PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENINGKATKAN USAHA ...

19 downloads 2341 Views 165KB Size Report
jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syari'ah. oleh karena itu, usaha Bank akan.
BAB II PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENINGKATKAN USAHA MIKRO DITINJAU DARI UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH

A. Pengertian Perbankan dengan Prinsip Syariah Istilah lain yang digunakan untuk sebutan bank syariah adalah bank Islam. Karnaen Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio menyebutkan defenisi bank Islam: ”Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata bermuamalat secara Islam”. 19 Warkum Sumitro menyebutkan defenisi bank Islam adalah: Bank Islam berarti yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuanketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di dalam operasionalisasinya bank Islam harus mengikuti dan praktek-praktek usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijithad para ulama yang tidak menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist. 20 Sejalan dengan hal tersebut, Sudarsono menyatakan bahwa Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasajasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syari’ah. oleh karena itu, usaha Bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai dagang utamanya. 21

19

Karnaen Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1992, hlm. 1-2. 20 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 35. 21 Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Ekonisia, Yogyakarta , 2004, hlm. 27.

19 Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Sedangkan pengertian prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Penjelasan Umum UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyebutkan tentang fungsi disahkannya peraturan perbankan yang berdasarkan prinsip syariah. Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa Bank Syariah, dalam Undang-Undang Perbankan Syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional Perbankan Syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim. 22 Dengan diperkenankannya jenis bank berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dalam sistim perbankan kita saat itu di samping bank konvensional yang kita kenal selama ini, bank dapat pula memilih kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Kegiatan bank berdasarkan prinsip bagi hasil pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistim bunga, tetapi atas dasar prinsip bagi hasil atau jual beli sebagaimana digariskan syariat Islam. Juga

22

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

diharapkan akan dapat saling melengkapi dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang terlebih dahulu dikenal dalam sistim perbankan kita. Disamping itu, pendirian jenis bank bagi hasil ini akan dapat memberi pelayanan kepada bagian dari masyarakat yang karena prinsip agama atau kepercayaa tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa bank konvensional. Bagaimana pun juga harus diakui bahwa dalam masyarakat banyak kelompok yang memiliki prinsip bahwa sistem bunga yang dianut oleh perbankan merupakan pelanggaran terhadap syari’at agama dan merupakan riba yang di dalam hukum Islam merupakan perbuatan dosa atau haram, sejalan dengan itu, bank dengan prinsip bagi hasil dimaksudkan untuk melayani segmen pasar tersebut.

B. Ciri-ciri Perbankan Syariah Sistem perbankan syariah merupakan sistem perbankan yang beropersi berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan bank konvensional. Ciri-ciri yang berdapat dalam sistem perbankan syariah antara lain: 1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah yang nominal, yang besarnya tidak kaku. Hal ini sesuai dengan S. Al-Baqarah ayat (280). 2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian sudah berakhir. 3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank Islam tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditetapkan di muka, karena pada hakikatnya yang mengetahui untung ruginya suatu proyek yang dibiayai oleh bank hanya Allah semata. 4. Bank Islam tidak menerapkan jual beli dan sewa menyewa uang dari mata uang yang sama, yang dari transaksi itu dapat menghasilkan keuntungan.

Universitas Sumatera Utara

5. Adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syari’ahnya. 23 Ciri-ciri perbankan syariah seperti tersebut di atas bersifat universal dan kumulatif. Artinya bank syariah yang beroperasi di mana saja harus memiliki ciriciri yang disebutkan di atas, jika tidak dipenuhi, maka hilanglah identitasnya sebagai bank syariah. Selain itu sistem perbankan yang menggunakan prinsip syari’ah memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut: 1. Peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan 2. Membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif. 3. Prinsip bahwa pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang halal sesuai dengan prinsip syari’ah dan memiliki keunggulan imperatif terhadap sistem perbankan konvensional. 24 Selain itu sistem perbankan syari’ah yang menerapkan pola pembiayaan usaha dengan prinsip bagi hasil sebagai salah satu usaha pokok dalam kegiatan perbankan syari’ah juga akan menumbuhkan rasa tanggungjawab pada masingmasing pihak, baik bank maupun debiturnya akan memperhatikan prinsip kehatihatian dan akan memperkecil kemungkinan resiko terjadinya kegagalan usaha. Adanya karakteristik perbankan syari’ah dengan bank konvensional menyebabkan timbulnya keengganan bagi pengguna jasa perbankan terutama bagi pengguna jasa yang akan berpindah dari bank konvensional ke bank syari’ah. Keengganan tersebut disebabkan antara lain karena hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan. Hal ini menjadi salah satu kendala bagi bank syari’ah untuk mendapatkan nasabah dengan cepat. 23

