Penyusunan Arahan Pengembangan Pariwisata di Taman Wisata ...

19 downloads 168 Views 248KB Size Report
Abstrak— Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Guntur memiliki posisi lokasi strategis jika dikaitkan dengan kebijakan “segitiga emas” pengembangan pariwisata ...
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

PENYUSUNAN ARAHAN PENGEMBANGAN PARIWISATA DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG GUNTUR ENNI LINDIA MAYONA Jurusan Teknik Planologi Itenas Bandung email : [email protected]

Abstrak— Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Guntur memiliki posisi lokasi strategis jika dikaitkan dengan kebijakan “segitiga emas” pengembangan pariwisata Kabupaten Garut yang mencakup Wisata Candi Cangkuang, Situ Bagendit dan Gunung Papandayan. Lokasi TWA Gunung Guntur merupakan satu kesatuan lingkungan dengan Kawasan Wisata Cipanas, dan lokasinya berada di tengah-tengah wilayah sehingga dapat menangkap peluang pergerakan wisatawan ke Kabupaten Garut dari arah utara menuju selatan. Di sisi lain, TWA Gunung Guntur termasuk kawasan pelestarian alam dan rawan bencana alam sehingga pengembangannya membutuhkan arahan pemanfaatan yang sesuai dengan potensi wilayah dan kebijakan yang terkait. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyusun arahan pengembangan pariwisata di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Guntur, dengan sasaran teridentifikasinya potensi dan permasalahan kawasan serta tersusunnya konsep arahan pengembangan pariwisata di TWA Gunung Guntur. Arahan pengembangan pariwisata di Taman Wisata Alam Gunung Guntur dilakukan dengan konsep “Taman Wisata Alam Gunung Guntur; Sebuah Pemandangan dan Kekhasan Flora Yang Responsif” yang terintegrasi dengan Kawasan Cipanas dan Curug Citiis, dengan pembagian 2 (dua) zona pengembangan kegiatan pariwisata yaitu Zona Pengembangan Cipanas – Curug Citiis dan Zona Pengembangan Curug Citiis – Tanjung Kemuning. Konsep zoning yang diterapkan mempertimbangkan pembentuk ruang primer dan sekunder. Pembentuk ruang primer memiliki peruntukkan utama yaitu taman wisata alam yang dibagi menjadi 3 (tiga) zona utama yaitu Zona Pengantar/penerima, Zona Pelayanan, serta Zona RTH. Masing-masing zona pengembangan memiliki kondisi yang cukup jauh berbeda sehingga pengembangan elemen dan prasarana serta utilitasnya perlu penanganan yang berbeda pula. Kata kunci— Pengembangan Pariwisata, Taman Wisata Alam Gunung Guntur 1. PENDAHULUAN Gunung Guntur merupakan kawasan hutan dan termasuk Hutan Gunung Guntur-Kamojang. Secara administratif kawasan tersebut berada pada wilayah Kecamatan Tarogong Kaler, Banyuresmi dan Leles, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 274/Kpts-II/1999 tanggal 7 mei 1999 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Cagar Alam Kawah KamojangGunung Guntur seluas 8.286 Ha menjadi Taman Wisata Alam seluas 250 Ha dan Hutan Perencanaan Wilayah Kota

Lindung seluas 500 Ha, sedangkan sisanya 7.536 Ha masih tetap berfungsi sebagai Cagar Alam. Hutan lindung dikelola oleh Perhutani dan cagar alam serta taman wisata alam dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam. Kawasan Hutan KamojangGunung Guntur telah berubah kembali seluruhnya menjadi taman wisata alam seluas 250 Ha dan cagar alam seluas 8.036 Ha berdasarkan reskoring yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 195/Kpts-II/2003 tanggal 4 Juli 2003.

