi lebih karena keinginan (wish) atau bahkan nafsu (desire). Membeli HP terbaru dengan berbagai aksesoris lebih diutamakan ketimbang fungsinya sebagai a lat komunikasi. Ini merupakan sikap hidup yang keliru, terutama dikaitkan dengan konsep kebersahajaan aparatur negara. Terdapat beberapa perilaku yang menunjukkan sikap bersahaja, antara lain: 5. Berkata dan berperilaku sewajarnya, tidak terlalu muluk -muluk melebihi kapasitas dan wewenang yang dimiliki. 6. Berpakaian dan berpenampilan sewajarnya sesuai norma dan etika agama dan sosial, dengan tidak mengenakan aksesoris yang berlebihan seperti perhiasan, parfum, jam tangan, sepatu, dll.) 7. Menggunakan fasilitas hidu p sewajarnya seperti kendaraan dan teknologi informatika, agar tidak membuka peluang iri hati orang lain. Budaya kerja melalui PPA di lingkungan Departemen Agama RI dapat disederhanakan dalam gambar berikut: Gambar 2: Bangunan Budaya Kerja melalui PPA

95

Pada gambar tersebut terlihat bahwa: (1) fondasi bangunan budaya kerja melalui PPA adalah ikhlas beramal. Ikhlas beramal yang terdapat di logo Departemen Agama menjadi nilai dasar pelaksanaan budaya kerja; (2) tiang penyangga bangunan budaya kerja melalui PPA adalah tiga persepsi kerja: pelayanan, pemberdayaan dan peneladanan. Maksudnya, kerja adalah pelayanan, kerja adalah pemberdayaan dan kerja adalah peneladanan; (3) atap bangunan budaya kerja melalui PPA adalah sembilan sikap, yaitu jujur dan memiliki i ntegritas tinggi; memiliki etika, akhlak mulia, dan memberi suri teladan; menghormati hukum dan aturan -aturan yang berlaku; bertanggung jawab dan akuntabel; hormat kepada hak -hak orang lain dan tidak mudah menyalahkan orang lain; mencintai pekerjaan dan ma u bekerja keras; meningkatkan transparansi dan koordinasi; disiplin yang tinggi; dan bersahaja dalam hidup dan kehidupan; (4) Bangunan budaya kerja bertujuan membangun citra aparatur Departemen Agama yang bersih, berwibawa dan amanah dalam rangka perwujuda n good governance, seperti profesionalisme, partisipasi masyarakat, supremasi hukum, daya tanggap stakeholders, transparansi, kesetaraan, berorientasi pada visi, akuntabilitas, pengawasan, efektif dan efisien.

o.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Berkembangnya Budaya Kerja Banyak faktor yang memengaruhi tumbuhnya budaya kerja di dalam suatu

satuan organisasi/kerja. Beragam faktor tersebut mungkin disebabkan faktor internal yang muncul dari diri pribadi aparatur, atau bisa juga disebabkan faktor eksternal yang berasal dari sistem yang mendukung, dan tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh kedua-duanya. Pribadi yang baik, tanpa didukung oleh sistem yang baik akan menyebabkan perilaku tak berbudaya, demikian pula sebaliknya. Interaksi harmonis antara keduanya me njadikan budaya kerja dapat diterapkan secara baik di suatu satuan organisasi/kerja. Dalam mewujudkan budaya kerja, faktor -faktor pendukungnya adalah: 8. Faktor internal, faktor yang tumbuh dari dalam diri aparatur negara, meliputi: 2) Pengetahuan, seberapa ting gi tingkat pengetahuan aparatur negara dalam mengetahui dan memahami nilai dasar, persepsi dan sikap dalam budaya kerja

96

melalui PPA, baik yang diperoleh dari tingkat pendidikan formal, pelatihan atau pengalaman selama bekerja. 3) Sikap, seberapa peduli aparat ur negara dalam menghayati dan merefleksikan budaya kerja, baik yang diperoleh dari hasil penghayatan maupun peneladanan selama bekerja. 4) Keterampilan, seberapa terampil dan cekatan aparatur negara dalam menerapkan budaya kerja, baik yang diperoleh dari pem biasaan dalam bekerja maupun dari hasil interaksi dengan teman sejawat dalam bekerja. 5) Moral, seberapa kuat moral yang dimiliki aparatur negara dalam menerapkan budaya kerja. Moral dalam konteks PPA diturunkan dari agama, dimana agama dipersepsi sebagai kek uatan moral (moral force) dalam melaksanakan budaya kerja. 9. Faktor eksternal, faktor yang tumbuh dari luar diri aparatur negara, meliputi: 10. Situasi dan kondisi kerja, seperti penegakan peraturan, kompensasi dan upah, penerapan reward and punishment, jaminan kerja, pembenahan kepegawaian, berjalannya evaluasi dan pengawasan (baik preventif maupun represif), sistem kontrol dan tekanan pekerjaan serta iklim kompetisi. 11. Hubungan interpersonal dan team work yang komunikatif, baik vertikal maupun horizontal, seperti kerja sama yang solid, saling menghormati dan keteladanan pimpinan. 12. Citra kelembagaan dimana aparatur bekerja, misalnya Departemen Agama memiliki citra kelembagaan sebagai pengemban moral -keagamaan bangsa yang setiap aparaturnya harus memiliki citra diri (self image) dan harga diri (self esteem) yang positif. Dengan mengadopsi teori kinerja Blumberg dan Pringle (dalam Robbins: 1996), faktor yang memengaruhi berkembangnya budaya kerja dapat disederhanakan dalam rumus BK = A X M X O: bahwa budaya kerja merup akan hasil perkalian dari ability (kemampuan), motivation (kemauan) dan opportunity (kesempatan). Faktor kemampuan dan kemauan berasal dari sisi internal aparatur negara, sedangkan kesempatan berasal dari sisi eksternal aparatur negara. Berdasarkan teori i ni, implementasi budaya kerja melalui PPA para aparatur Departemen Agama dapat dilakukan melalui:

97

1.

Optimalisasi pendayagunaan kemampuan dalam upaya memahami, menghayati dan menerapkan budaya kerja melalui aktualisasi bakat dan kecerdasan dengan pembelajaran dan pengalaman kerja.

2.

Peningkatan kemauan dalam upaya mengendalikan dan mengontrol diri melaksanakan budaya kerja melalui mekanisme penyadaran diri, penataan niat dan pengawasan melekat dari diri sendiri.

3.

Pemanfaatkan kesempatan dalam upaya mengemban aman ah dan tuntutan profesi untuk menerapkan budaya kerja melalui pemberdayaan sistem keadilan dan pengawasan dari luar, baik pengawasan fungsional, legislatif, yuridis maupun masyarakat. Dengan menggunakan PPA sebagai pendekatan dalam penerapan budaya

kerja, ketiga faktor tersebut dilakukan dalam bingkai nilai ikhlas beramal sebagai nilai dasar pembentukan budaya kerja. Artinya, optimalisasi pendayagunaan kemampuan, peningkatan kemauan dan pemanfaatan kesempatan semata -mata untuk aktualisasi program pengawasan yang tidak bertentangan dengan nilai -nilai agama.

Uraian tersebut dapat disederhanakan dalam gambar berikut:

Gambar 3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Berkembangnya Budaya Kerja A b ilit y = K n o w le d g e + S k ill

A b ility (K e m a m p u a n ) L e a r n in g , e x p e r ie n c e M o t iv a t io n = A t t it u d e + S it u a t io n

M o tiv a tio n (K e m a u a n )

S e lf a w a r e n e s s m e c a n is m

Budaya K e r ja

T ru s t w o r th y

O p p o r tu n ity (K e s e m p a ta n )

J u s t ic e s y s t e m

Daftar Pustaka

98

Ahmad Batinggi, Manajerial Pelayanan Umum, Universitas Terbuka: Jakarta, 1999. Azwar, Saifudin, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Bandura, Albert, Social Learning Theory, Englewood Cliffs, NJ.: Prentice Hall, 1977. BPS/Badan Pusat Statistik dan Depsos/Departemen Sosial, Penduduk Fakir Miskin Indonesia 2002, Jakarta: BPS, 2002. Brown, Clerence W. and Edwin E. Ghiselli, Scientific Method in Psychology, New York: McGraw-Hill Book Company, 1955. Chaplin, James P., Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartino Kartono, Jakarta: Rajawali, 1989. Djokosantoso Moeljono, More About Beyond Leadership: Dua Belas Konsep Kepemimpinan, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009. Gary Yulk, Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta: Indeks, 2007 Gibson, Ivancevich dan Donne lly, Organisasi; Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta: Erlangga, 1982 Ghazali, Abu Hamid Muhammad, Ihya' Ulum al-Din, Beirut: Dâr al-Fikr, tt. Haimann, Theo and William G. Scott, Management in the Modern Organization New York: Houghton Mifflin Company, 197 0 Hasibuan, SP. Manajemen Sumber Daya Manusia , Ed Revisi, PT. Bumi Aksara: Jakarta, 2000. Holland and Gottfredson, Measurement of Job Satisfaction, (http://wwww. pieinc.com/ disertation/measurement.htm), 2000. Ibn Maskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlaq, terj. Helmi Hidayat, judul asli, Tahdzib al-Akhlâq", Bandung: Mizan, 1994. Ife, Jim, Community Development: Creating Community Alternatives,Vision, Analysis and Practice, Longman: Australia, 1995. Inspektorat Jenderal Departemen Agama,

Modul Pengawasan denga n

Pendekatan Agama, Jakarta: Inspektorat Jenderal Departemen Agama, 2008. Inspektorat Jenderal Departemen Agama, Pencegaran Perilaku Korupsi dengan Pendekatan Agama , Jakarta: Inspektorat Jenderal Departemen Agama, 2006.

99

Inspektorat Jenderal Departemen Agam a, Pengawasan dengan Pendekatan Agama, Jakarta: PPPKPMJA, 2005. Keputusan

Menteri

Pendayagunaan

Aparatur

Negara

RI

Nomor

25/KEP/M.PAN/04/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara, Jakarta. Keputusan

Menteri

Pendayagunaan

Aparatur

Negar a

RI

Nomor

25/KEP/M.PAN/04/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara, Jakarta. Kohlberg, Lawrence, Tahap-Tahap Perkembangan Moral,

Yogjakarta:

Kanisius, 1995. Mangkunegara, Anwar Prabu, Perilaku Konsumen, Bandung: Refika Aditama, 2004. Mathir R.L. and Jackson JH., Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Salemba Emban Patria, 2002. Newstorm, JW dan Keith D, Organization Behavior: Human Behavior at Work. 9th, McGraw-Hill, Inc. 1993. Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Herna ndez, The Integration of Social Work Practice. Wadsworth, Inc., California, 1994 Poediwiyatna. Etika: Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta, 1990. Qodri A. Azizy, 2007. Reformasi Birokrasi,PT. Gramedia, Jakarta. Rappaport, J., Studies in Empowerment: Introduction to the Issue, Prevention In Human Issue, USA, 1984 Robbins, SP, 1996. Perilaku Organisasi : Konsep Kontroversi, Aplikasi . Ed Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta Sastrohadiwiryo, Manajemen Pegawai: Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta;Bumi Aksara;2003 Saydam, G. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management), Jambatan, Jakarta. Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Simamora, Bilson, Panduan Riset Perilaku Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999 Sinamo, Jansen H., 8 Etos Kerja Profesional, Jakarta: Institut Darma Mahardika, 2005 Sternberg, Robert J. The Triangle of Love, USA: Basic Book Inc, 1988

100

Swift, C., & G. Levin, Empowerment: An Emerging Mental Health Technology, Journal of Primary Prevention, USA, 1987 Syarif Ali al-Jurjawiy, Kitab al-Ta’rifat, Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyat, 1988 Triguno, 2003. Budaya Kerja Menciptakan Lingkungan kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Golden Terayon Press, Jakarta

101

LAMPIRAN EVALUASI KEGIATAN

C. Bahan diskusi dan Tinjauan 1. Jelaskan latar belakang mengapa budaya kerja perlu dikembangkan melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama! Apakah perbedaannya jika budaya kerja dikembangkan melalui selain PPA? 2. Sebutkan elemen-elemen dasar pengertian Budaya Kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama serta jelaskan maksudnya! 3. Nilai dasar budaya kerja Departemen Agama melalui PPA terfokus pada ikhlas beramal. Jelaskan kedua kata tersebut! Apakah kaitan antara keduanya? Bagaimana jadinya jika keduanya tidak dikaitkan dalam bekerja? 4. Persepsi dalam budaya kerja Departemen Agama melalui PPA yang meliputi pelayanan, pemberdayaan dan peneladanan memiliki kebermaknaan sendiri dalam kinerja aparatur. Jelaskan kebermaknaan masing -masing persepsi kerja itu dan berilah ilustrasinya! 5. Sebutkan tiga sikap budaya kerja Departemen Agama melalui PPA yang terpenting menurut anda! Jelaskan indikasi -indikasinya! Berilah ilustrasi kasus terkait dengan pengalaman yang anda miliki dalam kerja ! 6. Faktor-faktor yang menumbuhkan budaya kerja melalui PPA di lingkungan Departemen Agama yang anda ketahui?

D. Asesmen Diri (Self Assesment)

DILEMA ETIKA TERHADAP SIKAP KERJA

Berikut ini ada beberapa cerita kasus. Anda diminta untuk membaca, memahami dan mendiskusikannya dengan anggota kelompok dan kemudian menjawab pertanyaan yang ada dibawahnya. Jawaban anda merupakan refleksi dari pengalaman anda sehari-hari dalam bekerja. Selamat mengerjakan.

1. Kasus Satu

SIKAP JUJUR DAN MEMILIKI INTEGRITAS TINGGI

102

Di suatu kerajaan, hidup Raja yang sangat kejam dan sombong. Dia merasa penguasa dunia, dan karenanya warganya harus menyembahnya . Ia melarang hambanya menyembah Tuhan. Warga yang selama ini telah memiliki keyakinan untuk menyembah kepada -Nya, harus mengganti keyakinannya menyembah kepadanya. Siapapun yang menentang perintah nya akan mendapatkan hukuman berat, yakni hukuman mati. Hampir semua warga mematuhi perintah Raja, mengganti keyakinannya dan tidak lagi menyembah Tuhan, karena mereka sangat takut dengan kekejaman nya. Namun ternyata ada tiga orang yang secara diam -diam tatap menjalankan keyakinan lamanya menyembah Tuhan dengan setia. Suatu saat informasi tentang ketiga orang tersebut didengar oleh raja dan kemudian Raja pun memanggilnya. Ketiga orang tersebut diminta untuk segera mengganti keyakinannya agar terbebas dari hukuman mati. “Tinggalkan Tuhanmu dan sembahlah aku, maka kalian terbebas dari hukuman mati .”Ketiga orang tadi merasa bingung, harus menjawab apa, mereka masih ingin tetap menyembah Tuhan, tapi hukuman dari Raja yang berat begitu menghantuinya. Andaikan anda merupakan salah satu dari ketiga orang tersebut, apa yan g akan anda lakukan dalam menyikapi dilema etis kejujuran dan integrasi diri tersebut?

2. Kasus Dua

SIKAP MEMILIKI ETIKA, AKHLAK MULIA DAN MEMBERI SURI TAULADAN Seorang suami menderita sakit keras dan untuk kesembuhannya dibutuhkan biaya perawatan yang banyak. Istrinya dan seluruh keluarganya berusaha keras membantu agar sang suami dapat sembuh dari sakitnya, termasuk membawanya ke rumah sakit terbaik di kota ag ar mendapatkan pelayanan maksimal. Segala daya upaya telah dilakukan oleh sang istri yang begitu setia. Sang istri sampai merelakan seluruh harta benda yang dimiliki demi membayar pengobatan dan perawatan suaminya. Namun sang suami tak kunjung sembuh. Dokter mengatakan tinggal satu harapan yang masih mungkin untuk dilakukan, yaitu menjalani operasi pembedahan . Saran itu berguna. untuk mengangkat penyakit sang suami yang sudah menjalar di seluruh tubuh. Operasi tersebut membutuhkan biaya yang mahal dan hart a yang tersisa yang dimilikinya tinggal

103

rumah yang disinggahi bersama anak -anak mereka. Sang istri mengalami dilema yang luar biasa. Seandainya anda berada dalam posisi sang istri, apa yang akan anda lakukan dalam menyikapi dilema etis akhlak mulia dan sur i tauladan?

3. Kasus Tiga

SIKAP TAAT HUKUM DAN ATURAN Seorang pegawai negeri sipil berinisial A terbiasa kerja dengan mematuhi hukum dan aturan. Pegawai A memiliki ibu yang sangat dihormati sedang menderita sakit. Ia satu-satunya anak yang diandalkan, semen tara saudaranya yang lain dalam kondisi pas-pasan. Sebagai pegawai biasa, gaji yang diterima hanya cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari tanpa ada kelebihan, sehingga saat ibunya sakit ia mengalami kebingungan yang dilematis. Di kantor, ia menduduki posisi bendahara. Dengan keahlian administrasinya, i a memiliki kesempatan untuk meng ambil uang yang secara administratif dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga sering mendapatkan uang tips dari setiap orang yang membutuhkan jasanya. Ia bingung, apakah uang tips tersebut ditolak atau tidak, sementara ibunya sangat membutuhkan uluran tangannya. Seandainya anda pegawai berinisial A itu, apa yang anda lakukan dalam menyikapi dilema etis taat hukum dan aturan?

4. Kasus Empat

SIKAP BERTANGGUNG JAWAB DAN AKUNTABEL Sang raja, Aji Saka hendak pergi ke perbatasan untuk menghancurkan orang jahat yang sering menghantui para penduduk. Beliau berpesan kepada abdinya yang sangat setia dan dipercaya, Sembada, untuk menjaga pusaka aji dengan pesan; ”Janganlah kauberikan kepada siapa pun pusaka aji itu, kecuali kepadaku, ketika aku kembali ke kerajaan.!” Seusai berujar, Aji Saka berangkat dengan tenang karena ia percaya pusaka aji itu tidak akan berpindah tangan, apalagi tangan yang salah. Raja Aji Saka kemudian berhasil mengala hkan orang jahat tersebut. Untuk sementara waktu ia harus tinggal diperbatasan demi memastikan tidak ada lagi orang yang akan mengganggu ketentraman penduduk. Pada suatu ketika teringatlah Raja Aji

104

Saka akan Sembada abdinya yang ditugaskan menjaga pusaka a ji, Lalu diutusnyalah Dora menemui Sembada di istana Kerajaan untuk membawa pusaka aji ke perbatasan, dengan pesan, ”Bawalah pusaka aji ke Tanah Jawa! Rawe -rawe rantas, malangmalang putung!” Ketika saatnya tiba, di istana Kerajaan, kedua hamba, Sembada da n Dora, bertemu muka. Masing-masing berketetapan hati menetapi titah Sang Aji Saka. Masing-masing berpegang teguh pada titah Tuannya. Terjadilah perang habis -habisan. Sembada dengan jurus-jurus unggulannya mengalahkan kuasa kepentingan diri. Sedangkan Dora dengan jurus-jurus andalannya bertanding melawan kuasa ingkar janji. Masing-masing menunjukkan ketaatan dan kesetiaan sampai tetes darah penghabisan, sampai keduanya mati. Ketaatan dan kesetiaannya terhadap janji menjadikan dirinya mati. Berita kematian kedua abdinya, Sembada dan Dora, sampai juga ke telinga Sang Aji Saka. Hati Sang Aji terharu. Terharu karena kematian pahlawan ketaatan dan kesetiaan sampai mati. Kematian mereka diabadikan oleh Sang Aji Saka dalam aksara Jawa. (Hanacaraka, datasawala, pad ajayanya, maga batanga). 1. Menurut anda bagaimana sikap dan perilaku seharusnya Sembada, Dora dan Aji Saka? 2. Menurut anda apa yang harus dilakukan agar peristiwa tersebut tidak terjadi dilema etik dalam mengemban tanggung jawab yang akuntabel ?

5.

Kasus Lima

SIKAP HORMAT KEPADA ORANG LAIN DAN TIDAK MENYALAHKANNYA Pada suatu malam, Nabi Muhamad pulang ke rumah melebihi jam biasanya. Aisyah istrinya menunggu kedatangan suami tercintanya, namun Nabi Muhammad tak kunjung pulang. Akhirnya Aisyah tertidur dan pintu r umah dalam keadaan terkunci dari dalam. Nabi Muhamad pulang ke rumah, mengetuk pintu dan memberi salam. Namun karena Aisyah sudah tertidur lelap, ia tidak mendengar suara ketukan pintu dan salam Nabi. Nabi berusaha lagi membangunkan istrinya dengan mengetu k pintu, namun Aisyah tidak juga terbangun. Kejadian itu membuat Nabi Muhammad tidur di depan pintu rumah semalaman.

105

Keesokan harinya, mengetahui suaminya tidur di depan pintu karena pintu rumah terkunci dan Nabi tidak dapat masuk, Aisyah merasa sangat be rsalah. Mengapa ia mesti tertidur dan tidak membukakan pintu untuk Nabi. Segera Aisyah meminta maaf atas kejadian semalam kepada Nabi. Saat menyampaikannya kepada Nabi, Nabi menjawab; “justru saya yang harus meminta maaf kepadamu wahai Istriku, aku telah berbuat salah karena pulang terlalu malam, sehingga membuat engkau harus menungguku hingga larut malam. Aku tahu engkau terlalu lelah menunggu sehingga terlelap tidur. Jadi saya lah yang harus meminta maaf wahai istriku”. Menurut anda; 1.

Mengapa kedua-duanya merasa bersalah?

2.

Apa yang dapat anda ambil hikmah dari cerita di atas?

6. Kasus Enam

SIKAP MENYINTAI PEKERJAAN DAN BEKERJA KERAS Seorang preman sudah sering masuk penjara, ia keluar dan bebas dari tahanan, namun kemudian ia kembali berbuat kejahatan, tertan gkap dan dimasukkan lagi ke dalam penjara. Walau sudah sering keluar masuk penjara, ia tetap saja tidak merubah sikap dan perilaku hidupnya, dan ia berketetapan hati untuk tetap menjadi preman. Ia sudah terlanjur mencintai profesinya menjadi preman. Saat ditanya mengapa ia tetap saja tidak mau bertobat dan masih saja berbuat jahat manjadi preman. Dengan santai ia menjawab, saya sudah sangat menjiwai profesi saya sebagi preman, saya sudah memiliki kekuasaan dan anak buah yang setia, saya juga mendapatkan kep astian pendapatan yang tetap sebagai seorang preman. Kalau jadi preman, saya bisa mendapatkan makan dengan cara merampas atau memeras, kalaupun nanti ditangkap polisi dan dipenjara, saya masih tetap mendapatkan makanan di penjara. Justru kalau saya berhent i, saya khawatir tidak mendapatkan makan, karena saya tidak punya keahlian lain untuk bekerja selain untuk berbuat jahat. 1. Menurut anda apa yang seharusnya dilakukan oleh si preman? 2. Bagaimana sikap anda jika memiliki teman setia seperti preman itu? 3. Dapatkah anda mencintai pekerjaan dan profesi sebagaimana preman tersebut mencintai pekerjaan dan profesinya?

106

7. Kasus Tujuh

SIKAP MENINGKATKAN TRANSPARANSI DAN KOORDINASI Setiap selesai berdagang, Nabi Muham mad selalu melaporkan seluruh hasil transaksi secara rinci kepada majikannya, tanpa mengambil sedikitpun keuntungan, Beliau menyerahkan semua hasil pendapatan kepada Kh adijah, dan kemudian menerima saja upah yang diberikan oleh nya, walau upah tersebut jauh lebih kecil dari total keuntungan perdagangan yang di lakukan beliau. Saat itu, Nabi berhasil menjual berbagai macam barang dengan harga melebihi dari harga jual minimal yang telah ditetapkan. Amin, seorang karyawan sebuah perusahaan perdagangan ingin sekali mencontoh prilaku Nabi Muhammad dalam bermitra bis nis dengan orang seperti Khadijah tersebut. Ia sering berhasil menjual barang melebihi dari harga jual yang telah ditetapkan perusahaan. Dari inspirasi cerita Nabi, akhinya Amin juga melakukan hal yang sama, menyerahkan seluruh hasil pendapatan kepada supe rvisornya. Sementara itu, banyak karyawan lain yang ketika mampu menjual dengan harga di atas harga jual minimal, maka selisih harga tersebut diambil untuk dirinya, dan melaporkan pendapatan sesuai dengan harga jual minimal yang telah ditetapkan perusahaan saja. Prilaku Amin yang jujur dan transparan tersebut akhirnya dimanfaatkan oleh supervisornya. Ia melaporkan kepada managernya pendapatan Amin setelah dikurangi dengan selisih harga jual minimal. Dan selisih tersebut kemudian diambil untuk dirinya. Hal i ni dilakukan oleh supervisornya tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan Amin. Setelah

sekian

waktu

belalu,

Amin

akhirnya

mengetahui

prilaku

supervisornya. Namun ia diancam oleh supervisornya untuk tidak membocorkan hal ini kepada manajernya. Bila sampai beri ta ini bocor ia akan dipecat dari pekerjaannya. Menurut anda apakah yang harus dilakukan oleh Amin. 1.

Haruskan Amin melaporkan supervisornya dan itu berarti ia terancam akan dipecat, karena belum tentu ma nagernya akan percaya dengannya ?

2.

Haruskan Amin mengikuti perilaku karyawan lain, melaporkan keuntungan secara fiktif?

3.

Atau apakah Amin membiarkan saja, toh ia masih tetap aman dari pekerjaanny a?

4.

Ataukah anda memiliki cara lain untuk keluar dari dilema etik sikap transparansi dan koordinasi ini?

