Benua. Gunung Laut. Paparan. Benua. PENGETAHUAN DASAR. PESISIR DAN
... serta Samudera Pasifik dan Hindia, dengan kompleksitas geologis dengan ...
Anugerah Nontji Mohammad Kasim Moosa
Bersahabat dengan terumbu karang berarti menyelamatkan
PENGETAHUAN DASAR PESISIR DAN LAUT
alam dan diri kita sendiri.
10 UNTUK SMA KELAS
DAN SEDERAJAT
Daratan
Permukaan Air Laut
Paparan Benua
k terduga. a d ti g n a t a d a n a c n e B
A yo kit a si a g a!
Lereng Benua
Abisal
Bukit Laut
Gunung Laut Palung
Pengetahuan Dasar Pesisir dan Laut Anugerah Nontji, Mohammad Kasim Moosa, Jakarta, COREMAP - LIPI, 2008 ISBN 978-979-1267-33-5
Pengetahuan Dasar Pesisir dan Laut Hak Cipta dilindungi Undang-undang Diterbitkan oleh COREMAP - LIPI ii
Kata Pengantar Indonesia, sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau melebihi 17.000 dan garis pantai lebih dari 81.000 km. Posisinya di antara Benua Asia dan Australia, serta Samudera Pasifik dan Hindia, dengan kompleksitas geologis dengan perbenturan lempeng Eurasia, Filipina, Pasifik, dan lempeng Samudera Hindia-Australia, memberikan anugerah kepada Indonesia untuk memiliki keanekaragaman hayati paling kaya di dunia. Keanekaragaman hayati yang memberikan manfaat sangat besar bagi masyarakat, di antaranya dipersembahkan oleh ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Keanekaragaman hayati laut Indonesia dari segi sosial, ekonomi, dan ekologi tidak hanya besar maknanya bagi penduduk Indonesia, namun juga berperan penting dalam dimensi global. Indonesia adalah tempat ideal untuk pertumbuhan karang, dengan luas total terumbu karang Indonesia mencapai 85.707 km2 atau sekitar 14% luas terumbu karang dunia (Tomascik dkk, 1997). Keanekaragaman hayati terumbu karang Indonesia tercermin dari 2.057 jenis ikan karang, 2.500 jenis moluska, 461 jenis karang batu, serta berbagai jenis hewan dan tumbuhan laut lainnya yang mengisi kekayaan hayati laut. Kekayaan yang melimpah dari ekosistem terumbu karang saja menyajikan potensi US$ 1.647 juta per tahun (Burke dkk. 2002), dari sektor perikanan, pariwisata, bahan baku obat-obatan dan industri, pertahanan pantai, hingga pendidikan dan penelitian. Namun sejalan dengan waktu, degradasi kondisi laut terus berlanjut ke tingkat parah. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi terumbu karang yang paling baik di Indonesia belum beranjak dari kisaran 6,69% (Suharsono, LIPI 2003). Upaya-upaya pelestarian terumbu karang serta ekosistem laut lainnya, memerlukan usaha yang lebih keras, namun juga perlu mendukung kesejahteraan masyarakat dengan pemanfaatnya secara lestari. Mata rantai keserakahan dan kemiskinan menjadi perhatian utama dalam upaya pemulihan kondisi karang serta pengelolaan sumber daya laut yang lestari. Kemiskinan terbesar berada pada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, di mana ironisnya sumber daya alam dan potensinya seyogyanya berlimpah ruah. Tingkat pendidikan yang sangat rendah juga memperburuk kondisi tersebut, di mana jumlah tertinggi penduduk pulau lokasi pilot COREMAP (Kepulauan Riau, Taka Bonerate, Biak) yang meneruskan pendidikan hingga perguruan tinggi hampir mencapai 0% (TNS/JHUCCP/COREMAP LIPI, 2001). Terbatasnya akses informasi ilmiah yang mendukung pemberdayaan masyarakat, serta disorientasi pembangunan laut yang masih bersifat kedaratan, menjadi beban tambahan masyarakat miskin pesisir. Melalui pendidikan masyarakat; formal, non formal, maupun informal konsisten dan berkelanjutan, didukung aspek penegakan hukum, pengelolaan partisipatif oleh masyarakat, serta dukungan ilmiah dari segala pihak, maka pemutusan mata rantai yang menjadi penyebab utama degradasi sumber daya laut, menjadi hal yang sangat mungkin untuk diwujudkan. Kegiatan Pendidikan Kelautan yang diprakarsai oleh LIPI COREMAP sejak awal tahun 2000 meliputi rangkaian lokakarya guru dan praktisi pendidikan, Diknas, LSM lingkungan laut, pihak swasta, dan pakar kelautan, yang kemudian dimantapkan dalam bentuk matriks iii
Kurikulum Kelautan Berbasis Kompetensi pada tahun 2002 untuk tingkat Sekolah Dasar dan Sederajat, dengan bimbingan tim pusat kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, serta digubah menjadi Seri Buku “Pesisir dan Laut Kita” untuk kelas 1 hingga 6 SD, beserta panduan guru. Sejalan dengan tingginya kebutuhan materi pendidikan di jenjang SMP dan SMA, LIPI juga memulai upaya penulisan buku melalui proses lokakarya guru serta diskusi dengan pakar dan praktisi lingkungan laut, dan mempererat kerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional, utamanya Pusat Kurikulum. Buku inilah yang kemudian diharapkan menjadi acuan belajar siswa dan guru dalam meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang kelautan. Buku ini memuat pengayaan materi yang terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan laut, baik dari ekologi, fisika, kimia, dan biologi, hingga menyentuh aspek sosial budaya, serta ekonomi. Diharapkan buku ini dapat memberikan panduan yang komprehensif bagi siswa dalam melihat berbagai sisi pengelolaan laut yang harus terintegrasi satu sama lainnya. Selain memberikan pemahaman berbagai aspek pengelolaan wilayah pesisir, buku ini juga membuka mata siswa dan guru untuk ikut serta berupaya mengurangi risiko bencana yang kerap terjadi di wilayah pesisir. Terlahirnya buku seri pengetahuan laut tingkat SMP dan SMA ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Karenanya, LIPI menyampaikan penghargaan dan terima kasih terutama kepada tim penulis buku yang telah bekerja keras menuangkan pemikiran serta pengetahuannya dalam sajian yang interaktif dan menarik, sehingga mudah digunakan oleh siswa maupun guru. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Kurikulum yang senantiasa mendukung inisiatif ini, serta mendukung sosialisasi pengetahuan kelautan dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi atau kurikulum tingkat satuan pendidikan. Terima kasih kami sampaikan kepada lembaga pemerintah maupun non pemerintah, beserta guru-guru dan sekolah yang turut membantu proses penyempurnaan buku ini. Menjadi sebuah harapan besar, bahwa buku seri pengetahuan laut ini akan turut memberikan kontribusi yang bermakna untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang handal dalam mengelola lingkungan lautnya secara arif hingga generasi-generasi berikutnya. Jakarta, 28 Desember 2007 Direktur CRITC COREMAP LIPI Prof. Dr. Ono Kurnaen Sumadhiharga, MSc
iv
Kata Sambutan Indonesia merupakan salah satu negara bahari yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Potensi tersebut antara lain sebanyak 14 % terumbu karang dunia tersebar di wilayah Indonesia dan lebih dari 2.500 jenis ikan dan 500 jenis karang hidup di dalamnya. Kekayaan dan keanekaragaman jenis biota laut tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal secara berkelanjutan dalam membangun Indonesia menjadi salah satu negara bahari terbesar di dunia. Pusat Kurikulum Balitbang Diknas bekerja sama dengan Bagian Pendidikan dan Komunikasi Masyarakat yang bernaung dalam Program Pelestarian Terumbu Karang Nasional (COREMAP-LIPI) telah berupaya untuk menyusun bahan ajar sehingga menghasilkan buku serial “Pesisir dan Laut Kita” untuk jenjang SMP dan SMA. Upaya serupa telah dilakukan untuk jenjang Sekolah Dasar dan bahan tersebut juga dipergunakan pada sekolah binaan dan sekolah di wilayah lain. Harapannya buku tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk wilayah yang lebih luas lagi. Buku ini disusun sebagai salah satu upaya mengimplementasikan hasil riset peneliti kelautan yang diselaraskan dengan riset bidang sosial dan diperkaya dengan pengalaman di lapangan. Buku ini disusun dengan memperhatikan perkembangan intelektual peserta didik. Penyajian buku meliputi informasi konsep sebagai gambaran keluasan dan kedalaman materi yang dipandu dengan peta konsep dan tugas mandiri agar peserta didik mengkonstruksi sendiri konsep dan menguasai keterampilan dasar, serta rubrik untuk memperluas pemahaman mereka. Selain itu disajikan soal agar peserta didik dapat merefleksikan tingkat pemahaman mereka terhadap materi dalam bab. Dengan demikian peserta didik akan memiliki kompetensi dasar yang tidak hanya berupa pengetahuan yang statis, tetapi dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka sehingga mendukung upaya pelestarian sumber daya laut. Buku serial “Pesisir dan Laut Kita” diharapkan dapat dijadikan bahan ajar untuk diintegrasikan dalam mata-mata pelajaran yang terdapat dalam Standar Isi yang dioperasionalkan dalam KTSP atau menjadi muatan lokal. Buku ini dapat dipergunakan baik di wilayah yang memiliki karakteristik kelautan atau di wilayah lainnya sebagai buku pengayaan. Bahan ajar ini tidak menutup kemungkinan akan lebih diperkaya sesuai dengan kondisi serta kebutuhan wilayah setempat. Dengan disusunnya buku ini diharapkan akan dapat mempersiapkan generasi muda yang memiliki pengetahuan dan kompetensi dasar dalam bidang kelautan. Diharapkan mereka juga memiliki sikap mental yang baik untuk mencintai dan melestarikan lingkungan mereka yang pada akhirnya akan turut meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Jakarta, Desember 2007 Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Dra. Diah Harianti, M.Psi
Daftar Isi Kata Pengantar LIPI Depdiknas
iii v
Bab 1 Pengertian Tentang Laut
1
A. Karakteristik Laut B. Laut dan Samudera di Dunia C. Laut Nusantara 1. Laut Banda 2. Laut Flores 3. Laut Sawu 4. Laut Maluku 5. Laut Arafura 6. Laut Sulawesi 7. Laut Jawa 8. Laut Cina Selatan 9. Selat Makassar 10. Selat Sunda D. Pembagian Perairan dan Statusnya 1. Perairan Pedalaman 2. Perairan Kepulauan 3. Perairan Teritorial 4. Zona Tambahan 5. Zona Ekonomi Eksklusif/Landas Kontinen
2 3 5 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 8 8 9
Bab 2 Dasar Laut 12 A. B. C. D.
Perbandingan Darat dan Laut Topografi Dasar Laut Pengukuran Kedalaman Topografi Dasar Laut di Indonesia 1. Paparan Sunda 2. Paparan Sahul 3. Laut-Dalam di Indonesia
14 15 16 17 17 18 19
Bab 3 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia di Badan Laut 26 A. Suhu 1. Pengukuran suhu 2. Variasi suhu di laut vi
28 28 29
B. Salinitas 1. Garam dan salinitas 2. Penentuan salinitas 3. Variasi salinitas 4. Salinitas permukaan di Indonesia 5. Dampak perubahan salinitas pada perikanan C. Gas Terlarut dalam Laut 1. Oksigen 2. Karbon dioksida D. Cahaya 1. Penetrasi cahaya ke dalam laut 2. Zonasi vertikal 3. Pengukuran cahaya 4. Warna air laut E. Tekanan Hidrostatik
30 30 31 31 32 33 34 34 35 35 35 35 36 36 37
Bab 4 Dinamika Laut 44 A. Arus Laut 1. Pengukuran arus laut 2. Pola arus laut 3. Upwelling dan downwelling 4. Arlindo (Arus Lintas Indonesia) B. Gelombang 1. Penyebab terjadinya gelombang 2. Model gelombang sederhana 3. Gelombang angin 4. Gelombang tsunami C. Pasang Surut 1. Model pasang-surut 2. Kisaran pasang-surut 3. Pasang-surut purnama dan perbani 4. Pola pasang surut 5. Arus pasang-surut 6. Ramalan pasang surut D. Cuaca dan Laut 1. Siklon tropis 2. Angin Musim (Muson) 3. Angin Laut dan Angin Darat 4. El Nino dan La Nina
46 46 47 49 51 52 52 52 54 55 58 58 59 60 61 61 62 62 62 63 65 65
Daftar Pustaka 72 vii
Bab 1 Pengertian Tentang Laut
Standar Kompetensi • Mampu memahami pengetahuan tentang laut.
Kompetensi Dasar • Mampu menceritakan pengertian tentang laut. • Mampu menjelaskan laut dunia. • Mampu mendeskripsikan laut nusantara. • Mampu menjelaskan status hukum perairan nusantara.
Peta Konsep Pengertian tentang Laut MENCAKUP
Karakteristik Laut Laut & Samudera di Dunia Laut Nusantara TERDIRI DARI
Laut Banda Laut Flores Laut Sawu Laut Maluku Laut Arafura Laut Sulawesi Laut Jawa Laut Cina Selatan Selat Makassar Selat Sunda
Pembagian Perairan dan Statusnya TERDIRI DARI
Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Perairan Teritorial Zona Tambahan Zona Ekonomi Eksklusif/ Landas Kontinen
A. Karakteristik Laut Sebagian besar bumi terdiri dari air yang hampir semuanya (98%) berupa laut dan es. Air tawar yang terdapat di danaudanau dan sungai-sungai volumenya sangat kecil sekitar 0,036%, sedangkan air tanah sekitar 0,365%. Gletser (salju yang mengeras) dan es yang menutupi permukaan bumi mengandung sekitar 1,641% dari seluruh air yang terdapat di bumi. Selain air, bumi juga mengandung gas, tetapi volumenya sangat kecil.
Laut adalah suatu massa air asin yang menutupi sebagian besar permukaan bumi. Laut menutupi sekitar 71% permukaan bumi dengan kedalaman rata-rata 3.795 meter, sedangkan 29% sisanya merupakan darat an dengan ketinggian rata-rata 840 meter. Kalau semua daratan dimasukkan ke dalam laut maka bumi akan merupakan sebuah bulatan dengan permukaan yang rata dan seluruhnya tertutup oleh air dengan keda laman rata-rata 2.686 meter. Massa air yang sangat besar ini (137 x 107 km3) terbentuk dalam kurun waktu geologik bumi yang sa ngat lama. Suhu rata-rata bumi adalah 16°C, yang mengalami perubahan tahunan (karena mu sim) dan perubahan siang dan malam. Suhu bumi yang demikian memungkinkan air bisa ditemukan dalam tiga fase, yaitu gas, cair, dan padat.
Air laut terdiri dari 96,5% air dan 2,5% garam. Air laut juga mengandung substansi lain, termasuk senyawa organik dan anorganik terlarut, serta gas yang berasal dari udara. Ion yang paling banyak terdapat adalah klor (Cl-), natrium (Na+), sulfat (SO24-), magnesium (Mg2+), kalsium (Ca2+), dan kalium (K+). Di dalam air laut juga terlarut berbagai unsur kimia lain, seperti karbon anorganik, bromida, boron, strontium, dan fluor. Selain itu masih terdapat pula fosfor anorganik dan nitrogen anorganik yang me rupakan unsur penting karena dibutuhkan oleh organisme laut untuk pertumbuhan. Air laut juga mengandung berbagai senyawa or ganik terlarut, seperti karbohidrat, asam amino, dan butiran-butiran yang kaya akan unsur-unsur organik. Komposisi air laut yang seperti ini dikarenakan oleh adanya berbagai mekanisme transportasi. Senyawa-senyawa terlarut dan butiran-butiran masuk ke dalam laut melalui sungai-sungai. Butiran-butiran juga bisa dibawa oleh angin sampai ke te ngah lautan, sangat jauh dari sumbernya di daratan. Senyawa-senyawa kimia juga bisa masuk ke dalam perairan laut melalui celahcelah hidrotermal yang berada di kedalaman dasar laut.
B. Laut dan Samudera di Dunia Ilmuwan mengenal tiga samudera utama dunia, yaitu Samudera Pasifik, Samudera Atlantik, dan Samudera Hindia. Batas ketiga samudera ini berada di lintang selatan. Ba tas yang memisahkan Samudera Atlantik dengan Samudera Hindia membentang mu lai dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan ke Benua Antartika. Batas yang memisahkan Samudera Atlantik dengan Samudera Pasifik membentang dari ujung Amerika Selatan (Tanjung Tanduk) ke arah Benua Antartika. Sedangkan yang memisahkan Samudera Pa sifik dengan Samudera Hindia adalah perair an Indonesia dan melalui Australia menjurus ke selatan ke Benua Antartika. Ada yang menganggap bahwa samudera yang mengelilingi Benua Antartika sebagai Samudera Selatan. Samudera Pasifik meru pakan samudera yang terluas, menutupi hampir sepertiga permukaan bumi. Luas samudera ini, tidak termasuk laut-laut yang berbatasan dengannya, adalah 165.250.000 km2. Kedalaman rata-rata Samudera Pasifik adalah 4.280 meter dengan bagian yang terdalam, yaitu Palung Mariana, terletak di sebelah timur Filipina, mencapai kedalaman 11.034 meter.
Samudera Atlantik merupakan samude ra terluas kedua. Luas samudera ini, tidak termasuk laut-laut yang berbatasan dengan nya, adalah 82.440.000 km2. Jika ditambah dengan laut-laut yang berbatasan dengannya maka luasnya menjadi 106.460.000 km2. Ke dalaman rata-rata Samudera Atlantik adalah 3.300 meter dengan bagian yang terdalam, yaitu Palung Puerto Rico, mencapai 8.380 meter. Samudera Hindia adalah samudera ter luas ketiga, menutupi kira-kira seperlima luas samudera dunia. Samudera Hindia membentang sepanjang lebih dari 10.000 km antara ujung selatan Afrika sampai ujung selatan Australia tanpa mempunyai laut-laut pinggiran. Luas Samudera Hindia sekitar 73.440.000 km2. Kedalaman rata-rata Sa mudera Hindia adalah 3.888,90 m dengan bagian terdalam berada di selatan Jawa yang dikenal sebagai Palung Jawa dengan kedalaman 7.450 meter. Samudera Arktika yang terletak di sebe lah utara dianggap merupakan bagian dari Samudera Atlantik. Meskipun samudera ini yang terkecil dengan luas sekitar 14.090.000 km2, namun masih sekitar lima kali luas laut terbesar, yaitu Laut Mediteranea (Laut Te ngah). Bagian yang paling dalam dari Samu dera Arktika adalah sekitar 5.502 meter, dengan kedalaman ra ta-ratanya hanya seki tar 600 meter. Samudera Antar tika, seringkali disebut juga sebagai Samudera Selatan yang meru Gambar 1-1 Peta Samudera Dunia. (Sumber: M. Kasim Moosa)
pakan bagian selatan dari Samudera Pasifik, Samudera Atlantik, dan Samudera Hindia. Sa mudera ini mengitari benua Antartika. Jarak terdekat dari samudera ini dengan Amerika Selatan adalah di Selat Drake yang lebarnya hanya 1.000 km, terletak antara Amerika Selatan dan ujung benua Antartika. Di antara laut-laut yang ada di dunia, Laut Tengah atau dikenal sebagai Laut Me diteranea merupakan laut yang terbesar di dunia. Laut ini membentang mulai dari Selat Gibraltar (disebut juga Selat Jabal Tariq) di sebelah barat ke arah timur sampai ke Teluk Iskenderun di barat daya Turki. Panjang laut ini 4.000 km, sedang lebar rata-ratanya ada lah sekitar 900 km diukur dari Pantai Libia di selatan dan Yugoslavia di utara; dan bagian tersempit yaitu Selat Gibraltar yang terletak antara Spanyol dan Maroko, lebarnya hanya 15 km. Luas Laut Tengah, termasuk Laut Marmara, adalah 2.510.000 km2. Beberapa laut lain yang terkenal adalah Laut Merah yang membentang dari Suez di Mesir sampai ke Selat Babel-Mandep de ngan bentangan sepanjang 1.930 km. Laut Merah merupakan laut terbuka dengan ka dar garam yang sangat tinggi. Luas laut ini sekitar 450.000 km2, dengan bagian terda lam 3.040 meter. Laut ini diberi nama Laut Merah dikarenakan pada musim-musim ter tentu terjadi ledakan populasi alga biru ke hijauan Trichodesmium erythraeum, yang apabila akan mati berubah warna menjadi merah kecokelatan. Laut Kaspi, Laut Hitam, dan Laut Mati merupakan badan air yang berada di darat an. Laut Kaspi dan Laut Hitam merupakan badan air yang sangat luas. Laut Kaspi ter letak di wilayah Rusia, sedangkan Laut Hi
Gambar 1-2 Orang bisa berenang di Laut Mati dengan mudah karena kadar garam yang tinggi. (Sumber: www.people.fas.harvard.edu)
tam berbatasan dengan beberapa negara di Eropa Timur dan Asia. Luas Laut Kaspi se kitar 386.400 km2 dengan bagian yang pa ling dalam mencapai 1.025 meter. Luas Laut Hitam sekitar 422.000 dengan kedalaman maksimum 2.210 meter. Laut Mati merupa kan perairan dengan kadar garam yang sa ngat tinggi, terletak antara Israel, Jordania, dan Tepi Barat jalur Gaza, Palestina. Laut ini terletak 400 meter di bawah permukaan laut. Luas Laut Mati sekitar 1.020 km2 dengan bagian terdalam mencapai 400 meter.
C. Laut Nusantara Kepulauan Indonesia membentang dari 6º Lintang Utara sampai 10º Lintang Selatan dan dari 95º Bujur Timur sampai 142º Bujur Timur, terdiri dari 17.508 buah pulau dengan panjang garis pantai 80.791 km. Sekitar 78% wilayah Indonesia tertutup oleh air laut de ngan dua buah paparan dangkal, yaitu Pa paran Sunda di sebelah barat dan Paparan Sahul di sebelah timur yang keduanya dipi sahkan oleh Laut Banda yang dalam. Bebe rapa laut dan selat yang terdapat di perairan Nusantara yang terpenting adalah:
1. Laut Banda
Gambar 1-3 Pantai Laut Banda.
