PERAN SAMPEL LINGKUNGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM ...

13 downloads 328 Views 78KB Size Report
HUKUM TERKAIT MASALAH LINGKUNGAN HIDUP. Amanat Undang-undang Dasar Republik. Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 menyatakan bahwa setiap ...
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

ISSN 1410-6086

PERAN SAMPEL LINGKUNGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENEGAKAN HUKUM TERKAIT MASALAH LINGKUNGAN HIDUP Lilin Indrayani Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir - BAPETEN ABSTRAK PERAN SAMPEL LINGKUNGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENEGAKAN HUKUM TERKAIT MASALAH LINGKUNGAN HIDUP. Amanat Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak asasi untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini berarti bahwa undang-undang memberikan kemungkinan bagi setiap orang untuk mengajukan gugatan apabila terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan karena mengakibatkan kurang sehat dan bersihnya lingkungan hidup, mengingat hal ini adalah kepentingan umum dan juga kepentingan setiap orang. Salah satu masalah penting dalam kasus lingkungan seperti dalam hal terjadinya tindak pidana lingkungan adalah membuktikan ada tidaknya atau terjadi tidaknya pencemaran atau kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh berbagai pihak baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Makalah ini membahas sebagian aspek yang dapat digunakan dalam pembuktian pada penyidikan tindak pidana lingkungan yaitu sampel lingkungan dan peran laboratorium lingkungan dalam memvalidasi hasil analisis sampel yang dapat digunakan sebagai bukti teknis yang merupakan bukti utama pelanggaran. Dalam mengemban amanat Undang-undang No 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran bahwa BAPETEN sebagai Badan pengawas mempunyai fungsi dan kewajiban menjamin keselamatan pekerja, masyarakat dan perlindungan lingkungan dari potensi bahaya yang ditimbulkan dari kegiatan dibidang ketenaganukliran, maka BAPETEN memiliki peran penting sebagai saksi ahli (expert witnesses) untuk menerangkan dan menguraikan bukti dan prosedur yang digunakan dalam memperoleh bukti apabila ada kasus pencemaran lingkungan akibat kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. Kata kunci : lingkungan hidup, penegakan hukum, ABSTRACT THE ROLE OF ENVIRONMENT SAMPLE AS EVIDENCE IN THE ENFORCMENET OF THE LAW IN CORELATION TO ENVIRONTMENTALCASES. Mandate of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 Article 28 states that every Indonesian citizen has the fundamental right to obtain a good environment and healthy living. This means that the law provides the possibility for everyone to sue a lawsuit in the event of pollution or environmental damage due to lead less healthy and clean environment, considering this is a public interest and also the interests of everyone. One of the important problems in environmental cases such as in the case of environmental crime is going to prove the presence or absence or absence of pollution or environmental damage done by various parties either intentionally or unintentionally. This paper discusses some aspects that can be used in evidence in criminal investigations of environmental samples and the environment is the environment's role in validating the results of laboratory analysis of samples that can be used as technical evidence which is the primary evidence offense. In undertaking the Law No. 10 year 1997 about Nucleur Power BAPETEN as a regulatory body that has the functions and obligations of ensuring the safety of workers, communities and the protection of the environment from potential hazards arising from activities in the field of nuclear energy, then BAPETEN has an important role as an expert witness (Expert Witnesses ) to explain and decipher the evidence and procedures used in obtaining the evidence if there are cases of environmental pollution due to the utilization of nuclear energy Keyword : Environtmental, enforcement of the law

PENDAHULUAN. Kasus terkenal yang sering dijadikan sampel kasus pencemaran lingkungan adalah kasus Kumamoto Minamata disease pada Tahun 1953 yang telah menjadi perdebatan dengan timbulnya gejala keracunan pada syaraf otak manusia (central nerver system of toxic type) di kawasan Teluk Minamata dan sekitarnya.