107

8. Kasus Delapan

SIKAP DISIPLIN TINGGI Andi mengalami kebimbangan dan kebingungan yang amat sangat, ibunya sedang sakit dan terbaring lemah di rumah sakit. Penyakit yang dideritanya merupakan jenis penyakit baru yang belum dapat ditemukan obatnya. Sang dokter yang merawatnya tidak dapat berbuat banyak untuk menyembuhkan sang ibu, kecuali hanya memberikan perawatan agar penyakitnya tidak semakin memburuk. Adalah seorang apoteker yang memiliki kemampuan meracik obat dan dapat membuat obat untuk menyembuhkan penyakit yang d iderita sang ibu. Namun harga obat tersebut sangat mahal, dan Andi tak mampu menebus obat itu karena Andi tidak memiliki cukup uang. Andi kemudian secara baik -baik datang ke rumah apoteker memohon agar ia dapat membeli obat dengan membayar setengah harga, dan setengah harganya lagi akan ia bayarkan setelah ia memiliki uangnya. Namun apoteker tidak mau memberikannya karena ia juga membutuhkan uang tersebut untuk kegiatan operasional peracikan obat. Akhirnya Andi pulang dari rumah apoteker dengan tangan hampa. Andi terus teringat kondisi ibunya, dan semakin sedih dibuatnya. Ia kemudian berusaha mencari pinjaman kesana kemari, namun juga tidak berhasil. Akhirnya terpikir olehnya untuk mencuri obat yang dimiliki apoteker, dan ia lakukan itu di malam hari. Sayangnya perbuatannya diketahui oleh polisi dan ia kemudian ditangkap dan dimasukan ke dalam penjara. 1. Bagaimana sikap anda jika anda menjadi Andi 2. Bagaimana sikap anda jika anda menjadi Apoteker 3. Bagaimana sikap anda jika anda menjadi polisi 4. Bagaimana sikap anda jika anda menjadi hakim

9. Kasus Sembilan

SIKAP BERSAHAJA Imam al-Ghazali salah satu tokoh besar dalam sejarah Islam . Ia merasakan kebobrokan birokrasi dalam pemerintahan di Kota Baghdad. Sebagai salah satu bagian dari birokrat, ia tidak kuasa untuk merubahnya, bahkan kian lama birokrasi

108

yang dirasakannya kian korup. Ia merasa usaha -usaha yang dilakukannya untuk merubahnya tidak cukup mampu melawan arus korupsi yang semakin kuat. Bahkan akhirnya ia juga khawatir akan terjerumus dalam prilaku yang korup. Akh irnya setelah lama berpikir dan mempertimbangkan, ia memutuskan untuk berhenti dari birokrasi dan keluar dari Kota Baghdad, dengan ber-uzlah (mengasingkan diri) mencari tempat yang lebih baik. Fasilitas yang diterima oleh Imam al-Ghazali sudah lebih dari cukup. Jika ia meninggalkan Baghdad belum tentu ia akan mendapatkan fasilitas yang sama, namun ia tetap memilih keluar dari Baghdad. Sepeninggal Imam al-Ghazali, ternyata birokrasi di Baghdad makin bertambah korup. Hal ini terjadi karena ia yang selama ini punya peran untuk menekan laju korupsi sudah tidak ada lagi. Seandainya anda menjadi Imam al-Ghazali, apa yang akan anda lakukan? 1. Tetap bertahan di kota Baghdad yang korup, anda akan tetap mendap atkan fasilitas, namun hal ini berarti anda hidup dalam lin gkungan yang zalim. 2. Ataukah meninggalkan Baghdad dan segala fasilitasnya agar anda dapat keluar dari lingkungan sesat untuk menghindari dari godaan korupsi, dan ini berarti ia membiarkan perilaku sesat berlaku di Baghdad. 3. Ataukah anda punya solusi lain lai n menyikapi dilema etis sikap kerja yang bersahaja?

109

MATRIKS BUDAYA KERJA MELALUI PENGAWASAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA A. Dasar Nilai: Ikhlas Beramal Rumusan Ikhlas Beramal “Bekerja secara total tanpa pamrih”. Rumusan tersebut mengandung dua unsur utama: n. Bekerja total: Mengerahkan segenap kemampuan, kemauan dan kesempatan untuk mewujudkan kinerja sesuai tugas dan funginya sebagai aparatur Departemen Agama. o. Tanpa pamrih: Kerja dengan ketulusan hati dalam rangka beribadah kepada Tuhan, demi mewujudkan kemasla hatan dan kemakmuran bangsa dan negara. Fungsi Nilai Dasar Ikhlas Beramal 1. Fungsi jati diri, yang merefleksikan karakter pribadi aparatur negara. 2. Fungsi kinerja, berlaku sebagai landasan komitmen bekerja aparatur negara. 3. Fungsi dakwah, berlaku sebagai “citra kelembagaan” yang menjadi penjaga moral-keagamaan bagi bangsa Indonesia. B. Persepsi Kerja 1. Kerja adalah pelayanan (Syarat: Bekerja secara cerdas, fokus pada pelanggan, adanya 6 S, adanya penghargaan dan hukuman) 2. Kerja adalah pemberdayaan (Syarat: Bekerja d alam tim, jaringan, mandiri dan menghargai yang lain) 3. Kerja adalah peneladanan (Syarat: Shiddiq ( honest), amanah (trusworthy), tabligh (reliable), fathanah (smart), taat ibadah dan silaturrahmi ) C. Sikap dan Perilaku Kerja No

Sikap

Perilaku

1

Jujur dan memiliki integritas tinggi

2

Memiliki etika, akhlak mulia, dan memberi suri teladan

Bekerja secara benar dan penuh ketulusan tanpa menghitung hitung jasa dan tenaga, namun tidak mengurangi kualitas pekerjaannya. Konsisten antara pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilandasi oleh suara hati dan keyakinan akan kebenaran yang hakiki dalam melaksanakan tugas. Bersyukur atas pendapatan yang diterima dan menikmati pekerjaan tanpa gampang mengeluh. Bebas dari aji mumpung (moral hazard) dalam penyalahgunaan wewenang dan jabatan secara sewenang -senang. Menyumbangkan seluruh daya upayanya secara sukacita dengan penuh dedikasi dalam menerima amanah kerja. Memiliki semangat menuju kebaikan, tanpa terselip berbuat jahat atau buruk. Berjiwa besar dan sanggup mengakui saat melakukan kesalahan untuk kemudian bersedia memperbaiki. Bersedia mengakui kesalahan diri sendiri dan tidak melempar kesalahan kepada pihak lain. Menepati janji dalam penerapan aturan d an etika yang berlaku. Berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus melawan arus. Tidak menerima segala sesuatu dalam bentuk apa pun yang dapat mengganggu integritas serta mengurangi objektivitasnya. Menunjukkan wajah yang menyenangkan saat melayani. Memiliki kearifan dan kebijakan dalam pelayanan orang bermasalah, sehingga penegakan aturan dalam kerangka menghargai orang yang dilayani. Simpati dengan bersikap sopan, ramah dan demokratis, sehingga ia mengikis habis rasa “senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang”. Empati atau memiliki pengertian terhadap perasaan, kebutuhan dan kesulitan rekan kerja, ba wahan dan orang yang dilayani dengan memberikan bantuan, utamanya dukungan moral atau pemecahan masalah. Bersabar saat menghadapi pekerjaan yang menyulitkan dan membingungkan, serta beusaha mencar penyebabnya sehingga

Capaian yan g Diinginkan  Aparatur yang jujur, bersih, ikhlas dan berwibawa sebagai pengemban kepercayaan (amanah) dari bangsa dan negara  Kejujuran dalam pembuatan rencana, penentuan kebijakan, pengambilan keputusan, penentuan anggaran, pelaksanaan kerja dan pertanggungjawabannya  Profesional dalam bekerja dengan menjunjung tinggi nilai moral dan agama





Kepemimpinan paham terhadap visi dan misi organisasi dan mampu mengendalikan organisasi dengan berpijak pada nilai moral dan agama sehingga perilakunya menjadi teladan bagi yang lain Kepemimpinan yang bersikap positif, terbuka, demokratis dan memberdayakan

110

No

Sikap

3

Taat hukum dan aturanaturan yang berlaku

4

Bertanggung jawab dan akuntabel

5

Hormat kepada hak-hak orang lain dan tidak mudah menyalahkan orang lain

Perilaku pekerjaan itu dapat diselesaikan d engan baik. Bersyukur saat mendapatkan kebaikan dan berprestasi, agar nantinya prestasi tersebut tetap dapat diraih kembali. Menghormati dan menghargai atasan atau senior, menyayangi rekan sesama/setingkat dan kepada bawahan. Berpikir dan bertindak positif dalam berinteraksi dengan orang lain, tidak gampang curiga terhadap niat baik orang lain, bahkan mampu memengaruhi orang lain untuk berpikir dan bertindak positif. Menyampaikan pesan dengan bahasa yang santun dan baik, yang mudah diterima orang lain. Menunjukkan kebenaran sebagai suatu kebenaran dan kebatilan sebagai suatu kebatilan, baik dalam bentuk hati, lisan maupun tindakan. Bekerja sesuai ketentuan yang berlaku dengan mengikuti SOP (standar operational prosedure). Bekerja secara teratur dan konsisten m ematuhi dan mengikuti peraturan yang berlaku. Menyelesaikan masalah merujuk pada hukum dan aturan yang berlaku. Memegang teguh prinsip dan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan dengan berani, adil dan bertanggung jawab demi penegakan hukum dan aturan. Bekerja sama dalam rangka menegakkan kebaikan dan menghindari kemungkaran. Menerima segala konsekuensi dan risiko atas hasil kerjanya. Adanya rasa bersalah dan budaya malu apabila belum atau tidak menyelesaikan tugas dengan baik. Memegang teguh kode etik dengan menyimpan rahasia negara dan rahasia jabatan. Mempertahankan kinerja professional berdasarkan standar yang berlaku. Bekerja secara profesional dengan cara meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kompetensi diri, baik kompetensi personal, sosial maupun tuntutan profes ionalisme. Melakukan penyempurnaan dengan cara mencari peluang dan solusi untuk meningkatkan layanan dan kinerja. Memberikan hasil terbaik melalui cara -cara yang kreatif dan inovatif. Bersikap proaktif, kreatif, inovatif dan responsif dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Menempatkan kebutuhan stakeholders di atas kepentingan sendiri. Melindungi hak stakeholders untuk memperoleh pelayanan yang berkualitas dari pegawai. Menikmati setiap tugas dan pekerjaan yang diberikan dan bertanggung jawab atas penyelesaiannya. Bekerja dengan mengikuti standar baku dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi canggih. Mengembangkan opini berdasarkan data dan fakta. Memberikan informasi yang akurat berhubungan dengan pekerjaan yang ditekuni. Berusaha mempertahankan dan memelihara kualitas pekerjaan berdasarkan standar dan etika profesi. Mampu dan mau mengingatkan sejawat perawat/bidan untuk bertindak profesional dan sesuai etik moral profesi. Mematuhi kebijakan dan pera turan yang berlaku, termasuk pedoman yang disiapkan oleh institusi atau organisasi. Menjaga etika dan hubungan interpersonal dalam memberikan pelayanan dengan kualitas yang tinggi. Memberikan layanan terbaik dengan dilandasi sikap saling menghargai dan hubungan kemitraan yang sinergis. Berlaku ramah dan sopan pada setiap orang dengan menghormati yang lebih tinggi dan menyayangi yang lebih rendah. Menghargai pendapat dan perbedaan dari yang lain. Berkomitmen terhadap keputusan yang telah disepakati bersama. Memanfaatkan saran dan kritik konstruktif dari orang lain serta memberi nasihat pada yang melanggar hukum dan aturan. Bersaing secara sehat dengan menjunjung tinggi prins ip maju tanpa mengorbankan pihak lain.

Capaian yan g Diinginkan sehingga mampu mengayomi dan mensejahterakan yang lain

Dedikasi dan loyalitas terhadap pekerjaan berdasarkan hukum dan aturan yang berlaku seiring dengan pencapaian visi, misi dan tugas instansi dan nilai-nilai budaya kerja yang disepakati

Adanya kredibilitas dalam bekerja dan berani menanggung risiko dari apa yang dikerjakan sebagai akibat dari pertanggungjawabannya

 Rasa kebersamaan yang mampu mengoptimalkan potensi dan kompetensi pribadi bersamaan dengan pemberdayaan yang lain  Tenggang rasa antarkolega dalam semua tahapan pekerjaan, tidak mudah menyalahkan tetapi ringan sama

111

No

Sikap

6

Mencintai pekerjaan dan mau bekerja keras

7

Meningkatkan transparansi dan koordinasi

8

Disiplin yang tinggi

9

Bersahaja dalam hidup dan kehidupan

Perilaku Memiliki kesadaran dan kepekaan team work atau korps yang tinggi dengan prinsip saling asah, asih dan asuh. Tidak menggunakan fasilitas umum yang menjadi hak bersama untuk kepentingan diri pribadi. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat institusi dengan perilaku yang taat dan sadar hukum. Mengerjakan sendiri pekerjaan yang menjadi tugasnya sampai tuntas, dengan tidak melupakan koordinasi atau konsultasi denga n pihak lain Memanfaatkan sarana dan fasilitas yang ada untuk menyelesaikan pekerjaannya, tidak menuntut sesuatu di luar kemampuan instansi. Menerima amanah pekerjaan atau jabatan sesuai kompetensi yang dimiliki, kemudian ia berkomitmen menyelesaikannya sampai tuntas. Menyeimbangkan proses dan hasil dalam bekerja, sehinggal hasil kerjanya rapi dan baik Memiliki kontrol diri yang baik saat mengerjakan pekerjaan yang sulit. Menfokuskan diri pada tugas yang diamanahkan, tanpa iri hati terhadap kemudahan pekerjaan orang lain. Menyelesaikan pekerjaan dengan senang hati, tanpa beban dan menikmatinya. Bekerja tidak gampang putus asa dan mengeluh. Mengubah kendala dan kesulitan menjadi peluang dan tantangan yang perlu diperjuangkan. Memiliki keuletan dan berusaha terus -menerus mencapai tujuan. Membuka diri dalam menerima saran dan masukan dari dan untuk orang lain sebagai bahan penyempurnaan tugas. Berpikir positif terhadap sikap dan perilaku orang lain tanpa disertai curiga, rasa iri dan dengki. Melibatkan seluruh pihak yang terkait sesuai batas wewenang masing-masing, sehingga seluruh anggota saling mendapatkan peran. Tidak melakukan langkah dan tindakan di luar ketentuan yang telah disepakati, sehingga semua tindakan dapat terkontrol, terkoordinasi dan terarah. Adanya integrasi kerja yang baik pada seluruh kegiatan yang direncanakan dalam mencapai tujuan bersama Tidak berpikir sektoral atau bagian per bagian dalam menjalankan tugas, melainkan memandang orang lain dan satuan unit lain sebagai bagian yang integral dalam mencapai keberhasilan. Berpartisipasi aktif dan memberikan kontribu si nyata dalam setiap kegiatan sesuai bidang keahlian. Saling mengomunikasikan setiap permasalahan yang timbul, sehingga dapat dicarikan solusi bersama tanpa melukai perasaan pihak tertentu. Saling percaya antara atasan, bawahan dan antaranggota kelompok kerja. Menyelesaikan tugas secara cermat, tertib, teratur dan tepat waktu. Menaati ketentuan jam kerja, dengan datang dan pulang kantor sesuai waktu yang telah ditetapkan. Memiliki deadline kerja yang jelas dan berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai deadline yang telah ditetapkan. Memanfaatkan waktu untuk kerja sebaik mungkin, tanpa menunda-nundanya tetapi juga tidak terburu -buru yang mengakibatkan ketidaksempurnaan . Berkata dan berperilaku sewajarnya, tidak ter lalu muluk-muluk melebihi kapasitas dan wewenang yang dimiliki. Berpakaian dan berpenampilan sewajarnya sesuai norma (etika) agama dan sosial, dengan tidak mengenakan aksesoris yang berlebihan seperti perhiasan dan parfum Menggunakan fasilitas hidup sewajarnya, seperti kendaraan dan alat teknologi-informatika, agar tidak membuka peluang iri hati orang lain

Capaian yan g Diinginkan dijinjing berat sama dipikul

Bekerja penuh kreatif dan produktif dalam mencapai tujuan yang dilakukan dengan senang hati tanpa membawa tekanan psikologis yang mengganggu

Pelaksanaan pekerjaan secara adil, proporsional, terkoordinasi dan terintegratif berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku Semua aktivitas dapat diakses dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat

 Pelaksanaan tugas dengan sungung-sungguh sesuai prinsip-prinsip manajemen, ketentuan dan prosedur yang berlaku  Memanfaatkan seluruh potensi, momen dan sarana untuk mendukung terciptanya lingkungan kerja yang kondusif Kepribadian yang sederhana tetapi berwibawa yang menjadi inspirasi bagi yang lain untuk berperilaku sewajarnya

112

LAMPIRAN DALIL-DALIL ISLAM (AYAT-AYAT AL-QURAN DAN HADIS NABI TENTANG BUDAYA KERJA )

A. Nilai Dasar Budaya Kerja Departemen Agama Ikhlas Beramal  Banyak ragam perilaku (amal) yang dilakukan manusia, tetapi aktivitas terbaik adalah aktivitas yang diikuti dengan keikhlasan. Firman Allah SWT:

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺼ‬‫ﻠ‬‫ﺨ‬‫ ﻣ‬‫ ﻟﹶﻪ‬‫ﻦ‬‫ﺤ‬‫ﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﻟﹸﻜﹸﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻋ‬‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺎﻟﹸﻨ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﺃﹶﻋ‬‫ﻟﹶﻨ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻲ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺎ ﻓ‬‫ﻨ‬‫ﻮﻧ‬‫ﺎﺟ‬‫ﺤ‬‫ﻗﹸﻞﹾ ﺃﹶﺗ‬



Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada -Nya kami mengikhlaskan hati". (QS Al-Baqarah [2]:139) Aktivitas (amal) itu tergantung niat atau motivasi yang melatarbelakangi, sehingga nilai aktivitas seiring dengan niatnya. Niat yang utama adalah ber aktivitas hanya untuk Allah SWT Maha Pengawas. Sabda Nabi SAW:

‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ‬‫ﺎ ﺃﹶﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻴﺒ‬‫ﺼ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺩ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ ﻫ‬‫ﺖ‬‫ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﻦ‬‫ ﻓﹶﻤ‬،‫ﻯ‬‫ﻮ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﺮﹺﺉﹴ ﻣ‬‫ﻜﹸﻞﱢ ﺍﻣ‬‫ﺎ ﻟ‬‫ﻤ‬‫ﺇﹺﻧ‬‫ ﻭ‬،‫ﺎﺕ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻝﹸ ﺑﹺﺎﻟﻨ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﺍﻷَﻋ‬‫ﻤ‬‫ﺇﹺﻧ‬ ‫ﻪ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﺎ ﻫ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﻓﹶﻬﹺﺠ‬‫ﻬ‬‫ﺤ‬‫ﻜ‬‫ﻨ‬‫ ﻳ‬‫ﺃﹶﺓ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻣ‬ "Sesungguhnya segala aktivitas itu tergantung pada niat. D an sesungguhnya bagi seseorang memperoleh menurut apa yang diniati. Maka barangsiapa yang hijrahnya untuk memperoleh dunia (materi) atau untuk memperoleh perempuan untuk dinikahi, maka hijrahnya mendapatkan apa yang diniati itu ." (HR AlBukhari dan Muslim dari Umar ibn al-Khaththab)  Hidup mati manusia semata -mata untuk Allah SWT, tanpa dicampuri oleh motif motif yang rendah. Pengkhianatan dalam peribadatan dan amal lainnya melalui syirik menunjukkan ketidaksempurnaan dalam keberagamaannya kepada Allah SWT. Firman Allah SWT:

‫ﻝﹸ‬‫ﺎ ﺃﹶﻭ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﺕ‬‫ﺮ‬‫ ﺃﹸﻣ‬‫ﻚ‬‫ﺑﹺﺬﹶﻟ‬‫ ﻭ‬‫ ﻟﹶﻪ‬‫ﺮﹺﻳﻚ‬‫ ﻻﹶ ﺷ‬- ‫ﲔ‬‫ﺎﻟﹶﻤ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﺏ‬‫ ﺭ‬‫ﻠﱠﻪ‬‫ﻲ ﻟ‬‫ﺎﺗ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﻱ‬‫ﻴ‬‫ﺤ‬‫ﻣ‬‫ﻲ ﻭ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﻧ‬‫ﻲ ﻭ‬‫ﻼﹶﺗ‬‫ﻗﹸﻞﹾ ﺇﹺﻥﱠ ﺻ‬ ‫ﲔ‬‫ﻤ‬‫ﻠ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibada hku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi -Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama -tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An’am:162-163) Firman Allah SWT:

‫ﺔ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﹾﻘﹶﻴ‬‫ﻳﻦ‬‫ ﺩ‬‫ﻚ‬‫ﺫﹶﻟ‬‫ﻛﹶﺎﺓﹶ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﺰ‬‫ﺗ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬‫ﻼﹶﺓﹶ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﺼ‬‫ﻴﻤ‬‫ﻘ‬‫ﻳ‬‫ﻔﹶﺎﺀَ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺣ‬‫ﻳﻦ‬‫ ﺍﻟﺪ‬‫ ﻟﹶﻪ‬‫ ﲔ‬‫ﺼ‬‫ﻠ‬‫ﺨ‬‫ ﻣ‬‫ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻌ‬‫ﻴ‬‫ﻭﺍ ﺇﹺﻻﱠ ﻟ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﺃﹸﻣ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyemb ah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS Al-Bayyinah [98]:5)  Kebaikan manusia ditentukan dari keimanan dan amal salehnya. Keimanan merupakan representasi dari ikhlas yang berdimensi vertikal, sedang beramal merupakan representasi dari nilai b ekerja yang berdimensi horizontal

113

‫ﻠﹸﻮﺍ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ ﺇﹺﻻﱠ ﺍﻟﱠﺬ‬- ‫ﲔ‬‫ﻠ‬‫ﺎﻓ‬‫ﻔﹶﻞﹶ ﺳ‬‫ ﺃﹶﺳ‬‫ﺎﻩ‬‫ﻧ‬‫ﺩ‬‫ﺩ‬‫ ﺭ‬‫ ﺛﹸﻢ‬- ‫ﻘﹾﻮﹺﱘﹴ‬‫ﻦﹺ ﺗ‬‫ﺴ‬‫ﻲ ﺃﹶﺣ‬‫ﺎﻥﹶ ﻓ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺍﻹِﻧ‬‫ﻠﹶﻘﹾﻨ‬‫ ﺧ‬‫ﻟﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﻨ‬‫ﻤ‬‫ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ ﻏﹶﻴ‬‫ﺮ‬‫ ﺃﹶﺟ‬‫ﻢ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﻬ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﺍﻟﺼ‬ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah -rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada henti. (QS Al-Tîn [95]: 4-6).  Nilai ketulusan selalu diperhitungkan oleh siapa saja, yang nantinya akan menyebabkan kebaikan. Firman Allah SWT:

‫ﺎ‬‫ ﺑﹺﻤ‬‫ﺌﹸﻜﹸﻢ‬‫ﺒ‬‫ﻨ‬‫ ﻓﹶﻴ‬‫ ﺓ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﺐﹺ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻢﹺ ﺍﻟﹾﻐ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻭﻥﹶ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﻋ‬‫ﺩ‬‫ﺮ‬‫ﺘ‬‫ﺳ‬‫ﻮﻥﹶ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻟﹸﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﻠﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﻯ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﻓﹶﺴ‬‫ﻤ‬‫ﻗﹸﻞﹺ ﺍﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻛﹸﻨ‬ Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul -Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan -Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan" . (QS Al-Taubah [9]:105)  Nilai amal sangat ditentukan oleh tingkat keabadi an, spiritualitas dan manfaat yang memiliki pengaruh jangka panjang. Nilai itu diperoleh ketika seorang individu beramal penuh ketulusan untuk kehidupan akhirat, sehingga dengan sendirinya dunia (manfaat jangka pendek) mengikutinya. Firman Allah SWT:

‫ﻳﻦ‬‫ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻚ‬‫ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌ‬- ‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺴ‬‫ﺨ‬‫ﺒ‬‫ﺎ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﻴﻬ‬‫ ﻓ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻴﻬ‬‫ ﻓ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻟﹶﻬ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻋ‬‫ﻬﹺﻢ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﻑ‬‫ﻮ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﺯﹺﻳﻨ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ﺎﺓﹶ ﺍﻟﺪ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﺮﹺﻳﺪ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﺎ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﻞﹲ ﻣ‬‫ﺎﻃ‬‫ﺑ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻴﻬ‬‫ﻮﺍ ﻓ‬‫ﻌ‬‫ﻨ‬‫ﺎ ﺻ‬‫ﺒﹺﻂﹶ ﻣ‬‫ﺣ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭ‬‫ ﺇﹺﻻﱠ ﺍﻟﻨ‬‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻲ ﺍﻵﺧ‬‫ ﻓ‬‫ﻢ‬‫ ﻟﹶﻬ‬‫ﺲ‬‫ﻟﹶﻴ‬ Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang -orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali nera ka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia -sialah apa yang telah mereka kerjakan . (QS Hûd [11]:15-16) Firman Allah SWT:

‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻲ ﺍﻵﺧ‬‫ ﻓ‬‫ﺎ ﻟﹶ ﻪ‬‫ﻣ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺆ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ﺙﹶ ﺍﻟﺪ‬‫ﺮ‬‫ ﺣ‬‫ﺮﹺﻳﺪ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺛ‬‫ﺮ‬‫ﻲ ﺣ‬‫ ﻓ‬‫ ﻟﹶﻪ‬‫ﺰﹺﺩ‬‫ ﻧ‬‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﺙﹶ ﺍﻵﺧ‬‫ﺮ‬‫ ﺣ‬‫ﺮﹺﻳﺪ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻴﺐﹴ‬‫ﺼ‬‫ ﻧ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬ Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. (QS Al-Syûrâ [42]: 20)  Ketulusan menjadi citra asli (fitrah) manusia yang ada sejak awal penciptaan. Jika manusia tulus dalam beramal, maka ia tetap dalam fitrahnya yang menyelamatkan. Sabda Nabi SAW:

‫ﻤﻠﱠﺔﹸ‬‫ ﺍﹾﻟ‬‫ﻲ‬‫ﻫ‬‫ﻼﹶﺓﹸ ﻭ‬‫ﺍﻟﺼ‬‫ ﺎ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺎﺱ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﻰ ﻓﹶﻄﹶﺮ‬‫ ﺍﻟﱠﺘ‬‫ﺓﹸ ﺍﻟﹼﻠﻪ‬‫ﻄﹾﺮ‬‫ ﻓ‬‫ﻰ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻼﹶﺹ‬‫ ﺍﹶﻹِﺧ‬:‫ﺎﺕ‬‫ﺠﹺﻴ‬‫ ﺍﹾﳌﹸﻨ‬‫ﻲ‬‫ﻫ‬‫ﺛﹶﻼﹶﺙﹲ ﻭ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﻤ‬‫ﺼ‬‫ ﺍﹶﻟﹾﻌ‬‫ﻲ‬‫ﻫ‬‫ﺔﹸ ﻭ‬‫ﺍﻟﻄﱠﺎﻋ‬‫ﻭ‬ "Tiga perkara yang menjadikan keselamatan, yaitu ikhlas berupa fitrah Allah yang manusia diciptakan darinya, shalat yang merupakan inti agama, dan ketaatan yang menjadi perisai." (HR. Abu Hamid dari Mu’az)