Ibid, hlm. 20. Ashari Akmal Tarigan (ed), Ekonomi dan Bank Syari’ah pada Millenium ketiga, IAIN Press bekerjasama dengan IKAPI, Medan, 2002, hlm. 80. 24

Universitas Sumatera Utara

Produk-produk Perbankan Syariah Kalau kita mencermati isi Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 UndangUndang Perbankan yang diubah, maka telah dan membatasi kegiatan usaha bank, yakni: pertama, mengatur kegiatan-kegiatan usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank; kedua, kegiatan usaha bank tersebut dibedakan antara Bank Umum

dan

Bank

Perkreditan

rakyat;

dan

ketiga,

bank

umum

dapatmengkhususkan untuk melaksanakan kegiatan usaha tertentu dan memilih jenis usaha yang sesuai keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya. Kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank Umum lebih luas dari pada kegiatan usaha yang dijalankan oleh Bank Perkreditan Rakyat, karena ada kegiatan bank umum yang dilarang untuk dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat. Bagi bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiataan usahanya. Karena sifat yang berdasarkan syariah, maka produk-produk syariah bank konvensional, yaitu diantaranya bank maupun nasabah tidak diperkenankan menerima bunga bank. Akan tetapi, jika ada hasil, maka hasil tersebutlah yang dibagi di antara bank dengan pihak nasabah. Selain itu, produk-produ dari bank syariah harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam yang melarang riba. Beberapa produk syariah memang ada counterpart-nya dalam prodik bank umum, sementara yang lainnyaterasa asing sama seali. Bahkan, beberapa prinsip dalam perbankan konvensional terpaksa dilarang dan ini memang merupakan konsekunsi dari pengakuan terhadap eksistensi bank syariah itu sendiri. Di antara prinsip hukum perbankan yang dilanggar oleh bank syariah adalah menjadi pemegang

Universitas Sumatera Utara

saham pada perusahaan lain yang dibiayainya sendiri menjadi pembeli barang modal barang atau perdaganagn untuk perusahaan atau orang lain Pasal 6 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menentukan bahwa: “Usaha bank umum dalam menyediakan pembiayaan dan/atau melalukan kegiatan usaha lain berdasarkan prinsip syariah ditetapkan dengan ketentuan Bank Indonesia.“ Berdasarkan ketentuan di atas, kegiatankegiatan usaha yang dilakukan Bank Umum dengan menerapkan prinsip syariah, dirinci lebih lanjut dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR. Dikatakan Bank Umum Syariah wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi: a. Giro berdasarkan prinsip wadiah; b. Tabungan bedasarkan prinsip wadiah atau mudharabah; c. Deposito berdasarkan prinsip mudharabah; atau d. Bentuk lain berdasarkan wadiah atau mudharabah. 2. Melakukan penyaluran dana melalui: a. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip: 1) murabah; 2) istisnah; 3) ijarah; 4) salam; 5) jual beli lainnya. b. Pembiyaan bagi hasil berdasarkan prinsip: 1) mudharabah; 2) musyarakah; 3) bagi hasil lainnya. c. Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip: 1) hiwalah; 2) rahn; 3) qardh. 3. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlyimng transaction) berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalah; 4. Membeli surat-surat berharga Pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar prinsip syariah; 5. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasrkan prinsip wakalah; Universitas Sumatera Utara

6. Menerima pembayaran tagihan atas surat surat yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah; 7. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiyah yad amanah; 8. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penata usahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah; 9. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah laian dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat dibursa efek berdasarkan prinsip ujr; 10. Memberikan fasilitas letter of credit berdasarkan prinsip wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah dan wadiah serta memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip kafalah; 11. Melakukan kegiatan usaha kartu debit berdasarkan prinsip ujr; 12. Melakukan kegiatan wali amanat berdsarkan prinsip wakalah; 13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank Umum Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional. Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas, bank Umum Syariah dapat pula: 1. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdsarkan prinsip sharat, 2. Melakukan kegiatan pernyataan modal berdsarkan prinsip musyarakah dan/atau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali pernyatannya; dan 3. Melakukan kegiatan pernyataan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah dan/atau mudharabah untuk mengatasi akibat 4. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus. 25 Seperti halnya dalam bank Konvensional, produk perbankan yang ditawarkan bank syari’ah pun terbagi kepada dua bagian pokok, yaitu produk pengerahan dan penyaluran dana.