Kucing yang mati di kawasan ini ternyata akibat makan ikan mati yang terdampar ditepi pantai. Penyakit Minamata pada penduduk yang tinggal di kawasan ini ternyata juga disebabkan makan ikan yang berasal dari kawasan tersebut. Setelah penelitian dilakukan terhadap limbah industri Chisso Company’s Minamata Plant, terbukti air limbah mengandung mangan,

51

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

selenium, thalium, dan senyawa kimia lainnya yang terakumulasi pada tubuh ikan dan lalu dimakan oleh manusia yang tinggal di daerah tersebut. Dari hasil penelitian Kumamoto University dan keterangan aparatur pemerintah Jepang setempat, dapat dipastikan bahwa senyawa mrthyl mercury yang digunakan oleh pabrik acetadehyde merupakan penyebab patogenik penyakit Minamata. Dalam kasus lingkungan tersebut pengadilan Jepang memutuskan bahwa untuk memastikan keselamatan masyarakat dan lingkungan sekitar maka limbah cair harus dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui apakah limbah tersebut beracun dan untuk membuktikan apakah terdapat indikasi keteledoran dilakukan oleh pihak industri dalam proses industrinya sehingga merugikan masyarakat dan lingkunga.. Sampel kasus Minamata di atas merupakan salah satu contoh kasus pencemaran lingkungan yang sering dipersoalkan dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam pada kegiatan pembangunan. Pembangunan merupakan sarana manusia untuk mencapai tingkat kesejahteraanya dan dapat dilakukan jika sumberdaya lingkungan tersedia dengan baik. Akan tetapi dengan hadirnya pembangunan, timbul resiko pada lingkungan yakni ancaman-ancaman yang membuat mutu dan kualitas lingkungan menjadi memburuk bahkan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, sehingga cadangan sumber daya alam menjadi tidak lestari. Masalah lingkungan hidup yang seringkali diperdebatkan seiring dengan tetap berjalannya pembangunan adalah masalah pencemaran dan perusakan lingkungan. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memperlihatkan perbedaan rumusan kedua pencemaran dan pengrusakan lingkungan tersebut. Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat, energi dan komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam. Sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi peruntukkannya. Sedangkan Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak 52

ISSN 1410-6086

langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau fungsi hayati lingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Apabila rumusan tersebut diatas diterapkan dalam kasus-kasus lingkungan di Indonesia terdapat kesulitan dalam praktek untuk membuktikannya, misalnya kasus kerusakan lingkungan akibat penebangan hutan yang akan digunakan untuk pembukaan lahan untuk tanaman hutan industri. Penebangan hutan tersebut sifatnya sementara sebagai tindakan antara (transisi) untuk kemudian ditanami lagi dengan tanaman hutan industri, hal ini sama halnya dengan penebangan hutan untuk kemudian dijadikan area perkebunan (kelapa sawit, karet, dll). Apabila kemudian dalam selang waktu satu bulan dari penebangan hutan sudah mulai ditanami lagi dengan tanaman hutan industri atau tanaman perkebunan maka apabila dilakukan pengambilan sampel yang diambil pada tanah di bekas penebangan tersebut digunakan untuk menentukan seberapa besar bentuk dan jenis kerugian terhadap pengrusakan dan pencemaran lingkungan hidup tersebut adalah tindakan yang tidak mudah. Sejauh mana penebangan hutan tersebut mempunyai akibat terhadap fungsi hutan dan pengaruhnya serta kerugianya terhadap ekosistem, jelas tidaklah mudah untuk membuktikankannya, paling tidak memerlukan waktu penelitian yang cukup lama. SAMPEL LINGKUNGAN Kegiatan pengambilan sampel merupakan kegiatan ‘rutin’ yang biasa dilakukan dalam kegiatan pemantauan lingkungan. Tujuan kegiatan pengambilan sample adalah untuk mendapatkan informasi tentang kualitas (mutu) lingkungan. Akan tetapi istilah pengambilan sampel yang ‘rutin’ tersebut akan memiliki arti yang berbeda bila kegiatan pengambilan sampel digunakan untuk sebagai alat bukti kepentingan penegakan hukum terkait lingkungan hidup misalnya untuk pembuktian adanya pencemaran lingkungan. Sampel yang dikumpulkan untuk keperluan tersebut mengalami pemeriksaan secara lebih ketat. Oleh karena itu beberapa prosedur tertentu harus diikuti secara ketat pula. Prosedur yang dipakai harus diterima dari sudut ilmiah agar hasilnya terlepas dari segala keraguan bahwa sampel telah