114



Setiap aktivitas memiliki nilai dan derajat tersendiri, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Derajat amal yang tinggi dikarenakan keik hlasannya. Firman Allah SWT:

‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻤ‬‫ﻞﹴ ﻋ‬‫ﺎﻓ‬‫ ﺑﹺﻐ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺎ ﺭ‬‫ﻣ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ﻜﹸﻞﱟ ﺩ‬‫ﻟ‬‫ﻭ‬ Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan . (QS Al-An’âm: [6] 132)  Dalam aktivitas ada kuantitas dan ada pula kualitas, tetapi Allah SWT sangat menyukai kualitas suatu aktivitas, sekalipun tidak melupakan kuantitas. Kualitas berhubungan apa yang tersembunyi dalam hati, dan itulah keikhlasan. Firman Allah SWT:

‫ﻔﹸﻮﺭ‬‫ ﺍﻟﹾﻐ‬‫ﺰﹺﻳﺰ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ﻼﹰ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﺒ‬‫ﻴ‬‫ﺎﺓﹶ ﻟ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ ﻭ‬‫ﺕ‬‫ﻮ‬‫ ﺍﻟﹾ ﻤ‬‫ﻠﹶﻖ‬‫ﻱ ﺧ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬



Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Al-Mulk [67]: 2) Terdapat aktivitas tertentu hanya Allah yang menggajinya (memberi pahala khusus), karena aktivitasnya begitu bagus sehingga upahnya tidak saja diterima dalam bentuk materi melainkan upah dalam bentuk kondisi psikologis (rasa nyaman, puas dan bahagia) dan sosial (diterima yang lain). Firman Allah SWT:

‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻘ‬‫ﻌ‬‫ﻧﹺﻲ ﺃﹶﻓﹶﻼﹶ ﺗ‬‫ﻱ ﻓﹶﻄﹶﺮ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ ﺇﹺﻻﱠ ﻋ‬‫ﺮﹺﻱ‬‫ﺍ ﺇﹺﻥﹾ ﺃﹶﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﺃﹶﺟ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺄﹶﻟﹸﻜﹸﻢ‬‫ﻡﹺ ﻻﹶ ﺃﹶﺳ‬‫ﺎﻗﹶﻮ‬‫ﻳ‬ Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini . Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan (nya)?" (QS Hûd [11]: 51)

B. Persepsi Kerja 1. Pelayanan  Memberikan pelayanan kepada orang lain merupakan pekerti yang utama untuk menuju jalan Allah SWT, seperti membela kebenaran, kebaikan, keadilan, kejujuran, kesamaan dan sebagainya . Sabda Nabi SAW:

‫ﻄﹶﺎﻁ‬‫ﻞﱡ ﻓﹸﺴ‬‫ ﻇ‬‫ ﺃﹶﻭ‬‫ﺒﹺﻴﻞﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻰ ﺳ‬‫ ﻓ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﺔﹸ ﻋ‬‫ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﻞﹸ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺧ‬‫ ﺃﹶﻓﹾﻀ‬‫ﻗﹶﺔ‬‫ﺪ‬‫ ﺍﻟﺼ‬‫ﺃﹶﻯ‬



Sedekah apakah yang paling utama. Nabi menjawab: “ Melayani seseorang yang bekerja di jalan Allah atau memberi naungan orang yang berjalan di Fusthath (Mesir)” (HR. Al-Turmudzi dari Ibnu Khatim A l-Tha’iy) Pegawai seharusnya melayani orang lain sebaik mungkin, bukan minta dilayani yang menyebabkan beban bagi orang lain, sebab memberi lebih baik daripada menerima. Sabda Nabi SAW:

‫ﺎ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ﺎ ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ﺍﻟﺪ‬‫ﻌ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﺐ‬‫ﻴ‬‫ﺼ‬‫ﻰ ﻳ‬‫ﺘ‬‫ ﺣ‬‫ﺎﻩ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ﺪ‬‫ ﻟ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ﻻﹶ ﺁﺧ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ ﻵﺧ‬‫ﺎﻩ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ ﺩ‬‫ﻙ‬‫ﺮ‬‫ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺮﹺﻛﹸﻢ‬‫ﻴ‬‫ ﺑﹺﺨ‬‫ﺲ‬‫ﻟﹶﻴ‬ ‫ﺎﺱﹺ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﺍ ﻛﹶﻼ‬‫ﻮ‬‫ﻧ‬‫ﻜﹸﻮ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻼﹶﻍﹲ ﺇﹺﱃﹶ ﺍﻵَﺧ‬‫ﺑ‬ “Bukanlah suatu kebaikan orang yang meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan meninggalkan akhirat untuk dunianya sehingga ia memperoleh keduanya, karena

115

sesungguhnya dunia itu ladang menuju akhirat. Dan janganlah kalian menjadi beban atas orang lain.” (HR. Al-Daylami dan Ibnu ‘Asakir dari Anas bin Malik)

‫ﻠﹶﺔﹸ‬‫ﺎﺋ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﻰ‬‫ﻔﹾﻠﹶﻰ ﻫ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ ﻭ‬، ‫ﻘﹶﺔﹸ‬‫ﻔ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻰ‬‫ﺎ ﻫ‬‫ﻠﹾﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﺪ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﻴ‬، ‫ﻔﹾﻠﹶﻰ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﺪ‬‫ ﺍﻟﹾﻴ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﺧ‬‫ﻠﹾﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﹾﻴ‬



“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan di atas maksudnya yang memberi, sedang tangan di bawah adalah yang meminta .” (HR. Al-Bukhari dari Abdullah ibn Umar) Kemampuan menjadi syarat bagi pelayanan prima, baik berupa ilmu pengetahuan maupun keterampilan. Tentunya akan berbeda kualitas pelayanan antara orang yang memiliki kemampuan dengan yang tidak memilikinya. Firman Alllah SWT:

‫ﺎﺏﹺ‬‫ ﺃﹸﻭﻟﹸﻮ ﺍﻷَﻟﹾﺒ‬‫ﺬﹶﻛﱠﺮ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻤ‬‫ﻮﻥﹶ ﺇﹺﻧ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻮﻥﹶ ﻭ‬‫ ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻳﻦ‬‫ﻮﹺﻱ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻞﹾ ﻳ‬‫ﻗﹸﻞﹾ ﻫ‬ Katakanlah: "Adakah sama orang -orang yang mengetahui dengan orang -orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS Al-Zumar [39]: 9) Firman Allah SWT:

‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﺎﺏﹺ ﻟﹶﻌ‬‫ﻲ ﺍﻷَﻟﹾﺒ‬‫ﺎﺃﹸﻭﻟ‬‫ ﻳ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻓﹶﺎﺗ‬‫ﺒﹺﻴﺚ‬‫ﺓﹸ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ ﻛﹶﺜﹾﺮ‬‫ﻚ‬‫ﺒ‬‫ﺠ‬‫ ﺃﹶﻋ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ ﻭ‬‫ﺐ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻴ‬‫ﺒﹺﻴﺚﹸ ﻭ‬‫ﻮﹺﻱ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻗﹸﻞﹾ ﻻﹶ ﻳ‬ ‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺗ‬



Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang -orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan ." (QS Al-Mâidah [5]:100) Cara melayani dengan 5 S, yaitu: Pertama, Salam dengan penuh penghormatan, karena hal itu menyebabkan saling mencintai antarsatu dengan yang lain. Sabda Nabi SAW:

‫ﺮﹴ‬‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻣ‬‫ ﻋ‬‫ﻟﱡﻜﹸﻢ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻓﹶﻼﹶ ﺃﹶﺩ‬‫ﺎﺑ‬‫ﺤ‬‫ﻰ ﺗ‬‫ﺘ‬‫ﻮﺍ ﺣ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﻰ ﺗ‬‫ﺘ‬‫ﺔﹶ ﺣ‬‫ﻨ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﹾﺠ‬‫ﺧ‬‫ﺪ‬‫ ﻻﹶ ﺗ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ﻔﹾﺴِﻰ ﺑﹺﻴ‬‫ﻯ ﻧ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻭ‬ ‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﻼﹶﻡ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﺴ‬‫ ﺃﹶﻓﹾﺸ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﺎﺑ‬‫ﺤ‬‫ ﺗ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻤ‬‫ﻠﹾﺘ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ ﻓﹶﻌ‬ “Demi Zat yang jiwaku dalam genggaman -Nya, kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai. Apakah kalian mau saya tunjukkan tentang perilaku tertentu yang apabila kalian lakukan maka kalian akan saling menyintai? Maka tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah) Firman Allah SWT:

‫ﺎ‬‫ﺴِﻴﺒ‬‫ﺀٍ ﺣ‬‫ﻲ‬‫ﻠﹶﻰ ﻛﹸﻞﱢ ﺷ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋ‬‫ﺎ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺩ‬‫ ﺭ‬‫ﺎ ﺃﹶﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ﻮﺍ ﺑﹺﺄﹶﺣ‬‫ﻴ‬‫ ﻓﹶﺤ‬‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﺤ‬‫ ﺑﹺﺘ‬‫ﻢ‬‫ﻴﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺣ‬‫ﻭ‬ Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang s erupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu . (QS Al-Nisâ’ [4]: 86) Kedua, Senyum dengan face yang menyenangkan, yang menyebabkan stakeholders simpatik padanya. Sunnah Nabi SAW yang selalu tersenyum:

‫ﻬﹺﻰ‬‫ﺟ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ ﻓ‬‫ﻢ‬‫ﺴ‬‫ﺒ‬‫ﺁﻧﹺﻰ ﺇﹺﻻﱠ ﺗ‬‫ﻻﹶ ﺭ‬‫ ﻭ‬، ‫ﺖ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﺬﹸ ﺃﹶﺳ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﺒﹺﻰ‬‫ﻨﹺﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ﺒ‬‫ﺠ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﺮﹺﻳﺮﹴ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻣ‬‫ ﺟ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬ Dari Jarir berkata: “Tidak pernah menutupiku sejak aku masuk Islam bahwa aku tidak pernah melihat wajah Nabi Muhammad kecuali tersenyum.” (HR AlBukhari dari Jarir)

116

Ketiga, Segera menyelesaikan pekerjaan tanpa ditunda-tunda, karena dengan menunda-nunda itu akan kehilangan momentum. Firman Allah SWT:

‫ﺎﺑﹺﻘﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺎ ﺳ‬‫ ﻟﹶﻬ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﺕ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻲ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﻮﻥﹶ ﻓ‬‫ﺎﺭﹺﻋ‬‫ﺴ‬‫ ﻳ‬‫ﻚ‬‫ﺃﹸﻭﻟﹶﺌ‬ Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan -kebaikan, dan merekalah orang orang yang segera memperolehnya. (QS Al-Mu’minûn [23]: 61) Firman Allah SWT

‫ﻠﹶﻰ‬‫ ﻋ‬‫ﺎ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻴﻌ‬‫ﻤ‬‫ ﺟ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﺄﹾﺕ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﻜﹸﻮﻧ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ ﻣ‬‫ﻦ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺍﺕ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﺒﹺﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻓﹶﺎﺳ‬‫ﻟﱢﻴﻬ‬‫ﻮ‬‫ ﻣ‬‫ﻮ‬‫ﺔﹲ ﻫ‬‫ﻬ‬‫ﻜﹸﻞﱟ ﻭﹺﺟ‬‫ﻟ‬‫ﻭ‬ ‫ﻳﺮ‬‫ﺀٍ ﻗﹶﺪ‬‫ﻲ‬‫ﻛﹸﻞﱢ ﺷ‬ Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Baqarah [2]:148) Keempat, Selesai dan tuntas, karena dengan terselesainya satu pekerjaan dapat beralih pada pekerjaan yang lain. Firman Allah SWT:

‫ﻏﹶﺐ‬‫ ﻓﹶﺎﺭ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺭ‬‫ ﻭ‬- ‫ﺐ‬‫ﺼ‬‫ ﻓﹶﺎﻧ‬‫ﻏﹾﺖ‬‫ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍ ﻓﹶﺮ‬ Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS Al-Insyirâh [94]: 7-8) Kelima, Sempurna hasilnya, yang memiliki nilai kualitas tinggi bukan sek adar bekerja asal-asalan. Firman Allah SWT:

‫ﻔﹸﻮﺭ‬‫ ﺍﻟﹾﻐ‬‫ﺰﹺﻳﺰ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ﻼﹰ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﺒ‬‫ﻴ‬‫ﺎﺓﹶ ﻟ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ ﻭ‬‫ﺕ‬‫ﻮ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻠﹶﻖ‬‫ﻱ ﺧ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬



Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun . (QS AlMulk [67]: 2). Pelayanan publik yang baik perlu mendapatkan penghargaan ( reward), sedangkan yang sebaliknya harus mendapatkan hukuman (punishment). Firman Allah SWT:

‫ﻦﹺ‬‫ﺴ‬‫ ﺑﹺﺄﹶﺣ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ ﺃﹶﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﺠ‬‫ﻟﹶﻨ‬‫ﺔﹰ ﻭ‬‫ﺒ‬‫ﺎﺓﹰ ﻃﹶﻴ‬‫ﻴ‬‫ ﺣ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻴﹺﻴ‬‫ﺤ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﻨ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ ﻣ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ﺜﹶﻰ ﻭ‬‫ ﺃﹸﻧ‬‫ ﺫﹶﻛﹶﺮﹴ ﺃﹶﻭ‬‫ﻦ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻞﹶ ﺻ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﺎ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﻣ‬ “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki -laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan .” (QS AlNahl [16]: 97) Firman Allah SWT:

‫ﺎﻥﹸ‬‫ﺴ‬‫ ﺇﹺﻻﱠ ﺍﻹِﺣ‬‫ﺎﻥ‬‫ﺴ‬‫ﺍﺀُ ﺍﻹِﺣ‬‫ﺰ‬‫ﻞﹾ ﺟ‬‫ﻫ‬ Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) . (QS Al-Rahmân [55]: 60) Firman Allah SWT:

‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﺮﹺﻧ‬‫ ﺃﹶﻣ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻘﹸﻮﻝﹸ ﻟﹶﻪ‬‫ﻨ‬‫ﺳ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺍﺀً ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﺰ‬‫ ﺟ‬‫ﺎ ﻓﹶﻠﹶﻪ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻞﹶ ﺻ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ ﻭ‬‫ﻦ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﻦ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﺃﹶﻣ‬‫ﻭ‬

117

Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami. (QS Al-Kahfi [18]: 88) Firman Allah SWT:

‫ﲔ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﻈﱠﺎﻟ‬‫ﺐ‬‫ﺤ‬‫ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﻪ‬‫ ﺇﹺﻧ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻋ‬‫ﻩ‬‫ﺮ‬‫ ﻓﹶ ﺄﹶﺟ‬‫ﻠﹶﺢ‬‫ﺃﹶﺻ‬‫ﻔﹶﺎ ﻭ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﺎ ﻓﹶﻤ‬‫ﺜﹾﻠﹸﻬ‬‫ﺌﹶﺔﹲ ﻣ‬‫ﻴ‬‫ ﺳ‬‫ﺌﹶﺔ‬‫ﻴ‬‫ﺍﺀُ ﺳ‬‫ﺰ‬‫ﺟ‬‫ﻭ‬



Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang -orang yang zalim. (QS Al-Syûrâ [42]: 80). Anjuran untuk saling tolong-menolong dalam memberikan pelayanan pada orang lain. Firman Allah SWT:

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻴﻤ‬‫ﻘ‬‫ﻳ‬‫ﻜﹶﺮﹺ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﻦﹺ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻥﹶ ﻋ‬‫ﻮ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻭﻑ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﻭﻥﹶ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬‫ﺮ‬‫ﺄﹾﻣ‬‫ﺾﹴ ﻳ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺀُ ﺑ‬‫ﻴ‬‫ﻟ‬‫ ﺃﹶﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﺎﺕ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻮﻥﹶ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻴﻢ‬‫ﻜ‬‫ ﺣ‬‫ﺰﹺﻳﺰ‬‫ ﻋ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺳ‬‫ﻚ‬‫ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌ‬‫ﻮﻟﹶﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻥﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻴﻌ‬‫ﻄ‬‫ﻳ‬‫ﻛﹶﺎﺓﹶ ﻭ‬‫ﻮﻥﹶ ﺍﻟﺰ‬‫ﺗ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬‫ﻼﹶﺓﹶ ﻭ‬‫ﺍﻟﺼ‬ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi seb agian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana . (QS Al-Taubah [9]: 71). 2. Pemberdayaan Syarat untuk memberdayakan orang lain diantaranya:  Bekerja dalam satu tim kerja ( team work) dan dalam jaringan (networking), sehingga saling bersinergi: Firman Allah SWT:

‫ﻘﹶﺎﺏﹺ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻳﺪ‬‫ﺪ‬‫ ﺷ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺍﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻥ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻹِﺛﹾﻢﹺ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﻧ‬‫ﺎﻭ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ﻯ ﻭ‬‫ﻘﹾﻮ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ ﻭ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﺒﹺﺮ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﻧ‬‫ﺎﻭ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬‫ﻭ‬



Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa -Nya. (QS Al-Mâidah [5]: 2) Bekerja secara mandiri, agar memiliki inisiatif untuk melakukan segala sesuatu sendiri dengan maupun tanpa bantuan orang lain . Sabda Nabi SAW:

،‫ﻕ‬‫ﺪ‬‫ﺼ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻔﹾﺴ‬‫ ﻧ‬‫ﻔﹶﻊ‬‫ﻨ‬‫ ﻓﹶﻴ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ﻞﹸ ﺑﹺﻴ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻳ‬،‫ﺠﹺﺪ‬‫ ﻳ‬‫ ﻟﹶﻢ‬‫ﻦ‬‫ ﻓﹶﻤ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺒﹺﻰ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ ﻓﹶﻘﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻳ‬،‫ﻗﹶﺔﹲ‬‫ﺪ‬‫ﻢﹴ ﺻ‬‫ﻠ‬‫ﺴ‬‫ﻠﹶﻰ ﻛﹸﻞﱢ ﻣ‬‫ﻋ‬ ،‫ﻭﻑ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﻞﹾ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻓﹶﻠﹾﻴ‬،‫ﺠﹺﺪ‬‫ ﻳ‬‫ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢ‬،‫ﻮﻑ‬‫ﻠﹾﻬ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺔ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﺫﹶﺍ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﲔ‬‫ﻌ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻳ‬،‫ﺠﹺﺪ‬‫ ﻳ‬‫ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢ‬ ‫ﻗﹶﺔﹲ‬‫ﺪ‬‫ ﺻ‬‫ﺎ ﻟﹶﻪ‬‫ﻬ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻧ‬‫ﺮ‬‫ﻦﹺ ﺍﻟﺸ‬‫ ﻋ‬‫ﺴِﻚ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﻭ‬ “Setiap orang Muslim berkewajiban bersedekah. Sahabat bertanya: Wahai Nabi, jika ia tidak bisa? Beliau menjawab: Bekerja dengan menggunakan kemampuannya sendiri, sehingga bermanfaat bagi dirinya sehingga dapat bersedekah. Sahabat bertanya: Jika tidak bisa? Nabi menjawab: supaya membantu orang yang membutuhkan dan mengeluh. Sahabat bertanya: Jika tidak bisa? Nabi menjawab: supaya bekerja yang baik dan mencegah berbuat buruk karena hal itu tergolong sedekah.” (HR. Al-Bukhari dari kakek Abu Burdah)

118



Bekerja dengan menghargai orang lain dalam rangka pemberdayaan , bukan mengejeknya. Firman Allah SWT:

‫ﻜﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺤ‬‫ﻀ‬‫ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻛﹸﻨ‬‫ﻛﹾﺮﹺﻱ ﻭ‬‫ ﺫ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺴ‬‫ﻰ ﺃﹶﻧ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ﺨ‬‫ ﺳ‬‫ﻢ‬‫ﻮﻫ‬‫ﻤ‬‫ﺬﹾﺗ‬‫ﺨ‬‫ﻓﹶﺎﺗ‬ Lalu kamu menjadikan mereka bahan ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka. (QS Al-Mu’minûn [23]: 110) 3. Peneladanan  Setiap pegawai harus mampu memberikan teladan ( role model) bagi yang lain. Sebagai suri teladan tentunya segala aktivitas yang dilakukan mencerminkan keunggulan budi pekerti. Firman Allah SWT:

‫ﺍ‬‫ﲑ‬‫ ﻛﹶﺜ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬‫ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻵﺧ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﻮ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻤ‬‫ﺔﹲ ﻟ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺓﹲ ﺣ‬‫ﻮ‬‫ ﺃﹸﺳ‬‫ﻮﻝﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺳ‬‫ ﻲ ﺭ‬‫ ﻓ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻘﹶﺪ‬ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan ) hari kiamat dan dia banyak menyebut Alla h. (QS Al-Ahzâb [33]: 21) Firman Allah SWT:

‫ﻮ‬‫ ﻫ‬‫ﻝﱠ ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮ‬‫ﺘ‬‫ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻵﺧ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﻮ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻤ‬‫ﺔﹲ ﻟ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺓﹲ ﺣ‬‫ﻮ‬‫ ﺃﹸﺳ‬‫ﻴﻬﹺﻢ‬‫ ﻓ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﻴﺪ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻨﹺﻲ‬‫ﺍﻟﹾﻐ‬



Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi terpuji . (QS Al-Mumtahanah [60]: 6) Ciri-ciri orang yang mampu memberikan keteladanan adalah: Pertama, Siddiq (honest); berarti jujur, selalu menepati janji, dan satu kata, satu perbuatan. Firman Allah SWT:

‫ﲔ‬‫ﻗ‬‫ﺎﺩ‬‫ ﺍﻟﺼ‬‫ﻊ‬‫ﻮﺍ ﻣ‬‫ﻛﹸﻮﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮﺍ ﺍﺗ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS Al-Taubah [9]:119) Kedua, Amanah (trusworthy); artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan taat asas. Firman Allah SWT:

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺍﻋ‬‫ ﺭ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻋ‬‫ ﻭ‬‫ﻬﹺﻢ‬‫ﺎﺗ‬‫ﺎﻧ‬‫ ﻷَﻣ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻭ‬ Dan orang-orang yang memelihara amanat -amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (QS Al-Mu’minûn [23]: 8) Firman Allah SWT:

‫ﻝﹺ ﺇﹺﻥﱠ‬‫ﺪ‬‫ﻮﺍ ﺑﹺﺎﻟﹾﻌ‬‫ﻜﹸﻤ‬‫ﺤ‬‫ﺎﺱﹺ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻜﹶﻤ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺣ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻠ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺃﹶﻫ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻭﺍ ﺍﻷَﻣ‬‫ﺩ‬‫ﺆ‬‫ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ ﻛﹸﻢ‬‫ﺮ‬‫ﺄﹾﻣ‬‫ ﻳ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ﺍ‬‫ﲑ‬‫ﺼ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ﻴﻌ‬‫ﻤ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺳ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﺑﹺﻪ‬‫ﻈﹸﻜﹸﻢ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻤ‬‫ ﻧﹺﻌ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang be rhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi

119

pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS Al-Nisa’ [4]: 58) Ketiga, Tabligh (reliable); artinya menyampaikan pesan (aktif, komunikatif, kooperatif, dan aspiratif ). Hal itu untuk berbagi informasi dan tidak menutup nutupi kebenaran, apalagi membual dengan memberi informasi yang sengaja menyesatkan. Sabda Nabi SAW:

‫ﺎﺭﹺ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ﻘﹾﻌ‬‫ﺃﹾ ﻣ‬‫ﻮ‬‫ﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍ ﻓﹶﻠﹾﻴ‬‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺘ‬‫ ﻣ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ ﻋ‬‫ ﻛﹶﺬﹶﺏ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬،‫ﺔﹰ‬‫ ﺁﻳ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﻠﱢﻐ‬‫ﺑ‬ ”Sampaikan dariku walau sepatah kata, barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka tempat kembalinya adalah neraka .” (HR. Al-Bukhari dari Ibn Amer) Keempat, Fathanah (amart); artinya cerdas, pandai, kreatif, menghargai waktu dan professional.