25

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. hlm. 55

Universitas Sumatera Utara

Peranan Perbankan Syariah dalam Meningkatkan Usaha Mikro Pembinaan dan pengembangan usaha kecil perlu memperhatikan klasifikasi dan tingkat perkembangan usaha kecil, tetapi dengan tetap menerapkan keluwesan dalam pembinaan sehingga tidak justru menghambat upaya pembinaan dan pengembangan dari Usaha Kecil (Dunia Industri Kecil). Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat, bank syariah menawarkan beberapa produk perbankan sebagi berikut: 1. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah merupakan akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang disepakati sebelumnya. Prinsip mudharabah ini dalam perbankan digunakan untuk menerima simpanan dari nasabah, baik dalam bentuk tabungan atau deposito. Dan juga untuk melakukan pembiayaan. Adapun rukun dan syaratnya adalah sebagai berikut. Rukun Mudharabah: 1. 2. 3. 4. 5.

Ada shahibul maal (modal/nasabah); Mudharib (pengusaha/bank) ; Amal (usaha/pekerjaan); Hasil (bagi hasil/keuntungan), dan Aqad (ijab-qabul), 26

Sedangkan syarat-syaratnya, khususnya berkaitan dengan modal, maka modalnya harus dalam bentuk uang tunai atau barang yang dapat dihargakan dengan harga pada masa itu sesuai dengan mata uang yang dapat berlaku; dan

26

Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam dalam Perkembangan, Mandar Maju, Bandung, 2002, hal 75

Universitas Sumatera Utara

modal tersebut juga harus diketahui dengan jelas (dapat diukur). Pembagian keuntungan antara mudharib dan shahibul maal berdasarkan nisbah sesuai kesepakatan awal dan tidak dalam jumlah yang pasti. Nisbah bagi hasil disetujui dalam kontrak; dan perbandingan bagi hasil dapat ditentukan dalam persen atau pembagian. Dari segi kerugian: kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas uasaha yang telah dilakukan. Adapun kerugian akibat salah urus atau kelalaian mudharib menjadi beban mudharib. Dari karakteristik mudharabah di atas, maka aplikasi perjanjian jenis ini harus memenuhi ketentuan tersebut (syarat dan rukun serta ketentuanketentuan khusus lainnya). Misalkan isi perjanjian tentang bagi hasil:…… dan pihak pertama pemilik dana/ shahibul maal/ deposan/ pemegang rekening) dan pihak kedua (bank/pengelola dan/mudharib) berjanji akan berbagi hasil atas dana pihak pertama dalam bentuk …. (deposito/ tabungan /usaha) dengan perbandingan bagi hasil…

(40%(empat puluh persen) )….. Untuk pihak

pertama dan… (60%(enam puluh persen)).. untuk pihak kedua…. “, dan begitu pula seterusnya tentang kerugian, jumlah modal, jangka waktu penempatan , dan lainnya. Selanjutnya, pada saat jatuh tempo nasabah berkewajiban mengembalikan modal kepada bank, baik dengan cara dicicil atau dilunasi seluruhnya. Keberlakuan bagi hasil antara nasabah dan bank berlangsung selam modal yang di berikan bank belum dikembalikan seluruhnya. Dalam operasionalnya, pembiayaan

Universitas Sumatera Utara

mudharabah ini dibedakan antara: “Pembiayaan mudharabah mutlaqah dengan pembiayaan mudharabah muqayyadah.” 27 Dalam pembiayaan mudharabah mutlaqah nasabah diberikan kebebasan untuk melakukan usaha dan tidak terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak bank, sedangkan dalam pembiayaan mudharabah muqayyadah nasabah hanya melakukan jenis usaha tertentu dan terikat dengan syarat-syarat

yang

ditetapkan oleh bank sebagai penyedia modal. Proses aplikasi kedua pembiayaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Tabel 4.1 Proses Aplikasi Pembiayaan Mudharabah Muthlaqah Perjanjian bagi hasil Mudharib/ Nasabah

Rab al-Mal/ Bank

Proyek/usaha

Pembagian keuntungan

Modal

27

H. A Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Ummat, (Sebuah Pengenalan), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 74

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2. Proses Aplikasi Pembiayaan Mudharabah Muqayyah 2 dana NASABAH