Laut Banda merupakan bagian dari per airan Nusantara yang di bagian sebelah uta ranya terdapat pulau-pulau Buru, Sula, Am bon, dan Seram; di bagian selatan terdapat pulau-pulau Wetar, Babar, Alor, Timor, dan Tanimbar; di bagian timur terdapat pulau-pu
lau Aru; dan di bagian barat terdapat pulaupulau Wakatobi (Wangi-Wangi, Kaledupa, To mea, dan Binongko). Luas Laut Banda sekitar 470.000 km2 dengan bagian yang terdalam mencapai 5.800 meter.
LAUT CINA SELATAN THAILAND
Perairan Nusantara
FILIPINA
SAMUDERA PASIFIK
BRUNEI DARUSSALAM
MALAYSIA BARAT
ZON A
LAUT SULAWESI
MALAYSIA TIMUR
SELAT
SINGAPURA
EKO
NOM
I EK
IND
ONE
SIA
LAUT JAWA
SELAT
MAKA
ATA
SSAR
KARIM
LAUT MALUKU
SKL USIF
LAUT BANDA PNG
Garis batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
ZON A
EKON
OMI
LAUT ARAFURA EKSK
LUSIF
INDO
NESIA
LAUT SAWU
TIMOR LESTE
SAMUDERA HINDIA
AUSTRALIA
Garis batas perairan teritorial Indonesia ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
PERAIRAN NUSANTARA
GARIS BATAS PERAIRAN TERITORIAL INDONESIA
Gambar 1-4 Kepulauan Indonesia dengan garis batas perairan.
2. Laut Flores Laut Flores di sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi, sedang di sebelah selatan berbatasan dengan Nusa Tenggara. Luas Laut Flores sekitar 240.000 km2 dengan bagian yang paling dalam mencapai 5.140 meter.
3. Laut Sawu Laut Sawu di bagian utaranya terdapat pulau-pulau Flores, Solor, Lomblen, Pantar, dan Alor, sedangkan di bagian selatannya terdapat pulau-pulau Sumba, Roti, Sawu, dan Timor. Luas Laut Sawu sekitar 105.000 km2, titik terdalam dari laut ini adalah 3.470 m yang terletak di sebelah selatan Pulau Pantar.
4. Laut Maluku Laut Maluku berbatasan dengan Sula wesi di sebelah barat, Halmahera di sebelah timur, dan pulau-pulau Sula di sebelah sela tan. Luas Laut Maluku sekitar 200.000 km2 dengan bagian terdalam berada dekat Pulau Bacan, yaitu 4.810 meter.
5. Laut Arafura Luas Laut Arafura sekitar 650.000 km2. Laut ini membentang ke arah timur menca
kup wilayah Australia Utara dan selatan Papua Niugini. Laut ini pada umumnya dangkal de ngan kedalaman rata-rata berkisar antara 50 sampai 80 meter. Bagian yang terdalam men capai 3.660 meter mendekati Pulau Aru.
6. Laut Sulawesi Laut Sulawesi berbatasan dengan Kepu lauan Sulu dan Pulau Mindanao di Filipina di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan pulau-pulau Sangir, di sebelah barat dengan Kalimantan, dan di sebelah selatan dengan Sulawesi. Laut ini membentang se panjang 675 km utara-selatan dan 837 km barat-timur, dengan luas permukaan air mencapai 280.000 km2. Lebih dari separuh luasnya, laut ini mempunyai kedalaman me lebihi 4.000 meter dengan bagian yang pa ling dalam mencapai 6.220 meter. Ke arah selatan, Laut Sulawesi berhubungan dengan Selat Makassar.
7. Laut Jawa Laut Jawa berbatasan dengan Kaliman tan di sebelah utara, Pulau Jawa di sebelah selatan, di sebelah timur dengan ujung se latan Selat Makassar, dan di sebelah barat de ngan Selat Sunda serta Pulau Bangka dan Be litung. Laut Jawa membentang dari barat ke timur sepanjang 1.450 km dan dari utara ke selatan sepanjang 420 km. Luas Laut Jawa se kitar 1.790.000 2 km , dengan ke dalaman rata-rata 46 meter.
Gambar 1-5 Laut di Indonesia.
(Sumber: M. Kasim Moosa)
8. Laut Cina Selatan Laut Cina terbagi menjadi dua, yaitu Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur. Sebagian dari Laut Cina Selatan yang terletak antara Kalimantan dan Semenanjung Malaya meru pakan wilayah perairan Indonesia. Di sebelah barat, Laut Cina Selatan berbatasan dengan daratan Asia, di sebelah selatan dengan Sumatera dan Kalimantan, dan di sebelah timur dengan Kalimantan dan Filipina, se dangkan batas utaranya adalah bagian utara Taiwan dan Provinsi Fukien di Cina. Laut Cina merupakan laut tepi dari Samudera Pasifik yang sangat luas dengan perkiraan luasnya mencapai 3.685.000 km2, dengan kedalaman rata-rata 1.060 meter. Bagian yang terdalam dari Laut Cina Selatan, yang disebut sebagai Basin Laut Cina, adalah 5.016 meter.
rat. Lebar selat ini yang tersempit adalah 130 km dan yang terlebar mencapai 370 km.
10. Selat Sunda Selat Sunda terletak antara Jawa dan Su matera, mempunyai lebar yang sangat ber variasi, lebar yang tersempit adalah 26 km, sedangkan yang terlebar mencapai 110 km.
9. Selat Makassar Selat Makassar merupakan sebuah selat yang sempit dan dalam dengan panjang se kitar 800 km. Selat ini diapit oleh Sulawesi di sebelah timur dan Kalimantan di sebelah ba
Gambar 1-6 Selat Sunda dengan latar belakang Gunung Krakatau. (Sumber: www.gso.uri.edu)
D. Pembagian Perairan dan Statusnya Wilayah perairan Indonesia, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif, mempunyai status hukum yang berbeda-beda. Perairan Indo nesia dibagi dalam dua bagian, yaitu perairan dengan status hukum kedaulatan penuh (ti dak dibebani oleh hak dan kewajiban inter nasional), yaitu perairan yang disebut de ngan Perairan Pedalaman dan yang kedua adalah perairan dengan status hukum kedau latan yang tunduk pada ketentuan Konvensi Hukum Laut Tahun 1982.
1. Perairan Pedalaman Perairan Pedalaman atau “internal wa ters” merupakan bagian dari Perairan Indo nesia yang memiliki status hukum sebagai
wilayah kedaulatan penuh negara, dan oleh karena itu tidak memiliki beban hak dan kewajiban apa pun dari masyarakat interna sional sebagaimana diatur dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982.
2. Perairan Kepulauan Perairan kepulauan merupakan bagian dari Perairan Indonesia yang memiliki status hukum sebagai wilayah kedaulatan negara yang tunduk pada ketentuan Konvensi Hu kum Laut, dan oleh karena itu memiliki beban hak dan kewajiban tertentu sebagaimana di atur dalam ketentuan Konvensi Hukum Laut. Perairan ini pada dasarnya terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan.
3. Perairan Teritorial Perairan teritorial merupakan bagian da ri Perairan Indonesia yang memiliki status hukum sebagai wilayah kedaulatan negara, akan tetapi tunduk pada ketentuan Konvensi Hukum Laut dan oleh karena itu memiliki be ban hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan Konvensi Hukum Laut. Perairan ini terletak di luar daratan dan Per airan Pedalaman dan di luar Perairan Kepu lauan yang dibatasi oleh garis-garis pangkal kepulauan. Perairan teritorial merupakan produk hukum kewilayahan yang paling mendasar dan tertua. Perairan teritorial lahir dari pertumbuhan hukum kewilayahan yang bersumber dari hak-hak atas sumber alam, hak atas keamanan negara, dan hak atas ko munikasi perhubungan.
Sedangkan semua pihak baik asing mau pun subjek hukum Indonesia yang berada di kawasan ini, baik dalam rangka menuju Per airan Indonesia ataupun yang akan mening galkan Perairan Indonesia, wajib untuk tun duk pada peraturan-peraturan Bea Cukai, Fiskal, Imigrasi, dan Sanitair Indonesia. Le bar Zona Tambahan tersebut adalah 12 mil dihitung dari batas terluar laut teritorial. Status hukum perairan zona tambahan ini merupakan perairan yurisdiksi Indonesia untuk menyelenggarakan peraturan Bea Cu kai, Fiskal, Imigrasi, dan Sanitair saja. Status hukum mengenai isinya, yaitu sumber daya alam di Zona Tambahan Indonesia tersebut, merupakan sumber daya alam dengan status hukum sumber daya alam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan sumber daya alam Landas Kontinen Indonesia. Karena perairan Zona Tambahan ini kedudukannya sudah berada di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, atau di atas zona Landas Kontinen Indonesia yang juga merupakan bagian dari Laut Bebas maka hal-hal yang terkait dengan persoalan hak dan kewajiban negara atas ke dua wilayah tersebut dapat dilihat pada urai an di bawah ini.
5. Zona Ekonomi Eksklusif/ Landas Kontinen Gambar 1-7 Kapal TNI AL.
(Sumber: http://alutsista.blogspot.com)
4. Zona Tambahan Zona tambahan bukan merupakan ba gian dari Perairan Indonesia, akan tetapi me rupakan zona di luar Perairan Indonesia yang bersambungan dan berbatasan dengan Per airan Indonesia di luar batas terluar laut teritorial Indonesia. Mengingat letak zona tersebut, negara memiliki perluasan hak di wilayah zona tambahan ini, untuk menye lenggarakan pengawasan terhadap Bea Cu kai, Fiskal, Imigrasi, dan Sanitair sebagaima na yang berlaku di Perairan Indonesia.
Zona Ekonomi Eksklusif merupakan wila yah sumber daya alam di luar Perairan Indo nesia, yang memiliki status hukum sebagai wilayah dengan hak berdaulat atas sumber daya alam negara pantai yang berbatasan dan bersambungan dengan Perairan Indone sia, dan tunduk pada ketentuan Konvensi Hu kum Laut. Artinya bahwa pengelolaan sum ber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tersebut harus dilakukan sesuai ke tentuan Konvensi Hukum Laut. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif tersebut terdapat di luar Perairan Indonesia, atau di luar laut teritorial Indonesia, sejauh 200 mil yang diukur dari garis pangkal laut teritorial. Secara kongkrit,
lebar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia itu adalah 200 mil dikurangi 12 mil laut terito rial. Hak-hak atas sumber daya alam di Lan das Kontinen bersumber dari ketentuan me ngenai sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif, khususnya Art. 56 Konvensi Hu kum Laut, akan tetapi kemudian pelaksana
annya diatur secara khusus dalam Art. 76 mengenai pengertian landas kontinen. Ke dudukan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia terletak pada Laut Bebas, yang memiliki sta tus hukum tersendiri. Oleh karena itu, pelak sanaan hak dan kewajiban atas Laut Bebas harus disesuaikan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban negara atas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Ringkasan •
Laut adalah air asin yang menutupi 71% permukaan bumi.
•
Air laut terdiri dari 96,5% air dan 2,5% garam.
•
Tiga Samudera utama dunia: Samudera pasifik, Samudera Atlantik, dan Samudera Hindia.
•
Perairan Indonesia dibagi atas: Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan, dan Perairan Teritorial.
•
Zona Tambahan adalah zona di luar Perairan Indonesia yang bersambungan dan berbatasan dengan Perairan Indonesia di luar batas terluar laut teritorial Indonesia.
•
Zona Ekonomi Eksklusif adalah wilayah sumber daya alam di luar Perairan Indo nesia, yang memiliki status hukum sebagai wilayah dengan hak berdaulat atas sumber daya alam negara pantai yang berbatasan dan bersambungan dengan Perairan Indonesia, dan tunduk pada ketentuan Konvensi Hukum Laut.
Soal Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1. Samudera manakah yang terbesar? a. Samudera Pasifik b. Samudera Atlantik c. Samudera Hindia d. Samudera Antartik e. Samudera Arktik
2. Negara apa saja yang berbatasan dengan Laut Mediteranea? a. Indonesia b. Jepang c. Afrika Selatan d. Italia e. Amerika Serikat 3. Laut Pedalaman adalah a. Laut yang cukup dalam b. Laut yang sangat dalam c. Laut yang berada dalam yurisdiksi penuh sebuah negara d. Laut dalam yang bebas dilayari oleh semua negara e. Laut yang hanya bisa dilayari oleh kapal berukuran tertentu saja 4. Hampir 2,5 % air laut terdiri dari garam mineral. Jenis mineral terbesar yang ada di laut adalah ... a. Natrium
b.
Borium
c. Kalsium
d.
Kalium
e. Sulfat 5. Kita mengenal banyak samudera di dunia. Tiga samudera utama adalah ... a. Samudera Atlantik, Pasifik, dan Antartika b. Samudera Pasifik, Hindia, dan Antartika c. Samudera Hindia, Atlantik, dan Pasifik d. Samudera Hindia, Antartika, dan Atlantik e. Samudera Antartika, Indonesia, dan Pasifik Jawablah pertanyaan di bawah ini. 1. Apa yang dimaksud dengan Zona Ekonomi Eksklusif? 2. Jelaskan pembagian tiga daerah perairan Indonesia dan berikan contoh masingmasing. 3. Apa yang dimaksud dengan zona tambahan 4. Jelaskan seluk-beluk tentang Selat Makassar dan Laut Jawa. 5. Apa yang dimaksud dengan palung dan beri contoh-contohnya.
10
Tugas Lakukan pengamatan ke salah satu wilayah perairan yang terdekat dengan tempat tinggalmu. Tanyakan pada petugas (Polisi Perairan), penyuluh/orang yang mengetahui tentang: a. Status hukum wilayah perairan. b. Hak-hak yang dimiliki wilayah perairan. c. Hak-hak yang tidak boleh dilanggar. d. Permasalahan yang terjadi dengan adanya status hukum. e. Cara memecahkan masalah. Buatlah laporan hasil yang memuat antara lain: •
Pendahuluan
(Latar belakang, tujuan, strategi kerja)
•
Landasan Pemikiran
(berisi pengertian, konsep yang relevan dengan topik)
•
Hasil Temuan
(berisi hasil pengamatan, wawancara, lain-lain)
•
Simpulan dan Saran
Serahkan hasil laporan tepat waktu.
Glosari •
Alga adalah tumbuhan air, bisa sangat kecil (plantonik) atau menempel di dasar (makro alga).
•
Celah hidrotermal adalah retakan di kerak bumi bawah laut yang mengeluarkan energi panas
•
Gletser : sungai es.
•
Palung : bagian laut yang sangat dalam.
•
Paparan : bagian laut dangkal yang luas.
•
Sanitair : yang berkenaan dengan kebersihan.
•
Teritorial : batas wilayah.
11
Bab 2 Dasar Laut
Standar Kompetensi • Mampu memahami dasar laut.
Kompetensi Dasar • Mampu membandingkan antara darat dan laut. • Mampu menjelaskan mengenai topografi dasar laut. • Mampu menjelaskan cara-cara pengukuran kedalaman laut. • Mampu mendeskripsikan topografi dasar laut di Indonesia.
12
Peta Konsep Dasar laut MEMBAHAS
Perbandingan Darat & Laut
Topografi Dasar Laut
Pengukuran Kedalaman
Topografi Dasar Laut di Indonesia TERDIRI DARI
Paparan Sunda Paparan Sahul Laut dalam di Indonesia
13
A. Perbandingan Darat dan Laut Perhatikan kurva di bawah ini dan cer mati pembahasannya. Kita, manusia sebagai makhluk yang hidup di darat sering merasa bahwa daratan adalah bagian yang terluas dan terpenting di bumi. Tetapi cobalah te ngok pada bola bumi (globe). Di sana akan terlihat bahwa bumi ini merupakan planet yang didominasi oleh laut. Luas seluruh mu ka bumi adalah sekitar 510 juta km2, yang terdiri dari laut seluas 361 juta km2 atau se kitar 71% dari luas muka bumi, sedangkan daratan hanya seluas 148 juta km2 atau se besar 29%. Puncak tertinggi di daratan sekitar 8.849 m yang terdapat di Gunung Himalaya, sedangkan palung yang terdalam di laut se dalam 10.830 m yang terdapat di Palung Mindano di Samudera Pasifik dekat Filipina. Apabila elevasi (ketinggian) seluruh daratan di bumi ini dirata-ratakan maka diperoleh ketinggian daratan sebesar 840 m. Banding kan dengan laut, yang bila dirata-ratakan kedalamannya adalah sedalam 3.795 m. Jadi dari berbagai data ini saja sudah jelas betapa besar dimensi laut dibandingkan de ngan daratan.
Bagaimana dengan Indonesia? Negeri kita dikenal sebagai negara kepulauan mem punyai luas total sebesar 5 juta km2 dengan luas seluruh daratan 1,9 juta km2 (38% dari seluruh wilayah), sedangkan luas seluruh laut adalah 3,1 juta km2 (62% dari seluruh wilayah). Data di atas tidak termasuk luas perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indo nesia) -yang merupakan jalur selebar 200 mil di luar perairan teritorial Indonesia- dengan luas 2,7 juta km2. Jadi kalau dihitung, luas seluruh laut yang harus dikelola Indonesia adalah 5,8 juta km2.
Daratan
Permukaan Air Laut
Paparan Benua Lereng Benua
Abisal
Bukit Laut
Gunung Laut Palung
Gambar 2-2. Relief dasar laut. (Sumber: Anugerah Nontji)
Gambar 2-1. Puncak Mount Everest (8.849 m) adalah puncak tertinggi di dunia. (Sumber: www.letsgodigital.org)
14
Gunung tertinggi di daratan Indonesia adalah Puncak Jaya Wijaya, Papua, yang se lalu diliputi salju dengan ketinggian 5.030 m. Bandingkan dengan laut terdalam di Indo nesia yang terdapat di Laut Banda sedalam 7.440 m. Gunung tertinggi di Jawa adalah Gunung Semeru setinggi 3.676 m. Jadi bila dua Gunung Semeru ditumpukkan dan di letakkan di dasar Laut Banda masih akan terbenam. Demikianlah kita melihat bahwa dimensi laut, baik dalam ukuran global mau pun untuk Indonesia, sangat dominan.
B. Topografi Dasar Laut
Coba perhatikan gambar re lief/dasar laut di samping. Ada be berapa bentuk umum topografi di laut, misalnya berupa elevasi atau penaikan dasar laut yang bi sa berupa pematang yang meman jang di tengah samudera (ridge), Samudra Pasifik bagian tenggara A. Paparan benua B. Lereng benua C. Palung (trench) D. Gunung.
0
1
2
3
4
5
10.000
Luas muka bumi 106 km2 8.000 6.000
Kedalaman (m)
4.000 2.000
Elevasi daratan rata-rata 840 m
Muka laut
0
Kedalaman laut rata-rata 3795 m
Elevasi (m)
Pada mulanya orang mengira bahwa permukaan dasar laut itu datar saja. Tetapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuktikan bahwa topo grafi (bentuk relief permukaan bumi) yang terdapat di dasar laut itu sangat kompleks. Seperti hal nya di darat yang mempunyai bukit, pegunungan, gunung api, lembah, jurang, dan sebagainya, di laut pun dapat dijumpai ber bagai bentuk topografi yang amat beragam. Tetapi karena semua nya terpendam dalam laut maka tidak dapat langsung terlihat.
2.000 4.000
% Luas muka bumi
6.000 8.000
0 0
10
20
% Daratan
30 100
40
50
60
0
70
80
90
100
10.000
100
% Laut
Gambar 2-3 Kurva menunjukkan luas muka bumi pada elevasi (ketinggian) dan kedalaman dengan acuan muka laut. (Sumber: Duxbury dkk., 2002)
Samudra Atlantik A. Paparan benua (continental shelf) B. Lereng benua (continental slope) C. Ampuan benua (continental rise)
D
D
A
A
A
B
B A BC
B
C
C
Gambar 2-4 Bentuk umum tepian benuaC (continental margin). (Sumber: Anugerah Nontji)
15
punggung laut (rise), atau gunung api bawah laut (sea mount). Ada pula cekungan atau de pressi yang dalam seperti lubuk (basin) yang dasarnya melebar, atau palung (trench) yang dalam dengan tepiannya yang terjal. Ada pula bentuk-bentuk yang khusus seperti te rumbu karang, yang hampir tersembul ke permukaan laut, yang komponen utamanya adalah karang batu. Selain itu di depan mua ra sungai dapat terbentuk topografi yang khusus yang dikenal sebagai daerah estuari, yang sangat dipengaruhi oleh endapan dari sungai.
Di setiap tepian benua (coastal margins) yang merupakan peralihan antara daratan benua dan samudera sering ditandai de ngan adanya perubahan kedalaman yang berangsur-angsur dari pantai ke arah laut, dimulai dari paparan benua (continental shelf) yang relatif sangat landai dan dangkal (seringkali disebut pula sebagai landas kon tinen). Kemudian diikuti dengan lereng be nua (continental slope) yang lebih curam dan selanjutnya menuju ke ampuan benua (continental rise), atau palung laut dalam (trench).
C. Pengukuran Kedalaman Pada mulanya orang mengukur kedalam an dasar laut dengan cara yang sangat se derhana, yakni dengan menggunakan tali yang diberi skala dan di ujungnya diberi ban dul pemberat. Tali ini diulurkan dengan ta ngan hingga bandul menyentuh dasar, dan kedalaman pun dapat dibaca pada panjang tali yang diulur. Tetapi cara ini hanya dapat digunakan di laut dangkal saja, misalnya sam pai puluhan meter. Untuk laut yang lebih da lam, cara ini sudah tidak efektif karena akan lebih sulit merasakan atau mengetahui ka pan bandul menyentuh dasar. Pada pertengahan abad 19, orang su dah menggunakan mesin penduga keda laman (sounding machine) bertenaga uap dengan kabel baja yang panjangnya bisa ribuan meter, yang di ujungnya diberi ban dul pemberat. Mesin ini dilengkapi rol untuk mengukur panjang kabel yang diulur. Tentu saja teknologi ini memakan waktu yang lama hanya untuk mengukur kedalaman di satu titik di laut, apalagi di laut yang dalamnya ribuan meter. Baru pada pasca Perang Dunia I, sekitar tahun 1920-an mulai dikembangkan tek nologi baru dengan menggunakan prinsip rambatan bunyi di dalam air. Alat dengan teknologi ini disebut perum gema (echo 16
100 meter
Gambar 2-5 Pengukuran kedalaman laut dengan prinsip rambatan bunyi dalam air. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Bunyi dengan frekuensi tertentu dipancarkan dari lunas kapal. Bunyi itu merambat dalam air hingga membentur dasar-laut, kemudian dipantulkan kembali dan diterima di kapal. Dengan mengetahui waktu tempuh bunyi untuk bolak–balik dan kecepatan rambat bunyi dalam air maka kedalaman dasar laut dapat ditentukan.
sounder). Prinsip operasinya adalah dengan memancarkan sinyal bunyi dari pemancar (transmitter) di lunas kapal dengan frekuensi tertentu, dan bunyi ini merambat dalam air hingga menyentuh dan dipantulkan oleh dasar laut.