‫ﻢ‬‫ﺍﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬‫ ﺃﹶﻣ‬‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻮﺍ ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﻓﹶﻌ‬‫ﺍ ﻓﹶﺎﺩ‬‫ﺪ‬‫ﺷ‬‫ ﺭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﺀَﺍﻧ‬ Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai m emelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta -hartanya. (QS Al-Nisâ’ [4]: 6) C. Sikap Kerja 1. Jujur dan memiliki integritas tinggi  Anjuran berbuat jujur, tidak berkhianat terhadap amanah atau perjanjian yang telah disepakati. Firman Allah SWT:

‫ﻨﹺﲔ‬‫ﺎﺋ‬‫ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﺐ‬‫ﺤ‬‫ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﺍﺀٍ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮ‬‫ﻠﹶﻰ ﺳ‬‫ ﻋ‬‫ﻬﹺﻢ‬‫ﺒﹺﺬﹾ ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﺔﹰ ﻓﹶﺎﻧ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻴ‬‫ﻡﹴ ﺧ‬‫ ﻗﹶﻮ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﻓﹶﻦ‬‫ﺨ‬‫ ﺎ ﺗ‬‫ﺇﹺﻣ‬‫ﻭ‬



Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang -orang yang berkhianat. (QS Al-Anfâl [8]: 58) Berbuat jujur akan membawa kebaikan, dan berbuat dusta mengakibatkan dosa yang akibatnya bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga mencelakakan orang lain. Firman Alah SWT:

‫ﻦ‬‫ﻱ ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ ﻻﹶ ﻳ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﻱ ﻳ‬‫ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﺾ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺒ‬‫ﺼ‬‫ﻗﹰﺎ ﻳ‬‫ﺎﺩ‬‫ ﺻ‬‫ﻚ‬‫ﺇﹺﻥﹾ ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺑ‬‫ ﻛﹶﺬ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺎ ﻓﹶﻌ‬‫ﺑ‬‫ ﻛﹶﺎﺫ‬‫ﻚ‬‫ﺇﹺﻥﹾ ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ ﻛﹶﺬﱠﺍﺏ‬‫ﺮﹺﻑ‬‫ﺴ‬‫ ﻣ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬



Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta . (QS Al-Ghafir:28) Anjuran berbuat jujur untuk memperoleh kebaikan, dan menghindari dusta agar tidak terjadi keburukan, karena kejujuran tidak akan bersinergi dengan kedustaan. Sabda Nabi SAW:

120

‫ﻜﹸﻮ ﹶﻥ‬‫ﻰ ﻳ‬‫ﺘ‬‫ ﺣ‬‫ﻕ‬‫ﺪ‬‫ﺼ‬‫ﻞﹶ ﻟﹶﻴ‬‫ﺟ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﺮ‬‫ ﻭ‬،‫ﺔ‬‫ﻨ‬‫ﻯ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺠ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﹾﺒﹺﺮ‬‫ ﻭ‬،‫ﻯ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺒﹺﺮ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﻕ‬‫ﺪ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﺼ‬ ،‫ﺏ‬‫ﻜﹾﺬ‬‫ﻞﹶ ﻟﹶﻴ‬‫ﺟ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﺮ‬‫ ﻭ‬،‫ﺎﺭﹺ‬‫ﻯ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﻮﺭ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﹾﻔﹸﺠ‬‫ ﻭ‬،‫ﻮﺭﹺ‬‫ﻯ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﻔﹸﺠ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﺏ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﹾﻜﹶﺬ‬‫ ﻭ‬،‫ﻳﻘﹰﺎ‬‫ﺪ‬‫ﺻ‬ ‫ﺎ‬‫ ﻛﹶﺬﱠﺍﺑ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﺐ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﻰ ﻳ‬‫ﺘ‬‫ﺣ‬ “Sesungguhnya kejujuran itu berimplikasi pada kebaikan, dan kebaikan berimplikasi masuk surga. Sesungguhnya seseorang yang senantiasa jujur maka ia akan dicap sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu berimplikasi pada kelacuran, dan kelacuran menjadikan masuk neraka. Sesungguhnya seseorang yang biasa berdusta maka ia akan dicap sebagai seorang pendusta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah) Sabda Nabi SAW:

‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺠ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ﻴﻌﺎﹰ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ ﺟ‬‫ﺏ‬‫ﺍﻟﹾﻜﹶﺬ‬‫ ﻭ‬‫ﻕ‬‫ﺪ‬‫ ﺍﻟﺼ‬‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺠ‬‫ﻻﹶ ﻳ‬‫ﺮﹺﺉﹴ ﻭ‬‫ﻰ ﻗﹶﻠﹾﺐﹺ ﺍﻣ‬‫ ﻓ‬‫ﺍﻟﹾﻜﹸﻔﹾﺮ‬‫ﺎﻥﹸ ﻭ‬‫ ﺍﻹِﳝ‬‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺠ‬‫ﻻﹶ ﻳ‬ ‫ﻴﻌﺎﹰ‬‫ﻤ‬‫ﺔﹸ ﺟ‬‫ﺎﻧ‬‫ﺍﻷَﻣ‬‫ﺔﹸ ﻭ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ “Tidak akan bersinergi antara iman dan ingkar di dalam hati seseorang. Tidak akan bersinergi antara jujur dan dusta secara bersamaan. Dan ti dak akan bersinergi antara khianat dan amanah secara bersamaan ” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah) Sabda Nabi SAW:

‫ﺔﹲ‬‫ ﺭﹺﻳﺒ‬‫ﺏ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﹾﻜﹶﺬ‬‫ﺔﹲ ﻭ‬‫ﺄﹾﻧﹺﻴﻨ‬‫ ﻃﹸﻤ‬‫ﻕ‬‫ﺪ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ﺍﻟﺼ‬‫ﻚ‬‫ﺮﹺﻳﺒ‬‫ﺎ ﻻﹶ ﻳ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﻣ‬‫ﻚ‬‫ﺮﹺﻳﺒ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ ﻣ‬‫ﻉ‬‫ﺩ‬ “Tingggalkanlah apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu, karena kejujuran itu menenangkan sedangkan dusta itu meragukan.” (HR. AlThurmudzi dan Ahmad dari Ali ibn Abi Thalib) 2. Memiliki etika, akhlak mulia, dan memberi suri teladan  Anjuran memiliki perilaku yang agung, karena hal itu ak an menyenangkan orang lain dan akan menyebabkan kesuksesan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan yang lain. Firman Allah SWT:

‫ﻴﻢﹴ‬‫ﻈ‬‫ﻠﹸﻖﹴ ﻋ‬‫ﻠﻰ ﺧ‬‫ ﻟﹶﻌ‬‫ﻚ‬‫ﺇﹺﻧ‬‫ﻭ‬ 

Dan sesungguhnya kamu benar -benar berbudi pekerti yang agung. (QS Al-Qalam [68] :4) Misi kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah untuk memperbaiki akhlak umatnya, maka kebaikan umat Muhammad ditentukan oleh perilakunya yang baik. Sabda Nabi SAW:

‫ﻼﹶﻕﹺ‬‫ ﺍﻷَﺧ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ ﺣ‬‫ﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﻷُﺗ‬‫ﺜﹾﺖ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ “Aku diutus untuk memperbaiki kemuliaan kepribadian.” (H.R. Malik bin Anas dari Anas bin Malik)

‫ﻠﹸﻎﹸ ﺑﹺﻪ‬‫ﺒ‬‫ﻠﹸﻖﹺ ﻟﹶﻴ‬‫ﻦﹺ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﺴ‬‫ ﺣ‬‫ﺐ‬‫ﺎﺣ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺻ‬‫ﻠﹸﻖﹺ ﻭ‬‫ﻦﹺ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﺴ‬‫ ﺣ‬‫ﻦ‬‫ ﺃﹶﺛﹾﻘﹶﻞﹸ ﻣ‬‫ﺍﻥ‬‫ﻴﺰ‬‫ﻰ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻓ‬‫ﻊ‬‫ﻮﺿ‬‫ﺀٍ ﻳ‬‫ﻰ‬‫ ﺷ‬‫ﻦ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﻣ‬ ‫ﻼﹶﺓ‬‫ﺍﻟﺼ‬‫ﻡﹺ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﺐﹺ ﺍﻟﺼ‬‫ﺎﺣ‬‫ﺔﹶ ﺻ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ﺩ‬ “Tiada sesuatu yang paling memberatkan timbangan selain akhlak mulia, karena seseorang yang memiliki akhlak mulia sederajat dengan orang yang puasa dan shalat.” (HR. Al-Turmudzi dari Abu Darda’)

121

3. Menghormati hukum dan aturan -aturan yang berlaku  Perintah taat pada hukum dan aturan, baik dari Allah, rasul maupun pemerintah. Jika terjadi perselisihan maka kembalikan pada dasar agama, karena hal itu lebih baik. Firman Allah SWT:

ٍ‫ﺀ‬‫ﻲ‬‫ﻲ ﺷ‬‫ ﻓ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻋ‬‫ﺎﺯ‬‫ﻨ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﺗ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﺮﹺ ﻣ‬‫ﻲ ﺍﻷَﻣ‬‫ﺃﹸﻭﻟ‬‫ﻮﻝﹶ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﺮ‬‫ﻴﻌ‬‫ﺃﹶﻃ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻴﻌ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻃ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍ ﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ ‫ﺄﹾﻭﹺﻳﻼﹰ‬‫ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ﺃﹶﺣ‬‫ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺧ‬‫ﻚ‬‫ﺮﹺ ﺫﹶﻟ‬‫ﻡﹺ ﺍﻵﺧ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻥﹶ ﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻮﻝﹺ ﺇﹺﻥﹾ ﻛﹸﻨ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ ﻭ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻭﻩ‬‫ﺩ‬‫ﻓﹶﺮ‬



“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al -Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan h ari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya .” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 59) Salah satu bentuk kezaliman adalah melanggar hukum atau aturan yang melampaui batas, perilaku ini akan berdampak siksa yang pedih. Firman Allah SWT:

‫ﻴﻢ‬‫ ﺃﹶﻟ‬‫ﺬﹶﺍﺏ‬‫ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ ﻟﹶﻬ‬‫ﻚ‬‫ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌ‬‫ﻖ‬‫ﺮﹺ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻴ‬‫ﺽﹺ ﺑﹺﻐ‬‫ﻲ ﺍﻷَﺭ‬‫ﻮﻥﹶ ﻓ‬‫ﻐ‬‫ﺒ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺱ‬‫ﻮﻥﹶ ﺍﻟﻨ‬‫ﻤ‬‫ﻈﹾﻠ‬‫ ﻳ‬‫ﻳﻦ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﺒﹺﻴﻞﹸ ﻋ‬‫ﺎ ﺍﻟﺴ‬‫ﻤ‬‫ﺇﹺﻧ‬



Sesungguhnya dosa itu atas orang -orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih . (QS Al-Syûrâ [42]: 42) Anjuran untuk berkomitmen pada peraturan yang telah ditetapkan dan disepakati, tidak berusaha mengkhianatinya. Firman Allah SWT:

‫ﻘﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺘ‬‫ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻲ ﻛﹸﻞﱢ ﻣ‬‫ ﻓ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﻥﹶ ﻋ‬‫ﻘﹸﻀ‬‫ﻨ‬‫ ﻳ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﺕ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ ﻋ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ (Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya). (QS Al-Anfâl [8]: 56) 4. Bertanggung jawab dan akuntabel  Kewajiban menunaikan amanah dengan penuh tanggung jawab dan akuntabel dan tidak menyembunyikan kebenaran agar dapat diketahui oleh yang lain. Firman Allah SWT:

‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺓﹶ ﻭ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﺸ‬‫ﻤ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻖﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺘ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺎﻧ‬‫ ﺃﹶﻣ‬‫ﻦ‬‫ﻤ‬‫ﺗ‬‫ﻱ ﺍﺅ‬‫ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﺩ‬‫ﺆ‬‫ﺎ ﻓﹶﻠﹾﻴ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻦ‬‫ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﺃﹶﻣ‬ ‫ﻴﻢ‬‫ﻠ‬‫ﻠﹸﻮﻥﹶ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ ﺑﹺﻤ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ ﻗﹶﻠﹾﺒ‬‫ﻢ‬‫ ﺀَﺍﺛ‬‫ﻪ‬‫ﺎ ﻓﹶﺈﹺﻧ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﻳ‬



Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan . (QS Al-Baqarah [2]: 283) Anjuran bekerja dan mempertanggungjawab kan terhadap apa yang telah menjadi tugas dan fungsinya dan tidak berkhianat terhadap apa yang telah disepakati, karena hal itu akan berdampak baik di kemudian hari. Firman Allah SWT:

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﺗ‬‫ﻑ‬‫ﻮ‬‫ﻞﹲ ﻓﹶﺴ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻲ ﻋ‬‫ ﺇﹺﻧ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻜﹶﺎﻧ‬‫ﻠﹶﻰ ﻣ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ﻡﹺ ﺍﻋ‬‫ﺎﻗﹶﻮ‬‫ﻗﹸﻞﹾ ﻳ‬

122

Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui. ” (QS Al-Zumar [39]: 39) Firman Allah SWT:

‫ ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﻚ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﻩ‬‫ ﺩ‬‫ﺆ‬‫ﺎﺭﹴ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﻳﻨ‬‫ ﺑﹺﺪ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﺄﹾﻣ‬‫ ﺇﹺﻥﹾ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻚ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﻩ‬‫ﺩ‬‫ﺆ‬‫ﻄﹶﺎﺭﹴ ﻳ‬‫ﻨ‬‫ ﺑﹺﻘ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﺄﹾﻣ‬‫ ﺇﹺﻥﹾ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ﺎﺏﹺ ﻣ‬‫ﺘ‬‫ﻞﹺ ﺍﻟﹾﻜ‬‫ ﺃﹶﻫ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺏ‬‫ ﺍﻟﹾﻜﹶﺬ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻘﹸﻮﻟﹸ ﻮﻥﹶ ﻋ‬‫ﻳ‬‫ﺒﹺﻴﻞﹲ ﻭ‬‫ ﺳ‬‫ﲔ‬‫ﻴ‬‫ﻲ ﺍﻷُﻣ‬‫ﺎ ﻓ‬‫ﻨ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺲ‬‫ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻟﹶﻴ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺑﹺﺄﹶﻧ‬‫ﻚ‬‫ﺎ ﺫﹶﻟ‬‫ﻤ‬‫ ﻗﹶﺎﺋ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺖ‬‫ﻣ‬‫ﺎ ﺩ‬‫ﻣ‬ ‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬ Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu Dinar, tidak dikem balikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang -orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui . (QS ‘Âli ‘Imrân [3]: 75) Firman Alah SWT:

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺎﺗ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻣ‬‫ﻮﻧ‬‫ﺨ‬‫ﺗ‬‫ﻮﻝﹶ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮﻧ‬‫ﺨ‬‫ﻮﺍ ﻻﹶ ﺗ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat -amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui . (QS Al-Anfâl [8]: 27) Sekecil apa pun pekerjaan atau usaha manusia pasti ada pertanggungjawaban. Kerja yang baik akan mendapat kebaikan, kerja yang buruk akan mendapatkan keburukan. Firman Allah SWT:

‫ﻩ‬‫ﺮ‬‫ﺍ ﻳ‬‫ﺮ‬‫ ﺷ‬‫ﺓ‬‫ﺜﹾﻘﹶﺎﻝﹶ ﺫﹶﺭ‬‫ﻞﹾ ﻣ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬- ‫ﻩ‬‫ﺮ‬‫ﺍ ﻳ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺧ‬‫ﺓ‬‫ﺜﹾﻘﹶﺎﻝﹶ ﺫﹶﺭ‬‫ﻞﹾ ﻣ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻓﹶﻤ‬



Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) -nya pula. (QS Al-Zalzalah [99]: 7-8) Pekerjaan dan jabatan apa pun harus dipertanggungjawabkan, tanpa mengenal tingkatan jabatan itu. Sabda Nabi SAW:

‫ﻰ‬‫ﺍﻉﹴ ﻓ‬‫ﻞﹸ ﺭ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ ﻭ‬، ‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻋ‬‫ ﺭ‬‫ﻦ‬‫ﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻉﹴ ﻭ‬‫ ﺭ‬‫ﺎﻡ‬‫ ﺍﻹِﻣ‬، ‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻋ‬‫ ﺭ‬‫ﻦ‬‫ﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋ‬‫ﺴ‬‫ ﻣ‬‫ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ‬‫ ﻭ‬، ‫ﺍﻉﹴ‬‫ ﺭ‬‫ﻛﹸﻠﱡﻜﹸﻢ‬ ‫ﻡ‬‫ﺎﺩ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬‫ ﻭ‬، ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻋ‬‫ ﺭ‬‫ﻦ‬‫ﺌﹸﻮﻟﹶﺔﹲ ﻋ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺟﹺﻬ‬‫ﻭ‬‫ ﺯ‬‫ﺖ‬‫ﻴ‬‫ﻰ ﺑ‬‫ﺔﹲ ﻓ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻋ‬‫ﺃﹶﺓﹸ ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻭ‬، ‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻋ‬‫ ﺭ‬‫ﻦ‬‫ﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋ‬‫ﺴ‬‫ ﻣ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠ‬‫ﺃﹶﻫ‬ ‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻋ‬‫ ﺭ‬‫ﻦ‬‫ﺌﹸﻮﻝﹲ ﻋ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻝﹺ ﺳ‬‫ﻰ ﻣ‬‫ﺍﻉﹴ ﻓ‬‫ﺭ‬ “Setiap kalian adalah pemimpin yang dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam (pejabat) menjadi pemimpin yang dimintai pertanggungjawaban atas bawahan yang dipimpin. Seorang suami adalah pemimpin di keluarganya maka ia dimintai pertanggungjawaban ata s anggota keluarganya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya yang dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya yang dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya .” (HR. AlBukhari dari Ibn Umar)

123

5. Hormat kepada hak-hak orang lain dan tidak mudah menyalahkan orang lain  Anjuran bersikap altruis yang mementingkan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri, keluarga dan golongan, sekalipun ia sendiri sangat membutuhkan. Firman Allah SWT:

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻚ‬‫ ﻓﹶﺄﹸﻭﻟﹶﺌ‬‫ﻔﹾﺴِﻪ‬‫ ﻧ‬‫ﺢ‬‫ ﺷ‬‫ﻮﻕ‬‫ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺔﹲ ﻭ‬‫ﺎﺻ‬‫ﺼ‬‫ ﺧ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺑﹺﻬﹺﻢ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ ﻭ‬‫ﻔﹸﺴِﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻧ‬‫ ﻭﻥﹶ ﻋ‬‫ﺮ‬‫ﺛ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬



Dan mereka mengutamakan (orang -orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siap a yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang -orang yang beruntung. (QS Al-Hasyr [59]: 9) Anjuran saling berdamai dalam menyelesaikan suatu urusan secara adil, bukan saling menyalahkan atau mencari kesalahan yang lain, sehingga masalah itu berlarut-larut tanpa ada kesudahannya. Firman Allah SWT:

‫ﻠﹸﻮﺍ‬‫ﻯ ﻓﹶﻘﹶﺎﺗ‬‫ﺮ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻷُﺧ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻫ‬‫ﺪ‬‫ ﺇﹺﺣ‬‫ﺖ‬‫ﻐ‬‫ﺎ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﺑ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﻮﺍ ﺑ‬‫ﺤ‬‫ﻠ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﻓﹶﺄﹶﺻ‬‫ﺘ‬‫ ﺍﻗﹾﺘ‬‫ﻨﹺﲔ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﻥ‬‫ﻔﹶﺘ‬‫ﺇﹺﻥﹾ ﻃﹶﺎﺋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺐ‬‫ﺤ‬‫ ﻳ‬‫ﺃﹶﻗﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻝﹺ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺎ ﺑﹺﺎﻟﹾﻌ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﻮﺍ ﺑ‬‫ﺤ‬‫ﻠ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﺻ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻓﹶﺎﺀَﺕ‬‫ﺮﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻲﺀَ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺃﹶﻣ‬‫ﻔ‬‫ﻰ ﺗ‬‫ﺘ‬‫ﻲ ﺣ‬‫ﻐ‬‫ﺒ‬‫ﻲ ﺗ‬‫ﺍﻟﱠﺘ‬ ‫ﲔ‬‫ﻘﹾﺴِﻄ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬



Dan jika ada dua golongan dari orang -orang mu'min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang -orang yang berlaku adil. (QS Al-Hujurât [49]: 9) Anjuran berpikir positif, menjauhi prasangka buruk dan mencari -cari kesalahan orang lain, karena hal itu akan merugikan pihak lain. Firman Allah SWT:

‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ ﺐ‬‫ﺘ‬‫ﻐ‬‫ﻻﹶ ﻳ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﺴ‬‫ﺴ‬‫ﺠ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ ﺇﹺﺛﹾﻢ‬‫ ﺍﻟﻈﱠﻦ‬‫ﺾ‬‫ﻌ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺑ‬‫ ﺍﻟﻈﱠﻦ‬‫ﻦ‬‫ﺍ ﻣ‬‫ﲑ‬‫ﻮﺍ ﻛﹶﺜ‬‫ﻨﹺﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻮﺍ ﺍﺟ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ ‫ﻴﻢ‬‫ﺣ‬‫ ﺭ‬‫ﺍﺏ‬‫ﻮ‬‫ ﺗ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺍﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻓﹶﻜﹶﺮﹺﻫ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ ﻣ‬‫ﻴﻪ‬‫ ﺃﹶﺧ‬‫ﻢ‬‫ﺄﹾﻛﹸﻞﹶ ﻟﹶﺤ‬‫ ﺃﹶﻥﹾ ﻳ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ﺐ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﺃﹶﻳ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari cari kesalahan orang lain dan janganlah se bagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang . (QS Al-Hujurât [49]:12) 6. Mencintai pekerjaan dan mau be kerja keras  Anjuran untuk bekerja, karena nilai seseorang diukur dan diganjar berdasarkan tingkat pekerjaannya. Firman Allah SWT:

‫ﻓﹶﻰ‬‫ﺍﺀَ ﺍﻷَﻭ‬‫ﺰ‬‫ ﺍﻟﹾﺠ‬‫ﺍﻩ‬‫ﺰ‬‫ﺠ‬‫ ﻳ‬‫ ﺛﹸﻢ‬- ‫ﻯ‬‫ﺮ‬‫ ﻳ‬‫ﻑ‬‫ﻮ‬‫ ﺳ‬‫ﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﺃﹶﻥﱠ ﺳ‬‫ ﻭ‬- ‫ﻰ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺳ‬‫ ﺇﹺﻻﱠ ﻣ‬‫ﺎﻥ‬‫ﺴ‬‫ﻺِﻧ‬‫ ﻟ‬‫ﺲ‬‫ﺃﹶﻥﹾ ﻟﹶﻴ‬‫ﻭ‬ Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasausahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepada nya).

124

Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna . (QS A-Najm [53]: 39-41) Firman Allah SWT:

‫ﺍ‬‫ﻜﹸﻮﺭ‬‫ﺸ‬‫ ﻣ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺳ‬‫ﺍﺀً ﻭ‬‫ﺰ‬‫ ﺟ‬‫ﺬﹶﺍ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﻫ‬ Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukur i (diberi balasan). (QS Al-Insân [76]: 22)

‫ﺍ‬‫ﻜﹸﻮﺭ‬‫ﺸ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺳ‬‫ﻚ‬‫ ﻓﹶﺄﹸﻭﻟﹶﺌ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ ﻣ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺳ‬‫ﻰ ﻟﹶﻬ‬‫ﻌ‬‫ﺳ‬‫ﺓﹶ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻵﺧ‬‫ﺍﺩ‬‫ ﺃﹶﺭ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬



Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik . (QS Al-Isrâ’ [17]:19) Kerja keras tidak saja memerlukan tenaga fisik yang kuat, tetapi juga ketetapan hati yang kuat dalam bentuk keterpercayaan. Firman Allah SWT:

‫ﲔ‬‫ ﺍﻷَﻣ‬‫ ﺍﻟﹾﻘﹶﻮﹺﻱ‬‫ﺕ‬‫ﺮ‬‫ﺄﹾﺟ‬‫ﺘ‬‫ﻦﹺ ﺍﺳ‬‫ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺧ‬‫ﻩ‬‫ﺄﹾﺟﹺﺮ‬‫ﺘ‬‫ ﺍﺳ‬‫ﺖ‬‫ﺎﺃﹶﺑ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻫ‬‫ﺪ‬‫ ﺇﹺﺣ‬‫ﻗﹶﺎﻟﹶﺖ‬



Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (QS Al-Qashash [26]: 26) Firman Allah SWT: Anjuran memanfaatkan waktu untuk bekerja keras tanpa menyia -nyiakannya. Setelah membersihkan diri melalui ibadah shalat, lalu bertebaran unt uk mencari karunia Allah SWT dengan bekerja yang baik. Firman Allah SWT:

‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﺍ ﻟﹶﻌ‬‫ﲑ‬‫ ﻛﹶﺜ‬‫ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺍﺫﹾﻛﹸﺮ‬‫ ﻭ‬‫ﻞﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻓﹶﻀ‬‫ﻦ‬‫ﻮﺍ ﻣ‬‫ﻐ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺑ‬‫ﺽﹺ ﻭ‬‫ﻲ ﺍﻷَﺭ‬‫ﻭﺍ ﻓ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺘ‬‫ﻼﹶﺓﹸ ﻓﹶﺎﻧ‬‫ ﺍﻟﺼ‬‫ﺖ‬‫ﻴ‬‫ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍ ﻗﹸﻀ‬ ‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺗ‬ Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Al lah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. (QS Al-Jumu’ah [62]:10) Firman Allah SWT:

‫ﻴﻪ‬‫ﻼﹶﻗ‬‫ﺎ ﻓﹶﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﻛﹶﺪ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺭ‬‫ﺡ‬‫ ﻛﹶﺎﺩ‬‫ﻚ‬‫ﺎﻥﹸ ﺇﹺﻧ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺍﻹِﻧ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh -sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (QS Al-Insyiqâq [84]:6) Firman Allah SWT:

‫ﺓ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﺐﹺ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻢﹺ ﺍﻟﹾﻐ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻭﻥﹶ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﻋ‬‫ﺩ‬‫ﺮ‬‫ﺘ‬‫ﺳ‬‫ﻮﻥﹶ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻟﹸﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﻠﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﻯ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﻓﹶﺴ‬‫ﻤ‬‫ﻗﹸﻞﹺ ﺍﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻛﹸﻨ‬‫ ﺑﹺﻤ‬‫ﺌﹸﻜﹸﻢ‬‫ﺒ‬‫ﻨ‬‫ﻓﹶﻴ‬ Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul -Nya serta orangorang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan ". (QS Al-Taubah [9]:105) Firman Allah SWT:

‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻞﹺ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺬﹶﺍ ﻓﹶﻠﹾﻴ‬‫ﺜﹾﻞﹺ ﻫ‬‫ﻤ‬‫ﻟ‬

125

Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang -orang yang bekerja. (QS Al-Shâffât [37]: 61) Firman Allah SWT:

‫ﺔ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺧ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻚ‬‫ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﱠﺬ‬ Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (QS Al-Bayyinah [98]: 7) 7. Meningkatkan transparansi dan koordinasi  Anjuran menyampaikan kebenaran dan kebaikan secara transparan, bukan menutup-nutupi, walaupun hal itu terkadang merugikan diri sendiri. Sabda Nabi SAW:

‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻣ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ ﻭ‬‫ﻖ‬‫ﻗﹸﻞﹾ ﺍﻟﹾﺤ‬ “Katakan kebenaran meskipun pahit adanya”. (HR. Ibnu Hibban dan Abu Dzar) Firman Allah SWT:

‫ﲔ‬‫ ﺃﹶﻣ‬‫ﺢ‬‫ﺎﺻ‬‫ ﻧ‬‫ﺎ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﻲ ﻭ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﺎﻻﹶ ﺕ‬‫ ﺭﹺﺳ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﱢﻐ‬‫ﺃﹸﺑ‬ 

Aku menyampaikan amanat -amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang tepercaya bagimu. (QS Al-A’râf [7]: 68) Anjuran berkoordinasi dan kerja sama dalam kebaikan, bukan dalam perbuatan yang menyimpang.

