PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN ... - Jurnal Online

189 downloads 9161 Views 61KB Size Report
Seringkali dalam proses belajar mengajar aspek evaluasi hasil belajar diabaikan (Uno, 2008:92). Guru terlalu memfokuskan apa yang akan diajarkan kepada ...
 

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PEMBELAJARAN MEMBACA KELAS VII SMP Nila Maulana 1 Imam Agus Basuki 2 Bustanul Arifin 3 Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No. 5 Malang Email: [email protected] Abstrac: This research purpose to develop leraning instrumen assessment of reading to junior class VII a valid, reliable, and practical. The method used in the development of research method. The result of this research are instrumen assessment to learning read scan the dictionary, to leraning read 200 word perminute, to learning read the teks of the ceremony, to learning recounted children’s story, and leraning comment on a children’s book. Key word: instruments assessment, leraning to read. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen penilaian pembelajaran kelas VII SMP yang valid, reliabel, dan praktis. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian pengembangan. Hasil penelitian ini ialah instrumen penilaian untuk mengukur keterampilan membaca kamus, membaca cepat, membaca teks upacara, menceritakan kembali cerita anak, dan mengomentari buku cerita anak. Kata kunci: pengembangan instrumen penilaian, pembelajaran membaca.

Untuk mengukur keterampilan membaca siswa satu-satunya langkah yang diambil oleh guru ialah dengan mengadakan penilaian. Dengan melakukan penilaian, guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan. Seringkali dalam proses belajar mengajar aspek evaluasi hasil belajar diabaikan (Uno, 2008:92). Guru terlalu memfokuskan apa yang akan diajarkan kepada siswanya. Akibatnya proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan rapi tetapi alat-alat penilaian yang digunakan tidak lagi melihat sasaran yang akan dinilai. Dalam praktik di sekolah, seringkali guru membuat instrumen tanpa mengikuti aturan-aturan tertentu (Arifin, 2009:68). Ada guru yang menyusun soal ulangan langsung mengambil dari buku sumber. Dengan demikian, soal tersebut belum tentu sesuai indikator apa yang akan diukur. Sementara itu, soal yang baik adalah soal yang memiliki kualitas baik. Soal dikatakan berkualitas baik apabila mengukur apa yang hendak diukur dan soal tersebut harus sejajar dengan sasaran belajar yang ingin dicapai (Uno, 2008:95). Bila dikaitkan dengan hasil wawancara dengan salah seorang guru mata pelajaran, maka kebiasaan buruk dalam menyusun soal tes adalah kebiasaan membuat soal secara tergesa-gesa sehingga soal dibuat apa adanya dengan mencuplik materi dari buku tanpa disadari terdapat pokok-pokok bahasan yang                                                              1

Nila Maulana adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM), Malang. Artikel ini diangkat dari Skrispsi Sarjana Pendidikan, Program Sarjana Universitas Negeri Malang, 2012. 2 Imam Agus Basuki adalah Dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang. 3 Bustanul Arifin adalah Dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang.

1  

 

