PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN ...

29 downloads 4827 Views 666KB Size Report
digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo. Sragen tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 7  ...
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh: SUTINO K7107055

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh: Sutino K7107055

SKRIPSI Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user iii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user iv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRAK Sutino. K7107055. PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Sumber data yang digunakan adalah informasi dari narasumber yaitu guru kelas V dan siswa, hasil pengamatan proses dan data pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode role playing, dan dokumen resmi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan kajian dokumen. Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif meliputi tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa metode role playing dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya persentase sikap siswa pada aspek minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I persentase klasikal sikap siswa adalah minat 61,9%, keaktifan siswa 71,42%, kerja sama 71,42%, dan kesungguhan 57,14%. Pada siklus II persentase klasikal sikap siswa meningkat menjadi: minat 90,47%, keaktifan siswa 80,95%, kerja sama 76,19%, dan kesungguhan 80,95%. Kualitas hasil dibuktikan dengan diperoleh nilai rata-rata hasil tes awal sebelum tindakan (prasiklus) yaitu 61,14 dengan ketuntasan klasikal 38,1%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat mencapai 66,09 dengan ketuntasan klasikal 71,42%. Setelah tindakan pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 73,33 dengan ketuntasan klasikal 85,71%.

commit to user v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRACT Sutino. K7107055. IMPROVING THE SPEAKING SKILL WITH THE USE OF ROLE PLAYING METHOD IN THE FIFTH GRADE STUDENT OF SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN ON THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2011. Skripsi: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta, April 2011. The purpose of this research is to improve the process and result quality of speaking skill with the use of role playing method in the fifth grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year of 2010/2011. This research has the form of Classroom Action Research (CAR). Subject used in this research is the fifth grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year 2010/2011 amount to 21 students consist of 7 man students and 14 woman students. The data sources of the research were informant, that is the class V teacher and students, the result of observation process and data on the learning speaking skill with the use role playing method, and official documents. The data collecting technique used is observation, in-depth interview, test, and learn document. The validity of the data was tested by using a data source triangulation and a method triangulation. The data analysis technique applied is interactive analysis model having three components, that are data reduction, data presentation, and drawing conclusion or verification. The research process consisted of two cycles and each cycle comprised four phases, namely: (1) planning, (2) implementation, (3) observation, and (4) reflection. Based on the results of the research, a conclusion is drawn that the use of role playing can improve the process and result quality of speaking skill in the fifth grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year of 2010/2011. This can be proved by the increasing percentage of students' attitudes on aspects of interest, liveliness, cooperation, and seriousness in cycle I and cycle II. In cycle I, percentage classical attitudes of the students is an interest of 61,9%, 71,42% students' activeness, cooperation 71,42%, and the earnestness is 57,14%. In cycle II percentage classical attitudes of the students improve be an interest of 90,47%, 80,95% students' activeness, cooperation 76,19%, and the earnestness is 80,95%. The result quality be proved by the preliminary average score of the achievement test prior to the treatment is 61,14 and the classical learning completeness is 38,1%. In cycle 1, the average score of the achievement test improve becomes 66,09 and the classical learning completeness is 71,42%. After the treatment of cycle II, the average score of the achievement test becomes 73,33 and the classical learning completeness is 85,71%.

commit to user vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MOTTO ´Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh-VXQJJXKGDQKDQ\DNHSDGD$OODKNDPXEHUKDUDS´ (QS. Al-Insyirah:6-8) ³+DLRUDQJ-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan PHQRORQJPXGDQPHQHJXKNDQNHGXGXNDQPX´ (QS. Muhammad: 7 ) ³$OODKPHQ\XNDLSHNHUMDDQ\DQJGLODkukan terus-menerus walaupun pekerjaan itu NHFLODWDXVHGLNLW´ (HR. Bukhari dan Muslim) ³.HWDKXLODKSHUWRORQJDQLWXDGDEHUVDPDGHQJDQNHVDEDUDQMDODQNHOXDULWXDNDQ VHODOXEHULULQJDQGHQJDQFREDDQGDQEHUVDPDNHVXOLWDQLWXDGDNHPXGDKDQ´ (HR. Tirmidzy) ³%HUV\XNXUDWDVVHVXDWX yang kita miliki dan bersabar atas ujian adalah kunci kebahagiaan menjalani kehidupan´ (Penulis)

commit to user vii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk: ™

Orang tuaku,

Almh. ibu Tuginah yang memberikan arti tulusnya kasih sayang tanpa mengharap balas jasa dan aku selalu mendoakan semoga beliau diampuni dosanya serta dimasukan ke dalam surga-Nya. Amiin. Bapak Sasmo Dimejo yang telah memberikan motivasi, perhatian, kasih sayang dengan tulus ikhlas, bekerja keras tanpa mengenal lelah untuk mencukupi kebutuhan keluarga, dan mendoakan aku dalam setiap langkahku. Terima kasih ayah. ™ Kakak-kakakku (Mas Tukidi, Mas Tugiman, Mas Sartono, Mas Suparjo, Mas Slamet, Mas Tugimin, Mbak Sumarmiyati, dan Mbak Suwarti) yang telah memberikan dukungan dan membantu biaya kuliahku. ™ Teman-temanku SI PGSD angkatan 2007 terkhusus untuk kelas VIIIB dan adik-adik tingkatku PGSD FKIP UNS yang telah banyak membantu dan mendoakanku. ™ Keluarga besar FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dan almamaterku tercinta tempatku menimba ilmu berkarakter kuat dan cerdas untuk masa depan yang cerah.

commit to user viii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Atas kehendak-Nya pula skripsi dengan judul ´3eningkatan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen Tahun Ajaran 2010/2011´ ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah melibatkan berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Kartono, M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. 4. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta dan pembimbing II skripsi penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 6. Bapak dan Ibu dosen program studi PGSD FKIP UNS yang telah memberikan motivasi dan pengarahan kepada penulis. 7. Ibu B. Any Handayani, S. Pd selaku Kepala Sekolah SDN Pandak I yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. 8. Bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd selaku guru kelas V SDN Pandak I yang dengan senang hati membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

commit to user ix

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

9. Guru-guru SDN Pandak I yang telah memberikan motivasi dan sebagai informan terhadap penyusunan skripsi ini. Penulis telah berupaya untuk berbuat yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini. Namun demikian, disadari hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Semua ini tidak lain karena keterbatasan penulis baik pengatahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, segala saran dan kritik membangun sangat diharapkan. Akhirnya, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah.

Surakarta, April 2011

Penulis S.

commit to user x

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL ...........................................................................................................

i

PENGAJUAN ................................................................................................

ii

PERSETUJUAN ...........................................................................................

iii

PENGESAHAN .............................................................................................

iv

ABSTRAK .....................................................................................................

v

ABSTRACT ...................................................................................................

vi

MOTTO ..........................................................................................................

vii

PERSEMBAHAN .........................................................................................

viii

KATA PENGANTAR ...................................................................................

ix

DAFTAR ISI ..................................................................................................

xi

DAFTAR TABEL .........................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xvi

BAB I

PENDAHULUAN .......................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

1

B. Rumusan Masalah ...................................................................

5

C. Tujuan Penelitian ....................................................................

5

D. Manfaat Penelitian ..................................................................

6

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................

7

A. Tinjauan Pustaka .....................................................................

7

1. Hakikat Keterampilan Berbicara ........................................

7

a. Pengertian Keterampilan .............................................

7

b. Pengertian Berbicara ...................................................

8

c. Pengertian Keterampilan Berbicara ............................

9

d. Tujuan Berbicara .........................................................

11

e. Jenis-jenis Berbicara ...................................................

13

f. Faktor-faktor Keefektifan Berbicara ...........................

14

g. Pembelajaran Berbicara di SD ....................................

15

h. Penilaian Keterampilan Berbicara di SD .....................

17

commit to user xi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Hakikat Metode Role Playing ............................................

25

a. Pengertian Metode Pembelajaran ................................

25

b. Macam-macam Metode Pembelajaran ........................

27

c. Pengertian Metode Role Playing .................................

28

d. Alasan Penggunaan Metode Role Playing ..................

30

e. Tujuan Role Playing ...................................................

31

f. Manfaat Role Playing ..................................................

34

g. Langkah-langkah Penggunaan Role Playing ...............

35

h. Organisasi Penerapan Pembelajaran Role Playing..« B. Penelitian yang Relevan ..........................................................

42

C. Kerangka Berpikir ...................................................................

44

D. Hipotesis Tindakan .................................................................

46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................

47

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................

47

B. Subjek Penelitian ....................................................................

47

C. %HQWXNGDQ6WUDWHJL3HQHOLWLDQ«««««««««««« D. Sumber Data ............................................................................

48

E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................

49

F. Validitas Data ..........................................................................

50

G. Teknik Analisis Data ...............................................................

51

H. Indikator .HWHUFDSDLDQ««««««««««««««« I. Prosedur Penelitian .................................................................

54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................

64

A. Deskripsi Kondisi Awal ..........................................................

64

B. Pelaksanaan Tindakan .............................................................

69

1. Tindakan Siklus I ................................................................

69

a. Perencanaan Tindakan ....................................................

70

b. Pelaksanaan Tindakan ....................................................

72

c. Observasi ........................................................................

77

d. Refleksi ...........................................................................

82

commit to user xii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Tindakan Siklus II ..............................................................

84

a. Perencanaan Tindakan ....................................................

85

b. Pelaksanaan Tindakan ....................................................

87

c. Observasi ........................................................................

92

d. Refleksi ..........................................................................

93

C. Hasil Penelitian ......................................................................

97

D. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................

100

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................

106

A. Simpulan .................................................................................

106

B. Implikasi .................................................................................

106

C. Saran .......................................................................................

107

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

109

LAMPIRAN ..................................................................................................

112

commit to user xiii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komponen-komponen yang Perlu Mendapat Perhatian pada Tes Keterampilan Berbicara ...................................................................

17

Tabel 2. Format Lembar Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara Siswa ...............................................................................................

21

Tabel 3. 5XEULN3HQLODLDQ.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD««««««««««

22

Tabel 4. Struktur Pembelajaran dalam Role Playing .....................................

36

Tabel 5. Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian .......................................

53

Tabel 6. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal ...................

66

Tabel 7. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus) .........................................

68

Tabel 8. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Siklus I ..............................

79

Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus I .....................................................................

80

Tabel 10. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan %HUELFDUD.HODV96'13DQGDN,SDGD6LNOXV,,«««««««

93

Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I Sragen pada Siklus II.......................................................

94

Tabel 12. Data Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I dan II ................................................................................

98

Tabel 13. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II ....................

commit to user xiv

99

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Dampak ± dampak Instruksional dan Pengiring dalam Metode Role playing.. ..............................................................................

33

Gambar 2.

Kerangka Berpikir.. .....................................................................

46

Gambar 3.

Model Analisis Interaktif.. ..........................................................

52

Gambar 4.

Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas.. .....................................

54

Gambar 5.

Grafik Penilaian Proses Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus).. ....................

Gambar 6.

Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus)....................................

Gambar 7.

79

Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada VLNOXV,«««««««««««««««

Gambar 9.

68

Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus I..........................

Gambar 8.

67

81

Grafik Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN 3DQGDN,SDGD6LNOXV,,«

93

Gambar 10. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada VLNOXV,,««««««««««««««««

95

Gambar 11. Grafik Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II««««««««««««««««

98

Gambar 12. Grafik Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II««««

commit to user xv

100

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Rincian Waktu dan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian««««

113

/DPSLUDQ'HVNULSVL:DZDQFDUD6HEHOXP7LQGDNDQ«««««««« 114 Lampiran 3.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD Kelas V« 118

Lampiran 4.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I «««« 119

Lampiran 5.

5HQFDQD3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ 533 6LNOXV,,«««« 127

Lampiran 6.

0DWHUL'LVNXVL.HORPSRN6LNOXV,«««««««««« 135

Lampiran 7.

0DWHUL'LVNXVL.HORPSRN6LNOXV,,«««««««««« 140

Lampiran 8.

/HPEDU+DVLO'LVNXVL.HORPSRN«««««««««««« 141

Lampiran 9.

3HWXQMXN7HV8QMXN.HUMD.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LNOXV,««

142

Lampiran 10. Petunjuk Tes Unjuk Kerja KeterDPSLODQ%HUELFDUD6LNOXV,,«« 142 Lampiran 11. Lembar Penilaian Tes Keterampilan Berbicara Siswa... .......... « 143 Lampiran 12. 5XEULN3HQLODLDQ.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD«««««««« 145 Lampiran 13. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD3UDVLNOXV««««

149

Lampiran 14. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD6LNOXV,«««««

150

Lampiran 15. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD6LNOXV,,««««

151

Lampiran 16. /HPEDU2EVHUYDVL533*XUX«««««««««««« 152 Lampiran 17. Lembar Observasi PelaksaQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX««« 158 Lampiran 18. /HPEDU2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD«««««««« 165 Lampiran 19. +DVLO2EVHUYDVL533*XUX6LNOXV,«««««««««««

167

Lampiran 20. +DVLO2EVHUYDVL533*XUX6LNOXV,,««««««««««

169

Lampiran 21. HaVLO2EVHUYDVL3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX6LNOXV,««

171

Lampiran 22. +DVLO2EVHUYDVL3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX6LNOXV,,««

173

Lampiran 23. +DVLO2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD3UDVLNOXV««««« 175 Lampiran 24. Hasil Observasi Penilaian 3URVHV6LVZD6LNOXV,««««« 177 Lampiran 25. +DVLO2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD6LNOXV,,««««« 179 Lampiran 26. Pedoman Wawancara untuk Guru Sebelum Diterapkan Metode Role Playing ««««««««««««««««««« 181 Lampiran 27. Pedoman Wawancara untuk Guru Setelah Diterapkan Metode Role Playing ««««««««««««««««««« 182

commit to user xvi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Lampiran 28. 'HVNULSVL:DZDQFDUD6HWHODK7LQGDNDQ««««««««.. 183 Lampiran 29. )RWR.HJLDWDQ3URVHV3HPEHODMDUDQ«««««««««« . 187 Lampiran 30. Surat Keterangan PenelitiaQ.HSDOD6'13DQGDN,««« . 195 Lampiran 31. 6XUDW.HSXWXVDQ'HNDQ).,3816«««««««««« . 196 Lampiran 32. 6XUDW3HUPRKRQDQ,MLQ3HQHOLWLDQ«««««««««« ... 197 Lampiran 33. 6XUDW3HUPRKRQDQ,MLQ0HQ\XVXQ6NULSVL«««««««« 199

commit to user xvii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu (1) keterampilan menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4) keterampilan menulis. Setiap keterampilan mempunyai hubungan erat dengan keterampilan-keterampilan lainnya. Keterampilan-keterampilan tersebut hanya dapat dikuasai dengan jalan praktik dan latihan yang berkelanjutan. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan atau merupakan catur tunggal. (Henry Guntur Tarigan, 2008:1). Peningkatan keterampilan berbahasa tersebut dilaksanakan secara terpadu, kontekstual, dan fungsional dengan fokus pada keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis secara berganti-ganti dan berkesinambungan. Salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari adalah keterampilan berbicara sebagai media komunikasi lisan yang efektif. Djago Tarigan (1992:132) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Sejalan dengan pendapat tersebut, H.G Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi atikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa

lisan yang bersifat

produktif, artinya

suatu

kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat dipahami orang lain. Memang setiap orang menganggap mudah untuk bisa berbicara atau berkomunikasi

secara

lisan,

tetapi tidak semua memiliki keterampilan untuk

berbicara secara baik dan benar. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan berbicara seharusnya mendapat perhatian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa di pendidikan formal khususnya di sekolah dasar. Keterampilan berbicara di SD merupakan inti dari proses pembelajaran bahasa di sekolah, karena dengan

commit to user 1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pembelajaran berbicara siswa dapat berkomunikasi di dalam maupun di luar kelas sesuai dengan perkembangan jiwanya. Keterampilan berbicara penting diajarkan karena dengan keterampilan itu seorang siswa akan mampu mengembangkan kemampun berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir tersebut akan terlatih ketika

mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, dan

menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan. Berdasarkan hasil observasi di SDN Pandak I Sidoharjo Sragen, terlihat bahwa keterampilan berbicara di sekolah dasar tersebut kurang begitu diperhatikan. Penekanan pembelajaran berbahasa umumnya masih terletak pada keterampilan menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara lebih dikesampingkan sehingga tidak jarang masih terdapat siswa yang tidak bisa menyampaikan pesan/informasi dalam bahasa lisan secara baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa masih banyak siswa sekolah dasar yang kurang mampu mengekpresikan diri lewat kegiatan berbicara atau dengan kata lain keterampilan berbicara siswa masih rendah. Siswa sering kali malu ketika diminta berbicara atau bercerita di depan kelas. Siswa masih merasa takut berdiri dan berbicara di hadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang beberapa siswa berkeringat dingin, brdiri kaku, lupa segalanya jika berdiri di depan kelas untuk berbicara. Kondisi ini dimungkinkan karena rendahnya penguasaan siswa akan topik yang dibahas sehingga siswa tidak mampu memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya, arah pembicaraan menjadi kurang jelas sehingga inti dari bahasan tersebut tidak tersampaikan. Permasalahan rendahnya keterampilan berbicara tersebut juga terjadi pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen. Data yang diperoleh dari hasil pembelajaran keterampilan berbicara oleh guru kelas V pada kondisi awal hari Senin, 14 Februari 2011 menunjukkan bahwa hanya terdapat 8 siswa atau 38,1% dari 21 siswa yang mendapat nilai 62 ke atas (batas KKM), sedangkan sisanya 13 siswa atau 61,9% mendapat nilai di bawah 62. Kenyataan yang demikian dapat diindikasikan bahwa keterampilan berbicara siswa di sekolah dasar masih rendah khususnya pada kelas V SDN Pandak I. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai landasan yang melatarbelakangi adanya upaya peningkatan pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen.

commit to user 2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Bertolak dari observasi awal dan hasil wawancara dengan guru kelas V SD Negeri Pandak I dapat diidentifikasi beberapa faktor yang melatarbelakangi masalah rendahnya keterampilan berbicara pada siswa diantaranya adalah (1) siswa kurang berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara. Setiap ada pembelajaran terkait kemampuan bebicara siswa kurang antusias dan tidak memperhatikan dengan baik. (2) Sikap siswa ketika berbicara dalam kegiatan berbicara terlihat tegang dan kurang rileks. Pada umumnya siswa merasa takut dan malu ketika harus berbicara di depan kelas. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kualitas tuturan siswa dan siswa masih kesulitan dalam mengucapkan bahasa lisan yang akan disampaikan. (3) Kurangnya latihan keterampilan berbicara yang diterapkan dalam pembelajaran. Keadaan ini mengakibatkan siswa tidak terbiasa terlatih kemampuan bicaranya terutama di depan kelas dan ketepatan siswa dalam mengunakan bahasa masih kurang. Siswa kurang mampu mengorganisasi perkataannya sehingga pembicaraan ternilai kurang runtut (sistematis) dan masih terbata-bata. (4) Proses pembelajaran keterampilan berbicara yang diterapkan guru masih menggunakan metode yang konvensional sehingga mengurangi minat dan antusias bagi siswa. Biasanya guru hanya terpaku pada buku pelajaran dan menggunakan metode penugasan berbicara individu yang menyita banyak waktu serta menurunkan mental siswa di depan kelas. Metode mengajar guru yang masih konvensional membuat pembelajaran berbahasa pada keterampilan berbicara menjadi sesuatu yang membosankan bagi siswa. Beberapa faktor penyebab rendahnya keterampilan berbicara tersebut jika tidak segera diatasi akan berdampak pada rendahnya keterampilan berbicara siswa yang berkelanjutan. Keadaan tersebut juga menyebabkan siswa kurang terampil berbicara terutama pada saat tampil berbicara di depan kelas sehingga siswa tidak bisa mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah. Di lingkungan kehidupannya, siswa kurang bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik. Akhirnya dampak ini akan meluas yang mengakibatkan rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pada keterampilan berbicara. Sebagai salah satu solusinya, seorang guru dituntut kemampuannya untuk menggunakan metode pembelajaran secara tepat. Metode dalam pembelajaran

commit to user 3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

memang banyak dan baik tetapi tidak semua metode tepat digunakan dalam pencapaian tujuan pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru agar timbul proses belajar mengajar sehubungan dengan strategi yang digunakan oleh guru. Kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar tercipta kondisi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan materi tersampaikan secara efektif sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal. Salah satu bentuk metode yang dapat diterapkan secara tepat dan melibatkan siswa aktif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa sekolah dasar adalah metode role playing. Penilitian ini menggunakan metode role playing sebagai metode pembelajaran keterampilan berbicara. Adapun alasan pemilihan metode role playing adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih tepat yaitu lebih efektif dan lebih efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Metode role playing diterapkan untuk menjawab permasalahan berbagai penyebab rendahnya keterampilan berbicara siswa. Metode role playing dikatakan efektif karena penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Selain itu, siswa dapat menghilangkan perasaan takut dan malu karena mereka dapat tampil dan bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena proses belajar di SD lebih banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Permainan adalah hal paling menarik untuk anak-anak usia sekolah dasar. Martinis Yamin (2005:76) menyatakan bahwa metode bermain peran (role playing) adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Abdul Azis Wahab (2009: 109) role playing yaitu berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan salah satu metode pembelajaran yakni peserta didik melakukan kegiatan memainkan peran

commit to user 4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tokoh lain dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus yang sedang dibahas sebagai materi pembelajaran pada saat itu. Melalui penerapan metode ini diharapkan siswa mampu memfokuskan pikiran, kemampuan, dan pengetahuan yang mereka miliki ke dalam perannya sehingga siswa akan lebih mudah mengorganisasikan ide-ide dan gagasannya dalam bahasa lisan. Selain itu, dengan penerapan metode role playing diharapkan siswa mampu memerankan dari karakter tokoh yang diperankannya. Bertolak dari uraian di atas, maka peneliti akan mengadakan upaya peningkatan keterampilan berbicara melalui penilitian dengan judul ³Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa KelDV96'1HJHUL3DQGDN,6LGRKDUMR6UDJHQ7DKXQ$MDUDQ´

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berkut: 1. Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas proses keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011? 2. Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011 ?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Meningkatkan kualitas proses keterampilan berbicara dengan menggunaan metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. 2. Meningkatkan kualitas hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011.

commit to user 5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan metode inovatif yaitu penggunaan metode role playing dalam pembelajaran keterampilan berbicara di sekolah dasar demi kemajuan siswa. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa : 1) Meningkatkan

minat

dan

keaktifan

siswa

dalam

pembelajaran

keterampilan berbicara. 2) Siswa akan merasakan pembelajaran yang menyenangkan dan inovatif dengan bermain peran (role playing). 3) Meningkatkan keterampilan berbicara sehingga hasil belajar akan meningkat secara signifikan. b. Bagi Guru : 1) Guru dapat menerapkan metode role playing dalam meningkatkan pembelajaran keterampilan berbicara. 2) Guru dapat termotivasi agar bisa menerapkan variatif metode pembelajaran yang menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran. c. Bagi Sekolah : 1) Meningkatkan perbaikan dan keberhasilan proses pembelajaran di sekolah yaitu terkait pembelajaran keterampilan berbicara dengan role playing. 2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan inovasi metode pembelajaran di sekolah. 3) Hasil penelitian juga dapat meningkatkan kualitas pendidikan sekolah yang semakin maju.

commit to user 6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II LANDASAN TEORI

Pembahasan pada bab II ini berkaitan dengan: (A) Tinjauan Pustaka, (B) Penelitian yang Relevan, (C) Kerangka Berpikir, dan (D) Hipotesis Tindakan.

A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Keterampilan Berbicara a. Pengertian Keterampilan Keterampilan seseorang di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau bidang tertentu jelas berbeda-beda. Keterampilan itu hanya dapat diperoleh melalui

proses

belajar

dan

latihan

yang

berkesinambungan.

Dengan

keterampilan, seseorang akan mampu menghasilkan suatu pola pikir dan karya inovatif dengan penyelesaian yang efektif dan efisien. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1180) mengartikan terampil adalah cakap

dalam menyelesaikan tugas, mampu, dan

cekatan.