‫ﻘﹶﺎﺏﹺ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻳﺪ‬‫ﺪ‬‫ ﺷ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠ ﻪ‬‫ﺍﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻥ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻹِﺛﹾﻢﹺ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﻧ‬‫ﺎﻭ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ﻯ ﻭ‬‫ﻘﹾﻮ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ ﻭ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﺒﹺﺮ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﻧ‬‫ﺎﻭ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬‫ﻭ‬ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa -Nya. (QS Al-Mâ’idah [5]: 2) 8. Disiplin yang tinggi  Anjuran menggunakan waktu untuk beriman, bekerja secara baik dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, agar hidupnyanya tidak merugi. Firman Allah SWT:

‫ﻖ‬‫ﺍ ﺑﹺﺎﻟﹾﺤ‬‫ﻮ‬‫ﺍﺻ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺮﹴ – ﺇﹺﻻﱠ ﺍﻟﱠ ﺬ‬‫ﺴ‬‫ﻲ ﺧ‬‫ﺎﻥﹶ ﻟﹶﻔ‬‫ﺴ‬‫ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻹِﻧ‬- ‫ﺮﹺ‬‫ﺼ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﺒ‬‫ﺍ ﺑﹺﺎﻟﺼ‬‫ﻮ‬‫ﺍﺻ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ﻭ‬



Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar -benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjak an amal saleh dan saling menasihati supaya menaat i kebenaran dan kesabaran . (QS Al-‘Ashr [103]: 1-3) Anjuran disiplin dengan memanfaatkan waktu untuk melakukan sesuatu sesuai ketentuan, seperti dalam beribadah dan bekerja. Sabda Nabi SAW:

‫ﻯ‬  ‫ ﺃﹶ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺛﹸﻢ‬.‫ﻦﹺ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟ‬‫ ﺍﻟﹾﻮ‬‫ ﺑﹺﺮ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺛﹸﻢ‬‫ ﺃﹶﻯ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺛﹸﻢ‬.‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻗﹾﺘ‬‫ﻠﹶﻰ ﻭ‬‫ﻼﹶﺓﹸ ﻋ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﺼ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺐ‬‫ﻞﹺ ﺃﹶﺣ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﺃﹶﻯ‬ ‫ﺒﹺﻴﻞﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻰ ﺳ‬‫ ﻓ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﹾﺠﹺﻬ‬ “Pekerjaan apa yang disukai oleh Allah? Nabi Menjawab: “Shalat tepat pada waktunya. Lalu ditanya, apa lagi? Beliau menjawab: Berbakti pada ked ua orangtua. Ditanya lagi, lalu apa? Bej jihad di jalan Allah SWT’.” (HR. AlBukhari dan Muslim dari Abdullah)

126

9. Bersahaja dalam hidup dan kehidupan  Anjuran hidup bersahaja, tidak terlalu pelit dan tidak juga terlalu boros, karena boros itu perilaku setan yang terkutuk. Firman Allah SWT:

‫ﺍ‬‫ﻮﺭ‬‫ﺴ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﻠﹸﻮﻣ‬‫ ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﻘﹾﻌ‬‫ ﻓﹶﺘ‬‫ﻂ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻄﹾﻬ‬‫ﺴ‬‫ﺒ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻚ‬‫ﻘ‬‫ﻨ‬‫ﻠﹸﻮﻟﹶﺔﹰ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﻋ‬‫ﻐ‬‫ ﻣ‬‫ﻙ‬‫ﺪ‬‫ﻞﹾ ﻳ‬‫ﻌ‬‫ﺠ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ﻭ‬ Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan men yesal. (QS Al-Isra’ [17]: 29) Firman Allah SWT:

‫ﺍ‬‫ﻳﺮ‬‫ﺬ‬‫ﺒ‬‫ ﺗ‬‫ﺬﱢﺭ‬‫ﺒ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ﺒﹺﻴﻞﹺ ﻭ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﻦ‬‫ﺍﺑ‬‫ ﻭ‬‫ﲔ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﻘﱠﻪ‬‫ﻰ ﺣ‬‫ﺑ‬‫ ﺫﹶﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‬‫ﺀَﺍﺕ‬‫ﻭ‬ Dan berikanlah kepada keluarga -keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalana n; dan janganlah kamu menghambur hamburkan (hartamu) secara boros . (QS Al-Isrâ’ [17]: 26) Firman Allah SWT:

‫ﺍ‬‫ ﻛﹶﻔﹸﻮﺭ‬‫ﻪ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﻄﹶﺎﻥﹸ ﻟ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺍﻟﺸ‬‫ﲔﹺ ﻭ‬‫ﺎﻃ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻥﹶ ﺍﻟﺸ‬‫ﻮ‬‫ﻮﺍ ﺇﹺﺧ‬‫ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﺬﱢﺭﹺﻳﻦ‬‫ﺒ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﹾﻤ‬ 

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya . (QS Al-Isrâ [17]: 27) Anjuran untuk menggunakan dan menikmati sesuatu seperti makan dan minum secukupnya, tidak berlebih -lebihan. Firman Allah SWT:

‫ﲔ‬‫ﺮﹺﻓ‬‫ﺴ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﺐ‬‫ﺤ‬‫ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﻪ‬‫ﺮﹺﻓﹸﻮﺍ ﺇﹺﻧ‬‫ﺴ‬‫ﻻﹶ ﺗ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺍﺷ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﻭ‬‫ﻭ‬ 

Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih -lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al-A’râf [7]: 31) Bersahaja dalam bersuara atau berpendapat, tidak meledak -ledak, supaya tidak terkesan sombong dan menyinggung orang lain. Firman Allah SWT:

‫ﻚ‬‫ﺗ‬‫ﻮ‬‫ ﺻ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺾ‬‫ﺍﻏﹾﻀ‬‫ ﻭ‬‫ﻴﹺﻚ‬‫ﺸ‬‫ﻲ ﻣ‬‫ ﻓ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻗﹾﺼ‬‫ﻭ‬ 

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu . (QS Luqmân [31]: 19) Nilai manusia terletak pada ketulusan hati dan kualitas amal, bukan karena kemewahan dalam rupa dan aksesoris badan. Bersahaja perlu dalam aspek fasilitas duniawi, tetapi dalam masalah amal dan ketulusan harus berlomba untuk menggapai kebaikan yang lebih sempurna Sabda Nabi SAW:

‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﻗﹸﻠﹸﻮﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﻈﹸﺮ‬‫ﻨ‬‫ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻜ‬‫ ﻭ‬‫ﺭﹺﻛﹸﻢ‬‫ﻮ‬‫ﻻﹶ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺻ‬‫ ﻭ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺎﺩ‬‫ﺴ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺃﹶﺟ‬‫ﻈﹸﺮ‬‫ﻨ‬‫ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada fisik dan bentuk -rupa kalian, tetapi Dia melihat pada hati-sanubari kalian”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

127

DALIL AGAMA KATHOLIK TENTANG BUDAYA KERJA

A. PRINSIP DASAR: KESECITRAAN MANUSIA DENGAN ALLAH 1. Manusia diciptakan secitra dengan Allah Dalam Kisah Penciptaan untk hari keenam tertulis: 1:26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan -ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." 1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar -Nya, menurut gambar Allah diciptakan -Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Penciptaan manusia secitra dengan Allah menjadi landasan dari hakekat dan keberadaannya (essensi dan eksistersinya). Kesecitraannya dengan Allah harus menjadi landasan hidup, kerja (tindakan, perilaku) dan karena itu juga menentukan mora litas dari semuanya, seperti ada tertulis dalam Kitab Kisah Para Rasul: “ Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga -pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga ”. (Kis 17:28). Menjadi je las bahwa prinsip itu bukan bukan hanya prinsip keagamaan saja, tetapi juga mempunyai dasar pada keyakinan rasional dari para pemikir Yunani, karena ada tertulis juga di dalam ayat itu: “seperti yang telah juga dikatakan oleh pejanga-pujangamu …” 2. Allah, “dalam Dia kita bergerak, hidup dan ada” itu adalah Allah yang hidup, artinya: yang senantiasa bergiat, senantiasa beraktif dan senantiasa bekerja, seperti ada tertulis tentang Dia: " Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga. " (Yoh 5:17). Dan Yesus juga menghimbau murid-murid pengikut-pengikut-Nya untuk seperti Dia juga tetap bekerja: “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja” (Yoh 9:4). B. KONSEKUENSI DARI PRINSIP DASAR ITU: BEKERJALAH SELALU 1. Meneladan Yesus, Tuhan dan Guru: Tertulis dalam Injil Yohanes, sabda Yesus kepada murid -muird-Nya: “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan . … “Aku, Tuhan dan Gurumu, telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:13.15). 2. Hidup adalah Kerja “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2Tes 3:10). Untuk hidup orang harus makan. Tetapi untuk dapat makan orang harus bekerja, apapun pekerjaannya: pekerjaan tangan sebagai petani atau tukang; pekerjaan kantoran seperti para pegawai negeri atau karyawan -karyawan swasta, buruh atau pembantu rumah -tangga, semuanya harus bekerja.

128

“Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal -hal yang tidak berguna” (Tes 3:11). C. BAGAIMANA KITA HARUS BEKERJA 1. Makan Dari Hasil Kerja Sendiri Alkitab juga memperingatkan kita, s eperti tertulis: “Orang-orang yang tidak bekerja kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri ” (2Tes 3:12). Di sini tercakup juga prinsip keadilan, ole h karena itu, di samping karena alasan laranan pencurian, sebenarnya di sinipun ada larangan untuk bertindak korupsi, karena dengan korupsi kita “makan dari yang bukan enjadi hasil pekerjaan kita”. 2. Rajin bekerja dan jangan malas -malas. Alkitab mengatakan: “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak” (Ams 6:6). Dengan sangat halus dan bijak, Alkitab mengingatkan manusia akan hakekat dan martabatnya sebagai ciptaan yang paling luhur dari Allah, jauh mengatasi makhluk-makhluk lainnya, antara lain binatang -binatang. Maka Alkitab menunjuk kepada semut, binatang yang sangat kecil dan tak berdaya, tetapi yang bisa menjadi contoh kebijakan tindakan dan hidup manusia. Binatang yang begitu kecil dan kelihatannya tidak berguna, ra jin bekerja untuk tetap hidup. Apakah manusia, yang jauh lebih mulia dan lebih luhur daripada binatang, tidak harus merasa malu direndahkan martabatnya kerena kemalasan bekerjanya? D. JANGAN MENJADI WORKAHOLIC, AMBILLAH JUGA ISTIRAHAT, UNTUK BERIBADAT Alkitab memang mengajarkan supaya kita manusia tetap bekerja seperti Allah juga senantiasa bekerja, sehinga dunia ini tidak mandheg. Namun Alikitab juga tetap seimbang, dan tidak menghendaki Umat -Nya menadi workaholic. “Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; … Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan mengu duskannya” (Kel 20:9-11). Itulah sikap religius yang sejati dari manusia. Ada kesimbangan antara tuntutan kerja yan memang mendasar, tetapi juga ada tuntutan penyeimbangnya, yakni ketakwaan kepada Allah. E. JANGAN HANYA BERHENTI DI TEORI, TETAPI PRAKTEKKANLA H Orang bisa sangat pandai dalam banyak hal, tahu banyak hal, juga tentang aturan dan ketentuan macam -macam, baik yang menyangkut hidup, kerja dan keberadaannya. Namun ada beda besar sekali hanya pengetahuan teoretis dan

129

prakek pelaksanaannya. Oleh karena itu dalil terakhir yang menjadi sangat penting untuk semua pengetahuan teoretis itu adalah: ”Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya” (Yoh 13:17).

DALIL AGAMA KRISTEN TENTANG BUDAYA KERJA

1. Manusia diciptakan oleh Alla h sesuai rencana-Nya agar dunia dan segala isinya ini ditaklukkan dan dikuasai (Kejadian 1:28). Kata taklukkan dan kuasai mengandung makna perintah untuk berkarya dan harus mampu menghadapi tantangan. Tantangan tidak boleh ditianggalkan, melainkan harus di hadapi dengan rasa optimisme yang kuat. Tuhan sebagai pengawas dan pemelihara utama memberi mandat khusus kepada manusia agar dunia ini diisi dengan perbuatan perbuatan baik. Diberi kepada manusia kebebasan dan tanggung jawab, sehingga diharapkan manusia bisa berkarya secara bebas demi kebaikan seluruh ciptaan (Efesus 2:10). Kebebasan dan tanggung jawab harus difungsikan secara dinamis dan produktif. 2. Teologi Kristen dalam upaya meningkatkan budaya kerja tercermin dalam pemahaman memelihara kesatuan Roh, Jiw a (Diri manusia, bahasa Ibrani Nefesh, Adamah dalam Kejadian 2:7), dan Tubuh. Kesatuan ketiganya disebut Spiritualitas. Diakui bahwa dalam diri manusia sesungguhnya memiliki kecenderungan, pertama kecenderungan untuk berbuat baik; dan kedua kecenderungan untuk berbuat jahat (buruk). Dalam berkarya umat Kristiani harus mendasarkan hidup dan karya sesuai spiritualitas yang dimiliki. Dalam konteks ini, ketika manusia melakukan yang baik (meningkatkan budaya kerja), maka di sana Roh (spiritualitas) itu ada dan hadir, tetapi sebaliknya,

ketika manusia

cendrung berbuat tidak baik (kurang produktif), malas dan sebagainya, maka di sana tidak ada Roh (Spiritualitas). Oleh sebab itu, Jati diri seseorang itu bisa dilihat dan diukur dari perbuatannya, apakah didorong R oh atau tidak. 3. Dari perspektif Kristen, Negara, Pemerintah dan Masyarakat adalah lembaga yang harus dihormati dan harus didoakan untuk kebaikan (Roma 13:1 -6). Oleh sebab itu, Jati Diri sesorang yang dikuasi Roh, harusnya dapat diabdikan sebagai hamba Allah yang berkarya untuk kebaikan bangsa (masyarakat) dan negara. Ia tidak boleh menipu (Amsal 12:2). Ia selalu berlaku baik sebagai bagian dari ibadah kepada Allah yang disembah, sehingga ia harus menghindari segala bentuk

130

korupsi dan pungutan liar (Amsal 20: 21) dan tidak boleh menyalahgunakan wewenang (Galatia 5:13). 4. Masyarakat Kristiani harus menjadi teladan dan pelopor pengawasan diri agar tidak terlibat dalam penyelenggaraan negara yang menyimpang dari Firman Tuhan, khususnya dalam menghadapi berbagai kris is, ia harus selalu optimis, meningkatkan budaya kerja yang produktif. Semua perlakuan manusia diketahui oleh Allah. Oleh sebab itu, setiap pribadi Kristen memahami bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu mereka yang terpanggil sesuai rencana Allah (Roma 8:28). Dalam konteks ini, umat Kristiani menyadari bahwa walaupun dia menderita, sikap dan arah hidupnya bertujuan untuk mendatangkan kebaikan. Lewat upaya menahan diri, meningkatkan b udaya kerja dan

tidak mau korupsi/perlakuan

menyimpang yang seara kasat mata dia kelihatan menderita, tapi demi kebaikan ia mau berkorban. Pengorbanan itu akan mendatangkan kebaikan. Kristus mati disalib demi dosa manusia, Ia bangkit tanda kemenangan, mau t dikalahkan (I Korintus 15). 5. Orang Kriten, di manapun ia ditempatkan harus memelihara jati diri dan menjadi teladan yang dimulai dari diri sendiri, jujur dan berlaku baik (Titus 2:7 -8). Ia harus lemah lembut, sabar, saling membantu dan bersifat mendidik ( Efesus 4:2). Mengormati, melindungi dan tidak merugikan harkat dan martabat manusia, secara internal komunitas dan kelompok masyarakat lain. Seluruh hidup manusia adalah merupakan perpaduan antara perkataan dan perbuatan. Untuk itu terus dipelihara keserasiannya (Yakobus 2:7). 6. Manusia diciptakan segambar dengan Allah (Kejadian 1:26) mengandung makna bahwa kalau Allah berfungsi sebagai pelindung dan pengawas dunia dan manusia, maka manusia diberi kuasa untuk pengawasan dan perlindungan terhadap seluruh ciptaan-Nya. Itu berarti manusia harus selalu saling mengawasi agar tetap dalam koridor kekuasaan Allah untuk kebaikan umat manusia. Diri sendiri harus diawasi terlebih dahulu, baru mengadakan pengawasan terhadap yang lainnya. Yesus menegur manusia pada saat m ereka menangisi diriNya dalam perjalanan salib, tetapi Ia menegur mereka, kata -Nya: janganlah tangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu. Nasehat atau teguran ini mengandung makna, agar setiap orang memeriksa dirinya terlebih dahulu dari segala kesalahan, ba ru bisa melihat kesalahan orang lain (Lukas 23:28).

131

DALIL AGAMA HINDU TENTANG BUDAYA KERJA

1. Kegiatan kerja adalah suatu kewajiban yang esensial dalam hidup dan kehidupan itu sendiri. Bekerja bagi manusia merupakan bagian dari kesadaran eksistensial baik secara biologis maupun religius. Kerja merupakan bagian dari kesatuan kosmis, bahkan untuk menjaga keajegan dan kelangsungan alam semesta ini Brahman sendiri senantiasa bekerja ( krida Brahman) tiada pernah berhenti. “Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebeb asan, demikian juga ia tak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja” ( Na karmanām anarambhān naiskarmyam puruso’snute, na ca samnyasanād eva siddhim samadhi-gacchati). Dalam Bhagavadgita III.4 2. Kerja adalah wahana pembentuk kesadaran eks istensialisme manusia sebagai vaber mundi (pencipta dan pengada/cocreate dalam kerja). Dalam Atharva Veda XII.1.45 dikatakan: “Janam bibhrati bahuda mima -sacam Nana dharmanam prthivi yatokasam, satastram dhana dravinasya me duham druveva dhenur anapaspuranti” (Bekerjalah untuk tanah air dan bangsamu dengan berbagai cara. Hormatilah cita-cita bangsamu. Ibu Pertiwi memikul beban, dihuni oleh berbagai sukubangsa dan bahasa,ia telah mengalirkan sungai kemakmuran dengan ratusan cabang. Engkau hendaknya hidup sa ling mengsihi seperti induk sapi dengan anak anaknya. 3. Nilai dasar kerja a. Tuhan tak pernah berhenti bekerja Utsideyur ime lokā, na kuryām karma ced aham, sankarasya ca kartā syām, upahanyām imāh prajāh.(Bh.G.II.24) “Jika Aku berhenti bekerja dunia ini akan hancur-lebur dan Aku jadi pencipta keruntuhanmemutar roda kehidupan Evam pravartitam cakram, nānuvartayatiha yah, aghāyur indriyārāmo, mogham pārtha sa jivati. (Bh.G.III.16) “Demikianlah sebab terjadinya perputaran roda kehidupan ini, ia yang tak ikut dalam perputarannya itu berbuat jahat, selalu berusaha memenuhi nafsu indranya, sesungguhnya ia hidup dalam sia -sia, wahai Pārtha”

b. Bekerja demi bhakti yang tulus

132

Yajnārthāt karmano’nyatra,Loko’yam karma bandhana Tadartham karma kaunteya,Mukta sanggah samāch ara.(Bh.G.III.9)

“Kecuali untuk tujuan berbakti dunia ini dibelenggu oleh hukum -kerja karenanya bekerjalah demi berbakti tanpa kepentingan pribadi, oh Kuntiputra”

c. Bekerja keras dan ikhlas beramal 1) “Sata hasta samā hara, Sahasra hasta sam kira” (Atharwav eda III.24.5) “Perolehlah kekayan dengan seratus tanganmu, Dermakanlah dalam kemurahan hati dengan seribu tanganmu”. 2) “Atandraso avrka asramisthah”(Rgveda IV.4.12) “Hanya orang yang giat dan tulus hati akan berhasil dalam kehidupan”

4. Prinsip kerja a. Bekerja tanpa pamrih dan tanpa keterikatan Karmany evadhikāras te,Mā phalesu kadācana, Mā karma-phala-hetur bhūr,Mā te sanggo ‘stv akarmani.(Bh.G.II.47) “Berbuatlah hanya demi kewajibanmu, bukan hasil perbuatan itu yang kau pikirkan, jangan sekali kali pahala jadi motifmu dalam bekerja, jangan pula hanya berdiam diri tanpa kerja”. Tasmād asaktah satatam,Kāryam karma samācara, Asakto hy ācaram karma,Param āpnoti pūrusah (Bh.G.III.19) “Oleh karena itu laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan keg iatan kerja yang bebas dari keterikatan sesungguhnya akan mencapai tujuan yang utama”.

b. Pelayanan kerja melindungi kepentingan umum 1) Paropakaranam yesām, Jāgarti hrdaye satām Nasyanti vipadas tesāmSampadah syuh pade pade.(Canakya Ns. XVII.15)

133

“Dia yang di dalam hatinya selalu memikirkan kepentingan kepentingan mahluk lain, segala kesulitannya musnah dan memperoleh keberuntungan dalam setiap langkahnya”. 2) “visam visam hi gacchatah” (Sama Veda VIII.53) “Dekatilah mereka untuk menghapus keluhannya”. c. Memberdayakan diri guna meningkatkan pelayanan. 1) Pari cinmarto dravinam mamanyā, Drtasya pathā namasā vivāset, Uta svena kratunā sam vadeta Sreyāmsam daksam manasā jagrbhyat. (Rg Veda X.31.2) “Seharusnyalah orang memikirkan rejeki atau kekayaan, dan berjuang untuk memperolehnya dengancara yang benar dis ertai doa. Seharusnya ia memakai pertimbangan hati nuraninya dan dengan penuh semangat berusaha meningkatkan kemampuan profesinya’. 2) Tad viddhi pranipātena,Pariprasnena sevayā, Upadeksyati te jñānam, Jñāninas tattva-darsinah. (Bh. G. IV.34) “Pelajarilah itu dengan sujud disiplin, dengan bertanya dan dengan pelayanan; orang bijaksana, yang melihat kebenaran, akan mengajarkan kepadamu pengetahuan itu”.

d. Meneladani 1) Memberikan teladan yang baik Yad-yad ācarati sresthas,Tad-tad evetaro janah, Sa yat pramānam kurute,Lokas tad anuvartate.(Bh. G. III.21) “Apapun juga kebiasaan yang baik itu dilakukan, orang lain juga akan mengikutinya. Teladan apapun yang dilakukannya, dunia akan mengikutinya”. 2) Bekerja untuk kepentingan umum Saktāh karmany avidvāmso,Yathā kurvant i bhārata Kuryād vidvāms tathāsaktas,Cikīrsur loka -sangraham..(Bh. G. III.25) “Seperti orang dungu yang bekerja karena keterikatan atas kerja mereka demikianlah harusnya orang pandai bekerja tanpa

134

kepentingan pribadi, wahai Bhārata melainkan untuk kesejaht eraan manusia dan memelihara ketertiban so sial”.

5. Sikap Kerja a. Jujur dan berkepribadian Yad dvayoranyor vetha, karye’sminscestitam mithah, Tad bruta sarvam satyena yusmakam hyata saksita. (MDS VIII.80) ‘Apa yang kamu kerjakan dan ketahui, katakanlah semua i tu sesuai dengan kenyataan (satya) karena kamu sebagai pelaksana dan saksi dalam hal ini’ Rāga-dvesa-viyuktais tu,Visayān indriyais caran, Ātma-vasyair vidheyātmā,Prasādam adhigacchati.(Bh,G. II.64) “Tetapi ia yang hidup ditengah -tengah obyek duniawi nam un tetap menguasai indra-indranya, bebas dari kesenangan dan kebencian, maka dengan pengendalian seperti itu ia mencapai kedamaian dalam jiwanya”. b. Bersikap etis, berakhlak mulia, teladan 1) Etis dan berakhlak Budhi-yukto jahātiha,Ubhe sukrta -duskrte, Tasmād yogāya yujyasva,Yogah karmasu kausalam.( Bh G.II.50) “Orang yang terikat oleh budhi -nya bebas dari perbuatan baik dan keji. Karena itu laksanakanlah yoga itu, sebab melakukan kegiatan kerja yang sempurna itu sama dengan yoga”. Saktāh karmany avidvāmso,Yath ā kurvanti bhārata, Kuryād

vidvāms

tathāsaktas,Cikirsur

loka -

sangraham.(Bh.G.III.25) “Seperti orang dungu yang bekerja karena keterikatan atas kerja mereka, demikianlah seharusnya orang pandai bekerja tanpa kepentingan

pribadi,

wahai

Bhārata

,melainkan

unt uk

kesejahteraan manusia dan memelihara ketertiban sosial”. 2) Sepuluh sifat yang menunjukkan moralitas dan keteladanan Dhritih ksama damo’steyam,saucam indriyanigrahah,

135

Dhirwidyā

satyamakrodho,Dasakam

dharmalaksanam.

(M.S.

VI.92) “Teguh hati dalam tujuan da n pelaksanaan tugas,

suka

mengampuni, pengendalian diri, tidak melakukan kecurangan terhadap apapun juga, taat akan peraturan -peraturan penyucian diri, pengekangan hawa nafsu, teguh iman, pengetahuan tentang jiwa utama, memegang kebenaran/kejujuran, dan me nghilangkan kemarahan, semua ini merupakan kesepuluh hukum perbuatan yang dipatuhi”. c. Taat terhadap hukum dan keputusan Niyatam kuru karma tvam, Karma jy āyo hyakarmanah, Sarira-yātrāpi ca te, naprasiddhyed akarmanah.(Bh. G.III.8) “Bekerjalah seperti yang telah ditentukan, sebab berbuat lebih baik dari pada tidak berbuat, dan bahkan tubuhpun tak akan berhasil terpelihara tanpa berkarya”. Tasmād dharmamy anistesu,Sa wyawasyen narādhipah, Anistam cāpy anistesu,Tam dharmam na wicālayet (M.S. .VII.13)

“Karena itu hendaknya jangan seorangpun melanggar undang -undang yang dikeluarkan oleh raja baik karena menguntungkan seseorang maupun yang merugikan pihak yang tidak menghendakinya”. Tasyārthe sarwabhūtānām,Goptāram dharmamātmajam, Brahma tejomayam dandam,Asrjat pūrwa iswarah. (M.S.VII.14) “Demi untuk itu, Tuhan telah menciptakan Dharma sebagai pelindung semua

mahluk,

penjelmaannya

dalam

wujud

undang -undang,

merupakan bentuk kejayaan Brahman Yang Mahaesa”. Dandah sāsti prajāh sarwā,Danda ewabhiraksati, Dandah suptesu jāgarti,Danda dharmam widur -budhāh. (M.S.VII.18) “Sangsi hukum itu memerintah semua mahluk, hukum itulah yang melingdungi mereka, hukum yang berja ga selagi orang tidur, orangorang bijaksana menyamakannya dengan dharma. d. Sikap bertanggungjawab dan akuntable”.