G-1

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Taman Wisata Alam Gunung Guntur seluruhnya dikelola oleh BKSDA Jawa Barat dan Banten. Kawasan ini memiliki daya tarik berupa medan gunung yang menantang, lembah, air terjun, sungai, panorama alam dan kawah. Kawasan Gunung Guntur memiliki konfigurasi umum lahan bergunung dengan kemiringan lahan yang sangat curam dan memiliki material tanah berupa tanah pasir berbatu dengan stabilitas tanah tergolong labil dan tingkat kelongsoran tanah yang tinggi. Kawasan ini berdasarkan RIPPDA Kabupaten Garut merupakan salah satu prioritas pengembangan pariwisata di Kabupaten Garut.



TWA Gunung Guntur termasuk kawasan pelestarian alam sehingga pengembangannya membutuhkan arahan pemanfaatan yang sesuai dengan potensi wilayah dan kebijakan yang terkait. Oleh karena itu, dalam upaya penanganan TWA Gunung Guntur dibutuhkan arahan pengembangan kawasan yang sesuai agar tercapainya optimalisasi penggalian potensi terutama dalam pemanfaatan jasa lingkungan dan pengembangan pariwisata alam. Penelitian ini bertujuan menyusun Arahan Pengembangan Pariwisata di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Guntur, melalui identifikasi potensi dan permasalahan kawasan dan perumusan konsep pengembangan kawasan. Diharapkan melalui perumusan arahan pengembangan pariwisata di TWA Gunung Guntur ini menjadi masukan penting bagi pemerintah daerah didalam merumuskan kebijakan pengembangan potensi kawasannya. 2. METODOLOGI Metode penelitian ini mencakup : •

Kajian literatur meliputi 4 (empat) jenis kegiatan, yaitu: Kajian teoritik terkait pengembangan kawasan wisata dan pelestarian alam, Review studi pendahuluan yang pernah dilakukan terkait dengan kawasan TWA, penelaahan kebijakan tata ruang dan kebijakan penunjang lainnya; dan review standar dan Perencanaan Wilayah Kota

pedoman yang berkenaan dengan arahan pengembangan kawasan. Observasi lapangan bertujuan mengidentifikasi karakter kawasan secara keseluruhan. Sesuai definisinya Taman wisata alam (TWA) adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam (Undang-undang No.5 Tahun 1990 Pasal 1). Taman wisata alam dapat dilakukan kegiatan untuk pariwisata alam dan rekreasi; penelitian dan pengembangan; pendidikan; dan kegiatan penunjang budidaya dan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (PP 68/1998 Pasal 33) : - mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem, gejala alam serta formasi geologi yang menarik; - mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; - kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Pengamatan yang menyeluruh tersebut dimaksudkan untuk menangkap karakter sesungguhnya dari pola kegiatan dan penggunaan ruang. Identifikasi karakter kawasan memberikan pemahaman spasial dan fungsional yang lebih mendalam sebagai dasar penyusunan arahan pengembangan TWA Gunung Guntur.



Analisis kondisi eksternal dan internal kawasan. Analisis ini lebih ditujukan sebagai dasar untuk merumuskan upaya mengembangkan kepariwisataan dari sisi sediaan daya tarik kawasan berupa pengembangan sumber daya demi kepuasan pengunjung (Gunn, 1988; 68). Analisis eksternal dilakukan dengan mengkaji kedudukan kawasan studi terhadap kontelasi ruang yang lebih luas dan kebijakan yang mempengaruhi pengembangan kawasan. G-2

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752



Analisis internal dilakukan dengan mengkaji daya tarik pariwisata dan kondisi fisik kawasan. Daya tarik pariwisata adalah “sesuatu” yang ada di lokasi tujuan wisata yang tidak hanya menawarkan/ menyediakan sesuatu bagi wisatawan untuk dilihat dan dilakukan, tetapi juga menjadi magnet penarik seseorang untuk melakukan perjalanan selain itu juga untuk dinikmati, diikuti, dibeli [Gunn, 1988; 107]; Daya tarik wisata alam dapat berupa Benda-benda alam, Iklim,Pemandangan dan Fauna dan flora (Warpani&Indira P, 2007:45). Kondisi fisik kawasan yang dikaji mencakup kondisi geografi, topografi, jenis tanah, kondisi geologi,klimatologi dan kerawanan bencana alam. Output akhir tahap analisis ini adalah untuk mendapatkan gambaran potensi dan permasalahan kawasan sebagai dasar Penyusunan Konsep Arahan Pengembangan Pariwisata di TWA Gunung Guntur. Penyusunan konsep arahan pengembangan pariwisata melalui analisis proses pemahaman kualitas lokasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakter lokasi dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya. Konsep pengembangan pariwisata yang dirumuskan terdiri dari tema pengembangan, pembagian zona pengembangan, dan identifikasi komponen pembentuk ruang. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah tersusunnya Arahan Pengembangan Pariwisata di Taman Wisata Alam Gunung Guntur dengan optimalisasi pemanfaatan Kawasan tanpa mengurangi fungsi dan kelestarian sumber daya hutan/alam yang ada disekitarnya.