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

diperiksa ketelitiannya, keakuratannya, dan ketepatannya sehingga dapat diterima oleh masyarakat ilmiah. Dalam makalah ini hanya membahas secara khusus tentang pengambilan sampel air dan bagian – bagian penting yang secara teknis berkaitan dengan prosedur tentang pengambilan sample yang tepat bila sample tersebut dijadikan alat bukti yang sah untuk penegakan hukum. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh tim/personel yang mengambil sampel lingkungan untuk keperluan penegakan hukum misalnya polisi, jaksa, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari KLH, Inspektur BAPETEN adalah sebagai berikut: Lokasi pengambilan sampel Suatu contoh, Lokasi pengambilan sampel harus mewakili semua badan air (sungai, waduk, rawa, bendungan, dll) yang diduga merupakan lokasi yang tercemar. Lokasi pengambilan sampel air dari badan air penerima polutan harus diambil guna menunjukkan bahwa kualitas air pada lokasi tersebut, lazimnya diambil dibagian atas dari titik tempat masuknya polutan. Sampel duplikat harus diperlakukan sebagai sampel terutama bila konsentrasi zat yang sedang diambil sampelnya diperkirakan akan rendah. Sampel kontrol diambil pada lokasi yang jauh dari lokasi yang diduga tercemar untuk dibandingkan hasilnya dengan lokasi yang diduga terjadi pencemaran. Penanganan (preservasi) sample Beberapa parameter menghendaki penanganan sample yang segera, seperti oksigen terlarut, asam sulfat dan logam terlarut. Personel pengambil sampel harus yakin bahwa jenis sampel tertentu telah dilakukan penanganan sebagaimana mestinya untuk tujuan perlindungan sampel. Jika langkah penanganan telah digunakan, sampel tersebut harus merupakan sampel baru dan tidak terkontaminasi. Beberapa sampel ’hidup’ (pengukuran kandungan bakteri) yang menurun mutu sampel harus disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Sampel harus dianalisis sesegera mungkin dan tidak lebih dari lima hari setelah sampel dikumpulkan. Beberapa sampel tidak akan punya nilai setelah disimpan lebih dari 24 jam. Dalam hal sampel merupakan zat yang mengandung

ISSN 1410-6086

unsur radioaktif perlu dilakukan penanganan khusus dengan memperhatikan adanya kontaminasi dengan sampel non radioaktif. Oleh karena tahapan penanganan sampel merupakan proses yang penting maka personel pengambil sampel harus selalu berkerjasama dan selalu melibatkan personel analisis sampel. Wadah sampel Wadah sampel haruslah baru atau dalam prosedur botol sampel harus dicuci sebelum dipakai lagi. Prosedur ini mencegah kemungkinan tercemarnya sampel oleh botol tersebut atau unsur lain yang pernah diambil dalam botol tersebut sebelumnya. Pengidentifikasian sampel

dan

penyegelan

Segera setelah sampel dikumpulkan, wadah sampel harus segera diberi label. Jika wadah yang digunakan adalah plastik, tempat dimana sampel itu dibubuhi harus ditandai dengan pena yang tidak bisa dihapus untuk membantu personel pengambil dan analisis sampel dalam mengalokasikan label nantinya. Jika lebih dari satu orang yang mengambil sampel, hanya satu orang yang membubuhi label. Hal ini ditujukan agar memungkinkan bahwa semua kontener sampel dilabel dengan cara yang konsisten dan seluruh informasi ini dimasukkan kedalamnya. Nomor sampel ditujukan untuk menunjukkan catatan yang dibuat di lapangan untuk mengidentifikasikan tempat pengambilan sampel (termasuk juga sumber sampel), tanggal dan waktu pengambilan sampel, paraf pengambil sampel dan saksi atau pihak ketiga yang hadir saat kegiatan pengambilan sampel. Penyegelan sampel dilakukan pada tahap akhir yang bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan bahwa telah terjadi pemalsuan sampel jika segelnya dirusak. Metode yang paling umum dalam penyegelan adalah membungkus tutupnya dengan isolator dan membubuhi inisial pengambil sampel di atas isolator pembungkus itu. Ini adalah metode yang sederhana tapi efektif. Pemindahan dan Pengangkutan Sampel Jika sampel harus disimpan semalam atau lebih, sebelum pemindahan ke laboratorium, sampel tersebut harus telah disimpan dalam sebuah tempat terkunci, 53