1 proyek PROYEK

BANK 3 paper

investasi Bank

investasi

Ekuiti

Reksadana Manajer Investasi

Obligasi Bagi hasil

Lain-lain

2. Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan sebagian dari modal usaha, yang mana pihak bank dapat dilibatkan dalam proses manajemennya. Modal yang disetor bisa berupa uang, barang perdagangan (trading asset), property, equipment, atau intangible asset (seperti hak paten dan googwill) dan barangbarang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha pemilik modal diperkenankan menyerahkan pengelolaan usahanya kepada pihak lain (ketiga). Dalam hal seperti ini dapat dilakukan dalam dua bentuk perjanjian, yaitu perjanjian musyarakah antar pemilik modal atau perjanjian murabahah antara pemilik modal dengan pengelola usaha. Pembagian keuntungan ditentukan dalam perjanjian sesuai dengan proporsi masing-masing pihak, yakni antara bank dan nasabah penerima

Universitas Sumatera Utara

modal. Proses aplikasi pembiayaan musyarakah ini dapat digambarkan sebagai berikut. Tabel 4.3. Aplikasi Pembiayaan Musyarakah Nasabah

Bank Syari’ah Parsial: Asset Value

Parsial: Asset

Value Proyek/Usaha

Keuntungan

Bagi Hasil Keuntungan Sesuai Porsi Kontribusi Modal (Nasabah)

3. Pembiayaan Murabahah Murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan termasuk harga pembeliaan dan keuntungan yang diambil. Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank memperoleh keuntungan jual-beli yang disepakati bersama. Rukun dan syarat murabahah dalam perbankan adalah sama dengan syarat dalam fiqh dalam hal jual-beli. Syarat-syarat lain seperti barang-barang, harga dan cara pembayaran adalah sesuai dengan kebijaksanaan bank yang bersangkutan. Adapun rukun dan syaratnya adalah sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Rukun murabahah: a. “Penjual; b. Pembeli; c. Barang yang diperjualbelikan; d. Harga; dan e. Ijab-qabul.” 28 Sedangkan syaratnya: mengenai barang yang diperjualbelikan: sifat, jenis dan jumlahnya jelas dan tidak termasuk kategori barang haram. Harga pembelian dan keuntungan serta cara pembayarannya harus disebut dengan jelas dan dinyatakan secara tertulis. Murabahah dalam teknis perbankan: harga jual bank adalah harga beli dari supplier ditambah keuntungan yang disepakati bersama. Jadi, nasabah mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank. Selama akad belum berakhir, maka harga jual beli tidak boleh berubah. Apabila terjadi perubahan, akad tersebut menjadi batal; cara pembayaran dan jangka waktu yang disepakati bersama, dapat lumpsum atau secara angsuran. Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan untuk membeli barang nasional ataupun internasional. Dalam produk ini bank tidak melakukan perdagangan baik dengan pemasok maupun dengan penerima kredit, karena barang yang dibeli langsung diatasnamakan penerima kredit. Harga jual adalah harga beli diatambah mark up yang diperhitungkan secara lum sum dan disetujui penerima kredit. Sekalipun barang yang dibeli diatasnamakan penerima kredit, tetapi surat tanda bukti pemilikan tetap dipegang bank selama harga pembelian 28

Neni Sri Imaniyati, Op.Cit, hal 78

Universitas Sumatera Utara

belum dilunasi. Proses aplikasi pembiayaan murabahah ini dapat digambarkan sebagi berikut. Tabel 4.4. Aplikasi Pembiayaan Murabahah 1.Negosiasi & Persyaratan

BANK

BANK

Supplier Penjual 4. Pembiayaan Al Bai’ Bithaman Ajil Pembiayaan Al Bai’ Bithaman Ajil adalah pembiayaan untuk pembelian barang dengan cicilan. Syarat-syarat dasar dari produk ini hampir sama dengan pembiayaan murabahah. Perbedaan di antara keduanya terletak pada cara pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah pembayaran ditunaikan setelah berlangsungnya akad kredit, sedangkan pada pembiayaan Al Bai’ Bithaman Ajil cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang mampu memperlihatkan hasil usahanya. 5. Pembiayaan salam Pembiayaan salam diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau industri jenis lainnya. Pembelian produksi agribisnis atau industri sejenis lainnya harus diketahui jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya secara jelas. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.