Sedangkan,

keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas, kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara. Soemarjadi, Muzni Ramanto, dan Wikdati Zahri (2001:2) berpendapat bahwa kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Ruang lingkup keterampilan cukup luas meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir, berbicara, melihat, mendengar, dan sebagainya. Tri Budiharto (2008:1-2) mengungkapkan bahwa keterampilan berasal dari kata terampil yang artinya adalah mampu bertindak dengan cepat dan tepat. Istilah lain dari terampil adalah cekatan, cakap mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain keterampilan dapat disebut juga kecekatan, kecakapan, atau kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat. Pengertian keterampilan dalam konteks pembelajaran mata pelajaran keterampilan di sekolah adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat, cepat, dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar. (http://aksay.

commit to user 7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

multiply.com/journal/item/20). Dalam hal ini, pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat, cepat, dan tepat dalam melakukan sesuatu. Perilaku terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di lingkungannya. Bertolak dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah kemampuan bertindak atau melakukan suatu pekerjaan (tugas) dengan baik, cermat, cepat, dan tepat. Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan terampil. Demikian pula, apabila seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat juga tidak dapat dikatakan terampil. Jadi, keterampilan itu berlandaskan pada kecepatan dan ketepatan tertentu sehingga seseorang tidak akan merasakan kesulitan-kesulitan yang berarti dalam pekerjaannya.

b. Pengertian Berbicara Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi. Komunikasi akan lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara. Oleh karena itu, berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Berbicara (KBBI, 2007:148) adalah berkata, bercakap, berbahasa, dan melahirkan pendapat dengan perkataan. Berbicara itu mengutarakan isi pikiran atau melisankan sesuatu yang dimaksudkan. Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, di antaranya adalah H.G Tarigan (2008:16) menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan orang tersebut. Berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang audible (dapat didengar) dan visible (dapat dilihat) dengan memanfaatkan otot dan jaringan tubuh manusia untuk menyampaikan maksud dan tujuan, gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Djago Tarigan (1992:132) berpendapat bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dikemukakan pula

commit to user 8

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

bahwa kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, melainkan dalam bentuk lain yakni bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi seperti semula. Sejalan dengan pendapat di atas, St. Y. Slamet (2008:33) mengungkapkan bahwa berbicara merupakan suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan, pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain. Selain itu, dijelaskan juga berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik, dan linguistik sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting terutama bagi kontrol sosial. Menurut Mulgrave (dalam H. G. Tarigan, 2008:16) berbicara bukan sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata tetapi berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun sesuai dengan kebutuhan

pendengar.

Melalui

berbicara

seseorang

berusaha

untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang lain secara lisan. Tanpa usaha untuk mengungkapkan dirinya, orang lain tidak akan mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Tanpa berbicara, seseorang akan mengucilkan diri sendiri dan akan terkucilkan dari orang di sekitarnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu kegiatan mengujarkan bunyi-bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan berupa ide, gagasan, maksud atau perasaan kepada orang lain secara lisan yang bersifat aktif dan produktif. Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan.

c. Pengertian Keterampilan Berbicara Menurut Iskandarwassid dan Dadang Suhendar (2008:241), keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi

commit to user 9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangangan, berat lidah, dan lainlain. Sabarti

Akhadiah,

dkk

(1991/1992:153)

mengungkapkan

bahwa

keterampilan berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Apabila isi pesan itu dapat dapat diketahui oleh penerima pesan, maka akan terjadi komunukasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi itu pada akhirnya akan menimbulkan pengetian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya. H.G. Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Speaking is the productive skill in the oral mode. It, like the other skills, is more complicated than it seems at first and involves more than just pronouncing words. (SIL internasional: 1999). Diartikan bahwa berbicara adalah keterampilan yang sangat produktif dalam segi liguistik. Keterampilan berbicara itu seperti keterampilan lainnya, keterampilan berbicara ternyata lebih rumit dari kelihatannya dan melibatakan lebih dari mengucapkan kata-kata. Keterampilan berbicara adalah tingkah laku manusia yang paling distingtif dan berarti. (Djago Tarigan, 1992:146). Tingkah laku ini harus dipelajari, baru dapat dikuasai. Anak ± anak usia sekolah dasar harus belajar dari manusia di sekitarnya, anggota keluarga, teman sepermainan, teman satu sekolah, dan guru di sekolah. Semua pihak turut membantu anak belajar keterampilan berbicara. St. Y. Slamet (2008:35) menyatakan bahwa keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis. Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa semakin banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam berbicara. Tidak ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa melalui

commit to user 10

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

proses berlatih. Di dalam berlatih berbicara, seseorang perlu dilatih diantaranya dari segi pelafalan, pengucapan, intonasi, pemilihan kata (diksi), dan penggunaan bahasa secara baik dan benar. Betolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide atau gagasan secara lisan bersifat produktif dan mekanistis, yang hanya dapat dikuasai dengan berlatih berbicara dan merupakan bagian tingkah laku hidup manusia yang sangat penting sebagai alat komunikasi kepada orang lain. keterampilan berbicara merupakan sebuah keterampilan menyampaikan gagasan, informasi atau pesan kepada orang lain dengan menggunakan media yang berupa simbol-simbol fonetis.

d. Tujuan Berbicara Berbicara tentu memiliki tujuan yang ingin disampaikan kepada lawan bicaranya. Agar tujuan itu dapat tersampaikan dengan baik dan efektif, maka pembicara harus memahami hal yang akan disampaikan dan menguasai aspek keterampilan berbicara. Dalam hal ini, pendengar akan memaknai informasi atau pesan yang disampaikan oleh pembicara. H. G. Tarigan (2008:16) mengungkapkan bahwa kegiatan berbicara memiliki tujuan utama untuk berkomunikasi. Untuk menyampaikan pikiran secara efektif, berbicara harus memahami makna sesuatu hal yang akan dikomunikasikan. Dia juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengar dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Gorys Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2008:37) berpendapat bahwa tujuan berbicara adalah (1) mendorong pembicara untuk memberi semangat, (2) meyakinkan pendengar, (3) berbuat atau bertindak, (4) memberitahukan, (5) menyenangkan atau menghibur. Sejalan dengan pendapat Gorys Keraf, Djago Tarigan (1992:134) mengemukakan bahwa tujuan orang berbicara adalah untuk : 1) Menghibur

commit to user 11

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berbicara yang bertujuan menghibur biasa dilakukan oleh pelawak. Pembicara berusaha bermain kata-kata untuk menciptakan suasana yang santai, penuh canda, dan menyenangkan. Tidak semua orang terampil berbicara yang dapat menghibur orang yang diajak berbicara atau yang mendengarkan pembicaraannya. 2) Menginformasikan Tujuan lain dari aktivitas berbicara adalah untuk menyampaikan informasi. Orang akan lebih mudah menyampaikan atau menerima informasi secara lisan. Pembicara dengan tujuan menginformasikan sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, dan menanamkan pengetahuan serta menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antar benda, hal atau peristiwa. 3) Menstimulasi Seorang guru sering berbicara kepada muridnya untuk membangkitkan semangat belajar dan gairah mengerjakan tugas rumah. Guru berbicara sebagai upaya membangkitkan inspirasi, kemauan, dan minat siswa. Berbicara semacam ini memiliki tujuan untuk menstimulasi pendengarnya. Seseorang berbicara juga ada yang bertujuan meyakinkan atau mengubah sikap pendengarnya. Berbicara dengan tujuan seperti ini membutuhkan keterampilan tersendiri, karena jika pembicara cukup terampil akan dapat mengubah suatu penolakan menjadi penerimaan, tidak setuju menjadi setuju, permusuhan

menjadi

persahabatan,

dan

akan

dapat

meyakinkan

pendengarnya. 4) Menggerakkan pendengarnya Satu lagi tujuan orang berbicara yaitu untuk menggerakkan pendengarnya. Menggerakkan

dimaksudkan

sebagai

upaya

untuk

membuat

atau

menggerakkan orang agar berbuat, bertindak atau beraksi seperti yang diinginkan

pembicara.

Melalui

kepiawaian

berbicara,

kecakapan

memanfaatkan situasi, dan penguasaan terhadap ilmu jiwa, maka seseorang dapat dengan mudah menggerakkan pendengarnya untuk melakukan sesuatu.

commit to user 12

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berbicara memiliki tujuan untuk berkomunikasi dengan maksud menghibur, meyakinkan, menginformasikan, dan menggerakkan orang lain sebagai lawan bicaranya.

e. Jenis ± jenis Berbicara Haryadi dan Zamzami (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) menyatakan bahwa jenis berbicara secara garis besar dapat dibagi atas: (1) berbicara di muka umum (public speaking), yang mencakup berbicara yang bersifat pemberitahuan, kekeluargaan, bujukan, dan perundingan, (2) berbicara pada konferensi (conference speaking) yang meliputi diskusi kelompok, prosedur parlementer, dan debat. Pendapat Djago Tarigan (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) membedakan macam berbicara berdasarkan pada: (1) situasi, (2) tujuan, (3) metode penyampaian, (4) jumlah menyimak, dan (5) peristiwa khusus. Menurutnya berbicara menjadi beragam tergantung dasar apa yang dipergunakan untuk membedakannya. Puji Santosa, dkk (2008: 6.36) menyatakan bahwa jenis berbicara berdasarkan situasinya sebagai berikut: 1) Berbicara formal Di dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Misalnya: pidato, ceramah, dan wawancara. 2) Berbicara nonformal Di dalam situasi nonformal, pembicara harus berbicara secara tidak formal, Misalnya: bertelepon dan bercakap-cakap. Menurut Gorys Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) ada tiga jenis berbicara yaitu: (1) persuasif, (2) instruktif, dan (3) rekreatif. Termasuk jenis persuasif adalah mendorong, meyakinkan, dan bertindak. Jenis berbicara instruktif bertujuan untuk memberitahukan, sedangkan berbicara jenis rekreatif bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan orang lain. Jenis-jenis berbicara tersebut menghendaki reaksi dari pendengar yang berbeda-beda pula.

commit to user 13

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis berbicara menjadi beragam tergantung dari sudut pandang yang digunakan, tetapi secara garis besar jenis berbicara yaitu berbicara di muka umum dan berbicara pada konferensi.

f. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan berbicara yang baik pula. Oleh karena itu, agar pesan atau gagasan pembicara

dapat

diterima oleh pendengar, maka pembicara harus mampu menyampaikan isi pembicaraan secara baik dan efektif. Sebagaimana diungkapkan oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991: 87) bahwa untuk keefektifan berbicara, pembicara perlu memperhatikan faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan, antara lain: (1) ketepatan ucapan (meliputi ketepatan pengucapan vokal dan konsonan), (2) penempatan tekanan, (3) penempatan persendian, (4) penggunaan nada/irama, (5) pilihan kata, (6) pilihan ungkapan, (7) variasi kata, (8) tata bentukan, (9) struktur kalimat, dan (10) ragam kalimat. Faktor

nonkebahasaan,

meliputi:

(1)

keberanian/semangat,

(2)

kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik dan mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik. Aspek-aspek kebahasaan dan nonkebahasaan di atas diarahkan pada pemakaian bahasa yang baik dan benar. Menurut Sabarti Akhadiah, dkk (1992:154-160) faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara seseorang adalah (1) faktor kebahasaan yang meliputi pelafalan bunyi, penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme, serta penggunaan kata dan kalimat. (2) Faktor nonkebahasaan meliputi sikap berbicara, pandangan mata kepada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, keberanian, mimik dan pantomimik, kenyaringan suara, kelancaran, dan santun berbicara.

commit to user 14

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kedua faktor berbicara tersebut sangat menunjang keberhasilan seseorang di dalam berbicara (berkomunikasi) kepada orang lain. Dalam pembicaraan formal aspek nonkebahasaan sangat diperlukan, karena faktor nonkebahasaan akan menjadi modal utama dan mempermudah penerapan faktor kebahasaan. Alangkah baiknya, faktor nonkebahasaan ditanamkan kepada siswa terlebih dahulu sebelum faktor kebahasaan karena keberanian dan mental anak sangat berpengaruh terhadap keefektifan berbicara. Bertolak dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara adalah adanya faktor kebahasaan dan nonkebahasaan yang keduanya memiliki hubungan erat. Oleh karena itu, agar dapat berbicara efektif maka faktor ± faktor tersebut harus dikuasai dengan baik dan benar.

g. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dijabarkan dari kurikulum menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi-materi pokok pada tiap kelas. Keterampilan berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar

mata pelajaran Bahasa Indonesia yang harus diajarkan di kelas V

sekolah dasar. Tujuan pembelajaran berbicara di sekolah adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pesan secara lisan. Di samping

itu, pengajaran berbicara diarahkan pada kemampuan siswa untuk

berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan. (Depdikbud, 1994: 2). Pembelajaran keterampilan berbicara di kelas V semester II SD sesuai KTSP Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mencakup dua kompetensi dasar, yaitu (1) mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang mendukung dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa dan (2) memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Sesuai kompetensi dasar yang kedua yaitu berkaitan dengan memerankan tokoh drama maka dapat diterapkan metode bermain peran (role playing) sebagai metode pembelajaran

commit to user 15

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

drama yang tepat. Selain itu, masih terdapat kompetensi dasar berbahasa lainnya yang juga harus dikuasai dan saling mendukung atau berkaitan. Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dapat dilakukan dengan banyak cara. Pembelajaran keterampilan berbicara sangat terkait dengan pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya. Puji santosa, dkk (2008:6.38) mengemukakan bahwa tujuan keterampilan berbicara di SD adalah melatih siswa dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran berbicara. Misalnya, menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca dan didengar, mengungkapkan pengalaman pribadi, bermain peran (role playing), dan berpidato. Pengamatan guru terhadap aktivitas berbicara siswa dapat direkam dengan menggunakan format yang telah dipersiapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi kalimat, kosakata, tata bahasa, kefasihan berbicara, dan pemahaman. Melihat pentingnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara di SD, maka seharusnya pembelajaran tersebut lebih dioptimalkan dengan mengingat bahwa keterampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui uraian atau keterangan guru saja. Melainkan siswa harus dihadapkan pada aneka bentuk teks lisan ataupun kegiatan-kegiatan nyata yang mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Keberhasilan pembelajaran tersebut juga tidak lepas dari bagaimana cara atau metode yang diterapkan oleh guru dalam menjalankan tugas pembelajaran keterampilan berbicara. Metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan

berbicara

di

SD

berperan

penting

dalam

meningkatkan

keterampilan berbahasa lainnya, sehingga perlu diterapkan cara atau metode yang tepat dalam pembelajarannya. Salah satu penerapan metode yang dapat dipilih

commit to user 16

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dalam pembelajaran keterampilan berbicara di Sekolah Dasar (SD) adalah dengan metode role playing sesuai kompetensi dasar pada kelas V semester II.

h. Penilaian Keterampilan Berbicara di SD Penilaian keterampilan berbicara di SD lebih sulit dilaksanakan dibanding dengan penilaian keterampilan berbicara lainnya karena persiapan, pelaksanaan, dan perskorannya memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak guru SD yang melaksanakan kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara tetapi tidak disertai dengan penilaian. Memang banyak sekali aspek atau faktor yang harus diidentifikasi dalam penilaian keterampilan berbicara. Semua ini merupakan masalah penilaian kemampuan berbicara yang harus dihadapi guru. Namun demikian, upaya melaksanakan penilaian keterampilan berbicara harus dilaksanakan demi pencapaian tujuan pembelajaran keterampilan berbicara yang diharapkan. Keterampilan berbahasa hanya dapat diperoleh dengan jalan praktik dan banyak latihan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya perlu diadakan tes untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai siswa. Menurut Harris (dalam H. G. Tarigan, 2008:3), komponen-kompnen yang perlu diperhatikan khusus dalam tes (penilaian) empat keterampilan berbahasa adalah seperti tabel 1 berikut: Tabel 1. Komponen-komponen yang Perlu Mendapat Perhatian pada Tes Keterampilan Berbahasa No 1. 2. 3. 4. 5.

Komponen Fonologi Ortografi Struktur Kosa kata Kecepatan kelancaran umum

Menyimak v v v

Keterampilan Berbicara Membaca v v v v v v

v

v

commit to user 17

v

Menulis v v v v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan tabel 1 di atas, untuk penilaian keterampilan berbicara terdapat empat komponen, yaitu komponen fonologi, struktur, kosa kata, dan kecepatan kelancaran umum. Puji santosa, dkk (2008:7.19 - 7.24) mengungkapkan bahwa ada tiga tes yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa, yaitu tes: 1) Tes Respon Terbatas Tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa secara terbatas atau secara singkat. Tes ini meliputi tes respon terarah, tes penanda gambar, dan tes berbicara nyaring. 2) Tes Terpadu Tes terpadu dapat membantu siswa yang kurang terampil berbicara untuk mengungkapkan gagasan atau kemampuan kognitifnya melalui kegiatan menjelaskan. Siswa akan berperan aktif dalam pembelajaran berbicara di kelas. Tes terpadu meliputi tes parafrase, tes penjelasan, dan tes bermain peran terpadu. 3) Tes Wawancara Tes wawancara menerapkan siswa untuk saling melakuka percakapan seperti halnya mereka berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Tes wawancara harus dilakukan siswa secara wajar dan tidak dibuat-buat. Lebih lanjut, Burhan Nurgiyantoro (2001:291-294), membagi tes keterampilan berbicara menjadi tiga tingkatan. Berikut tiga tingkatan keterampilan berbicara beserta uraiannya: 1) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Ingatan Tes keterampilan berbicara pada tingkat ingatan umumnya lebih bersifat teoritis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya tentang pengertian, fakta, dan sebagainya. Tes tingkatan ini dapat jug berupa tugas yang dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan ingatan siswa secara lisan. Tes ini dapat berupa permintaan untuk menyebutkan fakta atau kejadian. Misalnya rumusan pancasila, nama-nama tokoh, acara televisi yang disukai, dan baris-baris puisi.

commit to user 18

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Pemahaman Tes keterampilan berbicara pada tingkat ini juga masih sama lebih bersifat teoritis, menanyakan masalah-masalah yang berhubungan dengan berbagai tugas berbicara. Tes tingkat pemahaman dapat pula dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan pemahaman siswa secara lisan. 3) Tes keterampilan berbicara tingkat penerapan Tes keterampilan berbicara pada tingkat penerapan tidak lagi bersifat teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk praktik berbicara. Tes tingkat ini menuntut siswa untuk mampu menerapkan keterampilan berbahasanya untuk berbicara dalam situasi dan masalah tertentu untuk keperluan berkomunikasi. Beberapa

faktor

yang

harus

diperhatikan

dalam

mengevaluasi

keterampilan berbicara seseorang adalah sebagai berikut: 1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan dengan tepat? 2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan suku kata, memuaskan? 3) Apakah ketepatan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya? 4) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat? 5) 6HMDXK PDQDNDK ³NHZDMDUDQ´ DWDX ³NHODQFDUDQ´ DWDXSXQ ³NH-nativespeaker-DQ´ yang tercermin bila seseorang berbicara (Brooks, dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 28) Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991:86-93) menjelaskan bahwa penilaian keterampilan berbicara didasarkan pada faktor penunjang keefektifan berbicara yang sudah dijelaskan pada bagian sub bab sebelumnya, yakni meliputi faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kebiasaan penilaian berdasarkan kesan umum sehingga penilaian didasarkan pada faktor-faktor penunjang berbicara yang dapat diukur secara jelas. Selain itu, diungkapkan pula bahwa secara garis besar pelaksanaan penilaian keterampilan berbicara dapat digambarkan sebagai berikut :

commit to user 19

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan berbicara secara individual atau kelompok dalam waktu tertentu. 2) Guru menentukan faktor-faktor yang dinilai atau diamati. 3) Siswa yang tidak mendapatkan giliran berbicara diberikan tugas mengamati berdasarkan pedoman penilaian. 4) Guru dan siswa aktif mengamati kegiatan siswa yang sedang bericara. 5) Selesai kegiatan berbicara para pengamat mengemukakan komentarnya. Guru juga aktif memberikan masukan/komentar untuk pembenahan kesalahan siswa. 6) Kegiatan berbicara diulang kembali untuk mengetahui perubahan berbicara setelah terdapat umpan balik. Mengingat keterampilan berbicara ini memerlukan latihan dan bimbingan yang intensif dengan waktu yang relatif lama maka penilaian dilakukan dengan menilai dan mengukur beberapa faktor/aspek dalam satu kegiatan berbicara saja, tetapi dapat berlanjut dan bertujuan untuk memperbaiki keterampilan berbicara lainnya. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka penulis memberikan batasan terhadap penilaian keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sragen sesuai dengan pendapat dari Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. Sehingga penilaian yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara dalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar penilaian pengamatan terhadap keterampilan berbicara siswa. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa aspek keterampilan berbicara sewaktu siswa tampil berbicara dalam bermain peran (role playing) di depan kelas.

commit to user 20

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Model atau format lembar penilaian terhadap keterampilan berbicara siswa yang digunakan tertera pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Format Lembar Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara Siswa No

Aspek yang Dinilai

Nama

.

Jumlah

Nilai

I

II

III

IV

V

Skor

Akhir

«

«

«

«

«

«

«

Ketuntasan

1. 2. 3. 4. 5. «

««

«

Jumlah Nilai rata-rata Nilai di bawah 62 Nilai di atas atau sama dengan 62 Ketuntasan Klasikal Keterangan : Aspek yang dinilai: I. Lafal II. Intonasi III. Kelancaran IV. Ekspresi berbicara V. Pemahaman Isi Petunjuk penilaian : 1) Nilai setiap aspek yang dinilai dalam berbicara berskala 1 sampai 5. 2) Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap aspek penilaian yang diperoleh siswa. 3) Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus: Jumlah Skor

x 100 = Nilai Akhir

25

commit to user 21

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4) Nilai rata-rata kelas dihitung dengan rumus: Jumlah nilai Jumlah siswa

= Nilai Rata-Rata

5) Persentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan menggunakan rumus: -XPODKVLVZD\DQJPHQGDSDWQLODL• Jumlah Siswa

Persentase Ketuntasan Klasikal

X 100% =

Skala penilaian aspek keterampilan berbicara dari tiap-tiap deskriptor dapat diperinci pada tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Rubrik Penilaian Keterampilan Berbicara No. 1.

2.

3.

4.

5.

Aspek yang Deskriptor Dinilai Lafal a. Pelafalan sangat jelas b. Pelafalan jelas c. Pelafalan cukup jelas d. Pelafalan kurang jelas e. Pelafalan tidak jelas Intonasi a. Intonasi kata/suku kata sangat tepat b. Intonasi kata/suku kata tepat c. Intonasi kata/suku kata cukup tepat d. Intonasi kata/suku kata kurang tepat e. Intonasi kata/suku kata tidak tepat Kelancaran a. Berbicara sangat lancar b. Berbicara dengan lancar c. Berbicara cukup lancar d. Berbicara kurang lancar e. Berbicara tidak lancar Ekspresi a. Ekspresi berbicara sangat tepat berbicara b. Ekspresi berbicara tepat c. Ekspresi berbicara cukup tepat d. Ekspresi berbicara kurang tepat e. Ekspresi berbicara tidak tepat Pemahaman a. Sangat memahami isi pembicaraan Isi b. Memahami isi pembicaraan c. Cukup memahami isi pembicaraan d. Kurang memahami isi pembicaraan e. Tidak memahami isi pembicaraan

commit to user 22

Skor 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1

Keterangan

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Penjelasan dari tiap-tiap deskriptor sebagai berikut : I.

Lafal Kemampuan melafalkan bunyi kata dijelaskan sebagai berikut: a. Lafal sangat jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan sangat jelas yaitu benar-benar dapat dibedakan bunyi konsonan dan vokal (hampir tidak ada kesalahan). b. Lafal jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan jelas yaitu dapat dibedakan bunyi konsonan dan vokal (artikulasi jelas tetapi sesekali melakukan kesalahan). c. Lafal cukup jelas: cukup kesulitan mengucapkan bunyi konsonan dan vokal dengan jelas tetapi masih dapat dipahami pendengar. d. Lafal kurang jelas: melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena masalah pengucapan yaitu bunyi konsonan dan vokal kurang jelas untuk dibedakan sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya. e. Lafal tidak jelas: kesulitan (tidak jelas) melafalkan bunyi konsonan dan vokal sehingga kesalahan dalam pelafalan terlalu banyak menyebabkan bicaranya tidak dapat dipahami dan salah pengertian.