Bunyi yang dipantulkan ini diterima kembali oleh penerima (receiver) di lunas kapal. Apabila waktu yang diperlukan ram batan bunyi untuk bolak-balik diketahui, dan kecepatan rambat bunyi dalam air di ketahui pula (rata-rata 1.500 m/detik), ma ka kedalaman laut dapat dengan mudah diketahui. Kecepatan rambat bunyi dalam laut dipengaruhi oleh suhu dan salinitas.
Sekarang ini teknologi echosounder sudah sangat maju hingga kedalaman laut dapat di rekam secara berterusan (continuous) oleh sebuah kapal yang sedang berlayar hingga profil dasar laut di sepanjang lintas layar lang sung dapat diperoleh gambaran bentuknya. Dengan kemajuan teknologi ini pula, maka peta-peta dasar laut (peta batimetri) di bumi sudah dapat diperbaiki dan disempurnakan.
D. Topografi Dasar Laut di Indonesia Tidak ada negara di bumi ini yang mem punyai gambaran topografi dasar laut yang seunik seperti yang terdapat di perairan Nusantara kita. Dalam kawasan terbatas ini boleh dikatakan semua tipe topografi dasar laut bisa ditemukan seperti paparan (shelf) yang dangkal, cekungan yang dalam dengan berbagai variasi bentuk (lubuk, palung), ber bagai bentuk elevasi berupa punggung (rise, ridge), gunung bawah laut (sea mount), te rumbu karang, dan sebagainya. Kompleksnya topografi dasar laut di In donesia disebabkan karena di kawasan ini berbenturan atau bergesekan empat lem peng litosfer, yakni lempeng Eurasia, Filipi na, Pasifik, dan Samudera Hindia-Australia. Dalam geologi dikenal teori tektonika lem peng (plate tectonics) yang menganggap kerak bumi ini terdiri atas lempeng-lempeng yang kenyal dan lentur yang senantiasa ber gerak relatif terhadap lempeng lainnya. Apa bila dua lempeng berbenturan maka salah satunya akan tertekan menukik ke bawah lempeng lainnya hingga di zona benturan itu terbentuk palung-palung laut dalam. Sebaliknya pada lempeng lawannya ter jadi penonjolan ke atas di mana energi panas berupa magma dilepas dan membentuk gunung-gunung api. Rangkaian busur gu nung api dari Sumatera, Jawa, sampai Nusa Tenggara yang sejajar dengan palung lautdalam di sebelah luarnya, di Samudera Hin
dia, mencerminkan zona benturan dua lem peng di sepanjang busur ini. Kondisinya bisa menjadi lebih kompleks karena tiap lempeng dapat terpecah menjadi fragmen lempenglempeng yang lebih kecil dan saling berge sekan. Kejadian ini membuat struktur geo logi di tempat itu menjadi kompleks seperti terlihat pada dasar perairan laut-dalam di bagian timur Indonesia. Secara umum dapat disebutkan bahwa dasar laut di Indonesia terdiri dari dua bagi an penting, yakni laut dangkal yang meru pakan paparan (shelf) dan laut-dalam. Ada dua paparan yang terkenal di Indonesia, yakni Paparan Sunda dan Paparan Sahul, ma sing-masing terdapat di bagian barat dan ba gian timur Indonesia. Di antara keduanya ter dapat laut-dalam yang topografinya sangat kompleks.
1. Paparan Sunda
Gambar 2-6 Daerah Paparan Sunda di sebelah barat dan Paparan Sahul di sebelah timur Indonesia. (Sumber: Anugerah Nontji)
17
Paparan Sunda merupakan paparan dangkal (kurang dari 200 m) yang terluas di dunia yang menghubungkan Pulau-pulau Ja wa, Kalimantan, dan Sumatera, dengan da ratan besar Asia.
LEMPENG FILIPINA
LEMPENG EURASIA
samaannya, yang berbeda dengan di kawas an Indonesia sebelah timurnya. Laut Jawa di paparan ini mempunyai dasar laut yang melandai dari dengan keda laman sekitar 20 m dekat pantai Sumatera Selatan sampai menjadi sekitar 60-80 m yang menghadap ke Selat Makassar.
2. Paparan Sahul Sulawesi
LEMPENG PASIFIK
tra ma Su
Kalimantan Irian Jaya Jawa
LEMPENG SAMUDRA HINDIA - AUSTRALIA Palung Laut
Sesar
Australia
Arah Gerakan
Gambar 2-7 Batas-batas lempeng litosfer di Asia Tenggara menunjukkan arah gerak tiap lempeng. (Sumber: Anugerah Nontji)
Penelitian geologi menunjukkan bahwa seluruh paparan Sunda ini dulunya memang merupakan daratan besar yang menyatu dengan benua Asia. Kira-kira 170.000 tahun lalu muka laut berada kira-kira 200 m lebih rendah daripada muka laut sekarang ini hingga seluruh kawasan ini kering berupa daratan. Bekas-bekas daratan di zaman da hulu kala itu masih dapat ditelusuri di dasar laut paparan ini dengan menggunakan pe rum gema (echosounder). Para ahli menemukan bahwa di paparan ini dulu ada dua sistem sungai yang kini su dah terbenam yang masing-masing disebut Sungai Sunda Utara dan Sungai Sunda Se latan. Sungai Sunda Utara mempunyai hulu di Sumatera dan Kalimantan dan bermuara di Laut Cina, sedangkan Sungai Sunda Selatan mempunyai hulu di Jawa dan Kalimantan dan bermuara di Selat Makassar. Karena dulunya seluruh daerah ini me rupakan satu kesatuan daratan maka hingga sekarang pun masih dapat dijumpai hewan dan tumbuhan di daerah ini banyak per 18
Paparan Sahul, acapkali disebut pula se bagai Paparan Arafura, merupakan perairan dangkal di sebelah selatan Papua. Seperti halnya dengan Paparan Sunda, kawasan ini pun di zaman dahulu kering berupa daratan yang menyatukan daratan Pulau Papua de ngan Australia. Sangat menarik melihat po sisi Kepulauan Aru dan Kepulauan Kei di se kitar perairan ini. Kepulauan Aru berada dalam Paparan Sahul yang dulunya menyatu dengan Pu lau Papua, oleh karenanya kondisi florafaunanya pun lebih dekat dengan Pulau Pa pua. Kepulauan Kei adalah tetangga dekat Kepulauan Aru, tetapi telah berada di luar paparan. Di antara keduanya terdapat pa
Kalimantan Sumatra
Samudra Hindia
Jawa
Gambar 2-8 Sungai Sunda Utara dan Sungai Sunda Selatan yang terbenam di Paparan Sunda. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Sungai Sunda Utara berhulu di Sumatra Timur dan Kalimantan Barat, dan bermuara ke Laut Cina Selatan. Sungai Sunda Selatan berhulu di Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan dan Jawa, dan bermuara ke Selat Makassar.
lung laut-dalam yang memisahkan kedua nya. Meskipun Kepulauan Kei lebih dekat ke Papua, namun kehidupan flora-faunanya berbeda jauh dibandingkan dengan keke rabatan Kepulauan Aru dengan Papua. Ke dalaman perairan Paparan Sahul ini berkisar 30-90 m.
3. Laut-Dalam di Indonesia Laut-dalam di Indonesia terutama ter dapat di Indonesia bagian timur dan bagian tengah, di kawasan yang diapit oleh Papar an Sunda dan Paparan Sahul. Di sini terdapat beragam bentuk topografi berupa lubuk (basin) dan palung (trench). Ekspedisi Snel Tabel 1. Lubuk dan Palung di Perairan Indonesia (lokasi lihat Gambar 2-8). Basin atau Palung I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX XX XXI XXII XXIII XXIV XXV XXVI XXVII
Lubuk Sulu Palung Mindanao Palung Talaud Palung Sangihe Lubuk Sulawesi Lubuk Morotai Palung Ternate Lubuk Bacan Lubuk Mangole Lubuk Gorontalo Palung Makassar Lubuk Halmahera Lubuk Buru Lubuk Banda utara Lubuk Banda Selatan Palung Weber Lubuk Manipa Lubuk Ambalau Lubuk Aru Palung Buton Lubuk Selayar Lubuk Flores Lubuk Bali Lubuk Sawu Lubuk Wetar Palung Timor Palung Jawa
Batas garis kedalaman (m) 4.000 6.000 3.000 3.000 4.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 2.000 1.000 3.000 4.000
Kedalaman maksimum (m) 5.350 10.830 3.450 3.850 6.220 3.890 3.450 4.810 3.510 4.180 2.540 2.039 5.319 5.800
46.000 2.700 10.000 26.000 1.500 1.000 6.800 1.900 14.000 55.000 15.000 16.000 80.000
4.000
5.400
120.000
4.000 3.000 4.000 3.000 4.000 2.000 3.000 1.000 3.000 3.000 2.000 6.000
7.440 4.360 5.330 3.680 4.180 3.370 5.130 1.590 3.470 3.460 3.310 7.140
50.000 2.800 7.000 11.000 1.200 4.000 30.000 19.000 30.000 6.000 33.000 -
Kelompok Lubuk Maluku : VI, VII, VIII, IX, X Kelompok Lubuk Banda : XIII, XIV, XV, XVI, XVII, XVIII, XIX, XX, XXII, XXIV, XXV (Sumber: Van Riel, 1934)
Luas (km2)
lius I (1929–1930) banyak sekali memper kaya pengetahuan kita tentang topografi da sar laut di kawasan ini. Tabel 1 dan Gambar 2-9. menampilkan beberapa data dan gam baran tentang laut-dalam di sini. Di sebelah utara, dekat perbatasan de ngan Filipina terdapat Palung Mindanao, de ngan kedalaman 10.830 m, yang merupakan salah satu palung yang terdalam di dunia. Di dekatnya terdapat Lubuk Sulawesi yang sangat luas dengan dasarnya yang kurang lebih mendatar pada kedalaman 5.100 m. Ke arah selatannya terdapat Lubuk Sulawesi yang memanjang di Selat Makassar dengan kedalaman sekitar 2.300 m. Di sekitar Laut Maluku dan Laut Banda terdapat beberapa lubuk dan palung yang saling berhubungan. Lubuk yang paling luas adalah Lubuk Banda Selatan yang ke dalaman maksimumnya 5.400 m. Tak jauh di sebelah timurnya terdapat Palung Weber, dengan kedalaman maksimum 7.440 m, yang merupakan palung yang paling dalam di Indonesia (bandingkan dengan gunung 120˚ 8˚
LAUT CINA
132˚ 8˚
I
II
SAMUDRA PASIFIK
IV 4˚
4˚
III
V VI VII XI
X
VIII IX
XII XIII
XIV
XVII
4˚
XVIII LAUT JAWA XXIII
XXI XXII
XX
XV
XXIV XXVII
8˚
XXV XXVI
SAMUDRA HINDIA 116˚
XIX XVI
120˚
124˚
LAUT TIMOR 128˚
132˚
Gambar 2-9. Lubuk dan palung di perairan Indonesia. Nama-nama untuk angka Rumawi dicantumkan dalam Tabel 1. Panah menunjukkan arah pasokan air dari Samudra Pasifik yang mengisi lubuk dan palung tersebut. (Sumber: Anugerah Nontji)
19
Puncak Gunung Api + 288 m m
0 2000 4000 6000
Gambar 2-10. Profil Pulau Gunung Api di Laut Banda. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Yang mencuat ke atas permukaan laut (tinggi 288 m) hanyalah bagian puncak dari gunung besar yang duduk di dasar Laut Banda pada kedalaman sekitar 4.000-5.000 m.
tertinggi di Indonesia, Puncak Jaya Wijaya, Papua, yang tingginya 5.030 m). Nama We ber untuk palung ini diambil dari nama Pro fesor Max Weber yang memimpin Ekspedisi Siboga yang dilaksanakan di perairan ini tahun 1899-1900. Seluruh massa air yang mengisi lubuk dan palung laut-dalam di perairan Indonesia berasal dari massa air yang datangnya dari Samudera Pasifik. Gambar 2-9 menunjukkan jalur masuknya air laut ke dalam lubuk dan palung tersebut. Meskipun di Laut Banda terdapat banyak lubuk laut-dalam, tetapi di sini juga terdapat gugus pulau-pulau gunung api aktif, yang merupakan bagian dari rangkaian Busur Gu nung Api Banda. Pulau-pulau gunung api ini tampaknya kecil saja, tetapi itu sebenarnya hanya merupakan puncak dari gunung api besar, yang kakinya terletak ribuan meter di dasar Laut Banda. Pulau Gunung Api, mi salnya, tingginya hanya sekitar 288 m, tetapi itu hanyalah bagian puncak dari gunung api besar yang duduk pada kedalaman lebih 4.000 m. Pulau ini tidak berpenghuni, tetapi merupakan tempat bersarang burung-bu rung laut.
20
Tidak semua gunung api di Laut Banda tersembul ke atas permukaan. Beberapa gu nung api berada di bawah permukaan laut. Bahkan belum semuanya sudah diketahui keberadaannya. Pada tahun 2003 misalnya Ekspedisi Baruna Jaya VIII menemukan gu nung api baru di bawah permukaan laut di bagian selatan Laut Banda, dekat Pulau We tar, yang kemudian dinamai Gunung Baruna Komba. Gunung api ini puncaknya berada sekitar 180 m di bawah muka laut, sedang kan kakinya berada pada kedalaman lebih 1.000 m. Di Samudera Hindia, di sebelah selatan Jawa, terdapat Palung Jawa (Java Trench) yang memanjang dan melengkung mulai dari sebelah timur Sumatera sampai ke sebelah
Gambar 2-11. Kapal riset Baruna Jaya VIII sedang melakukan survei dekat pulau gunung api Komba di Laut Banda, tahun 2003. (Sumber: Anugerah Nontji)
Gambar 2-12. Pulau Komba. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Tak jauh dari Pulau Komba ini dijumpai temuan baru berupa gunung api bawah laut, dengan puncak berada sekitar 180 m di bawah permukaan dengan kaki berada sekitar 1.000 m di bawah permukaan laut. Gunung api yang baru ditemukan ini dinamai Baruna Komba.
selatan NTT. Palung Jawa mempunyai ke dalaman maksimum sampai lebih 7.000 m. Palung Jawa yang melengkung ini kurang le bih sejajar dengan busur gunung api yang berderet di sepanjang daratan SumateraJawa.
21
Ringkasan •
Luas laut di bumi ini lebih besar dari daratan. Luas laut adalah sekitar 71% dari luas seluruh muka bumi. Elevasi (ketinggian) rata-rata daratan adalah 840 m, sedangkan kedalaman rata-rata lautan adalah 3795 m.
•
Laut juga merupakan faktor fisik yang dominan bagi Indonesia. Luas Laut Nusantara sekitar 62% dari luas seluruh wilayah. Demikian pula kedalaman laut maksimum di Indonesia (7400 m) jauh lebih besar dari ketinggian gunung tertinggi (5030 m).
•
Dasar laut mempunyai topografi yang sangat beragam, ada paparan yang dangkal, lubuk dan palung yang dalam, gunung api bawah laut, dan sebagainya.
•
Kedalaman laut dapat diukur dengan cermat dengan perum gema (echosounder) dengan prinsip perambatan dan pemantulan bunyi dalam air.
•
Topografi dasar laut Indonesia dapat dibagi menjadi dua yakni: 1) laut dangkal berupa Paparan Sunda (di Indonesia bagian barat) dan Paparan Sahul (di Indonesia bagian timur), dan 2) laut-laut dalam yang terletak di antara keduanya.
•
Keanekaragaman bentuk topografi dasar laut Indonesia terkait dengan pertemuan dan pergesekan tiga lempeng besar dunia, yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Samudera Hindia-Australia (Indo-Australia).
Soal Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1. Bagaimana cara menentukan kedalaman laut dengan cara modern? a. Mengulurkan tali dengan pemberat ke dasar laut b. Menurunkan jaring ke dasar laut c. Menggunakan alat echosounder d. Menyelam e. Menggunakan biota laut sebagai indikator kedalaman 2. Jelaskan mengapa Indonesia sangat kaya akan variasi bentuk topografi dasar lautnya? a. Sangat kaya akan keanekaragaman jenis b. Adanya paparan laut dangkal c. Adanya penaikan massa air laut d. Fitoplanktonnya sangat subur e. Adanya perbenturan lempeng-lempeng tektonik
22
3. Jelaskan mengapa Laut Jawa itu dangkal? a. Disebabkan hutan mangrovenya sudah habis ditebangi b. Adanya endapan sedimentasi dari sungai-sungai di Jawa dan Kalimantan c. Akibat dari reklamasi pantai d. Akibat dari proses penenggelaman daratan e. Dahulu kala merupakan daratan yang menyatu dengan daratan Asia 4. Di daerah manakah di Indonesia dapat dijumpai laut-laut dalam yang ribuan meter dalamnya? a. Paparan Sunda b. Paparan Sahul c. Perairan timur Indonesia d. Perairan Sumatera Timur e. Selat Madura 5. Bentuk topografi laut dalam ada dua macam, yaitu lubuk dan palung.Palung yang terdapat di perbatasan dengan Filipina merupakan palung yang terdala di dunia, yaitu palung ... a. Talaud b. Mindanau c. Makassar d. Weber e. Timor Jawablah pertanyaan di bawah ini. 1. Dasar laut memiliki topografi yang sangat beragam. Apa yang dimaksud dengan topografi? Gambarlah salah satu bentuk topografi tersebut! 2. Jelaskan bagaimana proses terbentuknya topografi laut. 3. Apa yang dimaksud dengan lempeng dan sebutkan jenis-jenis lempeng yang ada di dunia.
23
Tugas 1. Cobalah amati bentuk fisik pantai di dekat tempat tinggalmu. Bandingkan dengan pantai di daerah lain. Dapatkah kamu menganalisis perbedaannya? 2. Ukurlah kedalaman laut dengan seutas tali (atau sebatang bambu) yang telah diberi skala meter. Lakukan pengukuran dalam satu garis lurus (transek), mulai dari bibir pantai (batas antara darat dan air laut) sampai ke tengah yang masih memungkinkan. Lakukan beberapa transek. Bagamana bentuk profil dasar lautnya? Diskusikan dengan kawanmu.
Glosari
24
Garis dasar: garis yang menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-pulau terluar, yang dijadikan dasar untuk menetapkan batas wilayah Nusantara.
Lereng benua (continental slope): bagian dasar laut yang berbatasan dengan paparan benua (continental shelf). Pada wilayah lereng benua dasar laut akan menurun dengan drastis. Kedalaman lereng benua mencapai 200 sampai 2.500 meter.
Lubuk (basin): bagian laut dalam yang dasarnya melebar.
Topografi: bentuk atau relief permukaan bumi atau dasar laut.
Palung (trench): bagian dasar laut dalam yang tepiannya terjal. Bagian ini merupakan laut yang terdalam di dasar laut.
Paparan benua (continental shelf): bagian dasar laut yang terletak paling tepi dan agak sempit yang mengelilingi benua. Paparan benua ini merupakan relief dasar laut yang menurun perlahan-lahan mulai dari pantai ke arah tengah lautan. Kedalaman umumnya kurang dari 200 meter.
Perum gema (echosounder): alat untuk mengukur kedalaman dengan prinsip perambatan dan pemantulan bunyi.
Tektonika lempeng: teori bahwa kerak bumi itu terdiri dari lempeng-lempeng lentur yang saling berbenturan dan bergesekan.
Catatan:
25
Bab 3 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia di Badan Laut Standar Kompetensi • Mampu memahami sifat-sifat fisika dan kimia di badan laut.
Kompetensi Dasar • Mampu mendiskripsikan sifat fisika air laut, seperti suhu, salinitas, cahaya, dan tekanan hidrostatik • Mampu menjelaskan sifat kimia air laut, seperti pengaruh kandungan oksigen dan karbondioksida di air laut.
26
Peta Konsep Sifat-sifat Fisika dan Kimia di Badan Laut TERDIRI DARI
Suhu MENCAKUP
Pengukuran suhu Variasi suhu di laut
Salinitas MENCAKUP
Garam dan Salinitas Penentuan Salinitas Variasi salinitas Salinitas permukaan di Indonesia Dampak perubahan salinitas pada perikanan
Gas Terlarut dalam Laut MENCAKUP
Oksigen Karbon dioksida
Cahaya MENCAKUP
Penetrasi cahaya ke dalam laut Zonasi vertikal Pengukuran cahaya Warna air laut
Tekanan Hidrostatik 27
A. Suhu 1. Pengukuran suhu
Dengan perkembangan teknologi mo dern sekarang ini, berbagai alat pengukur dilengkapi dengan sensor suhu, dan hasilnya diolah dengan sistem komputer digital, hing ga sangat mudah penggunaannya. Suatu alat pengambil contoh air laut yang disebut rosette sampler dapat dilengkapi dengan berbagai sensor untuk langsung mengukur berbagai parameter oseanografi dalam laut seperti suhu, salinitas, kekeruhan, kandung an klorofil, dan sebagainya. Pada saat alat ini diturunkan ke dalam laut, semua data direkam secara berterusan dan langsung di kirimkan ke laboratorium di kapal dan hasil nya langsung terbaca di layar komputer. Untuk mendapatkan data suhu permu kaan laut pada areal yang luas dalam waktu yang sama, sekarang dapat digunakan sa telit. Dengan teknologi satelit ini kondisi suhu pada areal permukaan yang sangat
Gambar 3-1. Termometer bolak-balik (reversing thermometer) yang dipasang pada rossete sampler. (Sumber: www.kc-denmark.dk)
Ada beberapa cara untuk mengukur su hu air laut. Yang paling sederhana adalah dengan menggunakan termometer air raksa yang umum dipakai di mana-mana. Tetapi ini lebih sesuai untuk lapisan permukaan saja. Untuk mengukur suhu air laut pada lapisan di bawah permukaan, apalagi sam pai kedalaman ribuan meter, diperlukan termometer khusus. Di dalam oseanografi, dulu sangat lazim digunakan termometer bolak-balik (reversing thermometer) yang dapat mengukur suhu dengan sangat cer mat pada kedalaman berapa pun dalam laut. Dinamai demikian karena pada saat di turunkan dengan kabel sampai kedalaman yang diinginkan, posisinya terbalik. Baru se telah diberi isyarat mekanis ia berputar me negakkan diri dan menunjukkan suhu pada kedalaman tersebut. 28
Gambar 3-2. Teknologi modern dalam oseanografi. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Pengambilan contoh air dan pengukuran berbagai parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, kekeruhan dan sebagainya berada pada unit pengambilan contoh (rosette sampler) yang siap diturunkan ke dalam laut. Seluruh data pengukuran dalam laut langsung dikirim dan diterima di laboratorium komputer, di kapal riset.
air yang terperangkap karena air surut, bisa dijumpai suhu yang panas di siang hari, kadang-kadang mencapai 35o C atau lebih. Air yang cukup panas bisa dijumpai di depan pelimbahan industri atau pembangkit listrik yang membuang bekas air pendinginnya ke laut. Dalam kondisi seperti itu bisa terdapat lidah air dengan suhu tinggi sampai 37o C atau lebih. Di perairan yang dalam di Indonesia, umumnya dapat dijumpai sebaran vertikal suhu seperti tercantum dalam Gambar 3-4. Pada dasarnya dapat dibedakan tiga lapisan, yakni lapisan hangat di bagian atas, lapisan termoklin di tengah, dan lapisan dingin di sebelah bawah. Secara alami, air di lapisan permukaan suhunya hangat karena mendapat radiasi panas matahari pada siang hari. Karena di Gambar 3-3 Sebaran suhu permukaan laut yang direkam dari satelit. Atas: tanggal 11 Juli 1995. Bawah: tanggal 16 September 1995. Pada bulan September terjadi penaikan air (upwelling) di selatan Jawa-Bali yang menyebabkan suhu air turun.