136

Sreyān svadharmo vigunah, Paradharmāt svanusthitāt, Svadharme nidhanam sreyah, Paradharmo bhayāvahah. (Bh. G.III.35) “Lebih baik mengerjakan k ewajiban sendiri walaupun tidak sempurna dari pada kewajibanan orang lain dilakukan dengan baik; lebih baik mati dalam tugas sendiri daripada dalam tugas orang lain yang sangat berbahaya”. Utsaha ta larapana, Karyasing pahapagehen, Sampay tan gawayakena,R ing satwadhama ya tuwi.(Ramayana XXXV.15 “Usaha yang gigih sebagai kunci utama, tekunilah setiap pekerjaan sesuai keahlianmu secara konsisten dan profesional. Dalam bekerja, janganlah gegabah atau congkak, meski kepada yang hina -dina atau masalah kecil sekalipun”. Na vrtha sapatham kuryat svalpe’pyarthe naro budhah, Vrtha hi sapatham kurvat pretya ceha ca nasyati . (M.S. VIII.111) “Orang-orang arif bijaksana hendaknya jangan memberi keterangan palsu, walaupun dalam hal yang sangat menakutkan sekalipun, seba b mereka yang fmembuat keterangan palsu akan menderita, rusak namanya di dunia ini dan akhirnya masuk ke alam neraka”. Lobham mohad bhayan matrat kamat krodhat tathaiva ca, Ajnanadbala bhavaca saksyam vitatham ucyate . (M .S. VIII.118) “ Laporan/keterangan yang disajikan karena sifat serakah, loba, kebngungan, karena persekongkolan, karena nafsu marah, kebodohan, dinyatakan tidak berlaku, hendaknya diulang dengan keterangan yang sejujurnya, jika menginginkan hidup bahagia dan tenan g”.

e. Menghormati teman sejawat Sahrdayam sāmmanasyam,Avidvesam krnomi vah Anyo anyam abhi haryata,Vatsam jātam ivāghnyā. (Atharvaveda III.30.1) “Wahai umat manusia, Aku memberikan sifat -sifat ketulusikhlasan, mentalitas (kejiwaan) yang sama dan perasaan berkawan tanpa kebencian. Seperti halnya induk-sapi mencinta anaknya yang baru lahir, begitulah kamu seharusnya mencintai teman -temanmu”.

137

Mitrasya mā caksusā, sarvāni bhūtāni samiksantām. Mitrasyāham caksusā ,sarvāni bhūtāni samikse. Mitrasya caksusā samiksāmahe. .(Yajurveda XXXVI.18) “Semoga mereka semua memperlakukan kami dengan ramah (bersahabat). Secara timbal balik semoga kami juga memperlakukan mereka dengan bersahabat. Semoga kami semua saling berkelakuan sebagai seorang sahabat”

f. Cinta kerja dan kerja keras 1. Mencintai kerja Ma sredhata samino daksata,Mahe krnudhvam raya atuje, Taranir ijjayati kseti pusyati,Na devasah kavatnave. (Rgveda VII.32.9) “Wahai orang-orang yang berpikiran mulia, janganlah tersesat. Tanamkan tekad yang kuat untuk mencapai tujuan -tujuan yang tinggi. Bekerjalah dengan tekun untuk memperoleh kekayaan. Orang yang bersemangat akan berhasil, hidupnya berbahagia dan menikmati kemakmuran. Hyang Widhi tidak pernah menolong orang yang bermalas-malasan”. 2. Kerja keras Svah karya madya kurvita purvahne ca parahnikam, Na hi pratiksate mrtyuh, krtam vapy akrtam tatha. (Smc. 364) “Janganlah bersenang-senang selalu, yang harus dikerjakan esok kerjakanlah sekarang, yang harus dikerjakan petang kerjakanlah pada pagi itu juga. Karena Sang Maut tidak peduli menunggu apakah pekerjaanmu sudah selesai atau belum!” Kurvan eveha karmāni, Jijiviset satam samāh. Evam tvayi nānyatheto-asti, Na karma lipyate nare. (Yajurveda XL.2) “Orang seharusnya suka hidup didunia ini dengan melakukan kerja keras selama seratus tahun. Tidak ada cara y ang lain bagi keselamata seseorang. Suatu tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan tidak memihak, menjauhkan pelaku dari keterikatan”.

138

g. Transparansi dan kordinasi Na vrtha sapatham kuryat svalpe’pyarthe naro budhah, Vrtha hi sapatham kurvat pretya ceha ca nasyati. (M.S. VIII.111) “Orang-orang arif bijaksana hendaknya jangan memberi keterangan palsu, walaupun dalam hal yang sangat menakutkan sekalipun, sebab mereka yang membuat keterangan palsu akan menderita, rusak namanya di dunia ini dan akhirnya masuk ke alam neraka”. Sam gacchadhvam sam vadadhvam, Sam vo manāmsi jānatām. Devā bhāgam yatha pūrve, Samjānānā upāsate. (Rgveda X.191.2) “Wahai umat manusia, seharusnya engkau berjalan bersama -sama, berbicara bersama-sama dan berpikir yang sama, sepert i halnya para pendahulumu bersama-sama membagi tugas-tugas mereka, begitulah engkau mestinya memakai hakmu”.

h. Disiplin 1) Setiap karyawan harus teguh pada sumpah pengabdiannya. Satatam kirtayanto mām,Yatantas ca drdha -vratāh, Namasyantas ca mām bhaktyā,Nitya -yuktā upāsate. (Bh.G. IX.14) Dengan selalu memuliakan -Ku, berusaha dengan teguh memegang sumpah, sujud kepada-Ku dalam pengabdian dan dengan disiplin senantiasa berbhakti kepada -Ku. 2)

Setiap karyawan harus teguh pada pendirian. Nirdhano’pi narah sadhuh , k arma nidyam na karayet Sardulascohinnapado’pi, trnam jatu na bhaksayet.(Slokantara 8) “Orang saleh walaupun ia amat miskin, ia tidak akan mau melakukan pekerjaan haram. Seekor harimau, walaupun kakinya dipotong remuk, ia tidak mau memakan rumput”.

3) Setiap tindakan dilakukan sebagai wujud bhakti kepada Tuhan. Yat karosi yad asnasi,Yaj juhosi dadasi yat Yat tapasyasi kaunteya,Tat kurusva ma darpanam. (Bh.G.IX.14) ‘Apapun

yang

engkau

kerjakan,

engkau

makan,

engkau

persembahkan, engkau dermakan dan disiplin dir i apapun yang

139

engkau laksanakan, lakukanlah, wahai Arjuna sebagai bhakti pada-Ku”. i. Bersahaja 1) Mat-karma krn mat-paramo, Mad-bhaktah sanga-varjitah, Nirvairah sarva-bhutesu, Yah sa mam eti pandava. (Bh.G.XI.55) “Ia yang melakukan kegiatan kerja untuk -Ku, memandang-Ku sebagai Yang Utama, berbhakti pada -Ku, bebas dari keterikatan, yang tanpa permusuhan terhadap segala insani, dia datang kepada Ku. 2 ) Mukta sango ‘naham-vadi, Dhrtyutsaha samanvitah, Siddhyasiddhyor nirvikarah, Karta sattvika uyate. (Bh.G. XVIII.26) “Pelaku yang bebas dari keterikatan dan tidak egois dalam berbicara, penuh dengan keteguhan hati, tak tergoyahkan oleh keberhasilan maupun kegagalan, ia dinamakan sattvika”.

DALIL AGAMA BUDDHA TENTANG BUDAYA KERJA

Budaya kerja Buddha adalah budaya kerja yang penuh optimisme, dinamisme, disiplin, kepercayaan diri, tahu bersyukur, senantiasa berterima kasih, dan selalu menunjukkan senyum dan tawa. Strategi kerja kita hendaknya berlandaskan Catur Paramita yaitu cinta kasih, belas kasihan, senan g melihat orang lain bahagia, dan keseimbangan bathin. 1. Intisari agama Buddha adalah larangan berbuat jahat, seruan berbuat kebajikan dengan mensucikan hati dan pikiran: Sabbhapapasa akaranam Kusalasa upasampada Saccito pario dapanam Etam Buddha nusasanam Artinya : Jangan berbuat jahat Berbuatlah kebajikan Sucikan hati dan pikiran Inilah inti ajaran Buddha

140

2. Nilai kerja yang berdasarkan cinta kasih adalah nilai kerja yang mengharapkan semua orang berbahagia Buddha bersabda: “Kebencian tidak akan berakhir kalau dibalas dengan kebencian, tapi kebencian akan berakhir kalau dibalas dengan cinta kasih ”.

141

SILLABUS MODUL IV IMPLEMENTASI BUDAYA KERJA MELALUI PPA

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM: Setelah menyelesaikan sesi ini, diharapkan p eserta dapat memahami model implementasi nilai-nilai budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama dalam dunia kerja

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Diakhir sesi ini peserta dapat: 15. Mengaplikasikan model atau pola nilai dasar, persepsi dan sikap kerja yang terkandung di dalam buda ya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama. 16. Menguraikan bentuk kegiatan aktualisasi nilai -nilai budaya kerja melalui PPA 17. Menjelaskan sikap kritis dan konstruktif terhadap permasalahan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedepankan dan mengaplik asikan nilai-nilai budaya kerja melalui PPA. 18. Mengidentifikasi pelayanan prima kepada masyarakat sesuai tugas dan fungsinya untuk kesejahteraan bangsa dan negara.

MATERI 7. Latar belakang pentingnya implementasi budaya kerja melalui PPA 8. Strategi yang digunakan dalam membangun budaya kerja melalui PPA 9. Internalisasi nilai-nilai budaya kerja melalui PPA 10. Rencana aksi implementasi budaya Kerja melalui PPA

METODA 11. Presentasi dengan menggunakan power point 12. Curah Pendapat dan tanya jawab 13. Focused discussion group (FGD ) dalam kerja kelompok 14. Game and simulation (indoor)

MEDIA 9. LCD dan Laptop

142

10. Peralatan game dan simulasi

RENCANA PEMBELAJARAN WAKTU : Sesi ini memerlukan waktu 240 Menit SESI IV BAGIAN A Topik

: Latar belakang pentingnya implementasi; Strategi yang digunakan; Internalisasi nilai-nilai; dan Rencana aksi implementasi budaya Kerja melalui PPA

Metoda

: Ceramah dengan presentasi power point

Waktu

: 45 menit

BAGIAN B Topik

: Problem dan solusi dalam implementasi dan sosialisasi budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama di lingkungan Departemen Agama

Metoda

: Curah pendapat dan tanya jawab

Waktu

: 45 menit

BAGIAN C Topik

: Pemantapan hasil ceramah dan diskusi impelementasi dan sosialisasi

Metoda

: budaya kerja melalui pengaw asan dengan pendekatan agama di lingkungan Departemen Agama

Waktu

: Focused discussion group (FGD) dalam k erja kelompok 70 menit

BAGIAN D Topik

: Implementasi (dalam artifisial) budaya kerja melalui pengawasan

Metoda

: dengan pendekatan agama di ling kungan Departemen Agama Game dan simulation (indoor)

Waktu

: 80 menit

143

Modul IV IMPLEMENTASI BUDAYA KERJA APARATUR NEGARA MELALUI PPA

A.

Pendahuluan

Budaya kerja yang ditetapkan di lingkungan Departemen Agama dimaksudkan untuk meningkatkan etos kerja aparatur negara. Hal ini penting dilakukan dalam rangka meningkatkan citra positif Departemen Agama dan aparatur negara di mata masyarakat. Budaya kerja yang telah disepakati merupakan nilai-nilai yang tepat dan sesuai dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur negara untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Budaya kerja yang disosialisasika n dan dilaksanakan secara terus menerus oleh aparatur negara diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik. Hal ini tentunya akan berdampak pula pada meningkatnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini. Upaya ini penting mengingat Departemen Agama membidangi masalah agama yang mencakup aspek moral-spiritual yang semestinya tecermin dalam perilaku aparatur nya. Pasca reformasi 1998, Departemen Agama memang tel ah banyak menunjukkan berbagai perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari keseriusannya dalam meningkatkan kinerja aparatur negara, perbaikan sistem, perwujudan pemerintahan yang baik dan bersih, serta

last but not least, upaya

menumbuhkembangkan budaya kerja. Untuk menjaga agar arus perubahan yang baik pada Departemen Agama ini berjalan pada jalur yang benar, maka budaya

kerja

yang

telah

disepakati

dan

ditetapkan

perlu

terus

diimplementasikan secara konsisten. Aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat bertugas menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan

di

bidang

moral -keagamaan.

Tugas

tersebut

harus

dilaksanakan dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi. Budaya kerja melalui PPA yang telah menjadi code of conduct di lingkungan Departemen Agama perlu disosialisasikan baik secara formal maupun informal. Kesinambungan proses sosialisasi itu bertujuan agar aparatur negara memiliki pengalaman permanen dalam memodifikasi perilakunya, sehingga budaya kerja tersebut menjadi kebiasaan (habit) dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin tinggi aparatur negara merupakan hasil proses

144

belajar yang diperoleh dari lingkungan kerja. Kebiasaan semacam itu harus dijaga konsistensinya. Budaya kerja yang perlu disosialisasikan dan diimplementasikan pada aparatur negara mengacu kepada motto Departemen Agama , yakni Ikhlas Beramal. Dari motto tersebut dirumuskan sembilan nilai-nilai budaya kerja, yaitu: (1) Jujur dan integritas; (2) Etika, akhlak mul ia, dan keteladanan; (3) Taat hukum dan keputusan; (4) Tanggung jawab dan akuntabel; (5) Hormat sejawat; (6) Cinta kerja dan kerja keras; (7) Transparans i dan koordinasi; (8) Disiplin, dan (9) Bersahaja.

Implementasi sembilan sikap budaya kerja

melalui PPA harus terus ditumbuhkembangkan mendorong kinerja aparatur

dan dipelihara untuk

negara dalam melaksanakan

tugas dan

fungsinya.

B.

Tujuan “Terinternalisasikanya budaya kerja melalui Pengawasan dengan

Pendekatan Agama bagi aparatur negara

dengan proses pembelajaran,

penghayatan dan penanaman nilai , persepsi, sikap, dan perilaku yang seharusnya demi terlaksananya tugas dan fungsi aparatur negara sebagai pengemban amanah bangsa dan negara.”

C.

Sasaran

1. Terwujudnya kesadaran aparatur negara dalam pelaksanaan budaya kerja melalui PPA. 2. Terbentuknya perilaku aparatur negara yang sesuai nilai-nilai budaya kerja. 3. Terwujudnya role model atau keteladanan bagi aparatur negara yang lain.

D.

Manfaat

Manfaat implementasi budaya kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama sebagai berikut: 1. Dapat meningkatkan kinerja aparatur negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya sehingga mereka dapat lebih ber peran, berprestasi, memiliki kebanggaan kerja, loyal dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan pengabdian seb agai aparatur negara yang dijiwai semangat Ikhlas B eramal.

145

2. Dapat mendorong terlaksananya budaya kerja yang telah disepakati yang berimplikasi pada terlaksananya pengembangan sistem ketatalaksanaan dan metode kerja praktis, efektif dan efisien. 3. Dapat

mendorong

terwujudnya

pembangunan

moral

bangsa,

mensinergikan program pembangunan nasional, membangun tata pemerintahan

yang

baik

dan

memperbaiki

sistem

manajemen

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan terbaik.

E.

Pendekatan Pendekatan dalam implementasi budaya kerja melalui PPA mengacu

kepada teori Allport tentang sikap. Menurutnya sikap memiliki komponen utama: (1) Komponen Kognitif, yang berisikan ide, anggapan, pengetahuan, maupun keyakinan dari subjek te rhadap objek sikap; (2) Komponen Afektif, yang meliputi emosi ataupun perasaan subjek terhadap objek sikap. Adanya komponen ini dapat dirasakan apakah suatu sikap merupakan suatu hal yang menyenangkan

atau

bahkan

tidak

menyenangkan;

(3)

Komponen

Konatif/aksi, yang merupakan predisposisi atau kesiapan subjek untuk bertindak mengantisipasi objek sikap. Untuk menyempurnakan implemetasi budaya kerja, selain dengan pendekatan ketiga komponen di atas , ditambahkan pendekatan spiritual religius. Pendekatan terseb ut digunakan karena PPA merupakan konsep dasar pembinaan SDM berbasis spiritual dalam konteks pengawasan. Konsep tersebut berupa metodologi praktis pemberdayaan nilai -nilai agama yang diinternalisasikan melalui nilai kode etik dan man ajemen pemerintahan. Untuk itu pendekatan yang dilakukan dalam program membangun budaya kerja melalui PPA dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pendekatan Kognitif-Rasional. Upaya menanamkan nilai -nilai budaya kerja

melalui

PPA

dengan

menggunakan

pemikiran

logis

dan

argumentatif yang dapat diterima akal sehat. Dengan pendekatan ini diharapkan aparatur negara dapat meningkatkan pemahaman dan kesadarannya akan arti penting implementasi budaya kerja. 2. Pendekatan Afektif-Emosional. Upaya penanaman nilai -nilai budaya kerja dengan menyentuh wilayah rasa. Pendekatan ini dilakukan agar perilaku

146

aparatur negara selalu dalam keseimbangan antara pertimbangan akal sehat/rasio dengan rasa/emosi. 3. Pendekatan

Konatif -Aksional.

Penanaman

nilai -nilai

budaya

kerja

dilakukan dengan aksi -aksi nyata. Pendekatan ini dilakukan agar aparat ur negara menunjukkan perilaku perubahan yang nyata dalam membangun dan meningkatkan budaya kerja. 4. Pendekatan Spiritual-Religius. Upaya penanaman nilai -nilai budaya kerja dilakukan

dengan

membangkitkan

kesadaran

spiritual -religius.

Pendekatan ini dilakukan dengan pemikiran bahwa setiap aparatur negara merupakan individu beragama yang menjalankan nilai -nilai ajaran agamanya. Dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai yang sejalan dan selaras dengan nilai-nilai budaya kerja. F.

Materi

F.1. Strategi Pengembangan budaya kerja aparatur melalui PPA diarahkan untuk meningkatkan kinerja dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik. Pengembangan budaya kerja harus dapat menjangkau semua unsur internal dan eksternal, yaitu masyarakat luas yang membutuhkan pelayanan sebagai pemangku kepentingan terhadap organisasi atau lembaga untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu strategi penge mbangan budaya kerja sangat mem engaruhi pencapaian hasil pengem bangan budaya kerja. Strategi dipahami sebagai sarana yang digunakan untuk menc apai tujuan. Strategi bukan sek adar suatu rencana, tetapi merupakan rencana yang disatukan dan mengikat semua bagian dalam organisasi menjadi satu, yang meliputi semua aspek pen ting organisasi. Sifat menyeluruh ini mengharuskan keterpaduan strategi. Strategi yang digunakan dalam membangun budaya kerja aparatur Departemen Agama melalui PPA dilakukan sebagai berikut: 1.

Strategi Struktural dan Kultural Membangun budaya kerja di lakukan melalui strategi struktural dan

kultural. Strategi struktural dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat top-down. Hal ini penting agar budaya kerja yang tumbuh dan berkembang adalah budaya yang sudah ditentukan dan disepakati sesuai nilai -nilai dasar

147

“Ikhlas Beramal”. Strategi

struktural dapat dilakukan melalui pelatihan -

pelatihan, diklat, yang dilakukan oleh Departemen Agama, maupun yang dilakukan oleh lembaga lain yang me miliki kredibiltas yang tinggi. Strategi kultural dilakukan untuk m engimbangi strategi struktural yang bersifat top-down. Strategi ini mengedepankan keteladanan , kebersamaan dan kesadaran diri. Keteladanan mutlak diperlukan dalam upaya membangun budaya kerja. Budaya kerja dapat terwujud dengan baik bila ada role model yang dapat dijadikan contoh positif bagi aparatur. Hal ini terjadi karena keteladanan memiliki daya sebar dan daya tular y ang hebat dalam rangka menumbuhsuburkan budaya kerja. Strategi kultural juga perlu diperkuat dengan aksi kebersamaan. Dalam hal ini selur uh aparatur negara harus memiliki tekad yang sama untuk membangun budaya kerja dan kemudian menjalankannya secara konsisten. Dengan strategi kultural ini diharapkan aparatur negara memiliki kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya apakah saya ini termasuk aparat yang baik, disukai dan dihormati oleh rekan sejawat atau kah tidak; Apakah perilaku saya sudah pantas atau belum;

Apakah tugas dan tanggung jawab saya sudah

dikerjakan dengan baik atau ala kadarnya saja.

2.

Strategi Represif dan Partisipatoris Strategi yang digunakan dalam rangka membangun budaya kerja

dengan strategi represif dan partisipatoris. Strategi represif menekankan penggunaan sanksi terhadap kesalahan. Penekanan pada kepatuhan terhadap tata aturan dan kode etik aparat ur negara. Strategi represif menekankan komunikasi yang bersifat satu arah, non -verbal dan berisi perintah. Penekanan strategi represif terletak pada atasan selaku pimpinan. Walau terkesan keras, namun strategi ini harus tetap ada sebagai jawaban atas pelanggaran yang mungkin masih dilakukan oleh aparat ur negara. Selain strategi represif ditempuh juga strategi partisipatoris. Strategi partisipatoris dilakukan untuk mengimbangi strategi represif. Pada strategi ini penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi antarsesama aparatur negara dan juga antara atasan dan bawahan. Pada interaksi ini aparat ur negara diposisikan sebagai individu yang memiliki potensi kebaikan. Potens i kebaikan yang dimiliki tersebut kemudian dibangun dan diperkuat sehingga

148

para aparatur negara dipenuhi oleh sikap yang positif. Dengan semakin menguatnya sikap positif pada individu aparat ur negara, maka akan berimplikasi pada berkurangnya sikap-sikap negatif. Hal ini dapat diibaratkan seperti saat kita mengisi gelas yang berisi kotoran dengan air bersih secara terus-menerus. Dengan sendirinya kotoran tersebut akan terangkat dari gelas dan terbuang keluar dari gelas, sehingga gelas tersebut akhirnya hanya terisi air yang bersih. Untuk menyempurnakan strategi partisipatoris, dilakukan juga aksi preventif, yakni aksi pencegahan timbulnya perilaku-perilaku negatif pada aparat. Aksi preventif dilakukan dengan menanamkan dan mem perkuat nilainilai budaya kerja. Aksi preventif tersebut mengarahkan kepada pencegahan perilaku negatif yang akan merugikan institusi maupun aparatur negara.

Strategi membangun budaya kerja dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Struktural

Represif

Strategi Kultural

Budaya Kerja

Partisipatoris

F.2. Internalisasi Budaya Kerja Melalui PPA Internalisasi budaya kerja melalui PPA ini dilakukan oleh organisasi Departemen Agama dan diri aparatur negara itu sendiri. Budaya kerja di lingkungan Departemen Agama tidak akan terwujud tanpa tekad dan kemauan keras seluruh komponen organisasi dari tingkat teratas hingga tingkat terbawah. Dalam konteks ini, upaya internalisasi dibuat ke dalam dua agenda: agenda untuk organisasi dan agenda untuk pribadi aparatur negara.

1.

Agenda Organisasi

a.

Penetapan nilai dasar organisasi

149

Setiap organisasi dalam menjalankan programnya senantiasa mengacu kepada nilai dasar yang akan dicapai. Nilai dasar tersebut penting karena dapat menjadi pijakan dan arah dalam mewujudkan cita -cita organisasi dan memudahkan pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Nilai dasar yang dianut Departemen Agama sebag aimana tercantum dalam motto Departemen Agama adalah “Ikhlas Beramal”.

b.

Penetapan persepsi dan sikap budaya kerja Nilai-nilai budaya dirumuskan dengan mengacu pada nilai dasar dan

fundamental “Ikhlas Beramal”. Dari nilai dasar “Ikhlas Beramal” tersebut dapat dipahami dalam tiga fungsi, yaitu fungsi kinerja, dakwah, dan jati diri. Ketiga fungsi tersebut melahirkan persepsi bahwa kerja adalah pelayanan, pemberdayaan dan peneladanan. Ketiga persepsi kerja tersebut dapat diidentifikasi nilai-nilai budaya kerja: (1) Jujur dan integritas; (2) Etika, akhlak mulia, dan keteladanan; (3) Taat hukum dan keputusan; (4) Tanggung jawab dan akuntabel; (5) Hormat sejawa t; (6) Cinta kerja dan kerja keras; (7) Transparansi dan koordinasi; (8) Disiplin, d an (9) Bersahaja.

c.

Membangun karakter sesuai nilai-nilai budaya kerja Karakter adalah tata nilai yang diyakini dalam si stem daya dorong atau

driving system yang melandasi pemikiran, sikap, perilaku dan keteladanan. Membangun karakter merupakan a never ending process ( proses yang tidak pernah selesai), yang dapat mendorong organisasi menuju kepada perbaikan secara berkesinambungan. Membangun karakter pada individu aparatur negara juga akan membawa individu menuju kepada perubahan ke arah yang lebih baik. Pembentukan karakter dimaksud pada hakikatnya membicarakan penanaman nilai serta pelatihan. B ila hal tersebut terkondisikan maka akan dapat membentuk kebiasaan, sikap dan per ilaku yang didasari nilai-nilai agama yang sudah tertanam dan diyakini dengan kuat. Nilai-nilai tersebut mengharuskan individu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannnya.

d.

Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya budaya kerja:

1). Keteladanan

150

Aparatur negara dalam menjalankan tug as harus dapat menjadi suri teladan. Keteladanan dapat diperoleh dari sifat mulia, yaitu memelihara kepercayaan, loyalitas dan integritas yang tinggi. Keteladanan akan menjadi lebih bermakna apabila a paratur negara membiasakan untuk memulai berbuat baik dari diri sendiri, kemudian ditularkan kepada orang lain, seperti menjunjung tinggi komitmen terhadap bangsa dan negara untuk senantiasa memberikan yang terbaik. Melatih keteladanan dapat dilaksanakan dengan cara: a). Mulai dari Diri Sendiri Dalam Islam ada ajaran berupa hadi s Nabi yang menyatakan, “Mulailah melakukan sesuatu dari dirimu sendiri, kemudian orang yang berada dalam tanggunganmu”. Stephen R. Covey juga menyatakan bahwa seseorang akan efektif mengubah dirinya ap abila ia dapat mengubah persepsinya terlebih dahulu. Sangat ironis apabila seseorang mengharapkan sesuatu terjadi, namun dirinya tidak berupaya untuk mewujudkan harapannya. Mulailah melakukan sesuatu dari dirimu, keluargamu, dan orang yang berada dalam tan ggunganmu, kemudian masyarakat lingkunganmu.

b). Mulai dari yang kecil Sesuatu yang besar berawal dari hal -hal kecil. Demikian pula hasil karya yang besar dapat dimulai dari pekerjaan ke cil yang dilakukan secara terus-menerus dan diarahkan pada tujuan ya ng besar. Dengan prinsip hidup dinamis sebagaimana diperintahkan Allah, bila telah menyelesaikan suatu pekerjaan, maka mulailah pekerjaan lainnya. Dalam menyikapi suatu pekerjaan yang bernilai positif jangan meremehkan hal-hal yang dianggap kecil, karena p ada hakikatnya hal-hal kecil tersebut merupakan arena berlatih disiplin dan kesabaran yang akan membentuk kebiasaan dan pada saatnya akan mudah dalam menghadapi hal-hal besar. Demikian pula jangan menyepelekan pekerjaan dan sesuatu yang

bernilai

negatif,

k arena

akan

membentuk

kebiasaan

jelek,

menghancurkan kedisiplinan, kesabaran, semangat kerja, dan yang paling berbahaya adalah akan merusak pola pikir dan pandangan hidup.