II. Intonasi Kemampuan memberikan intonasi dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Intonasi sangat tepat: penempatan tekanan kata/suku kata sangat tepat sehingga berbicaranya tidak terkesan datar dan membosankan. b. Intonasi tepat: sedikit sekali kesalahan penempatan tekanan kata/suku kata, pembicaraan juga tidak terkesan datar. c. Intonasi cukup tepat: terkadang membuat kesalahan dalam penempatan tekanan kata/suku kata sehingga cukup terkesan datar. d. Intonasi kurang tepat: sering tidak memberikan tekanan kata/suku kata yang seharusnya mendapatkan intonasi dan cukup membosankan lawan bicara. e. Intonasi tidak tepat: sama sekali tidak ada tekanan kata/suku kata dalam pembicaraannya dari awal sampai akhir sehingga membosankan lawan bicara dan keseluruhan bicaranya terkesan datar.

commit to user 23

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

III. Kelancaran Kemampuan kelancaran berbicara dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Berbicara sangat lancar: berbicara dengan sangat lancar, tidak terputus-putus, GDQWLGDNWHUGDSDWVLVLSDQEXQ\L³HH«´ dan sejenisnya. b. Berbicara lancar: sedikit sekali berbicara dengan terputus tetapi tidak terdapat VLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQsejenisnya. c. Berbicara cukup lancar: terkadang berbicara dengan terputus-putus dan WHUGDSDWVLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\D d. Berbicara kurang lancar: berbicara sering terputus-putus dan menyisipkan EXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\D. e. Berbicara tidak lancar: berbicara selalu terputus-putus, banyak pengucapan VLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\DGDQVDQJDWPHPERVDQNDQODZDQELFDUD IV. Ekspresi Berbicara Kemampuan ekspresi berbicara dijelaskan sebagai berikut: a. Ekspresi

berbicara

sangat

tepat:

hampir

keseluruhan

terdapat

mimik/pantomimik berbicara yang meyakinkan dan komunikatif. b. Ekspresi berbicara tepat: terkadang menggunakan mimik/pantomimik berbicara yang dapat membangkitkan perhatian lawan bicara. c. Ekspresi berbicara cukup tepat: terdapat mimik/pantomimik berbicara tetapi tidak proporsional (terlalu berlebihan/tidak tepat pada keadaan). d. Ekspresi berbicara kurang tepat: ragu-ragu dalam memberikan gerak-gerik (mimik/pantomimik) yang dapat meyakinkan lawan bicara. e. Ekspresi berbicara tidak tepat: berbicara tanpa ada gerakan, statis, dan terkesan kaku. V. Pemahaman Isi Kemampuan pemahaman isi pembicaraan dijelaskan sebagai berikut: a. Sangat paham isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan tokoh yang diperankan tanpa kesulitan. b. Memahami isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan tokoh yang diperankan tetapi sedikit mengalami kesulitan (kekeliruan).

commit to user 24

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c. Cukup memahami isi pembicaraan: terkadang berbicara tidak sesuai topik dan tokoh yang diperankan. d. Kurang memahami isi pembicaraan: sering berbicara tidak sesuai topik/isi pembicaraan dan tokoh yang diperankan. e. Tidak memahami isi pembicaraan: selalu berbicara di luar dari topik dan tokoh yang diperankan, membingungkan lawan bicara. 2. Hakikat Metode Role Playing a. Pengertian Metode Pembelajaran Metode di dalam

pembelajaran

memegang peranan

yang sangat

penting karena merupakan tata cara dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan. Melalui penggunakan metode secara tepat dan akurat, guru akan mampu mencapai tujuan dalam pembelajaran. Jadi,

guru

sebaiknya menggunakan metode pembelajaran

yang dapat

menunjang kegiatan belajar-mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sulistyo dan Basuki (2006:92), metode berasal dari kata Yunani meta EHUDUWL µGDUL¶ DWDX µVHVXGDK¶ GDQ bodos \DQJ EHUDUWL µSHUMDODQDQ¶ .HGXD LVWLODKWHUVHEXWGDSDWGLSDKDPLVHEDJDL³SHUMDODQDQDWDXPHQJHMDUDWDXGDUL´VDWX tujuan. Oleh karena itu, metode dapat didefinisikan sebagai setiap prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Pada penelitian, tujuan adalah data yang terkumpul dan metode adalah alatnya. Dengan kata lain, metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik untuk mencapai maksud, cara kerja sistematis untuk memudahkan pelaksanaan sebuah kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:114) mengemukakan bahwa metode adalah cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sementara itu, Puji Santosa, dkk (2008:2.26) menyatakan bahwa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai suatu sistem perencanaan pembelajaran

commit to user 25

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

bahasa Indonesia secara menyeluruh untuk memilih, mengorganisasikan, dan menyajikan materi pelajaran bahasa Indonesia secara teratur. Metode dan pembelajaran dapat dikatakan sebagai kesatuan kata yang terdapat dalam ilmu pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, untuk mendefinisikan pengertian metode pembelajaran haruslah mendefinisikan apa arti pembelajaran. Pembelajaran \DQJ GLLGHQWLNNDQ GHQJDQ NDWD ³PHQJDMDU´ EHUDVDO GDULNDWDGDVDU³DMDU´\DQJEHUDUWLSHWXQMXN\DQJGLEHULNDQNHSDGDRUDQJVupaya diketahui (diturut) GLWDPEDK GHQJDQ DZDODQ ³SH-´ GDQ DNKLUDQ ³-an´ menjadi ³SHPEHODMDUDQ´\DQJEHUDUWLSURVHVSHUEXDWDQFDUDPHQJDMDUDWDXPHQJDMDUNDQ sehingga anak didik mau belajar. (KBBI, 2002:5) Gagne dan Briggs (dalam

http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/

pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/) mengungkapkan bahwa instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk

membantu

peserta

didik

agar

dapat

belajar

dengan

baik.

(http://krisna1.blog.uns.ac.id/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/). Bertolak dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran

merupakan cara kerja/prosedural pembelajaran

yang dibuat oleh guru secara sadar dan bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu proses pembelajaran yang membuat siswa agar belajar. Hal ini, diharapkan terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa dan perubahan itu didapatkan dengan kemampuan baru dalam waktu yang relatif lama dan adanya usaha.

commit to user 26

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b. Macam-macam Metode Pembelajaran Menurut Martinis Yamin (2005:71-82), macam metode pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Metode diskusi, merupakan proses interaksi

dua

atau lebih

individu

saling

tukar

pengalaman, informasi,

memecahkan masalah semua aktif; (b) Metode kerja kelompok, yaitu cara mengajar guru dengan membagi siswa menjadi menyelesaikan tugas;

(c)

Metode

penemuan,

beberapa

kelompok untuk

merupakan proses mental

sehingga siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep; (d) Metode simulasi, adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksud; (e) Metode brain storming (sumbang saran), adalah suatu teknik atau cara mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas dengan cara melontarkan suatu masalah kemudian siswa menjawab; (f) Metode eksperimen, yaitu cara guru mengajar dengan siswa melakukan percobaan suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya kemudian disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru; (g) Metode demonstrasi, yaitu cara mengajar guru dengan menunjukkan suatu proses siswa melihat, mengarnati, mendengar mungkin meraba dan merasakan proses yang dipertunjukkan oleh guru tersebut; (h) Metode karya wisata, yaitu cara mengajar yang dilakukan dengan cara mengajak siswa ke suatu tempat di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu;

(i) Metode

bermain

peran

dan

sosiodrama,

yaitu

siswa

mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antarmanusia; (j) Metode latihan dan driil, yaitu cara mengajar guru dengan memberikn kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan latihan, sehingga memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari pada yang telah dipelajari; (k) Metode tanya jawab, yaitu suatu metode untuk memberi motivasi kepada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya atau guna mengajukan pertanyaan, siswa menjawab; (l) Metode ceramah, yaitu usaha menularkan pengetahuan kepada siswa secara lisan atau ceramah di depan kelas. Jenis-jenis metode pembelajaran

telah dijelaskan di

atas, memang

masing-masing metode memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri

commit to user 27

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sehingga pada hakikatnya metode yang paling tepat untuk setiap mata pelajaran sukar ditentukan. Begitu juga guru sukar menggunakan metode yang bervariasi, mengkombinasikan dengan metode lain yang sesuai dan saling menunjang. Namun, dapat disimpulkan bahwa setiap metode pembelajaran itu dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Sesuai dengan tujuan; (2) Dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan guru; (3) Tergantung dengan kemampuan siswa; (4) Sesuai dengan besarnya kelompok; (5) Melihat waktu pengumuman; (6) Melihat fasilitas yang ada. Metode

yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode bermain peran (role playing) yaitu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi, daya ekspresi, dan penghayatan siswa dalam memainkan tokoh drama. c. Pengertian Metode Role Playing Role playing merupakan pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari kehidupan sehari-hari (bukan imajinatif). Role playing merupakan langkah awal dalam pengajaran drama. Dari role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan. Martinis Yamin (2005:76) menyatakan bahwa metode bermain peran (role playing) adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang dilakoninya. Mereka berinteraksi dan melakukan peran terbuka. Siswa diberikan kesempatan seluas ± luasnya untuk memerankan sehingga menemukan masalah yang akan dihadapi dalam pelaksanaan sesungguhnya. Menurut Oemar Hamalik (2003:199) role playing adalah teknik teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan social dan hubungan antarinsani. Para siswa berpartisipasi sebagai pemain dengan peran tertentu atau sebagai pengamat bergantung dari tujuan-tujuan dari penerapan metode tersebut. Treffinger (dalam Herman J. waluyo, 2002:189) mngungkapkan bahwa role playing is the acting of roles decided upon in advanced, for such purpose as

commit to user 28

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

recreating historical scenes of the past, possible event of the future, significant current events, or imaginary situations at any place or time. Dapat diartikan bahwa bermain peran adalah memerankan dari suatu keputusan peraturan yang teratur, untuk tujuan seperti menciptakan kembali adegan sejarah dari peristiwa masa lalu, memungkinkan peristiwa yang akan datang, peristiwa nyata yang signifikan, atau situasi imajiner di setiap tempat atau waktu. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2006:56) berpendapat bahwa metode role playing termasuk dalam kelompok model interaksi sosial. Bermain peran adalah siswa mengkaji masalah-masalah hubungan manusia dengan memerankan situasi -situasi masalah kemudian mendiskusikannya. Siswa dapat menjelajah dan mengkaji perasaan, sikap, nilai, dan strategi pemecahan masalah. Bruce Joyce dan Marsha Weil (1996:91), mengemukakan bahwa In role playing, students explore human relations problems by enacting problem situations and then discussing the enactments. Diartikan bahwa dalam metode role playing, siswa mengeksplorasi masalah-masalah tentang hubungan antar manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian mendiskusikan

peraturan-peraturan.

Role

playing

merupakan

metode

pembelajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Metode ini membantu siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Dalam level yang sangat sederhana, role playing dimainkan dalam beberapa rangkaian tindakan yaitu menguraikan masalah, memerankan, dan mendiskusikan masalah tersebut. Abdul Azis Wahab (2009: 109) berpendapat bahwa role playing yaitu berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu. Metode bermain peran (role playing) adalah salah satu bentuk permainan pendidikan (education games) yang dipakai untuk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku, dan nilai dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandang, dan cara berpikir orang lain dengan memerankan peran orang lain.

commit to user 29

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode role playing merupakan salah satu metode pembelajaran dengan menempatkan peserta didik untuk melakukan kegiatan bermain atau memainkan peran tokoh lain dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus yang sedang dibahas sebagai materi pembelajaran bermain peran pada saat itu. d. Alasan Penggunaan Metode Role Playing Penggunaan metode role playing yang akan diterapkan oleh seorang guru dalam pembelajaran tentu didasarkan adanya alasan atau pertimbangan. Alasan tersebut dimungkinkan bahwa metode role playing sangat tepat untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu. Role playing dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena dalam bermain peran, siswa diharuskan untuk terampil berbicara kepada pemeran lainnya. Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2009:341), ada dua alasan seorang guru memutuskan untuk menggunakan metode role playing dengan sekelompok siswa. Salah satunya adalah untuk memulai program pendidikan sosial yang sistematis, role playing banyak menyediakan materi untuk didiskusikan dan dianalisis. Untuk itu, sebuah masalah dalam situasi tertentu mungkin akan dipilih. Alasan yang kedua adalah untuk memberi saran pada sekelompok siswa dalam menghadapi sebuah masalah keseharian. Role playing bisa memunculkan permasalahan untuk diteliti siswa dan membantu siswa memecahkan masalah. Penanaman dan pengembangan aspek nilai, moral, dan sikap siswa akan lebih mudah dicapai apabila siswa secara langsung mengalami (memerankan) peran tertentu, dari pada hanya mendengarkan penjelasan ataupun melihat dan mengamati saja. (http://www.scribd.com/doc/13065635/Metodemetode-pembelajaran). penjelasan tersebut memberikan alasan kuat bahwa penggunaan metode role playing dapat mengembangkan aspek sikap atau kepribadian siswa menjadi lebih baik. Pengalaman dengan melakukan langsung (bermain peran) akan lebih membekas pada diri siswa dari pada hanya melihat atau mendengarkan saja.

commit to user 30

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Marika Soebrata (1997:49) menyatakan bahwa role playing dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati pikiran dan perasaan orang lain yang mungkin berbeda dengan pikiran dan perasaannya sehingga sikap toleran dapat berkembang. Kondisi tersebut dapat dijadikan alasan bahwa role playing digunakan karena dapat menanamkan sikap toleran siswa kepada yang lainnya atau termasuk dampak pengiring dalam kehidupan sehari-hari. Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alasan penggunaan metode role playing yaitu metode ini dapat memupuk jiwa sosial anak dan membantu siswa dalam memecahkan masalah kehidupannya serta mengembangkan aspek nilai, moral, dan sikap siswa. e. Tujuan Role Playing Tujuan merupakan sesuatu yang harus ditentukan di dalam membuat suatu perencanaan sehingga memiliki arah yang jelas. Metode role playing ini digunakan untuk mencapai beberapa bentuk tujuan pembelajaran baik secara instruksional maupun pengiring. Metode role playing dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa, misalnya dalam bermain drama pendek. Menurut Oemar Hamalik (2003:199) tujuan role playing sesuai dengan jenis belajar adalah sebagai berikut: (1) Belajar dengan berbuat yaitu siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau reaktif. (2) Belajar melalui peniruan yaitu pengamat (siswa) menyamakan diri dengan pelaku dan tingkah laku pemeran. (3) Belajar melalui balikan, pengamat menanggapi perilaku para pemain peran yang telah ditampilkan. (4) Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan

pengulangan

yaitu pemeran

dapat

memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya. Mulyani Sumantri, dkk (2006:60) mengemukakan bahwa tujuan bermain peran (role playing) didesain terutama untuk memupuk : 1) Analisis nilai dan perilaku sosial.

commit to user 31

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2) Pengembangan strategi untuk memecahkan masalah antarpribadi. 3) Perkembangan empati atau penghargaan terhadap orang lain. Esensi role playing adalah keterlibatan partisipan dan peneliti dalam situasi masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut. Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2009:329), role playing berperan/bertujuan untuk, (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan tingkah laku, (4) mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda. Metode bermain peran (http://www.scribd.com/doc/13065635/metode metode-pembelajaran), digunakan dengan tujuan: 1) agar menghayati suatu kejadian atau hal yang sebenarnya terdapat dalam realita kehidupan, 2) agar memahami sebab akibat suatu kejadian, 3) sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan tertentu, 4) sebagai alat mendiagnosa keadaan, kemampuan dan kebutuhan siswa, 5) pembentukan konsep diri (self concept), 6) menggali peran-peran seseorang dalam suatu kehidupan kejadian dan keadaan, 7) menggali dan meneliti nilai-nilai atau norma-norma dan peran budaya dalam kehidupan, 8) membantu siswa dalam mengklasifikasikan atau memperinci, memperjelas pola berpikir, berbuat dan memiliki keterampilan dalam membuat atau mengambil keputusan menurut caranya sendiri, 9) alat hubung untuk membina struktur sosial dan system nilai lingkunganya, 10) membina kemampan siswa dalam memecahkan masalah, berpikir kritis analitis berkominkasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain, 11) melatih siswa dalam mengemdalikan dan memperbaharui perasaan, cara berpikirnya dan perbuatannya.

commit to user 32

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan role

playing

adalah

suatu aktivitas pembelajaran terencana

dengan bermain peran untuk mencapai keterampilan-keterampilan interaktif dan memupuk perilaku sosial siswa dalam kehidupannya. Perilaku sosial tersebut diantaranya sikap empatik dan senang bekerjasama. Bermain peran dapat meningkatkan dan menumbuhkan kerja sama siswa dalam proses belajar. Kerja sama merupakan fnomena kehidupan masyarakat. Melalui kerja sama manusia dapat membangkitkan dan menghimpun tenaga atau energi secara bersama-sama yang kemudian disebut sinergi. Metode Role Playing diterapakan dengan cara bekerjasama antarsiswa. Secara khusus dampak instruksional dan pengiring penggunaan metode role playing dapat divisualisasikan pada gambar 1 berikut ini: INSTRUKSIONAL Empati, hormat

Analisis tentang nilai dan perlaku personal

Strategi dalam memecahkan masalah interpesonal

Metode role playing

keterpaduan

Kenyamanan berpendapat

Keterampilan bernegosiasi

PENGIRING Gambar 1. Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam Metode Role Playing (Sumber: Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, 2009:345)

commit to user 33

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

f. Manfaat Role Playing Fannie R. Shaftel dan George Shaftel (dalam Abdul Azis Wahab, 2009:109) mengemukakan bahwa role playing memiliki dua manfaat utama yaitu ³education for citizen´ GDQ ³group counseling´ 6HODLQ GXD PDQIDDW WHUVHEXW masih terdapat beberapa manfaat lainnya. Penggunaan metode ini akan memberikan manfaat apabila dilakukan dengan langkah-langkah yang benar. Manfaat role playing menurut Bruce Joyce, et al (2009:341), adalah sebagai berikut : 1) Siswa

dapat

meningkatkan

kemampuannya

dalam

mengenali

dan

memperhitungkan perasaannya sendiri serta perasaan orang lain. Siswa bisa memiliki perilaku baru dalam menghadapi situasi sulit yang tengah dihadapi, dan siswa meningkatkan skill memecahkan masalah. 2) Role playing bisa merangsang timbulnya beberapa aktivitas Siswa menikmati tindakan atau pemeranan. Role playing adalah salah satu sarana untuk mengembangkan materi instruksional. Tingkatan dalam metode ini tidakakan pernah berakhir dengan sendirinya, tetapi hanya membantu siswa untuk mengekspos nilai-nilai, perasan, solusi masalah, dan tingkah laku yang ada dan terpendam dalam diri siswa. Manfaat penggunaan metode bermain peran (http://www.scribd. com/ doc/ 13065635/metodemetode-pembelajaran) adalah sebagai berikut : 1) Membantu siswa menemukan makna dirinya dalam kelompok. 2) Membantu siswa memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok. 3) Memberi pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah. 4) Memberi siswa pengalaman mengembangkan sikap dan keterampilan memecahkan masalah. Berpijak dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat role playing adalah untuk membantu siswa memahami perasaan dirinya sendiri maupun orang lain dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalahmasalah sosial.

commit to user 34

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

g. Langkah-langkah Penggunaan Role Playing Shaftel (dalam Mulyani Sumantri, dkk, 2006:56), menyarankan sembilan langkah role playing yaitu : 1) Fase pertama: membangkitkan semangat kelompok, memperkenalkan siswa dengan masalah sehingga mereka mengenalnya sebagai suatu bidang yang harus dipelajari. 2) Fase kedua: pemilihan peserta, guru dan siswa menggambarkan berbagai karakter/bagaimana rupanya, bagaimana rasanya, dan apa yang mungkin mereka kemukakan. Guru dapat menentukan berbagai kriteria dalam memilih siswa untuk peran tertentu. 3) Fase ketiga: menentukan arena panggung, para pemain peran membuat garis besar skenario, tetapi tidak mempersiapkan dialog khusus. 4) Fase keempat: mempersiapkan pengamat. Melibatkan pengamat secara aktif sehingga seluruh anggota kelompok mengalami kegiatan itu dan kemudian dapat menganalisanya. Siswa yang tidak maju untuk bermain peran diberikan tugas mengamati atau menanggapi hasil unjuk kerja bermain peran kelompok yang maju terutama dari segi keterampilan berbicara. 5) Fase kelima: pelaksanaan kegiatan pemeranan, para pemeran mengan sumsikan perannya dan menghayati situasi secara spontan dan saling merespon secara realistik. 6) Fase keenam: berdiskusi dan mengevaluasi, apakah masalahnya penting, dan apakah peserta dari pengamat terlibat secara intelektual dan emosional. 7) Fase ketujuh: memerankan kembali, siswa dan guru dapat berbagi interpretasi baru tentang peran dan menentukan apakah harus dilakukan oleh individuindividu baru atau tetap oleh orang semula. Dengan demikian, permainan peran ini menjadi kegiatan konseptual yang dramatis. 8) Fase kedelapan: berdiskusi dan mengevaluasi. Siswa mungkin mau menerima solusi, tetapi guru mendorong solusi yang realistik. Selama mendiskusikan pemeranan ini guru menampakkan tentang apa yang akan terjadi kemudian dalam pemecahan masalah itu.

commit to user 35

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

9) Fase kesembilan: saling berbagi dan mengembangkan pengalaman, guru harus mencoba untuk membentuk diskusi, setelah mengalami strategi bermain peran yang cukup lama, untuk dapat menggeneralisasi mengenai pendekatan terhadap masalah serta akibat dari pendekatan itu. Menurut Marika Soebrata (1997:49) langkah-langkah penyajian metode role playing adalah (1) dideskripsikan skenario kejadian atau situasi yang dipentaskan, (2) mempelajari karakteristik peranan yang akan dipentaskan, (3) memilih pemeran dan menugaskan untuk menghayati peran yang harus dibawakan, (4) melaksanakan role playing, (5) debriefing atau kegiatan mendiskusikan hasil role playing. Shaftel (dalam Bruce Joyce, et al, 2009:333) berpendapat bahwa role playing terdiri dari sembilan langkah seperti yang tertera pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Struktur Pembelajaran dalam Role Playing Tahap Pertama Memanaskan Suasana Kelompok - Mengidentifikasi dan memaparkan masalah - Menjelaskan masalah - Menafsirkan masalah - Menjelaskan role playing Tahap Ketiga Mengatur Setting - Mengatur sesi-sesi tindakan - Kembali menegaskan peran - Lebih mendekat pada situasi yang bermasalah Tahap Kelima Pemeranan - Memulai role play - Mengukuhkan role play - Menyudahi role play

Tahap Kedua Memilih Partisipan - Menganalisis peran - Memilih pemain yang akan melakukan peran Tahap Keempat Mempersiapkan Peneliti - Memutuskan apa yang akan dicari - Memberikan tugas penagamatan Tahap Keenam Berdiskusi dan Mengevaluasi - Mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan) - Mendiskusikan fokus-fokus utama - Mengembangkan pemeranan selanjutnya Tahap Kedelapan Diskusi Dan Evaluasi - Sebagaimana dalam tahap enam