Suhu (ºC) 0 200
(Sumber: Hendiarti, 2003)
2. Variasi suhu di laut Di perairan tropis seperti di Indonesia -yang tak mengenal musim dingin dan musim panas- suhu permukaan laut relatif tidak besar perubahannya sepanjang tahun. Suhu permukaan laut di Indonesia umum nya berkisar 28-32o C. Di lokasi tempat ter jadinya penaikan air (upwelling), seperti di Laut Banda dan di selatan Jawa, suhu air per mukaan bisa turun hingga menjadi 24-25o C. Ini disebabkan karena air yang dingin di lapisan bawah terangkat naik ke atas. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di lepas pantai. Di goba (lagoon) yang dangkal atau di kobakan
400
20
30
}A
}
B C
600 800
Kedalaman (m)
luas dapat dipantau dari waktu ke waktu. In formasi dari satelit ini bermanfaat untuk ke pentingan perikanan dan lingkungan.
10
900 1000 1200 1400 1600 1800 2000
Gambar 3-4 Pola umum sebaran vertikal suhu di laut. A: Lapisan hangat dan homogen; B: Lapisan termoklin, dimana suhu turun cepat menurut kedalaman; C: Lapisan dingin, suhu berangsur-angsur turun hingga ke lapisan terdalam. (Sumber: Anugerah Nontji)
29
permukaan sering terjadi angin dan ombak, maka lapisan permukaan umumnya teraduk secara merata hingga suhu di tempat itu kurang lebih homogen sampai kedalaman sekitar 50-70 m. Oleh karena itu, lapisan atas itu sering pula disebut sebagai lapisan homogen. Pada perairan dangkal, seluruh kolom air dapat teraduk merata secara sempurna hingga seluruhnya bersifat homo gen sampai ke dasarnya. Suhu permukaan laut di Indonesia sebe narnya juga mengalami variasi yang disebab kan perubahan cuaca, meskipun perubahan itu relatif kecil. Di Teluk Jakarta misalnya, pada Musim Pancaroba bulan April dan Oktober angin umumnya teduh, hingga pemanasan oleh matahari terjadi dengan lebih kuat, dan karenanya suhu air permuka an pada saat itu sedikit lebih tinggi daripada di bulan-bulan lainnya. Di bawah lapisan homogen terdapat la pisan termoklin, di mana suhu menurun de ngan cepat terhadap kedalaman. Karena su hu yang turun menyebabkan densitas (berat jenis) meningkat, maka lapisan termoklin ini
merupakan lapisan dengan lonjakan densitas yang sangat menyolok. Perubahan densitas ini dapat diperkuat lagi karena di lapisan ini pun salinitas sering meningkat dengan ta jam pula. Karena adanya lonjakan densitas ini maka air di lapisan atas yang ringan tidak dapat bercampur dengan air di lapisan ba wahnya yang lebih berat. Oleh karena itu lapisan ini sering pula disebut lapisan pegat (discontinuity layer), karena mencegah percampuran antara lapis an atas dan lapisan bawah. Dalam hal terjadi penaikan air dari bawah (upwelling), lapisan termoklin yang merupakan lapisan pegat akan bergerak naik ke atas. Di bawah lapisan termoklin, baru terda pat lapisan yang dingin dengan suhu yang berangsur-angsur turun menurut kedalam an. Jadi pada kedalaman sekitar 1.000 m suhu biasanya sekitar 5o C, dan pada ke dalaman 4.000 m suhu berkisar 1-2o C. Ber beda dengan perairan di lapisan permuka an, lapisan di bawah termoklin sudah tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca di permuka an.
B. Salinitas 1. Garam dan salinitas Air adalah pelarut yang sangat baik. Oleh karena itu sangat banyak zat yang da pat terlarut dalam air laut. Hampir semua unsur kimia alami terdapat dalam air laut, meskipun kadarnya sangat kecil. Tetapi di samping itu terdapat juga berbagai jenis garam yang terlarut dalam air laut. Rasa asin pada air laut itu disebabkan karena adanya garam-garam yang terkan dung dalam air laut. Garam yang paling ba nyak terdapat dalam air laut adalah garam Natrium klorida (NaCl) atau disebut pula garam dapur. Tetapi selain itu terdapat pula berbagai garam lainnya seperti garam-garam magnesium, kalium, kalsium, dan sebagai 30
Gambar 3-5 Pembuatan garam secara tradisional di Jeneponto (Sulawesi Selatan). (Sumber: Kompas 28/10/06)
nya. Petani tambak memproduksi garam dengan jalan memasukkan air laut ke dalam tambak-tambak, kemudian airnya diuapkan dengan pemanasan sinar matahari, hingga akan diperoleh endapan garam. Banyaknya kandungan garam dalam satu satuan air laut lazim disebut salinitas. Ambillah seliter air laut, kemudian panaskan atau uapkan hingga semua airnya habis dan tinggal kristal putih saja. Itulah garamgaram dari air laut. Apabila total padatan garam itu ditimbang dan beratnya misalnya 30 g, maka salinitasnya adalah 30 g/liter. Satuan g/liter adalah satuan salinitas yang lazim digunakan dalam oseanografi, yang sering pula ditulis dengan satuan ‰ (baca: permil). Penentuan salinitas seperti tersebut di atas tentulah tidak praktis. Ada berbagai cara dan istilah yang digunakan untuk memberi nama air ber dasarkan salinitasnya. Salah satu misalnya: disebut air tawar bila salinitasnya 0-0,5 ‰, air payau 0,5-17 ‰, dan air laut bila lebih dari 17 ‰.
kian akan mudah mendapatkan gambaran profil salinitas dan suhu di suatu perairan.
3. Variasi salinitas Di perairan samudera terbuka, salinitas umumnya berkisar antara 34-35 ‰. Di per airan pantai, karena terjadi pengenceran dan pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah, misalnya sampai 20 ‰ atau lebih rendah. Sebaliknya di perairan dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi. Di Laut Merah, Saudi Ara bia, karena suhu dan penguapan yang ting gi, salinitas bisa sampai 40 ‰. Air Tawar
Air Laut A
0
Air Tawar 5
Di kapal-kapal riset oseanografi modern sekarang banyak dipakai alat yang disebut CTD (Conductivity, Temperature, Depth re corder) yang dapat langsung merekam data konduktivitas (yang langsung dikonversi menjadi salinitas), suhu dan kedalaman se cara berterusan (continuous). Dengan demi
20 Air Laut 30
B
2. Penentuan salinitas Dalam oseanografi, salinitas dapat diten tukan dengan berbagai cara baik secara kimia maupun secara fisika. Sekarang ini cara praktis yang banyak dilakukan adalah dengan mengukur konduktivitas atau daya hantar listriknya (electrical conductivity), dengan dasar pertimbangan bahwa konduktivitas sejalan dengan kadar garam dalam air. Jadi makin tinggi kadar garam (salinitas), makin tinggi pula konduktivitasnya. Dengan kata lain, bila konduktivitasnya dapat diukur ma ka salinitasnya pun dapat diketahui.
10
Pasang
Surut
10 20
Air Laut
30
C
Gambar 3-6 Tiga jenis struktur salinitas di daerah muara. A. Dengan stratifikasi kuat; B. Dengan stratifikasi sedang; C. Dengan pencampuran vertikal. Garis dengan angka menunjukkan nilai salinitas yang sama. (Sumber: Anugerah Nontji)
Perairan di depan muara sungai dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat me nentukan. Beberapa kemungkinan ditunjuk kan dalam Gambar 3-6. Pertama, adalah perairan dengan strati fikasi salinitas yang kuat, terjadi di mana air tawar yang ringan merupakan lapisan tipis seolah-olah mengambang di permukaan, se 31
dangkan di bawahnya terdapat air laut yang lebih berat. Keadaan semacam ini bisa ditemukan di depan muara sungai besar yang alirannya kuat sedangkan pengaruh pasang-surut ke cil. Lapisan air tawar di permukaan ini dapat meluas sampai jauh ke lepas pantai. Kedua, adalah perairan dengan stratifi kasi sedang. Ini terjadi karena adanya gerak pasang-surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air hingga terjadi pecampuran air secara vertikal, tetapi tidak sempurna. Di permukaan, air dengan salini tas lebih rendah cenderung mengalir keluar, sedangkan air laut yang lebih berat merayap masuk dari bawah. Antara keduanya terjadi percampuran. Akibatnya garis isohalin (garis yang menghubungkan salinitas yang sama) mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan semacam ini juga bisa dijumpai di beberapa perairan di depan muara sungaisungai Sumatera dan Kalimantan. Ketiga, adalah perairan dengan peng adukan vertikal yang kuat, yang disebabkan oleh gerak pasang-surut hingga mengaki T (suhu)oC 0
0 2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
100 200
Kedalaman m
300
S
T
400 500 600 700 800 900
1000 34,2
34,3
34,4
S (Salinitas) ‰
34,5
Gambar 3-7 Profil suhu dan salinitas di Laut Banda. (Sumber: Tomascik dkk, 1997)
32
34,6
batkan perairan menjadi homogen secara vertikal. Karena berada di bawah kendali pasang-surut maka salinitas di semua titik dapat berubah dengan drastis, bergantung pada kedudukan pasang-surut. Pada saat su rut, salinitas didominasi oleh air tawar yang datang dari sungai, sedangkan pada saat pasang, masuknya air lautlah yang banyak menentukan salinitas. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula mengadakan pengadukan di lapisan atas sampai kedalaman 50-70 m atau lebih, bergantung pada kekuatan angin dan intensitas pengadukan. Seperti pada sebaran vertikal suhu yang menunjukkan termoklin, sebaran vertikal salinitas pun da pat terjadi pelonjakan di bawah lapisan ho mogen. Hal ini akan memperkuat terjadinya lapisan pegat (discontinuity layer) yang menghambat bercampurnya air lapisan da lam dengan lapisan permukaan. Gambar 37 menunjukkan profil suhu dan salinitas di Laut Banda.
4. Salinitas permukaan di Indonesia Pada tahun 1950-1954 telah diadakan survei salinitas di seluruh perairan Indonesia dengan melibatkan kapal-kapal niaga KPM (cikal bakal PELNI sekarang) dan perusaha an pelayaran lainnya yang melayari perairan seantero Indonesia. Kapal-kapal ini dalam pelayarannya me ngumpulkan contoh-contoh air permukaan ke dalam botol, yang kemudian dianali sis salinitasnya oleh Lembaga Penelitian Laut, Jakarta. Hasilnya telah dipetakan dan memberikan hasil yang menarik. Ternyata pola sebaran salintas di Indonesia sangat dipengaruhi oleh angin atau muson (mon soon). Pada Musim Barat (Desember hingga Februari) bertiup angin dari barat ke timur. Musim ini dikenal juga sebagai musim hujan
100o
110o
120o
130o
140o
100o
110o
120o
130o
140o
20o
20o
20o
20o
FEBRUARI FEBRUARI
10o
10o
10o
10o
0o
0o
0o
0o
10o
10o
10o
10o
100o 100o
110o 110o
120o 120o
130o 130o
140o 140o
100o 100o
110o 110o
120o 120o
130o 130o
140o 140o
20o
20o
20o
20o
AGUSTUS AGUSTUS
10o
10o
10o
10o
0o
0o
0o
0o
10o
10o
10o
10o
100o
110o
120o
130o
140o
100o
110o
120o
130o
140o
Gambar 3-8 Sebaran rata-rata salinitas di permukaan perairan Nusantara dan sekitarnya pada bulan Februari (atas) dan Agustus (bawah). Warna biru = air samudera (> 34 o/oo); hijau = air campuran (32 – 34 o/oo); kuning = air pesisir (30 -32 o/oo,) merah = air “sungai” (< 32 o/oo,). (digambar kembali dari Wyrtki, 1961).
tak menentu, tetapi pada umumnya teduh dan tenang. Pola sebaran salinitas ini, yang sangat dipengaruhi oleh musim, sangat nyata ter lihat di Laut Jawa. Pada Musim Barat hampir seluruh Laut Jawa terisi dengan salintas rendah sekitar 31-32 o/oo, dan mendorong air dengan salinitas yang lebih tinggi ke arah timur. Sebaliknya pada Musim Timur, air dengan salinitas tinggi masuk dari timur (dari arah Selat Makassar dan Laut Flores) dan mendesak air dengan salinitas rendah ke barat, hingga Laut Jawa mempunyai salinitas sekitar 32-34 o/oo.
5. Dampak perubahan salinitas pada perikanan Terjadinya pola perubahan salinitas se cara musiman ini di Laut Jawa, menyebab kan ikan-ikan yang senang pada salinitas tertentu juga bermigrasi mengikuti pola sebaran salinitas. Ikan layang (Decapterus) di Laut Jawa misalnya, dikenal sebagai ikan yang bermigrasi ke timur pada Musim Barat, dan kembali bermigrasi ke barat pada Musim Timur. Banyak nelayan kita yang memahami perilaku migrasi ikan ini, dan karenanya mu sim penangkapannya juga disesuaikan.
(Sumber: Anugerah Nontji)
yang menyebabkan sungai mengalirkan le bih banyak air ke laut (terutama dari Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa), dan ka renanya menurunkan salinitas di Laut Jawa. Jadi pada musim ini air dengan salinitas ren dah mengalir menuju ke timur. Sebaliknya pada Musim Timur (Juni hingga Agustus), angin yang lebih kering bertiup dari timur ke barat. Bersama dengan itu maka air dengan salinitas lebih tinggi mengalir dari timur ke barat, mendesak mundur salinitas yang lebih rendah. Musim-musim di antara ke duanya dikenal sebagai Musim Pancaroba, biasanya disertai dengan kondisi angin yang
Gambar 3-9 Ikan layang (Decapterus) bermigrasi setiap terjadi perubahan salinitas. (Sumber: tdyk.cool.ne.jp)
33
C. Gas Terlarut dalam Laut
1. Oksigen Di antara gas-gas yang terlarut dalam air, oksigen mempunyai peranan yang sa ngat penting karena sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup di dalam laut. Umum nya gas oksigen banyak dijumpai di lapisan permukaan karena oksigen dari atmosfer dapat langsung terserap atau terdifusi ke da lam air. Selain dari udara, sumber oksigen juga bi sa berasal dari tumbuhan dalam laut, seperti rumput laut dan fitoplankton. Fitoplankton adalah tumbuhan renik (mikroskopis) yang hidupnya melayang dalam air. Untuk kehi dupannya, seluruh tumbuhan melaksana kan fotosintesis, di mana bahan anorganik diubah menjadi bahan organik dengan ada nya energi cahaya matahari. Dalam proses fotosintesis itu, selain dihasilkan bahan or ganik juga dihasilkan gas oksigen. Kadar oksigen di lapisan permukaan laut berkisar sekitar 4-5 ml/l (mililiter per li ter), tetapi di lapisan-dalam kandungannya berkurang. Dengan adanya sirkulasi yang terjadi di dalam laut maka seluruh laut, sampai di bagian laut yang terdalam, masih mengandung oksigen, meskipun kadarnya rendah. Pada kedalaman sekitar 1.000 m mi salnya, masih dapat dijumpai oksigen sekitar 2 ml/l. Namun ini sudah cukup untuk dapat menunjang adanya kehidupan di dasar laut yang dalam. Di Palung Jawa (Samudera Hin 34
0
10
20
30
TELUK KAU 0
2.0
100
40
50
60
70
km
S A M U D R A PA S I F I K 3.0
4.0
4.5 3.5
1.5 1.0
200 Kedalaman m
Selain berbagai jenis garam, beberapa jenis gas yang terdapat dalam atmosfer se perti nitrogen (N2), oksigen (O2), dan karbon dioksida (CO2) dapat terlarut dalam laut, meskipun tentunya kadarnya lebih rendah. Di dalam laut, perbandingan komposisinya dalam prosentase volume kurang lebih: ni trogen 78,08%, oksigen 20,99%, dan kar bondioksida 0,03%.
0.5 0.25
300 400
TELUK KAU
0.0 3.0
H 2S
500
HALMAHERA
600
Gambar 3-10 Sebaran vertikal oksigen (ml/l) dan Hidrogen Sulfida (H2S) penampang dari Teluk Kau (Halmahera) ke Samudera Pasifik di luarnya. (Sumber: Anugerah Nontji)
dia di selatan Jawa) yang dalamnya lebih 7.000 m dan di Palung Mindanao dekat Fili pina yang dalamnya lebih 10.000 m, masih terdapat oksigen yang dapat menunjang ke hidupan hewan-hewan laut di dasarnya. Akan tetapi bila suatu lubuk bersifat tertutup dan sirkulasi tidak dapat terjadi de ngan baik maka pasokan oksigen ke dasar nya akan terhambat dan menimbulkan kon disi yang namanya anoksik, atau kehabisan oksigen. Keadaan semacam ini terjadi di Te luk Kau, Halmahera (Maluku Utara). Topografi dasar laut teluk ini berbentuk seperti mangkok, dengan kedalaman maksi mum 500 m. Tetapi mulut teluknya sangat sempit dan dangkal, sekitar 50 m saja. Ka rena pintu masuk yang sempit dan dangkal ini maka air dari Samudera Pasifik di luarnya terhalang untuk memberikan ventilasi atau penyegaran air ke dasar lubuk. Akibatnya oksigen di lubuk ini semakin dalam semakin cepat menipis dan akhirnya pada kedalaman 350-400 m oksigen telah habis. Dan sebagai gantinya terdapat gas hidrogen sulfida (H2S) yang beracun. Jadi di dasar lubuk ini tak dijumpai adanya kehidupan hewan, meski pun kedalamannya hanya sekitar 500 m. Ke
hidupan fauna di Teluk Kau ini hanya terda pat di lapisan permukaan.
terurai menghasilkan ion bikarbonat dan selanjutnya menghasilkan ion karbonat.
2. Karbon dioksida
Sistem karbon dioksida – asam karbonat – ion bikarbonat merupakan suatu sistem ki mia yang kompleks yang cenderung berada dalam keseimbangan. Sistem ini menentukan derajat keasaman yang lazim disebut pH. Ni lai pH yang normal adalah 7, sedangkan pH di bawah 7 bersifat asam, sedangkan pH di atas 7 bersifat basa. Air laut biasanya mem punyai nilai pH berkisar 7.5 sampai 8.4.
Kelarutan karbon dioksida agak berbeda dengan oksigen, karena gas ini bereaksi se cara kimia di dalam air. Karbon dioksida me limpah dalam air laut dan kapasitas laut untuk menyerap gas ini cukup besar. Hal ini terjadi karena karbon dioksida, ketika masuk ke air laut, bereaksi dengan air dan menghasilkan asam karbonat. Asam karbonat selanjutnya
D. Cahaya Cahaya yang bersumber dari matahari mempunyai peranan yang sangat penting karena merupakan sumber energi yang me nentukan berfungsinya seluruh ekosistem di laut. Pertama, sinar matahari merupakan sumber radiasi panas yang menghangatkan suhu di permukaan laut. Kedua, sinar mata hari juga sangat dibutuhkan untuk proses fo tosintesis tumbuhan di laut. Proses fotosintesis di laut terutama ter jadi pada fitoplankton, yakni tumbuhan renik yang hidup melayang di laut. Energi cahaya yang disadap oleh fitoplankton lewat foto sintesis, merupakan pangkal yang mendu kung keberadaan sebagian besar hewan laut lewat jalur rantai makanan (food chain).
uraikan menjadi susunan warna pelangi yang terdiri dari warna ungu/violet dengan panjang gelombang 390-422 nm, biru 422492 nm, hijau 492-535 nm, kuning 535-586 nm, jingga atau oranye 586-647 nm, dan merah 747-760 nm. Cahaya matahari yang menembus laut mengalami dua perubahan penting. Perta ma, intensitasnya akan semakin berkurang secara eksponensial (deret ukur), dan kedua, lebar spektrumnya semakin sempit.
2. Zonasi vertikal
1. Penetrasi cahaya ke dalam laut Cahaya matahari yang jatuh ke permuka an laut sebenarnya berupa gelombang elek tromagnetik yang mempunyai spektrum yang sangat lebar, dengan panjang gelom bang berkisar 300-2500 nm (1 nm = 1 nano meter = 10 -9 m), yang mencakup spektrum da ri sinar ultra violet hingga sinar infra merah. Tetapi sinar yang dapat menembus ke dalam laut hanyalah spektrum cahaya tampak (vi sible light) dengan panjang gelombang berkisar 390-760 nm. Cahaya tampak yang berwarna putih pada hakekatnya dapat di
ZONA EUFOTIK ZONA DISFOTIK ZONA AFOTIK
Gambar 3-11 Zona vertikal di laut berdasarkan daya tembus sinar surya. Zona eufotik: zona terang dengan intensitas yang masih cukup untuk terjadinya fotosintesis. Zona disfotik: zona redup, intensitas cahaya sangat lemah. Zona afotik: zona yang gelap gulita. (Sumber: Anugerah Nontji)
35
zona efufotik ini di samudera bisa sampai sekitar 150 m, tetapi di perairan pantai hanya beberapa puluh meter, bahkan di perairan yang keruh bisa kurang dari 1 meter. Jadi meskipun laut di bumi ini mempunyai kedalaman sampai ribuan meter (rata-rata sekitar 3.800 m), tetapi yang produktif dapat menghasilkan bahan organik (lewat proses fotosintesis) relatif sangat tipis, hanya seki tar 100-150 m teratas saja. Di bawahnya me rupakan ruang laut yang gelap gulita.