sebenarnya belum diujikan. Dengan demikian, dari materi yang diujikan masih terdapat materi yang tidak terwakili. Berdasarkan studi pendahuluan di lapangan diperoleh beberapa temuan bahwa masih terdapat beberapa kelemahan pada instrumen penilaian pembelajaran membaca. Berdasarkan analisis terhadap instrumen penilaian pembelajaran membaca yang ada di lapangan, bentuk instrumen penilaian pembelajaran membaca pada kelas VII semester satu terdiri atas tes subjektif dan tes unjuk kerja. Kelemahan yang terkait dengan tes subjektif ialah pada ramburambu jawaban dan pedoman penskoran. Rambu-rambu jawaban dan pedoman penskoran belum dikembangkan dengan baik. Adakalanya soal subjektif dibuat tanpa rambu-rambu jawaban dan tidak disertakan pedoman penskoran yang jelas terhadap kemungkinan keragaman jawaban siswa. Hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap pemberian nilai terhadap hasil kerja siswa sehingga penilaian menjadi semakin subjektif. Kelemahan yang terkait dengan instrumen penilaian tes unjuk kerja ialah pada rubrik penilaiannya. Rubrik penilaian yang dikembangkan di lapangan pada umumnya masih sangat abstrak dan belum diuraikan menjadi sebuah kriteria yang jelas dan konkrit. Sementara itu, kriteria haruslah dinyatakan secara jelas, singkat, dapat diamati, menyatakan tingkah laku, dan ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti (Muslich, 2011:130). Kelemahan lain terkait dengan instrumen penilaian yang ada di lapangan ialah bahwa instrumen yang dikembangkan di lapangan belum pernah diujicobakan. Sementara itu prosedur penyusunan instrumen penilaian yang baik ialah melalui tahap uji coba (Arifin, 2009:91). Uji coba dapat dilakukan kepada siswa. Uji coba dilakukan dengan tujuan untuk meyakinkan siswa apakah dapat memahami apa yang telah dibaca dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dituliskan/ diperintahkan (Harjanto, 2006:292). Berdasarkan paparan di atas peneliti ingin berupaya mengembangkan alat penilaian pembelajaran membaca yang sesuai dengan syarat-syarat alat penilaian yang baik sehingga diharapkan dapat mendukung peningkatan kualitas dan keberhasilan pembelajaran membaca. Tujuan penelitian pengembangan ini adalah (1) mengembangan instrumen penilaian pembelajaran membaca kamus untuk yang valid, reliabel, dan praktis, (2) mengembangan instrumen penilaian pembelajaran membaca cepat 200 kata per yang valid, reliabel, dan praktis, (3) mengembangkan instrumen penilaian pembelajaran membaca teks perangkat yang valid, reliabel, dan praktis, (4) mengembangkan instrumen penilaian pembelajaran menceritakan kembali cerita anak yang valid, reliabel, dan praktis, (4) mengembangan instrumen penilaian pembelajaran mengomentari buku cerita anak yang valid, reliabel, dan praktis. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan. Rancangan penelitian ini diadaptasi dari model desain pengembangan Borg and Gall. Prosedur dalam penelitian (1) tahap prapengembangan, (2) tahap pengembangan, (3) tahap uji coba produk, dan (4) tahap revisi. Pelaksanaan pengembangan dilakukan berdasarkan temuan analisis kebutuhan yang dilakukan pada tahap prapengembangan. Selanjutnya produk hasil pengembangan diujicobakan untuk mengetahui kelayakan produk, yaitu melalui (1) ahli evaluasi pembelajaran, (2) guru bahasa Indonesia, dan (3) siswa kelas VII.

2  

 

Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yakni data prapengembangan dan data uji coba produk. Data prapengembangan berupa data verbal. Data verbal dibedakan menjadi data tulis dan data lisan. Data verbal tulis berupa hasil analisis terhadap instrumen penilaian pembelajaran membaca, telaah kurikulum yang berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, telaah teori, dan telaah penelitian terdahulu. Data verbal lisan berupa hasil wawancara dengan guru. Data hasil uji coba produk ialah data verbal tulis dan data numerik yang berupa skor nilai. Data verbal tulis berupa catatan, komentar, saran, dan kritik dari ahli evaluasi dan guru yang ditulis langsung pada rubrik penilaian. Data skor nilai berasal dari rubrik penilaian tentang penilaian produk untuk menjelaskan kelayakan produk. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen panduan wawancara dan rubrik penilaian. Panduan wawancara digunakan untuk mengumpulkan data pra pengembangan dan rubrik penilaian digunakan untuk mengumpulkan data uji coba produk. Analisis data hasil uji coba dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara berikut. (a) Untuk mengolah data per butir dilakukan dengan membagi jawaban responden per kriteria dengan jawaban ideal per kriteria dan dikali dengan konstanta. (b) Untuk mengolah data secara keseluruhan dilakukan dengan membagi jumlah keseluruhan jawaban responden per kriteria dengan jumlah keseluruhan jawaban ideal per kriteriadan dikali dengan konstanta. Jika uji kelayakan produk mencapai tingkat presentase 85%-100%, maka instrumen penilaian tergolong sangat layak dan siap diimplementasikan (I). Jika uji kelayakan instrumen penilaian mencapai tingkat presentase 75%-84%, maka instrumen penilaian tergolong layak dan siap diimplementasikan (I). Jika uji kelayakan instrumen penilaian mencapai tingkat presentase 56%-74%, maka instrumen penilaian tergolong cukup layak dan perlu direvisi (R). Jika uji kelayakan instrumen penilaian mencapai tingkat presentase < 55%, maka instrumen penilaian tergolong tidak layak dan harus direvisi (R). HASIL Produk pengembangan instrumen penilaian pembelajaran membaca telah melalui tahap uji coba dengan ahli evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, ahli praktisi (guru), dan siswa. Uji coba kepada ahli evaluasi dilakukan untuk mengetahui kelayakan produk dari segi validitas, reliabilitas, dan kepraktisan. Uji coba kepada praktisi (guru) dan siswa digunakan untuk mengetahui kelayakan produk dari segi kepraktisan. Berikut hasil uji coba produk instrumen penilaian pembelajaran membaca. Instrumen penilaian pembelajaran membaca kamus terdiri atas tugas membaca meindai kamus dan rubrik penilaian. Hasil uji instrumen penilaian tersebut adalah sebagai berikut. (a) Hasil uji coba kepada ahli evaluasi I diperoleh hasil uji validitas sebesar 75% (I), reliabilitas sebesar 75% (I), dan kepraktisan sebesar 75% (I). Revisi dilakukan pada aspek validitas, yakni pada perbaikan teks bacaan agar menggunakan teks bacaan yang lebih kontekstual lagi. (b) Hasil uji coba kepada ahli evaluasi II diperoleh hasil uji validitas sebesar 100% (I), reliabilitas sebesar 100% (I), dan kepraktisan sebesar 100% (I). (c) Hasil uji coba kepada praktisi diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 83,3% (I). Revisi dilakukan pada teknik penulisan tabel pada rubrik penilaian. (d) Hasil uji coba kepada siswa diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 80% (I).