Tahap Ketujuh Memerankan Kembali - Memainkan peran yang diubah, memberi masukan atau alternatif perilaku dalam langkah selanjutnya. Tahap Kesembilan Berbagi dan Menggeneralisasi Pengalaman Menghubungkan situasi yang bermasalah dengan kehidupan di dunia nyata serta masalahmasalah yang baru muncul. Menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku. Sumber : berdasar buku Fannie Shafthel dan George Shaftel, Role Playing of Social Value (Englewood Cliffs, N. J. ; Prentice-Hall,Inc.1967)

commit to user 36

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

h. Organisasi Penerapan Pembelajaran Metode Role Playing Menurut Oemar Hamalik (2003:199-200) pola organisasi disesuaikan dengan tujuan-tujuan yang menuntut bentuk partisipasi tertentu yaitu pemain, pengamat, dan pengkaji. Ada tiga pola organisasi, yakni sebagai berikut: 1) Bermain peranan tunggal (single role playing). Mayoritas siswa bertindak sebagai pengamat terhadap permainan

yang sedang dipertunjukkan

(sosiodrama). Tujuannya adalah untuk membentuk sikap dan nilai. 2) Bermain peranan jamak (multi role playing). Para siswa dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok dengan banyak anggota yang sama dan penentuannya disesuaikan dengan banyaknya peran yang dibutuhkan. Tiap peserta memegang dan memainkan peran tertentu dalam kelompoknya masingmasing. Tujuannya juga untuk mengembangkan sikap. 3) Peranan ulangan (role repetition). Peranan utama dalam suatu drama atau simulasi dapat dilakukan oleh setiap siswa secara bergiliran. Dalam situasi seperti itu siswa belajar melakukan, mengamati, dan membandingkan perilaku yang ditampilkan oleh pemeran sebelumnya. Pendekatan itu banyak dilaksanakan dalam rangka mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif. Guru mempunyai peranan yang penting. Pada awal latihan guru memberikan penjelasan tentang peran-peran yang akan ditampilkan dan tujuantujuan yang hendak dicapai oleh latihan itu. Guru menciptakan suasana bermain yang menyenangkan dan mencegah timbulnya kecemasan siswa. Pada akhir latihan, guru melakukan umpan balik dan menarik kesimpulan-kesimpulan umum. Kritik-kritik yang bersifat merusak (destruktif) hendaknya dicegah, dalam hal ini guru bertindak sebagai wasit. Menurut Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani (2007: 107-119), organisasi pembelajaran role playing cenderung dibagi pada tiga fase yang berbeda, yaitu: (1) perencanaan dan persiapan, (2) interaksi, (3) refleksi dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut: 1) Perencanaan dan Persiapan

commit to user 37

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Perencanaan yang matang adalah kunci kesuksesan dalam role playing. Hal-hal

yang

harus

dipertimbangkan

oleh

guru

sebelum

memulai permainan, antara lain: a) Mengenal siswa Semakin

guru

mengenal

siswa,

maka

akan

semakin

besar

kemungkinan untuk memperkenalkan role playing dengan relevan dan berhasil. Guru pun harus mempertimbangkan beberapa hal berikut: (1)

Jumlah siswa

(2) Apa yang diketahui siswa tentang materi pada saat itu (3) Pengalaman terdahulu tentang role playing (4) Kelompok umur (5) Latar belakang peserta (6) Minat dan kemampuan siswa (7) Kemampuan peserta untuk berkolaborasi (8) Menentukan tujuan pembelajaran b) Mengetahui kapan role playing digunakan c) Memahami pendekatan role playing Sebagai

suatu metode

role

pembelajaran,

playing mempunyai

beberapa pendekatan. Guru dapat memilih salah satunya dengan mempertimbangkan pada persepsi

siwa,

tujuan pembelajaran, dan

jumlah waktu yang tersedia. Berikut ini adalah tiga pendekatan dalam role playing: (1) Role playing sederhana (simple role playing) Role playing tipe ini membutuhkan sedikit persiapan. Guru dapat melakukannya

dengan

membagi

siswa

secara

berpasangan,

kemudian siswa diberi peran-peran yang khusus dan seperangkat skenario. Kemudian mereka diminta untuk memerankan secara spontan tentang permasalahan yang telah ditentukan. (2) Role playing sebagai latihan (role play exercises) Role

playing

tipe

ini

merupakan

role

playing

berbasis

keterampilan dan menuntut persiapan. Peserta akan membutuhkan

commit to user 38

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sejumlah informasi atau latar belakang faktual sebelum memasuki tipe ini. Misalnya, siswa diminta untuk memerankan role playing GHQJDQVNHQDULR³EDJDLPDQDFDUDQ\DPHPSHUODNXNDQGLUL GDODP sebuah

interview´  ³EDJDLPDQD FDUDQ\D PHQJJXQDNDQ Dlat-alat

PHGLV´ GDQ ODLQ-lain. Peserta membutuhkan sejumlah waktu untuk membayangkan dirinya ke dalam situasi tersebut. (3) Role playing yang diperpanjang (extended role play) Role playing tipe ini merupakan sebuah permainan dengan penggunaan waktu pelaksanaan yang diperpanjang, dapat berkisar satu jam atau bahkan sehari penuh. d) Mengidentifikasi skenario Skenario memberi informasi tentang apa yang harus diketahui siswa sebagai pemegang peran. Pilihan skenario akan bergantung pada minat, fokus materi serta pengalaman guru dan siswa. e) Menempatkan peran Pilihan peran akan bergantung pada problem atau materi yang akan disoroti.

Jadi,

kita

dapat

bertanya

peran mana

yang

paling

memungkinkan untuk dapat mengungkapkan keterampilan atau sikap yang dieksplorasi. f) Menentukan peran/kedudukan guru Sebelum role playing dimulai, guru harus membuat keputusan apakah ia akan berperan sebagai partisipan, pengamat atau kombinasi dari keduanya. g) Mempertimbangkan hambatan yang bersifat fisik Sebelum

role

playing

dimulai,

guru

harus mempertimbangkan

berbagai keadaan yang bisa menghambat

jalannya kegiatan, seperti:

apakah ruangan cukup luas, apakah kursi dan mejanya bisa dipindah, dan apakah tidak akan membuat bising tetangga kelas. Semua itu harus dipertimbangkan dan dicari jalan untuk mengatasinya. h) Merencanakan waktu yang baik

commit to user 39

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Role playing berlangsung antara 5-10 menit untuk yang sederhana. Seharusnya dipertimbangkan juga pengalokasian waktu bagi kegiatankegiatan pendukung, seperti diskusi pendahuluan, pemeranan, dan refleksi yaitu dengan perbandingan 1:2:3. i) Mengumpulkan sumber informasi yang relevan Setelah memutuskan tujuan, guru dan siswa perlu meneliti informasiinformasi yang dapat membantu mereka dalam memerankan peran. Sumber informasi tersebut dapat diperoleh dengan beberapa cara, misalnya: di awal, guru dapat dengan singkat menggambarkan suatu situasi, atau meminta siswa untuk mengingat suatu program televisi. 2) Interaksi Dalam mengimplementasikan

rencana

ke

dalam

aksi,

dapat

ditempuh melalui langkah-langkah berikut ini: a) Membangun aturan dasar Aturan dasar untuk pelaksanaan role playing harus dibuat sejak awal, sebelum permainan dimulai agar setiap pihak yang terkait di dalamnya dapat mengetahui dengan jelas aturan yang berlaku. b) Mengeksplisitkan tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran perlu ditentukan sebelum role playing dimulai agar kegiatan siswa lebih terfokus/terarah dan memudahkan mereka untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan peran yang mereka capai. c) Membuat langkah-langkah yang jelas Langkah-langkah permainan perlu dibuat untuk memperjelas tujuan yang ingin dicapai. d) Mengurangi ketakutan tampil di depan publik Dengan

mengikutsertakan

siswa

dalam

permainan

peran

ini,

diharapkan mereka akan berlatih untuk terbiasa berbicara di depan orang lain. e) Menggambarkan skenario atau situasi Skenario yang diciptakan oleh guru dibuat untuk memungkinkan siswa mencari pengetahuan untuk dirinya sendiri, yaitu sesuatu yang

commit to user 40

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

hanya dapat

diperoleh

dengan

cara

berpartisipasi di dalamnya.

Skenario bisa berbentuk tertulis atau verbal/lisan. f) Mengalokasikan peran Peran dapat dialokasikan dalam berbagai cara, misalnya bagi guru yang

sangat

pengalokasian

mengenal/mengetahui peran

kunci

karakteristik

diberikan

pada

siswanya,

siswa

yang

maka paling

berpengalaman/pintar. Sementara jika guru tidak mengenal siswa dengan baik, maka biasanya peran dibagi secara acak. g) Memberi informasi yang cukup Pemberian informasi sangat dibutuhkan oleh peserta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan sukses. h) Menjelaskan peran guru dalam role playing Dalam

role

playing,

guru

mempunyai

peranan

yang

penting.

Sebelum role playing dimulai, guru perlu menjelaskan kepada siswa tentang keterlibatannya, memberikan penjelasan tentang peran-peran yang akan ditampilkan dan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Selain itu pada akhir role playing, guru perlu melakukan umpan balik dan menarik kesimpulan-kesimpulan umum. (Oemar Hamalik, 2003: 200). i) Memulai role playing secara bertahap Role playing seharusnya dilakukan secara bertahap, dari tahap yang paling mudah/sederhana (seperti diskusi sebelum memulai permainan) hingga tahap pemeranan. j) Menghentikan role playing dan memulai kembali jika perlu Dalam menghentikan permainan, sebaiknya di awal permainan guru bersama siswa membuat kesepakatan tentang sinyal apa yang akan digunakan. Misalnya, guru mengangkat tangan atau bergerak ke tempat tertentu. k) Bertindak sebagai pengatur waktu Sebelum role playing dimulai guru harus mengemukakan pada siswa tentang lamanya waktu yang disediakan. Ketika permainan telah berjalan, maka guru dapat bertindak sebagai pengatur waktu dan

commit to user 41

perpustakaan.uns.ac.id

memberi

digilib.uns.ac.id

kode tertentu

(sesuai

kesepakatan)

jika

waktu

sudah

berakhir. 3) Refleksi dan Evaluasi Refleksi dan evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses role playing. Guru biasanya melakukan refleksi di antara interaksi atau diakhir interaksi. Di dalam

refleksi

biasanya

mengandung

beberapa

aspek

kegiatan, yaitu identifikasi, klarifikasi, dan analisis. Refleksi atau evaluasi yang dilakukan di akhir interaksi/kegiatan dapat dilihat dalam enam langkah berikut ini: 1) membawa siswa keluar dari peran yang pengalaman

dimainkannya,

belajar yang

telah

2) meminta

siswa mengekspresikan

diperolehnya

secara

individual,

3)

mengkonsolidasikan ide-ide, 4) memfasilitasi suatu analisis kelompok, 5) memberikan kesempatan untuk melakukan evaluasi, dan 6) menyusun agenda/rencana untuk masa depan. Guru juga harus mampu memandu proses role playing agar berjalan sesuai tujuan. Tugas guru di sini adalah mendorong peserta yang hanya diam saja untuk ikut berpartisipasi. Guru harus bisa menciptakan suasana agar siswa tidak perlu takut untuk membagikan ide-ide, percaya bahwa tidak ada seorang pun yang akan menertawakan masukannya atau mengkritik kesimpulannya.

B. Penelitian yang Relevan Penelitian peningkatan keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I ini tidak terlepas atau mengacu dari penelitian sebelumnya. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah SHQHOLWLDQ \DQJ GLODNXNDQ ROHK 7UL 3UL\DGL   EHUMXGXO ³3HQLQJNDWDQ Keterampilan Berbicara melalui Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa .HODV9,,,*6031HJHUL.DUDQJPDODQJ6UDJHQ7DKXQ$MDUDQ´+DVLO penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan kualitas keterampilan berbicara dengan menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah yang ditandai

commit to user 42

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dengan meningkatnya hasil keterampilan berbicara disetiap siklusnya yaitu siklus I (44%), siklus II (66%), dan siklus III (78%). Penelitian Tri Priyadi di atas, relevan dengan penelitian ini. Persamaannya yaitu terdapat pada objek kajiannya dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Selain memiliki persamaan, penelitian tersebut juga memiliki perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian Tri Priyadi menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah dengan subjek penelitian tingkat SMP, sedangkan penelitian ini menggunakan metode role playing (bermain peran) dengan subjek penelitian tingkat Sekolah Dasar. Penelitian Asri Pratiwi (2009) dengan judul, Peningkatan Pemahaman .RQVHS ³3HUVLDSDQ .HPHUGHNDDQ ,QGRQHVLD´ GDODP 3HPEHODMDran IPS melalui Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Blorong Tahun Ajaran 2009/2010´. Penelitian Asri Pratiwi tersebut berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan model siklus dan menyimpulkan bahwa melalui metode role playing dapat meningkatkan pemahaman kRQVHS ³3HUVLDSDQ .HPHUGHNDDQ ,QGRQHVLD´GDODP3HPEHODMDUDQ,36PHODOXL0HWRGH role playing pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Blorong. Penelitian Asri Pratiwi di atas, relevan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah jenis penelitian yakni penelitian tindakan kelas dan pada metodenya yaitu sama-sama menerapkan metode role playing. Namun, terdapat perbedaan antara penelitian Asri Pratiwi dengan penelitian ini yaitu objek kajian Asri pemahaman NRQVHS ³3HUVLDSDQ .HPHUGHNDDQ ,QGRQHVLD´ GDODP SHPEHODMDUDQ ,36 VHGDQJNDQ penelitian ini memiliki objek kajian keterampilan berbicara. Selain kedua penelitian di atas, ada lagi sebuah penelitian yang relevan dengan

penelitian

ini,

yaitu

³3HQJJXQDDQ 0HWRGH  Role

penelitian Nurhatim Playing

untuk

(2009) yang

Meningkatkan

berjudul

Kemampuan

0HQFHULWDNDQ,VL&HUSHQ6LVZD.HODV;60$'DUXO4XUDQ6LQJRVDUL´-HQLV penelitian

ini adalah PTK,

dengan

tujuan

untuk

mengetahui

peningkatan

kemampuan berbicara siswa dalam hal menceritakan isi cerpen melalui penerapan metode role

playing. Adapun

aspek-aspek

yang

ditingkatkan,

kemampuan menceritakan cerpen pada aspek kebahasaan yang

commit to user 43

yaitu:

(1)

mencakup

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

intonasi, jeda, pilihan kata/diksi, struktur kalimat; (2) aspek nonkebahasaan yang meliputi keberanian, kelancaran, ekspresi/mimik; dan (3) aspek isi meliputi kerincian, kesesuaian, kelengkapan, dan kejelasan. Nurhatim melakukan penelitian ini dalam dua siklus dengan hasil yang menunjukkan bahwa penerapan metode role playing atau bermain peran dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerpen yang meliputi peningkatan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan pada setiap siklusnya secara signifikan. Persamaan penelitian Nurhatim dengan penelitian ini yaitu pada jenis penelitian yakni penelitian tindakan kelas dan pada metodenya, yaitu samasama menerapkan role playing atau bermain peran. Hanya saja ada sedikit perbedaan pada objek kajian penelitiannya, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa secara umum, sedangkan penelitian Nurhatim untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerpen.

C. Kerangka Berpikir Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang harus diajarkan dan dikuasai oleh siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar di Sekolah Dasar (SD), karena keterampilan berbicara bermanfaat bagi siswa (khususnya siswa SD)

untuk

meningkatkan

kemampuan

berkomunikasi

dengan

baik

dan

mengembangkan kemampuan siswa dalam berbahasa. Berdasarkan hasil observasi awal (kondisi awal) yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa keterampilan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen diidentifikasikan masih mengalami kesulitan dan tergolong rendah. Pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan di dalam kelas masih mengalami beberapa hambatan yang dapat menyebabkan rendahnya keterampilan tersebut. Penyebab rendahnya keterampilan berbicara siswa antara lain sebagai berikut: (1) siswa kurang berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara. memperhatikan dengan baik. (2) Sikap ketika berbicara dalam kegitan berbicara siswa terlihat tegang dan kurang rileks. Sehingga siswa masih kesulitan dalam mengucapkan bahasa lisan yang akan disampaikan. (3) Kurangnya latihan keterampilan berbicara yang

commit to user 44

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

diterapkan dalam pembelajaran. (4) Proses pembelajaran keterampilan berbicara yang diterapkan guru masih menggunakan metode yang konvensional sehingga mengurangi minat dan antusias bagi siswa. Bertolak dari permasalahan tersebut, diperlukan suatu tindakan dengan menggunakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode

bermain

peran (role playing). Dengan metode

pembelajaran

ini,

keterampilan berbicara siswa diharapkan dapat meningkat karena metode ini menyajikan cara yang lebih efektif dan efisien untuk membantu siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Dikatakan efektif karena penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Dikatakan efisien, karena dengan bermain peran siswa seolah-olah dihadapkan pada situasi belajar sambil bermain, pada umumnya permainan merupakan hal paling menarik untuk anak-anak usia sekolah dasar. Pada kondisi akhir diharapkan terdapat peningkatan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing. Peningkatan ini akan ditandai dengan target akhir sebanyak 80% dari jumlah siswa kelas V yang ada mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditetapkan atau batas ketuntasan dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

commit to user 45

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat divisualisasikan pada gambar 2 sebagai berikut:

Kondisi Awal

Guru belum menggunakan metode role playing dalam pembelajaran berbicara

Kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara siswa masih rendah

Siklus I Kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara meningkat 70% Tindakan

Guru menggunakan metode role playing dalam pembelajaran keterampilan berbicara

Siklus II Kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara meningkat 80%

Dengan menggunakan metode role playing dapat Kondisi Akhir

meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen

Gambar 2. Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: 1. Penggunaan

metode

role

playing

dapat

meningkatkan

kualitas

proses

keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. 2. Penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011.

commit to user 46

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Pandak I yang terletak di Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen dengan kepala sekolah yang dijabat oleh ibu Any Handayani, S. Pd. Penelitian ini khususnya dilaksanakan di kelas V. Pemilihan SD Negeri Pandak I sebagai lokasi penelitian adalah berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut : 1) Sekolah tersebut mengijinkan untuk dilaksanakan kegiatan penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah. 2) Sekolah bersedia memberikan data yang diperlukan peneliti. 3) Hasil pembelajaran keterampilan berbicara khususnya pada siswa kelas V masih rendah. 4) Di sekolah tersebut belum pernah digunakan sebagai objek penelitian, sehingga penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat besar bagi sekolah tersebut. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, yang terdiri dari tahap persiapan sampai dengan tahap pelaporan penelitian, yaitu mulai dari bulan Januari 2011 sampai dengan bulan April 2011. Adapun rincian jadwal pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada lampiran 1.

B. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo, Sragen tahun ajaran 2010/2011, dengan jumlah siswa 21 siswa yang terdiri dari 7 siswa lakilaki dan 14 siswa perempuan dengan bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd bertindak sebagai guru kelas V. Di kelas tersebut kondisi siswa heterogen (berbeda-beda kemampuannya).

commit to user 47

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

C. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Dikategorikan sebagai bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) karena penelitian ini berupa suatu tindakan dengan menggunakan metode role playing untuk mengatasi permasalahan rendahnya keterampilan berbicara siswa terkait kegiatan proses belajar mengajar pada suatu kelas dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Iskandar (2009: 20) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan bagian dari penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas tempat ia mengajar yang bertujuan

memperbaiki

dan

meningkatkan

kualitas

dan

kuantitas

proses

pembelajaran di kelas. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi tindakan model siklus. Rancangan penelitiannya (Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto dkk, 2006: 74) adalah sebagai berikut: 1) Perencanaan atau planning 2) Tindakan atau acting 3) Pengamatan atau observing 4) Refleksi atau reflecting

D. Sumber Data Penelitian Data yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini diperoleh dari data kualitatif dan kuantitatif. Informasi data tersebut diperoleh dari berbagai sumber data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Data nilai pelaksanaan pembelajaran, yaitu kegiatan berbicara yang berlangsung di dalam kelas dengan menggunakan metode bermain peran (role playing). 2) Informan; informasi data yang diperoleh dari narasumber ketika wawancara. Sebagai informan yaitu siswa dan guru kelas V SD Negeri Pandak I. 3) Hasil observasi; data yang diperoleh dari pengamatan peneliti dan guru kelas V saat pembelajaran keterampilan berbicara. 4) Dokumen; data nilai ulangan harian keterampilan berbicara siswa tahun 2010/2011 semester I dan arsip pendukung penelitian seperti silabus dan daftar kelas V tahun 2010/2011.

commit to user 48

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

E. Teknik Pengumpulan Data Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang diteliti, sebagai berikut: 1. Teknik in Dept Interview (Wawancara Mendalam) Wawancara mendalam dilakukan untuk mengumpulkan data dari informan terkait proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa sebelum, selama, dan sesudah tindakan. Dalam wawancara ini, narasumber atau informannya adalah bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd (guru kelas V) dan beberapa siswa kelas V SD Negeri Pandak I. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menanyakan beberapa pertanyaan tentang data yang berkenaan dengan aspek permasalahan pembelajaran keterampilan berbicara siswa. Wawancara oleh peneliti terhadap guru dilakukan secara testruktur artinya dengan berdasarkan pada pedoman wawancara yang sudah dipersiapkan. Sedangkan, wawancara kepada siswa dilakukan secara tidak terstruktur atau tanpa mempersiapkan sejumlah pertanyaan terlebih dahulu. 2. Teknik Observasi Observasi atau pengamatan dilakukan di saat proses pembelajaran berbicara untuk mengumpulkan data perkembangan pembelajaran berbicara yang dilakukan oleh guru dan siswa kelas V SDN Pandak I. Pengamatan dilakukan selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Dari pengamatan tersebut diperoleh data pengamatan sikap siswa dan kegiatan guru saat proses pembelajaran. Dalam hal ini, peneliti bertindak sebagai partisipan aktif, yaitu peneliti yang melakukan tindakan (sebagai guru pengajar) kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode role playing. Sedangkan, guru kelas V sebagai pengamat pasif terhadap proses pembelajaran sehingga lebih leluasa dalam mengamati jalannya pembelajaran. Selanjutnya, hasil pengamatan yang telah dilakukan didiskusikan untuk dianalisis bersama untuk menemukan berbagai kelemahan proses pembelajaran dan untuk mencari solusi kelemahan tersebut. Hasil diskusi yang berupa solusi berbagai kelemahan tersebut kemudian dijadikan acuan untuk pelaksanaan siklus berikutnya. Pengamatan terhadap guru pengajar (peneliti) difokuskan pada RPP dan kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran keterampilan berbicara

commit to user 49

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dengan menggunakan metode role playing. Pengamatan terhadap siswa difokuskan pada sikap/perilaku siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Kegiatan observasi ini dilakukan berdasarkan lembar observasi yang sudah dipersiapkan. 3. Teknik Tes Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar keterampilan berbicara siswa. Peneliti melakukan penilaian melalui tes unjuk kerja (praktik) berbicara secara berkelompok dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SDN Pandak I. Tes juga bertujuan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan tindakan. Tes unjuk kerja berbicara dilakukan pada setiap proses (kegiatan inti) pembelajaran. Penilaian keterampilan berbicara dilaksanakan berdasarkan lembar penilaian kegiatan berbicara yang sudah dipersiapkan dengan mengacu pada penilaian lima aspek berbicara yaitu: lafal, intonasi, kelancaran, ekspresi berbicara, dan pemahaman isi. 4. Kajian Dokumen Kajian dokumen dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yanga ada seperti kurikulum, RPP guru, buku atau materi pelajaran, dan arsip nilai yang diberikan oleh guru. (Sarwiji Suwandi, 2009:59). Studi atau kajian dokumen digunakan peneliti untuk mengumpulkan data-data yang sudah tersedia sebagai pendukung penelitian ini. Oleh karena itu, kajian dokumen ini dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip berupa KTSP SDN Pandak I, RPP yang digunakan oleh guru kelas dalam pembelajaran berbicara, dan nilai ulangan harian tes keterampilan berbicara sebelumnya. Dalam penelitian ini, kajian dokumen juga digunakan untuk memperoleh daftar nama siswa kelas V SD Negeri Pandak I tahun ajaran 2010/2011.