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

lebih baik hanya ada sebuah kunci yakni di tangan pengambil kunci. Sampel itu harus diletakkan ditempat yang dingin dan gelap. Jika sampel diangkut dengan alat transportasi umum (pesawat, bus, atau kurir) mereka harus dikirim dengan kotak yang terkunci agar sampel kontener tidak rusak dan hilang dan agar segelnya tidak rusak. Alat pendingin misalnya box es atau freezer membuat pengiriman sampel menjadi sangat luar biasa bagusnya terutama bila sampel tersebut disegel dan dikunci. Jika sampel tidak diiringi oleh personel pengambil dan analisis sampel, pelayanan pengiriman harus benar-benar berhati-hati sebab suhu panas yang berlebihan dan keterlambatan selama pemindahan dan pengangkutan dapat mengubah komposisi sampel tersebut. Foto/video Foto/Video merupakan bagian yang sangat berharga sebagai alat bukti akhirakhir ini dan sangat sering digunakan karena mereka mengemukakan gambaran yang akurat dan jelas tentang satu atau lebih dalam aspek pelanggaran. Foto/Video dapat digunakan baik secara sendirian maupun bersama-sama dengan alat bukti lainya untuk menggambarkan hal-hal sebagai berikut: -

-

Pelanggaran yang dilakukan Orang yang melakukan pelanggaran Keadaan dan suasana disekitar pelanggaran Prosedur yang dilaksanakan personel pengambil sampel Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh pelanggaran pencemaran. Status Umum Fasilitas yang sedang diselidiki (kebersihan, keselamatandan kesadaran lingkungan secara umum) Perbedaan antara keadaan normal dan abnormal yang dikaitkan dengan pelanggaran.

Agar foto/videodapat diterima sebagai alat bukti, ada beberapa hal yang harus dilakukan: 1.

54

Foto/video harus didokumentasikan dengan baik. Sewaktu foto/video sedang diambil, fotographernya harus telah merekam dalam buku catatannya tentang nomor f, lokasi, waktu dan tujuan dari foto/video yang dimaksud .

ISSN 1410-6086

2.

3.

4.

Nomor foto/videotidak harus sama dengan nomor dalam filenya, selama nomor-nomor ini ditunjuk ulang setelah film diproses. Film harus diproses oleh laboraturium yang berkompeten segera setelah penyidikan. Jika negatifnya rusak selama pemrosesan, foto/video itu mungkin tidak dapat diterima atau tidak berguna sebagai alat bukti. Kelambatan dalam menerima film yang diproses berarti bahwa pengidentifikasian dapat menjadi lebih sulit karena kekeliruan memori pada pihak penyidik. Segera setelah film diproses, orang yang mengambil foto harus menulis ulang informasi pada buku catatannya ke belakang foto tersebut atau kedalam kertas tersendiri, bersamaan dengan nomor negatifnya. Jika fotonya banyak informasinya harus dilabelkan dekat fotonya.

LABORATORIUM LINGKUNGAN Hal yang berkaitan erat dengan sample lingkungan adalah laboratorium lingkungan. Untuk menjelaskan keterkaitan kedua hal tersebut bisa tergambar dengan penjelasan kasus teluk buyat. Kasus pencemaran Buyat oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR) diawali oleh pengaduan warga Dusun Buyat Pante, Desa Ratatotok, Kecamatan Ratatotok Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara ketika warga mengalami gangguan kesehatan di antaranya penyakit kulit (gatalgatal), kejang-kejang, benjol-benjol, dan lumpuh selama beberapabulan. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup RI menggugat PT NMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemerintah menilai PT NMR telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga mencemari lingkungan hidup. Menteri Lingkungan Hidup telah melakukan evaluasi laporan periodik pelaksanaan RKL/RPL PT NMR menemukan fakta bahwa hasil analisis kualitas air tanah pada sumur penduduk menunjukkan parameter kimiawi yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Tim penanganan Kasus Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan Hidup untuk kasus teluk Buyat yang