3  

 

Instrumen penilaian pembelajaran membaca cepat terdiri atas tes subjektif dan rambu-rambu jawaban. Hasil uji instrumen penilaian tersebut adalah sebagai berikut. (a) Hasil uji coba ahli evaluasi I diperoleh hasil uji validitas sebesar 75% (I), reliabilitas sebesar 75% (I), dan kepraktisan sebesar 75% (I). Revisi dilakukan pada aspek validitas, yakni pada perbaikan teks bacaan agar lebih disesuaikan lagi dengan konsep membaca cepat untuk menyimpulkan isi bacaan. (b) Hasil uji coba ahli evaluasi II diperoleh hasil uji validitas sebesar 100% (I), reliabilitas sebesar 100% (I), dan kepraktisan sebesar 100% (I). (c) Hasil uji coba praktisi diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 100% (I). (c) Hasil uji coba siswa diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 80,7% (I). Instrumen penilaian pembelajaran membaca teks upacara terdiri atas tugas membaca teks upacara dan rubrik penilaian. Hasil uji instrumen tersebut adalah sebagai berikut. (a) Hasil uji coba ahli evaluasi I diperoleh hasil uji validitas sebesar 75% (I), reliabilitas sebesar 50% (I), dan kepraktisan sebesar 75% (I). Revisi dilakukan pada aspek reliabilitas, yakni pada perbaikan aspek yang menjadi fokus penilaian pembacaan teks upacara yang meliputi aspek tekanan kata, nada, penjedaan. (b) Hasil uji coba ahli evaluasi II diperoleh hasil uji validitas sebesar 75% (I), reliabilitas sebesar 100% (I), dan kepraktisan sebesar 75% (I). (c) Hasil uji coba praktisi diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 91,6% (I). Revisi dilakukan pada prosedur penilaian, setiap satu siswa cukup membacakan satu teks upacara. (c) Hasil uji coba siswa diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 83,6% (I). Instrumen penilaian pembelajaran menceritakan kembali buku cerita anak terdiri atas tugas menceritakan kembali cerita anak dan rubrik penilaian. Hasil uji instrumen penilaian tersebut adalah sebagai berikut. (a) Hasil uji coba ahli evaluasi I diperoleh hasil uji validitas sebesar 50% (R), reliabilitas sebesar 75% (I), dan kepraktisan sebesar 75% (I). Revisi dilakukan pada aspek validitas, yakni pada penyesuaian aspek yang menjadi fokus penilaian pembelajaran menceritakan kembali cerita anak dengan konsep yang tertuang dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar (membaca komprehensif dan membaca estetis). (b) Hasil uji coba ahli evalusi II diperoleh hasil uji validitas sebesar 100% (R), reliabilitas sebesar 75% (I), dan kepraktisan sebesar 75% (I). (c) Hasil uji coba kepada praktisi diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 91,6% (I). Revisi dilakukan pada prosedur penilaian, yakni diadakan penilaian teman sejawat. (d) Hasil uji coba kepada siswa diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 83,3% (I). Instrumen penilaian pembelajaran mengomentari buku cerita anak terdiri atas tugas mengomentari buku cerita anak dan rubrik penilaian. Hasil uji instrumen penilaian tersebut adalah sebagai berikut. (a) Hasil uji coba ahli evaluasi I diperoleh hasil uji validitas sebesar 75% (I), reliabilitas sebesar 50% (I), dan kepraktisan sebesar 75% (I). Revisi dilakukan pada aspek reliabilitas, yakni pada perbaikan kriteria pada rubrik penilaian. (b) Hasil uji coba ahli evaluasi II diperoleh hasil uji validitas sebesar 75% (I), reliabilitas sebesar 100% (I), dan kepraktisan sebesar 75% (I). (c) Hasil uji coba praktisi diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 85,1% (I). (d) Hasil uji coba siswa diperoleh hasil uji kepraktisan sebesar 85,1% (I).