F. Validitas Data Semua data yang dikumpulkan hendaknya mencerminkan apa yang sebenarnya diukur atau diteliti. Untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menurut Iskandar (2009:84) triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap suatu data. Dapat diartikan bahwa untuk menarik simpulan yang mantap dan bisa diterima

commit to user 50

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kebenarannya, peneliti perlu mengkajinya dari berbagai sudut pandang. Teknikteknik uji validitas yang dilakukan peneliti adalah sebagi berikut: 1) Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji kebenaran data yang diperoleh dari satu informan dengan informan yang lain. Data yang sama atau sejenis, akan lebih valid kebenarannya bila digali dan dikomparasikan dari beberapa sumber data yang berbeda. Dalam hal ini, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah membandingkan data/informasi terkait pembelajaran keterampilan berbicara yaitu sumber data yang diperoleh dari: guru kelas dan beberapa siswa kelas V, hasil observasi pembelajaran keterampilan berbicara dengan role playing, data nilai keterampilan berbicara saat tindakan. Hasil perbandingan data dari sumber data yang berbeda tersebut kemudian disimpulkan. 2) Triangulasi metode, peneliti mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan metode/teknik pengumpulan data yang berbeda. Kegiatan yang dilakukan peneliti yakni membandingkan data yang telah diperoleh dari beberapa teknik pengumpulan data yang berbeda, kemudian dapat ditarik simpulan data yang lebih kuat validitasnya. Peneliti membandingkan data yang terkumpul dari teknik observasi, wawancara, dan tes unjuk kerja keterampilan berbicara, kemudian ditarik simpulan sehingga data benar-benar mendekati kevalidan.

G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis model interaktif yang merupakan interaksi dari tiga komponen utama, yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data (display data), dan (3) penarikan simpulan. Menurut Miles dan Huberman (dalam Iskandar, 2009: 76) teknik analisis interaktif terdiri dari: (1) Reduksi data, merupakan

proses pengumpulan data, seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote. Selama proses reduksi data peneliti dapat melanjutkan meringkas, mengkode, menemukan tema, reduksi data berlangsung selama penelitian di lapangan sampai pelaporan penelitian selesai. (2) Display data atau penyajian data, merupakan penyajian data ke dalam sejumlah matriks atau daftar kategori setiap data yang didapat, penyajian data biasanya digunakan berbentuk teks neratif. Kemudian seluruh hasil analisis yang terdapat

commit to user 51

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dalam reduksi data maupun penyajian data diambil suatu simpulan. (3) Penarikan simpulan tentang peningkatan yang terjadi dilaksanakan secara bertahap. Interaksi ketiga komponen utama tersebut dapat divisualisasikan pada gambar 3 sebagai berikut:

Penyediaan Data

Display Data

Reduksi Data Data Collection

Gambar 3. Model Analisis Data Interaktif (Analisis Model Interaktif Miles dan Huberman dalam Iskandar, 2009: 76) Langkah-langkah analisis model interaktif yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Reduksi data Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi data mentah menjadi data yang bermakna Data yang diseleksi untuk digunakan dan mendukung dalam penelitian ini adalah hasil observasi sikap siswa dan hasil belajar sebelum tindakan, hasil wawancara dengan guru dan siswa, dan hasil observasi terhadap kegiatan guru dan siswa serta hasil keterampilan berbicara siswa setelah siklus I dan siklus II. 2) Sajian data Data yang sudah terkumpul dan terseleksi kemudian dikelompokkan dalam beberapa bagian sesuai dengan jenis data supaya makna peristiwanya menjadi lebih jelas dipahami. Sajian data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk paparan naratif, tabel, dan grafik.

commit to user 52

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3) Penarikan simpulan/verifikasi Simpulan dalam penelitian ini ditarik berdasarkan reduksi dan sajian data. Penarikan simpulan dilakukan sebagai proses pengambilan intisari dan sajian data yang telah terorganisasi tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat yang singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian yang luas.

H. Indikator Ketercapaian Indikator ketercapaian merupakan rumusan indikator ketercapaian yang akan dijadikan acuan atau tolok ukur dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian (Sarwiji Suwandi, 2009: 61). Hal yang dijadikan sebagai indikator ketercapaian dalam penelitian ini adalah meningkatnya kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I melalui metode bermain peran (role playing). Untuk mengukur ketercapaian tujuan penelitian, dirumuskan indikatorindikator pada tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5. Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian No.

Aspek yang Dinilai

1.

Kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara: a. Minat b. Keaktifan c. Kerja sama d. Kesungguhan

2.

Kualitas hasil keterampilan berbicara: a. Lafal yang jelas saat berbicara. b. Penempatan intonasi yang tepat. c. Kelancaran saat berbicara. d. Cara ekspresi berbicara yang

Persentase Pencapaian Tiap tiap aspek sikap siswa tersebut mencapai ketuntasan 75% dari jumlah siswa.

80% dari jumlah siswa mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 62

commit to user 53

Cara Mengukur Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi penilaian proses siswa kemudian dihitung dari jumlah siswa yang menunjukkan sikap: minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan untuk dibuat persentase dari jumlah siswa yang ada. Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar penilaian tes unjuk kerja kemudian dihitung dari jumlah skor yang didapat siswa dari aspek berbicara: lafal, intonasi,

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kelancaran, ekspresi berbicara dan pemahaman isi drama yang disajikan. Dihitung juga dari jumlah siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 62.

komunikatif mencakup mimik/pantomimik. e. Pemahaman terhadap isi drama yang diperankan

I. Prosedur Penelitian Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas, sehingga mekanisme kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus (direncanakan 2 siklus), yang dalam setiap siklusnya tercakup 4 kegiatan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan (tindakan), (3) observasi, dan (4) refleksi. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Suhardjono (dalam Suharsimi Arikunto dkk, 2006: 74) bahwa penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian sistem berdaur dalam suatu siklus. Sistem prosedur penelitian ini digambarkan pada gambar 4 sebagai berikut: Permasalahan

Perencanaan tindakan I

Siklus

Refleksi I

Permasalahan baru hasil refleksi

Perencanaan tindakan II

Siklus II

Apabila permasalahan belum terselesaikan

Refleksi II

Pelaksanaan tindakan I

Pengamatan/ pengumpulan data I

Pelaksanaan tindakan II

Pengamatan/ pengumpulan data II

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

commit to user 54

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4. Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas (Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto dkk., 2006: 74) Rancangan prosedur penelitian tindakan kelas ini diuraikan sebagai berikut: 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Peneliti merencanakan tindakan, meliputi: (1) penyusunan RPP sesuai SK dan KD yang ditetapkan dengan menggunakan metode role playing, (2) menyiapkan sarana pendukung seperti ruang kelas, materi, sumber, dan media pembelajaran, (3) menyiapkan instrumen tes keterampilan berbicara, dan (4) mempersiapkan lembar observasi siswa dan guru. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Guru (peneliti) melaksanakan tindakan yang telah direncanakan dalam skenario pembelajaran pada siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan 2 pertemuan. Langkah-langkah yang dilaksanakan pada tindakan siklus I sebagai berikut : Pertemuan I Kegiatan awal : Guru

mengucapkan

salam

dilanjutkan

mengkondisikan

kelas

(tindakan preventif). Berdoa bersama kemudian presensi kehadiran siswa. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Apersepsi dengan bernyanyi dan tanya jawab materi drama. Kegiatan Inti : a) Eksplorasi Tanya jawab lanjutan siswa dengan guru. guru bertanya tentang pengertian drama. Siswa diminta mengidentifikasi pengertian drama dari buku pegangan siswa. Siswa menggali informasi penjelasan guru tentang urutan menyusun naskah drama pendek dengan media cerita bergambar. b) Elaborasi Siswa maju membacakan ringkasan media cerita bergambar di depan kelas. Siswa diminta kembali menjelaskan urutan cara menyusun naskah drama dengan benar. Siswa dibagi ke dalam 5 kelompok kemudian diberikan

commit to user 55

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

media cerita bergambar, tiap kelompok diminta merancang kerangka dan menyusun naskah drama pendek. Melalui diskusi, siswa menyusun naskah drama pendek sesuai ringkasan isi cerita bergambar yang sudah ditentukan (Tahap

pemaparan

membimbing

diskusi

masalah). kelompok

Guru siswa,

melakukan

pendekatan

Masing-masing

dan

kelompok

membacakan naskah drama yang dibuat di depan kelas dan dibentuk pembagian peran (Tahap pembagian peran). Siswa yang lain menanggapi presentasi kelompok yang maju c) Konfirmasi Pemberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam menyusun naskah drama. Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif. Kegiatan Akhir: Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran (refleksi). Siswa diberikan tugas untuk mempelajari peran tokoh masing-masing dari drama yang telah dibuat untuk bermain peran pada pertemuan selanjutnya (tindak lanjut). Penyampaian pesan-pesan moral dari guru. Salam penutup.

Pertemuan II Kegiatan awal : Guru mengucapkan salam dilanjutkan mengkondisikan kelas (tindakan preventif). Berdoa bersama kemudian presensi kehadiran siswa. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Apersepsi dengan bernyanyi dan tanya jawab materi drama. Kegiatan Inti: a) Eksplorasi Tanya jawab siswa dengan guru: Apakah cara berbicara dalam memerankan tokoh drama menentukan penilaian atau keberhasilan drama? Siswa berpikir terkait hal-hal yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama.

commit to user 56

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b) Elaborasi Melalui demonstrasi, siswa dijelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama, diantaranya faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara. Siswa dibentuk sesuai kelompok sebelumnya dan diberikan waktu untuk mempersiapkan setting bermain peran (Tahap menentukan setting). Guru mempersiapkan kelompok tertentu sebagai pengamat role playing (Tahap mempersiapkan pengamat). Masing-masing kelompok memainkan peran (role playing) drama pendek yang sudah dibuat sebelumnya (Tahap bermain peran). Dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan berbicara siswa oleh guru secara individu. Kelompok pengamat memberikan tanggapan dari kelompok yang sudah bermain peran. c) Konfirmasi Pemberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok dan pemberian hadiah kepada kelompok terbaik. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam bermain peran drama (Tahap evaluasi). Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif. Kegiatan Akhir : Siswa bersama guru mengevaluasi (refleksi) hasil pembelajaran. Siswa diberikan tugas rumah untuk belajar kelompok berlatih memainkan peran (role playing) agar semakin terbiasa sehingga penampilan berikutnya akan lebih baik lagi. Penyampaian pesan-pesan moral dari guru. Salam penutup. c. Tahap Observasi Observasi dilakukan oleh guru kelas V terhadap pelaksanaan tindakan oleh

peneliti

dalam

pembelajaran

keterampilan

berbicara

dengan

menggunakan metode role playing. Pada tahap pengamatan dilakukan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut: 1) Melakukan pengamatan terhadap sikap siswa (penilaian proses) dan kerja guru di dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara di kelas dengan berpedoman pada lembar observasi aktivitas siswa dan guru.

commit to user 57

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2) Melakukan penilaian keterampilan berbicara siswa dengan berpedoman pada lembar penilaian tes unjuk kerja berbicara. d. Tahap Refleksi Peneliti bersama guru kelas V membuat refleksi atas tindakan pada siklus I. Pada tahap refleksi peneliti melakukan analisis terhadap proses pelaksanaan pembelajaran siklus I dan hasil belajar berupa nilai siswa pada siklus I tentang keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing. Peneliti juga berdiskusi dengan kolaborator untuk membantu menemukan permasalahan pembelajaran yang akan digunakan sebagai dasar untuk perbaikan dalam perencanaan siklus berikutnya. Penemuan masalah yang akan didiskusikan mengarah pada kelebihan dan kelemahan proses dan hasil pembelajaran pada siklus I. Temuan yang terdapat pada siklus I yaitu terjadi peningkatan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara siswa. Ketuntasan klasikal hasil belajar mencapai 71,42%. Siswa juga sudah terlihat aktif dan antusias disbanding dengan kondisi awal. Namun, kondisi ini belum mencapai indikator akhir ketercapaian penelitian sehingga perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya. Setelah berdiskusi dengan guru kelas V, diperoleh temuan mengenai hal-hal yang menyebabkan nilai keerampilan berbicara siswa kurang maksimal antara lain: 1) Keberanian siswa belum terlihat maksimal atau masih terdapat siswa yang malu berbicara di depan kelas. 2) Sikap siswa dari aspek minat dan kesungguhan perlu ditingkatkan karena masih di bawah 70% sehingga mempengaruhi kualiatas hasil belajar siswa. 3) Siswa kurang percaya diri, terlihat skor nilai pada aspek ekspresi berbicara masih sangat lemah sehingga kegiatan berbicara terasa kaku. 4) Naskah drama yang disusun oleh siswa masih terdapat banyak kekurangan sehingga tokoh yang mereka perankan proporsi berbicaranya tidak seimbang.

commit to user 58

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

5) Sebagian siswa masih kurang terampil berbicara di depan kelas, masih terlihat diam karena lupa apa yang akan dikatakan. 6) Guru jarang menegur atau memperingatkan siswa yang tidak fokus terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. 7) Pada umumnya siswa belum dapat memanfaatkan waktu. Hal ini karena siswa tidak memikirkan betapa terbatasnya waktu yang tersedia sehingga mereka kurang bisa memanfaatkan waktu dengan baik.

2. Siklus II a. Tahap Perencanaan Peneliti merencanakan tindakan, meliputi: (1) menganalisis kekurangan yang terdapat pada siklus I untuk menentukan suatu perbaikan, (2) penyusunan RPP sesuai SK dan KD yang ditetapkan dengan menggunakan metode role playing, (2) menyiapkan sarana pendukung seperti ruang kelas, materi, sumber, dan media pembelajaran, (3) menyiapkan instrumen tes keterampilan berbicara, dan (4) mempersiapkan lembar observasi siswa dan guru. Perbaikan tindakan yang akan dilakukan dari hasil refleksi siklus I yaitu: 1) Guru meningkatkan kulitas proses dari aspek minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan di dalam proses pembelajaran dengan menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa untuk belajar. 2) Memperbaiki naskah drama pendek yang sudah dibuat pada siklus I dengan melakukan diskusi kelompok kembali. Siswa yang belum aktif berdiskusi, perlu dibangkitkan semangatnya sehingga diskusi yang dilaksanakan bermanfaat untuk menyempurnakan hasil kerjanya. 3) Guru lebih memotivasi siswa agar berani dan percaya diri tampil berbicara di depan kelas dengan cara penguatan verbal dan pemberian hadiah bagi aktor dan aktris pemeran drama terbaik

commit to user 59

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4) Guru menciptakan setting panggung bermain peran seperti keadaan sebenarnya dengan perlengkapan sederhana seperti meja dan kursi serta menyarankan siswa untuk menggunakan perlengkapan yang digunakan sehingga kegiatan berbicara dalam role playing tampak lebih hidup. 5) Menciptakan situasi belajar yang lebih menyenangkan agar siswa semakin berminat dalam mengikuti pelajaran sehingga akan lebih meningkatkan keaktifannya. 6) Guru selalu memberikan arahan dan perhatian pada siswa agar mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya. 7) Guru menyarankan agar siswa mampu mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas diri disaat lupa berbicara dan tidak menyimpang dari isi drama. 8) Guru lebih memberikan perhatian kepada siswa dengan cara pendekatan individu dan menegur bagi siswa yang tidak fokus pada proses pembelajaran. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Peneliti melaksanakan tindakan perbaikan dari temuan pada siklus I. Langkah-langkah yang dilaksanakan pada tindakan siklus II sebagai berikut : Pertemuan I Kegiatan awal: Guru mengucapkan salam dilanjutkan mengkondisikan kelas (tindakan preventif). Berdoa bersama kemudian presensi kehadiran siswa. Menjelaskan tujuan dan uraian kegiatan pembelajaran secara singkat dan jelas. Apersepsi : bernyanyi bersama dan tanya jawab terkait materi drama. Kegiatan Inti: a) Eksplorasi Tanya jawab siswa dengan guru dari materi drama yang sudah dijelaskan. Siswa diminta menyebutkan contoh drama yang pernah dilihatnya. Siswa diminta mengidentifikasi pengertian drama dari catatan siswa. Siswa menggali informasi penjelasan guru tentang urutan menyusun naskah drama pendek dengan media cerita bergambar.

commit to user 60

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b) Elaborasi Siswa dijelaskan kelebihan dan kekurangan (kesalahan) dari naskah drama yang sudah dibuat dari pertemuan sebelumnya. Melalui pengamatan cerita bergambar ³.HKLGXSDQ 1HOD\DQ´ EHVHUta teks naskah dramanya, siswa diminta membacakan naskah drama pendek tersebut. Siswa dibagi ke dalam 5 kelompok. Diberikan cerita bergambar, siswa diminta memperbaiki naskah drama yang sudah dibuat dari pertemuan sebelumnya (Tahap pemaparan masalah). Guru membimbing diskusi kelompok siswa. Masing-masing kelompok membacakan hasil perbaikan naskah drama di depan kelas dan memantapkan pembagian peran (Tahap pembagian peran). Siswa yang lain menanggapi pembacaan naskah drama kelompok yang maju. c) Konfirmasi Pemberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam menyusun naskah drama. Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif. Kegiatan Akhir: Siswa bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran (refleksi). Siswa diberikan tugas untuk memainkan peran (role playing) kedua dari drama yang telah diperbaiki tersebut. (tindak lanjut). Penyampaian pesan-pesan moral dari guru. Salam penutup.

Pertemuan II Kegiatan awal: Guru mengucapkan salam dilanjutkan mengkondisikan kelas (tindakan preventif). Berdoa bersama kemudian presensi kehadiran siswa. Menjelaskan tujuan pembelajaran secara singkat dan jelas. Apersepsi : tepuk drama bersama dan tanya jawab terkait materi drama. Kegiatan inti:

commit to user 61

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

a) Eksplorasi Tanya jawab siswa dengan guru : 1) Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama?, 2)Sebutkan faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara? 3) Mengapa cara berbicara dalam memerankan tokoh drama menentukan penilaian atau keberhasilan drama ? b) Elaborasi Melalui demonstrasi, siswa dijelaskan kembali hal-hal yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama. (difokuskan pada faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara). Siswa diperlihatkan video drama anak dengan durasi pendek. Siswa dikondisikan dalam kelompok belajar. Siswa diberi kesempatan mempersiapkan setting bermain peran (Tahap menentukan setting). Guru mempersiapkan kelompok pengamat bermain peran (Tahap mempersiapkan pengamat). Masing-masing kelompok memainkan peran (role playing) drama pendek yang sudah diperbaiki sebelumnya (Tahap bermain peran). Dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan berbicara siswa oleh guru secara individu. Siswa (pengamat) memberikan tanggapan dari kelompok yang sudah bermain peran. c) Konfirmasi Pemberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok dan pemberian hadiah pemain peran terbaik. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam bermain drama (Tahap evaluasi). Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif. Kegiatan Akhir: Siswa bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran sebagai refleksi. (Tahap generalisasi). Siswa diarahkan agar selalu melatih keterampilan berbicaranya dalam kehidupan sehari-hari (tindak lanjut). Penyampaian pesanpesan moral dari guru. Guru mengucapkan terima kasih dilanjutkan salam penutup. c. Tahap Observasi

commit to user 62

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Observasi dilakukan oleh guru kelas V terhadap pelaksanaan tindakan oleh

peneliti

dalam

pembelajaran

keterampilan

berbicara

dengan

menggunakan metode role playing. Pada tahap pengamatan dilakukan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut: 1) Melakukan pengamatan terhadap sikap siswa (penilaian proses) dan kerja guru di dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara di kelas dengan berpedoman pada lembar observasi aktivitas siswa dan guru. 2) Melakukan penilaian keterampilan berbicara siswa dengan berpedoman pada lembar penilaian tes unjuk kerja berbicara. d. Tahap Refleksi Peneliti bersama guru kelas V membuat refleksi atas tindakan pada siklus II. Pada tahap refleksi peneliti melakukan analisis terhadap proses pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar siswa pada siklus II tentang keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing. Peneliti juga berdiskusi dengan kolaborator untuk menemukan temuan-temuan pada siklus II. Temuan yang terdapat pada siklus II yaitu terjadi peningkatan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara siswa secara signifikan. Ketuntasan klasikal hasil belajar kterampilan berbicara mencapai 85,71%. Sikap siswa dari aspek minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan sudah mencapai di atas 75%. Berdasarkan data tersebut, kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara sudah mencapai indikator ketercapaian penelitian sehingga siklus (tindakan) dapat dihentikan. Hal ini membuktikan bahwa metode role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen.

commit to user 63

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini akan dikemukakan tentang: (A) Deskripsi kondisi awal (prasiklus), (B) Pelaksanaan tindakan (siklus), (C) Hasil penelitian, dan (D) Pembahasan hasil penelitian. Penelitian tindakan dilakukan dalam 2 siklus dengan empat tahap dalam setiap siklusnya. Tahapan tersebut meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

A. Deskripsi Kondisi Awal (Prasiklus) Pengamatan

kondisi

awal (prasiklus)

dilakukan

untuk

mengetahui

keadaan nyata yang ada di lapangan sebelum peneliti melakukan proses penelitian. Pengamatan ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan guru dan siswa serta pengamatan proses pembelajaran berbicara di kelas. 1. Hasil Wawancara dengan Guru dan Siswa Wawancara dengan guru dan siswa dilakukan pada hari Sabtu, 12 Februari 2011. Peneliti sebagai pewawancara sedangkan bapak Sri Kuncoro, A ma.Pd (guru kelas V) dan beberapa siswa kelas V sebagai narasumber. Wawancara terhadap guru kelas V dilakukan secara terstruktur yang sebelumnya pedoman wawancara sudah disusun oleh peneliti kemudian hasil wawancara ditulis secara ringkas pada kolom jawaban (lampiran 26). Setting wawancara bertempat di ruang kelas V pada waktu istirahat pukul 09.00 WIB. Hal yang peneliti tanyakan kepada guru yaitu tentang pelaksanaan pembelajaran dan hasil keterampilan berbicara siswa yang pernah diterapkan oleh guru pada waktu sebelumnya. Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan dari hasil wawancara kepada guru dan sebagai deskripsinya dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil wawancara tersebut diindikasikan bahwa terjadi permasalahan dalam pembelajaran berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen. Menurut guru, pembelajaran berbicara masih sulit untuk dilakukan secara optimal mengingat rendahnya minat siswa terhadap pelajaran berbicara dan kurangnya usaha penerapan guru mengenai metode inovatif tentang pembelajaran berbicara, sehingga berakibat pada rendahnya kemampuan berbicara siswa.

commit to user 64

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pendapat tersebut juga didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas V mengenai minat mereka terhadap pelajaran berbicara. Pelaksanaan wawancara kepada siswa dilakukan pada waktu istirahat kedua pukul 11.00 WIB di ruang kelas V. Wawancara terhadap siswa dilakukan secara tidak terstruktur artinya tanpa mempersiapkan pedoman wawancara dan pertanyaan diberikan secara langsung (spontan) sesuai kemampuan atau pemahaman peneliti. Siswa yang menjadi narasumber adalah Retno, Bashori, dan Mursid. Siswa tersebut menyatakan kurang berminat terhadap pelajaran berbicara. Pada umumnya mereka menyatakan kurang suka mengikuti pembelajaran berbicara di kelas karena merasa takut, malu, dan kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara lisan di depan kelas ketika dilihat oleh guru dan siswa lain. Mereka juga menyatakan kurang suka dengan cara guru saat memberikan tugas berbicara kepada siswa, yaitu dengan meminta siswa tampil di depan kelas secara individu.

2. Pengamatan Proses Pembelajaran di Kelas Pengamatan awal (prasiklus) proses pembelajaran berbicara di kelas V dilaksanakan pada hari Senin, 14 Februari 2011 pukul 07.30 WIB sampai selesai. Peneliti bertindak sebagai observer dan guru kelas V (bapak Sri Kuncoro, Ama.Pd) bertindak sebagai guru/pengajar. Peneliti mengamati Rencana Pelaksanaan Pembelajaaran (RPP) yang digunakan guru dan proses pembelajaran keterampilan berbicara yang sedang berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan berpedoman pada lembar observasi penilaian proses siswa yang sudah dipersiapkan (lampiran 18). Peneliti mengamati dari posisi tempat duduk paling belakang. Sedangkan, untuk pengamatan terhadap RPP yang digunakan guru dan proses pembelajaran dilakukan secara menyeluruh tanpa lembar pengamatan khusus. Sebagai pembelajaran

gambaran

awal hasil pengamatan yaitu kegiatan proses

keterampilan berbicara di

kelas

V

masih

banyak

terdapat

kekurangan, antara lain: (1) guru menggunakan RPP yang sudah ada (lama) tanpa adanya inovasi RPP sesuai saat ini yakni belum ada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang tesusun jelas. (2) Siswa kurang tertarik dengan pembelajaran karena guru menggunakan metode yang

konvensional

commit to user 65

dalam

pembelajaran. Metode

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

konvensional yang dipakai guru adalah ceramah. Siswa cenderung pasif di dalam pembelajaran dan kurang tertarik dengan pembelajaran dari guru kelas. Materi yang disampaikan guru terlihat sangat menjenuhkan siswa, akibatnya selama pembelajaran berbicara terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan. (3) Posisi guru saat mengajar lebih banyak di depan dan kurang memberikan perhatian kepada siswa yang duduk paling belakang. (4) Proses pembelajaran keterampilan berbicara kurang efektif dan efisien yang masih bersifat individu seperti pada umumnya. Padahal dalam kenyataannya penerapan pembelajaran keterampilan berbicara memerlukan waktu yang lama dan sangat ditunjang oleh faktor nonkebahasaan seperti keberanian siswa. Pada umumnya siswa takut jika harus maju dan berbicara sendiri di depan kelas. Berdasarkan observasi awal penilaian proses siswa oleh peneliti terkait sikap siswa yaitu: minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan siswa di dalam proses pembelajaran diperoleh data penilaian proses prasiklus siswa. Hasil penilaian proses prasiklus secara detail dapat dilihat pada lampiran 23. Selanjutnya, data penilaian proses prasiklus dapat dimasukkan ke dalam tabel 6 di bawah ini : Tabel 6. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus) No.