3. HASIL Secara administratif, Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Guntur termasuk dalam wilayah Kabupaten Garut. Dalam Rencata Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat, Perencanaan Wilayah Kota

Kabupaten Garut termasuk dalam Kawasan Andalan Priangan Timur. Gunung Guntur merupakan salah satu obyek pariwisata dari 6 (enam) obyek yang diprioritaskan untuk dikembangkan di Kabupaten Garut. Taman Wisata Alam Gunung Guntur termasuk ke dalam jenis wisata dan rekreasi alam Kabupaten Garut, yakni Wisata alam gunungapi dengan berbagai jenis wisata dan rekreasi yang memanfaatkan kondisi dan karakteristik gunungapi Guntur sebagai daya tarik atau media kegiatannya (gambar 1). Secara administrasi TWA Gunung Guntur seluas 250 Ha terletak di Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Kawasan ini lokasinya berdekatan dengan kawasan wisata Cipanas. Kawasan TWA Gunung Guntur merupakan suatu hamparan topografi bergelombang sampai dengan curam pada ketinggian 2.249 m di atas permukaan laut, terdiri dari batuan dan tanah vulkanik. Kemiringan lereng pada Kawasan TWA Gunung Guntur yang berada di Kecamatan Tarogong Kaler, berada pada kisaran yang cukup terjal yaitu antara 15 – 40% dengan rincian kemiringan lereng kawasan sebagai berikut: -

Kemiringan lereng 15-25% terletak di sebagian kecil kawasan, kategori kemiringan lereng ini adalah agak curam

-

Wilayah dengan kemiringan lereng antara 25-40% merupakan wilayah yang terbesar di Kawasan TWA Gunung Guntur, kategori kemiringan lereng ini adalah curam

-

Kemiringan lereng >40% terdapat di bagian utara kawasan, kategori kemiringan lereng ini adalah sangat curam

Jenis tanah di kawasan ini terdiri dari Assosiasi Andosol dan Latosol Coklat. Jenis tanah tersebut umumnya merupakan jenis G-3

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

tanah bercampur yang mengalami proses dari abu/tuf gunung api. Jenis tanah ini sangat sesuai untuk ditanami dengan tanaman bungabungaan, dan tanaman kehutanan seperti pinus. Di Kawasan TWA Gunung Guntur, curah hujan berkisar antara 1500-2500 mm/thn dan curah hujan di kawasan ini rendah dibandingkan dengan curah hujan di bagian selatan Kabupaten Garut. Berdasarkan tingkat kerentanan gerakan tanah, Kawasan TWA Gunung Guntur terdiri dari 2 (dua) zona sebagai berikut : - Zona kerentanan gerakan tanah menengah Zona kerentanan gerakan tanah menengah terdapat pada badan perbukitan dan pegunungan dengan sudut lereng antara 25 – 40%. Potensi gerakan tanah pada zona ini cenderung lebih sensitif jika terjadi perubahan atau gangguan terhadap kestabilan lerengnya. Pengupasan lereng dan penebangan vegetasi dapat memicu terjadinya gerakan tanah. - Zona kerentanan gerakan tanah tinggi Zona kerentanan gerakan tanah tinggi terdapat pada badan perbukitan dan pegunungan dengan sudut lereng > 40%. Pada lokasi Taman Wisata Alam Gunung Guntur terdapat beberapa jenis vegetasi yang juga menjadi tanaman khas kawasan tersebut dan termasuk ke dalam kelompok hutan lindung, yaitu Jamuju, Puspa, Saninten, Pasang dan Rasamala. Berdasarkan uraian di atas dapat terlihat bahwa Kawasan TWA Gunung Guntur memiliki potensi sebagai berikut : - Pengembangan tapak untuk kawasan taman wisata alam didukung oleh kebijakan Kabupaten Garut mengenai arahan pengembangan kawasan wisata alam di kawasan lindung - Lokasi kawasan strategis dan dekat dengan berbagai potensi wisata di sekitarnya seperti kawasan Cipanas, dan Curug Citiis sehingga dapat berpotensi besar di dalam integrasi kegiatan pariwisata yang lebih Perencanaan Wilayah Kota