3. Pengukuran cahaya
30 cm
Gambar 3-12 Pengukuran kecerahan air laut. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Kecerahan air laut dapat diukur secara sederhana dengan cakram Secchi (Secchi disc) yang berupa lempeng putih berdiameter 30 cm, yang diturunkan ke dalam laut dan diamati dari atas hingga lempeng itu tepat hilang dari penglihatan. Kedalaman pada saat hilangnya lempeng dari penglihatan adalah kedalaman Secchi.
Karena intensitas cahaya yang menem bus laut semakin dalam semakin berkurang, maka secara vertikal, kondisi cahaya dalam laut dapat dibagi menjadi zona terang (zona fotik) dan zona gelap (zona afotik). Zona fotik sendiri terdiri dari zona eufotik dan zona disfotik. Pada zona eufotik, kondisi ca hayanya masih cukup kuat untuk berlang sungnya proses fotosintesis. Pada zona disfotik cahaya sudah sangat redup dan foto sintesis sudah tak dapat terjadi secara posi tif. Di bawahnya adalah zona afotik yang gelap gulita. Tebalnya zona eufotik diper kirakan sampai pada kedalaman di mana intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya yang jatuh di permukaan. Tebalnya 36
Sekarang orang dapat mengukur inten sitas cahaya dalam laut dengan alat canggih yang disebut light meter. Tetapi intensitas cahaya dalam laut dapat juga diperkirakan dengan cara sangat sederhana, yakni de ngan mengukur kecerahannya (transparen cy) menggunakan cakram Secchi (Secchi disc). Cakram ini terdiri dari lempeng bundar berwarna putih dengan diameter 30 cm, dan diberi pemberat agar mudah diturunkan ke laut, dan digantung pada seutas tali yang su dah diberi skala dengan ukuran meter. Bila cakram Secchi diturunkan ke dalam laut, dan diamati dari atas, maka pada kedalam an tertentu cakram itu akan hilang dari pan dangan. Kedalaman (m) pada saat cakram itu tepat hilang dari pandangan disebut keda laman Secchi, atau kecerahan. Di perairan samudera kedalaman Secchi bisa sampai 30-40 m, tetapi di perairan pantai yang ke ruh hanya beberapa meter saja, bahkan bisa kurang dari satu meter. Dari banyak penga laman dapat diperkirakan tebalnya zona eu fotik di suatu perairan itu kurang lebih tiga kali kedalaman Secchi.
4. Warna air laut Ketika cahaya matahari menembus ma suk ke dalam laut, kualitasnya juga akan ber ubah, karena spektrum warna pelangi yang menyusunnya, diserap tidak seragam oleh
air, hingga warnanya pun bergeser menjadi semakin hijau.
Gambar 3-13 Perbedaan warna air laut karena perbedaan spektrum warna cahaya matahari. (Sumber: Anugerah Nontji)
air laut. Warna ungu dan warna merah mi salnya diserap pada lapisan tipis di permuka an. Makin dalam makin banyak warna yang terserap, hingga makin sempit lebar spek trum yang dapat menembus, dan akhirnya mengerucut pada warna biru. Warna yang dapat kita indra adalah war na yang dipantulkan yang diterima oleh ma ta kita. Karena warna lain telah diserap dan tinggal warna biru yang tersisa yang dapat dipantulkan, maka kita melihat laut yang bersih itu berwarna biru-laut. Makin dekat ke pantai makin banyak plankton, partikel lumpur, dan bahan terlarut lainnya dalam
Pada saat-saat tertentu dapat dijumpai ledakan populasi fitoplankton di laut hingga menyebabkan laut berwarna sesuai pigmen yang banyak dikandung oleh fitoplankton tersebut. Laut Merah di Saudi Arabia misal nya, mendapatkan namanya karena di per airan ini sering dijumpai ledakan populasi fitoplankton Trichodesmium erythraeum yang mengandung pigmen merah. Di Teluk Jakarta sering dijumpai ledakan populasi fito plankton Noctiluca scintillans yang menye babkan air laut berwarna hijau pekat.
Gambar 3-14 Perubahan warna laut menjadi hijau karena ledakan populasi fitoplankton Noctiluca scintillans. (Sumber: funscience.gistda.or.th)
E. Tekanan Hidrostatik Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang disebabkan karena tekanan air yang setara dengan tinggi kolom air di atasnya. Setiap turun sedalam 10 m ke dalam laut, tekanan hidrostatik akan meningkat setara Gambar 3-15 Tekanan hidrostatik. Gambar kiri: Seorang teknisi menumpangkan mangkok Pop Mie yang terbuat dari styrofoam pada alat CTD yang diturunkan di Palung Senunu (Samudera Hindia, selatan Sumbawa) sampai sedalam 3.500 m. Setelah diangkat kembali, mangkok tersebut menciut ukurannya setelah mendapatkan tekanan hidrostatik yang besar. Gambar kanan: Ukuran mangkok yang normal. (Sumber: Anugerah Nontji)
37
kurang lebih 1 atmosfer. Apabila seseorang menyelam sampai sedalam 20 m maka ia akan menerima tekanan sebesar kurang le bih 2 atmosfer yang menekan seluruh tubuh nya. Itu sebabnya seorang penyelam tak dapat menyelam sampai kedalaman yang sangat dalam. Hewan yang hidup di dasar laut di Palung Mindanao (sekitar perbatasan Indonesia-Fili pina) yang dalamnya sekitar 10.000 m, ber
arti mengalami tekanan hidrostatik sebesar 1.000 atmosfer, atau setara sekitar 1000 kg/cm2 (bayangkan tekanan berat sekitar sa tu mobil kijang per cm2). Hewan yang hidup di dasar laut-dalam itu antara lain berbagai jenis teripang, krustasea, cacing, dan lain nya. Hewan-hewan laut-dalam ini telah ber adaptasi hidup dalam tekanan yang sangat tinggi itu. Justru jika dibawa ke permukaan mereka akan mati.
Ringkasan Suhu •
Suhu air laut pada berbagai kedalaman dapat diukur dengan termometer yang dibuat khusus untuk tujuan itu. Selain itu suhu permukaan laut dapat pula diindra dengan satelit.
•
Suhu di permukaan sampai lapisan tertentu umumnya hangat dan homogen. Di bawahnya terdapat lapisan termoklin di mana suhu turun cepat terhadap ke dalaman. Di bawah lapisan termoklin terdapat air bersuhu dingin.
•
Suhu permukaan laut di Indonesia (yang terletak di daerah tropis) pada umum nya mempunyai variasi yang relatif kecil. Variasi terutama disebabkan karena pengaruh cuaca.
•
Di lokasi terjadinya upwelling (penaikan air) suhu permukaan laut menjadi lebih dingin pada saat upwelling terjadi.
Salinitas •
Salinitas adalah total kandungan garam dalam satu satuan air laut. Komponen garam yang terbesar adalah garam natrium klorida (NaCl).
•
Salinitas air laut dapat ditentukan baik secara fisika maupun secara kimia.
•
Salinitas di perairan samudera berkisar 34-35 o/oo (g/kg), sedangkan di daerah pantai lebih rendah, bergantung pada pengaruh aliran sungai dari daratan.
•
Salinitas di lapisan dalam lebih tinggi dari pada di permukaan.
•
Salinitas permukaan di Indonesia dipengaruhi oleh musim atau muson (monsoon). Pada Musim Barat yang merupakan musim hujan, salinitas umumnya lebih rendah dari pada di Musim Timur yang kemarau.
•
Pola sebaran salinitas permukaan ditentukan pula oleh pola angin musim.
38
Gas terlarut •
Gas terlarut yang penting di dalam laut adalah oksigen dan karbon dioksida.
•
Sumber oksigen yang terlarut adalah dari atmosfer. Selain itu dalam jumlah lebih kecil oksigen dapat pula dihasilkan oleh tumbuhan air lewat proses fotosintesis.
•
Keberadaan oksigen merupakan kunci keberadaan makhluk hidup dalam laut.
•
Oksigen masih dapat dijumpai pada lapisan laut yang terdalam. Tetapi bila ven tilasi terhalang (karena bentuk topografi dasar laut), maka oksigen di dasar dapat berkurang sampai nihil (kondisi anoksik) hingga tak ada hewan yang bisa hidup di situ.
•
Kandungan karbon dioksida dalam laut dapat menentukan derajat keasaman (pH) air laut.
Cahaya •
Cahaya matahari merupakan sumber energi yang sangat penting dalam laut. Cahaya matahari yang menembus laut mengakibatkan intensitasnya semakin berkurang secara eksponensial. Selain itu spektrumnya pun semakin menyempit ke arah warna biru.
•
Dilihat dari kondisi cahayanya, kedalaman laut dapat dibagi menjadi zona eufotik (yang terang), disfotik (remang-remang), dan afotik (gelap gulita).
•
Pengukuran kecerahan dalam laut dapat dilakukan dengan sederhana meng gunakan cakram Secchi (Secchi disc).
•
Perubahan warna air laut dapat disebabkan karena plankton, partikel lumpur atau sedimen, atau bahan-bahan terlarut lainnya.
Tekanan hidrostatik •
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang disebabkan karena tekanan air yang setara dengan tinggi kolom air di atasnya. Setiap turun 10 m ke dalam laut, tekanan hidrostatik meningkat setara kurang lebih 1 atmosfer.
•
Hewan yang hidup di dasar laut-dalam mengalami tekanan hidrostatik yang sangat besar.
39
Soal Pilihlah salah satu jawaban yang benar! 1. Yang dimaksud dengan termoklin adalah: a. Suhu air yang sangat dingin b. Suhu air yang hangat c. Lapisan di mana suhu turun cepat dalam kolom air d. Lapisan yang homogen e. Naiknya air ke permukaan 2. Mengapa suhu penting bagi kehidupan makhluk hidup di laut? a. Karena suhu mengendalikan berfungsinya organ-organ biota laut b. Karena suhu yang hangat membuat air menguap c. Karena suhu di lapisan dalam lebih dingin dari di permukaan d. Karena suhu menentukan berat jenis e. Karena makhluk hidup bisa hidup pada segala tingkat suhu 3. Dapatkah suhu air laut diukur dari satelit? a. Suhu permukaan laut dapat diukur dengan menggunakan satelit b. Satelit digunakan hanya untuk memetakan permukaan daratan c. Suhu air laut dapat diukur hanya dengan langsung mengukurnya di laut d. Suhu dapat diukur dengan barometer e. Suhu air laut tidak mengalami perubahan menurut musim 4. Apa yang dimaksud dengan salinitas? a. Salinitas adalah plankton yang hidup di laut dalam b. Salinitas adalah air laut yang berubah warna c. Salinitas adalah seluruh garam yang terkandung dalam air laut d. Salinitas adalah berat jenis air di permukaan 5. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan salinitas di laut menurun atau me ningkat? a. Gerakan ombak b. Terjadinya tsunami c. Pasang surut d. Erosi yang terjadi di pantai e. Banyaknya aliran air sungai ke laut 40
6. Apa kaitan musim hujan dengan sebaran salinitas di laut? a. Musim hujan dapat meningkatkan salinitas air laut b. Musim hujan dapat menurunkan salinitas air laut c. Musim hujan tak ada kaitannya dengan salinitas d. Musim hujan akan menyebabkan perubahan pasang surut e. Musim hujan umumnya terjadi di Indonesia di pertengahan tahun 7. Dari manakah asal oksigen yang terdapat di dalam laut? a. Dari udara b. Dari hasil fotosintesis tumbuhan air c. Dari bahan pencemar d. Dari pantai yang berlumpur e. Dari berbagai kegiatan perikanan 8. Apakah di dasar laut yang terdalam masih terdapat oksigen? a. Di dasar laut yang terdalam tak mungkin ada oksigen b. Di dasar laut yang terdalam masih terdapat oksigen c. Oksigen tak diperlukan oleh hewan laut-dalam d. Oksigen dihasilkan dari hasil pencemaran e. Kadar oksigen dalam laut lebih tinggi dari di udara 9. Apa yang dimaksud dengan zona fotik? a. Zona fotik adalah lapisan laut yang masih dapat ditembus oleh sinar surya b. Zona fotik adalah lapisan yang gelap gulita c. Zona terlarang untuk menangkap ikan d. Zona yang dikelola untuk perikanan e. Zona bebas untuk melakukan kegiatan apa pun di laut 10. Mengapa laut tampak berwarna biru? a. Karena warna biru yang paling banyak dipantulkan oleh air laut b. Karena dalam air banyak terkandung plankton c. Karena terjadinya pencemaran d. Karena sedimentasi e. Karena erosi pantai
41
11. Apa yang dimaksud dengan tekanan hidrostatik? a. Tekanan hidrostatik adalah tekanan udara di atas laut b. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang diakibatkan oleh adanya kolom air c. Tekanan yang menyebabkan benda terapung d. Tekanan yang mengakibatkan kenaikan permukaan laut e. Tekanan yang ditimbulkan oleh pasang surut Jawablah pertanyaan di bawah ini. 1. Jelaskan dengan contoh, apa yang dimaksud dengan tekanan hidrostatik. 2. Bagaimana cara mengukur intensitas cahaya di dalam laut dengan metode sederhana. 3. Apa yang dimaksud dengan salinitas dan jelaskan cara organisme beradaptasi dengan perubahan salinitas, misalnya ikan. 4. Jelaskan mengapa warna air laut bisa berubah-ubah.
Tugas 1. Ukurlah suhu udara dan suhu air laut secara berkala setiap jam selama sehari penuh. Diskusikan hasil yang diperoleh. Bagaimana hasilnya bila pengukuran itu dilakukan di kobakan air yang terisolir dari laut lepas. 2. Ambillah seliter air laut, kemudian panaskan hingga semua airnya menguap. Timbanglah berat kristal yang tertinggal. Berapa salinitas air laut itu? 3. Buatlah lempengan bundar dari papan berdiamter 30 cm, di cat putih, dan diberi pemberat di bawahnya. Turunkan ke dalam laut dengan tali yang telah diberi skala meter. Amati dari permukaan. Pada kedalaman berapa lempeng itu menghilang dari pandangan? Lakukan di perairan laut yang jernih dan yang keruh. Adakah bedanya? Nilai yang diperoleh menunjukkan tingkat kecerahan air laut.
42
Glosari
Cakram Secchi = cakram putih yang digunakan untuk mengukur kecerahan air.
Perum gema (echosounder) = alat untuk mengukur kedalaman laut dengan prinsip perambatan dan pemantulan bunyi dalam air.
Salinitas = kadar garam air laut.
Termoklin = lapisan di mana suhu turun cepat terhadap kedalaman.
Upwelling = proses penaikan air dari lapisan dalam ke permukaan, yang dapat menyuburkan perairan permukaan.
Zona afotik = lapisan laut yang gelap gulita.
Zona fotik = lapisan laut yang masih mendapat sinar matahari.
Tekanan hidrosatik = tekanan air yang besarnya tergantung pada tinggi kolom air.
43
Bab 4 Dinamika Laut Standar Kompetensi • Mampu memahami pergerakan arus laut.
Kompetensi Dasar • Mampu menjelaskan pengertian arus laut. • Mampu menjelaskan pola arus laut di samudera dunia dan perairan Indonesia. • Mampu membedakan proses terjadinya upwelling dan downwelling. • Mampu mendeskripsikan Arlindo (Arus Lintas Indonesia)
• Mampu memahami keadaan gelombang.
• Mampu mengidentifikasikan terjadinya gelombang laut. • Mendeskripsikan model gelombang laut sederhana. • Mengidentifikasikan macam-macam gelombang.
• Mampu memahami pasang surut.
• Mampu menjelaskan model pasang-surut. • Mampu mendeskripsikan kisaran pasang-surut. • Mampu membedakan pasang surut purnama dan perbani. • Mampu mendeskripsikan pola pasang surut.
• Mampu memahami hubungan cuaca dan laut.
• Mampu mengidentifikasi macam-macam angin • Mampu menceritakan tentang siklon tropis, angin musim, angin laut, dan angin darat. • Mampu mendeskripsikan el-nino dan la-nina.
44
Peta Konsep Dinamika laut D I B E DA K A N ATA S
Arus MENCAKUP
Pengukuran arus Pola arus di samudera dunia Pola arus permukaan di perairan Indonesia Upwelling & downwelling Arlindo (Arus Lintas Indonesia) Sabuk penghantar Samudera Raya
Gelombang MENCAKUP
Penyebab terjadinya gelombang Model gelombang sederhana Gelombang angin Gelombang tsunami
Pasang Surut MENCAKUP
Model pasang surut Kisaran pasang surut Pasang surut purnama dan perbani Pola pasang surut Arus pasang surut Ramalan pasang surut
Cuaca dan laut MENCAKUP
Siklon tropis Angin musim (Muson) Angin laut & angin darat El Nino & La Nina 45
A. Arus Laut Laut tak pernah berhenti bergerak, baik di permukaan maupun di bawahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya sirkulasi air, bi sa berskala kecil tetapi bisa pula berukuran sangat besar. Penampilan yang paling mudah terlihat adalah arus di permukaan laut. Arus yang terjadi di permukaan laut tidak selalu searah dengan arus yang terjadi di la pisan yang lebih dalam. Ada arus yang ber sifat lokal saja, tapi ada pula yang mengalir lintas samudera. Pengetahuan mengenai arus laut sangat penting, misalnya untuk keselamatan pelayaran, tetapi juga untuk perikanan, pembangunan konstruksi pantai, keamanan wisata pantai, pengelolaan ling kungan laut, dan sebagainya. Arus yang dapat kita saksikan di permu kaan laut merupakan gerak mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiup an angin, atau perbedaan dalam densitas air laut, atau oleh gerakan bergelombang pan jang. Yang dimaksud terakhir ini termasuk antara lain arus yang disebabkan oleh pa sang-surut. Arus yang disebabkan oleh pasang-surut biasanya lebih banyak diamati di perairan pantai terutama pada selat-selat atau teluk yang sempit dengan kisaran pasang-surut yang tinggi. Di laut yang terbuka, arah dan kekuatan arus di lapisan permukaan sangat banyak ditentukan oleh angin.
1. Pengukuran arus laut Pengukuran arus laut dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi pada dasarnya dapat terbagi dalam dua metode.
a. Metode Eulerian Merupakan cara pengukuran arus laut di mana alat ukurnya menetap pada suatu po sisi tertentu, dan air mengalir melewatinya.
46
A KABEL
PENCATAT PUTARAN BALINGBALING
BALINGBALING
SIRIP
PEMBERAT
B Angin
Botol Hanyut Muka Laut
Kartu berisi catatan hadiah bagi yang menemukan botol hanyut ini
Gambar 4-1 Pengukuran arus di laut. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Pengukuran arus di laut dapat dilaksanakan dengan dua cara utama. Pertama dengan sistem Eulerian yakni alat ukur yang tetap pada posisi tertentu dan arus melaluinya, misalnya alat Pengukur Arus Ekman (Gambar A) . Kedua, dengan sistem Lagrangian yakni alat ukurnya ikut mengalir bersama arus laut, misalnya botol hanyut (drift bottle) (Gambar B).
Dengan cara pertama (Eulerian), berba gai instrumen telah dikembangkan. Salah satunya yang pernah sangat terkenal ada lah Pengukur Arus Ekman (Ekman Current Meter) yang terdiri dari baling-baling yang putarannya sebanding dengan kekuatan arus, sedangkan arah arus ditentukan dengan posisi sirip yang terpasang di belakangnya (Gambar 4-1). Berbagai modifikasi telah di kembangkan sesuai dengan perkembang
an teknologi elektronika dan komputer mu takhir. Sekarang bahkan ada sistem mooring untuk mengukur arus yang dipasang pada kedalaman tertentu dan dibiarkan di situ me rekam data arus secara berterusan sampai berbulan-bulan atau tahunan sesuai yang diprogramkan (Gambar 4-2).
b. Metode Lagrangian Merupakan cara pengukuran arus laut di mana alatnya mengalir mengikuti arus laut yang membawanya. Cara kedua (Lagrangian), dapat dilakukan dengan cara sederhana. Misalnya dengan menggunakan botol hanyut (drift bottle)
ARGO
Mengirim data
Tenggelam hingga kedalaman tertentu
Hanyut
Naik ke permukaan sambil mengumpulkan data
Gambar 4-3 Pengukuran arus dengan teknologi modern: mengggunakan pelampung Argo. (Sumber: Anugerah Nontji)
MOORING PELAMPUNG BAWAH PERMUKAAN
INSTRUMEN PEREKAM DATA
JANGKAR
HUBUNGAN AKUSTIK
DASAR LAUT
Gambar 4-2 Pengukuran arus dengan teknologi modern: Pengukuran arus dengan sistem mooring. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Instrumen merekam data pada kedalaman tertentu selama waktu yang diprogramkan (bisa tahunan). Setelah selesai seluruh sistem dilepas dari jangkar dengan sinyal akustik, dan naik ke permukaan untuk dikumpulkan.
Catatan: Pelampung Argo dilepas di laut, tenggelam sampai kedalaman tetentu, dan mengikuti arus selama dua minggu, kemudian naik ke permukaan sambil me ngumpulkan data, dan mengirim data lewat satelit. Selanjutnya akan tenggelam lagi mengulangi siklus seperti pada awal.
atau pelampung lainnya yang dilepaskan pada posisi tertentu di laut dan mengamati ke mana perginya. Sekarang berbagai tipe pelampung telah dikembangkan. Untuk mendeteksi jalur yang dilintasi pelampung ini, ada yang dilengkapi antena pemancar hingga jejak dan posisinya bisa dipantau se tiap saat dari satelit. Selain itu ada pula pe lampung Argo yang dapat mengikuti arus pada kedalaman tertentu dan kemudian mengirimkan datanya via satelit ke stasiun bumi (Gambar 4-3)
2. Pola arus laut a. Pola arus laut di samudera dunia Pola arus permukaan di samudera raya dunia sangat ditentukan oleh angin. Di per airan samudera ini sangat jelas terlihat pe ngaruh gaya perputaran bumi, yang dikenal dengan gaya Coriolis. 47
oleh daratan Benua Asia. Sementara itu di katulistiwa terjadi arus balik katulistiwa (Equatorial Counter Curent) yang mengalir dari barat ke timur. Di perairan samudera bagian selatan, sekitar Benua Antartika, bertiup angin yang terus-menerus dari barat ke timur tanpa ada nya hambatan pulau hingga arus di sini te rus-menerus mengalir ke timur mengitari bumi. Gambar 4-4 Sirkulasi di permukaan samudera dunia. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Di belahan bumi utara terjadi pusaran besar (gyre) yang memutar ke kanan (searah putaran jam), se dangkan di belahan bumi selatan memutar ke kiri (berlawanan dengan arah putaran jam). Di katulistiwa terjadi Arus Balik Katulistiwa (Equatorial Counter Current) yang mengarah ke timur. Di sekitar benua Antartika, arus mengalir ke timur mengelilingi bumi tanpa adanya hambatan pulau.