Sikap Siswa

Frekuensi (siswa)

Persentase (%)

1

Minat

10

47,62

2

Keaktifan

13

61,9

3

Kerja sama

9

42,86

4

Kesungguhan

7

33,33

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran berbicara yang dilakukan oleh guru pada kondisi awal terdapat 10 siswa (47,62%) yang berminat mengikuti pembelajaran berbicara. Keaktifan siswa tercatat sebanyak 13 siswa (61,9%), siswa yang mampu bekerja sama dengan baik sebanyak 9 siswa (42,86%), dan siswa yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran

commit to user 66

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

berbicara sebanyak 7 siswa (33,33%). Data dalam tabel 6 tersebut dapat disajikan dalam grafik pada gambar 5 sebagai berikut : 14

61,9%

12

Frekuensi

10

47,62% 42,86%

8

33,33%

6 4 2 0 Minat

Kerja sama

Keaktifan

Kesungguhan

Sikap Siswa

Gambar 5. Grafik Penilaian Proses Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus) Bertolak dari sajian data penilaian proses siswa kelas V pada kondisi awal (prasiklus) dari grafik 5 di atas maka dapat diindikasikan bahwa pembelajaran keterampilan yang diterapkan guru belum mencapai hasil yang optimal. Siswa yang menunjukkan keempat aspek sikap siswa tersebut rata-rata masih di bawah 60% dari jumlah siswa yang ada yakni 21 siswa. Proses kegiatan yang dilakukan siswa dari aspek empat sikap tersebut tergolong masih rendah sehingga perlu diadakan tindakan pembelajaran selanjutnya. Kualitas proses tentu akan mempengaruhi kualitas hasil dalam pembelajaran di kelas. Pengamatan pada proses pembelajaran ini tidak terlepas dari hasil penilaian keterampilan berbicara siswa. Pengambilan nilai prasiklus oleh guru dilakukan dengan tes berbicara individu di depan kelas. Siswa diminta untuk memberikan pendapat (mengomentari) dari persoalan faktual yang dikemukakan oleh guru. Secara detail data nilai keterampilan berbicara siswa pada kondisi awal dapat dilihat pada lampiran 13. Data penilaian keterampilan berbicara siswa prasiklus dapat dikelompokkan dalam tabel 7 berikut ini:

commit to user 67

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 7. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus) No

Nilai

Frekuensi

Presentase (%)

Keterangan

1 2 3 4 5

44-52 53-61 62-70 71-79 80-88

4 9 3 5 0

19,05 42,86 14,29 23,81 0

Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas

21

100

Jumlah

Nilai rata-rata = 1284 : 21 = 61,14 Tingkat Ketuntasan Klasikal = 8 : 21 x 100% = 38,1%

Data penilaian pembelajaran keterampilan berbicara pada tabel 7 sebelum diadakan tindakan pada siswa kelas V SDN Pandak I tersebut dapat disajikan dalam grafik pada gambar 6 dibawah ini : 10 9 8

Frekuensi

7 6 5 4 3 2 1 0 44-52

53-61

62-70

71-79

80-88

Interval Nilai

Gambar 6. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus) Nilai keterampilan berbicara prasiklus pada tabel 7 dan gambar 6 di atas menunjukkan bahwa siswa yang mendapat nilai dalam interval 44-52 sebanyak 4

commit to user 68

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

siswa (19, 05%), interval nilai 53-61 terdapat 9 siswa (42,86%), interval nilai 62-70 sejumlah 3 siswa (14,29%), terdapat 5 siswa (23,81%) mendapat nilai dalam interval 71-79, dan tidak ada yang mendapat interval nilai 80-88 (0%). Nilai rata-rata kelas adalah 61,14 dengan ketuntasan klasikal sebanyak 8 siswa (38,1%) dari jumlah siswa. Hasil ini menunjukkan kualitas hasil keterampilan berbicara pada kondisi awal masih rendah sehingga perlu diupayakan peningkatan. Berdasarkan kondisi awal tersebut, selanjutnya guru dan peneliti melakukan diskusi untuk mencari solusi permasalahan yang terdapat dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara, sehingga dicapailah kesepakatan bahwa peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas bersama guru kelas V sebagai kolaborator

dengan

MXGXO ´3HQLQJNDWDQ .HWHUDPSilan

Berbicara

dengan

Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri Pandak I 6LGRKDUMR6UDJHQ7DKXQ$MDUDQ´Penerapan tindakan ini difokuskan pada peningkatan proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa. Melihat penyebab rendahnya keterampilan berbicara yang bersumber dari siswa yaitu pada rendahnya sikap meliputi: minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan, maka peningkatan proses pada penelitian ini lebih memfokuskan pada keempat aspek tersebut. Sedangkan, hasil pembelajaran difokuskan pada peningkatan keterampilan berbicara dan jumlah ketuntasan belajar siswa dengan menggunakan metode role playing.

B. Pelaksanaan Tindakan (Siklus) Proses penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yang masing-masing terdiri atas empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. 1. Siklus I Tindakan siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran (2x35 menit). Siklus I dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Februari 2011 (pertemuan 1) dan Jumat,18 Februari 2011 (pertemuan 2). Tahapan-tahapan pada siklus I adalah sebagai berikut:

commit to user 69

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

a. Perencanaan Tindakan Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian siklus I ini untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai harapan bahwa target yang akan dicapai adalah meningkatnya kualitas proses pembelajaran dan sebesar 70 % siswa tuntas dari hasil tes unjuk kerja keterampilan berbicara. Tahap-tahap perencanaan pada siklus I meliputi kegiatan sebagai berikut : 1)

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

(RPP) disusun

berdasarkan

silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas V semester II tahun 2007 materi keterampilan berbicara. Perencanaan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dirancang dengan 2 kali pertemuan. Alokasi waktu setiap pertemuan adalah 2x35 menit, sehingga dalam satu siklus terdapat alokasi waktu 4x35 menit. Rancangan pelaksanaan pembelajaran yang dibuat mencakup penentuan: identitas RPP, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi, pembelajaran, model dan metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan (skenario) pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan teknik

penilaian.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I dapat dilihat pada lampiran 4. 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: a) Ruang kelas, ruang kelas yang digunakan adalah kelas V yang biasa digunakan setiap hari. Ketika diskusi berlangsung, tempat duduk atau kursi diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat melakukan diskusi dengan baik. b) Materi pembelajaran, materi pertemuan I mempelajari tentang cara menyusun naskah drama pendek. Sebagai hasilnya adalah siswa dapat merancang kerangka naskah drama untuk dikembangkan menjadi naskah drama pendek. Sedangkan materi pada pertemuan II mempelajari tentang hal-hal yang harus diperhatikan ketika bermain peran dalam drama

commit to user 70

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dengan produk siswa yakni siswa bermain peran (role playing) berdasarkan naskah drama yang telah dibuat sebelumnya. Materi pembelajaran terdapat pada RPP siklus I lampiran 4. c) Mempersiapkan

media

pembelajaran,

media

pembelajaran

yang

digunakan adalah media cerita bergambar yakni gambar yang memuat ringkasan cerita pendek. Media pembelajaran pada siklus I berupa cerita EHUMXGXO ³.HKLGXSDQ 1HOD\DQ´ \DQJ GL GDODPQ\D WHUGDSDW WRNRK-tokoh pemerannya. Foto media pembelajaran yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 29. 3) Menyiapkan Lembar Observasi: RPP, Pelaksanaan Pembelajaran Guru, dan Penilaian Proses Siswa Penggunaan lembar observasi akan mempermudah menentukan halhal apa saja yang harus lebih diutamakan dalam pengamatan. Lembar observasi RPP dibuat untuk menilai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran peneliti oleh guru kelas V. RPP merupakan kerangka prosedural yang sangat penting dalam perancanaan pembelajaran sehingga perlu dibuat penilaian. Lembar pengamatan penilaian proses siswa lebih diutamakan pada minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan dalam pembelajaran

proses

pelaksanaan

berbicara. Pengamatan siswa ini berfungsi sebagai hasil

penilaian nontes kualitas proses. Sedangkan lembar observasi yang dibuat untuk guru lebih diutamakan pada persiapan, jalannya kegiatan, dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Ketiga lembar observasi ini dapat dilihat pada lampiran 16,17, dan 18. 4) Menyiapkan Instrumen Penilaian Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yang berupa penilaian tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil tes unjuk kerja (praktik) berbicara

siswa

dalam bentuk bermain peran (role playing) sesuai

kompetensi dasar yang ingin dicapai. Lembar penilaian tes keterampian berbicara terdapat pada lampiran 11 dan rubrik penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa terdapat pada lampiran 12. Untuk instrumen nontes dinilai berdasarkan hasil observasi penilaian proses siswa yang

commit to user 71

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dilakukan oleh peneliti dengan berdasarkan lembar penilaian proses siswa dalam pembelajaran berbicara yang meliputi: (a) minat, (b) keaktifan, (c) kerja sama, dan (d) kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung. Lembar penilaian proses siswa dapat dilihat pada lampiran 18.

b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan

siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan

pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Februari 2011 dan pertemuan kedua pada hari Jumat, 18 Februari 2011. Pelaksanaan tindakan tersebut dilaksanakan di ruang kelas V SD Negeri Pandak I. Dalam pelaksanaan tindakan I ini, peneliti bertindak sebagai guru/ pengajar proses kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing, sedangkan guru kelas V (bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd) melakukan observasi atau pengamatan terhadap jalannya proses pembelajaran. Peneliti bertindak sebagai partisipan aktif yang mengendalikan dan mengamati jalannya pembelajaran keterampilan berbicara di dalam kelas. Deskripsi pelaksanaan tindakan siklus I adalah sebagai berikut: Pertemuan I (2x35 menit) Pada pertemuan pertama yang diajarkan kepada siswa kelas V terlebih dahulu adalah mengenai materi cara menyusun naskah drama pendek yang meliputi: penjelasan materi drama, cara membuat kerangka drama dari cerita bergambar, dan mengembangkan kerangka menjadi naskah drama pendek. Kegiatan awal menghabiskan waktu kurang lebih 10 menit. Kegiatan yang guru (peneliti) lakukan yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dilanjutkan

dengan

mengkondisikan

kelas

sebagai

tindakan

preventif

(pencegahan) terhadap penghambat jalannya proses pembelajaran. Kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran siswa untuk lebih mengenal dan mengetahui jumlah siswa yang masuk maupun yang tidak masuk pada hari itu. Pertemuan pertama, siswa masuk semua sesuai jumlah siswa kelas V yaitu ada 21 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa secara singkat dan jelas sehingga anak akan

commit to user 72

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

memiliki gambaran arah yang jelas pula hal yang akan dipelajarinya. Tujuan pembelajaran pada pertemuan pertama yaitu siswa mampu menyebutkan cara menyusun naskah drama dengan benar dan siswa mampu menyusun naskah drama pendek dengan baik berdasarkan permasalahan cerita bergambar. Setelah itu, guru memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan menyamakan pandangan tentang materi drama yang akan dipelajari siswa. Apersepsi

diberikan

dengan

dua

cara,

pertama

dengan

bersama-sama

menyanyikan lagu berlirikkan materi drama dengan nada seperti lagu naik-naik ke puncak gunung, lagunya sebagai berikut : 0DULNDZDQEHUPDLQGUDPDVXQJJXKDV\LNVHNDOL« 0DULNDZDQEHUPDLQGUDPDVXQJJXKDV\LNVHNDOL« %DJDLPDQDEHUPDLQGUDPDDNX«LQJLQPHQJHUWL« %DJDLPDQDEHUPDLQGUDPDDNX«LQJLQPHQJHUWL« Apersepsi yang kedua dengan cara tanya jawab seputar lagu tersebut. Misalnya, ³'DULODJXWHUVHEXWNLWDDNDQPHPSHODMDULDSDDQDN-DQDN"´ Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu sekitar 50 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat tiga (3) bentuk tindakan nyata yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa seperti berikut : - Anak-DQDN«VLDSD\DQJSHUQDKPHQRQWRQSHUWXQMXNDQGUDPD"'LPDQD" - Apa saja yang anak-anak lihat dari pertunjukan drama itu ? Siswa selanjutnya ditanya tentang pengertian drama agar siswa lebih berpikir tentang pengertian drama yang mereka ketahui. Tindakan selanjutnya yaitu elaborasi dengan pendalaman materi kerja sama timbal balik dalam pembelajaran antara guru dan siswa. Dalam kegiatan elaborasi ini siswa menyimak penjelasan dari guru tentang materi yang berkaitan dengan drama, cara merancang kerangka naskah drama, dan kemudian menyusun naskah drama dengan mengembangkan dari kerangka yang telah dibuatnya. Secara ringkas, isi materi pada pertemuan pertama dapat dilihat pada bagian RPP Siklus I lampiran 4.

commit to user 73

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Guru menjelaskan materi ini dengan menggunakan media cerita bergambar EHUMXGXO³.HKLGXSDQ1HOD\DQ´ Dalam media ini, berisikan ringkasan cerita yang dapat dikembangkan menjadi sebuah naskah drama pendek. Setelah diperlihatkan kepada siswa dan ditempelkan, salah satu siswa diminta maju untuk membacakan dengan nyaring ringkasan cerita bergambar tersebut. Guru menjelaskan dengan memberikan contoh di papan tulis cara menyusun naskah drama dari media tersebut secara jelas. Sebelum siswa menyusun naskah drama pendek, guru menanyakan kesulitan dan kejelasan dari materi yang sudah dijelaskan. Selanjutnya, guru membagi jumlah siswa ke dalam 5 kelompok secara acak dari 21 siswa. Namun, pembagian kelompok juga memperhatikan jumlah dan karakter tokoh naskah drama yang akan dibuat siswa. Guru membentuk diskusi kelompok siswa dengan duduk saling berhadapan. Guru membagikan media cerita bergambar kepada masing-masing kelompok dengan tema yang berbeda-beda. Siswa diminta untuk menyusun naskah drama pendek berdasarkan cerita bergambar yang diberikan, caranya seperti yang sudah dijelaskan oleh guru sebelumnya. Melalui diskusi kelompok, siswa mulai menyusun naskah drama pendek. Guru membimbing dan mengarahkan diskusi kelompok siswa. Setelah naskah drama pendek selesai dibuat, masing-masing kelompok membacakan naskah drama yang dibuat di depan kelas dan sekaligus dibentuk pembagian peran (tokoh drama). Siswa yang lain menanggapi presentasi kelompok yang maju. Kegiatan inti pada konfirmasi, guru memberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam menyusun naskah drama. Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif. Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang dilakukan guru. Kemudian siswa diberikan tugas untuk memainkan peran (role playing) pada pertemuan II dari naskah drama pendek yang telah dibuat. Hal ini merupakan tindak lanjut yang diberikan guru. Guru juga menyampaian pesan-pesan moral

commit to user 74

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kepada siswa berupa motivasi untuk giat belajar dan bersikap yang baik dalam kehidupan. Terakhir, guru menutup proses pembelajaran dengan salam. Pertemuan 2 (2x35 menit) Pertemuan kedua materi yang disampaikan berkaitan dengan cara bermain peran (role playing) dari naskah drama yang dibuat pada pertemuan I. Tujuan utama pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan II ini yaitu siswa mampu memainkan peran sesuai karakter tokoh dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Kegiatan awal pembelajaran menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit. Kegiatan awal yang guru (peneliti) lakukan tidak berbeda jauh dari pertemuan I karena dimulai awal masuk sekolah (jam pertama) yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, dilanjutkan dengan mengkondisikan kelas sebagai tindakan

preventif

(pencegahan)

terhadap

penghambat

jalannya

proses

pembelajaran. Kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran siswa untuk lebih memahami dan mengetahui jumlah siswa yang masuk maupun yang tidak masuk pada hari itu. Jumlah siswa yang hadir lengkap ada 21 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa secara singkat dan jelas sehingga anak akan memiliki gambaran arah yang jelas pula hal yang akan dipelajarinya. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai yaitu siswa mampu menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan bermain peran (role playing) dalam drama secara tepat dan mampu memainkan peran tokoh drama pendek dengan lafal, intonasi, penghayatan, dan ekspresi yang sesuai karakter tokoh secara tepat. Setelah itu, guru memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan menyamakan pandangan tentang materi drama yang akan dipelajari siswa. Apersepsi diberikan dengan tepuk drama bersama-sama sebagai berikut : 6LDSDVXNDGUDPDWHSXNWDQJDQ« 6LDSDVXNDGUDPDWHSXNEDKX« 6LDSDVXNDGUDPDWHSXNSDKD« 6LDSDVXNDGUDPDGDQVXNDVHPXDQ\D« 6LDSDVXNDGUDPDVHPXDQ\D«

commit to user 75

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kemudian guru mengadakan tanya jawab setelah tepuk drama tersebut untuk mengetahui tingkat kepekaan siswa. Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu sekitar 55 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat tiga (3) bentuk tindakan yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa seperti berikut : - Anak-DQDN«VXGDKVLDSEHUPDLQ drama seperti yang bapak tugaskan kemarin? - Siapa yang pernah bermain peran, misalnya dalam kegiatan drama ? - Apakah keterampilan berbicara dalam memerankan tokoh drama menentukan penilaian atau keberhasilan dalam drama ? Siswa memberikan feedback berupa jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru. Untuk memperdalam kegiatan berpikir, siswa diberikan pertanyaan dengan memancing jawaban siswa terkait cara melakukan role playing dengan memperhatikan keterampilan berbicara yang benar dan baik. - Bagaimana cara kita bermain peran yang baik dan benar agar mendapat nilai baik dan menghibur? (siswa berpikir) Tindakan selanjutnya yaitu elaborasi dengan melakukan proses kerjasama dalam pembelajaran antara guru dan siswa. Dalam kegiatan elaborasi siswa dijelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama, diantaranya faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara. Penjelasan dilakukan dengan menggunakan metode demonstrasi yaitu memperagakan tentang materi yang disampaikan. Secara ringkas, isi materi pada pertemuan kedua ini dapat dilihat pada bagian RPP siklus I lampiran 4. Sebelum siswa mencoba memainkan peran dari tokoh drama pendek, guru menanyakan kejelasan dari materi yang sudah dijelaskan. Kemudian, guru mengkondisikan tempat duduk seperti pelaksanaan diskusi pada pertemuan I dengan duduk saling berhadapan sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Siswa diberikan waktu 5 menit untuk mempersiapkan diri dengan kelompoknya sebelum maju bermain peran (role playing). Kegiatan selanjutnya adalah masing-masing kelompok siswa maju

commit to user 76

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

memerankan dari naskah drama pendek yang sudah dipersiapkan siswa. Kegiatan bermain peran ini penilaiannya hanya difokuskan pada keterampilan berbicara. Tugas guru yaitu bertindak sebagai fasilitator dan memberikan penilaian. Dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan berbicara siswa oleh guru secara individu. Kegiatan konfirmasi, guru memberikan reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok dan pemberian hadiah kepada kelompok terbaik. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam bermain peran drama. Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif. Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang dilakukan guru. Siswa diberikan tugas rumah untuk belajar kelompok berlatih memainkan peran (role playing) agar semakin terbiasa sehingga penampilan berikutnya akan lebih baik lagi. Hal ini merupakan tindak lanjut yang diberikan guru mengingat penampilan bermain peran siswa masih kurang memuaskan. Guru juga menyampaikan pesan-pesan moral kepada siswa berupa motivasi untuk giat belajar, hidup rukun, membantu orang tua, dan bersikap yang baik dalam kehidupan. Terakhir, guru menutup proses pembelajaran dengan salam.

c. Observasi Tahap observasi siklus I pada hari Rabu dan Jumat, 16-18 Februari 2011 yaitu dilakukan pengamatan terhadap kegiatan guru

dan

siswa

selama

proses pembelajaran. Proses pengamatan dilakukan oleh guru kelas V terhadap RPP, pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru, dan penilaian proses siswa ketika mengikuti pembelajaran berbicara dengan metode role playing. Kegiatan pengamatan ini menggunakan lembar observasi yang sudah dipersiapkan. Pengamatan difokuskan pada tiga aspek yaitu: (1) RPP yang dijadikan pedoman mengajar guru (peneliti), (2) berlangsungnya proses pelaksanaan pembelajaran terkait sikap siswa dan kegiatan guru selama pembelajaran berlangsung, (3) hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara dengan metode role playing oleh siswa. Dalam pengamatan ini, peneliti bertindak sebagai

commit to user 77

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

partisipan aktif yang mengendalikan proses pembelajaran. Sementara guru kelas V sebagai pengamat inti dengan duduk di tempat paling belakang agar bisa mengamati dan menilai proses pembelajaran yang dipimpin oleh peneliti secara intensif. Berdasarkan kegiatan

observasi tersebut, secara garis besar diperoleh

gambaran tentang hasil dan jalannya pembelajaran dari mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode role playing sebagai berikut: 1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran guru Pengamatan terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar sangat penting karena sebagai prosedur mengajar guru di dalam kelas. RPP guru (peneliti) dinilai oleh guru kelas V dengan lembar pengamatan RPP yang sudah dipersiapkan. Hasil penilaian RPP siklus I dapat dilihat pada lampiran 19. RPP yang digunakan oleh peneliti sudah termasuk kategori sangat baik dengan rata-rata nilai 3,7. Secara garis besar RPP yang disusun sudah relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dengan sistematika yang runtut dan tujuan pembelajaran yang jelas mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 2) Penilaian Proses (Sikap Siswa) Hasil pengamatan terhadap sikap siswa pada siklus I dapat dilihat pada lampiran 24 . Di dalam proses pembelajaran siswa sudah terlihat lebih aktif dan bersungguh-sungguh dibandingkan dengan kondisi awal. Secara klasikal terdapat peningkatan terhadap minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan pada diri siswa. Data penilaian proses siswa pada siklus I dapat dimasukkan ke dalam tabel 8 sebagai berikut :

commit to user 78

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 8. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Siklus I No.

Sikap Siswa

Frekuensi (siswa)

Persentase (%)

1.

Minat

13

61,90

2.

Keaktifan

15

71,42

3.

Kerja sama

15

71,42

4.