4  

 

PEMBAHASAN Hasil penelitian ini berupa instrumen penilaian pemebelajaran membaca kelas VII SMP. Instrumen yang dikembangkan terdiri atas instrumen penilaian pembelajaran membaca kamus, instrumen penilaian membaca cepat, instrumen penilaian pembelajaran membaca teks upacara, instrumen penilaian pembelajaran menceritakan kembali cerita anak, dan instrumen penilaian pembelajaran mengomentari buku cerita anak. Kajian terhadap masing-masing produk tersebut diuraikan di bawah ini. Kajian Produk Instrumen Penilaian Pembelajaran Membaca Kamus Aspek pertama yang menjadi penilaian kelayakan produk adalah validitas. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan validitas produk sebesar 82,1%, hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 100%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi validitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa instrumen penilaian yang dikembangkan sesuai dengan konsep membaca scanning seperti yang tertuang dalam SK dan KD. Alasan tersebut sejalan dengan pendapat bahwa tes membaca pemahaman akan memiliki validitas konstruk yang tinggi jika dikembangkan sesuai dengan konsep yang ada dalam kompetensi dasar (Harsiati, 2011:162). Adapun konsep yang menjadi fokus penilaian dalam produk ini mengacu pada konsep kecepatan membaca memindai kamus dan ketepatan menemukan makna kata. Kedua konsep yang menjadi fokus penilaian tersebut sesuai dengan karakteristik membaca scanning bahwa membaca scanning merupakan teknik membaca cepat dalam rangka mencari suatu informasi yang diperlukan dari sebuah teks bacaan atau buku secara tepat dan efisien dalam waktu yang singkat serta tidak terlalu banyak membuang waktu untuk mencari sesuatu yang tidak menunjang informasi yang diperlukan (Nurhadi, 2009:111). Aspek kedua yang menjadi penilaian kelayakan produk ini ialah reliabilitas. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan reliabilitas produk sebesar 88,1% dan hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 100%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi reliabilitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa deskriptor kriteria dan pedoman penyekoran yang dikembangkan dalam rubrik penilaian jelas, rinci, dan tidak menimbulkan multi tafsir. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Harsiati (2011:111) bahwa pedoman penyekoran yang kurang rinci atau multi tafsir menyebabkan keajegan hasil terganggu. Berkaitan dengan kejelasan deskriptor atau kriteria Muslich (2011:130) mengungkapkan bahwa sebuah kriteria haruslah dinyatakan secara jelas, dapat diamati, menyatakan tingkah laku, dan ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti. Aspek ketiga yang menjadi penilaian kelayakan produk instrumen penilaian pembelajaran membaca kamus ialah kepraktisan. Hasil uji ahli evaluasi I memperoleh tingkat kelayakan sebesar 75%, hasil uji ahli evaluasi II memperoleh tingkat kelayakan sebesar 100%, hasil uji praktisi memperoleh tingkat kelayakan sebesar 83,3%, dan hasil uji siswa memperoleh tingkat kelayakan sebesar 80%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi kepraktisannya subjek uji menilai bahwa produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan kemudahan penerapan instrumen dan

5  

 