Universitas Sumatera Utara

Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka produsen harus bertanggung jawab dengan cara antara lain harus mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti dengan barang yang sesuai dengan pesanan. 6. Pembiayaan Istishna’ Pembiayaan istishna’ diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan manufaktur, industri kecil-menengah, dan kontruksi. Dalam pembiayaan ini kriteria barang pesanan harus ada kejelasan mengenai jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah barang yang dipesan. Harga jual yang disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama akad masih berlaku. Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung oleh nasabah. Dalam pelaksanaannya, pembiayaan istishna dapat dilakukan dengan dua cara, yakni pihak produsen ditentukan oleh bank atau pihak produsen ditentukan oleh nasabah. Pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut harus ditentukan dimuka dalam akad berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. 7. Pembiayaan sewa beli Pembiayaan sewa beli (ijarah wa iqtina atau ijarah muntahiyyah bi tamlik) adalah akad sewa suatu barang antar bank dengan nasabah, dimana nasabah diberi kesempatan untuk membeli objek sewa pada akhir akad atau dalam dunia usaha dikenal dengan finance lease. Harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama diawal perjanjian. Dalam pembiayaan ini yang menjadi obyek sewa disyaratkan harus barang yang bermanfaat dan dibenarkan oleh syari’at dan nilai dari manfaat dapat diperhitungkan atau diukur.

Universitas Sumatera Utara

Pembiayaan sewa beli ini dapat dilakukan dengan cara: Pertama-tama lembaga pembiayaan atau perusahaan leasing yang berdasarkan syariah Islam membeli asset yang akan dibeli oleh nasabah. Setelah terbeli, maka lembaga tersebut menyewakan asset itu dalam jangka waktu dan harga yang ditentukan dalam perjanjian kedua belah pihak. 29 8. Hiwalah Hiwalah adalah produk perbankan syariah yang disediakan untuk membantu supplier dan mendapatkian modal tunai agar melanjutkan produksinya. Dalam hal ini bank akan mendapatkan imbalan (fee) atas jasa pemindahan piutang. Besarnya imbalan yang akan diterima bank ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antar bank dengan nasabah. 9. Rahn Produk perbankan ini disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman berarti bank hanya memperoleh imbalan atas penyimpanan, pemeliharaan, asuransi, dan administrasi barang yang digadaikan.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka

produk rahn ini biasanya hanya digunakan bagi keperluan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan. Pembinaan dan pengembangan terhadap usaha kecil yang telah berhasil berkembang menjadi usaha menengah, masih dapat dilanjutkan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun lagi untuk lebih memantapkan usahanya setelah menjadi usaha menengah tersebut masih dapat memanfaatkan bantuan pembinaan dari pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. 30 Lembaga pembiayaan dan lembaga penjaminan adalah lembaga yang sudah ada atau yang akan dibentuk, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang 29

M. Amin Aziz, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, Bangkit, Jakarta, tt, hlm.

30

Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visimedia, Jakarta, 2007,

104 hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

berlaku, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun dunia usaha. Sedangkan lembaga pendukung lainnya antara laian dapat berupa lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga pengkajian, lembaga pemasaran dan informasi, klinik konsultasi bisnis, inkubator, lembaga bantuan hukum dan pembelaan. 31 Lembaga pembiayaan menyediakan dukungan modal untuk pembinaan dan pengembangan usaha kecil antara lain meliputi skim modal awal, modal bergulir, kredit usaha kecil, kredit program dan kredit modal kerja usaha kecil, kredit kemitraan, modal ventura dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara, anjak piutang dan kredit lainnya untuk meningkatkan ekspor dan pengembangan teknologi usaha kecil. Secara prinsip, kemitraan usaha tetap diarahkan dapat berlangsung atas dasar dan berjalan berdasar norma-norma ekonomi yang berlaku dan atau lazim, serta adanya kebutuhan dalam keterkaitan usaha yang saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam kaitannya dengan keperluan untuk memberi perhatian dan dorongan yang lebih besar kepada terwujudnya kemitraan Usaha Besar dan Usaha Menengah dengan Usaha Kecil, prinsip prinsip di atas pada prinsipnya juga tetap diberlakukan. Yang diberi penekanan adalah, adanya penciptaan iklim dan pembinaan sehingga dapat mempercepat perwujudannya. 32 Termasuk dalam pengertian Usaha Kecil juga badan hukum koperasi yang didirikan berdasarkan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Salah satu bentuk pembinaan usaha mikro adalah dengan menjalankan sistem waralaba. Meskipun 31

Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 32 Tahun 1998, tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil, Op.Cit., Pasal 14. 32

Penjelasan atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1997, tentang Kemitraan.