Kesungguhan

12

57,14

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada siklus I mengalami peningkatan dari kondisi awal. Terdapat 13 siswa (61,90%) yang berminat mengikuti pembelajaran berbicara. Siswa yang tercatat aktif sebanyak 15 siswa (71,42%), siswa yang mampu bekerjasama dengan baik sebanyak 15 siswa (71,42%), dan siswa yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran berbicara sebanyak 12 siswa (57,14%). Data dalam tabel 8 tersebut dapat disajikan dalam grafik diagram batang pada gambar 7 sebagai berikut : 71,42%

16 14

71,42%

61,9%

57,14%

Frekuensi

12 10 8 6 4 2 0 Minat

Keaktifan

Kerjasama

Kesungguhan

Sikap Siswa

Gambar 7. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus I

commit to user 79

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3) Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Guru Hasil pengamatan terhadap kegiatan pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada siklus I dapat dilihat pada lampiran 21. Hasil Pengamatan difokuskan pada tujuh aspek kemampuan guru yaitu: (1) guru di dalam mengelola ruang dan fasilitas pembelajaran kategori baik dengan nilai 3,5, (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan nilai 3,2 dalam kategori baik, (3) mengelola interaksi kelas dalam kategori sangat baik dengan nilai 3,6, (4) bersikap terbuka dan luwes serta membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap belajar dengan nilai 3,5 termasuk kategoi baik, (5) mendemonstrasikan kemampuan khusus dalam pembelajaran mata pelajaran tertentu dalam kategori sangat baik dengan nilai 3,6, (6) melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar dengan nilai 4 kategori sangat baik dan (7) kesan umum kerja guru masih dalam kategori tidak baik dengan nilai 2,5. Sehingga disimpulkan nilai rata-rata kegiatan pembelajaran guru adalah 3,41 termasuk kategori baik. Sedangkan kekurangan/catatan yang diberikan oleh observer yaitu guru kurang memperhatikan dan menegur siswa yang ramai. Kesan kerja guru masih rendah dan perlu ditingkatkan. 4) Hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa dengan metode role playing Setelah diadakan tes tindakan pada siklus I diperoleh data nilai keterampilan berbicara. Daftar nilai keterampilan berbicara siswa siklus I dapat dilihat pada lampiran 14. Data nilai tersebut dikelompokkan ke dalam tabel 9 di bawah ini: Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus I No 1 2 3 4 5

Nilai 44-52 53-61 62-70 71-79 80-88 Jumlah

Frekuensi

Persentase (%)

Keterangan

3 3 7 6 2 21

14,29 14,29 33,33 28,57 9,52 100

Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas

Nilai rata-rata : 1388 : 21 = 66,09

commit to user 80

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tingkat Ketuntasan : 15 : 21 x 100% = 71,42 % Tabel 9 di atas menunjukkan persentase siswa yang belum dan sudah tuntas KKM. Dari 21 siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I Sidoharjo, terdapat sebesar 28,58% siswa belum tuntas KKM yang terbagi dalam kelas 4452 sebesar 14,29%, dan pada kelas 53-61 sebesar 14,29%. Sisanya sebesar 71,42% siswa sudah tuntas KKM yang terbagi pada kelas 62-70 sebesar 33,33%, pada kelas 71-79 sebesar 28,57%, dan pada kelas 80-88 sebesar 9,52%. Dari tabel 9 tersebut juga dapat diketahui ketuntatasan hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 71,43% atau 15 siswa sudah tuntas. Sedangkan siswa yang tidak tuntas 28,58% atau 6 siswa. Berdasarkan data pada tabel 9 maka hasil pembelajaran keterampilan berbicara setelah diadakan tindakan siklus I pada siswa kelas V SDN Pandak I dapat disajikan dalam grafik pada gambar 8 dibawah ini : 8 7

Frekuensi

6 5 4 3 2 1 0 44-52

53-61

62-70

71-79

80-88

Interval Nilai

Gambar 8. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada siklus I Pada gambar 8 di atas ditunjukkan frekuensi dari masing-masing kelas. Pada kelas 44-52 terdapat sebanyak 3 siswa, pada kelas 53-61 terdapat sebanyak 3 siswa, pada kelas 62-70 terdapat 7 siswa, pada kelas 71-79 terdapat

commit to user 81

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sebanyak 6 siswa, dan pada kelas 80-88 terdapat sebanyak 2 siswa. Dengan jumlah keseluruhan 21 siswa, masih terdapat 6 siswa yang belum tuntas KKM. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil keterampilan berbicara VLVZD\DQJPHPSHUROHKQLODL•62 (KKM) pada siklus I belum mencapai 80%, sehingga pembelajaran akan dilanjutkan untuk siklus II.

d. Refleksi Berdasarkan

hasil

observasi,

dapat

disimpulkan

bahwa

kualitas

pembelajaran berbicara siklus I baik proses maupun hasil telah menunjukkan adanya peningkatan dari kondisi awal (prasiklus). Keberhasilan proses pembelajaran berbicara siklus I dapat dilihat dari beberapa indikator berikut ini: 1) Minat Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan penerapan metode bermain peran di siklus I, telah menunjukkan peningkatan dari kondisi awal 47,62% menjadi sebesar 61,9%. Siswa tampak tertarik dan lebih antusias mengikuti pembelajaran dengan metode bermain peran, sehingga perhatian siswa pun lebih terfokus pada pelajaran. Adapun indikator pengukuran minat siswa dapat diukur dari jumlah siswa yang menampakkan ketertarikan dan kesungguhannya dalam pembelajaran. 2) Keaktifan Keaktifan siswa dalam pembelajaran siklus I meningkat. Siswa terlihat lebih aktif untuk bertanya dan mengungkapkaan ide gagasan secara lisan ketika diskusi kelompok serta aktif dalam melakukan bermain peran (role playing) dari drama yang dibuat. Keaktifan siswa dapat diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Dari 21 siswa terdapat 15 siswa (71,42%) yang terlihat aktif dalam pembelajaran. 3) Kerjasama Siswa yang menunjukkan sikap kerja sama yang baik selama mengikuti pembelajaran berbicara sebesar 71,42% atau sebanyak 15 siswa, sedangkan 28,58% atau 6 siswa sisanya tampak belum mampu melakukan kerjasama yang

commit to user 82

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

baik dengan anggota kelompoknya. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan dari aspek kerja sama siswa dibandingkan pada kondisi awal yang hanya sebesar 9 siswa (42,86%). 4) Kesungguhan Siswa yang menunjukkan peningkatan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran berbicara sebayak 12 siswa atau sebesar 57,14%, sedangkan 9 siswa lainnya atau sekitar 42,86% menunjukkan sikap kurang serius selama mengikuti pelajaran. Terlebih pada saat melakukan praktik berbicara di depan kelas, mereka terlihat kurang bersungguh-sungguh dan sering bercanda dengan sesama teman kelompoknya. Selain meningkatkan kualitas proses pembelajaran dari uraian di atas, penerapan metode bermain peran (role playing) ini juga meningkatkan hasil pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini terbukti dari 21 siswa yang melakukan tes berbicara, 15 siswa atau sekitar 71,42% telah mencapai ketuntasan belajar dengan mendapat nilai di atas 62 (KKM). Ketuntasan belajar ini mengalami peningkatan dari kondisi awal dengan nilai rata-rata kelas sebesar 66,09. Namun, selain ada keberhasilan juga masih terdapat kekurangan dari tindakan pada siklus I yang menyebabkan hasil pembelajaran keterampilan berbicara kurang maksimal. Setelah berdiskusi dengan guru kelas V, diperoleh simpulan mengenai hal-hal yang menyebabkan nilai siswa kurang maksimal antara lain: 1) Sebagian siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan meggunakan metode pembelajaran role playing. Keberanian siswa juga belum terlihat maksimal atau masih malu berbicara di depan kelas. 2) Sikap siswa dari aspek minat dan kesungguhan perlu ditingkatkan karena masih di bawah 70% sehingga mempengaruhi kualiatas hasil belajar siswa. 3) Siswa kurang percaya diri, terlihat skor nilai pada aspek ekspresi berbicara masih sangat lemah sehingga kegiatan berbicara terasa kaku. 4) Naskah drama yang disusun oleh siswa masih terdapat banyak kekurangan sehingga tokoh yang mereka perankan proporsi berbicaranya tidak seimbang.

commit to user 83

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

5) Sebagian siswa masih kurang terampil berbicara di depan kelas, masih terlihat diam karena lupa apa yang akan dikatakan. 6) Guru jarang menegur atau memperingatkan siswa yang tidak fokus terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. 7) Pada umumnya siswa belum dapat memanfaatkan waktu. Hal ini karena siswa tidak memikirkan betapa terbatasnya waktu yang tersedia sehingga mereka kurang bisa memanfaatkan waktu dengan baik.

2. Siklus II Tindakan pada siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran (2x35 menit). Siklus II dilaksanakan pada hari Senin, 21 Februari 2011 (pertemuan 1) dan Rabu, 23 Februari 2011 (pertemuan 2). Bertolak dari hasil refleksi pada siklus I, maka peneliti bersama guru kelas V yang sekaligus bertindak sebagai observer, berdiskusi mengenai cara yang tepat untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I. Tahap ini dilakukan pada hari Sabtu, 19 Februari 2011 di ruang kelas V SDN Pandak I setelah dilaksanakannya siklus I. Proses pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus II ini, rencananya akan dilakukan dengan beberapa langkah perbaikan dari tindakan siklus I, yaitu: 1) Guru meningkatkan kulitas proses dari aspek minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan di dalam proses pembelajaran dengan menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa untuk belajar. 2) Memperbaiki naskah drama pendek yang sudah dibuat pada siklus I dengan melakukan diskusi kelompok kembali. Siswa yang belum aktif berdiskusi, perlu dibangkitkan semangatnya sehingga diskusi yang dilaksanakan bermanfaat untuk menyempurnakan hasil kerjanya. 3) Guru lebih memotivasi siswa agar berani dan percaya diri tampil berbicara di depan kelas dengan cara penguatan verbal dan pemberian hadiah bagi aktor dan aktris pemeran drama terbaik 4) Guru menciptakan setting panggung bermain peran seperti keadaan sebenarnya dengan perlengkapan sederhana seperti meja dan kursi serta menyarankan siswa

commit to user 84

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

untuk menggunakan perlengkapan yang digunakan sehingga kegiatan berbicara dalam role playing tampak lebih hidup. 5) Menciptakan situasi belajar yang lebih menyenangkan agar siswa semakin berminat dalam mengikuti pelajaran sehingga akan lebih meningkatkan keaktifannya. 6) Guru selalu memberikan arahan dan perhatian pada siswa agar mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya. 7) Guru menyarankan agar siswa mampu mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas diri disaat lupa berbicara dan tidak menyimpang dari isi drama. 8) Guru lebih memberikan perhatian kepada siswa dengan cara pendekatan individu dan menegur bagi siswa yang tidak fokus pada proses pembelajaran. Tahapan-tahapan pada siklus II adalah sebagai berikut: a. Perencanaan Tindakan Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian siklus II ini untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai harapan bahwa target yang akan dicapai adalah 80 % siswa tuntas dari hasil tes unjuk kerja keterampilan berbicara. Tahap-tahap perencanaan pada siklus II meliputi kegiatan sebagai berikut : 1)

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

(RPP) disusun

berdasarkan

silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas V semester II tahun 2007 materi keterampilan berbicara. Perencanaan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dirancang dengan 2 kali pertemuan. Alokasi waktu setiap pertemuan adalah 2x35 menit, sehingga dalam satu siklus terdapat alokasi waktu 4x35 menit. Rancangan pelaksanaan pembelajaran yang dibuat mencakup penentuan: identitas RPP, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi, pembelajaran, model dan metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan (skenario) pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan teknik

penilaian.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II dapat dilihat pada lampiran 5.

commit to user 85

perpustakaan.uns.ac.id

2)

digilib.uns.ac.id

Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: a) Ruang kelas, ruang kelas yang digunakan adalah kelas V yang biasa digunakan setiap hari. Ketika diskusi berlangsung, tempat duduk atau kursi diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat melakukan diskusi dengan baik. b) Materi pembelajaran, materi pertemuan I siklus II mempelajari tentang perbaikan cara menyusun naskah drama pendek sebagai hasilnya adalah naskah drama pendek yang dibuat akan semakin baik untuk diperankan di depan kelas. Sedangkan materi pada pertemuan II mengulang materi tentang hal-hal yang harus diperhatikan ketika bermain peran dalam drama sehingga siswa dapat bermain peran (role playing) berdasarkan naskah drama yang telah dibuat sebelumnya dengan benar-benar memperhatikan aspek yang akan dinilai. Materi pembelajaran siklus II terdapat pada RPP siklus II lampiran 5. c) Mempersiapkan

media

pembelajaran,

media

pembelajaran

yang

digunakan adalah media cerita bergambar yakni gambar yang memuat ringkasan cerita pendek. Media pembelajaran pada siklus II berupa teks QDVNDK GUDPD ³.HKLGXSDQ 1HOD\DQ´ GDQ YLGHR GUDPD SHQGHN DQDN 6' Foto media pembelajaran yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 29. d) Mempersiapkan hadiah yang akan diberikan kepada siswa sebagai pemain drama terbaik dan kelompok bermain drama terbaik. 3)

Menyiapkan Lembar Observasi: RPP, Pelaksanaan Pembelajaran Guru, dan Penilaian Proses Siswa Penggunaan lembar observasi akan mempermudah menentukan halhal apa saja yang harus lebih diutamakan dalam pengamatan. Lembar observasi RPP dibuat untuk menilai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran peneliti oleh guru kelas V. RPP merupakan kerangka prosedural yang sangat penting dalam perancanaan pembelajaran sehingga perlu dibuat penilaian. Lembar pengamatan penilaian proses siswa lebih diutamakan pada minat,

commit to user 86

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan dalam proses pembelajaran

pelaksanaan

berbicara. Pengamatan siswa ini berfungsi sebagai hasil

penilaian nontes kualitas proses. Sedangkan lembar observasi yang dibuat untuk guru lebih diutamakan pada persiapan, jalannya kegiatan, dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Ketiga lembar observasi ini dapat dilihat pada lampiran 16,17, dan 18. 4)

Menyiapkan Instrumen Penilaian Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yang berupa penilaian tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil tes unjuk kerja (praktik) berbicara

dalam bentuk bermain peran (role playing) sesuai

siswa

kompetensi dasar yang ingin dicapai. Rubrik penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa terdapat pada lampiran 12. Untuk instrumen nontes dinilai berdasarkan hasil observasi kegiatan siswa yang dilakukan oleh peneliti dengan berdasarkan lembar penilaian proses pembelajaran berbicara yang meliputi: (a) minat, (b) keaktifan, (c) kerja sama, dan (d) kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung. Lembar penilaian proses dapat dilihat pada lampiran 18.

b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 21 Februari 2011 dan pertemuan kedua pada hari Rabu, 23 Februari 2011. Pelaksanaan tindakan tersebut dilaksanakan di ruang kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo. Deskripsi pelaksanaan tindakan siklus II adalah sebagai berikut: Pertemuan I (2x35 menit) Pada pertemuan pertama siklus II yang diajarkan kepada siswa kelas V terlebih dahulu adalah mengulang kembali mengenai materi drama dan memperbaiki dalam penyusunan naskah drama pendek. Kegiatan awal menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit. Kegiatan yang guru (peneliti) lakukan yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dilanjutkan

dengan

mengkondisikan

kelas

commit to user 87

sebagai

tindakan

preventif

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(pencegahan). Kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran siswa untuk mengetahui jumlah kehadiran siswa. Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan I lengkap yaitu 21 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa secara singkat dan jelas. Tujuan pembelajaran pada pertemuan pertama yaitu siswa mampu menyebutkan cara menyusun naskah drama dengan benar dan siswa mampu menyusun naskah drama pendek dengan baik berdasarkan permasalahan cerita bergambar. Setelah itu, guru memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar dan membuka wawasan siswa tentang drama. Apersepsi diberikan dengan bersama-sama menyanyikan lagu berlirikkan materi drama dengan nada seperti lagu naik-naik ke puncak gunung, lagunya masih sama dengan pertemuan pertama pada siklus I. Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu sekitar 55 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat tiga (3) bentuk tindakan nyata yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sistematika, awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa seperti berikut : - Anak-DQDN«VLDSD\DQJPDVLKLQJDWSHQJHUWLDQGUDPD" - Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam drama ? Siswa juga diminta menyebutkan contoh drama yang pernah dilihatnya. Tindakan selanjutnya yaitu elaborasi, dalam kegiatan elaborasi siswa menyimak penjelasan dari guru tentang materi yang berkaitan dengan drama, cara merancang kerangka naskah drama, dan kemudian menyusun naskah drama dengan mengembangkan dari kerangka yang telah dibuatnya. Guru juga menjelaskan kelebihan dan kesalahan dalam naskah drama yang dibuat siswa sebelumnya. Secara ringkas, isi materi pada pertemuan pertama dapat dilihat pada bagian RPP siklus II pada lampiran 5. Guru menjelaskan materi ini dengan menggunakan media cerita bergambar EHUMXGXO ³.HKLGXSDQ 1HOD\DQ´ EHVHUWD WHNV QDVNDK dramanya. Guru memperlihatkan media tersebut kepada siswa dan empat siswa PDMX XQWXN PHPEDFDNDQ WHNV QDVNDK GUDPD ³.HKLGXSDQ 1HOD\DQ´ VHVXDL WRNRK

commit to user 88

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yang diperankan. Sebelum siswa memperbaiki susunan naskah drama pendek, guru menanyakan kesulitan dan kejelasan dari materi yang sudah dijelaskan. Selanjutnya, guru membentuk diskusi kelompok siswa dengan duduk saling berhadapan seperti kelompok pada siklus I. Guru meminta masing-masing kelompok untuk memperbaiki naskah drama yang sudah dikoreksi dan memperhatikan bagian-bagian naskah yang ditandai serta catatan khusus dari guru. Media cerita bergambar dan lembar kerja kelompok dibagikan lagi ke masing-masing kelompok. Melalui diskusi kelompok, siswa mulai memperbaiki naskah drama pendek. Guru membimbing, melakukan pendekatan, dan mengarahkan diskusi kelompok siswa. Setelah naskah drama pendek selesai diperbaiki, masing-masing kelompok membacakan naskah drama yang dibuat di depan kelas dan sekaligus memantapkan pembagian peran (tokoh drama). Siswa yang lain menanggapi presentasi kelompok yang maju. Kegiatan konfirmasi, guru memberikan reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam menyusun naskah drama. Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif. Untuk kelompok terbaik penyusun naskah drama diberikan hadiah oleh guru yang sudah dipersiapkan. Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi. Guru juga menyampaikan pesan-pesan moral kepada siswa berupa motivasi untuk giat belajar dan bersikap yang baik dalam kehidupan. Terakhir, guru menutup proses pembelajaran dengan salam.

Pertemuan 2 (2x35 menit) Pertemuan kedua merupakan penerapan bermain peran (role playing) dari naskah drama yang sudah diperbaiki pada pertemuan I. Tujuan utama pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan II ini yaitu siswa mampu memainkan peran sesuai karakter tokoh dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.

commit to user 89

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kegiatan awal pembelajaran menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit. Kegiatan awal yang guru (peneliti) lakukan tidak berbeda jauh dari pertemuan I karena dimulai awal masuk sekolah (jam pertama) yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, dilanjutkan dengan mengkondisikan kelas sebagai tindakan preventif (pencegahan). Kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran siswa. Jumlah siswa yang hadir lengkap ada 21 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai yaitu siswa mampu menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan bermain peran (role playing) dalam drama secara tepat dan mampu memainkan peran tokoh drama pendek dengan lafal, intonasi, penghayatan, dan ekspresi yang sesuai karakter tokoh secara tepat. Setelah itu, guru memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan menyamakan pandangan tentang materi drama yang akan dipelajari siswa. Apersepsi pertemuan II diberikan dengan tepuk drama bersamasama seperti pada pertemuan II siklus I. Kemudian guru mengadakan tanya jawab setelah tepuk drama tersebut untuk mengetahui tingkat kepekaan siswa. Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu sekitar 55 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat tiga (3) bentuk tindakan yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa seperti berikut : - Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama? - Sebutkan faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara ? - Mengapa cara berbicara dalam memerankan tokoh drama menentukan penilaian atau keberhasilan drama ? Tindakan selanjutnya yaitu elaborasi, siswa dijelaskan kembali hal-hal yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama, diantaranya faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara meliputi lafal, intonasi, kelancaran, ekspresi, dan pemahaman isi drama. Penjelasan dilakukan dengan menggunakan metode demonstrasi yaitu memperagakan cara-cara berbicara yang efektif. Secara ringkas,

commit to user 90

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

isi materi pada pertemuan kedua ini dapat dilihat pada bagian RPP siklus II lampiran 5. Sebelum siswa mencoba memainkan peran dari tokoh drama pendek, guru memperlihatkan video drama pendek anak SD. Kemudian, guru mengkondisikan tempat duduk seperti pelaksanaan diskusi pada pertemuan I dengan duduk saling berhadapan sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Siswa diberikan waktu 5 menit untuk mempersiapkan setting dengan kelompoknya sebelum maju bermain peran (role playing). Selanjutnya, masing-masing kelompok siswa maju memerankan dari naskah drama pendek yang sudah diperbaiki pada pertemuan I. Kegiatan bermain peran ini penilaiannya hanya difokuskan pada keterampilan berbicara. Tugas guru yaitu bertindak sebagai fasilitator dan memberikan penilaian. Guru membantu menciptakan setting bermain peran sesuai tema drama masing-masing kelompok sehingga siswa lebih bisa berekspresi. Dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan berbicara siswa oleh guru secara individu. Siswa yang tidak maju diberikan tugas sebagai pengamat untuk memberikan tanggapan dari kelompok yang sudah bermain peran. Kegiatan konfirmasi, yaitu pemberian reward (penguatan) kepada masingmasing kelompok dan pemberian hadiah pemain peran terbaik. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam bermain drama. Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif. Untuk kelompok terbaik dalam bermain peran drama juga diberikan hadiah oleh guru yang sudah dipersiapkan. Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang dilakukan guru. Hasil pembelajaran sudah menunjukkan peningkatan dari bermain peran yang sebelumnya. Guru mengucapkan terimakasih atas perhatian, kerjasama, dan kesungguhan siswa. Guru juga menyampaian pesan-pesan moral kepada siswa. Kemudian guru menutup pembelajaran dengan salam.

commit to user 91

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c. Observasi Tahap observasi siklus II pada hari Senin dan Rabu, 21-23 Februari 2011 dilakukan pengamatan

terhadap kegiatan guru

dan

pembelajaran. Proses pengamatan dilakukan oleh

siswa

selama

proses

guru kelas V bapak Sri

Kuncoro, Ama.Pd. Pengamatan menggunakan lembar observasi yang sudah dipersiapkan. Pengamatan difokuskan pada tiga aspek yaitu (1) RPP yang dijadikan pedoman mengajar peneliti, (2) berlangsungnya proses pelaksanaan pembelajaran terkait sikap siswa (penilaian proses) dan kegiatan guru selama pembelajaran berlangsung. (3) hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara dengan metode role playing oleh siswa. Berdasarkan kegiatan

observasi tersebut, secara garis besar diperoleh

gambaran tentang jalannya pembelajaran dari mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode role playing sebagai berikut: 1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran guru Pengamatan terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar sangat penting karena sebagai prosedur mengajar guru di dalam kelas. RPP peneliti dinilai oleh guru kelas V dengan lembar pengamatan RPP yang sudah dipersiapkan. Hasil penilaian RPP siklus II dapat dilihat pada lampiran 20. Guru menilai RPP yang digunakan oleh peneliti dengan hasil ratarata nilai 3,85 yang menunjukkan penyusunan RPP dalam kategori sangat baik. Secara garis besar RPP yang disusun sudah relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dengan sistematika yang runtut dan tujuan pembelajaran yang jelas mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 2) Sikap Siswa (Penilaian Proses) Hasil pengamatan siklus II terhadap sikap siswa dapat dilihat pada lampiran 25. Pengamatan sikap siswa selama pembelajaran ini adalah bentuk penilaian kualitas proses. Di dalam proses pembelajaran siklus II siswa sudah terlihat lebih aktif dan bersungguh-sungguh dibandingkan dengan siklus I. Secara klasikal terdapat peningkatan terhadap minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan pada

commit to user 92

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

diri siswa. Data pengamatan sikap siswa pada siklus II dapat dimasukkan ke dalam tabel 10 sebagai berikut : Tabel 10. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Siklus II No.

Sikap Siswa

Frekuensi (siswa)

Persentase (%)

1.

Minat

19

90,47

2.

Keaktifan

17

80,95

3.

Kerja sama

16

76,19

4.