luas. Kendala pengembangan kawasan adalah sebagai berikut : - Lokasi tapak yang berada pada kemiringan yang relatif curam yaitu berada pada kemiringan 15-40% sehingga sangat rawan terhadap bencana. Terutama tapak ini memiliki iklim tropis basah sehingga bencana erosi kemungkinan besar dapat terjadi. - Lokasi tapak berada pada topografi yang tidak memungkinkan untuk pengembangan bangunan permanen - Luas kawasan yang dapat dimanfaatkan hanyalah 10% dari total luas yang ada yaitu seluas 25 ha.

4. PEMBAHASAN Pengembangan Kawasan Wisata Alam Gunung Guntur jika dilihat berdasarkan potensi dan masalah yang ada dapat diarahkan sebagai Kawasan wisata alam penunjang fungsi kawasan Gunung Guntur yaitu sebagai kawasan lindung. Pengembangan TWA Gunung Guntur dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor estetika, Daya tarik pariwisata (Gunn, 1988; 107) yang dapat dikembangkan adalah daya tarik fisik berupa pemandangan alam pegunungan dan kekhasan ragam flora. (Gunn,1994). Konsep penataan Taman Wisata Alam Gunung Guntur mengangkat tema “Taman Wisata Alam Gunung Guntur; Sebuah Pemandangan dan Kekhasan Flora Yang Responsif”. Ragam pariwisata yang dapat dikembangkan adalah wisata petualangan, rekreasi dan pendidikan (Warpani & Indira P:13-14). Ragam tersebut sesuai dengan peraturan yang menyatakan bahwa taman wisata alam sesuai fungsinya dapat dimanfaatkan untuk keperluan pariwisata alam dan rekreasi; penelitian dan pengembangan; pendidikan; dan kegiatan penunjang budidaya (PP Nomor 68 Tahun 1998 pasal 53).

G-4

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Konsep pengembangan taman wisata alam ini diintegrasikan dengan perkembangan pariwisata yang telah ada sebelumnya yaitu Kawasan wisata Cipanas dan Curug Citiis (gambar 2). Pembagian zona kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : • Zona Cipanas – Curug Citiis . Penataan kawasan di zona ini memanfaatkan Cipanas (Cipanas Indah) sebagai gerbang utama menuju Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Guntur. Kawasan Cipanas dijadikan satu kesatuan ruang karena pengembangan TWA Gunung Guntur tidak dapat berdiri sendiri tanpa memperhatikan keberadaan kawasan Cipanas sebagai daya tarik utama kawasan pariwisata yang berkembang saat ini. Kawasan Cipanas memiliki tema pengembangan pariwisata yang selaras dengan tujuan pengembangan TWA yaitu “suatu kawasan yang memiliki daya tarik wisata yang khas daerah, ketersediaan fasilitas penunjang wisata, dan aksesibilitas yang berpotensi untuk dikembangkan, didukung oleh potensi pasar wisatawan yang mampu menggerakkan pengembangan pariwisata kawasan, dengan tetap menitikberatkan pada pelestarian budaya dan lingkungan alam “. Dengan terintegrasinya kegiatan pariwisata Gunung Guntur dengan Kawasan Cipanas diharapkan dapat mendukung pengembangan kawasan Wisata Gunung Guntur sebagai taman Wisata Alam secara optimal. Zona Curug Citiis–Tanjung Kamuning Zona ini berada di dalam TWA Gunung Guntur seluas 25 Ha. Curug Citiis menjadi daya tarik utama Wisata alam. Penataan kawasan ini sesuai dengan ketetapan lampiran KepMenhut 274/Kpts-II/1999. Kegiatan wisata yang dikembangkan pada dua zona ini bertujuan mendukung potensi Curug Citiis dan Kawasan Wisata Cipanas. Dengan adanya pembagian zona pengembangan ini maka perkembangan kegiatan pariwisata di Gunung Guntur diharapkan dapat berjalan Perencanaan Wilayah Kota