Gaya Coriolis adalah gaya yang ditim bulkan akibat terjadinya perputaran bumi yang menyebabkan lintasan benda yang ber gerak dalam jarak jauh di bumi ini arahnya akan melenceng atau membelok, yakni ke kanan di belahan bumi utara atau ke kiri di belahan bumi selatan. (Seperti halnya bila kita menembakkan meriam jarak jauh, ma ka pelurunya akan jatuh menyimpang dari sasaran, yakni ke kanan di belahan bumi utara, atau ke kiri di belahan bumi selatan).
b. Pola arus permukaan di perairan Indonesia Pola arus permukaan di perairan Indone sia sangat banyak ditentukan oleh angin mu sim (monsoon) yang berhembus di kawasan ini. Angin Musim ini terdiri dari Musim Barat (bulan Desember-Februari), Musim Pancaro ba atau Peralihan I (Maret-Mei), Musim Ti mur (Juni-Agustus), dan Musim Peralihan II (September-November). Dalam setahun ter jadi dua kali pembalikan arah yang mantap, masing-masing Angin Musim Barat dan Angin Musim Timur. Dari pola arah angin musim tersebut (Gambar 4-5) dapat terlihat bahwa Laut Cina, Laut Jawa, Laut Flores, sampai ke Laut
Dari banyak data dan informasi menge nai arus laut, kini kita telah mengetahui bahwa sebagai akibat dari gaya Coriolis, di samudera raya dunia, terutama di Samudera Pasifik dan Samudera Atlantik, terdapat arus yang membentuk pusaran besar (gyre), yang berputar searah putaran jam di belah an bumi utara. Sebaliknya di samudera di belahan bu mi selatan terjadi pusaran yang arahnya berlawanan arah jarum jam (Gambar 4-4). Pusaran besar ini tak terlihat jelas di Samu dera Hindia karena bagian utaranya tertutup 48
Gambar 4-5 Pola arus laut permukaan di Indonesia dan sekitarnya pada bulan Februari (Musim Barat). Gambar Inset: Pola angin pada bulan yang sama. (Sumber: Anugerah Nontji)
Jadi di sebagian besar perairan di Indo nesia, arusnya mengalami pembalikan arah dua kali dalam setahun mengikuti musim. Namun di selat-selat antar pulau, arus umum nya mengalir ke arah tertentu. Arus di Selat Makassar sepanjang tahun mengalir ke se latan, sedangkan di Selat Malaka sepanjang tahun mengalir ke barat-laut menuju Laut Andaman. Sementara itu di selat-selat yang terdapat sepanjang untaian pulau-pulau dari Sumatera sampai ke NTT (Nusa Tenggara Ti mur), arus umumnya sepanjang tahun me ngalir ke luar menuju Samudera Hindia.
3. Upwelling dan downwelling Gambar 4-6 Pola arus laut permukaan di Indonesia dan sekitarnya pada bulan Agustus (Musim Timur). Gambar Inset: Pola angin pada bulan yang sama. (Sumber: Anugerah Nontji)
Banda dan Laut Arafura berada pada posisi yang porosnya tepat dalam arah utama kedua angin musim tersebut. Karena angin musim ini bertiup dengan mantap, walaupun kekuatannya relatif tidak besar, maka akan terciptalah kondisi yang sangat ideal untuk terjadinya Arus Musim (Monsoon Current) di perairan Indonesia. Contoh pola arus laut permukaan di Indonesia dan sekitarnya da lam kedua musim yang berbeda itu (Musim Barat dan Musim Timur) ditampilkan dalam Gambar 4-6. Pada Musim Pancaroba atau Musim Peralihan, angin umumnya mengen dur, laut lebih tenang, disertai arus yang me lemah dengan arah yang tak tetap. Pada Musim Barat (Februari), arus uta ma mengalir dari Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa dan seterusnya ke timur menuju Laut Banda dan Laut Arafura. Sementara itu arus dari Selat Makassar menuju ke selatan memperkuat arus yang menuju ke timur. Pada Musim Timur, terjadi hal yang se baliknya. Arus utama mengalir dari Laut Ban da melewati Laut Flores menuju Laut Jawa dan Laut Cina Selatan, sementara di Selat Makassar sepanjang tahun arus mengalir ke selatan.
Upwelling atau penaikan air di laut ada lah istilah yang lazim digunakan untuk me nyatakan proses penaikan air dari lapisan bawah ke permukaan. Gerakan naik ini mem bawa serta air yang suhunya lebih dingin, sa linitas yang tinggi, dan tak kalah pentingnya zat-zat hara yang kaya seperti fosfat dan ni trat ke permukaan. Zat-zat hara ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan plankton di permukaan. Peris tiwa ini merupakan salah satu mekanisme pemupukan alami yang berlangsung secara besar-besaran. Oleh sebab itu di perairan tempat terjadinya upwelling, planktonnya sangat subur. Karena plankton merupakan pangkal utama rantai makanan di laut maka daerah upwelling biasanya dikenal pula sebagai daerah yang potensi perikanannya tinggi. Penelitian mengenai upwelling ini sering menarik banyak perhatian, tidak saja untuk kepentingan perikanan tetapi juga dalam fisika kelautan, karena daerah upwelling merupakan tempat pertemuan langsung an tara sirkulasi di permukaan dan sirkulasi di lapisan bawah. Upwelling yang berskala be sar bahkan dapat pula menimbulkan dampak cuaca tertentu. Upwelling dapat dibedakan menjadi be berapa jenis, yakni: 49
1. Jenis tetap (stationary type) yang terjadi sepanjang tahun meskipun intensitasnya bisa berubah-ubah. Contoh yang sangat populer adalah upwelling yang terjadi di perairan lepas pantai Peru (Amerika Sela tan), yang merupakan perairan dengan produksi perikanan tertinggi di dunia. 2. Jenis berkala (periodic type) yang terjadi hanya selama satu musim saja. Contoh jenis ini adalah upwelling yang terjadi di sepanjang pantai selatan Jawa-Bali pada Musim Timur. 3. Jenis silih berganti (alternating type) yang terjadi secara bergantian antara upwelling dan downwelling. Dalam satu musim, terjadi upwelling tetapi pada musim lainnya terjadi downwelling di mana air di permukaan tenggelam ke lapisan lebih dalam. Contohnya dapat dijumpai di Laut Banda.
mendorong keluar air permukaan Laut Ban da ke arah barat menuju Laut Flores dengan volume transpor yang lebih besar daripada yang dapat diimbangi oleh air permukaan sekitarnya, hingga air dari bawah pun ber gerak naik untuk mengisi kekosongan. Air yang naik ini bersumber dari lapisan bawah, dari kedalaman sekitar 125-300 m, yang menyusup dari Samudera Pasifik. Ke cepatan naiknya tampaknya kecil saja, diper kirakan sekitar 0,0006 cm/detik. Tetapi ini mempunyai arti yang besar, karena dengan itu volume air yang terangkat di perairan ini bisa mencapai rata-rata 2 juta m3/detik. Air inilah yang antara lain ikut membangun Arus Musim Timur yang mengalir ke Laut Flores.
Terjadinya upwelling di Laut Banda te lah mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan karena merupakan mekanisme sir kulasi yang menghubungkan air dari Samu dera Pasifik ke Samudera Hindia. Model up welling di Laut Banda ditampilkan dalam Gambar 4-7.
Pada saat upwelling, suhu air permukaan laut dapat turun sebanyak 4-5o C lebih ren dah dari saat tanpa upwelling. Pada saat upwelling, suhu permukaan di Laut Banda berkisar sekitar 24-25o C, padahal di luar musim upwelling suhu berkisar 29-30o C. Upwelling di Laut Banda ini telah menye babkan pula naiknya kandungan hara yang menyuburkan kehidupan plankton di per airan ini.
Upwelling terjadi pada Musim Timur. Pada saat ini Arus Musim Timur yang kuat,
Pada Musim Barat, hal yang sebaliknya terjadi. Pada saat ini terbentuk Arus Musim
Musim Barat Sulawesi
Musim Timur
SAMUDRA PASIFIK Sulawesi
SAMUDRA PASIFIK
Tak Bergerak Air Subtropis Bawah 125 - 300 m
Arus Musim NTT
Arus Timor Lemah SAMUDRA HIN DIA
Arus Musim Tenggelam
NTT
Arus Timor Lemah DIA
Naik
SAMUDRA HIN Aliran Air Banda pada 1000 m
Tak Bergerak
Gambar 4-7 Model terjadinya downwelling (penenggelaman) dan upwelling (penaikan air) di Laut Banda yang berkaitan dengan Arus Musim (Monsoon Current). (Sumber: Anugerah Nontji)
50
Barat yang membawa masuk air dari Laut Ja wa dan Laut Flores ke Laut Banda dengan volume yang terlalu besar untuk dapat di imbangi dengan yang bisa keluar lewat se lat-selat di sekitarnya. Akibatnya air yang menumpuk disini lalu tenggelam (down welling) dan keluar ke Samudera Hindia pada kedalaman 1.000 m lewat celah Timor.
Tirta Pasifik Utara Tirta Pasifik Selatan Arus Musim
5˚N
Samudra Pasifik Pusaran Mindanao
L. Sulawesi
Halmahera Pusaran Halmahera
Kalimantan
Sel.
Ma
kas
sar
0˚
5˚S
Samu
8 L. Banda
10 110˚E
Sirkulasi yang terjadi di laut tidak ha nya berupa arus permukaan saja, tetapi ju ga di lapisan bawahnya yang pola dan ke kuatannya tidak selalu sama dengan yang terjadi di permukaan. Oleh sebab itu volume total seluruh massa air yang mengalir dari suatu samudera ke samudera lainnya sering menjadi perhatian untuk memahami interak si antara keduanya.
L. Flores
dra Hin
10˚S
Papua Seram
L. Jawa Jawa
4. Arlindo (Arus Lintas Indonesia)
wesi Sula
L. Maluku 1.5
dia
4.5
1.7
or
Tim
4.3 L. Timor
ARLINDO 115˚E
120˚E
125˚E
130˚E
135˚E
Gambar 4-8 Arlindo (Arus Lintas Indonesia atau Indonesia Through Flow). (Sumber: Anugerah Nontji)
Arlindo dipandang sangat strategis dalam kajian oseanografi dan meteorologi sejagat karena merupakan satu-satunya jalur yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia di lintang rendah.
Pemahaman mengenai proses yang ter kait dengan Arlindo telah memungkinkan untuk pemahaman interaksi atmosfer dan lautan yang pada gilirannya telah membantu dalam peramalan terjadinya El Niño, yang di Indonesia direfleksikan dengan terjadinya musim kering yang berkepanjangan dan menimbulkan bencana di daratan. SABUK PENGHANTAR SAMUDRA RAYA
Hang
Din
Samudera Atlantik
at
gin
Sejak tahun 1993 banyak perhatian du nia dicurahkan untuk memahami aliran da ri Samudera Pasifik ke Samudera Hindia le wat perairan di selat-selat Indonesia, yang dikenal dengan Arlindo (Arus Lintas Indo nesia, atau ITF = Indonesia Through Flow).
Samudera Pasifik
Samudera Hindia Samudera Atlantik
Hangat
Samudera Pasifik
Dingin
Gambar 4-9 Sabuk Penghantar Samudera Raya (The Great Ocean Conveyor Belt). (Sumber: Anugerah Nontji)
Kajian Arlindo menun jukkan daya angkut Arlin do yang mengalirkan air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia adalah sebesar kurang lebih 10 juta m3/detik (Gambar 48). Transpor air yang ter besar adalah lewat Selat Makassar yang dapat meng angkut sebanyak 8 juta m3/detik. Massa air yang terangkut ini sebagian ada yang berasal dari perairan Pasifik Utara dan sebagian lagi dari perairan Pasifik Selatan. 51
B. Gelombang Cobalah tengok laut di pantai. Tentu Anda akan melihat ada gelombang di per mukaannya. Tak pernah laut tenang sempur na tanpa gelombang. Laut dalam keadaan tenang yang kadang kala terlihat licin bagai kan kaca, tetap saja mempunyai gelom bang. Gelombang di laut dapat sangat kecil dengan tinggi gelombang kurang dari 1 mm (disebut gelombang kapiler atau capillary wave), sampai yang berukuran raksasa hingga setinggi puluhan meter yang dapat menimbulkan bencana.
1. Penyebab terjadinya gelombang Gelombang yang paling umum kita saksikan di laut terutama disebabkan oleh tiupan angin. Makin kuat hembusan angin dan makin lama hembusannya makin be sar gelombang yang dapat ditimbulkan. Se lain karena angin, gelombang juga dapat disebabkan karena terjadinya gempa di dasar laut, letusan gunung api di laut atau longsoran besar ke dalam laut, yang dapat menimbulkan gelombang tsunami yang dah syat dan menimbulkan malapetaka. Pasang-surut yang kita kenal sebenarnya juga merupakan fenomena gelombang de ngan panjang gelombang yang sangat pan jang, yang penyebab utamanya adalah gaya tarik bulan dan matahari.
2. Model gelombang sederhana Gelombang yang sering terlihat di per mukaan acapkali tampak kacau dan rumit karena bisa merupakan pertemuan berbagai gelombang yang datang dari berbagai arah hingga gelombang-gelombang itu saling tumpang tindih (Gambar 4-10), dan tidak mungkin mengisolasi gelombang tunggal di laut. Namun untuk menjelaskan bagaimana terjadinya gelombang para ilmuwan me ngembangkan model gelombang sederhana yang bentuknya mempunyai puncak dan lembah seperti terlihat pada Gambar 4-11.
Gambar 4-10 Gelombang yang dapat diamati di laut Catatan: Gelombang laut umumnya bentuknya rumit karena merupakan tumpang tindih banyak gelombang dengan kekuatan dan arah yang berbeda.
52
Setiap gelombang mempunyai tiga un sur penting yakni panjang, tinggi, dan pe riode. Panjang gelombang (L) adalah jarak mendatar antara dua puncak yang berurut an. Tinggi gelombang (H) adalah jarak ver tikal antara puncak dan lembah, sedangkan periode gelombang yang merambat (T) ada lah waktu yang diperlukan oleh dua puncak yang berurutan untuk melalui satu titik.
L H
1/2 L
Gerakan air bisa diabaikan Dasar Laut Gambar 4-11 Model sederhana gelombang laut. (Sumber: Anugerah Nontji)
Ukuran besar kecilnya gelombang umumnya ditentukan berdasarkan tinggi ge lombang. Tinggi gelombang ini bisa sangat kecil, kurang dari 1 mm, tetapi bisa juga sam pai puluhan meter. Antara panjang gelombang dan tinggi gelombang tidak terdapat suatu hubungan yang pasti. Akan tetapi gelombang yang mempunyai panjang yang jauh akan mem punyai kemungkinan mencapai gelombang yang tinggi pula. Apabila kita mengamati perambatan gelombang di laut, seolah-olah tampak air laut itu bergerak maju beserta dengan gelom bangnya. Tetapi kenyataan yang sebenar nya tidaklah demikian. Pada perambatan gelombang, yang bergerak maju adalah ben tuk gelombangnya saja, sedangkan partikel airnya sendiri hampir tak bergerak maju. Untuk membuktikannya cukup dengan mengamati gerakan sepotong gabus yang terapung di laut. Gabus itu akan bergerak naik turun mengikuti bentuk gelombang yang melaluinya, tetapi ia sendiri hampir tak beranjak dari tempat semula, kalau pun maju hanya sedikit sekali. Gabus itu sebenarnya bergerak mengikuti lintasan vertikal yang bentuknya merupakan orbit lingkaran. Secara teoritis memang setiap molekul air di permukaan yang dilalui gelombang
akan bergerak dalam orbit yang secara ver tikal membentuk lingkaran (Gambar 4-11). Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu lingkaran penuh sama dengan periode gelombang, sedangkan diameter lingkaran nya sama dengan tinggi gelombang. Sema kin jauh ke dalam laut, orbit lingkaran ini semakin kecil. Umumnya pada kedalaman lebih dari setengah panjang gelombang, pengaruh gelombang sudah sangat kecil hingga dapat diabaikan, atau dengan kata lain dapat dianggap diam tak bergerak. Itu lah sebabnya kapal selam dapat berlayar de ngan lebih mulus bila ia menyelam di bawah permukaan. Apabila gelombang mendekati perairan yang dangkal maka akan terjadilah peruba han yang nyata. Suatu gelombang dapat disebut mulai “menyentuh dasar” apabila tiba pada kedalaman yang sama dengan se tengah panjang gelombang atau ½ L (Gam bar 4-14). Gelombang dengan panjang 50 m misalnya akan “menyentuh dasar” pada kedalaman 25 m. Karena telah “menyen tuh dasar” maka gerak molekul air yang mulanya berupa orbit lingkaran termam pat menjadi lonjong (ellips), dan semakin gepeng. Kecepatan gelombang pun ter hambat hingga menjadi melambat. Puncakpuncak gelombang yang lain menyusul dan A
Arah Arus
1 B
2
3
4
5
6
Arah Arus
Gambar 4-12 A: Urutan gerak gabus di permukaan yang dilalui satu gelombang, yang merupakan gerak dalam orbit lingkaran. B: Molekul air yang bergerak melingkar hanya maju sedikit saja searah arus. (Sumber: Anugerah Nontji)
53
berjejal di belakangnya. Bagian belakang gelombang berjalan lebih cepat daripada bagian depannya lalu mengejar dan memak sa bagian depan naik menjadi puncak yang terus meninggi. Puncak ini cenderung con dong ke depan serta membentuk lengkung an, dan akhirnya terlalu condong sehingga puncaknya roboh membentuk apa yang dikenal dengan ombak pecah (Gambar 414). Secara umum, gelombang atau ombak yang pecah di pantai dapat dibagi menjadi dua macam, yakni ombak hempasan (plung ing breaker) dan ombak limpahan (spilling breaker). Ombak hempasan kerap kali terlihat di pantai yang dasar lautnya terjal. Ombak semacam ini menggulung tinggi lalu jatuh dengan hempasan hebat berjungkir-jungkir dengan suara berdebum yang gemuruh. Ombak limpahan biasanya terbentuk di pantai dengan dasar laut yang melandai. Sewaktu gelombang menyerbu ke pantai, pada bagian depannya terdapat sebaris buih yang senantiasa berjatuhan. Ombak limpah an ini selamanya berada dalam keadaan ham pir pecah, tetapi tidak benar-benar pecah. Berkurangnya kedalaman air tidak secara mendadak sehingga gelombang bergulung ke pantai sampai agak jauh sebelum benar-
Gambar 4-13 Gerakan gelombang. (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Apabila gelombang mendekati perairan dangkal maka gerakan molekul air berubah dari orbit lingkaran menjadi bentuk lonjong (ellips) dan gepeng, sedangkan kecepatan pun berkurang. Pun caknya meninggi dan akhirnya menggulung jatuh membentuk ombak pecah di pantai.
54
Spilling Breaker
Plunging Breaker
Gambar 4-14 Pecahnya ombak di pantai dapat berupa: A. ombak hempasan (plunging breaker) atau B. ombak limpahan (spilling breaker). (Sumber: Ingmanson & Wallace, 1985)
benar pecah. Ombak semacam inilah yang digemari para pemain selancar karena mem beri kesempatan untuk meluncur dengan ja rak paling jauh.
3. Gelombang angin Umumnya gelombang yang dapat kita amati di laut disebabkan oleh hembusan angin, atau disebut juga gelombang angin (wind wave). Ada tiga faktor yang menen tukan besarnya gelombang angin, yakni (1) kekuatan atau kecepatan angin, (2) lama nya hembusan, dan (3) jangkauan atau jarak tempuh angin (fetch). Yang dimaksud dengan jangkauan angin adalah bentang air terbuka yang dilalui angin. Apabila kecepatan angin sangat lemah, maka gelombang besar tidak akan terjadi, berapa pun lamanya hembusan dan panjang jangkauannya. Jika kecepatan angin cukup kuat, tetapi lama hembusannya singkat ha nya beberapa menit, tidak akan terjadi ge lombang besar, berapa pun panjang jang kauannya. Demikian pula bila angin kuat berhembus untuk waktu yang panjang, tetapi jarak jangkauannya sangat pendek, tidak akan menghasilkan gelombang besar.
Jadi hanya bila ketiga faktor itu bergabung bersama-sama baru dapat menghasilkan gelombang angin yang besar di laut. Di samudera terbuka (open ocean) di mana lama hembusan dan jangkauan tidak merupakan pembatas, maka kecepatan angin sajalah yang menentukan tinggi gelombang. Kecepatan angin sebesar 10 knot (5,1 m/det.) misalnya, dapat menghasilkan gelombang setinggi kira-kira 1 m, sedangkan angin dengan kekuatan 30 knot (15,3 m/det.) bisa menghasilkan gelombang sekitar 6 m. Bila kekuatan angin mencapai 40 knot (20,4/ det.) maka gelombang setinggi 14 m akan dapat dihasilkan. Rekor gelombang tertinggi yang pernah tercatat di samudera adalah yang diukur oleh kapal tanker Angkatan Laut Amerika, USS Ramapo, ketika dilanda badai di Samudera Pasifik tahun 1933. Tinggi gelombang yang diukur oleh para perwira laut di kapal itu adalah setinggi 34 m (kurang lebih setinggi gedung berlantai 11). Sekali gelombang telah terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan merambat terus sampai jauh, melampaui daerah angin yang menyebabkannya. Itulah sebabnya di pantai selatan Jawa misalnya sering dapat kita saksikan gelombang besar datang dan terhempas ke pantai meskipun angin setem pat saat itu tidak besar. Gelombang besar yang datang itu bisa merupakan gelombang kiriman yang berasal dari badai yang terjadi jauh di bagian selatan Samudera Hindia.