Kesungguhan

17

80,95

Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada siklus II mengalami peningkatan. Terdapat 19 siswa (90,47%) yang berminat mengikuti pembelajaran berbicara. Siswa yang tercatat aktif sebanyak 17 siswa (80,95%), siswa yang mampu bekerjasama dengan baik sebanyak 16 siswa (76,19%), dan siswa yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran berbicara sebanyak 17 siswa (80,95%). Data dalam tabel

Frekuensi

10 tersebut dapat disajikan dalam grafik pada gambar 9 sebagai berikut :

20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

90,47% 80,95%

Minat

76,19%

Kerjasama Keaktifan Sikap Siswa

80,95%

Kesungguhan

Gambar 9. Grafik Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus II

commit to user 93

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3) Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Guru Hasil pengamatan terhadap kegiatan pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 22. Hasil Pengamatan difokuskan pada tujuh aspek kemampuan guru yaitu: (1) guru mengelola ruang dan fasilitas pembelajaran termasuk kategori baik dengan nilai 3,5, (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan nilai 3,6 dalam kategori sangat baik, (3) mengelola interaksi kelas juga sudah sangat baik dengan nilai 4, (4) bersikap terbuka dan luwes serta membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap belajar dengan nilai 3,5, (5) mendemonstrasikan kemampuan khusus dalam pembelajaran mata pelajaran tertentu termasuk kategori baik dengan nilai 3,3, (6) melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar dengan nilai 4 kategori sangat baik, dan (7) kesan umum kerja guru dalam kategori baik dengan nilai 3,5. Sehingga nilai rata-rata kegiatan pembelajaran guru adalah 3,63 termasuk dalam kategori sangat baik. Berdasarkan rata-rata nilai tersebut menunjukkan kualitas pembelajaran dari guru meningkat dibandingkan dengan siklus I. 4) Hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa dengan metode role playing Daftar nilai keterampilan berbicara siswa siklus II dapat dilihat pada lampiran 15. Data nilai tersebut dikelompokkan ke dalam tabel 11 di bawah ini: Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I Sragen pada Siklus II No 1 2 3 4 5

Nilai 44-52 53-61 62-70 71-79 80-88 Jumlah

Frekuensi

Presentase (%)

Keterangan

0 3 6 5 7 21

0 14,29 28,57 23,81 33,33 100

Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas

Nilai rata-rata = 1540 : 21 = 73,33 Tingkat Ketuntasan Klasikal = 18 : 21 x 100% = 85,71%

commit to user 94

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari tabel 11 di atas dapat dilihat persentase siswa yang belum dan sudah tuntas KKM. Dari 21 siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I Sidoharjo, hanya terdapat sebesar 14,29% siswa belum tuntas KKM yang terbagi dalam kelas 44-52 sebesar 0%, dan pada kelas 53-61 sebesar 14,29%. Sisanya sebesar 85,71% siswa sudah tuntas KKM yang terbagi pada kelas 6270 sebesar 28,57%, pada kelas 71-89 sebesar 23,81%, dan interval kelas 80-88 terdapat 33,33%. Dari tabel 11 tersebut juga dapat diketahui ketuntatasan hasil belajar siswa pada siklus II mencapai 85,71% atau 15 siswa sudah tuntas. Sedangkan siswa yang belum tuntas 14,29% atau 3 siswa. Berdasarkan data pada tabel 11 maka hasil pembelajaran keterampilan berbicara setelah diadakan tindakan siklus II pada siswa kelas V SDN Pandak I dapat disajikan dalam grafik pada gambar 10 dibawah ini : 8 7

Frekuensi

6 5 4 3 2 1 0 44-52

53-61

62-70

71-79

80-88

Interval Nilai

Gambar 10. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada siklus II Pada gambar 10 di atas ditunjukkan frekuensi dari masing-masing kelas. Pada kelas 44-52 terdapat 0 siswa, pada kelas 53-61 terdapat sebanyak 3 siswa, pada kelas 62-70 terdapat sebanyak 6 siswa, pada kelas 71-79 terdapat sebanyak 5 siswa, dan pada interval kelas 80-88 terdapat 7 siswa. Dengan jumlah keseluruhan 21 siswa, hanya terdapat 3 siswa yang belum tuntas KKM.

commit to user 95

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil keterampilan berbicara VLVZD\DQJPHPSHUROHKQLODL•62 (KKM) sudah mencapai 80% sesuai target capaian sehingga tindakan dapat dihentikan.

d. Refleksi Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara siklus II ini telah menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dari siklus I. Keberhasilan proses pembelajaran berbicara siklus II dapat dilihat dari beberapa indikator berikut ini: 1) Minat Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan penerapan metode bermain peran di siklus II, secara klasikal telah menunjukkan peningkatan dari siklus I dari 61,9% menjadi sebesar 90,47% pada siklus II. Siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran dengan metode bermain peran, sehingga perhatian siswa pun lebih terfokus pada pelajaran. 2) Keaktifan Keaktifan siswa dalam pembelajaran meningkat. Siswa terlihat lebih aktif untuk bertanya dan mengungkapkan gagasan ketika berdiskusi, aktif melakukan kegiatan bermain peran. Keaktifan klasikal siswa meningkat menjadi 80,95% atau sebanyak 17 siswa. 3) Kerja sama Siswa yang menunjukkan sikap kerjasama yang baik selama mengikuti pembelajaran berbicara sebesar 76,19% atau sebanyak 16 orang, sedangkan 23,81% atau 5 orang sisanya tampak belum mampu melakukan kerja sama yang baik dengan anggota kelompoknya. 4) Kesungguhan Siswa yang menunjukkan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran berbicara sebayak 17 siswa atau sebesar 80,95%, sedangkan 4 siswa lainnya atau sebesar 19,05% menunjukkan sikap kurang serius selama mengikuti

commit to user 96

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pelajaran. Pada saat melakukan praktik berbicara di depan kelas, kebanyakan siswa sudah terlihat bersungguh-sungguh dengan sesama teman kelompoknya. Bertolak dari perbaikan pada siklus I dibuktikan bahwa penggunaan metode bermain peran (role playing) pada siklus II ini dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini terbukti dari 21 siswa yang melakukan tes unjuk kerja berbicara, 18 siswa atau sebesar 85,71% telah mencapai ketuntasan belajar dengan mendapat nilai di atas 62 (KKM). Ketuntasan belajar ini mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 14,29% dengan rata-rata nilai keterampilan berbicara dalam kelas sebesar 73,33. Secara

umum

semua

kelemahan

yang

ada

dalam

proses

pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus II sudah dapat diatasi dengan baik walaupun masih ada beberapa siswa yang kurang aktif dan kurang bersungguh-sungguh. Namun, secara garis besar siswa merasa termotivasi dalam belajar, senang hati, dan antusias dalam melakukan kegiatan karena siswa belajar sambil bekerja sama dengan temannya secara

kompak.

Selain

itu,

peningkatan

kualitas

hasil

keterampilan

berbicara pada siklus II sudah mencapai indikator ketercapaian yaitu 80% dari jumlah siswa yang ada. Oleh karena itu, penelitian dapat dihentikan dan dinyatakan berhasil.

C. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk peningkatan dari hubungan antarsiklus. Untuk hasil penelitian persiklus sudah disajikan pada tahap observasi (pengamatan) pada masing-masing siklus. Berdasarkan pengamatan dari analisis data yang ada, dapat dilihat adanya peningkatan kualitas proses dan hasil siswa kelas V SDN Pandak I Sragen dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek keterampilan berbicara dengan metode role playing. Peningkatan kualitas proses ditunjukkan dari sebaran frekuensi sikap siswa meliputi minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan siswa yang semakin besar (meningkat) seperti pada tabel 12 berikut ini :

commit to user 97

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 12. Data Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I dan II Frekuensi No.

Sikap Siswa Prasiklus

Siklus I

Siklus II

1.

Minat

10

13

19

2.

Keaktifan

13

15

17

3.

Kerja sama

9

15

16

4.

Kesungguhan

7

12

17

Tabel 12 di atas menunjukkan adanya peningkatan frekuensi pengamatan sikap siswa dari prasiklus sampai siklus II. Secara klasikal aspek sikap minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan siswa dalam proses pembelajaran terjadi peningkatan. Dari tabel 12 perbandingan frekuensi pengamatan sikap siswa di atas dapat dibuat grafik pada gambar 11 sebagai berikut: Prasiklus

Siklus I

Siklus II

20

Frekuensi

15 10 5 0 Minat

Keaktifan

Kerjasama

Kesungguhan

Sikap Siswa

Gambar 11. Grafik Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II Peningkatan kualitas hasil ditunjukkan dari sebaran frekuensi nilai keterampilan berbicara dari penilaian aspek lafal, intonasi, kelancaran, ekspresi, dan

commit to user 98

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pemahaman isi yang semakin besar (meningkat) pada interval nilai di atas KKM (62) seperti pada tabel 13 berikut ini : Tabel 13. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II Frekuensi No.

Interval Nilai Prasiklus

Siklus I

Siklus II

1.

44-52

4

3

0

2.

53-61

9

3

3

3.

62-70

3

7

6

4.

71-79

5

6

5

5.

80-88

0

2

7

Jumlah Siswa

21

21

21

Siswa Tidak Tuntas

13

6

3

Siswa Sudah Tuntas

8

15

18

Nilai Rata-Rata Kelas

61,14

66,09

73,33

Ketuntasan Klasikal

38,1%

71,42%

85,71%

Tabel 13 di atas menunjukkan adanya peningkatan nilai keterampilan berbicara siswa dari prasiklus sampai siklus II. Presentase ketuntasan klasikal meningkat dari prasiklus sebesar 38,1% menjadi 71,42% pada siklus I dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 85,71%. Pada akhir siklus masih terdapat tiga siswa yang belum tuntas KKM dalam keterampilan berbicara. Kelemahan mereka pada aspek kelancaran dan ekspresi berbicara. Selain itu, dari penilaian sikap siswa juga tergolong rendah. Perbandingan nilai rata-rata kelas dari tiap siklus terjadi peningkatan. Pada prasiklus nilai rata-rata siswa sebesar 61,14, pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 66,09. Selanjutnya nilai rata-rata kelas keterampilan berbicara mengalami peningkatan signifikan pada siklus II menjadi 73,33. Peningkatan tersebut membuktikan bahwa metode role playing tepat untuk membantu meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara.

commit to user 99

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari tabel 13 perbandingan nilai keterampialan berbicara di atas dapat dibuat grafik pada gambar 12 sebagai berikut: Prasiklus

Siklus I

Siklus II

10 9 8 Frekuensi

7 6 5 4 3 2 1 0 44-52

53-61

62-70

71-79

80-88

Intrval Nilai

Gambar 12. Grafik Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II Dari gambar 12 tersebut terlihat bahwa prasiklus (merah) lebih mendominasi pada interval nilai rendah, siklus I (kuning) mendominasi interval nilai sedang, dan siklus II (hijau) dominasi pada interval nilai tinggi.

D. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian tindakan dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas keterampilan berbicara, baik proses maupun hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siklus I dan siklus II. Secara garis besar, penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti pada bagian bab I. Pembahasan hasil penelitian ini akan dijabarkan secara garis besar kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara dari prasiklus dan setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I dan siklus II dengan menggunakan metode role playing.

commit to user 100

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pembahasan hasil penelitian ini sebagai berikut : a. Prasiklus Pada prasiklus terlihat bahwa minat dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran masih tergolong rendah. Pembelajaran keterampilan berbicara

masih

menggunakan

cara

konvensional

yaitu

siswa

diminta

mengomentari persoalan faktual yang dikemukakan guru secara individu. Meskipun metode pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif tetapi suasana pembelajaran

terkesan

membosankan

karena

siswa

masih

bingung

mengemukakan permasalahan kehidupan yang dialaminya sehingga siswa yang menanggapi juga merasa kesulitan. Selain itu siswa merasa takut ketika diminta berbicara secara individu di depan kelas. Hal ini membuat siswa tidak antusias mengikuti pembelajaran berbicara yang diberikan oleh guru. Akibatnya presentase nilai kualitas proses secara klasikal yang meliputi minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan masih rendah. Terbukti persentase niai kualitas proses klasikal pada tindakan awal ini masih rendah yaitu minat 47,62%, keaktifan 61,9%, kerja sama 42,86%, dan kesungguhan 33,33%. Kualitas proses yang rendah berimbas pada kualitas hasil keterampilan berbicara siswa menjadi rendah. Terbukti dengan banyaknya

siswa

yang

memperoleh nilai di bawah KKM. Nilai keterampilan berbicara yang diperoleh siswa masih rendah. Pada prasiklus siswa yang belum tuntas KKM sebanyak 13 siswa, sedangkan yang sudah tuntas KKM sebanyak 8 siswa atau 38,1%. Nilai terendah pada prasiklus adalah 36 dan nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah 72. Nilai dari masing-masing siswa tersebut dapat dilihat pada lampiran 13. Siswa yang memperoleh nilai pada kelas 44-52 sebanyak 4 siswa atau 19,05%, pada kelas 53-61 sebanyak 9 siswa atau 42,86%, pada kelas 62-70 sebanyak 3 siswa atau 14,29%, pada kelas 71-79 sebanyak 5 siswa atau 23,81%, dan pada kelas 80-88 sebanyak 0 siswa atau 0%. Selama prasiklus nilai rata-rata klasikal yang dicapai adalah 61,14. Nilai rata-rata ini dapat dikatakan rendah karena nilai yang diperoleh siswa pun juga masih rendah. Oleh karena itu dilakukan tindakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

commit to user 101

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b. Siklus I Berdasarkan tindakan yang sudah dilaksanakan pada siklus I terbukti adanya peningkatan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara siswa. Dalam proses pembelajaran berbicara siklus I ini peneliti menggunakan metode role playing, siswa bermain peran dari tokoh drama pendek yang dibuat oleh siswa secara berkelompok. Proses pembelajaran terkesan lebih hidup dan menyenangkan meskipun hasilnya belum maksimal karena siswa baru pertama kali bermain peran. Siswa lebih berminat dan terlihat aktif dalam pembelajaran terutama ketika praktik berbicara secara berkelompok melalui bermain peran. Kerjasama dan kesungguhan siswa sangat jelas terlihat karena metode role playing ini dilakukan secara kelompok yang mengutamakan kerjasama dan keseriusan dari anggota kelompoknya. Peningkatan kualitas proses berbicara ini dibuktikan dengan nilai persentase kualitas proses klasikal yaitu minat 61,9%, keaktifan 71,42%, kerjasama 71,42%, dan kesungguhan 57,14%. Pada siklus I kualitas hasil keterampilan berbicara yang ingin dicapai adalah 70% siswa dapat tuntas KKM. Hal ini berarti dalam siklus I diharapkan sebanyak 15 siswa memperoleh nilai di atas KKM. Dilihat dari banyaknya siswa yang tuntas KKM diketahui tepat sebanyak 15 siswa atau 71,42% sudah tuntas dan masih terdapat 6 siswa atau 28,58% yang belum tuntas KKM. Dengan jumlah ketuntasan seperti itu dapat dikatakan indikator kinerja siklus I telah tercapai. Akan tetapi, pada siklus I nilai siswa belum memuaskan. Karena kebanyakan siswa hanya memperoleh nilai pada interval nilai sedang. Pengamatan dari tindakan pada siklus I ditemukan beberapa hal yang terkait faktor-faktor penilaian keterampilan berbicara siswa yaitu: pertama, ratarata siswa menggunakan lafal dan intonasi yang cukup jelas dalam berbicaranya karena siswa cukup percaya diri dan tidak merasa takut ketika penampilannya dilihat teman-temannya. Kedua, kelancaran siswa pada siklus I rata-rata cukup lancar dan dari segi pemahaman isi drama juga sudah baik. Namun, untuk ekspresi berbicara siswa rata-rata nilainya masih kurang memuaskan, terkadang siswa berbicara tidak melihat kepada teman atau lawan bicaranya. Gerakan-gerakan

commit to user 102

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tubuh belum begitu terlihat pada siklus I sehingga kegiatan berbicara siswa masih terkesan kaku dan monoton. Peningkatan kualitas proses dan hasil pada siklus I belum memuaskan dan masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki dan diharapkan keterampilan berbicara siswa semakin meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini dilanjutkan ke siklus II. c. Siklus II Pada tindakan siklus II terjadi peningkatan kualitas proses dan hasil yang signifikan dari tindakan sebelumnya. Dilihat dari proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode role playing, siswa semakin berminat yang ditandai dengan banyaknya siswa yang lebih antusias dan memperhatikan jalannya proses pembelajaran berbicara. Persentase minat siswa secara klasikal mencapai 90,47%. Keaktifan klasikal siswa meningkat menjadi 80,95% ditandai dengan banyaknya siswa yang lebih aktif bertanya dan berpendapat ketika diskusi kelompok serta bermain peran. Kerja sama dari siswa dalam kelompoknya juga semakin meningkat menjadi 76,19%, dalam hal ini siswa lebih bertanggung jawab sebagai bagian dari kelompoknya. Pengamatan dari segi kesungguhan siswa juga terjadi peningkatan menjadi 80,95% ditandai siswa lebih serius untuk melakukan diskusi dan bermain peran (role playing). Kualitas hasil keterampilan berbicara siklus II terjadi peningkatan. Indikator ketercapaian kualitas hasil pada siklus II adalah 80% atau sebanyak 17 siswa mampu tuntas KKM dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dari 21 siswa kelas V setelah diadakan tindakan siklus II terdapat 18 siswa atau 85,71% tuntas KKM dan 3 siswa atau 14,29% belum tuntas KKM. Hal ini dibuktikan dengan naiknya jumlah frekuensi pada tiap kelas interval. Dari 21 siswa kelas V ditunjukkan pada kelas 44-52 saat siklus I terdapat 3 siswa meningkat menjadi tidak ada. Setelah tindakan siklus II nilai terendah terdapat pada kelas 53-61 sebanyak 3 siswa atau 14,29%, pada kelas 62-70 sebanyak 6 siswa atau 28,57%, pada kelas 71-79 sebanyak 23,81%, dan pada kelas 80-88 sebanyak 7 siswa atau 33,33%. Dilihat dari nilai rata-rata klasikal siswa juga terdapat

commit to user 103

perpustakaan.uns.ac.id

peningkatan. Nilai

digilib.uns.ac.id

rata-rata klasikal pada siklus

I sebesar 66,09 meningkat

menjadi 73,33 pada siklus II. Peningkatan kualitas poses dan hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siklus II sudah memuaskan dan mencapai indikator ketercapaian. Oleh karena itu, pelaksanaan tindakan dapat dihentikan dan terbukti dinyatakan berhasil. Berdasarkan atas tindakan yang dilakukan pada siklus I dan II, keberhasilan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: a. Kualitas Proses 1)

Siswa semakin berminat dalam mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini

ditunjukkan dengan siswa menujukkan sikap yang

memperhatikan dan tidak gaduh.ketika proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, siswa antusias mengikuti pembelajaran dan tidak ada siswa yang mengantuk atau melamun. 2) Siswa terlihat bersemangat dan aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini ditandai dengan keaktifan siswa bertanya dan berpendapat saat diskusi kelompok serta aktif dalam bermain peran dari tokoh drama yang diperankannya. 3) Siswa lebih melakukan kerjasama dalam kegiatan pembelajaran. Kerjasama terlihat ketika siswa berdiskusi dan bermain peran di depan kelas. Siswa memiliki rasa tanggung jawab dan empati terhadap temannya. 4) Siswa memiliki kesungguhan dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dengan keseriusan siswa ketika harus bermain peran dengan kelompoknya untuk mendapatkan hasil yang terbaik. b. Kualitas Hasil Nilai tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa dengan metode role playing yang telah dilaksanakan guru menunjukkan peningkatan dari siklus I sampai siklus II dibandingkan dengan kondisi awal. Ketuntasan klasikal akhir siklus mencapai 85,71% dengan nilai rata-rata 73,33.

commit to user 104

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kualitas hasil keterampilan berbicara ditandai dengan meningkatnya aspekaspek penilaian berbicara yang secara garis besar dijelaskan sebagai berikut : 1) Siswa mampu berbicara dengan lafal yang sudah jelas. Secara klasikal siswa dapat melafalkan bunyi atau artikulasi bahasa dengan baik dan jelas. 2) Siswa berbicara dengan intonasi yang tepat. Ketepatan memberikan tekanan dalam berbicara siswa secara klasikal dalam kategori baik dan tepat. 3) Siswa berbicara dengan lancar. Hal ini ditunjukkan ketika berbicara siswa WLGDNPHQJJXQDNDQNDWD³HH´GDQKDQ\DVHGNLt siswa yang kurang lancar. 4) Siswa mampu berbicara dengan ekspresi yang terbilang baik. Secara umum siswa sudah berbicara menggunakan kontak mata sebagai syarat keefektifan berbicara dan kadang disertai gerakan tubuh (pantomimik). 5) Siswa sudah berbicara sesuai isi atau tema drama yang diperankannya. Hal ini ditunjukkan dengan arah pembicaraan siswa dalam bermain peran yang sudah sesuai topik drama yang ditentukan.

commit to user 105

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menggunakan metode role playing dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen dapat disimpulkan bahwa : 1. Penggunaan metode role playing dapat

meningkatkan

kualitas

proses

keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. Hal ini ditandai dengan meningkatnya persentase minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan dalam proses pembelajaran. Pada siklus I persentase klasikal minat siswa sebesar 61,9%, keaktifan 71,42%, kerja sama 71,42%, dan kesungguhan 57,14%. Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu persentase klasikal minat siswa menjadi 90,47%, keaktifan 80,95%, kerja sama 76,19%, dan kesungguhan 80,95%. 2. Penggunakan metode role playing dapat meningkatkan

kualitas hasil

keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu siklus I sebesar 66,09 dan siklus II sebesar 73,33. Dilihat dari hasil tes berbicara pada siklus I diketahui 15 siswa (71,42%) dari 21 siswa telah mencapai nilai KKM (62) dan meningkat pada siklus II sebanyak 18 siswa (85,71%) dari 21 siswa telah berhasil mencapai nilai KKM.

B. IMPLIKASI Penggunaan

metode

bermain

peran

(role

playing)

terbukti

dapat

meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil dalam pembelajaran keterampilan berbicara, karena bermain peran merupakan metode belajar sambil bermain yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Dalam metode role playing, siswa berperan secara aktif menjadi tokoh atau orang lain sesuai naskah drama pendek

commit to user 106

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yang disusun oleh siswa sendiri. Kegiatan dan keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kemampuan siswa sendiri dalam menguasai materi dan mengungkapkan ide serta gagasannya dalam bentuk praktik berbicara sambil berperan di depan kelas. Oleh karena itu, siswalah yang menjadi pusat kegiatan pembelajaran. Peran guru di sini hanya sebagai mediator, motivator, dan fasilitator belajar siswa. Metode role playing ini lebih efektif dan efisien dibanding dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dikatakan efektif karena penerapan metode role playing akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena proses belajar di SD lebih banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan penggunaan metode bermain peran (role playing) dapat membuat siswa lebih aktif, berminat dalam mengikuti pembelajaran berbicara, dan pembelajaran lebih hidup serta menyenangkan. Selain itu, meode ini dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran berbicara yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata nilai siswa dan persentase ketuntasan pada tiap siklusnya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diimplikasikan bahwa metode role playing dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi guru dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara. Di samping itu, metode pembelajaran ini dapat digunakan sebagai metode alternatif yang menyenangkan, kreatif, dan inovatif dalam pembelajaran berbicara di tingkat SD.

C. SARAN Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti dapat mengajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Siswa a. Siswa seharusnya memahami bahwa keterampilan berbicara merupakan hal penting yang harus dikuasai, untuk itu siswa perlu mengikuti pembelajaran

commit to user 107

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

berbicara dengan penuh kesungguhan agar siswa memiliki keterampilan berbicara yang baik. b. Dengan adanya penggunaan metode role playing sebaiknya siswa dapat memanfaatkan dengan baik untuk bekerja sama dalam satu kelompok baik dalam diskusi maupun bermain peran sehingga hasilnya dapat optimal. 2. Bagi Guru Guru kelas hendaknya menerapkan metode bermain peran (role playing) dalam kegiatan belajar - mengajar khususnya pada pembelajaran keterampilan berbicara, karena metode bermain peran lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan dalam pembelajaran berbicara. 3. Bagi Sekolah Peneliti menyarankan penggunaan metode role playing sebagai metode alternatif dalam pembelajaran keterampilan berbicara di kelas tinggi sekolah dasar. Penggunaan metode role playing dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar berbicara siswa sehingga sangat bermanfaat dan meningkatkan kualitas hasil berbicara bagi anak-anak usia sekolah dasar.

commit to user 108