Universitas Sumatera Utara

didorong untuk bermitra dengan cara pemberian waralaba dengan Usaha Kecil, tetapi tetap perlu diperhatikan faktor kemampuan atau kesesuaian usaha di bidang yang diwaralabakan tersebut. Hal ini penting agar dorongan untuk mewujudkan kemitraan tersebut tidak malah merusak iklim usaha pada umumnya. Secara bersamaan, langkah-langkah tersebut dimaksud untuk mencegah berlangsungnya praktik persaingan tidak sehat. Dalam kehidupan perekonomian pada umumnya, praktik curang atau persaingan tidak sehat tersebut meliputi kegiatan yang beraneka ragam, seperti antara lain: 1.

2. 3. 4.

Tindakan yang menyesatkan atau membingungkan atau juga memberi kesan yang salah kepada konsumen dalam menentukan pilihan atas produk yang dikehendaki. Memberikan pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai alasan atau jumlah pengurangan harga. Pemberian keterangan asal atas barang atau jasa yang membingungkan atau meyesatkan. Pemberian pernyataan tentang kualitas atau standar, model, dan kadar suatu produk yang tidak benar. 33

Pencegahan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat di atas juga dibarengi

dengan

kebijakan

juga

perlu

diarahkan

untuk

mencegah

penyalahgunaan posisi dominan, dan berlangsungnya persekutuan untuk menghindari persaingan.

Upaya pencegahan penyalahgunaan posisi dominan

dilakukan dengan beberapa praktik yang lazim dan tidak dibenarkan antara lain: 1.

2.

3.

33

Menolak dengan alasan yang tidak wajar untuk mengadakan jual beli dan atau melakukan diskriminasi harga, mutu, jumlah, cara pembayaran, atau waktu penyaluran dalam jual beli. Menetapkan persyaratan agar pembeli tidak menjual barang atau jasa lain yang sejenis, dan atau harus membeli berikut barang barang aatau jasa lain. Melakukan perbuatan yang tidak wajar yang baerakibat merugikan, menghalangi, dan atau membatasi pesaing.

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

4.

5.

Mengeluarkan pernyataan palsu atau tindakan menyesatkan mengenai sifat, kegunaan, mutu, ukuran, dan spesifikasi barang atau kasa yang dihasilkan atau dijual. Dengan sengaja melakukan pembatasan, penghentian produksi, penjualan, penyaluran barang atau jasa, yang berakibat menaikkan harga secara tidak wajar. 34

Praktik persekutuan lain yang juga perlu ditangkal adalah tindakan yang dapat atau dimasuksudkan untuk mengurangi atau menghindari persaingan. Dalam hal ini yang biasa dilakukan dengan cara: 1.

Membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar yang menyebabkan terhambatnya persaingan sehat.

2.

Secara langsung atau tidak langsung menetapkan harga yang tidak wajar sehingga menghalangi atau menyingkirkan pesaing.

3.

Membatasi atau menghentikan produksi, penjualan atau penyaluran barang atau jasa, yang berakibat menaikkan barang secara tidak wajar.

Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang telah sepakat untuk bermitra, membuat perjanjian tertulis dalam bahasa Indonesia atau juga bahasa yang disepakati dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia, perjanjian tersebut dapat berupa akta di bawah tangan atau akta Notaris. 35 Perjanjian tertulis tersebut sekurang-kurangnya memuat: Nama, Tempat kedudukan kedua pihak, bentuk usaha yang dimitrakan, pola mitra yang digunakan, hak dan kewajiban kedua belah pihak, jangka waktu berlakunya perjanjian, cara pembayaran, bantuk pembinaan yang diberikan oleh Usaha Besar atau oleh Usaha Menengah dan cara penyelesaian dari perselisihan. 36

34

Ibid. Lihat, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997. 36 Penjelasan Peraturan Pemerintah R. I Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Pasal 35

18

Universitas Sumatera Utara

Usaha Kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat sebagai bagian integral dunia usaha yang mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang setrategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi. Usaha Kecil perlu diberdayakan dan diberikan peluang berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku

ekonomi

lainnya

untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam

pembangunan. Dengan berdasarkan hal tersebut, dipandang perlu bidang atau jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah R. I Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. 37

37

Keppres R. I Nomor 127 Tahun 2001 Tentang Bidang Usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil dan Bidang jenis Usaha yang terbuka untuk Usaha Menengah atau Usaha Besar, dengan syarat Kemitraan.

Universitas Sumatera Utara