secara optimal dan mendukung perkembangan pariwisata di Kabupaten Garut. Ketentuan penggunaan ruang dari kawasan wisata yang direncanakan untuk kegiatan wisata alam di tapak Gunung Guntur ini, berdasarkan Tourism Development Study of java and Madura, Netherlands Institute of Tourism Consultant, Indonesia, Annexes IV, 1975 adalah:  15% dari seluruh kawasan yang direncanakan digunakan untuk mendirikan bangunan  20% dari seluruh kawasan yang direncanakan digunakan untuk mendukung fasilitas  20% dari seluruh kawasan yang direncanakan digunakan untuk keperluan aksesibilitas atau jaringan jalan dan pedestrian sidewalks Konsep zoning yang diterapkan pada kawasan mempertimbangkan pembentuk ruang primer dan sekunder. Penentuan pmanfaatan ruang di dalam zonasi tersebut dikembangkan dengan luasan maksimum yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam maksimum 10% (sepuluh perseratus) dari luas blok pemanfaatan taman wisata alam (PP 36 Tahun 2010:18). Pembentuk ruang primer memiliki peruntukkan utama yaitu taman wisata alam yang dibagi menjadi 3 (tiga) zona utama yaitu Zona Pengantar/penerima, Zona Pelayanan, serta Zona RTH. Masing-masing zona pengembangan memiliki kondisi yang cukup jauh berbeda sehingga pengembangan prasarana dan utilitas perlu penanganan yang berbeda pula. Komponen-komponen perancangan dalam menunjang kegiatan wisata di kawasan tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing kelompok kegiatan dan kemudian dibagi menjadi 3 (tiga) elemen yaitu elemen utama, elemen penunjang dan elemen pelengkap. Berdasarkan fungsinya, elemen-elemen tersebut meliputi : G-5

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

a. Elemen utama; terdiri dari Kantor pengelola, Mushola,Tempat Peristirahatan/ Gazebo/ Saung dan View Point, Pedestrian Sidewalks,Kolam Pemancingan, Theatre Hall, Taman Wisata Alam berisi tanaman lokal, Taman Burung yang terletak di dalam Taman Wisata Alam Gunung Guntur dan Camping Ground b. Elemen penunjang; terdiri dari Pusat Informasi Pariwisata (PIP), Warung makan/Restoran, Kios Telekomunikasi, Kios Cenderamata, Playground, Fasilitas Permainan (Games Facility) seperti paintball dan Fasilitas Olah raga c. Elemen Pelengkap; terdiri dari Pintu Gerbang dan Loket Karcis, Pos Jaga, Klinik, Toilet Umum dan Bangku Taman Konsep pengembangan pada masing-masing zona adalah sebagai berikut : • Zona Cipanas – Curug Citiis Zona ini memiliki kondisi tapak yang agak labil hingga ke curam namun masih dimungkinkan untuk dibangun suatu fasilitas pelayanan umum. Pembagian Zona adalah sebagai berikut : •

Zona penerima merupakan zona awal bagi para wisatawan dalam memulai aktivitas wisata. Zona penerima ini terletak di sebelah utara dengan jalan utama sebagai jalan masuk yaitu Jalan Cipanas Indah. Pada zona terdapat pintu gerbang dan bangunan–bangunan informasi, loket dan pos jaga (gambar 3).