pemeriksaan hasil tes, keefektifan waktu untuk menerapakan instrumen, dan kemudahan menerapkan instrumen sesuai dengan petunjuk. Alasan tersebut sesuai dengan pendapat Brown bahwa kepraktisan merujuk pada kemudahan dilaksanakannya alat penilaian dan berisi perintah yang jelas sehingga dapat diberikan atau diwakili oleh orang lain (dalam Harsiati, 2011:116). Berkaitan dengan alasan kemudahan pemeriksaan hasil tes hal tersebut sejalan dengan pendapat Muslich (2011:92) bahwa sebuah intrumen dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila mudah pemeriksaannya karena dilengkapi dengan pedoman skoring dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh orang lain. Kajian Produk Insrumen Penilaian Membaca Cepat Aspek pertama yang menjadi penilaian kelayakan produk adalah validitas. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan validitas produk sebesar 75% dan hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 100%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi validitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan instrumen penilaian yang dikembangkan mampu mengukur kemampuan membaca cepat karena sesuai dengan konsep membaca skimming seperti yang tertuang dalam SK dan KD. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Harsiati (2011:162) bahwa tes membaca pemahaman akan memiliki validitas konstruk yang tinggi jika dikembangkan sesuai dengan konsep yang ada dalam kompetensi dasar. Adapun konsep yang menjadi fokus penilaian pada instrumen penilaian ini ialah ketepatan menuliskan pokok-pokok isi bacaan dan ketepatan menuliskan kesimpulan isi bacaan. Kedua konsep yang menjadi fokus penilaian tersebut sesuai dengan konstruk membaca skimming bahwa konstruk membaca skimming meliputi memahami isi teks dalam waktu yang singkat (Harsiati, 2011:170). Konsep tentang pemahaman isi teks diwujudkan dengan cara menjawab pertanyaaan yang berhubungan dengan isi jawaban yakni, pokok-pokok isi jawaban dan kesimpulan isi bacaan. Sementara itu konsep kecepatan membaca tertuang dalam prosedur pelaksanaan penilaian, yakni dengan cara ditentukannya waktu dalam membaca teks yang sudah ditetapkan. Aspek kedua yang menjadi penilaian kelayakan produk pengembangan ini ialah reliabilitas. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan reliabilitas produk sebesar 75% dan hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 100%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi reliabilitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa deskriptor kriteria dan pedoman penyekoran yang dikembangkan dalam rambu-rambu penilaian jelas, rinci, dan tidak menimbulkan multi tafsir. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Harsiati (2011:111) bahwa pedoman penyekoran yang kurang rinci atau multi tafsir menyebabkan keajegan hasil terganggu. Aspek ketiga yang menjadi penilaian kelayakan produk ini ialah kepraktisan. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan sebesar 75%, hasil uji ahli II diperoleh tingkat kelayakan sebesar 100%, hasil uji praktisi diperoleh tingkat kelayakan kepraktisan sebesar 100%. Hasil uji siswa diperoleh tingkat kelayakan kepraktisan sebesar 80,7%. %. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi kepraktisannya subjek uji menilai bahwa produk layak

6  

 

diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan kemudahan penerapan instrumen dan pemeriksaan hasil tes, keefektifan waktu untuk menerapakan instrumen, dan kemudahan menerapkan instrumen sesuai dengan petunjuk. Alasan tersebut sesuai dengan pendapat Brown bahwa kepraktisan merujuk pada kemudahan dilaksanakannya alat penilaian dan berisi perintah yang jelas sehingga dapat diberikan atau diwakili oleh orang lain (dalam Harsiati, 2011:116). Berkaitan dengan alasan kemudahan pemeriksaan hasil tes hal tersebut sejalan dengan pendapat Muslich (2011:92) bahwa sebuah intrumen dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila mudah pemeriksaannya karena dilengkapi dengan pedoman skoring dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh orang lain. Kajian Produk Instrumen Penilaian Pembelajaran Membacakan Teks Upacara Aspek pertama yang menjadi penilaian kelayakan produk ialah validitas. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan validitas produk sebesar 75% dan hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 75%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi validitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa instrumen yang dikembangkan mampu mengukur kemampuan membaca teks upacara sesuai dengan konsep membaca lisan seperti yang tertuang dalam SK dan KD. Alasan tersebut sejalan dengan pendapat Harsiati (2011:162) bahwa tes membaca pemahaman akan memiliki validitas konstruk yang tinggi jika dikembangkan sesuai dengan konsep yang ada dalam kompetensi dasar. Adapun konsep yang menjadi fokus penilaian dalam produk ini mengacu pada konsep ketepatan membaca teks upacara dengan intonasi, ketepatan membaca teks upacara dengan pelafalan, dan ketepatan membaca teks upacara dengan volume suara. Ketiga konsep yang menjadi fokus penilaian tersebut sesuai dengan konstruk membaca lisan atau membaca nyaring bahwa membaca nyaring pada hakikatnya adalah proses melisankan sebuah tulisan dengan memperhatikan suara, intonasi, dan tekanan secara tepat, yang diikuti oleh pemahaman makna bacaan oleh pembaca (Pandawa, 2009:7). Aspek kedua yang menjadi penilaian kelayakan produk ini ialah reliabilitas. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan reliabilitas produk sebesar 50% dan hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 100%. Rata-rata hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi reliabilitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa deskriptor kriteria dan pedoman penskoran yang dikembangkan dalam rubrik penilaian jelas, rinci, dan tidak menimbulkan multi tafsir. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Harsiati (2011:111) bahwa pedoman penyekoran yang kurang rinci atau multi tafsir menyebabkan keajegan hasil terganggu. Berkaitan dengan kejelasan deskriptor atau kriteria Muslich (2011:130) juga mengungkapkan bahwa sebuah kriteria haruslah dinyatakan secara jelas, dapat diamati, menyatakan tingkah laku, dan ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti. Aspek ketiga yang menjadi penilaian kelayakan produk instrumen penilaian pembelajaran membaca cepat adalah kepraktisan. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan sebesar 75%, hasil uji ahli evaluasi II diperoleh