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

dibentuk Menteri Lingkungan Hidup yang melibatkan BPPT, Puslabfor Mabes Polri, akademisi dari UI, Unpad, IPB, serta Universitas Sam Ratulangi, setelah melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan kualitas air sumur gali, udara, sedimen, bentos, plankton, phitoplankton dan ikan laut yang melebihi baku mutu lingkungan sehingga berakibat pada kualitas lingkungan serta kesehatan manusia. Tim Penanganan Kasus tersebut menemukan kadar Arsen total ratarata pada ikan sebesar 1,37 mg/kg yang melebihi baku mutu kadar total Arsen yang ditetapkan Dirjen POM sebesar 1 mg/kg. Kandungan merkuri pada ikan yang dikonsumsi penduduk Desa Buyat Pante mengakibatkan asupan merkuri harian sebesar 82,82 % dari Tolerable Daily Intake (TDI) per-60 kg, sedangkan pada anak-anak berbobot badan 15 kg sebesar 80,98 % dari TDI. Tingginya kadar Arsen dan merkuri tersebut jika terus-menerus masuk terakumulasi dalam tubuh manusia tentu akan menimbulkan penyakit bagi manusia. Tetapi akhirnya putusan Pengadilan Negeri Manado membebaskan PT NMR dari dakwaan dan menyatakan tidak terbukti bahwa adaya pencemaran di teluk buyat. Isi putusan Pengadilan tersebut mempertimbangkan beberapa hasil riset lembaga-lembaga luar negeri yang dibiayai oleh PT NMR, termasuk WHO, CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization). Hasil penelitian CSIRO ini menegaskan hasil penelitian WHO dan National Institute for Minamata Disease menyimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran di perairan Teluk Buyat. Demikianlah perkara pencemaran Pantai Buyat itu berakhir begitu dramatis. Dari contoh di atas menjelaskan bahwa hasil penelitian berbeda-beda dari laboratorium yang berbeda-beda. Ada kubu penelitian atas prakarsa pemerintah yang ditandingi hasil penelitian atas prakarsa PT NMR. Suatu pertanyaan besar bagaimana dengan validasi laboraturium dari lembaga asing tersebut? Dalam permasalahan ini menegaskan bahwa makin pentingnya adalah peranan laboraturium sebagai laboraturium rujukan yang ditunjuk resmi oleh pemerintah untuk menetapkan terjadi ada tidaknya pencemaran dalam arti hukum dalam kasus-kasus lingkungan. Peran

ISSN 1410-6086

laboratorium rujukan ini memperlihatkan pentingnya, agar terdapat persepsi dan penafsiran yang sama tentang terjadi tidaknya pencemaran. Belum dipahaminya peranan laboraturium rujukan implikasinya pada proses pembuktian terjadinya pencemaran lingkungan menyebabkan kasus ini dijadikan contoh keterlambatan sistem hukum mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi mengingat alat bukti yang paling vital adalah surat dari laboratorium yang memeriksa sampel. KESIMPULAN Proses Pengambilan sampel adalah hal ‘rutin’ dalam kegiatan pemantauan lingkungan tetapi menjadi suatu hal yang sangat penting artinya apabila sampel yang kita ambil akan dijadikan alat bukti untuk penyidikan tindak pidana lingkungan . Sampel membuktikan terjadi tidaknya pencemaran di suatu lokasi dan siapa yang melakukan pelanggaran tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur pengambilan dan analisis sampel yaitu: lokasi pengambilan, penanganan, kontener, penyegelan dan identifikasi, pemindahan dan pengangkutan, foto/video. Semua tahapan tersebut di atas harus dilakukan dengan prosedur yang tepat, cermat dan sesuai dengan kaidah ilmiah yang dapat diterima oleh masyarakat dan peradilan. Hal lain yang berkaitan dengan sampel adalah makin pentingnya peran laboratorium rujukan yang ditetapkan pemerintah seiring dengan semakin meningkatnya kasus pencemaran dan pengrusakan lingkungan. Laboratorium rujukan tersebut harus mengikuti dan memenuhi standar yang berlaku dan terakreditasi secara nasional dan internasional sehingga validasi hasil analisisnya diakui oleh semua pihak termasuk oleh laboratorium dari lembaga asing lainnya. DAFTAR PUSTAKA 1

2

Masalah Lingkungan Hidup, Pedoman Mahkamah Agung Republik Indonesia, Tahun 2005 Pedoman Pengambilan Sample Lingkungan, BAPETEN, Tahun 2006

55

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

56

ISSN 1410-6086