Zona pelayanan terletak di sebelah utara zona penerima, dimana di dalamnya terdapat wisata alam berupa kolam pemancingan, theatre hall, playground, dan penelitian tentang struktur batuan serta tempat bagi wisatawan yang ingin beristirahat berupa saung/gazebo, selain itu terdapat kios-kios cinderamata dan makanan khas garut (gambar 4).



Zona RTH terletak di sebelah utara dari zona lainnya, zona ini diperuntukkan bagi Perencanaan Wilayah Kota

wisatawan yang ingin menikmati pemandangan keindahan-keindahan yang ada di Gunung Guntur dengan keanekaragaman flora lokal yang dapat berguna untuk keperluan pendidikan. Kawasan Gunung Guntur yang merupakan bagian dari Cagar Alam Kawah Kamojang ditetapkan dengan tujuan untuk perlindungan flora endemik Pulau Jawa antara lain Jamuju, Puspa, Saninten, Pasang dan Rasamala (KepMen Kehutanan dan Perkebunan No.274/KptsII/1999) Tersedia pula kegiatan wisata paintball dan bendungan kecil (Small Dam) untuk pembangkit tenaga listrik tambahan dan air terjun berupa Curug Citiis (gambar 5). Konsep pergerakan pada Zona Cipanas Indah – Curug Citiis berupa prasarana jalan yang hanya dapat menampung beban tidak berat yaitu beban manusia dan kendaraan roda dua sehingga jenis jalannya hanya pavingblock atau jalan bebatuan yang dipadatkan dan masih memiliki kemampuan untuk menyerap limpasan air hujan mengingat kondisi tapak dalam taman wisata alam ini cukup rentan terhadap erosi dan gempa. Pola jalan yang dimungkinkan berupa pola Curvilinear. • Zona Curug Citiis - Tanjung Kemuning Zona ini merupakan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Guntur sehingga tidak diperkenankan untuk dikembangkan suatu bentuk bangunan apapun mengingat lokasi ini merupakan kawasan lindung Kabupaten Garut. Namun pada Zona masuk Jalan Tanjung kemuning terletak di luar site (tapak) Taman Wisata Alam tersebut memungkinkan untuk dikembangkan fasilitas pelayanan umum sebagai daya tarik wisata dengan harapan adanya fasilitas penunjang dan pelengkap dalam TWA Gunung Guntur ini sehingga dapat menarik minat pengunjung atau wisatawan untuk melakukan kegiatan pariwisata di zona wisata ini.

G-6

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Kebutuhan prasarana dan sarana pada Zona Curug Citiis – Tanjung Kemuning lebih besar dibandingkan Zona Cipanas – Curug Citiis, hal tersebut dikarenakan lokasi tapak pada Zona Citiis – Tanjung Kemuning memiliki topografi yang landai sehingga memungkinkan untuk dikembangkan suatu bangunan yang mendukung kegiatan pariwisata. Pembagian Zona adalah sebagai berikut : •

Zona penerima terletak di sebelah utara jalan utama sebagai jalan masuk alternatif lainnya yaitu Tanjung Kemuning. Pada zona ini terdapat fasilitas lapangan olahraga dan playground (gambar 6).



Di bagian utara terdapat zona pelayanan berupa zona kegiatan pariwisata yang berhubungan langsung dengan alam berupa perkemahan (camping ground) bagi wisatawan yang memiliki hobi berkemah (gambar 7).



Zona RTH berupa zona taman wisata Alam Gunung Guntur dimana di dalamnya terdapat taman burung serta keanekaragaman tanaman lokal/endemik yang responsif. Pada zona RTH ini juga akan menemui panorama yang menyejukkan dengan adanya Curug Citiis, yang nantinya akan memasuki zona Cipanas – Curug Citiis. Pada zona ini dikembangkan pula wisata pendidikan dan penelitian flora endemik TWA Gunung Guntur. Zona ini berakhir di Curug Citiis sebagai potensi wisata utama dan potensial (gambar 8).