4. Gelombang tsunami Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang aslinya bermakna “gelombang besar di pelabuhan”, tetapi kini telah menjadi istilah internasional untuk menyatakan gelombang besar luar biasa yang datang menyerang tibatiba, menghempas pantai, dan menimbulkan malapetaka yang hebat. Dalam berbagai literatur kadang kala tsunami disebut pula sebagai gelombang pasang, yang sebenar nya tidak tepat, karena sama sekali tak ada
hubungannya dengan pasang-surut yang ditentukan oleh gaya tarik benda-benda as tronomis, terutama bulan dan matahari. Tsu nami berbeda pula dengan gelombang yang ditimbulkan oleh angin (gelombang angin) yang hanya menggerakkan air laut bagian teratas saja. Gelombang tsunami menim bulkan gerak pada seluruh kolom air, dari permukaan hingga ke dasar. Ada tiga penyebab utama terjadinya tsunami, yakni (1) gempa bawah laut, (2) tanah longsor di dalam atau ke dalam laut, dan (3) letusan gunung api di laut (Gambar 4-15). Tidak semua gempa bawah laut dapat menimbulkan tsunami. Tsunami baru terjadi jika sampai terjadi dislokasi vertikal pada dasar laut yang biasanya disebabkan oleh gempa kuat yang sumbenya relatif dangkal. Bila terjadi patahan atau sesar (fault) di da sar laut, massa batuan dalam jumlah yang sangat besar amblas tiba-tiba dan sebagi an lagi melenting ke atas yang secara kese luruhan akan menyebabkan pemukaan laut mengalami osilasi naik-turun untuk mencari keseimbangan baru dan karenanya timbul lah gelombang tsunami yang kemudian me rambat ke segala arah dengan energi yang sangat besar. Gelombang tsunami merambat ke segala arah dengan kecepatan yang bergantung pada kedalaman laut. Makin dalam laut, ma kin tinggi kecepatan rambatnya. Pada keda laman 5.000 m (kedalaman rata-rata di Sa mudera Pasifik) kecepatan rambat tsunami sangat dahsyat mencapai 230 m/detik (= 828 km/jam), pada kedalaman 4.000 m ke cepatannya bisa mencapai 200 m/detik, dan pada kedalaman 40 m kecepatannya 20 m/ detik. Periode tsunami, yakni waktu yang di perlukan untuk tibanya dua puncak gelom bang yang berurutan, bisa sangat lama. Bila sumbernya jauh, periodenya bisa mencapai 55
lebih satu jam (bandingkan dengan periode gelombang yang disebabkan oleh angin, yang periodenya sekitar 10-20 detik).
A
B
Panjang gelombang, yakni jarak dari satu puncak ke puncak berikutnya, sangat luar biasa panjangnya, bisa mencapai 200 km. Tinggi gelombangnya di tengah samudera biasanya kecil saja, kadang-kadang hanya seperempat hingga setengah meter, hingga sering tak dapat dirasakan oleh kapal yang sedang berlayar di tengah laut. Tetapi, bila gelombang ini mendekati pantai yang semakin dangkal akan menda patkan tahanan yang semakin besar dari da sar laut dan sebagai kompensasi, energinya yang besar dilampiaskan ke arah permukaan dan menimbulkan gelombang yang maha dahsyat di pantai yang bisa mencapai tinggi puluhan meter. Konfigurasi dasar laut sa ngat menentukan besarnya bencana yang dapat ditimbulkan. Teluk yang berbentuk V memberikan efek corong yang dapat menye babkan gelombang tsunami sangat besar. Penduduk di pantai dapat mengamati pertanda akan datangnya tsunami dengan mula-mula melihat laut menjadi cepat su rut yang sangat jauh dari surut normal. Laut menjadi kering tidak seperti biasanya. Ikan banyak yang menggelepar di pantai, dan terumbu karang mengering. Keajaiban ini sering mengundang orang untuk turun ke laut, terdorong rasa ingin tahu. Justru ini adalah saat yang sangat berbahaya. Keringnya laut sebenarnya menunjuk kan bahwa lembah gelombang tsunami te lah tiba, dan sebentar lagi disusul datangnya puncak gelombang raksasa yang segera menghancurkan segala sesuatu di pantai. Pada saat demikian orang sudah sukar untuk menghindar.
C Gambar 4-15 Gelombang tsunami dapat disebabkan karena: A. Gempa kuat yang terjadi di dasar laut yang mengakibatkan terjadinya sesar (fault) ; B. Longsor yang terjadi di atau ke dalam laut; C. Letusan gunung api di laut. (Sumber: Anugerah Nontji)
56
Indonesia dilalui oleh jalur gempa dan jalur vulkanik yang aktif. Oleh karena itu Indonesia merupakan daerah yang sangat rawan bencana tsunami. Telah banyak pe
Peristiwa runtuhnya atau longsornya daratan di dalam atau ke dalam laut dapat pu la menyebabkan tsunami. Terjadinya perge seran massa batuan di dalam atau ke dalam laut secara mendadak akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada permukaan laut dan seluruh kolom air secara tiba-tiba hing ga akan menimbulkan gelombang tsunami yang kemudian akan merambat ke segala penjuru.
Gambar 4-16 Kapal uap “Berouw” yang semula berlabuh di Teluk Betung (Bandar Lampung), dilemparkan oleh gelombang tsunami Krakatau (1883) dan terhempas di lembah Sungai Kuripan, 2,8 km dari pantai. (Sumber: Simkin & Fiske, 1983).
ristiwa tsunami yang dilaporkan terjadi di Indonesia. Tahun 1992, tsunami dengan ge lombang sampai 20 m menghantam Pulau Babi, di sebelah utara Maumere (Flores, Nusa Tenggara Timur), dan telah menyapu bersih seluruh penduduk pulau itu. Tsunami terbesar yang tercatat dalam sejarah adalah tsunami yang terjadi tanggal 26 Desember 2004, yang sumbernya berada di Samudera Hindia, sebelah barat Aceh. Gelombang tsunami yang diakibatkan nya memencar dengan kekuatan dahsyat, menghantam pesisir delapan negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Bangladesh, Burma, Maladewa, Sri Langka, dan India. Diperkirakan lebih 200.000 orang yang meninggal, dengan korban terbesar pen duduk Aceh dan Sumatra Utara.
Tsunami yang disebabkan karena le tusan gunung api yang paling populer ada lah letusan gunung api Krakatau di Selat Sunda, pada tanggal 27 Agustus 1883 yang merenggut lebih 36.000 jiwa. Dua per tiga bagian pulau, seluas 5x8 km2, diterbang kan pada saat letusan itu. Tsunami yang ditimbulkannya luar biasa besar dan mala petaka yang diakibatkan tak terkira hebatnya. Sekitar 165 kota dan desa di pesisir pantai Sumatera dan Jawa luluh lantak. Di Teluk Betung (Bandar Lampung), tsu nami menerjang dengan gelombang seting gi 20 m, sedangkan di Merak hampir setinggi 40 m. Sebuah kapal yang berlabuh di Teluk Betung dilemparkan sejauh 3,3 km dari tem patnya semula dan tersungkur di lembah su ngai sejauh 2,8 km dari pantai. Gelombang tsunami Krakatau merambat ke seluruh dunia. Di Samudera Hindia gelombangnya merambat dengan kecepatan sekitar 600 km/jam. Gelombangnya dapat terekam sam pai ke English Channel dan Panama yang ma sing-masing berjarak 19.872 dan 20.646 km dari Krakatau.
57
C. Pasang Surut Ketika para pelaut Yunani dan Romawi telah mampu berlayar keluar dari Laut Te ngah (Mediterania) melalui Selat Gibraltar dan masuk ke Samudera Atlantik, mereka keheranan menghadapi kenyataan bahwa di pantai Atlantik muka air laut tiap hari bergerak naik-turun berirama, sesuatu yang tidak mereka kenal di negeri asal mereka di Laut Tengah. Mereka pun sukar untuk me nafsirkan dan menjelaskan fenomena ini. Karena itu lahirlah berbagai legenda mengenai ini, salah satunya adalah bahwa naik-turunnya muka laut itu disebabkan karena terdapat paus raksasa nun jauh di samudera yang tak terjangkau, yang bila bernapas, irama napasnya akan menyebab kan muka laut pun naik-turun mengikuti ira ma napas sang makhluk raksasa tersebut. Fenomena naik-turunnya muka laut se cara berirama setiap hari itu adalah pasangsurut (acapkali disingkat sebagai pasut). Namun penjelasan secara ilmiah mengenai pasang-surut ini baru dapat berkembang se telah Newton mengajukan teorinya yang sa ngat terkenal mengenai gravitasi (gaya tarik bumi) tahun 1687, yakni bahwa semua ben da yang ada di bumi akan ditarik oleh gaya yang menuju pusat bumi. Gravitasi tidak hanya dimiliki oleh bumi, tetapi juga oleh benda-benda astronomis se perti bulan dan matahari. Dengan demikian apa yang terjadi di bumi dipengaruhi oleh gaya tarik benda-benda astronomis seperti bulan dan matahari. Gaya paling utama se bagai pembangkit pasang-surut adalah gaya tarik bulan dan matahari. Matahari mempunyai massa 27 juta kali lebih besar dari massa bulan, tetapi jaraknya pun sangat jauh dari bumi (rata-rata 149,6 juta km). Sedangkan bulan, sebagai satelit kecil, jaraknya sangat dekat ke bumi (rata 58
rata 381.160 km). Dalam mekanika alam semesta, jarak lebih menentukan daripada massa. Oleh karenanya, bulan mempunyai peranan yang lebih besar daripada matahari dalam menentukan pasang-surut. Perhitung an matematis telah menunjukkan bahwa gaya tarik bulan yang mempengaruhi pa sang-surut besarnya kurang lebih 2,2 kali lebih kuat daripada gaya tarik matahari. Ben da-benda astronomis lainnya pun sebenar nya mempengaruhi pasang-surut, tetapi pe ngaruh itu sangat kecil dan bisa diabaikan.
1. Model pasang-surut Pasang-surut sebenarnya merupakan peristiwa yang sangat kompleks. Oleh sebab itu, untuk memahami dan menerangkan prinsip mekanisme terjadinya, orang menco ba membuat model sederhana dengan ber bagai asumsi bahwa: (1) bumi berbentuk bulat penuh; (2) se luruh permukaan bumi tertutup merata oleh laut; (3) bulan mempunyai orbit yang benarbenar berupa lingkaran dan orbitnya tepat di atas katulistiwa. Dengan asumsi ini bisa kita bayangkan bahwa bola bumi yang diselimuti merata oleh samudera, karena adanya gaya tarik bu lan yang kuat, maka bagian bumi yang ter dekat ke bulan akan tertarik membengkak atau membenjol hingga perairan samudera di situ akan naik dan menimbulkan pasang. Pada saat yang sama, bagian bola bumi di baliknya akan mengalami keadaan serupa atau pasang pula. Sementara itu pada sisi lainnya yang tegak lurus terhadap poros bu mi-bulan, air samudera akan bergerak ke samping hingga menyebabkan terjadinya kondisi surut. Secara sederhana mekanis menya dapat ditunjukkan seperti dalam Gambar 4-17.
Surut A
Pasang
C
BUMI
C
D
Pasang
B Surut
Sementara bulan mengitar bumi, bumi pun bergerak dalam orbit mengitari mata hari. Oleh karenanya, bulan memerlukan waktu untuk mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam 51 menit. Dengan demikian tiap siklus pasang-surut pun akan bergeser mundur 51 menit tiap hari. Dalam kenyataannya asumsi-asumsi yang dikemukakan di atas tidak pernah dite mukan dalam alam sebenarnya. Misalnya saja, laut tidak meliputi bumi ini secara me rata, tetapi terputus-putus oleh adanya be nua dan pulau-pulau. Topografi dasar laut pun tidak rata mendatar, tetapi sangat ber variasi, dari palung yang sangat dalam, gu nung bawah laut, serta paparan yang luas dan dangkal. Demikian pula ada selat yang sempit dan panjang atau teluk berbentuk corong dengan dasar melandai dan sebagai nya. Selain itu, bumi dan bulan pun tidak mempunyai orbit berupa lingkaran penuh, tetapi berupa ellips yang lonjong. Bumi me ngitari matahari dengan orbit yang pada suatu ketika jarak keduanya terpendek dan di lain waktu terjauh, yang tentu saja menim bulkan efek yang berbeda pada bumi. Keada annya akan lebih kompleks lagi karena orbit bulan dan matahari tidaklah tegak lurus di atas katulistiwa.
BULAN
Gambar 4-17 Model sederhana terjadinya pasang-surut. Pasang terjadi di posisi C dan D, pada garis poros bumibulan. Surut terjadi di posisi A dan B, pada garis tegak lurus terhadap poros bumi-bulan. (Sumber: Anugerah Nontji)
Jadi kenyataan yang dihadapi di lapang an, banyak penyimpangan dari kondisi ideal yang diasumsikan, dan karenanya pula dampaknya menimbulkan ciri-ciri pasangsurut yang berbeda-beda dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Adalah suatu paradoks bahwa sumber penggerak pasang-surut adalah benda-benda astronomis di luar bumi (terutama bulan dan matahari), tetapi penampilan pasang-surut itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal.
2. Kisaran pasang-surut Kisaran pasang-surut (tidal range) ada lah perbedaan tinggi air pada saat pasang maksimum dengan tinggi air pada surut minimum, rata-rata berkisar antara 1-3 m. Tetapi dua lokasi pantai yang terpisah se jauh 50 km, kadang-kadang sudah dapat menimbulkan ciri pasang-surut yang sangat berlainan. Apalagi jika kondisi lingkungan fisiknya sangat berbeda. Di Terusan Panama misalnya, pada pantai Atlantiknya kisaran pasang-surutnya adalah sekitar 0,5 m tetapi di pantai Pasifiknya, hanya 40 km ke sebelah barat, kisaran pa sang-surutnya mencapai 4-5 m. Di Teluk Fundy (Canada) ditemukan kisaran pasangsurut terbesar di dunia, bisa mencapai sekitar 20 m. Sebaliknya di Pulau Tahiti, di tengah 59
MATAHARI BUMI TINGGI AIR
BULAN
A B M M B A WAKTU
PASANG-SURUT PURNAMA
BULAN
BUMI
TINGGI AIR
MATAHARI
Di perairan Indonesia, beberapa contoh dapat diberikan misalnya Tanjung Priok (Ja karta) kisaran pasang-surutnya hanya seki tar 1 m, Ambon sekitar 2 m, Bagan Siapiapi sekitar 4 m, sedangkan yang tertinggi di muara Sungai Digul dan Merauke (Papua bagian selatan), kisaran pasang-surutnya cu kup tinggi, bisa mencapai 7-8 m. Untuk keselamatan pelayaran, tiap na khoda kapal harus memperhatikan pola pa sang-surut setempat agar kapalnya dapat selamat masuk atau keluar dari pelabuhan, atau melewati selat-selat yang dangkal. In formasi tentang pasang-surut juga akan me nentukan keberhasilan suatu operasi militer dalam pendaratan amfibi. Demikian pula data pasang-surut diperlukan dalam pem buatan tambak-tambak udang di pantai. 60
M
M
A B WAKTU
PASANG-SURUT PERBANI
Samudera Pasifik, kisaran pasang-surutnya kecil, tidak lebih dari 0,3 m, sedangkan di Laut Tengah (Mediterranea) hanya berkisar 0,10-0,15 m. Itulah sebabnya orang-orang Romawi dan Yunani zaman dulu tidak pernah memperhatikan masalah pasang-surut ini.
B A
Gambar 4-18 Mekanisme terjadinya pasang-surut purna ma (spring tide) dan pasang-surut perbani (neap tide). (Sumber: Anugerah Nontji)
Catatan: Pada pasang-surut purnama, pengaruh bulan dan matahari saling memperkuat. Pada pasangsurut perbani, pengaruh bulan dan matahari saling meniadakan. B = Pengaruh bulan; M = Pengaruh matahari; A = Tinggi muka air.
3. Pasang-surut purnama dan perbani Posisi kedudukan bulan dalam orbitnya dan posisi matahari selalu berubah relatif terhadap bumi. Apabila bulan dan matahari berada kurang lebih pada satu garis lurus dengan bumi, seperti pada saat bulan mu da atau bulan purnama, maka gaya tarik keduanya akan saling memperkuat. Dalam keadaan demikian akan terjadilah pasangsurut purnama (spring tide) dengan pasang tinggi air yang luar biasa, melebihi tinggi pa sang yang umum. Sebaliknya, surutnya pun sangat rendah, hingga lokasi-lokasi tertentu dengan pantai yang landai bisa menjadi ke ring sampai jauh ke laut.
Tetapi jika bulan dan matahari memben tuk sudut siku-siku terhadap bumi maka ga ya tarik keduanya akan saling meniadakan. Akibatnya, perbedaan tinggi air antara pa sang dan surut hanya kecil saja, dan keadaan ini dikenal sebagai pasang-surut perbani (neap tide). Proses terjadinya pasang-surut purnama dan perbani ditunjukkan dengan lebih jelas dalam Gambar 4-18.
Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang-surut di Indonesia dapat dibagi men jadi empat jenis yakni pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semi diurnal tide), dan dua jenis campuran antara keduanya. Pada jenis harian tunggal hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari, misalnya terjadi di perairan se kitar Selat Karimata, antara Sumatera dan Kalimantan. Pada jenis harian ganda, tiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya masing-masing hampir sama, misalnya terdapat di perairan Selat Malaka bagian utara hingga ke Laut Andaman. Di samping itu dikenal juga campuran dari ke duanya, meskipun jenis tunggal atau gan danya masih menonjol. Pada pasang-surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing semi diurnal) terjadi dua kali pasang dan dua kali Hari ke-
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
A. HARIAN GANDA
B. CAMPURAN, CONDONG KE HARIAN GANDA
Tinggi Air
2 1 0 3
C. CAMPURAN, CONDONG KE HARIAN TUNGGAL
2 1 0
D. HARIAN TUNGGAL
3 2 1 0
Gambar 4-19 Contoh pola gerakan muka air pada empat jenis pasang-surut selama waktu 16 hari. (Sumber: Anugerah Nontji)
C
CAMPURAN, CONDONG KE HARIAN GANDA HARIAN GANDA
CAMPURAN, CONDONG KE HARIAN TUNGGAL
HARIAN TUNGGAL
4. Pola pasang surut
m 6 5 4 3 2 1 0
D
CAMPURAN, CONDONG KE HARIAN GANDA CAMPURAN, CONDONG KE HARIAN GANDA
HARIAN GANDA
Gambar 4-20 Sebaran jenis-jenis pasang-surut di Indonesia dan sekitarnya. (Sumber: Anugerah Nontji)
surut dalam sehari, tetapi berbeda dalam tinggi dan waktunya. Ini misalnya terdapat di sebagian besar perairan Indonesia bagian timur. Dan yang terakhir adalah jenis pasangsurut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal). Pada jenis ini tiap hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi kadang-kadang pula untuk sementara dengan dua kali pasang dan dua kali surut, yang sangat berbeda dalam ting gi dan waktunya. Contohnya terdapat di pantai selatan Kalimantan dan pantai uta ra Jawa Barat. Pola gerak muka air pada ke empat jenis pasang-surut yang terdapat di Indonesia diberikan contohnya pada Gam bar 4-19. Sedangkan sebaran geografis je nis-jenis pasang-surut itu disajikan dalam Gambar 4-20.
5. Arus pasang-surut Di perairan pantai, terutama di telukteluk dan selat-selat yang sempit, gerakan naik-turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang-surut. Biasanya arah nya kurang lebih bolak-balik, misalnya jika muka air bergerak naik, arus mengalir masuk. Sedangkan pada saat muka air bergerak 61
turun arus pun mengalir keluar. Di tempattempat tertentu arus pasang-surut ini cukup kuat. Arus pasang-surut yang terkuat di Indonesia tercatat di Selat Capalulu, antara Pulau Taliabu dan Pulau Mangole (Kepulau an Sula), yang kekuatannya bisa mencapai 5 m/detik.
6. Ramalan pasang surut Dengan memperhatikan faktor-faktor lokal dan pengaruh gravitasi benda-benda astronomis, kini telah dapat dibuat ramalan pasang surut. Di Indonesia, Dinas HidroOseanografi TNI Angkatan Laut mempunyai tugas untuk membuat ramalan pasang surut
setahun lebih awal untuk sekitar 80 lokasi di Indonesia dalam bentuk buku ramalan pasang surut. Dengan ramalan itu dapat diketahui kon disi pasang-surut di suatu daerah pada tang gal dan jam tertentu, sehingga sangat mem bantu bagi para nakhoda yang membawa kapal. Bagi seorang yang akan melakukan penelitian biologi laut, ramalan pasangsurut ini pun sangat penting karena dapat membantu perencanaan sebaiknya kapan turun ke laut. Demikian pula dalam operasi amfibi militer yang akan mendaratkan pasu kan di pantai, ramalan pasang-surut ini sa ngat menentukan.
D. Cuaca dan Laut Manusia hidup dalam medium atmosfer yang terdiri dari campuran uap air dan ber bagai gas. Dengan adanya gravitasi, atmos fer ini menimbulkan tekanan udara yang di permukaan laut besarnya adalah 1,04 kg/cm2 atau sekitar 1 atmosfer. Apabila terjadi per ubahan tekanan udara, maka ini dapat me micu timbulnya berbagai perubahan cuaca. Perubahan cuaca ini sangat mempe ngaruhi kehidupan manusia, bahkan hampir semua kegiatan kita dipengaruhi oleh cua ca, seperti pertanian, kehutanan, perikanan, transportasi, pelayaran, penerbangan, dan lain-lain. Dalam banyak hal cuaca yang kita hadapi tidak lepas dari hubungannya de ngan kondisi di laut. Sebagian besar permukaan bumi ini ter diri dari laut. Antara laut dan atmosfer di atasnya terdapat interaksi yang sangat kuat yang menentukan kondisi cuaca. Masyarakat tradisional kita bahkan melihat cuaca dan laut sebagai suatu kesatuan. Para nelayan dan pelaut kita misalnya, melihat kondisi awan, angin, dan ombak merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. 62
Perubahan cuaca akan mempengaruhi kondisi laut, sebaliknya kondisi laut dapat pula mempengaruhi kondisi cuaca. Angin misalnya, sangat menentukan terjadinya ge lombang dan arus di permukaan laut, dan curah hujan dapat menentukan salinitas (kadar garam) air laut. Sebaliknya, proses fisik di laut seperti terjadinya penaikan air (upwelling) dapat mempengaruhi keadaan cuaca setempat.