7  

 

tingkat kelayakan sebesar 75%, hasil uji ahli praktisi diperoleh tingkat kelayakan kepraktisan sebesar 91,6%. Hasil uji siswa diperoleh tingkat kelayakan kepraktisan sebesar 83,6%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi kepraktisannya subjek uji menilai bahwa produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan kemudahan penerapan instrumen dan pemeriksaan hasil tes, keefektifan waktu untuk menerapakan instrumen, dan kemudahan menerapkan instrumen sesuai dengan petunjuk. Alasan tersebut sesuai dengan pendapat Brown bahwa kepraktisan merujuk pada kemudahan dilaksanakannya alat penilaian dan berisi perintah yang jelas sehingga dapat diberikan atau diwakili oleh orang lain (dalam Harsiati, 2011:116). Berkaitan dengan alasan kemudahan pemeriksaan hasil tes hal tersebut sejalan dengan pendapat Muslich (2011:92) bahwa sebuah intrumen dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila mudah pemeriksaannya karena dilengkapi dengan pedoman skoring dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh orang lain. Kajian Produk Insrumen Penilaian Pembelajaran Menceritakan Kembali Cerita Anak Aspek pertama yang menjadi penilaian kelayakan produk ialah validitas. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan validitas produk sebesar 50% dan hasil uji ahli II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 100%. Rata-rata hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi validitasnya ahli evaluasi menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa instrumen penilaian yang dikembangkan mampu mengukur kemampuan menceritakan kembali cerita anak sesuai dengan konsep membaca komprehensif (kegiatan membacanya bertujuan untuk menangkap urutan peristiwa) dan membaca estetis (bahan bacaan berupa teks sastra) seperti yang tertuang dalam SK dan KD. Alasan tersebut sejalan dengan pendapat bahwa tes membaca pemahaman akan memiliki validitas konstruk yang tinggi jika dikembangkan sesuai dengan konsep yang ada dalam kompetensi dasar (Harsiati, 2011:162). Adapun konsep yang menjadi fokus penilaian dalam produk ini mengacu pada konsep kelengkapan isi cerita (alur/ peristiwa), kesesuaian tokoh dan penokohan, dan kesesuaian latar. Ketiga konsep yang menjadi fokus penilaian tersebut sesuai dengan konstruk membaca untuk menceritakan kembali, yakni dalam kegiatan menceritakan kembali setidaknya terdapat tiga hal yang dapat dinilai salah satunya ialah keruntutan mengorganisasikan teks (Sulistyo, 2003:46). Aspek kedua yang menjadi penilaian kelayakan produk ini ialah reliabilitas. Hasil uji ahli tahap pertama diperoleh tingkat kelayakan reliabilitas produk sebesar 75% dan hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 75%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi reliabilitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa deskriptor kriteria dan pedoman penyekoran yang dikembangkan dalam rubrik penilaian jelas, rinci, dan tidak menimbulkan multi tafsir. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Harsiati (2011:111) bahwa pedoman penyekoran yang kurang rinci atau multi tafsir menyebabkan keajegan hasil terganggu. Berkaitan dengan kejelasan deskriptor atau kriteria Muslich (2011:130) juga mengungkapkan bahwa sebuah kriteria haruslah dinyatakan