151

Untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang buruk yang dianggap berat, cara mengubahnya pun harus dimulai dari perubahan yang kecil -kecil dahulu, karena pada umumnya men gubah secara drastis akan menemui kesulitan. Tuhan memberikan solusi dalam mengubah kebiasaan dan perilaku buruk yang menurut agama terkadang disebut dosa, yaitu dengan cara memperbanyak perbuatan baik, sebagaimana firman Allah, Sesungguhnya perbuatan kebajikan akan menghapus segala perbuatan jelek yang pernah dilakukan.

c). Mulai saat ini Semakin cepat sesuatu dimulai akan semakin baik. K etika ada ide segera dilakukan, sehing ga tidak tertunda atau lupa. Mulailah sesuatu saat ini, ketika sudah berjalan segala kekurangan bisa diperbaiki. Tanpa memulai sesuatu tidak akan menghasilkan apa pun, tetapi dengan memulai sesuatu akan membawa hasil, walaupun masih ada kekurangan. Pabrik minuman kemasan merek Aqua menjadi besar dan lebih dikenal di Indonesia karena menjadi pelopor, sehingga merek minuman kemasan apa pun kerapkali disebut dengan nama A qua. Maka mulailah sesuatu saat ini. Jadilah pelopor, jangan jadi pengekor.

d) Konsisten dalam Perubahan

Banyak orang lebih suka bersikap statis dan takut menghadapi perubahan, padahal setiap perubahan selalu memberikan peluang yang akan membawa kemajuan. Setiap orang yang mencintai kemajuan secara terus menerus harus konsisten dengan sikap hidup dan persepsi bahwa perubahan ke arah yang lebih baik merupakan perintah agama dan sejalan dengan hakikat kemanusiaannya. Perubahan menuju kehidupan yang lebih baik bukan merupakan tabu dan pantang dilakukan. Sikap konsisten tersebut dapat digambarka n sebagai sosok manusia yang memiliki pendirian teguh dan tangguh dalam menghadapi tantangan perubahan hidup. Sikap teguh dalam melakukan kebaikan, keyakinan, dan memiliki prinsip hidup untuk berubah ke arah yang lebih baik , serta tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri dan lingkungan. Dinamika

152

perubahan menuntut adanya tantangan dan godaan yang tidak ringan. Sikap konsisten hadir sebagai penyelamat diri dari kehancuran akibat cobaan dan tantangan hidup. Pada akhirnya, sikap konsisten yang berb alut keyakinan kepada Tuhan disertai langkah perubahan hidup ke arah yang lebih baik akan membawa ketenteraman. Dalam dunia kerja, prinsip konsisten ini akan membawa suasana perubahan sistem kinerja, program berwawasan jangka panjang, dan konsisten dalam m elakukan hal-hal yang telah direncanakan serta bersikap teguh menuju perubahan -perubahan ke arah yang lebih baik. Konsisten dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, mampu mempertahankan prinsip, serta komitmen walau harus berhadapan dengan r isiko yang membahayakan dirinya.

2) Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan refleksi dari energi keimanan. Ia merupakan kekuatan jiwa

yang

memberikan pengaruh dan arah masa depan

berdasarkan visi dan motivasi diri seseorang. Beberapa n ilai kepemimpinan yang dibangun adalah:

a) Mendengarkan suara hati yang diaplikasikan melalui sikap amanah, visioner, cerdas dan jujur. b) Menjadi pribadi yang layak dipercaya melalui pengembangan kepribadian baik perilaku maupun karakter. c) Melakukan aksi perubahan yang terfokus pada nilai -nilai keyakinan dan kebenaran dari Tuhan.

Pemimpin sejati adalah seseorang yang selalu mencintai dan memberikan perhatian kepada yang dipimpinnya. Untuk dapat dicintai orang lain, maka ia terlebih dahulu harus me ncintai mereka. Seorang pemimpin harus memiliki integritas yang kuat sehingga ia dipercaya pengikutnya. Ia juga harus selalu membimbing dan mengajari pengikutnya. Kepribadian yang kuat dan konsisten harus menjadi dasar kepemimpinan agar tidak mudah goyah oleh hantaman persoalan. Di atas semua itu, kepemimpinan yang baik harus di dasarkan pada suara hati yang fi tri.

153

Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter, tetapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru kurang efektif karena tidak memiliki metode yang baik. Ada beberapa hal penting dalam metode kepemimpinan, seperti :

-

Mereka yang mempunyai ke kuasaan formal harus bertindak sesuai nilainilai partisipatif.

-

Kepemimpinan yang efektif d imulai dengan visi dan misi yan g jelas. Visi merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi senantiasa tumbuh , berkembang dalam mempertahankan

belajar, serta

survival-nya sehingga bisa

bertahan sampai beberapa generasi. -

Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsif. Artinya dia selalu tanggap dengan s etiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu, selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya .

-

Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pel atih dan pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya ( Performance Couch). Artinya dia mempunyai

kemampuan

untuk

menginspirasi,

mendorong

dan

“memampukan” anak buahnya dalam menyusun perencanaan maupun melakukan kegiatan di lapangan. -

Pemimpin yang sukses adalah orang-orang yang mempunyai integritas, mampu mengendalikan diri, mampu bekerja sama dengan orang lain, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka maupun orang lain.

3). Manajemen Manajemen adalah kemampuan untuk memilih mana yang harus didahulukan berhubungan dengan standarisasi pekerjaan, input dan output pekerjaan.

154

Kualitas suatu manajemen sangat bergantung pada empat siklus kualitas manajemen, yaitu: paradigma, pola pikir, proses kerja, dan hasil karya dari seorang manajer. Manajer yang baik mampu menghasilkan hasil karya (output) yang produktif, efektif dan efisien. Output terbaik sangat dipengaruhi proses kerja seoran g manajer. Proses kerja ditentukan oleh pola pikir seorang manajer, sedangkan pola pikir hanya lahir dari manajer yang memiliki paradigma, baik terhadap diri sendiri, tim kerja, dan dunia kerja. Proses manajemen meliputi kegiatan perencanaan, pengorganis asian, aktualisasi, pengendalian, dan evaluasi. Manajemen dalam keseharian manusia sesungguhnya dapat disamakan dengan cara otak mengoperasionalkan sesuatu untuk hidup lebih produktif, efektif, dan efisien. Aplikasi pelaksanaan prinsip iman kepada Tuhan d apat berupa ketaatan terhadap peraturan, sistem, dan kebijakan dalam manajemen pemerintahan. Hal tersebut memberikan arah bahwa dalam manajemen pemerintahan harus memiliki kejelasan visi, misi, aturan main, prosedur dan kebijakan yang selalu ditaati oleh s egenap pegawai. Satu hal penting adalah, semua aturan harus mengacu pada tujuan yang sama, sehingga semua saling terkait dalam satu kesatuan visi dan misi. Ini adalah konsekuensi dari kesamaan fokus pada satu arah, yaitu menyembah Tuhan, yang selalu meng gabungkan seluruh aspek kehidupan dalam satu kesatuan prinsip. Keberhasilan manajemen pemerintahan sangat diten tukan oleh bagaimana pegawai membina dirinya sendiri dengan cahaya iman. Manajemen yang menerapkan asas akun tabilitas, transparansi, demokrasi, dan profesionalisme merupakan amanat dari etika aparatur negara yang menyatakan bahwa sesama aparatur dan teman sejawat harus saling menghormati, baik secara vertikal maupun hori zontal. 4). Monitoring dan evaluasi a). Monitoring Monitoring adalah proses pemantauan perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai atas implementasi budaya kerja. Kegiatan tersebut dapat berupa pemantauan kemajuan, perubahan, kendala dan dukung an yang diperoleh dari proses pengembangan budaya kerja. Tujuannya adalah terpantaunya proses yang terjadi selama pengembangan budaya kerja dimaksud diimplementasikan. Pemantauan dilakukan oleh tim yang telah ditunjuk, ditetapkan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dalam satuan organi sasi/kerja. Pemantauan dilaksanakan sesuai kebutuhan, baik bulanan, triwulan, catur wulan, semesteran atau tahunan. Hasil pemantauan adalah informasi yang digunakan untuk bahan evaluasi. Aspek yang dimonitor antara lain proses rencana aksi yang sedang dilakukan, sasar an beserta target yang ingin dicapai, waktu, pihak yang terlibat, pencapaian hasil, kendala dan dukungan, realisasi pembiayaan, dan penyu sunan rencana selanjutnya.

155

b). Evaluasi Untuk mengidentifikasi capaian kinerja agenda rencana aksi pengembangan budaya kerja diperlukan evalua si. Bahan evaluasi adalah hasil monotoring. Evaluasi adalah proses menghitung, mengukur dan menilai suatu proses dan hasil yang telah dicapai dari rencana aksi yang telah dilakukan. Hasil yang dievaluasi antara lain masukan ( input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Kegiatan ini dapat menilai keberhasilan yang telah dicapai atas rencana aksi yang diterapkan. Tujuannya adalah teridentifikasikannya proses dan hasil yang telah dicapai. Hasil evaluasi kemudian dapat dig unakan sebagai bahan laporan dan sekaligus pertanggungjawaban kinerja organisasi. Evaluasi dilakukan oleh tim yang ditunjuk, ditetapkan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dalam satuan organisasi/kerja. Evaluasi dilaksanakan sesuai kebutuh an, secara bulanan, triwulan, catur wulan, semesteran dan tahun an. Aspek yang dievaluasi antara lain input, proses rencana aksi yang sedang dila kukan, sasaran dan target yang ingin dicapai, waktu, pihak yang terlibat, pencapaian hasil, kendala dan dukungan, realisasi pembiayaan. 2. Agenda Individu Selain agenda yang dilakukan oleh organisasi di atas, masing-masing individu juga perlu bertekad dan berbuat untuk menginterna lisasikan dan mengimplementasikan budaya kerja. Upaya internalisasi dan implementasi budaya kerja bagi individu dapat dilakukan dengan :

1) Meluruskan dan memperbaharui niat Dalam menjalankan tugas, terkadang muncul godaan untuk melakukan tindakan kecurangan. Godaan tersebut datang ketika ada kesempatan. Bila saat itu aparat tidak memegan g teguh komitmennya dengan mengacu pada niat awal saat menjadi aparatur negara, maka aparat tersebut dapat terbawa pada perbuatan melawan hukum. Karena itu aparatur negara harus terus -menerus menjaga dan memperbaharui niat, agar mereka dapat membentengi di ri dari godaan yang muncul. 2) Mereformulasi paradigma Aparat harus mereformulasi paradigma lama aparatur negara di masa lampau yang tidak tepat dengan paradigma baru yang sesuai dengan iklim reformasi. Paradigma lama seperti aparat ingin dilayani masyarakat harus diubah, karena justru aparatlah yang harus melayani masyarakat. 3) Meningkatkan pemikiran dan prasangka baik

156

Tindakan seseorang akan sangat dipengaruhi pemikiran dan prasangkanya. Bila pemikiran dan prasangkanya baik, maka hasil tindakannya akan baik pula, namun bila prasangkanya buruk maka hasil tindakannya akan buruk juga. Masyarakat sendiri dapat menilai mana tindakan-tindakan aparat yang didasari oleh pemikiran dan prasangka baik dan tindakan-tindakan aparat yang didasari oleh pemikiran dan prasangka buruk. 4) Mengaplikasikan prinsip hidup sederhana dan terarah Prinsip hidup menghasilkan tindakan yang beragam. Prinsip hidup yang dianut dapat menciptakan berbagai tipe orang dengan pemikiran dan tujuan masing-masing. Prinsip hidup yang tidak sesuai de ngan nurani akan berakhir dengan kegagalan, m engakibatkan kesengsaraan dan kehancuran. Sedangkan prinsip hidup yang selaras dengan nurani akan mengantarkan kepada kedamaian, kebahagian, dan ketent eraman.

Agama mengajarkan agar dalam menjalani hidup seseo rang harus menganut prinsip kesederhanaan dan terarah. Hal tersebut penting untuk diaplikasikan, mengingat manusia memiliki nafsu dalam dirinya. Apabila nafsu tersebut tidak dikendalikan dan diarahkan akan mengantarkan kepada keserakahan, pola hidup boros, dan kesesatan. Hal ini tentunya akan merugikan dirinya dan juga orang -orang di sekelilingnya. Oleh karenanya dalam mengarungi hidup harus memiliki prinsip sederhana dan terarah. 5) Meningkatkan pengendalian diri Manusia diberi nafsu dalam mengarungi hidup i ni agar tercipta perkembangan dan kedinamisan. Kehidupan manusia menjadi progresif. Namun jangan sampai manusia tidak mampu mengendalikan nafsunya sehingga ia menjadi budak nafsu. Ajaran agama mengarahkan agar manusia melakukan pengendalian diri agar tidak terjebak pada pemuasan nafsu sehingga terbutakan dirinya dari N ur Ilahi.

Keinginan atau nafsu yang berlebihan akan mengotori dan menutup nurani ketuhanan yang dimiliki manusia. Nurani Ilahiah yang tertutup oleh nafsu fisik dan batin yang tidak seimbang a kan mengakibatkan seseorang menjadi buta hati, tidak peka dan tidak mampu lagi membaca kondisi batiniah dirinya dan juga lingkungannya. Ia tidak mampu lagi mendeteksi bahaya dan tidak mengerti siapa dirinya. Nurani berketuhanan yang sudah dijernihkan melalui ibadah akan membebaskan nurani dari kotoran hitam

157

yang membutakan, sehingga hati menjadi jernih dan dapat membimbing manusia dalam menggapai kemajuan hidup. 6) Sinergi Sinergi yaitu memadukan semua sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efis ien. Dalam interaksi sosial, lingkungan sosial merupakan sumber daya utama. Lingkungan sosial sangatlah majemuk. Ada golongan orang mampu dan tidak mampu. Mewujudkan sinergi merupakan usaha untuk saling melengkapi, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang terlalu tajam.

7) Evaluasi diri Setiap aktivitas kita akan dievaluasi oleh Tuhan Sang Maha Melihat segala perbuatan kita. Tuhan Maha Adil, Dia akan membalas semua perbuatan kita, perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan, dan perbuatan buruk akan dibalas pula dengan keburukan. Bahkan balasan dari Tuhan akan dilipatgandakan dengan balasan beragam nikmat baik di dunia, maupun di akhirat kelak. Sebaliknya keburukan yang diperbuat akan dilipatgandakan pula dengan balasan beragam siksa baik di dunia maupu n di akhirat kelak. Untuk itu sebelum evaluasi Tuhan terjadi, kita perlu melakukan evaluasi diri. Evaluasi diri menjadi sebuah tolok ukur setiap individu untuk merefleksikan dirinya guna mendapatkan gambaran yang utuh dan menyeluruh serta jujur terhadap perilakunya, entah itu baik atau buruk.

Individu yang senantiasa melalukan evaluasi diri akan menunjukkan sikap dan perilaku perubahan menuju perbaikan. Setiap aktivitas yang tidak baik segera ia sadari dan perbaiki, sehingga semua kesalahan segera dapat teridentifikasi dan terselesaikan. Sementara individu yang tidak mengevaluasi diri akan terjebak pada kesalahan yang terus -menerus dilakukan tanpa ia sadari. H al ini akan membuatnya semakin jauh dari citra aparat ur negara yang sesuai dengan harapan rakyat.

F.3. Rencana Aksi

158

Kesembilan sikap kerja yang menjadi nilai -nilai budaya kerja yang akan dibangun dan ditingkatkan melalui PPA akan dilakukan usaha -usaha aksi sebagai berikut: 1. Jujur dan memiliki integritas tinggi Sikap jujur dan integritas dibang un dan ditingkatkan guna tercapainya peningkatan pengetahuan, kesadaran, penghayatan aparat tentang nilai integritas dan kejujuran dan mengimplementasikannya dalam setiap perkataan dan tindakan, serta tercapainya keselarasan niat, pikiran, perkataan dan perbuatan baik dan benar yang sesuai dengan nilai -nilai instansi, masyarakat dan prinsip -prinsip good corporate governance. Usaha untuk mencapai hal tersebut adalah:  Melakukan pembinaan mental dan spiritual secara periodik.  Membuat

pamflet/stiker/leaflet

tentang

jujur

dan

integritas

dan

menempelkannya di tempat yang sering dilalui aparat.  Mengadakan pelatihan peningkatan spiritual -emosional.

2. Memiliki etika, akhlak mulia, dan memberi suri teladan Etika, akhlak mulia da n suri teladan dibangun dan ditingkatkan guna tercapainya peningkatan kearifan dan kebijakan aparat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta terciptanya iklim kerja yang kondusif, konstruktif, dan kreatif, ditandai dengan munculnya aparat -aparat teladan. Usaha untuk mencapai ha l tersebut adalah:  Melakukan sosialisasi kewajiban dan larangan (kode etik) .  Melakukan pembinaan mental dan spiritual secara periodik sesuai ajaran agamanya masing-masing.  Menempelkan kata-kata bijak atau kata-kata mutiara di tempat yang sering dilalui aparatur negara.  Melakukan program employee of the month , yaitu pemberian penghargaan kepada aparat yang berprestasi secara periodik.

3. Taat hukum dan aturan -aturan yang berlaku Ketaatan pada hukum dan aturan -aturan yang berlaku dibangun dan ditingkatkan guna terwujudnya loyalitas, ketundukan dan kepatuhan aparatur negara pada hukum dan aturan yang berlaku, terlaksananya tugas -tugas

159

pemerintahan sesuai dengan SOP, dan peningkatan kedisiplinan aparatur negara.

Usaha untuk mencapainya dilakukan dengan ak si :  Memastikan aparat memahami tata aturan dan SOP dengan tata aturan, SOP dan membagikannya kepada aparatur negara untuk dipahami dan dilaksanakan..  Melakukan evaluasi dan supervisi uraian tugas.  Membudayakan perasaan malu untuk melakukan pelanggaran huk um. Misalnya dengan menempelkan tulisan “aku malu melanggar hukum ” di pintu masuk. 4. Bertanggung jawab dan akuntabel Sikap bertanggung jawab dan akuntabel ini dibangun dan ditingkatkan guna tercapainya peningkatan kesiapan melakukan pertanggungjawaban a tas tindakan-tindakan yang dilakukan, t erwujudnya pertanggungjawaban atas setiap proses dan hasil akhir kinerja dari program maupun kegiatan, dan terdokumentasikannya laporan pertanggungjawaban dari tugas dan kegiatan. Usaha untuk mencapainya dilakukan den gan aksi:  Membuat tugas dan tanggung jawab bagi setiap aparat dan meminta laporannya secara periodik.  Membuat

SOP

yang

jelas

untuk

masing -masing

bidang

dan

mensosialisasikannya kepada aparat .  Membuat laporan pertanggungjawaban untuk setiap tugas dan kegia tan.

5. Hormat kepada hak-hak orang lain dan tidak mudah menyalahkan orang lain. Sikap hormat kepada hak -hak orang lain dan tidak mudah menyalahkan orang lain dibangun dan ditingkatkan guna terciptanya perlindungan terhadap wewenang dan segala konsekuensi at as hak yang dimiliki individu, dan terciptanya suasana saling menghargai dan menghormati sehingga hubungan kerja sama antarrekan sejawat semakin harmonis . Usaha untuk mencapainya dilakukan dengan aksi :  Mensosialisasikan hak dan kewajiban aparatur negara dan masyarakat sebagai stake holders.  Menciptakan suasana saling menghargai dan menghormati

dengan

membiasakan sikap dan perilaku senyum, salam, sapa. .

160

 Mengharmonisasikan hubungan kerja sama anta rrekan sejawat. 6. Mencintai pekerjaan dan mau bekerja keras Sikap mencintai pekerjaan dan mau bekerja keras ini dibangun dan ditingkatkan guna terlaksananya kerja keras karena didorong dan dimotivasi oleh kekuatan cinta, bukan karena takut hukuman atau mengharapkan hadiah, terlaksananya pekerjaan dengan suka rela, se nang hati , tanpa beban, serta terlaksananya tugas dengan baik dan tepat waktu.

Usaha untuk mencapainya dilakukan dengan aksi:  Meningkatkan motivasi kerja aparat ur negara melalui pelatihan.  Mengembangkan pelayanan prima dengan membiasakan Senyum, Salam, Sapa, Santun, Segera, Selesai, Sempurna dan Sukses dalam memberikan pelayanan..  Membuat tolok ukur tercapainya tugas/kegiatan dan mengaplikasikannya serta menentukan batas waktu pada setiap tugas yang diberikan. 7.

Meningkatkan transparansi dan koordinasi

Sikap transparan dan koordinasi dibangun dan ditingkatkan guna terkoordinasi dan terarahnya program kegiatan, terpenuhinya hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak diskriminatif, tersedianya akses informasi bagi masyarakat. Usaha untuk mencapainya dilakukan dengan aksi:

 Melakukan keterpaduan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai tahap monitoring dan evaluasi program antar -unit kerja.  Memasang kotak saran perbaikan kinerja aparatur negara.  Membukan hotline telepon dan SMS layanan pengaduan dari masyarakat.  Membuka akses informasi bagi masyarakat. 8.

Disiplin Sikap disiplin dibangun dan ditingkatkan guna tercapainya peningkatan

kesadaran dan kesediaan aparat dalam menaati semua peraturan, terlaksananya tugas dengan tertib dan tepat wakt u, sehingga secara

161

keseluruhan akan tercapai peningkatan kedisiplinan aparatur negara. Usaha untuk mencapainya dilakukan dengan aksi:  Membuat kontrak dan komitmen kerja aparat ur negara.  Membuat sistem pengawasan yang tegas.  Menegakkan disiplin waktu kerja melalui pengendalian kehadiran aparatur negara dengan memanfaatkan teknologi komputerisasi.  Melaksanakan advokasi hukum atas pelanggaran hukum yang dilakukan aparatur negara. 9. Bersahaja Sikap bersahaja dibangun dan ditingkatkan guna terwujudnya sikap dan perilaku sederhana aparat ur negara, terwujudnya prinsip low cost high product. Usaha untuk mencapainya dilakukan dengan aksi:  Mengembangkan sikap dan pola hidup sederhana melalui keteladanan.  Membudayakan gaya hidup yang simple

yang didasarkan kepada

kebutuhan (need), bukan keinginan (wish).  Membuat anggaran kegiatan/pengadaan barang dan membelanjakannya secara wajar sesuai kebutuhan.

MATRIKS RENCANA AKSI

MEMBANGUN BUDAYA KERJA MELALUI PENGAWASAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA No 1

Sikap Jujur dan memiliki integritas tinggi

Rencana Aksi  Melakukan pembinaan mental dan spiritual secara periodik.  Membuat pamflet/stiker/leaflet tentang jujur dan integritas dan menempelkannya di tempat yang sering dilalui aparat.  Mengadakan pelatihan peningkatan spiritual- emosional.

Hasil  Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, penghayatan aparat tentang nilai integritas dan kejujuran dan mengimplementasikann ya dalam setiap perkataan dan tindakan.  Aparatur yang jujur, bersih, ikhlas dan berwibawa sebagai pengemban kepercayaan (amanah) dari bangsa dan negara  Tercapainya keselarasan niat, pikiran, perkataan dan perbuatan baik dan benar yang sesuai dengan nilai-nilai

Contoh Aplikasi  Membuat rencana, menentukan kebijakan, mengambil keputusan, menentukan anggaran, melaksanakan tugas dan mempertanggungjawabkann ya dengan jujur  Bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi nilai moral dan agama  Aparat melakukan doa pagi bersama sebelum melakukan aktivitas.

Manfaat  Meningkatnya sikap jujur dan integritas aparatur negara.  Tercapainya good corporate governance  Meningkatnya tingkat kepercayaan masyarakat pada Departemen Agama.  Meningkatnya wibawa aparatur negara.  Masyarakat mendapatkan pelayanan prima.

162

2

Memiliki etika, akhlak mulia, dan memberi suri teladan

 Melakukan sosialisasi kewajiban dan larangan (kode etik)  Melakukan pembinaan mental dan spiritual secara periodik sesuai ajaran agamanya masingmasing.  Menempelkan katakata bijak atau katakata mutiara di tempat yang sering dilalui oleh aparatur negara.  Melakukan program employee of the month, yaitu pemberian penghargaan kepada aparatur negara yang berprestasi secara periodik.

3

Taat hukum dan aturanaturan yang berlaku

 Memastikan aparat memahami tata aturan dan SOP dengan tata aturan, SOP dan membagikannya kepada aparatur negara untuk dipahami dan dilaksanakan..  Melakukan evaluasi dan supervisi uraian tugas.  Membudayakan perasaan malu untuk melakukan pelanggaran hukum. Misalnya dengan menempelkan tulisan “Aku malu melanggar hukum” di pintu masuk.

4

Bertanggung jawab dan akuntabel

5

Hormat kepada hakhak orang lain dan tidak mudah menyalahkan orang lain

instansi, masyarakat dan prinsip-prinsip good corporate governance  Meningkatnya kearifan dan kebijakan aparat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.  Terciptanya iklim kerja yang kondusif, konstruktif, dan kreatif.  Munculnya aparataparat teladan.

 Aparat memahami visi dan misi organisasi dan mampu mengendalikan organisasi dengan berpijak pada nilai moral dan agama sehingga perilakunya menjadi teladan bagi yang lain.  Kepemimpinan yang bersikap positif, terbuka, demokratis dan menberdayakan sehingga mampu mengayomi dan mensejahterakan yang lain.

 Meningkatnya tingkat kepuasan masyarakat atas pelayanan aparatur negara.  Meningkatnya hasil kerja dari kinerja aparat yang makin produktif, dan iklim kerja yang kondusif.  Masyarakat mendapatkan pelayanan yang ramah dan menyenangkan.

 Terwujudnya loyalitas, ketundukan dan kepatuhan aparatur negara pada hukum dan aturan yang berlaku.  Terlaksananya tugastugas pemerintahan sesuai dengan SOP  Meningkatnya kedisiplinan aparat

 Mencetak tata aturan, SOP dan membagikannya kepada aparatur negara untuk dipahami dan dilaksanakan.  Mengecek kepatuhan aparatur negara terhadap tata aturan dan SOP secara periodik.  Membuat penilaian “pegawai terbaik bulanan” .