1. Siklon tropis Indonesia yang terletak tepat di katu listiwa, umumnya jarang ditemukan amuk
Gambar 4-21 Siklon tropis yang terjadi di atas samudera, sebagaimana terindra dari satelit. (Sumber: Anugerah Nontji)
LU 40 0.1
5.0 3.0 4.0
20 0.2 0.4
0.2 1.0 0.4 2.0 0.8
0.1 0
3
20
2 0.2
LS
0.6
0.4
1.8 1.6
0.1
0.8 0.6 0.4
40 40
60
80
100
120
140
160
BT
LU 40
20
0
Frekuensi terjadinya siklon tropis ini di sajikan dalam gambar 4-22. Kawasan yang sangat sering dilanda badai tropis ini adalah Filipina dan Bangladesh. Badai atau siklon ini akan bergerak menempuh jalur tertentu hingga akhirnya dapat terurai habis. Gambar 4-22 ini juga menunjukkan kecenderungan jalur gerakan siklon tropis sebelum terurai habis. Meskipun Indonesia boleh dikatakan be bas dari amukan siklon tropis, namun dam paknya tetap dapat dirasakan dan menim bulkan gangguan cuaca. Perairan di selatan Jawa dan antara Nusa Tenggara dan Australia sering merupakan tempat kelahiran siklon tropis yang akibatnya acapkali menimbulkan bencana di daratan dan laut kita. Siklon yang terjadi di selatan Nusa Teng gara tahun 1985 misalnya, telah melumpuh kan semua jalur penerbangan ke Nusa Teng gara, dan hujan lebat disertai angin kuat telah menghancurkan ribuan rumah.
20
40
LS 40
60
80
100
120
140
160
BT
Gambar 4-22 Atas: Frekuensi rata-rata siklon tropis per tahun di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Posisi Indonesia relatif aman dari serangan siklon tropis. Bawah: Kecenderungan arah lintasan siklon tropis di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. (Sumber: Anugerah Nontji)
an angin yang sangat kuat. Badai yang lebih dikenal dengan siklon tropis, sering me ngamuk di samudera sekitar garis lintang 10o Utara dan juga sekitar 10o Selatan. Si klon tropis ini umumnya mempunyai nama yang khusus, dan menimbulkan angin yang sangat kuat disertai gelombang besar yang dapat menimbulkan bencana besar bila melanda kawasan pantai. Kecepatan angin yang disebabkan oleh badai ini bisa mencapai ratusan km/jam. Kelahiran, perkembangan, dan perjalanan siklon tropis kini dapat dipantau dengan sa telit, yang menampilkan pusaran awan yang senantiasa bergerak berputar dengan inti yang bertekanan rendah.
2. Angin Musim (Muson) Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah Angin Musim, disebut ju ga muson (monsoon). Posisi Indonesia an tara dua benua (Asia dan Australia) dan an tara dua samudera (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia) menempatkan Indonesia pada posisi yang sangat ideal untuk ber kembangnya Angin Musim. Angin Musim berhembus dengan sta bil ke arah tertentu pada suatu periode se dangkan pada periode lainnya angin berhem bus secara mantap pula dengan arah yang berlawanan. Angin Musim ini dipicu oleh terjadinya pemanasan dan pendinginan di benua Asia dan Australia yang menyebabkan angin berhembus dari daerah bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah. Bulan-bulan Desember, Januari, dan Fe bruari adalah musim dingin di belahan bumi utara dan musim panas di belahan bumi 63
selatan. Pada saat itu terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin ber hembus dari Asia menuju Australia, yang di Indonesia dikenal sebagai Angin Musim Ba rat. Karena pengaruh putaran bumi (gaya Coriolis), arah angin ini umumnya dibelok kan ke kanan di belahan bumi utara dan dibelokkan ke kiri di belahan bumi selatan. Sebaliknya pada bulan-bulan Juli hingga Agustus terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Australia dan tekanan rendah di atas daratan Asia, hingga di Indonesia berhem buslah Angin Musim Timur. Sistem tekanan itu ternyata begitu tetap hingga menyebab kan angin musim berhembus dengan stabil terutama di atas lautan. Jadi dua kali dalam setahun angin musim berganti arah. Gambar 4-23 menunjukkan pola angin di Indonesia pada Musim Barat dan Musim Timur, ratarata untuk 30 tahun. 15
15 MALAYA
10
20
15
10
10
SARAWAK
10
15
5
10 15
5
JANUARI 15
15 10
10
15 10
15 10
MALAYA SARAWAK
15 72 m
10
15
JULI
Gambar 4-23 Atas: Pola umum arah angin dalam keadaan normal pada bulan Januari (Musim Barat), rata-rata selama 30 tahun. Bawah: Pola umum arah angin dalam keadaan normal pada bulan Juli (Musim Timur), rata-rata selama 30 tahun. (Sumber: BMG)
64
Gambar 4-24 Perahu-perahu layar tradisional sejak dulu memanfaatkan angin musim dalam pelayaran antar pulau.
Bulan Maret hingga April, dikenal seba gai musim peralihan atau pancaroba awal tahun. Pada masa ini kekuatan angin me lemah dengan arah yang tak menentu. De mikian pula terjadi dalam bulan Oktober dan November, yang dikenal dengan musim per alihan atau pancaroba akhir tahun. Karena kekuatan angin umumnya lemah pada mu sim peralihan, maka laut pun umumnya te nang pada masa ini. Pelaut-pelaut tradisional kita telah lama memahami pola perubahan angin ini dan memanfaatkannya dalam pelayaran antar pulau. Ketika hubungan antar pulau masih dilakukan dengan perahu layar, para pelautpedagang memanfaatkannya untuk berlayar ke timur pada Musim Barat, dan kembali ke barat mengikuti hembusan Angin Timur. Angin musim membawa pengaruh pula pada curah hujan. Untuk kawasan Indonesia bagian barat misalnya, pada umumnya Mu sim Barat banyak membawa hujan sedang kan Musim Timur sedikit membawa hujan atau dikenal sebagai musim kemarau. Mu sim Barat yang membawa banyak hujan menyebabkan sungai-sungai lebih banyak mengalirkan air tawar ke laut hingga menye babkan turunnya salinitas di laut.
3. Angin Laut dan Angin Darat Selain angin musim, di pesisir pantai dapat ditemukan pula angin laut dan angin darat. Proses terjadinya sama dengan terja dinya angin musim dalam skala yang lebih kecil, yakni karena terjadinya perbedaan pemanasan dan pendinginan antara daratan dan lautan. Pada siang hari, permukaan daratan menjadi lebih cepat panas. Akibatnya udara di atas permukaan daratan menjadi panas dan memuai serta mudah menguap naik ke atas. Kekosongan udara di dekat permukaan daratan akan diisi oleh udara dari laut yang suhunya lebih rendah. Udara yang naik di atas daratan kemudian menuju ke laut. Se lanjutnya udara yang naik ini akan turun lagi di laut hingga membentuk daur konveksi se perti terlihat dalam Gambar 4-25. Jadi yang dimaksud dengan angin laut adalah angin
Angin Laut
permukaan yang berhembus dari laut ke darat yang terjadi pada siang hari. Sebalik nya angin darat adalah angin permukaan yang berhembus dari darat ke arah laut dan terjadi pada malam hari. Biasanya angin darat lebih lemah daripada angin laut. Ketinggian sel angin laut dapat menca pai 3-4 km sedangkan jaraknya dari garis pantai sering mencapai 20 km, baik ke arah daratan maupun ke arah laut, meskipun ja rak ini dapat pula melebar sampai 80 km dari pantai. Angin laut mulai berhembus sekitar pukul 9-11 pagi, sedangkan angin darat mulai pukul 5 sore. Nelayan-nelayan pantai dengan perahu layar memanfaatkan sifat angin ini. Perahu-perahu layar mereka berangkat ke laut pada malam hari memanfa atkan angin darat, dan kembali besok siang nya dengan memanfaatkan angin laut. Angin musim dapat mempengaruhi angin laut dan angin darat. Di daerah-daerah yang angin musimnya lemah, angin laut dan angin daratlah yang memegang peranan di daerah pantai. Di daerah-daerah yang perbedaan angin musimnya jelas, angin laut dan angin darat berbeda sepanjang tahun, dibayangi oleh angin musim. Bentang darat seperti adanya gunung di daerah pantai bisa mempengaruhi kekuatan angin laut dan angin darat. Angin Darat 4. El Niño dan La Niña
Salah satu gangguan cuaca yang dapat memberi dampak bencana kekeringan yang berkepanjangan di Indonesia adalah El Niño. Mulanya fenomena El Niño ini diduga meru pakan fenomena yang hanya terjadi lokal di perairan Pasifik di sekitar pantai Peru.
Angin Darat Gambar 4-25 Mekanisme terjadinya angin laut dan angin darat. (Sumber: Anugerah Nontji)
Perairan Peru terkenal dengan perikan annya yang sangat produktif karena adanya air naik (upwelling) yang menyuburkan per airan ini. Pada saat-saat tertentu, yang di kenal dengan El Niño, air hangat masuk ke perairan ini dan menyebabkan upwelling ter henti, dan dampaknya luar biasa karena pro 65
KONDISI NORMAL
KONDISI EL NINO
Konveksi Konveksi Katulistiwa Katulistiwa
Australia Amerika Selatan
Australia
Termoklin 120º Bujur Timur
Termoklin
80º Bujur Barat
Gambar 4-26 Kiri: Samudera Pasifik pada kondisi normal. Terjadi penumpukan air hangat di Pasifik Barat, sebelah utara Papua. Kanan: Samudera Pasifik pada saat terjadinya El Nino. Air hangat mengalir ke timur. Kedalaman termoklin di bagian barat Pasifik menaik, sedangkan di bagian timur Pasifik menurun. Awan hujan bergerak ke timur, hingga Amerika Selatan kebanjiran, sedangkan Indonesia mengalami kekeringan (Sumber: NOAA)
Amerika Selatan
120º Bujur Timur
80º Bujur Barat
duksi plankton turun, yang pada gilirannya menyebabkan produksi perikanan pun turun dengan drastis. Perkembangan pengetahu an kelautan mutakhir menunjukkan bahwa fenomena El Niño ini merupakan fenomena yang berskala besar yang dampaknya pun bersifat global.
Ringkasan Arus
Sirkulasi adalah gerakan aliran air laut, yang dapat berupa arus.
Arus laut dapat diukur dengan berbagai cara, baik dengan alat ukur yang tetap (stasioner) maupun dengan alat ukur yang ikut menyertai aliran arus.
Pola arus utama di Indonesia sangat ditentukan oleh angin musim (monsoon), yakni Musim Barat, Musim Timur, dan Musim-Peralihan di antara keduanya.
Upwelling adalah gerak naiknya air dari lapisan dalam ke permukaan, yang mem bawa hara yang kaya ke permukaan hingga dapat menyuburkan perairan per mukaan.
Arlindo (Arus Lintas Indonesia) adalah arus yang mengalirkan massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui selat-selat di perairan Nusantara.
Seluruh dunia terkait dalam sistem sirkulasi yang dikenal dengan Sabuk Penghan tar Samudera Raya (The Great Ocean Conveyor Belt) yang menghantarkan air dingin dan air hangat dalam sistem sirkulasi global.
Gelombang
66
Gelombang selalu terjadi di laut, mulai dari gelombang yang sangat kecil (tinggi < 1 mm) hingga gelombang besar yang tingginya puluhan meter.
Pembangkit gelombang yang paling utama adalah angin. Tingginya gelombang bergantung pada kekuatan angin, lamanya angin berhembus, dan jangkauan atau jarak tempuh angin.
Gelombang besar juga dapat disebabkan karena tsunami, yakni karena gempa di dasar laut, longsoran di atau ke dalam laut, atau letusan gunung api di laut.
Pasang-surut
Pasang-surut (disingkat pasut) adalah gerak berirama permukaan laut yang pembangkit utamanya adalah gaya tarik (gravitasi) bulan dan matahari.
Kondisi lokal sangat menentukan kisaran tinggi pasut. Ada pantai yang kisaran tinggi pasutnya kecil (beberapa cm), tetapi ada juga yang sangat tinggi sampai 7-8 m.
Pasut purnama terjadi bila bulan, bumi, dan matahari terletak pada satu garis lurus hingga gravitasi bulan dan matahari saling memperkuat, hingga pasangnya sangat tinggi tetapi surutnya juga sangat rendah. Pasut perbani, terjadi bila bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus terhadap bumi hingga pasang mau pun surutnya kecil.
Pola irama pasut dapat dibagi menjadi pasut harian tunggal (sekali pasang dan sekali surut dalam sehari), pasut harian ganda (dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari), dan campuran keduanya.
Pasut dapat diramalkan terjadinya untuk berbagai daerah tertentu. Buku ramalan pasang-surut diterbitkan tiap tahun oleh Jawatan Hidrografi TNI AL.
Cuaca
Kehidupan dan aktivitas manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca.
Kondisi cuaca banyak dipengaruhi oleh interaksi fisik antara laut dan atmosfer.
Angin bertiup dari tempat yang tekanan udaranya tinggi ke tempat yang tekanan angin udaranya rendah.
Angin musim (muson) terjadi secara berkala di Indonesia. Angin Musim Barat umumnya berhembus dari daratan Asia ke Australia, sebaliknya terjadi pada Musim Timur, di mana angin berhembus dari Australia ke daratan Asia. Musim Barat lebih banyak membawa hujan daripada Musim Timur.
Di antara kedua musim tersebut, Indonesia mengalami musim peralihan atau musin pancaroba. Musim ini berlaangsung saat matahari terletak di khatulistiwa.
Angin darat berhembus pada malam hari dari daratan ke arah laut. Sebaliknya angin laut terjadi pada siang hari dari laut ke darat.
El Niño adalah kelainan cuaca yang dapat menyebabkan kekeringan yang ber kepanjangan di Indonesia. La Niña adalah kebalikan dari El Niño yang menyebab kan hujan berlebihan di Indonesia.
67
Soal Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar! 1. Apa yang dimaksud dengan penaikan air (upweling)? a. Air yang mengalir dari pantai ke tengah samudera b. Permukaan air yang bergerak naik-turun secara periodik c. Air yang mengalir dari sungai ke laut d. Air dari lapisan dalam yang bergerak naik ke permukaan e. Kondisi laut pada saat pasang tinggi 2. Apa yang dimaksud dengan Arlindo? a. Arus yang mengalir di sepanjang katulistiwa b. Arus yang polanya berpusar c. Arus bolak balik d. Arus yang mengalir sepanjang pantai e. Arus dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui selat-selat di Indonesia 3. Apa penyebab terjadinya gelombang tsunami? a. Karena pasang-surut b. Karena badai yang terjadi di samudera c. Karena angin puting beliung terjadi di pantai d. Karena gempa bawah laut e. Karena perubahan global 4. Jelaskan apa yang menjadi pendorong utama terjadinya pasang-surut. a. Pasang surut terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi b. Karena terjadinya perubahan musim dari Musim Timur ke Musim Barat c. Karena terjadinya perubahan pola arus d. Karena terdapat perbedaan suhu di permukaan laut e. Karena naiknya permukaan laut akibat pencairan es di kutub
68
5. Apa yang dimaksud dengan pasang-surut purnama? a. Pasang surut yang terjadi pada saat bumi, bulan, dan matahari berada dalam satu garis lurus b. Pasang surut yang terjadi di daerah sekitar muara c. Perbedaan tinggi muka air pada saat pasang dan surut sangat kecil d. Pasang yang terjadi hanya pada malam hari e. Pasang disebabkan karena badai di samudera 6. Apa yang dimaksud dengan pola pasang-surut harian tunggal? a. Pasang yang terjadi hanya sekali dalam sehari b. Pasang yang terjadi dua kali dalam sehari c. Pasang-surut yang tak beraturan d. Pasang-surut yang perbedaan antara pasang dan surutnya sangat kecil e. Pasang-surut dengan perbedaan antara pasang dan surutnya sangat besar 7. Mengapa nelayan tradisional (dengan perahu layar) biasanya mulai melaut pada malam hari dan kembali ke darat keesokan paginya? a. Karena pada malam hari terjadi angin darat yang menghembus dari darat ke laut, sedangkan pada pagi hari bertiup angin laut dari laut ke darat b. Karena pada malam hari suhu udara di darat lebih hangat daripada di laut c. Agar lebih mudah memasarkan hasil tangkapan pada pagi hari d. Agar tidak melelahkan di bawah terik matahari e. Karena mengkap ikan lebih mudah pada malam hari 8. Apa itu El Niño? a. El Niño adalah perubahan iklim yang disebabkan terjadinya anomali cuaca di Samudera Pasifik yang mengakibatkan terjadinya musim kering yang berkepanjangan di Indonesia b. El Niño adalah musim hujan yang berkepanjangan yang menimbulkan bencana alam di mana-mana c. El Niño adalah badai yang menimpa sebagian besar wilayah Indonesia d. El Niño adalah gelombang besar yang menimbulkan bencana di pantai e. El Niño adalah terjadinya pemanasan permukaan laut yang diakibatkan oleh emisi gas dari industri
69
Jawablah pertanyaan di bawah ini. 1. Jelaskan tiga sebab terjadinya tsunami. 2. Sikap apa yang harus kita lakukan menghadapi bencana, misalnya gempa, tsunami, banjir, dan lain-lain. 3. Jelaskan bagaimana cara mengukur kecerahan air laut.
Tugas 1. Ukurlah suhu udara dan suhu air laut secara berkala, setiap jam selama sehari penuh. Diskusikan hasil yang diperoleh. Bagaimana hasilnya bila pengukuran itu dilakukan di kobakan air yang terisolir dari laut lepas. 2. Ambillah seliter air laut, kemudian panaskan hingga semua airnya menguap. Timbanglah berat kristal yang tertinggal. Berapa salinitas air laut itu? 3. Buatlah lempengan bundar dari papan berdiamter 30 cm, di cat putih, dan diberi pemberat di bawahnya. Turunkan ke dalam laut dengan tali yang telah diberi skala meter. Amati dari permukaan. Pada kedalaman berapa lempeng itu menghilang dari pandangan? Lakukan di perairan laut yang jernih dan yang keruh. Adakah bedanya. Nilai yang diperoleh menunjukkan tingkat kecerahan air laut. 4. Ambillah sebuah botol kosong, dan isi dengan air sekitar sepertiganya kemudian tutup yang erat. Lepaskan di laut. Amati ke mana hanyutnya. Dapatkah engkau memperkirakan arah dan kekuatan arus setempat. 5. Pancangkan sebuah tonggak yang telah diberi skala di laut. Catatlah ketinggian air setiap jam selama sehari penuh. Buatlah kurvanya. Kajilah berapa kali pasang dan berapa kali surut dalam sehari di tempat itu. Berapakah kisaran tinggi pasang surutnya? Termasuk dalam kategori manakah pasang-surut di tempat itu. 6. Amatilah berita-berita cuaca dari koran atau televisi. Adakah hubungan antara kekuatan angin, hujan, dan tinggi gelombang di laut?
70
Glosari
Arlindo = Arus Lintas Indonesia.
Angin darat = angin yang berhembus dari darat ke laut pada malam hari.
Angin laut = angin yang berhembus dari laut ke darat pada siang hari.
Angin musim (muson) = angin yang berhembus secara berkala mengikuti pola arah tertentu, misalnya Musim Barat, Musim Timur, dan Musim Peralihan.
El Niño = kelainan cuaca yang dipicu oleh kelainan interaksi fisik antara laut dan atmosfer, yang mempunyai dampak sangat luas. Di Indonesia dapat menyebabkan musim kering yang berkepanjangan yang bisa mengakibatkan meluasnya kegagalan panen, meningkatnya kebakaran hutan, dan sebagainya.
La Niña = adalah kebalikan dari El Niño, yang di Indonesia menyebabkan hujan yang berlebihan.
Siklon = angin kuat yang terjadi di laut, yang merupakan pusaran besar yang dapat bergerak berpindah sebelum terurai habis. Siklon dapat menimbukan bencana di laut maupun di darat.
71
Daftar Pustaka Allen, W.E. & E. E. Cupp. 1935. Plankton diatoms of the Java Sea. Ann. du Jard. Bot. de Buit. 44: 1174. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman hayati laut: Asset pembangunan berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Delsman, H. C. 1939. Preliminary plankton investigation in the Java Sea. Treubia 17: 139-184. Duxbury, A. B., A. C. Duxbury & K. A. Sverdrup. 2002. Fundamentals of Oceanography. 4th Edition. New York: McGraw-Hill. Hendiarti, N. 2003. Investigation of ocean color remote sensing in Indonesian waters using SeaWiFs. Doctor Disertation, University of Rostock. Hutabarat, S. & S. M Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Ingmanson, D.E. & W. J. Wallace. 1973. Oceanograhy: an introduction. Third Edition. Belmont: Wadsworth Publishing Company. McConnaughey, B. H. 1978. Introduction to Marine Biology. Saint Louis: The C.V. Mosby Co. Mojetta, A. 1995. The Barrier Reef: Guide to the World of Corals. Shrewsbury: Swan Hill Press. Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan ke-3. Jakarta: Penerbit Djambatan. Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut: Suatu pendekatan ekologis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Russell-Hunter, W.D. 1970. Aquatic productivity: An Introduction to Some Basic Aspects of Biological Oceanography and Limnology. London: The Macmillan Co. Collier-Macmillan Ltd.. Sverdrup, H.U., M. W. Johnson & R.H. Fleming. 1961. The oceans: Their physics, Chemistry, and General Biology. Modern Asia Edition. Englewood: Prentice-Hall Inc. . Webber, H.H. & H.V. Thurman. 1991. Marine Biology. New York: Harper Collins Publ. Inc. Weihaupt, J. G. 1979. Exploration of The Oceans: an Introduction to Oceanography. New York: Macmillan Publishing Co. Weyl, P.K. 1970. Oceanography: an Introduction to The Marine Environment. New York: John Wiley & Sons. Wickstead, J. H. 1965. An Introduction to The Study of Tropical Plankton. London: Hutchinson Tropical Monographs. Hutchinson and Co. Ltd. Wyrtki, K. 1958. The Water Exchange Between The Pacific and Indian Oceans in Relation to Upwelling Processes. Proc. 9th Pacif. Sci. Cong.16: 61-66. Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga Report, Vol 2, San Diego: University of Caifornia, 195 hlm.
72