8  

 

secara jelas, dapat diamati, menyatakan tingkah laku, dan ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti. Aspek ketiga yang menjadi penilaian kelayakan produk instrumen penilaian pembelajaran menceritakan kembali cerita anak ialah kepraktisan. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan sebesar 75%, hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan sebesar 75%, hasil uji ahli praktisi diperoleh tingkat kelayakan kepraktisan sebesar 91,6%, hasil uji siswa diperoleh tingkat kelayakan kepraktisan sebesar 83,3%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi kepraktisannya subjek uji menilai bahwa produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan kemudahan penerapan instrumen dan pemeriksaan hasil tes, keefektifan waktu untuk menerapakan instrumen, dan kemudahan menerapkan instrumen sesuai dengan petunjuk. Alasan tersebut sesuai dengan pendapat Brown bahwa kepraktisan merujuk pada kemudahan dilaksanakannya alat penilaian dan berisi perintah yang jelas sehingga dapat diberikan atau diwakili oleh orang lain (dalam Harsiati, 2011:116). Berkaitan dengan alasan kemudahan pemeriksaan hasil tes hal tersebut sejalan dengan pendapat Muslich (2011:92) bahwa sebuah intrumen dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila mudah pemeriksaannya karena dilengkapi dengan pedoman skoring dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh orang lain. Kajian Produk Instrumen Penilaian Pembelajaran Mengomentari Buku Cerita Anak Produk instrumen penilaian pembelajaran mengomentari buku cerita anak yang dibaca terdiri atas tugas mengomentari buku cerita anak dan rubrik penilaian. Aspek pertama yang menjadi penilaian kelayakan produk ini ialah validitas. Berdasarkan hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan validitas produk sebesar 75% dan hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 75%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi validitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa tugas mengomentari buku cerita anak dan rubrik penilaian yang dikembangkan mampu mengukur kemampuan mengomentari buku cerita anak sesuai dengan konsep membaca komprehensif (kegiatan membacanya bertujuan untuk menilai isi bacaan) dan membaca estetis (bahan bacaan berupa teks sastra) seperti yang tertuang dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Alasan tersebut sejalan dengan pendapat Harsiati (2011:162) bahwa tes membaca pemahaman akan memiliki validitas konstruk yang tinggi jika dikembangkan sesuai dengan konsep yang ada dalam kompetensi dasar. Adapun konsep yang menjadi fokus penilaian dalam produk ini mengacu pada konsep ketepatan mengomentari isi cerita dari segi tokoh, latar, dan alur. Ketiga konsep yang menjadi fokus penilaian tersebut sesuai dengan konstruk membaca untuk menilai isi bacaan bahwa memberikan komentar terhadap isi teks cerita termasuk kategori responsi ekspresif, yakni siswa dituntut untuk mengubah suatu karya sastra ke dalam bentuk yang lain secara tertulis atau siswa diminta untuk merespon suatu karya sastra dengan memasukkan unsur opini siswa berdasarkan pengalaman/ pengetahuannya secara tertulis (Harsiati, 1991:143). Aspek kedua yang menjadi penilaian kelayakan produk ini ialah reliabilitas. Berdasarkan hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan

9  

 

reliabilitas produk sebesar 50% dan hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan validitas sebesar 100%. Rata-rata hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi reliabilitasnya ahli menilai produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan bahwa deskriptor kriteria dan pedoman penyekoran yang dikembangkan dalam rubrik penilaian jelas, rinci, dan tidak menimbulkan multi tafsir. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Harsiati (2011:111) bahwa pedoman penyekoran yang kurang rinci atau multi tafsir menyebabkan keajegan hasil terganggu. Berkaitan dengan kejelasan deskriptor atau kriteria Muslich (2011:130) juga mengungkapkan bahwa sebuah kriteria haruslah dinyatakan secara jelas, dapat diamati, menyatakan tingkah laku, dan ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti. Aspek ketiga yang menjadi penilaian kelayakan produk instrumen penilaian pembelajaran mengomentari buku cerita anak ialah kepraktisan. Hasil uji ahli evaluasi I diperoleh tingkat kelayakan sebesar 75%, hasil uji ahli evaluasi II diperoleh tingkat kelayakan kepraktisan sebesar 75%, hasil uji ahli praktisi diperoleh tingkat kelayakan kepraktisan sebesar 91,6%, hasil uji siswa diperoleh tingkat kelayakan sebesar 85,1%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dari segi kepraktisannya subjek uji menilai bahwa produk layak diimplementasikan. Penilaian tersebut didasarkan pada alasan kemudahan penerapan instrumen dan pemeriksaan hasil tes, keefektifan waktu untuk menerapakan instrumen, dan kemudahan menerapkan instrumen sesuai dengan petunjuk. Alasan tersebut sesuai dengan pendapat Brown bahwa kepraktisan merujuk pada kemudahan dilaksanakannya alat penilaian dan berisi perintah yang jelas sehingga dapat diberikan atau diwakili oleh orang lain (dalam Harsiati, 2011:116). Berkaitan dengan alasan kemudahan pemeriksaan hasil tes hal tersebut sejalan dengan pendapat Muslich (2011:92) bahwa sebuah intrumen dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila mudah pemeriksaannya karena dilengkapi dengan pedoman skoring dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh orang lain. Kesimpulan dan Saran Penelitian pengembangan ini menghasilkan produk berupa instrumen penilaian pembelajaran membaca kamus, membaca cepat, membaca teks upacara, menceritakan kembali cerita anak, dan mengomentari buku cerita anak. Instrumen penilaian membaca kamus teridiri atas tugas membaca kamus dan rubrik penilaian. Instrumen penilaian membaca cepat terdiri atas tes subjektif dan ramburambu jawaban. Instrumen penilaian membaca teks upacara teridiri atas tugas membaca teks upacara dan rubrik penilaian. Instrumen penilaian menceritakan kembali cerita anak terdiri atas tugas menceritakan kembali cerita anak dan rubrik penilaian. Instrumen penilaian mengomentari buku cerita anak terdiri tugas mengomentari buku cerita anak dan rubrik penilaian. Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan kepada ahli evaluasi, ahli praktisi, dan siswa dapat disimpulkan bahwa dari segi validitas, reliabilitas, dan kepraktisanya secara keseluruhan produk layak diimplementasikan. Hasil pengembangan produk dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak dalam melakukan pembelajaran membaca kelas VII. Dengan adanya alat penilaian pembelajaran membaca yang valid, reliabel, dan praktis guru dapat mengetahui kemajuan hasil belajar peserta didik dengan baik sehingga guru dapat