 Berfungsinya tata aturan dan SOP  Menurunnya tingkat pelanggaran aparatur negara.  Maksimalnya kinerja aparat

 Membuat tugas dan tanggung jawab bagi setiap aparat dan meminta laporannya secara periodik.  Membuat SOP yang jelas untuk masingmasing bidang dan mensosialisasikanny a kepada aparat  Membuat laporan pertanggungjawaban untuk setiap tugas dan kegiatan.

 Meningkatnya kesiapan melakukan pertanggung jawaban atas tindakantindakan yang dilakukan.  Terwujudnya pertanggung jawaban atas setiap proses dan hasil akhir kinerja dari program maupun kegiatan.  Terdokumentasikannya laporan pertanggungjawaban dar itugas dan kegiatan.

 Aparatur negara membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan dengan benar, kemudian dilaporkan untuk dicek oleh atasannya.

 Mensosialisasikan tentang hak dan kewajiban aparat dan masyarakat sebagai stake holders.  Menciptakan suasana saling menghargai dan

 Terciptanya perlindungan terhadap wewenang dan segala konsekuensi atas hak yang dimiliki individu.  Terciptanya suasana saling menghargai dan menghormati sehingga hubungan kerja sama

 Membiasakan senyum, sapa, dan salam kepada sesama aparatur negara baik di kantor maupun di luar kantor.

 Meningkatnya profesionalisme aparatur negara.  Terlaksananya tugas-tugas pemerintahan secara baik  Semakin membaiknya pelaksanaan tugas dan kegiatan dengan informasi dan evaluasi yang diperoleh dari dokumentasi laporan.  Meningkatnya toleransi terhadap perbedaan pendapat.  Terwujudnya suasana saling menghargai dan menghormati.

163



6.

Mencintai pekerjaan dan mau bekerja keras

 





 Meningkatnya hasil kerja dari kinerja aparat yang makin produktif, dan iklim kerja yang kondusif.

menghormati dengan membiasakan sikap dan perilaku senyum, salam, sapa.. Mengharmonisasika n hubungan kerja sama antarrekan sejawat. . Meningkatkan motivasi kerja aparatur negara melalui pelatihan. Mengembangkan pelayanan prima dengan membiasakan Senyum, Salam, Sapa, Santun, Segera, Selesai, Sempurna dan Sukses dalam memberikan pelayanan.. Membuat tolok ukur tercapainya tugas/kegiatan dan mengaplikasikannya serta menentukan batas waktu pada setiap tugas yang diberikan.

antar rekan sejawat semakin harmonis  Terciptanya tenggang rasa antar-kolega dalam semua tahapan pekerjaan, yang tidak mudah menyalahkan tetapi ringan sama dijinjing berat sama dipikul.  Terlaksananya kerja keras karena didorong dan dimotivasi oleh kekuatan cinta, bukan karena takut hukuman atau mengharapkan hadiah.  Terlaksananya pekerjaan dengan suka rela, senang hati , tanpa beban.  Terlaksananya tugas dengan baik dan tepat waktu.

 Mengadakan training motivasi bagi aparat

 Meningkatnya rasa cinta terhadap tugas dan kewajiban  Meningkatnya hasil kerjadari kinerja aparat yang kompeten dan profesional  Masyarakat mendapatkan pelayanan yang ramah dan menyenangkan dari aparatur negara.

7.

Meningkatkan transparansi dan koordinasi

 Melakukan keterpaduan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai tahap monitoring dan evaluasi program antar-unit kerja.  Memasang kotak saran perbaikan kinerja aparatur negara.  Membukan hotline telepon dan SMS layanan pengaduan dari masyarakat.  Membuka akses informasi bagi masyarakat.

 Terkoordinasi dan terarahnya program kegiatan.  Terpenuhinya hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak diskriminatif.  Tersedianya akses informasi bagi masyarakat.

 Merekap masukan/usulan dari masyarakat melalui kotak saran, hotline telepon dan SMS, kemudian menindaklanjutinya.  Mengaktifkan website Departemen Agama untuk meng-update informasi untuk publik.

 Terlaksananya program kegiatan secara efektif dan efisien.  Meningkatnya tingkat kepercayaan masyarakat.  Meningkatnya pelayanan aparatur negara.

8.

Disiplin

 Membuat kontrak dan komitmen kerja aparatur negara.  Membuat sistem pengawasan yang tegas.  Menegakkan disiplin waktu kerja melalui pengendalian kehadiran aparatur negara dengan pemanfaatan teknologi komputerisasi.  Melaksanakan advokasi hukum atas pelanggaran hukum yang dilakukan aparatur negara.

 Meningkatnya kesadaran dan kesediaan aparat dalam mentaati semua peraturan  Terlaksananya tugas dengan tertib dan tepat waktu  Meningkatnya kedisiplinan aparat

 Memantau kehadiran aparat dengan tehnologi komputerisasi  Memberi tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan aparat.

 Tercapainya good corporate governance  Meningkatnya tingkat kepercayaan masyarakat pada Departemen Agama  Meningkatnya wibawa aparatur negara.  Masyarakat mendapatkan pelayanan yang prima dari aparatur negara.

164

9.

Bersahaja

 Mengembangkan sikap dan pola hidup sederhana melalui keteladanan.  Membudayakan gaya hidup yang simple yang didasarkan kepada kebutuhan (need), bukan keinginan (wish).  Membuat anggaran kegiatan / pengadaan barang dan membelanjakannya secara wajar sesuai kebutuhan.

 Terwujudnya sikap dan perilaku sederhana aparatur negara.  Terwujudnya prinsip low cost high product

 Membuat anggaran kegiatan/pengadaan barang yang wajar dan didasarkan pada kebutuhan bukan keinginan.  Melaksanakan pola hidup hemat di kantor. Misalnya; hemat listrik dengan mematikan lampu dan komputer bila tidak digunakan, menghemat kertas dengan memanfaatkan kertas recyle, hemat air dengan menggunakan air secukupnya.

 Terlaksananya program kegiatan dengan efisien.  Meningkatnya wibawa aparatur negara.  Terpenuhinya kebutuhan aparatur negara dengan pola hidup hemat

Daftar Pustaka:

 Amir Tengku Ramly, Pumping Power, Bekasi, Pustaka Inti & Pumping Publisher: 2007.  Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI, Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi Dengan Pendekatan Agama, Monitoring dan Evaluasinya: 2006  Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI , Pengawasan dengan Pendekatan Agama, Jakarta, PPPKPMJA: 2005  Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI , Modul sosialisasi Pengawasan dengan Pendekatan Agama , Jakarta, Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI: 2008  Kementerian

Pendayagunaan

Aparatur

Negara

RI,

Pedoman

Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara : 2002 

Lickona, Thomas, Educating for Character How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility, New York: Bantam Books: 1991

 Wikipedia Bahasa Indonesia

165

EVALUASI KERJA 1. Tugas kelompok: Masing-masing kelompok diberikan cuplikan masalah yang diambil dari sebuah peristiwa riil atau rekaan untuk menemukan problem solving dengan mengaplikasikan nilai-nilai budaya kerja 2. Tugas Individu: Masing-masing individu diberikan tugas untuk menyusun rencana aplikasi internalisasi dan implementasi nilai budaya kerja.

166

MODUL V MONITORING DAN EVALUASI RENCANA AKSI PENGAWASAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komitmen nasional untuk pemberantasan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan pengembangan budaya kerja dalam penyelenggaraan negara dengan prinsip good governance mewarnai perjalanan bangsa Indonesia. Hal ini nampak dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang diikuti dengan lahirnya paket Undang-undang di bidang Keuangan Negara yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Keputusan Men-PAN Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai aparat peng awasan fungsional internal Departemen Agama, bertekad me wujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab melalui pengawasan dan atau monitoring dan evaluasi yang profesional dan indepeden. Lang kah-langkah peningkatan kinerja pengawasan yang dilakukan adalah penguatan sistem pengawasan dan atau monitoring dan evaluasi dengan penerapan standar kompetensi aparat pengawasan melalui penyusunan pedoman, panduan, prosedur, tata cara, pelaksanaan monitoring dan evaluasi ter hadap pelaksanaan kegiatan yang sumber dananya b erasal dari APBN atau Non APBN. Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan menjadi sebuah pekerjaan penting dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efesien. Perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang mantap tanpa di ikuti dengan pengendalian dan evaluasi tidak akan dapat diketahui tingkat keberhasilan maupun kelemahan pencapaian tujuan. Selain itu dengan diketahuinya kelemahan, akan dapat dicarikan solusi yang tepat bagi upaya peningkatan dan perbaikan kinerja program. Keberhasilan sosialisasi pengembangan budaya kerja Depar temen Agama dan penerapannya ditentukan oleh sejumlah agenda rencana aksi yang dirumuskan secara terstruktur, terarah dan terencana di seluruh jajaran aparatur Departemen Agama. Agenda pengembangan Budaya Kerja h akikatnya adalah merancang sejumlah rencana kerja untuk mengembangkan budaya kerja yang dimaknai s ebagai cara pandang atas kerja. Pelaksanaan mengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama merupakan upaya preventif dalam upaya implem entasi peran Itjen sebagai konsultan. Prosesnya dilakukan melalui pembudayaan pengawasan diri dengan cara menghidupkan kembali nilai -nilai ajaran agama, agar setiap aparatur dalam melaksanakan tugas selalu dalam pengawasan Tuhan YME. Kesadaran ini

167

dapat melahirkan tindakan menjauh dari perilaku menyimpang dalam bentuk korupsi , sehingga persepsi dan sikap kerja aparatur Departemen Agama benar -benar dilandasi oleh nilai luhur Ikhlas Beramal. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan membangun Budaya Kerja melalui pengawasan dengan Pendekatan Agama, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi pada sa tuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama. Hasil kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan saran tindak lanjut guna percepatan pengembangan budaya kerja di lingkungan Departemen Agama. 2. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pe nyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Ne gara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tam bahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pe meriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Ne gara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lem baran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 ten tang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Re publik Indonesia Nomor 4609); 4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 ten tang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006; 5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 ten tang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, seba gaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Per aturan Presiden Nomor 91 Tahun 2006; 6. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 ten tang Pedoman Pengawasan; 7. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pe doman Pengawasan Melekat; 8. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Per cepatan Pemberantasan Korupsi; 9. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 T ahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama; 10. Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2007 ten tang Pengawasan di Lingkungan Departemen Agama; 11. Instruksi Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Ko rupsi dengan Pendekatan Agama di Lingkungan Departemen Agama.

168

12. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/Kep/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. 3. Maksud dan Tujuan Pedoman Monitoring dan Evaluasi membangun budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama dimaksudkan sebagai acuan Ins pektorat Jenderal dalam menyelenggarakan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan tugas oleh satuan kerja yang terkait dengan bidang tugasnya masing -masing dengan tujuan: 1. Tercapainya tujuan dan sasaran pembudidayaan budaya kerja di Dep. Agama 2. Terwujudnya data dan informasi sebagai bahan masukan peningkatan kinerja organisasi; 3. Terwujudnya penilaian efesiensi dan efektivitas pelaksanaan membangun budaya kerja melalui pendekatan agama; 4. Terwujudnya tindak lanjut penyelesaian kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengembangan budaya kerja melalui pendekatan agama. 4. Pengertian Istilah 1. Monitoring adalah pemantauan pelaksanaan yang dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui kemajuan hasil-hasil yang dicapai dikaitkan dengan pencapaian target kinerja yang ditetapkan. Monitoring pengembangan budaya kerja melalui PPA adalah proses memantau terhadap kemajuan dan/atau perkembangan yang telah dicapai atas hasil sosialisasi yang dilakukan. Kegiatan ini dapat memantau kemajuan, perubahan, kendala dan dukung an yang diperoleh dari proses pengembangan budaya kerja. Tujuannya adalah terpantaunya proses yang terjadi selama pengembangan budaya kerja disosialisasikan. 2. Evaluasi adalah penilaian kinerja pelaksanaan yang dilakukan setiap pe riode waktu (semesteran, tahunan) untuk menganalisis kemajuan pencapaian target dan hambatan pelaksanaan setiap sikap kerja dikaitkan dengan pencapain tujuan pengembangan secara keseluruhan. Untuk mengidentifikasi capaian kinerja agenda rencana aksi pengembangan budaya kerja, maka diperlukan evaluasi. Bahan baku evaluasi ad alah hasil monotoring. Evaluasi pengembangan budaya kerja melalui PPA adalah proses menghitung, mengukur dan menilai atas proses dan hasil yang telah dicapai dari rencana aksi yang telah dilakukan. Hasil yang dievaluasi antara lain masukan ( input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Kegiatan ini dapat menilai keberhasilan yang telah dicapai a tas rencana aksi yang diterapkan. Tujuannya adalah teridentifikasikannya proses dan hasil yang telah dicapai. Hasil evaluasi kemudian dapat digunakan sebagai bahan laporan dan sekaligus pertanggungjawaban kinerja organisasi.

169

3. Aksi adalah suatu program atau sekumpulan kegiatan yang dilakukan untuk mendorong peningkatan budaya kerja di Departemen Agama. Dalam menyusun aksi perlu pula ditetapkan indikator kinerja untuk pe laksanaan pengembangan budaya kerja melalui Pendekatan Agama. 4. Indikator kinerja adalah alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu kinerja yang ingin diwujudkan melalui pelaksanaan suatu program atau sekum pulan kegiatan. 5. Indikator sikap kerja adalah uraian ringkas tentang suatu kondisi yang bersifat lebih operasional untuk menunjukkan sikap kerja tertentu. 6. Satuan Organisasi adalah unit organisasi dimana diselenggarakan ke giatan-kegiatan administrasi yang di dalam nya terdapat pejabat-pejabat yang mengurusi administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan administrasi umum. 7. Satuan Kerja adalah unit organisasi yang me laksanakan administrasi tertentu dan tidak memenuhi unsur yang me nangani urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan administrasi umum. 8. Tim kerja adalah tim yang dibentuk untuk mengkoordinasikan pel aksanaan program budaya kerja di lingkungan Departemen Agama 9. Tim teknis adalah tim yang dibentuk oleh tim kerja untuk pelaksanaan program budaya kerja di lingkungan Departemen Agama B. JENIS DAN BENTUK MONITORING DAN EVALUASI 1. Pelaksana Monitoring dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh Tim Kerja dan Tim Teknis yang telah ditunjuk, ditetapkan dan disahkan oleh Pejabat tertinggi dalam satuan organisasi di lingkungan Departemen Agama. Tim kerja terdiri dari: a. Tim Kerja Pusat kepada instansi/lembaga D epartemen Agama Pusat; b. Tim Kerja Pusat kepada instansi/lembaga Departemen Agama Propinsi; c. Tim Kerja Propinsi kepada instansi/lembaga Departemen Agama Kota/Kabupaten d. Tim Kerja Kota/Kabupaten kepada instansi/lembaga Departemen Agama di Kota/Kabupaten. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan sesuai kebutuhan : a. Bulanan; b. Triwulan c. Catur wulan d. Semesteran; dan e. Tahunan. Beberapa aspek yang dimonitor dan dievaluasi antara lain: a. Perencanaan atau rencana aksi yang akan dilakukan; b. Pelaksanaan, terutama berkaitan dengan keg iatan, hasil dan manfaat c. Kendala dan dukungan, realisasi pembiayaan, dan penyu sunan rencana selanjutnya.

170

2. Tahapan Monitoring dan Evaluasi Dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama di lingkungan Departemen Agama perlu dilakukan bebe rapa tahap kegiatan, sebagai berikut: 1. Persiapan awal Langkah ini dimulai dengan menyusun hal penting yang harus di lakukan sebelum monitoring dan evaluasi dilaksanakan, meliputi serangkaian la ngkahlangkah logis mulai dari masalah pokok dan maksud yang mendorong dilakukannya monitoring dan evaluasi, sampai dengan pertanyaan yang dapat digali secara analitik dan rasional. Persiapan awal monitoring dan evaluasi ditempuh melalui langkah sebaga i berikut: a. Identifikasi tujuan monitoring dan evaluasi antara lain memperbaiki sistem pengelolaan program, menjamin adanya akuntabilitas, dan mem bantu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumber peng anggaran. b. Menentukan identifikasi program prioritas yang akan dimonitoring dan dievaluasi dan sejauh mana hasilnya. c. Menyusun agenda analisis meliputi kerangka logis ( logical structure) yang dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan dalam evaluasi. Kerangka ini m erupakan suatu cara untuk menjabarkan pertanyaan umum ke dalam pe rtanyaan yang lebih rinci, cermat dan tepat. d. Membuat penilaian tentang derajat kinerja program (baik/buruk) dan se harusnya secara ideal memungkinkan kita dapat melakukan per bandingan dengan perangkat kebijakan lain yang terkait atau bidang yang sama. e. Mengumpulkan data dan informasi dari semua program/kegiatan rencana aksi. f. Menyusun rencana kerja dan memilih evaluator berdasarkan kriteria tertentu. 2. Penyiapan Kerangka Acuan Kerja (KAK) Suatu kajian monitoring dan evaluasi baik yang dilakukan oleh pemantau dan evaluator internal maupun eksternal membutuhkan acuan kerja ( term of reference/TOR). Secara umum KAK memberikan panduan mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh pemantau dan evaluator dalam kajian monitoring dan evaluasi, termasuk sejumlah aspek yang menjadi fokus kajian dan jadwal pelaksanaannya. KAK menjadi media bagi penanggung jawab monitoring dan evaluasi atau pihak sponsor dan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk menetapkan prasyarat evaluasi sesuai dengan tujuan dan kebutuhan. Struktur dan isi KAK harus mencerminkan kondisi spesifik dan program yang akan dimonitoring dan dievaluasi agar dapat menjadi landasan pemahaman pemantau dan evaluator mengenai harapan dan pekerja an yang akan dilaksanakannya.

171

3. Pelaksanaan Pelaksanaan Evaluasi terhadap rencana aksi pengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama dilakukan melalui dua cara sebagai berikut: a. Membandingkan antara target dan pencapaian indikator si kap yang ingin dikembangkan yang telah disepakati dan ditetapkan dalam pengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama; b. Studi evaluasi kinerja pelaksanaan pengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama berdasarkan dampak yang ditimbulkan. Kedua cara tersebut dibutuhkan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan saling mendukung guna memberikan informasi yang bermanfaat untuk kepentingan perencanaan dan pengen dalian pelaksanaan pengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama. Cara Pertama dapat dilaksanakan tanpa melakukan analisis yang mendalam, sedangkan untuk melaksanakan cara kedua diperlukan pe nyusunan indikator kinerja sebagaimana dilakukan pada cara pertama. Ke tersediaan indikator kinerja dan hasil pelaksanaan cara pertama akan memudahkan pelaksanaan studi monitoring dan evaluasi kinerja. Sedangkan cara kedua dapat membantu dalam mengidentifikasi indikator k inerja baru yang lebih relevan. Secara rinci mekanisme pelaksanaan pe laporan hasil monitoring dan evaluasi disajikan dalam bentuk tabel. (terlampir) Pemantau dan evaluator memastikan pelaksanaan rencana aksi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Format rencana aksi b. Isi/substansi rencana aksi c. Pelaksanaan rencana aksi d. Pencapaian /hasil rencana aksi e. Evaluasi 4. Laporan Akhir Dalam penyelesaian suatu kegiatan, pihak pelaksana/penanggung jawab menyiapkan sebuah laporan akhir yang menitikberatkan pada relevansi dan pelaksanaan suatu kegiatan pengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama tentang: a. Realisasi keberhasilan rencana aksi, baik dari sisi output maupun outcome b. Hambatan yang dialami dalam pelaksanaan rencana aksi. c. Rekomendasi kegiatan/tindakan lanjutan bagi pimpinan satuan kerja. C. Pelaporan Pelaporan dilaksanakan per triwulan oleh pihak penanggung jawab kegiatan secara berjenjang dengan menggunakan formulir yang telah dite tapkan (terlampir). Setiap pelaksana menyampaikan laporan pelaksanaan pengembangan

172

budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama berdasarkan pencapaian indikator sikap kerja yang ingin dikembangkan, sebagai berikut: a. Kepala KUA Kecamatan melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Kandepag Kab./Kota selambat -lambatnya 2 (dua) minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan; b. Kepala Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Kandepag Kab./Kota, sedangkan Kepala Madrasah Aliyah melaporakan hasil pelaksanaan tugas membangun budaya kerja melalui pengawasan deng an pendekatan agama kepada Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi selambat -lambatnya 2 (dua) minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan; c. Kepala Kandepag Kabupaten/Kota melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan; d. Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi melaporkan hasil pe laksanaan tugas kepada Sekretaris Jenderal Departemen Agama dengan tembusan Inspektur Jenderal sel ambat-Iambatnya 4 (empat) minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersang kutan; e. Rektor IAIN/UIN dan Ketua STAIN melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Dirjen Pendidikan Islam dengan tem busan kepada Sekretaris Jenderal dan Inspektur Jenderal selamba t-lambatnya 2 (dua) minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan; f. Rektor IHDN dan Ketua STAHN melaporkan hasil pelaksanaan tugas ke pada Dirjen Bimas Hindu dengan tembusan kepada Sekretaris Jen deral dan lnspektur Jenderal se lambat-Iambatnya 2 (dua) minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan; g. Ketua STAKN melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Dirjen Bimas Kristen dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal dan In spektur Jenderal seIambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah ber akhirnya triwulan yang bersangkutan; h. Ketua STABN melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Dirjen Bimas Budha dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal dan In spektur Jenderal seIambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah ber akhirnya triwulan yang bersangkutan; i. Unit Eselon I Pusat melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Menteri Agama melalui Sekretaris Jenderal dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal selambat-Iambatnya 4 (empat) minggu setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. j. Kepala Balai Diklat, dan Kepala Balai Penelitian melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kabalitbang dan Diklat dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal dan Inspektur Jenderal selambat -Iambatnya 2 (dua) minggu setelah berakhirnya tri wulan yang bersangkutan.

173

Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi rencana aksi pengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama dilaporkan oleh tim kepada Inspektur Jenderal paling lambat 7 hari setelah kegiatan monev selesai. Laporan disusun dalam bentuk format sebagai berikut: Ringkasan Eksekutif Bab I Pendahuluan Bab II Realisasi membangun budaya kerja melalui pengawasan dengan Pendekatan Agama Bab III Evaluasi Kinerja A. Indikator Sikap yang dikembangkan B. Pengukuran Kegiatan/Kinerja 1. Pengertian 2. Teknik Pengukuran 3. Form Pengukuran Kinerja C. Analisis dan Evaluasi Bab IV Penutup Lampiran Formulir Pelaporan Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Budaya Kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama Satuan organisasi/Kerja

: ...................................

Periode laporan

: Triwulan ... .... Tahun 20...

No

Kondisi Real

(1)

(2)

Indikator Pencapaian

Sikap yang dikembangkan

Jenis Kegiatan

Rencana

Realisasi

(3)

(4)

(5)

(6)

Keterangan (7)

Keterangan: 1. 2. 3. 4.

Diisi dengan nama satuan organisasi/kerja pela ksana. Laporan dibuat per triwulan. Periode Laporan diisi dengan tahun saat laporan dibuat. Kolom (1) diisi nomor urut.

174

5. 6. 7. 8. 9. 10.

Kolom (2) diisi dengan kondisi atau gambaran umum yang terjadi yang bertentangan dengan 9 sikap kerja Kolom (3) diisi dengan sikap yang ingin dikembangkan Kolom (4) diisi dengan jenis kegiatan dari matrik rencana aksi membangun budaya kerja melalui pengawasan dengan Pendekatan Agama yang disusun. Kolom (5) diisi dengan output dan outcome rencana pelaksanaan kegiatan Kolom (6) diisi dengan output dan outcome realisasi pelaksanaan kegiatan Kolom (7) diisi dengan keterangan ringkas tentang hambatan, kendala dalam pelaksanaan dan/atau keterangan lain yang dihadapi dalam masa pelaksanaan per Iaporan, serta saran tindak lanjut.

Contoh Pengisian Formulir Pelaporan Monitoring Dan Evaluasi Pengembangan Budaya Kerja melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama Satuan organisasi/Kerja

: ...................................

Periode laporan

: Triwulan ... .... Tahun 20...

No (1) 1.

2.

3.

Kondisi Riil (2)

Sikap yang dikembangkan (3) Jujur dan Integrasi tinggi secara periodic

Hormat kepada hak-hak orang lain dan tidak mudah menyalahkan orang lain

Taat hukum dan aturan yang berlaku

Jenis Kegiatan (4) Pembinaan mental Output: Ceramah agama Outcome: meningkatnya jumlah jamaah sholat dzuhur Sosialisasi Kewajiban dan Larangan PNS Output: Orientasi Kewajiban dan Larangan PNS Outcome: Meningkatnya keharmonisan hubungan kerja sama antar rekan sejawat Orientasi SOP Output: Tersosialisasika nnya SOP Outcome:

Indikator Pencapaian Rencana Realisasi (5)

(6)

Keterangan (7)

10 kali

9 kali

90% Hambatan:

100 orang

70 orang

70% Hambatan:

2 kali

1 kali

50% Hambatan:

100 orang

95 orang

95% Hambatan:

2 kali

1 kali

50% Hambatan:

175

Meningkatnya pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan yang sesuai dengan SOP

100 orang

70 orang

70% Hambatan:

D. PENUTUP Pedoman ini merupakan acuan bagi pimpinan satuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama dalam mela ksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pengembangan budaya kerja melalui pengawasan dengan pendekatan agama. Sasaran monitoring dan evaluasi adalah pengembangan perilaku sembilan sikap yang telah ditetapkan. Mekanisme pelaksanaan monitoring dilaksana kan secara berjenjang. Masing-masing satuan organisasi/kerja di lingkungan masing -masing dan melaporkan hasilnya ke satuan organisasi atasannya yang tembusannya disampaikan kepada Inspektorat Jenderal Depar temen Agama. Pelaksanaan monitoring dan eval uasi rencana aksi membangun budaya kerja melalui pengawasan dengan pen dekatan agama memerlukan komitmen bersama pimpinan satuan organisasi/kerja dan seluruh aparatur negara serta peran serta masyarakat. Diharapkan keterlibatan semua unsur tersebut, pelaksanaan kegiatan rencana aksi pengembangan budaya kerja lingkungan Departemen Agama dapat di laksanakan secara berkesinambungan, ajeg dan berorientasi pada hasil ( out-come) dan pemanfaatannya bagi peningkatan kinerja organisasi. Akhirnya, pedoman ini diharapkan dapat memberikan stimulus bagi pim pinan satuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama untuk dapat mengembangkan ide dan gagasan yang konstruktif untuk mengimplementasikan pengembangan budaya kerja di Departemen Agama.

176