Konsep pergerakan di zona penerima kawasan ini cenderung memiliki tapak yang landai dan cukup stabil sehingga pengembangan wisata dapat terakomodasikan secara optimal. Dengan kondisi tapak yang memungkinkan maka prasarana jalan yang dikembangkan di zona penerima memiliki konsep pergerakan dengan perkerasan jalan yang dapat menampung beban kendaraan roda empat atau lebih. Namun pada zona-zona berikutnya jenis Perencanaan Wilayah Kota

jalannya hanya jalan bebatuan yang dipadatkan yang masih memiliki kemampuan untuk menyerap limpasan air hujan mengingat kondisi tapak dalam taman wisata alam ini cukup rentan terhadap erosi, Pada zona ini terdapat banyak aliran air permukaan berupa sungai sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sistem drainase alami untuk air limpasan dari prasarana jalan tersebut. Dalam konsep pergerakan, penggunaan moda menuju kawasan wisata dapat berupa kegiatan berkuda dan bersepeda

5. KESIMPULAN Taman Wisata Alam Gunung Guntur termasuk kawasan pelestarian alam sehingga pengembangannya dilakukan berdasarkan potensi dan kendala kawasan serta kebijakan yang terkait. Arahan pengembangan pariwisata di Taman Wisata Alam Gunung Guntur dilakukan dengan konsep “Taman Wisata Alam Gunung Guntur; Sebuah Pemandangan dan Kekhasan Flora Yang Responsif” yang terintegrasi dengan Kawasan Cipanas dan Curug Citiis yang telah berkembang saat ini, dengan pembagian 2 (dua) zona pengembangan kegiatan pariwisata yaitu : • Zona Pengembangan Cipanas – Curug Citiis dan • Zona Pengembangan Curug Citiis – Tanjung Kemuning. Pada masing-masing zona dikembangkan zona penerima, pelayanan dan RTH. Setiap bagian zona tersebut ditempatkan Komponenkomponen perancangan dalam menunjang kegiatan wisata yang terdiri dari 3 (tiga) elemen yaitu elemen utama, elemen penunjang dan elemen pelengkap. Konsep pembagian zona ini diharapkan mampu mendukung perkembangan kegiatan pariwisata khususnya di Gunung Guntur dan perkembangan pariwisata di Kabupaten Garut.

G-7

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

DAFTAR PUSTAKA A. Kelompok Buku Teks

Anonim,(1975), Tourism Development Study of java and Madura, Netherlands Institute of Tourism davidson Consultant, Indonesia, Annexes IV Gunn,CA (1988) Tourism Planning, New York: Taylor and Francis Gunn, Clare A (1994). Tourism Planning: Basic Concepts, and Cases. 3ed. Taylor and Francis. Washington, DC. Warpani, Suwardjoko P & Warpani, Indira P,(2007), Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah, ITB. B. Kelompok Peraturan dan Perundangan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 36 tahun 2010 tentang pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional,taman hutan raya, dan taman wisata alam Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No.274/Kpts-II/1999 Tentang Perubahan Fungsi Sebagian Cagar Alam Kawah Kamojang (Gunung Guntur) Seluas 8.286 Ha, Yang Terletak Di Kabupaten Daerah Tingkat II Garut, Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Menjadi Taman Wisata Alam Seluas ± 250 Ha Dan Hutan Lindung Seluas ± 500 Ha.

Perencanaan Wilayah Kota

G-8

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Gambar 1 TWA Gunung Guntur

Gambar 5 Kegiatan Wisata Zona RTH di Cipanas-Curug Citiis

Zona Cipanas Indah-Curug Citiis Zona Curug Citiis- Tanjung Kemuning

Gambar 2 Zona Kawasan Pengembangan TWA Gunung Guntur

Gambar 3 Ilustrasi Zona Penerima di Cipanas-Curug Citiis

Gambar 4 Ilustrasi kegiatan wisata di Zona Pelayanan di Cipanas-Curug Citiis Perencanaan Wilayah Kota

Gambar 6 Ilustrasi Zona Penerima di Curug Citiis – Tanjung Kemuning

Gambar 7 Ilustrasi Zona Pelayanan Curug Citiis – Tanjung Kemuning

Gambar 8 Ilustrasi Zona RTH Curug Citiis – Tanjung Kemuning G-9

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752

Perencanaan Wilayah Kota

G-10