10  

 

mengambil langkah yang tepat untuk pembelajaran membaca selanjutnya. Selain itu, dengan adanya hasil penilain yang akurat guru dapat memberikan umpan balik untuk perbaikan proses pembelajaran membaca dan memotivasi siswa untuk belajar lebih baik lagi. Oleh karena itu, guru disarankan untuk dapat memanfaatkan instrumen penilaian pembelajaran membaca ini sebagai alat untuk menilai kemampuan membaca siswa kelas VII. Selain guru, instrumen penilaian ini juga disarankan untuk dibaca dan dipelajari oleh peneliti lain. Produk instrumen penilaian pembelajaran membaca ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dan sumber inspirasi dalam mengembangkan instrumen penilaian pembelajaran bahasa Indonesia yang lebih baik lagi. Tidak hanya itu, peneliti lain juga dapat mengembangkan instrumen penilaian pada keterampilan dasar dan kompetensi dasar lainnya. Peneliti lain disarankan untuk mengembangkan instrumen penilaian bahasa Indonesia demi pelaksanaan penilaian yang lebih baik lagi agar mampu mengukur kemampuan siswa dengan sebenarnya. Produk instrumen penilaian pembelajaran membaca kelas VII SMP dapat disebarluaskan melalui MGMP. Hasil pengembangan produk pengembangan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi guru-guru Bahasa Indonesia yang tergabung dalam forum guru mata pelajaran. Pemanfaatan produk instrumen penilaian pembelajaran membaca ini dapat dilakukan dengan menyebarluaskan instrumen melalui forum MGMP sehingga guru-guru yang tergabung dalam MGMP dapat memperoleh gambaran baru tentang contoh-contoh instrumen penilaian pembelajaran membaca yang dikembangkan oleh peneliti. Hasil pengembangan penelitian ini juga disarankan untuk dapat dibaca, dipelajari, dan dimanfaatkan oleh semua pihak yang merasa perlu akan instrumen penilaian pembelajaran membaca. Dengan demikian, peneliti dapat memperoleh masukan berupa saran balik yang dapat menjadi masukan bagi peneliti untuk mengembangkan instrumen penilaian yang lebih baik lagi.

DAFTAR RUJUKAN Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Harsiati, Titik. 1991. Evaluasi Pengajaran Sastra. Malang: Depdikbud. Harsiati, Titik. 2011. Penilaian dalam Pembelajaran (Aplikasi pada Pembelajaran Membaca dan Menulis). Malang: Universitas Negeri Malang. Muslich, Masnur. 2011. Authentic Assesment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: Refika Aditama. Nurhadi. 2009. Dasar-Dasar Teori Membaca. Malang: Universitas Negeri Malang. Pandawa, Nurhayati. 2009. Pembelajaran Membaca. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sulistyo, Gunadi. 2003. Pengantar Teori dan Praktek Pengembangan Tes Bagi Guru Bahasa Inggris SD. Malang: Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Uno, Hamzah. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.  

11